data indeks kinerja pembangunan tahun 2013
TRANSCRIPT
KERJASAMA
Bappeda Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA SAMBUTAN
“Om, Swastiastu”
Dengan menghaturkan angayubagya kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
Asung Kertha Wara Nugraha-Nya publikasi “IINNDDEEKKSS
KKIINNEERRJJAA PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN DDAAEERRAAHH TTAAHHUUNN 22001133” dapat
disusun sesuai dengan rencana.
Publikasi ini menyajikan informasi ringkas tentang
keberhasilan kinerja pembangunan daerah dan diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
perencanaan pembangunan, pengembangan wilayah dan
mengantisipasi pembangunan kedepan, agar pemerintah
daerah mempunyai arah, strategi dan kebijakan dalam
pembangunan wilayah.
Penyusunan Indeks Kinerja Pembangunan Daerah ini,
disadari masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan
masukan untuk penyempurnaannya sangat kami harapkan.
Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih, semoga
kerjasama ini dapat berkesinambungan pada masa yang akan
datang.
“Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om”
Denpasar, Desember 2014 Kepala Bappeda Provinsi Bali
Ir. I PUTU ASTAWA, M.M.A Pembina Utama Muda
NIP. 19611231 198302 1 055
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
“Om, Swastyastu”
Dengan mengucapkan puji syukur kehadapan Ida Sang
Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, “IINNDDEEKKSS KKIINNEERRJJAA
PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN DDAAEERRAAHH TTAAHHUUNN 22001133” ini dapat disusun
dan dipublikasikan dengan baik.
Buku Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi dan
Kabupaten/Kota se Bali ini merupakan kerjasama antara
Bappeda Provinsi Bali dengan Badan Pusat Statistik Provinsi
Bali. Publikasi ini untuk memberikan gambaran singkat
mengenai perkembangan pembangunan pemerintah daerah
baik dari sisi aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan
publik dan aspek daya saing daerah. Data yang dimuat dalam
publikasi ini meliputi indikator-indikator yang berhubungan
dengan ketiga aspek pengukuran tersebut yang tersedia sampai
tingkat kabupaten/kota. Diharapkan publikasi ini dapat
membantu memberikan infomasi yang dibutuhkan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penerbitan publikasi ini, disampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih.
“Om, Santih, Santih, Santih, Om”
Denpasar, Desember 2014 Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali,
PANUSUNAN SIREGAR
Pembina Utama Muda
NIP. 19580314 198302 1 001
Halaman ini sengaja dikosongkan
DDAAFFTTAARR IISSII
HALAMAN JUDUL i KATA SAMBUTAN iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii
33..11.. PPeemmbbaanngguunnaann EEkkoonnoommii 6633 33..22.. PPeenngguukkuurraann IInnddeekkss KKiinneerrjjaa
PPeemmbbaanngguunnaann 7722
BAB III PEMBANGUNAN DAN MODEL PENGUKURAN
22..11.. PPeenngguukkuurraann 99
22..22.. PPaarraammeetteerr KKiinneerrjjaa 1100
22..33.. PPrroosseess HHiirraarrkkii AAnnaalliittiikk 5577
BAB II INDIKATOR PENGUKURAN
44.. IInnddeekkss KKiinneerrjjaa PPeemmbbaanngguunnaann PPrroovviinnssii BBaallii ~~ 8899
44..11.. AAssppeekk KKeesseejjaahhtteerraaaann MMaassyyaarraakkaatt 9911
44..22.. AAssppeekk PPeellaayyaannaann UUmmuumm 9988
44..33.. AAssppeekk DDaayyaa SSaaiinngg DDaaeerraahh 110055 44..44.. IInnddeekkss KKiinneerrjjaa PPeemmbbaanngguunnaann
KKaabbuuppaatteenn//KKoottaa 110099
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
55..11 SSiimmppuullaann 111155
55..22 SSaarraann 111166
55..33 RReekkoommeennddaassaaii KKaabb..//KKoottaa 111166 LAMPIRAN
BAB V PENUTUP
11..11.. LLaattaarr BBeellaakkaanngg 33
11..22.. MMaakkssuudd ddaann TTuujjuuaann 55
11..33.. SSuummbbeerr DDaattaa 55 11..44.. SSiisstteemmaattiikkaa PPeennuulliissaann 66
BAB I PENDAHULUAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Sumber Data
Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
2 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I Pendahuluan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 3
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses
perubahan yang meliputi berbagai dimensi untuk
mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan
ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan
lingkungan dan peningkatan kualitas manusia untuk
memperbaiki kualitas hidupnya.
Sejak dimulainya otonomi daerah pada tahun
1999, wewenang serta peran serta pemerintah daerah
dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan
menjadi semakin besar. Ditetapkannya undang-undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempatnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, memberikan
hak otonomi yang semakin luas bagi daerah. Pemberian
hak otonomi yang luas bagi daerah pada dasarnya
memiliki tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Di samping itu, melalui otonomi yang lebih luas, daerah
diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan, kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
BAB I Pendahuluan
4 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut,
pemerintah tentunya akan merencanakan dan
melaksanakan program-program pembangunan.
Berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan
yang dilaksanakan daerah, maka proses perencanaan,
penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengorganisasian,
pengawasan, pengendalian, pembiayaan, koordinasi,
penyempurnaan serta pengembangannya harus dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu setiap
program kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
hendaknya menganut prinsip penyelenggaraaan
pemerintahan yang baik, yaitu pemerintahan yang
transparan, efektif dan efisien, dapat diukur tingkat
keberhasilannya, serta dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat (akuntabiltas). Untuk mewujudkan
hal tersebut, maka monitoring maupun evaluasi sangat
diperlukan.
Kegiatan monitoring maupun evaluasi sebagai
bagian dari manajemen kinerja memerlukan data dan
informasi sebagai landasan dalam mengukur kemajuan
pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah
sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 tahun
2004. Ketersediaan data dan informasi yang mampu
memenuhi kebutuhan daerah dalam pembangunan
daerah sangat penting untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, daerah
membutuhkan pemahaman akan potensi dan kekuatan
yang dimiliki serta kebutuhan daerah (local needs). Oleh
karena itu, melalui indikator untuk pengukuran dan
BAB I Pendahuluan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 5
evaluasi kinerja ini diharapkan akan mampu memenuhi
kebutuhan tersebut.
1.2. Maksud dan Tujuan
Indeks kinerja pembangunan daerah yang
meliputi kondisi yang ada, permasalahan, potensi
wilayah, prioritas dan kebijakan pembangunan mampu
memberikan gambaran yang jelas terhadap hasil-hasil
pembangunan yang diukur dari berbagai aspek baik
sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Indeks kinerja
pembangunan daerah dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan wilayah yang sistematis dan strategis
dan mengantisipasi pembangunan ke depan, agar
Pemerintah Daerah mempunyai arah, strategi dan
kebijakan dalam pengembangan wilayah.
1.3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penyusunan
publikasi ini adalah hasil pengumpulan dan
penghitungan data yang dilakukan oleh BPS serta
beberapa data yang bersumber dari dinas/instasi
terkait baik berupa data primer maupun data
administrasi.
1.4. Sistematika Penulisan
Dalam Penyusunan Analisis Kinerja
Pembangunan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Bali
Tahun 2013 sistematika laporan penulisan hasilnya
terdiri dari lima bagian yaitu sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
6 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
I Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Sumber Data
4. Sistematika Penulisan
II. Indikator Pengukuran
1. Pengukuran
2. Parameter Kinerja
3. Proses Hierarki Analitik
III. Pembangunan dan Model Pengukuran
1 Pembangunan Ekonomi
2. Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan
IV. Hasil dan Pembahasan
1 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2 Aspek Pelayanan Umum
3 Aspek Daya Saing Daerah
4 Indeks Kinerja Pembangunan
V. Penutup
1 Simpulan
2. Saran
3. Rekomendasi Kab./Kota
Bab II INDIKATOR
PENGUKURAN
Pengukuran
Parameter Kinerja
Proses Hirarki Analitik
BAB II Indikator Pengukuran
8 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 9
2.1. Pengukuran
Pengukuran adalah kegiatan yang sistimatik
untuk menyatakan suatu keadaan atau gejala dalam
kuantitatif. Bentuk kuantitatif yang berupa angka
selanjutnya dianalisis untuk menentukan kemampuan
sesuatu yang dianalisis.
Pengukuran kinerja merupakan
usaha untuk menentukan
kemajuan/kemunduran suatu
program/kegiatan yang
ditentukan oleh indikator-
indikator yang mewakilinya, seperti pembangunan
daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan
sebagainya.
Pengukuran terhadap kinerja suatu daerah
dapat memberi manfaat antara lain sebagai alat untuk
mengidentifikasikan apakah tuntutan masyarakat sudah
terpenuhi; membantu dalam memahami proses
penyelenggaraan otonomi daerah serta menegaskan
hal-hal yang telah dicapai serta menyingkap
permasalahan yang belum diketahui; untuk meyakinkan
bahwa keputusan yang diambil secara obyektif bukan
semata karena emosional maupun intuisi semata; untuk
menunjukkan perbaikan-perbaikan yang harus
dilakukan; untuk memperlihatkan keberhasilan yang
telah dicapai; dan dapat dijadikan referensi bagi
pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan.
Saat ini, pemerintah daerah dituntut untuk lebih
kompetitif, responsif, dan akuntabel dalam
“ … paradigma Good Governance yang mengedepankan
keterpaduan dan keselarasan antara pemerintah (state),
swasta (private) dan masyarakat (society) … “
BAB II Indikator Pengukuran
10 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu
ketersediaan informasi kinerja daerah dapat menjawab
segala kebutuhan tersebut.
2.2. Parameter Kinerja
Indeks kinerja pembangunan daerah yang
meliputi kondisi existing, permasalahan, potensi
wilayah, prioritas dan kebijakan pembangunan mampu
memberikan gambaran yang jelas terhadap hasil-hasil
pembangunan yang diukur dari berbagai aspek baik
sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Indeks kinerja
pembangunan daerah dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan wilayah yang sistematis dan strategis
dan mengantisipasi pembangunan ke depan, agar
Pemerintah Daerah mempunyai arah, strategi dan
kebijakan dalam pengembangan wilayah.
Dalam undang-undang No. 32 tahun 2004
disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-udangan. Sedangkan daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah dengan kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 11
mengisyaratkan bahwa pemerintah daerah bukan satu-
satunya pelaku dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Sejalan dengan paradigma yang ada saat ini
dimana dalam pembangunan daerah keterlibatan
swasta dan masyarakat menjadi semakin kental
sehingga kinerja daerah dapat diartikan bagaimana
pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat
sebagai suatu sistem yang menjalankan fungsi dalam
penyelenggaraan otonomi daerah.
Dalam Pasal 2 ayat 3 UU. No. 32 Th. 2004
disebutkan bahwa: “Pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-
luasnya kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya
saing daerah”.
Isi pasal tersebut menjelaskan bahwa apa yang
sebenarnya menjadi parameter keberhasilan kinerja
otonomi daerah. Keberhasilan daerah seyogyanya
diletakkan pada sejauh mana daerah mampu mencapai
tujuan otonomi daerah. Akan tetapi keberhasilan
tersebut tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja
namun sektor swasta dan masyarakat juga ikut andil
serta didalamnya. Hal ini sejalan dengan paradigma
Good Governance yang mengedepankan keterpaduan
dan keselarasan antara pemerintah (state), swasta
(private) dan masyarakat (society) sebagai suatu sistem.
Dengan demikian pengkuruan kinerja daerah
merupakan usaha untuk mengetahui sejauh mana
kinerja daerah dalam pencapaian tujuan
BAB II Indikator Pengukuran
12 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
penyelenggaraan otonomi daerah sebagai suatu sistem
yang melibatkan tiga domain yang terkait yakni negara,
swasta dan masyarakat. Adapun parameter kinerja yang
digunakan sebagai berikut:
1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
2. Peningkatan pelayanan publik
3. Peningkatan daya saing daerah
Ketiga parameter tersebut akan dibandingkan dengan
capaian akhir pembangunan daerah yang dalam hal ini
akan diwakili dengan indikator Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
Dalam perspektif otonomi, pemberdayaan
ketiga elemen tersebut merupakan salah satu sarana
dan kondisi utama untuk tercapainya tujuan tersebut.
Oleh karena itu pemberdayaan ketiga elemen dapat
dijadikan instrumen untuk tercapainya tujuan otonomi
daerah. Dengan cara pandang ini perbaikan dalam
pemenuhan kebutuhan daerah dan perluasan akses
merupakan hal yang penting.
2.2.1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Usaha untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat merupakan salah satu dasar dari
pembentukan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan. Suatu pemerintahan yang
terdesentralisasi dianggap lebih mampu mendorong
proses pemberdayaan dan perbaikan kesejahteraan.
Kebijakan desentralisasi didesain untuk menciptakan
empowering welfare. Empowering welfare memiliki arti
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 13
bahwa kesejahteraan harus dikaitkan dengan proses
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan
kapasitas dan potensi seluruh anggota masyarakat.
Dalam proses pemberdayaan masayarakat terdapat dua
elemen yang tidak dapat dipisahkan yaitu self
actualization dan self determination. Proses yang
pertama mengacu kepada suatu rangakaian usaha yang
dilakukan oleh anggota masyarakat dalam rangka
mengembangkan kemampuannya dalam kehidupan
sosial seperti kemampuan dalam bidang kesenian,
teknologi, olah raga dan sebagainya. Sementara itu self
determination adalah usaha yang dilakukan untuk
memperjuangkan aspirasi dan kebutuhannya dalam
proses pembuatan keputusan kolektif. Kemampuan
dalam self determination sangat penting untuk
mendukung self actualization disamping sebagai
jaminan agar kebijakan oleh pemerintah dapat
memperhatikan kekhususan kebutuhan setiap kategori
sosial dalam masyarakat.
Sementara itu, UNDP mengenalkan konsep
pembangunan yang berfokus kepada manusia. Dalam
konsep ini, manusia merupakan aktor utama dan pusat
gravitasi dari pengembangan berbagai sistem yang
mengatur berbagai dimensi kebutuhan kolektif.
Menurut UNDP (2001) pengembangan manusia sebagai
aktor pembangunan harus didasarkan pada empat
elemen kunci, yaitu:
1. Produktifitas (productivity): manusia harus
berkemampuan untuk meningkatkan
produktifitasnya dan berpartisipasi penuh
BAB II Indikator Pengukuran
14 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dalam proses mencari penghasilan dan
lapangan kerja.
2. Pemerataan (equity): setiap orang harus
memiliki kesempatan yang sama dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Artinya, semua hambatan terhadap peluang
ekonomi, politik dan sosial harus
dihapuskan sehingga semua orang dapat
berpartisipasi dan mendapatkan manfaat
dari peluang yang tersedia.
3. Keberlanjutan (sustainable): akses terhadap
peluang/ kesempatan harus tersedia bukan
hanya untuk generasi sekarang tapi juga
untuk generasi yang akan datang. Semua
bentuk sumber daya – fisik, manusia, alam –
harus dapat diperbaharui.
4. Pemberdayaan (Empowering):
pembangunan harus dilakukan oleh semua
orang dan bukan semata-mata dilakukan
untuk kepentingan-kepentingan tersendiri
atau kelompok. Dengan demikian setiap
orang harus berpartisipasi penuh dalam
pengambilan keputusan dan proses yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
Paralel dengan penekanan pada prinsip –
prinsip pembangunan yang berfokus kepada manusia,
konsep kesejahteraan lebih menekankan pada model
empowering welfare. Model empowering welfare tentu
saja menghendaki adanya human capability
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 15
(kemampuan manusia). Oleh karena itu harus
memperhatikan bidang – bidang yang dianggap esensial
bagi pengembangan harkat dan martabat manusia
sebagai aktor dalam sistem ekonomi, sistem politik,
sistem budaya dan keagamaan, sistem sosial dan sistem
lingkungan hidup.
Dengan cara pandang seperti ini maka
peningkatan kesejahteraan menurut pendekatan
empowering welfare dapat diukur melalui pendekatan
materi dan non materi yang dapat diterjemahkan dalam
kelompok-kelompok indikator. Kelompok indikator
empowering welfare itu antara lain:
1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
merupakan dimensi material dari
kesejahteraan. Dalam pengkuran ini
dipergunakan beberapa indikator, antara
lain;
a. Pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada tingkat
regional (provinsi/kabupaten/kota)
menggambarkan kemampuan suatu
wilayah untuk menciptakan output
(nilai tambah) pada waktu tertentu.
PDRB dibentuk melalui berbagai sektor
ekonomi yang mencakup sektor
pertanian; pertambangan dan
penggalian; industri pengolahan;
listrik, gas, dan air bersih; konstruksi;
BAB II Indikator Pengukuran
16 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
perdagangan, restoran dan hotel;
pengangkutan dan komunikasi;
lembaga keuangan; dan jasa-jasa
lainnya.
b. Laju inflasi merupakan ukuran yang
dapat menggambarkan
kenaikan/penurunan harga dari
sekelompok barang dan jasa yang
berpengaruh terhadap kemampuan
daya beli masyarakat. Inflasi
didasarkan pada Indeks harga
konsumen (IHK) secara sampel di 66
kota di Indonesia yang mencakup 284-
441 komoditas yang dihitung
berdasarkan pola konsumsi hasil
Survei Biaya Hidup (SBH). Angka inflasi
disajikan pada tingkat provinsi.
c. PDRB per kapita dihitung berdasarkan
pendapatan regional neto atas dasar
biaya faktor dibagi dengan jumlah
penduduk regional pertengahari tahun.
d. Indeks Gini merupakan koefisien yang
didasarkan pada kurva lorenz, yaitu
sebuah kurva pendapatan kumulatif
yang membandingkan distribusi dari
suatu variabel tertentu (misalnya
pendapatan) dengan distribusi uniform
(seragam) yang mewakili persentase
kumulatif penduduk. Koefisien gini
didefinisikan sebagai A/(A+B), jika A=0
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 17
koefisien gini bernilai 0 yang berarti
pemerataan sempurna, jika B=0
koefisien gini akan bernilai 1 yang
berarti ketimpangan sempurna.
e. Pemerataan pendapatan ini
diperhitungkan berdasarkan
pendekatan yang dilakukan oleh Bank
Dunia, yaitu dengan mengelompokkan
penduduk ke dalam tiga kelompok
berdasarkan besarnya pendapatan.
40% penduduk berpendapatan rendah;
40% penduduk berpendapatan
menengah, dan 20% berpendapatan
tinggi. Ketimpangan pendapatan
diukur dengan menghitung persentase
jumlah pendapatan penduduk dari
kelompok yang berpendapatan 40%
terendah dibandingkan total
pendapatan seluruh penduduk.
Kategori ketimpangan ditentukan
sebagai berikut:
i. jika proporsi jumlah pendapatan
dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah
terhadap total pendapatan
seluruh penduduk kurang dari 12
persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan tinggi.
ii. jika proporsi jumlah pendapatan
dari penduduk yang masuk
BAB II Indikator Pengukuran
18 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
kategori 40 persen terendah
terhadap total pendapatan
seluruh penduduk antara 12-17
persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan
sedang/menengah.
iii. jika proporsi jumlah pendapatan
dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah
terhadap total pendapatan
seluruh penduduk lebih dari 17
persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan rendah.
f. Indeks ketimpangan Williamson
(Indeks Ketimpangan Regional), adalah
indeks untuk mengukur ketimpangan
pembangunan antarkecamatan di suatu
kabupaten/kota atau antar
kabupaten/kota di suatu provinsi
dalam waktu tertentu.
Adapun formula yang dipakai dalam setiap
pengukuran kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
adalah sebagai berikut:
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 19
Tabel 1. Indikator Pengukuran Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
FOKUS INDIKATOR FORMULA
1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
a. Pertumbuhan PDRB (PDRB (t+1) - PDRB (t)} / PDRB (t) X 100%
Laju Inflasi b. Laju inflasi provinsi (Inf (t +1) - Inf (t)} / Inf (t) X 100%
Pendapatan per kapita
c. PDRB per kapita PDRB
Penduduk pertengahan tahun
Ketimpangan kemakmuran
d. Indeks Gini k
G = l - fpi (Fci + Fci-l ) I
Dimana: fpi = frekuensi penduduk pada kelas pendapatan ke i
Fci = frekuensi kumulatif dari total pendapatan pada pendapatan ke i
k = banyak kelas
Fci - l = frekuensi kumulatif dari total pendapatan pada kelas pendapatan kelas ke i
Pemerataan pendapatan
e. Pemerataan pendapatan versi Bank Dunia
YD4 = Qi-l - 40 - Pi
X qi Pi – Pi-l
YD4 = Persentase pendapatan yang diterima oleh 40 % penduduk lapisan bawah
Qi -l = Persentase kumulatif pendapatan ke i-1 Pi = Persentase kuraulatif penduduk ke i qi = Persentase pendapatan ke i
Ketimpangan regional
Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional)
IW = (Yi –Y)2 fi l n
Y Tingkat kabupaten/kota Yi = PDRB perkapita di kecamatan I Y = PDRB perkapita rata-rata kab/kota fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di kab/kota
Tingkat Provinsi
Yi = PDRB perkapita di kab/kota i
Y = PDRB perkapita rata-rata provinsi
fi = jumlah penduduk di kab/kota i
n = jumlah penduduk di provinsi
BAB II Indikator Pengukuran
20 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
2. Kesejahteraan Sosial
Indikator yang dipergunakan adalah:
a. Angka melek huruf (dewasa) adalah
proporsi penduduk berusia 15 tahun ke
atas yang dapat membaca dan menulis
dalam huruf latin atau lainnya.
b. Angka rata-rata lama sekolah adalah
rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan
oleh penduduk usia 15 tahun ke atas
untuk menempuh semua jenis
pendidikan formal yang pernah
dijalani.
c. Angka partisipasi murni adalah
perbandingan penduduk usia antara 7
hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah
pada tingkat pendidikan
SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah
penduduk berusia 7 hingga 18 tahun.
d. Angka partisipasi kasar adalah
perbandingan jumlah siswa pada
tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA
dibagi dengan jumlah penduduk
berusia 7 hingga 18 tahun,
e. Angka pendidikan yang ditamatkan
adalah menyelesaikan pelajaran pada
kelas atau tingkat terakhir suatu
jenjang sekolah di sekolah negeri
maupun swasta dengan mendapatkan
surat tanda tamat belajar/ijazah.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 21
f. Angka kelangsungan hidup bayi adalah
probabilitas bayi hidup sampai dengan
usia 1 tahun. Angka kelangsungan
hidup bayi = (1-angka kematian bayi).
Angka kematian bayi dihitung dengan
jumlah kematian bayi usia dibawah 1
tahun dalam kurun waktu setahun per
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama.
g. Angka usia harapan hidup pada waktu
lahir adalah perkiraan lama hidup rata-
rata penduduk dengan asumsi tidak
ada perubahan pola mortalitas
menurut umur.
h. Persentase balita gizi buruk adalah
persentase balita dalam kondisi gizi
buruk terhadap jumlah balita, Keadaan
tubuh anak atau bayi dilihat dari berat
badan menurut umur. Klasifikasi status
gizi dibuat berdasarkan standar
WHO/NCHS.
i. Persentase penduduk di atas garis
kemiskinan dihitung dengan
menggunakan formula (100 - angka
kemiskinan). Angka kemiskinan adalah
persentase penduduk yang masuk
kategori miskin terhadap jumlah
penduduk. Penduduk miskin dihitung
berdasarkan garis kemiskinan. Garis
kemiskinan adalah nilai rupiah
BAB II Indikator Pengukuran
22 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
pengeluaran per kapita setiap bulan
untuk memenuhi standar minimum
kebutuhan-kebutuhan konsumsi
pangan dan non pangan yang
dibutuhkan oleh individu untuk hidup
layak.
j. Persentase jumlah penduduk yang
memiliki lahan adalah perbandingan
jumlah penduduk yang memiliki lahan
terhadap jumlah penduduk dikali 100.
k. Rasio penduduk yang bekerja adalah
perbandingan jumlah penduduk yang
bekerja terhadap jumlah angkatan
kerja. Jika yang tersedia adalah angka
pengangguran, maka angka yang
digunakan adalah = (1 - angka
pengangguran).
l. Angka kriminalitas yang tertangani
adalah penanganan kriminal oleh
aparat penegak hukum
(polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas
yang ditangani merupakan jumlah
tindak kriminal yang ditangani selama
1 tahun terhadap 10.000 penduduk.
Adapun formula yang dipakai dalam setiap
pengukuran kesejahteraan sosial adalah sebagai
berikut:
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 23
Tabel 2. Indikator Pengukuran Kesejahteraan Sosial
3. Seni Budaya dan Olah Raga
Pengukuran kinerja dalam bidang seni
budaya dan olah raga merupakan
pendekatan kesejahteraan yang sifatnya
berdimensi non material. Kesejahteraan
dalam dimensi ini merefleksikan
kesejahteraan kehidupan kolektif dalam
rangka meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat. Karena sifatnya yang bersifat
2. Kesejahteraan Sosial
Pendidikan
a. Angka melek huruf
b. Angka rata-rata lama sekolah
c. Angka partisipasi murni
d. Angka partisipasi kasar
e. Angka pendidikan yang
ditamatkan
Penduduk usia 15 th ke atas dapat baca tulis Penduduk usia 15 th ke atas
X 100
Kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang
pendidikan yang sedang dijalani, kelas yg
diduduki, dan pendidikan yang ditamatkan. Banyaknya murid usia 7-12, 13-15, 16-18 th
Banyaknya penduduk usia 7-12, 13-15,16-18 th Banyaknya penduduk usia 7-12, 13 -15, 16 - 18 th
x 100
Banyaknya murid SD, SLTP, SLTA . Banyaknya penduduk usia 7-12, 13-15,16-18 th
x 100
Penduduk tamat (< SD, SD, SLTP, SLTA, Univ)
Jumlah penduduk x 100
Kesehatan
f. Angka kelangsungan hidup bayi
g. Angka usia harapan hidup
h. Persentase balua gizi
buruk
(1 - angka kematian bayi) Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk
dengan asumsi tidak ada perubahan pola
mortalitas menurut umur.
Jumlah balita gizi buruk
Jumlah balita
x 100
Kemiskinan
i. Persentase penduduk diatas garis kemiskinan
(100 -angka kemiskinan )
Kepemilikan tanah j. Persentase penduduk yang memiliki iahan
Penduduk memiliki Iahan
Jumlah penduduk x 100
Kesempatan kerja
k. Rasio penduduk yang bekerja
Penduduk yang bekerja Angkatan kerja
Kriminalitas
l. Angka kriminalitas yang tertangani
Jumlah tindak kriminal tertangani dalam 1 tahun
Jumlah penduduk x 10000
BAB II Indikator Pengukuran
24 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
abstrak, pengukuran untuk parameter ini
diterjemahkan dengan pendekatan bahwa
setiap orang harus memiliki kesempatan
yang sama dalam kehidupan seni budaya
dan berolah raga. Dalam hal ini, semua
hambatan terhadap akses dalam bidang ini
harus dihapuskan sehingga semua orang
dapat berpartisipasi dan mendapatkan
manfaat dari peluang yang tersedia.
Beberapa indikator pengukuran parameter
seni budaya dan olah raga adalah:
a. Jumlah grup kesenian adalah jumlah
grup kesenian per 10.000 penduduk.
b. Jumlah gedung kesenian adalah jumlah
gedung kesenian per 10.000 penduduk.
c. Jumlah klub olahraga adalah jumlah
klub olahraga per 10.000 penduduk.
d. Jumlah gedung olahraga adalah jumlah
gedung olahraga per 10.000 penduduk.
Adapun formula yang dipakai dalam setiap
pengukuran kesejahteraan sosial adalah sebagai
berikut:
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 25
Tabel 3. Indikator Pengukuran Seni Budaya dan Olah Raga
2.2.2. Peningkatan Pelayanan Publik/Umum
Menurut perspektif teori kontrak sosial,
pelayanan umum merupakan dasar moral berdirinya
suatu negara. Pelayanan umum dapat diartikan sebagai
suatu proses kegiatan penyediaan pelayanan oleh
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah
sendiri dan/atau pihak lain, seperti swasta serta
masyarakat.
Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar
1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian
otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat. Uraian diatas mengisyaratkan
bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan ultimate
goal dari pemberian otonomi. Sementara itu pelayanan
dan pemberdayaan kepada masyarakat adalah
instrumental/intermediate goal yang menjadi sasaran
3. Seni Budaya dan Olah Raga
Grup kesenian a. Jumlah grup kesenian Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk
Gedung kesenian b. Jumlah gedung kesenian
Jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk
Klub olahraga c. Jumlah klub olahraga Jumlah klub olah raga per 10.000 penduduk
Gedung Olah Raga d. Jumlah gedung olah raga
Jumlah gedung olah raga per 10.000 penduduk
BAB II Indikator Pengukuran
26 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dan kondisi utama bagi terwujudnya kesejahteraan
masyarakat.
Penerapan kualitas dalam sektor publik dalam
konteks sistem pemerintahan secara konseptual dapat
dipahami dari dua level yaitu makro dan mikro. Pada
level makro, penerapan kualitas dipahami sebagai
upaya perbaikan hubungan antara masyarakat dan
negara. Hal ini berkaitan dengan perbaikan kualitas
hidup dan pemenuhan hak-hak pengguna pelayanan
sebagai warga negara yang berhadapan dengan negara.
Dalam konteks ini maka kualitas sering diartikan
sebagai pemberian pilihan, akses, partisipasi dalam
penentuan kebijakan layanan dan transparansi kepada
pengguna layanan. Pada level mikro, penerapan
kualitas berkaitan dengan perbaikan hubungan antara
birokrasi penyedia layanan dengan pengguna layanan.
Ini berkaitan dengan usaha memuaskan harapan dan
kebutuhan layanan melalui perbaikan dalam proses
penyedia layanan.
Untuk konteks otonomi daerah, pelayanan yang
wajib diberikan pemerintah daerah sesuai pasal 22 UU
No. 34 tahun 2004 sebagaimana tersebut diatas dapat
dikelompokan ke dalam pelayanan langsung dan tidak
langsung terkait dengan kesejahteraan masyarakat.
Pelayanan yang bersifat langsung tersebut dapat
dibedakan lagi menjadi pelayanan administratif dan
pelayanan social. Menurut William knox, pelayanan
minimal yang harus disediakan oleh pemerintah adalah
pelayanan yang menjamin proses reproduksi sistem
sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Pelayanan
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 27
minimal semacam ini berkaitan langsung dengan sarana
masyarakat sebagai suatu social entity untuk
mempertahankan (means of survival) dan
mengembangkan daya hidupnya. Dari serangkaian
kewajiban pemerintah menurut pasal 22 UU No. 34
tahun 2004, yang dimaksud pelayanan minimal adalah
pelayanan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat, pendidikan, kesehatan dan penyediaan
fasilitas social dan fasilitas umum. Untuk jenis
pelayanan terakhir ini secara minimal diartikan sebagai
fasilitas yang mendukung kemampuan interaksional
dan komunikasional para anggota-anggota masyarakat
untuk mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan
transaksi sosial dalam rangka memperkuat solidaritas
cultural dan ekonomi.
Otonomi daerah memberikan peluang untuk
terpenuhinya pelayanan minimal di daerah.
Kewenangan yang dimiliki daerah untuk
menyelenggarakan pelayanan umum sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi daerah akan mendekatkan
pelayanan tersebut pada masyarakat. Dengan demikian
diharapkan aspirasi masyarakat lebih terakomodir
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
pelayanan umum. Sebagai salah satu prasyarat untuk
mendekatkan pelayanan tersebut kepada masyarakat
adalah kemudahan akses yang artinya setiap orang
memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan akses
pelayanan. Dalam hal ini, semua hambatan-hambatan
terhadap akses dalam pelayanan tersebut harus
BAB II Indikator Pengukuran
28 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
diminimalisir sehingga semua orang dapat memperoleh
manfaat dari peluang yang tersedia.
Merujuk pada konsepsi mengenai pelayanan
minimal yang telah diuraikan diatas, maka indikator
kunci dalam pengukuran kinerja di bidang pelayanan
umum dalah sebagai berikut:
1. Pelayanan Dasar
Indikator dalam pengukuran parameter
pelayanan dasar adalah:
a. Pendidikan dasar
i. Angka partisipasi sekolah
adalah jumlah murid kelompok
usia pendidikan dasar (7-12
tahun dan 13-15 tahun) yang
masih menempuh pendidikan
dasar per 1.000 jumlah
penduduk usia pendidikan
dasar.
ii. Rasio ketersediaan sekolah
adalah jumlah sekolah tingkat
pendidikan dasar per 10000
jumlah penduduk usia
pendidikan dasar. Rasio ini
mengindikasikan kemampuan
untuk menampung semua
penduduk usia pendidikan
dasar.
iii. Rasio guru terhadap murid
adalah jumlah guru tingkat
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 29
pendidikan dasar per 1.000
jumlah murid pendidikan dasar.
Rasio ini mengindikasikan
ketersediaan tenaga pengajar.
Di samping itu juga untuk
mengukur jumlah ideal murid
untuk satu guru agar tercapai
mutu pengajaran.
iv. Rasio guru terhadap murid per
kelas rata-rata adalah jumlah
guru pendidikan dasar per kelas
per 1.000 jumlah murid
pendidikan dasar. Rasio ini
mengindikasikan ketersediaan
tenaga pengajar per kelas.
Disamping itu juga untuk
mengukur jumlah ideal guru per
kelas terhadap jumlah murid
agar tercapai mutu pengajaran.
b. Pendidikan menengah
i. Angka partisipasi sekolah
adalah jumlah murid kelompok
usia pendidikan menengah (16-
19 tahun) yang masih
menempuh pendidikan
menengah per 1,000 jumlah
penduduk usia pendidikan
menengah.
ii. Rasio ketersediaan sekolah
adalah jumlah sekolah tingkat
BAB II Indikator Pengukuran
30 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
pendidikan menengah per
10.000 jumlah penduduk usia
pendidikan menengah. Rasio ini
mengindikasikan kemampuan
untuk menampung semua
penduduk usia pendidikan
menengah.
iii. Rasio guru terhadap murid
adalah jumlah guru tingkat
pendidikan menengah per
1.000 jumlah murid pendidikan
menengah. Rasio ini
mengindikasikan ketersediaan
tenaga pengajar. Di samping itu
juga untuk mengukur jumlah
ideal murid untuk satu guru
agar tercapai mutu pengajaran.
iv. Rasio guru terhadap murid per
kelas rata-rata adalah jumlah
guru pendidikan menengah per
kelas per 1.000 jumlah murid
pendidikan menengah. Rasio ini
mengindikasikan ketersediaan
tenaga pengajar per kelas. Di
samping itu juga untuk
mengukur jumlah ideal guru
per kelas terhadap jumlah
murid agar tercapai mutu
pengajaran.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 31
v. Rasio posyandu per satuan
balita adalah jumlah posyandu
per 1.000 balita.
vi. Rasio puskesmas, poliklinik,
pustu terhadap penduduk
adalah jumlah puskesmas,
poliklinik, pustu per 1.000
penduduk.
vii. Rasio rumah sakit per satuan
penduduk adalah jumlah rumah
sakit per 10.000 penduduk.
Rasio ini mengukur
ketersediaan fasilitas rumah
sakit berdasarkan jumlah
penduduk.
viii. Rasio dokter per jumlah
penduduk adalah jumlah dokter
per 1.000 penduduk. Rasio ini
mengukur ketersediaan akses
penduduk terhadap tenaga
dokter.
ix. Rasio tenaga medis per jumlah
penduduk adalah jumlah tenaga
medis per 1.000 penduduk.
Rasio ini mengukur
ketersediaan akses penduduk
terhadap tenaga medis.
x. Persentase penanganan sampah
adalah proporsi volume sampah
BAB II Indikator Pengukuran
32 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
yang ditangani terhadap
volume produksi sampah.
xi. Persentase penduduk berakses
air bersih adalah proporsi
jumlah penduduk yang
mendapatkan akses air minum
terhadap jumlah penduduk
secara keseluruhan. Yang
dimaksud akses air bersih
meliputi air minum yang
berasal dari air mineral, air
leding/PAM, pompa air, sumur,
atau mata air yang terlindung
dalam jumlah yang cukup
sesuai standar kebutuhan
minimal.
xii. Persentase luas permukiman
yang tertata adalah proporsi
luas area permukiman yang
sesuai dengan peruntukan
berdasarkan rencana tata ruang
satuan permukiman terhadap
luas area permukiman
keseluruhan.
xiii. Proporsi panjang jaringan jalan
dalam kondisi baik adalah
panjang jalan dalam kondisi
baik dibagi dengan panjang
jalan secara keseluruhan
(nasional, provinsi, dan
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 33
kabupaten/kota). Hal ini
mengindikasikan kualitas jalan
dari keseluruhan panjang jalan.
xiv. Rasio jaringan irigasi adalah
perbandingan panjang jaringan
irigasi terhadap luas lahan
budidaya. Panjang jaringan
irigasi meliputi jaringan primer,
sekunder, tersier. Hal ini
mengindikasikan ketersediaan
saluran irigasi untuk kebutuhan
budidaya pertanian.
xv. Rasio tempat ibadah per satuan
penduduk adalah jumlah
ketersediaan tempat ibadah per
1.000 jumlah penduduk.
xvi. Persentase rumah tinggal
bersanitasi adalah proporsi
rumah tinggal bersanitasi
terhadap jumlah rumah tinggal.
xvii. Rasio tempat pemakaman
umum per satuan penduduk
adalah jumlah daya tampung
tempat. pemakaman umum per
1.000 jumlah penduduk.
xviii. Rasio tempat pembuangan
sampah (TPS) per satuan
penduduk adalah jumlah daya
tampung tempat pembuangan
BAB II Indikator Pengukuran
34 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
sampah per 1.000 jumlah
penduduk,
xix. Rasio rumah layak huni adalah
perbandingan jumlah rumah
layak huni dengan jumlah
penduduk.
xx. Rasio permukiman layak huni
adalah perbandingan luas
permukiman layak huni dengan
luas wilayah permukiman
secara keseluruhan. Indikator
ini mengukur proporsi luas
pemukiman yang layak huni
terhadap keseluruhan luas
pemukiman.
xxi. Rasio ruang terbuka hijau per
satuan luas wilayah adalah
perbandingan luas ruang
terbuka hijau terhadap luas
keseluruhan lahan yang
diberikan HPL/HGB.
xxii. Rasio bangunan ber-IMB per
satuan bangunan adalah
perbandingan jumlah
bangunan ber-IMB terhadap
jumlah seluruh bangunan yang
ada.
xxiii. Jumlah arus penumpang
angkutan umum (bis/kereta
api/kapal laut/pesawat udara)
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 35
yang masuk/keluar daerah
selama 1 (satu) tahun.
xxiv. Rasio ijin trayek adalah
perbandingan jumlah ijin
trayek yang dikeluarkan selama
1 (satu) tahun terhadap jumlah
penduduk.
xxv. Jumlah uji kir angkutan umum
selama 1 (satu) tahun.
xxvi. Jumlah pelabuhan
laut/udara/terminal bis yang
diukur berdasarkan jumlah
pelabuhan laut/udara/terminal
bis.
Tabel 4. Indikator Pengukuran Pelayanan Dasar
Pelayanan Dasar
Pendidikan
Pendidikan dasar:
a. Angka partisipasi sekolah
Jumlah murid usia pendidikan dasar Jumlah penduduk usia pendidikan dasar
x 1000
b. Rasio ketersediaan
sekolah/ penduduk usia sekolah
Jumlah sekolah pendidikan dasar Penduduk usia pendidikan dasar
x 10000
c. Rasio guru/murid Jumlah guru pendidikan dasar
Jumlah murid pendidikan dasar x 1000
d. Rasio guru/murid per kelas rata-rata
Jumlah guru sekolah pendidikan dasar per kelas
Jumlah murid pendidikan dasar
x 1000
Pendidikan menengah:
e. Angka partisipasi sekolah
Jumlah murid usia pendidikan menengah
Jumlah penduduk usia pendidikan menengah
x 1000
f. Rasio ketersediaan
sekolah terhadap penduduk usia sekolah
Jumlah sekolah pendidikan menengah Penduduk usia
pendidikan menengah x 10.000
g. Rasio guru terhadap
murid
Jumlah guru pendidikan menengah
Jumlah murid pendidikan menengah
x 1000
h. Rasio guru terhadap
murid per kelas rata-rata
Jumlah guru sekolah pendidikan menengah per kelas Jumlah murid pendidikan menengah
BAB II Indikator Pengukuran
36 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Lanjutan Tabel 4.
Pelayanan Dasar
Kesehatan
i. Rasio posyandu per satuan balita
j. Rasio puskesmas,
poliklinik, pustu per satuan penduduk.
k. Rasio Rumah Sakit per
satuan penduduk l. Rasio dokter per
satuan penduduk m. Rasio tenaga medis
per satuan penduduk
Jumlah posyandu Jumlah balita
x 1000
Jumlah puskesmas, poliklinik, pustu Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah rumah sakit Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah dokter Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah tenaga medis Jumlah penduduk
x 1000
Lingkungan hidup
n. Persentase penanganan sampah
o. Persentase penduduk berakses air minum
p. Persentase luas
permukiman yang
tertata
Volume sampah yang ditangani Volume produksi sampah
x 100
Penduduk berakses air minum Jumlah penduduk
x 100
Luas area permukiman tertata Luas area permukiman
keseluruhan x 100
Sarana dan Prasarana Umum
q. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik
r. Rasio jaringan irigasi
s. Rasio tempat ibadah per satuan penduduk
t. Persentase rumah tinggal bersanitasi
u. Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk
v. Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
w. Rasio rumah layak huni
x. Rasio permukiman layak huni
Panjang jalan kondisi baik Panjang jalan seluruhnya
Panjang saluran irigasi Luas lahan budidaya pertanian
Jumlah tempat ibadah Jumlah penduduk
Jumlah rumah tinggal berakses sanitasi Jumlah rumah tinggal
x 100
Jumlah daya tampung tempat pemakaman umum Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah daya tampung TPS Jumlah penduduk
x 1000
Jumlah rumah layak huni Jumlah penduduk
Luas pemukiman layak huni Luas wilayah permukiman
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 37
Lanjutan Tabel 4.
2. Pelayanan Penunjang
Indikator dalam pengukuran parameter
pelayanan penunjang adalah:
i. Jumlah investor merujuk pada jumlah
proyek-proyek penanaman modal yang
diinvestasikan baik PMDN maupun
PMA selama 1 (satu) tahun.
ii. Nilai investasi merujuk pada besaran
rupiah dari proyek-proyek penanaman
modal yang diinvestasikan baik PMDN
maupun PMA selama 1 (satu) tahun.
iii. Rasio daya serap tenaga kerja adalah
perbandingan jumlah tenaga kerja
yang bekerja pada perusahaan
PMA/PMDN terhadap jumlah seluruh
PMDN dan PMA.
Penanaman modal terdiri dari
Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penataan Ruang
r. Rasio ruang terbuka hijau per satuan luas wilayah ber HPL/HGB
s. Rasio bangunan ber-IMB per satuan bangunan
Luas ruang terbuka hijau Luas wilayah ber HPL/HGB
Jumlah bangunan ber - IMB Jumlah bangunan
Perhubungan
t. Jumlah arus penumpang angkutan umum
ab. Rasio ijin trayek ac. Jumlah uji kir
angkutan umum
ad. Jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bis
Jumlah arus penumpang angkutan umum yang masuk/keluar daerah
Jumlah ijin trayek yang dikeluarkan Jumlah penduduk
Jumlah uji kir angkutan umum
Jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bis
BAB II Indikator Pengukuran
38 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN). Data bersumber dari Badan
Penanaman Modal (BPM). Data
PMA/PMDN yang dimaksud mengenai
proyek-proyek penanaman modal yang
disetujui pemerintah tidak termasuk
sektor minyak, asuransi, dan
perbankan.
iv. Persentase koperasi aktif adalah
proporsi jumlah koperasi aktif
terhadap jumlah seluruh koperasi.
v. Jumlah UKM non BPR/LKM dihitung
berdasarkan jumlah yang aktif.
vi. Jumlah BPR/LKM dihitung
berdasarkan jumlah yang aktif.
Kredit Usaha Kecil Menengah (KUKM)
untuk mengetahui fasilitas perkreditan
yang diberikan pada usaha kecil
menengah. Fasilitas perkreditan ini
mencakup keberadaan dari jumlah
koperasi aktif, jumlah UKM non
BPR/LKM serta jumlah BPR/LKM.
vii. Rasio penduduk ber-KTP adalah
perbandingan jumlah penduduk usia
17 tahun ke atas yang ber-KTP
terhadap jumlah penduduk usia 17
tahun ke atas atau telah menikah.
viii. Rasio bayi berakte kelahiran adalah
perbandingan jumlah bayi lahir dalam
1 tahun yang berakte kelahiran
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 39
terhadap jumlah bayi lahir pada tahun
yang sama.
ix. Rasio pasangan berakte nikah adalah
perbandingan jumlah pasangan nikah
dalam 1 tahun yang berakte terhadap
jumlah keseluruhan pasangan nikah
pada tahun yang sama.
Kependudukan dan catatan sipil untuk
mengetahui masalah kependudukan
yang terkait dengan tertib
administrasinya. Administrasi
kependudukan mencakup kartu tanda
penduduk (KTP), akte kelahiran, dan
surat-surat nikah.
x. Angka tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) per tahun adalah jumlah
angkatan kerja usia 15 tahun ke atas
per 1.000 jumlah penduduk usia 15
tahun ke atas. Angka ini
menggambarkan jumlah angkatan
kerja dari keseluruhan penduduk.
xi. Angka sengketa pengusaha-pekerja
per tahun adalah jumlah sengketa yang
terjadi per 1.000 jumlah perusahaan.
Angka ini mengindikasikan hubungan
antara pengusaha sebagai pemilik
modal dan pekerja sebagai penyedia
jasa tenaga. Semakin tinggi
sengketa antara pengusaha dengan
pekerja menunjukkan adanya
BAB II Indikator Pengukuran
40 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
ketidakharmonisan yang berakibat
pada penurunan investasi.
xii. Persentase partisipasi perempuan di
lembaga pemerintah adalah proporsi
perempuan yang bekerja pada lembaga
pemerintah terhadap jumlah seluruh
pekerja perempuan.
xiii. Persentase partisipasi perempuan di
lembaga swasta adalah proporsi
perempuan yang bekerja pada lembaga
swasta terhadap jumlah seluruh
pekerja perempuan.
xiv. Rasio KDRT adalah jumlah KDRT yang
dilaporkan dalam periode 1 (satu)
tahun per 1.000 rumah tangga.
Pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak : perlu akses seluas-
luasnya terhadap perempuan untuk
berperan aktif di semua bidang
kehidupan dalam rangka
pemberdayaan untuk menuju
kesetaraan gender. Untuk mengetahui
peran aktif perempuan dapat diukur
dari partisipasi perempuan di lembaga
pemerintah maupun swasta, besarnya
angka kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).
xv. Persentase tenaga kerja di bawah umur
adalah proporsi pekerja anak usia 5-14
tahun terhadap jumlah pekerja usia 5
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 41
tahun ke atas. Hal ini mengindikasikan
masih belum ada perlindungan anak.
Anak dianggap masih memiliki nilai
ekonomi dan seringkali anak
dieksploitasi.
xvi. Rata-rata jumlah anak per keluarga
adalah jumlah anak dibagi dengan
jumlah keluarga.
xvii. Rasio akseptor KB adalah jumlah
akseptor KB dalam periode 1 (satu)
tahun per 1000 pasangan usia subur
pada tahun yang sama.
Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera: untuk mengetahui tingkat
partisipasi pasangan usia subur (PUS)
terhadap KB. Besarnya angka
partisipasi KB (akseptor) menunjukkan
adanya pengendalian jumlah
penduduk.
xviii. Jumlah jaringan komunikasi adalah
banyaknya jaringan komunikasi baik
telepon genggam maupun stasioner.
xix. Rasio ketersediaan wartel/warnet
adalah jumlah wartel/warnet per 1.000
penduduk.
xx. Jumlah surat kabar nasional/lokal
adalah banyaknya jenis surat kabar
terbitan nasional/lokal yang masuk ke
daerah.
BAB II Indikator Pengukuran
42 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
xxi. Jumlah penyiaran radio/TV adalah
banyaknya penyiaran radio/TV
nasional maupun lokal yang masuk ke
daerah.
Komunikasi dan informatika: media
yang dapat digunakan untuk
memudahkan setiap orang
berkomunikasi, menambah
pengetahuan serta sebagai sarana
hiburan. Indikator yang digunakan
untuk mengukur kemudahan setiap
orang berkomunikasi yakni
tersedianya jaringan telepon, jumlah
wartel, jumlah surat kabar, stasiun
radio/TV, dan pos.
xxii. Persentase luas lahan bersertifikat
adalah proporsi jumlah luas lahan
bersertifikat (HGB, HGU, HM, HPL)
terhadap luas wilayah daratan.
Indikator pertanahan untuk
mengetahui tertib administrasi sebagai
kepastian dalam kepemilikan tanah.
xxiii. Rata-rata jumlah kelompok binaan
lembaga pemberdayaan masyarakat
(LPM) adalah banyaknya kelompok
binaan LPM dalam 1 (satu) tahun
dibagi dengan jumlah LPM.
xxiv. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK
adalah banyaknya kelompok binaan
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 43
PKK dalam 1 (satu) tahun dibagi
dengan jumlah PKK.
xxv. Jumlah lembaga swadaya masyarakat
(LSM) dihitung berdasarkan jumlah
LSM aktif.
xxvi. Jumlah perpustakaan.
xxvii. Jumlah pengunjung perpustakaan per
tahun.
xxviii. Rasio jumlah polisi Pamong Praja per
10.000 penduduk.
xxix. Jumlah Linmas per 10.000 penduduk.
xxx. Rasio Pos Siskamling per jumlah
desa/kelurahan adalah perbandingan
jumlah pos siskamling selama 1 (satu)
tahun dengan jumlah desa/kelurahan.
Penyelenggaraan keamanan dan
ketertiban masyarakat: untuk
memastikan tingkat keamanan dan
ketertiban masyarakat. Ukuran yang
digunakan untuk keamanan dan
ketertiban masyarakat adalah rasio
polisi pamong praja terhadap setiap
10.000 penduduk, jumlah Linmas
setiap 10.000 penduduk serta
tersedianya pos siskamling per
desa/kelurahan atau sebutan lain.
xxxi. Jumlah organisasi pemuda yang aktif
sampai dengan tahun pengukuran.
xxxii. Jumlah organisasi olahraga yang aktif
sampai dengan tahun pengukuran.
BAB II Indikator Pengukuran
44 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
xxxiii. Jumlah kegiatan (event) kepemudaan
dalam periode 1 (satu) tahun.
xxxiv. Jumlah kegiatan (event) olahraga
dalam periode 1 (satu) tahun.
Tabel 5. Indikator Pengukuran Pelayanan Penunjang
2. Pelayanan Penunjang
Penanaman Modal a. Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA)
b. Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA)
c. Rasio daya serap tenaga kerja
Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA)
Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA)
Jumlah tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN Jumlah seluruh PMA/PMDN
KUKM d. Persentase koperasi aktif
e. Jumlah UKM non BPR/LKMUKM
f. Jumlah BPR/LKM
Jumlah koperasi aktif Jumlah seluruh koperasi
x 100
Jumlah UKM aktif non BPR/LKM UKM
Jumlah BPR/LKM aktif
Kependudukan dan catatan sipil
f. Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk
g. Rasio bayi berakte kelahiran
h. Rasio pasangan berakte nikah
Jumlah penduduk usia > 17 yang berKTP Jumlah penduduk usia > 17 atau telah menikah
Jumlah bayi lahir yang mempunyai akte kelahiran Jumlah keseluruhan bayi lahir
Jumlah pasangan nikah berakte nikah Jumlah keseluruhan pasangan nikah
Ketenagakerjaan j Angka partisipasi angkatan kerja
k. Angka sengketa
pengusaha-pekerja per tahun
Angkatan kerja 15 tahun ke atas Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas x 100
Jumlah sengketa pengusaha pekerja Jumlah Perusahaan
x 1000
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
l. Persentase partisi-pasi perempuan di lembaga pemerintah
m. Partisipasi perempuan di lembaga swasta
n. Rasio KDRT
o. Persentase jumlah tenaga kerja dibawah umur
Pekerja perempuan di lembaga pemerintah Jumlah pekerja perempuan
x 100
Pekerja perempuan di lembaga swasta Jumlah pekerja perempuan
x 100
Jumlah KDRT Jumlah rumah tangga x 100
Pekerja anak usia 5-14 tahun Jumlah pekerja usia 5 tahun ke atas x 100
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 45
Lanjutan Tabel 5.
2.2.3. Perningkatan Daya Saing Daerah
Dalam penjelasan pasal 2 ayat 3 UU No. 32 tahun
2004 disebutkan bahwa daya saing daerah merupakan
kombinasi antara faktor ekonomi daerah, kualitas
kelembagaan publik, sumber daya manusia dan
teknologi yang secara keseluruhan membangun
kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain.
Peningkatan kapasitas daya saing daerah merupakan
upaya untuk menumbuhkan daya saing nasional.
Porter (2002), salah satu penggagas Global
Competitiveness Rangking, menyampaikan gagasan
mengenai berbagai sumber daya saing daerah.
Disebutkan bahwa daya saing daerah dan standard
2. Pelayanan Penunjang
KB dan KS p. Rata-rata jumlah anak per keluarga
q. Rasio akseptor KB
Jumlah anak Jumlah keluarga
Jumlah akseptor KB Jumlah pasangan usia subur x 100
Komunikasi dan Informatika
r. Jumlah jaringan komunikasi
s. Rasio wartel/warnet-terhadap penduduk
t. Jumlah surat kabar nasional/lokal
u. Jumlah penyiaran radio/TV lokal
Jumlah jaringan telepon genggam/stasioner
Jumlah wartel/warnet Jumlah penduduk x 100
Jenis surat kabar nasional/lokal yang masuk ke daerah Jumlah penyiaran radio/TV yang masuk ke daerah
Pertanahan v. Persentase luas lahan bersertifikat
Jumlah luas lahan bersertifikat Jumlah luas wilayah x 100
Pemberdayaan masyarakat dan desa
w. Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdaya-an masyarakat (LPM)
x. Rata-rata jumlah
kelompok binaan PKK
y. Jumlah LSM
Jumlah kelompok binaan LPM
Jumlah LPM
Jumlah kelompok binaan PKK Jumlah PKK
Jumlah LSM yang aktif
BAB II Indikator Pengukuran
46 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
hidup (kesejahteraan) dalam konteks wilayah
ditentukan oleh produktivitas yang dicapai dengan
memberdayaan sumber daya manusia, modal (capital)
dan sumber daya alam suatu daerah. Ditekankan bahwa
definisi dari suatu daya saing daerah adalah
produktivitas. Menurut Porter ukuran yang paling tepat
dalam mengukur daya saing daerah adalah
produktivitas. Sementara produktivitas ditentukan oleh
nilai barang dan jasa serta efisiensi dalam produksinya.
Produktivitas dalam suatu daerah adalah sebuah reflesi
atau cerminan dari pilihan yang dilakukan baik oleh
perusahaan lokal maupun non lokal yang berada di
lokasi (daerah) tersebut untuk melakukan aktivitas
ekonomi. Produktivitas dari industri lokal adalah hal
yang mendasar dan sangat penting dalam meningkatkan
daya saing.
Dalam daya saing daerah dijelaskan bahwa
daerah bersaing dalam menawarkan lingkungan bisnis
yang paling produktif bagi kegiatann usaha. Sektor
publik dan sektor swasta memainkan peran yang
berbeda namun saling terkait dalam usaha menciptakan
perekonomian yang produktif. Oleh karena itu,
persaingan diperlukan untuk menarik atau menjaga
agar para pelaku usaha tetap melakukan kegiatan
ekonomi di daerah tersebut. Kemampuan daerah dalam
mengembangkan potensi lokal yang berkelanjutan akan
terlihat dari daya saing daerah itu.
Daya saing melibatkan berbagai dimensi yang
berbeda yang saling berinteraksi satu sama lain.
Kompleksitas faktor-faktor pembentuk daya saing
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 47
dalam konteks daerah, yaitu daya saing suatu wilayah
terlihat dari beragam indikator yang ditampilkan dalam
studi yang berbeda.
Dari berbagai model pengukuran daya saing
disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
mengukur daya saing terutama ditekankan pada faktor-
faktor yang membentuk daya saing dan output dari
kemampuan ekonomi suatu daerah. Terdapat kelompok
besar indikator daya saiang yaitu perekonomian daerah,
kelembagaan publik, infrastruktur dan sumberdaya
manusia. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
pembentuk daya saing adalah indikator input daya saing
suatu daerah dan sebagai outputnya adalah
produktivitas. Hal ini karena kualitas kelembagaan
publik, infrastruktur yang memadai dan sumberdaya
manusia yang terdapat di daerah berpengaruh terhadap
pilihan-pilihan untuk melakukan aktivitas ekonomi di
daerah yang dapat berdampak pada efisiensi produk.
Seiring dengan perkembangan teknologi,
kebutuhan infrastruktur sebagai penunjang kegiatan
ekonomi tidak lagi hanya diperhitungkan dari
infrastruktur fisik seperti jaringan transportasi.
Terlebih dalam era keterbukaan ini, akses terhadap
sistem telekomunikasi seperti jaringan internet dan
telepon selular sangat berperan dalam meningkatkan
efisiensi produksi. Sehingga dalam aspek infrastruktur,
teknologi dapat dijadikan suatu indikator. Adapun
teknologi yang menonjol dan berperan dalam
meningkatkan efisiensi produksi adalah teknologi
BAB II Indikator Pengukuran
48 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
komunikasi, disamping itu teknologi yang secara
langsung digunakan dalam proses produksi.
Dalam aspek sumberdaya manusia, manusia
adalah subyek dari kegiatan perekonomian daerah.
Produktivitas dapat ditopang oleh kualitas sumberdaya
manusianya. Adanya inovasi dan kemampuan adaptasi
terhadap kondisi lingkungan global tercipta dari
sumberdaya manusia yang berkualitas. Sementara
sumberdaya manusia yang berkualitas dapat terbentuk
sebagai outcomes dari pendidikan.
Pilihan-pilihan untuk melakukan ativitas
ekonomi dapat terpengaruh oleh kualitas kelembagaan
publik daerah. Ketidakprofesionalan aparatur publik
daerah ditambah rantai birokrasi yang panjang dan
pada akhirnya berujung pada inefisiensi akibat biaya
ekonomi yang semakin tinggi. Otonomi daerah
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
kelembagaan publik daerah. Pendelegasian kewenangan
diyakini dapat membuat birokrat daerah semakin
efisiensi dan efektif dalam menjalankan tugasnya.
Infrastruktur, sumberdaya manusia dan kualitas
kelembagaan mungkin menentukan atau
mempengaruhi hasil tetapi bukan menjadi bagian dari
hasil tersebut. Ketiga aspek tersebut adalah faktor
penjelas mengapa hasil yang diperoleh mencapai
tingkat tertentu. Adapun hasilnya adalah meningkatnya
perekonomian daerah. Dan sebagai hasil akhir atau
outcomes dari daya saing daerah adalah meningkatnya
standard hidup atau kesejahteraan masyarakat.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 49
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data
yang ada serta keterkaitan dengan indikator pada dua
parameter lain, berbagai indikator yang dapat
dipergunakan dalam pengukuran daya saing dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemampuan ekonomi daerah
Indikator dalam pengukuran parameter
kemampuan ekonomi daerah adalah:
a. Angka konsumsi RT per kapita adalah
rata-rata pengeluaran konsumsi rumah
tangga per kapita. Angka ini dihitung
berdasarkan pengeluaran penduduk
untuk makanan dan bukan makanan
per jumlah penduduk. Makanan
mencakup seluruh jenis makanan
termasuk makanan jadi, minuman,
tembakau, dan sirih. Bukan makanan
mencakup perumahan, sandang, biaya
kesehatan, sekolah, dan sebagainya.
b. Perbandingan faktor produksi dengan
produk yang menggambarkan nilai
tukar petani adalah perbandingan
antara indeks yang diterima (It) petani
dan dibayar (Ib) petani. Nilai Tukar
Petani (NTP) merupakan salah satu
indikator yang berguna untuk
mengukur tingkat kesejahteraan
petani, karena mengukur kemampuan
tukar produk (komoditas) yang
BAB II Indikator Pengukuran
50 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dihasilkan/dijual petani dibandingkan
dengan produk yang dibutuhkan petani
baik untuk proses produksi (usaha)
maupun untuk konsumsi rumah
tangga. Jika NTP lebih besar dari 100
maka periode tersebut relatif lebih baik
dibandingkan dengan periode tahun
dasar, sebaliknya jika NTP lebih kecil
dari 100 berarti terjadi penurunan
daya beli petani.
c. Persentase konsumsi RT untuk non
pangan adalah proporsi total
pengeluaran rumah tangga untuk non
pangan terhadap total pengeluaran.
d. Produktivitas daerah per sektor (9
sektor) merupakan jumlah PDRB dari
setiap sektor dibagi dengan jumlah
angkatan kerja dalam sektor yang
bersangkutan. PDRB dihitung
berdasarkan 9 (sembilan) sektor.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 51
Tabel 6. Indikator Pengukuran Kemampuan Ekonomi Daerah
2. Fasilitas wilayah/infrastruktur
Indikator dalam pengukuran parameter
fasilitas wilayah/infrastruktur adalah:
a. Rasio panjang jalan per jumlah
kendaraan adalah perbandingan
panjangjalan terhadap jumlah
kendaraan.
b. Jumlah orang/barang yang terangkut
angkutan umum dalam periode 1 (satu)
tahun.
1. Kemampuan Ekonomi Daerah Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita
a. Angka konsumsi RT per kapita
Total pengeluaran RT Jumlah anggota RT
Nilai tukar petani
a. Perbandingan faktor produksi dengan produk
NTP = indeks yangditerima petani (It) indeks yang dibayar petani (Ib)
x 100
Pengeluaran konsumsi non pangan perkapita
c. Persentase Konsumsi RT untuk non pangan
Total pengeluaran RT non - pangan Total pengeluaran
x 100%
Produktivitas total daerah
d. Dihitung produktivitas daerah setiap sektor pada 9 sektor: 1) Pertanian 2) Pertambangan
dan penggalian 3) Industri
pengolahan
4) Listrik 5) Bangunan 6) Perdagangan 7) Pengangkutan
dan komunikasi 8) Keuangan 9) Jasa
nilai tambah seluruh sektor per angkatan kerja
Nilai tambahan sektor ke - i Jumlah angkatan kerja
dimana i = sektor 1 s/d sektor 9
BAB II Indikator Pengukuran
52 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
c. Jumlah orang/barang melalui
dermaga/bandara/terminal dalam
periode 1 (satu) tahun.
d. Ketaatan terhadap RTRW merupakan
realisasi luas wilayah sesuai dengan
peruntukannya dibagi dengan luas
wilayah yang direncanakan sesuai
dengan RTRW.
e. Luas wilayah produktif adalah
persentase realisasi luas wilayah
produktif terhadap luas rencana
kawasan budidaya sesuai dengan
RTRW.
f. Luas wilayah industri adalah
persentase realisasi luas kawasan
Industi terhadap luas rencana kawasan
budidaya sesuai dengan RTRW.
g. Luas wilayah kebanjiran adalah
persentase luas wilayah banjir
terhadap luas rencana kawasan
budidaya sesuai dengan RTRW.
h. Luas wilayah kekeringan adalah luas
wilayah kekeringan terhadap luas
rencana kawasan budidaya sesuai
dengan RTRW.
i. Luas wilayah perkotaan adalah
persentase realisasi luas wilayah
perkotaan terhadap luas rencana
wilayah budidaya sesuai dengan
RTRW.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 53
j. Jenis dan jumlah bank dan cabang-
cabangnya.
k. Jenis dan jumlah perusahaan asuransi
dan cabang-cabangnya.
l. Fasilitas bank dan non bank diukur
dengan jenis dan jumlah bank dan
cabang-cabangnya, dan jenis dan
jumlah perusahaan asuransi dan
cabang-cabangnya,
m. Persentase rumah tangga yang
menggunakan air bersih adalah
proporsi jumlah rumah tangga yang
menggunakan air bersih terhadap
jumlah rumah tangga.
n. Rasio ketersediaan daya listrik adalah
perbandingan daya listrik terpasang
terhadap jumlah kebutuhan.
o. Persentase rumah tangga yang
menggunakan listrik merupakan
proporsi jumlah rumah tangga yang
menggunakan listrik sebagai daya
penerangan terhadap jumlah rumah
tangga.
p. Persentase penduduk yang
menggunakan HP/telepon adalah
proporsi jumlah penduduk
menggunakan telepon/HP terhadap
jumlah penduduk.
q. Persentase jumlah restoran menurut
jenis dan kelas.
BAB II Indikator Pengukuran
54 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
r. Persentase jumlah penginapan/hotel
menurut jenis dan kelas.
Tabel 7. Indikator Pengukuran Fasilitas Wilayah/Infrastruktur
2. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur Aksesibilitas daerah a. Rasio panjangjalan
per jumlah kendaraan
b. Jumlah orang/ barang yang terangkut angkutan umum
c. Jumlah orang/barang melalui dermaga/ bandara/ terminal per tahun
Panjang Jalan Jumlah Kendaraan
Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum Jumlah orang/barang melalui dermaga/ bandara/ terminal per tahun
Penataan wilayah d. Ketaatan terhadap RTRW
e. Luas wilayah produktif
f. Luas wilayah industri
g. Luas wilayah kebanjiran
h. Luas wilayah kekeringan
i. Luas wilayah perkotaan
Realisasi peruntukan Rencana Tata Ruang Wilayah -RTRW/Rencana Peruntukan
Jumlah luas wilayah ke – I Jumlah luas keseluruhan wil.budidaya
x 100
i.= wilayah produktif, industri, kebanjiran, kekeringan dan perkotaan
Fasilitas bank dan non bank
f. Jenis dan jumlah bank dan cabang-cabangnya
g. Jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya
Jumlah dan jenis bank dan cabang-cabangnya Jumlah dan jenis perusahaan asuransi dan cabang-cabangnya
Ketersediaan air bersih
1. Persentase Rumah Tangga (RT) yang menggunakan air bersih
Jumlah RT menggunakan air bersih
Jumlah RT
x 100
Fasilitas listrik dan telepon
m. Rasio ketersediaan daya listrik
n. Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik
o. Persentase penduduk yang menggunakan HP/relepon
Daya listrik terpasang Jumlah kebutuhan
Jumlah Rumah Tangga menggunakan listrik Jumlah Rumah Tangga
x 100
Jumlah penduduk menggunakan HP/telpon Jumlah penduduk
x 100
Ketersediaan restoran
p. Jenis, kelas, dan jumlah restoran
Persentase jumlah restoran menurut jenis dan kelas
Ketersediaan penginapan
q. Jenis, kelas, dan jumlah penginapan/ hotel
Persentase jumlah penginapan/ hotel menurut jenis dan kelas
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 55
3. Iklim berinvestasi
Indikator dalam pengukuran parameter
iklim investasi adalah:
a. Angka kriminalitas dihitung
berdasarkan delik aduan dari
penduduk korban kejahatan dalam
periode 1 (satu) tahun.
b. Jumlah demo adalah jumlah demo yang
terjadi dalam periode 1 (satu) tahun.
c. Lama proses perijinan merupakan rata-
rata waktu yang dibutuhkan untuk
memperoleh suatu perijinan.
Kemudahan perijinan adalah proses
pengurusan perijinan yang terkait
dengan persoalan investasi relatif
sangat mudah dan tidak memerlukan
waktu yang lama.
d. Jumlah dan macam pajak daerah dan
retribusi daerah diukur dengan jumlah
dan macam insentif pajak dan retribusi
daerah yang mendukung iklim
investasi.
e. Jumlah perda yang mendukung iklim
usaha.
f. Persentase desa/kelurahan berstatus
swasembada terhadap total desa/
kelurahan adalah proporsi jumlah
desa/kelurahan berswasembada
terhadap jumlah desa/ kelurahan.
BAB II Indikator Pengukuran
56 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Berdasarkan kriteria status,
desa/kelurahan diklasifikasikan
menjadi 3, yakni swadaya
(tradisional); swakarya (transisional);
dan swasembada (berkembang).
Tabel 8. Indikator Pengukuran Iklim Investasi
4. Sumberdaya manusia
Indikator dalam pengukuran parameter
sumberdaya manusia adalah:
a. Rasio lulusan S1/S2/S3 adalah jumlah
lulusan S1/S2/S3 per 10.000
penduduk.
Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah
sangat ditentukan oleh tingkat
pendidikan. Artinya semakin tinggi
tingkat pendidikan yang ditamatkan
3. Iklim Berinvestasi
Keamanan dan
ketertiban a. Angka kriminalitas
Jumlah tindak kriminal yang terjadiselama 1 tahun Jumlah penduduk seluruhnya
x 10.000
b. Jumlah demo
Jumlah demo dalam 1 tahun
Kemudahan penjinan
c. Lama proses perijinan
Rata-rata lama proses perijinan (dalam hari)
Pengenaan pajak daerah
d. Jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah
Jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah
Perda e. Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha
Jumlah Perda yang mendukung iklim usaha
Status desa
f. Persentase desa berstatus swasembada terhadap total desa
Jumlah desa/kelurahan berswasembada Jumlah desa/kelurahan
x 100
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 57
penduduk suatu wilayah maka semakin
baik kualitas tenaga kerjanya.
2. Rasio ketergantungan adalah
perbandingan jumlah penduduk usia
<15 tahun dan >64 tahun terhadap
jumlah penduduk usia 15-64 tahun.
Rasio ketergantungan digunakan untuk
mengukur besarnya beban yang harus
ditanggung oleh setiap penduduk
berusia produktif terhadap penduduk
yang tidak produktif.
Tabel 9. Indikator Pengukuran Sumberadaya Manusia
2.3. Proses Hierarki Analitik
Dalam penghitungan skore setiap parameter
kinerja digunakan suatu metode yang dikenal dengan
proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process –
AHP). AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari
Wharton School of Business dalam memilih alternative
yang paling disukai atau dominant (Saaty, 1983).
Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan
dipecahkan dalam suatu kerangka pikir yang
terorganisasi sehingga memungkinkan dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif
4. Sumber Daya Manusia Kualitas tenaga kerja
a. Rasio lulusan S1/S2/S3
Jumlah lulusan S1/S2/S3
Jumlah penduduk x 10.000
Tingkat ketergantungan
b. Rasio ketergantungan
Penduduk usia < 15 th + usia > 64 Penduduk usia 15-64
x 100
BAB II Indikator Pengukuran
58 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat
disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan
keputusan.
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan
suatu persoalan yang kompleks yang tidak terukur,
stategis dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta
menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat
kepentingan suatu variable diberi nilai numerik secara
subyektif tentang arti variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variable yang lain. Dari berbagai
pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa
untuk menetapkan variable yang memiliki prioritas
yang paling tinggi dan berperan untuk mempengaruhi
hasil pada system tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat
dikontruksikan sebagai diagram bertingkat yang
dimulai dari goal/sasaran, kemudian kriteria level
pertama hingga sub alternatif. AHP memungkinkan
dalam memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria
majemuk secara intuitif yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). AHP
memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses
pengambilan keputusan karena dapat digambarkan
secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua
pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
Dengan AHP, proses pengambilan keputusan yang
kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-
keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan
mudah.
BAB II Indikator Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 59
Selain itu, AHP juga menguji konsistensi
penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh
dari penilaian konsistensi sempurna maka hal ini
menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau
hierarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan
yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan
mengambil keputusan dengan menggunakan AHP
adalah:
a. Kesatuan: AHP memberikan suatu model tunggal
yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka
ragam persoalan yang tidak terstruktur.
b. Kompleksitas: AHP memadukan rancangan
deduktif dan rancangan berdasarkan system
dalam memecahkan persoalan kompleks.
c. Saling ketergantungan: AHP dapat menangani
saling ketergantungan elemen-elemen dalam
suatu system dan tidak memaksakan pemikiran
linier.
d. Penyusunan Hierarki: AHP mencerminkan
kecendurangan alami pikiran untuk memilah-
milah elemen-elemen suatu system dalam
berbagai tingkatan yang berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap
tingkat.
e. Pengukuran: AHP memberikan suatu skala untuk
mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode
untuk menetapkan prioritas.
f. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
untuk menetapkan berbagai prioritas.
BAB II Indikator Pengukuran
60 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
g. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran
menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
h. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan
prioritas-prioritas relative dari berbagai faktor
system dan memungkinkan organisasi memilih
alternative terbaik berdasarkan tujuan-tujuan
mereka.
i. Penilaian dan consensus: AHP tidak memaksakan
consensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang
representative dari berbagai penilaian yang
berbeda.
j. Pengulangan proses: AHP memungkinkan
organisasi memperhalus definisi mereka pada
suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan
dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Kriteria dan alternative dinilai melalui perbandingan
berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai
persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi
pendapatan kualitatif dari skala perbandingan Saaty
adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Skala Pengukuran dalam Proses Hierarki Analitik
Nilai Keterangan 1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan criteria/alternative B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Bab III PEMBANGUNAN
DAN MODEL
PENGUKURAN
Pembangunan Ekonomi
Pengukuran Indeks Kinerja
Pembangunan
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
62 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 63
3.1. Pembangunan Ekonomi
3.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Struktur perekonomian Provinsi Bali didominasi
oleh sektor pariwisata. Ketergantungan akan kinerja
sektor pariwisata membuat faktor-faktor eksternal
sangat mempengaruhi kondisi perekomian. Hal ini
terlihat dari besar kecilnya perubahan nilai tambah
yang dihasilkan oleh para wisatawan yang datang ke
Bali yang secara tidak langsung diakibatkan oleh kondisi
perekonomian di negara asal wisatawan.
Kejadian-kejadian besar seperti Bom Bali I, Bom
Bali II, dan Krisis Keuangan Global yang terjadi pada
tahun 2008, juga cukup berdampak pada sektor
pariwisata di Bali. Meningkatnya jumlah pengangguran,
kemiskinan, dan lesunya sektor pariwisata,
berpengaruh besar terhadap lemahnya perekonomian
Bali.
Secara teori, pembangunan
ekonomi dapat diartikan sebagai
suatu proses multidimensional
dimana terjadi perubahan struktur
ekonomi ataupun dinamika
ekonomi dalam suatu wilayah.
Pembangunan ekonomi juga dapat
diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan total
suatu wilayah dan pendapatan perkapita yang
mencerminkan pendapatan masing-mnasing individu.
Salah satu indikator kinerja pembangunan ekonomi
tersebut, adalah adanya tingkat pertumbuhan ekonomi.
“ … pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu
proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita … “
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
64 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Tingkat pertumbuhan ekonomi didapatkan dari
menghitung pertumbuhan nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), dimana PDRB merupakan
keseluruhan nilai tambah yang tercipta akibat proses
produksi baik barang ataupun jasa di suatu
wilayah/region pada suatu periode tertentu (biasanya
setahun atau triwulan) tanpa memperhatikan
asal/domisili pelaku produksinya.
Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan
ekonomi Bali terbilang cukup stabil. Terjadinya krisis
eropa dan masih belum pulihnya ekonomi dunia pasca
krisis global, berpengaruh pada perekonomian Bali,
terutama pada sektor pariwasata, dimana terjadi
penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
ke Bali. Namun demikian, ekonomi Bali masih mampu
tumbuh pada kisaran 5 sampai 6 persen. Ekonomi Bali
mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,33 persen
pada tahun 2009. Kondisi domestik, diantaranya
pengeluaran yang tinggi pada saat menghadapi Pemilu
merupakan pendorong meningkatnya konsumsi
terutama lembaga suasta nirlaba (partai politik) yang
pada akhirnya berimbas pada beberapa sektor
perekonomian seperti industri pengolahan dan jasa-jasa
(sektor industri dan jasa-jasa mengalami peningkatan
produksi seiring meningkatnya permintaan terkait
pemilu). Ditambah lagi oleh produksi pertanian yang
masih lebih baik dari tahun sebelumnya sehingga
ekonomi Bali tetap tumbuh sebesar 5,33 persen. Pada
tahun 2010 perekonomian Bali tumbuh sebesar 5,83
persen, mengalami peningkatan dibandingkan tahun
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 65
sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi bali
merupakan indikasi bahwa perekonomian Bali tumbuh
semakin baik, dan mampu bertahan dari krisis ekonomi
global. Pada tahun 2011, semakin membaiknya
perekonomian Bali, ditunjukan dengan pertumbuhan
ekonomi yang mampu menyentuh level 6 persen, yaitu
sebesar 6,49 persen dan kembali meningkat menjadi
6,65 persen pada tahun 2012.
Memasuki tahun 2013, perekonomian mengalami
pertumbuhan sebesar 6,05 persen. Jika dibandingkan
dengan tahun 2012, laju pertumbuhan ekonomi Bali
mengalami perlambatan. Kendati mengalami
perlambatan, pertumbuhan ekonomi Bali sebenarnya
sudah sangat baik, karena ditengah masa pemulihan
ekonomi dunia, perekonomian Bali masih mampu
tumbuh diatas 6 persen, dan berada diatas
pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, angka inflasi cenderung
menunjukkan fluktuasi selama lima tahun terakhir.
Pada tahun 2009, walaupun masih adanya imbas krisis
5,33 5,83
6,49 6,65 6,05
4,37
8,1
3,75
4,71
7,35
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2009 2010 2011 2012 2013
LPE Laju Inflasi
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
66 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
keuangan global, inflasi Bali mampu terjaga pada 4,37
persen. Hal ini salah satunya disebabkan karena adanya
kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM
bersubsidi pada bulan Januari, dari harga Rp. 6.000,-
menjadi harga Rp. 4.500,-. Selain itu pemerintah
Indonesia juga mengeluarkan paket kebijakan Stimulus
Fiskal sebesar 73,3 triliun yang bertujuan untuk tetap
menjaga konsumsi rumah tangga di atas 4 persen,
peningkatan daya saing dan daya tahan usaha dan untuk
peningkatan belanja infrastruktur padat karya.
Pada tahun 2010, laju inflasi Bali mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yakni
sebesar 8,1 persen. Selanjutnya, pada tahun 2011 laju
inflasi Bali turun menjadi sebesar 3,75 persen, dan
kembali naik pada tahun 2012, menjadi 4,71 persen.
Pada tahun 2013 laju inflasi kembali mengalami
peningkatan signifikan hingga mencapai 7,35 persen.
Kenaikan harga-harga, banyak dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah yang akhirnya menaikkan harga
BBM bersubsidi pada 22 juni tahun 2013, dari harga Rp.
4.500,- menjadi harga Rp. 6.500,-.
3.1.2. Tenaga Kerja
Dalam melaksanakan pembangunan sumber daya
manusia memgang peranan penting. Sumber daya
manusia yang berkualitas akan meningkatkan
produktivitas. Maka tidak salah bila tenaga kerja
sebagai salah satu faktor produksi merupakan
komponen penting dalam pelaksanaan pembangunan.
Makin banyak tenaga kerja yang tersedia, secara
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 67
otomatis akan memperbesar input yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap peningkatan output. Namun
besarnya jumlah tenaga kerja jika tidak diimbangi
dengan jumlah lapangan pekerjaan justru akan
menimbulkan masalah baru. Apa yang terjadi di negara
berkembang contohnya. Kelebihan tenaga kerja justru
menimbulkan masalah yang pada akhirnya menjadi
beban bagi pemerintah, bukan saja berpengaruh kepada
proses pembangunan secara ekonomi, tapi juga
menyentuh aspek politis yang berujung pada
terganggunya keamanan dan ketentraman.
Seperti kebanyakan negara berkembang, masalah
ketenagakerjaan di Indonesia masih menjadi masalah
utama bagi pemerintah. Meningkatnya jumlah tenaga
kerja belum dapat diimbangi dengan penyerapannya
pada sektor-sektor ekonomi. Persepsi yang berkembang
selama ini, bahwa ketika pertumbuhan ekonomi
meningkat maka akan mampu menyerap tenaga kerja,
dengan kata lain mengurangi pengangguran, namun
harus dipahami bahwa tidak semua sektor ekonomi
mampu menyerap banyak tenaga kerja. Terdapat
sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor padat
modal, artinya sektor tersebut mampu menghasilkan
nilai tambah tinggi, hanya membutuhkan sedikit tenaga
kerja. Tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut
merupakan tenaga kerja yang memiliki skill dan tingkat
pendidikan dengan spesifikasi tertentu. Adanya
perbedaan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja dengan
tenaga kerja yang tersedia, menyebabkan tidak semua
tenaga kerja dapat terserap, dengan kata lain
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
68 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
menambah jumlah pengangguran. Tingginya
pengangguran akan menyebabkan turunnya
produktivitas dan turunnya tingkat pendapatan. Selain
itu biaya sosial masyarakat seperti biaya medis, biaya
keamanan, serta biaya sosial lain yang dikeluarkan
pemerintah menjadi semakin tinggi. Sehingga secara
tidak langsung dapat menghambat proses
pembangunan karena beban pemerintah menjadi
semakin besar. Melihat dampak yang ditimbulkan
pengangguran, maka diperlukan solusi yang
komprehensip, tidak saja menanggulagi masalah
pengangguran dari satu sisi saja.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas), jumlah penduduk usia kerja di Bali (usia 15
tahun ke atas) cenderung mengalami peningkatan,
seiring bertambahnya jumlah penduduk Bali. Pada
tahun 2009, jumlah penduduk usia kerja di Bali
mencapai 2.728.747 orang, terus mengalami
peningkatan hingga mencapai 3.073.019 pada tahun
2013. Peningkatan ini juga berdampak pada
peningkatan penduduk yang tergolong angkatan kerja
(bekerja dan mencari pekerjaan). Hingga tahun 2013
jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja adalah
sebanyak 2.315.379 orang. Sementara itu, hal berbeda
terjadi pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
yang selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami
penurunan. Banyak penduduk usia kerja yang memilih
mengurus rumah tangga atau merupakan penduduk
usia sekolah yang memilih melanjutkan sekolahnya.
Pada tahun 2013 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 69
(TPAK) sebesar 75,35 persen, mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 76,97
persen. Angka ini merupakan cerminan jumlah
penduduk yang aktif di pasar kerja terhadap total
penduduk usia kerja.
Sektor pariwisata merupakan sektor primadona
di Provinsi Bali. Geliat industri pariwisata di Bali, selain
menarik minat investor untuk menanamkan modalnya,
juga menarik bagi pencari kerja untuk mencari
penghidupan yang lebih baik. Kuatnya daya tarik
pariwisata ini tidak hanya menarik para pencari kerja
yang berasal dari Bali namun juga dari luar Bali. Namun
sayangnya, banyaknya penduduk luar Bali yang datang
mencari peruntungan, belum mampu terserap secara
optimal. Pada tahun 2013 jumlah penduduk tergolong
angkatan kerja yang terserap pada lapangan pekerjaan
mencapai 98,21 persen dan merupakan yang tertinggi
selama lima tahun terakhir. Jika dikaitkan dengan
pertumbuhan ekonomi, maka hal ini adalah suatu
indikasi yang baik, karena tumbuhnya ekonomi juga
diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini
menjadikan jumlah angkatan kerja yang belum terserap
(pengangguran) mengalami penurunan dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, tingkat
pengangguran di Bali mencapai 3,12 persen, dan selama
lima tahun terus mengalami penurunan, dan pada tahun
2013 jumlahnya sebesar 1,79 persen. Semakin turunnya
tingkat pengangguran di Provinsi Bali menunjukkan
bahwa semakin bergairahnya perekonomian di Bali
sehingga angkatan kerja mampu terserap oleh lapangan
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
70 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
pekerjaan yang diciptakan pemerintah maupun sektor
swasta.
Tabel3.1 Indikator Ketenagakerjaan di Bali Tahun 2009 – 2013
Indikator 2009 2010 2011 2012 2013
1 Jumlah Penduduk Usia Kerja 2 728 747 2 902 573 2 952 545 3 008 973 3 073 019
2 Angkatan Kerja 2 123 588 2 246 149 2 257 258 2 316 033 2 315 379
2.1 Sudah Bekerja 2 057 118 2 177 358 2 204 874 2 268 708 2 273 897
2.2 Pengangguran 66 470 68 791 52 384 47 325 41 482
3 Bukan Angkatan Kerja 605 159 656 424 695 287 692 940 757 640
3.1 Masih Sekolah 187 161 199 093 212 173 229 810 230 176
3.2 Mengurus Rumah Tangga 319 205 353 215 350 415 347 065 401 728
3.3 Lainnya 98 793 104 116 132 699 116 065 125 736
4 Kesempatan Kerja (persen) 96,87 96,94 97,68 97,96 98,21
5 Pengangguran terbuka 3,13 3,06 2,32 2,04 1,79
6 TPAK 77,82 77,38 76,45 76,97 75,35
7 Daya Serap Tenaga Kerja (persen) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
7.1 Pertanian 34,24 30,87 25,24 25,24 24,00
7.2 Industri Pengolahan 14,28 13,94 13,16 13,72 14,10
7.3 Perdagangan 23,77 26,24 27,05 27,56 27,64
7.4 Jasa-Jasa 13,63 14,75 17,75 17,20 16,86
7.5 Lainnya 14.08 14,19 16,79 16,28 17,40
Sumber: BPS Provinsi Bali
3.1.3. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan
yang tidak kalah penting untuk diatasi di negara
berkembang seperti Indonesia. Seperti halnya dengan
masalah pengangguran, kemiskinan juga menjadi
perhatian utama pemerintah, mengingat sampai saat ini
penangangan masalah kemiskinan masih belum optimal.
Masih banyaknya penduduk yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan primer, sulitnya membiayai fasilitas
kesehatan, tidak layaknya fasilitas perumahan, masih
banyaknya anak-anak yang putus sekolah merupakan
cerminan masyarakat miskin di Indonesia. Maka tidak
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 71
salah jika para calon-calon pemimpin di negara ini
menggunakan isu kemiskinan dalam program-
programnya untuk menarik simpati masyarakat.
Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek
dengan menggunakan berbagai macam ukuran dan
konsep. Berbagai macam pendapat tenang kemiskinan
berkembang di masyarakat, mulai dari ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar, hingga mencakup
masalah sosial dan moral yang ada di masyarakat.
Sementara itu, ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, perilaku, budaya
hidup yang tidak berdaya terhadap sebuah sistem yang
diberlakukan pemerintah sehingga masyarakat berada
pada posisi yang lemah (kemiskinan struktural). Namun
secara umum, konsep kemiskinan lebih banyak
ditekankan pada kekurangan material. Apabila seseorang
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti
pangan, sandang, dan papan secara layak maka dapat
dikatakan bahwa seseorang tersebut termasuk dalam
kategori miskin secara material.
Selama ini masalah kemisikinan lebih sering
dikaitkan dengan aspek ekonomi, karena aspek inilah
yang paling mudah untuk diukur dan dibandingkan.
Namun jika dilihat lebih jauh lagi, kemiskinan juga
memiliki kaitan dengan masalah-masalah lain seperti
masalah sosial, budaya, sosial politik, kesehatan, dan
pendidikan. Menelaah kemiskinan dari berbagai aspek
sangat diperlukan untuk memahami secara komprehensif
tentang masalah kemiskinan. Berbagai masalah yang
terkait dengan kemiskinan tidak dapat diselesaikan
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
72 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dengan satu tindakan dari pemerintah, namun diperlukan
upaya yang komperhensif dari pemerintah dan pihak-
pihak yang terkait, karena kemiskinan merupakan
masalah yang kompleks dan menyentuh hingga berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Berbagai cara telah
dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat
kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan Bali pada
khususnya. Namun banyak kalangan yang berpendapat
bahwa program-program yang dicanangkan pemerintah
belum maksimal menurunkan tingkat kemiskinan.
Program-progam pengentasan kemiskinan yang
dicanangkan pemerintah dinilai belum sistematis dan
saling tumpang tindih, sehingga tidak efektif dalam
mengurangi angka kemiskinan. Oleh karena itu,
pemerintah perlu membuat program-program
pengentasan kemiskinan secara terpadu yang mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarakat dan secara
langsung melibatkan masyarakat miskin dalam proses
pelaksanaanya.
Provinsi Bali sebagai daerah ysng mengandalkan
sektor pariwisata sebagai tulang punggung
perekonomiannya, juga tidak lepas dari peermasalahan
kemiskinan. Fenomena seperti krisis Bom Bali I, Bom Bali
II, dan adanya Krisis Keuangan Global berdampak pada
keadaan pariwisata di Bali. Banyaknya tenaga kerja yang
di PHK di sektor pariwisata dikhawatirkan akan
berdampak pada kemakmuran masyarakat Bali. Hal ini
disebabkan karena sektor pertanian yang masih bertahan
di kala krisis sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat
Bali.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 73
Pasca kejadian Bom Bali I pada tahun 2002,
dampaknya terhadap perekonomian Bali sangat
dirasakan. Sektor pariwisata sebagai tulang punggung
perekonomian bali mengalami goncangan yang dasyat.
Turunnya jumlah kunjungan wisatawan menyebabkan
banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata
kehilangan pekerjaan. Hal ini berpengaruh pada
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat Bali, yang
menyebabkan bertambahnya penduduk miskin. Pada
tahun 2003 jumlah penduduk miskin di Bali meningkat
menjadi 246,10 ribu jiwa (6,89 persen) dari tahun
sebelumnya sebanyak 221,80 ribu jiwa. Kemudian
dengan segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah
untuk menanggulangi dampak Bom Bali I tersebut,
jumlah penduduk miskin di Bali mengalami penurunan
pada periode 2004-2005. Pada tahun 2005 jumlah
penduduk miskin di Bali menurun menjadi 228,4 ribu
jiwa (6,72 persen) dari tahun sebelumnya yang sebanyak
231,9 ribu jiwa (6,85 persen). Belum juga pulih
sepenuhnya, pada tahun 2005 Bali kembali terpuruk
dengan adanya Bom Bali II. Walaupun dampak dari Bom
Bali II tidak sebesar Bom Bali I, tetapi Bali kembali harus
menata sektor-sektor perekonomiannya agar mampu
bangkit kembali. Dampak dari Bom Bali II juga terlihat
pada jumlah penduduk miskin di Bali. Pada tahun 2006
jumlah penduduk miskin di Bali naik sebesar 15,1 ribu
jiwa dari tahun 2005 atau menjadi 243,5 ribu jiwa.
Guncangan bom Bali I dan II menyebabkan Bali
berada pada titik terendahnya. Keadaan ini memaksa
masyarakat bali untuk mengadopsi berbagai strategi agar
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
74 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
bisa bertahan dalam situasi yang sulit. Dalam waktu dua
tahun setelah bom Bali II, keadaan ekonomi Bali mulai
pulih dan menunjukkan peningkatan. Membaiknya
kondisi perekonomian Bali ditunjukkan dengan
menurunnya jumlah penduduk miskin di Bali pada
periode tahun 2006-2008. Pada tahun 2008 jumlah
penduduk miskin di Bali sebanyak 215,7 ribu jiwa (6,17
persen) atau mengalami penurunan dari tahun 2006 yang
mencapai 243,5 ribu jiwa (7,08 persen). Penurunan ini
disinyalir akibat antisipasi yang lebih baik oleh
pemerintah melalui berbagai kebijakan yang langsung
menyentuh masyarakat miskin disamping kondisi
ekonomi yang mengalami pertumbuhan cukup baik dan
makin banyaknya angkatan kerja yang terserap pada
lapangan pekerjaan.
Memasuki tahun 2009, pertumbuhan ekonomi
kembali berpengaruh positif terhadap penurunan
kemiskinan. Pada tahun ini, jumlah penduduk miskin
hanya 181,7 ribu orang atau 5,13 persen. Lebih bagusnya
lagi penurunan kemiskinan terjadi di daerah pedesaan
maupun perkotaan. Hanya saja, tingkat kemiskinan di
daerah pedesaan masih relatif tinggi.
Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 upaya
pemerintah untuk menekan tingkat kemiskinan sudah
semakin dirasakan. Adanya program pemerintah Bali
seperti SIMANTRI, Bursa Kerja Online, JKBM, Bedah
Rumah dan lainnya memberikan angin segar pada
masyarakat luas untuk dapat memperbaiki taraf
hidupnya dengan memperoleh kesempatan kerja yang
layak, layanan kesehatan, dan perumahan yang memadai.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 75
Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 174,9
ribu orang atau 4,88 persen. Kemudian pada tahun 2011
terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yakni
menjadi 166,2 ribu orang atau 4,20 persen.
Tabel3.2 Indikator Kemiskinan di Bali Tahun 2001-2013
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
2001 67,10 181,30 248,40 4,30 11,35 7,87 2002 98,90 122,90 221,80 5,72 8,25 6,89 2003 99,70 146,40 246,10 6,14 8,48 7,34 2004 87,00 144,90 231,90 5,05 8,71 6,85 2005 105,90 122,50 228,40 5,40 8,51 6,72 2006 127,40 116,00 243,50 6,40 8,03 7,08 2007 119,80 109,20 229,00 6,01 7,47 6,63 2008 115,10 100,70 215,70 5,70 6,81 6,17 2009 92,10 89,70 181,70 4,50 5,98 5,13 2010 83,60 91,30 174,90 4,04 6,02 4,88 2011 92,90 73,30 166,20 3,91 4,65 4,20 2012 91,40 77,40 168,80 3,77 4,79 4,18 2013 103,03 79,74 182,77 4,17 5,00 4,49 Sumber: BPS Provinsi Bali
Sementara itu, pada tahun 2012 jumlah penduduk
miskin adalah sebanyak 168,80 ribu jiwa, mengalami
peningkatan dari tahun sebulumnya yang sebanyak
166,20 ribu jiwa. Pada tahun 2013, jumlah penduduk
miskin kembali mengalami peningkatan, menjadi
sebanyak 182,77 ribu jiwa. Melambatnya pertumbuhan
ekonomi bali pada tahun 2013, serta terjadinya kenaikan
harga BBM bersubsidi pada bulan Juni tahun 2013,
disinyalir sebagai penyebab meningkatnya jumlah
penduduk miskin.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
76 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
3.2. Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan
Pembangunan yang dilakukan di daerah pada
akhirnya ditujukan bagi kesejahteraan rayat yang
berada di daerah tersebut. Sebagai subyek dan obyek
pembangunan maka peningkatan pembangunan
manusia merupakan hal pokok yang tidak mungkin
untuk dikesampingkan. Dalam Peraturan Pemerintah
No. 6 tahun 2008, Pembangunan Manusia dijadikan
parameter akhir keberhasilan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah. Mengadopsi hal tersebut
maka dilakukan model terhadap pembangunan manusia
terhadap tiga parameter aspek pembangunan yang lain
yaitu aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan
umum dan aspek daya saing daerah. Namun demikian
untuk beberapa indikator yang diperkirakan
mempengaruhi ketiga aspek tersebut tidak dapat
digunakan karena keterbatasan serta kesinambungan
data yang ada.
Model pengukuran indeks kinerja pembangunan
terhadap pembangunan manusia menggunakan alat
analisis yaitu AHP untuk membuat skoring dari tiga
parameter yang ada sehingga nantinya dapat
disandingkan antara hasil kinerja utama dengan
parameter utama yaitu Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Dengan melakukan perbandingan perbandingan
terhadap tiga aspek pembangunan yang diperkiraan
mempunyai peranan paling penting terhadap
pembangunan manusia maka didapat hasil sebagai
berikut:
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 77
Gambar 1. Model Pengukuran Indeks Kinerja Pembangunan
Sehingga formulasi IKP menjadi:
IKP = (0,6087) AKM + (0,2842) APU + (0,1071) ADSD
Dari Gambar 1, terlihat bahwa penentu utama dari
indeks kinerja pembangunan (IKP) adalah aspek
kesejahteraan masyarakat (AKM) sebesar 60,87%
diikuti oleh aspek pelayanan umum (APU) sebesar
28,42% dan terakhir adalah aspek daya saing daerah
(ADSD) sebesar 10,71%. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa begitu besar aspek kesejahteraan masyarakat
dalam menentukan kinerja pembangunan. Disisi lain,
masih kecilnya peranan aspek daya saing daerah dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu daerah.
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
INDEKS KINERJA PEMBANGUNAN
(IKP)
Aspek Kesejahteraan
Masyarakat (AKM)
Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
Aspek Pelayanan Umum (APU)
0,6087 0,2842 0,1071
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
78 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
3.2.1. Model Pengukuran Aspek Kesejahteraan
Masyarakat (AKM)
Pengukuran aspek kesejahteraan masyarakat
(AKM) mempergunakan data yang dirasa tersedia
sampai tingkat kabupaten/kota. AKM dibentuk oleh dua
parameter yaitu kesejahteraan dan pemerataan
ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Gambar 2. Model Pengukuran Aspek Kesejahteraan
Masyarakat
Sehingga model dalam penentuan AKM adalah
sebagai berikut:
AKM = (0,6256) KPE + (0,3744) KSo
Keterangan:
APM : Aspek Kesejahteraan Masyarakat
KPE : Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
KSo : Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
(KPE)
Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
Kesejahteraan Sosial (KSo)
0, 6256 0, 3744
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 79
Dari Gambar 2, terlihat bahwa kesejahteraan
dan pemerataan ekonomi memiliki prioritas pertama
sebesar 62,56% dalam menentukan aspek
kesejahteraan masyarakat diikuti oleh kesejahteraan
sosial sebesar 37,44%.
Untuk parameter kesejahteraan dan pemerataan
ekonomi (KPE) terdapat lima indikator yang
membentuknya, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi (PEk)
2. Laju Inflasi PDRB (PDRB)
3. PDRB per Kapita (Kapita)
4. Ketimpangan kemakmuran (KKe)
5. Pemerataan pendapatan (PPend)
Sehingga formulasi pengukuran adalah sebagai berikut:
KPE = (0,1900) PEk + (0,1181) PDRB + (0,1170)
Kapita - (0,1956) KKe + (0,3793) PPend
Parameter kesejahteraan dan pemerataan
ekonomi (KPE) didominasi oleh indikator pemerataan
pendapatan (PPend), dimana indikator ini
mempengaruhi KPE sebesar 37,93%. Sedangkan
indikator pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi
parameter kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
(KPE) sebesar 19,00%, laju inflasi PDRB (11,81%),
PDRB per kapita (11,70%) dan ketimpangan
kemakmuran sebesar 19,56%.
Sedangkan dalam pengukuran parameter
kesejahteraan sosial (KSo) terdapat lima indikator
utama dan sub indikator, yaitu:
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
80 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
1. Pendidikan (Pend)
a. Angka Melek Huruf (AMH)
b. Angka Rata-rata Lama Sekolah (ARLM)
c. Angka Partisipasi Murni (APM)
d. Angka Partisipasi Kasar (APK)
e. Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APyD)
Formulasi yang terbentuk:
Pend. = (0,2949) AMH + (0,2174) ARLM + (0,1741)
APM + (0,1637) APK + (0,1500) ApyD
Aspek pendidikan dalam mempengaruhi
parameter kesejahteraan sosial (KSo) banyak
dipengaruhi oleh indikator angka melek huruf sebesar
29,49% diikuti indikator rata-rata lama sekolah
(21,74%), angka partisipasi murni (17,41%), angka
partisipasi kasar (16,37%) dan indikator pendidikan yang
ditamatkan sebesar 15,00%.
2. Kesehatan (Ksht)
3. Kemiskinan (Kems)
4. Kesempatan Kerja (KKe)
5. Kriminalitas (Krim)
Setelah diketahui persamaan untuk setiap indikator
dalam parameter kesejahteraan sosial (KSo), maka
formulasi KSo adalah:
KSo = (0,2409) Pend + (0,1811) Ksht – (0,3095)
Kems + (0,1409) KKe – (0,1276) Krim
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 81
Untuk parameter kesejahteraan sosial (KSo),
indikator kemiskinan sangat mempengaruhi keberhasilan
kesejahteraan sosial, dimana indikator ini memiliki bobot
sebesar 30,95% kemudian diikuti oleh indikator
pendidikan (24,09%), kesehatan (18,11%), kesempatan
kerja (14,09%) dan indikator kriminalitas memiliki bobot
sebesar 12,76%.
3.2.2. Model Pengukuran Aspek Pelayanan Umum
(APU)
Pengukuran aspek pelayanan umum (APU)
mempergunakan data yang dirasa tersedia sampai tingkat
kabupaten/kota. Komponen pembentuk APU adalah
parameter pelayanan dasar (PDa) dan pelayanan
penunjang (PPenj).
Gambar 3. Model Pengukuran Aspek Pelayanan Umum
Aspek Pelayanan Umum (APU)
Pelayanan Dasar (PDa)
Pelayanan Penunjang
(PPenj)
0, 6816 0, 3184
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
82 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Sehingga model dalam penentuan APU adalah
sebagai berikut:
APU = (0,6816) PDa + (0,3184) PPenj
Keterangan:
APU : Aspek Pelayanan Umum
PDa : Pelayanan Dasar
PPenj : Pelayanan Penunjang
Dari Gambar 3, terlihat bahwa pelayanan dasar memiliki
prioritas utama sebesar 68,16% dalam menentukan
aspek pelayanan umum diikuti oleh pelayanan penunjang
sebesar 31,84%.
Pelayanan Dasar (PDa)
Untuk parameter pelayanan dasar (PDa)
terdapat empat indikator serta delapan sub sektor, yaitu:
1. Pendidikan (Pendd)
a. Sekolah Dasar
i. Angka Partisipasi Sekolah (APSSD)
ii. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia
sekolah (RKSSD)
iii. Rasio guru/murid (RGMSD)
Formulasi:
SD = (0,4770) APSSD + (0,2941) RKSSD +
(0,2290) RGMSD
Formula tersebut mengartikan bahwa kinerja
pemerintahan dalam hal program SD akan
tergambar dari peningkatan angka partisipasi
sekolah dengan bobot sebesar 47,70%
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 83
sedangkan untuk rasio ketersediaan sekolah per
penduduk usia sekolah (29,41%) dan rasio
guru-murid sebesar 22,90%.
b. Sekolah Menengah Tingkat Pertama
i. Angka Partisipasi Sekolah (APSSMP)
ii. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia
sekolah (RKSSMP)
iii. Rasio guru/murid (RGMSMP)
Formulasi:
SMP = (0,4133) APSSMP + (0,3212) RKSSMP
+ (0,2655) RGMSMP
Untuk keberhasilan program di tingkat SMP
maka akan tergambar juga dari peningkatan
angka partisipasi sekolah dengan bobot sebesar
41,33% sedangkan untuk rasio ketersediaan
sekolah per penduduk usia sekolah (32,12%)
dan rasio guru-murid sebesar 26,55%.
c. Sekolah Menengah Tingkat Atas
i. Angka Partisipasi Sekolah (APSSMA)
ii. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk
usia sekolah (RKSSMA)
iii. Rasio guru/murid (RGMSMA)
Formulasi:
SMA = (0,4133) APSSMA + (0,3212) RKSSMA
+ (0,2655) RGMSMA
Sementara itu, untuk keberhasilan program di
tingkat SMA tergambar pula dari peningkatan
angka partisipasi sekolah dengan bobot sebesar
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
84 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
41,33% sedangkan untuk rasio ketersediaan
sekolah per penduduk usia sekolah (32,12%)
dan rasio guru-murid sebesar 26,55%.
Setelah diketahui persamaan untuk setiap
indikator pendidikan, maka formulasi untuk pendidikan
adalah:
Pendd = (0,3742) SD + (0,3129) SMP + (0,3129) SMA
Untuk Provinsi serta Kabupaten/Kota se-Bali
keberhasilan pendidikan sebagai pelayanan dasar akan
tergambar dengan tingginya keberhasilan pendidikan
sekolah dasar (SD) dengan bobot sebesar 37,42%
sedangkan untuk SMP dan SMA sebesar 31,29%.
2. Kesehatan (Sehat)
a. Rasio posyandu per satuan balita (RPBlta)
b. Rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan
penduduk (Puskesm)
c. Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk
(RMSakit)
d. Rasio dokter per satuan penduduk (RDokter)
e. Rasio tenaga medis per satuan penduduk
(RTngmdis)
Formulasi:
Sehat = (0,2037) RPBlta + (0,2024) Puskesm +
(0,2533) MSSakit + (0,1647) RDokter + (0,1760)
Rtngmdis
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 85
Kinerja pelayanan dasar di bidang kesehatan
dipengaruhi rasio rumah sakit terhadap penduduk
dimana indikator tersebut mempengaruhi kinerja
kesehatan sebesar 25,33%. Sementara itu, bobot
untuk rasio posyandu per balita sebesar 20,37%,
rasio puskesmas per penduduk (20,24%), rasio
dokter per penduduk (16,47%) dan bobot rasio
tenaga medis sebesar 17.60%. Jika dilihat secara
menyeluruh ternyata kelima indikator kinerja
kesehatan dalam pelayanan dasar tidak ada yang
sangat dominan, hal ini memperlihatkan betapa
pentingnya kelima indikator tersebut dalam
menentukan hasil pembangunan di bidang
kesehatan.
3. Lingkungan Hidup (LHdup)
a. Persentas Pelayanan Sampah (Sampah)
b. Persentase Penduduk berakses air minum
(AirMnum)
Formulasi:
LHdup = (0,4000) Sampah + (0,6000) AirMnum
Keberhasilan kinerja pembangunan dibidang
lingkungan hidup sangat dipengaruhi besarnya
persentase penduduk berakses air minum yang
memiliki bobot sebesar 60% sedangkan untuk
persentase pelayanan sampah sebesar 40%.
Setelah mengetahui persamaan masing-masing
indikator dalam membentuk kinerja pelayanan dasar,
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
86 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
maka formulasi untuk parameter pelayanan dasar (PDa)
adalah:
PDa = (0,3949) Pendd + (0,3381) Sehat + (0,2670)
LHdup
Persamaan parameter pelayanan dasar memperlihatkan
bahwa indikator pendidikan memiliki bobot tersebesar
yaitu 39,49% kemudian diiikuti oleh indikator kesehatan
(33,81%) dan terakhir indikator lingkungan hidup
sebesar 26,70%.
Pelayanan Penunjang (PPenj)
Untuk parameter pelayanan penunjang (PPenj)
terdapat empat indikator, yaitu:
1. Ketenagakerjaan (Tenaker)
2. KB dan KS (KBKS)
3. Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
4. Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban (Trantib)
Formulasi untuk parameter pelayanan penunjang (PPenj)
adalah:
PPenj = (0,2609) Tenaker + (0,3105) KBKS + (0,2063)
Kominfo + (0,2222) Trantib
Kinerja pembangunan untuk parameter pelayanan
penunjang sebagian besar dipengaruhi KB dan KS sebesar
31,05% diikuti oleh indikator ketenagakerjaan (26,09%),
penyelenggaraan keamanan dan ketertiban (22,22%) dan
komunikasi dan informatika sebesar 20,63%.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 87
3.2.3. Model Pengukuran Aspek Daya Saing Daerah
(ADSD)
Pengukuran aspek daya saing daerah (ADSD)
mempergunakan data yang dirasa tersedia sampai tingkat
kabupaten/kota. Komponen pembentuk ADSD adalah
parameter kemampuan ekonomi daerah (KEDa),
parameter fasilitas wilayah/infrastruktur (FWIn),
parameter iklim berinvestasi (Invest) dan pelayanan
sumberdaya manusia (SDM).
Gambar 4. Model Pengukuran Aspek Daya Saing
Daerah (ADSD)
Sehingga model dalam penentuan ADSD adalah sebagai
berikut:
ADSD = (0,2429) KEDa + (0,1553) FWIn - (0,2312)
Invest + (0,3707) SDM
Keterangan:
ADSD : Aspek Daya Saing Daerah
Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
Kemampuan Ekonomi Daerah
(KEDa)
Sumberdaya Manusia (SDM)
0, 2429 0, 3707
Fasilitas Wilayah/
Infrastruktur (FWIn)
Iklim Berinvestasi
(Invest)
0, 1553 0, 2312
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
88 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
KEDa : Kemampuan Ekonomi Daerah
FWIn : Fasilitas/Wilayah Infrastruktur
Invest : Iklim Investasi
SDM : Sumberdaya Manusia
Dari Gambar 4, terlihat bahwa sumberdaya
manusia memiliki prioritas utama sebesar 37,07% dalam
menentukan aspek daya saing daerah diikuti oleh
kemampuan ekonomi daerah (24,29%), iklim investasi
(23,12%) dan terakhir adalah fasilitas
wilayah/infrastruktur sebesar 15,53%.
Kemampuan Ekonomi Daerah (KEDa)
Untuk parameter kemampuan ekonomi daerah
(KEDa) terdapat tiga indikator yaitu pengeluaran
konsumsi rumahtangga per kapita (Kons.kapita),
produktivitas total daerah (PTDa) dan dana perimbangan
terhadap PAD (DnaPAD).
Formulasi untuk parameter kemampuan ekonomi daerah
(KEDa) adalah:
KEDa = (0,4290) Kons.kapita + (0,2449) PTDa +
(0,3261) DnaPAD
Berdasarkan persamaan diatas maka dapat diketahui
bahwa kemampuan ekonomi daerah sangat dipengaruhi
konsumsi rumahtangga per kapita sebesar 42,90%
kemudian untuk dana perimbangan terhadap PAD
sebesar 32,61% dan produktivitas total daerah sebesar
24,49%.
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 89
Fasilitas Wilayah/Infrastruktur (FWIn)
Untuk parameter fasilitas wilayah/infrastruktur
(FWIn) terdapat empat indikator yang membentuknya
yaitu ketersediaan air bersih (AirBersih), ketersediaan
restoran (Rest) dan ketersediaan penginapan (Inap).
Formulasi untuk parameter fasilitas
wilayah/infrastruktur (FWIn) adalah:
FWIn = (0,6358) AirBersih + (0,2238) Rest + (0,1404)
Inap
Parameter fasilitas wilayah/infrastruktur sangat
didominasi oleh indikator ketersediaan air bersih sebesar
63,58% diikuti oleh indikator ketersediaan restoran
(22,385) dan terakhir untuk indikator ketersediaan
penginapan sebesar 14,04%.
Iklim Berinvestasi (Invest)
Untuk parameter iklim berinvestasi (Invest)
diwakili oleh tingkat keamanan yaitu indikator
kriminalitas. Hal ini diasumsikan dengan tingkat
keamanan yang rendah maka iklim investasi akan
semakin baik.
Sumberdaya Manusia (SDM)
Untuk parameter sumberdaya manusia (SDM) terdapat
dua indikator yang membentuknya yaitu kualitas tenaga
kerja (KuaTenaker) dan tingkat ketergantungan (DR).
Formulasi untuk parameter sumberdaya manusia (SDM)
adalah:
SDM = (0,5747) KuaTenaker + (0,4253) DR
BAB III Pembangunan dan Model Pengukuran
90 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Berdasarkan persamaan diatas memperlihatkan bahwa
sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas
tenaga kerja sebesar 57,47% dan tingkat ketergantungan
sebesar 42,53%.
Bab IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
Aspek Kesejahteraan Masyarakat
Aspek Pelayanan Umum
Aspek Daya Saing Daerah
Indeks Kinerja Pembangunan
BAB IV Hasil dan Pembahasan
92 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 93
4. Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi Bali
Semakin berkembangnya Bali sebagai daerah tujuan
wisata utama di Indonesia, menuntut Bali untuk selalu dapat
memberikan pelayanan terbaik. Pembangunan yang sangat
pesat terutama pembangunan infrastruktur penunjang
pariwasata dewasa ini, merupakan wujud dari komitmen Bali
untuk menjadi icon pariwisata di Indonesia. Namun
pembangunan yang terjadi di Provinsi Bali perlu
memperhatikan aspek-aspek lain, yang tentunya dapat
menunjang kinerja pembangunan itu sendiri, sehingga
diharapkan dapat berjalan secara sinergis dan hasil-hasil dari
pembangunan dapat dinikmati oleh masyarakat Bali. Untuk itu,
pemerintah provinsi Bali memerlukan indikator yang dapat
dijadikan tolak ukur dalam membantu memotret sejauh mana
pembangunan yang telah dilakukan di Provinsi Bali.
Dari hasil pengolahan data Indeks Kinerja
Pembangunan (IKP), dapat dilihat bahwa secara umum IKP
Provinsi Bali selama lima tahun cenderung mengalami
peningkatan. Hanya pada tahun 2012 nilai IKP sedikit
mengalami penurunan, dari 0,569 pada tahun 2011 menjadi
0,531 poin pada tahun 2012, atau turun sebanyak 0,0371 poin.
Jika dilihat lebih rinci dari komponen penyusunnya,
penurunana nilai IKP pada tahun 2012 disebabkan karena
turunnya nilai aspek pelayanan umum dan juga aspek daya
saing daerah. Sementara peningkatan nilai komponen aspek
kesejahteraan masyarakat relatif kecil, sehingga tidak mampu
untuk meningkatkan nilai IKP secara keseluruhan. Pada tahun
2013 nilai IKP kembali mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2012. Nilai IKP pada tahun 2013 sebesar 0,574
BAB IV Hasil dan Pembahasan
94 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
poin, atau mengalami peningkatan sebanyak 0,043 poin, dan
merupakan nilai IKP tertinggi dalam kurun waktu lima tahun
terakhir.
Kendati mengalami peningkatan, namun jika dilihat
secara lebih rinci masing-masing komponen penyusunnya,
hanya nilai pada aspek kesejahteraan masyarakat yang
mengalami peningkatan, sedangkan nilai pada aspek pelayanan
umum dan aspek daya saing daerah justru mengalami
penurunan. Namun peningkatan nilai pada aspek kesejahteraan
masyarakat yang jauh lebih besar dibandingkan penurunan
nilai pada aspek pelayanan umum dan aspek daya saing
ternyata mampu untuk meningkatkan nilai IKP Bali secara
keseluruhan pada tahun 2013. Semakin baiknya daya serap
sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja yang
berpengaruh pada pemerataan pendapatan yang semakin baik,
serta tingkat inflasi yang terkendali, merupakan faktor
pendorong meningkatnya nilai aspek kesejahteraan
masyarakat.
0,451 0,495
0,569 0,531
0,574
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 4.1 Indeks Kinerja Pembangunan Provinsi Bali
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 95
Secara lebih rinci, komponen-komponen penyusun
Indeks Kinerja Pembangunan (IKP) Provinsi Bali seperti Aspek
Kesejahteraan Masyarakat (AKM), Aspek Pelayanan Umum
(APU), dan Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) akan dijelaskan
menurut Kabupaten/Kota. Nilai ini diperoleh dari hasil
pengolahan dengan model persamaan IKP sehingga nantinya
akan dapat menjelaskan keadaan masing-masing
kabupaten/kota.
4.1. Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
merupakan salah satu aspek yang mendukung Indeks
Kinerja Pembangunan (IKP). AKM dapat mencerminkan
seberapa baik tingkat kesejahteraan masyarakat di
suatu daerah. Selama tahun 2009 – 2013, Aspek
Kesejahteraan Masyarakat (AKM) cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 2009 nilai AKM adalah sebesar
0,3149. Lalu pada tahun 2010 nilai AKM mengalami
2009 2010 2011 2012 2013
IKP 0,4514 0,4949 0,5685 0,5314 0,5743
AKM 0,3149 0,3681 0,4215 0,4004 0,5060
APU 0,8028 0,8107 0,9635 0,8893 0,8398
ADSD 0,2951 0,3769 0,3563 0,3261 0,2568
0,20,30,40,50,60,70,80,9
1
Gambar 4.2 IKP Provinsi Bali dan Beberapa Komponen Penyusun
BAB IV Hasil dan Pembahasan
96 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
peningkatan sebesar 0,0532 poin, menjadi 0,3681.
Peningkatan nilai AKM yang terjadi pada tahun 2010
didorong oleh peningkatan kedua komponen
pendukung AKM, yaitu aspek kesejahteraan dan
pemertaan ekonomi (KPE) sebesar 0,0558 poin dan
aspek kesejahteraan sosial (Kso) sebesar 0,0490 poin.
Pada tahun 2011 nilai AKM kembali mengalami
peningkatan, dari 0,3681 poin menjadi 0,4215 poin.
Peningkatan nilai AKM pada tahun 2011 lebih didorong
oleh meningkatnya nilai pada komponen aspek
kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE), karena
disisi lain nilai komponen aspek kesejahteraan sosial
justru mengalami penurunan. Nilai aspek kesejahteraan
dan pemertaan ekonomi (KPE) mengalami peningkatan
lebih signifikan sebesar 0,1047 dibandingkan dengan
penurunan nilai pada aspek kesejahteraan sosial yang
turun sebesar 0,0325.
Memasuki tahun 2012 nilai AKM mengalami
sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2011.
Pada tahun 2012 nilai AKM sebesar 0,4004 mengalami
penurunan sebesar 0,0211 poin dibandingkan dengan
nilai AKM tahun 2011. Turunnya nilai AKM Provinsi Bali
pada tahun 2012 didorong oleh turunnya nilai pada
aspek kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE)
sebesar 0,0211 poin dan aspek kesejahteraan sosial
(Kso) sebesar 0,0444 poin. Meskipun mengalami
penurunan nilai dibandingkan tahun 2011, namun jika
dibandingkan dengan nilai AKM pada tahun 2009 dan
2010, nilai AKM pada tahun 2012 masih masih lebih
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 97
tinggi dibandingkan nilai AKM pada tahun 2009 dan
2010.
Pada tahun 2013, nilai AKM Provinsi Bali
kembali mengalami peningkatan cukup signifikan. Nilai
AKM Provinsi Bali pada tahun 2013 adalah sebesar
0,5060 poin, atau mengalami peningkatan sebesar
0,1056 poin dibandingkan dengan nilai AKM pada tahun
2012. Peningkatan nilai AKM pada tahun 2013,
didorong oleh meningkatnya nilai pada aspek
kesejahteraan dan pemertaan ekonomi (KPE) sebesar
0,1838 poin. Ini berarti bahwa pembangunan di
Provinsi Bali sudah mampu mengurangi kesenjangan
pendapatan dan pemerataan ekonomi masyarakat.
Namun di sisi lain terjadi penurunan pada aspek
kesejahteraan sosial yang ditunjukkan dengan turunnya
nilai aspek kesejahteraan sosial (Kso) walaupun tidak
signifikan. Hal ini mengindikasikan pembangunan di
Provinsi Bali belum mampu untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dan kesempatan kerja.
2009 2010 2011 2012 2013
AKM 0,3149 0,3681 0,4215 0,4004 0,5060
KPE 0,4388 0,4946 0,5993 0,5549 0,7387
Kso 0,1078 0,1569 0,1243 0,1423 0,1172
Gambar 4.3
Nilai Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
98 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Apabila dilihat berdasarkan wilayah
kabupaten/kota, maka dapat diketahui bahwa
penurunan Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM)
terjadi pada beberapa wilayah kabupaten/kota di Bali
yakni Kabupaten Badung menurun 0,0856 poin,
Kabupaten Klungkung 0,0071 poin, dan Kabupaten
Karangasem 0,0736 poin. Sedangkan kabupaten/kota
lainnya mengalami peningkatan pada aspek
kesejahteraan masyarakat. Kabupaten/kota yang
mengalami peningkatan tersebut adalah Kabupaten
Jembrana meningkat 0,0078 poin, Kabupaten Tabanan
meningkat sebesar 0,0389 poin, Kabupaten Gianyar
meningkat sebesar 0,0766 poin, Kabupaten Bangli
meningkat sebesar 0,0096 poin, Kabupaten Buleleng
meningkat sebesar 0,0089 poin, dan Kota Denpasar
meningkat sebesar 0,0282 poin.
Dari sisi peringkat yang diperoleh oleh masing-
masing kabupaten/kota pada aspek kesejahteraan
masyarakat, pada tahun 2013 relatif hampir sama
dengan tahun 2012, hanya terjadi beberapa perubahan
peringkat kabupaten/kota. Peringkat pertama, kedua,
dan ketiga masih diduduki oleh kabupaten/kota yang
sama dengan tahun sebelumnya yaitu masing-masing,
Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, serta
Kabupaten Bangli. Sementara itu, penurunan nilai AKM
Kabupaten Karangasem sebesar 0,0736 poin pada tahun
2013, menyebabkan peringkat Kabupaten Karangasem
turun signifikan, dari peringkat empat menjadi
peringkat delapan. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 99
Tabel. 4.1. Nilai Indeks Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM) menurut kabupaten/Kota, 2009 - 2013
Indeks AKM
Jem
bra
na
Tab
anan
Bad
un
g
Gia
nya
r
Klu
ng
kun
g
Ban
gli
Kar
ang
asem
Bu
lele
ng
Den
pas
ar
BA
LI
2009 0,3812 0,4316 0,6256 0,4265 0,3694 0,4551 0,3605 0,3716 0,4301 0,3149
2010 0,2826 0,4258 0,5140 0,4618 0,3873 0,4480 0,3882 0,4265 0,5173 0,3681
2011 0,3479 0,4533 0,5335 0,4291 0,3375 0,4941 0,4162 0,3418 0,4981 0,4215
2012 0,3673 0,3961 0,6191 0,4396 0,3654 0,4382 0,4355 0,3703 0,4199 0,4004
2013 0,3751 0,4350 0,5335 0,5163 0,3582 0,4479 0,3619 0,3793 0,4443 0,5060
RANK
2009 6 3 1 5 8 2 9 7 4
2010 9 6 2 3 8 4 7 5 1
2011 7 4 1 5 9 3 6 8 2
2012 8 6 1 2 9 3 4 7 5
2013 7 5 1 2 9 3 8 6 4
4.1.1. Aspek Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE)
Aspek kesejahteraan dan pemerataan Ekonomi
merupakan (KPE) merupakan salah satu komponen
pendukung pada AKM. Pada tahun 2013 aspek
kesejahteraan dan pemerataan ekonomi mengalami
peningkatan sebesar 0,1838. Peningkatan ini terjadi
karena meningkatnya indeks beberapa komponen
pembentuk Aspek Kesejahteraan dan Pemerataan
Ekonomi (KPE), seperti komponen laju inflasi PDRB dan
pemerataan pendapatan. Disisi lain nilai indeks
komponen pertumbuhan ekonomi, PDRB per Kapita,
dan komponen ketimpangan kemakmuran justru
mengalami penurunan. Namun penurunan yang terjadi
BAB IV Hasil dan Pembahasan
100 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
tidak terlalu signifikan sehingga, pengaruhnya terhadap
nilai KPE relatif lebih kecil dibandingkan indeks
komponen laju inflasi PDRB dan pemerataan
pendapatan yang mengalami peningkatan.
Apabila ditinjau dari kabupaten/kota,
kabupaten/kota yang cenderung membentuk nilai
aspek KPE Provinsi Bali mengalami penurunan adalah
KPE Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem.
Sedangkan kabupaten lainnya, yaitu: Kabupaten
Jembrana, Tabanan, Gianyar, Klungkung, Bangli,
Buleleng, dan Kota Denpasar mengalami peningkatan
pada aspek tersebut.
Semetara itu, jika kita lihat komponen
penyusunan aspek kesejahteraan dan pemerataan
ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, maka akan
tampak perbedaan sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing. Seperti pada Kabupaten Badung yang
mengalami penurunan aspek KPE, yang disebabkan
karena adanya penurunan indeks pada hampir semua
komponen, kecuali indeks pada komponen ketimpangan
kemakmuran yang mengalami peningkatan. Sementara
itu, pada Kabupaten Karangasem yang juga mengalami
penurunan aspek KPE, penurunan disebabkan karena
turunnya indeks pada komponen laju inflasi PDRB dan
komponen pemerataan pendapatan, sedangkan indeks
pada komponen pertumbuhan ekonomi, PDRB per
kapita, serta ketimpangan kemakmuran mengalami
peningkatan.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 101
Tabel. 4.2. Komponen Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE) menurut kabupaten/Kota, 2008 – 2013
4.1.2. Aspek Kesejahteraan Sosial (KSo)
Aspek pendukung AKM berikutnya adalah aspek
kesejahteraan sosial (Kso). Pada tahun 2013 aspek
kesejahteraan sosial (Kso) mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2012. Kondisi ini berbeda
Komponen
KPE
Je
mb
ran
a
Ta
ba
na
n
Ba
du
ng
Gia
ny
ar
Klu
ng
ku
ng
Ba
ng
li
Ka
ran
ga
se
m
Bu
lele
ng
De
np
as
ar
BA
LI
2009 0,8534 0,9631 1,1311 1,0494 0,8706 1,0109 0,8871 1,0795 1,1549 0,9433
2010 0,8107 1,0082 1,1501 1,0734 0,9640 0,8833 0,9042 1,0391 1,1671 1,0344
2011 0,9250 0,9584 1,1027 1,1142 0,9577 0,9625 0,8555 1,0077 1,1162 1,0688
2012 0,9261 0,9268 1,1463 1,0652 0,9465 0,9396 0,8995 1,0226 1,1274 1,0443
2013 0,8862 0,9940 1,0561 1,0591 0,9405 0,9248 0,9566 1,1054 1,0773 0,9965
2009 0,9153 0,6896 1,7461 0,9684 0,9652 0,9884 1,0776 0,8593 0,7901 0,4925
2010 0,7479 0,8377 1,2843 1,1167 0,9767 0,8773 0,8602 0,9928 1,3065 0,6542
2011 0,9653 0,9662 0,8488 1,0334 1,1160 0,9256 1,1060 0,9518 1,0868 0,9809
2012 1,0949 0,8191 1,5392 1,0224 0,8613 0,9396 1,1674 0,6325 0,9235 1,2277
2013 0,9699 0,8752 1,1678 1,0275 0,9590 0,9833 1,0772 0,9590 0,9812 2,4819
2009 0,9194 0,8060 1,8619 1,0321 1,0548 0,6777 0,6450 0,7384 1,2646 1,0553
2010 0,9864 0,8642 1,6076 1,0678 1,1379 0,7525 0,6872 0,8220 1,0745 1,1014
2011 1,3089 1,1537 2,1095 0,0014 0,0015 1,0017 0,9097 1,0967 1,4166 1,4641
2012 0,9862 0,8695 1,5816 1,0808 1,1453 0,7560 0,6852 0,8314 1,0640 1,1048
2013 0,9834 0,8784 1,5653 1,0851 1,1468 0,7561 0,6871 0,8400 1,0579 1,1026
2009 0,9603 1,0237 0,9214 1,0083 1,1644 0,9175 0,8703 1,0590 1,0751 1,1786
2010 0,9797 0,9876 1,0896 1,0336 1,0869 0,8434 0,8846 0,9728 1,1219 1,2157
2011 1,1849 1,0752 0,9977 0,9664 1,1132 0,7893 0,8594 1,0123 1,0017 1,1261
2012 1,0836 1,0155 0,9525 0,9831 1,0156 0,8927 0,8412 0,9737 1,2420 1,1746
2013 1,0723 1,1162 1,0024 0,9237 1,0272 0,8760 0,9333 1,0703 0,9786 1,1353
2009 1,0694 0,9994 1,1348 1,0224 0,8335 1,1236 0,9182 0,9501 0,9487 0,8133
2010 1,0105 1,0226 0,9326 0,9987 0,9552 1,0821 1,0574 1,0151 0,9258 0,8693
2011 0,9171 0,9385 0,9690 1,0225 0,8770 1,2022 1,1168 1,0146 0,9424 0,8683
2012 0,9564 0,9666 1,0021 0,9938 0,9676 1,0960 1,1731 1,0287 0,8157 0,8224
2013 1,0106 1,0124 0,8532 1,1010 1,0634 1,1729 0,9648 1,0498 0,7720 0,9209
2009 0,5956 0,5375 0,8892 0,6251 0,4912 0,6348 0,5493 0,5462 0,6103 0,4388
2010 0,5494 0,5863 0,6989 0,6374 0,5814 0,6049 0,5818 0,6056 0,6335 0,4946
2011 0,5590 0,5769 0,7290 0,5327 0,4288 0,7110 0,6551 0,6190 0,6677 0,5993
2012 0,5714 0,5426 0,7784 0,6343 0,5839 0,6190 0,6693 0,5660 0,5142 0,5549
2013 0,5716 0,5607 0,6493 0,6864 0,6285 0,6538 0,5728 0,6104 0,5457 0,7387
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (KPE)
Pertumbuhan Ekonomi (PEk)
Laju Inflasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB Per Kapita (Kapita)
Ketimpangan Kemakmuran (KKe)
Pemerataan Pendapatan (PPend)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
102 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
dengan aspek kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
(KPE) yang mengalami peningkatan di tahun 2013.
Turunnya nilai pada aspek Kesejahteraan sosial Provinsi
Bali, disebabkan karena menurunnya jumlah lulusan
universitas serta meningkatnya angka kemiskinan di
Provinsi Bali pada tahun 2013. Hal ini ditunjukkan
dengan turunnya indeks pada komponen pendidikan
dan komponen kemiskinan.
Apabila dilihat berdasarkan wilayah, jumlah
kabupaten/kota yang mengalami peningkatan dan
penurunan jumlahnya relatif seimbang. Kabupaten/kota
yang mengalami peningkatan aspek kesejahteraan
sosial adalah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan,
Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar. Sedangkan
Kabupaten Badung, Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten
Buleleng mengalami penurunan pada aspek ini.
Jika dilihat pada masing-masing daerah maka
akan terdapat perbedaan komponen yang berpengaruh
pada peningkatan maupun penurunan pada nilai aspek
kesejahteraan sosial. Misalnya pada Kabupaten Gianyar
yang pada tahun 2013 mengalami peningkatan nilai
aspek kesejahteraan sosial paling tinggi diantara daerah
lainnya, jika dilihat masing-masing komponen, ternyata
hampir semua komponen mengalami penurunan indeks,
hanya pada komponen pendidikan mengalami
peningkatan. Sementara itu pada Kabupaten Tabanan
yang juga mengalami peningkatan pada aspek
kesejahteraan sosial, komponen yang mengalami
peningkatan nilai adalah komponen kesempatan kerja,
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 103
sedangkan komponen lainnya mengalami penurunan.
(selengkapnya lihat Tabel 4.3.)
Tabel. 4.3. Komponen Kesejahteraan Sosial (KSo) menurut kabupaten/Kota, 2009 – 2013
4.2. Aspek Pelayanan Umum (APU)
Aspek Pelayanan Umum (APU) merupakan
indikator kedua yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan kinerja pembangunan suatu daerah. Dalam
penghitungan Aspek Pelayanan Umum (APU) ini
Komponen
KsoJ
em
bra
na
Ta
ba
na
n
Ba
du
ng
Gia
ny
ar
Klu
ng
ku
ng
Ba
ng
li
Ka
ran
ga
se
m
Bu
lele
ng
De
np
as
ar
BA
LI
2009 0,9668 1,0246 1,0966 1,0204 0,9802 0,9492 0,8102 0,9812 1,1708 1,0004
2010 0,9950 1,0316 1,0156 1,0165 0,9690 0,9915 0,9086 1,0070 1,0652 0,9929
2011 0,9871 1,0202 1,0730 1,0281 0,9811 0,9412 0,8444 0,9905 1,1343 1,0281
2012 1,0285 1,0456 1,0735 1,0246 0,9508 0,9121 0,8385 0,9705 1,1561 1,0378
2013 0,9997 1,0223 1,0625 1,0361 0,9465 0,9316 0,8785 0,9800 1,1429 1,0236
2009 1,0082 1,0454 1,0086 1,0129 0,9705 1,0058 0,9537 0,9694 1,0255 0,9933
2010 1,0082 1,0452 1,0082 1,0126 0,9702 1,0060 0,9534 0,9710 1,0252 0,9930
2011 1,0083 1,0449 1,0078 1,0123 0,9700 1,0062 0,9531 0,9726 1,0248 0,9928
2012 1,0082 1,0446 1,0076 1,0120 0,9697 1,0062 0,9528 0,9743 1,0246 0,9927
2013 1,0082 1,0444 1,0072 1,0117 0,9693 1,0064 0,9526 0,9760 1,0242 0,9927
2009 1,3368 0,9818 0,6458 1,1330 1,0280 1,0200 1,2516 1,1704 0,4326 0,9602
2010 1,2965 1,0977 0,5188 1,0679 1,2046 1,0205 1,2693 1,1712 0,3534 0,9067
2011 1,3100 0,9260 0,6318 0,6162 0,7584 1,0912 1,3081 1,7892 0,5691 0,9780
2012 1,2997 1,1053 0,5000 1,0633 1,2119 1,0250 1,2762 1,1755 0,3429 0,8979
2013 1,1062 1,0375 0,4906 0,8503 1,3948 1,0836 1,3683 1,2549 0,4139 0,8951
2009 0,9861 1,0041 0,9838 1,0098 0,9937 1,0068 0,9980 1,0199 0,9978 1,0000
2010 1,0148 0,7985 1,0247 1,0303 1,0175 1,0209 1,0257 1,0462 1,0214 1,0224
2011 0,9992 1,0031 0,9979 0,9994 1,0032 1,0112 1,0011 1,0013 0,9837 0,9977
2012 1,0016 0,9968 1,0032 1,0020 0,9985 1,0098 1,0058 0,9874 0,9949 0,9986
2013 0,9836 1,0102 1,0104 0,9962 0,9966 1,0105 1,0046 0,9965 0,9914 1,0000
2009 0,9229 0,1507 1,5709 0,9881 0,5312 0,6432 0,5965 0,8897 2,7067 1,2284
2010 2,5636 0,4140 1,6142 0,5834 0,9135 0,4957 0,6148 0,5963 1,2045 0,9845
2011 1,2587 0,3356 1,4034 0,9792 1,0475 0,6416 0,7464 0,9680 1,6196 1,1052
2012 1,1196 0,6896 0,5856 1,0010 1,3324 0,7121 0,5995 1,1133 1,8470 1,1779
2013 1,3530 0,2473 0,6955 0,6117 1,6118 0,8612 0,7256 1,3460 1,5479 1,3562
2009 0,0229 0,2545 0,1851 0,0948 0,1660 0,1549 0,0451 0,0799 0,1291 0,1078
2010 -0,1631 0,1578 0,2051 0,1685 0,0631 0,1858 0,0648 0,1273 0,3231 0,1569
2011 -0,0049 0,2469 0,2070 0,2562 0,1850 0,1318 0,0170 -0,1214 0,2147 0,1243
2012 0,0263 0,1514 0,3530 0,1145 0,0002 0,1361 0,0448 0,0435 0,2624 0,1423
2013 0,0470 0,2251 0,3401 0,2320 -0,0934 0,1038 0,0096 -0,0069 0,2749 0,1172
Kesempatan Kerja (KKe)
Kriminalitas (Krim)
Kesejahteraan Sosial (KSo)
Pendidikan (Pend)
Kesehatan (Ksht)
Kemiskinan (Kems)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
104 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
diperoleh dari aspek pelayanan dasar dan aspek
pelayanan penunjang.
Berdasarkan hasil pengolahan data penyusun
indikator aspek pelayanan umum, nilai Aspek Pelayanan
Umum (APU) tahun 2013 adalah sebesar 0,8398 atau
mengalami penurunan sebesar 0,0607 poin dari tahun
sebelumnya. Turunnya nilai Aspek Pelayanan Umum
(APU) disebabkan karena turunnya nilai komponen
pelayanan dasar dan pelayanan penunjang masing-
masing sebesar 0,0533 poin dan 0,0415 poin. Jika kita
bandingkan nilai APU selama lima tahun terakhir, nilai
APU pada tahun 2013 secara umum mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009.
Sementara itu jika kita lihat pada masing-masing
kabupaten/kota, peningkatan Aspek Pelayanan Umum
pada tahun 2013 terjadi di Kabupaten Gianyar yang
meningkat 0,0380 poin, Kabupaten Klungkung meningkat
sebesar 0,2148 poin, Kabupaten Bangli meningkat
2009 2010 2011 2012 2013
APU 0,8028 0,8107 0,9635 0,8893 0,8398
Pda 0,8700 0,8483 0,9462 0,9224 0,8691
Ppenj 0,6591 0,7304 1,0008 0,8186 0,7771
Gambar 4.4
Nilai Aspek Pelayanan Umum (APU)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 105
sebesar 0,1562 poin, dan Kabupaten Karangasem
meningkat sebesar 0,0450 poin. Sedangkan
kabupaten/kota yang mengalami penurunan adalah
Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten
Badung, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar
Jika dilihat dari perolehan peringkat masing-
masing kabupaten/kota pada tahun 2013, maka
peningkatan nilai APU tertinggi yang diperoleh
Kabupaten Klungkung (naik sebesar 0,2148 poin)
menempatkan Kabupaten Klungkung pada peringkat
pertama dalam aspek pelayanan umum dimana
sebelumnya ditempati oleh Kota Denpasar. (selengkapnya
lihat Tabel 4.4.)
Tabel. 4.4. Nilai Indeks Aspek Pelayanan Umum (APU)
menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
Indeks APU
Jem
bra
na
Tab
anan
Bad
un
g
Gia
nya
r
Klu
ng
kun
g
Ban
gli
Kar
ang
asem
Bu
lele
ng
Den
pas
ar
BA
LI
2009 0,7958 0,8680 0,9748 0,8194 1,0078 0,8848 0,8049 0,8346 1,4761 0,8028
2010 0,8319 0,8974 0,8791 0,8211 0,9996 0,9291 0,8404 0,9032 1,3644 0,8107
2011 0,9797 0,8963 0,8550 0,8152 1,1840 0,8819 0,7688 0,8191 1,2661 0,9635
2012 0,8870 0,9854 0,9009 0,8568 0,9765 0,9355 0,8204 0,8091 1,2945 0,8893
2013 0,7910 0,8775 0,8504 0,8948 1,1913 1,0917 0,8654 0,8010 1,1336 0,8398
RANK
2009 9 5 3 7 2 4 8 6 1
2010 8 5 6 9 2 3 7 4 1
2011 3 4 6 8 2 5 9 7 1
2012 6 2 5 7 3 4 8 9 1
2013 9 5 7 4 1 3 6 8 2
BAB IV Hasil dan Pembahasan
106 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
4.2.1. Aspek Pelayanan Dasar (PDa)
Pada tahun 2013 Aspek Pelayanan Umum
Provinsi Bali mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini didorong
karena penurunan pada aspek pelayanan dasar, yang
mengalami penurunan sebesar 0,0532 poin
dibandingkan tahun lalu. Turunnya aspek pelayanan
dasar secara umum disebabkan karena adanya
penurunan pada pada kualitas kesehatan yang turun
sebesar 0,1769 poin. Meskipun nilai pada komponen
pendidikan dan lingkungan hidup mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 0,0003 poin dan
0,0243 poin, namun tidak signifikan, sehingga kecil
pengaruhnya terhadap perubahan nilai pada aspek
pelayanan dasar.
Sementara jika kita lihat pada masing-masing
kabupaten/kota, Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan
Kota Denpasar mengalami penurunan pada aspek
pelayanan dasar. Kota Denpasar mengalami penurunan
yang paling tinggi, yaitu turun sebesar 0,1893 poin
dibandingkan dengan tahun 2012. Turunnya nilai pada
komponen pendidikan dan lingkungan hidup
merupakan penyebab menurunnya aspek pelayanan
dasar di Kota Denpasar. Sedangkan empat
kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Klungkung,
Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, dan
Kabupaten Buleleng, mengalami peningkatan pada
aspek pelayanan dasar.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 107
Tabel. 4.5. Aspek Pelayanan Dasar (PDa) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
4.2.2. Aspek Pelayanan Penunjang (PPenj)
Seperti halnya Aspek Pelayanan Dasar, Aspek
Pelayanan Penunjang pada tahun 2013 juga mengalami
penurunan. Aspek Pelayanan Penunjang mengalami
penurunan dari 0,8186 poin pada tahun 2012 menjadi
0,7771 poin pada tahun 2013, atau turun sebesar
0,0416 poin. Turunnya aspek pelayanan penunjang ini
disebabkan karena adanya penurunan pada komponen
KB dan KS yang turun sebesar 0,1336 poin, serta
Komponen
PDa
Je
mb
ra
na
Ta
ba
na
n
Ba
du
ng
Gia
ny
ar
Klu
ng
ku
ng
Ba
ng
li
Ka
ra
ng
as
em
Bu
lele
ng
De
np
as
ar
BA
LI
2009 0,8198 1,0669 1,0248 1,0144 1,1592 0,9924 1,0735 0,9441 0,9047 0,9520
2010 0,8645 1,1123 0,8923 1,0046 1,0788 1,0521 1,1651 1,0641 0,7662 0,9191
2011 0,9012 1,0802 0,9067 1,0208 1,1812 1,0113 1,0081 1,0664 0,8241 1,0036
2012 1,0171 1,1662 0,9171 1,0663 1,0062 1,0044 1,0159 0,9200 0,8868 0,9509
2013 0,9420 1,1212 0,8889 1,0068 1,1662 1,0545 1,1057 1,0233 0,8053 0,9511
2009 0,7981 0,9785 0,6227 0,6591 1,2112 0,8429 0,5944 0,7029 2,5903 0,7862
2010 0,8232 0,9901 0,5420 0,6583 1,2574 0,8994 0,6128 0,7759 2,4410 0,8302
2011 0,8120 1,1139 0,5937 0,7893 1,3771 1,0362 0,6009 0,6735 2,0034 1,0269
2012 0,9074 1,1638 0,5872 0,7496 1,2424 1,0999 0,6685 0,6751 1,9060 0,9901
2013 0,7662 1,1101 0,4688 0,7722 1,7624 1,4396 0,5617 0,7357 1,3833 0,8132
2009 0,6866 0,7786 1,1206 1,1239 1,0441 0,9888 0,9807 1,0989 1,1777 0,8548
2010 0,7181 0,8451 1,0039 1,1216 1,0432 1,0315 1,0005 1,1443 1,0916 0,7664
2011 0,7391 0,9515 1,0756 1,1172 0,9711 0,9358 1,0290 1,0087 1,1720 0,7589
2012 0,7440 0,9374 1,0448 1,1165 0,9659 0,9452 1,0316 1,0117 1,2029 0,7944
2013 0,5742 0,6481 1,0810 1,1307 1,1447 1,0360 1,1998 0,9090 1,2764 0,8187
2009 0,7769 0,9600 0,9144 0,9235 1,1461 0,9409 0,8867 0,9039 1,5475 0,8700
2010 0,8114 0,9997 0,8037 0,9188 1,1297 0,9950 0,9344 0,9881 1,4194 0,8483
2011 0,8278 1,0573 0,8460 0,9683 1,1914 0,9995 0,8760 0,9181 1,3157 0,9462
2012 0,9071 1,1043 0,8396 0,9726 1,0753 1,0209 0,9027 0,8617 1,3158 0,9224
2013 0,7843 0,9911 0,7981 0,9606 1,3621 1,1798 0,9469 0,8955 1,1265 0,8691
Pelayanan Dasar (PDa)
Pendidikan (Pendd)
Kesehatan (Sehat)
Lingkungan Hidup (Lhdup)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
108 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
turunnya nilai pada komponen komunikasi dan
informatika yang turun sebesar 0,1069 poin. Sementara
itu komponen ketenagakerjaan dan komponen
penyelenggaraan keamanan dan ketertiban mengalami
peningkatan yang tidak terlalu signifikan, sehingga kecil
pengaruhnya terhadap perubahan nilai pada aspek
pelayanan penunjang.
Jika kita melihat aspek pelayanan penunjang
pada tahun 2013 pada masing-masing kabupaten/kota,
terdapat lima kabupaten/kota yang mengalami
penurunan, yaitu Kabupaten Jembrana turun sebesar
0,0386 poin, Kabupaten Tabanan turun sebesar 0,0966
poin, Kabupaten Badung turun sebesar 0,00697 poin,
Kabupaten Buleleng turun sebesar 0,0977 poin, dan
Kota Denpasar turun sebesar 0,1004 poin. Jika dilihat
lebih rinci pada beberapa kabupaten/kota yang
mengalami penurunan, maka turunnya nilai komponen
KB dan KS serta komponen komunikasi dan informatika
merupakan faktor pendorong turunnya aspek
pelayanan penunjang. Pada kelima kabupaten/kota
tersebut, komponen KB dan KS serta komponen
komunikasi dan informatika mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2012.
Sementara itu empat kabupaten lain yang
mengalami peningkatan pada aspek pelayanan
penunjang, yaitu Kabupaten Gianyar meningkat sebesar
0,1450 poin, Kabupaten Klungkung meningkat sebesar
0,0608 poin, Kabupaten Bangli meningkat sebesar
0,1504 poin, dan Kabupaten Karangasem mengalami
peningkatan sebesar 0,00468 poin.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 109
Tabel. 4.6. Aspek Pelayanan Penunjang (PPenj) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
4.3. Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
Aspek daya saing daerah (ADSD) merupakan
indikator terakhir dalam penentuan indeks kinerja
pembangunan (IKP). Berdasarkan hasil penghitungan
yang telah dilakukan, aspek daya saing daerah (ADSD)
Provinsi Bali pada tahun 2013 adalah sebesar 0,2568
poin. Bila dibandingkan dengan tahun 2012, nilai aspek
Komponen
PPenj
Je
mb
ra
na
Ta
ba
na
n
Ba
du
ng
Gia
ny
ar
Klu
ng
ku
ng
Ba
ng
li
Ka
ra
ng
as
em
Bu
lele
ng
De
np
as
ar
BA
LI
2009 0,9516 0,9772 0,9628 0,9883 1,0289 1,0734 1,0908 0,9840 0,9430 0,9909
2010 0,9522 0,9775 0,9633 0,9884 1,0286 1,0724 1,0897 0,9842 0,9437 0,9910
2011 0,9528 0,9777 0,9637 0,9886 1,0282 1,0716 1,0886 0,9844 0,9444 0,9911
2012 0,9534 0,9780 0,9641 0,9887 1,0279 1,0707 1,0875 0,9846 0,9451 0,9912
2013 0,9539 0,9783 0,9646 0,9888 1,0275 1,0698 1,0865 0,9848 0,9457 0,9914
2009 0,4583 0,4817 0,3711 0,3204 0,4291 0,4506 0,3158 0,4147 0,3584 0,0892
2010 0,4600 0,4681 0,4430 0,3263 0,3698 0,4095 0,2948 0,3962 0,4323 0,2680
2011 1,8649 -0,0293 -0,0526 -0,0715 1,8191 -0,0878 -0,0210 0,0093 0,1688 1,1389
2012 0,4024 0,4404 0,4836 0,3507 0,4009 0,4078 0,3105 0,3526 0,4510 0,4018
2013 0,3187 0,3094 0,3646 0,6004 0,6269 0,8876 -0,0504 0,2121 0,3307 0,2682
2009 0,6260 0,2806 2,0242 0,5671 0,2825 0,3443 0,3234 0,5530 3,9989 1,2407
2010 0,7343 0,3254 1,8765 0,6325 0,3305 0,4163 0,3747 0,6649 3,6448 1,3445
2011 0,7354 0,3279 1,8650 0,6405 0,3289 0,4189 0,3754 0,6717 3,6363 1,3521
2012 0,7403 0,3269 1,8606 0,6436 0,3257 0,4184 0,3733 0,6769 3,6343 1,3577
2013 0,6531 0,3049 1,6939 0,5583 0,3020 0,3879 1,1527 0,6273 3,3200 1,2509
2009 1,4245 0,9389 1,4390 0,5488 1,1333 1,2312 0,8110 0,8402 0,6332 0,5260
2010 1,4977 0,9493 1,1903 0,5500 1,2135 1,3277 0,8374 0,9197 0,5143 0,5004
2011 1,4653 1,0705 1,1455 0,5379 1,2027 1,3114 0,8289 0,9391 0,4988 0,4929
2012 1,4283 1,2216 1,1089 0,4916 1,3729 1,1718 0,8418 0,8566 0,5065 0,6979
2013 1,4520 0,9899 1,1157 0,8743 1,3534 1,2075 0,8342 0,6593 0,5138 0,7966
2009 0,8363 0,6711 1,1039 0,5963 0,7118 0,7646 0,6296 0,6863 1,3231 0,6591
2010 0,8756 0,6785 1,0406 0,6119 0,7211 0,7879 0,6393 0,7214 1,2468 0,7304
2011 1,3051 0,5516 0,8745 0,4874 1,1683 0,6302 0,5392 0,6070 1,1600 1,0008
2012 0,8439 0,7309 1,0321 0,6089 0,7650 0,7527 0,6443 0,6964 1,2491 0,8186
2013 0,8053 0,6342 0,9623 0,7539 0,8258 0,9031 0,6911 0,5988 1,1487 0,7771
Pelayanan Penunjang (PPenj)
Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
Ketenagakerjaan (Tenaker)
KB dan KS (KBKS)
Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban (Trantib)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
110 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
daya saing daerah mengalami penurunan sebesar
0,0693 poin. Turunnya Aspek Daya Saing Daerah pada
tahun 2013 secara umum disebabkan karena adanya
penurunan pada beberapa komponen pembentuk
seperti komponen kemampuan ekonomi daerah yang
menurun sebesar 0,0690 poin, dan komponen
sumberdaya manusia menurun sebesar 0,0016 poin.
Jika kita bandingkan selama lima tahun terakhir, nilai
aspek daya saing daerah, cenderng mengalami
penurunan. Pada tahun 2008 nilai aspek daya saing
daerah adalah sebesar 0,2951. Bila dibandingkan
dengan nilai aspek daya saing daerah pada thun 2013
yang sebesar 0,2568, berarti terjadi penurunan sebesar
0,0310 poin. Melihat fenomena ini, Provinsi Bali harus
mulai berbenah dan meningkatkan kualitas berbagai
komponen pendukung, agar dapat semakin
meningkatkan daya saing daerah.
2009 2010 2011 2012 2013
KEDa 1,0450 1,0808 1,1695 1,1716 1,1026
FWIn 0,3642 0,3642 0,3642 0,3642 0,3642
Invest 1,2284 0,9845 1,1052 1,1779 1,3562
SDM 0,6251 0,6357 0,6060 0,5813 0,5797
ADSD 0,2951 0,3769 0,3563 0,3261 0,2568
Gambar 4.5
Nilai Aspek Daya Saing Daerah (ADSD)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 111
Apabila ditinjau berdasarkan kabupaten/kota
yang ada di Bali maka terdapat lima kabupaten/kota
megalami penurunan dalam aspek daya saing daerah
(ADSD), yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung,
Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, dan
Kabupaten Buleleng. Sementara itu, Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bangli, dan
Kota Denpasar mengalami peningkatan dalam aspek
daya saing daerah. (selengkapnya lihat Tabel 4.7.)
Tabel. 4.7. Nilai Indeks Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) menurut Kabupaten/Kota, 2008 – 2012
Indeks ADSD
Jem
bra
na
Tab
anan
Bad
un
g
Gia
nya
r
Klu
ng
kun
g
Ban
gli
Kar
ang
asem
Bu
lele
ng
Den
pas
ar
BA
LI
2009 0,3346 0,5696 0,6468 0,3566 0,3572 0,1632 0,1468 0,2427 0,8742 0,2951
2010 -0,0946 0,5268 0,5542 0,5135 0,2666 0,2259 0,1561 0,3463 1,1970 0,3769
2011 0,3023 0,5553 0,6247 0,3202 0,1381 0,1589 0,1378 0,3081 1,1465 0,3563
2012 0,3512 0,4240 0,8564 0,4594 0,0345 0,0626 0,1510 0,2382 1,1144 0,3261
2013 0,2424 0,5290 0,7330 0,5121 0,0270 0,0733 0,1078 0,1851 1,2822 0,2568
RANK
2009 6 3 2 5 4 8 9 7 1
2010 9 3 2 4 6 7 8 5 1
2011 6 3 2 4 8 7 9 5 1
2012 5 4 2 3 9 8 7 6 1
2013 5 3 2 4 9 8 7 6 1
Terdapat perbedaan penyebab utama penurunan
atau peningkatan ADSD setiap kabupaten/kota, seperti
pada Kabupaten Bangli yang mengalami peningkatan
ADSD sebesar 0,0107 poin disebabkan oleh
meningkatnya seluruh komponen pendukung ADSD.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
112 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Sedangkan untuk Kota Denpasar yang mengalami
peningkatan paling besar yaitu 0,1678 poin,
peningkatannya didorong hanya oleh komponen fasilitas
wilayah/infrastuktur. Disisi lain, Kabupaten/kota yang
mengalami penurunan dalam aspek daya saing daerah,
juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam
mempengaruhi penurunan aspek tersebut. Misalnya
Kabupaten Badung yang memiliki penurunan nilai yang
cukup tinggi dibandingkan kabupaten lainnya disebabkan
oleh penurunan komponen kemampuan ekonomi daerah
dan fasilitas wilayah/infrastruktur dan komponen
sumber daya manusia.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 113
Tabel. 4.8. Komponen Aspek Daya Saing Daerah (ADSD) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
4.4. Indeks Kinerja Pembangunan (IKP)
Kabupaten/Kota
Dengan melakukan indeks komposit terhadap
ketiga indikator pembentuk yaitu aspek kesejahteraan
masyarakat (AKM), aspek pelayanan umum (APU) dan
aspek daya saing daerah (ADSD), ternyata pada tahun
2013 angka IKP Provinsi Bali mencapai 0,5742 atau
mengalami peningkatan sebesar 0,0428 poin
dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 0,5314 poin.
Komponen
ADSD
Je
mb
ran
a
Ta
ba
na
n
Ba
du
ng
Gia
ny
ar
Klu
ng
ku
ng
Ba
ng
li
Ka
ran
ga
se
m
Bu
lele
ng
De
np
as
ar
BA
LI
2009 0,9713 0,9138 1,4020 0,9143 0,9396 0,8194 0,7404 0,9010 1,3981 1,0450
2010 0,9763 0,9458 1,4789 0,9280 0,8843 0,7527 0,7431 0,8670 1,4239 1,0808
2011 1,0767 1,0462 1,4884 0,6660 0,7346 0,7970 0,7761 0,9291 1,4859 1,1695
2012 0,9988 0,9780 1,4826 1,1525 0,6657 0,5910 0,6960 0,8780 1,5572 1,1716
2013 0,9086 0,9556 1,4030 1,0207 0,9144 0,7552 0,6995 0,9077 1,4353 1,1026
2009 0,7770 0,8839 1,8000 1,2925 0,6335 0,5687 0,7860 0,8890 1,3694 0,3642
2010 0,7686 0,8738 1,6843 1,2856 0,7721 0,6432 0,8153 0,9279 1,2293 0,3642
2011 0,8505 0,8308 1,8021 1,3077 0,6341 0,5454 0,8618 0,8137 1,3539 0,3642
2012 0,9090 0,8365 1,9884 1,3366 0,6767 0,5426 0,9061 0,8229 0,9812 0,3642
2013 0,7878 0,7492 1,5916 1,2248 0,6298 0,5615 0,8276 0,8056 1,8219 0,3642
2009 0,9229 0,1507 1,5709 0,9881 0,5312 0,6432 0,5965 0,8897 2,7067 1,2284
2010 2,5636 0,4140 1,6142 0,5834 0,9135 0,4957 0,6148 0,5963 1,2045 0,9845
2011 1,2587 0,3356 1,4034 0,9792 1,0475 0,6416 0,7464 0,9680 1,6196 1,1052
2012 1,1196 0,6896 0,5856 1,0010 1,3324 0,7121 0,5995 1,1133 1,8470 1,1779
2013 1,3530 0,2473 0,6955 0,6117 1,6118 0,8612 0,7256 1,3460 1,5479 1,3562
2009 0,4266 0,4804 0,8980 0,3723 0,3056 0,0350 -0,0566 0,2030 2,2796 0,6251
2010 0,4714 0,5297 0,7045 0,4710 0,3246 0,1031 -0,0362 0,2647 2,1111 0,6357
2011 0,4674 0,4952 0,6859 0,4412 0,2621 0,0469 -0,0340 0,4091 2,1701 0,6060
2012 0,5223 0,4595 0,6417 0,4431 0,2340 0,0075 -0,0588 0,3706 2,3239 0,5813
2013 0,5222 0,4684 0,6216 0,4462 0,2446 0,0107 -0,0532 0,3814 2,3021 0,5797
2009 0,3346 0,5696 0,6468 0,3566 0,3572 0,1632 0,1468 0,2427 0,8742 0,2951
2010 -0,0946 0,5268 0,5542 0,5135 0,2666 0,2259 0,1561 0,3463 1,1970 0,3769
2011 0,3023 0,5553 0,6247 0,3202 0,1381 0,1589 0,1378 0,3081 1,1465 0,3563
2012 0,3512 0,4240 0,8564 0,4594 0,0345 0,0626 0,1510 0,2382 1,1144 0,3261
2013 0,2424 0,5290 0,7330 0,5121 0,0270 0,0733 0,1078 0,1851 1,2822 0,2568
Kemampuan Ekonomi Daerah (KEDa)
Fasilitas Wilayah/Infrastruktur (FWIn)
Iklim Investasi (Invest)
Aspek Daya Saing Daerah ( ADSD)
Sumberdaya Manusia (SDM)
BAB IV Hasil dan Pembahasan
114 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Pada tingkat kabupaten/kota, hanya terdapat
empat kabupaten/kota yang mengalami peningkatan
angka IKP yaitu Kabupaten Tabanan sebesar 0,0043 poin,
Kabupaten Gianyar sebesar 0,0631 poin, Kabupaten
Klungkung sebesar 0,0559 poin, dan Kabupaten Bangli
sebesar 0,0514.
Tabel. 4.9. Indeks Kinerja Pembangunan (IKP) menurut Kabupaten/Kota, 2009 – 2013
IKP
Jem
bra
na
Tab
anan
Bad
un
g
Gia
nya
r
Klu
ng
kun
g
Ban
gli
Kar
ang
asem
Bu
lele
ng
Den
pas
ar
BA
LI
2009 0,4940 0,5704 0,7271 0,5307 0,5496 0,5460 0,4639 0,4894 0,7749 0,4940
2010 0,3983 0,5707 0,6221 0,5694 0,5484 0,5609 0,4919 0,5534 0,8308 0,3983
2011 0,5226 0,5901 0,6347 0,5272 0,5567 0,5684 0,4866 0,4738 0,7858 0,5226
2012 0,5133 0,5666 0,7246 0,5603 0,5036 0,5393 0,5144 0,4809 0,7429 0,5133
2013 0,4791 0,5708 0,6450 0,6234 0,5595 0,5907 0,4778 0,4783 0,7299 0,4791
RANK
2009 7 3 2 6 4 5 9 8 1
2010 9 3 2 4 7 5 8 6 1
2011 7 3 2 6 5 4 8 9 1
2012 7 3 2 4 8 5 6 9 1
2013 7 5 2 3 6 4 9 8 1
Adanya perubahan nilai IKP dari tahun ke tahun
menyebabkan adanya sedikit perubahan pada posisi
masing-masing kabupaten/kota dalam peringkat IKP.
Pada tahun 2013, peringkat pertama dan kedua IKP
ditempati oleh kabupaten/kota yang sama dengan tahun
2012, yaitu Kota Denpasar pada peringkat pertama dan
Kabupaten Badung pada peringkat kedua. Kabupaten
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 115
Jembrana yang pada tahun 2012 berada pada peringkat
ketujuh juga tidak mengalami perubahan peringkat pada
tahun 2013. Sedangkan Kabupaten Tabanan dan
Kabupaten Karangasem mengalami penurunan peringkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (selengkapnya
lihat Tabel 4.9.)
Sebagai sebagai tolak ukur keberhasilan
pembangunan maka dapat diketahui dengan melihat
hubungan antara IKP dan IPM. Pada tahun 2012 posisi
dari sembilan kabupaten/kota terbagi dalam empat
kelompok yaitu kelompok kabupaten/kota yang berada
di Kuadran I, II, III, IV. Pada kelompok kuadran I terdapat
empat kabupaten/kota diantaranya adalah Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan
Kota Denpasar. Kelompok pada kuadran I memiliki arti
Jembrana
Tabanan
Badung
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem Buleleng
Denpasar
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
66,00 68,00 70,00 72,00 74,00 76,00 78,00 80,00
Gambar 4.6 Hubungan IKP dan IPM, Tahun 2013
BAB IV Hasil dan Pembahasan
116 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
bahwa kabupaten tersebut memiliki nilai IPM dan IKP
yang melebihi nilai provinsi sehingga dapat dikatakan
bahwa kabupaten/kota tersebut merupakan
kabupaten/kota yang sudah maju dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya. Pada kelompok kuadran II
ditempati oleh Kabupaten Bangli. Pada posisi ini
kabupaten tersebut berarti memiliki nilai IPM dibawah
nilai provinsi namun memiliki nilai IKP diatas nilai
provinsi. Sehingga dapat dikatakan, kabupaten-
kabupaten yang berada pada kelompok ini sedang
berkembang dalam hal pembangunan. Selanjutnya pada
kelompok kuadran III terdapat tiga kabupaten
diantaranya, Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. Hal ini berarti
bahwa kabupaten-kabupaten tersebut memiliki nilai IPM
dan IKP yang berada dibawah nilai provinsi, sehingga
membutuhkan perhatian yang khusus dalam proses
pembangunan. Pada kuadran IV ditempati oleh dua
kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana dan Kabupaten
Tabanan. Kabupaten-kabupaten yang berada pada
kelompok kuadran ini, memiliki nilai IKP yang berada di
bawah nilai provinsi, namun memiliki nilai IPM diatas
nilai provinsi.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 117
Setelah satu tahun berjalan, ternyata pada tahun
2013 kelompok kabupaten/kota tidak banyak mengalami
perubahan. Hanya terjadi sedikit perubahan, dimana
Kabupaten Tabanan yang pada tahun 2012 berada pada
kelompok kuadran I, pada tahun 2013 mengalami
penurunan dan masuk ke kuadran IV. Hal ini berarti
Kabupaten Tabanan mengalami perlambatan dalam hal
pembangunan dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga
meskipun nilai IKP Kabupaten Tabanan meningkat pada
tahun 2013 tapi, nilainya lebih rendah dari nilai propinsi.
(selengkapnya pada Gambar 4.7).
Jembrana
Tabanan
Badung Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem Buleleng
Denpasar
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
66 68 70 72 74 76 78 80
Gambar 4.6 Hubungan IKP dan IPM, Tahun 2013
Bab V PENUTUP
Simpulan
Saran
Rekomendasi Kab./Kota
BAB V Penutup
120 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V Penutup
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 121
5.1. Simpulan
1. Nilai IKP Bali Tahun 2013 secara umum mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2012. Turunnya
nilai IKP pada tahun 2013, didorong oleh turunnya nilai
aspek pelayanan umum(APU), dari 0,8893 pada tahun
2012 menjadi 0,8398 pada tahun 2013 dan aspek daya
saing ADSD yang juga turun, dari 0,3261 pada tahun
2012 menjadi 0,2568 pada tahun 2013.
2. Aspek pelayanan umum (APU) yang pada tahun 2013
mengalami penurunan, dari 0,8893 menjadi 0,8398.
Penurunan ini didorong oleh turunnya nilai kedua
komponen pembentuk yaitu pelayanan dasar (PDa) dan
pelayanan penunjang (PPe).
3. Aspek daya saing daerah (ADSD) juga mengalami
penurunan di tahun 2013, penurunannya disebabkan
karena turunnya nilai dari komponen kemampuan
ekonomi daerah (KEDa) dan sumber daya manusia
(SDM).
4. Meningkatnya SDM di Bali yang ditunjukkan dengan
peringkat IPM yang meningkat, ternyata belum mampu
untuk meningkatkan kinerja pembangunan di Bali
secara umum.
5. Setelah satu tahun berjalan, ternyata pada tahun 2013
kelompok kabupaten/kota tidak banyak mengalami
perubahan. Hanya Kabupaten Tabanan yang mengalami
penurunan, dimana nilai IKP Tabanan lebih rendah dari
nilai IKP provinsi, shingga pada tahun 2013 Kabupaten
Tabanan masuk kelompok kuadran IV.
BAB V Penutup
122 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
5.2. Saran
1. Pemerintah daerah dapat menjadikan nilai indeks
kinerja sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan
yang telah dilaksanakan, sehingga dapat dilihat
kekurangan pelaksanaan pembangunan pada tahun
sebelumnya.
2. Dalam melaksanakan pembangunan, hendaknya
pemerintah menciptakan program-program
pembangunan yang lebih terpadu, tidak tumpang tindih,
dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan pelayanan baik pelayanan dasar
(pendidikan, kesehatan) maupun pelayanan penunjang
(komunikasi, keamanan)
4. Meningkatkan keamanan agar terjadi stabilitas di
berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga akan
tercipta iklim investasi yang lebih baik.
5. Peningkatan fasilitas wilayah atau infrastruktur untuk
meningkatkan konektivitas ekonomi antar wilayah agar
terjadi pemerataan pembangunan serta meningkatkan
kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain.
5.3. Rekomendasi Kab./Kota
Beradasarkan hasil penghitungan setiap
komponen pembentuk IKP, maka beberapa
rekomendasi yang ditujukan untuk setiap
kabupaten/kota, yaitu:
BAB V Penutup
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 123
1. Kab. Jembrana
IKP Kab. Jembrana walaupun mengalami penurunan
sebesar 0,00342 namun tidak menyebabkan
peringkat IKP mengalami perubahan pada tahun
2013. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
dalam pembangunan Kab. Jembrana kedepan, yaitu:
a. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi;
b. Penekanan laju inflasi;
c. Peningkatan PDRB Per Kapita;
d. Penekanan tingkat ketimpangan
kemakmuran;
e. Peningkatan pendidikan;
f. Penekanan tingkat kemiskinan;
g. Perluasan kesempatan kerja;
h. Peningkatan pelayanan pendidikan;
i. Peningkatan pelayanan kesehatan;
j. Peningkatan pelayanan lingkungan hidup;
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah;
l. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia;
n. Peningkatan KB dan KS;
o. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
2. Kab. Tabanan
IKP Kab. Tabanan mengalami peningkatan sebesar
0,0043 poin. Kendati mengalami peningkatan,
namun tidak banyak berpengaruh pada IKP, sehingga
menybabkan turunnya peringkat Tabanan, dari
peringkat ketiga pada tahun 2012 ke peringkat
BAB V Penutup
124 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
kelima pada tahun 2013. Beberapa hal yang menjadi
penyebab sehingga perlu mendapat perhatian dalam
pembangunan Kab. Tabanan kedepan, yaitu:
a. Peningkatan pendidikan;
b. Peningkatan kesehatan;
c. Penekanan tingkat kemiskinan;
d. Penurunan tindak kejahatan di masyarakat;
e. Peningkatan pelayanan pendidikan;
f. Peningkatan pelayanan kesehatan;
g. Peningkatan pelayanan lingkungan hidup;
h. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah;
i. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
j. Penciptaan iklim investasi yang baik;
k. Peningkatan KB dan KS;
l. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
m. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan
ketertiban masyarakat;
3. Kab. Badung
IKP Kab. Badung mengalami penurunan sebesar
0,0797 poin. Namun penurunan ini tidak merubah
posisi IKP pada peringkat kedua. Meskipun peringkat
Kab. Badung tidak berubah namun ada beberapa
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan Kab.
Badung kedepan, yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan ekonomi;
b. Penekanan laju inflasi;
c. Peningkatan PDRB Per Kapita;
d. Peningkatan pemerataan pendapatan;
e. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat;
BAB V Penutup
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 125
f. Peningkatan pendidikan
g. Peningkatan kesehatan
h. Penekanan tingkat kemiskinan
i. Peningkatan pelayanan pendidikan
j. Peningkatan pelayanan kesehatan
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah
l. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia;
n. Peningkatan KB dan KS;
o. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
4. Kab. Gianyar
IKP Kab. Gianyar mengalami peningkatan sebesar
0,0631 poin yang menyebabkan peringkat IKP
meningkat dari 4 pada tahun 2012 menjadi 3 pada
tahun 2013. Namun demikian ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab.
Gianyar kedepan, yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan ekonomi;
b. Penekanan ketimpangan kemakmuran;
c. Peningkatan kesehatan;
d. Penekanan tingkat kemiskinan;
e. Perluasan kesempatan kerja;
f. Penurunan tindak kejahatan di masyarakat;
g. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah;
h. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
i. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
BAB V Penutup
126 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
5. Kab. Klungkung
IKP Kab. Klungkung mengalami peningkatan sebesar
0,0559 poin yang membuat peringkat IKP menngkat
dari 8 pada tahun 2013 menjadi peringkat 6 pada
tahun 2013. Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dalam pembangunan Kab. Klungkung
kedepan, yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan ekonomi;
b. Peningkatan pendidikan;
c. Peningkatan kesehatan;
d. Perluasan kesempatan kerja;
e. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur
f. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
g. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan
ketertiban masyarakat;
6. Kab. Bangli
IKP Kab. Bangli mengalami peningkatan sebesar
0,0514 poin yang menyebabkan naiknya peringkat
IKP Bangli dari peringkat lima pada tahun 2012
menjadi peringkat empat pada tahun 2013.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam
pembangunan Kab. Bangli kedepan, yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan ekonomi;
b. Penekanan ketimpangan kemakmuran;
c. Perluasan kesempatan kerja;
d. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat;
e. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
BAB V Penutup
Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 127
informatika;
7. Kab. Karangasem
IKP Kab. Karangasem mengalami penurunan sebesar
0,0366 poin yang juga menyebabkan peringkat IKP
mengalami penurunan dari posisi keenam ke posisi
sembilan. Untuk itu, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dalam pembangunan Kabupaten
Karangasem kedepan, yaitu:
a. Penekanan laju inflasi;
b. Peningkatan pemerataan pendapatan;
c. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat;
d. Peningkatan kesehatan;
e. Perluasan kesempatan kerja;
f. Peningkatan pelayanan kesehatan;
g. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur;
h. Peningkatan KB dan KS;
i. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan
ketertiban masyarakat;
8. Kab. Buleleng
IKP Kab. Buleleng mengalami penurunan sebesar
0,0025 poin. Walaupun mengalami penurunan,
peringkat IKP Buleleng mengalami sedikit perbaikan
peringkat, dari peringkat sembilan menjadi
peringkat delapan. Untuk itu, beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dalam pembangunan Kab.
Buleleng kedepan, yaitu:
a. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat;
b. Peningkatan pelayanan lingkungan hidup;
c. Peningakatan fasilitas wilayah/infrastruktur
BAB V Penutup
128 Analisis Indeks Kinerja Pembangunan Prov. dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013
d. Peningkatan KB dan KS;
e. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;
f. Peningkatan penyelenggaraan keamanan dan
ketertiban masyarakat;
9. Kota Denpasar
IKP Kota Denpasar mengalami penurunan sebesar
0,0129 poin. Meski mengalami penurunan, akan
tetapi Kota Denpasar tetap mampu mempertahankan
peringkatnya pada peringkat pertama. Namun
demikian, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian Kota Denpasar dalam pembangunan
kedepan, yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan ekonomi;
b. Peningkatan PDRB Per Kapita;
c. Penekanan pada ketimpangan kemakmuran;
d. Peningkatan pemerataan pendapatan;
e. Peningkatan pendidikan;
f. Peningkatan kesehatan;
g. Perluasan kesempatan kerja;
h. Penurunan tindak kejahatan di masyarakat;
i. Peningkatan pelayanan pendidikan;
j. Peningkatan pelayanan kesehatan;
k. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah;
l. Penciptaan iklim investasi yang baik;
m. Peningkatan Sumberdaya Manusia;
n. Peningkatan KB dan KS;
o. Peningkatan pelayanan komunikasi dan
informatika;