aplikasi teknologi pengeringan bahan hasil pertanian

15
TUGAS KULIAH TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN (Aplikasi Teknologi Pengeringan Bahan Hasil Pertanian) Oleh : Nama : Anditya Husnul Hasna NPM : 240110110086

Upload: anditya-husnul-hasna

Post on 19-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Teknik Penanganan Hasil Pertanian

TRANSCRIPT

TUGAS KULIAH

TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN

(Aplikasi Teknologi Pengeringan Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :

Nama

: Anditya Husnul HasnaNPM

: 240110110086

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES

TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Prinsip Dasar Pengeringan

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan.Dengan sangat terbatasnya kadar air pada bahan yang telah dikeringkan, maka enzim enzim yang ada pada bahan menjadi tidak aktif dan mikroorganisme yang ada pada bahan tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat, bahkan beberapa jenis dimatikan karena

mikroorganisme seperti umumnya jasad hidup yang lain membutuhkan air untuk proses metabolismenya. Mikroorganisme hanya dapat hidup dan melangsungkan pertumbuhannya pada bahan dengan kadar air tertentu. Walaupun setelah proses pengeringan secara fisik masih terdapat (tersisa) molekul-molekul air yang terikat, tetapi molekul air tersebut tidak dapat dipergunakan oleh mikrooganisme. Di samping itu enzim tidak mungkin aktif pada bahan yang sudah dikeringkan, karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai medianya. Berdasarkan hal tersebut, berarti kalau kita bermaksud mengawetkan bahan melalui proses pengeringan, maka harus diusahakan kadar air yang tertinggal tidak mungkin dipakai untuk aktivitas enzim dan

mikroorganisme.

Kadar AirKadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau dalam persen berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 %, sedangkan kadar air

berat kering dapat lebih dari 100 %. Kadar air berat basah (b.b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air berat basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Dimana : m = kadar air berat basah (% b.b)

Wm = berat air dalam bahan (g)

Wd = berat padatan dalam bahan (g) atau berat bahan kering mutlak

Wt = berat total (g)

Kadar air berat kering (b.k) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Dimana : M = kadar air berat kering (% b.k)

Wm = berat air dalam bahan (g)

Wd = berat padatan dalam bahan (g) atau berat bahan kering Mutlak

Berat bahan kering mutlak adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan, meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai

berat bahan kering.

Contoh Perhitungan :

Berapa jumlah air yang terdapat dalam 1 ton kedelai yang berkadar air 25 % (b.b) ? dan berapa kadar air kedelai tersebut bila dinyatakan dalam % b.k ?

Penyelesaian :

Berat air yang ada dalam 1 ton kedelai = Berat bahan kering mutlaknya / berat bahan padatannya = (1000 - 250) = 750 kg

Kadar air kedelai dalam % berat kering, =Di dalam analisis bahan pangan, biasanya kadar air bahan dinyatakan dalam persen berat kering. Hal ini disebabkan perhitungan berdasarkan berat basah mempunyai kelemahan yaitu berat basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat, sedangkan berat bahan kering selalu tetap. Metode pengukuran kadar air yang umum dilakukan di Laboratorium adalah metode oven atau dengan cara destilasi. Pengukuran kadar air secara praktis di lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan moisture meter yaitu alat pengukur kadar air secara elektronik.

Kandungan air pada suatu bahan hasil pertanian terdiri dari 3 jenis yaitu :

1. Air bebas (free water). Air ini terdapat pada permukaan bahan, sehingga dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya serta dapat dijadikan sebagai media reaksi-reaksi kimia. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Bila air bebas ini diuapkan seluruhnya, maka kadar air bahan akan berkisar antara 12 % sampai 25 %.2. Air terikat secara fisik. Air jenis ini merupakan bagian air yang terdapat dalam jaringan matriks bahan (tenunan bahan) akibat adanya ikatanikatan fisik. Air jenis ini terdiri atas :a. Air terikat menurut sistem kapiler yang ada dalam bahan karena adanya pipa-pipa kapiler pada bahan.b. Air absorpsi yang terdapat pada tenunan-tenunan bahan karena adanya tenaga penyerapan dari dalam bahan.c. Air yang terkurung di antara tenunan bahan karena adanya hambatan mekanis dan biasanya terdapat pada bahan yang berserat.3. Air terikat secara kimia. Untuk menguapkan air jenis ini pada proses pengeringan diperlukan enersi yang besar. Air yang terikat secara kimia terdiri atas :a. Air yang terikat sebagai air kristal.b. Air yang terikat dalam sistem dispersi koloidal yang terdiri dari partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran beragam. Partikel-partikel ini ada yang bermuatan listerik positif atau negative sehingga dapat saling tarik menarik.

Kekuatan ikatan yang ada dalam ketiga jenis air tersebut berbeda-beda dan untuk memutuskan ikatannya diperlukan enersi penguapan. Besarnya enersi penguapan untuk air bebas paling rendah, kemudian diikuti oleh air terikat secara fisik dan air teikat secara kimia yang paling besar. Untuk mengeringkan hasil pertanian berupa biji-bijian dapat digunakan alat pengering tipe bak. Pada alat ini bahan yang akan dikeringkan diletakkan pada suatu bak yang bagian dasarnya berlubang-lubang atau dibuat dari anyaman kawat. Lubang-lubang berfungsi untuk melewatkan udara panas. Besar kecilnya ukuran lubang dasar bak disesuaikan dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Bentuk bak dapat persegi panjang atau bulat. Pada bak dapat dilengkapi pengaduk yang berputar yang berfungsi untuk menyeragamkan kondisi pengeringan. Kecepatan putaran pengaduk disesuaikan dengan ketebalan tumpukan bahan, kecepatan aliran udara panas dan suhu pengeringan.

Prinsip kerja dari alat pengering ini ialah : udara pengering dari plenum chamber dengan bantuan kipas akan bergerak menuju dasar bak dan melalui lubang dasar bak akan mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Dengan demikian, semakin ke bagian atas bak suhu udara pengering semakin turun. Penurunan suhu ini harus diatur sedemikian rupa agar pada saat mencapai bagian atas bahan yang dikeringkan, udara pengering masih mempunyai suhu yang memungkinkan terjadinya penguapan air. Di samping itu kelembaban udara pengering pada saat mencapai bagian atas harus dipertahankan tetap tidak jenuh sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Di dalam penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan pengaturan suhu, kecepatan aliran udara pengering dan tebal tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat tercapai. Pengaturan suhu pengering dilakukan dengan cara mengatur alat pemanas yang dihubungkan dengan termostat. Pengukuran suhu bahan yang dikeringkan sebaiknya dilakukan pada 3 tempat yaitu di bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas bak. Pada umumnya suhu udara pemanas bagi gabah yang akan dikonsumsi sekitar 50 - 600 C, dan bagi gabah benih sekitar 42 - 430 C. Untuk mengatur kecepatan aliran udara pengering digunakan kelep udara yang dipasang di bagian bak pengering. Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan tabung Pitot atau orifice meter. Dalam melaksanakan pengeringan; sebaiknya dilakukan pembalikan bahan pada setiap selang waktu tertentu sehingga hasil pengeringan yang diperoleh seragam. Berdasarkan ketebalan tumpukan bahan/lapisan bahan yang dikeringkan, alat pengering tipe bak dapat digolongkan atas dua jenis yaitu "deep bed" dan "thin layer". Pada umumnya ketebalan tumpukan bahan pada pengering sistem deep bed antara 3 - 5 m dan pada pengering sistem thin layer sekitar 30 - 60 cm. Prinsip kerja pengering sisten thin layer sama dengan pengering sistem deep bed hanya bidang pengeringannya lebih luas. Pada pengering sistem ini proses pengeringan berlangsung serentak dan merata di seluruh bagian bahan. Pengering sistem deep bed cocok digunakan oleh perusahaan-perusahaan pertanian karena alat ini dapat difungsikan sebagai tempat penyimpanan bahan yang telah dikeringkan, sedangkan pengering sistem thin layer cocok digunakan oleh petani.

Gambar 1. Alat Pengering Tipe Thin Layer

Keterangan Gambar :A = Kipas

B = Udara panas

C = Plenum Chamber

D = Tumpukan bahan yang dikeringkan

E = Pengeluaran udara dan uap air

Analisis Distribusi Kadar Air dalam In-Store Dryer (ISD) Untuk Biji JagungBangunan In-Store Dryer

Bangunan ISD yang diuji adalah suatu bangunan silo yang berbentuk silinder dengan ukuran tinggi 3.50 m dan diameter 2.50 m, memiliki kapasitas 7.5 ton jagung. Seluruh dinding ISD terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan 0.002 m, yang diperkuat oleh rangka dari pipa-pipa besi. Dinding terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar dan dalam. Diantara kedua lapisan dinding tersebut diisi dengan busa glasswool sebagai insulator agar pemanasan oleh radiasi matahari tidak mempengaruhi kondisi dalam bangunan ini, sehingga dinding dalam kondisi adiabatis. Pada bagian atas bangunan ini terdapat lubang sebagai outlet udara dan juga untuk lubang loading bahan dengan diameter bukaan 0.60 m. Bagian dalam bangunan ISD ini dilengkapi dengan 13 buah pipa penyalur udara dengan posisi yang diatur untuk meratakan distribusi aliran udara di dalam ISD. Pipa-pipa tersebut terbuat dari plat esser berpori (diameter pori 0.004 m) yang digalvanis dengan ketebalan 0.002 m, pipa-pipa ini menurut fungsinya terdiri dari dua jenis; yaitu pipa input dan pipa output. Pipa input berjumlah 9 pipa dengan diameter 0.15 m dan tingginya 0.22 m dari lantai ISD. Pipa input ini berhubungan langsung dengan lantai pengering, ujung pipa bagian bawah merupakan bukaan sebagai input udara dari ruang plenum. Pipa input dikondisikan setengah berpori dengan bagian yang berpori menghadap ke dinding ISD. Pengkondisian pipa input setengah berpori didasarkan profil aliran udara seperti yang diberikan secara skematis oleh Brooker et al. (1992). Sementara pipa output berjumlah 4 pipa dengan diameter 0.20 m dan tingginya 2.0 m, pipa output ini ditempatkan dalam posisi tidak berhubungan langsung dengan lantai ISD, sehingga pipa ini dianggap sebagai pipa melayang dengan jarak 0.30 m diatas lantai ISD. Penempatan pipa input dan output udara di dalam ISD adalah berdasarkan pada profil aerasi udara, sehingga udara dapat menyebar dengan merata. Hal ini didasarkan pada arah aliran udara pada pipa input dan output melalui tumpukan biji seperti yang dikemukakan oleh Brooker et al. (1992).

Lantai ISD berbentuk plenum yang dilengkapi dengan lubang unloading bahan. Lantai terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis, dengan ukuran sesuai dengan ukuran bangunan ISD yaitu diameter atas 2.50 m, sementara tinggi plenum ini 0.20 m. Pada bagian bawah plenum terdapat dua buah lubang berbentuk persegi berukuran 0.32 m x 0.20 m yang berfungsi untuk unloading bahan setelah selesai proses pengeringan dan penyimpanan. Pada bagian bawah ISD, di bawah lantai terdapat kipas axial sebagai penghembus udara lingkungan kedalam sistem ISD untuk proses pengeringan dengan laju rendah.Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan setimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingnya. Kadar air pada keadaan setimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis (Henderson & Perry 1979). Salah satu persamaan kadar air keseimbangan pada jagung pipilan adalah persamaan Henderson termodifikasi (Brooker et al. 1992) yaitu:

dimana Me adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu mutlak udara (oC) dan RH adalah kelembaban nisbi. Apabila persamaan di atas digunakan untuk kondisi udara alami yang umum di Indonesia,

sebagai contoh pada suhu 30 oC dan RH 70%, maka nilai kadar air keseimbangan jagung pipilan yang diperoleh adalah 16.0% b.k. Tabel 3 menyajikan beberapa nilai yang diuji pada studi pendahuluan. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa udara alami tanpa pemanasan mempunyai potensi untuk menurunkan kadar air jagung pipilan sampai 13.8%b.k. Kadar air ini sudah memadai untuk penyimpanan dalam waktu yang cukup lama.

Tabel 3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan

Persamaan (8)

Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata 12.8-18.6 oC dengan RH rata-rata berkisar antara 63.3-72.0%. Dengan kondisi tersebut sebanyak 2500- 3000 kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal 17.2-21.9% sampai kadar air akhir 13.2-14.6%.

Percobaan Pengeringan dan Penyimpanan JagungPercobaan pengeringan dan penyimpanan jagung di dalam ISD dilakukan pada kapasitas 1500 kg dari kapasitas total ISD sebesar 7500 kg. Pengeringan dilakukan dalam 2 kali percobaan untuk waktu yang berbeda yaitu :

Percobaan 1 : dilakukan pada musim hujan, yaitu pada bulan Nopember 2007 dengan massa jagung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m.

Percobaan 2 : dilakukan pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Mei 2008 dengan massa jagung 1500 kg dan ketebalan tumpukan jagung 0.5 m.

Perubahan Kadar Air Jagung Percobaan

Kadar Air Jagung Percobaan 1

Data pengukuran perubahan kadar air bijian dalam ISD selama 50 jam pengeringan menggunakan udara lingkungan disajikan pada Lampiran 22 . Hasil pengukuran data perubahan kadar air pada ISD di lapangan menunjukkan terjadinya fluktuasi kadar air pada biji-bijian. Fluktuasi ini disebabkan oleh suhu dan RH udara lingkungan yang dihembuskan ke dalam ruang ISD sangat bervariasi dan fluktuatif. Sehingga saat udara lembab masuk ke dalam ruangan ISD maka biji-bijian akan menyerap kandungan air yang berada di udara, dan juga sebaliknya ketika udara kering masuk, maka udara dengan RH yang kering tersebut akan kembali menampung dan membawa uap air dari biji-bijian sehingga terjadi penurunan kadar air pada bijian. Selama 50 jam pengeringan dengan RH udara rata-rata sebesar 73% dan suhu rata-rata 31 oC, diperoleh kadar air keseimbangan 16.6% b.k. Secara umum ketika RH udara yang masuk ke ruangan ISD tinggi maka kadar air bijian juga menjadi bertambah, dan sebaliknya ketika RH udara yang masuk rendah maka kadar air juga akan berkurang. Kemampuan udara menyerap uap air dari bijian dan memindahkannya sangat penting dalam proses pengeringan, dan hal tersebut tentunya harus didukung oleh tingkat kekeringan pada RH udara.

Kadar Air Jagung Percobaan 2

Data pengukuran perubahan kadar air bijian dalam ISD selama 40 jam pengeringan menggunakan udara lingkungan pada Percobaan 2 disajikan pada Lampiran 24. Hasil pengukuran kadar air pada Percobaan 2 memperlihatkan terjadinya fluktuasi kadar air pada biji - bijian. Selama 40 jam pengeringan RH udara yang masuk ke ISD rata-rata sebesar 59.8% dan suhu rata-rata 33 oC diperoleh kadar air keseimbangan 13.5% b.k.Oven Pengering Kerupuk Berbasis Mikro-Kontroller ATMEGA 8535

Chip ATmega 8535 ini digunakan sebagai pengontrol dalam proses pengeringan, yaitu mengontrol suhu dan lama waktu proses pengeringan secara elektronik dan otomatis. Hal ini akan lebih mudah untuk mengeringkan kerupuk tanpa harus menunggu cuaca cerah. Sistem pengendalian suhu pada oven pengering ini sudah otomatis karena menggunakan mikrokontroler ATmega 8535 dan disisi lain pada oven pengering tersebut tergolong sistem digital dengan adanya penampil LCD sebagai tampilan batasan suhu yang diinginkan. Jadi untuk oven pengering tersebut telah didesain sedemikian rupa sehingga suhu yang diinginkan dapat stabil dan sangat praktis tentunya bagi pengusaha kerupuk skala kecil atau industri rumah tangga.

Perhitungan :

Bobot bahan awal atau sebelum dikeringkan sebesar 80 gram dikurangi dengan basis bahan setelah pengeringan yaitu 65 gram hasilnya didapat 15 gram (Ba), dan bobot bahan kering mutlak (berat akhir) didapat dari bobot bahan setelah pengeringan yaitu 65 gram (Bk).

Kadar air basis basah (%) = (Ba/Bk) x 100% = 15/65 x 100% = 23%

Kadar air basis kering (%) = (Berat awal - Berat akhir/Berat awal) x 100%

= (80-65/80) x 100% = 18,75%

Setelah diketahui basis basah dan basis kering dari bahan tersebut, dapat diketahui lama waktu proses pengeringan akan berlangsung dengan kadar air saat basis basah sebesar 23% dan saat basis kering sebesar 18,75 %. Pada tabel dibawah ini akan diketahui lama waktu proses pengeringan pada suhu kerja 55C dan suhu kerja 60C.

No.Sampel yang DiujiKadar Air (%)Suhu

(C)Waktu

(Menit)

Saat basahSaat Kering

1.20 kerupuk2318,7545-50200-220

2.20 kerupuk2318,7550-55180-200

3.20 kerupuk2318,7555-60160-190