aplikasi pemikiran spinoza atas konsep hukum dan ham menurut soepomo

Upload: aureliusratu

Post on 15-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    1

    Spinoza dan Soepomo(Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo)

    Deus sive Substantia sive Natura(Baruch Spinoza)

    Pembangunan Negara bersifat barang yang bernyawa

    (Soepomo)

    A. Pendahuluan

    Pemikiran tentang berdirinya negara memberikan konsekuensi bagaimana hukum itu

    sendiri dipikirkan. Pada umumnya, untuk melihat bangunan atau struktur dasar sebuah

    negara dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya hal tersebut dapat dilihat dari sebuah

    konstitusi negara itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi sebuah negara memperlihatkan

    apa dasar dan tujuan negara itu, bagaimana aplikasi hukum dan dari sendirinya

    pemahaman tentang siapa manusia itu. Dalam makalah ini, saya hendak mengkaji

    pemikiran Soepomo berdasar pada pemikiran Spinoza. Jika Soepomo konsisten dengan

    pemikiran Spinoza apa dampak bagi bangunan negara, terutama hukum, yang dipikirkan

    Soepomo.

    Dalam sejarah politik, pemikiran Soepomo tentang negara integralistik merupakan

    sesuatu yang baru. Konsepnya tentang negara integralistik mengalir dari pemikir-pemikir

    seperti Spinoza dan Hegel. Padahal baik Spinoza maupun Hegel tidak secara eksplisit

    memakai terminologi ini. Lebih hebatnya lagi, Soepomo mengidentikkan konsep

    integralistik ini dengan konsep totaliter1. Berangkat dari pemikiran bagaimana seharusnya

    negara itu berdiri, Soepomo menggarap negara integralistiknya. Untuk sampai ke

    pemikiran Soepomo, saya akan membahas terlebih dahulu beberapa pemikiran Spinoza

    yang saya ambil dari karya utamanya yakni The Ethics2.

    B. Sekilas Tentang Pemikiran Spinoza

    1. Mengenai Substansi (atau Allah atau Alam)

    Spinoza adalah seorang rasionalis ekstrim yang berusaha memikirkan realitas ini

    secara a priori. Untuk membangun sebuah sistem filsafat yang benar-benar a priori,

    Spinoza menggunakan metode deduktif-sintesis. Metode ini menyatakan bahwa dari

    1Salah satu alasan mengapa Soepomo kerap dilihat mendukung pemerintahan Nazi di bawah Hitler. Lih. Krisis

    Paham Kenegaraan oleh Armada Riyanto, CM dalam Philosophica et Theologica Vol.3 No.2 Maret 2004.2 Soepomo secara eksplisit menyatakan bahwa Negara Integralistik berasal dari pemikir seperti Spinoza, Adam

    Muller dan Hegel. Lih. Pidato Soepomo dalam Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei 1945-22 Agustus

    1945. Hal.33. Tentang pemikiran Hegel, saya tidak membahas secara khusus karena pemikiran Hegel sendiripada dasarnya mengalir dari pemikiran Spinoza. Lih. Magnis Suseno. 13 Tokoh Etika. Hal. 107.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    2

    prinsip pertama dapat diturunkan segala sesuatu yang lain. Metode deduktif-apriori-

    sintesis ini mensyaratkan keniscayaan mutlak. Artinya, apa pun yang diturunkan dari

    prinsip itu pasti benar, tidak mungkin salah. Itulah mengapa Spinoza mengambil bentuk

    geometri dalam pemikirannya. Mengapa geometri? Karena kepastian yang diberikan

    dalam kesimpulan yang ditarik dari pernyataan atau proposisi sebelumnya. Untuk tujuan

    itu, Spinoza pertama-tama mulai dengan sebuah argumen ontologis yang diperlukan

    sebagai pondasi kokoh bagi semua tahapan-tahapan kesimpulan selanjutnya, yakni

    pemahaman mengenai substansi.

    Dalam karyanya Ethics, Spinoza memberikan rumusan substansi sebagai berikut, By

    substance, I mean that which is in itself, and is conceived through itself : in other words,

    that of which a conception can be formed independently of any other conception.3 Secara

    ringkas dapat dikatakan bahwa substansi adalah apa yang dapat dipahami tanpa perlu

    memahami sesuatu yang lain4. Pengertian ini perlu dipahami terlebih dahulu karena untuk

    mengetahui sesuatu hal, seseorang harus mengetahui sebabnya. Pengetahuan mengenai

    sebab tidak bisa tidak pasti berhenti pada sebab yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang

    lain. Inilah sebab yang menyebabkan dirinya sendiri (self-caused). Sebab yang tidak

    disebabkan oleh sesuatu yang lain lagi ini (disebut substansi) memiliki sifat-sifat yang tak

    terbatas5.

    Substansi dengan sifat-sifat yang tidak terbatas ini diidentikkan oleh Spinoza dengan

    Allah. Jalan pikiran Spinoza adalah sebagai berikut. Spinoza pertama-tama merumuskan

    atribut atau sifat sebagai that which the intellect perceives as constituting the essence of

    substance.6 Jika Allah diakui keberadaanNya, Ia pasti memiliki sifat-sifat yang dapat

    ditangkap oleh akal budi. Faktanya, akal budi dapat menangkap sifat-sifat ini. Dengan

    kata lain, atribut atau sifat ini merupakan pengungkapan dari ketakterbatasan Allah.

    Apakah manusia dapat memahami eksistensi Allah? Menurut Spinoza, manusia bisa

    memahami esensi Allah. Mengapa? Karena esensi dan eksistensi Allah adalah satu dan

    sama7. Dalam pemahaman Spinoza, keberadaan Allah ini tidak sama dengan pemikiran

    Kristiani atau pun Yahudi, yakni Allah yang personal serta yang imanen sekaligus

    transenden.

    3Lih. Spinoza, Ethics, Bagian I, definisi 3.

    4 Substansi berasal dari kata Latin, sub dan stare yang artinya berdiri di bawah.5 Spinoza. Op. Cit. Bagian I, definisi 1-2.6 Idem. Bagian I, definisi 4.7 Idem. Bagian I, pernyataan 20.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    3

    Personalitas, bagi Spinoza, menunjukkan adanya suatu substansi yang berbeda dengan

    substansi yang lain. Padahal, jika ada dua hal memiliki dua substansi yang berbeda, kedua

    hal tersebut tidak dapat dipahami melalui substansi yang lain itu. Dengan kata lain, kedua

    hal tersebut dapat dipahami dalam dirinya sendiri dan ini tidak mungkin8. Alam atau

    dunia, yang dalam pandangan Yahudi dan Kristiani dilihat berbeda dari Allah, ditolak

    oleh Spinoza. Bagi Spinoza, jika ada substansi lain selain Allah, Allah lantas tidaklah tak

    terbatas. Sebaliknya, jika Allah tak terbatas, tidak mungkin ada substansi lain (menurut

    pengertian Spinoza tentang rumusan substansi). Karena itu, Allah dan Alam atau Dunia

    adalah sama. Apapun yang ada, berada dalam Allah dan tidak satu pun dapat dipahami

    tanpa Allah. Demikianlah kita mengenal pernyataan Spinoza yang terkenal itu, Natura

    Naturata (dilihat dari segi alam) dan Natura Naturans (dilihat dari sudut Allah)9. Jadi,

    Allah tidak bersifat pribadi.

    Pemahaman ini masih dapat diterima jika yang dimaksudkan adalah bahwa segala

    sesuatu yang terbatas pada dasarnya tergantung pada Allah. Tapi, dalam pikiran Spinoza,

    segala sesuatu yang terbatas ini sesungguhnya merupakan cara berada Allah (modification

    of God). Bagi Spinoza, ada dua sifat yang tak terbatas ini yang dapat dikenal oleh

    manusia yakni keluasan (extension) dan pikiran (thought). Dengan kata lain, pikiran

    manusia adalah cara berada Allah dalam sifat pikiran dan tubuh manusia adalah cara

    berada Allah dalam bentuk keluasan10. Secara ontologis, Alam tidak berbeda dari Allah.

    Dan karena itu juga, Allah tidak berbeda dari manusia. Manusia berada dalam Allah,

    tidak berhadapan denganNya. Mengapa? Karena Allah masuk dalam semua realitas.

    Seluruh alam semesta ini adalah Allah sendiri dalam modus atau cara beradaNya.

    Di sini, kita menemukan sebuah pandangan yang panteistik. Namun, menurut

    beberapa ahli, pandangan Spinoza lebih tepat dikatakan sebagai panteisme yang monistik.

    Implikasi dari pemikiran Spinoza adalah bahwa transendensi Allah tidak ada. Demikian

    juga dalam pengalaman sehari-hari, pluralitas itu tidak ada. Pluralitas hanyalah modus,

    cara Allah atau Alam ini menyatakan diri. Melalui pemikiran ini, Spinoza sekaligus

    mengatasi dualisme Descartes yang menyatakan bahwa adanya dua substansi yang tidak

    bisa didamaikan yakni res extensa (realitas yang berkeluasan) dan res cogitans (realitas

    yang berpikir)11.

    8 Idem. Bagian I, pernyataan 2-6.9 Magnis Suseno. Op. Cit. Hal. 99.10 Spinoza. Op. Cit. Bagian II, pernyataan 1-2.11 Frederick Copleston, SJ. Modern Philosophy:Descartes to Leibniz. Hal.228-229.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    4

    2. Mengenai Manusia

    Di atas, kita sudah melihat sedikit pemahaman Spinoza mengenai manusia.

    Pertanyaan mendasar yang patut diajukan di sini adalah bagaimana kedudukan manusia

    dalam sistem filsafat Spinoza? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita terlebih dahulu

    perlu melihat beberapa gagasannya yang berkaitan dengan aspek-aspek manusia, yakni

    kehendak bebas, tubuh dan akal budi. Dari penjelasan di atas, konsekuensi logis yang

    dapat ditarik langsung dari pernyataan bahwa baik tubuh maupun pikiran merupakan cara

    berada Allah adalah tidak diakuinya kehendak bebas manusia. Jika kehendak bebas tidak

    diakui, perbuatan baik-buruk lantas tidak dapat dipertanggungjawabkan. Memang,

    Spinoza memberi definisi baik sebagai that which we certainly know to be useful to

    us.12 Dan buruk sebagai that which we certainly know to be a hindrance to us in the

    attainment of any good.13 Tapi, apa maksudnya atau untuk apa ia memberi definisi ini

    jika manusia tidak memiliki kehendak bebas? Spinoza memberikan jawabannya sebagai

    berikut:

    If I assume as a starting point, what ought to be universally admitted, namely,

    that all men are born ignorant of the causes of things, that all have the desire

    to seek for what is useful to them, and that they are conscious of such desire.

    Herefrom it follows, first, that men think themselves free inasmuch as they are

    conscious of their volitions and desires, and never even dream, in their

    ignorance, of the causes which have disposed them so to wish and desire.

    Secondly, that men do all things for an end, namely, for that which is useful to

    them, and which they seek.14

    Jadi, baik-buruk sesungguhnya merupakan sebuah usaha penegasan pencarian

    manusia akan sebab terakhir. Ini terjadi karena pikiran manusia memahami bahwa sekian

    cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu pasti sudah ditentukan oleh sesuatu yang

    lain. Kebebasan yang dimiliki manusia pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan

    cara-cara yang telah ditentukan itu untuk mencapai apa yang berguna bagi mereka.

    Karena itu, dapat dikatakan pemikiran Spinoza mengenai manusia dan dunia bersifat

    determinisme. Bagi Spinoza, tidak ada peristiwa yang terjadi karena kebetulan.

    Kebebasan manusia adalah fiktif. Konsep baik-buruk lantas dapat dipandang relatif

    karena apa yang baik dan yang buruk tergantung dari tiap-tiap manusia.Pemikirannya mengenai hidup bersama (sosial-politik) juga merupakan konsekuensi

    logis dari pandangan sebelumnya. Jika dunia ini sungguh bersifat deterministik, baik dan

    buruk tidak memiliki makna objektif. Bencana alam, ketidakadilan sosial, kemiskinan,

    12 Spinoza. Op. Cit. Bagian IV, definisi 1.13 Idem, Bagian IV, definisi 2.14 Idem. Bagian I, Appendix.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    5

    perbuatan mencintai, memaafkan dan lain-lain sesungguhnya hanya merupakan

    penampakan saja, bukan sesuatu yang nyata. Semua itu adalah gagasan-gagasan manusia

    yang tidak memadai karena tidak merujuk pada esensi Allah. Dengan kata lain, karena

    semua berasal dari dan berada dalam Allah, tidak mungkinlah berbicara tentang kejahatan

    atau ketidaksempurnaan dalam dunia ini. Apa yang dikatakan kejahatan, keburukan atau

    pun perbuatan manusia yang lainnya berasal dari cara pandang manusia itu sendiri.

    Kejahatan, keburukan serta perbuatan-perbuatan manusiawi lainnya tidak memiliki

    realitas atau substansi dalam dirinya sendiri.

    C. Pandangan Soepomo tentang Negara

    Dalam pidatonya tentang negara tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan konsep

    negara integralistik sebagai paham negara yang paling sesuai dengan jiwa bangsa

    Indonesia. Untuk sampai pada pengertian integralistik, Soepomo mulai dengan arti negara

    itu sendiri. Menurut Soepomo, Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral,

    segala golongan.merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara tidak berpihak

    kepada golongan terkuat atau pun terbesar. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa

    seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan15. Pengertian negara

    demikian mau tidak mau menggiringnya untuk memilih konsep negara integralistik yang

    pernah digagas oleh para pemikir seperti Spinoza dan Hegel. Dengan kata lain, konsep

    Soepomo tentang integralistik sesungguhnya tidak menambah apa pun pada pengertian

    negara. Negara itu pada dasarnya sudah satu, integral, tidak terbagi, dan utuh. Singkatnya,

    negara adalah barang yang berjiwa.

    Lebih lanjut, untuk menyesuaikan pemahaman negara ini, Soepomo rupanya

    mengambil model persatuan rakyat-pemimpin di pedesaan16. Mengapa? Supaya garis

    pikirannya sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia itu sendiri. Dalam perspektif demikian,

    negara itu seharusnya bersatu dengan seluruh rakyatnya dan mengatasi seluruh golongan

    dalam lapangan apa pun. Berkaitan dengan hukum, menurut Soepomo negara harus

    bersifat badan penyelenggara, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari

    rakyat seluruhnya. Dengan kata lain, hal ini sama saja mengatakan negara sama dengan

    hukum dan hukum sama saja dengan kehendak batin masyarakat. Inilah negara totaliter

    15Pidato Soepomo. Loc.Cit.

    16Saya kira gambaran kehidupan desa dilukiskan dengan baik oleh Sawarno Djaksonagoro. Ia berkata, Kalau

    kita perhatikan dengan seksama akan jelas terlihat bahwa para penduduk desa mempunyai perasaan menyatu

    dengan desa mereka. Di mata mereka, lurah (kepala desa) tidak hanya seorang kepala eksekutif, melainkan

    juga ayah dan penolong mereka. Lih. Herbert Feith dan Lance Castles. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Hal.192.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    6

    menurut pengertian Soepomo. Tapi, ini tidak berarti individu terlebur ke dalam negara.

    Bagi Soepomo, negara seperti ini tidak berarti bahwa negara tidak akan memperhatikan

    manusia sebagai seseorang atau golongan sebagai golongan. Tetap ada penghargaan dan

    penghormatan terhadap individu manusia dan golongan. Hanya saja individu sebagai

    individu dan golongan sebagai golongan mempunyai kedudukan sebagai bagian organik.

    Dalam arti tertentu, pengertian Sopemo lebih dekat dengan konsep tubuh mistik.

    Pemahaman Soepomo tentang negara rupanya didasarkan pada pengertian manusia.

    Walaupun tidak dikatakan secara eksplisit, Soepomo kiranya berpandangan bahwa negara

    sudah ada lebih dulu daripada individu. Pengertian ini dekat dengan Aristoteles, yakni

    kesempuraan manusia tercapai dalam polis. Dan ini berarti dalam diri manusia sudah

    tersusun secara teratur bagaimana relasi tiap individu bagi negara. Maka indivudu yang

    terlepas dari negara tidak dapat dikatakan hidup secara manusiawi. Individu mencapai

    kepenuhan hidupnya ketika melaksanakan tugas dan kewajibannya demi menjaga dan

    membangun kehidupan negara itu sendiri. Begitu pula sebaliknya, dari sendirinya ketika

    negara itu berjalan tertib dan stabil, kehidupan tiap-tiap manusia dan golongan pun

    terjamin dan terpenuhi. Jika demikian, apa pengertian dan fungsi hukum itu sendiri serta

    apa yang dimakud dengan hak asasi manusia?

    D. Pandangan Soepomo tentang Hukum dan HAM

    Soepomo memang tidak secara eksplisit menyatakan apa itu hukum. Ia rupanya

    mengandaikan bahwa negara itu sendiri adalah hukum. Beberapa alasan yang perlu

    dipertimbangkan17. Pertama, jika hukum dimengerti sebagai ketentuan tentang perintah

    dan larangan, maka pengertian ini malahan memperlihatkan inkonsistensi pemikiran

    Soepomo tentang satu jiwa. Jika semuanya mengalir dari jiwa ini, yang memungkinkan

    tiap individu dan golongan bekerja demi negara, maka tidak mungkinlah memikirkan

    adanya perintah untuk dilakukan dan larangan untuk dihindari. Setiap individu dan

    golongan pasti sudah mengetahui kedudukannya dan apa yang mesti dikerjakannya. Yang

    mungkin dibicarakan di sini justru adalah kewajiban sebagai keutamaan. Kebahagiaan

    negara karena itu adalah kebahagiaan tiap individu dan golongan juga. Dengan demikian,

    17Beberapa hal saya ambil dari pemikiran Spinoza mengenai Substansi yang dilihat Spinoza sama dengan Allah,

    Allah sama dengan Alam, dan Alam sama dengan manusia itu sendiri serta konsekuensi logis bagi kehidupan

    bersama manusia. Substansi menurut Spinoza memiliki satu realitas yang utuh. Tidak bisa terdapat dua

    substansi. Di sini, personalitas manusia karena itu tidak ada. Manusia sudah berada dalam Allah. Bahkan, bagiSpinoza, pikiran manusia dan ekstensi tubuhnya sesungguhnya adalah cara berada Allah.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    7

    dari sendirinya, konsep hukum seperti ini tidak dapat dipertahankan di hadapan pemikiran

    Soepomo.

    Kedua, konsep jiwa yang merupakan konsep utama dalam pemikiran Soepomo

    kiranya perlu diperjelas. Apa yang dimaksud dengan jiwa? Apakah jiwa ini sama dengan

    hukum ilahi sebagaimana diajarkan dalam agama-agama? Soepomo sendiri menolak

    adanya negara agama sebagai implikasi pemikirannya mengenai negara yang mengatasi

    segala golongan. Namun, sebagaimana dikatakan Soepomo, negara ini bukanlah negara

    yang a-religius18. Apa maksud Soepomo? Maksud Soepomo adalah bahwa karakter yang

    ada dalam masyarakat Indonesia seperti berbakti, ikhlas, cinta kepada tanah air, harus

    dipakai sebagai dasar moral dari negara nasional yang bersatu itu. Tampaknya di sini,

    Soepomo mengadopsi pemikiran Hegel mengenai Roh (Geist). Menurut Hegel, Ratio

    (akal budi) adalah Roh yang sadar akan dirinya. Jadi, kegiatan Rasio di sini sama dengan

    kegiatan Roh. Rasio ini bukanlah rasio manusia individual, melainkan Rasio murni. Dasar

    pernyataan Hegel dapat dibaca dari pemikiran Spinoza yang telah dijelaskan di atas.

    Dua pertimbangan di atas mau mengatakan bahwa konsep hukum sebagai ketentuan

    dan larangan memang tidak dapat masuk dalam kerangka pemikiran Soepomo. Kalau ada

    hukum menurut pengertian larangan dan perintah, itu berarti diakui adanya kehendak

    bebas manusia dan tanggungjawab atas perbuatan-perbuatannya sendiri. Dari poin ini,

    pemikirannya tentang hak asasi manusia dapat dimengerti pula. Berbicara mengenai hak

    yang berasal dari manusia sebagai yang berotonomi sendiri jelas tidak mungkin.

    Otonomitas manusia hanya bisa dipikirkan dalam kerangka negara. Dengan kata lain,

    tidak ada pertentangan antara individu dan negara. Kepentingan individu adalah

    kepentingan negara dan kepentingan negara adalah kepentingan individu.

    E. Penutup

    Gagasan negara integralistik yang diambil Soepomo dari para pemikir Barat

    tampaknya dimaksudkan untuk disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia itu

    sendiri. Soepomo sedang berusaha mewujudkan sebuah model tata hidup bersama berasal

    dari keadaan masyarakat Indonesia dengan memakai kerangka berpikir negara

    integralistik tersebut. Ia melihat pemikiran ini mirip atau bahkan hampir mempunyai

    kedekatan dengan persatuan jiwa-raga pemimpin dan rakyat dalam masyarakat Indonesia.

    Untuk hal ini, saya melihat pemikiran Soepomo dapat diterima.

    18 Pidato Soepomo. Hal.40

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    8

    Sayangnya, untuk tujuan tersebut, Soepomo melupakan fakta bahwa masyarakat

    Indonesia terdiri dari berbagai kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat

    plural, sebuah masyarakat multikultural. Dalam kemajemukan ini, hukum memang perlu

    dipikirkan dan dirumuskan. Mengapa? Walaupun memiliki model kekeluargaan dan

    persaudaraan, pertemuan antar budaya jelas menghasilkan nuansa baru. Pada tataran

    inilah perlu adanya sebuah tata aturan bagi hidup bersama, semacam kesepakatan yang

    mengikat. Tapi, ini tidak berarti bahwa dari kesepatakan tersebut dirumuskanlah dasar

    aturan atau dasar hukum baru bagi kehidupan bersama. Dasar hukum itu sendiri

    sesungguhnya sudah terkandung dalam tiap kebudayaan. Inti sari dasar hukum tiap

    kebudayaan itulah yang tercantum dalam Pancasila. Inilah alasannya mengapa Pancasila

    dikatakan sebagai kristalisasi tiap kebudayaan.

    Saya sendiri menyadari bahwa masyarakat Indonesia perlu mencari model tata hidup

    bersama yang mampu merekatkan kebudayaan-kebudayaan yang ada. Hal ini masih

    terbuka untuk dibicarakan. Saya mengatakan ini karena meskipun bangsa Indonesia

    berada dalam kerangka NKRI, tapi adanya konflik SARA justru memperlihatkan adanya

    jurang dalam kehidupan bersama. Bagaimana jurang itu dijembatani? Inilah yang masih

    terbuka untuk dibicarakan.

  • 5/25/2018 Aplikasi Pemikiran Spinoza atas Konsep Hukum dan HAM menurut Soepomo - slidepd...

    http:///reader/full/aplikasi-pemikiran-spinoza-atas-konsep-hukum-dan-ham-menur

    9

    Daftar Pustaka

    Copleston, Frederick. Modern Philosophy: Descartes to Leibniz. New York: A Division of

    Doubleday & Company, Inc., 1963.

    Pidato Soepomo dalam Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei 1945-22 Agustus 1945.

    Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995.

    Riyanto, Armada. Krisis Paham Kenegaraan: Tantangan Etika Hak dan Kewajiban dalam

    Konstitusi Indonesia dalam Studia Philosophica et Theologica Vol.3 No.2 Maret. Malang:

    STFT, 2004.

    Sawarno Djaksonagoro. Desa Sebagai Model dalam Herbert Feith dan Lance Castles (eds.).

    Pemikiran Politik Indonesia 1945-1964. Jakarta: LP3ES, 1988.

    Spinoza, Baruch. The Ethics Demonstrated According to The Geometrical Order. Diakses

    dari

    http://www.spinozacsack.net78.net/The%20Ethics,%20Benedict%20de%20Spinoza.pdf

    tanggal 7 Mei 2009.

    http://www.spinozacsack.net78.net/The%20Ethicshttp://www.spinozacsack.net78.net/The%20Ethics