analisis pengaruh urbanisasi, indeks pembangunan …
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH URBANISASI, INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA, DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI
INDONESIA TAHUN 2011-2015
(STUDI KASUS PADA 33 PROVINSI)
JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh:
Andy Yusuf Septanto
135020100111015
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Analisis Pengaruh Urbanisasi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2011-2015
(Studi Kasus Pada 33 Provinsi)
Andy Yusuf Septanto
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh urbanisasi, indeks
pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun
2011-2015 (studi kasus pada 33 provinsi). Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan
Pusat Statistik (BPS). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode regresi data panel
dengan alat bantu uji, yaitu Eviews 9. Data panel adalah data yang menggabungkan antara data time
series dan cross-section. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh urbanisasi, indeks
pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Indonesia pada 33 provinsi.
Kata kunci : Urbanisasi, Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Data
panel.
A. PENDAHULUAN
Jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Bank Dunia (2017),
jumlah penduduk dunia mengalami pertumbuhan pesat selama 15 tahun terakhir, yakni dari 6,1 miliyar
penduduk pada tahun 2000 meningkat lebih dari satu miliyar menjadi sebesar 7,3 miliyar penduduk di
tahun 2015. Menurut Bank Dunia (2017), pada tahun 2015 Indonesia memiliki jumlah penduduk
indonesia sebesar 257,6 juta, sehingga menempatkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah
penduduk terbesar ke-empat di dunia. Banyak potensi yang seharusnya dapat digali dari adanya
peningkatan jumlah penduduk ini. Dari potensi meningkatnya permintaan barang dan jasa, peningkatan
pendapatan negara dari pajak, semakin banyaknya tenaga kerja yang tersedia, dan akhirnya akan
berujung pada harapan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Namun dari jumlah penduduk yang
besar, yang perlu dikhawatirkan adalah permasalahan yang timbul ketika negara tidak dapat
menfasilitasi para penduduk untuk dapat ikut berkontribusi dalam memutar roda perekonomian.
Peningkatan jumlah penduduk yang besar akhirnya hanya akan membawa permasalahan makro yang
sangat kompleks, yakni kemiskinan.
Tingkat kemiskinan yang tinggi mencerminkan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Kualitas
sumber daya dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United Nations
Development Programme (1990) dalam Badan Pusat Statistik (2015), Indeks Pembangunan Manusia
menjelaskan bagaimana penduduk dapat memperoleh hasil dari pembangunan dalam memperoleh
kesehatan, pendidikan, pendapatan, dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah
dapat mencerminkan rendahnya produktivitas tenaga kerja. Rendahnya produktivitas tenaga kerja akan
menyebabkan rendahnya perolehan pendapatan. Rendahnya pendapatan di suatu daerah akan
mencerminkan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Menurut Bank Dunia (2007), pertumbuhan ekonomi telah, dan akan tetap menjadi indikator utama
bagi pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi dapat membuat ketimpangan yang tajam, yang
akan mengoyak keutuhan masyarakat. Namun sebaliknya pertumbuhan ekonomi juga dapat
menciptakan pemerataan ekonomi sehingga membantu terintegrasinya masyarakat pedesaan, dan
masyarakat perkotaan.
Menurut Bank Dunia (2007) adapun dua jalan utama bagi rumah tangga, dan individu di Indonesia
untuk dapat keluar dari kemiskinan. Pertama, perbaikan produktivitas pertanian di daerah pedesaan.
Kedua peningkatan produktivitas non pertanian, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan
yang mengalami urbaniasai yang tinggi. Peningkatan produktivitas pertaniaan, dan non pertanian akan
meningkatan pendapatan yang dapat dihasilkan oleh masyarakat yang nantinya dapat digunakan untuk
mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Menurut Garnier (1979) dalam buku karangan Soetomo (2009), Urbanisasi adalah suatu proses
dimana perubahan sosial dari mentalitas pedesaan ke kehidupan perkotaan yang diharapkan merupakan
suatu proses kemajuan kebudayaan. Kemajuan dan perubahan ini akan membawa suatu masyarakat
menuju modernisasi. Dimana modernisasi ini akan membawa suatu negara kearah pembangunan.
Karena dari adanya urbanisasi akan membuka banyak lapangan pekerjaan, sehingga diharapkan
banyak masyarakat terserap di dalamnya.
Gejala urbanisasi di Indonesia mulai terlihat pada tahun 1970-an, disaat pembanguan ekonomi
dilakukan terutama di daerah perkotaan. Menurut Bintarto (1986) urbanisasi yang ada di Indonesia
disebabkan dari timbulnya masalah sosial, ekonomi, dan pemukiman baik di kota maupun di desa.
Beberapa faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi antara lain: 1. Sebagai akibat dari pertambahan
penduduk alami di daerah perkotaan, 2. Sebagai akibat dari perpindahan penduduk dari pedesaan ke
perkotaan, 3. Sebagai akibat perkembangan daerah tepian kota. Banyak orang desa yang berangapan
jika mereka berada di kota mereka akan bisa memperbaiki kondisi ekonomi mekera, ketimbang
mereka masih berada terus di desa.
Peneliti mengambil tahun 2011 sampai dengan 2015 karena tingkat urbanisasi, indeks pembangunan
manusia, dan pertumbuhan ekonomi pada 33 Provinsi di Indonesia mengalami peningkatan secara rata-
rata, sedangkan secara rata-rata tingkat kemiskinan pada 33 Provinsi di Indonesia juga mengalami
penurunan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil ketiga variabel diatas untuk dikaitkan sebagai
penjelas kemiskinan pada 33 Provinsi di Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan 2015.
Hal yang menarik dalam penenelitian ini seperti, variabel urbanisasi belum pernah diteliti dengan
pendekatan kuantitatif. Indeks pembangunan manusia pada penelitian kali ini juga mengunakan
metode baru dalam pengambilan datanya, dimana metode baru ini lebih tepat untuk mengambarkan
perkembangan pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi juga mengunakan data terbaru dalam
penelitian kali ini. Sehingga akhirnya peneliti tertarik untuk meneliti varibael urbanisasi, indeks
pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan.
B. KAJIAN PUSTAKA
Konsep Urbanisasi
Menurut Bintarto (1986), urbanisasi dapat dilihat melalui lima prespektif. Pertama, dari segi
demografi, urbanisasi sebagai suatu proses yang menyebabkan terjadinya perubahan penyebaran
penduduk, dan perubahan dalam jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Kedua, dari segi ekonomi,
urbanisasi sebagai perubahan struktural dalam sektor mata pencaharian, dimana banyak penduduk desa
yang meninggalkan pekerjaan di bidang pertanian, dan lebih memilih beralih menjadi buruh atau
pekerjaan non agraris di kota. Ketiga, dari sudut pandang seorang ilmuan perilaku urbanisasi dilihat
sebagai sejauh mana manusia dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang berubah-ubah baik yang
disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun dengan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan.
Keempat, dari sudut pandang sosial, yang mengaitkan urbanisasi dengan sikap hidup penduduk dalam
lingkungan pedesaan yang mendapatkan pengaruh dari kehidupan kota. Kelima, dari sudut pandang
geografi, urbanisasi ini dilihat dari segi distribusi, difusi perubahan, dan pola menurut waktu, dan
tempat.
Dari kelima prespektif diatas dapat dilihat bahwa urbaniasasi mempunyai hubungan yang erat
terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu peran pemerintah dalam mengendalikan urbaniasi
perlu dilakukan, supaya dari adanya urbanisasi dapat dimanfaatkan secara efektif, dan pemerintah
dituntut dapat melayani penduduk secara keseluruhan.
Menurut Paul Knox (1994) dalam Suetomo (2012), urbanisasi adalah proses perubahan dari
ukuran, kepadatan, dan komposisi populasi, struktur ekonomi, dan kebiasaan manusia. Selanjutanya
proses urbanisasi dapat dirumuskan sebagai proses yang digerakkan oleh faktor-faktor manusia,
sumber daya alam, dan teknologi (sumber daya buatan). Sehingga menghasilkan keadaan ekonomi,
sosial, dan fisik serta masalah-masalah yang harus dimasakukan dalam penentuan kebijakan dalam
pembangaunan kota. Urbanisasi memotori untuk terjadinya perubahan demografi, politik, kultural,
ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, faktor kontingen lokal dan historis. Urabanisasi juga
menyebabkan terjadinya sistem perkotaan, pengunaan lahan, membangun lingkungan dan
pemandangan kota, ekonomi sosial, dan urbanisme.
Menurut Bintarto (1986), Berbagai sektor kehidupan akan berkembang sebagai akibat dari adanya
urbanisasi, seperti perkembangan berbagai sektor berikut ini:
1. Sektor ekonomi, struktur ekonomi menjadi bervariasi. Dimana akan bermunculan berbagai
macam usaha atau kegiatan di berbagai bidang, seperti bidang transprtasi, perdagangan, dan
jasa yang mucul dari mereka yang bermodal kecil, atau bermodal besar.
2. Wiraswasta, perkembangan di sektor wiraswasta akan meningkat, seperti di perternakan,
kerajinan tangan, perbengkelan, dan lain-lain.
3. Berkembangannya sektor pendidikan yang disebabkan meningkatnya permintaan akan
kebutuhan ini di perkotaan hingga mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
4. Meluasnya daerah kota ke pinggiran kota, sehingga mobilitas semakin lebih lancar karena
terjadinya perbaikan fasilitas transportasi.
5. Harga tanah mengalami peningkatan, baik di kota maupun pinggiran kota.
6. Industrialisasi semakin berkembang karena tenaga kerja murah, dan melimpah tersedia di pasar
tenaga kerja.
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Tjipthoherijanto (1997) Indeks Pembangunan Manusia dibuat untuk mengambarkan
dimensi pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia merupakan gabungan dari tiga
indikator penting, yaitu: angka harapan hidup, yang diwakili oleh lamanya hidup, dan kesehatan,
tingkat pendidikan yang diwakitli oleh pengetahuan, dan PDB rill (dalam purchasing power parity
dollar/ PPP$) merupakan taraf kehidupan. Kualitas sumber daya manusia berkaitan erat dengan
permasalahan pembangunan. Karena sumber daya manusia sangat menentukan pekembangan suatu
bangsa. Suatu negara belum tentu dapat mengembangakan teknologi dengan sumber daya manusia
yang banyak, namun juga ditentukan oleh kualitasnya. Kualitas ini dapat dilihat dari berbagai indikator
seperti berikut: mutu tenaga kerja ahli, presentase penduduk yang bersekolah, serta university
enrollment untuk penduduk kelompok usia 20-24 tahun.
Menurut United Nations Development Programme (1990) dalam Badan Pusat Statistik (2015),
Indeks Pembangunan Manusia menjelaskan bagaimana penduduk dapat memperoleh hasil dari
pembangunan dalam memperoleh kesehatan, pendidikan, pendapatan, dan sebagainya. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) mencakup capaian pembangunan manusia bebasis komponen dasar
kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup melalui pendekatan tiga dimensi dasar yang mencakup
umur panjang, hidup sehat, pengetahuan yang dimiliki, dan standar hidup yang layak.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadi Kusumo dalam Fitri (2007) adalah ketika
produksi barang atau jasa di dalam masyarakat terjadi peningkatan, tingkat ekonomi pada tahun
tertentu yang lebih besar dari tahun sebelumnya menandakan terjadinya pertumbuhan pada
perekonomian suatu negara. Saat produksi total oleh suatu perekonomian naik dapat dikatakan PDB
(Produk Domestik Bruto) rill suatu negara mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung
mengunakan nilai PDB, dimana PDB yang digunakan adalah PDB harga kostan sehingga disebut
dengan PDB rill yang menghilangkan pengaruh pertumbuhan harga.
Menurut Todaro (2011), terdapat tiga faktor dalam memicu pertumbuhan ekonomi, yakni :
1. Akumulasi modal, dimana semua investasi baru akan muncul yang bertujuan untuk
memperbesar output-output yang bisa dihasilkan dimasa yang akan datang. Investasi baru
berupa tanah, peralatan, dan sumber daya manusia akan mampu mewujudkan pertumbuhan
ekonomi. Namun investasi yang tidak kalah penting adalah investasi untuk infrastruktur, yakni
berupa jalan, sanitasi baik, listrik, air bersih, fasilitas komunikasi, dan fasilitas-fasilitas lainnya
yang menunjang aktivitas ekonomi.
2. Pertumbuhan penduduk, dan angkatan kerja, jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat
selalu diangap sebagai faktor positif dalam merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi.
Artinya semakin banyak angkatan kerja maka semakin banyak jumlah barang, dan jasa yang
dapat diproduksi yang nantinya akan meningkatkan potensi pasar domesitik.
3. Kemajuan teknologi, ketika seseorang melakukan perbaikan cara dalam menyelesaikan
persoalan dengan cara baru yang lebih baik dari pada cara yang lama hal ini disebut kemjuan
teknologi. Terdapat tiga klasifikasi kemajuan teknologi. Pertama, kemajuan teknologi yang
bersifat netral. Dimana ketika tingkat output yang dapat dihasilkan oleh perusahaan lebih tinggi
dengan mengunakan kuantitas, dan kombinasi input yang sama dengan sebelumnya. Kedua,
kemajuan teknologi yang bersifat menghemat tenaga kerja atau hemat modal. Dimana ketika
kenaikan tingkat output yang dapat dihasilkan oleh perusahan dengan jumlah tenaga kerja, atau
input modal yang sama, sedangkan salah satu dari kedua input tadi harus mengalami penurunan.
Ketiga, kemajuan teknologi yang meningkatkan modal. Dimana ketika kenaikan output yang
dapat dihasilkan dengan cara memanfaatkan barang modal secara lebih produktif.
Definisi Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (2016) menjelaskan kemiskinan disebabkan oleh 2 macam. Pertama adalah
kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor adat atau budaya suatu
daerah tertentu yang menyebabkan seseorang atau sekelompok masyarakat tidak dapat keluar dari
kemiskinan. Kemiskinan seperti ini dapat ditekan dengan menghilangkan faktor-faktor yang
menghalangi seseorang untuk keluar dari kemiskinan. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat terhadap
sistem atau tatanan sosial yang tidak adil. Hal ini karena mereka tidak dapat memiliki akses untuk
mengembangkan, dan membebaskan diri mereka sendiri dari kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (2016) menjelakan bahwa kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan
menjadi dua macam. Yakni kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut, dimana letak perbedaanya
adalah pada standar penilaiannya. Dalam kemiskinan relatif standar penilaian yang digunakan adalah
standar kehidupan yang ditentukan, dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat setempat, dan
bersifat lokat. Mereka yang berada dibawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin
secara relatif. Sedangkan dalam kemiskinan absolut standar penilaian yang digunakan adalah standar
kehidupan dasar yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun non
makanan. Kehidupan minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar disebut sebagai garis kemiskinan.
Dimana jika seseorang hidup dibawah garis kemiskinan maka dapat dikatakan orang tersebut berada
dalam kemiksinan.
Menurut Bappenas (2004) Badan Pusat Statistik (2016), menjelaskan bahwa kemiskinan adalah
kondisi dimana seseorang, atau kelompok masyarakat tertentu yang tidak dapat memenuhi hak-hak
dasar untuk mengembangankan dan mempertahankan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar
tersebut seperti terpenuhinya kebutuhan pangan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, pertanahan, sumber
daya alam, lingkungan hidup, perumahan, air bersih, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial-politik.
Teori The First City (Carter)
Menurut Carter (dalam Potter) pada buku karangan Soetomo (2009), menjelaskan bahwa kota atau
proses urbanisasi terjadi karena ada empat inisial di dunia :
Pertama, bahwa kota tercipta karena adanya kesuburan tanah suatu wilayah yang menciptakan
surplus pertanian. Perkembangan daerah yang subur akan melahirkan kelompok elite yang mengatur
masyarakat agraris. Mereka akan mengatur, memberi perlindungan, dan jasa pelayanan sosial lainnya,
dan mereka menguasai masyarakat agraris dan hidup dari pajak para petani. Kehidupan seperti ini akan
memunculkan konsep awal kota pemerintahan, dan perkembangan pelayanan publik. Dalam kehidupan
kota ini juga berkembang kegiatan komersial non pertanian, seperti perdagangan, jasa-jasa, dan
penguasa memberi fasilitas dengan memungut pajak.
Kedua, Kota tercipta dari adanya alur perdangangan. Dimana kota-kota pertama di Indonesia
terbetuk dari adanya alur perdangangan, seperti di wilayah pantai, dan muara sungai sebagai simpul
pertukaran barang dari pedalaman dan barang dari luar pulau. Adanya urbaniasi atau perubahan suatu
wilayah menjadi perkotaan yang disebabkan oleh adanya perkembangan simpul kolektor, dan
distributor barang dari, dan menuju suatau wilayah, sehingga menjadikan suatu wilayah sebagai titik
kekuatan ekonomi yang menciptakan kesempatan tenaga kerja yang beragam, dan tempat tersebut akan
menciptakan kehidupan perkotaan. Kota akan selalu mempunyai kekuatan ekonomi basis karena
perannya sebagai kekuatan wilayah. Dan akan menciptakan migrasi ke tempat tersebut yang akan
menciptakan kegitan sosial, budaya, dan ekonomi berantai, sehingga menciptakan kekuatan domestik.
Kekuatan ini sesungguhnya akan memenuhi kebutuhan kehidupan penduduknya yang tidak hanya
menyangkut kebutuhan materi, tetapi kebutuhan immaterial yang harkat kemanusiaan.
Ketiga, kota terbentuk dari kepentingan militer. Dimana kota akan terbentuk dari kemauan
kelompok militer untuk tujuan kebutuhan pertahanan, dan strategi militer. Contohnya seperti kota-kota
militer Roma yang dikenals dengan Castrum yang tersebar di wilayah luas yang dibentuk pax Romana.
Keempat, kota terbentuk dari kekuatan agama sebagai pusat terbentuknya kota, hal ini dapat kita
lihat pada kota Mekah, dan kota-kota agama lainnya yang menjadi pusat perkembangan fasilitas agama
yang menciptakan fasilitas pendukungnya, dan permukiman dengan fasilitas yang menunjang kegiatan
seluruh masyarakat yang akan mendatanginya.
Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa urbanisasi atau perubahan suatu daerah menjadi perkotaan,
akan berdampak baik pada kesejahteraan masyarakat sekitar. Hal ini disebabkan karena adanya
perkembangan kegitan agrais, perdangangan, kekuatan militer, dan pusat agama yang menciptakan
kesempatan kerja yang lebih beragam, menciptakan kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi yang
berantai. Lebih banyak lagi masyarakat yang dapat meningkatkan standar hidup mereka. Karena
mereka terlibat dalam aktifitas perekonomian yang akan menurunkan kemiskinan yang ada.
Teori Migrasi Todaro
Menurut Todaro (2011) Migrasi dari desa ke kota memiliki beberapa karasteristik. Pertama,
migrasi didorong oleh pemikiran rasional seseorang dalam menentukan manfaat dan biaya ekonomi
yang ada, meski semua menyangkut masalah keuangan tetapi juga mempertimbangkan psikologis
mereka. Kedua, Keputusan seseorang untuk melakukan migrasi tergantung dari pertimbangan selisih
atau perbedaan antara upah pedesaan dan upah perkotaan yang diharapkan, bukan selisih aktual,
melainkan selisih yang diharapkan ditentukan oleh ineraksi dua variabel, selisih aktual upah kota-desa
dan probabilitas untuk dapat pekerjaan di perkotaan. Ketiga, probablitas mendapatkan pekerjaan di
perkotaan berkaitan dengan tingkat lapangan pekerjaan perkotaan, sehingga berbandingan terbalik
dengan tingkat pengangguran yang ada di perkotaan. Keempat, tingkat migrasi yang melebihi tingkat
pertumbuhan kesempatan kerja tidak hanya mungkin terjadi, tetapi rasional, dan cederung terjadi jika
selisih pendapatan perkotaan dan pedesaan semakin besar.
Teori migrasi Todaro dapat disimpulkan bahwa urbanisasi akan menurunkan kemiskinan yang ada,
ketika kesempatan untuk mendapatkan penghasilan bersih di kota lebih tinggi ketimbang penghasilan
yang mereka dapatkan sekarang di desa.
Teori Migrasi Everett S. Lee
Keputusan seseorang dalam melakukan migrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki
kondisi kehidupan mereka sekarang, sehingga migrasi dapat disebabkan oleh beragai macam faktor
demi tercapainya tujuan mereka. Teori migrasi Everett S. Lee (1970) dalam Ida Bagus Mantra (1985)
terdapat empat faktor yang menjadi perhatian dalam kasus migrasi penduduk, yaitu :
1. Faktor – faktor dari daerah asal.
2. Faktor – faktor yang ada pada daerah tujuan migrasi.
3. Faktor rintangan yang menghambat migrasi.
4. Faktor – faktor individual
Teori migrasi Everett S. Lee menekankan bagaimana faktor indivulah yang menentukan seseorang
melakukan migrasi atau tidak, disamping faktor pendorong, penarik, dan rintangan. Sehingga pada
akhirnya migrasi dari desa ke kota bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Ketika
perbaikan kondisi perekonomian bisa dicapai maka akan berdampak pada tingkat kemiskinan yang
akan semakin berkurang.
Teori Modal Manusia
Dalam buku karangan Simanjuntak (1985), Teori modal manusia memiliki asumsi untuk
meningkatkan penghasilan melalui investasi dibidang pendidikan, perbaikan gizi, dan kesehatan, serta
migrasi. Pada bidang pendidikan, setiap tambahan satu tahun sekolah berarti, di satu pihak akan
meningkatkan kemampuan kerja, dan tingkat penghasilan seseorang, namun dilain pihak harus rela
menunda penerimaan penghasilan yang bisa didapat selama seseorang masih sekolah. Disamping itu
orang tersebut harus membayar biaya untuk sekolah secara langsung, seperti uang sekolah, pembelian
buku, dan alat sekolah, dan lain lain.
Menurut Simanjuntak (1985), pendidikan, dan latihan yang menjadi faktor yang penting dalam
pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan, dan latihan tidak saja menambah pengetahuan
seseorang, tetapi juga keterampilan, dan dengan demikinan meningkatkan produktivitas kerja. Dengan
demikian perusahaan akan dapat meningkatkan output yang dapat diproduksi dengan memperkerjakan
tenaga kerja yang memiliki produktivitias yang tinggi, sehingga perusahaan akan memberikan gaji
yang lebih tinggi.
Pada akhirnya dari meningkatnya pendapatan seseorang akan meningkatkan tingkat konsumsi
mereka, sehingga kesejateraan akan diperoleh lebih baik lagi yang akhrinya dapat mengeluarkan
mereka dari kemiskinan. Namun untuk mendapatkan itu semua seseorang harus mengambil keputusan
investasi pendidikan, dan menjaga kondisi kesehatan mereka. Dimana kondisi kesehatan yang baik
sangat diperlukan baik untuk bekerja maupun untuk menempuh pendidikan.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Kuznet
Simon Kuznets dalam Todaro (2011), bahwa dalam tahapan awal dari pertumbuhan perekonomian,
distribusi pendapatan akan mengalami ketidakmerataan, namun dalam tahapan berikutnya distribusi
pendapatan akan merata. Pada awalnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan koefisien gini yang
artinya terjadi peningkatan kemiskinan. Namun pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan
menurunkan koefisien gini yang artinya tingkat kemiskinan semakin menurun.
Proses pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan akan merubah negara yang dulunya
bertumpu kepada perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Selanjutnya imbalan yang dapat
diperoleh dari investasi di sektor pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor
modern yang sedang tumbuh membutuhkan tenaga kerja yang terampil, namun imbalan akan menurun
seiring semakin meningkatnya penawaran tenaga kerja terdidik, dan terjadi penurunan penawaran
tenaga kerja tidak terdidik.
Hakikat Pertumbuhan Kumulatif
Lipsey dkk. (1991) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan cara yang lebih efektif
dalam menaikan standar hidup masyarakat yang nantinya dapat mengeluarkan mereka dari
kemiskinan, daripada menekan pengangguran struktural. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi
dapat berlangsung secara terus menerus dan tanpa batas. Seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 2
persen pertahun mungkin tidak berarti, namun jika pertumbuhan itu berlangsung selama seabad
lamanya, maka pendapatan rill nasional akan lebih besar tujuh kali.
C. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Pada penelitian kali ini mengunakan penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan
mengalisis data-data numerik (berupa angka) yang diolah dengan metode statistik tertentu. Menurut
Sugiyono (2015), Metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan
filsafat positivisme, digunakan pada populasi atau sampel, pengumpulan data dengan mengunakan
instrumen penelitian, analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik, yang bertujuan untuk menguji
kebenaran hipotesis yang sudah dibuat.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada bidang ekonomi makro, dengan fokus tentang bagaimana urbanisasi,
indeks pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan. Penulis
meneliti dari data yang diperoleh pada 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2011 s/d 2015 (data panel).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada bidang ekonomi makro, dengan fokus tentang bagaimana urbanisasi,
indeks pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan. Penulis
meneliti dari data yang diperoleh pada 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2011 s/d 2015 (data panel).
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian mengunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang
digunakan pada penelitian kali ini bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) 33 Provinsi di
Indonesia pada tahun 2011 s/d 2015. .
Metode Pengumpulan dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumbulan data yang digunakan penulis pada penelitian kali ini dengan mengunakan
metode pengumpulan data sekunder yang didapatkan dari instansi-instansi yang membantu dalam
menyelesaikan permasalahan yang sudah dibuat, dan data yang diperoleh dari publikasi resmi yang
memiliki hubungan dengan penelitian kali ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan
pencatatan, dan penggandaan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Medel Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis regresi data panel, alat pengolahan data yang
digunakan adalah Eviews 9. Data panel adalah kombinasi antara deret waktu (time series), dan juga
kerat lintang (cross section). Menurut Widarjono (2016) ada beberapa keuntungan yang diperoleh
ketika mengunakan data panel. Pertama, data panel dapat menyediakan data yang lebih banyak
sehingga menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari
data time series, dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah
penghilangan variabel. Karena mengunakan data panel, model data panel dapat ditulis sebagai berikut:
Yit = α + β1 X1 it + β2 X2 it + β3 X3 it + e it
Dimana :
T = banyaknya waktu atau tahun
N = banyaknya wilayah atau provisi
T x N = banyaknya data panel
Y = Tingkat Kemiskinan
X1 = Urbanisasi
X2 = Indeks Pembangunan Manusia
X3 = Pertumbuhan Ekonomi
α = bilangan konstanta
β 1.. β 3 = koefisien regresi masing-masing variabel
e = error
Estimasi Regresi Data Panel
Analisis data panel dikenal dengan tiga pendekatan yang terdiri dari pendekatan biasa (common
effect), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Ketiga
pendekatan ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendekatan biasa (common effect) menurut Widarjono (2016), adalah pendekatan yang hanya
mengkombinasikan data time series, dan cross section. Dengan mengabungkan kedua data
tersebut maka dapat digunakan metode OLS untuk mengestimasi model data panel. Namun
pendekatan tidak memperhatikan dimensi waktu maupun individu, atau dapat dikatakan
perilaku antara perusahaan sama dalam berbagai rentang waktu. Asumsi seperti ini jika
dibandingkan dengan realita pastinya sangat jauh.
2. Pendekatan efek tetap (fixed effect) menurut Widarjono (2016), melihat salah satu kesulitan dari
data panel adalah asumsi intersep, dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk itu dalam
data panel perlu memasukan variabel boneka (dummy variable) untuk dapat menciptakan
perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik dari time series dan cross section. Metode
ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu,
namun intersepnya berbeda antar perusahaan namun sama antar waktu (time invariant). Namun
metode ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom)
yang pada akhirnya mengu rangi efisiensi parameter.
3. Pendekatan efek random (random effect) menurut Widarjono (2016), melihat dari adanya fixed
effect yang menambahkan variabel dummy dalah model akan mengurangi degree of freedom
yang akan mengurangi efisiensi model maka muncul metode random effect. Dengan
menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan
antar waktu, dan antar kabupaten/kota. Teknik metode OLS tidak dapat digunakan untuk
mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk menggunakan Metode
Generalized Least Square (GLS).
Uji Regresi Panel
Selanjutnya untuk menentukan pendekatan yang tepat mengunkan beberapa uji dibawah ini:
1. Uji Chow-test, uji ini digunakan untuk membandingkan apakah teknik regresi data panel
dengan fixed effect model lebih baik dari common effect model. Pengujian ini mengunakan
rendundant fixed effect digunakan untuk memilih model terbaik antara model common effect
model dan fixed effect model dengan megunakan uji Likelihood Ratio. Ketika nilai probabilitas
Cross-section ChiSquare dari uji Likelihood Ration kurang dari aplha 5 persen maka fixed effect
model dapat dipilih, namun jika lebih dari alpha 5 persen maka common effect model yang
dipilih.
2. Uji Hausman, Menurut Gujarati (2012), pengujian ini digunakan untuk model terbaik antara
fixed effect model dengan random effect model. Ketika nilai probabilitas Cross-section random
lebih besar dari alpha 5 persen, maka random effect model lebih baik dipilih dari pada fixed
effect model. Namun apabila nilai probabilitas Cross-section random kurang dari alpha 5
persen, maka fixed effect model lebih baik dipilih dari pada random effect model.
3. Uji Lagrange Multiplier, Menurut Gujarati (2012) uji ini digunakan untuk mengetahui apakah
random effect model lebih baik dari common effect model. Uji signifikansi random effect ini
dikembangkan oleh Breusch-Pagan. Pengujian didasarkan pada nilai residual dari metode
common effect. Dimana ketika p-value pada kolom both di baris Breusch-Pagar kurang dari
0,05 maka random effect model diterima, dan common effect model ditolak. Namun sebaliknya
jika lebih dari 0,05 maka model random effect ditolak, dan common effect diterima.
Uji Hipotesis
a. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel independent secara bersama-sama terhadap
variabel dependen dari suatu persamaan regresi dengan menggunakan hipotesis statistik. Dengan nilai
prob F-stat, jika probability < α maka H0 ditolak dan H1 diterima, jika probability > α maka H0
diterima dan H1 ditolak.
b. Uji T
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen, yaitu pengaruh masing-masing variabel independen yang terdiri atas urbanisasi (X1),
indeks pembangunan manusia (X2), dan pertumbuhan ekonomi (X3) terhadap tingkat kemiskinan (Y)
yang merupakan variabel dependennya. Dengan melihat nilai probability setiap variabel independent,
jika probability < α maka H0 ditolak dan H1 diterima, jika probability > α maka H0 diterima dan H1
ditolak.
c. Koefisien Determinasi (Adjusted R square)
Koefisien determinasi dipergunakan untuk melihat bagaimana variabel bebas dalam model regresi
mampu menjelaskan varibael terikat. Atau lebih tepatnya berapa tepat kita memilih varibel bebas
sebagai penjelas variabel terikat dalam suatu model regresi.
Koefisien determinasi berganda (R2) pada intinya mengukur seberapa kemampuan model dalam
menerapkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol sampai satu. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat
terbatas.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Objek Penelitian
Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di dunia. Posisi
Indonesia yang terletak pada koordinat 6°LU - 11°´LS dan dari 95°BT-141°45´BT dimana dilintasi
garis katulistiwa yang menjadikan Indonesia memiliki sektor pertanian yang besar. Indonesia juga
merupakan negara kepulauan yang diapit oleh Samudra Hindia, dan Samudra Pasifik yang menjadikan
indonesia juga memiliki potensi hasil laut yang besar pula.
Luas daratan Indonesia sebebsar 1.922.570 km2, dan luas perairan 3.257.483 km2. Indonesia terdiri
dari lima pulau besar, yang terbesar Kalimantan dengan luas 539.460 km2, Sumatera dengan luas
473.606 km2, Papua dengan luas 421.981 km2, Sulawesi dengan luas 189.216 km2, dan Jawa dengan
luas 132.107 km2. Meski pulau Jawa masuk urutan ke-lima namun di pulau ini lebih dari setengah
penduduk Indonesia bermukim. Sedangkan batas wilayah Indonesia diukur dari kepulauan dengan
menggunakan teritorial laut sebesar 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif sebsar 200 mil laut.
Indoensia dalam pemerintahanya menganut sistem disentralisasi. Dimana saat ini terdapat 34
Provinsi yang sah dalam pemerintahan. Dalam Provinsi dibagi menjadi 403 kabupaten, dan 98 kota
yang dibagi lagi menjadi kecamatan, dan dibagi lagi menjadi kelurahan, desa, dan sebagainya. Dimana
ditiap Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, dan Desa ada pemimpin masing-masing, namun semua
akan tunduk pada Presiden yang memerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gambaran Kondisi dan Perkembangan Kemiskinan di Indonesia
Perkembangan tingkat kemiskinan di tiap Provinsi dapat mengambarkan secara umum kemiskinan
di Indonesia. Tercatat dari tahun 2011 sampai 2015 dari lebih dari separu Provinsi yang ada di
Indonesia kemiskinan mengalami penurunan. Lebih dalam lagi tingkat kemiskinan di seluruh Provinsi
yang ada di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Papua mengalami penurunan dari tahun 2011 sampai 2015.
Pada rentan tahun yang sama di Pulau Sumatera hanya Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi yang
kemiskinan mengalami peningkatan, sisanya mengalami penurunan, di Pulau Sulawesi hanya Provinsi
Sulawesi Utara yang mengalami peningkatan kemiskinan, sisanya mengalami penurunan, dan di Pulau
Nusa Tenggara hanya Provinsi Bali yang mengalami peningkatan kemiskinan, sisanya mengalami
penurunan.
Gambaran Kondisi dan Perkembangan Urbanisasi di Indonesia
Perkembangan tingkat urbanisasi di tiap Provinsi dapat mengambarkan secara umum urbanisasi
yang ada di Indonesia. Tercatat tingkat urbanisasi dari tahun 2011 sampai 2015 hampir seluruh
Provinsi yang ada di Indonesia mengalami peningkatan. Lebih dalam lagi tingkat urbanisasi di seluruh
Provinsi yang ada di Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan Papua mengalami peningkatan dari tahun 2011
sampai 2015.
Pada rentan tahun yang sama di Pulau Sumatera hanya Provinsi Jambi, yang mengalami
penurunan, sisanya mengalami peningkatan, di Pulau Sulawesi hanya Provinsi Sulawesi Barat yang
mengalami penurunan tingkat urbanisasi, sisanya mengalami peningkatan, dan di Pulau Kalimantan
hanya Provinsi Kalimantan Timur yang mengalami penurunan tingkat urbanisasi, sisanya mengalami
peningkatan.
Gambaran Kondisi dan Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Indonsia dari tahun 2011 sampai 2015 seluruh
Provinsi mengalami kenaikan. Hal ini berarti Indikator kesehatan, pendidikan, dan standar hidup
masyarakat disetiap Provinsi mengalami peningkatan. Untuk Indeks Pembangunan Manusia paling
tinggi pada tahun 2015 ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta dimana hanya sebesar 78,99 persen.
Selanjutnya pada tahun yang sama posisi kedua, dan ketiga untuk Indeks Pembangunan Manusia
paling tinggi di tempati oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 77,59 persen, dan Provinsi Kalimantan
Timur sebesar 74,17 persen.
Untuk Indeks Pembangunan Manusia paling rendah pada tahun 2015 ditempati oleh Provinsi Papua
sebesar 57,25 persen. Selanjutnya pada tahun yang sama posisi kedua, dan ketiga Indeks
Pembangunan Manusia paling rendah di tempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 62,67
persen, dan Provinsi Sulawesi Barat sebesar 62,96 persen.
Gambaran Kondisi dan Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2011 sampai 2015 hampir setengah Provinsi yang ada di
Indonesia mengalami peningkatan. Untuk pertumbuhan ekonomi paling tinggi pada tahun 2015
ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat dimana sebesar 21,24 persen. Hal ini dapat dijelakan
karena pada tahun 2015 di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat aktifitas perushaan pertambangan
biji logan yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara pesat. Selanjutnya pada tahun yang sama
posisi kedua, dan ketiga di tempati oleh Provinsi Sulawesi dan Provinsi Papua.
Untuk pertumbuhan ekonomi paling rendah pada tahun 2015 ditempati oleh Provinsi Kalimantan
Timur sebesar negatif 1,28 persen. Selanjutnya pada tahun yang sama posisi kedua, dan ketiga untuk
pertumbuhan ekonomi terendah di tempati oleh Provinsi Aceh sebesar negatif 0,72 persen, dan
Provinsi Riau sebesar 0,22 persen.
Analisis Regresi
Tabel 4.5: Output Regresi data Panel
Sumber: Hasil Eviews 9
1. Redundant Fixed effect – Likelihood Ratio
Pengujian ini digunakan untuk memilih model terbaik antara common effect model dengan fixed
effect model adalah dengan uji Likelihood Ratio. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh
nilai probabilitas Cross-section ChiSquare sebesar 0,0000 dan signifikan terhadap alpha 5 persen
sehingga kesimpulanya fixed effect model dapat dipilih.
Tabel 4.6 : Uji Likelihood Ratio
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 202,951412 (32,129) 0,0000
Cross-section Chi-square 649,862157 32 0,0000
No Dependent Variabel:
Tingkat Kemiskinan (Y)
Model
Common Fixed effect Random effect
1 Konstanta
Standar Error
Probabilitas
81,97302
8,154309
0,0000
54,01281
4,805237
0,0000
54,43535
4,591260
0,0000
2 Urbanisasi (X1)
Standar Error
Probabilitas
-0,003076
0,031623
0,9226
-0,140714
0,045635
0,0025
-0,109104
0,034233
0,0017
3 IPM (X2)
Standar Error
Probabilitas
-0,983989
0,134373
0,0000
-0,523233
0,072314
0,0000
-0,548617
0,070531
0,0000
4 Pertum Eko (X3)
Standar Error
Probabilitas
-0,549376
0,180788
0,0028
-0,078929
0,043681
0,0731
-0,090003
0,043397
0,0397
5 R2
0,465291 0,989586 0,383928
6 Adj R2
0,455327 0,986760 0,372449
7 F
Prob F
46,69942
0,000000
350,2287
0,000000
33,44441
0,000000
8 Durbin Watson 0,079347 1,709530 1,356292
Sumber : Hasil Eveiws 9
2. Correlated Fixed effect – Hausman Test
Pengujian ini digunakan untuk model terbaik antara fixed effect model dengan random effect model.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diketahui bahwa probabilitas Cross-section random
sebesar 0,1678 dan tidak signifikan dengan alpha 5 persen. Sehingga dapat disimpulkan model yang
digunakan adalah random effect model.
Tabel 4.7: Hausman Test
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 5,055130 3 0,1678
Sumber : Hasil Eveiws 9
3. Lagrange Multiplier
Pengujian ini digunakan ketika hausman test menyimpulkan random effect adalah model yang
tepat. Pengujian ini membandingkan random effect model dengan common effect model. Berdasarkan
hasil p-value pada kolom both di baris Breusch-Pagar sebesar 0,0000 kurang dari 0,05 maka random
effect model diterima dan common effect model ditolak. Sehingga dari ketiga pengujian ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa random effect model adalah model yang paling tepat.
Tabel 4.8: Lagrange Multiplier
Cross-section Test Hypothesis Time Both
Breusch-
Pagan
298,6400
(0,0000)
1,913929
(0,1665)
300,5539
(0,0000) Sumber : Hasil Eveiws 9
Pengujian Statistik Analisis Regresi
a. Uji t
Nilai probabilitas dari urbanisasi (X1) sebesar 0,0017, indeks pembangunan manusia (X2) sebesar
0,0000, dan pertumbuhan ekonomi (X3) sebesar 0,0397 kurang dari alpha 5 persen. Berdasarkan
kriteria probabilitas < alpha 5 persen. Sehingga ketiga variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap variabel terikat.
b. Uji F
Berdasarkan tabel 4.5 random effect model nilai probablitias (F-statistik) sebesar 0,000000 kurang
dari alpha 5 persen. Berdasarkan kriteria probabilitas (F-statistik) < alpha 5 persen, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel urbanisasi, indeks pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi
secara bersama signifikan terhadap variabek terikat yakni tingkat kemiskinan.
c. Koefisien Determinasi (adjusted R²)
Berdasarkan hasil dari tabel 4.5 pada random effect model diperoleh nilai koefisien determinasi
(Adjusted R-squared) sebesar 0,3724 atau sebesar 37,24 persen. Hal ini berarti bahwa variabel
urbanisasi, indeks pembangunan manusia, dan pertumbuhan ekonomi dapat menjelaskan tingkat
kemiskinan sebesar 37,24 persen. Meskipun koefisien determinasi pada random effect model ini
terbilang kecil jika dibandingkan dengan koefisien determinasi pada fixed effect model yang hampir
mendekati 1. Namun hal ini harus diwaspadai ketika nilai Adjusted R-squared yang besar apalagi
sangat mendekati 1. Hal ini dapat disebabkan karena fixed effect model mengunakan variabel dummy
yang bisa saja menangkap variabel-variabel yang belum kita gunakan pada model kita. Sehingga
degree of freedom yang ada dalam fixed effect model akan berkurang, yang berimplikasi pada presisi
model kita menjadi kurang efisien.
Menurut Widarjono (2016), Berbeda dengan fixed effect model yang menambahkan variabel
dummy namun mengurangi degree of freedom, random effect model mambahkan variabel gangguan
(error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu, dan antar kabupaten/kota.
Teknik metode OLS (common effect model dan fixed effect model) tidak dapat digunakan untuk
mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk menggunakan Metode Generalized
Least Square (GLS) yang dinterpretasikan pada random effect model.
Menurut Baltagi (2006), ketika random effect model terpenuhi asumsinya, sesungguhnya random
effect model lebih efisien dari fixed effect model meskipun dalam kondisi tersebut Adjusted R-squared
hasil dari model random ini lebih kecil dibandingkan dari Adjusted R-squared yang dihasilkan fixed
effect model.
Hasil Analisis Random effect model
Adapun persamaan regresi yang didapatkan adalah sebagai berikut.
Y = 55,43535 – 0,109104 (X1) – 0,548617 (X2) – 0,090003 (X3) + e
Dari persamaan di atas, dapat dijabarkan atau diinterpretasikan hubungan antara variable bebas dan
variable terikat sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar 55,43535 artinya jika tidak ada variabel bebas urbanisasi (X1), indeks
pembangunan manusia (X2), dan pertumbuhan ekonomi (X3), maka tingkat kemiskinan akan
meningkat sebesar 55,43535
b. Variabel urbanisasi (X1) bernilai negatif, dan berpengaruh secara signifikan atau secara nyata
terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2011-2015. Dimana ketika terjadi peningkatan
urbanisasi sebesar 1 persen maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0,109104 persen
dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.
c. Variabel indeks pembangunan manusia (X2) menujukan nilai yang negatif dan berpengaruh
secara signifikan atau secara nyata terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2011-2015.
Dimana ketika terjadi peningkatan indeks pembangunan manusia sebesar 1 persen maka tingkat
kemiskinan akan berkurang sebesar 0,548617 persen ketika mengangap variabel lain konstan.
d. Variabel pertumbuhan ekonomi (X3) menunjukan nilai yang negatif dan berpengaruh secara
signifikan atau secara nyata terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2011-2015.
Dimana ketika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka tingkat
kemiskinan akan berkurang sebesar 0,090003 persen ketika menganggap variabel lain konstan.
Pembahasan
a. Urbanisasi dan Kemiskinan
Menurut Bintarto (1986), adanya urbanisasi atau perubahan suatu daerah menjadi perkotaan dapat
menciptakan perkembangan diberbagai sektor yang berakibat semakin banyak lapangan pekerjaan
yang terbuka. Sektor ekonomi yang ada akan mulai bervariasi. Sehingga urbanisasi atau perubahan
suatu daerah menjadi perkotaan, akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih beragam. Jumlah
tenaga kerja pada berbagai sektor lapangan pekerjaan utama dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa urbanisasi memiliki peran di dalamnya. Tercatat
dalam kurun waktu 27 tahun, lebih dari 50 juta orang mendapatkan kesempatan untuk bekerja di
berbagai sektor pada lapangan pekerjaan utama, karena semakin banyak lapangan pekerjaan yang
muncul. Sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat meningkatkan standar hidup mereka yang
berimplikasi pada menurunnya tingkat kemiskinan yang ada.
Namun jika dilihat nilai koefisien yang kecil, ini menandakan pengaruh urbanisasi kecil
peranannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Di Indonesia proses urbanisasi memang
menciptakan lapangan pekerjaan yang beragam, terutama urbanisasi yang disebabkan karena adanya
alur pedangangan. Daerah-daerah seperti Surabaya, Jakarta, Bali, Medan, Makasar, dan lain-lain akan
menciptakan berbagai lapangan pekerjaan baik disektor formal, dan informal. Namun masalahnya jika
adanya urbanisasi hanya menguntungkan berapa orang yang memiliki sumber daya yang melimpah,
maka hanya sedikit orang yang dapat meningkatkan standar hidup mereka, sehingga urbanisasi ini
malah hanya menciptakan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin parah.
Tidak semua masyarakat di Indonesia dapat merasakan manfaat dari urbanisasi. Urbanisasi hanya
dapat dirasakan masyarakat yang tinggal di kota, dan di daerah sekitar perkotaan. Sedangkan Indonesia
adalah negara dengan setengah dari jumlah penduduk tinggal di pedesaan, dan tingkat kemiskinan
paling besar dari tahun ke tahun selalu disumbang oleh daerah pedesaan. Disini Urbanisasi tidak dapat
berbuat banyak untuk menurunkan kemiskinan di daerah pedesaan.
Urbanisasi juga dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Proses urbanisasi
ini akan membawa tenaga kerja yang terdidik, dan tidak. Tenaga kerja yang terdidik akan
mendapatkan pekerjaan yang layak, dan tenaga kerja yang tidak terdidik mungkin hanya bekerja
disektor informal, atau malah menganggur. Namun jika hal ini terus menerus berlangsung lapangan
pekerjaan di perkotaan akan penuh yang mengakibatkan banyak orang kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan. Sehingga dengan terpaksa mereka akan menjadi pengangguran terdidik maupun tidak.
Tentunya hal ini hanya akan menjadi beban perkotaan, sehingga proses urbanisasi malah memperparah
tingkat kemiskinan yang ada.
b. Indeks Pembangunan Manusia dan Kemiskinan
Investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan perbaikan standar hidup masyarakat yang
merupakan komponen pembentuk indeks pembangunan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Tercatat menurut Badan Pusat Statistik (2017) dari tahun 2010 sampai tahun 2013 terjadi peningkatan
jumlah produktivitas tenaga kerja di berbagai subsektor. Produktivitas yang meningkat ini disebabkan
karena banyak masyarakat yang sudah dilatih atau diberi pengetahuian tentang bagaimana
memproduksi barang lebih banyak lagi. Kesehatan masyarakat yang lebih terjamin menjadikan lebih
banyak waktu yang dapat digunakan untuk belajar atau bekerja. Sehingga dari adanya peningkatan
produktivitas maka akan dapat meningkatkan pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki kondisi perekonomian mereka, dan akhirnya mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Ketika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka penghasilan yang akan didapatkan
semakin besar, hal ini sesuai dengan data yang ada di lapangan. Tercatat menurut Badan Pusat Statistik
(2017) penghasilan pada tahun 2016 seseorang dengan tingkat pendidikan terakhir sekolah dasar hanya
sebesar 1,38 juta, pendapatan seseorang akan terus meningkat seiring peningakatan jenjang pendidikan
terakhir yang ditamatkan. Ketika seseorang melajutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti
univesitas maka penghasilan yang bisa didapat jauh lebih besar dari lulusan sekolah dasar, yakni
sebesar 3,63 juta. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak
pengetahuan, ketrampilan, dan pola pikir seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan lebih
sistematis, dan rapi jika dihadapkan pada persoalan di dunia kerja. Sehingga hal ini yang dibayar lebih
oleh perusahaan-perusahaan, karena seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih bisa
dipercaya untuk menjabat pada posisi-posisi penting yang penuh dengan resiko.
Namun jika dilihat nilai koefisien yang kecil, ini menandakan pengaruh indeks pembangunan
manusia kecil peranannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Meningkatnya indeks pembangunan
manusia adalah cerminan semakin membaiknya kualitas sumber daya manusia yang ada. Namun jika
perbaikan sumber daya manusia tidak di imbangi dengan peningkatan lapangan pekerjaan yang ada,
maka pengangguran terdidik maupun tidak terdidik malah akan semakin meningkat. Hal ini akan
mengindikasikan bahwa indeks pembangunan manusia yang tinggi saja tidak cukup untuk menurunkan
tingkat kemiskinan yang ada, karena tidak ada lapangan pekerjaan yang dapat digunakan masyarakat
sebagai sarana untuk meningkatkan standar hidup mereka.
Tercatat menurut Badan Pusat Statistik (2017) pada tahun 2013 lebih dari 600 ribu orang yang
memiliki pendidikan akhir SMA ke atas masih menganggur, dan pada tahun 2017 jumlah
pengangguran dari lulusan SMA ke atas malah mengalami peningkatan hampir mendekati 1 juta orang.
Sebenarnya harapan seseorang ketika memiliki pendidikan yang tinggi adalah demi untuk
mendapatkan pekerjaan strategis, dengan upah yang tinggi, sehingga standar kehidupan mereka akan
meningkat. Namun pada kenyataannya tingginya tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin
nantinya seseorang bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah yang diingikan. Hal ini disebabkan
lapangan pekerjaan yang tersedia semakin lama semakin sempit, padalah jumlah lulusan SMA ke atas
ini semakin tahun semakin meningkat, sehingga tidak semua tenaga kerja yang berpendidikan tinggi
dapat diserap oleh pasar tenaga kerja. Malahan demi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
mendesak para lulusan SMA ke atas ini akan rela untuk bekerja pada lapangan pekerjaan yang
seharusnya diperuntukan oleh lulusan SMA ke bawah, sehingga akan memperparah persaingan di
pasar tenaga kerja.
c. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan merubah negara yang dahulunya
bertumpu pada perekonomian tradisional menjadi negara yang bertumpu pada perekonomian modern.
Sehingga lapangan pekerjaan banyak tersedia dari adanya perubahan perekonomian ini. Salah satu
tanda negara mulai menuju ke perekonomian modern adalah dari adanya industrialisasi yang akan
membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. Dari adanya peningkatan lapangan perkerjaan akan dapat
membantu banyak masyarakat untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka, dan akhirnya
mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Namun jika dilihat nilai koefisien yang kecil, ini menandakan pengaruh pertumbuhan ekonomi
kecil peranannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Di Indonesia pertumbuhan ekonomi merubah
negara kita ke arah dengan perekonomian modern yang menciptakan industrialiasai. Menurut Bintarto
(1986), Industrialisasi akan menyerap tenaga kerja di daerah sekitar tempat industri tadi berdiri.
Namun jika dilihat perkembangannya Industri di Indonesia tidak dapat menyerap penawaran tenaga
kerja yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Sehingga masih banyak tenaga kerja yang terpaksa
menganggur, dan hidup dalam kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statisik (2017) lebih dari tiga perempat industri Indonesia ada di Pulau Jawa
sedangkan sisanya berada di luar Jawa. Jumlah industri yang hampir tiga perempat berada di Pulau
Jawa ini hanya memberikan kesempatan keja yang lebih baik bagi para penduduk pulau Jawa,
sedangkan Pulau besar seperti Kalimatan, Sumatera, Sulawesi, Papua, dan Pulau-Pulau Kecil di luar
Jawa hanya merasakan manfaat adanya industri ini yang tidak begitu besar. Padahal jumlah penduduk
luar Jawa lebih dari 100 juta penduduk, dengan jumlah industri yang terbilang sangat jauh jumlahnya
ketimbang industri yang berada di Pulau Jawa, menjadikan tidak banyak penduduk luar Jawa dapat
menikmati manfaat dari adanya industrialisasi ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (2017) pada tahun 2008 jumlah industri hampir mencapai angka 26
ribu, namun pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi tak lebih dari 24 ribu, dan pada tahun
2014 mengalami peningkatan mencapai 24,5 ribu. Namun jumlah industri di Indonesia pada tahun
2014 jauh lebih kecil daripada tahun 2008. Penurunan jumlah industri ini dapat menyebabkan tingkat
pengangguran semakin meningkat, karena jumlah lapangan pekerjaan semakin berkurang. Sehingga
adanya industrialiasi ini tidak maksimal dalam menurunkan tingkat kemiskinan.
E. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Urbanisasi memiliki pengaruh secara nyata terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Namun
pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kemiskinan tebilang kecil. Di Indonesia proses
urbanisasi atau perubahan suatu daerah menjadi perkotaan memang menciptakan lapangan
pekerjaan yang beragam, terutama urbanisasi yang disebabkan karena adanya alur
pedangangan. Disini urbanisasi hanya menguntukan beberapa orang yang memiliki sumber
daya, sehingga hanya sedikit orang yang dapat meningkatkan standar hidup mereka. Kemudian
tidak semua masyarakat di Indonesia dapat merasakan manfaat dari urbanisasi. Urbanisasi
hanya dapat dirasakan masyarakat yang tinggal di kota, dan di daerah sekitar perkotaan.
Sedangkan Indonesia adalah negara dengan setengah dari jumlah penduduknya tinggal di
pedesaan, dan tingkat kemiskinan paling besar dari tahun ke tahun selalu disumbang oleh
daerah pedesaan. Disini Urbanisasi tidak dapat berbuat banyak untuk menurunkan kemiskinan
di daerah pedesaan. Urbanisasi disini juga dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari
desa ke kota. Proses urbanisasi ini akan membawa tenaga kerja yang terdidik, dan tidak. Namun
jika hal ini terus menerus berlangsung lapangan pekerjaan di perkotaan akan penuh yang
mengakibatkan banyak orang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, dan terpakasa menjadi
pengangguran. Tentunya hal ini hanya akan menjadi beban perkotaan, sehingga proses
urbanisasi malah memperparah tingkat kemiskinan yang ada.
2. Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh secara nyata terhadap penurunan tingkat
kemiskinan. Namun pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kemiskinan tebilang kecil.
Meningkatnya indeks pembangunan manusia adalah cerminan membaiknya kualitas sumber
daya manusia. jika perbaikan sumber daya manusia tidak diimbangi dengan peningkatan
lapangan pekerjaan, maka tingkat pengangguran akan semakin meningkat. Hal ini
mengindikasikan bahwa indeks pembangunan manusia yang tinggi saja tidak cukup untuk
menurunkan tingkat kemiskinan yang ada, karena tidak ada lapangan pekerjaan yang dapat
digunakan masyarakat sebagai sarana untuk meningkatkan kondisi perekonomian mereka.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh secara nyata terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
Namun pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kemiskinan tebilang kecil. Pertumbuhan
ekonomi akan merubah negara dengan perekonomian tradisional ke arah perekonomian
modern, yang salah satunya dapat dilihat dari adanya industrialisasi. Dimana dari adanya
industrialisasi akan membuka lapangan perkerjaan bagi masyarakat. Namun jika dilihat
perkembangannya Industri di Indonesia tidak dapat menyerap penawaran tenaga kerja yang
terus bertambah dari tahun ke tahun. Maka hal ini akan menyebabkan semakin banyak tenaga
kerja yang menganggur, dan hidup dalam kemiskinan.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Pemerintah sebaiknya menciptakan proses urbanisasi yang mendorong proses yang sinergik
dari keberagaman sosial, ekonomi, dan budaya. Bukan dimotori oleh proses ekspansi dan
suksesi (pengusuran kampung, dan lain-lain) yang menciptakan ketamakan akan sumber daya
yang ada, namun suatu proses kebersamaan menuju pembangunan kota yang penuh solidaritas,
toleransi, kerjasama antar strata sosial, dan tentunya manusiawi. Sehingga dari adanya
urbanisasi akan menciptakan pemerataan ekonomi, yang akan berpengaruh positif bagi seluruh
penduduk di suatu negara. Seperti kesempatan untuk meningkatkan standar hidup, mendapatkan
pekerjaan yang layak, mendapatakan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, dan lain-lain.
Pemerintah sebaiknya membantu masyarakat yang ingin melakukan perpindahan dari desa ke
kota dengan cara seperti: mempermudah akses transportasi, mempersiapkan keterampian para
penduduk desa, dan membantu memberdayakan para penduduk desa ketika sudah berada di
perkotaan. Masyarakat sendiri dalam melaukan urbanisasi lebih baik sadar akan kemampuanya
terlebih dahulu, memastikan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) terpenuhi ketika
mereka berada di perkotaan, Sehingga ketika mereka melakukan perpindahan tidak menjadi
beban bagi daerah perkotaan.
2. Pemerintah sebaiknya meningkatkan indeks pembangunan manusia dengan dibarengi
penciptaan lapangan pekerjaan sebesar mungkin. Hal ini disebakan karena indeks pembangunan
manusia yang tinggi tanpa adanya peningkatan lapangan pekerjaan maka tidak ada tempat
untuk masyarakat keluar dari kemiskinan. Pemerintah juga sebaiknya memasukan materi
kewirausahaan sejak duduk dibangku sekolah dasar, sehingga nantinya akan muncul banyak
kegiatan kewirausahaan yang nantinya dapat membuka banyak lapangan pekerjaan. Pemerintah
diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, dan standar hidup dengan
cara seperti: mempermudah akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, mengratiskan biaya
kesehatan bagi masyarakat, meningkatkan kualitas guru agar para murid dapat lebih mudah
memahami materi yang ada, menekan biaya pendidikan agar lebih murah sehingga masyarakat
dapat meraih pendidikan setinggi-tingginya, menjaga kondisi harga barang (terutama kebutuhan
pokok) agar standar hidup masyarakat tidak semakin sulit di capai. Masyarakat sendiri juga
diharapkan untuk tidak berpangku tangan dengan lapangan pekerjaan formal (terutama bagi
seseorang dengan pendidikan akhir SMA ke atas), lebih baik seseorang melakukan kegiatan
kewirausahaan untuk nantinya dapat membuka lapangan pekerjaan yang akan menyerap banyak
tenaga kerja, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat meningkatkan standar hidup
mereka.
3. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara merata, salah satu yang
dapat dilakukan adalah mempermudah munculnya industri besar, sedang, kecil, dan mikro baik
di daerah perkotaan, dan pedesaan. Sehingga semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka,
maka tingkat pengangguran akan berkurang, pendapatan seseorang dapat ditingkatkan, dan
kondisi ekonomi mereka juga akan ikut meningkat. Pemerintah dapat meningkatkan belanja
negara untuk menciptakan effect multiplier. Namun disini pemerintah juga harus lebih berhati-
hati dalam membelanjakan anggaranya. Lebih baik memilih produsen yang mengunakan bahan
baku dari dalam negeri lebih banyak, daripada pada produsen yang mengunakan bahan baku
luar negeri. Hal ini untuk mencegah larinya manfaat dari belanja negara ke luar negeri,
sehingga produsen dalam negeri dapat terus bersaing, dan tetap memperkerjakan tenaga kerja
mereka. Pemerintah juga harus mengawasi tingkat upah yang para perusahaan, terutama para
buruh. Dimana disini pemerintah diharapkan untuk bisa menetapkan upah minimal diatas biaya
hidup. Sehingga upah tadi bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja.
Pemerintah disini juga perlu untuk menjaga pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik lagi,
dengan mempermudah masyarakat yang ingin melakukan investasi, menjaga inflasi agar
konsumsi masyarakat tidak berkurang, dan meningkatkan ekspor, dan menekan impor sebisa
mungkin. Masyarakat sendiri ketika bekerja harus lebih produktif, terutama mereka yang
bekerja sebagai buruh. Hal ini untuk menjaga kondisi perusahaan tempat mereka bekerja, agar
tidak bangkrut, dan nantinya tetap memperkerjakan mereka. Masyarakat disini juga diharapkan
meningkatkan konsumsi barang dan jasa yang di produksi oleh industri dalam negeri. Hal ini
untuk menjaga agar industri dalam negeri tatap bisa bertahan dan tetap memperkerjakan para
pekerja yang umumnya orang-orang lokal.
F. DAFTAR PUSTAKA
Arouri Dkk. 2016. Does Urbanization Reduce Rural Poverty? Evidence From Vietnam. Economic
Modelling. Vol. 60 pp. 253–270.
Badan Pusat Statistik. 2015. Indeks Pembangunan Manusia 2014 Metode Baru. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Perhitungan, dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia 2016. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi.
(https://www.bps.go.id. diakses pada tanggal pada 5 Januari 2017.)
Badan Pusat Statistik. 2017. Jumlah Penduduk Kota menurut Provinsi. (https://www.bps.go.id.
diakses pada tanggal pada 5 Januari 2017.)
Badan Pusat Statistik. 2017. Jumlah Penduduk Provinsi. (https://www.bps.go.id. diakses pada
tanggal pada 5 Januari 2017.)
Badan Pusat Statistik. 2017. Laju Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
menurut Provinsi. (https://www.bps.go.id. diakses pada tanggal 5 Januari 2017.)
Badan Pusat Statistik. 2017. Tingkat Kemiskinan Provinsi. (https://www.bps.go.id. diakses pada
tanggal pada 5 Januari 2017.)
Baltagi. B. H. 2006. Panel Data Econometrics. Amsterdam: Elsevier
Bank Dunia. 2007. Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta.
Bank Dunia. 2017. Populasi Dunia. (http://wdi.worldbank.org/table/2.1. dikases pada tanggal 5
Januari 2017.)
Bintarto. 1986. Urbanisasi Dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Calì M. and Menon C. 2009. Does Urbanisation Affect Rural Poverty? Evidence From Indian.
London : Spatial Economics Research Centre (SERC).
Fitri. E. L. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Pasaman.
Sumatera Utara :Universitas Sumatera Utara.
Guharati dan Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Hutabarat. E. 2016. Pengaruh Desentralisasi Fiskal, Pengeluaran Pemerintah, dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Kemiskinan (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Tahun
2002-2013. Yogyakarta :Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Kementerian Sosial RI, dan Badan Pusat Statistik. 2012. Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan
Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (Ppls) 2011. Jakarta.
Lipsey dkk. 1991. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Pananrangi. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan. Jurnal Plano
Madani. Vol. 1 No. 1.
Pratama. Y. C. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia. Jurnal
Bisnis dan Manajemen. Vol. 4 No.2.
Puspita. D. W. 2015. Analisis Determinan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal of
Economics and Policy. Vol. 8 No. 1.
Putri. A. M. P. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2008-2012. Yogyakarta :Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Ravallion dkk. 2007. New Evidence On The Urbanization Of Global Poverty. World Bank Policy
Research Working Paper 4199.
Simanjuntak. P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
Soetomo. S. 2012. Urbanisasi dan Morfologi Proses Perkembangan Peradapan dan Wadah Ruang
Fisiknya : Menuju Ruang Kehidupan yang Manusiawi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suliswanto. 2010. Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pemabagunan Manusia
(IPM) Terhadap Angka Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Universitas
Brawijaya Malang. Vol.8 No. 2.
Tambunan. T. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta : Galia
Indonesia.
Tjipthoherijanto P. 1997. Migrasi Urbanisasi Pasar Kerja di Indonesia. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Todaro dan Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi. Alih Bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Widarjono. A. 2016. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wulandari. F. H. 2016. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Pengangguran, Dan Pendidikan
Terhadap Kemiskinan Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012. Yogyakarta :Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.