anamnes is
DESCRIPTION
Makalah Blok 16TRANSCRIPT
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Lius Gerald
102010043
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat, Telp 021-56942061
Pendahuluan
Secara sederhana, definisi GERD adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang
menyebabkan heartburn dan gejala lain. Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal
reflux disease, GERD) kurang umum dijumpai dan derajat keparahan endoskopiknya lebih
ringan di Asia dibandingkan di negara-negara Barat. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis
GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Sementara itu, tidak terdapat pemeriksaan
baku emas untuk diagnosis penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD)
dan diagnosisnya mengandalkan gejala atau respons terhadap pengobatan proton pump
inhibitor (PPI). Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, memperingan
gejala, mempertahankan pasien tetap bebas gejala, memperbaiki kualitas hidup, dan
mencegah komplikasi. GERD harus dibedakan dari penyakit saluran cerna atas yang terkait
H. pylori, terutama ulkus peptikum dan kanker lambung.
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang sangat penting, yang bersama-sama dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang lainnya akan mempermudah diagnosis penyakit. Pada anamnesis wajib
ditanyakan identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, dan
juga riwayat penyakit menahun keluarga.
Pada skenario pasien berumur 50 tahun datang dengan keluhan bila makan cepat kenyang dan
perut terasa penuh disertai nyeri ulu hati kadang dan kembung bila makan lebih dari 7 sendok
makan. Bila tetap dipaksa makan, perut terasa penuh sekali sehingga sesak disertai muntah
berupa cairan asam. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 bulan dan pasien memiliki
kebiasaan minum soft drink dan jamu tiap 2 hari sekali.
Dapat pula ditanyakan pada pasien bagaimana nafsu makannya lalu apakah ada rasa perih
dilambung. Bila ada sejak kapan dan tanya bagaimana kebiasaan makannya. Tanyakan juga
apakah ada tanda-tanda kebanyakan gas dalam perut seperti sering sendawa.
Pada pasien ini terdapat nyeri ulu hati, hal ini bisa disebabkan karena refluks isi lambung ke
esofagus. Kembung pada pasien ini mungkin juga bisa disebabkan oleh banyaknya gas dalam
perut. Perasaan cepat kenyang pada pasien dapat disebabkan oleh adanya obstruksi saluran
keluar lambung atau adanya kelainan pada pengosongan lambung, muntah yang disertai asam
menandakan makanan berasal dari refluks lambung.
Pemeriksaan fisik
Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan fisik abdomen maka dibagi berdasarkan
kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4, yaitu
kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah.
Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri,
umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, inguinal kanan-kiri. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan antara lain inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.1
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Palpasi : kita meraba terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan perut sekitar pusar.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, batas hepar, batas ginjal, batas lien,
ada/tidaknya penimbunan cairan diperut
Auskultasi : terdapatnya bising usus.
Umumnya pemeriksaan fisik untuk kasus seperti skenario di atas tidak begitu khas.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain pemeriksaan laboraorium, endoskopi,
biopsi jaringan, radiologi. Pemeriksaan laboratorium berguna untuk mengidentifikasi adanya
faktor infeksi (leukositosis), pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA,
CA 19-9, AFP).
Pemeriksaan endoskopi sangat dianjurkan untuk dikerjakan Teknik pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/ intra lumen saluran cerna bagian
atas seperti adanya tukak atau ulkus, tumor, dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh
jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya
atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.
Radiologi (pemeriksaan barium meal) : pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan
struktural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran
ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan
atau/ stenotik/ obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.1 Pada tukak di
lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi
kontras media. Kanker di lambung secara radiologist akan tampak massa yang irregular, tidak
terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.2
Working diagnosis
Working diagnosis yang dijalankan adalah GERD. GERD adalah suatu keadaan patologis
sebagai akibat dari refluks kendungan lambung ke dalam esofagus, laring, faring, dan saluran
nafas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan kambung ke esofagus dapat menimbulkan
berbagai gejala di esofagus maupun ekstraesofagus, dapat menyebabkan komplikasi berat
seperti striktur, barret’s esophagus bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus.3
Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif ),
didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal
akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah
endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive
reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai
GERD dengan gejalagejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat
pemeriksaan endoskopi saluran cerna.4
Diagnosis banding
Diagnosis banding yang dijalankan adalah dyspepsia fungsional, tukak peptik, gastritis.
Dispepsia
Dispepsia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejaka nyeri atau rasa tidak nyaman di uli hati, kembung mual, muntah, sendawa, rasa cepat
kenyang, perut terasa penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu semua ada pada tiap pasien.
Terdapat berbagai definis tentang dispepsia, salah satunya yang dapat dipakai adalah
dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini
berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan suatu sindrom yabg harus dicari penyebabnya
Dispepsia fungsional adalah dispepsia yangterdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
kelainan /gangguan organik/struktural biokimia.
Dalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan tentang gastrointestinal
fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai :
Adanya satu atau lebih keluhan berikut : rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri
ulu hati, rasa terbakar di epigastrium.
Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya endoskopi saluran cerna) yang
dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.
Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkan.5
Dari kriteria di atas pemeriksaan endoskopi sangat diperlukan untuk memastikan tidak
adanya kelainan struktural. Jika terdapat kelainan struktural maka dapat dimasukkan ke
dispepsia organik atau penyakit lain seperti GERD.
Ulkus peptik
Tukak gaster atau ulkus peptik merupakan luka terbuka dengan pinggira edema disertai
indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris..
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan terjadinya tukak peptic, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
2. Golongan darah. Penderita dengan darah O lebih banyak.
3. Susunan saraf pusat
4. Inflamasi bakterial.
5. Inflamasi nonbakterial.
6. Infark.
7. Faktor hormonal.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin akan
merangsang sekresi lambung.
10. Herediter.
11. Berhubungan dengan penyakit lain, misal Hernia diafrakmatika, Sirosis hati dan Penyakit
paru-paru.
12. Faktor daya tahan jaringan. Definisi Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang)
yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus
peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada
lokasinya.6
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi seperti Nyeri, Pirosis (nyeri uluhati), Muntah, Konstipasi dan perdarahan
Gastritis
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa lambung.
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Gastritis akut : Merupkan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-
faktor agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.
2. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri helicobacter pylori.7
Gejala klinis pada gastritis akut antara lain nyeri epigastrum, nausea, muntah-muntah,
anorexia, Cepat sembuh bila penyebab cepat dihilangkan. Pada gastritis kronik : Tampak
pucat, Hb tidak normal, perut terasa panas, anorexia, epigastrum terasa tegang. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan histopatologi.
Epidemiologi
GERD umum ditemukan pada populasi dinegara-negara barat, namun dilaporkan rendah
insidennya di negara asia afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa
mengalami gejala refluks sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala
tersbut sekali dalam sebulan.
Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun divisi
gastroenterologi departemen ilmu penyakit dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo
jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani
pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia. 3
Tingginya gejala refluks pada populasi di negara-negara barat diduga disebabkan karena
faktor diet dan meningkatnya obesitas.
Patogenesis dan etiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi
lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan
kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan atau aliran
retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus
melalui LES hanya terjadi jika tonus LES tidak ada atau sangat rendah.
Refluks gstroesofageal terjadi melalui 3 mekanisme:
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat.
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Patogenesis terjadinya gerd menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus
dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus adalah:
- Pemisah refluks (tonus LES)
- Bersihan asam dari lumen esofagus
- Ketahanan epitel esofagus.
Yang dimaksud faktor ofensif adalah potensi daya rusak reflukstat. Kandungan lambung yang
menambah potensi daya rusak reflukstat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, enzim
pankreas. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain: dilatasi
lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. 3
Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan GERD. Hanya sedikit bukti yang
menunjukkan bahwa infeksi H. pylori mempunyai peran patogenik langsung terhadap
kejadian GERD. Tidak terdapat korelasi antara infeksi H. Pylori dan esofagitis, tetapi infeksi
galur (strain) beruvirulen organisme tersebut, yang ditandai oleh CagA positif, berbanding
terbalik dengan esofagitis, esofagus Barrett (dengan atau tanpa displasia) dan
adenokarsinoma esofagus. Setiap pengaruh infeksi H. Pylori pada GERD terkait dengan
gastritis yang ditimbulkannya dan efeknya pada sekresi asam lambung. Efek eradikasi H.
pylori pada gejala refluks dan GERD bergantung pada dua faktor: (i) distribusi anatomis
gastritis; dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya. 4
Manifestasi klinik
Gejala klinik yang khas dari gerd adalah nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa
pahit di lidah. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena
striktur atau keganasan yang berkembang dari barret’s esophagus. Odinofagia bisa timbul jika
sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat. GERD dapat pula menimbulkan gejala
ekstraesofageal seperti non kardiac chest pain,suara serak, laringitis, batuk, bronkiektasis,
Asma. 3
Gejala GERD biasanya terjadi perlahan-lahan, sangat jarang terjadi secara akut atau keadaan
yang mengancam nyawa. Oleh sebab itu umumnya pasien dengan GERD memerlukan
penatalaksanaan secara medik.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa
serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD
adalah menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan gejala atau keluhan, mencegah
kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut:
1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur
dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah
refluks dari lambung ke esofagus.
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES.
3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.
4. Menurunkan berat badan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi
tekanan intra abdomen.
5. Hindari makanan/minuman seperti coklat, teh, kopi dan minuman bersoda karena
dapat menstimulasi sekresi asam.
6. Jika memungkinkan hindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES saperti
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium. 3
Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk terapi medikamentosa GERD antara lain:
- Antasida : cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak
menyembuhkan lesi esofagitis.
- Antagonis reseptor H2 :yang termauk golongan obat ini antara lain simetidin, ranitidin,
famotidin dan nizatidin. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
gejala ringan sampai sedang tanpa disertai komplikasi.
- Prokinetik: paling sesuai untuk pengobatan GERD secara teoritis karena penyakit
GERD lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya,
pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. Yang
termasuk golongan ini antara lain metoklopramid, domperidon, cisapride.
- PPI : drug of choice dalam pengobatan GERD, sangat efektif dalam menghilangkan
keluhan serta penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat
serta refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Yang termasuk golongan obat
ini yaitu omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, rabreprazole.3
Kesimpulan
Pasien dengan keluhan bila makan cepat kenyang dan perut terasa penuh disertai nyeri ulu
hati kadang dan kembung bila makan lebih dari 7 sendok makan dan bila tetap dipaksa
makan, perut terasa penuh sekali sehingga sesak disertai muntah berupa cairan asam di
diagnosis terkena GERD. Untuk memastikan pasien tersebut terkena GERD dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti endoskopi.
Daftar pustaka
1. Matondang, Corry S. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto;
2003.
2. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke
– 4. Jilid I. Jakarta : InternaPublishing ; 2009.h.441-2.
3. Makmun D. Penyakit refluks gastrointestinal. Buku ajar penyakit dalam edisi ke 5.
Jilid 1. Jakarta : interna publishing:2009.h.480-7.
4. Bestari M D. Penatalaksanaan GERD. Kalbemed.vol 38;No 7. November 2011.
H.490-2
5. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Buku ajar penyakit dalam edisi ke 5. Jilid 1.
Jakarta : interna publishing:2009.h..529-33.
6. Rusdi I. Gangguan ingesti, anoreksia, disfagia, dan regurgitasi. Gastroenterologi anak
praktis. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI ; 1988. Hal 105-8.
7. McPhee, Stephen, William F, Ganong. Pathophysiology. Gastrointestinal diseases.
San Fransisko : McGraw-Hill Companies ; 2006.