anemia aplastik

Download Anemia Aplastik

If you can't read please download the document

Upload: ari-yesika-bahen

Post on 09-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Siklofosfamid' Perpanjang Usia Penderita Anemia Gizi.net - SAAT ini, penderita penyakit anemia aplastik, yaitu gangguan sumsum tulang sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah, boleh bergembira. Sebab, dr Abidin Widjanarko telah membuat sistem pengobatan relatif murah dan membuat kondisi pasien membaik. Model pengobatan yang ditawarkan spesialis penyakit dalam itu adalah pemberian obat siklofosfamid dosis sedang. Obat tersebut, katanya, memberikan respons positif terhadap pasien anemia aplastik. Hasil temuan Direktur Umum RS Kanker Dharmais itu dipaparkan di hadapan Senat Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, beberapa waktu lalu di Jakarta. Dan, oleh tim penguji yang dipimpin Prof dr Agus Firmansyah dengan anggota lima orang, Abidin dinyatakan lulus meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran. Dalam disertasinya berjudul Sel CD34, CD55, CD59 dan Sitogenetik Sumsum Tulang serta Serologi Ana dan Anti-ds DNA sebagai Faktor Prediksi Respon Pengobatan Anemia Aplastik, Abidin mengatakan, penelitian yang dilakukannya untuk memberikan pengobatan efektif dan terjangkau oleh pasien menengah ke bawah. Pengobatan itu berupa siklofosfamid dosis menengah 750 mg/m2 LPB (luas permukaan badan) atau setara dengan 20 mg/kg BB. ''Dari hasil penelitian obat ini memiliki efek imunosupresi (meningkatkan daya tahan tubuh) yang lebih baik. Pasien bisa memperolehnya melalui berobat jalan dan pemberian infus selama dua jam. Harganya Rp350 ribu per siklusnya,'' jelas Abidin usai membacakan disertasinya. Setelah memberikan obat siklofosfamid selama dua bulan, katanya, terbukti sel-sel darah tepi pasien Abidin mengalami peningkatan. Hal itu bisa dilihat dari hasil penelitian pengulturan sel-sel CD34+, CD55- dan CD59+ di laboratorium. Lebih lanjut, Abidin mengatakan untuk membuat disertasinya itu, ia melakukan penelitian terhadap 21 pasien penderita anemia aplastik berat di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Semua pasien itu telah gagal dengan pengobatan baku, yaitu menggunakan obat prednison dosis tinggi. Kegagalan pengobatan itu bisa dihitung dari jumlah sel CD34+, sel CD55-, sel CD59-, sitogenetika, serologi ANA dan anti-ds-DNA. Pasien itu terdiri dari 12 perempuan dan 9 laki-laki dengan rentang usia pasien 15-49 tahun. Sebagian besar pasien berasal dari kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah yang berobat dengan fasilitas JPS Gakin. ''Pengobatan imunosupresif untuk anemia aplastik berat (AAB) yang memberikan hasil baik adalah pemberian antithymocyte/antilymphocyte Globulin (ATG/ALG). Tetapi harganya mencapai Rp200 juta setiap siklusnya,'' kata Abidin. Demikian juga pemberian siklofosfamid dosis tinggi selama dua siklus ditambah

perawatan di ruang isolasi steril, paling sedikit menghabiskan biaya Rp50 juta. Pengobatan Siklosporin-A dengan dosis 3 kali 100 mg per hari selama tiga bulan, lanjutnya, juga memerlukan biaya sedikitnya Rp18 juta. Sedangkan pemberian obat murah di RSUPN selama ini adalah prednison/prednisolon, androgen, vitamin B12, asam flat, dan transfusi komponen darah. ''Tetapi pemberian prednison dosis tinggi selama sebulan, hanya 5% pasien yang merespons obat itu di dalam tubuh. Prednison membantu menjarangkan pasien terhadap transfusi komponen darah. Tetapi pemberian asam folat dan vitamin B12 sama sekali tidak membantu.'' Lebih lanjut, Abidin menjelaskan pengobatan siklofosfamid memberikan harapan baik bagi penderita anemia aplastik. Sekitar 71% overall response kondisi sel darah merah pasien cukup baik dibandingkan pengobatan konvensional prednison dosis tinggi yang hanya memberikan 5% overall response. Dengan adanya model pengobatan relatif murah itu, lanjutnya, usia harapan hidup pasien pun bisa lebih panjang. Selama ini pasien anemia aplastik hanya bertahan hidup kurang dari 10 tahun, ''Mudah-mudahan penelitian ini bisa membantu kondisi pasien makin membaik.'' Pasien anemia aplastik sangat membutuhkan sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen ke otak. Penyebab penyakit ini, katanya, diduga karena penderita terpapar zat kimia terlalu lama, faktor genetik, kecelakaan, atau trauma hebat yang menyebabkan perdarahan tidak berhenti, gangguan sistem imun tubuh, penyakit tifus, infeksi (demam berdarah dengue, tifus lanjut) dan sebagainya. (Nda/V-1) http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1112241137,32001,