analisis pemetaan pemukiman kumuh pada kota salatiga...

23
Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh Pada Kota Salatiga dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Artikel Ilmiah Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi Peneliti : Yongky Andreas Tendean (682014069) Charitas Fibriani, S. Kom., M.Eng. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Januari 2018

Upload: hadang

Post on 12-Apr-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh Pada Kota Salatiga dengan Metode

Simple Additive Weighting (SAW)

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada

Fakultas Teknologi Informasi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi

Peneliti :

Yongky Andreas Tendean (682014069)

Charitas Fibriani, S. Kom., M.Eng.

Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

Januari 2018

1

2

3

4

5

6

7

1. Pendahuluan

Permukiman kumuh merupakan suatu area permukiman yang tidak memenuhi

persyaratan teknis maupun non teknis sebagai area layak huni [1]. Kondisi wilayah perkotaan

yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi dapat meningkatkan pertumbuhan

wilayah permukiman kumuh pada kawasan tersebut serta tidak terserapnya ketenagakerjaan

penduduk di kawasan perkotaan maka hal mengakibatkan kemiskinan [2]. Kemiskinan ini

berakibat pada kebutuhan pokok mereka yaitu salah satunya kebutuhan tempat tinggal atau

hunian, dikarenakan mereka yang terkena dari dampak kemiskinan tersebut tidak mampu untuk

membeli ataupun menyewa rumah yang layak huni baik dari lokasi maupun dari kondisi

bangunannya.

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) merupakan salah satu organisasi

perangkat daerah pada Kota Salatiga yang memiliki tugas pokok yang salah satunya ialah

kewenangan untuk melakukan penanganan mengenai permukiman kumuh pada Kota Salatiga

dimana hal ini juga merupakan target program pemerintah Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) [3].

Berkaitan dengan pemaparan latar belakang tersebut, Dinas Perumahan dan Kawasan

Permukiman Kota Salatiga memiiki upaya untuk menyelenggarakan pembenahan area kawasan

permukiman kumuh, untuk mengetahui area permukiman kumuh yang perlu mendapatkan

penanganan terlebih dahulu dengan kriteria kumuh berat maka dilakukanlah proses analisis.

Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan perbandingan menggunakan perangkingan

kriteria yang sudah ditetapkan didalam Buku Kajian Perencanaan Database Permukiman Kumuh

Kota Salatiga dengan perangkingan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW),

metode tersebut adalah metode pengolahan data dengan cara perangkingan pada atribut atau

kriteria di tiap alternatif. Diharapakan hasil dari perbandingan ini dapat menjadi informasi bagi

dinas terkait maupun pemerintah Kota Salatiga mengenai penanganan penentuan area

permukiman kumuh yang memiliki priotas utama dengan kategori kumuh berat untuk ditangani

terlebih dahulu.

Output yang nantinya akan dihasilkan dari penelitian ini adalah hasil analisis berupa peta

informasi permukiman kumuh dengah kategori kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat pada

Kota Salatiga.

2. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian berjudul “ Pemetaan Kualitas Permukiman dengan Menggunakan

Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Kota Batam “, penelitian ini membahas

mengenai Kualitas pada area permukiman di Kecamatan Batam Kota Batam dengan

menggunakan data citra resolusi tinggi (Google Earth). Analsis pada penelitian ini menggunakan

metode skoring dan tumpang susun (overlay) dari parameter yang digunakan. Parameter yang

digunakanan pada penelitian ini adalah kepadatan bangunan, tata letak bangunan, lebar jalan

masuk,kondisi jalan masuk, lokasi permukiman dan pohon pelindung dari interprestasi citra

resolusi tinggi (Google Earth). Hasil dari analisis penelitian berupa peta informasi pada

Kecamatan Batam, Kota Batam yang didominasi tingkat kualitas sedang, kualitas baik dan

kualitas buruk merupakan persebaran permukiman yang paling sedikit [4].

Pada penelitian berjudul “ Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) Sebagai

Metode Penentuan Permukiman Kumuh Di Wilayah Pringsewu ”, penelitian ini membahas

tentang penilaian terhadap penentuan area permukiman kumuh menggunakan FMADM dengan

menggunakan metode SAW pada tiap atribut atau kriteria yang di gunakan dalam penilaian.

Kriteria yang di gunakan pada penilitan ini ialah Drainase, Sampah, Jarak Antar Bangunan, Air

8

Bersih, MCK, Kepadatan Bangunan, Kepadatan penduduk. Hasil pada penelitian tersebut

alternatif yang memiliki nilai terkecil merupakan area yang mendapatkan status kriteria sebagai

araa paling kumuh dari alternatif lain dengan nilai 0,35 pada alternatif tersebut [5].

Pada hasil laporan berjudul “ Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota

Salatiga Tahun 2015” yang membahas mengenai area lokasi tentang persebaran permukiman

kumuh pada Kota Salatiga dengan menggunakan metode penyebaran kuesioner, observasi

bangunan dan lingkungan, wawancara serta pengumpulan data sekunder pada identifikasi

permasalahan kekumuhan di Kota Salatiga. Identifikasi permasalahan kekumuhan ini digunakan

sebagai parameter acuan pengolahan data yang memiliki jumlah 19 parameter, yaitu Keteraturan

bangunan, Ketentuan kepadatan bangunan, Syarat teknis bangunan, Layanan jaringan jalan

lingkungan, Kualitas permukaan jalan, Area genangan, Ketersediaan drainase, Penghubung

drainase, Kebersihan drainase, Konstruksi drainase, Akses air minum, Kebutuhan air minum,

Sistem air limbah, Sapras air limbah, Sapras sampah, Sistem sampah, Perawatan sapras sampah,

Prasarana kebakaran, Sarana kebakaran. Dalam hasil laporan ini proses penilaian pembobotan

identifikasi masalah ialah Kumuh Berat memiliki nilai bobot 55 – 75, Kumuh Sedang memiliki

nilai bobot 35 – 54 dan Kumuh Ringan memiliki nilai bobot 15 – 34. Hasil dari laporan ini ialah

Kota Salatiga memiliki 63 area yang sudah dikelompokkan dengan informasi Rukun Tangga

(RT) dan Rukun Warga (RW) dalam setiap areanya dan terdapat 53 area dengan status Kumuh

Ringan, 10 area dengan status Kumuh Sedang dan tidak terdapatnya area dengan status Kumuh

Berat [6].

Pada penelitian ini akan melakukan analisis mengenai permukiman kumuh di kota

Salatiga dengan menggunakan metode SAW. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang

telah tersedia di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Salatiga. Data

tersebut merupakan data hasil analisis dari tim penyusun buku Laporan Akhir Database

Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 yang dulunya diampu oleh Dinas Cipta Karya

dan Tata Ruang (Cipkataru) Kota Salatiga dan dijadikan sebagai data sekunder pada penelitian

ini. Data yang telah didapatkan tersebut akan diolah dalam bentuk sajian tabel dan di

kelompokkan berdasarkan kriteria dan area permukiman kumuh. Dalam menggolah analisis data

ini menggunakan metode SAW untuk melakukan perbandingan status area kawasan kumuh

dengan hasil analisis yang telah dilakukan oleh permerintah Kota Salatiga, dilakukannya analisis

ini dikarenakan terdapatnya temuan bahwa tidak terdapatnya area permukiman kumuh pada Kota

Salatiga dengan status Kumuh Berat. Kriteria atau parameter yang digunakan dalam penilaian ini

terdapat 19 kriteria yaitu Keteraturan bangunan, Ketentuan kepadatan bangunan, Syarat teknis

bangunan, Layanan jaringan jalan lingkungan, Kualitas permukaan jalan, Area genangan,

Ketersediaan drainase, Penghubung drainase, Kebersihan drainase, Konstruksi drainase, Akses

air minum, Kebutuhan air minum, Sistem air limbah, Sapras air limbah, Sapras sampah, Sistem

sampah, Perawatan sapras sampah, Prasarana kebakaran, Sarana kebakaran. Sedangkan untuk

alternatif yang digunakan terdapat 86 area kawasan permukiman kumuh yang tersebar di Kota

Salatiga, area kawasan permukiman kumuh tersebut berdasarkan dari pengelompokan area yang

berasal dari data sekunder yang didapatkan. Hasil dari perangkingan area kawasan permukiman

kumuh pada penelitian ini akan berupa status keterangan, status tersebut ialah kumuh ringan,

kumuh sedang, kumuh berat. Pada status keterangan dari hasil analisis pemerintah Kota Salatiga

terdapat 4 jenis yaitu tidak kumuh, kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat, pada status

keterangan tidak kumuh akan menjadi bagian kumuh ringan pada status keterangan penelitian

ini. Hasil dari perbandingan tersebut akan di tampilkan sebagai peta informasi yang dapat

9

mengetahui status keterangan dari kedua peta yaitu peta informasi dengan data rangking dari

hasil analisis pemerintah Kota Salatiga dengan data rangking menggunakan metode SAW.

Metode SAW atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan metode penjumlahan

terbobot. Konsep metode ini merupanan mengharuskan pembuat keputusan untuk menentukan

bobot nilai pada setiap atribut. Rating pada setiap atribut harus melewati proses normalisasi

sebelumnya, pada metode ini membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke skala

yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada [7].

Berikut langkah – langkah dalam melakukan penyelesaian menggunakan metode SAW,

pertama menentukan Ci yang merupakan kriteria saja yang akan dijadikan sebagai acuan dalam

pengabilan keputusan, kedua tentukan rating kecocokan pada setiap kriteria di setiap alternatif,

ketiga buat matriks keputusan yang berdasarkan (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks

dengan berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut biaya atau atribut )

yang nantinnya akan diperoleh matriks ternomalisasi R. Rumus yang digunakan untuk

melakukan proses normalisasi adalah seperti pada Formula (1). Sedangkan untuk hasil akhir

yang diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks yang

ternomalisasi R dengan vector bobot sehingga yang diperoleh nilai terbesar yang terpilih sebagai

alternative yang terbaik (Ai) dan nilai prefrensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai

rumus pada Formula (3). Setelah itu hasil akhir dari metode SAW akan diolah dengan rumus

distribusi frekuensi pada Formula (4)

𝑅𝑖𝑗 = {

𝑥𝑖𝑗Max

i 𝑥𝑖𝑗

Mini 𝑥𝑖𝑗

𝑥𝑖𝑗

𝑉𝑖 = ∑ Wj

𝑛

𝑗=𝑖Rij

𝑐 =𝑅

𝑘

Keterangan :

Rij = Nilai rating kinerja ternomalisasi

Xij = Nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria

Max Xij = Nilai terbesar dari setiap kriteria i

Min Xij = Nilai terkecil dari setiap kriteria i

Vi = Nilai rangking untuk setiap alternative

Wj = Nilai bobot dari setiap kriteria

c = Lebar interval kelas

R = Range atau kisaran data

k = Jumlah Interval kelas

3. Tahapan Penelitian

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilaksanakan. Tahapan

penelitian merupakan proses urutan atau langkah – langkah dalam melakukan penyelesaian dari

permasalahan yang dibahas. Pada Gambar 1 akan menjelaskan mengenai alur tahapan penelitian

dalam melakukan pencapaian tujuan dari penelitian.

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)

Jika j adalah atribut biaya (cost)

(1)

(2)

(3)

(4)

10

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini dimulai dengan melakukan pengidentifikasian masalah yang

terjadi pada kawasan permukiman kumuh Kota Salatiga dengan dilakukan wawancara kepada

kepala bidang kawasan permukiman. Terdapatnya temuan mengenai permasalahan area

permukiman kumuh yang membutuhkan penanganan terlebih dahulu.

Setelah diketahui temuan masalah berdasarkan indentifikasi masalah maka dilakukan

suatu rumusan masalah yaitu dengan melakukan analisis untuk area permukiman kumuh pada

Kota Salatiga dengan menggunakan data sekunder sebagai acuan dengan menggunakan metode

SAW sebagai proses perhitungan dalam perangkingan.

Studi Literatur dibutuhkan sebagai pendukung dan acuan dalam pembentukan landasan

penelitian. Penggunaan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya studi pustaka

mengenai kriteria overlay, permukiman kumuh dan metode SAW.

Data yang didapatkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

didapatkan dari Dinas DPKP Kota Salatiga. Data sekunder tersebut berupa data non spasial yaitu

data kuantitatif permukiman kumuh dan data spasial yaitu peta administrasi kota salatiga, peta

kondisi bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi

penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan

persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.

Data sekunder kemudian akan diolah dengan menggunakan analisis spasial yaitu dengan

overlay pada data peta tersebut yang nantinya akan menghasilkan data temuan baru dan

selanjutnya akan diolah dengan menggunakan metode SAW. Pada Tabel 1 akan menjelaskan

mengenai kriteria lokasi yang digunakan berdasarkan penyesuaian dengan data non spasial.

Tabel 1. Kriteria lokasi berdasarkan dengan data non spasial Kriteria Penilaian

Keteraturan bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan maka

semakin baik.

Ketentuan kepadatan bangunan Semakin bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan maka

semakin baik.

Syarat teknis bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis

maka semakin baik.

Layanan jaringan jalan

lingkungan

Semakin area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan maka

semakin baik.

Kualitas permukaan jalan Semakin area yang memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk

maka semakin baik.

Area genangan Semakin area drainase lingkungan yang tidak mampu mengatasi

genangan pada kawasan permukiman maka semakin baik.

Ketersediaan drainase Semakin area yang tidak tersedia drainase lingkungan maka semakin

baik.

Penghubung drainase Semakin drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya maka semakin baik.

Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penarikan Kesimpulan

11

Kebersihan drainase Semakin area yang memiliki drainase lingkungan yang kotor dan

berbau maka semakin baik.

Konstruksi drainase Semakin area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk maka semakin baik.

Akses air minum Semakin populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman

maka semakin baik.

Kebutuhan air minum Semakin populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya

maka semakin baik.

Sistem air limbah Semakin area yang memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai

standar teknis maka semakin baik.

Sapras air limbah Semakin area yang memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis maka semakin baik.

Sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang

tidak sesuai persyaratan teknis maka semakin baik.

Sistem sampah Semakin area yang memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis maka semakin baik.

Perawatan sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras persampahan yang tidak

terpelihara maka semakin baik.

Prasarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran

maka semakin baik.

Sarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki sarana proteksi kebakaran maka

semakin baik

Pada data sekunder yang ditemukan kemudian akan dilakukan pencocokan dengan

kriteria yang ada. Pada tabel 2 akan menjelaskan mengenai data sekunder yang mewakili kriteria

yang ada.

Tabel 2. Relasi Kriteria dan Data Spasial Kriteria Data Spasial

Keteraturan bangunan Peta Kondisi Bangunan

Ketentuan kepadatan bangunan Peta Kondisi Bangunan

Syarat teknis bangunan Peta Kondisi Bangunan

Layanan jaringan jalan lingkungan Peta Kondisi Jalan Lingkungan

Kualitas permukaan jalan Peta Kondisi Jalan Lingkungan

Area genangan Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Ketersediaan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Penghubung drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Kebersihan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Konstruksi drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Akses air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum

Kebutuhan air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum

Sistem air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah

Sapras air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah

Sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Sistem sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Perawatan sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Prasarana kebakaran Peta Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran

Sarana kebakaran Peta Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran

12

Pada pemberian nilai pembobotan akan menggunakan acuan dari buku Laporan Akhir

Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 sebagai nilai bobot pada tiap kriteria.

Pembobotan akan lebih di jelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Kriteria Kriteria Keterangan Nilai

Keteraturan bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 1

51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 3

76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 5

Ketentuan kepadatan

bangunan

25% - 50% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 1

51% - 75% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 3

76% - 100% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 5

Syarat teknis bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 1

51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 3

76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 5

Layanan jaringan jalan

lingkungan

25% - 50% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 1

51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 3

76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 5

Kualitas permukaan jalan 25% - 50% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 1

51% - 75% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 3

76% - 100% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 5

Area genangan 25% - 50% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 1

51% - 75% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 3

76% - 100% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 5

Ketersediaan drainase 25% - 50% area tidak tersedia drainase lingkungan 1

51% - 75% area tidak tersedia drainase lingkungan 3

76% - 100% area tidak tersedia drainase lingkungan 5

Penghubung drainase 25% - 50% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 1

51% - 75% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 3

76% - 100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 5

Kebersihan drainase 25% - 50% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 1

51% - 75% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 3

76% - 100% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 5

Konstruksi drainase 25% - 50% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk 1

51% - 75% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk 3

76% - 100% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan

yang buruk 5

Akses air minum 25% - 50% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 1

51% - 75% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 3

76% - 100% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 5

Kebutuhan air minum 25% - 50% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 1

51% - 75% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 3

76% - 100% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum

minimalnya 5

Sistem air limbah 25% - 50% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar

teknis 1

51% - 75% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar 3

13

teknis

76% - 100% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar

teknis 5

Sapras air limbah 25% - 50% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 1

51% - 75% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 3

76% - 100% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 5

Sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak

sesuai persyaratan teknis 1

51% - 75% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak

sesuai persyaratan teknis 3

76% - 100% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang

tidak sesuai persyaratan teknis 5

Sistem sampah 25% - 50% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 1

51% - 75% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 3

76% - 100% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 5

Perawatan sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 1

51% - 75% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 3

76% - 100% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 5

Prasarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 1

51% - 75% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 3

76% - 100% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 5

Sarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 1

51% - 75% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 3

76% - 100% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 5

Berdasarkan pembobotan nilai kriteria pada tabel diatas, untuk langkah berikutnya ialah

menentukan range skor tingkat kekumuhan, maka dari itu diperlukan penjumlahan skor total dari

hasil analisis spasial overlay yang telah dilakukan sebelumnya dan menentukan total skor

terendah dan tertinggi untuk menentukan nilai range skor tingkat kekumuhan. Total skor tersebut

akan di klasifikasikan berdasarkan acuan buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh

Kota Salatiga Tahun 2015 yaitu seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Range Skor Kekumuhan. Skor Total Tingkat Kumuh

55 - 75 Kumuh Berat

35 - 54 Kumuh Sedang

15 - 34 Kumuh Ringan

Pada perhitungan ini terdapat 86 area yang di gunakan sebagai alternatif yaitu, A1 =

Cebongan 1, A2 = Cebongan 2, A3 = Cebongan 3, A4 = Kumpulrejo 1, A5 = Kumpulrejo 2, A6

= Ledok 1, A7 = Ledok 2, A8 = Ledok 3, A9 = Ledok 4, A10 = Ledok 5, A11 = Ledok 6, A12 =

Ledok 7, A13 = Ledok 8, A14 = Noborejo 1, A15 = Noborejo 2, A16 = Noborejo 3, A17 =

Randuacir 1, A18 = Randuacir 2, A19 = Randuacir 3, A20 = Randuacir 4, A21 = Tegalrejo 1

,A22 = Tegalrejo 2, A23 = Tegalrejo 3, A24 = Tegalrejo 4, A25 = Tegalrejo 5, A26 = Tegalrejo

6, A27 = Dukuh 1, A28 = Dukuh 2, A29 = Kalicacing 1, A30 = Kalicacing 2, A31 = Kalicacing

14

3, A32 = Kecandran 1, A33 = Kecandran 2, A34 = Kecandran 3, A35 = Kecandran 4, A36 =

Mangunsari 1, A37 = Mangunsari 2, A38 = Mangunsari 3, A39 = Blotongan 1, A40 = Blotongan

2, A41 = Blotongan 3, A42 = Bugel 1, A43 = Bugel 2, A44 = Bugel 3, A45 = Kauman Kidul 1,

A46 = Kauman Kidul 2, A47 = Kauman Kidul 3, A48 = Kauman Kidul 4, A49 = Kauman Kidul

5, A50 = Kauman Kidul 6, A51 = Pulutan 1, A52 = Pulutan 2, A53 = Pulutan 3, A54 = Pulutan

4, A55 = Pulutan 5, A56 = Pulutan 6, A57 = Pulutan 7, A58 = Pulutan 8, A59 = Pulutan 9, A60 =

Pulutan 10, A61 = Pulutan 11, A62 = Salatiga 1, A63 = Salatiga 2, A64 = Salatiga 3, A65 =

Salatiga 4, A66 = Salatiga 5, A67 = Sidorejo Lor 1, A68 = Sidorejo Lor 2, A69 = Gendongan 1,

A70 = Gendongan 2, A71 = Gendongan 3, A72 = Kalibening 1, A73 = Kalibening 2, A74 =

Kalibening 3, A75 = Kutowinangun Kidul 1, A76 = Kutowinangun Kidul 2, A77 =

Kutowinangun Lor 1, A78 = Kutowinangun Lor 2, A79 = Kutowinangun Lor 3, A80 = Sidorejo

Kidul 1, A81 = Sidorejo Kidul 2, A82 = Tingkir Lor 1, A83 = Tingkir Lor 2, A84 = Tingkir

Tengah 1, A85 = Tingkir Tengah 2, A86 = Tingkir Tengah 3, serta kriteria – kriteria yang akan

dijadikan perhitungan dalam penilaian yaitu, C1 = Keteraturan bangunan, C2 = Ketentuan

kepadatan bangunan, C3 = Syarat teknis bangunan, C4 = Layanan jaringan jalan lingkungan, C5

= Kualitas permukaan jalan, C6 = Area genangan, C7 = Ketersediaan drainase, C8 =

Penghubung drainase, C9 = Kebersihan drainase, C10 = Konstruksi drainase, C11 = Akses air

minum, C12 = Kebutuhan air minum, C13 = Sistem air limbah, C14 = Sapras air limbah, C15 =

Sapras sampah, C16 = Sistem sampah, C17 = Perawatan sapras sampah, C18 = Prasarana

kebakaran, C19 = Sarana kebakaran. Masing – masing dari kriteria tersebut akan diberi bobot

preferensi, bobot preferensi tersebut terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Preferensi Kriteria Bobot

C1 0,10

C2 0,01

C3 0,01

C4 0,01

C5 0,10

C6 0,10

C7 0,10

C8 0,01

C9 0,10

C10 0,01

C11 0,01

C12 0,01

C13 0,10

C14 0,10

C15 0,10

C16 0,01

C17 0,10

C18 0,01

C19 0,01

Penarikan kesimpulan berupa temuan akhir dari perhitungan dengan menggunakan acuan

dari buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 dan dengan

metode SAW sebagai pembanding yang mana akan menentukan lokasi memiliki keterangan

kumuh berat berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

15

4. Hasil dan Pembahasan

Peta yang di proses dengan overlay adalah keseluruhan data sekunder yang telah di

jelaskan sebelumnya pada Tabel 2. Hasil dari overlay akan berupa peta dengan atribut baru

sebagai area permukiman kumuh dan tidak terdapatnya area permukiman dengan status tingkat

kumuh berat. Gambar 2 akan menggambarkan hasil akhir dari overlay dari peta kondisi

bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi

penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan

persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.

Gambar 2. Hasil akhir overlay peta permukiman kumuh

Peta hasil overlay tersebut memiliki data yang berterkaitan dengan informasi lokasi

permkumian kumuh dengan menggunakan acuan perhitungan dan pengambilan keputusan

berdasarkan buku acuan. Gambar 3 akan menggambarkan mengenai data atribut dari hasil

overlay.

.

.

16

.

Gambar 3. Data atribut hasil overlay permukiman

Data atribut pada Gambar 3 akan menjadi bahan dalam perhitungan dengan mengunakan

metode SAW. Proses perhitungan ini akan diawali dengan membuat rating kecocokan tiap

kriteria dengan tiap alternatif seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Rating Kococokan Permukiman Kumuh Alt

ernatif

Kriteria

C

1

C

2

C

3

C

4

C

5

C

6

C

7

C

8

C

9

C

10

C

11

C

12

C

13

C

14

C

15

C

16

C

17

C

18

C

19

A1 0 3 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 3 1 0 5 5 1 5

A2 1 3 1 0 1 0 1 0 0 3 1 1 3 1 5 5 3 0 5

… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … An 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Rating kecocokan Tabel 6 pada setiap kriterianya masing - masing akan diubah ke dalam

matriks keputusan X. Matriks tersebut akan menjadi tolak ukur awal untuk mendapatkan nilai

dari setiap kriteria terhadap alternatifnya.

Matriks keputusan X kemudian dinormalisasikan sesuai dengan jenis kriterianya.

Keseluruhan kriteria yang digunakan ini benefit maka dari itu akan digunakan rumus 1 untuk

melakukan proses normalisasi. Proses normalisasi matriks X menjadi R dilakukan pada setiap

kriteria sebagai contoh perhitungan untuk R11, R12, R13, R14, R15, R16, R17, R18, R19, R110,

R111, R112, R113, R114, R115, R116, R117, R118, R119 sebagai berikut :

17

Proses normalisasi pada kriteria 1 sampai 19 akan menghasilkan sebuah matriks

ternomalisasi R. Selanjutnya, melaukukan proses normalisasi nilai R yang di peroleh dari X dan

dalam pengambilan keputusan dengan memberikan bobor prefrensi sesuai dengan setiap

kepentingan kriteria yang terdapat pada Tabel 6.

Proses analisis SAW selanjutnya adalah dengan tahap perangkingan. Tahap ini akan

menunjukkan area permukiman kumuh mana saja yang memiliki posisi status tingkat kumuh dari

yang tertinggi hing terendah. Proses perangkingan ini akan menggunakan rumus 2, perhitungan

tersebut akan menggunakan contoh nilai V1 sebagai berikut :

V1 = (0,1)(0) + (0,01*0,6) + (0,01*0) + (0,01)(0,2) + (0,1)(0,3) + (0,1)(0) + (0,1)(0,2) +

(0,01)(0,3) + (0,1)(1) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,2) + (0,1)(0,6) + (0,1)(0,2) + (0,1)(0)

+ (0,01)(1) + (0,1)(1) + (0,01)(0,2) + (0,01)(1) = 0,38

Hasil dari perhitungan V1 sampai V86 menunjukan alternatif terbaik untuk kasus

penelititan ini adalah dengan hasil nilai 0,79. Setelah itu akan dilakukan perhitungan dengan

menggunakan rumus 3 untuk mendapatkan pengelompokkan tingkat kekumuhan sebagai berikut

:

𝑐 = 0, 79

3= 0,26

Setelah didapatkan range interval, maka hasil akhir dari perhitungan SAW akan

dikelompokkan. Pada Tabel 7 akan menyajikan pengelompokkan mengenai tingkat kekumuhan.

Tabel 7. Range Skor Kekumuhan Skor Total Tingkat Kumuh

0,54 – 0,80 Kumuh Berat

0,27 – 0,53 Kumuh Sedang

0 – 0,26 Kumuh Ringan

18

Hasil dari dari perhitungan tersebut akan ditampilkan dalam bentuk peta informasi

sebagai pembanding yang dapat di lihat pada Gambar 3. Pada Gambar 2 akan terdapat blok

bewarna merah untuk kriteria kumuh berat, warna kuning untuk kriteria kumuh sedang dan

warna hijau untuk kriteria kumuh ringan.

Gambar 3. Peta Permukiman Kumuh SAW

Perbandingan pada Kecamatan Sidorejo permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat

dapat dilihat pada Gambar 4. terdapat 7 area kumuh berat yaitu pada area Salatiga 1, Kauman

Kidul 3, Pulutan 7, Pulutan 3, Bugel 1, Bugel 2, Blotongan 2

19

Gambar 4. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidorejo

Perbandingan pada Kecamatan Sidomukti permukiman kumuh dengan tingkat kumuh

berat dapat dilihat pada Gambar 5. terdapat 3 area kumuh berat yaitu pada area Dukuh 1,

Kecandran 1, Kecandran 3.

Gambar 5. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidomukti

Perbandingan pada Kecamatan Tingkir permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat

dapat dilihat pada Gambar 6. terdapat 2 area kumuh berat yaitu pada area Tingkir Tengah 2,

Tingkir Lor 1.

20

Gambar 6. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Tingkir

Perbandingan pada Kecamatan Argomulyo permukiman kumuh dengan tingkat kumuh

berat dapat dilihat pada Gambar 7. terdapat 5 area kumuh berat yaitu pada area Noborejo 1,

Noborejo 2, Randuacir 2, Randuacir 3, Ledok 6.

21

Gambar 7. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Argomulyo

5. Simpulan

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan suatu perbandingan dapat

menggunakan metode SAW dengan melakukan pencarian penjumlahan terbobot dari alternatif

yang digunakan pada setiap kriteria dan kemudian hasil dari metode SAW tersebut di proses

dengan distribusi frekuensi untuk mendapatkan interval kelas baru dan hasil dari proses tersebut

disajikan dalam bentuk peta informasi. Pada perbandingan tersebut terdapat 17 area yang

memiliki status kumuh berat, 43 area yang memiliki status kumuh sedang dan 26 area dengan

status kumuh ringan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi Dinas DPKP Kota

Salatiga dalam melaksanakan program KOTAKU dan segera mengatasi area yang memilki

status kumuh berat terlebih dahulu selanjutnya area – area lainnya.

6. Daftar Pustaka

[1] Suparto. 2014. Evaluasi Permukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan di Kel.

Kalibanteng Kidul Kota Semarang. Semarang : Majalah Ilmiah Pawiyatan. Vol. XXI, No. 1

[2] Ramdhani Harahap, Fitri. 2013. Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia.

Bangka Belitung : Jurnal Society. Vol. 1, No. 1

[3]Republik Indonesia. 2016 . Keputusan Walikota Salatiga No 658/440/2016 tentang Lokasi

Program Tanpa Kumuh di Kota Salatiga. Walikota Salatiga. Salatiga.

[4] Farizki, M., dan Wenang Anurogo. 2017. Pemetaan Kualitas Permukiman dengan

Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Batam . Yogyakarta :

Majalah Geografi Indonesia. Vol. 31, No. 1, hlm. 39-45.

[5] Aminudin, Nur, dkk. 2017. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Sebagai Metode

Penetuan Permukiman Kumuh di Wilayah Pringsewu. Lampung : Jurnal TAM (Technology

Acceptance Model). Vol 8, No 2, hlm. 136-145.

22

[6] Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. 2015. Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh

Kota Salatiga Tahun 2015. Salatiga: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.

[7] Prayogi, Satria Yudha.2016. Penerapan Metode Simple Additive Weighting Dalam Pemilihan

Tablet PC Untuk Pemula. Medan : CESS (Journal Of Computer Engineering, System And

Science).Vol 1, No 1.