analisis tanggung jawab negara (state responsibility

25
Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Belanda Terhadap Kasus Rawagedeh (Balongsari) dalam Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Menurut Hukum Internasional Afghania Dwiesta, Adijaya Yusuf, Hadi Rahmat Purnama Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Artikel ini membahas mengenai analisis penerapan tanggung jawab negara (state responsibility) Belanda terhadap kasus Rawagedeh dalam putusan Pengadilan Negeri Den Haag menurut hukum internasional. Klaim gugatan atas peristiwa Rawagedeh tahun 1947 silam diajukan di hadapan muka Pengadilan Negeri Den Haag pada tahun 2008 oleh para keluarga korban pembantaian Belanda di Rawagedeh selaku para penggugat dengan negara Belanda selaku tergugat. Pada tahun 2011, diputuslah klaim gugatan tersebut yang menyatakan bahwa Belanda dinyatakan bersalah atas tindakan pembantaian penduduk laki-laki di Rawagedeh pada tahun 1947 lalu. Akan tetapi, dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Den Haag tidak menjelaskan secara tegas mengenai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Belanda. Sehingga, artikel ini akan difokuskan ke dalam beberapa pokok permasalahan, diantaranya: (1) Fakta dan kasus posisi Peristiwa Rawagedeh; (2) Upaya pengajuan klaim gugatan perdata kepada Pengadilan Negeri Den Haag terkait peristiwa Rawagedeh; dan (3) Analisis tanggung jawab negara Belanda terhadap peristiwa Rawagedeh menurut hukum internasional. Kata Kunci: Rawagedeh, Balongsari, Tanggung Jawab Negara, Kompensasi, Ganti rugi Abstract This article analyzes the application of state responsibility of the Netherlands on the Rawagedeh Case based on Den Haag district court judgement under international law. The lawsuit concerning Rawagedeh back on 1947, was filed to Den Haag district court on 2008 by the realtives of the Rawagedeh’s massacre victims as the plaintiffs and the Dutch State as the defendant. In 2011, the court made a decision regarding this matter, stating that the court found that the Dutch was guilty for executing male civilians in Rawagedeh on 1947. However, in the ruling, the District Court did not explicitly mention and describe the violation committed by the Dutch. Therefore, this article will focus on several issues, such as: (1) Facts related to the massacre during Rawagadeh case; (2) The efforts made to file civil lawsuit to the Den Haag district court related to Rawagedeh case; and (3) analysis of responsibility of the Dutch state for Rawagedeh case under international law. Keywords: Rawagedeh, Balongsari, State Responsibility, Compensation, Remedy Pendahuluan Pada tahun 2011, sejarah kolonialisme Belanda kembali ke muka Pengadilan Negeri Den Haag, Pengadilan Negeri Den Haag mengeluarkan putusan atas gugatan warga negara Indonesia dalam kasus Rawagedeh yang diselesaikan berdasarkan hukum acara perdata. 1 1 Van den Herik, Larissa . 2012. “Addressing ‘Colonial Crimes’ Through Reparations? Adjudicating Dutch Atrocities Committed in Indonesia. Journal of International Criminal Justice Vol 10, No. 3, hlm. 694. Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Belanda Terhadap Kasus Rawagedeh (Balongsari) dalam Putusan Pengadilan Negeri Den

Haag Menurut Hukum Internasional

Afghania Dwiesta, Adijaya Yusuf, Hadi Rahmat Purnama

Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai analisis penerapan tanggung jawab negara (state responsibility) Belanda terhadap kasus Rawagedeh dalam putusan Pengadilan Negeri Den Haag menurut hukum internasional. Klaim gugatan atas peristiwa Rawagedeh tahun 1947 silam diajukan di hadapan muka Pengadilan Negeri Den Haag pada tahun 2008 oleh para keluarga korban pembantaian Belanda di Rawagedeh selaku para penggugat dengan negara Belanda selaku tergugat. Pada tahun 2011, diputuslah klaim gugatan tersebut yang menyatakan bahwa Belanda dinyatakan bersalah atas tindakan pembantaian penduduk laki-laki di Rawagedeh pada tahun 1947 lalu. Akan tetapi, dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Den Haag tidak menjelaskan secara tegas mengenai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Belanda. Sehingga, artikel ini akan difokuskan ke dalam beberapa pokok permasalahan, diantaranya: (1) Fakta dan kasus posisi Peristiwa Rawagedeh; (2) Upaya pengajuan klaim gugatan perdata kepada Pengadilan Negeri Den Haag terkait peristiwa Rawagedeh; dan (3) Analisis tanggung jawab negara Belanda terhadap peristiwa Rawagedeh menurut hukum internasional. Kata Kunci: Rawagedeh, Balongsari, Tanggung Jawab Negara, Kompensasi, Ganti rugi

Abstract

This article analyzes the application of state responsibility of the Netherlands on the Rawagedeh Case based on Den Haag district court judgement under international law. The lawsuit concerning Rawagedeh back on 1947, was filed to Den Haag district court on 2008 by the realtives of the Rawagedeh’s massacre victims as the plaintiffs and the Dutch State as the defendant. In 2011, the court made a decision regarding this matter, stating that the court found that the Dutch was guilty for executing male civilians in Rawagedeh on 1947. However, in the ruling, the District Court did not explicitly mention and describe the violation committed by the Dutch. Therefore, this article will focus on several issues, such as: (1) Facts related to the massacre during Rawagadeh case; (2) The efforts made to file civil lawsuit to the Den Haag district court related to Rawagedeh case; and (3) analysis of responsibility of the Dutch state for Rawagedeh case under international law.

Keywords: Rawagedeh, Balongsari, State Responsibility, Compensation, Remedy

Pendahuluan

Pada tahun 2011, sejarah kolonialisme Belanda kembali ke muka Pengadilan Negeri

Den Haag, Pengadilan Negeri Den Haag mengeluarkan putusan atas gugatan warga negara

Indonesia dalam kasus Rawagedeh yang diselesaikan berdasarkan hukum acara perdata.1

                                                                                                                         1 Van den Herik, Larissa . 2012. “Addressing ‘Colonial Crimes’ Through Reparations? Adjudicating

Dutch Atrocities Committed in Indonesia. Journal of International Criminal Justice Vol 10, No. 3, hlm. 694.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 2: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Kasus Rawagedeh yang dibawa ke Pengadilan Negeri Den Haag mengingatkan kembali pada

peristiwa yang melibatkan masalah-masalah kolonialisme Belanda terhadap Indonesia.2 Akan

tetapi, secara fundamental kasus ini berbeda dari kasus-kasus klaim historis lainnya terkait

dengan ketidakadilan (injustice) pada masa lampau.3

Klaim terhadap kasus-kasus historis tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan

paradigma perbaikan atas sebuah tindakan seseorang (individual perpetrator) dengan

korbannya (individual victim), adanya jumlah kerugian yang dapat dibuktikan (provable

quantifiable loss) dan hubungan langsung terhadap kausalitas.4 Lebih lanjut, dalam kasus ini

terdapat prinsip hukum intertemporal.5 Prinsip hukum intertemporal dalam hukum

internasional dikenal sebagai sebuah prinsip yang menyatakan bahwa terkait dengan

peristiwa-peristiwa, setidaknya diselesaikan dengan hukum yang berlaku pada saat peristiwa

tersebut terjadi.6 Sehingga sebagai akibatnya, kasus Rawagedeh ini rentan dikaitkan dengan

prinsip retroaktif dalam penyelesaiannya.7

Pembantaian yang terjadi di Desa Rawagedeh terjadi setelah Agresi Militer Belanda8

yang pertama dengan tujuan untuk mencari pelaku pemberontakan yang bersembunyi di desa

Rawagedeh,9 kemudian para penduduk sipil laki-laki di desa tersebut dieksekusi tanpa adanya

proses peradilan terlebih dahulu. Tindakan Belanda yang dilakukan di Rawagedeh

                                                                                                                         2 Rechtbank’s-Gravenhage (Pengadilan Tingkat Pertama). Stichting Komite Utang Kehormatan

Belanda v. Netherlands, Trial Judgement, LJN: BS8793, 14 September 2011. Desa Rawagedeh sekarang dikenal sebagai Balongsari dan berlokasi kurang lebih 100 kilometer di Timur Jakarta, Jawa Barat.

3 Van den Herik, Larissa. Op. Cit., hlm. 696. 4 Shelton, D. Remedies in International Human Rights Law (Oxford University Press. 2005), hlm. 428. 5 Du Plessis, M. “Reparations and International Law: How Are Reparations to be Determined (Past

Wrongs or Current Effects), Against Whom, and What Form Should They Take?” dalam Du Plessis, M. Dan S. Pete (eds.). Repairing the Pastr? International Perspectives on Reparation for Gross Human Right Abuses (Intersentia. 2007), hlm. 152-153.

6 Report of International Arbitral Awards (RIAA). 1928. The Island of Palmas Case (Netherlands v.

United States of America) 2, hlm. 831, 845. 7 Shelton, D. 2005. “The World Atonement: Reparations for Historical Injustices”, Netherlands

International Law Review, Vol. 50, hlm. 289. 8 Dari pihak Belanda menyebutnya sebagai ‘aksi polisionil’ terhadap wilayahnya untuk memulihkan

ketertiban di wilayahnya. 9 Tempo, Tragedi Rawagedeh Apa Alasan Belanda Gelar Operasi Pembantaian,

http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/078370754/Tragedi-Rawagedeh-Apa-Alasan-Belanda-Gelar-Operasi-Pembantaian (diunduh tanggal 19 Maret 2014).

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 3: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

mendapatkan kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.10 Tindakan itu dinilai sebagai

tindakan yang ‘disengaja dan kejam’ (deliberate and ruthless).11

Percobaan pertama untuk menggugat Belanda terkait pembantaian di Rawagedeh

dilakukan pada tahun 2008. Dalam gugatan perdata, sembilan orang mengajukan klaim

gugatan yang didasarkan pada dua hal, yaitu: Pertama, tindakan eksekusi yang ditujukan

kepada para suami dan ayah penggugat merupakan tindakan melanggar hukum, dan Kedua,

bahwa keputusan untuk tidak melakukan penyidikan dan mengadili pelaku tindakan eksekusi

juga merupakan perbuatan melawan hukum.12 Kemudian dalam putusannya, Pengadilan

Negeri Den Haag menyatakan bahwa tentara Belanda waktu itu dianggap telah melakukan

perbuatan melanggar hukum terhadap warganya sendiri dan bukan terhadap warga Indonesia.

Berdasarkan fakta-fakta yang dimiliki dalam peristiwa Rawagedeh, perkara ini dianggap

merupakan perkara yang penting untuk dilihat dari segi hubungan internasional antara negara

kolonial dengan negara bekas jajahannya.13 Jika dilihat dari vonis putusan pengadilan

Belanda terhadap pemerintah Belanda, vonis perkara Rawagedeh juga menciptakan sejarah

baru.14

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan artikel ini berbentuk penelitian

yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data

sekunder.15 Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan penelitian yuridis normatif.

Sehingga, upaya untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan

penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari bahan

                                                                                                                         10 Van Den Herik, Larissa. Op. Cit., hlm. 696. 11 Perserikatan Bangsa-Bangsa. Report of the United Nations Committee on Good Offices on the

Indonesian Question. 12 Januari 1948. 12 Van Den Herik, Larissa. Op. Cit., hlm. 696. 13 Republika, Perjuangan Kasus Rawagedeh Tak Ada Sedikitpun Perhatian dari Pemerintah,

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/09/lvxhcu-perjuangkan-kasus-Rawagedeh-tak-ada-sedikitpun-perhatian-dari-pemerintah (diunduh pada tanggal 19 Maret 2014).

14 A. Kawilarang, Renne. Vonis Kasus Rawagedeh Ciptakan Sejarah Baru,

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/247288-vonis-kasus-Rawagedeh-ciptakan-sejarah-baru (diunduh pada tanggal 19 Maret. 2014.

15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta:

Raja Grafindo. 2001), hlm. 13-14.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 4: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

hukum primer, sekunder, dan terseier.16 Dalam artikel ini, penulis menggunakan alat

pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu alat

pengumpulan data yang dilakukan melalui data yang tertulis,17 mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan penulisan artikel ini. Metode analisa data yang digunakan oleh penulis

dalam penulisan artikel ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa

yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan

perilaku nyata.18 Penulis menggunakan kombinasi antara bahan hukum primer19, sekunder20,

dan tersier.21

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi

peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Bahan hukum primer yang digunakan

dalam melakukan penelitian ini adalah ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan

tanggung jawab negara (State Responsibility) terkait peristiwa Rawagedeh, yaitu

International Law Commission Draft Articles on State Responsibility on Internationally

Wrongful Acts (ARSIWA) 2001, The Hague Regulations 1907: Convention (IV): Respecting

the Laws and Customs of War on Land and its Annex: Regulations Concerning the Laws and

Customs of War on Land, Montevideo Convention on The Rights and Duties of States 1933.

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang menjelaskan hukum primer, yang isinya tidak

mengikat. Bahan sekunder tersebut antara lain meliputi buku, jurnal, majalah, artikel ilmiah,

surat kabar, serta karya ilmiah lainnya yang membahas mengenai masalah hukum

internasional. Bahan hukum tersier merupakan bahan yang menunjang bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia,

dan lain-lain.

                                                                                                                         16 Ibid., hlm. 13. 17 Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press). 2007), hlm. 21. 18 Mamudji, Sri. Et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia. 2005), hlm. 67. 19 Soekanto, Soerjono. Op. Cit., hlm. 52 menyatakan bahwa, “bahan hukum primer yaitu bahan-bahan

hukum yang mengikat.” 20 Ibid., dinyatakan bahwa, “bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.” 21 Ibid., dinyatakan bahwa, “bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sumber sekunder.”

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 5: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Pembahasan

Dalam hukum internasional, tanggung jawab negara (state responsibility) muncul pada

saat terjadi pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban internasional (primary rules).22

Tanggung jawab tersebut wajib diberikan kepada pihak-pihak yang dirugikan atas

pelanggaran yang telah dilakukan oleh suatu negara. Salah satu bentuk tanggung jawab

negara (state responsibility) dapat dilihat dalam putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Negeri Den Haag, Belanda, pada tahun 2011 terkait dengan peristiwa Rawagedeh yang

terjadi pada tahun 1947 dan bertempat di Karawang, Jawa Barat. Meskipun kasus ini diputus

oleh Pengadilan Negeri Den Haag, Belanda, namun kasus ini merupakan salah satu kasus

yang menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran atas kewajiban-kewajiban internasional

yang bersifat publik.

1. Fakta dan Kasus Posisi Peristiwa Rawagedeh

Republik Indonesia melalui pemimpinnya Soekarno dan Hatta, memproklamirkan

kemerderkannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian pemerintah Republik

Indonesiamenetapkan wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam kedaulatan Republik

Indonesia, yaitu antara lain: (1) Jawa Barat; (2) Jawa Tengah; (3) Jawa Timur; (4) Sumatera;

(5) Kalimantan; (6) Sulawesi; (7) Sunda Kecil; dan (8) Maluku.23 Akan tetapi, hanya 43 hari

setelah hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tanggal 29 September 1945,

pasukan pertama Inggris mendarat di Jakarta.24 Pasukan tersebut mendarat dibawah pimpinan

Mountbatten yang memiliki tugas untuk mengembalikan tawanan perang Jepang yang masih

berada di wilayah Indonesia yang dikenal dengan Recovery of Allied Prisoners of War and

                                                                                                                         22 Hal ini dapat dilihat dari banyakna kasus yang diselesaikan di badan-badan peradilan internasional

terkait dengan kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi terhadap pihak yang merasa dirugikan atas pelanggaran kewajiban internasional yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kasus, diantaranya: : (1) Alabama Arbitration, (Great Britain v. US), 1872; (2) Venezuela Claims (Preferential Treatment of Claims of Blockading Powers Against Venezuela) (Great Britain and Italy v. Venezuela), 1904; (3) The Armed Activities on the Territory of the Congo (DRC v. Uganda), ICJ Rep. 2005; (4) Right of Passage over Indian Territory (Portugal v. India), ICJ Rep., 1963; dan (5) Northern Cameroons (Cameroons v. UK), Preliminary Objections, ICJ Rep., 1963, dst.

23 Sidik Suraputra, D. Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional. (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press). 1991), hlm. 19. 24 Anderson, Benedict R.O’G. Java in A Time of Revolution, Occupation and Resistance, 1944-1946.

(Singapura: Equinox Publishing. 2006), hlm. 131.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 6: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Internees (RAPWI).25 Tugas RAPWI selesai pada tanggal 30 November 1946 yang ditandai

dengan tentara sekutu terakhir meninggalkan Jakarta, sehingga kekuatan militer maupun

sekutu berpindah ke tangan Belanda.26 Hal ini menyebabkan makin banyaknya jumlah tentara

Belanda yang mendarat di Jakarta sehingga pertempuran antara pihak Indonesia dengan pihak

Belanda pun sering terjadi.27 Sebelumnya pada bulan Januari 1946, Belanda berhasil

melakukan pendudukan kembali (reoccupation) di Jakarta, sehingga ibukota Republik

Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta yang statusnya masih independen selama

revolusi berlangsung.28

Pada tanggal 25 Maret 1947, negara Belanda dan Republik Indonesia menandatangani

Perjanjian Linggarjati29 yang menyatakan bahwa: (1) Belanda mengakui Republik Indonesia

sebagai penguasa de facto di Jawa, Madura, dan Sumatera; dan (2) Kedua belah pihak

sepakat untuk bekerja sama dalam pembentukan negara Indonesia Serikat yang berbentuk

federal, yang didalamnya Republik dan negara Indonesia Serikat yang berbentuk federal,

yang didalamnya Republik akan menjadi salah satu diantara beberapa negara federal lainnya,

dan Ratu Belanda akan menjadi pemimpin simbolis uni Belanda-Indonesia yang terdiri atas

negara Belanda dan Indonesia Serikat tersebut.30 Dalam waktu singkat setelah

penandatanganan Perjanjian Linggarjati ini, terjadi selisih paham tentang pelaksanaan

perjanjian tersebut.31 Masalah ini mengakibatkan agresi militer Belanda di Indonesia yang

berlangsung hingga pada tanggal 5 Agustus 1947.32

Dalam agresi yang dilancarkan Belanda pada tanggal 20 Juli 1947, pasukan-pasukan

Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk

                                                                                                                         25 Vickers, Adrian. A History of Modern Indonesia. (Cambridge: Cambridge University Press. 2005),

hlm. 99. 26 Sidik Suraputra, D. Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional. Op. Cit., hlm. 38. 27 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Sejarah Daerah Jawa Barat. (Jakarta:

CV Dwi Jaya Karya. 1994), hlm. 220. 28 Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c. 1200. (Hampshire: Palgrave. 2001), hlm. 21.

29 Perjanjian Linggarjati yang dibentuk antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sutan Syahrir dengan pemerintah Belanda yang diwakili oleh Komisi Jenderal yang beranggotakan Wim Schermerhorn dan H.J. Van Mook pada tanggal 15 November 1946 yang berisi 17 butir Pasal. Pasal 1 Perjanjian Linggarjati menyaakan bahwa: “Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera.”

30 Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. (Jakarta: Serambi. 2007), hlm, 451. 31 Sidik Suraputra, D. Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional. Op. Cit., hlm. 140. 32 Ibid.,

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 7: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Banten).33 Tentara Belanda kemudian berhasil menduduki wilayah dataran rendah sekitar

kota Karawang, kira-kira enam puluh neter dari ibukota Jakarta.34 Rawagedeh merupakan

sebuah desa yang terletak di Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa

Barat, Indonesia35 dan telah menjadi salah satu tujuan dari agresi militer tersebut.

Sejak bulan Agustus 1947, pihak Belanda dibawah pimpinan Mayor Alphons Wijman

telah melanjutkan operasi-operasi pembersihan dibelakang garis terdepan mereka, dimana

banyak kaum pejuang Republik bertempat tinggal.36 Salah satu contohnya adalah tindakan

militer yang terjadi di Rawagedeh pada tanggal 9 Desember 1947 mengakibatkan tewasnya

433 orang penduduk laki-laki di desa tersebut yang tidak bersenjata.37 Sebulan setelah

peristiwa Rawagedeh yang terjadi pada tanggal 9 Desember 1947, pihak Indonesia

melaporkan peristia tersebut kepada Komisi Jasa Baik untuk Persoalan Indonesia (Committee

of Good Offices on the Indonesian Question). Tidak ada tindak lanjut kecuali satu pernyataan

dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada Indonesia tertanggal 12 Januari

1948 yang menyatakan bahwa tindakan tentara Belanda di Rawagedeh sebagai tindakan yang

“deliberate and ruthless”.38

2. Upaya Pengajuan Klaim Gugatan Perdata Kepada Pengadilan Negeri Den Haag Terkait

Peristiwa Rawagedeh

                                                                                                                         33 Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern, Op. Cit., hlm. 338. 34 Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Tahun 2011 terkait Rawagedeh No. Perkara: 354119/HA ZA

09-4171 butir 2.4., hlm. 2. 35 Tempo, Tragedi Rawagede Seperti Apa Pembantaian itu,

http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/078370766/Tragedi-Rawagede-Seperti-Apa-Pembantaian-Itu (diunduh pada tanggal 19 April 2014).

36 Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern, Op. Cit., hlm. 340.

37 Lihat dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Committee of Good Offices on the

Indonesian Questions, “Report of the Rawagedeh Observation Team”, 12 Januari 1948, UN Doc. S/AC.10/85; dan Excessnota, Nota penjelasan tentang penyelidikan arsip berdasarkan keterangan- keterangan dan informasi tentang kerusuhan yang dilakukan oleh Militer Belanda dalam jangka waktu 1945 -1950 (cetakan ulang dari teks 1969), dengan kata pengantar Jan Bank, SDU, Den Haag, 1995, hlm. 83.

38 Santoso, Aboepridjadi. Gugatan Rawagede (2): Jalan Panjang Memenangkan Gugatan, http://historia.co.id/artikel/modern/653/Majalah-Historia/Jalan_Panjang_Memenangkan_Gugatan, (diunduh pada tanggal 13 Mei 2014).

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 8: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Dalam kurun waktu lebih dari 60 tahun, pemerintah Belanda tidak pernah memberi

perhatian teradap para korban agresi militer Belanda.39 Melihat kondisi tersebut, didirikanlah

Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia (KNPMBI) pada tanggal 9 November

1999 yang diketuai oleh Batara R. Hutagalung.40 Kemudian KNPMBI membentuk Komite

Utang Kehormatan Belanda (KUKB) di Jakarta41 guna meneralisasikan tujuan-tujuannya

terkait dengan penyelesaian perkara kolonial yang terjadi pada periode 1945-1950. KUKB

pusat di Jakarta kemudian menghimpun data mengenai peristiwa Rawagedeh. Setelah itu,

pada tanggal 15 Desember 2005, Ketua KUKB, Batara R. Hutagalung bersama Ketua

Dewan Penasihat KUKB, Laksamana Pertama TNI (Purn.) Mulyo Wibisono, menyampaikan

masalah ini ke Tweede Kamer (Parlemen Belanda).42 Pada kesempatan itu, KUKB

menyampaikan mengenai peristiwa pembantaian di Rawagedeh, yang merupakan kejahatan

perang dan kejahatan atas kemanusiaan (War Crimes and Crimes Against Humanity).43

Upaya selanjutnya yang dilakukan KUKB adalah mengajukan gugatan perdata ke

Pengadilan Negeri Den Haag pada tanggal 9 Desember 2009, bertepatan dengan 62 tahun

peringatan pembantaian Rawagedeh.44 Gugatan didasarkan pada tindakan “onrechmatig”

(unlawful) atau melawan hukum dengan melakukan dua hal, yaitu: (1) Eksekusi yang

dilakukan tentara Belanda terhadap para suami dan para penggugat dan seorang ayah dari

seorang penggugat, serta penembakan Saih; dan (2) Tidak melakukan penyelidikan dan

penyidikan secara baik dan tidak mendakwa serta tidak mengadili tentara Belanda yang

                                                                                                                         39 R. Hutagalung, Batara. Surat Terbuka Kepada Menteri Luar Negeri Belanda,

http://batarahutagalung.blogspot.com/search?updated-min=2008-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2009-01-01T00:00:00-08:00&max-results=6, (diunduh pada tanggal 13 Mei 2014).

40 R. Hutagalung, Batara. Rawagede, Perjuangan KNPMBI dan KUKB,

http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/rawagede-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html (diunduh pada 22 Mei 2014)

41 Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) didirikan pada tanggal 5 Mei 2005 dan didirikan di

Indonesia dan Belanda. Sebagai yayasan yang terdaftar, yayasan KUKB menerima sumbangan dan secara resmi dapat mengeluarkan kuitansi agar para penyumbang dapat mempertanggungjawabkan kepada yang berkepentingan. Lebih lanjut lihat Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (Yayasan KUKB), http://www.kukb.nl/indo.php?id=11 (diunduh pada tanggal 13 Mei 2014)

42 R. Hutagalung, Batara. Rawagede Perjuangan KNPMBI dan KUKB, Op. Cit., 43 Ibid., 44 Viva News, Korban Pembantaian Rawagede Gugat Belanda,

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/112606-korban_pembantaian_rawagede_gugat_belanda, (diunduh pada tanggal 13 Mei 2014).

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 9: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

bertanggung jawab atas eksekusi terhadap korban-korban diatas.45 Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa negara Belanda telah mengabaikan tugasnya untuk menegakkan

keadilan.46

3. Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Belanda Terhadap Peristiwa

Rawagedeh Menurut Hukum Internasional

Analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Den Haag Nomor Perkara 354119/HA ZA

09-4171 Tahun 2011 terkait peristiwa Rawagedeh akan difokuskan ke dalam dua hal menurut

ketentuan hukum internasional, yaitu: (1) Kewajiban negara Belanda yang menjadi pihak

yang berkuasa (Occupying Power) atas wilayah dan penduduk Rawagedeh; dan (2) Tanggung

Jawab Belanda atas pelanggaran kewajiban-kewajibannya terhadap wilayah dan penduduk

Rawagedeh. Analisis terhadap putusan tersebut didasarkan pada teori-teori hukum

internasional, yaitu diantaranya: (1) Teori kewajiban negara sebagai pihak penguasa

(Occupying power); dan (2) Teori tanggung jawab negara terhadap pelanggaran kewajiban

internasionas (wrongful act).

a. Kewajiban Negara Belanda Selaku Pihak Penguasa (Occupying Power) atas

Wilayah Rawagedeh Menurut Hukum Internasional

Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945, Republik Indonesia secara de facto telah memenuhi persyaratan umum menurut hukum

internasional sebagai sebuah negara independen yang terlepas dari penjajahan.47 Akan tetapi,

dalam upayanya untuk kembali menjadikan Republik Indonesia menjadi wilayah koloni,

maka Belanda berupaya untuk menduduki kembali (re-occupy) Republik Indonesia sehingga

meletuslah revolusi Republik Indonesia untuk mempertahankan kemerdekanya.

Dengan pendudukannya di wilayah Rawagedeh, maka terhadap wilayah dan penduduk

Rawagedeh, berlakulah ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan perang (the laws of war) yang

dikodifikasikan dalam The Hague Regulations 1907 yang didalamnya mengatur mengenai

                                                                                                                         45 Santoso, Aboeprijadi. Gugatan Rawagede (3): Kemenangan dari Masa Lalu,

http://historia.co.id/artikel/modern/654/Majalah-Historia/Kemenangan_Dari_Masa_Lalu (diunduh pada 13 Mei 2014).

46 Ibid., 47 Sidik Suraputra, D. Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional, Op. Cit., hlm. 14.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 10: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

kewajiban-kewajiban negara Belanda, yang merupakan negara anggota dari konvensi

tersebut, sekaligus sebagai oihak yang menduduki (Occupying Power) atas wilayah

Rawagdeh. Dalam ketentuan Pasal 42 The Hague Regulations 1907 menyatakan bahwa:48

“Territory is considered occupied when it is actually placed under the authority of the hostile army. The occupation extends only to the territory where such authority has been established and can be excercised.” Didasarkan pada kenyataan bahwa Belanda telah berhasil menduduki sebagian besar

wilayah pulau Jawa, termasuk Jawa Barat, sehingga pemerintah Indonesia terpaksa

memindahkan ibukota pemerintahannya dari Jakarta ke Yogyakarta, maka dapat disimpulkan

bahwa wilayah Rawagedeh yang terletak di Karawang, Jawa Barat, telah berhasil diduduki

oleh Pasukan Militer Belanda. Melihat kondisi tersebut, maka pihak penguasa (occupying

power) memiliki kewajiban-kewajiban seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 43 The

Hague Regulations 1907 yang menyatakan bahwa:49

“The Authority of the legitimate power having in fact passed into the hands of the occupant, the later shall take all the measures in his power to restore, and ensure, as far as possible, public order and safety, while respecting, unless absolutely prevented, the laws in force in the country.”

Sementara ketentuan Pasal 46 The Hague Regulations 1907 menyatakan bahwa:50

“Family honor and rights, the lives of persons, and private property, as well as religious convictions and practice, must be respected.” Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara Belanda

merupakan pihak penguasa (occupying power) yang menduduki daerah Karawang, termasuk

Rawagedeh.51 Lebih lanjut berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, dapat ditarik kesumpulan

bahwa negara Belanda tidak hanya memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan dan

ketertiban umum di wilayah Rawagedeh, akan tetapi juga memiliki kewajiban untuk

melindungi dan menghormati hidup dari penduduk wilayah Rawagedeh.                                                                                                                          

48 Regulations Annexed to The Hague Convention Respecting the Laws of of War on Land: Convention IV, Pasal 42 (1907).

49 Ibid., Pasal 43 (1907). 50 Ibid., Pasal 46 (1907). 51 Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Tahun 2011 terkait Peristiwa Rawagedeh, Op. Cit, butir 2.4,

hlm. 2. Dalam putusannya dinyatakan bahwa: “.... During this action, the Dutch military occupied the lowland plains surrounding the city of Krawang...”

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 11: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Dalam aksi “pembersihan” yang dilakukan oleh Mayor Wijman, selaku komandan

perang Belanda, telah menyebabkan terbunuhnya 433 orang warga laki-laki di Rawagedeh.

Sehingga, berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Den Haag tahun 2011 terkait dengan

peristiwa Rawagedeh, negara Belanda bertanggung jawab atas tindakan eksekusi tanpa upaya

hukum yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap penggugat.52 Bentuk pelanggaran

teradap kewajiban internasional yang dilakukan pemerintah Belanda tidak berhenti sampai

disitu saja. Pemerintah Belanda dinilai lalai untuk mengadilli Mayor Alphons Wijman terkait

dengan tindakan “Pembersihan” tersebut.53

Untuk dapat menentukan bahwa suatu pelangaran terhadap hukum internasional telah

dilakukan oleh suatu negara, maka harus diperhatikan ketentuan Pasal 2 Draft Articles on

Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (ARSIWA) 200 yang menyatakan

bahwa:54

“There is an internationally wrongful act of a State when conduct consisting of an act or omission: (a) is attributable to the State under international law; and (2) constitutes a breach of an international obligation of the State.” Kedua elemen yang terkandung dalam pasal tersebut dapat dilihat dalam putusan The

Posphates in Morocco Case yang dikeluarkan oleh The Permanent Court of Justice (PCIJ)

yang menyatakan bahwa:55

“act being attributable to the State and described as contrary to the treaty right(s) of another State.” Selain kasus tersebut diatas, kedua elemen tersebut juga dinyatakan dengan tegas oleh

Mahkamah Internasional dalam putusan The United States Diplomatic Consular Staff in

Tehran Case, yang menyatakan bahwa:56

                                                                                                                         52 Ibid., butir 3.3., hlm. 5. 53 Ibid,. Butir 2.12, hlm. 3. 54 Perserikatan Bangsa-Bangsa. International Law Commission Draft Articles on Responsibility of

States for Internationally Wrongful Acts. 2001. Pasal 2. 55 Phospates in Morocco, Judgement, 1938, PCIJ, Series A/B, No. 74, hlm. 10.

56 The United States Diplomatic and Consular Staff in Tehran, Judgment, ICJ Reports 1980, para. 56, hlm. 3.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 12: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

“first, it must determine how far, legally, the acts in question may be regarded as imputable to the Iranian State. Secondly, it must consider their compatibility or incompability with the obligations of Iran under treaties in force or under any other rules of international law that may be applicable.” Berdasarkan kasus-kasus diatas, salah satu unsur yang harus terpenuhi untuk

menyatakan bahwa sebuah negara telah melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional

adalah kenyataan bahwa tindakan pelanggaran tersebut teratribusikan kepada negara.57 Hal

tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa negara merupakan sebuah entitas abstrak yang

tidak dapat melakukan tindakan fisik dengan sendirinya.58 Negara hanya dapat bertindak

melalui agen-agennya ataupun perwakilannya.59

Seperti yang diketahui dan diakui oleh pemerintah Belanda bahwa Mayor Wijman

merupakan pemimpin pasukan tentara Belanda untuk melakukan tindakan “pembersihan” di

Rawagedeh pada tanggal 9 Desember 1947.60 Lebih lanut berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat

(1) Draft ARSIWA tahun 2001 mendefinisikan yang dimaksud dengan organ-organ negara,

yaitu antara lain:61

“The conduct of any State organ shall be considered on an act of that State under international law, whether the organ exercises legislative, judicial, or any other functions, whatever position it holds in the organization of the State, and whatever its character as an organ of the central government or of a territorial unit of the State.” Tanggung jawab negara yang paling besar datang dari organ eksekutif negara yang

paling memberikan manifestasi langsung dari kekuasaan negara.62 Hal ini dapat dilihat dalam

putusan yang dikeluarkan oleh A Mexico-United States Mixed Claims Commission dalam The

Moses Case yang menyatakan bahwa:63

                                                                                                                         57 Crawford, James. The International Law Commission’s Articles on State Responsibility:

Introduction, Text and Commentarie.(Cambridge: Cambridge University Press. 2002), Pasal 2 butir 5. 58 Ibid., 59 The German Settlers in Poland, Advisory Opinion, 1923, PCIJ, Series B, No. 6, hlm. 22 60 Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Tahun 2011 Terkait Rawagedeh, Op. Cit., butir 2.5, hlm. 2. 61 International Law Commission..., Op.Cit., Pasal 4. 62 Crawford, James. State Responsibility: The General Part. (Cambridge: Cambridge University Press.

2013), hlm. 119.

63 Moore, History and Digest, Vol. III, 1871, hlm. 3127. Lihat pula beberapa kasus lainnya seperti Claims of Italian Nationals, UNRIAA, Vol. XV (Sales No. 66.V3), 1902; Salvador Commercial Company, ibid., hlm. 455; dan Finnish Shipowners (Great Britain/Finland), ibid., Vol. III (Sales No. 1949. V.2), 1934, p. 1479

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 13: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

“An officer or person in authority represents pro tanto his government, which in an international sense is the aggregate of all officers and men in authority.” Dalam putusan Certain German Interests in Polish Upper Silesia, menyatakan hal

serupa terkait dengan tindakan negara yang dilakukan oleh organ negara, yaitu:64

“from the standpoint of International Law and of the Court which is its organ, municipal laws... Express the will and constitute the activities of States, in the same manner as do legal decisions or administrative measures.” Berdasarkan putusan-putusan dalam kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam

peristiwa Rawagedeh, Mayor Wijman merupakan bagian dari organ eksekutif negara Belanda

yang memiliki manifestasi terbesar atas kekuasaan negara. Jika merujuk pada ketentuan pasal-

pasal tersebut diatas, maka sesuai dengan amar putusan hakim Pengadilan Negeri Den Haag

yang menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat diatribusikan kepada pemerintah Belanda

karena melanggar kewajiban-kewajiban yang sepatutnya dilakukan oleh negara Belanda.65

b. Bentuk Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Belanda terhadap Tindakan

Pelanggaran dan Pembiaran (Act and Ommission) Menurut Hukum Internasional

Menurut ketentuan hukum internasional, sebagai hasil dari pelanggaran hukum antara

negara yang bertanggung jawab dengan negara dimana pelanggaran hukum tersebut terjadi.66

Hal ini timbul secara otomatis tanpa harus didahului dengan klaim yang diajukan oleh negara

yang menjadi korban (injured state).67 Hubungan ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28

Draft ARSIWA yang menyatakan bahwa:

“The international responsibility of a State which is entailed by an internationally wrongful act in accordance with the provisions of Part One involves legal consquences as set out in this Part.”

                                                                                                                         64 Certain German Interests in Polish Upper Silesia, Merits, Judgment No. 7, 1926, PCIJ, Series A, No. 7,

hlm. 19. 65 Putusan Pengadilan Negeri Belanda Tahun 2011 Terkait Rawagedeh, Op. Cit., butir 4.14, hlm. 9. 66 Crawford, James. State Responsibility: The General Part. Op. Cit., hlm. 461. 67 Crawford, James. The International Law Commission’s Articles on State Responsibility: Introduction,

Text and Commentarie.Op. Cit., Pasal 29 Ayat 3.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 14: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Sebagai konsekuensi atas terhadinya pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban

internasional, timbul kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

Hal ini dapat dilihat dalam putusan The Chorzow Factory Case yang menyatakan bahwa:68

“it is a principle of international law that the breach of an engagement involves an obligation to make reparation in an adequate form... The essential principle contained in the actual notion of an illegal act – a principle which seems to be established by international practice and in particular by the decisions of arbitral tribunals – is that reparation must, as far as possible, wipe out all the consequences of the illegal act and reestablish the situation which could, in all probability, have existed if that act had not been committed.”

Dalam Draft ARSIWA tahun 2001 menyediakan berbagai bentuk pemberian ganti rugi

(reparation) sebagai akibat dari pelanggaran hukum HAM Internasional dan hukum

humaniter internasional.69 Bentuk-bentuk ganti rugi tersebut diantaranya berupa restitusi,

kompensasi, dan satisfaction.70 Salah satu dari banyaknya perjanjian internasional yang

mengatur tentang kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi diantaranya adalah The

Hague Convention (IV) Respecting the Laws and Customs of War on Land, dimana dalam

ketantuan Pasal 3 konvensi tersebut menyatakan bahwa:

“(a) belligerent Party which violates the provisions of the (...) Regulations (respecting the Laws and Customs of War on Land) shall, if the case demands, be liable to pay compensation....” Ketentuan pasal tersebut menyatakan secara tegas bahwa jika terjadi pelanggaran

terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut, maka pihak-pihak yang

melanggar ketentuan konvensi wajib memberikan ganti rugi berupa kompensasi. Dalam

putusan Pengadilan Negeri Den Haag terkait dengan peristiwa Rawagedeh, pengadilan

memerintahkan negara Belanda untuk membayar kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan

akibat perbuatan melawan hukum dan pembiaran atas tindakan tersebut oleh Belanda pada

                                                                                                                         68 Factory at Chorzow Case, Jurisdiction, 1927. PCIJ, Ser. A No. 9, hlm. 21, Factory at Chorzow, 1928,

PCIJ, Ser. A No. 17, hlm. 47.

69 Van Boven, T. Victims’ Rights to A Remedy and Reparation: The New United Nations Principles and

Guidelines, hlm. 22-24 dalam Ferstmann, C., M. Goetz dan A. Stephens (eds.), Reparation for Victims of Genocide, War Crimes, and Crimes Against Humanity: Systems in Place and Systems in the Making (Martinus Nijhoff Publishers. 2009), hlm. 19-40.

70 Prinsip No. 18-23 dari Van Boven/Bassiouni.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 15: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

tahun 1947.71 Pemerintah Belanda diwakili oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Tjeerd

De Zwan, meminta maaf atas operasi militer yang terjadi di Rawagedeh tertanggal 9

Desember 1947.72

Dalam proses persidangan, negara Belanda sebagai tergugat menyatakan bahwa klaim

ganti rugi tidak dapat dikabulkan karena daluarsa (the application of statutory limitations).73

Akan tetapi, hakim yang menangani perkara menyatakan bahwa untuk menangani kasus

Rawagedeh, tidak ada pengecualian dan prinsip daluarsa (Statutory Limitations) tidak perlu

diimplementasikan secara absolut.74 Menurut ketentuan hukum internasional, terdapat prinsip

hukum intertemporal (intertemporal law) terkait dengan pengajuan klaim ganti rugi sebagai

akibat dari pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional. Prinsip hukum

intertemporal ini diatur dalam ketentuan Pasal 13 Draft ARSIWA tahun 2001 yang

menyatakan bahwa:

“An act of a State does not constitue a breach of an international obligation unless the State is bound by the obligation in question at the time the act occurs.” Dengan melihat ketentuan pasal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal

13 Draft ARSIWA tahun 2001 mengandung prinsip hukum intertemporal yang menjadi

sebuah jaminan bagi negara-negara untuk mengajukan klaim tanggung jawab negara.75

Sehingga lebih lanjut, hak untuk mengajukan klaim ganti rugi atas pelanggaran-pelanggaran

kewajiban internasional yang dilakukan oleh pemerintah Belanda tidak dapat

dikesampingkan dengan alasan batas waktu untuk mengajukan klaim ganti rugi telah habis.

                                                                                                                         71 Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Tahun 2011 Terkait Peristiwa Rawagedeh, Op. Cit., butir 4.23,

hlm 10-11. 72 Bohler Franken Koppe Wijngaarden. Surat dari Pengacara Hukum Penggugat (Korban Rawagedeh)

kepada Tergugat (Negara Belanda), http://www.kukb.nl/new/files/Aansprakelijkstelling_20080908_I.pdf (diunduh pada tanggal 5 Mei 2014).

73 Putusan Pengadilan Negeri Den Haag Tahun 2011 Terkait Peristiwa Rawagedeh, Op. Cit., butir 4.3,

hlm. 6 74 Terdapat banyak kritik terhadap pernyataan hakim dalam putusan ini. Kritik disampaikan dalam

berbagai jurnal hukum di Belanda. Salah satunya adalah J.II.M van Swaaij, ‘Rawagedeh: Een rechtens onjuist vonnis: Absolute en objectieve verjaringstermijn -geen derogerende werking’ [‘Rawagedeh: A Legally Wrong Judgment: Absolute and Objective Statutory Limitations - No Derogative Force’], Nederlands JuristenBlad Vol. 37, 2011 (2516-2517).

75 Crawford, James. State Responsibility: The General Part. Op. Cit., hlm. 245.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 16: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Prinsip hukum intertemporal diperkenalkan pertama kali dalam putusan The Island of

Palmas Case yang menyatakan bahwa:76

“A juridical fact must be appreciated in the light of the law contemporary with it and not of the law in force at the time when a dispute in regard to it arises or falls to be settled.”

Pada akhirnya, putusan Pengadilan Negeri Den Haag Terkait peristiwa Rawagedeh

menyatakan bahwa Belanda telah melakukan perbuatan melawan hukum (wrongful act) dan

bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan terhadap para janda korban pembantaian

yang terjadi pada tanggal 9 Desember 1947.77 Sebagai bentuk tanggung jawab negara

Belanda terhadap para janda korban pembantaian Rawagedeh, pengadilan memerintahkan

Belanda untuk membayar kompensasi sebesar 20.000 Euro per orang dan permintaan maaf

secara formal pada upacara peringatan tanggal 9 Desember 2011.78

Kesimpulan

Berdasarkan fakta-fakta dan kasus posisi menjelang terjadinya peristiwa Rawagedeh,

Republik Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya dan memenuhi karakteristik-

karakteristik umum sebagai sebuah negara seperti yang diatur dalam ketentuan hukum

internasional. Akan tetapi, Belanda masih berupaya untuk menduduki kembali Republik

Indonesia untuk dijadikan wilayah jajahannya. Dalam upaya pendudukan kembali oleh

Belanda tersebut, pasukan militer Belanda berhasil menduduki beberapa wilayah di

Indonesia, salah satunya daerah Rawagedeh, Karawang, Jawa Barat. Setelah agresi militer

Belanda pertama yang berlangsung pada tahun 1947, pasukan militer Belanda melakukan

aksi “pembersihan” di wilayah Rawagedeh yang menyebabkan terbunuhnya 433 orang warga

laki-laki di desa Rawagedeh. Sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pasukan

militer Belanda di wilayah yang didudukinya, negara Belanda memiliki kewajiban untuk

bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi yang sesuai dengan pelanggaran terhadap

kewajiban-kewajibannya seperti yang diatur menurut ketentuan hukum internasional.

                                                                                                                         76 Island of Palmas Case, UNRIAA, Op. Cit., hlm. 829. 77 Van Den Herik, Larissa. Addressing ‘Colonial Crimes’..., Op. Cit., hlm. 694. 78 Ibid.,

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 17: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Saran

Ketika terjadi pelanggaran kewajiban-kewajiban internasional yang dilakukan oleh

negara, maka akan timbul kewajiban baru untuk memberikan ganti rugi yang sesuai dengan

pelanggaran yang telah dilakukan tersebut. Hal ini dilakukan salah satunya dengan tujuan

untuk melakukan pemulihan terhadap para pihak yang dirugikan. Meskipun teori tanggung

jawab negara masih dalam perkembangan dan belum mencapai kodifikasi internasional, akan

tetapi teori tanggung jawab negara telah menjadi salah satu hukum kebiasaan internasional

yang telah diajukan baik ke badan-badan peradilan internasional maupun domestik. Beberapa

saran yang dapat diberikan terkait artikel ini antara lain adalah dengan menghimbau

masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran atas kejahatan-kejahatan kolonial yang

dilakukan oleh Belanda pada saat revolusi kemerdekaan Indonesia berlangsung. Dengan

meningkatkan kerja sama antara masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang saling

terkait, maka diharapkan tercapainya keadilan terhadap korban dan warga setempat.

Daftar Referensi

Daftar referensi atau daftar acuan berisi daftar pustaka yang digunakan untuk menulis naskah

ringkas atau artikel ini.

Buku

Anderson, Benedict R.O’G. Java in A Time of Revolution, Occupation and Resistance, 1944-

1946. Singapura: Equinox Publishing, 2006. Crawford, James. State Responsibility The General Part. New York: Cambridge University

Press, 2013. ---------------------. The International Law Commission’s Articles on State Responsibility:

Introduction, Text and Commentaries. Cambridge: Cambridge University Press, 2002. Crawford, James dan Simon Olleson, The Nature and Forms of International Responsibility

dalam M. Evans (ed.). International Law, Oxford: Oxford University Press, 2003. Crawford, J., A. Pellet, dan S. Olleson (eds.), The Law of International Responsibility.

Oxford: Oxford University Press, 2010. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sejarah Daerah Jawa Barat.

Jakarta: CV. Dwi Jaya Karya, 1994. Dinstein, Yoram. The International Law of Belligerent Occupation. Cambridge: Cambridge

University Press, 2009.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 18: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Djajadiningrat, Idrus Nasir. The Beginnings of the Indonesian-Dutch Negotiations and the Hoge Veluwe Talks. New York: Cornell University Press, 1958.

Donnison, Frank Siegfired Vernon. British Military Administration in the Far East, 1943-

1946. London: HM Stationery Office, 1956. Doulton, A.J.F. The Fighting Cock: Being the History of the Twenty-third Indian Division.

1942-1947. Aldershot: Gale and Polden, 1951. Du Plessis, M. dan S. Pete (eds), Repairing The Past? International Perspectives on

Reparations for Gross Human Rights Abuses. Intersentia, 2007. Gray, C. Judicial Remedies in International Law. Oxford: Clarendon Press, 1987. Hart, Herbert Lionel Adolphus. The Concept of Law. Oxford: Oxford University Press, 2012. Haryomataram, G. P. H. Hukum Humaniter. Jakarta: Rajawali, 1984. Henckaerts, Jean Marie, dan Doswald-Beck (eds.). Customary International Humanitarian

Law Vol. I. Cambridge: Cambridge University Press, 2005. Kusumaatmadja, Mochtar, dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:

PT Alumni, 2003. Kusumaatmadja, Mochtar. Konvensi Palang Merah tahun 1949-1979. Bandung: PT Alumni,

1979. Mamudji, Sri. et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Moore, J. B. A Digest of International Law. Washington DC: US Government Printing

Office, 1906. Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Hampshire: Palgrave, 2001. ------------------. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi. 2007. Schafer, Stephen. Compensation and Restitution to Victims of Crime, 2nd ed., enl.

Montclair, New Jersey: Petterson Smith Publishing Corp, 1970.

Shelton, D. Remedies in International Human Rights Law (2nd edn.). Oxford: Oxford University Press, 2005.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta: Raja Grafindo, 2001. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 19: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

(UI-Press), 2007. Suraputra, D. Sidik. Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), 1991. Vickers, Adrian. A History of Modern Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press,

2005. Wehl, David. The Birth of Indonesia. London: Allen and Unwin, 1948. Artikel Jurnal ...., “Military Occupation of Trieste: Article 43 of the Hague Regulations and the Judicial

System”, Stanford Law Review 4: 1: (1951): 115. Barnett, Randy E. “Restitution: A New Paradigm of Criminal Justice”, Ethics 87: 4: (1977):

288. Boutin, B. “Responsibility of the Netherlands for the Acts of Dutchbat in Nuhanovic and

Mustafic: The Continous Quest for a Tangible Meaning of “Effective Control” in the Context of Peacekeeping”, Leiden Journal of International Law 25: (2012): 521.

Colvin, Eric. “The Sociology of Secondary Rules”, The University of Toronto Law Journal

28: 2: (1978): 196. Condorelli, L., dan C. Kres, “The Rules of Attribution: General Considerations”, 2010 dalam

J. Crawford, A. Pellet, dan S. Olleson (eds.), The Law of International Responsibility. Oxford: Oxford University Press, 2010 dalam James Crawford, State Responsibility, The General Part, New York: Cambridge University Press, 2013.

Du Plessis, M. “Reparations and International Law: How are Reparations to be Determined

(Past Wrongs or Current Effects), Against Whom, and What Form Should They Take?” dalam M. Du Plessis dan S. Pete (eds), Repairing The Past? International Perspectives on Reparations for Gross Human Rights Abuses. Intersentia, 2007: 147-177.

Gardner, John . “The Mark of Responsibility”, Oxford Journal Legal Studies 23: (2003):

157. Gillard, Emanuela-Chiara “Reparation for Violations of International Humanitarian Law”,

Report of International Committee of Red Cross 85: (2003): 532. Grant, Thomas. “Towards an International Law of Responsibility: Early Doctrine” dalam

Boisson de Chazournes dan Kohen (eds.), International Law and the Quest for its Implementation: Liber Amicorum Vera Gowlandd-Debbas, 2010.

Henckaerts, Jean-Marie. “Study on Customary International Humanitarian Law”, American

Society of International Law: (2005): 427. Hober, K. “State Responsibility and Attribution”, 2008 dalam P. Muchlinski, F. Ortino, dan

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 20: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

C. Schreuer, (eds.), The Oxford Handbook of International Investment Law. Oxford: Oxford University Press, 2008.

Jessup, Phillip C. “The Palmas Island Arbitration”, The American Journal of International

Law 22: (1928): 735 Kalshoven, F. “State Responsibility for Warlike Acts of the Armed Forces - From Article 3

of Hague Convention IV to Article 91 of Additional Protocol 1 of 1977 and Beyond”, International and Comparative Law Quarterly 40: (1991): 827.

Karl, W. “The Time Factor in The Law of State Responsibility”: (1987): 100 dalam M.

Spinedi dan B. Simma (eds.), United Nations Codification of State Responsibility. New York: Oceana Publications.

Koretsky, V.M. “Problem of Fundamental Rights and Duties of States in International Law”,

Soviet Yearbook of International Law: (1958): 74-92. Shelton, D. “The World of Atonement: Reparations for Historical Injustices”, Netherlands

International Law Review 50: (2005): 289. Nollkaemper, Andre. “Dual Attribution; Liability of the Netherlands for Conduct of

Dutchbat in Srebrenica”, Journal of International Criminal Justice 9: (2011): 1143. ------------------------. “Constitutionalization and the Unity of the Law of International

Responsibility”, Indiana Journal of Global Legal Studies 16: 2: 535. Pauwelyn, J. “The Concept of a “Continuing Violation” of an International Obligation:

Selected Problems”, The British Yearbook of International Law 66: 429-50. Pistillo Mazzeschi, Ricardo. “Reparation Claims by Individuals for Sate Breaches of

Humanitarian Law and Human Rights: An Overview”, Journal of International Criminal Justice 1: (2003): 343.

----------------------------------. “International Obligations to Provide for Reparation Claims”, dalam A. Randelzhofer dan C. Tomuschat (eds.), State Responsibility and the Individual - Reparation in Instances of Grave Violations of Human Rights. Den Haag/London/Boston: Kluwer, 1999.

R. Ratner, Steven. “Foreign Occupation and International Territorial Administration: The

Challenges of Convergence”. The European Journal of International Law 16: 4: (2005): 696.

Roberts, “What is Military Occupation?”, British Year Book of International Law 55: (1984):

260-293. Salmon, J. “Duration of the Breach”: (2010): 386-7 dalam J. Crawford, A. Pellet, dan S.

Olleson. (eds.). The Law of International Responsibility. Oxford: Oxford University Press, 2010.

Shelton, D. “The World of Atonement: Reparations for Historical Injustices”, Netherlands

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 21: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

International Law Review 50: (2005): 289. Starke, J.G. “Imputability in International Delinquencies”, British Yearbook of International

Law 19: 104: (1938): 105. Stern, Brigitte. “A Plea for “Reconstruction” of International Responsibility Based on the

Notion of Legal Injury”, dalam Maurizio Ragazzi, ed., International Responsibility Today: Essays in Memory of Oscar Schatchter, 2005.

Suraputra, D. Sidik. “Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri dalam Hukum Internasional

Publik,” Hukum dan Pembangunan 4: (1982): 302-303 dalam D. Sidik Suraputra, Revolusi Indonesia dan Hukum Internasional, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1991.

Van Boven, T. “Victims’ Rights to a Remedy and Reparation: The New United Nations

Principles and Guidelines”: 22-24 dalam C. Ferstmanm, M. Goetz dan A. Stephens (eds), Reparation for Victims of Genocide, War Crimes, and Crimes Against Humanity: Systems in Place and Systems in the Making. Martinus Nijhoff Publishers, 2009.

Van den Herik, Larissa. “Addressing ‘Colonial Crimes’ Through Reparations? Adjudicating

Dutch Atrocities Committed in Indonesia”, Journal of International Criminal Justice 10:3 (2012): 694.

Van Swaaij, J.II.M. ‘Rawagedeh: Een rechtens onjuist vonnis: Absolute en objectieve

verjaringstermijn -geen derogerende werking’ [‘Rawagedeh: A Legally Wrong Judgment: Absolute and Objective Statutory Limitations - No Derogative Force’], Nederlands JuristenBlad Vol. 37, 2011 (2516-2517).

Artikel Surat Kabar/Majalah Online BBC, “Belanda Bertanggung Jawab Atas Pembantaian Rawagede.” BBC Indonesia 8

Desember 2011. 8 Desember 2011 <http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2011/12/111206_rawagede.sht ml>.

Renne R.A. Kawilarang, “Vonis Kasus Rawagede Ciptakan Sejarah Baru.” Viva News 15

September 2011. 15 September 2011 <http://dunia.news.viva.co.id/news/read/247288-vonis-kasus-Rawagedeh-ciptakan-sejarah-baru>.

RMOL, “Akankah Belanda Menutup Sejarah Hitam Agresi Militer di Indonesia Secara

Dramatis?”. Rakyat Merdeka 14 Januari 2012. 14 Januari 2012 <http://www.rmol.co/read/2012/01/14/51899/Akankah-Belanda -Menutup-Sejarah-Hitam-Agresi-Militer-di-Indonesia-Secara-Dramatis->.

RNW, ‘Belanda Digugat Karena Rawagede 1947’, RNW 20 Juni 2011. 20 Juni 2011

<http://m.rnw.nl/bahasa-indonesia/node/55984>. ROL, “Perjuangkan Kasus Rawagede, Tak Ada Sedikitpun Perhatian dari Pemerintah”.

Republka Online 9 Desember 2011. 9 Desember 2011 <http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/09/lvxhcu-perjuangkan-

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 22: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

kasus-Rawagedeh-tak-ada-sedikitpun-perhatian-dari-pemerintah>. Tempo, “Di Rawagede, Pemerintah Belanda Minta Maaf”, Tempo 9 Desember 2011. 9

Desember 2011 <http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/173370764/Di-Rawagede-Pemerintah-Belanda-Minta-Maaf>.

Tempo, “Korban Rawagede Akan Terima Langsung Kompensasi”, Tempo 8 Desember 2011.

8 Desember 2011 <http://www.tempo.co/read/news/2011/12/08/078370637/Korban-Rawagede-Akan-Terima-Langsung-Kompensasi>.

Tempo, “Tragedi Rawagede, Seperti Apa Pembantaian Itu?” Tempo 9 Desember 2011. 9

Desember 2011<http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/078370766/Tragedi-Rawagede-Seperti-Apa-Pembantaian-Itu>.

Tempo, ‘Tragedi Rawagede, Apa Alasan Belanda Gelar Operasi Pembantaian?’ Tempo 9

Desember 2011. 9 Desember 2011 <http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/078370754/Tragedi-Rawagede-Apa-Alasan-Belanda-Gelar-Operasi-Pembantaian>.

Tempo Interaktif, “Tragedi Rawagede, Apa Alasan Belanda Gelar Operasi Pembantaian?”

Tempo 9 Desember 2011. 9 Desember 2011 <http://www.tempo.co/read/news/2011/12/09/078370754/Tragedi-Rawagedeh-Apa-Alasan-Belanda-Gelar-Operasi-Pembantaian>.

Viva News, ‘Korban Pembantaian Rawagede Gugat Belanda’ Viva News 10 Desember 2009.

10 Desember 2009 <http://nasional.news.viva.co.id/news/read/112606-korban_pembantaian_rawagede_gugat_belanda,>.

Viva News, “Menggugat Pembantaian Rawagede”, Viva News 12 Agustus 2011. 12 Agustus

2011 <http://sorot.news.viva.co.id/news/read/240339-menggugat-pembantaian-rawagede>.

Artikel di Website Advisory Council on International Affairs, “Transitional Justice: Justice and Peace in

Situations of Transition”, 2009 <http://www.aiv-advies.nl/ContentSuite/upload/aiv/doc/AIV_65-19_webversie.pdf>.

Bohler Franken Koppe Wijngaarden, “Surat dari Pengacara Hukum Penggugat (Korban

Rawagedeh) kepada Tergugat (Negara Belanda)”, <http://www.kukb.nl/new/files/Aansprakelijkstelling_20080908_I.pdf>.

R. Hutagalung, Batara. “Rawagedeh, Perjuangan KNPMBI dan KUKB”, <http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/Rawagedeh-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html>.

R. Hutagalung, Batara. “Membuka Lembaran Sejarah: Mempertahankan Kedaulatan Negara,

Memberla Martabat Bangsa dan Memperjuangkan Keadilan untu Korban Agresi Militer 1945-1950,” <http://batarahutagalung.blogspot.com/2013/07/membuka-lembaran-sejarah-membela.html>.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 23: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

R. Hutagalung, Batara “Surat Terbuka Kepada Menteri Luar Negeri Belanda” <http://batarahutagalung.blogspot.com/search?updated-min=2008-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2009-01-01T00:00:00-08:00&max-results=6>.

R. Hutagalung, Batara. “Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Press Release 12

September 2013”, <http://batarahutagalung.blogspot.com/>. Santoso, Aboeprijadi. “Gugatan Rawagede (2): Jalan Panjang Memenangkan Gugatan”,

<http://historia.co.id/artikel/modern/653/MajalahHistoria/Jalan_Panjang_Memenangkan_Gugatan>.

Santoso, Aboeprijadi. “Gugatan Rawagede (3): Kemenangan dari Masa Lalu”

<http://historia.co.id/artikel/modern/654/MajalahHistoria/Kemenangan_Dari_Masa_Lalu>.

Yayasan KUKB, “Tentang Kami”, <http://www.kukb.nl/indo.php?id=11>. Deklarasi, Konvensi, dan Dokumen Internasional Terkait ....., Regulations Annexed to The Hague Convention Respecting the Laws of War ion Land:

Convention IV, [Hague Regulations], Den Haag, 1907. United Nations International Law Commission, Commentaries on Draft Articles on

Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, [Commentaries to Draft ARSIWA], New York, 2001.

United Nations International Law Commission, Draft Articles on Responsibility of States for

Internationally Wrongful Acts, [Draft ARSIWA], New York, 2001. Kasus-kasus Pada Pengadilan Asing dan Internasional Alabama Arbitration, (Great Britain v. US), 1872. Application of the Convention on The Prevention and Punishment of the Crime of Genocide

(Bosnia Herzegovina v Serbia and Montenegro), International Court of Justice Reports, 2007.

Arrest Warrant of 11 April 2000 Case (DRC v. Belgium), International Court of Justice

Report, 2002. Armed Activities in The Territory of The Congo (DRC v. Uganda), International Court of

Justice Reports, 2005. Certain Activities Carried out by Nicaragua in the Border Area (Costa Rica v. Nicaragua),

Oral Proceedings, CR 2011/1, 2011. Certain German Interests in Polish Upper Silesia, Merits, Judgment, Permanent Court of

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 24: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

Justice Case No. 7, Series A, No. 7, 1926. Claire Claim, (French v. Mexico), 5 Report of International Arbitral Awards, 1929. CME V. Czech Republic, Partial Award, 9 International Centre for the Settlement of

Investment Disputes Reports, 2001. Commune of Grace-Berleur v. Colliery of Gosson Lagasse, Annual Digest 1919-1922,

Case No. 326, 1922. Difference Relating to Immunity from Legal Process of a Special Rapporteur of The

Commission on Human Rights, International Court of Justice Report, 1999. Eritrea’s Damages Claims, 26 United Nations Reports of International Arbitral Awards,

2009. Factory at Chorzow, Jurisdiction, Permanent Court of Justice, Ser. A No. 9, 1927. Finnish Shipowners (UK v. Finland), 3 Report of International Arbitral Awards, 1934. German Settlers in Poland, Permanent Court of International Justice (PCIJ) Ser. B No. 6,

1923. Northern Cameroons (Cameroons v. UK), Preliminary Objections, International Court of

Justice Report, 1963. Phosphates in Morocco, Permanent Court of International Justice (PCIJ) Ser. A/B No. 74,

1938. Rechtbank’s-Gravenhage (Pengadilan Tingkat Pertama). Stichting Komite Utang

Kehormatan Belanda v. Netherlands, Trial Judgement, LJN: BS8793, 14 September 2011

Right of Passage over Indian Territory (Portugal v. India), International Court of Justice

Report, 1963. Salvador Commercial Company Case (El Savador v. US), 3 United Nations Reports of

International Arbitral Awards, 1934. The Island of Palmas Case, (Netherlands v. United States of America), 2 Report of

International Arbitral Awards, 1928. The Diplomatic and Consular Staff Case (US v. Iran), International Court of Justice Reports,

1980. The Rainbow Warrior Case, (New Zealand v. France), United Nations Report of

International Arbitral Award, Vol. 20, 1990.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014

Page 25: Analisis Tanggung Jawab Negara (State Responsibility

The Temple of Preah Vihear Case (Thailand v. Cambodia), International Court of Justice

Report, 1962. Venezuela Claims (Preferential Treatment of Claims of Blockading Powers Against

Venezuela) (Great Britain and Italy v. Venezuela), 9 United Nations Reports of International Arbitral Awards 99, 1904.

Analisis tanggung.…, Afghania Dwiesta, FH UI, 2014