analisis pengaruh pendayagunaan zakat, …...analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ DAN
SHADAQAH (ZIS), PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) TERHADAP
TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BANTEN
TAHUN 2011 – 2015
Oleh
HANI KURNIAWATI EFENDY
NIM: 1113086000029
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017
i
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ DAN
SHADAQAH (ZIS), PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) TERHADAP
TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BANTEN
TAHUN 2011 – 2015
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Hani Kurniawati Efendy
NIM: 1113086000029
Di Bawah Bimbingan
Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM
NUPN. 9903017434
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Selasa 7 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
Nama : Hani Kurniawati Efendy
No. Induk Mahasiswa : 1113086000029
Jurusan : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq
dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota
(UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011 –
2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyataka LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Maret 2017
1. Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si (......................................)
NIP. 19720818 199803 2 003 Penguji I
2. Ali Rama, SE., M.Ec (......................................)
NIP. 19840628 201503 1 002 Penguji II
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 13 Juli 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
Nama : Hani Kurniawati Efendy
NIM : 1113-086-0000-29
Jurusan : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah
(ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011 –
2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan
yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Selasa 13 Juli 2017
1. Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si ( _____________________ ) NIP. 19730615 200501 1 009 Ketua
2. Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM ( _____________________ )
NUPN. 9903017434 Sekretaris
3. Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM ( _____________________ )
NUPN. 9903017434 Pembimbing I
4. Nurul Ichsan, MA ( _____________________ )
NIP. 19731128 200501 1 004 Penguji Ahli
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hani Kurniawati Efendy
NIM : 1113086000029
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 15 Mei 2017
Yang Menyatakan
Hani Kurniawati Efendy
NIM. 1113086000029
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Hani Kurniawati Efendy
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 29 Desember 1995
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Tinggi/Berat : 149 cm / 40 kg
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA / MAN
Alamat : Jln. K.H Muhasyim VIII RT 16/06 Cilandak Barat,
Jakarta Selatan 12430
No. HP : 082114398599
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2001 – 2007 : MI Raudlatul Ilmiyah Jakarta
2007 – 2010 : MTsN 3 Jakarta
2010 – 2013 : MAN 4 Jakarta
2013 – 2017 : Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Staf Keuangan Simpanan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2014.
2. Ketua LSO Kajian Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2014 - 2015.
3. Anggota Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) Ekonomi Syariah periode 2014 – 2015.
4. Bendahara Kuliah Kerja Nyata (KKN) ALTUR 044 di Desa Jampang,
Gunung Sindur-Bogor 25 Juli-25 Agustus 2016.
SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional KOPMA “Optimalisasi Nilai Koperasi dalam
Wirausaha” pada Oktober 2016.
2. Seminar Nasional MPR RI “Peranan Hukum Islam dalam Pembangunan
Hukum Nasional Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945” pada Desember 2015.
3. Seminar Kewirausahaan KOPMA “Menciptakan Enterpreneur yang Sip
dan Berprinsip” pada Oktober 2013.
KEGIATAN
1. Pendidikan dan Pelatihan Dasar Perkoperasian ke XXIV “Menjadi
Generasi Kopma Luar Biasa” pada November – Desember 2013.
vii
2. Pendidikan Menengah Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ke-24
“Growing The Spirit and Skill of Management” pada Mei – Juni 2014.
3. Diskusi Interaktif Kompas Kampus “APEC Di Mata Anak Muda” pada
Oktober 2013.
4. Company Visit “Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter” di Bank
Indonesia pada April 2014.
5. Company Visit di Dana Reksa Sekuritas pada Desember 2015
viii
ABSTRACT
This study aims to analyze the Effect of Zakat, Infaq and Shadaqah (ZIS)
Utilization, Gross Regional Domestic Product (GDP) and Minimum Wage of
Regency / City to Poverty Level in Banten Regency / City in 2011-2015. The data
used in this study is secondary data and the method used is panel data regression
analysis using Random Effect Model with the help of Eviews 9 program to obtain
a comprehensive picture of the relationship between variables one with other
variables.The results of this study indicate that poverty in the Banten province can
be explained by ZIS, GDP, and Minimum Wage of Regency / City rate to 31.51%
(R2). Furthermore, the partial regression coefficient shows (1) ZIS has significant
effect on 5% real level with probability value of 0,0071 and negatively related
with coefficient value obtained at -0.001492, (2) GDP variable has significant
effect on 5% real level Probability value 0.0008 and negatively related with
coefficient value obtained at -0.000343, and (3) Minimum Wage of Regency / City
have significant effect on 5% real level with probability value 0.0007 and positive
correlation with coefficient value obtained equal to 0,010820. Then poverty in
Banten Province significantly influenced by ZIS, GDP and Minimum Wage of
Regency / City simultaneously equal to 5,52% (F-statistic).
Keywords : Poverty in Banten Province, Zakat, Infaq and Shadaqah (ZIS),
Gross Regional Domestic Product (DGP), Minimum Wage of
Regency / City, Panel Data
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq
dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder dan metode yang digunakan yaitu analisis
regresi data panel menggunakan Random Effect Model dengan bantuan program
Eviews 9 untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan
antara variabel satu dengan variabel yang lain. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa kemiskinan di Provinsi Banten mampu dijelaskan oleh ZIS, PDRB, dan
UMK sebesar 31,51% (R2). Selanjutnya secara parsial koefisien regresi
menunjukan (1) ZIS berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0,0071 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang
diperoleh sebesar -0,001492, (2) Variabel PDRB berpengaruh signifikan pada
taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0008 dan berhubungan negatif dengan
nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0,000343, dan (3) UMK berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0007 dan berhubungan
positif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,010820. Lalu kemiskinan
di Provinsi Banten dipengaruhi signifikan oleh ZIS, PDRB dan UMK secara
simultan sebesar 5,52% (F-statistik).
Kata kunci : Kemiskinan di Provinsi Banten, Zakat, Infaq dan Shadaqah
(ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Data Panel
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan
Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2011 – 2015)” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula
shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
Shallallah „Alayhi wa Sallam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya.
Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:
1. Terimakasih kepada kedua orang tua, pembimbing sepanjang masa.
Ibuku tersayang Siti Barokah dan Ayahku tercinta Tahum Effendi.
Terima kasih telah mencintai, mendidik, dan memberikan do’a tanpa
henti kepadaku. Terimakasih banyak atas jasa-jasa mu selama ini baik
dukungan materi maupun non-materi untuk dapat melancarkan studi
ini yang tidak bisa terbalaskan atas apa yang Ibu dan Ayah lakukan.
xi
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak
Dr.Amilin, SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid.
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil
Dekan II Bid Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin
M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah
memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Syariah dan Pembimbing Akademik serta Ibu Endra Kasni Laila Yuda,
M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah. Semoga dapat
menjadi panutan untuk Jurusan Ekonomi Syariah dalam
memajukannya.
4. Bapak Dr. Ir. H Roikhan Mochamad Aziz, MM. Hah. Slm selaku
Dosen Pembimbing Skripsi I dan sebagai penemu Teori Hahslm
Theory, Universe Guidance Theory, Teori Penciptaan dari al-Qur’an,
serta rumus total al-Qur’an 1587x4=112+6236 yang dengan
kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat berarti
selama penyelesain skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan Bapak.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan
ilmu yang Bapak dan Ibu berikan kepada saya. Semoga amalmu
mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
xii
6. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja
kerasnya melayani mahasiswa dengan baik dan meningkatkan citra
Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
7. Terimakasih kepada Ahmad Salman Alfarisi, Tara, Sarah, Nisa, Nia,
Arrum, Ihsan, Bayu, Ilham dan Apit yang telah memberikan motivasi
dan saran kepada penulis.
8. Terimakasih kepada teman-teman Ekonomi Syariah, Nisa, Muzda,
Mega, Dita, Andep, Vika, Hilyatun, dan sebagainya, serta senior
terbaik Ulfa Rianti yang telah memberikan dukungan dan berbagi
ilmu satu sama lain semasa kuliah.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki penulis. Dengan segenap kerendahan hati penulis
mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang konstruktif dengan
penyempurnaan hasil penelitian ini.
Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Jakarta, 15 Mei 2017
Hani Kurniawati Efendy
NIM. 1113086000029
xiii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 18
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 18
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 18
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan teori .................................................................................... 21
xiv
1. Kemiskinan .................................................................................. 21
2. Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) ................................................ 35
3. Upah ........................................................................................... 54
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................. 58
B. Keterkaitan Antar Variabel Bebas dengan Variabel Terikat............... 62
C. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 67
D. Kerangka Berfikir ............................................................................... 71
E. Hipotesis .............................................................................................. 73
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ......... ......................................................... 74
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................ 75
C. Metode Pengumpulan Data ........ ........................................................ 75
D. Metode Analisis Data ......................................................................... 76
1. Pengujian Asumsi Klasik ............................................................. 78
a. Uji Normalitas ........................................................................... 79
b. Uji Multikolinearitas ................................................................. 80
c. Uji Heterokedastisitas ............................................................... 80
d. Uji Autokorelasi ........................................................................ 81
2. Penentuan Model Estimasi ............................................................ 82
a. Pooled Last Square ................................................................... 82
b. Fixed Effect ............................................................................ 82
c. Random Effect ........................................................................... 85
3. Tahapan Analisis Data ................................................................... 86
xv
a. Uji Chow ............................................................................ 86
b. Uji Hausman ............................................................................ 86
4. Pengujian Hipotesis ....................................................................... 87
a. Uji Parsial (Uji t) ....................................................................... 87
b. Uji Simultan (Uji F) .................................................................. 88
c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................. 88
E. Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 89
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 94
1. Kondisi Geografis .......................................................................... 94
2. Kondisi Kemiskinan di Provinsi Banten ....................................... 95
3. ZIS di Provinsi Banten .................................................................. 96
4. Kondisi PDRB di Provinsi Banten ................................................ 97
5. Kondisi UMK di Provinsi Banten ................................................. 98
B. Analisis dan Pembahasan ................................................................... 99
1. Pengujian Asumsi Klasik .............................................................. 99
a. Uji Normalitas ........................................................................... 99
b. Uji Multikolinieritas ............................................................... 100
c. Uji Autokorelasi ...................................................................... 101
d. Uji Heterokedastisitas ............................................................. 103
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel .......................................... 104
3. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 109
a. Model Penelitian ..................................................................... 109
xvi
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ................................................ 114
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ............................................ 116
d. Uji Adjusted R2 ....................................................................... 117
e. Interpretasi Hasil Penelitian .................................................... 118
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 123
B. Saran ................................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 127
LAMPIRAN ................................................................................................ 135
xvii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam 2
1.2 Persentase Kemiskinan Prov. Banten Tahun 2011-2015 6
1.3 Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Prov. Banten Tahun
2011-2015
11
1.4 Perkembangan UMP di Banten Tahun 2011-2015 14
1.5 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Prov. Banten 2011-
2015
15
4.1 Jumlah Penduduk Miskin di Prov. Banten Tahun 2011-
2015
95
4.2 Jumlah Penerimaan ZIS di Prov. Banten Tahun 2011-
2015
96
4.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Prov. Banten Tahun
2011-2015
97
4.4 UMK di Prov. Banten Tahun 2011-2015 98
4.5 Uji Multikolinearitas 101
4.6 Uji Autokorelasi 102
4.7
4.8
4.9
4.10
Hasil Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi
Uji Heterokedastisitas
Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model
Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model
103
104
105
105
xviii
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
Hasil Uji Chow
Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model
Hasil Uji Hausman
Hasil Uji Signifikansi dengan Random Effect Model
Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian
Uji t
107
108
109
110
111
114
xix
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan 30
2.2 Kerangka Berfikir 72
4.1 Uji Normalitas 100
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Data Observasi 135
2 Output Pooled Least Square (PLS) 136
3 Output Fixed Effect Model (FEM) 136
4 Output Random Effect Model (REM) 137
5 Uji Chow 138
6 Uji Hausman 139
7 Uji Normalitas 140
8 Uji Heterokedastisitas 140
9 Uji Autokorelasi 141
10 Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi 141
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam rahmatan lil alamin merupakan bagian integral dari
pengejawantahan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, di lingkungan
sekitar, dan alam semesta yang bermakna bahwa semua kehidupan berawal
dari konsep besar Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan awal adalah
Islam.
Pemahaman sistem ekonomi yang Islami senantiasa mengacu pada konsep
Islam yang menyeluruh atau kaffah. Pendekatan Islam yang kaffah ini
mengandung makna adanya ekspos mengenai Iman, Islam, dan Ihsan. Tiga hal
diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam, yaitu: syahadat, shalat, zakat, puasa,
dan haji.
Resultan dari 3 pilar dalam Islam ini terjawantahkan pada teori dasar
ekonomi Islam yang terdiri dari: 1) Teori Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3) Teori
Maslahah. Implementasi dari pilar utama ekonomi ini sejalan dengan
perkembangan pembangunan ekonomi yang ada di Indonesia (Aziz, 2017).
Grand Building Theory berupa bangunan teori dari Islam dan ekonomi
adalah Teori TIM atau Tauhid – Ibadah – Maslahah yang berasal dari Al-
Qur’an (QS. Al-Hajj [22]: 78) sehingga memunculkan konsep utama dari
pembagian struktur ekonomi maupun keuangan.
2
فأقموا الصلة وآتوا الزكاة واعتصموا بالل
“Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada
tali Allah.” (QS. Al-Hajj [22]: 78)
Tabel 1.1
Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam
No Teori Tauhid Ibadah Maslahah
1 Rukun Ihsan Islam Iman
2 Fiqih Aqidah Syariah Akhlak
3 Metodologi TSR Hahslm Maqashid
Syariah
4 Penemu Masudul Roikhan Ibnu Khaldun
5 Ekonomi Kapitalis Islam Sosialis
Sumber: Aziz, 2017
Pengembangan ekonomi Islam selama ini berbasiskan pola berpikir linier
dengan pendekatan sekuler, memisahkan keilmuan dengan keagamaan,
sehingga otomatis makna ibadah tercabut dengan sendirinya. Makna ibadah
merupakan proses yang alami dalam setiap aktivitas kehidupan manusia,
termasuk ekonomi. Petunjuk mengenai ibadah yang diberikan Allah SWT
berasal dari ayat kauliyah yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ayat kauniyah
yaitu alam semesta. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Az-
Zariyat [51]: 56 yang berbunyi:
عبدون وما خلقت الجن والنس إل ل
“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.” (Q.S
Az-Zariyat [51]: 56)
3
Fenomena alam dan ekonomi sudah ada sejak sebelum wahyu kauliyah
diturunkan. Makna beribadah pasti sudah bisa dijewantahkan oleh pendahulu
umat sebelum Nabi Muhammad SAW, dengan mempelajari ayat kauniyah
yang terjadi dari fenomena alam dan ekonomi tersebut. Kemudian pada era
risalah Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT fenomena alam dan ekonomi
tersebut dimodifikasi serta diintegrasikan dalam ayat kauliyah. Ayat kauliyah
memberikan inti modifikasi dan keberekonomian yang ada, sedangkan detil
penjabaran para peneliti muslim wajib merujuk pada sumber utamanya.
Allah menegaskan bahwa penciptaan pasti mengandung makna ibadah,
maka ini bisa menjadi dasar bahwa kewajiban peneliti muslim untuk
menjadikan alat analisis juga terdapat nilai ibadah. Selama ini keilmuan
ekonomi mengopipastekan alat analisis dari barat seperti program linier,
regresi berganda dan lain sebagainya. Probabilitas besar terhadap alat analisis
tersebut kurang memiliki nilai ibadah karena kalangan barat membangun alat
analisis tersebut selalu meniadakan faktor agama dalam sains. Untuk itu,
peneliti muslim perlu didorong secara berjamaah, merubah konsep alat
analisis sesuai dengan model berpikir islami, sehingga mampu memberikan
tolak ukur yang sesuai dengan nilai Islam.
Namun dewasa ini kemaksiatan alias kedurhakaan kepada Allah dapat kita
temukan dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, media massa,
pendidikan, hukum, militer dan pertahanan-keamanan. Segenap aspek
kehidupan tersebut telah dikembangkan dengan semangat mengabaikan
bagaimana sebenarnya Allah menuntut kita mengelolanya. Untuk itu
4
pemahaman Islam sebagai way of life harus lebih di perdalam lagi karena
sungguh suatu anugerah yang tak terhingga, ketika Allah SWT rnemberikan
nikmat terbesar dalam kehidupan manusia, yaitu nikmat iman dan Islam
(Ichsan, 2014).
Persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan krusial yang tengah
dihadapi seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara berkembang seperti
Indonesia. Kemiskinan sendiri merupakan masalah yang menyangkut banyak
aspek karena berkaitan dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat
kesehatan yang rendah dan ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta
buruknya lingkungan hidup (World Bank, 2004). Menurut Bank Dunia, salah
satu penyebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan asset
(lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang
dapat diterima (acceptable).
Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga
harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan
memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat
multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus
dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan
masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir dkk, 2008).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2015 menunjukan bahwa
jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 28,59 juta jiwa atau
5
sebesar 11,22 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 249,60
juta jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2016, jumlah penduduk yang berada
di bawah garis kemiskinan hanya mengalami penurunan sebesar 0,59 juta
jiwa. Meskipun telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di
Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 28,00 juta jiwa atau sebesar 10,86
persen.
Telah banyak program yang dilakukan pemerintah baik pusat maupun
daerah untuk menanggulangi kemiskinan, tetapi hasilnya belum efektif seperti
yang diharapkan. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum
menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana
dengan pencapaian tujuan. Terdapat beberapa faktor penyebab belum
efektifnya program kemiskinan yang selama ini dilakukan pemerintah, yakni
program yang dijalankan pemerintah bersifat top down, kurang jelasnya
kriteria sasaran program, konsep dan perencanaan yang tidak fokus, sasaran
yang ditentukan secara tergesa-gesa, serta kurangnya koordinasi dan
manajemen antar lembaga terkait.
Berpijak dari kegagalan tersebut, program penanggulangan kemiskinan
seharusnya disusun melalui proses partisipatif yang melibatkan seluruh
komponen bangsa yang bersifat bottom up, dan ini menjadi faktor kunci
(Sumodinigrat, 2002). Selain itu, diperlukan suatu strategi penanggulangan
kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.
6
Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju
penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah
penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau
instrumen pembangunan. Hal ini menunjukkan salah satu kriteria utama
pemilihan sektor titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah
efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin (Saeful Hidayat, 2007).
Adapun persentase kemiskinan di Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai
tahun 2015 ditunjukkan oleh tabel 1.2:
Tabel 1.2
Persentase Kemiskinan Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab. Pandeglang 9.8 9.28 10.25 9.5 10.43
Kab. Lebak 9.2 8.63 9.5 9.17 9.97
Kab. Tangerang 6.42 5.71 5.78 5.26 5.71
Kab. Serang 5.63 5.28 5.02 4.87 5.09
Kota Tangerang 6.14 5.56 5.26 4.91 5.04
Kota Cilegon 3.98 3.82 3.99 3.81 4.1
Kota Serang 6.25 5.7 5.92 5.7 6.28
Kota Tangerang Selatan 1.5 1.33 1.75 1.68 1.68
Prov. Banten 6.26 5.71 5.89 5.51 5.9
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016
Pada tabel 1.2 menunjukan persentase kemiskinan di masing-masing
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tidak merata dan sebagian besar tingkat
kemiskinannya masih tinggi. Setiap tahunnya, persentase kemiskinan di
masing-masing Kabupaten/Kota mengalami trend yang fluktuatif. Di tahun
2015 kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Pandeglang sebesar 10,43%
dan kemiskinan terendah berada di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,68%.
Pada tahun 2011 persentase kemiskinan di Banten sebesar 6,26% dan
7
menurun pada tahun 2012 menjadi 5,71%. Pada tahun 2013 persentase
kemiskinan di Banten mengalami peningkatan sebesar 5,89%. Kemudian
pada tahun 2014 persentase kemiskinan di Banten mengalami penurunan
sebesar 5,51% dan mengalami peningkatan kembali sebesar 5,9% di tahun
2015.
Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal
penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia,
khususnya bagi Provinsi Banten. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa
lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang
secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan
dengan orang lain (Ichsan, 2016). Islam sebagai agama yang syaamil
(menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang bertujuan untuk menciptakan
keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat berfungsi untuk mengurangi
tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut adalah Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (ZIS). Ajaran ZIS dalam Islam sangat memberi peluang bagi
umatnya dalam mengantisipasi persoalan bidang sosial ekonomi dan moral.
Dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya melaksanakan
tanggung jawab untuk mengurangi kemiskinan. Sedangkan dalam bidang
moral, zakat mensucikan harta kekayaan yang dimiliki setiap muzakki agar
harta kekayaan itu di ridhoi Allah. Menurut Mubyarto (1982), zakat
membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus mensucikan masyarakat dari
sifat mendendam dan mendengki.
8
Sumbangsih dari kelompok orang mampu dalam mendistribusikan
sebagian hartanya kepada kelompok kurang mampu dapat dijadikan satu dari
sekian upaya penanggulangan kemiskinan. Tingkatan sosial yang tercipta di
masyarakat tidaklah sama, ada yang berkelimpahan harta dan ada yang
kekurangan. Filosofi inilah yang terdapat pada zakat yakni terdapat sebagian
harta orang lain pada harta yang kita miliki, sehingga sudah sepantasnya harta
tersebut dikeluarkan zakatnya untuk menolong orang-orang yang kurang
mampu.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Asbahani dari Imam at-
Thabrani, dalam kitab Al-Ausathdan Al-Shaghir, Rasulullah SAW bersabda
yang artinya: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan
muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan.
Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan
pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim.
Ingatlah Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta
pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan
siksaan yang pedih.” Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat
sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk menjembatani
transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin. Hadits
tersebut juga mengingatkan akan besarnya kontribusi perilaku bakhil dan kikir
terhadap kemiskinan.
Zakat sebagai salah satu Rukun Islam, diperintahkan dalam Al-Qur’an,
yang sama kerasnya dengan perintah menjalankan shalat (Tjokrohandoko,
9
1983). Kata zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 30 kali yang 27 kali di
antaranya disebut dalam satu ayat bersama-sama dengan kata shalat
(Muhammad, 2005). Metwally (1995) dan Hafidhuddin (2002) menyatakan
bahwa, infaq dan shadaqah bukan hanya untuk orang miskin muslim tetapi
juga orang miskin non muslim, dan selain untuk konsumtif, juga untuk
kegiatan produktif. Jika zakat hukumnya wajib, maka infaq dan shadaqah
hukumnya sunnah atau sukarela.
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan
kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Dalam mekanisme zakat terdapat
sistem kontrol dalam pengelolaannya. Nilai strategis zakat dapat dilihat
melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan
dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah
berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan
bagi yang telah membayar zakat, akan berzakat kembali pada periode waktu
yang akan datang. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan
sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan
pembangunan (Ridwan, 2005). Dalam penggunaannya, dana ZIS tidak
berbeda dengan dana-dana lain yang telah dihimpun, namun dana ZIS
merupakan produk agama langsung dari Sang Pencipta, yang berbeda dengan
program buatan manusia sebagaimana program yang lain. Oleh karena itu
apabila ZIS dijalankan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama pasti akan
berhasil dengan baik, dan memberkahkan harta yang dimiliki.
10
Dalam konteks yang lebih makro, konsep zakat, infaq, dan shadaqah ini
diyakini akan memiliki dampak yang sangat luar biasa. Bahkan di Negara
Barat sendiri, telah muncul dalam beberapa tahun belakangan ini, sebuah
konsep yang mendorong berkembangnya sharing economy atau gift economy,
di mana perekonomian harus dilandasi oleh semangat berbagi dan memberi.
Yochai Benkler, seorang profesor pada sekolah hukum Universitas Yale AS,
menyatakan bahwa konsep sharing atau berbagi, merupakan sebuah model
yang sangat penting untuk memacu dan meningkatkan produksi dalam
perekonomian. Swiercz dan Patricia Smith dari Universitas Georgia AS juga
menegaskan bahwa solusi terbaik untuk menghadapi berbagai tradisional
resesi ekonomi adalah melalui semangat dan mekanisme “berbagi” antar
komponen dalam sebuah perekonomian. Semangat berbagi inilah yang akan
dapat mempertahankan level kemakmuran sebuah perekonomian atau dengan
kata lain terdapat korelasi yang sangat kuat antara memberi dan berbagi,
dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Belajar dari studi tersebut,
maka sudah sewajarnya jika bangsa Indonesia mengoptimalkan potensi ZIS
sebagai bentuk sharing economy yang diyakini akan memberikan dampak
positif yang membangun (Beik, 2008).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia yang tentunya memiliki potensi ZIS yang besar pula. Ketua Badan Amil
Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo (2016) menyebutkan bahwa
potensi zakat di Indonesia ialah sebesar 286 triliun rupiah. Namun,
penghimpunan zakat masih rendah, pada tahun 2015 lalu baru terkumpul
11
sebesar 3,7 triliun rupiah atau 1,3% dari PDB. Angka tersebut tentunya akan
bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq
yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka
peluang untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan
menggunakan ZIS terbuka lebar.
Besarnya potensi ZIS yang dimiliki Indonesia, menuntut adanya upaya
pengelolaan ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon
tuntutan tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat
yang terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atas prakarsa masyarakat/swasta.
Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru pengelolaan ZIS di Indonesia
agar mampu berjalan secara profesional, transparan dan akuntabel. Hal ini
didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal sehingga dapat
berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi,
terutama kemiskinan.
Berkaitan dengan usaha pengentasan kemiskinan, pemerintah Provinsi
Banten juga memperhatikan peranan pendayagunaan dana zakat yang dikelola
Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Banten. Pendayagunaan dana
ZIS mempunyai dua sifat, yaitu bersifat santunan dan bersifat bantunan.
Bersifat santunan artinya pendistribusian dana yang diberikan untuk
kepentingan dan kegiatan konsumtif. Sedangkan bersifat bantuan berarti
pendistribusian dana tersebut diarahkan untuk peningkatan kualitas sumber
12
daya umat dengan kegiatan produktif, harapannya dana yang deberikan
kepada mustahik (penerima zakat) dapat memerangi masalah kemiskinan yang
diakibatkan ketidakpemilikan sumber daya modal yang memadai.
Tabel 1.3 merupakan realisasi pendayagunaan dana ZIS BAZDA (Badan
Amil Zakat Daerah) Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015:
Tabel 1.3
Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Provinsi Banten 2011 - 2015
Tahun Total Pendayagunaan
(Rp)
Persentase (%)
2011 1.417.958.856 -
2012 1.596.529.282 0,16%
2013 1.683.519.828 0,05%
2014 2.293.478.782 0,36%
2015 2.513.666.232 0,09%
Sumber: Baznas Banten (2011-2015), diolah
Pada tabel 1.3 realisasi pendayagunaan dana ZIS dari tahun 2011 sampai
tahun 2015, mengalami trend yang meningkat setiap tahunnya, tetapi
persentase kenaikan anggaran pendayagunaan dana ZIS mengalami fluktuatif.
Pada tahun 2012 persentase pendayagunaan ZIS sebesar 0,16% dan menurun
pada tahun 2013 sebesar 0,05%. Sedangkan pada tahun 2014 persente
meningkat menjadi 0,36% dan mengalami penurunan pada tahun 2015
menjadi 0,09%. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalan-
persoalan seperti kemiskinan dengan memberikan bantuan kepada orang
miskin tanpa memandang ras, warna kulit, dan etnis. Dengan demikian, zakat
merupakan penopang dan tambahan bagi pemerintah dalam menciptakan
pemerataan dan pengurangan kemiskinan (Al-Qardhawi, 2002). Hal ini
13
diperkuat dengan penelitian Beik (2009) yang menunjukan bahwa zakat
mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin.
Kebijakan upah minimum menjadi faktor lain yang mempengaruhi
kemiskinan. Di Indonesia, masalah upah yang rendah dan secara langsung dan
tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Gagasan upah
minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun 1970-an
bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya upah
minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM),
sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan
produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sumarsono, 2003). Hal tersebut
disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan
setiap tahunnya. Menurut Mankiw (2003), upah merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga merupakan
kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah
uang yang dibayarkan kepadanya.
Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan
memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada.
Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal
tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada
negara tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999).
14
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999,
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok
termasuk tunjangan tetap. Upah minimum diarahkan pada pencapaian
kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah
kebijakan yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap
pekerja atau buruh agar tidak diekspolitasi dalam bekerja dan mendapat upah
yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM). Jika kebutuhan
hidup minimum dapat terpenuhi, maka kesejahteraan pekerja meningkat dan
terbebas dari masalah kemiskinan.
Tabel 1.4 merupakan perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) di
Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015:
Tabel 1.4
Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Banten Tahun
2011 – 2015
Tahun UMP (Rp)
2011 1.000.000
2012 1.040.000
2013 1.170.000
2014 1.325.000
2015 1.600.000
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016
Pada tabel 1.4 menunjukan bahwa perkembangan UMP di Banten
mengalami trend yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 UMP di
Banten sebesar Rp 1.000.000. Pada tahun 2012 sebesar Rp 1.040.000,
kemudian naik menjadi Rp 1.170.000 di tahun 2013. Di tahun 2014 UMP
15
sebesar Rp 1.325.000 dan meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi Rp.
1.600.000. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan
pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga
terbebas dari kemiskinan (Kaufman, 2000). Hal ini diperkuat dengan
penelitian Maipita (2012) bahwa kenaikan upah minimum berdampak pada
menurunnya angka kemiskinan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah
dalam periode tertentu. PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator
pembangunan. PDRB provinsi Banten digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun, sehingga arah perekonomian
daerah akan lebih jelas. PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai
sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang
ada dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan
yang salah satunya untuk mengurangi jumlah kemiskinan.
Berdasarkan publikasi data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2015,
ekonomi Banten telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan
beberapa provinsi lain di Pulau Jawa. Pada Triwulan II-2015, secara riil
ekonomi Banten tumbuh mencapai 5,26 persen. Pendapatan per kapita Banten
yang di proxy dengan PDRB per Kapita, pada tahun 2015 unggul di urutan ke-
3 dibandingkan Provinsi lain di Pulau Jawa, yakni mencapai 40 juta rupiah per
tahun, setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur , yang masing-masing
mencapai 194,9 juta rupiah dan 43,5 juta rupiah. Tingkat pertumbuhan Produk
16
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku yang terjadi di
Banten dapat dilihat dalam tabel 1.5:
Tabel 1.5
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Banten 2011-2015
Tahun PDRB (Milyar Rupiah)
2011 190.250,65
2012 338.224,93
2013 377.836,08
2014 430.635,05
2015 481.358,56
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016
Berdasarkan tabel 1.5, PDRB atas dasar harga berlaku di Provinsi Banten
dari tahun 2011 sampai tahun 2015 menunjukkan adanya trend naik dan
mengalami peningkatan berturut-turut. Pada tahun 2011 PDRB sebesar Rp.
190.250,65 dan mengalami peningkatan di setiap tahunnya sampai tahun 2015
menjadi Rp. 481.358,56. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin
besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut, dikarenakan semakin
besar pendapatan masyarakat daerah tersebut. Hal ini berarti juga semakin
tinggi PDRB semakin sejahtera penduduk suatu wilayah, dengan kata lain
jumlah penduduk miskin akan berkurang (Thamrin, 2001). Hal ini diperkuat
dengan penelitian Himawan (2016) dari hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Mengingat PDRB merupakan salah satu indikator penting yang digunakan
untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah/provinsi dalam suatu
periode tertentu seharusnya tingkat kemiskinan di suatu wilayah tersebut
17
berbanding terbalik dengan PDRB, namun tidak demikian yang terjadi di
Banten, karena tingkat kemiskinan di Banten meningkat pada tahun 2015.
Kenaikan yang terus meningkat pada pendayaagunaan dana ZIS, PDRB
dan UMK khususnya pada tahun 2015, seharusnya dengan kenaikan tersebut
dapat membawa dampak pada penurunan jumlah penduduk miskin. Namun
kenyataan yang terjadi angka kemiskinan di Banten pada tahun 2015
meningkat. Peningkatan angka kemiskinan di Banten merupakan masalah
pokok yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini.
Selain itu, dari data yang sudah dipaparkan sebelumnya masalah
perbedaan angka kemiskinan yang cukup besar diantara Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten akan membuat variasi kemiskinan antar kabupaten dengan
kota kembali mengalami perubahan, hal itu bisa ke arah penurunan jumlah
kemiskinan ataupun peningkatan jumlah kemiskinan. Untuk itu diperlukan
analisa kembali mengenai kemiskinan yang terjadi di Kabupaten/Kota, agar
dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kemiskinan di
tingkat Kabupaten/Kota tersebut, untuk nantinya bisa diambil kebijakan-
kebijakan yang tepat agar perbedaan angka kemiskinan antara
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten bisa dikurangi. Sebab, jika tidak disikapi
dengan kebijakan yang tepat, perbedaan angka kemiskinan yang cukup tajam
ini dapat memicu kecemburuan sosial dan konflik di daerah sehingga
nantinya dapat membuat peningkatan jumlah kemiskinan yang semakin besar
di setiap daerahnya. Oleh karena itu diharapkan faktor-faktor yang
18
mempengaruhi kemiskinan seperti ZIS, PDRB dan UMK dapat terus
meminimalisir kemiskinan yang terjadi di Provinsi Banten.
Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk membahas
masalah di atas dalam skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh
Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten
Tahun 2011 – 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang
akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara parsial
dan simultan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK
terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten
secara parsial dan simultan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
19
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana
kontribusi pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK terhadap
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten..
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
bagi lembaga-lembaga terkait dalam menentukan kebijakan yang berkaitan
dengan jumlah penduduk miskin.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi
khususnya ekonomi pembangunan syariah. Manfaat khusus bagi ilmu
pengetahuan yakni dapat menjadi referensi bagi studi-studi selanjutnya dan
melengkapi kajian mengenai tingkat kemiskinan dengan mengungkap
secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini ditulis dengan sistematika bab sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait alasan pemilihan
judul atau latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan
landasan teori yang relevan bagi penelitian ini. Selain landasan
teori, bab ini juga menguraikan tentang penelitian terdahulu yang
menjadi acuan dalam penulisan penelitian, keterkaitan antar
20
variabel independen dengan variabel dependen, kemudian ditutup
dengan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan ruang
lingkup penelitian, metode penentuan sampel, metode
pengumpulan data, metode analisis dan operasional variabel
penelitian.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian:
sekilas gambaran umum objek penelitian, analisis data dan
pembahasan, yang menjelaskan bagaimana pengaruh Zakat, Infaq
dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten periode 2011-
2015, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan. Dalam bab ini juga akan menguraikan
implikasi yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan skripsi
ini.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
1. Kemiskinan
a. Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Sedangkan menurut Bank Dunia kemiskinan adalah kondisi di mana
seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi
kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati
seperti orang lain. Bank Dunia mengelompokkan kemiskinan dalam dua
kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan
absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh
oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut
adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yang cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira-kira 2000 - 2500 kalori per
hari untuk laki-laki dewasa). Bank Dunia mengukur kemiskinan absolut
sebagai orang yang hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 per hari
dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari. (The
World Bank, 2007).
22
Menurut Friedman (1992), kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan
dasar sebagaimana yang dirumuskan dalam konferensi ILO tahun 1976.
Kebutuhan dasar menurut konferensi tersebur dirumuskan sebagai
berikut:
a) Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat
(pangan, sandang, papan dan sebagainya)
b) Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan
untuk komunitas pada umunya (air minum sehat, sanitasi, tenaga
listrik, angkutan umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan).
c) Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang
mempengaruhi mereka.
d) Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka
kerja yang lebih luas dari hak-hak dasar manusia.
e) Penciptaan lapangan kerja baik sebagai alat maupun tujuan dari
strategi kebutuhan dasar.
Menurut Suharto (2005) kemiskinan merupakan masalah global yang
sering dikaitkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangan-
kekurangan dalam hidup. Kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,
sandang dan papan).
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
23
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan
sumber daya alam (SDA).
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian
yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar,
wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marjinal dan terpencil).
Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional yang
mencakup dimensi ekonomi, sosial dan politik (Nasoetion, 1996).
Dimensi kemiskinan ditinjau dari sisi ekonomi adalah kondisi yang
menggambarkan rendahnya permintaan agregat yang menyebabkan
berkurangnya intensif untuk mengembangkan sistem produksi, rasio
kapital per tenaga kerja yang rendah sehingga menyebabkan
produktivitas tenaga kerja rendah, serta penyebab misalokasi sumber
daya, terutama tenaga kerja. Dilihat dari sisi sosial, kemiskinan
mengindikasikan lemahnya potensi masyarakat untuk berkembang.
24
Selain itu, kemiskinan juga terlihat dari minimnya aspirasi dan
pendeknya horizon waktu wawasan ke depan suatu masyarakat.
Sedangkan apabila dilihat dari sisi politik, kemiskinan dapat
digambarkan melalui ketergantungan dan eksploitasi suatu kelompok
masyarakat oleh kelompok masyarakat lainnya. Kemiskinan sekelompok
masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih buruk
daripada kemiskinan itu sendiri.
Dalam literatur hukum Islam, istilah kemiskinan atau “miskin”
dibedakan dengan “fakir”. Mengenai perbedaan kedua istilah tersebut,
definisi miskin adalah yang memiliki harta benda/pencaharian atau
kedua-duanya hanya bisa menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan
pokok. Sedangkan yang disebut fakir ialah mereka yang tidak memiliki
sesuatu harta benda atau tidak memiliki mata pencaharian tetap atau
mempunyai harta benda tetapi hanya mampu menutupi kurang seperdua
kebutuhan pokoknya (Yafie: 1986).
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan
ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Pendekatan ini dapat dihitung dengan
Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk. Sedangkan Bappenas menggunakan beberapa pendekatan
utama untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin (terpenuhinya
25
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air
bersih, pertahanan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman
dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik), yaitu pendekatan
kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar,
dan pendekatan objektif dan subjektif (BAPPENAS: 2004).
Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
a) Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki
pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan
bekerja.
b) Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
c) Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d) Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu
sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung
26
pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya
kemiskinan.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya
alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
2. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem
modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak
dapat menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi yang
ada secara merata.
Pemerintah saat ini memiliki berbagai program penanggulangan
kemiskinan yang terintegrasi mulai dari program penanggulangan
kemiskinan berbasis bantuan sosial, program penanggulangan
kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil,
yang dijalankan oleh berbagai elemen pemerintah baik pusat maupun
daerah. Untuk meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan
kemiskinan, Presiden telah mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bertujuan untuk
mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10 %
pada akhir tahun 2014 (TNP2K: 2016).
Terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan
percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu:
1) Menyempurnakan program perlindungan sosial.
27
2) Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
3) Pemberdayaan masyarakat.
4) Pembangunan yang inklusif
Terkait dengan strategi tersebut diatas, Pemerintah telah menetapkan
instrumen penanggulangan kemiskinan yang dibagi berdasarkan empat
klaster, masing-masing: Klaster I - Program bantuan sosial terpadu
berbasis keluarga, Klaster II – Program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dan Klaster III – Penanggulangan
Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil.
Adapun program-program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan
oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu:
1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adalah program Pemerintah
yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat,
produktif dan sejahtera. Sama halnya dengan program Jamkesmas,
pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi
fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai
peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
2. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), adalah kartu yang diterbitkan
oleh Pemerintah sebagai penanda keluarga kurang mampu, sebagai
pengganti Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Melalui pelaksanaan
program ini, diperkenalkan penggunaan teknologi untuk
menjangkau masyarakat kurang mampu agar penyaluran program
28
dapat lebih baik dan efisien. Dengan pelaksanaan program ini,
pemerintah dapat meningkatan martabat keluarga kurang mampu
dengan perlindungan dan pemberdayaan serta tidak sekedar
diberikan charity.
3. Program Indonesia Pintar (PIP) melalui KIP adalah pemberian
bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah (6-21
tahun) yang menerima KIP, atau yang berasal dari keluarga miskin
dan rentan (misalnya dari keluarga/rumah tangga pemegang Kartu
Keluarga Sejahtera/KKS) atau anak yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Program Indonesia Pintar melalui
KIP merupakan bagian penyempurnaan dari Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM) sejak akhir 2014.
4. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program perlindungan
sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga
Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan
melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Program ini dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban
RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata
rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya
dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
5. Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) merupakan subsidi pangan
yang diperuntukkan bagi keluarga miskin sebagai upaya dari
pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
29
memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Program ini
bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga
Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi
energi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan
/ membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada
keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.
6. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah dana pinjaman dalam bentuk
Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan
plafon kredit dari Rp. 5 Juta sampai dengan Rp. 500 Juta. Program
ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan perbankan
yang sebelumnya hanya terbatas pada usaha berskala besar dan
kurang menjangkau pelaku usaha mikro kecil dan menengah seperti
usaha rumah tangga dan jenis usaha mikro lain yang bersifat
informal, mempercepat pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan UMKM.
b. Teori Kemiskinan
Angka kemiskinan di Indonesia yang cenderung stabil bahkan
meningkat setiap tahun, mengindikasikan bahwa masyarakat miskin sulit
untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan (Vicius Sircle of Poverty).
Teori tersebut pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal
Swedia dan penerima hadiah nobel untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori
itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan di negara-negara sedang
30
berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Teori
tersebut menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan
menyebabkan permintaan rendah (pada sisi permintaan) dan tabungan
yang rendah (pada sisi penawaran), sehingga tingkat investasi pun
rendah. Tingkat investasi yang rendah menyebabkan kurangnya modal
dan kembali menyebabkan produktivitas yang rendah (Jhingan, 2004).
Salah satu upaya memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan
memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar
mereka dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan
pendapatannya. Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal
sangat terbatas. Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak
bankable sehingga tidak dapat mengakses dana untuk modal dari
lembaga keuangan formal seperti bank.
Sumber: Jhingan, 2004.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan
Pendapatan
rendah
Permintaan rendah (sisi permintaan)
Tabungan rendah (sisi penawaran)
Investasi rendah
Kekurangan modal
Produktivitas
rendah
31
c. Penyebab Kemiskinan
Sharp, et. Al dalam Amirullah (2001) mencoba mengidentifikasi
penyebab kemiskinan yang dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara
mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpal.
Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas
dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan
dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia
yang rendah berarti produktivitas rendah, yang pada gilirannya upahnya
rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya
tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi,
atau keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses
dalam modal.
Ginanjar Karasmita (1996) mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan
dapat disebabkan empat penyebab utama, yaitu:
1. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah
mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk dimasuki.
Dalam bersaing mendapatkan lapangan pekerjaan yang ada, taraf
pendidikan juga menentukan. Taraf pendidikan yang rendah juga
membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
32
2. Rendahnya tingkat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi rendah
menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikiran dan
prakarsa.
3. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi
pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan
pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama
itu pula ada harapan untuk memustuskan lingkaran kemiskinan itu.
4. Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi
tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup
terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan
pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati
masyarakat lainnya.
Menurut Robert Chamber (2004) dalam Departemen Komunikasi dan
Informatika (2008) inti dari masalah kemiskinan sebenarnya terletak
pada apa yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan.
Secara rinci, deprivation trap terdiri dari lima unsur, yaitu: kemiskinan
itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan atau kadar isolasi, kerentanan
dan ketidakberdayaan. Kelima unsur ini seringkali saling berkaitan satu
sama lain, sehingga menjadi penyebab perangkap kemiskinan yang
mematikan peluang hidup seseorang sehingga kerentanan dan
ketidakberdayaan perlu mendapat perhatian yang utama.
Todaro (2006) menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat
kemiskinan di suatu negara tergantung dari dua faktor utama, yakni:
33
tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan lebar sempitnya kesenjangan
dalam distribusi pendapatan. Selain itu Todaro juga menjelaskan bahwa
adanya variasi kemiskinan di setiap wilayah karena disebabkan:
1. Perbedaan geografis, penduduk dan pendapatan.
2. Perbedaan sejarah.
3. Perbedaan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM).
4. Perbedaan sektor swasta dan Negara.
5. Perbedaan struktur perindustrian.
6. Perbedaan pada ketergantungan kekuatan ekonomi dan politik dari
negara lain.
7. Perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan
dalam negeri.
Penyebab lain dari kemiskinan dalam situasi sekarang adalah tiadanya
kemampuan SDM dalam mengelola teknologi yang sudah berkembang.
Dalam kaitan ini kemiskinan bersumber dari ketidakmampuan menguasai
asset, baik asset fisik berupa alat-alat produksi, modal, mesin, peralatan,
tanah dan tenaga kerja serta asset non-fisik yakni kesehatan, pendidikan,
keterampilan, manajemen, informasi dan teknologi. Salah satu penyebab
seseorang menjadi miskin, karena mereka tidak memiliki asset-asset
tersebut, yang sebenarnya merupakan sumber pendapatan dan
penghidupan.
34
d. Ukuran Kemiskinan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria yaitu (Suryawati, 2005):
1. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama
dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari
satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih
dari 80% dan berobat ke Puskesmas bila sakit.
2. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak
berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik,
minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli
pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per
segi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10
sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5
sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai
penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga
bulan.
Secara umum, ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa
digunakan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad dan
Widodo, 2006).
1) Kemiskinan absolut dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dibatasi pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar (basic need) yang memungkinkan seseorang untuk
35
hidup secara layak. Apabila pendapatan tersebut tidak mencapai
kebutuhan minimum, maka dapat dikatakan miskin. Sehingga
dengan kata lain bahwa kemiskinan dapat diukur dengan
membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
2) Kemiskinan relatif yaitu apabila seseorang yang sudah mempunyai
tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum tidak selalu berarti tidak miskin. Hal ini terjadi karena
kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya
walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat dasar minimum
tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat
sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan
miskin. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami
perubahan apabila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga
konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada.
2. ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah)
a. Zakat
1) Definisi Zakat
Zakat merupakan ibadah yang dapat diartikan banyak hal, baik
secara etimologi maupun secara terminologi. Secara etimologi
(bahasa) kata “zakat” merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang
berarti tumbuh, berkah, bersih dan bertambahnya kebaikan (Qardawi,
2004).
36
Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-
barakatu yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti
pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharathu yang berarti
kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan. Sedangkan
menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah
memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu pula (Hafidhuddin, 2002). Seseorang yang mengeluarkan
zakat, berarti dia telah membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia
telah membersihkan jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan
membersihkan hartanya dari hak orang lain yang ada dalam harta itu.
Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari
penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta.
Sedangkan menurut Departemen Agama RI (2009) zakat adalah
harta wajib yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang sesuai atau berhak menerima nya.
(http://www.kemenag.go.id)
2) Jenis Zakat
Menurut Mohammad Daud Ali (1988) zakat terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a) Zakat maal atau zakat harta, yaitu bagian dari harta
kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib
37
dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah
dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah
minimal tertentu.
b) Zakat fitrah, yaitu pengeluaran yang wajib dilakukan oleh
setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan
keluarga yang wajar pada bulan puasa sebelum hari raya
idul fitri.
3) Jenis Harta yang Dikeluarkan Untuk Zakat
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak
(almawasyi), hasil tanaman (az-zuru‟), emas dan perak (an-naqdain),
perniagaan (attijarah), harta hasil temuan/harta karun (rikaz), dan
hasil tambang (ma‟din).
4) Syarat Zakat
Harta yang akan dikenakan zakatnya harus telah memenuhi
persyaratan-persyaratan yang sesuai dengan syara’. Fakhruddin (2008)
membagi syarat ini menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah
berdasarkan kitab al-fiqh al-islamiy wa adillatuhu. Adapun syarat
wajib zakat adalah:
a) Merdeka. Seorang budak tidak dikenai kewajiban
membayar zakat, karena dia tidak memiliki sesuatu apapun.
Semua miliknya adalah milik tuan nya.
b) Islam. Seorang non muslim tidak wajib membayar zakat.
Adapun untuk mereka yang murtad (keluar dari agama
38
Islam), terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi’i
orang murtad diwajibkan membayar zakat terhadap harta-
harta nya sebelum dia murtad. Sedangkan menurut Imam
Hanafi, seorang murtad tidak dikenai zakat terhadap harta
nya karena peruatan riddah nya telah menggugurkan
kewajiban tersebut. Menurut Malikiyah, Islam adalah syarat
sah, bukan syarat wajib. Oleh karena itu orang kafir wajib
berzakat meskipun tidak sah menurut Islam.
c) Baliq dan berakal. Anak kecil dan orang gila tidak dikenai
zakat pada hartanya, karena keduanya tidak dikenai khitab
perintah.
d) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.
e) Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai
dengannya.
f) Harta yang dizakati adalah milik penuh (al-milk al-tam).
Harta tersebut berada dibawah kontrol dan di dalam
kekuasaan pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama
bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya, di dalamnya
tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat
menikmatinya. Atau bisa juga dikatakan sebagai
kemampuan pemilik harta mentransaksikan miliknya tanpa
campur tangan orang lain.
39
g) Kepemilikan harta telah mencapai setahun atau cukup haul
(ukuran waktu, masa). Haul adalah perputaran harta satu
nisha dalam 12 bulan Qamariyah.
h) Harta tersebut bukan merupakan hasil hutang. Imam Maliki
mengatakan bahwa jika seseorang mempunyai hutang yang
mengurangi nisab dan dia tidak mempunyai harta yang bisa
menyempurnakan nisab nya, maka dia tidak wajib
membayar zakat. Ini adalah syarat khusus untuk zakat emas
dan perak jika keduanya bukan barang tambang dan barang
temuan.
i) Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.
j) Harta tersebut harus di dapatkan dengan cara yang baik dan
halal. Maksudnya bahwa harta yang haram, baik substansi
bendanya maupun cara mendapatkannya jelas tidak
dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak menerima
kecuali yang baik dan halal.
k) Berkembang. Qardhawi dalam Fakhruddin (2008) membagi
pengertian tersebut menjadi dua. Pertama, bertambah secara
konkrit (haqiqi). Kedua, bertambah secara tidak konkrit
(taqdiri). Berkembang secara konkrit adalah bertambah
akibat pembiakan dan perdagangan atau sejenisnya.
Sedangkan berkembang tidak secara konkrit adalah
40
kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di
tangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.
Sedangkan syarat-syarat sah pelaksanaan zakat yaitu:
a. Niat.
b. Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada
penerimaan).
5) Hukum Zakat
Zakat merupakan bagian dari Rukun Islam yang ke tiga, dan
merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim. Kewajiban zakat
merupakan sesuatu yang ma'lum minad-din bid-darurah (diketahui
keberadaannya secara otomatis) dan merupakan bagian mutlak dari
keislaman seseorang. Dasar hukum zakat dapat dijumpai baik dalam
Qur'an, maupun sunnah.
a) QS. Al-Baqarah [2] ayat 110:
ر نخ موالنفسكمم وأقمواالصلةوآتواالزكاةوماتقد
تجدوهعندللاإنللابماتعملونبصر
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu,
tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.”
41
b) QS. At-Taubah [9] ayat 60:
هاوالمؤلفة إنماالصدقاتللفقراءوالمساكنوالعاملنعل
قابوالغارمنوفسبلللاوابنالسبل قلوبهموفالر
نللاوللاعلمحكم فرضةم
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk
jalan Allah orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
c) QS. At-Taubah [9] ayat 103:
همإن عل همبهاوصل خذمنأموالهمصدقةتطهرهموتزك
صلتكسكنلهموللاسمععلم
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
42
Adapun dasar hukum berdasarkan Sunnah, yaitu:
a) Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar Rosulullah, yang artinya:
“Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang
menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar
zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan
Ramadhan” (HR Bukhari Muslim)
b) Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari
Abu Hurairah, yang artinya:
“Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan
zakatnya akan dibakar dalam neraka jahanam baginya
dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke
lambung dan dahinya. (HR Ahmad dan Muslim).
Selain dasar hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah,
peraturan mengenai zakat juga terdapat dalam hukum positif,
diantaranya yaitu:
a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat yang secara garis besar berisi pedoman zakat mulai
dari ketentuan umum, tujuan zakat, organisasi pengelolaan
zakat, pengumpulan, pendistribusian dan pelaporan,
pembinaan dan pengawasan, peran serta masyarakat, hingga
sanksi dan larangan terkait dengan zakat.
43
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
c. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat
Nasional Provinsi.
d. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
6) Prinsip Zakat
Menurut M.A. Manan dalam bukunya Islamic Econonomics:
Theory and Practice (1993), zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
a) Prinsip keyakinan keagamaan (faith), yaitu menyatakan
bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa
pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi
keyakninan agamanya, sehingga kalau orang yang
bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa
sempurna ibadahnya.
b) Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, yaitu membagi
lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada
manusia.
c) Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, yaitu
menenkankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar
44
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu.
Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah
lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran
normal memperoleh hasil tertentu.
d) Prinsip nalar (reason) dan prinsip kebebasan (freedom),
yaitu menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang
yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa
mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk
kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang
sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.
e) Prinsip etik (ethic) dan kewajaran, yaitu bahwa zakat tidak
akan diminta secara semena-mena tanpa memperlihatkan
akibat yang ditimbulkannya.
7) Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat merupakan suatu ibadah maliyah yang memiliki hikmah dan
manfaat yang sangat besar bagi muzakki maupun mustahiq yang
menerimanya, menurut Hafihuddin (2002) diantara hikmah dan
manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sebagai bentuk perwujudan keimanan kepada Allah SWT,
selain itu juga merupakan perwujudan dari rasa syukur kita
kepada Allah SWT, memupuk akhlaq mulia dengan
menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat rakus, kikir dan materialistis,
45
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki,
serta memupuk ketenangan hidup.
b. Sebagai bentuk ta‟awuniyah terhadap mustahiq terutama
fakir miskin, untuk membantu dan membina mereka ke arah
kehidupan yang lebih sejahtera sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat
beribadah dengan tenang serta dapat terhindar dari
kekufuran dan perasaaan iri dan dengki terhadap orang-
orang yang memiliki kelebihan harta.
c. Sebagai pilar amal bersama dan juga sebagai bentuk
jaminan sosial bagi para mustahiq, melalui pengelolaan dan
pendayagunaan zakat yang optimal, maka kehidupan para
mustahiq dapat diperhatikan dengan baik.
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan umat Islam seperti sumber
dana untuk pembangunan masjid, madrasah, dll.
e. Sebagai bentuk sosialisasi etika bisnis yang benar, bahwa di
dalam harta yang kita peroleh dari kegiatan usaha maupun
bisnis di dalamnya terkandung hak milik orang lain pula.
f. Sebagai instrumen pemerataan pendapatan dalam
membangun kesejahteraan.
46
8) Golongan Penerima Zakat
Al-Qur'an telah memberikan perhatian secara khusus dengan
menerangkan kepada siapa zakat harus diberikan. Tidak
diperkenankan membagikan zakat menurut kehendak sendiri atau
karena kedekatan sosial tertentu. Allah SWT berfirman dalam QS. At-
Taubah [9]: 60
دقات للفقراء والمساكين والعاملين علي ها والمؤلفة قلىبهم وفي إنما الص
وللا ن للا بيل فريضة م وابن الس قاب والغارمين وفي سبيل للا الر
عليم حكيم
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9]: 60).
Adapun golongan yang berhak menerima zakat berdasarkan QS.
At-Taubah [9]: 60 yaitu terdiri dari delapan asnaf (golongan) (Al-
Maraghi, 1992) yaitu:
1. Orang faqir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya.
47
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan
orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan
Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan
pertahanan Islam dan kaum muslimin.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Abu Hanifah dan Ahmad mensunahkan pembagian secara merata
kepada semua asnaf jika hartanya mencukupi. Akan tetapi jika
hartanya tidak mencukupi maka zakat boleh diberikan kepada
sebagian dari delapan golongan tersebut, bahkan boleh diberikan
kepada satu orang saja. Imam Malik mengatakan tidak wajib
memberikan harta zakat kepada semua asnaf, namun zakat harus
diberikan kepada golongan yang lebih membutuhkan santunan.
48
b. Infaq
1) Definisi Infaq
Menurut Ayubi (2008) kata Infaq adalah kata serapan dari Bahasa
Arab yaitu al-infaq. Kata al-infaq adalah mashdar dari kata anfaqa-
yunfiqu-infaq[an]. Kata anfaqa sendiri merupakan kata bentukan yang
asalnya nafaqa-yanfuqu-nafaq[an] yang artinya, nafada (habis),
faniya (hilang/lenyap), naqasha (berkurang), qalla (sedikit), dzahaba
(pergi), kharaja (keluar). Karena itu, kata al-infaq secara bahasa bisa
berarti infad (menghabiskan), ifna‟ (pelenyapan/pemunahan), taqlil
(pengurangan), idzhab (menyingkirkan) atau ikhraj (pengeluaran).
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu
(harta) untuk suatu kepentingan (Hafihuddin, 2002). Sedangkan
definisi infaq menurut Hidayat (2010) adalah pengeluaran sukarela
yang dilakukan seseorang setiap kali memperoleh rezeki sebanyak
yang dikehendakinya.
Jika zakat ada nishabnya kalau infaq tidak ada nishabnya. Infaq
dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik berpenghasilan
tinggi maupun rendah, baik disaat sempit ataupun lapang.
2) Dasar Hukum Infaq
a) QS. Al-Baqarah [2] ayat 215
49
نوالقربن رفللوالد نخ نفقونقلماأنفقتمم سألونكماذا
رفإنللابه تامىوالمساكنوابنالسبلوماتفعلوامنخ وال
علم
Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan.
Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”
b) QS.Al-Imran [3] ayat 134
ظوالعافنعن نفقونفالسراءوالضراءوالكاظمنالغ الذن
المحسنن حب الناسوللاArtinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik
di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.”
c. Shadaqah
1) Pengertian Shadaqah
Inoed dkk (dalam Sholihin, 2010) menyatakan bahwa shadaqah
berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, dan dapat dipahami
dengan memberikan atau mendermakan sesuatu kepada orang lain.
50
Dalam konsep ini, shadaqah merupakan wujud dari keimanan dan
ketaqwaan seseorang, artinya orang yang suka bershadaqah adalah
orang yang benar pengakuan imannya. Dalam istilah syariat Islam,
shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan
ketentuan-ketentuannya. Sisi perbedaannya hanya terletak pada
bendanya. Infaq berkaitan dengan materi, sedangkan shadaqah
berkaitan dengan materi dan non materi, baik dalam bentuk pemberian
uang atau benda, tenaga atau jasa, menahan diri untuk tidak berbuat
kejahatan, mengucapkan takbir, tahmid, tahlil bahkan yang paling
sederhana adalah tersenyum kepada orang lain dengan ikhlas.
Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir,
orang yang membutuhkan ataupun pihak-pihak lain yang berhak
menerima shadaqah tanpa disertai imbalan (Yunus, 1936).
Shadaqah mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan
Al-Qur’an untuk mencakup segala jenis sumbangan. Shadaqah berarti
memberi derma, termasuk memberi derma untuk memenuhi hukum
dimana kata zakat digunakan dalam Al-Qur’an dan sunnah. Zakat juga
dapat disebut shadaqah karena zakat juga merupakan derma yang
diwajibkan sedangkan shadaqah adalah sukarela. Zakat dikumpulkan
oleh pemerintah sebagai suatu pungutan wajib, sedangkan shadaqah
diberikan secara sukarela.
51
2) Dasar Hukum Shadaqah
Shadaqah adalah sesuatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan
syura). Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 245:
ضاعفهلهأضعافاكثرةوللا قرضللاقرضاحسناف منذاالذي
هترجعون بسطوإل قبضو
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya.
Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah. Di
samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu
dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa
orang yang bakal menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta
sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada kalanya juga hukum
sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu
dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam
keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih
dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib
jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau
lembaga (Ichsan, 2016).
52
d. Pendayagunaan ZIS
Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah
pengupayaan agar harta ZIS mampu mendatangkan hasil bagi
penerimanya. Dana ZIS merupakan sumber dana yang potensial, yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat
manusia, terutama golongan orang fakir miskin, sehingga mereka bisa
hidup layak secara mandiri tanpa meminta belas kasihan orang lain.
Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis
kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan
produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan
yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang
sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut
digunakan (jangka pendek). Sedangkan kegiatan produktif adalah
pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif
sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi
para mustahiq.
Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan
dalam bentuk bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan
sosial lain yang bersifat insidental seperti bantuan penanganan
bencana alam. Sedangkan pendayagunaan ZIS produktif dapat
dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan
UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS
secara produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan
53
produktif kepada para mustahiq. Menurut Antonio (2001),
pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun
investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif
(jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau
mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau
peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods), serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.
Selain itu, Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya fiqh Zakat juga
menyatakan bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun
pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk
kemudian kepemilikan dan keuntungannya digunakan bagi
kepentingan fakir miskin, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi
sepanjang masa (Ismail Nawawi, 2010).
Pada masa kekhalifahan (kepemimpinan) Umar bin Khatab dana
zakat yang diperoleh sebagian dimasukkan ke sisi pengeluaran untuk
54
membiayai dana pensiun bagi penduduk yang bergabung dalam
kemiliteran dan kepegawaian seperti pegawai sipil.
Dalam rangka optimalisasi pendayagunaan dana ZIS, untuk
meningkatkan kepercayaan dan motivasi para muzakki untuk berzakat
melalui lembaga amil zakat serta mempercepat proses pengentasan
kemiskinan dan perbaikan taraf ekonomi, pengembangan sistem dan
proses profesionalisme pengelolaan dana ZIS merupakan sebuah
keniscayaan. Dengan meningkatnya kemauan para muzakki untuk
berzakat melalui lembaga amil, pengelolaan dan pendayagunaan dana
ZIS yang terkumpul dapat dimaksimalkan, sehingga diharapkan
kemiskinan dapat berkurang.
Pemberdayaan zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik
secara ekonomi mahupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut
benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi
sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang
lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal
yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk
kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.
3. Upah
a. Definisi Upah Minimum
Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam
masalah ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun
berkembang. Upah pada dasarnya merupakan sumber utama
55
penghasilan seseorang, oleh karenanya upah harus cukup untuk
memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Sebagai
imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang diberikan pekerja kepada
pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam
bentuk upah. Upah adalah pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun
mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha
(Sukirno, 2009).
Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum
adalah upah bulanan rendah yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu
jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur
pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun
pencapaian prestasi tertentu. Menurut Kaufman (2000), tujuan utama
ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup
minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan
pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat
penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.
Menurut Ranupandojo dan Husnan (2000), faktor-faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah adalah sebagai berikut:
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Faktor ini berkaitan dengan hukum permintaan dan penawaran,
dimana untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan (skill)
56
tinggi, dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung
tinggi. Sedangkan untuk jabatan yang mempunyai “Penawaran”
yang melimpah, maka upah akan cenderung menurun.
2. Organisasi Buruh
Ada tidaknya organisasi buruh, serta kuat lemahnya organisasi
buruh yang ada dalam suatu perusahaan akan ikut mempengaruhi
terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan
meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.
3. Kemampuan untuk Membayar
Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya
produksi, dan akhirnya akan mengurangi keuntungan. Jika
kenaikan biaya produksi sampai mengakibatkan kerugian
perusahaan, maka perusahaan tidak akan mampu memenuhi
fasilitas karyawan.
4. Produktivitas Kerja
Upah insentif sebenarnya merupakan imbalan atas atas prestasi
karyawan. Semakin tinggi prestasi karyawan seharusnya semakin
besar pula upah yang ia terima. Prestasi ini biasanya dinyatakan
sebagai produktivitas kerja.
5. Biaya Hidup
Faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah biaya hidup.
Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung
57
tinggi. Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari
karyawan.
6. Pemerintah
Pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi
tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah minimum
merupakan batas bawah dari tingkat upah yang akan dibayarkan.
Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan
besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya.
Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga
kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006).
b. Teori Upah Minimum
Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999 dan UU
Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Menurut Rachman (2005),
Tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan
makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum, yaitu:
1. Sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot
2. Mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di
perusahaan
3. Meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah.
Sedangkan secara makro, tujuan penetapan upah minimum, yaitu:
(a) Pemerataan pendapatan
(b) Peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja
58
(c) Perubahan struktur biaya industri sektoral
(d) Peningkatan produktivitas kerja nasional
(e) Peningkatan etos dan disiplin kerja
(f) Memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka
hubungan bipartite.
Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh
Departemen Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di
seluruh Indonesia. Dalam perkembangan otonomi daerah, kemudian
mulai tahun 2001 upah minimum ditetapkan oleh masing-masing
provinsi. Upah Minimum ini dapat dibedakan menjadi upah minimum
regional dan upah minimum sektoral.
1. Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja
tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang dari satu tahun
yang berlaku di suatu daerah tertentu.
2. Upah Minimum Sektoral
Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu
provinsi berdasarkan kemampuan sektor.
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. Definisi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
59
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi
disuatu daerah/provinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh
data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Badan Pusat Statistik mendefinisikan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh
unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun,
sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai
dasar. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2000),
sedangkan menurut BPS, PDRB atas dasar harga berlaku digunakan
untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor
ekonomi. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang
dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu.
PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam
mengelola sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu, besaran
PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung
kepada potensi faktor-faktor produksi di daerah tersebut (Permana,
2012). Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut
menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Dalam bukunya,
60
Hadi Sasana menulis bahwa PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-
jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu
daerah dalam satu periode (Hadi Sasana, 2006).
Cara Perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan,
yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan
pengeluaran.
1. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu unit kegiatan ekonomi
di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total
produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka
waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam
penyajiannya dikelompokan menjadi 9 sektor atau lapangan
usaha, yaitu ; (1) Pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3)
industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan;
(6) perdagangan, hotel, dan restoran; (7) pengangkutan dan
komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan
(9) jasa-jasa.
2. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan
semua komponen permintaan akhir. Komponen-komponen
tersebut meliputi : a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
lembaga swasta yang tidak mencari untung, b) Konsumsi
pemerintah, c) Pembentukan modal tetap domestik bruto, d)
perubahan stok, e) Ekspor netto.
61
3. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas
jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam
proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah
dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua
hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
lainnya.
Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua
bentuk, yaitu:
a. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan.
Menurut BPS Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi, pengeluaran atau
pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara
menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga
pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen.
Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang
sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riil nya.
b. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku.
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas harga berlaku
menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud
nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada
barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses
62
produksi. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas
ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi.
B. Keterkaitan Antar Variabel Bebas dengan Variabel Terikat
1. Pengaruh Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) Terhadap Kemiskinan
Dalam sejarah perkembangan dunia Islam, ZIS merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang sangat penting, selain itu ZIS juga
merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi
orang kaya untuk membantu yang miskin, sehingga kemiskinan dan
kemelaratan dapat terhapuskan dari masyarakat. Dalam Islam penghidupan
orang-orang fakir mendapat jaminan dari berbagai segi, yaitu jaminan atas
individu dengan dirinya sendiri, dengan keluarga dekat, dengan masyarakat
dan antara umat dengan umat yang lainnya.
Al-Qardhawi (2002) mengatakan bahwa tujuan mendasar ibadah zakat
itu adalah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial seperti
pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan
solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut dengan memberikan bantuan
kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, etnis, dan atribut-
atribut keduniawian lainnya.
Dengan adanya zakat, bukan berarti kewajiban pemerintah untuk
menciptakan kesejahteraan dapat hilang begitu saja, karena zakat hanya
membantu menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah kepada
masyarakat. Dengan demikian, zakat merupakan penopang dan tambahan
63
bagi pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan
kemiskinan.
Pendapat M Nazori Majid (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga hal
yang terkait dalam zakat dalam pembangunan ekonomi yaitu: zakat akan
memakan harta yang didiamkan atau ditimbun, zakat merupakan sesuatu yang
sangat berharga bagi orang yang kurang beruntung serta dapat mendorong
tercapainya standar hidup masyarakat miskin dengan memperbaiki tingkat
produktivitasnya, institusi zakat dapat menambah agregat permintaan dalam
skala makro ekonomi yang lebih tinggi.
Menurut Manan (1997) zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal yang
menjadi sendi utama dari sistem ekonomi Islam, diharapkan mampu
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas kekayaan yang
berimbang dengan menempatkan nilai-nilai spiritual pada tingkat yang sama,
karena zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik
yang memiliki ikatan ketakwaan seseorang.
Pramanik (1993) berpendapat bahwa zakat dapat memainkan peran yang
sangat signifikan dalam meredistribusikan pendapatan dan kekayaan dalam
masyarakat muslim. Dalam studinya, Pramanik menyatakan bahwa dalam
konteks makro ekonomi zakat dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat
memberikan insentif untuk meningkatkan produksi, investasi, dan untuk
bekerja. Zakat adalah mekanisme transfer terbaik dalam masyarakat.
Zakat sebagai kebijakan fiskal dalam Islam memiliki tujuan untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer (al-hajat al-
64
asasiyah/basic needs) per individu secara menyeluruh, dan membantu tiap-
tiap individu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya
(al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuannya.
Zakat merupakan sebuah keharusan dan indikator ketaqwaan seorang
muslim yang bertautan dengan kondisi perekonomian sebuah masyarakat.
Sedangkan Infaq dan Shadaqah adalah pemberian yang bersifat sukarela,
dimana jika dana zakat ditambah dengan dana infaq dan shadaqah, dana yang
terditribusikan menjadi lebih maksimal. Dalam lingkup ekonomi makro, ZIS
menjadi alat untuk menghilangkan kesenjangan antara masyarakat ekonomi
kelas atas dan masyarakat ekonomi kelas bawah karena zakat adalah transfer
payment yang paling jitu dibanding penarikan pajak, karena dalam konsep
zakat, objek dan besarannya telah dispesifikkan dalam ajaran Islam.
2. Pengaruh Upah Minimum Kabupaten (UMK) Terhadap
Kemiskinan
Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar
hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja.
Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk
berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat
upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
kesejahteraan juga meningkat sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman,
2000).
Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara
akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang
65
ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah, maka hal
tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada
negara tersebut (Kaufman dan Hotckiss, 1999).
Menurut Mankiw (2003), upah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat pengangguran dan pengangguran berpengaruh kepada
kemiskinan. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh
satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya.
Peran pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat diperlukan dalam
menyikapi dampak penetapan upah minimum. Tidak bisa hanya pengusaha
saja yang harus menanggung dampak penetapan upah minimum ini. Dengan
pengertian dan pemahaman serta kerjasama dari semua pihak yang terkait
dengan hubungan industrial ini maka dapat dicapai tujuan bersama yaitu
pekerja/buruh menjadi sejahtera, perusahaan berkembang dan lestari serta
pemerintah dapat menjaga perkembangan dan peningkatan perekonomian
dengan baik.
3. Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDRB) Terhadap Kemiskinan
Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih
tinggi. Hal itu akan tercapai apabila tingkat pertumbuhan perekonomian suatu
negara juga tinggi (Todaro, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan
indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat
bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari
pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat,
termasuk di golongan penduduk miskin. Karena permasalahan kemiskinan
66
tidak terpecahkan jika hanya mengharapkan terjadinya trickle down effect
(efek menetes ke bawah) (Siregar dan Wahyuniarti, 2008).
Menurut Sukirno (2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil.
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur melalui berdasarkan
produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus
memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan
masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasilnya. Karena hal tersebut,
maka penurunan PDRB suatu daerah akan berdampak pada kualitas dan pada
konsumsi rumah tangga. Apabila tingkat pendapatan penduduk sangat
terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola konsumsi
makanan pokoknya ke barang yang lebih murah dengan jumlah barang yang
berkurang.
Menurut Arsyad (1999), pendapatan per kapita seringkali digunakan
sebagai indikator pembangunan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka
akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to
pay) berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi PDRB
suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah
tersebut. Tingginya penerimaan daerah, diharapkan nantinya pemerintah
daerah tersebut dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Tingginya
tingkat pendapatan daerah bisa disebabkan karena berbagai perubahan
mendasar, seperti struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-
institusi nasional.
67
C. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan oleh sejumlah
peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda pula, antara lain:
1. Dio Syahrullah (2014), dalam skripsinya melakukan penelitian:
“Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi
Banten Tahun 2009-2012”, menggunakan teknik analisis Panel Data
dengan Random Effect Model. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa kemiskinan di Provinsi Banten mampu dijelaskan oleh PDRB,
Pendidikan, dan Pengangguran sebesar 53,61% (R2). Selanjutnya
secara parsial koefisien regresi menunjukan (1) PDRB berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0102 dan
berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -
0,552266, (2) Variabel pendidikan tidak signifikan terhadap
kemiskinan di Provinsi Banten ditandai dengan nilai probabilitas
0,9924, dan (3) pengangguran berpengaruh signifikan pada taraf nyata
5% dengan nilai probabilitas 0,0006 dan berhubungan positif dengan
nilai koefisien yang diperoleh sebesar 2,947913. Lalu kemiskinan di
Provinsi Banten dipengaruhi signifikan oleh PDRB, Pendidikan, dan
Pengangguran secara simultan sebesar 10,78% (F-statistik).
2. Ria Marginingsih (2011), dalam skripsinya melakukan penelitian:
“Pengaruh Pendayagunaan Dana ZIS, dan PDRB per Kapita Terhadap
Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Jawa
68
Tengah Tahun 2006-2009)” , dengan menggunakan alat analisis Fixed
Effect Model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa realisasi pendayagunaan dana
ZIS, realisasi pengeluaran pemerintah bidang kesra dan PDRB per
kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin. Arah koefisien regresi negatif menunjukan bahwa peningkatan
pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita akan menurunkan
jumlah angka kemiskinan.
3. Irfan Syauqi Beik (2009), dalam jurnalnya melakukan penelitian:
“Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus
Dompet Dhuafa Republika”, menggunakan sejumlah alat analisa, yaitu
: headcount ratio, untuk mengetahui berapa jumlah dan persentase
keluarga miskin; rasio kesenjangan kemiskinan dan rasio kesenjangan
pendapatan, yang digunakan untuk mengetahui tingkat kedalaman
kemiskinan; dan indeks Sen serta indeks Foster, Greer dan Thorbecke
(FGT), yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan
kemiskinan. Hasil analisa menunjukkan bahwa zakat mampu
mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi
kedalaman dan keparahan kemiskinan.
4. Lupi Riyani (2014), dalam skripsinya melakukan penelitian: “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah
Tahun 1991-2011”, dengan menggunakan metode analisis Ordinary
Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel
69
Pengangguran berpengaruh negatif dengan nilai koefisien sebesar -
0.224331 hal yang sama terjadi pada variabel PDRB dengan nilai
koefisiensi sebesar -0.770757 sedangkan variabel Inflasi berpengaruh
positif dengan nilai koefisien sebesar 0.011207 serta variabel Upah
Minimum berpengaruh positif dengan nilai koefisien 0.902497.
5. Indra Maipita (2012), dalam jurnalnya melakukan penelitian:
“Simulasi Dampak Kenaikan Upah Minimum Terhadap Tingkat
Pendapatan dan Kemiskinan”, menggunakan analisis model
Computable General Equilibrium dan Foster-Greer-Thorbecke index.
Hasil analisa menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum
berdampak terhadap meningkatnya pendapatan kelompok buruh dan
pekerja serta menurunkan angka kemiskinan pada kelompok tersebut.
Namun, secara umum dalam jangka pendek menurunkan kinerja
ekonomi makro, menaikkan tingkat harga, menurunkan tingkat
konsumsi, ekspor, output sektoral serta menambah jumlah rumah
tangga miskin secara total meskipun relatif kecil. Dengan kata lain,
dampak kenaikan pendapatan para pekerja akibat kebijakan menaikkan
upah minimum, secara total tidak dapat mengimbangi dampak negatif
dari kebijakan tersebut, berupa penurunan tingkat pendapatan dari
kelompok rumah tangga lainnya.
6. Himawan Yudistira Dama (2016), dalam jurnalnya melakukan
penelitian: “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014)”,
70
menggunakan metode analisis regresi sederhana yang diolah melalui
program SPSS Versi 21.0. Hasil analisa menunjukkan bahwa PDRB
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di
Kota Manado.
7. Ahmad Fahme Mohd Ali (2014), dalam jurnalnya melakukan
penelitian: “The Effectiveness of Zakat in Reducing Poverty Incident:
An Analysis in Kelantan, Malaysia”, dianalisis dalam konteks beban
kemiskinan, khususnya dalam hal kejadian, intensitas dan tingkat
keparahan kemiskinan dengan menggunakan empat indeks kemiskinan
utama, yaitu Head-count Index, Average Poverty Gap, Income Gap
and Sen Index. Hasil penelitian menunjukan bahwa distribusi zakat
mengurangi kemiskinan, tingkat kemiskinan dan tingkat keparahan
kemiskinan. Selanjutnya, distribusi zakat di Kelantan hanya memberi
sedikit efek pada peningkatan pendapatan masyarakat miskin.
8. Safdar Hussain Tahir (2014), dalam jurnalnya melakukan penelitian:
“Impact of GDP Growth Rate on Poverty of Pakistan: A quantitative
Approach”. Menggunakan metode analisis Growth Elasticity of
Poverty untuk memperkirakan dampaknya, dan Head Count
Index/Ratio untuk mengukur kemiskinan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan
di Pakistan.
71
D. Kerangka Berfikir
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi
dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat
disajikan dalam bentuk bagan, deskriptif kualitatif, dan atau gabungan
keduanya (Hamid, 2010). Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan
dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini,
berikut ini gambar kerangka pemikiran yang skematis:
72
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
Pengaruh Pendayagunaan ZIS, PDRB dan UMK
Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2011 – 2015)
Provinsi Banten
Variabel Independen Variabel Dependen
Pendayagunaan
ZIS (X1)
PDRB (X2)
UMK (X3)
Uji Asumsi Klasik
Uji Chow
Uji Hipotesis
Kemiskinan
(Y)
Random Effect Model Commont Effect Model Fixed Effect Model
Uji Hausman
Uji Simultan Uji Parsial (Uji T) Adjusted R2
Interpretasi
Kesimpulan
Metode Estimasi Data Panel
73
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diperoleh
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1) H0 : b1…b3 = 0, tidak terdapat pengaruh antara pendayagunaan ZIS, PDRB
dan UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi
Banten.
H1 : b1…b3 ≠ 0, terdapat pengaruh antara pendayagunaan ZIS, PDRB dan
UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
2) H0 : b1 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara pendayagunaan ZIS
terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
H1 : b1 < 0, terdapat pengaruh negatif antara pendayagunaan ZIS terhadap
tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
3) H0 : b2 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara PDRB terhadap tingkat
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
H1 : b2 < 0, terdapat pengaruh negatif antara PDRB terhadap tingkat
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
4) H0 : b3 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara UMK terhadap tingkat
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
H1 : b3 < 0, terdapat pengaruh negatif antara UMK terhadap tingkat
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
74
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada masalah kemiskinan di Kabupaten/Kota
Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel
independen dan variabel dependen.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk
miskin yang terjadi di Kabupaten/Kota Provinsi Banten pada tahun
2011-2015.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dana Zakat, Infaq
dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten/Kota Provinsi
Banten pada tahun 2011-2015.
Data yang diambil merupakan data tahunan. Sedangkan jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data panel (pooled data), yaitu
kombinasi antara data time series dan data cross section sebanyak 8 data
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015.
Penulis ingin mengetahui sejauh mana variabel independen mempengaruhi
variabel dependen.
75
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010). Metode penentuan sampel akan sangat membantu
dalam penelitian yang dihadapkan pada sampel yang beragam dari suatu
populasi. Data yang digunakan berupa data sekunder periode 2011-2015.
Studi kasus Provinsi Banten. Adapun sampel yang digunakan merupakan
Judgement Sampling.
Pada metode judgement sampling atau purposive sample pengumpulan
data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Pada
dasarnya sampel dipilih berdasarkan pendapat analis dan hasil penelitian
digunakan untuk menarik kesimpulan tentang item-item di dalam sampel.
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
Library Research yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan variabel penelitian, baik yang berasal dari buku, website
atau artikel. Dalam metode pengumpulan data, juga disertai dengan
wawancara dengan pihak yang terkait, untuk menambah informasi mengenai
pembahasan dalam penelitian ini. Data yang digunakan diperoleh dari
berbagai sumber antara lain:
1. Jumlah Penduduk Miskin
76
Diperoleh dari data Banten Dalam Angka tahun 2011, 2012, 2013,
2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
2. Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS
Diperoleh dari Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Banten
tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015.
3. Produk Domestik Bruto (PDRB)
Diperoleh dari data PDRB Banten tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015
yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
4. Upah Minimum Kabupaten (UMK)
Diperoleh dari data Banten Dalam Angka tahun 2011, 2012, 2013,
2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
Dalam studi kepustakaan penulis membaca, meneliti dan mempelajari
bahan-bahan tertulis seperti jurnal, buku, artikel dan informasi tertulis lainnya
yang berhubungan dengan skripsi ini.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis yang penulis gunakan secara umum untuk menganalisis
tentang pengaruh ZIS, PDRB, dan UMK terhadap tingkat kemiskinan di
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah metode kuantitatif. Data-data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari data cross section
dan data time series. Kombinasi dari gabungan kedua data tersebut adalah
data panel. Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke
waktu terhadap suatu individu sedangkan cross section adalah data yang
dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Metode data panel
77
adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik
dengan perilaku data yang lebih dinamis.
Data cross section dalam penelitian ini adalah 8 data Kabupaten/Kota di
Banten. Sedangkan data time series dalam penelitian ini memiliki 5 waktu
pengamatan, yaitu selama 5 tahun (2011-2015) dengan menggunakan laporan
tahunan. Sehingga jumlah pengamatan (observation) sebanyak 40
pengamatan (8 x 5 = 40).
Teknik analisis yang dipakai adalah dengan analisis regresi data panel
dengan menggunakan Eviews 9.0 sebagai program pengolah datanya. Selain
itu juga digunakan software Microsoft Excel 2007 sebagai software pembantu
dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke
dalam bentuk yang lebih representative untuk digunakan pada software
utama di atas.
Data panel (pool) yakni data yang merupakan gabungan antara runtun
waktu (time series) dengan seksi silang (cross section). Oleh karenanya, data
panel memiliki gabungan karakteristik keduanya yaitu data yang terdiri dari
beberapa objek dan meliputi beberapa waktu (Winarno, 2011).
Menurut Gujarati (2003) keuntungan menggunakan data panel yaitu:
1) Mengingat penggunaan data panel juga meliputi data cross section
dalam rentan waktu tertentu, maka data panel akan memperhitungkan
secara eksplisit heterogenitas tersebut.
78
2) Dengan pengkombinasian, data akan memberikan informasi yang lebih
baik, tingkat kolinearitas yang lebih kecil antar variabel dan lebih
efisien.
3) Penggunaan data panel mampu meminimalisasi bias yang dihasilkan
jika kita meregresikan data individu ke dalam agregasi yang luas.
Dalam data panel, hilangnya suatu variabel akan tetap menggambarkan
perubahan lainnya akibat penggunaan data time series. Selain itu, penggunaan
data yang tidak lengkap (unbalanced data) tidak akan mengurangi ketajaman
estimasi. Model Regresi Panel menurut Agus Widarjono (2009):
Yit = α + b1X1it + b2X2it + b3X3it + e
Dimana:
Y = Variabel dependen
α = Konstanta
X = Variabel independen
b = Koefisien regresi masing-masing variabel independen
t = Waktu
i = Perusahaan
e = Error term
1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian terhadap asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah
model regresi tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan
penaksiran. Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best
Liniar Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar
79
dari masalah-masalah normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas, dan
autokorelasi.
Untuk mendapatkan hasil memenuhi sifat tersebut perlu dilakukan
pengujian asumsi klasik yang meliputi: uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual
terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya.
Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena
distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data
yang diambil (Suliyanto, 2011).
Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B Test) dan metode
grafik. Apabila nilai J-B hitung > nilai X2 tabel maka H0 yang
menyatakan bahwa residual berdistribusi normal ditolak. Sebaliknya,
bila nilai J-B hitung < nilai X2 tabel maka H0 yang menyatakan bahwa
residual berdistribusi normal diterima atau probabilitas < 0,05 maka
hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi
normal ditolak dan sebaliknya, bila prob > 0,05 maka hipotesis yang
menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal diterima
(Wing Wahyu Winarno, 2009).
80
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara
variabel bebas (Suliyanto, 2011). Multikolinearitas adalah kondisi
adanya hubungan linier variabel independen. Karena melibatkan
beberapa variabel independen, maka multikolinearitas tidak akan terjadi
pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel
dependen dan satu variabel independen). Masalah multikolinearitas
biasanya muncul karena jumlah observasi yang sedikit. Selain itu dapat
dengan menghilangkan salah satu variabel independen terutama yang
memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain. Namun jika
tidak mungkin dihilangkan maka tetap harus dipakai (Winarno, 2011).
Dalam penelitian ini uji multikolinearitas akan dilakukan dengan
melihat pada nilai koefisien korelasinya pada hasil uji correlation
dengan menggunakan matriks korelasi. Jika hasil koefisien korelasi
pada output menunjukan hasil di atas 0,8 maka diduga terjadi
multikolinearitas. Sebaliknya, jika koefisien rendah di bawah 0,8 maka
diduga model terbebas dari masalah multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang terbentuk terjadi ketidaksamaan varian dari residual
81
model regresi. Data yang baik adalah data yang homokedastisitas.
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana varians dari setiap
gangguan tidak konstan. Dampak adanya hal tersebut adalah tidak
efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap
konsisten dan tidak “reliable” atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heretokedastisitas (Supranto, 2004).
Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji glejser,
uji geljser dapat menjelaskan apabila nilai Probabilitas F-statistik lebih
kecil dari α=5% maka data bersifat heterokedastisitas begitu pula
sebaliknya.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi
antar anggota serangkaian data observasi yang diurutkan menurut
waktu atau ruang (Suliyanto, 2011). Autokorelasi merupakan korelasi
antar variabel gangguan satu observasi dengan variabel gangguan
observasi lain. Autokorelasi sering muncul pada data time series.
Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain.
Dalam mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan
dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata
82
(α) model artinya tidak ditemukan gejala autokorelasi pada model,
begitupun sebaliknya.
2. Penentuan Model Estimasi
Dalam analisa data panel dikenal tiga macam pendekatan, yang
terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square),
pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random
effect). Ketiga pendekatan yang dapat dilakukan dalam analisis panel
data adalah sebagai berikut:
1) Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
Pengolahan yang paling sederhana dalam data panel adalah dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapakan dalam
data berbentuk pool. Dalam metode ini, semua diperlakukan sama
tanpa mebedakan unit cross section-nya dengan kata lain
pendekatannya adalah dengan mengabaikan dimensi waktu dan ruang
yang dimiliki data panel. Kemudian metode regresi OLS (ordinary
least squares) biasa yang digunakan sebagai metode estimasinya,
sehingga hanya akan menghasilkan persamaan intersep dan koefisien-
koefisien variabel bebas yang sama untuk setiap unit. Bentuk umum
untuk model Odinary Least Square adalah:
Yit = b0 + b1Xit + b2Xit + εit untuk i=1,2,……,n dan t=1,2,…..t
2) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)
Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek
meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Model ini dikenal
83
dengan model Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan
adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk
berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya,
tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant).
Teknik model Fixed Effect adalah teknik mengestimasi data panel
dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya
perbedaan intersep. Model ini sangat tergantung dari asumsi yang kita
buat tentang intersep, koefisien slope dan residualnya. Ada beberapa
kemungkinan yang akan muncul yaitu:
a. Diasumsikan intersep dan slope adalah tetap sepanjang waktu dan
individu dan perbedaan intersep dan slope dijelaskan oleh residual.
b. Diasumsikan slope adalah tetap tetapi intersep berbeda antar
individu.
c. Diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu
maupun antar individu.
d. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu
e. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar
individu.
Salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi
intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal
tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan
memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan
terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas
84
unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan
dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan efek tetap
(fixed effect) atau Least Squarae Dummy Variable atau disebut juga
Covariance Model. Persamaan pada estimasi dengan menggunakan
Fixed Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
Yit = b0 + b1Xit + b2Xit + b3D1i + b4D2i + …… + εit
i = 1,2,……,n t = 1,2,…..t D = dummy
Dalam pendekatan Fixed Effect Model (FEM) atau Least Squarae
Dummy Variable (LSDV), ada beberapa permasalahan yang muncul,
yaitu (Firmansyah, 2009):
a) Jika memasukkan banyak dummy (contoh model dengan variasi
intersep antar waktu antar individu), akan mengurangi degree of
freedem (df).
b) Jika terlalu banyak variabel di dalam model, akan mengarah kepada
terjadinya multikolinieritas.
c) Jika menggunakan dummy lain selain untuk menyatakan perbedaan
intersep individu dan waktu, misalnya suku, musim, jenis kelamin,
dan lain-lain, akan menyulitkan mengidentifikasi besaran koefisien
dummy perbedaan intersep.
d) Untuk error term, karena merupakan error cross section dan time
series, asumsi klasik yang diasumsikan dapat mengalami
modifikasi. Beberapa kemungkinan modifikasi terhadap asumsi
error term adalah sebagai berikut: a) dapat diasumsikan bahwa
85
varians error adalah konstan untuk semua unit cross section atau
dapat diasumsikan varians error adalah heteroskedastik, b) Untuk
setiap individu dapat diasumsikan tidak terjadi autokorelasi antar
waktu, c) berbagai kemungkinan lain asumsi error term.
3) Pendekatan Efek Acak (Random Effect)
Random Effect Model adalah model estimasi regresi panel dengan
asumsi koefisien slope kontan dan intersep berbeda antara individu dan
antar waktu (Random Effect). Dimasukannya variabel dummy di dalam
Fixed Effect Model bertujuan untuk mewakili ketidaktahuan tentang
model yang sebenarnya. Namun, ini juga membawa konsekuensi
berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada
akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Masalah ini bisa diatasi
dengan menggunakan variabel gangguan (error terms) yang dikenal
dengan Random Effect. Model ini akan mengestimasi data panel
dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu
dan antar individu.
Model yang tepat digunakan untuk mengestimasi Random Effect
adalah Generalized Least Square (GLS) sebagai estimatornya, karena
dapat meningkatkan efisiensi dari least square. Bentuk umum untuk
Random Effect Model adalah:
Yit = α1 + bjXjit + εit dengan εit = ui + vt + wit
Dimana:
ui ~ N ( 0, δu2) = komponen cross section error
86
vt ~ N ( 0, δv2) = komponen time series error
wit ~ N ( 0, δw2) = komponen eror kombinasi
3. Tahapan Analisis Data
Pemilihan jenis model dalam data panel adalah sebagai berikut:
a. Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk membandingkan apakah model Fixed
Effect atau Commont Effect yang lebih sesuai untuk digunakan dalam
penelitian ini (Winarno, 2011). Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : Commont Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Pengujian Uji Chow menggunakan software Eviews adalah dengan
menggunakan uji likelihood ratio, lalu yang menjadi dasar penolakan
dalam hipotesis di atas adalah dengan membandingkan nilai
probabilitasnya dengan α=5%. Perbandingan yang dimaksud adalah
apabila nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak
sehingga dalam penelitian ini menggunakan Fixed Effect dan perlu
melakukan Hausman test. Namun sebaliknya jika nilai probabilitasnya
lebih besar dari 0,05 maka model yang tepat digunakan adalah
common effect dan tidak perlu dilakukan uji Hausman.
b. Uji Hausman
Uji Hausman ini digunakan untuk menguji apakah dalam penelitian
ini lebih baik menggunakan model Fixed Effect atau Random Effect.
Berikut ini hipotesis yang digunakan:
87
Ho : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Statistik uji hausman ini dengan melihat nilai probabilitas. Jika
nilai probabilitas < 0,05 (untuk tingkat signifikansi = 0,05) maka Ho
ditolak dan model yang lebih tepat adalah model fixed effect,
begitupun sebaliknya. Bila nilai probabilitas > 0,05, maka model yang
lebih tepat adalah model random effect.
4. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji
diterima atau ditolaknya (secara statistik) hasil hipotesa (H0) dari
sampel. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji
statistik yang diperoleh dari data yang ada (Gujarati, 2003).
a. Uji Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel
bebas secara individu terhadap variabel terikat dengan menganggap
variabel bebas lainnya adalah konstan (Gujarati, 2003).
Pada tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan kriteria pengujian yang
digunakan sebagai berikut:
1) Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang
artinya variabel penjelas secara parsial tidak mempengaruhi
variabel yang dijelaskan secara signifikan.
88
2) Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang
artinnya variabel penjelas secara parsial mempengaruhi variabel
yang dijelaskan secara signifikan.
b. Uji Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara kesuluruhan signifikan secara statistik dalam
mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan F hitung dengan F tabel. Apabila nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel maka variabel-variabel independen secara
keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen.
Pada tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan kriteria pengujian yang
digunakan sebagai berikut:
1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang
artinya variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama
tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang
artinya variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama
mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (Goodness of Fit), yang dinotasikan dengan
R2
merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat
menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi.
89
Dengan kata lain angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah
garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya (Nachrowi
dan Hardius Usman, 2006).
Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0 < R
2 < 1) apabila R
2 = 1
menunjukan bahwa 100% total variasi diterangkan oleh varian
persamaan regresi atau variabel bebas baik X1 X2 X3 maupun X4
mampu menerangkan variabel Y sebesar 100%. Sebaliknya apabila
nilai R2 = 0 menunjukan bahwa tidak ada total varians yang
diterangkan oleh varian bebas dari persamaan regresi (Suharyadi dan
Purwanto, 2004).
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang
tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan,
standar hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti
orang lain. Menurut BPS (2007), Jumlah penduduk miskin adalah jumlah
keseluruhan populasi dengan pengeluaran per kapita tertentu yang berada
dibawah garis kemiskinan. Satuan dari variabel jumlah penduduk miskin
adalah dalam jiwa. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah
penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten tahun 2011-2015.
Data tersebut diperoleh dari laporan Banten Dalam Angka tahun 2011,
90
2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Banten pada situs https://banten.bps.go.id/
2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi penyebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sebagai
berikut:
a. Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)
Zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi syarat
tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada yang
berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula
(Hafidhuddin, 2002). Sedangkan pendayagunaan dana ZIS
merupakan pemberian dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) yang
telah terkumpul di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi
Banten dan dikeluarkan dalam bentuk pendayagunaan dana. Satuan
dari variabel pendayagunaan dana ZIS adalah dalam miliar rupiah .
Data ZIS yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode
tahun 2011-2015. Data tersebut diperoleh dari BAZDA Provinsi
Banten.
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh
unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
91
ekonomi di suatu wilayah. Satuan variabel PDRB per kapita dalam
penelitian ini adalah dalam miliar rupiah. Data PDRB yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data periode tahun 2010-
2015. Data tersebut diperoleh dari laporan Banten Dalam Angka
Tahun 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada situs
https://banten.bps.go.id/
c. Upah Minimum Kabupaten (UMK)
UMK adalah upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok
dan tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur. Satuan dari
variabel UMK adalah dalam juta rupiah. Data UMK yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data periode tahun 2011-
2015. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Banten pada situs https://banten.bps.go.id/
d. Pendekatan H
Metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan variabel
yang akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas
bagi interpretasi dari hasil olah data yang dilakukan.. Secara
prosedural proses rekayasa metodologi H ini dilakukan dari
pengumpulan data dari objek yang dijadikan sampel dalam
implementasi teori ini.
92
a) Pertama, melakukan pendataan untuk memperoleh besaran
objek yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase,
atau nominal yaitu dalam bentuk harga asli.
b) Kedua, meninjau laju besaran dari objek yang akan dihitung
dalam skala persentase, berupa selisih dari harga awal dengan
harga berikutnya atau perbedaan dari besaran pertama dengan
besaran kedua dan selanjutnya.
c) Ketiga, membuat pola rata-rata dari objek yang akan ditinjau
dengan perspektif teori ini dibandingkan dengan objek-objek
lain yang sejenis atau meninjau posisi objek dikomparasi
dengan rata-rata objek yang sejenis.
d) Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju,
selanjutnya dibutuhkan data lain dari objek yang sama berupa
data yang bersifat intangible atau berkaitan dengan nilai
religiusitas untuk didapatkan besaran bobotnya dibandingkan
dengan objek lain. Cara melakukan nilai bobot, yaitu:
1. Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari objek yangs
sama kemudian dibandingkan dengan bobot dari objek lain
dengan data yang untuk diperoleh ranking atau urutan bobot
antara objek utama dengan objek pembanding yang lain.
2. Selain menggunakan sumber data dari objek yang diteliti,
dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara
93
terstruktur dengan pakar sains yang memiliki otoritas untuk
menilai bobot suatu objek.
3. Kemudian melakukan perangkingan objek berdasarkan
bobot yang diperoleh dari berbagai sumber data tersebut,
sehingga urutan tersebut juga merepresentasikan besaran
bobot dari objek yang diteliti tersebut.
e) Selanjutnya, setelah diperoleh data nominal, laju dan bobot
maka dilakukan penghitungan berupa perkalian dari data objek
tersebut berupa: nominal x laju x bobot.
f) Setelah mendapat hasil dari perhitungan dari objek yang diteliti
maka dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh kategori
hasil sesuai format, dalam hal ini objek akan dikategorikan
dalam formasi straight, loads, dan impact:
1. Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turun).
2. Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah load pilihan.
3. Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact.
94
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Geografis
Provinsi Banten adalah sebuah Provinsi di Pulau Jawa, Indonesia.
Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,
namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pada awalnya, Povinsi Banten terdiri
dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang,
Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam
perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang
menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten
Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari
empat kabupaten dan empat kota.
Provinsi Banten secara astronomis terletak antara 507’50” - 701’1”
LS dan 10501’11” - 10607’12” BT. Adapun secara geografis, berada
di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta.
Provinsi Banten berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat dan
DKI Jakarta, serta Laut Jawa, Samudra Hindia dan Selat Sunda.
Luas wilayah Banten mencapai 9.663 km2 atau sekitar 0,51 persen
dari luas seluruh daratan Indonesia. Berarti, Banten adalah provinsi
dengan luas wilayah terkecil kelima di Indonesia setelah Kepulauan
95
Riau (0,43 persen), Bali (0,30 persen), DI Yogyakarta (0,16 persen)
dan DKI Jakarta (0,03 persen).
2. Kondisi Kemiskinan di Provinsi Banten
Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok
orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Berikut data jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten Tahun 2011-2015
(Ribu Jiwa)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab. Pandeglang 117.6 109.1 121.1 113.14 124.42
Kab. Lebak 115.2 106.9 118.6 115.87 126.42
Kab. Tangerang 188.6 176 183.9 173.1 191.12
Kab. Serang 82 76.1 72.8 71.38 74.85
Kota Tangerang 114.3 106.5 103.1 98.76 102.56
Kota Cilegon 15.4 15 15.9 15.53 16.96
Kota Serang 37.4 34.7 36.7 36.18 40.19
Kota Tangerang
Selatan 20.1 18.7 25.4 25.29 25.89
Sumber: BPS Banten, 2016
Pada tabel 4.1 menunjukan jumlah penduduk miskin di beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten mengalami trend yang fluktuatif.
Pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan,
namun pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin mengalami
peningkatan. Pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin terbanyak
terdapat di Kabupaten Tangerang sedangkan penduduk miskin
terendah terdapat di Kota Cilegon. Walaupun begitu, perbedaan jumlah
96
penduduk miskin di setiap daerah dapat memicu kecemburuan sosial
dan konflik antar daerah yang berdampak pada kembalinya
peningkatan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten.
3. Zakaf, Infaq dam Shadaqah (ZIS) di Provinsi Banten
Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) memiliki pengertian sebagai
jumlah penerimaan zakat, infaq dan shadaqah yang dibayarkan kepada
orang miskin. Dana ZIS merupakan sumber dana yang potensial, yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat
manusia, terutama golongan orang fakir miskin. Berikut data jumlah
penerimaan ZIS di Provinsi Banten:
Tabel 4.2
Jumlah Penerimaan ZIS di Provinsi Banten Tahun 2011-2015
(Miliar Rupiah)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab.
Pandeglang 255.30 12.11 284.84 378.85 8.62
Kab. Lebak 4,339.21 7,447.82 2,281.88 6,592.74 5,425.50
Kab. Tangerang 2,393.72 2,544.48 2,524.11 2,821.93 287.84
Kab. Serang 3,693.21 504.99 6,399.28 7,354.62 8,815.42
Kota Tangerang 123.74 777.50 73.93 120.79 955.73
Kota Cilegon 1,358.28 231.34 3,208.67 3,246.16 6,153.16
Kota Serang 1,325.52 1,653.19 1,713.55 1,729.26 192.68
Kota Tangerang
Selatan 1,683.00 2,043.02 2,540.51 2,716.75 3,040.14
Sumber: Bazda Banten, 2016
Pada tabel 4.2 menunjukan jumlah penerimaan ZIS di beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten mengalami trend yang fluktuatif.
Pada tahun 2015 penerimaan ZIS tertinggi berada di daerah Kabupaten
97
Serang dan penerimaan ZIS terendah berada di daerah Kabupaten
Pandeglang.
4. Kondisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi
Banten
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi seluruh wilayah dalam satu periode. Berikut data PDRB atas
harga berlaku di Provinsi Banten:
Tabel 4.3
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi Banten Tahun
2011-2015 (Miliar Rupiah)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab.
Pandeglang 9586.09 15115.44 16443.91 18195.67 20277.96
Kab. Lebak 9312.03 15125.9 16742.05 18606.94 20729.2
Kab. Tangerang 39414.37 72303.65 80570.55 91692.76 102044.71
Kab. Serang 14207.17 42039.51 45972.29 51430.75 56313.72
Kota Tangerang 63675.06 83648.13 94561.02 110772.32 126119.12
Kota Cilegon 34490.32 55414.14 61746.9 70030.67 77962.9
Kota Serang 6341.71 15506.67 17452.62 19691.3 21866.58
Kota TangSel 13223.88 39071.49 44346.74 50214.64 56044.37
Sumber: BPS Banten, 2016
Tabel 4.3 diatas menunjukan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten tahun 2011-2015 mengalami angka yang meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2015 PDRB terbesar terdapat di Kota
Tangerang dan PDRB terkecil terdapat di Kabupaten Lebak.
98
5. Kondisi Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Provinsi Banten
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah
pokok termasuk tunjangan tetap. Kebijakan penetapan upah minimum oleh
pemerintah adalah kebijakan yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring
pengaman terhadap pekerja atau buruh agar tidak diekspolitasi dalam bekerja
dan mendapat upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM).
Berikut data UMK di Provinsi Banten:
Tabel 4.4
UMK di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab. Pandeglang 1015.000 1050.000 1182.000 1418.000 1737.000
Kab. Lebak 1007.500 1047.800 1187.500 1490.000 1728.000
Kab. Tangerang 1285.000 1527.000 2200.000 2442.000 2710.000
Kab. Serang 1189.600 1320.500 2080.000 2340.000 2700.000
Kota Tangerang 1290.000 1527.000 2203.000 2444.301 2730.000
Kota Cilegon 1224.000 1347.000 2200.000 2443.000 2760.590
Kota Serang 1156.000 1231.000 1798.446 2166.000 2375.000
Kota Tangerang
Selatan 1290.000 1527.000 2200.000 2442.000 2710.000
Sumber: BPS Banten, 2016
Tabel 4.4 diatas menunjukan UMK per bulan di beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2011-2015 mengalami
angka yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 UMK
terbesar terdapat di Kota Cilegon dan UMK terkecil terdapat di
Kabupaten Lebak.
99
B. Analisis dan Pembahasan
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai
residual yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi
normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal
jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati
nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya
disebabkan karena distribusi data tidak normal, karena terdapat
nilai ekstrem pada data yang diambil (Suliyanto, 2011).
Menurut Winarno (2011) untuk mendeteksi normalitas data
dapat dilakukan dengan melihat koefisien Jarque-Bera dan
probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung. Ketentuannya
adalah sebagai berikut:
1) Bila nilai J-B tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data
berdistribusi normal.
2) Bila probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi atau α
(5%), maka data berditribusi normal.
Menurut Suliyanto (2011) dalam perangkat Eviews yang
digunakan dalam penelitian ini normalitas dapat diketahui dengan
melihat kepada histogram dan uji Jarque-Bera (J-B) dengan nilai
X2
tabel. Jika J-B ≤ X2
tabel maka nilai residual terstandarisasi
dinyatakan berdistribusi normal.
100
Berikut adalah hasil dari uji normalitas data yang digunakan
dalam penelitian ini:
Gambar 4.1
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-100 -75 -50 -25 0 25 50 75 100 125
Series: ResidualsSample 2011 2050Observations 40
Mean 7.46e-15Median -4.241309Maximum 101.4338Minimum -96.93373Std. Dev. 49.05130Skewness 0.125825Kurtosis 2.361566
Jarque-Bera 0.784876Probability 0.675408
Sumber: Data diolah
Dari grafik histogram diatas dapat dilihat bahwa nilai
probabilitasnya sebesar 0,675408, nilai tersebut lebih besar dari
derajat kesalahan yaitu 5% atau 0,05 dan nilai J-B sebesar
0,784876 lebih kecil dari 2, maka dapat disimpulkan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang terbentuk terdapat korelasi tinggi atau
sempurna diantara variabel bebas (Suliyanto, 2011).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas
digunakan uji correlation dengan menggunakan matriks korelasi.
101
Jika koefisien korelasi cukup tinggi diatas 0,8 maka diduga adanya
multikolinieritas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi rendah atau
dibawah 0,8 maka diduga model tidak mengandung
multikolinieritas. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan
dengan Eviews, berikut adalah hasil uji multikolinieritas:
Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas
Kemiskinan ZIS PDRB UMK
Kemiskinan 1.000000 -0.069052 0.210140 -0.123794
ZIS -0.069052 1.000000 -0.085862 0.214376
PDRB 0.210140 -0.085862 1.000000 0.685857
UMK -0.123794 0.214376 0.685857 1.000000
Sumber: Data diolah
Berdasarkan hasil pengujian multikolinieritas pada tabel di
atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi antar variabel
independen dalam penelitian ini berada pada kisaran angka
dibawah 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang
digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah
multikolinieritas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah
timbul pada data runtut waktu (time series) karena berdasarkan
sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa
sebelumnya.
102
Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah
autokorelasi adalah metode Bruesch_Godfey atau yang lebih
dikenal dengan uji Langrange Multiplier (LM-Test) dengan
melihat nilai probability Chi-Square < α=0,05 maka data
mengalami autokorelasi. Deteksi autokorelasi dengan
menggunakan metode LM Test dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Uji Autokorelasi
Sumber: Data diolah
Tabel menunjukan nilai probability Chi-Square(2) adalah
sebesar 0,0000 yang menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil
dari α=5%, karena nilai probability Chi-Square = 0,0000 < 0,05
berarti model tersebut mengandung masalah autokorelasi.
Untuk mengatasi masalah autokorelasi tersebut, maka perlu
dilakukan peningkatan standard diferensiasi dari tingkat dasar
menjadi tingkat 1. Persamaan juga harus diestimasi dengan
diferensiasi tingkat 1. Setelah persamaan diestimasi dari standar
diferensiasi tingkat dasar menjadi tingkat 1, maka diperoleh hasil
pada tabel berikut:
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 40.58834 Prob. F(2,34) 0.0000
Obs*R-squared 28.19205 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
103
Tabel 4.7
Hasil Uji Breusch-Godfrey setelah di diferensiasi
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:43
Sample (adjusted): 2012 2050
Included observations: 39 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.127531 19.19912 0.058728 0.9535
KEMISKINAN(-1) 0.879803 0.091457 9.619815 0.0000
ZIS -0.000836 0.002016 -0.414635 0.6810
PDRB 0.000124 0.000219 0.565072 0.5757
UMK 0.001752 0.012155 0.144167 0.8862 Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0.9535 setelah diestimasi, dan karena nilai probabilitas
lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan tidak
terdapat masalah autokorelasi pada model tersebut.
d. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang terbentuk terjadi penyimpangan asumsi klasik
heterokedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual
untuk semua pengamatan model regresi. Data yang baik adalah
data yang homokedastisitas.
Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji
glejser, uji geljser dapat menjelaskan apabila nilai Probabilitas F-
statistik lebih kecil dari α=5% maka data bersifat heterokedastisitas
begitu pula sebaliknya.
104
Tabel 4.8
Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.943494 Prob. F(3,36) 0.4298
Obs*R-squared 2.915733 Prob. Chi-Square(3) 0.4048
Scaled explained SS 1.607835 Prob. Chi-Square(3) 0.6576 Sumber: Data diolah
Hasil output pada tabel menunjukan nilai Prob. F-statistic
adalah sebesar 0,4298 > α=0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data tidak mengandung heterokedastisitas.
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Regresi yang menggunakan data panel disebut dengan regresi data
panel. Data panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data yang
terdiri atas beberapa objek dan runtutan waktu (Winarno, 2011). Data
semacam ini memiliki keunggulan terutama karena bersifat robust
(kuat) terhadap beberapa tipe pelanggaran yakni heterokedastisitas dan
normalitas. Di samping itu, dengan perlakuan tertentu struktur data
seperti ini dapat diharapkan untuk memberikan informasi yang lebih
banyak (high informational content) (Ariefianto, 2012).
Regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model yaitu pooled
effect, fixed effect, dan random effect. Masing-masing model memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pemilihan model
tergantung pada asumsi yang dipakai peneliti dan pemenuhan syarat-
syarat pengolahan data statistik yang benar, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara statistik. Oleh karena itu lengkah
105
pertama yang harus dilakukan adalah memiliki model yang tepat dari
ketiga model yang tersedia.
Tabel 4.9
Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model
Sumber: Output Eviews
Tabel 4.10
Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:16
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94356 2.515654 33.36848 0.0000
ZIS? -0.001510 0.000523 -2.889835 0.0072
PDRB? -0.000358 9.46E-05 -3.786894 0.0007
UMK? 0.011248 0.002926 3.844112 0.0006
Fixed Effects (Cross)
_KABPANDEGLANG--C 24.71819
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:16
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ZIS? 0.002887 0.004599 0.627726 0.5340
PDRB? 0.000603 0.000446 1.352096 0.1846
UMK? 0.021477 0.015985 1.343576 0.1873 R-squared -0.282798 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared -0.352139 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 63.32166 Akaike info criterion 11.20637
Sum squared resid 148356.4 Schwarz criterion 11.33304
Log likelihood -221.1274 Hannan-Quinn criter. 11.25217
Durbin-Watson stat 0.089058
106
_KABLEBAK--C 31.77702
_KABTANGERANG--C 106.6017
_KABSERANG--C -7.041194
_KOTATANGERANG--C 33.10896
_KOTACILEGON--C -64.85379
_KOTASERANG--C -58.74466
_KOTATANGSEL--C -65.56622 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.995473 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared 0.993912 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 4.248765 Akaike info criterion 5.959550
Sum squared resid 523.5080 Schwarz criterion 6.423992
Log likelihood -108.1910 Hannan-Quinn criter. 6.127477
F-statistic 637.7527 Durbin-Watson stat 2.280604
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Output Eviews
Setelah hasil regresi dengan menggunakan model common effect
dan fixed effect didapat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
uji untuk menentukan model estimasi mana yang lebih tepat antara
model common effect dan fixed effect. Dalam menentukan diantara
kedua model tersebut maka digunakan uji Chow sebagai uji pemilihan
model regresi data panel. Uji chow merupakan salah satu tahap yang
perlu dilakukan untuk menentukan model regresi data yang paling
tepat digunakan dalam penelitian.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan uji Chow
adalah melakukan regresi dengan menggunakan model common effect
dan fixed effect. Setelah hasil dari common effect dan fixed effect
diperoleh maka selanjutnya dilakukan uji Chow dengan melakukan uji
likelihood ratio menggunakan Eviews. Hasil dari uji likelihood ratio
atau uji Chow dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
107
Tabel 4.11
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 738.435429 (7,29) 0.0000
Cross-section Chi-square 207.549705 7 0.0000 Sumber: Output Eviews
Uji Chow dilakukan dengan membandingkan antara common effect
model dan fixed effect model. Hipotesis dalam uji Chow adalah:
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Apabila nilai probabilitas F ≥ 0,05 artinya H0 diterima, yang berarti
model yang paling tepat digunakan adalah common effect model.
Namun jika nilai probabilitasnya < 0,05 artinya H0 ditolak, yang
berarti model yang paling tepat digunakan adalah fixed effect model.
Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000
untuk cross section F, yang berarti nilainya < 0,05. Karena hasil
tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa
fixed effect model lebih tepat digunakan daripada common effect
model.
Karena hasil Uji Chow menunjukkan hasil model yang lebih tepat
untuk digunakan adalah fixed effect model, maka diperlukan Uji
Hausman untuk menguji model yang lebih tepat untuk digunakan
antara fixed effect model dan random effect model. Sebelum
108
melakukan Uji Hausman, dilakukan terlebih dahulu regresi random
effect model.
Tabel 4.12
Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 04/19/17 Time: 11:18
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94984 18.99009 4.420718 0.0001
ZIS? -0.001492 0.000522 -2.857144 0.0071
PDRB? -0.000343 9.41E-05 -3.643571 0.0008
UMK? 0.010820 0.002915 3.712006 0.0007
Random Effects (Cross)
_KABPANDEGLANG--C 24.97390
_KABLEBAK--C 31.93094
_KABTANGERANG--C 106.0781
_KABSERANG--C -6.975433
_KOTATANGERANG--C 32.42298
_KOTACILEGON--C -64.91857
_KOTASERANG--C -58.20972
_KOTATANGSEL--C -65.30217 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 53.23900 0.9937
Idiosyncratic random 4.248765 0.0063 Weighted Statistics R-squared 0.315149 Mean dependent var 2.998522
Adjusted R-squared 0.258079 S.D. dependent var 5.078773
S.E. of regression 4.374594 Sum squared resid 688.9345
F-statistic 5.522072 Durbin-Watson stat 1.733853
Prob(F-statistic) 0.003177 Unweighted Statistics R-squared -0.125530 Mean dependent var 84.06900
Sum squared resid 130168.2 Durbin-Watson stat 0.009177
Sumber: Output Eviews
109
Dalam melakukan Uji Hausman, hipotesis yang digunakan yaitu:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Apabila nilai probabilitas Chi-Square ≥ 0,05 artinya H0 diterima,
yang berarti model regresi yang paling tepat digunakan adalah random
effect model. Namun jika probabilitas Chi-Square < 0,05 artinya H0
ditolak, yang berarti model regresi yang paling tepat digunakan adalah
fixed effect model.
Tabel 4.13
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 5.163886 3 0.1602 Sumber: Output Eviews
Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,1602
untuk cross section random, yang berarti nilainya > 0,05. Karena hasil
tersebut menunjukkan bahwa H1 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa
random effect model lebih tepat digunakan daripada fixed effect model.
3. Pengujian Hipotesis
a. Model Penelitian
Berdasarkan estimasi model regresi data panel yang telah
dilakukan sebelumnya, maka penelitian in akan menggunakan
random effect model yang ditampilkan pada tabel berikut:
110
Tabel 4.14
Hasil Uji Signifikansi dengan Random Effect Model
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 04/19/17 Time: 11:18
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94984 18.99009 4.420718 0.0001
ZIS? -0.001492 0.000522 -2.857144 0.0071
PDRB? -0.000343 9.41E-05 -3.643571 0.0008
UMK? 0.010820 0.002915 3.712006 0.0007
Random Effects (Cross)
_KABPANDEGLANG--C 24.97390
_KABLEBAK--C 31.93094
_KABTANGERANG--C 106.0781
_KABSERANG--C -6.975433
_KOTATANGERANG--C 32.42298
_KOTACILEGON--C -64.91857
_KOTASERANG--C -58.20972
_KOTATANGSEL--C -65.30217 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 53.23900 0.9937
Idiosyncratic random 4.248765 0.0063 Weighted Statistics R-squared 0.315149 Mean dependent var 2.998522
Adjusted R-squared 0.258079 S.D. dependent var 5.078773
S.E. of regression 4.374594 Sum squared resid 688.9345
F-statistic 5.522072 Durbin-Watson stat 1.733853
Prob(F-statistic) 0.003177 Unweighted Statistics R-squared -0.125530 Mean dependent var 84.06900
Sum squared resid 130168.2 Durbin-Watson stat 0.009177
Sumber: Output Eviews
Berdasarkan tabel, maka ditemukan hasil dari perhitungan ZIS,
PDRB dan UMK terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi
Banten sebagai berikut:
111
Kemiskinan = 83.9498 - 0.001492 ZIS - 0.000343 PDRB +
0.010820 UMK
Dari model di atas dapat dibuat interpretasi sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 83.9498 menunjukkan bahwa jika variabel
independen (ZIS, PDRB, UMK) adalah nol, maka jumlah
kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten adalah sebesar
83.9498.
2) Nilai koefisien regresi jumlah dana ZIS sebesar -0.001492 yang
berarti setiap kenaikan jumlah dana ZIS naik 1% maka jumlah
kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.001492.
3) Nilai koefisien regresi jumlah dana PDRB sebesar -0.000343
yang berarti setiap kenaikan tingkat PDRB naik 1% maka
jumlah kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.000343.
4) Nilai koefisien regresi jumlah dana UMK sebesar 0.010820
yang berarti setiap kenaikan jumlah dana UMK naik 1% maka
jumlah kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 0.010820 .
Tabel 4.15
Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian
Random Effect (Cross) Coefficient
_KABPANDEGLANG--C 24.97390
_KABLEBAK--C 31.93094
_KABTANGERANG--C 106.0781
_KABSERANG--C -6.975433
_KOTATANGERANG--C 32.42298
_KOTACILEGON--C -64.91857
_KOTASERANG--C -58.20972
_KOTATANGSEL--C -65.30217
112
Sumber: Output Eviews
Berdasarkan tabel, maka didapat persamaan model regresi
kemiskinan tiap Kabupaten dan Kota sebagai berikut:
1) Persamaan model regresi Kabupaten Pandeglang
Kemiskinan Kab. Pandeglang = 24.97390 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar 24.97390 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kabupaten Pandeglang adalah sebesar
24.97390.
2) Persamaan model regresi Kabupaten Lebak
Kemiskinan Kab. Lebak = 31.93094 - 0.001492 ZIS - 0.000343
PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar 31.93094 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kabupaten Lebak adalah sebesar
31.93094.
3) Persamaan model regresi Kabupaten Tangerang
Kemiskinan Kab. Tangerang = 106.0781 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar 106.0781 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
113
jumlah kemiskinan di Kabupaten Tangerang adalah sebesar
106.0781.
4) Persamaan model regresi Kabupaten Serang
Kemiskinan Kab. Serang = -6.975433 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar -6.975433 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kabupaten Serang adalah sebesar -
6.975433.
5) Persamaan model regresi Kota Tangerang
Kemiskinan Kota Tangerang = 32.42298 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar 32.42298 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kota Tangerang adalah sebesar 32.42298.
6) Persamaan model regresi Kota Cilegon
Kemiskinan Kota Cilegon = -64.91857 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar -64.91857 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kota Cilegon adalah sebesar -64.91857.
7) Persamaan model regresi Kota Serang
114
Kemiskinan Kota Serang = -58.20972 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar -58.20972 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kota Serang adalah sebesar -58.20972.
8) Persamaan model regresi Kota Tangerang Selatan
Kemiskinan Kota TangSel = -65.30217 - 0.001492 ZIS -
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK
Konstanta sebesar -65.30217 menunjukkan bahwa jika
variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
jumlah kemiskinan di Kota TangSel adalah sebesar -65.30217.
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen yaitu ZIS, PDRB dan UMK terhadap variabel
dependen yaitu kemiskinan.
Tabel 4.16
Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 83.94984 18.99009 4.420718 0.0001
ZIS -0.001492 0.000522 -2.857144 0.0071
PDRB -0.000343 9.41E-05 -3.643571 0.0008
UMK 0.010820 0.002915 3.712006 0.0007
Sumber: Output Eviews
Tabel 4.16 merupakan hasil dari pengujian variabel
independen yaitu ZIS, PDRB dan UMK terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara parsial. Dalam persamaan,
115
digunakan tingkat kepercayaan α = 5%, dengan df (n-k) = 36 maka
diperoleh t-tabel 2,0280. Dari hasil uji pada persamaan dapat
dilihat sebagai berikut:
1) Uji terhadap variabel Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)
Hasil yang didapat pada tabel 4.16 variabel ZIS
berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten.
Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik ZIS (2.857144) > t-
tabel (2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α =
5%). Hal ini berarti bahwa semakin meningkat pendayagunaan
ZIS maka kemiskinan di Provinsi Banten semakin menurun.
Koefisien regresi variabel ZIS sebesar -0.001492 berarti bahwa
setiap peningkatan ZIS sebesar 1 persen, maka dapat
menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.001492
persen dengan asumsi variabel lain tetap.
2) Uji terhadap variabel Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Hasil yang didapat pada tabel 4.16 variabel PDRB
berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten.
Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik PDRB (3.643571) >
t-tabel (2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α
= 5%). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi PDRB maka
tingkat kemiskinan di Provinsi Banten semakin menurun.
Koefisien regresi variabel PDRB sebesar -0.000343 berarti
116
bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar 1 persen, maka dapat
menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.000343
persen dengan asumsi variabel lain tetap.
3) Uji terhadap variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK)
Hasil yang didapat pada tabel variabel UMK berpengaruh
positif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten. Hal ini dapat
diketahui dari nilai t-statistik UMK (3.712006) > t-tabel
(2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%).
Hal ini berarti bahwa semakin tinggi UMK maka tingkat
kemiskinan di Provinsi Banten semakin meningkat. Koefisien
regresi variabel UMK sebesar 0.010820 berarti bahwa setiap
peningkatan UMK sebesar 1 persen, maka dapat menyebabkan
peningkatan tingkat kemiskinan sebesar 0.010820 persen
dengan asumsi variabel lain tetap.
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh
secara simultan terhadap variabel dependen, pedoman yang
digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji F adalah sebagai
berikut:
Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Selain itu, dapat pula dilihat dari probabilitas F statistik.
Apabila probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari nilai α = 5%,
117
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0: Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi
Banten secara simultan.
H1: Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), dan Upah Minimum Kabupaten (UMK)
berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi
Banten secara simultan.
Berdasarkan tabel 4.14 diperoleh hasil F-statistik atau F-hitung
sebesar 5.522072 dengan nilai probabilitas sebesar 0.003177. Nilai
probabilitas tersebut lebih kecil dari α = 5%. Selain itu dengan n =
40 dan k = 4, nilai pada F tabel diperoleh nilai 2,87 dengan df1 (k-
1) dan df2 (n-k) sebesar 3 dan 36 dengan nilai probabilitas 5%.
Karena F hitung > F tabel (5.522072 > 2,87) maka H0 ditolak,
artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ZIS, PDRB dan UMK
berpengaruh signifkan secara simultan terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
d. Uji Adjusted R2
Uji Adjusted R2 ditujukan untuk menilai seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen.
118
Pada penelitian ini, koefisien yang digunakan adalah koefisien
determinasi yang telah disesuaikan atau Adjusted R2. Hal ini
dikarenakan Adjusted R2
merupakan koefisien yang telah dikoreksi
sehingga dapat naik atau turun seiring penambahan variabel baru
dalam model.
Berdasarkan hasil regresi dengan random effect model
sebagaimana yang tertera pada tabel, diketahui bahwa nilai
koefisien determinasi sebesar 0.315149. Hal ini menunjukkan
bahwa variasi variabel dependen (kemiskinan) secara simultan
dapat dijelaskan oleh variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK)
sebesar 31,51% sedangkan sisanya 68,49% dijelaskan oleh faktor
lain diluar variabel yang diteliti.
e. Interpretasi Hasil Penelitian
1) Hubungan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) terhadap
kemiskinan
Jumlah ZIS adalah jumlah penerimaan zakat, infaq dan
shadaqah yang dibayarkan kepada orang miskin.
Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah
pengupayaan agar harta ZIS mampu mendatangkan hasil bagi
penerimanya. Dana ZIS merupakan sumber dana yang
potensial, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup umat manusia, terutama golongan orang
fakir miskin. Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa ZIS
119
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0,0071 dan berhubungan negatif dengan nilai
koefisien yang diperoleh sebesar (-0,001492), yang berarti
bahwa apabila ZIS naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan
akan menurun sebesar 0,001492 persen. Hasil tersebut sesuai
dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan
teori dalam penelitian ini. Menurut Al-Qardhawi (2002) tujuan
mendasar ibadah zakat itu adalah untuk menyelesaikan
berbagai macam persoalan sosial seperti pengangguran,
kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan
solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut dengan
memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang
ras, warna kulit, etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Irfan Syauqi Beik
(2009) yang berjudul “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi
Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”.
Penelitian ini menyatakan bahwa zakat mampu mengurangi
jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi
kedalaman dan keparahan kemiskinan.
2) Hubungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
kemiskinan
PDRB menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah.
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan
120
seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi. Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa PDRB
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai
probabilitas 0,0008 dan berhubungan negatif dengan nilai
koefisien yang diperoleh sebesar (-0,000343), yang berarti
bahwa apabila PDRB naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan
akan menurun sebesar 0,000343 persen. Hasil tersebut sesuai
dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan
teori dalam penelitian ini. Menurut Arsyad (1999), semakin
tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi
sumber penerimaan daerah tersebut. Tingginya penerimaan
daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah tersebut dapat
mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Selanjutnya
menurut Hermanto S. dan Dwi W. (2008) mengungkapkan
pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk
menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan
pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menurunkan jumlah
kemiskinan yang merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Himawan Yudistira
Dama (2016) yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota
121
Manado (Tahun 2005-2014)”. Penelitian ini menyatakan bahwa
PDRB memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan
kemiskinan di Kota Manado.
3) Hubungan Upah Minimum Kabupaten (UMK) terhadap
kemiskinan
Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini,
menunjukan bahwa variabel UMK menunjukkan tanda positif
dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di
Provinsi Banten, pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas
0,0007 dan nilai koefisien yang diperoleh sebesar (0,010820),
yang berarti bahwa apabila UMK naik sebesar 1 persen, maka
kemiskinan akan meningkat sebesar 0,010820 persen.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dan penelitian
terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini,
yang menyatakan bahwa semakin meningkat upah minimum
akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari
kemiskinan (Kaufman 2000). Berdasarkan hasil penelitian,
ditemukan bahwa upah berhubungan positif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Menurut penulis, hal ini bisa terjadi jika
dilihat dari sisi penawaran terhadap tenaga kerja dimana upah
memiliki hubungan yang kuat dengan kenaikan pada jumlah
pengangguran, dimana hubungan searah ini disebabkan ketika
122
pemerintah menaikkan upah minimum, maka kenaikan
penawaran tenaga kerja pun meningkat, akan tetapi perusahaan
lebih memilih mengurangi biaya produksi dengan mengurangi
jumlah pekerja agar tidak terjadi kebangkrutan dan defisit
anggaran, sehingga jumlah pengangguran pun meningkat
seiring kenaikan upah yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini
terbukti dengan meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) periode 2014-2015 di Provinsi Banten. Sehingga dapat
diketahui bahwa secara tidak langsung upah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemiskinan melalui variabel
pengangguran.
Selain itu, berdasarkan laporan Statistik Daerah Provinsi
Banten 2015, Kota Cilegon merupakan penerima upah tertinggi
karena wilayahnya menjadi sentra industri petrokimia yang
padat modal, sedangkan Kota Cilegon merupakan daerah yang
paling sedikit penduduknya. Sehingga kontribusi peningkatan
UMK di Provinsi Banten hanya dapat dinikmati sebagian kecil
penduduk dan tidak memberikan dampak yang nyata bagi
kemiskinan di Banten.
123
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pengaruh
antara jumlah penerimaan ZIS, UMK dan PDRB terhadap kemiskinan
di Kabupaten/Kota Provinsi Banten periode tahun 2011 sampai dengan
2015. Berdasarkan penemuan dan pembahasan maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. ZIS berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan di
Provinsi Banten, yang berarti bahwa ketika dana ZIS meningkat
maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini disebabkan
manfaat dari penghimpunan dana ZIS mampu meningkatkan
kesejahteraan mustahiq sehingga tingkat kemiskinan dapat
berkurang.
2. PDRB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan di
Provinsi Banten, yang berarti bahwa aktivitas ekonomi di Provinsi
Banten yang dicerminkan oleh PDRB meningkat sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang sekaligus
mengurangi tingkat kemiskinan di Banten.
3. UMK berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemiskinan di
Provinsi Banten, yang berarti seiring peningkatan UMK maka
kenaikan penawaran tenaga kerja pun meningkat, akan tetapi
perusahaan lebih memilih mengurangi biaya produksi dengan
124
mengurangi jumlah pekerja agar tidak terjadi kebangkrutan dan
defisit anggaran, sehingga jumlah pengangguran pun meningkat.
Peningkatan pengangguran secara tidak langsung akan
meningkatkan tingkat kemiskinan di Provinsi Banten.
4. Secara bersama-sama (simultan) variabel ZIS, PDRB dan UMK
berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Banten pada periode
2011-2015. Hal ini disebabkan karena ZIS, PDRB dan UMK
memiliki faktor dan memberikan kontribusi terhadap penuntasan
kemiskinan.
B. Saran
Dari hasil kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Jika melihat hasil penelitian, variabel Zakat,Infaq dan Shadaqah
(ZIS) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari proses penghimpunan dan
pendistribusian zakat itu sendiri. Semakin banyak dana ZIS yang
dihimpun maka pendistribusian ZIS ke masyarakat miskin semakin
besar pula, sehingga diharapkan kemiskinan dapat berkurang. Dan
diperlukan adanya komitmen dan kerjasama yang kuat antar
seluruh pemangku kepentingan zakat, baik pemerintah, lembaga
amil zakat maupun masyarakat secara keseluruhan dalam
mewujudkan pembangunan zakat yang berkelanjutan untuk
125
mensejahterakan masyarakat miskin khususnya dan bisa
menurunkan kemiskinan dimasa mendatang.
2. Dari hasil penelitian, didapat bahwa PDRB berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan, sehingga untuk menekan tingkat kemiskinan,
pemerintah daerah hendaknya meningkatkan PDRB yang nantinya
akan menurunkan angka kemiskinan di daerahnya, selain itu dapat
dilaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak hanya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dilaksanakan
pemerataan pembangunan yang berorientasi ke seluruh golongan
masyarakat termasuk masyarakat miskin, serta dilakukan adanya
upaya peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi di masing-masing
daerah/wilayah dengan mengandalkan potensi-potensi yang
dimiliki suatu daerah/wilayah tersebut. Meningkatkan PDRB
berarti meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu kunci untuk mengurangi
kemiskinan.
3. Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa variabel upah minimum
memberikan hasil yang positif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini
mencerminkan upah minimum yang tidak merata sehingga tidak
berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan, hal ini bagi pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dalam menyikapinya
seharusnya berhati-hati terutama dalam mengambil kebijakan
penetapan upah minimum karena akan berdampak pada tingkat
126
kemiskinan. Dan juga dalam penentuan upah, diharapkan
pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan dalam menetapkan
upah minimum yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak
(KHL) untuk melindungi pekerja dari kemiskinan dengan catatan
jangan terlalu memberatkan perusahaan dan menetapkan kenaikan
upah minimum sesuai dengan perkembangan ekonomi yang sedang
terjadi.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel-
variabel yang sekiranya berpengaruh terhadap kemiskinan agar
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.,
diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih terfokus pada
wilayah yang cakupannya lebih kecil agar lebih dapat terfokus
secara khusus di suatu wilayah yang ada di Indonesia terutama
daerah-daerah tertinggal.
127
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. “Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. 1”, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1988.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa (ed.). “Terjemah Tafsir Al-Maraghi”, Semarang:
Toha Putra, 1992.
Antonio, Moh. Syafi’i. “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Arsyad, Lincoln. “Ekonomi Pembangunan, Edisi keempat”, Yogyakarta: BP STIE
YKPN, 1999.
Aziz, Roikhan Mochammad (2005). Sinlammim: Kode Tuhan, Esa Alam, Jakarta
Http://www.tokogunungagung.co.id
Aziz, Roikhan Mochammad (2006). Jejak Islam Yang Hilang, Sinlammim,
Jakarta. Http://www.tokogunungagung.co.id
Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober, 2008). The Application of Mathematics In
Information System Based On Al-Quran. Working Paper, Studium General,
State Islamic University. Jakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober, 2008). The Assimilation of Sinlammim
Into System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On
128
Sukuk As Islamic Economic Instrument. Procedding. University Of
Malahayati, Lampung, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober 2008). The Future Of Sukuk Between
Malaysia and Indonesia Based on System Thinking. Procedding. Monash
University, Sunway Campus, Malaysia.
Azis, Roikhan Mochammad (Januari – April, 2008). Comparative Study Of
Islamic Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach,
Jurnal Ekonomi Kemasyarakatan Equilibrium, Vol, 5, No.2. Jakarta,.
http://www.stied.ac.id
Aziz, Roikhan Mochammad (2010). New Paradigm in On Sinlammim Kaffah In
Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta.
http://www.uinjkt.ac.id
Aziz, Roikhan Mochammad (2011). New Paradigm on System Thinking. Jurnal
Ekonotika. Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan (IESP), Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochammad (November, 2012). Information System On Islam,
Book Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Communication
Information Technology, Faculty Of Techniquem University Of Indonesia,
Depok.
Azis, Roikhan Mochammad (Oktober, 2012). Five Pillars of Economy, Economy
Press. Jakarta.
129
Azis, Roikhan Mochammad (Januari – April, 2013). Pemodelan Lembaga
Keuangan Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat.
Vol 7 No.2, Jakarta http://www.uhamka.ac.id.
Aziz, Roikhan Mochammad (2014). Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan
Filosofis dan Simbolik. Integrasi Keilmuan. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochammad (Januari 2013). Islamic Monetary Based On Method.
Book Of Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN
Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochammad ( Agustus. H. 1125-1138. 2015). Rumus Tuhan
Hahslm Dalam Berpikir Menyeluruh Sebagai Metedologi Ekonomi Islam.
Procedding ICIEF15: Strengthning Islamic Economics and Financial
Institution for Financial Institution for the Welfare of Ummah. Universitas
Mataram, Lombok.
Aziz, Roikhan Mochammad (September. H. 1125-1138. 2015). Hahslm Islamic
Economics Methodology. Procedding ICOSEC: Developing Countries
Readiness Toward Global Universitas Negeri Solo, Surakarta.
Beik, Irfan Syauqi. “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi
Kasus Dompet Dhuafa Republika”, Jurnal, 2009.
Dama, Himawan Yudistira. “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014)”,
Jurnal, 2016.
130
Friedman, J. “Empowerment: The Politics of Alternative Development”,
Cambridge: Blackwell, 1992.
Ginanjar, Kartasasmita. “Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan
dan Pemerataa”, Jakarta: Cides, 1996.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Jakarta: Erlangga, 2003.
Sasana, Hadi. “Produk Domestik Bruto dan Strukturnya”, Semarang: Diklat
Teknis Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Tengah,
Oktober-November, 2001.
Hafihuddin, Didin. “Zakat Dalam Perekonomian Modern”, Jakarta: Gema Insani
Press, 2002.
Hamid, Abdul. “Buku Pedoman Penulisan Skripsi”, Jakarta: FEB UIN Jakarta,
2010.
Hidayat, Saeful & Arianto A. “Pertumbuhan Ekonomi, Ketidakmerataan
Pendapatan, dan Kemiskinan : Estimasi Parameter Elastisitas Kemiskinan
Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 1996-2005”, Jurnal, 2007.
Ichsan, Nurul. “Akad Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 50 No. 2, 2016.
Ichsan, Nurul. “Perbankan Syariah: Sebuah Pengantar”, Jakarta: GD Press
Group, 2014.
Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
131
Kaufman, Bruce E dan Julie L. Hotchkiss. “The Economics of Labor Markets”,
Yogyakarta: BPFE UGM, 1999.
Maipita, Indra. “Simulasi Dampak Kenaikan Upah Minimum Terhadap Tingkat
Pendapatan dan Kemiskinan”, Jurnal, 2012.
Majid, M. Nazori. “Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan
Ekonomi Kekinian”, Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam, 2003.
Mannan, M. Abdul. “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Dana
Bakti Wakaf, 1993.
Mankiw. N. Gregory. “Teori Makro Ekonomi”, Jakarta: Erlangga, 2003.
Mankiw. N. Gregory. “Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro,
Edisi Ketiga”, terjemahan, Chriswan Sungkono, Jakarta: Salemba Empat,
2006.
Metwally, M.M, “Teori dan Model Ekonomi Islam”, terjemahan, M. Husein
Sawit, Jakarta: PT Bangkit Daya Insana, 1995.
M. Muh. Nasir, Saichudin dan Maulizar. “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga Di Kabupaten
Purworejo”, Jurnal, 2008.
Mohd Ali, Ahmad Fahme. “The Effectiveness of Zakat in Reducing Poverty
Incident: An Analysis in Kelantan, Malaysia”, Jurnal, 2014.
132
Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Jakarta:
Universitas Indonesia, 2006.
Pramanik, A. H. “Development and Distribution in Islam”, Pelanduk Publications,
Petaling Jaya, 1993.
Qardawi, Yusuf. “Hukum Zakat, terj Salman Harun dkk, cet 7”, Bogor: Pustaka
Lentera Antar Nusa, 2004.
Ranupandojo, H. dan S. Husnan. “Manajemen Personalia”, Yogyakarta:
BPFE, 2000.
Ria, Marginingsih. “Pengaruh Pendayagunaan Dana ZIS, dan PDRB per Kapita
Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Jawa
Tengah Tahun 2006-2009)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro, 2011.
Ridwan, Muhammad. “Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cet 2”,
Yogyakarta: UII Press, 2005.
Riyani, Lupi. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa
Tengah Tahun 1991-2011”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014.
Suharto, Edi. “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, Bandung: PT
Refika Aditama, 2005.
133
Suharyadi dan Purwanto. “Statistik Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”,
Jakarta: Salemba 4, 2008.
Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari
Klasik hingga Keynesian Baru”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Suliyanto. “Ekonometrika Terapan, Teori dan Aplikasi dengan SPSS”,
Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011.
Sumarsono, Sonny. “Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.
Sumodiningrat, Gunawan. “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Penanggulangan Kamiskinan”, Malang: Materi Kuliah Umum PPSUB,
2002.
Supranto, J. “Ekonometrika”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.
Syahrullah, Dio. “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi Banten
Tahun 2009-2012”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2014.
Tahir, Safdar Hussain. “Impact of GDP Growth Rate on Poverty of Pakistan: A
quantitative Approach”, Jurnal, 2014.
Thamrin Simanjutak. “Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah, Bunga Rampai
Manajemen Keuangan Daerah”, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.
134
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. “Pembangunan Ekonomi (Edisi
kesembilan, jilid I)”, Jakarta: Erlangga, 2006.
Tjokrohandoko, Burhani. “Pedoman Zakat, Himpunan Materi Penyuluhan.
Proyek Pembinaan Zakat dan Waqaf”, Jakarta, 1983
Widarjono, Agus. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”, Yogyakarta:
Ekonisia FE UII, 2009.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statsitika dengan EVIEWS”,
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011.
Yafie, Ali. “Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren”, Jakarta: Buku
P3LM, 1986.
Website:
http://www.bps.go.id
http://www.kemenag.go.id
http://www.tnp2k.go.id
135
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Data Observasi
Kabupaten/Kota Tahun Kemiskinan ZIS PDRB UMK
Kab. Pandeglang 2011
2012
2013
2014
2015
117.6
109.1
121.1
113.14
124.42
255.30
12.11
284.84
378.85
8.62
9586.09
15115.44
16443.91
18195.67
20277.96
1015.000
1050.000
1182.000
1418.000
1737.000
Kab. Lebak 2011
2012
2013
2014
2015
115.2
106.9
118.6
115.87
126.42
4,339.21
7,447.82
2,281.88
6,592.74
5,425.50
9312.03
15125.9
16742.05
18606.94
20729.2
1007.500
1047.800
1187.500
1490.000
1728.000
Kab. Tangerang 2011
2012
2013
2014
2015
188.6
176
183.9
173.1
191.12
2,393.72
2,544.48
2,524.11
2,821.93
287.84
39414.37
72303.65
80570.55
91692.76
102044.71
1285.000
1527.000
2200.000
2442.000
2710.000
Kab. Serang 2011
2012
2013
2014
2015
82
76.1
72.8
71.38
74.85
3,693.21
504.99
6,399.28
7,354.62
8,815.42
14207.17
42039.51
45972.29
51430.75
56313.72
1189.600
1320.500
2080.000
2340.000
2700.000
Kota Tangerang 2011
2012
2013
2014
2015
114.3
106.5
103.1
98.76
102.56
123.74
777.50
73.93
120.79
955.73
63675.06
83648.13
94561.02
110772.32
126119.12
1290.000
1527.000
2203.000
2444.301
2730.000
Kota Cilegon 2011
2012
2013
2014
2015
15.4
15
15.9
15.53
16.96
1,358.28
231.34
3,208.67
3,246.16
6,153.16
34490.32
55414.14
61746.9
70030.67
77962.9
1224.000
1347.000
2200.000
2443.000
2760.590
Kota Serang 2011
2012
2013
2014
2015
37.4
34.7
36.7
36.18
40.19
1,325.52
1,653.19
1,713.55
1,729.26
192.68
6341.71
15506.67
17452.62
19691.3
21866.58
1156.000
1231.000
1798.446
2166.000
2375.000
Kota Tangerang
Selatan
2011
2012
2013
2014
2015
20.1
18.7
25.4
25.29
25.89
1,683.00
2,043.02
2,540.51
2,716.75
3,040.14
13223.88
39071.49
44346.74
50214.64
56044.37
1290.000
1527.000
2200.000
2442.000
2710.000
136
LAMPIRAN 2
Output Pooled Least Square (PLS)
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:16
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ZIS? 0.002887 0.004599 0.627726 0.5340
PDRB? 0.000603 0.000446 1.352096 0.1846
UMK? 0.021477 0.015985 1.343576 0.1873 R-squared -0.282798 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared -0.352139 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 63.32166 Akaike info criterion 11.20637
Sum squared resid 148356.4 Schwarz criterion 11.33304
Log likelihood -221.1274 Hannan-Quinn criter. 11.25217
Durbin-Watson stat 0.089058
LAMPIRAN 3
Output Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:16
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94356 2.515654 33.36848 0.0000
ZIS? -0.001510 0.000523 -2.889835 0.0072
PDRB? -0.000358 9.46E-05 -3.786894 0.0007
UMK? 0.011248 0.002926 3.844112 0.0006
Fixed Effects (Cross)
_KABPANDEGLANG--C 24.71819
_KABLEBAK--C 31.77702
_KABTANGERANG--C 106.6017
_KABSERANG--C -7.041194
_KOTATANGERANG--C 33.10896
_KOTACILEGON--C -64.85379
137
_KOTASERANG--C -58.74466
_KOTATANGSEL--C -65.56622 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.995473 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared 0.993912 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 4.248765 Akaike info criterion 5.959550
Sum squared resid 523.5080 Schwarz criterion 6.423992
Log likelihood -108.1910 Hannan-Quinn criter. 6.127477
F-statistic 637.7527 Durbin-Watson stat 2.280604
Prob(F-statistic) 0.000000
LAMPIRAN 4
Output Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 04/19/17 Time: 11:18
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94984 18.99009 4.420718 0.0001
ZIS? -0.001492 0.000522 -2.857144 0.0071
PDRB? -0.000343 9.41E-05 -3.643571 0.0008
UMK? 0.010820 0.002915 3.712006 0.0007
Random Effects (Cross)
_KABPANDEGLANG--C 24.97390
_KABLEBAK--C 31.93094
_KABTANGERANG--C 106.0781
_KABSERANG--C -6.975433
_KOTATANGERANG--C 32.42298
_KOTACILEGON--C -64.91857
_KOTASERANG--C -58.20972
_KOTATANGSEL--C -65.30217 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 53.23900 0.9937
Idiosyncratic random 4.248765 0.0063 Weighted Statistics R-squared 0.315149 Mean dependent var 2.998522
138
Adjusted R-squared 0.258079 S.D. dependent var 5.078773
S.E. of regression 4.374594 Sum squared resid 688.9345
F-statistic 5.522072 Durbin-Watson stat 1.733853
Prob(F-statistic) 0.003177 Unweighted Statistics R-squared -0.125530 Mean dependent var 84.06900
Sum squared resid 130168.2 Durbin-Watson stat 0.009177
LAMPIRAN 5
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 738.435429 (7,29) 0.0000
Cross-section Chi-square 207.549705 7 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Panel Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:19
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 123.9621 27.10427 4.573528 0.0001
ZIS? 0.002336 0.003710 0.629651 0.5329
PDRB? 0.001023 0.000371 2.757811 0.0091
UMK? -0.051427 0.020499 -2.508770 0.0168 R-squared 0.188633 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared 0.121019 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 51.05421 Akaike info criterion 10.79829
Sum squared resid 93835.17 Schwarz criterion 10.96718
Log likelihood -211.9659 Hannan-Quinn criter. 10.85936
F-statistic 2.789846 Durbin-Watson stat 0.155771
Prob(F-statistic) 0.054390
139
LAMPIRAN 6
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 5.163886 3 0.1602
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. ZIS? -0.001510 -0.001492 0.000000 0.4615
PDRB? -0.000358 -0.000343 0.000000 0.1343
UMK? 0.011248 0.010820 0.000000 0.0915
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: KEMISKINAN?
Method: Panel Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:20
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 83.94356 2.515654 33.36848 0.0000
ZIS? -0.001510 0.000523 -2.889835 0.0072
PDRB? -0.000358 9.46E-05 -3.786894 0.0007
UMK? 0.011248 0.002926 3.844112 0.0006 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.995473 Mean dependent var 84.06900
Adjusted R-squared 0.993912 S.D. dependent var 54.45550
S.E. of regression 4.248765 Akaike info criterion 5.959550
Sum squared resid 523.5080 Schwarz criterion 6.423992
Log likelihood -108.1910 Hannan-Quinn criter. 6.127477
F-statistic 637.7527 Durbin-Watson stat 2.280604
Prob(F-statistic) 0.000000
140
LAMPIRAN 7
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-100 -75 -50 -25 0 25 50 75 100 125
Series: ResidualsSample 2011 2050Observations 40
Mean 7.46e-15Median -4.241309Maximum 101.4338Minimum -96.93373Std. Dev. 49.05130Skewness 0.125825Kurtosis 2.361566
Jarque-Bera 0.784876Probability 0.675408
LAMPIRAN 8
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.943494 Prob. F(3,36) 0.4298
Obs*R-squared 2.915733 Prob. Chi-Square(3) 0.4048
Scaled explained SS 1.607835 Prob. Chi-Square(3) 0.6576
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:34
Sample: 2011 2050
Included observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2415.898 848.8954 2.845931 0.0073
ZIS^2 -3.37E-05 2.62E-05 -1.283039 0.2077
PDRB^2 8.61E-08 1.64E-07 0.526016 0.6021
UMK^2 1.69E-05 0.000284 0.059611 0.9528 R-squared 0.072893 Mean dependent var 2345.879
Adjusted R-squared -0.004366 S.D. dependent var 2772.188
S.E. of regression 2778.233 Akaike info criterion 18.79166
Sum squared resid 2.78E+08 Schwarz criterion 18.96055
Log likelihood -371.8331 Hannan-Quinn criter. 18.85272
141
F-statistic 0.943494 Durbin-Watson stat 1.178053
Prob(F-statistic) 0.429812
LAMPIRAN 9
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 40.58834 Prob. F(2,34) 0.0000
Obs*R-squared 28.19205 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:39
Sample: 2011 2050
Included observations: 40
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -42.17044 16.56973 -2.545028 0.0156
ZIS -0.002451 0.002094 -1.170399 0.2500
PDRB -0.000386 0.000222 -1.741060 0.0907
UMK 0.036326 0.012917 2.812338 0.0081
RESID(-1) 0.745693 0.156171 4.774843 0.0000
RESID(-2) 0.180022 0.167859 1.072458 0.2911 R-squared 0.704801 Mean dependent var 7.46E-15
Adjusted R-squared 0.661390 S.D. dependent var 49.05130
S.E. of regression 28.54306 Akaike info criterion 9.678186
Sum squared resid 27700.01 Schwarz criterion 9.931518
Log likelihood -187.5637 Hannan-Quinn criter. 9.769783
F-statistic 16.23534 Durbin-Watson stat 1.419141
Prob(F-statistic) 0.000000
LAMPIRAN 10
Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Least Squares
Date: 04/19/17 Time: 11:43
Sample (adjusted): 2012 2050
Included observations: 39 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
142
C 1.127531 19.19912 0.058728 0.9535
KEMISKINAN(-1) 0.879803 0.091457 9.619815 0.0000
ZIS -0.000836 0.002016 -0.414635 0.6810
PDRB 0.000124 0.000219 0.565072 0.5757
UMK 0.001752 0.012155 0.144167 0.8862 R-squared 0.783031 Mean dependent var 83.20923
Adjusted R-squared 0.757505 S.D. dependent var 54.89164
S.E. of regression 27.03069 Akaike info criterion 9.551032
Sum squared resid 24842.38 Schwarz criterion 9.764309
Log likelihood -181.2451 Hannan-Quinn criter. 9.627554
F-statistic 30.67613 Durbin-Watson stat 1.817618
Prob(F-statistic) 0.000000