analisis penyediaan daging halal kepada kaum...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENYEDIAAN DAGING HALAL KEPADA KAUM
MUSLIM DI NEGARA JEPANG
(Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan Praktek di Indonesia)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Purwanto
NIM : 206043103777
KONSENTRASI STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 17 Desember 2010
Purwanto
i
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الر حمن الرحیم
Puji dan syukur dengan tulus kami persembahkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini, yang disusun dan ditulis dalam
rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya serta orang-orang yang menyeru dengan
seruannya dengan berpedoman dengan petunjuknya.
Suka cita selalu menyelimuti penulis seiring dengan selesainya penyusunan
skripsi ini. Hal tersebut tidak lain karena dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh
karenanya penulis megucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA, selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Hukum dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag,
selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum.
ii
3. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA selaku Pembimbing I dan Drs. Heldi, M.
Pd, Selaku Pembimbing II, yang telah rela memberikan bimbingan dengan penuh
ketekunan, kesabaran dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
mewariskan ilmunya kepada penulis dengan konsep ikhlas.
5. Pimpinan, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah serta Perpustakaan Umum
Iman Jama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
pengumpulan bahan dalam skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Hideomi Muto, yang telah banyak membantu peneliti dalam
mengumpulkan data untuk skripsi ini.
7. Ayahanda tercinta Sugeng dan Ibunda tercinta Sukini, yang telah memberikan
bantuan dan dorongan baik berupa moril maupun materiil hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
8. Ustad Abdul Syakur SHI yang telah memberikan banyak bimbingan kepada
penulis dalam belajar membaca Al-Qur’an.
9. Teman-teman seperjuangan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah periode 2006, teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang
telah turut mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman dari Jepang yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan
skripsi ini.
iii
Atas semuanya itu, penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah Swt
semoga amal baiknya diterima dan mendapatkan balasan yang lebih baik. Amin…
Akhirnya penulis memanjatkan do’a dan memohon semoga Allah Swt
memberikan kemanfaatan atas skripsi ini baik bagi penulis sendiri maupun pembaca
pada umumnya, serta melimpahkan pertolongan dan kebenaran kepada kita semua.
Amin…
Jakarta,……….
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR .................................................................................................. iDAFTAR ISI ................................................................................................................. ivDAFTAR TABEL ........................................................................................................ viDAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 6
D. Review Studi Terdahulu ......................................................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 11
BAB II PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL
A. Makanan Umum ..................................................................................... 13
1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil ................... 13
2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram ................................... 19
B. Daging .................................................................................................... 21
1. Definisi Daging Halal dan Haram .................................................... 21
2. Pandangan Para Imam Madzhab ...................................................... 24
C. Tatacara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab ....................... 25
1. Tatacara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i ............................. 26
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tatacara Penyembelihan ....... 30
BAB III STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM
A. Sejarah di Indonesia mengenai LP POM MUI ..................................... 46
1. Sejarah Pembentukan LP POM MUI .............................................. 47
2. Isu Lemak Babi 1988 ...................................................................... 47
v
3. Suatu Kaidah Ushul Fiqih ............................................................... 49
4. Visi dan Misi LP POM MUI ........................................................... 50
B. Sejarah Kasus dan Penetapan Fatwa Tentang Daging Halal dan Haram 52
1. Memakan Kepiting .......................................................................... 52
2. Memakan dan Membudidayakan Kodok ........................................ 56
3. Memakan dan membudidayakan Cacing ........................................ 61
C. Ketentuan Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan di Indonesia ... 64
BAB IV SISTEM PENYEDIAAN DAGING HALAL YANG COCOK
DITERAPKAN DI JEPANG
A. Masalah Makanan Non Islam Bagi Kaum Islam di Jepang ................... 69
1. Masalah Budaya Konsumsi Babi .................................................... 69
2. Masalah Budaya Konsumsi Alkohol ............................................... 73
3. Kekurangan Daging Halal ............................................................... 77
B. Sistem Distribusi Daging di Jepang yang Sekarang .............................. 77
1. Sistem Distribusi Daging Non Islam ............................................... 78
2. Penjualan Daging Halal Oleh Orang Pakistan dan Turki ................ 78
3. Kerjasama Antara Asosiasi Islam Dengan Perusahaan Jepang ....... 78
C. Tatacara Penyembelihan Daging Halal yang Memungkinkan
diterapkan di Jepang ............................................................................... 79
1. Analisis terhadap Pendapat Para Imam Madzhab ........................... 79
2. Hal-hal yang Bisa di Terapkan dari Praktek di Indonesia .............. 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 88
B. Saran-Saran ............................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................... 95
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1 Daftar Makanan Halal .................................................................... 19
2. Tabel 2 Daftar Makanan Haram .................................................................. 19
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1 Area mie instan, minuman keras .................................................. 68
2. Gambar 2 Makanan yang mengandung unsur babi ....................................... 69
3. Gambar 3 Area minuman .............................................................................. 72
4. Gambar 4 Area minuman yang mengandung alkohol .................................. 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi semua kaum muslim sangatlah penting mengkonsumsi makanan
yang diizinkan oleh Allah SWT. Begitu juga dengan pakaian, bagi semua kaum
muslim sangatlah penting bahwa memakai pakaian yang diizinkan oleh Allah
SWT, serta hidup dengan gaya hidup yang diizinkan oleh-Nya seperti halnya
makanan. Dalam firman-Nya, setiap hamba-Nya diperintahkan untuk
menkonsumsi sesuatu yang halal, baik dari makanan maupun pekerjaan. Ini
ditegaskan dalam firman Allah SWT:
) 168: 2/البقرة(
Artinnya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yangterdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkahsyaitan; karena sesungguhnya itu adalah musuh yang nyata bagimu”(QS. Al-Baqarah [2]: 168)
Setiap orang Islam wajib memastikan kehalalan pangan yang akan
dikonsumsinya. Sebelum mengkonsumsi sesuatu makanan, setiap muslim sudah
harus sangat yakin (haqqul yakin) mengenai kehalalannya.1
1Aisjah Girindra, LP POM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, (Jakarta: LembagaPengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetik MUI, 2005), h. 14.
2
Dalam ajaran (hukum) Islam, halal dan haram persoalan yang sangat penting dan
dipandang sebagai inti keberagaman, karena setiap muslim yang akan melakukan
atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntut oleh
agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika
halal, ia boleh (halal) melakukan, menggunakan atau mengkonsumsinya; namun
jika jelas keharamannya, harus dijauhkan dari diri seorang muslim.2
Sejak dahulu umat manusia selalu berbeda-beda pendapat tentang
masalah apa yang dapat mereka makan dan mereka minum, apa yang boleh dan
tidak boleh, khususnya masalah makanan yang berasal dari hewan. Adapun
makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, tidak banyak
perbedaan pendapat yang dapat dijumpai.3
Sarjana ilmu gizi menyatakan bahwa agar manusia dapat hidup dengankehidupan yang sehat dan sejahtera maka ia semestinya makan daging dantumbuh-tumbuhan secara simultan, tidak mungkin untuk memilih salah satudiantara keduanya dengan meninggalkan yang lain. Kiranya perlu mendapatperhatian bahwa bangsa yang menggantungkan dirinya kepada makanan jenistumbuh-tumbuhan saja, maka akan lahir putra-putra bangsa yang kering danlemah, sedang kuantitas anak yang lahir pada suatu bangsa seperti ini tidak lebihdari 2 kg, sedang pada bangsa yang lain biasanya tidak lebih dari 3 kg. Olehkarena itu, disamping makan makanan jenis nabati, maka makanan jenis hewanijuga perlu mendapatkan perhatian, seperti susu dan telur, jika tidak maka akanmengakibatkan kekurusan dan kekurangan darah.4
2Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h.3133Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Abu Sa’id al-Falahi dkk,
(Jakarta: Robbani Press, 2000), Cet. I, h. 43.4Syauqi Al Fanjari, Nilai kesehatan dalam Syariat Islam, Penerjemah Drs. Ahsin Wijaya dkk,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. I, h. 56.
3
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan adalah halal
kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.5
Allah SWT membimbing manusia seluruhnya agar mengkonsumsi yang
halal, baik berupa makanan, usaha dan apapun itu halnya yang berkenaan dengan
kehidupan manusia. Kemudian Allah SWT memberi kekhususan bagi umat Islam
untuk menjahui yang haram, ditegaskan dalam ayat, yaitu sebagai berikut:
) 173-172: 2/البقرة(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman makanlah oleh dari sesuatu yangbaik dari rizki yang telah kami berikan kepada kalian danbersyukurlah kalian kepada Allah apabila kalian menyembah-Nya.Sesunggunya diharamkan bagi kalian bangkai, darah, dan daging babidan sesuatu yang disembelih tidak dengan asma Allah. Akan tetapi,barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang isi tidakmenginginkannya dan tidak (pula) melampui batas, maka tidak adadosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, MahaPenyayang” (QS. Al Baqarah [2] : 172-173)
Kehalalan atau keharaman pangan berkaitan erat dengan keimanan.
Penghalalan atau pengharaman merupakan hak prerogative Allah SWT dan
manusia harus menerimanya secara imani. Begitu pula mengenai kemanfaatan
5Bagian Proyek Sarana dan Prasarana produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman SistemProduksi Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7.
4
atau kemudharatan makanan yang dihalalkan atau diharamkan. Konsekuensinya,
penentuan status hukum halal-haram, atau syubhat, mesti mengacu kepada Al-
Qur’an dan sunnah Rasul.6
Kalau negara Islam seperti di Indonesia ini mudah mendapatkan
makanan-makanan halal. Karena jelas bahwa negara Indonesia ini adalah
mayoritas beragama Islam. Coba dilihat dan diamati, jikalau jalan-jalan di kota
Jakarta, dapat diambil contoh di tempat belanja Pondok Indah Mall, disana dapat
ditemukan restoran-restoran yang menjanjikan makanan halal. Begitu juga jika
berjalan-jalan di sekitar kampus Universitas Islam Negeri Jakarta, banyak
warung-warung atau tempat makan yang halal.
Jika belanja ke suwalayan dapat membeli sosis sapi yang halal, daging
giling ayam yang halal, daging kambing buat gulai yang halal. Begitu juga dapat
membeli cemilan-cemilan yang instan dengan bumbu-bumbu yang aman tanpa
khawatir dan gelisah akan haramnya cemilan tersebut.
Akan tetapi penulis pernah mengalami kondisi yang cukup mengagetkan
ketika berkunjung ke negara Sakura, yaitu tidak lain lagi adalah negara Jepang.
Bahwa disana sama sekali tidak demikian. Kaum muslim di Jepang bertambah
sedikit demi sedikit. Di Jepang ada sejumlah muslim yang berasal dari negara
diluar Jepang seperti orang Pakistan dan Indonesia. Penulispun telah bertemu
dengan sebagian mereka pada saat berkunjung ke Jepang. Penulis mengetahui
6Aisjah Girindra, LP POM MUI, h. 23.
5
bahwa mereka hampir tidak dapat membeli makanan halal dalam kondisi seperti
sekarang ini.
Jika masalah yang berkaitan dengan makanan halal di Jepang
dirangkumkan, dapat dikatakan enam point sebagai berikut:
1. Daging yang paling laku terjual adalah daging babi.
2. Dapat melihat minuman-minuman beralkohol yang jumlahnya hampir sama
atau bisa dikatakan melebihi minuman-minuman biasa seperti teh botol, jus,
susu kalengan, dan minuman-minuman halal yang lainnya.
3. Walaupun daging sapi maupun daging ayam yang halalpun, sulit diketahui
dapat dibeli dimana. (setelah itu penulis ketahui bahwa sedikit daging halal
dapat dibeli hanya di masjid-masjid yang jarang keberadaannya yaitu hanya
berada di kota-kota besar).
4. Selama penulis berada disana tidak dapat menemukan restoran yang bertanda
halal. (dari pembicaraan dengan orang-orang ditempat dapat diketahui bahwa
mereka bisa makan masakan halal hanya di restoran yang di dalamnya ada
koki orang Turki atau Pakistan dan di restoran vegetarian saja).
5. Sebagian besar cemilan-cemilan instan dan mie instan berkomposisi zat-zat
yang berasal dari babi.
6. Dalam kue-kue sudah umum menggunakan gelatin (agar-agar yang berasal
dari kulit-kulit binatang dan mengandung al-kohol).
6
Berdasarkan pengalaman yang cukup mengagetkan ini, penulis merasa
perlu meneliti atau mempelajari mengenai makanan halal dan penyediaan daging
halal kepada kaum muslim di Jepang dan menuangkannya dalam judul skripsi
ANALISIS PENYEDIAAN DAGING HALAL KEPADA KAUM MUSLIM
DI NEGARA JEPANG (Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan
Praktek di Indonesia).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memikirkan masalah makanan halal dan haram dari dasar serta
agar dalam pembahasan skripsi ini terarah dan tersusun secara sistematis, maka
penulis memberikan pembatasan masalah dan perumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan dalam hukum Islam?
2. Bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai makanan halal dan
haram?
3. Bagaimana penyediaan daging halal bagi kaum muslim dinegara non Islam
seperti di Jepang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan didalam
hukum Islam?
2. Untuk mengetahui bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai
makanan halal dan haram?
7
3. Untuk mengetahui harus bagaimana daging halal bagi kaum muslim di negara
non Islam seperti di Jepang?
Sedangkan kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Sebagai kontribusi pemikiran dalam masalah yang berkaitan dengan halal dan
haramnya daging yang diterapkan di Jepang dengan perbandingan mazhab
fiqih.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan
mahasiswa serta masyarakat pada umumnya di Jepang maupun di Indonesia
dalam masalah halal-haramnya daging.
3. Sebagai salah satu syarat utama untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam
(SHI), pada program sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Syari,ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Review Studi Terdahulu
Kajian mengenai fatwa MUI dapat dikatakan sudah banyak dilakukan.
Namun, penulis merasa bahwa kajian tentang fatwa MUI tentang distribusi
daging halal kepada negara non muslim seperi negara Jepang belum pernah
dibahas.
Ada beberapa kajian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membahas
tentang fatwa MUI, salah satunya berupa skripsi yang ditulis oleh Winy Trianta
Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2004 yang berjudul, Pengaruh Fatwa MUI
No 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta terhadap Kesadaran Masyarakat Muslim
8
Mematuhi Hak Cipta. Dalam sekripsinya, Trianta membahas tentang apakah
fatwa tersebut benar-benar murni untuk kemaslahatan umat atau untuk
memperkuat Undang-undang hak cipta. Dia juga mempertanyakan, apakah fatwa
yang hanya mengikat secara moral lebih efektif untuk melindungi hak cipta dari
pada hukum hak cipta yang mengikat dengan sanksi. Dilatar belakangi oleh
kedua hal tersebut, maka diadakanlah penelitian yang menghasilkan, fatwa MUI
No 1 tahun 2003 ini berfungsi sebagai penjelasan terhadap masyarakat mengenai
kedudukan hak cipta. Dalam hukum Islam hak cipta dianalogikan sebagai harta
yang harus dilindungi, sehingga pelanggaran hak cipta sama dengan kezhaliman
terhadap harta.
Sementara itu, masih banyak fatwa-fatwa MUI yang belum dikaji dan
dibahas. Salah satunya adalah fatwa MUI tentang penyediaan daging halal yang
berada di negara non muslim seperti Jepang yang disana belum ada suatu fatwa
tentang penyediaan tersebut. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji
dan meneliti penyediaan daging halal di Jepang.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi yang dipakai dalam pengumpulan data-data
yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi, sebagai rencana
pemecahan masalah yang dihadapi, adapun penelitian merupakan pekerjaan
yang terencana dan sistematis untuk mencari jawaban pada suatu masalah. Untuk
itu, dalam penelitian, penulis menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai
9
dengan prosedur penelitian dengan harapan agar mendapatkan hasil yang benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan.
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris. Yaitu menganalisa
data dengan berdasarkan suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau
konsekuensi yang teramati oleh indra atau data yang dihasilkan dari
percobaan atau pengamatan.7 Dalam kajian ini adalah menjelaskan teori
tentang halal dan haram makanan beserta kelembagaannya menurut pendapat
empat Imam mazhab dan praktek yang terjadi di Indonesia (Fatwa MUI)
untuk diterapkan di negara Jepang.
2. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi
kepustakaan (Library Reseach) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan, membaca, menelaah dan memahami literatur-literatur yang
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dari
berbagai buku-buku baik primer maupun sekunder, yang bisa dijadikan acuan
dasar atau sumber-sumber penunjang yang masih ada relevansinya dengan
pembahasan masalah yang dimaksudkan dalam judul penelitian ini. Penulis
juga melakukan wawancara, yaitu penulis mendatangi dan bertanya langsung
7 Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid 1, (yogyakarta: Andi Offset, 1997), h. 42
10
kepada Japan Asosiation Islam di Jepang guna mendapatkan data-data
penunjang yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.
3. Teknik Pengolahan Data
Apabila pengumpulan data sudah selesai, selanjutnya peneliti akan
meneliti kembali dengan cara editing dan koding. Editing yaitu pemeriksaan
kembali oleh peniliti mengenai kelengkapan jawaban yang diterima,
kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi, relevensinya bagi
penelitian, maupun keseragaman data yang diterima oleh peneliti. Koding
Artinya, peneliti berusaha untuk membuat klasifikasi jawaban-jawaban
dengan memberikan kode-kode tertentu pada jawaban tersebut, agar nantinya
mempermudah kegiatan analisis.8
4. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses penyederhanaan
data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterprestasikan.9 Setelah
terkumpul data-data yang diperlukan maka peneliti mencoba untuk
menganalisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan
sekripsi ini adalah deskriptif analisis10, yaitu prosedur pemecahan masalah
dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa sekarang, disusun,
dijelaskan, dianalisa, diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan.
8 Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI-Press, 1986), Cet.III, h. 264.9 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta, LP3ES, 1995),
Cet. I, h. 263.10 M. Aslam Sumhudi, Jinoisusu Disain Riset, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas
Trisakti, 1986), h. 45-47
11
5. Teknik Penulisan
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007
F. Sistematika Penulisan
Pada bab I penulis akan menerangkan tentang latar belakang masalah dari
skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan
manfaat penelitian skripsi ini, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini, review studi terdahulu yang berisi tentang kajian-kajian fatwa MUI dan
praktek di Indonesia, serta sistematika dari penulisan skripsi ini.
Adapun dalam bab II penulis akan menjelaskan secara umum
perbandingan mazhab tentang makanan halal yang memuat makanan umum yang
didalamnya akan dijelaskan definisi makanan halal dan haram berdasarkan dalil,
tabel perbandingan mazhab, dan tabel jenis-jenis makanan halal dan haram.
Selanjutnya akan saya terangkan mengenai daging yang memuat definisi daging
halal dan haram selanjutnya tabel perbandingan mazhab. Setelah itu saya akan
menjelaskan tatacara penyembelihan yang memuat tata cara penyembelihan
menurut Imam Syafi’I, perbandingan mazhab tentang penyembelihan,
selanjutnya penjelasan penerapan hukum perjenis daging.
Pada bab III penulis akan menguraikan mengenai Sejarah LP POM MUI
dan studi kasus di Indonesia tentang daging halal dan daging haram yang
meliputi sejarah dari kasus dan fatwa tentang daging halal dan haram. Bab III ini
12
juga menerangkan pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia
yang antar lain makan katak, konsumsi cacing dan juga konsumsi kepiting.
Adapun pada bab IV akan berisi tentang daging halal yang cocok
diterapkan di Jepang, yang didalamnya akan saya jelaskan mengenai masalah
makanan di negara non islam bagi kaum Islam yang masalah budaya konsumsi
babi, masalah budaya konsumsi alkohol, serta kekurangann daging halal untuk
kaum Islam di negara non Islam. Selanjutnya didalamnya menjelaskan sistem
distribusi daging di Jepang yang sekarang meliputi sistem distribusi daging on
Islam, penjualan daging halal oleh orang Pakistan dan Turki di Jepang, dan juga
kerjasama antara Asosiasi Islam di Jepang dengan Perusahaan Jepang.
Selanjutnya menjelaskan juga tatacara penyembelihan daging halal yang
memungkinkan di Jepang, yang menerangkan upaya pembangunan sistem
distribusi daging halal di Jepang yang baru dan kemudian hal-hal yang bisa
diterapkan di Jepang dari Indonesia.
Pada akhirnya bab V merupakan penutup dari pembahasan yang telah
diuraikan dan dijelaskan yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis yang telah
ditulisnya.
13
BAB II
PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL
A. Makanan Umum
1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil
Sebelum membahas persoalan haram dan haramnya makanan, terlebih
dahulu disinggung kaidah fiqih menurut madzhab Syafi’i :
میرحى التلعلیلالدلدى یتة حاحبالااءیأشى الفلأصلا
Artinya : “Hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah mubah (boleh),sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya”.1
Maksud yang terkandung dalam kaidah fiqih tersebut dapat dijabarkan
sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, yaitu: “Pada asalnya,
hukum dari sesuatu adalah boleh dan tidak haram, kecuali ada dalil nash
shahih dan sharih yang menunjukkan keharamannya, apabila tidak ada dalil
yang mengharamkannya maka kembali ke hukum asal yaitu halal.2
Masalah yang halal dan yang haram adalah masalah yang paling
dahulu berhubungan dengan manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak
manusia belum diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang
1 Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia,2001), Cet.II, h. 25
2 Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram. (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2002),Cet.I, h. 94.
13
14
diterima dari Tuhannya. Halal dan haram berlaku untuk semua ciptaan Allah
dan menjadi pondasi neraca kehidupan.3
Sejak dahulu, umat manusia memiliki pandangan yang berbeda dalam
menilai masalah makanan dan minuman. Baik menyangkut makanan yang
dibolehkan atau makanan yang dilarang, terutama masalah makanan dari
daging binatang. Sementara makanan dan minuman dari tumbuh-tumbuhan,
tidak banyak diperselisihkan.4
“Halal” adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan
mendapat siksa (dosa). Sedangkan “haram” adalah sesuatu yang oleh Allah
dilarang dilakukan dengan larangan tegas dimana orang yang melanggarnya
diancam siksa oleh Allah di akhirat.5 Halal adalah boleh. Pada kasus makanan,
kebanyakan makanan termasuk halal kecuali secara khusus disebutkan dalam
Al-Qur’an atau hadits.6
Makanan yang dihalalkan adalah makanan yang baik dan memenuhi
selera jiwa. Dalam surat Al-Maaidah ayat 4, Allah berfirman:
... ...)٤: ٥/المائدة(
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagimereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik,”(QS. Al-Maaidah [5] : 4)
3 Muhammad Mutawalli Sya’rowi, Halal dan Haram, Penerjemah Amir Hamzah Fachrudin.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1994), Cet. I, h. 12
4 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Tim Kuadran, (Bandung:Penerbit Jabal, 2007), Cet. I, h. 52.
5 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h. 319.6 LP POM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal, (Jakarta: MUI, 2010), Edisi: IV,
h.58.
15
Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah
dalam QS. Al-A’raf ayat 157:
... ...) ١٥٧: ٧/األعراف(
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik danmengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” (QS. Al-A’raaf [7] : 157)
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan
adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.7 Ini sesuai
dengan prinsip dasar bahwa asal segala sesuatu adalah mubah, dan tidak ada
yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash shahih dan tegas dari
pembuat syari’at yang mengharamkannya. Bila tidak terdapat dalam nash
yang shahih, atau tidak jelas penunjukkannya kepada yang haram, maka
tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.8
Makanan yang halal baik hewani maupun nabati menurut pandangan
Islam sangat banyak, sedangkan yang haram sedikit.9 Ketika ada yang
7 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman SistemProduksi Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7.
8 Anton Apriyanto, Panduan Belanja Haram dan Syubhat, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003),Cet.II, h. 14.
9 Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam(Jakarta: Departemen Agama RI, 1995), h. 44
16
bertanya, apa saja barang yang halal, Rasulullah saw menjawab dengan
menyampaikan ayat al-Qur’an10:
) ٤: ٥/المائدة(
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagimereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan(buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajardengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apayang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apayang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atasbinatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepadaAllah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." (QS. Al-Maaidah [5] : 4)
Dari ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa makanan yang
dihalalkan oleh Islam ialah semua jenis makanan dan minuman yang baik
untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia. Baik dalam pengertian Islam adalah
sesuatu yang tidak menimbulkan bahaya (kemudharatan) bagi tubuh sesorang
apabila mengkonsumsi makanan tersebut.
Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah swt.,
10 Anton Apriyantono, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, (Jakarta: Khairul Bayan,2003), Cet. II, h. 19.
17
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raaf : 157)11
Itu sebabnya maka bagi orang muslim, memakan makanan yang halal
lagi baik adalah suatu kewajiban seperti yang ditegaskan di dalam surat al-
Maidah ayat 88:
) 88: ٥/المائدة(
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allahtelah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yangkamu beriman kepada-Nya”. (QS. Al-Maaidah [5] : 88)
Binatang yang hidupnya di dalam air, semuanya halal baik yang
berupa ikan atau bukan, mati dengan ada sebab atau mati sendiri.12 Sesuai
dengan firman Allah:
….) 96: ٥/المائدة(
Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yangberasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagiorang-orang yang dalam perjalanan….” (QS. al-Maidah [5] :96)
Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, hukum yang pokok dari segala
sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkan. Dengan
demikian semua makanan dan minuman yang tidak ada ketegasan dalil
11 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009), Cet. I, h. 330.
12 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954)., Cet. XVII, h. 439.
18
tentang keharamannya, maka harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu
boleh/halal.13
Adapun makanan haram yang diharamkan dalam Islam secara umum
tertera dalam surat al-Baqarah ayat 173:
) 2/البقرة :
173(
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut(nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. SesungguhnyaAllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah[2] : 173)
Jadi, makanan yang diharamkan dalam Islam pada dasarnya adalah
makanan yang merusak sistem homeostatis tubuh sehingga dapat mengganggu
kesehatan, biasanya makanan ini mengandung bahan-bahan berbahaya atau
bahan-bahan beracun yang bercampur dengan bahan-bahan yang bermanfaat
bagi tubuh.14 Makanan itu haram atau tidak boleh dimakan karena ia khabits,
yaitu makanan yang tidak baik, buruk, busuk dan tidak enak rasanya, juga
13 Akyunul Jannah, Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, (Malang: UINMalang Press, 2008), Cet. I, h. 204
14 Moh. Yanis Musdja, Biologi Dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004),Cet. I, h. 249
19
diharamkan jika makanan itu berbahaya bagi tubuh (merusakkan).15 Dengan
demikian makanan minuman yang berbahaya untuk jiwa adalah haram.
2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram
Tabel. 1 Daftar Makanan Halal16
Jenis Dalil
Minuman semua minuman yang bermanfaat bagi manusia;seperti air, susu, madu, air kelapa dan sebagainya,kecuali khamr (arak/alkohol), dan segala sesuatuyang memabukkan.
QS. 7:3
QS. 5:4QS. 7:157
Tumbuhan semua tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia;seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, kecuali tumbuhan berbahaya; sepertiyang beracun dan membuat sakit kepada manusia.
QS. 7:31QS. 5:4QS. 7:157
Binatang yang termasuk dalam pengertian bahiimatulan’aam; yaitu jenis binatang apapun selainbinatang yang masuk dalam kategori haram; unta,sapi, kerbau, kambing liar atau dipelihara. Ayamdan ikan
QS. 5:10
QS. 22:30
Kategoridispensasimenurutsunnah
Keledai, keledai hutan, biawak, kelinci, burung-burung.
HR. Bukhari,Muslim,Nasaie danTurmidi
Tabel. 2 Daftar Makanan Haram17
Jenis Dalil Hujjah1. Bangkai, matinya tidak
disembelih, tercekik, terpukul,terjatuh, baku hantam, disergapbinatang lain.
2. Darah (kecuali limpa dan hati)
QS. 2:173
QS. 5:3
Membahayakan.Merusak jiwa,moral dan
15 Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia DalamPandangan Islam, h, 28
16 Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, (Jakarta: Penamadani, 2004),Cet.I. h.40-42
17 Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, h. 40-42
20
3. Babi4. Anjing5. Kucing6. Tikus, dll.
An’am: 145AnNahl:115
HR. BhukariMuslim
7. Segala binatang yang disembelihtanpa menyebut nama Allah.
QS. 5:3 Merusak Aqidah
8. Segala bentuk binatang yang matitanpa proses penyembelihan yangbenar menurut syariah
QS. 5:3 MerusakSyariah;ketaatan dankesehatan.
9. Segala jenis burung yang berkukutajama. Elangb. Nazar, dll.
HR. BukhariMuslim
Buasmempengaruhijiwa
10. Segala yang bertaring dan berkukudari binatang buasa. Harimaub. Singac. Ulard. Buaya, dll.
HR. BukhariMuslim
Buasmempengaruhijiwa
11. Serangga bumi yang berbahayaa. Kalajengkingb. Kelabang, dll.
Membahayakan
12. Sesuatu yang membahayakanjasmani dan rohani:a. Racunb. Opiumc. Ganjad. Kokaine. Bir, dll.
QS. 2:219QS. 4:43QS. 5:90
Merusak akal,ibu kejelekan.
13. Minuman yang memabukkana. Khamrb. Alkoholc. Bir, dll.
QS. 2:219QS. 4:43QS. 5:90
Merusak akal,ibu kejelekan.
14. Semua binatang yang disembelihuntuk selain Allah
QS. 2:173 Syirik danmerusak aqidah
15. Hewan yang hidup di dua alam Syafi’i Membahayakankesehatan
16. Segala sesuatu yang diperolehdengan cara yang tidak halal
Merampas hakorang danmerusak akhlak
21
B. Daging
1. Definisi Daging Halal dan Haram
Hewan atau binatang yang sering disebut dengan hewani ada dua
macam, yaitu hewan yang hidup di darat dan hewan yang hidup dilaut. Hewan
yang hidup di darat hukumnya adalah mubah, kecuali beberapa jenis yang
memang telah diharamkan dalam syari’at.18
Dalam beberapa ayat al-Qur’an memang disebutkan apa-apa yang
tidak boleh dimakan oleh seorang mukmin. Yang diharamkan itu ialah daging
babi, darah yang memancar, dan bangkai (yaitu daging binatang yang mati
bukan melalui penyembelihan menurut cara hukum syara’).19
Telah dijelaskan daging yang diharamkan dalam Islam secara umum
tertera dalam surat Al-Maidah ayat 3:
...) 3: ٥/المائدة(
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yangtercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkambinatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…” (QS. Al-Maidah[5]: 3)
18 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, (Jakarta:Gema Insani Press, 2005), Cet. I, h. 879.
19Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia DalamPandangan Islam, h. 28.
22
Surat al-Baqarah ayat 173:
) 2/البقرة :
173(Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut(nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak(pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah[2]:173)
….) 96: ٥/المائدة(
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yangberasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” (QS.Al-Maidah[5] : 96)
... ...) ١٥٧: ٧/األعراف(
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik danmengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” (QS. Al-A’raaf[7] : 157)
Dengan melihat ayat-ayat di atas yang menjelaskan halal dan
haramnya daging, maka dapat diambil kesimpulan bahwa daging binatang ada
dua (2), yaitu daging binatang laut dan daging binatang darat.
Daging binatang yang diharamkan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
surah Al-Maidah ayat 3, yaitu bangkai, darah, daging babi, daging binatang
yang disembelih selain atas nama Allah. Dan Allah telah mengharamkan
23
daging binatang yang buruk, yang menjijikan dan yang buas sesuai dengan
surah Al-A’raaf ayat 157.
Daging binatang darat yang dihalalkan adalah setiap yang dianggap
enak oleh orang Arab maka halal, kecuali perkara yang datang dari syara’
dengan hukum haramnya. Setiap hewan yang dianggap jijik oleh orang Arab,
maka haram, kecuali perkara yang datang dari syara’ hukum yang
menghalalkannya.20
Semua daging binatang laut adalah halal, dan tidak haram dari laut
kecuali yang beracun yang membahayakan, baik berupa ikan atau lainnya,
baik hasil buruan atau bangkai yang ditemukan. Sesuai dengan firman Allah
dalam surah Al-Maidah ayat 96 diatas. Dan hadits Nabi yang berbunyi: Dari
Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “laut suci airnya dan halal
bangkainya.” (HR. Abu Daud)21.
Jadi daging yang halal adalah daging yang selain dari bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah serta
disembelih secara syariah. Sedangkan yang haram adalah daging yang berasal
dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih bukan atas
nama Allah, dan juga daging yang berbahaya bagi jiwa manusia.
20 Moch. Anwar, Fiqih Islam,(Bandung : PT. Alma’arif, 1973), Cet. I, h. 253.21 Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram, h. 135.
24
2. Pandangan Para Imam Madzhab
Para ulama sepakat bahwa binatang yang tidak halal kecuali dengan
disembelih adalah hewan darat yang berdarah mengalir yang tidak
diharamkan, tidak tertembus senjata orang yang berkelahi, tidak hampir mati
karena dipukul, ditanduk, jatuh, diterkam binatang buas dan sakit. Sedangkan
hewan laut tidak perlu disembelih.22
Binatang laut yaitu semua binatang yang hidup di air. Binatang ini
semua halal walaupun didapatkannya dalam keadaan bagaimanapun, apakah
waktu didapatkannya masih dalam keadaan hidup maupun sudah bangkai.
Binatang-binatang tersebut berupa ikan ataupun yang lainnya. Seperti anjing
laut, babi laut, dan sebagainya.23
Para ulama telah mengelompokkan hewan darat yang haram menjadi
enam macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hewan yang telah jelas diharamkan dalam nash.
b. Hewan yang telah jelas sifat-sifatnya yang diharamkan.
c. Hewan yang memakan makanan kotor dan menjijikkan.
d. Hewan yang beracun dan berbahaya.
e. Hewan yang berasal dari hewan halal, tetapi dilarang untuk memakannya.
22 Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.(Semarang: CV Asy Syifa’, 1990), Cet. I, h. 325.
23 Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, h.57
25
f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh dan yang disuruh untuk membunuh.
Selain dari hewan dan burung yang disebutkan di atas maka hukumnya halal.24
Para ulama berbeda pendapat tentang hewan yang tidak berdarah yang
boleh dimakan, seperti belalang dan sebagainya. Apakah wajib disembelih
atau tidak? Imam Malik berpendapat bahwa belalang itu tidak boleh dimakan
tanpa disembelih. Dan penyembelihannya menurut pendapatnya adalah
dengan cara melakukan sesuatu yang mempercepat kematiannya, seperti
diputuskan lehernya, sayapnya, kakinya disertai niat dan menyebut nama
Allah. Kebanyakkan fuqaha berpendapat bahwa bangkai belalang itu boleh
dimakan tanpa disembelih terlebih dahulu.25Maka dalam hal mengenai daging
halal dan haram tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para Imam, hanya
saja ada perbedaan dalam hal hewan laut.
C. Tata Cara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab
Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mughni berkata,
“Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa hewan buruan dan binatang
ternak tidak halal kecuali setelah disembelih. Menyembelih ini memerlukan lima
komponen; yaitu orang yang menyembelih, alat menyembelih, tempat untuk
yang disembelih, praktik menyembelih, dan dzikir (menyebut nama
24 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, h. 879.25 Thobieb Al-Asyhar. Bahaya Makanan Haram, h. 207-208.
26
Allah).”26Perlu diketahui bahwa masing-masing syarat yang lima ini ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab empat.
Untuk membuka tulisan tata cara penyembelihan ini, penulis awali
dengan tata cara penyembelihan menurut Imam Syafi’i karena yang paling umum
dipraktekkan di Indonesia.
1. Tata Cara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i
a. Orang yang memotong
1) Beragama
Menurut Madzhab ini, yang menyembelih itu orang Islam atau
Ahli Kitab, bukan orang yang beragama Majusi, bukan penyembah
berhala dan bukan pula orang yang murtad. Maka sembelihan orang
yang beragama Yahudi dan Nasrani halal dimakan sebagaimana
sembelihan orang Islam.27Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah
Yahudi dan Nashrani dari kalangan Bani Israil saja. Berdasarkan
pendapat ini, Yahudi dan Nashrani dari kalangan bangsa Arab dan
Indonesia bukan termasuk Ahli Kitab.28
2) Berakal
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam al-Nawawi berkata,
“Utamanya, penyembelih adalah seseorang yang berakal. Adapun anak
26 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika MenurutAl-Qur’an dan Hadits. (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009), Cet. I, h. 274-275.
27 Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996),Cet.I, h. 377.
28 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
27
kecil yang mumayyiz (dapat membedakan benar dan salah), maka
menurut madzhab Syafi’i, sembelihannya halal.” Imam al-Nawawi,
setelah mengemukakan berbagai pendapat dan riwayat dari murid-murid
al-Syafi’i, berkata, “Kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam
pandangan madzhab kami, bahwa sembelihan anak kecil, orang gila dan
orang mabuk, adalah halal.”29
Menurut Imam Syafi’i, orang yang syah dalam memotong adalah
orang yang beragama Islam dan orang Ahli Kitab yaitu Yahudi dan
Nasrani dari kalangan Bani Israil saja, Yahudi dan Nashrani yang
berasal dari luar Bani Israil dianggap tidak sah (haram).
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan
dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat
dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
bagian tajamnya bukan dengan beratnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Saw:
29 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 293
28
تسیلو, ادغالعداقولناا! اهللالوساری: تلق: لقا, جیدخنبعافرثیدح
ھیلعاهللاماسرذكومالدرھاأنم))نأر((أو)) لجعا: ((القف. مدىناعم
3130)يرخابالھجرخا... (ارفظوا انسنكیمالم, هولكف
Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akanberhadapan dengan musuh esok hari (pagi) dan kami tidakmempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah,“Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darahdan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlahsembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”(HR. Bukhari)
Menurut Syafi’iyyah, pemotongan hewan itu dilakukan dengan alat
yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu, emas atau perak, kecuali gigi,
kuku, dan tulang. Apabila hewan tersebut dibunuh dengan alat yang tidak
tajam, misalnya dipukul dengan senapan, atau anak panah yang tidak
bermata atau tidak tajam, atau dicekik dengan jerat lalu mati, maka dalam
hal ini haram dimakan.31Jadi menurut Imam Syafi’i, alat yang digunakan
haruslah tajam, tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.
c. Bagian yang Disembelih
Syafi’iyyah juga berpendapat, menyembelih hewan yang sesuai
dengan syari’at adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya
itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal. Dan disyaratkan
30 Muhammad bin Isma’il al-Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari: Bab Ma anhara al-Dammin al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid, (Bairut: Dar al-Kutub, 1376H), Juz.VI, h.225
31 Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 376.
29
hendaklah pada hewan itu ada kehidupan yang tetap sebelum disembelih,
bila ada sebab yang dapat membinasakan.32
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan itu ada dua;
1) Menyembelih hewan yang dapat dikuasai, yaitu hewan liar atau jinak,
baik dengan dzibh (menyembelih) maupun nahr (memutuskan
tenggorokan di leher bagian bawah).
2) Menyembelih hewan yang tidak dapat dikuasai, maka caranya sama
seperti menyembelih hewan buruan, baik yang jinak maupun liar.33
Yaitu dengan cara jahr (melukai) hewan liar itu dengan benda yang
tajam oleh seorang muslim atau mengutus hewan pemburu yang sudah
terlatih.34
Dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat yaitu bagian yang
disembelih adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya
itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal.
d. Teknis Menyembelih
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan yang sempurna adalah dengan
memutuskan empat urat; tenggorokkan, kerongkongan, dan dua urat leher.
Standar yang paling minimal adalah dengan memutuskan tenggorokan dan
32 Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h, 375.33 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 304.34 Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 374.
30
kerongkongan.”35 Jadi menurut Imam Syafi’i selain dari tenggorokan dan
kerongkongan maka hewan tersebut tidak halal.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
Menurut madzhab Syafi’i tidak disyaratkan membaca tasmiyah,
melainkan disunnahkan saja. Imam al-Nawawi berkata, “Dianjurkan
menyebut nama Allah ketika menyembelih dan ketika melepaskan anjing
pemburu atau panah yang diarahkan pada hewan buruan. Seandainya tidak
membaca basmalah karena sengaja atau lupa, maka sembelihan atau
buruannya tetap halal.”36 Dengan demikian membaca basmalah dalam
Madzhab Syafi’i adalah hukumnya disunnahkan.
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tata Cara Penyembelihan
a. Orang yang Memotong
Para ulama sepakat bahwa orang yang boleh menyembelih itu ada
lima, yaitu; Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, tidak menyia-nyiakan
shalat. Para ulama juga sepakat bahwa orang yang tidak boleh
menyembelih atau sembelihannya tidak halal dimakan adalah orang-orang
musyrik penyembah berhala, berdasar firman Allah Swt37:
…. …) 3: ٥/المائدة(
35 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 309.36 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 318.37 Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.
(Semarang: CV Asy Syifa’, 1990), Cet. I, h. 314.
31
Artinya: “ diharamkan bagimu hewan yang disembelih untuk
berhala” (QS. al-Maidah[5] : 3)
1) Agama
Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah,
Hanabilah, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Ahli Kitab
adalah Yahudi dan Nashrani dari bangsa mana pun, tanpa membedakan
antara kelompok yang satu dengan yang lain, antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pendapat ini, orang Yahudi dan
Nashrani di Indonesia termasuk Ahli Kitab.38 Alasannya sesuai dengan
keumuman makna firman Allah, yaitu:
)5: ٥/المائدة (…
Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab ituhalal bagimu.” (QS. Al-Maidah[5] : 5)
Kriteria Ahli Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah agama,
yaitu kalangan Yahudi dan kalangan Nashrani tanpa membedakan Arab
dan non-Arab.39Dengan demikian sembelihan Ahlil Kitab menurut
ulama Hanafiyyah adalah boleh dimakan.
Sedangkan Madzhab Maliki mengemukakan bahwa hukum
sembelihan Ahli Kitab adalah makruh tanpa mengharamkannya. Begitu
38 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.39 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278.
32
juga dengan kemakruhan membeli daging dari tukang-tukang daging
Ahli Kitab tanpa mengharamkannya.40
Imam Syafi’i mengatakan bahwa kaum Nasrani Arab bukan
termasuk kaum Ahli Kitab, maka sembelihan mereka tidak halal.
Dengan demikian apabila yang menyembelih itu orang Yahudi dan
Nashrani dari kalangan non-Arab maka sembelihannya halal.41
Ulama Hanabilah mengemukakan bahwa seseorang dikatakan
Ahli Kitab atau bukan Ahli Kitab itu tergantung dirinya bukan
nasabnya. Dengan demikian setiap orang yang memeluk agama adalah
termasuk bagian dari Ahli Kitab. Seperti halnya orang pada masa
sekarang ini, maka sembelihannya boleh dimakan.42
2) Berakal
Mengenai syarat akal bagi penyembelih, Imam Ibn Abidin dari
kalangan Hanafiyyah, mengutip dari al-Jauharah, berkata, “Sembelihan
anak kecil yang belum berakal, orang gila, dan orang mabuk yang tidak
berakal, tidak halal dimakan. Beliau beralasan bahwa orang gila yang
hilang akalnya tidak memiliki qashd (motivasi) sama sekali.43
Dari kalangan madzhab Hanbali, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi
berkata, “akal penyembelih, maksudnya adalah bahwa seorang
40 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 27841 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 28042 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 281-
28243 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
33
penyembelih harus berakal sehingga ia mengetahui (sadar) saat
menyembelih. Jika tidak berakal, seperti anak kecil yang belum
mumayyiz, orang gila, dan orang mabuk maka sembelihannya tidak
halal.”44
Imam al-Baji (w.494 H) dari kalangan Malikiyyah menuturkan,
“Sembelihan orang mabuk dan orang gila, pada saat akalnya hilang,
hukumnya tidak halal. Hal ini diriwayatkan oleh Ibn Wahb dari Malik
dalam al-Mabsuth.”45 Sembelihan orang gila dan orang mabuk menurut
Malik tidak boleh dimakan.46
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa menurut kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah
bahwa sembelihan Ahli Kitab adalah boleh. Kalangan semua ini tidak
membedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, antara
bangsa satu dengan bangsa yang lain.
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan
dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat
dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
44 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 28645 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 28646 Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, h. 322.
34
bagian tajamnya bukan dengan beratnya.47 Hal ini berdasarkan sabda Nabi
saw :
ولیست , انا لاقوالعد غدا! یارسول اهللا: قلت : قال , حدیث رافع بن خدیج
ماأنھر الدم وذكر اسم اهللا علیھ )) أرن((أو )) اعجل: ((فقال. معنا مدى
4548)اخرجھ البخاري... (مالم یكن سنا او ظفرا,فكلوه
Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akanberhadapan dengan musuh esok hari (pagi) dan kami tidakmempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah,“Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darahdan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlahsembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”(HR. Bukhari)
c. Bagian yang Disembelih
Pendapat ulama berbeda-beda mengenai anggota dari hewan yang
disembelih, sebagai berikut:
1) Menurut Madzhab Hanafi
Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan yang sesuai
dengan syari’at itu terbagi menjadi dua bagian. Yaitu:
Pertama, pemotongan darurat. Ini dilakukan dengan cara
melukai bagian mana saja dari badan hewan itu. Ini dilakukan untuk
hewan yang tidak jinak. Jika kambing, sapi atau unta menjadi liar dan
sulit untuk disembelih, lalu dipanah dan kena pada bagian mana saja
47 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.294.48 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h.225
35
dari badannya dan mengeluarkan darah serta mematikan, maka halal
dimakan.49
Kedua, pemotongan yang tidak darurat, dilakukan dengan
menyembelih antara ujung kerongkongan dan ujung dada, yaitu dengan
cara memotong dua urat leher, yaitu dua urat besar yang terdapat
dikedua sisi depan batang leher dan memotong pembuluh nafas serta
kerongkongannya.50
2) Menurut Madzhab Maliki
Mereka berpendapat, pemotongan hewan yang sesuai dengan
syari’at sebab yang dapat menjadikan hewan darat halal dimakan
ikhtiyar (bukan karena terpaksa). Pemotongan ini antara lain yaitu:
a) Dzabh. Cara ini dilakukan dengan memotong kerongkongan dan dua
urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan
niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.
b) Nahr. Cara ini digunakan untuk memotong unta, gajah, dan jerapah.
Dan makruh digunakan untuk memotong sapi dan kerbau. Cara ini
dilakukan dengan menusuk leher pada bagian bawah kalung oleh
seorang yang mumayyiz muslim atau Ahi Kitab tanpa mengangkat
lama sebelum sempurna, dengan niat.
49 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 37350 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
36
c) Aqr. Cara ini digunakan untuk memotong hewan liar yang tidak bisa
dikuasai kecuali dengan sulit, baik itu hewan berupa burung atau
lainnya. Dilakukan dengan cara melukai hewan liar itu dengan benda
tajam oleh seorang mumayyiz muslim, atau dengan mengutus hewan
pemburu yang sudah terlatih dengan niat dan membaca tasmiyah.51
3) Menurut Madzhab Hanbali
Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan secara syara’
adalah penyembelihan hewan yang dapat dikuasai, yang boleh dimakan.
Pemotongan yang sesuai dengan syari’at dapat dilakukan dengan cara
memotong pembuluh nafas dan kerongkongan. Pemotongan dengan cara
nahr dilakukan pada legokan leher yang terdapat di antara pangkal leher
dan dada. Dan tidak disyaratkan memotong dua urat leher, akan tetapi
memotongnya lebih utama.52
Imam Ahmad berkata,”Menyembelih itu pada bagian atas dan
dekat dada. Beliau berhujjah dengan hadits Umar yang diriwayatkan
oleh Sa’id dan al-Arsram dengan sanad yang sampai kepada keduanya
dari al-Farafishah yang berkata, “Ketika kami berada bersama Umar,
Umar berseru bahwa menyembelih pada bagian pada bagian dekat dada
atau leher bagian atas adalah untuk hewan yang dapat dikuasai.”53
51 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 37352 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 37353 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 305.
37
Setelah melihat dari pendapat para ulama, ada kesepakatan
dalam memotong hewan yang tidak dapat dikuasai maka
penyembelihannya adalah dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat
memancarkan darah sampai menyebabkan hewan tersebut mati.
d. Teknis Menyembelih
1) Madzhab Hanafi
Mufti al-Diyar al-Mishriyah (Negeri Mesir), Syeikh ‘Abd al-
Qadir al Rafi’ (w. 1323 H), berkata, “Bahwa menurut Imam Abu
Hanifah, tiga urat yang mana saja dari empat urat, jika tiga urat itu
terputus, maka sembelihannya halal.” Maksudnya, tiga urat tersebut
wajib dipotong, tanpa ditentukan urat yang mana. Artinya boleh
memotong tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher, atau
boleh juga memotong tenggorokkan dan dua urat leher.54
2) Madzhab Maliki
Menurut Imam Malik adalah dengan memotong kerongkongan
dan dua urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam
dengan niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.55
Ada pernyataan dari Imam Ibn al-Qasim berkata, “Beliau (Imam
Malik) tidak memakannya kecuali dengan memutuskan keduanya
54 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 30755 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373.
38
(tenggorokan dan urat-urat leher) secara bersamaan. Beliau tidak
memakannya jika tenggorokannya saja yang terputus, sedangkan urat-
urat lehernya tidak, dan beliau pun tidak memakannya jika urat-urat
lehernya saja yang terputus, sedangkan tenggorokannya tidak. Beliau
tidak memakannya sehingga terputus semuanya, yaitu tenggorokan dan
urat leher secara bersamaan.56
3) Madzhab Hanbali
Imam Ibn Qudamah berkata, “Adapun praktek menyembelih
hewan, maka hal itu dinilai sah dengan memotong tenggorokan dan
kerongkongan. Ada riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa dalam
penyembelihan, selain memotong dua urat itu ditambahkan dengan
memotong dua urat leher. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah ra,
beliau berkata:57
ةطیرشنعاهللالوسى رھن: لقاھنعاهللايضرةریرى ھبانع
ى تحركتتماج ثدى األورفتالودلجالعطقتفحبذى تتاليھو. انطیالش
5558دواوا دوبااهور. تومت
Artinya : Hadits dari Abi Hurairah r.a berkata : “Rasulullah Sawmelarang mempraktekkan syarat setan, yaitu menyembelihhewan dengan memotong kulitnya, tetapi tidak memutuskanurat-urat lehernya, kemudian hewan itu dibiarkan begituhingga mati.” (HR. Abu Daud)
56 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 308.57 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 31058 Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz II, (Mesir:
Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Baabi al-Halabi, 1372 H/1953 M), h. 93
39
Beliau berkata, “ Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa
menyembelih yang sempurna adalah dengan memutuskan empat urat;
tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Tenggorokan adalah
tempat bernafas, kerongkongan adalah tempat masuknya makanan dan
minuman, dan dua urat leher adalah dua urat yang ada disekitar
tenggorokan. Karena memutuskan empat urat tersebut akan
mempercepat nyawa hewan keluar. Dengan begitu, hewanpun akan mati
dengan mudah.59
Kesimpulannya bahwa dalam hal teknis menyembelih tidak ada
perbedaan pendapat dikalangan ulama, penyembelihan yang sempurna
adalah dengan memutuskan empat urat leher yang berada diantara dada
dan kepala.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
1) Madzhab Hanafi
Para ulama Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa apabila
tidak membaca basmalah dengan sengaja ketika menyembelih, maka
sembelihannya tidak halal. Jika tidak membaca basmalah itu karena
lupa, maka sembelihannya halal.60 Dengan berdasarkan hadits Nabi Saw
bersabda:
59 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika. h. 31160 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
40
ملسوھیلعى اهللالصيبالننا:لاقامنھعاهللايضردعسنبدیشرنع
اهور. كذالكدیالصودمعتیمالممسیملناولالحملسمالةحیبذ:لقا
5661دواوا دوبا
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah sawbersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipunia tidak menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya),selagi ia tidak sengaja (meninggalkannya), demikian pulahewan buruan.” (HR. Abu Daud)
2) Madzhab Maliki
Menurut Imam Malik, dalam hal ini Ibn Qasim meriwayatkan
dari Malik dalam kitab al-Mudawwanah tentang orang yang sengaja
tidak membaca basmalah ketika menyembelih, beliau berkata,
“Sembelihannya jangan kamu makan. Tetapi jika ia tidak membacanya
karena lupa, maka kamu boleh memakannya.”62
3) Madzhab Hanbali
Imam Ahmad berpendapat bahwa apabila tidak membaca
basmalah itu karena sengaja, maka sembelihannya tidak halal. Apabila
tidak membacanya itu karena lupa, maka sembelihannya halal. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi saw:
61 Al-Imam al-Harits bin Abu Usamah, Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits, juzI, (Bairut: Daar al-Fikr, 1314 H), h.478
62 Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
41
ان النبي صلى اهللا علیھ وسلم :عن رشید بن سعد رضي اهللا عنھماقال
رواه . م یتعمد والصید كذالكذبیحة المسلم حالل وان لم یسم مال: قال
6063ابوا داوود
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah sawbersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipunia tidak menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya),selagi ia tidak sengaja (meninggalkannya), demikian pulahewan buruan.” (HR. Abu Daud)
Riwayat yang kedua menyatakan bahwa tidak membaca
basmalah saat menyembelih, baik sengaja maupun lupa, adalah boleh.
Hal ini berdasarkan sebuah riwayat bahwa para sahabat Nabi saw
memberikan kemurahan untuk memakan hewan yang disembelih tanpa
menyebut nama Allah.
: لقافملسوھیلعى اهللالصيبى النلالجراءج: لقاةریرى ھأبنعو
ى لعاهللامسا: لقا. ى مسیى أنسنیوحذبیلجالرتأیأراهللالوسا ری
6164ينطقارالدھجرخا. ملسملك
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada orang datangdan bertanya kepada Nabi saw. “wahai Rasulullah,” kataorang itu, “Bagaimana menurut Anda tentang seseorangyang menyembelih hewan, tetapi lupa membaca basmalah.”
63 Al-Imam al-Harits bin Abu Usamah, Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits,h.478
64 Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, Juz. IX, (India: Mathba’ahDa’irah al-Ma’arif al-Nidzamiyyah al-Ka’inah, 1344 H), h. 402. Lihat juga Sunan al-Daruquthni,Juz.IV, h. 295
42
Nabi saw menjawab, “Nama Allah ada pada setiap muslim.”(HR. Al-Daruquthni)
Imam Ibn Muflih al-Hanbali memberikan alasan riwayat ini.
Beliau berkata, “Karena membaca basmalah itu, apabila disyaratkan,
maka sembelihan yang dilakukan dengan keraguan ketika membacanya
hukumnya tidak halal. Sebab, keraguan dalam syarat merupakan
keraguan dalam perbuatan yang disyaratkan itu. Padahal sembelihan
yang dilakukan dengan keraguan dalam membaca basmalah adalah
halal, dengan dalil bahwa sembelihan Ahli Kitab itu halal, padahal
kenyataannya mereka tidak membaca basmalah.
Dan disyaratkan hendaknya bacaan basmalah itu dimaksudkan
untuk pada setiap hewan yang disembelihnya. Jika ia membacanya
untuk seekor kambing lalu menyembelih lainnya dengan membaca
basmalah itu, maka hewan yang kedua ini tidak boleh dimakan.65
Sebab perbedaan pendapat ulama dalam membaca basmalah adalah
Imam Ibn Rusyd berkata, “Sebab perbedaan pendapat di kalangan mereka
dalam hal ini adalah karena adanya pertentangan antara makna lahir ayat
al-Quran dengan Hadits”. Adapun ayat yang dimaksud firman Allah Swt:
....)6/نعاماأل :
121(
65 Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 378.
43
Artinya: “Dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebutnama Allah ketika disembelih, karena sesungguhnya perbuatanitu adalah kefasikan.” (QS. Al-An’am [6] : 121)
Adapun hadits yang bertentangan dengan ayat tersebut adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam dari ayahnya, bahwa
beliau berkata:
, ملسوھیلعى اهللالصاهللالوسرئلسا موقأن: ا ھنعاهللايضرةشائعنع
ي ردنالو, انمحلا بننوتأیةیادالبلأھنماسالننا, اهللالوسا ری: ھللیقف
وا اهللامس: ملسوھیلعى اهللالصاهللالوسرلقاف. الماھیلعوااهللامسلھ
6366رواه البخاري. اولكما ثھیلع
Artinya: Hadits dari Aisyah r.a : “Ada Kaum yang bertanya kepadaRasulullah saw, “Wahai Rasulullah, para penduduk pedalaman(badwi) datang kepada kami sambil membawa daging. Kamitidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atassembelihannya atau tidak.” Maka Rasulullah saw bersabda,“Sebutlah nama Allah atas daging itu, lalu makanlah!”. (HR.Bukhari)
Imam Malik berpendapat bahwa ayat di atas menasakh (menghapus
hukum) hadits ini. Beliau memahami bahwa hadits ini terjadi pada masa
permulaan Islam. Imam Syafi’i tidak sependapat dengan ini. Menurut
beliau dari sisi redaksi, hadits tersebut terjadi di Madinah. Sedangkan ayat
al-Qur’an tentang membaca basmalah turun di Makkah. Berdasarkan hal
ini, Imam Syafi’i mengompromikan dua dalil di atas, yaitu dengan
66 Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram min AdillatilAhkam, Juz V, (Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H/1992 M), h. 134
44
memahami perintah dalam membaca basmalah sebagai sunnah. Adapun
ulama yang mengaitkan kewajiban membaca basmalah ketika ingat (tidak
lupa), mereka merujuk pada sabda Nabi saw:
: لقاملسوھیلعى اهللالصاهللالوسرا أنمھنعاهللايضراسبعنابنع
. ھیلا عوھركتااسموانیسالنوأطخى التمأنى علزاوجتلجوزعاهللانا
6467امھریغويقھیبالوھاجمناباهور
Artinya: Hadits dari Ibn Abbas r.a. Rasulullah saw bersabda :“Sesungguhnya Allah Swt mengampuni umatku dari sikap salah,lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.” (HR. IbnuMajah, Baihaqy dan lainnya)
Dalam hal membaca basmalah saat menyembelih ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1) Membaca basmalah saat menyembelih merupakan suatu kewajiban yang
mutlak. Apabila tidak membaca basmalah, baik karena sengaja maupun
lupa, maka sembelihannya tidak halal. Ini adalah sebuah riwayat dari
Imam Malik dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
2) Membaca basmalah tersebut adalah sunnah. Apabila tidak membaca
basmalah, baik karena sengaja maupun lupa, maka sembelihannya tetap
halal. Ini adalah madzhab Syafi’i dan semua pengikutnya, sebuah
riwayat dari Imam Malik bin Anas, dan sebuah riwayat dari Imam
Ahmad bin Hanbal.
67 Al-Imam Yahya bin Syarifuddin al-Nawawi, Al-‘Arba’in an-Nawawi, (Surabaya: Al-Hikmah, t.th), h.30
45
3) Membaca basmalah tersebut merupakan suatu kewajiban jika dalam
keadaan ingat, dan menjadi gugur jika dalam keadaan lupa. Apabila
tidak membaca basmalah dengan sengaja, maka sembelihannya tidak
halal, tetapi apabila tidak membacanya itu karena lupa, maka
sembelihannya halal. Ini adalah pendapat dalam madzhab Abu Hanifah,
madzhab Imam Malik bin Anas, dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad.
46
BAB III
STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM
A. Sejarah Kasus dan Fatwa Tentang Daging Halal dan Haram
1. Sejarah Terbentuknya LP POM MUI
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis
Ulama Indonesia atau lebih dikenal sebagai LP POM MUI, dibentuk oleh
MUI supaya isu “lemak babi” yang terjadi tahun 1989 tidak terulang kembali.
Pada waktu itu banyak makanan tidak laku karena diisukan mengandung
lemak babi. Isu itu demikian hebatnya sehingga jika berlanjut terus diduga
dapat mengganggu ekonomi negara. Untuk mengantisipasi keadaan serupa
dikemudian hari, didirikanlah LP POM MUI.1
Kini LP POM MUI yang didirikan 6 Januari 1989 itu telah berumur
belasan tahun. Dalam selang waktu itulah telah banyak yang dikerjakan. Pada
tahun pertama kelahirannya sesuai dengan amanah MUI, lembaga ini
mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan sehubungan dengan
kehalalannya sehingga dapat menentramkan ummat Islam Indonesia yang
mengkonsumsinya. Karena itu pada tahun-tahun pertama, LP POM MUI
berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi dengan para pakar,
termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan-kunjungan yang bersifat studi
1Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, (Jakarta: Pustaka Jurnal Halal,2008), h. 27.
47
perbandingan serta muzarakah. Semua dikerjakan dengan tujuan
mempersiapkan diri untuk dapat menentukan suatu makanan halal atau tidak,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada
permulaan tahun 1994 dengan restu Menteri Agama, barulah LP POM MUI
mengeluarkan sertifikat halal.2
2. Isu Lemak Babi 1988
Didalam buletin canopy (Januari 1988), yang diterbitkan oleh Senat
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang dimuat tulisan
Prof. Dr. Ir. Tri Susanto, M.Sc mengenai beberapa jenis makanan dan
minuman yang mengandung lemak babi. Kehebohan mulai merebak ketika
hasil penelitian itu dibahas oleh kelompok Cendekiawan Muslim Al Falah,
Surabaya. Akibatnya masyarakatpun Panik. Produsen juga tidak kalah
paniknya. Masyarakat mulai ketakutan membeli produk-produk yang dicurigai
menyebabkan tingkat penjualan turun drastis hingga 80%.3
Kaum Muslimin di Republik ini tercengang. Kesadaran mengenai
barang-barang haram bangkit secara sepontan, bersama dengan kecurigaan.
Permen Sugus, Kecap ABC, Sabun Camay, pasta gigi Colgate, menjadi
barang yang dihindari karena dicurigai memakai gelatin dan shortening.4
2 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 27.3 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.4 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.
48
Omset penjualannya anjlok, PT. Sanmaru Food Manufacture, produsen
Indomie, mengaku penjualan produknya turun 20-30% dari omset 40 juta
bungkus perbulannya. Penjualan Kecap Bango merosot rata-rata 75%.
Penjualan Kecap ABC melorot hingga 20%. Produsen Biskuit Siong Hoe
terpaksa mengurangi produksinya menjadi sepertiga dari produksi
sebelumnya, yang 5 ton perhari. Penjualan es krim Campina, yang ikut
tersikut isu “lemak babi” turun hingga 40%.5
Untuk mendongkrak penjualan susu Dancow, produsennya PT. Food
Specialties Indonesia (FSI), mengeluarkan dana iklan Rp. 340 juta. Bahkan
karena paniknya, Presiden Direktur FSI Anthony F. Walker, sempat
mengatakan tidak akan mengambil susu dari Boyolali, artinya mata
pencaharian sekitar 71 ribu peternak sapi didaerah itu juga terancam. Anthony
lega ketika Dirjen POM Depkes menyatakan bahwa lesitin yang menjadi
bahan susu Dancow yang dicurigai berasal dari lemak babi, sesungguhnya
dari lemak nabati.6
Inilah tragedi nasional lemak babi yang menggoncang ketenangan
bathin umat, mengharu-birukan dunia industri pangan, menggangu stabilitas
ekonomi dan politik nasional itulah yang menjadi momentum didiriknnya LP
POM MUI.
5 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 286 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28
49
3. Suatu Kaidah Ushul Fiqih
Ketika akibat isu lemak babi itu mencapai puncaknya, dalam arti
hampir tidak terkendali, Sekretaris Jendral Departemen Agama yang pada
waktu itu dijabat oleh Dr. H. Tarmizi Taher diutus menemui Ketua Umum
MUI, Kiai Haji Hasan Basri. Menurut cerita beliau, ketika disampaikan apa
yang telah terjadi akibat “isu lemak babi” itu, maka dengan tenang Bapak
Hasan Basri, mengucapkan suatu kaidah “Ushul Fiqih” yaitu7 :
88حالصمالبلجنى ملأودسفامالءرد
Artinya : “Mencegah kerusakan lebih baik didahulukan untuk menjagakemaslahatan orang banyak”
Ada dua hal tindakan yang diambil oleh MUI pada waktu itu. Pertama
bagaimana memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung, yang sudah
menjurus terganggunya stabilitas ekonomi dan yang kedua bagaimana supaya
hal ini tidak terjadi lagi dikemudian hari. Karena itu MUI segera mengadakan
rapat Paripurna terbatas pada tanggal 1 Desember 1988. Rapat ini dihadiri
oleh anggota MUI, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan. Hasil rapat ini
kemudian ditindak-lanjuti dengan memberikan himbauan kepada para
produsen makanan, termasuk yang dihidangkan di hotel dan restoran, agar
memproduksi, memperdagangkan dan menghidangkan makanan dan
minuman yang sungguh-sungguh bersih dari bahan-bahan haram. Semua ini
7 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 288 Syekh Achmad bin Syekh Muhammad Al-Zarqa, Syarh al-Qaa’id al-Fiqhiyyah, (Damaskus:
Dar al-Qalam, 1938M/1357H), 205
50
harus ditunjukkan secara jelas dengan menggunakan label, papan nama dan
sebagainya yang bertuliskan makanan halal.
Untuk memperbaiki ini, MUI membentuk suatu Tim, yang bertugas
untuk meninjau beberapa pabrik yang dicurigai. Lalu terlihat di layar TV,
koran-koran dan majalah, gambar para ulama meminum susu dan memakan
mie. Konon menurut cerita, yang diminum adalah susu segar Sapi Gratis tapi
umat menganggap itu adalah susu segar Dancow. 9
Semua itu merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh MUI untuk
memperbaiki keadaan pada waktu isu lemak babi memanas.
4. Visi dan Misi LP POM MUI
Visi dari LP POM MUI adalah menjadi lembaga sertifikasi halal
terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat.
Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan
standar halal yang diakui secara nasional dan internasional.10
Ulama berwenang menetapkan hukum kehalalan pangan yang
disebabkan modifikasi teknologi atau perubahan lainnya tidak memenuhi
dasar pasti. Namun demikian ada banyak faktor yang mempengaruhi dapat
dipercayanya suatu lembaga, diantaranya profesionalisme, keterbukaan,
kejujuran, kemandirian, dan sebagainya, dan semua ini dalam konteks misi
lembaga. Tetapi pada akhirnya kepercayaan kepada suatu lembaga, termasuk
9Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 30.10 LP POM MUI. Indonesia Halal Directory. (Jakarta: LP POM MUI, 2010). h. 28.
51
lembaga ini, akan ditentukan oleh masyarakat pengguna. Namun kini pada
kenyataanya “kepercayaan” umat kepada LP POM MUI telah dapat dibina.
Karena itu muncul Visi kedua yang lebih mendunia, yaitu: “Membudidayakan
umat Islam untuk mengkonsumsi produk halal dan mengajarkan seluruh
pelaku usaha untuk berproduksi halal”11
Sedangkan misi dari LP POM MUI adalah:
a. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal.
b. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan
dikonsumsi masyarakat.
c. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi
produk halal.
d. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan
produk dari berbagai aspek.12
Dilihat dari visi dan misi LP POM MUI, sangatlah jelas bahwa
lembaga ini merupakan lembaga yang khusus dalam menangani kehalalan
keseluruhan makanan, obat serta kosmetik di Indonesia.
11 Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 114.12 LP POM MUI. Indonesia Halal Directory, h. 10.
52
B. Sejarah Kasus dan Penetapan Fatwa Tentang Daging Halal dan Haram
1. Memakan Kepiting
Masalah kepiting membuat masyarakat mempertanyakan kehalalan
memakannya. Untuk itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, dalam rapat
komisi bersama dengan pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian
Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM),
pada hari Sabtu, 4 Rabiul Akhir 1423 H/15 Juni 2002 memutuskan fatwa
tentang kepiting. Fatwa tersebut diambil setelah kalangan umat Islam
Indonesia mulai mempertanyakan status hukum mengkonsumsi kepiting.
Fatwa tersebut menetapkan, bahwa kepiting adalah halal untuk dikonsumsi
sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.13
Dalil-dalil yang berkaitan dengan fatwa tersebut adalah sebagai
berikut:
)168: 2/بقرةال(
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apayang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuhyang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 168)
13 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis UlamaIndonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 306.
53
…..)157: 7/عرافاأل(
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang Ummi yang(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yangada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yangma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar danmenghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkanbagi mereka segala yang buruk….” (QS. Al- A'raaf [7] : 157)
)114: 16/نحلال(
Artinya : “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telahdiberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamuhanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. an-Nahl [16]: 114)
)29: 2/بقرةال(
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukkamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.al-Baqarah [2]: 29)
)88: 5/المائدة (
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allahtelah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yangkamu beriman kepada-Nya.” (QS. al- Maa-idah [5]: 88)
54
Hadits-hadits Nabi Saw yang berkenaan dengan kehalalan maupun
keharaman sesuatu yang dikonsumsi, antara lain:
نبجالونمالثنعملسوھیلعى اهللالصاهللالوسرلئس: يسرالفاانملسنع
اموھبتاى كفاهللامرا حمامرحالوھبتاى كفاهللالا أحملالحلا: لقاف, اءرفالو
)ىذیمرالتھ واجمناباهور(مكلفاا عمموھفھنعتكس
Artinya: “Dari Salaman bin al-Faris berkata: Rasulullah Saw pernahditanya tentang lemak, keju, dan kulit yang berbulu, makaRasulullah Saw berkata: sesuatu yang halal merupakan apa-apayang telah dihalalkan oeh Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yangharam merupakan apa-apa yang telah diharamkan dalam kitab-Nya. Dan apa-apa yang tidak disebutkan dalam kitab-Nya makaakan dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).14
اءمنعملسوھیلعى اهللالصيبالنلئس: لقاھنعاهللايضرةریرى ھبانع
ن كالسنابان وبحنابھححص. ھتتیملحالو, هاؤمروھالطوھ: لقافرحبال
1515ىارخبالى وذیمرالتو
Artinya: Hadits dari Abi Hurairah r.a. berkata: Nabi ditanya tentang air laut.Nabi menjawab : “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”(HR. Ibn Hibban, Ibn Sakn, Tirmidzi dan Bukhari).
Dari Qaidah Fiqhiyyah.
میرحى التلعلیلالدلدى یتحةحباالااءیأشى الفلأصلا
Artinya : “Hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah mubah (boleh),sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya”.16
14 As-Syaukani, Nailul Awthar, (t.t: Maktabah al-Imam, t.th), Juz. VII, h. 11515 Al-Imam Taqyuddin Abi Bakr bin al-Husaini al-Syafi’i, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: Daar
al-Nasyr al-Mishriyyah, t.th), h. 6
55
Selain dalil-dalil di atas, Majelis Ulama Indonesia juga
memperhatikan dalil-dalil ilmiah yang disampaikan oleh Dr. Sulistiono
(Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah eko-
biologi kepiting bakau (Scylla spp) yang disampaikan pada Rapat Komisi
Fatwa MUI pada hari Sabtu 15 Juni 2002. Menurut Dr. Sulistiono,: “ ada 4
(empat jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas
masyarakat, yaitu: sylla serrata, sylla tranquebarrica, sylla olivacea, sylla
paramamosain. Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum
hanya disebut dengan “kepiting”. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan
alasan, bahwa kepiting bernafas dengan insang, berhabitat di air, tidak akan
pernah mengeluarkan telur di darat, melainkan di air karena memerlukan
oksigen dari air. Kepiting termasuk keempat jenis diatas hanya ada yang
hidup di air tawar saja, hidup di air laut saja, hidup di air laut dan di air tawar.
Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam: di laut dan di darat.)17
Dari ribuan spesies itu, ada tiga jenis kepiting yang dikenal
masyarakat Indonesia. Pertama, rajungan, yang hidup di perairan laut, kedua,
kepiting kecil yang hidup di darat, biasa digunakan sebagai makanan ternak,
ketiga, kepiting yang hidup di tambak air payau, sering disebut kepiting
tambak atau kepiting bakau. Masyarakat mengenal kepiting tambak ini hanya
16 Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia,2001), Cet.II, h. 25
17 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis UlamaIndonesia, h.311-312.
56
satu jenis. Hal itu karena memang keempat jenis kepiting tersebut bentuknya
sama persis.18
Menurut Sulistiono, dari keempat jenis kepiting yang telah disebutkan,
yang paling banyak dikonsumsi adalah Scylla serrata dan Scylla
tranquebarica. Bahkan menurutnya, didaerah Cilacap, Scylla tranquebarica
ini sudah menjadi makanan sehari-hari. Sulistiono memastikan bahwa
kepiting bukan hewan amphibi seperti katak. Katak bisa hidup di air dan di
darat karena bernapas dengan paru-paru dan kulit. Kepiting hanya bernapas
dengan insang. Kepiting memang bisa tahan 4-5 hari, kata Sulistiono, karena
insangnya menyimpan air, sehingga bisa bernapas. “Tapi kalau tidak ada
airnya sama sekali, akan terjadi evaporasi, akhirnya akan mati. Jadi kepiting
tidak bisa lepas dari air,” kata Sulistiono kepada Tata Haidar Riza dari
Gatra.19
Jadi kepiting itu hanya bisa hidup diair saja, tidak bisa hidup di dua
alam yaitu darat maupun air, karena kepiting bernafas bernafas dengan insang
bukan dengan paru-paru.
2. Memakan dan Membudidayakan Kodok
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kodok adalah, “Binatang
amphibi pemakan serangga yang hidup di air sawah atau daratan, berkulit
18 “Kepiting : Halal atau Haram ?,” dapat dilihat di http://www.gatra.com/2002-07-12/artikel.phpid=18889 diakses pada 08 September 2010
19 “Kepiting : Halal atau Haram ?,” dapat dilihat di http://www.gatra.com/2002-07-12/artikel.phpid=18889 diakses pada 08 September 2010
57
licin berwarna hijau atau merah kecoklat-coklatan, kaki belakang lebih
panjang daripada kaki depan, pandai melompat dan berenang.”20
Pada tahun 1984 Pemerintah telah menganjurkan para petani untuk
beternak kodok hijau di Propinsi Sumatra Barat. Dalam usaha agar
pemerintah memperoleh dukungan terhadap program itu, maka kantor
Departemen Pertanian daerah Sumatra Barat telah mengirimkan surat kepada
Majelis Ulama Daerah Sumatra Barat tersebut, meminta pendapat resmi
mereka mengenai soal peternakan kodok hijau dan soal memakan dagingnya.
Sebagai sambutan atas pertanyaan itu Majelis Ulama Daerah telah bersidang
pada tanggal 21 Juli 1984 dan sampai pada kesimpulan, bahwa
membudidayakan maupun memakan daging kodok hijau dibolehkan oleh
agama Islam. Mereka mendasarkan fatwa pada dalil bahwa setiap makhluk
hidup yang dapat dimakan yang diciptakan Allah SWT di dunia pada
dasarnya adalah halal, kecuali beberapa binatang tertentu yang jelas dilarang
dalam al-Qur’an. Dalam masalah kodok, menurut dalil tersebut, larangan itu
tidak ada. Fatwa tersebut dikeluarkan pada hari yang sama dan ditandatangani
oleh H. Jalaludin dan Datuk Palimo Kayo, Ketua Umum Majelis Ulama
Daerah Sumatra Barat.21
Namun, hasil fatwa Majelis Ulama Daerah Sumatra Barat telah
bertentangan dengan hasil fatwa Majelis Ulama Daerah Nusa Tenggara Barat
20 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 452.21 Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum
Islam di Indonesia 1975-1988, Penerjemah Soedarso Soekarno, h. 85
58
sebuah propinsi yang letaknya kira-kira 30 KM jauhnya dalam kasus yang
sama. Fatwa Majelis Ulama Daerah Nusa Tenggara Barat menyatakan, bahwa
beternak kodok maupun memakan dagingnya dilarang dalam Islam. Dengan
alas an, bahwa kodok merupakan binatang yang hidup baik dalam air maupun
di daratan pada waktu yang sama22
Kemudian untuk mencegah konflik dan kebingungan dalam
masyarakat pada saat itu, Komisi Fatwa MUI mengadakan rapat di Jakarta
pada tanggal 12 November 1984. Selain dihadiri oleh Ketua dan anggota
Komisi Fatwa, rapat itu dihadiri pula oleh para wakil Majelis Ulama daerah
dari berbagai propinsi, termasuk kedua propinsi yang saling bertentangan,
Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Barat, sejumlah Dekan Fakultas Syariah
dari seluruh tanah air dan beberapa pakar dari IPB. Setelah mempelajari dalil-
dalil dari kedua belah pihak yang bertentangan, maka para hadirin bersepakat
untuk mengeluarkan suatu fatwa yang bersifat kompromi, yang menyatakan
bahwa MUI membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafi’i/jumhur ulama
tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan pula
adanya pendapat Imam Malik tentang halalnya daging kodok tersebut.
Kemudian membudidayakan kodok hanya untuk diambil manfaatnya, tidak
untuk dimakan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Fatwa tersebut
ditandatangani oleh Ibrahim Hosen selaku Ketua Komisi, dan Hasan Basri
22 Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran HukumIslam di Indonesia, h. 86.
59
dan Prodjokusumo, berturut-turut sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum
MUI.23
Adapun dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah yang digunakan oleh MUI
tentang hukum memakan dan membudidayakan kodok, adalah sebagai
berikut:
Firman Allah SWT:
...
)145: 6/نعاماأل(Artinya : ”Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yanghendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, ataudarah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnyasemua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selainAllah.......” (QS. al-An’am [6]: 145)
…) 96: ٥/المائدة(
Artinya : ”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yangberasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagiorang-orang yang dalam perjalanan…..(QS. al-Maa-idah: 96)
….. …)157: 7/عرافاأل(
Artinya : “…..dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik danmengharamkan bagi mereka segala yang buruk ….” (QS. al-A’raaf[7]: 157).
23 Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran HukumIslam di Indonesia, h.86.
60
Hadits Nabi Muhammad Saw:
جبن سئل رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم عن الثمن وال: عن سلمان الفارسي
الحالل ما أحل اهللا فى كتابھ والحرام ما حرم اهللا فى كتابھ وما : فقال , والفراء
)رواه ابن ماجھ والترمیذى(سكت عنھ فھو مما عفالكم
Artinya: “Dari Salaman bin al-Faris berkata: Rasulullah Saw pernahditanya tentang lemak, keju, dan kulit yang berbulu, makaRasulullah Saw berkata: sesuatu yang halal merupakan apa-apayang telah dihalalkan oeh Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yangharam merupakan apa-apa yang telah diharamkan dalam kitab-Nya. Dan apa-apa yang yang tidak disebutkan dalam kitab-Nyamaka akan dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).24
Dalil rasional fatwa ini mengatakan, penggunaan kulit hewan yang
sudah disamak dibolehkan Islam, maka masalah beternak kodok dapat
dipersamakan dengan penyamakkan kulit. Semua binatang, kecuali anjing dan
babi, dinyatakan bersih, maka kodok juga termasuk hewan yang bersih. Oleh
karena itu, beternak dan menjual kodok adalah halal, karena kodok tidak
dianggap sebagai hewan yang najis. Dengan perkataan lain, beternak kodok
untuk dijual dibolehkan dalam Islam.25
Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr.
Muhammad Eidman M. Sc., bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok berada
di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu rana
macrodon, rana ingeri, rana magna, rana modesta, rana canerivon, rana
24 As-Syaukani, Nailul Awthar, Juz VII., h. 11525 Shiddiq Muhammad Jamil, Sunnan Abu Daud, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th), h. 387-
388
61
hinascaris, rana glandilos, hyhrun arfiki, hyhrun pagan, dan rana
catesbiana.26
3. Memakan dan Membudidayakan Cacing
Selain kodok, binatang yang diperdebatkan kehalalan memakannya
adalah cacing. Salah satu bentuk nyata dari pemanfaatan ciptaan Allah SWT
secara optimal adalah pembudidayaan cacing dengan menggunakan cocopeat
atau palmpeat (serbuk serabut kelapa atau serbuk serabut batang palm)
sebagai media dan passing (hasil olahan sampah singkong) sebagai pakan,
seperti yang telah diajukan oleh Ketua Avtech Indonesia, melalui suratnya
nomor: 0011/Pr/AVTECH/01/00 tanggal 19 Januari 2000.27 Hewan cacing
juga bisa digunakan sebagai makanan hewan tertentu, obat-obatan, jamu dan
kosmetik, maupun untuk dikonsumsi oleh manusia.
Melihat fenomena tersebut, sebagian umat Islam mulai
mempertanyakan boleh tidaknya memakan dan membudidayakan cacing
dengan menggunakan cocopeat dan palmpeat sebagai media dan Passing
sebagai pakan. Untuk itu, masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum
membudidayakan, memakan, dan memanfaatkan cacing.
26 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis UlamaIndonesia, h. 207.
27 M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia; Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, (Jakarta: P.T. Al-Mawardi Prima, 2003), h. 261.
62
Merespon kebutuhan masyarakat terhadap kejelasan status hukum
cacing tersebut, sidang komisi fatwa digelar dan makalah budidaya cacing
dipresentasikan oleh Dr. KH. Ahmad Munif, pada sidang Komisi Fatwa MUI
pada tanggal 18 April tahun 2000. Fatwa ini juga mengakomodir pandangan
para ahli budidaya cacing serta pandangan para peserta Komisi Fatwa. Setelah
mempelajari dalil-dalil dari makalah yang dipresentasikan dan pandangan
para ahli, maka para hadirin sepakat untuk mengeluarkan sebuah fatwa, yang
menyatakan bahwa MUI membenarkan pendapat ulama (Imam Malik,Abi
Laila, dan al-Auz’i) yang menghalalkan memakan cacing sepanjang
bermanfaat dan tidak membahayakan dan pendapat ulama yang
mengharamkan memakannya, membudidayakan cacing untuk diambil sendiri
manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan, tidak
bertentangan dengan hukum Islam, dan membudidayakan cacing untuk
diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dijual,
hukumnya mubah (boleh).28
Dalil-dalil yang digunakan oleh MUI pusat dalam menetapkan fatwa
tersebut, adalah sebagai berikut :
)29: 2/بقرةال(…
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukkamu sekalian.” (QS. al-Baqarah [2]: 29)
28 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis UlamaIndonesia, h. 257.
63
…)45/الجاثیة :
13(Artinya: “dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya..….” ( QS.al-Jaatsiyah [45] : 13)
….)20: 31/لقمان(
Artinya: “tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telahmenundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apayang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir danbatin….”. (QS. Luqman [31] : 20)
Hadits-hadits Rasulullah Saw:
سئل رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم عن الثمن والجبن : عن سلمان الفارسي
الحالل ما أحل اهللا فى كتابھ والحرام ما حرم اهللا فى كتابھ وما : فقال , والفراء
)رواه ابن ماجھ والترمیذى(ھ فھو مما عفالكم سكت عن
Artinya: “Dari Salaman bin al-Faris berkata: Rasulullah Saw pernahditanya tentang lemak, keju, dan kulit yang berbulu, makaRasulullah Saw berkata: sesuatu yang halal merupakan apa-apayang telah dihalalkan oeh Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yangharam merupakan apa-apa yang telah diharamkan dalam kitab-Nya. Dan apa-apa yang tidak disebutkan dalam kitab-Nya makaakan dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).29
Kaidah fiqh:
ةاحبالاعفنامى الفلصألا
29 As-Syaukani, Nailul Awthar, Juz VII., h. 115
64
Artinya: “Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalahmubah/halal.”
Fatwa tentang makan dan budidaya cacing serta jangkrik tertuang
dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia dengan Nomor : Kep-
139/MUI/IV/2000, disetujui dan ditandatangani oleh Prof. KH. Ibrahim
Hosen, dan Drs. Hasanudin, M.Ag., selaku Ketua Komisi Fatwa dan
Sekretaris Komisi Fatwa pada tanggal 18 April tahun 2000 dan ditetapkan di
Jakarta.
C. Ketentuan Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan di Indonesia
1. Ketentuan Umum
a. Penyembelihan adalah penyembelihan hewan sesuai dengan ketentuan
hukum Islam.
b. Pengolahan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan setelah
disembelih, yang meliputi antara lain pengulitan, pencincangan, dan
pemotongan daging.
c. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui pemingsanan
sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan
tidak banyak bergerak.
65
d. Gagal penyembelihan adalah hewan yang disembelih dengan tidak
memenuhi standar penyembelihan halal. 30
2. Ketentuan Hukum
a. Standar Hewan Yang Disembelih
1) Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan.
2) Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih.
3) Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
b. Standar Penyembelihan
1) Beragama Islam dan sudah akil baligh.
2) Memahami tata cara penyembelihan secara syari’i.
3) Memiliki keahlian dalam penyembelihan.
c. Standar Alat Penyembelihan
1) Alat penyembelihan harus tajam.
2) Alat dimaksud bukan kuku, gigi/taring atau tulang.
d. Standar Proses Penyembelihan
1) Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut
asma Allah.
2) Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui
pemotongan saluran makanan (mari’/esophagus), saluran pernafasan
30 LP POM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal, (Jakarta: LP POM MUI, 2010), Cet.IV. h. 64.
66
(hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan
arteri carotids).
3) Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.
4) Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda
hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
5) Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
e. Standar Pengolahan, Penyimpanan, dan Pengiriman
1) Pengolahan dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh sebab
penyembelihan.
2) Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan.
3) Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan nonhalal.
4) Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan jaminan
mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan (seperti
pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer), pengangkutan (seperti
pengapalan/shipping), hingga penerimaan.
f. Lain-Lain
1) Hewan yang akan disembelih, disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat.
2) Penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa
didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya.
3) Stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses penyembelihan
hukumnya boleh, dengan syarat:
67
a) Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak
menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen;
b) Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
c) Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan;
d) Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b,
c, serta tidak digunakan antara hewan halal dan nonhalal (babi)
sebagai langkah preventif;
e) Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis
pelaksanaannya harus dibawah pengawasan ahli yang menjamin
terwujudnya syarat a, b, c, dan d.31
4) Melakukan penggelonggongan hewan, hukumnya haram
g. Ketentuan Rumah Potong Hewan
1) Harus mempekerjakan jagal yang beragama Islam dan terlatih dalam
proses penyembelihan sesuai dengan syariat Islam (memiliki sertifikat
penyembelih)
2) Lokasi penyembelihan jauh dari tempat peternakkan dan pemotongan
babi.
3) Menerapkan standar pelaksanaan penyembelihan sesuai dengan syariat
Islam. 32
31LP POM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal,. 64.32 LP POM MUI, Pedoman Mendapatkan Sertifikat Halal, (Jakarta: LP POM MUI, 2010),
h.4.
68
Dengan demikian ketentuan fatwa MUI tentang penyembelihan
hewan adalah sesuai dengan ketentuan hukum Islam, baik menyangkut syarat
dan rukun penyembelihan. Adapun tata cara penyembelihan yang sesuai
dengan fatwa MUI adalah
1. Memutus jalan nafas (hulqum)
2. Memutus jalan makanan (mar’i)
3. Memutus dua urat nadi (wadajain)
4. Membaca basmalah
Teknik penyembelihan dapat dilakukan dengan pemingsanan atau
tanpa pemingsanan terlebih dahulu. Apabila hewan potong sebelum
disembelih dipingsankan terlebih dahulu maka pemingsanannya dilakukan
sesuai dengan fatwa MUI.
57
BAB IV
SISTEM PENYEDIAAN DAGING HALAL YANG COCOK
DITERAPKAN DI JEPANG
A. Masalah Makanan Non Islam Bagi Kaum Islam di Jepang
1. Masalah Budaya Konsumsi Babi
Memang karunia yang amat besar jika sejak dahulu kala Allah
mengharamkan manusia makan babi dan memanfaatkan lemaknya untuk
berbagai keperluan. Dalam pengharaman ini Allah telah jelas melarang
mengkonsumsi daging babi, yaitu dalam QS al-Baqarah 173:
)2/بقرةال :
173(Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. SesungguhnyaAllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah[2]: 173)
Keharaman makan daging babi dimaksudkan supaya manusia
terhindar dari penyakit-penyakit tertentu yang timbul karena makan daging
babi. Salah satunya adalah trichinellosis yang gejalanya adalah muntah-
muntah, diare, penyusutan saluran pencernaan, penyakit usus, demam, tumor
69
70
dan sesak nafas, yang menyebabkan kematian karena komplikasi berupa
pembengkakkan paru-paru atau rendahnya denyut jantung.1
Dapat dipastikan bahwa babi adalah binatang yang paling kotor,
karena hidupnya selalu berada dalam lingkungan yang kotor, najis dan
merupakan sarang penyakit.2 Kalau seseorang berjalan jarak kurang lebih 200
meter dari kandang babi, orang tersebut sudah menutup hidung karena baunya
busuk. Dengan keadaan kandang seperti itu biasanya segala jenis cacing
senang bertempat tinggal disitu sudah barang tentu cacing-cacing tersebut
langsung masuk dalam tubuh babi lewat makanannya maupun langsung
masuk tubuh lewat pori-pori kulit babi.3
Walaupun babi makan rumput atau dedaunan, tetapi ia sering makan
bangkai dan memakan kotorannya sendiri sampai kotoran manusia. Secara
psikis babi memiliki tabiat yang malas, tidak menyukai matahari, sangat suka
makan dan tidur, memiliki sifat tamak, dan tidak memiliki kehendak dan daya
juang, bahkan untuk membela diri sekalipun.4
Dalam tinjauan ilmu pangan, binatang babi (khususnya manfaat
lemaknya) ternyata memang mempunyai banyak manfaat. Misalnya, lemak
babi dipergunakan untuk mencampuri bahan penyedap rasa sehingga
1 Mahmud Ahmad Najib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, (Solo: CV. Pustaka Mantiq,1990). Cet. I, h. 24.
2 Abdurrahan Al-Baghdad, Babi Halal Babi Haram,. (Jakarta: Gema Insani Press, 1994),Cet.V, h. 22.
3 Wagino Ali Mashuni, Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, (Pasuruan: PT.Garoeda Buana Indah, 1994), Cet. III, h. 98.
4 www.google.com. Bahaya Daging Babi Bagi Kesehatan. Artikel: Maulana Nusantara,September 21, 2008.
71
menambah lezat, atau bisa dipergunakan untuk mencampuri makanan kecil
(snack) agar tetap renyah.5
Lemak babi ini cukup luas pemanfaatannya dikalangan masyarakat
non muslim. Lemak juga biasa digunakan sebagai kaldu pada masakkan
tertentu. Dalam produk olahan, lemak babi bisa diubah menjadi shortening
yang banyak digunakan dalam pembuatan roti, kue, cake, dan biskuit agar
teksturnya menjadi renyah dan rasanya gurih.6
Kenyataan yang terjadi di Jepang kebanyakan masakkan dan makanan
yang ada di Jepang mengandung daging babi. Hal ini disebabkan karena
masalah selera dan ekonomi (daging babi yang lebih disenangi karena lebih
murah dari pada daging sapi). 7
Apalagi semenjak kasus sapi gila pada tahun 2001 Orang-orang akan
takut pada daging sapi sehingga mendorong konsumsi babi. Pengaruhnya
meluas sampai zat-zat makanan seperti minyak, gelatin (agar-agar), kaldu,
dialihkan menggunakan bahan dari babi. Karena didorong oleh kebutuhan
keamanan makanan.8
Di Jepang sering ada yang disebut dengan Convinience Store
(semacam alfa mart atau mini mart 24 jam), di dalamnya menjual berbagai
produk makanan yang berrmacam-macam. Seperti yang penulis tandai dengan
5 Thobieb Al-Asyha, Bahaya Makanan Haram, (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2002), Cet.I,h. 205.
6 LP POM MUI, Halal Sebagai Tema Da’wah, (Pustaka Jurnal Halal, 2008), h. 25.7 Wawancara pribadi dengan Prof. Hideomi Muto, Wakil Ketua Japan Muslim Association,
juga selaku Profesor di Takushoku University, Tokyo, Jepang. 22 September 2009.8 Wawancara pribadi dengan Prof. Hideomi Muto
72
sengaja, adalah produk makanan yang semua itu didalamnya mengandung
bahan dari unsur babi. Makanan tersebut lebih banyak dibanding dengan
makanan yang bebas dengan campuran bahan dari unsur babi. Inilah salah
satu penyebab sulitnya kaum muslim menemukan makanan yang bebas dari
unsur babi. (Lihat gambar 1.)
Dari sekian mie instan yang ditata dengan rapi dan ditawarkan kepada
pengunjung supermarket di Jepang, hanya beberapa yang dapat dikonsumsi
untuk kaum muslim. (Lihat gambar 2.) Dari sekian banyak mie instan
tersebut, hampir semua mengandung bahan dari unsur babi. Hanya yang
penulis beri tanda hijau sajalah yang tanpa ada unsur bahan berasal dari babi.
Gambar. 1.(Bagian merah adalah produk yang mengandung unsur haram. Sebelah kiri area mieinstan, sebelah kanan minuman keras sedangkan gambar yang didalam adalah area
minuman )
73
Gambar. 2.(Hanya yang diberi tanda kotak hijau yang tidak mengandung unsur babi.)
2. Masalah Budaya Konsumsi Alkohol
Pengertian Khamar tidak berhenti pada minuman arak saja yang
terbuat dari anggur sebagaimana awal diharamkannya, namun sudah
mencakup keseluruhan aspek jenisnya yang bisa memabukkan, termasuk
didalamnya minuman beralkohol.9 Berapapun kadar campuran yang bisa
memabukkan, tetap mempunyai hukum haram. Sesuai dengan hadits yang
berbunyi:
9 Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram, h. 194
74
ركسا ام: ملسوھیلعى اهللالصاهللالوسرلقا: لقااهللادبعنبرابجنع
10)انبحنابھححصة وعباألرودمحاھجرخا. (امرحھلیلقفهریثك
Artinya : Dari Jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah saw. bersabda:Minuman yang jika banyak memabukkan, maka sedikitpun haramjuga. (HR. Abu Daud)
Mungkin tidak asing lagi dengan produk yang bernama sake ini. Di
Jepang produk ini lebih banyak ditujukan sebagai minuman yang disajikan
pada saat pertemuan. Tetapi di luar negara asalnya, sake lebih banyak
ditujukan untuk masakan tertentu, terutama masakan khas Jepang.
Sake adalah minuman beralkohol berasal dari Jepang, yang terbuat
dari beras. Sementara definisi yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang
sendiri terhadap sake adalah: minuman beralkohol yang terbuat dari beras,
koji beras dan air, untuk kemudian mengalami proses fermentasi dan filtrasi.
Definisi tersebut secara prinsip mengacu pada tipe sake tradisional yang tidak
umum di Jepang.11
Di tahun 1944, selama perang dunia II, para produsen sake mulai
menambahkan alkohol dalam proses pembuatan sake untuk menambah
volume produksi sake mereka. Penambahan alkohol ini bertujuan untuk
mengatasi kekurangan produksi sake akibat penurunan jumlah produksi beras
akibat perang. Pada saat itu, sudah sekitar 2000 tahun secara tradisional
10 Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram min AdillatilAhkam, (Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H/1992 M), Juz. V, h. 76
11Mengenal Sake. dapat dilihat di http:// www.halalguide.info/2009/03/10/mengenal-sake/.diakses pada 08 September 2010
75
digunakan 100 % beras murni. Produksi sake Jepang dibagi dalam 2 tipe yang
berbeda. Pertama tanpa penggunaan tambahan dan yang lain dengan
menggunakan bahan tambahan.12
Di Jepang sangat umum dengan budaya mengkonsumsi alkohol.
Contohnya, jika anda pergi ke restoran atau rumah makan bersama teman-
teman orang Jepang, untuk pertama kali mereka pasti akan memesan bir,
untuk setiap orang. Kecuali mereka orang yang sedang hamil, dalam
pengobatan, sedang diet, sedang dalam keadaan badan yang kurang sehat atau
orang tidak bisa minum secara fisik.
Sejak remaja mereka sudah boleh minum sake. Namun, tentu saja
hanya satu atau dua cangkir. Sake selalu disajikan dalam tiga kategori. Dari
yang biasa sampai spesial. Jenis sake yang paling biasa disebut nikyu.
Kualitas yang diatasnya disebut ikkyu. Sedangkan yang spesial disebut
tokkyu. Untuk acara seperti pernikahan, perayaan karena promosi jabatan atau
hanya sekedar makan malam romantis tentu saja harus sake spesial. Tingginya
kadar alkohol di dalam sake membuat kesan orang Jepang suka sekali
mabuk.13
Penulis juga melihat disetiap supermarket yang ada di Jepang sering
disebut dengan Convinience Store (mini mart 24 jam), rata-rata atau bisa
12 Mengenal Sake. dapat dilihat di http:// www.halalguide.info/2009/03/10/mengenal-sake/.diakses pada 08 September 2010
13Misteri Dibalik Cara Hidup Masyarakat Jepang. dapat dilihat dihttp://kamale.wordpress.com/2005/12/21/misteri-dibalik-cara-hidup-masyarakat-Jepang. diakses pada08 September 2010.
76
dibilang semua supermarket tersebut menjual minuman yang beralkohol.
Sehingga dimana-mana bisa dilihat dan mudah untuk dibeli bagi siapapun di
Jepang. Bahkan anak kecilpun bisa mendapatkannya (secara hukum anak 20
tahun keatas, dilarang bagi anak berumur dibawah 20 tahun kebawah).14
Masalah alkohol sama halnya dengan masalah babi yang menyebabkan
pemakaian bahan beralkohol pada makanan-makanan, sehingga membuat
kaum Muslim di Jepang waspada terhadap makanan-makanan yang dijual. Hal
ini bisa dilihat dari gambar dibawah ini yang penulis ambil pada saat penulis
melakukan penelitian di Jepang, yaitu pada gambar 3 dan gambar 4 yang
menjelaskan keadaan minuman yang keadaannya antara minuman yang
mengandung alkohol hampir sama jumlahnya dengan air minum non alkohol.
Bisa dikatakan air minuman yang beralkohol 40% berbanding 60% minuman
yang tidak mengandung alkohol.15
Gambar. 3.
14 Wawancara pribadi dengan Prof. Hideomi Muto, Wakil Ketua Japan Muslim Association,juga selaku Profesor di Takushoku University, Tokyo, Jepang. 22 September 2009
15 Peneliti melihat langsung di Jepang.
77
(Sepanjang area minuman, sebagian yang diberi warna merah adalahminuman keras.)
Gambar. 4.(Yang diberi warna merah adalah area minuman keras.)
3. Kekurangan Daging Halal
Daging yang umum dijual di Jepang adalah daging ayam, sapi, babi,
dan ikan. Pada umumnya daging-daging tersebut tentunya tidak disembelih
dengan cara syar’i, karena mayoritas orang Jepang adalah non- Muslim. Maka
tidak ada kebutuhan daging halal untuk mereka. Bahkan penyembelihan babi
dan sapipun dilakukan pada tempat yang sama, karena bagi mereka babi dan
sapi sama saja binatang yang berkaki empat. Dengan kata lain, daging halal
sangat sulit didapatkan oleh kaum muslim di Jepang. 16
16 Wawancara pribadi dengan Prof. Hideomi Muto, Wakil Ketua Japan Muslim Association,juga selaku Profesor di Takushoku University, Tokyo, Jepang. 22 September 2009
78
B. Sistem Distribusi Daging di Jepang yang Sekarang
Penulis telah sempat menginterview dengan Prof. Hideomi Muto
mengenai sistem distribusi daging di Jepang saat ini, sehingga penulis dapatkan
keterangan-keterangan sebagai berikut:
1. Sistem Distribusi Daging Non Islam
Pasar daging di Jepang, dari produksi hingga pemasokkan ke tempat
penjualan seperti supermarket, sudah menjadi sistem yang berlaku. Setiap
hari, setiap tempat meski tidak di daerah kota, orang dapat membeli daging
yang masih segar. Namun, pada saat ini belum ada pasar daging halal di
Jepang. Dalam kondisi ini, apa yang dilakukan oleh kaum muslim di Jepang
untuk mendapatkan daging yang aman dan halal? Kebanyakkan mereka
mengkonsumsi daging sapi dan daging ayam non halal yang dijual di
kebanyakkan tempat dengan konsep darurat. Mereka yang muslim membeli,
memasak dan memakannya dengan membaca basmalah untuk mengkonsumsi
daging non halal tersebut.
2. Penjualan Daging Halal Oleh Orang Pakistan dan Turki
Terkadang, sebagian kaum Islam seperti orang Turki dan orang
Pakistan muslim awam (muslim biasa, bukan seorang ahli tentang
penyembelihan maupun ilmu islam) yang berhuni di Jepang melakukan
penyembelihan secara pribadi. Namun hal ini belum sampai tingkat organisasi
tetapi tingkat pribadi. Artinya bagi sebagian besar muslim di Jepang belum
mempunyai produk daging halal yang memadahi untuk dikonsumsi.
79
3. Kerjasama Antara Asosiasi Islam Dengan Perusahaan Jepang
Saat ini Japan Muslim Association sedang memberikan arahan bagi
perusahaan-perusahaan produk daging di Jepang yang ingin mengekspor
daging ke Timur Tengah yang berpotensi menjadi pembeli yang baik
(menguntungkan) tetapi mereka hanya menerima daging yang berlabel halal,
sedangkan di Jepang belum ada komisi yang memberi izin halal. Disisi lain
perusahaan-perusahaan daging tersebut tidak memandang pasar daging di
dalam negeri melainkan hanya ekspor saja, karena penduduk Islam di Jepang
masih dibawah 1 persen.17 Dengan kata lain, pada saat ini, perusahaan tidak
dapat diharapkan untuk memproduksi daging halal demi kaum Islam di
Jepang.
C. Tatacara Penyembelihan Daging Halal yang Memungkinkan Diterapkan di
Jepang
1. Analisis Terhadap Pendapat Para Imam Madzhab
Setelah penulis melihat masalah apa yang menyebabkan sulitnya
didapatkan daging halal di Jepang, serta diambil dari pemaparan yang penulis
telah jelaskan didepan, menurut penulis penyembelihan yang cocok akan
diterapkan di Jepang adalah penyembelihan yang tidak menyulitkan bagi
konsumen sendiri dan distributor baik dari perorangan maupun sampai
perusahaan. Penulis berlandaskan kepada ka’idah fiqih sebagai berikut:
17 Wawancara pribadi dengan Prof. Hideomi Muto
80
رسیالتبلجتةقشملا
Artinya : “Kesulitan itu bisa mendatangkan kemudahan.”18
Sesunggunya syariat ini tidak menuntut seseorang untuk melakukan
sesuatu diluar kemampuannya, dan untuk melakukan sesuatu yang
menjatuhkannya kepada kesulitan, atau sesuatu yang tidak sesuai dengan
karakter dan hati nuraninya.
Dalil-dalil yang menjadi penopang qa’idah ini:
… …)185: 2/بقرةال(
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendakikesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah: 185)
….)28: 4/نساءال(
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu” (QS. an-Nisa’[4]: 28)
Syarat-syarat penyembelihan yang telah disepakati oleh para ulama,
yaitu sebagai berikut:
a. Orang yang memotong
Menurut penulis setelah memperhatikan pendapat para ulama,
dalam siapa yang boleh melakukan penyembelihan adalah ulama sepakat
bahwa orang yang menyembelih itu haruslah orang muslim, dan boleh Ahli
Kitab. Berhubungan degan Ahli Kitab sebagian ulama berpendapat bahwa
18 Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Kamal Mulia,2001), Cet.II, h. 29
81
Ahli Kitab boleh menyembelih dengan syarat menyembelihnya sesuai
dengan Islam.
b. Alat untuk menyembelih
Menurut kesepakatan para ulama bahwa menyembelih haruslah
menggunakan alat yang tajam, sehingga dapat mempercepat keluarnya
nyawa hewan tersebut. Maka dari itu menurut penulis berdasarkan
kesepakatan para ulama, alat yang harus digunakan haruslah yang tajam.
c. Bagian yang di sembelih
Dari beberapa pendapat mengenai bagian tubuh yang di sembelih,
dapat penulis simpulkan bahwa para ulama tidak berbeda pendapat, yaitu
leher bagian atas dan leher dekat dada.
d. Teknis menyembelih
Apabila kita memperhatikan hal yang disepakati ulama, maka
teknis menyembelih hewan adalah dilakukan minimal dengan memutuskan
tenggorokan atau kerongkongan, atau sempurnanya dengan memutuskan
semua urat leher yang empat.
e. Membaca basmalah
Menurut madzhab Zhahiri, Ibnu Umar, Syafi’i, dan Ibnu Sirin,
wajib secara mutlak. Menurut Malik, Abu Hanifah, dan Tsauri, wajib
apabila ingat, dan tidak wajib apabila lupa. Menurut Syafi’i dan para
82
pengikutnya atas dasar riwayat dari Ibnu Abbas dan Abu Hanifah, sunat
muakkad.19
Penulis menyimpulkan dari beberapa pendapat ulama mengenai
membaca basmalah pada waktu menyembelih. Menurut penulis, membaca
basmalah itu sunnah, apabila tidak membaca basmalah, baik karena lupa
maupun sengaja maka sembelihannya halal. Pendapat ini diambil dari
pendapat Imam Syafi’i.
Dari pemaparan tata cara penyembelihan daging halal maka dalam
hal ini penulis menyimpulkan bahwa standar syariah penyembelihan untuk
mencapai hukum halal secara Internasional adalah mengalirkan darah hewan
yang dikuasai, yang dagingnya halal dimakan, masih dalam keadaan hidup,
minimal dengan cara memutuskan tenggorokannya atau kerongkongannya dan
salah satu dari dua urat lehernya atau sempurnnya dengan memutuskan empat
urat leher semuanya dengan menggunakan alat yang tajam, yang dilakukan
oleh seorang muslim atau Ahli Kitab dengan syarat-syaratnya. Dalam hal ini
penulis mengemukakan bahwa penyembelihan untuk mencapai hukum halal
yang dapat diterapkan di Jepang adalah pendapat Hanafi.
Adapun mengenai penyembelihan Ahli Kitab, penulis menganalisa
bahwa pendapat yang kuat tentang istilah Ahli Kitab adalah pendapat yang
mengatakan bahwa Ahli Kitab terbatas pada kalangan bani israil saja,
19 Ibnu Rusyd., Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. HarisAbdullah, Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 310.
83
sedangkan kaum Nashrani Arab, Nashrani non Arab dan Nashrani non Bani
Israil lainnya tidak dapat dikategorikan Ahli Kitab.
Jika demikian, apakah sembelihan Ahli Kitab disyaratkan harus
sesuai dengan tata cara syariat Islami seperti halnya sembelihan kaum
muslimin?
Seandainya seorang muslim menyembelih hewan dengan cara yang
tidak sesuai dengan syariat Islam, sembelihannya tidak halal, sementara
sembelihan Ahli Kitab dihalalkan, padahal ia menyembelih tidak sesuai
dengan syariat islam? Ini berarti adanya sikap ketat terhadap sembelihan
orang muslim, sementara terhadap sembelihan Ahli Kitab bersikap longgar,
padahal orang muslim lebih tinggi kemuliannya dari pada orang kafir. Oleh
karena itu, sembelihan ahli kitab disyaratkan harus sesuai dengan tata cara
syariat islam. Apabila mereka menyembelih dengan cara yang tidak sesuai
dengan syariah islam, maka sembelihan tersebut haram dikonsumsi oleh kaum
muslimin.
Hal ini sesuai dengan realita sekarang ini, lembaga-lembaga
sertifikasi halal diberbagai negara tidak mengeluarkan sertifikasi halal kecuali
penyembelihnya adalah seorang muslim. Tidak ada satu pun lembaga
sertifikasi halal yang memperkerjakan seorang Nashrani atau Yahudi untuk
memotong hewan-hewan yang dagingnya akan diekspor ke negara-negara
muslim. Jika ada lembaga di sebuah negara yang memperkerjakan Nashrani
84
atau Yahudi dalam pemotongan hewan, maka tidak mustahil, pemerintah
negara-negara muslim akan melarang inpor daging dari negara tersebut.
Kemudian bagaimana dengan penduduk muslim jepang untuk
konsumsi daging di negara jepang yang mayoritas penduduknya adalah non
muslim dan kemungkinan besar penyembelihan hewan dilakukan oleh orang
non muslim?
Dalam masalah ini penulis mengemukakan bahwa masyarakat
muslim jepang tidak akan terlepas dari mengkonsumsi daging maupun
makanan yang mengandung daging. Oleh karena itu, penulis menganalisa
bahwa ada 3 (tiga) hal yang dapat dijadikan dasar hukum masyarakat muslim
jepang untuk mengkonsumsi daging, yaitu :
1. Islam mengajarkan adanya lima prinsip dasar yaitu menjaga agama,
menjaga kelstarian jiwa, menjaga akal, menjaga kehormatan, dan menjaga
harta. Dalam hal mengkonsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah
untuk menjaga kelestarian jiwa dan akal. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Syauqi Al Fanjari menyatakan bahwa agar manusia
dapat hidup dengan kehidupan yang sehat dan sejahtera maka ia semestinya
makan daging dan tumbuh-tumbuhan secara simultan, tidak mungkin untuk
memilih salah satu diantara keduanya dengan meninggalkan yang lain.
Kiranya perlu mendapat perhatian bahwa bangsa yang menggantungkan
dirinya kepada makanan jenis tumbuh-tumbuhan saja, maka akan lahir
putra-putra bangsa yang kering dan lemah, sedang kuantitas anak yang
85
lahir pada suatu bangsa seperti ini tidak lebih dari 2 kg, sedang pada bangsa
yang lain biasanya tidak lebih dari 3 kg. Oleh karena itu, disamping makan
makanan jenis nabati, maka makanan jenis hewani juga perlu mendapatkan
perhatian, seperti susu dan telur, jika tidak maka akan mengakibatkan
kekurusan dan kekurangan darah.
2. Unsur masyaqat (Darurah). Setelah penulis melihat dari kondisi masyarakat
Jepang sekarang ini yang disana sangat sulit untuk mendapatkan daging
halal, dengan demikian masyarakat muslim Jepang dapat mengkonsumsi
daging untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan dasar darurah.
Artinya sebelum ada kejelasan tentang daging halal di Jepang, maka boleh
orang muslim di Jepang mengkonsumsi daging yang berasal dari
sembelihan daging oleh non muslim. Dengan catatan bahwa daging hewan
yang dikonsumsi merupakan daging hewan yang dihalalkan menurut
ketentuan syariat Islam. Hal ini didasarkan pada pendapat Ibnu Arabi yang
pernah ditanya tentang seorang Nashrani yang memelintir ayam kemudian
memasaknya. Apakah orang muslim boleh memakan daging ayam
tersebut? Ibnu Arabi pun menjawab, ayam itu boleh dimakan meskipun
sembelihannya tidak dilakukan berdasarkan syariat Islam. Dengan alasan
bahwa Allah SWT telah menghalalkan makanan secara mutlak. Maka
sesuatu yang dipandang halal menurut agama adalah halal dan Allah telah
mengharamkan sesuatu secara jelas dalam al-Qur’an.
86
3. Solusi untuk konsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah membaca
basmalah sebelum mengkonsumsinya. Hal ini sebagaimana hadits Nabi
yang berbunyi:
, أن قوما سئل رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم: عنھا عن عائشة رضي اهللا
والندري , ان الناس من أھل البادیة یأتوننا بلحمان, یا رسول اهللا: فقیل لھ
سموا اهللا : ى اهللا علیھ وسلم فقال رسول اهللا صل. ھل سموااهللا علیھ ام ال
20رواه البخاري. علیھا ثم كلوا
Artinya: Hadits dari Aisyah r.a : “Ada Kaum yang bertanya kepadaRasulullah saw, “Wahai Rasulullah, para penduduk pedalaman(badwi) datang kepada kami sambil membawa daging. Kamitidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atassembelihannya atau tidak.” Maka Rasulullah saw bersabda,“Sebutlah nama Allah atas daging itu, lalu makanlah!”. (HR.Bukhari)
2. Hal-hal yang Bisa di Terapkan dari Praktek di Indonesia
Menurut penulis hal-hal yang bisa diterapkan dari praktek di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Stunning (Pemingsanan)
Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui
pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu
20 Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram min AdillatilAhkam, Juz V, (Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H/1992 M), h. 134
87
disembelih hewan tidak banyak bergerak. Stunning untuk mempermudah
proses penyembelihan hukumnya boleh, dengan syarat:
1) Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak
menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen;
2) Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
3) Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan;
4) Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b, c,
serta tidak digunakan antara hewan halal dan nonhalal (babi) sebagai
langkah preventif;
5) Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis
pelaksanaannya harus dibawah pengawasan ahli yang menjamin
terwujudnya syarat a, b, c, dan d.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan dan pemaparan yang telah penulis kemukakan, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Makanan yang diperbolehkan didalam Islam adalah semua makanan kecuali
yang jelas telah di larang oleh Allah SWT, yaitu memakan bangkai, darah,
daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang
buas, kecuali hewan tersebut sempat menyembelihnya, dan diharamkan
hewan bagi kita yang disembelih untuk berhala. Dan semua binatang yang
hidupnya dilaut adalah halal untuk dimakan, baik matinya ada sebab maupun
mati dengan sendirinya, kecuali yang beracun. Begitu juga dengan semua
hewan yang tidak mempunyai taring dan berkuku dari binatang buas, juga
diperbolehkan didalam Islam. Islam juga membolehkan semua jenis makanan
dan minuman yang baik untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia, asalkan tidak
membahayakan jiwa. Baik dalam pengertian Islam adalah sesuatu yang tidak
menimbulkan bahaya (kemudharatan) bagi tubuh sesorang apabila
mengkonsumsi makanan tersebut. Kriteria haram untuk makanan yang tidak
88
89
disebut di dalam al-Qur’an dan Hadits, ada lima yaitu khabits (buruk), najis,
berbahaya, memabukkan, dan anggota tubuh manusia.
2. Kondisi Indonesia sekarang mengenai makanan halal dan haram telah
mempunyai pedoman dan tuntunan dari Majelis Ulama Indonesia yang telah
membentuk LP POM. Contoh-contoh yang dikerjakan LPPOM MUI adalah
mengatasi isu lemak babi pada tahun 1998. Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia, Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM), pada hari Sabtu, 4 Rabiul
Akhir 1423 H/15 Juni 2002 memutuskan fatwa tentang kepiting. Para ulama
di Indonesia dalam menetapkan fatwa tidak hanya berdasarkan dalil-dalil dari
al-Qur’an dan Hadits saja, melainkan juga mempertimbangkan dan
memperhatikan keterangan-keterangan dari para pakar yang bersangkutan
dengan apa yang ingin ditetapkan oleh MUI tentang fatwa tersebut, dan
dikarenakan juga LP POM MUI belum mempunyai peralatan laboratorium,
maka LP POM MUI mengadakan kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor
dan Departemen Pertanian.
3. Bagaimana penyediaan daging halal bagi kaum muslim di Jepang? Menurut
kesimpulan penulis adalah daging yang disembelih tidak sesuai dengan
ketentuan syariat Islam. Oleh karena itu dalam hal mengkonsumsi daging bagi
masyarakat Jepang didasarkan pada 3 (tiga) hal yang dapat dijadikan dasar
hukum masyarakat muslim jepang untuk mengkonsumsi daging, yaitu :
90
a. Islam mengajarkan adanya lima prinsip dasar yaitu menjaga agama,
menjaga kelstarian jiwa, menjaga akal, menjaga kehormatan, dan menjaga
harta. Dalam hal mengkonsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah
untuk menjaga kelestarian jiwa dan akal.
b. Unsur masyaqat (Darurah). Setelah penulis melihat dari kondisi masyarakat
Jepang sekarang ini yang disana sangat sulit untuk mendapatkan daging
halal, dengan demikian masyarakat muslim Jepang dapat mengkonsumsi
daging untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan dasar darurah.
Artinya sebelum ada kejelasan tentang daging halal di Jepang, maka boleh
orang muslim di Jepang mengkonsumsi daging yang berasal dari
sembelihan daging oleh non muslim. Dengan caatatan bahwa daging hewan
yang dikonsumsi merupakan daging hewan yang dihalalkan menurut
ketentuan syariat Islam.
c. Solusi untuk konsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah membaca
basmalah sebelum mengkonsumsinya.
B. Saran-saran
1. Jikalau ada standarisasi seleksi ahli penyembelihan hewan untuk dikirim
keluar negeri dari Indonesia, ada kemungkinan hal tersebut bisa dimanfaatkan
untuk kerja sama antara LP POM MUI dengan Japan Muslim Association.
Dalam rangka pembangunan-pembangunan sistem daging halal di Jepang,
91
seperti mengirim tenaga ahli penyembelihan atau instruktur tata cara
penyembelihan.
2. Dalam memakai suatu madzhab, menurut penulis lebih baiknya tidak
berpatokkan atau berkukuh keras dalam satu madzhab saja. Karena agama
Islam bersifat fleksibel. Memilih yang sesuai dengan hati nurani atau sesuai
dengan keberadaan kondisi dalam menjalankan hidup ini.
3. Seperti yang telah dijelaskan dalam skripsi ini keadaan Jepang sangat berbeda
dengan negara yang Islam. Jika terealisasi kerjasama mengirim ahli yang
tertulis di saran nomor satu di atas, seharusnya seorang ahli yang akan dikirim
tersebut tidak hanya tahu tentang tata cara penyembelihan menurut Syari’ah
ataupun cukup dengan keberaniannya saja. Melainkan ahli tersebut haruslah
mengetahui keadaan dimana ia akan ditugaskan sebagai ahli penyembelih.
92
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asyhar, Thobieb., Bahaya Makanan Haram, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima,2002, Cet.I
Al-Baghdad, Abdurrahan., Babi Halal Babi Haram, Jakarta: Gema Insani Press,1994, Cet.V
Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali., al-Sunan al-Kubra, India: Mathba’ahDa’irah al-Ma’arif al-Nidzamiyyah al-Ka’inah, 1344 H
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il al-Imam., Shahih al-Bukhari: Bab Ma anharaal-Dam min al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid, Bairut: Dar al-Kutub, 1376 H
Al-Fanjari, Syauqi., Nilai kesehatan dalam Syariat Islam, Penerjemah Drs. AhsinWijaya dkk, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet. I
Al-Fauzan, Saleh., Fiqih Sehari-hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani dkk,Jakarta: Gema Insani Press, 2005, Cet. I
Al-Harits bin Abu Usamah, Al-Imam., Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits, Juz I, Bairut: Daar al-Fikr, 1314 H
Al-Jazari, Syekh Abdurrahman., Fiqih Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press,1996, Cet.I
Al-Nawawi, Al-Imam Yahya bin Syarifuddin., Al-‘Arba’in an-Nawawi, Surabaya:Al-Hikmah, t.th
Al-Sijistani, Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi., Sunan Abu Dawud, Mesir:Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Baabi al-Halabi, 1372 H/1953 M
Al-Syafi’i, Al-Imam Taqyuddin Abi Bakr bin al-Husaini., Kifayatul Akhyar,Surabaya: Daar al-Nasyr al-Mishriyyah, t.th
Al-Zarqa, Syekh Achmad bin Syekh Muhammad., Syarh al-Qaa’id al-Fiqhiyyah,Damaskus: Dar al-Qalam, 1938M/1357H
Amin, Ma’ruf., Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: eLSAS, 2008, Cet. I
Anwar, Moch., Fiqih Islam, Bandung : PT. Alma’arif, 1973, Cet. I
93
Apriyantono, Anton., Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, Jakarta: Khairul Bayan,2003, Cet. II
-----, Panduan Belanja Haram dan Syubhat, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, Cet.II
As-Syaukani, Nailul Awthar, t.t: Maktabah al-Imam, t.th
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman SistemProduksi Halal, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003
-----, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI,2003
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Girindra, Aisjah., LP POM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, Jakarta:Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetik MUI, 2005
-----, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, Jakarta: Pustaka Jurnal Halal, 2008
Hadi, Sutrisno., Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1997
Indra, Hasbi., et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, Jakarta: Penamadani, 2004,Cet.I
Jamil, Shiddiq Muhammad., Sunnan Abu Daud, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th
Jannah, Akyunul., Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, Malang:UIN Malang Press, 2008, Cet. I
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Makanan Indonesia Dalam PandanganIslam, Jakarta: Departemen Agama RI, 1995
LP POM MUI, Halal Sebagai Tema Da’wah, Jakarta: Pustaka Jurnal Halal, 2008
-----, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal, Jakarta: MUI, 2010
-----, Pedoman Mendapatkan Sertifikat Halal, Jakarta: LP POM MUI, 2010
-----, Indonesia Halal Directory. Jakarta: LP POM MUI, 2010
Mashuni, Wagino Ali., Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, Pasuruan:PT. Garoeda Buana Indah, 1994, Cet. III
94
Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram minAdillatil Ahkam, Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H/1992 M
Mujib, Abdul., Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah), Jakarta: KalamMulia, 2001, Cet.II
Musdja, Moh. Yanis., Biologi Dalam Persepektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press,2004, Cet. I
Najib, Mahmud Ahmad., Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, Solo: CV. PustakaMantiq, 1990
Qardhawi, Yusuf., Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Abu Sa’id al-Falahidkk, Jakarta: Robbani Press, 2000, Cet. I
Rasjid, Sulaiman., Fiqih Islam, Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954, Cet. XVII
Rasyid, M. Hamdan., Fiqh Indonesia; Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, Jakarta: P.T.Al-Mawardi Prima, 2003
Rusyd, Ibnu., Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. HarisAbdullah, Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I
Sabiq, Sayyid., Fiqih Sunnah, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009, Cet. I
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian., Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES,1995, Cet. I
Soekanto, Soerjono., Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 1986
Sumhudi, M. Aslam., Jinoisusu Disain Riset, Jakarta: Lembaga Penelitian UniversitasTrisakti, 1986
Yaqub, Ali Mustafa., Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan KosmetikaMenurut Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009, Cet. I
http://kamale.wordpress.comhttp://www.gatra.comhttp://www.halalguide.infowww.google.com
96
日本のハラール肉における環境についてのインタビュー
Interview Mengenai Lingkungan Seputar Daging Halal di Jepang
1. 日本国内にどういったハラール肉があるか?
Ada daging halal seperti apa di dalam negeri Jepang?
a. 国内消費:
Konsumsi dalam negeri:
日本国内で消費されるハラール肉は、基本的に国内ではハラール肉が
生産されていないため、主に輸入品である。
ただ、在日外国人(トルコ人、パキスタン人)が屠畜場を借りて屠畜
を行うことはあるが、個人レベルであり組織レベルではない。特に専
門家でも専門知識があるわけではない一般人が行っている。また、そ
のやり方は日本の環境に会っているとは言えない。
問題のひとつは、日本の屠畜業界は非常に閉鎖的であるため、通常の
日本人が介入することはできず、上記の事項は外国人であるから可能
である状態である。つまり、日本人ムスリムによる屠畜作業は現状非
常に困難である。見学することさえ困難である。ただ、日本における
屠畜場は、豚も牛も同じ場所で行われ、その際に特にその場を清めた
りすることはない。
日本でハラール肉生産を行う場合に参考になるのは、オーストラリア
や中国のように非イスラム圏でありながら精肉工場を持つケースで
あろう。肉の輸出数量が多いオーストラリアでは、イスラーム圏に対
する輸出向けにハラール肉を生産しており、そのためにイスラーム圏
(ニュージーランド、インド、イランなど)からスペシャリストが派
遣されている。一方、中国では屠畜(メッカの方向+バスマラ)およ
び認証(検査)担当のみ中国人ムスリムの人材を雇う(2500人中 1割)
ことで、既存のシステムと人員を使ってハラール肉の生産に成功して
いる。このことは、日本も企業も学ぶことが出来る。
我々は、その他にも各国に調査に行っており、また世界会議、展示会
等にも積極的に参加している。
97
Mengenai daging halal yang dikonsumsi di dalam negeri Jepang,
sebagian besar barang impor karena pada dasarnya daging halal tidak
diporduksi di dalam negeri Jepang.
Terkadang ada WNA (orang Turki, orang Pakistan) berkedudukan di
Jepang melakukan penyembelihan dengan menyewa tempat penyembelihan,
namun hal tersebut masih di tingkat pribadi bukan organisasi. Yang
melakukan penyembelihan adalah orang awam yang bukan ahli maupun
berilmu. Dan, tidak bisa dikatakan bahwa tata caranya cocok dengan
lingkungan di Jepang.
Salah satu masalahnya adalah kalangan penyembelihan di Jepang
sangat tertutup sehingga orang Jepang biasa yang bukan dari kalangan tidak
dapat memasukinya. Dan, di antara kalangan tersebut tidak ada muslim.
Hal-hal yang seperti di atas dapat dilakukan karena WNA. Artinya, dalam
kondisi sekarang sangat sulit melakukan penyembelihan oleh muslim Jepang,
bahkan tidak diizinkan untuk melihatnya. Ditambah lagi, tempat
penyembelihan di Jepang digunakan untuk babi dan sapi di satu tempat, dan
98
tidak ada kegiatan membersihkan atau mensucikan pada waktu bergantian.
Saya kira hal yang dapat dijadikan acuan untuk produksi daging
halal di Jepang adalah hal seperti di negeri non-Islam seperti di Australia
atau di Cina. Australia yang bertingkat tinggi mengenai jumlah ekspor,
memproduksi daging halal untuk diekspor ke wilayah Islam dan mereka
mempekerjakan tenaga ahli yang dikirim dari wilayah Islam (New Zealand,
India, Iran dll). Di sisi lain, di Cina, mereka mempekerjakan tenaga kerja
muslim lokal (10% dari 2500 tenaga kerja) hanya untuk penyembelihan
(mengarah ke Mekkah + Basmalah) dan inspeksi, dengan demikian mereka
telah sukses memproduksi daging halal tanpa mengubah sistem dan tenaga
kerja yang sudah ada. Hal ini dapat dipelajari oleh perusahaan yang berada di
Jepang.
Selain itu, kami juga melakukan pengkajian di berbagai Negara,
juga mengikuti konferensi internasional, pameran, dan sebagainya mengenai
Halal secara aktif.
99
b. 出:
Ekspor:
多くの日本の企業は、今のところ国内向けのハラール肉生産は市場が
小さいため興味がないが、湾岸諸国向けの輸出に興味がある。日本の
高級和牛肉は世界中で大変人気があるが、日本国内の市場は行き詰ま
っているので、裕福である湾岸諸国はポテンシャルの高い市場なので
ある。または、今や世界人口の多くを占めるムスリムは無視できない
市場であり、そのことは 2009年に TIMES誌で「Halal Global Business」
特集をやったことからもわかる。
しかし、ハラール認証については、日本では今のところない。日本ム
スリム協会は、企業に対しセミナー、コンサルティング、検査を行っ
ている。相談に来る企業はたくさんあるが、ハラールの基準を満たせ
る企業は今のところない。(唯一ハラール認証を発酵されているのは
あるパン屋のパンのみ)2009年ハラールについて簡単に考えた外務省
および日本企業がノンハラール肉をドバイに持ち込んで捕まったこ
ともある。
日本の規定では、生きた牛を輸出できないため、ハラールの和牛を生
産したい場合は、日本国内で行わなければならない。しかし、ハラー
ル条件の遵守に対しては日本の企業は難色を示している。その他にも、
インドネシアやマレーシアに対し、食品を輸出したい企業が多いが、
同様に難色を示している。
Saat ini, kebanyakan perusahaan di Jepang tidak tertarik pada
produksi daging halal untuk dalam negeri karena pasarnya kecil, tetapi
tertarik untuk ekspor ke negara-negara teluk. Daging Wagyu yang mewah
sangat popular di seluruh dunia. Pasar dalam negeri sudah bisa dikatakan
mentok, maka bagi perusahaan Jepang negara-negara teluk yang berdaya
ekomoni tinggi adalah pasar yang berpotensi tinggi. Atau, kini muslim yang
100
sudah berpersentase tinggi dalam populasi dunia adalah pasar yang tidak
dapat diabaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari majalah TIMES meliput edisi
“Halal Global Business” pada tahun 2009.
Akan tetapi, dalam Jepang belum ada sertifikasi halal. Asosiasi
Muslim Jepang telah melakukan seminar, konsultasi dan inspeksi terhadap
perusahaan. Ada banyak perusahaan datang untuk konsultasi, tetapi belum
ada perusahaan yang dapat memenuhi syarat halal. (Makanan satu-satunya
yang diberi sertifikat adalah roti dari sebuah toko roti.) Ada juga kasus
bahwa perusahaan Jepang yang mengekspor daging non-halal ke Dubai
tertangkap pada tahun 2009 karena Departmen Luar Negeri dan perusahaan
tersebut meremehkan konsep halal.
Dalam peraturan di Jepang, tidak boleh mengekpor sapi hidup,
maka jika ingin produksi daging Wagyu halal, harus dilakukan dalam negeri
Jepang. Namun, perusahaan-perusahaan di Jepang keberatan terhadap
mematuhi syarat halal. Padahal banyak perusahaan berminat untuk ekspor
makanan ke Indonesia dan Malaysia.
101
2. 日本の食品および食肉はどういった状況か?:
Bagaimana kondisi makanan dan daging di Jepang?:
日本においては、ハラール食品どころか、ハラームを避けるのが精いっぱ
いで、シャリーア的には「アッダルーラ」が適用される。豚やアルコール
の含まれる食品はたくさんあるが、その中でも食肉が一番難しい問題であ
る。なぜなら、基本的にハラール肉は存在しないからである。その際に、
どこまで許されるかは、また難しい問題である。
どうしてもハラール肉を摂取したい場合は、輸入の肉を手に入れられるが、
味の問題がある。
また、真のハラール肉を得るためには、ナジスがない屠畜場、牛の食べ物、
日本のスタンダードであるスターニング(気絶させる)などの条件をクリ
アにしなければならない。
Dalam Jepang, dapat dikatakan kondisi “Addaruurah” secara syariah
karena jangankan makanan halal tetapi sudah pas-pasan dengan menghindari
haram. Ada banyak makanan yang mengandung unsur babi dan alkohol, tetapi
masalah daging adalah masalah yang paling sulit. Sebab, pada dasarnya tidak ada
daging halal. Batas toleransi batas halal juga menjadi soal lain.
Jika ingin mengkonsumsi daging halal, dapat membeli daging halal yang
impor, tetapi masalah rasa soal lain. Biasanya kualitas rasa di bawah daging
non-halal di Jepang.
102
Jika ingin produksi daging halal yang sesungguhnya, harus mengatasi
masalah-masalah seperti tempat penyembelian tanpa najis, makanan untuk sapi,
starning (cara pingsankan hewan penyembelian) yang sudah menjadi standar di
Jepang dll.
3. その他:
Hal lain:
一方、サウジやエジプトではハラールであることは当たり前のことである
という認識から、ハラール認証などは行っていない。ユースフ・カラダー
ウィーもハラールかハラームかを決めるのはアッラーだと言っている。し
かし、現在では様々な食品が李、其々が何からできているかわからないの
で、必要悪である、と言っている。
しかし、2000 年の味の素事件のようなことが起きないためにはあったほ
うがよい。
マレーシアには屠畜の専門学校がある。ヨーロッパでは、屠畜者はサーで
呼ばれる人もいるほど位が高く、ペイも高い職業である。また、ハラール
肉の屠畜場で 100%ムスリムがやっているのはインドネシアくらいである。
Sedangkan, di Saudi maupun di Mesir tidak dilakukan sertifikasi halal
berdasarkan pemahaman bahwa halal itu sudah wajar. Yusuf Qaradawi juga
berkata “yang menentukan halal atau haram itu hanya Allah”. Tetapi, dia juga
berkata “karena saat ini, ada berbagai macam makanan dan kita belum dapat
ketahui terbuat dari apa, maka menjadi hal yang tidak dapat dihindari.”
103
Tetapi, supaya tidak terulang kasus seperti kasus Ajinomoto pada tahun
2000, lebih baik diadakan.
Di Malaysia, ada sekolah kejuruan penyembelihan khusus. Di Eropa,
penyembelih dianggap sebagai orang kedudukan tinggi sehingga ada yang di
sebut “ser”, dan pekerjaan terhormat yang dibayar tinggi. Tempat penyembelihan
untuk halal yang dioperasi 100% oleh muslim hanya ada di Indonesia.