analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq, … · kemiskinan merupakan masalah fundamental yang...

100
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) OLEH WINA MEYLANI H14050860 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: buithu

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ,

DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP

INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ

(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir,

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH

WINA MEYLANI

H14050860

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RINGKASAN

WINA MEYLANI. Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI. �

Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah melakukan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) terbuka lebar. Program Ikhtiar merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan dana ZIS yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baytul Maal (BM) Bogor, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu), dan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK).

Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan kepada 5.115 orang anggota. Meski terus mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi penyaluran dana maupun jumlah anggota, namun upaya pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan per kapita mustahiq (penerima zakat). Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus pada salah satu wilayah tempat dilaksanakannya program Ikhtiar, yaitu di desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada desa tersebut, diambil 45 orang responden sebagai sampel penelitian. Responden adalah para mustahiq

anggota Program Ikhtiar yang menggunakan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal kerja.

Indikator kemiskinan mustahiq dianalisis dengan menggunakan FGT Index

yang terdiri dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index (P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai H, P1, dan P2 mengalami penurunan setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar.

Pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq

dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Oleh karena itu, Yayasan Peramu sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota perlu melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan ini diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq, apalagi jika mengingat tingkat pendidikan mustahiq tergolong rendah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.

Besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq

melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini karena modal yang didapatkan mustahiq tergolong relatif kecil dan pada sebagian mustahiq dana untuk modal tersebut justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, pihak manajemen Koperasi BAIK, Yayasan Peramu, dan BM Bogor perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang diberikan dalam pembiayaan produktif agar besarnya plafon tersebut efektif untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Proses monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari mustahiq juga perlu diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap sesuai dengan akad yang telah dibuat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini mengindikasikan pentingnya perencanaan dalam sebuah keluarga, khususnya perencanaan mengenai jumlah anak. Oleh karena itu, anggota perlu mendapatkan pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini Yayasan Peramu dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga kepada para mustahiq.

ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ,

DAN SHADAQAH SEBAGAI MODAL KERJA TERHADAP

INDIKATOR KEMISKINAN DAN PENDAPATAN MUSTAHIQ

(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir,

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

OLEH

WINA MEYLANI

H14050860

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Wina Meylani

Nomor Registrasi Pokok : H14050860

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq,

dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap

Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq

(Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun

Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Jaenal Effendi, M.A. NIP. 19740729 200604 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 19641023 198903 2 002

Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Wina Meylani H14050860

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Wina Meylani, lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 3 Mei

1986. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Endang Hidayat dan

Ibu Jua. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan SD hingga SMA di

Tasikmalaya, yaitu di SDN IPK Salawu III, SMPN 1 Salawu, dan SMAN 1

Tasikmalaya. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Setahun kemudian, penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi sebagai mayor

(program studi utama) dan Ilmu Konsumen sebagai minor (program studi

pendukung).

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi

kemahasiswaan, yaitu Shariah Economics Student Club (SES-C), Forum

Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (Formasi), dan Himpunan Mahasiswa

Tasikmalaya (Himalaya). Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai Asisten

Dosen Matakuliah Pendidikan Agama Islam IPB dan menjadi tenaga magang di

The Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Dompet Dhuafa Republika.

Kecintaan penulis pada ekonomi syariah, khususnya pada sektor keuangan mikro

syariah dan filantropi Islam membuat penulis mantap mengambil zakat sebagai

tema penelitian untuk skripsi ini.

� �

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah

mengaruniakan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya, diantaranya adalah:

1. Kedua orang tua penulis, Ibu Jua dan Bapak Endang Hidayat, atas segenap

cinta, doa, dan kesabaran yang diberikan. Semoga Allah membalasnya

dengan balasan yang sempurna.

2. Bapak Jaenal Effendi sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan

penuh kesabaran telah mengarahkan dan membimbing penulis selama

proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Nunung Nuryartono dan Bapak Muhammad Findi sebagai dosen

penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran yang begitu berharga

kepada penulis agar skripsi ini menjadi karya yang lebih baik.

4. Bapak Irfan Syauqi Beik, Bapak Suryana, dan Kak Hendro Wibowo atas

saran dan bimbingan yang diberikan.

5. Kedua orang kakak penulis (Teh Ucu dan A Rahmat) atas motivasi dan

nasihat yang diberikan, juga keponakan-keponakan tercinta (Fikri, Kiran,

dan Tsabita) atas mimpi-mimpi dan keceriaan yang dibagi.

6. Pak Asad, Mba Titin, Pak Latif, Pak Azis, Pak Ahmad Laela, Pak Sholeh,

Pak Agus, serta seluruh pengurus Yayasan Peramu, Koperasi BAIK, dan

BM Bogor atas segala arahan, bantuan, dan informasi yang diberikan

kepada penulis.

7. Teh Sundari, Rima, Pak Dini, Pak Komar, Heri, serta seluruh TPL dan

anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir yang telah membantu

penulis dalam proses pencarian data.

8. Ukhti Denok, Fitri, Ratna, Ratih, dan Nunung yang telah membantu

penulis dalam proses pencarian dan pengolahan data.

9. Vivi, Lala, Nazrul, Iqbal, Rian, Uti, Diana, Putri, Nenech, Echa, Muth,

serta sahabat-sahabat terbaik di IE 42, SES-C, dan Formasi atas

kebersamaan dan bantuan yang diberikan.

Semoga seluruh bantuan yang diberikan akan dibalas Allah dengan

balasan yang jauh lebih baik. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat, baik bagi para civitas akademika, maupun bagi pihak lainnya,

khususnya pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan sektor filantropi Islam.

Bogor, Agustus 2009

Wina Meylani

H14050860

i �

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 5

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10

2.1. Tinjauan Teoritis ............................................................................... 10

2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ...... 10

2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat ..................................................... 12

2.1.3. Pendayagunaan ZIS ................................................................. 13

2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS .................................. 13

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar ............. 15

2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan ............................................ 30

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 33

2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 36

2.3.1. Indikator Kemiskinan ............................................................... 36

2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................. 38

2.4. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 41

III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 43

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 43

3.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 43

3.3. Sampel Penelitian ............................................................................... 43

3.4. Metode Analisis Data ......................................................................... 44

ii �

3.4.1. FGT Index ................................................................................. 44

3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 48

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................................. 53

4.1. Kondisi Geografi ................................................................................ 53

4.2. Kondisi Demografi ............................................................................. 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 57

5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti Program Ikhtiar.................................................................................... 57

5.1.1. Karaktersistik Demografi Responden ....................................... 57

5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq ............................................... 59

5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq ............................................................................................. 64

5.2.1. Evaluasi Model ......................................................................... 64

5.2.2. Interpretasi Model ..................................................................... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 73

6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 73

6.2. Saran ................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76

LAMPIRAN ...................................................................................................... . 79

iii �

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Periode Maret 2007-Maret 2008 ............................................................................. 1

1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009 .......................................... 2

1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006 ....................................................................................... 4

1.4. Pertumbuhan Jumlah Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar Tahun 2003-2008 .................................................................................................. 7

2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009 ................. 18

2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon Pinjaman .................................................................................................... 28

2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi ZIS......... 34

4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ............................................................................................ 54

5.1. Karakteristik Demografi Responden ......................................................... 57

5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ........................................................................................................ 59

5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq .......................... 64

5.4. Hasil Uji Multikolinearitas ....................................................................... 66

5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................... 67

5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif ............ 68

iv �

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan .................................................................... 6

2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS ....................................................................... 14

2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK ................................................ 22

2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar ...................................................... 23

2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 41

3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian ......................................................... 44

4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata Pencaharian ....... 55

4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 56

v �

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 80

2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar ............................................................................................ 81

3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 82

4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar .......................................................................................................... 83

5. Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq ...................................... 84

6. Hasil Pengolahan Data ................................................................................. 86

1 �

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah dihadapi oleh

seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara sedang berkembang seperti

Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2008 menunjukkan bahwa

jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 34,96 juta jiwa atau

sebesar 15,42 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 226,72 juta

jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2009, jumlah penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 2,43 juta jiwa. Meskipun

telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih

tergolong tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 persen. Kemiskinan

tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan. Pada periode Maret 2009, jumlah

penduduk miskin di daerah pedesaan adalah 20,62 juta jiwa, sedangkan jumlah

penduduk miskin di daerah perkotaan adalah 11,91 juta jiwa. Artinya, 63,39

persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan (BPS, 2009).

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah

Periode Maret 2007-Maret 2008

Daerah Tahun Jumlah Penduduk

Miskin (Juta)

Persentase Penduduk

Miskin (%)

Perkotaan 2008 12,77 11,65

2009 11,91 10,72

Pedesaan 2008 22,19 18,93

2009 20,62 17,35

Total 2008 34,96 15,42

2009 32,53 14,15 Sumber: BPS, 2009.

2 �

Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal

penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Islam

sebagai agama yang syaamil (menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang

bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat

berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut

adalah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Indonesia yang merupakan negara

dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentunya memiliki potensi ZIS

yang besar pula. Nasution et al. (2008), memprediksi potensi zakat Indonesia pada

tahun 2009 ini dapat mencapai hingga Rp 12,66 triliun. Angka tersebut tentunya

akan bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq

yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka

peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan menggunakan

dana ZIS terbuka lebar.

Tabel 1.2. Estimasi Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009

Determinan Potensi Zakat Skenario (a) Skenario (b)

Keluarga muslim sejahtera1 35,2 juta jiwa 35,2 juta jiwa

Jumlah muzakki2 55,00% 55,00%

Muzakki yang membayar zakat3 95,50% 95,50 %

Proyeksi zakat per muzakki4 Rp 684.550,00 Rp 664.014,00

Proyeksi zakat nasional Rp 12.655,86 milyar Rp 12.276,18 milyar

Potensi penghimpunan oleh BAZ

dan LAZ Rp 911,22 milyar Rp 883,88 milyar

Sumber: Nasution et al., 2008.

������������������������������������������������������������1 Berdasarkan data bahwa populasi muslim di Indonesia adalah 86 persen (BPS, 2008) dan jumlah keluarga sejahtera di Indonesia adalah 41,409 juta jiwa (BKKBN, 2008).�2 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007.�3 Berdasarkan hasil survei PIRAC, 2007.�4 (a) Rp 684.550,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007) dan (b) Rp 664.014,00 (berdasarkan hasil survei PIRAC 2007 yang disesuaikan dengan asumsi penurunan ekonomi nasional sebagaimana yang digunakan dalam RAPBN 2009).�

3 �

Besarnya potensi ZIS yang dimiliki menuntut adanya upaya pengelolaan

ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon tuntutan tersebut

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia

dilakukan oleh organisasi pengelola zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat

(BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk

atas prakarsa masyarakat/swasta. Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru

pengelolaan ZIS di Indonesia agar mampu berjalan secara profesional, transparan,

dan akuntabel. Hal ini didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal

sehingga dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan

ekonomi, terutama kemiskinan.

Semangat ini pula yang kemudian melatarbelakangi Yayasan Pemberdayaan

Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) membentuk LAZ Baytul Maal (BM) Bogor

pada tahun 1999. Yayasan Peramu merupakan sebuah lembaga yang concern

terhadap pemberdayaan masyarakat miskin dan keuangan mikro syariah. Melalui

pembentukan BM Bogor, Yayasan Peramu berupaya melakukan pemberdayaan

ekonomi bagi masyarakat miskin dengan memanfaatkan dana ZIS. Program

pemberdayaan ekonomi tersebut dinamakan Program Ikhtiar yang muncul akibat

keprihatinan melihat realitas kemiskinan di Bogor. Tingkat kemiskinan

Kabupaten Bogor tergolong tinggi jika dibanding dengan kabupaten/kota lain di

Provinsi Jawa Barat. Sebagai perbandingan, data mengenai angka kemiskinan

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada dapat dilihat melalui Tabel 1.3.

4 �

Tabel 1.3. Angka Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006

Kabupaten/Kota

Tahun 2005 Tahun 2006

Jumlah Penduduk

Miskin (ribu jiwa)

Persentase Penduduk

Miskin (%)

Jumlah Penduduk

Miskin (ribu jiwa)

Persentase Penduduk

Miskin (%)

Kab. Bogor 476,7 12,50 536,4 13,83

Kab. Sukabumi 364,9 16,57 384,6 17,66

Kab. Cianjur 369,4 17,57 415,7 19,81

Kab. Bandung 550,1 13,33 619,0 15,15

Kab. Garut 386,1 17,43 434,5 19,61

Kab. Tasikmalaya 296,2 18,23 331,3 20,27

Kab. Ciamis 228,6 15,07 244,1 16,13

Kab. Kuningan 196,7 18,65 196,7 18,69

Kab. Cirebon 386,1 18,59 434,5 21,13

Kab. Majalengka 227,4 19,39 255,9 21,82

Kab. Sumedang 137,5 13,34 154,7 15,12

Kab. Indramayu 312,1 18,43 351,2 20,66

Kab. Subang 232,7 16,67 261,9 18,90

Kab. Purwakarta 111,1 14,37 125,0 16,34

Kab. Karawang 285,6 14,93 321,4 16,51

Kab. Bekasi 137,5 7,01 154,7 7,58

Kota Bogor 79,3 8,31 89,2 9,64

Kota Sukabumi 21,9 7,09 24,6 8,20

Kota Bandung 84,6 3,71 95,2 4,09

Kota Cirebon 21,2 6,91 27,4 8,70

Kota Bekasi 71,5 3,42 104,4 5,07

Kota Depok 39,6 2,88 35,3 2,48

Kota Cimahi 50,8 8,44 42,2 7,41

Kota Tasikmalaya 52,9 9,12 59,5 10,23

Kota Banjar 17,1 10,07 13,0 7,96

Jawa Barat 5.137,6 13,06 5.712,5 14,49 Sumber: BPS, 2007.

Berdasarkan Tabel 1.3, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor pada

tahun 2005 mencapai 476,7 ribu jiwa atau sebanyak 12,5 persen. Jumlah

penduduk miskin tersebut kemudian meningkat menjadi 536,4 ribu jiwa atau

sebanyak 13,83 persen pada tahun 2006. Tingginya angka kemiskinan di

Kabupaten Bogor pada tahun 2005 dan 2006 ini telah menempatkan Kabupaten

5 �

Bogor pada urutan kedua sebagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin

terbanyak di Provinsi Jawa Barat (BPS, 2007).

Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin yang dilakukan melalui

Program Ikhtiar diharapkan mampu menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat

Bogor. Program Ikhtiar merupakan program pendayagunaan ZIS berbasis

pemberdayaan komunitas yang dilakukan melalui pelayanan keuangan mikro.

Sasaran program ini adalah kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah

yang masih memiliki potensi ekonomi produktif. Program Ikhtiar terus mengalami

peningkatan yang pesat, baik dari sisi jumlah anggota, maupun jumlah dana ZIS

yang digulirkan. Sejak pertama kali dijalankan pada tahun 1999, dana ZIS yang

digulirkan hingga tahun 2008 telah mencapai Rp 7,353 milyar yang disalurkan

kepada 5.115 orang anggota program. Hal ini menunjukkan peran strategis

Program Ikhtiar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin di wilayah

Bogor. Mengingat peran strategis tersebut, maka kajian untuk menganalisis

pelaksanaan Program Ikhtiar dirasa penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Angka kemiskinan yang cenderung tinggi dari tahun ke tahun

mengindikasikan sulitnya masyarakat miskin untuk keluar dari lingkaran setan

kemiskinan (vicious circle of poverty). Teori lingkaran setan kemiskinan Nurkse

menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan

permintaan rendah (pada sisi permintaan) dan tabungan yang rendah (pada sisi

penawaran), sehingga tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah

6 �

menyebabkan kurangnya modal dan kembali menyebabkan produktivitas yang

rendah (Jhingan, 2004).

Sumber: Jhingan, 2004.

Gambar 1.1. Lingkaran Setan Kemiskinan

Salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan

memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar mereka

dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya.

Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal sangat terbatas.

Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak bankable sehingga tidak dapat

mengakses dana untuk modal dari lembaga keuangan formal seperti bank. Oleh

karena itu, Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu dan

Koperasi BAIK berusaha membuka akses masyarakat miskin terhadap sumber

dana untuk modal dengan cara menyederhanakan proses dan persyaratan dalam

peminjaman dana.

Program Ikhtiar mulai dijalankan pertama kali pada tahun 1999 di Desa

Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di Desa

pendapatan rendah

permintaan rendah (sisi permintaan)tabungan rendah (sisi penawaran)

investasi rendah

kurang modal

produktivitas rendah

7 �

Sukaluyu dibentuk tiga majelis (kelompok) yang terdiri dari 35 orang peserta

sebagai pilot project. Setelah tiga tahun masa inisiasi program (1999-2002),

jumlah anggota mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada tahun 2002

hanya terdapat 279 anggota, maka pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi

1.377 orang, dan hingga tahun 2008 jumlahnya telah mencapai 5.115 orang.

Jumlah dana ZIS yang digulirkan juga terus mengalami peningkatan, dengan total

penyaluran dana mencapai Rp 7,353 milyar hingga tahun 2008. Data pertumbuhan

anggota dan penyaluran dana bergulir dalam Program Ikhtiar setelah tiga tahun

masa inisiasi program dapat dilihat melalui Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Anggota dan Dana Bergulir Program Ikhtiar

Tahun 2003-2008

Tahun Jumlah Anggota

(orang) Penyaluran Dana Tahun

Berjalan (Rp) Total Penyaluran Dana

(Rp)

2003 1.377 Na 725.986.000

2004 1.851 581.250.000 1.307.236.000

2005 2.244 874.750.000 2.181.986.000

2006 3.003 1.188.550.000 3.370.536.000

2007 3.572 1.616.820.000 4.703.546.000

2008 5.115 2.664.500.000 7.353.046.000

Sumber: Koperasi BAIK, 2009.

Berdasarkan Tabel 1.4, pertumbuhan anggota Program Ikhtiar berkisar

antara 19-43 persen per tahun dengan persentase pertumbuhan dana ZIS bergulir

berkisar antara 40-80 persen per tahun. Meski terus mengalami pertumbuhan tiap

tahunnya, namun pemberdayaan ekonomi yang dilakukan melalui Program Ikhtiar

belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator

kemiskinan para anggotanya. Perubahan indikator kemiskinan tersebut antara lain

8 �

dicerminkan oleh tingkat pendapatan anggota setelah mengikuti Program Ikhtiar.

Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti

program Program Ikhtiar?

2. Bagaimana pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita

mustahiq dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan per

kapita mustahiq tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti

program Program Ikhtiar.

2. Menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita

mustahiq dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi BM Bogor, Yayasan

Peramu, dan Koperasi BAIK untuk mengetahui bagaimana pengaruh Program

Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan per kapita

anggotanya. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

evaluasi dan masukan dalam pelaksanaan Program Ikhtiar kedepannya agar dapat

berjalan lebih optimal dalam hal pemberdayaaan ekonomi masyarakat miskin.

9 �

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah laporan empiris

mengenai manfaat dana ZIS dalam upaya pengentasan kemiskinan, sehingga

dapat membuka paradigma bahwa dana ZIS tidak hanya disalurkan dalam bentuk

charity yang sifatnya konsumtif, tetapi juga dapat disalurkan dalam bentuk

bantuan modal kerja yang bersifat produktif agar tercipta kemandirian para

mustahiq.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus pada Program

Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada

desa tersebut, diambil 45 orang anggota sebagai sampel penelitian. Anggota yang

menjadi sampel adalah anggota yang pengajuan pembiayaan terakhirnya dalam

Program Ikhtiar ditujukan untuk modal kerja.

Analisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap indikator kemiskinan terbatas

pada indikator kemiskinan absolut dengan menggunakan pendekatan pendapatan.

Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh

BPS. Pada penelitian ini dilakukan juga analisis mengenai pengaruh Program

Ikhtiar terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Analisis yang dilakukan

terbatas pada uji nyata dan pengukuran pengaruh terhadap faktor-faktor terkait

Program Ikhtiar yang diduga dapat mempengaruhi pendapatan per kapita

mustahiq.

10 �

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)

Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-barakatu

yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti pertumbuhan dan perkembangan,

ath-thaharathu yang berarti kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan.

Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah

memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada

yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).

Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sementara orang yang

menerima zakat disebut mustahiq yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf),

yaitu orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (‘amilin), muallaf, memerdekakan

budak (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah (fi-

sabilillah), dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).

Kententuan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat ini telah

ditetapkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil

zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,

untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang

yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha

Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak (al-

mawasyi), hasil tanaman (az-zuru’), emas dan perak (an-naqdain), perniagaan (at-

tijarah), harta hasil temuan/harta karun (rikaz), dan hasil tambang (ma’din). Harta

11 �

tersebut wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan harta

wajib zakat, yaitu:

a. Al-milk at-tam, artinya harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara

sah, yang didapat dari usaha, warisan, atau pemberian yang sah,

dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau disimpan.

Harta yang bersifat haram tidaklah sah dan tidak akan diterima zakatnya.

b. An-namaa, yaitu harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki

potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan,

pertanian, dan deposito mudharabah.

c. Telah mencapai nishab, maksudnya harta itu telah mencapai ukuran

tertentu. Misalnya untuk binatang ternak jenis sapi, yaitu apabila jumlahnya

telah mencapai 30 ekor atau untuk emas/perak nilainya telah mencapai 85

gram emas.

d. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan

seseorang dan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk

kelangsungan hidupnya.

e. Telah mencapai haul, artinya harta itu telah dimiliki minimal satu tahun.

Untuk beberapa harta jenis lain, misalnya harta pertanian dan harta temuan,

terdapat pengecualian, zakatnya dikeluarkan pada saat panen/saat harta

tersebut diperoleh.

Berbeda dengan zakat yang memiliki persyaratan tertentu, infaq dan

shadaqah lebih bersifat fleksibel karena tidak memiliki persyaratan nishab, haul,

serta golongan yang wajib mengeluarkan dan yang berhak menerimanya. Infaq

12 �

berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu

kepentingan. Begitu pula dengan shadaqah yang berasal dari kata shadaqa yang

secara bahasa berarti benar. Pengertian shadaqah sama dengan infaq, tetapi bentuk

pemberiannya berbeda. Shadaqah tidak saja merupakan pemberian dalam bentuk

materi, melainkan bisa juga dalam bentuk non-materi seperti memberi nasihat,

tolong-menolong, dan berbuat baik pada orang lain (Hafidhuddin, 1998).

2.1.2. Hikmah dan Manfaat Zakat

Setiap kewajiban yang diperintahkan Allah SWT, termasuk adanya

kewajiban berzakat, pasti memiliki hikmah dan manfaat. Hafidhuddin (2002),

mengemukakan beberapa peran dan hikmah zakat, yaitu:

a) Zakat merupakan perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-

Nya, menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir

dan rakus, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.

b) Zakat merupakan sarana untuk menolong dan membina mustahiq terutama

ke arah kehidupan yang lebih sejahtera. Zakat sesungguhnya tidak hanya

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang bersifat sesaat,

melainkan juga memberikan kecukupan kepada mustahiq dengan cara

menghilangkan/memperkecil penyebab kemiskinan.

c) Zakat sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan

dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan

Allah sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi

kepentingan nafkah diri dan keluarganya.

13 �

d) Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit jaminan sosial yang

disyari’atkan oleh ajaran Islam bagi para mustahiq.

e) Zakat merupakan salah satu sumber dana pembangunan sarana dan

prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan,

kesehatan, sosial-ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia

muslim.

f) Zakat dapat memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Hal ini karena zakat

berarti mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan

dengan baik dan benar.

g) Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Melalui

zakat, terjadi transfer kekayaan dari muzakki yang memiliki kelebihan harta

kepada mustahiq yang kekurangan harta.

h) Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat untuk berzakat, berinfaq, dan

bershadaqah menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja

dan berusaha agar mampu memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya,

serta berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfiq (orang yang berinfaq).

2.1.3. Pendayagunaan ZIS

2.1.3.1. Jenis-Jenis Pendayagunaan ZIS

Pada pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk

memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama

(delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih

14 �

spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal

28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif

dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq

dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah,

dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata

yang berpeluang menguntungkan.

Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan,

yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,

2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk

menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah

bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif

adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif

sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para

mustahiq.

Sumber: Nasution et al., 2008.

Gambar 2.1. Bagan Pendayagunaan ZIS

������������������������������������������������������������5 KMA No. 373 Tahun 2003 merupakan pengganti dari KMA No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.�

Pendayagunaan ZIS

Kesehatan

Konsumtif Produktif

Pendidikan Sosial (emergency

fund, bencana

alam, dll)

Pengembangan dan

Pemberdayaan UMKM

Pemberdayaan Komunitas

15 �

Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk

bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan sosial lain yang bersifat

insidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan

ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan

UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara

produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan produktif kepada para

mustahiq. Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan

yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk

peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi

kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi)

dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk

keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi

kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang

erat kaitannya dengan investasi.

2.1.3.2. Pendayagunaan ZIS Melalui Program Ikhtiar

Program Ikhtiar adalah program pendayagunaan ZIS yang dilakukan

melalui pemberdayaan berbasis komunitas (community based empowerment)

dengan mekanisme kelompok (parcipatory group) dan ditujukan secara khusus

bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or

16 �

low income families). Konsep tersebut diadopsi dari konsep Grameen Bank yang

diprakarsai oleh Muhammad Yunus, seorang profesor ekonomi di Universitas

Chittagong, Bangladesh. Muhammad Yunus menekankan tiga ciri utama Grameen

Bank (Kuncoro, 2008), yaitu:

1) Menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless),

2) Kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada

pemberlakuan sanksi,

3) Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil,

prorakyat miskin, dan properempuan.

Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, Grameen Bank

merancang kredit mikro berbasis kepercayaan. Teknisnya, peminjam diminta

untuk membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin.

Pinjaman bergulir diberikan secara berurutan sehingga orang kedua baru bisa

mendapatkan pinjaman setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Jika

terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu

kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar

(tanggung renteng). Metode pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh

Grameen Bank telah sukses diterapkan di Bangladesh dan berhasil membawa

Muhammad Yunus menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 2006.

Mayoritas nasabah Grameen Bank adalah kaum perempuan, yaitu sebanyak

96 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar kaum perempuan

dan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan

berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Selain itu,

17 �

perempuan juga merupakan pengelola keuangan dan aset rumah tangga, oleh

karena itu pemberdayaan yang dilakukan diharapkan mampu meningkatkan

kapasitas mereka dalam mengelola keuangan dan aset rumah tangga. Metode

penyaluran kredit mikro yang digunakan oleh Grameen Bank ini kemudian

dipadukan dengan prosedur dan praktik keuangan syariah serta panduan dari

CGAP (Consultative Group to Assist The Poor) sebagai bahan acuan sistem dan

prosedur pelaksanaan Program Ikhtiar.

Program Ikhtiar merupakan perpaduan dari dua elemen penting dalam

pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1) Membangun kapasitas sosial masyarakat sehingga mampu untuk

memberdayakan dirinya. Hal ini dilakukan melalui tiga pendekatan yang

meliputi pelayanan keuangan mikro; pendidikan mengenai pengelolaan

ekonomi keluarga, kewirausahaan, koperasi, dan pendidikan kewargaan;

serta penguatan kapasitas masyarakat dalam berorganisasi dan

menyampaikan pendapat.

2) Pendayagunaan dana-dana ZIS untuk pemberdayaan mustahiq melalui

proses secara sistematis, terencana, dan berkelanjutan.

Secara operasional, program ini merupakan suatu proses untuk membangun

keuangan mikro agar mampu memenuhi kebutuhan dasar peserta program,

pendampingan pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan, serta

membangun proses pembelajaran dan pengorganisasian bagi perempuan keluarga

miskin melalui kegiatan simpan pinjam secara berkelompok. Pelayanan simpan

pinjam dimaksudkan untuk mengelola dan mengakumulasi kekuatan tabung

18 �

(saving power) mereka sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak.

Sementara itu, pinjaman yang diberikan merupakan stimulan untuk meningkatkan

kapasitas mereka, sehingga sumber daya yang dikelola menjadi lebih besar.

a. Latar Belakang Program Ikhtiar

Program Ikhtiar dimulai pertama kali pada tahun 1999 di Desa Sukaluyu,

Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pada awalnya di desa tersebut dibentuk

tiga majelis yang terdiri dari 35 orang peserta sebagai pilot project. Jumlah

peserta Program Ikhtiar terus mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap

tahunnya. Data sebaran dan jumlah anggota Program Ikhtiar hingga bulan April

2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sebaran dan Jumlah Anggota Program Ikhtiar Per April 2009

No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah

(jiwa)

A Kabupaten Bogor

1 Tamansari Sukaluyu, Sukajaya, Sukaresmi, Sukajadi, Tamansari

1.860

2 Ciomas Sukamakmur, Ciomas Rahayu, Sukaharja 527

3 Tenjolaya Gunung Malang 508

4 Ciampea Ciampea 357

5 Dramaga Sukadamai, Sukawening 232

6 Cibungbulang Ciaruteun Ilir, Cijujung 605

7 Rumpin Cidokom 170

B Kota Bogor

8 Tanah Sareal Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya

351

9 Bogor Barat Gunung Batu, Cilendek Timur, Cilendek Barat

232

10 Bogor Tengah Cibogor 36

11 Bogor Selatan Mulyaharja 147

12 Bogor Utara Tegal Gundil, Bantarjati, Tanah Baru, Ciluer

438

Jumlah 5.463 Sumber: Koperasi BAIK, 2009.

19 �

Berkembangnya Program Ikhtiar tidak terlepas dari peranan tiga lembaga

yang merupakan inisiator dan pelaksana program, yaitu Yayasan Peramu, BM

Bogor, dan Koperasi BAIK.

1) Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin

Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Mustadh’afin (Peramu) adalah sebuah

yayasan yang concern terhadap keuangan mikro syariah. Pembentukan yayasan

ini diawali dengan terbentuknya Kelompok Simpan Pinjam (KSP) yang tersebar

di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Pada

awalnya, program tersebut dilaksanakan oleh Biro Pengembangan Masyarakat

(BPM), sebuah unit kerja pada Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia

(BKSPPI). Pada tahun 1993, dilakukanlah pelembagaan BPM menjadi sebuah

lembaga independen yang bernama Yayasan Pemberdayaan Masyarakat

Mustadh’afin (Peramu).

Program yang dikembangkan oleh Yayasan Peramu adalah pemberdayaan

ekonomi rakyat berbasis syariah. Program tersebut dilakukan melalui

pengembangan skema kredit (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil (profit and

loss sharing). Dalam kurun waktu 1993-1997, Yayasan Peramu mulai merintis

pemodelan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk Baytul

Maal wat Tamwil (BMT) untuk memfasilitasi KSP-KSP yang telah terbentuk

sebelumnya. Hal ini terrealisasi melalui penumbuhan tiga unit pilot project BMT

di Bogor. Ketiga BMT tersebut adalah BMT Wihdatul Ummah (WU) yang

didirikan pada tahun 1994, serta BMT Khidmatul Ummah (KU) dan BMT

Tadbiirul Ummah (TBU) yang didirikan pada tahun 1995.

20 �

Dalam upaya mengembangkan LKMS, Yayasan Peramu juga merintis

pembentukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), hingga pada tahun 1998

didirikanlah sebuah BPRS bernama Bank Islam Rif’atul Ummah (BIRU).

Pembentukan LKMS-LKMS tersebut bertujuan untuk memberikan akses modal

kepada masyarakat yang selama ini tidak dapat memiliki akses terhadap lembaga

keuangan seperti bank, karena dinilai tidak bankable.

Selain pengembangan LKMS, Yayasan Peramu aktif melakukan pembinaan

dan pendampingan. Program pembinaan dan pendampingan yang kini tengah

dijalankan oleh Yayasan Peramu antara lain adalah penguatan organisasi yang

meliputi proses capacity building bagi anggota LKMS, serta program Desa Siaga

yang merupakan pelatihan bagi masyarakat desa mengenai pola hidup sehat,

penanganan wanita yang melahirkan, dan kesiagaan menghadapi bencana.

2) Baytul Maal Bogor

Berdirinya BMT dan BPRS ternyata belum bisa menjadi solusi atas

keterbatasan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Pada kenyataannya,

masih banyak kelompok masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan

keuangan dari BMT dan BPRS yang telah ada. Hal ini karena kedua lembaga

tersebut dalam kegiatan operasionalnya memakai akad-akad komersil dan syarat-

syarat tertentu yang tidak mampu dipenuhi oleh masyarakat yang tergolong

masyarakat miskin/dhua’afa. Kenyataan ini memicu komunitas BMT dan BPRS

yang difasilitasi oleh Yayasan Peramu untuk mendirikan sebuah lembaga

keuangan yang dapat diakses oleh kaum dhu’afa yang selama ini termarjinalkan.

Maka, pada tahun 1999 dibentuklah sebuah LAZ bernama Baytul Maal (BM)

21 �

Bogor dengan tujuan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat

miskin/mustahiq melalui pendayagunaan dana-dana amanah seperti Zakat, Infaq,

Shadaqah, Wakaf, dan Hibah (ZISWAH).

Dalam usaha mencapai tujuannya untuk melakukan pemberdayaan ekonomi

bagi masyarakat miskin/mustahiq, dana ZISWAH yang dihimpun oleh BM Bogor

disalurkan melalui dua program utama, yaitu:

1) Program Amanah

Program Amanah merupakan program santunan yang diberikan kepada para

mustahiq untuk mengatasi masalah rawan pangan, musibah, dan pemberian

beasiswa pendidikan.

2) Program Ikhtiar

Program Ikhtiar adalah program untuk memicu aksi kemandirian mustahiq

yang bertumpu pada partisipasi masyarakat lokal. Program ini dilakukan

melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat strategis, terintegrasi, dan

berkesinambungan.

3) Koperasi Baytul Ikhtiar

Terbentuknya Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) berawal dari pembentukan

Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar, sebuah UPK pada Yayasan Peramu

yang dibentuk untuk menjalankan Program Ikhtiar bersama dengan BM Bogor.

Pada Maret 2008, untuk meningkatkan kapasitas dan skala pelayanan, UPK

Ikhtiar dibadanhukumkan menjadi Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK). Dalam teknis

pelaksanakan Program Ikhtiar, Koperasi BAIK menghimpun dana yang berasal

dari tabungan anggota, dana kerjasama program, serta dana-dana amanah seperti

22 �

ZIS. Dana tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat miskin dan pelaku

usaha mikro melalui pembiayaan produktif dalam bentuk modal bergulir. maupun

pembiayaan multiguna (konsumtif) yang bertujuan memenuhi kebutuhan rumah

tangga, kesehatan, dan pendidikan masyarakat miskin. Skema manajemen dana

Koperasi BAIK dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Sumber: Baytul Maal Bogor, 2007 (dengan perubahan).

Gambar 2.2. Skema Manajemen Dana Koperasi BAIK

b. Tujuan Program Ikhtiar

Program Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas keluarga miskin agar

mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri melalui pelayanan

keuangan mikro yang dilakukan dengan menyertakan proses pemberdayaan

berbasis komunitas.

c. Sasaran Program Ikhtiar

Kelompok sasaran Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di perkotaan dan

pedesaan (urban dan rural poor) yang masih memiliki potensi produktif

Alokasi Dana Sumber Dana

Pembiayaan Produktif

Pembiayaan Multiguna

Non-Profit Loan

Anggota dan Masyarakat Sekitar (masyarakat miskin dan keluarga berpenghasilan rendah)

Dana Amanah

Dana Kerjasama Program

Tabungan

Koperasi BAIK

Kontribusi Anggota

23 �

(economically active). Pada umumnya mereka memiliki pekerjaan sebagai buruh

kasar atau pelaku usaha mikro, seperti pedagang sayur di pasar/pedagang sayur

keliling, pengrajin/pemilik bengkel sepatu, pedagang warungan, pedagang

makanan jajanan, serta petani dan buruh tani.

Sedangkan dilihat dari sisi wilayahnya, sasaran Program Ikhtiar adalah

desa/kelurahan yang merupakan kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman

kumuh (slump area) di perkotaan, serta daerah yang merupakan cluster kegiatan

ekonomi rakyat di sektor pertanian, industri rumah tangga, atau kelompok pekerja

informal perkotaan.

d. Mekanisme Pelaksanaan Program Ikhtiar

Mekanisme pendayagunaan ZIS melalui Program Ikhtiar terdiri dari tujuh

tahap, yaitu penentuan wilayah sasaran, persiapan sosial, rekrutmen anggota,

pelayanan pinjaman, pertemuan rutin, monitoring kinerja majelis, serta tahap

monitoring, evaluasi, dan perencanaan program.

Gambar 2.3. Tahapan Pelaksanaan Program Ikhtiar

Penentuan Wilayah Sasaran

Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program

Persiapan Sosial

Rekrutmen Anggota

Pelayanan Pinjaman

Pertemuan Rutin Monitoring Kinerja

Majelis

24 �

1) Penentuan Wilayah Sasaran

Wilayah sasaran Program Ikhtiar adalah desa/kelurahan yang merupakan

kantong kemiskinan di pedesaan atau pemukiman kumuh di perkotaan serta

daerah yang merupakan cluster kegiatan ekonomi rakyat di sektor pertanian,

industri kecil rumahan atau kelompok pekerja informal perkotaan. Secara fisik,

wilayah sasaran memiliki keterbatasan berbagai sarana, seperti jalan/perhubungan,

angkutan, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, air

bersih, listrik, telepon umum, dan layanan publik lainnya. Secara statistik, wilayah

tersebut memiliki indikator kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini dapat

dilihat dari tingginya angka kemiskinan penduduk serta angka kematian ibu dan

balita, juga rendahnya tingkat pendidikan warga.

Secara teknis, suatu wilayah dinyatakan layak sebagai area pelaksanaan

program jika memenuhi kriteria berikut:

(i) Potensi keluarga miskin yang memiliki kegiatan produktif berjumlah

minimal 30 persen dari total populasi penduduk di wilayah tersebut,

(ii) Potensi pelayanan berkisar antara 300-500 KK,

(iii) Memiliki jarak tempuh sekitar 30 km dan dapat dijangkau dalam waktu

maksimal 30 menit dari kantor pelayanan.

2) Persiapan Sosial

Persiapan sosial merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan

penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap Program Ikhtiar yang dilakukan

melalui pengenalan tujuan dan mekanisme program. Rangkaian kegiatan yang

dilakukan dalam tahap persiapan sosial ini antara lain adalah kunjungan,

25 �

wawancara, dan diskusi dengan contact person (tokoh masyarakat setempat);

presentasi mengenai Program Ikhtiar pada pertemuan warga; juga pendataan awal

calon peserta program.

Selain bertujuan untuk memperoleh data dasar calon peserta program,

kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan data calon tenaga lokal yang

nantinya akan menjadi pelaksana teknis Program Ikhtiar di wilayah sasaran.

Dalam rangka menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi, kegiatan ini

biasanya disertai dengan kegiatan bakti sosial (baksos), seperti pemberian

santunan bahan pokok, distribusi daging kurban, dan kegiatan sosial lainnya.

3) Rekrutmen Anggota

Proses penerimaan anggota Program Ikhtiar dimulai dengan pendaftaran

secara berkelompok kepada petugas lapangan, setiap kelompok minimal terdiri

dari 15 orang. Petugas kemudian akan melakukan uji kelayakan (UK) terhadap

para calon anggota program dengan menggunakan indeks rumah, indeks

pendapatan dan saving power, serta indeks aset rumah tangga. Keluarga miskin

yang tidak memiliki sumber pendapatan tidak menjadi target group pelayanan

Program Ikhtiar. Namun, meski sasaran program ini adalah keluarga miskin yang

memiliki potensi ekonomi produktif, pada praktiknya tidak semua anggota

program termasuk dalam kategori keluarga miskin. Pada beberapa majelis

Program Ikhtiar terdapat anggota yang tergolong mampu atau tokoh masyarakat

yang cukup memiliki pengaruh di wilayah setempat. Keberadaan mereka dalam

program ini adalah sebagai reference group yang diharapkan dapat menarik minat

masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program.

26 �

Calon anggota yang telah lolos UK akan diikutsertakan dalam Latihan

Wajib Kelompok (LWK) yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut

dengan lama pertemuan maksimal satu jam setiap harinya. Setiap calon anggota

wajib hadir secara penuh dalam LWK, bila ada calon anggota yang berhalangan,

maka LWK akan dibatalkan dan ditunda hingga pekan berikutnya. LWK

merupakan sarana untuk memperkenalkan hal-hal yang terkait dengan Program

Ikhtiar, seperti lembaga yang terlibat, mekanisme pelayanan, dan produk-produk

dalam Program Ikhtiar. Selain itu, LWK juga dapat dijadikan sebagai sarana

untuk menguji kejujuran dan kedisiplinan setiap calon anggota program. Apabila

lulus dalam latihan wajib ini, maka kelompok dan majelis telah terbentuk,

sehingga setiap anggotanya telah berhak atas pinjaman dari Koperasi BAIK.

4) Pelayanan Pinjaman

Pinjaman dalam Program Ikhtiar diberikan secara bergiliran dengan

menggunakan pola 2-2-1 dalam kelompok 5-an. Maksudnya, dalam kelompok

yang terdiri dari lima orang tersebut hanya ada dua orang yang bisa mengajukan

pinjaman pada saat pengajuan pertama (pekan ke-1). Begitupun pada saat

pengajuan kedua (pekan ke-2), dua orang berikutnya akan mendapat giliran untuk

mengajukan pinjaman. Sedangkan pada saat pengajuan ketiga (pekan ke-3),

barulah orang terakhir (satu orang) dapat mengajukan pinjaman. Lama masa

angsuran pinjaman adalah 50 pekan. Namun jika mampu, anggota juga

diperbolehkan melunasi pinjamannya sebelum masa angsuran habis sehingga

dapat mengajukan pinjaman berikutnya. Dalam satu tahun, setiap anggota berhak

atas dua kali pinjaman, dengan syarat pinjaman pertama telah dilunasi.

27 �

Plafon pinjaman yang tersedia adalah mulai Rp 300 ribu-Rp 5 juta. Namun,

pada praktiknya terdapat anggota majelis yang dana pinjaman pertamanya kurang

dari Rp 300 ribu. Hal tersebut karena jumlah pinjaman disesuaikan dengan

pendapatan dan saving power anggota. Kenaikan plafon pinjaman diberikan

secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin kehadiran, disiplin angsuran,

disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung renteng oleh anggota lainnya.

Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan pada saat pertemuan majelis.

Peminjaman dana harus diputuskan oleh seluruh anggota majelis karena adanya

mekanisme tanggung renteng di antara sesama anggota majelis. Artinya, jika pada

suatu saat terjadi pinjaman bermasalah (peminjam tidak dapat membayar

pinjaman), maka hutangnya akan menjadi tanggungan seluruh anggota majelis

tersebut. Pengajuan pinjaman anggota yang telah mendapat persetujuan dari

seluruh anggota majelis akan diproses oleh financial officer. Apabila pengajuan

pinjaman tersebut disetujui, maka satu pekan kemudian pinjaman sudah dapat

dicairkan dalam pertemuan majelis.

Pembayaran angsuran pinjaman terdiri pembayaran angsuran pokok,

tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan. Tabungan wajib

adalah sejumlah uang yang wajib ditabungkan oleh seluruh anggota Ikhtiar dan

tidak dapat diambil selama masih menjadi anggota majelis Ikhtiar. Tabungan

kelompok adalah tabungan setiap anggota Ikhtiar yang hanya dapat diambil bila

majelis mereka bubar. Sedangkan tabungan cadangan adalah tabungan anggota

Ikhtiar yang dapat akan dikembalikan bila anggota telah melunasi pinjamannya.

Besar tabungan wajib, tabungan kelompok, dan tabungan cadangan tergantung

28 �

pada besarnya plafon pinjaman. Ketentuan besar plafon beserta komponen

angsuran yang harus dibayar dalam Program Ikhtiar dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komponen Angsuran Dana Program Ikhtiar Berdasarkan Plafon

Pinjaman

No Plafon (Rp) Angsuran

Pokok (Rp)

Tabungan (Rp)

Wajib Kelompok Cadangan

1 300.000 6.000 200 300 500

2 400.000 8.000 200 300 500

3 500.000 10.000 200 300 500

4 600.000 12.000 200 300 500

5 700.000 14.000 200 300 500

6 750.000 15.000 250 500 750

7 800.000 16.000 250 500 750

8 900.000 18.000 400 600 1.000

9 1.000.000 20.000 400 600 1.000

10 1.200.000 24.000 400 600 1.000

11 1.300.000 26.000 400 600 1.000

12 1.500.000 30.000 400 600 1.500

13 2.000.000 40.000 800 1.200 2.000

14 2.500.000 50.000 1.000 1.500 2.500

15 3.000.000 60.000 1.000 1.500 2.500

16 3.500.000 70.000 2.000 3.000 5.000

17 4.000.000 80.000 2.000 3.000 5.000

18 4.500.000 90.000 2.000 3.000 5.000

19 5.000.000 100.000 2.000 3.000 5.000 Sumber: Koperasi BAIK, 2009.

Bagi anggota yang melakukan pinjaman dengan akad komersil (murabahah,

ijarah, dan hiwalah), maka bertambah lagi satu jenis komponen angsuran, yaitu

profit/keuntungan yang diberikan anggota kepada lembaga (Koperasi BAIK).

Besarnya profit tersebut tergantung pada kesepakatan antara lembaga dan anggota

pada saat pengajuan pinjaman. Selain itu, pada setiap pertemuan majelis, setiap

anggota juga mengumpulkan dana infaq dan dana sasarengan yang diperuntukkan

bagi Koperasi BAIK, sebagai wujud kontribusi dan rasa memiliki anggota

terhadap lembaga ini.

29 �

5) Pertemuan Rutin

Pertemuan rutin majelis dipandu oleh fasilitator dan TPL. Pertemuan rutin

merupakan sarana dalam melakukan pelayanan kas angsuran dan tabungan, serta

pengajuan dan pencairan pinjaman. Agenda lain yang biasanya dilakukan pada

pertemuan rutin adalah evaluasi mengenai kinerja kelompok dalam kehadiran,

pinjaman, dan tabungan, serta pembahasan usulan-usulan yang diberikan oleh

anggota. Pertemuan ini kemudian ditutup dengan pembacaan hasil transaksi dan

validasi oleh ketua majelis, serta pembacaan kembali ikrar anggota majelis

Ikhtiar.

6) Monitoring Kinerja Majelis

Perkembangan kegiatan pendampingan majelis dimonitoring dalam briefing

pekanan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai kinerja

majelis. Monitoring kinerja majelis didasarkan pada informasi lapangan dari

fasilitator dan TPL, serta data prestasi majelis yang berupa prestasi angsuran,

tabungan, dan kehadiran anggota. Pada setiap bulannya, data mengenai prestasi

majelis akan dilaporkan oleh bagian operasional Koperasi BAIK. Data tersebut

kemudian akan dibahas dalam rapat monitoring kinerja majelis yang dilakukan

setiap satu kali per bulan. Output dari rapat monitoring kinerja majelis adalah

pemetaan kualitas majelis dan rekomendasi bagi kegiatan pendampingan.

7) Monitoring, Evaluasi, dan Perencanaan Program

Proses monitoring, evaluasi, dan perencanaan sangat diperlukan untuk

mengetahui kinerja program dan memperbaikinya. Hal ini bertujuan untuk

mencapai kinerja yang optimum, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

30 �

Monitoring program dilakukan dalam rapat bulanan dan pekanan. Rapat bulanan

dilakukan untuk membahas laporan dan proyeksi finansial, perkembangan kinerja

majelis dan kelompok, serta evaluasi dan rencana pendampingan. Sedangkan

rapat pekanan dilakukan sebagai sarana monitoring kinerja TPL. Evaluasi dan

perencanaan program dilakukan selama satu kali dalam setahun melalui suatu

lokakarya yang bertujuan untuk menghasilkan rumusan program tahunan.

Rumusan program tahunan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi rencana

kerja dan anggaran tahunan (annual working plan and budget) serta proyeksi

finansial.

2.1.4. Dimensi dan Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional yang

mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan politik (Nasoetion, 1996). Dimensi

kemiskinan ditinjau dari sisi ekonomi adalah kondisi yang menggambarkan

rendahnya permintaan agregat yang menyebabkan berkurangnya insentif untuk

mengembangkan sistem produksi, rasio kapital per tenaga kerja yang rendah

sehingga menyebabkan produktivitas tenaga kerja rendah, serta penyebab

misalokasi sumber daya, terutama tenaga kerja. Dilihat dari sisi sosial, kemiskinan

mengindikasikan lemahnya potensi masyarakat untuk berkembang. Selain itu,

kemiskinan juga terlihat dari minimnya aspirasi dan pendeknya horizon waktu

wawasan ke depan suatu masyarakat. Sedangkan apabila dilihat dari sisi politik,

kemiskinan dapat digambarkan melalui ketergantungan dan eksploitasi suatu

kelompok masyarakat oleh kelompok masyarakat lainnya. Kemiskinan

31 �

sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih

buruk daripada kemiskinan itu sendiri.

Pada umumnya ketika orang membicarakan mengenai kemiskinan, maka

yang dimaksud adalah kemiskinan yang bersifat material. Seseorang termasuk

dalam kategori miskin jika tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan

dasar/pokok untuk dapat hidup layak (Rintuh dan Miar, 2003). Dalam Islam,

kebutuhan dasar manusia tersebut mencakup lima unsur pokok yang harus

dipelihara dan diwujudkan agar manusia dapat mewujudkan kemaslahatan di

dunia dan akhirat (Djamil, 2004). Lima unsur pokok tersebut adalah:

a. Terpeliharanya agama (Hifdz al-Din)

b. Terpeliharanya jiwa (Hifdz al-Nafs)

c. Terpeliharanya keturunan (Hifdz al-Nasl)

d. Terpeliharanya akal (Hifdz al-Aql)

e. Terpeliharanya harta/kekayaan (Hifdz al-Maal)

Selain memiliki definisi yang bersifat multidimensional, kemiskinan juga

memiliki konsep yang beragam. Konsep-konsep kemiskinan yang telah

berkembang antara lain adalah kemiskinan absolut dan relatif, serta kemiskinan

kultural dan struktural.

a. Kemiskinan Absolut dan Relatif

Tambunan (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan atau

tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Pengukuran kemiskinan yang mengacu

pada garis kemiskinan disebut dengan konsep kemiskinan absolut, sedangkan

pengukuran kemiskinan yang tidak mengacu pada garis kemiskinan disebut

32 �

dengan konsep kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut

apabila tidak memenuhi standar yang ditetapkan sebagai garis kemiskinan.

Ukuran kemiskinan absolut bersifat tetap dan dapat diukur berdasarkan kebutuhan

kalori minimum serta komponen-komponen nonpangan yang sangat diperlukan

untuk bertahan hidup.

Di Indonesia, BPS menetapkan garis kemiskinan dengan menggunakan

pendekatan konsumsi. Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan

membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kkalori per kapita per hari dan

biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa, pakaian,

perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Sementara itu, Bank Dunia

menetapkan garis kemiskinan dari sisi pendapatan (income poverty), yaitu

pendapatan di bawah $2 per hari (untuk kategori kemiskinan moderat) dan

pendapatan di bawah $1 per hari (untuk kategori kemiskinan absolut).

Kemiskinan relatif melihat kemiskinan yang didasarkan pada kondisi riil

tingkat kemakmuran masyarakat. Misalnya, garis kemiskinan ditetapkan sebesar

20 persen dari rata-rata pendapatan penduduk di suatu daerah, serta ketertinggalan

pendidikan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke

atas. Sebagai ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berubah antartempat dan

antarwaktu.

b. Kemiskinan Kultural dan Struktural

Hamid (2008) mendefinisikan kemiskinan kultural sebagai kemiskinan yang

terjadi karena budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada

dirinya. Mereka bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang

33 �

membantunya keluar dari kemiskinan tersebut. Sedangkan kemiskinan struktural

merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur dan sistem ekonomi yang

timpang dan tidak berpihak pada si miskin. Menurut Nasoetion (1996),

kemiskinan struktural memiliki beberapa hierarki, dan hierarki tertinggi dalam

kemiskinan struktural disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam struktur

perekonomian nasional. Hal ini menimbulkan masalah-masalah struktural

ekonomi yang semakin menyudutkan keberadaan orang miskin.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

a. Irfan Syauqi Beik (2008): Analysis on The Role of Zakat in Alleviating

Poverty: Dompet Dhuafa Republika Case Study

Penelitian Beik (2008) bertujuan untuk menganlisis perubahan indikator

kemiskinan mustahiq setelah mendapat distribusi dana ZIS. Pada penelitian ini,

indikator kemiskinan dianalisis dengan menggunakan beberapa macam indeks

kemiskinan, yaitu:

1) Headcount ratio, yaitu ukuran yang menunjukkan persentase jumlah orang

miskin dalam populasi.

2) Poverty gap ratio (P1) dan income-gap ratio (I), yaitu ukuran yang

menggambarkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan

garis kemiskinan.

3) Sen index poverty (P2) dan FGT index (P3), yaitu ukuran yang menunjukkan

distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin.

Penelitian dilakukan terhadap 50 orang mustahiq penerima bantuan dari

Dompet Dhuafa Republika dengan menggunakan garis kemiskinan yang

34 �

ditetapkan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Jakarta tahun 2007 yaitu sebesar Rp

266.874,00/kapita/bulan. Garis kemiskinan tersebut kemudian dikonversi menjadi

garis kemiskinan keluarga dengan cara mengalikannya dengan rata-rata jumlah

orang dalam sebuah keluarga yang ditetapkan oleh BPS (2007), sehingga

diperoleh garis kemiskinan/keluarga/bulan sebesar Rp 1.254.308,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya distribusi ZIS,

indikator-indikator/ukuran kemiskinan mustahiq mengalami penurunan. Hal ini

berarti bahwa distribusi dana ZIS terbukti mampu memperbaiki kondisi

kemiskinan mustahiq. Perubahan indikator-indikator kemiskinan mustahiq

sebelum dan setelah adanya distribusi ZIS berdasarkan hasil penelitian Beik

(2008) dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Indikator Kemiskinan Sebelum dan Setelah Adanya Distribusi

ZIS

Indikator Kemiskinan Sebelum Distribusi ZIS Setelah Distribusi ZIS

H 0,84 0,74

P1 (Rp) 540.657,01 410.337,06

I 0,43 0,33

P2 0,46 0,33

P3 0,19 0,11 Sumber: Beik, 2008.

b. Irma Rahmawati (2005): Analisis Dampak Pendistribusian Zakat

Melalui Kredit terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)

Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang penting

dalam peningkatan pendapatan mustahiq dengan menggunakan metode regresi

eksponensial yang kemudian dilinearkan dan diolah dengan menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

pendapatan per kapita mustahiq adalah jumlah dana Masyarakat Mandiri yang

35 �

diterima (pembiayaan), pembinaan yang diikuti, jumlah tanggungan, serta

variabel dummy berupa tingkat pendidikan (SD atau tidak sekolah) dan cara

pemasaran yang dilakukan oleh mustahiq (di dalam desa atau di luar desa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pendapatan per kapita mustahiq

dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh jumlah dana pembiayaan, jumlah

pembinaan yang diikuti, dan variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq. Jumlah

tanggungan mustahiq juga berpengaruh signifikan terhadap laju pendapatan per

kapita mustahiq, namun dengan hubungan yang negatif. Sedangkan variabel

dummy cara pemasaran tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap

laju pendapatan per kapita mustahiq.

c. Wirawan (2008): Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui

Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat

Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di

Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten

Bogor)

Salah satu tujuan dari penelitian Wirawan (2008) adalah untuk menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mustahiq pengrajin

tahu yang merupakan peserta program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa (MM

DD) di Kampung Iwul. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan

pendapatan mustahiq adalah modal pinjaman dari MM-DD, pemakaian tenaga

kerja, pendapatan harian dari usaha tahu, dan pendapatan harian lain-lain diluar

usaha tahu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan harian dari usaha tahu dan

pendapatan harian lain-lain di luar usaha tahu berpengaruh secara signifikan dan

36 �

positif terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Sementara itu, modal

pinjaman justru berpengaruh signifikan dengan hubungan yang negatif terhadap

peningkatan pendapatan peserta program. Hal ini karena alokasi penggunaan

modal pinjaman tidak hanya ditujukan untuk pemakaian jangka pendek, tetapi

juga untuk keperluan investasi (jangka panjang), sehingga manfaatnya tidak

semua dapat langsung dinikmati saat ini. Variabel lain yang dianalisis adalah

pemakaian tenaga kerja. Hasilnya, pemakaian tenaga kerja tidak berpengaruh

signifikan terhadap pendapatan peserta program.

d. Mila Sartika (2008): Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif

terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli

Surakarta

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhana, sehingga

hanya ada satu variabel bebas (dana zakat produktif yang diberikan LAZ Yayasan

Solo Peduli Surakarta) yang diduga mempengaruhi variabel tak bebas

(pendapatan mustahiq). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana zakat produktif

berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan mustahiq.

2.3. Kerangka Pemikiran

2.3.1. Indikator Kemiskinan

Tingkat pendapatan dapat menjadi salah satu indikator kemiskinan absolut.

Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur indikator

kemiskinan tersebut, namun menurut Sen (1976) yang diacu dalam Sowwam

(2006), penghitungan ukuran kemiskinan yang ‘baik’ harus memiliki beberapa

karakteristik, yaitu:

37 �

(a) Aksioma fokus (focal axiom), yang menyatakan bahwa ukuran kemiskinan

harus mengabaikan informasi yang berhubungan dengan pendapatan

individu yang tidak miskin.

(b) Aksioma kesamaan (monotonicity axiom), yang menyatakan bahwa sebuah

ukuran kemiskinan akan meningkat ketika pendapatan dari individu miskin

menurun. Hal ini berarti bahwa seharusnya ada korelasi antara indeks

dengan jarak orang miskin ke garis kemiskinan.

(c) Aksioma transfer (transfer axiom), yang menyatakan bahwa transfer

pendapatan kepada mereka yang ’kurang miskin’ akan menaikkan indeks

kemiskinan. Aksioma ini berarti bahwa ukuran kemiskinan seharusnya

merefleksikan bagaimana pendapatan didistribusikan di antara orang

miskin.

(d) Kesamaan bagian (subgroup monotonicity), yang menyatakan bahwa jika

sebuah ukuran kemiskinan dari bagian populasi meningkat, cateris paribus,

ukuran kemiskinan untuk keseluruhan populasi akan meningkat.

Salah satu alat untuk menganalisis indikator kemiskinan dengan

menggunakan pendekatan pendapatan adalah FGT Index (Foster, Greer, dan

Thorbecke, 1984). Indikator kemiskinan yang diukur dengan FGT Index terdiri

dari headcount ratio (H) yang menggambarkan persentase orang miskin dalam

suatu populasi yang diobservasi, indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth

index (P1) yang menggambarkan kesenjangan antara pendapatan orang miskin

dengan garis kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan/poverty severity index

38 �

(P2) yang menggambarkan distribusi pendapatan di antara orang miskin. Formula

dasar FGT Index adalah sebagai berikut:

Dimana: P� = indeks kemiskinan

(dengan � � 0 merupakan parameter ‘penghindaran

kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada

perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis

kemiskinan. Ketika � = 0, maka ukurannya sama dengan

headcount ratio; ketika � = 1, ukurannya sama dengan indeks

kedalaman kemiskinan; dan ketika � = 0, ukurannya sama

dengan indeks keparahan kemiskinan)

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

2.3.2. Pendapatan Per Kapita Mustahiq

Program Ikhtiar yang dijalankan oleh BM Bogor, Yayasan Peramu, dan

Koperasi BAIK merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan bagi

masyarakat miskin dengan cara memberikan pinjaman dana untuk modal kerja.

Pada fungsi produksi sederhana, modal (K) dan tenaga kerja (L) merupakan

faktor-faktor yang menentukan tingkat output (q) yang dapat diproduksi. Fungsi

39 �

produksi sederhana yang melibatkan modal dan tenaga kerja sebagai input

produksi adalah sebagai berikut:

q = f (K, L)

Fungsi produksi di atas memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang

yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal

dan tenaga kerja (Nicholson, 2002). Dengan adanya bantuan modal kerja, para

mustahiq dapat memulai atau mengembangkan usaha mereka, sehingga

pendapatan mustahiq akan meningkat.

Proses penyaluran dana dalam Program Ikhtiar dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya prospek usaha serta kinerja

mustahiq yang dicerminkan oleh kedisiplinan kehadiran dan pembayaran

angsuran. Oleh karena itu, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama

mengikuti Program Ikhtiar dapat mencerminkan kinerja dan kondisi ekonomi

mustahiq sehingga memiliki korelasi yang positif dengan tingkat pendapatan

mustahiq.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan tidak hanya pada tingkat pendapatan

rumah tangga mustahiq. Namun lebih dalam dari itu, analisis dilakukan pada

tingkat pendapatan per kapita mustahiq. Oleh karena itu, jumlah anggota keluarga

yang menjadi tanggungan mustahiq akan turut mempengaruhi pendapatan per

kapita mustahiq. Hal ini karena pendapatan per kapita merupakan total pendapatan

yang diperoleh dibagi dengan banyaknya jumlah tanggungan.

���������������������������� ���������������

�����������������

40 �

Bagi rumah tangga mustahiq yang memiliki lebih dari satu jenis mata

pencaharian, pendapatan rumah tangga mereka tidak seluruhnya berasal dari

usaha yang menggunakan modal kerja dari Program Ikhtiar. Pendapatan rumah

tangga mustahiq merupakan penjumlahan dari pendapatan usaha yang

menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan pendapatan usaha lainnya.

Pendapatan = Pendapatan usaha yang menggunakan modal dari Program

Ikhtiar + Pendapatan usaha lain

Namun, karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq,

maka komponen pendapatan mustahiq yang akan digunakan untuk analisis adalah

pendapatan mustahiq yang dihasilkan dari usaha yang menggunakan modal dari

Program Ikhtiar. Bantuan modal kerja yang diperoleh melalui Program Ikhtiar

juga dapat memotivasi mustahiq anggota program yang tadinya hanya berstatus

sebagai ibu rumah tangga untuk ikut aktif mencari sumber penghasilan keluarga.

Oleh karena itu, keaktifan mustahiq untuk bekerja tersebut akan berpengaruh

positif terhadap tingkat pendapatan per kapita mustahiq.

Latar belakang tingkat pendidikan mustahiq dapat mempengaruhi wawasan

dan skill mustahiq dalam mengelola dana dan menjalankan usaha. Oleh karena itu,

semakin tinggi tingkat pendidikan mustahiq, pendapatan per kapita mustahiq

diharapkan juga akan lebih tinggi karena kemampuannya dalam mengelola dana

dan menjalankan usaha.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh kerangka pemikiran yang akan

digunakan dalam penelitian ini. Bagan kerangka pemikiran tersebut dilihat pada

Gambar 2.4.

41 �

Keterangan: ----- = ruang lingkup penelitian.

Gambar 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diperoleh

hipotesis penelitian sebagai berikut:

Analisis FGT Index

(H, P1, P2)

Analisis Regresi Linier

Berganda

Program Ikhtiar

BM Bogor, Yayasan Peramu, Koperasi BAIK

Non-Profit

Loan

Pembiayaan Produktif

Pembiayaan Multiguna

Mustahiq

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Per Kapita Mustahiq

Indeks Kemiskinan Mustahiq

• Besarnya pembiayaan

• Banyaknya melakukan pembiayaan

• Pendapatan usaha yang dibiayai

• Jumlah tanggungan

• Keaktifan bekerja

• Tingkat pendidikan

Indikator Kemiskinan Absolut: Pendapatan

Per Kapita

42 �

1) Program Ikhtiar mampu menurunkan indikator kemiskinan mustahiq yang

menjadi anggotanya.

2) Besarnya modal kerja yang diberikan melalui Program Ikhtiar, banyaknya

mustahiq melakukan pembiayaan, pendapatan mustahiq yang diperoleh dari

usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, keaktifan bekerja

mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq memiliki pengaruh signifikan

dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Sedangkan jumlah

tanggungan akan mempengaruhi secara signifikan namun berhubungan

negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.

43 �

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2009, dengan melakukan studi

kasus pada salah satu daerah yang menjadi tempat pelaksanaan Program Ikhtiar,

yaitu di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Pemilihan lokasi selain berdasarkan rekomendasi dari pihak pelaksana Program

Ikhtiar, juga karena Desa Ciaruteun Ilir termasuk salah satu desa yang memiliki

tingkat kemiskinan yang tinggi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, yaitu mustahiq yang

menjadi anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari BPS, Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, Baytul Maal Bogor, Yayasan

Peramu, Koperasi BAIK, serta literatur seperti buku, jurnal, maupun informasi

dari media elektronik.

3.3. Sampel Penelitian

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang

yang merupakan anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Penarikan

sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu

berdasarkan pertimbangan mengenai beberapa karakteristik terkait anggota

44 �

sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Dalam

hal ini, anggota Program Ikhtiar yang menjadi sampel penelitian adalah anggota

yang mengajukan pembiayaan terakhirnya dalam Program Ikhtiar untuk modal

kerja. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Teknik Penarikan Sampel Penelitian

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. FGT Index

Alat analisis kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah FGT

Index (Foster, Greer, dan Thorbecke, 1984) dengan menggunakan � = 0, � = 1,

dan � = 2. Ketika � = 0, ukuran ini sama dengan headcount ratio (H); ketika � =

1, menunjukkan ukuran indeks kedalaman kemiskinan/poverty depth index (P1);

dan ketika � = 2, ukurannya sama dengan indeks keparahan kemiskinan/poverty

severity index (P2). Formula dasar untuk mengukur indeks kemiskinan dengan

FGT Index adalah sebagai berikut:

Anggota Program Ikhtiar di Kabupaten dan Kota

Bogor

Terpilih Anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir (terdiri dari 569 orang

anggota)

Terpilih 45 orang anggota Program Ikhtiar

sebagai sampel

Berdasarkan rekomendasi pihak pelaksana Program Ikhtiar dan pertimbangan bahwa tingkat kemiskinan di Desa Ciaruteun Ilir

tergolong tinggi

Purposive sampling: anggota Program Ikhtiar yang pembiayaan terakhirnya

ditujukan untuk modal kerja

45 �

Dimana: P� = indeks kemiskinan

(dengan � � 0 merupakan parameter ‘penghindaran

kemiskinan’ yang memberikan bermacam pembobotan pada

perbedaan pendapatan setiap individu yang miskin dan garis

kemiskinan)

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

a. Headcount Ratio (H)

Headcount Ratio (H) merupakan indikator kemiskinan yang paling

sederhana, yang mengukur jumlah orang miskin sebagai persentase dari populasi

yang diobservasi. Kategori miskin didasarkan pada standar garis kemiskinan.

Seseorang dikategorikan miskin jika pendapatannya berada di bawah garis

kemiskinan. Pada penelitian ini, garis kemiskinan yang digunakan adalah garis

kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada FGT Index, headcount ratio

merupakan indikator kemiskinan ketika nilai � = 0, sehingga formula untuk

mengukur headcount ratio dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana: H = headcount ratio

P0 =

46 �

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

n = jumlah observasi

Penggunaan headcount ratio sebagai alat analisis dalam penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan jumlah orang miskin yang dapat dikurangi

melalui pendayagunaan ZIS produktif dalam Program Ikhtiar. Semakin kecil nilai

headcount ratio, maka jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Pengukuran

kemiskinan dengan menggunakan headcount ratio telah memenuhi aksioma

fokus, namun informasi kemiskinan yang diberikan masih sangat terbatas karena

tidak bisa memberikan informasi ‘seberapa miskin’ orang miskin itu (aksioma

kesamaan), serta tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan/pengeluaran di

antara masyarakat miskin (aksioma transfer).

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks kedalaman kemiskinan atau dikenal juga sebagai poverty gap (PG)

menunjukkan kesenjangan/selisih antara pendapatan orang miskin dengan garis

kemiskinan, sehingga dapat menggambarkan ‘seberapa miskin’ orang miskin

tersebut. Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, maka semakin kecil

pula jarak antara pendapatan masyarakat miskin dengan garis kemiskinan. Indeks

kedalaman kemiskinan ini merupakan bagian dari pengukuran FGT Index ketika

nilai � = 1. Formula untuk mengukur indeks kedalaman kemiskinan adalah

sebagai berikut:

Dimana: P1 = indeks kedalaman kemiskinan

P1 =

47 �

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks kedalaman kemiskinan

telah memenuhi aksioma fokus dan kesamaan, namun masih belum bisa

memenuhi aksioma transfer sehingga belum bisa menggambarkan bagaimana

distribusi pendapatan/pengeluaran di antara masyarakat miskin.

c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan ketimpangan pendapatan

antar penduduk miskin. Semakin kecil nilai indeks keparahan kemiskinan, maka

distribusi pendapatan di antara masyarakat miskin semakin merata. Indeks

keparahan kemiskinan merupakan sebuah ukuran tentang keparahan kemiskinan

yang telah digunakan secara luas dengan menggunakan niali � = 2, sehingga

formulanya dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana: P2 = indeks keparahan kemiskinan

n = jumlah observasi

q = jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskinan

yi = pendapatan orang miskin ke-i

P2

48 �

Indeks keparahan kemiskinan merupakan alat untuk mengukur kemiskinan

yang lebih komprehensif dibanding menggunakan headcount ratio dan indeks

kedalaman kemiskinan. Analisis kemiskinan dengan menggunakan indeks

keparahan kemiskinan telah mampu memenuhi aksioma kesamaan, fokus, dan

transfer.

3.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh program

Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah metode regresi linier

berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau Ordinary

Least Square (OLS). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program

E-Views 6 dan Microsoft Excel 2007. Model yang digunakan untuk menganalisis

pengaruh program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah sebagai

berikut:

YKapi = �0 + �1Mi + �2PYDi + �3PUBi + �4Tgi+ �5DKi + �5DP1i + �5DP2i +

�5DP3i + �i

Dimana :

YKapi = Pendapatan per kapita mustahiq ke-i (Rp/bulan)

Mi = Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq

ke-i (Rp/periode pembiayaan)

PYDi = Banyaknya mustahiq ke-i melakukan pembiayaan selama mengikuti

Program Ikhtiar

PUBi = Pendapatan mustahiq ke-i yang berasal dari usaha yang menggunakan

modal dari Program Ikhtiar (Rp/bulan)

49 �

Tgi = Jumlah tanggungan mustahiq ke-i (jiwa)

DKi = Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i

DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja

DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga

DPi = Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i

DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang

lain.

DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk

yang lain.

DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk

yang lain.

�i = Error term

�0 = Konstanta

�1,..,�5 = Koefisien masing-masing variabel bebas

a. Pengujian Kriteria Statistik

1) Uji F

Statistik uji F digunakan untuk menguji model secara keseluruhan sehingga

dapat dilihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebas secara

keseluruhan. Apabila nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang

digunakan, maka secara statistik telah dibuktikan bahwa model tersebut dapat

menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pada model tersebut terdapat minimal satu variabel bebas

50 �

yang dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada variabel bebas yang hendak

diukur.

2) Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur persentase kemampuan variabel bebas

dalam menerangkan keragaman yang terjadi pada variabel tak bebas. Nilai R2

yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan

semakin baik. Namun, pengukuran menggunakan R2 memiliki kelemahan apabila

dilakukan pada model regresi berganda, yaitu nilai R2 akan selalu meningkat

apabila dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model (Pindyck dan

Rubinfeld, 1983). Oleh karena itu, pengukuran goodness of fit suatu model regresi

berganda sebaiknya menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan

(adjusted R-squared). Berbeda dengan nilai R2 yang selalu meningkat apabila

dilakukan penambahan variabel bebas pada model, nilai adjusted R-squared justru

dapat menurun apabila terjadi penambahan variabel bebas yang tidak diperlukan

pada model regresi berganda tersebut.

3) Uji t

Jika dalam uji F disimpulkan bahwa model secara signifikan dapat

menjelaskan keragaman variabel tak bebas yang hendak diukur, maka selanjutnya

dilakukan statistik uji t untuk melihat variabel mana yang memiliki pengaruh

nyata terhadap variabel tak bebas yang hendak diukur. Jika nilai probabilitas t-

statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka secara statistik telah

dibuktikan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara nyata terhadap

variabel tak bebas yang hendak diukur.�

51 �

b. Pengujian Kriteria Ekonometrik

1) Multikolinearitas

Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat

apakah terdapat hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model

regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa

konsekuensi (Gujarati, 1995), diantaranya:

(i) Meskipun penaksir OLS mungkin bisa diperoleh, tetapi standard error

cenderung semakin besar dengan meningkatnya korelasi antara variabel.

(ii) Standard error dari parameter dugaan akan sangat besar sehingga selang

keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar.

(iii) Jika korelasi antara variabel bebas tergolong tinggi, kemungkinan

probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar.

(iv) Standard error akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan data.

(v) Tidak memungkinkan untuk mengisolasi pengaruh individual dari variabel

bebas.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu

model adalah melalui correlation matrix. Jika terdapat koefisien korelasi

antarvariabel bebas yang lebih besar dari |0,8| (rule of thumb), maka dapat

disimpulkan bahwa terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi tersebut.

52 �

2) Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah varians residual

bersifat tidak konstan. Jika varians bersifat tidak konstan, maka timbul gejala

heteroskedastisitas yang akan menyebabkan tidak efisiennya proses estimasi,

sementara hasil estimasinya sendiri masih konsisten dan tak bias. Selain itu,

konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastisitas adalah mengakibatkan uji t-

statistik dan uji F-statistik menjadi tidak berarti. Salah satu cara untuk menguji

gejala heteroskedastisitas dalam sebuah model regresi adalah dengan melakukan

uji White Heteroskedasticity Test. Apabila nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih

besar dari taraf nyata yang digunakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi.

53 �

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografi

Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu dari 15 desa yang terdapat di

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Secara geografis, batas wilayahnya

adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin,

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea,

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweungkolot,

d. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cijujung.

Desa Ciaruteun Ilir secara administratif terdiri dari 4 Dusun, 10 RW, dan 35

RT dengan luas wilayah 392 ha. Sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan

penduduk sebagai lahan sawah, luasnya mencapai 200 ha (51,02 persen). Proporsi

lahan yang digunakan untuk pemukiman dan pekarangan juga tergolong besar,

yaitu seluas 160 ha (40,82 persen). Sedangkan sisanya, lahan seluas 32 ha

dimanfaatkan penduduk untuk ladang/huma (19 ha), jalan (2 ha), pemakaman

(3ha), lapangan olahraga (2 ha), serta lahan untuk bangunan sarana pendidikan

dan peribadatan masing-masing seluas 0,5 ha.

4.2. Kondisi Demografi

Berdasarkan data kependudukan Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir per April

2009, jumlah penduduk desa ini adalah 10.514 jiwa dengan kepadatan penduduk

2.682 jiwa/km2. Mayoritas penduduk desa ini tergolong dalam kategori usia

54 �

produktif, yaitu penduduk yang berusia antara 15-64 tahun, jumlahnya adalah

6.475 jiwa atau sebesar 61,58 persen dari jumlah total penduduk.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur

(Tahun) Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa)

0-4 544 583 1127

5-9 582 618 1200

10-14 592 562 1154

15-19 576 532 1108

20-24 442 477 919

25-29 412 348 760

30-34 357 358 715

35-39 324 315 639

40-44 337 304 641

45-49 221 216 437

50-54 259 176 435

55-59 170 181 351

60-64 236 234 470

65-70 166 109 275

>70 168 115 283

Jumlah 5386 5128 10514

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Sebagian besar penduduk Desa Ciaruteun Ilir bermata pencaharian sebagai

pedagang, jumlahnya mencapai 922 orang. Komoditi yang diperdagangkan

terutama adalah sayuran seperti kangkung dan bayam yang memang merupakan

komoditi pertanian utama di desa ini. Lokasi mereka berdagang meliputi pasar-

pasar di wilayah Bogor, namun ada pula penduduk yang berdagang sampai ke luar

Bogor seperti ke Depok dan Pulo Gadung. Jumlah terbesar kedua adalah

penduduk yang bermata pencaharian sebagai tukang ojek, yaitu sebanyak 875

orang. Hal ini disebabkan jalan di Desa Ciaruteun Ilir dan wilayah sekitarnya

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

menjadi satu

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

lainnya.

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

menjadi satu

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

Jenis pekerjaan lain yang juga cuk

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

lainnya.

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

100200300400500600700800900

1000

Ju

mla

h (

jiw

a)

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

menjadi satu-satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

Jenis pekerjaan lain yang juga cuk

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

0100200300400500600700800900

1000���

���

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

Jenis pekerjaan lain yang juga cuk

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

Pencaharian

���

���

Jenis Mata

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

Jenis pekerjaan lain yang juga cukup banyak digeluti oleh penduduk Desa

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

Pencaharian

�� �� �

Jenis Mata Pencaharian

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

up banyak digeluti oleh penduduk Desa

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swas

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

Pencaharian

� � �

encaharian

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pe

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

sebagian besar adalah sayuran seperti bayam dan kangkung.

up banyak digeluti oleh penduduk Desa

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

sebagai sopir angkutan, bengkel, tukang las, pegawai negeri, swasta, buruh pabrik,

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

� �

55

tidak dapat diakses oleh angkutan umum roda empat (angkot), sehingga ojek

satunya sarana transportasi umum yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa tersebut. Sementara itu, penduduk yang bermata pencaharian

sebagai petani jumlahnya adalah 320 orang, lebih sedikit dibanding penduduk

yang bekerja sebagai pedagang dan tukang ojek. Komoditi pertanian di desa ini

up banyak digeluti oleh penduduk Desa

Ciaruteun Ilir adalah pekerjaan sebagai tukang bangunan. Sebanyak 140 orang

penduduk desa ini bekerja sebagai tukang bangunan. Sedangkan sisanya bekerja

ta, buruh pabrik,

pengrajin, penjahit, TNI/POLRI, pensiunan/purnawirawan, dan jenis pekerjaan

Gambar 4.1. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Mata

���

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

672 orang atau sebesar 43,47 per

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Tinggi/S1.

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

����������������������������������������6

Bulog RI.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

672 orang atau sebesar 43,47 per

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Tinggi/S1.

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

����������������������������������������6�Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

Bulog RI.�

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

672 orang atau sebesar 43,47 per

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

�����������������������������������������������������������

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

672 orang atau sebesar 43,47 persen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

��������������������

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa C

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Sumber: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir, 2009.

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Cia

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

pendidikan di desa ini tergolong rendah, namun penduduk Desa Ciaruteun Ilir ada

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

Selain tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan Desa Ciaruteun Ilir juga

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

56

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir masih tergolong rendah.

Sebagian besar penduduk bahkan tidak tamat Sekolah SD, jumlahnya mencapai

sen. Penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang tamat

SD berjumlah 609 orang (39,39 persen), tamat SLTP berjumlah 129 orang (8,34

persen), dan tamat SLTA berjumlah 109 orang (7,05 persen). Meski tingkat

iaruteun Ilir ada

juga yang berhasil memasuki jenjang pendidikan tinggi. Sebanyak 12 orang atau

0,78 persen penduduk merupakan lulusan Akademi/Sarjana Muda, dan sisanya

sebanyak 15 orang atau 0,97 persen penduduk merupakan lulusan Perguruan

Gambar 4.2. Profil Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Tingkat

ruteun Ilir juga

tergolong memprihatinkan. Di desa ini terdapat 2.705 kepala keluarga (KK) dan

889 KK di dalamnya (32,87 persen) termasuk dalam kategori keluarga miskin6.

Kategori miskin berdasarkan kriteria Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima bantuan raskin dari

57 �

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perubahan Indikator Kemiskinan Mustahiq Setelah Mengikuti

Program Ikhtiar

5.1.1. Karakteristik Demografi Responden

Data karakteristik demografi mustahiq anggota Program Ikhtiar yang

menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik

Demografi Klasifikasi

Jumlah

(Jiwa)

Persentase

(%)

Usia

< 15 tahun

15-64 tahun

� 65 tahun

0

45

0

0

100

0

Status pernikahan

Belum menikah

Menikah

Janda

0

39

6

0

86,67

13,33

Jumlah tanggungan

0-3 orang

4-7 orang

>7 orang

15

29

1

33,33

64,44

2,22

Pendidikan

Tidak sekolah

Tidak tamat SD

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

5

17

20

2

1

11,11

37,78

44,44

4,44

2,22

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

Petani

Pedagang

Buruh

Lainnya

32

1

7

4

1

71,11

2,22

15,56

8,89

2,22

Berdasarkan Tabel 5.1, seluruh responden termasuk dalam kategori usia

produktif, yaitu berusia antara 15-64 tahun. Sebagian besar responden berstatus

menikah (86,75 persen) dengan jumlah tanggungan 0-3 orang sebanyak 33,3

58 �

persen, jumlah tanggungan 4-7 orang sebanyak 64,44 persen, dan jumlah

tanggungan lebih dari 7 orang sebanyak 2,22 persen. Namun, di antara para

responden tersebut, terdapat 13,33 persen yang berstatus sebagai janda sehingga

mereka harus berjuang lebih keras sebagai kepala keluarga yang berkewajiban

untuk menafkahi keluarganya.

Ditinjau dari aspek pendidikan, kondisi pendidikan responden tergolong

memprihatinkan. Persentase responden yang tidak pernah bersekolah mencapai

angka 11,11 persen, sedangkan responden yang pernah memasuki jenjang

pendidikan SD namun tidak menamatkannya berjumlah 37,78 persen. Mayoritas

responden merupakan lulusan SD, yaitu sebanyak 44,44 persen. Sementara itu,

persentase responden yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan responden yang

tamat SLTA hanya 2,22 persen. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan

rendahnya pula wawasan dan skill yang dimiliki, sehingga kemampuan untuk

berkompetisi di dunia kerja relatif kurang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan

pengangguran yang sangat rentan terhadap kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan

hubungan yang erat antara kemiskinan dengan tingkat pendidikan.

Seluruh responden pada penelitian ini adalah perempuan, karena seperti

telah dijelaskannya sebelumnya bahwa sasaran Program Ikhtiar adalah kaum

perempuan. Sebagian besar responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan

persentase sebesar 71,11 persen. Responden yang berstatus sebagai ibu rumah

tangga tidak memiliki penghasilan sendiri, sehingga sangat tergantung pada

penghasilan kepala keluarga (suami). Namun, di antara 45 orang responden

tersebut, terdapat responden yang aktif bekerja sehingga bisa memiliki

59 �

penghasilan sendiri. Mereka mayoritas bekerja sebagai pedagang, jumlahnya

adalah 15,56 persen. Sedangkan responden lainnya bekerja sebagai buruh (8,89

persen), petani (2,22 persen), dan jenis pekerjaan lainnya (2,22 persen).

5.1.2. Indikator Kemiskinan Mustahiq

Hasil pengolahan data pendapatan per kapita responden sebelum dan setelah

adanya mengikuti Program Ikhtiar yang dianalisis menggunakan FGT Index dapat

dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Indeks Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti

Program Ikhtiar

Indeks Kemiskinan Sebelum Mengikuti Program Ikhtiar

Setelah Mengikuti Program Ikhtiar

H 0,49 0,44

P1 0,17 0,14

P2 0,09 0,06

Sumber: Lampiran 2, 3, dan 4.

a. Headcount Ratio (H)

Hasil pengolahan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa setelah

mengikuti Program Ikhtiar, headcount ratio (H) mengalami penurunan dari 0,49

menjadi 0,44. Hal ini berarti jumlah mustahiq yang termasuk kategori miskin

berkurang dari 49 persen menjadi 44 persen setelah adanya pendistribusian ZIS

melalui Program Ikhtiar. Menurunnya nilai H tidak terlepas dari pengaruh

peningkatan pendapatan mustahiq setelah mengikuti program Ikhtiar. Berdasarkan

penelitian, sebanyak 64,44 persen mustahiq yang menjadi responden mengalami

peningkatan pendapatan setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar (lampiran 1).

60 �

Meski demikian, tidak semua mustahiq yang mengalami peningkatan

pendapatan tersebut mampu keluar dari garis kemiskinan. Hal ini antara lain

disebabkan oleh banyaknya jumlah tanggungan pada keluarga mustahiq. Semakin

banyak jumlah tanggungan, maka pendapatan per kapita akan semakin rendah.

Jadi, walaupun mustahiq anggota Program Ikhtiar ini telah mengalami

peningkatan pendapatan, mereka tidak bisa keluar dari garis kemiskinan apabila

peningkatan pendapatan tersebut tidak sebanding dengan jumlah orang yang

menjadi tanggungannya.

Sebagai contoh kasus, pada penelitian ini terdapat seorang responden yang

memiliki jumlah tanggungan sebanyak tujuh orang. Setelah mengikuti Program

Ikhtiar, pendapatan rumah tangga responden tersebut meningkat sebesar 75

persen, yaitu dari Rp 600.000,00 menjadi Rp 1.050.000,00. Namun, banyaknya

jumlah tanggungan yang dimiliki menyebabkan peningkatan pendapatan rumah

tangga responden tersebut tidak signifikan untuk meningkatkan pendapatan per

kapita anggota keluarganya. Hal ini menyebabkan anggota keluarga mustahiq

tersebut masih tetap berada di bawah garis kemiskinan.

Meskipun sebagian besar mustahiq, yaitu sebanyak 64,44 persen mengalami

peningkatan pendapatan setelah mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman

modal kerja melalui Program Ikhtiar, namun .pada penelitian ini terdapat

mustahiq yang pendapatannya tidak mengalami perubahan, bahkan ada pula yang

pendapatanya justru menurun. Persentase mustahiq yang pendapatannya tidak

berubah adalah 24,44 persen. Sedangkan mustahiq yang pendapatannya justru

menurun berjumlah 11,11 persen (lampiran 1). Faktor-faktor yang menyebabkan

61 �

pendapatan mustahiq tersebut tidak berubah atau bahkan justru menurun

diantaranya adalah:

1) Faktor internal keluarga

Faktor internal keluarga maksudnya adalah kondisi keluarga mustahiq yang

berpengaruh terhadap tingkat pendapatan responden. Misalnya, mustahiq

yang mengalami perceraian/suami mustahiq meninggal dunia. Karena

sumber utama pendapatan yang sebelumnya berasal dari suami sudah tidak

ada, maka mereka dituntut untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan

ekonomi keluarganya. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah dan

skill seadanya, tidak banyak lapangan kerja yang dapat mereka masuki,

sehingga sebagian ada yang terpaksa harus menjadi buruh untuk

memperoleh penghasilan. Contoh lain adalah mustahiq yang berhenti

bekerja dengan pertimbangan kewajibannya sebagai seorang ibu. Hasil

wawancara di lapangan menunjukkan bahwa terdapat mustahiq yang

memilih berhenti bekerja karena harus mengurus anaknya yang masih

balita. Hal ini menyebabkan pendapatan keluarga mustahiq berkurang

karena hanya suaminya yang bekerja.

2) Besarnya pembiayaan

Responden yang tingkat pendapatannya tidak berubah setelah mendapatkan

bantuan modal usaha produktif menyatakan bahwa jumlah

pinjaman/pembiayaan yang mereka terima relatif kecil sehingga tidak

berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Hasil survei di lapangan

menunjukkan bahwa plafon pinjaman responden masih berkisar antara Rp

62 �

200 ribu–Rp 2,5 juta, namun mayoritas plafon pinjaman masih berada

antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Menurut pihak pelaksana Program Ikhtiar,

perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun

Ilir memang tergolong lambat dibanding perkembangan anggota di daerah-

daerah lain. Para TPL dan fasilitaor wilayah bahkan harus gencar

memberikan motivasi pada angggota agar mereka mau mengajukan

pembiayaan untuk modal usaha. Hal ini merupakan salah satu penyebab

lambatnya perkembangan perekonomian anggota Program Ikhtiar di Desa

Ciaruteun Ilir yang diindikasikan oleh relatif rendahnya plafon pinjaman

anggota.

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks kedalaman kemiskinan mustahiq mengalami penurunan dari 0,17

menjadi 0,14 setelah mustahiq mengikuti Program Ikhtiar. Penurunan nilai indeks

kedalaman kemiskinan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan mustahiq

cenderung semakin mendekati garis kemiskinan, sehingga kesenjangan antara

pendapatan mustahiq dengan garis kemiskinan semakin berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian, pada awalnya rata-rata pendapatan per kapita

mustahiq yang termasuk dalam kategori miskin adalah Rp 100.681,82. Namun

setelah mengikuti Program Ikhtiar, rata-rata pendapatan per kapita tersebut

kemudian meningkat 35,91 persen menjadi Rp 136.833,33 (lampiran 2 dan 3).

c. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa nilai indeks keparahan kemiskinan

mustahiq sebelum mengikuti Program Ikhtiar adalah 0,09. Sedangkan setelah

63 �

mengikuti Program Ikhtiar, nilai indeks P2 menurun menjadi 0,06. Hal ini

menunjukkan bahwa pendistribusian ZIS untuk modal kerja dapat mengurangi

ketimpangan pendapatan di antara mustahiq, sehingga distribusi pendapatan di

antara mereka relatif lebih merata dibanding dengan kondisi sebelum adanya

program pendistribusian ZIS sebagai modal kerja melalui Program Ikhtiar.

Penurunan indeks keparahan kemiskinan ini disebabkan terbukanya akses

para mustahiq untuk memperoleh dana, karena sebelumnya mereka tidak mampu

mengakses pinjaman dana dari lembaga keuangan formal dan komersil untuk

modal usahanya. Dengan adanya Program Ikhtiar yang mendistribusikan dana ZIS

untuk membantu modal usaha mustahiq, akses mereka terhadap sumber dana yang

mereka perlukan untuk modal usaha telah terbuka. Beban mustahiq juga menjadi

lebih ringan, karena pada pinjaman pertama, akad yang digunakan adalah qardhul

hasan (pinjaman kebaikan), sehingga para mustahiq hanya perlu mengembalikan

pokok pinjaman tanpa harus memberikan bagi hasil atau magrin. Hal tersebut

dapat menambah motivasi para mustahiq untuk melakukan usaha/bekerja,

sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan secara mandiri dan distribusi

pendapatan di antara mereka cenderung menjadi lebih merata dibandingkan

dengan kondisi sebelum mereka mendapatkan bantuan berupa pinjaman modal

kerja melalui Program Ikhtiar.

64 �

5.2. Pengaruh Program Ikhtiar terhadap Pendapatan Per Kapita Mustahiq

5.2.1. Evalusi Model

Hasil estimasi model persamaan pendapatan per kapita mustahiq yang

diolah dengan menggunakan program E-views 6 dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Estimasi Model Pendapatan Per Kapita Mustahiq

Dependent variabel: YKAP

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 209710,4 90642,04 2,313611 0,0265

M 0,000963 0,067982 0,014161 0,9888

PYD 5264,729 20991,46 0,250803 0,8034

PUB 0,311208 0,036091 8,622774 0,0000

TG -74474,02 16621,82 -4,480497 0,0001

DK 137283,0 47567,27 2,886081 0,0066

DP1 48790,19 39727,82 1,228111 0,2274

DP2 53667,35 91915,37 0,583878 0,5629

DP3 -19526,90 127117,1 -0,153613 0,8788

R-squared 0,759395

Adjusted R-squared 0,705927

Durbin-Watson stat 2,579226

F-statistic 14,20283

Prob(F-statistic) 0,000000 Sumber: Lampiran 6.

Berdasarkan hasil estimasi tersebut, maka diperoleh model persamaan

pendapatan per kapita mustahiq sebagai berikut:

YKAP = 209710,4 + 0,000963*M + 5264,729*PYD + 0,311208*PUB – 74474,02*TG + 137283,0*DK + 48790,19*DP1 + 53667,35*DP2 – 19526,90*DP3

a. Uji Kriteria Statistik

1) Uji-F

Hasil uji-F menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik adalah

0,00000; lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan, yaitu � = 1 persen. Jadi,

65 �

dapat diambil kesimpulan bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita

mustahiq tersebut minimal terdapat satu variabel bebas yang dapat menjelaskan

keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1

persen.

2) Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan Tabel 5.3, nilai adjusted R-squared pada persamaan model

pendapatan per kapita mustahiq adalah 0,7059. Artinya, model tersebut dapat

menjelaskan 70,59 persen keragaman yang terjadi pada pendapatan per kapita

mustahiq, sedangkan sisanya sebesar 29,41 persen dijelaskan oleh variabel-

variabel lain di luar model.

3) Uji-t

Uji-t dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel bebas mana yang

memiliki pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hasil uji-t menunjukkan

bahwa pada model persamaan pendapatan per kapita mustahiq, variabel-variabel

yang secara signifikan mempengaruhi pendapatan per kapita mustahiq pada taraf

nyata 1 persen adalah pendapatan usaha yang menggunakan dana dari Program

Ikhtiar (PUB), jumlah tanggungan (Tg), dan variabel dummy keaktifan bekerja

mustahiq (DK). Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik ketiga

variabel tersebut yang lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan. Sedangkan

variabel besarnya modal kerja yang diterima dari Program Ikhtiar (M), banyaknya

mustahiq melakukan pembiayaan (PYD), dan variabel dummy tingkat pendidikan

mustahiq (DP1, DP2, dan DP3) dapat disimpulkan tidak memiliki pengaruh yang

66 �

signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq karena probabilitas t-statistik

pada kedua variabel tersebut lebih besar dari 1 persen.

b. Uji Kriteria Ekonometrik

1) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan correlation matrix.

Masalah multikolinearitas terjadi apabila terdapat nilai koefisien korelasi

antarvariabel bebas yang bernilai lebih besar dari �0,80�. Matriks korelasi

persamaan model pendapatan per kapita mustahiq dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber: Lampiran 6.

Berdasarkan Tabel 5.4, dapat disimpulkan bahwa model persamaan

permintaan per kapita mustahiq terbebas dari masalah multikolinearitas. Hal

tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas yang lebih

kecil dari �0,80�.

2) Uji Heteroskedastisitas

Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan

White Heteroskedasticity Test. Hasil uji heteroskedastisitas tersebut dapat dilihat

pada Tabel 5.5.

YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3

YKAP 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248

M 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541

PYD 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967

PUB 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402

TG -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202

DK 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088

DP1 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840

DP2 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513

DP3 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000

67 �

Tabel 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 14.08068 Probability 0.0000

Obs*R-squared 43.24501 Probability 0.0330 Sumber: Lampiran 6.

Pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Obs*Squared adalah

0,0330. Hal ini menunjukkan bahwa pada persamaan pendapatan per kapita

mustahiq tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena nilai probabilitas

Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 1 persen.

5.2.2 Interpretasi Model

a. Besarnya Pembiayaan untuk Modal Kerja (M)

Berdasarkan hasil estimasi model, pada taraf nyata 1 persen, besarnya

pembiayaan untuk modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pendapatan per kapita mustahiq. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian

yang menyatakan bahwa besarnya pembiayaan untuk modal kerja memiliki

pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq.

Ketidaksesuaian antara hipotesis awal dengan hasil estimasi ini diduga

terjadi karena modal yang diterima mustahiq relatif kecil sehingga tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan mereka. Besarnya pinjaman modal

yang diterima belum cukup untuk meningkatkan skala usaha mustahiq yang akan

menyebabkan pendapatan mereka turut meningkat. Meski demikian, para

mustahiq mengaku bahwa modal tersebut sangat bermanfaat untuk

mempertahankan kelangsungan usaha yang menjadi sumber mata pencaharian

68 �

bagi keluarga mereka. Besarnya plafon pembiayaan terakhir yang diterima

mustahiq berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 2,5 juta. Data sebaran plafon

pembiayaan produktif mustahiq yang menjadi responden pada penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Komposisi Mustahiq Berdasarkan Plafon Pembiayaan Produktif

No Plafon Pembiayaan (Rp) Jumlah Mustahiq (Jiwa) Persentase (Persen)

1 200.000 4 8,89

2 400.000 3 6,67

3 500.000 10 22,22

4 600.000 8 17,78

5 700.000 1 2,22

6 800.000 6 13,33

7 1.000.000 11 24,44

8 1.200.000 1 2,22

9 2.500.000 1 2,22

Berdasarkan Tabel 5.6, plafon pembiyaan produktif yang diterima mustahiq

sebagian besar masih berkisar antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu, jumlahnya yaitu

55,56 persen. Dengan kata lain, lebih dari separuh mustahiq, plafon

pembiayaannya masih berada di antara Rp 200 ribu-Rp 600 ribu. Meski demikian,

lembaga pelaksana Program Ikhtiar tidak dapat serta-merta meningkatkan jumlah

plafon pembiayaan untuk para mustahiq karena peningkatan plafon pembiayaan

memang dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi ekonomi,

disiplin kehadiran, disiplin angsuran, disiplin tabungan, dan kesepakatan tanggung

renteng oleh anggota lainnya. Pada penelitian ini, mustahiq yang telah

mendapatkan plafon pembiayaan mencapai Rp 1 juta adalah sebanyak 24,44

persen, sedangkan mustahiq yang mendapatkan plafon pembiayaan Rp 1,2 juta

dan Rp 2,5 juta jumlahnya masing-masing hanya 2,22 persen.

69 �

Selain relatif kecilnya jumlah pembiayaan yang diterima, faktor lain yang

membuat besarnya modal yang diterima menjadi tidak signifikan terhadap

pendapatan per kapita mustahiq adalah terjadinya penyalahgunaan alokasi dana

pembiayaan yang diperoleh. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa

mustahiq yang tidak sepenuhnya menggunakan pembiayaan produktif dari

Program Ikhtiar untuk modal usaha, walaupun dalam akad telah dinyatakan

bahwa dana tersebut akan digunakan untuk modal. Dana yang seharusnya

digunakan sebagai modal usaha agar pendapatannya bisa meningkat justru

digunakan mustahiq untuk memenuhi kebutuhan konsumtif mereka, sehingga

adanya pembiayaan yang diterima tidak berdampak signifikan terhadap

pendapatan.

b. Banyaknya Mustahiq Melakukan Pembiayaan (PYD)

Berdasarkan hasil estimasi, banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan

(PYD) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita

mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis

penelitian yang menyatakan bahwa banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan

memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita

mustahiq.

Berdasarkan hasil wawancara, pembiayaan yang dilakukan mustahiq selama

mereka menjadi anggota Program Ikhtiar (2006-2009) berkisar antara 1-5 kali.

Namun, tidak semua pembiayaan yang diterima mustahiq ditujukan untuk

kegiatan produktif. Beberapa mustahiq lebih cenderung untuk memenuhi

kebutuhan konsumtif terlebih dahulu, sehingga pengajuan pembiayaan pada

70 �

periode awal mereka mengikuti Program Ikhtiar lebih ditujukan untuk kegiatan

konsumtif, misalnya perbaikan rumah, pemasangan listrik, biaya pendidikan anak,

dan lain-lain. Hal ini menyebabkan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan

tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatannya.

c. Pendapatan Usaha yang Menggunakan Modal dari Program Ikhtiar

(PUB)

Sesuai dengan hipotesis penelitian, pendapatan usaha mustahiq yang

menggunakan modal dari Program Ikhtiar (PUB) memiliki pengaruh yang

signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf nyata 1

persen. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa dana yang berasal dari

pembiayaan produktif yang diterima mustahiq digunakan sebagai modal pada

usaha yang merupakan sumber mata pencaharian utama bagi keluarga mustahiq.

Meski besarnya modal yang diperoleh tidak cukup signifikan untuk meningkatkan

pendapatan per kapita mustahiq, namun modal tersebut telah membantu para

mustahiq untuk menjaga kelangsungan usahanya.

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien PUB sebesar 0,3112.

Artinya, apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah pada pendapatan usaha

mustahiq yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar, maka pendapatan per

kapita mustahiq akan meningkat sebesar 0,3112 rupiah atau dengan kata lain, jika

terjadi peningkatan pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan dana dari

Program Ikhtiar sebesar Rp 100.000,00; maka pendapatan per kapita mustahiq

akan meningkat sebesar Rp 31.120,00; cateris paribus.

71 �

d. Jumlah Tanggungan Mustahiq (Tg)

Jumlah tanggungan yang menjadi beban mustahiq (Tg) berpengaruh

signifikan dengan arah yang negatif terhadap pendapatan per kapita mustahiq

pada taraf nyata 1 persen. Nilai koefisien variabel Tg yang diperoleh adalah

sebesar 74474,02. Artinya, apabila terjadi penambahan jumlah tanggungan

mustahiq sebanyak 1 jiwa, maka pendapatan per kapita mustahiq tersebut akan

mengalami penurunan sebesar Rp 74.474,02; cateris paribus.

Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Semakin banyak

jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan mustahiq, maka pendapatan

per kapita mustahiq akan semakin kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil wawancara, mayoritas jumlah tanggungan mustahiq adalah antara 4-7 orang,

persentasenya adalah 64,44 persen. Sedangkan mustahiq yang memiliki jumlah

tanggungan antara 0-3 orang berjumlah 33,33 persen dan mustahiq dengan jumlah

tanggungan lebih dari 7 orang berjumlah 2,22 persen.

e. Variabel Dummy Keaktifan Bekerja Mustahiq (DK)

Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq digunakan untuk melihat

pengaruh jika para mustahiq yang merupakan ibu rumah tangga ini turut aktif

bekerja agar dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk keluarganya. Sesuai

dengan hipotesis penelitian, hasil estimasi pada model menunjukkan bahwa DK

berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita

mustahiq pada taraf nyata 1 persen. Hal tersebut berarti apabila para ibu rumah

tangga yang merupakan mustahiq dalam Program Ikhtiar tersebut ikut aktif

72 �

bekerja, maka pendapatan per kapitanya akan lebih tinggi dibanding pendapatan

per kapita mustahiq yang hanya menjadi ibu rumah tangga, cateris paribus.

Berdasarkan hasil wawancara, jumlah responden yang ikut aktif bekerja

masih tergolong sedikit, yaitu hanya 28,89 persen. Jenis usaha yang ditekuni

sebagian besar dari mereka adalah usaha dagang dengan membuka warung di

rumahnya. Dengan demikian, mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan

dari berjualan tanpa mengabaikan tugasnya dalam mengurus rumah dan keluarga.

f. Variabel Dummy Tingkat Pendidikan Mustahiq (DP)

Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq digunakan untuk melihat

pengaruh tingkat pendidikan mustahiq terhadap tingkat pendapatan per kapita

mustahiq. Berdasarkan hasil estimasi, tingkat pendidikan mustahiq tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq pada taraf

nyata 1 persen. Artinya, tidak ada perbedaan pendapatan per kapita yang nyata

pada responden yang memiliki tingkat pendidikan SD (DP1), SLTP (DP2), SLTA

(DP3), dan mustahiq yang tidak tamat SD atau tidak pernah sekolah.

Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan mustahiq tidak signifikan

mempengaruhi jenis pekerjaan mustahiq. Jadi, walaupun tingkat pendidikan

mustahiq berbeda-beda, jenis pekerjaan yang mereka tekuni hampir sama

sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapatan per kapita mereka. Berdasarkan

hasil wawancara, tingkat pendidikan mustahiq sebagian besar adalah SD (44,44

persen). Mustahiq yang tamat SLTP hanya 4,44 persen dan tamat SLTA hanya

2,22 persen. Sedangkan sisanya, 37,78 persen tidak tamat SD dan 11,11 persen

bahkan tidak pernah sekolah.

73 �

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai pengaruh pendistribusian ZIS sebagai modal

kerja terhadap indikator kemiskinan dan tingkat pendapatan mustahiq yang

dilakukan dengan mengambil studi kasus pada pelaksanaan Program Ikhtiar di

Desa Ciaruteun Ilir menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Indikator kemiskinan mustahiq mengalami penurunan setelah mustahiq

tersebut mengikuti Program Ikhtiar. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya

nilai headcount ratio (H), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks

keparahan kemiskinan (P2) mustahiq setelah mereka mengikuti Program

Ikhtiar. Nilai H mengalami penurunan dari 0,49 menjadi 0,44; nilai P1

menurun dari 0,17 menjadi 0,14; dan nilai P2 menurun dari 0,09 menjadi

0,06.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap

pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan usaha mustahiq yang

menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan keaktifan bekerja mustahiq.

Jumlah tanggungan mustahiq juga berpengaruh secara signifikan namun

berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq. Sementara itu,

besarnya modal yang diberikan dari Program Ikhtiar, banyaknya

pembiayaan yang dilakukan mustahiq, dan tingkat pendidikan mustahiq

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita

mustahiq.

74 �

6.2. Saran

1. Pelaksanaan Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir terbukti dapat

menurunkan indikator-indikator kemiskinan mustahiq yang menjadi

anggotanya. Oleh karena itu, program pendayagunaan dana ZIS produktif

sebagai modal kerja seperti yang dilakukan melalui Program Ikhtiar perlu

terus dikembangkan oleh lembaga-lembaga pengelola ZIS di Indonesia. Hal

ini bertujuan agar fungsi ZIS sebagai instrumen untuk mengentaskan

kemiskinan dapat berjalan lebih optimal.

2. Lembaga-lembaga pelaksana Program Ikhtiar (BM Bogor, Yayasan Peramu,

dan Koperasi BAIK) perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat plafon yang

diberikan dalam pembiayaan produktif agar besar plafon tersebut efektif

untuk meningkatkan pendapatan mustahiq. Di samping itu, proses

monitoring penggunaan dana dengan meminta bukti-bukti transaksi dari

mustahiq perlu lebih diperketat agar penggunaan dana pembiayaan tetap

sesuai dengan akad yang telah dibuat. Selain itu, Yayasan Peramu sebagai

salah satu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Program Ikhtiar,

khususnya dalam hal pembinaan dan pendampingan anggota, perlu

melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang disesuaikan dengan

potensi mustahiq dan lingkungannya. Pelatihan tersebut sangat diperlukan

untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan wirausaha mustahiq.

Sementara itu, untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan mustahiq dari sisi

perencanaan keluarga, maka para mustahiq tersebut perlu mendapatkan

pendidikan mengenai perencanaan keluarga. Dalam hal ini, pihak pelaksana

75 �

Program Ikhtiar dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang

concern terhadap masalah keluarga dan kependudukan, misalnya dengan

BKKBN untuk memberikan pendidikan mengenai perencanaan keluarga

kepada para mustahiq.

3. Pada penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan analisis terhadap indikator

kemiskinan masyarakat miskin yang tidak mengikuti program

pemberdayaan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk melihat tingkat

keberhasilan program dengan cara membandingkan perubahan indikator

kemiskinan masyarakat miskin yang mengikuti program pemberdayaan

ekonomi dengan masyarakat miskin yang tidak mengikutinya.

76 �

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Badan Pusat Statistik. 2006. Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2006.

Berita Resmi Statistik No. 47/IX/1 September 2006. _______. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan. Buku 2: Kabupaten dan Kota.

Jakarta: BPS. _______. 2009. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. Berita Resmi

Statistik No. 43/07/Th. XII. Baytul Maal Bogor. 2007. Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui

Pendekatan Agama (Studi Kasus Pengembangan Program Ikhtiar oleh Baytul Maal Bogor). Warta Gubernur, 2: 48-68.

Beik, I.S. 2008. Analysis on the Role of Zakat in Alleviating Poverty: Dompet

Dhuafa Republika Case Study. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Internasional IDB di Bangladesh, Februari 2009.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Agama Nomor

373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Djamil, F. 2004. Pendekatan Maqashid Al-Syariah terhadap Pendayagunaan

Zakat. Di dalam: Abidin, editor. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta: PIRAMEDIA. Foster, J., J. Greer, dan E. Thorbecke. 1984. Notes and Comments: A Class of

Decomposable Poverty Measures. Econometrica, 52(3): 761-766. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].

Jakarta: Erlangga. Hafidhuddin, D. 1998. Panduan Praktis tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta:

Gema Insani Press. _______. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Hamid, E.S. 2008. Kemiskinan di Indonesia.

http://yuliandriansyah.multiply.com/journal/item/32 [12 Maret 2009].

77 �

Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB Press. Kuncoro, M. 2008. Grameen Bank dan Lembaga Keuangan Mikro.

http://www.mudrajad.com/upload/Grameen_Bank%20&%20lemb%20keuangan%20mikro.pdf [1 Juni 2009].

Nasoetion, L.I. 1996. Taksonomi Kemiskinan di Indonesia: Suatu Kajian

Eksploratif. Di dalam: Sitorus, et al., editor. Memahami dan Menanggulangi

Kemsikinan di Indonesia. Prof. Dr. Sajogyo 70 Tahun. Jakarta: PT Grasindo.

Nasution, et al. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok:

CID. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi ke-8.

Jakarta: Erlangga. Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. 2009a. Data Monografi Desa Ciaruteun Ilir.

Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. _______. 2009b. Data Kependudukan Desa Ciaruteun Ilir Periode April 2009.

Bogor: Pemerintah Desa Ciaruteun Ilir. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat. Pindyck, R.S. dan D.L. Rubinfeld. 1983. Econometric Models and Economic

Forecasts. Second Edition. Jepang: McGraw-Hill Book Company. Rahmawati, I. 2005. Analisis Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit

terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Kasus: Program Masyarakat

Mandiri Dompet Dhuafa) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Rintuh, C. dan Miar. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Jakarta: DIKTI. Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap

Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal

Ekonomi Islam La_Riba, 2(1): 75-89. Sowwam, M. 2006. Pengaruh Infrasrtuktur terhadap Kemiskinan di Indonesia:

Analisis Data Panel 1990-2004 [Skripsi]. Depok: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

78 �

Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wirawan. 2008. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat,

Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet

Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa

Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

79 �

LAMPIRAN

80 �

Lampiran 1. Pendapatan Rumah Tangga Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar

No Pendapatan Sebelum

Mengikuti Program Ikhtiar (Rp)

Pendapatan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar

(Rp)

Kategori Perubahan Pendapatan

1 900.000 1.250.000 Naik 2 900.000 1.050.000 Naik 3 500.000 675.000 Naik 4 600.000 700.000 Naik 5 600.000 800.000 Naik 6 600.000 1.050.000 Naik 7 300.000 1.500.000 Naik 8 1.800.000 2.550.000 Naik 9 900.000 1.200.000 Naik

10 100.000 250.000 Naik 11 260.000 1.500.000 Naik 12 600.000 900.000 Naik 13 300.000 400.000 Naik 14 1.050.000 1.500.000 Naik 15 500.000 600.000 Naik 16 600.000 1.500.000 Naik 17 200.000 225.000 Naik 18 1.200.000 1.500.000 Naik 19 900.000 1.500.000 Naik 20 500.000 600.000 Naik 21 1.650.000 3.000.000 Naik 22 150.000 250.000 Naik 23 450.000 495.000 Naik 24 400.000 2.100.000 Naik 25 900.000 1.500.000 Naik 26 200.000 450.000 Naik 27 700.000 1.120.000 Naik 28 150.000 460.000 Naik 29 180.000 350.000 Naik 30 1.200.000 560.000 Turun 31 1.500.000 1.500.000 Tetap 32 480.000 480.000 Tetap 33 400.000 400.000 Tetap 34 1.500.000 1.500.000 Tetap 35 975.000 975.000 Tetap 36 1.500.000 1.500.000 Tetap 37 600.000 600.000 Tetap 38 750.000 750.000 Tetap 39 600.000 600.000 Tetap 40 600.000 600.000 Tetap 41 600.000 550.000 Turun 42 6.000.000 2.750.000 Turun 43 400.000 400.000 Tetap 44 1.500.000 1.400.000 Turun 45 1.000.000 700.000 Turun

81 �

Lampiran 2. Data Kategori Kemiskinan Mustahiq Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Ikhtiar*

*Dengan asumsi bahwa jumlah tanggungan mustahiq pada tahun 2006 dan 2009 adalah sama.

��������������������������������������������������������������Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2006 (sebelum mustahiq mengikuti

Program Ikhtiar) yaitu Rp 152.847,00/kapita/bulan.�8� Kategori miskin didasarkan pada garis kemiskinan BPS tahun 2009 (pada saat mustahiq

mengikuti Program Ikhtiar) yaitu Rp 200.262,00/kapita/bulan.�

Pendapatan/Kapt/Bln Kategori7 Pendapatan/Kapt/Bln Kategori8 1 180000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 2 225000 Tidak Miskin 262500 Tidak Miskin 3 125000 Miskin 168750 Miskin 4 150000 Miskin 175000 Miskin 5 120000 Miskin 160000 Miskin 6 75000 Miskin 131250 Miskin 7 75000 Miskin 375000 Tidak Miskin 8 300000 Tidak Miskin 425000 Tidak Miskin 9 180000 Tidak Miskin 240000 Tidak Miskin

10 100000 Miskin 250000 Tidak Miskin 11 65000 Miskin 375000 Tidak Miskin 12 200000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 13 60000 Miskin 80000 Miskin 14 262500 Tidak Miskin 375000 Tidak Miskin 15 500000 Tidak Miskin 600000 Tidak Miskin 16 120000 Miskin 300000 Tidak Miskin 17 66667 Miskin 75000 Miskin 18 200000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 19 300000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 20 100000 Miskin 120000 Miskin 21 330000 Tidak Miskin 600000 Tidak Miskin 22 37500 Miskin 62500 Miskin 23 150000 Miskin 165000 Miskin 24 133333 Miskin 700000 Tidak Miskin 25 300000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 26 40000 Miskin 90000 Miskin 27 175000 Tidak Miskin 280000 Tidak Miskin 28 37500 Miskin 115000 Miskin 29 90000 Miskin 175000 Miskin 30 400000 Tidak Miskin 186667 Miskin 31 500000 Tidak Miskin 500000 Tidak Miskin 32 240000 Tidak Miskin 240000 Tidak Miskin 33 100000 Miskin 100000 Miskin 34 300000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 35 243750 Tidak Miskin 243750 Tidak Miskin 36 300000 Tidak Miskin 300000 Tidak Miskin 37 120000 Miskin 120000 Miskin 38 250000 Tidak Miskin 250000 Tidak Miskin 39 150000 Miskin 150000 Miskin 40 150000 Miskin 150000 Miskin 41 150000 Miskin 137500 Miskin 42 3000000 Tidak Miskin 1375000 Tidak Miskin 43 200000 Tidak Miskin 200000 Miskin 44 375000 Tidak Miskin 350000 Tidak Miskin 45 250000 Tidak Miskin 175000 Miskin

82 �

Lampiran 3. Tabel Perhitungan FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar

No z (Rp) y (Rp) (z-y)/z P����=[(z-y)/z]/n [(z-y)/z]² P����=[(z-y)/z]²/n

1 152847 125000 0,182188725 0,004048638 0,033192731 0,000737616

2 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710

3 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278

4 152847 75000 0,509313235 0,011318072 0,259399971 0,005764444

5 152847 75000 0,509313235 0,011318072 0,259399971 0,005764444

6 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528

7 152847 65000 0,574738137 0,012771959 0,330323926 0,007340532

8 152847 60000 0,607450588 0,013498902 0,368996217 0,008199916

9 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278

10 152847 66666,6667 0,563833986 0,012529644 0,317908764 0,007064639

11 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528

12 152847 37500 0,754656617 0,016770147 0,569506610 0,012655702

13 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710

14 152847 133333,333 0,127667973 0,002837066 0,016299111 0,000362202

15 152847 40000 0,738300392 0,016406675 0,545087469 0,012113055

16 152847 37500 0,754656617 0,016770147 0,569506610 0,012655702

17 152847 90000 0,411175882 0,009137242 0,169065606 0,003757013

18 152847 100000 0,34575098 0,007683355 0,119543740 0,002656528

19 152847 120000 0,214901176 0,004775582 0,046182515 0,001026278

20 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710

21 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710

22 152847 150000 0,01862647 0,000413922 0,000346945 0,000007710

� 22150000 0,166852982 0,087502233

Rata-rata 100681,818

Keterangan: z = garis kemiskinan

y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi

Nilai FGT Index Sebelum Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar:

• Headcount ratio (H) = 22/45 = 0,49

• Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,17

• Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,09

83 �

Lampiran 4. Tabel Perhitungan FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar

No z (Rp) y (Rp) (z-y)/z P����=[(z-y)/z]/n [(z-y)/z]² P����=[(z-y)/z]²/n

1 200262 168750 0,157353866 0,003496753 0,024760239 0,000550228

2 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611

3 200262 160000 0,201046629 0,004467703 0,040419747 0,000898217

4 200262 131250 0,344608563 0,007657968 0,118755062 0,002639001

5 200262 80000 0,600523314 0,013344963 0,360628251 0,008013961

6 200262 120000 0,400784972 0,008906333 0,160628594 0,003569524

7 200262 75000 0,625490607 0,013899791 0,391238500 0,008694189

8 200262 62500 0,687908839 0,015286863 0,473218571 0,010515968

9 200262 165000 0,176079336 0,003912874 0,031003933 0,000688976

10 200262 90000 0,550588729 0,012235305 0,303147948 0,006736621

11 200262 115000 0,425752265 0,009461161 0,181264991 0,004028111

12 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611

13 200262 186666,6667 0,067887734 0,001508616 0,004608744 0,000102417

14 200262 100000 0,500654143 0,011125648 0,250654571 0,005570102

15 200262 120000 0,400784972 0,008906333 0,160628594 0,003569524

16 200262 150000 0,250981215 0,00557736 0,062991570 0,001399813

17 200262 150000 0,250981215 0,00557736 0,062991570 0,001399813

18 200262 137500 0,313399447 0,006964432 0,098219213 0,002182649

19 200262 200000 0,001308286 0,000029073 0,000001712 0,000000038

20 200262 175000 0,12614475 0,002803217 0,015912498 0,000353611

� 2736666,667 0,140768186 0,061619985

Rata-rata 136833,3333

Keterangan: z = garis kemiskinan

y = pendapatan orang miskin n = jumlah observasi

Nilai FGT Index Setelah Mustahiq Mengikuti Program Ikhtiar:

• Headcount ratio (H) = 20/45 = 0,44

• Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) = 0,14

• Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) = 0,06

84 �

Lampiran 5. Data Persamaan Pendapatan Per Kapita Mustahiq

No Ykap M PYD PUB Tg DK DP1 DP2 DP3 1 250000 1200000 5 1250000 5 0 0 0 0 2 262500 500000 4 1050000 4 0 0 0 0 3 168750 500000 4 675000 4 0 0 0 0 4 175000 400000 2 700000 4 0 0 1 0 5 160000 600000 4 800000 5 0 0 0 0 6 131250 700000 4 1050000 8 0 1 0 0 7 375000 600000 4 1500000 4 0 0 0 0 8 425000 800000 4 2550000 6 0 0 0 0 9 240000 400000 4 1200000 5 0 0 0 0

10 250000 600000 3 250000 1 1 0 0 0 11 375000 1000000 4 1500000 4 0 1 0 0 12 300000 800000 3 900000 3 0 1 0 0 13 80000 500000 4 400000 5 0 0 0 0 14 375000 800000 4 1500000 4 0 0 0 0 15 600000 1000000 4 600000 1 1 0 0 0 16 300000 500000 4 1500000 5 0 0 0 0 17 75000 500000 5 225000 3 0 0 0 0 18 250000 600000 2 1500000 6 0 0 0 0 19 500000 200000 1 1500000 3 0 1 0 0 20 120000 600000 2 600000 5 0 0 0 0 21 600000 2500000 5 2400000 5 1 0 0 0 22 62500 400000 2 250000 4 0 1 0 0 23 165000 800000 4 300000 3 1 1 0 0 24 700000 1000000 3 600000 3 1 1 0 0 25 500000 500000 4 1500000 3 1 1 0 0 26 90000 600000 4 450000 5 0 1 0 0 27 280000 1000000 5 420000 4 1 0 1 0 28 115000 800000 4 250000 4 1 1 0 0 29 175000 200000 2 200000 2 1 0 0 0 30 186666,6667 500000 2 260000 3 1 1 0 0 31 500000 200000 1 1500000 3 0 1 0 0 32 240000 800000 3 480000 2 0 1 0 0 33 100000 1000000 4 400000 4 0 0 0 0 34 300000 1000000 4 1500000 5 0 1 0 0 35 243750 600000 4 975000 4 0 0 0 0 36 300000 500000 2 900000 5 1 0 0 0 37 120000 500000 2 600000 5 0 0 0 0 38 250000 1000000 4 750000 3 0 1 0 0 39 150000 1000000 4 600000 4 0 1 0 0 40 150000 1000000 4 600000 4 0 1 0 0 41 137500 600000 2 550000 4 1 0 0 0 42 1375000 1000000 4 2100000 2 1 1 0 0 43 200000 200000 1 400000 2 0 1 0 0 44 350000 1000000 4 1400000 4 0 0 0 1 45 175000 500000 4 700000 4 0 1 0 0

Keterangan :

YKap = Pendapatan per kapita mustahiq (Rp/bulan) M = Besarnya modal kerja dari Program Ikhtiar yang diterima oleh mustahiq

(Rp/periode pembiayaan) PYD = Banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan selama mengikuti program Ikhtiar PUB = Pendapatan mustahiq yang berasal dari usaha yang menggunakan modal dari

Program Ikhtiar (Rp/bulan) Tg = Jumlah tanggungan mustahiq (jiwa) DKi = Variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq ke-i

85 �

DK bernilai 1 jika mustahiq ikut aktif bekerja DK bernilai 0 jika mustahiq hanya menjadi ibu rumah tangga DPi = Variabel dummy tingkat pendidikan mustahiq ke-i DP1 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SD, dan bernilai 0 untuk yang lain DP2 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTP, dan bernilai 0 untuk yang lain DP3 bernilai 1 untuk tingkat pendidikan SLTA, dan bernilai 0 untuk yang lain

86 �

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data a. Hasil Estimasi Model

Dependent Variable: YKAP

Method: Least Squares

Date: 08/09/09 Time: 07:05

Sample: 1 45

Included observations: 45 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 209710.4 90642.04 2.313611 0.0265

M 0.000963 0.067982 0.014161 0.9888

PYD 5264.729 20991.46 0.250803 0.8034

PUB 0.311208 0.036091 8.622774 0.0000

TG -74474.02 16621.82 -4.480497 0.0001

DK 137283.0 47567.27 2.886081 0.0066

DP1 48790.19 39727.82 1.228111 0.2274

DP2 53667.35 91915.37 0.583878 0.5629

DP3 -19526.90 127117.1 -0.153613 0.8788 R-squared 0.759395 Mean dependent var 286175.9

Adjusted R-squared 0.705927 S.D. dependent var 224995.2

S.E. of regression 122011.6 Akaike info criterion 26.43848

Sum squared resid 5.36E+11 Schwarz criterion 26.79981

Log likelihood -585.8657 Hannan-Quinn criter. 26.57318

F-statistic 14.20283 Durbin-Watson stat 2.579226

Prob(F-statistic) 0.000000

b. Hasil Uji Multikolinearitas

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 14.08068 Probability 0.0000

Obs*R-squared 43.24501 Probability 0.0330

YKAP M PYD PUB TG DK DP1 DP2 DP3

YKAP 1.000000 0.316982 0.071362 0.618437 -0.313816 0.366676 0.139080 -0.056878 0.043248

M 0.316982 1.000000 0.581969 0.362356 0.119714 0.230325 -0.050528 -0.006412 0.116541

PYD 0.071362 0.581969 1.000000 0.191422 0.208494 -0.008886 -0.162103 0.019543 0.081967

PUB 0.618437 0.362356 0.191422 1.000000 0.322709 -0.135400 -0.140358 -0.132540 0.124402

TG -0.313816 0.119714 0.208494 0.322709 1.000000 -0.404773 -0.279934 0.014594 0.010202

DK 0.366676 0.230325 -0.008886 -0.135400 -0.404773 1.000000 0.120595 0.100452 -0.096088

DP1 0.139080 -0.050528 -0.162103 -0.140358 -0.279934 0.120595 1.000000 -0.192897 -0.134840

DP2 -0.056878 -0.006412 0.019543 -0.132540 0.014594 0.100452 -0.192897 1.000000 -0.032513

DP3 0.043248 0.116541 0.081967 0.124402 0.010202 -0.096088 -0.134840 -0.032513 1.000000