analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian …/analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian...

62
ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI (SUATU STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : SASONGKO ADHI NUGROHO NIM. E 0006221 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: duonghuong

Post on 16-Apr-2019

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL

EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI

(SUATU STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR

20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih

Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

SASONGKO ADHI NUGROHO NIM. E 0006221

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

1

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL

EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI

(SUATU STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR

20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI)

Oleh :

SASONGKO ADHI NUGROHO

E0006221

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pembimbing

Kristiyadi, S.H., M.Hum NIP. 195812251986011001

Page 3: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

2

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL

EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI

(SUATU STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR

20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI)

Oleh :

SASONGKO ADHI NUGROHO E0006221

Telah disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa Tanggal : 20 Juli 2010

DEWAN PENGUJI

(1). Edy Herdyanto, S.H., M.H. ( ) NIP. 195706291985031002

(2). Bambang Santoso, S.H., M.Hum. ( ) NIP. 196202091989031001

(3). Kristiyadi, S.H., M.Hum ( ) NIP. 195812251986011001

Mengetahui : Dekan

(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum) NIP. 196109301986011001

Page 4: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

3

HALAMAN PERNYATAAN

Nama : Sasongko Adhi Nugroho

NIM : E 0006221

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL

EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI (SUATU STUDI

TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI) adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi

tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari

terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik berupa pancabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya

peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 18 Juni 2010

Yang menyatakan

(Sasongko Adhi Nugroho) NIM. E 0006221

Page 5: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

4

ABSTRAK Sasongko Adhi Nugroho, 2010, ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI (SUATU STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI). Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini mengkaji mengenai kedudukan serta kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perlara korupsi ditinjau dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik serta Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, karena penelitian ini adalah suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi hukum. Dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang undangan. Jenis bahan hukum yang penulis gunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik serta Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi . Sedangkan bahan hukum sekunder yang penulis gunakan adalah bahan kepustakaan, dokumen, arsip, artikel, makalah, literatur yang sesuai dengan obyek penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara identifikasi isi bahan hukum primer dan sekunder dari studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, kesatu Kedudukan alat bukti digital dalam pembuktian perkara korupsi adalah sebagai bukti petunjuk. KUHAP tidak mengatur mengenai keberadaan alat bukti digital, pengaturan mengenai alat bukti digital dalam pembuktian perkara korupsi diatur secara Lex Specialist di dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal 26 A UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi memperluas cakupan alat bukti petunjuk dalam KUHAP, sehingga alat bukti digital juga termasuk di dalam alat bukti petunjuk. Kedua, pada dasarnya semua alat bukti dalam acara pidana mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas serta tidak mengikat hakim, begitu pula dengan alat bukti digital, alat bukti digital juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas serta tidak mengikat hakim. Kata Kunci : Pembuktian, alat bukti digital, korupsi.

Page 6: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

My special thanks to ……..

Karya ini kupersembahkan kepada:

· Kedua orang tuaku, bapak sri utomo dan ibu darwati, yang tidak pernah lepas

tetes demi tetes air mata mendo’akanku. Terimakasih.

· Kakak kakakku, agung & sari terimakasih untuk semua kebersamaan dan

kebanggaannya…………(tunggu aku menyusul kalian)

· My twins…………………………………………………………………..

· Sahabat sahabatku mcc fh uns (bang ody, bang fadli, bang juned, mba veri,

mba daning, desy, nia, yaya, ari, nonie, mega, nanang, anis, ratna, qomar,

raharjo, eky, tata,)………..terimakasih atas semua keceriaan dan kesempatan

jadi bagian dari kalian selama ini……….(kalian bener bener keluarga

bagiku)

-----Bandung – Surabaya – Semarang – Jakarta-----

(bener bener perjalanan yg luar biasa)

buat adek – adekku mcc fh uns kibarkan terus panji panji mcc fh

uns.………….

--------BANGGALAH MENJADI BAGIAN MCC FH UNS--------

(PROUD TO BE A PART OF MCC FH UNS)

· Temen temen anggota tim bola basket fh uns (puput, pekik, angga, gembong,

vincent, sidiq, bagus, frida, ndaru, dhani), thanks guys atas kenangan and

keringatnya................

· Temen temen green house community <denny, hanung, kris, toni,

budi>........................thanks banget atas semua keceriaan and tumpangannya

selama ini ( ga tau deh kalo ga ada kalian & sory dah ngrepotin kalian selama

ini)………………………………..

· Buat fajar makasih buat pinjeman printernya, pokoknya thanks banget

kapten.

· Buat andri, aji, yuda mksh bwt tumpangannya waktu awal kuliah.................

Page 7: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

6

· Sahabat-sahabatku, angkatan ’06. (pokoknya buat semua

aja…………..thanks)

· For someone thanks banget..........................................................................

· Yang tak tersebut..........................................................................................

Page 8: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

7

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan

segala rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan

kepada penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “ANALISIS

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL EVIDENCE

DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI (SUATU STUDI

TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR 20 TAHUN 2001

TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI)” dapat

terselesaikan tepat waktu.

Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam

menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan

dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua

pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak

langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada :

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya.

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalanNya

hingga akhir jaman.

3. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, ynag telah memberikan ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini.

4. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III yang telah

membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini.

5. Bapak Edy Herdyanto S.H. M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum UNS.

6. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu

Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam

menyusun judul penulisan hukum ini.

Page 9: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

8

7. Bapak Kristiyadi, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Penulisan

Hukum ini, yang telah memberikan masukan serta bimbingannya. Terima

kasih atas segala kemudahan dan bantuan yang sangat penulis butuhkan

8. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H, M.H selaku Dosen Acara Pidana dan

Pembimbing MCC Fakultas Hukum UNS.

9. Ibu Sasmini S.H., L.LM. selaku Pembimbing Akademik penulis selama

menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada

terkira berharganya bagi hidup dan kehidupan penilis.

11. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas

Sebelas Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-

kesempatan yang telah diberikan.

12. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS

13. Seluruh keluarga, terima kasih untuk semua doa, perhatian, kasih sayang

dan tetes air mata yang diberikan.

14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua

bantuan baik materiil maupun imateriil.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari para pembaca

yang budiman. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Surakarta, Juni 2010 Sasongko Adhi Nugroho NIM. E 0006221

Page 10: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………...... i

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... iii

HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………... iv

ABSTRAK ……………………………............................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................……………...... vii

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ix

DAFTAR ISI………………………………………………………………....... xi

DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

A. Latar Belakang………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………. 8

C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 8

D. Manfaat Penelitian……………………………………………… 9

E. Metode Penelitian………………………………………………. 9

F. Sistematika Penulisan Hukum…………………………………. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 15

A. Kerangka Teori………………………………………………… 15

1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian………….................. 15

a). Pengertian Pembuktian…………………………........... 15

b). Sistem Pembuktian……..…………………………….... 16

c). Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP ..................... 18

d). Prinsip Minimum Pembuktian ………………………. 19

e). Asas Asas dalam Pembuktian……………………….... 19

2. Tinjauan Umum Tentang Korupsi………………………… 20

a). Pengertian Korupsi…..………………………………... 20

b). Sifat Korupsi…………………………………….……. 21

c). Ciri Ciri Korupsi……………….…………………….. 22

d). Faktor Faktor Penyebab Korupsi……………………… 22

Page 11: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

10

3. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti………..…………….. 24

a). Pengertian Alat Bukti………………………………….. 24

b). Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP ..……………… 24

4. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Digital / Elektronik….. 29

a). Pengertian Alat Bukti Digital / Elektronik……………... 29

b). Macam Macam Alat Bukti Digital……………………... 29

b). Pengaturan Alat Bukti Digital / Elektronik……………. 30

B. Kerangka Pemikiran…………………………………………… 34

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… 36

A. Kedudukan Alat Bukti Digital dalam Pembuktian Perkara Korupsi.. 36

B. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Digital dalam Pembuktian

Perkara Korupsi................................................................................. 43

BAB IV PENUTUP………………………………………………………. 47

A. Kesimpulan……………………………………………….……

….. 47

B. Saran-

Saran………………………………………………….…….. 48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Skor CPI (Cooruption Perception Index) Negara Asia Tenggara.

Table 2. Rekap Perkara Korupsi yang Diputus di Pengadilan Umum Semester I

2009

Tabel 3. Contoh Kasus Korupsi Yang Pembuktiannya Menggunakan Alat Bukti

Digital

Page 13: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan UUD RI Tahun 1945

adalah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya, implementasinya adalah

pembangunan di segala bidang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

masyarakat Indonesia. Namun, upaya menuju ke arah tersebut bukan perkara

mudah, prakteknya di lapangan banyak rintangan yang harus dihadapi oleh

pemerintah dalam upaya mewujudkan cita cita tersebut.

Pembangunan nasional selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

juga menyebabkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang berdampak negatif.

Dampak perubahan tersebut diantaranya adalah meningkatnya kecenderungan

terjadinya tindak pidana yang dapat meresahkan kehidupan masyarakat. Salah

satunya adalah meningkatnya tindak pidana korupsi, peningkatan tindak pidana

korupsi terjadi karena sifat dasar manusia yang selalu merasa kurang atas apa yang

ia peroleh, sifat dasar tersebut memicu perilaku perilaku korup di masyarakat.

Korupsi merupakan kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan luar

biasa / Extraordinary Crime. Kejahatan ini telah menggerogoti hampir semua

sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Usaha penanggulangan

bentuk kejahatan tersebut sangat diprioritaskan karena korupsi dipandang dapat

mengganggu dan menghambat pembangunan nasional, merintangi tercapainya

tujuan nasional, mengancam keseluruhan sosial, merusak citra aparatur yang

bersih dan berwibawa yang pada akhirnya akan merusak kualitas manusia dan

lingkungannya (Widodo T Novianto, 2007:1).

Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu

mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu

Page 14: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

13

masuk” bagi tindak korupsi. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru

besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19.

Dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan: “Power tends to corrupt, and

absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan

kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut) (H.M. Arsyad Sanusi.

2009:83).

Denny Indrayana (2008:4) menganggap korupsi sebagai sumber segala

bencana dan kejahatan, the root of all evils. Koruptor bahkan relatif lebih

berbahaya dari teroris. Uang yang telah ”dimakan” koruptor adalah hidup mati

bagi ribuan rakyat, dalam konteks inilah koruptor adalah the real terrorist. Sebuah

mimpi belaka pemberantasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup

masyarakat dapat tercapai, bila korupsi masih merajalela.

Korupsi di Indonesia dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas dari tahun ke

tahun terus mengalami peningkatan, hasil survey terbaru yang dirilis oleh

Transparency International Indonesia, sebuah organisasi yang concern terhadap

pemberantasan korupsi yang berpusat di Berlin Jerman dan telah mempunyai 99

chapter di seluruh dunia, menunjukkan bahwa skor Indonesia dalam Corruption

Perception Index (CPI) tahun 2009 adalah 2,8. Skor tersebut menunjukkan bahwa

Indonesia masih merupakan negara dengan tingkat kerawanan terjadinya korupsi

tinggi. Skor tersebut menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalam upaya

menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih serta bebas dari KKN masih

perlu dipertanyakan.

Lebih jauh Transparency Internasional Indonesia menyebutkan bahwa

hampir separuh negara negara yang disurvey memiliki CPI dibawah 5, semakin

rendah CPI yang diperoleh suatu negara maka semakin rendah pula instabilitas

negara tersebut. Sebagai contoh negara negara yang menduduki posisi terbawah

dalam indeks, seperti Somalia dengan nilai 1.1, Afghanistan dengan nilai 1.3,

Myanmar dengan nilai 1.4 dan Sudan bersama Irak mendapat nilai 1.5, stabilitas

Page 15: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

14

ekonomi serta politik negara tersebut saat ini berada di titik terendah. Asumsi

tersebut menjadi legitimasi bahwa korupsi berkorelasi dengan konflik dan perang.

Hasil survey yang dikeluarkan tanggal 17 November 2009 yang lalu tersebut

menempatkan Indonesia di posisi 114 dari keseluruhan 180 negara yang disurvey.

Dengan skor 2,8, Indonesia tertinggal jauh dari negara negara di kawasan lain.

Bahkan, dengan negara negara kawasan Asia Tenggara pun Indonesia masih

tertinggal. (lihat tabel).

Tabel 1.

TABEL SKOR CPI NEGARA ASIA TENGGARA

NO NEGARA SKOR CPI

1 Singapura 9,2

2 Brunei Darrusalam 5,5

3 Malaysia 4,5

4 Thailand 3,3

5 Indonesia 2,8

6 Vietnam 2,7

7 Filipina 2,4

8 Timor Leste 2,2

9. Kamboja 2,0

10. Laos 2,0

11. Myanmar 1,4

Sumber : Transparency Internasional Indonesia

Dari survey tersebut, partai politik, parlemen, polisi dan lembaga peradilan

dianggap sebagai pihak yang sangat rawan dari pengaruh korupsi. Khusus

Mengenai korupsi yang terjadi di lembaga peradilan, hal ini disebut sebagai

Judicial Corruption. Saat ini prinsip kemandirian kekuasaan kehakiman tidak

dapat diintervensi adalah menyesatkan. Prinsip independensi demikian memang

diakui namun hanya berlaku bagi sistem peradilan yang bersih. Di dalam sistem

Page 16: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

15

peradilan yang kotor, dimana putusan dapat dipesan dan diperjual belikan, maka

intervensi menjadi wajib hukumnya (Denny Indrayana, 2008:11).

Hasil survey tersebut setidaknya membuktikan bagaimana korupsi telah

merasuk ke dalam seluruh sistem hukum dan kehidupan bermasyarakat. Lembaga

peradilan yang diharapkan menjadi benteng terakhir pemberantasan korupsi justru

menjadi satu dari empat lembaga yang sangat rentan terhadap korupsi. Tidak

jarang perkara korupsi yang justru mental ketika sampai di pengadilan.

Data yang dirilis oleh Indonesian Corruption Watch berdasarkan

pemantauan selama semester I tahun 2009 terdapat 119 perkara korupsi dengan

222 orang terdakwa yang diperiksa dan divonis oleh pengadilan diseluruh

Indonesia mulai dari tingkat pertama (Pengadilan Negeri =82 perkara), banding

(Pengadilan Tinggi= 12 perkara), kasasi / peninjauan kembali (MA=15 perkara)..

Sedangkan nilai kerugian negara dari perkara yang diperiksa dan diputus

pengadilan diperkirakan mencapai Rp 1,662 triliun. Dari 222 terdakwa korupsi

yang telah diperiksa dan diputus, sebanyak 153 terdakwa (68,92 %) divonis bebas

/ lepas oleh pengadilan. Hanya 69 terdakwa (31,08 %) yang akhirnya divonis

bersalah, (Lihat Tabel). Namun dari yang akhirnya diputuskan bersalah tersebut,

dapat dikatakan belum memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi, karena

secara rata rata hukuman penjara yang dijatuhkan adalah 6,2 bulan

http://www.antikorupsi.org/docs/bahanrilisputusanbebaspengadilanumumsemester

I20095agustus2009.pdf) diakses tanggal 18 Desember 2009.

Tabel 2.

Rekap Perkara Korupsi yang Diputus di Pengadilan Umum Semester I 2009

TERDAKWA Vonis

Bebas –1 Th 1,1-2 2,1-5 5,1- 10 >10 Percobaan

TERDAKWA 222 153 28 17 11 3 1 9

(%) 100 68,92 12,61 7,66 4,95 1,35 0,45 4,05

Sumber : penelitian ICW Semester I 2009

Page 17: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

16

Banyaknya terdakwa perkara korupsi yang diputus bebas oleh pengadilan

umum atau pengadilan negeri didasari berbagai alasan, salah satunya adalah tindak

pidana korupsi yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti. Harus diakui,

korupsi adalah delik yang pembuktiannya dapat dikatakan sangat sulit. Banyak

aspek yang harus dipenuhi untuk benar benar dapat membuktikan bahwa seorang

terdakwa tersebut telah melakukan tindak pidana korupsi. Sebagai salah satu white

collar crime / kejahatan kerah putih, korupsi biasanya dilakukan oleh orang orang

yang mempunyai kedudukan secara hierarki dan dilakukan dengan cara cara yang

sistematis serta rapi. Pola pola yang dilakukan oleh para koruptor dapat dikatakan

sangat terencana dan bersih, korupsi biasanya dilakukan oleh birokrat yang

mempunyai dukungan kuat secara politis dan ekonomi serta telah mengetahui

celah celah hukum agar korupsi yang mereka lakukan tidak dapat terlacak.

Sebagai suatu kejahatan luar biasa / Extraordinary crrime, pembuktian

dalam tindak pidana korupsi dianggap lebih sulit dibanding dengan tindak pidana

yang lain. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang luar biasa pula dalam

pembuktiannya. Untuk membuktikan bahwa terdakwa memang benar benar telah

melakukan tindak pidana korupsi tidak cukup dengan pembuktian konvensional

seperti halnya dalam tindak pidana umum lainnya. Kesulitan ini terjadi lantaran

umumnya tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang yang memiliki

kesempatan, kewenangan ataupun sarana yang dimungkinkan oleh jabatan yang

diperolehnya. Dengan demikian pada sebagian besar kasus korupsi dilakukan oleh

pembuat keputusan bukan pada tingkat bawah. Dalam posisi semacam ini, apabila

seseorang --yang katakanlah pegawai bawahan-- mengetahui bahwa atasannya

melakukan tindak pidana korupsi, kemungkinan besar ia enggan melaporkan kasus

tersebut karena khawatir akan mengancam pekerjaannya yang sudah jelas berada

di bawah si pelaku tersebut. Tanpa adanya perlindungan hukum terhadap orang-

orang seperti ini, kemungkinan besar kasus-kasus korupsi yang besar tidak akan

pernah terungkap (Naskah Akademik RUU Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban)

Page 18: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

17

Pembentuk undang undang menyadari betul mengenai kesulitan yang

mungkin dihadapi oleh para penegak hukum dalam upaya pembuktian tindak

pidana korupsi, maka disamping tetap mengacu pada segi segi hukum pembuktian

umum yang diatur dalam KUHAP, pembentuk undang undang memberikan

pengecualian pembuktian perkara korupsi. Salah satunya adalah penggunaan alat

bukti digital / elektronik, baik itu melalui penggunaan email, telegram,

penyadapan telepon, teleconference, televideoconferene ataupun rekaman CCTV

dll. Banyak contoh kasus korupsi yang dalam pembuktiannya menggunakan alat

bukti elektronik, contohnya adalah penggunaan bukti penyadapan telepon dan

rekaman CCTV pada kasus jaksa Urip Tri Gunawan dan Arthalita Suryani. Selain

itu, ada pula penggunaan teleconference pada saat pemeriksaan saksi mantan

Presiden B.J. Habibie pada sidang kasus korupsi Bulloggate II dengan terdakwa

Akbar Tanjung.

Penggunaan alat bukti elektronik dalam pembuktian perkara korupsi

digunakan oleh para penegak hukum dalam upaya mengungkap tindak pidana

korupsi. Penggunaan alat bukti elektronik sendiri diakomodir dalam beberapa

peraturan perundangan. Diantaranya, Undang Undang Nomor 11 tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang Undang Nomor 20 tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk merumuskannya menjadi

sebuah judul penelitian, yaitu:

”ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DIGITAL

EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA KORUPSI (SUATU

STUDI TERHADAP UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UU NOMOR 20

TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

KORUPSI) ”

Page 19: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

18

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah dapat diartikan sebagai suatu informasi yang mengandung

pertanyaan atau yang dapat dipertanyakan, mengandung ketidakjelasan atau

ketidakpastian. Setiap penelitian yang akan dilakukan selalu berangkat dari

masalah. Perumusan masalah ini di maksudkan untuk lebih memfokuskan hal hal

yang akan di teliti, sehingga dapat dicapai tujuan penelitian. Berdasarkan hal

tersebut diatas, permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan alat bukti digital / elektronik dalam

pembutkian perkara korupsi ?

2. Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti digital / elektronik dalam

pembuktian perkara korupsi?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian meupakan hal- hal apakah yang hendak dicapai

dalam suatu penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan

masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui kedudukan alat bukti digital / elektronik dalam

pembuktian korupsi.

b. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti digital /

elektronik dalam pembuktian perkara korupsi

2. Tujuan Subjektif

a. Mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran dan

pengetahuan serta untuk lebih meningkatkan dan mendalami

berbagai teori yang penulis dapatkan selama menempuh kuliah di

Fakultas Hukum Sebelas Maret.

b. Untuk mengumpulkan data penelitian guna penyusunan penulisan

hukum sebagai persyaratan dalam pencapaian gelar kesarjanaan

di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret.

Page 20: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

19

c. Memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran bagi Ilmu

pengetahuan Hukum Acara, khususnya Hukum Acara Pidana.

D. MANFAAT PENELITIAN

Suatu penelitian akan bernilai apabila dapat memberi manfaat bagi

berbagai pihak. Adapun manfaat dai penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Ilmu

Hukum pada umumnya, serta Hukum Acara Pidana pada

khususnya, utamanya berkaitan dengan penggunaan alat bukti

digital / elektronik dalam pembuktian tindak pidana korupsi

b. Penelitian ini di harapkan dapat menyumbangkan pengetahuan

dan menambah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan,

khususnya dalam bidang hukum acara pidana.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran

dan pola kritis bagi pihak- pihak terkait, berkenaan dengan

pembuktian perkara korupsi khususnya penggunaan alat bukti

digital / elektronik.

b. Hasil penulisan ini diharapkan mampu membantu dan

memberikan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait

dengan masalah yang sedang di teliti.

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian

antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum. Menurut Peter

Mahmud Marzuki, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin

Page 21: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

20

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud

Marzuki, 2007: 35). Penelitian hukum menurut Hutchison dibedakan

menjadi 4 tipe yaitu:

a. Doctrinal Research;

b.Reform-Oriented Research;

c. Theoretical Research;

d.Fundamental Research (Hutchison dalam Peter Mahmud Marzuki,

2007: 32-33).

Ketiga tipe penelitian hukum yang dikemukakan Hutchinson yaitu

Doctrinal Research, Reform-Oriented Research, dan Reform-Oriented

Research menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan penelitian doktrinal

sedangkan penelitian sosiolegal termasuk dalam tipe keempat yaitu

Fundamental Research (Peter Mahmud Marzuki, 2007: 33).

Penelitian hukum ini masuk kedalam penelitian doktrinal karena

keilmuan hukum memang bersifat preskriptif yaitu melihat hukum sebagai

norma sosial bukan gejala sosial.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini dalah penelitian yang bersifat preskriptif

dan terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptuf, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, nilai nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep konsep hukum dan norma norma hukum. Sebagai ilmu terapan

ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan ketentuan, rambu

rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki.

2005:22)

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti akan memberikan

preskriptif mengenai kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence

dalam pembuktian perkara korupsi yang ditinjau dari preskiptif UU Nomor

Page 22: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

21

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum diantaranya:

a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).

b. Pendekatan kasus (Case Approach).

c. Pendekatan historis (Historical Approach).

d. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach).

e. Pendekatan konseptual (Conseptual Approach) (Peter Mahmud

Marzuki, 2007:93-94).

Peneliti dalam hal ini menggunakan pendekatan perundang-

undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan terhadap Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan

Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

4. Pengumpulan Bahan Hukum

Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran

mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu hukum yang

dihadapi. Dalam hal penelitian menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statute approach), yang dilakukan adalah mencari peraturan

perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan isu tersebut yaitu

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik dan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Sumber Penelitian Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yaitu berupa:

Page 23: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

22

a. Bahan hukum primer yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim. Penelitian Hukum ini bahan hukum primernya

adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik dan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..

b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Dalam hal ini peneliti

menggunakan bahan hukum sekunder berupa jurnal-jurnal hukum dari

dalam dan luar negeri, hasil-hasil penelitian hukum serta hasil karya

dari kalangan hukum termasuk artikel-artikel hukum di internet (Peter

Mahmud Marzuki, 2007: 141).

6. Pengolahan Hasil dan Analisis Bahan Hukum

Setelah peneliti mengumpulkan bahan-bahan hukum, diuraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa, peneliti akan menarik kesimpulan yang

menjawab isu yang diajukan atau permasalahan yang telah dirumuskan.

Selanjutnya bahan hukum dianalisis untuk melihat Bagaimana kedudukan

dan kekuatan pembuktian Digital Evidence dalam pembuktian perkara

korupsi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang Undang Nomor 20 tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) Bab, yaitu

pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup ditambah lampiran-

lampiran dan daftar pustaka. Penyusunan penulisan hukum tersebut dengan

sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Page 24: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

23

Pada Bab ini penulis menguraikan mengenai latar

belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian yang digunakan, dan yang terakhir

adalah sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

a. Dalam bab ini diuraikan beberapa pemaparan yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, dan

dijelaskan dari literatur- literatur sehingga pembaca

dapat memahami kedudukan dan kekuatan

pembuktian alat bukti digital evidence dalam

pembuktian perkara korupsi. Secara umum dibagi

manjadi kerangka teori dan kerangka pemikiran.

Dalam pemaparan kerangka teori diuraikan

mengenai Tinjauan Umum Tentang pembuktian,

Tinjauan Umum tentang korupsi, Tinjauan Umum

Tentang Alat bukti serta Tinjauan umum tentang alat

bukti digital / elektronik.

b. Dalam kerangka pemikiran, memberikan gambaran

hubungan antara konsep- konsep khusus yang ingin

dan akan di teliti.

BAB III : PEMBAHASAN

A. Dalam Bab ini penulis menjelaskan mengenai

kedudukan alat bukti digital evidence dalam

pembuktian perkara korupsi ditinjau dari UU Nomor

11 tahun 2008 dan UU Nomor 20 tahun 2001.

Secara umum dijelaskan mengenai kedudukan alat

bukti digital / elektronik dalam upaya pembuktian

perkara korupsi.

Page 25: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

24

B. Selain itu di jelaskan pula mengenai kekuatan

pembuktian penggunaan alat bukti digital /

elektronik dalam upaya pembuktian perkara korupsi.

BAB IV : PENUTUP

Dalam Bab ini akan dikemukakan mengenai kesimpulan

yang di peroleh dari penelitian yang telah dilakukan, serta

dikemukakan saran yang relevan dari peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 26: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian.

a) Pengetian Pembuktian

KUHAP memberikan ruang bagi pembuktian, tetapi tidak

memberikan definisi yang secara khusus mengenai pembuktian.

Sehingga muncul beberapa definisi dari beberapa ahli yang

mencoba memberikan definisi mengenai pembuktian, diantaranya :

1. M. Yahya Harahap.

M. Yahya Harahap (2000: 252) memberikan definisi

pembuktian yaitu:

Sebagai ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-

undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada

terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang

mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang

dan yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada seorang terdakwa.

2. Hari Sasangka.

Merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang

mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut

hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-

syarat dan tata cara mengajukan bukti-bukti tersebut serta

kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan

menilai suatu pembuktian.

Page 27: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

26

Dari pengertian pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan inti dari

hukum pembuktian adalah :

1. Hukum pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan yang

memberikan pedoman mengenai cara-cara untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada

terdakwa yang dibenarkan oleh undang-undang

2. Hukum pembuktian mengatur mengenai jenis-jenis alat

bukti yang boleh digunakan hakim dan diakui undang-

undang yang digunakan untuk membuktikan kesalahan

terdakwa

3. Hukum pembuktian merupakan ketentuan yang mengatur

cara menggunakan maupun menilai kekuatan pembuktian

dari masing-masing alat bukti.

b) Sistem Pembuktian.

Yahya Harahap (2000:256) menjelaskan beberapa sistem

Pembuktian yang dikenal adalah :

a). Conviction- in time.

Penilaian tentang bersalah atau tidaknya terdakwa hanya

bergantung kepada penilaian “keyakinan” hakim. Fokus dalam

sistem ini adalah penilaian keyakinan hakim, tidak bergantung

kepada hal hal yang lain.

Dalam sistem Conviction- in time, dari mana hakim menarik

dan menyimpulkan keyakinannya tidak menjadi masalah.

Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat alat

bukti yang diperiksanya di pengadilan, bisa juga hasil alat alat

bukti yang diabaikan oleh hakim, dan langsung menraik

keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.

Page 28: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

27

b). Conviction-Raisonee.

Dalam sistem pembuktian ini “keyakinan hakim” tetap mempunyai

peranan yang sangat penting dalam menentukan bersalah atau tidaknya

terdakwa. Berbeda dengan sistem Conviction- in time. Dimana

“keyakinan hakim” sangat leluasa, dalam sistem pembuktian ini

“keyakinan hakim” harus lah disertai dengan “alasan alasan yang jelas”.

Tegasnya dalam sistem pembuktian ini alasan alasan yang

digunakan hakim sebagai dasar dalam menentukan bersalah atau

tidaknya terdakwa harus lah logis dan benar benar dapat diterima akal.

c). Pembuktian Menurut Undang Undang Secara Positif. (Positief

Wettelijke Bewijstheorie)

Pembuktian menururt undang undang secara positif merupakan

pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem pembuktian

conviction- in time.

Pembuktian menururt undang undang secara positif, ”keyakinan

hakim tidak ikut ambil bagian” dalam membuktikan kesalahan terdakwa.

Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut berperan menentukan

bersalah atau tidaknya terdakwa.

Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat alat

bukti yang ditentukan oleh undang undang. Untuk membuktikan bersalah

atau tidaknya terdakwa semata mata ”digantungkan pada alat alat bukti

yang sah”. Asal sudah dipenuhi syarat syarat dan ketentuan pembuktian

menurut undang undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa

tanpa menentukan keyakinan hakim.

Page 29: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

28

d). Pembuktian Menurut Undang Undang Secara Negatif. (Negatief

Wettelijke Bewijstheorie).

Sistem pembuktian menurut undang undang secara negatif merupakan

teori antara sistem pembuktian menurut undang undang secara positif

dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction- in time.

Sistem pembuktian ini merupakan keseimbangan antara kedua sistem

yang saling bertolak belakang secara ekstrem. Sistem pembuktian menurut

undang undang secara negatif mengkombinasikan secara terpadu sistem

pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian menurut

undang undang secara positif.

Menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa tidak cukup hanya

berdasar keyakinan hakim semata mata atau pun berdasar pada cara dan

ketentuan pembuktian dengan alat alat bukti yang ditentukan undang

undang. Seorang terdakwa baru dpat dinyatakan bersalah apabila kesalahan

yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan alat alat

bukti yang sah sekaligus dibarengi dengan keyakinan hakim bahwa tindak

pidana yang dilakukan terdakwa memang benar benar telah terjadi.

Dalam sistem pembuktian menurut undang undang secara negatif terdapat

dua komponen untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa :

a). Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat alat bukti

yang sah menurut undang undang,

b). Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat

alat bukti yang sah menurut undang undang.

c). Sistem Pembuktian yang dianut KUHAP.

Untuk mengkaji sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP, dapat

kita lihat rumusan Pasal 183 KUHAP.

Page 30: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

29

Pasal 183 KUHAP.

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya

Dari rumusan pasal tersebut telah menunjukkan bahwa KUHAP

menganut sistem pembuktian Menurut Undang Undang Secara

Negatif (Negatief Wettelijke Bewijstheorie), dimana dua komponen

utama pembuktian menurut undang undang, yaitu alat bukti yang

sah dan keyakinan hakim harus terpenuhi untuk menentukan

seorang terdakwa tersebut bersalah atau tidak.

d) Prinsip minimum pembuktian.

Prinsip minimum pembuktian adalah prinsip yang harus

dipedomani dalam menilai cukup atau tidaknya alat bukti

membuktikan salah atau tidaknya terdakwa. (M. Yahya Harahap

2000: 262).

Dalam menentukan minimum pembuktian tersebut tetap

harus berpegang pada Pasal 183 serta Pasal 184 ayat (1) KUHAP,

dari rumusan Pasal 183 serta Pasal 184 ayat (1) KUHAP maka

prinsip minimum pembuktian yang dianggap cukup.

a). sekurang kurangnya dengan dua alat bukti yang sah, atau

paling minimum kesalahan terdakwa harus dibuktikan

dengan dua alat bukti yang sah.

b). Dengan demikian tidak dibenarkan dan dianggap tidak

cukup kesalahan terdaka jika hanya dengan satu alat bukti

saja. Pasal 183 tidak membenarkan pembuktian kesalahan

terdakwa hanya dengan satu alat bukti yang berdiri sendiri.

e) Asas Asas dalam Pembuktian.

Dalam pembuktian dikenal adanya asas asas sebagai

pedoman yang harus dipatuhi dalam pembuktian, diantaranya :

Page 31: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

30

a). Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban pembuktian, karena

pengakuan terdakwa tidak menghilangkan syarat minimum

pembuktian, jadi, meskipun terdakwa mengaku, penuntut umum dan

persidangan tetap wajib membuktikan kesalahan terdakwa dengan

alat bukti yang lain, karena yang dikejar adalah kebenaran material

(Pasal 189 ayat (4) KUHAP).

b). Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan /

notoire feiten (Pasal 184 ayat (2) KUHAP)

c). Menjadi saksi adalah kewajiban (Pasal 159 ayat (2) KUHAP).

d). Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri,

sehingga hanya mengikat dirinya sendiri (Pasal 189 ayat (3)

KUHAP).

e). Satu saksi bukan saksi / unus testis nullus testis (Pasal 185 ayat (2)

KUHAP).

2. Tinjauan Umum tentang korupsi

a) Pengertian korupsi

Dalam ensiklopedia Indonesia, Korupsi berasal dari bahasa Latin:

corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan,

memutarbalik, menyogok (http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi)

diakses 28 November 2009.

Menurut Anne van Aaken, Lars P. Feld, Stefan Voigt :

“Corruption is defined as the misuse of public office for private benefit.

Private benefit need not be confined to individual benefit but can

include benefits to political parties and other associations”

(Korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik

untuk keuntungan pribadi. Keuntungan tersebut tidak terbatas pada

keuntungan individu tetapi juga termasuk keuntungan kepada partai

politik dan asosiasi lainnya).

Page 32: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

31

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi berarti

perbuatan yang buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok dsb. (Poerwadarminta, 1984:524).

Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik,

baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar

dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat

dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang

dipercayakan kepada mereka.

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum,

curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang

merugikan negara.

Secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya korupsi

memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau

perusahaan dan sebaginya ) untuk kepentingan pribadi dan orang

lain.

2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang

dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya

untuk kepentingan pribadi).

(Evi Hartanti:, 2007:9)

b). Sifat Korupsi

Baharuddin Lopa membagi korupsi menurut sifatnya ke dalam 2 (dua)

bentuk, yaitu sebagai berikut :

a. Korupsi yang bermotif terselubung.

Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik,

tetapi secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan

uang semata.

b. Korupsi yang bermotif ganda.

Page 33: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

32

Yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya

hanya bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya

bermotif lain, yakni kepentingaan politik. (Evi Hartanti, 2007:10).

` c) Ciri Ciri Korupsi.

Dijelaskan oleh Shed Husein Alatas, korupsi mempunyai ciri ciri

sebagai berikut :

a). Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

b). Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia.

c). Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan

keuntungan timbal balik.

d). Mereka yang mempraktekkan korupsi biasanya berusaha

untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung

dibalik pembenaran hukum.

e). Mereka yang terlihat korupsi menginginkan keputusan yang

tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan

keputusan itu.

f). Setiap korupsi mengandung perbuatan yang menipu.

g). Setiap perbuatan korupsi adalah suatu pengkhianatan

terhadap kepercayaan.

h). Setiap perilaku korupsi melibatkan fungsi ganda yang

kontradiktif dari mereka yang melakukan tindak pidana

tersebut.

i). Korupsi melanggar norma norma tugas dan

pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.

(Evi Hartanti, 2007:10-11).

d) Faktor Faktor Penyebab.

a). Selo Soemardjan.

Faktor Faktor sosial yang mendukung terjadinya tindak pidana

korupsi adalah :

Page 34: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

33

1. Desintegarsai (anomie) sosial karena perubahan sosial terlalu cepat

sejak revoluisi sosial dan melemahnya batas milik negara dan milik

pribadi.

2. Fokus budaya bergeser, nilai utama orientasi sosial beralih menjadi

orientasi harta. Kaya tanpa harta menjadi kaya dengan harta.

3. Pembangunan ekonomi menjadi panglima bukan pembangunan

sosial atau budaya.

4. Penyalahgunaan kekuasaan negara sebagai short cut

mengumpulkan harta.

5. Paternalisme, korupsi tingkat tinggi, menurun, menyebar, meresap

dalam kehidupan masyarakat.

6. Pranata Pranata kontrol sosial tidak efektif lagi.

b). Masyarakat Transparansi Internasional.

Masyarakat Transparansi Internasional menemukan ada sembilan

faktor penyebab korupsi, yaitu:

1. Absennya kemauan politik pemerintah.

2. Amburadulnya sistem administrasi umum dan keuangan

pemerintah.

3. Dominannya militer dalam bidang politik.

4. Politisasi birokrasi.

5. Tidak independennya lembaga pengawas.

6. Kurang berfungsinya parlemen.

7. Lemahnya kekuatan masyarakat sipil.

8. Kurang bebasya media massa.

9. Oportunisme sektor swasta.

c). Andi Hamzah.

Andi Hamzah (2005:13) menyebutkan ada beberapa faktor yang

menyebabkan tumbuh suburnya korupsi:

Page 35: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

34

1. Kurangnya gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika dibandinkan dengan

kebutuhan sehari hari yang semakin meningkat.

2. Kultur kebudayaan Indonesia yang merupakan sumber meluasnya

korupsi.

3. Manajemen yang kurang baik serta komunikasi yang tidak efektif dan

efisien.

4. Modernisasi.

3. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti

a) Pengertian Alat Bukti.

Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti

tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna

menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak

pidana yang telah dilakukan terdakwa.

b) Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP.

Ketentuan hukum acara pidana telah mengatur mengenai beberapa

alat bukti yang Sedangkan Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan

“Alat bukti yang sah ialah :

(a). Keterangan saksi

(b). Keterangan ahli

(c). Surat

(d). Petunjuk

(e). Keterangan terdakwa”

Berikut ini adalah uraian mengenai alat bukti yang diatur dalam

KUHAP :

(a). Keterangan saksi

Page 36: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

35

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar,

ia lihat dan ia alami sendiri (Pasal 1 butir 26 KUHAP).

Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27

KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti

yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya itu.

Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di

sidang pengadilan (Pasal 185 ayat (1) KUHAP). Jika dihubungkan dengan

ketentuan Pasal 1 butir 27 KUHAP maka yang harus diterangkan dalam

sidang adalah :

- apa yang saksi lihat sendiri;

- apa yang saksi dengar sendiri

- apa yang saksi alami sendiri

Keterangan saksi di depan penyidik, bukan keterangan saksi, jadi bukan

merupakan alat bukti. Keterangan saksi di depan penyidik hanya sebagai

pedoman hakim untuk memeriksa perkara dalam sidang. Apabila berbeda

antara keterangan yang diberikan di depan penyidik dengan yang diberikan

di muka sidang, hakim wajib menanyakan dengan sungguh-sungguh dan

dicatat (Pasal 163 KUHAP).

Menurut Pasal 186 KUHAP ada Kekecualian untuk menjadi saksi, yaitu

sebagai berikut :

1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah

sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai

terdakwa;

Page 37: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

36

2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan

karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat

ketiga;

3) Suami atau istri terdakwa meskipun telah bercerai atau yang bersama

sama sebagai terdakwa.

Disamping karena hubungan keluarga atau semenda, juga ditentukan

oleh Pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan, harkat

martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta

dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi. Contoh

orang yang harus menyimpan rahasia jabatannya misalnya seorang dokter

yang harus merahasiakan penyakit yang diderita pasiennya. Sedangkan yang

dimaksud karena martabatnya dapat mengundurkan diri adalah mengenai hal

yang dipercayakan kepada mereka, misalnya pastor agama Katolik Roma

yang berhubungan dengan kerahasiaan orang-orang yang melakukan

pengakuan dosa kepada pastor tersebut. Menurut Pasal 170 KUHAP di atas

mengatakan “dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi

keterangan sebagai saksi…” maka berarti apabila mereka bersedia menjadi

saksi, dapat diperiksa oleh hakim. “Oleh karena itu, kekecualian menjadi

saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya

merupakan kekecualian relatif”. Kekecualian menjadi saksi dibawah sumpah

juga ditambahkan dalam Pasal 171 KUHAP, yaitu :

1) Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah

kawin;

2) Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya

baik kembali.

(b) Keterangan Ahli

Pasal 1 angka 27 disebutkan keterangan ahli adalah keterangan yang

diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang

Page 38: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

37

diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan.

Perlu diperhatikan bahwa KUHAP membedakan keterangan seorang

ahli di pengadilan sebagai alat bukti “keterangan ahli” (Pasal 186

KUHAP) dan keterangan ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan

sebagai alat bukti “ surat”. Apabila keterangan diberikan pada waktu

pemerikaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan dalam

suatu bentuk laporan, dan dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu ia

menerima jabatan atau pekerjaan , maka keterangan ahli tersebut sebagai

alat bukti surat. Contoh mengenai kedua hal tersebut diatas adalah visum

et repertum yang dibuat oleh seorang dokter.

(c). Surat

Pasal 187 mengatakan surat sebagaimana tersebut dalam Pasal 184

(1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

sumpah, adalah:

- berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang dan yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri

- surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya

- surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat berdasarkan keahliannya

- surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

(d). Petunjuk

Pasal 188 (1) KUHAP mengatakan bahwa petunjuk adalah

perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik

antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu

sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan

Page 39: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

38

siapa pelakunya. Dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa

petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

diperoleh dari keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa.

Apabila alat bukti yang menjadi sumber dari petunjuk tidak ada

dalam persidangan pengadilan, maka dengan sendirinya tidak akan

ada alat bukti petunjuk.

Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam

setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan

bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh

kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.. Pada

akhirnya persoalan diserahkan pada hakim, dengan demikian

menjadi sama dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti.

(e) Keterangan Terdakwa

Dalam Pasal 1 butir 15 terdakwa adalah seorang tersangka

yang dituntut, diperiksa dan di adili di sidang pengadilan.

Sedangkan keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa

nyatakan di depan sidang pengadilan tentang perbuatan yang telah

ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.

Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa diatur dalam Pasal

183 ayat (3) dan (4) KUHAP. Keterangan terdakwa tidak dapat

digunakan untuk membuktikan kesalahan orang lain, kecuali

disertai oleh alat bukti lain. Hal ini mengingatkan bahwa terdakwa

dalam memberikan keterangannya, tidak perlu mengucapkan

sumpah atau janji. Karena keterangan terdakwa bukanlah

pengakuan terdakwa, maka ia boleh menyangkal segala tuduhan

karena ia tidak disumpah. Penyangkalan terdakwa adalah hak

terdakwa dan harus dihormati. Oleh sebab itu, suatu penyangkalan

Page 40: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

39

terhadap suatu perbuatan mengenai suatu keadaan tidak dapat

dijadikan alat bukti.

4. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti Digital / Elektronik.

a) Pengertian Bukti digital.

Alat Bukti digital didefinisikan sebagai fisik atau informasi

elektronik yang dikumpulkan selama investigasi komputer yang

dapat digunakan untuk bukti dalam persidangan, namun tidak

terbatas pada komputer file (seperti file log atau dihasilkan laporan)

dan file yang dihasilkan manusia (seperti spreadsheet, dokumen,

atau pesan email)

(http://yogapw.wordpress.com/2009/11/13/pengertianbukti-digital-

digital-evidence/).

b) Macam Macam Alat Bukti Digital

Macam Macam Alat bukti Digital diantaranya :

* Email.

Adalah singkatan dari Electronic Mail, yaitu surat yang baik

berupa teks maupun gabungan dengan gambar, yang

dikirimkan dari satu alamat email ke alamat lain di jaringan

internet.

* SMS (Short Message Service)

Short Message Service (SMS) adalah suatu fasilitas untuk

mengirim dan menerima suatu pesan singkat berupa teks

melalui perangkat nirkabel, yaitu perangkat komunikasi teleon

selular, dalam hal ini perangkat nirkabel yang digunakan

adalah telepon selular

* File berbentuk (J.PG, T.IF, G.IF dll) .

File dengan Extension J.PG, T.IF, G.IF, yang biasanya

berupa gambar.

* Rekaman penyadapan.

Page 41: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

40

Yaitu rekaman yang didapat dari penyadapan pembicaraan

seseorang dengan orang lain yang diduga kuat berhubungan

secara langsung ataupun tidak langsung dengan tindak pidana

korupsi.

* CCTV (Closed Circuit Television)

Yaitu perangkat kamera video digital yang digunakan untuk

mengirim sinyal ke layar monitor di suatu ruang atau tempat

tertentu. Hal tersebut memiliki tujuan untuk dapat memantau

situasi dan kondisi tempat tertentu, sehingga dapat mencegah

terjadinya kejahatan atau dapat dijadikan sebagai bukti tindak

kejahatan yang telah terjadi.

* Teleconference, Televideoconference. dll

Yaitu hubungan jarak jauh antara orang satu dengan yang

lain, dimana kita dapat mendengar suara dan gambar lawan

bicara kita secara real time

c) Pengaturan Alat Bukti Digital.

Penggunaan alat bukti elektronik di negara negara maju

sudah diakui sebagai alat bukti yang sah serta dipertimbangkan

hakim dalam memutus perkara baik pidana atau perdata. Di negara

negara lain terdapat peraturan yang mengatur alat bukti elektronik

sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Sebagai contoh negara

Malaysia, di Malaysia alat bukti diatur dalam Evidence Act 1950

atau UU tentang Alat Bukti 1950. Dalam UU tersebut alat bukti

dibagi atas dua macam, yaitu alat bukti primer dan alat bukti

sekunder. Yang dimaksud alat bukti primer berdasarkan Pasal 62

evidence act adalah alat bukti berupa dokumen yang original yang

dihadirkan dipengadilan. Dalam evidence act 1950 yang dimaknai

sebagai dokumen adalah seluruh dokumen yang dibuat secara

tertulis, maupun terekam pada pita foto, baik berupa surat, buku,

jurnal, film, video dan lain sebagainya. Bagian-bagian dari

Page 42: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

41

dokumen tersebut sepanjang itu original dianggap sebagai alat bukti

primer. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti sekunder ialah

alat bukti yang tidak original. Ketidak originalan alat bukti tersebut

bisa dikarenakan ia merupakan copy-an, rekaman yang merupakan

duplikasi dari alat bukti primer. Masuknya alat bukti elektronik

dalam evidence act 1950 yaitu adanya perubahan atau lebih

tepatnya penambahan pada Pasal 62 tentang alat bukti primer.

Dalam klausul terakhir pasal tersebut dinyatakan bahwa dokumen

yang dikeluarkan dari komputer merupakan alat bukti primer.

Dalam Undang Undang tersebut memberikan definisi

komputer tidak tersekat oleh penamaan benda, tetapi lebih kepada

prosesnya, apapun nama benda tersebut.

(http://rifq1.wordpress.com/2008/04/21/alat-bukti-elektronik-

catatan-singkat-mengenai-keberadaannya/) diakses 28 November

2009.

Di Indonesia alat bukti elektronik sesungguhnya juga

diperkenankan dalam rumusan beberapa undang undang,

diantaranya :

a. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen

perusahaan.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.8 Tahun 1997

tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Pemerintah

berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media

lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan

mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian

dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan). Pengaturan

tersebut diatur dalam Pasal 12 UU tentang Dokumen Perusahaan

tersebut sebagai alat bukti yang sah”

Page 43: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

42

b. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adanya perluasan

mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk.

Tetapi, menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, bukti

petunjuk juga dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa

informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi

tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data

interchange), surat elektronik (email), telegram, teleks, faksimili,

dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang

dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik

yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,

maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi

yang memiliki makna.

c. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Pencucian Uang.

Kejahatan pencucuian uang / money laundering merupakan

kejahatan yang biasanya melibatkan antar negara, untuk

menyamarkan tindak pidana pencucian uang biasanya uang hasil

kejahatan disimpan di luar negeri.

Pasal 2 angka (1q) Undang-undang pencucian uang

mengatur juga mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence

sesuai dengan Pasal 38 huruf (b), yaitu alat bukti lain berupa

informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan

secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Page 44: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

43

d. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak pidana

perdagangan orang

Pasal 29 Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang

Perdagangan Orang ini mengatur mengenai alat bukti selain

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara

Pidana, dapat pula berupa” :

1) Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu; dan

2) Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,

dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau

tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas

kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam

secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada :

a) tulisan, suara atau gambar;

b) peta, rancangan, foto atau sejenisnya;

Kendati telah diatur dalam beberapa UU, namun alat bukti elektronik

sifatnya masih parsial dan limitatif, sebab ia hanya dapat dipergunakan

terbatas dalam tindakan hukum serta kasus kasus tertentu. KUHAP

sebagai sumber hukum acara pidana sendiri tidak mengatur mengenai

alat bukti digital.

Page 45: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

44

2. Kerangka Pemikiran

PENGGUNAAN

ALAT BUKTI DIGITAL

/ ELEKTRONIK

Extraordinary Crime

Tindak Pidana Korupsi

Pembuktian Perkara Korupsi

KEDUDUKAN KEKUATAN PEMBUKTIAN

UU No 11 Tahun 2008 Dan

UU No 20 Tahun 2001

Page 46: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

45

Penjelasan :

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, salah satu contoh

Extraordinary Crime / Kejahatan luar biasa adalah Tindak pidana

korupsi. Sebagai suatu kejahatan luar biasa maka dalam proses

pembuktian nya harus dilakukan dengan upaya luar biasa pula. Salah

satu upaya pembuktian yang luar biasa tersebut adalah diadopsinya

penggunaan alat bukti digital / elektronik dalam rangka pembuktian

tindak pidana korupsi.

KUHAP sebagai dasar hukum acara di Indonesia tidak

mengatur mengenai keberadaan alat bukti digital / elektronik.

Pengaturan mengenai kedudukan alat bukti digital elektronik

ditemukan di Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 47: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

46

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Alat Bukti Digital / Elektronik Dalam Pembutkian Perkara

Korupsi

Berdasar penelitian yang penulis lakukan, alat bukti elektronik diatur

secara lex Specialist. Alat bukti digital / elektronik diatur di dalam Undang

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

serta Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak

pidana korupsi. Kedua undang undang tersebut walaupun merupakan produk

politik dari DPR dan Pemerintah, sejatinya merupakan aturan yang secara

sosilogis dimaksudkan agar dapat menjadi payung hukum bagi penggunaan

alat bukti digital serta pemberantasan tindak pidana korupsi yang saat ini

memerlukan penanganan yang luar biasa.

Pengaturan alat bukti digital terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1), (2), (3),

undang undang nomor 11 tahun 2008, yang menyebutkan bahwa :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Selanjutnya, Pasal 44 menyebutkan bahwa : Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-

undangan; dan b. Alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan / atau Dokumen

Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)”.

Page 48: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

47

Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyebutkan alat

informasi elektronik merupakan alat bukti yang sah untuk digunakan sebagai alat

bukti. informasi elektronik dapat berupa catatan elektronik, dokumen elektronik,

kontrak elektronik, surat elektronik, atau tanda tangan elektronik. Juga meliputi

informasi elektronik tertentu yang merupakan rujukan dari suatu informasi

elektronik. Lebih lanjut ayat 2 menyebutkan alat bukti digital merupakan

perluasan dari alat bukti yang sah yang diatur dalam KUHAP khususnya Pasal

184. Penggunaan alat bukti digital sebagaimana diatur dalam undang undang ini

dinyatakan sah jika penggunaan alat bukti digital tersebut menggunakan sistem

elektronik yang diatur dalam undang undang tersebut. Sistem elektronik sesuai

dengan Pasal 1 ayat (5) undang undang tersebut diartikan sebagai :

“Serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik”

Pengaturan dalam Pasal 1 ayat (5) tersebut dimaksudkan sebagai kontrol

agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak hak setiap warga negara untuk

melakukan komunikasi serta mendapatkan informasi. Harus diakui bahwa

Amandemen Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas

telah menyatakan hak setiap warga negara untuk mendapat informasi, dengan

adanya rumuan tersebut mencegah para pihak yang berwajib untuk sewenang

wenang dalam memeroleh informasi dan dokumen yang menyangkut dengan

privasi seseorang.

Berdasarkan uraian Pasal 5 ayat (1) dan (3) tersebut diatas, maka Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah., apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Bahkan secara tegas, Pasal 6 UU

ITE menentukan bahwa :

“Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,

Page 49: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

48

ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.”. Selanjutnya Pasal 44 menyebutkan bahwa penggunaan alat bukti digital /

Elektronik dapat digunakan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, serta

pemeriksaan di pengadilan. Rumusan pasal tersebut secara jelas menyatakan

bahwa alat bukti digital / elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti,

penggunaan alat bukti tersebut sudah dapat dimulai dari tingkat penyidikan,

penuntutan hingga pemeriksaan di persidangan. Dengan adanya ketentuan Pasal 44

ini diharapkan mempermudah aparat penegak hukum untuk mendapat alat bukti,

karena penggunaan alat bukti tersebut telah dibenarkan untuk digunakan mulai

dari tingkat penyidikan.

Dalam perkara korupsi secara lebih tegas kedudukan alat bukti digital

diatur di dalam Pasal 26 A Undang Undang nomor 20 tahun 2001 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal 26 A menyebutkan bahwa :

”Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari: a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,

diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna”.

Dari rumusan Pasal 26 A Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tersebut

secara jelas menyebutkan bahwa kedudukan alat bukti digital dalam pembuktian

suatu perkara korupsi adalah sebagai alat bukti petunjuk. Sehingga secara formal

tidak perlu diragukan lagi bahwa kedudukan alat bukti digital adalah sebagai

petunjuk. Pasal 26 A UU tersebut memperluas bukti petunjuk, termasuk alat bukti

lain berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara

Page 50: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

49

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan dokumen, yaitu

setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar

yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang

tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam

secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,

tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Alat bukti digital yang dimaksud dalam Pasal 26 A tersebut sangat luas.

Sesuai penjelasan pasal tersebut, Yang dimaksud dengan "alat optik atau yang

serupa dengan itu" tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data

interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksimili. Dengan

adanya ketentuan ini, maka hampir tidak ada bagian informasi dan atau dokumen

yang dengan menggunakan alat atau yang ada hubungannya dengan alat alat

elektronik atau optik yang tidak termasuk di dalamnya.

Perluasan alat bukti petunjuk tersebut dapat dimaklumi berdasarkan

pertimbangan :

1. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah dapat digolongkan pada tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime). Kriteria kejahatan luar biasa adalah meluas dan sukar pemberantasannya, persis korupsi di Indonesia. Oleh karena itu harus dihadapi dengan upaya yang luar biasa pula. Perluasan bahan untuk membentuk alat bukti petunjuk ini adalah salah satu upaya yang luar biasa tersebut.

2. Pembuktian kasus tindak pidana korupsi tergolong sukar, berhubung dilakukan secara sistematis, terencana oleh oknum berpendidikan (terutama birokrat) dan pengusaha yang amat kuat secara politik dan ekonomi, yang dapat mempengaruhi jalannya proses peradilan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, selain sistem beban pembuktian terbalik, juga dengan upaya memperluas bahan untuk membentuk alat bukti petunjuk (Adami Chazawi.2008:108).

Adanya ketentuan perluasan bahan untuk membentuk alat bukti petunjuk

sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 26 A tersebut diatas maka secara formal

tidak diragukan lagi bahwa informasi dan dokumen kedudukannya sejajar atau

sama dengan 3 (tiga) alat bukti lain yang digunakan untuk membentuk alat bukti

petunjuk yaitu : keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa yang disebut

dalam Pasal 188 ayat (2) KUHAP.

Page 51: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

50

Pertanyaan logis kemudian muncul, berkaitan dengan apakah alat bukti

petunjuk sudah dapat dibentuk hanya dengan alat bukti digital saja atau kah masih

memerlukan alat bukti bukti keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 188 ayat 2 KUHAP. Mengenai hal tersebut

dalam rumusan Pasal 26 A huruf a secara tegas disebutkan “alat bukti lain”. Diksi

“alat bukti lain” dalam Pasal 26 A huruf a tersebut artinya adalah kedudukan

informasi dan dokumen adalah sebagai alat bukti yang sah dan sama dengan alat

bukti pembentuk alat bukti petunjuk yaitu keterangan saksi, surat, keterangan

terdakwa. Dengan alasan tersebut, maka alat bukti petunjuk dalam perkara korupsi

sudah dapat dibentuk berdasarkan informasi dan dokumen saja, tanpa

menggunakan alat bukti pembentuk alat bukti petunjuk : keterangan saksi, surat

dan keterangan terdakwa.

Perlu diingat, bahwa berdasar Pasal 183 KUHAP alat bukti petunjuk yang

didapat melalui rekaman tidak dapat berdiri sendiri, dengan kata lain digunakan

sebagai satu satu nya alat bukti. Pembentuk Undang Undang memasukkan

ketentuan Pasal 188 ayat (3) karena alat bukti petunjuk merupakan alat bukti yang

masih memerlukan alat bukti lain untuk kesempurnaan pembuktian. Fungsi

dokumen dan informasi disini sebagai alat bukti hanya bernilai sebagai bahan

membentuk alat bukti petunjuk saja, tidak dapat digunakan untuk kepentingan lain.

Banyak kasus korupsi yang dalam upaya pembuktiannya menggunakan alat

bukti digital (Lihat Tabel 3). Penggunaan alat bukti digital tersebut bertujuan agar

tindak pidana korupsi yang didakwakan terhadap terdakwa dapat terbukti, karena

salah satu ciri tindak pidana korupsi adalah umumnya perbuatan tersebut

dilakukan secara rahasia. Untuk itu alat bukti digital berperan untuk mengungkap

kerahasiaan tersebut. Contoh konkret adalah rekaman pembicaraan serta antara

Arthalita Suryani dan Jaksa Urip Tri Gunawan, rekaman penyadapan tersebut

akhirnya mampu mengungkap skenario rahasia antara keduanya mengenai uang

suap yang diterima Jaksa Urip Tri Gunawan yang didalilkan sebagai uang yang

pinjaman yang akan digunakan untuk bisnis. Selain itu ada pula rekaman video

yang menunjukkan bahwa jaksa urip Tri Gunawan membawa uang yang diduga

hasil dari Gratifikasi tersebut. Dengan adanya rekaman penyadapan serta video

Page 52: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

51

tersebut telah menunjukkan mengenai tindak pidana yang dilakukan serta siapa

yang melakukan, yang akan memberi petunjuk kepada hakim kebenaran dari suatu

peristiwa.

Tabel 3

KASUS KORUPSI YANG PEMBUKTIANNYA MENGGUNAKAN ALAT

BUKTI DIGITAL

NO KASUS KORUPSI BUKTI DIGITAL YANG DIGUNAKAN 1. Kasus suap Jaksa Urip Tri

Gunawan 1. Rekaman Penyadapan. 2. Rekaman Video.

2. Gratifikasi Anggota DPR Al Amin Nasution

Rekaman Penyadapan dan Video.

3. Korupsi Bulloggate II Teleconference saksi B.J. Habibie. 4. Suap oleh Arthalita Suryani Rekaman Penyadapan dan video 5. Dugaan Kasus suap dan

Gratifikasi Hakim PTUN Ibrahim

Rekaman Video

Penggunaan alat bukti digital dewasa ini sudah dianggap bagian dari

proses penegakkan hukum, harus diakui penggunaan alat bukti digital sangat

membantu bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan terjadinya tindak

pidana korupsi. Mengingat KUHAP sebagai dasar dalam hukum acara pidana

tidak menyebut alat bukti digital sebagai alat bukti yang sah. KUHAP secara

limitatif dalam Pasal 184 hanya menyebut alat bukti yang sah adalah :

1. Keterangan Saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan Terdakwa.

Di luar alat alat bukti tersebut diatas tidak dibenarkan dipergunakan

sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Para pihak dalam

persidangan mulai Hakim, Penuntut Umum, Penasihat Hukum terikat dan

terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat alat bukti ini saja. Mereka

Page 53: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

52

tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendaki diluar alat bukti

yang disebut dalalm Pasal 184 ayat 1 KUHAP.

Dengan adanya ketentuan secara lex specialist mengenai penggunaan alat

bukti digital di Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 serta Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2001 maka sekiranya alat bukti digital sudah dapat

digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses pembuktian tindak pidana

korupsi, yang merupakan perluasan alat bukti petunjuk.

B. Kekuatan Alat Bukti Digital / Elektronik Dalam Pembuktian Perkara

Korupsi

Berbicara mengenai kekuatan pembuktian tidak bisa lepas dari sistem

pembuktian. Sistem hukum pembuktian sampai saat ini masih menggunakan

ketentuan hukum yang lama, yang belum mampu menjangkau pembuktian atas

kejahatan-kejahatan yang menggunakan perangkat digital. Hukum pembuktian

dalam proses peradilan baik dalam perkara pidana maupun perdata, akibat

kemajuan Teknologi Informasi, ada suatu persoalan mengenai bagaimana

kedudukan produk teknologi sebagai alat bukti.

Bertolak dari ketentuan tersebut, jelaslah pengajuan alat bukti digital di

muka pengadilan sebagai alat bukti akan menemukan hambatan dan

mengalami proses pembuktian yang rumit, bahkan terdakwa dan penasihat

hukum kemungkinan besar akan menolaknya karena memang dalam KUHAP

tidak mengatur. Akibatnya, timbul ketidakpastian hukum terhadap alat bukti

digital, yang ironisnya, berbanding terbalik dengan semakin meluasnya

perkembangan teknologi digital baik dalam negeri maupun dengan luar negeri.

Padahal dengan adanya pengajuan perkara di pengadilan, hakim tidak boleh

menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang

diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas,

melainkan wajib untuk memeriksa atau mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU

No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) atau lebih tegas dengan

adanya asas “ius curia novit” sesuai Penjelasan UU No 48 Tahun 2009 tentang

kekuasaan kehakiman, yang menyatakan bahwa “hukum merupakan urusan

Page 54: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

53

hakim dan apabila ada perkara, maka hakim tidak boleh menolak dengan

alasan tidak ada hukumnya, tapi disini hakim harus melakukan penemuan

hukum karena asas hukum acara menyatakan hakim dianggap mengetahui

hukumnya”.

Hukum pidana menganggap bahwa pembuktian merupakan bagian yang

sangat esensial untuk menentukan nasib seseorang terdakwa.

Bersalah atau tidaknya terdakwa sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan ditentukan pada proses pembuktiannya. Dengan kata lain, pembuktian merupakan suatu upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan yang disampaikan oleh para jaksa penuntut umum yang kegunaannya untuk memperoleh kebenaran materiil terhadap :

1. Perbuatan perbuatan manakah yang dianggap terbukti menurut pemeriksaan persidangan.

2. Apakah telah terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan perbuatan yang didakwakan kepadanya.

3. Tindak pidana apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan perbuatan itu.

4. Hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa bukan pekerjaan mudah (Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, 2005:107).

Sementara M. Yahya Harahap menyatakan bahwa :

“Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan “bersalah” dan kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai di mana batas minimum kekuatan pembuktian atau bewijs karcht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP” (M. Yahya Harahap, 2000 : 273).

Pernyataan diatas menunjukkan betapa alat bukti beserta kekuatan

pembuktiannya memegang peranan yang sangat penting dalam pembuktian

perkara pidana. Sebelum menjawab mengenai kekuatan pembuktian alat bukti

digital dalam proses pembuktian perkara korupsi, yang notabene berada di

ranah pidana. Ada baiknya kita melihat mengenai macam alat bukti dalam

Page 55: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

54

hukum perdata. Karena, nilai kekuatan pembuktian alat bukti dalam hukum

acara perdata sedikit berbeda dengan nilai kekuatan pembuktian dalam hukum

acara pidana. Di dalam hukum acara pidana semua alat bukti bernilai sama,

artinya kedudukan suatu alat bukti tidak lebih kuat dibandingkan alat bukti

yang lain, tidak ada alat bukti yang bersifat menentukan. Didalam hukum

acara pidana pada dasarnya semua alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184

KUHAP bersifat bebas dan tidak mengikat hakim. Sedangkan di hukum

perdata ada alat bukti yang lebih kuat kedudukannya dibanding alat bukti lain

dan lebih menentukan, sebagai contoh adalah pengakuan dari pihak yang

bersengketa yang diucapkan di dalam persidangan mempunyai kekuatan

pembuktian yang lengkap dan menentukan. Artinya hakim sudah dapat

memutus suatu perkara dengan adanya alat bukti pengakuan. Ketentuan

tersebut tidak berlaku di dalam pembuktian hukum pidana, semua alat bukti

mempunyai nilai yang sama. Tidak ada alat bukti yang lebih menentukan

dibanding alat bukti lain.

Lalu bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti digital? Mengenai

kekuatan pembuktian Alat bukti digital, uraian hasil penelitian pada rumusan

masalah pertama secara jelas telah menyebutkan mengenai kedudukan alat

bukti digital adalah sebagai alat bukti petunjuk, hal tersebut diatur dalam Pasal

5 ayat (1), (2), (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik serta Pasal 26 A Undang Undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi yang mana merupakan

perluasan alat bukti petunjuk dalam Pasal 184 KUHAP. Sebagai alat bukti

petunjuk maka kekuatan pembuktian alat bukti digital sesuai dengan uraian

diatas adalah sebagai adalah sebagai “bukti bebas”, sama hal nya dengan

kekuatan pembuktian alat bukti yang lain yang juga mempunyai kekuatan

pembuktian yang bebas.

“Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa, sifat dan kekuatannya dengan alat bukti lain :

1. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian.

Page 56: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

55

2. Petunjuk sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa (terikat pada prinsip batas minimum pembuktian ). Oleh karena itu petunjuk mempunyai nilai pembuktian yang cukup harus didukung dengan sekurang-kurangnya alat bukti lain”. (M. Yahya Harahap, 2000 : 317)

Sebagai alat bukti “yang bebas” maka alat bukti digital tidak mengikat

hakim atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh

karena itu hakim bebas menilainya dan menggunakan sebagai upaya

pembuktian. Lebih lebih kalau diperhatikan bunyi Pasal 188 ayat 3 KUHAP

yang mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktin dari suatu

petunjuk dalam keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

keseksamaan berdasar hati nuraninya.

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa penilaian sebuah alat bukti

petunjuk menjadi kewenangan hakim untuk menilainya. Hakim bebas untuk

melakukan penilaian terhadap alat bukti petunjuk tersebut. Penilaian antara

hakim yang satu dengan hakim yang lain akan berbeda berkaitan dengan alat

bukti petunjuk, penilaian tersebut sepenuhnya menjadi kebebasan dari hakim

yang memeriksa suatu perkara. Tetapi yang perlu diingat penilaian tersebut

tetap harus memperhatikan kesesuaian alat bukti petunjuk tersebut. Kata

persesuaian (Pasal 188 ayat 1 KUHAP), merupakan kekuatan utama petunjuk

sebagai alat bukti, karena persesuaian tersebut antara satu dengan yang lain

dalam hal perbuatan, kejadian atau keadaan maka hakim menjadi yakin akan

perbuatan yang dilakukan terdakwa (Hari Sasangka dan Lily Rosita.2003:233).

Pasal 26 A huruf (b) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juga telah

memberikan rambu berkaitan dengan penggunaan alat bukti digital dalam

pembuktian perkara korupsi. Alat bukti digital yang dapat digunakan sesuai

dengan Pasal 26 A tersebut adalah alat butki digital yang mempunyai makna.

Hal tersebut semakin menguatkan bahwa penggunaan alat bukti petunjuk harus

ada persesuaian dengan perbuatan, kejadian atau keadaan. Persesuaian yang

diwujudkan alat bukti petunjuk harus mampu mewujudkan suatu petunjuk

Page 57: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

56

yang “Nyata dan Utuh” yang bermuara pada keyakinan hakim tentang

terjadinya tindak pidana dan terdakwalah yang melakukannya.

Keyakinan yang dibentuk hakim sesungguhnya harus berpijak pada

keadaan (obyektif) dari isi setidak tidaknya dua alat bukti yang dapat

membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi. Alat bukti digital tidak dapat

digunakan sebagai satu satunya alat bukti. Sistem pembuktian yang dianut

KUHAP adalah sistem pembuktian menurut undang undang secara negatif

(Negatief Wettelijke Bewijstheorie) yang menuntut adanya 2 (dua) alat bukti

yang sah dan keyakinan hakim, hal ini terlihat dari rumusan Pasal 183

KUHAP.

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Rumusan Pasal 183 KUHAP tersebut secara jelas telah mensyaratkan

adanya 2 (dua) alat bukti yang sah untuk membuktikan bersalah atau tidaknya

terdakwa. Alat bukti tersebut masih harus ditambah dengan adanya keyakinan

hakim bahwa memang benar terdakwalah yang telah melakukan tindak pidana

tersebut. Berdasar Pasal 183 KUHAP tersebut penggunaan alat bukti petunjuk

tetap terikat kepada prinsip minimum pembuktian yang dianut oleh KUHAP.

Alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu agar petunjuk

mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup haruslah didukung dengan

sekurang kurangnya satu alat bukti lain yang sah.

Adanya ketentuan minimal dua (2) alat bukti yang sah serta keyakinan

hakim sejatinya bertujuan untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan

kepastian hukum. Sehingga, proses peradilan yang berjalan diharapkan dapat

menjadi proses untuk mencari keadilan yang didasarkan pada alat bukti yang

sah.

Sistem pembuktian menurut undang undang secara negatif (Negatief

Wettelijke Bewijstheorie) dianggap paling tepat serta pantas untuk

Page 58: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

57

dipertahankan(Wirjono Projodikoro dalam Andi Hamzah.1996:265) dengan

alasan :

1. Memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang

kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana,

janganlah hakim terpaksa memidana orang padahal dia tidak yakin atas

kesalahan terdakwa.

2. Berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun

keyakinannya agar ada patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim

dalam melakukan peradilan.

Page 59: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

58

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Kedudukan alat bukti digital dalam pembuktian perkara korupsi adalah

sebagai bukti petunjuk. KUHAP tidak mengatur mengenai keberadaan

alat bukti digital, pengaturan mengenai alat bukti digital dalam

pembuktian perkara korupsi diatur secara Lex Specialist di dalam UU

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan

UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal 26 A UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi memperluas cakupan alat bukti petunjuk dalam KUHAP,

sehingga alat bukti digital juga termasuk di dalam alat bukti petunjuk.

2. Semua alat bukti pada Hukum Acara Pidana memiliki kekuatan

pembuktian yang sama. Atas dasar kesamaan tersebut hakim bebas serta

tidak terikat untuk memakai alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan,

manakala menurut hakim alat bukti tersebt tidak mempunyai nilai

pembuktian. Begitu pula dengan alat bukti digital / elektronik, hakim

bebas serta tidak terikat untuk menggunakannya di dalam pembuktian di

persidangan.

B. SARAN

1. Perlu segera adanya penyempurnaan pada KUHAP yang mengakomodir

mengenai penggunaan alat bukti digital. Mengingat, seiring dengan

kemajuan zaman dan teknologi yang membawa dampak pada banyaknya

kejahatan kejahatan yang menggunakan media komputer dan elektronik

yang dalam pembuktiannya pasti memerlukan adanya pembuktian

menggunakan alat bukti digital.

2. Perlu adanya keseriusan dari seluruh aparat penegak hukum dalam

memberantas tindak pidana korupsi, mengingat modus serta motif tindak

Page 60: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

59

pidana korupsi dari waktu ke waktu semakin berkembang yang pasti akan

semakin sulit dalam upaya pembuktiannya.

3. Perlunya peningkatan dan keahlian para aparat penegak hukum di bidang

Teknologi Informasi untuk mengantisipasi kejahatan yang menggunakan

peralatan digital / elektronik di masa mendatang. Karena perkembangan

zaman dipastikan membawa dampak terhadap perkembangan kejahatan di

semua bidang, termasuk tindak pidana korupsi.

Page 61: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

60

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi.

Bandung:Alumni. . 2005. Hukum Pidana Materiil Dan Formil Korupsi Di Indonesia.

Malang:Bayumedia Publishing. Andi Hamzah. 2005. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional

dan Internasional. Jakarta:PT Raja Grafindo. . 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi.Jakarta:CV.

Sapta Artha Jaya. Andi Hamzah. 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:PT.

Sinar Grafika Anne van Aaken, Lars P. Feld, Stefan Voigt. 2010. “Independent prosecutors

deter political corruption? An empirical evaluation across seventy-eight countries”. American Law and Economics Association

Anonim. http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses 28 november 2009. Anonim.http://www.antikorupsi.org/docs/bahanrilisputusanbebaspengadilanumum

semesterI20095agustus2009.pdf diakses 18 Desember 2009. Denny Indrayana. 2008. Negeri Para Mafioso, Hukum di Sarang Koruptor.

Jakarta:Kompas. Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom. 2005. Cyberlaw aspek Hukum

Teknologi Informasi. Bandung:PT Refika Aditama. Evi Hartanti. 2007. Tindak Pidana Korupsi edisi kedua. Jakarta:PT Sinar Grafika. Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Komentar Kitab Undang Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) Buku Pedoman Mahasiswa dan Praktisi. Bandung:CV. Mandar Maju.

H.M. Arsyad Sanusi. 2009. ”Relasi antara Korupsi dan Kekuasaan”. Jurnal

Konstitusi Volume 6 Nomor 2, Juli 2009. Jakarta:Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Page 62: ANALISIS KEDUDUKAN DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN …/Analisis...analisis kedudukan dan kekuatan pembuktian digital evidence dalam pembuktian perkara korupsi (suatu studi terhadap uu nomor

61

M. Rifqinizamy Karsayuda. http://rifq1.wordpress.com/2008/04/21/alat-bukti-elektronik-catatan-singkat-mengenai-keberadaannya/ diakses 28 november 2009.

M.Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua. Jakarta:Sinar Grafika.

Naskah Akademik RUU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media

Group. Subekti dan Tjitrosoedibio. 1973. Kamus Hukum. Jakarta:Pradnya Paramita. Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Widodo Tresno Novianto. 2007. ” Korporasi Sebagai Subyek Tindak Pidana

Korupsi Dan Prospeknya Bagi Penanggulangan Korupsi Di Indonesia”. Jurnal Yustisia Edisi Nomor 70 Januari - April 2007. Surakarta:FH UNS.

W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:PN Balai

Pustaka. Yoga Permana Wijaya. (http://yogapw.wordpress.com/2009/11/13/pengertian-

bukti-digital-digital evidence/).