anne lida
TRANSCRIPT
REVIEW HEWAN PARASIT DAN PENCEGAHAN PENYAKIT YANG
DITIMBULKAN
“ANNELIDA”
Oleh : SGD 2
1. NI WAYAN AYU WIDIANTARI 1202105007
2. NI NYM NANIK YULIASIH 1202105012
3. I GEDE SUBAGIA 1202105039
4. NI PUTU DEVI YUSTINA CANDRA S 1202105046
5. I MADE YUDI INDRA WIBAWA 1202105051
6. I KADEK AGUS MAHENDRA PUTRA 1202105053
7. NI WAYAN SUCI DIANATARI 1202105072
8. NI KOMANG ERNA INDRAWATI 1202105076
9. NI PUTU INTAN MERTANINGSIH 1202105080
10.LUH KETUT VICKY NOVI ANDANI 1202105082
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
LEARNING TASK IDK 1
REVIEW HEWAN PARASIT DAN PENCEGAHAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
SGD 1&2 :ANNELIDA
1. Apa yg dimaksud dengan hewan annelida (sertakan dengan gambarnya)2. Jelaskan klasifikasi dari hewan annelida! (sertakan dengan gambarnya)3. Sebutkan tempat hidup dari hewan annelida!4. Jelaskan siklus hidup dari hewan annelida!5. Jelaskan penyakit-penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh hewan annelida!
a. Pengertian b. Etiologi c. Rute infeksid. Manifestasi klinis e. Patofisiologi f. Diagnosis g. Penatalaksanaan h. Pencegahan
6. Jelaskan manfaat yang diperoleh oleh perawat dengan mempelajari hewan annelida!
7. Carilah dan analisis secara singkat satu jurnal terkait dengan mempelajari hewan annelida!
8. Jelaskan implikasi keperawatan dari jurnal tersebut!
JAWABAN
1. Annelida berasal dari bahasa latin: annulus = cincin/gelang, maka
sering juga disebut cacing gelang karena tubuhnya tersusun atas
segmen yang menyerupai cincin atau gelang. Annelida merupakan
binatang triploblastik selomata, tubuhnya bersegmen. Setiap segmen
dibatasi oleh sekat (septum).
Sudah memiliki sistem syaraf, pencernaan, ekskresi, reproduksi dan sistem
pembuluh. Annelida adalah cacing protostome dengan tiga lapisan sel,
saluran cerna dengan mulut dan anus, sebuah dinding tubuh dengan otot
membujur dan melingkar. Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1mm
sampai 3 m, tubuhnya simetri bilateral, berbentuk seperti gelang ('anellus' =
cincin), memiliki alat gerak berupa bulu-bulu kaku pada setiap segmen dan
memiliki sistem peredaran darah tertutup serta tubuh tertutupi oleh kutikula
yang licin yang terletak diatas ephitelium.
Rongga tubuh coelomic terbentuk karena pemisahan mesoderm embrio.
Epidermis luar diselubungi oleh kulit ari tipis, sejenis bulu-bulu chitinous
(‘chaetae atau setae’).Segmentasi metamerik,yang selalu ditunjukkan
dalam muskular dan sistem saraf adalah karakteristik yang jelas.Sistem saraf
memiliki ganglion supraoesophaegal (kelompok tubuh utama sel saraf) yang
disebut otak meskipun lebih banyak daripada sensor penyampai pesan, dan
kawat saraf ventral yang menuju segmen ganglia memberikan segmen
saraf.Terdapat sistem darah tertutup dengan darah yang bergerak menuju
pembuluh membujur dorsal.Pembuluh segmen antara coelom dan luar
digunakan untuk sekresi dan reproduksi
2. Klasifikasi Filum Annelida terdiri dari tiga kelas yaitu :
a. Polychaeta
Polychaeta (dalam bahasa yunani, poly = banyak, chaetae = rambut kaku). Tubuhnya dibedakan menjadi daerah kepala (prostomium) dengan mata, antena, dan sensor palpus. Tubuh memanjang dan mempunyai segmen. Mereka memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut parapodia (tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya kecuali
pada segmen terakhir. Fungsi parapodia adalah sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat berfungsi juga seperti insang untuk bernapas. Setiap parapodium memiliki rambut kaku yang disebut seta yang tersusun dari kitin. Polychaeta hidup dalam pasir atau menggali batu-batuan di daerah pasang surut air laut. Contoh cacing ini adalah
- Eunice viridis (cacing wawo)
- Lysidice oele (cacing palolo)
- Nereis virens (kelabang laut)
- Gambar a. Gambar b
-
b. Oligochaeta
Oligochaeta dalam bahasa yunani berasal dari dua kata yaitu oligo =
sedikit dan chaetae = rambut kaku. Oligochaeta merupakan annelida air
tawar atau terrestial umumnya, tanpa parapodia dan beberapa chaetae
tanpa sendi. Cara makannya bersifat suctorial yaitu tidak memiliki rahang.
Oligochaetes dikenali dengan ‘clitellum’ berbentuk tongkat, epiderm kental
yang mengeluarkan kepompong. Contohnya :
Lumbricus terrestris (cacing tanah – Eropa dan Amerika)
Perichaeta (cacing hutan)
Tubifex (cacing air)
Pheretima posthurna (cacing tanah – Asia)
Gambar c. Gambar d
c. Hirudina (lintah).
Hirudina merupakan kelas annelida dengan jenis yang paling sedikit. Mereka
memiliki ciri –cirri antara lain: tidak memiliki parapodium maupun seta pada
segmen tubuhnya, panjang bervariasi dari 1 – 30 cm, tubuhnya pipih dengan ujung
anterior dan posterior yang meruncing, pada anterior dan posterior terdapat alat
pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Lintah ada yang bersifat
ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya yang berupa hewan vertebrata
termasuk manusiadengan mengisap darah inangnya dan ada pula yang hidup
bebas dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit :
Haemadipsa (pacet), hidup di rawa-rawa dan di hutan basah
Hirudo medicinalis (lintah).
Saat merobek atau membuat lubang, lintah mengeluarkan zat anestetik
(penghilang sakit), sehingga korbannya tidak menyadari adanya gigitan. Setelah
ada lubang, lintah akan mengeluarkan zat anti pembekuan darah (hirudin). Dengan
zat tersebut lintah dapat mengisap darah sebanyak mungkin.
Gambar e gambar f
3. . Sebagian besar annelida hidup bebas didasar laut dan perairan tawar atau ada juga yang hidup ditanah dan tempat-tempat lembab. Sebagian juga ada yang hidup sebagai parasit yang menempel sementara pada tubuh vertebrata termasuk manusi itu sendiri
- Polychaeta
Sebagian besar merupakan hewan laut. Beberapa di antaranya bergerak
dan berenang di antara plankton, banyak di antaranya merangkak pada
atau membuat lubang di dasar laut atau hidup dalam tabung yang dibuat
oleh cacing itu dengan mencampur mukus dengan sedikit pasir dan
cangkang yang pecah.
- Oligochaeta
Hidup di air tawar dan tanah yang mengandung humus. Meliputi hewan
terrestrial dan berbagai hewan akuatik
- Hirudinea
Mayoritas hidup di air tawar(lintah), tetapi terdapat beberapa species
yang hidup di tanah atau darat (pacet) yang bergerak melalui vegetasi
yang lembab
4. Siklus hidup Annelida
Cacing dewasa menembus dinding alveoli, dan menuju bronkus dan selanjutnya menuju kerongkongan. Dari kerongkongan cacing dewasa menuju ke usus
5. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh hewan annelida ada dua, yaitu :
Telur dikeluarkan manusia melalui feses. Tanaman yang ditempeli telur cacing, mungkin termakan manusia dan masuk ke mukosa mukosa usus halus.
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus dan bertelur
3-6 telur cacing mengalami perkembangan (18 hari) dan dibawa oleh peredaran darah menuju paru-paru. Cacing menetas dan berkembang menjadi cacing dewasa di dlam paru-paru (10-14 hari)
Cacing dewasa menembus dinding alveoli, dan menuju bronkus dan selanjutnya menuju kerongkongan. Dari kerongkongan cacing dewasa menuju ke usus
ASCARIASIS
- PENGERTIANAscariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan
prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Dilihat dari uraian diatas jelas negara Indonesia adalah salah satu negara yang berisiko tinggi adanya kasus ascariasis ini.
Menurut Behrman (1999), infeksi paling sering terjadi pada anak pra sekolah atau anak umur sekolah awal, dan jumlah kasus terbesar pada negara-negara yang memiliki iklim yang lebih panas. Meskipun demikian, ada sekitar 4 juta individu yang terinfeksi terutama anak, di Amerika Utara.
- ETIOLOGIAscariasis disebabkan oleh Ascaris Lumbricoides. Stadium infektif Ascaris
Lumbricoides adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes manusia, larva dilepaskan dari telur dan menembus diding usus sebelum migrasi ke paru-paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan tertelan kembali. Setelah sampai ke usus kecil larva berkembang menjadi cacing dewasa (jantan berukuran 15-25cm x 3mm dan betina 25-35cm x 4mm).
Cacing betina mempunyai masa hidup 1-2 tahun dan dapat menghasilkan 200.000 telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-60 µm dan lebar 35-50 µm. Setelah keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif dalam 5-10 hari pada kondisi lingkungan yang mendukung.
- RUTE INFEKSI Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini
telur menjadi larva Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar
dan paru Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/
Atypical Pneumonia Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi
cacing dewasa, cacing betina bertelur lagi Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan
- MANIFESTASI KLINISManifestasi klinis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas
infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran empedu. Ascaris dapat menyebabkanPulmonari ascariasis ketika memasuki alveoli dan bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan Syndrom Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling khas adalah batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau cabang-cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacing dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami pertumbuhan lambat.
Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti nyeri perut, dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak terjadi pada umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri perut kolik berat dan muntah, yang dapat berbrcak empedu ; gejala ini dapat memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi usus akut dengan etiologi lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran empedu telah dilaporkan, terutama yang terjadi di Filiphina dan Cina; kemungkinan keadaan ini bertambah pada anak yang terinfeksi berat.mulainya adalah akut dengan nyeri kolik perut, nausea, muntah, dan demam. Ikterus jarang ditemukan (Berhman, 1999).
- PATOFISIOLOGI
Ascaris Lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya menginfeksi manusia. Cacing dewasa berwarna putih atau kuning yang hidup selama 10-24 bulandi jejunum dan bagian tengah ileum. Cacing betina menghasilkan 200.000 telur per hari yang akan terbawa bersama tinja.
Telur fertil apabila terjatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10 hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia. Telur dapar hidup dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui tangan pada tangan atau makanan kemudian masuk ke dalam usus kecil (deudenum). Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan melewati sistem porta menuju hepar dan kemudian ke paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan tertelan kembali. Diperlukan 65 hari untuk menjadi cacing dewasa. Infeksi yang berat dapat diikuti pneumonia dan eosinofilia (Soegijanto, 2005).
- DIAGNOSAa. Pemeriksaan laboratorium1. Pemeriksaan mikroskopis pada hapusan tinja dan dihitung dengan metode
apus tebal kato. Infeksi biseksual menyebabkan ekskresi telur fertil matang, sedangkan telur infertil ditemukan pada individu yang terinfeksi hanya dengan cacing betina.
2. Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada penyakit paru.3. Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinofilia.b. Pemeriksaan foto1. Foto thorak menunjukkan gambaran opak pada lapang pandang paru seperti
pada sindrom Loeffler.2. Penyakit pada saluran empedu- Endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) memiliki
sensitifitas 90 % dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.- Ultrasonography memiliki sensitivitas 50 % untuk membantu membuat
diagnosis biliary ascariasis.- PENATALAKSANAAN
1. Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat) diberikan secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis tunggal lebih efektif dari pada regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin menyebabkan paralisis neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka obat ini adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman, 1999).
2. Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O. sekali untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk segala usia).
- PENCEGAHANMenurut Soegijanto (2005), program pemberian antihelmitik yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut :1. Memberikan pengobatan ada semua individu pada daerah endemis.2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi
tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit
atau infeksi tinggi seperti yang telah lalu.4. Peningkatan kondisi sanitasi.5. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara-cara pencegahan
ascariasis.Menurut Berhman (1999), praktek-praktek pencegahan seperti menghindari
pengunaan tinja sebagai pupuk dan menjaga kondisi sanitasi lingkungan yang baik serta upaya penyediaan fasilitas pembuangan sampah yang baik adalah cara-cara pencegahan ascariasis yang paling efektif.
TRICHOMONAS VAGINALIS
- PENGERTIAN
Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea
merupakan cairan yang keluar dari vagina selain darah menstruasi. Produksinya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor hormonal, rangsangan seksual,
kelelahan fisik dan kejiwaan (stress) serta adanya benda asing. Cairan yang keluar
tersebut harus dibedakan antara cairan yang normal dan cairan yang tidak normal.
Dalam keadaan normal, cairan yang keluar berwarna jernih, tidak berbau, dan tidak
gatal atau pedih. Secara alamiah cairan ini diperlukan sebagai pelumas. Jumlah
cairan yang keluar bisa sedikit atau cukup banyak.
Keluarnya cairan dianggap normal jika terjadi sebelum dan sesudah
menstruasi, saat ovulasi dan saat mendapat rangsangan seksual. Namun, bila
cairan yang keluar jumlahnya banyak, berwarna putih kekuningan atau kehijauan,
disertai rasa gatal atau pedih, dan terkadang berbau amis atau busuk, maka ini
dapat dikategorikan tidak normal. Keputihan seringkali dianggap sebagai hal yang
umum dan sepele bagi wanita. Di samping itu, rasa malu ketika mengalami
keputihan kerap membuat wanita enggan berkonsultasi ke dokter. Padahal,
keputihan tidak normal karena infeksi yang berlanjut dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Ada beberapa penyebab keputihan yang tidak normal, salah satunya
adalah Trichomoniasis atau infeksi akibat parasit Trichomonas vaginalis.
Trichomonas vaginalis adalah parasit yang biasanya menyerang saluran
kemih dan kelamin manusia yang terinfeksi. Infeksi parasit ini dapat menyerang
baik pria maupun wanita, tetapi frekuensinya lebih banyak terjadi pada wanita.
Umumnya, uretra adalah tempat infeksi yang paling umum pada laki-laki dan
vagina adalah tempat infeksi yang paling umum pada wanita. Cara penularannya
terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman atau secara tidak langsung
melalui alat mandi seperti handuk dan dudukan toilet.
- ETIOLOGI
Gejala infeksi Trichomonas vaginalis pada wanita berupa keputihan berwarna
kuning kehijauan, berbau tidak sedap dan pada kasus yang berat cairan dapat
berbusa, disertai rasa gatal, panas, nyeri saat kencing dan saat berhubungan
seksual yang disertai perdarahan, iritasi dan terkadang sakit pinggang. Sedangkan
pada pria biasanya tidak menunjukkan gejala. Kalaupun ada gejala yang muncul
umumnya lebih ringan dibandingkan dengan wanita, sepert iritasi di dalam penis,
keluar cairan keruh namun tidak banyak, rasa panas dan nyeri setelah berkemih
atau setelah ejakulasi.
- RUTE INFEKSI
Berdasarkan penelitian infeksi Trichomonas vaginalis diketahui berhubungan
dengan komplikasi pada organ reproduksi, seperti infeksi pasca operasi caesar,
infertilitas, dan kelahiran prematur serta diperkirakan dapat meningkatkan risiko
penularan HIV dan mengakibatkan keganasan pada serviks (kanker serviks). Oleh
sebab itu, infeksi parasit ini harus diterapi dengan baik sampai tuntas.
- MANIFESTASI KLINIS
1. Keputihan/flour albus/leucorrhoea (pada wanita)
Vagina terasa gatal, mengeluarkan secret yang encer berwarna kuning kehijauan,
kadang-kadang disertai buih dengan bau yang abnormal, vulva yang kemerahan
dan membengkak.
2. Vaginitis (pada wanita)
Keputihan dengan kondisi yang lebih parah, juga sakit pada bagian dalam paha,
labio mayora berdarah, sangat gatal dan perih.
3. Uretritis (pada pria)
Kira-kira setengah dari kasus vaginitis trichomonalis juga mengenai uretra pria
akibat hubungan seksual, keadaan ini sering disebut uretritis dan bersifat
asimtomatik (tanpa gejala).
- PATOFISIOLOGI
T. vaginalis menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi proses kematian sel
pejamu (host-cell death). Komponen yang berperan dalam proses kematian sel ter-
sebut adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses invasi, T.vaginalis tidak
hanya merusak sel epitel namun eritrosit. Trichomonas vaginalis menginfeksi sel
epitel (dinding bagian dalam) vagina sehingga terjadi proses kematian sel hospes
(host-cell-death). Komponen yang berperan dalam proses kematian sel tersebut
adalah mikrofilamen dari Trichomonas vaginalis. Selama proses invasi, Trichomonas
vaginalis tidak hanya merusak sel epitel namun juga eritrosit. Eritrosit mengandung
kolesterol dan asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran
trichomonad. Proses pengikatan dan pengenalan trichomonad dengan sel epitel
hospes melibatkan spesifik dari Trichomonas vaginalis, yang dikenal dengan sistein
proteinase. Setelah proses pengikatan, akan timbul reaksi kaskade yang
mengakibatkan sitoktosisitas dan hemolisis pada sel epitel vagina sehingga vagina
mengeluarkan cairan putih berbau tidak sedap, vulva membengkak dan terasa
nyeri serta gatal-gatal (keputihan/flour albus/ leucorrhoea), bahkan dalam kondisi
lebih parah akan terjadi peradangan dan sangat gatal (vaginitis).
-
- DIAGNOSIS
Diagnosa trikomoniasis boleh ditegakkan melalui gejala klinis namun menjadi
sulit apabila pasiennya asimptomatik. Maka boleh dilakukan pemeriksaan
mikroskopik yaitu secara langsung yang dilakukan dengan membuat sediaan dari
sekret vagina. Sediaan vagina dengan pH lebih dari 5,0 dicampurkan dengan saline
normal maka akam terlihat trokomonas yang motil dan predominan PMNs. Cara lain
adalah melalui kultur sekret vagina atau urethra pada pasien akut atau kronik. Hasil
kultur positif bila sel clue dan test bau amine positif, hapusan saline mount atau
Gram akan menunjukkan perubahan flora bakteri vagina. Pemeriksaan serologi dan
immnunologi juga boleh dijalankan namun belum cukup sensitif untuk
mendiagnosis T.vaginalis (Parija, 2004).
- PENATALAKSANAAN
Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr dosis tunggal, atau 2 x
0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual turut harus diobati. Pada neonatus lebih dari 4
bulan diberi metronidazole 5 mg/kgBB oral 3 x /hari selama 5 hari. Prognosis
penyakit ini baik yaitu dengan pengambilan pengobatan secara teratur dan
mengamalkan aktivitas seksual yang aman dan benar (Slaven, 2007).
-
- PENCEGAHAN
Pencegahan bagi trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan pendidikan
kepada masyarakat yang dimulai pada tahap persekolahan. Mendiagnosis dan
menangani penyakit ini dengan benar. Pencegahan primer dan sekunder
trikomoniasis termasuk dalam pencegahan penyakit menular seksual. Pencegahan
primer adalah untuk mencegah orang untuk terinfeksi dengan trikomoniasis dan
pengamalan perilaku koitus yang aman dan selamat. Pencegahan tahap sekunder
adalah memberi terapi dan rehabilitasi untuk individu yang terinfeksi untuk
mencegah terjadi transmisi kepada orang lain (CDC, 2007).
Tindakan pengobatan pada penderita dilakukan sebagai tindakan pencegahan
agar tidak menularkan kepada pasangannya. Selain itu, kebersihan pribadi dan alat-
alat toilet pun harus dijaga untuk menghindari penularan secara tidak langsung. Hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan yang tidak normal antara lain :
- Tidak berhubungan seksual dengan penderita
- Memakai kondom
- Tidak berbagi handuk atau pakaian renang
- Menjaga kebersihan genitalia,membersihkan vagina dengan air bersih yang
mengalir dengan cara mengusap dari depan ke belakang.
- Minimalisir penggunaan sabun antiseptik karena dapat menggangu
keseimbangan pH vagina.
- Mengganti pembalut tepat waktu minimal 3 kali sehari.
- Memilih pakaian dalam yang tepat, memakai celana yang yang tidak ketat
dan menyerap keringat.
- Menghindarkan faktor risiko infeksi seperti berganti-ganti pasangan seksual,
serta pemeriksaan ginekologi secara teratur
- Jika merasa ada gejala, segera konsultasi ke dokter.
6. Jelaskan manfaat yang diperoleh oleh perawat dengan mempelajari hewan
anelida yaitu :
- Dapat mengetahui apa itu hewan anelida.
Dimana yang dimaksud dengan hewan anelida adalah hewan triploblastik
yang sudah mempunyai rongga sejati sehingga disebut triploblastik
selomata.
- Dapat mengetahui bagaimana struktur tubuh dan juga habitatnya.
Hewan anelida mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, dengan tubuh
beruas-ruas dan dilapisi lapisan kutikula. Annelida dapat hidup di berbagai
tempat, baik di air tawar, air laut, atau daratan.Umumnya hidup bebas,
meskipun ada juga yang bersifat parasit.
- Dapat mengetahui klasifikasi hewan anelida.
Anelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut
banyak), Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea.
- Dapat mengetahui keuntungan dan kerugian hewan anelida.
Tidak selamanya hewan annelida dapat merugikan , ada beberapa jenis
Anelida dapat dimakan yaitu : Eunice viridis (cacing palolo) dan Lysidice
(cacing wawo). Selain itu cacing tanah dapat menggemburkan
tanah ,dengan demikian oksigen dapat masuk ke dalam tanah.Cacing tanah
dapat pula menghancurkan sampah sehingga dapat membantu
pengembalian air mineral dalam ekosistem tanah. Selain itu cacing tanah
dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan, bahkan sekarang cacing tanah
digunakan sebagai obat dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh. Hirudinea
medicinalis dapat menghasilkan zat hirudin yang berguna untuk zat anti
koagulasi (anti pembekuan darah). Sedangkan kelompok anelida yang
merugikan yaitu pacet yang dapat menghisap darah manusia atau
vertebrata lainnya.
- Dapat mengetahui penyakit yang disebabkan oleh hewan anelida
- Ascaris Lumbricoides merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.
Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di
negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja
manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk
- Trihconomans vaginalis adalah parasit yang biasanya menyerang saluran
kemih dan kelamin manusia yang terinfeksi. Infeksi parasit ini dapat
menyerang baik pria maupun wanita, tetapi frekuensinya lebih banyak
terjadi pada wanita. Umumnya uretra adalah tempat infeksi wanita. Cara
penularannya terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman atau
secara tidak langsung melalui alat mandi seperti handuk dan dudukan toilet.
7. Analisis jurnal terkait dengan hewan annelida
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan permasalahan yang masih umum di seluruh dunia, dengan
insiden yang tinggi baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kondisi
patologis biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang
berkembang menjadi penyakit yang mengancam nyawa. Diare dapat menyerang
siapa saja karena penyakit ini umum di masyarakat. Diare adalah defekasi dengan
feses berbentuk cair atau setengah cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Berat feses
dapat mencapai lebih dari 10 gr/kg/24 jam pada bayi dan anak-anak, atau lebih dari
200 gr/24 jam pada dewasa. Tingginya morbiditas dan mortalitas diare berpengaruh
terhadap tingkat pengangguran dan hilangnya produktivitas kerja. Infeksi semacam
ini dapat bersifat akut ataupun kronis, yang dapat disebabkan oleh infeksi
mendadak, berlangsung kurang dari 14 hari, ditandai dengan feses berbentuk cair,
sering disertai demam, sakit perut, muntah dan lemas. Penyebab diare akut antara
lain infeksi bakteri, virus, parasit, atau keracunan makanan. Infeksi pada diare akut
biasanya berdurasi kurang dari 2 minggu yang disebabkan oleh bakteri ( Eschericia
coli, Vibrio cholera,Salmonella sp ), parasit ( Entamoeba histolyticia, Giardia
lamblia ), dan virus enteropatogen ( Rotavirus ). Bahaya utama diare akut adalah
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit ( Zein, Sagala, Ginting, 2008 ).
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC),
Shigella sp., Salmonella sp., dan Helicobacter pylori. Dimana selama ini yang sering
kita jumpai bakteri yaitu Escherichia coli yang menyebabkan diare akut.
Penangan diare akut selama ini biasanya dilakukan dengan obat-obat sintetik, contohnya loperamid. Tetapi, banyak obat sintetik antidiare memiliki harga yang relatif mahal dan dapat menimbulkan efek samping yang cukup membahayakan, seperti ileus paralitik dan toksik megakolon. Berdasarkan hal tersebut, banyak orang menggunakan bahan alami baik dari tanaman ataupun hewan sebagai salah satu alternatif pengobatan karena efek sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat, harganya pun relatif terjangkau, dan mudah didapat.
Cacing tanah adalah jenis adalah anggota annelida yang memiliki segmen baik
secara internal maupun eksternal. Banyak struktur internal berulang segmen demi
segmen. Secara eksternal masing-masing segmen memilki 4 pasang setae, bulu
yang pergerakannya memungkinkan cacing untuk membuat lubang. Cacing tanah
dan banyak hewan annelid lainnya merangkak atau bersembunyi masuk lubang
dengan mengkordininasikan 2 kumpulan otot, otot longitudinal dan sirkuler.
Cacing tanah atau Lumbricus Rubellus telah lama dikenal oleh manusia sebagai hewan yang menjijikan. Hewan yang hidup di tempat atau tanah yang telindung dari sinar matahari lembab, gembur dan serasah. Habitat ini sangat spesifik bagi cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik, tubuh cacing tanah banyak mengandung lendir sehingga seringkali orang menganggapnya menjijikan (Palungkun, 1999 dalam Ovianto). Namun di balik itu cacing tanah memiliki manfaat dalam penangan diare. Hal ini di dasari atas kandungan cacing tanah yang menghasilkan zat pengendali bakteri yang bernama lumbricin, dimana lumbricin mempunyai aktifitas antimikroba berspektrum luas, yaitu menghambat bakteri gram negative, bakteeri gram posistif dan beberapa fungi (Cho et al., 1998 dalam Damayanti, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disusun penulis, diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut..
1.2.1 bagaimana “Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli yang meyebabkan
diare?”
1.2.2 kandungan apa yang terdapat pada cacing tanah ( lumbricus
rubellus ) yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui cara Escherichia coli menginfeksi tubuh manusia
sehingga mengakibatkan diare akut.
1.3.2 Untuk mengetahui “Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus
rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli”.
1.4 Manfaat
1.4.1 Penulis
1) Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai patofisiologi
diare oleh Escherichia coli
2) Menambah kemampuan berpikir kritis dalam menanggapi
permasalahan kesehatan masyarakat dan alternative pengobatan.
1.4.2 Bagi Pembaca
1) Pembaca dapat mengetahui penyakit diare berhubungan dengan
Escherichia coli
2) Masyarakat dapat mengetahui pemanfaatan cacing tanah
( Lumbriccus Rubellus )
1.4.3 Institusi Pendidikan
1) Dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk meneliti lebih lanjut
mengenai manfaat air rebusan cacing tanah terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli
1.4.4 Institusi Kesehatan
1) Dapat menambah data mengenai salah satu cara pengobatan diare
akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diare Akut
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan
Parasit.
2.2 Patofisiologi Diare Akut
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas
sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir
dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan
tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan
pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,
sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan
yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat
akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam
lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
2.3 Escherichia coli penyebab diare
Eschericia coli merupakan anggota mikrobiota usus yang paling dikenal pada
saluran pencernaan manusia. Varietas E. coli yang dapat menyebabkan diare
dinamakan sebagai pathotypes, termasuk di antaranya enterotoxigenic,
enteroinvasive, enteropathogenic, dan enterohemorrhagic E. coli. Individual strain
pathotypes memiliki perbedaan sekumpulan virulensi yaitu karakteristik yang
ditentukan secara klinis, patologi, dan ciri epidemologi dari penyakit yang
ditimbulkannya (Brownie dan Hartland 2002). Escherichia coli enterotoxigenic
merupakan penyebab utama dari travelers diarrhea dan diare pada bayi yang
berada pada negara-negara berkembang. Enteroinvansive menyebabkan disentri,
Enteropathogenic penyebab penting diare pada bayi, dan enterohemorrhagic
penyebab hemorrhagic colitis dan hemolytic uremic syndrome (Jay et al. 2005).
EPEC melekat pada permukaan mukosa usus dan menyebabkan terjadinya
perubahan struktur sel. EPEC kemudian melakukan invasi menembus sel mukosa.
Pada dosis 105-1010 sel, EPEC dapat menyebabkan diare (Sussman 1997). EPEC
melekat pada sel mukosa yang kecil. Infeksi EPEC yang melibatkan gen EPEC
adherence factor (EAF) menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium interseluler
dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. EPEC menyebabkan diare
melalui molekular kolonisasi pada sel usus. EPEC memiliki sedikit fibria,
menghasilkan sitotoksin, dan menggunakan adhesin yang dikenal sebagi intimin
untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC tersebut invasif jika memasuki sel inang
dan menyebabkan radang. Tanda-tanda infeksi yang disebabkan oleh E. coli dimulai
kira-kira tujuh hari setelah seseorang terinfeksi oleh bakteri. Tanda awal adalah
kram pada bagian perut yang hebat. Setelah beberapa jam, diare berair dimulai.
Diare akan menyebabkan tubuh kehilangan cairan dan elektrolit sehingga penderita
mengalami dehidrasi, sakit dan lemas. Infeksi ini menyebabkan usus besar
penderita mengalami infeksi bahkan dapat menyebabkan diare berdarah. Diare
berdarah dapat berlangsung selama 2 hingga 5 hari. Penderita juga dapat
mengalami pergerakan isi perut selama sepuluh kali atau lebih dan dapat juga
mengalami pusing
Klasifikasi cacing tanah (L. rubellus) adalah: Kingdom Animalia, Phylum Annelida,
Kelas Oligochaeta, Ordo Torriselae, Family Lumbricidae, Genus Lumbricus, Spesies
L. rubellus. Cacing tanah yang termasuk phylum Annelida, tubuhnya bersegmen-
segmen. Hidup didalam tanah yang lembab, dalam laut dan dalam air, pada
umumnya hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komensial
pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga bersifat parasit pada vertebrata.
Tubuhnya juga tertutup oleh kutikula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis,
sudah mempunyai system norvesum, system cardiovascular, dan sudah ada rongga
tubuh (coelom) (Kastawi dkk., 2001). Cacing tanah jenis L. rubellus mempunyai
bentuk tubuh pipih. Jumlah cincin yana melingkari tubuhnya (segmen) yang dimiliki
sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen
27-23. L. rubellus, merupakan cacing berukuran relative kecil dengan panjang
anatara 4-6cm. Bagian punggungnya bewarna merah coklat atau bewarna merah
violet. Selain warna dasar cacing ini juga memiliki warna iridescent atau warna
pelangi. Pada umumnya L. rubellus akan mencapai usia dewasa pada umur 179
hari, Sedangkan umurnya sampai 2.5 tahun (Dewangga, 2009).
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis jurnal penelitian dan beberapa teori yang telah
dilakukan, diperoleh pembahasan sebagai berikut.
3.1 Data hasil pengamatan terhadap diameter zona hambat terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang dianalis dengan Analisis of Variance
(ANNOVA). Rata-rata diameter zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat
bakteri Escherichia coli. Konsentrasi
Rata-rata diameter daerah bebas bakteri dalam
(mm)
Escherichia coli
C = (air rebusan 20%) 14,97 a
A = (Kontrol Amoxcilin 10 %) 12,71 a b
E = (air rebusan 60 %) 9,56 b
D = (air rebusan 40 %) 9,36 b
F = (air rebusan 80 %) 7,92 b
Berdasarkan hasil Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi air rebusan cacing
tanah 20 % sudah dapat menekan pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan
zona hambat sebesar (14,97 mm). Berarti pada konsentrasi tersebut air rebusan
cacing tanah sudah bersifat bakteriostatik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa air rebusan cacing tanah
(Lumbricus rubellus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dengan baik. Daya hambat yang terbentuk pada masing-masing perlakuan
berbeda-beda. Pada konsentrasi 20 % menunjukkan rata- rata daerah hambat
terbesar yaitu 14,49 mm dan pada konsentrasi 80 % menunjukkan rata-rata daerah
hambat terkecil yaitu 7,92 mm. Sebagai kontrol positif digunakan amoxicillin 10 %
yang menghasilkan rata-rata diameter 12,70 mm dan kontrol negatif yang tanpa
menggunakan air rebusan cacing tanah tidak menunjukkan adanya daya hambat.
Sehingga data yang didapat tersebut dapat di analisis berdasarkan PICOT yaitu:
P: None
I: Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Escherichia coli
C: kadar rebusan air cacing tanah dengan kadar 20%, 40%, 60% , 80% , air
rebusan tanpa cacing tanah, dan control amoxilin 10%
O: dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia Coli yang dapat
menyebabkan diare akut.
T: 6 bulan dilaksanakan terhitung dari November 2011 sampai mei 2012
3.2 Cacing tanah (L. rubellus) banyak mengandung protein 64 - 76 dan
mengandung asam amino prolin sekitar 15 % dari 62 asam amino (Cho et al., 1998
dalam Damayanti, 2009). Didalarn ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin,
antipiretik, antidota, vitamin dan beberapa enzim misalnya lumbrokinase,
peroksidase, katalase dan selulose yang berkhasiat untuk pengobatan
(Priosoeryanto 2001).
Adanya daya hambat bakteri yang dibentuk oleh air rebusan cacing tanah (L.
rubellus) disebabkan adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri E. coli,
kemampuan dari air rebusan cacing tanah (L. rubellus), karena mempunyai
senyawa antimikroba yaitu Lumbricin. Cacing tanah (L. rubellus) mengandung
bioaktif Lumbricin atau senyawa-senyawa peptida yang dapat menghambat bakteri
gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu cacing tanah (L. rubellus)
juga kaya senyawa peptida seperti coelomocytes (bagian sel darah putih)
didalamnya terdapat lysozym yang berperan dalam aktivitas fagositosis serta
berfungsi untuk meningkatkan kekebalan (Cho et al, 1998 dalam Julendra 2007).
Adapun senyawa aktif cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloid, senyawa
alkaloid pada cacing tanah mengandung atom nitrogen dan bersifat basa (pH lebih
dari 7) yang juga dimiliki tumbuhan seperti kina dan tembakau sebagai antibakteri
(Khairuman dan Khairul, 2009).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan antara
lain: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa air rebusan cacing tanah dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Air rebusan cacing tanah yang
efektif dalam menghambat Escherichia coli adalah pada konsentrasi 20 %.
4.2 Saran
1. Perlu diadakan penelitian terkait KHM pada biakan bakteri lainnya
2. Perlu lebih dikembangkan lagi usaha perawat dalam meneliti serta
menginformasikan kepada masyarakat menegenai potensi cacing tanah terutama
dalam pengobatan diare akut.
KESIMPULAN
Annelida berasal dari bahasa latin: annulus = cincin/gelang, maka sering juga disebut
cacing gelang karena tubuhnya tersusun atas segmen yang menyerupai cincin atau gelang.
Annelida merupakan binatang triploblastik selomata, tubuhnya bersegmen. Setiap segmen
dibatasi oleh sekat (septum). cacing protostome dengan tiga lapisan sel, saluran cerna dengan
mulut dan anus, sebuah dinding tubuh dengan otot membujur dan melingkar. Annelida memiliki
panjang tubuh sekitar 1mm sampai 3 m, tubuhnya simetri bilateral, berbentuk seperti gelang
('anellus' = cincin), memiliki alat gerak berupa bulu-bulu kaku pada setiap segmen dan memiliki
sistem peredaran darah tertutup serta tubuh tertutupi oleh kutikula yang licin yang terletak diatas
ephitelium. Annelida dikelompokan menjadi 3 kelas yaitu : polychaeta (cacing berambut
banyak), oligochaeta (cacing berambut sedikit), hirudinea (lintah). Sebagian besar annelida hidup
bebas didasar laut dan perairan tawar atau ada juga yang hidup ditanah dan tempat-tempat
lembab. Ada 2 penyakit yang disebabkan oleh hewan annelida yaitu : Ascariasis disebabkan
oleh Ascaris Lumbricoides dan keputihan yang disebabkan oleh Trichomoniasis atau infeksi
akibat parasit Trichomonas vaginalis. Selain itu ada beberapa manfaat yg dapat diperoleh
perawat dengan mempelajari hewan annelida, yaitu : Dapat mengetahui apa itu hewan anelida,
bagaimana struktur tubuh dan juga habitatnya, klasifikasi hewan anelida,keuntungan dan
kerugian dari hewan anelida, dan mengetahui penyakit yang disebabkan oleh hewan anelida.
DAFTAR PUSTAKA
- Berhman RE, Kliegman RM, dan Arvin AM. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Editor edisi bahasa Indonesia A. Samik Wahab. Edisi 15. Jakarta : EGC.
- Soegijanto, Soegeng. 2005. Kumpulan Makalah Penyakit Ttopis dan Infeksi di Indonesia. Cetakan 1. Surabaya : Airlangga University Press.
- Kasdu, Dra. Dini, M.Kes. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta : Puspa
Swara.
- Muslim, H. M, M.Kes. 2005. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
- Zulkoni, Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.
- http://www.googleimage.Trichomonas vaginalis.com
- Indriati, gustina. 2012. Pengaruh air rebusan cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Medan : Universitas negeri medan.
- Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et
al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange
Medical Books, 2003. 225 – 68
- Damayanti, E. Sofyan, A. Julendra, H. Untari T. 2009. Pemanfaatan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Agensia Anti-Pullorum Dalam Imbuhan Pakan Ayam Broiler. Jurnal Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada: Yogyakarta
- Dewangga, A, G. (2009). Pengaruh Penggunaan Tepung Cacing Tanah Lumbricus
rubellus) Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal
Jantan. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta: Surakata.
- Lu L, Walker WA. 2001. Pathologic and physiologic interactions of bacteria with
- the gastrointestinal epithelium. Am J Clin Nutr 73 (suppl) ; 1124S-1130S.
- Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam :
Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan
Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga
University Press, 2002. 34 – 40.
- Sujaya, I Nengah, dkk. Potensi Lactobacilus spp. Isolat Susu Kuda Sumbawa sebagai
Prebiotik. Jurnal Veteriner. 2008. Vol. 9 No. 1 :33-40, ISSN : 1411-8327.
- Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati
S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine
2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.