analisis kinerja keuangan dalam memprediksi...
TRANSCRIPT
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DALAM
MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA BANK
UMUM SYARIAH PERIODE 2010-2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Zulfikar Hadad
NIM : 11140810000117
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Zulfikar Hadad
2. Nama Panggilan : Fikar
3. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 6 April 1995
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Alamat : Komplek Caraka Buana Selatan No.33B
Pondok Aren, Tangerang Selatan
7. Status : Belum Menikah
8. Kewarganegaraan : Indonesia
9. Telepon : 081315182485
10. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. 2001-2007 : SDI An-Najah Petukangan
2. 2007-2010 : MTsN 32 Jakarta
3. 2010-2013 : MAN 4 Jakarta
4. 2013-2016 : CEP-CCIT FTUI
5. S1 (2013-2017) : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. OSIS MTsN 32 Jakarta (Ketua Divisi Olahraga)
2. Almode Basketball (Sekretaris Ekskul Basket MAN 4 Jakarta)
3. Ballstar Indonesia (Anggota Komunitas Streetball Basket Ballstar
Indonesia Regional Depok)
4. DEMA FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta th. 2016 (Anggota Divisi
Olahraga)
5. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat Komisariat Fakultas
Ekonomi dan Bisnis (KAFEIS)
vii
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze financial performance in predicting
financial distress in sharia banking in Indonesia period 2010 to 2016.
Assessment using RGEC model, Altman Z-Score Modification and
Multinomial Logit Regression. The RGEC model is measured by the ratio
of non-performing financing (NPF), good corporate governance (GCG),
return on assets (ROA), and capital adequacy ratio (CAR). While the ratio
of the model Altman Z-Score Modification using the ratio of working capital
to total assets (WCTA), retained earnings to total assets (RETA), earnings
before tax to total assets (EBITA), and book value of equity to total debt
(BVTD) . And combine the ratio of Altman Z-Score Modified model by using
statistical method of Multinomial Logit Regression to see the effect of the
Altman variable on the financial distress of sharia banking for the period
2010 to 2016. The results show the result of good ratio of non performing
financing (NPF) as well as good corporate governance (GCG) assessment
is also good. Furthermore, the ratio of return on assets (ROA) is quite good,
and the ratio of capital adequacy ratio (CAR) is very good. Furthermore the
Altman Z - Score model provides an assessment result that sharia banking
are in the distress zone. Then from the variable Altman Z-Score
Modification can be seen that the variable working capital to total assets
(WCTA), retained earnings to total assets (RETA), and book value of equity
to total debt (BVTD) significantly influence the financial distress of sharia
banking period 2010 to 2016.
Keywords: RGEC Ratio, Altman Z-Score Modification, Syariah Commercial
Bank, Financial Distress.
viii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan dalam
memprediksi financial distress pada bank umum syariah di Indonesia
periode 2010 hingga 2016. Penilaian menggunakan model RGEC, Altman
Z–Score Modifikasi dan Regresi Multinomial Logit. Model RGEC diukur
dengan rasio non performing financing (NPF), good corporate governance
(GCG), return on assets (ROA), dan rasio kecukupan modal (CAR).
Sedangkan rasio dari model Altman Z–Score Modifikasi menggunakan rasio
working capital to total assets (WCTA), retained earnings to total assets
(RETA), earnings before tax to total assets (EBITA), dan book value of
equity to total debt (BVTD). serta menggabungkan rasio model Altman Z-
Score Modifikasi tersebut dengan menggunakan metode statistik Regresi
Multinomial Logit untuk melihat pengaruh dari variabel Altman tersebut
terhadap financial distress bank umum syariah periode 2010 hingga 2016.
Hasil penelitian menunjukkan hasil dari perhitungan rasio non performing
financing (NPF) baik, begitupun dengan penilaian good corporate
governance (GCG) juga baik. Selanjutnya rasio return on assets (ROA)
cukup baik, dan rasio capital adequacy ratio (CAR) sangat baik. Selanjutnya
model Altman Z – Score memberikan hasil penilaian bahwa bank umum
syariah berada di zona distress. Lalu dari variabel Altman Z-Score
Modifikasi dapat dilihat bahwa variabel working capital to total assets
(WCTA), retained earnings to total assets (RETA), dan book value of equity
to total debt (BVTD) berpengaruh secara signifikan terhadap financial
distress bank umum syariah periode 2010 hingga 2016.
Kata kunci : Rasio RGEC, Altman Z-Score Modifikasi, Bank Umum Syariah,
Financial Distress.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’alaa atas segala nikmat, rahmat,
karunia, hidayah, dan inayah-nya yang diberikan kepada kita semua. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Shalallahhu
‘Alayhi wa salam yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman
yang terang benderang ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak pihak yang
terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala
kepedulian mereka yang telah memberikan bantuan, baik moril, kritik, saran,
masukan, dorongan semangat, doa, dukungan finansial maupun pemikiran dalam
penulisan skripsi ini. Ucapan khusus pertama penulis tujukan kepada kedua orang
tua yang telah memberikan segalanya serta mendidik penulis semenjak kecil,
hingga penulis bisa mencapai apa yang sudah dicapai sampai sekarang, termasuk
penulisan skripsi ini. Serta perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., Msi selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan juga
masukan-masukan yang positif dan membantu menyempurnakan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Muniaty Aisyah, ST., MM selaku dosen pembimbing akademik
5. Ibu Titi Dewi Warnida, SE., Msi selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen yang telah mencurahkan dan mengamalkan ilmu
yang tak ternilai hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
penulis dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain
8. Kakak dan adik penulis, Kak Aisa, Farhan, dan Audi yang terus memberi
semangat
9. Sahabat-sahabat penulis, Fajar, Adam, Syauqi (okay), Arif, Luthfi (Bule),
Zadana, Adhitya, Fariz, Akbar, Putra, Dito, AdityaFarry, dan Fadil yang
senantiasa memberikan energi positif dalam penyusunan skripsi ini.
10. Terkhusus yang senantiasa memberikan saran serta arahan kepada penulis,
Givari Prameswari Nastiti
11. Sahabat terbaik SMA yang selalu memberikan semangat dan kekuatan selama
proses penyusunan skripsi ini, Anwar, Zaki, Fachmi, Irvan, Taqy, Dana dan
Febry
12. Teman-teman manajemen MIPS 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
tak dapat saya sebutkan satu-satu namun tak mengurangi rasa bahagianya saya
diantara kalian.
Akhir kata, kesempurnaan skripsi ini memang semata-mata adalah berkat
karunia Allah SWT. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita. Amin, Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 29 November 2017
Zulfikar Hadad
xi
DAFTAR ISI ABSTRACT ...................................................................................................................................... vii
ABSTRAK .....................................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... xv
BAB I ................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................................... 17
BAB II ............................................................................................................................................. 19
LANDASAN TEORI ...................................................................................................................... 19
A. Tinjauan Literatur ............................................................................................................... 19
1. Kinerja Keuangan ................................................................................................................ 19
2. Laporan Keuangan .............................................................................................................. 22
3. Financial Distress ............................................................................................................... 32
4. Bank Syariah .................................................................................................................. 41
B. Hubungan Antar Variabel .................................................................................................. 49
1. Hubungan Antara Working Capital to Total Assets Terhadap Financial Distrees .............. 49
2. Hubungan Antara Retained Earnings to Total Assets Terhadap Financial Distress ........... 49
3. Hubungan Antara Book Value of Equity to Total Debt Terhadap Financial Distress ......... 50
C. Penelitian Terdahulu .......................................................................................................... 51
D. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................................................. 60
E. Hipotesis ............................................................................................................................ 62
BAB III ........................................................................................................................................... 63
METODE PENELITIAN ................................................................................................................ 63
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................................. 63
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................................................. 64
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................................ 67
D. Metode Analisis Data ........................................................................................................ 68
1. Statistik Deskriptif ......................................................................................................... 68
2. Analisa Model Altman Z-Score Modifikasi ................................................................... 68
3. Analisa Model RGEC .................................................................................................... 69
4. Analisis Korelasi ............................................................................................................ 72
5. Regresi Multinomial Logit ............................................................................................. 73
E. Operasional Variabel Penelitian ......................................................................................... 76
BAB IV ........................................................................................................................................... 78
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................................... 78
xii
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................................... 78
1. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ................................................................................ 78
2. PT Bank Victoria Indonesia ........................................................................................... 80
3. PT Bank BRISyariah ..................................................................................................... 82
4. PT Bank Jabar Banten Syariah ...................................................................................... 83
5. PT Bank BNI Syariah .................................................................................................... 86
6. PT Bank Syariah Mandiri .............................................................................................. 87
7. PT Bank Mega Syariah .................................................................................................. 89
8. PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk ................................................................................ 92
9. PT Bank Syriah Bukopin ............................................................................................... 94
10. PT Bank BCA Syariah ................................................................................................... 95
B. Analisis dan Pembahasan ................................................................................................... 96
1. Analisis Deskriptif ......................................................................................................... 96
2. Penilaian Tingkat Kesehatan dengan Variabel Rasio RGEC ....................................... 102
3. Penilaian Financial Distress dengan Altman Z-Score Modifikasi............................... 119
4. Analisis Korelasi .......................................................................................................... 126
5. Analisis Multinomial Logit .......................................................................................... 128
6. Interpretasi Hasil .......................................................................................................... 132
BAB V........................................................................................................................................... 137
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 137
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 137
B. Saran ................................................................................................................................ 139
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 140
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 145
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2007 - 2013 ................................................... 6
Tabel 1.2 Pertumbuhan Bank Umum Syariah Tahun 2008 – 2016 ................................................. 10
Tabel 2.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2009 – Mei 2017 ......................................... 48
Tabel 2.2 Peringkat Komposit Penilaian GCG Menurut SEBI ....................................................... 39
Tabel 2.3 Peringkat Penilaian Rentabilitas Menurut PBI ................................................................ 40
Tabel 2.4 Penilaian Modal Minimum Menurut SEBI ..................................................................... 41
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu ....................................................................................................... 51
Tabel 3.1 Daftar Bank Umum Syariah yang Terpilih Purposive Sampling .................................... 67
Tabel 3.2 Tingkat Kesehatan Bank dengan NPF Menurut PBI ....................................................... 70
Tabel 3.3 Tingkat Kesehatan Bank dengan GCG Menurut SEBI ................................................... 71
Tabel 3.4 Tingkat Kesehatan Bank dengan ROA Menurut PBI ...................................................... 72
Tabel 3.5 Tingkat Kesehatan Bank dengan CAR Menurut SEBI ................................................... 72
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif NPF BUS Periode 2010-2016 ................................ 97
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif GCG BUS Periode 2010-2016 ............................... 97
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif ROA BUS Periode 2010-2016 ............................... 98
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif CAR BUS Periode 2010-2016 ............................... 99
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif WCTA BUS Periode 2010-2016............................ 99
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif RETA BUS Periode 2010–2016 .......................... 100
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif EBITA BUS Periode 2010-2016.......................... 101
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif BVTD BUS Periode 2010-2016 ........................... 102
Tabel 4.9 Nilai NPF Bank Umum Syariah periode 2010-2016 ..................................................... 103
Tabel 4.10 Keterangan Penilaian NPF Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ........................ 106
Tabel 4.11 Nilai GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ................................................. 107
Tabel 4.12 Keterangan Penilaian GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ....................... 109
Tabel 4.13 Nilai ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ................................................. 111
Tabel 4.14 Keterangan Penilaian ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ....................... 113
Tabel 4.15 Nilai CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 .................................................. 115
Tabel 4.16 Keterangan Penilaian CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-2016........................ 117
Tabel 4.17 Nilai WCTA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 .............................................. 119
Tabel 4.18 Nilai RETA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ............................................... 120
Tabel 4.19 Nilai EBITA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 .............................................. 121
Tabel 4.20 Nilai BVTD Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ............................................... 123
Tabel 4.21 Nilai Altman Z-Score Modifikasi Bank Umum Syariah 2010-2016 ........................... 124
Tabel 4.22 Hasil Uji Korelasi WCTA, RETA, EBITA, dan BVTD.............................................. 127
Tabel 4.23 Case Processing Summary Variabel Altman Z-Score Modifikasi............................... 128
xiv
Tabel 4.24 Model Fitting Information Variabel Altman Z-Score Modifikasi ............................... 128
Tabel 4.25 Goodness-of-Fit Variabel Altman Z-Score Modifikasi ............................................... 129
Tabel 4.26 Pseudo R-Square Variabel Altman Z-Score Modifikasi ............................................. 129
Tabel 4.27 Likelihood Ratio Tests Variabel Altman Z-Score Modifikasi .................................... 130
Tabel 4.28 Klasifikasi Variabel Altman Z-Score Modifikasi ........................................................ 132
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Persentase Pertumbuhan Bank Umum Syariah Tahun 2009-2016 ............................. 11
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................................................... 61
Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah Periode 2010-2016…..…………...105
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ....................... 110
Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ....................... 114
Gambar 4.4 Grafik Pertumbuhan CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-2016 ....................... 118
Gambar 4.5 Parameter Estimates .................................................................................................. 131
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam suatu agama yang sempurna, karena dalam islam bukan hanya
mengatur tentang hubungan manusia dengan sang penciptanya (ibadah) namun
juga mengatur hubungan antar sesama manusia (muamalah). Dalam hal ibadah dan
muamalah ini sudah jelas aturannya baik didalam alquran maupun hadis. Didalam
bermasyarakat seorang muslim haruslah mengikuti rambu-rambu yang berlaku
dalam beragama islam dan bernegara. Hal yang mencakup hubungan antara
manusia salah satunya adalah dalam aspek ekonomi. Sudah jelas dizaman sekarang
bahwa kegiatan ekonomi suatu negara sangatlah bersentral dengan perbankan.
Bank disuatu negara sangat dibutuhkan. Selain karena tempat untuk menabung
bagi sebagian masyrakat (funding), akan tetapi juga sebagai sarana meminjam dana
bagi masyarakat lain (financing). Dengan demikian diharapkan dengan kehadiran
bank masyrakat mampu sejahtera dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bank.
Tentulah sangat penting bagi para praktisi perbankan untuk mengatur segala aspek
dalam perbankan agar tetap berjalan sesuai jalur yang benar dan tidak mengalami
kebangkrutan. Karena sudah pasti bila terjadi kebankrutan pada suatu bank
efeknya bisa menjalar kedalam negara yang dinaunginya.
Perbankan bagaikan jantung ekonomi bagi sebuah negara. Indonesia
mempunyai pengalaman pahit dilanda krisis perbankan hebat pada tahun 1998.
Sektor perbankan rentan dengan berbagai risiko, terutama risiko sistemik, yakni
kegagalan bank yang berdampak terhadap ekonomi dalam jangka panjang
2
Komisaris Independen PT Bank Mandiri Tbk, Goei Siauw Hong dalam Diskusi
Media Training: Memahami Industri Perbankan mengungkapkan, kegagalan
perbankan menyebabkan kerugian lebih besar kepada nasabah dibanding
pemegang saham atau pemilik modal. Lebih jauh dijelaskan Goei, guna
menghindari kegagalan bank, regulator membuat aturan yang mengatur kecukupan
modal dan likuiditas. Inilah kunci agar kesehatan perbankan terjaga dan terhindar
dari risiko sistemik. Kecukupan modal ini, diakuinya, dikaitkan dengan risiko yang
diambil bank. Semakin besar risiko yang diambil, maka besar pula modal yang
wajib dimiliki bank (www.liputan6.com).
Sudah bukan rahasia umum bahwasannya islam sebagai agama yang
kompleks memiliki sistem perekonomian sendiri yang bersih. Islam memiliki
sistem perbankan syariah yang diatur berdasarkan syariat Islam (alquran dan
hadis). Hal ini menjadikan bagi kaum muslim sebuah jaminan keselamatan baik di
dunia maupun di akhirat. Beberapa bukti telah terjadi bila menerapkan perbankan
syariah dengan syariat yang benar maka hasilnya akan baik. Bank syariah
mengharamkan transaksi yang mengandung unsur riba, maisir, dan gharar. Ketiga
unsur tersebut dilarang karena dalam islam hal itu akan mengantarkan manusia
kepada kehancuran. Itulah mengapa perbankan syariah dianggap sebagai suatu
sistem ekonomi yang cocok diterapkan oleh masyarakat.
Berdasarkan beberapa studi keuangan internasional, perbankan syariah
paling tahan krisis ekonomi global, dibanding bank konvensional. Mantan Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa ketahanan bank
syariah akan krisis, karena kinerjanya lebih konservatif ketimbang bank
3
konvensional dan lebih memegang kuat prinsip kehati-hatian. "Alasannya, karena
bank konvensional banyak bermain di area derivatif yang banyak aksi spekulatif,"
ujar Bambang, di kantornya. Namun, dia mengatakan, lebih tahan krisis, bukan
berarti menjadi yang terbaik. Sebab, daya tahan tersebut harusnya bisa
dimaksimalkan untuk mendorong perekonomian suatu negara (www.viva.co.id).
Hadirnya lembaga keuangan islam di Indonesia yang dikepalai dengan
Bank Muamalat yang muncul pada tahun 1991, membuat masyarakat menyadari
bahwa pentingnya berekonomi dengan menggunakan prinsip syariah. Sistem
perbankan syariah sudah membuktikan dirinya sebagai suatu sistem keuangan yang
tangguh melalui krisis ekonomi di Indonesia. Banyak sekali keunggulan yang
dimilikinya dibandingkan sistem perbankan konvensional sehingga dapat bertahan
menghadapi keadaan yang sangat sulit bagi dunia perbankan. Di antara
keunggulannya adalah pertumbuhan perbankan yang terkait dengan pertumbuhan
ekonomi riil, sehingga dalam kondisi krisis ekonomi pada tahun 1998 yang dimana
bank konvensional menderita negative spread, akan tetapi justru dalam kondisi
demikian bank umum syariah menunjukkan kondisi sebaliknya (Rivai dkk,
2013:39). Kekuatan perbankan syariah dalam menahan dampak krisis ekonomi
global di Indonesia telah terbukti pada 1998. Sekretaris Jenderal Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula mengungkapkan krisis ekonomi
global kala itu telah menyebabkan hampir semua bank konvensional bangkrut.
"Hanya Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank syariah relatif kuat menahan
krisis. Meski hanya jalan di tempat, setidaknya bank itu tidak bangkrut," kata
Syakir. Bank konvensional yang bangkrut tersebut kemudian dibantu pemerintah
4
melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 650 triliun. Bantuan
tersebut sepenuhnya diberikan ke bank konvensional. "Bank syariah ternyata
terbukti mampu bertahan hingga sekarang tanpa bantuan," ungkapnya
(www.republika.co.id).
Begitu juga ketika krisis global 2008, banyak institusi keuangan yang
bertumbangan. Bahkan lembaga keuangan sebesar Lehman Brothers yang telah
berusia lebih dari 100 tahun pun tak terselamatkan. Namun, ternyata lembaga
keuangan syariah bisa bertahan dan bahkan terus tumbuh di tengah terpaan krisis.
Berbagai studi menunjukkan bahwa lembaga keuangan syariah lebih tahan
banting. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan saat itu mengatakan, "Pada
2008-2009, ada studi yang membandingkan daya tahan antara islamic bank dengan
bank konvensional ketika hadapi global finansial crisis. Ada beberapa studi yang
mengatakan bahwa bank syariah punya daya tahan lebih kuat berhadapan dengan
krisis dibandingkan bank konvensional," jelasnya. Alasannya, kata Bambang,
perbankan syariah cenderung bermain 'aman'. Setiap transaksi dalam keuangan
syariah harus dilandaskan pada aset dasar (underlying aseet). Berbeda dengan
perbankan konvensional yang cenderung tidak pasti. "Kalau perbankan
konvensional banyak yang bermain pada tataran high spekulatif. Sedangkan
islamic bank tidak ada di area itu, cenderung lebih konservatif dan mengutamakan
kehati-hatian," papar Bambang (www.detik.com).
Bahkan ketika krisis ekonomi terus terulang hingga pada 2011 dan telah
menjangkau Amerika Serikat dan Eropa. Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula menyatakan "Dengan berbagai
5
pengalaman krisis itu, ekonomi syariah sudah terbukti bisa bertahan. Karenanya,
konversi ke ekonomi syariah untuk perbankan bisa jadi solusi Indonesia keluar dari
krisis ekonomi selanjutnya." ungkapnya (www.republika.co.id).
Perekonomian di Indonesia, lanjutnya, ditopang oleh sektor riil. Karena itu,
pemerintah seharusnya berpihak ke sektor riil dengan menyelamatkan pelaku
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dengan konversi perbankan ke syariah,
sektor riil ini akan otomotis terselamatkan. Alasannya, nilai Finance to Deposit
Ratio (FDR) perbankan syariah saat ini telah menembus 98 persen. Ini artinya,
dana pihak ketiga telah hampir seluruhnya disalurkan kembali ke masyarakat.
"FDR 95 persen ini hampir semua ke sektor riil, sementara bank konvensional
dengan LDR (Loan to Deposit Ratio) hanya 60-70 persen lebih banyak lari ke
modal, bukan sektor riil," ungkapnya. Lantaran hal itu, pemerintah harus mulai
pelan-pelan mengkonversi konsep syariah dalam perekonomian terutama
perbankan (www.republika.co.id).
Perkembangan perbankan islam di Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari
perkembangan dan kemajuan perbankan islam di dunia. Awal 1980an merupakan
tonggak awal dimulainya diskusi pendirian bank islam sebagai pilar ekonomi
islam. Beberapa uji coba juga telah dilakukan, seperti di Bandung dan Jakarta,
yaitu Baitul Tamwil Salman, Bandung, dan Koperasi Ridho Gusti, Jakarta. Tahun
1990an sebagai tonggak baru yang secara khusus memprakarsai berdirinya bank
islam di Indonesia, yang prakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Prakarsa
khusus ini di awali dengan diselenggarakannya Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, pada Agustus 1990. Hasil lokakarya ini,
6
kemudian diperdalam dalam Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta masih pada
bulan Agustus 1990. Hasil Munas ini, dibentuk kelompok kerja yang disebut Tim
Perbankan MUI untuk mendirikan bank islam di Indonesia, dengan tugas
melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Hasilnya, pada
November 1991 akhirnya ditandatangani pendirian PT Bnak Muamalat Indonesia
(BMI), yang mulai beroperasi pada Mei 1992. Selain BMI, pionir perbankan islam
yang lain adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Mardhatillah dan BPR
Berkah Amal Sejahtera yang didirikan pada tahun 1991 di Bandung, yang
diprakarsai oleh Institute for Sharia Economic Development (ISED) (Rivai dkk,
2013:40).
Data dari Bank Indonesia (BI) yang diambil dari tahun 2009 hingga tahun
2013 bisa dilihat dari tingkat perkembangan bank syariah di Indonesia, lihat table
berikut:
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2007 - 2013
Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
BUS 3 5 6 11 11 11 11
Jumlah Kantor 401 581 711 1215 1401 1745 1998
UUS 26 27 25 23 24 24 23
Jumlah Kantor 196 241 287 262 336 517 590
BPRS 114 131 138 150 155 158 163
Jumlah Kantor 185 202 225 286 364 401 402
Total Kantor 782 1024 1223 1763 2101 2663 2990 Sumber: Bank Indonesia (BI), Statistik Perbankan Syariah, Des-13 (data diolah)
Dari table diatas dapat dilihat bahwa jumlah perbankan syariah terus
bertambah dari tahun 2007 sampai dengan 2013. Dari data untuk Bank Umum
Syariah (BUS) ditahun 2007 berjumlah 3 unit saja, bertambah hingga 11 unit
7
ditahun 2010 jumlahnya tetap diangka 11 hingga tahun 2013. Lalu dengan jumlah
kantor ditahun 2007 berjumlah 196 unit, bertambah hingga 590 ditahun 2013.
Berbeda dengan BUS, Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki bank konvensional
berjumlah 26 ditahun 2007, namun berkurang hingga tahun 2013 hanya berjumlah
23 unit. Akan tetapi hal itu berbanding terbalik dengan jumlah kantor unit usaha
syariah yang terus meningkat dimana tahun 2007 berjumlah 196 bertambah hingga
590 ditahun 2013. Lalu selanjutnya jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) ditahun 2007 berjumlah 114 unit dengan jumlah kantor 185 unit, jumlah
itu bertambah hingga tahun 2013 BPRS berjumlah 163 unit dan jumlah kantor 402.
Hal ini menandakan bahwa bank syariah banyak diminati oleh masyarakat
Indonesia sehingga berkembang dengan pesat (www.bi.go.id).
Selanjutnya pada tahun 2016, industri perbankan syariah nasional mencatat
pertumbuhan yang cukup pesat. Dampaknya, pangsa pasar perbankan syariah
nasional pun meningkat dari 5 persen menjadi 5.3 persen. Asosiasi Bank Syariah
Indonesia (Asbisindo) optimistis kinerja perbankan syariah akan terus meningkat
pada tahun 2017 mendatang. Total aset ditargetkan tumbuh 12 hingga 15 persen
atau Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun dari total aset per kuartal III 2016 yang
mencapai Rp 331.76 triliun. Selain itu, Asbisindo juga ingin memperbaiki rasio
pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) pada tahun 2017.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, rasio NPF perbankan syariah
sempat menembus angka 5 persen pada tahun 2016 (www.bi.go.id).
Sekretaris Jenderal Asbisindo Achmad K Permana menyebut, pada tahun
2016, perbankan syariah bisa menurunkan NPF menjadi 4.7 persen. Adapun untuk
8
tahun 2017, NPF gross ditargetkan berada pada kisaran 3.45 persen. "NPF hingga
Agustus 2016 itu 4.94 persen. Proyeksi kami NPF membaik menjadi 3.45 persen
secara gross pada 2017," ujar Permana pada konferensi pers di Jakarta, Senin
(21/11/2016). Per September 2016, pertumbuhan total aset perbankan syariah
ditopang adanya peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 20.16 persen
menjadi Rp 263.52 triliun. Adapun pembiayaan perbankan syariah meningkat
12.91 persen menjadi Rp 235.01 triliun (www.kompas.com).
Meski demikian, bukan berarti perbankan syariah tanpa risiko. Bila
manajemen tidak berjalan dengan baik, maka ada kemungkinan bisa bermasalah
juga. Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Keuangan, dalam Seminar
Nasional Ekonomi Syariah di komplek Kementerian Keuangan mengatakan
"Pastikan manajemen terjaga. Jangan daya tahan baik tapi salah urus," tegasnya.
Bila ada bank syariah yang salah urus, tambah Bambang, akan merusak pandangan
masyarakat. Rencana untuk mengembangkan perbankan syariah pun bisa
terganggu."Kalau ada bank syariah kolaps langsung orang lihat ternyata bank
syariah nggak menjamin. Maka dalam konteks menjaga stabilitas keuangan
syariah, manajamen dan tata kelola harus dijaga sebaik-baiknya," sebut Bambang
(www.detik.com).
Sebagai contoh pada tahun 2016 Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang di
nahkodai oleh Endi PR Abdurahman ini mulai menampakan tanda-tanda goyah.
Berdasarkan laporan keuangan yang di publikasikan Bank Muamalat dan data dari
OJK, BMI telah mengalami kontraksi bisnis sejak mengalami pergantian top
eksekutif saat ini. Di mulai dari penurunan laba secara drastis sampai 71.36 % per
9
Juni 2016, yaitu Rp106.54 Milyar menjadi Rp30.51 Milyar. Yang naik tinggi
malah NPF gross sebesar 7.23% dari tahun sebelumnya sebesar 493% per Juni
2015. Indikator vital lainnya yang agak mengkwatirkan adalah penuruan CAR
yang signifikan, per Mei 2106 sudah di angka 11.71% padahal Desember 2015
masih di level 12.36%. Demikian halnya dengan modal juga tak kalah anjlok dari
Rp57.1 trilyun menjadi Rp53.71 trilyun (www.voa-islam.com).
Situasi ini diperparah oleh sikap unprofessional jajaran Direksi di bawah
komando Endi, Sumber di internal BMI menyebutkan telah terjadi “perampokan”
besar-besaran di bank syariah pertama di Indonesia tersebut. Nilainya mencapai
ratusan miliar rupiah dan ditengarai melibatkan pimpinan tertinggi di bank
tersebut. Modusnya dengan memberikan pembiayaan kepada debitur yang
sebenarnya tidak layak untuk mendapatkan pembiayaan. Berdasarkan penelusuran
mengindikasikan adanya kegagalan risk manejemen yang di sengaja oleh oknum
top eksekutif dan hal ini menguatkan dugaan aroma kredit fiktif semakin kuat
(www.voa-islam.com).
Salah satunya adalah pembiayaan modal kerja kepada PT Rockit Aldeway
dengan plafon 100 miliar rupiah. Dropping dilakukan pada bulan November 2015
sebesar 100 miliar rupiah dan langsung macet seketika pada bulan berikutnya yaitu
Desember 2015 (first payment default). Hingga Agustus 2016 tahun lalu sampai
sekarang, debitur tersebut tercatat tidak pernah melakukan pembayaran
sepeserpun. Inilah salah satu bentuk kesalahan fatal yang tampak seolah di sengaja,
padahal dalam tata kelola perbankan syariah dewan pengawas syariah telah
memberikan rambu rambu yang sangat jelas dan tegas perihal halal dan haramnya
10
sektor bisnis yang harus di biayai oleh bank sekelas Bank Muamalat. Namun apa
daya, godaan untung besar di sektor industri ini di tengarai telah menggoyahkan
kebijakan direksi BMI (www.voa-islam.com).
Demikian juga dari data pertumbuhan perbankan syariah tahun 2008
hingga 2016, terjadi pasang naik turut dari NPF, assets, DPK, dan pembiayaan.
Berikut data mengenai perkembangan BUS:
Tabel 1.2 Pertumbuhan Bank Umum Syariah Tahun 2008 – 2016
Tahun Aset DPK Pembiayaan NPF
2009 66090 52271 46886 1882 (4.01%)
2010 97519 76036 68181 2061 (3.02%)
2011 145467 115415 102655 2588 (2.52%)
2012 195018 147512 147505 3269 (2.22%)
2013 242276 183534 184122 4828 (2.62%)
2014 204961 217858 199330 8632 (4.33%)
2015 213423 231175 212996 9248 (4.84%)
2016 254184 279335 248007 10928 (3.49%)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Statistik Perbankan Syariah, 2016. (data diolah)
Dari tabel di atas menunjukan bank umum syariah mengalami
pertumbuhan dari tahun ke tahun, namun persentase pertumbuhannya cenderung
mengalami penurunan. Hal itu menjadi tantangan bagi manajemen untuk membuat
sebuah strategi yang tepat dalam mengatasi kondisi tersebut. Berikut ini persentase
pertumbuhan bank umum syariah sepanjang tahun 2009 – 2016:
11
Gambar 1.1 Persentase Pertumbuhan Bank Umum Syariah Tahun 2009 -
2016
Tahun 2009 hingga 2011 bank umum syariah mengalami pertumbuhan
yang sangat baik dalam hal aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan aset mengalami kenaikan 32.96%, dana
pihak ketiga 34.12% dan pembiayaan sebesar 33.58% kenaikan. Sedangkan NPF
mengalami penurunan nilai pertumbuhan dari 2009 ke 2010, namun pada tahun
2011 NPF mengalami kenaikan sebesar 20.36%. Dari tahun 2012 hingga 2012
aset, dana pihak ketiga dan pembiayaan mengalami penurunan nilai dalam
pertumbuhan yang sangat jauh. Hingga titik yang sangat terendah nilai
pertumbuhan aset sebesar 3.96%, dana pihak ketiga 5.76% dan pembiayaan 6.42%.
Nilai NPF dari tahun 2012 hingga 2014 justru mengalami peningkatan nilai
pertumbuhan hingga tahun 2014 memiliki nilai pertumbuhan sebesar 44.07%.
Namun pada tahun 2015 NPF mengalami penurunan nilai pertumbuhan yang
hanya 6.66%. Pada tahun 2016 aset, dana pihak ketiga, pembiayaan dan NPF
12
mengalami kenaikan dalam nilai pertumbuhannya, yaitu aset sebesar 16.04%, dana
pihak ketiga 17.24%, pembiayaan 14.12%, dan NPF 15.37% (www.ojk.go.id).
Untuk menangani permasalahan yang dialami oleh perbankan syariah
kedepannya, pertama harus mengetahui rasio menghadapi kebangkrutan atau biasa
disebut financial distress. Financial distress mempunyai beberapa macam
pengertian, sulit untuk mendefinisikan arti dari financial distress, karena
banyaknya kejadian kejatuhan pada saat financial distress. Beberapa peristiwa
kejatuhan perusahaan yang dikarenakan oleh financial distress hampir tidak ada
habisnya seperti pengurangan dividen, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian,
pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga saham (Rodoni & Ali,
2014:185).
Menurut Karen Wruck (1990) dalam Ross (2005) financial distress
didefinisikan sebagai situasi saat arus kas operasional perusahaan tidak cukup,
dalam memenuhi kewajiban perusahaan dan perusahaan ditekan untuk melakukan
perbaikan. Definisi ini diperluas oleh Altman (1993) terkait ketidakmampuan
membayar hutang. Yang dirumuskan dalam Black’s Law Dictionary sebagai:
ketidakmampuan membayar utang, kondisi dari asset atau milik dan kewajiban
seseorang yang dahulunya tersedia menjadi tidak cukup untuk melunasi utang.
Dapat disimpulkan bahwa financial distress adalah keadaan dimana sebuah
perusahaan yang sudah berjalan, bergerak kearah kebangkrutan dilihat dari
berbagai macam faktor perusahaan tersebut baik itu faktor internal maupun
eksternal (Rodoni & Ali, 2014:186).
13
Dalam menganalisis financial distress peneliti Nizar Baklouti, Frederic
Gautier, dan Habib Affes tahun 2016, dalam jurnalnya yang berjudul Corporate
Governance and Financial Distress of European Commercial Banks memakai
teknik binary logistic regression menggunakan variabel rasio Capital Adequacy,
Kualitas Aset, Management, Earnings dan Liquidity dengan objek penelitian
perbankan di Eropa. Sedangkan Altman mengembangkan model multivariate yang
cukup terkenal dalam menganalisis financial distress dengan menggunakan teknik
statistik analisis diskriminan (Mamduh, 2016:656). Model tersebut:
Z = a + 𝑎1𝑋1 + …… + 𝑎𝑛𝑋𝑛
Dimana Z nilai kebangkrutan, 𝑋1… 𝑋𝑛 adalah variabel bebas. Model yang
dikembangkan oleh Altman yang cocok digunakan di Indonesia (banyak
perusahaan yang belum go-public) menghasilkan persamaan:
𝑍𝑖 = 0.717 𝑋1 + 0.847 𝑋2 + 3.107 𝑋3 + 0.42 𝑋4 + 0.998 𝑋5
Dimana:
𝑋1 = (Aktiva Lancar – Utang Lancar) / Total Aktiva
𝑋2 = Laba yang Ditahan / Total Aset
𝑋3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset
𝑋4 = Nilai Buku Saham Biasa dan Saham Preferen / Nilai Buku Total Utang
𝑋5 = Penjualan / Total Aset
𝑍𝑖 = Overall Index
Kemudian Altman melakukan revisi terhadap modelnya itu dengan mengeliminasi
variabel Penjualan/Total Aset dan juga mengganti besarnya nilai koefisien dari
semua variabel yang digunakan dalam memprediksi kebangkrutan pada sebuah
14
perusahaan (Irfan dan Yuniati, 2014:6). Analisis ini dinamai dengan Model
Altman Z–Score Modifikasi. Formula dari Model Altman Z–Score Modifikasi
(untuk semua perusahaan) adalah (Altman, 1995):
Z = 6.56𝑋1 + 3.26𝑋2 + 6.72𝑋3+ 1.05𝑋4
Dimana:
𝑋1 = working capital to total assets
𝑋2 = retained earning to total assets
𝑋3 = earning before interest and taxes to total assets
𝑋4 = book value of equity to book value of total debt
Z = overall index
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 didalam bab III tentang mekanisme penilaian
tingkat kesehatan bank secara individual pada pasal 6 ayat 1 berisi: “Bank Umum
Syariah wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), dengan cakupan penilaian terhadap
faktor-faktor sebagai berikut: a. profil risiko (risk profile); b. Good Corporate
Governance; c. rentabilitas (earnings); dan d. permodalan (capital)”. Faktor-faktor
ini dikenal juga dengan analisa model RGEC, yang menjadikannya acuan untuk
menilai tingkat kesehatan bank umum syariah menghadapi financial distress.
Dari Penjelasan di atas dapat dibuat identifikasi masalah bahwa Pertama
dari fenomena Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2016 menggambarkan bahwa
Bank Muamalat Indonesia sedang mengalami penurunan laba hingga 70% lebih,
pengurangan CAR, dan pengurangan modal kerja.
15
Kedua, Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF pada bank umum syariah
periode 2010 hingga 2016 mengalami pertumbuhan fluktuatif yang mayoritas
menurun. Hal tersebut sangat berbahaya jika dibiarkan karena bisa saja
pertumbuhan pertumbuhan Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF bank umum syariah
kedepannya menjadi penurunan Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF pada bank
umum syariah. Sehingga peneliti ingin mencari tahu variabel apa yang
menyebabkan bank umum syariah mengalami financial distress.
Dengan adanya analisis financial distress ini bisa menjadi “Early Warning
System” bagi perusahaan sebagai tanda darurat adanya masalah. Early Warning
Systems (EWS) merupakan upaya yang dilakukan manajemen untuk memprediksi
permasalahan yang berhubungan dengan bank dan lembaga simpanan lainnya.
Penelitian ini di harapkan menjadi EWS untuk bank umum syariah yang diteliti,
yaitu bank umum syariah yang terdata dalam website otoritas jasa keuangan.
Berdasarkan tulisan diatas maka dalam penelitian ini akan menganalisis
rasio keuangan untuk memprediksi financial distress pada bank umum syariah.
Rasio keuangan yang akan digunakan oleh peniliti adalah: model multiple
discriminant analysis Altman Z-Score modifikasi menggunakan rasio Working
Capital / Total Assets, rasio Retained Earnings / Total Assets, rasio EBIT /
Total Assets, dan rasio Book Value Equity / Total Liabilities. Untuk model
RGEC menggunakan rasio non performing financing, penilaian good corporate
governance, return on assets, dan capital adequacy ratio. Adanya hasil penelitian
ini menjadi informasi yang akan membantu banyak para praktisi dan akademisi
untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja bank umum syariah tersebut serta
16
akan mengambil tindakan yang perlu dilakukan untuk menghindari atau mungkin
mengatasi hal tersebut.
Peneliti akan mengangkat tema financial distress dengan menggunakan
variabel rasio keuangan model Altman Z-Score modifikasi dan juga penilaian
RGEC. Lalu menggunakan regresi multinomial logit untuk melihat pengaruh antar
variabel terhadap kondisi financial distress. Sampel penelitian ini adalah 10 bank
umum syariah yang terdata di OJK. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul
“Analisis Kinerja Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress pada
Bank Umum Syariah Periode 2010 - 2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah rasio working capital to total assets berpengaruh terhadap
financial distress bank umum syariah?
2. Apakah rasio retained earnings to total assets berpengaruh terhadap
financial distress bank umum syariah?
3. Apakah rasio book value of equity to boof value of total debt berpengaruh
terhadap financial distress bank umum syariah?
4. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah dinilai dengan penilaian risk
profile dengan rasio non performing financing?
5. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah dinilai dengan good corporate
governance?
17
6. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah dinilai dengan penilaian
earnings dengan rasio return on assets?
7. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah dinilai dengan penilaian capital
dengan rasio capital adequacy ratio?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian untuk:
1. Menganalisis dan menilai pengaruh rasio working capital to total
assets terhadap financial distress bank umum syariah.
2. Menganalisis dan menilai pengaruh rasio retained earnings to total
assets terhadap financial distress bank umum syariah.
3. Menganalisis dan menilai pengaruh rasio book value equity to book
value of total debt terhadap financial distress bank umum syariah.
4. Menganalisis dan menilai tingkat kesehatan bank umum syariah
dengan rasio non performing financing.
5. Menganalisis dan menilai tingkat kesehatan bank umum syariah
dengan nilai good corporate governance.
6. Menganalisis dan menilai tingkat kesehatan bank umum syariah
dengan rasio return on assets.
7. Menganalisis dan menilai tingkat kesehatan bank umum syariah
dengan rasio capital adequacy ratio.
18
Manfaat Penelitian untuk:
1. Bagi manajemen, penelitian ini diharapkan memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk membuat kebijakan perbankan syariahyang
bersangkutan.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengenai kinerja keuangan perbankan syariah sehingga mampu
untuk mengambil langkah- langkah dan kebijakan sebagai upaya
mengantisipasi kebangkrutan perbankan syariah.
3. Bagi investor, penelitian ini dapat membantu pertimbangan dalam
mengambil keputusan investasi.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Literatur
1. Kinerja Keuangan
1.1 Pengertian Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada
suatu periode tertentu menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran
dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan
profitabilitas (Jumingan, 2006:239).
Penilaian kinerja menurut Srimindarti adalah “penentuan efektivitas
operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik”. Ada dua macam kinerja, yakni
kinerja opeasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan
pada kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang/divisi yang diukur
dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan lebih kepada
evaluasi laporan keuangan perusahaan pada waktu dan jangka tertentu
(Srimindarti, 2006:34).
Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum perlu
dilakukan analisis terhadap laporan keuangan, yang menurut Brigham dan Houston
mencakup (1) pembandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam
industri yang sama dan (2) evaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan
sepanjang waktu. Laporan keuangan perusahaan melaporkan baik posisi
20
perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa periode
yang lalu (Brigham dan Houston, 2007:78).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah
usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat melihat
prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan
mengandalkan sumber daya yang ada. Suatu perusahaan dapat dikatakan berhasil
apabila telah mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan.
1.2 Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan
diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain.
Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap
review data, menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi
terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu (Jumingan, 2006:242).
Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis. Berdasarkan
tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 (delapan) macam,
menurut Jumingan (Jumingan, 2006:242), yaitu:
a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis
dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih
dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun
dalam persentase (relatif).
21
b. Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan
atau penurunan.
c. Analisis Persentase per-Komponen (common size), merupakan teknik
analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing
aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang.
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik
analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja
melalui dua periode waktu yang dibandingkan.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada
suatu periode waktu tertentu.
f. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk
mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun
laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
h. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui
tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
1.3 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan
Menurut Munawir menyatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja
keuangan perusahaan adalah (Munawir, 2012:31):
22
1. Mengetahui tingkat likuiditas. Likuiditas menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus
segera diselesaikan pada saat ditagih.
2. Mengetahui tingkat solvabilitas. Solvabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabia perusahaan
tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka
panjang.
3. Mengetahui tingkat rentabilitas. Rentabilitas atau yang sering disebut
dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu.
4. Mengetahui tingkat stabilitas. Stabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur
dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya
tepat pada waktunya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengukuran kinerja keuangan memberikan penilaian atas pengelolaan
aset perusahaan oleh manajemen dan manajemen perusahaan dituntut
untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan atas kinerja keuangan
perusahaan yang tidak sehat.
2. Laporan Keuangan
Tidak hanya perusahaan dan perbankan saja yang mempunyai laporan
keuangan, pebankan syariah juga mempunyai laporan keuangan. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 1 (revisi 2009) paragraf 09 menyatakan bahwa laporan
23
keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan merupakan output dari
seluruh transaksi yang terjadi selama periode tertentu yang berisikan
seluruh informasi keuangan perusahaan dalam periode tertentu (Rodoni &
Ali, 2014:13).
Sudah seharusnya bahwa suatu lembaga keuangan haruslah memiliki
laporan keuangan. Djakman dari buku Arthur et al (1999) laporan keuangan
merupakan suatu informasi penting mengenai perusahaan yang dilaporkan
dalam bentuk laporan laba rugi, neraca dan arus kas (Widiyanto dkk,
2016:103). Laporan keuangan adalah sebuah laporan yang diterbitkan oleh
perusahaan untuk para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan
keuangan dasar dan juga analisis manajemen atas operasi periode lalu dan
pendapat mengenai prospek-prospek perusahaan dimasa mendatang.
Didalam laporan keuangan ada dua jenis informasi yang disajikan. Pertama
bagian verbal yang sering disajikan sebagai surat dari direktur utama, yang
menguraikan hasil operasi perusahaan selama satu tahun dan membahas
perkembangan-perkembangan baru yang akan mempengaruhi operasi
dimasa mendatang. Lalu yang kedua, laporan tahunan yang menyajikan
empat laporan keuangan dasar laporan posisi keuangan, laporan laba-rugi
komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas (Rodoni &
Ali, 2014:13).
24
2.1 Macam Macam Laporan Keuangan
Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan oleh
perusahaan atau organisasi:
2.1.1 Neraca
Neraca keuangan perusahaan mencoba untuk meringkaskan
kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan pada waktu tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa neraca sebagai ‘snapshot’ gambaran kekayaan
perusahaan pada saat tertentu. Karena fokus pada titik tertentu, neraca
keuangan biasanya dinyatakan neraca per tanggal tertentu (Hanafi,
2016:28).
Neraca keuangan didasarkan pada accounting identity yang pada
dasarnya menggambarkan neraca sebagai kesamaan antara aset dengan
kewajiban dan modal saham, sebagai berikut ini:
Aktiva = Kewajiban + Modal Saham
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa jumlah aset sama dengan jumlah
kewajiban dan modal saham. Bisa juga persamaan lainnya, misal modal
saham sama dengan aktiva dikurangi dengan kewajiban. Neraca disajikan
berdasarkan tiga bagian besar tersebut yaitu aset (aktiva), utang dan modal
saham (Hanafi, 2016:29).
2.1.2 Laporan Laba Rugi
Laporan laba-rugi meringkaskan aktivitas perusahaan selama
periode tertentu. Laporan laba-rugi sering dianggap laporan yang paling
penting dalam laporan tahunan. Laporan laba-rugi diharapkan bisa
25
memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko,
fleksibilitas keuangan dan kemampuan operasional perusahaan (Hanafi,
2016:30-31).
Laporan laba rugi menyajikan beberapa elemen pokok yaitu:
pendapatan operasional, beban operasional dan untung atau rugi. Laba
merupakan ukuran keseluruhan prestasi perusahaan, yang didefinisikan
sebagai berikut:
Laba = Penjualan – Biaya
Seorang manajer perlu memperhatikan item-item non-kas dalam laporan
laba-rugi dan melakukan penyesuaian yang diperlukan (Hanafi, 2016:32).
2.1.3 Laporan Aliran Kas
Laporan aliran kas meringkas aliran kas masuk dan keluar
perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Laporan kas diperlukan karena
dalam beberapa situasi, laporan laba-rugi tidak cukup akurat
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan.
Laporan aliran kas mempunyai dua tujuan: yang pertama,
memberikan informasi mengenai penerimaan dan pembayaran kas
perusahaan selama periode tertentu, dan yang kedua, memberikan
informasi mengenai efek kas dari kegiatan investasi, pendanaan, dan
operasi perusahaan selama periode tertentu. Dengan kata lain, laporan
aliran kas ingin melihat aliran dana, yaitu berapa besar kas masuk, sumber–
sumbernya, berapa kas keluar, dan kemana kas tersebut keluar. Karena itu
item–item dalam laporan aliran kas dikelompokkan ke dalam tiga bagian
26
besar, yaitu: aliran kas dari kegiatan operasional, aliran kas dari kegiatan
investasi, dan aliran kas dari kegiatana pendanaan (Hanafi, 2016:33).
Di samping ketiga laporan pokok tersebut, dihasilkan juga laporan
pendukung seperti laporan laba yang ditahan, perubahan modal sendiri, dan
diskusi-diskusi oleh pihak manajemen.
2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Setiap laporan keuangan yang dibuat memiliki tujuan tertentu.
Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode
tertentu kepada pihak dalam dan luar perusahaan yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan (Kasmir, 2010:10).
Ada beberapa tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan,
yaitu (Kasmir, 2010:11):
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini.
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
e. Memberikan informasi tentang perubahan–perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.
27
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode.
g. Memberikan informasi tentang catatan–catatan atas laporan
keuangan.
h. Informasi keuangan lainnya.
Dengan memperoleh laporan keuangan suatu perusahaan akan dapat
diketahui kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh dengan cara
membaca, mengerti serta memahami tentang posisi laporan keuangan
perusahaan dengan cara melakukan analisis keuangan dengan berbagai
rasio keuangan (Kasmir, 2010:11).
2.3 Analisa Laporan Keuangan
Laporan keuangan menyediakan data yang ‘relatif mentah’. Manajer
keuangan membutuhkan informasi (data mentah yang diolah). Informasi apa yang
dibutuhkan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai
akan tergantung dari siapa yang membutuhkan informasi, dan kapan informasi
tersebut dibutuhkan.
Pada waktu menganalisis laporan keuangan, beberapa hal perlu
diperhatikan (Hanafi, 2016:35-36).
1. Manajer keuangan perlu melihat trend atau perkembangan dalam laporan
keuangan. Laporan keuangan lima atau enam tahun ke belakang barangkali
bisa digunakan untuk melihat adanya trend-trend tersebut. Lebih spesifik
lagi, jika trend menunjukan perkembangan yang lebih baik, maka
perusahaan barangkali berada pada jalur yang tepat, dan sebaliknya.
28
2. Angka-angka yang berdiri sendiri akan sulit ditentukan baik-tidaknya.
Angka pembanding diperlukan untuk melihat apakah angka tertentu itu baik
atau tidak baik.
3. Dalam analisis perusahaan, membaca dan menganalisis laporan keuangan
dengan hati-hati adalah penting. Diskusi atau pernyataan-pernyataan yang
melengkapi laporan keuangan seperti diskusi strategi perusahaan, diskusi
rencana ekspansi, atau restrukturisasi, merupakan bagian integral yang
harus dimasukkan ke dalam analisis.
4. Manajer keuangan barangkali memerlukan informasi tambahan yang tidak
tersedia di laporan keuangan. Informasi tambahan tersebut bisa membuat
analisis lebih tajam.
2.4 Analisa Rasio Keuangan
Untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan mengalami
financial distress kita bisa menganalisa dari hasil analisa laporan
keuangan. Analisa dari laporan keuangan bersifat relatif karena didasarkan
pengetahuan dan menggunakan rasio atau nilai relatif rasio adalah suatu
metode perhitungan dan interprestasi rasio keuangan untuk menilai kinerja
dan status suatu perusahaan. Rasio keuangan yang dapat mempengaruhi
kondisi financial distress pada perusahaan adalah rasio likuiditas, rasio
leverage, rasio profit margin, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas (Rodoni
& Ali, 2014:191).
29
2.4.1 Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah jumlah dana tunai yang diperlukan perusahaan
untuk membiayai pengeluarannya dan biasanya sangat tergantung pada
sifat bisnis perusahaan tersebut. Pada umumnya manajemen kurang
menyukai penggunaan benchmark tertentu untuk rasio likuiditasnya.
Walaupun begitu, perusahaan pada umunya kekurangan likuid aset segera
sebelum episode kepailitan terjadi dan biasanya perusahaan tersebut
meminjam lebih banyak lagi untuk mengelola kewajiban jangka pendeknya
(Rodoni & Ali, 2014:191).
Contoh rasio likuiditas:
Current Ratio = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
WCTA = 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
2.4.2 Rasio Leverage
Rasio financial leverage adalah alat dalam mempertimbangkan
kemungkinan kelalaian perusahaan pada kontrak utang. Semakin tinggi
utang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajibannya. Dengan kata lain semakin banyak utang
dapat membawa perusahaan kepada kemungkinan insolvency dan
mengalami financial distress (Rodoni & Ali, 2014:191).
Contoh rasio leverage:
Debt Ratio = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 X 100%
30
RETA = 𝑅𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Book Value of Equity to Total Liabilities = 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑜𝑓 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
2.4.3 Rasio Profit Margin
Rasio profit margin mengukur tingkat efektifitas manajemen
perusahaan yang tercermin dari hasil yang dicapai perusahaan dalam
penjualan dan investasi yang dilakukan perusahaan (Rodoni & Ali,
2014:191).
Contoh rasio profit margin:
Operating Profit Margin = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
2.4.4 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan harus dilihat sebagai faktor pendorong
dalam memantau aspek likuiditas dan solvabilitas. Dalam jangka panjang,
perusahaan harus menghasilkan keuntungan yang cukup dari usahanya
sehingga mampu membayar kewajibannya. Kerugian yang terus-menerus
akan segera memperburuk aspek solvabilitas perusahaan dan apabila
perusahaan akan memperluas usahanya. Dalam jangka pendek, kerugian
segera akan menurunkan likuiditas perusahaan. Lebih lanjut, profitabilitas
perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan pembiayaan dari luar (Rodoni & Ali, 2014:192).
Contoh rasio profitabilitas:
Net Income to Total Assets = 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 X 100%
31
EBIT to Total Aktiva = 𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
2.4.5 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas menunjukan seberapa efektif perusahaan
menggunakan sumber daya (harta dan modal) yang dimilikinya.
Penggunaan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan penjualan.
Sebaliknya jika rendah maka menandakan ketidakefektifan perusahaan
dalam menggunakan sumber daya, sehingga dapat dikatakan kinerja
perusaaan rendah (Rodoni & Ali, 2014:192).
Contoh rasio aktivitas:
Total Asset Turn Over Ratio = 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
2.4.6 Good Corporate Governance
Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian
dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditunjukan pada tindakan yang
dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good
Corporate Governance umumnya menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan
prinsip-prinsip kerja yang baik. Ada 4 model pengendalian perusahaan yang
diterapkan (Rivai & Ismal, 2013:519-520):
1. Simple financial model: Di sini manajer perusahaan tidak mempunyai
saham sehingga berpotensi konflik internal dan dikhawatirkan manajer
akan banyak merugikan pemilik saham. Oleh karena itu, diperlukan
kontrak insentif bagi manajer, atau aturan-aturan yang melindungi
kepentingan pemilik.
32
2. Stewardship model: Manajer dianggap steward sehingga tidak terlalu perlu
dikontrol.
3. Stakeholder model: Perusahaan merupakan suatu sistem dari stakeholder
dalam suatu sistem masyarakat yang lebih luas. Suara stakeholder
diakomodasi dalam struktur dewan direksi. Karyawan diusahakan bekerja
seumur hidup.
4. Political model: Pemerintah memiliki pengaruh besar, misalnya dalam
mengatur jumlah maksimum kepemilikan saham, dan lain-lain.
Pada praktiknya, Good Corporate Governance (GCG) dilaksanakan dengan
gabungan dari empat hal di atas. Tujuannya adalah bagaimana mengarahkan dan
mengontrol perusahaan melalui distribusi hak/tanggung jawab semua pihak dalam
perusahaan (Rivai & Ismal, 2013:520).
3. Financial Distress
Almilia dan Kristaji (2014) mendefinisikan financial distress pada
perusahaan yang dalam beberapa tahun mengalami laba bersih dan selama lebih
dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen. Kemudian Almilia (2004)
mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan yang mengalami delisted
akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan
tersebut telah di merger. Almilia juga mendefinisikan financial distress sebagai
perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih negatif dan
nilai buku ekuitas negatif pada tahun 2006 (Rodoni & Ali, 2014:187).
Menurut Karen Wruck (1990) dalam Ross (2005) tentang financial distress
adalah keadaan dimana arus kas operasi perusahaan tidak cukup, untuk memenuhi
33
kewajiban perusahaan dan perusahaan dituntut untuk melakukan perbaikan pada
perusahaan. Dan menurut Asquith, et.al. (1991) mendefinisikan financial distress
berdasarkan interest coverage ratio. Perusahaan yang diklasifikasikan mengalami
financial distress, jika dua tahun setelah issuing junk bonds, earning before interst,
taxes, depreciation and amortization (EBITDA), kurang dari interest expense, atau
dalam satu tahun EBITDA kurang dari 80 persen dari interest expense (Rodoni &
Ali, 2014:186).
Hampir semua pengertian tentang financial distress menjelaskan bahwa
situasi ini merupakan sebuah fase kemunduran sebuah perusahaan baik dalam
operasionalnya, kinerjanya atau dari hal lain, dan juga menyebabkan beberapa
rasio - rasio keuangan yang tidak mencapai standar yang telah ditentukan. Atau
terjadinya kendala kendala perusahaan yang menyebabkan keterpurukan sebuah
perusahaan. Financial distress ini tentunya dapat diprediksi dengan mencari
informasi laporan keuangan perusahaan tersebut.
Financial distress pada perusahaan dapat diatasi dengan berbagai macam
cara (Rodoni & Ali, 2014:187 - 188) yaitu:
1. Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual aset-aset
utama, melakukan merger dengan perusahaan lain, menurunkan
pengeluaran dan biaya penelitian serta pengembangan.
2. Berhubungan dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan menerbitkan
sekuritas baru, mengadakan negosiasi dengan bank dan kreditor, dan
bangkrut. Financial distress dapat melibatkan restrukturisasi aset atau pun
restrukturisasi keuangan.
34
3.1 Penyebab Financial Distress
Ditinjau dari aspek keuangan, terdapat tiga penyebab yang dapat terjadi
financial distress (Rodoni & Ali, 2014:189), yaitu:
1. Faktor tidak kecukupan modal, faktor ini terjadi ketika terjadinya ketidak
seimbangan penerimaan dana dalam penjualan dan piutang dengan
pengeluaran dana yang menyebabkan perusahaan atau organisasi
kekurangan modal. Hal ini tentu akan berdampak terjadinya financial
distress.
2. Besarnya beban utang dan bunga, masalah ini biasanya dimana saat
perusahaan meminjam uang kepada bank untuk menutupi biaya
kekurangan dana. Dalam peminjaman tentunya akan muncul kewajiban
untuk membayar dana yang pokok yang dipinjam dan pembayaran bunga
kredit. Bila perusahaan tidak mampu mengelola hutang-hutangnya bukan
tidak mungkin akan terjadi financial distress.
3. Menderita kerugian, perusahaan harus selalu berusaha meningkatkan
pendapatan dan mengendalikan biaya yang dikeluarkan. Lemahnya
perusahaan dalam menyeimbangkan pendapatan dan beban biaya yang
dikeluarkan biasanya yang menyebabkan terjadinya financial distress.
3.2 Cara Menganalisis Financial Distress
Ada beberapa indikator yang bisa dipakai untuk memprediksi
kebangkrutan. Indikator tersebut bisa berupa indikator internal dan indikator
eksternal perusahaan atau organisasi. Beberapa contoh indikator internal adalah
aliran kas perusahaan, strategi perusahaan, laporan keuangan, trend penjualan dan
35
kemampuan manajemen. Analisis ini ingin melihat perusahaan ingin melihat
kekuatan perusahaan relatif terhadap pesaingnya. Sedangkan indikator eksternal
bisa diambil dari pasar keuangan, informasi dari pihak yang berkaitan dengan
pemasok, dealer dan konsumen (Hanafi, 2016:654).
3.2.1 Analisisis Multivariate
Analisis Multivariate menggunakan dua variabel atau lebih secara
bersama–sama ke dalam satu persamaan. Analisis ini bisa dipakai untuk
menghilangkan kelemahan analisis univariate yang mempunyai kemungkinan
konflik antarvariabel. Untuk membuat model multivariate, kita perlu
mendefinisikan variabel bebas dan variabel tidak bebas seperti berikut:
Y = a + 𝑎1 + …… + 𝑎𝑛𝑋𝑛
Variabel tidak bebas (Y) biasanya variabel yang dummy (0 untuk perusahaan yang
bangkrut atau 1 untuk perusahaan yang tidak bangkrut). Kemudian X1 sampai Xn
(Variabel bebas) adalah variabel yang diperkirakan mempengaruhi kebangkrutan
(Hanafi, 2016:656).
3.2.2 Altman Z-Score Modifikasi
Edward I Altman merupakan peneliti yang mengumumkan sebuah model
analisis Z – Score pertama kali. Metode analisis tersebut juga dikenal dengan istilah
Multiple Discriminant Analysis (MDA). Metode tersebut digunakan oleh Altman
untuk mengukur besarnya koefisien dari setiap variabel independen (parameter)
yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada
suatu perusahaan. Akan tetapi model analisis dari Altman yang pertama ini hanya
36
dapat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur publik
yang berukuran besar (Irfan dan Yuniati, 2014:5-6).
Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi
dengan teknik analisis, dimana Altman memilih 5 rasio dari 22 rasio melalui
prosedur statistik, observasi dan judgement (Kusdiana, 2014:85). Formula MDA
dari Altman ini dapat disebut dengan Altman Z – Score Original. Rumus dari
Model Altman Z–Score Original (untuk perusahaan manufaktur go public) adalah
(Altman, 1968):
Z = 1.2𝑋1 + 1.4𝑋2 + 3.3𝑋3 + 0.6𝑋4 + 1.0𝑋5
Dimana:
𝑋1 = working capital to total assets
𝑋2 = retained earning to total assets
𝑋3 = earning before interest and taxes to total assets
𝑋4 = market value of equity to book value of total debt
X5 = sales to total assets
Z = overall index
Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis.
Terdapat angka–angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan
akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang datang. Nilai cut off
dibagi kedalam 3 kategori keadaan, yaitu (Altman, 1968):
a. Z < 1.81
Perusahaan masuk dalam kategori financial distress.
b. 1.81 < Z < 2.67
37
Perusahaan masuk dalam kategori grey area (tidak dapat ditentukan
apakah perusahaan sehat ataupun mengalami financial distress).
c. Z > 2.67
Perusahaan masuk dalam kategori tidak financial distress.
Seiring dengan perkembangan zaman, dan juga perubahan kondisi
ekonomi, serta perilaku pasar, maka Altman memodifikasi model analisis
kebangkrutannya. Dalam model Z–Score ini Altman mengeliminasi variabel
Sales/Total Assets, yaitu rasio penjualan terhadap total aset dan juga mengganti
besarnya nilai koefisien dari semua variabel yang digunakan dalam memprediksi
kebangkrutan pada sebuah perusahaan (Irfan dan Yuniati, 2014:6). Analisis ini
dinamai dengan Model Altman Z–Score Modifikasi. Formula dari Model Altman
Z–Score Modifikasi (untuk semua perusahaan) adalah (Altman, 1995):
Z = 6.56𝑋1 + 3.26𝑋2 + 6.72𝑋3+ 1.05𝑋4
Dimana:
𝑋1 = working capital to total assets
𝑋2 = retained earning to total assets
𝑋3 = earning before interest and taxes to total assets
𝑋4 = book value of equity to book value of total debt
Z = overall index
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-
Score, yaitu (Altman, 1995):
a. Z < 1.10
Perusahaan masuk dalam kategori financial distress
38
b. 1.10 < Z < 2.60
Perusahaan masuk dalam kategori grey area (tidak dapat ditentukan apakah
perusahaan sehat ataupun mengalami financial distress).
c. Z > 2.60
Perusahaan masuk dalam kategori tidak financial distress.
3.2.3 Analisis RGEC
Dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK No. 8 /POJK.03/2014
tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit usaha syariah
menjelaskan bahwa sistematika penilaian yang harus dilakukan oleh bank umum
syariah. Sebagaimana disebutkan di pasal 3 ayat 1 dalam aturan tersebut, yang mana
bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas tingkat kesehatan
bank sebagaimana diatur dalam pasal sebelumnya. Penilaian tersebut baik
dilakukan secara individual maupun secara konsolidasi. Kemudian hasil penilaian
tersebut diberikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah sebelumnya
sebagaimana diatur oleh Bank Indonesia (BI). Penilaian tingkat kesehatan bank
umum syariah menggunakan model CAMEL, Capital, Asset Quality, Management,
Earnings, dan Liquidity. Akan tetapi disebutkan dalam peraturan OJK tahun 2014
tersebut, dalam pasal 4 ayat 2 menjelaskan bahwa OJK melakukan pengkinian
penilaian tingkat kesehatan bank sewaktu-waktu jika diperlukan. Selanjutnya
dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 6 ayat 1 mengatakan bahwa bank umum syariah
wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara individual dengan
cakupan penilaian:
39
a. Profil Risiko (Risk Profile)
Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko
inhern dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank
sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 1. Risiko-risiko yang digunakan
untuk mengukur risk profile diantaranya risiko kredit, pasar, likuiditas,
operasional, hukum, stratejik, kepatuhan, dan reputasi. Dalam Penelitian ini
profil risiko diwakilkan dengan variabel NPF atau Non Performing
Financing.
b. Good Corporate Governance
Pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa penilaian terhadap good corporate
governance merupakan penilaian terhadap manajemen bank umum syariah
atas pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance. Bank dapat
menilai secara self assessment yang mana dalam kegiatan GCG dapat
dilakukan sebagai evaluasi pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Selanjutnya
hasil peringkat penilaian tersebut diklasifikasikan kedalam komposit
berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/12/DPNP.
Tabel 2.1 Peringkat Komposit Penilaian GCG Menurut SEBI
Faktor Nilai Komposit
<1.5 1.5≤Nilai
Komposit<2.5
2.5≤Nilai
Komposit<3.5
3.5≤Nilai
Komposit<4.5
4.5≤Nilai
Komposit<5
GCG Sangat
Baik
Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
Sumber: Hasil olah data
40
c. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian rentabilitas sebagaimana dijelaskan dalam pasal 7 ayat 3 masih
dalam peraturan OJK No.8/POJK.03/2014 meliputi penilaian terhadap
kinerja rentabilitas, seumber-sumber rentabilitas, dan stabilitas rentabilitas
(sustainability earnings) bank umum syariah. Dalam Penelitian ini
rentabilitas diwakilkan dengan variabel ROA atau Return on Assets. Bank
yang sehat adalah bank yang tingkat rentabilitasnya meningkat, berikut ini
penilaian terhadap peringkat rentabilitas untuk bank berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011:
Tabel 2.2 Peringkat Penilaian Rentabilitas Menurut PBI
Faktor Peringkat
1 2 3 4 5
Rentabilitas
(Earnings)
Bank memiliki
efisiensi
operasi yang
sangat tinggi
dan stabil
sehingga
memiliki
potensi untuk
memperoleh
keuntungan
yang tinggi
Bank
memiliki
efisiensi
operasi yang
tinggi dan
stabil
sehingga
memiliki
potensi
untuk
memperoleh
keuntungan
yang tinggi
Bank memiliki
efisiensi
operasi yang
cukup
memadai dan
stabil sehingga
memiliki
potensi untu
memperoleh
keuntungan
yang memadai
Bank
memiliki
efisiensi
operasi
yang rendah
dan kurang
stabil
sehingga
memiliki
potensi
untuk
memperoleh
kerugian
Bank
memiliki
efisiensi
operasi yang
sangat
rendah
sehingga
memiliki
potensi
kerugian
yang tinggi
Sumber: Hasil olah data
d. Permodalan (Capital)
Dalam pasal 7 ayat 4 peraturan OJK No.8/POJK.03/2014 mengatakan
bahwa penilaian permodalan ini meliputi penilaian terhadap tingkat
kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan bank umum syariah.
41
Dalam Penelitian ini Permodalan diwakilkan dengan variabel CAR atau
Capital Adequacy Ratio. Berikut penilaian kriteria tingkat kesehatan bank
berdasarkan permodalan bank syariah menurut Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No.9/24/Dpbs/2007:
Tabel 2.3 Penilaian Modal Minimum Menurut SEBI
Faktor Peringkat
CAR≥12% 9% ≤CAR <
12%
8% ≤CAR <
9%
6% ≤ CAR <
8%
CAR ≤ 6%
CAR Sangat
memadai, bank
mempunyai
modal yang
sangat kuat
untuk menutup
risiko kerugian
dan penurunan
kualitas aktiva
Bank
mempunyai
modal yang
memadai
untuk
menutup
risiko
kerugian dan
penurunan
kualitas
aktiva
Bank
mempunyai
modal yang
cukup
memadai untuk
menutup risiko
kerugian dan
penurunan
kualitas aktiva
Bank
mempunyai
modal yang
kurang
memadai
untuk
menutup
risiko
kerugian dan
penurunan
kualitas aktiva
Bank
mempunyai
modal yang
tidak
memadai
untuk
menutup
risiko
kerugian dan
penurunan
kualitas aktiva Sumber: Hasil olah data
4. Bank Syariah
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic
Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan
menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal-usul sistem perbankan
syariah itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respons
dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya
mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa
transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-
42
prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba,
kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan) (Muhamad, 2014:1).
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua
gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya
kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya
berlandaskan alquran dan hadis.
Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan
Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji
secara non-konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank
di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh
dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan
Internasional Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua
ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-
negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika
(Antonio, 2001:18).
4.1 Pengertian Bank Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa
disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keungan/perbankan yang
operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada alquran dan hadis.
Atau dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
43
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank
Islam dan Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam (Muhamad,
2014:2).
Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam, tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
alquran dan hadis. Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam
adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dikatakan
lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi prkatik-praktik yang
dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan
investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan (Muhamad, 2014:2).
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam
memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Islam
lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara
bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang
ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dari lahirnya
bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia, yang gencarnya, pada sekitar tahun 90-
an atau tepatnya setelah Undang-Undang No.7 tahun 1992, yang direvisi dengan
Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank yang
beroperasinya dengan sistem bagi hasil atau bank syariah (Muhamad, 2014:3).
44
4.2 Karakteristik Bank Syariah
Bank syariah ialah bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan,
keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan
berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari
prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, antara lain, sebagau berikut
(Muhamad, 2014:5):
1. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya;
2. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money);
3. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas;
4. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif;
5. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; dan
6. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan
riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non-syariah, bank syariah tidak
membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam
kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual-beli
dan sewa-menyewa. Disamping itu, bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan
usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah (Muhamad, 2014:5).
45
4.3 Tujuan Bank Syariah
Tujuan utama dari pendirian bank Islam adalah untuk menyebarkan
kesejahteraan ekonomi dengan menerapkan kerangka islam dalam sektor bisnis.
Tujuan utamanya adalah sebagai berikut (Rivai & Ismal, 2013:25):
1. Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat.
2. Menawarkan jasa keuangan: Bank Islam memegang teguh peraturan dan
prinsip syariah Islam untuk transaksi keuangan, dimana riba dan gharar
semuanya merupakan hal yang dilarang dalam Islam. Kepercayaannya
ditunjukan pada pembiayaan yang berdasarkan pembagian risiko dan
berfokus pada aktivitas yang dihalalkan. Fokusnya adalah menawarkan
transaksi perbankan berlandaskan prinsip syariah islam dan menghindari
transaksi perbankan yang berbasiskan bunga.
3. Menstabilkan nilai uang: Dalam islam uang dianggap sebagai alat tukar
dan bukan sebagai komoditi/barang bisa dijual, dimana barang terdapat
harga untuk setiap kegunaannya. Oleh karena itu, sistem ‘bebas riba’
mengarah pada kestabilan nilai uang dan memudahkan pertukaran
menjadi unit account yang dapat diandalkan.
4. Pengembangan ekonomi: Bank islam turut serta memacu pertumbuhan
ekonomi melalui produk-produknya seperti musyarakah, mudharabah
dan lain-lain, di mana produk tersebut memiliki perbedaan dengan produk
konvensional, yaitu pembagian keuntungan maupun pembagian risiko
46
antar bank, depositor dan pengusaha. Hal ini dibuktikan dengan penamaan
investasi bank ke dalam perusahaan milik pengusaha sehingga jika bisnis
berhasil maka perkembangan ekonomi niscaya juga akan maju.
5. Alokasi sumber daya secara optimal: Bank islam mengoptimasi alokasi
dari sumber daya yang langka melalui investasi dari sumber daya
keuangan menjadi proyek-proyek yang dianggap bisa memberikan profit
yang tinggi, yang dibolehkan secara agamawi dan menguntungkan secara
ekonomi.
6. Keseimbangan distribusi terhadap sumber daya: Bank Islam memastikan
adanya keseimbangan distribusi dari pendapatan dan sumber daya di
antara pihak yang berpartisipasi bank, depositor, pengusaha sebagai
contoh melalui pendekatan keuntungan.
7. Pendekatan optimis: Profit Sharing mendorong bank-bank kepada
proyek-proyek yang menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang
termasuk jangka pendek. Ini mengarahkan bank untuk melakukan analisis
yang tepat sebelum mengambil projek-projek tersebut di mana yang
menjamin keamanan keduanya bank dan investor secara keseluruhan.
Hasil yang tinggi akan didistribusikan kepada shareholder sehingga
memaksimalkan keuntungan sosial dan membawa kesejahteraan
ekonomi.
4.4 Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke
Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
47
ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut
adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Darmawan Rahardjo, A.M. Saefuddin, M.
Amien Azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relative terbatas telah
diwujudkan. Diantaranya adalah Baitul Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat
tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk
koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank islam di
Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid
Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk
kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Tim kerja yang disebut
Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua
pihak terkait (Antonio, 2001:25).
Selanjutnya setelah pertemuan diatas lahirlah Bank Muamalat Indonesia
sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut. Akte pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat
penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham
sebanyak Rp84 miliar.
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana
Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar
Rp106.126.382.000.00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992,
48
Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank
Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar (Antonio, 2001:25-26).
Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan
negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus
berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah,
maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah jadi 20
unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88
buah (Karim, 2014:25).
Hingga akhirnya bank syariah berkembang sangat pesat hingga Mei 2017
berjumlah 201 buah, dimana 13 bank umum syariah, 21 unit usaha syariah, dan 167
bank pembiayaan rakyat syariah. Data perkembangannya disajikan sebagai berikut:
Tabel 2.4 Jaringan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2009 – Mei 2017
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Mei-2017
BUS 6 11 11 11 11 12 12 13 13
Jumlah Kantor 711 1215 1401 1745 1998 2163 1990 1869 1850
UUS 25 23 24 24 23 22 22 21 21
Jumlah Kantor 287 262 336 517 590 320 311 332 335
BPRS 138 150 155 158 163 163 163 166 167
Jumlah Kantor 225 286 364 401 402 439 446 453 458
Total Kantor 1223 1763 2101 2663 2990 2922 2747 2654 2643 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Statistik Perbankan Syariah, Mei-17 (data diolah)
Dari tabel 2.1 dapat dilihat jumlah bank umum syariah yang terus berkembang dari
tahun 2009 hingga bulan Mei tahun 2017 yang mana naik hingga berjumlah 13 bank
umum syariah, Dengan jumlah kantor mencapai 1850 unit kantor. Begitupun
dengan unit usaha syariah masing masing bertambah dan berkembang hingga
49
mencapai total perbankan syariah mencapai 2643 kantor yang tersebar diseluruh
Indonesia yang terdata di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski melalui beberapa
pasang naik turun, namun perbankan syariah membuktikan bahwa peminatan akan
ekonomi secara syariah Islam banyak diminati masyarakat Indonesia.
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Antara Working Capital to Total Assets (WCTA) Terhadap
Financial Distrees
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan modal
kerja bersih dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Modal
kerja bersih didapatkan berdasarkan perhitungan dari jumlah aktiva lancar
dikurangi dengan jumlah kewajiban lancar. Apabila perusahaan mempunyai modal
kerja bersih yang benilai positif, maka perusahaan tidak akan mengalami kesulitan
dalam memenuhi kewajibannya (Irfan dan Yuniati, 2014:11).
Ephreem et.al (2016), Pozzoli (2016) dan Samanyhia et.al. (2016)
mendapatkan hasil penelitian bahwa variabel working capital to total assets
memiliki signifikan positif terhadap financial distress
2. Hubungan Antara Retained Earnings to Total Assets (RETA) Terhadap
Financial Distress
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
yang ditahan dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Laba
ditahan adalah besarnya laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk dividen yang digunakan untuk pengembangan perusahaan. Semakin
rendah nilai dari rasio laba ditahan terhadap total aktiva, maka semakin kecil juga
peranan dari laba ditahan terhadap total aktiva perusahaan sehingga probabilitas
50
perusahaan mengalami kondisi financial distress adalah semakin tinggi (Irfan dan
Yuniati, 2014:11-12).
Samanyhia et.al. (2016), Pozzoli (2016) dan Ephreem et.al (2016)
mendapatkan hasil penelitian bahwa variabel retained earnings to total assets
memiliki pengaruh terhadap financial distress.
3. Hubungan Antara Book Value of Equity to Total Debt (BVTD) Terhadap
Financial Distress
Rasio ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban dengan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai buku
ekuitas memberikan informasi mengenai besarnya nilai dari sumber daya atau
modal yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai buku ekuitas dapat dihitung dengan
mengurangi jumlah total aset dengan jumlah total kewajiban. Sedangkan nilai buku
kewajiban memberikan informasi mengenai besarnya jumlah utang yang dimiliki
oleh perusahaan. Nilai buku kewajiban dapat dihitung dengan menjumlahkan total
kewajiban jangka pendek dengan total kewajiban jangka panjang. Jika nilai rasio
ini bersifat negatif (semakin kecil), hal tersebut menandakan semakin kecilnya
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dari ekuitas, sehingga
probabilitas financial distress bagi perusahaan adalah semakin tinggi (Irfan dan
Yunianti, 2014:12).
Ephreem et.al (2016), Pozzoli (2016) dan Samanyhia et.al. (2016)
mendapatkan hasil penelitian bahwa variabel book value of equity to total debt
memiliki pengaruh terhadap financial distress.
51
C. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan
dengan variable-variabel yang diambil dalam penelitian ini, terutama dalam
membahas tentang financial distress. Beberapa diantaranya:
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
1. Imaduddin
Shidiq dan
Buddi
Wibowo
(2017)
Prediksi
Financial
Distress Bank
Umum di
Indonesia:
Analisis
Diskriminan
dan Regresi
Logistik
Analisis
Diskriminan
dan Regresi
Logistik
Variabel CAR,
NIM, IEL, dan
AGDP adalah
indikator yang
paling
mempengaruhi
probability of
distress suatu
bank.
Variabel yang
digunakan
menggunakan
Altman Z-
Score dan juga
Variabel yang
terdapat dalam
model RGEC.
2. Frederick
Anisom-
Yaansah,
Kofi
Mintah
Oware, dan
Solomon
Samanhyia
(2016)
Financial
Distress and
Bankruptcy
Prediction:
Evidence from
Ghana
The Altman Z-
Score dan
Boone
Indicator
Perusahaan yang
menerapkan
prinsip-prinsip
good corporate
governance
dipandang stabil
secara finansial
dan dengan jarak
yang jauh dari
keadaan financial
distress.
Selanjutnya,
ditemukan bahwa
board size yang
lebih kecil
berpengaruh
negatif terhadap
kinerja
perusahaan.
Perbedaan dari
variabel yang
digunakan dan
metodelogi
yang
digunakan,
memang
terdapat
variabel GCG
pada
penelitian ini,
akan tetapi itu
untuk
menerapkan
model
Variabel
RGEC
3. Bagher
Asgarnezha
d Nouri1
dan Milad
Soltani
(2016)
Designing a
bankruptcy
prediction
model based
on account,
market and
Logistic
Regression
variabel
kebangkrutan
berhubungan
negatif dengan
return on capital
yang digunakan,
Perbedaan
terdapat
variabel yang
digunakan dan
juga bentuk
perusahaan
52
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
macroeconom
ic variables
(Case Study:
Cyprus Stock
Exchange)
return on assets,
debt ratio,
working capital to
asset ratio, dan
rasio asset
turnover.
yang di
lakukan
sampel.
4. Neneng Sri
Suprihatin
& H.
Moch.
Mansur
(2016)
Pengaruh
Rasio
Keuangan dan
Reputasi
Underwriter
Terhadap
Financial
Distress Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
(BEI) Periode
2005 – 2008
Logistic
Regression
Hasil penelitian
ini menunjukkan
rasio keuangan
dan reputasi
underwriter tidak
mempengaruhi
financial distress
yang positif
maupun parsial
secara bersamaan
Metode yang
digunakan dan
variabel yang
digunakan
5. Made
Aditya
Bayu
Pradhana &
I.D.G.
Dharma
Suputra
(2015)
Pengaruh
Audit Fee,
Going
Concern,
Financial
Distress,
Ukuran
Perusahaan,
Pergantian
Manajemen
Pada
Pergantian
Auditor
Logistic
Regression
Financial Distress
dan ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh pada
pergantian auditor
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
periode 2008-
2013
Penempatan
variabel
financial
distress
sebagai
variabel
dependen, dan
juga
metodologi
yang
digunakan
6. I Gusti
Agung Ayu
Pritha
Cinantya &
Ni Ketut
Lely
Aryani
Merkusiwa
ti (2015)
Pengaruh
Corporate
Governance,
Financial
Indicators,
dan Ukuran
Perusahaan
Pada
Financial
Distress
Logistic
Regression
Kepemilikan
institusional dan
likuiditas
memiliki
pengaruh pada
kemungkinan
perusahaan
mengalami
financial distress.
Kepemilikan
Variabel yang
digunakan
hampir sama
akan tetapi
penelitian ini
tidak
menggunakan
ukuran
perusahaan
dan juga
53
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
institusional dan
likuiditas sama-
sama
menunjukkan
hasil statistik
negatif dan
signifikan.
Kemudian, hasil
pengujian untuk
kepemilikan
manajerial,
proporsi
komisaris
independen,
jumlah dewan
direksi, leverage,
dan ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
signifikan pada
kemungkinan
terjadinya
financial distress
menggunakan
variabel
altman
7. Azwar
(2015)
Model
Prediksi
Financial
Distress
dengan
Binary Logit
(Studi Kasus
Emiten
Jakarta Index)
Binary Logit mendapatkan
hasil rasio-rasio
keuangan yang
digunakan untuk
variabel X seperti
Current Ratio,
Operating Profit
Margin, Return of
Asset, Return on
Equity, dan Nilai
Beta Saham dapat
digunakan untuk
klasifikasi
perusahaan yang
mengalami
financial distress
atau tidak
financial distress.
Rasio keuangan
yang signifikan
memprediksi
Perbedaan
dalam
penggunaan
regresi, yang
mana
penelitian
yang
dilakukan
Azwar
menggunakan
Binary Logit
sedangan
penelitian ini
menggunakan
Multinomial
Logit. Dan
juga variabel
yang
digunakan
juga berbeda
54
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
kemungkinan
terjadinya
financial distress
emiten yaitu rasio
Return on Asset
dan rasio Return
on Equity. Rasio -
rasio tersebut
digunakan dalam
model prediksi
financial distress
berdasarkan
indikator Debt to
Total Asset Ratio
(model kedua)
dan terbukti layak
secara statistik
untuk digunakan
sebagai model
prediksi financial
distress yang baik
dengan tingkat
akurasi prediksi
yang tinggi yaitu
90,9%.
8. Matteo
Pozzoli
(2016)
An Overlook
at Bankruptcy
Prediction in
Italy in 2016:
an Aplication
of The
Altman’s
Model on
Failed Italian
Manufacturin
g Companies
in The 2016-
First Quarter
Multivariate
Discriminant
Analysis
Keefektifan
prediktif yang
baik pada Altman
Model. dalam
kaitannya dengan
perusahaan yang
bangkrut dengan
perbedaan yang
signifikan antara
entitas yuridis
yang dianalisis
secara berbeda.
Penelitian ini
selain
menggunakan
variabel
altman juga
menggunakan
variabel
RGEC
9. Dragana
Raden
(2015)
The Analysis
of The Effects
of Financial
Distress on
The Top
Management
Binary Logistic
Regression
Sebagian besar
perusahaan di
Republik Serbia,
financial distress
memberikan
dampak yang
Perbedaan
model
penelitian dan
juga
penempatan
variabel
55
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
in The
Republic of
Serbia
signifikan secara
statistic pada
struktur top
management.
Dalam 21
perusahaan yang
diteliti
menunjukan hal
tersebut setelah
setahun atau dua
tahun mengalami
financial distress.
financial
distress yang
berbeda antara
variabel
dependen
(penelitian ini)
dan juga
independen
(Dragen
Raden)
10. Md.
Shahnawaz
, Mostofa
Sonia
Rezina, dan
Md. Salim
Hasan
(2016)
Predicting the
Financial
Distress in the
Banking
Industry of
Bangladesh:
A Case Study
on Private
Commercial
Banks
Altman Z-
Score
Variabel Altman
berpengaruh
terhadap financial
distress, namun
laba sebelum
bunga dan pajak
(EBIT) terhadap
total rasio aset
mampu
memprediksi
financial distress
perusahaan lebih
akurat dari pada
variabel lainnya
Penelitian ini
selain
menggunakan
variabel
altman juga
menggunakan
variabel
RGEC
11. Ephrem
G.Selassie,
Ganfure
Tarekegn
dan
Andualem
Ufo (2016)
Analysis of
Financial
Distress and
its
Determinants
in Selected
SMEs in
Wolaita Zone
Multiple
Discriminant
Analysis,
Altman Z-
Score
Rasio variabel
Altman
berpengaruh
terhadap financial
distress, namun
penjualan, modal
kerja dan EBIT
menjadi variabel
yang paling
berpengaruh
terhadap kesehatan
keuangan
perusahaan yang
di teliti.
Penelitian ini
menggunakan
variabel
altman z-score
yang telah
dimodifikasi,
sehingga
menghapus
variabel
penjualan
12. Elijah
Kihooto,
Dr. Job
Omagwa,
Financial
Distress in
Commercial
and Services
Descriptive
Analysis (Data
Dipilih Dari
Perusahaan
Kenya Airways
memiliki
peningkatan nilai z
yang kuat di tahun
Penelitian
yang sedang
dibuat ini
menggunakan
56
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
Dr. Muturi
Wachira,
dan
Emojong
Ronald
(2016)
Listed at
Nairobi
Securities
Exchange,
Kenya
Yang Data
Analisisnya
Menggunakan
Model Altman
atau Z-score)
2010, namun nilai
tersebut berkurang
karena mengalami
kerugian besar
yang
menyebabkan
kesulitan dalam
hal keuangan
hasil dari
variabel
Altman untuk
melihat
pengaruh
antar variabel
terhadap
financial
distress
13. Mohamed
Sameh
Gameel &
Khairy El-
Geziry
(2016)
Predicting
Financial
Distress:
Multi
Scenarios
Modeling
Using Neural
Network
Multi
Scenarios
Modeling
Using Neural
Network
Hasilnya adalah
menunjukan bukti
scenario terbaik
untuk prediksi
kebangkrutan di
Mesir adalah jika
terjadi penurunan
likuiditas,
penurunan
penjualan dan
disertai kenaikan
pada penggunaan
sumber modal.
Pnelitian ini
menggunakan
model RGEC
dan
menggunakan
Altman Z-
Score
14. Hui Hu dan
Milind
Sathye
(2015)
Predicting
Financial
Distress in the
Hong Kong
Growth
Enterprises
Market from
the
Perspective of
Financial
Sustainability
Logistic
Regression,
Jackknife
Method dan the
Validation of
Logistic
Models
Model logistik
yang
menggunakan
variabel keuangan,
non finansial dan
makroekonomi
memiliki akurasi
prediktif sedikit
lebih tinggi untuk
financial distress
dari pada model
yang mengandung
non-keuangan
yang hanya
menggunakan
variabel makro
ekonomi
Penelitian
menggunakan
metodologi
yang berbeda
dan juga
variabel yang
digunakan
juga berbeda
15. A.John
William,
E.
Govindaraj,
dan
A Study on
Financial
Distress and
Firms
Performance
Multinomial
Logistic
dalam penelitian
ini membuktikan
bahwa rasio rasio
keuangan dan
variabel Altman Z-
Rasio yang
digunakan
dalam
penelitian
yang sedang
57
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
R.Santhosh
kumar
(2016)
with Special
Reference to
Tantea,
Coonoor
Score’s
berpengerauh dan
dapat menganalisis
perusahaan dalam
menghindari
kebangkrutan
dibuat ini
berbeda, dan
juga sampel
penelitian
berada di
industry yang
berbeda pula.
16. Quenfeng
Liao,
Seyed
Mehdian
(2016)
Measuring
Financial
Distress and
Predicting
Corporate
Bankruptcy:
an Index
Approach
Multivariat
Discriminant
dengan an
Index
Approach
(ABI)
Hasil empiris
makalah ini
menunjukkan
bahwa ABI
memiliki kekuatan
prediksi yang
relatif kuat dan
oleh karena itu
dapat diterapkan
bersamaan dengan
model berbasis
parametrik dan
non parametrik
lainnya untuk
memprediksi
kebangkrutan
perusahaan.
Berbeda
metodologi
yang
digunakan dan
juga penelitian
yang berbeda
maksud dan
tujuan
17. Mehdi
Feizi,
Esmaeil
Panahi,
Farzad
Keshavarz,
Saeideh
Mirzaee
and Sayed
Mohsen
Mosavi
(2016)
The Impact of
The Financial
Distress on
Tax
Avoidance in
Listed Firms:
Evidence from
Tehran Stock
Exchange
(TSE)
Multivariate
Regression - Kesulitan
keuangan
memiliki
dampak yang
signifikan
terhadap
Corporate Tax
Avoidance.
- Krisis keuangan
global memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan
corporate tax
avoidance.
- Krisis keuangan
global memiliki
dampak positif
pada hubungan
antara financial
Berbeda
dalam
penggunaan
metedologi
dan juga
variabel yang
digunakan,
serta
penempatan
variabel
financial
distress yang
sebagai
variabel
dependen
58
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
distress dan
corporate tax
avoidance.
18. Ni Luh
Made Ayu
Widhiari,
Ni K. Lely
Aryani
Merkusiwa
ti (2015)
Pengaruh
Rasio
Likuiditas,
Leverage,
Operating
Capacity, dan
Sales Growth
Terhadap
Financial
Distress
Logistic
Regression
Hasil penelitian ini
menyimpulkan
rasio likuiditas,
operating
capacity, dan sales
growth
berpengaruh
negatif secara
signifikan
terhadap financial
distress pada
perusahaan
manufaktur yang
listing di BEI
tahun 2010-2013.
Berbeda
dalam hal
variabel yang
digunakan dan
juga sampel
yang diteliti,
penelitian ini
menggunakan
sampel bank
umum syariah
bukan
perusahaan
manufaktur
19. Nizar
Baklouti,
Frederic
Gautier,
Habib
Affes
(2016)
Corporate
Governance
and Financial
Distress of
European
Commercial
Banks
Binary Logistic
Regression
Agency theory
tidak membahas
selain
perlindungan
kepentingan
stakeholders dari
perusahaan,
termasuk
karyawan dan
kreditur. Tidak
memperhitungkan
aspek-aspek
tertentu dari
konteks
organisasi,
lingkungan
ekonomi, hukum
dan peraturan
bank yang secara
signifikan dapat
mengubah
kekuatan kontrol
dan membentuk
hubungan antar
manusia. Manajer
bank memiliki visi
Berbeda dari
variabel yang
digunakan dan
juga metode
yang
digunakan,
serta sampel
jenis usaha
perusahaan
yang diteliti
59
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
untuk jangka
pendek, untuk
mencapai
keuntungan yang
cepat dan
pengambilan
risiko yang
berlebih dengan
mengorbankan
solvabilitas bank
dan kemampuan
keuangan jangka
panjang. Hal ini
membawa
kerugian besar
selama krisis dan
dana talangan
yang diberikan
pemerintah
20. Ahmad
Khaliq,
Basheer
Hussein
Motawe
Altarturi,
Hassanudin
Mohd Thas
Thaker,
Md Yousuf
Harun,
Nurun
Nahar
(2014)
Identifying
Financial
Distress
Firms: a Case
Study of
Malaysia’s
Government
Linked
Companies
(GLC)
Multiple
Discriminant
Analysis dan
Altman Z-
Score
Penelitian ini
menunjukan
indikasi
keterkaitan yang
signifikan antara
kedua variabel
(current ratio dan
debt ratio) dan
dengan Nilai Z
yang menentukan
financial distress
di perusahaan
yang diteliti di
GLC Malaysia.
Beberapa
perusahaan GLC
yang diteliti
berada dibawah
titik financial
distress
Penelitian ini
menggunakan
model RGEC
dan Altman
untuk melihat
kemungkinan
terjadinya
kebangkrutan
pada bank
umum
syariah,
berbeda model
dan variabel
lain yang
digunakan
selain variabel
altman
21. Dwi
Nur’aini
Ihsan dan
Sharfina
Putri
Potensi
Kebangkrutan
Pada Sektor
Perbankan
Syariah Untuk
Penilaian
Altman Z –
Score
modifikasi dan
RGEC
Hasil yang didapat
dari penelitian ini
adalah bank umum
syariah yang
diteliti secara
Penelitian ini
selain
menggunakan
Altman Z –
Score
60
No Peneliti Judul Metodologi Hasil Perbedaan
Kartika
(2015)
Menghadapi
perubahan
Lingkungan
Bisnis
umum dalam
keadaan baik atau
sehat dinilai dari
penilaian RGEC,
dan menurut
penilaian Altman
modifikasi bank
umum syariah
yang diteliti dalam
keadaan baik dan
tidak distress.
modifikasi
dan juga
RGEC, juga
menggunakan
Regresi
Multinomial
Logit.
22. Melan
Rahmaniah
dan Hendro
Wibowo
(2015)
Analisis
Potensi
Terjadinya
Financial
Distress Pada
Bank Umum
Syariah di
Indonesia
Penilaian
RGEC
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa pada tahun
2011 hingga 2013
dari ketiga bank
umum syariah
yang diteliti tidak
ada yang
dinyatakan tidak
sehat dan tidak
berpotensi
terjadinya high
financial distress.
Hasil Penelitian ini
juga menunjukkan
bahwa ketiga bank
umum syariah
tersebut
mengalami
penurunan dalam
kinerja earning
yang diukur dari
rasio ROA dan
ROE dan risiko
likuiditas yaitu
rasio FDR.
Penelitian ini
menggunakan
model Altman
Z – Score
modifikasi
juga, dan
regresi
multinomial
logit.
D. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan landasan teori diatas maka diperlukan sebuah analisis kinerja
keuangan dalam memprediksi financial distress pada bank umum syariah periode
61
2010 hingga 2016, menggunakan model Rasio RGEC dan Altman Z-Score
modifikasi. Maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah Tahun 2010-2016
Laporan Keuangan Bank Umum Syariah Tahun 2010-2016
Model Altman Z-Score Modifikasi
1. WCTA
2. RETA
3. EBTTA
4. BVTD
Penilaian Model RGEC
1.NPF
2. GCG
3. ROA
4. CAR
Hasil Analisa Altman Z-Score
Modifikasi
Variabel Altman Z-Score Modifikasi
yang berpengaruh terhadap
Financial Distress
Analisis Regresi Multinomial Logit:
X1: WCTA
X2: RETA
X3: BVTD
Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dengan model rasio RGEC
Uji Korelasi:
1. WCTA
2. RETA
3. EBTTA
4. BVTD
Y= Financial Distress
Analisis Statistik Deskriptif Variabel RGEC
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
62
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang digambarkan oleh penulis, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Variabel rasio WCTA berpengaruh positif terhadap financial distress pada bank
umum syariah.
H2: Variabel rasio RETA berpengaruh positif terhadap financial distress pada bank
umum syariah.
H3: Variabel rasio BVTD berpengaruh positif terhadap financial distress pada bank
umum syariah.
H4: Variabel rasio NPF menilai bank umum syariah dalam keadaan baik.
H5: Variabel GCG menilai bank umum syariah dalam keadaan baik.
H6: Variabel rasio ROA menilai bank umum syariah dalam keadaan baik.
H7: Variabel rasio CAR menilai bank umum syariah dalam keadaan baik.
63
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data perbankan syariah yang terdapat di website
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan subjek penelitian ini adalah laporan
keuangan Bank Umum Syariah yang terdapat di website tersebut. Penelitian ini
menggunakan data kuantitatif, yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis dan bersifat kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2014:8). Ruang lingkup penelitian ini adalah
membahas dua variabel, yang terdiri dari variabel independen yaitu Working
Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Assets, EBIT to Total Assets,
Book Value Equity to Total Liability, Non Performing Financing, Financing to
Deposit Ratio, Good Corporate Governance, Return on Assets, Capital Adequacy
Ratio dan variabel dependen yaitu financial distress.
Dalam penelitian ini menggunakan model RGEC juga model Altman Z-
Score modifikasi, kemudian regresi multinomial logit untuk menilai pengaruh
terhadap variabelnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh
antar Variabel Altman Z-Score signifikan terhadap financial distress. Dan juga
menilai kesehatan bank umum syariah dengan variabel RGEC. Data yang
dihasilkan berupa data variabel bank umum syariah yang di uji dari tahun 2010–
2016.
64
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel (sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah
anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah tapi tidak semua
elemen populasi akan membentuk sampel (Sekaran, 2014:123). Untuk itu, sampel
yang diambil dari populasi harus betul–betul representatif (mewakili) (Sugiyono,
2014:81).
Penentuan sampel yang digunakan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan kriteria tertentu.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah:
a. Bank umum syariah yang terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berikut ini adalah daftar bank umum syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan:
Tabel 3.1 Daftar Bank Umum Syariah yang Terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan
Sumber: Data diolah
No Nama Bank Umum Syariah
1 PT Bank Mega Syariah
2 PT Bank Muamalat Indonesia
3 PT Bank Panin Dubai Syariah
4 PT Bank BNI Syariah
5 PT Bank BRI Syariah
6 PT Bank Syariah Mandiri
7 PT Bank Aceh
8 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
9 PT Bank BCA Syariah
10 PT Bank Jabar Banten Syariah
11 PT Bank Victoria Syariah
12 PT Bank Maybank Syariah Indonesia
13 PT Bank Syariah Bukopin
65
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa bank umum syariah yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan ada 13 bank umum syariah.
b. Memiliki laporan keuangan yang akan digunakan tahun 2010-2016
Berikut ini adalah daftar bank umum syariah yang memiliki laporan
keuangan yang akan digunakan tahun 2010-2016:
Tabel 3.2 Daftar Bank Umum Syariah yang Memiliki Laporan Keuangan
yang Akan Digunakan Tahun 2010-2016
Sumber: Data diolah
Dari data di atas dapat dilihat bahwa bank umum syariah yang memiliki
laporan keuangan yang akan digunakan tahun 2010 sampai 2016 ada 11 bank,
mengeliminasi PT Bank Aceh dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah.
No Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 PT Bank Mega Syariah
2 PT Bank Muamalat
Indonesia
3 PT Bank Panin Dubai
Syariah
4 PT Bank BNI Syariah
5 PT Bank BRI Syariah
6 PT Bank Syariah
Mandiri
7 PT Bank Aceh X X X X X X
8 PT Bank Tabungan
Pensiunan Nasional
Syariah
X X X X
9 PT Bank BCA Syariah
10 PT Bank Jabar Banten
Syariah
11 PT Bank Victoria
Syariah
12 PT Bank Maybank
Syariah Indonesia
13 PT Bank Syariah
Bukopin
66
c. Memiliki laporan GCG yang akan digunakan tahun 2010-2016
Berikuat ini adalah bank umum syariah yang memiliki laporan GCG yang
akan digunakan tahun 2010-2016:
Tabel 3.3 Daftar Bank Umum Syariah yang Memiliki Laporan GCG Tahun
2010-2016
Sumber: Data diolah
Dari data di atas dapat dilihat bahwa bank umum syariah yang memiliki
laporan GCG tahun 2010 hingga tahun 2016 berjumlah 10 bank, dengan
mengeliminasi PT Bank Maybank Syariah Indonesia.
Dari semua persyaratan-persyaratan peneliti total mengeliminasi 3 bank
umum syariah yang terdaftar di otoritas jasa keuangan. Yang dieliminasi yaitu PT
Bank Aceh, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah, dan PT Bank
Maybank Syariah Indonesia
No Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 PT Bank Mega Syariah
2 PT Bank Muamalat
Indonesia
3 PT Bank Panin Dubai
Syariah
4 PT Bank BNI Syariah
5 PT Bank BRI Syariah
6 PT Bank Syariah
Mandiri
7 PT Bank BCA Syariah
8 PT Bank Jabar Banten
Syariah
9 PT Bank Victoria
Syariah
10 PT Bank Maybank
Syariah Indonesia
X
11 PT Bank Syariah
Bukopin
67
Berikut table bank umum syariah yang memenuhi persyaratan sampel:
Tabel 3.4 Daftar Bank Umum Syariah yang Terpilih Purposive Sampling
No Nama Bank Umum Syariah
1 PT. Bank Muamalat Indonesia
2 PT. Bank Victoria Syariah
3 PT. Bank BRISyariah
4 PT. Bank Jabar Banten Syariah
5 PT. Bank BNI Syariah
6 PT. Bank Syariah Mandiri
7 PT. Bank Mega Syariah
8 PT. Bank Panin Syariah
9 PT. Bank Syariah Bukopin
10 PT. BCA Syariah Sumber: Hasil olah data
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel Bank umum syariah yang
diobservasi sebanyak 10 bank umum syariah dari tahun 2010 hingga 2016.
Sehingga data sampel yang digunakan sebanyak 70 sampel yang berupa data
laporan keuangan dan neraca bank umum syariah untuk kebutuhan penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder, yaitu:
1. Data Sekunder (Secondary Data)
Data merupakan bagian yang terpenting dalam melakukan penelitian. Jika
peneliti tidak memiliki data maka tidak akan mendapatkan informasi yang
diingkan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sumber
data sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen (Sugiyono, 2014:137). Basis data keuangan yang sudah tersedia untuk
penelitian juga merupakan sumber data sekunder (Sekaran, 2006:65). Dalam hal ini
data yang ditelaah adalah dari laporan keuangan bank umum syariah yang diterima.
68
D. Metode Analisis Data
Pengujian dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi logit untuk
mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress
suatu perusahaan.
1. Statistik Deskriptif
Data yang sudah dikumpulkan, dikelompokkan, dan dihitung selanjutnya
akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif oleh peneliti.
Pengujian statistik deskriptif ini menggunakan alat bantu software SPSS versi 23
untuk memudahkan peneliti untuk mendapatkan data dalam memberikan informasi
terkait variabel–variabel yang digunakan. Statistik deskriptif memberikan
gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata–rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness
(kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016:19).
2. Analisa Model Altman Z-Score Modifikasi
Analisis diskriminan Altman Z-Score salah satu teknik statistik untuk
memprediksi financial distress pada suatu perusahaan. Ramadhanidan Lukviarna
(2009 dalam Rahayu, et. al., 2016) mengungkapkan bahwa seiring berjalannya
waktu penyesuaian dalam berbagai macam perusahaan, Altman merevisi model
diskriminannya supaya mampu digunakan pada semua perusahaan, seperti
manufaktur, non-manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara
berkembang. Dalam analisa z-score ini Altman mengeliminasi sales to total assets
karena sangat bervariatif pada industri dengan ukuran yang berbeda dan
berubahnya nilai serta bobot dari setiap variabel yang digunakan dalam persamaan
69
tersebut dan nilai klasifikasinya. Formula dari Model Altman Z–Score Modifikasi
(untuk semua perusahaan) adalah (Altman, 1995):
Z = 6.56𝑋1 + 3.26𝑋2 + 6.72𝑋3+ 1.05𝑋4
Dimana:
𝑋1 = working capital to total assets
𝑋2 = retained earning to total assets
𝑋3 = earning before interest and taxes to total assets
𝑋4 = book value of equity to book value of total debt
Z = overall index
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-Score,
yaitu (Altman, 1995):
a. Z < 1.10
Perusahaan masuk dalam kategori financial distress
b. 1.10 < Z < 2.60
Perusahaan masuk dalam kategori grey area (tidak dapat ditentukan apakah
perusahaan sehat ataupun mengalami financial distress).
c. Z > 2.60
Perusahaan masuk dalam kategori tidak financial distress.
3. Analisa Model RGEC
Analisis ini dikhususkan untuk penilaian kesehatan bank dilihat dari risk
profile, good corporate governance, earnings, dan capital. Sebagaimana dimuatkan
aturan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam menilai kesehatan bank syariah.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian
70
Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah pada bab III
Mekanisme Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Secara Individual Pasal 6 ayat 1:
Bank Umum Syariah wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara
individual sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 (Bank Umum Syariah wajib
melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank baik secara individual maupun
secara konsolidasi), dengan cakupan penilaian terhadap faktor-faktor sebagai
berikut: a. profil risiko (risk profile); b. Good Corporate Governance; c. rentabilitas
(earnings); dan d. permodalan (capital).
Dalam penilaian terhadap risk profile peneliti menggunakan rasio NPF (Non
Performing Financing) untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang
dihadapi oleh bank, semakin tinggi rasio ini menunjukan kualitas bank syariah
semakin buruk. Kriteria penilaian NPF berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No.9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari 2007 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5 Tingkat Kesehatan Bank dengan NPF Menurut PBI
Peringkat Penilaian Keterangan
1 NPF < 2% Sangat Baik
2 2% ≤ NPF ≤ 5% Baik
3 5% ≤ NPF ≤ 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPF ≤ 12% Kurang Baik
5 NPF ≥ 12% Buruk Sumber: Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari 2007
Pada penilaian good corporate governance, periode penilaian, fungsi yang
memastikan atas pelaksanaan tata kelola yang baik (good corporate governance)
telah dijalankan melalui pemantauan dan evaluasi komitmen dan/atau pelaksanaan
kode etik manajemen oleh seluruh pihak (dewan direksi, pejabat eksekutif maupun
karyawan). Kode etik manajemen harus disusun berdasarkan nilai-nilai syariah.
71
Fungsi yang memastikan atas pelaksanaan tata kelola yang baik (good corporate
governance) telah melakukan langkah-langkah yang dipandang perlu dalam setiap
kebijakan dewan direksi/pejabat eksekutif yang terkait dengan stakeholders dalam
rangka meminimalisir: a. Terjadinya pelanggaran kode etik. b. Terabaikannya hak
dan kepentingan stakeholders. c. Pelanggaran prinsip-prinsip syariah persaudaraan
(ukhuwah), keadilan ('adalah), kemaslahatan (maslahah), dan keseimbangan
(tawazun). Faktor ini akan dinilai berdasrkan nilai komposit dari self assessment
yang dilakukan oleh bank umum syariah masing-masing. Kriteria penilaian faktor
GCG ini juga diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/12/DPNP
sebagai berikut:
Tabel 3.6 Tingkat Kesehatan Bank dengan GCG Menurut SEBI
Peringkat Penilaian Keterangan
1 NK<1.5 Sangat Baik
2 1.5≤NK<2.5 Baik
3 2.5≤NK<3.5 Cukup Baik
4 3.5≤NK<4.5 Kurang Baik
5 4,5≤NK<5 Tidak Baik
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/12/DPNP
Selanjutnya dalam penilaian earning atau rentabilitas, penelitian ini
menggunakan rasio Return on Assets (ROA). ROA mengukur keberhasilan
manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan
kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk
meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. Kriteria penilaian ROA untuk
melihat tingkat kesehatan bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.9/1/PBI/2007 adalah sebagai berikut:
72
Tabel 3.7 Tingkat Kesehatan Bank dengan ROA Menurut PBI
Peringkat Penilaian Keterangan
1 ROA>1.5 Sangat Baik
2 1.25<ROA≤1.5 Baik
3 0.5<ROA≤1.25 Cukup Baik
4 0%<ROA≤0.5 Kurang Baik
5 ROA≤0% Tidak Baik Sumber: Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/1/PBI/2007
Selanjutnya dalam penilaian faktor capital, penelitian ini menggunakan
rasio CAR yaitu capital adequacy ratio. Rasio ini perbandingan antara total modal
dengan aktiva tertimbang menurut risiko. Kriteria tingkat kesehatan bank dengan
CAR menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/24/Dbps/2007, sebagai
berikut:
Tabel 3.8 Tingkat Kesehatan Bank dengan CAR Menurut SEBI
Peringkat Penilaian Keterangan
1 CAR≥12% Sangat Baik
2 9%<CAR≤12% Baik
3 8%<CAR≤9% Cukup Baik
4 6%<CAR≤8% Kurang Baik
5 CAR≤6% Tidak Baik Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/24/Dbps/2007
4. Analisis Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan)
linear antara dua variabel. Korelasi tidak menunjukan hubungan fungsional atau
dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen
dengan variabel independen (Ghozali, 2016:93).
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
73
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi bisa dengan
menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini
merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi
antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas.
Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih
variabel independen (Ghozali, 2016:103).
Sebenarnya analisis regresi logistik tidak ada pengujian multikolonieritas.
Tetapi tetap harus dilihat apakah ada korelasi antara variabel independen yang kuat
dengan melihat nilai korelasi pearson.
5. Regresi Multinomial Logit
Regresi logit adalah regresi yang digunakan untuk mencari persamaan
regresi jika variabel dependennya merupakan variabel yang berbentuk skala
ordinal atau variabel yang bersifat kualitatif (Purbayu & Ashari, 2005:92).
Penggunaan analisis regresi logistik adalah karena variabel dependen bersifat
dikotomi (tepat dan tidak tepat). Teknik analisis dalam mengolah data ini tidak
memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya
(Ghozali, 2011:225).
Regresi logistik sebetulnya mirip dengan analisis diskriminan yaitu
menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan
variabel bebasnya. Akan tetapi asumsi multivariate normal distribution tidak dapat
dipenuhi oleh analisis diskriminan karena variabel bebas merupakan campuran
74
antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik). Dalam hal ini dapat
dianalisis dengan analisis regresi logistik karena tidak perlu asumsi normalitas data
pada variabel bebasnya. Jadi regresi logistik dipakai jika asumsi multivariate
normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2016:321).
Dalam analis regresi logistik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu
binary logistic (untuk 2 kategori) dan multinomial logistic (untuk kategori lebih
dari 2).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan regresi multinomial logit
dengan memiliki 3 kategori, yaitu: distress zone (diberi kode = 0), grey zone
(diberi kode = 1) dan safe zone (diberi kode = 2).
a. Menilai Model Fit
Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data. Beberapa
test statistics diberikan untuk menilai hal ini. Hipotesis untuk menilai model fit
adalah (Ghozali, 2016:328).
H0: Model yang dihipotesakan fit dengan data
HA: Model yang dihipotesakan tidak fit dengan data
Dari hipotesis ini jelas bahwa kita tidak akan menolak hipotesa nol supaya
model fit dengan data.
b. Nilai -2 Log Likelihood
Statistik -2 Log Likelihood digunakan untuk menentukan jika variabel
bebas ditambahkan kedalam model apakah secara signifikan memperbaiki model
fit. Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai -2 Log Likelihood
dimana jika terjadi penurunan dalam nilai pada baris kedua (final) terhadap baris
75
pertama (intercept only), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi menjadi
lebih baik (Ghozali, 2016:340).
c. Nilai Goodness of Fit
Tes koefisien goodness of fit memberikan informasi apakah model kita fit
dengan data. Nilai Chi-square yang kecil menghasilkan probabilitas yang tidak
signifikan (α > 0.05). Model yang baik adalah model yang tidak dapat menolak
hipotesis nol yaitu model sesuai atau cocok dengan data empiris (Ghozali,
2016:340).
d. Nilai Pseudo R – Square
Didalam koefisien pseudo r – square terdapat tiga nilai yang dihasilkan,
yaitu Cox and Snell, Nagelkerke, dan McFadden. Cox and Snell’s R – Square
merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression
yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang
dari satu sehingga sulit diinterpretasikan. Sedangkan Nagelkerke’s R – Square
merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari nol hingga satu (Ghozali, 2016:329). Nilai Nagelkerke’s
R – Square menjelaskan seberapa besar variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh semua variabel independen.
e. Nilai Parameter Estimasi
Tabel klasifikasi menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah
(incorrect) (Ghozali, 2016:329). Pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari
variabel dependen “Grey Zone” dengan kode 1 dan “Safe Zone” dengan kode 2,
76
sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari variabel
dependen “Grey Zone” dengan kode 1 dan “Safe Zone” dengan kode 2.
Model persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
𝐿𝑛___________________= a +𝑏1𝑋1+ 𝑏2𝑋2 + 𝑏3𝑋3 + 𝑏4𝑋4
𝐿𝑛___________________= a + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + 𝑏3𝑋3 + 𝑏4𝑋4
E. Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel memberikan batasan dan penjelasan mengenai
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2008:86). Dalam
penelitian ini terdapat variabel X dan Y yang akan diteliti, yaitu:
Tabel 3.9 Operasional Variabel
No Variabsel Definisi Petunjuk Variabel Jenis
Data
Referensi
1 Working
Capital to
Total Assets
(X1)
Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan
modal kerja bersih dari
total keseluruhan aktiva
yang dimiliki oleh
perusahaan
Aktiva Lancar − Kewajiban Lancar
Total Aktiva
Rasio Irfan dan
Yuniati
(2014:11)
2 Retained
Earnings to
Total Assets
(X2)
Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan
laba yang ditahan dari
total keseluruhan aktiva
yang dimiliki oleh
perusahaan.
Laba Ditahan
Total Aktiva
Rasio Irfan dan
Yuniati
(2014:11)
3 Book Value
of Equity to
Total Debt
(X3)
Rasio ini
menggambarkan
kemampuan suatu
perusahaan dalam
memenuhi kewajiban
dengan nilai buku
ekuitas yang dimiliki
oleh perusahaan.
Nilai Buku Ekuitas
Total Kewajiban
Rasio Irfan dan
Yuniati
(2014:11)
77
No Variabel Definisi Petunjuk Variabel Jenis
Data
Referensi
4 Financial
Distress
(Y)
Keadaan dimana arus
kas operasi perusahaan
tidak cukup, untuk
memenuhi kewajiban
perusahaan dan
perusahaan dituntut
untuk melakukan
perbaikan pada
perusahaan.
Z < 1.10 = Financial distress
1.10 < Z < 2.60 = Grey area
Z > 2.60 = Tidak financial
distress.
Skala
Ordinal
Altman
(1995)
78
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank Muamalat Indonesia memulai
perjalanan bisnisnya sebagai bank syariah pertama di Indonesia pada 1 November
1991 atau 24 Rabi’us Tsani 1412 H. Pendirian Bank Muamalat Indonesia digagas
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari
Pemerintah Republik Indonesia. Sejak resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27
Syawal 1412 H, Bank Muamalat Indonesia terus berinovasi dan mengeluarkan
produk-produk keuangan syariah seperti Asuransi Syariah (Asuransi Takaful),
Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat) dan multifinance
syariah (Al-Ijarah Indonesia Finance) yang seluruhnya menjadi terobosan di
Indonesia. Selain itu produk Bank yaitu Shar-e yang diluncurkan pada tahun 2004
juga merupakan tabungan instan pertama di Indonesia. Produk Shar-e Gold Debit
Visa yang diluncurkan pada tahun 2011 tersebut mendapatkan penghargaan dari
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Kartu Debit Syariah dengan teknologi
chip pertama di Indonesia serta layanan e-channel seperti internet banking, mobile
banking, ATM, dan cash management. Seluruh produk-produk tersebut menjadi
pionir produk syariah di Indonesia dan menjadi tonggak sejarah penting di industri
perbankan syariah.
79
Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat Indonesia mendapatkan izin sebagai
Bank Devisa dan terdaftar sebagai perusahaan publik yang tidak listing di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2003, Bank dengan percaya diri melakukan
Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
(HMETD) sebanyak 5 (lima) kali dan merupakan lembaga perbankan pertama di
Indonesia yang mengeluarkan Sukuk Subordinasi Mudharabah. Aksi korporasi
tersebut semakin menegaskan posisi Bank Muamalat Indonesia di peta industri
perbankan Indonesia.
Seiring kapasitas Bank yang semakin diakui, Bank semakin melebarkan
sayap dengan terus menambah jaringan kantor cabangnya di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2009, Bank mendapatkan izin untuk membuka kantor cabang di Kuala
Lumpur, Malaysia dan menjadi bank pertama di Indonesia serta satu-satunya yang
mewujudkan ekspansi bisnis di Malaysia. Hingga saat ini, bank telah memiliki 363
kantor layanan termasuk 1 (satu) kantor cabang di Malaysia. Operasional Bank juga
didukung oleh jaringan layanan yang luas berupa 1.337 unit ATM Muamalat,
120.000 jaringan ATM Bersama dan ATM Prima, 103 Mobil Kas Keliling (mobile
branch) serta lebih dari 11.000 jaringan ATM di Malaysia melalui Malaysia
Electronic Payment (MEPS).
Menginjak usianya yang ke-20 pada tahun 2012, Bank Muamalat Indonesia
melakukan rebranding pada logo Bank untuk semakin meningkatkan awareness
terhadap image sebagai bank syariah islami, modern dan profesional. Bank pun
terus mewujudkan berbagai pencapaian serta prestasi yang diakui baik secara
nasional maupun internasional. Hingga saat ini, Bank beroperasi bersama beberapa
80
entitas anaknya dalam memberikan layanan terbaik yaitu Al-Ijarah Indonesia
Finance (ALIF) yang memberikan layanan pembiayaan syariah, (DPLK Muamalat)
yang memberikan layanan dana pensiun melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan,
dan Baitul maal Muamalat yang memberikan layanan untuk menyalurkan dana
Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
Sejak tahun 2015, Bank Muamalat Indonesia bermetamorfosa untuk
menjadi entitas yang semakin baik dan meraih pertumbuhan jangka panjang.
Dengan strategi bisnis yang terarah Bank Muamalat Indonesia akan terus melaju
mewujudkan visi menjadi “The Best Islamic Bank and Top 10 Bank in Indonesia
with Strong Regional Presence”.
2. PT Bank Victoria Indonesia
PT. Bank Victoria Syariah didirikan untuk pertaman kalinya dengan nama
PT Bank Swaguna berdasarkan Akta Nomor 9 tanggal 15 April 1966. Akta tersebut
kemudian diubah dengan Akta Perubahan Angggaran Dasar Nomor 4 tanggal 5
September 1967 yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (d/h Menteri Kehakiman) berdasarkan Surat Keputusan Nomor:
JA.5/79/5 tanggal 7 November 1967 dan telah didaftarkan pada Daftar Perusahaan
di Kantor Panitera Pengadilan Negeri I di Cirebon masing-masing di bawah Nomor
1/1968 dan Nomor 2/1968 pada tanggal 10 Januari 1968, serta telah diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 42 tanggal 24 Mei 1968.
Tambahan Nomor 62.
Selanjutnya, PT Bank Swaguna diubah namanya menjadi PT Bank Victoria
Syariah sesuai dengan Akta Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Nomor 5
81
tanggal 6 Agustus 2009 yang dibuat dihadapan Erni Rohainin SH, MBA, Notaris
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang berkedudukan di Jakarta Selatan. Perubahan
tersebut telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
berdasarkan Surat Keputusan Nomor: AHU-02731.AH.01.02 tahun 2010 tanggal
19 Januari 2010, Serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 83 tanggal 15 Oktober 2010. Tambahan Nomor 31425.
Terakhir, Anggaran Dasar PT Bank Victoria Syariah diubah degan Akta
Nomor 45 tanggal 30 Maret 2010 yang dibuat dihadapan Sugih Haryati, SH, MKn
sebagai pengganti dari Notaris Erni Rohaini, SH, MBA, Notaris Daerah Khusus
Ibukota Jakarta yang berkedudukan di Jakarta Selatan. Perubahan Anggaran Dasar
tersebut ditujukan untuk merubah pasal 10 ayat 3. Perubahan tersebut telah diterima
dan di catat dalam database Sisminbakum Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia berdasarkan Surat Nomor: AHU-AH.01.10-16130 tanggal 29 Juni 2010.
Perubahan kegiatan usaha Bank Victoria Syariah dari Bank Umum
Konvensional menjadi Bank Umum Syariah telah mendapatkan izin dari Bank
Indonesia berdasarkan Keutusan Gubernur Bank Indonesia Nomor:
12/8/KEP.GBI/DpG/2010 tertanggal 10 Februari 2010. Bank Victoria Syariah
mulai beroperasi dengan prinsip syariah sejak tanggal 1 April 2010. Adapun
kepemilikan saham Bank Victoria pada Bank Victoria Syariah adalah sebesar
99.99% Dukungan penuh dari perusahaan induk PT Bank Victoria International
Tbk telah membantu tumbuh kembang Bank Victoria Syariah yang selalu terus
berkomitmen untuk membangun kepercayaan nasabah dan masyarakat melalui
82
pelayanan dan penawaran produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta
memenuhi kebutuhan nasabah.
3. PT Bank BRISyariah
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap
Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank
Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008,
maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi
beroperasi. Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula
beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah Islam.
Dua tahun lebih PT. Bank BRISyariah hadir mempersembahkan sebuah
bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah
dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah
dengan pelayanan prima (service excellence) dan menawarkan beragam produk
yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah.
Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri perbankan
nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan.
Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank
modern sekelas PT. Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam
kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari
warna biru dan putih sebagai benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk.
83
Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember
2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRISyariah (proses
spin-off) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan
dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk. dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama PT.
Bank BRISyariah.
Saat ini PT. Bank BRISyariah menjadi bank syariah ketiga terbesar
berdasarkan aset. PT. Bank BRISyariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset,
jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada
segmen menengah bawah, PT. Bank BRISyariah menargetkan menjadi bank ritel
modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.
Sesuai dengan visinya, saat ini PT. Bank BRISyariah merintis sinergi
dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan memanfaatkan jaringan
kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah
dalam mengembangkan bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana
masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah.
4. PT Bank Jabar Banten Syariah
Pendirian Bank BJB syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit
Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan jasa perbankan
syariah pada saat itu.
84
Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah,
manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta
mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan share
perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk
menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal 15 Januari
2010 didirikan bank bjb syariah berdasarkan Akta Pendirian Nomor 4 yang dibuat
oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal
26 Januari 2010.
Pada saat pendirian bank bjb syariah memiliki modal disetor sebesar
Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham bank bjb
syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
dan PT Global Banten Development, dengan komposisi PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar Rp.495.000.000.000 (empat ratus
sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar
Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
Pada tanggal 6 Mei 2010 bank bjb syariah memulai usahanya, setelah
diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS tertanggal 30
April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari Divisi/Unit Usaha
85
Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang menjadi
cikal bakal bank bjb syariah.
Kemudian, pada tanggal 21 juni 2011, berdasarkan akta No 10
tentang penambahan modal disetor yang dibuat oleh Notaris Popy Kuntari Sutresna
dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
nomor AHU-AH.01.10-23713 Tahun 2011 tanggal 25 Juli 2011, PT Banten Global
Development menambahkan modal disetor sebesar Rp. 7.000.000.000 (tujuh milyar
rupiah), sehingga saham total seluruhnya menjadi Rp. 507.000.000.000 (lima ratus
tujuh milyar rupiah), dengan komposisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten Tbk. sebesar Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima
milyar rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar Rp.12.000.000.000
(dua belas milyar rupiah).
Pada tanggal 31 Juli 2012, berdasarkan akta nomor 27 perihal Pelaksanaan
Putusan RUPS Lainnya Tahun 2012, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten, Tbk dan PT Banten Global Development menambahkan model disetor
sehingga total modal PT Bank Jabar Banten Syariah menjadi sebesar Rp
609.000.000.000,- (enam ratus sembilan milyar rupiah), dengan komposisi PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk sebesar Rp
595.000.000.000,- (lima ratus sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT Banten
Global Development sebesar Rp 14.000.000.000,- (empat belas milyar rupiah).
Akta Pendirian PT. Bank Jabar Banten Syariah terakhir diubah dengan
Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Lainnya nomor 03 tanggal 19
Februari 2014 yang dibuat dihadapan Notaris Maryanti Tirtowijoyo, S.H., M.kn,
86
dan disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor
AHU-AH-04317.AH.01.10-10438.
Hingga saat ini bank bjb syariah berkedudukan dan berkantor pusat di Kota
Bandung, Jalan Braga No 135, dan telah memiliki 8 (delapan) kantor cabang,
44 (empat puluh empat) kantor cabang pembantu, 54 (empat puluh enam) jaringan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di daerah Propinsi Jawa Barat,
Banten dan DKI Jakarta dan 49.630 jaringan ATM Bersama. Pada tahun 2013
diharapkan bank bjb semakin memperluas jangkauan pelayanannya yang tersebar
di daerah Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
5. PT Bank BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem
perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan
dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan
yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998,
pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI
dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan
Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang
dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor
Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 1500 outlet
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional
perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah.
Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf
87
Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah
memenuhi aturan syariah.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha kepada
PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2003
ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun
2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya
BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan
Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif
yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping
itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat
dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin
meningkat.
Juni 2014 jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161
Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20
Payment Point.
6. PT Bank Syariah Mandiri
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah
sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana
diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis
multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam
dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat,
88
tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional
yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa.
Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan
merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki
oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT
Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi
tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta
mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat
bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi
satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999.
Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan
konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah
di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU
No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi
syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan
UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank
Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim
89
Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan
infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional
menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank
Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23
tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum
syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.
1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui
perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan
pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi
sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang
mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi
kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani
inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya
di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju
Indonesia yang lebih baik.
7. PT Bank Mega Syariah
Berawal dari PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu). Bank umum yang
didirikan pada 14 Juli 1990 melalui Keputusan Menteri Keuangan RI
No.1046/KMK/013/1990 tersebut, diakuisisi CT Corpora (d/h Para Group) melalui
Mega Corpora (d/h PT Para Global Investindo) dan PT Para Rekan Investama pada
2001. Sejak awal, para pemegang saham memang ingin mengonversi bank umum
90
konvensional itu menjadi bank umum syariah. Keinginan tersebut terlaksana ketika
Bank Indonesia mengizinkan Bank Tugu dikonversi menjadi bank syariah melalui
Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia No.6/10/KEP.DpG/2004 menjadi PT
Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) pada 27 Juli 2004, sesuai dengan Keputusan
Deputi Gubernur Bank Indonesia No.6/11/KEP.DpG/2004. Pengonversian tersebut
dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya pertama pengonversian
bank umum konvensional menjadi bank umum syariah.
Pada 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir tiga tahun
kemudian, pada 7 November 2007, pemegang saham memutuskan perubahan
bentuk logo BSMI ke bentuk logo bank umum konvensional yang menjadi sister
company-nya, yakni PT Bank Mega, Tbk., tetapi berbeda warna. Sejak 2 November
2010 sampai dengan sekarang, melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia
No.12/75/KEP.GBI/DpG/2010, PT. Bank Syariah Mega Indonesia berganti nama
menjadi PT Bank Mega Syariah.
Untuk mewujudkan visi "Tumbuh dan Sejahtera Bersama Bangsa", CT
Corpora sebagai pemegang saham mayoritas memiliki komitmen dan tanggung
jawab penuh untuk menjadikan Bank Mega Syariah sebagai bank umum syariah
terbaik di industri perbankan syariah nasional. Komitmen tersebut dibuktikan
dengan terus memperkuat modal bank. Dengan demikian, Bank Mega Syariah akan
mampu memberikan pelayanan terbaik dalam menghadapi persaingan yang
semakin ketat dan kompetitif di industri perbankan nasional. Misalnya, pada 2010,
sejalan dengan perkembangan bisnis, melalui rapat umum pemegang saham
(RUPS), pemegang saham meningkatkan modal dasar dari Rp400 miliar menjadi
91
Rp1.2 triliun dan modal disetor bertambah dari Rp150.060 miliar menjadi
Rp318.864 miliar. Saat ini, modal disetor telah mencapai Rp787.204 miliar.
Di sisi lain, pemegang saham bersama seluruh jajaran manajemen Bank
Mega Syariah senantiasa bekerja keras, memegang teguh prinsip kehati-hatian,
serta menjunjung tinggi asas keterbukaan dan profesionalisme dalam melakukan
kegiatan usahanya. Beragam produk juga terus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat serta didukung infrastrukur layanan perbankan yang
semakin lengkap dan luas, termasuk dukungan sejumlah kantor cabang di seluruh
Indonesia.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sekaligus
mengukuhkan semboyan "Untuk Kita Semua", pada 2008, Bank Mega Syariah
mulai memasuki pasar perbankan mikro dan gadai. Strategi tersebut ditempuh
karena ingin berperan lebih besar dalam peningkatan perekonomian umat yang
mayoritas memang berbisnis di sektor usaha mikro dan kecil.
Sejak 16 Oktober 2008, Bank Mega Syariah telah menjadi bank devisa.
Dengan status tersebut, bank ini dapat melakukan transaksi devisa dan terlibat
dalam perdagangan internasional. Artinya, status itu juga telah memperluas
jangkauan bisnis bank ini, sehingga tidak hanya menjangkau ranah domestik, tetapi
juga ranah internasional. Strategi peluasan pasar dan status bank devisa itu akhirnya
semakin memantapkan posisi Bank Mega Syariah sebagai salah satu bank umum
syariah terbaik di Indonesia.
Selain itu, pada 8 April 2009, Bank Mega Syariah memperoleh izin dari
Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI) sebagai bank penerima setoran
92
biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH). Dengan demikian, bank ini
menjadi bank umum kedelapan sebagai BPS BPIH yang tersambung secara online
dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Depag RI. Izin itu tentu
menjadi landasan baru bagi Bank Mega Syariah untuk semakin melengkapi
kebutuhan perbankan syariah umat Indonesia.
8. PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk
Panin Dubai Syariah Bank didirikan berdasarkan Akta Perseroan Terbatas
No. 12 tanggal 8 Januari 1972, yang dibuat oleh Moeslim Dalidd, Notaris di Malang
dengan nama PT Bank Pasar Bersaudara Djaja. Panin Dubai Syariah Bank telah
beberapa kali melakukan perubahan nama, berturut-turut menjadi PT Bank
Bersaudara Djaja, berdasarkan Akta Berita Acara Rapat No. 25 tanggal 8 Januari
1990, yang dibuat oleh Indrawati Setiabudhi, S.H., Notaris di Malang. Kemudian
menjadi PT Bank Harfa berdasarkan Akta Berita Acara No. 27 tanggal 27 Maret
1997 yang dibuat oleh Alfian Yahya, S.H., Notaris di Surabaya. Kemudian menjadi
PT Bank Panin Syariah sehubungan bank perubahan kegiatan usaha dari semula
menjalankan kegiatan usaha perbankan konvensional menjadi kegiatan usaha
perbankan syariah dengan prinsip bagi hasil berdasarkan syariat Islam, berdasarkan
Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa No. 1 tanggal 3 Agustus 2009, yang dibuat
oleh Drs. Bambang Tedjo Anggono Budi, S,H., M.Kn., pengganti dari Sutjipto,
S.H., Notaris di Jakarta.
Selanjutnya, nama Panin Dubai Syariah Bank diubah kembali menjadi PT
Bank Panin Syariah Tbk, sehubungan dengan perubahan status Panin Dubai Syariah
Bank dari semula perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka, berdasarkan Akta
93
Berita Acara RUPS Luar Biasa No. 71 tanggal 19 Juni 2013 yang dibuat oleh
Fathiah Helmi, S.H., Notaris di Jakarta. Pada 2016, nama Panin Dubai Syariah
Bank berubah menjadi PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk sehubungan dengan
masuknya Dubai Islamic Bank PJSC sebagai salah satu Pemegang Saham
Pengendali bank, berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS Luar Biasa No.
54 tanggal 19 April 2016, yang dibuat oleh Fathiah Helmi, Notaris di Jakarta, yang
berlaku efektif sejak 11 Mei 2016 sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI No.AHU 0008935.AH.01.02.TAHUN 2016 tanggal 11 Mei
2016. Penetapan penggunaan izin usaha dengan nama baru PT Bank Panin Dubai
Syariah Tbk telah diterima dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”), sesuai salinan
Keputusan Dewan Komisioner OJK No. Kep- 29/D.03/2016 tanggal 26 Juli 2016.
Sejak mengawali keberadaan di industri perbankan syariah di Indonesia,
Panin Dubai Syariah Bank secara konsisten menunjukkan kinerja dan pertumbuhan
usaha yang baik. Panin Dubai Syariah Bank berhasil mengembangkan aset dengan
pesat berkat kepercayaan nasabah yang menggunakan berbagai produk pembiayaan
dan menyimpan dananya.
Dukungan penuh dari perusahaan induk PT Bank Panin Tbk (“PaninBank”)
sebagai salah satu bank swasta terbesar di antara 10 (sepuluh) bank swasta terbesar
lainnya di Indonesia, serta Dubai Islamic Bank PJSC yang merupakan salah satu
bank Islam terbesar di dunia, telah membantu tumbuh kembang Panin Dubai
Syariah Bank. Panin Dubai Syariah Bank terus berkomitmen untuk membangun
kepercayaan nasabah dan masyarakat melalui pelayanan dan penawaran produk
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta memenuhi kebutuhan nasabah.
94
9. PT Bank Syriah Bukopin
PT Bank Syariah Bukopin (selanjutnya disebut Perseroan) sebagai bank
yang beroperasi dengan prinsip syariah yang bermula masuknya konsorsium PT
Bank Bukopin, Tbk diakuisisinya PT Bank Persyarikatan Indonesia (sebuah bank
konvensional) oleh PT Bank Bukopin, Tbk., proses akuisisi tersebut berlangsung
secara bertahap sejak 2005 hingga 2008, dimana PT Bank Persyarikatan Indonesia
yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di
Samarinda, Kalimantan Timur berdasarkan Akta Nomor 102 tanggal 29 Juli 1990
merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan
nomor 1.659/ KMK.013/1990 tanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin
Peleburan Usaha 2 (dua) Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum
dengan nama PT Bank Swansarindo Internasional yang memperoleh kegiatan
operasi berdasarkan surat Bank Indonesia (BI) nomor 24/1/UPBD/PBD2/Smr
tanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank Umum dan Pemindahan
Kantor Bank.
Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 proses akuisisi oleh Organisasi
Muhammadiyah dan sekaligus perubahan nama PT Bank Swansarindo
Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia yang memperoleh
persetujuan dari (BI) nomor 5/4/KEP. DGS/2003 tanggal 24 Januari 2003 yang
dituangkan ke dalam akta nomor 109 Tanggal 31 Januari 2003. Dalam
perkembangannya kemudian PT Bank Persyarikatan Indonesia melalui tambahan
modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, Tbk., maka pada tahun 2008 setelah
memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip
95
syariah melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor
10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin
Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan
Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah
Bukopin dimana secara resmi mulai efektif beroperasi tanggal 9 Desember 2008,
kegiatan operasional Perseroan secara resmi dibuka oleh Bapak M. Jusuf Kalla,
Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004 -2009. Sampai dengan akhir
Desember 2014 Perseroan memiliki jaringan kantor yaitu 1 (satu) Kantor Pusat dan
Operasional, 11 (sebelas) Kantor Cabang, 7 (tujuh) Kantor Cabang Pembantu, 4
(empat) Kantor Kas, 1 (satu) unit mobil kas keliling, dan 76 (tujuh puluh enam)
Kantor Layanan Syariah, serta 27 (dua puluh tujuh) mesin ATM BSB dengan
jaringan Prima dan ATM Bank Bukopin.
10. PT Bank BCA Syariah
Perkembangan perbankan syariah yang tumbuh cukup pesat dalam beberapa
tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai ekonomi syariah semakin
bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan layanan syariah, maka
berdasarkan akta Akuisisi No. 72 tanggal 12 Juni 2009 yang dibuat dihadapan
Notaris Dr. Irawan Soerodjo, S.H., Msi, .PT.Bank Central Asia, Tbk (BCA)
mengakuisisi PT Bank Utama Internasional Bank (Bank UIB) yang nantinya
menjadi PT. Bank BCA Syariah.
Selanjutnya berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat
Perseroan Terbatas PT Bank UIB No. 49 yang dibuat dihadapan Notaris Pudji
Rezeki Irawati, S.H., tanggal 16 Desember 2009, tentang perubahan kegiatan usaha
96
dan perubahan nama dari PT Bank UIB menjadi PT Bank BCA Syariah. Akta
perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia
dalam Surat Keputusannya No. AHU-01929. AH.01.02 tanggal 14 Januari 2010.
Pada tanggal yang sama telah dilakukan penjualan 1 lembar saham ke BCA
Finance, sehingga kepemilikan saham sebesar 99.9997% dimiliki oleh PT Bank
Central Asia Tbk, dan 0.0003% dimiliki oleh PT BCA Finance.
Perubahan kegiatan usaha Bank dari bank konvensional menjadi bank
umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Keputusan
Gubernur BI No. 12/13/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 2 Maret 2010. Dengan
memperoleh izin tersebut, pada tanggal 5 April 2010, BCA Syariah resmi
beroperasi sebagai bank umum syariah.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Data yang sudah dikumpulkan dan dihitung selanjutnya akan diolah dan
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif oleh peneliti. Pengujian statistik
deskriptif ini menggunakan alat bantu software SPSS versi 23 untuk memudahkan
peneliti mendapatkan data dalam menjelaskan variabel-variabel yang digunakan.
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari
nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016:19).
Berikut ini adalah hasil dari pengujian statistik deskriptif:
97
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Non Performing Financing
Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel non performing financing memiliki nilai minimum sebesar 0,00,
nilai maksimum 17,91, nilai rata–rata sebesar 3,3866 dan standart deviasi sebesar
2,68832.
Nilai mean dari nilai non performing financing bank umum syariah periode
2010-2016 sebesar 3,3866, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah periode
2010-2016 dalam keadaan baik dilihat dari nilai mean non performing financing.
Nilai tertinggi sebesar 17,91 dimiliki oleh Bank Jabar Banten Syariah tahun 2016.
Dan nilai terendah 0 dimiliki oleh Bank Panin Dubai Syariah tahun 2010.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Good Corporate Governance
Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPF 70 ,00 17,91 3,3866 2,68832
Valid N (listwise) 70
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GCG 70 1,00 3,00 1,7629 ,42395
Valid N (listwise) 70
98
Untuk variabel good corporate governance memiliki nilai minimum sebesar 1,00,
nilai maksimum 3,00, nilai rata–rata sebesar 1,7629 dan standart deviasi sebesar
0,42395.
Nilai mean dari nilai good corporate governance bank umum syariah
periode 2010-2016 sebesar 1,7629, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan baik dilihat dari nilai mean good corporate
governance. Nilai tertinggi sebesar 3 dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia dan
Bank Victoria Syariah tahun 2015. Dan nilai terendah 1 dimiliki oleh Bank BCA
Syariah ditahun 2014, 2015, dan 2016, serta Bank Syariah Mandiri tahun 2016.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Return on Assets Bank Umum
Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.3 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel return on assets memiliki nilai minimum sebesar -8,09, nilai
maksimum 6,93, nilai rata–rata sebesar 0,8560 dan standart deviasi sebesar
1,67660.
Nilai mean dari nilai return on assets bank umum syariah periode 2010-
2016 sebesar 0,8560, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah periode
2010-2016 dalam keadaan cukup baik dilihat dari nilai mean return on assets. Nilai
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ROA 70 -8,09 6,93 ,8560 1,67660
Valid N (listwise) 70
99
tertinggi sebesar 6,93 dimiliki oleh Bank Victoria Syariah tahun 2011. Dan nilai
terendah -8,09 dimiliki oleh Bank Jabar Banten Syariah tahun 2016.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Capital Adequacy Ratio Bank
Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.4 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel capital adequacy ratio memiliki nilai minimum sebesar 10,60, nilai
maksimum 195,14, nilai rata–rata sebesar 23,2829 dan standart deviasi sebesar
24,14978.
Nilai mean dari nilai capital adequacy ratio bank umum syariah periode
2010-2016 sebesar 23,2829, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan sangat baik dilihat dari nilai mean capital
adequacy ratio. Nilai tertinggi sebesar 195,14 dimiliki oleh Bank Muamalat
Indonesia dan Bank Victoria Syariah tahun 2010. Dan nilai terendah 10,60 dimiliki
oleh Bank Syariah Mandiri ditahun 2010.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Working Capital to Total Assets
Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CAR 70 10,60 195,14 23,2829 24,14978
Valid N (listwise) 70
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA 70 -,49 5,75 ,9982 1,28039
Valid N (listwise) 70
100
Berdasarkan hasil tabel 4.5 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel working capital to total assets memiliki nilai minimum sebesar -
0,49, nilai maksimum 5,75, nilai rata–rata sebesar 0,9982 dan standart deviasi
sebesar 1,28039.
Nilai mean dari nilai working capital to total assets bank umum syariah
periode 2010-2016 sebesar 0,9982, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan cukup baik karena nilainya positif dilihat dari
nilai mean working capital to total assets. Nilai tertinggi sebesar 5,75 dimiliki oleh
Bank Victoria Syariah tahun 2011. Dan nilai terendah -0,49 dimiliki oleh Bank BRI
Syariah tahun 2013.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Retained Earnings to Total
Assets Bank Umum Syariah Periode 2010–2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.6 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel retained earnings to total assets memiliki nilai minimum sebesar -
0,31, nilai maksimum 0,17, nilai rata–rata sebesar 0,0340 dan standart deviasi
sebesar 0,08712.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RETA 70 -,31 ,17 ,0340 ,08712
Valid N (listwise) 70
101
Nilai mean dari nilai retained earnings to total assets bank umum syariah
periode 2010-2016 sebesar 0,0340, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan cukup baik karena nilainya positif dilihat dari
nilai mean retained earnings to total assets. Nilai tertinggi sebesar 0,17 dimiliki
oleh Bank Victoria Syariah tahun 2011. Dan nilai terendah -0,31 dimiliki oleh Bank
Syariah Bukopin tahun 2010.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Earnings Before Tax to Total
Assets Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.7 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel earnings before tax to total assets memiliki nilai minimum sebesar
-0,49, nilai maksimum 0,28, nilai rata–rata sebesar 0,0446 dan standart deviasi
sebesar 0,09362.
Nilai mean dari nilai earnings before tax to total assets bank umum syariah
periode 2010-2016 sebesar 0,0446, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan cukup baik karena nilainya positif dilihat dari
nilai mean earnings before tax to total assets. Nilai tertinggi sebesar 0,28 dimiliki
oleh Bank Victoria Syariah tahun 2011. Dan nilai terendah -0,49 dimiliki oleh Bank
Jabar Banten Syariah tahun 2016.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
EBITA 70 -,49 ,28 ,0446 ,09362 Valid N (listwise) 70
102
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Book Value of Equity to Total
Debt Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
BVTD 70 ,01 1,37 ,1362 ,20388
Valid N (listwise) 70
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan hasil tabel 4.8 diatas, nilai N menunjukkan banyaknya jumlah
data yang digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 70 data yang merupakan
jumlah sampel selama periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2016.
Untuk variabel book value of equity to total debt memiliki nilai minimum sebesar
0,01, nilai maksimum 1,37, nilai rata–rata sebesar 0,1362 dan standart deviasi
sebesar 0,20388.
Nilai mean dari nilai book value of equity to total debt bank umum syariah
periode 2010-2016 sebesar 0,1362, hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah
periode 2010-2016 dalam keadaan baik karena nilainya positif dilihat dari nilai
mean book value of equity to total debt. Nilai tertinggi sebesar 1,37 dimiliki oleh
Bank Panin Dubai Syariah tahun 2010. Dan nilai terendah 0,01 dimiliki oleh Bank
Victoria Syariah tahun 2016.
2. Penilaian Tingkat Kesehatan dengan Variabel Rasio RGEC
Penilaian tingkat kesehatan pada bank umum syariah penting untuk
dilakukan. Penting karena dari penilaian tingkat kesehatana bank maka akan
diketahui bagaimana hasil dari kinerja bank umum syariah tersebut dalam kegiatan
usahanya. Metode yang digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank umum
syariah adalah dengan menilai variabel rasio RGEC. Yang mana risk profile akan
103
diwakili non performing financing, lalu ada penilaian good corporate governance,
earnings diwakili return on assets dan capital diwakili capital adequacy ratio.
2.1 Penilaian NPF
Dalam penilaian terhadap risk profile peneliti menggunakan rasio NPF
(Non Performing Financing) untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan
yang dihadapi oleh bank, semakin tinggi rasio ini menunjukan kualitas bank
syariah semakin buruk.
Berikut hasil penilaian NPF bank umum syariah periode 2010-2016:
Tabel 4.9 Nilai NPF Bank Umum Syariah periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Data yang disajikan dari tabel diatas dapat dilihat rasio NPF tertinggi pada
tahun 2010 terjadi pada Bank Muamalat Indonesia yakni sebesar 4,32%. artinya
dari seluruh pembiayaan yang disalurkan pada Bank Muamalat Indonesia 4,32%
pembiayaannya bermasalah. Lalu selanjutnya NPF terendah jatuh pada Bank
Vctoria Syariah dan juga Bank Panin Dubai Syariah, hal ini disebabkan Karena
kedua bank tersebut masih baru terbentuk sehingga penyaluran pembiayaan yang
Nama Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 4,32 2,6 2,09 1,35 6,55 7,11 3,83
Bank Victoria Syariah 0,95 2,43 3,19 3,71 7,1 9,8 7,31
Bank BRI Syariah 3,19 2,77 3 4,06 4,6 4,86 4,57
Bank Jabar Banten Syariah 1,8 1,36 3,97 1,86 5,84 6,93 17,91
Bank BNI Syariah 3,59 3,62 2,02 1,86 1,86 2,53 2,94
Bank Syariah Mandiri 3,52 2,42 2,82 4,32 6,84 6,06 4,92
Bank Mega Syariah 3,52 3,03 2,67 2,98 3,89 4,26 3,3
Bank Panin Dubai Syariah 0 0,88 0,2 1,02 0,53 2,63 2,26
Bank Syariah Bukopin 3,8 1,74 4,57 4,27 4,07 2,99 3,17
Bank BCA Syariah 1,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,7 0,5
104
dilakukan belum terlalu banyak. Sehingga jumlah pembiayaan bermasalah pada
bank tersebut ditahun 2010 belum ada.
Dari tahun 2011 sampai tahun 2013 nilai NPF pada bank umum syariah
cenderung naik turun. Pada tahun 2011 nilai NPF tertinggi dimiliki oleh Bank BNI
Syariah dengan nilai NPF 3,62% hal ini merupakan peningkatan pada jumlah
pembiayaan bermasalah pada Bank BNI Syariah yang mana pada tahun sebelumnya
nilai NPF Bank BNI Syariah sebesar 3,59%. selanjutnya nilai terendah pada tahun
2011 dimiliki Bank BCA Syariah sebesar 0,2%. Tahun 2012 nilai NPF tertinggi
dimiliki oleh Bank Syariah Bukopin sebesar 4,57% dan terendah dimiliki oleh Bank
BCA Syariah sebesar 0,1%. selanjutnya ditahun 2013 nilai NPF tertinggi dimiliki
oleh Bank Syariah Mandiri dengan nilai NPF 4,32% dan nilai NPF terendah
dimiliki oleh Bank BCA Syariah dengan nilai NPF 0,1%.
Ditahun 2014 dan 2015 terjadi peningkatan nilai NPF, yang mana nilai NPF
tertinggi ditahun 2014 dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri dengan nilai 6,84% dan
nilai NPF terendah kembali dimiliki oleh Bank BCA Syariah sebesar 0,1%. Tahun
2015 nilai NPF tertinggi dimiliki oleh Bank Victoria Syariah dengan nilai 9,8% dan
nilai terendah dimiliki oleh Bank BCA Syariah dengan nilai 0,7%. ditahun 2016
sebenarnya pergerakan dari nilai NPF mulai stabil namun hal yang terjadi pada
Bank Jabar Banten Syariah adalah peningkatan nilai NPF yang sangata drastis
mencapai 17,91%, nilai tersebut menjadi nilai NPF tertinggi ditahun 2016.
Sedangka nilai terendah dimiliki Bank BCA Syariah dengan nilai NPF 0,5%.
105
Dalam grafik perkembangan pertumbuhan non performing financing
banyak terjadi penurunan nilai pertumbuhan NPF dan juga kenaikan nilai
pertumbuhan NPF. Berikut grafik tersebut:
Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Selanjutnya diketahui pertumbuhan nilai NPF bank umum syariah periode
2010 hingga 2016. Tahun 2011 kenaikan nilai pertumbuhan NPF tertinggi dialami
oleh Bank Panin Dubai Syariah, dan penurunan terendah nilai NPF dialami oleh
Bank Syariah Bukopin. Tahun 2012 kenaikan nilai pertumbuhan NPF tertinggi
dialami oleh Bank Jabar Banten Syariah, dan penurunan terendah nilai NPF dialami
oleh Bank Panin Dubai Syariah. Tahun 2013 kenaikan nilai pertumbuhan NPF
tertinggi dialami oleh Bank Panin Dubai Syariah, dan penurunan terendah nilai NPF
dialami oleh Bank Jabar Banten Syariah. Tahun 2014 kenaikan nilai pertumbuhan
106
NPF tertinggi dialami oleh Bank Muamalat Indonesia, dan penurunan terendah nilai
NPF dialami oleh Bank Panin Dubai Syariah. Tahun 2015 kenaikan nilai
pertumbuhan NPF tertinggi dialami oleh Bank BCA Syariah, dan penurunan
terendah nilai NPF dialami oleh Bank Syariah Bukopin. Tahun 2016 kenaikan nilai
pertumbuhan NPF tertinggi dialami oleh Bank Jabar Banten Syariah, dan
penurunan terendah nilai NPF dialami oleh Bank Muamalat Indonesia.
Berikut ini keterangan penilaian NPF bank umum syariah periode 2010-
2016:
Tabel 4.10 Keterangan Penilaian NPF Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Sumber: Hasil olah data
Kode
Bank
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI
Baik Baik Baik
Sangat
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik Baik
BVS Sangat
Baik Baik Baik Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Cukup
Baik
BRIS Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BJBS Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Sangat
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik Buruk
BNIS
Baik Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik Baik
BSM
Baik Baik Baik Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik Baik
BMS Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BPS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik Baik
BSB
Baik
Sangat
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BCAS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
107
Semakin rendah nilai NPF memberikan indikasi bank umum syariah
semakin baik dalam meminimalkan rasio gagal bayar dan berakibat pula
meningkatkan laba bank tersebut. Dari tabel keterangan penilaian diatas kita dapat
simpulkan bahwa rata-rata nilai NPF yang dimiliki bank umum syariah yang diteliti
dari tahun 2010 sampai tahun 2016 adalah Baik, meskipun pada tahun 2016 Bank
Jabar Banten Syariah memiliki nilai NPF yang buruk.
2.2 Penilaian GCG
Pada penilaian good corporate governance, periode penilaian, fungsi yang
memastikan atas pelaksanaan tata kelola yang baik (good corporate governance)
telah dijalankan melalui pemantauan dan evaluasi komitmen dan/atau pelaksanaan
kode etik manajemen oleh seluruh pihak (dewan direksi, pejabat eksekutif maupun
karyawan). Faktor ini akan dinilai berdasrkan nilai komposit dari self assessment
yang dilakukan oleh bank umum syariah masing-masing. Berikut hasil dari
penilaian GCG bank umum syariah periode 2010–2016:
Tabel 4.11 Nilai GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 1,4 1,3 1,7 1,15 2,5 3 2
Bank Victoria Syariah 1,75 1,69 2,07 1,66 1,93 3 1,97
Bank BRI Syariah 1,61 1,55 1,38 1,35 1,74 2 2
Bank Jabar Banten Syariah 1,5 1,6 2,53 1,78 2 2,5 2,54
Bank BNI Syariah 1,625 1,3 1,315 1,3 2,12 2 2
Bank Syariah Mandiri 1,35 2,35 1,675 1,85 2,12 2 1
Bank Mega Syariah 1,875 1,825 1,6 1,869 2 1,54 1,64
Bank Panin Dubai Syariah 2,2 1,95 1,35 1,35 1,45 2 2
Bank Syariah Bukopin 1,6 1,6 1,5 1,5 2 1,5 1,5
Bank BCA Syariah 2,1 1,9 1,8 1,55 1 1 1
108
Data yang disajikan dari tabel diatas dapat dilihat nilai GCG tertinggi pada
tahun 2010 terjadi pada Bank Panin Dubai Syariah yakni sebesar 2,2. Lalu
selanjutnya nilai GCG terendah jatuh pada Bank Syariah Mandiri dengan nilai
komposit 1,35. Pada tahun 2011 nilai indeks komposit tertinggi dimiliki oleh Bank
Syariah Mandiri dengan nilai 2,35, dan nilai indeks komposit terendah dimiliki
oleh Bank BNI Syariah dan Bank Muamalat Indonesia dengan nilai 1,3. Tahun
2012 nilai indeks komposit tertinggi dimiliki oleh Bank Jabar Banten Syariah
dengan nilai indeks komposit 2,53 dan nilai indeks komposit terendah dimiliki
Bank BNI Syariah dengan nilai indeks komposit 1,315. Selanjutnya pada tahun
2013 nilai indeks komposit tertinggi dimiliki oleh Bank Mega Syariah dengan nilai
indeks komposit 1,869 dan nilai indeks komposit terendah dimiliki Bank
Muamalat Indonesia dengan nilai 1,15. Tahun 2014 nilai indeks komposit tertinggi
dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia dengan nilai 2,5 dan nilai terendah
dimiliki Bank BCA Syariah dengan nilai 1. Tahun 2015 Bank Muamalat Indonesia
dan Bank Victoria Syariah memiliki nilai Indeks komposit tertinggi dengan nilai 3
dan nilai terendah ditahun 2015 dimiliki oleh Bank BCA Syariah dengan nilai
indeks 1. Tahun 2016 bank yang memiliki nilai indeks komposit GCG tertinggi
dimiliki oleh Bank Jabar Banten Syariah dengan nilai indeks komposit 2,54.
Sedangkan nilai indeks komposit terendah dimiliki Bank BCA Syariah dan Bank
Syariah Mandiri.
Nilai indeks komposit yang didapat menerangkan bahwa semakin kecil
nilai indeks komposit maka semakin bagus atau baik suatu perusahaan dalam
mengatur tata kelola perusahaannya. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
109
rata-rata nilai GCG tahun 2010 hingga tahun 2016 adalah baik artinya kelemahan
dalam penerapan GCG secara umum tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan usaha
bank umum syariah dan kelemahan tersebut dapat diselesaikan dengan tindakan
normal oleh manajemen bank. Berikut tabel keterangan penilaian GCG:
Tabel 4.12 Keterangan Penilaian GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Sumber: Hasil olah data
Selanjutnya dalam grafik perkembangan pertumbuhan good corporate
governance banyak terjadi penurunan nilai pertumbuhan GCG dan juga kenaikan
nilai pertumbuhan GCG. Berikut grafik tersebut:
Kode
Bank
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Sangat
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik Baik
BVS
Baik Baik Baik Baik Baik
Cukup
Baik Baik
BRIS
Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik Baik Baik
BJBS
Baik Baik
Cukup
Baik Baik Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
BNIS
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik Baik Baik
BSM Sangat
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sangat
Baik
BMS Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BPS
Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik Baik
BSB Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BCAS
Baik Baik Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
110
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan GCG Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Selanjutnya diketahui pertumbuhan nilai GCG bank umum syariah periode
2010 hingga 2016. Tahun 2011 kenaikan nilai pertumbuhan GCG tertinggi dialami
oleh Bank Syariah Mandiri, dan penurunan terendah nilai GCG dialami oleh Bank
BNI Syariah. Tahun 2012 kenaikan nilai pertumbuhan GCG tertinggi dialami oleh
Bank Jabar Banten Syariah, dan penurunan terendah nilai GCG dialami oleh Bank
Panin Dubai Syariah. Tahun 2013 kenaikan nilai pertumbuhan GCG tertinggi
dialami oleh Bank Mega Syariah, dan penurunan terendah nilai GCG dialami oleh
Bank Muamalat Indonesia. Tahun 2014 kenaikan nilai pertumbuhan GCG tertinggi
dialami oleh Bank Muamalat Indonesia, dan penurunan terendah nilai GCG dialami
111
oleh Bank BCA Syariah. Tahun 2015 kenaikan nilai pertumbuhan GCG tertinggi
dialami oleh Bank Victoria Syariah, dan penurunan terendah nilai GCG dialami
oleh Bank Syariah Bukopin. Tahun 2016 kenaikan nilai pertumbuhan GCG
tertinggi dialami oleh Bank Mega Syariah, dan penurunan terendah nilai GCG
dialami oleh Bank Syariah Mandiri.
2.3 Penilaian ROA
Selanjutnya dalam penilaian earning atau rentabilitas, penelitian ini
menggunakan rasio Return on Assets (ROA). ROA mengukur keberhasilan
manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan
kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk
meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya.
Berikut hasil ROA bank umum syariah periode 2010–2016:
Tabel 4.13 Nilai ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Dari hasil olah data yang disajikan pada tabel tersebut dapat dilihat ketika
tahun 2010 nilai return on assets tertinggi dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri
dengan nilai 2,21%, dan nilai terendah dimiliki oleh Bank Panin Dubai Syariah
Nama Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 1,36 1,52 1,54 1,37 0,17 0,2 0,22
Bank Victoria Syariah 1,09 6,93 1,43 0,5 -1,87 -2,36 -2,19
Bank BRI Syariah 0,35 0,2 1,19 1,15 0,08 0,76 0,88
Bank Jabar Banten Syariah 0,72 1,23 0,67 0,91 0,72 0,25 -8,09
Bank BNI Syariah 0,61 1,29 1,48 1,37 1,27 1,43 1,44
Bank Syariah Mandiri 2,21 1,95 2,25 1,53 0,17 0,56 0,59
Bank Mega Syariah 1,9 1,58 3,81 2,33 0,29 0,3 2,63
Bank Panin Dubai Syariah -2,53 1,75 3,29 1,03 1,99 1,14 0,37
Bank Syariah Bukopin 0,74 0,52 0,55 0,69 0,27 0,79 0,76
Bank BCA Syariah 1,04 0,9 0,8 1 0,8 1 1,1
112
dengan nilai -2,53%. Lalu pada tahun 2011 nilai return on assets tertinggi dimiliki
Bank Victoria Syariah dengan nilai 6,93% dan nilai terendah dimiliki oleh Bank
BRI Syariah dengan nilai 0,2%. Selanjutnya pada tahun 2012 nilai tertinggi ROA
terdapat pada Bank Mega Syariah dengan nilai return on assets 3,81% dan nilai
terendah terdapat pada Bank Syariah Bukopin dengan nilai 0,55%. Tahun 2013
nilai return on assets tertinggi kembali dimiliki oleh Bank Mega Syariah dengan
nilai 2,33% dan nilai terendah terdapat pada Bank Victoria Syariah dengan nilai
0,5%. Tahun 2014 nilai return on assets tertinggi dimiliki oleh Bank Panin Dubai
Syariah dengan nilai 1,99% dan nilai terendah dimiliki Bank Victoria Syariah
dengan nilai return on assets -1,87%. Pada tahun 2015 nilai return on assets
tertinggi dimiliki oleh Bank BNI Syariah dengan nilai 1,43%. dan nilai terendah
dimiliki oleh Bank Victoria Syariah dengan nilai -2,36%. Yang terakhir pada tahun
2016 nilai return on assets tertinggi dimiliki oleh Bank Mega Syariah dengan nilai
2,63% dan nilai terendah terdapat pada Bank Jabar Banten Syariah dengan nilai
mencapai -8,09%.
Jika dilihat dari hasil penilaian pada tabel nilai ROA, maka disimpulkan
penilaian seperti pada tabel penilaian ROA. Meskipun rata-rata dari penilaian ROA
tahun 2010 sampai tahun 2016 adalah “Cukup Baik”. Akan tetapi nilai ROA pada
bank umum syariah masih sangatlah rendah. Padahal semakin tinggi nilai rasio ini
berpotensi semakin besar bank umum syariah dalam menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan aktiva yang dimiliki, semakin besar pendapatan yang dimiliki
semakin jauh juga bank umum syariah terhindar dari kondisi financial distress.
113
Berikut tabel keterangan penilaian ROA pada bank umum syariah periode 2010-
2016:
Tabel 4.14 Keterangan Penilaian ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Kode
Bank
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Kurang
Baik
BVS Cukup
Baik
Sangat
Baik Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
Tidak
Baik
Tidak
Baik
BRIS Kurang
Baik
Kurang
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Tidak
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
BJBS Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Tidak
Baik
BNIS Kurang
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
BSM Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Kurang
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
BMS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Sangat
Baik
BPS Tidak
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Cukup
Baik
Sangat
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
BSB Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Kurang
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
BCAS Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Sumber: Hasil olah data
Selanjutnya dalam grafik perkembangan pertumbuhan return on assets
banyak terjadi penurunan nilai dari pertumbuhan penilaian return on assets dan juga
kenaikan nilai pertumbuhan penilaian return on assets. Kenaikan dan penurunan ini
berkaitan erat dengan pengelolaan bank umum syariah dalam memperoleh
pendapatan periode 2010 hingga 2016. Berikut grafik tersebut:
114
Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Selanjutnya diketahui pertumbuhan nilai ROA bank umum syariah periode
2010 hingga 2016. Tahun 2011 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi dialami
oleh Bank Panin Dubai Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA dialami oleh
Bank BRI Syariah. Tahun 2012 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi dialami
oleh Bank BRI Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA dialami oleh Bank
Victoria Syariah. Tahun 2013 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi dialami
oleh Bank Jabar Banten Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA dialami oleh
Bank Panin Dubai Syariah. Tahun 2014 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi
dialami oleh Bank Victoria Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA dialami
oleh Bank BRI Syariah. Tahun 2015 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi
115
dialami oleh Bank BRI Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA dialami oleh
Bank Jabar Banten Syariah. Tahun 2016 kenaikan nilai pertumbuhan ROA tertinggi
dialami oleh Bank Jabar Banten Syariah, dan penurunan terendah nilai ROA
dialami oleh Bank Panin Dubai Syariah.
2.4 Penilaian CAR
Selanjutnya dalam penilaian faktor capital, penelitian ini menggunakan
rasio CAR yaitu capital adequacy ratio. Rasio ini perbandingan antara total modal
dengan aktiva tertimbang menurut risiko.
Berikut hasil penilaiannya:
Tabel 4.15 Nilai CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Sumber: Hasil olah data
Dari hasil penilaian CAR dapat dilihat pada tabel diatas, tahun 2010 nilai
CAR tertinggi dimiliki oleh Bank Victoria Syariah dengan nilai 195,14% dan
terendah dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri dengan nilai 10,6%. Tahun 2011 nilai
tertinggi dimiliki oleh Bank Panin Dubai Syariah dengan nilai 61,98% dan nilai
CAR terendah dimiliki Bank Muamalat Indonesia sebesar 12,01%. Selanjutnya
tahun 2012 nilai CAR tertinggi dimiliki Bank Panin Dubai Syariah dengan nilai
Nama Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 13,26 12,01 11,57 17,27 14,15 12,36 12,74
Bank Victoria Syariah 195,14 45,2 28,08 18,4 15,27 16,14 15,98
Bank BRI Syariah 20,62 14,74 11,35 14,49 12,89 13,94 11,91
Bank Jabar Banten Syariah 31,43 30,29 21,73 17,99 15,78 22,53 18,25
Bank BNI Syariah 27,68 20,67 14,22 16,54 16,26 15,48 14,92
Bank Syariah Mandiri 10,6 14,57 13,82 14,1 14,76 12,85 14,01
Bank Mega Syariah 13,14 12,03 13,51 12,99 19,26 18,74 23,53
Bank Panin Dubai Syariah 54,81 61,98 32,2 20,83 25,69 20,3 18,17
Bank Syariah Bukopin 11,51 15,29 12,78 11,1 15,85 16,31 17
Bank BCA Syariah 76,39 45,9 31,5 22,4 29,6 34,3 36,7
116
32,2% dan nilai CAR terendah dimiliki oleh Bank Syariah Bukopin dengan nilai
11,1%. Lalu tahun 2013 nilai CAR tertinggi dimiliki oleh Bank BCA Syariah
dengan nilai 22,4% dan terendah dimiliki oleh Bank Syariah Bukopin dengan nilai
CAR 11,1%. Tahun 2014 nilai CAR tertinggi dimiliki oleh Bank BCA Syariah
dengan nilai 29,6% dan nilai CAR terendah dimiliki Bank BRI Syariah dengan nilai
12,89%. Begitu juga tahun 2015 dan 2016 nilai CAR tertinggi kembali dimiliki oleh
BCA Syariah dengan nilai tahun 2015 sebesar 34,3% dan tahun 2016 sebesar
36,7%. Dan nilai terendah CAR ditahun 2015 dimiliki Bank Muamalat Indonesia
dengan 12,36% selanjutnya tahun 2016 nilai terendah dimiliki Bank BRI Syariah
dengan nilai CAR 11,91%.
Nilai CAR ini merupakan nilai kewajiban minimum permodalan bank yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan harus dipenuhi oleh seluruh bank yang
ada di Indonesia. Semakin tinggi nilai rasio CAR menunjukkan potensi modal bank
yang semakin kuat untuk mencover segala hal buruk yang mungkin terjadi pada
bank tersebut. Dari hasil penilaian rasio CAR dapat disimpulkan bahwa rata-rata
bank umum syariah pada periode 2010 hingga 2016 memiliki nilai CAR yang
tinggi. Hal ini membuktikan bahwa bank umum syariah periode 2010 hingga 2016
memiliki modal usaha yang sangat tinggi. Sehingga hasil penilaian
menggambarkan bahwa bank umum syariah memiliki penilaian yang sangat baik.
Dengan demikian menjauhkan bank umum syariah untuk terjadi financial distress.
Berikut tabel keterangan penilaian CAR pada bank umum syariah periode
2010-2016:
117
Tabel 4.16 Keterangan Penilaian CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Kode
Bank
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BVS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BRIS Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
BJBS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BNIS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BSM
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BMS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BPS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BSB
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
BCAS Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sangat
Baik
Sumber: Hasil olah data
Selanjutnya dalam grafik perkembangan pertumbuhan capital adequacy
ratio (CAR). Sedikit terjadi penurunan nilai dari pertumbuhan penilaian rasio
permodalan atau capital adequacy ratio dan banyak terjadi kenaikan nilai
pertumbuhan penilaian capital adequacy ratio. Kenaikan dan penurunan ini
berkaitan erat dengan faktor permodalan yang dimiliki oleh bank umum syariah
periode 2010 hingga 2016. Semakin capital yang dimiliki bank umum syariah maka
semakin jauh bank umum syariah mengenai dampak dari financial distress. Berikut
grafik tersebut:
118
Gambar 4.4 Grafik Pertumbuhan CAR Bank Umum Syariah Periode 2010-
2016
Selanjutnya diketahui pertumbuhan nilai CAR bank umum syariah periode
2010 hingga 2016. Tahun 2011 kenaikan nilai pertumbuhan CAR tertinggi dialami
oleh Bank Syariah Mandiri, dan penurunan terendah nilai CAR dialami oleh Bank
Victoria Syariah. Tahun 2012 kenaikan nilai pertumbuhan CAR tertinggi dialami
oleh Bank Mega Syariah, dan penurunan terendah nilai CAR dialami oleh Bank
Panin Dubai Syariah. Tahun 2013 kenaikan nilai pertumbuhan CAR tertinggi
dialami oleh Bank Muamalat Indonesia, dan penurunan terendah nilai CAR dialami
oleh Bank Panin Dubai Syariah. Tahun 2014 kenaikan nilai pertumbuhan CAR
tertinggi dialami oleh Bank Mega Syariah, dan penurunan terendah nilai CAR
dialami oleh Bank Muamalat Indonesia. Tahun 2015 kenaikan nilai pertumbuhan
119
CAR tertinggi dialami oleh Bank Bank Jabar Banten Syariah, dan penurunan
terendah nilai CAR dialami oleh Bank Panin Dubai Syariah. Tahun 2016 kenaikan
nilai pertumbuhan CAR tertinggi dialami oleh Bank Mega Syariah, dan penurunan
terendah nilai CAR dialami oleh Bank Jabar Banten Syariah.
3. Penilaian Financial Distress dengan Altman Z-Score Modifikasi
3.1 Nilai Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan modal
kerja bersih dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Modal
kerja bersih didapatkan berdasarkan perhitungan dari jumlah aktiva lancar
dikurangi dengan jumlah kewajiban lancar. Apabila perusahaan mempunyai modal
kerja bersih yang bernilai negatif, maka perusahaan akan mengalami kesulitan
dalam memenuhi kewajibannya. Berikut nilai yang didapat:
Tabel 4.17 Nilai WCTA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 0,5651 1,1088 0,6003 0,3823 0,9293 0,6621 0,5644
Bank Victoria Syariah 5,4376 5,7470 5,2785 1,5870 1,1383 0,9412 0,6213
Bank BRI Syariah -0,0024 -0,2553 -0,3454 -0,4930 -0,3353 0,2813 0,4566
Bank Jabar Banten Syariah 5,6999 1,2673 1,0000 1,0272 0,5483 0,8889 1,2260
Bank BNI Syariah 2,0254 1,3050 0,3295 -0,2241 0,4003 0,5254 0,7116
Bank Syariah Mandiri 0,6611 0,6383 0,0186 0,2334 0,8632 0,7837 0,9383
Bank Mega Syariah 0,1616 -0,4059 -0,0325 0,1707 0,2382 0,3430 0,3786
Bank Panin Dubai Syariah 2,5609 1,6203 1,1567 1,6478 0,5302 0,5109 0,8737
Bank Syariah Bukopin 0,3870 0,5939 0,6364 0,4634 0,6316 0,6293 0,6821
Bank BCA Syariah 2,3609 1,7672 1,3171 1,0425 1,1105 1,4014 1,3618
Sumber: Hasil olah data
Rasio WCTA merupakan hasil perhitungan dari modal kerja dibagi dengan
total aset dan hasilnya dikalikan dengan bobot Z–Score X1 sebesar 6,56. Pada tahun
2010 nilai negatif dimiliki oleh Bank BRI Syariah dengan nilai -0,0024. pada tahun
120
2011 nilai negatif dimiliki Bank BRI Syariah dengan nilai -0,2553 dan Bank Mega
Syariah dengan nilai -0,4059. Lalu pada tahun 2012 nilai WCTA negatif dimiliki
oleh Bank BRI Syariah dengan nilai -0,3454 dan Bank Mega Syariah dengan nilai
-0,0325. Selanjutnya tahun 2013 nilai WCTA negatif dimiliki oleh Bank BRI
Syariah dengan nilai -0,4930 dan Bank BNI Syariah dengan nilai -0,2241. Dari
tahun 204 hingga 2016 bank umum syariah yang diteliti hanya pada Bank BRI
Syariah tahun 2014 yang memiliki nilai negatif yakni sebesar -0,3353.
3.2 Nilai Retained Earnings to Total Assets
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
yang ditahan dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi nilai dari
rasio laba ditahan terhadap total aset, maka semakin besar juga peranan dari laba
ditahan terhadap total aset perusahaan sehingga probabilitas perusahaan mengalami
financial distress akan semakin rendah. Berikut nilai yang didapat:
Tabel 4.18 Nilai RETA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 0,0676 0,0673 0,0815 0,0952 0,0358 0,0166 0,0142
Bank Victoria Syariah 0,1144 0,1644 0,1476 0,1148 0,0573 0,0060 -0,0311
Bank BRI Syariah -0,0114 -0,0036 0,0207 0,0411 0,0367 0,0470 0,0611
Bank Jabar Banten Syariah 0,0091 0,0235 -0,0073 0,0130 0,0119 0,0164 -0,1676
Bank BNI Syariah 0,0186 0,0265 0,0539 0,0629 0,0683 0,0860 0,0992
Bank Syariah Mandiri 0,1364 0,1279 0,1636 0,1719 0,1678 0,1502 0,1475
Bank Mega Syariah 0,0442 0,0684 0,1205 0,0535 0,0082 0,0147 0,0726
Bank Panin Dubai Syariah -0,0631 0,0011 0,0540 0,0209 0,0509 0,0688 0,0633
Bank Syariah Bukopin -0,3073 -0,2324 -0,1598 -0,1184 -0,0942 -0,0680 -0,0413
Bank BCA Syariah 0,0143 0,0284 0,0386 0,0506 0,0486 0,0510 0,0684
Sumber: Hasil olah data
Rasio RETA merupakan perhitungan dari laba ditahan dibagi dengan total
aset dan hasilnya dikalikan dengan bobot Z–Score X2 sebesar 3,26. Tahun 2010
121
bank umum syariah yang memiliki nilai negatif adalah Bank BRI Syariah dengan
nilai -0,0114, Bank Panin Dubai Syariah dengan -0,0631 dan Bank Syariah
Bukopin dengan nilai -0,3073. Tahun 2011 bank umum syariah yang memiliki nilai
RETA negatif adalah Bank BRI Syariah dengan nilai -0,0036 dan Bank Syariah
Bukopin dengan nilai -0,2324. Selanjutnya tahun 2012 nilai RETA negatif dimiliki
Bank Jabar Banten Syariah dengan nilai -0,0073 dan Bank Syariah Bukopin dengan
nilai -0,1598. Lalu tahun 2013 hingga 2015 nilai RETA negatif hanya dimiliki oleh
Bank Syariah Bukopin yakni 2013 dengan nilai -0,1184, 2014 dengan nilai -0,0942,
dan 2015 dengan nilai -0,0680. Tahun 2016 bank umum syariah yang memiliki nilai
negative terjadi pada Bank Victoria Syariah dengan nilai -0,0311, Bank Jabar
Banten Syariah -0,1676 dan Bank Syariah Bukopin dengan nilai -0,0413.
3.3 Nilai Earnings Before Tax to Total Assets
Rasio ini menggambarkan kemampuan suatu peruahaan dalam
menghasilkan laba usaha dari total keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan.
Berikut nilainya:
Tabel 4.19 Nilai EBITA Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 0,0726 0,0769 0,0782 0,0803 0,0104 0,0128 0,0140
Bank Victoria Syariah 0,0601 0,2806 0,0743 0,0250 -0,1168 -0,1558 -0,1153
Bank BRI Syariah 0,0177 0,0100 0,0658 0,0710 0,0051 0,0469 0,0579
Bank Jabar Banten Syariah 0,0268 0,0608 -0,0360 0,0581 0,0378 0,0166 -0,4940
Bank BNI Syariah 0,0386 0,0708 0,0870 0,0821 0,0759 0,0899 0,0886
Bank Syariah Mandiri 0,1177 0,1033 0,1360 0,0929 0,0110 0,0357 0,0371
Bank Mega Syariah 0,1222 0,0870 0,2031 0,1471 0,0223 0,0202 0,1613
Bank Panin Dubai Syariah -0,1542 0,0820 0,1474 0,0484 0,1036 0,0710 0,0213
Bank Syariah Bukopin 0,0457 0,0370 0,0453 0,0422 0,0166 0,0469 0,0458
Bank BCA Syariah 0,0483 0,0494 0,0460 0,0553 0,0393 0,0493 0,0662
Sumber: Hasil olah data
122
Semakin besar nilai dari rasio ini mencerminkan bahwa kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba usaha dari aset yang digunakan semakin besar
sehingga probabilitas perusahaan terhadap financial distress yaitu semakin rendah.
Rasio ini merupakan hasil perhitungan dari laba sebelum pajak dibagi dengan total
aset dan hasilnya dikalikan dengan bobot Z–Score X3 sebesar 6,72. Tahun 2010
nilai EBITA negatif dimiliki Bank Panin Dubai Syariah dengan nilai -0,1542.
Tahun 2011 tidak ada bank umum syariah memiliki nilai EBITA negatif. Tahun
2012 nilai EBITA negatif dimiliki Bank Jabar Banten Syariah dengan nilai -0,0360.
Selanjutnya tahun 2013 tidak ada nilai negatif EBITA pada bank umum syariah.
Pada tahun 2014 hingga 2015 nilai EBITA hanya dimiliki oleh Bank Victoria
Syariah, masing masing nilainya ditahun 2014 sebesar -0,1168 dan ditahun 2015
sebesar -0,1558. Selanjutnya tahun 2016 nilai EBITA negatif dimiliki oleh Bank
Victoria syariah sebesar -0,1153 dan Bank Jabar Banten Syariah sebesar -0,4940.
3.4 Nilai Book Value of Equity to Total Debt
Rasio ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban dengan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai buku
memberikan informasi mengenai besarnya nilai dari sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan. Sedangkan nilai buku kewajiban memberikan informasi tentang
jumlah utang yang dimiliki oleh perusahaan. Total kewajiban didapat dari total
kewajiban. Jika rasio ini bernilai positif, maka menandakan semakin besarnya
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dari ekuitas sehingga
probabilitas terhadap financial distress semakin rendah.
123
Rasio ini merupakan hasil perhitungan dari nilai buku ekuitas dibagi dengan
total kewajiban dan hasilnya dikalikan dengan bobot Z–Score X4 sebesar 1,05. Dari
tahun 2010 hingga 2016 tidak ada satupun bank umum syariah yang bernilai negatif
hal ini menandakan bahwa seluruh bank umum syariah memiliki nilai BVTD yang
positif. Sehingga probabilitas financial distress bagi perusahaan semakin kecil.
Berikut tabel nilai dari book value of equity to book value of total debt:
Tabel 4.20 Nilai BVTD Bank Umum Syariah Periode 2010-2016
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 0,0710 0,0780 0,0547 0,0923 0,2549 0,2808 0,2923
Bank Victoria Syariah 0,2961 0,2000 0,0881 0,1244 0,1584 0,1094 0,0075
Bank BRI Syariah 0,0813 0,0590 0,0377 0,0380 0,0284 0,0255 0,0175
Bank Jabar Banten Syariah 0,0067 0,0268 0,2588 0,2375 0,2842 0,3488 0,1908
Bank BNI Syariah 0,0301 0,0385 0,0468 0,0280 0,0377 0,0507 0,0481
Bank Syariah Mandiri 0,0766 0,0762 0,0852 0,0750 0,0914 0,1194 0,0910
Bank Mega Syariah 0,0516 0,0357 0,0255 0,0282 0,2345 0,3809 0,5209
Bank Panin Dubai Syariah 1,3666 0,9027 0,1242 0,0744 0,0352 0,0676 0,0867
Bank Syariah Bukopin 0,0225 0,0245 0,0183 0,0221 0,1023 0,1327 0,1109
Bank BCA Syariah 0,0777 0,0466 0,0277 0,0709 0,0653 0,1067 0,1270
Sumber: Hasil olah data
3.5 Penilaian ALTMAN Z-Score Modifikasi
Ramadhanidan Lukviarna (2009 dalam Rahayu, et. al., 2016)
mengungkapkan bahwa seiring berjalannya waktu penyesuaian dalam berbagai
macam perusahaan, Altman merevisi model diskriminannya supaya mampu
digunakan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan
perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang. Dalam analisa z-score ini
Altman mengeliminasi sales to total asset karena sangat bervariatif pada industri
dengan ukuran yang berbeda dan berubahnya nilai serta bobot dari setiap variabel
yang digunakan dalam persamaan tersebut dan nilai klasifikasinya.
124
Berikut hasil dari penilaian Altman Z–Score modifikasi:
Tabel 4.21 Nilai Altman Z-Score Modifikasi Bank Umum Syariah 2010-2016
Nama Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bank Muamalat Indonesia 0,7762 1,3310 0,8147 0,6501 1,2303 0,9723 0,8850
Bank Victoria Syariah 5,9081 6,3921 5,5885 1,8512 1,2372 0,9008 0,4825
Bank BRI Syariah 0,0852 -0,1899 -0,2212 -0,3429 -0,2651 0,4007 0,5932
Bank Jabar Banten Syariah 5,7425 1,3784 1,2155 1,3359 0,8823 1,2707 0,7552
Bank BNI Syariah 2,1127 1,4408 0,5172 -0,0512 0,5823 0,7519 0,9474
Bank Syariah Mandiri 0,9917 0,9457 0,4033 0,5732 1,1334 1,0891 1,2139
Bank Mega Syariah 0,3796 -0,2148 0,3166 0,3995 0,5031 0,7587 1,1334
Bank Panin Dubai Syariah 3,7102 2,6061 1,4823 1,7915 0,7199 0,7183 1,0449
Bank Syariah Bukopin 0,1480 0,4230 0,5402 0,4092 0,6564 0,7409 0,7975
Bank BCA Syariah 2,5011 1,8915 1,4293 1,2192 1,2637 1,6084 1,6234
Sumber: Hasil olah data
Pada tahun 2010 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega
Syariah, dan Bank Syariah Bukopin karena memiliki nilai dibawah 1,10. Bank
umum syariah yang berada pada Grey Zone yaitu Bank BNI Syariah dan Bank BCA
Syariah karena memiliki nilai yang berada diantara 1,10 dan 2,60. Bank umum
syariah yang berada pada Safe Zone yaitu Bank Victoria Syariah dan Bank Panin
Dubai Syariah karena meiliki nilai diatas 2,60.
Pada tahun 2011 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan Bank Syariah
Bukopin karena memiliki nilai dibawah 1,10. Bank umum syariah yang berada pada
Grey Zone yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI
Syariah dan Bank BCA Syariah karena memiliki nilai yang berada diantara 1,10
125
dan 2,60. Bank umum syariah yang berada pada Safe Zone yaitu Bank Victoria
Syariah dan Bank Panin Dubai Syariah karena meiliki nilai diatas 2,60.
Pada tahun 2012 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Bank Syariah Bukopin karena memiliki nilai
dibawah 1,10. Bank umum syariah yang berada pada Grey Zone yaitu Bank Jabar
Banten Syariah, Bank Panin Dubai Syariah dan Bank BCA Syariah karena memiliki
nilai yang berada diantara 1,10 dan 2,60. Bank umum syariah yang berada pada
Safe Zone yaitu Bank Victoria Syariah karena meiliki nilai diatas 2,60.
Pada tahun 2013 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Bank Syariah Bukopin karena memiliki nilai
dibawah 1,10. Bank umum syariah yang berada pada Grey Zone yaitu Bank
Victoria Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Panin Dubai Syariah dan Bank
BCA Syariah karena memiliki nilai yang berada diantara 1,10 dan 2,60. Bank
umum syariah pada tahun ini tidak ada yang berada pada Safe Zone.
Pada tahun 2014 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank BRI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Mega
Syariah, Bank Panin Dubai Syariah dan Bank Syariah Bukopin karena memiliki
nilai dibawah 1,10. Bank umum syariah yang berada pada Grey Zone yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Victoria Syariah, Bank Syariah Mandiri dan Bank BCA
Syariah karena memiliki nilai yang berada diantara 1,10 dan 2,60. Bank umum
syariah pada tahun ini tidak ada yang berada pada Safe Zone.
126
Pada tahun 2015 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah, Bank BNI
Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Panin Dubai Syariah
dan Bank Syariah Bukopin karena memiliki nilai dibawah 1,10. Bank umum
syariah yang berada pada Grey Zone yaitu Bank Victoria Syariah, Bank Jabar
Banten Syariah, dan Bank BCA Syariah karena memiliki nilai yang berada diantara
1,10 dan 2,60. Bank umum syariah pada tahun ini tidak ada yang berada pada Safe
Zone.
Pada tahun 2016 bank umum syariah yang berada pada Distress Zone yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Victoria Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Jabar
Banten Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Panin Dubai Syariah dan Bank Syariah
Bukopin karena memiliki nilai dibawah 1,10. Bank umum syariah yang berada pada
Grey Zone yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan Bank BCA Syariah
karena memiliki nilai yang berada diantara 1,10 dan 2,60. Bank umum syariah pada
tahun ini tidak ada yang berada pada Safe Zone.
4. Analisis Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan antar variabel –
variabel independen. Model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen. Dalam melakukan analisis regresi logistik, sebenarnya tidak
ada pengujian multikolinieritas. Tetapi tetap harus dilihat apakah ada korelasi antar
variabel independen yang kuat dengan melihat nilai korelasi pearson.
Berikut ini adalah analisis korelasi dari variabel X Altman Z–Score
modifikasi:
127
Tabel 4.22 Hasil Uji Korelasi Variabel WCTA, RETA, EBITA, dan BVTD
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan uji korelasi diatas, dapat dilihat bahwa terjadi hubungan
korelasi yang cukup kuat antara variabel RETA dan dengan EBITA sebesar 0.448
yang berarti variabel RETA sudah mewakili variabel EBITA atau sebaliknya.
Setelah melakukan percobaan antara variabel yang digunakan antara RETA dan
EBITA, maka hasil yang lebih baik dihasilkan oleh variabel RETA dibandingkan
hasil dari variabel EBITA. Oleh sebab itu peneliti mengeliminasi variabel EBITA
(Earning Before Tax to Total Assets) untuk membuat hasil regresi multinomial logit
yang baik.
WCTA RETA EBITA BVTD
WCTA Pearson Correlation 1 ,147 ,025 ,198
Sig. (2-tailed) ,225 ,834 ,101
N 70 70 70 70
RETA Pearson Correlation ,147 1 ,448** -,091
Sig. (2-tailed) ,225 ,000 ,452
N 70 70 70 70
EBITA Pearson Correlation ,025 ,448** 1 -,217
Sig. (2-tailed) ,834 ,000 ,071
N 70 70 70 70
BVTD Pearson Correlation ,198 -,091 -,217 1
Sig. (2-tailed) ,101 ,452 ,071
N 70 70 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
128
5. Analisis Multinomial Logit
Tabel 4.23 Case Processing Summary Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Sumber: Hasil olah data
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa data yang diteliti lengkap dan tidak
terdapat data yang hilang (missing). Dengan jumlah data diolah sebanyak 70 atau
N = 70 (10 bank umum syariah selama 7 tahun). Data yang berada pada Distress
Zone sebanyak 41 atau 58,6%, data yang berada pada Grey Zone sebanyak 23 atau
32,9%, dan data yang berada pada Safe Zone sebanyak 6 atau 8,6%.
5.1 Menilai Model Fit
Tabel 4.24 Model Fitting Information Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Sumber: Hasil olah data
Tabel ini menunjukan apakah dengan memasukan variabel independen
kedalam model hasilnya lebih baik dibandingkan dengan model yang hanya
N
Marginal
Percentage
Z Distress Zone 41 58,6%
Grey Zone 23 32,9%
Safe Zone 6 8,6% Valid 70
100.0% Missing 0 Total 70 Subpopulation
70a
a. The dependent variable has only one value observed in 70 (100.0%) subpopulations.
Model
Model Fitting
Criteria Likelihood Ratio Tests
-2 Log
Likelihood Chi-Square Df Sig.
Intercept Only 124,543
Final 9,613 114,930 6 ,000
129
memasukan intersep saja. -2 Log Likelihood yang hanya memasukan intercept saja
bernilai 124,543, sedangkan dengan memasukan variabel independen maka -2 Log
Likelihood turun menjadi 9,613 atau terjadi penurunan Chi-Square sebesar 114,930
dan signifikan pada p=0,00 Jadi model dengan variabel independen memberikan
akurasi yang lebih baik untuk memprediksi financial distress.
5.2 Goodnes of Fit
Tabel 4.25 Goodness-of-Fit Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Sumber: Hasil olah data
Hasil dari tabel di atas menunjukan bahwa Chi-Square sebesar 10,743 untuk
koefisien pearson dengan signifikansi 1,000 dan Chi-Square sebesar 9,613 untuk
koefisien deviance. Oleh karena nilai signifikansi pearson sebesar 1,000 atau lebih
besar daripada α (0,05), maka menunjukan bahwa model regresi multinomial logit
sesuai dengan data.
5.3 Pseudo R – Square
Tabel 4.26 Pseudo R-Square Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Sumber: Hasil olah data
Dari tabel ini kita dapat melihat koefisien dari Nagelkerke senilai 0,970,
yang berarti variasi variabel dependen (financial distress) yang dapat dijelaskan
oleh semua variabel independen adalah sebesar 97,0% dan sisanya 3,0% dijelaskan
oleh variabel lain diluar model.
Chi-Square df Sig.
Pearson 10,743 132 1,000 Deviance 9,613 132 1,000
Cox and Snell ,806
Nagelkerke ,970
McFadden ,923
130
5.4 Likelihood ratio test
Tabel 4.27 Likelihood Ratio Tests Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Effect
Model Fitting
Criteria Likelihood Ratio Tests
-2 Log
Likelihood of
Reduced Model Chi-Square df Sig.
Intercept 147,981 138,367 2 ,000
WCTA 104,668 95,055 2 ,000
RETA 23,856 14,243 2 ,001
BVTD 32,485 22,872 2 ,000
The chi-square statistic is the difference in -2 log-likelihoods between
the final model and a reduced model. The reduced model is formed by
omitting an effect from the final model. The null hypothesis is that all
parameters of that effect are 0.
Sumber: Hasil olah data
Tabel Likelihood ratio test seperti yang tersaji diatas menunjukan kontribusi
setiap variabel independen terhadap model. Dilihat dari tabel di atas dapat
disimpulkan variabel yang memberikan kontribusi pada model adalah semua
variabel yang dianalisis dengan model multinomial logit. Yaitu variabel WCTA
(Working Capital to Total Assets) dengan nilai signifikansi 0.000 (p<0,05), RETA
(Retained Earnings to Total Assets) dengan nilai signifikansi 0.001 (p<0,05), dan
BVTD (Book Value of Equty to Book Value of Total Debt) dengan nilai signifikansi
0,000 (p<0,05).
5.5 Ketepatan Parameter Estimasi
Dari gambar tabel Parameter Estimates dapat disimpulkan bahwa variabel
WCTA mempengaruhi probabilitas bank umum syariah berada di Grey Zone lebih
tinggi dibandingkan dengan bank umum syariah yang mengalami financial distress
(Distress Zone) dengan nilai koefisien sebesar 22,621 yang menandakan bahwa
131
WCTA berpengaruh positif karena nilai koefisiennya positif, dan signifikan pada
p<0,05 dengan nilai odd ratio 66696. Selanjutnya variabel RETA mempengaruhi
probabilitas bank umum syariah berada di Grey Zone lebih tinggi dibandingkan
dengan bank umum syariah mengalami financial distress (Distress Zone) dengan
nilai koefisien sebesar 46,614 yang menandakan bahwa RETA berpengaruh positif
karena nilai koefisiennya positif, dan signifikan pada p<0,05 dengan nilai odd ratio
1,754. Lalu variabel BVTD yang mempengaruhi probabilitas bank umum syariah
berada di Grey Zone lebih tinggi dibandingkan dengan bank umum syariah
mengalami financial distress (Distress Zone) dengan nilai koefisien 31,587 yang
menandakan bahwa BVTD berpengaruh positif karena nilai koefisiennya positif,
dan signifikan p<0,05 dan odd ratio 5,224, ketiga variabel tersebut membuktikan
mampu membedakan kondisi bank umum syariah yang berada di distress zone
dengan grey zone. Dalam kategori Safe Zone dapat dilihat tidak ada satupun
variabel independen yang berpengaruh terhadap financial distress (Distress Zone),
hal ini dikarenakan karena nilai signifikan lebih besar dari 0,05. Berikut gambar
tabel parameter estimasi tersebut:
Gambar 4.5 Parameter Estimates Variabel Altman Z-Score Modifikasi
132
5.6 Tabel Klasifikasi
Tabel 4.28 Klasifikasi Variabel Altman Z-Score Modifikasi
Sumber: Hasil olah data
Dari tabel classification di atas dapat dilihat bahwa prediksi pada Distress
Zone sebesar 97,6% dengan 1 data kesalahan penempatan, pada Grey Zone 95,7%
dengan 1 data kesalahan penempatan, dan prediksi Safe Zone yang akurat 100%.
Kemampuan prediksi model secara keseluruhan adalah 97,1%.
6. Interpretasi Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari hasil analisis data atas dapat diintepretasikan bahwa:
1. Pengaruh Working Capital to Total Assets Terhadap Financial Distress
Dari nilai likelihood ratio test menunjukkan variabel WCTA (Working
Capital to Total Assets) berpengaruh terhadap variabel dependent financial
distress, yang menunjukkan kemampuan bank umum syariah dalam
menghasilkan modal kerja bersih dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki
oleh bank umum syariah menjadi variabel atau bagian yang perlu diperhatikan
oleh praktisi bank umum syariah agar tidak menurun dan tetap stabil, sehingga
bank umum syariah mampu mengatasi financial distress. Variabel ini memiliki
tingkat signifikan 0,000 yang mana lebih kecil dari nilai α (0,050). Alpha sering
juga disebut dengan istilah taraf signifikan. Nilai alpha sendiri adalah batas
maksimal kesalahan yang dijadikan patokan oleh si peneliti, bila nilai 0,05 maka
Observed
Predicted
Distress Zone Grey Zone Safe Zone Percent Correct
Distress Zone 40 1 0 97,6%
Grey Zone 1 22 0 95,7%
Safe Zone 0 0 6 100,0%
Overall Percentage 58,6% 32,9% 8,6% 97,1%
133
batas kesalahan peneliti adalah 5%, dengan demikian karena nilai WCTA 0,000
sehingga H1 diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ephreem et.al (2016), Pozzoli (2016) dan Samanyhia et.al. (2016) Yang
meneliti bahwa variabel WCTA memiliki signifikan positif terhadap financial
distress.
2. Pengaruh Retained Earnings to Total Assets Terhadap Financial Distress
Lalu variabel RETA (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh
signifikan positif terhadap variabel dependent financial distress, yang
menunjukan bahwa kemampuan bank umum syariah dalam menghasilkan laba
yang ditahan dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh bank umum
syariah harus diperhatikan oleh para pelaku kegiatan bank umum syariah.
Supaya indikator retained earnings ini meningkat atau paling tidak stabil tetap
berada dinilai positif dan tidak menurun. Agar kedepannya bank umum syariah
mampu menghadapi financial distress bila terjadi pada bank umum syariah.
Variabel ini memiliki tingkat signifikan 0,001 yang mana lebih kecil dari nilai
α (0,050) sesuai penjelasan sebelumnya, maka dengan demikian H2 diterima.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samanyhia et.al. (2016),
Pozzoli (2016) dan Ephreem et.al (2016) Yang meneliti bahwa variabel RETA
memiliki pengaruh terhadap financial distress.
3. Pengaruh Book Value of Equity to Total Debt Terhadap Financial Distress
Selanjutnya penilaiain analisis multinomial logit dapat dilihat bahwa
variabel BVTD (Book Value of Equity to Total Debt) berpengaruh terhadap
variabel dependent financial distress, yang menggambarkan bahwa
134
kemampuan bank umum syariah dalam memenuhi kewajiban dengan nilai buku
ekuitas yang dimiliki oleh bank umum syariah harus diperhatikan agar tetap
bernilai positif. Agar kedepannya bank umum syariah mampu mengatasi
financial distress bila terjadi pada bank umum syariah. Variabel ini tingkat
signifikan 0,000 yang mana lebih kecil dari nilai α (0,050), maka dengan
demikian H3 diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ephreem et.al (2016), Pozzoli (2016) dan Samanyhia et.al. (2016) Yang
meneliti bahwa variabel BVTD memiliki pengaruh terhadap financial distress.
4. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dengan Rasio NPF
Dari penilaian rasio NPF (Non Performing Financing) bahwa rata–rata
bank umum syariah periode 2010 hingga 2016 memiliki hasil penilaian baik,
tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank umum syariah
dalam keadaan baik, dan mampu mengelola pembiayaan yang dihadapi. Dapat
dikatakan pula bahwa dari penilaian NPF ini bank umum syariah dalam keadaan
sehat. Dengan demikian maka H4 diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ihsan dan Kartika (2015) dan juga sesuai dengan penelitian
Rahmaniah dan Wibowo (2015). Dimana penelitian terdahulu tersebut juga
menilai NPF pada bank umum syariah dan mendapati hasil baik dari nilai NPF
tersebut.
5. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dengan GCG
Selanjutnya hasil dari penilaian GCG (Good Corporate Governance)
bahwa rata-rata bank umum syariah periode 2010 hingga 2016 memiliki hasil
penilaian yang baik, yang menggambarkan bahwa bank umum syariah telah
135
menjalankan fungsi yang memastikan atas pelaksanaan tata kelola yang baik
(good corporate governance) dan kode etik manajemen seluruh pihak (dewan
direksi, pejabat eksekutif maupun karyawan) telah sesuai nilai-nilai syariah, hal
ini smenjadikan bank umum syariah berada dalam keadaan sehat dilihat dari
penilaian good corporate goverance. Dengan hasil yang disampaikan maka H5
diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaniah dan
Wibowo (2015) dan juga sesuai dengan penelitian Ihsan dan Kartika (2015).
Dimana keempat peneliti ini menilai bahwa GCG pada bank umum syariah
baik.
6. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dengan Rasio ROA
Lalu dari rasio ROA (Return On Assets) didapat hasil bahwa rata-rata
bank umum syariah periode 2010 hingga 2016 memiliki hasil penilaian yang
cukup baik meskipun nilai ROA rendah juga cukup banyak, yang
menggambarkan bahwa keberhasilan manajemen bank umum syariah dalam
menghasilkan laba cukup baik. Dan juga kemampuan manajemen bank umum
syariah dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau
menekan biaya yang cukup baik. Dari penilaian rasio ini maka dapat dikatakan
bank umum syariah dalam keadaan sehat, meskipun untuk kedepannya tingkat
ROA ini harus ditingkatkan lagi. Dengan hasil yang dipaparkan maka H6
diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan dan
Kartika (2015), yang juga menilai tingkat ROA pada bank umum syariah
periode 2010 hingga 2014 cukup baik namun masih banyak yang memiliki nilai
rendah.
136
7. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dengan Rasio CAR
Dari hasil rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) didapat hasil bahwa rata-
rata bank umum syariah periode 2010 hingga 2016 memiliki hasil penilaian
yang sangat baik, Sangat memadai, bank umum syariah mempunyai modal yang
sangat kuat untuk menutup risiko kerugian dan penurunan kualitas aktiva, serta
dapat disimpulkan bank berada dalam kondisi sehat dilihat dari rasio ini.
Dengan hasil H7 diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahmaniah dan Wibowo (2015), yang juga menilai tingkat kesehatan 3 bank
umum syariah periode 2011 sampai 2013.
137
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Hasil regresi multinomial logit Working Capital to Total Assets (WCTA),
berpengaruh signifikan positif terhadap penilaian financial distress bank umum
syariah periode 2010-2016. Dapat membedakan antara kondisi bank umum
syariah dalam kondisi distress zone dengan grey zone (rawan) Hal ini
membuktikan bahwa rasio WCTA merupakan variabel yang penting untuk
menilai financial distress pada bank umum syariah periode 2010-2016.
2. Retained Earnings to Total Assets (RETA) berpengaruh signifikan positif
terhadap penilaian financial distress bank umum syariah periode 2010-2016.
Dapat membedakan antara kondisi bank umum syariah dalam kondisi distress
zone dengan grey zone (rawan) Hal ini membuktikan bahwa rasio RETA
merupakan variabel yang penting untuk menilai financial distress pada bank
umum syariah periode 2010-2016.
3. Book Value of Equity to Total Debt (BVTD) berpengaruh signifikan positif
terhadap penilaian financial distress bank umum syariah periode 2010-2016.
Dan mampu membedakan antara kondisi bank umum syariah dalam kondisi
distress zone dengan grey zone (rawan). Sesuai hasil regresi multinomial logit.
Hal ini membuktikan bahwa rasio BVTD merupakan variabel yang penting
untuk menilai financial distress pada bank umum syariah periode 2010-2016.
138
4. Hasil perhitungan variabel RGEC Non performing Financing (NPF)
disimpulkan resiko kerugian atas aktivitas usaha bank syariah dinilai rendah,
hal ini menyatakan bank umum syariah memiliki tingkat kesehatan yang baik,
karena penerapan manajemen resiko bank umum syariah yang baik. Sehingga
bank umum syariah terhindar dari terjadinya financial distress.
5. Perhitungan Variabel RGEC Good Corporate Governance (GCG) diketahui
bahwa bank umum syariah memiliki tingkat kesehatan yang baik, hal ini
mengartikan bahwa dalam penerapan good corporate governance secara umum
bank umum syariah sudah cukup baik sehingga bila terjadi kelemahan dari
sektor good corporate governance dapat diselesaikan secara normal oleh
manajemen bank, faktor ini juga mendorong bank umum syariah untuk
menghasilkan kinerja yang baik serta menjauhkan bank umum syariah dalam
keadaan financial distress.
6. Hasil Return on Assets (ROA) bank umum syariah memiliki tingkat kesehatan
yang cukup baik, dengan demikian bank memiliki efisiensi operasi yang cukup
memadai dan stabil sehingga memiliki potensi untu memperoleh keuntungan
yang memadai, dan juga menjauhkan bank umum syariah dari kondisi financial
distress.
7. Hasil rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat disimpulkan bahwa bank
umum syariah memiliki tingkat kesehatan yang sangat baik, bank memiliki
modal yang sangat memadai, bank mempunyai modal yang sangat kuat untuk
menutup risiko kerugian dan penurunan kualitas aktiva, sehingga membuat
bank umum syariah sangat jauh dari kondisi financial distress.
139
B. Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Penelitian selanjutnya, dapat menggunakan metode – metode prediksi financial
distress lain yang ada.
2. Penelitian selanjutnya, diharapkan menggunakan jumlah sampel dan periode
penelitian yang lebih banyak lagi.
3. Penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan perbandingan perhitungan
berbagai macam model prediksi financial distress yang berbeda.
4. Penelitian selanjutnya, diharapkan untuk membuat metode prediksi financial
distress baru yang dapat memungkinkan digunakan di Indonesia.
140
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I, “Corporate Financial Distress and Bankrupty: A Complete
Guide to Predicting & Avoiding Distress and Profiting from Bankrupty”.
New York: John Wiley and Sons. 1993.
Antonio, Muhammad Syafii, “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik”. Jakarta: Gema
Insani Press. 2001.
Azwar, “Model Prediksi Financial Distress dengan Binary Logit (Studi Kasus
Emiten Jakarta Islamic Index)”, Jurnal BPPK, Volume 8, Nomor 1,
Halaman 21-40, 2015.
Baklouti, Nizar, Gautier, Frederic, dan Affes, Habib, “Corporate Governance and
Financial Distress of European Commercial Banks”, Journal of Business
Studies Quarterly, Vol 7, No.3, 2016.
Bank Indonesia. Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Surat Edaran
Bank Indonesia No.13/24/DPNP
Bank Indonesia. Perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah
Berdasarkan Prinsip Syariah. Surat Edaran Bank Indonesia
No.9/24/Dpbs/2007
Bank Indonesia. Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Perarturan
Bank Indonesia No.15/12/PBI/2013
Bank Indonesia. Tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Perarturan Bank
Indonesia No.8/4/PBI/2006
Bank Indonesia. Tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Surat Edaran Bank
Indonesia No.12/13/Dpbs
Bank Indonesia. Tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Surat Edaran Bank
Indonesia No.9/12/DPNP
Bank Indonesia. Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Perarturan
Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011
Brigham dan Houston, “Essentials of Financial Management: Dasar-dasar
Manajemen Keuangan”. Jakarta: Salemba Empat. 2011.
141
Cinantya, I Gusti Agung Ayu Pritha, dan Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani
“Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, dan Ukuran
Perusahaan Pada Financial Distress”, E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, Vol. 10, No. 3, 2015.
Cokrohadisumarto, Widiyanto bin Mislan, Ismail, Abdul Ghafar., dan Wibowo,
Kartika A,”BMT: Praktik dan Kasus”. Jakarta: Rajawali Pers. 2016.
Fahmi, Irham, “Manajemen Keuangan Perusahaan dan Pasar Modal”. Jakarta:
Mitra Wacana Media. 2014.
Feizi, Mehdi, Panahi, Esmaeil, Keshavarz, Farzad, Mirzaee, Saeideh and Mosavi,
Sayed Mohsen, “The Impact of The Financial Distress on Tax Avoidance in
Listed Firms: Evidence from Tehran Stock Exchange (TSE)”, International
Journal of Advanced Biotechnology and Research (IJBR), Vol-7, Issue-1,
2016.
Gameel, Mohamed Sameh, El-Geziry, Khairy, “Predicting Financial Distress:
Multi Scenarios Modeling Using Neural Network”, International Journal of
Economics and Finance, Vol. 8, No. 11, 2016.
Ghazali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23
(edisi delapan)”. Semarang: Universitas Diponegoro. 2016.
Hanafi, Mamduh M, “Manajemen Keuangan”. Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA. 2016.
Hanafi, Mamduh M. dan Halim, Abdul. “Analisis Laporan Keuangan”.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2009.
Hu, Hui, dan Sathye, Milind, “Predicting Financial Distress in the Hong Kong
Growth Enterprises Market from the Perspective of Financial
Sustainability“, Open Access Sustainability, Vol. 7, 2015
Ihsan, Dwi Nur’aini, dan Kartika, Sharfina Putri, “Potensi Kebangkrutan Pada
Sektor Perbankan Syariah Untuk Menghadapi Perubahan Lingkungan
Bisnis”, Etikonomi, Vol 14, No 2, 2015.
Irfan, Mochamad dan Yuniati, Tri, “Analisis Financial Distress Dengan
Pendekatan Altman Z”-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan
Perusahaan Telekomunikasi”. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3, No.
1, 2014.
142
Jumingan, “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006.
Karim, Adiwarman A.. “Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”. Jakarta: PT
Ragrafindo Persada. 2014.
Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
Khaliq, Ahmad, Altarturi, Basheer Hussein Motawe, Thaker, Hassanudin Mohd
Thas, Harun, Md Yousuf, dan Nahar, Nurun, “Identifying Financial
Distress Firms: a Case Study of Malaysia’s Government Linked
Companies (GLC) ”, International Journal of Economics, Finance and
Management, Vol.3, No.3, April 2014.
Kihooto, Elijah, Omagwa, Job, Wachira, Muturi, dan Ronald, Emojong,
“Financial Distress in Commercial and Services Listed at Nairobi
Securities Exchange, Kenya”, European Journal of Business and
Management, Vol 8, No.27, 2016.
Liao, Quenfeng, dan Mehdian, Seyed, “Measuring Financial Distress and
Predicting Corporate Bankruptcy: an Index Approach”, Review of
Economic & Business Studies, Volume 9, Issue 1, pp.33-51, 2016.
Mostofa, Shahnawaz, Rezina, Sonia and Hasan, Salim, “Predicting the Financial
Distress in the Banking Industry of Bangladesh: A Case Study on Private
Commercial Banks“, Proceedings of Dhaka International Business and
Social Science Research Conference, Westin Hotel and Uttara University,
Dhaka, Bangladesh, 20-22 January, 2016.
Muhammad. “Manajemen Dana Bank Syariah”. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Munawir, “Analisis Laporan Keuangan”. Yogyakarta: Liberti. 2011.
Nouri1, Bagher Asgarnezhad Milad Soltani, “Designing a bankruptcy prediction
model based on account, market and macroeconomic variables (Case
Study: Cyprus Stock Exchange)“. Iranian Journal of Management Studies
(IJMS), Vol. 9, No. 1, 2016.
Otoritas Jasa Keuangan. Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Perarturan Otoritas Jasa Keuangan
No.8/POJK.03/2014
Pozzoli, Matteo, “An Overlook at Bankruptcy Prediction in Italy in 2016: an
Aplication of The Altman’s Model on Failed Italian Manufacturing
Companies in The 2016-First Quarter”, International Journal of Accounting
and Financial Reporting, Vol 6, No.2, 2016.
143
Pradhana, Made Aditya Bayu, dan Suputra, I.D.G. Dharma, “Pengaruh Audit Fee,
Going Concern, Financial Distress, Ukuran Perusahaan, Pergantian
Manajemen Pada Pergantian Auditor”, E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana Vol. 11, No. 3, 2015.
Raden, Dragana, “The Analysis of The Effects of Financial Distress on The Top
Management in The Republic of Serbia”, The European Journal of
Applied Economics, Vol 12, No 1, 2015.
Rahmaniah, Melan, dan Wibowo, Hendro, “Analisis Potensi Terjadinya
Financial Distress Pada Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia”,
Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol 3, No 1, 2015.
Rodoni, Ahmad dan Ali, Herni, “Manajemen Keuangan Modern”. Jakarat: Mitra
Wacana Media. 2014.
Samanhyia, Solomon, Oware, Kofi Mintah, dan Anisom-Yaansah, Frederick,
“Financial Distress and Bankruptcy Prediction: Evidence from Ghana”,
Expert Journal of Finance, Volume 4, pp.52-65, 2016.
Santosa, Budi Purbayu dan Ashari, “Analisis Statistik dengan Microsoft Axcel&
SPSS”. Yogyakarta: Andi Offset. 2005.
Sekaran, Uma. “ Metodologi Penelitian untuk Bisnis”. Jakarta: Salemba Empat.
2006.
Selassie, Ephrem G, Tarekegn, Ganfure, dan Ufo, Andualem, “Analysis of
Financial Distress and its Determinants in Selected SMEs in Wolaita
Zone”, Global Journal of Management and Business Research: C Finance,
Vol 16, Issue 8, Version 1.0, Year 2016.
Shidiq, Imaduddin, dan Wibowo, Buddi, “Prediksi Financial Distress Bank
Umum di Indonesia: Analisis Diskriminan dan Regresi Logistik”, Jurnal
Bisnis dan Manajemen, Vol. 7, No. 1, 2017.
Srimindarti, C, “Balanced Scorecard Sebagai Alternatif untuk Mengukur
Kinerja”. Semarang: STIE Stikubank. 2006.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta. 2008.
Suprihatin, Neneng Sri, dan Mansur, H. Moch, “Pengaruh Rasio Keuangan dan
Reputasi Underwriter Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005 –
2008”, Jurnal Akuntansi, Vol 3, No.1, 2016.
144
Widhiari, Ni Luh Made Ayu, dan Merkusiwati, Ni K. Lely Aryani, “Pengaruh
Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity, dan Sales Growth
Terhadap Financial Distress”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
11.2, pp.456-469, 2015.
William, A.John, E.Govindaraj, R.Santhoshkumar, “A Study on Financial Distress
and Firms Performance with Special Reference to Tantea, Coonoor”,
International Journal of Business Quantitative Economics and Applied
Management Research, Volume 2, Issue 9, February 2016.
www.bi.go.id/ diakses pada 25 Juli 2017, 09:10.
www.detik.com/ diakses pada 20 Juli 2017, 15:25.
www.ojk.go.id/ diakses pada 25 Juli 2017, 09:30
www.kompas.com/ diakses pada 20 Juli 2017, 15:40.
www.konsultanstatistik.com/ diakses pada 16 Mei 2017, 21;45
www.liputan6.com/ diakses pada 20 Juli 2017, 16:45.
www.republika.co.id/ diakses pada 20 Juli 2017, 17:25.
www.viva.co.id/ diakses pada 20 Juli 2017, 16:03.
www.voa-islam.com/ diakses pada 20 Juli 2017, 16:25.
145
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kode Bank Umum Syariah
Nama Bank Umum Syariah Kode Bank Umum Syariah
Bank Muamalat Indonesia BMI
Bank Victoria Syariah BVS
Bank BRI Syariah BRIS
Bank Jabar Banten Syariah BJBS
Bank BNI Syariah BNIS
Bank Syariah Mandiri BSM
Bank Mega Syariah BMS
Bank Panin Dubai Syariah BPS
Bank Syariah Bukopin BSB
Bank BCA Syariah BCAS
Lampiran 2
Analisis Deskriptif
NPF (Non Performing Financing)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NPF 70 .00 17.91 3.3866 2.68832
Valid N (listwise) 70
GCG (Good Corporate Governance)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GCG 70 1.00 3.00 1.7629 .42395
Valid N (listwise) 70
146
ROA (Return On Assets)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ROA 70 -8.09 6.93 .8560 1.67660
Valid N (listwise) 70
CAR (Capital Adequacy Ratio)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CAR 70 10.60 195.14 23.2829 24.14978
Valid N (listwise) 70
WCTA (Working Capital To Total Assets)
RETA (Retained Earnings to Total Assets)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA 70 -.49 5.75 .9982 1.28039
Valid N (listwise) 70
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RETA 70 -.31 .17 .0340 .08712
Valid N (listwise) 70
147
EBITA (Earnings Before Tax to Total Assets)
BVTD (Book Value of Equity to Total Debt)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
BVTD 70 .01 1.37 .1362 .20388
Valid N (listwise) 70
Lampiran 3
RGEC Rasio NPF
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
EBITA 70 -.49 .28 .0446 .09362 Valid N (listwise) 70
Kode Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 4.32 2.6 2.09 1.35 6.55 7.11 3.83
BVS 0.95 2.43 3.19 3.71 7.1 9.8 7.31
BRIS 3.19 2.77 3 4.06 4.6 4.86 4.57
BJBS 1.8 1.36 3.97 1.86 5.84 6.93 17.91
BNIS 3.59 3.62 2.02 1.86 1.86 2.53 2.94
BSM 3.52 2.42 2.82 4.32 6.84 6.06 4.92
BMS 3.52 3.03 2.67 2.98 3.89 4.26 3.3
BPS 0 0.88 0.2 1.02 0.53 2.63 2.26
BSB 3.8 1.74 4.57 4.27 4.07 2.99 3.17
BCAS 1.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.7 0.5
148
Hasil Rasio GCG
Hasil Rasio ROA
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 1.4 1.3 1.7 1.15 2.5 3 2
BVS 1.75 1.69 2.07 1.66 1.93 3 1.97
BRIS 1.61 1.55 1.38 1.35 1.74 2 2
BJBS 1.5 1.6 2.53 1.78 2 2.5 2.54
BNIS 1.625 1.3 1.315 1.3 2.12 2 2
BSM 1.35 2.35 1.675 1.85 2.12 2 1
BMS 1.875 1.825 1.6 1.869 2 1.54 1.64
BPS 2.2 1.95 1.35 1.35 1.45 2 2
BSB 1.6 1.6 1.5 1.5 2 1.5 1.5
BCAS 2.1 1.9 1.8 1.55 1 1 1
Kode Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 1.36 1.52 1.54 1.37 0.17 0.2 0.22
BVS 1.09 6.93 1.43 0.5 -1.87 -2.36 -2.19
BRIS 0.35 0.2 1.19 1.15 0.08 0.76 0.88
BJBS 0.72 1.23 0.67 0.91 0.72 0.25 -8.09
BNIS 0.61 1.29 1.48 1.37 1.27 1.43 1.44
BSM 2.21 1.95 2.25 1.53 0.17 0.56 0.59
BMS 1.9 1.58 3.81 2.33 0.29 0.3 2.63
BPS -2.53 1.75 3.29 1.03 1.99 1.14 0.37
BSB 0.74 0.52 0.55 0.69 0.27 0.79 0.76
BCAS 1.04 0.9 0.8 1 0.8 1 1.1
149
Hasil Rasio CAR
Lampiran 4
Aset Lancar
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 4687443 9371763 11056545 10190014 15691045 12401896 11342655
BVS 623587 625410 918988 439663 333767 308073 384678
BRIS 1189921 1794388 2589901 3096763 4468851 7360464 9291739
BJBS 1917951 2805300 4045320 4459790 5838088 6150652 2317504
BNIS 2799811 2986276 2711516 3181601 4253227 5118545 7706835
BSM 8283308 11027050 8722166 12705589 16988354 18029589 22394411
BMS 1362015 1374913 1791655 1678652 1298046 975185 986872
BPS 199374 279602 586063 1420605 1393475 1397015 2185526
BSB 441207 597792 806457 867064 1226867 1335427 1944456
BCAS 426313 517559 578369 598387 830748 1323217 1459954
Kode BankTahun (%)
Kode Bank Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 13.26 12.01 11.57 17.27 14.15 12.36 12.74
BVS 195.14 45.2 28.08 18.4 15.27 16.14 15.98
BRIS 20.62 14.74 11.35 14.49 12.89 13.94 11.91
BJBS 31.43 30.29 21.73 17.99 15.78 22.53 18.25
BNIS 27.68 20.67 14.22 16.54 16.26 15.48 14.92
BSM 10.6 14.57 13.82 14.1 14.76 12.85 14.01
BMS 13.14 12.03 13.51 12.99 19.26 18.74 23.53
BPS 54.81 61.98 32.2 20.83 25.69 20.3 18.17
BSB 11.51 15.29 12.78 11.1 15.85 16.31 17
BCAS 76.39 45.9 31.5 22.4 29.6 34.3 36.7
150
Kewajiban Lancar
Total Assets
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 2843937 3881726 6951622 7002256 6849642 6631671 6542899
BVS 344518 62950 163042 119509 83903 110182 230755
BRIS 1192418 2230290 3331739 4404515 5508590 6321537 7364428
BJBS 240580 2254830 3399092 3724579 5328735 5278006 926715
BNIS 825369 1301983 2176760 3684105 3063685 3275105 4635556
BSM 5009831 6291136 8568628 10429685 8179953 9622779 11118763
BMS 1247796 1719267 1832048 1441339 1042338 684519 632808
BPS 20302 28434 209331 402609 891746 841347 1019129
BSB 311766 350619 455653 560256 729896 776454 1214534
BCAS 111538 189692 256688 273964 323824 394032 422924
Kode BankTahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 21400793 32479506 44854413 54694020 62413310 57172587 55786397
BVS 336676 642026 939472 1323398 1439983 1379265 1625183
BRIS 6856386 11200823 14088914 17400914 20343249 24230247 27687188
BJBS 1930469 2849451 4239448 4695088 6093487 6439966 7441653
BNIS 6394923 8466887 10645313 14708504 19492112 23017667 28314175
BSM 32481873 48671950 54229395 63965361 66942422 70369708 78831722
BMS 4637730 5564662 8163668 9121575 7042486 5559819 6135241
BPS 458713 1016878 2136576 4052701 6207678 7134234 8757963
BSB 2193952 2730026 3616107 4343069 5161300 5827153 7019599
BCAS 874631 1217097 1602180 2041418 2994449 4349580 4995607
Kode BankTahun (%)
151
Retained Earnings
Earnings Before Tax
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 443684 670640 1120895 1596742 684634 290593 243220
BVS 11811 32370 42534 46609 25315 2553 -15492
BRIS -23978 -12324 89564 219128 228843 349090 519299
BJBS 5393 20579 -9558 18758 22271 32312 -382599
BNIS 36512 68735 175967 283680 408500 607025 861547
BSM 1358881 1909952 2722183 3373422 3445201 3242501 3567915
BMS 62911 116778 301650 149739 17635 24994 136634
BPS -8882 351 35408 25995 96934 150456 169997
BSB -206804 -194595 -177297 -157750 -149088 -121587 -88877
BCAS 3826 10598 18959 31659 44609 68045 104862
Kode BankTahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 231076 371670 521841 653621 96719 108910 116459
BVS 3013 26812 10394 4928 -25021 -31985 -27884
BRIS 18054 16701 138052 183942 15385 169069 238609
BJBS 7696 25769 -22694 40571 34313 15949 -547031
BNIS 36734 89256 137744 179616 220133 307768 373197
BSM 568732 747934 1097133 883836 109793 374126 434704
BMS 84352 72057 246728 199737 23319 16727 147247
BPS -10523 12410 46849 29162 95731 75372 27751
BSB 14919 15021 24354 27245 12770 40665 47833
BCAS 6285 8950 10961 16761 17498 31892 49241
Kode BankTahun (%)
152
Book Value of Equity
Total Debt
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 208554 317399 422600 868257 2297070 2394218 2638165
BVS 10087 12317 13568 14171 12707 11583 1666
BRIS 92313 125327 123065 163163 151925 156188 140816
BJBS 1745 8927 141149 160886 160785 174425 170979
BNIS 23647 47720 97474 102349 110890 159759 214585
BSM 365261 511063 743598 787871 725405 1124136 973273
BMS 68718 61938 51403 51082 288660 339014 324460
BPS 26424 24446 24761 28527 29861 54139 84132
BSB 43994 57646 58393 85176 80808 110754 138779
BCAS 8250 8439 6766 18558 19994 40000 50725
Kode BankTahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 3085416 4273429 8115487 9875162 9463142 8952097 9476756
BVS 35773 64653 161748 119634 84238 111207 232054
BRIS 1192418 2230290 3431739 4504515 5608590 6421537 8464428
BJBS 274568 350268 572583 711187 594012 525022 940848
BNIS 825369 1301983 2185658 3838672 3084547 3310505 4684758
BSM 5009834 7041139 9168631 11029685 8329956 9883107 11232796
BMS 1397796 1819268 2117051 1905341 1292342 934524 653977
BPS 20302 28436 209333 402609 891476 841347 1019132
BSB 2050386 2474252 3343035 4050449 829679 876238 1314314
BCAS 111540 190216 256793 275000 321416 393622 419533
Kode BankTahun (%)
153
WCTA
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 0.5651 1.1088 0.6003 0.3823 0.9293 0.6621 0.5644
BVS 5.4376 5.7470 5.2785 1.5870 1.1383 0.9412 0.6213
BRIS -0.0024 -0.2553 -0.3454 -0.4930 -0.3353 0.2813 0.4566
BJBS 5.6999 1.2673 1.0000 1.0272 0.5483 0.8889 1.2260
BNIS 2.0254 1.3050 0.3295 -0.2241 0.4003 0.5254 0.7116
BSM 0.6611 0.6383 0.0186 0.2334 0.8632 0.7837 0.9383
BMS 0.1616 -0.4059 -0.0325 0.1707 0.2382 0.3430 0.3786
BPS 2.5609 1.6203 1.1567 1.6478 0.5302 0.5109 0.8737
BSB 0.3870 0.5939 0.6364 0.4634 0.6316 0.6293 0.6821
BCAS 2.3609 1.7672 1.3171 1.0425 1.1105 1.4014 1.3618
RETA
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 0.0676 0.0673 0.0815 0.0952 0.0358 0.0166 0.0142
BVS 0.1144 0.1644 0.1476 0.1148 0.0573 0.0060 -0.0311
BRIS -0.0114 -0.0036 0.0207 0.0411 0.0367 0.0470 0.0611
BJBS 0.0091 0.0235 -0.0073 0.0130 0.0119 0.0164 -0.1676
BNIS 0.0186 0.0265 0.0539 0.0629 0.0683 0.0860 0.0992
BSM 0.1364 0.1279 0.1636 0.1719 0.1678 0.1502 0.1475
BMS 0.0442 0.0684 0.1205 0.0535 0.0082 0.0147 0.0726
BPS -0.0631 0.0011 0.0540 0.0209 0.0509 0.0688 0.0633
BSB -0.3073 -0.2324 -0.1598 -0.1184 -0.0942 -0.0680 -0.0413
BCAS 0.0143 0.0284 0.0386 0.0506 0.0486 0.0510 0.0684
154
EBITA
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 0.0726 0.0769 0.0782 0.0803 0.0104 0.0128 0.0140
BVS 0.0601 0.2806 0.0743 0.0250 -0.1168 -0.1558 -0.1153
BRIS 0.0177 0.0100 0.0658 0.0710 0.0051 0.0469 0.0579
BJBS 0.0268 0.0608 -0.0360 0.0581 0.0378 0.0166 -0.4940
BNIS 0.0386 0.0708 0.0870 0.0821 0.0759 0.0899 0.0886
BSM 0.1177 0.1033 0.1360 0.0929 0.0110 0.0357 0.0371
BMS 0.1222 0.0870 0.2031 0.1471 0.0223 0.0202 0.1613
BPS -0.1542 0.0820 0.1474 0.0484 0.1036 0.0710 0.0213
BSB 0.0457 0.0370 0.0453 0.0422 0.0166 0.0469 0.0458
BCAS 0.0483 0.0494 0.0460 0.0553 0.0393 0.0493 0.0662
BVTD
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 0.0710 0.0780 0.0547 0.0923 0.2549 0.2808 0.2923
BVS 0.2961 0.2000 0.0881 0.1244 0.1584 0.1094 0.0075
BRIS 0.0813 0.0590 0.0377 0.0380 0.0284 0.0255 0.0175
BJBS 0.0067 0.0268 0.2588 0.2375 0.2842 0.3488 0.1908
BNIS 0.0301 0.0385 0.0468 0.0280 0.0377 0.0507 0.0481
BSM 0.0766 0.0762 0.0852 0.0750 0.0914 0.1194 0.0910
BMS 0.0516 0.0357 0.0255 0.0282 0.2345 0.3809 0.5209
BPS 1.3666 0.9027 0.1242 0.0744 0.0352 0.0676 0.0867
BSB 0.0225 0.0245 0.0183 0.0221 0.1023 0.1327 0.1109
BCAS 0.0777 0.0466 0.0277 0.0709 0.0653 0.1067 0.1270
155
Altman Z-Score modifikasi
Lampiran 5
Analisis Korelasi
WCTA RETA EBITDA BVTD
WCTA Pearson Correlation 1 .147 .025 .198
Sig. (2-tailed) .225 .834 .101
N 70 70 70 70
RETA Pearson Correlation .147 1 .448** -.091
Sig. (2-tailed) .225 .000 .452
N 70 70 70 70
EBITDA Pearson Correlation .025 .448** 1 -.217
Sig. (2-tailed) .834 .000 .071
N 70 70 70 70
BVTD Pearson Correlation .198 -.091 -.217 1
Sig. (2-tailed) .101 .452 .071
N 70 70 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Kode Bank Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
BMI 0.7762 1.3310 0.8147 0.6501 1.2303 0.9723 0.8850
BVS 5.9081 6.3921 5.5885 1.8512 1.2372 0.9008 0.4825
BRIS 0.0852 -0.1899 -0.2212 -0.3429 -0.2651 0.4007 0.5932
BJBS 5.7425 1.3784 1.2155 1.3359 0.8823 1.2707 0.7552
BNIS 2.1127 1.4408 0.5172 -0.0512 0.5823 0.7519 0.9474
BSM 0.9917 0.9457 0.4033 0.5732 1.1334 1.0891 1.2139
BMS 0.3796 -0.2148 0.3166 0.3995 0.5031 0.7587 1.1334
BPS 3.7102 2.6061 1.4823 1.7915 0.7199 0.7183 1.0449
BSB 0.1480 0.4230 0.5402 0.4092 0.6564 0.7409 0.7975
BCAS 2.5011 1.8915 1.4293 1.2192 1.2637 1.6084 1.6234
156
Analisis Multinomial Logit
Case Processing Summary
Model Fitting Information
Goodness-of-Fit
157
Pseudo R-Square
Likelihood Ratio Tests
158
Parameter Estimates
Classification
159
160
161