4 kondisi umum lokasi penelitian - repository.ipb.ac.id · 16 keranji dialium maingayi baker...
TRANSCRIPT
18
merupakan teknik statistik multivariat yang berkaitan dengan struktur internal dari
matriks.
Menurut Rahayu (2005), langkah pertama dalam menggunakan metode
AKU adalah memasukkan keseluruhan peubah bebas (komponen biotik dan
komponen abiotik) yang diamati dalam analisis faktor. Kemudian dilakukan
pemilihan peubah yang layak diproses lebih lanjut atau tidak. Kelayakan tersebut
dapat dilihat dari besarnya nilai K-M-O MSA (Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy). K-M-O MSA tersebut menggambarkan ukuran ketepatan
dari analisis faktor. Nilai K-M-O MSA ≥ 0.5 maka sampel tersebut dianggap
mempunyai ketepatan. Selanjutnya setiap peubah bebas dianalisis untuk
mengetahui mana yang dapat diproses lebih lanjut dan mana yang harus
dikeluarkan. Rahayu (2005) menyatakan bahwa pedoman untuk mengeluarkan
peubah dari analisis adalah dengan melihat nilai anti-image matrices < 0.5. Nilai
ini dapat terlihat pada tabel anti image correlation dimana akan terlihat sejumlah
angka yang membentuk diagonal yang bertanda ’a’. Setelah sejumlah peubah
terpilih, maka dilakukan ekstraksi peubah tersebut hingga menjadi satu atau
beberapa faktor.
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Luas dan Letak
Kawasan IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti merupakan perluasan
areal IUPHHK-HTI PT. RAPP yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 327/MenhutII/2009 dengan luas 45261 hektar. IUPHHK-
HTI PT. RAPP Estate Meranti dibagi menjadi lima areal peruntukan, yaitu areal
tanaman pokok, areal tanaman unggulan, areal tanaman kehidupan, areal
konservasi, serta areal sarana dan prasarana. Areal konservasi Estate Meranti
mencakup sempadan sungai, kubah gambut dan kawasan penyangga (buffer zone).
Secara administratif, Kawasan IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti termasuk
dalam Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Hidrologi
Estate Meranti memiliki satu Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS
Kampar. Selain itu, Estate Meranti memiliki beberapa sub DAS, yaitu sub DAS
Kutup, sub DAS Turip, sub DAS Serkap dan sub DAS Sangar. Seluruh sungai-
sungai yang mengalir di Estate Meranti bermuara di Sungai Kampar. Air sungai
yang mengalir di Estate Meranti berasal dari kubah gambut dan danau (tasik) yang
terdapat di dalam kawasan hutan Semenanjung Kampar.
19
Variasi Lokal Tipe Vegetasi Hutan Gambut
TIIP (2010a) menyatakan bahwa kawasan Estate Meranti memiliki empat
tipe variasi vegetasi, yaitu hutan tiang dengan tajuk tinggi (Tall Pole Forest),
hutan transisi rawa gambut campuran (Transition of Tall Pole Forest and Mixed
Peat Swamp Forest), hutan riparian (Riverine Forest) dan semak belukar. Tall
Pole Forest dicirikan dengan tajuk pohon yang tinggi dan relatif rata. Kanopi
hutannya hanya terdiri atas 2-3 lapis saja. Ukuran pohon-pohon penyusunnya
relatif kecil, yakni berdiameter berkisar antara 20-30 cm. Hutan transisi tiang
tinggi rawa gambut campuran dicirikan dengan jenis campuran yang didominasi
dengan tajuk tinggi dan tidak rata dengan diameter pohon umumnya > 30 cm.
Kanopi hutannya terdiri dari beberapa lapisan dengan lapisan utama terbentuk dari
tegakan pohon dengan ketinggian berkisar 30-40 m. Hutan riparian umumnya
berkembang di wilayah pinggir sungai yang kondisinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sungai. Kanopi hutannya terdiri atas beberapa lapisan dengan
beberapa pohon mencuat. Pada pinggir sungai yang selalu tergenang air, vegetasi
ripariannya berkembang menjadi komunitas belukar dari marga Pandanus dan
rerumputan dari kelompok Cyperaceae atau Hanguana dari suku Flagelariaceae.
Variasi Lokal Ketebalan Gambut
Umumnya, gambut akan membentuk suatu kubah (dome). Semakin
mendekati kubah ketebalan gambut semakin meningkat, sedangkan semakin dekat
dengan sungai ketebalan gambut akan semakin menipis. Ketebalan gambut di
Estate Meranti berkisar antara 5 m hingga 10 m. Hardjowigeno (1996)
menyatakan bahwa gambut di bagian tepi kubah pada umumnya memiliki
kesuburan yang relatif baik (gambut topogen), sedangkan gambut yang terdapat di
tengah-tengah kubah memiliki kesuburan yang rendah (gambut ombrogen).
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu
Hasil inventarisasi tumbuhan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti
menunjukkan bahwa terdapat 70 jenis tumbuhan yang berasal dari 30 suku
(Lampiran 2). Berdasarkan hasil studi pustaka yang dibandingkan dengan jenis
tumbuhan yang telah diidentifikasi dapat diketahui bahwa di areal konservasi
terdapat 34 jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu
(Tabel 4).
20
Tabel 4 Jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu di
areal konservasi
No. Nama lokal Nama latin Suku
1 Ara Ficus stricta Miq Moraceae
2 Arang-arang Diospyros maingayi (Hiern.) Bakh. Ebenaceae
3 Balang-balang Syzygium rostratum DC. Myrtaceae
4 Bengku Madhuca motleyana (de Vriese) J. F. Macbr. Sapotaceae
5 Cemetik Garcinia sp. Clusiaceae
6 Darah-darah Knema cinerea Warb. Myristicaceae
7 Durian hutan Durio carinatus Mast. Bombacaceae
8 Idan Xerospermum noronhianum Blume Sapindaceae
9 Jambu-jambu Syzygium claviflorum Roxb. Myrtaceae
10 Kandis Garcinia parvifolia Clusiaceae
11 Kedondong hutan Dacryodes rostrata (Blume) H. J. Lam Burseraceae
12 Kelat kelam Syzygium sp.1 Myrtaceae
13 Kelat merah Acmena acuminatissima (Blume) Merr. & L. M. Perry Myrtaceae
14 Kelat putih Syzygium inophyllum DC. Myrtaceae
15 Kelumpang Magnolia elegans (Blume) Keng Magnoliaceae
16 Keranji Dialium maingayi Baker Caesalpiniaceae
17 Manggis hutan Garcinia bancana Miq. Clusiaceae
18 Medang keladi Litsea lanceolata (Blume) Koesterm. Lauraceae
19 Medang lundu Litsea oppositifolia Gibbs. Lauraceae
20 Mempening Quercus sp. Fagaceae
21 Mesio Ilex cymosa Blume Aquifoliaceae
22 Nangka hutan Artocarpus rigidus Blume Moraceae
23 Nasi-nasi Syzygium zeylanicum (L.) DC. Myrtaceae
24 Parak Aglaia rubiginosa (Hiern) Pannell Meliaceae
25 Punak Tetramerista glabra Miq. Theaceae
26 Salakeo Mangifera griffithii Hook. f. Anacardiaceae
27 Samak Syzygium sp.2 Myrtaceae
28 Semaram Palaquium sumatranum Burck Sapotaceae
29 Seminai Palaquium ridleyi K. & G. Sapotaceae
30 Simpoh Dillenia reticulata King Dilleniaceae
31 Suntai Palaquium burckii H. J. Lam Sapotaceae
32 Terap Artocarpus elasticus Reinw Moraceae
33 Terentang Campnosperma coriaceum (Jack.) Hall. F. Ex Steen Anacardiaceae
34 Terpis Polyalthia hypoleuca Hook. f. & Thomson Annonaceae
Keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di areal
konservasi lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Fredriksson et al.
(2006a) di Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) yang menemukan 72 jenis
pohon pakan. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis tanah di kedua lokasi
tersebut. Tanah di areal konservasi tergolong tanah gambut, sedangkan tanah di
HLSW tergolong tanah mineral. Tingkat keasaman di tanah gambut lebih rendah
21
dibandingkan dengan tingkat keasaman di tanah mineral. Tanah di areal
konservasi memiliki kisaran pH tanah 3.0-4.5, sedangkan tanah di HLSW
memiliki kisaran pH tanah 5.3-6.6 (Triono et al. 2010). Menurut Irwan (2010),
salah satu penyebab jumlah jenis tumbuhan yang ada di hutan rawa gambut tidak
banyak adalah tanahnya tergolong tanah yang asam (pH tanah ± 3.2). Hanya
tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi lebih asam yang dapat tetap hidup
(Andriesse 2003). Adimihardja et al. (2006) menyatakan bahwa tanah gambut
pada umumnya sangat asam ( pH 3.0-4.5) dan kandungan bahan organik < 5%.
Fraksi organik tanah gambut mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, protein,
tannin dan resin dalam jumlah yang sedikit. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan
dan perkembangan akar tumbuhan akan terhambat, sehingga jenis tumbuhan yang
dapat tumbuh dan berkembang sangat terbatas. Selain itu, miskinnya unsur hara
yang tersedia di tanah gambut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan.
Hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) menunjukkan bahwa jenis
bengku (Madhuca motleyana), kelat putih (Syzygium inophyllum), kelat merah
(Acmena acuminatissima), arang-arang (Diospyros maingayi) dan punak
(Tetramerista glabra) termasuk dalam urutan lima jenis pohon pakan beruang
madu dengan INP tertinggi (Tabel 5). Jenis Madhuca motleyana merupakan jenis
pohon pakan beruang madu yang memiliki INP paling tinggi, sehingga jenis
tersebut dapat juga dikatakan sebagai jenis pohon pakan beruang madu yang
paling dominan di areal konservasi. Smith (1977) menyatakan bahwa jenis
dominan merupakan jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang
ditempatinya secara efisien daripada jenis yang lain dalam tempat yang sama.
Jenis tersebut dapat memanfaatkan komponen habitat yang tersedia di areal
konservasi, seperti keasaman tanah (pH tanah) 3.0-4.5, ketebalan gambut 5-8 m
dan intensitas cahaya matahari mulai 200 lx hingga 49200 lx.
Tabel 5 Indeks nilai penting pohon pakan beruang madu di areal konservasi
No. Nama Lokal Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
1. Bengku Madhuca motleyana 10.97 8.46 9.22 28.65
2. Kelat putih Syzigium inophyllum 9.14 8.89 7.35 25.38
3. Kelat merah Acmena acuminatissima 5.32 5.03 4.03 14.38
4. Arang-arang Diospyros maingayi 2.99 3.43 2.79 9.20
5. Punak Tetramerista glabra 2.08 2.68 3.66 8.41
Waktu pengambilan data yang bertepatan dengan waktu yang masih
termasuk dalam musim kemarau menyebabkan tidak semua jenis pohon pakan
beruang madu sedang musim berbuah. Hanya jenis ara (Ficus stricta), nangka
hutan (Artocarpus rigidus), punak (Tetramerista glabra), salakeo (Mangifera
griffithii), terap (Artocarpus elasticus) dan terentang (Campnosperma coriaceum)
saja yang dijumpai sedang berbuah. Sunarjono (2008) menyatakan bahwa musim
berbuah pohon tropis di Indonesia umumnya terjadi ketika musim hujan.
22
Ara (Ficus stricta)
Pohon ara memiliki tinggi yang bervariasi, mulai dari 16 m hingga 26 m.
Daun berbentuk oblong dan simetris. Panjang daunnya berkisar 8-14 cm dan lebar
berkisar 3.5-6.0.cm. Buah jenis ini berbentuk bulat agak lonjong dan ketika
matang berwarna jingga.
Menurut Berg & Corner (2005), Ficus stricta mampu tumbuh mulai dari
dataran rendah hingga pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Jenis ini
dapat ditemukan di Cina Selatan, Myanmar, Filipina, Semenanjung Malaya,
Sumatera dan Jawa.
Gambar 7 Buah Ficus stricta
Hasil beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa banyak anggota
marga Ficus yang termasuk dalam daftar buah pakan beruang madu, salah satu
jenisnya adalah Ficus stricta. Hal ini dikarenakan jenis tersebut merupakan jenis
yang berbuah sepanjang tahun (Leighton & Leighton 1983, Lambert & Marshall
1991). Selain itu, buah Ficus stricta dipilih beruang madu sebagai pakan karena
buahnya memiliki kandungan kalsium yang termasuk salah satu kandungan nutrisi
makanan yang diperlukan tubuhnya (Wee et al. 2008).
Nangka hutan (Artocarpus rigidus)
Jenis pohon yang dikenal dengan nama lokal nangka hutan dapat ditemukan
di areal konservasi Estate Meranti dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari 12 m
hingga 24 m. Daun nangka hutan berbentuk bulat telur terbalik dengan ujungnya
tumpul, serta memiliki panjang berkisar 15-26 cm dan lebar berkisar 3.5-6.5.cm.
Buah jenis ini berbentuk bulat, berwarna kuning kehijauan ketika matang
berwarna jingga dan memiliki rasa yang manis. Daging buah tertutup oleh duri
yang pendek. Ukuran diameter buahnya berkisar 7-15 cm.
Chong et al. (2009) menyatakan bahwa Artocarpus rigidus mampu tumbuh
di hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Jenis ini dapat ditemukan di India,
Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatera, Kalimantan dan
Jawa.
23
Menurut Broto (2003), jenis ini merupakan jenis yang dapat berbuah
sepanjang tahun, sehingga dapat berpotensi sebagai pakan beruang madu. Selain
itu, beruang madu memilih jenis ini sebagai pakannya diduga karena bermanfaat
dalam menjaga kebugaran (fitness) tubuhnya. Hasil penelitian Namdaung et al.
(2006) yang diacu dalam Hakim (2011) menyatakan bahwa jenis Artocarpus
rigidus memiliki kandungan senyawa santonolid yang bersifat sitotoksik, yaitu
dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel
kanker.
Gambar 8 Buah Artocarpus rigidus
Punak (Tetramerista glabra)
Pohon jenis ini dapat ditemukan dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari
13 m sampai 25 m. Diameter batang pohonnya mampu mencapai 150 cm dbh.
Tangkai daunnya memiliki susunan alternate, yaitu berselang-seling. Lebar
daunnya berkisar 3.5-6.5 cm dan panjangnya berkisar 7-16 cm. Buah berbentuk
bulat dan berwarna hijau. Buah matang berwarna kuning jingga. Buah dilapisi
exocarp yang tipis seperti kulit. Ukuran diameter buah berkisar 2-4 cm.
Gambar 9 Buah Tetramerista glabra
24
Jenis Tetramerista glabra umumnya dijumpai di hutan gambut dan kadang-
kadang dapat dijumpai di hutan campuran dipterocarpaceae pada ketinggian 500
m di atas permukaan laut. Jenis ini dapat ditemukan di Semenanjung Malaya,
Sumatera dan Kalimantan (Gavin & Peart 1997).
Hasil penelitian Bernard (2009) menyatakan bahwa pohon Tetramerista
glabra dapat ditemukan sedang berbuah sepanjang tahun. Pertimbangan jenis ini
berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu karena buah yang tersedia
sepanjang tahun dapat menjadi pilihan pakan beruang madu untuk mencukupi
kebutuhan energi beruang madu dalam melakukan aktivitas hariannya. Jenis ini
memiliki kandungan air (89.88%) dan karbohidrat (6.64%) yang lebih besar
dibandingkan kandungan lainnya (protein, lemak, kadar abu dan serat kasar).
Menurut Reksohadiprodjo (1988), karbohidrat mempunyai peranan yang sangat
penting di dalam tubuh satwa.
Salakeo (Mangifera griffithii)
Jenis ini memiliki perawakan pohon yang tingginya mampu mencapai 22 m.
Buahnya lebih kecil dibandingkan jenis Mangifera indica dan Mangifera foetida.
Buahnya berbentuk bulat panjang (oblong). Daging buahnya berserat, ketika
matang daging buah berwarna kuning kemerahan dan kulit buahnya berwarna
hijau kekuningan. Batang pohonnya tidak tahan terhadap serangan rayap,
sehingga mudah tumbang (Linatoc 1999).
Gambar 10 Mangifera griffithii: (a) buah dan (b) biji
Menurut Litz (2009), Mangifera griffithii banyak ditemukan di daerah rawa.
Jenis tersebut berasal dari Kepulauan Andaman, India dan saat ini tersebar di
Semenanjung Malaya, Thailand, Sumatera dan di sebelah Barat Kalimantan.
Umumnya, jenis ini termasuk evergreen species (jenis yang selalu hijau)
atau sedikit yang gugur ketika musim kemarau, sehingga ketersediaan buah jenis
tersebut ketika musim kemarau sangat berpotensi sebagai sumber pakan beruang
madu (Litz 2009). Jenis ini memiliki kandungan air (86.11%) dan karbohidrat
(11.8%) yang paling besar daripada kandungan lainnya. Karbohidrat daging
buahnya terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhana seperti
a b
25
sukrosa, glukosa, dan fruktosa diduga bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada
tubuh beruang madu.
Terap (Artocarpus elasticus)
Pohon terap yang ditemukan di areal konservasi memiliki tinggi yang
beraneka ragam, mulai dari 15 m sampai 20 m. Daun tunggal, berseling,
berbentuk lonjong dan tebal. Ujung dan pangkal daunnya runcing. Panjang daun
berkisar 20-40 cm dan lebarnya berkisar 15-25 cm. Tulang daun menyirip. Bentuk
buahnya bulat, kulit daging buah berduri halus dengan ukuran diameter buah
berkisar 10-15 cm. Ketika matang buah berwarna kuning kecoklatan dan
beraroma yang khas.
Latifah (2005) menyatakan bahwa Artocarpus elasticus dapat dijumpai pada
hutan dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut.
Spesies yang memiliki nama lokal terap ini tersebar di Semenanjung Malaya,
Indonesia dan Filipina.
Gambar 11 Buah Artocarpus elasticus
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa buah terap ini mengandung
senyawa flavonoid, yaitu sekelompok senyawa polifenol dengan berat molekul
yang rendah. Flavonoid berperan dalam menghambat pembentukan radikal bebas
(Chong et al. 2009, Hakim 2011). Kandungan metabolit sekunder tersebut dapat
mempengaruhi fungsi fisiologis satwa yang memakannya, sehingga ketersediaan
buah jenis ini di areal konservasi selain bisa sebagai sumber pakan beruang madu
juga berpotensi sebagai asupan alami yang bisa menjaga kesehatan tubuh beruang
madu.
Terentang (Campnosperma coriaceum)
Spesies ini dapat dijumpai dengan tinggi pohon mulai 11 m sampai 24 m.
Daunnya berwarna hijau mengkilap gelap, kasar dan obovate atau lonjong
sungsang (20-50 cm). Tangkai daun memiliki sepasang lobus. Daun muda
berwarna coklat kemerahan. Buah tunggal berbentuk bulat telur dengan diameter
26
berkisar 0.5-0.8 cm. Buah berwarna hijau dengan bintik-bintik putih. Ketika
matang buah berwarna ungu kehitaman.
Umumnya, Campnosperma coriaceum tumbuh di daerah rawa, termasuk
rawa gambut. Terentang menyebar di hutan rawa gambut halus, lempung berpasir
(kedalaman 3-5 m), ketinggian 10 m di atas permukaan laut dan tipe iklim A.
Tumbuhan yang dikenal dengan nama lokal terentang ini tersebar di Semananjung
Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Pohon ini tumbuh
baik di hutan sekunder yang telah terbuka. Kondisi tegakan menyebar
berkelompok (Kochummen 1989, Danu & Bogidarmanti 2012).
Selama pengumpulan data dilakukan, sangat jarang ditemukan buah
terentang yang hampir matang. Penampakan buah terentang yang hampir matang
disajikan pada Gambar 12a. Akan tetapi, buah terentang yang ditemukan di areal
konservasi Estate Meranti lebih banyak yang berbuah muda atau masih berwarna
hijau (Gambar 12b). Hasil penelitian Danu & Bogidarmanti (2012) menyatakan
bahwa waktu yang diperlukan buah terentang sampai matang secara fisiologis
dalam satu malai saja bisa tidak serentak. Sebagian besar Campnosperma
coriaceum berbuah muda pada bulan Oktober, kemudian berkembang menjadi
buah tua yang sudah matang pada bulan November-Desember. Hal ini
mengindikasikan bahwa buah terentang berpotensi sebagai sumber pakan beruang
madu ketika bulan-bulan tertentu saja.
Gambar 12 Buah Campnosperma coriaceum: (a) buah tua dan (b) buah muda
Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang
madu menyebabkan informasi terkait dengan cara beruang madu untuk
mendapatkan dan memakan buah yang ada di Areal Konservasi PT. RAPP Estate
Meranti sulit untuk diketahui. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian Wong
(2002) dapat diketahui bahwa beruang madu memanjat pohon Ficus sp.
mengambil buah untuk dimakan. Buah yang diambil beruang madu terletak di
ranting pohon Ficus sp. yang masih terjangkau olehnya. Buah Ficus sp. tersebut
dimakan oleh beruang madu dalam bentuk buah yang lengkap dengan kulit dan
bijinya. Selain itu, Wong (2013) menyatakan bahwa beruang madu juga mencari
buah di lantai hutan. Beruang madu mengambil buah Durio sp. yang jatuh,
a b
27
kemudian beruang madu tersebut membelah kulitnya lalu memakan daging
buahnya.
Gambar 13 Beruang madu sedang memakan buah durian (Durio sp.) di Hutan
Lindung Ulu Segama, Malaysia (Sumber: Wong 2013)
Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang
madu menyebabkan tidak dijumpai aktivitas makan beruang madu, baik secara
langsung maupun tanda-tanda bekas aktivitas makannya. Hal tersebut juga yang
mengindikasikan beruang madu lebih memilih serangga dibandingkan buah
sebagai sumber pakannya. Fredriksson et al. (2006a) menyatakan bahwa hampir
100% pakan beruang madu terdiri atas buah selama periode musim berbuah,
sedangkan pada periode tidak musim berbuah pakan beruang madu didominasi
oleh serangga.
Gambar 14 Beruang madu sedang memakan rayap (Dicuspiditermes sp.)
ketika periode tidak musim berbuah di Hutan Lindung Ulu
Segama, Malaysia (Sumber: Wong 2002)
28
Pola Sebaran Pohon Pakan Beruang Madu
Hasil analisis pola sebaran pohon pakan beruang madu dengan metode rasio
ragam menunjukkan bahwa seluruh jenis pohon pakan beruang madu menyebar
secara berkelompok (Lampiran 3). Hal ini mendukung pernyataan Krebs (1989)
bahwa populasi tumbuhan di alam memiliki kecenderungan tersebar secara
berkelompok. Pola sebaran berkelompok disebabkan jenis pohon pakan beruang
madu memilih tempat yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan hidupnya.
Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa pola sebaran berkelompok
mengindikasikan adanya perilaku selektif terhadap faktor-faktor lingkungan
tempat tumbuh yang heterogen.
Masing-masing jenis pohon pakan beruang madu di areal konservasi
memiliki pemilihan kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berbeda. Faktor
lingkungan yang disukai oleh masing-masing jenis pohon pakan beruang madu
dapat diketahui dari nilai korelasi antara jenis pohon pakan beruang madu dengan
komponen habitat (Lampiran 4).
Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Litsea lanceolata
berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 95%, sedangkan
jenis Syzygium claviflorum, Artocarpus elasticus dan Mangifera griffithii
berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 99%.
Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan
beradaptasi yang rendah terhadap kondisi tanah yang asam, sehingga jenis-jenis
tersebut cenderung memilih tempat tumbuh yang memiliki pH tanah yang
mendekati netral.
Jenis Madhuca motleyana berkorelasi negatif dengan pH tanah pada selang
kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki
kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap kondisi tanah yang asam. Hal
tersebut diperkuat dengan diketahuinya bahwa jenis tersebut merupakan jenis
pohon pakan beruang madu yang paling dominan di Areal Konservasi PT. RAPP
Estate Meranti.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa jenis Diospyros maingayi, Durio
carinatus dan Syzygium rostratum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut
pada selang kepercayaan 95%, sedangkan Artocarpus rigidus, Dialium maingayi
dan Campnosperma coriaceum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut pada
selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut
memiliki kecenderungan memilih tempat tumbuh yang ketebalan gambutnya
dangkal, dikarenakan jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi
yang rendah pada gambut tebal. Jenis-jenis tersebut diduga mempunyai akar yang
pendek, sehingga akar sangat sulit untuk menyerap unsur hara yang terdapat di
dasar gambut tebal (Istomo 2002).
Jenis Litsea oppositifolia berkorelasi positif dengan ketebalan gambut pada
selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Knema cinerea, Ilex cymosa dan
Palaquium burckii berkorelasi positif dengan ketebalan gambut pada selang
kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki daya
kemampuan beradaptasi yang tinggi pada gambut tebal. Jenis-jenis tersebut
diduga mempunyai akar yang mampu menyerap unsur hara yang terdapat di dasar
gambut tebal.
29
Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Dacryodes
rostrata berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari pada selang
kepercayaan 95%, sedangkan jenis Ficus stricta berkorelasi positif dengan
intensitas cahaya matahari pada selang kepercayaan 99%. Akan tetapi, beberapa
peneliti menyatakan bahwa kedua jenis tersebut lebih menyukai tumbuh dan
berkembang pada intensitas cahaya matahari rendah (Shanahan 2000; Rasnovi
2006). Hal ini berarti bahwa kedua jenis tersebut memiliki daya kemampuan
beradaptasi yang lebih besar dibandingkan jenis pohon pakan beruang madu
lainnya terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Pola sebaran pohon pakan beruang madu di areal konservasi Estate Meranti
yang berkelompok mengindikasikan pola sebaran beruang madu di areal tersebut
juga berkelompok. Augeri (2005) menyatakan bahwa ketersediaan vegetasi pakan
mempengaruhi penggunaan habitat oleh beruang madu, terutama pola pencarian
pakan. Umumnya, pola sebaran pohon sebagai sumber pakan satwaliar
mencerminkan pola jelajahnya (Meijaard et al. 2006).
Faktor Lingkungan yang Menentukan Keberadaan
Pohon Pakan Beruang Madu
Berdasarkan hasil analisis faktor dengan metode analisis komponen utama
(AKU) yang telah dilakukan terhadap komponen habitat pohon pakan beruang
madu (pH tanah, ketebalan gambut dan intensitas cahaya matahari) terbentuk satu
komponen utama (KU1). Komponen utama (KU1) tersebut mewakili komponen
pH tanah dan ketebalan gambut. Kedua komponen habitat tersebut memiliki
pengaruh yang besar terhadap keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu
yang ditemukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti. Semakin besar pH
tanah, maka jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan semakin
banyak. Selain itu, semakin dangkal ketebalan gambut, maka jumlah jenis pohon
pakan beruang madu yang ditemukan semakin banyak.
Hasil perhitungan analisis faktor disajikan pada Lampiran 5. Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh yaitu 0.500. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar
50% dari komponen utama yang terbentuk berdasarkan analisis faktor dapat
mewakili keseluruhan variabel yang diamati, sedangkan 50% lainnya dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diamati.
Hampir seluruh komponen habitat yang berpengaruh terhadap
keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu berkaitan dengan sifat tanah
gambut. Hal ini menunjukkan bahwa sifat tanah gambut menjadi faktor pembatas
keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu. Hal tersebut juga
mengindikasikan bahwa areal konservasi termasuk areal yang miskin hara,
sehingga membutuhkan penambahan unsur hara yang dapat menunjang
pertumbuhan dan perkembangan seluruh jenis pohon pakan beruang madu.
Selain itu, sifat tanah gambut juga berpengaruh terhadap proses penyerapan
unsur hara oleh pohon pakan beruang madu. Tanah gambut yang sangat asam
dapat mengganggu proses penyerapan unsur hara. Hal tersebut dikarenakan tanah
gambut merupakan tanah yang memiliki ion H+
yang tinggi, sehingga unsur hara
30
yang berupa ion negatif (anion) akan terikat dengan koloid tanah gambut (Endah
& Abidin 2002). Tingginya konsentrasi ion H+ mengakibatkan keanekaragaman
jenis pohon pakan beruang madu rendah. Hanya jenis tumbuhan yang adaptif
terhadap konsentrasi ion H+ yang tinggi saja yang dapat ditemukan pada kondisi
tanah tersebut. Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa indeks pH 3
menunjukkan bahwa konsentrasi ion H+
yang dimiliki tanah tersebut sebesar 10-3
.
Menurut Fitter & Hay (1991), tingginya konsentarasi ion H+ yang terdapat di
tanah sangat asam (pH 3) dapat bersifat toksik bagi spesies tumbuhan yang
mempunyai daya adaptif yang rendah.
Rekomendasi Pengelolaan
Pengalokasian areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti sebagai salah satu
habitat beruang madu di Semenanjung Kampar perlu diapresiasi, namun perlu
juga diikuti dengan penerapan pengelolaan yang baik. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu pihak PT. RAPP, khususnya Estate Meranti dalam
menentukan bentuk pengelolaan habitat beruang madu yang dapat dilakukan di
areal konservasi.
Rekomendasi pengelolaan habitat beruang madu yang dapat diberikan
kepada pihak pengelola sebagai pertimbangan dalam perencanaan bentuk
pengelolaan habitat beruang madu di areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti
berdasarkan hasil penelitian ini antara lain:
1. Pemantauan ketersediaan pohon pakan beruang madu secara berkala
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini terkait dengan struktur
dan komposisi jenis pohon pakan beruang madu yang tersedia di areal
konservasi. Pelaksanaan kegiatan ini dapat dijadwalkan setiap 6 bulan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi habitat beruang madu dalam
waktu musim yang berbeda. Ketika musim kemarau mudah terjadi kebakaran
hutan, sehingga dikhawatirkan keberadaan pohon pakan beruang madu menjadi
berkurang. Dengan demikian, habitat beruang madu yang mengalami gangguan
akibat kebakaran hutan dapat segera dipulihkan dan ketersediaan pakannya
tetap terjamin.
2. Peningkatan pengamanan habitat beruang madu
Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah perambahan hutan serta kegiatan ilegal
lainnya yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas habitat beruang madu.
Meskipun kegiatan pengamanan areal konservasi telah dilakukan oleh pihak
pengelola, akan tetapi kegiatan ini perlu ditingkatkan. Pengamanan perlu
ditingkatkan pada lokasi-lokasi yang tidak selalu terpantau oleh staf
perusahaan. Hal ini dikarenakan pengamanan terlihat lebih terfokus pada lokasi
di sekitar jalan utama (access road). Selama penelitian dilakukan ditemukan
beberapa areal bekas perambahan, salah satunya di sekitar Sungai Kutup.
3. Pengayaan habitat beruang madu
Kegiatan ini dapat dilakukan di setiap lokasi yang terindikasi mengalami
perambahan. Selama penelitian dilakukan, dijumpai lokasi bekas perambahan
yang tidak produktif. Hal ini dikarenakan belum adanya upaya pengayaan