analisis strategi penerapan produksi … keputusan strategi produksi bersih. 5. ayahanda drs....

79
ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA RANTAI LOGISTIK INDUSTRI HORTIKULTURA SEPTIATRI WULANDARI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: phungnguyet

Post on 24-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA RANTAI LOGISTIK INDUSTRI HORTIKULTURA

SEPTIATRI WULANDARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,
Page 3: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi

Penerapan Produksi Bersih pada Rantai Logistik Industri Hortikultura adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, 2014

Septiatri Wulandari

NIM F34100042

Page 4: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,
Page 5: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

ABSTRAK

SEPTIATRI WULANDARI. Analisis Strategi Penerapan Produksi Bersih pada

Rantai Logistik Industri Hortikultura (studi kasus di Wilayah Bogor). Dibimbing

oleh ANAS MIFTAH FAUZI.

Rantai logistik industri hortikultura memasok sayuran dari petani hingga ke

konsumen menghasilkan sampah yang mencemari lingkungan. Persentase sampah

pasar di wilayah Bogor pada tahun 2009 sebesar 13,3% dari total sampah yang

ada di Bogor setara dengan 305 m3/hari. Rantai logistik yang terkait dengan

komoditas hortikultura adalah petani, pengepul, packing house, supermarket dan

pasar tradisional. Produksi bersih merupakan metode preventif yang dapat

meminimalkan terbentuknya sampah sayuran. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk memetakan rantai logistik industri hortikultura dan menganalisis potensti

terbentuknya limbah serta menentukan strategi penerapan produksi bersih yang

dapat diterapkan pada aliran rantai logistik industri hortikultura. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode quick scan pada aliran rantai

logistik dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kegiatan yang dilakukan packing house memberikan nilai tambah sebesar

36,96% untuk bayam hijau, 49,77% untuk kangkung dan 34,92% untuk sawi

hijau. Packing house dapat meminimalkan sampah sayuran sebesar 1,8% untuk

bayam hijau, 4% untuk kangkung dan 3,5% untuk sawi hijau. Alternatif strategi

produksi bersih yang diusulkan adalah penerapan Good Agricultural Practices,

produksi berbasis permintaan, penerapan sistem packing house, penyediaan sarana

dan prasarana untuk implementasi produksi bersih, serta pemanfaatan limbah

(sampah sayuran) untuk produk bernilai ekonomi. Hasil analisis AHP

memperlihatkan bahwa packing house adalah aktor terpenting dengan finansial

sebagai faktor terpenting dan pilihan produksi bersihnya adalah penerapan Good

Agricultural Practices.

Kata kunci: Analytical Hierarchy Process (AHP), industri hortikultura, produksi

bersih, rantai logistik, sampah sayuran

ABSTRACT

SEPTIATRI WULANDARI. Strategic Analysis of Implementation Cleaner

Production in Logistic Chain of Horticulture Industry (Case Study in Bogor

Region). Supervised by ANAS MIFTAH FAUZI.

Logistic chain of horticulture industry that supplies vegetables from farmers

to the consumers generates wastes that pollute the environment. In 2009, the

wastes value in Bogor was 13,3% of total wet market wastes which equivalent to

305 m3/day. The actors involved in logistic chain of horticulture commodity are

farmers, middle man traders, packing houses, supermarkets, and wet markets.

Cleaner production is a preventive method that can reduce the formation of

vegetable wastes. The objectives of this research were to map the logistic chain of

horticulture, to analyze the generated wastes and to select the cleaner production

options that can be applied to minimize the generated wastes along the logistic

Page 6: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

chain. The methods that used in this research were quick scan of logistic chain

flow and Analytical Hierarchy Process (AHP). The results showed that the

percentage of added value at packing house were 36,96% for green spinach,

49,77% for water spinach, and 34,92% for chinese cabbage. The percentage of

vegetable wastes that has been reduced by packing house were 1,8% for green

spinach, 4% for water spinach and 3,5% for chinese cabbage. AHP was need to

select the best strategic option among the five options, namely implementation of

Good Agricultural Practices (GAP), demand-based production, implementation of

packing house system, providing facilities and infrastructure for the

implementation of cleaner production, and utilization of vegetable wastes for the

economic products value. The result showed that packing house is the most

important actor while the financial is the most important factor and

implementation of Good Agricultural Practices (GAP) is the best strategy option

for cleaner production implementation.

Keywords: Analytical Hierarchy Process (AHP), cleaner production, horticulture

industry, logistic chain, vegetable wastes

Page 7: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

PADA RANTAI LOGISTIK INDUSTRI HORTIKULTURA

SEPTIATRI WULANDARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,
Page 9: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

Judul Skripsi : Analisis Strategi Penerapan Produksi Bersih pada Rantai Logistik

Industri Hortikultura

Nama : Septiatri Wulandari

NIM : F34100042

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ( )

Page 10: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,
Page 11: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis mengambil

tema Lingkungan, dengan judul skripsi Analisis Strategi Penerapan Produksi

Bersih pada Rantai Logistik Industri Hortikultura yang telah dilakukan dari bulan

Maret hingga Mei 2014.

Ucapan terimakasih serta penghargaan penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing

atas perhatian dan bimbingannya selama ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc, St. dan Ibu Dr. Dwi

Setyaningsih, S.TP, M.Si selaku dosen penguji atas masukan dan arahannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Pihak petani, pengepul, packing house Agribusiness Development Center

IPB, pasar Bogor, supermarket X dan Y di Kota Bogor atas izin dan bantuan

pengambilan data selama ini.

4. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian

Kota Bogor, Bapak Anas D. Susila dan Bapak Sutresno atas bantuan dalam

pengambilan keputusan strategi produksi bersih.

5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika

Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho, ST dan Muhammad Aji Wibisono atas

doa, dukungan dan perhatiannya selama ini.

6. Keluarga besar TIN 47 atas kebersamannya selama ini.

7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Septiatri Wulandari

Page 12: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

i

Page 13: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODOLOGI 8

Kerangka Pemikiran 8

Teknik Pengumpulan Data 9

Tahapan Penelitian 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Identifikasi Rantai Logistik Industri Hortikultura 11

Limbah yang Terbentuk dalam Rantai Logitik 14

Penanganan Limbah yang Telah Diterapkan 16

Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah dalam Rantai Logistik 17

Penentuan Pilihan Produksi Bersih 18

Analisis Kelayakan Alternatif Produksi Bersih Terpilih 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

RIWAYAT HIDUP 62

Page 14: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

i

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan sumber timbulan sampah Kota Bogor 4

2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami 7

3 Tahapan metode penelitian 10

4 Data produksi sayuran di wilayah Bogor 11

5 Pelaku rantai logistik industri hortikultura 12

6 Persentase sampah pada setiap aktor di rantai logistik model I 14

7 Dugaan volume sampah pada setiap aktor di rantai logistik model I 15

8 Persentase sampah pada setiap aktor di rantai logistik model II 15

9 Dugaan volume sampah pada setiap aktor di rantai logistik model II 15

10 Persentase produk tidak laku tingkat konsumen 16

11 Penanganan limbah yang telah diterapkan 16

12 Pilihan penerapan Produksi Bersih yang dapat diterapkan 18

13 Hasil analisis AHP dari responden 19

DAFTAR GAMBAR

1 (a) Kangkung, (b) Sawi hijau, (c) Bayam hijau 3

2 Aliran rantai logistik industri hortikultura 3

3 Identifikasi struktur rantai logistik industri hortikultura (sayuran) 13

4 Pola aliran dalam rantai logistik model I 13

5 Pola aliran dalam rantai logistik model II 14

6 Hasil analisis akhir penentuan pilihan produksi bersih 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Flowchart rantai logistik industri hortikultura (komoditas sayuran) 27

2 Neraca massa rantai logistik model I 28

3 Neraca massa rantai logistik model II 33

4 Perhitungan keuntungan petani pada rantai logistik model I 38

5 Perhitungan keuntungan petani pada rantai logistik model II 38

6 Perhitungan keuntungan tingkat pengepul 39

7 Perhitungan keuntungan tingkat supermarket 39

8 Perhitungan keuntungan tingkat pasar tradisional 39

9 Perhitungan nilai tambah tingkat packing house 40

10 Kuisioner Analytical Hierarchy Process (AHP) 41

11 Hasil akhir analisis struktur AHP 51

12 Struktur hirarki analitik berbobot 51

13 Analisis kelayakan finansial penerapan GAP 52

14 Analisis kelayakan finansial penerapan packing house 56

15 Desain packing house 59

16 Dokumentasi penelitian 60

Page 15: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia terjadi setiap tahunnya, hal ini juga

terjadi di wilayah Bogor, baik kabupaten Bogor dan kota Bogor. Menurut BPS

(2012), jumlah penduduk kabupaten Bogor dan kota Bogor pada tahun 2012

mencapai 5.977.387 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini berdampak pada

peningkatan jumlah kebutuhan bahan pangan, salah satunya adalah sayuran. Saat ini

permintaan akan produk hortikultura terutama sayuran segar semakin meningkat

berdasarkan data dari PKHT (2013), konsumsi sayur penduduk Indonesia mengalami

peningkatan, yaitu pada tahun 2005 sebesar 60,5 kg per kapita per tahun, tahun 2008

sebesar 71,38 kg per kapita per tahun dan pada tahun 2011 sebesar 145,44 kg per

kapita per tahun. Hal ini mendukung adanya peningkatan kegiatan jual beli

komoditas sayuran di pasar dan secara tidak sadar kegiatan tersebut menimbulkan

sampah sayuran yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Komposisi

sampah di Kota Bogor terdiri dari sampah anorganik sebanyak 30% dan sampah

organik sebanyak 70%, dimana 69% dari sampah organik berasal dari sampah

sayuran (DLHK Kota Bogor 2005). Menurut data dari DLHK Kota Bogor, sampah

terbanyak dihasilkan oleh permukiman dan pasar tradisional. Sisa produk sayuran

dalam rantai logistik yang dalam kondisi baik dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis

yang akan meningkatkan nilai tambah dari sampah tersebut.

Volume sampah pasar di Kota Bogor meningkat setiap tahunnya seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan volume sampah pasar

mengakibatkan penumpukan sampah yang dapat mencemari lingkungan. Sumber

timbulan sampah di wilayah Bogor salah satunya berasal dari pasar dengan

persentase pada tahun 2005-2009 menunjukkan angka sekitar 13% dari total sampah

yang ada di Bogor, dengan volume sampah pasar yang meningkat dari tahun 2005-

2009 yaitu 283,09 m3/hari, 284,05 m

3/hari, 287,3 m

3/hari, 289,12 m

3/hari, dan 305

m3/hari (DCKTR Kota Bogor 2009). Penumpukan sampah sayuran dapat terlihat di

jalan sekitar pasar yang mengganggu estetika lingkungan serta volume sampah yang

ditampung TPA akan semakin besar karena belum ada pengolahan maupun

penanggulangan yang baik pada sampah sayuran yang berasal dari pasar.

Pasokan sayuran ke kota besar dan sekitarnya merupakan komponen penting

dalam industri hortikultura. Suatu strategi untuk meminimalkan sampah pasar dapat

dilakukan melalui penerapan produksi bersih dalam rantai logistik industri

hortikultura. Analisis strategi dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif produksi

bersih terbaik dalam rantai logistik industri hortikultura.

Perumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah timbulnya sampah sayuran

yang dihasilkan dari rantai logistik industri hortikultura, maka dibutuhkan upaya

minimasi terbentuknya sampah tersebut melalui penerapan produksi bersih.

Page 16: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memetakan rantai logistik industri hortikultura serta menganalisis potensi

terbentuknya limbah.

2. Menentukan strategi penerapan produksi bersih terbaik dalam upaya

meminimalkan pembentukan sampah produk hortikultura di tingkat konsumen.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Bagi industri hortikultura sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam

menerapkan strategi produksi bersih pada setiap tahapan proses industri yang

dilakukan.

2. Bagi penulis sebagai sarana pengembangan wawasan serta pengalaman dalam

menganalisis permasalahan khususnya di bidang lingkungan.

3. Bagi kalangan pemerintahan dapat dijadikan usulan untuk minimalkan sampah

produk hortikultura.

4. Bagi kalangan akademis dapat dijadikan bahan penyusunan penelitian yang serupa

dan lebih mendalam.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada rantai logistik sayuran dataran rendah di wilayah

Bogor.

2. Jenis komoditas yang akan diidentifikasi dalam rantai logistik industri hortikultura

adalah sayuran berdaun sebagai penyumbang terbesar dalam sampah pasar

khususnya sawi hijau, kangkung dan bayam.

3. Pelaku utama (stakeholder) yang diteliti adalah produsen (petani), distributor

(pengepul, packing house) dan konsumen (supermarket, pasar tradisional).

4. Penelitian ini dibatasi pada usaha meminimalkan pembentukan sampah sayuran di

tingkat konsumen (supermarket, pasar tradisional).

TINJAUAN PUSTAKA

Hortikultura

Menurut UU No. 13 tahun 2010 tentang hortikultura, hortikultura adalah segala

hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura,

termasuk didalamnya jamur, lumut dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran,

bahan obat nabati, dan atau bahan estetika. Tanaman hortikultura adalah tanaman

yang menghasilkan buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk

didalamnya jamur, lumut dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan

obat nabati, dan atau bahan estetika. Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan

Page 17: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

3

pangan asal tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi

dalam keadaan segar atau setelah diolah secara minimal. Macam-macam sayuran

menurut morfologinya terdiri atas delapan sayuran, yaitu sayuran daun, batang,

bunga, buah, umbi, polong, umbi lapis dan jamur. Jenis sayuran yang menjadi ruang

lingkup penelitian ini adalah sayuran daun, yaitu bayam hijau, kangkung dan sawi

hijau.

(a) (b) (c)

Gambar 1 (a) kangkung, (b) sawi hijau, (c) bayam hijau

Hubungan Rantai Logistik dengan Produksi Bersih

Rantai logistik terdiri dari serangkaian kegiatan produktif yang terhubung

antara aktivitas nilai yang satu dengan yang lainnya membentuk rantai nilai industri.

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai logistik

komoditas pertanian tergantung pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci

sukses yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses

ini teridentifikasi melalui penelusuran yang detail dari setiap aktivitas di dalam rantai

logistik. Kunci sukses tersebut adalah trust building, koordinasi dan kerjasama,

kemudahan akses pembiayaan dan dukungan pemerintah.

Pelaku utama rantai logistik komoditas sayuran terdiri dari petani sayuran

sebagai produsen, pengepul dan packing house sebagai agen yang mengumpulkan

atau membeli sayuran dari petani serta terakhir adalah konsumen yang terdiri dari

pasar tradisional dan supermarket. Model struktur rantai logistik produk hortikultura

khususnya komoditas sayuran dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Aliran rantai logistik industri hortikultura

Sampah dan Upaya Pengolahan Sampah

Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi

oleh manusia atau benda-benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam

petani packing house

pengepul

supermarket

pasar tradisional

industri hortikultura

Page 18: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

4

kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo 2007). Secara sederhana, jenis sampah

dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah dipilah menjadi sampah organik dan

anorganik. Sampah organik atau sampah basah ialah sampah yang berasal dari

makhluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah

terurai secara alami (degradable). Sementara itu, sampah anorganik atau sampah

kering adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable). Menurut data dari

DLHK Kota Bogor, sampah terbanyak dihasilkan oleh permukiman dan pasar

tradisional seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan sumber timbulan sampah Kota Bogor

Tahun Sumber Timbulan Volume Sampah

Jumlah (m3/hari) Persentase (%)

2005 Pemukiman 1344,89 63,09

Komersial & jalan 309,09 14,50

Pasar 283,09 13,28

Industri dan lainnya 194,63 9,13

TOTAL 2131,71 100

2006 Pemukiman 1398 63,99

Komersial & jalan 305,8 13,99

Pasar 284,05 13,01

Industri dan lainnya 196,65 9,01

TOTAL 2184,5 100

2007 Pemukiman 1414,4 64

Komersial & jalan 309,4 14

Pasar 287,3 13

Industri dan lainnya 198,9 9

TOTAL 2210 100

2008 Pemukiman 1423 64

Komersial & jalan 311,2 13,99

Pasar 289,12 13,01

Industri dan lainnya 200,16 9

TOTAL 2223,42 100

2009 Pemukiman 1455 63,43

Komersial & jalan 333 14,47

Pasar 305 13,3

Industri dan lainnya 201 8,8

TOTAL 2294 100

Sumber : DLHK Kota Bogor (2005) dan DCKTR Kota Bogor (2009)

Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah pasar yang banyak mengandung bahan

organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan

daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah

bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang.

Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas

dan lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri,

sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun

kembang kol dan masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya. Limbah sayuran

Page 19: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

5

memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-

buahan sehingga jika limbah sayuran digunakan sebagai bahan baku untuk pakan

ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk.

Dengan volume sampah pasar yang meningkat setiap tahunnya, maka perlu

dilakukan upaya untuk meminimalkan sampah tersebut. Alternatif pertama adalah

penerapan Good Agricultural Practices, dimana dengan perbaikan pada sistem

produksi (sektor hulu) diharapkan mampu meminimalkan sampah sayuran dari hasil

sortasi di tingkat distributor maupun konsumen. GAP digunakan dalam sistem

pertanian berkelanjutan yang mencakup pengendalian hama terpadu, pengelolaan

hara terpadu, pengelolaan gulma terpadu, pengelolaan irigasi terpadu, dan

pemeliharaan (conservation) lahan pertanian (Effendi 2009). Dengan teknik

budidaya yang berdasarkan GAP tersebut dapat meminimalkan sayuran yang

memiliki mutu rendah dan menghasilkan produk yang bersih sehingga mampu

meminimalkan sampah hasil sortasi. Pihak Kementerian Pertanian sedang

menerapkan program GAP ini kepada petani-petani di Indonesia dan untuk petani

yang telah menerapkan GAP akan mendapatkan nomor registrasi lahan, sehingga

nantinya produk sayuran yang akan dipasarkan dapat tertelusur (Nugraha dan

Rachmani 2009). Penerapan GAP akan diikuti dengan penerapan Good Handling

Practices yaitu teknik penanganan pasca panen yang baik, seperti adanya rantai

berpendingin.

Alternatif kedua adalah produksi berbasis permintaan, dimana petani

diharapkan mampu mengendalikan produksinya berdasarkan permintaan konsumen

untuk meminimalkan sampah sayuran dari produk yang tidak laku. Alternatif ini

lebih tepat ditujukkan pada industri pengolahan dan ritel komoditas sayuran. Industri

mengetahui terlebih dahulu produk seperti apa yang diminta oleh pasar dan

kemudian memproduksi sesuai harapan konsumen, maka diperlukan suatu alat yang

mampu menangkap dengan tepat keinginan konsumen terhadap produk yang

dihasilkan industri (Marimin dan Muspitawati 2002). Industri pengolahan

memberikan informasi pasti terkait jadwal tanam produksi untuk para petani

(perencanaan dan pengaturan produksi).

Alternatif ketiga adalah penerapan sistem packing house yang menerapkan

penanganan pascapanen dengan baik. Proses-proses yang dilakukan dalam packing

house berhubungan dengan pengendalian mutu dimana terdapat proses sortasi ketat

pada komoditas sayuran sehingga menghasilkan produk yang bersih. Selain proses

sortasi, di dalam packing house juga terdapat proses pencucian, penyimpanan dingin

dan pengemasan yang dapat menjaga kesegaran dan mutu produk (Setyowati dan

Budiarti 1992).

Alternatif keempat adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk

implementasi produksi bersih. Sarana dan prasarana yang dimaksud seperti alat bantu

pengumpulan sampah sayuran di petani ke mesin pengomposan, teknologi

penanganan pascapanen yang baik, hingga perbaikan saluran distribusi. Produk

sayuran berdaun sangat mudah mengalami pelayuan akibat laju transpirasi tinggi.

Akibat dari transpirasi ini maka sedikit saja terjadi pelayuan pada pasar ritel

menyebabkan nilai jual menurun. Teknologi crisping sederhana dengan mencelupkan

ke dalam air hangat kemudian didinginkan secepatnya, telah mampu menyegarkan

kembali sayuran daun sawi cina, leaks, selada dan kangkung (Utama et al. 2007).

Alternatif kelima adalah pemanfaatan limbah (sampah sayur) menjadi produk

bernilai ekonomi. Limbah pasar sayur berpotensi sebagai pengawet maupun sebagai

Page 20: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

6

starter fermentasi karena memiliki kandungan asam tinggi dan mikrobia

menguntungkan. Pengolahan limbah pasar sayur yaitu dengan memfermentasikannya

menggunakan garam dalam suasana anaerob fakultatif. Ekstrak limbah pasar dapat

disamakan dengan sauerkraut. Sauerkraut adalah hasil fermentasi kubis yang

diambil larutan atau ekstraknya (Buckle et al. 1987). Cara pembuatannya dengan

memotong-motong sampah sayuran kemudian ditambahkan garam 2,5% setelah itu

diperam selama 5 hari kemudian disaring (Yunizal 1986).

Produksi Bersih

Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses

produksi dan daur hidup produk (UNEP 2003). Menurut Indrasti dan Fauzi (2009),

prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah :

(1) Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi

(2) Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi

(3) Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan

dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait.

(4) Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar

operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

(5) Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri

dan peraturan yang sifatnya musyawarah.

Prinsip-prinsip dalam produksi bersih yang telah diuraikan dapat diaplikasikan

dalam bentuk kegiatan yang dikenal dengan 4R (Reuse, Recycle, Reduction dan

Recovery). Secara garis besarnya, pemilihan penerapan produksi bersih dapat

dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

(1) Good house-keeping

(2) Perubahan material input

(3) Perubahan teknologis

(4) Perubahan produk

(5) On-site Reuse

Pelaksanaan penerapan produksi bersih dilakukan melalui beberapa tahap

penting, yaitu quick scan dan AHP. Menurut Walder (2002), quick scan memeriksa

kualitas suatu proses untuk potensi produksi bersihnya dan mendefinisikan parameter

penilaian produksi bersih. Pelaksanaan quick scan dilakukan dengan

mengidentifikasi proses produksi dari awal bahan mentah masuk hingga menjadi

produk jadi serta mengidentifikasi limbah-limbah yang dikeluarkan dari setiap

prosesnya. Hasil quick scan dapat digunakan untuk menentukan teknik yang paling

tepat diterapkan pada tiap proses produksinya.

Konsep Nilai Tambah

Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya

perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai

tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir yang

berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap

anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap

anggota rantai pasok tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010).

Page 21: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

7

Menurut Hayami et al., (1987) dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk

menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah

untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan

dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis

yang berpengaruh adalah kepastian produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan

tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah

tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Menurut Sudiyono (2002),

besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya

bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk

tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga

kerja, modal, dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai

berikut:

Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L} dimana,

K = Kapasitas produksi

B = Bahan baku yang digunakan

T = Tenaga kerja yang digunakan

U = Upah tenaga kerja

H = Harga output

h = Harga bahan baku

L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses

perlakuan untuk menambah nilai)

Tabel 2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami No Variabel Bayam Hijau

Output, Input dan Harga

1 Output (Kg/hari) (1)

2 Input (Kg/hari) (2)

3 Tenaga kerja langsung (Jam/hari) (3)

4 Faktor konversi (4) = (1) / (2)

5 Koefisien tenaga kerja (Jam/Kg) (5) = (3) / (2)

6 Harga produk (Rp/Kg) (6)

7 Upah tenaga kerja (Rp/jam) (7)

Penerimaan dan Keuntungan

8 Harga bahan baku (Rp/Kg) (8)

9 Harga input lain (Rp/Kg) (9)

10 Produksi (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)

11 Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (9) – (8)

Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a) / (10) x 100

12 Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)

Pangsa tenaga kerja (%) (12b) = (12a) / (11a) x 100

13 Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) – (12a)

Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) x 100

Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process dikembangkan untuk mengorganisir informasi

dari parah ahli (judgement) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty

1983). Suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran yang

terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif

atas persoalan tersebut dengan menggunakan AHP. Persoalan yang kompleks dapat

disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Page 22: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

8

Prinsip kerja AHP adalah penyedeharnaan suatu persoalan kompleks yang

tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata

dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara

subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan

dengan variabel lain. Melalui berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa

untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk

mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010).

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu

kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot

tersebut dilakukan secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan

berpasangan (Saaty 1983). Terdapat tiga prinsip dalam memecahkan persoalan

dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hierarki, penetapan prioritas, dan

konsistensi logis.

Hal yang penting dalam pengambilan keputusan dengan metode AHP adalah

rasio inkonsistensi. Rasio inkonsistensi merupakan indikator untuk melihat pendapat

responden konsisten atau tidak. Pengambilan keputusan yang efektif jika

menggunakan pendapat responden yang konsisten. Pendapat responden dikatakan

konsisten jika rasio inkonsistensinya dibawah 0,1 atau 10% (Marimin dan Maghfiroh

2010).

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran

Kuantitas sampah perkotaan khusunya sampah sayuran yang berasal dari pasar

meningkat setiap tahunnya. Hal inilah yang menjadi landasan awal pemikiran untuk

penerapan produksi bersih pada rantai logistik industri hortikultura Produksi bersih

dapat diterapkan untuk membantu mengatasi permasalahan sampah produk

hortikultura yaitu sampah sayuran pasar. Pengolahan sayuran yang baik dari sektor

hulu industri disertai dengan pemanfaatan sampah sayuran akan menjadikan sampah

yang dihasilkan berkurang secara volume dan memberi keuntungan bagi industri dari

pemanfaatan sampah tersebut.

Pendekatan yang digunakan adalah dengan menganalisis timbulnya sampah

atau limbah produk hortikultura di sepanjang rantai logistik, peningkatan nilai

tambah dan minimasi limbah berdasarkan faktor teknis, ekonomi dan lingkungan.

Alternatif terbaik penerapan produksi bersih diperoleh melalui survei kepada pelaku

industi, pakar, konsumen dan pengelola kebijakan dengan pilihan alternatifnya

adalah penerapan Good Agricultural Practices, produksi berbasis permintaan,

penerapan sistem packing house, penyediaan sarana dan prasarana implementasi

produksi bersih serta pemanfaatan limbah (sampah sayuran) menjadi produk bernilai

ekonomi.

Komoditas sayuran yang diamati dalam penelitian ini adalah sayuran berdaun

sebagai penyumbang terbesar sampah sayuran yang ada di pasar. Studi kasus

produksi bersih yang dilaksanakan pada rantai logistik industri hortikultura di

wilayah Bogor mulai dari petani, Agribusiness Development Center IPB selaku

packing house, supermarket dan Pasar Bogor.

Page 23: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

9

Teknik Pengumpulan Data

Pada tahapan pendahuluan penelitian dilakukan pengumpulan pustaka yang

terkait dengan tema penelitian. Data dan informasi mengenai proses penanganan

pasca panen komoditas sayuran, aliran logistik industri hortikultura, penumpukan

sampah perkotaan, serta parameter-parameter lain yang berpengaruh dalam

penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber pustaka. Pada tahapan pendahuluan

penelitian ini juga dilakukan wawancara dengan pihak Agribusiness Development

Center IPB.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan sekunder.

Data primer berupa neraca massa, penanganan limbah yang telah diterapkan,

perhitungan keuntungan dan nilai tambah di setiap rantai logistik serta penentuan

prioritas alternatif produksi bersih melalui AHP. Data primer diperoleh dari setiap

pelaku yang terlibat dalam rantai logistik industri hortikultura dengan cara

pengamatan dan pengukuran langsung serta wawancara dengan pihak terkait. Data

sekunder berupa data produksi sayuran, data jumlah penduduk, serta data timbulan

sampah di wilayah Bogor yang diperoleh dari dinas pertanian Provinsi Jawa Barat,

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup

Kota Bogor dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor.

Teknik Analisis Data

Analisis Quick Scan

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data dari rantai logistik komoditas

sayuran berdaun (kangkung, bayam hijau dan sawi hijau), mulai dari petani, packing

house hingga ke konsumen baik di pasar tradisional ataupun supermarket, serta

pengumpulan data dari setiap proses yang dilakukan oleh stakeholder tersebut.

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengidentifikasi proses produksi dan limbah

yang terbentuk pada setiap rantai logistik. Proses produksi diidentifikasi dengan cara

wawancara, pengamatan, dan pengukuran secara langsung. Identifikasi terhadap

industri dilakukan terhadap aliran rantai logistiknya. Identifikasi limbah dilakukan

dengan penyusunan neraca massa. Pelaksanaannya dilakukan dengan wawancara,

pengamatan secara langsung dalam kegiatan produksi, dan pengumpulan data

perusahaan sehingga diketahui sumber-sumber terbentuknya limbah.

Penentuan Alternatif Produksi Bersih

Setelah proses quick scan dilaksanakan pada keseluruhan proses produksi, data

yang diperoleh kemudian disusun berdasarkan proses produksinya dan data tersebut

dirancang untuk menjadi berbagai alternatif produksi bersih. Rumusan alternatif

produksi bersih pada rantai logistik industri hortikultura berdasarkan hasil

pengamatan lapang dan wawancara dengan pakar.

Penetapan Strategi Produksi Bersih

Alternatif produksi bersih yang telah diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan metoda Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk didapatkan

Page 24: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

10

prioritas penerapan alternatif produksi bersih pada industri hortikultura. Pengambilan

keputusan ini dilakukan melalui kuisioner yang diberikan kepada pakar, pelaku

industri, konsumen dan pembuat kebijakan. Prioritas alternatif produksi bersih

dianalisis menggunakan AHP yang pengolahannya menggunakan program Expert

Choice 2000.

Analisis Kelayakan

Alternatif penerapan produksi bersih terpilih dilakukan analisis kelayakan dari

faktor teknis, ekonomi dan lingkungan. Evaluasi teknis adalah evaluasi alternatif

penerapan produksi bersih terhadap beberapa kriteria teknis dari segi proses,

teknologi, sumber daya manusia (SDM), bahan, dan lain-lain. Evaluasi ini

dilaksanakan dengan melakukan studi literatur untuk melihat aspek teknis atau

teknologis terhadap alternatif kajian yang terpilih.

Evaluasi ekonomi merupakan analisis terhadap alternatif penerapan produksi

bersih dari segi finansial. Evaluasi ini dilakukan dengan cara mengukur nilai payback

period untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi

awal. Semakin cepat tingkat pengembalian investasi, maka alternatif tersebut dinilai

semakin baik untuk dilaksanakan. Evaluasi lingkungan menganalisis dampak

alternatif produksi bersih terpilih terhadap lingkungan.

Tabel 3 Tahapan metode penelitian

No Tahap penelitian Alat analisis

1. Analisis quick scan

- Kuisioner

- Wawancara dengan aktor yang terkait dengan

rantai logistik

- Pengamatan dan pengukuran langsung

2. Penentuan alternatif

produksi bersih Wawancara dengan pakar dan pelaku industri

3. Penetapan strategi produksi

bersih terbaik Analytical Hierarchy Process (AHP)

4.

Analisis kelayakan teknis

dan lingkungan terhadap

alternatif terpilih

Kajian pustaka

5. Analisis kelayakan finansial

terhadap alternatif terpilih

Wawancara dengan pihak terkait dan kajian

pustaka untuk menghitung nilai investasi awal,

keuntungan dan payback period

Page 25: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Rantai Logistik Industri Hortikultura

Penelitian ini merupakan studi kasus di wilayah Bogor, maka dipilih komoditas

dengan produksi terbesar. Komoditas hortikultura yang dibatasi dalam penelitian ini

adalah sayuran berdaun, khususnya sawi hijau, bayam, dan kangkung. Menurut

Pujawan (2005), pada suatu rantai logistik umumnya terdapat tiga macam aliran yang

harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke

hilir (downstream), kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir

ke hulu, ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun

sebaliknya. Aliran proses pada rantai logistik industri hortikultura khususnya

komoditas sayuran berdaun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 4 Data produksi sayuran di wilayah Bogor

Tahun

Produk 2008 2009 2010 2011 2012

*)

Sawi Hijau 11.223 ton 12.101 ton 5.996 ton 9.328 ton 3.672 ton

Bayam Hijau 19.100 ton 30.725 ton 8.556 ton 21.035 ton 70.709 ton

Kangkung 23.112 ton 31.393 ton 18.521 ton 21.925 ton 18.344 ton

Keterangan : *)

Angka sementara

Sumber: http://diperta.jabarprov.go.id/

Logistik menurut Subagya (1988) adalah ilmu pengetahuan atau seni serta

proses mengenai perencaanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,

penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material-material maupun alat-alat.

Rantai logistik terdiri dari serangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara

aktivitas nilai yang satu dengan yang lainnya membentuk rantai nilai industri. Rantai

logistik disini merupakan alur distribusi komoditas hortikultura dari hulu hingga ke

hilir produksi. Dalam rantai logistik industri hortikultura, aktor-aktor yang berperan

dalam rantai aliran sumber daya adalah petani, packing house, supermarket,

pengepul dan pasar tradisional. Setiap aktor atau pelaku rantai logistik industri

hortikultura mempunyai peran yang berbeda. Peran masing-masing anggota dalam

model rantai logistik hortikultura dapat dilihat dalam Tabel 5.

Page 26: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

12

Tabel 5 Pelaku rantai logistik industri hortikultura

Tingkatan Pelaku Proses Aktivitas

Produsen o Petani

sayuran

o Budidaya

o Penjualan

o Distribusi

o Melakukan budidaya dan

produksi sayuran

o Melakukan distribusi ke

distributor atau

konsumen

o Menjual ke distributor

atau langsung ke

konsumen

Distributor o Packing

House

o Pembelian

o Sortasi

o Grading

o Pengemasan

o Pelabelan

o Distribusi

o Penjualan

o Membeli sayuran dari

petani

o Melakukan proses untuk

menambah nilai jual

sayuran

o Melakukan distribusi ke

konsumen (supermarket)

o Menjual ke konsumen

(supermarket)

o Pengepul o Pembelian

o Distribusi

o Penjualan

o Membeli sayuran dari

petani

o Melakukan distribusi ke

konsumen (pasar)

o Menjual ke konsumen

(pasar)

Konsumen o Supermarket o Pembelian

o Sortasi

o Pengemasan

o Penjualan

o Membeli sayuran dari

distributor (packing

house)

o Melakukan proses untuk

menambah niali jual

sayuran

o Melakukan penjualan ke

konsumen tingkat akhir

(dengan cara display)

o Pasar

tradisional

(pedagang)

o Pembelian

o Sortasi/

Pembersihan

o Penjualan

o Membeli sayuran dari

distributor (pengepul/

petani)

o Melakukan proses sortasi

dan pembersihan sayuran

o Melakukan penjualan ke

konsumen tingkat akhir

Struktur Rantai Logistik

Aliran rantai logistik komoditas sayuran di Bogor dipengaruhi oleh perbedaan

standar sayuran yang diperdagangkan sesuai tujuan penjualan, anggota rantai yang

terlibat di dalamnya, serta aturan main atau sistem yang dibangun di antara berbagai

pihak. Hal yang mendorong terjadinya perbedaan rantai logistik tersebut lebih karena

Page 27: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

13

perbedaan standar sayuran yang dipasarkan yang mengakibatkan perbedaan sasaran

lokasi penjualan.

Secara umum, aliran komoditas sayuran tersebut terbagi ke dalam dua model

rantai logistik. Model pertama (I) melibatkan petani sebagai produsen dan pengepul

sebagai distributor memegang peran utama dalam rantai logistik ini. Sedangkan

model kedua (II) melibatkan packing house yang paling berperan dalam rantai

logisik ini. Kedua model rantai logistik tersebut dijelaskan pada Gambar 3.

Gambar 3 Identifikasi struktur rantai logistik industri hortikultura (sayuran)

Anggota primer dalam rantai logistik model I adalah petani dan pengepul

dimana konsumen yang dituju adalah pasar tradisional. Rantai logistik model I ini

umumnya tidak terdapat standar sayuran yang harus dipenuhi untuk memasok

komoditas ke pasar tradisional, sehingga petani dalam rantai logistik model ini tidak

melakukan sortasi yang ketat pada komoditas tersebut. Petani dalam rantai logistik

model I cenderung kurang memperhatikan Good Agriculure Practices dan Good

Handling Practices dalam menghasilkan produk yang bersih, sebab tidak ada kriteria

secara rinci dan tidak adanya insentif dari pihak pasar tradisonal (pedagang) bagi

petani yang menghasilkan produk yang bersih. Harga jual produk di pasar tradisional

mengikuti harga pasaran yang berlaku, sehingga jika petani ingin memperoleh

pendapatan yang besar maka mereka harus memasok produk yang diterima pasar

tradisonal dengan kuantitas tinggi tanpa memperhatikan kebersihan produk.

.

Keterangan:

Aliran barang

Aliran finansial

Aliran informasi

Gambar 4 Pola aliran dalam rantai logistik model I

Model rantai logistik berikutnya melibatkan perusahaan yaitu packing house

sebagai anggota primer yang memberikan nilai tambah pada komoditas sayuran yang

diperdagangkan. Petani yang terlibat dalam rantai logistik model ini merupakan mitra

Packing House

Petani Pengepul Pasar Tradisional

Supermarket

Petani

Pengepul

Pasar

Tradisional

Petani

Petani

Petani

Pengepul

Page 28: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

14

tani dari packing house yang telah terikat dengan sistem kontrak. Hasil panen mitra

tani akan dibeli oleh packing house untuk kemudian dilakukan proses pencucian,

sortasi, pengemasan dan pendistribusian ke supermarket. Terdapat standar sayuran

(produk bersih) yang harus dipenuhi petani untuk memasok ke supermarket dalam

rantai logistik model II, sehingga petani dalam rantai logistik ini melakukan sortasi

yang ketat sebelum memasok komoditas ke packing house. Petani dalam rantai

logistik model II cukup memperhatikan Good Agriculure Practices dan Good

Handling Practices dalam menghasilkan produk yang bersih, sebab terdapat kriteria

secara rinci serta insentif dari pihak packing house bagi petani yang menghasilkan

produk yang bersih. Insentif yang diperoleh petani dari pihak packing house adalah

berupa harga jual yang tinggi jika produk yang dihasilkan semakin bersih. Untuk

menjamin mutu sayuran yang dipasok ke supermarket tetap sesuai standar yang

ditetapkan, packing house melakukan sortasi sayuran dari petani. Insentif yang

diberikan pihak supermarket untuk pemasok sayuran bersih berupa kepercayaan

untuk menjadi pemasok tetap bagi supermarket tersebut.

Keterangan:

Aliran barang

Aliran finansial

Aliran informasi

Gambar 5 Pola aliran dalam rantai logistik II

Limbah yang Terbentuk dalam Rantai Logistik

Pada rantai logistik model I, sampah sayuran yang terbentuk pada tingkat

produsen dan distributor cenderung lebih sedikit karena tidak terdapat persyaratan

yang harus dipenuhi sebelum dipasok ke tingkat konsumen yaitu pasar tradisional.

Hal ini menyebabkan pedagang-pedagang di pasar tradisional harus melakukan

sortasi atau pembersihan terhadap komoditas tersebut yang menimbulkan timbunan

sampah sayuran di pasar yang jumlahnya cukup banyak dan belum ada penanganan

maupun pengolahan yang baik terhadap sampah sayuran ini. Persentase sampah

sayuran pada setiap aktor di rantai logistik model I seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase sampah pada setiap aktor di rantai logistik model I

Komoditas Petani Pengepul Pasar Tradisional

Bayam Hijau 5,3% 0% 11,4%

Kangkung 6,1% 0% 13,9%

Sawi Hijau 5,1% 0% 11,7%

Packing House

Supermarket

Petani

Petani

Petani

Supermarket

Supermarket

Penyedia sarana non sayuran

Page 29: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

15

Persentase sampah di setiap aktor tersebut dapat dihitung secara kumulatif dan

dapat diketahui dugaan volume sampah yang terbentuk di setiap rantai dengan basis

100 kg. Peningkatan volume sampah pasar mengakibatkan penumpukan sampah di

jalan sekitar pasar yang mengganggu estetika lingkungan dan menimbulkan bau,

serta menjadi penyumbang tumpukan sampah di TPA Galuga. Dugaan volume

sampah pada setiap aktor di rantai logistik model I berdasarkan persentase sampah

kumulatif dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Dugaan volume sampah pada setiap aktor di rantai logistik model I

Komoditas Petani Pengepul Pasar Tradisional

Bayam Hijau 5,3 kg 0 kg 10,79 kg

Kangkung 6,1 kg 0 kg 13,05 kg

Sawi Hijau 5,1 kg 0 kg 11,10 kg

Pada rantai logistik model II, sampah sayuran yang terbentuk pada tingkat

produsen dan distributor lebih banyak karena terdapat persyaratan yang harus

dipenuhi sebelum dipasok ke supermarket. Hal ini menyebabkan produk yang masuk

supermarket merupakan produk bersih sehingga sampah sayuran yang terbentuk di

supermarket tidak banyak. Untuk menjaga kualitas produk sayuran yang akan dijual

supermarket melakukan sortasi sayuran dari packing house. Persentase sampah

sayuran pada setiap aktor di rantai logistik model II seperti pada Tabel 8.

Tabel 8 Persentase sampah pada setiap aktor di rantai logistik model II

Komoditas Petani Packing House Supermarket

Bayam Hijau 33,6% 17,6% 9,6%

Kangkung 29,9% 19,8% 9,9%

Sawi Hijau 22,8% 19,5% 8,2%

Persentase sampah di setiap aktor tersebut dapat dihitung secara kumulatif dan

dapat diketahui dugaan volume sampah yang terbentuk di setiap rantai dengan basis

100 kg. Dugaan volume sampah pada setiap aktor di rantai logistik model II

berdasarkan persentase sampah kumulatif dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Dugaan volume sampah pada setiap aktor di rantai logistik model II

Komoditas Petani Packing House Supermarket

Bayam Hijau 33,6 kg 11,69 kg 4,69 kg

Kangkung 29,9 kg 13,88 kg 4,98 kg

Sawi Hijau 22,8 kg 15,05 kg 4,73 kg

Kuantitas sampah total yang dihasilkan pada model rantai logistik II lebih

banyak daripada pada model rantai logistik I. Hal ini disebabkan pada model rantai

logistik II pembentukan sampah terbesar terjadi pada tingkat produsen dan

distributor, namun sampah yang dihasilkan di tingkat konsumen sedikit. Produk yang

diperoleh dari supermarket memiliki tingkat bagian yang dapat dikonsumsi (edible

portion) lebih tinggi dibandingkan produk yang diperoleh dari pasar tradisional.

Tingkat edible portion yang tinggi mengindikasikan rendahnya pembentukan sampah

dari produk tersebut karena konsumen akhir tidak perlu melakukan pembersihan

Page 30: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

16

pada produk yang diperolehnya dari supermarket yang umumnya relatif sudah

bersih.

Selain menghasilkan sampah hasil sortasi, dalam usaha produk hortikultura

juga terdapat produk tidak laku terjual di tingkat konsumen. Produk yang tidak laku

terjual di pasar tradisional sebagian besar dibuang dan beberapa dibagikan ke

pedagang lainnya. Produk yang tidak laku terjual di supermarket akan dijual dengan

harga murah atau diberikan kepada karyawan supermarket, namun jika kualitas

produk sudah tidak layak maka produk tersebut akan dibuang. Persentase produk

tidak laku diperoleh berdasarkan basis produk yang siap jual atau yang telah

melewati proses sortasi atau pembersihan seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Persentase produk tidak laku tingkat konsumen

Komoditas Pasar Tradisional Supermarket

Bayam hijau 20,28% 10,25%

Kangkung 22,00% 10,40%

Sawi hijau 18,36% 11,89%

Penanganan Limbah yang Telah Diterapkan

Penanganan limbah merupakan suatu kegiatan yang wajib dilakukan oleh tiap

pelaku usaha yang membuang sisa prosesnya ke lingkungan. Penanganan limbah ini

dapat meminimasi dampak negatif dari limbah sisa produksi yang dihasilkan.

Limbah yang dihasilkan dalam rantai logistik industri hortikultura merupakan

sampah organik berupa sampah sayuran. Sampah sayuran ini menimbulkan masalah

bagi lingkungan yaitu penumpukan sampah di jalan sekitar pasar yang mengganggu

estetika lingkungan dan menimbulkan bau, serta penumpukan sampah di Tempat

Pembuangan Akhir yang seharusnya dapat diolah menjadi sesuatu yang lebih bernilai

ekonomi karena sampah organik relatif lebih mudah untuk diolah. Secara umum

penanganan limbah yang dilakukan oleh tiap rantai logistik industri hortikultura

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penanganan limbah yang telah diterapkan

Pelaku Penanganan Limbah yang Diterapkan

Petani Sebagian besar dijadikan kompos dan beberapa dijadikan pakan

ternak

Packing House Sebagian dijadikan kompos dan sisanya dibuang

Supermarket Dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir dan untuk produk yang

tidak laku dengan kualitas yang sudah tidak layak konsumsi

dikecilkan ukurannya untuk kemudian dibuang

Pasar Tradisional Dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir

Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah dalam Rantai Logistik

Perhitungan keuntungan dilakukan pada petani, pengepul, supermarket,

pedagang pasar tradisional, sedangkan perhitungan nilai tambah dilakukan pada

packing house. Keuntungan yang diperoleh oleh setiap anggota berbeda-beda. Sukses

atau tidaknya suatu rantai logistik dilihat dari keuntungan yang diperoleh oleh rantai

Page 31: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

17

logistik tersebut. Semakin besar keuntungan yang diperoleh menunjukkan semakin

suksesnya pelaksanaan rantai logistik.

Keuntungan di Tingkat Petani

Keuntungan diperoleh dari selisih antara pendapatan petani dengan biaya

produksi yang harus dikeluarkan. Data yang diperlukan untuk perhitungan

keuntungan pada masing-masing komoditas dilakukan melalui wawancara dengan

ketua kelompok tani di desa Ciaruteun Ilir, Bogor.

Keuntungan yang dihasilkan antara petani yang memasok sayuran ke pasar

tradisional (model rantai logistik I) dengan petani yang memasok sayuran ke packing

house (model rantai logistik II) berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sasaran

penjualan yang menyebabkan adanya perbedaan mutu produk yang dijual.

Keuntungan yang diperoleh petani model I untuk bayam hijau 19,3%, kangkung

18,8% dan sawi hijau 17,2%. Keuntungan yang diperoleh petani model II untuk

bayam hijau 31,5%, kangkung 28,2% dan sawi hijau 28,8%. Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani model II lebih besar daripada

keuntungan yang diperoleh petani model I, hal ini dikarenakan mutu produk yang

dihasilkan petani model II lebih baik sehingga harga jualnya lebih tinggi dari petani

model I. Perhitungan keuntungan di tingkat petani dapat dilihat pada Lampiran 4

dan 5.

Keuntungan di Tingkat Pengepul

Keuntungan di tingkat pengepul dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan

yang diperoleh pengepul dengan biaya yang dikeluarkan pengepul (harga beli

komoditas dari petani model rantai logistik I ditambah biaya distribusi). Data yang

dibutuhkan untuk perhitungan keuntungan diperoleh dari hasil wawancara dengan

salah satu pengepul yang menerima pasokan dari petani di Ciaruteun Ilir, Bogor dan

yang mengirim pasokan ke pasar Bogor. Keuntungan yang diperoleh pengepul untuk

komoditas bayam hijau 77,4%, kangkung 90,4% dan sawi hijau 50,8%. Perhitungan

keuntungan di tingkat pengepul dapat dilihat pada Lampiran 6.

Keuntungan di Tingkat Supermarket

Perhitungan nilai tambah tidak dilakukan pada supermarket dikarenakan

terbatasnya sumber data yang diperoleh. Hal ini menyebabkan hanya dapat

menghitung keuntungan yang diperoleh pihak supermarket. Keuntungan di tingkat

supermarket dihitung berdasarkan selisih antara nilai beli dari packing house dengan

nilai jual di supermarket. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan keuntungan

diperoleh dari hasil pengamatan di salah satu supermarket di Bogor. Keuntungan

yang diperoleh supermarket untuk bayam hijau 10%, kangkung 17,9% dan sawi

hijau 17,8%. Perhitungan keuntungan di tingkat supermarket dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Page 32: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

18

Keuntungan di Tingkat Pasar Tradisional (pedagang)

Keuntungan di tingkat pedagang pasar tradisional dihitung berdasarkan selisih

antara nilai beli dari pengepul dengan nilai jual di pasar tradisional. Data yang

dibutuhkan untuk perhitungan keuntungan diperoleh dari hasil wawancara di pasar

Bogor. Keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional untuk bayam hijau

81,8%, kangkung 87,5% dan sawi hijau 30,4%. Perhitungan keuntungan di tingkat

pedagang pasar tradisional dapat dilihat pada Lampiran 8.

Nilai Tambah di Tingkat Packing House

Rasio nilai tambah di tingkat packing house dihitung berdasarkan biaya

produksi dan pendapatan yang diperoleh pihak packing house. Perhitungan nilai

tambah di tingkat packing house menggunakan metode Hayami. Data yang

dibutuhkan untuk perhitungan nilai tambah diperoleh dari data packing house, hasil

wawancara serta hasil pengamatan yang dilakukan di Agribusiness Development

Center (ADC) IPB. Nilai tambah yang diperoleh packing house untuk komoditas

bayam hijau 36,96%, kangkung 49,77% dan sawi hijau 34,92%. Perhitungan nilai

tambah di tingkat packing house dapat dilihat pada Lampiran 9.

Penentuan Pilihan Produksi Bersih

Berdasarkan pada hasil identifikasi input, output, dan limbah pada aliran rantai

logistik, didapatkan pilihan produksi bersih yang mungkin untuk diterapkan dalam

industri hortikultura. Pilihan produksi bersih yang didapatkan berasal dari kajian

langsung di lapangan serta hasil perumusan dengan pakar dan pihak terkait. Pilihan

produksi bersih yang mungkin diterapkan dalam industri hortikultura dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12 Pilihan penerapan Produksi Bersih yang dapat diterapkan

Pilihan Produksi Bersih Tujuan

Penerapan Good Agricultural

Practices

Petani mampu menghasilkan produk yang

bersih, karena menghasilkan sayuran

dengan mutu baik, sehingga

meminimalkan sampah sayuran yang

memiliki mutu rendah

Produksi berbasis permintaan Meminimalkan sampah sayuran dari

produk sayuran yang tidak laku

Penerapan sistem packing house Menghasilkan produk sayuran yang bersih

dan bernilai tambah sehingga dapat

meminimalkan sampah sayuran di tingkat

konsumen

Penyediaan sarana dan prasarana

untuk implementasi produksi bersih

Memberikan sarana penunjang dalam

kegiatan logistik industri hortikultura yang

berkaitan dengan meminimalkan sampah

Pemanfaatan limbah (sampah sayuran)

menjadi produk bernilai ekonomi

Meminimalkan sampah sayuran yang

terbentuk

Page 33: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

19

Pilihan produksi bersih yang telah diperoleh, kemudian dianalisis

menggunakan metode analisis Analytical Hierarchy Process (AHP). Pada

perhitungan AHP, masing-masing faktor, aktor, dan alternatif produksi dilakukan

pembobotan terhadap tujuan yang ingin dicapai. Faktor, aktor, dan alternatif yang

memiliki bobot tertinggi merupakan hasil yang akan diimplementasikan. Seperti

terlihat pada Gambar 6, dalam hirarki pengambilan keputusan, terdapat tiga faktor

yaitu finansial, teknis, dan lingkungan dimana ketiga faktor tersebut memberikan

pengaruh dalam implementasi produksi bersih. Pada level aktor, terdapat lima aktor

yang berada dalam hirarki pengambilan keputusan yaitu petani, packing house,

supermarket, pedagang dan pemerintah. Penentuan kelima aktor tersebut berdasarkan

hasil diskusi dengan pakar dan analisis dari pengamatan selama penelitian mengenai

stakeholder yang memiliki peran cukup penting dalam industri hortikultura.

Pengambilan keputusan dalam menentukan strategi penerapan produksi bersih

pada industri hortikultura melibatkan beberapa golongan responden, yaitu akademisi,

pemerintah, pelaku industri dan konsumen. Hasil perhitungan AHP pilihan

penerapan produksi bersih menurut responden dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil

analisis AHP menurut responden tersebut menunjukkan rasio inokonsistensinya

dibawah 0,1 atau 10%, hal ini menunjukkan bahwa hasil tersebut telah konsisten.

Tabel 13 Hasil analisis AHP dari responden

Alternatif Bobot

Akademisi Pemerintah Pelaku Industri Konsumen

Penerapan Good

Agricultural

Practices 0,359 0,257 0,262 0,249

Produksi berbasis

permintaan 0,124 0,200 0,236 0,197

Penerapan sistem

packing house 0,187 0,200 0,281 0,168

Penyediaan sarana

dan prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

0,145 0,235 0,116 0,311

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) menjadi

produk bernilai

ekonomi

0,184 0,108 0,106 0,074

Rasio Inkonsitensi 0,06 0,06 0,04 0,08

Alternatif penerapan Good Agricultural Practices menjadi prioritas utama bagi

pihak akademisi dan pemerintah yang memiliki bobot masing-masing 0,359 dan

0,257. Alternatif ini dapat meminimalkan sampah sayuran yang berada di pasar,

yaitu dengan cara perubahan dari sektor hulu industri hortikultura melalui teknik

budidaya yang sesuai dengan SOP yang baik sehingga dihasilkan produk yang

bersih. Prioritas utama menurut pihak pelaku industri adalah alternatif penerapan

sistem packing house dengan bobot 0,281. Alternatif ini bertujuan untuk

menghasilkan produk yang bersih dan bernilai tambah melalui proses sortasi dan

Page 34: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

20

pengemasan, sehingga dapat meminimalkan sampah di tingkat konsumen.

Sedangkan, pada pihak konsumen prioritas utama adalah alternatif penyediaan sarana

dan prasaran untuk implementasi produksi bersih dengan bobot 0,311. Alternatif ini

bertujuan untuk mendukung kegiatan logistik pada industri hortikultura, seperti

pembangunan saluran distribusi yang baik agar produk sayuran tidak rusak selama

proses distribusi. Kurangnya infrastruktur dalam penyimpanan, proses dan distribusi

pada komoditas sayuran menyebabkan pembentukan sampah dalam jumlah yang

cukup besar di beberapa negara berkembang, salah satunya di Indonesia yang rata-

rata menyumbang sebesar 10-40% dari sampah total (Choudhury et al. 2004). Selain

itu, alternatif ini menyediakan alat untuk mengumpulkan sampah sayuran di petani

ke mesin pengomposan.

Usaha untuk meminimalkan terbentuknya sampah produk hortikultura

(sayuran) belum banyak dilakukan. Hal-hal yang telah dikaji terkait sampah sayuran

adalah metode end-of-pipe yaitu metode untuk mengolah limbah yang telah

terbentuk seperti pemanfaatan sebagai pakan ternak dan biogas. Limbah sayuran

akan bernilai guna jika dimanfaatkan sebagai pakan melalui pengolahan. Limbah

sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut

sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan

kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa

simpan. Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah menjadi tepung dan

silase dapat digunakan sebagai pakan ternak (Saenab dan Retnani 2011). Limbah-

limbah seperti batang kangkung, kulit wortel, kulit bawang, dan sayuran daun

lainnya merupakan jenis-jenis limbah organik yang mampu menghasilkan gas dan

dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biogas (Wardana et al. 2012). Menurut Utama

dan Mulyanto (2009) limbah pasar sayur memiliki potensi menjadi starter fermentasi.

Pengolahan limbah pasar sayur tersebut dengan menfermentasikannya menggunakan

garam dalam suasana anaerob fakultatif. Ekstrak limbah pasar sayur tersebut

merupakan larutan hasil fermentasi. Hasil fermentasi tersebut dapat disamakan

dengan sauerkraut.

Dari hasil analisis AHP pada Tabel 13, kemudian dilakukan analisis lanjut

untuk penentuan pilihan dari gabungan ke-empat golongan responden, dapat dilihat

pada Gambar 6 yang merupakan struktur hirarki analitik industri hortikultura dan

menggambarkan masing-masing bobot akhir setelah menyatukan hasil perhitungan

ke-empat golongan responden. Dapat dilihat bahwa tujuan dari struktur ini adalah

minimasi terbentuknya sampah sayuran. Pada gambar tersebut, perbandingan

kepentingan masing-masing faktor terhadap tujuan memberikan bobot tertinggi pada

faktor finansial dengan bobot 0,353 diikuti dengan faktor lingkungan dan teknis

dengan bobot 0,347 dan 0,300.

Dari sisi aktor, analisis perbandingan tingkat kepentingan aktor terhadap

faktor, aktor yang paling berpengaruh untuk mencapai tujuan adalah packing house

dengan bobot 0,260 diikuti pemerintah, petani, pedagang pasar dan supermarket

dengan bobot 0,224, 0,206, 0,175 dan 0,136. Hasil ini menunjukan bahwa packing

house sebagai pelaku industri merupakan aktor yang paling berperan penting dalam

pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan minimasi terbentuknya sampah sayuran

di tingkat konsumen. Dalam hal ini, packing house sebagai mitra petani yang

mendampingi petani dalam memproduksi produk yang bersih dan juga sebagai

industri yang memberikan nilai tambah pada komoditas sayuran. Selain itu,

pemerintah juga memiliki peran untuk memberikan sosialisasi dan pelatihan GAP

Page 35: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

21

kepada petani dan juga pengawasan dan pemberian bantuan kepada petani seperti

pemberian bibit unggul.

Gambar 6 Hasil analisis akhir penentuan pilihan produksi bersih

Pada Gambar 6 terlihat bobot alternatif penerapan Good Agricultural

Practices yaitu sebesar 0,250 merupakan bobot alternatif tertinggi, hal ini

menunjukan bahwa teknik budidaya berdasarkan GAP merupakan prioritas utama

yang paling tepat untuk dilakukan sebagai implementasi produksi bersih pada rantai

logistik industri hortikultura untuk meminimalkan terbentuknya sampah sayuran di

tingkat konsumen. Namun, alternatif penerapan sistem packing house juga memiliki

pengaruh penting dalam pencapaian tujuan, hal ini dapat dilihat berdasarkan bobot

yang tidak terlalu jauh dengan alternatif penerapan GAP yaitu sebesar 0,200. Hasil

analisis akhir AHP memiliki rasio inkonsistensi sebesar 0,02 yang menunjukan

bahwa hasil analisis sudah konsisten.

Keterkaitan antara finansial sebagai faktor terpenting dengan packing house

sebagai aktor terpenting dan penerapan GAP sebagai prioritas alternatif penerapan

produksi bersih terpilih adalah perlu adanya aliran informasi dan aliran finansial

berupa insentif yang berjalan dengan baik karena kedua aliran tersebut mengalir dari

packing house ke petani. Aliran informasi mengalir dua arah baik dari hulu ke hilir

maupun dari hilir ke hulu terkait informasi tentang GAP, seperti adanya informasi

dan pengawasan penerapan GAP di petani yang dilakukan oleh packing house

ataupun pemerintah. Aliran finansial berupa insentif merupakan hal yang sangat

berpengaruh dalam penerapan GAP di tingkat petani. Aliran finansial mengalir dari

hilir ke hulu, yaitu dari konsumen ke produsen. Sehingga, perlu adanya jaminan

berupa insentif yang diberikan pihak konsumen (packing house) kepada produsen

(petani) yang telah menerapkan Good Agricultural Practices.

Aliran informasi dan finansial merupakan hal yang dijadikan perhatian selain

aliran barang dalam suatu rantai logistik. Aliran informasi dalam rantai logistik

industri hortikultura mengalir dua arah yaitu baik dari hulu ke hilir maupun dari hilir

ke hulu. Informasi yang perlu diketahui dari rantai hulu hingga hilir adalah

kebutuhan sayuran di pasar dan juga hasil panen di petani. Informasi tersebut dapat

Page 36: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

22

diakses oleh pihak terkait melalui sistem informasi. Untuk pengembangan sistem

informasi ini, perlu adanya pengembangan kelembagaan yang mampu melakukan

komunikasi dengan petani seperti koperasi tani. Adanya sistem informasi tersebut

diharapkan petani mampu memproduksi sesuai permintaan pasar. Pengembangan

kelembagaan mitra tani seperti koperasi tani juga berfungsi dalam pengembangan

keuntungan yang diperoleh petani berbasis pada fair trade. Pihak koperasi tani

mengetahui keuntungan yang diperoleh oleh tiap aktor yang terlibat penjualan

produk hortikultura. Hal tersebut menjadi dasar bagi koperasi tani untuk

meningkatkan keuntungan bagi petani. Aliran finansial ini perlu diketahui agar petani

dapat memperoleh insentif yang dapat mendorong petani untuk menghasilkan produk

yang bersih dan bermutu baik.

Analisis Kelayakan Alternatif Produksi Bersih Terpilih

Setelah menentukan pilihan produksi bersih terbaik yaitu penerapan Good

Agricultural Practices, maka selanjutnya dilakukan analisis secara kuantitatif.

Analisis kelayakan juga dilakukan pada alternatif penerapan sistem packing house

sebagai alternatif yang memiliki bobot tertinggi kedua. Analisis kelayakan kedua

alternatif produksi bersih dilakukan dengan mengevaluasi aspek teknis, ekonomis,

dan lingkungan pada komoditas bayam hijau, kangkung dan sawi hijau.

Analisis Kelayakan Penerapan Good Agricultural Practices

Aspek teknis

Alternatif penerapan Good Agricultural Practices memiliki tujuan untuk

menghasilkan komoditas sayuran dengan mutu yang baik, sehingga dapat

meminimalkan sampah sayuran yang terbentuk dari sayuran yang memiliki mutu

rendah. Penerapan GAP seperti pengendalian hama terpadu, pengelolaan hara

terpadu dan pemeliharaan lahan pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan

pertanian organik. Hal yang paling penting adalah pengendalian hama terpadu yang

dapat dilaksanakan dengan tidak menggunakan pestisida maupun pupuk kimiawi

melainkan memaksimalkan penggunaan pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk

cair. Pelapisan lahan dengan plastik mulsa dan pemeliharaan lahan merupakan hal

penting lainnya dalam mengendalikan hama. Selain itu, perlu adanya tempat

penyimpanan berpendingin sederhana yang digunakan untuk proses distribusi.

Secara teknis, pilihan ini membutuhkan kedisiplinan dari pihak pemberi

sosialisasi serta memerlukan pengawasan yang berkelanjutan (pemerintah) agar

petani dapat menjalankan hasil pelatihan GAP dengan baik. Dengan adanya

penerapan GAP oleh petani dalam proses pembudidayaannya, maka diharapkan akan

dihasilkan produk yang bersih.

Aspek ekonomi

Alternatif penerapan Good Agricultural Practices diperlukan tambahan nilai

investasi sebesar Rp 11.625.000. Perhitungan keuntungan berdasarkan asumsi

kenaikan harga jual dan tanpa kenaikan harga jual. Jika menggunakan asumsi

kenaikan harga jual produk diperoleh tambahan keuntungan sebesar dan payback

period sebesar Rp 855.400/bulan dan 10,6 bulan untuk bayam hijau, Rp

831.500/bulan dan 9,3 bulan untuk kangkung, Rp 1.775.500/bulan dan 6,1 bulan

Page 37: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

23

untuk sawi hijau. Jika menggunakan asumsi tanpa kenaikan harga jual produk

diperoleh tambahan keuntungan sebesar dan payback period sebesar Rp

105.400/bulan dan 33,2 bulan untuk bayam hijau, Rp 96.500/bulan dan 33,1 bulan

untuk kangkung, Rp 112.000/bulan dan 47,4 bulan untuk sawi hijau seperti terlihat

pada Lampiran 13. Melalui usaha meminimalkan terbentuknya sampah sayuran di

tingkat konsumen ini khususnya di pasar tradisional terdapat potensi untuk

menghemat biaya operasional pengolahan sampah di pasar sebesar Rp 2.645.142/hari

(Kurniah 2009).

Aspek lingkungan

Berdasarkan aspek lingkungan, penerapan Good Agricultural Practices

memiliki dampak positif bagi lingkungan berupa minimasi limbah industri

hortikultura khususnya sampah sayuran di tingkat konsumen (pasar tradisional).

Dengan penerapan GAP di tingkat produsen (petani) dapat menghasilkan produk

yang ramah lingkungan.

Analisis Kelayakan Penerapan Sistem Packing House

Aspek teknis

Alternatif penerapan sistem packing house dapat meminimalkan sampah

sayuran yang terbentuk dari sayuran yang memiliki mutu rendah. Proses yang

dilakukan oleh packing house seperti pencucian, sortasi, pengemasan dan distribusi

mampu menghasilkan produk hortikultura yang bersih.

Aspek ekonomi

Alternatif penerapan sistem packing house memiliki nilai investasi awal

sebesar Rp 226.417.000 dengan nilai payback period sebesar 66,9 bulan atau sekitar

6 tahun seperti terlihat pada Lampiran 14.

Aspek lingkungan

Berdasarkan aspek lingkungan, penerapan sistem packing house memiliki

dampak positif bagi lingkungan berupa minimasi limbah industri hortikultura

khususnya sampah sayuran di tingkat konsumen karena produk yang dihasilkan

merupakan produk yang bersih. Sampah produk hortikultura tidak terbawa hingga ke

konsumen karena sampah tersebut berhenti di packing house.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Identifikasi rantai logistik memiliki peran penting dalam menentukan strategi

yang terbaik dalam penerapan produksi bersih, yaitu mengurangi terbentuknya

sampah sayuran di tingkat konsumen dengan memberikan alternatif pencegahan dari

hulu hingga hilir pada industri hortikultura. Berdasarkan hasil identifikasi, rantai

logistik industri hortikulktura terdiri dari petani, penngepul, packing house,

supermarket, dan pasar tradisional. Terdapat dua model rantai logistik pada industri

hortikultura, yaitu model I (petani-pengepul-pasar tradisional) dan model II (petan-

Page 38: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

24

packing house-supermarket). Sampah yang terbentuk di tingkat konsumen pada

model rantai logistik I lebih banyak daripada model rantai logistik II. Pada rantai

logistik pada model II (melibatkan packing house) mampu meminimalkan sampah

sayuran sebesar 1,8% untuk bayam hijau, 4% untuk kangkung dan 3,5% untuk sawi

hijau. Nilai tambah yang diperoleh packing house untuk komoditas bayam hijau

36,96%, kangkung 49,77%, dan sawi hijau 34,92%.

Berdasarkan hasil dari Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh hasil

faktor finansial sebagai faktor terpenting untuk mencapai tujuan dengan bobot 0,353,

dengan packing house sebagai aktor terpenting dengan bobot 0,260 dan alternatif

penerapan produksi bersih yang terpilih adalah penerapan Good Agricultural

Practices dengan bobot 0,250. Pengembangan kelembagaan seperti koperasi tani

diperlukan untuk mengoptimumkan fungsi aliran informasi dan aliran finansial pada

rantai logistik industri hortikultura. Hal ini diperlukan agar petani termotivasi untuk

memproduksi produk yang bersih dan bermutu baik.

Pelaksanaan alternatif GAP membutuhkan tambahan nilai investasi sebesar Rp.

11.625.000. Jika menggunakan asumsi kenaikan harga jual produk diperoleh

tambahan keuntungan sebesar dan payback period sebesar Rp 855.400/bulan dan

10,6 bulan untuk bayam hijau, Rp 831.500/bulan dan 9,3 bulan untuk kangkung, Rp

1.775.500/bulan dan 6,1 bulan untuk sawi hijau. Jika menggunakan asumsi tanpa

kenaikan harga jual produk diperoleh tambahan keuntungan sebesar dan payback

period sebesar Rp 105.400/bulan dan 33,2 bulan untuk bayam hijau, Rp 96.500/bulan

dan 33,1 bulan untuk kangkung, Rp 112.000/bulan dan 47,4 bulan untuk sawi hijau.

Penerapan sistem packing house memiliki pengaruh penting juga dalam

meminimalkan sampah produk hortikultura dengan bobot alternatif sebesar 0,200

dengan nilai investasi awal sebesar Rp. 226.417.000 dengan nilai payback period

sebesar 66,9 bulan atau sekitar 6 tahun.

Saran

Dalam proses penyempurnaan skripsi ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut

mengenai:

1. Analisis pengaruh implementasi Good Agricultural Practices dalam rantai

logistik industri hortikultura terhadap pembentukan sampah sayuran di tingkat

konsumen.

2. Analisis wujud insentif yang diberikan kepada petani dan pengaruhnya agar

petani mau untuk menerapkan Good Agricultural Practices.

3. Analisis pengaruh aliran informasi dan finasial dalam usaha meminimalkan

sampah sayuran di industri hortikultura.

Page 39: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

25

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, KA, Edwards, RA, Fleet, GH, Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta (ID):

Universitas Indonesia (diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono). Di dalam

Utama, CS dan Mulyanto, A. 2009. Potensi limbah pasar sayur menjadi starter

fermentasi. Jurnal Kesehatan. (2):1.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (ID). 2012. Jumlah Penduduk

Kabupaten/Kota di Jawa Barat [internet]. [diunduh 2014 mei 15]. Tersedia pada:

http://jabar.bps.go.id/.

Choudhury, ML, Susanta KR, dan Kumar, R. 2004. Recent developments in reducing

postharvest losses in the Asia-Pacific region. Proceedings of the APO Seminar on

Reduction of Postharvest Losses of Fruit and Vegetables. In Press.

[DLHK] Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (ID). 2005. Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bogor. Dinas Lingkungan Hidup dan

Kebersihan Kota Bogor: Bogor.

[DCKTR] Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor (ID). 2009. Laporan

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor. Dinas Cipta Karya dan

Tata Ruang Kota Bogor: Bogor.

Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2012. Data Produksi Sayuran di Wilayah Bogor

[internet]. [diunduh 2014 Maret 30]. Tersedia pada: http://diperta.jabarprov.go.id/.

Effendi, BS. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam

perspektif praktek pertanian yang baik (Good Agricutural Practices).

Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(1): 65-78.

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta (ID): Yayasan

Idayu.

Hayami, YT, Kawagoe. Y, Marooka dan Siregar M. 1987. Agricultural Marketing

and Processing in Upland Java, a Perpective From Sunda Village. CEPRT. Bogor.

Indrasti, NS. dan Fauzi, AM. 2009. Produksi Bersih. Bogor (ID): IPB Press.

Kurniah, N. 2009. Alternatif pengelolaan sampah padat kota berdasarkan kajian

analisis penggunaan biaya energi (studi kasus di kota Bogor, Jawa Barat)

[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Marimin dan Muspitawati, H. 2002. Kajian strategi peningkatan kualitas produk

industri sayuran segar (studi kasus di sebuah agroindustri sayuran segar). Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan. XIII(3).

Marimin dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam

Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu dan Seni kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Rineka

Cipta.

Nugraha, T dan Rachmani, ID. 2009. Situation of post harvest technology for fresh

produce in Indonesia [ulasan]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik

Indonesia.

Pujawan, N. 2005. Supply Chain Management. Surabaya (ID): Guna Widya

[PKHT] Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2013. Konsumsi Perkapita Hortikultura.

Di dalam Ramadini, F. 2014. Perencanaan strategi produk hortikultura di

agribusiness development center [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Page 40: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

26

Saaty TL. 1983. Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process for

Decission in Complex World. Pittsburgh. RWS Publication.

Saenab, A dan Retnani, Y. 2011. Beberapa model teknologi pengolahan limbah

sayuran pasar sebagai pakan alternatif pada ternak (kambing/domba) di perkotaan.

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia 2011. Jakarta:

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Setyowati dan Budiarti. 1992. Pasca Panen Sayur. Di dalam, Sartika, J. 1997. Studi

perencanaan desain packing house untuk sayuran [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan

Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Subagya, HMS. 1988. Manajemen Logistik. Jakarta (ID): CV Haji Masagung.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID): Muhammadiyah University

Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura.

Jakarta.

[UNEP] United Nations Environmental Programme. 2003. Cleaner Production

Assessment in Industries. Di dalam Indrasti, NS dan Fauzi, AM. 2009. Produksi

Bersih. Bogor (ID): IPB Press.

Utama, IMS. 2007. The Horticulture Value Chain Assessment in Eastern Indonesia:

Findings, Recommendations, Proposed Interventions. A presentation given to the

Workshop on “Agribusiness Value Chains: Assessments, Recommendations, and

Proposed Interventions in Eastern Indonesia" Conducted by AMARTA-USAID at

Intercontinental Bali Resort, Bali. Di dalam Utama, I Made Supartha Utama.

Pentingnya Rantai Pendingin dan Teknologi Praktis Pascapanen bagi

Pengembangan Hortikultura di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengkajian Buah-

buahan Tropika, Universitas Udayana. Bali.

Utama, CS dan Mulyanto, A. 2009. Potensi limbah pasar sayur menjadi starter

fermentasi. Jurnal Kesehatan. (2):1.

Walder, J. 2002. Guidelines for Cleaner Production-Conducting Quick-Scans in The

Company. Muttenz-Switzerland: FHBB.

Wardana, IW, Junaidi, Soeroso, RF, dan Akbar, PS. 2012. Sampah untuk energi:

kelayakan pemanfaatan limbah organik dari kantin di lingkungan UNDIP bagi

produksi energi dengan menggunakan reaktor biogas skala rumah tangga. Jurnal

Presipitasi. 9:(2).

Yanti, I. 2007. Analisis usaha tani sayuran organik di perusahaan matahari farm

Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Program Sarjana

Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Yunizal. 1986. Teknologi pengawetan ikan dengan proses silase. Jakarta: Direktorat

Jenderal Perikanan. Di dalam Utama, CS dan Mulyanto, A. 2009. Potensi limbah

pasar sayur menjadi starter fermentasi. Jurnal Kesehatan. (2):1.

Page 41: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

LAMPIRAN

Page 42: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,
Page 43: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

27

Lampiran 1 Flowchart rantai logistik industri hortikultura (komoditas sayuran)

non organik

Petani Pengepul Packing House Supermarket Pasar Tradisional

organik

non organiknon organik

pembudidayaan

panen

jenis produk

sortasi

pembelian

pembelian 2

sortasi 2

pengemasan

pengiriman 2pembelian 3

sortasi 3

penjualan

konsumen akhir

pembelian 4

sortasi 4

penjualan 2

konsumen akhir 2

pengiriman

Page 44: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

28

Lampiran 2 Neraca massa rantai logistik model I

KOMODITAS: BAYAM HIJAU

`

sortasi

bayam hijau siap

panen

pemanenan

bayam hijau hasil panen

178 kg

produk terjual

168,5 kg

sampah

9,5 kg

petani

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 5,3%

bayam hijau dari petani

168,5 kg

pengiriman

produk terjual

168,5 kg

pengepul

Keterangan:

persentase sampah= 0%

Page 45: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

29

KOMODITAS: KANGKUNG

`

bayam hijau dari pemasok

23,54 kg

bayam hijau bersih

20,86 kg

sortasi sampah

2,68 kg

penjualan

produk terjual

16,63 kg

produk tidak laku

4,23 kg

pasar tradisional

Keterangan:

Persentase sampah= 11,4%

sortasi

kangkung siap

panen

pemanenan

kangkung hasil panen

253 kg

produk terjual

237,5 kg

sampah

15,5 kg

petani

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 6,1%

Page 46: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

30

kangkung dari petani

237,5 kg

pengiriman

produk terjual

237,5 kg

pengepul

Keterangan:

persentase sampah= 0%

kangkung dari pemasok

38,53 kg

kangkung bersih

33,17 kg

sortasi sampah

5,36 kg

penjualan

produk terjual

25,87 kg

produk tidak laku

7,3 kg

pasar tradisional

Keterangan:

Persentase sampah= 13,9%

Page 47: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

31

KOMODITAS: SAWI HIJAU

`

sortasi

sawi hijau siap

panen

pemanenan

sawi hijau hasil panen

342,5 kg

produk terjual

325 kg

sampah

17,5 kg

petani

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 5,1%

sawi hijau dari petani

325 kg

pengiriman

produk terjual

3255 kg

pengepul

Keterangan:

persentase sampah= 0%

Page 48: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

32

sawi hijau dari pemasok

280 kg

sawi hijau bersih

247,35 kg

sortasi sampah

32,65 kg

penjualan

produk terjual

201,95 kg

produk tidak laku

45,41 kg

pasar tradisional

Keterangan:

Persentase sampah= 11,7%

Page 49: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

33

Lampiran 3 Neraca Massa Rantai Logistik Model II

KOMODITAS: BAYAM HIJAU

bayam hijau siap

panen

pemanenan

bayam hijau hasil panen

19,25 kg

produk terjual

12,78 kg

sampah

6,47 kg

petani

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 33,6%

bayam hijau dari petani

10,2 kg

sortasi

bayam hijau bersih

8,4 kg

sampah

1,8 kg

pengemas bahan pengemas

bayam hijau terkemas

8,4 kg

pengiriman

produk terkirim

8,4 kg

packing house

Keterangan:

persentase sampah= 17,6%

Page 50: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

34

KOMODITAS: KANGKUNG

bayam hijau dari pemasok

13,5 kg

bayam hijau bersih

12,2 kg

sortasi sampah

1,3 kg

penjualan

produk terjual

10,95 kg

produk tidak laku

1,25 kg

supermarket

Keterangan:

persentase sampah= 9,6%

kangkung siap

panen

pemanenan

kangkung hasil panen

23,33 kg

produk terjual

16,35 kg

sampah

6,98 kg

petani organik

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 29,9%

Page 51: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

35

kangkung dari pemasok

15,8 kg

kangkung bersih

14,23 kg

sortasi sampah

1,57 kg

penjualan

produk terjual

12,75 kg

produk tidak laku

1,48 kg

supermarket

Keterangan:

persentase sampah= 9,9%

kangkung dari petani

20,32 kg

sortasi

kangkung bersih

16,3 kg

sampah

4,02 kg

pengemas bahan pengemas

kangkung terkemas

16,3 kg

pengiriman

produk terkirim

16,3 kg

packing house

Keterangan:

persentase sampah= 19,8%

Page 52: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

36

KOMODITAS: SAWI HIJAU

sawi hijau siap

panen

pemanenan

sawi hijau hasil panen

7,58 kg

produk terjual

5,85 kg

sampah

1,73 kg

petani

sortasi Keterangan:

persentase sampah= 22,8%

sawi hijau dari petani

8,7 kg

sortasi

sawi hijau bersih

7 kg

sampah

1,7 kg

pengemas bahan pengemas

sawi hijau terkemas

7 kg

pengiriman

produk terkirim

7 kg

packing house

Keterangan:

persentase sampah= 19,5%

Page 53: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

37

sawi hijau dari pemasok

7,42 kg

sawi hijau bersih

6,81 kg

sortasi sampah

0,61 kg

penjualan

produk terjual

6 kg

produk tidak laku

0,81 kg

supermarket

Keterangan:

persentase sampah= 8,2%

Page 54: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

38

Lampiran 4 Perhitungan keuntungan petani pada rantai logistik model I

Basis perhitungan untuk 3000 m

2

Rincian Komoditas

Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Biaya produksi

Benih = 7 botol x Rp 35.000/

botol = Rp 245.000

= 20 kg x Rp 17.000/kg

= Rp 340.000

= 500 gr x Rp 90.000/500

gr = Rp 90.000

Pupuk kandang = 80 karung x Rp 5000/

karung = Rp 400.000

= 80 karung x Rp 5000/

karung = Rp 400.000

= 80 karung x Rp 5000/

karung = Rp 400.000

Pupuk urea = 90 kg x Rp 4000/kg

= Rp 360.000

= 90 kg x Rp 4000/kg

= Rp 360.000

= 90 kg x Rp 4000/kg

= Rp 360.000

Pestisida = 4 botol x Rp 25.000/

botol = Rp 100.000

= 4 botol x Rp 25.000/

botol = Rp 100.000

= 4 botol x Rp 25.000/

botol = Rp 100.000

Upah tenaga kerja

dan biaya

perawatan

= 20 hari x Rp

60.000/hari

= Rp 1.200.000

= 20 hari x Rp

60.000/hari

= Rp 1.200.000

= 20 hari x Rp 60.000/hari

= Rp 1.200.000

Jumlah Rp 2.305.000 Rp 2.400.000 Rp 2.150.000

Hasil penjualan

Hasil panen 5500 ikat 9500 ikat 900 kg

Harga jual Rp 500/ikat Rp 300/ikat Rp 2800/kg

Pendapatan Rp 2.750.000 Rp 2.850.000 Rp 2.520.000

Keuntungan Rp 445.000 Rp 450.000 Rp 370.000

Rasio keuntungan 19,3% 18,8% 17,2%

Lampiran 5 Perhitungan keuntungan petani pada rantai logistik model II

Basis perhitungan untuk 3000 m

2

Rincian Komoditas

Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Biaya produksi

Benih Rp 40.000 Rp 45.000 Rp 54.000

Pupuk kandang = 15 karung x Rp 5000/

karung = Rp 75.000

= 15 karung x Rp 5000/

karung = Rp 75.000

= 15 karung x Rp 5000/

karung = Rp 75.000

Pupuk cair organik = 10 L x Rp 8000/L

= Rp 80.000

= 10 L x Rp 8000/L

= Rp 80.000

= 10 L x Rp 8000/L

= Rp 80.000

Upah tenaga kerja

dan biaya

perawatan

= 13 hari x Rp 35.000/

hari

= Rp 455.000

= 13 hari x Rp 35.000/

hari

= Rp 455.000

= 13 hari x Rp 35.000/hari

= Rp 455.000

Jumlah Rp 650.000 Rp 655.000 Rp 664.000

Hasil penjualan

Hasil panen 95 kg 105 kg 95 kg

Harga jual Rp 9000/kg Rp 8000/kg Rp 9000/kg

Pendapatan Rp 855.000 Rp 840.000 Rp 855.000

Keuntungan Rp 205.000 Rp 185.000 Rp 191.000

Rasio keuntungan 31,5% 28,2% 28,8%

Page 55: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

39

Lampiran 6 Perhitungan keuntungan tingkat pengepul

Rincian Komoditas

Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Biaya operasional

Harga beli satuan dari

petani

Rp 500/ikat Rp 300/ikat Rp 2800/kg

Jumlah komoditas

terangkut

2500 ikat 2500 ikat 1000 kg

Biaya distribusi Rp 300.000 Rp 300.000 Rp 250.000

Total biaya Rp 1.550.000 Rp 1.050.000 Rp 3.050.000

Pendapatan

Harga jual ke pedagang Rp 55000/50 ikat Rp 40000/50 ikat Rp 4600/kg

Harga satuan Rp 1100/ikat Rp 800/ikat Rp 4600/ikat

Jumlah komoditas yang

laku

2500 ikat 2500 ikat 1000 kg

Total pendapatan Rp 2.750.000 Rp 2.000.000 Rp 4.600.000

Keuntugan Rp 1.200.000 Rp 950.000 Rp 1.550.000

Rasio keuntungan 77,4% 90,4% 50,8%

Lampiran 7 Perhitungan keuntungan tingkat supermarket

Rincian Komoditas

Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Harga beli Rp 4500/pack Rp 4200/pack Rp 4500/pack

Harga jual Rp 4950/pack Rp 4950/pack Rp 5300/pack

Keuntugan Rp 450/pack Rp 750/pack Rp 800/pack

Rasio keuntungan 10% 17,9% 17,8%

Lampiran 8 Perhitungan keuntungan tingkat pedagang pasar tradisional

Rincian Komoditas

Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Harga beli Rp 1100/ikat Rp 800/ikat Rp 4600/kg

Harga jual Rp 2000/ikat Rp 1500/ikat Rp 6000/kg

Keuntugan Rp 900/ikat Rp 700/ikat Rp 1400/kg

Rasio keuntungan 81,8% 87,5% 30,4%

Page 56: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

40

Lampiran 9 Perhitungan nilai tambah tingkat packing house

No Variabel Bayam Hijau Kangkung Sawi Hijau

Output, Input dan Harga

1 Output (Kg/hari) 8,40 16,30 7,00

2 Input (Kg/hari) 10,20 20,32 8,70

3 Sampah (Kg/hari) 1,8 4,02 1,7

4 Tenaga kerja langsung (Jam/hari) 7,00 7,00 7,00

5 Faktor konversi 0,82 0,80 0,80

6 Koefisien tenaga kerja (Jam/Kg) 0,69 0,34 0,80

7 Harga produk (Rp/Kg) 22500 21000 22500

8 Harga ekonomis sampah/kompos

(Rp/Kg) 1000 1000 1000

9 Upah tenaga kerja (Rp/jam) 325 325 325

Penerimaan dan Keuntungan

10 Harga bahan baku (Rp/Kg) 9000 8000 9000

11 Harga plastik berlabel (Rp/Kg) 3500 3500 3500

12 Harga isolasi hijau (Rp) 381 381 381

13 Harga kardus (Rp/buah) 600 600 600

14 Produksi (Rp/Kg) 18529,41 16845,47 18103,45

15 Nilai Kompos (Rp/Kg) 1800 4020 1700

16 Nilai tambah (Rp/Kg) 6848,41 8384,47 6322,45

Rasio nilai tambah (%) 36,96 49,77 34,92

17 Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg) 223,04 111,96 261,49

Pangsa tenaga kerja (%) 3,26 1,34 4,14

18 Keuntungan (Rp/Kg) 6625,37 8272,51 6060,95

Tingkat keuntungan (%) 35,76 49,11 33,48

Page 57: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

41

Lampiran 10 Kuisioner Analytical Hierarchy Process (AHP)

Kuesioner Penelitian Implementasi Produksi Bersih

pada Rantai Logistik Industri Hortikultura (studi kasus di wilayah Bogor)

Tanggal Pengisian:

Penggunaan Proses Hirarki Analitik

Industri Hortikultura yang Ramah Lingkungan

Kuisioner ini merupakan salah satu instrumen dalam menyelesaikan penelitian.

Kuisioner ini disusun oleh:

Peneliti : Septiatri Wulandari

NRP : F34100042

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng

IDENTITAS RESPONDEN

Nama Responden :

Instansi :

Page 58: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

42

PE

NG

AN

TA

R

Pen

gis

ian

kuis

ioner

in

i ber

tuju

an

untu

k

men

entu

kan

st

rate

gi

dal

am

pen

erap

an

pro

duksi

ber

sih

pad

a in

dust

ri

hort

ikult

ura

yan

g

ram

ah

lingkun

gan

. S

truktu

r hir

arki

dap

at d

ilih

at p

ada

gam

bar

di

baw

ah i

ni:

Ga

mb

ar

1. H

irark

i k

epu

tusa

n p

ener

ap

an

pro

du

ksi

ber

sih

pad

a i

nd

ust

ri h

ort

iku

ltu

ra

42

TU

JUA

N

FA

KT

OR

AK

TO

R

AL

TE

RN

AT

IF

min

imas

i te

rben

tukn

ya

sam

pah

pro

duk h

ort

ikult

ura

(sa

yu

ran)

di

tin

gkat

konsu

men

(pas

ar d

an s

up

erm

ark

et)

mel

alui

pen

erap

an p

roduksi

ber

sih

dal

am r

anta

i lo

gis

tik i

ndust

ri h

ort

ikult

ura

finan

sial

lingkun

gan

teknis

pet

ani

pack

ing h

ou

se

super

mark

et

ped

agan

g p

asar

pem

erin

tah

pen

erap

an

Go

od

Ag

ricu

ltu

re

Pra

ctic

es

pro

duksi

ber

bas

is

per

min

taan

pen

yed

iaan

sar

ana

dan

pra

sara

na

un

tuk

imp

lem

enta

si p

rod

uksi

ber

sih

pem

an

faat

an l

imb

ah

(sam

pah

sayura

n)

untu

k p

rod

uk b

ernil

ai

eko

no

mi

pen

erap

an

sist

em

pa

ckin

g

ho

use

Page 59: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

43

PETUNJUK PENGISIAN

I. UMUM

1. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan kuesioner.

2. Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan strategi meminimumkan

terbentuknya sampah produk hortikultura (sayuran) melalui penerapan produksi

bersih dalam rantai logistik industri hortikultura.

3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran

komponen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan komponen-

komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada

petunjuk bagian II.

4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.

II. SKALA PENILAIAN

Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut.

Nilai perbandingan

(A dibandingkan B) Definisi

1

3

-3

5

-5

7

-7

9

-9

2,4,6,8 atau -2,-4,-6,-8

A sama penting dengan B

A sedikit lebih penting dari B

Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)

A jelas lebih penting dari B

Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A)

A sangat jelas lebih penting dari B

Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)

A mutlak lebih penting dari B

Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)

Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan

patokan di atas

Keterangan :

Dalam pengisian kuesioner ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diminta untuk

membandingkan mana yang lebih penting antara elemen A dengan elemen B, lalu

memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah

menentukan salah satu elemen yang menjadi prioritas untuk di-implementasikan

berdasarkan pendapat responden.

Page 60: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

44

Contoh Pengisian :

Misalkan terdapat elemen yang mempengaruhi efisiensi pengeluaran jumlah limbah

yang dihasilkan yaitu faktor modal, teknologi, kebijakan industri dan dukungan

pemerintah. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam

bentuk tabel seperti pada contoh berikut:

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Modal Teknologi Kebijakan industri Dukungan pemerintah

Modal 1 5(a)

-3(b)

9

Teknologi 1 6 7

Kebijakan industri 1 -2

Dukungan

pemerintah 1

Keterangan :

Nilai Pada (a)

: Faktor Modal jelas lebih penting dari Teknologi

Nilai Pada (b)

: Faktor Kebijakan Industri sedikit lebih penting dari Modal

Perhatian : Konsistensi penilaian sangat penting untuk diperhatikan

Page 61: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

45

III. ISI KUESIONER

Tabel 1. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor di bawah ini

berdasarkan Goal minimasi terbentuknya sampah sayuran melalui

penerapan produksi bersih dalam rantai logistik industri

hortikultura.

Elemen Faktor A Elemen Faktor B

Finansial Lingkungan Teknis

Finansial 1 ... ...

Lingkungan 1 ...

Teknis 1

Tabel 2.1. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen aktor di bawah ini

dengan memperhatikan faktor finanasial untuk minimasi terbentuknya

sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam rantai logistik

industri hortikultura.

Elemen Faktor A

Elemen Faktor B

Petani Packing

house Supermarket

Pedagang

pasar

Pemerintah

Petani 1 ... ... ... ...

Packing house 1 ... ... ...

Supermarket 1 ... ...

Pedagang pasar 1 ...

Pemerintah 1

Tabel 2.2. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen aktor di bawah ini

dengan memperhatikan faktor lingkungan untuk minimasi terbentuknya

sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam rantai logistik

industri hortikultura.

Elemen Faktor A

Elemen Faktor B

Petani Packing

house Supermarket

Pedagang

pasar

Pemerintah

Petani 1 ... ... ... ...

Packing house 1 ... ... ...

Supermarket 1 ... ...

Pedagang pasar 1 ...

Pemerintah 1

Page 62: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

46

Tabel 2.3. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen aktor di bawah ini

dengan memperhatikan faktor teknis untuk minimasi terbentuknya sampah

sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam rantai logistik industri

hortikultura.

Elemen Faktor A

Elemen Faktor B

Petani Packing

house Supermarket

Pedagang

pasar

Pemerintah

Petani 1 ... ... ... ...

Packing house 1 ... ... ...

Supermarket 1 ... ...

Pedagang pasar 1 ...

Pemerintah 1

Tabel 3.1. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen alternatif di bawah

ini dengan memperhatikan aktor petani untuk minimasi terbentuknya

sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam rantai logistik

industri hortikultura.

Elemen Faktor

A

Elemen Faktor B

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

Produksi

berbasis

permintaan

Penerapan

sistem

packing

house

Penyediaan

sarana dan

prasarana

untuk

implementasi

produksi

bersih

Pemanfaatan

limbah

(sampah

sayuran)

untuk

produk

bernilai

ekonomi

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

1 ... ... ... ...

Produksi

berbasis

permintaan 1 ... ... ...

Penerapan

sistem packing

house 1 ... ...

Penyediaan

sarana dan

prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

1 ...

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) untuk

produk bernilai

ekonomi

1

Page 63: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

47

Tabel 3.2. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen alternatif di bawah

ini dengan memperhatikan aktor packing house untuk minimasi

terbentuknya sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam

rantai logistik industri hortikultura.

Elemen Faktor

A

Elemen Faktor B

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

Produksi

berbasis

permintaan

Penerapan

sistem

packing

house

Penyediaan

sarana dan

prasarana

untuk

implementasi

produksi

bersih

Pemanfaatan

limbah

(sampah

sayuran)

untuk

produk

bernilai

ekonomi

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

1 ... ... ... ...

Produksi

berbasis

permintaan 1 ... ... ...

Penerapan

sistem packing

house 1 ... ...

Penyediaan

sarana dan

prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

1 ...

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) untuk

produk bernilai

ekonomi

1

Page 64: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

48

Tabel 3.3. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen alternatif di bawah

ini dengan memperhatikan aktor supermarket untuk minimasi

terbentuknya sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam

rantai logistik industri hortikultura.

Elemen Faktor

A

Elemen Faktor B

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

Produksi

berbasis

permintaan

Penerapan

sistem

packing

house

Penyediaan

sarana dan

prasarana

untuk

implementasi

produksi

bersih

Pemanfaatan

limbah

(sampah

sayuran)

untuk

produk

bernilai

ekonomi

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

1 ... ... ... ...

Produksi

berbasis

permintaan 1 ... ... ...

Penerapan

sistem packing

house 1 ... ...

Penyediaan

sarana dan

prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

1 ...

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) untuk

produk bernilai

ekonomi

1

Page 65: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

49

Tabel 3.4. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen alternatif di bawah

ini dengan memperhatikan aktor pedagang pasar untuk minimasi

terbentuknya sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam

rantai logistik industri hortikultura.

Elemen Faktor

A

Elemen Faktor B

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

Produksi

berbasis

permintaan

Penerapan

sistem

packing

house

Penyediaan

sarana dan

prasarana

untuk

implementasi

produksi

bersih

Pemanfaatan

limbah

(sampah

sayuran)

untuk

produk

bernilai

ekonomi

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

1 ... ... ... ...

Produksi

berbasis

permintaan 1 ... ... ...

Penerapan

sistem packing

house 1 ... ...

Penyediaan

sarana dan

prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

1 ...

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) untuk

produk bernilai

ekonomi

1

Page 66: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

50

Tabel 3.5. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen alternatif di bawah

ini dengan memperhatikan aktor pemerintah untuk minimasi

terbentuknya sampah sayuran melalui penerapan produksi bersih dalam

rantai logistik industri hortikultura.

Elemen Faktor

A

Elemen Faktor B

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

Produksi

berbasis

permintaan

Penerapan

sistem

packing

house

Penyediaan

sarana dan

prasarana

untuk

implementasi

produksi

bersih

Pemanfaatan

limbah

(sampah

sayuran)

untuk

produk

bernilai

ekonomi

Penerapan

Good

Agriculture

Practices

1 ... ... ... ...

Produksi

berbasis

permintaan 1 ... ... ...

Penerapan

sistem packing

house 1 ... ...

Penyediaan

sarana dan

prasarana untuk

implementasi

produksi bersih

1 ...

Pemanfaatan

limbah (sampah

sayuran) untuk

produk bernilai

ekonomi

1

Page 67: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

51

Lampiran 11 Hasil akhir analisis struktur AHP

Lampiran 12 Struktur hirarki analitik berbobot

Page 68: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

52

Lampiran 13 Analisis kelayakan finansial penerapan GAP

13.1 Asumsi-asumsi perhitungan kelayakan finansial penerapan GAP Uraian Harga Sumber Keterangan

Basis

perhitungan

lahan

- - 1000 m2

Benih bayam

hijau organik Rp 49.000/500 gr

http://tokoagro.com/product/109/5

1/Benih-Bayam-Cabut-Hijau-

Muda-500Gr

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 400 gram

benih

Benih bayam

hijau Rp 24.500/500 gr

Wawancara dengan petani di

Ciaruteun Ilir

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 400 gram

benih

Benih

kangkung

darat organik

Rp 37.500/kg

http://bursabibit.com/benih-

kangkung-kencana-1kg-id-

4852.html

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 1000 gram

benih

Benih

kangkung

darat

Rp 19.000/kg Wawancara dengan petani di

Ciaruteun Ilir

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 1000 gram

benih

Benih sawi

hijau organik Rp 13.500/25 gr

http://bursabibit.com/benih-sawi-

hijau-sri-tanjung-id-4837.html

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 75 gram benih

Benih sawi

hijau Rp 14.000/50 gr

Wawancara dengan petani di

Ciaruteun Ilir

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 75 gram benih

Pupuk

kandang Rp 9000/25 kg

http://bumipelangi.indonetwork.c

o.id/4261745/jual-pupuk-

kandang.htm

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 200 kg pupuk

kandang (Yanti 2007)

Pupuk

kompos Rp 500/kg

http://tabloidsinartani.com/read-

detail/read/peluang-usaha-pupuk-

organik/

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 240 kg pupuk

kandang (Yanti 2007)

Pupuk urea Rp 4000/kg Wawancara dengan petani di

Ciaruteun Ilir

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 30 kg pupuk

urea

Pestisida Rp 35.000/botol Wawancara dengan petani di

Ciaruteun Ilir

Untuk 1000 m2

dibutuhkan 3 botol

pestisida

Plastik Mulsa Rp 380.000/roll http://agromaret.com/jual/2677

6/jual_mulsa_plastik_pe Untuk 1000 m

2

dibutuhkan 1 roll

Waktu panen

seluruh

komoditas

1 bulan - 1 bulan = 20 hari

Harga sewa

lahan Rp 15.000/m

2 -

Untuk 1000 m2 = Rp

15.000.000/tahun (hasil

konversi)

PBB 10% dari harga

awal -

Pembayaran pajak

dilakukan setiap tahun

Upah tenaga

kerja

Rp 15.000/hari

(sebelum GAP)

Rp 22.500/hari

(setelah GAP)

(Yanti 2007) 1 hari = 8 jam

1 pekerja

Pompa air

shimizu PS Rp 940.000/unit

http://e-harga.com/93/daftar-

harga-mesin-pompa-air.html -

Page 69: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

53

230 BIT

Instalasi air Rp 4.000.000 (Yanti 2007) -

Cangkul Rp 30.000/unit (Yanti 2007) -

Garukan Rp 25.000/unit (Yanti 2007) -

Kored Rp 15.000/unit (Yanti 2007) -

Parang Rp 15.000/unit (Yanti 2007) -

Sprayer Rp 125.000/unit (Yanti 2007) -

Mesin

pembuat

pupuk cair

Rp

11.500.000/unit

http://mesinpertanian.indonetw

ork.co.id/2562339/mesin-

produksi-pembuat-membuat-

pembuatan-pupuk-organik-

cair.htm

-

13.2 Total biaya investasi

Investasi Satuan Harga investasi

(Rp/unit)

Kebutuhan sebelum

penerapan GAP

Kebutuhan setelah

penerapan GAP

Sewa lahan m2 15.000 1000 1000

Instalasi air Unit 4.000.000 1 1

Mesin pompa air Buah 940.000 1 1

Cangkul Buah 30.000 4 4

Garukan Buah 25.000 2 2

Kored Buah 15.000 4 4

Parang Buah 15.000 2 2

Sprayer Buah 125.000 1 1 Tempat

penyimpanan

dingin

Buah 125.000 - 1

Mesin pembuat

pupuk cair Buah

11.500.000 - 1

Total Investasi Rp 20.325.000 Rp 31.950.000

Investasi Tambahan untuk Penerapan GAP Rp 11.625.000

Komoditas: Bayam Hijau

13.3 Total biaya operasional

Uraian biaya operasional

Harga sebelum

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Harga setelah

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Pajak Bumi dan Bangunan 125.000 125.000

Benih bayam 19.600 39.200

Pupuk kandang 36.000 36.000

Pupuk kompos 0 120.000

Pupuk urea 120.000 0

Pestisida 105.000 0

Plastik Mulsa 0 380.000

Upah tenaga kerja 300.000 300.000

Total Biaya Operasional 705.600 1.150.200

Page 70: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

54

13.4 Total penerimaan dan keuntungan komoditas bayam hijau

Uraian Hasil sebelum

penerapan GAP

Hasil setelah

penerapan GAP

(dengan peningkatan

harga jual)

Hasil setelah

penerapan GAP

(tanpa peningkatan

harga jual)

Harga jual produk Rp 500/ikat Rp 9000/kg Rp 6000/kg

Jumlah produksi 1900 ikat/bulan 250 kg/bulan 250 kg/bulan

Total Penerimaan Rp 950.000/bulan Rp 2.250.000/bulan Rp 1.500.000/bulan

Keuntungan Rp 244.400/bulan Rp 1.099.800/bulan Rp 349.800

Net Keuntungan Rp 855.400/bulan Rp 105.400

13.5 Payback period penerapan GAP komoditas bayam hijau

Uraian

Hasil setelah penerapan

GAP (dengan peningkatan

harga jual)

Hasil setelah penerapan

GAP (tanpa peningkatan

harga jual)

Total investasi Rp 11.625.000 Rp 11.625.000

Keuntungan Rp 1.099.800/bulan Rp 349.800

Payback Period 10,6 bulan 33,2 bulan

Komoditas: Kangkung

13.6 Total biaya operasional

Uraian biaya operasional

Harga sebelum

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Harga setelah

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Pajak Bumi dan Bangunan 125.000 125.000

Benih kangkung 19.000 37.500

Pupuk kandang 36.000 36.000

Pupuk kompos 0 120.000

Pupuk urea 120.000 0

Pestisida 105.000 0

Plastik Mulsa 0 380.000

Upah tenaga kerja 300.000 450.000

Total Biaya Operasional 705.000 1.148.500

13.7 Total penerimaan dan keuntungan komoditas kangkung

Uraian Hasil sebelum

penerapan GAP

Hasil setelah

penerapan GAP

(dengan peningkatan

harga jual)

Hasil setelah

penerapan GAP

(tanpa peningkatan

harga jual)

Harga jual produk Rp 300/ikat Rp 8000/kg Rp 5000/kg

Jumlah produksi 3200 ikat/bulan 300 kg/bulan 300 kg/bulan

Total Penerimaan Rp 960.000/bulan Rp 2.400.000/bulan Rp 1.500.000/bulan

Keuntungan Rp 255.000/bulan Rp 1.251.500/bulan Rp 351.500/bulan

Net Keuntungan Rp 831.500/bulan Rp 96.500/bulan

Page 71: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

55

13.8 Payback period penerapan GAP komoditas kangkung

Uraian

Hasil setelah penerapan

GAP (dengan

peningkatan harga jual)

Hasil setelah penerapan

GAP (tanpa peningkatan

harga jual)

Total investasi Rp 11.625.000 Rp 11.625.000

Keuntungan Rp 1.251.500/bulan Rp 351.500/bulan

Payback Period 9,3 bulan 33,1 bulan

Komoditas: Sawi Hijau

13.9 Total biaya operasional

Uraian biaya operasional

Harga sebelum

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Harga setelah

penerapan GAP

(Rp/bulan)

Pajak Bumi dan Bangunan 125.000 125.000

Benih sawi hijau 21.000 40.500

Pupuk kandang 36.000 36.000

Pupuk kompos 0 120.000

Pupuk urea 120.000 0

Pestisida 105.000 0

Plastik Mulsa 0 380.000

Upah tenaga kerja 300.000 450.000

Total Biaya Operasional 707.000 1.151.500

13.7 Total penerimaan dan keuntungan komoditas sawi hijau

Uraian Hasil sebelum

penerapan GAP

Hasil setelah

penerapan GAP

(dengan peningkatan

harga jual)

Hasil setelah

penerapan GAP

(tanpa

peningkatan harga

jual)

Harga jual produk Rp 2800/kg Rp 9000/kg Rp 2800/kg

Jumlah produksi 300 kg/bulan 340 kg/bulan 340 kg/bulan

Total Penerimaan Rp 840.000/bulan Rp 3.060.000/bulan Rp 952.000/bulan

Keuntungan Rp 133.000/bulan Rp 1.908.500/bulan Rp 245.000/bulan

Net Keuntungan Rp 1.775.500/bulan Rp 112.000/bulan

13.8 Payback period penerapan GAP komoditas sawi hijau

Uraian

Hasil setelah penerapan

GAP (dengan

peningkatan harga jual)

Hasil setelah penerapan

GAP (tanpa peningkatan

harga jual)

Total investasi Rp 11.625.000 Rp 11.625.000

Keuntungan Rp 1.908.500/bulan Rp 245.000/bulan

Payback Period 6,1 bulan 47,4 bulan

Page 72: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

56

Lampiran 14 Analisis kelayakan finansial penerapan packing house

14.1 Asumsi-asumsi perhitungan kelayakan finansial penerapan packing house Uraian Harga Sumber Keterangan

Mesin

penyimpanan

dingin

(Koronka

plug-in cold

room chiller)

Rp 66.526.000

http://tokopendingin.com/index.p

hp?action=store.showProduct&pr

oduct_id=310&title=Koronka%20

Plug-

in%20Cold%20Room%20Chiller

%20%28KPCR-116-C%29

- Umur ekonomis alat

20 tahun

- Temperatur chiller 2-

8oC

- Kapasitas 1500 kg

Hand sealer

besi 30 cm Rp 325.000/unit

http://ramesiamesin.com/hand-

sealer/

Umur ekonomis alat 6

tahun

Neraca

analitik digital

0,01-300 gr

Exelent

Rp 2.550.000/unit

http://www.indonetwork.co.id/pri

vate_equipment/1497729/jual-

timbangan-digital-analitic-mg-

murah-mulai-2-85-jt.htm

Umur ekonomis alat 6

tahun

Keranjang

industri

lubang

Rp 63.100/unit

http://vitta-

vitti.indonetwork.co.id/3944042/k

eranjang-industri-lubang.htm

- Umur ekonomis alat 8

tahun

- Tinggi keranjang 25

cm

Bak pencuci

stainless SB

42E

Rp 185.000/unit

http://keramik2014.blogspot.com/

2013/11/harga-bak-cuci-piring-

stainless-royal.html

Umur ekonomis alat 5

tahun

Meja panjang Rp 400.000/unit - -

Mobil eutetic

box (Panther

Isuzu box

pendingin)

tahun 2002

Rp 39.000.000/

unit

http://kendaraan.trovit.co.id/index

.php/cod.frame/url.http%253A%2

52F%252Fwww.tokobagus.com%

252Fiklan%252Fisuzu-box-

pendingin-

54127082.html/id_ad.T1D1K13U

1U161j/what_d.jual%20box%20p

endingin/origin.2/section.1/sectio

n_type.1/pop.1

Umur ekonomis mobil 25

tahun

Harga lahan Rp 200.000/m2

http://joglo.webs.com/apps/blog/s

how/22756989-akibat-

pembangunan-tak-merata-terjadi-

gap-harga-tanah-di-bogor-

Untuk 300 m2 = Rp

60.000.000 (hasil

konversi)

PBB 10% dari harga

awal -

Pembayaran pajak

dilakukan setiap tahun

Upah tenaga

kerja Rp 12.000/hari - 1 hari = 8 jam

ATK Rp 400.000 - Umur ekonomis 5 tahun

Harga akhir

alat Rp 0 -

Perhitungan biaya

penyusutan menggunakan

metode garis lurus

Page 73: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

57

14.2 Biaya investasi alat pendirian packing house

Alat

Harga

Investasi

Alat

(Rp/unit)

Unit

Total Harga

InvestasI

Alat (Rp)

Umur

Ekonomis

(Tahun)

Harga

Penyusutan

(Rp/Tahun/Unit)

Total Harga

Penyusutan

(Rp/Tahun)

Cold room

chiller 66.526.000 1 66.526.000 20 3.326.500 3.326.500

Hand sealer 325.000 5 1.625.000 6 54.166,67 270.833,3

Neraca

analitik 2.550.000 3 7.650.000 6 425.000 1.275.000

Keranjang 63.100 10 631.000 8 7887,5 78.875

Bak pencuci 185.000 1 185.000 5 37.000 37.000

Meja panjang 400.000 1 400.000 10 40.000 40.000

Mobil box

pendingin 39.000.000 1 39.000.000 25 1.560.000 1.560.000

ATK 400.000 - 400.000 5 100.000 80.000

TOTAL INVESTASI ALAT 116.417.000 TOTAL PENYUSUTAN 6.668.208

TOTAL PENYUSUTAN (Rp/Bulan) 555.684

14.3 Total biaya investasi pendirian packing house

Uraian Harga Investasi (Rp)

Harga investasi alat dan instalasi

pertanian total 116.417.000

Harga investasi lahan (300 m2) 60.000.000

Pendirian bangunan 50.000.000

TOTAL BIAYA INVESTASI 226.417.000

14.4 Biaya tetap pendirian packing house

Uraian Nilai

(Rp/Bulan)

Pajak Bumi dan Bangunan 500.000

Total penyusutan alat 555.684

TOTAL BIAYA TETAP 1.057.351

Page 74: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

58

14.5 Biaya variabel pendirian packing house

Uraian Kuantitas

(per bulan) Harga Satuan Nilai (Rp/ Bulan)

Bayam hijau dari

petani

306 kg Rp 9000/kg 2.754.000

Kangkung dari

petani

609,6 kg Rp 8000/kg 4.876.800

Sawi hijau dari

petani

261 kg Rp 9000/kg 2.349.000

Plastik berlabel Untuk

mengemas

sekitar 960

kg

Rp 3500/kg 3.360.000

Isolasi hijau 3 unit Rp 381/unit 1143

Upah tenaga kerja 3 orang Rp 360.000/orang/bulan 1.080.000

Biaya distribusi - Rp 60.000/hari 1.800.000

TOTAL BIAYA VARIABEL 16.220.943

14.6 Biaya total produksi pendirian packing house

Uraian Nilai

(Rp/Bulan)

Biaya tetap total 1.057.351

Biaya variabel total 16.220.943

BIAYA TOTAL 17.278.294

14.7 Total penerimaan dan keuntungan pendirian packing house

Uraian Nilai

Harga jual produk bayam hijau Rp 22.500/kg

Jumlah produksi bayam hijau 252 kg/bulan

Harga jual produk kangkung Rp 21.000/kg

Jumlah produksi kangkung 489 kg/bulan

Harga jual produk sawi hijau Rp 22.500/kg

Jumlah produksi sawi hijau 210 kg/bulan

Penerimaan bayam hijau Rp 5.670.000/bulan

Penerimaan kangkung Rp 10.269.000/bulan

Penerimaan sawi hijau Rp 4.725.000/bulan

TOTAL PENERIMAAN Rp 20.664.000

Keuntungan Rp 3.385.706

Payback Period 66,9 bulan = 6 tahun

Page 75: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

59

Lampiran 15 Desain packing house

1

2

3

4

5

Keterangan ruangan

1 Pos satpam

2 Office

3 Ruang packing house

4 Tempat parkir

5 Toilet

Keterangan di ruang packing house

Ruang penyimpanan dingin

Tempat pencucian sayuran

Meja untuk proses pengemasan

Neraca digital

Rak penyimpanan keranjang dan bahan kemas

Papan pengumuman

Tempat sampah sayuran

Page 76: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

60

Lam

pir

an

16

Dok

um

enta

si p

enel

itia

n

B

enih

Lah

an p

etan

i

P

rose

s pem

anen

an

H

asil

pan

en

K

om

odit

as s

ebel

um

sort

asi

K

om

odit

as s

etel

ah s

ort

asi

Sam

pah

has

il s

ort

asi

pet

ani

B

rand p

ack

ing h

ouse

R

uan

g p

encu

cian

di

pa

ckin

g h

ouse

R

uan

g p

rodu

ksi

pack

ing h

ouse

R

uan

g p

endin

gin

pack

ing h

ouse

A

lat

dis

trib

usi

pack

ing h

ouse

60

Page 77: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

61

S

ort

asi

di

pack

ing h

ouse

Pro

ses

pen

imban

gan

di

pack

ing h

ouse

Sam

pah

has

il s

ort

asi

pack

ing h

ou

se

Pro

duk p

ack

ing h

ouse

P

rose

s pen

gep

akan

di

pa

ckin

g h

ouse

Pel

etak

kan

sayura

n d

i su

per

mark

et

Pel

etak

kan

sayura

n d

i pas

ar t

radis

ional

T

empat

Pem

buan

gan

Sem

enta

ra d

i pas

ar S

ampah

has

il s

ort

asi

ped

agan

g

P

enum

pukan

sam

pah

sayura

n d

i ja

lan s

ekit

ar p

asar

61

Page 78: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

62

Page 79: ANALISIS STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI … keputusan strategi produksi bersih. 5. Ayahanda Drs. Supardi, MM dan Ibunda Sri Widawati serta Diani Ika Apriliawati, ST, Ari Dwi Nugroho,

63

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 September 1992 dari ayah Drs.

Supard, MM dan ibu Sri Widawati. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Depok dan pada tahun yang sama penulis

lulus dari seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Penerapan

Komputer pada tahun ajaran 2012/2013, sensory panelist in Research Absolute

Threshold of Basic Tastes, Collaboration Research of SEAFAST Center IPB and

Chikaku Research Center – SUNTORY, JAPAN pada bulan Maret 2013, dan

melaksanakan praktik lapang pada bulan Juni-Agustus 2013 dengan judul “Studi Aspek

Manajemen Proses dan Penanganan Limbah Industri di PT. Abbott Indonesia”.

Penulis telah menyelesaikan penelitian akhir dan menyusun skripsi dengan judul

“Analisis Strategi Penerapan Produksi Bersih Pada Rantai Logistik Industri

Hortikultura” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.ENG. yang

dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014.

62