angkatan 50.doc

9
ANGKATAN 50-AN Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya sastra Salah Asuhan H.B. Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan Indonesia pada awal tahun 1960 yang menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke dalam [olitik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G-30S di Indonesia. Penulis dan karya sastra angkatan 50/60-an yang paling menonjol adalah N.H Dini (Nurhayati Dini) dengan beberapa karyanya antara lain : Pada sebuah kapal, Namaku Hiroku, Pertemuan Dua Hati, dan Hati yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Selain itu, beberapa sastrawan dan karya sastra angkatan 50-an dan 60-an adalah sebagai berikut : 1. Ajip Rosidi Beliau dilahirkan di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat 31 januari 1983. Beliau adalah pendiri pusat studi sunda (2003). Selama 22 tahun (sejak april 1981) mengajar bahasa Indonesia di Osaka Gaikokugo daigaku (Osaka Gaidai), Osaka, Kyoto Sangyo Daigaku di Kyoto (1982- 1996), tenri Daigaku di Nara (1982-1995) dan di Asahi Cultural center (jepang), pengarang, editor, ketua dewan pendiri yayasan kebudayaan rancage, ketua pendiri yayasan

Upload: muhamad-zulfakar

Post on 01-Oct-2015

264 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

B. Indo

TRANSCRIPT

ANGKATAN 50-ANAngkatan 50-an ditandai dengan terbitnya sastra Salah Asuhan H.B. Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan Indonesia pada awal tahun 1960 yang menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke dalam [olitik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G-30S di Indonesia.

Penulis dan karya sastra angkatan 50/60-an yang paling menonjol adalah N.H Dini (Nurhayati Dini) dengan beberapa karyanya antara lain : Pada sebuah kapal, Namaku Hiroku, Pertemuan Dua Hati, dan Hati yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Selain itu, beberapa sastrawan dan karya sastra angkatan 50-an dan 60-an adalah sebagai berikut :1. Ajip Rosidi

Beliau dilahirkan di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat 31 januari 1983. Beliau adalah pendiri pusat studi sunda (2003). Selama 22 tahun (sejak april 1981) mengajar bahasa Indonesia di Osaka Gaikokugo daigaku (Osaka Gaidai), Osaka, Kyoto Sangyo Daigaku di Kyoto (1982-1996), tenri Daigaku di Nara (1982-1995) dan di Asahi Cultural center (jepang), pengarang, editor, ketua dewan pendiri yayasan kebudayaan rancage, ketua pendiri yayasan pusat studi sunda. Ia pernah bekerja menjadi pengajar bahasa dan kebudayaan Indonesia di Osaka Gaikokugo Daigaku (1981-2003), disamping mengajar juga di Kyoto Sangyo daigaku(1982-1996) dan Tenri Daigaku, Jepang (1982-1995). Ia memprakarsai pelembagaan Hadiah Sastra Rancage sejak 1989 dan memprakarsai penyelenggaraan konferensi Internasional Budaya Sunda (KJBS) 2001 di bandung. Sejak remaja ia banyak menulis baik dalam bahasa Indonesia maupun sunda. Buku-buku karyanya lebih dari seratus judul berupa roman, koleksi puisi, koleksi cerita pendek, memoar dan biografi.

2. A.A. NavisHaji Ali Akbar Navis adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenl adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Sang pencemooh kelahiran Kampung Jawa, Padang Panjang, 17 November 1924 dan meninggal di Padang, 22 Maret 2003 ini adalah salah seorang tokoh yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanay untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mkengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan, tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptur. Walaupun ia tahu rsisikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.

Pendidikan yang ditempuh penulis ini adalah INS Kayutanam (1932-1943). Beberapa pekerjaan yang pernah dilakukan beliau adalah kepala bagian kesenian jawatan kebudayaan provinsi sumatera barat di bukittinggi (1952-1955) pemimpin redaksi harian.

Semangat di padang (1971-1972), dosen part timer-fakultas sastra universitas andalas padang jurusan sosiologi minangkabau (1983-1985), ketua yayasan badan wakaf ruang pendidik INS kayutanam sejak tahun 1968 dan ketua umum dewan kesenian sumatera barat.

Beberapa karya A.A. Narvis yang terkenal adalah :1. Robohnya surau kami (1995)

2. Bianglala (1963)

3. HUjan Panas (1964)

4. Kemarau (1967)

5. Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi (1970)

6. Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)

7. Di lintasan Mendung (1984)

8. Alam Terkembang Jadi Guru (1984)

9. Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)

10. Jodoh (1998)

Beberapa penghargaan yang pernah beliau raih :

1. Hadiah Seni dari MENTERI pendidikan dan Kebudayaan RI (1988)

2. Lencana Kebudayaan dari Universitas Andalas Padang (1989)

3. Lencana Jasawan di Bidang Seni dan Budaya dari Gubernur Sumbar (1990)

4. Hadiah Sastra Mendikbud (1992)

5. Hadiah Sastra ASEAN/SEA Write Award (1994)

6. Anugrah Buku Utama dari Unesco/IKAPI (1999)

7. Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah RI.3. N. H. Dini

Nurhayati Sri Handini Siti Nukatin (lahir di Jawa Tengah, 29 Februari 1936) atau lebih dikenal dengan nama N.H Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia.

Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dan Pemerintah Thailand ini sudah terlanjur dicap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya.

Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri pondok baca nh dini di sekayu, semaraing ini sudah melahirkan puluhan karya.Beberapa karya NH Dini yang terkenal di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-Orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati Yang Damai (1998), dan karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia marah bila mendapati ketidakadilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan.Dalam karyanya yang baru berjudul dari Parangakik Ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap istrinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif seperti komentar Putu Wijaya kebawelan yang panjang.

4. Toto Sudarto BachtiarToto Sudarto Bachtiar (Cirebon, Jawa Barat, 12 Oktober 1929, meninggal karena serangan jantung di Cisaga, Banjar, Jawa Barat, 9 Oktober 2007) adalah penyair Indonesia yang seangkatan dengan W.S Rendra. Penyair angkatan 50-an dan 60-an ini dikenal masyarakat luas dengan puisinya, antara lain Pahlawan Tak Dikenal, Gadis Peminta-minta, Ibukota Senja, Kemerdekaan, Ode I, Ode II dan Tentang Kemerdekaan.

Beberapa karya toto S. bachtiar adalah sebagai berikut :a. Karya sastra asli

Suara, Kumpulan Sajak 1950-1955, 1956, memenangkan hadiah sastra BMKN Esai (kumpulan sajak, 1958)

Datang dari masa depan : 37 penyair Indonesia (2000)

b. Terjemahan

Pelacur (1954), terjemahan karya jean paul Sartre

Sulaiman yang Agung (1958), terjemahan karya Harold Lamb Bunglon (1965), terjemahan karya Anton Chekhov

Bayangan memudar (1975), terjemahan karya Breton De Nijs, yang diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa Pertempuran Penghabisan (1976), terjemahan karya Ernest Hermingway

Sanyasi (1979), terjemahan karya Rabindranath Tagore

5. W. S. RENDRA

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai Burung Merak. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cypranius Sugeng Brotoatmojo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik di Solo, disamping sebagai dramawan tradisional, sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keratin Surakarta. Masa kecil hingga remaja rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu.

Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya (SMA-1952), di sekolah Katholik St. Yosef di kota Solo.Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di akademi luar negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup.

Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya, tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatic Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Selain menulis, ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya dan tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.

Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu seperti kisah, seni, basis, konfrontasi, dan siasat baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade tahun 60-an dan 70-an.Kaki Palsu adalah drama pertamanya yang dipentaskan ketika di bangku smp dan Orang-Orang di Tikungan Jalan adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di bangku SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat nbahwa dalam sejarah kesusastraan indnesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan kelompok seperti angkatan 45, angkatan 60-an, atau angkatan 70-an.

Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dari kebebasan diri.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, diantaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India.

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 Dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Bertiner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival of The Arts (1988), The Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), Dan Tokyo Festival (1995).Beberapa karya W.S Rendra adalah sebagai berikut :

a. Drama

Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)

SEKDA (1977)

Mastodon dan Burung Kondor (1972)

Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)

Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)

Oedipus Sang Raja (terjemahan karya Sophocles, aslinya berjudul Oedipus Rex)

Kasidah Barzanji Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya jean giraudoux asli dalam bahasa prancis: La Guerre de Trole naura pas lieu)

b. Sajak/Puisi Jangan Takut Ibu

Balada Orang-orang Tercinta (kumpulan sajak)

Empat Kumpulan Sajak

Rick dan Corona

Potret Pembangunan Dalam Puisi

Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta!

Nyanyian Angsa

Pesan Pencopet kepada Pacarnya

Rendra : Ballads and Blues Poern (terjemahan)

Perjuangan Suku Naga

Blues untuk Bonnie

Pamphleten van een Dichter

State of Emergency

Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api

Mencari Bapak

Rumpun Alang-alang

Surat Cinta

Sajak Rajawali

Sajak Seonggok Jagung6. Bokor Hutasuhut

Karyanya :

Datang Malam (1963)

7. Enday RasidinKaryanya :

Surat inta8. Nugroho notosusanto

Karyanya :

Hujan Kepagian (1958)

Rasa Sajange (1962)

Tiga Kota (1959)

9. Ramadhan K.H

Karyanya :

Api dan Si Rangka

Priangan Si Djelita (1956)

10. Sitor Situmorang

Karyanya :

Dalam Sadjak (1950)

Djalan Mutiara : Kumpulan Tiga Sandiwara (1954)

Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)

Surat Kertas Hidjau : Kumpulan Sadjak (1953)

Wadjah Tak Bernama : Kumpulan Sadjak (1955)

11. Subagio Sastrowardojo

Karyanya :

Simphoni (1957)

12. Titis Basino

Karyanya :

Pelabuhan Hati (1978)

Dia, Hotel, Surat Keputusan (cerpen) (1963)

Lesbian (1976)

Bukan Rumahku (1976)

Pelabuhan Hati (1978)

Di Bumi Aku Bersua di Langit Aku Bertemu (1983) Trilogi : Dari Lembah Ke Coolibah (1997) Welas Asih Merengkuh Tajali (1997) Menyucikan Perselingkuhan (1998) Aku Supiah Istri Wardian (1998) Tersenyumpun Tidak Untukku Lagi (1998) Terjalnya Gunung Batu (1998) Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah (1998) Rumah Kaki Seribu (1998) Tangan-tangan Kehidupan (1999) Bila Binatang Buas Pindah Habitat (1999) Mawar Hitam Milik Laras (1999)13. Trisnojuwono

Karyanya :

Angin laut (1958)

Dimedan Perang (1962)

Laki-laki dan Mesiu (1951)