analisis peranan sektor industri pengolahan … · jawa barat, pemerintah provinsi jawa barat...

129
ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT (ANALISIS INPUT OUTPUT) OLEH DEWINTA STANNY H14052935 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: duongxuyen

Post on 13-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT

(ANALISIS INPUT OUTPUT)

OLEH DEWINTA STANNY

H14052935

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

RINGKASAN

DEWINTA STANNY. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat (Analisis Input-Output) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, dalam jangka waktu yang cukup panjang, dan di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat diartikan sebagai total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun).

Kondisi geografis dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perekonomian suatu wilayah. Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penyangga ibukota negara Indonesia merupakan wilayah yang sangat strategis. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai sektor industri pengolahan melihat kontribusinya yang sangat besar terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Provinsi Jawa Barat. Kemudian menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor –sektor perekonomian lainnya di Provinsi Jawa Barat, baik bagi penyedia input maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat. Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat, serta menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat dan menganalisis peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui peranan sektor industri digunakan analisis Input-Output untuk melihat keterkaitan, dampak penyebaran dan efek multiplier. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003 klasifikasi 9 dan 29 sektor.

Hasil penelitian menunjukkan sektor industri pengolahan memiliki peranan yang diatas rata-rata terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari sumbangannya terhadap permintaan total sebesar 57,15 persen dari jumlah total output wilayah, dan sumbangan ekspor 77,57 persen dari total ekspor sektor-sektor perekonomian yang ada di Provinsi Jawa Barat, dengan surplus neraca perdagangan sebesar Rp. 80 trilyun atau 84,77 persen dari total surplus neraca perdagangan di Provinsi Jawa Barat.

Besarnya nilai tambah bruto yang dihasilkan sektor industri pengolahan dalam tahun 2003 adalah sebesar Rp. 131 trilyun (44,43%). Jika dilihat dari struktur permintaan akhir sektor industri pengolahan yang sebesar Rp. 201 triliun atau sekitar 57,98 persen dari total permintaan akhir wilayah ini. Sektor industri pengolahan mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan sektor-sektor pengguna output dan juga

Page 3: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

penyedia input. Hal ini dapat dilihat dari besarnya koefisien keterkaitan baik langsung maupun langsung dan tidak langsung.

Sedangkan dari analisis koefisien dan kepekaan penyebaran, nilai koefisien penyebaran sektor industri pengolahan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kepekaan penyebarannya, ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya dibandingkan dengan mendorong pertumbuhan industri hilirnya.

Untuk mendorong peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan yang mampu mengahdapi permasalahan yang sedang dihadapi karena berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dan perekonomian di Provinsi Jawa Barat.

Page 4: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT

(ANALISIS INPUT OUTPUT)

Oleh

DEWINTA STANNY H14052935

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 5: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dewinta Stanny

Nomor Registrasi Pokok : H14052935

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan

terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat

(Analisis Input-Output)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr. Muhammad Findi A, M.E. NIP. 19730124 200710 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002

Tanggal Kelulusan:

Page 6: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 29 Juli 2009

Dewinta Stanny H14052935

Page 7: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dewinta Stanny pada tanggal 29 April 1988 di Jakarta. Penulis

adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Somdi dan Sunaryati. Penulis

menamatkan pendidikan dasar di SD Kebon Baru V Cirebon pada tahun 1999,

kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun

yang sama penulis diterima di SMAN 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2005.

Setelah lulus dari SMA, Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis

dengan harapan penulis dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat dan menggali potensi

diri sehingga bisa menjadi insan yang berguna bagi bangsa, negara, agama, dan

keluarga.

Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan

diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis sempat aktif di beberapa organisasi

seperti menjadi anggota HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi

dan Studi Pembangunan), Tim Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum, ikut serta

di berbagai kepanitiaan acara, menjadi penerima beasiswa PPA-IPB 2008-2009 dan

juga sempat berpartisipasi sebagai surveyor di lembaga survey seperti RDI dan CIRUS.

Page 8: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini

adalah “Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian

Provinsi Jawa Barat (Analisis Input Output)”. Kajian tentang peranan sektor industri

pengolahan menjadi topik yang menarik karena dapat dilihat sejauh mana peran sektor

industri pengolahan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,

khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis selama proses

penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2) Dosen penguji utama Dr. Ir. Wiwiek Rindayati dan dosen penguji dari Komisi

Pendidikan Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si. atas saran dan kritiknya terkait

penulisan skripsi ini. Saran dan kritikan beliau sangat berharga bagi penyempurnaan

skripsi ini.

3) Para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi ini atas kritik dan sarannya.

4) Orang tua tercinta, Ayahanda Somdi, ibunda Sunaryati dan ibu Nurul, atas doa,

motivasi, kesabaran serta kasih sayang dan segala fasilitas yang membuat penulis

tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5) Keluarga terkasih, bude, enin, teteh hanny, dan adik-adik tersayang atas segala

dukungan dan bantuannya, serta kenakalannya yang menyemangati.

6) Apa, Ibu, Aki, Ne, Teteh dan Nda atas kesediaannya membantu, menampung dan

menemani penulis dalam mencari data, juga atas doa dan motivasi yang telah

diberikan.

7) Teman-teman satu bimbingan: Etti, Diana dan Rininta atas motivasi, doa, dan

kesediaannya dalam membantu penulis.

8) Sahabat-sahabat satu sekolah yang terus menyemangati hingga sekarang atas

dukungannya Indra, Aria, Dhila, Rajendra, Tasya, Dodit, Yudha. Terima kasih atas

doanya.

Page 9: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

9) Rekan-rekan Hardolin Family (Gerry, Inna, Tyas, Arisa), UPSA (GTA+Rajiv),

D^Coupies (The Dodol, Teh Imeh, A’Pansus, Bebeh, Ginna, Anggi, Lukman, Joger,

Buduy) dan partner Danusian (Tanjung, Dhinta, Yuli, Echa) atas segala

kebersamaan, pembelajaran, pengalaman dan dukungannya.

10) Renny, Mba Phella, Dinda, Bayu, Riri, Ciput, Triyanto, Babeh, Tia Rahmina, Vivi,

Vagha, Adhit, Rina, Fitri, K’ Surya, A’Eja, Jenny, Via, Bowo, Dito, Dhamar,

Adrian, Riza, Acun, Awi, atas segala kebersamaan dan yang telah banyak

membantu penulis.

11) Semua teman-teman seperjuangan IE ’42 yang namanya tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, namun penulis berterima kasih atas doa dan motivasi yang

telah diberikan.

12) Teman-teman kelas matrikulasi dan B-20 angkatan 42 atas segala kenangan dan

pembelajaran.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 26 Juli 2009

Dewinta Stanny H14052935

Page 10: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 6

1.4. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................ 8

2.1. Industri Pengolahan ....................................................................... 8

2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian................................... ................................... 8

2.3. Kebijakan Dalam Sektor Industri ................................................... 10

2.4. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 12

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 16

2.5.1. Model Input-Output ........................................................... 16

2.5.2. Struktur Input-Output ........................................................ 17

2.5.3. Analisis Keterkaitan ........................................................... 22

2.5.4. Analisis Multiplier ............................................................. 23

2.6. Kerangka Pemikiran Analitis ......................................................... 26

III. METODE PENELITIAN....................................................................... 30

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 30

3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 30

3.3. Metode Analisis ............................................................................. 31

3.3.1. Analisis Keterkaitan ............................................................. 34

3.3.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan .................................... 34

3.3.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang ............................... 34

3.3.1.3. Keterkaitan Langsung

Page 11: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

ii

dan Tidak Langsung ke Depan........................................ 34

3.3.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang ................................... 35

3.3.2. Dampak Penyebaran ............................................................. 35

3.3.2.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik) ......................................... 36

3.3.2.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong) ........................................ 36

3.3.3. Analisis Multiplier ................................................................ 37

3.4. Definisi Operasional Data .............................................................. 39

IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT ............................. 45

4.1. Gambaran Umum Wilayah……....... ............................................. 45

4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja ................................. 48

4.3. Perkembangan Transportasi, Komunikasi dan Pariwisata ............. 50

4.4. Perkembangan Perekonomian ........................................................ 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 54

5.1. Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Jawa Barat .... 54

5.1.1. Komposisi Permintaan dan Penawaran ................................. 54

5.1.2. Analisis Ekspor dan Impor Wilayah ..................................... 59

5.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto ................................................ 61

5.1.4. Struktur Permintaan Akhir .................................................... 65

5.2. Analisis Keterkaitan ....................................................................... 71

5.2.1. Keterkaitan ke Depan ............................................................ 71

5.2.2. Keterkaitan ke Belakang ....................................................... 75

5.3. Analisis Dampak Penyebaran ........................................................ 77

5.3.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) ....... 77

5.3.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) ........... 79

5.4. Analisis Multiplier ......................................................................... 82

5.4.1. Analisis Multiplier Output .................................................... 83

5.4.2. Analisis Multiplier Pendapatan ............................................. 86

5.4.3. Analisis Multiplier Tenaga Kerja .......................................... 87

5.5. Regulasi Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat ........ 90

Page 12: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

iii

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 102

6.1. Kesimpulan……....... ..................................................................... 102

6.2. Saran .............................................................................................. 103

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106

LAMPIRAN .................................................................................................. 108

Page 13: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2007 .. 4

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Keterkaitan ................................. 13

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Multiplier .................................... 14

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Dampak Penyebaran ................... 15

2.4. Ilustrasi Input-Output ......................................................................... 18

3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ................. 38

4.1. Jumlah Kecamatan dan Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2007 ...................... 46

4.2. Luas Wilayah, Rata-Rata Penduduk per Km2, per Desa di Provinsi Jawa Barat 2006 ................................................. 47

4.3. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2007 ................................................................................. 52

4.4. Persentase Sumbangan PDRB Lima Provinsi Terbesar terhadap PDB Nasional Tahun 2003-2005 (Persen) .......................... 53

5.1. Struktur Output Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ............................................................................. 55

5.2. Struktur Output Subsektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ............................... 56

5.3. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ................................. 58

5.4. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ........................ 59

5.5. Nilai Ekspor dan Impor 9 Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) .................................. 60

5.6. Nilai Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat,2003 (dalam Juta Rupiah) ................................... 61

5.7. Struktur Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) ............................................................................. 62

5.8. Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat 2003 .................................. 63

5.9. Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat 2003 .................................................................................. 64

Page 14: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

v

5.10. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) ............................ 65

5.11. Komposisi Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003 Menurut Komponen .......................................................................... 66

5.12. Komponen Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003 Per Sektor (dalam Juta Rupiah) ......................................................... 67

5.13. Komponen Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ................................ 71

5.14. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang 9 Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 .............................. 72

5.15. Keterkaitan Output ke Depan Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ..................................................................... 73

5.16. Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 74

5.17. Keterkaitan Output ke Belakang Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 76

5.18. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 78

5.19. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ................................... 79

5.20. Indeks Daya Penyebaran ke Depan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 80

5.21. Indeks Daya Penyebaran ke Depan Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ..................... 81

5.22. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ........................................................................................ 84

5.23. Multiplier Output Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 85

5.24. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 86

5.25. Multiplier Pendapatan Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 87

5.26. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 88

5.27. Multiplier Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ....................................................... 89

Page 15: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 .................................... 108

2. Koefisien Input Input-Output Provinsi Jawa Barat ................................ 111

3. Matriks Kebalikan Leontief ................................................................... 114

Page 16: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi dunia seperti saat ini bisa terjadi kapan saja, bukan hanya

sekarang namun juga dapat terjadi lagi di masa yang akan datang. Untuk itu,

Indonesia harus siap untuk menghadapi dan mengantisipasi datangnya kembali

krisis ekonomi dengan penguatan industri dalam negeri. Langkah yang dapat

dilakukan untuk menguatkan industri dalam negeri diantaranya adalah dengan

melakukan pembatasan impor barang konsumsi dan penguatan industri unggulan

dalam negeri yang memiliki pasar ekspor.

Perindustrian Indonesia memerlukan strategi untuk melindungi industri

dalam negeri dari gelombang krisis. Konsep tentang industrialisasi baru harus

mulai dibahas secara serius dengan menjadikan krisis global ini sebagai dorongan

untuk mengembangkan industri bangsa, pengembangan industrialisasi baru dapat

dilakukan sambil berjalan sebagai solusi jangka panjang. Kita harus

mengembangkan beberapa industri baru yang memiliki keunggulan dan kekhasan

agar Indonesia dapat menjadi Negara Industri Baru (NIB) yang akan lebih kuat

terhadap hempasan krisis global di masa depan.

Ketika krisis ekonomi berlangsung ekspor dan impor harus sangat

diwaspadai. Pembatasan terhadap impor barang konsumsi harus segera dilakukan,

selain karena harganya yang tinggi seiring dengan kenaikan kurs dollar AS

terhadap Rupiah, impor ini juga berpotensi menurunkan daya beli dan mematikan

industri dalam negeri untuk barang sejenis. Namun kesempatan ini dapat

Page 17: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

2  

 

dimanfaatkan bagi industri dalam negeri untuk menjadi substitusi untuk impor

barang konsumtif dan mendapat tambahan pendapatan. Sebagaimana diusulkan

Kadin untuk segera mengadakan disinsentif untuk barang impor yang konsumtif,

dan tidak berlaku untuk impor barang modal. Meskipun tetap akan lebih baik jika

barang modal itu dibuat di dalam negeri seperti dulu Indonesia sempat memiliki

Texmaco yang harus dibangun kembali jika yang dibicarakan adalah

industrialisasi baru. Disamping itu ada juga insentif bagi industri dalam negeri

yang mampu mensubstitusi produk impor, daripada terus menerus dilakukan

ekspor terhadap barang yang harganya terus turun di pasar global, lebih baik

ditingkatkan penggunaannya oleh masyarakat dalam negeri agar dapat

menikmatinya dengan harga lebih murah.

Berdasarkan pernyataan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, pemerintah

telah memiliki garis besar pembangunan industri hingga 2025. Untuk jangka

menengah sasaran kualitatif yang ingin dicapai adalah tumbuhnya industri yang

mampu menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar, meningkatkan daya

saing industri berorientasi ekspor, dan tumbuhnya industri potensial yang menjadi

motor industri masa depan. Sedangkan untuk periode 2010-2020 diharapkan

Indonesia mampu menjadi Negara Industri Baru (NIB) dan pada 2025 menjadi

Negara Industri Tangguh (NIT).

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor

industri pengolahan yang menjadi primadona perekonomian Indonesia. Sejak

tahun 1991 sektor industri telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Di samping untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, industri pengolahan

Page 18: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

3  

 

bukan migas juga memiliki pangsa pasar internasional yang baik. Pertumbuhan

sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu positif. Pada tahun 2007

pertumbuhan sektor industri pengolahan sekitar 4,7 persen, meningkat

dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 4,6 persen. Meningkatnya permintaan

akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional,

telah mendorong peranan sektor industri pengolahan menjadi peringkat pertama

dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 1991.

Peranan sektor ekonomi suatu daerah terhadap pembentukan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan potensi perekonomian suatu

wilayah. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan memberikan

gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah tersebut yang

terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar

semakin berkembang. Secara umum, yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi

Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan.

Hal ini dilihat dari peranan sektor industri yang tetap mendominasi

perekonomian Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun. Sektor industri tersebut,

disamping mendominasi perekonomian Provinsi Jawa Barat, juga memiliki

kontribusi yang sangat besar terhadap industri nasional. Kondisi ini menunjukkan

bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian

nasional. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan lapangan usaha terbesar

kedua menyerap tenaga kerja setelah Pertanian.

Pada tahun 2007 sektor industri pengolahan masih mendominasi PDRB

Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 44,97 persen terhadap

Page 19: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

4  

 

perekonomian Provinsi Jawa Barat. Begitu pula di beberapa kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Barat. Selain itu sektor industri pengolahan mengalami peningkatan

pertumbuhan sebesar 5 persen dengan nilai Rp. 119,89 triliun pada tahun 2007.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan menempati posisi kedua dari seluruh

sektor ekonomi di Jawa Barat.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2007

(Milyar Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007

Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 34.457,71 34.942,01 34.822,02 35.687,49

Pertambangan dan Penggalian 7.705,21 7.143,20 6.982,24 6.491,51

Industri Pengolahan 96.978,41 105.334,04 114.299,62 122.702,67

Listrik, Gas dan Air Minum 5.337,89 5.649,82 5.427,57 5.750,57

Bangunan /Konstruksi 6.602,39 7.780,82 8.232,95 8.928,17

Perdagangan, Hotel,dan Restoran 45.529,02 47.259,96 50.719,35 54.789,91

Pengangkutan dan Komunikasi 10.309,02 10.329,16 11.143,25 12.271,02

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 7.247,00 7.623,68 7.672,32 8.645,55

Jasa-jasa 15.836,80 16.821,14 18.200,09 18.728,21

TOTAL PDRB 230.003,49 242.883,88 257.499,44 273.995,14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2008.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa hal yang

diidentifikasi adalah sebagai berikut :

Page 20: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

5  

 

(1) Bagaimana peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di

Provinsi Jawa Barat?

(2) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor

lainnya di Provinsi Jawa Barat?

(3) Bagaimana dampak penyebaran sektor industri pengolahan di Provinsi

Jawa Barat terhadap sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat?

(4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri

pengolahan berdasarkan efek multiplier di Provinsi Jawa Barat?

(5) Peraturan apa saja yang diberlakukan oleh pemerintah dalam rangka

mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penulisan

skripsi ini adalah :

(1) Menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan nilai

tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Provinsi Jawa

Barat.

(2) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor –sektor

perekonomian lainnya di Provinsi Jawa Barat, baik bagi penyedia input

maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri

pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

(3) Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor

industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

Page 21: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

6  

 

(4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri

pengolahan berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan

tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

(5) Menganalisis peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk

mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi sektoral yang akan membawa

dampak makro bagi perekonomian Jawa Barat dan perekonomian Indonesia.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah

Provinsi Jawa Barat dalam pengambilan kebijakan atau sebagai literatur dalam

pengaplikasian Tabel Input-Output.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini menggunakan analisis input-output.

Dengan menggunakan tabel input output transaksi domestik atas dasar harga

produsen Provinsi Jawa Barat tahun 2003 klasifikasi 9 sektor dan 29 sektor. Tabel

I-O tahun 2003 merupakan tabel terbaru yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi

Jawa Barat, tabel ini masih tetap dianggap masih relevan sampai 10 tahun setelah

tahun dikeluarkannya selama tidak ada kejadian ekonomi yang signifikan. Pada

klasifikasi 29 sektor industri pengolahan dibagi menjadi 10 sub sektor yang

mencakup pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri

tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furnitur;

Page 22: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

7  

 

industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan; industri

kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral

bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri

pengolahan lainnya.

Page 23: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang

bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa (BPS, 2007). Proses produksi dapat

dilakukan secara mekanis, kimiawi ataupun proses yang lainnya dengan

menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat

dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau

perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya menunjang sektor industri seperti jasa

maklon, perbaikan dan pemeliharaan mesin-mesin, kapal, kereta api dan pesawat

terbang juga termasuk dalam sektor ini.

Jasa perbaikan yang dicakup oleh sektor ini adalah perbaikan terhadap

barang modal, baik yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri maupun oleh pihak

lain. Perbaikan mesin-mesin milik rumah tangga dan kendaraan bermotor tidak

termasuk ke dalam sektor ini, melainkan dalam sektor jasa-jasa (Jasa

Perbengkelan). Sektor industri pengolahan mencakup pula kegiatan sederhana

seperti pembuatan gaplek dan sagu, kopra, minyak nabati rakyat, gula merah,

pengupasan dan pembersihan kopi, pengirisan tembakau serta penggaraman dan

pengeringan ikan (BPS, 2007).

2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian

Peranan sektor industri pengolahan tidak dapat dipisahkan dari

pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor industri pengolahan telah menjadi tulang

Page 24: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

9

 

punggung perekonomian nasional sejak tahun 1991, di samping untuk memenuhi

kebutuhan pasar dalam negeri, industri pengolahan non migas juga memiliki

pangsa pasar luar negeri yang baik. Dari tahun ke tahun sektor industri

pengolahan selalu mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2006 sektor

ini tumbuh 4,6 persen dan 4,7 persen di tahun 2007.

Sejak tahun 1991, sektor industri pengolahan telah menjadi kontributor

utama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Peranannya

mencapai 27,00 persen pada tahun 2007, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor terbesar kedua.

Subsektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap PDB Indonesia ialah subsektor industri bukan migas sebesar 22,4 persen

pada tahun 2007. Sementara subsektor industri migas menyumbang sekitar 4,6

persen. Pada tahun 2007 sumbangan industri bukan migas didominasi oleh

industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,7 persen, disusul oleh

industri alat angkutan, mesin dan peralatan sebesar 6,4 persen terhadap PDB

Indonesia. Subsektor industri bukan migas yang lainnya hanya menyumbang

kurang dari 3 persen terhadap PDB Indonesia. Meskipun demikian kontribusi dari

tiap-tiap industri tersebut relatif meningkat jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional dan

Provinsi Jawa Barat beberapa tahun terakhir meningkat. Berdasarkan Nilai

Tambah Bruto (NTB) Tabel I-O Indonesia 2005, sektor industri pengolahan

merupakan sektor yang terbesar kontribusinya terhadap penciptaan Produk

Page 25: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

10

 

Domestik Bruto (PDB) Indonesia. NTB sektor industri sebesar Rp. 779,513

trilyun atau sebesar 26,5 persen dari nilai PDB. Sektor ini juga menciptakan

permintaan akhir terbesar pada tahun 2005, yaitu sebesar Rp. 1.690,458 trilyun

atau sebesar 45,5 persen dari total nilai akhir dan mendominasi komposisi nilai

ekspor pada tahun 2005 dengan nilai ekspor mencapai Rp. 657,912 trilyun setara

dengan 67,3 persen dari total ekspor keseluruhan sektor. Hal lain yang

menunjukkan peran sektor ini dalam perekonomian Indonesia ialah permintaan

terhadap produk industri pengolahan merupakan yang terbesar dengan nilai Rp.

3.141,208 trilyun dan permintaan antara sebesar Rp. 1.450,750 trilyun sebagai

yang terbesar pula.

Peranan sektor industri tetap mendominasi perekonomian Provinsi Jawa

Barat dari tahun ke tahun. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan

lapangan usaha terbesar ke tiga penyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian dan

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dan memberikan kontribusi 44,97 persen

terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat (BPS, 2008).

2.3. Kebijakan dalam Sektor Industri

Di bidang ekonomi, krisis berdampak pada menurunnya kinerja bisnis

pada berbagai sektor usaha dan sangat dirasakan terutama di sektor industri. Hal

ini karena umumnya industri-industri besar yang tidak berorientasi pada

pemanfaatan bahan baku dan bahan setengah jadi dalam negeri. Semakin

terpuruknya sektor swasta juga berdampak pada meningkatnya Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK).

Page 26: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

11

 

Perekonomian Indonesia serta kondisi riil paska krisis ekonomi akan

menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor industri. Setelah terjadinya krisis

ekonomi pertumbuhan sektor industri masih sedikit lebih rendah bila

dibandingkan dengan pertumbuhannya pada saat sebelum krisis. Upaya

mempercepat pembangunan, membangun kemandirian ekonomi, pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dengan cara memberikan

kesempatan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber

daya yang dimiliki, telah dilakukan dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun

2004 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi oleh

pemerintah dan DPR menjadi UU No. 33 Tahun 2004.

Di sisi lain, isu-isu globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia terkait

dengan sektor industri telah bergerak begitu cepat, secara kasat mata negara-

negara maju lebih siap sehingga cenderung lebih mampu memanfaatkan

kesempatan dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang. Dalam

upaya mempercepat proses industrialisasi untuk mendukung pembangunan

ekonomi nasional sekaligus mengantisipasi dampak negatif globalisasi dan

liberalisasi ekonomi dunia dan perkembangan di masa yang akan datang,

diperlukan suatu arahan dan kebijakan yang jelas dalam jangka menengah,

maupun jangka panjang baik oleh Pemerintah Pusat maupun prakarsa daerah.

Kebijakan ini dapat berupa Undang-Undang Industri Nasional, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Perindustrian, Peraturan

Page 27: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

12

 

Menteri Perdagangan, dan lain lain. Dapat pula berupa regulasi dari pemerintah

dan Bank Indonesia. Peraturan daerah dibuat dengan pendekatan terhadap daerah

masing-masing dengan merujuk kepada peraturan pusat dengan tujuan agar

peraturan tersebut dapat lebih berhasil dalam pelaksanaannya.

Hal terpenting adalah arah dan kebijakan industri nasional yang disepakati

bersama, sangat dibutuhkan agar industri tidak tumbuh secara alami tanpa

kejelasan akan bentuk bangun industri yang akan terjadi, yang akan menimbulkan

dampak pemborosan sumber daya pembangunan (inefisiensi) dan tidak

terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan.

Semua pihak yang bersangkutan dan berkepentingan mempunyai

kewajiban untuk berpartisipasi aktif terhadap peraturan/regulasi yang telah dibuat

agar dapat mencapai hasil yang optimal sehingga peraturan/regulasi tersebut tidak

sia-sia.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam

perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak

dilakukan. Diantaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian,

penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap

sektor pertanian dan industri pengolahan, dan sebagainya.

Pada umumnya setiap penelitian memiliki tujuan yang sama yaitu

mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan (direct forward

linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan

Page 28: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

13

 

langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak

langsung ke belakang.

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan

Penelitian Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan Ke Belakang

No Lokasi Tahun Langsung Langsung & Tidak Langsung Langsung Langsung &

Tidak Langsung 1 2 3

Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya

2001

2005

2008

0,433 0,256 0,205

1,709

0,01 0,01 0,02

1,582 1,341 1,230

2,102

1,01 1,02 1,04

0,106 0,596 0,413

0,437

0,01 0,01 0,02

1,138 1,746 1,560

1,606

1,03 1,02 1,03

Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Secara umum, nilai keterkaitan langsung ke depan relatif kecil, kecuali

untuk Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar 1,709 pada sektor industri pengolahan,

nilai ini lebih besar daripada nilai keterkaitan langsung ke belakangnya yaitu

sebesar 0,437. Hal ini mengartikan bahwa sektor industri pengolahan secara

langsung lebih peka dalam menciptakan kenaikan output apabila terjadi

peningkatan satu-satuan permintaan akhir terhadap sektor industri dibandingkan

dengan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan

input bagi keperluan proses produksi.

Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang paling mencolok juga

ditunjukkan oleh data Provinsi Jawa Tengah untuk sektor industri pengolahan

yaitu sebesar 2,102 meskipun keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

belakang tetap memiliki nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 1,606. Hal ini

menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan secara langsung dan tidak

Page 29: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

14

 

langsung lebih kuat mendorong peningkatan produksi terhadap sektor yang

membutuhkan input dari sektor ini dibandingkan dengan kemampuannya untuk

mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input untuk keperluan proses

produksinya.

Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier

Penelitian Multiplier

No Lokasi Tahun Output Pendapatan Tenaga Kerja

Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

1 2 3

Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya

2001

2005

2008

1,738 1,746 1,510

1,606

1,0858 1,1511 1,2326

1,176 1,834 1,608

2,132

1,1688 1,1225 1,3401

1,192 1,506 1,383

1,314

1,3986 3,9292 1,3776

1,260 1,593 1,462

1,586

1,6214 4,552

1,5972

1,075 8,268 1,521

4,774

1,0296 1,1076 1,152

1,690 8,760 1,689

7,397

1,0391 1,1146 1,2065

Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai multiplier output tipe I terbesar

ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri sebesar 1,746.

Sedangkan multiplier output tipe II terbesar oleh Provinsi Jawa Tengah pada

sektor industri pengolahan sebesar 2,123. Untuk multiplier pendapatan tipe I dan

II, nilai terbesar ialah 3,9292 dan 4,552 keduanya dari Kabupaten Pandeglang

pada sektor melinjo. Dan untuk multiplier tenaga kerja terbesar ditunjukkan oleh

Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri baik untuk tipe I maupun untuk

tipe II yaitu sebesar 8,268 dan 8,760.

Page 30: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

15

 

Perbedaan multiplier tipe I dan II ialah pada faktor rumah tangga, dimana

pada multiplier tipe I rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen sedangkan

pada multiplier tipe II rumah tangga sebagai faktor endogen.

Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran

Penelitian Koefisien Penyebaran

Kepekaan Penyebaran No Lokasi Tahun

1 2 3

Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya

2001 2005 2008

0,875 1,342 1,160

1,168

0,24 0,47 0,65

1,216 1,831 0,945

1,528

0,95 0,46 0,76

Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Tabel 2.3. memperlihatkan bahwa nilai dari koefisien penyebaran dan

kepekaan penyebaran bervariasi. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari

satu menandakan bahwa sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk menarik

sektor hulunya. Dan nilai kepekaan penyebaran lebih besar dari satu berarti sektor

tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong sektor hilirnya.

Dari tabel di atas nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran

terbesar diperoleh Provinsi Sumatera Barat dari sektor agroindustri yaitu 1,342

dan 1,831, artinya sektor agroindustri selain mampu menarik sektor hulunya

melalui distribusi manfaat dari pengembangan sektor tersebut terhadap

perkembangan sektor yang lainnya, juga mampu untuk mendorong perkembangan

sektor hilirnya.

Page 31: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

16

 

Analisis Input-Output telah banyak digunakan sebagai alat untuk

penelitian ekonomi. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan meneliti salah satu

sektor perkonomian saja yaitu sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.5.1. Model Input-Output

Tabel I-O adalah uraian statistik dalam bentuk matriks yang berisikan

informasi tentang barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsektor, dalam suatu

wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Dengan menggunakan tabel I-O dapat

dilihat bagaimana output dari suatu sektor di dalam perekonomian didistribusikan

ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang

diperlukan dari sektor yang lainnya (BPS, 2007).

Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka statis, menurut

Jensen dan West (1986) transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan

tabel I-O harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu berikut ini :

(1) Keseragaman (Homogenity), yaitu asumsi bahwa output hanya dihasilkan

secara tunggal, artinya setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis

barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada

substitusi otomatis antaroutput dari sektor yang berbeda.

(2) Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara output

dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, yang berarti

kenaikan atau penurunan terhadap penggunaan input oleh suatu sektor akan

sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.

Page 32: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

17

 

(3) Penjumlahan (Additivitas), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan

produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-

masing sektor tersebut.

Dalam Priyarsono, Sahara, dan Firdaus (2007), beberapa kegunaan dari

analisis I-O, antara lain adalah sebagai berikut.

(1) Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai

tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai

sektor produksi.

(2) Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa

terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan

substitusinya.

(3) Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap

pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan

perekonomian.

(4) Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi

karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.5.2. Struktur Tabel Input-Output

Format dari Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran n x n

dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan

suatu hubungan tertentu (Priyarsono et al., 2007). Untuk memperoleh gambaran

tentang tabel I-O yang lebih lengkap disajikan contoh tabel 2.4.

Page 33: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

18

 

Tabel 2.4. Ilustrasi Tabel Input-Output

Alokasi Output Susunan Output

Permintaan Antara Permintaan Akhir

Jumlah OutputSektor Produksi

1 2 … n

Input Antara

Sektor Produksi

1 2 . . n

x11 x21 . .

xn1

x12 x22 . .

xn2

… … . .

x1n x2n . .

xnn

F1 F2 . .

Fn

X1 X2 . .

Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn

Jumlah Input X1 X2 … Xn Sumber : Tabel Input-Output Indonesia, BPS Pusat, 2007.

Dari tabel di atas isian sepanjang baris memerlihatkan bagaimana output

dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara

(intermediate demand) dan sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir (final

demand). Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input

antara dan input primer oleh suatu sektor.

Jika Tabel 2.4. dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan

dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar berikut :

x11

x21

.

.

xn1

+

+

+

x12

x22

.

.

xn2

+

+

+

.

.

+

+

+

x1n

x2n

.

.

xnn

+

+

+

F1

F2

.

.

Fn

=

=

=

X1

X2

.

.

Xn………....................(2.1)

Page 34: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

19

 

Arti dari penjumlahan di atas ialah jika seluruh output suatu sektor yang

digunakan oleh sektor lain dijumlahkan secara baris kemudian ditambahkan

dengan permintaan akhir sektor tersebut, maka hasil penjumlahannya adalah

jumlah output total yang dihasilkan sektor tersebut.

dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi :

…………………...…..(2.2)

dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh

sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah

output sektor i. Sebaliknya jika dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi,

angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor. Dengan mengikuti

cara-cara membaca seperti secara baris di atas, maka persamaan secara aljabar

menurut kolom dapat dituliskan menjadi :

Arti dari penjumlahan di atas ialah jika seluruh input suatu sektor yang

diperoleh dari sektor lain dijumlahkan secara kolom kemudian ditambahkan

x11

x21

.

.

xn1

+

+

+

x12

x22

.

.

xn2

+

+

+

.

.

+

+

+

x1n

x2n

.

.

xnn

+

+

+

V1

V2

.

.

Vn

=

=

=

X1

X2

.

.

Xn………....................(2.3)

Page 35: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

20

 

dengan input primer sektor tersebut, maka hasil penjumlahannya adalah jumlah

input total yang digunakan sektor tersebut.

dan secara umum dapat ditulis menjadi :

………………………….......(2.4)

dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Selanjutnya empat kuadran yang terdapat dalam suatu tabel I-O dibagi

menjadi kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran

tersebut adalah sebagai berikut;

a. Kuadran I (Intermediate Quadran)

Setiap sel dalam kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi

barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan

informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu

perekonomian. Dalam analisis I-O kuadran ini berperan penting karena

menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses

produksinya.

b. Kuadran II (Final Demand Quadran)

Kuadran ini menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir

adalah output suatu sektor yang langsung dipengaruhi oleh rumah tangga,

pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Konsumsi

rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah

tangga dan badan-badan yang tidak mencari keuntungan dikurangi nilai neto

Page 36: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

21

 

penjualan barang bekas dan sisa. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah

pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk konsumsi pemerintah itu sendiri.

Pembentukan modal tetap mencakup pembelian semua barang baru oleh semua

sektor produksi, termasuk pembelian barang bekas dari luar negeri. Perubahan

stok merupakan nilai persediaan akhir dikurangi persediaan awal tahun.

Kemudian komponen yang terakhir adalah ekspor, yaitu meliputi pembelian

barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri oleh pihak asing.

c. Kuadran III (Primary Input Quadran)

Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi

oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran III terdiri dari pendapatan

rumah tangga (upah dan gaji), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung.

Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto

yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Upah dan gaji adalah pembayaran para

buruh dan pegawai atas partisipasi mereka dalam kegiatan produksi. Surplus

usaha meliputi sewa tanah, bunga atas modal, dan keuntungan produsen.

Penyusutan merupakan perkiraan pengurangan nilai barang modal tetap yang

dipakai dalam proses produksi. Pajak tak langsung neto adalah selisih antara pajak

tak langsung dengan subsidi.

d. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran)

Kuadran ini merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang

menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan

akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

Page 37: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

22

 

Penyebab dari asumsi-asumsi yang ada maka tabel I-O sebagai model

kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien input atau koefisien teknis

diasumsikan tetap selama periode analisis. Jika koefisien teknis dianggap tetap

maka teknologi yang digunakan dalam proses produksi juga dianggap tetap.

Sehingga mengakibatkan besarnya perubahan yang terjadi pada kuantitas dan

harga input akan selalu sebanding dengan besarnya perubahan kuantitas dan harga

output. Meskipun demikian, model I-O masih menjadi model yang lengkap dan

komprehensif.

2.5.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi

pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem

perekonomian (Priyarsono, et al. 2007). Konsep keterkaitan ini dirumuskan

menjadi keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang

(backward linkage). Hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam penjualan

terhadap total penjualan output yang dihasilkannya diperlihatkan dalam

keterkaitan ke depan (forward linkage) sedangkan hubungan keterkaitan antar

industri/sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan

untuk proses produksi diperlihatkan dalam keterkaitan ke belakang (backward

linkage).

Berdasarkan konsep ini kita dapat mengetahui besarnya pertumbuhan

suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui

mekanisme industri. Koefisien langsung akan menunjukkan keterkaitan langsung

Page 38: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

23

 

antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara,

sedangkan matriks kebalikan Leontief akan menunjukkan keterkaitan langsung

dan tidak langsungnya. Matriks kebalikan Leontief (α) disebut sebagai matriks

koefisien keterkaitan karena matriks ini mengandung informasi penting tentang

struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan

antarsektor perekonomian.

2.5.4. Analisis Multiplier

Multiplier adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari

stimulus ekonomi. Stimulus ekonomi yang dimaksud ialah output, pendapatan,

dan tenaga kerja. Ketiga stimulus ekonomi ini diasumsikan sebagai peningkatan

penjualan sebesar satu satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor

(Kriswantriyono, 1994).

a. Multiplier Output

Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek

awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter.

Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian

input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan

moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :

α = (I - A)-1 = [αij] …..…………………………………….(2.5)

Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi

penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat

keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien

Page 39: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

24

 

dari matriks invers ini [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu

sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b. Multiplier Pendapatan

Dalam Jensen (1986), Multiplier pendapatan mengukur peningkatan

pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel I-

O, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh

rumah tangga. Pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis

pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga

tetapi juga dividen dan bunga bank.

c. Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang

disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak

diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel I-O seperti pada multiplier output dan

pendapatan, karena dalam tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang

berhubungan dengan tenaga kerja. Multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan

menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-

masing sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Penambahan baris

ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Penambahan baris dilakukan untuk

mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). Cara untuk memeroleh koefisien tenaga

kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor

dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.

Koefisien tenaga kerja (ei) menunjukkan efek langsung ketenagakerjaan

dari setiap sektor akibat adanya perubahan output sektor ke-i. Efek langsung dan

Page 40: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

25

 

tidak langsung ditunjukan dengan αij ei untuk setiap sektor, dan Σiαij ei untuk

semua sektor dalam perekonomian wilayah atau negara. Sedangkan efek total

ditunjukan dengan αij* ei.

d. Multiplier Tipe I dan Tipe II

Multiplier tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output,

pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang

disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan

tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output,

pendapatan, dan tenaga kerja terdiri dari beberapa tahap yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1) Efek Awal (Initial Impact)

Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai

peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter.

Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan

pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan

oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi

tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

2) Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek ini menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor

untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi

output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien

input-output/aij), sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (Σiaij hi)

menunjukkan adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek

Page 41: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

26

 

putaran pertama dari sisi tenaga kerja (Σiaij ei) menunjukkan peningkatan

penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

3) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Dari sisi output, efek ini menunjukkan peningkatan output putaran kedua dan

selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga

kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan

pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat

adanya dukungan industri yang menghasilkan output.

4) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Efek ini dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi

(peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang

meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi

diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output

dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

5) Efek Lanjutan (Flow-on_Effect)

Efek lanjutan merupakan efek yang terjadi pada semua sektor perekonomian

dalam suatu negara atau suatu wilayah akibat adanya peningkatan penjualan

dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total

dengan efek awal.

2.6. Kerangka Pemikiran Analitis

Pembangunan nasional pada dasarnya berusaha mewujudkan tatanan

masyarakat yang adil dan makmur. Dengan keadaan negara Indonesia yang

Page 42: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

27

 

memiliki banyak sumber daya alam dan manusia, dan Provinsi Jawa Barat sebagai

provinsi terdekat dengan ibukota memiliki potensi yang sangat besar yang dalam

pengembangannya harus diatur dan ditata dengan baik agar membuahkan hasil

yang maksimal.

Sejarah pembangunan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa selama

beberapa dasawarsa, sektor pertanian masih menjadi tumpuan harapan negara

sebagai penggerak ekonomi, terutama kemampuannya dalam menyerap tenaga

kerja. Potensi agraris yang demikian besar menjanjikan hasil yang sangat

menggiurkan jika diolah dan ditangani dengan benar, kondisi sosial-teknologi

negara yang masih dalam taraf seperti sekarang ini memberikan hasil yang kurang

maksimal dari sektor pertanian. Penebangan hutan liar, pencurian hasil laut oleh

nelayan asing dan berbagai masalah lainnya ikut serta di dalam menurunkan hasil

dari sektor pertanian.

Setelah sekian tahap pembangunan dilaksanakan, perkembangan

menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak dapat selamanya dijadikan dasar

tumpuan sumber pendapatan negara karena ternyata kontribusi sektor ini dalam

perekonomian Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menurun. Di sisi lain

sektor industri menunjukkan perkembangan yang pesat.

Seiring dengan kebutuhan berbagai kebijakan baru yang mendukung

bidang industri pengolahan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun

daerah. Hasilnya adalah sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang

cepat. Industri yang umumnya tumbuh dengan cepat ialah industri yang bersifat

padat modal, jenis industri yang nilai produktivitasnya sangat tinggi. Suatu dilema

Page 43: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

28

 

dalam mengembangkan sektor industri di Indonesia adalah masalah pemilihan

teknologi dan hubungannya dengan kesempatan kerja.

Pembangunan industri telah banyak berdampak positif dalam

pembangunan regional, sektor industri mampu meningkatkan kualitas daerah,

perataan investasi dan pendapatan daerah (Kriswantriyono, 1991). Tahun-tahun

belakangan ini sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang besar bagi

perekonomian Indonesia.

Berkembangnya sektor industri pengolahan di daerah tidak terlepas dari

perkembangan sektor industri nasional. Di Provinsi Jawa Barat, sifat sektor

industri pengolahan berhubungan erat dengan sektor pertanian. Kemunculan

bengkel-bengkel mesin di Provinsi Jawa Barat bersamaan dengan mulai

berkembangnya sektor industri nasional, dikarenakan pada saat awal industri

logam dan mesin didirikan untuk memenuhi kebutuhan sektor perkebunan.

Sampai saat ini sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat masih

mendapatkan modal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

Penanaman Modal Asing (PMA) dalam jumlah yang terbesar. Rp. 10.713.020 juta

untuk PMA dan sebesar Rp. 11.295.288 juta untuk PMDN (BPMD Jawa Barat,

2007). Persentase penanaman modal untuk sektor industri pengolahan di Jawa

Barat mencapai 95,22 persen dari total keseluruhan modal yang ditanamkan di

seluruh sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat.

Tidak semua daerah mengalami hal yang serupa dengan Provinsi Jawa

Barat. Pola dan strategi pembangunan sektoral di daerah selalu didasarkan atas

potensi dan prospek masing-masing daerah, apalagi setelah adanya otonomi

Page 44: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

29

 

daerah. Beberapa wilayah yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat

dikhususkan untuk dikembangkan sebagai daerah industri. Letaknya yang

strategis sebagai daerah penyangga bagi wilayah ibukota memberi arti yang

tersendiri. Bagaimana peranan sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat

sangat menarik bagi penulis untuk dilihat. Bagaimana pengaruh sektor industri

pengolahan terhadap perekonomian wilayah Provinsi Jawa Barat, keterkaitan

antarsektor, dampak multiplier, dan pengaruh kebijakan yang diambil. Untuk

mengetahui hal-hal tersebut, penulis menggunakan analisis Tabel Input Output

Provinsi Jawa Barat tahun 2003 serta analisis dilengkapi dengan regulasi dari

pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap sektor industri pengolahan agar tercipta

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan seperti yang tergambarkan dalam

kerangka di bawah ini.

Sektor Industri Pengolahan

Sektor Perekonomian

PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Regulasi Pemerintah

Analisis Multiplier

Analisis Keterkaitan

Analisis Input-Output

Analisis Pembentukan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Page 45: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

 

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Provinsi Jawa Barat dipilih sebagai tempat penelitian karena sektor

industri pengolahan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB

daerah ini, selain itu Provinsi Jawa Barat juga sebagai wilayah penyangga yang

berperan terhadap pembangunan ibukota. Dengan pertimbangan ini akan diteliti

perkembangan sektor industri pengolahan dalam perekonomian wilayah Provinsi

Jawa Barat, keterkaitannya dengan sektor lain, pengaruhnya terhadap penyerapan

dan perluasan kesempatan kerja, dan terhadap pendapatan daerah.

Penulisan penelitian telah dimulai sejak Februari 2009. Penelitian selesai

pada bulan Juli 2009, telah mencakup waktu yang diperlukan untuk penulisan

penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan

diselesaikan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Dalam Jensen (1986), metode yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah

metode non-survei atau survei minimal. Kelemahan metode ini adalah analisis

akan sangat tergantung pada ketersediaan data yang ada serta hasil pengolahan

data. Terjadinya penyimpangan di luar teori akan sulit dijustifikasi, kecuali

peneliti sudah sangat memahami dan terbiasa dengan penelitian sejenis.

Page 46: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

31

 

 

Kekurangan metode non-survei dalam penelitian ini akan tertutupi dengan

beberapa kelebihannya, yaitu diantaranya adalah murahnya biaya yang

dikeluarkan serta cepatnya waktu penelitian jika dibandingkan dengan bila

penelitian dilakukan dengan metode survei.

Data dari Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun 2003. Data-data

tersebut diambil dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Barat, Lembaga Sumberdaya

Informasi (LSI) IPB, Departemen Perindustrian serta instansi-instansi terkait.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat keras komputer

serta perangkat lunak GRIMP dan Microsoft Excel 2007. Pemilihan perangkat

lunak ini didasarkan atas kemampuannya dalam melakukan analisis Input-Output

yang sangat lengkap dan komprehensif.

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk memelajari peranan sektor industri

pengolahan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya adalah Tabel Input-

Output. Dari Tabel I-O dapat diketahui secara langsung peranan sektor industri

pengolahan dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dan

permintaan antara karena sudah disajikan di dalam tabel. Sedangkan untuk

mengetahui peranan sektor industri pengolahan baik sebagai sektor penyedia input

maupun sebagai sektor pengguna input serta dampak yang ditimbulkan sektor

industri pengolahan terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji dengan analisis

multiplier dan keterkaitan.

Page 47: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

32

 

 

Dari persamaan dasar yang telah disajikan pada sub bab 2.4.2. yaitu :

Jika diketahui matriks koefisien input :

…………………………………………………….…(3.2)

Dan jika persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat

persamaan (3) sebagai berikut :

x11

x21

.

.

xn1

+

+

+

x12

x22

.

.

xn2

+

+

+

.

.

+

+

+

x1n

x2n

.

.

xnn

+

+

+

F1

F2

.

.

Fn

=

=

=

X1

X2

.

.

Xn………....................(3.1)

a11X1

a21X1

.

.

an1X1

+

+

+

a12X2

a22X2

.

.

an2X2

+

+

+

.

.

+

+

+

a1nXn

a2nXn

.

.

annXn

+

+

+

F1

F2

.

.

Fn

=

=

=

X1

X2

.

.

Xn................................(3.3)

Page 48: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

33

 

 

Jika ditulis dalam bentuk persamaan matriks, persamaan (3) akan menjadi

persamaan berikut :

A X + F = X

AX + F = X atau ( I –A ) X = F atau X = ( I - A)-1F ……...………..(3.4)

dimana :

I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya

dan nol pada selainnya,

F = permintaan akhir,

X = jumlah output,

(I - A) = matriks Leontief,

(I - A)-1= matriks kebalikan Leontief.

Dari persamaan (4) ini terlihat bahwa output setiap sektor memiliki

hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I - A)-1 sebagai koefisien

antaranya. Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis

ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan

akhir terhadap tingkat produksi.

a11

a21

:

:

a21

a12

a22

:

:

a22

a1n

a2n

:

:

a2n

Xn

Xn

:

:

Xn

+

F1

F2

:

:

Fn

=

X1

X2

.

.

Xn

Page 49: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

34

 

 

3.3.1. Analisis Keterkaitan

3.3.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan memperlihatkan akibat dari suatu sektor

terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara

langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan ini dirumuskan sebagai

berikut :

………………………………………………………….………….(3.5)

= keterkaitan langsung ke depan sektor i,

= unsur matriks koefisien teknis.

3.3.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan jenis ini memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap

sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung

per unit kenaikan permintaan total. Dinyatakan dalam rumus berikut:

………………………………..……………………………………(3.6)

= keterkaitan langsung ke belakang sektor i,

= unsur matriks koefisien teknis.

3.3.1.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Jensen (1986), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan

memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang

Page 50: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

35

 

 

menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung

per unit kenaikan permintaan total. Dirumuskan sebagai berikut:

………………………………………………………………(3.7)

= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i,

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka.

3.3.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan jenis ini menyatakan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-

sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung

maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Jensen, 1986).

Dinyatakan dalam rumus berikut:

………………………………………….……………………(3.8)

= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i,

= unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka.

3.3.2. Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan ataupun

ke belakang belum mencukupi dijadikan landasan pemilihan sektor kunci.

Indikatornya tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan

akhir setiap sektor tidak sama, sehingga harus dilakukan penormalan. Untuk

Page 51: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

36

 

 

menormalkan indeks tersebut dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata

dampak yang dilakukan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh

sektor. Analisis ini dikenal dengan dampak penyebaran yang terbagi menjadi

kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

3.3.2.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Konsep koefisien penyebaran diartikan sebagai kemampuan suatu sektor

untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Konsep ini bermanfaat untuk

mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap

perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input.

Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj

mempunyai nilai lebih besar dari satu, dan berlaku sebaliknya jika nilai Pdj lebih

kecil dari satu (Priyarsono, et al. 2007). Rumus yang digunakan untuk mencari

nilai koefisien penyebaran adalah:

…………………..……………………………….(3.9)

= koefisien penyebaran sektor j,

= unsur matriks kebalikan Leontief.

3.3.2.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong

pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini.

Kepekaan penyebaran bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu

Page 52: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

37

 

 

sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Sektor I

dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih

besar dari satu. Berlaku pula sebaliknya bila nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus

yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah:

…………………………………………………………..(3.10)

= kepekaan penyebaran sektor i,

= unsur matriks kebalikan Leontief.

3.3.3. Analisis Multiplier

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik pada model terbuka (αij)

maupun pada model tertutup (α*ij) nilai-nilai multiplier output, pendapatan, dan

tenaga kerja dapat diperoleh melalui rumus-rumus pada Tabel 3.1. berikut

Page 53: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

38

 

 

Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

Nilai Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

Efek Putaran Pertama Σiaij Σiaij hi Σiaij ei

Efek Dukungan Industri Σiαij - 1 - Σiaij Σiαij hi - hj - Σiaij hi Σiαij eij - ej - Σiaij ei

Efek Induksi Konsumsi Σiα*ij - Σiαij Σiα*ij hi - Σiαijhi Σiα*ijei - Σiαijei

Efek Total Σiα*ij Σiα*ijhi Σiα*ijei

Efek Lanjutan Σiα*ij – 1 Σiα*ijhi - hi Σiα*ijei - ei

Sumber: Priyarsono, et al. 2007.

Dimana :

aij = Koefisien Output,

hi = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga,

ei = Koefisien Tenaga kerja,

αij = Matriks Kebalikan Leontief Model Terbuka,

α*ij = Matriks Kebalikan Leontief Model Tertutup.

Page 54: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

39

 

 

Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit

pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan

menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:

Tipe II =

3.4. Definisi Operasional Data

a. Industri Pengolahan

Industri pengolahan ialah semua kegiatan mengubah suatu barang yang

bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses pengubahan dapat

dilakukan secara mekanis, kimiawi maupun dengan menggunakan alat-alat

sederhana dan mesin-mesin. Kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan

termasuk ke dalam kegiatan ini.

Pada klasifikasi 29 sektor industri pengolahan dibagi menjadi 10 sub

sektor yang mencakup pengilangan minyak bumi; industri makanan dan

minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu,

rotan dan furnitur; industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik;

industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi

dari logam; industri pengolahan lainnya.

Page 55: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

40

 

 

b. Output

Berdasarkan Tabel Input-Output, output adalah output domestik, yaitu

nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah

dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul yang melakukan produksi

barang dan jasa tersebut. Pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan

perorangan baik dari dalam negeri maupun asing. Bagi unit usaha yang

produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil kali kuantitas produksi

barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut.

Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka outputnya

merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.

c. Transaksi Antara

Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan

sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau

sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor

yang berperan sebagai konsumen merupakan sektor pada setiap kolom. Transaksi

antara hanya meliputi transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya

dalam proses produksi. Jadi, isian sepanjang baris pada transaksi antara

memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input

sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan

antara. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan input barang dan jasa

yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input

antara.

Page 56: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

41

 

 

d. Permintaan Akhir dan Impor

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan

konsumsi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga,

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan

stok dan ekspor.

i. Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan

rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan

netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan

lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di

dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi

oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor.

ii. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan

jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan

pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.

iii. Pembentukan Modal Tetap

Meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru

baik dari dalam maupun luar negeri termasuk barang modal bekas dari luar

daerah.

Page 57: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

42

 

 

iv. Perubahan Stok

Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun

dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan

menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh

produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang

strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan

mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan

stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang

belum terjual.

v. Ekspor dan Impor

Pada Tabel Input-Output regional, yang dimaksud dengan ekspor dan impor

barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk

suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut

terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan,

komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor mencakup

juga pembelian langsung di suatu daerah oleh penduduk negara/daerah lain,

sebaliknya pembelian langsung di luar negeri/luar daerah oleh penduduk suatu

daerah dikategorikan sebagai transaksi impor.

Transaksi ekspor barang ke luar negeri dinyatakan dangan nilai free on board

(f.o.b) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara

pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang

akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan

Page 58: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

43

 

 

atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dari nilai cost, insurance

and freight (c.i.f) ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor.

e. Input Primer

Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang

terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Input primer disebut

juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara.

i. Upah dan Gaji

Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang

dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja

keluarga yang tidak dibayar.

ii. Surplus Usaha

Merupakan balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan

modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong

pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak

kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai

tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung

netto.

iii. Penyusutan

Yang dimaksud dengan penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal

tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai

penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan

dalam proses produksi.

Page 59: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

44

 

 

iv. Pajak Tidak Langsung Netto

Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan

subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk,

pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.

Sedangkan subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada

produsen. Subsidi pada dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen.

Oleh karena itu subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negatif.

 

 

Page 60: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

 

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT

4.1. Gambaran Umum Wilayah

Secara geografis Provinsi Jawa Barat terletak di antara 104°48’ - 108°48’

Bujur Timur dan 5°50’ - 7°50’ Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan

Laut Jawa dan DKI Jakarta di sebelah Utara, Samudra Indonesia di sebelah

Selatan, Provinsi Banten di sebelah Barat, dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah

Timur.

Luas wilayah Jawa Barat kurang lebih 34.816,96 Km². Kawasan utara

merupakan daerah dataran rendah sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit

dengan sedikit pantai. Di bagian tengah merupakan dataran tinggi bergunung-

gunung, yakni bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat

hingga timur Pulau Jawa. Titik tertingginya adalah Gunung Ciremay, yang berada

di sebelah barat daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah

Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk, yang bermuara di Laut Jawa.

Dari segi pemerintahan, Jawa Barat dibagi menjadi 9 daerah otonom

tingkat I dan 19 daerah otonom tingkat II, termasuk Kabupaten Bandung Barat

yang telah diresmikan berdasarkan UU RI No. 12 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat pada 2 Januari

2007. Pada tahun 2000 provinsi ini dimekarkan dengan berdirinya Provinsi

Banten yang sekarang berbatasan langsung di sebelah barat. Jawa Barat memiliki

618 kecamatan, dengan 1.859 perkotaan dan 4.004 perdesaan, seperti yang terinci

pada Tabel 4.1.

Page 61: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

46  

 

Tabel 4.1. Jumlah Kecamatan dan Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2007

Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan

Klasifikasi Jumlah Perkotaan Perdesaan

Kabupaten

01. Bogor 40 200 228 428

03. Cianjur 32 45 303 348

02. Sukabumi 47 66 301 367

04. Bandung 31 156 111 267

05. Garut 42 96 328 424

06. Tasikmalaya 39 34 317 351

07. Ciamis 36 48 299 347

08. Kuningan 32 74 302 376

09. Cirebon 40 217 207 424

10. Majalengka 26 80 254 334

11. Sumedang 26 52 225 277

12. Indramayu 31 64 249 313

13. Subang 30 34 219 253

14. Purwakarta 17 50 142 192

15. Karawang 30 68 241 309

16. Bekasi 23 65 122 187

17. Bandung Barat 15 53 112 165

Kota

18. Bogor 6 67 1 68

19. Sukabumi 7 31 2 33

20. Bandung 30 150 1 151

21. Cirebon 5 22 - 22

22. Bekasi 12 52 4 56

23. Depok 6 61 2 63

24. Tasikmalaya 8 50 19 69

25. Cimahi 3 15 - 15

26. Banjar 4 9 15 24

Jawa Barat 618 1.859 4.004 5.863 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008.

Page 62: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

47  

 

Tabel 4.2. Luas Wilayah, Rata-Rata Penduduk per Km2, per Desa di Provinsi Jawa Barat 2006

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2)

Rata-rata Penduduk Per Km2 Per Desa/Kelurahan

Kabupaten

01. Bogor 2.239,09 1.884,67 9.897,15

03. Cianjur 3.160,51 709,03 6.533,24

02. Sukabumi 2.977,44 713,71 6.106,39

04. Bandung 2.286,61 1.925,55 9.998,02

05. Garut 2.179,51 1.090,03 5.669,99

06. Tasikmalaya 2.301,78 757,38 4.966,74

07. Ciamis 2.262,97 691,62 4.536,58

08. Kuningan 816,88 1.369,57 2.983,40

09. Cirebon 958,27 2.227,61 5.034,57

10. Majalengka 1.068,69 17.440,59 3.619,32

11. Sumedang 1.062,88 1.025,41 4.051,63

12. Indramayu 1.636,51 1.086,70 5.736,76

13. Subang 1.855,01 776,92 5.719,01

14. Purwakarta 757,57 1.035,94 4.087,48

15. Karawang 1.533,86 1.324,19 6.573,23

16. Bekasi 1.065,35 1.869,09 10.648,29

Kota 18. Bogor 108,98 7.853,24 12.585,97

19. Sukabumi 49,81 5.915,40 8.928,67

20. Bandung 167,91 13.939,75 16.839,02

21. Cirebon 36,97 7.718,77 12.971,05

22. Bekasi 209,55 9.736,38 36.433,18

23. Depok 212,24 6.566,00 22.120,13

24. Tasikmalaya 40,23 12.583,89 33.750,00

25. Cimahi 177,79 3.433,58 8.847,19

26. Banjar 114,21 1.549,45 8.050,82

Jawa Barat 29.276,72 1.391,47 7.014,05Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2007.

Dari tabel 4.1. Di atas terlihat bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan

kabupaten dengan jumlah kecamatan terbanyak yaitu 47 kecamatan diikuti oleh

Page 63: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

48  

 

Kabupaten Garut dengan 42 kecamatan dan Kabupaten Bogor dan Kabupaten

Cirebon sejumlah 40 kecamatan. Jumlah perkotaan terbanyak dimiliki oleh

Kabupaten Cirebon sebanyak 217 daerah perkotaan disusul oleh Kabupaten Bogor

sebanyak 200 buah. Namun jumlah perkotaan/perdesaan terbesar dimiliki oleh

Kabupaten Bogor sebanyak 428 buah.

Dari tabel 4.2. terlihat bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki wilayah yang

paling luas yaitu sebesar 3.160,51 Km2 diikuti oleh Kabupaten Cianjur dengan

luas 2.977,44 Km2 dan Kabupaten Tasikmalaya di posisi ketiga dengan luas

2.301,78 Km2.

4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya terus meningkat, ini

dikarenakan letak Provinsi Jawa Barat yang sangat strategis dan sangat dekat

dengan ibukota negara Indonesia. Pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 berturut-

turut adalah sebesar 37.980 ribu jiwa, 38.472 ribu jiwa, 39.960 ribu jiwa, 40.738

ribu jiwa, 41.484 ribu jiwa.

Penduduk Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 41.484.000 jiwa,

penduduk terbanyak terdapat di Kabupaten Bogor sebesar 4,3 juta jiwa kemudian

diikuti oleh Kabupaten Bandung sebanyak 3,03 juta jiwa, sedangkan jumlah

penduduk terendah berada di Kota Banjar hanya sebanyak 0,18 juta jiwa. Terjadi

penurunan jumlah penduduk yang cukup besar di Kabupaten Bandung karena

sebagian wilayahnya sudah masuk ke Kabupaten Bandung Barat.

Page 64: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

49  

 

Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga di Jawa Barat mencapai 11.046.016

rumah tangga, dengan rata-rata anggota 3,75 per rumah tangga. Kabupaten Bogor

menduduki peringkat pertama, yaitu sebanyak 1.022.976 rumah tangga, kemudian

Kabupaten Bandung pada posisi kedua sebesar 745.984 rumah tangga dan ketiga

terbanyak adalah Kota Bandung sebesar 686.400 rumah tangga.

Kepadatan penduduk di Jawa Barat mencapai 1.790 orang/Km2. Terpadat

di Kota Bandung, yaitu sebesar 14.081 orang/Km2 dan yang terendah di

Kabupaten Ciamis hanya sebesar 701 orang/Km2. Jumlah rumah tangga miskin

yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Jawa Barat pada tahun 2007

sebanyak 2.897.807 rumah tangga. Jumlah penerima terbanyak berada di wilayah

Kabupaten Bandung sebesar 279.692 (9,65 %), kedua Kabupaten Bogor sebesar

256.792 (8,86 %), dan peringkat ketiga Kabupaten Sukabumi sebesat 228.165

(7,87 %).

Angkatan kerja di Provinsi jawa Barat sebanyak 18.240.036 orang pada

tahun 2007. Yang aktif bekerja sebanyak 86,92 persen atau sekitar 15.854.239 dan

yang mengangur sebesar 13,08 persen atau 2.385.797 orang. Sebagian besar

penduduk bekerja di sektor perdagangan, jasa-jasa dan industri. Sedangkan

lowongan kerja yang terdaftar pada tahun 2007 terbesar ada di lapangan usaha

industri, kemudian menyusul sektor jasa-jasa, perdagangan dan keuangan. Jumlah

pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan didominasi oleh kelompok jenjang

pendidikan SLTA disusul oleh Sarjana Muda, SLTP dan Sarjana, masing-masing

dengan persentase 77,83; 14,33; 4,16; dan 3,5.

Page 65: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

50  

 

4.3. Perkembangan Transportasi, Komunikasi dan Pariwisata

Transportasi sangat dibutuhkan untuk melayani masyarakat, di Provinsi

Jawa Barat peranan perhubungan darat cukup dominan terutama untuk

memperlancar kegiatan perekonomian. Disamping itu perhubungan darat

merupakan salah satu sektor yang cukup besar peranannya karena kontribusinya

untuk menembus isolasi suatu daerah untuk pemerataan pembangunan seluruh

daerah.

Panjang jalan di Jawa Barat pada akhir tahun 2007 adalah 21.744,48 Km.

Dibandingkan tahun yang sebelumnya, kualitas jalan raya sedikit mengalami

peningkatan. Menurut jenis permukaan jalan maka sepanjang 17.556,73 Km atau

sebesar 80,74 persen sudah beraspal, 2.641,99 Km atau 12,15 persen berkerikil,

sisanya sepanjang 1.545,76 Km atau sebesar 7,11 persen masih batu. Dari seluruh

jalan yang ada di Provinsi Jawa Barat, hanya 7.417,31 Km dalam kondisi baik,

sepanjang 6.248,01 Km dalam kondisi sedang sedangkan sisanya sepanjang

8.079,17 Km dalam kondisi rusak dan rusak berat.

Jawa Barat juga memiliki angkutan udara meskipun kurang berkembang

dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain di Indonesia. Sejak tahun 2004

penerbangan internasional di Bandara Husein Sastranegara telah aktif kembali hal

ini mendukung minat para wisatawan dalam dan luar negeri untuk mengunjungi

Jawa Barat yang kondisi alamnya sangat indah dan menjadi alternatif tempat

wisata bagi penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya.

Jawa Barat ditetapkan sebagai salah satu tujuan wisata sehingga sektor

pariwisatanya cukup potensial untuk menunjang pembangunan daerah dan dapat

Page 66: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

51  

 

diandalkan sebagai sumber devisa negara. Jumlah kunjungan ke objek wisata di

Jawa Barat pada tahun 2007 tercatat sebanyak 6.113.815, 4,19 persen merupakan

kunjungan oleh wisatawan mencanegara dan 95,81 persen oleh wisatawan

mancanegara. Wisatawan mancanegara dan nusantara paling banyak melakukan

kunjungan ke Kota Bandung dan disusul oleh Kota Bogor.

Meskipun peranan pos dan telekomunikasi dalam struktur perekonomian

Jawa Barat tidak terlalu besar, namun cukup besar dalam menunjang

perekonomian daerah. Jika tanpa kontribusi dari telekomunikasi, dunia usaha di

daerah ini tidak akan semaju seperti saat ini. Dengan berkembangnya teknologi

informasi pemakaian jasa Pos semakin berkurang, sedangkan pemakain internet

dan telekomunikasi yang menggunakan teknologi wireless terus berkembang

pesat.

Hal ini tercermin dari jumlah surat yang dikirim lewat Pos pada tahun

2007 baik untuk dalam dan luar negeri jenis surat biasa dan surat tercatat,

semuanya mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Masing-masing sebesar 9,89 persen dan 51,27 persen untuk dalam negeri dan

34,80 persen,dan 8,26 persen untuk surat yang dikirim ke luar negeri.

Untuk mengikuti perkembangan telekomunikasi P.T Telkom terus

menerus berusaha untuk meningkatkan jasa pelayanan dengan memerlancar arus

informasi dan memerluas jangkauan jasa telekomunikasi ke pelosok tanah air.

Hasilnya pada tahun 2007 jumlah Telepon Umum Kartu sebanyak 80 unit, dan

Telepon Umum Koin sebanyak 2.974 unit telah tersebar di daerah-daerah. Jumlah

ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Page 67: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

52  

 

4.4. Perkembangan Perekonomian

Kemajuan mengesankan di bidang ekonomi dan bisnis yang dicapai

Provinsi Jawa Barat tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi yang tergolong

cukup tinggi. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari kenaikan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tercatat 6,40 persen

pada tahun 2007, angka ini lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan tahun 2006

yang sebesar 6,01 persen.

Tabel 4.3. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2007

Tahun Harga berlaku Harga konstan (2000)

PDRB (Miliar Rupiah)

Kenaikan (persen)

PDRB (Miliar Rupiah)

Kenaikan (persen)

2005 389.244,65 - 242.883,88 -

2006 473.187,30 21,56 257.499,45 6,01

2007 526.220,23 11,20 273.995,14 6,40 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008. Laju pertumbuhan yang cukup tinggi itu tidak terlepas dari kemajuan yang

dicapai oleh beberapa sektor ekonomi yang menjadi penggerak perekonomian di

Provinsi Jawa Barat. Potensi ekonomi yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Barat juga

tercermin dari kontribusi yang diberikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia. Pada tahun 2003 sumbangan PDRB Provinsi Jawa Barat terhadap PDB

Indonesia ialah sebesar 14,40 persen, kemudian meningkat pada tahun 2004

menjadi 14,52 persen dan meningkat lagi pada tahun 2005 yaitu menjadi 14,55

persen. Dari tabel di bawah dapat terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menduduki

urutan ke tiga di bawah DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Page 68: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

53  

 

Tabel 4.4. Persentase Sumbangan PDRB Lima Provinsi Terbesar Terhadap PDB Nasional Tahun 2003-2005 (Persen)

Sumber: BPS, 2007.

Urutan Provinsi Tahun

2003 2004 2005

1 DKI Jakarta 17,13 17,35 17,48

2 Jawa Timur 14,87 15,09 15,17

3 Jawa Barat 14,40 14,52 14,55

4 Jawa Tengah 8,39 8,46 8,47

5 Sumatera Utara 5,12 5,19 5,20

Page 69: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Jawa Barat

Sumbangan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi

Jawa Barat dapat kita lihat dari komposisi dalam pembentukan permintaan dan

penawaran, ekspor-impor dan neraca perdagangan yang terbentuk, dan struktur

nilai tambah bruto.

5.1.1. Komposisi Permintaan dan Penawaran

Output yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 adalah

sebesar Rp. 598.822.916 juta. Output sebesar itu dialokasikan untuk memenuhi

permintaan akhir sebesar Rp. 347.835.450 juta atau 58,09 persen dari total output

yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat. Sisanya sebesar Rp. 250.987.466 juta atau

41,91 persen digunakan untuk memenuhi permintaan antara.

Dengan menambahkan jumlah total impor wilayah (dari luar Provinsi

Jawa Barat), yaitu sebesar Rp. 51.477.654 juta pada total output yang dihasilkan

dari wilayah Provinsi Jawa Barat sendiri akan dapat ditentukan besarnya

penawaran barang dan jasa yang akan digunakan untuk permintaan wilayah. Dari

jumlah penawaran sebesar Rp. 598.822.916 juta berarti 91,41 persen dihasilkan

dari dalam wilayah, sisanya 8,59 persen dipenuhi dari impor. Komposisi nilai

impor yang kecil dalam pembentukan penawaran barang dan jasa di Provinsi Jawa

Barat menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Jawa Barat sangat tergantung

pada produksinya dalam wilayahnya sendiri. Kemandirian wilayah sangat

menguntungkan Provinsi Jawa Barat dalam rangka pembangunan ekonomi dan

Page 70: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

55  

upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah yang memiliki

ketergantungan ekonomi yang tinggi pada impor menunjukkan tingkat

swasembada daerah tersebut masih tergolong rendah. Persentase nilai impor yang

tinggi juga menunjukkan bahwa daerah tersebut masih tergolong muda, dalam

artian tingkat kematangan dalam membangun daerahnya sendiri masih rendah.

Gambaran perekonomian sektoral wilayah dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Struktur Output Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah)

Sektor Nilai Output Persentase Peringkat Pertanian 44.735.288 7,471 3 Pertambangan Dan Penggalian 21.356.413 3,566 7 Industri Pengolahan 342.255.738 57,155 1 Listrik, Gas Dan Air Bersih 18.579.354 3,103 8 Bangunan/Konstruksi 22.908.981 3,826 6 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 74.638.462 12,464 2 Pengangkutan Dan Komunikasi 24.526.963 4,096 5 Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 15.342.293 2,562 9

Jasa-Jasa 34.479.424 5,758 4 Jumlah 598.822.916 100,00 -

Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa peranan sektor industri pengolahan

dalam Provinsi Jawa Barat masih mendominasi struktur perekonomian secara

sektoral. Dari kesembilan sektor ekonomi yang ada, sektor industri pengolahan

menempati peringkat pertama dalam menyumbang nilai output, yaitu sebesar Rp.

342.255.738 juta. Jumlah tersebut merupakan 57,15 persen dari jumlah total

output wilayah, yang berarti lebih dari separuh nilai output wilayah disumbang

oleh sektor industri pengolahan.

Di sisi sektor industri pengolahan itu sendiri, subsektor penyumbang

terbesar ialah sektor industri barang jadi dari logam, disusul oleh sektor industri

Page 71: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

56  

tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, dan industri kimia, barang-barang dari

kimia, karet dan plastik pada posisi ke tiga. Berikut disajikan urutan subsektor

industri pengolahan terhadap output Provinsi Jawa Barat.

Tabel 5.2. Struktur Output Subsektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah)

Subsektor Output Peringkat

Industri Makanan dan Minuman 36.918.125 4 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 72.603.671 2

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 3.976.677 10

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 11.945.013 5

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 37.134.154 3

Pengilangan Minyak Bumi 9.805.655 6 Industri Barang Mineral bukan Logam 6.780.397 8 Industri Logam Dasar 6.844.417 7 Industri Bahan Jadi dari Logam 150.552.725 1 Industri Pengolahan Lainnya 5.694.905 9

Jumlah 342.255.738 - Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Keempat sektor penyumbang terbesar dalam output total urutan berikutnya

adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar Rp.

74.638.462 juta (12,46 %), sektor pertanian menyumbang sebesar Rp. 44.735.288

juta (7,47%), sektor jasa-jasa menyumbang sebesar Rp. 34.479.424 juta (5,758%),

dan yang kelima adalah sektor pengangkutan dan komunikasi menyumbang

sebesar Rp. 24.526.963 juta (4,09%).

Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang menempati urutan kedua dan

sektor pertanian yang menempati urutan ketiga, baik dari nilai sumbangannya

terhadap output maupun dari sisi peringkat kontribusinya terhadap output

Page 72: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

57  

(kuantitatif dan kualitatif) memiliki peranan yang besar dalam perekonomian

Provinsi Jawa Barat.

Sektor industri pengolahan menempati urutan pertama baik dalam nilai

permintaan antara maupun permintaan akhir. Dari segi permintaan antara terlihat

bahwa sektor industri pengolahan menghasilkan output terbesar yang digunakan

oleh seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp. 140.570.936

juta atau 56,01 persen dari total permintaan antara terhadap keseluruhan output

sektor perekonomian. Tingginya permintaan antara terhadap sektor industri

pengolahan menunjukkan pentingnya peranan output yang dihasilkan oleh sektor

tersebut untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor perekonomian lainnya

di Provinsi Jawa Barat.

Disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar

Rp. 28.147.494 juta (11,21%), sektor pertambangan dan galian sebesar Rp.

21.867.973 juta (8,71%), sektor pertanian menyumbang sebesar Rp. 19.283.136

juta (7,68%), dan yang kelima adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan menyumbang sebesar Rp. 11.851.747 juta atau 4,72 persen dari total

permintaan antara.

Dari segi pemintaan akhir sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor

yang memiliki permintaan akhir yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 201.684.802 juta

atau sekitar 57,98 persen dari total permintaan akhir wilayah ini. Sebagian besar

permintaan akhir ini diciptakan oleh ekspor baik ekspor domestik maupun ekspor

ke luar negeri.

Page 73: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

58  

Tabel 5.3. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (dalam Milyar Rupiah)

Sektor

Permintaan Antara

Permintaan Akhir Total Permintaan

Jumlah persen Jumlah persen Jumlah perse

n Pertanian 19.283 7,68 25.452 7,32 44.735 7,47 Pertambangan Dan Penggalian 21.867 8,71 -511 -0,15 21.356 3,57 Industri Pengolahan 140.570 56,01 201.684 57,98 342.255 57,15 Listrik, Gas Dan Air Bersih 11.066 4,41 7.512 2,16 18.579 3,10 Bangunan/Konstruksi 1.884 0,75 21.024 6,04 22.908 3,83 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 28.147 11,21 46.490 13,37 74.638 12,46 Pengangkutan Dan Komunikasi 10.053 4,01 14.473 4,16 24.526 4,10 Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan

11.851 4,72 3.490 1,00 15.342 2,56

Jasa-Jasa 6.262 2,50 28.217 8,11 34.479 5,76 Jumlah 250.987 100 347.835 100 598.822 100

Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar

Rp. 46.490.968 juta (13,37%), sektor jasa-jasa sebesar Rp. 28.217.214 juta

(8,11%), sektor pertanian menyumbang sebesar Rp. 25.452.152 juta (7,32%), dan

yang kelima adalah sektor bangunan/konstruksi menyumbang sebesar Rp.

21.024.963 juta atau 6,04 persen dari total permintaan akhir.

Lebih tingginya nilai permintaan akhir terhadap industri pengolahan

dibandingkan dengan nilai permintaan antaranya mengindikasikan bahwa output

industri pengolahan cenderung digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung.

Tabel 5.4. Menunjukkan bahwa diantara ke sepuluh subsektor industri

pengolahan yang ada industri bahan jadi dari logam, memiliki permintaan antara

yang terbesar disusul oleh industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet

dan plastik, dan industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki di posisi ke tiga.

Kemudian dari sisi permintaan akhir industri bahan jadi dari logam tetap

Page 74: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

59  

menduduki peringkat pertama disusul oleh industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan

alas kaki dan industri makanan dan minuman di posisi ke tiga.

Tabel 5.4. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (dalam Juta Rupiah)

Subsektor Permintaan Antara

Permintaan Akhir

Total Permintaan

Industri Makanan dan Minuman 8.863.716 28.054.410 36.918.126Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 24.371.843 48.231.827 72.603.670Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 1.652.949 2.323.728 3.976.677Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 7.755.569 4.189.444 11.945.013Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 26.541.447 10.592.707 37.134.154Pengilangan Minyak Bumi 8.170.621 1.635.034 9.805.655Industri Barang Mineral bukan Logam 4.283.710 2.496.686 6.780.396Industri Logam Dasar 5.254.142 1.590.275 6.844.417Industri Bahan Jadi dari Logam 52.398.275 98.154.450 150.552.725Industri Pengolahan Lainnya 1.278.664 4.416.241 5.694.905

Jumlah 140.570.936 201.684 802 342.255.738 Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

5.1.2. Analisis Ekspor dan Impor Wilayah

Neraca perdagangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 menunjukkan

surplus sebesar Rp. 94.789.199 juta. Angka ini merupakan selisih antara nilai

ekspor dengan impor wilayah. Gambaran secara sektoral mengenai neraca

perdagangan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.5. berikut.

Dapat dilihat kondisi sektor-sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat dari

transaksi ekspor dan impor yang terjadi. Enam dari sembilan sektor tampak

memiliki neraca perdagangan yang positif/surplus, dan tiga sektor lainnya yaitu

sektor listrik, gas dan air bersih , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

dan sektor bangunan/konstruksi bahkan tidak memiliki nilai ekspor sehingga

Page 75: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

60  

neraca perdagangannya defisit. Sektor-sektor dengan neraca negatif/defisit ini

menunjukkan kemandirian wilayah sektoral yang masih lemah.

Tabel 5.5. Nilai Ekspor dan Impor 9 Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah)

Sektor Ekspor Impor Neraca Perdagangan

Pertanian 2.437.451 1.421.120 1.016.331

Pertambangan Dan Penggalian 147.806 114.900 32.906

Industri Pengolahan 113.461.837 33.100.967 80.360.870

Listrik, Gas Dan Air Bersih 1.254.865 2.918.875 -1.664.010

Bangunan/Konstruksi 0 3.249.557 -3.249.557

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 18.064.342 3.605.648 14.458.694

Pengangkutan Dan Komunikasi 6.630.262 3.246.512 3.383.750

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 176.725 1.163.355 -986.630

Jasa-Jasa 4.093.565 2.656.720 1.436.845

Jumlah 146.266.853 51.477.654 94.789.199Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai ekspor terbesar ialah

industri bahan jadi dari logam tetap di peringkat pertama disusul oleh industri

tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dan industri kimia, barang-barang dari

bahan kimia, karet dan plastik. Namun untuk neraca perdagangan yang tercipta

sektor industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik memiliki

neraca perdagangan yang negatif sehingga urutan subsektor industri pengolahan

yang memberikan sumbangan neraca terbesar menjadi industri bahan jadi dari

logam, industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dan industri kertas dan

barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.

Page 76: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

61  

Tabel 5.6. Nilai Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah)

Subsektor Ekspor Impor Neraca Perdagangan

Industri Makanan dan Minuman 1.184.105 3.431.042 -2.246.937

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 32.695.816 7.722.219 24.973.597

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 1.591.470 1.301.763 289.707

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 3.372.337 713.236 2.659.101

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 3.470.404 5.404.306 -1.933.902

Pengilangan Minyak Bumi 102.861 237 102.624

Industri Barang Mineral bukan Logam 2.209.661 1.515.442 694.219

Industri Logam Dasar 1.315.414 752.953 562.461

Industri Bahan Jadi dari Logam 64.471.900 11.413.501 53.058.399

Industri Pengolahan Lainnya 3.047.869 846.268 2.201.601

Jumlah 113.461.837 33.100.967 80.360.870

Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

5.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto

Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor-faktor produksi

yang terdiri atas upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak

langsung. Dari Tabel IO Provinsi Jawa Barat 2003, besarnya nilai tambah bruto

adalah Rp. 296.357.796 juta. Kontribusi penyusun nilai tambah bruto dapat dilihat

pada Tabel 5.7. Pangsa relatif untuk masing-masing komponen nilai tambah

bruto/unsur input primer diperoleh dengan cara membagi unsur-unsur tersebut

dengan total nilai tambah domestik bruto.

Page 77: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

62  

Dari Tabel 5.7. Dapat dilihat bahwa komponen penyusun nilai tambah

bruto terbesar adalah surplus usaha, yaitu sebesar Rp. 164.328.999 juta (55.45%),

kemudian disusul oleh komponen upah dan gaji sebesar Rp. 90.293.126 juta

(30.47%), penyusutan sebesar Rp. 27.772.732 juta (9,37%), dan yang terakhir

adalah komponen pajak tidak langsung netto sebesar Rp. 13.962.939 (4,71%).

Tabel 5.7. Struktur Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah)

Komponen Nilai

(Juta Rupiah) Kontribusi (Persen)

Upah Dan Gaji 90.293.126 30,47

Surplus Usaha 164.328.999 55,45

Penyusutan 27.772.732 9,37

Pajak Tidak Langsung 13.962.939 4,71

Subsidi 0 0

Jumlah 296.357.796 100,00Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003.

Pengembangan sektor industri pengolahan dalam wilayah Provinsi Jawa

Barat dimaksudkan untuk menghasilkan nilai pengganda yang besar pada sektor

industri pengolahan itu sendiri, selain itu juga untuk menghasilkan keterkaitan

yang erat dengan sektor pertanian maupun sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Bentuk keterkaitan yang akan menghasilkan nilai tambah pada sektor pertanian

adalah bentuk pengembangan alternatif terhadap kedua sektor. Sektor agroindustri

adalah titik temu alternatif kebijakan tersebut. Industri-industri sedang dan besar

yang bergerak dibidang pengolahan pangan, minuman, dan produk pertanian

dalam arti luas lainnya harus lebih ditingkatkan sebagai upaya lebih lanjut

pengembangan sektor industri pengolahan.

Page 78: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

63  

Dari kesembilan sektor ekonomi, yang memberikan sumbangan terbesar

dalam menghasilkan nilai tambah adalah sektor industri pengolahan, disusul

kemudian oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian, sektor

jasa-jasa dan yang kelima adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Tabel 5.8. Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat 2003

Sektor Jumlah

(Juta Rupiah) Persentase Peringkat

Pertanian 36.673.842 12,37 3

Pertambangan Dan Penggalian 16.433.588 5,55 5

Industri Pengolahan 131.670.802 44,43 1

Listrik, Gas Dan Air Bersih 6.273.425 2,12 9

Bangunan/Konstruksi 7.133.558 2,41 8

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 54.170.113 18,28 2

Pengangkutan Dan Komunikasi 12.214.391 4,12 6

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 10.941.789 3,69 7

Jasa-Jasa 20.846.288 7,03 4

Jumlah 296.357.796 100,00 - Sumber: Tabel Transaksi IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Sektor industri pengolahan berhasil menciptakan nilai tambah sebesar Rp.

131.670.802 juta yang merupakan 44,43 persen dari total nilai tambah yang

berhasil diciptakan oleh semua sektor di Provinsi Jawa Barat. Di bawah sektor

industri pengolahan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang

sebesar Rp. 54.170.113 juta (18,28%), sektor pertanian menyumbang sebesar Rp.

36.673.842 juta (12,37%), sektor jasa-jasa menyumbang sebesar Rp. 20.846.288

juta (7,03%), dan yang kelima adalah sektor pertambangan dan penggalian

menyumbang sebesar Rp. 16.433.588 juta (5,55%).

Page 79: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

64  

Tabel 5.9. Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat 2003

Subsektor Jumlah Peringkat

Industri Makanan dan Minuman 14.075.458 4

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 31.586.124 2

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 1.292.984 10

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 4.337.065 5

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 15.498.466 3

Pengilangan Minyak Bumi 3.477.164 6

Industri Barang Mineral bukan Logam 3.052.455 7

Industri Logam Dasar 2.333.425 9

Industri Bahan Jadi dari Logam 63.983.517 1

Industri Pengolahan Lainnya 2.737.214 8

Jumlah 142.373.872 -

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003.

Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai tambah bruto terbesar

ialah industri bahan jadi dari logam tetap di peringkat pertama disusul oleh

industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki kemudian industri kimia, barang-

barang dari bahan kimia, karet dan plastik.

Page 80: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

65  

Tabel 5.10. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Pengolahan Di Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah)

Komponen Nilai

(Juta Rupiah) Kontribusi (Persen)

Upah Dan Gaji 40.864.385 31,04

Surplus Usaha 67.624.360 51,36

Penyusutan 14.811.687 11,25

Pajak Tidak Langsung 8.370.370 6,36

Subsidi 0 0

Jumlah 131.670.802 100,00 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003.

Dari keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan sektor industri pengolahan

komponen penyusun nilai tambah bruto terbesar adalah surplus usaha, yaitu

sebesar Rp. 67.624.360 juta (51,36%), kemudian disusul oleh komponen upah dan

gaji sebesar Rp. 40.864.385 juta (31,04%), penyusutan sebesar Rp. 14.811.687

juta (11,25%), dan yang terakhir adalah komponen pajak tidak langsung netto

sebesar Rp. 8.370.370 (6,36%).

5.1.4. Struktur Permintaan Akhir

Komponen permintaan akhir terdiri dari konsumsi rumah tangga,

pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.

Tabel 17. memberi informasi bahwa jumlah permintaan akhir di Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2003 sebesar Rp. 347.835.450 juta. Dari jumlah tersebut

sebagian besar dialokasikan untuk memenuhi ekspor sebesar Rp. 146.266.835 juta

atau 42,05 persen dari total permintaan akhir wilayah, 40,54 persen atau sebesar

Rp. 141.013.711 juta untuk konsumsi rumah tangga, 11,39 persen atau sebesar

Rp.39.634.069 juta untuk pembentukan modal tetap, 3,74 persen atau sebesar

Page 81: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

66  

Rp. 13.020.861 juta dialokasikan untuk pengeluaran pemerintah dan hanya 2,27

atau sebesar Rp. 7.899.956 juta untuk perubahan stok.

Tabel 5.11. Komposisi Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003 Menurut Komponen

Komponen Nilai

(Juta Rupiah) Kontribusi (Persen) Peringkat

Konsumsi Rumah Tangga 141.013.711 40,54 2

Pengeluaran Pemerintah 13.020.861 3,74 4

Pembentukan Modal Tetap 39.634.069 11,39 3

Perubahan Stok 7.899.956 2,27 5

Ekspor 146.266.853 42,05 1

Jumlah 347.835.450 100,00 - Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Pada tahun 2003 total permintaan akhir Provinsi Jawa Barat terhadap

industri pengolahan mencapai Rp. 201.684.802 juta atau sekitar 57,98 persen dari

total permintaan akhir wilayah ini. Permintaan akhir tersebut sebagian besar

dialokasikan untuk memenuhi ekspor keluar provinsi sebesar Rp. 113.461.837

juta atau 77,57 persen dari total ekspor sektor-sektor perekonomian yang ada di

Provinsi Jawa Barat. Selain untuk memenuhi ekspor, permintaan akhir juga

dialokasikan untuk memenuhi investasi sebesar Rp. 22.690.990 juta atau 47,73

persen dari total investasi terhadap output domestik dan untuk memenuhi

kebutuhan domestik sebesar Rp. 65.531.975 juta (46,47%) dari total konsumsi

rumah tangga.

Page 82: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

67  

Tabel 5.12. Komponen Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003 Per Sektor (dalam Juta Rupiah)

Sektor Konsumsi

Rumah Tangga

Pengeluaran Pemerintah

Pembentukan Modal tetap

Perubahan Stok Ekspor Total

1 22.699.515 0 183.964 131.222 2.437.451 25.452.152

2 243 0 0 -659.609 147.806 -511.560

3 65.531.975 0 15.405.707 7.285.283 113.461.837 201.684.802

4 6.257.595 0 0 0 1.254.865 7.512.460

5 24.860 0 21.000.103 0 0 21.024.963

6 25.107.703 0 2.263.610 1.055.313 18.064.342 46.490.968

7 7.573.269 0 182.627 87.747 6.630.262 14.473.905

8 3.313.821 0 0 0 176.725 3.490.546

9 10.504.730 13.020.861 598.058 0 4.093.565 28.217.214

Jumlah 141.013.711 13.020.861 39.634.069 7.899.956 146.266.853 347.835.450

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4.

Listrik, Gas, dan Air Minum; 5. Bangunan/Konstruksi; 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan; 9. Jasa-jasa.

Pada tabel 5.12. dapat kita lihat konsumsi masyarakat di Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2003 terhadap output domestik adalah Rp. 141.013.711. Dari

jumlah tersebut pengeluaran untuk sektor industri pengolahan adalah sebesar Rp.

65.531.975 juta atau sebesar 46,47 persen dari total konsumsi rumah tangga

terhadap output domestik. Dengan jumlah tersebut sektor industri pengolahan

menjadi sektor terbesar pertama dalam memenuhi konsumsi rumah tangga.

Berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 25.107.703

juta (17,80%), sektor pertanian sebesar Rp. 22.699.515 Juta (16,09%), sektor jasa-

jasa sebesar Rp. 10.504.730 Juta (7,44%), dan yang kelima adalah sektor

pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 7.573.269 juta (5,37%).

Page 83: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

68  

Dari Tabel 5.12. Dapat dilihat bahwa konsumsi rumah tangga sebagian

besar berasal dari sektor industri pengolahan. Kondisi ini sebenarnya sangat

mendukung terjaminnya kontinuitas pasar domestik atas produk-produk sektor

industri pengolahan. Kuatnya permintaan domestik terhadap output sektor industri

pengolahan akan memacu dan merangsang daya produksi industri/perusahaan

yang termasuk ke dalam sektor ini. Terjaminnya pasar yang kontinu adalah daya

tarik utama bagi pengembangan sektor ini.

Untuk pemenuhan permintaan terhadap konsumsi pemerintah di Provinsi

Jawa Barat pada tahun 2003 hanya oleh sektor jasa-jasa, sektor-sektor yang lain

bernilai 0. Sektor jasa-jasa mengalokasikan Rp. 13.020.861 juta yaitu seluruh dari

konsumsi pemerintah dipenuhi oleh sektor ini.

Alokasi output permintaan akhir untuk pembelian barang-barang modal

tahan lama (barang modal tetap) di Provinsi Jawa Barat terbesar terjadi sektor

bangunan/konstruksi yaitu sebesar Rp. 21.000.103 juta atau sebesar 52 persen dari

total permintaan akhir untuk komponen pembentukan modal tetap. Pembelian

terbesar kedua oleh sektor industri pengolahan sebesar Rp. 15.405.707 juta

(38,89%), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 2.263.610 juta

(5,71%), sektor jasa-jasa sebesar Rp. 598.058 juta (1,50%), kemudian sektor

pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 183.964 juta dan

sebesar Rp. 182.627 juta dengan persentase kurang dari satu persen.

Selanjutnya komponen perubahan stok dalam permintaan akhir merupakan

selisih antara nilai barang pada akhir tahun dengan awal tahun. Dari Tabel 5.12.

dapat dilihat ada empat sektor dengan nilai perubahan stok positif, empat sektor

Page 84: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

69  

bernilai nol, dan satu sektor bernilai negatif. Nilai perubahan stok untuk sektor

industri pengolahan adalah sebesar Rp. 7.285.283 juta, sektor perdagangan, hotel

dan restoran sebesar Rp. 1.055.313 juta, sektor pertanian sebesar Rp. 131.222 juta,

dan sektor  pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 87.747 juta. Sektor yang

bernilai negatif ialah sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp. -659.609

juta.

Nilai ekspor untuk seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp.

146.266.853 juta atau 42,05 persen dari total permintaan akhir. Sektor industri

pengolahan mengekspor sebesar Rp. 113.461.837 juta yang merupakan 77,57

persen dari total ekspor semua sektor ekonomi dan menduduki peringkat pertama

diantara sektor-sektor lainnya. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan

restoran yang mengekspor sebesar Rp. 18.064.342 juta (12,35%), sektor

pengangkutan dan komunikasi Rp. 6.630.262 juta (2,79), sektor jasa-jasa Rp.

4.093.565 juta (4,53%), sektor pertanian Rp. 2.437.451 juta (1,66%).

Besarnya bagian rumah tangga dalam komposisi permintaan akhir

disebabkan karena komponen ini adalah pengkonsumsi potensial dalam lingkaran

perekonomian. Hal ini juga berimplikasi pada kuatnya permintaan pasar akan

output dari sektor-sektor ekonomi yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Selanjutnya jika dilihat kontribusi masing-masing sektor terhadap

komponen permintaan akhir secara berturut-turut adalah: sektor industri

pengolahan Rp. 201.684.802 juta (57,98%), sektor perdagangan, hotel dan

restoran Rp. 46.490.968 juta (13,36%), sektor jasa-jasa Rp. 28.217.214 juta

(8,11%), sektor pertanian Rp. 25.452.152 juta (7,31%), dan yang kelima sektor

Page 85: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

70  

bangunan/konstruksi yang mengalokasikan outputnya sebesar Rp. 21.024.963 juta

atau 6,04 persen dari total permintaan akhir.

Tampak bahwa alokasi permintaan akhir untuk sektor industri pengolahan

menempati peringkat pertama dalam komposisi permintaan akhir untuk semua

sektor, jika dibandingkan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang

berada diposisi kedua, nilai permintaan akhir sektor industri pengolahan 4,3 kali

lebih besar dari nilai permintaan akhir sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Dan jika dibandingkan dengan nilai permintaan akhir sektor terkecil (sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan), nilai permintaan akhir sektor industri

pengolahan berada jauh diatas sektor tersebut. Bahkan sektor pertambangan dan

galian memiliki nilai permintaan akhir yang negatif.

Tabel 5.13. Menampilkan komponen permintaan akhir dari subsektor

industri pengolahan. Permintaan akhir yang terbesar disumbang oleh industri

bahan jadi dari logam, kemudian industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki,

dan yang ke tiga industri makanan dan minuman.

Penciptaan konsumsi rumah tangga yang terbesar terjadi di sektor industri

makanan dan minuman, disusul oleh sektor industri bahan jadi dari logam,

kemudian industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki di posisi ke tiga.

Sedangkan untuk subsektor industri pengolahan yang menciptakan ekspor terbesar

ialah industri bahan jadi dari logam, kemudian industri tekstil, pakaian jadi, kulit

dan alas kaki, dan yang ke tiga ialah industri kimia, barang-barang dari bahan

kimia, karet dan plastik.

Page 86: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

71  

Tabel 5.13. Komponen Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat 2003(dalam Juta Rupiah)

Sektor Konsumsi

Rumah Tangga

Pengeluaran Pemerintah

Pembentukan Modal tetap

Perubahan Stok Ekspor Total

1 27.504.246 0 0 -633.941 1.184.105 28.054.410

2 14.712.943 0 26.706 796.362 32.695.816 48.231.827

3 619.552 0 12.588 100.118 1.591.470 2.323.728

4 463.258 0 0 353.849 3.372.337 4.189.444

5 7.029.488 0 0 92.815 3.470.404 10.592.707

6 1.752.555 0 0 -220.382 102.861 1.635.034

7 49.695 0 2.285 235.045 2.209.661 2.496.686

8 0 0 0 274.861 1.315.414 1.590.275

9 12.401.608 0 14.951.968 6.328.974 64.471.900 98.154.450

10 9.988.630 0 412.160 -42.418 3.047.869 4.416.241

Jumlah 74.521.975 0 15.405.707 7.285.283 113.461.837 201.684.802

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1. industri makanan dan minuman; 2. industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; 3. industri kayu, bambu, rotan dan furniture; 4. industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan; 5. industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; 6. pengilangan minyak bumi; 7. industri barang mineral bukan logam; 8. industri logam dasar; 9. industri bahan jadi dari logam; 10. industri pengolahan lainnya.  

5.2. Analisis Keterkaitan

Keterkaitan output ke depan dan ke belakang dapat dibagi menjadi dua

yaitu keterkaitan output langsung ke depan dan ke belakang dan keterkaitan

output langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang. Keterkaitan output

langsung didapat dari koefisien input, sedangkan keterkaitan output langsung dan

tidak langsung diperoleh dari matriks Kebalikan Leontief terbuka.

5.2.1. Keterkaitan ke Depan

Dari tabel 5.14. dapat dilihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan

sektor industri pengolahan paling tinggi jika dibandingkan dengan sektor-sektor

Page 87: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

72  

lainnya. Nilai keterkaitan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan antara

sektor-sektor ekonomi lainnya termasuk dengan industri pengolahan itu sendiri.

Nilai sebesar 0,56007 berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir

sebesar satu rupiah maka output sektor industri pengolahan yang langsung dijual

ke seluruh sektor pertanian akan meningkat sebesar 0,56007 rupiah. Sedangkan

peringkat kedua sampai ke empat berturut-turut ditempati oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai 0,11215, sektor pertambangan dan

penggalian sebesar 0,08713 dan sektor pertanian sebesar 0,07683.

Tabel 5.14. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang 9 Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1 = keterkaitan langsung; 2 = keterkaitan langsung dan tidak langsung. Apabila ditelaah berdasarkan keterkaitan output langsung ke depan sektor

industri pengolahan terhadap masing-masing sektor, maka sektor industri

pengolahan di Provinsi Jawa Barat mempunyai keterkaitan output langsung ke

Sektor Keterkaitan Ke

Depan Keterkaitan Ke

Belakang

1 2 1 2

Pertanian 0,07683 1,25632 0,14844 1,24589

Pertambangan Dan Penggalian 0,08713 1,87832 0,22513 1,29566

Industri Pengolahan 0,56007 3,52994 0,51857 1,87793

Listrik, Gas Dan Air Bersih 0,04409 1,29701 0,50524 1,77190

Bangunan/Konstruksi 0,00751 1,09923 0,54677 1,97010

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,11215 1,56705 0,22593 1,35473

Pengangkutan Dan Komunikasi 0,04005 1,25197 0,36964 1,61038

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 0,04722 1,35913 0,21100 1,33238

Jasa-Jasa 0,02495 1,26719 0,31835 1,53632

Page 88: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

73  

depan paling tinggi terhadap sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 0,42961.

Nilai keterkaitan ini mempunyai arti jika terjadi kenaikan output di sektor industri

pengolahan sebesar satu rupiah maka output dari sektor industri pengolahan yang

dialokasikan kepada sektor bangunan/konstruksi secara langsung akan meningkat

sebesar Rp. 0,42961.

Selanjutnya secara berturut-turut keterkaitan output langsung ke depan

sektor industri pengolahan terhadap sektor industri pengolahan itu sendiri,

terhadap sektor angkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa dan sektor listrik, gas

dan air bersih. Terhadap keempat sektor tersebut, secara berturut-turut sektor

industri pengolahan mempunyai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,32634,

0,14991, 0,14365, dan 0,10304

Tabel 5.15. Keterkaitan Output ke Depan Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 9 Sektor)

Sektor Keterkaitan Ke Depan

1 2

Pertanian 0,08895 0,14428

Pertambangan Dan Penggalian 0,00398 0,00971

Industri Pengolahan 0,32634 1,51943

Listrik, Gas Dan Air Bersih 0,10304 0,18644

Bangunan/Konstruksi 0,42961 0,66890

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,05572 0,11035

Pengangkutan Dan Komunikasi 0,14991 0,27299

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 0,01755 0,07718

Jasa-Jasa 0,14365 0,25964 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1 = keterkaitan langsung; 2 = keterkaitan langsung dan tidak langsung

Page 89: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

74  

Tabel 5.16. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 29 Sektor)

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1 = keterkaitan langsung; 2 = keterkaitan langsung dan tidak langsung Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke

depan terbesar ialah industri bahan jadi dari logam, kemudian industri kimia,

barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik dan yang ke tiga ialah industri

tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki. Untuk keterkaitan langsung dan tidak

langsung ke belakang ialah industri bahan jadi dari logam, kemudian industri

kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik dan yang ke tiga ialah

industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.

Subsektor Keterkaitan Ke

Depan Keterkaitan Ke

Belakang

1 2 1 2

Industri Makanan dan Minuman 0,01480 1,84094 0,56150 1,71931

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0,04070 1,60932 0,54592 1,99505

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 0,00276 1,24042 0,34751 1,52929

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan

0,01295 1,88603 0,57720 2,10176

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik

0,04432 2,16084 0,43710 1,66545

Pengilangan Minyak Bumi 0,01364 1,68241 0,64537 1,83862

Industri Barang Mineral bukan Logam 0,00715 1,23774 0,34114 1,53948

Industri Logam Dasar 0,00877 1,35954 0,54907 1,91076

Industri Bahan Jadi dari Logam 0,08750 2,42014 0,51862 1,92518

Industri Pengolahan Lainnya 0,00214 1,05615 0,37427 1,58081

Page 90: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

75  

5.2.2. Keterkaitan ke Belakang

Dari Tabel 5.15. diatas dapat dilihat keterkaitan output ke belakang baik

secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan ke belakang secara langsung

sektor industri pengolahan ternyata menduduki peringkat kedua setelah sektor

bangunan/konstruksi diikuti tempat ke tiga oleh sektor listrik, gas, dan air bersih

dan tempat ke empat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai

keterkaitan ke empat sektor tersebut berturut-turut dari yang terbesar hingga yang

terkecil adalah sebesar 0,546770, 0,51857, 0,50524 dan 0,3696 untuk keterkaitan

langsung ke belakang. Sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung

ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat kedua setelah sektor

bangunan/konstruksi dengan nilai 1,97010 dan 1,87793 disusul oleh sektor listrik,

gas, dan air bersih dan yang keempat sektor pengangkutan dan komunikasi

dengan masing-masing nilai sebesar 1,77190 dan 1,61038.

Di sisi sektor industri pengolahan, dengan nilai keterkaitan output

langsung ke belakang sebesar 0,32634 dan   keterkaitan langsung dan tidak

langsung ke belakang sebesar 1,51943 menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan

permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor industri pengolahan maka sektor

industri pengolahan membutuhkan input secara langsung dari sektor-sektor

perekonomian lainnya termasuk sektor industri pengolahan itu sendiri sebesar

0,32634 satuan untuk keterkaitan ke belakang langsung dan sebesar 1,51943

satuan untuk keterkaitan output ke belakang langsung dan tidak langsung ke

belakang.

Page 91: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

76  

Ditinjau lebih lanjut dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

belakang antara sektor industri pengolahan terhadap sektor ekonomi yang lain

menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai keterkaitan terbesar

terhadap sektor industri pengolahan itu sendiri. Diurutan ke dua hingga ke empat

keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain ditempati oleh sektor perdagangan,

hotel dan restoran, sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian

(Tabel 5.16). Angka-angka yang terdapat dalam Tabel 5.16. menunjukkan bahwa

setiap terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri pengolahan sebesar

satu satuan, sektor industri pengolahan membutuhkan tambahan input untuk

proses produksi dari sektor-sektor tersebut sebesar nilai-nilai keterkaitannya.

Tabel 5.17. Keterkaitan Output ke Belakang Sektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 9 Sektor)

Sektor Keterkaitan Ke Belakang

1 2

Pertanian 0.04895 0.07789

Pertambangan Dan Penggalian 0.03689 0.08230

Industri Pengolahan 0.32634 1.51943

Listrik, Gas Dan Air Bersih 0.01780 0.03415

Bangunan/Konstruksi 0.00065 0.00268

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0.05798 0.09533

Pengangkutan Dan Komunikasi 0.01498 0.02814

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 0.01081 0.02641

Jasa-Jasa 0.00417 0.01151

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003. Keterangan: 1 = keterkaitan langsung; 2 = keterkaitan langsung dan tidak langsung

Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke

belakang terbesar ialah pengilangan minyak bumi, kemudian industri kertas dan

Page 92: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

77  

barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan dan yang ke tiga ialah

industri makanan dan minuman. Untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung

ke belakang ialah industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan, disusul oleh industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki dan

industri bahan jadi dari logam di posisi ke tiga.

5.3. Analisis Dampak Penyebaran

Keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke

belakang belum cukup memadai untuk dipakai sebagai landasan pemilihan sektor

kunci. Indikator-indikator didalamnya tidak dapat diperbandingkan antarsektor

karena peranan permintaan akhir pada setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu,

indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak

yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak dari keseluruhan

sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang terbagi menjadi dua

yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

5.3.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Belakang)

Koefisien penyebaran menunjukkan efek relatif yang ditimbulkan oleh

keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara suatu sektor

dengan semua sektor perekonomian yang ada. Koefisien penyebaran dapat juga

dikatakan sebagai efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan

output sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lain yang

digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Page 93: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

78  

Koefisien penyebaran adalah keterkaitan output langsung dan tidak

langsung ke belakang yang dibobot dengan jumlah sektor kemudian dibagi

dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien ini

diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka.

Tabel 5.18. menyajikan parameter koefisien sektor-sektor ekonomi yang

ada di Provinsi Jawa Barat. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai koefisien

penyebaran sektor-sektor tersebut berada pada selang 0,80120-1,26692. Sektor

yang memiliki koefisien penyebaran tertinggi adalah sektor bangunan/konstruksi

sebesar 1,26692, disusul oleh sektor industri pengolahan sebesar 1,20765,

kemudian di tempat ke tiga sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1.13946, di

tempat keempat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar

1,03559. Sedangkan sektor-sektor yang lain memiliki nilai koefisien penyebaran

yang kurang dari satu.

Tabel 5.18. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 9 Sektor)

Sektor Koefisien Penyebaran

Pertanian 0,80120 Pertambangan Dan Penggalian 0,83320 Industri Pengolahan 1,20765 Listrik, Gas Dan Air Bersih 1,13946 Bangunan/Konstruksi 1,26692 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,87119 Pengangkutan Dan Komunikasi 1,03559 Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 0,85682 Jasa-Jasa 0,98797

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Page 94: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

79  

Besarnya nilai-nilai koefisien penyebaran sektor ekonomi yang lebih besar

dari satu menunjukkan kemampuan bahwa sektor tersebut mampu untuk

meningkatkan pertumbuhan industri hulunya.

Untuk koefisien penyebaran yang terbesar ialah industri kertas dan barang-

barang dari kertas, percetakan dan penerbitan, disusul oleh industri tekstil, pakaian

jadi, kulit dan alas kaki dan industri bahan jadi dari logam di posisi ke tiga.

Tabel 5.19. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 29 Sektor)

Sektor Koefisien Penyebaran

Industri Makanan dan Minuman 1,11863

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1,29803

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 0,99500

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 1,36746

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1,08359

Pengilangan Minyak Bumi 1,19626

Industri Barang Mineral bukan Logam 1,00163

Industri Logam Dasar 1,24319

Industri Bahan Jadi dari Logam 1,25257

Industri Pengolahan Lainnya 1,02852 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

5.3.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan)

Kepekaan penyebaran ini sering juga disebut sebagai indeks daya

penyebaran ke depan, yaitu suatu indeks yang menunjukkan efek relatif yang

disebabkan oleh perubahan suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan

perubahan output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut

Page 95: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

80  

baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepekaan penyebaran ini adalah

keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan

jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak

langsung keseluruhan sektor ekonomi.

Tabel 5.20. Indeks Daya Penyebaran ke Depan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 9 Sektor)

Sektor Kepekaan Penyebaran

Pertanian 0,78911

Pertambangan Dan Penggalian 1,17881

Industri Pengolahan 2,08929

Listrik, Gas Dan Air Bersih 0,81992

Bangunan/Konstruksi 0,70353

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 0,96987

Pengangkutan Dan Komunikasi 0,79028

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 0,85690

Jasa-Jasa 0,80229 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Analisis kepekaan penyebaran sektor-sektor ekonomi berada pada selang

2,08929-0,70353. Berdasarkan klasifikasi 9 sektor memperlihatkan bahwa sektor

industri pengolahan memiliki indeks daya penyebaran tertinggi dengan nilai

2,08929 diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1.17881. Indeks

daya penyebaran yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa output yang

dihasilkan oleh kedua sektor tersebut merupakan komoditi intermedier, dalam

artian output sektor tersebut merupakan bahan baku bagi industri-industri dan

sektor-sektor perekonomian lainnya. Nilai tersebut juga menunjukkan besarnya

peranan kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan di Provinsi Jawa

Page 96: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

81  

Barat. Hal ini terjadi karena secara rata-rata kedua sektor tersebut memiliki kaitan

ke depan yang kuat terhadap semua sektor ekonomi di Provinsi Jawa Barat

dibandingkan dengan 7 sektor ekonomi yang lainnya.

Nilai indeks kepekaan lebih kecil dari satu yang dimiliki ke tujuh sektor-

sektor lainnya menunjukkan bahwa produk dari sektor-sektor tersebut terutama

dipakai untuk konsumsi secara langsung. Akan tetapi sektor-sektor yang

mempunyai daya penyebaran ke depan yang kecil bukan berarti tidak dapat

diandalkan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi wilayah.

Tabel 5.21. Indeks Daya Penyebaran ke Depan Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (Klasifikasi 29 Sektor)

Sektor Kepekaan Penyebaran

Industri Makanan dan Minuman 1,19777

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1,04707

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 0,80705

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 1,22710

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1,40590

Pengilangan Minyak Bumi 1,09462

Industri Barang Mineral bukan Logam 0,80531

Industri Logam Dasar 0,88455

Industri Bahan Jadi dari Logam 1,57461

Industri Pengolahan Lainnya 0,68716 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Tabel 5.21. dapat kita lihat bahwa subsektor industri pengolahan yang

memiliki indeks daya penyebaran tertinggi ialah sektor industri bahan jadi dari

logam, industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik,

Page 97: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

82  

kemudian industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan.

Dari hasil analisis kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran terlihat

bahwa indeks daya penyebaran ke belakang lebih rendah jika dibandingkan

dengan indeks daya penyebaran ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor

industri pengolahan lebih banyak mepengaruhi daripada dipengaruhi pertumbuhan

sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Jawa Barat.

5.4. Analisis multiplier

Analisis multiplier bertujuan untuk melihat dampak perubahan permintaan

akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan

perubahan jenis pengganda yang biasanya berupa peningkatan. Tipe pengganda

yang sering digunakan adalah pengganda tipe I dan pengganda tipe II, kedua-

duanya digunakan dalam pengganda pendapatan, output, dan tenaga kerja.

Pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut dari matriks kebalikan

Leontief model terbuka, sedangkan pengganda tipe II diperoleh dari matriks

kebalikan Leontif model tertutup dengan memperlakukan rumah tangga sebagai

endogenous dari model.

Kedua jenis pengganda, baik pengganda tipe I maupun pengganda tipe II

merupakan hasil dari proses mekanisme dampak yang terdiri dari efek awal, efek

putaran pertama, efek dukungan industri, dan efek induksi konsumsi. Pengganda

tipe I didapatkan dari penjumlahan efek awal, efek putaran pertama, dan efek

dukungan induksi untuk tiap satu satuan efek awal. Sedangkan untuk pengganda

Page 98: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

83  

tipe II diperoleh dari penjumlahan semua tahap dalam proses mekanisme dampak

untuk tiap satu satuan efek awal. Pada pengganda output, baik tipe I maupun tipe

II, dampak diukur tiap satu satuan output, sedangkan pada pengganda pendapatan

dan tenaga kerja tipe I dan tipe II, keduanya diukur tiap satu satuan perubahan

pendapatan dan tenaga kerja.

5.4.1. Analisis Multiplier Output

Nilai-nilai multiplier output sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa

Barat tersaji pada Tabel 5.22. di bawah ini.

Nilai multiplier output tipe I sektor industri pengolahan sebesar 1,878

yang menempati urutan kedua setelah sektor bangunan/konstruksi. Nilai 1,878

berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri pengolahan

sebesar satu rupiah maka output pada semua sektor perekonomian akan meningkat

sebesar Rp. 1,878. Dari pengganda output tipe I ini dapat dilihat kemampuan

sektor industri pengolahan dalam meningkatkan output bagi sektor-sektor lainnya

termasuk terhadap sektor industri pengolahan itu sendiri relatif besar. Hal ini

sejalan dengan nilai keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan yang

menduduki peringkat pertama.

Page 99: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

84  

Tabel 5.22. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Pertanian 1,246 1,341

Pertambangan Dan Penggalian 1,296 1,312

Industri Pengolahan 1,878 2,190

Listrik, Gas Dan Air Bersih 1,772 2,152

Bangunan/Konstruksi 1,970 2,391

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 1,355 1,504

Pengangkutan Dan Komunikasi 1,610 1,959

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 1,332 1,532

Jasa-Jasa 1,536 1,768 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Dengan memasukkan rumah tangga ke dalam model maka efek konsumsi

masyarakat diperhitungkan sehingga akan didapatkan nilai pengganda tipe II.

Pengganda tipe II selalu memiliki nilai yang lebih besar daripada pengganda tipe I

karena dalam pengganda tipe II efek konsumsi rumah tangga juga diperhitungkan.

Dilihat dari sisi pengganda output tipe II sektor industri pengolahan menduduki

peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi dengan nilai pengganda tipe

II sebesar 2,190. Nilai ini mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan

konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor industri pengolahan sebesar satu

satuan maka output di semua sektor perekonomian akan meningkat sebesar 2,190.

Tingginya peringkat sektor industri pengolahan ini menunjukkan bahwa

efek induksi konsumsi di sektor industri pengolahan relatif besar jika

dibandingkan dengan ketujuh sektor perekonomian yang lainnya secara berturut-

turut dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu sektor listrik, gas dan air bersih,

Page 100: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

85  

sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor

pertanian dan yang terakhir sektor pertambangan dan penggalian.

Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier output tipe I

terbesar ialah sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan pada peringkat pertama kemudian sektor industri bahan jadi dari

logam, dan industri makanan dan minuman. Sedangkan untuk multiplier output

tipe II ialah industri makanan dan minuman, industri kayu, bambu, rotan dan

furnitur dan industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan.

Tabel 5.23. Multiplier Output Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Industri Makanan dan Minuman 2,0854 2,4592

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki

1,5878 2,0010

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 1,8119 2,4176

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 2,1112 2,3922

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1,7105 2,1050

Pengilangan Minyak Bumi 1,8386 1,8430

Industri Barang Mineral bukan Logam 1,5415 2,0891

Industri Logam Dasar 1,9115 2,2560

Industri Bahan Jadi dari Logam 1,8943 2,2214

Industri Pengolahan Lainnya 1,6335 2,0538

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Page 101: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

86  

5.4.2. Analisis Multiplier Pendapatan

Dari hasil analisis multiplier pendapatan terlihat bahwa sektor industri

pengolahan menduduki peringkat pertama baik untuk pengganda pendapatan tipe I

maupun tipe II. Dengan nilai pengganda pendapatan tipe I sebesar 1,725 berarti

bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir di sektor industri pengolahan

sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua

sektor perekonomian sebesar Rp. 1,725 baik langsung maupun tidak langsung

dengan rumah tangga sebagai eksogenous dari model.

Sedangkan jika dilihat dari sisi pengganda pendapatan tipe II, nilai

pengganda pendapatan untuk industri pengolahan akan semakin besar yaitu

menjadi 1,984. Dengan nilai pengganda pendapatan sebesar itu berarti jika terjadi

peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri pengolahan

sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh sektor

perekonomian sebesar Rp. 1,984.

Tabel 5.24. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Pertanian 1,607 1,849 Pertambangan Dan Penggalian 1,627 1,872 Industri Pengolahan 1,725 1,985 Listrik, Gas Dan Air Bersih 1,293 1,488 Bangunan/Konstruksi 1,585 1,824 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 1,654 1,903 Pengangkutan Dan Komunikasi 1,407 1,618 Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 1,404 1,615 Jasa-Jasa 1,609 1,851

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Page 102: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

87  

Multiplier pendapatan tipe I tiga terbesar dimiliki oleh pengilangan minyak

bumi, sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan dan industri bahan jadi dari logam. Sedangkan untuk multiplier

pendapatan tipe II ialah pengilangan minyak bumi, sektor industri kertas dan

barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan dan industri makanan dan

minuman.

Tabel 5.25. Multiplier Pendapatan Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Industri Makanan dan Minuman 1,9715 2,3253

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1,3622 1,6066

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 1,3039 1,5378

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 2,3069 2,7208

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 1,4030 1,6548

Pengilangan Minyak Bumi 8,9568 10,564

Industri Barang Mineral bukan Logam 1,2012 1,4167

Industri Logam Dasar 1,5348 1,8102

Industri Bahan Jadi dari Logam 2,0027 2,3620

Industri Pengolahan Lainnya 1,8544 2,5461

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

5.4.3. Analisis Multiplier Tenaga Kerja

Nilai pada multiplier tenaga kerja baik tipe I maupun tipe II menunjukkan

adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perkonomian yang

disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor

Page 103: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

88  

tertentu. Nilai pengganda tenaga kerja sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa

Barat menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunan/konstruksi.

Dari hasil analisis multiplier tenaga kerja didapatkan nilai pengganda

tenaga kerja tipe I sektor industri pengolahan sebesar 3,842 yang berarti sektor

industri pengolahan akan menciptakan lapangan kerja bagi 3,842 orang tenaga

kerja di semua sektor perekonomian jika output sektor industri pengolahan

meningkat sebesar satu juta rupiah.

Untuk nilai pengganda tenaga kerja tipe II sektor industri pengolahan yaitu

sebesar 5,246, yang berarti apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga

yang bekerja pada sektor industri pengolahan sebesar satu juta rupiah maka akan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar

5,246 orang.

Tabel 5.26. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Pertanian 1,067 1,093

Pertambangan Dan Penggalian 1,357 1,453

Industri Pengolahan 3,842 5,246

Listrik, Gas Dan Air Bersih 3,950 8,243

Bangunan/Konstruksi 1,557 1,970

Perdagangan, Hotel Dan Restoran 1,183 1,286

Pengangkutan Dan Komunikasi 1,346 1,594

Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan 1,667 2,147

Jasa-Jasa 1,249 1,389 Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Page 104: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

89  

Tabel 5.27. Multiplier Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003

Sektor Tipe I Tipe II

Industri Makanan dan Minuman 6,8679 8,5861

Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 2,2893 3,6931

Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur 7,3003 12,1578

Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 3,0721 4,1366

Industri Kimia, Barang-Barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 2,8601 4,4982

Pengilangan Minyak Bumi 2,0017 2,0348

Industri Barang Mineral bukan Logam 1,2620 1,8607

Industri Logam Dasar 1,5498 1,8829

Industri Bahan Jadi dari Logam 1,6533 1,8994

Industri Pengolahan Lainnya 1,8544 2,5461

Sumber: Tabel IO Provinsi Jawa Barat, 2003 (diolah).

Multiplier tenaga kerja tipe I tiga terbesar dimiliki oleh industri kayu,

bambu, rotan dan furnitur, industri makanan dan minuman, dan sektor industri

kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan. Sedangkan untuk

multiplier tenaga kerja tipe II ialah oleh industri kayu, bambu, rotan dan furnitur,

sektor industri makanan dan minuman dan industri kimia, barang-barang dari

bahan kimia, karet dan plastik.

Berdasarkan hasil perhitungan dalam analisis multiplier output, multiplier

pendapatan dan multiplier tenaga kerja, dapat disimpulkan bahwa sektor industri

pengolahan relatif cukup besar peranannya dalam meningkatkan output,

pendapatan dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di wilayah Provinsi

Jawa Barat.

Page 105: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

90  

5.5. Regulasi Sektor Industri Pengolahan Di Provinsi Jawa Barat

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 1993-1995

sebelum terjadinya krisis ekonomi tumbuh rata-rata sebesar 8,16 persen terutama

disumbang oleh sektor industri dan jasa. Kemudian pada pertengahan tahun 1997

laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi sampai angka 4,87 persen dan titik

terparahnya terjadi pada tahun 1998 sebesar -17,17 persen yang terutama

diakibatkan oleh terpuruknya sektor keuangan khususnya perbankan dan industri

pengolahan. Selanjutnya pada masa pemulihan, mulai terjadi kenaikan kembali

secara bertahap seiring dengan makin membaiknya kondisi ekonomi nasional

terutama semakin terkendalinya sektor keuangan, jasa perdagangan dan industri

pengolahan.

Provinsi Jawa Barat memiliki sektor yang dominan (memiliki peranan dan

pertumbuhan sektor di atas rata-rata) adalah sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Sektor dominan dan potensial merupakan

kegiatan utama yang perlu dikembangkan dalam rangka membangun struktur

ekonomi yang kuat, yaitu : agribisnis, industri pengolahan, kelautan, industri jasa

dan pariwisata, yang ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur dan manusia yang

professional. Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan suatu sektor

perekonomian khususnya sektor industri pengolahan yang akan dibahas lebih

lanjut dibutuhkan regulasi dari pemerintah sebagai acuan dalam pelaksanaan

kebijakan.

Kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat secara garis besar ditandai

oleh pendekatan kewilayahan dan sektoral, yang secara sinergis diharapkan dapat

Page 106: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

91  

menjadi pedoman bagi seluruh pelaku kunci pembangunan. Berdasarkan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007, sesuai dengan tahun

data yang digunakan dalam penelitian ini, kebijakan pembangunan yang

ditetapkan untuk bidang perekonomian ialah mengembangkan perekonomian yang

berbasis ekonomi kerakyatan, persaingan yang sehat dan adil serta menghindarkan

terjadinya struktur pasar yang bersifat monopoli. Kebijakan pembangunan bidang

perekonomian yang kedua adalah mengembangkan enam kegiatan utama yang

salah satu diantaranya adalah pengembangan industri di kawasan andalan.

Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat,

untuk mewujudkan suatu kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan

ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya, pengembangan industri

menjadi salah satu program pengembangan kawasan andalan seperti yang tertuang

dalam paragraph 3 mengenai Kawasan Andalan huruf b Pasal 62.

Dalam pasal 63 (2) Pengembangan industri sebagaimana dimaksud dalam

huruf b Pasal 62 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. identifikasi dan pengembangan kelompok industri;

b. penanganan produk-produk industri berbasis bahan baku lokal (resources

based);

c. mendorong masuknya investasi melalui regulasi dan perizinan;

d. pengembangan jaringan pemasaran produk-produk industri;

Page 107: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

92  

e. mengarahkan pengembangan kegiatan industri di lokasi kawasan industri

(industrial estate).

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2003

tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Provinsi Jawa Barat Tahun

2003-2007, ada beberapa poin kebijakan yang sangat mendukung berkembangnya

sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat. Diantaranya strategi yang

diambil untuk melaksanakan kebijakan pembangunan ekonomi adalah

mengembangkan kegiatan industri yang berbasis sumber daya lokal dengan sistem

ekonomi kerakyatan, memperkuat keterkaitan usaha untuk memantapkan struktur

ekonomi, menyederhanakan berbagai regulasi untuk meningkatkan daya tarik

investasi agar sektor industri pengolahan terus berkembang, dan juga pemerintah

memberikan kesempatan berusaha melalui penguatan usaha kecil dan menengah

baik di pedesaan maupun di perkotaan.

Kebijakan dan strategi pembangunan Provinsi Jawa Barat dijabarkan ke

dalam program bidang perindustrian dan perdagangan sebagai berikut :

1. Program Penataan dan Penguatan Struktur Keterkaitan Industri.

a. Tujuan

1) Terciptanya industri yang memanfaatkan bahan baku lokal, efisien,

dan berdaya saing.

2) Meningkatkan keterkaitan usaha industri hulu sampai hilir yang

berbasis bahan baku lokal.

3) Menumbuhkan kluster industri pengolahan yang ramah lingkungan.

Page 108: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

93  

4) Meningkatkan produk-produk industri manufaktur yang memiliki

keunggulan komparatif dan kompetitif di daerah.

b. Sasaran

1) Berkembangnya agroindustri.

2) Tersedianya bahan baku lokal yang memenuhi standar bagi industri.

3) Terjaminnya produk yang memenuhi standard an ekonomis.

4) Tersedianya akses pasar.

5) Terwujudnya industri pengolahan yang berbasis sumber daya lokal

serta berdaya saing tinggi.

6) Terwujudnya efisiensi pemanfaatan sektor-sektor industri.

7) Terisinya mata rantai industri serta terwujudnya keterkaitan yang

saling mendukung antarsektor ekonomi lainnya.

8) Berkembangnya produk industri pengolahan unggulan daerah.

9) Berkembangnya kluster-kluster industri pengolahan.

10) Terpenuhinya kebutuhan produk industri lokal maupun regional.

11) Terjalinnya hubungan kelembagaan dan kemitraan usaha antara

pelaku industri pengolahan.

12) Terjalinnya kontinuitas produk industri pengolahan.

2. Program Pengembangan Teknologi Industri

a. Tujuan

Meningkatkan dan memanfaatkan inovasi dan kreasi teknologi.

b. Sasaran

Meningkatnya hasil produk industri yang berdaya saing tinggi.

Page 109: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

94  

3. Program Pemberdayaan Industri Kecil Menengah

a. Tujuan

Mewujudkan industri kecil menengah dan usaha kecil menengah yang

maju dan tangguh serta mandiri yang berperan sebagai motor penggerak

dalam perekonomian nasional yang berbasis ekonomi kerakyatan dan

mampu memasuki pasar global.

b. Sasaran

1) Meningkatnya peran industri kecil dan menengah dalam struktur

industri dan perekonomian daerah.

2) Tersedianya lapangan dan usaha serta meningkatnya pendapatan

masyarakat.

3) Meningkatnya daya saing produk industri kecil dan menengah dalam

meningkatkan pemasaran produk industri kecil dan menengah.

4) Meningkatnya daya saing produk industri kecil dan menengah dalam

meningkatkan pangsa pasar produksi IKM.

4. Program Pengembangan Dalam Negeri

a. Tujuan

1) Meningkatkan pemasaran produk.

2) Meningkatkan kegiatan perdagangan barang dan jasa dalam negeri

serta terciptanya tertib niaga dan perlindungan konsumen dan

produsen.

3) Menciptakan kestabilan harga melalui kelancaraan distribusi barang

dan jasa.

Page 110: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

95  

b. Sasaran

1) Berkembangnya jaringan informasi dan akses pasar.

2) Meningkatnya kemampuan pengelolaan usaha di bidang perdagangan

dan jasa.

3) Terciptanya tertib niaga dan perlindungan konsumen.

4) Terciptanya sistem distribusi barang dan jasa yang efisien serta

tersedianya kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau.

5. Program Pengembangan Perdagangan Luar Negeri

a. Tujuan

1) Meningkatkan daya saing komoditas ekspor dan mengembangkan

sistem pemasaran ekspor.

2) Meningkatnya pemasaran produk.

3) Mengembangkan sistem regulasi perdagangan pasar luar negeri.

b. Sasaran

1) Berkembangnya komoditas unggulan ekspor.

2) Meningkatnya pelaksanaan promosi dagang dan kerjasama

perdagangan luar negeri.

3) Meningkatnya hubungan kerjasama ekonomi dengan luar negeri.

4) Meningkatnya pelayanan sistem informasi pasar, perdagangan dalam

dan luar negeri.

6. Program Penataan Standar Mutu Pelayanan Jasa

a. Tujuan

Meningkatkan kualitas pelayanan usaha bidang jasa.

Page 111: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

96  

b. Sasaran

Meningkatnya wawasan dan kemampuan bagi pelaku usaha tentang

standar pelayanan usaha bidang jasa.

Sedangkan regulasi terbaru dari pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat

yang mendukung pengembangan sektor industri pengolahan tertuang dalam

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun

2008-2013. Kebijakan dan program untuk bidang industri pada RPJM 2008-2013

adalah meningkatkan dayasaing industri, yang dilaksanakan melalui program,

yang pertama Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah, dengan

empat sasaran yaitu meningkatnya unit usaha industri kecil menengah,

meningkatnya penyerapan tenaga kerja industri kecil menengah, meningkatnya

kemitraan antar industri, dan meningkatnya pelayanan terhadap pelaku usaha

IKM.

Kemudian program yang ke dua adalah Program Penataan Struktur dan

Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri dengan sasaran sebagai berikut :

mendorong tumbuhnya industri-industri andalan masa depan (industri agro,

industri kreatif dan industri teknologi informasi komunikasi), meningkatnya

sinergitas pengembangan industri, meningkatnya penguasaan teknologi industri

terutama industri tekstil dan produk tekstil, serta industri keramik, dan sasaran

yang terakhir adalah meningkatnya penyerapan tenaga kerja oleh industri besar.

Selain beberapa Peraturan Daerah di atas, ada pula peraturan lain yang ikut

mempengaruhi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

Page 112: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

97  

Pengembangan industri kecil menengah diarahkan agar menjadi pelaku ekonomi

yang makin berbasis iptek dan berdaya saing impor agar mampu memberikan

kntribusi yang signifikan dalam perubahan struktural dan memperkuat

perekonomian domestik.

Dalam rangka meningkatkan kualitas produksi dan pelayanan terhadap

pelaku usaha industri kecil menengah di Jawa Barat perlu didukung dengan

pengembangan dan pemberdayaan potensi Instalasi yang dimiliki Balai

Pengembangan Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Jawa Barat. Sarana dan prasarana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah

Daerah selama ini telah dimanfaatkan oleh pelaku usaha industri kecil dan

menengah, dan memiliki potensi untuk peningkatan sumber pendapatan dan

pelayanan maka setiap IKM yang telah ditentukan perlu dikenai biaya (retribusi)

sehingga perlu ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun

2008 tentang Retribusi Jasa Pelayanan Industri Kecil Menengah yang meliputi

industri bahan jadi dari logam; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki

dan industri kayu, bambu, rotan dan furnitur.

Dalam proses pemungutan retribusi Pemerintah Daerah dengan sangat

selektif dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang

profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas

pemungutan jenis retribusi secara lebih efisien. Kegiatan yang tidak dapat

dikerjasamakan adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang terhutang,

pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.

Page 113: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

98  

Peraturan terkait industri kayu, bambu, rotan dan furnitur bahwa hutan

sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran

rakyat Indonesia, saat ini kondisinya cenderung terus mengalami penurunan,

sehingga keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dan dijaga daya

dukungnya secara lestari; salah satu produk yang dihasilkan dari hutan adalah

rotan yang merupakan bahan baku industri yang dapat memberikan kesempatan

kerja yang sangat luas khususnya bagi masyarakat kecil; perlu dilakukan upaya

penataan kembali pemanfaatan rotan sebagai bahan baku industri guna

meningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi, sekaligus menjaga pelestarian hutan

melalui pengaturan ekspor rotan dituangkan dalam Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 355/MPP/Kep/5/2004

Tentang Pengaturan Ekspor Rotan.

Kemudian dalam Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri

Nomor 41/Daglu/Kep/Xii/2004 Tanggal 23 Desember 2004 Tentang Penetapan

Harga Patokan Ekspor Untuk Komoditi Pasir, Kayu Dan Rotan dengan

mempertimbangkan bahwa masa berlaku Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk

Pasir, Kayu dan Rotan Periode Oktober-Desember 2004 berakhir pada tanggal 31

Desember 2004 dan dalam rangka pelaksanaan Pasal 4 Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum Dibidang Ekspor.

Peraturan pemerintah mengenai industri kimia, barang-barang dari bahan

kimia, karet dan plastik ialah dengan dibuatnya Peraturan Bersama

Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

Page 114: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

99  

02/M-IND/PER/3/2005 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian

Dan Perdagangan Nomor: 595/MPP/Kep/9/2004 Tentang Pemberlakuan Standar

Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib. Peraturan ini dibuat dengan

mengingat bahwa dalam rangka pemberlakuan SNI Wajib Ban perlu didukung

dengan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku, sampai saat ini prasarana yang

diperlukan untuk pemberlakuan SNI Wajib Ban belum seluruhnya terpenuhi,

untuk itu perlu melakukan penundaan pemberlakuan SNI Wajib Ban.

Dalam pengembangan industri makanan diperlukan suatu kebijakan

peraturan-peraturan yang komprehensif sehingga mendukung penciptaan iklim

usaha kondusif yang mampu mendorong masuknya investasi ke dalam negeri

serta peningkatan daya saing. Beberapa Kebijakan tersebut diantaranya:

Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal, PP No 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas

PP No. 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak

Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai PP No 1 Tahun 2007, Fasilitas Pajak Untuk Penanaman Modal

di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, Peraturan

Presiden No. 77 Tahun 2007 Terkait dengan Daftar Negatif Investasi (DNI), PP

No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Industri makanan dan minuman mengalami sedikit masalah terkait dengan

beberapa aturan yang diterbitkan Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

baru-baru ini. Ada lima hal yang menjadi sorotan para pengusaha makanan dan

minuman. Tiga diantaranya adalah peraturan mengenai label, pendaftaran merek,

Page 115: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

100  

dan larangan penggunaan kata superlatif dalam merek. Mengenai label, BPOM

menetapkan, pengusaha harus mengganti label produknya dan mendaftarkan

kembali setiap lima tahun sekali. Nomor produksinya juga harus disesuaikan.

Artinya label di kemasan lama diganti dan membuat kemasan baru lagi. Para

pengusaha juga memprotes aturan yang mewajibkan perusahaan yang

memproduksi satu produk di beberapa lokasi agar mendaftarkan produk ini di

masing-masing daerah. Pengusaha usul pendaftaran produk cukup satu kali saja di

BPOM pusat. Tujuan BPOM menetapkan aturan tersebut adalah agar produk

tersebut gampang dilacak. Namun hal ini menyulitkan para pelaku usah di bidang

makanan dan minuman.

Peraturan terkait industri bahan jadi dari logam yaitu Peraturan Tentang

Impor Mesin Dan Peralatan Mesin Bukan Baru yag dibuat dalam rangka

mendukung kelancaran arus distribusi barang serta penyediaan sarana produksi

bagi pengguna barang modal, yang kemampuan daya belinya masih rendah, maka

dipandang perlu melanjutkan kebijakan tentang impor mesin dan peralatan mesin

bukan baru. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa waktu pelaksanaan

kebijakan impor mesin dan peralatan mesin bukan baru sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menperindag No. 756/MPP/Kep/11/2002 masih belum mampu

mewujudkan iklim perekonomian Indonesia yang lebih kondusif utamanya bagi

kalangan dunia usaha secara keseluruhan. Peraturan baru impor mesin dan

peralatan mesin bukan baru tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No. 756/MPP/Kep/12/2003, tanggal 31 Desember

2003.

Page 116: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

101  

Dalam rangka melindungi industri barang jadi dari logam dikeluarkan pula

peraturan barang modal bukan baru yang tidak dapat diimpor, sebagaimana

tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Ri Nomor 05/M-Dag/Per/4/2005

Tentang Ketentuan Impor Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku, Dan Cakram

Optik. Dengan tujuan untuk mendukung upaya perlindungan hak kekayaan

intelektual, khususnya di bidang hak cipta, maka dalam rangka pelaksanaan Pasal

11 ayat (5) Peraturan Pemerintah RI No. 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi

Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc) dipandang perlu untuk

menetapkan ketentuan impor mesin, peralatan mesin, bahan baku, cakram optik

kosong, dan cakram optik isi. Bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas

tujuan perlindungan hak kekayaan intelektual sekaligus mendorong terciptanya

iklim usaha yang lebih kondusif di bidang industri cakram optik.

Page 117: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis terhadap Tabel I-O Provinsi Jawa Barat klasifikasi 9

dan 29 sektor sektor terlihat bahwa peranan sektor industri pengolahan dalam

perekonomian Provinsi Jawa Barat cukup besar. Hal ini tercermin dari peranannya

dalam pembentukan output, permintaan akhir, nilai tambah bruto dan permintaan

antara, analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran dan analisis multiplier.

1) Dilihat dari nilai tambah bruto (44,43%), permintaan akhir (57,98%), dan

permintaan antara (56,01%) sektor industri pengolahan memiliki peranan yang

besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Sub sektor penyumbang

terbesar ialah industri bahan jadi dari logam disusul oleh industri tekstil,

pakaian jadi, kulit dan alas kaki kemudian industri kimia, barang-barang dari

bahan kimia, karet dan plastik.

2) Nilai keterkaitan ke depan yang lebih besar dari nilai keterkaitan ke belakang

menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu untuk

mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

3) Nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri

pengolahan yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor industri

pengolahan mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya.

Page 118: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

103

4) Dilihat dari nilai multiplier yang tercipta peranan sektor industri pengolahan

relatif cukup besar dalam meningkatkan output, pendapatan dan tenaga kerja

di Provinsi Jawa Barat.

5) Regulasi yang ditetapkan pemerintah Provinsi Jawa Barat secara umum

bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sektor industri

pengolahan. Dalam pembangunan jangka menengah pun sektor industri

mendapat perhatian khusus seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.

Kebijakan dan program untuk Bidang Industri pada RPJM 2008-2013 adalah

meningkatkan dayasaing industri. dan juga dalam rangka penyedian sarana

dan prasarana pendukung industri dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2008 tentang Retribusi Jasa Pelayanan Industri

Kecil Menengah yang meliputi industri bahan jadi dari logam; industri tekstil,

pakaian jadi, kulit dan alas kaki dan industri kayu, bambu, rotan dan furnitur.

6.2. Saran

Dalam upaya meningkatkan peranan sektor industri pengolahan dalam

pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Barat, hendaknya pemerintah Provinsi Jawa

Barat lebih memprioritaskan kepada pengembangan sub sektor industri

pengolahan yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi.

1) Dalam penciptaan nilai tambah, permintaan akhir dan permintaan antara maka

sub sektor industri pengolahan penyumbang yang dipriorotaskan adalah

Page 119: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

104

industri bahan jadi dari logam disusul oleh industri tekstil, pakaian jadi, kulit

dan alas kaki kemudian industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet

dan plastik.

2) Berdasarkan analisis keterkaitan ke depan sub sektor industri pengolahan yang

prioritaskan ialah  industri bahan jadi dari logam kemudian industri kimia,

barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik. Sedangkan dari analisis

keterkaitan langsung ke belakang ialah pengilangan minyak bumi dan industri

kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan. Berdasarkan

keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang industri kertas dan

barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan kemudian industri

tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki.

3) Nilai koefisien penyebaran menunjukkan bahwa industri bahan jadi dari

logam kemudian industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan

plastik memiliki kemampuan yang lebih dan untuk kepekaan penyebaran

industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan dan

industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki yang lebih diprioritaskan.

4) Dilihat dari sisi output maka sub sektor yang menjadi prioritas adalah industri

makanan dan minuman dan industri kertas dan barang-barang dari kertas,

percetakan dan penerbitan. Dari sisi pendapatan dilihat dari nilai multiplier

pendapatan maka sub sektor yang menjadi prioritas adalah pengilangan

minyak bumi dan industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan

dan penerbitan. Sedangkan jika dari sisi tenaga kerja maka sub sektor yang

Page 120: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

105

menjadi prioritas adalah industri kayu, bambu, rotan dan furniture dan industri

makanan dan minuman.

5) Pemerintah Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat menetapkan peraturan yang

bertujuan untuk mengembangkan sub sektor industri pengolahan yang

memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat

yang lebih sesuai dengan kondisi di Provinsi Jawa Barat merujuk kepada

peraturan pemerintah pusat.

Page 121: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

 

DAFTAR PUSTAKA BPS. 2003. Tabel Input Output Jawa Barat Tahun 2003. Kerjasama Badan Pusat

Statistik Provinsi Jawa Barat dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS. 2005. Jawa Barat dalam angka 2004/2005. Kerjasama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS. 2007. Indikator Ekonomi Jawa Barat 2007. Badan Pusat Statistik Provinsi

Jawa Barat, Bandung. BPS. 2007. Jawa Barat dalam angka 2007. Kerjasama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS. 2007. Pendapatan Nasional Indonesia 2004-2007. Badan Pusat Statistik,

Jakarta. BPS. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat 2005-2007.

Kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Bandung.

BPS. 2007. Tabel Input Output Indonesia 2005 jilid I. Badan Pusat Statistik,

Jakarta. BPS. 2007. Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Badan Pusat

Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung. BPS. 2008. Jawa Barat dalam angka 2008. Kerjasama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS. 2008. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output. Badan Pusat

Statistik, Jakarta. BPS. 2008. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Badan Pusat Statistik,

Jakarta. BPS. 2003. Jawa Barat dalam angka 2003. Kerjasama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Bandung.

Page 122: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

107  

 

Disikom. 2007. “Revitalisasi 5 Kawasan Sentra Perdagangan Pemkot Siapkan Rp 10,4 Milyar Untuk Bantuan Modal Usaha” [Website Resmi Pemerintah Kota Bandung]. http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id=334.htm [10 Juli 2009].

Hardiyansyah, H. 2009. ”Revitalisasi, Baru Tataran Konsep” [Pikiran Rakyat

Online]. http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail &id=59307.htm [10 Juli 2009].

Hidayat, M.S. 2008. Urgent, Konsep Baru Industrialisasi. Sharing: 26-28. Jensen, R.C dan West, G.R. 1986. Input-Output For Practitioners. Theory And

Applications. Department of Economics, University of Queensland. Canberra: Australian Government Publishing Service.

Kriswantriyono, A. 1994. Dampak Pengembangan Sektor Industri Pengolahan

Terhadap Perekonomian Wilayah Kab. DATI II Bekasi : Analisis Derivasi Tabel Input-Output [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mustikasari, D. 2005. Peran Sektor Industri Pengolahan Dalam Perekonomian Di

Propinsi Jawa Tengah : Analisis Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prabudi, A. 2009. “Jati Wangi, Pusat Penghasil Genteng Majalengka” [Berita

Cirebon Online]. http://www.beritacerbon.com/berita/2009-01/jati-wangi-pusat-penghasil-genteng-majalengka.htm [10 Juli 2009].

Priyarsono, D.S., Sahara, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas

Terbuka, Jakarta. Putri, D. E. 2001. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Provinsi

Sumatera Barat : Analisis Input-Output [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ramanto, D. A. 2008. Analisis Dampak Sektor Padi, Melinjo Dan Pertanian

Lainnya Terhadap Perekonomian Kabupaten Pandeglang : Analisis Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sahara. 1998. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap

Perekonomian Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 123: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

 

Lampiran 1. Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat 2003 Klasifikasi 9 sektor Kode Sektor 1 2 3 4 5 6

1 Pertanian 1.502.521 1 16.753.162 0 68.786 696.2902 Pertambangan dan Penggalian 61 4.607.590 12.625.750 4.620.512 14.050 43 Industri Pengolahan 3.979.043 84.895 111.692.478 1.914.417 9.841.926 4.159.0924 Listrik. Gas dan Air Bersih 16.416 10.758 6.091.733 2.007.738 15.923 2.222.3495 Bangunan\Konstruksi 78.785 30.031 222.465 5.689 17.137 19.3616 Perdagangan. Hotel dan Restoran 772.898 28.165 19.845.091 482.244 1.901.405 2.083.7187 Pengangkutan dan Komunikasi 91.404 15.353 5.127.232 89.394 297.133 2.225.709

8 Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 141.316 21.326 3.699.049 81.367 228.158 4.741.311

9 Jasa-Jasa 57.882 9.806 1.427.009 185.693 141.348 714.867

190 Jumlah Input Antara 6.640.326 4.807.925 177.483.969 9.387.054 12.525.866 16.862.701200 Input Antara Impor 1.421.120 114.900 33.100.967 2.918.875 3.249.557 3.605.648201 Upah dan Gaji 9.167.669 1.805.591 40.864.385 1.203.825 4.081.014 12.978.772202 Surplus Usaha 26.597.882 13.337.802 67.624.360 2.514.753 2.173.821 35.499.087203 Penyusutan 520.050 746.310 14.811.687 2.504.672 512.876 2.552.270204 Pajak Tidak Langsung 388.241 543.885 8.370.370 50.175 365.847 3.139.984205 Subsidi 0 0 0 0 0 0209 Nilai Tambah Bruto 36.673.842 16.433.588 131.670.802 6.273.425 7.133.558 54.170.113210 Jumlah 44.735.288 21.356.413 342.255.738 18.579.354 22.908.981 74.638.462

Tenaga Kerja 5.158.605 113.718 2.361.807 51.056 723.327 3.339.491

Page 124: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

109  

Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat 2003 Klasifikasi 9 sektor (lanjutan)

Kode 7 8 9 180 301 302 303 304 305 1 56 0 262.320 19.283.136 22.699.515 0 183.964 131.222 2.437.4512 0 0 6 21.867.973 243 0 0 -659.609 147.8063 3.676.906 269.302 4.952.877 140.570.936 65.531.975 0 15.405.707 7.285.283 13.461.8374 178.829 87.786 435.362 11.066.894 6.257.595 0 0 0 1.254.8655 112.965 578.612 818.973 1.884.018 24.860 0 21.000.103 0 06 1.000.503 127.824 1.905.646 28.147.494 25.107.703 0 2.263.610 1.055.313 18.064.3427 1.203.617 286.258 716.958 10.053.058 7.573.269 0 182.627 87.747 6.630.2628 1.043.011 1.154.909 741.300 11.851.747 3.313.821 0 0 0 176.7259 1.850.173 732.458 1.142.974 6.262.210 10.504.730 13.020.861 598.058 0 4.093.565

190 9.066.060 3.237.149 10.976.416 250.987.466 141.013.711 13.020.861 39.634.069 7.899.956 46.266.853200 3.246.512 1.163.355 2.656.720 51.477.654201 3.057.094 1.839.827 15.294.949 90.293.126202 5.056.076 7.976.569 3.548.649 164.328.999203 3.578.849 769.273 1.776.745 27.772.732204 522.372 356.120 225.945 13.962.939205 0 0 0 0209 12.214.391 10.941.789 20.846.288 296.357.796210 24.526.963 15.342.293 34.479.424 598.822.916TK 1.067.487 197.584 1.769.571 14.782.646

Page 125: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

110  

Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat 2003 Klasifikasi 9 sektor (lanjutan)

Kode 309 310 409 509 600 700 1 25.452.152 44.735.288 0 0 44.735.288 44.735.2882 -511.560 21.356.413 0 0 21.356.413 21.356.4133 201.684.802 342.255.738 0 0 342.255.738 342.255.7384 7.512.460 18.579.354 0 0 18.579.354 18.579.3545 21.024.963 22.908.981 0 0 22.908.981 22.908.9816 46.490.968 74.638.462 0 0 74.638.462 74.638.4627 14.473.905 24.526.963 0 0 24.526.963 24.526.9638 3.490.546 15.342.293 0 0 15.342.293 15.342.2939 28.217.214 34.479.424 0 0 34.479.424 34.479.424

190 347.835.450 598.822.916 0 0 598.822.916 598.822.916

Page 126: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

111  

Lampiran 2. Koefisien Input Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003 Kode Sektor 1 2 3 4 5 6

1 Pertanian 0,03359 0,00000 0,04895 0,00000 0,00300 0,009332 Pertambangan dan Penggalian 0,00000 0,21575 0,03689 0,24869 0,00061 0,000003 Industri Pengolahan 0,08895 0,00398 0,32634 0,10304 0,42961 0,055724 Listrik. Gas dan Air Bersih 0,00037 0,00050 0,01780 0,10806 0,00070 0,029775 Bangunan\Konstruksi 0,00176 0,00141 0,00065 0,00031 0,00075 0,000266 Perdagangan. Hotel dan Restoran 0,01728 0,00132 0,05798 0,02596 0,08300 0,027927 Pengangkutan dan Komunikasi 0,00204 0,00072 0,01498 0,00481 0,01297 0,02982

8 Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,00316 0,00100 0,01081 0,00438 0,00996 0,06352

9 Jasa-Jasa 0,00129 0,00046 0,00417 0,00999 0,00617 0,00958

190 Jumlah Input Antara 0,14844 0,22513 0,51857 0,50524 0,54677 0,22592200 Input Antara Impor 0,03177 0,00538 0,09671 0,15710 0,14185 0,04831201 Upah dan Gaji 0,20493 0,08455 0,11940 0,06479 0,17814 0,17389202 Surplus Usaha 0,59456 0,62453 0,19758 0,13535 0,09489 0,47561203 Penyusutan 0,01163 0,03495 0,04328 0,13481 0,02239 0,03420204 Pajak Tidak Langsung 0,00868 0,02547 0,02446 0,00270 0,01597 0,04207205 Subsidi 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000209 Nilai Tambah Bruto 0,81980 0,76949 0,38471 0,33766 0,31139 0,72577210 Jumlah 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000

Page 127: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

112  

Koefisien Input Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003 (lanjutan)

Kode 7 8 9 180 301 302 303 304 305 1 0,00000 0,00000 0,00761 0,07683 0,16097 0.00000 0.00464 0.01661 0.016662 0,00000 0,00000 0,00000 0,08713 0,00000 0.00000 0.00000 -0.08350 0.001013 0,14991 0,01755 0,14365 0,56007 0,46472 0.00000 0.38870 0.92219 0.775724 0,00729 0,00573 0,01263 0,04409 0,04438 0.00000 0.00000 0.00000 0.008585 0,00461 0,03771 0,02375 0,00751 0,00018 0.00000 0.52985 0.00000 0.000006 0,04079 0,00833 0,05527 0,11215 0,17805 0.00000 0.05711 0.13359 0.123507 0,04907 0,01866 0,02079 0,04005 0,05371 0.00000 0.00461 0.01111 0.045338 0,04253 0,07528 0,02150 0,04722 0,02350 0.00000 0.00000 0.00000 0.001219 0,07543 0,04774 0,03315 0,02495 0,07449 1.00000 0.01509 0.00000 0.02799

190 0,36963 0,21100 0,31835 1,00000 1,00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000200 0,13237 0,07583 0,07705 0,08596201 0,12464 0,11992 0,44360 0,15078202 0,20614 0,51991 0,10292 0,27442203 0,14591 0,05014 0,05153 0,04638204 0,02130 0,02321 0,00655 0,02332205 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000209 0,49800 0,71318 0,60460 0,49490210 1,00000 1,00000 1,00000 1,00000

Page 128: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

113  

Koefisien Input Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003 (lanjutan)

Kode 309 310 409 509 600 700 1 0,07317 0,07471 0,00000 0,00000 0,07471 0,074712 -0,00147 0,03566 0,00000 0,00000 0,03566 0,035663 0,57983 0,57155 0,00000 0,00000 0,57155 0,571554 0,02160 0,03103 0,00000 0,00000 0,03103 0,031035 0,06045 0,03826 0,00000 0,00000 0,03826 0,038266 0,13365 0,12464 0,00000 0,00000 0,12464 0,124647 0,04161 0,04095 0,00000 0,00000 0,04095 0,040958 0,01004 0,02562 0,00000 0,00000 0,02562 0,025629 0,08112 0,05758 0,00000 0,00000 0,05758 0,05758

190 1,00000 1,00000 0,00000 0,00000 1,00000 1,00000

Page 129: ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN … · Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan

 

114  

Lampiran 3. Matriks Kebalikan Leontief Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003

Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 1 Pertanian 1,04236 0,00053 0,07798 0,00998 0,03836 0,01578

2 Pertambangan dan Penggalian 0,00818 1,27589 0,08230 0,36612 0,03831 0,01724 3 Industri Pengolahan 0,14428 0,00971 1,51943 0,18644 0,66890 0,11035 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,00439 0,00104 0,03415 1,12691 0,01911 0,03798 5 Bangunan\Konstruksi 0,00234 0,00190 0,00268 0,00185 1,00294 0,00383 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,02794 0,00263 0,09533 0,04343 0,12909 1,04013 7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,00567 0,00129 0,02814 0,01087 0,02937 0,03651

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,00756 0,00178 0,02641 0,01179 0,02944 0,07531

9 Jasa-Jasa 0,00317 0,00089 0,01151 0,01451 0,01451 0,01776 Jumlah 1,24589 1,29566 1,87793 1,77190 1,97010 1,35473

Kode Sektor 7 8 9 Jumlah 1 Pertanian 0,01521 0,00470 0,02219 1,25632

2 Pertambangan dan Penggalian 0,01857 0,00693 0,01955 1,87832 3 Industri Pengolahan 0,27299 0,07718 0,25964 3,52994 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,01804 0,01030 0,02308 1,29701 5 Bangunan\Konstruksi 0,00946 0,04256 0,02645 1,09923 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,06791 0,02216 0,07953 1,56705 7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,06138 0,02512 0,03056 1,25197

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,05897 1,08683 0,03459 1,35913

9 Jasa-Jasa 0,08785 0,05657 1,04073 1,26719 Jumlah 1,61038 1,33238 1,53632 14,50616