aplikasi di dunia industri tp m5
DESCRIPTION
hgfTRANSCRIPT
Aplikasi di dunia industri
Dalam bab ini, akan dibahas sejarah, konseptor, dan dasar tentang:
a) Kendali Mutu secara Statistik atau Statistical Quality Control (SQC).
b) Total Kendali Mutu atau Total Quality Management yang disebut juga
dengan Manajemen Mutu Terpadu.
Hal ini perlu diketahui agar para pembaca lebih memahami sekaligus menghayati
kedua pokok bahasan di atas.
A. SEJARAH DAN KONSEPTOR PENGGUNAAN STATISTIK DALAM KENDALI MUTUSesuai dengan urutannya, pembahasan tentang Kendali Mutu secara Statistik
(Statistical Quality Control atau SQC) dirinci sebagai berikut.
a) Sejarah pengendalian mutu dengan cars statistik (statistical quality
control).
b) Teknik dan alai pengendali mutu.
c) Pengertian sampel dan populasi.
d) Peta kendali mutu.
e) Keragaman variasi dari berbagai sampel.
I. Sejarah dan KonseptorAnda perlu mengetahui sejarah tentang penggunaan analisis statistik di bidang
pengendalian mutu. Analisis ini dikenal sejak tahun 1924 yang dikemukakan oleh
Dr. Wolter Shewhart dari perusahaan Bell Telephone Laboratories. Pemikiran dari
Dr. Shewhart tersebut diterbitkan dalam buku berjudul Economic Control of
Quality of Manufactured Product yang merupakan konsep dasar dari
pengendalian mutu suatu barang di perusahaan manufaktur. Dasarnya adalah
untuk mengetahui produk yang dapat diterima (accepted) atau produk yang ditolak
karena rusak. Tujuannya agar produk yang rusak tidak dijual kepada konsumen,
tetapi harus dimusnahkan.
Di sini tercermin bahwa produk yang sudah jadi (finished goods) yang diperiksa,
kemudian diseleksi harga produk yang memenuhi standar yang telah
direncanakan boleh dijual kepada konsumen. Selain itu, bila secara statistik
ternyata banyak produk yang rusak (defect product) maka proses produksi
dihentikan untuk dianalisis faktor yang menyebabkan produk rusak. Bila kemudian
diketahui faktor penyebabnya maka faktor penyebab tersebut yang diperbaiki.
Setelah itu, proses produksi berikutnya dapat dilakukan lebih lanjut, tetapi tetap
saja diawasi secara statistik.
Pada permulaannya, kendali mutu dengan bantuan statistik ini merupakan
terobosan baru. Namun, ternyata metode pengawasan mutu secara statistik ini
tetap digunakan sampai saat ini, khususnya untuk industri yang mass production
(produksi massal).
2. Sampel dan PopulasiDalam statistik Anda ingat istilah universum atau population dan istilah sampel.
Adapun pengertian pada sampel adalah bagian (yang terkecil) dari populasi yang
dianggap dapat mewakili populasi. Misalnya dalam contoh lain, bila Anda ingin
mengetahui tingkat pendapatan penduduk di suatu kabupaten yang bedumlah
1.000.000 orang, Anda tidak perlu menanyai seorang demi seorang, tetapi hanya
beberapa puluh orang sebagai sampel yang dianggap dapat mewakili populasi
yang 1 juta orang tersebut.
Demikian pula bila dalam suatu pabrik jari-jari sepeda, Anda ingin mengetahui
apakah ukuran seluruh jari-jari sesuai dengan standar, Anda tidak perlu
mengukumya satu demi satu.
Bayangkan jika produksi 1 juta jari-jari per hari. Tidak mungkin diukur satu demi
satu. Caranya diambil sampel yang mewakili, misalnya diambil satu sampel jari-
jari setiap 10 menit waktu produksi, dan sebagainya. Dapat pula diambil sejumlah
100 buah jari-jari dari 1 juta jari-jari yang diambil secara random (acak).
Dalam hal pengukuran sampel terdapat konsep pengukuran yang dikenal dengan
istilah gaging concepts. Konsep ini diperlukan karena pengukuran ulang atas
suatu sampel hasilnya bisa berbeda. Perbedaan tersebut bisa juga karena orang
yang mengukur berbeda.
3. Gaging ConceptsGaging concepts meliputi 3 hat berikut.
1) Ketepatan (accuracy), yakni tingkat ketepatan ukuran dari suatu alat ukur
yang akan digunakan untuk mengukur produk.
2) Pengulangan (repeatability), yakni tingkat variasi dari berbagai pengukuran
ulang.
3) Kemampuan memproduksi kembali (reproducibility), yakni tingkat variasi
dari pengukur yang berbeda orangnya.
Memang sekarang terdapat alat ukur yang canggih, yang dapat mengurangi
kelemahan-kelemahan data.
4. Teknik dan Alat Kendali MutuPeranan kendali mutu produk (barang/jasa) menjadi bertambah besar dan penting
dengan adanya perkembangan selera akibat peradaban manusia yang berubah.
Perubahan selera tersebut mendorong konsumen untuk selalu mencari barang
yang nilai gunanya lebih sempurna dan baik. Dapat pula karena ditemukannya
teknologi baru sehingga nilai guna mutu barang menjadi lebih baik dan sempurna.
Hal ini akan mendorong anggota masyarakat konsumen untuk memperbaiki selera
dalam meningkatkan kebutuhan hidupnya. Jadi, terdapat hubungan timbal batik
antara adanya perkembangan teknologi dengan perubahan gaya hidup
konsumen. Akibatnya, para produsen harus melakukan antisipasi secara terus-
menerus, agar kelangsungan bisnis dapat dipertahankan. Dalam hubungan itu
terdapat berbagai upaya mempertahankan bisnis, antara lain dengan menjaga
mutu barang melalui penggunaan teknologi dan alat-alat (mesin) yang digunakan
sehingga proses produksi berjalan lebih baik sesuai dengan rencana. Namun
demikian, proses produksi melalui produknya perlu diawasi dengan menggunakan
cara statistik. Metode statistical quality control pada suatu perusahaan sangat
bermanfaat sebagai alat pengendalian mutu.
Pengendalian mutu juga meliputi pengawasan pemakaian bahan-bahan, berarti
secara tidak langsung statistical quality control bermanfaat pula mengawasi
tingkat efisiensi. Jadi, SQC (Statistical Quality Control) dapat digunakan sebagai
alat untuk mencegah kerusakan dengan cara menolak (reject) dan menerima
(accept) berbagai produk yang dihasilkan mesin, sekaligus upaya efisiensi.
Dengan menolak (menerima) produk, berarti juga SQC sebagai alat untuk
mengawasi proses produksi sekaligus memperoleh gambaran kesimpulan tentang
spesifikasi barang yang dihasilkan secara populasi umum. Bila gambarannya baik,
berarti proses produksi dapat berlangsung terns karena hasil produknya baik.
Jadi, teknik pengendalian mutu adalah mengawasi pelaksanaan proses produksi
agar sesuai dengan rencana; mengawasi bahan baku sejak diterima, disimpan,
sampai dikeluarkan dari gudang bahan baku.
SQC dapat dilakukan terhadap semua produk termasuk produk setengah jadi
yang merupakan hasil proses produksi. Baik produk akhir maupun barang
setengah jadi diuji melalui pengambilan sampel, sehingga dapat ditarik suatu
penafsiran tentang keadaan mesinnya yaitu berjalan baik atau tidak. Selain itu,
pengawasan bahan bake hares dilakukan secara fisik dan secara, kimiawi.
5. Peta Kendali (Control Charts)Peta kendali (control chart) adalah peta yang dijadikan pedoman dalam
pengendalian mutu. Peta ini dikemukakan oleh Dr. Shewhart untuk mengetahui
apakah sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima (accepted area)
atau daerah yang ditolak (rejected area). Jadi, tiap sampel yang diambil bisa
berbeda spesifikasi dari waktu ke waktu maka data observasi ditabulasikan lalu
dipetakan sehingga diperoleh suatu peta kendali mutu.
Namun, sebelum kita lanjutkan membahas dan membuat peta kendali, terdapat
beberapa hal yang perlu Anda ketahui, yakni tentang pengukuran sampel.
Maksudnya, dalam rangka pengendalian mutu akan terdapat hal-hal yang dapat
dikendalikan (controlable), tetapi ada pula hal-hal yang bersifat tidak terkontrol
(uncontrolable). Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 8.1.
Process (Proses)
Measurements
(Pengukuran- pengukuran)
Controlled Variation(Variasi yang Dapat Diawasi)
Uncontrolled Variation(Variasi yang Tidak Terawasi)
A B C
Jadi, bila sampel menunjukkan batas spesifikasi (A), artinya sampel temyata
masih baik. Namun, bila sampel menunjukkan di luar daerah spesifikasi standar
(B), berarti sampel banyak yang di luar mutu. Hal itu menunjukkan proses
produksi perlu diperbaiki. Namun akan terdapat hal-hal yang tidak dapat diawasi,
misalnya akibat kelelahan manusia sehingga menjadi tidak cermat pada saat
tertentu atau bahan-bahan menjadi rusak karena temperatur naik tiba-tiba dan
sesaat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kendali (control chart) digunakan untuk
memperoleh informasi berikut.
a. Kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan
baik sesuai rencana atau tidak.
b. Pengendalian produk akhir, agar produk akhir tetap baik mutunya.
Jadi, kegunaan peta kendali (control chart) adalah untuk membatasi toleransi
penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat kelemahan
tenaga keda, mesin, dan sebagainya.
6. Batas ToleransiSifat mesin dan tenaga manusia yang tidak sempuma mengakibatkan tidak selalu
dihasilkan produk yang tepat, baik ukuran maupun bentuknya. Pasti akan terdapat
penyimpangan dari standar ukuran. Oleh karena itu, perlu toleransi
penyimpangan. Berapa besamya? Dalam statistik, Anda ingat bahwa untuk
memperoleh tingkat kepercayaan sebesar 99% batas toleransi dapat sebesar
lebih kurang 3 standar penyimpangan dihitung dari standar ukuran. Artinya limit
atas sebesar X + 3SD (standar deviasi), sedangkan limit bawah X – 3SD. Jadi,
Variation Out of Specification Limit (Variasi di
Luar Batas Spesifikasi)
Variation Out of Specification Limit (Variasi di
Luar Batas Spesifikasi)
Possible Defect (Kemungkinan
Rusak)
Anda dapat melihat pads diagram Shewhart seperti pads Gambar 8.2 berikut.
Sumbu (vertikal) menunjukkan nilai mutu atau ukuran sampel barang yang sedang
diamati. Sumbu (horizontal) menunjukkan nomor sampel barang yang diamati.
Garis tengah merupakan nilai standar mutu (ukur) keseluruhan produk.
Garis limit atas atau Upper Control Limit (UCL) adalah garis sejajar dengan sumbu
X, dibuat dengan jarak sebesar 3 SD dari garis medium sejajar
X + 3SD yang menyatakan penyimpangan paling tinggi dari nilai standar X .
Sedangkan garis limit bawah yang sejajar dengan sumbu X disebut garis limit
bawah atau Lower Control Limit (LCL) berjarak sebesar X – 3SD dari garis
medium, di mans LCL merupakan batas penyimpangan yang paling rendah.
Nilai tiap sampel dihitung, lalu digambar (diplot) sesuai nilai atau ukuran sampel
dan nomor sampelnya sehingga tiap sampel mempunyai 1 titik. Demikian pula
sampel-sampel lain digambarkan berurutan sehingga diperoleh sejumlah titik
sesuai dengan jumlah sampel yang diambil. Dari titik yang tergambar, kits akan
memperoleh suatu peta titik. Apakah sebagian besar peta titik tersebut berada di
daerah antara UCL – LCL? Bila ya, artinya semua sampel berada dalam batas
toleransi standar mutu yang direncanakan. Akan tetapi, bila peta titik tersebut
berada di luar daerah UCL – LCL, berarti sebagian sampel rusak dan di luar batas
standar yang direncanakan. Jadi, proses produksi harus diperbaiki.
Untuk dapat mengetahui apakah mutu produk yang dibuat sesuai dengan standar
mutu yang direncanakan, terlebih dahulu harus ditentukan batas daerah toleransi
mutu, yakni daerah antara Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit
(LCL).
Batas daerah antara UCL dengan LCL disebut sebagai daerah diterima (accepted
area) sedangkan daerah di luar UCL dan LCL disebut daerah ditolak (rejected
area). Penulis mengajukan istilah daerah layak terima (DLT) untuk daerah yang
diterima (accepted area), sedangkan untuk daerah yang ditolak (rejected area)
diberi istilah daerah tidak layak terima (DTLT).
Luasnya daerah layak terima (DLT) tergantung kepada besarnya penyimpangan
(deviasi) dari ukuran standar yang direncanakan. Untuk pabrik yang menghasilkan
produk dengan presisi (ukuran ketepatan) yang tinggi, berarti tidak boleh ada
penyimpangan dari standar yang direncanakan. Artinya, standar deviasi adalah
nol. Misalnya baut (sekrup), jari-jari motor, alai-alai elektronik (misalnya IC atau
integrated circuit), takaran komposisi obat-obatan, pesawat terbang, dan produk
lain yang berkaitan dengan keselamatan konsumen.
Produk yang ukurannya "boleh" menyimpang (deviasi) dari ukuran standar,
misalnya besarnya roti, donat, ukuran baju, dan produk lain yang tidak
membahayakan konsumen. Akan tetapi, penyimpangan tersebut harus dalam
batas-batas toleransi. Batas toleransi tersebut misalnya standar normal ± 1
penyimpangan (standar deviasi) atau standar ± 2a atau standar ± 3a.
Bila standar ± Os berarti garis sentral (X atau standar yang direncanakan berimpit
dengan LCL dan UCL atau X = LCL = UCL).
7. Menentukan Besarnya Standar Deviasi (a)
Berdasarkan ilmu statistik, besarnya penyimpangan mengikuti rumus berikut.
Keterangan:
CF standar deviasi
X. ukuran sampel
X = ukuran standar yang ditetapkan perusahaan n = jumlah sampel yang diuji
Standar deviasi ini digunakan untuk menentukan besarnya toleransi ukuran
produk dari standar ukuran yang direncanakan. Penyimpang dapat Ocr, 1 CY, 26,
dan seterusnya. Konon produk-produk industri Jepang yang dijual ke pasaran
Amerika Serikat harus tanpa deviasi atau Oa.
B. SEJARAH, KONSEPTOR, DAN DASAR TOTAL QUALITY MANAGEMENT
(TQM)
1. Sejarah dan Konseptor TQM
Total Quality Management (TQM) yang dalam bahasa (istilah) Indonesia disebut
Total Manajemen Mutu atau Manajemen Mutu Terpadu (integrated quality control)
mempunyai Sejarah yang agak panjang. Hampir lima dekade yang lalu istilah
TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber.
Semula ide TQM muncul pertama kah di Amerika Serikat, tetapi kemudian
diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan Jepang. Khususnya
setelah Perang Dunia II, TQM ini diseminarkan sekaligus diterapkan dalam bentuk
program-program pelatihan di berbagai sektor industri. Dua orang pakar yang
merupakan "suhu" TQM, balk di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W.
Edward Deming dan Joseph M. Juran.
Peran Deming terutama mengajarkan betapa pentingnya pihak manajemen suatu
perusahaan harus bertanggung jawab penuh dalam penerapan sistem kualitas
produk secara total dalam menghasilkan produk yang baik dan tidak cacat.
Artinya, Deminglah yang pertama mengintroduksi TQM dengan mencegah
—
(Xi –X)2 X) n –1
terjadinya produk cacat (defect product). Tentu saja Deming pun mendukung
penggunaan statistik untuk melaksanakan kendali mutu (statistical quality control).
2. Empat Belas Butir Program Mutu dari Deming
Penggunaan cara statistik untuk kendali mutu produk menurut Deming lebih
menekankan pads upaya memonitor kualitas (quality monitoring) dan alai
perlengkapan perbaikan (improvement device) dari produk akhir. Di sinilah
bedanya ide Deming tentang TQC dengan cara pengendalian mutu sebelumnya.
Deming berprinsip menghindari semaksimal mungkin terjadinya kerusakan produk
(defectproduct). Jadi, mencegah lebih dahulu, bukan membiarkan proses produksi
berjalan lebih dahulu baru produknya diperiksa. Menurut Deming cara tersebut
salah karena tidak berupaya mencegah (prevent) terjadinya produk rusak. Oleh
karena itu, Deming menentukan 14 butir program mutu (program for quality), yakni
sebagai berikut.
Ciptakan kondisi yang langgeng (constancy) untuk memperbaiki produk (barang
maupun jasa).
Angkat (adopsi) filosofi baru tentang kualitas. Kita tidak dapat berlamalama
membiarkan keterlambatan, kesalahan (mistakes), bahan rusak, dan buruknya
cara kerja, segera diperbaiki!
Cegah kerusakan produk (defect product), bukan sekadar memantau (terjadinya
produk rusak). Lakukan inspeksi secara massal (tetapi terkoordinasi dengan baik).
Belilah bahan atau peralatan yang bermutu baik dan harga yang baik pula.
Singkirkan pemasok yang sering menjual bahan yang sering ditolak.
Amati dan selidiki setiap masalah, lalu segera pecahkan dengan dasar
memperbaiki sistem produksi secara langgeng (to improve production system
continually).
Lakukan dan perbaiki pelatihan secara melembaga sehingga, diperoleh tenaga
kerja yang mampu bekerja secara tepat dan benar (to do the job right).
Sempurnakan kepemimpinan secara melembaga, dalam arti semua supervisor
slap menolong buruh (operator), tidak hanya sekadar memerintah dan
menghukum karyawan (not just ordering and punishing workers).
Singkirkan rasa takut di kalangan karyawan sehingga setiap karyawan dapat
bekerja secara efektif untuk perusahaan
Teorbos penghalang antarunit kerja sehingga semua karyawan dapat beker a
sebagai tim kerja.
Hilangkan slogan atau poster yang sifatnya mencapai tujuan dalam target angka
(numerical goals), tetapi tanpa membuat suatu metode kerja yang lebih baik.
(k) Hilangkan standar kerja (work standards) berdasarkan kuota angka (numerical
quotas) (quota = jatah).
(1) Alihkan penghalang yang terdapat di antara para karyawan dengan
kebanggaan (pride) kerja yang mereka miliki.
Institusikan program pendidikan dan pelatihan kembali (retraining) secara mantap.
Pimpinan harus proaktif membuat program-program baru secara institusional.
(Dikutip dari Mary Walton, Deming Managemet at Works, Perigee Books. NY.
1991).
3. Trilogi Mutu Menurut Joseph Juran
Di samping itu, Juran "menyalahkan" pihak manajemen bila produk yang
dihasilkan bermutu jelek. Oleh karena itu, Juran mempunyai gagasan bahwa
pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas mutu
produk melalui trilogi mutu, yaitu
perencanaan mutu (quality planning);
monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality);
memperbaiki mutu (quality improvement).
Beberapa sumbangan pikiran Juran dalam hal mutu produk meliputi:
Perhatian atas kepentingan konsumen sebagai penentu (determiner) mutu suatu
produk sesuai dengan kebutuhan mereka (konsumen).
Menekankan perlunya identifikasi biaya mutu (quality cost) dengan benar dan
tepat (lihat Bab 3).
Promosi tentang lebih perlunya membuat perencanaan kualitas lebih baik untuk
suatu produk, bukan hanya sekadar tindakan koreksi atas produk mutu rendah
yang telah (telanjur) dibuat.
Berusaha kerja (striving) untuk melanjutkan upaya perbaikan mutu produk secara
terus-menerus.
Selanjutnya di bawah advokasi Deming dan Juran, banyak perusahaan di Jepang
menerapkan sistem manajemen mutu dalam perusahaan secara menyeluruh
(company wide quality management system) dengan fokus dan perluasan
tanggung jawab pads karyawan secara individual. Artinya, para
karyawanlah yang secara individual turut bertanggung jawab penuh tentang mutu
suatu produk yang dibuatnya. Dalam hubungan ini muncul para mahasiswa yang
sungguh-sungguh mendalami manajemen mutu dan akhirnya mereka mempunyai
kontribusi yang penting bagi industri Jepang. Mereka antara lain adalah Shigeo
Shingo, Kaoru Ishikawa, Yoji Akao, dan Genichi Taguchi. Seperti diketahui,
Shigeo Shingo adalah pengembang pendamping (co developer) untuk sistem
produksi Toyota yang menjadi rujukan modal untuk industri di seluruh dunia.
Shingo mengkhususkan diri menjadi ahli dalam desain proses produksi (designing
production process) dan metode kerja (work method) untuk menjamin kesesuaian
mutu produk yang sempuma (perfect quality conformance). Ia pengembang
tekxa'Toka-Yoke" (salah-perbaiki) dan penasihat unggul dalam sistem kerusakan
nol (zero-defect system).
Sedangkan Kaom Ishikawa lebih menyumbangkan pikirannya dalam hal metode
perbaikan terus-menerus (continuous improvement). Misalnya, Ishikawa membuat
suatu instrumen tentang pengembangan dari diagram sebabakibat (cause effect
diagrams) dan penggunaan lingkaran mutu (quality circle).
Akao sebagai pengembang dari fungsi mutu untuk mengetahui atau memperoleh
kesukaan konsumen (customerpreferences) dan menggabungkannya menjadi
desain produk (product design). Taguchi mengembangkan apa yang sekarang
dikenal dengan istilah metode produk tegap dan sehat (robust product) dan desain
proses (design process).
Di Amerika Serikat, Philip Crosby membuat suatu sumbangan besar pada bisnis
Amerika dengan membawa manajemen mutu agar menjadi perhatian publik
melalui buku-buku dan konsultasi dengan pimpinan perusahaan. Bahkan is
mempunyai argumen yang sangat persuasif bahwa barang bermutu dicari atau
dibeli, dan berasumsi bahwa ada pertukaran antara mutu barang yang berkualitas
(better quality) dengan umumnya biaya lebih rendah (lowering cost). Jadi, menurut
Crosby adalah salah berasumsi mutu yang baik berarti biaya tinggi, minimal tidak
selalu. Mengapa demikian? Menurut penulis (SP) mencari mutu yang baik Bering
digunakan sistem produksi yang mempunyai produktivitas lebih tinggi sehingga
biaya per unit bahkan relatif lebih murah.
4. Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Walaupun prinsip TQM disinggung-singgung pada bab-bab lain dalam buku ini,
hal itu hanya upaya betapa prinsip Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total
Quality Management (TQM) harus menjadi perhatian seluruh industri, khususnya
di Indonesia. Terdapat 8 prinsip, utama dari MMT atau TQM, yakni sebagai
berikut.
(a) Tanggung jawab utama manajemen puncak (top management). Manajemen
harus menciptakan struktur organisasi, rancangan suatu produk (product
design), proses produksi, dan insentif untuk mendorong karyawan membuat
produk yang bermutu. Menurut Juran, telah terjadi di Jepang bahwa mutu
kepemimpinan di perusahaan-perusahaan Jepang telah memperluas kegiatan
partisipasi (keikutsertaan) secara aktif dari para manajer seniornya.
(The critical variable in Japanese quality leadership is the extent of active
participation by senior managers).
Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis
kepentingan konsumen. Organisasi perusahaan harus selalu menjalani hubungan
yang erat dengan para konsumennya untuk mengetahui keinginan mereka
(konsumen) yang berkaitan dengan produk yang mereka beli, sekaligus
mengetahui manfaat apa yang ingin mereka peroleh dari produk yang mereka
beli.
Desain proses produksi dan metode kerja hams jelas untuk mencapai kesesuaian
mutu produk (conformance quality product). Gunakan mesin dan alai produksi
yang berfungsi baik dan benar, proses perbaikan dari yang salah (mistake
proofing process), cara terbaik dalam pelatihan untuk karyawan, sediakan
lingkungan kerja yang baik, Berta upaya mencegah produk cacat daripada
memperbaikinya. Sinkroniskan sistem produksi secara ketat dengan komunikasi
cepat antarburuh, meningkatkan kecepatan menemukan dan memecahkan
masalah. Di Indonesia, terdapat kecenderungan lambat menemukan masalah
bare, lebih lambat lagi upaya memecahkan masalah. Perilaku telmi (telat mikir)
dan teldak (telat bertindak) akan menurunkan tingkat daya saing karena pesaing
bekerja dengan cepat berpikir (cekir) dan cepat bertindak (cedak). Ubahlah cara
kerja tadisional semacam itu. Organisasi modem menuntut setiap orang cepat
berpikir dan bertindak.
Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang
baik. Untuk memudahkan Baling kontrol hasil produknya diperlukan kerja
sama antarkaryawan untuk cepat menemukan masalah mutu suatu produk agar
cepat pula dipecahkan. Misalnya seorang tukang ukur komponen kursi,
kesalahannya dapat segera diketahui oleh tukang potong kayu. Bila tukang
potong kayu lalai (memotong kaki kursi tidak sesuai ukuran), dia akan diprotes
oleh tukang rakitnya karena komponen tidak cocok untuk dirakit.
Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal
i
(sejak membuat komponen). Seperti butir (d) di atas, tukang potong tidak akan
memotong bila ukuran potongan komponen kursi salah dibuat oleh tukang
ukurnya. Dengan demikian, tidak akan ada kayu yang salah potong dan terbuang.
Jadi, hindarkan komponen yang cacat atau rusak!
Temukan masalah secara cepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify
problem quickly and corrected immediately). Sama dengan butir (c).
Buatlah suatu mekanisme monitoring secara andal dengan cara memeriksa diri
sendiri para karyawan (selfcorrection) atas hasil kerja masing-masing. Bila
menemukan yang salah cepat perbaiki atau laporkan lebih dahulu untuk
didiskusikan cara pemecahannya secara cepat. Jadi, di sini pun diperlukan
kejujuran (sportivitas) para karyawan secara individual.
Organisasi harus berusaha keras (strive) melaksanakan perbaikan mutu produk
secara terus-menerus (the organization must strive for continuous improvement).
Mutu produk yang sangat baik (excellent) adalah hasil kerja (strive) para pekerja
untuk memperbaiki mutu produk secara berkelanjutan, terus-menerus, dan tanpa
bosan. Hal ini merupakan hasil kerja produktif yang didasarkan pada pengalaman
dan eksperimen. Jadi, struktur organisasi, prosedur kerja, dan kebijakan harus
dibangun untuk
mempromosikan dan akselerasi (percepatan) perbaikan mute produk yang
terus-menerus.
Dalam konteks mental bangsa Indonesia yang "hangat-hangat tahi ayam" tentu
cara kerja dan mental kerja cara ini akan menyebabkan seluruh industri (termasuk
industri pariwisata) menghasilkan produk bermutu rendah. Rontokkan dan jauhkan
sifat buruk bangsa Indonesia yang dalam segala hal yang baik bersikap "hangat-
hangat tahi ayam" dan akhimya Indonesia menjadi bangsa tidak berkualitas
dengan menghasilkan produk yang tidak bermutu! Bangsa Indonesia perlu
membangun sikap disiplin karena keberhasilan organisasi modem adalah
semangat yang dilandasi disiplin yang prima. Ingat betapa cerobohnya bangsa
Indonesia, waktu minyak sawit Indonesia diklaim sebagai minyak sawit yang buruk
kualitasnya di Nederland (negara Belanda) karena dicampur oli mesin. Siapa yang
salah? Seluruh jajaran organisasi produsen minyak sawit termasuk sopir "bodoh"
yang berkolusi dengan tukang tadah yang bermental preman (anasionalis). Akibat
tidak jalannya salah satu prinsip TQM di industri kelapa sawit atau CPO (Crude
Palm Oil).
Bukan mustahil kasus CPO bercampur oli mesin hanya salah satu ulah preman
Indonesia, jangan-jangan hal semacam itu terjadi pula di industri lain. Bangsa
Indonesia belajarlah untuk tidak menjadi bangsa bodoh dalam kendali mutu
produk karena perdagangan bebas dunia, suka atau tidak suka, akan datang
menghampiri Indonesia.
(h) Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan
TQM. Mengingat bahan baku (input) sangat berpengaruh atas hasil mutu produk
maka pihak manajemen harus berarti mengenyahkan (tidak memakai) lagi
pemasok yang kedapatan telah berlaku curang memasok mutu bahan yang buruk.
Dalam hubungan dengan mutu bahan yang baik, sekarang di luar negeri banyak
perusahaan hanya menjalin kerja sama dengan pemasok dalam rangka
menjalankan program manajemen mutu. Bila produk yang dihasilkan baik karena
program manajemen mutu dapat dijalankan dengan baik, berarti perusahaan
dapat mudah memperoleh sertifikat ISO-9000. Sekali dapat sertifikat ISO berarti
harus mampu mempertahankannya.
5. ISO Seri 9000
Metode lain untuk mendorong mencapai produk bermutu lebih baik adalah
membangun kepemilikan sertifikasi standar mutu intemasional yang dikenal
dengan International Standard Organization (ISO). ISO adalah badan standar
mute yang meliputi 100 negara untuk mencapai standar mutu produk secara
intemasional, yang meliputi keperluan teknis (technical requirement) dan berbagai
peraturan untuk meningkatkan mute dan efisiensi industri. Komite Manajemen
Mutu dan Jaminan dari ISO telah membentuk berbagai nomor seri sistem standar
manajemen mutu. Di antaranya adalah ISO seri 9000 yang merujuk aspek desain,
pengembangan, produksi, tes, dan pelayanan produk. Sedangkan seri ISO-9004
khususnya untuk aplikasi sistem MMT atau TQM.
Salah satu yang penting dari ISO-9000 adalah standar untuk perusahaan yang
ingin menjadi perusahaan pemasok ke pasaran Uni Eropa, disyaratkan harus
mempunyai sertifikat ISO-9000. (Ingat penjelasan di atas CPO (minyak sawit)
yang dicampur dengan oli mesin, sangat merusak citra Indonesia di Eropa,
padahal sesuai dengan ISO-9000, perusahaan minyak sawit Indonesia (harus)
mempunyai ISO-9000. Minyak sawit menjadi bahan baku industri lain seperti
farmasi dan kosmetik).
Proses pengajuan usulan untuk memperoleh sertifikat ISO-9000 paling cepat 1
sampai dengan 2 tahun setelah tim ISO mengadakan penelitian yang
komprehensif tentang penerapan TQM di perusahaan yang mengajukan.
Perusahaan yang memperoleh salah satu. seri ISO diregistrasikan dalam Direktori
ISO, yang merupakan pintu untuk memasuki berbagai pasaran intemasional,
khususnya pasaran Uni Eropa. Menurut catatan pada tahun 1996, lebih dari
setengah (50%) industri kelas menengah Amerika Serikat telah mendapat
sertifikat ISO-9000. Berapakah perusahaan-perusahaan yang telah meraih seri
ISO, berapa perusahaan tersebut telah mampu melaksanakan TQM? Makin
banyak perusahaan dari berbagai industri mempunyai seri ISO tentu saj a akan
makin baik karena perusahaan tersebut berpeluang mengekspor untuk meraih
devisa yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi nasional.
6. Faktor Kegagalan Menerapkan MMT/TQM
Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak
sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menjadi penghalang
bagi suatu perusahaan dalam menerapkan MMT atau TQM adalah sebagai
berikut.
Kesenjangan Komitmen Manajemen Puncak
Manajemen puncak tidak mampu menyatakan bahwa perusahaan sekarang ini
menggunakan TQM karena manajemen puncak (top management) tidak
menghayati sepenuhnya arti TQM sehingga tidak mampu pula membangun
struktur organisasi yang diperlukan untuk pelaksanaan TQM. Dan gagal pula
membentuk sistem hadiah (reward system) yang mendorong dilaksanakannya
TQM.
Salah Memfokuskan Perhatian
Tak ada resep yang sederhana untuk menjalankan TQM. Seluruh butirbutir
Deming di atas harus dipelajari dan dilaksanakan secara berimbang dan
proporsional. Memfokuskan pada salah sate butir dengan mengabaikan butir lain
mungkin dapat mengakibatkan TQM gagal dilaksanakan.
Misalnya, beberapa manajer membaca laporan keberhasilan TQM di suatu
perusahaan, lalu berminat menerapkan pada perusahaannya. Dalam
memindahkan keberhasilan TQM di perusahaan lain ke perusahaan sendiri
mungkin terjadi salah fokus. Misalnya fokus pada teknik saja, tetapi mengabaikan
perlunya pelatihan, reward system, dan lain-lain sehingga gagal "memindahkan"
keberhasilan TQM di tempat lain ke perusahaan sendiri. Jadi, pelajari secara
komprehensifbutir-butir Deming, lalu sesuaikan dengan budaya kerja di
perusahaan masing-masing.
C. Tidak Tersedianya Karyawan yang Memadai dan Mendukung
Seperti diketahui, keberhasilan TQM didasari oleh karyawan yang slap dan
mempunyai komitmen akan tanggung jawab menjalani tugasnya pada manajemen
mutu terpadu. Komitmen tidak timbul hanya melalui maklumat atau pengumuman
resmi (The commitment can not be achieved by edict), tetapi memerlukan
informasi kepada para karyawan tentang tujuan sistem TQM dan pentingnya
keterkaitan mereka pada sistem ini, jugs pentingnya TQM bust perusahaan dan
mereka.
d. Hanya Mengandalkan Pelatihan Semata-mata
Beberapa perusahaan mendapatkan bahwa manajemen dan karyawan akan
mempunyai komitmen melalui pelatihan saja, kemudian mengharap TQM akan
berjalan secara otomatis. Ternyata tidak! Langkah berikut dari
pelatihan atas karyawan adalah mengarahkan agar dilaksanakan (by action).
Berarti hal ini memerlukan hal-hal lain, seperti perbaikan mutu proyek atau
menciptakan operasi yang lebih baik, jelas, dan dimengerti para karyawan.
e. Harapan Memperoleh Sesaat, Bukan Hasil Jangka Panjang
Untuk beberapa perusahaan, pelaksanaan TQM memerlukan perubahan
organisasi secara menyeluruh dan budaya keda. Dan ingat! Perubahan tidak
dapat segera terj adi dalam waktu singkat dan cepat. Bahkan hasilnya mungkin
bare dapat dirasakan 1 sampai dengan 2 tahun. Masalahnya banyak perusahaan
tidak sabar, dalam arti menghentikan TQM setelah enam bulan tidak diperoleh
hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, pihak manajemen tidak banyak berbuat
untuk terselenggaranya sarana TQM, tetapi justru ingin cepat memperoleh hasil.
Jelas tidak bisa! Siapkan semua infrastruktur pendukung dengan merujuk 14 butir
Deming dan trilogi mutu Juran, lalu sisanya keda keras tanpa lelah dan bosan.
Tunggu 2 (dua) tahun!
Memaksa Mengadopsi Suatu Metode Padahal Tidak Cocok
Tidak semua teknik manajemen mutu (TQM) cocok di berbagai perusahaan. Hal
ini perlu penyesuaian! Bila tidak, hanya kegagalan yang diperoleh. Hasilnya hanya
kemarahan (danger) dan frustrasi (frustration). Pimpinan perusahaan perlu secara
luwes dalam cara menerapkan sistem TQM, lalu mereka mempunyai kemauan
(willingness) untuk menelusuri kembali berbagai kekurangan secara cepat
sehingga dapat menentukan apakah sesuatu yang telah diadopsi cocok atau perlu
penyesuaian dengan kondisi Berta situasi perusahaan mereka.
C. ANALISIS SEBAB-AKEBAT (CAUSE EFFECT ANALYSIS) DAN DIAGRAM
TULANG IKAN (FISHBONE CHART)
SPC (Statistical Process Control) atau kendali proses secara statistik sangat
membantu untuk cepat menemukan kegagalan (failure) yang tedadi dalam suatu
sistem produksi. Akan tetapi, sayang tidak dapat mengidentifikasi penyebabnya
(cause) dari suatu masalah. Contohnya, hal yang mudah untuk suatu perusahaan
penerbangan untuk menentukan banyaknya penerbangan yang terlambat, baik
berangkat maupun tiba. Akan tetapi masalahnya, mengapa banyak penerbangan
yang terlambat? Faktor apa yang menyebabkannya? Untuk menjawab pertanyaan
ini, perusahaan penerbangan harus mempunyai suatu mekanisme untuk
mengoleksi data yang mungkin menjadi penyebab keterlambatan. Petugas pintu
pesawat dapat mencatat waktu kru pesawat tiba, kemungkinan menunggu
penumpang yang pindah pesawat (connection flight), dan lain-lain.
Selanjutnya, dapat digunakan diagram tulang ikan (fishbone chart) untuk
menganalisis masalah sebab-akibat. Gambar 8.3 adalah contoh diagram tulang
ikan untuk mengetahui produk cacat, dalam hal ini keterlambatan berangkat
(departure) suatu pesawat.
Dengan menggunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram) ini, dapat diketahui
unsur penyebab kegagalan atau komponen yang menyebabkan cacat atau rusak
(dalam diagram pads Gambar 8.3 keterlambatan berangkat) pesawat dari satu.
bandara. Diagram tulang ikan (DTI) ini dapat digunakan pads industri manufaktur
maupun industri jasa. Contoh Gambar 8.3 adalah DTI untuk industri jasa
penerbangan.
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCwQFjAA&url=http%3A%2F
%2Fdosen.narotama.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads
%2F2013%2F01%2FModul-8-SEJARAH-KONSEPTOR-DASAR-KENDALI-
MUTU-SECARA-STATISTIK-DAN-TOTAL-KENDALI-MUTU-
TQM.doc&ei=gqVaU9GNJs3_rAeQ9YDQAw&usg=AFQjCNHVfHs31w-
BLGwRh2uE3aMM0lWMFQ&sig2=EGfNNKqn-UsIZBNlMo8nHQ