a.pengertian pendidikaneprints.umm.ac.id/37301/4/jiptummpp-gdl-zulkifli09-50847... ·...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau membantu si anak agar cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang
diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan
sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa, Langeveld (dalam Hasbullah,
2011).
Pengertian pendidikan di atas memberikan makna bahwa pendidikan adalah (1)
kesuluruhan proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-
bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyrakat tempat ia hidup, (2) proses
sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kompetensi
sosial dan kemampuan individu yang optimal.
Tugas pendidikan mencakup pengembangan keseluruhan aspek manusia. Pendidikan
tidak diarahkan pada salah satu unsur saja seperti kekuatan intelektualnya, tetapi seluruh
totalitas manusia termasuk fisik intelektual dan kekuatan moralitasnya. Membangun keutuhan
seluruh unsur yang membentuk konsep diri atau kepribadian manusia menjadi tugas utama
pendidikan, karena manusia menjalani kehidupan dengan totalitas kepribadiannya dalam
berkomunikasi dan berpartisipasi dalam kehidupan diri dan sosialnya. Bahkan lebih jauh lagi
manusia hidup dengan karakternya yang terwujud dalam sikap dan tindakan yang bermoral
sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang harmonis dalam sosialnya, Pestalozzi (dalam
Kuntoro, 2012),.
9
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat dirumuskan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik agar
mereka memiliki kekuatan religius, kecerdasan intelektual, berakhlak mulia dan kepribadian
baik, mampu pengendalian diri, dan memiliki keterampilan untuk dirinya agar mampu
berperan dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
B. Peraturan Sekolah
Sekolah sebagai institusi pendidikan tentu memiliki aturan-aturan yang menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Aturan-aturan sekolah merupakan
aturan yang disusun secara bersama-sama oleh warga sekolah atau yang disusun secara
bersama-sama oleh warga sekolah atau yang dikeluarkan oleh pemerintah. Peraturan sekolah
merupakan peraturan atau tata tertib yang dibuat sekolah berdasarkan kepentingan,
kebutuhan, situasi, kondisi, potensi, kemampuan warga sekolah agar dapat dipatuhi dan
dilaksanakan dengan warga sekolah (Nuril, 2013).
Peraturan sekolah yang tidak ditegakkan dengan benar sangat mempengaruhi
pengembangan budaya sekolah, terutama menanamkan nilai-nilai disiplin pada warga
sekolah. peraturan sekolah memuat pedoman yang wajib dipatuhi dan dituruti warga sekolah.
pedoman tersebut menuntut warga sekolah untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan-
ketentuan sehingga menjadi kebiasaan yang dilakukan di sekolah.
Pedoman perilaku adalah sebuah dokumen yang memuat jenis-jenis kebiasaan baik
yang hendak dikembangkan di sekolah dalam kegiatan dan interaksi sehari-hari, baik di
dalam kelas, di luar kelas, maupun dalam interaksi warga sekolah dengan warga masyarakat
sekitarnya. Jenis-jenis kebiasaan baik ini merupakan perwujudan karakter yang mendapatkan
perhatian utama yang hendak dikembangkan dan menjadi ciri khas warga sekolah yang
bersangkutan, Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa (2011).
10
C. Tujuan Adanya Aturan Tata Tertib Sekolah
Adanya aturan tata tertib sekolah menurut Daniel Mujis dan David Reynolds (dalam
Gunawan, 2012) dalam Effective Teaching, Evidence and Practice dapat menciptakan
disiplin dan orientasi akademis warga sekolah pada khususnya, dan meningkatkan capaian
sekolah pada umumnya. Dengan adanya aturan tata tertib sekolah, warga sekolah diharapkan
dapat mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan produktif. Dengan tata
tertib tersebut, warga sekolah memiliki pedoman dan acuan dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah. Jika negara
memiliki konstituisi, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka
sekolah memiliki tata tertib sekolah.
Selanjutnya, tujuan kegiatan penegakan tatakrama dan tata tertib kehidupan akademik
dan sosial sekolah adalah untuk memberikan rambu-rambu kepada sekolah dalam.
1. Memahami dasar pemikiran pentingnya pendidikan pendidikan budi pekerti in-action
dalam praktik kehidupan sekolah untuk membentuk akhlak dan kepribadian siswa melalui
penciptaan iklim dan kultur.
2. Memahami acuan nilai dan norma serta aspek-aspek yang perlu dikembangkan dalam
menyusun tatakrama dan tata tertib sekolah bagi siswa, tata kehidupan akademik dan
sosial sekolah bagi kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya, serta tata
hubungan sekolah dengan orang tua dan masyarakat pada umumnya.
3. Menyusun tatakrama dan tata tertib kehidupan akademik dan sosial sekolah yang sesuai
dengan nilai-nilai dan norma agama, nilai kultur dan sosial kemasyarakatan setempat,
serta nilai-nilai yang mendukung terwujudnya sistem pembelajaran yang efektif di
sekolah.
4. Melaksanakan tatakrama da tata tertib kehidupan akademik dan sosial sekolah secara tepat
dengan mengorganisasikan semua potensi sumber daya yang tersedia untuk
11
membudayakan akhlak mulia dan budi pekerti luhur, memonitor dan mengevaluasi secara
berkesinambungan, dan memanfaatkan hasilnya untuk kenaikan kelas dan ketamatan
belajar siswa.
D. Guru
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-ustadz dalam bahasa arab, yang bertugas
memberikan ilmu dalam majelis taklim. Artinya, guru adalah seseorang yang memberikan
ilmu. Pendapat klasik yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya
mengajar (hanya menekankan satu sisi tanpa melihat sisi lain sebagai pendidik dan pelatih).
Namun pada dinamika selanjutnya, definisi guru berkembang secara luas. Guru disebut
sebagai pendidim profesional karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari orang
tua untuk ikut mendidik anak. Guru juga dikatakan sebagai seseorang yang telah memperoleh
surat keputusan (SK), baik dari pemerintah atau swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan
karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di
lembaga pendidikan sekolah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No.
14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti
bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi
akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis
dan jenjang pendidikan tertentu.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran siswa
(Barnawi, 2012). Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Orang yang disebut guru
12
adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran, serta mampu
menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai
tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Suprihatiningrum, 2013).
Mengutip pendapat Laurence & Jonathan dalam bukunya This Is Teaching: “Teacher
is profesional person who conducts classes” (guru adalah seorang yang mempunyai
kemampuan dalam menata dan mengelola sekolah). Sementara menurut Jean & Morris dalam
Foundation of teaching, an Introduction to Modern Educational: “Teacher are those persons
who consciously direct the experiences and behavior of individual so that education takes
places”. Artinya, guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan
tingkah laku dari seorang individu sehingga dapat terjadi pendidikan (Uno, 2007 dalam
Suprihatiningrum, 2013).
E. Pengertian Disiplin Kerja Guru
1. Pengertian Disiplin
Dalam bahasa inggris, disciple memiliki arti penganut, penikut atau murid.
Sementara dalam bahasa latin, diciplina berarti latihan atau pendidikan, pengembangan
tabiat, dan kesopanan. Dalam kontetks keguruan, disiplin mengarah pada kegiatan yang
mendidik guru untuk patuh terhadap aturan-aturan sekolah. dalam disiplin terdapat unsur-
unsur yang meliputi pedoman perilaku, peraturan yang konsisten, hukuman, dan
penghargaan. Dalam hal ini, guru ditekankan dapat berperilaku baik terhadap
pekerjaannya sehingga dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang unggul dalam bersaing
(Barnawi,2012).
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), disiplin adalah ketaatan atau
kepatuhan kepada peraturan. Sinambela (2012) mengemukakan, hakikatnya disiplin
adalah kepatuhan pada aturan atau perintah yang ditetapkan oleh organisasi. Selanjutnya,
disiplin adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengatasi permasalahan kinerja.
13
Lebih lanjut Aritonang (2005) menjelaskan disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan
untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai
atau bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan. Juga, melakukan sesuatu yang
mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan (Barnawi, 2012).
Disiplin adalah mematuhi atau menaati setiap peraturan yang berlaku atau
melaksanakan tugas sesuai ketentuan yang telah ditentukan. Poerbakawatja (2009)
menejelaskan disiplin adalah proses mengarahkan, mengabadikan kehendak-kehendak
langsusng, dorongan-dorongan, keinginan atau kepentingan-kepentingan, kepada suatu
cita-cita, atau tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar (Kompri, 2015).
Disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar
para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi, yang didalamnya mencakup (1) adanya tata tertib atau ketentuan-
ketentuan, (2) adanya kepatuhan para pengikut, (3) adanya sanksi bagi pelanggar,
Sulistriyani (2010). Menurut Stuart Emmel, disiplin adalah suatu sistem aturan untuk
mengendalikan perilaku. Gibson, Ivancevih, dan Donelly, mendefinisikan disiplin sebagai
penggunaan beberapap bentuk hukuman atau sanksi jika karyawan menyimpang. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah kepatuhan atau tindakan menertibkan
orang-orang pada suatu organisasi agar sesuai dengan peraturan yang berlaku (Barnawi,
2012).
2. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun,
terus-menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak
melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan, Hasibuan (dalam Sinambela, 2012).
Menurut Aritonang (2005) disiplin kerja adalah persepsi guru terhadap sikap pribadi guru
dalam hal ketertiban dan keteraturan diri yang dimiliki oleh guru dalam bekerja disekolah
14
tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan dirinya, orang lain, atau
lingkungannya (Barnawi, 2012).
Jadi, disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap dan perilaku guru yang lahir dari
kesadaran untuk menaati tata tertib serta aturan dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.
Disiplin kerja dilingkungan sekolah memiliki tujuan yang berpengaruh langsung
besar terhadap mutu pendidikan. Depdikbud dalam Muhlisin (2008) menyatakan tujuan
disiplin dibagi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus (Barnawi, 2012).
a. Tujuan umum adalah agar terlaksananya kurikulum secara baik yang menunjang
peningkatan mutu pendidikan.
b. Tujuan khusus, yaitu (a) agar kepala sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang
menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, (b) agar guru dapat melaksanakan
proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada di sekolah
dan di luar sekolah, (c) agar tercipta kerja sama yang erat anatara sekolah dengan
orangtua dan sekolah dengan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan.
3. Macam-macam Disiplin Kerja
Apabila dilihat dari sifatnya, menurut Oteng Sutrisno disiplin dapat dibagi menjadi
2, yaitu disiplin positif dan positif negatif (Barnawi, 2012).
a. Displin Positif
Disiplin positif merupakan suatu sikap dan iklim organisasi yang setiap
anggotanya mematuhi peraturan-peraturan organisasi atas kemaunnya sendiri. Mereka
patuh pada tata tertib tersebut karena memahami, meyakini, dan mendukungnya. Selain
itu, mereka berbuat begitu karena benar-benar menghendakinya bukan karena takut
akan akibat dari ketidakpatuhannya. Dalam suatu organisasi yang telah menerpkan
disiplin positif, si pelanggar ditetapkan memperoleh suatu hukuman. Namun, hukuman
15
yang diberikan bukan untuk melukai atau memecat, melainkan untuk memperbaikidan
membetulkan. Disiplin positif memberikan suatu pandangan bahwa kebebasan
mengandung konsekuensi, yakni kebebasan harus sejalan dengan tanggung jawab.
b. Disiplin Negatif
Maksud dari disiplin negatif disini adalah sesuatu keadaan disiplin yang
menggunakan hukuman atau ancaman untuk membuat orang-orang mematuhi perintah
dan mengikuti peraturan hukuman. Pendekatan disiplin negatif ini adalah menggunakan
hukuman pada pelanggaran peraturan untuk menggerakan dan menakutkan guru
sehingga mereka tidak akan berbuat kesalahan yang sama. Disiplin negatif cenderung
bertumpu pada konsepsi lama, yaitu sumber disiplin adalah otoritas pimpinan.
Hukuman merupakan ancaman bagi guru atau pegawai.
Dari sisi pengendalinya, disiplin kerja ada dua macam disiplin kerja, yaitu disiplin
diri dan disiplin kelompok, Helmi (dalam Barnawi, 2012).
a. Disiplin Diri
Disiplin diri adalah disiplin yang dikendalikan oleh diri sendiri. Hal ini
merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti
mengakui, dan menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya.
b. Disiplin Kelompok
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata. Selain
disiplin diri, masih diperlukan disiplin kelompok. Disiplin kelompok akan tercapai jika
disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan. Artinya, kelompok akan mengahsilkan
pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil
yang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin
kelompok adalah seperti dua sisi mata uang. Mereka saling melengkapi dan saling
menunjang. Disiplin diri akan sulit terbentuk tanpa didukung oleh disiplin kelompok.
16
Demikian pula sebaliknya, disiplin kelompok akan sulit terwujud tanpa ada dukungan
disiplin diri.
Dilihat dari tujuannya, terdapat dua jenis bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin
korektif dan disiplin preventif (Sinambela, 2012). Disiplin korektif ialah upaya penerapan
disiplin kepada guru yang telah terbukti melakukan pelanggaran atas peraturan atau tidak
memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi secara bertahap.
Dalam disiplin korektif, guru yang melanggar aturan akan diberikan sanksi sesuai dengan
bobot pelanggarannya. Biasanya pemberian sanksi diberikan setelah meminta
pertimbangan dari pimpinan yang lebih tinggi. Tujuan meminta pertimbangan ialah untuk
menjaga objektivitas dan penjatuhan sanksi yang sesuai dengan bobot pelanggarannya.
Sementara tujuan disiplin korektif ialah memberikan koreksi atas perilaku guru apakah
sudah sesuai dengan aturan atau belum.
Sanksi yang dijatuhkan harus mengacu pada sikap dan perilaku guru, bukan
mengacu pada faktor like and dislike. Pemberian sanksi yang kurang tepat dapat
menurunkan wibawa kepala sekolah. Sanksi korektif yang salah dapat berpengaruh negatif
terhadap moral kerja para guru. Bahkan, dapat menurunkan disiplin mereka. Guru yang
tadinya tidak melakukan pelanggaran karena ada kesalahan sanksi yang diberikan kepala
sekolah dapat ikut membangkang aturan sekolah. Hal tersebut dapat terjadi karena
solidaritas antar guru. Pemberian sanksi seharusnya dapat menjadi bahan pembelajaran
untuk semua guru (Barnawi, 2012).
Sementara disiplin preventif adalah upaya menggerakan guru mematuhi peraturan
kerja yang telah ditetapkan sekolah. guru diarahkan atau digerakkan untuk berdisiplin
dalam bekerja. Dengan kata lain, guru diarahkan untuk mematuhi dan memelihara
ketentuan yang ada. Syarat keberhasilan disiplin preventif ialah seluruh guru dapat
memahami segala ketentuan yang berlaku dan standar yang harus dipenuhi. Disiplin
17
preventif bertujuan untuk mencegah guru melakukan pelanggaran. Sinambela (2012)
mengemukakan bahwa berbagai pakar manajemen menyarankan disiplin preventif yang
sebaiknya diterapkan dalam organisasi (Barnawi, 2012).
4. Manfaat Disiplin Kerja Guru
Disiplin kerja guru sangat penting untuk dikembangkan karena tidak hanya
bermanfaat bagi sekolah, tetapi juga bagi guru itu sendiri. Dengan adanya disiplin kerja
guru, kegiatan sekolah dapat dilaksanakan dengan tertib dan lancar. Pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan tepat waktu sehingga target kurikulum dapat tercapai. Selain itu,
prestasi siswa juga dapat terwujud secara optimal. Tidak ada lagi guru yang terlambat
masuk dan tidak ada lagi guru yang mengajar tanpa persiapan. Semua bekerja sesuai
dengan standar waktu dan standar kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya (Barnawi,
2012).
Hal tersebut berpengaruh terhadap suasana kerja. Disiplin kerja yang baik dapat
menciptakan suasana kerja yang kondusif. Para guru akan saling menghormati dan saling
percaya. Tidak ada permasalahan-permasalahan, seperti cemburu, marah, dan rendahnya
moral kerja. Suasana kerja yang demikian dapat menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan dan meningkatkan semangat kerja. Para guru dapat bekerja dengan senang
hati sehingga bersedia mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk mencapai visi
dan misi sekolah (Barnawi, 2012).
Simamora mengemukakan bahwa kegunaan disiplin dalam organisasi dapat
diperlihatkan dalam empat perspektif, yaitu retribusi, korektif, hak-hak individual, dan
utilitarian (Sinambela, 2012). Dalam perspektif retribusi, disiplin kerja berguna untuk
menghukum para pelanggar aturan seklah. Pendisiplinan dilakukan secara proporsional
dengan sasarannya. Dalam perspektif korektif, disiplin kerja berguna untuk mengoreksi
tindakan guru yang tidak tepat. Sanksi yang diberikan bukan sebagai hukuman, melainkan
18
untuk mengoreksi perilaku yang salah. Biasanya guru yang melanggar aturan dipantau
apakah ia menunjukkan sikap untuk mengubah perilaku atau tidak. Dalam perspektif hak-
hak individu, disiplin kerja berguna untuk melindungi hak-hak dasar guru. Dalam
perspektif utilitarian, disiplin kerja berguna untuk memastikan bahwa manfaat penegakan
disiplin melebihi konsekuensi-konsekuensi negatif yang harus ditanggung sekolah
(Barnawi, 2012).
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Guru
Disiplin kerja merupakan variabel dependen yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor
dari dalam maupun dari luar diri guru. Faktor dari dalam ialah persepsi guru terkait dengan
peraturan tersebut. Peraturan dibuat untuk mencapai tujuan sekolah, tetapi tidak semua
guru setuju dengan aturan yang telah dibuat. Jika guru menganggap aturan itu baik, guru
akan melaksanakan aturan tersebut dengan sukarela. Namun, apabila guru menganggap
aturan tersebut buruk, guru tidak akan patuh. Mungkin saja didepan kepala sekolah sang
guru patuh, tetapi di belakang justru mengabaikan peraturan tersebut (Barnawi, 2012).
Sementara itu, Singodimedjo menyatakan tujuh faktor eksternal yang memengaruhi
disiplin pegawai. Ketujuh faktor yang dimaksud ialah, (1) besar kecilnya kompensasi, (2)
ada tidaknya keteladanan pemimpin, (3) ada tidaknya aturan pasti yang dapat jadi
pegangan, (4) keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan, (5) ada tidaknya
pengawasan pimpinan, (6) ada tidaknya perhatian kepada karyawan, (7) diciptakannya
kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya kedisiplinan (Barnawi, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru di sekolah secara umum
terdiri dari dua faktor sebagai berikut, Kompri (2014).
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri sendiri dimana faktor
tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kedisiplinan guru disekolah, faktor tersebut
19
adalah faktor psikologis. Faktor ini adalah faktor yang berwujud kepribadian, pikiran,
ingatan. Adapun yang termasuk dalam faktor ini adalah kepribadian, motivasi,
intelegensi.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar guru itu sendiri seperti
lingkungan, pendidikan, dan sebagainya. Adapun faktor itu dapat dibagi lagi antara
lain.
1) Faktor pendidikan
Kedisiplinan guru di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun faktor
yang sangat penting adalah pribadi guru. Baik tidaknya disiplin disekolah sangat
tergantung guru itu sendiri. Faktor pendidikan guru juga memengaruhi kedisiplinan
disekolah, karena mengenai pengetahuan yang diperoleh oleh guru yang satu dengan
yang lain tetap berbeda, karena menurut bidangnya masing-masing, misalnya
seorang guru dia mempunyai disiplin ilmu mengenai sejarah, tetapi disekolah
tersebut oleh kepala sekolah atau pihak lainyang diperintahkan mengajar bahasa
Inggris atau matematika, jelas hal ini tidak sesuai, sehingga terjadi kontradiksi
didalam jiwanya, apalagi pihak murid. Jika terjadi hal yang demikian maka proses
belajar mengajar tidak berjalan dengan lancar, karena hal ini dapat membosankan
baik dipihak guru maupun dipihak murid.
2) Tempat Tinggal dan Keluarga
Tempat tinggal guru dapat juga memengaruhi kedisiplinan di sekolah, karena
jika guru yang mengajar pada suatu sekolah yang tempat tinggalnya jauh dengan
sekolah dimana ia ditugaskan, kecenderungan ia akan terlambat apalagi
transportasinya agak sulit.
20
3) Kebutuhan
Seorang guru yang gajinya sekadar memenuhi kebutuhan pokok, sedangkan
lainnya terpaksa mencari diluar dinas. Apalagi guru tersebut mempunyai tanggung
jawab yang besar dengan sendirinya ia harus mengutamakan pekerjaan diluar dinas
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga ia sering melanggar ketentuan
sekolah atau kurang disiplin.
6. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja Guru
Simamora (dalam Barnawi, 2012) mengemukakan tujuh prinsip baku yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan disiplin pegawai, yaitu:
a. Prosedur dan Kebijakan yang Pasti
Kepala sekolah perlu memberikan perhatian yang serius terhadap berbagai
keluhan guru.hal ini akan mendorong pertumbuhan disiplin kerja guru disekolah.
Pimpinan perlu menentukan jenis perilaku yang dikehendaki dan bagaimana cara
melakukannya. Prosedur-prosedur disiplin harus mengikuti peraturan yang sudah
disepakati dari awal. Pimpinan harus berpegang teguh pada peraturan yang ada dan
konsisten dalam pelaksanaannya. Tujuan dibuatnya prosedur dan kebijakan yang pasti
adalah untuk menciptakan bentuk disiplin yang konstruktif dan positif melalui
kepemimpinan yang sehat dan pelatihan yang memadai bagi para guru.
b. Tanggung Jawab Kepengawasan
Tanggung jawab kepengawasan harus diperhatikan baik-baik. Untuk menjaga
disiplin kerja guru, perlu ada pengawas yang memiliki otoritas dalam memberikan
peringatan lisan maupun tulisan. Sebelum memberikan teguran, biasanya pengawas
berkonsultasi terlebih dahulu dengan atasannya.
21
c. Komunikasi berbagai peraturan
Para guru hendaknya memahami peraturan dan standar disiplin serta
konsekuensi pelanggarannya. Setiap guru hendaknya memahami secara penuh
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur disiplin. Kebijakan dan prosedur tersebut
dapat disosialisasikan buku manual kerja guru. Guru yang melanggar peraturan diberi
kesempatan untuk memperbaiki perilakunya.
d. Tanggung Jawab Pemaparan Bukti
Setiap guru haruslah dianggap tidak bersalah sampai benar-benar ada bukti
bahwa guru tersebut dinyatakan bersalah. Hukuman baru bisa dijatuhkan bila bukti-
bukti telah terkumpul secara meyakinkan. Perlu diperhatikan bahwa bukti
tersebuthendaknya didokumentasikan secara cermat sehingga sulit untuk
dipertentangkan. Selain itu, guru yang diduga bersalah harus diberi kesempatan untuk
membela diri dan mendapatkan pembelaan.
e. Perlakuan yang Konsisten
Konsistensi peraturan merupakan salah satu prinsip yang penting, tetapi sering
di abaikan. Segala peraturan dan hukuman harus diberlakukan secara konsisten tanpa
diskriminasi. Pemberlakuan aturan yang berbeda anatara satu pihak dengan pihak lain
akan merusak efektivitas dari sistem disiplin. Inkonsistensi dalam penegakan peraturan
akan menciptakan kecemburuan sosial di antara para guru.
f. Pertimbangan Atas Berbagai Situasi
Konsistensi pemberlakuan peraturan bukanlah memberi hukuman yang sama
pada pelanggaran yang identik. Besarnya hukuman perlu mempertimbangkan berbagai
faktor. Situasi dilapangan dan fakta-fakta yang menggambarkan pelanggaran peraturan
patut menjadi pertimbangan dalam pemberian hukuman.
22
g. Peraturan dan Hukuman yang Masuk Akal
Peraturan dan hukuman hendaknya dibuat secara masuk akal. Peraturan dan
hukuman yang masuk akal akan membuat orang mudah menerimanya. Hukuman
hendaknya wajar, hukuman berat yang diberikan kepada guru yang melakukan
pelanggaran ringan justru akan menciptakan perasaan tidak adil di antara para pegawai.
Peraturan dan hukuman yang tidak wajar akan menimbulkan sikap negatif diantara para
guru dan menumbuhkan sikap tidak kooperatif terhadap atasannya.
7. Pembinaan Disiplin Kerja Guru
Pembinaan disisplin kerja terhadap guru merupakan proses dorongan terhadap guru
agar mereka mematuhi peraturan sekolah dengan penuh tanggung jawab. Pembinaan
disiplin kerja dapat dikatakan sebagai sistem penegakan disiplin yang berlangsung secara
terus-menerus dan bersifat dinamis. Pembinaan disiplin kerja berawal dari pembuatan
peraturan yang dilandasi oleh tujuan sekolah. Selanjutnya, peraturan tersebut
disosialisasikan kepada para guru. Setelah proses sosialisasi selesai, dilakukan upaya
pengawasan pelaksanaan peraturan. Hasil pengawasan diperiksa untuk melihat adakah
kesesuaian antara peraturan dan realitas dilapangan. Apabila ada penyimpangan perilaku,
diadakan pendisiplinan. Setelah itu, diadakan sosialisasi dengan cara yang lebih efektif.
Perencanaan pembinaan disiplin guru dilakukan dengan memperhatikan, Kompri
(2014).
a. Berorientasi Kepada Pelaksanaan Masa Mendatang
Manajemen sebagai suatu proses bagaimanapun juga merupakan ketangkasan
dan keterampilan yang khusus, mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan
tersebut dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan kegiatan-
kegiatan tersebut. Merencanakan, dalam arti kepala sekolah harus benar-benar
23
memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus
dilakukan berorientasi kepada pelaksanaan masa mendatang.
b. Kontuinitas dan Fleksibel
Kepala sekolah memahami disiplin guru dilingkungan sekolah memberikan
perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami, dan memecahkan berbagai
problem yang terjadi disekolah. Untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya dilakukan sebebntuk sosialisasi atau himbauan lisan secara
kontuinitas dan fleksibel yang berisikan peraturan-peraturan/kewajiban bagi siswa dan
guru, ketika dalam proses pembelajaran maupun diluar lingkungan sekolah selain itu
juga berisis sistem pengawasan yang dilakukan (hukuman) bertujuan untuk
memberikan informasi yang bermanfaat bagi guru dan siswa ketika berada di
lingkungan sekolah.
Kepala sekolah membuat keputusan atau kebijakan yang bersifat membangun
dan kebijakan tersebut ditetapkan secara bersama dengan bawahan yang bertujuan agar
setiap individu memiliki sifat tanggung jawab terhadap keputusan yang dilakukan oleh
seseorang pmpinan, dimana tanggug jawab tersebut akan berdampak pada dirinya
ketika berada di dunia maupun akhirat.
c. Perencanaan Seoperasional Mungkin dalam Mencapai Tujuan
Prinsip yang dijadikan pegangan adalah bahwa manajer atau seorang pemimpin
tugas utamanya adalah bagaimana memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari siapa
dan apapun yang ada, yang tersedia dan yang dipercayakan kepada mereka, mereka
tidak boleh berpikir mengenai yang tidak ada, apalagi yang memang tidak mungkin di
adakan.
24
d. Keserasian Antara Pelaksanaan dengan Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan pengawasan
khususnya untuk membangun disiplin guru. Rencana ini bertujuan untuk menentukan
arah yang jelas tentang tujuan pembinaan dan kegiatan dilakukan disekolah ini dan
untuk menentukan langkah kongkret apa yang hendak dilakukandalam
mengimplementasikan tujuan kedisiplinan guru.dalam rangka membantu meningkatan
kedisiplinan guru, kepala sekolah membuat beberapa kebijakan teknik dan pengawasan
sebagai acuan bagi guru, yang tidak termuat dalam suatu bentuk buku pedoman, tetapi
dalam bentuk lisan yang telah disosialisasikan bersama-sama guru yang berisi tentang
tata tertib guru dan siswa. Keberadaan kebijakan yang telah ditetapkan terlihat
dilapangan sangat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pemahaman terhadap
guru tentang fungsi dan tugas serta kewajibannya.
Pekerjaan ini juga mengoordinasikan tentang bagaimana bentuk kegiatan yang
memenuhi standar disiplin sekolah sesuai dengan keadaan guru. Disamping itu
membuat jadwal pengawasan yang sesuai dengan pencapaian tujuan kegiatan yang ada.
Jadwal yang tidak terlalu tergesa-gesa akibatnya banyak indikator disetiap kegiatan
yang belum tercapai. Semakin jelas tujuan yang hendak dicapai, semakin jelas pula
kegiatan yang akan dilakukan dalam membimbing dan membantu guru-guru agar
efektif dalam menjalankan tugasnya dan menjadi ukuran tentang keberhasilan
pengawas pendidikan.
e. Ada Sistem Pelaporan dan Evaluasi dalam Proses Perencanaan
Keberadaan kebijakan yang telah ditetapkan terlihat dilapangan sangat
bermanfaat dalam memberikan informasi dan pemahaman terhadap guru tentang fungsi
dan tugas serta kewajibannya serta menjadi isi pelaporan dan evaluasi dalam proses
25
perencanaan. Dengan pedoman yang dibuat sangat membantu kepala sekolah dalam
menjalankan fungsinya sebagai supervisor pendidikan.
Kemudian, dalam pemberian sanksi atau hukuman harus memenuhi lima syarat
pemberlakuan hukuman. Kelima syarat pemberlakuan hukuman yang dimaksud, sebagai
berikut.
a. Penentuan waktu (timing). Waktu penerapan hukuman merupakan hal yang penting.
Hukuman dapat dilaksanakan setelah timbulnya perilaku yang perlu dihukum, segera
atau beberapa waktu kemudian setelah perilaku tersebut.
b. Intensitas (intensity). Hukuman mencapai keefektifan yang lebih besar jika stimulus
yang tidak disukai relatif kuat.
c. Penjadwalan (scheduling). Dampak hukuman tergantung pada jadwal berlakunya
hukuman. Hukuman dapat diberlakukan setelah setiap perilaku yang tidak diharapkan
terjadi (jadwal berlanjut), waktu berubah atau waktu tetap setelah perilaku yang tidak
diharapkan terjadi (jadwal interval variabel atau tetap), atau setelah terjadinya
sejumlah respons terhadap jadwal variabel atau tetap (jadwal rasio variabel atau tetap).
Konsistensi penerapan setiap jenis jadwal hukuman adalah penting. Agar berjalan
dengan efektif, penerapan hukuman secara konsisten diperlukan terhadap setiap guru
yang melanggar aturan.
d. Kejelasan alasan (claryfying the reason). Kesadaran atau pengertian memainkan
peranan penting dalam pelaksanaan hukuman. Dengan memberikan alasan yang jelas
mengenai mengapa hukuman dikenakan dan pemberitahuan mengenai konsekuensi
selanjutanya apabila perilaku yang tidak diharapkan terulang kembali, secara khusus
telah terbukti efektif dalam proses pendisiplinan guru.
e. Tidak bersifat pribadi (impersonal). Hukuman harus diberikan npada respons tertentu,
bukan kepada orang atau pola umum perilakunya. Jika hukuman bersifat pribadi
26
(hanya bersifat like and dislike), besar kemungkinan bahwa orang yang dihukum
mengalami dampak emosional sampingan yang tidak diharapkan atau timbulnya
kerenggangan hubungan dengan atasan
Menurut Nitisemito (dalam Barnawi, 2012) ada beberapa hal yang dapat
menunjang keberhasilan dalam pendisiplinan, yaitu ancaman, kesejahteraan, ketegasan,
partisipasi, tujuan, dan kemampuan serta keteladanan pimpinan.
a. Ancaman
Dalam upaya menegakan kedisiplinan kadangkala perlu adanya ancaman. Meskipun
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, lebih bertujuan untuk
mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yang kita harapkan.
b. Kesejahteraan.
Untuk menegakan kedisiplinan, tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu
kesejahteraan yang cukup, yaitu besarnya upah yang diterima sehingga minimal
mereka dapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan satu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau
membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukan unsur partisipasi, para guru akan merasa bahwa peraturan
tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktik, kedisiplinan hendaknya dapat
menunjang tujuan sekolah serta sesuai dengan kemampuan dari guru. Apabila guru
tidak dapat mencapa standar yang ditetapkan karena kemampuan yang masih lemah,
maka perlu dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan kerjanya.
27
f. Keteladanan pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakan kedisiplinan sehingga
keteladanan pimpinan harus diperhatikan.
F. Tata Tertib Guru
Disiplin atau tata tertib adalah suatu sikap konsisten dalam melakukan sesuatu.
Berikut ketentuan tata tertib guru disekolah (Kompri, 2014).
1. Guru tepat waktu masuk sekolah, mengikuti pertemuan atau kegiatan lain yang
dijadwalkan sekolah.
2. Guru membiasakan budaya antri dalam mengkuti berbagai kegiatan sekolah dan luar
sekolah yang berlangsung bersama-sama.
3. Guru berpakaian sopan dan rapi selama berada di sekolah.
4. Guru menyampaikan izin jika berhalangan hadir di sekolah.
5. Guru memelihara dan memanfaatkan sarana dan prasarana secara bertanggung jawab.
6. Guru menjaga suasana ketenangan pembelajaran di sekolah.
7. Guru menaati jadwal kegiatan sekolah.
8. Guru menjaga keamanan sekolah dari pengaruh negatif baik dari luar maupun dari dalam
sekolah.
9. Guru menjaga kebersihan sekolah.
10. Guru melaksanakan ibadah bersama di sekolah.
11. Guru mengedepankan keteladanan, tanggung jawab dan keramahan dalam sikap, ucapan,
dan tindakan sehari-hari di sekolah
12. Guru bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada siswa agar mematuhi tata tertib
sekolah.
13. Kepala sekolah memberi sanksi bagi guru sebagai pelanggar tata tertib dalam bentuk
teguran, dan hukuman.
28
Nilai kedisiplinan dapat dikatakan merupakan salah satu ciri utama sekolah.
Kedisiplinan terutama memiliki kedekatan dengan dimensi waktu kedisiplinan di sekolah,
terlihat pada aspek-aspek berikut, Sagala (2009).
1. Jadwal kegiatan guru dan tenaga kependidikan.
2. Jadwal kegiatan unit kerja sekolah.
3. Jadwal pelajar disekolah.
4. Kehadiran guru dan pegawai.
5. Ketepatan guru masuk dan meninggalkan kelas.
6. Adanya sanksi bagi guru yang terlambat.
7. Adanya tim khusus dalam pelaksanaan tata tertib sekolah oleh guru dan pegawai
Landasan hukum kedisiplinan guru dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, BAB I
Pasal 1
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat dan PNS Daerah.
3. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak
menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar
peraturan disiplin PNS.
29
G. Sanksi Kedisiplinan Guru
Sanksi bagi guru dan pegawai negeri sipil terdapat pada PP nomor 53 tahun 2010
pasal 5 bahwa “ PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
dan/ atau pasal 4 dijatuhi hukuman disipli”. Sedangkan pasal 7 menjelaskan bahwa.
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedan,
dan hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara
tertulis.
3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari,
penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama
satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari,
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan.
5. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
6. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
H. Penelitian yang Relevan
1. Abd. Rahman (2014), dengan judul “Peningkatan Disiplin Kerja Guru di Sekolah Dasar
Yayasan Mutiara Gambut”. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana bentuk
ketidakdisiplian guru dan upaya mengatasinya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa 1)
tidak semua guru di Sekolah Dasar Yayasan Mutiara Gambut dapat memperlihatkan
perilaku yang menunjukan kedisiplinannya dalam melaksanakan tugas di sekolah. 2)
Peningkatan disiplin kerja guru dalam mengajar di SD Yayasan Mutiara Gambut tidak
hanya menjadi tanggung jawab guru yang bersangkutan semata, tetapi juga merupakan
30
tanggung jawab kepala sekolah untuk memberikan pembinaan kepada guru dalam
meningkatkan kedisiplinannya dalam bekerja. 3) Upaya yang dilakukan terutama bagi
kepala sekolah dalam peningkatan disiplin kerja guru dalam mengajar di SD Yayasan
Mutiara Ganbut, antara lain : a) pelaksanaan pengawasan terhadap aturan yang sudah
dibuat oleh untuk guru dalam bekerja, b) menerapkan disiplin kepada guru dengan tegas
dalam pemberian sanksi, c) memberikan contoh teladan yang baik kepada guru dalam
menegakkan disiplin dalam bekerja, d) menyediakan perumahan yang memadai bagi guru
dekat sekolah.
2. Philip Suprastowo (2012), dengan judul “Kajian Tingkat Ketidakhadiran Guru Sekolah
Dasar dan Dampaknya terhadap Siswa”. Penelitian ini difokuskan pada ketidakhadiran
guru dan dampaknya bagi siswa. Hasil penelian ini menemukan bahwa 1) tingkat ketidak
hadiran guru SD pada tahun 2012 di Indonesia dengan sampel 20 kota/kabupaten, relatif
rendah, yaitu 6,6%. 2) terkait dengan profil guru, diketahui terdapat perbedaan tingkat
ketidakhadiran guru yang signifikan ditinjau dari karakteristik: latar belakang pendidikan,
yakni guru lulusan sekolah menengah ternyata memiliki tingkat ketidak hadiran lebih
tinggi daripada guru lulusan perguruan tinggi, status kepegawaian, yaitu guru PNS lebih
tinggi tingkat ketidak hadirannya dari GTT/honor, dan kepemilikan sertifikat, guru yang
bersertifikat lebih tinggi tingkat ketidak hadirannya dari pada yang belum bersertifikat. 3)
ketidak hadiran guru SD diketahui berdampak negatif terhadap terganggunya proses
pembelajaran, penyimpangan perilaku siswa dan menurunnya hasil belajar siswa.
4) upaya sekolah mengatasi tingkat ketidakhadiran guru dilakukan dengan menyiapkan
guru pengganti/guru piket, memberi teguran, peringatan dan sanksi kepada guru, serta
mengangkat GTT; dinas pendidikan kota/kabupaten berupaya pula mengatasi
ketidakhadiran guru dengan menerapkan peraturan disiplin dan sanksi kepada guru PNS
31
secara konsekuen dan konsisten, memutasi guru, dan meningkatkan monitoring evaluasi,
supervisi kehadiran guru.
2.1 Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan
No. Nama dan Judul Persamaan Perbedaan
1. Abd. Rahman (2014), dengan judul “Peningkatan Disiplin Kerja Guru di Sekolah Dasar Yayasan Mutiara Gambut”.
Sama-sama meneliti tentang kedisiplinan guru.
Penelitian ini memfokuskan pada penerapan aturan sekolah tentang kedisiplinan waktu hadir guru. Sedangkan penelitian Abd. Rahman (2014) adalah kedisiplinan guru yang berkaitan dengan waktu hadir guru, cara guru mengajar, dan mengevaluasi.
2. Philip Suprastowo (2012), dengan judul “Kajian Tingkat Ketidakhadiran Guru Sekolah Dasar dan Dampaknya terhadap Siswa”.
Sama-sama meneliti tentang kedisiplian guru (waktu hadir guru)
Penelitian ini menfokuskan pada penerapan aturan sekolah tentang kedisiplian waktu hadir guru. Sedangkan penelitian Philip Suprastowo (2012) meneliti tentang tingkat ketidak hadiran guru. Penelitian ini tidak meneliti tentang dampak ketidak hadiran guru bagi siswa. Sedangkan penelitian Philip Suprastowo (2012) meneliti tentang dampak ketidak hadiran guru bagi siswa.
I. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian ini dapat dilihat secara lengkap dalam gambar 2.1
sebagai berikut.
32
Gambar 2.1. Rancangan Penelitian
Latar belakang akademis
Peraturan sekolah tentang kedisiplinanan guru
Bagaimakah penerapan peraturan sekolah
tentang kedisiplinanan waktu hadir guru di
SDN 9 Dompu
Bagaimanakah kendala-kendala yang
menyebabkan sulitnya penerapan tentang kedisiplinan waktu
hadiri guru di SDN 9 Dompu
Bagaimanakah upaya kepala sekolah dalam
menyelesaikan kendala-kedala penerapan
peraturan tentanng kedisiplinan waktu hadir guru di SDN 9 Dompu
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian: Kualitatif
Jenis penelitian: Deskriptif kualitatif
Lokasi penelitian: SDN 9 Dompu
Teknik pengumpulan data:Observasi, wawancara,
angket/kuisioner, dan dokumentasi
Teknis analisis data: Miles dan Huberman
Hasil/pembahasan
Simpulan