harmonisasi percepatan diseminasi inovasi pertanian...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 7 Banjarbaru, 20 Juli 201
Harmonisasi Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi
Retno Sri Hartati Mulyandari
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
E-mail : [email protected]
Abstrak
Diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi telah dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia
melalui berbagai program dan kegiatan, diantaranya adalah pengembangan Taman Sains dan
Teknologi Pertanian, Upaya Khusus dan Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura, Model
Pengembangan Pertanian Bioindustri, Dem Area atau Gelar Teknologi Pertanian Unggulan
Balitbangtan, serta beragam kegiatan kemitraan. Namun demikian, teknologi hasil penelitian
pertanian belum mencapai sasaran utamanya, yaitu para petani dengan beragam karakteristik dan
kondisi sosial ekonomi. Berkaitan dengan hal tersebut, Balitbangtan perlu merancang strategi
percepatan diseminasi dengan meningkatkan harmonisasi seluruh pelaksana kegiatan diseminasi
termasuk sumber teknologi pertanian, Salah satu upaya penting dalam harmonisasi percepatan
diseminasi inovasi pertanian adalah sinergi dengan lembaga terkait termasuk Ditjen Teknis
Lingkup Kementerian Pertanian. Di samping itu, percepatan diseminasi inovasi pertanian spesifik
lokasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,
pendampingan mitra binaan, dan pengembangan inkubator teknologi.
Kata kunci: diseminasi, harmonisasi percepatan diseminasi teknologi, inovasi pertanian,
informasi pertanian, dan komunikasi.
Pendahuluan
Peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional masih tetap penting dan strategis. Hal
ini dikarenakan sektor pertanian masih memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
penduduk yang ada di perdesaan dan menyediakan bahan pangan bagi penduduk. Peranan lain dari
sektor pertanian adalah menyediakan bahan mentah bagi industri dan menghasilkan devisa negara
melalui ekspor non migas. Bahkan sektor pertanian mampu menjadi katup pengaman
perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu
dasawarsa terakhir ini.
Pertanian di Indonesia dikuasai oleh petani kecil dengan produk pertanian dan mutu yang
bervariasi. Keterbatasan-keterbatasan petani, antara lain dalam bentuk permodalan, penguasaan
lahan, keterampilan, pengetahuan, aksesibilitas akan pasar, dan bergaining position akan
berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam penentuan komoditas yang akan
diusahakan dan teknologi usahatani yang akan diterapkan petani. Rendahnya tingkat
kekosmopolitan atau kemampuan petani untuk membuka diri terhadap suatu pembaharuan dan
atau informasi yang berkaitan dengan unsur pembaharuan juga semakin memperburuk kondisi
petani dalam membuat keputusan untuk menolak atau menerima inovasi. Hal ini akan bermuara
pada rendahnya pendapatan dan keadaan usahatani yang sulit berkembang. Dengan demikian,
dalam bidang pengembangan pertanian, akses terhadap informasi pasar dan teknologi pertanian
menjadi hal yang sangat penting demi kelangsungan usaha tani yang dilaksanakan. Informasi
pasar dan informasi teknologi pertanian yang memadai dan tepat waktu dapat digunakan sebagai
dasar strategi penguasaan pasar dan dalam melakukan usahatani, sehingga dapat bersaing dengan
kompetitor. Di samping itu, sekaligus juga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan
pertimbangan untuk pengembangan usaha tani lebih lanjut. Sementara itu, di sisi lain, begitu
8 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah dan sedang dilaksanakan, serta akan terus ada
penelitian-penelitian pertanian lain di masa depan, di dalam maupun di luar negeri.
Hasil penelitian bidang pertanian yang berupa informasi pertanian baik dalam hal teknik
produksi dan pemasaran pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki atau memecahkan masalah
yang ada dalam bidang pertanian. Informasi tersebut bukan hanya sekedar konsumsi bagi para
peneliti lain untuk dijadikan bahan acuan, akan tetapi jauh ke depan adalah untuk para petani,
terutama untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya, yang pada akhirnya juga untuk
memenuhi kebutuhan hidup seluruh umat manusia. Namun demikian, hasil penelitian pertanian
tersebut pada kenyataannya belum mencapai sasaran utamanya, yaitu para petani dengan beragam
karakteristik dan kondisi sosial ekonomi. Hal ini diantaranya disebabkan oleh kurang
harmonisnya antara sumber atau penghasil teknologi dengan stakeholders, pelaksana diseminasi
dan pelaku akhir dalam penerapan teknologi (masyarakat/petani). Berkaitan dengan hal tersebut,
Balitbangtan perlu merancang strategi percepatan diseminasi teknologi pertanian dengan
mengharmoniskan seluruh pelaksana kegiatan diseminasi termasuk sumber teknologi pertanian.
Konsep dan Program Diseminasi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi
Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dalam mengelola usahataninya. Gagasan tersebut yang melandasi konsep “sistem
pengetahuan dan informasi pertanian atau agricultural knowledge and information system (AKIS)
yang dirumuskan sebagai: peningkatan keserasian antar pengetahuan, lingkungan, dan teknologi
yang diperlukan melalui sinergi dari berbagai pelaku, jejaring kerja, dan lembaga yang akan
menciptakan proses kesinambungan dalam transformasi, transmisi, dokumentasi (documentation),
pencarian informasi (search), pemanggilan (retrieval), integrasi, difusi, serta pemanfaatan bersama
(sharing) inovasi (Leeuwis, 2004). Salah satu sumber informasi penting yang diperlukan petani,
di antaranya adalah hasil penelitian dari berbagai disiplin ilmu.
Sistem pengetahuan dan informasi pertanian dapat berperan dalam membantu petani
dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu
memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan. Perkembangan
jejaring pertukaran informasi diantara pelaku yang terkait merupakan aspek penting untuk
mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan teknologi dari Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, upaya untuk mewujudkan jaringan informasi bidang
pertanian sampai di tingkat petani diharapkan dapat diwujudkan. Dengan demikian, sebagaimana
disampaikan oleh Soedijanto (2003), mellaui dukungan dan pendampingan dalam proses
penerapan teknologi pertanian yang spesifik lokasi, hasilnya adalah petani yang berkualifikasi
sebagai manusia pembelajar, manusia peneliti, manusia penyelenggara agribisnis, manusia
pemimpin, dan manusia pemandu petani lainnya.
Pola komunikasi yang dikembangkan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya pola yang diterapkan adalah melalui tahapan
processing, experiencing generalizing, dan applying. Pada awalnya pun, komunikasi yang
dikembangkan adalah pola komunikasi yang bersifat linear dari pemerintah/peneliti melalui
penyuluh kepada petani. Sejalan dengan perkembangan pemahaman pemerintah atau peneliti,
kemajuan yang dialami oleh petani, tuntutan demokratisasi di berbagai bidang, maka pola
komunikasi yang dikembangkan dalam penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan ke arah
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 9 Banjarbaru, 20 Juli 201
pola komunikasi yang partisipatif dan dialogis sehingga diharapkan akan lebih mampu memenuhi
kebutuhan petani (Sadono, 2009).
Diseminasi inovasi pertanian dapat diartikan secara parsial menurut unsur kata
pembentuknya yang terdiri atas kata diseminasi dan rangkaian kata inovasi pertanian. Diseminasi,
sudah menjadi istilah umum yang digunakan sebagai sinonim dari “penyebaran”. Istilah tersebut
dapat digunakan dalam berbagai bidang, baik di sektor pertanian maupun sektor di luar pertanian.
Secara etimology kata diseminasi bisa dilihat dalam Merriam Webster Online Dictionary
(2008). Di dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa diseminasi berasal dari bahasa Latin
disseminatus yang mengandung makna to spread a broad dan to disperse throughout. Pengertian
tersebut sejalan dengan istilah dissemination yang juga bermakna to spread atau to distribute .
Atas dasar pengertian tersebut dan dalam kaitannya dengan inovasi teknologi pertanian,
diseminasi dapat diartikan sebagai kegiatan penyebarluasan teknologi pertanian spesifik lokasi.
Kegiatan diseminasi teknologi pertanian bertujuan untuk meningkatkan adopsi inovasi pertanian
hasil litkaji melalui berbagai kegiatan komunikasi, promosi dan komersialisasi serta penyebaran
paket teknologi unggul yang dibutuhkan dan menghasilkan nilai tambah bagi berbagai khalayak
pengguna dan menyelenggarakan kegiatan penyebarluasan materi penyuluhan baik secara tercetak
maupun media elektronik (Sulaiman, 2003). Dalam penyebarluasan itu tersirat adanya harapan
atau respon terhadap materi yang disebarluaskan itu. Jadi diseminasi merupakan proses
penyampaian inovasi yang interaktif, dapat mengubah pola pikir dan tindakan orang yang terlibat
di dalamnya, termasuk orang yang membawa inovasi itu sendiri (Rogers, 2003). Dalam kegiatan
penelitian, diseminasi dapat dipandang sebagai sebuah proses mengkomunikasikan teknologi hasil
penelitian menggunakan beberapa metode penyuluhan melalui media dan bersifat lebih luas
dengan tujuan untuk mengubah perilaku sasaran. Perubahan yang diharapkan dari kegiatan
diseminasi adalah akan terjadi pada aspek kognitif (pengetahuan – P), afektif (sikap – S) dan
psikomotorik (keterampilan – K). Perubahan tersebut menuju ke arah yang sesuai dengan konsep
dan cara yang benar atau seharusnya.
Dalam konteks pembangunan pertanian, diseminasi diartikan secara praktis sebagai cara
dan proses penyampaian hasil-hasil pengkajian teknologi kepada masyarakat atau pengguna untuk
diketahui dan dimanfaatkan (Permentan No 20 tahun 2008). Dalam Permentan No. 03/
Kpts/HK.060/1/2005, dijelaskan bahwa hasil-hasil pengkajian teknologi di bidang pertanian
tersebut merupakan inovasi yang mengandung ilmu pengetahuan baru atau cara baru untuk
menerapkan pengetahuan dan teknologi ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi yang
dimaksud mencakup teknologi pertanian dan kelembagaan agribisnis unggul mutakhir hasil
temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian (Simatupang, 2004). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi adalah
kegiatan menyebarluaskan teknologi dan rekayasa kelembagaan yang unggul, temuan daeri
lembaga penelitian dan pengembangan, khususnya adalah dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Hendayana, 2011).
Semakin besarnya tuntutan terhadap BPTP terkait diseminasi teknologi spesifik lokasi,
memerlukan penelaahan yang seksama tentang bagaimana seharusnya kegiatan diseminasi yang
efektif dilakukan. Penelaahan dilakukan melalui review terhadap kegiatan diseminasi yang selama
ini telah dilaksanakan BPTP, baik terkait dengan pengujian teknologi spesifik lokasi, maupun
kegiatan BPTP dalam mengawal program strategis Kementerian Pertanian, seperti Prima Tani, dan
SL-PTT. Disamping itu, pengalaman kegiatan diseminasi juga diperkaya melalui kegiatan
kerjasama dengan pihak asing seperti PRO-ACIAR, FEATI, IRRC, dan IPNI. Hasil telaahan
10 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
menunjukkan bahwa: (a) pelaksanaan kegiatan cenderung dibuat seragam untuk semua BPTP dan
kurang memberi ruang pada BPTP untuk menginisiasi suatu pola atau pendekatan yang khas
wilayah sehingga rasa memiliki terhadap kegiatan/program yang diintroduksi relatif kecil dan
dalam banyak kasus pelaksanaannya terjebak dalam pendekatan proyek, (b) hampir semua
kegiatan tidak didukung oleh suatu data base dan dokumentasi yang baik, terutama terkait dengan
stock inovasi yang tersedia, data kelompok sasaran yang diperbaharui secara berkala, dan hasil
yang didapat serta data dukung lainnya, dan (c) pengkajian dan diseminasi belum terencana dalam
satu agenda yang saling mengait, termasuk pengkajian untuk percepatan diseminasi suatu inovasi.
Perbaikan ke depan dapat dilakukan dengan memberi keleluasaan bagi BPTP untuk merencanakan
kegiatan diseminasi, dengan memperhatikan keterkaitan antara kegiatan pengkajian-diseminasi-
penyebaran informasi, sehingga indikator pencapaian untuk masing-masing porsi kegiatan tersebut
dapat diukur dengan jelas. Pengembangan sistem informasi diseminasi inovasi teknologi spesifik
lokasi menjadi sangat penting untuk dikedepankan. (Muhrizal Sarwani et al, 2011).
Pada era 2014-2019, program diseminasi inovasi pertanian yang dilaksanakan oleh
kementan lebih mengarah langsung diimplementasikan di tingkat pengguna melalui pendampingan
dan praktek langsung dengan petani. Beberapa program strategis terkait diseminasi inovasi
pertanian di lapangan, sebagaimana disajikan pada Gambar 1 di antaranya adalah: 1, Taman
Sains dan Teknologi Pertanian (20 TSP dan 46 TTP), 2) Upaya Khusus dan Pengembangan
Kawasan Pangan dan Hortikultura, 3) Model pengembangan pertanian bioindustri di kabupaten
terpilih (>90 kabupaten), 4) Produksi logistik teknologi pertanian spesifik lokasi, 5) Dem area
teknologi pertanian unggulan Balitbangtan, 6) Kemitraan dengan swasta, lembaga, maupun
komunitas untuk penguatan diseminasi inovasi pertanian , dan 7) Pengembangan Unit Pelaksana
Benih Sumber dan Pembinaan Produsen Benih (Gambar 1).
Gambar 1. Program diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi.
Strategi Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian Berbasis TIK
Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki peran penting untuk mendukung
petani dalam proses pengambilan keputusan usahatani. Kelembagaan lokal berperan sebagai
media forum, penyaring informasi, inovator pelaksana uji coba teknologi baru, sumber informasi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 11 Banjarbaru, 20 Juli 201
terdekat, valid, dan mutakhir, serta sebagai penghubung dan pengembang jaringan komunikasi
dengan stakeholders terkait pemasaran hasil pertanian. Model diseminasi inovasi berbasis TI
dengan memanfaatkan penyuluh dan kelembagaan lokal merupakan model ideal dengan beberapa
penyempurnaan peran dari masing-masing pelaku diseminasi sesuai dengan lingkungan strategis.
Strategi implementasi sistem diseminasi inovasi pertanian berbasis TI dapat dilaksanakan dengan
mengoptimalkan kelembagaan formal (penyuluh) bersinergi dengan kelembagaan lokal serta
didukung dengan revitalisasi kelembagaan informal di tingkat lokal (Sumardjo et al, 2012)
Proses komunikasi inovasi pertanian tidak dapat dipisahkan dengan media komunikasi, baik
media massa, terprogram, maupun media hibrida (hybrid media). Cyber extension merupakan
salah satu sistem komunikasi inovasi pertanian yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi
dengan beragam media komunikasi lainnya yang memanfaatkan media hibrida (hybrid media).
Cyber Extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia
interaktif didukung dengan media komunikasi eksisting yang ada di tingkat lokal untuk
memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan.
Model komunikasi inovasi melalui cyber extension dilakukan dengan cara mengumpulkan
atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun
yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual
yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa khususnya petani
semacam papan pengumuman (bulletin board) pada kios-kios atau pusat-pusat informasi
pertanian sehingga tercipta konvergensi. Keuntungan potensial dari komunikasi cyber extension
adalah ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi (informasi nyaris tanpa batas),
jangkauan wilayah internasional secara instan, pendekatan yang berorientasi kepada penerima,
bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga.
Meskipun model komunikasi melalui cyber extension memiliki banyak keunggulan, namun
pemanfaatan cyber extension masih terbatas terutama karena terbatasnya sarana yang dapat diakses
oleh petani dan belum mampunya lembaga yang berkompeten mendukung content yang relevan.
Secara konseptual Cyber extension dapat dioptimalkan apabila penyuluh atau pendamping petani
memiliki kapasitas yang memadai untuk pengelolaan dan akses informasi dengan dukungan
pemanfaatan teknologi informasi. Informasi yang diakses melalui media hibrida oleh penyuluh
atau pengguna antara lainnya disederhanakan dan dikemas kembali sebagai bahan atau materi
penyuluhan dan selanjutnya disebarkan melalui jejaring sosial atau sebagai bahan untuk pertemuan
kelompok.
Upaya untuk meningkatkan peran pemerintah terutama untuk menjaga konsekuensi logis
dari permainan simbol budaya yang ditampilkan oleh media konvergen agar tidak terjadi konflik
kepentingan terutama bagi petani sebagai pengguna akhir dari cyber extension sangat diperlukan.
Disamping itu, pengembangan content yang tepat waktu oleh lembaga terkait serta pengembangan
koneksi dengan teknologi jaringan merupakan prasyarat dan kunci pendorong keberhasilan dalam
model komunikasi melalui Cyber extension. Disamping itu, penyuluh atau pendamping petani
juga dapat memanfaatkan komunitas yang telah memiliki media komunikasi lokal yang dapat
digunakan untuk mengomunikasikan inovasi yang telah dikembangkan kepada petani di
lingkungannya.
Strategi yang perlu dikembangkan berkaitan dengan pencapaian sasaran dari kegiatan
diseminasi inovasi pertanian berbasis teknologi informasi dan komunikasi adalah mengoptimalkan
sinergi dari unsur kelembagaan dan aspek kegiatan yang terkait. Beberapa hal yang secara
operasional akan diperhatikan, adalah sebagai berikut:
12 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
1. Secara fungsional, banyak instansi yang terlibat dalam pengembangan sistem diseminasi
inovasi pertanian di tingkat pusat (Balai Penelitian) maupun daerah (Dinas Pertanian),
sehingga sinergi tupoksi diantara instansi perlu diintensifkan.
2. Pengembangan sistem informasi pasar dan teknologi pertanian harus mengarah pada
mekanisme keberlanjutannya dengan memperhatikan unsur: kedinamisan, pemeliharaan, dan
kepekaannya terhadap inovasi. Di samping itu, diperlukan analisis permintaan daripengguna
(user need assessment) secara regular apakah sistem yang dikembangkan sudah sesuai dengan
pengguna.
3. Infrastruktur dan content pengembangan sistem informasi pertanian harus saling berintegrasi
dan bersinergi dengan memperhatikan jaminan keberlanjutannya setelah proyek berakhir
melalui komitment dukungan manajemen, sumber daya manusia, maupun pendanaannya dari
institusi struktural yang terlibat.
4. Mekanisme pengembangan sistem informasi inovasi pertanian ini adalah dengan
menyempurnakan sistem yang telah ada berkoordinasi dengan instansi terkait.
5. Pengembangan infrastruktur sistem informasi inovasi pertanian berbasis web interaktif
dilaksanakan oleh Balitbangtan. Sedangkan pengembangan content-nya oleh Unit Kerja dan
Unit Pelayanan Teknis lingkup Balitbangtan yang dibantu oleh konsultan manajemen
informasi. .
6. Pengembangan service online melalui websiteBalitbangtan yang dilengkapi dengan direktori
ahli (ekspertis) di bidangnya untuk membuka peluang dan memudahkan komunikasi dengan
ekspertis yang dibutuhkan.
7. Untuk menjamin kedinamisan website pertanian, masing-masing instansi yang terlibat dalam
mendukung content harus memiliki komitmen tinggi dalam pemutakhiran dan pengembangan
data yang disajikan.
8. Informasi yang dikembangkan di tingkat lokal harus bersifat sederhana, menggunakan media
yang murah, terjangkau, dan sesuai dengan sumberdaya yang tersedia di daerah. Di samping
itu, pengguna antara (intermediate user) di antaranya adalah fasilitator (LSM) dan penyuluh
pertanian sangat diperlukan untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi yang diakses
melalui TIK..
9. Pengembangan pusat-pusat informasi dan pusat-pusat pengembangan pertanian di kabupaten,
perlu dukungan informasi teknologi tepat guna dalam berbagai media. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) dan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian
(PUSTAKA) perlu melakukan konversi informasi teknologi pertanian ke dalam berbagai
media yang user-friendly sehingga mudah didiseminasikan dan dimanfaatkan oleh pengguna.
Balitbangtan juga perlu mengembangkan website BPTP dan meningkatkan kapasitas staf
BPTP dalam melakukan konversi informasi teknologi tepat guna ke dalam media elektronis
(CD-ROM interaktif dan website). Website BPTP ini diharapkan dapat menjadi pusat
informasi teknologi pertanian spesifik lokasi di tingkat regional.
10. Dalam mendukung content sistem informasi teknologi pertanian di pusat, PUSTAKA
mengkoordinasikan informasi teknologi pertanian spesifik lokasi dari BPTP dan unit kerja
lingkup Kementan lainnya ke dalam sistem informasi teknologi pertanian yang mantap, yang
dapat disajikan secara cepat dan akurat melalui website dan media relevan.
Hasil kajian Gartina (2015) menyatakan bahwa kenyamanan, kemudahan dan kecepatan
dalam mendapatkan informasi pada portal web Balitbangtan akan memberi kesan lebih kepada
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 13 Banjarbaru, 20 Juli 201
pengunjung. Hal lain yang mempengaruhi ketiga aspek tersebut yaitu peta hasil litbang, kebijakan,
integrasi sistem, layanan publik, dan pegembangan sistem. Peta hasil litbang menjadi penting
dalam pengembangan portal web sebagai media diseminasi, seberapa banyak hasil litbang dan
dukungan informasinya. Balitbangtan didukung oleh satker yang menghasilkan inovasi teknologi,
bagaimana mengintegrasikan satker Balitbangtan dalam mendukung informasi serta komunikasi
bila pengunjung portal web berkonsultasi terkait inovasi teknologi sebagai layanan terhadap
publik. Pengembangan sistem dapat dilakukan secara berkerjasama dengan pihak ke tiga yaitu
outsourcing. Pengembangan sistem tidak perlu dikembangkan sepenuhnya oleh internal, dengan
pihak eksternal akan lebih cepat dan keterkinian terhadap teknologi sistem portal menjadi titik
beratnya.
Percepatan Adopsi Melalui Pengembangan Inkubator Teknologi
Kata inkubator diadopsi dari inkubator yang biasa digunakan dalam merawat bayi. Menurut
Midland Bank dalam Bank Indonesia (2006), inkubator dibedakan dalam empat tipe, yaitu
Pertama, Technopoles incubator, biasanya melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset, dan
lembaga lainnya dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi regional. Kedua, Sector-specific
incubator, diarahkan pada optimalisasi sumberdaya lokal untuk mengembangkan usaha baru
dalam sektor tertentu atau mengarah pada pembentukan klaster-klaster. Ketiga, General
incubators, lebih terfokus pada upaya mengembangkan bisnis secara umum, dan keempat,
Building incubators, bertujuan menciptakan peluang bisnis melalui pemanfaatan tim manajemen
yang akan mengelola dan mengembangkan bisnis tersebut. Inkubator teknologi sendiri dapat
termasuk dalam jenis technopoles incubator karena lebih diarahkan pada upaya menumbuhkan
ekonomi berbasis riset (inovasi teknologi).
Dalam konteks pembangunan ekonomi, inkubator adalah suatu alat pengembangan
ekonomi yang dirancang untuk membantu pembentukan dan penumbuhan perusahaan-perusahaan
baru dalam suatu masyarakat, suatu gedung atau wilayah khusus. Inkubator menyediakan beberapa
dukungan pelayanan, selain ruangan fleksibel untuk disewa, peralatan bersama dan pelayanan
administratif dalam suatu tempat kerja yang terpimpin (Mahnke, 2010). Menurut Jamaran (2009),
peranan inkubator (bisnis) terhadap pertumbuhan ekonomi adalah memfasilitasi penerapan inovasi
pada industri terkait sehingga berdaya dan berhasil guna. Inkubator juga dapat dijadikan jembatan
interaksi antara sumber inovasi (komunitas lembaga riset) dengan pengguna (khususnya
pengusaha) dalam pengembangan inovasi lebih lanjut.
Berbagai perkembangan inkubator di beberapa negara telah menunjukkan perannya dalam
menginkubasi para wirausahawan pada fase awal (start up) untuk berkembang yang pada akhirnya
menjadi wirausaha yang handal dan maju dengan berbagai kegiatan yang dilakukannya. Kehadiran
inkubator menjadi sangat penting karena pada umumnya usaha kecil sangat rentan terhadap
kebangkrutan terutama pada fase start-up. Sejumlah ahli menyatakan bahwa pada fase start-up
usaha kecil diibaratkan sebagai bayi yang masih premature. Pada kondisi ini biasanya perlu
perlakuan khusus, antara lain melalui inkubasi sehingga dapat hidup sebagaimana bayi yang lahir
normal dan dapat terhindar dari resiko kematian.
Sistem inkubasi inilah yang terbukti dapat diadopsi sebagai bagian dari strategi pembinaan
usaha kecil di sejumlah negara, sekaligus sebagai upaya mempercepat alih teknologi. Inilah
menjadi alasan yang mendasari didirikannya inkubator, dimana pada umumnya adalah sebagian
besar usaha yang baru berdiri gagal tumbuh dan berkembang. Tidak semua orang berbakat
14 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
menjadi pengusaha dan kondisi perekonomian dunia yang semakin kompetitif. Di Indonesia
sendiri, sudah cukup banyak lembaga inkubator, baik yang dididirikan oleh Perguruan Tinggi,
swasta maupun pemerintah. Namun dalam pengembangannya, kegiatan Inkubator juga
menghadapi beberapa masalah. Menurut Dipta (2003), beberapa faktor yang menyebabkan kurang
berkembangnya inkubator di Indonesia adalah: (a) keterbatasan dalam penyediaan fasilitas
operasional yang berdampak pada rendahnya kemampuan menyerap inwall tenants, (b) kurangnya
dukungan modal awal (seed capital) sehingga inkubator belum ditangani secara profesional dan
banyak inwall tenants yang tidak bisa mendapatkan modal awal walaupun usahanya layak untuk
dibiayai, (c) komitmen dan dukungan pemerintah relatif kurang dan tidak konsisten dalam
mengembangkan inkubator.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai lembaga penelitian dan
pengembangan melakukan kegiatan alih teknologi. Dengan dasar amanah Perpres No. 27 tahun
2013 tentang Pengembangan Wirausaha, Balitbangtan melakukan kegiatan inkubator sebagai salah
upaya alih teknologi. Tak sedikit dalam tiap tahunnya, Balitbangtan telah menghasilkan teknologi
yang potensial komersial dan telah dilindungi KI. Akhir tahun 2016, tercatat jumlah pendaftaran
rezim KI paten mencapai 262, Cipta 110, Merek 49 dan PVT 82. Kesemuanya teknologi
berpotensial komersial dan membutuhkan mitra atau tangan-tangan handal untuk menjadikan
teknologi tersebut berdaya guna baik bagi dirinya sendiri sebagai bentuk usaha maupun bagi orang
lain. Pada konteks kegiatan ini, inisiasi pemanfaatannya telah dicoba pada kegiatan Pra-inkubasi
dengan mengikutsertakan alumni perguruan tinggi yang telah memiliki usaha (wirausahawan
muda) yang mengembangkan usahanya dan tertarik untuk memanfaatkan teknologi Balitbangtan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT)
yang sangat strategis dalam pelaksanaan inkubator teknologi karena dapat langsung bersentuhan
dengan pengguna akhir. Di tengah banyaknya peran yang harus dijalankan BPTP, seperti
menjalankan visi dan misi pengkajian dan diseminasi, melaksanakan program-program pusat (on
top), dan ditambah dengan banyaknya program-program kementerian yang juga dibebankan ke
BPTP, wacana memperluas peran BPTP melalui inkubator tentu menjadi tantangan tersendiri.
Perluasan peran BPTP akan membutuhkan tambahan SDM, waktu, bahkan mungkin pendanaan.
Namun demikian, penyediaan inovasi senyatanya sudah menjadi misi dan visi yang melekat di
BPTP sehingga inkubator dapat menjadi salah satu peluang baru yang menarik untuk diupayakan.
Peran BPTP untuk menunjukkan kinerja penyediaan inovasi melalui inkubator cukup terbuka dan
melalui partisipasi dalam pengembangan inkubator teknologi, maka inovasi BPTP akan lebih
dekat lagi ke pengguna serta menjangkau wilayah yang lebih luas lagi. Terbukanya peluang bagi
BPTP karena fungsi penyediaan inovasi sesuai mandat yang dibebankan kepada BPTP sebagai
lembaga penelitian yang mengkaji dan mengembangkan inovasi. Peran tersebut, juga didorong
dengan strategisnya kedudukan BPTP dalam pembangunan pertanian yang bertujuan untuk
mengembangkan ekonomi lokal melalui inovasi. Peran penyediaan inovasi dari BPTP bahkan
diharapkan dapat mendorong terjadinya peningkatan nilai tambah dan daya saing dari produk-
produk inkubator, sehingga inkubator tidak hanya menghasilkan produk yang tepat guna namun
juga berhasil guna. Pada tahap awal, BPTP dapat menjadi inisiator, namun demikian, dalam
prosesnya BPTP tidak bisa bergerak sendirian sehingga membutuhkan dukungan banyak pihak.
BPTP dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengawali kerja sama dan selanjutnya
menggandeng kementerian lain serta perbankan. Sebagai sebuah kerja sama, maka diharapkan
semua pihak yang terlibat dapat memberikan sharing, tidak hanya dukungan program dan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 15 Banjarbaru, 20 Juli 201
kebijakan namun juga pendanaan sesuai dengan tupoksi masing-masing lembaga (Anggita, 2012).
Secara terstruktur, mekanisme pengembangan inkubator teknologi disajikan pada Gambar 2.
Sumber: Hendayana et al (2010) dan Aggita (2012)
Gambar 2. Peta jalan pengembangan inkubator teknologi spesifik lokasi dengan dukungan inovasi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Pengawalan Adopsi Melalui Peningkatan Kapasitas Mitra Binaan
Produk unggulan binaan Balitbangtan, khususnya BPTP sudah banyak dihasilkan melalui
beragam kegiatan pendampingan. Namun demikian, sebagian besar mitra binaan tersebut tidak
mampu bertahan pasca pendampingan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh belum siapnya
mitra dalam melakukan pengembangan pemasaran secara mandiri, sehingga masih perlu dilakukan
16 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
tahap pendampingan dalam implementasi teknologi dan dalam melakukan pemasaran produk.
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam peningkatan kapasitas mitra binaan adalah:
1. Inventarisasi mitra-mitra binaan BPTP/LPTP
2. Identifikasi mitra potensial binaan BPTP/LPTP (2-3 mitra tiap BPTP/LPTP)
3. Seleksi dan penentuan mitra potensial untuk didampingi dengan kriteria seleksi didasarkan
atas beberapa pertimbangan antara lain:
(i) produk yang unik dan layak secara ekonomi, sosial, dan kesehatan untuk dipromosikan
dan diproduksi secara massif;
(ii) memiliki sustainability ketersediaan row material di tingkat lokal untuk menjada
kontinuitas produksi; dan
(iii) memiliki peluang untuk dapat secara cepat dimassifkan dengan teknologi sederhana.
4. Survei lapangan ke mitra binaan, untuk mengetahui:
(i) proses produksi termasuk ketersediaan bahan baku (row material) dan kemasan;
(ii) mekanisme pengambilan produk yang untuk memperoleh SNI, sertifikasi halal; uji
kesehatan (Kemenkes), uji organoleptik dan pengembangan pasar;
(iii) eksisting kapasitas produksi, penjualan, keuntungan, sertifikasi yang telah dimiliki, nilai
kekuatan produk dibandingkan dengan pesaing, permasalahan dan tantangan yang
dihadapi, serta potensi peningkatan nilai lebih pada produk mitra binaan,
(iv) rantai pasok dan eksisting produk,
(v) hipotesis bisnis kanvas, dan
(vi) analisis finansial untuk mengetahui HPP.
5. Penentuan target responden yang akan dibidik untuk analisis pengembangan pasar
6. Penyusunan kuesioner analisis pengembangan pasar
7. Analisis organoleptik: BB Pascapanen dan Kementerian Kesehatan
8. Analisis pengembangan pasar untuk mengetahui seberapa besar potensi pasar yang ada dan
seberapa tinggi minat konsumen terhadap produk
9. Penyusunan rekomendasi bagi tindak lanjut pendampingan dalam pengembangan pasar:
terkait fitur-fitur produk, seperti rasa, aroma, kemasan, label, harga, sertifikasi lanjutan serrta
menciptakan branding produk.
10. 10. Upaya marketing dan negosiasi mencari mitra dalam permodalan : perbankan, BUMN,
swasta (CSR) untuk memediasikan pemenuhan kebutuhan modal bagi pengembangan skala
produksi, peluang diversifikasi produk dan pengembangan pasar
11. Mencari mitra yang menjadi marketing atau franchise di daerah-daerah yang dianggap
sebagai kantong-kantong konsumen/pasar potensial
Optimalisasi Laboratorium Diseminasi Untuk Percepatan Diseminasi
Laboratorium Diseminasi adalah unit fugsional dari BPTP yang melakukan kegiatanp
pengkajian dan pengembangan informasi maupun perakitan materi diseminasi teknologi pertanian
yang siap disebarluaskan kepada penyuluh, petani, dan pengguna lainnya di wilayah kerja BPTP.
Laboratorium Diseminasi perlu ditingkatkan perannya dalam menyediakan materi diseminasi
Penyuluhan Pertanian termasuk menyajikan show window implementasi teknologi Balitbangtan.
Tugas Laboratorium Diseminasi adalah menyebarluaskan temuan ilmiah (Science) hasil
Litbang Pertanian agar dapat dimanfaatkan, dengan kata lain adalah mempercepat proses
mengubah Invensi menjadi Inovasi. Secara spesifik, tujuan dari laboratorium diseminasi adalah
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 17 Banjarbaru, 20 Juli 201
untuk: a) Memanfaatkan sarana dan prasarana diseminasi hasil Litkaji yang telah tersedia; b)
Sarana penunjang untuk pencapaian rencana strategis Balitbangtan, dan 3) Pengamanan Asset
Kementerian Pertanian., Sedangkan fungsinya adalah: sebagai unit Pendukung Diseminasi
Teknologi Pertanian, sebagai unit Produksi Informasi Teknologi Pertanian, serta diharapkan
munculnya daya dukung pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Laboratorium dengan
mengoptimalkan pemanfaatannya.
Secara terstruktur, Laboratorium DIseminasi terdiri atas tiga komponen pokok dan satu
komponen pendukung di lapangan, yaitu production house, konsultasi agribisnis termasuk magang
dan pelatihan, dan show window atau display produk maupun teknologi unggulan. Di samping itu
terdapat fasilitas lapangan untuk mendukung implementasi teknologi unggulan di lapangan
(Gambar 3). Sedangkan optimalisasi laboratorium diseminasi sebagai house of change disajikan
pada Gambar 4.
Gambar 3. Komponen laboratorium diseminasi untuk mendukung percepatan disemimasi inovasi
pertanian.
Gambar 4. Aktivitas laboratorium diseminasi sebagai house of change dalam percepatan
diseminasi inovasi pertanian
18 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
Peta Jalan Harmonisasi Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi
Peta jalan atau milestone kegiatan dalam harmonisasi percepatan diseminasi
inovasi pertanian spesifik lokasi digambarkan secara bertahap berdasarkan output setiap
kegiatan dan langkah-langkahnya untuk jangka pendek, menengah, dan panjang
sebagaimana disajikan pada Gambar 5 dengan target sasaran akhir adalah adopsi inovasi
pertanian spesifik lokasi meningkat.
Gambar 5. Harmonisasi percepatan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi.
Kesimpulan
Harmonisasi percepatan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi yang dapat
dikembangkan untuk mencapai sasaran dari kegiatan diseminasi inovasi pertanian secara umum
adalah lalui dukungan pemanfaatam teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan
infrastruktur sistem informasi inovasi pertanian berbasis web interaktif perlu dilaksanakan oleh
Balitbangtan dengan pengembangan content-nya oleh Unit Kerja dan Unit Pelayanan Teknis
lingkup Balitbangtan yang dibantu oleh konsultan manajemen informasi; pengembangan service
online melalui website Balitbangtan yang dilengkapi dengan direktori ahli (ekspertis) di
bidangnya untuk membuka peluang dan memudahkan komunikasi dengan ekspertis yang
dibutuhkan; untuk menjamin kedinamisan website pertanian, masing-masing instansi yang terlibat
dalam mendukung content harus memiliki komitmen tinggi dalam pemutakhiran dan
pengembangan data yang disajikan; informasi yang dikembangkan di tingkat lokal harus bersifat
sederhana, menggunakan media yang murah, terjangkau, dan sesuai dengan sumberdaya yang
tersedia di daerah; pengembangan pusat-pusat informasi dan pusat-pusat pengembangan pertanian
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 19 Banjarbaru, 20 Juli 201
di kabupaten, perlu dukungan informasi teknologi tepat guna dalam berbagai media. Balitbangtan
juga perlu mengembangkan website BPTP dan meningkatkan kapasitas staf BPTP dalam
melakukan konversi informasi teknologi tepat guna ke dalam media elektronis (CD-ROM
interaktif dan website). Website BPTP ini diharapkan dapat menjadi pusat informasi teknologi
pertanian spesifik lokasi di tingkat regional, dalam mendukung content sistem informasi teknologi
pertanian di pusat, PUSTAKA mengkoordinasikan informasi teknologi pertanian spesifik lokasi
dari BPTP dan unit kerja lingkup Kementan lainnya secara terintegrasi ke dalam sistem informasi
teknologi pertanian yang mantap, yang dapat disajikan secara cepat dan akurat melalui website dan
media relevan.
Salah satu upaya penting dalam harmonisasi percepatan diseminasi inovasi pertanian adalah
sinergi dengan lembaga terkait termasuk Ditjen Teknis Lingkup Kementerian Pertanian. Di
samping itu, percepatan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi juga dapat dilakukan dengan
pendampingan mitra binaan, dan pengembangan inkubator teknologi.
Daftar Pustaka
Hendayana, Rahmat. 2011. Apa itu diseminasi? Tulisan dalam word press diakses secara online
pada 27 Februari 2017. https://diseminasi.wordpress.com/2011/01/04/halo-dunia/
Hendayana, R., W. Sudana, A. Razak, H. Andryanita, Zakiah, A. Supriatna, Y.A. Dewi, V.W.
Hanifah, R. Indrasti, dan Sundari. 2010. Laporan Hasil Penelitian Pengkajian Strategi
Percepatan Adopsi Varietas Padi Unggul di Lokasi Pasang Surut dan Rawa Untuk
Meningkatkan 200% Adopter di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Program
Insentif Terapan Kegiatan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Kerja sama Badan Litbang Pertanian dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Jamaran, I. 2009. Studi Awal Pengembangan Jaringan Inkubator Teknologi dan Bisnis Pada
Institusi Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi. Vol. 9
(1): 47-53. Maret 2009.
Gartina, Dhani. 2015. Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian Melalui Portal Web Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian . Informatika Pertanian, Vol. 24 No.1, Juni 2015 :
121 – 132.
Gartina, D. dan F. Thalib. 2012. Kajian pengembangan infrastruktur TIK mendukung
implementasi e-Government : studi kasus badan litbang pertanian. Jurnal Informatika
Pertanian 21 (1) : 27-39. Leeuwis, Cees 2004. Communication for Rural Innovation: Rethinking Agricultural Extension.
Blackwell Publishing, Oxford.
Mahnke, L. 2010. Promotion of Start-Ups and Entrepreneurship. Bahan Presentasi Workshop
National Steering of Regional Economic Development RED Steer 2010 Germany. 9 Juli –
8 Agustus 2010. Germany.
Merriam. 2008. Webster Online Dictionary
Muhrizal Sarwani, Erizal Jamal, Kasdi Subagyono, Enti Sirnawati, dan Vyta W. Hanifah. 2011.
Diseminasi di BPTP: Pemikiran Inovatif Transfer Teknologi Spesifik Lokasi. Analisis
Kebijakan Pertanian Vo. 09 No 01, 2011.
Rogers, Everett M. Diffusion of innovations. Rev. ed. of: Communication of innovations. 2nd ed.
20 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 201
Rokhani Hasbullah1, Memen Surahman, Ahmad Yani, Deva Primadia Almada, Elisa Nur Faizaty.
Model Pendampingan UMKM Pangan Melalui Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2014 Vol. 19 (1): 43 49 ISSN 0853 – 4217
Sulaiman, F., A, Subaidi., M. Mardiharin., R. Hendayana., J. Hardi., S. Bahrein., I.W.Rusasastra
dan N.S Dimyati., 2003 BPPTP. Bogor
Sumardjo, Mulyandari, Retno Sri Hartati, Prawiranegara, Darojat, Darmawan, Leo. 2012. Sistem
Diseminasi Inovasi Pertanian Berbasis Teknologi Informasi Untuk Meningkatkan
Keberdayaan Petani Sayuran.
Yovita Anggita Dewi. 2014. Inovasi Spesifik Lokasi Untukinkubator Teknologi Mendukung
Pengembangan Ekonomi Lokal. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 10 No. 4,
Desember 2012 : 299-312
Rokhani Hasbullah1, Memen Surahman, Ahmad Yani, Deva Primadia Almada, Elisa Nur Faizaty.
Model Pendampingan UMKM Pangan Melalui Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2014 Vol. 19 (1): 43 49 ISSN 0853 – 4217