ap/mark baker mediaindonesia .com jujur … · ruk. “di samping itu infra struktur jalan dan...

1
E MPAT hari setelah gempa bumi dan tsu- nami meluluhlantak- kan Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, kondisi korban sangat memprihatinkan. Belum ada penanganan luar biasa untuk mengatasi keadaan pascaben- cana. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono serta sejumlah menteri terkait sudah mengunjungi Mentawai. Di lokasi penampungan di Pagai Selatan, para korban ter- paksa diletakkan di lantai hanya beralaskan tikar atau matras. Kor- ban anak-anak, baik tua maupun muda, lelaki mau- pun perempuan, dicampur karena terbatasnya alat dan tempat. Setali tiga uang, karena terbatasnya petugas, warga yang selamat dari bencana tsunami bersama-sama mengevakuasi jenazah korban. Hal itu terlihat di Kepulauan Siberut. Tokoh masyarakat Mentawai Kortanius Sabeleake mengata- kan luasnya kabupaten kepu- lauan ini tidak disertai dengan fasilitas transportasi yang me- madai. “Tidak ada jalan lingkar yang menghubungkan dusun, desa-desa, dan kota kecamatan yang umumnya terletak di pinggir pantai,” katanya. Meski sudah dimekarkan dari Kabupaten Padang Pari- aman lebih dari 10 tahun lalu, menurutnya, jalan di kawasan itu tak kunjung dibangun. “Sa- tu-satunya transportasi yang digunakan masyarakat adalah boat dan perahu.” Hingga kemarin, jumlah korban tewas akibat gempa 7,2 pada skala Richter dan tsunami yang melanda Pulau Pagai, Mentawai, tercatat 413 orang. Menunggu cuaca Terseok-seoknya penanganan korban tsunami diakui Kepala Pusat Pengendalian Operasio- nal Penanganan Bencana Suma- tra Barat Ade Edward. Namun, katanya, hal ini bukan karena petugas kurang sigap. Ade menepis bila disebut- kan bantuan menumpuk di Padang. Dari ibu kota Provinsi Sumbar ke Kecamatan Sikakap, Mentawai, menurutnya, lancar. “Sehari 2 kali kapal besar mem- bawa bantuan ke Sikakap,” ungkapnya, tadi malam. Masalahnya, kini bantuan menumpuk di Sikakap. “Seha- rusnya bantuan segera tersalur- kan ke 27 dusun yang terkena bencana di tiga kecamatan: Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sikakap,” ujarnya. Bukan hanya bantuan logistik yang menumpuk. Kantong mayat dan relawan pun menumpuk di Sikakap, yakni sekitar 1.500 o- rang yang terdiri dari relawan, TNI, Polri, BUMN, dan LSM. Penumpukan itu, disebabkan kondisi alam dan medan yang bu- ruk. “Di samping itu infrastruktur jalan dan listrik serta telekomu- nikasi tak ada,” katanya. Selain itu, lanjutnya, kondisi cuaca tak bersahabat. Di laut, tinggi gelombang mencapai 6 meter, di udara juga petir sangat berbahaya bagi pener- bangan. “Jadi, tolong dipahami kondisi di sana,” pintanya. A- khirnya, penyaluran bantuan dan tim relawan menunggu sampai cuaca bersahabat hing- ga 4 November mendatang. Hal yang sama disampai- kan Bupati Mentawai Edison Seleleubaja. “Menyebarkan bantuan logistik tergantung cuaca laut karena jalur trans- portasi hanya melalui laut.” Tim relawan Mer-C juga mengakui medan berat di Men- tawai. Namun, kata Koordina- tor Mer-C Jose Rizal, seharus- nya pemerintah bekerja lebih keras lagi untuk mengatasi masalah pascabencana di Men- tawai. (Bay/Ant/X-6) [email protected] Berita terkait hlm 11 FASE erupsi Gunung Merapi te- rus berlanjut. Sejak pagi hingga pukul 17.00 WIB kemarin, lima kali sudah awan panas dan lava pijar meluncur dari dapur Me- rapi. Itu menandakan Merapi masih berpotensi meletus. “Luncuran awan panas yang diikuti lava pijar tersebut hanya berjarak 4 km dari puncak dan mengarah ke Kali Gendol,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Ke- gunungapian (BPPTK) Yogya- karta, Subandrio, kemarin. Namun begitu, lanjutnya, belum tampak adanya kubah lava baru. Sebab, intensitas ke- luarnya awan panas sepanjang hari kemarin lebih banyak ke arah Kali Gendol. “Jadi, posisi material kubah tapal kuda di puncak Merapi masih aman, tetapi tidak menu- tup kemungkinan posisi kubah baru meruntuhkan kubah tapal kuda bila fase erupsi diikuti hujan deras,” ujarnya. Kalau itu terjadi, tambah Subandrio, material kubah ber- volume 8 juta meter kubik itu akan membahayakan warga di sepanjang Kali Krasak, Putih, Selamat, dan Kali Senowo. Kepala Badan Geologi Ke- menterian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar menambahkan, kucuran awan panas itu akan terus mengalir dan tidak diketahui kapan berakhir. “Status Merapi masih awas dan radius 10 kilometer dari puncak harus tetap diko- songkan,” ujar Sukhyar. Staf Data dan Informasi, Ba- dan Meteorologi, Klimatologi, dan Geosika (BMKG) Yogya- karta, Wawan Joko, menjelas- kan intensitas hujan di puncak Merapi cukup tinggi. Sementara itu, pengungsi di hampir semua barak penam- pungan mulai terserang penya- kit diare, inspeksi saluran per- napasan atas (ISPA), gatal-gatal, dan nyeri perut. “Kita berharap pengungsi bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan barak peng- ungsian,” kata dr Sri Hastuti Barata, di Pos Kesehatan Barak Desa Purwobinangun. Evakuasi warga juga masih terus dilakukan. Sejak kemarin pagi, puluhan personel militer dan relawan dengan empat mobil naik ke Dukuh Takeran, Belang, dan Setabelan untuk mengevakuasi ribuan warga yang berada di zona merah. Dandim 0724/Boyolali Let- kol Inf Soekoso Wahyudi mene- gaskan, warga akan dibawa ke lokasi pengungsian di Balai Desa Tlogolele agar terhindar dari bahaya awan panas atau lava pijar yang terus keluar dari puncak kawah Merapi. “Mereka bergerak dalam suasana hujan abu tipis. Warga harus mau mengungsi,” tegas Soekoso. (SO/WJ/X-8) Berita terkait hlm 10 Luncurkan Awan Panas, Merapi masih Berpotensi Meletus Mentawai Merana MEDIAINDONESIA.COM JUJUR BERSUARA SABTU, 30 OKTOBER 2010 | NO.10840 | TAHUN XLI | 28 HALAMAN AP/MARK BAKER Bantuan logistik dan tim relawan menumpuk di Sikakap, belum terdistribusikan ke 27 dusun. Hendra Makmur AWAN PANAS MERAPI: Gunung Merapi menyemburkan awan panas atau wedus gembel dilihat dari Desa Sidorejo, Klaten, Jawa Tengah, kemarin. NASIB KORBAN TSUNAMI: Korban luka-luka akibat tsunami menjalani perawatan di lantai Puskesmas Sikakap, Pulau Pagai, Mentawai, Sumatra Barat, kemarin. BENCANA tsunami di Mentawai dan letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan kebenaran teori para ahli bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat rawan bencana. Rawan karena Indonesia secara geologis diapit tiga lempeng bumi yang berpotensi gempa. Yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasik. Implikasinya hampir se- mua daerah di Indonesia sangat rawan gempa dan tsunami. Daerah-daerah yang sangat rawan gempa itu meliputi wi- layah yang sangat luas mulai selatan Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, selatan Pulau Bali, hingga Kepulauan Maluku. Di sisi lain, wilayah Indonesia juga dilingkari rangkaian gunung berapi aktif yang siap memuntahkan letusan. Teori tentang kerawanan Indonesia secara geogras dan geologis itu telah diketahui sejak lama, tidak saja oleh para ahli, tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Namun, common sense itu berhenti di level akal sehat dan tidak memiliki kaitan apa pun di level kebijakan pemerintah. Karena itu, setiap kali terjadi bencana alam, kita selalu kelaba- kan, kocar-kacir, keteteran, kaget, dan lamban. Bencana tsunami di Ka- bupaten Kepulauan Menta- wai adalah fakta terbaru yang menunjukkan benca- na demi bencana terus terja- di, tetapi kita lalai dengan antisipasi. Bukan karena ketidaktahuan, melainkan ketidakpedulian yang ber- lindung di balik kekurang- an uang. Padahal di balik itu, kerakusan dalam pe- ngelolaan dana dan ke- bijakan berkecamuk dari pusat hingga daerah. Kita adalah bangsa yang lebih senang bereaksi sete- lah bencana terjadi. Setelah itu, melupakannya hingga terjadi lagi bencana dengan jumlah korban jiwa lebih besar lagi. Yang lebih menyedihkan, tabiat buruk itu diperparah mun- culnya kenaifan dan ketidaksensitifan pejabat negara. Saat bencana terjadi, ada saja yang mengeluarkan pernyataan tidak patut dan tidak empatik. Pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie baru-baru ini yang menyalahkan para korban yang telah tinggal di daerah rawan bencana adalah salah satunya. Alih-alih merancang kebijakan yang propenanganan bencana, ada saja pejabat negara yang mengeluarkan pernyataan tidak patut. Itu bentuk keangkuhan dan ketidakpedulian tersebut. Besarnya jumlah korban tewas dan hilang serta penanganan pascabencana yang buruk di Mentawai adalah pelajaran ma- hal atas dosa-dosa pembangunan semesta yang mengabaikan wilayah pulau-pulau terluar. Ia menjadi saksi bahwa hak atas keamanan dan keselamatan warga negara telah diabaikan. Sesungguhnya, warga negara memiliki hak untuk selamat dan terlindung dari segala bentuk bahaya, risiko, kecelakaan, dan kerugian yang timbul dari bencana. Di negeri bencana ini, negara nyaris tidak melakukan apa pun untuk mengantisipasi datangnya bencana yang menghi- langkan hak hidup itu. Kebijakan mitigasi bencana, yang mestinya dilakukan secara substansial dan masif oleh pemerintah melalui pembuatan dan penerapan kebijakan, hanya dijalankan sebagai bagian dari image building. Untuk pejabat negara yang berkunjung ke Mentawai, fasilitas tersedia lengkap dan cepat. Setelah pejabat selesai berkunjung, Mentawai dibiarkan da- lam keterpencilan dengan segala penderitaan. Itu berlangsung sejak dulu, sekarang, dan selamanya. Itulah bencana Mentawai yang sesungguhnya. BERDASARKAN penelitian, balita masa kini banyak mengha- biskan waktu di depan televisi, rata-rata 5 jam per hari. Padahal, durasi yang direkomendasikan American Academy of Pediat- rics (AAP) hanya 1-2 jam. Kondisi itu sangat memprihatinkan bagi perkembangan anak karena menurut penelitian sebelumnya, ada hubungan erat antara durasi balita duduk di depan televisi dan efek bu- ruk seperti penggunaan bahasa yang buruk, obesitas, perilaku agresif, hingga performa akademis yang buruk. Penelitian yang dipimpin Dr Pooja Tandon dari Institut pene- litian Anak Seattle dari Universitas Washington itu mengambil sampel hampir 9.000 balita di AS. Mereka yang dirawat sepenuhnya di rumah, tidak dititipkan ke penitipan anak, terpapar tayangan televisi selama 4,4 jam per hari. Adapun mereka yang dititipkan menunjukkan angka lebih tinggi, 5,5 jam per hari. (Livescience/*/X-5) PAUSE Balita dan Televisi EDITORIAL Tsunami Mentawai Bencana Kebijakan Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi: mediaindonesia.com Setelah pejabat selesai berkunjung, Mentawai dibiarkan dalam keterpencilan dengan segala penderitaan. Itu berlangsung sejak dulu, sekarang, dan selamanya. Itulah bencana Mentawai yang sesungguhnya.’’ Ade Edward Kepala Pusdalops Penanganan Bencana Sumbar Layanan Berlangganan & Customer Service SMS: 08121128899 T: (021) 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: [email protected] Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim) Berebut Takhta di Dua Seri Tersisa Pembalap Ferrari Fernando Alonso memiliki kans paling besar menjadi juara dunia balapan Formula One (F1) musim 2010. Fokus Olahraga, Hlm 22-23 AP/ACHMAD IBRAHIM REUTERS/ANDRY PRASETYO DOK PRIBADI

Upload: dinhduong

Post on 24-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EMPAT hari setelah gempa bumi dan tsu-nami meluluhlantak-kan Pulau Pagai Utara

dan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, kondisi korban sangat memprihatinkan. Belum ada pe nanganan luar biasa untuk mengatasi keadaan pascaben-ca na.

Padahal, Presiden Susilo Bam bang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono serta sejumlah menteri terkait sudah mengunjungi Mentawai.

Di lokasi penampungan di Pagai Se latan, pa ra korban ter-paksa diletakkan di lantai ha nya ber alaskan tikar atau matras. Kor-ban anak-anak, baik tua maupun mu da, lelaki mau-pun perempuan, dicampur karena terba tasnya alat dan tem pat.

Setali tiga uang, karena terbatasnya petugas, warga yang sela mat dari bencana tsunami ber sama-sama meng evakuasi jenazah korban. Hal itu terlihat di Kepulauan Siberut.

Tokoh masyarakat Mentawai Kortanius Sabeleake mengata-kan luasnya kabupaten kepu-lauan ini tidak disertai dengan fasilitas transportasi yang me-madai. “Tidak ada jalan lingkar yang menghubungkan dusun, desa-desa, dan kota kecamatan yang umumnya terletak di pinggir pantai,” katanya.

Meski sudah dimekarkan dari Kabupaten Padang Pari-aman lebih dari 10 tahun lalu, menurutnya, jalan di kawasan itu tak kunjung dibangun. “Sa-tu-satunya transportasi yang di gunakan masyarakat adalah boat dan perahu.”

Hingga kemarin, jumlah kor ban tewas akibat gempa 7,2 pada skala Richter dan tsunami yang melanda Pulau Pagai, Mentawai, tercatat 413 orang.

Menunggu cuacaTerseok-seoknya penanganan

korban tsunami diakui Kepala

Pusat Pengendalian Operasio-nal Penanganan Bencana Suma-tra Barat Ade Edward. Namun, katanya, hal ini bukan ka rena petugas kurang sigap.

Ade menepis bila disebut-kan bantuan menumpuk di Pa dang. Dari ibu kota Provinsi Sumbar ke Kecamatan Sikakap, Mentawai, menurutnya, lancar. “Se hari 2 kali kapal besar mem-ba wa bantu an ke Sikakap,” ung kapnya, tadi ma lam.

Masalahnya, ki ni bantuan me numpuk di Si kakap. “Seha-rus nya bantuan segera tersalur-kan ke 27 dusun yang terkena bencana di tiga kecamat an: Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sikakap,” ujarnya.

Bukan hanya bantuan logistik yang menumpuk. Kantong mayat dan relawan pun m e n u m p u k d i Sikakap, yakni sekitar 1.500 o-rang yang terdiri dari re lawan, TNI, Polri, BUMN, dan LSM.

Penumpukan itu, disebabkan kon disi alam dan me dan yang bu-ruk. “Di samping itu infra struktur

jalan dan listrik serta telekomu-nikasi tak ada,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, kondisi cuaca tak bersahabat. Di laut, tinggi gelombang mencapai 6 meter, di udara juga petir sangat berbahaya bagi pener-bangan. “Jadi, tolong dipahami kondisi di sana,” pintanya. A-khirnya, penyaluran bantuan dan tim relawan menunggu sampai cuaca bersahabat hing-ga 4 November mendatang.

Hal yang sama disampai-kan Bupati Mentawai Edison Seleleubaja. “Menyebarkan bantuan logistik tergantung cuaca laut karena jalur trans-portasi hanya melalui laut.”

Tim relawan Mer-C juga mengakui medan berat di Men-tawai. Namun, kata Koordina-tor Mer-C Jose Rizal, seharus-nya pemerintah bekerja lebih keras lagi untuk mengatasi masalah pascabencana di Men-tawai. (Bay/Ant/X-6)

[email protected] terkait hlm 11

FASE erupsi Gunung Merapi te-rus berlanjut. Sejak pagi hingga pukul 17.00 WIB kemarin, lima kali sudah awan panas dan lava pijar meluncur dari dapur Me-ra pi. Itu menandakan Merapi masih berpotensi meletus.

“Luncuran awan panas yang diikuti lava pijar tersebut hanya berjarak 4 km dari puncak dan mengarah ke Kali Gendol,” ka ta Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Ke-gunungapian (BPPTK) Yogya-karta, Subandrio, kemarin.

Namun begitu, lanjutnya, be lum tampak adanya kubah lava baru. Sebab, intensitas ke-luarnya awan panas sepanjang hari kemarin lebih banyak ke arah Kali Gendol.

“Jadi, posisi material kubah tapal kuda di puncak Merapi masih aman, tetapi tidak menu-tup kemungkinan posisi kubah

baru meruntuhkan kubah tapal kuda bila fase erupsi diikuti hujan deras,” ujarnya.

Kalau itu terjadi, tambah Su bandrio, material kubah ber-volume 8 juta meter kubik itu akan membahayakan warga di sepanjang Kali Krasak, Putih, Selamat, dan Kali Senowo.

Kepala Badan Geologi Ke-men terian Energi, Sumber Da ya Mineral (ESDM) Sukhyar menambahkan, kucuran awan panas itu akan terus mengalir dan tidak diketahui kapan ber akhir. “Status Merapi masih awas dan radius 10 kilometer dari puncak harus tetap diko-song kan,” ujar Sukhyar.

Staf Data dan Informasi, Ba-dan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofi sika (BMKG) Yogya-karta, Wawan Joko, menjelas-kan intensitas hujan di puncak Merapi cukup tinggi.

Sementara itu, pengungsi di hampir semua barak penam-pungan mulai terserang penya-kit diare, inspeksi saluran per-napasan atas (ISPA), gatal-gatal, dan nyeri perut.

“Kita berharap pengungsi bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan barak peng-ungsian,” kata dr Sri Hastuti Ba rata, di Pos Kesehatan Barak Desa Purwobinangun.

Evakuasi warga juga masih te rus dilakukan. Sejak kemarin pagi, puluhan personel militer dan relawan dengan em pat mobil naik ke Dukuh Takeran, Belang, dan Setabelan untuk mengevakuasi ribuan warga yang berada di zona merah.

Dandim 0724/Boyolali Let-kol Inf Soekoso Wahyudi mene-gaskan, warga akan dibawa ke lokasi pengungsian di Balai De sa Tlogolele agar terhindar da ri bahaya awan pa nas atau lava pijar yang te rus keluar dari puncak kawah Merapi.

“Mereka bergerak dalam sua sana hujan abu tipis. Warga harus mau mengungsi,” tegas Soekoso. (SO/WJ/X-8)

Berita terkait hlm 10

Luncurkan AwanPanas, Merapi masih Berpotensi Meletus

Mentawai Merana M E D I A I N D O N E S I A . C O M JUJUR BERSUARA SABTU, 30 OKTOBER 2010 | NO.10840 | TAHUN XLI | 28 HALAMAN

AP/MARK BAKER

Bantuan logistik dan tim relawan menumpuk di Sikakap, belum terdistribusikan ke 27 dusun.

Hendra Makmur

AWAN PANAS MERAPI: Gunung Merapi menyemburkan awan panas atau wedus gembel dilihat dari Desa Sidorejo, Klaten, Jawa Tengah, kemarin.

NASIB KORBAN TSUNAMI: Korban luka-luka akibat tsunami menjalani perawatan di lantai Puskesmas Sikakap, Pulau Pagai, Mentawai, Sumatra Barat, kemarin.

BENCANA tsunami di Mentawai dan letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan kebenaran teori para ahli bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat rawan bencana.

Rawan karena Indonesia secara geologis diapit tiga lempeng bumi yang berpotensi gempa. Yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifi k. Implikasinya hampir se-mua daerah di Indonesia sangat rawan gempa dan tsunami.

Daerah-daerah yang sangat rawan gempa itu meliputi wi-layah yang sangat luas mulai selatan Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, selatan Pulau Bali, hingga Kepulauan Maluku.

Di sisi lain, wilayah Indonesia juga dilingkari rangkaian gunung berapi aktif yang siap memuntahkan letusan.

Teori tentang kerawanan Indonesia secara geografi s dan geologis itu telah diketahui sejak lama, tidak saja oleh para ahli, tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Namun, common sense itu berhenti di level akal sehat dan tidak memiliki kaitan apa pun di level kebijakan pemerintah.

Karena itu, setiap kali ter jadi bencana alam, kita selalu kelaba-kan, kocar-ka cir, keteteran, kaget, dan lam ban.

Bencana tsunami di Ka-bu paten Kepulauan Menta-wai adalah fakta terbaru yang menunjukkan benca-na demi bencana terus terja-di, tetapi kita lalai dengan an tisipasi. Bukan karena ke tidaktahuan, melainkan ke tidakpedulian yang ber-lin dung di balik kekurang-an uang. Padahal di balik itu, kerakusan dalam pe-nge lolaan dana dan ke-bi jakan berkecamuk dari pusat hingga daerah.

Kita adalah bangsa yang lebih senang bereaksi sete-lah bencana terjadi. Setelah itu, melupakannya hingga terjadi lagi bencana dengan jumlah korban jiwa lebih besar lagi.

Yang lebih menyedihkan, tabiat buruk itu diperparah mun-culnya kenaifan dan ketidaksensitifan pejabat negara. Saat bencana terjadi, ada saja yang mengeluarkan pernyataan tidak patut dan tidak empatik.

Pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie baru-baru ini yang menyalahkan para korban yang telah tinggal di daerah rawan bencana adalah salah satunya.

Alih-alih merancang kebijakan yang propenanganan benca na, ada saja pejabat negara yang mengeluarkan pernyataan ti dak patut. Itu bentuk keangkuhan dan ketidakpedulian tersebut.

Besarnya jumlah korban tewas dan hilang serta penanganan pas cabencana yang buruk di Mentawai adalah pelajaran ma-hal atas dosa-dosa pembangunan semesta yang mengabaikan wilayah pulau-pulau terluar.

Ia menjadi saksi bahwa hak atas keamanan dan keselamatan warga negara telah diabaikan.

Sesungguhnya, warga negara memiliki hak untuk selamat dan terlindung dari segala bentuk bahaya, risiko, kecelakaan, dan kerugian yang timbul dari bencana.

Di negeri bencana ini, negara nyaris tidak melakukan apa pun untuk mengantisipasi datangnya bencana yang menghi-langkan hak hidup itu.

Kebijakan mitigasi bencana, yang mestinya dilakukan secara substansial dan masif oleh pemerintah melalui pembuatan dan penerapan kebijakan, hanya dijalankan sebagai bagian da ri image building. Untuk pejabat negara yang berkunjung ke Men tawai, fasilitas tersedia lengkap dan cepat.

Setelah pejabat selesai berkunjung, Mentawai dibiarkan da-lam keterpencilan dengan segala penderitaan. Itu berlangsung sejak dulu, sekarang, dan selamanya. Itulah bencana Mentawai yang sesungguhnya.

BERDASARKAN penelitian, balita masa kini banyak mengha-biskan waktu di depan televisi, rata-rata 5 jam per hari. Padahal, durasi yang direkomendasikan American Academy of Pediat-rics (AAP) hanya 1-2 jam.

Kondisi itu sangat memprihatinkan bagi perkembangan anak karena menurut penelitian sebelumnya, ada hubungan erat antara durasi balita duduk di depan televisi dan efek bu-ruk seperti penggunaan bahasa yang buruk, obesitas, perilaku agresif, hingga performa akademis yang buruk.

Penelitian yang dipimpin Dr Pooja Tandon dari Institut pene-litian Anak Seattle dari Universitas Washington itu mengambil sampel hampir 9.000 balita di AS.

Mereka yang dirawat sepenuhnya di rumah, tidak dititipkan ke penitipan anak, terpapar tayangan televisi selama 4,4 jam per hari. Adapun mereka yang dititipkan menunjukkan angka lebih tinggi, 5,5 jam per hari. (Livescience/*/X-5)

PAUSE

Balita dan Televisi

EDITORIAL

Tsunami MentawaiBencana Kebijakan

Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi:mediaindonesia.com

Setelah pejabat selesai berkunjung, Mentawai dibiarkan dalam keterpencilan dengan segala penderitaan. Itu berlangsung sejak dulu, sekarang, dan selamanya. Itulah bencana Mentawai yang sesungguhnya.’’Ade Edward

Kepala Pusdalops Penanganan Bencana Sumbar

Layanan Berlangganan & Customer Service

SMS: 08121128899T: (021) 5821303

No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: [email protected]

Rp2.900/eks(di luar P. Jawa Rp3.100/eks)

Rp67.000/bulan(di luar P.Jawa + ongkos kirim)

Berebut Takhta di Dua Seri TersisaPembalap Ferrari Fernando Alonso memiliki kans paling besar menjadi juara dunia balapan Formula One (F1) musim 2010. Fokus Olahraga,Hlm 22-23

AP/ACHMAD IBRAHIM

REUTERS/ANDRY PRASETYO

DOK PRIBADI