analisis stochastic dominance untuk … filesurabaya 2008 . analisis stochastic dominance untuk...

88
TESIS – ST 2309 ANALISIS STOCHASTIC DOMINANCE UNTUK PERBANDINGAN TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2002-2005 FAHARUDDIN 1306 201 721 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat. Ph.D. Sodikin Baidowi, M.Stat. Dr. Purhadi, M.Sc. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2008

Upload: lecong

Post on 04-May-2019

235 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TESIS – ST 2309

ANALISIS STOCHASTIC DOMINANCE UNTUK PERBANDINGAN TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2002-2005 FAHARUDDIN 1306 201 721 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat. Ph.D. Sodikin Baidowi, M.Stat. Dr. Purhadi, M.Sc. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2008

ANALISIS STOCHASTIC DOMINANCE UNTUK PERBANDINGAN TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

TAHUN 2002-2005

Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelah Magister Sains (M.Si.)

di Institut Teknologi Sepuluh Nopember

oleh:

FAHARUDDIN NRP. 1306201721

Tanggal Ujian : 12 Februari 2008 Periode Wisuda : Maret 2008

Disetujui oleh Tim Penguji Tesis: 1. Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat, Ph.D. (Pembimbing I) NIP: 130 368 808

2. Sodikin Baidowi, M.Stat. (Pembimbing II) NIP: 340 010 714 3. Dr. Purhadi, M.Sc. (Pembimbing III) NIP: 131 652 051 4. Prof. Drs. Nur Iriawan, MIKom, Ph.D. (Penguji) NIP: 131 782 011

5. Dr. Sony Sunaryo, M.Si. (Penguji) NIP: 131 843 380 6. Drs. I Nyoman Latra, M.S. (Penguji) NIP: 130 701 283

7. Dr. Ir. Setiawan, MS. (Penguji) NIP: 131 651 428

Direktur Program Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Suparno, MSIE NIP. 130 532 035

i

ANALISIS STOCHASTIC DOMINANCE UNTUK PERBANDINGAN TINGKAT KEMISKINAN

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2002-2005

Nama : FAHARUDDIN

NRP : 1306201721

Nama Pembimbing : Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat. Ph.D.

Nama Co Pembimbing : Sodikin Baidowi, M.Stat.

Dr. Purhadi, M.Sc.

ABSTRAK

Analisis perbandingan kemiskinan menggunakan ukuran-ukuran kemiskinan yang umum seperti headcount index, poverty gap index dan poverty severity index mempunyai kelemahan karena sangat sensitif terhadap pemilihan ukuran dan garis kemiskinan. Analisis poverty dominance yang merupakan penerapan dari konsep stochastic dominance dapat mengatasi hal ini di mana lebih robust terhadap pemilihan ukuran dan garis kemiskinan. Penelitian ini membahas inferensi statistik berupa penaksiran dan pengujian hipotesis dari stocahstic dominance serta menggunakan analisis poverty dominance tersebut untuk membandingkan tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2002-2005 menggunakan data pengeluaran rumah tangga hasil Susenas 2002 dan 2005. Hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan indeks kemiskinan yang umum dari keluarga F-G-T index. Dengan menggunakan teorema limit pusat (CLT), diperoleh statistik uji yang berdistribusi asimptotik normal standar untuk menguji adanya dominance antara dua distribusi pendapatan. Analisis perbandingan kemiskinan menggunakan poverty dominance menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan periode 2002 – 2005. Kata Kunci: Stochastic dominance, Poverty dominance, Perbandingan tingkat

kemiskinan, F-G-T index

ii

STOCHASTIC DOMINANCE ANALYSIS

FOR POVERTY COMPARISON IN SUMATERA SELATAN PROVINCE 2002 – 2005

By : FAHARUDDIN

Student Identity Number : 1306201721

Supervisor : Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat. Ph.D.

Co-Supervisor : Sodikin Baidowi, M.Stat.

Dr. Purhadi, M.Sc.

ABSTRACT

Poverty comparison analysis using convensional poverty measures as headcount index, poverty gap index and poverty severity index has a limitation that the result is very sensitive to the choice of poverty measure and poverty line. Poverty dominance analysis as an application of stochastic dominance concept can solve this problem, for it more robust to the choice of poverty measures and poverty line. This research study statistical inferences (estimation and testing hypothesis) for stochastic dominance and use this poverty dominance analysis to perform poverty comparison analysis in Sumatera Selatan Province 2002 – 2005 using household expenditure data from Susenas (National Socio-Economic Survey) 2002 and 2005. The results obtained from poverty dominance analysis are then compared to poverty analysis using conventional poverty measure of F-G-T indices. Using Central Limit Theorem (CLT), we found that the statistical test used to test dominance for two income distribution is asymptotically standard normal distributed. Poverty comparison analysis using poverty dominance found that there is a significant decrease in poverty rate from 2002 to 2005 in Sumatera Selatan Province. Keyword: Stochastic dominance, Poverty dominance, Poverty comparison, F-G-T

indices

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul: ’Analisis Stochastic Dominance untuk

Perbandingan Tingkat Kemiskinan di Sumatera Selatan Tahun 2002 – 2005’. Penulis

menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian tesis ini baik secara

langsung maupun tidak langsung. Karena itu penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dra. Susanti Linuwih, M.Stat., Ph.D. selaku pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan dan arahan sampai terselesaikannya tesis ini.

2. Bapak Dr. Purhadi, M.Sc. dan Bapak Sodikin Baidowi, M.Stat. juga selaku

pembimbing yang telah banyak membantu memberikan bimbingan dan arahan.

3. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta staf administrasi pada Jurusan Statistika ITS

Surabaya.

4. Teman-teman mahasiswa program Magister Statistika ITS Surabaya atas bantuan

dan kerjasamanya selama proses penyelesaian studi.

5. Orang tua kami yang tercinta yang senantiasa mendoakan baik di Ereke Buton

Utara maupun di Ngronggo Kediri.

Tidak lupa penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih kepada istri

tersayang Darma Endrawati serta anak-anak tercinta Abdullah Muhammad Idris,

Fathiyah Nur Shohwah dan Afifah Nur Ramadhani Zakiyah atas cinta, pengorbanan

maupun doa yang senantiasa terpanjatkan setiap saat.

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini menjadi karya ilmiah yang dapat

memberikan manfaat baik bagi kalangan akademik maupun untuk masyarakat pada

umumnya.

Surabaya, Februari 2008

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Permasalahan .............................................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

1.5. Batasan Permasalahan ................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inferensi Terhadap Fungsi Distribusi ......................................... 7

2.2. Ukuran-ukuran Kemiskinan ....................................................... 8

2.2.1. Headcount Index ............................................................ 10

2.2.2. Poverty Gap Index ......................................................... 11

2.2.3. Poverty Severity Index ................................................... 11

2.2.4. F-G-T Index .................................................................... 12

2.3. Stochastic Dominance ............................................................... 13

2.3.1. Definisi Stochastic Dominance ...................................... 13

2.3.2. Poverty Dominance......................................................... 15

2.4. Perkembangan Sosial-Ekonomi dan Kemiskinan

di Sumatera Selatan ..................................................................... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data yang Digunakan .................................................................. 23

vi

3.2. Metode Penelitian ....................................................................... 23

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Inferensi Terhadap Stochastic Dominance ................................ 27

4.1.1. Penaksiran Fungsi Dominance....................................... 27

4.1.2. Pengujian Hipotesis ........................................................ 31

4.2. Analisis Perbandingan Tingkat Kemiskinan

Di Sumatera Selatan Tahun 2002 – 2005 .................................. 33

4.2.1. Analisis Poverty Dominance ......................................... 34

4.2.2. Perbandingan Analisis Poverty Dominance

dan F-G-T Index.............................................................. 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................. 49

5.2. Saran ............................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 51

LAMPIRAN.......................................................................................................... 55

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Beberapa Indikator Sosial dan Ekonomi Sumatera Selatan

Tahun 2002 – 2005 .............................................................................. 20

4.2 Garis Kemiskinan (Rupiah Per Kapita Sebulan) dan Persentase

Penduduk Miskin di Sumatera Selatan Tahun 1993 – 2004 ............. 36

4.3 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji

Fungsi Dominance Orde Pertama ....................................................... 38

4.4 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji

Fungsi Dominance Orde Kedua .......................................................... 40

4.5 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji

Fungsi Dominance Orde Ketiga .......................................................... 42

4.6 Hasil Penghitungan F-G-T Index Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2002 dan 2005 .......................................................................... 44

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Ilustrasi Analisis Poverty Dominance antara

Distribusi A dan B ............................................................................ 18

2.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Sumatera Selatan

Tahun 1993 – 2004 ........................................................................... 21

4.1 Poverty Incidence Curve (PIC) Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2002 – 2005 .......................................................................... 37

4.2 Poverty Deficit Curve (PDC) Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2002 – 2005 .......................................................................... 39

4.3 Poverty Severity Curve (PSC) Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2002 – 2005 .......................................................................... 41

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Halaman

1 Penghitungan Faktor Pengali Data Pengeluaran

Per Kapita ....................................................................................... 55

2 Output Pengolahan Analisis Perbandingan

Kemiskinan .................................................................................... 62

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini pengentasan kemiskinan menjadi salah satu tujuan pembangunan

global sebagaimana tertuang dalam Milenium Development Goals (MDGs).

Perubahan tingkat kemiskinan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pem-

bangunan yang dilakukan. Program pembangunan yang dilakukan dikatakan berhasil

apabila dapat menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan antar waktu atau ting-

kat kemiskinan yang ada di suatu wilayah tertentu menjadi lebih rendah relatif terha-

dap wilayah yang lain.

Perbandingan tingkat kemiskinan antar waktu maupun antar wilayah sering-

kali melibatkan ukuran-ukuran kemiskinan yang umum seperti headcount index,

poverty gap index, dan poverty severity index. Artinya tingkat kemiskinan dibanding-

kan dengan melihat perbedaan nilai-nilai yang ditunjukan oleh ukuran-ukuran kemis-

kinan tersebut. Tingkat kemiskinan yang lebih tinggi tercermin dari nilai indeks-

indeks tersebut di suatu wilayah atau suatu waktu tertentu lebih tinggi dibandingkan

wilayah atau waktu yang lainnya. Namun demikian, perbandingan tingkat kemiskinan

menggunakan ukuran-ukuran ini mempunyai kelemahan yaitu sangat sensitif terha-

dap ukuran kemiskinan maupun garis kemiskinan yang dipilih (Madden dan Smith,

2000). Karena ukuran kemiskinan dan garis kemiskinan yang digunakan ditentukan

oleh peneliti sendiri, sangat mungkin terjadi bila ukuran kemiskinan atau garis kemis-

kinan yang diambil berbeda, hasil perbandingan yang diperoleh akan berbeda juga.

Dalam kondisi demikian, metode perbandingan yang digunakan dikatakan tidak

robust (kokoh) terhadap pemilihan ukuran maupun garis kemiskinan. Hal ini tentu

saja tidak disukai dalam analisis kemiskinan karena hasil perbandingan yang diper-

oleh menjadi tidak pasti dan penarikan kesimpulan menjadi lebih sulit.

Analisis poverty dominance, yang merupakan penerapan dari konsep stochatic

dominance, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperbandingkan

2

tingkat kemiskinan antar wilayah maupun antar waktu. Secara sederhana, metode ini

membandingkan dua buah fungsi distribusi pendapatan, apakah secara stokastik suatu

fungsi distribusi pendapatan lebih tinggi atau tidak dalam hal tingkat kemiskinan

dibandingkan dengan fungsi distribusi yang lain. Perbandingan fungsi distribusi

pendapatan dengan stochastic dominance dapat dilakukan untuk keseluruhan fungsi

distribusi pendapatan atau pada range pendapatan tertentu yang diinginkan. Dalam

kaitan dengan perbandingan tingkat kemiskinan, dapat dipilih range pendapatan

rendah yang dicurigai di dalamnya terdapat garis kemiskinan. Dengan cara ini tidak

perlu menentukan garis kemiskinan secara spesifik, sehingga hasil yang diperoleh

akan lebih robust (Ravallion, 1992; Madden dan Smith, 2000).

Penelitian yang mengkaji inferensi mengenai kemiskinan khususnya yang

menggunakan analisis stochastic dominance sudah banyak dijumpai dalam berbagai

literatur. Bishop, Chakraborti dan Thistle (1989) mengembangkan uji asimptotik

untuk kurva generalized Lorenz. Kaur, Rao dan Singh (1994) menurunkan uji

stochastic dominance orde kedua untuk dua distribusi. Schmid dan Trede (1996)

mengembangkan uji stochastic dominance untuk orde pertama. Sedangkan Anderson

(1996) menguji stochastic dominance orde pertama menggunakan pendekatan

nonparametrik. Davidson dan Duclos (2000) mengembangkan uji dominance dua

distribusi pendapatan berdasarkan pendekatan distribusi asimptotik yang

mempertimbangkan struktur kovarian antara dua distribusi tersebut. Uji-uji tersebut

kemudian ditelaah oleh Tse dan Zhang (2002) dengan pendekatan Monte Carlo,

hasilnya diperoleh bahwa uji yang dikemukakan oleh Davidson dan Duclos memiliki

kuasa uji yang lebih besar.

Aplikasi kriteria dominance dalam perbandingan kemiskinan juga telah

banyak dilakukan. Ravallion (1992) membandingkan perubahan tingkat kemiskinan

di beberapa negara di Asia seperti Indonesia, India dan Bangladesh menggunakan

indeks kemiskinan yang umum serta analisis stochastic dominance. Jenkins dan

Lambert (1997) menganalisis tren kemiskinan di Inggris menggunakan tiga macam

kurva yang didasarkan pada ukuran F-G-T index yang dinamakan kurva Three I’s of

3

Poverty (TIP). Dercon dan Krishnan (1998) menggunakan kriteria dominance untuk

menganalisis perubahan tingkat kemiskinan di Ethiopia tahun 1989-1995. Madden

dan Smith (2000) menerapkan kriteria dominance untuk mengkaji perubahan

kemiskinan di Irlandia tahun 1987-1994 menggunakan data dari Luxemburg Income

Survey. Sedangkan Chen (2006) menerapkan stochastic dominance untuk melihat

perbandingan tingkat kemiskinan antar wilayah di Canada menggunakan data dari

Survey of Labor and Income Dynamics tahun 2000.

Di Sumatera Selatan, analisis perbandingan kemiskinan umumnya dilakukan

menggunakan headcount index karena tren angka-angka kemiskinan yang disajikan

BPS selama ini umumnya adalah headcount index. Angka-angka seperti poverty gap

index maupun poverty severity index masih jarang tersedia. Sedangkan analisis

perbandingan kemiskinan menggunakan stochastic dominance belum pernah

dilakukan.

Dilihat dari tren headcount index, tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan

cenderung menurun sejak tahun 1999 (BPS 2003 dan 2005). Tren angka headcount

index atau persentase penduduk miskin untuk Provinsi Sumatera Selatan tahun 1999,

2002, 2003 dan 2004 masing-masing sebesar 23,53 %, 22,32 %, 21,54 % dan

20,92%. Meskipun dilihat dari tren angka-angka ini cenderung menurun, inferensi

terhadap angka-angka tersebut masih jarang dilakukan, sehingga belum diketahui

tingkat signifikansi penurunannya secara statistik. Analisis yang dilakukan selama

masih cenderung bersifat deskriptif yaitu dengan membandingkan besarnya angka-

angka tersebut secara deskriptif.

1.2 Permasalahan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perbandingan tingkat kemis-

kinan menggunakan ukuran kemiskinan seperti headcount index, poverty gap index,

dan poverty severity index sangat sensitif terhadap ukuran dan garis kemiskinan yang

dipilih. Akibatnya hasil yang diperoleh menjadi tidak pasti dan penarikan kesimpulan

4

menjadi lebih sulit. Analisis poverty dominance dapat mengatasi hal ini, sehingga

permasalahan yang akan dikemukakan di sini adalah:

1. Bagaimana menggunakan analisis stochastic dominance dalam membandingkan

tingkat kemiskinan (analisis poverty dominance).

2. Bagaimana melakukan analisis perbandingan tingkat kemiskinan dengan

stochastic dominance pada fungsi distribusi pendapatan di Sumatera Selatan

tahun 2002 dan 2005 untuk melihat perubahan tingkat kemiskinan antar periode

tersebut.

3. Bagaimana perbandingan tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2002 –

2005 menggunakan stochastic dominance dan dengan menggunakan indeks

kemiskinan yang umum dari keluarga F-G-T index.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permalasahan yang disebutkan di atas, penelitian mempunyai

tiga tujuan utama, sebagai berikut:

1. Mengkaji penaksiran dan pengujian hipotesis dari stochastic dominance dalam

membandingkan dua fungsi distribusi pendapatan.

2. Melakukan analisis perbandingan tingkat kemiskinan dengan stochastic dom-

inance pada fungsi distribusi pendapatan di Sumatera Selatan tahun 2002 dan

2005 untuk melihat perubahan tingkat kemiskinan antar periode tersebut.

3. Membandingkan hasil yang diperoleh melalui pendekatan stochastic dominance

terhadap hasil yang diperoleh dengan menggunakan indeks kemiskinan keluarga

F-G-T index.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Memberikan alternatif metode perbandingan tingkat kemiskinan yang lebih

robust terhadap pemilihan ukuran maupun garis kemiskinan

5

2. Mengembangkan wawasan keilmuan dan pengetahuan mengenai analisis

perbandingan tingkat kemiskinan menggunakan pendekatan stochastic

dominance.

1.5 Batasan Permasalahan

Dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas dibatasi pada perbandingan

tingkat kemiskinan untuk dua populasi yang saling independen. Tingkat kemiskinan

yang menjadi fokus penelitian dibatasi pada level provinsi sehingga perbandingan

kemiskinan yang dibahas adalah perbandingan tingkat kemiskinan Provinsi Sumatera

Selatan antar dua titik waktu yaitu tahun 2002 dan 2005. Dalam penghitungan F-G-T

index, diasumsikan garis kemiskinan diketahui yaitu diambil dari garis kemiskinan

Provinsi Sumatera Selatan yang dikeluarkan oleh BPS.

Data konsumsi rumah tangga yang digunakan diambil dari Susenas 2002 yang

dilaksanakan pada bulan Februari 2002 (BPS, 2001) dan Susenas 2005 yang

dilaksanakan pada bulan Juni 2005 (BPS, 2005b). Data konsumsi yang dikumpulkan

melalui Susenas mempunyai periode referensi setahun sebelum survei untuk data

konsumsi non makanan dan seminggu sebelum survei untuk konsumsi makanan.

Karena itu, secara spesifik perbandingan kemiskinan yang dicakup dalam analisis ini

adalah perbandingan antara periode Maret 2001 – Februari 2002 dengan Juli 2004 –

Juni 2005. Karena itu dampak kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 belum

tercakup dalam analisis ini.

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inferensi Terhadap Fungsi Distribusi

Andaikan y1, y2, ..., yn adalah sampel random berukuran n yang berasal dari

fungsi distribusi F(y), maka fungsi distribusi sampel Fn(y) atau disebut juga fungsi

distribusi empiris, di definisikan sebagai:

( ) ( )

( )1

1 banyaknya y kurang dari atau sama dengan

1

n i

n

ii

F y yn

I y yn =

=

= ≤∑ (2.1)

di mana I(.) adalah fungsi indikator yang bernilai 1 jika pernyataan dalam kurung

terpenuhi dan selain itu nilainya 0. Untuk y yang tetap, I(yi ≤ y) adalah variabel

random berdistribusi bernoulli dengan parameter p = F(y), sehingga nFn(y) akan

berdistribusi binomial dengan mean ( )( ) ( )nE F y F y= . Dengan demikian penaksir

tak bias untuk F(y) adalah sebagai berikut:

( ) ( )ˆnF y F y= . (2.2)

dan mempunyai varians ( )( ) ( ) ( )1var 1nF y F y F yn

= − (Mood, Graybill dan Boes,

1974).

Dengan menggunakan hukum bilangan besar (Law of Large Number),

diperoleh bahwa Fn(y) merupakan penaksir yang konsisten untuk F(y), karena

( )( )var 0nF y → jika n → ∞ . Sedangkan dengan menggunakan teorema limit pusat

(Central Limit Theorem) akan diperoleh bahwa ( ) ( )( )nn F y F y− konvergen ke

distribusi normal ( ) ( )( )0, 1N F y F y − (Sen dan Singer, 1993), atau dapat

dituliskan:

( ) ( )( ) ( ) ( )( )0, 1dnn F y F y N F y F y − → − (2.3)

8

Jika diambil sampel dari dua populasi yang berbeda, misalkan populasi A dan

populasi B dengan fungsi distribusi (dalam hal ini adalah distribusi pendapatan) yaitu

masing-masing FA(y) dan FB(y), akan terdapat dua fungsi distribusi empiris yaitu

berturut-turut ( )AnF y dan ( )B

nF y . Penaksir tak bias untuk [FB(y) – FA(y)] adalah

( ) ( )B An nF y F y − , sedangkan kovarians dari ( )A

nF x dan ( )AnF x adalah

( ) ( )1 1A BF y F yn

− , sehingga diperoleh bahwa varians dari ( ) ( )B An nF y F y − ada-

lah ( ) ( ) ( ) ( )1 1B A B AF y F y F y F yn

− − + . Penaksir ( ) ( )B An nF y F y − juga meru-

pakan penaksir yang konsisten untuk [FB(y) – FA(y)].

2.2 Ukuran Kemiskinan

Proses mengukur kemiskinan biasanya memiliki dua tahap. Tahap pertama

adalah tahap identifikasi penduduk yang dikategorikan miskin dan tidak miskin.

Seseorang atau rumah tangga dikatakan miskin jika mempunyai pendapatan kurang

dari garis batas (threshold) tertentu. Garis batas ini biasanya disebut dengan garis

kemiskinan (poverty line). Dalam praktek data pengeluaran rumah tangga biasanya

digunakan sebagai proksi terhadap pendapatan.

Pada prakteknya penentuan garis kemiskinan biasanya dilakukan dengan dua

metode yaitu food-energy-intake method dan cost-of-basic-needs method (Ravallion,

1998). Food-energy-intake method dilakukan dengan menghitung nilai rupiah dari

pengeluaran terhadap sejumlah komoditi makanan yang memenuhi persyaratan

konsumsi energi minimum. Sedangkan cost-of-basic-needs method dilakukan dengan

menghitung nilai rupiah sejumlah komoditi yang dianggap merupakan kebutuhan

dasar minimum. Di Indonesia kedua metode ini digunakan oleh BPS untuk

menentukan garis kemiskinan. Metode food-energy-intake dilakukan untuk

menghitung garis kemiskinan makanan, di mana standar yang digunakan adalah

konsumsi energi minimal 2100 kkal per kapita per hari, sedangkan metode cost-of-

basic-needs digunakan untuk menghitung garis kemiskinan non makanan. Garis

9

kemiskinan makanan dan non makanan kemudian dijumlahkan untuk memperoleh

garis kemiskinan total (BPS, 2000).

Tahap kedua adalah agregasi, yaitu membentuk suatu indeks tunggal yang

menggambarkan kondisi keseluruhan penduduk miskin di suatu wilayah. Beberapa

indeks kemiskinan yang menggambarkan kondisi agregat penduduk miskin di suatu

wilayah misalnya headcount index, poverty gap index, poverty severity index, Sen

index, Watts index dan lain-lain. Indeks-indeks ini banyak dibahas dalam literatur-

literatur analisis kemiskinan, sebagai contoh yang dijadikan acuan di sini adalah

World Bank (2005) dan Rio Group (2006).

Indeks kemiskinan yang baik dapat dilihat dari beberapa kriteria atau aksioma

sebagai berikut (Sen, 1976; Foster, Greer dan Thorbecke, 1984 serta Rio Group,

2006):

1. Focus axiom: indeks atau ukuran kemiskinan yang baik seharusnya tidak

dipengaruhi oleh informasi yang berkaitan dengan pendapatan penduduk yang

tidak miskin.

2. Monotonicity axiom: indeks atau ukuran kemiskinan yang baik seharusnya

meningkat jika pendapatan dari penduduk miskin berkurang. Ini berarti ada

korelasi antara indeks kemiskinan dengan jarak penduduk miskin dari garis

kemiskinan

3. Transfer axiom: adanya transfer pendapatan antar penduduk miskin seharusnya

mengurangi besarnya indeks. Ini berarti bahwa ukuran kemiskinan yang baik

harus merefleksikan bagaimana pendapatan terdistribusi di antara penduduk

miskin.

4. Subgroup monotonicity axiom: jika indeks kemiskinan salah satu bagian dari

populasi meningkat sedangkan indeks untuk bagian populasi lainnya konstan,

maka indeks kemiskinan untuk keseluruhan populasi seharusnya meningkat.

10

2.2.1 Headcount Index

Headcount index merupakan indeks kemiskinan yang paling luas

penggunaannya, di mana secara sederhana merupakan proporsi penduduk yang

tergolong miskin dari keseluruhan populasi. Dalam bentuk matematis headcount

index ini dituliskan sebagai berikut:

NN

P p=0 , (2.4)

di mana: P0 = headcount index

Np = jumlah penduduk yang miskin

N = total keseluruhan populasi (penduduk)

(2.4) di atas sering juga dituliskan dalam bentuk fungsi indikator sebagai berikut:

∑=

<=N

ii zyI

NP

10 )(1 , (2.5)

di mana I(.) adalah fungsi indikator yang akan bernilai 1 jika pernyataan dalam ku-

rung terpenuhi, yi adalah besarnya pendapatan atau pengeluaran penduduk ke-i dan z

adalah garis kemiskinan.

Kelebihan utama dari headcount index ini adalah mudah dihitung dan mudah

diinterpretasi, meskipun indeks ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ditinjau

dari kriteria indeks kemiskinan yang baik seperti dijelaskan di atas, indeks ini

memenuhi focus axiom, tetapi tidak memenuhi kriteria montonicity axiom dan

transfer axiom. Indeks ini tidak dapat menjelaskan kedalaman kemiskinan yaitu

seberapa miskin penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan serta tidak

mempertimbangkan sama sekali aspek distribusi pendapatan penduduk miskin.

Kedua, estimasi headcount index harus dilakukan berdasarkan data individu bukan

data rumah tangga, padahal hampir seluruh data survei untuk menghitung kemiskinan

berbasiskan rumah tangga.

11

2.2.2 Poverty Gap Index

Poverty gap index mengukur tingkat kedalaman kemiskinan di suatu wilayah

relatif terhadap garis kemiskinan. Dalam bentuk matematis, poverty gap index

dirumuskan sebagai berikut:

∑=

=N

i

i

zG

NP

11

1 , (2.6)

di mana : P1 = poverty gap index

Gi = poverty gap: garis kemiskinan dikurangi pendapatan

penduduk miskin ke-i

= )()( zyIyz ii <−

z = garis kemiskinan

Indeks ini merupakan rata-rata proporsi poverty gap terhadap garis

kemiskinan, di mana untuk penduduk tidak miskin nilai poverty gap adalah nol.

Karena poverty gap Gi merupakan jarak antara pendapatan penduduk miskin terhadap

garis kemiskinan, maka indeks ini sering dikaitkan dengan besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan. Untuk menghilangkan kemiskinan,

secara sederhana besarnya biaya yang harus diberikan kepada penduduk miskin

adalah sebesar jumlah dari poverty gap Gi.

Indeks ini memenuhi kriteria focus axiom dan monotonicity axiom tetapi tidak

memenuhi transfer axiom. Jika orang yang paling tinggi pendapatannya dalam

kelompok penduduk miskin meningkat pendapatannya sehingga keluar dari

kemiskinan maka besarnya indeks akan bertambah padahal headcount index akan

menurun. Ini bertentangan dengan kriteria transfer axiom yang disebutkan di atas.

2.2.3 Poverty Severity Index

Poverty Severity Index mengukur tingkat keparahan kemiskinan, yaitu

merupakan indeks tertimbang dari poverty gap dengan angka tertimbangnya adalah

poverty gap itu sendiri. Secara formal poverty severity index dituliskan sebagai

berikut:

12

∑=

=

N

i

i

zG

NP

1

2

21 , (2.7)

di mana P2 adalah poverty severity index

Dalam praktek, indeks ini jarang digunakan karena lebih sulit untuk

diinterpretasi. Namun demikian indeks ini memiliki kelebihan karena memenuhi

focus axiom, monotonicity axiom maupun transfer axiom.

2.2.4 F-G-T Index

Ketiga macam indeks kemiskinan yang telah diuraikan di atas yaitu headcount

index, poverty gap index dan poverty severity index merupakan keluarga indeks yang

dikenal dengan nama F-G-T index sehingga dapat dituliskan dalam bentuk rumusan

yang sama. Secara matematis F-G-T index dituliskan sebagai berikut (Foster, Greer

dan Thorbecke, 1984):

1

1 ( )aN

ia i

i

z yP I y zN z=

− = < ∑ , (2.8)

di mana a = 0, 1, 2. Jika a = 0 maka nilai indeks ini sama dengan headcount index,

a = 1 diperoleh poverty gap index dan a = 2 akan diperoleh poverty severity index.

Dalam bentuk fungsi kontinyu, F-G-T index ini dapat juga dituliskan menjadi

(Kakwani, 1993):

( )0

az

az yP dF y

z− =

∫ (2.9)

di mana f(y) adalah fungsi densitas dari pendapatan per kapita Y.

F-G-T index ini mempunyai sifat strictly decreasing terhadap standar hidup

penduduk miskin, yaitu semakin rendah standar hidup yang dimiliki maka akan

semakin rendah nilai indeks ini atau semakin miskin penduduk tersebut. Keuntungan

lain dari ukuran ini adalah bahwa untuk ketiga a , ukuran ini mempunyai sifat

subgroup monotonicity axiom (Foster, Greer dan Thorbecke, 1984).

Inferensi terhadap F-G-T index ini telah dikaji oleh Kakwani (1993)

berdasarkan sifat asimptotik dari penduga F-G-T index ini. Menurut Kakwani (1993),

13

( )a an P P− berdistribusi asimptotik ( )( )ˆ0, var aN P , di mana aP adalah nilai

taksiran F-G-T index yang diperoleh dari sampel yang dirumuskan:

1

1ˆ ( )an

ia i

i

z yP I y zn z=

− = <

∑ , (2.10)

dengan n adalah jumlah sampel. Sedangkan varians dari aP diduga dengan:

¶ ( ) ( )22

ˆ ˆ ˆvar a a aP n P P= − (2.11)

2.3 Stochastic Dominance Perbandingan fungsi distribusi telah menjadi topik utama berbagai penelitian

khususnya berkaitan dengan distribusi pendapatan maupun investasi portofolio.

Berkaitan dengan distribusi pendapatan, studi umumnya diarahkan pada

perbandingan tingkat kemiskinan maupun ketimpangan pendapatan. Stochastic

dominance (SD) adalah suatu istilah yang merujuk pada hubungan antara dua fungsi

distribusi, yaitu apakah suatu fungsi distribusi lebih dominan dibandingkan fungsi

distribusi yang lain.

2.3.1 Definisi Stochastic Dominance

Stochastic dominance mula-mula berkembang di bidang keuangan yaitu da-

lam pengambilan keputusan keuangan menggunakan fungsi utilitas. Dalam ilmu

ekonomi, utilitas adalah ukuran relatif tingkat kepuasan seseorang terhadap barang-

barang yang dikonsumsi. Utilitas biasanya digambarkan dalam suatu fungsi yang

dinamakan indifference curve, yaitu titik-titik yang menggambarkan kombinasi

komoditas yang diperlukan oleh seseorang atau masyarakat untuk mendapatkan level

kepuasan tertentu. Menurut pandangan para penganut teori utilitas, memaksimumkan

utilitas merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh seseorang atau perusahaan.

Dalam teori pengambilan keputusan menghadapi ketidakpastian (uncertainty),

suatu perusahaan biasanya bertujuan untuk memaksimumkan nilai harapan dari

fungsi utilitas (expected utility), suatu fungsi tujuan tertentu yang ditetapkan oleh

14

perusahaan berdasarkan pilihan kondisi yang ada. Andaikan ada dua pilihan kondisi,

A dan B, maka kondisi A akan lebih disukai dibandingkan kondisi B jika dan hanya

jika nilai harapan utilitas dari A lebih tinggi atau sama dibandingkan nilai harapan

dari utilitas B. Dalam bentuk matematis, jika Y adalah variabel random non negatif

dengan fungsi densitas f(y) dan fungsi distribusi F(y) serta UA(y) dan UB(y) adalah

fungsi utilitas A dan B, diasumsikan memiliki derivatif ke-s, maka kondisi B lebih

disukai dari A jika dan hanya jika (Heyer, 2001):

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )B B A AE U Y U t f t dt U t f t dt E U Y+∞ +∞

−∞ −∞

= ≥ = ∫ ∫ (2.12)

di mana (2.12) ini merupakan definisi umum dari stochastic dominance.

Stochastic dominance orde ke-s didefinisikan berdasarkan karakteristik dari

fungsi utilitas yang digunakan. Ada beberapa karakteristik dari fungsi utilitas yang

sering digunakan yaitu: monotonicity, concavity (risk aversion) dan ruin aversion

(Heyer, 2001). Fungsi utilitas memiliki sifat monotonicity (monoton naik) artinya se-

makin tinggi tingkat utilitas semakin baik, secara matematis dinyatakan bahwa suatu

fungsi utilitas memiliki sifat monoton naik jika dan hanya jika ( )' 0U y ≥ untuk se-

mua y. Fungsi utilitas memiliki sifat concavity (atau risk aversion) jika dan hanya jika

memiliki sifat monoton naik dan ( )'' 0U y ≤ untuk semua y. Sedangkan sifat ruin

aversion terjadi jika dan hanya jika memenuhi kondisi risk aversion dan ( )''' 0U y ≥ .

Stochastic dominance (SD) orde pertama diturunkan dari sifat fungsi utilitas yang

monoton naik, SD orde kedua diturunkan dari sifat risk aversion serta SD orde ketiga

diturunkan dari sifat ruin aversion (Heyer, 2001).

Dengan demikian didefinisikan stochastic dominance untuk orde pertama,

kedua dan ketiga sebagai berikut (Heyer, 2001):

1. Stochastic dominance orde pertama

B mendominasi A secara stokastik pada orde pertama jika dan hanya jika

( ) ( ) 0A BF y F y− ≥

2. Stochastic dominance orde kedua

15

B mendominasi A secara stokastik pada orde kedua jika dan hanya jika

( ) ( ) 0y y

A BF t dt F t dt−∞ −∞

− ≥∫ ∫ .

3. Stochastic dominance orde ketiga

B mendominasi A secara stokastik pada orde ketiga jika dan hanya jika

( ) ( ) 0y yu u

A Bu t u t

F t dtdu F t dtdu=−∞ =−∞ =−∞ =−∞

− ≥∫ ∫ ∫ ∫ .

2.3.2 Poverty Dominance

Dalam analisis kemiskinan, SD biasanya digunakan untuk membandingkan

dua buah distribusi pendapatan baik antar dua kelompok populasi maupun dua

periode waktu dalam hal tingkat kemiskinan. Dengan memperbandingkan dua

distribusi pendapatan tersebut akan dapat ditarik kesimpulan distribusi mana yang

lebih dominan secara stokastik di antara keduanya dalam hal tingkat kemiskinan.

Penggunaan stocahastic dominance dalam perbandingan kemiskinan telah banyak

dilakukan oleh para ahli, sebagai contoh Ravallion (1992), Jenkins dan Lambert

(1997), Dercon dan Krishnan (1998), Madden dan Smith (2000) serta Chen (2006).

Misalkan Y adalah random variabel yang melambangkan pendapatan rumah

tangga per kapita sebulan. Andaikan terdapat dua distribusi pendapatan dari populasi

A dan B yang masing-masing memiliki distribusi kumulatif (CDF) FA(y) dan FB(y).

Menurut Davidson dan Duclos (2000), dalam kaitan dengan analisis kemiskinan

definisi deratan fungsi dominance ( )sD x adalah sebagai berikut:

( ) ( )

( ) ( )

1

0

1

0

1( )( 1)!

1( 1)!

xss

xs

D x x y f y dys

x y dF ys

= −−

= −−

∫. (2.13)

di mana s ≥ 1. Distribusi populasi B dikatakan dominan secara stokastik terhadap

distribusi populasi A dalam hal tingkat kemiskinan pada orde s jika dan hanya jika:

16

( ) ( )s sA BD x D x≥ (2.14)

untuk semua x∈ R. Definisi ini sebenarnya analog dengan (2.12) yaitu jika fungsi

utilitas ( ) ( ) ( ) 111 !

ssU y x ys

−= −−

.

Jika s = 1, maka berlaku )()()()( 11 xFxDxDxF BBAA =≥= , dan dikatakan

distribusi populasi B first-order stochastic dominance (FSD) terhadap distribusi

populasi A. Sedangkan jika diambil s = 2 maka berlaku )()( 22 xDxD BA ≥ atau

( ) ( )∫∫ −≥−x

B

x

A ydFyxydFyx00

)()( dan dikatakan bahwa distribusi populasi B

mempunyai sifat second-order stochastic dominance (SSD) terhadap distribusi

populasi A. Selanjutnya jika diambil s = 3, berlaku )()( 33 xDxD BA ≥ atau

( ) ( )∫∫ −≥−x

B

x

A ydFyxydFyx0

2

0

2 )()( dan dikatakan bahwa distribusi populasi B

mempunyai sifat third-order stochastic dominance (TSD) terhadap distribusi populasi

A.

Kembali pada ukuran kemiskinan F-G-T index yang telah dikemukakan pada

(2.9) di atas. Dalam bentuk fungsi kontinyu, dengan mengganti a dengan s – 1, z

dengan x serta menghilangkan faktor pembagi x, ukuran tersebut dapat dimodifikasi

menjadi ( ) ∫∫ −− =−=∆x

sx

ss ydFyxgydFyxx0

1

0

1 )(),()()( . Indeks ini jelas berkaitan

dengan kriteria stochastic dominance di atas, karena berdasarkan (2.13), diperoleh

hubungan )()!1(

1)( xs

xD ss ∆−

= .

Berdasarkan (2.14), andaikan garis kemiskinan terletak pada suatu level

pendapatan z > 0, maka dikatakan bahwa distribusi populasi B secara stokastik

mendominasi distribusi populasi A pada orde s sampai dengan garis kemiskinan z

jika )()( xDxD sB

sA ≥ untuk semua x ≤ z. Jika s = 1, kurva Ds(x) merupakan fungsi

17

distribusi atau CDF dan Ravallion (1992) menyebutnya sebagai poverty incidence

curve (PIC). Setiap titik pada kurva menunjukkan proporsi penduduk yang

mengkonsumsi kurang dari jumlah (rupiah) yang ditunjukkan oleh sumbu x

(horisontal). Jika titik x diambil sama dengan z (garis kemiskinan), maka nilai Ds(x)

akan identik dengan headcount index. Dalam kaitan dengan kemiskinan, distribusi

populasi B dominan terhadap distribusi populasi A pada orde pertama sampai dengan

garis kemiskinan z mengandung arti bahwa proporsi individu yang berada di bawah

garis kemiskinan lebih besar pada populasi A dibandingkan pada populasi B untuk

sembarang garis kemiskinan tidak melebihi z.

Untuk s = 2, kurva yang terbentuk dinamakan poverty deficit curve (PDC), di

mana setiap titik pada kurva menunjukkan nilai dari poverty gap Gx. Jika titik x

diambil sama dengan z (garis kemiskinan), maka nilai yang diperoleh akan

proporsional dengan poverty gap index (P1). Distribusi populasi B dominan pada orde

kedua terhadap distribusi populasi A sampai dengan garis kemiskinan z berarti bahwa

untuk semua garis kemiskinan x ≤ z rata-rata poverty gap pada populasi A lebih

tinggi dibandingkan rata-rata poverty gap pada populasi B.

Sedangkan untuk s = 3, kurva yang terbentuk dinamakan poverty severity

curve (PSC), di mana setiap titik pada kurva proporsional dengan nilai P2. Distribusi

B dominan pada orde ketiga terhadap distribusi A sampai dengan garis kemiskinan z

berarti bahwa untuk semua garis kemiskinan x ≤ z nilai P2 pada populasi A selalu

lebih tinggi dibandingkan pada populasi B.

Ilustrasi analisis poverty dominance diberikan dengan menggunakan grafik

sebagai berikut. Andaikan terdapat 2 buah distribusi pendapatan yang ingin

dibandingkan tingkat kemiskinannya yaitu populasi A dan populasi B. Jika kurva PIC

populasi A berada di atas populasi B di semua titik, maka secara sempurna dapat

dikatakan bahwa populasi B FSD terhadap populasi A (Gambar 2.1 (a)). Tetapi jika

kurva PIC populasi A dan populasi B berpotongan di satu titik atau lebih maka

perbandingan kemiskinan dengan FSD tidak memberikan kesimpulan yang jelas.

Karena itu perlu analisis SD untuk orde yang lebih tinggi yaitu SSD dengan

18

menggunakan PDC (Gambar 2.1 (b)). Jika kurva PDC populasi A lebih tinggi dari

populasi B di semua titik, maka secara sempurna dapat dikatakan bahwa populasi B

SSD terhadap populasi A. Tetapi jika kurva PDC populasi A dan populasi B

berpotongan di satu titik atau lebih, maka perbandingan kemiskinan dengan SSD

tidak memberikan kesimpulan yang jelas. Dalam kondisi ini diperlukan perbandingan

SD untuk orde yang lebih tinggi yaitu TSD dengan menggunakan PSC (Ravallion,

1992 serta Madden dan Smith, 2000).

Gambar 2.1 Ilustrasi Analisis Poverty Dominance antara Distribusi A dan B

Gambar 2.1 Ilustrasi Analisis Poverty Dominance antara Distribusi A dan B

Luas daerah di bawah PIC

Persentase kumulatif Populasi

Persentase kumulatif Populasi

Pendapatan

(a). Poverty Incidence Curve (PIC) antara distribusi A dan B

Pendapatan

Pendapatan

Pendapatan

Luas daerah di bawah PIC

(b). Poverty Deficit Curve (PDC) antara distribusi A dan B

19

Jika SD untuk orde yang lebih rendah terpenuhi, SD untuk semua orde yang

lebih tinggi pasti terpenuhi, tetapi tidak berlaku sebaliknya (Davidson dan Duclos,

2000). Dengan demikian jika FSD terpenuhi tidak perlu diuji SSD dan TSD, hanya

jika FSD tidak memberikan kesimpulan yang jelas (inconclusive) baru dilakukan

pengujian untuk SSD, demikian seterusnya. Pada prinsipnya pengujian dengan SD

dapat dilakukan untuk semua orde yang lebih tinggi, namun pada prakteknya jarang

dilakukan untuk orde yang lebih tinggi dari 3 (Madden dan Smith, 2000).

2.4 Perkembangan Sosial-Ekonomi dan Kemiskinan di Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1o – 4o LS dan 102o – 106o BT

dengan luas wilayah seluruhnya mencapai 97.159,32 km2. Provinsi ini memiliki

batas-batas wilayah, sebelah utara dengan Provinsi Jambi, sebelah selatan dengan

Provinsi Lampung, sebelah timur dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan

sebelah barat dengan Provinsi Bengkulu. Sebagian besar tanahnya terdiri atas rawa

dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Provinsi Sumatera Selatan dilalui oleh

sungai-sungai besar seperti Sungai Musi, Sungai Lematang, Sungai Ogan dan Sungai

Komering.

Sampai tahun 2005, Provinsi Sumatera Selatan memiliki wilayah administrasi

pemerintahan meliputi 14 kabupaten/kota, 157 kecamatan dan 2.778 desa/kelurahan.

Pada tahun 2005 jumlah penduduk Sumatera Selatan mencapai 6,756 juta jiwa

dengan kepadatan penduduk 70 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata

mencapai 1,6 persen per tahun. Provinsi ini didiami oleh suku asli Melayu sebagai

penghuni terbanyak diikuti oleh Suku Jawa dan Sunda.

Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian khususnya pertanian

tanaman pangan dan perkebunan. Namun demikian kontribusi sektor pertanian

terhadap PDRB Sumatera Selatan masih relatif kecil. Pertumbuhan ekonomi

mempunyai tren yang meningkat sejak tahun 2002, sedangkan angka pengangguran

cenderung menurun (Tabel 2.1). Ditinjau dari angka-angka makro, kondisi ekonomi

di Sumatera Selatan cenderung membaik selama periode 2002 – 2005.

20

Tabel 2.1 Beberapa Indikator Sosial dan Ekonomi Sumatera Selatan Tahun 2002 – 2005

Indikator 2002 2003 2004 2005

(1) (2) (3) (4) (5) 1. Jumlah Penduduk (juta

jiwa)

6,430

6,521

6,628

6,756 2. Pertumbuhan Penduduk 1,35 1,66 1,65 1,89 3. Kepadatan Penduduk 66 67 68 70 4. Persentase Penduduk

yang bekerja di sektor Pertanian

66,72 66,02 65,83 63,13

5. Pertumbuhan Ekonomi 3,02 3,68 4,63 4,84 6. Pendapatan Per Kapita

(Juta Rupiah) 6,535 7,203 8,224 9,583

7. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB 20,53 20,09 19,63 18,85

8. Inflasi 1,95 9,00 9,89 20,91 9. Tingkat Pengangguran

Terbuka

10,18

9,65

8,37

8,97

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2006a

Meskipun data kemiskinan di Indonesia telah dihitung oleh BPS mulai tahun

1976, namun angka kemiskinan untuk tingkat Provinsi Sumatera Selatan baru

tersedia mulai tahun 1993. Hal ini disebabkan data pokok untuk menghitung angka

kemiskinan tingkat provinsi yaitu melalui Susenas Modul Konsumsi baru dilakukan

pengumpulannya mulai Susenas 1993. Pada mulanya (sampai tahun 2002) angka

kemiskinan hanya dihitung tiga tahun sekali mengikuti frekuensi pelaksanaan

Susenas Modul Konsumsi tersebut, sehingga angka kemiskinan yang tersedia adalah

untuk tahun 1993, 1996, 1999 dan 2002. Mulai tahun 2003, angka kemiskinan mulai

dihitung tiap tahun menggunakan data Susenas Kor, tetapi sampai tingkat

kabupaten/kota. Sampai tahun 2005 angka kemiskinan yang tersedia di Propinsi

Sumatera Selatan adalah angka untuk tahun 1993, 1996, 1999, 2002, 2003 dan 2004.

21

Seperti telah disebutkan, angka-angka kemiskinan yang ada biasanya hanya terbatas

pada angka headcount index, sedangkan poverty gap dan poverty severity index

jarang dipublikasikan secara resmi. Tren angka kemiskinan di Sumatera Selatan

disajikan pada Gambar 2.2.

Persentase penduduk miskin paling tinggi pada tahun 1999 yaitu sebesar

23,53 persen, meningkat sangat drastis dibandingkan tahun 1996. Peningkatan ini

tidak lepas dari adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun

1997. Sejak tahun 1999, meskipun ada kecenderungan terjadinya penurunan

kemiskinan di Sumatera Selatan dari waktu ke waktu, sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 2.2, perubahan tingkat kemiskinan berjalan sangat lambat.

20,9221,5422,3223,53

10,7214,89

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

1993 1996 1999 2002 2003 2004

Tahun

Pers

enta

se P

endu

duk

Mis

kin

Persentase Penduduk Miskin

Catatan: Angka tahun 1993-1999 masih termasuk Kepulauan Bangka Belitung Sumber: BPS, 1999, 2003a dan 2005

Gambar 2.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Sumatera Selatan Tahun 1993-2004

Tanpa mempersoalkan penyebab lambatnya penurunan tingkat kemiskinan di

Sumatera Selatan, menarik untuk dicermati besarnya perubahan angka-angka tersebut

dari waktu ke waktu. Perlu dikaji apakah kecenderungan perubahan tingkat

kemiskinan yang ditunjukkan oleh angka-angka tersebut benar-benar menunjukkan

22

penurunan yang berarti secara statistik. Pengkajian ini tentu saja akan sangat

bermanfaat untuk mengetahui apakah program-program pembangunan yang telah

dilakukan selama ini benar-benar berdampak nyata pada penurunan tingkat

kemiskinan di Sumatera Selatan.

23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran rumah

tangga yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002

dan 2005 untuk Provinsi Sumatera Selatan. Susenas merupakan survei rumah tangga

yang mengumpulkan data mengenai sosial ekonomi rumah tangga termasuk besarnya

konsumsi rumah tangga. Pertanyaan yang rinci mengenai konsumsi rumah tangga

melalui Susenas dikumpulkan 3 tahun sekali melalui modul konsumsi, yang

pengumpulan terakhirnya dilakukan tahun 2005. Ukuran sampel yang digunakan

untuk modul konsumsi ini pada tahun 2002 dan 2005 di Sumatera Selatan masing-

masing 1.824 rumah tangga dan 1.862 rumah tangga serta representatif untuk tingkat

provinsi.

Data pengeluaran rumah tangga digunakan sebagai data proksi (pendekatan)

bagi pendapatan karena tidak tersedianya data pendapatan yang lengkap. Di samping

itu data pengeluaran rumah tangga yang dihasilkan dari Susenas tersebut selama ini

digunakan oleh BPS untuk melakukan penghitungan dan analisis penduduk miskin di

Indonesia.

3.2 Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian, secara sistematis langkah-langkah analisis

diuraikan sebagai berikut:

1. Mengkaji inferensi (penaksiran dan pengujian) stochastic dominance dalam

membandingkan dua distribusi pendapatan. Langkah-langkah yang ditempuh

adalah sebagai berikut:

a. Menentukan dua populasi pengeluaran rumah tangga per kapita sebulan

yang akan dibandingkan tingkat kemiskinannya yaitu populasi rumah

tangga tahun 2002 (A) dan populasi rumah tangga tahun 2005 (B).

24

b. Mengambil sampel random sebanyak nA = 1.824 rumah tangga dari populasi

A (tahun 2002) dan sebanyak nB = 1.862 rumah tangga dari populasi B

(tahun 2005) secara independen.

c. Menentukan penaksir fungsi distribusi dari Y (pengeluaran rumah tangga per

kapita sebulan) yaitu ( )nF y di mana ( )nF y adalah distribusi empiris yang

diperoleh dari sampel. Dengan demikian akan terdapat dua buah fungsi

distribusi empiris sebagai penaksir dari fungsi distribusi populasi yaitu

( )AnF y dan ( )B

nF y .

d. Menentukan penaksir fungsi dominance untuk kedua populasi yaitu ( )ˆ sAD x

dan ( )ˆ sBD x di mana penaksir ini diperoleh dengan mensubstitusikan

penaksir fungsi distribusi Y dalam fungsi dominance.

e. Menentukan varians dari penaksir fungsi dominance dan penaksir untuk

varian tersebut.

f. Menetapkan hipotesis untuk menguji apakah terdapat stochastic dominance

antara dua distribusi A dan B.

H0 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− = ,

dengan tiga macam hipotesis alternatif, yaitu:

(i). H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− ≠ atau

(ii). H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− > atau (3.1)

(iii). H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− <

g. Menentukan distribusi asimptotik dari penaksir untuk stochastic dominance

antara dua distribusi pendapatan tersebut yaitu dengan menerapkan Central

Limit Theorem (CLT) pada ( ) ( )( )12 ˆ s s

K K Kn D x D x− di mana K = A, B. Hal ini

analog dengan distribusi asimptotik untuk fungsi distribusi empiris yang

telah dibahas pada bagian 2.1.

25

h. Menentukan statistik uji untuk menguji stochastic dominance antara dua

fungsi distribusi pendapatan.

(i) Menentukan distribusi dari statistik:

( ) ( ) ¶ ( ) ( )( )ˆ ˆ ˆ ˆvars s s sA B A BT D x D x D x D x = − −

berdasarkan distribusi normal asimptotik dari ( ) ( )( )12 ˆ s s

K K Kn D x D x− , di

mana K = A, B.

(ii) Mendapatkan daerah kritis dari pengujian sesuai dengan hipotesis nol

masing-masing hipotesis alternatif pada (3.1).

2. Melakukan analisis perbandingan tingkat kemiskinan dengan stochastic dom-

inance pada distribusi pendapatan di Sumatera Selatan tahun 2002 dan 2005 un-

tuk melihat perubahan tingkat kemiskinan antar periode tersebut:

a. Menyesuaikan data pengeluaran tahun 2002 menggunakan indeks harga

konsumen (Jolliffe, 2005 dan Muller, 2005). Tujuannya adalah untuk

menghilangkan perbedaan harga karena adanya inflasi selama periode 2002

– 2005, sehingga adanya perbedaan besarnya pengeluaran per kapita

(rupiah) penduduk antara tahun 2002 dan 2005 semata-mata disebabkan

oleh perbedaan daya beli masyarakat. Langkah-langkah yang diambil adalah

sebagai berikut:

(i) Mendapatkan data indeks harga konsumen periode referensi Susenas

2002 dan 2005 Provinsi Sumatera Selatan untuk kelompok makanan

dan non makanan. Indeks harga untuk kelompok makanan dan non

makanan di perkotaan diperoleh dengan menggunakan penimbang

yang digunakan oleh BPS untuk penghitungan indeks harga konsumen

di Kota Palembang hasil Survei Biaya Hidup 2002 (BPS, 2003).

Sedangkan untuk daerah pedesaan digunakan indeks harga konsumen

pedesaan dengan penimbang untuk kelompok makanan dan non

makanan diperoleh dari Susenas.

(ii) Menetapkan angka indeks tahun 2005 dengan tahun dasar 2002.

26

(iii) Mengalikan data pengeluran tahun 2002 dengan indeks harga 2005 di

mana tahun 2002 sebagai dasar untuk masing-masing kelompok

makanan dan non makanan

b. Menghitung nilai-nilai taksiran dari fungsi dominance orde 1, 2 dan 3 beser-

ta standar error masing-masing.

c. Menentukan garis kemiskinan maksimum. Garis kemiskinan maksimum

diperoleh dengan melihat tren garis kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan

dari waktu ke waktu yang dipublikasikan BPS.

d. Menguji adanya stochastic dominance antara kedua distribusi tersebut pada

interval garis kemiskinan yang tidak melebihi garis kemiskinan maksimum.

3. Membandingkan hasil analisis yang diperoleh melalui pendekatan stochastic

dominance dengan hasil analisis yang diperoleh menggunakan indeks kemiskinan

yang umum. Tujuan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menerapkan garis kemiskinan BPS untuk Provinsi Sumatera Selatan pada

distribusi pengeluaran rumah tangga per kapita di Provinsi Sumatera Selatan

tahun 2002 dan 2005.

b. Menghitung indeks kemiskinan yang umum yaitu headcount index, poverty

gap index dan poverty severity index untuk kedua populasi rumah tangga

yaitu tahun 2002 dan 2005.

c. Membandingkan dan menganalisis tingkat kemiskinan antara kedua

populasi tersebut berdasarkan ketiga indeks di atas dengan melihat besarnya

nilai indeks antara kedua populasi tersebut.

d. Membandingkan hasil yang diperoleh pada point 3.c. dengan hasil yang

diperoleh pada 2.d.

27

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Inferensi Terhadap Stochastic Dominance

Penelitian yang mengkaji inferensi mengenai stochastic dominance khususnya

yang mengkaji pengujian adanya stochastic dominance telah banyak ditemui dalam

berbagai literatur. Mengenai hal ini, telah ditelusuri secara ringkas dan terurut oleh

Klaver (2006) dalam disertasi doktoralnya. Inferensi terhadap stochastic dominance

yang meliputi penaksiran serta pengujian hipotesis adanya dominance antara dua

fungsi distribusi yang dikaji dan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

inferensi yang dikemukakan oleh Davidson dan Duclos (2000), yaitu inferensi yang

bebas distribusi.

4.1.1 Penaksiran Fungsi Dominance

Andaikan 1 2, y , ..., y A

A A Any adalah sampel random berukuran nA yang berasal

dari ( )AF y , fungsi distribusi pengeluaran tahun 2002 dan 1 2, y , ..., y B

B B Bny adalah

sampel random berukuran nB yang berasal dari ( )BF y , fungsi distribusi pengeluaran

tahun 2005. Maka sebagaimana disebutkan pada (2.2), penaksir tak bias untuk ( )AF y

dan ( )BF y berturut-turut adalah ( )AnF y dan ( )B

nF y , di mana ( )AnF y dan ( )B

nF y

keduanya merupakan fungsi distribusi sampel atau distribusi empiris seperti yang

didefinisikan pada (2.1).

Dengan mensubstitusikan penaksir fungsi distribusi dari (2.2) pada fungsi

dominance (2.11), diperoleh penaksir fungsi dominance sebagai berikut:

( ) ( )

( ) ( )

1

0

1

0

1ˆ ˆ( )( 1)!

1( 1)!

xss

xs

n

D x x y dF ys

x y dF ys

= −−

= −−

28

( ) ( )1

1

1ˆ ( )( 1)!

n ssi ii

D x x y I y xn s

== − ≤

− ∑ (4.1)

Sehingga untuk dua populasi A dan B, akan terdapat dua penaksir fungsi dominance

yaitu:

( ) ( )1

1

1ˆ ( )( 1)!

A sns A AA i ii

A

D x x y I y xn s

== − ≤

− ∑ dan

( ) ( )1

1

1ˆ ( )( 1)!

B sns B BB i ii

B

D x x y I y xn s

== − ≤

− ∑

Untuk mendapatkan nilai harapan dan varians dari ˆ ( )sD x , dimisalkan suatu

fungsi sebagai berikut:

( ) ( ) ( )1si i iU x x y I y x−= − ≤ (4.2)

di mana ( )iU x , i = 1, 2, ..., n adalah variabel random yang identik dan independen,

misalkan mempunyai mean µ dan varians 2σ . Selanjutnya diperoleh rata-rata

sampel dari ( )iU x sebagai berikut:

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

1

1

1

1

1

ˆ1 !

n

iin

si i

i

s

U x U xn

x y I y xns D x

=

=

=

= − ≤

= −

atau

( ) ( ) ( )1ˆ1 !

sD x U xs

=−

(4.3)

Nilai harapan dan varians dari ( )U x adalah:

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

1 1

1 1

0 01

1 1

1

n n

i ii i

n x xs s

i

E U x E U x E U xn n

x y dF y x y dF yn

= =

− −

=

= =

= − = −

∑ ∑

∑∫ ∫

( ) ( ) ( )1 ! sE U x s D x = − (4.4)

29

( )( ) ( ) ( )( )

( )( ) ( )( )

( )( ) ( ) ( )( )

( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )

21 1

222

1

222

1

22 1

2 01

1 1var var var

1

1 1 !

1 1 !

n n

i ii i

n

iin

si

in x s s

i

U x U x U xn n

E U x U xn

E U x s D xn

x y dF y s D xn

= =

=

=

=

= =

= −

= − −

= − − −

∑ ∑

∑ ∫

( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )22 1

0

1var 1 !x s sU x x y dF y s D x

n− = − − − ∫ (4.5)

Nilai harapan dari ˆ ( )sD x diperoleh dengan mengambil ekspektasi dari (4.3)

dan mensubstitusikan (4.4) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )( )

( ) ( ) ( )

1 1ˆ ( )1 ! 1 !

1 1 !1 !

s

s

E D x E U x E U xs s

s D xs

= = − −

= − −

( )ˆ ( )s sE D x D x = . (4.6)

Demikian juga varians dari ˆ ( )sD x diperoleh dengan mengambil varians dari (4.3)

dan mensubstitusikan (4.5) sebagai berikut:

( ) ( )( )( )

( )( )

( )( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )

2

22 12 0

1 1ˆvar ( ) var var1 ! 1 !

1 1 1 !1 !

s

x s s

D x U x U xs s

x y dF y s D xns

= = − −

= − − − − ∫

( )( )( ) ( ) ( ) ( )( )22 1

2 0

1 1ˆvar ( )1 !

x ss sD x x y dF y D xn s

− = − − −

∫ (4.7)

Sedangkan penaksir varians tersebut adalah:

30

¶( )( )

( ) ( ) ( ) ( )( )22 12 0

1 1ˆ ˆ ˆvar ( )1 !

x ss sD x x y dF y D xn s

− = − − −

¶[ ]

( ) ( ) ( ) ( )22 1

2 1

1 1ˆ ˆvar ( )( 1)!

n ss si ii

D x x y I y x D xn n s

=

= − ≤ − − ∑ (4.8)

Berdasarkan (4.6) dan (4.7) di atas, diperoleh bahwa penaksir fungsi dominance yang

diberikan pada (4.1) merupakan penaksir yang tak bias serta konsisten karena

ˆvar ( ) 0sD x → untuk n → ∞ .

Dengan demikian terdapat dua penaksir fungsi varians yaitu penaksir varians

untuk populasi A dan untuk populasi B, sebagai berikut:

¶[ ]

( ) ( ) ( ) ( )22 1

2 1

1 1ˆ ˆvar ( )( 1)!

A sns A A sA i i Ai

A A

D x x y I y x D xn n s

=

= − ≤ − − ∑ dan

¶[ ]

( ) ( ) ( ) ( )22 1

2 1

1 1ˆ ˆvar ( )( 1)!

B sns B B sB i i Bi

B B

D x x y I y x D xn n s

=

= − ≤ − − ∑

Dalam penelitian ini dibandingkan dua populasi A dan B tersebut dengan

membandingkan selisih fungsi dominance dari kedua populasi, yaitu ( ) ( )s sA BD x D x− .

Penaksir dari selisih fungsi dominance ini adalah:

ˆ ˆ( ) ( )s sA BD x D x− =

( ) ( ) ( ) ( )1 1

1 1

1 1 1( 1)!

A Bs sn nA A B Bi i i ii i

A B

x y I y x x y I y xs n n

− −

= =

− ≤ − − ≤ −

∑ ∑ (4.9)

Sedangkan penaksir variannya adalah:

¶ ¶ ¶ ¶ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆvar ( ) ( ) var ( ) var ( ) 2 ( ), ( )s s s s s sA B A B A BD x D x D x D x cov D x D x − = + −

Dalam kasus populasi A dan B independen, suku terakhir dari komponen varians

tersebut adalah nol, sehingga variansnya menjadi:

¶ ¶ ¶ˆ ˆ ˆ ˆvar ( ) ( ) var ( ) var ( )s s s sA B A BD x D x D x D x − = +

31

¶[ ]

( ) ( ) ( )

[ ]( ) ( ) ( ) ( )

22 2

2 1

22 1

2 1

1 1ˆ ˆ ˆvar ( ) ( )( 1)!

1 1 ˆ ( 1)!

A

B

sns s A A sA B i i Ai

A A

sn B B si i Bi

B B

D x D x x y I y x D xn n s

x y I y x D xn n s

=

=

− = − ≤ − − + − ≤ − −

∑ (4.10)

4.1.2 Pengujian Hipotesis

Pada bagian ini akan dibahas statistik uji untuk menguji adanya stochastic

dominance antara dua populasi A dan B yang saling independen. Statistik uji tersebut

didasarkan pada hipotesis sebagai berikut:

H0 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− = ,

dengan tiga macam hipotesis alternatif, yaitu:

1. H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− ≠ atau (4.11)

2. H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− > atau

3. H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− <

Tse dan Zhang (2002) meneliti beberapa uji mengenai stochastic dominance

melalui simulasi monte carlo dan mereka menemukan bahwa uji yang dikemukakan

oleh Davidson dan Duclos (2000) mempunyai power yang lebih tinggi. Uji Davidson

dan Duclos (DD) ini didasarkan pada sifat asimptotik dari penaksir fungsi dominance

yang diberikan pada Teorema 4.1 di bawah ini.

Teorema 4.1 (Davidson dan Duclos, 2000):

Asumsikan bahwa momen orde ke-(2s-2) dari yA dan yB ada, maka

( ) ( )( )ˆ s sK K Kn D x D x− berdistribusi asimptotik ( )( )ˆ0, var s

K KN n D x , di mana K =

A, B adalah dua populasi yang saling independen sehingga variannya diberikan pada

(4.7).

32

Teorema ini analog dengan (2.3). Untuk membuktikan teorema ini merujuk

pada definisi ( )iU x pada (4.2). Menurut teorema limit pusat (Teorema 3.3.1 dalam

Sen dan Singer, 1993), jika ( )iU x adalah variabel random yang identik dan

independen dengan mean µ dan varian berhingga 2σ serta ( ) ( )1

1 nii

U x U xn =

= ∑ ,

maka diperoleh bahwa ( )

( )0,1dn

n U xZ N

µ

σ

− = → , atau dituliskan

( ) ( )20,dn U x Nµ σ − → .

Berdasarkan (4.3) diketahui bahwa ( ) ( ) ( )ˆ1 ! sU x s D x= − dan karena ( )iU x adalah

variabel random yang identik dan independen dengan mean µ dan varians 2σ , maka

( )E U x µ = dan ( ) 2var U x n

σ = . Sehingga diperoleh ( ) ( )1 ! ss D xµ = − dan

( ) ( )22 ˆ1 ! var sn s D xσ = − . Akibatnya:

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )( )

2

ˆ1 ! 1 !0,1

ˆ1 ! var

s sd

s

n s D x s D xN

n s D x

− − − → −

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )( )

ˆ1 ! 1 !0,1

ˆ1 ! var

s sd

s

n s D x s D xN

s n D x

− − − → −

( ) ( )

( )( )

ˆ0,1

ˆvar

s sd

s

n D x D xN

n D x

− →

( ) ( ) ( )( )ˆ ˆ0, vards s sn D x D x N n D x − → .

Dengan demikian Teorema 4.1 telah terbukti.

Kenyataannya ( )ˆvar sKD x

tidak diketahui, sehingga diduga dengan

¶ ( )ˆvar sKD x

sebagaimana diberikan pada (4.8). Oleh karena itu dirumuskan suatu

33

statistik ( ) ( ) ¶ ( )ˆ ˆvars s sK K K KT D x D x D x = − . Sebagaimana telah ditunjukkan

bahwa statistik ( ) ( )( )ˆ s sK K Kn D x D x− berditribusi asimptotik dengan mean 0 dan

varians ( )ˆvar sKD x , sehingga menurut Sen dan Singer (1993) diperoleh bahwa:

( ) ( ) ¶ ( ) ( )ˆ ˆvar 0,1ds s sK K K KT D x D x D x N = − → (4.12)

Berdasarkan sifat asimptotik penaksir fungsi dominance tersebut di atas maka

untuk menguji adanya stochastic dominance antara dua populasi A dan B identik

dengan membandingkan dua fungsi yang berdistribusi asimptotik normal standar.

Dengan demikian dirumuskan statistik uji sebagai berikut:

( ) ( ) ¶ ( ) ( )( )ˆ ˆ ˆ ˆvars s s sA B A BT D x D x D x D x = − − (4.13)

di mana, ( ) ( )ˆ ˆs sA BD x D x− diberikan pada (4.9) sedangkan ¶ ( ) ( )( )ˆ ˆvar s s

A BD x D x−

diberikan pada (4.10). Analog dengan (4.12) di atas, statistik uji ini secara asimptotik

juga berdistribusi normal standar.

Daerah kritis pengujian pada taraf signifikansi α ditentukan berdasarkan

masing-masing hipotesis alternatif pada (4.11) di atas, sebagai berikut:

1. 21T Z α−>

2. 1T Z α−> (4.14)

3. 1T Z α−< −

di mana Z adalah titik kritis pada distribusi normal standar dan tingkat signifikansi α

adalah luas daerah di sebelah kiri kurva distribusi normal.

4.2 Analisis Perbandingan Tingkat Kemiskinan Di Sumatera Selatan

Tahun 2002 – 2005

Pada bagian ini pembahasan difokuskan pada perbandingan tingkat

kemiskinan di Sumatera Selatan antar dua periode waktu yaitu tahun 2002 dan 2005

menggunakan analisis stocahstic dominance dan membandingkan hasilnya dengan

34

analisis F-G-T index. Data yang digunakan adalah data pengeluaran rumah tangga per

kapita sebulan yang diperoleh dari Susenas 2002 dan 2005 yang dikumpulkan oleh

BPS. Data pengeluaran ini digunakan sebagai proxy bagi data pendapatan yang tidak

tersedia secara lengkap untuk analisis kemiskinan. Selain itu, data pengeluaran rumah

tangga ini telah digunakan oleh BPS untuk menghitung angka kemiskinan di

Indonesia sejak tahun 1976 (BPS, 2000). Data konsumsi atau pengeluaran rumah

tangga yang umumnya diperoleh melalui survei-survei rumah tangga juga merupakan

sumber data utama untuk analisis kemiskinan di berbagai negara (Ravallion, 1992).

4.2.1 Analisis Poverty Dominance

Salah satu permasalahan mendasar dalam melakukan perbandingan tingkat

kemiskinan baik antar periode waktu maupun antar wilayah menggunakan data

pengeluaran rumah tangga adalah adanya perbedaan biaya hidup antar periode waktu

dan antar wilayah yang disebabkan oleh adanya perbedaan harga. Akibatnya

pengeluaran rumah tangga antar perode waktu maupun antar wilayah tidak dapat

dibandingkan secara langsung, demikian juga ukuran kemiskinan yang dihasilkan.

Cara yang sering digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat garis

kemiskinan yang berbeda-beda antar periode waktu maupun antar wilayah menurut

perbedaan harga yang ada (Ravallion, 1992). Di Indonesia, hal ini telah dilakukan

oleh BPS dengan membedakan garis kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan

(BPS, 2000) serta belakangan muncul adanya garis kemiskinan menurut

kabupaten/kota. Beberapa penulis juga melakukan penyesuaian baik terhadap garis

kemiskinan maupun terhadap data konsumsi rumah tangga menggunakan indeks

harga. Jolliffe (2005) dalam membandingkan tingkat kemiskinan di Amerika Serikat

melakukan penyesuaian garis kemiskinan antar periode waktu menggunakan indeks

harga. Sedangkan Muller (2005) membandingkan angka-angka kemiskinan

triwulanan di Rwanda setelah pengeluaran rumah tangga dijastifikasi menggunakan

indeks harga triwulanan.

35

Untuk membandingkan distribusi pengeluaran antar periode 2002 dan 2005 di

Provinsi Sumatera Selatan, penulis melakukan penyesuaian terhadap data

pengeluaran tahun 2002 menggunakan indeks harga konsumen. Agar bisa

dibandingkan, perbedaan harga antara tahun 2002 dan 2005 harus dihilangkan dari

data pengeluaran, sehingga diharapkan jika terdapat perbedaan pada distribusi

pengeluaran antara tahun 2002 dan 2005, perbedaan semata-mata disebabkan oleh

perbedaan tingkat kemampuan masyarakat dalam hal ini karena menurunnya atau

meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Penyesuaian terhadap konsumsi 2002 dibedakan menurut kelompok makanan

dan non makanan baik untuk daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk

daerah perkotaan digunakan indeks harga konsumen bulanan di Kota Palembang

periode 2001 – 2005 (data diambil dari BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2002, 2003,

2004, 2005 dan 2006), sedangkan untuk daerah pedesaan digunakan indeks harga

konsumen pedesaan bulanan periode 2001 – 2005 (data diambil dari BPS, 2003b,

2005a, 2007). Indeks harga yang digunakan serta faktor pengali yang dihasilkan

disajikan pada Lampiran 1.

Penghitungan nilai-nilai dari fungsi dominance ( )sKD x orde ke-s (s = 1,2,3)

untuk kedua distribusi pengeluaran (K = A,B, di mana A adalah indeks untuk tahun

2002 dan B untuk tahun 2005) dilakukan dengan menggunakan paket program DAD

versi 4.4 yang dibuat oleh Duclos, Arar dan Fortin (2006) pada berbagai titik garis

kemiskinan. Hasilnya disajikan pada Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4, sedangkan

hasil pengolahan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Secara manual,

penghitungan nilai-nilai duga fungsi dominance mengacu pada (4.1) dan (4.9)

sedangkan standar errornya dihitung mengacu pada (4.8) dan (4.10)

Untuk dapat menyimpulkan apakah terdapat stochastic dominance orde

pertama antara kedua distribusi tersebut, maka perlu ditentukan besarnya garis

kemiskinan maksimum yaitu zmaks. Untuk itu perlu dilihat perkembangan garis

kemiskinan di Sumatera Selatan dari waktu ke waktu yang pernah dipublikasikan

36

oleh BPS. Tabel 4.2 di bawah ini menyajikan perkembangan garis kemiskinan di

Sumatera Selatan tahun 1993-2004 yang diambil dari berbagai publikasi BPS.

Tabel 4.1 Garis Kemiskinan (Rupiah Per Kapita Sebulan) dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Selatan Tahun 1993 – 2004

Tahun Garis Kemiskinan (Rupiah/Kapita/Bulan) Persentase Penduduk Miskin

Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1993 33.484 18.154 19,32 13,00 14,89

1996 43.934 28.595 11,81 10,24 10,72

1999 96.133 76.839 23,99 23,32 23,53

2002 129.552 92.060 22,62 22,16 22,32

2003 140.805 95.214 21,05 21,79 21,54

2004 154.768 108.407 20,13 21,33 20,92 Sumber: BPS, 1999, 2003a dan 2005

Dari angka-angka yang terdapat pada Tabel 4.1 tersebut, diperoleh bahwa dari

tahun 1993 sampai tahun 2004, garis kemiskinan di Sumatera Selatan tidak lebih

besar dari 200.000 rupiah per kapita sebulan. Dengan melihat tren angka-angka

tersebut, meskipun terjadi kenaikan harga-harga pada tahun 2004 dan 2005,

diasumsikan garis kemiskinan tahun 2005 tidak akan melebih 250.000 rupiah per

kapita sebulan, sehingga angka 250.000 tersebut ditetapkan sebagai zmaks. Dengan

demikian dalam melakukan perbandingan tingkat kemiskinan menggunakan

stochastic dominance tahun 2002 dan 2005 dibatasi pada interval garis kemiskinan

yang tidak melebihi angka 250.000 per kapita sebulan.

Hipotesis yang digunakan untuk menguji adanya stochastic dominance antara

distribusi pengeluaran rumah tangga perkapita di Sumatera Selatan tahun 2002 dan

2005 adalah:

37

H0 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− =

(Tidak terdapat stochastic dominance orde ke-s (s = 1,2,3) antara kedua

distribusi pengeluaran)

H1 : ( ) ( ) 0s sA BD x D x− >

(Distribusi pengeluaran tahun 2005 lebih dominan dibandingkan distribusi

pengeluaran tahun 2002).

Statistik uji yang digunakan adalah ( ) ( ) ¶ ( ) ( )( )ˆ ˆ ˆ ˆvars s s sA B A BT D x D x D x D x = − −

yang berdistibusi asimptotik normal standar. Sesuai dengan (4.14), maka hipotesis

nol ditolak bila T > Z1-α .

Gambar 4.1 dan Tabel 4.2 memberikan hasil-hasil penghitungan untuk

stochastic dominance orde pertama. Sesuai dengan definisi stochastic dominance

bahwa distribusi pengeluaran tahun 2005 dikatakan dominan secara stokastik pada

orde pertama terhadap distribusi pengeluaran tahun 2002 jika 1 1( ) ( )A BD x D x≥ untuk

semua garis kemiskinan tidak melebihi zmaks ( x < zmaks ), di mana 1 ( )AD x dan 1 ( )BD x

berturut-turut adalah fungsi dominance orde pertama untuk tahun 2002 dan 2005.

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.4000

0.5000

0.6000

0.7000

0.8000

75,000 100,000 125,000 150,000 175,000 200,000 225,000 250,000Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Nila

i Dug

a D

omin

ance

Ord

e Pe

rtam

a

20022005

Gambar 4.1. Poverty Incidence Curve (PIC) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 –

2005

38

Berdasarkan Gambar 4.1 sampai dengan garis kemiskinan maksimum,

diperoleh bahwa nilai duga fungsi dominance orde pertama untuk tahun 2002 hampir

selalu lebih tinggi dibandingkan tahun 2005. Pada interval 100.000 ≤ x ≤ 250.000,

kurva PIC untuk tahun 2002 selalu berada di atas kurva PIC untuk tahun 2005.

Sedangkan pada interval x < 100.000 terjadi perpotongan kurva PIC untuk tahun

2002 dan 2005. Adanya perpotongan kurva PIC ini juga dtunjukkan oleh adanya nilai

kolom (6) pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Besarnya nilai dominance orde pertama pada kolom (2) dan (3) Tabel 4.2

proporsional atau sebanding dengan angka headcount index. Meskipun angka-angka

ini tidak sama dengan headcount index pada berbagai titik X (garis kemiskinan),

semakin tinggi angka-angka ini menunjukkan semakin besarnya angka headcount

index. Dengan demikian adanya tanda negatif dari angka-angka pada kolom (6)

mengandung makna bahwa angka headcount index untuk tahun 2002 lebih rendah

dibandingkan tahun 2005 pada titik X (garis kemiskinan) tertentu. Sebaliknya tanda

positif berarti angka headcount index tahun 2002 lebih tinggi dibandingkan tahun

2005.

Tabel 4.2 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji Fungsi Dominance Orde Pertama

( )1D x s.e.( ( )1D x ) X (garis

kemiskinan dalam

Rupiah) 2002 2005 2002 2005

kol (2) – kol (3)

s.e. (kol (6)) Statistik T

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 75.000 0,0093 0,0102 0,0023 0,0023 -0,0009 0,0032 -0,27

100.000 0,0647 0,0623 0,0058 0,0056 0,0024 0,0080 0,30 125.000 0,1831 0,1643 0,0091 0,0086 0,0188 0,0125 1,50 150.000 0,3509 0,2948 0,0112 0,0106 0,0560 0,0154 3,64 175.000 0,4923 0,4205 0,0117 0,0114 0,0718 0,0164 4,39 200.000 0,5927 0,5097 0,0115 0,0116 0,0830 0,0163 5,08 225.000 0,6837 0,5956 0,0109 0,0114 0,0881 0,0157 5,59 250.000 0,7423 0,6670 0,0102 0,0109 0,0753 0,0150 5,03

Catatan: Nilai kritis distribusi normal pada 0,05α = adalah 1,645

39

Pengujian adanya stochastic dominance orde pertama dilakukan dengan uji T

yang berdistribusi asimptotik normal, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2. Pada

interval 150.000 ≤ x ≤ 250.000 diperoleh bahwa T > 1,645 sehingga distribusi

pengeluaran tahun 2005 lebih dominan dibandingkan distribusi pengeluaran tahun

2002, sedangkan pada interval x < 150.000 perbedaan yang ada tidak signifikan (T <

1,645). Meskipun pada interval x < 150.000 tidak ditemui adanya perbedaan yang

signifikan pada nilai-nilai fungsi dominance antara kedua distribusi pengeluaran,

namun karena terdapat perpotongan kurva PIC untuk kehatian-hatian penarikan

kesimpulan perlu dilanjutkan untuk melihat fungsi dominance orde yang lebih tinggi

yaitu orde kedua.

Perbandingan tingkat kemiskinan menggunakan stochastic dominance orde

kedua dilakukan dengan cara yang sama dengan orde pertama di atas. Gambar 4.2

menampilkan kurva PDC antara distribusi pengeluaran tahun 2002 dan 2005, di mana

nilai-nilai pada kurva ini proporsional dengan nilai poverty gap pada setiap titik garis

kemiskinan. Semakin tinggi nilai duga dominance orde kedua semakin tinggi nilai

poverty gap.

0.00

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

75,000 100,000 125,000 150,000 175,000 200,000 225,000 250,000

Mill

ions

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Pove

rty

Gap

20022005

Gambar 4.2 Poverty Deficit Curve (PDC) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 –

2005

40

Nilai-nilai statistik uji T untuk pengujian orde kedua disajikan pada Tabel 4.3

di atas. Membandingkan nilai statistik T pada Tabel 4.3 dengan nilai kritis tabel

normal standar pada 0,05α = diperoleh pada interval 150.000 ≤ x ≤ 250.000

memberikan hasil yang signifikan (T > 1,645) sehingga distribusi pengeluaran tahun

2005 lebih dominan dibandingkan distribusi pengeluaran tahun 2002. Pada interval x

< 150.000 diperoleh hasil uji yang tidak signifikan (T < 1,645). Dengan demikian,

karena tidak ditemui lagi adanya titik potong pada kurva PDC maka disimpulkan

bahwa terdapat dominance orde kedua antara distribusi pengeluaran tahun 2002 dan

2005, di mana distribusi pengeluaran tahun 2005 lebih dominan dibandingkan tahun

2002. Dalam hal ini dikatakan bahwa tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun

2002 secara stokastik lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 pada orde kedua.

Tabel 4.3 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji Fungsi Dominance Orde Kedua

( )2D x s.e.( ( )2D x ) X (garis

kemiskinan dalam

rupiah) 2002 2005 2002 2005

kol (2) – kol (3)

s.e. (kol (6)) Statistik T

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 75.000 82,63 72,97 25,95 21,16 9,65 33,48 0,29

100.000 883,56 877,09 101,49 99,73 6,47 142,29 0,05 125.000 3.835,13 3.596,81 245,47 240,64 238,32 343,75 0,69 150.000 10.513,82 9.235,47 441,29 429,05 1.278,35 615,48 2,08 175.000 21.109,14 18.206,55 660,82 642,81 2.902,59 921,89 3,15 200.000 34.685,59 29.839,70 883,41 868,06 4.845,90 1.238,52 3,91 225.000 50.697,14 43.725,05 1.093,77 1.089,93 6.972,09 1.544,11 4,52 250.000 68.541,69 59.552,92 1.288,82 1.301,14 8.988,77 1.831,40 4,91

Catatan: Nilai kritis distribusi normal pada 0,05α = adalah 1,645

Dengan ditemukannya dominance orde kedua, maka akan terdapat pula

dominance orde yang lebih tinggi. Secara empiris, hal ini dapat dibuktikan misalnya

dengan melihat adanya dominance orde ketiga.

41

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

75,000 100,000 125,000 150,000 175,000 200,000 225,000 250,000

Bill

ions

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Kuad

rat P

over

ty G

ap

20022005

Gambar 4.3 Poverty Severityt Curve (PSC) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 –

2005

Gambar 4.3 menampilkan kurva PSC antara distribusi pengeluaran tahun

2002 dan 2005, di mana nilai-nilai pada kurva ini proporsional dengan nilai kuadrat

poverty gap pada setiap titik garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai duga domiance

orde ketiga menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kuadrat dari poverty gap.

Terlihat bahwa sampai dengan nilai garis kemiskinan maksimum 250.000 rupiah per

kapita sebulan, kurva PSC tahun 2002 selalu lebih tinggi dibandingkan kurva PSC

2005 (tidak dijumpai adanya titik potong kurva sepanjang interval yang tidak

melebihi garis kemiskinan maksimum). Hal ini membawa pada adanya dominance

orde ketiga antar kedua distribusi pengeluaran. Untuk melihat signifikansinya secara

statistik juga dilakukan pengujian menggunakan statistik T.

Nilai statistik uji T dalam interval garis kemiskinan 175.000 ≤ x ≤ 250.000

pada Tabel 4.4 memberikan nilai yang signifikan yaitu lebih besar dari nilai kritis

distribusi normal standar pada 0,05α = . Maka disimpulkan juga bahwa distribusi

pengeluaran tahun 2005 TSD atau dominan secara stokastik pada orde ketiga

42

terhadap distribusi pengeluaran tahun 2002. Ini berarti bahwa berdasarkan analisis

poverty dominance orde ketiga tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2005

lebih rendah dibandingkan tahun 2002.

Tabel 4.4 Nilai Taksiran, Standard Error dan Statistik Uji Fungsi Dominance Orde Ketiga

( )3D x s.e.( ( )3D x ) X (garis

kemiskinan dalam

rupiah) 2002 2005 2002 2005

kol (2) – kol (3)

s.e. (kol (6))

Statistik T

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 75.000 1.234.140 838.963 494.502 296.457 395.177 576.558 0,69

100.000 19.558.790 19.277.202 3.182.190 2.879.524 281.588 4.291.619 0,07

125.000 124.558.264 120.703.112 10.987.023 10.652.138 3.855.152 15.303.030 0,25

150.000 465.541.184 427.874.304 26.863.788 26.279.800 37.666.880 37.580.461 1,00

175.000 1.241.659.776 1.100.459.776 52.643.860 51.507.192 141.200.000 73.650.301 1,92

200.000 2.625.765.120 2.292.713.984 89.045.076 87.202.338 333.051.136 124.632.553 2,67

225.000 4.751.128.576 4.122.661.888 135.939.882 133.696.682 628.466.688 190.668.440 3,30

250.000 7.726.077.440 6.697.132.032 192.633.837 190.658.608 1.028.945.408 271.032.286 3,80 Catatan: Nilai kritis distribusi normal pada 0,05α = adalah 1,645

Berdasarkan poverty dominance di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat

kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2005 telah mengalami penurunan

dibandingkan tahun 2002. Kesimpulan ini diperoleh setelah ditemukan adanya

dominance orde kedua pada distribusi pengeluaran tahun 2005 dibandingkan tahun

2002 pada semua titik garis kemiskinan yang lebih kecil atau sama dengan 250.000.

Di titik manapun garis kemiskinan diambil sepanjang interval tersebut akan diperoleh

bahwa nilai P1 atau poverty gap tahun 2002 selalu lebih tinggi dibandingkan tahun

2005, di mana pada interval 150.000 ≤ x ≤ 250.000 diperoleh nilai selisih yang

signifikan. Pada orde pertama kurva PIC mempunyai titik perpotongan dalam interval

kurang dari garis kemiskinan maksimum, sehingga perbandingan menggunakan nilai

P0 tidak memberikan hasil yang robust.

43

4.2.2 Perbandingan Analisis Poverty Dominance dan F-G-T Index

Analisis perbandingan tingkat kemiskinan menggunakan keluarga F-G-T

index diawali dengan menentukan garis kemiskinan yang akan menjadi acuan untuk

penghitungan nilai-nilai P0, P1 dan P2. Garis kemiskinan yang digunakan mengacu

pada garis kemiskinan dan angka persentase penduduk miskin BPS tahun 2002 untuk

provinsi Sumatera Selatan (Tabel 4.1). Nilai pengeluaran rumah tangga per kapita

tahun 2002 yang digunakan dalam analisis ini telah dikalikan dengan faktor pengali

yang diperoleh melalui penyesuaian indeks harga, sehingga garis kemiskinan tersebut

tidak sepenuhnya dapat diterapkan. Karena itu digunakan nilai-nilai persentase

penduduk miskin sebagai dasar untuk menentukan garis kemiskinan yang analog.

Persentase penduduk miskin tahun 2002 adalah 22,32 % sehingga digunakan nilai

kuantil ke-22,32 pada data pengeluaran rumah tangga per kapita tahun 2002 yang

telah disesuaikan menggunakan indeks harga yaitu sebesar 131.000. Dengan

demikian nilai 131.000. digunakan sebagai pendekatan garis kemiskinan tahun 2005.

Selanjutnya berdasarkan garis kemiskinan tersebut dilakukan penghitungan

nilai-nilai F-G-T index yaitu P0, P1 dan P2 untuk data pengeluaran rumah tangga per

kapita tahun 2005 dan untuk data pengeluaran rumah tangga perkapita tahun 2002

yang telah disesuaikan menggunakan indeks harga. Penghitungan P0, P1 dan P2

mengacu pada (2.10), sedangkan pengujian terhadap selisih indeks 2002 dan 2005

mengacu pada Kakwani (1993) dengan hipotesis nol:

H0 : 0A Ba aP P− =

(nilai indeks tahun 2002 sama dengan nilai indeks tahun 2005)

H1 : 0A Ba aP P− >

(nilai indeks tahun 2002 lebih tinggi dibandingkan tahun 2005).

Sedangkan statistik uji yang digunakan adalah ¶ ( )ˆ ˆ ˆ ˆvarA B A Ba a a aT P P P P = − − yang

berdistibusi asimptotik normal standar, di mana ˆ AaP dan ˆ B

aP masing-masing adalah

nilai taksiran F-G-T index masing-masing untuk tahun 2002 dan 2005 sebagaimana

44

diberikan pada (2.10), sedangkan ¶ ( ) ¶ ( ) ¶ ( )ˆ ˆ ˆ ˆvar var varA B A Aa a a aP P P P− = + dengan

( )ˆvar AaP dan ( )ˆvar B

aP masing-masing untuk tahun 2002 dan 2005 sebagaimana

diberikan pada (2.11). Hipotesis nol ditolak bila T > Z1-α .

Hasil penghitungan nilai-nilai taksiran F-G-T index untuk tahun 2002 dan

2005 beserta standar errornya disajikan pada Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Penghitungan F-G-T index Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2002

dan 2005

2002 2005 Jenis Indeks

Nilai s.e. Nilai s.e.

Selisih kol (2) – kol (4)

s.e. kol (6)

statistik T

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Headcount Index (P0) 0,2231 0,0098 0,1896 0,0091 0,0336 0,0133 2,5175

Poverty Gap Index (P1) 0,0386 0,0022 0,0356 0,0022 0,0030 0,0031 0,9795

Poverty Severity Index (P2)

0,0104 0,0008 0,0099 0,0008 0,0004 0,0011 0,3874

Catatan: Nilai kritis distribusi normal pada 0,05α = adalah 1,645

Persentase penduduk miskin di Sumatera Selatan tahun 2002 dan 2005

ditunjukkan oleh nilai-nilai headcount index (P0) pada Tabel 4.5. Besarnya persentase

penduduk miskin tahun 2005 sebesar 18,96 %, lebih rendah dibandingkan tahun 2002

yang besarnya 22,31 %. Penurunan persentase penduduk miskin di Sumatera Selatan

ini ternyata signifikan secara statistik karena nilai statistik T sebesar 2,5175 lebih

besar dari 1,645 (nilai kritis distribusi normal pada α = 0,05). Dengan demikian pada

periode 2002 – 2005 terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera

Selatan ditinjau dari angka persentase penduduk miskin.

Nilai-nilai poverty gap index menunjukkan rata-rata jarak ternormalisasi

pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Nilai-nilai P1 ini

merupakan besarnya jurang kemiskinan, di mana semakin tinggi nilai P1 berarti

semakin lebar jurang kemiskinan yang ada dan semakin besar pula usaha maupun

45

biaya yang dibutuhkan untuk mengeluarkan penduduk miskin dari kemiskinan.

Membandingkan angka-angka poverty gap index di Sumatera Selatan tahun 2002 dan

2005, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5, besarnya poverty gap index tahun 2005

turun dibandingkan tahun 2002. Dilihat dari besarnya statistik T, penurunan ini

ternyata tidak signifikan pada α = 0,05 karena nilai statistik T adalah 0,9795 lebih

kecil dari nilai kritis distribusi normal standar yaitu 1,645. Dengan demikian, ditinjau

dari besarnya poverty gap index, tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tidak

mengalami penurunan yang signifikan pada periode 2002 – 2005.

Besarnya nilai P2 atau poverty severity index lebih sulit untuk diinterpretasi

karena merupakan kuadrat dari poverty gap. Namun demikian, tingginya nilai indeks

akan menunjukkan tingginya tingkat kemiskinan di suatu wilayah. Pada periode 2002

– 2005, poverty severity index di Sumatera Selatan mengalami penurunan ditunjukkan

oleh nilai indeks yang semakin kecil, tetapi penurunan tersebut tidak signifikan secara

statistik menggunakan statistik T (nilai statistik T sebesar 0,3874, lebih kecil

dibandingkan nilai kritis distribusi normal standar yaitu 1,645).

Membandingkan hasil analisis F-G-T index dan poverty dominance di atas,

perlu digarisbawahi bahwa pada analisis F-G-T index, pengujian dilakukan pada satu

titik tertentu (garis kemiskinan) yang diperoleh dari sumber tertentu, sehingga

ketepatan kesimpulan yang diambil akan sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan

tersebut. Jika garis kemiskinan yang diambil ternyata salah, maka dengan sendirinya

kesimpulan yang diperoleh tidak dapat diandalkan. Sedangkan pada analisis poverty

dominance, perbandingan tingkat kemiskinan dilakukan dengan mengamati titik-titik

sepanjang kurva yang tidak melebihi garis kemiskinan maksimum. Akibatnya

kesimpulan yang diperoleh akan sangat kuat dan lebih dapat dipercaya, karena tidak

tergantung pada titik garis kemiskinan tertentu.

Berdasarkan analisis F-G-T index di atas, dengan asumsi bahwa garis

kemiskinan yang digunakan adalah benar, penurunan yang signifikan pada tingkat

kemiskinan di Sumatera Selatan periode 2002 – 2005 hanya ditunjukkan oleh angka

headcount index (P0). Sedangkan jika dilihat dari P1 dan P2 meskipun besarnya kedua

46

indeks turun dari pada periode 2002 – 2005, tidak ditemukan adanya penurunan

tingkat kemiskinan yang signifikan Dengan demikian tingkat kemiskinan di Sumatera

Selatan selama periode 2002-2005 hanya mengalami perubahan dari sisi jumlah atau

persentase penduduk miskin saja tetapi dari sisi poverty gap yaitu kedalaman dan

keparahan kemiskinan relatif tidak mengalami perubahan yang berarti. Perbedaan

hasil pengujian menggunakan F-G-T index ini menyebabkan sulit untuk mengambil

kesimpulan tentang adanya penurunan kemiskinan di Sumatera Selatan.

Berdasarkan analisis poverty dominance secara meyakinkan diperoleh bahwa

tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2005 telah mengalami penurunan

dibandingkan tahun 2002. Pada orde pertama kurva PIC masih mempunyai titik

perpotongan dalam interval kurang dari garis kemiskinan maksimum meskipun tidak

signifikan secara statistik. Namun demikian, adanya dominance distribusi

pengeluaran tahun 2005 dibandingkan tahun 2002 diperkuat oleh hasil pengujian

pada orde kedua dan ketiga pada semua titik garis kemiskinan yang lebih kecil atau

sama dengan 250.000. Di titik manapun garis kemiskinan diambil sepanjang interval

tersebut akan diperoleh bahwa nilai P1 atau poverty gap dan P2 atau kuadrat poverty

gap tahun 2002 selalu lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, di mana pada beberapa

titik tertentu diperoleh perbedaan nilai yang signifikan

49

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tulisan ini mendapatkan beberapa hasil penting yang berkaitan dengan

analisis perbandingan kemiskinan menggunakan stochastic dominance khususnya di

Sumatera Selatan tahun 2002 dan 2005, sebagai berikut:

1. Statistik uji untuk menguji hipotesis dari stochastic dominance antara dua

buah distribusi pendapatan atau pengeluaran adalah:

( ) ( ) ¶ ( ) ( )( )ˆ ˆ ˆ ˆvars s s sA B A BT D x D x D x D x = − − yang berdistibusi asimptotik

normal standar. Dengan demikain terbukti sama dengan statistik uji yang

dikemukakan oleh Davidson dan Duclos (2000).

2. Tingkat kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2005 telah mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2002. Pada orde pertama kurva PIC masih

mempunyai titik perpotongan dalam interval kurang dari garis kemiskinan

maksimum meskipun tidak signifikan secara statistik. Namun demikian

adanya dominance pada distribusi pengeluaran tahun 2005 dibandingkan

tahun 2002 diperkuat hasil pengujian pada orde kedua dan ketiga pada semua

titik garis kemiskinan yang lebih kecil atau sama dengan 250.000. Di titik

manapun garis kemiskinan diambil sepanjang interval tersebut akan diperoleh

bahwa nilai P1 atau poverty gap maupun P2 atau kuadrat poverty gap tahun

2002 selalu lebih tinggi dibandingkan tahun 2005, di mana pada beberapa titik

tertentu diperoleh perbedaan nilai yang signifikan.

3. Berdasarkan analisis F-G-T index, kesimpulan adanya penurunan pada tingkat

kemiskinan di Sumatera Selatan periode 2002 – 2005 tidak dapat diambil

secara meyakinkan karena penurunan yang signifikan hanya ditunjukkan oleh

angka headcount index (P0). Sedangkan jika dilihat dari P1 dan P2 meskipun

50

besarnya kedua indeks turun dari pada periode 2002 – 2005, tidak ditemukan

adanya penurunan tingkat kemiskinan yang signifikan.

5.2 Saran

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis

menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Dalam analisis perbandingan tingkat kemiskinan antar waktu maupun antar

wilayah sebagaimana yang sering dilakukan selama ini khususnya oleh BPS

perlu ditambahkan inferensi terhadap angka-angka kemiskinan tersebut

khususnya pengujian signifikansi perbedaan angka kemiskinan tersebut secara

statistik

2. Dalam melakukan analisis perbandingan tingkat kemiskinan selain digunakan

F-G-T index yang telah dikenal luas, perlu ditambahkan analisis poverty

dominance untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih meyakinkan.

Sebagaimana ditunjukkan di atas, dengan menggunakan F-G-T index dapat

diperoleh kesimpulan yang berbeda antara ketiga indeks dari F-G-T.

51

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, G., (1996), Nonparametric Test of Stochastic Dominance in Income Distribution, Econometrica, Vol. 64, 1183 – 1193.

Bishop, J.A., Chakraborti, S. Dan Thistle, P.D., (1989), Asymptotically Distribution –Free Statistical Inference for Generalized Lorenz Curves, The Review of Economics and Statistics, Vol. 71, 725 – 727.

BPS, (1999), Statistik Indonesia 1998, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2000), Pengukuran Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1976-1999: Metode BPS. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2001), Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2002, Pedoman Pencacah Modul Konsumsi, Badan Pusat Statistik, Jakarta

-----, (2003), Diagram Timbang Indeks Harga Konsumen 2002, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2003a), Statistik Indonesia 2002, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2003b), Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia 1999 – 2002, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2005), Statistik Indonesia 2004, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2005a), Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia 2001 – 2004, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

-----, (2005b), Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2005, Pedoman Pencacah Modul Konsumsi, Badan Pusat Statistik, Jakarta

-----, (2007), Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia 2003 – 2006, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS Provinsi Sumatera Selatan, (2002), Inflasi Kota Palembang 2001, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

--------------------------------------, (2003), Inflasi Kota Palembang 2002, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

52

--------------------------------------, (2004), Inflasi Kota Palembang 2003, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

--------------------------------------, (2005), Inflasi Kota Palembang 2004, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

--------------------------------------, (2006), Inflasi Kota Palembang 2005, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

--------------------------------------, (2006a), Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

Chen, W., (2006), Where is Poverty Greatest in Canada? Comparing Regional Poverty Profile Without Poverty Lines: A Stochastic Dominance Approach, Family and Labor Studies, Statistics Canada, Canada.

Davidson, R. dan Duclos, J.Y., (2000), Statistical Inference for Stocahstic Dominance and for the Measurement of Poverty and Inequality, Econometrica, Vol. 68, 1435 – 1464.

Dercon, S. dan Krishnan, P., (1998), Changes in Poverty in Rural Ethiopia 1989-1995: Measurement, Robustness, Tests and Decomposition, WPS/98-7, Centre for the Study of African Economies, Institute of Economics and Statistics, University of Oxford, Oxford.

Duclos, J.Y., Araar, A. dan Fortin, C., (2006), DAD, A Software for Distributive Analysis / Analyse Distributive, MIMAP Programme, International Development Research Centre, Government of Canada and CREFA, Universite Laval.

Foster, J., Greer, J. dan Thorbecke, E., (1984), A Class of Decomposable Poverty Measures, Econometrica, Vol. 52, 761 – 766.

Heyer, D. D., (2001), Stochastic Dominance: A Tool for Evaluating Reinsurance Alternatives, CAS (Casualty Actuarial Society) Forum.

Jenkins, S.P. dan Lambert, P.J., (1997), Three I’s of Poverty Curves, with an Analysis of UK Poverty Trends, Oxford Economic Papers, Vol. 49, 317 – 327.

Jollife, D., (2005), Poverty, Prices and Place: How Sensitive is the Spatial Distributiom of Poverty to Cost of Living Adjustment?, Working Paper No. 04 – 13,, National Poverty Center, U.S. Department of Agriculture.

53

Kakwani, N., (1993), Statistical Inferences in The Measurement of Poverty, Review of Economics and Statistics, Vol. 75, 632 – 639.

Kaur, A., Rao, P. dan Singh, H., (1994), Testing for Second Order Stochastic Dominance of Two Distributions, Economic Theory, Vol. 10, 849 – 866.

Klaver, H., (2006), Tests of Stochastic Dominance for Time Series Data, Theory and Empirical Application, Dissertation, Universitat zu Koln, Koln.

Madden, D. dan Smith, F., (2000), Poverty in Ireland, 1987-1994: A Stochastic Dominance Approach, The Economic and Social Review, Vol. 31, 187 – 214.

Mood, A.M., Graybill, F.A., dan Boes, D.C., (1974), Introduction to the Theory of Statistics, Edisi ke-2, McGraw-Hill, Singapore.

Muller, C., (2005), The Measurement of Poverty with Geographical and Intertemporal Price Dispersion, Evidence from Rwanda, Document de Travail no. DT/2005-16, Development Institution and Analyses de Long terme.

Ravallion, M., (1992), Poverty Comparisons. A Guide to Concepts and Methods, LSMS Working Paper Number 88, The World Bank, Washington, D.C.

---------------, (1998), Poverty Lines in Theory and Practice, LSMS Working Paper Number 133, The World Bank, Washington, D.C.

Rio Group, (2006), Compendium Best Practice in Poverty Measurements, Rio de Janeiro, September 2006.

Schmid, F. dan Trede, M., (1996), Testing for Stochastic Dominance: A New Distribution – Free Test, The Statistician, Vol. 45, No. 3, 371 – 380.

Sen, A., (1976), Poverty: An Ordinal Approach to Measurement, Econometrica, Vol. 44, 219 – 231.

Sen, P.K. dan Singer, J.M., (1993), Large Sample Methods in Statistics, An Introduction with Applications, Chapman & Hall, London.

Tse, Y.K. dan Zhang, X.B., (2002), A Monte Carlo Investigation of Some Tests fo Stochastic Dominance, Working Paper, School of Economics and Social Sciences, Singapore Management University, Singapore.

World Bank, (2005), Introduction to Poverty Analysis, World Bank Institute, Washington, D.C.

Lampiran 1. Penghitungan Faktor Pengali Data Pengeluaran Per Kapita

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 230,45 232,59 233,64 234,07 238,61 245,38 251,32 249,32 253,12 255,03 260,8 265,23 245,8

MakananBahan Makanan 276,89 285,16 284,43 280,84 288,28 296,03 296,37 289,34 286,64 291,03 311,17 318,71 292,07Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 237,85 238,11 239,94 241,62 248,02 256,94 266,85 263,15 268,1 269,17 270,32 276,39 256,37Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 207,46 207,33 208,75 210,99 215,02 220,81 224,03 228,51 232,34 232,76 233,68 236,35 221,5Sandang 276,25 275,61 279,15 282,09 287,72 290,31 301,32 291,79 293,33 298,29 299,87 307,03 290,23Kesehatan 210,6 211,06 215,3 216,4 217,95 224,51 229,97 231,14 231,39 231,45 231,6 232,05 223,62Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 179,88 180,34 189,67 181,51 181,51 181,67 184,77 187,41 217,36 217,36 217,36 217,36 194,68Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 165,25 165,29 165,39 166,57 166,57 179,75 197,35 197,37 197,45 197,45 197,45 198,76 182,89

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 269,71 276,07 275,14 273,09 275,97 277,07 277,65 280,61 283,42 285,25 293,07 297,73 280,4

MakananBahan Makanan 327,84 338,9 329,9 320,95 323,63 318,8 317,9 319,19 321,28 325,56 343,35 354,19 328,46Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 276,02 284,08 283,06 281,38 281 282,54 283,14 283,28 283,7 285,9 299,27 299,54 285,24Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 240,28 243,23 246,05 246,11 250,46 252,63 253,32 262,2 266,66 266,97 267,86 270,27 255,5Sandang 309,12 311,11 310,48 310,58 312,47 316,95 319,01 321,85 325,1 326,19 334,2 340,59 319,8Kesehatan 233,15 288,56 242,48 243,28 243,28 243,28 243,28 243,28 244,16 244,21 244,21 244,21 246,45Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 217,36 217,86 217,9 219,21 219,21 219,28 222,63 224,7 233,97 235,02 235,96 235,96 224,92Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 207,8 217,59 224,59 227,84 237,19 247,78 248,21 247,97 247,34 248,37 248,81 254,22 238,14

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2001(1996 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2002(1996 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 82,19 82,95 83,32 83,48 85,1 87,51 89,63 88,92 90,27 90,95 93,01 94,59 87,66

MakananBahan Makanan 84,3 86,82 86,6 85,5 87,77 90,13 90,23 88,09 87,27 88,61 94,74 97,03 88,92Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 83,39 83,48 84,12 84,71 86,95 90,08 93,55 92,25 93,99 94,37 94,77 96,9 89,88Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 81,2 81,15 81,7 82,58 84,16 86,42 87,68 89,44 90,93 91,1 91,46 92,5 86,69Sandang 86,38 86,18 87,29 88,21 89,97 90,78 94,22 91,24 91,72 93,27 93,77 96,01 90,75Kesehatan 85,45 85,64 87,36 87,81 88,44 91,1 93,31 93,79 93,89 93,91 93,98 94,16 90,74Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 79,97 80,18 84,33 80,7 80,7 80,77 82,15 83,32 96,64 96,64 96,64 96,64 86,56Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 69,39 69,41 69,45 69,95 69,95 75,48 82,87 82,88 82,91 82,91 82,91 83,46 76,8

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 96,19 98,46 98,12 97,39 98,42 98,81 99,02 100,08 101,08 101,73 104,52 106,18 100

MakananBahan Makanan 99,81 103,18 100,44 97,71 98,53 97,06 96,79 97,18 97,81 99,12 104,53 107,83 100Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 96,77 99,59 99,23 98,65 98,51 99,05 99,26 99,31 99,46 100,23 104,92 105,01 100Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 94,04 95,2 96,3 96,32 98,03 98,88 99,15 102,62 104,37 104,49 104,84 105,78 100Sandang 96,66 97,28 97,08 97,12 97,71 99,11 99,75 100,64 101,66 102 104,5 106,5 100Kesehatan 94,6 117,09 98,39 98,71 98,71 98,71 98,71 98,71 99,07 99,09 99,09 99,09 100Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 96,64 96,86 96,88 97,46 97,46 97,49 98,98 99,9 104,02 104,49 104,91 104,91 100Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 87,26 91,37 94,31 95,67 99,6 104,05 104,23 104,13 103,86 104,29 104,48 106,75 100

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2001(2002 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2002(2002 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 107,21 107,42 106,97 106,29 106,64 107,49 107,77 108,32 108,44 109,13 110,88 111,05 108,13

Non MakananBahan Makanan 106,09 104,62 101,62 99,32 100,32 99,62 100,78 100,76 98,45 100,89 105,53 106,11 102,01Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 108,11 111,87 111,76 111,93 111,75 112,08 110,64 111,6 112 111,79 111,96 111,54 111,42Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 107,52 107,32 108,4 108,15 108,7 112,59 112,47 113,51 114,5 114,5 114,59 114,61 111,41Sandang 107,31 107,6 107,59 107,23 107,28 107,25 109,1 109,85 110,51 110,5 112,98 113,26 109,21Kesehatan 101,94 103,32 108,39 108,96 108,83 110,15 110,15 111,32 116,78 117,01 117,08 117,92 110,99Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 104,68 104,68 104,68 104,92 104,42 104,42 105,71 106,71 111,47 111,47 111,47 111,51 107,18Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 109,71 109,96 109,96 109,96 109,91 109,91 109,91 109,96 109,86 110,01 111,33 111,43 110,16

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 112,11 111,47 111,39 114,06 116,19 116,12 116,41 116,69 117,29 118,37 119,95 120,98 115,92

MakananBahan Makanan 109,56 106,84 103,54 108,35 109,74 109,07 109,79 107,34 108,15 110,67 113,16 114 109,18Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 111,05 111,35 114,82 115,38 115,08 115,01 114,96 115,17 116,2 116,82 117,44 118,6 115,16Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 114,82 115,14 115,61 118,37 123,45 123,41 123,32 123,68 124,25 124,81 125,32 126,27 121,54Sandang 113,43 113,51 113,74 114,46 114,39 115,86 115,94 115,68 115,92 116,49 117,72 118,18 115,44Kesehatan 121,34 121,34 126,1 138 138,78 138,79 140,45 140,51 141,43 141,48 141,39 154,39 137Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 111,51 111,51 112,17 112,51 112,51 112,94 114,1 128,22 128,55 129,45 129,45 130,16 119,42Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 111,38 111,38 111,48 112,15 115,42 115,44 115,44 115,82 115,85 116,14 119,74 119,22 114,96

112,11 111,47 111,39 114,06 116,19 116,12 116,41 116,69 117,29 118,37 119,95 120,98 115,92

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2003(2002 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2004(2002 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

Umum 123,65 123,43 126,24 126,63 126,43 126,2 127,44 127,01 128,61 144,19 145,87 145,08 130,9

MakananBahan Makanan 119,31 117,94 116,39 116,05 115,21 114,59 118,26 116,1 117,98 127,85 133,55 129,11 120,2Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 119,92 120,87 128,37 130,55 130,28 130,62 131,38 131,68 132,99 139,03 138,92 139,71 131,19Non MakananPerumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 129,52 129,74 130,01 130,49 130,33 129,93 129,79 129,87 130,83 148,14 148,08 149,26 134,67Sandang 118,18 117,96 118,13 118,29 118,3 118,44 119,78 120,29 121,52 124,44 124,94 125,48 120,48Kesehatan 154,86 156,03 157,13 157,13 161 161,17 161,41 161,58 173,31 173,52 175,86 175,88 164,07Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 130,99 129,73 129,87 129,88 129,88 129,71 129,89 130,86 132,45 146,56 146,56 146,99 134,45Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 119,83 119,99 132,48 132,64 132,64 132,58 132,59 132,72 133,37 174,75 174,69 174,68 141,08

123,65 123,43 126,24 126,63 126,43 126,2 127,44 127,01 128,61 144,19 145,87 145,08 130,9

Penghitungan Faktor Pengali untuk Daerah Perkotaan

Kelompok/Subkelompok

Rata-rata Indeks

Mar 2001 – Feb 2002

Rata-rata Indeks

Jan – Feb 2002

Rata-rata Indeks

Jul 2004 – Jun 2005

Rata-rata Indeks

Mei – Jun 2005

Penim-bang

Indeks Non

Makanan (kol (4) / kol (2))

Indeks Makanan (kol (5) / kol (3))

Faktor Pengali

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9

Umum 90,12 97,32 121,86 126,32 100

Makanan 120,1 1,201Bahan Makanan 91,58 101,5 113,55 114,9 28,337 113,21Makanan Jadi,Minuman,Rokok & Tembakau 92,34 98,18 121,65 130,45 15,2985 132,87Non Makanan 144,84 1,4484Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 88,93 94,62 127,31 130,13 24,6336 143,15Sandang 92,53 96,97 117,44 118,37 7,1712 126,91Kesehatan 94,12 105,85 150,58 161,09 2,9806 159,99Pendidikan, Rekreasi, Dan Olahraga 89,33 96,75 128,33 129,8 5,7089 143,65Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 80,12 89,31 122,7 132,61 15,8702 153,15

Indeks Harga Konsumen Kota Palembang Tahun 2005(2002 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

UMUM 292,84 295,07 300,38 300,26 305,54 312,67 316,06 318,82 319,88 320,34 327,67 328,41 311,5

Makanan/Food 296,91 300,23 305,18 302,93 305,69 312,5 313,62 314,25 314,38 314,87 326,47 325,96 311,08Non Makanan /Non FoodPerumahan/Housing 250,75 250,82 257,13 257,51 268,14 278,09 285,43 290,15 291,18 291,39 292,78 294 275,61Pakaian/Clothing 282,1 283,09 292,49 299,51 300,28 301,68 306,49 304,16 306,71 306,77 309,25 310,4 300,24Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 330,24 331,39 335,27 339,74 350,03 357,37 364,1 374,55 378,55 379,3 379,48 384,14 358,68

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

UMUM 335,86 336,43 340,63 341,23 340,26 339,22 340,08 341,59 341,96 342,08 342,37 345,38 340,59

Makanan/Food 332,63 333,35 338,64 339,29 337,47 335,1 336,45 337,81 337,73 337,93 338,29 341,96 337,22Non Makanan /Non FoodPerumahan/Housing 300,26 300,55 304,48 305,38 307,43 307,75 307,75 309,6 310,64 310,64 310,75 311,72 307,25Pakaian/Clothing 313,66 313,93 317,48 317,44 317,83 319,36 320,13 321,4 323,74 323,74 324,62 325,69 319,92Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 397,5 397,98 398,66 398,94 397,17 398,51 398,57 400,34 400,86 400,86 400,89 404,53 399,57

Indeks Harga Konsumen Pedesaan Sumatera Selatan Tahun 2001(1993 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Indeks Harga Konsumen Pedesaan Sumatera Selatan Tahun 2002(1993 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

UMUM 348,02 354,19 359,74 360,55 359,95 359,9 360,99 361,93 361,93 363,49 367,54 369,7 360,66

Makanan/Food 344,26 350,19 350,8 351,3 350,75 350,68 350,93 352,64 352,64 354,63 357,33 359,19 352,11Non Makanan /Non FoodPerumahan/Housing 317,01 322,02 324,35 323,52 323,32 323,69 324,69 327,37 327,37 329,05 329,2 330,82 325,2Pakaian/Clothing 328,22 328,92 335,03 335,07 334,28 332,39 332,93 332,92 332,92 334,11 335,11 344,19 333,84Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 405,46 416 443,43 447,58 446,39 446,66 451,23 447,68 447,68 447,62 462,37 463,57 443,81

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

UMUM 368,72 367,8 366,36 367,01 370,06 417,48 417,06 427,43 410,44 412,1 404,09 403,44 394,33

Makanan/Food 358,59 358,51 355,74 351,98 357,08 454,68 458,46 464,46 419,68 418,39 393,36 398,24 399,1Non Makanan /Non FoodPerumahan/Housing 329,74 332,98 333,16 337,86 340,92 307,73 292,02 320,64 340,26 330,24 354,79 345,99 330,53Pakaian/Clothing 338,51 330,31 332,69 336,55 338,04 405,39 409,4 417,57 492,06 550,23 563,29 534,22 420,69Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 463,1 457,11 457,3 468,48 464,51 407,95 407,41 414,25 423,67 427,52 437,75 436,84 438,82

Indeks Harga Konsumen Pedesaan Sumatera Selatan Tahun 2003(1993 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Indeks Harga Konsumen Pedesaan Sumatera Selatan Tahun 2004(1993 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES RATA-2

UMUM 414,54 417,66 422,01 422,55 423,05 424,35 425,23 426,96 429,97 453,57 460,01 466,39 432,19

Makanan/Food 412,34 414,74 418,28 418,85 419,29 421 421,61 421,5 423,32 439,65 445,49 450,91 425,58Non Makanan /Non FoodPerumahan/Housing 350,26 356,73 362,02 363,1 364,5 364,52 364,89 370,04 375,16 441,26 446,51 456,79 384,65Pakaian/Clothing 555,76 553,73 563,51 565,36 565,88 567,13 568,83 581,41 580,92 581,16 596,53 596,86 573,09Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 440,47 444,5 448,67 447,94 447,65 448,87 451,04 451,51 457,92 469,51 476,06 483,92 455,67

Penghitungan Faktor Pengali untuk Daerah Pedesaan

Kelompok/Subkelompok

Rata-rata Indeks

Mar 2001 – Feb 2002

Rata-rata Indeks

Jan – Feb 2002

Rata-rata Indeks

Jul 2004 – Jun 2005

Rata-rata Indeks

Mei – Jun 2005

Penim-bang

Indeks Non

Makanan (kol (4) / kol (2))

Indeks Makanan (kol (5) / kol (3))

Faktor Pengali

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9

UMUM 318,53 336,14 416,56 423,7 100

Makanan/Food 316,82 332,99 421,43 420,15 63,0404 126,17 1,2617Non Makanan /Non Food 36,9596 126,95 1,2695Perumahan/Housing 283,88 300,41 345,42 364,51 121,68Pakaian/Clothing 305,44 313,8 528,18 566,51 172,92Aneka Barang dan Jasa/Miscellaneous 369,83 397,74 435,46 448,26 117,74

Indeks Harga Konsumen Pedesaan Sumatera Selatan Tahun 2005(1993 = 100)

Kelompok/SubkelompokB U L A N

Lampiran 2. Output Pengolahan Analisis Perbandingan Kemiskinan

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:09:41 ICT 2008 Execution Time 0.188 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,00932018 0,01020408(0,00225053) (0,00232963)

Difference Index1-Index2 -0,00088391(0,00323915)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 75000 75000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:09:53 ICT 2008 Execution Time 0.032 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,06469298 0,0622986(0,00576119) (0,00560271)

Difference Index1-Index2 0,00239438(0,00803627)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 100000 100000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:00 ICT 2008 Execution Time 0.015 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,18311404 0,16433942(0,00905833) (0,00859039)

Difference Index1-Index2 0,01877461(0,01248391)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 125000 125000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:10 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,3508772 0,29484424(0,01117758) (0,01056977)

Difference Index1-Index2 0,05603296(0,01538370)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 150000 150000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:19 ICT 2008 Execution Time 0.0 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,49232456 0,42051557(0,01170915) (0,01144297)

Difference Index1-Index2 0,07180899(0,01637211)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 175000 175000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:26 ICT 2008 Execution Time 0.015 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,59265351 0,50966704(0,01150771) (0,01158819)

Difference Index1-Index2 0,08298647(0,01633137)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 200000 200000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:33 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,6836623 0,59559613(0,01089188) (0,01137655)

Difference Index1-Index2 0,08806616(0,01574989)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 225000 225000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:10:40 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 1

Estimate 0,74232459 0,66702473(0,01024330) (0,01092456)

Difference Index1-Index2 0,07529986(0,01497569)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 250000 250000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:09 ICT 2008 Execution Time 0.141 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 82,62506866 72,97415924(25,94683192) (21,16486405)

Difference Index1-Index2 9,65090942(33,48416875)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 75000 75000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:24 ICT 2008 Execution Time 0.032 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 883,5614624 877,086853(101,49217813) (99,72535821)

Difference Index1-Index2 6,47460938(142,28776930)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 100000 100000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:32 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 3835,126465 3596,811035(245,47472874) (240,63993777)

Difference Index1-Index2 238,3154297(343,75197759)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 125000 125000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:40 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 10513,82422 9235,474609(441,28721994) (429,05035613)

Difference Index1-Index2 1278,349609(615,48242751)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 150000 150000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:47 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 21109,14063 18206,55273(660,81625385) (642,81277769)

Difference Index1-Index2 2902,587891(921,89282919)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 175000 175000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:14:53 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 34685,59375 29839,69727(883,40518011) (868,05659770)

Difference Index1-Index2 4845,896484(1238,51805358)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 200000 200000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:15:01 ICT 2008 Execution Time 0.0 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 50697,14453 43725,05078(1093,77161879) (1089,93176349)

Difference Index1-Index2 6972,09375(1544,11385692)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 225000 225000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:15:07 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 2

Estimate 68541,6875 59552,92188(1288,82080119) (1301,13553708)

Difference Index1-Index2 8988,765625(1831,39639167)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 250000 250000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:17:55 ICT 2008 Execution Time 0.141 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 1234140,125 838963(494502,45225407) (296457,10433958)

Difference Index1-Index2 395177,125(576558,31448232)

Covariance Index1-Index2 0,00003052Poverty Line 75000 75000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:04 ICT 2008 Execution Time 0.031 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 19558790 19277202(3182190,36700687) (2879524,28083650)

Difference Index1-Index2 281588(4291619,23005738)

Covariance Index1-Index2 -0,00195312Poverty Line 100000 100000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:11 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 124558264 120703112(10987023,44950760) (10652137,59437960)

Difference Index1-Index2 3855152(15303029,75262170)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 125000 125000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:20 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 465541184 427874304(26863788,46687960) (26279800,20012780)

Difference Index1-Index2 37666880(37580460,73895170)

Covariance Index1-Index2 0,125Poverty Line 150000 150000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:27 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 1241659776 1100459776(52643860,08933150) (51507192,40202850)

Difference Index1-Index2 141200000(73650301,25019650)

Covariance Index1-Index2 -0,5Poverty Line 175000 175000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:36 ICT 2008 Execution Time 0.015 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 2625765120 2292713984(89045076,16817030) (87202337,65888100)

Difference Index1-Index2 333051136(124632553,06286800)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 200000 200000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:44 ICT 2008 Execution Time 0.0 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 4751128576 4122661888(135939881,76179700) (133696681,68673400)

Difference Index1-Index2 628466688(190668440,35512400)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 225000 225000

0 0

Dominance (Poverty) - DifferenceSession Date Thu Jan 03 15:18:52 ICT 2008 Execution Time 0.015 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Poverty line 0s >= 1 3

Estimate 7726077440 6697132032(192633836,91344300) (190658607,88050700)

Difference Index1-Index2 1028945408(271032285,68369500)

Covariance Index1-Index2 -16Poverty Line 250000 250000

0 0

FGT (Poverty)

Session Date Thu Jan 03 15:00:05 ICT 2008 Execution Time 0.39 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Option Normalised = YES Parameter(s) α=0.0 α=0.0

Estimate 0,22313596 0,1895811(0,00975133) (0,00908613)

Difference Index1-Index2 0,03355487(0,01332840)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 131000 131000

0 0

FGT (Poverty)

Session Date Thu Jan 03 15:01:02 ICT 2008 Execution Time 0.047 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Option Normalised = YES Parameter(s) α=1.0 α=1.0

Estimate 0,03859961 0,03557949(0,00220480) (0,00215539)

Difference Index1-Index2 0,00302012(0,00308332)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 131000 131000

0 0

FGT (Poverty)

Session Date Thu Jan 03 15:01:12 ICT 2008 Execution Time 0.016 sec FileName modul2002.dat modul2005.dat OBS 1824 1862Sampling Weight No Selection No Selection

Variable of interest kapita2002 kapita Size variable Without size Without size Group variable No Selection No Selection Index of Groups 1 1Option Normalised = YES Parameter(s) α=2.0 α=2.0

Estimate 0,01035181 0,0099116(0,00081407) (0,00079262)

Difference Index1-Index2 0,00044021(0,00113620)

Covariance Index1-Index2 0Poverty Line 131000 131000

0 0