analisis pengaruh good corporate ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52468...3....
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG),PEMBIAYAAN MURABAHAH, NON PERFORMING FINANCING (NPF),DAN BOPO TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH
(STUDI KASUS : INDONESIA PERIODE 2008 – 2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Asmah Wulandari
NIM : 1111084000051
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Asmah Wulandari
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 06 Januari 1994
3. Alamat : Jalan Raya Ceger Komplek Puspom No : M-42
Jakarta Timur 13820
4. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. SD Negeri Tugu V Depok (1999-2004)
2. SD Negeri 02 Pagi Jakarta Timur (2004-2005)
3. SMP Negeri 160 Jakarta Timur (2005-2008)
4. SMA Negeri 93 Jakarta Timur (2008-2011)
5. S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-2015)
III. Pendidikan Non Formal
1. EF English First Taman Mini (2011)
2. LBPP LIA Ciputat (2012)
IV. Seminar dan Workshop
1. Peserta dialog jurusan dan seminar konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat
dengan Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh HMJ IESP Fakultas
Ekonomi dan Bisnis – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2013.
2. Peserta dalam seminar Islamic Days 2013 “SEFT (Spiritual Emotion
Freedom Technique) ‘Muslim Sekata’ (Sehat, Berkah, dan Taqwa),
diselenggarakan oleh LDK Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 9
Desember 2013.
3. Peserta dalam bedah buku “Satanic Finance”, diselenggarakan oleh LDK
Komda Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 7
Mei 2014.
ii
4. Peserta dalam seminar Forum Riset Keuangan Syariah 2014 “Mewujudkan
Industri Keuangan Syariah yang Efisien, Berdaya Saing dan Berkontribusi
Lebih Besar dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”, diselenggarakan
oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Institut Pertanian Bogor, 14-16 Oktober
2014.
V. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Abdul Malik
2. Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 13 Februari 1950
3. Ibu : Endang Sulastri
4. Tempat, Tanggal Lahir : Boyolali, 22 Januari 1957
5. Alamat : Jalan Raya Ceger Komplek Puspom No :
M-42 Jakarta Timur 13820
6. Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
iii
ABSTRACT
This study aimed to analyze factors that allegedly affect the profitability ofIslamic Bank are murabahah financing, Non Performing Financing (NPF),BOPO, and as for Good Corporate Governance (GCG) in form of dummybecause want to compare Profitability of Islamic Bank in Indonesia before anafter application of Good Corporate Governance (GCG) in January 2008 –Desember 2014 period. The data analysis technique used in this research is thetechnique of multiple linear regression analysis based from OLS.
The result of this study showed that variable Return On Asset (ROA) ofIslamic Bank is able to be explained by Good Corporate Governance (GCG),murabahah financing, Non Performing Financing (NPF), and BOPO during thestudy period in amount of 58,80% and the rest of 41,20% influenced by variableoutside of study. Jointly obtained that independent variables has significantinfluence to ROA. Partially murabahah financing, Non Performing Financing(NPF), and BOPO has significant influence and negatively correlated to ROA,while dummy Good Corporate Governance (GCG) has significant influence andpositively correlated to ROA.
Keywords : Return On Asset (ROA), Good Corporate Governance (GCG),murabahah financing, Non Performing Financing (NPF), BOPO.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang didugamempengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah adalah pembiayaanmurabahah, non performing financing (NPF), BOPO dan adapun variabel goodcorporate governance (GCG) dalam bentuk dummy karena ingin membandingkanProfitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia sebelum dan sesudah penerapangood corporate governance (GCG) periode Januari 2008 – Desember 2014.Dalam penelitian ini mengunakan alat analisis regresi linier berganda berbasisOLS.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Return On Asset(ROA) Bank Umum Syariah mampu dijelaskan oleh good corporate governance(GCG), pembiayaan murabahah, non performing financing (NPF), serta BOPOselama periode penelitian sebesar 58,80% dan sisanya 41,20% dipengaruhi olehvariabel diluar penelitian. Secara bersama-sama didapatkan variabel bebasmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Secara parsial pembiayaanmurabahah, non performing financing (NPF), serta BOPO berpengaruh signifikandan berkorelasi negatif terhadap ROA, sedangkan dummy good corporategovernance (GCG) berpengaruh signifikan dan berkorelasi positif terhadap ROA.
Kata Kunci : Return On Asset (ROA), Good Corporate Governance (GCG),Pembiayaan Murabahah, Non Performing Financing (NPF),BOPO.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan kita
kesempatan untuk hidup di dunia ini dan memberikan nafas gratis yang
dengannya kita dapat merasakan keindahan untuk dapat menyembah-Mu.
Sungguh tidak ada satupun kejadian yang terjadi secara kebetulan, semua sudah
terencana, semua sudah ditentukan oleh qodha dan qodar-Nya. Salawat serta
salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya sampai akhir
zaman.
Ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan dari Allah SWT, yang
sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari umat manusia.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah SWT untuk meraih ilmu yang dapat menjadi
penerang dalam kegelapan dan dapat menjaga ilmu tersebut dengan penuh
kerendahan hati.
Tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berdoa dan berusaha, seperti
hadits Rasulullah SAW “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya barang siapa yang
bersungguh-sungguh akan mendapatkannya. Itulah sepenggal kalimat yang
menjadi penggugah demi terselesaikannya skripsi yang sederhana ini dengan
judul “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance (GCG), Pembiayaan
Murabahah, Non Perforoming Financing (NPF), dan BOPO Terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah (Studi Kasus: Indonesia Periode 2008 –
2014)”
Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, semangat, serta
doa dari orang-orang terbaik yang ada disekeliling penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada :
vi
1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolongan-Nya tidak
mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala
nikmat dan kemudahan yang Engkau berikan, ya Rabb.
2. Kedua orang tuaku untuk kasih sayang tulus tiada hentinya, Ibuku tercinta
Endang Sulastri dan Ayahku tercinta Abdul Malik yang telah
membesarkan, mendidik, mengajarkan yang disertai nasihat, motivasi dan
doa yang selalu terucap. Terimakasih banyak atas dukungan materi
maupun nonmateri untuk melancarkan studi ini yang tidak bisa terbalaskan
oleh apapun atas apa yang Ibu dan Ayah lakukan. Doa yang terbaik
segalanya untuk Ibu dan Ayah semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan, rahmat dan ridho-Nya kepadamu.
3. Kakak-kakakku tercinta yaitu Golda Liken dan Indira Cempakasari yang
telah memberikan motivasi dan doanya selama mengerjakan skripsi ini.
Semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
4. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga dapat memajukan dan
mengembangkan jurusan ekonomi menjadi lebih baik dan terdepan.
5. Bapak Suhenda Wiranata, Dr., ME selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
dengan segala kerendahan hatinya yang bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan pengarahan, bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis
demi cepat terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas
segala kerendahan hati bapak dengan sebaik-baiknya balasan.
6. Bapak Ali Rama, SE., M.Ec selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dengan
segala kerendahan hatinya yang bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan pengarahan, bimbingan, saran serta motivasi yang sangat
berarti selama penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas segala bentuk
bimbingan yang telah bapak berikan demi terselesaikannya skripsi ini
dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kerendahan dan
kemurahan hati bapak dengan sebaik-baiknya balasan.
7. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan Ibu Fitri Amalia, S.Pd, M.Si selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
vii
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta yang telah
meluangkan waktu dan arahan selama penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan berharga bagi saya. Serta
jajaran karyawan dan staf UIN Jakarta yag telah memberikan pelayanan
selama perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi nilai ibadah dan semoga
Allah SWT membalas semua jasa-jasanya.
9. Sahabat-sahabat kesayanganku, sahabat terbaik selama masa perkuliahan,
Monawaroh, Risna Maulida, Indana Mutiara Nuzula, Azhar Ramadhan,
Alam Fajar Muhammad, Risdiansyah, Ziko Medri Saputra. Terimakasih
telah menjadi sahabat terbaik dari awal semasa kuliah hingga saat ini
dengan canda tawa, suka duka, dukungan, bantuan, doa, serta selalu ada
dikala membutuhkan dalam bentuk apapun hingga berjuang bersama-sama
dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga apapun yang kita kerjakan selalu
dalam Ridho Allah SWT.
10. Muhammad Wismoyo Tanjung, yang telah menjadi penyemangat selama
mengerjakan skripsi ini, terimakasih atas waktu luangnya segala canda
serta tawanya, bantuan, masukan, support, pengalaman, serta doanya,
semoga Allah SWT membalas semua jasa-jasamu dan dipermudah untuk
mengerjakan skripsi.
11. Teman-teman bimbingan skripsi Pak Ali Rama, SE., M.Ec yang telah
memberikan bantuan, masukan, saling belajar dari kesalahan satu sama
lain, support, serta doanya sampai skripsi ini dapat terselesaikan yaitu
kepada Amalia Nur Azizah, Hidayati Tamimi, Barep Prajitno, Windi
Prabowo, Feristi Irza Rolis, dan Rahma Chairunnisa. Semoga ilmu yang
kita dapatkan menjadi bekal dan bermanfaat bagi orang lain.
12. Teman-teman IESP terbaik angkatan 2011 yang selalu memberikan canda
tawa, saling membantu selama masa kuliah, serta doa yang selalu terucap,
kepada Ella, Mirna, Annisa, Dwika, Farah, Nuni, Ayu, Dila, Fajar, Indri,
Dita, Puguh, Yusuf, Ario, Geo dan teman-teman yang lain yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas empat tahun kebersaman
viii
dengan kalian yang penuh warna. Semoga kita sukses dan selalu dapat
menjaga tali silaturrahim.
13. Teman-teman KKN Angsa, Rizka Zahara, Aprilia Dwi Permatasari,
Dewinta Karmila, Nissa Arifiani, Rahmawati, Muhammad Fauzi, Handi
Raitiardi, Putra Hardiyanto, Muhammad Iskandar, Muhammad Lutfi,
Reno Renaldi, Mujibburahman, dan Anam yang telah berbagi pengalaman
selama satu bulan lamanya dan bekerjasama untuk menyelesaikan
program-program kerja di desa Leuwi Karet. Semoga apa yang kita
lakukan menjadi amalan baik di hadapan Allah SWT.
14. Yosevina More, Yohanes Bernard, Muhammad Afiat, Aprily Mifta,
Destiar Lidya selaku teman-teman SMA terdekat, terima kasih untuk
selalu memberikan canda serta tawanya, sharing pengalaman, dukungan,
serta doanya dalam penyelesaian skripsi ini. Doa yang terbaik untuk
kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang
dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 31 Juli 2015
Asmah Wulandari
ix
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup .......................................................................................... i
Abstract ................................................................................................................ iii
Abstrak ................................................................................................................. iv
Kata Pengantar .....................................................................................................v
Daftar Isi .............................................................................................................. ix
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii
Daftar Gambar .................................................................................................. xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................1
B. Perumusan Masalah ..............................................................................10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................11
D. Manfaat Penelitian ................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................14
A. Landasan Teori .....................................................................................14
1. Teori Agency (Agency Theory) ........................................................14
2. Stewardship Theory ..........................................................................15
3. Teori Stakeholders ............................................................................15
4. Good Corporate Governance (GCG) ...............................................18
a. Pengertian GCG ............................................................................18
x
b. Prinsip GCG ..................................................................................19
c. Tujuan dan Manfaat GCG pada Bank Syariah ..............................23
d. Shariah Governance Lembaga Keuangan Syariah .......................26
5. Pembiayaan Murabahah ...................................................................32
a. Pengertian Murabahah ..................................................................32
b. Dasar Hukum Murabahah .............................................................33
c. Rukun dan Syarat Murabahah .......................................................35
d. Jenis-jenis Murabahah ..................................................................36
e. Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah...............................37
f. Hubungan Pembiayaan Murabahah dengan Profitabilitas.............38
6. Non Performing Financing (NPF).....................................................39
a. Pengertian NPF..............................................................................39
b. Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat NPF ..........................41
c. Hubungan NPF dengan Profitabilitas ............................................42
7. BOPO ................................................................................................42
a. Pengertian BOPO .........................................................................42
b. Hubungan BOPO dengan Profitabilitas ........................................43
8. Profitabilitas ......................................................................................44
a. Pengertian Profitabilitas ...............................................................44
b. Tujuan dan Manfaat Profitabilitas ................................................46
c. Jenis-jenis Profitabilitas ...............................................................47
d. Rasio Return On Asset (ROA)......................................................49
e. Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat ROA ........................51
9. Konsep Dummy Variabel ..................................................................52
B. Penelitian Terdahulu .............................................................................52
C. Kerangka Berpikir ................................................................................60
D. Hipotesis Penelitian ..............................................................................64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................65
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................65
B. Teknik Penentuan Sampel ....................................................................65
xi
C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................66
D. Model Analisis Data .............................................................................67
1. Model Analisis ..................................................................................67
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................69
a. Uji Normalitas ..............................................................................70
b. Uji Multikolinieritas ....................................................................73
c. Uji Heterokedastisitas ..................................................................77
d. Uji Autokorelasi ...........................................................................80
3. Uji Signifikansi Statistik ...................................................................85
4. Operasional Variabel Penelitian ........................................................91
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................98
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .....................................................98
B. Analisis dan Pembahasan ...................................................................100
1. Analisis Deskriptif ..........................................................................100
a. Analisis Deskriptif Profitabilitas Bank Umum Syariah .............101
b. Analisis Deskriptif Murabahah Bank Umum Syariah ...............103
c. Analisis Deskriptif NPF Bank Umum Syariah ..........................104
d. Analisis Deskriptif BOPO Bank Umum Syariah .......................106
2. Uji Asumsi Klasik ..........................................................................107
a. Uji Normalitas ............................................................................107
b. Uji Multikolinieritas ..................................................................108
c. Uji Heterokedastisitas ................................................................110
d. Uji Autokorelasi .........................................................................111
3. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ....................112
4. Uji Signifikansi Statistik .................................................................114
a. Uji Signifikansi Individual (uji t-statistik) .................................114
b. Uji Signifikansi Simultan (uji F-statistik) ..................................116
c. Uji Koefisien Determinasi .........................................................117
5. Analisis Ekonomi ...........................................................................117
a. GCG Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah ...................118
xii
b. Murabahah Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah ........122
c. NPF Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah ....................126
d. BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah ................128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................130
A. Kesimpulan .........................................................................................130
B. Saran ...................................................................................................131
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................134
LAMPIRAN .......................................................................................................139
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Pengaturan Kelembagaan pada Sistem 27
Shariah Governance
2.2 Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat NPF 41
2.3 Kriterian Penilaian dan Penetapan Peringkat ROA 51
2.4 Penelitian Terdahulu 58
3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan 80
Uji Durbin-Watson
3.2 Operasional Variabel Penelitian 94
4.1 Uji Multikolinieritas 107
4.2 Uji Heterokedastisitas 108
4.3 Uji Autokorelasi 109
4.4 Hasil Regresi Metode OLS 110
4.5 Uji t-statistik 113
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan ROA Bank Umum Syariah 5
2.1 Ilustrasi Proses Shariah Governance 28
2.2 Skema Pembiayaan Murabahah 38
2.3 Kerangka Berpikir 61
4.1 Perkembangan ROA Bank Umum Syariah 100
di Indonesia
4.2 Perkembangan Pembiayaan Murabahah Bank 101
Umum Syariah di Indonesia
4.3 Perkembangan NPF Bank Umum Syariah 103
di Indonesia
4.4 Perkembangan BOPO Bank Umum Syariah 104
di Indonesia
4.5 Uji Normalitas (Histogram Normality Test) 106
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Tabel Data Penelitian Periode Januari 2008 – 134
Desember 2014
2 Hasil Regresi Ordinary Least Square (OLS) 139
3 Uji Normalitas (Histogram Normality Test) 140
4 Uji Multikolinieritas (Correlation Matrix) 140
5 Uji Heterokedastisitas (Uji White) 141
6 Uji Autokorelasi (LM Test) 142
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perekonomian dunia yang senantiasa mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu tidak terlepas dari peranan sistem keuangan yang
berada di dalamnya dalam mendukung penyelesaian transaksi-transaksi
ekonomi yang terjadi. Sistem keuangan perbankan merupakan salah satu
komponen dalam perekonomian yang memiliki peranan sebagai lembaga
intermediasi baik dalam menghimpun maupun menyalurkan dana
masyarakat kepada sektor ekonomi yang produktif. Perbankan syariah
yang merupakan bagian dari sistem perbankan turut memiliki peran pula
dalam kegiatan intermediasi guna mendukung jalannya roda atau aktivitas
perekonomian yang pada akhirnya berdampak peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Sistem perbankan syariah merupakan pilihan yang ditawarkan
kepada masyarakat keseluruhan baik untuk komunitas muslim maupun
non muslim (Sartono, 2010).
Mengingat bahwa perbankan merupakan lembaga keuangan yang
menekankan pada prinsip kepercayaan, maka dalam rangka meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah diperlukan adanya
pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih
dikenal dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penerapan
prinsip GCG pada praktik perbankan syariah menjadi suatu keniscayaan
2
bagi suatu institusi perbankan syariah yang ditujukan kepada adanya
tanggung jawab public terkait dengan kegiatan operasional bank syariah
yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan syariah
(Purba, 2010).
Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi
peningkatan kinerja perusahaan melalui supervise dan monitoring kinerja
manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder
dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate
governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih
transparan bagi semua laporan keuangan perusahaan (Zamani, 2012). Bila
konsep ini diterpakan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan
ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pegelolaan
perusahaan yang semakin baik dan nantinya menguntungkan banyak
pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif
bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan
memperoleh return atas investasinya dengan benar. Corporate governance
juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya
pertumbuhan yang efisien dan berkesinambungan di sektor korporasi
(Solikhah, 2013).
Memasuki abad ke-21, tuntutan pelaksanan tata kelola perusahaan
yang baik dalam pengelolaan perbankan syariah sangat penting untuk
segera dilakukan. Pemicu utama berkembangnya tuntutan ini diakibatkan
oleh isu yang terkait dengan Good Corporate Governance adalah krisis
3
moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang terjadi ASEAN
berdampak cukup besar di Indonesia. Pengaruh dari krisis ini pertama kali
dirasakan pada sektor keuanagn, jasa, dan sektor riil.
Adanya krisis moneter menyebabkan beberapa bank konvensional
mengalami krisis yang cukup parah bahkan bank konvensional yang
dilikuidasi, namun berbeda halnya dengan bank syariah yang mampu
bertahan ditengah krisis yang melanda. Hal ini disebabkan karena sistem
bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah sehingga bank syariah relatif
mempertahankan kinerjanya dan tidak hanyut oleh suku bunga simpanan
yang melonjak sehingga beban operasional lebih rendah dari bank
konvensional. Dan sejak saat itu perbankan syariah mulai berkembang
tumbuh secara pesat.
Untuk mengatasi krisis akibat lemahnya tata kelola bank, Bank
Indonesia mengeluarkan berupa pedoman good corporate governance
perbakan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance pada januari 2004, surat edaran Bank Indonesia
perihal pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum No.
9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 yang menetapkan peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2008 tanggal 30 januari 2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum dan peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 oktober 2006 tentang
perubahan atas peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan good
corporate governance bagi Bank Umum. Serta Peraturan Bank Indonesia
4
Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan
good corporate governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Dengan adanya Peraturan Perbankan Indonesia (PBI) tersebut
diharapkan perbankan syariah menunjukan tanggung jawabnya kepada
public terkait dengan kegiatan operasional bank syariah yang diharapkan
mematuhi ketentuan syariah. Penerapan good corporate governance juga
merupakan wujud tanggung jawab kepada masyarakat bahwa bank syariah
maupun bank konvensional telah dikelola dengan baik, serta professional
dnegan meningkatkan nilai pemegang sham tanpa mengabaikan
kepentingan stakeholders lainnya. Penerapan good corporate governance
juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko
akibat tindakan pengelola yang cenderung menguntungan sendiri. Menurut
Nuswandari (2009), bahwa esensi dari GCG ini secara ekonomis akan
menjaga kelangsungan usaha, baik profitabilitasnya maupun
pertumbuhannya.
Keberhasilan penerapan good corporate governance dalam suatu
perusahaan dapat dilihat melalui pelaporan keuangan yang mencerminkan
prestasi kinerja perusahaan. Kinerja merupakan hal yang sangat penting
bagi perusahaan, karena bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan, maka
bank harus mampu menunjukkan kredibilitasnya sehingga akan semakin
banyak masyarakat yang bertransaksi di bank tersebut, salah satunya
melalui peningkatan profitabilitas (Fahmy, 2013).
5
Profitabilitas dapat dikatakan sebagai salah satu indikator yang
paling tepat untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Karena
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat menjadi tolok
ukur kinerja perusahaan tersebut. Semakin tinggi profitabilitasnya,
semakin baik pula kinerja keuangan perusahaan.
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat
profitabilitas pada industri perbankan adalah Return on Asset (ROA).
ROA lebih memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
earning dalam operasi perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini
profitabilitas akan diproksikan dengan ROA sebagai ukuran kinerja
perbankan.
Berikut adalah kondisi ROA pada Bank Umum Syariah pada tahun
2008-2014.
Gambar 1.1
Perkembangan ROA Bank Umum Syariah di Indonesia
Sumber : OJK (data setelah diolah)
Terlihat pada gambar diatas bahwa ROA pada Bank Umum
Syariah pada tahun 2008-2014 mengalami kenaikan dan penurunan setiap
6
tahunnya, pada tahun 2008 ROA bank syariah sebesar 1.42% lalu tumbuh
menjadi 1.48% di tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010-2013 mulai
mengalami peningkatan dan cenderung stabil diatas 1.5%. Namun
sayangnya, ROA dari tahun 2012 hingga Desember 2014 rasio ROA
semakin menurun kurang lebih dari 1,34% menurun menjadi 0,80%. Hal
tersebut menunjukan bahwa aset di perbankan syariah semakin menurun.
Menurunnya ROA pada tahun 2008 salah satunya disebabkan oleh
krisis perekonomian dunia terjadi yang terjadi pada pertengahan 2008 di
Amerika berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini terjadi
diperkirakan karena beberapa Negara yang dilanda krisis ini memiliki
kinerja yang buruk dan rendahnya daya saing perusahaan-perusahaan di
Negara tersebut serta lemahnya regulasi dan sistem operasi pasar
keuangan, baik pasar uang maupun pasar modal. Hal tersebut terjadi
dikarenakan lemahnya penerapan corporate governance di Indonesia.
Alasan dipilihnya Return On Asset (ROA) sebagai ukuran kinerja
dalam penelitian ini karena ROA merupakan ukuran profitabilitas yang
lebih baik dari rasio profitabilitas lainnya, selain itu rasio ini juga
merupakan metode pengukuran yang obyektif yang didasarkan pada data
akuntansi yang tersedia dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari
serangkaian kebijakan perusahaan terutama perbankan. ROA merupakan
rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA
menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat return
semakin besar.
7
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan good
corporate governance, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Ihwan (2012), peneliti membandingkan kinerja keuangan
sebelum dan sesudah penerapan GCG pada Bank Negara Indonesia.
Dalam penelitiannya rasio yang digunakan adalah ROA, dan penelitian
tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan kondisi kinerja keuangan
setelah diterapkan mekanisme good corporate governance (GCG).
Sedangkan hasil penelitian Aimmatul Karimah (2102), tidak menunjukan
adanya perbedaan kondisi kinerja keuangan sebelum dan sesudah
penerapan GCG pada Bank Syariah Mandiri yang dilihat dari rasio
proftabilitas.
Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
yang berkaitan dengan rasio-rasio keuangan yang dapat mempengaruhi
naik turunnya nilai ROA adalah pembiayan murabahah, NPF, dan BOPO.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, mengindikasikan adanya
research gap dari variabel-variabel independen yang mempengaruhi ROA.
Variabel tersebut adalah pembiyaan murabahah merupakan pembiayaan
yang paling banyak digunakan dalam praktik perbankan syariah Indonesia.
Bank syariah memiliki beberapa alasan mengapa pembiayaan murabahah
menjadi pembiayaan yang paling dominandalam penyalurannya
dibandingkan pembiayaan lain. Salah satu alasannya adalah dalam
transaksi murabahah, bank syariah sudah dapat melakukan estimasi
pendapatan yang akan diterima, karena dalam transaksi murabahah utang
8
nasabah adalah harga jual sedangkan dalam harga jual terkandung porsi
pokok dan porsi keuntungan. Sehingga dalam keadaan normal, bank dapat
memprediksikan pendapatan yang akan diterima (Wiroso, 2015).
Pembiayaan murabahah dalam penelitian Citra Maulina Septiani (2014)
menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian
Pramadona (2010) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh negative dan
signifikan terhadap ROA. Dengan adanya research gap dari penelitian
sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh
pembiayaan murabahah terhadap ROA.
Variabel selanjutnya adalah Non Performing Financing (NPF)
merupakan salah satu rasio penunjang yang digunakan untuk menilai
kualitas asset pembiayaan. NPF adalah rasio yang membandingkan
anatara jumlah pembiayaan bermasalah kategori kurang lancar, diragukan,
dan macet dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan (Hamzah, 2014).
Semakin tinggi NPF maka kinerja bank semakin buruk dan
profitabilitasnya rendah. NPF yang diteliti oleh Iqbal Ali Hamzah (2014)
menyatakan bahwa NPF berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hal ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhian Dayinta
Pratiwi (2012) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh negative dan
signifikan terhadap ROA. Dengan adanya research gap dari penelitian
sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh NPF
terhadap ROA.
9
Variabel terakhir adalah BOPO yang merupakan perbandingan
atara total biaya operasional dan total pendapatan operasional. Rasio ini
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya. Efisiensi operasi dilakukan oleh bank
dalam rangka mengetahui apakah bank dalam operasinya yang
berhubungan dengan usaha pokok bank dilakukan dengan benar sesuai
dengan yang diharapkan oleh pihak manajemen serta digunakan untuk
menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya
dnegan tepat dan hasil guna (Lukman, 2009). Semakin besar rasio BOPO
maka semakin kecil ROA bank, karena bank tidak dapt menekan biaya
operasionalnya yang mengakibatkan laba yang diperoleh bank juga kecil.
BOPO yang diteliti oleh Dhian Dayinta Pratiwi (2012) yang menyatakan
bahwa adanya pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan
hasil penelitian Doddi Sartono (2010) menyatakan bahwa BOPO
berpengaruh signifikan terhadap ROA. Dengan adanya research gap dari
penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh
BOPO terhadap ROA.
Berdasarkan uraiain latar belakang masalah tersebut, maka penulis
tertarik melakukan penelitian yang berjudul:
“Analisis Pengaruh Good Corporate Governance, Pembiayaan
Murabahah, Non Performing Financing dan BOPO terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia periode 2008-2014.”
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, bahwa ditengah situasi dan
kondisi perekonomian indonesia yang terguncang dengan adanya krisis
ekonomi sehingga banyak bank yang dilikuidasi, bank syariah mampu
bertahan bahkan menunjukkan performa yang baik. Praktik-praktik yang
kurang sehat menjadi penyebab terjadinya krisis di perbankan nasional,
yang pada akhirnya menjadi penyebab terjadinya penurunan kesehatan
perbankan nasional secara keseluruhan. Kondisi tersebut menuntut adanya
peraturan yang dapat meningkatkan transparansi dan konsistensi dalam
pelaksanaan kebijakan ekonomi, serta mendorong terciptanya penerapan
pengelolaan dunia usaha yang baik (Good Corporate Governance).
Kinerja perbankan syariah, terutama kinerja keuangannya, diukur
melalui pendekatan (proxy) profitabilitas berupa return on asset (ROA).
ROA pada Bank umum syariah mengalami kenaikan dan penurunan
setiap tahunnya. Itu karena dengan aturan yang sangat ketat bank umum
syariah kesulitan untuk menghasilkan profit yang baik. Dengan
diterapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah dan SEBI No.12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi
risiko akibat tindakan pengelolaan yang cenderung menguntungkan
11
sendiri. Esensi dari GCG ini secara ekonomis akan menjaga kelangsungan
usaha, baik profitabilasnya maupun pertumbuhannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu
dimana hasil yang diperoleh tidak adanya kekonsistenan hubungan antara
variabel pembiayaan murabahah, NPF dan BOPO terhadap ROA serta
pengaruh sebelum dan sesudah diterapkannya GCG terhadap ROA maka
diperlukan penelitian ulang guna menguji variabel-variabel tersebut untuk
mendapatkan konsistensi hasil.
Adapun rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance, pembiayaan
murabahah, NPF, dan BOPO terhadap ROA Bank Umum Syariah di
Indonesia periode 2008-2014 secara parsial?
2. Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance, pembiayaan
murabahah, NPF, dan BOPO terhadap ROA Bank Umum Syariah di
Indonesia periode 2008-2014 secara simultan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan atas apa yang telah diuraikan penulis dalam rumusan
masalah, maka dalam penelitian kali ini penulis mempunyai tujuan sebagai
berikut :
12
1. Untuk menganalisis pengaruh Good Corporate Governance,
pembiayaan murabahah, NPF, dan BOPO terhadap ROA Bank Umum
Syariah di Indonesia periode 2008-2014 secara parsial?
2. Untuk menganalisis pengaruh Good Corporate Governance,
pembiayaan murabahah, NPF, dan BOPO terhadap ROA Bank Umum
Syariah di Indonesia periode 2008-2014 secara simultan?
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa manfaat dari penelitian ini, yaitu :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan atau menerapkan teori
teori yang telah diterima khususnya teori teori perbankan syariah yang
telah diperoleh dari perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dapat
menambah wawasan tentang pengaruh pembiayaan murabahah, NPF
dan BOPO terhadap kinerja keuangan bank umum syariah di Indonesia
disaat sebelum dan sesudah penerapan Good Corporate Governance.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang ekonomi syariah sehingga dapat menambah
wawasan dan referensi bagi yang tertarik pada tema ini untuk
memungkinkan adanya pengembangan penelitian lebih lanjut
mengenai tema ini.
13
3. Bagi Pihak Bank
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan
sumbangan pikiran serta saran-saran yang dapat membantu Bank
Umum Syariah dalam menjalankan operasinya yang berprinsipkan
syariah dan dalam penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/2009 tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
4. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan informasi sebagai
bahan pertimbangan dalam berinvestasi. Dengan demikian, para
investor tidak akan sembarangan dalam menginvestasikan dananya.
5. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
sebagai calon nasabah untuk menggunakan produk dan jasa di
perbankan syariah.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agency (Agency Theory)
Dalam rangka memahami good corporate governance maka
digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan
Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal).
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan
principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).
Penyebab timbulnya manajemen laba akan dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab
secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik
(principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.
Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam
perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai
atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali,
2002).
Good Corporate governance yang merupakan konsep yang
didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat
untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka
15
akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Good
Corporate Governance sangat berkaitan dengan bagaimana membuat
para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi
mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri, menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek - proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan
oleh investor.
Dengan kata lain yakni Good corporate governance diharapkan
akan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan
(agency cost).
2. Stewardship Theory
Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai
sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya,
mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas,
dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam tuntutan
yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain,
stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya
untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada
umumnya maupun shareholders pada khususnya.
3. Teori Stakeholders
Pengertian stakeholders atau para pemangku kepentingan menurut
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:
PER01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang
16
Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik adalah
pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (BUMN) karena
mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan (BUMN).
Perusahaan tidak hanya memandang bahwa stakeholders adalah
investor dan kreditor saja, melainkan antara lain pemerintah,
pelanggan, pemasok, karyawan (tenaga kerja), masyarakat dan
lingkungan.
Pemerintah dapat dikatakan sebagai stakeholders bagi perusahaan
karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan
dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial
dalam sebuah negara. Oleh kerena itu perusahaan tidak bisa
mengabaikan peran pemerintah dalam menjalankan pengelolaan bisnis
(Sarwako, 2003). Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalannya
perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan
melalui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan
terciptanya sebuah hubungan yang baik antara perusahaan dengan
pemerintah.
Pelanggan dianggap sebagai salah satu stakeholders dari suatu
perusahaan karena pelanggan memberikan kontribusi pendapatan dari
pemakaian produk atau jasa perusahaan. Secara umum pelanggan
menuntut agar produk atau jasa tersebut dapat dipercaya dengan
tingkat harga yang seminimal mungkin, serta menuntut pula adanya
17
pelayanan yang diberikan oleh produk, garansi yang cocok, riset dan
pengembangan perbaikan produk dan jasa.
Pemasok merupakan salah satu stakeholders dengan tuntutan
adanya sumber usaha yang berkelanjutan, pelaksanaan dari perjanjian
kredit yang tepat waktu, hubungan yang profesional dalam
pengontrakan untuk pembelian dan penerimaan barang dan jasa.
Karyawan dianggap pula sebagai pihak yang mempunyai pengaruh
bagi kegiatan operasional perusahaan. Karyawan mengharapkan
perusahaan menyediakan lingkungan kerja yang dinamis yang
memberikan imbalan yang memuaskan dan yang mendorong untuk
pengembangan keahlian, pengetahuan dan karir. Pihak yang paling
penting dalam menjalankan pengelolaan perusahaan adalah masyarakat
dan lingkungan, dimana perusahaan dituntut dapat memberi pekerjaan
yang produktif dan sehat dalam masyarakat dan tanggungjawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.
Dalam teori ini menunjukkan adanya peran penting stakeholders
dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu memberikan
kepuasan terhadap stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk
dapat memenuhi semua tuntutan stakeholders agar dapat mendukung
pencapai tujuan perusahaan. Dalam tesisnya, Sarwako (2003)
menyimpulkan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengelola
tuntutan stakeholders adalah dengan menerapkan GCG secara efektif.
18
4. Good Corporate Governance
a. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah corporate governance untuk pertama kali
diperkenalkan oleh Cadburry Committee pada tahun 1992. Istilah
tersebut dicantumkan dalam laporan mereka yang kemudian
dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan ini dipandang sebagai
titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik
corporate governance di seluruh dunia.
Komite Cadbury (1992) mendefinisikan corporate
governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban
kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan
kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan
sebagainya. (buku)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kerditor, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporarate
19
Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Sedangkan definisi Good Corporate Governance menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah adalah suatu tata kelola Bank yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (tranparency),
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), professional (professional), dan kewajaran
(fairness). Namun PBI ini menekankan bahwa pelaksanaan GCG
pada perbankan syariah harus memenuhi ketentuan prinsip syariah
(yang telah ditentukan dalam hukum Islam) yang merupakan
ketentuan dasar dalam pengelolaan perbankan yang berbasis
syariah.
b. Prinsip Good Corporate Governance
Prinsip dasar pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI
Nomor 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1) Prinsip keterbukaan
Prinsip ini maksudnya keterbukaan dalam mengemukakan
fakta yang materil dan relevan mengenai produk perbankan syariah
20
dan kondisi perbankan itu sendiri serta terbuka dalam proses
mengambil keputusan. Jadi pihak pengelola perbankan syariah
harus bersikap transparan dengan nasabah melalui jalinan
komunikasi yang baik dan berkesinambungan.
Di samping itu, Menurut Wibowo (2008) para pengelola
perbankan syariah harus meletakkan tanggung jawab yang sebesar-
besarnya terhadap keselamatan dana yang telah dipercayakan
nasabah kepada mereka. Dengan kata lain The corporate
governance framework harus memastikan bahwa pengungkapan
yang akurat dan tepat waktu memuat seluruh hal yang material atas
perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan
tata kelola atas perusahaan.
2) Prinsip akuntabilitas
Praktek operasional perbankan syariah harus benar-benar
dijalankan sesuai prinsip syariah. Dalam hal ini terdapat peran
penting Dewan Pengawas Syariah dalam mengawasi operasional
perbankan syariah agar tetap berjalan sesuai dengan ketentuan
syariah. Dengan semakin meluasnya jaringan perbankan syariah,
maka DPS harus lebih meningkatkan perannya secara efektif.
Selain itu, para praktisi perbankan syariah wajib mengikuti
pengkajian atau training ekonomi syariah secara berkelanjutan.
Karena saat ini masih banyak praktisi bank syariah belum
memahami ekonomi syariah dan fiqih muamalah ekonomi. Banyak
21
petinggi perbankan syariah tampaknya tidak begitu peduli akan
realitas minimnya pengetahuan kesyariahan para karyawan bank
syariah (Wibowo, 2008).
3) Prinsip pertanggungjawaban
Prinsip ini lebih menekankan pada kesesuaian pengelolaan
bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku demi
terciptanya sistem pengelolaan perbankan yang sehat.49 Prinsip ini
juga mengandung arti untuk lebih memperhatikan kepentingan
stakeholders perbankan dengan tujuan unutk meningkatkan nilai
tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders tersebut.
Prinsip pertanggungjawaban dari GCG ini membawa
konsekuensi lebih lanjut tentang pentingnya Corporate Social
Responsibility pelaku perbankan tentang peran serta perbankan
dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan
disekitarnya. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai
perusahaan untuk tumbuh secara berkelanjutan, tetapi juga harus
memperhatikan keadaan lingkungan di sekitarnya. Kasus
pemboikotan warga terhadap produk barang dan jasa, perlawanan
terhadap perusahaan atau pengrusakan citra merek tertentu
merupakan harga yang harus dibayar ketika suatu perusahaan
dipermasalahkan oleh warga sekitar lingkungannya.
Selain itu prinsip pertanggungjawaban juga dilakukan untuk
memenuhi agar perbankan syariah dapan menjaga kelangsungan
22
usahanya maka bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian
(prudencial banking practice) dan menjamin terlaksananya
ketentuan yang berlaku.
4) Prinsip profesional
Prinsip ini menekankan agar pengelolaan perbankan syariah
sebaiknya dikelola secara profesional ataupun tanpa adnya tekanan
atau pengaruh dari pihak lain sehingga conflict of interest dapat
dihindari sejauh mungkin.
Jadi sikap seluruh jajaran bank sebagai entitas ekonomi yang
mandiri, bebas dari kepentingan sepihak terutama yang berpotensi
merugikan stakeholders dan mampu mengambil keputusan secara
obkektif.
5) Prinsip kewajaran
Prinsip ini identik dengan adanya keadilan dan kesetaraan
sehingga bank harus senantiasa memperhatikan seluruh
kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan
kewajaran (equal treatment). Bank harus memberikan kesempatan
kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai
akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
23
c. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance pada
Perbankan Syariah
Menurut Mr. Wolfensohn (1999), Presiden Bank Dunia, telah
menyimpulkan bahwa tujuan dari GCG adalah untuk mewujudkan
keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Jadi dapat dikatakan
bahwa tujuan GCG adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh
stakeholders melalui penciptaan transparansi dan akuntabilitas
yang lebih besar. Keadilan bagi stakeholders juga bisa
diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan
mereka.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
berpendapat bahwa penerapan prinsip-prinsip dasar GCG dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya
proses pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang
pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
24
4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders value dan deviden, khusus bagi BUMN
akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama
dari hasil privatisasi.
Jadi inti persoalan dari peran GCG adalah menciptakan
keseimbangan dari seluruh stakeholders melalui pemisahan aturan
formal maupun non-formal, standar dan batasan dibuat untuk
mengarahkan dan mengontrol bank agar melindungi kepentingan
semua pihak dengan dengan biaya sekecil mungkin. Masalah biaya
ini sangat penting karena jika biayanya tinggi maka akan
menyebabkan kepentingan seluruh stakeholders menjadi tidak
aman.
Menurut Sholihin (2010), pada dasarnya tujuan penerapan
GCG pada perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan nilai
tambah bagi stakeholders melalui beberapa tujuan berikut:
1) Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kesinambungan
suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada
terciptanya kesejahteraan pemegang saham, stakeholders
lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam
menghadapi tantangan perbankan syariah ke depan.
2) Meningkatkan legitimasi perbankan syariah yang dikelola
dengan terbuka, adil dan dapat dipertanggungjawabkan.
25
3) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban
stakeholders.
4) Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah
demokrasi, pengelolaan, partisipasi perbankan syariah
secara legitimate.
5) Meminimalkan agency cost dengan mengendalikan
konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak
principal dengan agen.
6) Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal
positif untuk para penyedia modal.
7) Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari
biaya modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja
keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para
stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan.
Tujuan GCG diatas menunjukkan isyarat betapa pentingnya
hubungan yang baik antara stakeholders yang mempunyai
kepentingan dengan industri perbankan sehingga diperlukan tata
kelola perusahaan yang baik.
26
d. Shariah Governance Lembaga Keuangan Syariah
1) Definisi Shariah Governance pada Lembaga Keuangan Syariah
Corporate governance dalam perspektif Islam membutuhkan
tata kelola tambahan yang bertujuan untuk menjaga kepatuhan
syariah. lembaga keuangan syariah membutuhkan seperangkah
pengaturan organisasi untuk mengawasi aspek kepatuhan syariah
dalam aktivitas bisnis dan operasinya. Istilah khusus tentang
corporate goverance dalam literature Islam tidak ditemukan, maka
sistem shariah governance diperkenalkan untuk menyempurnakan
kerangka sistem corporate governance yang sudah ada pada
lembaga keuangan syariah. Dengan demikian, sistem shariah
governance adalah sebuah sistem yang unik dan eksklusif dalam
kerangka tata kelola lembaga keuangan syariah, tidak ada pada
sistem konvensional. (Rama, 2014)
Sebelum diterbitkannya Guiding Principles on Shariah
Governance System in Institutions Offering Islamic Financial
Sernice (IFSB-10), belum terdapat definisi yang jelas, baku dan
formal tentang sistem shariah governance. Sistem tata kelola
dalam hal pengawasan aspek kepatuhan syariah di lembaga
keuangan syariah selama ini hanya merujuk kepada peran dewan
syariah di perusahaan masing-masing.
Definisi IFSB-10 tentang sistem shariah governance dapat
diterjemahkan secara umum sebagai seperangkat pengaturan
27
kelembagaan dan organisasi dimana lembaga keuangan syariah
dapat memastikan bahwa terdapat pandangan independen tentang
kepatuhan syariah melalui proses penerbitan fatwa syariah yang
relevan, penyebaran informasi fatwa dan review internal kepatuhan
syariah.
Tabel 2.1: Pengaturan Kelembagaan pada Sistem Shariah
Governance
Functions Typical FinancialInstitution
Additions in IIFS
Tata Kelola Dewan Direksi Dewan Syariah
Kontrol Auditor Internal Auditor Eksternal
Unit AuditSyariah Internal
Audit SyariahEksternal
Kepatuhan Unit Aturan danKepatuhanKeuangan
Unit KepatuhanSyariah Internal
Sumber : Adaptasi dari IFSB 2010
Tabel 2.1 menunjukan bahwa lembaga keuangan syariah
dan lembaga keuangan yang sejenisnya memiliki pengaturan
kelembagaan salam kerangka tata kelola perusahaan, khususnya
pada spek tata kelola (governance), kontrol (control), dan
kepatuhan (compliance). Elemen penting yang membedakannya
dari tata kelola perusahaan pada umumnya adalah pengaturan
kelembagaan lembaga keuangan syariah pada mekanisme tata
kelola aspek syariahnya (shariah governance). Lembaga keuangan
syariah mengharuskan adanya sejumlah pengaturan kelembagaan
dan keorganisasian dalam bentuk Dewan Syariah, Unit Review
28
Syariah Internal atau Eksternal dan Unit Kepatuhan Syariah
Internal untuk memenuhi aspek kepatuhan syariah pada seluruh
aspek transaksi bisnis dan operasi lembaga keuangan syariah.
dalam konteks tata kelola, sistem shariah governance memberikan
tambahan tata kelola pada struktur tata kelola perusahaan yang
sudah ada (Isra, 2010).
Menurut Rama (2014) ruang lingkup kerangka shariah
governance meliputi aspek ex-ante dan ex-post kepatuhan syariah.
Ex-ante merujuk kepada proses penerbitan fatwa dan
penyebarannya. Sementara ex-post merujuk kepada proses review
shariah internal secara periodic dan tahunan. Adapun ruang
lingkup sistem shariah governance yang mencakup proses ex-ante
dan ex-post adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 : Ilustrasi Proses Shariah Governance
Sumber: Laporan Penelitian Publikasi Model Shariah Governance(Rama, 2014).
29
Ruang lingkup kerangka shariah governance lembaga
keuanagn syariah melibatkan proses sistematis dan mensyaratkan
keterlibatan beberpa organ/badan dari sebuah tata kelola. Fase
pertama, yaitu dari proses 1 sampai 6 dalam Gambar 1
mengilustrasikan aspek kepatuhan syariah ex-ante, yaitu yang
terdiri dari proposal produk, dokumentasi hukum, review syariah
dan penyebaran fatwa. Sementara fase kedua, yaitu proses 7 ke 8
menjelaskan proses ex-post yang terdiri dari review syariah secara
berkala dan tahunan. Dalam proses pemenuhan kepatuhan syariah
tersebut, dewan pengawas syariah berperan penting untuk
memastikan segala prosedur berjalan sesuai dengan ketentuan dan
prinsip syariah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi yang efektif
antara elemen organ shariah governance dalam lembaga keuangan
syariah (Rama, 2014).
2) Peran Dewan Syariah dalam Sistem Shariah Governance
Dalam sistem shariah governance, Dewan Pengurus Syariah
berperan penting dalam proses supervise, monitoring, audit dan
pemberian opini terhadap kepatuhan syariah pada lembaga
keuangan atau perusahaan yang menawarkan produk dan layanan
syariah. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
struktur organisasi perusahaan atau lembaga keuangan syariah
menjadi suatu yang unik dalam sistem tata kelola perusahaan. DPS
adalah elemen penting dalam sistem tata kelola syariah (shariah
30
governance). DPS adalah merupakan suatu badan yang diberikan
wewenang untuk melakukan penasehatan dan atau pengawasan
serta melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar
lembaga tersebut konsisten mengikuti dan menaati aturan dan
prinsip-prinsip syariah (Rama, 2014).
Menurut AAOFI (1999), DPS atau shariah supervisory
board adalah suatu badan yang diberikan kewenangan untuk
melakukan pengarahan (directing), review (reviewing), dan
pengawasan (supervising), seluruh aktivitas lembaga keangan
syariah demi memastikan kepatuhan terhadap aturan dan prinsip
syariah. Definisi serupa dikemukakan oleh Bank Indonesia melalui
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah, yaitu dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran
kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Fungsi pengawas syariah (shariah board) dapat
dikategorikan dalam dua level, yaitu makro dan mikro (Wardhany
dan Arshad, 2012). Pada level makro terdapat dewan syariah pada
bank sentral sebagai atau level otoritas pengawas. Dewan syariah
pada level nasional ini berfungsi signifikan dalam aspek
harmonisasi, standarisasi fatwa atau hukum Islam dan bertindak
sebagai otoritas tertinggi dalam pengawasan syariah pada lembaga
keuangan syariah (Isra, 2010). Level mikro, pada sisi lain, terdapat
31
dewan syariah pada level perusahaan sebagai pengawas syariah
internal perusahaan. Dewan syariah ini memiliki fungsi
diantaranya melakukan verifikasi dan validasi instrument keuangan
sebelum (ex-ante) dan sesudah transaksi (ex-post) atas kesuaian
terhadap prinsip syariah, pengawasan terhadap penghitungaan dan
pendistribusian zakat, dan sebagainya (Pallegrini, 2006; Ayub,
2007; dan Isra, 2010). Dengan demikian fungsi umum dewan
syariah (shariah board) terletak pada tiga area utama, yaitu (i)
mengeluarkan fatwa melalui ijtihad kolektif, (ii) pengawasan; dan
(iii) review (Isra, 2010).
e. Hubungan Good Corporate Governance dengan Profitabilitas
Salah satu manfaat yang diperoleh dengan dilaksanakannya
Good Corporate Governance, sesuai dengan Forum for Corporate
Governance Indonesia (FCGI) 2011 adalah untuk meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi oprasional
perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders. Sebagian besar perusahaan yang menerapkan Good
Corporate Governance diduga memiliki kinerja yang lebih baik
daripada kinerja yang tidak menerapkan Good Corporate
Governance, baik dari segi kinerja operasional maupun kinerja
keuangan.
32
5. Pembiayaan Murabahah
a. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Murabahah yang merupakan salah jenis jual beli yang
bersifat amânat dalam hukum Islam merupakan skema akad yang
paling dominan digunakan dalam praktik perbankan syariah di
Indonesia.
Definisi murabahah menurut Arifin (2006) adalah kontrak
jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut
penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga
harga pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara
pembayarannya harus disebutkan dengan jelas.
Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun
2008, murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.
Menurut Danupranata (2013), murabahah adalah akad jual
beli suatu barang di mana penjual menyebutkan harga belinya dan
menentukan suatu keuntungan atas barang yang dijual tersebut
kepada pembeli, serta harga jual tersebut disetujui oleh pembeli.
33
b. Dasar Hukum Murabahah
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan
akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang
ada di semua bank Islam (syariah). dalam Islam, jual beli sebagai
sarana tolong menolong antara sesame umat manusia yang diridhai
Allah SWT (Wiroso, 2005). Hal itu disebutkan dalam Al-Qur’an
dan hadist sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
QS. Al-Baqarah [2]: 275
با الر م وحر البیع الله وأحل
Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.
Dari ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa Allah SWT.
Membolehkan segala bentuk jual beli termasuk murabahah dan
melarang segala bentuk riba.
QS. An-Nisa’ [4]: 29
یا یھاالذین امنوا لاتأكلوا اموالكم بینكم با لباطل الا أن تكون تجارة عن تراض
.منكم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu”.
34
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang beriman tidak
diperkenankan memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak
diridhai Allah SWT. kecuali dengan adanya kegiatan jual beli yang
dilandaskan saling rela antara penjual dengan pembeli.
2) Hadits
Hadits Nabi dari Said al-Khudri :
)رواه البیھقي وابن ماجھ وصححھ ابن حبان(, إنماالبیع عن تراض : قال
Artinya: “Dari Abu Sa’ad Al-Khudri bahwa Rasulullah saw
bersadda, sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama
suka”. (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh
Ibnu Hibban)
Dari hadits di atas, dapat diterangkan bahwa jual beli
murabahah harus terdapat unsur kerelaan. Apabila pembeli tidak
menyukai barang yang akan dibeli, dan pembeli menyatakan batal
sebelum akad diijabkan, maka jual beli itu tidak sah dan harus
diterima dengan lapang dada oleh masing-masing pihak (Wiroso,
2005).
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah Shuhaib :
, البیع إلى أجل : ثلا ث فیھن البركة : أن النبي صلي الله علیھ وسلم قال
عیر للبیت لا للبیع , والمقرضة )رواه ابن ماجھ عن صھیب(وخلط البر بالش
Artinya: “ nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung
berkah : jual beli secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
35
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
Secara teknis, jual beli murabahah merupakan jual beli yang
pembayarannya dapat ditangguhkan (diangsur) sehingga dapat
dikatakan jual beli murabahah termasuk suatu hal yang
mengandung keberkahan berdasarkan hadits di atas.
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 4/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Dalam fatwa ini, Dewan Syariah Nasional MUI menetapkan
bahwa penerapan akad murabahah dibolehkan dalam lembaga
keuangan syariah dengan ketentuan-ketentuan yang terlampir.
c. Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun bai’ murabahah yang disepakati oleh jumhur ulama
adalah bai’ (penjual), musytari (pembeli), mabi’ (barang/objek),
tsaman (harga), dan sighat (ijab dan qabul) (Isnawati, 2011).
Sedangkan menurut Wiroso (2005) syarat untuk jual beli
murabahah adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui harga pertama (harga pembelian);
2) Mengetahui besarnya keuntungan;
3) Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan
dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan
dihitung;
36
4) Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak
menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama;
5) Transaksi pertama haruslah sah secara syara’.
d. Jenis-Jenis Murabahah
Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam
(Wiroso,2005), yaitu:
1) Murabahah tanpa pesanan, maksudnya ada yang pesan atau
tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan
barang dagangannya. Penyediaan barang pada murabahah ini
tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada tidaknya
pesanan atau pembeli.
2) Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah
baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli
apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga
penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada
murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau
terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang
tersebut. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan
menjadi:
Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat,
maksudnya apabila telah pesan harus dibeli.
Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak
mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan
37
barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat
menerima atau membatalkan barang tersebut.
e. Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah
Arifin (2006) mengatakan pembiayaan murabahah adalah
akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan
nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh
keuntungan jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dan syarat
murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fiqih,
sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga dan cara
pembayaran adalah sesuai dengan kebijakan bank yang
bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok
ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi nasabah
mengetahui yang diambil oleh bank.
Selama akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh
berubah. Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut menjadi
batal. Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama,
bisa secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan
pembayaran secara angsuran ini disebut juga bai’ bi tsaman ajil.
Dalam prakteknya nasabah yang memesan untuk membeli barang
menunjuk pemasok yang telah diketahuinya menyediakan barang
dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya.
Atas dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari
38
pemasok yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian
menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan.
Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi
kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang
dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu.
Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari bank
untuk pengadaan barang tersebut.
Skema pembiayaan murabahah di bank syariah dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Sumber: Buku” Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”(Arifin, 2006).
f. Hubungan antara Pembiayaan Murabahah dengan
Profitabilitas
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan dengan
prinsip jual beli, di mana keuntungan yang akan diperoleh bank
syariah berupa margin/mark up. Dengan semakin besar
pembiayaan murabahah yang disalurkan, diharapkan margin yang
akan di dapat semakin besar pula. Tingginya pendapatan
39
margin/mark up tersebut tentunya akan meningkatkan profit yang
akan diperoleh bank syariah. dengan kata lain, pembiayaan
murabahah dengan keuntungan mark up-nya akan meningkatkan
profitabilitas bank syariah.
6. Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian Non Performing Financing (NPF)
Menurut Ali (2006) Non Performing Financing (NPF)
adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan
kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo debitnya atau pengguna
dana gagal memenuhi kewajibannya terhadap bank.
Sedangkan Muhammad (dalam Hendra Gunawan, 2013)
menyatakan bahwa Non Performing Financing (NPF) digunakan
untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi
oleh bank syariah. NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Risiko
pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko usaha
bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman
yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak
bank. Semakin tinggi rasio ini, menunjukan kualitas pembiayaan
bank syariah semakin buruk. Aktiva produktif bank syariah diukur
dengan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total
pembiayaan yang diberikan.
40
(Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, tidak dijumpai definisi atau pengertian dari
“pembiayaan bermasalah” yang diterjemahkan sebagai non
performing financing (NPF) atau amwal mustamirah ghairu
najihah (Zainuri, 2012). Istilah pembiayaan bermasalah dalam
perbankan syariah adalah padanan istilah kredit bermasalah di
perbankan konvensional. Istilah kredit bermasalah telah lazim
digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan
problem loan atau non performing loan (NPL) yang merupakan
istilah yang juga juga lazim digunakan dalam perbankan
internasional.
Namun, dalam statistik perbankan syariah yang diterbitkan
oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dijumpai istilah
non performing financing (NPF) atau dalam kamus perbankan
syariah disebut duyûmun ma`dûmah yang diartikan sebagai
pembiayaan non lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan
macet (Zainuri, 2012). Dengan demikian, maka dapat
disimpulakan bahwa untuk mengetahui rasio non performing
financing (NPF) pada suatu periode adalah membandingkan antara
pembiayaan kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M)
dengan total pembiayaan yang telah disalurkan.
b. Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat Rasio NPF
41
Kriteria penilaian dan penetapan peringkat rasio non
performing financing (NPF) untuk bank syariah berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat NPF
Peringkat Penilaian Penetapan
1 NPF < 2% Kualitas asset sangat baikrisiko portofolio yangsangat minimal.
2 2% ≤ NPF < 5% Kualitas asset baik namunterdapat kelemahan yangtidak signifikan.
3 5% ≤ NPF < 8% Kualitas asset cukup baiknamun diperkirakan akanmengalami penurunanapabila tidak dilakukanperbaikan.
4 8% ≤ NPF < 12% Kualitas asset kurang baikdan diperkirakan akanmengancam kelangsunganhidup bank apabila tidakdilakukan perbaikansecara mendasar.
5 NPF ≥ 12% Kualitas asset tidak baikdan diperkirakankelangsungan hidup banksulit untuk dapatdiselamatkan.
Sumber: Bank Indonesia, Himpunan Ketentuan Tingkat KesehatanPerbankan Syariah
c. Hubungan Non Performing Financing (NPF) dengan
Profitabilitas
Risiko bagi bank syariah dalam pemberian fasilitas
pembiayaan adalah tidak kembalinya pokok pembiayaan dan tidak
mendapat imbalan, ujrah, atau bagi hasil sebagaimana telah
42
disepakati dalam akad pembiayaan antara bank syariah dan
nasabah penerima fasilitas. Risiko pembiayaan bagi bank syariah
timbul apabila kualitas pembiayaan dari lancar menjadi kurang
lancar, diragukan, dan macet, atau dalam praktik disebut
pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF).
7. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)
a. Pengertian BOPO
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) sering disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil
rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas,
2005). Keberhasilan bank didasarkan pada penelitian kuantitatif
terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio
biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan
Suhardjono, 2005). Menurut Dendawijaya (2009) rasio biaya
operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio
BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi
43
90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat
dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya.
Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14
Desember 2001, BOPO diukur dari perbandingan antara biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio
BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan
oleh bank yang bersangkutan, dan setiap peningkatan pendapatan
operasi akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang
pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA)
bank yang bersnagkutan (Dendawijaya, 2003).
BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut:
b. Hubungan BOPO dengan Profitabilitas
BOPO merupakan ukuran tingkat efisiensi bagi suatu
lembaga perbankan dengan membandingkan antara biaya
operasional dengan pendapatan operasional. Tingkat efisiensi
dimaksud mempunyai pengaruh terhadap laba (return) yang akan
diperoleh pada akhir periode pembukuan. Bila rasio BOPO
meningkat maka berarti perbankan syariah semakin tidak efisien
dan akan mempengaruhi tingkat pendapatan pada periode yang
ditetapkan.
44
8. Profitabilitas
a. Pengertian Profitabilitas
Rasio profitabilitas menurut Riyadi (2006) adalah
perbandingan laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) atau
laba (sebelum pajak) dengan total asset yang dimiliki bank pada
periode tertentu. Rasio ini menurut Fahmi (2012) merupakan rasio
yang mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang
ditunjukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh
dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin
baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan
kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan.
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan
untuk memperoleh laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu.
Bagaimana perusahaan menggunakan seluruh modal yang dimiliki
untuk mendapatkan laba (keuntungan) merupakan cerminan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba (keuntungan).
Pengertian yang sama disampaikan oleh Husnan (2001) bahwa
profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aser, dan
modal saham tertentu. Brigham dan Houston (2001) menyatakan
bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan
dan keputusan.
45
Oktaviana (2012), menjelaskan bahwa profitabilitas
merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan
perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat
perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya,
suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang
menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit),
maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar.
Dalam melakukan analisis perusahaan disamping melihat laporan
keuangan perusahaan, juga dapat dilakukan dengan menggunakan
analisis laporan keuangan.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari laba (keuntungan). Rasio
ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu
perusahaan . Van Horne, Wachowics (2005), menjelaskan rasio
profitabilitas adalah “rasio keuangan yang menghubungkan laba
dengan penjualan investasi pada perusahaan”.
Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba
perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut. rasio profitabilitas menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal
46
sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi
efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas
perusahaan (Oktaviana, 2012).
b. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Menurut Oktaviana (2012) tujuan penggunaaan rasio
profitabilitas bagi entitas usaha, maupun bagi pihak luar entitas,
yaitu:
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode tertentu;
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya
dengan tahun sekarang;
3) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri; jumlah modal yang ditanamkan.
4) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
Adapun manfaat Rasio Profitabilitas, yaitu:
1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode.
2) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
47
5) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
c. Jenis-jenis Rasio Profitabilitas
Oktaviana (2012), menjelaskan penggunaan rasio
profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan
antara berbagai komponen yang ada dilaporan keuangan neraca
dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa
periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan
perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau
kenaikan sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut.
Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan sebagai alat
evaluasi kinerja manajemen selama ini, yaitu apakah mereka telah
bekerja secara efektif atau tidak. Efektif atau tidaknya dapat dilihat
dari ketercapaian target yang telah ditentukan mereka dikatakan
telah berhasil mencapai target untuk periode atau beberapa
periode, sebaliknya jika gagal atau tidak berhasil mencapai target
yang telah ditentukan, ini akan menjadi pelajarann bagi
manajemen untuk periode ke depan. Kegagalan ini harus diselidiki
dimana letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian
tersebut tidak terulang. Kegagalan atau keberhasilan dapat
dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan.
Rasio profitabilitas merupakan cerminan dari keseluruhan
efisiensi dan kinerja sebuah kegiatan bisnis. Pembagian jenis rasio
48
dapat berbagai macam, seacra umum dapat dikategorikan menjadi
dua jenis yaitu rasio yang berbasis margin dan rasio yang berbasis
return. Rasio yang mewakili jenis margin atau yang berbasis
merupakan representasi dari kemampuan sebuah perusahaan
menerjemahkan sejumlah pendapatan dari penjualan menjadi laba
(keuntungan) ke dalam berbagai tingkatan ukuran. Rasio berbasis
return merepresentasikan kemampuan sebuah perusahaan atau
entitas bisnis dalam mengukur efisiensinya untuk menghasilkan
return untuk pemegang sahamnya.
Dalam prakteknya, menurut Kasmir (2008) jenis-jenis rasio
profitabilitas yang dapat digunakan adalah :
1) Profit margin ( Profit margin on sales)
2) Retrun on Aset (ROA)
3) Retrun on Equity (ROE)
4) Laba per lembar saham
Menurut Fahmi (2012) Rasio profitabilitas secara umum ada
4, yaitu:
1) Gross profit margin
2) Net profit margin
3) Retrun on Invesment
4) Retrun on Network
49
Sedangkan menurut penelitian Oktaviana (2012) Rasio
profitabilitas direpresntasikan oleh beberapa rasio antara lain
1) Retrun on Aset
2) Retrun on Equity
3) Profit margin
4) Retrun on Deposit
5) Retrun on Shareholder capital
6) Net operating margin
d. Rasio Return On Assets (ROA)
Oktaviana (2012) menjelaskan bahwa ROA adalah rasio
yang rajin digunakan, yaitu membandingkan seberapa perkiraan
laba bersih yang dapat diperoleh dengan total aset yang ada. Rasio
ini adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah
aset secara keseluruhan. Rasio ini merupakan suatu ukuran untuk
menilai seberapa besar tinggat pengembalian (%) dari aset yang
dimiliki. Apabila rasio ini tinggi menunjukan adanya efisiensi yang
dilakukan oleh pihak manajemen.
Weston Dan Brigham (1993) Mendefinisikan ROA (
Retrun on Aset ) Adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap
aktiva. Menurut Hanafi dan Halim (2007) Retrun on Aset
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan
50
menggunakan total aset (kekayan) yang dimiliki perusahaan
setelah disesuaikan oleh biaya untuk mendanai aset tersebut.
Menurut Fraser dan Ormiston (2008) Pengembalian atas aktiva
ROA menunjukan jumlah laba yang diperoleh secara relatif
terhadap tingkat investasi dalam total aktiva.
Formula Retrun on Asset secara umum adalah sebagai
berikut :
Laba bersih dapat dirujuk dari laporan laba rugi, sedangkan
rata rata total aktiva dapat dirujuk dari laporan posisi keuangan
perusahaan. Semakin tinggi angka ROA akan semakin baik karena
hal tersebut menunjukan manajemen melakukan pekerjaannya
dengan baik dalam pemanfaatan aktiva untuk menciptakan
penjualan atau pendapatn. Nilai ROA yang semakin tinggi
menunjukan suatu perusahaan semakin efisien dalam
memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba, sehingga nilai
perusahaan meningkat (Brigham, 2001). Rasio ROA yang tinggi
menunjukan efisiensi dan efektifitas pengelolaan aset yang berarti
semakin baik. Jadi semakin tinggi nilai ROA menunjukan kinerja
keuangan perusahaan semakin baik.
e. Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat ROA
51
Kriteria penilaian dan penetapan peringkat rasio return on
asset (ROA) untuk bank syariah berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Kriteria Penilaian dan Penetapan Peringkat ROA
Peringkat Penilaian Penetapan1 ROA > 1,5% Kemampuan rentabilitas
sangat tinggi untukmengantisipasi potensikerugian danmeningkatkan modal.
2 1,25% < ROA ≤ 1,5% Kemampuan rentabilitastinggi untukmengantisipasi potensikerugian danmeningkatkan modal.
3 0,5% < ROA ≤ 1,25% Kemampuan rentabilitascukup tinggi untukmengantisipasi potensikerugian danmeningkatkan modal.
4 0% < ROA ≤ 0,5% Kemampuan rentabilitasrendah untukmengantisipasi potensikerugian danmeningkatkan modal.
5 ROA ≤ 0% Kemampuan rentabilitassangat rendah untukmengantisipasi potensikerugian danmeningkatkan modal.
Sumber: Bank Indonesia, Himpunan Ketentuan Tingkat KesehatanPerbankan Syariah
7) Konsep Dummy Variabel
Dalam statistik dan ekonometrik, terutama dalam analisis
regresi, variabel dummy juga dikenal sebagai variabel indikator
52
atau variabel kualitatif sebagai salah satu cara untuk mengambil
nilai 0 atau 1 yang menunjukkan tidak adanya atau kehadiran
beberapa efek kategoris yang dapat diharapkan untuk menggeser
hasilnya (Gujarati, 2006).
Dalam penelitian ini tolak ukur dalam variabel dummy
adalah penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan good corporate governance
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dimana
sebelum penerapan good coporate governance dilambangkan
dengan angka 0 dan setelah penerapan good coporate governance
dilambangkan dengan angka 1.
B. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas oleh
penulis karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian
sebelumnya. Meskipun ruang lingkup penelitian hamper sama namun
objek, periode waktu, dan alat analisis yang digunakan berbeda. Maka
terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan referensi
untuk saling melengkapi.
1. Iqbal Ali Hamzah (2014)
Penelitian pertama oleh Iqbal Ali Hamzah (2014), dengan judul
“Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Kualitas Aset Produktif
terhadap Profitabilitas PT. Bank BRI Syariah periode 2009-2013”.
53
Variabel yang ditelitinya adalah pembiayaan murabahah, non
performing financing (NPF) dan return on asset (ROA). Dengan
menggunakan metode teknik analisis yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah regresi linier berganda untuk memperoleh
gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan antara variabel satu
dengan yang lain. Hasil penelitiannya adalah secara simultan
pembiayaan murabahah dan NPF memiliki pengaruh signifikan
terhadap ROA. Namun, secara parsial hanya NPF memiliki pengaruh
signifikan terhadap ROA, sedangkan pembiayaan murabahah tidak
berpengaruh signifikan terhadap ROA. Persentase pembiayaan
murabahah dan NPF dapat mempengaruhi ROA adalah sebesar 57,5%.
Dalam penelitian ini BRI Syariah harus memperhatikan manajemen
resiko pembiayaan melalui penilaian kualitas asset produktif yang
dilihat dari non performing financing, supaya profitabilitas yang
diharapkan bank dapat meningkat.
2. Hendra Gunawan (2013)
Penelitian kedua oleh Hendra Gunawan (2013), dengan judul
“Analisis Pengaruh Jumlah Pembiayaan Murabahah, Mudharabah,
dan Non Performing Financing Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus
Bank Syariah Mandiri Periode 2007-2011)”. Variabel yang ditelitinya
adalah pembiayaan murabahah, mudharabah, non performing
financing, dan profitabilitas. Dengan menggunakan metode teknik
analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier
54
berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai
hubungan antara variabel satu dengan yang lain. Data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data bulanan dari Januari 2007 sampai
Desember 2011. Hasil penelitiannya adalah variabel murabahah
berpengaruh positif terhadap profitabilitas dengan nilai 0.001. Variabel
mudharabah berpengaruh negative terhadap profitabilitas dengan nilai
0.000. sedangkan variabel non performing financing tidak berpengaruh
terhadap profitabilitas dengan nilai 0.642.
3. Dhian Dayinta Pratiwi (2012)
Penelitian ketiga oleh Dhian Dayinta Pratiwi (2012), dengan judul
“Pengaruh CAR, BOPO, NPF, dan FDR terhadap Return On Asset
(ROA) Bank Umum Syariah (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah
di Indonesia Tahun 2005-2010)”. Variabel yang ditelitinya adalah
CAR, BOPO, NPF, FDR, dan ROA. Dengan menggunakan metode
teknik analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah regresi
linier berganda untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai hubungan antara variabel satu dengan yang lain. Data yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan Bank Umum Syariah periode 2005-2010. Hasil
penelitiannya adalah CAR berpengaruh negatif terhadap ROA, tetapi
tidak signifikan. Variabel BOPO dan NPF berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap ROA Bank Umum Syariah. Sedangkan variabel
FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA Bank Umum
55
Syariah. Kemampuan prediksi dari keempat variabel tersebut terhadap
ROA sebesar 67,2%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di
luar model penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi manajemen Bank Umum Syariah dalam mengelola
perusahaan.
4. M. Shalahuddin Fahmi (2013)
Penelitian keempat oleh M. Shalahuddin Fahmi (2013), dengan
judul “Pengaruh CAR, NPF, BOPO dan FDR terhadap Profitabilitas
Bank Umum Syariah”. Variabel yang ditelitinya adalah CAR, NPF,
BOPO, FDR, dan ROA. Dengan menggunakan metode teknik analisis
yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda
untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan
antara variabel satu dengan yang lain. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Diperoleh jumlah sampel
sebanyak 3 Bank Umum Syariah. Hasil penelitiannya adalah variabel
CAR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ROA,
variabel NPF dan FDR memiliki pengaruh negative dan tidak
signifikan terhadap ROA. Sementara variabel BOPO berpengaruh
negative dan signifikan terhadap ROA. Kemampuan prediksi dari
keempat variabel independen terhadap ROA adalah sebesar 38,5%
yang ditunjukan dari besarnya Adjusted R2, sisanya sebesar 61,5%
dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model penelitian.
56
5. Aimmatul Karimah (2012)
Penelitian kelima oleh Aimmatul Karimah (2012), dengan judul
“Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan
Sesudah Penerapan Good Corporate Governance (GCG) (Studi Kasus
pada Bank Syariah Mandiri)”. Variabel yang ditelitinya adalah Good
Corporate Governance, Profitabilitas, Solvabilitas, dan Likuiditas.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan Bank
Syariah Mandiri sebelum dan sesudah penerapan good corporate
governance. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian terapan
(applied research) dengan pendekatan komparatif. Alat analisis yang
digunakan adalah Paired Sample T-tes. Hasil pengujian menunjukkan
tidak terdapat perbedaan kinerja sebelum dan sesudah penerapan good
corporate governance dilihat dari rasio profitabilitas. Namun, dari
rasio likuiditas dan solvabilitas terdapat perbedaan kinerja yang
signifikan. Tidak adanya perbedaan rasio profitabilitas karena
penerapan GCG lebih bersifat jangka panjang, sedangkan rasio
profitabilitas berorentasi pada jangka pendek. Sedangkan, terdapat
perbedaan yang signifikan pada rasio likuiditas dan solvabilitas karena
penerapan GCG bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga
mudah bagi perusahaan memperoleh dana eksternal.
6. Ferly Ferdyant, Ratna Anggraini ZR, Erika Takidah (2014)
Penelitian keenam oleh Ferly Ferdyant, Ratna Anggraini ZR, Erika
Takidah (2014), dengan judul “Pengaruh Kualitas Penerapan Good
57
Corporate Governance dan Risiko Pembiayaan Terhadap Profitabilitas
Perbankan Syariah”. Variabel yang ditelitinya adalah Good Corporate
Governance, Non Performing Financing, dan Profitabilitas. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional
dengan data sekunder untuk ketiga variabel. Data sekunder berupa
laporan tahunan perusahaan dan laporan GCG sesuai pasal 62 PBI No.
11 Tahun 2009. Periode 2010, 2011, dan 2012, 2013. Metode ini
digunakan karena peneliti berusaha mengetahui seberapa besar
pengaruh antara Kualitas Penerapan Good Corporate Governance dan
Risiko Pembiayaan terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di
Indonesia. Hasil pengujian statistik berdasarkan uji-t menunjukkan
bahwa variabel GCG berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
profitabilitas perbankan syariah. Variabel NPF berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap profitabilitas perbankan syariah. Hasil
pengujian statistik berdasarkan uji signifikan simultan (Uji F)
menunjukkan bahwa Kualitas penerapan GCG (X1) dan Risiko
Pembiayaan (X2) berpengaruh terhadap Profitabilitas Perbankan
Syariah(Y).
58
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
Penulis Judul Penelitian Variabel Metode Analisis KesimpulanIqbal Ali Hamzah (2014) Pengaruh Pembiayaan
Murabahah danKualitas Aset
Produktif TerhadapProfitabilitas PT.BankBRI Syariah Periode
2009-2013
Dependent:ProfitabilitasIndependent:Pembiayaan
Murabahah danKualitas Aset
Produktif
Ordinary LeastSquare (OLS)
Hasil penelitian menunjukan bahwa secarasimultan pembiayaan murabahah dan NPF
memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA.Namun, secara parsial hanya NPF memiliki
pengaruh signifikan terhadap ROA, sedangkanpembiayaan murabahah tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROA.Hendra Gunawan (2013) Analisis Pengaruh
Jumlah PembiayaanMurabahah,
Mudharabah, dan NonPerforming FinancingTerhadap Profitabilitas
(Studi Kasus BankSyariah Mandiri
Periode 2007-2011)
Dependent:ProfitabilitasIndependent:PembiayaanMurabahah,
Mudharabah,dan Non
PerformingFinancing
Ordinary LeastSquare (OLS)
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabelmurabahah berpengaruh positif terhadapprofitabilitas dengan nilai 0,001. Variabel
mudharabah berpengaruh negative terhadapprofitabilitas dengan nilai 0,000. Sedangkan
variabel Non Performing Financing tidakberpengaruh terhadap profitabilitas dengan nilai
0,642.
Dhian Dayinta Pratiwi(2012)
Pengaruh CAR,BOPO, NPF, dan FDR
terhadap Return OnAsset (ROA) Bank
Umum Syariah (StudiKasus pada Bank
Dependent:ROA
Independent:CAR, BOPO,
NPF, dan FDR
Ordinary LeastSquare (OLS)
Hasil penelitian menunjukan bahwa CAR,BOPO, dan NPF berpengaruh negatif terhadap
ROA, sedangkan FDR berpengaruh positifterhadap ROA. Variabel CAR tidak berpengaruh
signifikan sedangkan BOPO, NPF, dan FDRberpengaruh signifikan terhadap ROA.
59
Umum Syariah diIndonesia Tahun
2005-2010)M. Shalahuddin Fahmy
(2013)Pengaruh CAR, NPF,
BOPO dan FDRterhadap ProfitabilitasBank Umum Syariah
Dependent:ProfitabilitasIndependent:CAR, NPF,BOPO, dan
FDR
Ordinary LeastSquare (OLS)
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabelCAR berpengaruh positif terhadap ROA,
sedangkan variabel NPF, FDR, dan BOPOberpengaruh negatif terhadap ROA. Variabel
CAR, NPF, dan FDR tidak berpengaruhsignifikan terhadap ROA, sedangkan variabelBOPO berpegaruh signifikan terhadap ROA.
Aimmatul Karimah (2012) Analisis PerbandinganKinerja Keuangan
Perbankan Sebelumdan Sesudah
Penerapan GoodCorporate
Governance (GCG)(Studi Kasus pada
Bank Syariah Mandiri)
GoodCorporate
Governance,Profitabilitas,Solvabilitas,Likuiditas
Analisisperbandingan
komparatif(Paired Sample
T-test)
Hasil pengujian menunjukkan tidak terdapatperbedaan kinerja sebelum dan sesudah
penerapan good corporate governance dilihatdari rasio profitabilitas. Sedangkan, dari rasiolikuiditas dan solvabilitas terdapat perbedaan
kinerja yang signifikan.
Ferly Ferdyant, RatnaAnggraini ZR, Erika
Takidah (2014)
Pengaruh KualitasPenerapan Good
CorporateGovernance dan
Risiko PembiayaanTerhadap Profitabilitas
Perbankan Syariah
Dependent:ProfitabilitasIndependent:
GoodCorporate
Governance,dan Non
PerformingFinancing
Ordinanry LeastSquare (OLS)
Hasil pengujian statistik berdasarkan uji-tmenunjukkan
bahwa variabel GCG dan NPF berpengaruhnegatif dan signifikan terhadap profitabilitas
perbankan syariah.
60
C. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori
yang tertuang dalam tinjauan pustaka atau landasan teori, yang pada
dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam
memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah
yang ditetapkan (Hamid, 2010).
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini difokuskan pada
bagaimana pengaruh Good Corporate Governance (X1) yang
dilihat dari sebelum dan sesudah diterapkannya PBI No.
11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah dan SEBI No.12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, pembiayaan murabahah (X2), non performing
finanacing (X3), dan BOPO (X4) terhadap profitabilitas bank
umum syariah di Inonesia yang diukur dengan rasio return on asset
(Y).
Dimana terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan
variabel yang diteliti. Dalam teori stakeholders, menunjukkan
adanya peran penting stakeholders dalam perusahaan. Untuk itu
perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap
stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi
61
semua tuntutan stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan
perusahaan.
Stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan
publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.
Agency theory menyatakan bahwa principal akan
mengutamakan pencapaian return yang maksimal atas dana yang
telah diinvestasikan, sedangkan agent akan mementingkan
peningkatan kompensasi atas kinerja yang dihasilkan.
Menurut Antonio (2001), Pembiayaan murabahah adalah
pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli barang dimana
pihak bank membeli barang dari pemasok dan kemudian
menjualnya kembali kepada nasabah. Pembiayaan murabahah
dalam penelitian Citra Maulina Septiani (2014) menyatakan bahwa
adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Menurut Sartono (2010), Non Performing Financing (NPF)
merupakan salah satu rasio penunjang yang digunakan untuk
menilai kualitas asset pembiayaan. Semakin tinggi NPF maka
kinerja bank semakin buruk dan profitabilitasnya rendah. NPF yang
diteliti oleh Dhian Dayinta Pratiwi (2012) yang menyatakan bahwa
adanya pengaruh negative dan signifikan terhadap ROA.
Menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005), BOPO yang
merupakan perbandingan atara total biaya operasional dan total
62
pendapatan operasional. Tingginya rasio BOPO menandakan
tinginya biaya operasional, biaya operasional yang tinggi ini
menandakan tidak efisiennya perbankan tersebut. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Shalahuddin Fahmy
(2013) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa BOPO
memiliki pengaruh yang signifikan dan berkorelasi negatif terhadap
ROA Bank Umum Syariah.
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
63
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
Landasan Teori
1. Agency Theory2. Stewardship Theory3. Teori Stakeholders
Profitabilitas BankUmum Syariah di
Indonesia (Y)
1. Good CorporateGovernance (Dummy(X1))
2. Pembiayaan Murabahah(X2)
3. NPF (X3)4. BOPO (X4)
Interpretasi
Uji Asumsi Klasik
Uji Ordinary LeastSquare (OLS)
Variabel Terikat Variabel Bebas
Alat Analisis
64
D. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh Good Corporate Governance (GCG), Pembiayaan
Murabahah, Non Performing Financing (NPF) dan BOPO secara
simultan terhadap ROA Bank Umum Syariah di Indonesia pada
periode 2008-2014.
2. Terdapat pengaruh Good Corporate Governance (GCG) secara parsial
terhadap ROA Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode 2008-
2014.
3. Terdapat pengaruh Pembiayaan Murabahah secara parsial terhadap
ROA Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode 2008-2014.
4. Terdapat pengaruh Non Performing Financing (NPF) secara parsial
terhadap ROA Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode 2008-
2014.
5. Terdapat pengaruh BOPO secara simultan terhadap ROA Bank Umum
Syariah di Indonesia pada periode 2008-2014.
65
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam ruang lingkup penelitian diperlukan adanya penekanan batasan
lokasi, waktu atau sektor dan variabel-variabel yang dibahas (Hamid,
2010). Secara umum ruang lingkup penelitian ini menganalisis tentang
pengaruh dummy variabel Good Corporate Governance (GCG) terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia. Adapun variabel-variabel
lainnya yang mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia
antara lain yaitu pembiayaan murabahah, Non Performing Financing
(NPF), dan BOPO periode Januari 2008 – Desember 2014. Dalam
penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari lima variabel.
Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia merupakan variabel terikat
(dependent) dalam penelitian ini. Kemudian yang menjadi variabel
bebasnya (independent) yaitu pembiayaan murabahah, Non Performing
Financing (NPF), BOPO serta dummy variabel Good Corporate
Governance (GCG) sebagai representasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia.
B. Teknik Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2010). Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Bank Umum Syariah seluruh Indonesia.
66
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah teknik
purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel, dimana anggota
sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang berdasarkan
atas pertimbangan yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam
penyusunan penelitian ini, karena dengan pengumpulan data kita dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh Good Corporate Governance
(GCG) terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia serta
variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum
Syariah Indonesia antara lain pembiayaan murabahah, Non Performing
Financing (NPF) dan BOPO. Agar tujuan penelitian ini terpenuhi, maka
jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder.
Menurut Wijaya (2013), data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
sumber yang menerbitkan dan bersifat pakai. Adapun data sekunder yang
dimaksud didapat melalui website resmi, berupa data berbasis bulanan
periode Januari 2008 – Desember 2014 yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Data Return On Assets (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia dalam
bentuk persen yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
2. Data Pembiayaan Murabahah Bank Umum Syariah Indonesia dalam
bentuk milyar yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
67
3. Data Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah
Indonesia dalam bentuk persen yang diperoleh dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
4. Data BOPO Bank Umum Syariah Indonesia dalam bentuk persen
yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain metode pengumpulan data sekunder melalui website, dalam
penelitian ini juga menggunakan referensi pendukung lainnya, yaitu
melalui kajian studi pustaka seperti jurnal, Surat Edaran Bank Indonesia
No.12/13/DPbS/2010, serta Peraturan Bank Inonesia No.11/33/PBI/2009,
terutama terkait dengan teori-teori yang bersangkutan dengan variabel
penelitian.
D. Model Analisis Data
1. Model Analisis
Dalam pengolahan data ini, digunakan penerapan metode kuadrat
terkecil atau sering disebut dengan Ordinary Least Square / OLS untuk
model regresi linier berganda dengan menggunakan alat bantu Eviews.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi profitabilitas bank umum
syariah adalah pembiayaan murabahah, Non Performing Financing
(NPF), BOPO dan adapun variabel Good Corporate Governance
dalam bentuk dummy karena ingin membandingkan profitabilitas bank
umum syariah sebelum dan sesudah penerapan Good Corporate
Governance. Sementara variabel murabahah dalam bentuk logaritma
natural karena untuk mengubah skala pengukuran data asli menjadi
68
bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-asumsi yang
mendasari analisis ragam. Dapat dinyatakan dalam fungsi sebagai
berikut :
Y = ƒ (X1,X2,X3,D)
Fungsi yang telah dijabarkan sebelumnya dimasukkan dalam bentuk
regresi linier berganda pada ekonometrika sebagai berikut :
ROAt = β0 + β1 Dt - β2 LnMt - β3 NPFt - β4 BOPOt + µt
Dimana :
ROAt = Return On Asset Bank Umum Syariah pada periode t
Dt = Dummy (Penerapan Good Corporate Governance) pada
periode t
0 : Sebelum penerapan PBI No.11/33/PBI/2009
1 : Sesudah penerapan PBI No.11/33/PBI/2009
LnMt = Murabahah Bank Umum Syariah pada periode t
NPFt = Non Performing Financing Bank Umum Syariah pada
periode t
BOPOt = Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional Bank
Umum Syariah pada periode t
β0 = Constanta
β1β2β3 β4 = Koefisien regresi
µ t = error term
69
2. Uji Asumsi Klasik
Menurut Algifari (2013), model regresi yang diperoleh dari metode
kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares/ OLS) merupakan
model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias yang
terbaik (Best Linier Unbias Estimator/ BLUE). Model regresi yang
baik adalah model regresi yang menghasilkan estimasi linier tidak bias
(Best Liniear Unbias Estimator/ BLUE). Kondisi ini akan terjadi jika
dipenuhi beberapa asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Asumsi
klasik terdiri dari :
- Nonmultikoleniaritas. Artinya antar variabel independent yang satu
dengan independent yang lain dalam model regresi tidak saling
berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna.
- Homokedastisitas. Artinya, varians semua variabel adalah konstan
(sama).
- Nonotokolerasi. Artinya, tidak terdapat pengaruh dari variabel
dalam model melalui tenggang waktu (time lag). Misalnya, nilai
suatu variabel saat ini akan berpengaruh terhadap nilai variabel lain
pada masa yang akan datang. Menurut model klasik ini tidak
mungkin terjadi.
- Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model stokhastiknya
sama dengan nol.
70
- Variabel independen adalah nonstokastik (nilai konstan pada setiap
kali percobaan yang dilakukan secara berulang).
- Distribusi kesalahan (error) adalah normal.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai
residual terdistribusi normal atau tidak pada variabel terikat dan
variabel bebas. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai
residual yang terdistribusi normal.
1) Penyebab Ketidaknormalan Data
Pelanggaran terhadap kenormalan dapat terjadi karena
terok tidak berasal dari populasi normal atau adanya beberapa
data, biasanya di pinggir, yang merupakan pencilan
(penyebabnya tidak jelas atau berasal dari populasi lain yang
tidak sama dengan bagian terbesar data lainnya).
2) Teknik Deteksi
Menurut Winarno (2011), normalitas data dapat dilihat
dengan beberapa cara diantaranya, pertama dengan uji Jarque-
Bera, yaitu uji statistik untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal. Probability menunjukkan kemungkinan
nilai Jarque-Bera melebihi (dalam nilai absolut) nilai
terobservasi di bawah hipotesis nol. Nilai probabilitas yang
71
kecil cenderung mengarahkan pada penolakan hipotesis nol
distribusi normal.
Kedua dengan uji histogram (histogram normality test).
Sebenarnya normalitas data dapat dilihat dari gambar
histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti bentuk
kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Lebih mudah bila
melihat koefisien Jarque-Bera dan probabilitasnya. Kedua
angka ini bersifat saling mendukung, yang ditunjukkan oleh :
- Bila nilai J-B tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka
data terdistribusi normal.
- Bila probabilitas lebih besar dari 5% (bila menggunakan
tingkat signifikansi tersebut), maka data berdistribusi
normal (hipotesis nolnya adalah data berdistribusi normal).
3) Implikasi Ketidaknormalan Data
Menurut Widarjono (2010), salah satu asumsi model regresi
adalah residual mempunyai distribusi normal. Apa
konsekuensinya jika model tidak mempunyai reisdual yang
berdistribusi normal? Uji t untuk melihat signifikansi variabel
independen terhadap variabel dependen tidak bisa diaplikasikan
jika residual tidak mempunyai distribusi normal.
72
4) Cara Mengatasi Ketidaknormalan Data
Menurut Rosadi (2012), salah satu hal yang dapat
dilakukan jika data tidak berdistribusi normal adalah
melakukan transformasi terhadap data. Jika data menceng dan
semuanya bernilai positif, salah satu metode transformasi yang
dapat digunakan adalah menggunakan transformasi power ( y =
xλ untuk λ ≠ 0 dan y = ln(x) untuk λ = 0), atau ekuivalennya,
dengan menggunakan metode Box-Cox Power ( y = xλ – 1) / λ
untuk λ ≠ 0 dan y = ln(x) untuk λ = 0). Salah satu cara untuk
mendapatkan nilai λ optimal adalah dengan mencari nilai λ
yang memaksimalkan korelasi antara data hasil transformasi y
dengan nilai kuartil distribusi normalnya (yakni korelasi di
antara sumbu x-axis dan y-axis pada q-q plot untuk data hasil
transformasi y).
Untuk model statistika yang telah diketahui bentuknya
(misal regresi linier), maka nilai λ optimal diperoleh dengan
mencari nilai λ yang akan meminimumkan jumlahan kuadrat
residual dari model statistika tersebut untuk data hasil
transformasi y. Pada eviews tidak tersedia menu untuk
melakukan transformasi Box-Cox dan mencari nilai optimal λ,
namun transformasi dapat dilakukan dengan menggunakan
menu utama Quick/Generate Series atau klik tombol Genr
pada file kerja yang sedang aktif.
73
b. Multikolinieritas
Uji multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier
antarvariabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel
independen,maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada
persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel
independen dan satu variabel dependen) (Winarno, 2011). Menurut
Gujarati (2006) dalam Ariefianto (2012), menyatakan bahwa
multikolinieritas adalah fenomena sampling. Ia terjadi pada sampel
dan bukan pada populasi. Hal ini tentu saja jika kita telah
menspesifikasikan variabel yang masuk ke dalam model dengan
benar (misalnya tidak ada variabel yang merupakan multiplikasi
dari variabel lainnya). Dengan kata lain, jika dimungkinkan untuk
bekerja pada populasi maka multikolinieritas tidak akan pernah
menjadi suatu masalah.
1) Penyebab Masalah Multikolinieritas
Terdapat beberapa penyebab multikolinieritas,
diantaranya (Montgomery and Peck, 1982 dalam Ariefianto,
2012) yaitu :
- Cara pengambilan data dan kecilnya ukuran sampel.
- Pembatas pada model atau populasi yang disampel.
74
- Spesifikasi model. Penambahan polynomial (χ2. χ3, dst)
berpotensi menimbulkan masalah multikolinieritas terutama
jika kisaran nilai χ yang dimiliki adalah kecil.
- Model yang overdetermined. Hal ini terjadi jika model
dimaksud memiliki lebih banyak variabel dibandingkan
jumlah sampel (umumnya terjadi pada penelitian medis).
- Common trend. Terutama jika menggunakan data time
series, banyak variabel seperti GDP, konsumsi agregat,
PMA, dan sebagainya bergerak searah berdasarkan waktu.
2) Teknik Deteksi
Menurut Kmenta (1986) dalam Ariefianto (2012),
menyatakan permasalahan multikolinieritas adalah persoalan
derajat, bukan apakah ada atau tidak ada suatu kolinieritas pada
data yang dimiliki. Kondisi terjadinya multikolinier
ditunjukkan dengan berbagai informasi berikut :
- Nilai R2 tinggi, tetapi variabel independen banyak yang
tidak signifikan.
- Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel
independen. Apabila koefisiennya rendah, maka tidak
terdapat multikolinieritas.
- Dengan melakukan auxiliary regression. Kita membuat
regresi auxiliary antara variabel-variabel yang dicurigai
mengalami multikolinieritas dan menghitung overall
75
significance (F-Test). Suatu regresi auxiliary yang
signifikan mendukung dugaan atas adanya
multikolinieritas.
Sedangkan menurut Widarjono (2007), pengujian
multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan metode deteksi
Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi
auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya.
Jika koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien
determinasi model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan
multikolinieritas antara variabel independen yang digunakan
dalam model penelitian.
3) Implikasi Masalah Multikolinieritas
Menurut Winarno (2011), menjelaskan apabila model
prediksi kita memiliki multikolinearitas, akan memunculkan
akibat-akibat berikut ini :
- Estimator masih bersifat BLUE, tetapi memiliki varian dan
kovarian yang besar, sehingga sulit dipakai sebagai alat
estimasi.
- Interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistik uji t
akan kecil, sehingga menyebabkan variabel independen
tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi
variabel independen.
76
4) Cara Menghilangkan Multikolinieritas
Cara menghilangkan multikolinieritas menurut Winarno
(2011), alternatif tersebut adalah :
- Biarkan saja model kita mengandung multikolinieritas,
karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat
BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi
antarvariabel independen. Namun harus diketahui bahwa
multikolinieritas akan menyebabkan standard error yang
besar.
- Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena masalah
multikolinieritas biasanya muncul karena jumlah
observasinya sedikit. Apabila datanya tidak dapat ditambah,
teruskan dengan model yang sekarang digunakan.
Hilangkan salah satu variabel independen, terutama yang
memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain.
Namun apabila menurut teori variabel independen tersebut
tidak mungkin dihilangkan, berarti harus tetap dipakai.
Menurut Gujarati (2006), mengeluarkan variabel-variabel
itu dari model akan membawa kita pada apa yang dikenal
sebagai kesalahan spesifikasi model, karena jika kita
mengeluarkan sebuah variabel dari modelnya hanya untuk
menghapuskan masalah kolinieritas dan untuk
77
mengestimasi model tanpa variabel itu, estimasi parameter
yang direduksi itu mungkin akan menjadi bias.
- Transformasikanlah salah satu (atau beberapa) variabel,
termasuk misalnya dengan melakukan diferensiasi.
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Ariefianto
(2012), asumsi penting (asumsi Gauss Markov) dalam penggunaan
OLS adalah varians residual yang konstan. Varians dari residual
tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih variabel bebas.
Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis.
Jika tidak, disebut heterokedastis.
1) Penyebab Masalah Heterokedastisitas
Terdapat beberapa alasan mengapa residual regresi dapat
bersifat heterokedastis, diantaranya (Gujarati, 2003 dan
Pindyck dan Rubenfeld, 1997 dalam Ariefianto, 2012) yaitu :
- Situasi error learning. Jika menggunakan sampel yang
bersifat panel/ time series akan sangat mungkin model yang
dimiliki akan bersifat heterokedastis. Hal ini disebabkan
kesalahan pengetikan akan menurun dari waktu ke waktu
dan terjadi konvergensi di antara elemen sampel.
78
- Kemampuan diskresi. Hal ini tampak jelas pada penelitian
dengan menggunakan variabel pendapatan. Aktivitas oleh
individu yang memiliki pendapatan tinggi akan jauh lebih
variatif dibandingkan yang berpendapatan rendah. Dengan
demikian suatu model regresi dengan menggunakan
variabel semacam ini akan mengalami peningkatan residual
kuadrat dengan semakin besarnya pendapatan.
- Perbaikan teknik pengambilan data. Peneliti akan belajar
untuk menarik informasi dengan benar, dengan demikian
kesalahan akibat proses ekstraksi data akan semakin
menurun.
- Keberadaan outlier. Outlier adalah data yang memiliki
karakteristik sangat berbeda dari kondisi yang umum.
- Masalah spesifikasi. Jika model pada populasi adalah non-
linier (misalnya eksponensial) namun kita memaksa
penggunaan model linier. Di sini, kuadrat residual akan
meningkat cepat dangan meningkatnya nilai variabel bebas.
2) Teknik Deteksi
Menurut Winarno (2011), ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengidentifiksi ada tidaknya masalah
heterokedastisitas. Beberapa metode tersebut adalah seperti;
metode grafik (menampilkan grafik sebar/ scatter plot), uji
park, uji glejser, uji korelasi spearman, uji goldfeld-quandt, uji
79
bruesch-pagan-godfrey, dan uji white. Kriteria pada output
eviews 7 adalah sebagai berikut :
- Bila Prob Obs*R-square < 0,05/ 5% = maka terdapat
heteroskedastisitas (tolak H0, terima H1).
- Bila Prob Obs*R-square > 0,05/ 5% = maka tidak terdapat
heteroskedastisitas (tolak H1, terima H0).
3) Implikasi Masalah Heterokedastisitas
Menurut Ariefianto (2012), terlanggarnya asumsi ini
(disebut heterokedastisitas) tidak menyebabkan estimator (βi)
menjadi bias karena residual bukanlah komponen dalam
perhitungan. Namun demikian heterokedastisitas menyebabkan
standard error dari model regresi menjadi bias, dan sebagai
konsekuensinya matriks varians-kovarians yang digunakan
untuk menghitung standard error parameter menjadi bias pula,
serta seluruh tipe uji hipotesis (parsial dan exclusion) menjadi
menyesatkan. Seperti yang diketahui, pengujian hipotesis baik t
test maupun F test sangatlah terikat pada standard error yang
benar. Dengan demikian, masalah heterokedastisitas akan
menyebabkan pengambilan kesimpulan menjadi tidak valid.
4) Cara Menghilangkan Heterokedastisitas
Untuk menghilangkan masalah heterokedastisitas menurut
Winarno (2011), ada bebarapa alternatif yang dapat dilakukan.
Namun alternatif tersebut sangat bergantung kepada
80
ketersediaan informasi tentang varians dan residual. Jika
varians dan residual diketahui, maka heterokedastisitas dapat
diatasi dengan metode WLS. Seandainya varians tidak
diketahui, kita harus mengetahui pola varians residual terlebih
dahulu sebelum dapat mengatasi masalah heterokedastisitas.
Langkah-langkah tersebut adalah :
- Metode WLS (Weighted Least Square). Metode ini dapat
digunakan apabila σi2 diketahui.
- Metode White. Metode ini digunakan apabila besarnya σi2
tidak diketahui. Prosedur white (1980) dilakukan terutama
jika heterokedastisitas yang terjadi adalah pada model yang
telah dispesifikasi dengan benar.
- Metode transformasi, pada metode ini dituntut untuk lebih
menggunakan cara coba-coba, yaitu mengubah persamaan
dengan cara yang konsisten, agar masalah
heterokedastisitas menjadi hilang.
d. Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara
residual satu observasi dengan residual observasi lainnya.
Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut
waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang
dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun
demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data
81
yang bersifat antar objek (cross section) (Winarno, 2011).
Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi
negatif. Dalam analisis runtut waktu, lebih besar kemungkinan
terjadi autokorelasi positif, karena variabel yang dianalisis
biasanya mengandung kecenderungan meningkat.
1) Penyebab Masalah Autokorelasi
Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut
(Gujarati, 2003 dalam Winarno, 2011), beberapa penyebab
autokorelasi adalah :
- Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman,
misalnya kondisi perekonomian suatu negara yang kadang
naik dan kadang menurun.
- Kekeliruan memanipulasi data, misalnya data tahunan
dijadikan data kuartalan dengan membagi empat.
- Data runtut waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan
model yt = a + bxt + et, karena datanya bersifat runtut, maka
berlaku juga yt-1 = a + bxt-1 + et-1. Dengan demikian akan
terjadi hubungan antara data sekarang dan data periode
sebelumnya.
- Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
82
2) Teknik Deteksi
Sebelum menyatakan bahwa kualitas model yang
digunakan sebagai alat analisis, terlebih dahulu perlu
memeriksa masalah autokorelasi dengan model yang
digunakan. Cara untuk memeriksa atau mengidentifikasi ada
tidaknya masalah autokorelasi ada dua cara yang dapat
digunakan (Winarno, 2011) yaitu :
- Uji Durbin-Watson
Uji D-W merupakan salah satu uji yang banyak dipakai
untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi. Hampir semua
program statistik sudah menyediakan fasilitas untuk
menghitung nilai d (yang menggambarkan koefisien DW).
Nilai d akan berada di kisaran 0 hingga 4 seperti tampak
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Tolak H0,berarti ada
autokorelasipositif
Tidak dapatdiputuskan
Tidak menolakH0, berarti tidakada autokorelasi
Tidak dapatdiputuskan
Tolak H0,berarti ada
autokorelasinegatif
0 dL du 2 4-du 4-dL 41,10 1,54 2,46 2,90
Apabila d berada di antara 1,54 dan 2,46, maka tidak
ada autokorelasi, dan bila nilai d ada di antara 0 hingga
1,10, dapat disimpulkan bahwa data mengandung
autokorelasi positif. Demikian seterusnya.
83
- Uji Breusch-Godfrey
Nama lain uji BG ini adalah Uji Lagrange-Multiplier
(Pengganda Lagrange). Perhatikan nilai probability dan
nilai Obs*R-squared yang berasal dari koefisien
determinasi (yaitu R-squared) dikalikan dengan banyaknya
observasi. Bila nilai probability > α = 5%
mengidentifikasikan bahwa data tidak mengandung
autokorelasi.
3) Implikasi Masalah Autokorelasi
Jika memiliki model regresi yang mengalami masalah
autokorelasi, maka estimator OLS yang diperoleh adalah tetap
tidak bias, konsisten, dan secara asimtotik akan terdistribusi
dengan normal (Gujarati, 2003 dalam Ariefianto, 2012).
Namun demikian ia menjadi tidak BLUE karena varians
residual regresi adalah tidak minimum pada estimator kelas
linier. Lebih lanjut menurut Vogelvang (2005), varians residual
ini memiliki kecenderungan mengestimasi terlalu rendah
varians residual yang sebenarnya, akibatnya statistik uji
(statistik t) akan memiliki nilai terlalu besar sehingga
menimbulkan kesan signifikansi (padahal mungkin tidak).
4) Cara menghilangkan Autokorelasi
Apabila data mengandung autokorelasi, data harus segera
diperbaiki agar model tetap dapat digunakan. Untuk
84
menghilangkan masalah autokorelasi, harus diketahui terlebih
dahulu besarnya koefisien autokorelasi, ρ. Untuk menghitung
nilai ρ, dapat digunakan Uji G atau biasa dikenal dengan Uji
Berenblutt-Webb. Setelah ρ diketahui, barulah autokorelasi
dapat dihilangkan. Beberapa alternatif menghilangkan masalah
autokorelasi (Winarno, 2011), yaitu :
- Bila struktur autokorelasi (ρ) diketahui. Bila ρ diketahui,
masalah autokorelasi dapat diatasi dengan melakukan
transformasi terhadap persamaan. Metode ini sering juga
disebut dengan generalized difference equation. Kelemahan
utama metode ini adalah sulit mengetahui nilai ρ.
- Bila ρ tinggi: metode diferensi tingkat pertama. Nilai ρ
terletak antara -1 dan 1. Apabila ρ berarti tidak ada korelasi
residual tingkat pertama, karena modelnya AR(1). Jika nilai
ρ = ±1, maka model mengandung autokorelasi (positif atau
negatif). Jika nilai ρ = +1, atau dengan kata lain nilai d
justru rendah, masalah autokorelasi biasanya dapat
dihilangkan dengan diferensi tingkat pertama.
- Bila ρ rendah: metode OLS. Bila nilai ρ rendah justru lebih
mudah, karena dapat menerapkan metode OLS biasa. Jadi
cukup dengan menjalankan analisis regresi.
- Bila ρ tidak diketahui: metode Cochrane-Orcutt (C-O).
Metode ini menggunakan nilai estimasi residual ei untuk
85
menghitung ρ. Langkah ini dapat dijalankan dengan eviews
dengan mengestimasi persamaan regresi hingga mendapat
nilai residualnya dengan membuat variabel baru misalnya
res1 = resid.
3. Uji Signifikansi Statistik
Sebagai alternatif, anda dapat menggunakan pendekatan ini
dengan memperoleh statistik uji yang relevan (misalnya, statistik uji t)
dengan hipotesis nol dan mencari nilai ρ untuk mendapatkan nilai
tertentu dari statistik uji menurut distribusi probabilitas yang sesuai
(misalnya, distribusi t, F, χ2). Jika probabilitas ini lebih kecil dari nilai
α yang telah ditetapkan sebelumnya, anda dapat menolak hipotesis nol.
Tetapi jika probabilitas tersebut lebih besar dari α, jangan menolak
hipotesis nol. Jika anda tidak ingin menetapkan nilai α terlebih dulu,
cukup tampilkan nilai ρ dari statistik uji (Gujarati, 2007). Uji ini
digunakan untuk mengetahui kelayakan model regresi yang
dimodelkan. Uji signifikansi statistik meliputi tiga macam uji,
diantaranya yaitu uji t, uji F dan koefisien determinasi (R2).
a. Uji Signifikansi Individual (Uji t-Statistik)
Uji t merupakan uji yang digunakan untuk menguji pengaruh
secara parsial (per variabel) terhadap variabel terikatnya. Apakah
variabel tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap
variabel terikatnya atau tidak (Suliyanto, 2011). Uji t ini digunakan
86
untuk membuktikan apakah variabel independen secara individu
mempengaruhi variabel dependen. Ada dua hipotesis yang
diajukan oleh setiap peneliti yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis
alternatif (H1). Hipotesis nol merupakan angka numerik dari nilai
parameter populasi. Hipotesis nol ini dianggap benar sampai
kemudian bisa dibuktikan salah berdasarkan data sampel yang ada.
Sementara itu hipotesis alternatif merupakan lawan dari hipotesis
nol. Hipotesis alternatif ini harus benar ketika hipotesis nol terbukti
salah (Widarjono, 2010).
Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap
koefisien regresi adalah sebagai berikut (Algifari, 2013):
- Perumusan Hipotesis. (1) H0 : β1 = 0, H0 : β1 = 0 dan (2) H1 : β1
≠ 0, H1 : β1 ≠ 0.
- Penentuan nilai kritis. Nilai kritis dalam pengujian hipotesis
terhadap koefisien regresi dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan
tingkat signifikasi (α) dan banyak sampel yang digunakan.
- Nilai thitung masing-masing koefisien regresi dapat diketahui
dari hasil penghitungan komputer.
- Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan perbandingan
nilai thitung masing koefisien regresi dengan nilai ttabel (nilai
kritis) sesuai dengan tingkat signifikasi yang digunakan. Jika
thitung absolut suatu koefisien regresi lebih kecil daripada ttabel
87
maka keputusannya adalah menerima daerah penerimaan
hipotesis nol (H0). Artinya koefisien regresi variabel
independen tidak berbeda dengan nol. Atau dengan kata lain,
variabel independen tidak berpengaruh terhadap nilai variabel
dependen. Sedangkan jika pada pengujian terhadap suatu
koefisien regresi, thitung absolut lebih besar daripada nilai thitung
maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol (H0), dan
menerima hipotesis alternatif (H1). Artinya koefisien regresi
variabel independen tersebut berbeda dengan nol. Atau dengan
kata lain, variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Menurut Widarjono (2010), signifikansi tidaknya sebuah
variabel independen di dalam analisis regresi bisa dilihat dari nilai
ρ dibandingkan dengan nilai α. Jika nilai probabilitas ρ lebih kecil
dari nilai α yang dipilih maka kita menolak hipotesis nol (H0) atau
menerima hipotesis alternatif (H1) dan sebaliknya jika nilai
probabilitas ρ lebih besar dari nilai α maka kita menerima hipotesis
nol atau menolak hipotesis alternatif. Setiap program komputer
untuk olah data ekonometrika selalu memberi informasi tentang
besarnya nilai probabilitas ρ sehingga kita bisa secara cepat
mengevaluasi apakah variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen.
88
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikan
pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam
model regresi.
Jika t statistik < t tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka
H0 gagal ditolak artinya tidak ada pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Jika t statistik > t tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka
H0 ditolak, artinya ada pengaruh antara variabel independen
terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikan tertentu yaitu 5%
yang artinya tingkat kesalahan satu variabel ada 5% atau 0,05
sedangkan tingkat keyakinannya adalah 95% atau 0,95. Jadi
apabila tingkat kesalahan suatu variabel > 5% atau 0,05 berarti
variabel itu tidak signifikan dan begitu sebaliknya apabila <5%
atau 0,05 maka variabel tersebut signifikan.
b. Uji Signifikansi simultan ( Uji F-Statistik)
Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen (Widarjono, 2010).
Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersama-
sama (simultan) terhadap perubahan nilai variabel dependen
dilakukan melalui pengujian terhadap besarnya perubahan nilai
89
variabel dependen yang dapat dijelaskan (explained) oleh
perubahan nilai semua variabel independen.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan perbandingan
antara nilai Fhitung dengan nilai Ftabel (nilai kritis) sesuai dengan
tingkat signifikansi yang digunakan. Jika Fhitung lebih kecil daripada
Ftabel, maka keputusannya adalah menerima daerah penerimaan
hipotesis nol (H0). Artinya, secara statistik dapat dibuktikan bahwa
semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap perubahan
nilai variabel dependen. Sedangkan jika Fhitung lebih besar daripada
Ftabel maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol (H0) dan
menerima hipotesis alternatif (H1). Artinya, secara statistik data
yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen
berpengaruh terhadap nilai variabel dependen (Algifari, 2013).
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai
berikut :
Jika F-hitung < F tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka
H0 gagal diterima yang berarti secara bersama-sama variabel
independen tidak dipengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
90
Jika F-hitung > F tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka
H0 ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel dependen
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
c. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness
of fit). Koefisien determinasi ini mengukur presentase total variasi
variabel dependen Y yang dijelaskan oleh variabel independen di
dalam garis regresi (Widarjono, 2010).
Model persamaan secara umum yang akan diestimasi pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
ROAt = β0 + β1 Dt - β2 LnMt - β3 NPFt - β4 BOPOt + µt
Bila R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh
X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100%
dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain bila R2 = 1, maka
semua titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan
demikian, ukuran goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh
R2 yang nilainya antara nol dan 1 (Usman dan Nachrowi, 2002).
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependennya.
Koefisien determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel
bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien
91
determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya
(Suliyanto, 2011). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat
terbatas sedangkan nilai yang mendekati satu berarti variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro, 2003).
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik penelitian
suatu penelitian (Arikunto, 2002). Adapun operasional variabel dalam
penelitian ini yaitu mencakup :
1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau terikat
(Kuncoro, 2009). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel
dependen adalah profitabilitas. Menurut Oktaviana (2012),
profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan
keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian
penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu
perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan
(profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi
92
perusahaan untuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis
perusahaan disamping melihat laporan keuangan perusahaan, juga
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis laporan keuangan.
Sebagai proxy atas profitabilitas Bank Umum Syariah, dalam
penelitian ini menggunakan rasio Return On Assets (ROA). ROA
merupakan salah satu rasio untuk mengukur profitabilitas bank umum
syariah yang tercatat di OJK. Dalam penelitian ini menggunakan data
berbasis bulanan, yaitu data Return On Assets Bank Umum Syariah
Indonesia yang telah dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan
selama periode Januari 2008 – Desember 2014.
2. Variabel Independen
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh pembiayaan Murabahah,
Non Performing Financing (NPF) dan biaya operasinal pendapatan
operasional (BOPO) terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah,
maka penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan
definisi operasional sebagai berikut:
a. Pembiyaan Murabahah
Murabahah yang merupakan salah jenis jual beli yang
bersifat amânat dalam hukum Islam merupakan skema akad yang
paling dominan digunakan dalam praktik perbankan syariah di
Indonesia. Murabahah menurut Arifin (2006) adalah kontrak jual
93
beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut penjual
harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan dan
tidak termasuk barang haram. Demikian juga harga pembelian dan
keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus
disebutkan dengan jelas.
Pembiayaan murabahah dalam penelitian Citra Maulina
Septiani (2014) menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dan
signifikan terhadap ROA. Hal ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dian Pramadona (2010) yang
menyatakan bahwa adanya pengaruh negative dan signifikan
terhadap ROA. Dengan adanya research gap dari penelitian
sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh
pembiayaan murabahah terhadap ROA.
Sebagai proxy atas salah satu jenis pembiayaan yang ada di
dalam perbankan syariah, dalam penelitian ini menggunakan
pembiayaan murabahah. Murabahah merupakan jenis pembiayaan
yang paling banyak penggunaanya di perbankan syariah yang
tercatat di OJK. Dalam penelitian ini menggunakan data berbasis
bulanan, yaitu data pembiayaan murabahah dalam miliar rupiah
yang telah dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan selama
periode Januari 2008 – Desember 2014.
94
b. Non Performing Financing (NPF)
Menurut Ali (2006) Non Performing Financing (NPF)
adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan
kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo debitnya atau
pengguna dana gagal memenuhi kewajibannya terhadap bank.
Sedangkan Muhammad (dalam Hendra Gunawan 2013),
menyatakan bahwa Non Performing Financing (NPF) digunakan
untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi
oleh bank syariah. NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Risiko
pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko usaha
bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman
yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak
bank. Semakin tinggi rasio ini, menunjukan kualitas pembiayaan
bank syariah semakin buruk. Aktiva produktif bank syariah diukur
dengan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total
pembiayaan yang diberikan.
NPF yang diteliti oleh Iqbal Ali Hamzah (2014)
menyatakan bahwa NPF berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dhian Dayinta Pratiwi (2012) yang menyatakan bahwa adanya
pengaruh negative dan signifikan terhadap ROA. Dengan adanya
research gap dari penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan pengaruh NPF terhadap ROA.
95
Sebagai proxy atas salah satu jenis rasio keuangan yang ada di
dalam perbankan syariah, dalam penelitian ini menggunakan rasio
Non Performing Financing (NPF). Dalam penelitian ini
menggunakan data berbasis bulanan, yaitu data rasio Non
Performing Financing (NPF) yang telah dipublikasikan oleh
Otoritas Jasa Keuangan selama periode Januari 2008 – Desember
2012.
c. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) sering disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil
rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas,
2005). Keberhasilan bank didasarkan pada penelitian kuantitatif
terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio
biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan
Suhardjono, 2002). Menurut Dendawijaya (2003) rasio biaya
operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
BOPO yang diteliti oleh Dhian Dayinta Pratiwi (2012)
yang menyatakan bahwa adanya pengaruh negatif dan signifikan
96
terhadap ROA. Sedangkan hasil penelitian Doddi Sartono (2010)
menyatakan bahwa BOPO berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Dengan adanya research gap dari penelitian sebelumnya maka
perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh BOPO terhadap
ROA.
Sebagai proxy atas salah satu jenis rasio keuangan yang ada di
dalam perbankan syariah, dalam penelitian ini menggunakan rasio
BOPO. Dalam penelitian ini menggunakan data berbasis bulanan,
yaitu data rasio BOPO yang telah dipublikasikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan selama periode Januari 2008 – Desember 2014.
Tabel 3.2Operasioanl Variabel Penelitian
No JenisVariabel
Variabel Definisi Variabel Ukuran
1. Dependen ROA BankUmumSyariah
ROA adalah rasio yang rajindigunakan, yaitu
membandingkan seberapaperkiraan laba bersih yang
dapat diperoleh dengan totalaset yang ada. (Oktaviana,
2012)
Persen
2. Independen GoodCorporate
Governance(GCG)
GCG merupakan suatu tatakelola Bank yang menerapkan
prinsip-prnsip keterbukaan(tranparency), akuntabilitas
(accountability),pertanggungjawaban
(responsibility), professional(professional), dan kewajaran
(fairness). (PBI No.
97
11/33/PBI/2009)
PembiayaanMurabahah
Murabahah adalah kontrak jualbeli atas barang tertentu. Dalam
transaksi jual beli tersebutpenjual harus menyebutkandengan jelas barang yangdiperjualbelikan dan tidaktermasuk barang haram.
(Arifin, 2006)
MilyarRupiah
NonPerformingFinancing
(NPF)
NPF adalah risiko kerugianyang diderita bank, terkait
dengan kemungkinan bahwapada saat jatuh tempo debitnya
atau pengguna dana gagalmemenuhi kewajibannya
terhadap bank. (Ali, 2006)
Persen
BOPO BOPO merupakan rasio yangdigunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dankemampuan bank dalam
melakukan kegiatanoperasinya. (Dendawijaya,
2003)
Persen
98
BAB IV
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat
dari tahun 1992-1998. Pertumbuhan yang pesat terjadi setelah
dikeluarkannya UU Perbankan No. 10/1998 dan UU Bank Sentral No.
23/1998. Dalam rentang waktu 1992-1998 Indonesia hanya memiliki satu
bank umum syariah, Bank Muamalat Indonesia. Namun saat ini,
berdasarkan data statistik Otoritas Jasa Keuangan bulan September 2014,
telah terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah
(UUS), 163 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan 2.997 jumlah
jaringan kantor.
Laporan statistik OJK menunjukan bahwa asset perbankan syariah
yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS)
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tercatat sebesar Rp 248,1
triliun pada akhir tahun 2013 atau tumbuh 24,2% pertahun, lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya (34,0%). Meskipun
mengalami perlambatan, laju pertumbuhan asset perbankan syariah
tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan asset perbankan
secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah secara keseluruhan
sekitar 4,93%.
99
Hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa perbankan syariah
sebagai lembaga intermediasi memiliki peranan yang semakin meningkat
pula dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Peningkatan aset tersebut
yang terjadi tidak terlepas dari aspek kinerja yang dihasilkan. Potret
keuangan yang dihasilkan oleh perbankan syariah menunjukkan potensi
berkembang yang besar dengan jumlah bank yang jauh lebih sedikit bila
dibandingkan jumlah bank umum dengan sebaran cukup luas. Aspek
kinerja keuangan perbankan syariah tentunya menjadi sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan bank dari waktu ke waktu dalam
sistem keuangan.
Dari sisi profitabilitas, laba bersih BUS dan UUS pada tahun 2013
tercatat sebesar Rp3,3 Triliun meningkat 29,0% dari tahun sebelumnya.
Namun demikian pertumbuhan tersebut melambat dari tahun sebelumnya
yang mencapai 72,3%. Dari sisi tingkat pengembalian aset Return on Asset
(ROA), pertumbuhan laba yang melambat juga tercermin dari penurunan
ROA yaitu dari 2,1% pada tahun 2012 menjadi 2,0% pada tahun laporan.
Dibandingkan dengan perbankan secara nasional yang memiliki ROA
3,1%, tingkat profitabilitas perbankan syariah cenderung lebih rendah
mengingat kemampuan menghasilkan pendapatan selain dari kegiatan
penyaluran dana masih relatif terbatas (Publikasi Laporan Keuangan
Syariah OJK, 2013).
Momentum penting dalam akselerasi pengembangan bank syariah di
Indonesia adalah pada saat pengesahan Undang-Undang No.21 Tahun
100
2008 tentang Perbankan Syariah. Kehadiran Undang-Undang Perbankan
Syariah mengatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan
usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi bank syariah maupun UUS
yang merupakan bagian dari bank umum konvensional.
Pelaksanaan teknis Undang-Undang Perbankan Syariah diuraikan
melalui berbagai bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI). PBI yang telah diterbitkan yang berhubungan
dengan perbankan syariah diantaranya adalah PBI No.11/3/PBI/2009
tentang Bank Umum Syariah, PBI No.11/13/PBI/2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah, dan PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. adapun Surat
Edaran yang telah diterbitkan yang berhubungan dengan perbankan
syariah diantaranya adalah SEBI No.12/13/DPbS/2010 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah dan SEBI No.8/19/DPbS/2006 tentang Pedoman
Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi
Dewan Pengawas Syariah.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
101
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi
semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan,
menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan
kesimpulan (Muhson, 2006).
a. Analisis Deskriptif Profitabilitas Bank Umum Syariah
Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total yang
dimilikinya. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, maka standar
Return on Asset (ROA) yang baik adalah sekitar 1,5%. Semakin besar
Return on Asset (ROA) menunjukkan kinerja perusahaan semakin
baik, karena return semakin besar.
Return on Asset (ROA) merupakan salah satu indikator yang
mengukur sehat atau tidaknya suatu bank dalam memanfaatkan asset
yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Asset yang berkualitas tentu
akan mendukung kinerja perbankan syariah dalam menghasilkan profit
guna keberlangsungan kinerja perbankan pada periode-periode
salanjutnya. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan
melalui Otoritas Jasa Keuangan, BUS di Indonesia mengalami tren
perkembangan ROA tahun 2008 hingga tahun 2014.
102
Gambar 4.1 Perkembangan Return On Asset (ROA) BUS DiIndonesia (dalam Persen)
Sumber: OJK (data setelah diolah)
Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai rasio ROA dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2014 mengalami fluktuatif. Tingkat
profitabilitas perbankan syariah pada tahun 2010 menunjukkan kinerja
yang membaik. Terlihat bahwa ROA industri perbankan syariah
meningkat dari 1,48% pada tahun 2009 menjadi 1,67% pada tahun
2010. Khususnya memasuki awal tahun 2012 terjadi kenaikan ROA
yang cukup signifikan sampai Desember 2012. Dengan adanya
pencapaian (kenaikan) produktivitas aset, penyesuaian distribusi return
kepada nasabah dan peningkatan efisiensi operasi membuat
profitabilitas perbankan syariah ikut meningkat pada tahun 2012
sebesar 0,35% dari 1,79% pada tahun 2011 menjadi 2,14% pada tahun
2012. Namun memasuki tahun 2013 ROA menurun hingga akhir 2014.
Hal tersebut menunjukan bahwa aset di perbankan syariah semakin
103
menurun. Penurunan ROA ini diperkirakan karena adanya perlambatan
ekonomi di tahun 2014.
b. Analisis Deskriptif Pembiayaan Murabahah Bank Umum
Syariah
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang menggunakan
prinsip jual beli barang dimana pihak bank membeli barang dari
pemasok dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah. Harga
jual barang adalah harga perolehan ditambah dengan mark up atau
keuntungan yang telah disepakati antara pihak bank dengan nasabah
yang menjadi pembeli. Pembayaran dapat dilakukan secara angsuran
sesuai kesepakatan bersama. Berdasarkan laporan keuangan yang
dipublikasikan melalui Otoritas Jasa Keuangan, BUS di Indonesia
mengalami tren perkembangan NPF tahun 2008 hingga tahun 2014.
Gambar 4.2 Perkembangan Pembiayaan Murabahah BUS DiIndonesia (dalam Miliar Rupiah)
Sumber: OJK (data setelah diolah)
104
Berdasarkan gambar 4.2 diatas menunjukan bahwa perkembangan
murabahah selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adanya
peningkatan penyaluran pembiayaan murabahah disebabkan karena
total dana pihak ketiga (DPK) yang semakin meningkat, 36.852 miliar
rupiah pada tahun 2008 menjadi 217.558 miliar rupiah pada tahun
2014. Dengan terjadinya peningkatan pembiayaan murabahah dari
waktu ke waktu, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi
melalui pendapatannya berupa margin untuk meningkatkan
profitabilitas bagi Bank Umum Syariah Indonesia.
c. Analisis Deskriptif Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio yang menunjukkan
pembiayaan bermasalah sebagai akibat ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank syariah
beserta imbalannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan,
yang terdiri dari pembiayaan yang berklarifikasi kurang lancar,
diragukan, dan macet. Berdasarkan laporan keuangan yang
dipublikasikan melalui Otoritas Jasa Keuangan, BUS di Indonesia
mengalami tren perkembangan NPF tahun 2008 hingga tahun 2014.
105
Gambar 4.3 Perkembangan NonPerforming Financing (NPF)BUS Di Indonesia (dalam Persen)
Sumber: OJK (data setelah diolah)
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa NPF (Non Performing
Finance) pada tahun 2008-2009 NPF meningkat hingga 4%, lalu pada
tahun 2010 hingga 2012 NPF menurun, dengan artian karena adanya
permasalahan kredit, seperti : kredit macet/kredit yang diragukan, jika
permasalahan kredit tersebut lebih sedikit maka semakin bagus
pembiayaan di Bank Syariah, tapi ternyata di tahun 2012 hingga 2014
ini terus menaik dalam artian performen pembiayaannya semakin
berkurang.
Namun, nilai rasio NPF dari tahun 2008 sampai tahun 2014 sudah
relatif baik karena telah memenuhi Standar BI senilai kurang dari 5%,
NPF mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPF semakin kecil
pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan NPF yang
tinggi akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif
maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank.
106
d. Analisis Deskriptif Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO) Bank Umum Syariah
BOPO merupakan perbandingan antara beban operasional dengan
pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Untuk bank
syariah, pendapatan operasional bank terdiri atas pendapatan bagi
hasil, keuntungan atas kontrak jual-beli, fee, dan biaya administrasi.
Semakin kecil nilai BOPO semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin kecil. Berdasarkan laporan keuangan yang
dipublikasikan melalui Otoritas Jasa Keuangan, BUS di Indonesia
mengalami tren perkembangan BOPO tahun 2008 hingga tahun 2014.
Gambar 4.4 Perkembangan BOPO BUS Di Indonesia (dalamPersen)
Sumber: OJK (data setelah diolah)
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai rasio BOPO dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2014 berada di tingkat yang stabil. Diakhir
107
tahun 2012 BOPO mengalami penurunan dikarenakan jumlah
pembiayaan yang meningkat diiringi dengan membaiknya kinerja telah
mampu menurunkan rasio BOPO tahun 2012 sebesar 75,44%.
BOPO bank syariah mempunyai nilai yang relatif menurun jika
dibandingkan dengan BOPO tahun sebelumnya, sehingga kinerjanya
meningkat. Semakin kecil tingkat rasio BOPO suatu bank, berarti
semakin memungkinkan untuk meningkatkan kinerjanya karena
semakin besar juga profitabilitas dari pengelolaan modal yang dimiliki.
Begitu halnya jika mengacu pada ketentuan BI No. 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 yang menetapkan BOPO tidak lebih dari 90%, maka
kinerja umum syariah selama tahun 2008-2014 termasuk kategori bank
yang memiliki kinerja baik/sehat karena nilai BOPO untuk beberapa
periode tersebut jauh di bawah ketentuan BI.
2. Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai
sifat-sifat tidak bias. Analisis regresi korelasi memerlukan dipenuhinya
berbagai asumsi agar model dapat digunakan sebagai alat prediksi
yang baik. Maka dilakukan langkah-langkah uji asumsi klasik yang
meliputi :
a. Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui data dalam variabel
yang akan digunakan dalam penelitian, data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi
108
normal. Menurut Winarno (2011), bila nilai Jarque-Bera (J-B)
tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data terdistribusi normal.
Dan bila probabilitasnya lebih besar dari α = 5% (bila
menggunakan tingkat signifikansi tersebut), maka data
berdistribusi normal.
Gambar 4.5
Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2008M01 2014M12Observations 84
Mean -3.15e-15Median -0.013909Maximum 0.670192Minimum -0.997558Std. Dev. 0.295975Skewness -0.304983Kurtosis 3.652560
Jarque-Bera 2.792629Probability 0.247507
Pada uji normalitas gambar 4.5 diatas menggambarkan nilai
Jarque Bera sebesar 2,792629 lebih besar dari 2. Namun jika
menggunakan nilai probability menunjukkan angka yang lebih
besar dari α=5% yaitu sebesar 0,247507. Dalam hal ini, maka data
terdistribusi normal. Hal ini merujuk pada buku Winarno (2011).
b. Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas berfungsi untuk mengetahui
apakah ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen. Ada
tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari koefisien korelasi
masing-masing variabel bebasnya, jika koefisien korelasi diantara
109
masing-masing variabel bebas memiliki koefisien yang cukup
besar, yaitu lebih besar dari 0,8, sehingga patut diduga adanya
hubungan linier antarvariabel bebas. Menurut Gujarati (1995), bila
korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka
multikolinieritas menjadi masalah yang serius. Berikut ini adalah
uji multikolinieritas dengan menggunakan correlation matrix :
Tabel 4.1
Uji Multikolinieritas (Correlation Matrix)
DUMMY LN_MURABAHAH
NPF BOPO
DUMMY 1.000000 0.760818 -0.654264 0.225210
LN_MURABAHAH
0.760818 1.000000 -0.582641 0.149641
NPF -0.654264 -0.582641 1.000000 0.100471
BOPO 0.225210 0.149641 0.100471 1.000000
*data setelah diolah dengan eviews
Hasil dari tabel 4.1 diatas, menunjukkan bahwa tidak adanya
lagi masalah multikolinieritas diantara variabel independen.
Karena masing-masing variabel indepeden memiliki nilai koefisien
kurang dari 0.8, yang memiliki arti bahwa data tidak lagi
mengandung masalah multikolinieritas antarvariabel independen
dalam model regresi.
110
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedasitas berfungsi untuk menguji apakah varian
dari dua observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua
variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil menghasilkan
estimasi tidak bias. Ada tidaknya masalah heterokedastisitas dapat
dideteksi dengan beberapa metode, salah satunya yaitu dengan
menggunakan uji white. Uji white menggunakan residual kuadrat
sebagai variabel dependen, dan variabel independennya terdiri atas
variabel independen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat
variabel independen, ditambah lagi dengan perkalian dua variabel
independen (Winarno, 2011).
Tabel 4.2
Uji Heterokedastisitas (Uji White)
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.905833 Prob. F(13,70) 0.0440Obs*R-squared 21.95887 Prob. Chi-Square(13) 0.0560Scaled explained SS 25.75970 Prob. Chi-Square(13) 0.0183
*data setelah diolah dengan eviews
Berdasarkan tabel 4.2, nilai Obs*R-squared pada hasil
diatas adalah 21,95887 dan nilai probabilitasnya adalah 0,0560
yang memiliki arti bahwa probabilitas R-Squared lebih besar dari
tingkat signifikansi α = 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa model
terbebas dari masalah heterokedastisitas.
111
d. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi berfungsi untuk mengetahui apakah
terdapat kesalahan pengganggu dari periode tertentu (μt)
berkolerasi dengan kesalahan pengganggu dari periode sebelumnya
(μ-1). Pada kondisi ini kesalahan pengganggu tidak bebas tetapi
satu sama lain saling berhubungan (Hamja, 2008). Autokorelasi
lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data-
data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun demikian tetap
dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat
antarobjek (cross section) (Winarno, 2011). untuk melihat kriteria
pengujian ada tidaknya masalah autokorelasi menggunakan Uji
Durbin-Watson dapat dilihat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3
Uji Autokorelasi
R-squared 0.588076 Mean dependent var 1.775714Adjusted R-squared 0.567219 S.D. dependent var 0.461154S.E. of regression 0.303375 Akaike info criterion 0.509987Sum squared resid 7.270892 Schwarz criterion 0.654678Log likelihood -16.41945 Hannan-Quinn criter. 0.568152F-statistic 28.19575 Durbin-Watson stat 1.554922Prob(F-statistic) 0.000000
*data setelah diolah dengan eviews
Berdasarkan pada tabel 4.3, menunjukkan bahwa nilai Durbin-
Watson stat sebesar 1,554922 yang berarti nilai tersebut berada di
antara 1,54 – 2,46 sehingga mengindikasikan bahwa dara tidak
mengandung masalah autokorelasi.
112
3. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Berikut ini adalah hasil pengolahan data menggunakan regresi
linier berganda dengan metode OLS. Untuk model persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini setelah variabel inflasi dihilangkan,
maka persamaannya menjadi ROAt = β0 + β1 Dt - β2 Ln_Murabahaht -
β3 NPFt – β4 BOPOt + µt
Tabel 4.4
Hasil Regresi dengan Metode OLS
Dependent Variable: ROAMethod: Least SquaresDate: 09/01/15 Time: 23:51Sample: 2008M01 2014M12Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 11.85321 1.022165 11.59617 0.0000DUMMY 0.310148 0.129121 2.401995 0.0187
LN_MURABAHAH -0.473130 0.079497 -5.951508 0.0000NPF -0.182967 0.053283 -3.433864 0.0010
BOPO -0.058010 0.008437 -6.875627 0.0000
R-squared 0.588076 Mean dependent var 1.775714Adjusted R-squared 0.567219 S.D. dependent var 0.461154S.E. of regression 0.303375 Akaike info criterion 0.509987Sum squared resid 7.270892 Schwarz criterion 0.654678Log likelihood -16.41945 Hannan-Quinn criter. 0.568152F-statistic 28.19575 Durbin-Watson stat 1.554922Prob(F-statistic) 0.000000
*data setelah diolah dengan eviews
Berarti persamaan regresi linier berdasarkan tabel 4.4 adalah
sebagai berikut :
ROA = 11.85321 + 0.310148 DUMMY – 0.473130 LN_Murabahah -
0.182967 NPF - 0.058010 BOPO + µ
Dimana :
113
ROA : Return On Asset dalam persen
DUMMY : Good Corporate Governance
0 = sebelum PBI No.11/33/2009
1 = sesudah PBI No.11/33/2009
Ln_Murabahah : Murabahah dalam persen
NPF : Non Performing Financing dalam persen
BOPO : Beban Operasional PendapatanOperasional
dalam persen.
Dari persamaan regresi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Jika variabel-variabel independen dianggap konstan atau
bernilai nol, artinya variabel independen tidak terjadi
peningkatan atau penurunan maka besarnya return on asset
(ROA) Bank Umum Syariah Indonesia sebesar 11.85321%.
b. Nilai koefisien regresi variabel dummy yang mewakili good
corporate governance sebesar 0.310148, yang berarti setiap
peningkatan sebesar 1% akan meningkatkan return on asset
(ROA) Bank Umum Syariah Indonesia sebesar 0.310148 %.
c. Nilai koefisien regresi variabel Murabahah adalah sebesar
-0.473130, yang berarti setiap peningkatan Murabahah
sebesar 1% akan menurunkan return on asset (ROA) Bank
Umum Syariah Indonesia sebesar 0.473130%.
114
d. Nilai koefisien regresi variabel Non Performing Financing
(NPF) adalah sebesar -0.182967, yang berarti setiap
peningkatan NPF sebesar 1% akan menurunkan return on
asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia sebesar
0.182967%.
e. Nilai koefisien regresi variabel BOPO adalah sebesar -
0.058010, yang berarti setiap peningkatan BOPO sebesar
1% akan menurunkan return on asset (ROA) Bank Umum
Syariah Indonesia sebesar 0.058010%.
4. Uji Signifikansi Statistik
Pengujian signifikansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah
hipotesis yang telah ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik.
Adapun uji signifikansi terdiri dari :
a. Uji Signifikansi Individual (Uji t-statistik)
Uji t digunakan untuk mengukur tingkat signifikan pengaruh
setiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam model
regresi. Dalam penelitian ini melihat apakah variabel independen
yaitu jumlah uang beredar, investasi kepemilikan saham asing, dan
inflasi secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu
Indeks Saham Syariah Indonesia.
Untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat, kita dapat
melihat masing-masing t-statistik yang dibandingkan dengan nilai
t-tabel pada tingkat signifikansi α = 5%. Jika nilai t-stat < t-tabel
115
atau nilai probabilitas > α = 5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak,
berarti variabel tidak signifikan. Namun jika nilai t-stat > t-tabel
atau nilai probabilitas < α =5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
yang berarti signifikan.
Tabel 4.5
Uji t-statistik
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 11.85321 1.022165 11.59617 0.0000DUMMY 0.310148 0.129121 2.401995 0.0187
LN_MURABAHAH -0.473130 0.079497 -5.951508 0.0000NPF -0.182967 0.053283 -3.433864 0.0010
BOPO -0.058010 0.008437 -6.875627 0.0000
*data setelah diolah dengan eviews
Tabel 4.5, merupakan hasil pengujian variabel independen
yaitu dummy (good corporate governance), murabahah, NPF, dan
BOPO terhadap return on asset (ROA) Bank Umum Syariah
Indonesia secara parsial. Adapun pembuktian dari hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Variabel Dummy (good corporate governance) memiliki
nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α =
5% atau (0,0187 < 0,05) yang berari H0 ditolak. Artinya
secara parsial variabel Dummy mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return on asset (ROA) Bank Umum
Syariah Indonesia.
2) Variabel murabahah memiliki nilai probabilitas lebih kecil
dari tingkat signifikansi α = 5% atau (0,0000 < 0,05) yang
116
berari H0 ditolak. Artinya secara parsial variabel
murabahah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
return on asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia.
3) Variabel NPF memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari
tingkat signifikansi α = 5% atau (0,0010 < 0,05) yang
berari H0 ditolak. Artinya secara parsial variabel NPF
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on
asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia.
4) Variabel BOPO memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari
tingkat signifikansi α = 5% atau (0,0000 < 0,05) yang
berari H0 ditolak. Artinya secara parsial variabel BOPO
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on
asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-statistik)
Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen
berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
dependen, maka digunakan uji F dengan melihat F-statistik yang
dibandingkan dengan nilai F-tabel pada tingkat signifikansi α =
5%. Jika nilai F-stat < F-tabel atau nilai probabilitas > α = 5%,
maka H0 diterima dan H1 ditolak (tidak signifikan). Namun jika
nilai F-stat > F-tabel atau nilai probabilitas < α = 5%, maka H0
ditolak dan H1 diterima (yang berarti secara bersama-sama variabel
independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan).
117
Berdasarkan hasil regresi OLS (lihat tabel 4.4), menunjukkan
diperoleh nila probabilitas F-statistik sebesar 0,000000 yang
artinya nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5% atau (0,000000 < 0,05), yang berarti H0 ditolak
dan H1 diterima. Maka secara bersama-sama variabel independen
yaitu dummy (good corporate governance), murabahah, NPF, dan
BOPO mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on
asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia.
c. Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil regresi OLS (lihat tabel 4.4), Nilai Adjusted
R-squared (R2) menunjukkan bahwa pengaruh variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen adalah sebesar 0,588076
atau 58,80%. Semakin mendekati 100%, model akan semakin baik.
Dalam penelitian ini berarti masih ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi return on asset (ROA) Bank Umum Syariah
Indonesia yang belum dimasukkan ke dalam model regresi, yaitu
sebesar 100% - 58,80% atau sebesar 41,20%.
5. Analisis Ekonomi
Berdasarkan hasil perhitungan statistik yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk
menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang diduga dapat
mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia, yaitu
118
good corporate governance (dummy), pembiayaan murabahah, non
performing financing (NPF), dan beban operasional pendapatan
operasional (BOPO). Dari seluruh variabel yang diteliti menunjukkan
hubungan yang signifikan terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah
Indonesia. Adapun variabel good corporate governance (dummy)
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ROA Bank Umum
Syariah, sedangkan variabel pembiayaan murabahah, non performing
financing (NPF), dan biaya operasional pendapatan operasional
(BOPO) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA Bank
Umum Syariah.
a. Good Corporate Governance (Dummy) Terhadap Profitabilitas
Bank Umum Syariah Indonesia.
Tujuan dari Good Corporate Governance (GCG) adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.
Apabila GCG dalam kepemilikan manajerial, dapat berjalan dengan
baik maka dapat meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan kemudian kemungkinan terjadinya manajemen laba yang
dapat memberikan keuntungan pribadi sangat kecil dan kinerja
perusahaan akan meningkat sehingga dapat menarik investor lainnya
untuk menanamkan investasinya di perusahaan tersebut.
Pelanggan dianggap sebagai salah satu stakeholders dari suatu
perusahaan karena pelanggan memberikan kontribusi pendapatan dari
119
pemakaian produk atau jasa perusahaan. Secara umum pelanggan
menuntut agar produk atau jasa tersebut dapat dipercaya dengan
tingkat harga yang seminimal mungkin, serta menuntut pula adanya
pelayanan yang diberikan oleh produk, garansi yang cocok, riset dan
pengembangan perbaikan produk dan jasa. Dalam teori ini
menunjukkan adanya peran penting stakeholders dalam perusahaan.
Untuk itu perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap
stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi
semua tuntutan stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan
perusahaan. Dalam tesisnya, Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk mengelola tuntutan stakeholders
adalah dengan menerapkan GCG secara efektif.
Menurut Ferly Ferdyant, Ratna Anggraini, dkk (2010) kinerja
perbankan ditentukan sejauh mana keseriusannya dalam menerapkan
GCG. Semakin tinggi penerapan corporate governance yang diukur
dengan nilai komposit corporate governance self assessment semakin
tinggi pula tingkat ketaatan perbankan tersebut.
Secara teoritis praktik GCG dapat meningkatkan kinerja
perbankan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan
direksi dengan keputusan yang menguntungkan sendiri dan umumnya
GCG dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya yang berdampak terhadap kinerjanya.
120
Stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan
publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.
Salah satu hambatan yang dialami perusahaan dalam proses
meningkatkan profitabilitas adalah adanya agency problem. Agency
theory menyatakan bahwa principal akan mengutamakan pencapaian
return yang maksimal atas dana yang telah diinvestasikan, sedangkan
agent akan mementingkan peningkatan kompensasi atas kinerja yang
dihasilkan. GCG muncul untuk mengendalikan perilaku dan mengatasi
konflik antara pihak-pihak dalam perusahaan melalui mekanisme
pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja manajemen, sehingga
pengelolaan perusahaan terhindar dari masalah keagenan. Penelitian
tentang GCG terhadap kinerja telah banyak dilakukan, namun hasil-
hasil penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Untuk merekonsiliasi perbedaan hasil tersebut, maka dilakukan
penelitian serupa dengan objek yang berbeda.
Pada hasil penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
variabel GCG memiliki pengaruh yang signifikan dan berkorelasi
positif terhadap Return On Asset (ROA) Bank Umum Syariah
Indonesia. Pada hasil statistik dibuktikan dengan tingkat koefisien
0.310148 dan tingkat probabilitas sebesar 0,0187 yang berarti lebih
kecil dati tingkat signifikansi α = 5% (menerima H1 dan menolak H0).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa GCG yang semakin efektif
121
akan meningkatkan kinerja keuangan bank umum syariah. Dengan
kata lain, praktik GCG yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan,
mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan
keputusan yang menguntungkan sendiri dan umumnya GCG dapat
meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
yang berdampak terhadap kinerjanya. Serta perbedaan yang terjadi
pada variabel ROA yang terus meningkat dari waktu ke waktu dapat
mengindikasikan adanya efek positif dari adanya penerapan good
corporate governance pada Bank Umum Syariah.
Hasil penelitian ini mendukung teori dari Acmad Daniri dalam
Nuswandari (2009) bahwa esensi dari GCG ini secara ekonomis akan
menjaga kelangsungan usaha, baik profitabilitasnya maupun
pertumbuhannya. Corporate governance merupakan pedoman bagi
manajer untuk mengelola perusahaan secara best practice. Manajer
akan membuat keputusan keuangan yang dapat menguntungkan semua
pihak (stakeholder). Penerapan GCG akan membuat investor
memberikan respon yang positif terhadap kinerja perusahaan dan
meningkatkan nilai pasar perusahaan. Ini adalah salah satu fakta
mengenai pentingnya tata kelola perusahaan perbankan.
122
b. Pembiayaan Murabahah Terhadap Profitabilitas Bank Umum
Syariah Indonesia.
Menurut Antonio (2001), Pembiayaan murabahah adalah
pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli barang dimana pihak
bank membeli barang dari pemasok dan kemudian menjualnya kembali
kepada nasabah. Harga jual barang adalah harga perolehan ditambah
dengan mark up atau keuntungan yang telah disepakati antara pihak
bank dengan nasabah yang menjadi pembeli. Pembayaran dapat
dilakukan secara angsuran sesuai kesepakatan bersama.
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang paling banyak
digunakan dalam perbankan syariah. Murabahah merupakan
pembiayaan dengan prinsip jual beli, di mana keuntungan yang akan
diperoleh bank syariah berupa margin/mark up. Dengan semakin besar
pembiayaan murabahah yang disalurkan, diharapkan margin yang akan
di dapat semakin besar pula. Tingginya pendapatan margin/mark up
tersebut akan meningkatkan profit yang akan diperoleh bank syariah.
dengan kata lain, pembiayaan murabahah dengan keuntungan mark-
up-nya akan meningkatkan profitabilitas. Hal tersebut berbanding
terbalik dengan hasil regresi penelitian ini bahwa pembiayaan
murabahah memiliki hubungan yang negatif dengan ROA Bank
Umum Syariah.
Pada hasil penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
variabel murabahah memiliki pengaruh yang signifikan dan
123
berkorelasi negatif terhadap Return On Asset (ROA) Bank Umum
Syariah Indonesia. Pada hasil statistik dibuktikan dengan tingkat
koefisien -0.473130 dan tingkat probabilitas sebesar 0,0000 yang
berarti lebih kecil dati tingkat signifikansi α = 5% (menerima H1 dan
menolak H0).
Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan porsi pembiayaan
tidak berdampak pada kenaikkan profitabilitas bank. Pada produk
pembiayaan murabahah tidak terlepas dari yang namanya resiko.
Resiko pembiayaan adalah resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak
lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya.
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan
dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran
kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalam bentuk
lump sump (sekaligus). Dengan demikian, pemberian pembiayaan
murabahah dengan jangka waktu panjang, menimbulkan resiko tidak
bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Resiko yang terdapat
pada pembiayaan murabahah, diantaranya: resiko kredit, resiko pasar,
dan resiko liquiditas.
Berdasarkan data statistik perbankan syariah yang di rilis oleh
Bank Indonesia, sepanjang Januari - September 2009 bank syariah
cuma membukukan laba bersih sebesar Rp 469 miliar atau turun
23,5% dibandingkan periode yang sama 2008 yang mencatat laba Rp
613 miliar. Padahal BI juga mencatat, nilai pembiayaan perbankan
124
syariah dari tahun ke tahun hingga September 2009 masih tumbuh
18,15% menjadi Rp 44,52 triliun.
Bambang Sutrisno, Sekretaris Umum Asosiasi Bank Syariah
Indonesia (Asbisindo), menduga pemicu turunnya laba industri bank
syariah karena ekspansi pembiayaan tidak sebesar tahun lalu.
Bambang mengatakan bahwa rasio pembiayaan terhadap dana pihak
ketiga terlihat turun.
Dalam artikel yang ditulis oleh Herry Prasetyo dalam berita harian
online KontanTV, sebelumnya rasio pembiayaan terhadap dana
masyarakat atau financing to deposit ratio (FDR) di bank syariah
memang di atas 100%. Tetapi September tahun 2008 rata-rata FDR
bank syariah masih 112,25%. per Juni 2009 mulai turun menjadi
100,22% dan Agustus 2009 susut menjadi 99,71%. Perbankan syariah
mengerem pembiayaan karena tidak ingin mengalami kesulitan
likuiditas di tengah krisis yang mengakibatkan bank akan mengalami
kesulitan ketika membayar kewajiban jangka pendeknya. Bagi bank
konvensional, terlalu sedikitnya dana likuiditas akan berpotensi untuk
meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui sebelumnya,
sehingga dapat meningkatkan biaya dan menurunkan probabilitasnya.
Lebih-lebih bagi bank syariah yang dilarang untuk melakukan
peminjaman dana dengan sistem buga, tentunya akan lebih sulit untuk
memperoleh dana. Jika suatu bank syariah tidak dapat membayar
kewajiban jangka pendeknya tepat waktu, maka akan menurunkan
125
tingkat reputasi (kepercayaan) bank sehingga akan berdampak pada
menurunnya tingkat profitabilitas bank.
Karena pendapatan perbankan syariah sebagian besar berasal dari
imbal hasil pembiayaan. Penyebab lain mengapa laba perbankan
syariah turun antara lain karena mereka harus menyisihkan dana lebih
besar untuk mengantisipasi pembiayaan yang macet. Sekadar catatan,
rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF)
perbankan syariah per September 2009 berada pada angka 5,72%.
Seperti dalam artikel yang ditulis oleh Roy Franedya dalam berita
harian online bahwa berdasarkan data Bank Indonesia pada akhir
februari 2011 rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing
Finance (NPF) perbankan syariah juga mengalami kanaikan dari
3,28% menjadi 3,66%. Dalam kondisi kemampuan pengelolaan risiko
perbankan syariah yang masih pada taraf penyempurnaan, maka selain
faktor pelemahan kinerja sektor riil, secara internal faktor yang diduga
turut berperan dalam terjadinya penurunan kualitas pembiayaan
diantaranya keputusan pembiayaan yang kurang berhati-hati serta
penilaian risiko dan harga yang kurang sensistif mengantisipasi
penurunan suku bunga konvensional yang memicu adanya nasabah
yang meninggalkan ataupun mengalihkan pembiayaan dari perbankan
syariah. (Bank Indonesia, 2010:36).
Hasil penelitian ini mendukung teori dari Indriani Laila Qodriasari
(2014) bahwa pendapatan pembiayaan murabahah memiliki pengaruh
126
negatif signifikan terhadap profitabilitas bank umum syariah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pada tahun 2011-
2013 terdapat kenaikan NPF di bank syariah karena meningkatnya
kredit macet. Dan dalam penelitian Reinissa R. (2015) bahwa
murabahah berpengaruh signifikan dan negatif terhadap Return On
Asset (ROA) disebabkan adanya run off atau penurunan kewajiban
murabahah dan pembiayaan murabahah terdapat percepatn pelunasan.
c. Non Performing Financing (NPF) Terhadap Profitabilitas
Bank Umum Syariah Indonesia.
Peranan perbankan syariah mulai tampak dalam memberikan andil
dalam perekonomian nasional dan sistem perbankan nasional terutama
pada terjadinya gejolak di sektor keuangan. Perbankan syariah tidak
terlalu terpengaruh atas terjadinya tekanan gejolak keuangan
internasional ke dalam sistem keuangan domestik. Hal tercermin dari
tingkat rasio pembiayaan tidak lancar (NPF) yang relatif stabil selama
periode pengamatan. Meskipun masih relatif baru tumbuh dan
berkembang di Indonesia, perbankan syariah senantiasa menunjukkan
prestasi yang baik hingga saat ini. Prestasi yang dihasilkan dapat
dilihat dari kinerja keuangan perbankan melalui pendekatan
profitabilitas yang diwakili oleh Return on Asset (ROA).
Menurut Sartono (2010), Non Performing Financing (NPF)
merupakan pembiayaan non lancar yang telah disalurkan oleh
perbankan syariah dalam suatu periode tertentu. Rasio NPF merupakan
127
indikator terhadap pembiayaan yang tidak lancar sehingga
berpengaruh terhadap perolehan pendapatan. Bila rasio NPF
meningkat maka berarti biaya cadangan penghapusan aktiva produktif
semakin besar dan akan mempengaruhi tingkat pendapatan pada
periode yang ditetapkan. Hal ini bertepatan dengan hasil regresi
penelitian ini bahwa NPF memiliki hubungan yang negatif dengan
ROA Bank Umum Syariah.
Pada hasil penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
variabel Non Performing Financing (NPF) memiliki pengaruh yang
signifikan dan berkorelasi negatif terhadap Return On Asset (ROA)
Bank Umum Syariah Indonesia. Pada hasil statistik dibuktikan dengan
tingkat koefisien -0.182967 dan tingkat probabilitas sebesar 0,0010
yang berarti lebih kecil dati tingkat signifikansi α = 5% (menerima H1
dan menolak H0).
Rasio NPF yang tinggi akan menurunkan tingkat pembiayaan, hal
ini disebabkan karena ketika terjadi banyak pembiayaan bermasalah,
bank perlu berhati-hati dan selektif dalam menyalurkan pembiayaan
sehingga pembiayaan yang diberikan harus melalui proses seleksi yang
panjang, hal ini berakibat penyaluran pembiayaan menjadi sedikit.
Menurut Wiroso (2005), banyaknya penyaluran dana yang tidak
melakukan pembayaran angsuran akan berdampak pada pendapatan
yang dibagi antara bank dan shahibulmaal, artinya semakin sedikit
128
pendapatan bank diakibatkan banyak pembiayaan yang bermasalah
sehingga berdampak pada pembiayaan yang menurun.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan untuk masa yang akan
datang perbankan syariah lebih memperketat pengawasan kegiatan
nasabahnya agar tidak terjadi side striming atau penggunaan dana yang
tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam kontrak serta mengawasi
agar tidak terjadinya penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila
nasabahnya tidak jujur sehingga resiko besarnya NPF dapat
dikendalikan dan dapat meningkatkan profit.
d. Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Indonesia.
Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)
merupakan ukuran tingkat efisiensi bagi suatu lembaga perbankan
dengan membandingkan antara biaya operasional dengan pendapatan
operasional. Tingkat efisiensi dimaksud mempunyai pengaruh
terhadap laba (return) yang akan diperoleh pada akhir periode
pembukuan. Tingginya rasio BOPO menandakan tinginya biaya
operasional, biaya operasional yang tinggi ini menandakan tidak
efisiennya perbankan tersebut. Dikarenakan tidak efisien maka
pembiayaan juga mengalami penurunan. Semakin rendah BOPO
berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang
diperoleh bank akan besar. Keuntungan yang besar akan
129
memungkinkan bank untuk menyalurkan pemniayaan lebih banyak.
Hal ini bertepatan dengan hasil regresi penelitian ini bahwa BOPO
memiliki hubungan yang negatif dengan ROA Bank Umum Syariah
Pada hasil penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
variabel BOPO memiliki pengaruh yang signifikan dan berkorelasi
negatif terhadap Return On Asset (ROA) Bank Umum Syariah
Indonesia. Pada hasil statistik dibuktikan dengan tingkat koefisien -
0.058010 dan tingkat probabilitas sebesar 0,0000 yang berarti lebih
kecil dati tingkat signifikansi α = 5% (menerima H1 dan menolak H0).
Hal ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhian
Dayinta (2012), M. Shalahuddin Fahmy (2013) dan Gufran Hasan
(2014) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa BOPO BOPO
memiliki pengaruh yang signifikan dan berkorelasi negatif terhadap
ROA Bank Umum Syariah.
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian mengenai
pengaruh Good Corporate Governance (GCG), pembiayaan murabahah, Non
Performing Financing (NPF), dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank Umum
Syariah Indonesia periode Januari 2008 – Desember 2014 adalah sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil estimasi regresi linier berganda dapat diketahui hasil
pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel Good Corporate
Governance (GCG), pembiayaan murabahah, Non Performing Financing
(NPF), dan BOPO secara bersama-sama mampu menjelaskan pengaruh
terhadap Return On Asset (ROA) Bank Umum Syariah Indonesia dengan
probabilitas F-statistik sebesar 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5%.
2. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa :
a. Variabel Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh signifikan
dan berkorelasi positif terhadap ROA Bank Umum Syariah Indonesia.
Pada hasil penelitian apabila Good Corporate Governance meningkat
sebesar 1 persen, maka ROA Bank Umum Syariah akan meningkat
sebanyak 0,31%.
131
b. Variabel murabahah berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif
terhadap ROA Bank Umum Syariah Indonesia. Pada hasil penelitian
apabila murabahah meningkat sebesar 1 persen, maka ROA Bank
Umum Syariah akan menurunkan sebanyak 0,47%.
c. Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan dan
berkorelasi negatif terhadap ROA Bank Umum Syariah Indonesia.
Pada hasil penelitian apabila NPF meningkat sebesar 1% maka akan
menurunkan ROA sebesar 0,18%.
d. Variabel BOPO berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif
terhadap ROA Bank Umum Syariah Indonesia. Pada hasil penelitian
apabila BOPO meningkat 1 % maka akan menurunkan ROA sebesar
0,05%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, Good Corporate Governance (GCG),
pembiayaan murabahah, Non Performing Financing (NPF), dan BOPO
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Profitabilitas Bank Umum
Syariah Indonesia. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diajukan
beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan
kebijakan yaitu sebagai berikut :
1. Institusi terkait, yaitu :
a. Bagi Bank Syariah diharapkan dapat meningkatkan kualitas penerapan
GCG sesuai dengan PBI No.11/13/PBI/2009 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
132
Usaha Syariah, SEBI No.12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah dan SEBI No.8/19/DPbS/2006 tentang Pedoman Pengawasan
Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan
Pengawas Syariah.. Terciptanya Good Corporate Governance (GCG)
dalam organisasi merupakan salah satu penjabaran dari terlaksananya
mekanisme pengelolaan resiko organisasi melalui sistem yang
dirancang dalam rangka mengidentifikasi dan menganalisa resiko yang
mungkin terjadi. Penerapan aturan BI mengenai penerapan GCG
sendiri ditujukan untuk mengurangi risiko.
b. Bank Umum Syariah perlu meningkatkan kekuatan internal bank
dalam melakukan penilai terhadap calon nasabah guna menghindari
kredit macet yang dapat menurunkan profitabilitas bank. Bank Umum
Syariah perlu mingkatkan kualitas SDM dalam memberikan
pembiayaan sehingga diharapkan dengan kualitas SDM yang memiliki
pemahaman tentang pembiayaan syariah, mampu menerapkan akad-
akad pembiayaan dalam sektor ekonomi yang lebih luas.
c. Bagi pemerintah untuk selalu mengevaluasi dan lebih mengembangkan
kinerja perbankan secara profesional dari sistem perbankan syariah
yang telah dijalankan saat ini sehingga dapat meningkatkan
profitabilitas perbankan syariah di Indonesia.
d. Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengganti Bapepam-LK diharapkan
kedepannya bisa lebih efektif melakukan pembagian peran dalam
133
melakukan pengawasan lembaga keuangan dan juga ikut dalam
pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
2. Bagi peneliti selanjutnnya diharapkan dapat menambahkan variabel-
variabel lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi pembentukan
Return On Asset (ROA) Bank Umum Syariah, sebaiknya juga diteliti
selain keempat variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini.
Sehingga dapat semakin memperkuat pengaruh profitabilitas perbankan
syariah.
134
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ifham Sholihin, 2010. “Buku Pintar Ekonomi Syariah”, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Alghifari, 2013. “Analisis Regresi : Teori, Kasus dan Solusi”, Yogyakarta :BPFE-Yogyakarta.
Ali, Irfan, 2002. “Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam HubunganAgensi”, Lintasan Ekonomi Vol.XIX. No.2. Juli.
Ali, Masyhud, 2006. “Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia UsahaMenghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, PT Raja Grafindo.
Almilia dan Hendriningtyas, 2005. “Analisis Rasio CAMEL Terhadap KondisiPerbankan”, Erlangga, Jakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001. “ Bank Syariah”, Gema Insani Press, Jakarta.
Arifin, Zainul, 2006. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Cetakankeempat, Pustaka Alvabet, Jakarta.
Ariefianto, Moch Doddy, 2012. “Ekonometrika : Efisiensi dan Aplikasi denganmenggunakan Eviews”, Erlangga, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. “Metodologi Penelitian”. Penerbit PT. Rineka Cipta.Jakarta.
Bank Indonesia, 2007. “Himpunan Ketentuan Tingkat Kesehatan PerbankanSyariah”, Perbankan Syariah, Jakarta.
Brigham, Eugene dan Houston Joel. 2001. “Manajemen Keuangan”, Erlangga,Jakarta.
Danupranata, Gita, 2013. “Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah”, SalembaEmpat, Jakarta.
Dayinta, Dhian Pratiwi, 2012. “Pengaruh CAR, BOPO, NPF dan FDR terhadapReturn On Asset (ROA) Bank Umum Syariah”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomidan Bisnis Universitas Diponogoro.
Dendawijaya, Lukman, 2009. “Manajemen Perbankan”, Edisi kedua, GhaliaIndonesia, Jakarta.
Fahmi, Irham, 2012. “Analisis Laporan Keuangan”, Alfabeta, Bandung.
Fahmy, Muhammad Shalahuddin, 2013. “Pengaruh CAR, NPF, BOPO dan FDRterhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah”, Skripsi S1 Fakultas Syariahdan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
135
Fraser, L.M. dan Ormiston, A, 2008. “Memahami Laporan Keuangan EdisiKetujuh”, PT. Macanan Jaya, Indonesia.
Gujarati, Damodar N, 2006. ”Dasar-dasar Ekonometrika”, Edisi ketiga jilid 1,Erlangga, Jakarta.
Gunawan, Hendra, 2013. “Analisis Pengaruh Jumlah Pembiayaan Murabahah,Mudharabah, dan Non Performing Financing Terhadap Profitabilitas (StudiKasus Bank Syariah Mandiri Periode 2007-2011)” Skripsi S1 FakultasEkonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Jakarta.
Hanafi dan Halim, 2007. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi ketiga, UPP STIMYKPN, Yogyakarta.
Hamid, Abdul dan Ahmad Rodoni, 2010. “Pedoman Penulisan Skripsi”, FEBUIN Jakarta.
Hamja, Yahya, 2008, “Modul Ekonometrik”, Jakarta
Hamzah, Iqbal Ali, 2014. “Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan Kualitas AsetProduktif terhadap Profitabilitas PT. Bank BRI Syariah Periode 2009-2013”,Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Husnan, Suad, 2001. “Dasar – dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas,Edisi Ketiga”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
IFSB Report 2010.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2008. “Penerapan Good CorporateGovernance”, Kencana, Jakarta.
Isnawati Rais dan Hasanudin, 2011. “Fiqih Muamalah dan Aplikasinya padaLKS”, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Isra, 2010. “Islamic Financial System: Principles and Operations”, Isra Press:Kuala Lumpur.
Jensen, M. C and Meckling, W.H. 1976. “Theory of the Firm : ManagerialBehavior, Agency Costs and Ownership Structure”, Journal of FinancialEconomics, Oktober, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360. Avalaible from:http://papers.ssrn.com
Karimah, Aimmatul, 2012. “Analisis Perbandingan Kinerja KeuanganPerbankan Sebelum dan Sesudah Penerapan Good Corporate Governance(GCG).” Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kasmir, 2008. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Edisi Revisi. PTRajagrafindo Persada, Jakarta.
Komite Cadbury. 1992. “The Business Roundtable, Statement On CorporateGovernance”, Washington DC.
136
Kuncoro, M. dan Suhardjono, 2005. “Manajemen Perbankan: Teori danAplikasi” Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta.
Lukman, Dendawijaya, 2009. “Manajemen Perbankan”, Ghalia Indonesia,Jakarata.
Muhson, Ali. 2006. “Teknik Analisis Data Kuantitatif”, Yogyakara: UniversitasNegeri Yogyakarta.
Nachrowi, dan Hardius Usman, 2002, “Penggunaan Teknik Ekonometri”, Jakarta;Rajawali Pers.
Nuswandari, Cahyani, 2009. “Pengaruh Corporate Governance Perception Indexterhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan yang Terdaftar di BursaEfek Jakarta” Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Fakultas EkonomiUniversitas Stikubank Semarang.
Oktaviana, Ulfi Kartika, 2012. “Financial Ratio to distinguish Banks, IslamicBusiness Units and Conventional Banks in Indonesia”, Kementerian AgamaRepublik Indonesia, Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2008
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2009
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2010
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2011
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2012
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2013
Otoritas Jasa Keuangan, “Statistik Perbankan Syariah tahun 2008”, Berita diakses 13 Juni dari http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-syariah-desember-2014
137
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. No.11/13/PBI/2009 tentang PelaksanaanGood Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit UsahaSyariah
Purba, Siti Hadizah, 2010, “Good Corporate Governance (GCG) PadaPerbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance BagiBank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah”, Skripsi S1 UniversitasSumatra Utara.
Rama, Ali, 2014. “Analisis Komparatif Model Shariah Governance LembagaKeuangan Syariah: Studi Kaus Negara ASEAN”, Laporan PenelitianPublikasi Nasional, Jakarta.
Riyadi, Slamet. 2006. “Banking Asset and Liability Management”, Edisi Ketiga,Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Rosadi, D. 2012. “Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan denganEviews” (Aplikasi untuk bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan). Yogyakarta.
Sartono, Doddi, 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja KeuanganPerbankan Syariah di Indonesia : Periode Tahun 2004-2008.”, Tesis S2Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sarwako, H, 2003. “Evaluasi Penerapan Prinsip-Prinsip Good CorporateGovernance pada PT Aneka Tambang Tbk”. Universitas Indonesia, Jakarta.
Solikhah, 2013. “Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan SesudahPenerapan Good Corporate Governance pada Perbankan Konvensional danPerbankan Syariah.” Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sholihin, Ismail, 2010. “Corporate social responsibility from charity tosustainability”, Salemba Empat. Jakarta.
Sugiyono, 2010. “Metode Penelitian Pendidikan”, Alfabeta, Bandung.
Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.12/13/DPbS/2010 tentang PelaksanaanGood Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit UsahaSyariah
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah besertaPenjelasannya.
Wachowics, Jhon M, 2005. “Manajemen Keuangan”, Pustaka, Bandung.
Wardhany, Nurhastuty dan Arshad, S., 2012. “The Role of Shariah Board inIslamic Banks: A Case Study of Malaysia, Indonesia, and BruneiDarussalam”, Second Isra Colloquium.
138
Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham, 1993. “Dasar – dasar ManajemenKeuangan Jilid 2”, Liberty, Yogyakarta.
Wibowo, 2008, “Manajemen Kinerja”, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Widarjono Agus. 2010. “Analisis Statistika Multivariat Terapan”, Edisi Pertama.UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Wijaya, Toni, “Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis”, Graha, Yogyakarta,2013.
Winarno, Wing Wahyu, 2011. “Analisis Ekonometrika dan Statistika denganEviews”, Edisi ketiga, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Wiroso, 2005. “Jual Beli Murabahah.” UII Press, Yogyakarta.
Wolfhenson, James D, 1999. “Good Corporate Governace, Pengertian danKonsep Dasar”, President of The World Bank.
Zainuri, A. Wangsawidjaja, 2012. “Pembiayaan Bank Syariah”, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Zamani, Muhammad Ihwan Umar, 2012. “Kinerja keuangan sebelum dansesudah penerapan GCG pada PT.Bank Negara Indonesia Tbk. dengan ROA,ROE, NPM, dan CAR” Journal Universitas Brawijaya.
139
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel Data Penelitian Periode Januari 2008 – Desember 2014
Thn/Bln ROA (%)Murabahah
(MiliarRupiah)
NPF (%) BOPO (%) Dummy (%)
2008.1 1.75 15801 4.18 81.53 0
2008.2 1.81 15845 4.07 75.78 0
2008.3 1.93 16977 4.17 76.28 0
2008.4 1.83 17935 4.39 76.98 0
2008.5 1.82 18591 4.94 73.48 0
2008.6 1.81 19810 4.23 72.94 0
2008.7 1.82 20704 4.17 72.44 0
2008.8 1.96 21424 4.04 73.87 0
2008.9 1.84 22044 4.12 73.6 0
2008.1 1.81 22457 4.49 74.06 0
2008.11 1.68 22639 4.97 79.1 0
2008.12 1.57 22486 3.95 81.75 0
2009.1 2.11 22437 4.39 77.35 0
2009.2 2.15 22574 4.61 74.61 0
2009.3 2.44 22732 5.14 67.61 0
2009.4 2.29 23001 5.17 70.94 0
2009.5 2.22 23490 4.77 72.67 0
2009.6 2.16 24245 4.39 73.56 0
2009.7 2.12 24381 5.15 74.54 0
2009.8 2.08 24632 5.61 75.22 0
2009.9 1.18 25046 5.72 84.05 0
2009.1 1.46 25499 5.51 83.28 0
2009.11 1.28 25570 5.54 83.08 0
2009.12 1.18 26321 4.01 84.39 0
2010.1 1.75 26532 4.36 84.87 1
2010.2 1.96 27288 2.23 79.73 1
2010.3 2.73 28269 4.53 76.27 1
2010.4 2.36 28922 4.47 77.15 1
2010.5 1.35 29744 4.77 85.79 1
140
2010.6 1.66 31108 3.89 79.99 1
2010.7 1.87 32027 4.14 79.77 1
2010.8 1.73 33310 4.1 80.36 1
2010.9 1.87 33967 3.95 79.1 1
2010.1 1.89 34831 3.95 78.94 1
2010.11 1.73 36214 3.99 77.7 1
2010.12 1.67 37508 3.02 80.54 1
2011.1 2.26 37855 3.28 75.75 1
2011.2 1.81 38983 3.66 79.56 1
2011.3 1.97 40877 3.6 77.63 1
2011.4 1.9 42453 3.79 78.78 1
2011.5 1.84 44118 3.76 79.05 1
2011.6 1.84 46161 3.55 78.13 1
2011.7 1.86 47453 3.75 77.13 1
2011.8 1.81 49455 3.53 77.65 1
2011.9 1.91 49883 3.5 77.54 1
2011.1 1.75 52148 3.11 78.03 1
2011.11 1.88 53993 2.74 77.92 1
2011.12 1.79 56365 2.52 78.41 1
2012.1 1.86 56473 2.68 86.22 1
2012.2 1.79 58326 2.82 78.39 1
2012.3 1.83 59165 2.76 77.77 1
2012.4 1.89 61895 2.85 77.77 1
2012.5 1.99 64544 2.93 76.24 1
2012.6 2.65 67752 2.88 75.74 1
2012.7 2.05 70730 2.92 75.87 1
2012.8 2.04 73826 2.78 75.89 1
2012.9 2.07 77153 2.74 75.44 1
2012.1 2.11 80953 2.58 75.04 1
2012.11 2.09 83826 2.5 75.29 1
2012.12 2.14 88004 2.22 74.75 1
2013.1 2.62 89665 2.49 70.43 1
2013.2 2.19 92792 2.72 72.06 1
2013.3 2.39 97415 2.75 72.95 1
2013.4 2.29 98368 2.85 73.95 1
2013.5 2.07 100184 2.92 76.87 1
141
2013.6 2.01 102588 2.64 76.18 1
2013.7 2.02 104718 2.75 76.13 1
2013.8 2.01 105061 3.01 77.87 1
2013.9 2.04 106779 2.8 77.98 1
2013.1 1.14 107484 2.96 79.06 1
2013.11 1.26 108128 3.08 78.59 1
2013.12 2 110565 2.62 78.21 1
2014.1 0.48 109803 3.01 80.05 1
2014.2 0.64 110047 3.53 83.77 1
2014.3 1.16 111727 3.22 91.9 1
2014.4 1.09 112288 3.48 84.5 1
2014.5 1.09 112820 3.48 76.49 1
2014.6 1.12 114322 3.9 71.76 1
2014.7 1.05 114128 4.31 79.8 1
2014.8 0.93 114002 4.58 81.2 1
2014.9 0.97 114891 4.67 82.39 1
2014.1 0.92 115088 4.58 75.61 1
2014.11 0.87 115602 4.86 93.5 1
2014.12 0.8 117371 4.33 79.28 1Sumber : OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
142
Lampiran 2
Tabel Data Penelitian dalam Bentuk LN Periode Januari 2008 – Desember2014
Thn/Bln ROA (%) ln_Murabahah NPF (%) BOPO (%) Dummy (%)
2008.1 1.75 9.67 4.18 81.53 0
2008.2 1.81 9.67 4.07 75.78 0
2008.3 1.93 9.74 4.17 76.28 0
2008.4 1.83 9.79 4.39 76.98 0
2008.5 1.82 9.83 4.94 73.48 0
2008.6 1.81 9.89 4.23 72.94 0
2008.7 1.82 9.94 4.17 72.44 0
2008.8 1.96 9.97 4.04 73.87 0
2008.9 1.84 10 4.12 73.6 0
2008.1 1.81 10.02 4.49 74.06 0
2008.11 1.68 10.03 4.97 79.1 0
2008.12 1.57 10.02 3.95 81.75 0
2009.1 2.11 10.02 4.39 77.35 0
2009.2 2.15 10.02 4.61 74.61 0
2009.3 2.44 10.03 5.14 67.61 0
2009.4 2.29 10.04 5.17 70.94 0
2009.5 2.22 10.06 4.77 72.67 0
2009.6 2.16 10.1 4.39 73.56 0
2009.7 2.12 10.1 5.15 74.54 0
2009.8 2.08 10.11 5.61 75.22 0
2009.9 1.18 10.13 5.72 84.05 0
2009.1 1.46 10.15 5.51 83.28 0
2009.11 1.28 10.15 5.54 83.08 0
2009.12 1.18 10.18 4.01 84.39 0
2010.1 1.75 10.19 4.36 84.87 1
2010.2 1.96 10.21 2.23 79.73 1
2010.3 2.73 10.25 4.53 76.27 1
2010.4 2.36 10.27 4.47 77.15 1
2010.5 1.35 10.3 4.77 85.79 1
2010.6 1.66 10.35 3.89 79.99 1
2010.7 1.87 10.37 4.14 79.77 1
143
2010.8 1.73 10.41 4.1 80.36 1
2010.9 1.87 10.43 3.95 79.1 1
2010.1 1.89 10.46 3.95 78.94 1
2010.11 1.73 10.5 3.99 77.7 1
2010.12 1.67 10.53 3.02 80.54 1
2011.1 2.26 10.54 3.28 75.75 1
2011.2 1.81 10.57 3.66 79.56 1
2011.3 1.97 10.62 3.6 77.63 1
2011.4 1.9 10.66 3.79 78.78 1
2011.5 1.84 10.69 3.76 79.05 1
2011.6 1.84 10.74 3.55 78.13 1
2011.7 1.86 10.77 3.75 77.13 1
2011.8 1.81 10.81 3.53 77.65 1
2011.9 1.91 10.82 3.5 77.54 1
2011.1 1.75 10.86 3.11 78.03 1
2011.11 1.88 10.9 2.74 77.92 1
2011.12 1.79 10.94 2.52 78.41 1
2012.1 1.86 10.94 2.68 86.22 1
2012.2 1.79 10.97 2.82 78.39 1
2012.3 1.83 10.99 2.76 77.77 1
2012.4 1.89 11.03 2.85 77.77 1
2012.5 1.99 11.08 2.93 76.24 1
2012.6 2.65 11.12 2.88 75.74 1
2012.7 2.05 11.17 2.92 75.87 1
2012.8 2.04 11.21 2.78 75.89 1
2012.9 2.07 11.25 2.74 75.44 1
2012.1 2.11 11.3 2.58 75.04 1
2012.11 2.09 11.34 2.5 75.29 1
2012.12 2.14 11.39 2.22 74.75 1
2013.1 2.62 11.4 2.49 70.43 1
2013.2 2.19 11.44 2.72 72.06 1
2013.3 2.39 11.49 2.75 72.95 1
2013.4 2.29 11.5 2.85 73.95 1
2013.5 2.07 11.51 2.92 76.87 1
2013.6 2.01 11.54 2.64 76.18 1
2013.7 2.02 11.56 2.75 76.13 1
144
2013.8 2.01 11.56 3.01 77.87 1
2013.9 2.04 11.58 2.8 77.98 1
2013.1 1.14 11.59 2.96 79.06 1
2013.11 1.26 11.59 3.08 78.59 1
2013.12 2 11.61 2.62 78.21 1
2014.1 0.48 11.61 3.01 80.05 1
2014.2 0.64 11.61 3.53 83.77 1
2014.3 1.16 11.62 3.22 91.9 1
2014.4 1.09 11.63 3.48 84.5 1
2014.5 1.09 11.63 3.48 76.49 1
2014.6 1.12 11.65 3.9 71.76 1
2014.7 1.05 11.65 4.31 79.8 1
2014.8 0.93 11.64 4.58 81.2 1
2014.9 0.97 11.65 4.67 82.39 1
2014.1 0.92 11.65 4.58 75.61 1
2014.11 0.87 11.66 4.86 93.5 1
2014.12 0.8 11.67 4.33 79.28 1
145
Lampiran 3
Hasil Regresi Ordinary Least Square (OLS)
Dependent Variable: ROAMethod: Least SquaresDate: 09/01/15 Time: 23:51Sample: 2008M01 2014M12Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 11.85321 1.022165 11.59617 0.0000DUMMY 0.310148 0.129121 2.401995 0.0187
LN_MURABAHAH -0.473130 0.079497 -5.951508 0.0000NPF -0.182967 0.053283 -3.433864 0.0010
BOPO -0.058010 0.008437 -6.875627 0.0000
R-squared 0.588076 Mean dependent var 1.775714Adjusted R-squared 0.567219 S.D. dependent var 0.461154S.E. of regression 0.303375 Akaike info criterion 0.509987Sum squared resid 7.270892 Schwarz criterion 0.654678Log likelihood -16.41945 Hannan-Quinn criter. 0.568152F-statistic 28.19575 Durbin-Watson stat 1.554922Prob(F-statistic) 0.000000
146
Lampiran 4
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2008M01 2014M12Observations 84
Mean -3.15e-15Median -0.013909Maximum 0.670192Minimum -0.997558Std. Dev. 0.295975Skewness -0.304983Kurtosis 3.652560
Jarque-Bera 2.792629Probability 0.247507
Uji Multikolinieritas
DUMMY LN_MURABAHAH
NPF BOPO
DUMMY 1.000000 0.760818 -0.654264 0.225210
LN_MURABAHAH
0.760818 1.000000 -0.582641 0.149641
NPF -0.654264 -0.582641 1.000000 0.100471
BOPO 0.225210 0.149641 0.100471 1.000000
147
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.905833 Prob. F(13,70) 0.0440Obs*R-squared 21.95887 Prob. Chi-Square(13) 0.0560Scaled explained SS 25.75970 Prob. Chi-Square(13) 0.0183
Test Equation:Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 09/02/15 Time: 00:01Sample: 2008M01 2014M12Included observations: 84Collinear test regressors dropped from specification
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 43.10526 17.26299 2.496976 0.0149DUMMY 9.135930 4.305189 2.122074 0.0374
DUMMY*LN_MURABAHAH -0.687734 0.376675 -1.825802 0.0721
DUMMY*NPF 0.010715 0.161492 0.066353 0.9473DUMMY*BOPO -0.026116 0.017712 -1.474456 0.1448
LN_MURABAHAH -7.640381 2.928500 -2.608974 0.0111LN_MURABAHAH^2 0.345628 0.132376 2.610954 0.0110
LN_MURABAHAH*NPF -0.027364 0.053164 -0.514707 0.6084LN_MURABAHAH*BOPO 0.011491 0.010763 1.067585 0.2894
NPF 0.869084 0.659468 1.317857 0.1918NPF^2 -0.004182 0.046228 -0.090474 0.9282
NPF*BOPO -0.007091 0.005583 -1.270074 0.2083BOPO -0.179484 0.126698 -1.416629 0.1610
BOPO^2 0.000608 0.000621 0.978048 0.3314
R-squared 0.261415 Mean dependent var 0.086558Adjusted R-squared 0.124249 S.D. dependent var 0.141821S.E. of regression 0.132719 Akaike info criterion -1.050159Sum squared resid 1.232996 Schwarz criterion -0.645023Log likelihood 58.10669 Hannan-Quinn criter. -0.887298F-statistic 1.905833 Durbin-Watson stat 1.917671Prob(F-statistic) 0.044035
148
Uji Autokolerasi
R-squared 0.588076 Mean dependent var 1.775714Adjusted R-squared 0.567219 S.D. dependent var 0.461154S.E. of regression 0.303375 Akaike info criterion 0.509987Sum squared resid 7.270892 Schwarz criterion 0.654678Log likelihood -16.41945 Hannan-Quinn criter. 0.568152F-statistic 28.19575 Durbin-Watson stat 1.554922Prob(F-statistic) 0.000000