anemia aplastik

Upload: azzahracika

Post on 07-Mar-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka

TRANSCRIPT

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

III.1. DefinisiAnemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Untuk kriteria anemia menurut WHO yaitu :

(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

III.2. EpidemiologiAnemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun. Puncak insiden kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Umur dan jenis kelaminpun bervariasi secara geografis.Di Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar antara 15-24 tahun.Cina melaporkan sebagian besar kasus anemia aplastik pada perempuan berumur di atas 50 tahun dan pria di atas 60 tahun.Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada perempuan.Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

III.3 EtiologiPenyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%.Infeksi jamur dan sepsis bacterial merupakan penyebab kematian utama.

III.4. PatogenesisDahulu anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahan-bahan kimia dan obat-obatan.Anemia aplastic dianggap disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik. Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebabnya, maka pasien digolongkan anemia aplastik idiopatik.Anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan.Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea.Bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzena. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen, misalnya virus Epstein Barr, influenza A, dengue, tuberculosis (milier). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang, melalui gangguan pada sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat menimbulkan pansitopenia. Pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara.Hal ini disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah, atau tidak ada perangsang hematopoiesis.Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.Namun sekarang diyakini patofisiologi anemia aplastik yaitu kelainan autoimun.Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk menyembuhkan anemia aplastik memperlihatkan adanya kondisi defesiensi sel asal (stem cell).Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni hemopoetik alogenik dan autologous.Setelah itu diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoetik pada kelainan ini.Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik.Pada seorang pasien, kelainan respon imun tersebut kadang-kadang dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia tertentu.Banyak data laboratorium yang menyokong hipotesis bahwa pada pasien anemia aplastik didapat, limfosit bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel hematopoetik.Eksperimen awal memperlihatkan bahwa limfosit pasien menekan hematopoiesis.Sel-sel ini memproduksi faktor penghambat yaitu interferon-.Adanya aktivasi respon sel T helper-1 (Th1) disimpulkan dari sifat imunofenotipik sel-sel T dan produksi interferon, tumor necrosis factor, dan interleukin (IL) 2 yang berlebihan.

Gambar 1. Destruksi imun pada sel hematopoetik(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya kematian sel CD34 yang diperantarai ligan Fas dan aktivasi alur intraselular yang menyebabkan penghentian siklus (cell cycle arrest). Sel-sel T dari pasien membunuh sel-sel asal hemopoetik dengan manner yang HLA-DR restricted melalui ligan Fas.Aktivasi Fasreseptor oleh ligan Fas menyebabkan apoptosis sel target . Beberapa efek dari IFN - dimediasi melalui interferon. Faktor regulasi 1 (IRF - 1) , yang menghambat transkripsi gen seluler dan masuk ke siklus sel .IFN - adalah inducer kuat dari banyak gen seluler , termasukinducible nitric oxide synthase(NOS ), dan selanjutnya memproduksi toxic gas nitrit oksida (NO) yangdapat menyebabkan efek toksik pada sel. Peristiwa ini akhirnya menyebabkan berkurangnya siklus sel dan kematian sel denganapoptosis .Sel-sel asal hemopoetik yang paling primitif tidak atau sedikit mengekspresikan HLA-DR atau FAS, dan ekspresi keduanya meningkat sesuai pematangan sel-sel asal.Jadi sel-sel asal hemopoetik primitif, yang normalnya berjumlah kurang dari 10% sel-sel CD34+ total, relatif tidak terganggu oleh sel-sel autoreaktif. Sel-sel asal hemopoetik yang lebih matur dapat menjadi target utama serangan autoimun.Pada anemia aplastik, sel-sel CD34+ dan sel-sel induk (progenitor) hemopoetik sangat sedikit jumlahnya.Namun meskipun defesiensi myeloid (granulositik, eritroid, dan megakariosit) bersifat universal pada kelainan ini, defesiensi imunologik tidak lazim terjadi.Hitung limfosit umumnya normal pada hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T.Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum tulang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau specimen core biopsy sumsum tulang.Hasil pencitraan dengan magnetic resonance imaging vertebra memperlihatkan digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak yang merata.Secara kuantitatif, sel-sel hematopoetik yang imatur dapat dihitung dengan flow cytometry.Sel-sel tersebut mengekspresikan protein cytoadhesive yang disebut CD34. Pada pemeriksaan flow cytometry, antigen sel CD34+ dideteksi secara fluoroseins satu persatu, sehingga jumlah CD34 dapat dihitung dengan tepat. Pada anemia aplastic, sel-sel CD34+ juga hampir tidak ada yang berarti bahwa sel-sel induk pembentuk koloni eritroid, myeloid, dan megakariositik sangat kurang jumlahnya.

III.5. Penegakan DiagnosisPada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.Penegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flowcytometry darah tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria nocturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik.Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah :1. Satu dari tiga sebagai berikuta. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau hematocrit kurang dari 30%b. Trombosit kurang dari 50x109/Lc. Leukosit kurang dari 3,5x109/L atau neutrofil kurang dari 1,5x109/L2. Dengan retikulosit