analisis yuridis mengenai penyalahgunaan posisi dominan

23
Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan melalui Kepemilikan Saham Dimas Eko Fabriyanto, Teddy Anggoro Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bertujuan untuk melindungi pasar agar tetap tercipta persaingan usaha yang efektif, wajar, dan efisien. Undang-Undang ini dapat ditegakkan kepada setiap pelaku usaha. Lingkup dari definisi pelaku usaha dipertanyakan ketika terdapat pelaku usaha asing yang karena aktivitas investasinya di Indonesia dipertanyakan. Berlakunya Undang-Undang kemudian didasarkan pada adanya suatu kendali yang dilakukan oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Kendali tersebut dapat diketahui dengan menerapkan suatu doktrin yakni doktrin entitas ekonomi tunggal atau yang lebih dikenal dengan single economic entity doctrine. Metode penelitian adalah metode kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan dari definisi “pelaku usaha” dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dijembatani oleh doktrin single economic entity yang menjadi dasar berlakunya penerapan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atas kelompok usaha Temasek. Kata kunci: persaingan, pelaku usaha, single economic entity, penerapan pasal Abstract Law of the Republic Indonesia Number 5 year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business aims to protect markets in order to establish efficient, effective, and fair business competitions. This law can be enforced to every businessman. The scope of businessman definition is under a Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

melalui Kepemilikan Saham

Dimas Eko Fabriyanto, Teddy Anggoro

Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Abstrak

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat bertujuan untuk melindungi pasar agar tetap

tercipta persaingan usaha yang efektif, wajar, dan efisien. Undang-Undang ini

dapat ditegakkan kepada setiap pelaku usaha. Lingkup dari definisi pelaku usaha

dipertanyakan ketika terdapat pelaku usaha asing yang karena aktivitas

investasinya di Indonesia dipertanyakan. Berlakunya Undang-Undang kemudian

didasarkan pada adanya suatu kendali yang dilakukan oleh induk perusahaan

terhadap anak perusahaan. Kendali tersebut dapat diketahui dengan menerapkan

suatu doktrin yakni doktrin entitas ekonomi tunggal atau yang lebih dikenal

dengan single economic entity doctrine. Metode penelitian adalah metode

kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan dari definisi “pelaku

usaha” dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dijembatani oleh

doktrin single economic entity yang menjadi dasar berlakunya penerapan Pasal 27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atas kelompok usaha Temasek.

Kata kunci: persaingan, pelaku usaha, single economic entity, penerapan pasal

Abstract

Law of the Republic Indonesia Number 5 year 1999 concerning Prohibition of

Monopolistic Practices and Unfair Business aims to protect markets in order to

establish efficient, effective, and fair business competitions. This law can be

enforced to every businessman. The scope of businessman definition is under a

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 2: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

question if there are foreign businessmen whose invesment activities are called

into question. The enactment of the law is based on a control done by holding

companies to their subsidiaries. The control can be recognized by applying single

economic entity doctrine. The method of research utilized in this research is

literature method. The result of the research shows that the scope of

‘businessman’ definiton in the Law Number 5 year 1999 can be associated with

the single economic entity doctrine which is the basis of the Article 27 of Law

number 5 year 1999 application for Temasek Group.

Keyword: competition,corporation, single economic entity, applicatin of article

I. PENDAHULUAN

Iklim persaingan usaha yang sehat akan berdampak positif bagi pelaku

usaha yang saling bersaing atau berkompetisi karena akan memunculkan upaya-

upaya untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang

dihasilkan.1 Namun akibat dari proses ekonomi pasar bisa menimbulkan beban

kesulitan bagi masyarakat jika terjadi ekonomi pasar yang dilakukan demikian

bebas yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Ekonomi pasar yang bebas

menimbulkan kecenderungan perusahaan/kelompok perusahaan berusaha

memperoleh kekuatan ekonomi yang berlebihan, memperbesar skala usaha untuk

mencari keuntungan yang yang besar, melakukan konspirasi menentukan harga,

membatasi produksi dan mengeksploitasi tenaga kerja. Semuanya itu akan

merugikan masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai peranan untuk

menghindarkan hal tersebut. Hakikat yang diharapakan dari adanya persaingan

yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya ialah berusaha untuk berproduksi

dengan lebih efisien, sehingga sering dikatakan bahwa persaingan identik dengan

efisensi. Di dalam negara yang menjalankan ekonomi pasar akan berusaha agar

kondisi persaingan antara perusahaan di dalam negara itu bisa terpelihara dan

berjalan dengan baik. Untuk itu umumnya dikendalikan melalui kebijakan

persaingan yang bisa memberikan suasana yang kondusif untuk persaingan.2

                                                                                                                         1 Abdul R.Saliman, Ahmad Jalis, Hermansyah, Essensi Bisnis Indonesia: Teori dan

Contoh Kasus, Jakarta, Kencana, 2004, hal: 170 2    Legowo, Op.Cit, hal 6

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 3: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Iklim persaingan yang sehat merupakan suatu condition sine qua non bagi

terselenggaranya ekonomi pasar. Karena itu Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 merupakan suatu kebutuhan dan menduduki posisi kunci dalam

perekonomian yang menggunakan sistem ekonomi pasar. UU ini akan

memberikan aturan main yang jelas kepada pelaku dunia usaha dalam

melaksanakan aktivitas bisnis mereka.3

Dari penjabaran sebelumnya dapat kita lihat bahwa dalam ekonomi pasar

yang bebas para pelaku usaha akan berusaha untuk dapat menguasai pasar. Hal ini

dilakukan dengan berbagai cara seperti: meningkatkan efisiensi perusahaan,

produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dalam struktur pasar yang

kompetitif, penguasaan pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha akan

menempatkan mereka pada posisi dominan atau memiliki market power yang

berarti bahwa pelaku usaha tersebut menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar

untuk suatu jenis produksi tertentu di suatu wilayah tertentu.

Ketentuan-ketentuan mengenai posisi dominan dalam hukum persaingan

dimaksudkan untuk mencegah penguasaan kekuatan pasar secara berlebihan. Hal

ini disebabkan karena pada umumnya lebih sederhana dan efektif mencegah

penguasaan kekuatan pasar daripada mengawasi penyalahgunaannya setelah

kekuatan pasar tersebut diambil. Oleh karena itu, pengaturan masalah posisi

dominan dalam hukum persaingan di Indonesia bersifat rule of reason, dalam

artian secara umum bahwa posisi dominan memang diperbolehkan asal jangan

sampai menimbulkan monopoli.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai produk dari hukum

persaingan yang telah berlaku hampir lebih dari tujuh tahun di Indonesia dapat

dikatakan sebagai suatu hal yang baru terutama dalam mengatur persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan masalah praktek-praktek perdagangan dengan

harapan berbagai masalah praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak

sehat di Indonesia dapat diselesaikan. Dalam Undang Undang No.5 Tahun 1999

mengenai posisi dominan terdapat dalam BAB V yang terdiri dari pasal 25 sampai

dengan pasal 29.

                                                                                                                         3 Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM & Benny K. Harman, SH, MH., Analisa dan

Perbandingan Undang-undang Anti Monopoli, (Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 1999), hal.2.  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 4: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Proses pembelajaran hukum persaingan usaha di Indonesia mengalami

perkembangan secara terus menerus, khususnya dalam penegakkan hukum

persaingan usaha itu sendiri. Hukum persaingan usaha di Indonesia banyak

menganut prinsip-prinsip yang digunakan dalam hukum persaingan usaha yang

dianut oleh negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan hukum

persaingan usaha, salah satu prinsip yang digunakan tersebut adalah doktrin single

economic entity.

Putusan KPPU Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang kasus

kepemilikan silang oleh kelompok usaha Temasek merupakan preseden baru bagi

penegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia. KPPU untuk pertama kalinya

secara eksplisit4 mengaplikasikan doktrin single economic entity. KPPU dalam

putusannya mengadopsi doktrin tersebut untuk menjerat pelaku usaha asing yang

berada diluar yurisdiksi Indonesia. Dengan diterapkannya doktrin single economic

entity maka terdapat perluasan subjek dari hukum persaingan usaha, keberadaan

suatu pelaku usaha tidak harus secara faktual didirikan dan berkedudukan di

Indonesia. Pelaku usaha yang tidak secara langsung melakukan kegiatan usaha di

Indonesia, sepanjang pelaku usaha tersebut memiliki hubungan dengan

perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia, dapat

dikategorikan sebagai subjek hukum persaingan usaha di Indonesia.5

Implikasi dari penerapan doktrin single economic entity dalam hukum

persaingan usaha selain memperluas subjek dari pelaku usaha tetapi juga

memperluas jangkuan standar pertanggungjawaban pemegang saham.6 Didalam

ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

pemegang saham memiliki tanggung jawab terbatas atas saham yang dimilikinya,

kecuali jika terbukti pemegang saham yang bersangkutan melakukan tindakan

                                                                                                                         4   Kasus Temasek merupakan kasus pertama dimana KPPU dalam putusannya secara

nyata menerapkan dan mengelaborasi mengenai penerapan doktrin single economic entity. 5   Hubungan tersebut dapat meliputi hubungan afiliasi, hubungan anak dan induk

perusahaan, hubungan keagenan, dan joint venture sepanjang telah memenuhi criteria untuk dapat dikategorikan sebagai suatu single economic entity.

6  Fachri Mohamad dan Wimbanu Widyatmoko (HHP), “The Emerging Single Economic Entity Doctrine in Indonesia”, <http//www.asia-law.com>, diakses pada tanggal 1 Februari 2013.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 5: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

diluar kewenangannya dan mengakibatkan kerugian perusahaan.7 Namun, dengan

doktrin single economic entity pemegang saham dapat bertanggung jawab atas

perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan jika berdampak terhadap

persaingan usaha tanpa perlu diterapkannya doktrin piercing corporate veil di

bawah rezime hukum persaingan usaha.

Mengingat bahwa doktrin single economic entity merupakan hal yang baru

dikenal di Indonesia, maka penerapan doktrin tersebut dalam kasus kelompok

usaha Temasek menimbulkan kontroversi. Banyak pihak mempertanyakan

keabsahan penerapan doktrin tersebut, bahkan dalam sebuah tulisan elektronik

disebutkan bahwa KPPU telah salah dalam menerapkan “doktrin antah berantah”

yang disebut doktrin single economic entity.8 Sanggahan juga dikemukakan oleh

Benny Pasaribu, yang merupakan anggota tim pemeriksa, dalam pandangannya ia

menyimpulkan bahwa Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

didefinisikan sebagai “business actor”, sehingga penggunaan “business group”

dan “ultimate parent” tidak dikenal. Saksi ahli tergugat Prof. Hikmahanto Juwana

juga mengatakan bahwa penerapan doktrin single economic entity tidak dikenal

dalam hukum persaingan usaha Indonesia. Ia juga menambahkan bahwa, apabila

prinsip doktrin single economic entity yang ingin digunaka untuk melihat aspek

pengendalian dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan, maka syarat-syarat

yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:9

1) Terdapat manajemen bersama antara induk dan anak perusahaan;

2) Rencana induk perusahaan juga meliputi kegiatan ekonomi dari anak-

anak perusahaannya; dan

3) Anak-anak perusahaan tidak diperkenankan membantah tindakan

manejemen perusahaan yang telah ditetapkan tersebut.

                                                                                                                         7   Piercing Corporate Veil adalah doktrin yang digunakan untuk membuktikan apakah

pemegang saham harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perusahaan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pemegang saham. Doktrin ini berlaku di bawaj rezime hukum perseroan terbatas Indonesia.

8   A. Junaidi, “Menguji Kebenaran Hukum Persaingan dan KPPU”, <http:www.hukumonline.com>, diakses pada tanggal 1 Februari 2013.

9  Putusan Perkara kasus Temasek Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007, hal. 156-157.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 6: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Pakar hukum persaingan usaha dari luar negeri pun memberikan

pendapatnya atas penerapan doktrin single economic entity di Indonesia. Ia adalah

Montag, seorang praktisi hukum yang berasal dari salah satu lawfirm terbesar di

dunia yang berkedudukan di Brusel, mengatakan bahwa agar induk perusahaan

dan anak perusahaan dianggap sebagai suatu single economic entity, maka harus

terlihat jelas bahwa anak perusahaan tidak memiliki kebebasan bertindak maupun

kebebasan ekonomi secara mutlak.10

Doktrin single economic entity ,memiliki peran yang penting dalam

menentukan bersalah atau tidaknya pelaku usaha yang secara bersama-sama telah

melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum persaingan usaha yang

berupa merger, penyalahgunaan posisi dominan, perjanjian yang dilarang, dan

praktek diskriminasi. Namun terdapat kegiatan anti-persaingan usaha yang tidak

dapat diterapkan oleh doktrin ini.

Dengan disahkannya Sherman Act oleh Kongres Amerika Serikat pada

tahun 1890, yang merupakan peristiwa penting bagi perkembangan hukum

persaingan usaha di Amerika Serikat, maka peradilan terhadap pelaku usaha serta

pihak yang terkait lainnya harus mulai mempertimbangkan kegiatan konspirasi

seperti apa yang dapat menghambat perdagangan. Sejak tahun 1940-an,

pengadilan mulai menganalisis karakteristik konspirasi dengan cara memperluas

status dari “single entity” kepada bentuk tertentu dari sebuah perjanjian bisnis.

Adanya perluasan dari “single entity”, dimana anak dan induk perusahaan;

perusahaan yang terafiliasi; perusahaan dengan divisinya; serta perusahaan

dengan para pegawainya yang kesemuanya merupakan satu entitas tunggal yang

terpisah satu sama lain. Sehingga pada periode ini muncul dan berkembang teori

intra-enterprise conspiracy.11 Pada tahun 1980-an muncul doktrin single

economic entity yang menggantikan keberadaan dari teori intra-enterprise                                                                                                                          

10  Ibid. 11   Teori intra-enteprise conspiracy adalah teori yang menyatakan bahwa kegiatan

bersama yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan induknya atau dengan anak perusahaannya, dua perusahaan yang terafiliasi, kerjasama antara perusahaan dengan divisi, perusahaan dengan pegawainya atau kegiatan antara perusahaan dengan agen yang melakukan kegiatan conspiracy sebagaimana disebutkan dalam Sherman Act section I dapat dikenakan sanksi menurut peraturan tersebut. Lihat kasus United States V. Yellow Cab Co, Kiefer Stewart Co v. Joseph E. Seagram & Sons, Inc. Debra J. Pearlstein, et.all, Antitrust Law Development, 5th ed, (American Bar Association, 2002), hal.25.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 7: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

conspiracy. Adanya dampak penting dari penerapan doktrin single economic

entity terutama terkait dengan pertanggungjawaban para pelaku usaha serta

terdapat perbedaan yang mendasar dari penerapan doktrin single economic entity

antara Indonesia dan Amerika Serikat, sebagai negara asal munculnya doktrin ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, pokok-pokok permasalahan

yang akan dibahas oleh penulis adalah:

1. Bentuk-bentuk kepemilikan saham apa sajakah yang diperbolehkan

menurut hukum persaingan usaha di Indonesia?

2. Bagaimana pembuktian yang dilakukan oleh KPPU dalam menentukan

penyalahgunaan posisi dominan melalui kepemilikan saham dalam Perkara

Nomor 07/KPPU-L/2007 dan Perkara Nomor 05/KPPU-L/2002.

Dengan memiliki permasalahan-permasalahan yang akan dipecahkan,

tujuan penelitian ini menjadi jelas, yaitu untuk mengetahui perihal pengaturan

mengenai penyalahgunaan posisi dominan melalui kepemilikan saham dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan mengetahui bagaimana

penerapan prinsip doktrin single economic entity di Indonesia.

II. Berbagai Bentuk Penyalahgunaan Posisi Dominan Melalui Kepemilikan

Saham

Kepemilikan terhadap saham yang dapat mengakibatkan terjadinya kepemilikan

silang (cross ownership) diperoleh melalui:12

a. Investasi Langsung, merupakan bentuk investasi dengan cara

membangun, membeli secara total, atau mengakusisi perusahaan.

b. Investasi Portofolio, merupakan investasi melalui kegiatan pasar modal

dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi.

c. Aksi Korporasi, yaitu berupa Intial Public Offering (IPO), Right Issue,

Stock Split, Pembagian Saham Bonus, Pembagian Deviden berupa

Deviden Saham, Additional Listing, Penawaran Tender, Divestasi,

                                                                                                                         12  Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2008), hal.38  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 8: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, serta Transaksi material yaitu

setiap pembelian saham termasuk dalam rangka pengambilalihan,

penjualan saham, penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau

kegiatan usaha tertentu.13

Cara-cara sebagaimana telah dijelaskan diatas merupakan cara yang dapat

ditempuh oleh pelaku usaha untuk memperoleh kepemilikan saham atas suatu

perusahaan secara sah dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-

undangan yang ada di Indonesia. Kepemilikan terhadap saham dapat dikatakan

melanggar ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 apabila

kepemilikan saham tersebut telah melampaui batas-batas yang ditentukan dalam

butir a dan butir b Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni

kepemilikan pelaku usaha pada dua atau lebih perusahaan tersebut mengakibatkan

satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai pangsa pasar

sebesar 50% atas suatu barang/jasa atau menguasai pangsa pasar sebesar 75% atas

suatu barang/jasa.

III. Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian yuridis

normative yang mengarahkan penelitian pada hukum positif dan norma tertulis.14

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yang akan menerangkan pengaturan

mengenai penyalahgunaan posisi dominan melalui kepemilikan saham. Menurut

ilmu yang dipergunakan, penelitian ini menggunakan tipe penelitian mono

disipliner dan ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu hukum.

Untuk alat pengumpulan data, penelitian ini akan menggunakan studi dokumen

dan jika dianggap perlu maka untuk melengkapi serta mendukung data sekunder

akan dipergunakan wawancara dengan sumber-sumber yang dinilai memahami

beberapa konsep atau pemikiran terkait data dari studi dokumen tersebut. Analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran                                                                                                                          

13   Gunawan Widjaya, Hak Individual dan Kolektif Para Pemegang Saham, Cet. 1, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal.14

14  Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Jakarta, 2005), hal. 10.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 9: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.15

Bahan penelitian yang sudah terkumpul akan dianalisis sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang akan dikomparasikan dengan kenyataan

yang ada pada prakteknya, khususnya dalam Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007

dan Perkara Nomor: 05/KPPU-L/2002.

IV. Analisa Penerapan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada

Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007

1. Para Terlapor:

Temasek Holding Pte. Ltd. (Singapura), Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd. (Singapura), STT Communications Ltd. (Singapura),

Asia Mobile Holding Pte. Ltd. (Singapura), Indonesia Communication

Limited (Mauritius), Indonesia Communication Pte. Ltd. (Singapura),

Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd. (Singapura). PT. Telkomsel

(Indonesia), PT. Indosat (Indonesia).

2. Dugaan Pelanggaran: Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999.

3. Kasus Posisi

Kelompok Temasek memiliki saham di dua perusahaan

telekomunikasi di Indonesia, yaitu: PT. Telkomsel dan PT. Indosat. Atas

tindakannya tersebut, Kelompok Temasek diduga melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999.

4. Analisa Kasus

Dalam putusan perkara ini, KPPU memutuskan bahwa Kelompok

Temasek terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 27

huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebelum penulis menganalisis

mengenai penerapan unsur-unsur doktrin single economic entity pada kasus ini,

                                                                                                                         15  Ibid.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 10: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

maka akan terlebih dahulu perlu dibahas mengenai yurisdiksi KPPU untuk

menjerat pelaku usaha asing. Yurisdiksi KPPU dalam menangani kasus yang salah

satu pihaknya adalah pelaku usaha asing menjadi sangat pentinga karena

menyangkut kompetensi absolut dari KPPU. Apabila kompetensi absolut tidak

terpenuhi maka kasus yang diajukan ke KPPU tidak dapat diproses lebih lanjut.

Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, KPPU berwenang untuk menerima laporan dari masyarakat aats dugaan

terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha, melakukan

penelitian, melakukan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha atas

dugaan pelanggaran persaingan usaha, menyimpulkan hasil penyelidikan atau

pemeriksaan, memanggil pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran dan

menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999.16 Dengan demikian yang menjadi objek

pemeriksaan KPPU adalah pelaku usaha yang diduga melanggar ketentuan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menganut prinsip wilayah

subyektif dan prinsip wilayah obyektif. Berdasarkan prinsip wilayah subyektif

yang termasuk pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 ditentukan berdasarkan tempat

kedudukan pelaku usaha dan dasar hukum yang digunakan pada saat berdirinya

pelaku usaha tersebut.17 Penerapan teori tempat pendirian dan tempat kedudukan

secara bersama dikenal dengan istilah kumulatif teori. Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dapat diterapkan terhadap kelompok pelaku usaha apabila perusahaan

induk berada di Indonesia, karena permasalahan mengenai kapan badan usaha

dianggap berkedudukan di Indonesia ditentuka oleh pimpinan maka dari itu

wilayah tempat kedudukan pimpinan usahalah yang menentukan kedudukan dari

badan usaha tersebut.18 Penerapan kumulatif prinsip wilayah subyektif dapat

berakibat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak berlaku terhadap

badan usaha yang didirikan di Indonesia, namun berkedudukan di luar negeri.

                                                                                                                            16  Indonesia, Undang-Undang Tentang Anti Monopoli, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, LN Nomor 33, TLN Nomor 3817, Pasal 36     17 Knud Hansen dkk., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Katalis, 2002), hal.55  

18  Ibid, hal.56  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 11: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Prinsip wilayah obyektif adalah menentukan pelaku usaha yang didasarkan

pada tempat kegiatan dari badan usaha yang bersangkutan. Prinsip wilayah

obyektif tidak dapat berdiri sendiri, bersifat hanya melengkapi prinsip wilayah

subyektif. Tempat kegiatan usaha yang dimaksud adalah tempat dimana badan

usaha melakukan kegiatan ekonomi berupa penawaran yang diminati konsumen

dengan tujuan mencari keuntungan. Apabila kegiatan usaha yang berupa tawar

menawar tersebut dilakukan di Indonesia maka badan usaha tersebut dapat

dikenakan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999.

Permasalahan akan menjadi semakin rumit apabila terdapat pelaku usaha

asing yang tidak memenuhi prinsip wilayah subyektif maupun obyektif tetapi

pelaku usaha asing ini sesungguhnya merupakan aktor utama dalam menentukan

kebijakan atas kegiatan perusahaan di negara tertentu maka akan menimbulkan

celah hukum bagi pelaku usaha asing untuk mengganggu iklim persaingan usaha

di Indonesia dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka digunakan doktrin single economic entity. Implikasi

dari penggunaan doktrin ini salah satunya adalah induk perusahaan dapat dikenai

pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh anak perusahaan. Induk

dan anak perusahaan yang terafiliasi untuk dapat dikatakan sebagai suatu single

economic entity dapat dibuktikan melalui beberapa faktor, yaitu: adanya

pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan, tidak ada independensi

dari anak perusahaan, dan ketergantungan ekonomi anak perusahaan terhadap

induk perusahaan.

Dengan demikian permasalahan mengenai kewenangan KPPU untuk

menjerat pelaku usaha asing pada kasus Temasek telah dijembatani dengan

adanya doktrin single economic entity. Tanpa perlu terpenuhinya prinsip wilayah

subyektif ataupun obyektif pelaku usaha asing tetap dapat dikenakan ketentuan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan ketentuan bahwa pelaku usaha

asing tersebut merupakan single economic entity dengan perusahaan yang ada di

wilayah Indonesia, karena implikasi dari penerapan doktrin single economic entity

itu sendiri adalah pengenaan tanggug jawab terhadap induk perusahaan atas

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 12: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

kegiatan yang dilakukan oleh anak perusahaan yang mengakibatkan terjadinya

tindakan persaingan usaha tidak sehat.

Argumen yang dibangun oleh KPPU sebagai upaya untuk menjerat pelaku

usaha asing yang terlibat dalam kasus Temasek terlihat tidak konsisten. Dalam

argumennya KPPU menyatakan bahwa Temasek dan anak-anak perusahaannya

telah melakukan kegiatan usaha melalui penanaman saham pada Telkomsel dan

Indosat. Jika hal itu benar maka seharusnya KPPU memiliki yurisdiksi untuk

menjerat pelaku usaha asing tanpa perlu menggunakan doktrin single economic

entity. Pada saat yang sama KPPU mengajukan dua argument sekaligus untuk

menjerat pelaku usaha asing dengan dalih adanya prinsip wilayah obyektif dan

doktrin single economic entity.

Kepemilikan saham Temasek pada Telkomsel dan Indosat masing-masing

tidak lebih dari 50%, maka yang perlu dibuktikan adalah pengendalian induk

perusahaan atas anak perusahaan. Pembuktian mengenai adanya suatu

pengendalian ialah melalui beberapa indikator yang ditentukan oleh KPPU yaitu

aspek representasi manajemen, aspek mempengaruhi kebijakan, dan akses

terhadap informasi yang bersifat rahasia sebagaimana telah dijabarkan

sebelumnya.19

KPPU menyatakan aspek representasi manajemen dilihat dari hak yang

dimiliki oleh SingTel Mobile atas dua posisi direktur dan dua posisi komisaris

Telkomsel. KPPU mengganggap representasi manajemen SingTel Mobile

menunjukkan terdapat pengedalian dari SingTel Mobile atas kebijakan yang

diputuskan oleh direksi dan komisaris. Pada faktanya SingTel mobile bukan

merupakan pihak yang dominan pada Telkomsel yang hanya berhak atas 2 posisi

direktur dan 2 komisaris, padahal terdapat 6 posisi direksi dan 6 komisaris pada

Telkomsel. Hak mayoritas representasi manajemen yang sesungguhnya dimiliki

oleh Telkom sebagai pemegang saham seri A pada Indosat.20 Dengan kondisi

yang demikian sangat sulit untuk mengatakan bahwa SingTel memiliki kendali

atas kebijakan Telkomsel. SingTel tidak memiliki kekuasaan yang cukup dalam

                                                                                                                         19  Lihat Bag. III.1.3.1., mengenai yurisdiksi komisi, hal. 56 20  Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, op.cit, hal. 42

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 13: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

menentukan kebijakan dengan representasi manajemen yang minoritas, jika terjadi

jalan buntu dalam pengambilan keputusan kebijakan perusahaan maka

kepentingan SingTel Mobile akan kalah karena Telkom memilki kemampuan

lebih besar untuk mengendalikan kebijakan perusahaan karena memiliki

mayoritas representasi manajemen. Jadi argumen KPPU menggunakan aspek

representasi manajemen untuk menentukan adanya pengendalian dari SingTel

Mobile merupakan argument yang lemah.

Sedangkan beradasarkan bukti yang diajukan oleh Temasek bahwa ICL

memiliki hak untuk menempatkan 4 dari 9 Direktur Indosat. Pemerintah Indonesia

memiliki saham seri A di Indosat yang membuatnya memiliki hak suara special

dan hak veto terhadap hal-hal tertentu berdasarkan anggaran dasar. Selain

memiliki saham seri A spesial, Pemerintah Indonesia juga memiliki hak untuk

menunjuk setidaknya satu orang direktur dan komisaris pada dewan pengurus

Indosat. Berdasarkan kebiasaan sampai dengan saat ini, Presiden Direktur Indosat

ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia, dan pada saat ini 5 dari 9 direktur Indosat,

termasuk Presiden Direktur, merupakan wakil dari Pemerintah Indonesia.21

Dengan adanya hak veto dan hak suara special yang dimiliki oleh Pemerintah

Indonesia dapat dikatakan bahwa pengendali yang sesungguhnya dari Indosat

adalah Pemerintah Indonesia. Berdasarkan analisis tersebut maka aspek

pengendalian SingTel pada Telkomsel dan ICL pada Indosat tidak terbukti.

Dengan demikian maka dalih Temasek sebagai pengendali secara tidak langsung

pada kedua perusahaan tersebut juga gugur.

Faktor selanjutnya yang digunakan KPPU untuk menentukan ada tidaknya

doktrin single economic entity adalah kemampuan SingTel dan ICL dalam

mempengaruhi kebijakan di Telkomsel dan Indosat. Argumen yang dikemukakan

oleh KPPU untuk membuktikan unsur ini adalah bahwa kebijakan yang penting

bagi kedua perusahaan tersebut harus disetujui oleh ¾ pemegang saham, sehingga

pemegang saham yang memiliki lebih dari 25% saham dapat memveto keputusan

tersebut.22 Kepemilikan saham SingTel dan ICL pada Telkomsel dan Indosat lebih

                                                                                                                         21  Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, op cit, hal. 82  22  Ibid, bagian 4.2.5.10.1.1  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 14: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

dari 25% maka KPPU menganggap SingTel dan ICL memiliki kemampuan untuk

memperngaruhi kebijakan Telkomsel dan Indosat.

Dalam anggaran dasar Telkomsel dan Indosat tidak diperjanjikan bahwa

ICL dan SingTel Mobile memiliki hak veto atas kebijakan-kebijakan Telkomsel

dan Indosat. Dengan demikian ketentuan veto sesuai Undang-Undang Perseroan

Terbatas tidak berlaku dalam hal ini. Mekanisme pengambilan keputusan terhadap

kebijakan-kebijakan Telkomsel didasarkan pada suara terbanyak dan tidak

digunakannya hak veto dalam mekanisme tersebut. Dengam mekanisme

pengambilan keputusan yang seperti ini maka sebenarnya yang dapat

mempengaruhi kebijakan dalam pengambilan keputusan Telkomsel adalah

Telkom, karena Telkom memiliki 65% saham di Telkomsel.23

Hak veto diperjanjikan dalam anggaran dasar Indosat. Hak veto pada

Indosat dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, bukan pada ICL. Adanya hak veto

tersebut mengakibatkan kebijakan-kebijakan perusahaan yang telah disetujui oleh

seluruh pemegang saham dapat dibatalkan oleh Pemerintah Indonesia. Dengan

demikian kepemilikan saham mayoritas yang dimiliki oleh ICL tidak

menyebabkan ICL dapat secara serta merta menentukan kebijakan yang diambil

oleh perusahaan.

Dalil selanjutnya yang dikemukakan oleh KPPU adalah kemampuan

SingTel Mobile menentukan capital expenditure (capex). Capex merupakan

pengelolaan modal Telkomsel. Capex Telkomsel harus disetujui oleh Capex

Committee yang memiliki anggota sebanyak tiga orang. Capex Committee terdiri

dari 1 orang perwakilan yang dinominasikan oleh SingTel Mobile dan dua orang

perwakilan yang dinominasikan dari Telkom. KPPU menerangkan bahwa SingTel

yang merupakan induk perusahaan SingTel Mobile secara aktif membantu Capex

Committee melalui komisaris yang diajukan oleh SingTel Mobile dengan

menyediakan staf khusus.24 Menurut KPPU bahwa penentuan capex sangat

penting dalam pengembangan usaha Telkomsel karena terkait dengan kualitas dan

cakupan layanan yang diberikan. Adanya campur tangan SingTel dalam

                                                                                                                         23  Ibid, hal. 42  24  Ibid, bagian 4.2.5.10.2.1  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 15: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

membantu staf khusus melalui anggota Capex Committee yang

dinominasikannya, menurut penulis bukanlah suatu bentuk pengendalian terhadap

kebijakan perusahaan. Disetujui atau tidak rancangan capex yang diajukan tetap

ditentukan oleh Capex Committee. Proporsi Capex Committee terdiri dari satu

orang dinominasikan oleh SingTel Mobile dan dua orang dinominasikan oleh

Telkom.25 Sehingga pada saat pengambilan keputusan tidak dapat ditentukan oleh

SingTel Mobile secara sepihak, dengan proporsi yang demikian SingTel Mobile

tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menentukan keputusan apa yang akan

diambil oleh Capex Committee.

KPPU menyatakan dalam putusannya bahwa ICL memiliki pengaruh

terhadap kebijakan Indosat dalam hal metode pengadaan jaringan yang

dikendalikan oleh wakil direktur utama yang dinominasikan oleh ICL.26 KPPU

beranggapan bahwa metode dan pelaksanaan jaringan merupakan kebijakan

Indosat yang sangat penting terkait efisiensi biaya dan pengembangan usaha dan

cakupan layanan Indosat. Akan tetapi, walaupun benar terdapat perwakilan dari

ICL yang menduduki posisi sebagai direktur utama memegang kendali terhadap

penentuan metode dan pelaksaan jaringan argument tersebut tidak cukup untuk

mengatakan bahwa ICL memiliki kendali atas kebijakan perusahaan karena masih

terdapat banyak kebijakan penting lainnya yang tidak dikendalikan oleh wakil

direktur utama. Dengan demikian kemampuan ICL untuk mempengaruhi

kebijakan dalam metode dan pengadaan jaringan tidak menunjukkan bahwa ICL

memiliki kendali atas kebijakan Indosat secara keseluruhan. Menurut praktek

yang berlaku di Eropa, untuk dapat dikatakan sebagai pengendali harus mampu

menentukan seluruh kebijakan penting bagi perusahaan tidak hanya mencakup

satu aspek saja.27

Faktor ketiga yang menentukan adanya penerapan doktrin single economic

entity adalah akses terhadap informasi yang bersifat rahasia. KPPU berpendapat

bahwa penentuan capex pada Telkomsel dan penentuan metode pengadaan                                                                                                                          

25  Ibid, hal. 43 26  Ibid, hal. 52  27  Lihat kasus Viho dimana Pen Parker mengatur seluruh kebijakan berupa pembagian

wilayah perdagangan, harga jual serta kebijakan penting lainnya bagi anak perusahaan yang ada di Jerman, Belgia, Belanda, dan Perancis.  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 16: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

jaringan pada Indosat merupakan informasi yang sangat penting. Menurut penulis,

akses informasi yang didapatkan pemegang saham merupakan suatu indikator

dalam menentukan adanya pengendalian. Pemilik saham yang memiliki akses

informasi atas suatu kebijakan yang diambil oleh perusahaan adalah suatu hal

yang wajar karena pemilik saham memliki kepentingan pada perusahaan yang

bersangkutan. Informasi atas capex pada Telkomsel tidak hanya diketahui oleh

SingTel Mobile saja, akan tetapi diketahui juga oleh Telkom dalam Capex

Committee yang menentukan persetujuan atas rencana capex terdapat juga

perwakilan dari pihak Telkom.28 Informasi terhadap metode dan pengadaan

jaringan walaupun dikendalikan oleh wakil direktur Indosat, informasi tersebut

juga akan diberitahukan kepada direksi dan komisaris. Dengan demikian dapat

dipastikan bahwa Pemerintah Indonesia juga mengetahui informasi tersebut.

Berdasarkan analisa dan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Temasek

dan anak perusahaannya tidak memenuhi unsur-unsur untuk dapat dikategorikan

sebagai suatu kesatuan entitas ekonomi. Dengan tidak terdapatnya pengendalian

yang dilakukan oleh Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat melalui anak-anak

perusahaannya, maka ketentuan penerapan Pasal 27 menjadi tidak tepat dalam

perkara Nomor 07/KPPU-L/2007.

Pengendalian Temasek terhadap anak-anak perusahaannya merupakan apa

yang dimaksud unsur “saham mayoritas” yang terdapat didalam ketentuan Pasal

27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.29 Dengan tidak terbuktinya salah satu

unsur Pasal 27 yakni unsur “memilki saham mayoritas” yang merupakan suatu

bentuk pengendalian dari pelaku usaha, penulis beranggapan bahwa argumen

yang dikemukakan oleh KPPU untuk membuktikan bahwa Temasek dan anak

perusahaannya merupakan suatu single economic entity tidak cukup kuat dan

indikator yang digunakan oleh KPPU untuk menentukan bahwa Temasek sebagai

pengendali Telkomsel dan Indosat sangat lemah sehingga penerapan Pasal 27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007

menjadi tidak tepat.

                                                                                                                         28  Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, op.cit, hal. 43 29  Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Perkom) No. 7 Tahun 2011, hal. 7

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 17: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

V. Analisa Penerapan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

pada Perkara Nomor: 05/KPPU-L/2002

1. Para Terlapor:

a. PT. Camila Internusa Film (PT. CIF), sebagai Terlapor I, menjalankan

kegiatan usaha industry pembuatan film, pembangunan bioskop,

laboratorium processing film, penyewaan film jadi, alat-alat keperluan

film, penyediaan dan pendistribusian film, ekspor impor film,

mengadakan pertunjukan film di dalam gedung bioskop atau tempat

pertunjukan lainnya;30

b. PT Satrya Perkasa Esthetika Film (PT. SPEF), sebagai Terlapor II,

menjalankan kegiatan usaha industri pembuatan film, laboratorium

processing film dan sarana penunjangnya, penyewaan film, penyediaan

dan pendistribusian film, ekspor-impor film, mengadakan pertunjukan

film di dalam gedung bioskop atau tempat pertunjukan lainnya;31

c. PT. Nusa Sejahtera Raya (PT. NSR), sebagai Terlapor III, yang

sebelumnya bernama PT. Subentra Busantara, bergerak dalam bidang

usaha penanyangan film (perbioskopan), menjalankan kegiatan usaha

perbioskopan, hiburan dan rekreasi serta restoran, ekspor-impor,

pertambangan, pengangkutan, pertanian, telekomunikasi, dan dapat

menjalankan segala sesuatu yang selaras dengan maksud dan tujuan

dalam arti seluas-luasnya dengan tidak melanggar undang-undang;32

                                                                                                                         30  Komposisi kepemilikan saham Terlapor I adalah Sunaryo sebesar 50%, dan Sularno

sebesar 50%. Dengan susunan kepengurusan terakhir, Harris Lesmana sebagai DIrektur Utama, Sunaryo dan Sularno masing-masing sebagai Direktur, Prapti Rahayu sebagai Komisaris.

31   Komposisi kepemilikan saham Terlapor II adalah Jimmy Harianto Darmasasmita sebesar 50% dan Ruben Muljadi sebesar 50% dengan susunan kepengurusan adalah Jimmy Harianto sebagai Direktur Utama, Prapti Rahayu sebagai Komisaris.  

32   Komposisi kepemilikan saham Terlapor III adalah PT. Harkatjawa Bumipersada sebesar 80% dan PT. Adi Pratama Nusantara sebesar 20%. Dengan susunan kepengurusan adalah. Harris Lesmana sebagai Direktur Utama, Suryo Suherman dan Tri Rudy Anitio masing-masing sebagai Direktur, Lakshmi Harris Lesmana sebagai Komisaris Utama, Melia Suherman dan Arif Suherman masing-masing sebagai komisaris.  

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 18: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

2. Dugaan Pelanggaran: Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III (Group

Cineplex 21) diduga melakukan pelanggarang Pasal 27 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.

3. Kasus Posisi

Pelapor menilai Group 21 melanggar Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang kepemilikan saham. Alasannya, kepemilikan saham

terjadi di beberapa perusahaan yang terafiliasi dan bergerak pada bidang

yang sama serta terintegrasi, yaitu bisnis perbioskopan, distribusi film, dan

impor film.33

Terlapor III dan perusahaan perbioskopan yang dimilikinya adalah

perusahaan yang mengoperasikan bioskop-bioskop Group 21 yang

selanjutnya disebut Group 21. Artinya, bioskop Group 21 yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia terbagi dalam bioskop-bioskop yang dimiliki

langsung oleh Terlapor III dan bioskop-bioskop yang dimiliki berdasarkan

kerjasama dengan pengusaha lokal. Kepemilikan saham oleh Terlapor III

adalah sebesar 37,5%..

4. Analisa Kasus

Pasal 27 pada kasus Cineplex 21 ditafsirkan secara per se illegal,

karena yang dilarang oleh Pasal 27 adalah kepemilikan yang

mengakibatkan terjadinya dominasi pasar.34 KPPU dalam memutus pasal

kepemilikan saham ini menggunakan pendekatan per se illegal, sebab bila

satu pelaku usaha terbukti memiliki saham melebihi batas yang ditentukan

oleh ketentuan Pasal 27, tanpa perlu melihat dampak yang dapat

ditimbulkan, langsung dapat dipersalahkan. Bahwa NSR terbukti memiliki

saham mayoritas di perusahaan yang bergerak di bidang perbioskopan

yaitu PT. Intra Mandiri dan mendirikan anak perusahaan yaitu PT. Wedu

Mitra di pasar bersangkutan yang sama yaitu perbioskopan di Surabaya.

                                                                                                                         33  Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, op.cit, butir 1.1.8  34   Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan

Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), Cet.1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 42.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 19: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, bioskop-bioskop yang

dimiliki kedua perusahaan itu menguasai lebih dari 50% pangsa pasar,

sehingga kepemilikan saham NSR tersebut memenuhi ketentuan Pasal 27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dari keseluruhan unsur Pasal 27 sebagaimana telah disebutkan di

atas bahwa penerapan Pasal 27 pada kasus Cineplex 21 menggunaka

pendekatan per se illegal yakni bila tindakan pelaku usaha telah memenuhi

unsur-unsur yang ditentukan maka dapat langsung dipersalahkan.

Sebenarnya pendekatan per se illegal pada kasus ini adalah kurang tepat,

hal ini karena Pasal 27 merupakan bagian dari ketentuan mengenai posisi

dominan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sama halnya

seperti penyalahgunaan posisi dominan dan jabatan rangkap, sebab

dampak yang ditimbulkan dari kepemilikan saham mayoritas adalah sama

dengan dampak yang sekiranya dapat ditimbulkan dari jabatan rangkap;

seperti sangat kecilnya kemungkinan antar perusahaan tersebut saling

bersaing secara kompetitif sebab perusahaan-perusahaan tersebut seperti

layaknya satu perusahaan saja, dan selanjutnya perusahaan-perusahaan

tersebut akan saling memulai kolusi untuk meminimalisir atau bahkan

meniadakan persaingan. Dampak negatif dari penerapan Pasal 27 secara

per se illegal adalah hal itu akan membuat para pelaku usaha resah. Sebab

secara tidak langsung, keinginan untuk memajukan usaha yakni menguasai

pasar dengan cara kepemilikan saham mayoritas menjadi sangat dibatasi.

Sehingga jika perusahaan di luar negeri dapat besar dan berkembang

karena memiliki saham mayoritas di perusahaan lainnya, sedangkan

perusahaan-perusahaan dalam negeri hanya terdiri dari perusahaan-

perusahaan kecil karena kesulitan untuk berkembang.

Kesimpulan

Para terlapor dalam Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 dan Nomor:

05/KPPU-L/2002 sama-sama melakukan pemilikan saham pada lebih dari satu

perusahaan di pasar bersangkutan yang sama. KPPU, sebagai otoritas pengawas

persaingan usaha di Indonesia, berpendapat bahwa tindakan dari para terlapor

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 20: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

dapat menghambat iklim persaingan usaha di Indonesia. Dalam memutuskan

perkara-perkara tersebut, KPPU menjatuhkan hukuman kepada mereka

berdasarkan ketetntuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Oleh

karena itu, penelitian ini dibuat untuk menjawab permasalahan yang terdapat

dalam Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 dan Nomor: 05/KPPU-L/2002, serta

bentuk-bentuk kepemilikan saham yang tidak menghambat iklim persaingan

usaha. Setelah melakukan analisis pada bab sebelumnya, penulis member

kesimpulan, yaitu:

1. Berdasarkan tinjauan teoritis mengenai saham sebagaimana telah

dijelaskan pada Bab II penelitian ini, kepemilikan terhadap saham yang

dapat mengakibatkan terjadinya kepemilikan silang (cross ownership)

diperoleh melalui:

d. Investasi Langsung, merupakan bentuk investasi dengan cara

membangun, membeli secara total, atau mengakusisi perusahaan.

e. Investasi Portofolio, merupakan investasi melalui kegiatan pasar modal

dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi.

f. Aksi Korporasi, yaitu berupa Intial Public Offering (IPO), Right Issue,

Stock Split, Pembagian Saham Bonus, Pembagian Deviden berupa

Deviden Saham, Additional Listing, Penawaran Tender, Divestasi,

Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, serta Transaksi material yaitu

setiap pembelian saham termasuk dalam rangka pengambilalihan,

penjualan saham, penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau

kegiatan usaha tertentu.

Cara-cara sebagaimana telah dijelaskan diatas merupakan cara

yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha untuk memperoleh kepemilikan

saham atas suatu perusahaan secara sah dan tidak melanggar ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Kepemilikan

terhadap saham dapat dikatakan melanggar ketentuan Pasal 27 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 apabila kepemilikan saham tersebut telah

melampaui batas-batas yang ditentukan dalam butir a dan butir b Pasal 27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni kepemilikan pelaku usaha

pada dua atau lebih perusahaan tersebut mengakibatkan satu pelaku usaha

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 21: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

atau satu kelompok pelaku usaha menguasai pangsa pasar sebesar 50%

atas suatu barang/jasa atau menguasai pangsa pasar sebesar 75% atas suatu

barang/jasa.

2. Mengenai penerapan hukum pada Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 dan

Nomor 05/KPPU-L/2002, yaitu:

a. Kompetensi Absolut KPPU dalam memeriksa perkara

Dalam pertimbanganya, KPPU menggunakan doktrin single economic

entity untuk menjerat pelaku usaha asing yang memiliki pengaruh

terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia. Namun demikian

argumen-argumen yang dibangun oleh KPPU berdasarkan aspek

representasi manajemen, aspek kemampuan mempengaruhi kebijakan

perusahaan, dan aspek kemampuan mengakses informasi rahasia untuk

mendasarkan penerapan doktrin single economic entity dalam rangka

membuktikan bahwa temasek dan anak perusahaanya merupakan suatu

kesatuan entitas ekonomi tidak cukup kuat dan indikator yang

digunakan oleh KPPU untuk menentukan temasek sebagai pengendali

telkomsel dan indosat adalah indikator yang lemah.

b. Penerapan Pasal 27 undang-undang no 5 tahun 1999

Pada perkara nomor 07/KPPU-L-2007, terdapat unsur pasal 27 yang

tidak terpenuhi atau tidak dapat dibuktikan oleh KPPU yaitu mengenai

terminologi “saham mayoritas” yang mensyaratkan adanya kendali

dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Pembuktian yang

dilakukan KPPU dalam membuktikan adanya kendali tersebut

merupakan pembuktian yang lemah sebagaimana telah dijelaskan pada

bab sebelumnya. Sementara itu, pada perkara nomor 05/KPPU-L/2002

unsur-unsur Pasal 27 dapat dibuktikan hanya kepada PT. Nusantara

Sejahtera Raya (Terlapor III) yang terbukti secara sah dan meyakinkan

memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan perbioskopan yaitu

PT. Intra Mandiri dan PT. Wedu Mitra sehingga kedua perusahaan

tersebut menguasai lebih dari 50% pangsa pasar perbioskopan di

Surabaya.

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 22: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

IV. 2 Saran

Beranjak dari apa yang telah dikemukakan seluruhnya dalam penelitian

ini, pada akhirnya penulis member saran dan masukan yang sedianya berguna

untuk memahami penyalahgunaan posisi dominan yang dilarang oleh Hukum

Persaingan Usaha di Indonesia. Adapun saran yang diberikan peneliti adalah:

1. Perlu adanya pengawasan dari KPPU terhadap setiap transaksi penjualan

saham yang dapat mempengaruhi iklim persaingan usaha di Indonesia

sebagai upaya pencegahan sebelum terjadinya tindakan penyalahgunaan

posisi dominan.

2. Pembuktian terhadap unsur-unsur doktrin single economic entity sangatlah

rumit, untuk menjerat pelaku asing yang tidak memenuhi obyektif dan

subjektif sebaiknya perlu adanya perubahan terhadap Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 dengan mengadopsi prinsip effect doctrine sehingga

pelaku usaha asing tersebut dapat dijerat hanya dengan membuktikan

adanya dampak yang ditimbulkan di dalam negeri karena perbuatan pelaku

usaha asing tersebut.

Referensi

Buku: Natasya Sirait, Ningrum, Asosiasi dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2003 Yani, Ahmad, et al, Seri Hukum Bisnis, Anti Monopoli. Jakarta: PT. Rajawali

Grafindo Perkasa,1999 Legowo, Persaingan Usaha dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta: UI

Press, 1966 Harman, Benny K., SH, MH., Analisa dan Perbandingan Undang-undang Anti

Monopoli. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 1999 Natasya Sirait, Ningrum, Hukum Persaingan di Indonesia Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan;Pustaka Bangsa Press, 2004

Hasibuan, Nurimansjah, Ekonomi Industri : persaingan Monopoli dan Regulasi. Jakarta: PT.Pustaka LP3ES, 1993

Herlambang, Tedy, Ekonomi Manejerial dan Strategi Bersaing. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Wiradiputra, Ditha, Pengantar Hukum Persaingan Usaha, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.

Page 23: Analisis Yuridis mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan

Sitompul, Asril, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), Cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. cet.3. Jakarta: UI Press, 1986. Syamsudin, M. Operasional Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007. Fishwick, Frank, Seri Strategi Manajemen Strategi Persaingan. Jakarta: PT.Elex

Media Peraturan Perundang - undangan Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU No. 5 Tahun 1999. LN No 33 Tahun 1999. TLN No. 3817 Internet Smecda, “Captive Market”, dinduh pada 27 Februari 2013. <http:www.smecda.com/depuit7/file_infokop/edisi%2023/mangara%20tambunan.7.htm>

Hukumonline, diunduh pada 17 April 2013.

<http://www.hukumkonline.com/berita/baca/hol22623/21-cineplex-diduga-monopoli-distribusi-film>

Analisis yuridis..., Dimas Eko Fabriyanto, FH UI, 2013.