analisis usaha waralaba

5
Pengantar Bisnis “Waralaba”

Upload: lano-arintaka

Post on 09-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Usaha Waralaba

Pengantar Bisnis“Waralaba”

Page 2: Analisis Usaha Waralaba

Analisis Usaha Waralaba

Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan

munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan

kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi

plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak

untuk memproduksi produknya.

Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang

harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi

franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang

memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS

dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai

pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP)

RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini

telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya

ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis

waralaba adalah sebagai berikut:

1.      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997

Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran

Usaha Waralaba;

2.     Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008

tentang Penyelenggaraan Waralaba;

3.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;

4.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;

5.      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang

waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan

format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari

semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.

Page 3: Analisis Usaha Waralaba

Namun Komite Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin)

Indonesia mengungkapkan 60% waralaba yang berpraktik di dalam negeri

bermasalah, sehingga pihaknya meminta pemerintah segera menertibkan usaha

franchise. Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia mengatakan

data itu berdasarkan jumlah penerima waralaba (terwaralaba) yang bangkrut, karena

menanamkan modalnya di bisnis waralaba yang tidak bertanggung jawab.

Lisensi Kadin Indonesia mengatakan bahwa ada sekitar 800 merek waralaba di

Indonesia, dan 60% di antaranya bermasalah. Franchisor (pemberi waralaba) dalam

praktiknya tidak seperti diharapkan, sehingga dispute (sengketa) terjadi. Karena itu

diminta agar bisnis waralaba lebih ditata.

Kadin Indonesia meminta pemerintah segera menertibkan usaha waralaba,

karena yang dirugikan kebanyakan investor skala kecil. Karena banyaknya praktik

yang bermasalah di bisnis waralaba, saat ini pemilik modal mesti teliti memilih merek

waralaba, sehingga bisa mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.

Beberapa faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah

kegagalan meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat

usaha yang kurang strategis. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya

support dari penjual franchise kepada franchisee misalnya dalam dukungan promosi,

manajemen dan lain-lain sehingga terkesan franchisee berjalan sendirian, dan ada juga

yang mengatakan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang berimbas pada

lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu, faktor yang tak kalah

pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba yang berfikir bahwa

membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan “terlalu mengharapkan”

franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem yang bekerja.

Untuk menekan waralaba bermasalah, diharapkan ada kewajiban bagi satu

perusahaan yang akan menjalankan bisnis franchise sebagai perusahaan terbuka lebih

dulu. Kadin Indonesia juga mengharapkan pemerintah agar mendorong perusahaan

besar dan BUMN untuk berekspansi dalam sistem waralaba. Alasannya, perusahaan

besar memiliki latar belakang modal dan pengetahuan serta pengalaman bisnis yang

baik sehingga terwaralaba lebih terjamin.