analisis pola konsumsi pangan rumah tangga perkotaan dalam...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1625Banjarbaru, 20 Juli 2016
Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan DalamMewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan
(Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)
NasriatiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung
Jl. ZA. Pagar Alam No. 1 A Rajabasa, Bandar LampungE-mail : [email protected]
Abstrak
Tujuan dari pengkajian ini adalah menganalisis pola konsumsi rumahtangga perkotaan danmenggambarkan strategi perbaikan konsumsi pangannya. Pengkajian dilaksanakan di dua lokasiyaitu di Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan Kemiling dan Kelurahan Way Kandis, KecamatanTanjung Senang, Kota Bandar Lampung pada bulan Maret – Desember 2013 dengan carapemilihan lokasi secara purposive sampling. Sampel data adalah Kelompok Wanita Tani (KWT)yang merupakan kooperator Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dengan jumlah 40 orang(20 orang dari kelurahan Sumber Rejo dan 20 orang dari Kelurahan Way Kandis). Data ditabulasidan dianalisis dengan menggunakan perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa (1).Pola konsumsi pangan rumahtangga di lokasi KRPL mencerminkandiversifikasi konsumsi pangan. Skor PPH di Kelurahan Sumber Rejo adalah 92,54 % dengankuantitas konsumsi energi yaitu 2026,07 Kkal/kapita/hari dan Kelurahan Way Kandis adalah83,20% dengan kuantitas konsumsi energi 2273,08 Kkal/kapita/hari, di atas standar AKE 2000Kal/kapita/hari. Proporsi pada masing-masing kelompok pangan di Kelurahan Way Kandis adalah25% (untuk padi-padian), 2,5% (untuk gula) dan 10% untuk kacang-kacangan. Di KelurahanSumber Rejo hampir semua jenis pangan memberikan konstribusi seimbang (23,59% untuk padi-padian ; 24% untuk pangan hewani ; 2,45% untuk umbi-umbian ; 2,5% untuk gula ; 10% untukkacang-kacangan dan 28,80% untuk buah dan sayuran). (2). Startegi perbaikan konsumsi panganuntuk mencapai PPH 100% adalah mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan secara berkelanjutandengan aneka tanaman di kelurahan Way Kandis dan meningkatkan pengetahuan tentang gizi danmemperkuat kelembagaan.
Kata kunci: diversifikasi, perkotaan, pola konsumsi pangan.
Pendahuluan
Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena
pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
bangsa, pangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan ketahanan pangan.
Sasaran pembangunan nasional di bidang pangan dan gizi adalah terwujudnya ketahanan pangan
dan gizi pada tingkat rumah tangga yang tercermin pada ketersediaan dan konsumsi pangan dalam
jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh
setiap individu. Dengan demikian ketahanan pangan ini mencangkup tingkat rumah tangga dan
tingkat nasional. Paradigma yang digunakan dalam perencanaan pangan dan gizi adalah
keanekaragaman pangan dan keseimbangan gizi yang sesuai dengan daya beli, preferensi
konsumen dan potensi sumberdaya lokal.
Ketahanan pangan mengandung tiga aspek penting yakni ketersediaan pangan,
keterjangkauan pangan dan keterjaminan mendapatkan pangan. Ketersediaan pangan berkaitan
erat dengan diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan
pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan
1626 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
pada beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi (Himagizi, 2009).
Upaya diversifikasi pangan sebetulnya sudah dilakukan oleh pemerintah sejak awal tahun
50-an. Namun sampai sekarang upaya tersebut masih sulit terwujud. Belajar dari pengalaman,
kebijakan diversifikasi pangan kedepan harus mengacu pada aturan yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tentang Ketahanan Pangan, yaitu dengan memperhatikan
sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal serta ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan kewenangannya
masing-masing. Ini berarti keberhasilan diversifikasi pangan adalah tanggung jawab bersama,
bukan hanya pemerintah (Republik Indonesia, 2002).
Permasalahan ketahanan pangan pada dasarnya masih berkutat pada tiga hal yang
selama ini belum dicarikan solusinya secara tuntas, yaitu: akses, distribusi dan daya beli bahan
pangan. Pada tingkat nasional, ketersediaan pangan dianggap sudah tercukupi, namun pada
tingkat makro sekitar 20 % keluarga mengkonsumsi pangan kurang dari takaran yang
direkomendasikan. Lebih jauh Rachman dan Ariani (2007) menyebutkan bahwa tersedianya
pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan syarat keharusan dari terwujudnya
ketahanan pangan nasional, namun itu saja tidak cukup , syarat kecukupan pangan yang harus
dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu. .Oleh karena
itu, pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan
untuk mengantisipasi kerawanan pangan, yang meliputi peningkatan produksi dan produktivitas
komoditas pangan strategis secara berkelanjutan, peningkatan efisiensi dan efektifitas distribusi
pangan, pemberdayaan masyarakat/petani yang berkelanjutan dan percepatan penganekaragaman
pangan berbasis sumberdaya lokal yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2009.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, kenyataannya tingkat konsumsi masyarakat
masih bertumpu pada pangan utama beras. Hal ini diindikasikan oleh skor Pola Pangan Harapan
(PPH) yang belum sesuai harapan, dan belum optimalnya pemanfaatan sumber bahan pangan lokal
dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan (BKP, 2010)
Peneltian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi rumahtangga perkotaan dan
menggambarkan strategi perbaikan konsumsi pangannya.
Metodologi
Penelitian di laksanakan di Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan Kemiling, dan Kelurahan
Way Kandis, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung pada bulan Maret - Desember
2013. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), hal ini disebabkan wilayah
tersebut merupakan lokasi KRPL juga lokasi pengembangan KRPL, binaan organisasi
kemasyarakatan (SIKIB dan 6 organisasi perempuan) yang sangat potensial dalam pengembangan
KRPL. Sampel data adalah kelompok wanita tani (KWT) yang menjadi kooperator KRPL yang
berjumlah 40 0rang, 20 orang dari Kelurahan Sumber Rejo dan 20 orang dari Kelurahan Way
Kandis. Data pola konsumsi pangan dikumpulkan melalui metode food recall selama seminggu.
Data kemudian ditabulasi dengan menggunakan pendekatan perhitungan Pola Pangan Harapan
(PPH).
Indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH):
(a) Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan
tujuan tertentu pada waktu tertentu.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1627Banjarbaru, 20 Juli 2016
(b) Penganekaragaman Konsumsi Pangan adalah upaya memantapkan atau membudayakan pola
konsumsi pangan yang bernekaragam dan seimbang serta aman dalam jumlah dan
komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif
dan produktif.
(c) Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata per orang perhari yang umum dikonsumsi/ dimakan penduduk dalam
jangka waktu tertentu
(d) Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada
sumbangan energi dari kelompok pangan utama baik secara absolut maupun dari suatu pola
ketersediaan atau konsumsi pangan
Definisi Operasional
(a) Penyediaaan informasi penganekaragaman konsumsi masyarakat yang beragam, bergizi dan
berimbang, sesuai standar kecukupan energi dan protein per kapita per hari (PPH)
(b) Peningkatan KAP (Knowledge, Attitude, practice ) konsumsi pangan pada masyarakat
tentang pangan lokal, teknologi pengolahan pangan, pemanfaatan lahan pekarangan dan
penguatan kelembagaan.
(c) Cara perhitungan/Rumus
Nilai capaian peningkatan skor Pola Pangan Harapan (PPH) adalah komposisi kelompok
pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya,
dimana dengan semakin tingginya skor PPH, maka konsumsi pangan semakin beragam,
bergizi dan seimbang.
Rumus:
Nilai capaian peningkatan = % AKG x bobot masing-masing kelompok pangan
Skor PPH :
(%) AKG = Energi masing-masing komoditas x100 %
Angka Kecukupan Gizi
Menghitung konsumsi energi masing-masing kelompok pangan:
Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih besar dari skor maksimum, maka menggunakan
skor maksimum
Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih kecil dari skor maksimal, maka menggunakan
hasil perkalian
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Kota yang terletak di sebelah
barat daya Pulau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat menguntung kan. Letaknya
di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian
negara. Kota ini menjadi pertemuan antara lintas tengah dan timur Sumatera.
Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50 º 20’-50 º 30’ LS dan105º 28’-105º37’ BT. Luas wilayah Kota Bandar Lampung 197,22 km² yang terbagi ke dalam
13 Kecamatan dan 98 Kelurahan dengan populasi penduduk 879.651 jiwa (berdasarkan sensus
1628 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
2010). Tahun 2012 Kota Bandar Lampung menjadi salah satu lokasi program Kawasan Rumah
Pangan Lestari yang berlokasi di Kelurahan Way Kandis dan kelurahan Sumber Rejo (Monografi
Kota Bandar Lampung, 2013)
Secara kultur budaya masyarakat kedua lokasi M-KRPL ini tidak jauh berbeda (sebagian
besar masyarakatnya adalah suku jawa). Luas wilayah antara kedua wilayah agak berbeda dimana
Kelurahan Sumber Rejo memiliki luas wilayah 539,2 ha sedangkan kelurahan Way kandis hanya
161 ha yang penggunaannya sebagian besar berupa 100,7 ha tegal/ ladang; pemukiman 242,4 ha,
perkebunan rakyat 10 ha, fasilitas umum (lapangan, perkantoran dll) seluas 24,5 ha, dengan luas
lahan pekarangan 161,6 ha (40%) yang tidak dimanfaatkan. Sementara itu untuk Kelurahan Way
Kandis terdiri dari sawah tadah hujan 50 ha, tegal/ ladang 25 ha, pemukiman 86 ha, dengan luas
lahan pekarangan 40 ha dan seluas 35 ha (75 %) tidak dimanfaatkan. Komoditas yang diusahakan
tidak jauh berbeda terdiri dari tanaman pangan, hortikultura (padi, ubikayu, jagung, tomat, sawi,
cabe, bawang putih, buncis dan terong), buah buahan ( alpukat, rambutan, pepaya, mangga dan
pisang), perkebunan (kelapa dan kopi), dan sektor peternakan didominasi ternak ayam ( Profil
Kelurahan Way Kandis dan Sumber Rejo, 2012).
Mata pencaharian penduduk meliputi: buruh , petani , pedagang , PNS, buruh swasta,
pengrajin dan montir dengan pendidikan 61,41 % berpendidikan SLTA (Kelurahan Sumber
Rejo). Sementara untuk Kelurahan Way Kandis sekitar 58,40 % berpendidikan SLTP .
Konsumsi Kecukupan Energi dan Protein
Energi dan protein digunakan sebagai indikator status gizi karena penggunaan nilai kalori
(energi) dan nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan rumah tangga
karena konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia untuk memulihkan sel-sel tubuh
yang rusak pada usia dewasa atau untuk menjamin pertumbuhan normal pada usia muda (Malassis
dan Ghersi (1992) dalam Ariningsih, E (2012) Bukan hanya jumlah yang harus mencukupi,
keanekaragaman pangan sumber energi yang dikonsumsi tidak kalah pentingnya. Menurut
Herdiansyah dan Simatupang 2008) secara umum pola pangan yang baik adalah bila perbandingan
komposisi energi karbohidrat (50-65 %,), protein (10-20%), dan lemak (20-30 %)’. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata tingkat konsumsi energi di dua wilayah Kota Bandar disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Konsumsi Energi Keluarga Kelurahan Way Kandis dan Sumber Rejo, KotaBandar Lampung
No Sumber Energi Rata-rata tingkat konsumsiKel. Sumber Rejo Kel. Way Kandis Standar ideal
Gram/kap/hr
Energi(Kal/kap/
hari)
Gram/kap/hari
Energi(Kal/kap/hari
Energi(Kal/kap/hari)
1 Padi-padian 259,5 943,65 306,9 1116,65 1.0002 Umbi-umbian 73,57 98,1 48,62 64,83 1203 Pangan hewani 151,55 259,58 115,99 198,84 2404 Minyak dan lemak 14,31 114,48 34,75 278 2005 Buah/biji berlemak 0 0 0 0 606 Kacang-kacangan 49,17 140,5 64,06 183,04 1007 Gula 58,8 196 43,68 145,6 1008 Sayur dan buah 221 115,32 167,79 87,545 1209 Lain-lain 39,60 158,44 49,64 198,58 60
Total energi 2026,07 2273,08 2.000Sumber: Analisis data primer, 2016
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1629Banjarbaru, 20 Juli 2016
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa jumlah konsumsi energi yang dikonsumsi
masyarakat kota Bandar Lampung dilihat dari total energi yang dikonsumsi sudah memenuhi
anjuran Widyakarya Pangan dan Gizi Tahun 2008, standar konsumsi energi per kapita per hari
adalah 2000 kilo kalori, terlihat bahwa total energi untuk kelurahan Sumber Rejo 2026,07 kilo
kalori dan Kelurahan Way Kandis 2273,08 kilo kalori. Badan Ketahanan Pangan, telah
menyempurnakan Komposisi Pola Pangan Harapan (PPH) untuk target perencanaan penyediaan
konsumsi pangan yang dikonsumsi penduduk pada tingkat nasional menjadi 2200 kilo
kalori/kap/hari. Dengan demikian dilihat dari total energi yang dikonsumsi masing-masing
wilayah sampel di Kota Bandar Lampung sudah mencapai lebih dari 2000 kalori per hari per
kapita, namun total energi saja belum mencerminkan pola konsumsi yang seimbang, karena
kecukupan energi akan tercapai dengan memperbaiki menu setiap hari dan memperhatikan
keseimbangan antara karbohidrat, protein, lemak dan lainnya.
Konsumsi Protein
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat konsumsi protein hewani keluarga
sampel Kelurahan Sumber Rejo Kota Bandar Lampung sebesar 25,96 %, (Tabel 2), telah
melebihi skor maksimum yaitu 24 %., artinya kontribusi protein hewani terhadap total protein
sangat tinggi. Sementara itu bila kita lihat di Kelurahan Way kandis tingkat konsumsi protein
hewani keluarga sampel lebih rendah dibandingkan keluarga di Sumber Rejo yaitu sebesar 19,8 %,
(Tabel 3), artinya kontribusi protein hewani belum mencapai skor maksimum. Kondisi ini bila
kita hubungkan dengan tingkat pendapatan antara kedua kelurahan memang ada perbedaan,
dimana pendapatan rata-rata keluarga sampel di Kelurahan Sumber Rejo sebesar Rp. 3.141.176,-
berkisar antara Rp. 800.000,- - Rp. 9.000.000,- sementara keluarga sampel di Kelurahan Way
Kandis lebih rendah hanya sebesar Rp. 1.850.000,- berkisar antara Rp. 700.000- Rp. 4.000.000,- .
Hasil analisis masing-masing wilayah sampel menunjukkan besar kecilnya konsumsi protein
hewani berkorelasi positif nyata dengan pendapatan ( r = 0,528) untuk rumah tangga Kelurahan
Sumber rejo dan r = 0,456 untuk rumah tangga Kelurahan Way Kandis. Data tersebut
mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan berhubungan terhadap konsumsi protein hewani.
Artinya pada kelompok masyarakat yang pendapatannya meningkat maka konsumsi protein yang
berasal dari hewani akan terjadi kenaikan. Ini juga dapat kita bandingkan masing-masing wilayah,
dimana skor konsumsi protein hewani rumah tangga di Kelurahan Sumber Rejo lebih tinggi
dibanding skor konsumsi protein hewani rumah tangga Kelurahan Way kandis yang pendapatan
rata-ratanya berada dibawah pendapatan rata-rata rumah tangga Kelurahan Sumber Rejo.
Tabel 2. Data Nilai PPH Keluarga di Kelurahan Sumber Rejo, Kota Bandar Lampung
Sumber EnergiKonsumsi
Energi rata-rata
%Aktual
%AKE
BobotSkor
AktualSkorAKE
Skormaks
SkorPPH
Padi-padian 943,65 46,57 47,18 0,5 23,28 23,59 25,0 23,59Umbi-umbian 98,1 5,01 4,91 0,5 2,51 2,45 2,5 2,45Pangan hewani 259,58 12,81 12,98 2,0 25,62 25,96 24,0 24,0Minyak dan lemak 114,48 5,65 5,72 0,5 2,82 2,86 5,0 2,86Buah/biji berlemak 0 0 0 0,5 0 0 1,0 0Kacang-kacangan 140,5 6,93 7,03 2,0 13,86 14,06 10,0 10,0Gula 196 9,67 9,80 0,5 4,83 4,9 2,5 2,5Sayur dan buah 115,32 5,69 5,76 5,0 28,45 28,80 30,0 28,80Lain-lain 158,44 7,82 7,92 0,0 0 0 0,0 0,0
Total Energi 2026,07 100,0 97,98 11,50 108,98 97,05 100,0 94,2Sumber : Analisis data primer, 2016
1630 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 3. Data Nilai PPH Keluarga di Kelurahan Way Kandis, Kota Bandar Lampung
Item Energirata-rata
%Aktual
% AKE Bobot SkorAktual
SkorAKE
Skormaks
SkorPPH
Padi-padian 1116,65 53,36 55,83 0,5 26,68 27,91 25,0 25,0Umbi-umbian 64,83 3,10 3,24 0,5 1,55 1,62 2,5 1,62Pangan hewani 198,84 9,50 9,94 2,0 19,0 19,8 24,0 19,8Minyak dan lemak 97,44 4,65 4,87 0,5 2,32 2,43 5,0 2,43Buah/biji berlemak 0 0 0 0,5 0 0 1,0 0Kacang-kacangan 183,04 8,74 9,15 2,0 17,48 18,3 10,0 10gula 145,6 6,95 7,28 0,5 3,47 3,64 2,5 2,5Sayur dan buah 87,545 4,2 4,37 5,0 21,0 21,85 30,0 21,85Lain-lain 198,58 9,48 9,93 0,0 0 0 0,0 0,0Total Energi 2092,5 100,0 104,62 11,50 100,0 83,20Sumber : Analisis data primer, 2016
Karakteristik Tingkat kecukupan Energi/Protein
Indikator dan Perhitungan Capaian
Dari tabel 2 dan 3 dapat dilihat perhitungan analisis tingkat kecukupan energi yang
diperoleh, bahwa nilai PPH di Kota Bandar Lampung 83,20 untuk Kelurahan Way Kandis dan
92,54 untuk keluarahan Sumber Rejo. Hal ini menggambarkan bahwa peanganekaragaman pola
konsumsi rumah tangga belum ideal, artinya belum semua kelompok pangan nilai skor aktual
energinya mencapai skor maksimum, terutama nilai energi pada kelompok minyak dan lemak
juga kelompok sayur dan buah. Skor nilai energi kelompok minyak dan lemak masing-masing
Kelurahan 1,2 (Sumber Rejo) dan 2,43 (kel. Way Kandis) sementara skor ideal yang harus dicapai
5,0. Total energi yang dikonsumsi rumah tangga di lokasi penelitian cukup tinggi hanya belum
seimbang, total energi untuk Kelurahan Way Kandis 2092,5 dan 2026,07 ( Sumber Rejo).
Tingkat Keanekaragaman Konsumsi Pangan
Untuk mengukur keanekaragaman konsumsi pangan dalam penelitian ini digunakan
dengan skor PPH (Pola Pangan Harapan). Pola Pangan Harapan adalah komposisi atau susunan
pangan atau kelompok pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya baik mutlak maupun
relatif yang memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas, maupun keragamannya dengan
mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama dan cita rasa. Skor PPH yaitu nilai
yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, yang
dihitung berdasarkan metode PPH (Anonim, 2012)
Tabel 4. Keragaan Nilai PPH masing-masing Kelompok Pangan Keluarga di kelurahan SumberRejo dan Way Kandis
No Jenis Pangan Skor PPHKelurahan Sumber Rejo
Skor PPHKelurahan Way Kandis
Skor PPHIdeal
1 Padi-padian 23,59 25,0 25,02 Umbi-umbian 2,45 1,62 2,53 Pangan hewani 24,0 19,8 24,04 Minyak dan lemak 1,20 2,43 5,05 Buah/biji berlemak 0 0 1,06 Kacang-kacangan 10,0 10,0 10,07 gula 2,5 2,5 2,58 Sayur dan buah 28,80 21,85 30,09 Lain-lain 0,0 0,0 0,0
Total Energi 92,54 83,20 100,0Sumber: Analisis data primer, 2016
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1631Banjarbaru, 20 Juli 2016
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor PPH masing-masing wilayah mencapai
94,2% untuk Kelurahan Sumber Rejo dan 83,20 % untuk Kelurahan Way Kandis. Kondisi ini
menunjukkan belum mencapai skor PPH ideal yaitu 100 (Tabel 4), namun skor ini lebih besar dari
PPH tingkat Nasional yang pada tahun 2012 hanya 75, 4 %, provinsi Lampung 83,1 %, mampu
mendekati target nasional tahun 2014 yaitu 93,3 % terutama di wilayah Kelurahan Sumber Rejo.
Bila kita lihat per kelompok pangan, sebagian telah mencapai skor ideal. Untuk skor padi-padian
masing-masing wilayah 23,59 (Kelurahan Sumber Rejo) dan 25,0 (Kelurahan Way Kandis), umbi-
umbian hampir mendekati skor ideal untuk Kelurahan Sumber Rejo 2,45, sedangkan untuk
Kelurahan Way Kandis masih rendah hanya 1,62 sementara skor Ideal 2,5.
Pangan hewani untuk Kelurahan Sumber Rejo mencapai skor ideal 2,4 dan Kelurahan
way Kandis hanya 19,8. Kelompok pangan lainnya dimana kedua wilayah sudah mencapai skor
ideal yaitu gula dengan skor 10,0 dan kacang-kacangan dengan skor 2,5. Untuk sayur dan buah,
Kelurahan Sumber Rejo hampir mendekati skor ideal 30, dengan capaian skor 28,80 sedangkan
untuk Kelurahan Way Kandis hanya mencapai skor 21,85. Keadaan ini mencerminkan bahwa
konsumsi pangan masyarakat kota Bandar Lampung secara umum tidak didominasi oleh padi-
padian, lebih beragam dan cukup memenuhi kebutuhan energi secara kuantitas. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor antara lain ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh pangan
juga pendapatan, seperti kita ketahui kelurahan Sumber Rejo dan Way Kandis merupakan lokasi
program M-KRPL dimana data diambil pada saat program sudah berjalan.
Dari dua wilayah yang menjadi sampel terlihat bahwa masyarakat Kelurahan Sumber
Rejo dari sisi komposisi pangan lebih mendekati skor ideal terutama untuk jenis pangan hewani
dan sayuran/buah. Dilihat dari kondisi sosial ekonomi rumah tangga antara Kelurahan Sumber
Rejo dan Kelurahan Way Kandis sedikit ada perbedaan terutama dalam hal pendapatan.
Tabel 5. Pendapatan dan pengeluaran rata-rata per bulan, rumah tangga di Kelurahan SumberRejo dan Kelurahan Way Kandis.
Uraian Kelurahan Sumber Rejo Kelurahan Way kandisP. utama/bln/ Rp
TotalPendapatan
Pengelurankonsumsi /bln
P. utama/bln/ Rp
TotalPendapatan
Pengelurankonsumsi
/blnRata-rata 1.770.588 3.141.176,47 936.823,8 1.705.000 1.850.000 864.720Persentase (%) 56,36 100 52,91 92,16 100 50,71Sumber: Analisis data primer, 2016
Konsumsi protein diperoleh dari pangan nabati maupun hewani. Pada kondisi
pendapatan terbatas, pilihan konsumsi protein yang berasal dari pangan nabati (padi-padian, umbi-
umbian, minyak/lemak, kacang-kacangan, gula, sayur, buah dan pangan lainnya) yang relatif lebih
murah bisa terpenuhi. Namun demikian untuk pangan protein hewani juga dibutuhkan dalam
konsumsi ideal, masih perlu peningkatan daya beli dan pendapatan.
Penelitian berada di perkotaan, yang pendapatan dan konsumsi pangan lebih beragam
dibanding perdesaan. Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa sumbangan pendapatan rata-rata dari
mata pencaharian utama ( sebagai petani, PNS, pedagang dan swasta) untuk rumah tangga
kelurahan Sumber Rejo sebesar Rp. 1.770.588 per bulan atau sekitar 56,36 % dari total
pendapatan rata-rata per bulan Rp. 3141176,47. Sementara itu pengeluaran untuk konsumsi
pangan dari pendapatan tersebut sebesar Rp. 936,823,8,- per bulan atau 52,91 %. Artinya
sumbangan pendapatan di Kelurahan Sumber Rejo dari mata pencaharian utama sebesar 56,36
persen dengan rata-rata pengeluaran sebulan untuk konsumsi sebesar 52,91 persen. Sementara
1632 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi PertanianBanjarbaru, 20 Juli 2016
Persentase pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga Kelurahan Way Kandis sebesar Rp.
864.720,- per bulan atau 50, 71 % dari pendapatan utama sebesar Rp. 1.705.000,-. Hanya saja
ada perbedaan pendapatan antara rumah tangga kelurahan Sumber Rejo dengan rumah tangga
Kelurahan Way Kandis, dimana sumbangan pendapatan sampingan yang diperoleh dari kerja istri
mereka untuk Kelurahan Sumber Rejo cukup tinggi sekitar 40,36 % atau sebesar Rp. 1.370.588,-.
yang berasal dari pekerjaan sebagai pedagang, PNS atau pegawai swasta. Untuk rumah tangga
Kelurahan Way Kandis sumbangan pendapatan sampingan hanya sebesar Rp. 145.000 atau 7,83
%, yang diperoleh dari hasil mengojek, dagang dan buruh. Pendapatan utama diperoleh dari
pekerjaan sebagai buruh bangunan, tani , supir dan bengkel. Keadaan ini menunjukkan bahwa
pola konsumsi rumah tangga di wilayah KRPL Kota bandar Lampung berada pada standar umum
yang diharapkan, yaitu pengeluaran biaya konsumsi berada pada kisaran 50- 60 % (Helena da
Silva, A. Pohan, B. Murdolelono, 2012). Pengeluaran konsumsi tertinggi diperuntukkan untuk
pangan hewani dan kebutuhan pokok seperti (gula, teh, kopi, minyak goreng).
Kesimpulan
1. Pola konsumsi pangan rumah tangga rumah tangga Kota Bandar Lampung sudah cukup
beragam tidak tergantung pada satu jenis pangan saja, dengan total energi yang dikonsumsi
2026,07 kilo kalori per kapita per hari (untuk kelurahan Sumber Rejo) dan 2273,08 kilo
kalori per kapita per hari ( di Kelurahan Way Kandis) berada pada standar AKE yaitu
2000 kilo kalori/kapita/hari.
2. Diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga di lokasi KRPL Kota Bandar Lampung cukup
beragam, namun belum mencapai ideal, hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor PPH aktual
yang baru mencapai 92,54 % (Kelurahan Sumber Rejo) dan 83,20 % (Kelurahan Way
Kandis).
3. Untuk mencapai target PPH ideal, konsumsi pangan yang harus diperbaiki yaitu
meningkatkan konsumsi pangan hewani, umbi-umbian serta sayur dan buah (Way Kandis).
Untuk Kelurahan Sumber Rejo dengan menambah konsumsi pangan buah/biji berminyak,
minyak dan lemak.
4. Strategi perbaikan konsumsi pangan dilakukan dengan: (a) mengoptimalkan pemanfaatan
pekarangan secara berkelanjutan dengan aneka tanaman umbi-umbian, sayuran dan buah
terutama untuk rumah tangga Kelurahan Way Kandis; (b) meningkatkan pengetahuan
tentang gizi dan memperkuat kelembagaan perdesaan
5. Hasil analisis, konsumsi protein hewani berkorelasi positif dengan pendapatan. dimana
pengeluaran biaya konsumsi sudah berada pada kisaran 50- 60 % dari pendapatan utama .
Daftar Pustaka
Anonim, 2012. Pedoman Umum Pengembangan Konsumsi Pangan.
Ariningsih, E, 2012. “Analisis Pola Pangan Harapan di Kawasan Rumah Pangan Lestari”.Prosiding Seminar Nasional 2012.
Badan Ketahanan Pangan, 2010. Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan . Jakarta Tahun2010.
Himagizi. 2009. Diversifikasi Pangan. http://gizi.fema.ipb.ac.id/himagizi/?
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1633Banjarbaru, 20 Juli 2016
Herdiansyah dan Simatupang (2008). Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Tngkat Masyarakatdan Regional.http//www.google. co.id.
Helena da Silva, A. Pohan dan B. Murdolelono, 2012. “Analisis Pola Konsumsi pangan RumahTangga Perdesaan dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi pangan”. ProsidingSeminar Nasional 2012.
Monografi, 2013. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan, Kehutanan dan KetahananPangan (BP3KKP) Kota Bandar Lampung.
Profil Kelurahan Sumber Rejo , 2012. Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung.
Profil Kelurahan Way Kandis, 2012, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung.
Rachman dan Ariani, 2007. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Krisis Ekonomi diPropinsi Jawa Barat. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2000Tentang Ketahanan Pangan. Jakarta: Sekretaris Negara RI.