anatomi adnexa mata
TRANSCRIPT
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERSMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM
Oleh : Umi Hani
Pembimbing : dr. Sukirman Sp.M
Hari/Tanggal : Rabu 11 Juli 2012
ANATOMI DAN FISIOLOGI ADNEKSA MATA DAN SISTEM LAKRIMAL
PALPEBRA
A. Struktur Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah palpebra. Fungsinya
adalah mencegah benda asing masuk, dan juga membantu proses lubrikasi permukaan kornea.
Pembukaan dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus orbikularis okuli dan muskulus
levator palpebra. Muskulus orbikularis okuli pada kelopak mata atas dan bawah mampu
mempertemukan kedua kelopak mata secara tepat pada saat menutup mata. Pada saat membuka
mata, terjadi relaksasi dari muskulus orbikularis okuli dan kontraksi dari muskulus levator
palpebra di palpebra superior. Otot polos pada palpebra superior atau muskulus palpebra
superior (Müller muscle) juga berfungsi dalam memperlebar pembukaan dari kelopak tersebut.
Sedangkan, palpebra inferior tidak memiliki muskulus levator sehingga muskulus yang ada
hanya berfungsi secara aktif ketika memandang kebawah (Encyclopædia Britannica, 2007)
Selanjutnya adalah lapisan superfisial dari palpebra yang terdiri dari kulit, kelenjar Moll dan
Zeis, muskulus orbikularis okuli dan levator palpebra. Lapisan dalam terdiri dari lapisan tarsal,
muskulus tarsalis, konjungtiva palpebralis dan kelenjar meibom (Wagner, 2006).
B. Inervasi Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi cabang
zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra dan beberapa muskulus
ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot polos pada palpebra dan okuler diaktivasi
oleh saraf simpatis. Oleh sebab itu, sekresi adrenalin akibat rangsangan simpatis dapat
menyebabkan kontraksi otot polos tersebut (Encyclopædia Britannica, 2007).
Fisiologi Mengedip
A. Refleks Mengedip
Banyak sekali ilmuan mengemukakan teori mengenai mekanisme refleks kedip seperti
adanya pacemaker atau pusat kedip yang diregulasi globus palidus atau adanya hubungan dengan
sirkuit dopamin di hipotalamus. Pada penelitian Taylor (1999) telah dibuktikan adanya hubungan
langsung antara jumlah dopamine di korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian agonis
dopamin D1 menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan penghambatannya
menyebabkan penurunan refleks kedip mata. Refleks kedip mata dapat disebabkan oleh hampir
semua stimulus perifer, namun dua refleks fungsional yang signifikan adalah (Encyclopædia
Britannica, 2007):
1) Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva yang disebut
refleks kedip sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung cepat yaitu 0,1 detik.
2) Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks kedip optikus. Refleks
ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.
APARATUS LAKRIMALIS
Aparatus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi
air mata. Berikut adalah gambar anatomi dari sistem lakrimalis (Wagner, 2006).
Gambar 2 : Anatomi Sistem Lakrimalis
A. Sistem Sekresi Air Mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata
perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan
pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang
terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti
buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral
aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil.
Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas
duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh
emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra
(epiphora). Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus
intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar
lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan
penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang menghasilkan cairan
serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva,
terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan
glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian
palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal (Sullivan, 1996 dan Kanski, 2003).
B. Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai di lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem
ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan
menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke punkta
sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula
mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air
mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh
gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip-
katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang
paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus
nasolakrimalis (Sullivan, 1996). Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata yang
berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal
inferior (Wagner, 2006).
C. Air Mata Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab oleh air
mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan
lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan
inilah yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata
menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma
darah. Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki aktivitas
sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria (Encyclopædia Britannica, 2007).
Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim, menurut Sihota (2007), hal ini
tidak dianggap sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme
tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu membilas mikroorganisme
tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam
plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan
perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air
mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam
keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295
sampai 309 mosm/L (Whitcher, 2000). Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit, protein dan sitokin
dalam komposisi air mata (Pflugfelder, S.C., 2004).
Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai stimuli. Stimulus
tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva, mukosa hidung, stimulus pedas
yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata juga akan keluar
sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan
emosional. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata
menghilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata
menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air mata yang
poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen oleh saraf autonom,
dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang memberikan pengaruh motorik yang
paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin)
dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan
menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat
diinterpretasikan sebagai respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak
selalu sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata
(Encyclopædia Britannica, 2007).
KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran mukosa tipis
yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata dan berakhir
pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian
yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva
dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea pada limbus. Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan epithelium dan menebal
secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi
pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa
keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus,
sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah
kornea (Sihota, 2007).
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya – membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang
banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus
trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. (Riordan-Eva, 2000).
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen
ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan
nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu,
terdapat pertahanan spesifik berupa
Mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA (Sihota, 2007). Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis
kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu (Kanski, 2003):
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal.
b.Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan
sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar
Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya
yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan
bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang
baik (Sihota, 2007).