analisis pengaruh mekanisme corporate...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010
i
ii
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Hepi Prayudiawan SE.,Ak.,M.si
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/ 2010
iii
Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Sidang Skripsi atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan
judul skripsi “ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI)“. Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Maret 2010
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM Ketua Sekretaris
Dr. Amilin, Ak, M.Si Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si Penguji Ahli 1 Penguji Ahli 2
iv
Hari ini Jumat Tanggal 05 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Dinda Dwi Wahyuni NIM: 105082002657 dengan
judul skripsi “ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang terdaftar di BEI) “. Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 05 Maret 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Dr. Amilin, Ak, M.Si Fitri Damayanti, SE, M.Si
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Biodata Pribadi
1. Nama Lengkap : Dinda Dwi Wahyuni
2. Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Agustus 1987
3. Alamat : Jl. Anggrek III Blok B6/3 Ciputat,
Tangerang Selatan.
4. Agama : Islam
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Motto : Your Most Unhappy Experience is Your Greatest
Source to Learn
II. Pendidikan Formal
1. SD Negeri Benda Baru III, Pamulang, Tangerang, Banten (1993-1999)
2. SMP Negeri 2 Pamulang, Tangerang , Banten (1999-2002)
3. SMA 1 Cenderawasih, Jakarta Selatan (2002-2005)
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-2010)
III. Pendidikan Informal
Lembaga Pendidikan Bahasa ILP Ciputat, Tangerang.
IV. Pengalaman Kerja
PT. Bank Central Asia Tbk, Customer Service Officer (Des. 2009 – Des. 2010)
vi
Abstract
The purpose of this research is to examine the impact of corporate governance mechanism, namely institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee to earning management. This study take sample from 22 public listed companies in the financial sector at Indonesia Stock Exchange, which were published in financial report from 2005-2008. Analysis method is multipled regression method.
The result of this research show that (1) institutional ownership had negative significant influence to earnings management, (2) managerial ownership had not significant influence to earnings management, (3) presence of independent of director had not significant influence to earnings management, (4) audit committee had not significant influence to earnings management, (5) simultaneously of institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director and audit committee had significant influence to earnings management.
Keywords: institutional ownership, managerial ownership, presence of independent of director, audit committee, earnings management
Abstrak
vii
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh mekanisme
corporate governance, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Penelitian ini mengambil sampel dari 22 perusahaan go public di sektor perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang dipublikasikan dan laporan keuangan dari tahun 2005-2008. Model analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (4) komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (5) kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba.
Kata Kunci: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, komite audit, manajemen laba
Kata Pengantar
viii
Bismilaahirrahmaanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunia yang telah diberikanNya, serta shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad
SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris
Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)” sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan program pendidikan strata satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak
kekurangan yang dapat dikoreksi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini bukan hanya semata-mata hasil jerih payah penulis sendiri, melainkan
berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak ternilai
harganya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis mengucapkan kepada Ibu (“the
most amazing and super mom in the world”) yang selalu memberikan kasih sayang
dengan sepenuh hati untuk memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang
tak terhingga dan terutama untuk doa yang tiada pernah putus. My brothers Aa’ Ilham
Indrawan dan Andre Subagja. This is my present for you.
Atas dasar itu penulis dengan tulus ikhlas mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan setiap masalah yang penulis
hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini kepada:
ix
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. sebagai pembimbing I dan Dekan Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial yang selalu memberikan kepercayaan, motivasi dan
dukungan setiap penulis menghadapi permasalahan dalam menyelesaikan skripsi
ini hingga selesai.
2. Bapak Hepi Prayudiawan, SE, Ak, MM. sebagai pembimbing II atas waktu yang
telah diluangkan untuk membimbing dan memberi motivasi dan bantuan selama
penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Afif Sulfa, SE, Ak., Msi. selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan dosen
pembimbing akademik. Terima kasih untuk bantuan bapak yang sangat banyak
kepada saya.
4. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi, dan yang telah
banyak membantu penulis sehingga penulis bisa lulus dan wisuda di bulan April.
Terima kasih banyak ya bu…
5. Bapak Dr. Amilin, Ak, M.Si dan Ibu Fitri Damayanti, SE, M.Si, selaku dosen
penguji ujian komprehensif.
6. Seluruh Staf pengajar beserta Asisten Dosen dan Karyawan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Ekonomi yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
7. Teman-teman “GM”, Ita, Upi, Epi, Dara, terima kasih untuk persahabatan yang
telah dijalin selama ini, susah seneng selalu bareng-bareng, ngerjain tugas kampus
yang setumpuk, belajar buat UTS dan UAS. We have so many beautiful moments
and someday we’ll miss those moments.
x
8. Arief Fahruri, SE., terima kasih untuk doa, semangat, waktu yang telah diberikan,
serta bantuan hingga skripsi ini bisa selesai. Mulai dari ngajarin SPSS, ngajarin
kompre, sampe sesi belajar financial planning (tetep gratis kan yaa..?).
9. Ahmad Rizki Noviansyah, Amd., thank you for everything, your care and love,
patient to face a girl like me, always there for me in happiness or sadness and
especially for all ur pray, greatest spirit, encourage, wish we could reach our
dreams together. Love ya much much.
10. Teman teman seperjuangan ujian komprehensif, Mba Husnun, Badru Tamam,
Ilham onta, Andre ndut, Syaiful Qothi.
11. Teman-teman seperjuangan ujian skripsi, Syarif, Riza, Devi Endah, Badru, Lion,
Andriansyah, March 17th 2010 on Wedenesday was our day and the day that we
could be an economics bachelor.
12. Ade Istianah SE, “Ms. Mobile information”, apa-apa tanya ade, daftar skripsi
tanya ade, daftar wisuda tanya ade, makasih ya ade udah dengan sabar dan ikhlas
bantuin teteh..
13. Sahabat-sahabat ku baby Fira, ina, riris ndutt pacarku..makasiih ya sayang buat
doa dan support kalian. Buat fira yang udah bantuin ngirimin skripsiku ke
Kalimantan buat di acc Pak Hepi, Ina temenku dari SMP, SMA yang selalu doain
via Twitter (hehhee), Riris nduut yang selalu kasih support, semangat, doa, dan
ternyata nasib kita hampir mirip ya ndut, but we still being happy. Love you all.
14. Teman-teman angkatan 2005 kelas akuntansi B dan kelas konsentrasi Akuntansi
Manajemen dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
xi
15. Keluarga besar H.Edhi Soebardjo, terima kasih atas perhatian dan doa yang telah
dicurahkan, we are a big happy family forever.
16. Teman-teman di BCA KCU Serpong, Bu Ella, Mba Ani, Pak Djoni, Bu Ratna, Bu
Linda Riris, Tya, Nita, Devy, Sulis, dan Hanwi. Thanks for support and the
unforgettable experiences.
17. Ojek langganan yang setia nganterin buat bimbingan di rumah Pak Hepi, bolak
balik kampus, kantor nganterin kemana-mana (lebih setia daripada pacar deh),
bang eman dan bang ndut. Makasiih banyak ya..
18. Serta pihak-pihak lain yang telah memberikan banyak doa dan dukungan kepada
penulis.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kepada pihak-pihak yang
telah disebutkan atas bantuan yang telah diberikan. Akhirnya dengan segala
kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada semua pihak yang
berkepentingan, dengan harapan skripsi ini dapat bermanfaat.
Tangerang, 25 Februari 2010
Dinda Dwi Wahyuni
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ...................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 11
A. Teori Keagenan..................................................................... 11
B. Asimetri Informasi ................................................................ 13
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance ......... 14
D. Prinsip Utama Corporate Governance ................................. 16
xi
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan ........................... 19
F. Struktur Kepemilikan............................................................ 22
1. Kepemilikan Institusional ............................................... 22
2. Kepemilikan Manajerial.................................................. 24
G. Governance Structure ........................................................... 25
1. Komisaris Independen .................................................... 25
2. Komite Audit .................................................................. 27
H. Definisi Manajemen Laba..................................................... 29
I. Faktor-faktor Pendorong Manajemen Laba .......................... 33
J. Teknik Manajemen Laba ...................................................... 36
K. Pola Manajemen Laba........................................................... 37
L. Model-model Pendeteksian Manajemen Laba...................... 38
M. Discretionary Accrual........................................................... 41
N. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................ 42
O. Kerangka Pemikiran.............................................................. 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 58
A. Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 58
B. Metode Penentuan Sampel.................................................... 58
C. Metode Pengumpulan Data................................................... 59
1. Jenis Data ........................................................................ 59
2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data.......................... 60
D. Metode Analisis Data........................................................... 60
1. Model Analisis ................................................................ 61
xii
2. Metode Analisis Data...................................................... 61
a. Analisis Deskriptif .................................................... 61
b. Pengujian Asumsi Klasik .......................................... 62
1) Uji Normalitas..................................................... 62
2) Uji Multikolinearitas ........................................... 62
3) Uji Autokorelasi.................................................. 62
4) Uji Heterokedastisitas ......................................... 63
c. Pengujian Hipotesis .................................................. 63
1) Uji Individu (t – Statistik) ................................... 63
2) Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)................. 64
3) Koefisien Determinasi ........................................ 64
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya .............. 66
1. Kepemilikan Institusional ............................................... 66
2. Kepemilikan Manajerial.................................................. 66
3. Proporsi Dewan Komisaris Independen.......................... 66
4. Keberadaan Komite Audit .............................................. 67
5. Manajemen Laba............................................................. 67
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................... 70
A. Deskripsi Objek Penelitian ................................................... 70
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ................................ 71
1. Variabel Dependen (Manajemen Laba) .......................... 71
2. Variabel Independen ....................................................... 72
a. Kepemilikan Institusional ......................................... 72
xiii
xiv
b. Kepemilikan Manajerial............................................ 73
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen.................... 74
d. Komite Audit ............................................................ 75
C. Analisis dan Pembahasan...................................................... 77
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 77
a. Uji Normalitas Data ................................................. 77
b. Uji Multikolinearitas ................................................. 78
c. Uji Autokorelasi........................................................ 79
d. Uji Heteroskedastisitas.............................................. 80
2. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................... 81
a. Uji Individu (t – Statistik) ......................................... 81
b. Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)....................... 87
c. Uji Koefisien Determinasi ........................................ 88
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ......................................... 90
A. Kesimpulan ........................................................................... 90
B. Implikasi .............................................................................. 91
C. Keterbatasan dan Saran......................................................... 92
1. Keterbatasan.................................................................... 92
2. Saran ............................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 94
LAMPIRAN.................................................................................................. 97
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Hal
2.1 Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud.............................................. 32
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 47
3.1 Pengukuran Variabel................................................................................... 69
4.1 Rincian Sampel Penelitian .......................................................................... 70
4.2 Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian.................................. . 70
4.3 Statistik Deskriptif Discretionary Accrual ................................................. 72
4.4 Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional ............................................ 73
4.5 Statistik Deskriptif Kepemilikan Manajerial .............................................. 74
4.6 Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen ...................... 74
4.7 Statistik Deskriptif Komite Audit ............................................................... 76
4.8 Hasil Uji Multikolinearitas.......................................................................... 78
4.9 Hasil Uji Autokorelasi ................................................................................ 79
4.10 Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t) .......................................... 81
4.11 Hasil Uji Anova .......................................................................................... 87
xvi
4.12 Koefisien Determinasi................................................................................. 88
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Hal
2.1 Model Penelitian ......................................................................................... 57
4.1 Grafik Normality Probability Plot .............................................................. 77
4.2 Grafik Hasil Uji Heterokedastisitas ............................................................ 80
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Hal
1 Nama-nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian......................... 97
2 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,
Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2005.. 98
3 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,
Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2006. 99
4 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,
Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2007.. 100
5 Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,
Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Komite Audit Periode 2008.. 101
6 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2005........................... 102
7 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2006........................... 103
8 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2007........................... 104
9 Variabel Penelitian Discretionary Accrual Periode 2008........................... 105
10 Variabel Penelitian ...................................................................................... 106
11 Hasil Uji Asumsi Klasik ............................................................................. 110
xix
12 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ............................................................. 112
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Corporate governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk
terus dikaji oleh para pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan, dan lain
sebagainya. Pemahamaan praktik corporate govarnance terus berevolusi dari
waktu ke waktu. Masalah corporate governance timbul karena terjadi
pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Kirana, 2007).
Pemisahan tersebut berimbas pada timbulnya konflik kepentingan antara para
pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan
perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik (principal) akan memberikan
kewenangan pada pengelola (manajer) untuk mengurus keberlangsungan
perusahaan, seperti mengelola dana dan memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik.
Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dan
bertumpu pada agency theory (Wolfhensohn, 1999). Hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal) mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Kirana, 2007). Agency theory
mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan
berperilaku, karena pada dasarnya antara pemilik dan pengelola (manajer)
memiliki perbedaan kepentingan.
1
Manajer berkewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para
pemegang saham, namun di sisi lain manajer juga menginginkan
kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali
menimbulkan masalah yang disebut masalah keagenan (agency conflict).
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan
(agency conflict) dikenal sebagai biaya keagenan (agency cost).
Agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang
saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan
yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian
internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan
pemegang saham sebagai bentuk ‘bonding expenditures’ yang diberikan
kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan
menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham
(Wolfhensohn, 1999). Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency
problems tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan
kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik.
Perilaku manipulasi oleh manajer dengan melakukan manajemen laba
berawal dari konflik keagenan, karena adanya perbedaan kepentingan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan
pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan kepada pemilik terkadang
2
tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Kondisi ini
dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimmetry information
(Iskandar,2007).
Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi
angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara
melakukan manajemen laba. Hal tersebut dapat saja terjadi karena manajer
memiliki informasi mengenai perusahaan yang tidak atau belum diketahui
oleh pemilik perusahaan. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik
(principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
manajemen laba (earnings management ).
Tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer terhadap
informasi laba dapat merubah kandungan informasi atas laba yang dihasilkan
perusahaan. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan
melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh
terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan, hal
tersebut perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan, karena informasi
yang telah mengalami penambahan atau pengurangan tersebut dapat
menyesatkan keputusan yang akan diambil.
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan
membatasi perilaku opportunistic manajemen dengan melakukan manajemen
laba adalah corporate governance. Corporate governance merupakan salah
satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi
serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para
3
pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari
suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring
kinerja (Khomsiyah et al.,2004).
Salah satu kasus yang berhubungan dengan praktek manipulasi laporan
keuangan adalah kasus Bank Century. Bank Century melakukan rekayasa
akuntansi agar laporan keuangan bank menunjukkan kecukupan modal atau
rasio CAR, nilai CAR Bank Century yang sebenarnya adalah sebesar -132,5%
(minus seratus tiga puluh dua koma lima persen), karena ada asset berupa SSB
(Surat-surat Berharga) yang berkualitas rendah atau tergolong macet, nilai
tersebut telah melanggar ketentuan Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia
menetapkan bahwa rasio CAR bank umum minimal 8%. Bank Century tidak
melakukan penyisihan atau pengakuan kerugian terhadap hal tersebut, Bank
Century memasukkan SSB yang dikategorikan macet ke kategori lancar. Hal
itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi
(pencadangan) atas SSB yang macet, sehingga tidak menggerus modalnya dan
nilai CAR bank menunjukkan nilai yang positif (Yohanes,2009).
Bank Century telah melanggar beberapa peraturan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Pertama, Bank Century telah melakukan pelanggaran
terhadap peraturan BI tentang penyisihan terhadap SSB kategori macet, yakni
PBI No.7/2/PBI/2003 yang mengatur bahwa SSB yang tidak diperdagangkan
di BEI, tidak terdapat informasi nilai pasar, dan tidak memiliki peringkat
investasi, maka SSB tersebut dinilai macet dan harus dibentuk Penyisihan
4
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 100%. Kedua, Bank Century
melakukan pelanggaran Bank Indonesia, yakni PBI No.3/21/PBI/2001 tentang
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum yang mengatur bahwa
bank yang tidak dapat memenuhi modal minimum atau CAR 8% akan
dikategorikan sebagai bank dalam perhatian khusus (Yohanes,2009).
Salah satu penyebab kondisi dimana perusahaan masih melakukan
manipulasi keuangan adalah kurangnya penerapan corporate governance.
Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan
perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan.
Bila konsep ini diterapkan dengan baik, maka diharapkan pertumbuhan
ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan
perusahaan yang makin baik dan nantinya akan menguntungkan banyak pihak.
Penelitian ini mengambil sampel pada industri perbankan, dikarenakan
industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat, seperti criteria
minimum CAR untuk menentukan apakah bank termasuk bank sehat atau
tidak. Oleh karena adanya peraturan tersebut, manajer memiliki insentif untuk
melakukan manajemen laba atau manipulasi laporan keuangan agar dapat
memenuhi ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, industri perbankan
merupakan industri “kepercayaan”, jika investor berkurang kepercayaannya
Karena laporan keuangan yang bias karena adanya manajemen laba, maka
mereka akan melakukan penarikan dana bersama-sama yang akan
mengakibatkan rush, Nasution dan Setiawan (2007).
5
Penelitian terkait dengan praktek mekanisme corporate governance
juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005) meneliti tentang pengaruh
struktur kepemilikan, yang dibagi menjadi dua (kepemilikan keluarga dan
kepemilikan institusional), ukuran perusahaan, dan praktek corporate
governance yang diukur dengan menggunakan tiga variabel (kualitas audit
yang diukur melalui ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, dan
komite audit) terhadap pengelolaan laba (earnings management). Penelitian
ini menggunakan data empiris dari Bursa Efek Jakarta dengan sampel
sebanyak 144 perusahaan untuk periode tahun 1995-1996, 1999-2002.
Boediono (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme
corporate governance yang diukur melalui kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris dampaknya terhadap
manajemen laba. Penelitian ini menggunakan analisis jalur dengan sampel
penelitian sebanyak 96 perusahaan.
Cornett et al. (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh
mekanisme corporate governance terhadap praktek manajemen laba.
Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari kepemilikan saham oleh institusi (kepemilikan institusional), dan proporsi
dewan komisaris independen. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100
perusahaan besar di Amerika Serikat.
Wijayanti (2009) melakukan penelitian untuk menguji perbedaan
manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia
No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
6
Bank Umum. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh negatif proporsi
dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Populasi penelitian ini
adalah 62 perusahaan di sektor perbankan pada Bursa Efek Indonesia, yang
telah mempublikasikan laporan tahunan dari tahun 2005-2007. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian sensus dan data longitudinal.
Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai
pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba.
Mekanisme corporate governance diukur melalui komposisi dewan komisaris,
ukuran dewan komisaris, dan komite audit. Dalam penelitiannya, Nasution
dan Setiawan (2007) memberikan bukti empiris tentang dampak mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan dengan
populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa
Efek Jakarta selama periode 2000-2004.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) serta penelitian yang dilakukan
oleh Nasution dan Setiawan (2007). Dimana penelitian yang dilakukan oleh
Ujiyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan, konsep indikator
mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian tersebut
menggunakan sampel penelitian sebanyak 30 perusahaan sektor manufaktur
yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2004. Sementara itu
7
penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menguji
dampak mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba di
industri perbankan dengan populasi penelitian seluruh perusahaan perbankan
yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu, yaitu :
1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2005-2008.
Alasan peneliti menggunakan tahun 2005 sampai dengan 2008, yaitu (1)
untuk menghindari periode krisis dan (2) periode tersebut menunjukkan
kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.
2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada industri perbankan dengan
tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh perbedaan
industri.
3. Pada penelitian ini, mekanisme corporate governance yang digunakan
adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, dan komite audit.
Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud menyusun skripsi
dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi masalah dari penelitian
ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
8
1. Sejauh mana pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen
laba?
2. Sejauh mana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba?
3. Sejauh mana pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap
manajemen laba?
4. Sejauh mana pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba?
5. Sejauh mana pengaruh mekanisme corporate governance, dalam hal ini
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen dan keberadaan komite audit terhadap manajemen
laba ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai:
1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba.
2. Pengaruh kepemilikan manajerial berpengaruh manajemen laba.
3. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen
laba.
4. Pengaruh keberadaan komite audit terhadap manajemen laba.
5. Pengaruh corporate governance yang diukur melalui kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen, dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba.
9
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian
mengenai corporate governance dan imbasnya terhadap manajemen
laba serta kinerja keuangan.
2. Memberikan pemahaman serta kesadaran perusahaan mengenai
pentingnya pelaksanaan mekanisme Good Corporate Governance.
3. Memberikan manfaat bagi praktisi perusahaan untuk dapat
meningkatkan kinerja perusahaan melalui pelaksanaan corporate
governance.
4. Dapat dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Keagenan (Agency Theory)
Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah
dasar perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak antara principal dan agent, Jensen dan Meckling (1976) dalam
Khomsiyah et al. (2004). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya
pemisahan antara kepemilikan (di pihak principal/investor) dan pengendalian
(di pihak agent/manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan
menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan.
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory,
yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak),
dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal.
Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada
agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah
kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja
yang telah disepakati (Mursalim, 2005).
Secara khusus teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah
keagenan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki
tujuan dan pembagian kerja yang berbeda, Khomsiyah et al.(2004)
mengemukakan jika antar pihak principal (pemilik) dan agent (manajer)
11
memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik
keagenan (agency conflict), DuCharme et al. (2000) dalam Kirana (2007).
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi
tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat dasar
manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat dasar
manusia, yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self
interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded nationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko
(risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektifitas, dan adanya asimetri informasi
antar principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai
barang komoditi yang bisa diperjualbelikan, Eisanhardt (1989) dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Agency conflict sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu : (1) agency
conflict antara pemegang saham dan manajer. Penyebab konflik antara
manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut
diinvestasikan. (2) agency conflict antara pemegang saham dan kreditor
(Kirana, 2007).
12
B. Asimetri Informasi Asimetri Informasi
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham), manajer berkewajiban memberikan
informasi terkini mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi
yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak,
termasuk manajemen perusahaan itu sendiri untuk pengambilan keputusan.
Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai
asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai
penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan
stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut
Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
pinjaman. Sehingga, manajer dapat melakukan tindakan diluar
13
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya
secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
C. Pengertian dan Konsep Dasar Corporate Governance.
Pengertian corporate governance amat beragam. Pada dasarnya ia
diartikan sebagai tata kelola yang berhubungan dengan masyarakat. Cadbury
Committee (2003) dalam Zarkasyi (2008) mendefinisikan corporate
governance sebagai berikut :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.”
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-
117/M-MBU/2002 dalam Surya dan Yustiavandana (2008) corporate
governance adalah suatu proses dari stuktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.
Nasution dan Setiawan (2007) mendefinisikan corporate governance
sebagai konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka
peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan
14
keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan
pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi
pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan
banyak pihak.
Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi
pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh
return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu
menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien
dan sustainable di sektor korporat, Nasution dan Setiwan (2007).
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
malalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan
lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku
(Wolfensohn,1999). Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya
merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan
(stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.
GCG dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah
terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan
untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki
dengan segera (Zarkasyi,2008).
15
D. Prinsip Utama Corporate Governance
Menurut Wolfensohn (1999) terdapat empat prinsip utama yang
terkandung dalam mekanisme corporate governance untuk terselenggaranya
praktik good gorporate governance, yaitu : fairness, transparency,
accountability, dan responsibility. Prinsip tersebut juga dianut oleh perusahaan
perbankan dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan pandangan yang berlaku.
Fairness mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor –
khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan.
Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang
melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat
merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambilalihan perusahaan
lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga
diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaaan terhadap praktek
16
korporasi yang merugikan seperti disebutkan diatas. Pendek kata, fairness
menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan.
2. Transparancy (keterbukaan informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik
dalam proses pengambilan keputusan, maupun dalam menggunakan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan
transparansi itu sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang
cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat
mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang
material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat
dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi
penting perusahaan secara mudah pada saaat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini.
Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui resiko yang mungkin terjadi
dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya
informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu,
jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan
terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya
benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam
manajemen.
17
3. Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan pada perusahaan-
perusahaan di Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan dan
komisaris. Atau justru sebaliknya, komisaris utama mengambil peran
berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan
kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu
mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada
kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggungjawab antara
pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya
kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency
problem (benturan kepentingan peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban).
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini
termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari
bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan
18
eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus
ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini
juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi
kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat
yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Endri (2008) menambahkan satu prinsip corporate governance,
yakni independency, dimana perusahaan bertindak hanya untuk
kepentingan perusahaannya saja, tidak dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas
yang mengarah pada timbulnya conflict of interest.
E. Prinsip Corporate Governance Perbankan
Pedoman corporate governance perbankan ini merupakan pelengkap
dan bagian dari prinsip umum atau prinsip utama yang dikeluarkan oleh
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan dimaksudkan sebagai
pedoman khusus bagi perbankan untuk memastikan terciptanya bank dan
sistem perbankan yang sehat (Zarkasyi, 2008).
Sebagai lembaga intermediasi yang dalam melaksanakan kegiatan
usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya tersebut bank menghadapi berbagai resiko,
baik resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional, maupun resiko reputasi.
Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka
melindungi masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk
19
memenuhi modal minimum sesuai dengan kondisi masing-masing bank,
menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly-regulated”.
Dalam menjalankan usahanya bank harus menganut prinsip
keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran
usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank
(accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin
dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank
(responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam
pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran
(fairness). Menurut Zarkasyi (2008) dalam hubungan dengan prinsip tersebut
bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Transparency (Keterbukaan)
Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses
oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada
hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, pengelolaan resiko (risk management),
sistem pengawasan dan pengendali intern, status kepatuhan, sistem dan
20
pelaksanaan good corporate governance serta kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi bank.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak
yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh
informasi tentang kebijakan tersebut.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-
masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan
strategi perusahaan. Bank harus meyakini bahwa organ organisasi bank
mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami
perannya dalam pelaksanaan good corporate governance.
Dalam perusahaan perbankan, bank harus memastikan terdapatnya
check and balance system dalam pengelolaannya. Bank harus memiliki
ukuran kinerja dari semua jajarannya berdasarkan ukuran-ukuran yang
disepakati konsisten dengan nilai perusahaan, sasaran usaha, serta strategi
dan memiliki rewards and punishment system.
3. Independency (Indepedensi)
Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta
21
bebas dari benturan kepentingan. Bank dalam mengambil keputusan harus
objektif dan bebas dari segala tekanan pihak manapun.
4. Fairness (Kewajaran)
Bank harus senantiasa memperhatikan seluruh stakeholders
berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran. Bank harus memberikan
kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukkan dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses
terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
F. Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap
perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan,
motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses yang
membentuk motivasi manajer. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti
dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu
mengoptimalkan kinerja perusahaan (Kartikawati, 2009). Dalam hal ini
struktur kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional :
1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan
investment banking (Veronica dan Utama, 2005). Investor institusional
22
yang sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated)
sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang
dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional.
Balsam et al (2002) dalam Veronica dan Utama (2005) menemukan
hubungan yang negatif antar discretionary accrual yang tidak diekspektasi
dengan imbal hasil di sekitar tanggal pengumuman karena investor
institusional mempunyai akses atas sumber informasi yang lebih tepat
waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan pengelolaan laba
lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual.
Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan
efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun,
dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan
saham mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat
digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen (Kartikawati, 2009).
Tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah pengelolaan laba dapat
bersifat efisien, tidak selalu oportunis. Jika pengelolaan laba tersebut
efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi justru akan
meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif), tetapi jika
pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka
kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba
(berhubungan negatif) (Veronica dan Utama, 2005).
23
2. Kepemilikan Manajerial
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen
perusahaan baik sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut
sebagai kepemilikan manajerial (managerial ownership). Adanya
kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen
perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai
persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada
akhir tahun untuk masing-masing periode pengamatan. Perilaku
manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut
dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan
untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Dengan
memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(managerial ownership) kepentingan pemilik atau pemegang saham akan
dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer Jensen dan Meckling
(1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Namun, tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga
dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan
manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi
sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan
perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian,
adanya kesulitan bagi para pemegang saham eksternal untuk
mengendalikan tindakan manajer (Ujiyantho dan Pramuka,2007).
24
G. Governance Structure
1. Komisaris Independen
Istilah independen pada komisaris independen maupun direksi
independen bukan menunjukkan bahwa komisaris atau direksi lainnya
tidak independen. Istilah komisaris independen menujukkan keberadaan
mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan
juga mewakili kepentingan investor (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka harus
ada sistem yang baik yaitu good corporate governance yang mewajibkan
keberadaaan komisaris independen.
Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral
terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Peraturan BEI
mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki
komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus)
dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat dipilih melalui RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) sebelum pencatatan dan mulai efektif
bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut
tercatat (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan
anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara
lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang
saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan
perusahaaan (Surya dan Yustiavandana, 2008).
25
Kriteria komisaris independen menurut Keputusan Direksi PT
Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19
Juli 2004 dalam Surya dan Yustiavandana (2008), yaitu :
1. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh
anggota dewan komisaris.
2. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun
tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik.
3. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten
atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari
perusahaan tercatat bersangkutan.
4. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang
bersangkutan.
5. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat
bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat.
6. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik.
7. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
26
8. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat
Umum Pegang Saham (RUPS).
Bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank
IndonesiaNo.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang salah satunya
mengatur keberadaan dewan komisaris independen sebesar minimal 50%
(lima puluh perseratus) dari seluruh dewan komisaris. Berbagai peraturan
tersebut merupakan sinyal bahwa keberadaan dewan komisaris independen
di perusahaan sangat penting dalam mewujudkan good corporate
governance.
Dengan demikian, terlihat bahwa komisaris independen memiliki
peranan untuk menjamin strategi perusahaan, serta terlaksananya
akuntabilitas. Komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
2. Komite Audit
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang
dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan
pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan
dengan sistem pelaporan keuangan.
27
Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen.
Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang
menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal
auditor (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau
lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari
kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya
yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus
bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung
jawab kepada dewan komisaris, Hasnati (2003) dalam Surya dan
Yustiavandana (2008).
Pentingnya komite audit dalam suatu perusahaan terbuka dikuatkan
dengan ketentuan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-03/PM/2000 dalam
Surya dan Yustiavandana (2008) tentang Komite Audit. Dalam ketentuan
tersebut mewajibkan setiap perusahaan publik atau emiten untuk memiliki
komite audit. Ketentuan ini menyebutkan bahwa komite audit bertugas
membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional
yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi
penyimpangan pengelolaan perusahaan.
Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada
tiga bidang, FCGI dan YPPMI Institut (2002) dalam Surya dan
Yustiavandana (2008), yaitu :
28
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah
untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil
usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai
undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan
pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan
termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan
system pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal.
H. Definisi Manajemen Laba
Sugiri (1998) dalam Ubadah et al. (2008) membagi definisi earnings
management atau manajemen laba menjadi dua, yaitu :
1. Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi, manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan
29
sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen
discretionary accrual dalam menentukan besarnya earnings.
2. Definisi luas
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan
(penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba
menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer
untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak
kompensasi, kontrak utang dan political costs (opportunistic Earnings
Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif
efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri
mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak
terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Perspektif efesiensi menyatakan bahwa manajer melakukan pilihan
atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik
tentang cash flow yang akan datang dan untuk meminimalkan agency cost
yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer,
Jiambalvo (1996) dalam Ubadah et al (2008). Tindakan manajemen laba
dilakukan oleh manajer ketika manajer memiliki akses terhadap informasi
yang tidak dimiliki oleh pihak luar. Manajemen laba adalah campur tangan
30
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor
yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba
menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai
laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut
sebagai angka laba tanpa rekayasa, Setiawati dan Na’im (2000) dalam
Rahmawati et al. (2006).
Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan
(judgement) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk
merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran
(magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi
perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang
tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Healy dan Wahlen (1999) dalam Ujiyantho (2007) juga
menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek.
Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat
dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgement yang
dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa
depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur
ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun,
pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset.
Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti
31
metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba
untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Satu hal yang perlu diketahui bahwa manajemen laba berbeda
dengan fraud. Untuk itu tabel 2.1 menggambarkan perbedaan antara
fraudulent accounting dengan manajemen laba. Keduanya memang
dilakukan secara sengaja dan melalui proses manipulasi. Perbedaan pokok
bahwa manajemen laba tidak berhubungan dengan penciptaan bukti-bukti
palsu atau pun transaksi fiktif yang sifatnya melanggar hukum, sedangkan
fraud berhubungan dengan hal-hal tersebut, (Mayangsari, 2001).
Tabel 2.1 Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud
Pilihan Metode Transaksi Arus Kas
Akuntansi Konservatif Sesuai PSAK
1. Terlalu agresif mengakui provisi atau cadangan.
2. Pembebanan yang besar pada biaya R&D
1. Menunda penjualan
2. Adanya pengeluaran iklan
Earnings “Netral” Sesuai PSAK
Earnings yang diperoleh dari proses operasi normal
Akuntansi “Agresif” 1. Terlalu rendah mencatat kas piutang tak tertagih
2. Menurunkan cadangan
1. Menunda pengeluaran R&D atau iklan
2. Meningkatkan penjualan
32
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Perbedaan Manajemen Laba dengan Fraud
Pilihan Metode Transaksi Arus Kas
Fraudulent Accounting Pelanggaran PSAK
1. Mancatat penjualan fiktif
2. Mencatat persediaan fiktif
3. Membuat ulang tagihan yang sudah lunas
Sumber : Dechow dan Skinner (2000) dalam Mayangsari (2001)
I. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba
Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang
melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, Watt dan Zimmerman (1986)
dalam Rahmawati et al. (2006), yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan
utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan
bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
33
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit
cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba.
Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya, mengenakan peraturan antitrust,
menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen
laba :
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan
memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkanpada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba
yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
34
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba
yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan
manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat
menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada
investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap
menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Dalam ubadah et al. (2008) dua motivasi utama para manajer
melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi
(signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan
pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan
manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai
35
fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang
manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya
pada saat menghadapi intertemporal choice (yakni suatu kondisi yang
memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam
melaporkan kinerja yang menguntungkan dirinya sendiri dalam
menghadapi situasi tertentu).
Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa
dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha
menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa
yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya
dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun
operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih
baik mengenai prospek perusahaan masa datang.
J. Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)
dalam Rahmawati et al. (2006) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement
(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang
tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
36
2. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat
suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari
metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan.
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain :
mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda
pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda
pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap
yang sudah tak dipakai.
K. Pola Manajemen Laba
Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara:
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini
diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas
yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun
drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
37
3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang
melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada
umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
L. Model-Model Pendeteksian Manajemen Laba
Terdapat beberapa metode pendeteksian manajemen laba. Jones
memberikan sebuah model untuk membantu mengidentifikasi perusahaan
yang melakukan manajemen laba. Tujuan model Jones adalah untuk
memisahkan akrual kelolaan dan non kelolaan. Model modifikasi Jones
mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan (akrual non kelolaan) sebagai
fungsi perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan dalam piutang
dagang serta aktiva tetap. Perhitungan total akrual dengan pendekatan arus kas
dan laporan rugi laba dihitung dengan rumus sebagai berikut, Sloan (1996)
dalam Rahmawati (2007):
TAt = Earnt – CFOt
Dimana:
TA = total akrual
Earn = earnings
38
CFO = Arus kas operasi
Seluruh persamaan diatas dibagi dengan menggunakan total aktiva
awal tahun pada perusahaan yang diobservasi. Model-model pemisahan akrual
menjadi akrual kelolaan dan non kelolaan yang dibandingkan oleh Dechow et
al. (1996) dalam Rahmawati (2007) adalah sebagai berikut:
1. The Healy Model
Pengujian Healy untuk manajemen laba dengan cara
membandingkan rata-rata total akrual (dibagi total aktiva periode
sebelumnya). Healy (1985) dalam Rahmawati (2007) menganggap non
discretionary accrual (NDA) tidak dapat diobservasi. Model untuk non
discretionary accrual adalah sebagai berikut:
NDA = 0 sehingga TA = NDA
2. The De Angelo Model
Model De Angelo (1986) dalam Wijayanti (2009) menguji
manajemen laba dengan menghitung perbedaan awal dalam total akrual
dan dengan asumsi bahwa perbedaan pertama tersebut diharapkan nol,
yang berarti tidak ada manajemen laba. Model ini menggunakan total
akrual periode terakhir (dibagi total aktiva periode sebelumnya) untuk
mengukur non discretionary accrual.
NDAt = TAt-1
Keterangan:
NDAt = estimasi non discretionary accrual
TAt-1 = total accrual dibagi total aktiva 1 tahun sebelum tahun t
39
3. The Modified Jones Model.
Model Modified Jones yang merupakan perkembangan dari model
Jones dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan
model-model lainnya. Model Perhitungannya sebagai berikut :
TACCit = EBXTit – OCFit
TACCit/TAi,t-1 = 1(1/TAi,t-1) + 2((�REVit-�RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit /TAi,t1)
Dari persamaan regresi diatas, NDACC dapat dihitung dengan
memasukkan kembali koefisien-koefisien :
NDACCit = 1(1/TAi,t-1) + 2((�REVit-�RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit
/TAi,t-1)
DACCit = (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit
Keterangan :
TACCit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t.
EBXTit = Earning Before Extraordinary Items perusahaan i pada periode
ke t.
OCFit = Operating Cash Flow perusahaan i pada periode ke t.
TAi,t-1 = Total Aktiva perusahaan i pada periode t-1.
REVit = Revenue perusahaan i pada periode ke t.
RECit = Receivable perusahaan I pada periode ke t
40
4. The Cross-Sectional Models
Baik model Jones cross-sectional dan model Jones modifikasi
cross-sectional adalah sama dengan model Jones dan model Jones
modifikasi, kecuali bahwa parameter model diestimasi dengan
menggunakan data cross-sectional bukan data time series, Defond dan
Jiambalvo (1994) dalam Wijayanti (2009). Model crosssectional dan time
series berbeda asumsi. Model cross-sectional mengasumsikan bahwa
korelasi antara akrual non kelolaan dan penentuan akrual, seperti
perubahan dalam pendapatan dan PPE (bruto), ditentukan oleh kelompok
industri dan situasi ekonomi sekarang sedangkan model time-series
mengasumsikan bahwa korelasi ditentukan oleh karakteristik spesifik
perusahaan. Pada penelitian ini digunakan model modifikasi Jones dalam
mendeteksi manajemen laba. Penggunaan model modifikasi Jones
dikarenakan model ini runtun waktu dan secara statistik paling baik
dibandingkan model-model lainnya, Dechow , et al. (1996) dalam
Wijayanti (2009).
M. Discretionary Accrual
Discretionary accrual (kebijakan akuntansi akrual) adalah suatu cara
untuk mengurangi pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi
kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan cara
menaikkan biaya amortisasi dan depresiasi, mencatat kewajiban yang besar
atas jaminan produk (garansi), kontinjensi dan potongan harga, dan mencatat
41
persediaan yang sudah usang, Surifah (2001) dalam Wijayanti (2009). Lebih
lanjut, akrual adalah semua kejadian yang bersifat operasional pada suatu
tahun yang berpengaruh terhadap arus kas. Perubahan piutang dan hutang
merupakan akrual, juga perubahan persediaan. Biaya depresiasi juga
merupakan akrual negatif. Akuntan memperhitungkan akrual untuk
menandingkan biaya dengan pendapatan, melalui perlakuan transaksi yang
berkaitan dengan laba bersih sesuai dengan yang diharapkan, Scott (1997)
dalam Wijayanti (2009).
N. Hasil Penelitian Sebelumnya
Veronica dan Utama (2005) meneliti tentang pengaruh struktur
kepemilikan, yang dibagi menjadi dua (kepemilikan keluarga dan kepemilikan
institusional), ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance yang
diukur dengan menggunakan tiga variabel (kualitas audit yang diukur melalui
ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit)
terhadap pengelolaan laba (earnings management). Hasil dari penelitiannya
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan untuk variabel lainnya,
seperti kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, ukuran KAP, proporsi
dewan komisaris independen, serta komite audit terbukti tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba. Proporsi komisaris independen yang tinggi dan
keberadaan komite audit tidak terbukti dapat membatasi pengelolaan laba
yang dilakukan perusahaan. Menurut Veronica dan Utama (2005) mengenai
42
hasil penelitiannya, dewan komisaris independen dan komite audit belum
efektif dalam menjalankan tugasnya. Sehingga, keberadaannya belum bisa
menekan praktik manajemen laba.
Boediono (2005) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate
governance yang diukur melalui kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, dan komposisi dewan komisaris dampaknya terhadap manajemen
laba. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang mampu
mempengaruhi tindakan manajemen laba. Hasil penelitian variabel
kepemilikan institusional menunjukkan pengaruh yang positif. Artinya
semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin tinggi
besaran manajemen laba pada laporan keuangan, kuatnya pengaruh langsung
ini dapat diinterpretasikan bahwa kepemilikan institusional pengaruhnya
lemah.
Lebih lanjut dalam penelitian Boediono (2005) untuk hasil penelitian
variabel kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba menunjukkan pola
hubungan yang positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat
kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran
manajemen laba pada laporan. Interpretasi terhadap koefisien ini
menunjukkan bahwa pengaruh langsung mekanisme kepemilikan terhadap
manajemen laba adalah sangat lemah. Hasil penelitian untuk variabel
komposisi dewan komisaris menunjukkan pola hubungan positif. Artinya
semakin besar keanggotaan dewan komisaris berasal dari luar perusahaan
43
akan semakin meningkatkan tindakan manajemen laba. Ada kemungkinan
penempatan atau penambahan anggota dewan dari luar perusahaan hanya
sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham mayoritas
(pengendali/ founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja
dewan tidak meningkat bahkan bisa menurun.
Cornett et al. (2006) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate
governance, dalam hal ini kepemilikan saham oleh institusional dan proporsi
dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 100 perusahaan besar di Amerika Serikat.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tindakan pengawasan yang
dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor insitusional dapat
membatasi perilaku para manajer. Cornett et al., (2006) menyimpulkan bahwa
tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat
mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja
perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau
mementingkan diri sendiri. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen dapat mengurangi
tindak manajemen laba.
Wijayanti (2009) Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan
manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia
No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh negatif proporsi
dewan komisaris independen terhadap manajemen laba. Hasil penelitian
44
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan manajemen laba sebelum dan setelah
Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum. Namun, penelitian ini tidak
berhasil membuktikan hipotesis pengaruh proporsi dewan komisaris
independen terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan ada anggota dewan
selain dewan komisaris independen dalam perusahaan yang berpengaruh
terhadap perbedaan manajemen laba sebelum dan setelah peraturan Bank
Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum.
Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai
pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba
di industri perbankan. Mekanisme corporate governance diukur melalui
komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, komite audit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara individual, komposisi dewan komisaris
independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan
perbankan. Selain itu disimpulkan pula bahwa ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Lebih lanjut menurut Nasution dan Setiawan (2007) dalam hasil
penelitiannya, dewan komisaris yang lebih sedikit jumlahnya lebih efektif
dalam mengurangi tindak manipulasi laba, karena jumlah personel yang
sedikit dalam perusahaan dapat menghambat munculnya masalah keagenan
yang bila dibiarkan akan berdampak pada kurangnya pengawasan terhadap
manajemen untuk melakukan manajemen laba. Keberadaan komite audit
45
dalam perusahaan ternyata juga mampu mengurangi manajemen laba, hal
tersebut terbukti dengan hasil pengujian secara parsial variabel keberadaan
komite audit terhadap akrual kelolaan yang menunjukkan bahwa pengaruh
negatif variabel ini signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa komite audit
telah melakukan tugasnya dengan baik.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) meneliti tentang mekanisme corporate
governance, manajemen laba dan kinerja keuangan. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa (1) kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba, (4) jumlah dewan
komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, (5)
pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama teruji
dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, (6)
manajemen laba (discretionary accrual) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja keuangan.
Berikut ini penulis paparkan hasil penelitian yang telah dilakukan
berkaitan dengan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap
manajemen laba, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
46
(Tabel Penelitian Terdahulu dalam File Terpisah, terlampir)
47
48
49
50
O. Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat
kontrol eksternal terhadap perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor
institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen perusahaan, sehingga dapat mengurangi
tindakan manajen laba.
Kartikawati (2009) menyatakan adanya kepemilikan oleh investor
institusional seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan,
perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan
(source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau
sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Selain itu, Kartikawati
(2009) menyatakan struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya
mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu mengoptimalkan kinerja perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk
mengendalikan pihak manajemen melalui proses pengawasan secara
efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Cornett et al. (2006)
51
dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), menemukan adanya bukti yang
menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku para
manajer. Sehingga tindakan pengawasan atau monitoring tersebut dapat
mendorong manajer untuk lebih berorientasi kepada kepentingan
pemegang saham dan mengurangi tindakan oportunis yang hanya
mementingkan kepentingan sendiri. Dapat disimpulkan disini kepemilikan
institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba yang bersifat
oportunis.
2. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba
Manajemen laba amat ditentukan oleh motivasi manajer
perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan tingkat manajemen
laba yang berbeda, seperti antara manajer yang tidak sebagai pemegang
saham, dengan manajer yang sekaligus sebagai pemegang saham. Hal
tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang
manajer akan terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dengan
porsi kepemilikan seorang manajer terhadap saham di perusahaannya,
maka diharapkan manajer akan lebih dapat bertindak secara bijak dan arif
dalam mengambil suatu keputusan, khususnya keputusan dalam memberi
informasi yang sebenarnya mengenai kondisi perusahaan, tidak hanya
mementingkan kepentingan sebagai manajer, karena dalam hal ini mereka
juga merupakan pihak pemegang saham. Oleh karena itu, persentase
52
tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung
mempengaruhi tindakan manajemen laba.
3. Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen dengan
Manajemen Laba
Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi oleh
pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain,
dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun
hubungan kekeluargaan, FCGI (2001) dalam Wijayanti (2009). Tujuan
menghadirkan seorang komisaris independen adalah sebagai penyeimbang
pengambilan keputusan dalam susunan keanggotaan dewan komisaris
serta menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen (terutama CEO) dalam
pengelolaan perusahan melalui fungsi pengawasannya, Amirudin (2004)
dalam Wijayanti (2009).
Regulator di Indonesia telah menekankan pentingnya peranan
pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen dalam
mewujudkan good corporate governance. Peraturan Pencatatan Efek BEI
Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Kriteria Komisaris Independen,
dimana perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki dewan
komisaris independen dengan jumlah komisaris independen minimum
30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Bapepam juga menerbitkan
Surat Edaran (SE-03/PM/2000) dalam Wijayanti (2009) yang
menghimbau agar emiten dan perusahaan publik mempunyai komite audit
dan harus memiliki sekurang-kurangnya satu komisaris independen. Bank
53
Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank IndonesiaNo.8/4/PBI/2006
dalam Wijayanti (2009) tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur keberadaan dewan
komisaris independen sebesar minimal lima puluh persen (50%) dari
seluruh dewan komisaris
Sehingga diharapkan dengan adanya dewan komisaris yang
independen dapat mempengaruhi kecenderungan terjadinya kecurangan
laporan keuangan melalui praktek manajemen laba. Luasnya pengaruh
tersebut juga ditentukan oleh karakteristik dewan, khususnya proporsi
dewan komisaris independen dalam perusahaan. Proporsi dewan komisaris
yang independen di perusahaan dapat memberikan kontribusi yang efektif
terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas
atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono,
2005).
4. Hubungan Keberadaan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu,
komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah
pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001 dalam
Nasution dan Setiawan (2007), keanggotaan komite audit terdiri dari
sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota
komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota
54
komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 dalam Nasution dan
Setiawan (2007) yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan
membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain :
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan,seperti laporan
keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan
perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal.
4. Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.
5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten.
6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Penelitian mengenai komite audit diantaranya penelitian oleh
Fitriasari (2007) yang menganalisis pengaruh aktivitas dan financial
literacy komite audit terhadap manajemen laba. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa efektivitas komite audit yang diukur dengan indeks
55
komite audit memberikan hasil bahwa efektivitas komite audit dari sisi
input dan prosesnya terbukti
tidak bisa membuat jenis manajemen laba yang dilakukan perusahaan
menjadi lebih efisien. Aktivitas rapat komite audit dengan auditor eksternal
memberikan hasil yang tidak konklusif, yang kemungkinan karena adanya
multikolinearitas dalam model. Namun apabila aktivitas rapat ini
diinteraksikan dengan akrual diskresioner dan diuji secara individual maka
aktivitas rapat ini terbukti dapat meningkatkan manajemen laba perusahaan
menjadi lebih efisien.
Veronica dan Utama (2005) dalam penelitiannya mengenai
dampak mekanisme corporate governance terhadap pengelolaan laba
memberikan hasil bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba perusahaan. Kalbers & Fogarty (1993) dalam
Fitriasari (2007) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi
keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1)
kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3)
kualitas/kompetensi anggota komite audit. Effendi (2005) dalam Fitriasari
(2007) menambahkan masalah komunikasi dengan komisaris, direksi,
auditor internal dan eksternal serta pihak lain sebagai aspek yang penting
dalam keberhasilan kerja komite audit. Dengan kewenangan,
independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin
dengan pihak-pihak terkait , diharapkan fungsi dan peran dari komite audit
56
lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi
kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang oportunistik.
Gambar 2.1
Model Penelitian
57
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Manajerial
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Manajemen Laba
Keberadaan Komite Audit
Ha1. Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba
Ha2. Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba
Ha3. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen
laba
Ha4. Keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.
Ha5. Mekanisme Corporate Governance dalam hal ini kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen, keberadaan komite audit secara bersama-sama berpengaruh
terhadap manajemen laba.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pusat Referensi Pasar Modal atau
Capital Market Reference Center dengan mengambil data keuangan
perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2008. Penelitian ini
merupakan penelitian kausal karena tujuan penelitian ini adalah meneliti
hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen terhadap
variabel dependen. Konsep indikator mekanisme corporate governance atau
dalam hal ini merupakan variabel independen, peneliti membatasi pada
indikator kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris, dan keberadaan komite audit. Penelitian ini dibatasi dengan
menganalisa laporan tahunan perusahaan pada tahun 2005-2008 .
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005-2008. Penelitian ini
menggunakan laporan keuangan per 31 Desember 2007 sampai dengan 31
Desember 2008 sebagai sampel. Tahun 2005-2008 dipilih karena
menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal Indonesia. Dengan 58
menggunakan kondisi yang relatif baru diharapkan hasil penelitian akan lebih
relevan untuk memahami kondisi yang aktual di Indonesia.
Metode sampel yang diterapkan adalah metode purposive sampling.
Alasan penggunaan metode purposive (judgment) sampling didasari
pertimbangan agar sampel data yang dipilih memenuhi kriteria untuk diuji.
Perusahaan sampel diseleksi dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan perbankan yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek
Indonesia untuk periode 2005-2008.
2. Menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 31 Desember 2005-2008
yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
3. Data yang tersedia lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada
publikasi periode 31 Desember 2005-2008), baik data mengenai indikator
mekanisme corporate governance perusahaan yang digunakan dalam
penelitian ini dan data yang diperlukan untuk mendeteksi manajemen laba.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), dan
jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang berhubungan dengan tujuan
penelitian.
59
2. Sumber dan teknik pengumpulan data
Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Sumber data
diperoleh dengan mendownload di situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).
Secara rinci, data laporan keuangan yang dipergunakan dalam penelitian
ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Persentase kepemilikan saham institusional dari seluruh saham yang
beredar.
2. Persentase kepemilikan saham manajerial dari seluruh saham yang
beredar.
3. Persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan
(komisaris independen) dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris
perusahaan.
4. Keberadaan komite audit (jumlah anggota komite audit).
D. Metode Analisis Data
Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software
pengolah data statistik SPSS Ver.14. Sedangkan untuk tahapan analisis data
terlebih dahulu harus dilakukan uji persyaratan data, yakni dengan melakukan
uji asumsi klasik normalitas dan homogenitas data. Setelah data terbukti
60
bersifat normal dan homogen barulah dapat dilakukan analisis data dengan
menggunakan model analisis regresi berganda :
1. Model Analisis
Pengujian hipotesis pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap manajemen laba (Ha1,Ha2,Ha3,Ha4) digunakan alat regresi
berganda. Model persamaan regresi tersebut sebagai berikut :
DA = βo + β1INSTOWN + β2MGROWN + β3BOARDINDP +
β4AUDCOMT + e
Keterangan :
DA = Discretionnary Accruals
INSTOWN = Kepemilikan institusional
MGROWN = Kepemilikan manajerial
BORDINDP = Proporsi dewan komisaris independen
AUDCOMT = Keberadaan komite audit
β o = Konstanta
β1 - β4 = Koefisien Regresi
e = error
2. Metode Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
61
Penggunaan metode statistik deskriptif memiliki tujuan untuk
memberikan gambaran atau deskripsi suatu data, yang diantaranya dilihat
dari rata-rata, dan standar deviasi (Ghozali, 2006). Analisa ini
mendeskripsikan data sampel yang telah terkumpul tanpa membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
b. Pengujian Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel dependen dan variabel independen
mempunyai distribusi data normal atau tidak dengan menggunakan
Normal P-P Plot. Model regresi yang baik adalah adalah mempunyai
distribusi normal atau mendekati normal. Jika data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola
distribusi normal, sehingga model regresi memenuhi asumsi
normalitas (Ghozali, 2006)
2) Uji Multikolinearitas
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas dalam penelitian ini menggunakan Tolerance and
Variance Inflation Factor atau VIF. Jika VIF < 10 dan nilai tolerance
tidak kurang dari 0,1 maka variabel tersebut tidak mempunyai
persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas yang lainnya.
3) Uji Autokorelasi
62
Uji autokorelasi ini ditujukan untuk mengidentifikasi adanya
korelasi antara kesalahan pengganggu yang terjadi antar periode yang
diujikan dalam model regresi. Adapun kriteria untuk uji Durbin-
Watson (Ghozali, 2006) adalah:
DW < -2 = ada autokorelasi positif
-2 < DW < 2 = tidak ada autokorelasi
DW > 2 = ada autokorelasi negatif
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual atau pengamatan
ke pengamatan yang lain dengan menggunakan grafik Scatterplot.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas
(Ghozali, 2006). Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola
tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
tertatur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
mengindikasikan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak
ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2006).
c. Pengujian Hipotesis
1) Uji Individu (t- Statistik)
63
Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual yaitu: biaya kesejahteraan
karyawan dan biaya untuk komunitas dalam menerangkan variasi
variabel dependen, yaitu kinerja keuangan. Untuk dapat mengetahui
apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing
independen terhadap variabel dependen, maka nilai signifikan t
dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. Apabila sig t lebih
besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Demikian pula sebaliknya jika sig t
lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima. Bila Ha diterima ini berarti ada
pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2006)
2) Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)
Analisis regresi secara multivariate dengan menggunakan
metode uji-F dengan taraf signifikansi 5% untuk mengetahui
pengaruh seluruh variabel independen secara serentak atau simultan
terhadap variabel dependen. Uji F dilakukan dengan tujuan untuk
menguji apakah keseluruhan variabel independen mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap 1 variabel dependen.
Menurut Ghozali (2006) dapat disimpulkan bahwa jika nilai
signifikan > 0,05 maka Ha ditolak, namun jika nilai signifikasi < 0,05
maka Ha diterima.
3) Koefisien Determinasi (R2)
64
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur persentase
variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh semua variabel bebasnya.
Untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas, digunakan
adjusted R2 sebagai koefisien determinasi, Santoso (2004).
Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 dan 1 (0< R2<1),
dimana semakin tinggi nilai R2 suatu regresi atau semakin mendekati
1, maka hasil regresi tersebut semakin baik. Hal ini berarti variabel-
variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel terikat. Kelemahan mendasar
penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah
variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan
satu variabel bebas maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat. Oleh karena itu digunakanlah adjusted R2 pada saat
mengevaluasi model regresi. Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat
naik atau turun apabila satu variabel bebas ditambahkan ke dalam
model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif,
walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati
(2003) jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif, maka
nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2
= 1 maka adjuste 1 R2 = R2 = 1 sedangkan jika nilai R2 = 0 maka
adjusted R2 = (1-k) / (n-k). Jika k > 1, maka adjusted R2 akan berniali
negatif.
65
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya
1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang
dimiliki oleh institusi, Beiner et al. (2003) dalam Kirana (2007). Dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah
saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar.
2. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh
pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola,
Boediono (2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan
manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar.
3. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan, Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007). Proporsi dewan komisaris independen
66
diukur menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang
berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris
perusahaan.
4. Keberadaan Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Selain itu,
komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah
pengendalian. Komite audit dapat diukur dengan mencatat jumlah anggota
komite audit yang ada di perusahaan tersebut.
5. Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan
(penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut, Ubadah
et al. (2008). Ukuran manajemen laba pada penelitian ini adalah nilai
absolut discretionary accrual (DA) yang dideteksi dengan menggunakan
model modifikasi Jones. Digunakan nilai absolut karena yang menjadi
perhatian dalam penelitian ini adalah besaran dari pengelolaan laba
(discretionary accrual) tersebut, bukan arahnya yang positif atau negatif,
Veronica dan Utama (2005). Dalam penelitian ini variabel manajemen
laba menggunakan skala pengukuran rasio.Penggunaan discretionary
67
accrual sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan
Modified Jones Model, Dechow et al. (1995) dalam Ujiyantho dan
Pramuka (2007). Model Modified Jones yang merupakan perkembangan
dari model Jones dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik
dibandingkan dengan model-model lainnya. Model Perhitungannya
sebagai berikut :
TACCit = EBXTit – OCFit
TACCit/TAi,t-1 = 1(1/TAi,t-1) + 2((REVit-RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit
/TAi,t-1)
Dari persamaan regresi diatas, NDACC dapat dihitung dengan
memasukkan kembali koefisien-koefisien.
NDACCit = 1(1/TAi,t-1) + 2((REVit-RECit)/TAi,t-1) + 3(PPEit/ TAi,t-1)
DACCit = (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit
Keterangan :
TACCit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t.
EBXTit = Earning Before Extraordinary Items perusahaan i pada periode ke t.
OCFit = Operating Cash Flow perusahaan i pada periode ke t.
TAi,t-1 = Total Aktiva perusahaan i pada periode t-1.
REVit = Revenue perusahaan i pada periode ke t.
RECit = Receivable perusahaan i pada periode ke t.
68
Tabel 3.1
Pengukuran Variabel
Variabel Pengukuran Skala
Dependen Manajemen Laba
Discretionary accrual Rasio
Independen
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan manajerial
Proporsi dewan komisaris independen
Komite Audit
Persentase jumlah kepemilikan saham institusional dari seluruh saham yang beredar Persentase jumlah kepemilikan saham manajerial dari seluruh saham yang beredar Persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. Jumlah anggota komite audit perusahaan
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
69
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Pada tahun 2005-2008, perusahaan yang terdaftar dan go public di BEI
sejumlah 436 perusahaan. Dari 436 perusahaan tersebut diambil sampel secara
purposive sampling, kemudian diperoleh sampel sejumlah 22 perusahaan.
Tabel 4.1 merupakan rincian sampel yang berhasil diperoleh.
Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian
Kriteria
Total
Perusahan yang terdaftar di BEI 436 Perusahaan non perbankan (406) Perusahaan dengan data tidak lengkap (8) Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria
22
Sumber:Data Sekunder yang diolah
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 22
perusahaan,yaitu:
Tabel 4.2 Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No Kode NamaPerusahaan
1 INPC PT Bank Artha Graha International Tbk. 2 BBKP PT Bank Bukopin Tbk. 3 BNBA PT Bank Bumi Arta Tbk. 4 BABP PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 5 BBCA PT Bank Central Asia Tbk. 6 BCIC PT Bank Century Tbk.
70
7 BDMN PT Bank Danamon Tbk. 8 BEKS PT Bank Eksekutif International Tbk.
Tabel 4.2 (Lanjutan) Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No Kode Nama Perusahaan 9 BNII PT Bank International Indonesia Tbk. 10 BKSW PT Bank Kesawan Tbk. 11 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 12 MAYA PT Bank Mayapada International Tbk. 13 MEGA PT Bank Mega Tbk. 14 BBNI PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 15 BNGA PT Bank CIMB Niaga Tbk. 16 NISP PT Bank OCBC NISP tbk. 17 BBNP PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 18 PNBN PT Bank PAN Indonesia Tbk. 19 BNLI PT Bank Permata Tbk. 20 BBRI PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 21 BSWD PT Bank Swadesi Tbk. 22 BVIC PT Bank Victoria International Tbk. Sumber : Data sekunder yang diolah
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
1. Variabel Depeden (Manajemen Laba)
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Ukuran manajemen
laba pada penelitian ini adalah nilai absolut discretionary accrual (DA)
yang dideteksi dengan menggunakan model modifikasi Jones. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 22 perusahaan sektor
perbankan yang terdaftar di BEI ( times series untuk 4 tahun ).
71
Pada tabel 4.2 dapat diketahui rata-rata Descrectionary Accrual
(DA) sebagai indikator manajemen laba pada perusahaan sektor perbankan
yang menjadi objek penelitian, dengan periode observasi tahun 2005
sampai dengan tahun 2008.
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Discretionary Accrual
D
Perusahaan
Perbankan
2005 2006 2007 2008
Rata-rata
0.48 0.47 0.57 0.60
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tren rata-rata discretionary
accrual pada perusahaan perbankan meningkat, meskipun sempat terjadi
penurunan di tahun 2005 ke tahun 2006. Nilai rata-rata discretionary
accrual tertinggi berada di tahun 2008, yakni sebesar 0,60. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa tingkat manajemen laba tergolong cukup tinggi,
karena masih jauh dari titik nol.
2. Variabel Independen (Kepemilikan Institusional, kepemilikan
Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen)
a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang
dimiliki oleh suatu institusi, semakin besar kepemilikan oleh institusi
keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan
institusi keuangan untuk mengawasi manajemen, sehingga dapat
meminimalkan tindakan manajemen laba.
72
Pada tabel 4.3 ditunjukkan nilai kepemilikan saham yang
dimiliki oleh institusi dengan periode obervasi tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008.
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional
73
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah )
Perusahaan
Perbankan
2005 2006 2007 2008
Rata-rata 0.65 0.64 0.65 0.69
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kecenderungan kepemilikan
nilai saham oleh institusi cenderung meningkat, dimulai dari tahun
2005, nilai rata-rata kepemilikan saham institusional sebesar 65% dan
kemudian meningkat hingga di akhir periode penelitian, yakni di tahun
2008 sebesar 69%.
b. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan persentase tertentu
kepemilikan saham oleh pihak manajemen di suatu perusahaan yang
dikelolanya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan
manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar.
Tabel 4.4 menunjukkan tingkat atau persentase kepemilikan
saham oleh manajer di tahun penelitian, yakni tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008.
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Kepemilikan Manajerial
Perusahaan
Perbankan
2005 2006 2007 2008
Rata-rata 0.17 0.24 0.22 0.15
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dapat dilihat pada tabel 4.4 rata-rata kepemilikan saham oleh
pihak manajemen yang paling tinggi berada di tahun 2006 sebesar 24%
dan rata-rata terendah kepemilikan manajerial ada di tahun 2008, yakni
sebesar 15%.
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi
dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan
komisaris lain, dan perusahaan sendiri baik dalam bentuk hubungan
bisnis maupun kekeluargaan.
Pada tabel 4.5 menunjukkan jumlah dewan komisaris yang
independen dalam suatu perusahaan di sektor perbankan dalam tahun
penelitian 2005-2008.
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen
Perusahaan
Perbankan
2005 2006 2007 2008
Rata-rata 0.27 0.28 0.36 0.37
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata anggota dewan komisaris
yang independen di suatu perusahaan jumlahnya cenderung meningkat
74
di setiap periode penelitian. Dimulai dari tahun 2005 dimana rata-rata
porsi dewan komisaris independen di perusahaan sektor perbankan
sebesar 27% dan terus meningkat di akhir periode penelitian, dimana
pada tahun 2008 rata-rata persentase dewan komisaris yang
independen sebesar 37%.
Rata-rata perusahaan perbankan telah memenuhi peraturan
yang diterbitkan oleh Bapepam dan BEI yang mensyaratkan
setidaknya dalam satu perusahaan memiliki dewan komisaris
independen dengan jumlah komisaris independen minimum 30%.
Namun rata-rata perusahaan perbankan di Indonesia belum memenuhi
Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 dalam Wijayanti (2009)
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
yang salah satunya mengatur keberadaan dewan komisaris independen
sebesar minimal lima puluh persen (50%) dari seluruh dewan
komisaris.
d. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan
perusahaan. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya tiga
anggota dan seorang di antaranya komisaris independen perusahaan
tercatat sekaligus menjadi ketua komite. Sebaliknya, pihak lain adalah
pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang
memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan.
75
Pada tabel 4.6 menunjukkan jumlah anggota komite audit di
perusahaan sektor perbankan pada tahun penelitian 2005 sampai
dengan tahun 2008.
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Komite Audit
Perusahaan
Perbankan
2005 2006 2007 2008
Rata-rata 2.09 2.27 3.05 3.50
Sumber : Laporan Tahunan 2005-2008 (data diolah)
Dari tabel 4.6 dapat dilihat rata-rata anggota komite audit
cenderung meningkat. Dimana pada tahun 2005 dan 2006 rata-rata
anggota komite audit perusahaan sektor perbankan sebanyak dua orang
dan meningkat di tahun berikutnya menjadi rata-rata anggota komite
audit sebanyak tiga orang.
Hal tersebut menggambarkan bahwa rata-rata perusahaan
perbankan yang sudah terdaftar di BEI telah memenuhi regulasi
pemerintah dimana berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-
2001 dalam Nasution dan Setiawan (2007), keanggotaan komite audit
terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit.
76
C. Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model berdistribusi data normal atau tidak. Hasil pengujian
normalitas data dengan menggunakan Normal P-Plot dapat dilihat
pada gambar 4.1. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik
data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini sudah terdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi
normalitas.
Gambar 4.1
Grafik Normality Probability Plot
Sumber: Data sekunder yang diolah
77
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Untuk menguji ada tidaknya korelasi antara
variabel bebas digunakan metode Tolerance and Variance Factor atau
VIF.
Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance
Inflation Factor) dan tolerance. Regresi yang terbebas dari problem
multikolinearitas apabila nilai VIF <10 dan tolerance >0,10, maka data
tersebut tidak ada multikolinearitas.
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah
Colinearity Statistic Model
Tolerance VIF
Kesimpulan
Kepemilikan Institusional 0.938 1.066 Tidak terjadi multikolinearitas
Kepemilikan Manajerial 0.994 1.066 Tidak terjadi multikolinearitas
Proporsi Dewan Komisris Independen
0.797 1.254 Tidak terjadi multikolinearitas
Komite Audit 0.772 1.295 Tidak terjadi multikolinearitas
Dari tabel 4.7 terlihat bahwa tidak ada korelasi yang cukup
tinggi antar variabel independen sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
terjadi multikolinearitas.
78
Hasil perhitungan nilai tolerance pada tabel 4.7 juga
menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki
nilai kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang
sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih
dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas
antar variabel independen dalam model regresi.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 ( sebelumnya ). Uji
autokorelasi menggunakan pengujian Durbin-Watson ( DW ).
Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi
Model R R
Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Change Statistics Durbin-Watson
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .328(a) .108 .065 .23401 .108 2.501 4 83 .049 1.285a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA Sumber: Data sekunder yang diolah
Adapun kriteria untuk uji Durbin-Watson (Ghozali, 2006) adalah:
DW < -2 = ada autokorelasi positif
-2 < DW < 2 = tidak ada autokorelasi 79
DW > 2 = ada autokorelasi negatif
Dari tabel 4.8 diperoleh nilai DW sebesar 1,285, hal ini berarti
bahwa tidak ada autokorelasi karena nilai terletak pada -2 < DW < 2.
d. Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.2 merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan
menggunakan grafik scatterplot untuk data mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi manajemen laba kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan
komite audit.
Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan uji tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan
bahwa model regresi ini tidak mengalami problem heteroskedastisitas.
80
2. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Uji Individu (t – Statistik)
Adapun uji yang dilakukan sebelum membuat suatu hipotesis
adalah uji korelasi dan regresi berganda. Dalam pengolahan data
dengan menggunakan regresi linear berganda, dilakukan beberapa
tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Data yang telah memenuhi keempat uji asumsi
klasik, maka dapat dilakukan pengujian lanjut dengan regresi berganda.
Tabel 4.10
Hasil Uji Parameter Individual (Uji Statistik t)
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part
Tolerance VIF
1 (Constant) .276 .089 3.083 .003 KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL
.220 .099 .238 2.226 .029 .244 .237 .231 .938 1.066
KEPEMILIKAN MANAJERIAL .060 .189 .033 .317 .752 .028 .035 .033 .994 1.006
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN
.030 .019 .179 1.545 .126 .194 .167 .160 .797 1.254
KOMITE AUDIT .009 .015 .071 .601 .550 .193 .066 .062 .772 1.295
Tabel 4.8 merupakan hasil pengujian antara variabel dependen
manajemen laba dengan variabel independen secara individu/parsial
yang dilakukan uji t. Hasil dari pengujian tersebut adalah:
81
1) Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Institusional Terhadap
Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel kepemilikan institusional
mempunyai angka signifikasi 0,029 lebih kecil dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) dan
penelitian Cornett et al. (2006). Temuan ini menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme
corporate governance yang dapat menekan praktik manajemen
laba.
Emiten yang dianalisis dalam penelitian ini termasuk
memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada suatu
institusi yang memiliki porsi saham cukup besar yang
mencerminkan kekuasaan. Menurut Boediono (2005) dengan
kepemilikan saham yang tinggi, institusi mempunyai kemampuan
untuk melakukan intervensi terhadap jalannya perusahaan dan
mengatur proses penyusunan laporan keuangan.
Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih
daripada investor individual untuk mendapatkan informasi. Selain
itu, investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk
melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di
dalam perusahaan (Zarkasyi, 2008).
82
Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan
oleh institusi-institusi lain akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal serta dapat meningkatkan
akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih
hati-hati dalam pengambilan keputusan
2) Hasil Pengujian Variabel Kepemilikan Manajerial Terhadap
Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial
mempunyai angka signifikasi 0,752 lebih besar dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten terhadap penelitian
Boediono (2005) dan penelitian Isnanta (2008). Namun, hasil
penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007). Jika dilihat dari pola
hubungan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba yang
positif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat
kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi besaran
manajemen laba pada laporan (Boediono, 2005).
Tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga
dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan
manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi
sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk
83
mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah
pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan bagi para pemegang
saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer (Isnanta,
2008).
3) Hasil Pengujian Variabel Proporsi Dewan Komisaris
Terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris
indepeden mempunyai angka signifikansi 0,126 lebih besar dari
0,05. Hal ini berarti bahwa proporsi dewan komisaris independen
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wijayanti (2009), penelitian Veronica dan Utama
(2005), dan juga penelitian yang dilakukan oleh Isnanta (2008).
Beberapa alasan proporsi dewan komisaris independen
tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba adalah
terdapat bukti empirik yang menunjukkan rata-rata proporsi dewan
komisaris independen pada periode penelitian relatif rendah, yaitu
sebesar 27% di tahun 2005, 28% di tahun 2006, 36% di tahun
2007, dan terakhir sebesar 37% di tahun 2008. Sehingga, secara
kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi keputusan dewan komisaris. Proporsi dewan
komisaris independen tersebut juga belum memenuhi syarat
Peraturan Bank Indonesia No 8/4/PBI/2006 tentang Good
84
Corporate Governance yang mengharuskan minimum proporsi
dewan komisaris independen sebesar 50%.
Alasan kedua, menurut Effendi (2008) dalam Wijayanti
(2009) terdapat kendala yang cukup menghambat kinerja
komisaris independen karena sebagian komisaris independen masih
lemah kompetensi dan integritasnya. Hal ini menurut Wijayanti
(2009) dapat terjadi karena pengangkatan komisaris independen
sebagian hanya didasarkan atas penghargaan semata, adanya
hubungan keluarga, atau kenalan dekat (nepotisme).
Alasan ketiga, menurut Boediono (2005), ada
kemungkinan penempatan atau penambahan anggota dewan dari
luar perusahaan hanya sekedar memenuhi ketentuan regulasi saja
dan tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate
Governance dalam perusahaan, sementara pemegang saham
mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan penting
sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan bisa menurun.
4) Hasil Pengujian Variabel Komite Audit Terhadap Manajemen
Laba
Hasil pengujian variabel komite audit mempunyai angka
signifikansi 0,550 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti komite audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten terhadap hasil penelitian Veronica
dan Utama (2005) dan hasil penelitian Fitriasari (2007), namun
85
kontradiktif dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Nasution dan Setiawan (2007).
Beberapa alasan mengapa komite audit terbukti belum
dapat menekan praktek manajemen laba adalah dikarenakan
pengangkatan komite audit masih sebatas pemenuhan regulasi saja,
belum benar-benar dimaksudkan untuk menegakkan praktek good
corporate governance. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-
008/BEJ/12-2001 dalam Nasution dan Setiawan (2007),
keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga
orang termasuk ketua komite audit.
Berdasarkan analisis deskriptif penelitian, rata-rata jumlah
anggota komite audit di perusahaan perbankan yang sudah go
public pada tahun 2005 dan 2006 sebanyak dua orang, jumlah
tersebut belum memenuhi ketentuan dari regulasi yang ditetapkan,
yakni sebanyak minimal tiga orang. Jumlah anggota komite audit
yang telah memenuhi ketentuan terlihat pada periode penelitian
tahun 2007 dan 2008, dimana perusahaan perbankan yang sudah go
public rata-rata telah memiliki jumlah anggota komite audit
sebanyak tiga orang. Hal ini menunjukkan perusahaan perbankan
yang sudah go public baru memenuhi ketentuan berkaitan dengan
jumlah anggota komite audit yang semestinya di dua tahun terakhir
saja. Periode kerja dirasa masih terlalu singkat sehingga belum
efektif dalam melakukan tindakan monitoring di perusahaan.
86
b. Uji Regresi Simultan (Uji Statistik F)
Analisis regresi secara multivariate dengan menggunakan
metode uji-F dengan taraf signifikansi 0,05 untuk mengetahui
pengaruh seluruh variabel independen secara serentak atau simultan
terhadap variabel dependen.
Tabel 4.11 Hasil Uji Anova
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Regression .548 4 .137 2.501 .049(a)Residual 4.545 83 .055
1
Total 5.093 87 a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai signifikasi sebesar 0,049
yang memiliki nilai lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, dan komite audit secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Ujiyantho dan Pramuka (2005), dimana dalam penelitian tersebut
variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan
proporsi dewan komisaris independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap manajemen laba.
87
c. Uji Koefisien determinasi ( R2 )
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Tabel 4.12 Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,328(a) ,108 ,065 ,23401
a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R
Square adalah sebesar 0,065, hal ini berarti 6,5% variabel manajemen
laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan
komite audit. Sedangkan sisanya (100% - 6,5% = 93,5%) dijelaskan
oleh faktor-faktor lain diluar penelitian ini. Angka koefisien korelasi
(R) pada tabel 4.10 sebesar 0,328 menunjukkan bahwa hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen adalah lemah
karena memiliki nilai koefisien korelasi di bawah 0,5.
Lemahnya hubungan antara kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris indepeden, dan
komite audit sebagai salah satu indikator corporate governance
dikarenakan rata-rata kepemilikan manajerial di suatu perusahaan yang
88
menjadi objek penelitian masih tergolong rendah. Proporsi komisaris
independen yang tinggi dan keberadaan komite audit tidak terbukti
dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan.
Ada beberapa penjelasan atas hal tersebut. Pertama,
pengangkatan komisaris independen dan komite audit oleh perusahaan
mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak
dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG)
di dalam perusahaan. Kedua, ketentuan minimum dewan komisaris
independen sebesar 30% mungkin belum cukup tinggi untuk
menyebabkan para komisaris independen tersebut dapat mendominasi
kebijakan yang diambil oleh dewan komisaris. Jika komisaris
independen merupakan pihak mayoritas (> 50%) maka mungkin dapat
lebih efektif dalam menjalakan peran monitoring dalam perusahaan
(Veronica dan Utama, 2005).
Ketiga, keharusan perusahaan untuk membentuk komite audit
baru ada sejak tahun 2001, sehingga mungkin karena periode kerja
masih terlalu singkat sehingga belum efektif dalam melakukan
tindakan monitoring di perusahaan.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
indikator corporate governance, yakni kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit terhadap
manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun
2005-2008. Dari hasil pengujian terhadap 22 sampel perusahaan dan selama
tahun periode penelitian diperoleh sebagai berikut :
1. Hasil pengujian variabel kepemilikan institusional memiliki angka
signifikansi 0,029 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.
2. Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial memiliki angka
signifikansi 0,752 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba.
3. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen memiliki
angka signifikansi 0,126 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak memiliki
pengaruh terhadap manajemen laba.
4. Hasil pengujian variabel komite audit memiliki nilai signifikansi 0,550
yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa
90
keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen
laba.
5. Hasil pengujian kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit terhadap
manajemen laba memiliki angka signifikansi 0,049 yang berarti lebih kecil
dari 0,05. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit secara
bersama- sama berpengaruh terhadap manajemen laba.
B. Implikasi
1. Bagi dunia usaha, dengan dilakukannya penelitian mengenai penerapan
corporate governance tidak menjadi sebuah beban dalam
mengimplementasikan good corporate governance. Akan tetapi, penerapan
good corporate governance dapat menjadi sebuah strategi perusahaan
untuk mencapai visi dan misi serta keberlangsungan usaha (sustainability)
perusahaan di masa yang akan datang.
2. Bagi investor dan calon investor, dengan dilakukannya penelitian
mengenai penerapan corporate governance dapat dijadikan sebagai
pertimbangan dalam keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan yang
menerapkan corporate governance.
3. Pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat
regulasi khusus terkait penerapan corporate governance oleh perusahaan-
perusahaan besar di Indonesia.
91
4. Bagi dunia pendidikan/akademisi, penelitian ini dapat digunakan untuk
menambah referensi hasil temuan akademik yang berkaitan dengan
penerapan corporate governance terhadap praktik manajemen laba pada
perusahaan.
C. Keterbatasan dan Saran
1. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu variabel corporate
governance diwakilkan oleh kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit.
Dalam penelitian ini karakteristik komisaris independen dan komite audit
secara spesifik tidak disertakan, misalnya kompetensi, keahlian, dan
pengalaman komisaris independen dan komite audit, komunikasi dengan
komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal, serta pihak lain sebagai
aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite audit. Dengan
kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui
pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan
peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat
mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang
oportunistik, Effendi (2005) dalam Fitriasari (2007).
2. Saran
Bertitik tolak pada keterbatasan yang dihadapi peneliti pada studi
ini, maka dapat diberikan beberapa saran dengan maksud untuk
92
meningkatkan mutu penelitian selanjutnya. Untuk itu penelitian
selanjutnya sebaiknya :
1. Menambah periode penelitian menjadi lebih panjang agar efek dari
mekanisme corporate governence dapat lebih dirasakan dalam
mengurangi manajemen laba di perusahaan.
2. Menambahkan sampel perusahaan dengan tidak hanya meneliti pada
perusahaan sektor perbankan.
3. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel
kontrol lain yang lebih berpengaruh terhadap manajemen laba misalnya
profitabilitas dan ukuran perusahaan.
4. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan karakteristik
dewan komisaris yang lain misalnya kompetensi dewan komisaris
independen, frekuensi pertemuan rapat dewan komisaris, kompetensi,
keahlian dan latar belakang pendidikan komite audit, dan pengalaman
komisaris independen.
93
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, Gideon, “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Cornett M., J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H, “Earning Management,Corporate Governance, and True Financial Performance”, Artikel diakses tanggal 23 Desember 2009 dari http:// papers.ssrn.com/ sol3/ papers.cfm?abstract_id=886142,2006.
Endri, “Penerapan Good Corporate Governance Dalam Perbankan Syariah”, Artikel diakses tanggal 20 Januari 2009 dari http:// www.tazkiaonline.com / ? view=articles&id=13&detail=yes,2008
Fitriasari, Debby, “Pengaruh Aktivitas dan Financial Literacy Komite Audit Terhadap Jenis Manajemen Laba”, Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28 Juli 2007, 2007.
Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Menggunakan Program
SPSS”, Semarang : Universitas Diponegoro, 2006.
Hamid, Abdul, “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Isnanta,Rudi, “Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan
Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Artikel diakses tanggal 12 Januari 2010 dari http:// rac.uii.ac.id/ server/ document/ Public/ 2008080708584504312069.pdf,2008.
Kartikawati, “Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan”, Artikel diakses tanggal 20 Desember 2009 dari http://hana3.wordpress.com/2009/05/17/pengaruh-kepemilikan-institusional- terhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/,2009.
Khomsiyah, Deni Darmawati, dan Rika Gelar Rahayu, “Hubungan
CorporateGovernance dan Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi VII,IAI,2004.
94
Kirana,Ani, “Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost”, Artikel diakses tanggal 21 Desember 2008 dari http://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2007/11/02/pengaruh-corporate governance-dan-struktur-kepemilikan-terhadap-agency-costs/,2007.
Mayangsari,Sekar, “Manajemen Laba dan Motivasi Manajemen”, Media Riset
Akuntansi, Auditing dan Informasi Vol 1, No.2 Agustus 2001,2001. Mursalim, “Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada
Investor di BEJ”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI,2005.
Nasution,Marihot.,dan Doddy Setiawan., “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”, Simposium Nasional Akuntansi 10 Unhas Makassar 26-28 Juli 2007, 2007.
Rahmawati, Yocob Suparno, dan Nurul Qomariyah, “Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi IX Padang 23-26 Agustus 2006, 2006.
Sabang,Iskandar, “Manajemen Laba” , Artikel diakses tanggal 11 Januari 2009 dari http :/ / sabangiskandar.blogspot.com/ 2007/ 09 / manajemen - laba. html,2007.
Santoso, Singgih, “SPSS Statistik Parametrik”, PT Elex Media
Komputindo:Jakarta,2007. Scott,William, “Financial Accounting Theory.Second Edition”, Canada:Prentice
Hall,2000. Suaryana,Agung, “Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”, Artikel
diakses tanggal 12 Januari 2010 dari http://ejournal.unud.ac.id, 2008. Indra, Surya dan Ivan Yustiavandana, “Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha.Edisi Pertama”, Jakarta:Kencana Media Group, 2008.
95
96
Ubadah,saad, Hirvan, Abraham Firdaus, Alfian, “Analisis Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Relevansi Fluktuasi Harga Saham”, Presentasi Proposal Skripsi Kelompok Akuntansi Manajemen 6 Juni 2008, 2008.
Ujiyantho,Arief, “Asimetri Informasi dan Manajemen Laba:Suatu Tinjauan
dalam Hubungan Keagenan”, Artikel diakses tanggal 25 Februari 2009 dari http://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-pricipal-agent-theory/muh-arief-ujiyantho/,2007.
Ujiyantho,Arief dan Bambang Agus Pramuka, “Mekanisme Corporate
Governance,Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28 Juli 2007,2007.
Veronica, Sylvia, dan Siddharta Utama, “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba(Earnings Management)”, Simposium Nasional Akuntansi VIII,IAI, 2005,2005.
Wijayanti, “Peranan Dewan Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek
Manajemen Laba pada Sektor Perbankan Publik di Indonesia”, Artikel diakeses tanggal 10 Januari 2010 dari http:// www.scribd.com/ doc /24700005 /Peranan-Dewan-Komisaris-InDepend-En-Dalam Mengurangi-Praktek-Manajemen-Laba-Pada-Sektor-Perbankan-Publik-Di-Indonesia,2009.
Wolfensohn,James D, “Pengertian dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance”, Artikel diakses tanggal 16 Oktober 2008 dari http://madani-ri.com/files/Bab%201%GCG.doc,1999.
Yohanes, “Ringkasan Audit BPK Atas Kasus Bank Century”, Artikel diakses
tanggal 10 Januari 2010 dari http:// www.facebook.com/ topic.php?uid =18589022499&topic=11499,2009.
Zarkasyi,Wahyudin Moh, “Good Corporate Governance pada Badan Usaha
Manufaktur,Perbankan, dan Jasa Keuangan Laninnya”, Bandung:Alfabeta CV, 2008.
97
Lampiran 1 : Nama-nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian Periode 2005-2008
No Indeks Nama Perusahaan 1 INPC PT Bank Artha Graha International Tbk. 2 BBKP PT Bank Bukopin Tbk. 3 BNBA PT Bank Bumi Arta Tbk. 4 BABP PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 5 BBCA PT Bank Central Asia Tbk. 6 BCIC PT Bank Century Tbk. 7 BDMN PT Bank Danamon Tbk. 8 BEKS PT Bank Eksekutif International Tbk. 9 BNII PT Bank International Indonesia Tbk. 10 BKSW PT Bank Kesawan Tbk. 11 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 12 MAYA PT Bank Mayapada International Tbk. 13 MEGA PT Bank Mega Tbk. 14 BBNI PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 15 BNGA PT Bank CIMB Niaga Tbk. 16 NISP PT Bank OCBC NISP tbk. 17 BBNP PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 18 PNBN PT Bank PAN Indonesia Tbk. 19 BNLI PT Bank Permata Tbk. 20 BBRI PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 21 BSWD PT Bank Swadesi Tbk. 22 BVIC PT Bank Victoria International Tbk.
Lampiran 2 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2005 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) KA
1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.99 0.00 0.43 0 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.86 0.00 0.50 3 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 3 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.15 0.00 0.50 2 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.50 0 6 PT Bank Century Tbk 0.42 0.30 0.60 3 7 PT Bank Danamon Tbk 0.76 0.01 0.00 0 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 1.00 0 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.68 0.00 0.40 5 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.90 0.00 0.33 2 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.43 5 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.82 0.45 0.00 3 13 PT Bank Mega Tbk. 0.57 0.00 0.33 3 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.97 0.05 0.00 0 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.04 0.00 0.56 3 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.79 0.00 0.30 0 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.63 0.00 0.33 0 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.74 0.00 0.67 3 19 PT Bank Permata Tbk. 0.98 0.00 0.30 4 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.43 5 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.79 0.02 0.00 2 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.48 0.00 0.00 0 Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen KA (Komite Audit)
98
Lampiran 3: Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2006 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) KA
1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.99 0.00 0.43 0 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.86 0.00 0.43 3 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 3 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.06 0.00 0.29 3 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 0 6 PT Bank Century Tbk 0.42 0.00 0.43 3 7 PT Bank Danamon Tbk 0.76 0.00 0.00 0 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 0.29 0 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.62 0.00 0.71 5 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.64 0.00 0.14 2 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.43 5 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.82 0.45 0.00 3 13 PT Bank Mega Tbk. 0.52 0.00 0.29 3 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.97 0.05 0.00 0 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.37 0.00 0.57 4 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.80 0.15 0.43 0 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.41 0.00 0.14 0 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.71 0.00 0.29 3 19 PT Bank Permata Tbk. 0.98 0.00 0.43 5 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.43 5 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.89 0.02 0.00 0 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.60 0.00 0.00 3 Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
99
Lampiran 4 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2007 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) KA
1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.02 0.00 0.29 3 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.58 0.00 0.43 0 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.73 0.00 0.00 3 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.73 0.00 0.29 3 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 3 6 PT Bank Century Tbk 0.45 0.00 0.14 3 7 PT Bank Danamon Tbk 0.74 0.04 0.57 0 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.53 0.29 0 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.69 0.00 0.71 5 10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.89 0.00 0.14 2 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.83 0.00 0.71 5 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.91 0.00 0.00 3 13 PT Bank Mega Tbk. 0.55 0.00 0.29 3 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.92 0.04 0.43 7 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.58 0.00 0.43 4 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.80 0.00 0.57 5 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.87 0.00 0.43 0 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.75 0.00 0.29 3 19 PT Bank Permata Tbk. 0.89 0.00 0.57 3 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.58 0.00 0.57 5 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.93 0.02 0.14 4 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.55 0.00 0.29 3 Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
100
Lampiran 5 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,Proporsi Dewan Komisaris Independen Periode 2008 No Nama Perusahaan KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) KA 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.53 0.00 0.43 3 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.85 0.00 0.43 3 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.91 0.00 0.00 3 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.73 0.00 0.43 4 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.51 0.00 0.43 4 6 PT Bank Century Tbk 0.33 0.00 0.00 2 7 PT Bank Danamon Tbk 0.68 0.00 0.57 3 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.00 0.51 0.29 0 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.98 0.00 0.43 3
10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.72 0.00 0.29 2 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.49 0.00 0.57 4 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.69 0.00 0.00 3 13 PT Bank Mega Tbk. 0.58 0.00 0.29 3 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.92 0.04 0.57 8 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.94 0.00 0.43 7 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.82 0.00 0.57 5 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.91 0.00 0.43 0 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.75 0.00 0.29 3 19 PT Bank Permata Tbk. 0.89 0.00 0.57 4 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.55 0.00 0.57 6 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.93 0.02 0.43 4 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.63 0.00 0.29 3
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit)
101
102
102
Lampiran 6 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2005 No Nama Perusahaan DA 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.71 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.55 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.64 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.59 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.23 6 PT Bank Century Tbk 0.05 7 PT Bank Danamon Tbk 0.61 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.44 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.46
10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.29 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.27 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.67 13 PT Bank Mega Tbk. 0.38 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.34 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.81 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.56 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.49 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.37 19 PT Bank Permata Tbk. 0.99 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.51 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.45 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.28 Keterangan : DA (Discretionary Accrual)
103
Lampiran 7 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2006 No Nama Perusahaan DA
1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.60 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.56 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.02 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.80 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.34 6 PT Bank Century Tbk 0.22 7 PT Bank Danamon Tbk 0.37 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.34 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.40
10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.85 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.32 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.64 13 PT Bank Mega Tbk. 0.14 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.26 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 0.68 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.67 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.40 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.45 19 PT Bank Permata Tbk. 0.84 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.44 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.58 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.51
Keterangan : DA (Discretionary Accrual)
104
Lampiran 8 : Discretionary Accrual PerusahaanPeriode2007 No Nama Perusahaan DA 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.612 PT Bank Bukopin Tbk. 0.613 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.294 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.665 PT Bank Central Asia Tbk. 0.346 PT Bank Century Tbk 0.127 PT Bank Danamon Tbk 0.548 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.479 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.54
10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.5711 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.3712 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.9113 PT Bank Mega Tbk. 0.3814 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.3315 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 1.1516 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.7217 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.5318 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.6419 PT Bank Permata Tbk. 0.8320 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.7221 PT Bank Swadesi Tbk. 0.5822 PT Bank Victoria International Tbk. 0.68 Keterangan : DA (Discretionary Accrual)
105
Lampiran 9 : Discretionary Accrual Perusahaan Periode 2008 No Nama Perusahaan DA 1 PT Bank Artha Graha International Tbk. 0.79 2 PT Bank Bukopin Tbk. 0.66 3 PT Bank Bumi Arta Tbk. 0.40 4 PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. 0.67 5 PT Bank Central Asia Tbk. 0.44 6 PT Bank Century Tbk 0.08 7 PT Bank Danamon Tbk 0.54 8 PT Bank Eksekutif International Tbk. 0.04 9 PT Bank International Indonesia Tbk. 0.56
10 PT Bank Kesawan Tbk. 0.67 11 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 0.46 12 PT Bank Mayapada International Tbk. 0.70 13 PT Bank Mega Tbk. 0.62 14 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 0.53 15 PT Bank CIMB Niaga Tbk. 1.28 16 PT Bank OCBC NISP Tbk. 0.44 17 PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 0.68 18 PT Bank PAN Indonesia Tbk. 0.55 19 PT Bank Permata Tbk. 1.03 20 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 0.72 21 PT Bank Swadesi Tbk. 0.96 22 PT Bank Victoria International Tbk. 0.38 Keterangan : DA (Discretionary Accrual)
106
Lampiran 10 : Variabel Penelitian No Indeks Perusahaan Tahun KI (dalam %) KM (dalam %) PDKI (dalam %) KA DA 1 INPC 2005 0.99 0.00 0.43 0 0.71 2006 0.99 0.00 0.43 0 0.60 2007 0.02 0.00 0.29 3 0.61 2008 0.53 0.00 0.43 3 0.79 2 BBKP 2005 0.86 0.00 0.43 3 0.55 2006 0.86 0.00 0.43 3 0.56 2007 0.58 0.00 0.43 0 0.61 2008 0.85 0.00 0.43 3 0.66 3 BNBA 2005 0.91 0.00 0.00 3 0.64 2006 0.91 0.00 0.00 3 0.02 2007 0.73 0.00 0.00 3 0.29 2008 0.91 0.00 0.00 3 0.40 4 BABP 2005 0.15 0.00 0.29 2 0.59 2006 0.06 0.00 0.29 3 0.80 2007 0.73 0.00 0.29 3 0.66 2008 0.73 0.00 0.43 4 0.67 5 BBCA 2005 0.51 0.00 0.29 0 0.23 2006 0.51 0.00 0.43 0 0.34 2007 0.51 0.00 0.43 3 0.34 2008 0.51 0.00 0.43 4 0.44 6 BCIC 2005 0.42 0.30 0.43 3 0.05 2006 0.42 0.00 0.43 3 0.22 2007 0.45 0.00 0.14 3 0.12 2008 0.33 0.00 0.00 2 0.08 7 BDMN 2005 0.76 0.01 0.00 0 0.61
107
2006 0.76 0.00 0.00 0 0.37 2007 0.74 0.04 0.57 0 0.54 2008 0.68 0.00 0.57 3 0.54 8 BEKS 2005 0.00 0.53 0.29 0 0.44 2006 0.00 0.53 0.29 0 0.34 2007 0.00 0.53 0.29 0 0.47 2008 0.00 0.51 0.29 0 0.04 9 BNII 2005 0.68 0.00 0.57 5 0.46 2006 0.62 0.00 0.71 5 0.40 2007 0.69 0.00 0.71 5 0.54 2008 0.98 0.00 0.43 3 0.56
10 BKSW 2005 0.90 0.00 0.14 2 0.29 2006 0.64 0.00 0.14 2 0.85 2007 0.89 0.00 0.14 2 0.57 2008 0.72 0.00 0.29 2 0.67
11 BMRI 2005 0.83 0.00 0.43 5 0.27 2006 0.83 0.00 0.43 5 0.32 2007 0.83 0.00 0.71 5 0.37 2008 0.49 0.00 0.57 4 0.46
12 MAYA 2005 0.82 0.45 0.00 3 0.67 2006 0.82 0.45 0.00 3 0.64 2007 0.91 0.00 0.00 3 0.91 2008 0.69 0.00 0.00 3 0.70
13 MEGA 2005 0.57 0.00 0.14 3 0.38 2006 0.52 0.00 0.29 3 0.14 2007 0.55 0.00 0.29 3 0.38 2008 0.58 0.00 0.29 3 0.62
14 BBNI 2005 0.97 0.05 0.00 0 0.34 2006 0.97 0.05 0.00 0 0.26
108
2007 0.92 0.04 0.43 7 0.33 2008 0.92 0.04 0.57 8 0.53
15 BNGA 2005 0.04 0.00 0.71 3 0.81 2006 0.37 0.00 0.57 4 0.68 2007 0.58 0.00 0.43 4 1.15 2008 0.94 0.00 0.43 7 1.28
16 NISP 2005 0.79 0.00 0.43 0 0.56 2006 0.80 0.15 0.43 0 0.67 2007 0.80 0.00 0.57 5 0.72 2008 0.82 0.00 0.57 5 0.44
17 BBNP 2005 0.63 0.00 0.14 0 0.49 2006 0.41 0.00 0.14 0 0.40 2007 0.87 0.00 0.43 0 0.53 2008 0.91 0.00 0.43 0 0.68
18 PNBN 2005 0.74 0.00 0.57 3 0.37 2006 0.71 0.00 0.29 3 0.45 2007 0.75 0.00 0.29 3 0.64 2008 0.75 0.00 0.29 3 0.55
19 BNLI 2005 0.98 0.00 0.43 4 0.99 2006 0.98 0.00 0.43 5 0.84 2007 0.89 0.00 0.57 3 0.83 2008 0.89 0.00 0.57 4 1.03
20 BBRI 2005 0.58 0.00 0.43 5 0.51 2006 0.58 0.00 0.43 5 0.44 2007 0.58 0.00 0.57 5 0.07 2008 0.55 0.00 0.57 6 0.72
21 BSWD 2005 0.79 0.02 0.00 2 0.45 2006 0.89 0.02 0.00 0 0.58 2007 0.93 0.02 0.14 4 0.58
2008 0.93 0.02 0.43 4 0.96 22 BVIC 2005 0.48 0.00 0.00 0 0.28 2006 0.60 0.00 0.00 3 0.51 2007 0.55 0.00 0.29 3 0.68 2008 0.63 0.00 0.29 3 0.38
Keterangan : KI (Kepemilikan Institusional) KM (Kepemilikan Manajerial) PDKI (Proporsi Dewan Komisaris Independen) KA (Komite Audit) DA (Discretionary Accrual)
109
Lampiran 11 Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
110
2. Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part
Tolerance VIF
1 (Constant) .276 .089 3.083 .003 KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL .220 .099 .238 2.226 .029 .244 .237 .231 .938 1.066
KEPEMILIKAN MANAJERIAL .060 .189 .033 .317 .752 .028 .035 .033 .994 1.006
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN
.030 .019 .179 1.545 .126 .194 .167 .160 .797 1.254
KOMITE AUDIT .009 .015 .071 .601 .550 .193 .066 .062 .772 1.295a Dependent Variable: DA
3. Uji Heteroskedastisitas
111
112
Lampiran 12 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered Variables Removed Method
1
KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN(a)
. Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: DA Model Summary(b)
Model R R
Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Change Statistics Durbin-Watson
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .328(a) .108 .065 .23401 .108 2.501 4 83 .049 1.285
a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
113
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part
Tolerance VIF
1 (Constant) .276 .089 3.083 .003 KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL .220 .099 .238 2.226 .029 .244 .237 .231 .938 1.066
KEPEMILIKAN MANAJERIAL .060 .189 .033 .317 .752 .028 .035 .033 .994 1.006
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN
.030 .019 .179 1.545 .126 .194 .167 .160 .797 1.254
KOMITE AUDIT .009 .015 .071 .601 .550 .193 .066 .062 .772 1.295a Dependent Variable: DA ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Regression .548 4 .137 2.501 .049(a) Residual 4.545 83 .055
1
Total 5.093 87 a Predictors: (Constant), KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN b Dependent Variable: DA
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Boediono (2005)
“Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.”
Variabel Eksogen : kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial. Variabel Endogen : Manajemen Laba
Variabel Eksogen: komposisi dewan komisaris
Analisis jalur (path analysis)
Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhdapa manajemen laba, komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba
2 Veronica dan Utama (2005)
“Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba.”
Variabel Independen: kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,komite audit. Variabel Dependen: manajemen laba
Variabel Independen : kepemilikan keluarga, ukuran perusahaan, ukuran KAP.
Analisis regresi berganda
Kepemilikan institusional, komite audit, proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap manajemen laba.
3 Cornett et al. (2006)
“Earning Management, Corporate Governance,and True Financial Performance.”
Variabel Independen: kepemilikan institusional,proporsi dewan komisaris independen.
Variabel Dependen : Kinerja Keuangan
Analisis regresi berganda
Kepemilikan Institusional dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
47
48
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat Analisis Hasil Penenlitian
Variabel Dependen: Manajemen Laba
manajemen laba.
4 Ujiyantho dan Pramuka (2007)
“Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”
Variabel Independen: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen.
Variabel Dependen: manajemen laba
Variabel Indepeden: ukuran dewan komisaris.
Variabel Dependen: kinerja keuangan
Analisis regresi berganda
Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba,kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
5 Nasution dan Setiawan (2007)
“Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”
Variabel Indepeden: Komite audit.
Variabel Depeden : manajemen laba
Variabel Indepeden : komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris.
Analisis regresi berganda
Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhdap manajemenlaba
49
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat Analisis Hasil Penenlitian
6 Fitriasari (2007)
“Pengaruh Aktivitas dan Financial Literacy Komite Audit Terhadap Jenis Manajemen Laba”
Variabel Independen : komite audit, proporsi dewan komisaris independen.
Variabel Dependen: manajemen laba
Variabel Independen: auditor eksternal.
Variabel Dependen : kinerja perusahaan (profitabilitas).
Variabel Kontrol: ukuran perusahaan dan debt.
Analisis regresi berganda.
Komite audit dan proporsi dewan komisaris tidak dapat mengurangi tindak manajemen laba
7 Suaryana (2008)
“Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”
Variabel Independen : komite audit
Variabel Dependen: kualitas laba
Analisis regresi Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba
8 Isnanta (2008)
“Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”
Variabel Eksogen : kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit.
Variabel Endogen : manejemen laba
Variabel Eksogen:struktur kepemilikan.
Variabel Endogen : kinerja keuangan
Analisis Structural Equation Model (SEM)
Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, namun berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan.
50
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Alat Analisis Hasil Penelitian
9 Wijayanti (2009)
“Peranan Dewan Komisaris Independen dalam Mengurangi Praktek Manajemen Laba pada Sektor Perbankan Publik di Indonesia”
Variabel Independen: proporsi dewan komisaris independen.
Variabel Dependen : manajemen laba
Penelitian ini meneliti perbedaaan manajemen laba sebelum dan setelah Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance pada bank umum.
Analisis uji beda paired sample t-test dan analisis regresi berganda
Proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dan terdapat perbedaan manajemen laba sebelum dan sesudah peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006.
Sumber : Data sekunder yang diolah