anor

Upload: lena-sie-toettoet

Post on 31-Oct-2015

191 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

praktikum

TRANSCRIPT

A.Logam logam AlkaliPemurnian NaCl dilakukan dengan cara rekistralisasi berdasarkan prinsip perbedaan daya larut padatan yang akan dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan dalam proses rekristalisasi harus bisa memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, pelarut tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal dan pelarut mudah dipisahkan dari kristalnya. Komponen utama yang terkandung dalam garam dapur kasar tentu saja adalah NaCl dan berbagai pengotor (impuritis). Pengotor pada garam biasanya berupa senyawa yang bersifat higroskopis yaitu MgCl2, CaCl2, MgSO4 dan CaSO4, dan beberapa zat yang bersifat reduktor yaitu Fe, Cu, Zn dan senyawa-senyawa organik. Impuritis tersebut dapat bereaksi dengan ion hidroksil (OH-) membentuk endapan putih Ca(OH)2 dan Mg(OH)2. Sehingga garam dapur kasar perlu dimurnikan terlebih dahulu.Percobaan pertama memurnikan NaCl. Awalnya dirangkai alat seperti gambar berikut :

Di dalam erlenmeyer berisi garam dapur kasar yang ditetesi dengan asam sulfat dari corong pemisah, reaksi antara garam dapur kasar dan asam sulfat yang dipanaskan menghasilkan gas HCl yang dialirkan ke beaker glass. Reaksinya sebagai berikut :2 NaCl(s) + H2SO4(l) 2 HCl(g) + Na2SO4(l)Beaker glass berisi larutan jenuh garam dapur kasar. Pembuatan larutan jenuh dengan cara melarutkan 100 gram garam dapur kasar yang dimasukkan dalam botol dan ditambahkan aquades sebanyak 200 ml kemudian dikocok sekuat-kuatnya sampai tidak bisa larut lagi, artinya larutan telah lewat jenuh. Setelah itu larutan disaring dan endapannya dibuang. Penggunaan larutan yang jenuh dimaksudkan karena salah satu syarat dalam proses rekristalisasi adalah padatan berada dalam suatu larutan yang jenuh, sehingga diharapkan lebih mudah membentuk endapan atau kristal. Natrium Klorida (NaCl) adalah zat yang memiliki kemampuan menyerap air (osmotik) yang tinggi. Interaksi yang terbentuk ketika dilarutkan dalam larutan air adalah interaksi ion-dipol antara senyawa ion NaCl dengan molekul air. Jika interaksi ion dipole lebih kuat dari pada jumlah gaya tarik antar ion dan air, maka proses pelarutan akan dapat berlangsung.Gas HCl yang terbentuk dialirkan ke dalam beaker glass yang berisi larutan jenuh NaCl melalui selang yang ujungnya dihubungkan dengan corong. Reaksi yang terjadi ketika larutan jenuh garam dapur kasar dialiri gas HCl menyebabkan terbentuknya kristal NaCl yang berwarna putih. Reaksinya sebagai berikut :NaCl(aq) + HCl(g) NaCl(s) + HCl(aq)Terbentuknya kristal NaCl ini berdasarkan prinsip bahwa kelarutan bergantung pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran. Terbentuknya kristal NaCl berdasarkan prinsip kelarutan suatu zat akan sangat berkurang jika ditambahkan reagensia yang mengandung ion sekutunya (suatu ion yang sama dan merupakan bahan endapan). Kristal kristal ini membentuk suatu endapan yang terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. Selama suhu saat percobaan dianggap tetap, maka tetapan kelarutan (s) juga akan tetap. Tetapan kelarutan analog dengan tetapan kesetimbangan, sehingga adanya perubahan komposisi setiap spesi zat dalam reaksi hanya akan menggeser kesetimbangan saja. Penambahan gas HCl ke dalam larutan lewat jenuh NaCl mengakibatkan penambahan ion Cl- yang merupakan ion sekutu dari NaCl. Kelarutan NaCl akan berkurang karena ditambahkan gas HCl. Artinya ion Cl- akan menggeser kesetimbangan NaCl. Konsentrasi gas HCl yang dihasilkan sangat tinggi karena terbentuk dari reaksi NaCl dan asam pekat. Sehingga penambahan konsentrasi ion Cl- mengakibatkan suatu pergeseran kesetimbangan ke arah NaCl. Kelebihan ion Cl- akan dikeluarkan dari larutan jenuh sebagai kristal NaCl, dengan cara menekan kelarutan NaCl. HCl yang dialirkan ke dalam larutan jenuh NaCl berwujud gas agar bisa bereaksi dengan larutan jenuh NaCl untuk membentuk kristal. Na+ dari larutan jenuh bereaksi dengan Cl- dari gas HCl membentuk NaCl kristal murni. Sedangkan jika menggunakan HCl larutan maka volume NaCl jenuh akan terpengaruh atau bertambah, hal ini akan mengurangi tingkat kerapatan ion-ion NaCl jenuh sehingga akan sulit untuk berikatan membentuk kristal karena untuk membentuk kristal harus terjadi tarik menarik antara kation dan anionnya yang kemudian akan memperkecil jarak antar ionnya.Proses dihentikan jika sudah tidak terbentuk kristal lagi. Hal ini berarti bahwa semua ion Na+ telah bereaksi dengan ion Cl- dari gas HCl. Selanjutnya kristal disaring, dipanakan dan ditimbang. Dari hasil perhitungan diperoleh rendemen sebesar 52.24%. Hasil rendemen yang diperoleh ini kurang bagus. Kemungkinan hal ini disebabkan karena larutan NaCl yang digunakan kurang jenuh. Makin rendah / kecil derajat lewat jenuh larutan maka makin kecillah kemungkinan untuk membentuk inti baru. Semakin kecil laju pembentukan inti, semakin kecil pula laju pembentukan kristal. Laju pembentukan kristal NaCl kurang optimal sehingga hanya diperoleh sedikit endapan kristal-kristal NaCl.Percobaan kedua pembuatan garam meja dengan membandingkan antara hasil garam meja tanpa penambahan larutan Na2CO3 dengan hasil yang ditambahkan larutan Na2CO3. Dari percobaan diperoleh hasil garam meja yang lebih bersih dan halus pada garam yang ditambahkan dengan larutan Na2CO3 sebelum dipanaskan. Jadi fungsi penambahan Na2CO3 ini adalah untuk mengikat zat-zat pengotor yang ada dalam garam dapur sehingga serbuk yang didapatkan lebih bersih dan halus. Zat-zat pengotor tersebut terikat dengan Na2CO3 sehingga tersuspensi dan dapat dipisahkan melalui penyaringan. Tanpa penambahan Na2CO3 Dengan penambahan Na2CO3Lampiran1. Berdasarkan prinsip apa terbentuknya kristal NaCl?Prinsip Rekistralisasi didasarkan pada perbedaan daya larut padatan yang akan dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu.2. Bagaimana cara menguji kemurnian kristal NaCl yang terbentuk?Dihitung persen rendemen dan diuji titik lelehnya, jika titik leleh yang diamati sesuai dengan literatur berarti telah didapat kristal NaCl yang murni.3. Senyawa apa saja yang terdapat pada garam dapur kasar?Komponen utama adalah senyawa NaCl. Komponen lainnya merupakan pengotor, biasanya berasal dari ion-ion Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, SO42-, I- dan Br-. 4. Jelaskan fenomena yang terjadi pada kedua garam meja yang dapat diamati?Garam yang ditetesi Na2CO3 sebelum dipanaskan lebih bersih dan halus dibandingkan hasil garam yang dipanaskan tanpa ditetesi Na2CO3. Jadi penambahan Na2CO3 berfungsi untuk mengikat zat-zat pengotor yang ada dalam garam dapur sehingga serbuk yang didapatkan lebih bersih dan halus. Zat-zat pengotor tersebut terikat dengan Na2CO3 sehingga tersuspensi dan dapat dipisahkan melalui penyaringan.5. Mengapa HCl yang ditambahkan pada pemurnian NaCl berwujud gas dan tidak berwujud larutan?HCl yang dialirkan ke dalam larutan jenuh NaCl berwujud gas agar bisa bereaksi dengan larutan jenuh NaCl untuk membentuk kristal. Na+ dari larutan jenuh bereaksi dengan Cl- dari gas HCl membentuk NaCl kristal murni. Sedangkan jika menggunakan HCl larutan maka volume NaCl jenuh akan terpengaruh atau bertambah, hal ini akan mengurangi tingkat kerapatan ion-ion NaCl jenuh sehingga akan sulit untuk berikatan membentuk kristal karena untuk membentuk kristal harus terjadi tarik menarik antara kation dan anionnya yang kemudian akan memperkecil jarak antar ionnya.

B. Belerang dan Nitrogen1.1 BelerangPercobaan pertama adalah mengidentifikasi perubahan bentuk kristal alotropi pada belerang, pertama belerang dilarutkan dengan CS2 lalu setelah semua belerang larut dibiarkan agar pelarut menguap kemudian diamati bentuk kristalnya.- S + CS2 Kristal oktahedral

Belerang mudah larut dalam CS2 dan membentuk kristal rombis dibawah suhu 95,50C. Kristal dapat diamati setelah larutan CS2 menguap. Kemudian kristal yang terbentuk dilarutkan dengan kloroform dan dipanaskan sampai larut lalu didiamkan dan diamati bentuk kristalnya.- Kristal oktahedral + kloroform lalu dipanaskan kristal agak bulatDiatas suhu 95,50C kristal rombis berubah bentuk menjadi kristal monoklin. Dalam percobaan terjadi kesalahan pengamatan atau human error, seharusnya kristal rombik yang stabil di bawah suhu 95,50C berbentuk oktahedral atau agak bulat sedangkan kristal monoklin yang terbentuk di atas uhu 95,50C berbentuk seperti jarum-jarum prisma.Percobaan selanjutnya mereaksikan serbuk besi dengan belerang yang akan membentuk pirit. Pembentukan pirit ditandai dengan muncul api ketika pemanasan dilakukan di atas cawan porselin.

- S + Fe FeS (pirit)

Pirit yang terbentuk direaksikan dengan HCl untuk menghasilkan gas H2S. Gas yang dihasilkan berupa H2S memiliki sifat berbau khas yang sangat menyengat dan beracun.- FeS + 2HCl (pa.) H2S + FeCl2Selanjutnya gas yang dihasilkan dari reaksi pirit dengan asam klorida dialirkan pada tabung reaksi yang berisi larutan H2SO4 dan larutan CuSO4.- H2S + H2SO4 SO2 + 2H2O + SKetika gas diairkan ke larutan H2SO4 terbentuk gas SO2 yang berwarna merah muda, gas ini berbau tajam dan tidak mudah terbakar.- H2S + CuSO4 CuS + H2SO4 Berbeda ketika gas dialirkan pada larutan CuSO4, terbentuk gas H2SO4 yang berwarna coklat kehitaman.

1.2 NitrogenPada percobaan unsur nitrogen percobaan pertama memanaskan kristal NH4NO3. Pemanasan ini menghasilkan gas N2O yang berwarna putih banyak. Gas Dinitrogen Oksida ini biasa disebut dengan gas ketawa yang dimanfaatkan sebagai obat bius dan pemacu kecepatan kendaraan.- NH4NO3 + N2O + 2H2OSelanjutnya mereaksikan dua keping tembaga dengan larutan asam nitrat encer sehingga membentuk Nitrogen Monoksida. Gas ini tidak berwarna, yang pada konsentrasi tinggi juga dapat menimbulkan keracunan. Di samping itu, gas oksida nitrogen juga dapat menjadi penyebab hujan asam. Keberadaan gas nitrogen monoksida (NO) di udara disebabkan karena gas nitrogen ikut terbakar bersama dengan oksigen (O2), yang terjadi pada suhu tinggi.- 3 Cu(s) + 8 HNO3(aq, encer) 3 Cu(NO3)2(aq) + 4 H2O(l) + 2 NO(g)Terakhir mereaksikan dua keping tembaga dengan larutan asam nitran pekat sehingga membentuk NO2. Gas ini merupakan gas yang beracun dan berbau seperti asam nitrat yang sangat menyengat dan merangsang. Keberadaan gas NO2 lebih dari 1 ppm dapat menyebabkan terbentuknya zat yang bersifat karsinogen atau penyebab terjadinya kanker. Jika menghirup gas NO2 dalam kadar 20 ppm akan dapat menyebabkan kematian.

- Cu(s) + 4 HNO3(aq, pekat) Cu(NO3)2(aq) + 2 H2O(l) + 2 NO2(g)Penggunaan larutan HNO3 ini karena sifatnya dalam larutan aqueous, HNO3 bertindak sebagai suatu asam kuat yang menyerang kebanyakan logam-logam (yang sering terjadi lebih cepat jika terdapat HNO2), kecuali emas (Au) dan logam-logam golongan platinum; dimana besi (Fe) dan krom (Cr) mengalami passivasi oleh HNO3 (semacam lapisan film tipis sehingga logam-logam ini tidak bisa diserang). Bila timah, arsen dan beberapa logam-logam golongan-d direaksikan dengan HNO3, maka akan dihasilkan oksida-oksida logam-logam tersebut, tetapi jika HNO3 direaksikan dengan logam-logam lain akan dihasilkan nitrat-nitrat. Hanya Mg, Mn, dan Zn yang menghasilkan gas hidrogen jika direaksikan dengan HNO3 dengan konsentrasi sangat encer. Jika logam tersebut merupakan reduktor yang lebih kuat daripada H2, maka reaksi dengan HNO3 akan mereduksi asam menjadi N2, NH3.NH2OH atau N2O, sedangkan logam lain akan menghasilkan NO atau NO2.LampiranA. Pembuatan kristal alotropi belerang1. Bagaimana perbedaan struktur kristal rombis dan monoklin yang dimiliki belerang?a. Rombis : berbentuk kristal oktahedral, terdiri dari molekul S8. b. Monoklin : berbentuk jarum-jarum prisma, terdiri dari cincin S8.Stuktur S8.

2. Faktor apa yang mempengaruhi pembentukan kristal belerang rombis dan monoklin?Pembentukan kristal belerang rombis dan monoklin dipengaruhi oleh suhu. Kristal rombis stabil pada suhu kamar sampai suhu 95,50C, di atas suhu tersebut kristal rombis akan berubah menjadi kristal monoklin.

B. Sifat kimia belerang1. Apa yang terjadi pada fenomena pembuatan pirit yang diakhiri dengan pemanasan gas H2S?Pemanasan campuran serbuk besi menghasilkan pirit (FeS2) yang ditandai dengan munculnya bunga api. Pirit yang terbentuk direaksikan dengan HCl menghasilkan gas H2S.2. Apa penilaianmu mengenai unsur belerang?Unsur belerang berwarna kuning pucat, padatan yang rapuh, mempunyai bau yang begitu khas yang menyengat dan sifat alotropi pada bentuk kristalnya. Pada suhu 95,50C berbentuk kristal rombis dan diatas suhu tersebut berbentuk kistal monoklin, pada suhu 95,50C disebut suhu transisi. Belerang tidak larut dalam air tapi mudah larut dalam CS2. C. Nitrogen1. Bagaimana sifat-sifat fisik dari ketiga gas tersebut?Gas N2O berarna putih pekat.Gas NO tidak berwarna dan tidak berbau sedangkan gas NO2 berwarna coklat kemerahan hampir dan berbau sangat menyengat. 2. Bagaimana pendapat anda mengenai fenomena lidi yang membara pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga dikaitkan dengan sifat kimia yang dimiliki masing-masing gas tersebut?Dari ketiga gas yang terbentuk, gas yang paling tidak mudah terbakar adalah gas N2O dan gas yang paling mudah terbakar adalah gas NO.C.Sintesis Garam KompleksPercobaan pertama pembuatan garam kompleks Tetraamintembaga (II) Sulfat Monohidrat. Garam kompleks merupakan garam yang terdiri dari 1 kation dan 1 anion dimana salah satu ion terbentuk dari ikatan kovalen antar pasangan elektron yang terdapat pada atom pusat dan ligannya sehingga membentuk ion kompleks. Garam kompleks merupakan kebalikan dari garam rangkap, di mana terbentuk kombinasi dari beberapa garam yang memiliki atom pusat yang sama namun dengan sisa ion yang berbeda. Misalnya, ammonium besi (II) sulfat dan kalium besi (II) nitrat.Pertama, serbuk CuSO4 dilarutkan dalam aquades terbentuk larutan berwarna biru.

Lalu larutan tersebut ditetesi dengan amonia pekat sampai endapan yang terbentuk larut kembali. Larutan berwarna biru menunjukkan bahwa terbentuk kompleks Tetraamoniakuprat (II)Cu(OH)2. CuSO4 + 8 NH3 2[Cu(NH3)4]2+ + SO42- + 2 OH-

Setelah didinginkan pada suhu kamar, larutan tadi ditambah dengan etanol 96% sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna biru.

Secara umum, reaksi yang terjadi :CuSO4. 5H2O + 4 NH3 Cu(NH3)4SO4. H2O + 4 H2OLarutan kemudian ditutup rapat agar energi solvasi turun dan didiamkan selama 3 x 24 jam. Larutan ini kemudian disaring. Filtratnya didiamkan beberapa saat agar pelarutnya menguap dan kristalnya kering. Filtrat ini tidak perlu diletakkan dalam oven, hanya dibiarkan di udara terbuka. Hasil yang didapatkan adalah kristal Tetramintembaga (II) sulfat Monohidrat yang berwarna biru pekat dan berat kristal yang didapat sebesar 4.9 gram.

Percobaan kedua pembuatan garam rangkap Kalium Alumunium Sulfat Hidrat atau yang lebih dikenal dengan tawas. Garam rangkap merupakan garam yang dalam kisi kristalnya mengandung dua kation yang berbeda dengan proporsi tertentu. Garam ini biasanya lebih mudah membentuk kristal besar dibandingkan garam tunggal penyusunnya. Contoh kristal garam rangkap adalah garam Mohr. Kombinasi antara ammonium besi (II) sulfat, ammonium kobalt (II) sulfat dan ammonium nikel sulfat. Ketiga garam tersebut memiliki ion ammonium dan sulfat, tapi dengan atom pusat yang berbeda.Pertama membuat larutan kalium sulfat dengan cara melarutkan serbuk kalium sulfat dengan aquades. Selanjutnya membuat larutan alumunium sulfat dari alumunium foil yang dilarutkan dengan H2SO4 sambil dipanaskan agar alumunium cepat larut dan larut sempurna dalam H2SO4 pekat. Pemilihan asam sulfat yang pekat agar volume asam sulfat yang digunakan tidak terlalu banyak, jika digunakan asam sulfat encer maka volume asam sulfat yang digunakan lebih banyak dan terbentuk larutan yang lewat jenuh sehingga akan mempengaruhi pembentukan kristal. Reaksi pembentukan larutan asam sulfat :2Al (s) + 3 H2SO4(aq) Al2(SO4)3(aq) + 3 H2 (g) Kedua larutan (kalium sulfat dan alumunium sulfat) dicampur dan ditambah aquades lalu diuapkan sampai sisa volume 30ml.

Setelah didapatkan larutan 30ml, dibiarkan selama 3 x 24 jam kemudian dipisahkan kristalnya dan diperoleh berat kristal 2.14 gram. Kristal yang terbentuk merupakan garam rangkap kalium aluminium sulfat hidrat. Reaksi umumnya :K2SO4(l) + 2Al2(SO4)3(l) 2K[Al2(SO4)3nH2O]Ukuran Kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung pada dua faktor penting yaitu, laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, kristal yang akan terbentuk cukup banyak akan tetapi ukurnnya kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin tinggi pula laju pembentukan inti baru. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang terbentuk ukurannya besar.Kristal yang terbentuk dalam percobaan ini ukurannya kecil. Hal ini disebabkan larutan aluminium sulfat yang digunakan dalam pembuatan kristal terlalu jenuh, sehingga laju pembentukan inti tinggi dan menghasilkan kristal yang terdiri dari partikel-partikel kecil.Lampiran1. Jelaskan perbedaan antara garam kompleks dengan garam rangkap?Garam kompleks adalah garam yang terdiri dari 1 kation dan 1 anion dimana salah satu ion terbentuk dari ikatan kovalen antar pasangan elektron yang terdapat pada atom pusat dan ligannya sehingga membentuk ion kompleks.Garam kompleks merupakan kebalikan dari garam rangkap, di mana terbentuk kombinasi dari beberapa garam yang memiliki atom pusat yang sama namun dengan sisa ion yang berbeda. Misalnya ammonium besi (II) sulfat dan kalium besi (II) nitrat.Sedangkan garam rangkap adalah garam yang dalam kisi kristalnya mengandung dua kation yang berbeda dengan proporsi tertentu. Contoh kristal garam rangkap adalah garam Mohr. Kombinasi antara ammonium besi (II) sulfat, ammonium kobalt (II) sulfat dan ammonium nikel sulfat. Ketiga garam tersebut memiliki ion ammonium dan sulfat, tapi dengan atom pusat yang berbeda.2. Prinsip apa yang mendasari terbentuknya garam rangkap? Prinsip yang mendasari terbentuknya garam rangkap adalah terdiri dari 2 kation dan 1 anion atau sebaliknya dan membentuk susunan kristal yang tetap.3. Bagaimana kita mengetahui bahwa garam kompleks yang terjadi sesuai dengan tujuan percobaan ini? Untuk mengetahui apakah garam kompleks yang terjadi sesuai dengan tujuan percobaan adalah dengan uji titik leleh. Apabila titik leleh hasil penelitian mendekati nilai yang tertera di literatur, maka hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan percobaan.

D.Subtitusi LiganPercobaan ini bertujuan agar praktikan memahami konsep substitusi ligan dan pengaruhnya terhadap transisi elektronik dalam molekul kompleks secara spektroskopi UV Vis. Percobaan yang dilakukan meliputi pembuatan senyawa [Ni(H2O)6] dan senyawa [Ni(NH3)6]. Perbedaan ikatan kimia kedua senyawa ini akan dijelaskan menurut teori VBT (Valence Bond Theory) , teori medan kristal dan teori orbital molekul.Pada percobaan kali ini padatan kristal nikel (II) klorida direaksikan dengan molekul air maka akan membentuk kompleks hijau cerahNiCl2(s) + 6H2O [Ni(H2O)6] Cl2(s)Reaksi yang menghasilkan kompleks berwarna biru [Ni(H2O)6]Cl2(s) adalah dengan amonia cair[Ni(H2O)6] Cl2(s) + 6NH3(aq) [Ni(NH3)6]Cl2(s)NH3 akan menggeser posisi ligan H2O dari lengkung koordinasi pada kompleks [Ni(H2O)6]Cl2(s). Proses pengadukan cepat dilakukan dengan tujuan agar terjadi pertukaran ligan dari H2O ke NH3. Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenuhnya sebagai interaksi elektrostatik (ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3 dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam. Kekuatan medan ligan akan mempengaruhi perbedaan energi antara orbital t2g dan orbital eg. Pada ligan medan kuat, perbedaan energi antara orbital t2g dan orbital eg pada splitting cukup besar, sehingga penyerapan energi yang dibutuhkan elektron untuk pindah dari orbital t2g ke orbital eg juga cukup besar Fungsi diletakkan dalam ice bath untuk terbentuk kristal yang berwarna biru dan tidak berubah warna lagi menjadi hijau kekuningan/adanya pertukaran ligan kembali karena suhu yang berubah. Kristal berwarna biru inilah kristal dari kompleks [Ni(NH3)6]Cl2(s). Setelah terbentuk kristal maka selanjutnya kristal dibilas dengan aseton. Aseton berguna sebagai penghilang pengotor. Pembentukan ikatan-ikatan antara atom pusat dengan ligan-ligan dijelaskan pertama kali berdasarkan teori ikatan valensi (Valence Bond Theory). Dalam teori ikatan valensi mencakup dua aspek penting yaitu eksitasi dan hibridisasi. Berdasarkan teori ikatan valensi, struktur senyawa koordinasi atau senyawa kompleks berhubungan erat dengan susunan dalam ruang dari orbital atom pusat yang digunakan dalam pembentukan ikatan. Teori ikatan valensi menjelaskan pembentukan ikatan, struktur dan kemagnetan senyawa koordinasi. Pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan). Ikatan yang terjadi antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Dalam berikatan dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi. Hibridisasi merupakan proses pembentukan orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear orbital atom dengan tingakat energi yang berbeda. Pembentukan kompleks ada yang melibatkan proses eksitasi elektron pada atom pusatnya dan ada yang tidak. Pada waktu terjadi eksitasi tingkat energi atom pusat menjadi lebih tinggi dibandingkan tingkat nergi keadaan dasarnya. Kompleks yang memiliki elektron yang tidak berpasangan bersifat paramagnetik, sedangkan yang tidak memiliki elektron yang tidak berpasangan bersifat diamagnetik. Kestabilan suatu kompleks dapat dijelaskan berdasarkan prinsip keelektronetralan atau melalui pembentukan ikatan balik. Dalam substitusi ligan kali ini terjadi hibridisasi yang menghasilkan orbital hibrida d2sp3 yang kosong. Orbital hibrida ini diisi oleh elektron-elektron dari ligand H2O dan terjadilah ikatan hibrida d2sp3. Semua elektronnya berpasangan sehingga zat tersebut bersifat diamagnetik. Ion kompleks ini disebut high spin karena H2O merupakan ligand lemah. Setelah terjadi hibridisasi, dihasilkan orbital hibrida d2sp3 yang kosong. Orbital ini diisi oleh elektron-elektron dari ligand, yaitu NH3 dan terjadilah ikatan hibrida d2sp3. Ion kompleks ini disebut low spin karena NH3 merupakan ligand kuat. Semua elektronnya berpasangan sehingga zat tersebut bersifat diamagnetik. Dari penjelasan mengenai teori ikatan valensi (Valence Bond Theory), ditemukan beberapa kelemahan. Misalnya, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan temperatur, tidak dapat menjelaskan warna atau spektra senyawa kompleks, dan tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleks. Adanya kelemahan dari teori ikatan valensi memungkinkan untuk diterapkannya teori lain yang dapat menjelaskan ketiga fakta tersebut. Salah satu teori yang dimaksud adalah teori medan kristal (Crystal Field Theory).Berdasarkan teori medan kristal atau Crystal Field Theory (CFT), interaksi antara atom pusat dan ligan dalam kompleks dianggap sepenuhnya interaksi elektrostatis. Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan dan menyebabkan naiknya tingkat energi semua orbital yang dimiliki atom pusat. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipole permanen. Medan listrik dari ion pusat akan memengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedangkan medan gabungan dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat.Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks. Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Berdasarkan teori medan kristal, susunan elektron Ni pada medan lemah H2O sebagai berikut : eg

o t2g Ni (H2O)6Setelah terjadi spliting, orbital eg mempunyai energi lebih tinggi daripada orbital t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g akan diisi lebih dahulu daripada orbital eg. Perbedaan energi antara orbital eg dan t2g dinyatakan dengan o atau 10 Dq. Pengisian elektron pada orbital d dipengaruhi oleh kekuatan medan dari ligand. Pada medan ligand yang lemah seperti H2O, elektron-elektron akan mengisi kelima orbital d tanpa berpasangan lebih dahulu. Hal ini disebabkan karena perbedaan energi orbital t2g dan eg sangat kecil. Pada medan yang lemah, energi untuk mengisi orbital eg lebih rendah daripada energi untuk berpasangan dengan elektron di orbital t2g. Kompleks [Ni(H2O)6]Cl2 disebut high spin complexes karena medan ligandnya lemah yaitu H2O.Pada medan ligan yang kuat atau strong ligand field terdapat perbedaan energi antara orbital t2g dan eg yang besar, maka elektron keempat akan berpasangan. Energi untuk berpasangan lebih kecil daripada energi untuk mengisi orbital eg. Jumlah elektron yang tidak berpasangan pada medan ligan yang lemah lebih besar dibanding pada medan ligand yang kuat, seakan-akan medan yang kuat memaksa elektron-elektron untuk berpasangan. Kompleks dengan medan ligand kuat disebut low spin complexes. Berdasarkan CFT (Cristal Field Teory) kedua kompleks tersebut bersifat paramagnetik. Meskipun teori medan kristal dapat menjelaskan sejumlah fakta tentang senyawa kompleks, teori ini mempunyai kelemahan yang cukup serius yaitu anggapan bahwa interaksi antara ion pusat dan ligan hanya merupakan interaksi elektrostatis adalah tidak tepat.Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut baik interaksi elektrostatis maupun interaksi kovalen. Teori orbital molekul menjelaskan ikatan dalam kompleks sebagian bersifat kovalen. Ikatan ini berupa ikatan dan ikatan antara ion pusat dan ligan. Ikatan kovalen ini akibat terjadinya orbital molekul dalam kompleks, yaitu orbital yang terjadi dari kombinasi linear orbital atom ion pusat dan orbital atom ligand. Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukan senyawa kompleks orbital dari atom pusat dengan orbital dari ligan akan saling berinteraksi membentuk orbital molekul. Sehingga disebut kombinasi linear dari orbital atom pusat dan orbital ligan. Karena kombinasi linear dari orbital atom pusat dan orbital ligan yang perbedaan tingkat energinya besar dapat diabaikan, maka dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup digambarkan orbital valensinya. Hampir semua senyawa-senyawa kompleks mempunyai warna-warna tertentu, karena zat ini menyerap sinar di daerah sinar tampak atau visible region. Hal ini terjadi karena energi di daerah tampak cocok untuk promosi elektron yang ada di orbital d, dari energi rendah ke energi tinggi. Bila zat menyerap warna atau panjang gelombang tertentu dari sinar tampak, zat tersebut akan meneruskan warna komplementernya yang nampak pada mata sebagai warna. Kompleks [Ni(H2O)6]Cl2(aq) diukur absorbansinya menggunakan spektrometer visible pada panjang gelombang 380-500 nm dengan interval 20 nm. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer. Spektra absorbsi untuk [Ni (H2O)6]2+ terdiri atas tiga pita absorbsi dan besarnya o yaitu 24,49 kkal/mol atau 8500 cm-1. Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi dari kedua kompleks yang terbentuk, kompleks [Ni(H2O)6]2+ memiliki nilai absorbansi tertinggi pada panjang gelombang 392 nm sedangkan kompleks [Ni(NH3)6]2+ memiliki nilai absorbansi tertinggi pada panjang gelombang 462 nm. Hal ini tidak sesuai dengan teori mengenai senyawa kompleks yang mengandung ligan lemah atau kuta. Seharusnya senyawa kompleks [Ni(NH3)6]2+ dengan ligan kuat menyerap sinar pada panjang gelombang yang lebih rendah dibandingkan dengan senyawa kompleks [Ni(H2O)6]2+ yang mengandung ligan lemah. Hal ini dapat disebabkan oleh kerja dari alat spektroskopi visible yang tidak maksimal sehingga menghasilkan data yang tidak valid.Lampiran

1. Bagaimana reaksi yang terjadi pada prosedur 5. Apa bukti jika reaksi itu telah terjadi?[ Ni (H2O)6 ] Cl2 (aq) + NH3 (aq) Ni (NH3)6 Cl2 (aq) + H2O (l)Bukti bahwa reaksi ini terjadi adalah terbentuknya kristal berwarna biru yang merupakan kompleks heksaaminanikel(II).2. Bagaimana hubungan antara kekuatan ligan dan spektra senyawa kompleks? Sebagian besar senyawa-senyawa kompleks mempunyai warna-warna tertentu, karena zat ini dapat menyerap sinar di daerah sinar tampak. Hal ini terjadi karena energi di daerah tampak cocok untuk promosi elektron yang ada di orbital d, dari energi rendah ke energi tinggi, misalnya untuk kompleks oktahedral dari orbital t2g ke orbital eg. Besarnya energi untuk promosi, yaitu , tergantung dari ion pusatnya dan tergantung dari jenis ligan. Bila zat menyerap warna atau panjang gelombang tertentu dari sinar tampak, zat tersebut akan meneruskan warna komplemennya, yang nampak pada mata kita sebagai warna.Pengaruh ligan terhadap dinyatakan dalam spectrochemical series. Untuk ion pusat dan bentuk geometri tertentu, strong ligand field menyebabkan yang besar, sedangkan weak ligand field menyebabkan yang kecil. Untuk suatu ion pusat penggantian ligan dengan medan lemah ke ligan dengan medan kuat akan memberikan yang semakin besar. Sinar yang diserap panjang gelombangnya semakin pendek. Hal ini ditunjukkan adanya perubahan warna dari hijau ke biru.D. Elektrolisis dan Elektroplatinga. Proses ElektrolisisPada percobaan pertama pipa U diisi dengan larutan Na2CO3. Masing-masing lubang ditutup dengan elektroda karbon kering dihubungkan dengan power suply dan diamati perubahan yang terjadi. Elektroda yang dihubungkan pada kabel hitam sebagai katoda dan elektroda yang dihubungkan pada kabel merah sebagai anoda.

Ketika dihubungkan dengan arus listrik, elektroda yang bermuatan negatif (kabel hitam) akan menarik ion Na+ sedangkan elektroda yang bermuatan positif (kebel merah) akan menarik ion CO3-. Di katoda (kabel hitam) terjadi persaingan antara ion Na+ dan ion H2O akan tetapi yang mengalami reduksi adalah H2O karena nilai potensialnya lebih besar. Di anoda (kebel merah) terjadi persaingan antara CO3- dan H2O akan tetapi yang mengalami oksidasi adalah H2O bukan CO3- karena adanya perbedaan potensial antara H2O dan CO3-. Sehingga reaksi yang terjadi pada proses elektrolisis ini adalah :Katoda : 4 H2O + 4 e- 2 H2 + 4 OH- Anoda : 2 H2O 2 O2 + 4 H++ 4e- 2 H2O 2 O2+2 H2+ 4H+ + 4 OH-Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa pada katoda menghasilkan gas H2 sedangkan pada anoda menghasilkan gas O2. Hal ini dibuktikan dengan adanya gelembung udara yang dihasilkan di anoda lebih banyak dibandingkan pada katoda. Ketika dilakukan uji nyala pada kedua lubang pipa U, pada lubang yang berupa anoda api lebih lama mati sedangkan pada katoda api lebih cepat mati. Anoda KatodaHal ini terjadi karena O2 merupakan gas yang reaktif dan mudah terbakar dibandingkan dengan H2.b. Aplikasi ElektrolisisSalah satu contoh aplikasi elektrolisis adalah proses elektroplating atau pelapisan logam. Pada praktikum kali ini melapisi paku besi dengan tembaga yang dilakukan secara elektrolitik. Pemilihan plating tembaga untuk aplikasi ini karena sifat penutupan lapisan yang bagus dan daya tembus yang tinggi. Selain itu juga karena tembaga bahan yang murah dan mudah didapat. Sebelum digunakan paku dan plat tembaga di ampelas kemudian direndam dalam larutan asam sulfat pekat agar bebas dari pengotor.Prinsip kerja elektrolisis bila arus listrik searah (DC) dialirkan antara kedua elektroda anoda dan katoda dalam larutan elektrolit dengan waktu proses pelapisan yang telah ditentukan maka pada anoda terjadi oksidasi sehingga akan terbentuk ion-ion positif, pada larutan elektrolit terjadi elektrolisis garam-garam logam. Anoda yang telah mengalami oksidasi meluruh dan larut dalam larutan elektrolit. Anoda yang meluruh menggantikan ion logam dalam larutan elektrolit yang ditarik oleh elektroda negatif (katoda). Dengan adanya hal tersebut akan terbentuk endapan pada katoda yang berupa berat lapisan. Paku atau logam besi sebagai katoda dihubungkan dengan kabel warna hitam yang kutubnya negatif sedangkan plat tembaga sebagai anoda dihubungkan dengan kabel warna merah yang kutubnya positif karena pada elektroplating ini logam yang akan menjadi pelapis yaitu tembaga tentu harus dihubungkan dengan kutub positif.

Ketika dihubungkan dengan sumber listrik maka akan terjadi perbedaan potensial sehingga anoda mengalami oksidasi dan ion-ion Cu2+ larut dalam larutan CuSO4, meluruh menggantikan ion Fe dan terjadi reduksi di katoda menjadi Cu sehingga terbentuk endapan pada katoda yang berupa lapisan yang menempel pada paku besi. Reaksi yang terjadi pada katoda dan anoda adalah : Katoda : Cu2+(aq)+2e Cu(s)Anoda : Cu (s) Cu2+(aq)+2e Cu2+ (aq)+ Cu(s) Cu(s) + Cu2+Proses elektrolisis ini dipengaruhi juga oleh lama waktunya. Terbukti dengan massa tembaga yang melapisi paku atau logam besi lebih banyak pada proses elektrolisis yang dilakukan selama 30 menit dibandingkan dengan sebelumnya, 10 menit dan 12 menit. Percobaan terakhir masih tentang elektrolisis menggunakan elektroda karbon kering dan larutan sampel yang merupakan campuran 20ml CuSO4 1M; 5ml KMnO4 1M dan 5ml NaCl. Dielektrolisis selama 10 menit. Hasil dari proses elektrolisis menunjukkan adanya lapisan yang menempel pada elektroda karbon di kutub negatif (katoda) seperti lapisan tembaga (Cu). Elektrolisis selama 10 menit Setelah proses elektrolisis Lampiran1. Bagaimana pengaruh waktu terhadap hasil elektrolisis?Semakin lama proses elektrolisis yang dilakukan maka akan semakin banyak tembaga yang melapisi logam besi. Michael Faraday pada tahun 1833 menetapkan hubungan antara kelistrikan dan ilmu kimia pada semua reaksi elektrokimia. Dua hukum Faraday ini adalah :Hukum I : Jumlah dari tiap elemen atau grup dari elemen-elemen yang dibebaskan pada kedua anoda dan katoda selama elektrolisa sebanding dengan jumlah listrik yang mengalir dalam larutan.Hukum II : Jumlah dari arus listrik bebas sama dengan jumlah ion atau jumlah substansi ion yang dibebaskan dengan memberikan sejumlah arus listrik adalah sebanding dengan berat ekivalennya.Hukum I membuktikan terdapat hubungan antara reaksi kimia dan jumlah total listrik yang melalui elektrolit. Menurut Faraday, arus 1 Ampere mengalir selama 96.496 detik ( 26,8 jam) membebaskan 1,008 gram hidrogen dan 35,437 gram khlor dari larutan asam khlorida encer. Seperti hasil yang ditunjukkan bahwa 96.496 coulomb arus listrik membebaskan satu satuan berat ekivalen ion positif dan negatif. Oleh sebab itu 96.496 coulomb atau kira-kira 96.500 coulomb yang disebut 1 Faraday sebanding dengan berat 1 elektrokimia. Untuk menentukan logam yang terdeposisi dengan arus dan waktu dapat ditentukan :

Terbukti dari berat tembaga yang melapisi logam besi lebih besar pada proses elektrolisis selama 30 menit dibandingkan sebelumnya yang hanya dilakukan elektrolisis selama 10 dan 12 menit.2. Apa fungsi ekonomis dari elektroplating?Elektroplating adalah proses pelapisan logam dengan cara mengendapkan logam pelapis yang tahan korosi pada logam lain yang tidak tahan korosi secara elektrolitik. Sehingga proses elektroplating ini banyak dibutuhkan oleh industri penghasil benda logam seperti industri komponen elektronika, peralatan listrik, peralatan dapur dan sebagainya yang dalam prosesnya membutuhkan logam-logam tidak tahan korosi seperti besi agar menjadi logam yang tahan terhadap korosi sehingga barang tersebut tidak mudah berkarat dan tentunya akan memiliki nilai atau harga jual yang lebih tinggi. Elektroplating juga digunakan dalam proses penyepuhan.F. Cetak BiruPercobaan Reduksi Fotokimia Garam Besi (III) bertujuan untuk mempelajari reaksi reduksi garam besi (III) secara fotokimia sehingga konsep reaksi fotokimia dan pemanfaatannya untuk cetak biru dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Fotokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari interaksi antara atom ataupun senyawa dengan cahaya. Langkah pertama mencampurkan larutan asam oksalat dengan larutan besi (III) klorida di dalam ruangan yang gelap tanpa cahaya sama sekali. Tujuannya untuk memperlambat terjadinya reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang reaksinya berlangsung sangat cepat bila terkena cahaya. Didalam air asam oksalat akan terlarut dan terion sesuai persamaan reaksi berikut : H2C2O4(s) + H2O(l) C2O42-(aq) + H3O(aq) Sedangkan besi (III) klorida Bila dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksoterm (menghasilkan panas) sesuai persamaan reaksi berikut : FeCl3(s) + 3H2O(l) Fe(OH)3(aq) + 3HCl(aq) Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam dan korosif.Pencampuran larutan asam oksalat dan besi (III) klorida akan mengakibatkan reaksi redoks dengan persamaan setengah reaksi sebagai berikut.Reduksi : 2Fe3+(aq) + 2e- 2Fe2+(aq) Oksidasi : C2O42-(aq) 2CO2(g) + 2e- Reaksi total : 2Fe3+(aq) + C2O42-(aq) 2Fe2+(aq) + 2CO2 (g) Atau dapat ditulis reaksi keseluruhannya : 2Fe3+ + 6OH- + 6H+ + 3C2O42- 2Fe2+ + 2C2O42- + 6H2O + 2CO2 2Fe(OH)3(aq) + 3H2C2O4 (aq) 2FeC2O4 (aq) + 6H2O (l) + 2CO2 (g) Larutan yang mengandung kation Fe3+ dan anion oksalat sebagai reduktor lemahnya membuat kation Fe3+ lebih mudah tereduksi menjadi Fe2+ oleh adanya suatu energi seperti foton dari cahaya, karena karakteristik foton sebagai partikel-gelombang yang mirip dengan elektron. Selain itu, adanya foton juga mengakibatkan molekul anion oksalat lebih mudah mengeksitasikan elektron untuk teroksidasi, sehingga karakter atau sifat reduktornya meningkat. Dalam hal ini, cahaya berfungsi sebagai inisiator sekaligus katalis dalam reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Oleh karena itu larutan yang sangat reaktif terhadap adanya cahaya ini pencampurannya dilakukan di dalam ruangan yang gelap.Seharusnya larutan asam oksalat dicampurkan dengan larutan diamoniumfosfat sebelum dicampur dengan besi (III) klorida agar reaksi reduksi yang terjadi ketika dicampur besi (III) klorida berlangsung lambat karena ion besi akan membentuk ikatan yang sangat stabil dengan ion PO43- dan akan membutuhkan energi yang besar pada reaksi selanjutnya. Karena itulah fungsi penambahan diamoniumfosfat (NH4)2HPO4 juga dapat lebih memperlambat raksi reduksi. Namun karena keterbatasan bahan hal tersebut tidak dilakukan.Kertas tik sebanyak 4 lembar dicelupkan ke campuran larutan tersebut agar campuran larutan meresap ke dalam kertas.. Setelah dicelupkan, kertas dikeringkan dengan cara diletakkan di antara dua kertas saring. Kertas saring berfungsi untuk menyerap cairan dari kertas tik tersebut sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Pemilihan kertas saring karena kertas saring memiliki pori yang lebih besar dibandingkan kertas tik, sehingga mampu menyerap larutan yang menempel pada kertas tik dan akan mempercepat proses pengeringan. Kertas tik yang sudah kering inilah yang selanjutnya digunakan sebagai kertas peka. Selanjutnya disusun sebuah cetakan berupa tumpukan, paling bawah dimulai dari potongan kardus, kertas karbon, kaca, kertas peka, negatif, kertas peka, dan kaca. Tutupi lagi dengan potongan kardus sebelum dilakukan penyinaran, semua proses ini masih dilakukan di dalam ruangan gelap. Setelah cetakan siap maka dilakukan penyinaran dengan sinar matahari atau dijemur. Kardus paling atas dibuka agar sinar dapat mengenai kertas peka. Objek diletakkan pada bidang datar (bukan dipegang) supaya arah sinar merata dan tetap. Di bagian bawah tidak akan terkena cahaya karena diberi penutup berupa kertas karbon. Negatif dibuat dari kertas karton yang berlubang, selanjutnya bagian yang berlubang pada negatif akan membuat cahaya mengenai kertas peka. Di daerah inilah akan terjadi reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ secara fotokimia, sedangkan di daerah yang tertutup atau terhalang dari cahaya Fe3+ tidak akan mengalami reduksi. Pada percobaan ini digunakan variasi waktu lama penyinaran 10 dan 20 menit. Secara teoritis, semakin lama cahaya dibiarkan mengenai kertas peka akan semakin banyak Fe3+ yang mengalami fotoreduksi menjadi Fe2+. Setelah penyinaran selam 10 dan 20 menit kertas peka masing-masing dicelupkan berturut-turut ke dalam larutan kalium heksasianoferat (III) [K3Fe(CN)6] 0,1 M; larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,1 M; larutan HCl 0,1M; dan terakhir dicuci dengan air kran. Larutan K3Fe(CN)6 akan membentuk kompleks berwarna biru dengan ion Fe2+ sehingga memperjelas gambar yang ada pada kertas peka sekaligus membuktikan adanya hasil reaksi reduksi Fe3+. Reaksi pembentukan kompleks berwarna biru ini merupakan reaksi oksidasi ion Fe2+ menjadi ion Fe3+ oleh ion [Fe(CN)6]3- sesuai persamaan reaksi sebagai berikut :Fe2+ + [Fe(CN)6]3- Fe3+ + [Fe(CN)6]4- dan ion-ion tersebut bereaksi kembali : 4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4- Fe4[Fe(CN)6]3 (Kompleks berwarna biru) Kertas peka yang terkena cahaya akan berwarna biru setelah dilakukan pencucian sedangkan yang terhalang cahaya akan tetap berwarna putih akibat dari reaksi pembentukan kompleks berwarna biru tersebut. Warna biru menandakan bahwa ion Fe3+ telah mengalami reduksi menjadi ion Fe2+ secara fotokimia dengan membentuk senyawa kompleks Fe4[Fe(CN)6]3 . Kemudian kertas peka dicelupkan lagi ke dalam larutan kalium dikromat yang berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dari pencucian pada larutan sebelumnya dan juga mengikat kelebihan ion [Fe(CN)6]3- yang tersisa sehingga gambar lebih tampak jelas. Larutan ini mereduksi heksasianoferat(III) menjadi heksasianoferat(II) sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih biru dari sebelumnya. Reaksi kimianya sebagai berikut : [Fe(CN)6]3- + CrO72- 2Cr3+ + 2[Fe(CN)6]4- Selanjutnya dicuci dengan HCl yang berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran yang tidak hilang dari pencucian larutan kalium dikromat. Setelah itu, untuk hasil yang lebih maksimal dicuci lagi dengan air kran. Air kran berfungsi untuk menghilangkan ion pengotor yang tersisa serta kelebihan HCl yang digunakan.Pada percobaan ini diperoleh 2 hasil percobaan berupa cetak biru dengan variasi lama penyinaran 10 dan 20 menit. Namun percobaan kali ini tampaknya gagal secara fatal. Tidak tampak gambar atau hasil dari cetak biru sama sekali. Kertas tik seluruhnya masih berwarna putih. Secara prosedur tidak ada perlakuan yang salah atau kurang baik. Kesalahan ini terjadi justru pada saat pembuatan larutan asam oksalat dan larutan besi (III) klorida. Kesalahan perhitungan massa asam oksalat dan besi (III) klorida menyebabkan konsentrasi kedua larutan bukan 0,1 M. Seharusnya asam oksalat dilarutkan sebanyak 2,075 gram ke dalam 100ml akuades tetapi pada percobaan ini asam oksalat yang dilarutkan hanya 0,126 gram. Begitu juga pada besi (III) klorida seharusnya dilarutkan sebanyak 1,26 gram ke dalam 100ml akuades tetapi pada percobaan ini besi (III) klorida yang dilarutkan hanya 0,198 gram.Lampiran1. Manakah dari zat-zat yang terlibat dalam proses cetak biru yang peka terhadap cahaya?Ion Fe3+ yang apabila terkena cahaya akan cepat tereduksi menjadi ion Fe2+2. Mengapa zat tersebut dapat bersifat peka terhadap cahaya?Karena ion Fe3+ bila terkena cahaya akan bereaksi dengan ion oksalat yang mengalami fotoreduksi menjadi Fe2+. Cahaya menjadi sebuah inisiator reaksi atau sebuah katalis dalam reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+.3. (Apabila pekerjaan anda gagal) apakah yang menjadi penyebab dari kegagalan percobaan yang anda lakukan?Kesalahan yang terjadi akibat sesuatu yang sangat fatal. Kesalahan ini terjadi justru pada saat pembuatan larutan asam oksalat dan larutan besi (III) klorida. Kesalahan perhitungan massa asam oksalat dan besi (III) klorida menyebabkan konsentrasi kedua larutan bukan 0,1 M. Seharusnya asam oksalat dilarutkan sebanyak 2,075 gram ke dalam 100ml akuades tetapi pada percobaan ini asam oksalat yang dilarutkan hanya 0,126 gram. Begitu juga pada besi (III) klorida seharusnya dilarutkan sebanyak 1,26 gram ke dalam 100ml akuades tetapi pada percobaan ini besi (III) klorida yang dilarutkan hanya 0,198 gram