antiasma dan bronkodilator
TRANSCRIPT
Antiasma dan Bronkodilator
1. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang
mempunyai durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat
beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan
konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi
menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan
klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat
mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga
menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi
oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas
akibat induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long
acting masih belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma,
studi klinis mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini
dapat memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma
nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian
beta2-agonis inhalasi short acting.
Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot
skeletal dan hipokalemi. Mekanisme aksi dari long acting beta2-
agonis oral, sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat menolong
untuk mengontrol gejala nokturnal asma. Dapat dipakai sebagai
tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin
atau nedokromil kalau dengan dosis standar obat-obat ini tidak
mampu mengontrol gejala nokturnal. Efek samping bisa berupa
stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal.
Antikolinergik
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida)
bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan
lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh
lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada
penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor
beta2-adrenergik.
1) Ipratropium Bromida
Mekanisme kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu
antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks
vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi
yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak
bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung)
mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat
menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa
hidung. Indikasinya adalah digunakan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik)
sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
termasuk bronkhitis kronik dan emfisema
2) Tiotropium Bromida
Mekanisme kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja
diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada
saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi
dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga
terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi
tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu. Indikasi dari
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk
bronkitis kronis dan emfisema.
http://eldadamayan.blogspot.com/2012/12/makalah-obat-antiasma-dan-saluran.html
Golongan Obat Mekanisme
Bronkhodilator : (salbutamol, terbutalin, salmeterol)
Bekerja selektif terhadap reseptor β2adrenergik. Stimulasi β2 di trakea dan bronkhi menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang memperkuat perubahan ATP menjadi cAMP sehingga akan menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase yaitu bronkhodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.
Antikolinergik (ipratropium, deptropin) Memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas.