analisis kebijakan pengelolaan terpadu …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/analisis kebijakan...

241
ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, DAN CIANJUR (JABODETABEKJUR) SEBAGAI KAWASAN MEGAPOLITAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Oleh : NURLITA AMANIYAH 6661111919 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, SEPTEMBER 2015

Upload: vocong

Post on 17-Sep-2018

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU

WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG,

BEKASI, DAN CIANJUR (JABODETABEKJUR) SEBAGAI

KAWASAN MEGAPOLITAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh : NURLITA

AMANIYAH

6661111919

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, SEPTEMBER 2015

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta
Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta
Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta
Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

ABSTRAK

Nurlita Amaniyah. 6661111919. Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur)

sebagai Kawasan Megapolitan. Pembimbing I: Leo Agustino, Ph.D., dan

Pembimbing II: Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si.

Kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) merupakan kebijakan pembentukan sebuah

kawasan megapolitan. Kebijakan ini dibuat disebabkan banyak permasalahan seperti

banjir, kependudukan, transportasi, kemacetan, pemukiman dan lainnya yang tidak

dapat diselesaikan oleh DKI Jakarta, melainkan harus diselesaikan bersama dengan

Bodetabekjur. Pembentukan kawasan megapolitan bertujuan untuk memperkuat

posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara dan untuk pemerataan pembangunan di

wilayah sekitar Jakarta. Kebijakan ini diusulkan oleh Komite I Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Penelitian dilakukan di Sekretariat Jenderal

DPD RI dan di wilayah Jabodetabekjur, yang mana bertujuan untuk menganalisis

pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam analisis

kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur peneliti menggunakan model

analisis kebijakan publik menurut Dunn, meliputi merumuskan masalah,

peramalan, rekomendasi kebijakan, pemantauan kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan megapolitan Jabodetabekjur belum

dapat dilaksanakan secara terpadu. Hal ini karena belum ada penguatan kelembagaan

antarpemerintah di wilayah Jabodetabekjur untuk mendukung pembentukan kawasan

megapolitan, kemudian belum adanya badan yang ditunjuk untuk

mengkoordinasikan dan mengawasi kebijakan ini. Berdasarkan hasil penelitian,

peneliti memberikan saran yaitu kepada seluruh instansi terkait untuk

berpartisipasi dan berkoordinasi dalam mewujudkan kawasan megapolitan

Jabodetabekjur, serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta

mendukung kebijakan ini.

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

ABSTRACT

Nurlita Amaniyah. 6661111919. Integrated Management Policy Analysis Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, and Cianjur (Jabodetabekjur) as Megapolitan

region. Advisor I : Leo Agustino, Ph.D., and advisor II: Ipah Ema Jumiati, S.IP.,

M.Si.

Integrated management policy of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, and

Cianjur (Jabodetabekjur) is the establishment policy of megapolitan region. This

policy was made because many problems such as flood, population, transportation,

traffic jam, housing, and others which can not be solved by DKI Jakarta only, but

must be completed along with Bodetabekjur. The establishment of megapolitan

region aims to support DKI Jakarta position as capital city of nation and to

development equalization around Jakarta area. This policy was proposed by the

Committee 1 of Regional Representatives Council of Indonesia (DPD RI). The

research was conducted at General Secretariat of DPD and also in Jabodetabekjur

area, that aims to analyze the establishment of Jabodetabekjur megapolitan region.

The method used is descriptive with qualitative approach. To analyze integrated

management policy of Jabodetabekjur, the researcher used public policy analysis

model by Dunn, as follows formulating the problem, predicting, policy

recomendation, policy monitoring, and policy evaluation. The results showed that

the Jabodetabekjur megapolitan policy can not implement integrated. This situation

because two factors. First, there is no institutional reinforcement inter-governmental

in Jabodetabekjur to support the establishment of megapolitan region. Second, there

is no agency selected to coordinating and monitoring this policy. Based on the

results, the researchers suggest for all agencies to participate and coordinate in

realizing Jabodetabekjur megapolitan region, as well as provide an opportunity for

the public to participate and support the policy.

Keywords: Policy, Management, Integrated, Jabodetabekjur, Megapolitan.

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

ii

Alhamdulillahi Robbil’alamin. . . .

“fa idzaa’azamta fatawakkal’ alallah..!”

(“Jika kamu sudah berazzam/Bertekad bulat, maka Bertawakkallah pada

Allah..!”) (QS.3:159)

“ketika aku bersujud dan kupanjatkan doa pada waktu siang dan malam kepada

Allah untuk Kesejahteraan, Allah memberikanku bekal ilmu untuk menjalani

hidup. Ketika ku memohon untuk hilangnya rasa takut dalam diri ini, Allah

memberikanku cobaan untuk aku carikan solusi, ketika ku memohon cinta, Allah

memberikanku tenaga untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Dan ketika aku meminta keberhasilan, Allah memberikanku ribuan kali kegagalan

untuk aku terus mencoba dan berusaha. Sungguh Allah yang maha mengetahui

apa yang kita butuhkan, maka berdoa dan bertawakallah. Terimakasih ya

Allah…”

Untuk mereka yang selalu menyayangiku, kupersembahkan

karya kecilku ini teruntuk Ayah dan Mamah yang ku sayangi...

ii

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti untuk dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan

Cianjur (JABODETABEKJUR) Sebagai Kawasan Megapolitan”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk mendapatkan

gelar sarjana Ilmu Sosial pada konsentrasi kebijakan publik program studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

Terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu

secara moril maupun materil dalam melakukan penelitian untuk kelancaran

penyusunan skripsi ini, secara khusus untuk doa yang tiada terputus dari kedua

orang tua atas jerih payah yang tulus ikhlas dalam mendidik. Sehubungan dengan

hal itu maka peneliti juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S,Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

iv

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

4. Ibu Mia Dwiana, S.Sos., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Bapak Gandung Ismanto, S,Sos., M.M., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

7. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah

memberikan banyak arahan dan masukan dalam penelitian ini.

8. Ibu Riny Handayani, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik Program Studi

Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

9. Bapak Leo Agustino, Ph.D., selaku Pembimbing I yang selalu

mengarahkan, memberikan masukan atau kritikan yang membangun,

memberikan semangat, dan motivasi kepada peneliti.

10. Kepada rekan-rekan Sekjen DPD RI yang telah memberikan izin kepada

peneliti untuk melakukan penelitian, khususnya Komite 1 DPD RI. Terima

kasih atas bantuannya, motivasinya dan pengalaman yang luar biasa

sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

v

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

11. Terima kasih kepada seluruh informan yang telah bersedia untuk

diwawancara dan telah memberikan informasi serta data-data yang

dibutuhkan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

12. Terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan, teman-teman di kelas E

dan D, kemudian teman-teman ANE reguler ataupun non reguler angkatan

2011 yang telah mengajarkan banyak hal, berbagi pengalaman suka cita,

dan saling berbagi cerita semasa kuliah.

13. Terima kasih kepada kawan-kawan di HIMANE 2012 dan HIMANE 2013

yang telah memberikan pengalaman organisasi di dunia kampus serta

memberikan canda tawa dalam hidup peneliti.

14. Terima Kasih kepada kawan-kawan KKM 12 Desa Luwuk Kecamatan

Gunung Sari, Kabupaten Serang tahun 2014, yang pernah memberikan

warna dalam hidup peneliti.

15. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku, teman-teman bermain, teman les,

teman diskusi, teman spesialku, adik tingkat, kakak tingkat dan semua

yang selalu memberikan support, semangat, doa dan motivasi kepada

peneliti. Thank you so much for all.

vi

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun guna sempurnanya skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk peneliti.

Serang, September 2015

Peneliti

Nurlita Amaniyah

vii

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................... iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar belakang ............................................................................................1

1.2 Identifikasi masalah .................................................................................26

1.3 Pembatasan masalah.................................................................................28

1.4 Rumusan Masalah ....................................................................................29

1.5 Tujuan Penelitian .....................................................................................30

1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................................30

1.7 Sistematika Penulisan...............................................................................32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN

ASUMSI DASAR ...........................................................................................38

2.1 Tinjauan Pustaka .......................................................................................38

2.1.1 Definisi Kebijakan Publik .................................................................38

2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik ..........................................................42

viii

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

2.2 Pengertian Analisis.....................................................................................43

2.3 Model Teori Analisis Kebijakan ..............................................................47

2.4 Awal Pembentukan DPD RI ....................................................................62

2.4.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD RI ...........................................64

2.4.2 Alat Kelengkapan DPD RI ................................................................65

2.5 Alasan Dibentuknya Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur .............................................................................67

2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................................70

2.7 Kerangka Berfikir......................................................................................72

2.8 Asumsi Dasar Penelitian ...........................................................................75

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................76

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...........................................................76

3.2 Fokus Penelitian ........................................................................................77

3.3 Lokasi Penelitian .......................................................................................78

3.4 Variabel Penelitian ....................................................................................79

3.4.1 Definisi Konsep.................................................................................79

3.4.2 Definisi Operasional..........................................................................80

3.5 Instrumen Penelitian..................................................................................81

3.6 Informan Penelitian ...................................................................................82

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data.......................................................85

3.8 Uji Keabsahan Data ...................................................................................96

3.9 Jadwal Penelitian .......................................................................................97

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................98

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................98

4.1.1 Profil Provinsi Jawa Barat...............................................................107

ix

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

4.1.2 Profil DKI Jakarta ...........................................................................111

4.1.3 Profil Provinsi Banten .....................................................................112

4.1.4 Profil Komite I DPD RI ..................................................................113

4.1.5 Kebijakan Pengelolaan Terpadu Jabodetabekjur ............................116

4.2 Deskripsi Data ............................................................................................121

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ................................................................121

4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian.........................................................123

4.2.3 Analisis Data ...................................................................................125

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ...........................................................................126

4.3.1 Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur...................................................................................127

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................................155

BAB V PENUTUP ..................................................................................................185

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................185

5.2 Saran.............................................................................................................187

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

DAFTAR TABEL

1.1 Jumlah Laju Pertumbuhan Penduduk Jabodetabekjur .....................................22

2.1 Pendekatan Analisis Kebijakan........................................................................46

3.1 Pedoman Wawancara .......................................................................................85

3.2 Informan Penelitian ..........................................................................................89

3.3 Jadwal Penelitian..............................................................................................97

4.1 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat ........................................................109

4.2 Daftar Anggota Komite I DPD RI .................................................................113

4.3 Daftar Informan..............................................................................................124

4.4 Perbandingan Kewenangan Provinsi, Kab/Kota ............................................156

4.5 Program Pembangunan Terintegrasi Di Jabodetabek ...................................158

4.6 Permasalahan Di Jabodetabek........................................................................160

4.7 Program Pembangunan Jaringan Kereta Api di Jabodetabek ........................176

xi

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

DAFTAR GAMBAR

1.1 Model Akar Permasalahan di Kawasan Jabodetabekjur ................................13

2.1 Proses Analisis Kebijakanmenurut Dunn.......................................................45

2.2 Proses Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky .....................57

2.3 Bagan Kerangka Berfikir ...............................................................................74

4.1 Sejarah perkembangan kerja sama pembangunan wilayah Jabodetabek .....120

4.2 Pola Perjalanan Harian di Wilayah Jabodetabek ........................................144

4.3 Kota-kota Baru di Jabodetabek tahun 2010 .................................................166

4.4 Rencana Umum Jaringan Angkutan Massal Berbasis Jalan ........................175

xii

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Izin Penelitian

2. Catatan Lapangan

3. Pedoman Wawancara

4. Member Check

5. Catatan Wawancara

6. Peta Administrasi Jabodetabekjur

7. Daftar Hadir Bimbingan Skripsi

8. Dokumentasi Foto Hasil Penelitian

9. Daftar Riwayat Hidup

xiii

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak era pasca-Soeharto dapat disebut sebagai kebangkitan kembali

gagasan desentralisasi. Gagasan tersebut menemukan signifikansinya seiring

melemahnya kekuasaan terhadap dengan tuntutan-tuntutan kepentingan

masyarakat. Sejak dimulainya otonomi daerah maka kewenangan tidak hanya

milik pemerintah pusat saja, melainkan pemerintah daerah juga memiliki

kewenangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, desentralisasi kekuasaan dilakukan melalui penyerahan

kepada pemerintah daerah wewenang atas seluruh bidang pemerintahan,

kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter

dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Selanjutnya digantikan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur urusan pemerintahan

antara pusat dan daerah secara lebih tegas dan rinci.

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan

masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas

partisipasi daerah dalam kehidupan nasional, serta untuk memperkuat Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka dalam rangka pembaharuan

konstitusi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)

1

Page 19: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

2

membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia (DPD RI), yang bertujuan sebagai lembaga negara yang

menjembatani hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Pembentukan DPD RI dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan

November 2001.

Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen yang

berlaku di Indonesia berubah dari sistem trikameral menjadi sistem bikameral

(www.dpd.go.id./halaman-profil 15 Maret 2014). Sistem bikameral adalah

sistem parlemen atau lembaga legislatif yang terdiri atas dua kamar. Dalam hal

ini DPD RI masuk sebagai kamar kedua. Dengan perubahan ini diharapkan ada

keterwakilan dari distrik-distrik untuk duduk di satu kamar dan ikut mengawasi

kinerja dari kamar yang lain dari pemerintah pusat. Kelebihan sistem bikameral

tidak hanya melihat dari adanya dua kamar dalam satu parlemen, akan tetapi

juga dilihat dari proses pembuatan Undang-Undang yang semakin baik dengan

mekanisme double check (Budiardjo, 2005 : 180).

Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap

pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI,

khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain

memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang

bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis,

dengan mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain

khususnya di negara yang menganut paham demokrasi. Dalam proses

Page 20: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

3

pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya

lembaga yang dapat mewakili kepentingan daerah, serta untuk menjaga

keseimbangan antardaerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan

serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih

mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar

kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal

terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan

tersebut berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan

yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan

ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi

ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur

Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan

perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai

untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut (www.dpd.go.id./halaman-profil

15 Maret 2014).

Berdasarkan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPD RI disebutkan bahwa DPD

adalah lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga tinggi

negara yang terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan

umum. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 92/PUU/-X/2012,

MK meneguhkan lima hal, yaitu : (i) DPD terlibat dalam pembuatan Program

Legislasi Nasional (Prolegnas); (ii) DPD berhak mengajukan RUU yang

dimaksudkan dalam pasal 22D ayat (1) UUD 1945, sebagai halnya atau

Page 21: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

4

bersama dengan DPR dan Presiden, termasuk dalam pembentukan RUU

Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (iii) DPD

berhak membahas RUU secara penuh dalam konteks pasal 22D ayat (2) UUD

1945; (iv) pembahasan UU dalam konteks pasal 22D ayat (2) bersifat tiga

pihak, yaitu antara DPR, DPD, dan Presiden; (v) MK menyatakan bahwa

ketentuan dalam UU MD3 dan UU P3 yang tidak sesuai dengan tafsir MK atas

kewenangan DPD dengan sendirinya bertentangan dengan UUD 1945, baik

yang diminta maupun tidak.

Putusan MK tersebut telah mengubah paradigma proses pembuatan

undang-undang (law making process) yang semakin efisien. Dengan demikian,

khusus pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi mandat

konstitusi DPD hanya dilakukan tiga lembaga yaitu, DPR, Presiden, dam DPD.

Dalam penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai instrumen

perencanaan program pembentukan undang-undang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari hak/kewenangan untuk mengajukan RUU yang dimiliki

DPD. Berdasarkan putusan MK tersebut, telah ditetapkan penyusunan baru

dalam mekanisme prolegnas.

Berdasarkan Undang-Undang MD3 No. 17 Tahun 2014 mengenai tugas

dan kewenangan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa DPD merupakan

lembaga legislatif yang dipilih melalui Pemilu. Dalam kewenangannya

menjalankan fungsi legislasi, DPD dapat mengajukan Rancangan Undang-

Undang dan memiliki kewenangan untuk ikut membahas RUU serta

memberikan pertimbangan kepada DPR. Dengan adanya kewenangan untuk

Page 22: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

5

mengajukan RUU maka DPD RI memiliki kewenangan dalam mengajukan

RUU yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, tata kelola, tata ruang, HAM dan lainnya. Berdasarkan UU MD3 tahun

2014 alat kelengkapan DPD RI dibagi menjadi ; (i) pimpinan, (ii) Panitia

Musyawarah, (iii) panitia kerja, (iv) Panitia Perancang Undang-Undang, (v)

Panitia urusan rumah tangga, (vi) Badan Kehormatan, (vii) alat kelengkapan

lainnya disesuaikan.

Sehubungan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, DPD RI dibagi

dalam beberapa alat kelengkapan dan empat komite, yang masing-masing

memiliki peran dan bidang yang ditangani. Dalam penelitian ini, peneliti

memfokuskan pada Komite 1 DPD RI, yang menangani bidang sebagai berikut

: (i) Pemerintahan Daerah; (ii) Hubungan pusat dan daerah; (iii) Pembentukan,

pemekaran dan penggabungan daerah (iv) Pemukiman dan kependudukan (v)

Pertahanan dan tata ruang; (vi) Politik, hukum, HAM, dan ketertiban umum;

(vii) Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara

(www.dpd.go.id/alatkelengkapan/komite-i 15 Oktober 2014). DPD RI berada

di bawah naungan Sekretariat Jendral (Sekjen) DPD RI, bersama dengan alat

kelengkapan, dan sekretariat.

Pada penelitian kali ini, peneliti lebih fokus pada Komite 1 yang

menangani bidang otonomi daerah, pemekaran dan penggabungan wilayah.

Sesuai dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tahun 2014 Komite 1

DPD RI membahas dua Rancangan Undang-Undang (RUU), yakni RUU

Pengadilan Agraria dan RUU Pengelolaan Terpadu Megapolitan Jakarta,

Page 23: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

6

Bogor, Depok Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur). Dari dua

RUU yang tengah dibahas oleh DPD, dalam penelitian ini peneliti akan

membahas lebih dalam mengenai analisis kebijakan pengelolaan terpadu

wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan. Alasan peneliti

mengambil topik mengenai analisis kebijakan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur untuk mengetahui bagaimana sebenarnya nanti pembentukan

dari sebuah kawasan megapolitan yang diterapkan di Jabodetabekjur. Selain itu

pemilihan mengenai topik tersebut didukung dari data-data yang peneliti

dapatkan dari Komite 1 DPD RI. Sejak tahun 2012 Komite 1 DPD RI tengah

gencar mengadakan banyak kajian dan rapat kerja mengenai pembahasan RUU

tersebut hinga akhirnya peneliti tertarik untuk ikut mengangkat Pengelolaan

Terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur sebagai topik dalam penelitian

ini.

Perkembangan kota tidak terlepas karena di dalamnya terdapat pola

hubungan antar manusia dan kelompok manusia, munculnya ruang-ruang

produksi dan distribusi bahkan sampai arena konflik, kota dapat berkembang

secara mekanik dan organik sesuai dengan karakteristiknya (Laksono, 2013

dalam PRPW UI 2013 : 6). Salah satu konsep metropolitan yang muncul di

Indonesia adalah Jabodetabekjur dimana Jakarta menjadi kota inti terhadap

perluasan wilayah ke arah Bogor, Depok, Tangerang, Puncak dan Cianjur

(Bodetabekjur). Wilayah Jabodetabekjur yang merupakan pengembangan

Kawasan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (Jabotabek) yang dibentuk

berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 13 tahun 1976

Page 24: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

7

tentang Pengembangan Kawasan Jabotabek. Perkembangan fisik kawasan ini

sudah diperkirakan sejak penyusunan Rencana Induk Jakarta tahun 1965-1985.

Di dalam dokumen tersebut dijelaskan, bahwa apabila Jakarta dibangun

berdasarkan rencana induk, maka dalam waktu yang relatif singkat, daerah

terbangun bagian-bagian kota Jakarta akan melampaui batas administrasi

sehingga mempengaruhi wilayah sekitarnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2008 tentang

tata ruang Jabodetabekpunjur bahwa pada lingkup wilayah fungsional, yang

terbagi atas tiga (3) wilayah Provinsi, yang terdiri atas 15 Kabupaten dan Kota.

Di lain pihak, wewenang otonomi pemerintah daerah yang terlingkupi

memiliki kedudukan yang tidak sama, di DKI Jakarta terletak pada pemerintah

provinsi, sementara untuk wilayah dua provinsi lainnya terletak pada

kabupaten dan kota. Hal ini membawa pada konsekuensi fungsi koordinasi

serta kewenangan yang berbeda. Menelaah dari Perpres No. 54 tahun 2008

mengenai tata ruang Jabodetabekjur dibutuhkan suatu penyatuan regulasi

terkait sebagai kawasan megapolitan.

Regulasi keterkaitan penyatuan wilayah Jabodetabekjur tersebut

dilahirkan sejalan dengan Undang-Undang lain, meliputi ; UU No. 23 Tahun

2006 tentang administrasi kependudukan, UU No. 18 Tahun 2008 tentang

pengelolaan sampah, UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, dan UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan

tanah bagi kepentingan umum, UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dari Undang-undang tersebut ada keterkaitan dalam pembuatan kebijakan

Page 25: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

8

Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur. Dalam

perkembangannya, wilayah Jakarta dan sekitarnya ternyata lebih cepat

dibandingkan dengan efektivitas regulasi yang mengaturnya. Hal ini

melahirkan kesenjangan antara obyek yang diatur dengan instrumen yang

mengaturnya. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur

(Jabodetabekjur) secara faktual sudah menjadi satu kesatuan wilayah

fungsional. Diantara faktor-faktor yang menyatukan wilayah Jabodetabekjur

sebagai kesatuan wilayah fungsional adalah jaringan transportasi yang

memfasilitasi interaksi sosial ekonomi antarwilayah, dimana Daerah Kota

Istimewa (DKI) Jakarta berfungsi sebagai pusat pertumbuhannya. Hal ini

membawa implikasi bahwa jika DKI Jakarta berperan sebagai pusat kegiatan,

maka wilayah sekitar Jakarta berperan sebagai pusat pemukiman yang

bergantung penuh secara sosial ekonomi pada Jakarta, serta menambah beban

interaksi harian antar kota-kota baru tersebut dan Jakarta (NA RUU

Jabodetabekjur, 2014 : 3).

Secara historis, keberadaan wilayah Jabodetabekjur sebenarnya bukan

hal baru. Bahkan, semua daerah dalam wilayah tersebut semula adalah bagian

dari provinsi yang sama, yakni Jawa Barat. Namun pada tahun 2000, Banten

mengalami pemekaran wilayah menjadi Provinsi, sehingga wilayah Tangerang

menjadi bagian dari Provinsi Banten. Dengan demikian, selain secara

fungsional merupakan satu kesatuan ekosistem, Jabodetabekjur secara

administrasi sesungguhnya berawal dari satu kesatuan wilayah administrasi.

Oleh karena itu, secara pengelolaan, Jabodetabekjur memerlukan kebijakan

Page 26: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

9

yang harmonis dan sinkron untuk mengatasi permasalahan di wilayahnya yang

dapat mengakomodasi Jabodetabekjur sebagai suatu kesatuan fungsional

(Sekretariat Komite 1 DPD RI, 2014).

Jabodetabekjur adalah sebuah kawasan yang merupakan gabungan

beberapa wilayah kota/kabupaten wilayah yang jaraknya dekat dengan Ibukota

Jakarta yakni, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur. Kawasan

Jabodetabekjur dikenal sebagai kawasan 3-O , yakni One Commnunity, One

Interest, One Center. Kawasan ini tidak hanya menyedot perhatian masyarakat

namun ternyata terjadi banyak permasalahan di dalamnya (RDPU Komite 1

DPD RI, 21 Januari 2014).

Berdasarkan definisi yang tercantum dalam UU No 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang, kawasan Jabodetabekjur sudah tergolong kawasan

megapolitan, yakni kawasan yang terbentuk dari dua (2) atau lebih kawasan

metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah

sistem. Kawasan metropolitan dalam UU tersebut didefinisikan sebagai

kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri

sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya

yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem

jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara

keseluruhan sekurang-kurangnya satu juta (1.000.000) jiwa.

Sehubungan dengan dibentuknya kawasan megapolitan, terdapat

beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut UU No 29

tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan

Page 27: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

10

Republik Indonesia dan terletak di posisi hilir Daerah Aliran Sungai (DAS).

Sementara wilayah hulu DAS di Bogor dan Cianjur merupakan kawasan

lindung yang memiliki fungsi perlindungan terhadap wilayah yang terletak

dibawahnya termasuk terhadap DKI Jakarta. Oleh karena itu, kedudukan DKI

Jakarta dan wilayah sekitarnya sangat vital untuk diatur agar fungsi masing-

masing wilayah dapat terlaksana secara optimal dan sinergis.

Memandang Jabodetabekjur sebagai sebuah megapolitan, terdapat

perbedaan pandangan antara pemerintah daerah Provinsi di Jabodetabekjur.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memandang bahwa permasalahan di

Jabodetabekjur bersumber dari fungsi pelayanan wilayah sekitar terhadap DKI

Jakarta. Sehubungan dengan itu, Provinsi Jawa Barat memandang perlu

melakukan terobosan diantaranya dengan mengkonsep Twin Metropolitan

Jakarta dan Bodebek Karpur (Bogor-Depok-Bekasi-Karawang-Purwakarta)

yang berkembang secara mandiri. Sementara itu, Provinsi Banten

mengharapkan adanya pertumbuhan wilayah Tangerang yang mandiri dengan

pemukiman yang sukses, artinya kota yang mandiri disertai tumbuhnya

peluang usaha dan bekerja dan hidup yang layak sehingga tidak tergantung

pada DKI Jakarta.

Sejak tahun 1967, telah dibentuk Badan Kerjasama antar-Kota seluruh

Indonesia melalui Musyawarah antar-Kota Seluruh Indonesia (MAKSI) di

Gedung Merdeka, Bandung. Saat itu, yang terpilih sebagai ketua umum

MAKSI adalah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sedangkan Sekjen-nya

dipegang oleh orang Jawa Barat juga, yakni Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin

Page 28: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

11

(alm). Salah satu tugas dan fungsi badan tersebut adalah mengelola

permasalahan daerah perbatasan antara Jabar dan DKI Jakarta, saat itu Banten

masih bagian wilayah administratif Provinsi Jabar. Sejak pemerintahan Ali

Sadikin, program pembangunan Megapolitan Jakarta-Jabar sudah mulai di

rencanakan. Pada intinya, program tersebut merupakan program kerjasama

pembangunan di perbatasan untuk membentuk sebuah kawasan ragulasi

wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Namun,

hingga pemerintahan provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Joko Widodo

(Jokowi) dan provinsi Jabar dipimpin oleh gubernur Ahmad Heryawan (Aher),

program tersebut masih belum dapat dilaksanakan secara optimal (FGD, 18

Februari 2014).

Pemerintah telah menetapkan tujuan penataan ruang kawasan strategis

ini, yakni untuk: (i) mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang

antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan

memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; (ii) mewujudkan

daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan,

untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin

tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir, dan (iii)

mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien

berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat

yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai

tujuan ini, maka kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah

mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam

Page 29: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

12

rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian

lingkungan hidup (PRPW UI, 2013 : 8).

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2008 tentang

Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak,

dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) telah mengharmoniskan tata ruang

Jabodetabekjur, namun belum efektif meminimalisir masalah lingkungan dan

mengharmoniskan perkembangan permukiman yang tumbuh dengan pesat

karena Perpres tersebut belum diterapkan secara konsisten dan akurat (PRPW

UI, 2013). Untuk itu alasan dibentuknya kebijakan Pengelolaan Terpadu

Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur yang bertujuan untuk memperkuat DKI

Jakarta sebagai Ibukota Negara, mewujudkan keterpaduan dalam

penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai suatu kesatuan wilayah

perencanaan, pemerataan pembangunan, dan mewujudkan keterpaduan dalam

peningkatan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan

kawasan (NA RUU Jabodetabekjur).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat akar permasalahan yang sangat

fundamental, yaitu substansi permasalahan Jabodetabekjur menyebar dalam

wilayah fungsional, sedangkan kewenangan otonomi pemerintah daerah dalam

wilayah Jabodetabekjur terdistribusi dalam wilayah administratif berbeda yang

memiliki perbedaan derajat kewenangan otonomi daerah (Gambar 1.1).

Page 30: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

13

Gambar 1.1. Model Akar Permasalahan di Kawasan Jabodetabekjur

Berdasarkan dari Gambar 1.1 di atas bahwa sampai saat ini pengelolaan

Jabodetabekjur masih sulit untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

Kesulitan penerapan ini dikarenakan keunikan dan kompleksitas kawasan ini

dibandingkan kawasan sejenis di Indonesia. Keunikan kawasan Jabodetabekjur

ini utamanya karena adanya Jakarta sebagai Ibukota negara, wilayah

Jabodetabekjur mencakup tiga (3) provinsi, mencakup pusat perekonomian dan

pusat politik, serta berada dalam satu sistem daerah aliran sungai

(Nurlambang, 2014 dalam NA RUU Jabodetabejur 2014 : 6).

Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan pada tahun 2014,

beberapa permasalahan diantaranya mengenai masalah (i) transportasi dan

jalan, (ii) pemukiman dan lingkungan, (iii) banjir, (iv) urbanisasi dan

ketimpangan sumber daya manusia, (v) kependudukan dan lainnya. Sejauh ini

kita mengetahui bahwa kawasan Jabodetabekjur sangat akrab dengan

permasalahan banjir dan kemacetan. Tidak hanya itu, menurut Najmulmunir,

(narasumber dalam pembentukan program terpadu wilayah Jabodetabekjur)

Page 31: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

14

dalam rapat internal dengan anggota Komite 1 DPD RI pada 27 Januari 2014,

menyatakan bahwa akar masalah di Jabodetabekjur meliputi beberapa hal yaitu

sebagai berikut; (i) wilayah Bodetabekjur sebagai basis pemukiman yang

sangat luas menghindari kawasan kumuh, (ii) angka pertumbuhan penduduk

yang tinggi disebabkan angka migrasi yang menimbulkan rasio penduduk

dengan pelayanan dasar sangat terbatas, (iii) ketidakserasian dalam

pembangunan jalan sering menimbulkan gangguan lalu lintas, dan buruknya

kondisi jalan, (iv) benturan kepentingan antara kawasan resapan dan

penyimpangan air dan kawasan pemukiman, sehingga menimbulkan genangan

air dan banjir ketika musim penghujan tiba, (v) pergerakan orang, barang, dan

jasa antara Bodetabekjur dengan Jakarta sangat lamban dan mahal yang

disebabkan oleh kemacetan.

Menurut Sori (dalam FGD 18 Februari 2014) Wilayah Jabodetabekjur

merupakan wilayah yang sangat cepat berkembang dan sudah menjadi satu

kesatuan wilayah fungsional. Diantara faktor-faktor yang mempersatukan

Jabodetabekjur sebagai kesatuan fungsional, yakni (i) Jaringan transportasi

yang memfasilitasi interaksi sosial ekonomi antar wilayah, dimana DKI

Jakarta berfungsi sebagai pusat pertumbuhannya. Hal ini membawa implikasi

jika DKI Jakarta berperan sebagai pusat kegiatan, maka wilayah sekitar Jakarta

berperan sebagai pusat pemukiman yang bergantung penuh secara sosial

ekonomi pada Jakarta, serta menambah beban interaksi harian antar kota-kota

baru tersebut dan Jakarta, (ii) Jaringan sungai yang mengintegrasikan

ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung-Cisadane, yang terbagi atas

Page 32: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

15

wilayah hulu yang terletak wilayah Bogor dan Depok, serta Wilayah hilir yang

meliputi Jakarta, Tangerang dan Bekasi.

Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia. Sebagai Ibukota Negara,

Jakarta memegang posisi sangat penting dalam hal politik, ekonomi, dan

perdagangan. Kemacetan di Indonesia khususnya ibukota DKI Jakarta tidak

dapat dihindari, terutama pada titik-titik persimpangan baik di jalan-jalan

protokol hingga di jalan lingkungan. Semakin hari, kemacetan di Jakarta

semakin parah. Sistem transportasi yang buruk di sebagian besar wilayah

Jakarta telah menimbulkan kemacetan sangat parah. Kerugian akibat macet

dari perhitungan kemacetan menyebabkan waktu yang terbuang percuma (nilai

waktu), biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan.

Berdasarkan data dari Yayasan Pelangi, kemacetan lalu lintas

berkepanjangan di Jakarta menyebabkan pemborosan senilai Rp 8,3 triliun per

tahun. Data yang sama diungkapkan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia

(MTI) Bambang Susantono, mengacu pada kajian Study on Integrated

Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004). Perhitungan itu

mencakup tiga aspek sebagai konsekuensi kemacetan, yakni pemborosan BBM

akibat biaya operasional kendaraan senilai Rp 3 triliun, kerugian akibat waktu

yang terbuang Rp 2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat polusi udara

sebesar Rp 2,8 triliun. Angka kerugian akan terus meningkat secara gradual

seiring kemacetan lalu-lintas yang semakin parah di Jakarta. Peningkatan

penggunaan kendaraan bermotor menjadi pemicu utama problem kemacetan di

Jakarta. Bahkan, hingga saat ini tercatat jumlah kendaraan bermotor sudah

Page 33: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

16

mencapai 6,5 juta unit, di mana 6,4 juta unit atau 98,6 persen merupakan

kendaraan pribadi dan 88.477 unit atau sekitar 1,4 persen adalah angkutan

umum, dengan pertumbuhan kendaraan mencapai 11 persen setiap tahunnya.

Sedangkan panjang jalan yang ada 7.650 Km dengan luas 40,1 Km2 atau 6,2%

dari luas wilayah DKI, dengan pertumbuhan jalan hanya sekitar 0.01 % per

tahun. Dari angka itu jelas pertumbuhan jalan tidak mampu mengejar

pertumbuhan kendaraan, sehingga mengakibatkan kemacetan

(http://bstp.hubdat.web.id/?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan=5

4 15 Februari 2015).

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Focus Group Discussion (

18 dan 19 Februari 2014) mengenai pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur dengan Komite 1 DPD RI dengan Kepala Daerah se-

Jabodetabekjur, permasalahan kemacetan di Jakarta saat ini disebabkan oleh

volume kendaraan di jalur Tol Merak - Tol Kota Jakarta semakin meningkat.

Data tahun 2012 menunjukan bahwa kendaraan yang melewati tol Merak

sebanyak 3.500 kendaraan dengan penumpang 25.000 orang perhari. Selain itu,

pertumbuhan kendaraan pribadi di DKI sangat tinggi, sekitar 98,5%, belum

termasuk pertumbuhan kendaraan angkutan umum. Kerugian kemacetan yang

harus ditanggung masyarakat sekitar Rp. 35triliun/tahun (FGD 18 Februari

2014).

Selain itu, dari observasi yang peneliti lakukan pada bulan Februari

2014 salah satu penumpang Busway yang peneliti temui di halte koridor IX

jurusan Pinang Ranti-Pluit, mengatakan bahwa saat ini jarak tempuh

Page 34: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

17

masyarakat untuk sampai ke tempat kerja di salah satu Bank Swasta di daerah

Slipi Jakarta Barat hingga kurang lebih dua sampai tiga jam. Padahal bila pada

waktu normal jarak tempuhnya hanya 45 menit - 50 menit. Dari permasalahan

ini tentu tidaklah efisien dan menurunkan semangat kerja akibat kelelahan

dalam perjalanan.

Permasalahan kemacetan juga mengakibatkan laju pergerakan barang

dan jasa menuju Pelabuhan Tanjung Priok juga memakan waktu yang tak jauh

berbeda yakni dua sampai tiga jam yang semestinya hanya satu jam saja.

Kemacetan yang terjadi tidak hanya di Jakarta. Namun sama halnya dengan

daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jakarta sebagai pusat

perdagangan barang dan jasa menjadi magnet bagi warga di wilayah Bodetabek

untuk bekerja di Jakarta sehingga lalu lintas di Bodetabek menuju Jakarta

setiap harinya selalu macet, terutama di jam-jam kerja (PRPW UI 2013 : 27).

Salah satu pegawai Staf Rapat di Sekretariat Komite 1 DPD RI, Wahyu Taufik

mengungkapkan kepada peneliti pada februari 2014 bahwa jarak rumahnya di

bilangan Depok untuk sampai ke kantor di Senayan waktu tempuh yang

seharusnya hanya sekitar satu jam mencapai dua jam perjalanan meskipun

sudah melalui jalan bebas hambatan tetapi tetap tidak dapat menghindari

kemacetan.

Permasalahan lainnya selain kemacetan adalah banjir. Problematika Ibu

Kota lainnya yang dapat mengakibatkan kemacetan adalah banjir. Banjir yang

cukup besar sudah dua kali melanda DKI Jakarta, yakni pada tahun 2007 dan

2013. Banjir Jakarta tahun lalu menggenangi 500 RT, 203 RW, 44 Kelurahan,

Page 35: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

18

yang tersebar di 31 Kecamatan. Jumlah penduduk yang terendam 97.608 KK

atau 248.868 jiwa, pengungsi 18.018 jiwa. Kerugian banjir Jakarta 2007

diperkirakan Rp. 7,3 triliun, sedangkan kerugian banjir tahun 2013 sekitar Rp.

20 triliun. Problematika lainnya, menurut Sofwan Hadi (dalam Dongoran,

2013), hasil pengukuran tahun 1925-2003, permukaan air laut Jakarta selalu

naik rata-rata 0,5 cm setiap tahunnya, sebaliknya laju penurunan muka tanah

Jakarta mencapai 5 cm – 12 cm setiap tahun di sejumlah titik tertentu (FGD, 19

Februari 2014).

Pada awal tahun 2015 ini, wilayah Jakarta kembali terkena banjir.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta telah mendata

korban meninggal akibat banjir yang terjadi di Jakarta dari tanggal 8 sampai 11

Februari 2015. Dari data sementara tersebut, tercatat tiga warga Jakarta Utara

dan satu warga Jakarta Pusat yang menjadi korban meninggal akibat banjir.

Jumlah warga yang terkena dampak banjir di Jakarta mencapai 6.569 jiwa.

Jumlah warga yang mengungsi sejumlah 815 jiwa. BPBD telah menyiapkan

beberapa lokasi pengungsian yang tersebar di beberapa tempat. Lokasi yang

digunakan sebagai tempat pengungsian beragam, seperti kantor kelurahan,

rumah sakit terdekat, bangunan sekolah, sampai pos RW dijadikan sebagai

tempat pengungsian untuk para korban bencana banjir

(http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/13/1604443/Tiga.Warga.Jakarta

.Meninggal.Selama.Empat.Hari.Banjir 13 Februari 2015).

Page 36: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

19

Banjir kerap kali datang ketika musim penghujan datang. Banjir di

Jakarta selalu rutin selalu datang setiap tahunnya. Banjir tidak hanya

merendam hampir setiap pemukiman warga, melainkan hingga menelan korban

jiwa. Dari data yang peneliti dapatkan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta

(dalam PRPW UI 2013), selama terjadi maupun pascabanjir awal tahun 2014

lalu, setidaknya tercatat 40.360 orang terserang penyakit, serta 15 orang

meninggal dunia di DKI Jakarta yang diakibatkan bencana banjir. Banjir yang

datang dinilai sebagai ulah dari masyarakatnya itu sendiri. Masyarakat Jakarta

dinilai kurang memahami bahaya kuman terhadap kesehatan keluarga dan

seluruh lapisan masyarakat. Salah satu contohnya, masih kerap kali ditemui ada

masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Kebiasaan buruk ini tidak

hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan lingkungan. Banjir yang

datang setiap tahunnya harus segera diminimalisir agar tidak terlalu banyak

mengalami kerugian.

Permasalahan banjir ini tidak hanya merendam wilayah DKI Jakarta,

melainkan wilayah Bodetabekjur juga terkena imbasnya. Banjir di wilayah

Jabodetabekjur disebabkan oleh meluapnya air di sungai Ciliwung yang

panjangnya terbentang dari Bogor hingga Tangerang. Hulu sungai Ciliwung

berada di Bogor dan hilirnya berada di Tangerang yakni Kali Cisadane.

Menurut Plt. Gubernur Provinsi Banten, Bapak Rano menjelaskan, banjir yang

terjadi di wilayah Tangerang akibat dari meluapkan air dari kali Cisadane yang

merupakan hilir dari sungai Ciliwung (FGD 18 Februari 2014).

Page 37: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

20

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di sekitar DKI Jakarta akibat

migrasi, serta terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan

perumahan dan kesempatan kerja telah menyebabkan alih fungsi lahan

pertanian ke fungsi non pertanian, yang selanjutnya menimbulkan dampak

turunan berupa erosi, sedimentasi sungai, pencemaran, yang semuanya

berakumulasi pada masalah banjir, kesehatan, serta kerugian ekonomi dan

infrastruktur (FGD 18-19 Feb 2014).

Seperti diketahui, Jakarta merupakan daerah yang dilewati oleh tiga

belas aliran sungai, namun karena adanya penggabungan sungai-sungai tertentu

maka sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta berjumlah sepuluh sungai. Tiga

belas sungai tersebut yaitu Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan,

Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali

Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung.

Sedangkan dua (2) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal

Banjir Timur. Aliran air yang melewati wilayah ini yang mana apabila tidak

ditata kelola dengan baik akan mengakibatkan permasalahan seperti halnya

banjir di kawasan hilir sungai (PRPW UI 2013 : 21).

Dalam Penelitiannya, Susandi (2014) menguraikan beberapa

permasalahan di wilayah Jabodetabekjur yakni; Jakarta dan sekitarnya

akan terkena dampak perubahan iklim sangat besar dan merupakan

salah satu wilayah paling rentan terhadap dampak perubahan iklim di

Asia Tenggara (EEPSEA, 2009 dalam Susandi, 2014). Dikatakan bahwa

bencana terkait iklim yang berpotensi terjadi di wilayah Jakarta

diantaranya adalah banjir, kenaikan muka laut, dan defisit cadangan air

tanah. Potensi kebencanaan iklim terlihat dalam koridor Sungai

Ciliwung, mulai dari wilayah Selatan hingga Utara Jakarta. Secara

umum dampak perubahan iklim yang dapat terjadi di Jakarta adalah

Page 38: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

21

sebagai berikut: (i) Peningkatan temperatur rata-rata pada tahun 2035 di

Jakarta mencapai 2oC, di Depok mencapai 1,3 oC dan di Bogor

mencapai 2,5o C.; (ii) Peningkatan curah hujan rata-rata pada tahun

2035 di Jakarta mencapai 40mm, di Depok mencapai 100 mm dan di

Bogor mencapai 200 mm. (iii) Wilayah yang diprediksi akan terendam

pada tahun 2020 seluas 6,6 km2, sedangkan pada tahun 2035 potensi

wilayah yang terendam meningkat menjadi 62,3 km2. Sementara itu

kapasitas adaptif (adaptive capacity) masyarakat Jakarta

diperkirakan70,4%, Depok 62,6%, Bogor 50,2%. Kapasitas adaptif

didefinsikan sebagai kemampuan masyarakat beradaptasi pada

perubahan yang terjadi. Dampak bencana iklim diperkirakan akan

meningkatkan intensitas permasalahan wilayah Jakarta dan sekitarnya di

kemudian hari (Susandi, dalam NA RUU Jabodetabekjur 2014 : 8).

Kemudian permasalahan lainnya yaitu kepadatan penduduk yang

terpusat di Jakarta. Permasalahan ini tentu akan menimbulkan efek domino bila

tidak segera diatasi. Kepadatan penduduk di Jakarta disebabkan salah satunya

dengan banyaknya penduduk yang berasa dari luar daerah Jakarta yang bekerja

dan menggantungkan harapan ekonominya di Jakarta. Setiap tahunnya

perumbuhan penduduk Jakarta semakin mengalami peningkatan dan

mengalami kepadatan pertumbuhan penduduk serta mobilitas penduduk di

Jakarta diakibatkan karena Jakarta menjadi pusat dari kegiatan ekonomi dan

pertukaran barang dan jasa yang menyedot perhatian masyarakat di sekitar

wilayah Bodetabekjur untuk datang dan bekerja di Jakarta. Kawasan

Jabodetabek secara keseluruhan memiliki jumlah penduduk sebesar 31.681.555

jiwa (PRPW UI,2013 : 23). Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta

mencapai 1,03 % sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk kabupaten atau

kota di Bodetabekjur rata-rata hampir 2,80% (Tabel 1.1).

Page 39: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

22

Tabel 1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jabodetabekjur

Kabupaten/Kota

Jumlah

Penduduk

2012

Jumlah

Penduduk

2011

Laju

Pertumbuhan

Jakarta Utara 1.715.564 1.697.871 1,04

Jakarta Barat 2.395.130 2.362.656 1,37

Jakarta Pusat 908.829 906.752 0,23

Jakarta Timur 2.801.784 2.775.956 0.93

Jakarta Selatan 2.148.261 2.126.833 1,01

Kepulauan Seribu 22.220 21.875 1,58

Kabupaten Bogor 5.077.210 4.922.205 3,15

Kota Bogor 987.448 967.398 2,07

Kota Depok 1.898.567 1.769.787 7,28

Kabupaten Bekasi 2.786.638 2.677.631 4,07

Kota Bekasi 2.334.142 2.447.930 -4,85

Kabupaten Cianjur 2.231.107 2.169.984 2,82

Kabupaten Tangerang 3.050.929 2.928.200 4,19

Kota Tangerang 1.918.556 1869791 2,61

Kota Tangerang Selatan 1.405.170 1.355.926 3,63

Sumber: BPS, 2013 (dalam PRPW UI 2013 : 23)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, terlihat pertumbuhan penduduk dan

mobilitas warga yang tinggi namun tidak diimbangi dengan penyediaan sarana

dan prasarana transportasi yang memadai. Menurut Dinas Perhubungan DKI

Jakarta (dalam PRPW UI,2013), laju pertambahan jalan di Jabodetabek hanya

0,01% per tahun, sedangkan laju pertambahan kendaraan mencapai 11% per

tahun.

Permasalahan yang banyak terjadi di wilayah Jabodetabekjur, Komite

1 DPD RI akan mengkaji lebih dalam mengenai pembentukan kawasan

megapolitan di Jabodetabekjur. Telah kita ketahui bahwa Jabodetabekjur

Page 40: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

23

sebagai salah satu kawasan di Indonesia yang memenuhi kriteria sebagai

kawasan megapolitan.

Sehubungan dengan pembuatan Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur yang merupakan salah satu program

kerja dari Komite 1 DPD RI, maka Komite 1 DPD RI akan mengkaji lebih

dalam dan mengusungkan kebijakan ini untuk dibentuk sebagai RUU dan

menjadikan sebagai UU yang sah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Untuk mengoptimalkan kebijakan ini menjadi sebuah RUU Kawasan

Megapolitan Jabodetabekjur ini Komite 1 membentuk Tim Kerja (Timja).

Timja dibentuk mengingat banyak RUU dan permasalahan lain yang tengah

dibahas di Komite 1, seperti RUU pengadilan Agraria dan penyusunan Daerah

Otonom Baru (DOB). Untuk itu peneliti ingin mengkaji lebih dalam,

mengetahui dan menganalisis bagaimana Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur. Selain dibentuknya Timja, Komite 1 DPD RI

mengundang orang-orang yang ahli dan kompeten di bidang pembangunan dan

penataan kota sebagai narasumber dalam pembuatan RUU tersebut untuk

membentuk sebuah kawasan megapolitan.

Selain mengundang narasumber, permasalahan yang telah diuraikan

diatas telah direspon melalui beberapa prinsip yang disepakati oleh Komite 1

DPD RI, perwakilan pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten/Kota di

kawasan Jabodetabekjur (kecuali Kota Depok yang berhalangan hadir) dalam

Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan DPD RI pada tanggal

18 Februari 2014 yang menghasilkan beberapa kesepakatan yaitu:

Page 41: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

24

1. FGD menyepakati untuk memperkuat kerjasama antara DPD RI

khususnya Komite I sebagai alat kelengkapan DPD RI yang

membidangi otonomi daerah dengan Pemerintah Daerah Provinsi

DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Kabupaten

Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Bogor, Kota

Bekasi, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Cianjur.

2. Kerjasama sebagaimana dimaksud pada point 1 merupakan kerjasama

yang diarahkan untuk memberikan perbaikan bagi percepatan

pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dan daerah sebagaimana tujuan bangsa Indonesia.

3. FGD tersebut menyepakati untuk melakukan diskusi lebih lanjut dan

mendalam di kemudian hari terkait inisiatif DPD RI untuk menyusun

RUU Jabodetabekjur sebagai upaya menata dan memperkuat

pengelolaan kawasan DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Republik

Indonesia beserta kawasan sekitarnya serta mengantisipasi

timbulnya dampak negatif pembangunan.

4. Seluruh pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam FGD tersebut

merupakan pijakan utama dalam rangka penyempurnaan kebijakan

penataan Ibukota Negara beserta kawasan megapolitan yang terus

berkembang pesat dewasa ini.

5. FGD tersebut menyepakati untuk memperkuat kelembagaan

koordinasi antar daerah yang saat ini telah berjalan serta upaya untuk

mencari solusi atas tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan

Page 42: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

25

beberapa kawasan strategis di wilayah Jabodetabekjur.

Begitu juga kesepakatan telah dicapai dalam FGD yang

diselenggarakan DPD RI pada tanggal 19 Februari 2014 antara Kementerian

Dalam Negeri, Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Keuangan,

Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian

Lingkungan Hidup RI, dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional RI: "FGD

tersebut (19 Februari 2014) menyepakati Komite 1 DPD RI untuk melakukan

kajian secara mendalam dan menyeluruh termasuk berbagai peraturan

perundang-undangan terkait dengan inisiatif DPD RI untuk menghasilkan

kesimpulan Naskah Akademis RUU Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur

sebagai upaya untuk menata dan memperkuat pengelolaan DKI Jakarta sebagai

Ibu Kota Negara Republik Indonesia beserta kawasan sekitarnya serta

mengantisipasi timbulnya dampak negatif pembangunan".

Undang-Undang pembentukan kawasan Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan ini penting karena menyangkut pengaruh sangat penting

secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,

ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan dan memiliki masalah mendasar

pada lintas wilayah provinsi dan lintas kabupaten kota.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti ingin mengetahui

lebih dalam dan menganalisis kebijakan pengelolaan terpadu kawasan

megapolitan. Untuk mengetahui terkait teori dan metode dalam Analisis

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan

Page 43: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

26

megapolitan ini akan di bahas pada bab selanjutnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah peneliti ungkapkan dalam latar belakang

masalah, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah-masalah mengenai

permasalahan di Jabodetabekjur. Seperti telah kita ketahui di atas permasalahan

di Jabodetabekjur sebagian besar dari adanya ketimpangan-ketimpangan atas

pembangunan di Jakarta dengan wilayah sekitar Jakarta. Akibat dari mobilitas

dan urbanisasi sehingga banyak menimbulkan problematika di Jakarta, sebut

saja kemacetan. Ketika kita memasuki wilayah Jakarta tentu tak asing lagi

dengan kemacetan. Deretan panjang kendaraan akan terus bertambah di

sepanjang jalan, sehingga membuat laju kendaraan sangat lamban dan waktu

tempuh semakin lama. Angka pertumbuhan penduduk dan mobilitas warga

yang tinggi tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana

transportasi yang memadai sehingga menyebabkan kemacetan di jam-jam

tertentu. Jakarta merupakan pusat dari kegiatan ekonomi yang banyak

menyedot perhatian masyarakat di sekitaran wila yah Bodetabekjur. Selain

masalah kemacetan, yakni masalah lainnya adalah pertumbuhan penduduk

yang tinggal di sekitaran wilayah Jakarta. Akibat dari bertambahnya jumlah

dan mobilitas penduduk, sumber daya air pun ikut mulai mengalami defisit.

Problematika Ibu Kota lainnya yang dapat mengakibatkan kemacetan

adalah banjir. Banjir yang cukup besar sudah dua kali melanda DKI Jakarta,

yakni pada tahun 2007 dan 2013 (FGD 19 Februari 2014), dan pada awal tahun

Page 44: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

27

2015 ini Jakarta kembali dilanda banjir besar.

Pada intinya, program tersebut merupakan program kerjasama

pembangunan di wilayah perbatasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi

(Jabodetabek). Hingga Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Joko

Widodo (Jokowi), Provinsi Jabar dipimpin oleh gubernur Ahmad Heryawan

(Aher), dan Banten dipimpin oleh Ratu Atut Chosiyah, program tersebut masih

belum optimal. Artinya kurangnya koordinasi antar pemerintah daerah dan

lembaga lainnya akibat dari adanya perbedaan derajat otonomi daerah.

Oleh karena itu, dalam pembuatan kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan ini harus adanya kerja

sama dan harmonisasi seluruh elemen, baik dari pemerintah maupun

masyarakat dan lembaga kementerian terkait. Kerja sama ini bertujuan untuk

mengoptimalkan pembangunan kawasan megapolitan di Jabodetabekjur. Selain

itu bertujuan untuk menguatkan DKI Jakarta sebagai Ibukota negara. Dalam

hal ini harus adanya kesesuaian dan harmonisasi dari Pemprov DKI Jakarta,

Jabar dan Banten dalam membentuk sebuah kawasan megapolitan.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, menandakan bahwa

banyak permasalahan yang terjadi di wilayah Jabodetabekjur yang diakibatkan

kurangnya koordinasi dari para stakeholder. Untuk membuat sebuah kawasan

megapolitan di Jabodetabekjur dibutuhkan kerja sama dari seluruh elemen

pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini Komite 1 DPD RI sebagai lembaga

legislatif yang mengkaji lebih dalam permasalahan di Jabodetabekjur, dan

Page 45: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

28

membuat RUU Kawasan megapolitan Jabodetabekjur. Dengan berbagai

permasalah pelik yang terdapat dalam latar belakang masalah, peniliti dapat

mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Kurangnya koordinasi antar pemerintah Provinsi, kabupaten/kota di

wilayah Jabodetabekjur

2. Ketimpangan pembangunan di Jakarta dengan wilayah Bodetabekjur

3. Jakarta sebagai pusat dari kegiatan ekonomi

4. Belum adanya penyatuan Jabodetabekjur sebagai satu regulasi dari

kementerian/badan yang di tunjuk

5. Kemacetan dan pengelolaan transportasi umum

6. Banjir dan degradasi kualitas lingkungan hidup

7. Urbanisasi dan ketimpangan sumber daya manusia

1.3 Pembatasan Masalah

Dengan munculnya masalah-masalah di wilayah Jabodetabekjur

sebagaimana dikemukakan di atas, membuat peneliti tertarik untuk

menganalisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur. Akan

tetapi mengingat adanya keterbatasan waktu, tenaga dan dana, maka tidak

mungkin untuk mengkaji semua masalah yang telah disebutkan dilatar

belakang masalah. Oleh karena itu peneliti membatasi pengkajian ini pada

beberapa masalah, yakni:

1. Sejauh mana pengkajian Komite 1 DPD RI dalam pengambilan

keputusan untuk mengatasi permasalahan di Jabodetabekjur, meliputi

kebijakan apa yang telah atau akan dibuat, kemudian solusi dan

Page 46: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

29

gagasan apa yang ditawarkan dalam pembentukan kawasan

Jabodetabekjur sebagai kawasan Megapolitan.

2. Bagaimana kerjasama antar lembaga Kementerian dan pemerintah

daerah dengan DPD RI di wilayah Jabodetabekjur dalam pembentukan

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur,

dan apakah terjadi ketimpangan atau ketidakharmonisan antara DPD RI

dengan pemerintah daerah Jabar, DKI Jakarta dan Banten dalam proses

pembuatan pembentukan kawasan Jabodetabekjur sebagai kawasan

Megapolitan.

3. Bagaimana tahapan-tahapan yang dibuat oleh Komite 1 DPD RI dengan

dalam pembuatan kebijakan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur sebagai kawasan Megapolitan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah dan identifikasi masalah yang telah

peneliti buat, maka masalah penelitian ini penulis rumuskan sebagai berikut,

Bagaimana Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu wilayah Jakarta, Bogor,

Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur (Jabodetabekjur) sebagai kawasan

Megapolitan?

Page 47: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

30

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujun untuk mengetahui lebih dalam dan menganalisis

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

Bekasi, Cianjur (Jabodetabekjur) sebagai kawasan Megapolitan. Selain itu

penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas akhir dan syarat untuk

memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada konsentrasi kebijakan publik,

program studi ilmu administrasi negara.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat

memberikan kemanfaatan sebagai berikut:

a. Secara Teoritik

Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan dan pengalaman penelitian dalam pengembangan Ilmu

Administrasi Negara khususnya dalam teori-teori kebijakan publik,

analisis kebijakan publik, menejemen strategi, pembangunan kota,

ilmu politik ataupun pengambilan keputusan dalam organisasi

publik. Sehingga ada keterbukaan informasi kepada publik

khususnya para mahasiswa ilmu administrasi Negara mengenai

tugas dan wewenang dari DPD RI. Dari keterbukaan infomasi

tersebut, publik pun akan dapat menilai bagaimana kinerja dari

DPD RI sendiri khususnya Komite 1.

Page 48: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

31

b. Secara Praktisi

Secara praktisi penelitian ini diharapkan dapat memperluas

pengetahuan mengenai peran dan fungsi DPD RI khususnya Komite

1 sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang memiliki fungsi

legislatif dan memiliki kewenangan berperan untuk ikut serta dalam

membentuk kawasan megapolitan di Indonesia. dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta, Jabar dan

Banten. Manfaat penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai

informasi, referensi, atau sebagai bahan tambahan dalam pengkajian

pembentukan sebuah kawasan megapolitan di Indonesia bagi

pembaca dan mahasiswa Ilmu administrasi negara dan pada

penelitian selanjutnya.

Page 49: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

32

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menjelaskan mengapa peneliti

mengambil judul penelitian tersebut, juga menggambarkan

ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti yang

tentunya relevan dengan judul yang diambil. Materi dari uraian

ini, dapat bersumber dari hasil penelitian yang sudah ada

sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan,

pengalaman pribadi, dan intuisi logik. Latar belakang timbulnya

masalah perlu diuraikan secara jelas, faktual dan logik.

1.2 Identifikasi Masalah

Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari

judul penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan

diteliti. Identifikasi masalah biasanya dilakukan pada studi

pendahuluan pada objek yang diteliti, observasi dan wawancara

ke berbagai sumber sehingga semua permasalahan dapat

diidentifikasi.

1.3 Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

Menetapkan masalah yang paling penting dan berkaitan dengan

judul penelitian. Kalimat yang biasa dipakai dalam pembatasan

masalah ini adalah kalimat pernyataan. Perumusan masalah

Page 50: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

33

adalah mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan

dalam bentuk definisi konsep dan definisi operasional.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin

dicapai dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah

yang telah dirumuskan.Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan

dengan isi dan rumusan masalah.

1.5 Manfaat Penelitian

Menggambarkan tentang manfaat penelitian baik secara praktis

maupun teoritis.

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan

variable penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan

rapi yang digunakan untuk merumuskan masalah.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari

berbagai sumber ilmiah, seperti skripsi, tesis, jurnal ataupun

desertasi.

Page 51: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

34

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran penelitian

sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan

penjelasan kepada pembaca.

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Menyajikan prediksi penelitian yang akan dihasilkan sebagai

hipotesa kerja yang mendasari penulisan sebagai landasan awal

penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam

penelitian

3.2 Instrumen Penelitian

Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis

alat pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kualitatif

instrumennya adalah peneliti itu sendiri.

3.3 Penentuan Informan

Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber

untuk mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam

penelitian. Dapat diperoleh dari kunjungan lapangan yang

dilakukan di lokasi penelitian, dipilih secara purposive dan

bersifat snowball sampling.

Page 52: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

35

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara

menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik

pengolahan data sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui

pengamatan, wawancara, dokumentasi dan bahan-bahan visual.

3.5 Teknik Analisis Data

Sub bab ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data

ke dalam formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah

diinterpretasi, maksudnya analisis data di sini tidak saja

memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan

kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati, sehingga

implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan

sebagai bahan simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat

dilakukan melalui pengkodean dan berdasarkan kategorisasi data.

3.6 Keabsahan Data

Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari

objektifitas dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang

objektif berasal dari unsur subjektivitas objek penelitian, yaitu

bagaimana menginterpretasikan realitas sosial terhadap fenomena-

fenomena yang ada.

Page 53: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

36

3.7 Lokasi Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian, dalam hal ini adalah Kantor

Sekretariat Jendral DPD RI. Terletak di Jalan Jendral Gatot

Subroto No. 6 Jakarta.

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi

penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau

sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan

dengan objek penelitian.

4.2 Hasil Penelitian

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah

dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.

4.3 Pembahasan

Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data

dan wawancara narasumber.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara

singkat, jelas, sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta

hipotesis penelitian.

Page 54: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

37

5.2 Saran

Berisi rekomendasi dari peneliti terhadap tindak lanjut dari

sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara

teoritis maupun praktis.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang digunakan dalam

penyusunan skripsi, daftar pustaka hendaknya menggunakan literatur

yang mutakhir.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Memuat tentang hal-hal yang perlu dilampirkan untuk menunjang

penyusunan laporan penelitian maupun penyususnan skripsi, seperti

Lampiran tabel-tabel, Lampiran grafik, Instrumen penelitian, Lampiran

dokumentasi, Riwayat hidup peneliti, dll.

Page 55: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN

ASUMSI DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Kebijakan Publik

Pada penelitian ini mengenai analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur yang diusung oleh Komite 1 Dewan Perwakilan

Daerah (DPD) sebagai lembaga legislatif yang memiliki kewenangan membuat

kebijakan. Untuk itu sebelum menganalisis kebijakan yang dibuat tersebut

sebaiknya kita membahas lebih jauh mengenai bagaimana konsep kebijakan

publik, kita perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai definisi dari kebijakan

publik itu sendiri. Dalam penelitian Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur tentu tidak terlepas dari bagian dalam proses

perumusan kebijakan publik, untuk itu sebaiknya lebih dulu memahami

definisi kebijakan dan konsep kebijakan publik. Banyak sumber yang berasal

dari para ahli yang memberikan beberapa pengertian dari definisi kebijakan,

berikut definisi kebijakan ;

Menurut Frederick sebagaimana dikutip dari Agustino (2008 : 7)

mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang

diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan

38

Page 56: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

39

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam

rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide

kebijakan harus melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan

merupakan bagian yang terpenting dalam definisi kebijakan, karena

bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya

dikerjakan dari apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu

masalah.

Menurut Richard (dalam Winarno 2007 : 17) bahwa kebijakan

dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan serta

konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan sebagai keputusan

yang berdiri sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

kebijakan adalah tindakan/kegiatan apapun yang dilakukan oleh suatu

kelompok orang atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan

untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu.

Lingkup dari studi kebijakan publik sendiri sangat luas karena

mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum,

dan sebagainya. Di samping itu dapat dilihat dari hierarkinya kebijakan publik

dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan

Daerah/Provinsi, Keputusan Gubernur, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan

Keputusan Bupati/Walikota. Secara terminologi pengertian kebijakan publik

Page 57: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

40

(public policy) itu ternayata banyak sekali, tergantung dari segi mana kita

mengartikannya. Berikut beberapa definisi kebijakan publik :

Menurut Eyestone 1971 (dalam Suharto 2007 : 3) menyatakan

kebijakan publik sebagai hubungan antar unit pemerintah dengan

lingkungannya, sedangkan menurut Anderson 1984 (dalam Agustino 2006 : 7)

menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah :

“ Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok faktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal

yang diperlukan “.

Menurut Dunn (1994) :

“ Kebijakan publik ialah pola ketergantungan yang kompleks dari pilhan-pilihan kolektif yang saling tergantung termasuk keputusan- keputusan untuk bertindakyang tidak dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.

Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative

allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai

secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Sedangkan Pressman dan

Widavsky sebagaimana dikutip (dalam Budi Winarno 2002 : 17)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi -

kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan.

Menurut Dye (dalam Wibawa, 2011 : 2) kebijakan publik adalah

“whatever government choose to do or not to do” (apapun yang dipilih oleh

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Definisi ini menekankan

bahwa kebijakan publik adalah mengani “tindakan” dan bukan merupakan

pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Disamping itu

pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan

Page 58: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

41

publik karena mempunyai pengaruh atau dampak yang sama dengan pilihan

pemerintah untuk melakukan sesuatu. Terdapat beberapa ahli yang

mendefinisikan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh

pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik. Begitu pun

dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003 : 1)

menyatakan bahwa :

“ Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau

pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan

suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh

pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam

masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam

pembangunan secara luas “.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat peneliti simpulkan

bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna

memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik.

Kebijakan untuk emlakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-

ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah

sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa. Mempelajari kebijakan

publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh

kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.

Page 59: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

42

2.1.2. Tahap-tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh

karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan

publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam

beberapa tahap-tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan

kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian beberapa ahli

mungkin membagi tahhap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap

kebijakan publik menurut Dunn (dalam Winarno, 2007 : 32-34) adalah sebagai

berikut :

a. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada

agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu

untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa

masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumus kebijakan. Pada

tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama sekali,

sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pemabahasan,

atau adapula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk

waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang tidak masuk k dalam agenda kebijakan kemudian ditulis

oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan

untuk kemudian diberi pemecahan masalah terbaik. Pemecahan

masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan

(policy alternative/ policy options) yang ada. Dalam perumusan

kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih

sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam

tahap ini masing-masing actor dapat bersaing untuk mengusulkan

pemecahan masalah terbaik.

Page 60: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

43

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alaternatif kebijakan yang ditawarkan para perumus

kebijakan. Pada tahap ini akan ada beberapa analisis dan peramalan

untuk mendapatkan alaternatif kebijakan. Pada akhirnya salah satu

alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakan yang telah

diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan

sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini

berbagai kepentingan akan bersaing .

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk

meraih dampak yang diinginkan.

2.2 Pengertian Analisis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Salim

dan Sali (dalam Ningsih 2014 : 23) menjabarkan pengertian analisis sebagai

berikut :

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan,

karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat ( asal

usul sebab, penyebab sebenarnya, sebagainya).

b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian,

penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk

mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara

keseluruhan.

c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) suatu hal, dan sebagainya

setelah ditelaah secara seksama.

d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan

hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya

melalui beberapa kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebaginya).

Page 61: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

44

e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam

bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai

pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Subarso dan

Retnoningsih (dalam Ningsih 2014 : 24), analisis adalah penyelidikan terhadap

suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara, dan sebagianya).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan

Nasional (dalam Ningsih 2014 : 24) menjelaskan bahwa analsisis adalah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa.

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

analisis adalah serangkaian aktivitas intelektual yang bertujuan untuk

penyelidikan suatu keadaan, mengkaji dan memberikan alternatif pada suatu

peristiwa atau keadaan yang akan atau telah terjadi untuk memecahkan

masalah.

Kemudian pengertian analisis kebijakan dari para ahli yaitu; menurut

Bauer (dalam Dunn 2003 : 1) analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan

pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.

Menurut William (dalam Nugroho, 2012 : 328) analisis kebijakan

adalah sebuah cara penyintesisan informasi, termasuk hasil-hasil penelitian,

untuk menghasilkan format keputusan kebijakan dan menentukan informasi

yang relevan dengan kebijakan.

Menurut Dunn (dalam Nugroho, 2012 : 299) analisis kebijakan publik

adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan,

Page 62: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

45

secara kritis menilai, mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam

proses kebijakan. Analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yang

menggunakan berbagai metode pengkajian multipel dalam konteks

argumentasi dan debat politik untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan

mengomunikasikan pengetahuan yang relavan dengan kebijakan. Mengikuti

Dunn, metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang

lazim dipakai dalam pemecahan masalah, yaitu :

1. Definisi, menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang

menimbulkan masalah kebijakan.

2. Prediksi, menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa

mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika tidak

melakukan sesuatu.

3. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai nlai konsekuensi

alternatif kebijakan di masa mendatang.

4. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan

masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.

5. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan masalah.

Secara visual dapat digambarkan sebagai berikut :

Definisi Prediksi Preskripsi Deskripsi Evaluasi

Gambar 2.1 Proses Analisis Kebijakan menurut Dunn

Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dengan

tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan atau

preskriptif (Nugroho 2012 : 306). Analisis kebijakan menjawab tiga macam

pertanyaan, yaitu:

1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untuk menilai

apakah suatu masalah sudah teratasi?

Page 63: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

46

2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan

pencapaian nilai-nilai.

3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-

nilai.

Untuk menjawabnya, (Nugroho 2012 : 307) analis kebijakan dapat

menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga pendekatan analisis ini,

yakni empiris, valuatif, dan atau normatif. Ketiga pendekatan tersebut

dipaparkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pendekatan Analisis Kebijakan

Pendekatan Pertanyaan Utama Tipe Informasi

Empiris

Adakah dan akankah (fakta)?

Deskriptif & Preskriptif

Valuatif

Apa manfaatnya (nilai)?

Evaluatif

Normatif

Apakah yang harus diperbuat (aksi) ?

Preskriptif

Analisis kebijakan juga dapat dibedakan menjadi prospektif atau ex

post yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan

dimulai dan diimplementasikan; dan analisis retrospektif atau ex ante adalah

produksi dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan. Diantara

keduanya, Dunn menyebut analisis terintegrasi, yaitu produksi dan

transformasi informasi baik sebelum maupun sesudah aksi kebijakan (Nugroho

2012 : 307).

Page 64: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

47

2.3 Model Teori Analisis Kebijakan

A. Analisis Kebijakan Versi Dunn

Dalam proses analisis kebijakan menurut Dunn (2003 : 25) ada beberapa

tahapan, yaitu :

1. Merumuskan Masalah

Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan yang

belum terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk kemudian diperbaiki

atau dicapai melalui tindakan publik. Masalah kebijakan mempunyai

ciri-ciri :

a. Terdapat saling ketergantungan antar masalah kebijkan,

b. Mempunyai subjektivitas,

c. Buatan manusia karena merupakan produk penilaian subjektif dari

manusia, dan

d. Bersifat dinamis.

Fase-fase perumusan masalah kebijakan (Dunn 2003 : 226) disusun

sebagai berikut :

1. Pencarian masalah (problem search)

2. Pendefinisian masalah (problem definition)

3. Spesifikasi masalah (problem spesification)

4. Pengenalan masalah (problem sensing)

Untuk menuju analisis kebijakan, sejak perumusan masalah sudah

harus dikenali model-model kebijakan (Dunn 2003 : 234-241) yaitu :

1. Model deskriptif, yang bertujuan menjelaskan dan atau

memprediksi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi pilihan

kebijakan.

Page 65: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

48

2. Model normatif, yang selain bertujuan sama dengan model

deskriptif, juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkan

pencapaian nilai atau kemanfaatan.

3. Model verbal, yakni bersandar pada penilaian nalar untuk membuat

prediksi dan menawarkan rekomendasi.

4. Model simbolis, yaitu analisis menggunakan simbol-simbol

matematis untuk menerangkan hubungan di antara variabel-

variabel kunci yang dipercaya mencari suatu masalah.

5. Model prosedural, yaitu menampilkan hubungan yang dinamis di

antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah

kebijakan.

6. Model sebagai pengganti dan perspektif, yaitu dimensi terakhir

yang penting dari model-model kebijakan berhubungan dengan

asumsi mereka. Model pengganti (surrogate model) diasumsikan

sebagai pengganti dari masalah-masalah substantif.

2. Peramalan masa depan kebijakan

Mengutip Dunn (2003 : 291) peramalan atau forecasting adalah suatu

prosedur untuk membuat informasi faktual tentang situasi sosial di masa depan

atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan. Peramalan

dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang

masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya

alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu (Dunn, 2003 : 26). Ramalan

memiliki tiga (3) bentuk utama, yakni proyeksi, prediksi, dan perkiraan (Dunn

2003 : 291-292) , yaitu :

1. Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atas

ekstrapolasi hari ini ke masa depan, dan produknya di sebut proyeksi.

Teknik yang dapat dipergunakan antara lain analisis antarwaktu,

estimasi tren linear, pembobotan eksponansial, transformasi data,

katastrofi metodologi. Proyeksi membuat pernyataan yang tegas

berdasarkan argumen yang diperoleh dari metode tertentu dengan

kasus yang paralel. Peramalan ini menggunakan tiga asumsi dasar,

yaitu : persistensi (pola yang diamati di masa lampau akan tetap

Page 66: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

49

ditemui di masa depan), keteraturan (visi di masa lalu sebagaimana

ditunjukan oleh kecenderungannya akan terulang secara ajek di masa

depan), dan reabilitas validitas data.

2. Peramalan teoritis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatu asumsi

teoritik yang tegas, dan produknya disebut prediksi. Teknik yang

dapat digunakan antara lain pemetaan teori, model kausal, analisis

regresi, estimasi titik dan interval, analis korelasi. Apabila pada

peramalan ekstrapolatif menggunakan logika induktif, pada peramalan

teoritis menggunakan logika deduktif.

3. Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkan pada

penilaian informatif para ahli atau pakar tentang situasi masyarakat

masa depan, dan produknya disebut perkiraan (conjecture). Teknik

yang dapat digunakan antara lain analisis dampak silang, penilaian

fasibilitas (kelayakan). Teknik peramalan penilaian pendapat

(judgemental forecasting) berusah memperolah dan menyintesiskan

pendapat-pendapat para ahli. Logika yang digunakan bersifat

retroduktif karena analisis dimulai dengan dugaan tentang sesuatu

keadaan, dan kemudian berbalik ke data atau asumsi yang

dipergunakan untuk mendukung dugaan tersebut. Meskipun pada

praktiknya ketika logika tersebut induktif, deduktif, dan retroduktif,

tidak dipisahkan satu sama lain.

Peramalan mempunyai sejumlah tantangan (Dunn 2003 : 294-295), yaitu:

(i) akurasi ramalan, yaitu ketepatan dari remalan yang relatif

sederhana yang didasarkan pada ektrapolasi atas kecenderungan

sebuah variabel maupun ramalan yang kompleks berdasar model-

model yang memasukan ratusan variabel masih terbatas.

(ii) kondisi komparatif masa depan, ketepatan prediksi yang

didasarkan pada model teoretik yang kompleks atas ekonomi dan

sistem sumber daya energi tidak lebih tinggi dibanding ketepatan

proyeksi dan konjektur yang dibuat atas dasar model ekstrapolasi

sederhana dan penilaian informatif (oleh pakar).

(iii) konteks, yaitu konteks institusional, temporal, dan historical.

Masa depan pun terdiri dari tiga jenis, yaitu masa depan yang

potensial atau sering disebut masa depan alternatif, masuk akal

(plausible), dan normatif, yang merupakan gabungan antara potensial,

dan plausible.

Page 67: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

50

3. Rekomendasi Kebijakan

Mengutip dari Dunn (2003 : 405) prosedur dari analisis kebijakan dari

rekomendasi memungkinkan menghasilkan informasi tentang kemungkinan

serangkaian aksi di masa mendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang

berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Untuk

membuat rekomendasi kebijakan juga mengharuskan kita menentukan

alternatif mana yang paling baik. Rekomendasi membantu mengestimasi

tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda,

menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan

pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan (Dunn, 2003 :

27).

Membuat rekomendasi kebijakan menentukan alternatif yang terbaik

dan alasannya karena prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan masalah

etika dan moral. Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan advokasi, dan

advokasi mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab (Dunn, 2003 :

406), yaitu :

1. Dapat ditindaklanjuti (actionable), yaitu pernyataan advokatif

memusatkan pada tindakan yang dapat menyelesaikan masalah

kebijakan.

2. Bersifat prospektif, karena pernyataan tersebut dibuat sebelum

dilakukan tindakan.

3. Bermuatan nilai, bahwa alternatif bergantung pada “fakta” dan juga pada nilai.

Page 68: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

51

4. Etik secara kompleks, yaitu nilai-nilai yang mendasari pernyataan

advokatif secara etika kompleks.

Dalam menentukan alternatif kebijakan (Dunn 2003 : 416-417), salah

satu pendekatan yang paling banyak dipergunakan adalah pendekatan

rasionalitas. Namun, rasionalitas juga berarti multirasionalitas, yang berarti

terdapat dasar-dasar rasional ganda yang mendasari sebagian besar pilihan-

pilihan kabijakan, yaitu :

a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif.

b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi.

c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas.

d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas.

e. Rasionalitas substanstif, yang merupakan kombinasi keempat

rasinalitas di atas.

Karakteristik utama dari berbagai bentuk rasionalitas tersebut adalah

bahwa semuanya melakukan pemilihan secara bernalar tentang perlunya

mengambil arah tindakan tertentu untuk memecahkan masalah kebijakan. Di

luar model rasionalitas di atas, (Dunn 2003 : 417) menyarankan rasionalitas

komprehensif, yang merupakan upaya penyingkronisasi seluruh model

rasionalitas di atas. Rasionalitas bertemu dengan realitas bahwa alternatif pada

akhirnya terbatas karena adanya nilai-nilai individual yang lebih banyak

mempengaruhi dan batas-batas pengetahuan. Menurut Simon (dalam Nugroho

2012 : 317) memperkenalkan konsep yang lebih „moderat‟, yaitu satisfactory

dan sufficiency. Di sini pengambilan alternatif tidak dipaksakan pada alternatif

terbaik maksimal, namun alternatif yang terbukti akan menghasilkan suatu

kenaikan manfaat yang paling memuaskan. Rekomendasi mempunyai enam (6)

Page 69: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

52

kriteria utama, beberapa tipe pilihan rasional dapat diletakan sebagai kriteria

keputusan yang digunakan untuk menyarankan pemecahan masalah kebijakan

(Dunn 2003 : 429), yaitu :

1. Efektivitas, berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai

hasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakan tindakan.

2. Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk

menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki.

3. Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat

efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang

menumbuhkan adanya masalah.

4. Perataan (equity), berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat

kebijakan.

5. Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan

dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-

kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan.

6. Kelayakan (appropriateness), berkenaan dengan pertanyaan apakah

kebijakan tersebut tepat untuk suatu masyarakat

4. Pemantauan Hasil Kebijakan

Pemantauan hasil kebijakan atau biasa disebut monitoring merupakan

prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi

tentang sesbab akibat kebijakan publik (Dunn, 2003 : 509). Pemantauan

setidaknya memainkan empat (4) fungsi dalam analisis kebijakan yaitu;

kepatuhan (compliance), akuntansi, pemeriksaan, dan ekplanasi (Dunn, 2003 :

510).

Hasil kebijakan dibedakan antara keluaran (outputs), yaitu produk

layanan yang diterima kelompok sasaran kebijakan, dan impak (impact), yaitu

perubahan perilaku yang nyata pada kelompok sasaran kebijakan (Dunn 2003 :

2011).

Page 70: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

53

Dunn (2003 : 514) membedakan jenis tindakan kebijakan menjadi dua

(2), yakni kebijakan regulatif, yaitu tindakan kebijakan yang dirancang untuk

menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu, dan kebijakan

alokatif yaitu tindakan mengalokasikan sumber daya tertentu pada sasaran

kebijakan. Baik kebijakan regulatif maupun alokatif dapat memberikan akibat

yang bersifat distributif ataupun redistributif.

Pemantauan sangat penting dalam analisis kebijakan. Untuk itu ada

beberapa pendekatan dalam pemantauan yang dapat dipilih menjadi beberapa

pendekatan yaitu; akuntansi sistem sosial, eksperimental sosial, auditing sosial,

dan sistesis riset praktek, pendekatan tersebut dapat menggunakan metode

kuantitaif dan kualitatif (Dunn 2003 : 519).

5. Evaluasi Kinerja Kebijakan

Evaluasi kebijakan publik merupakan bagian dari proses analisis

kebijakan. Menurut Dunn (2003 : 632) fungsi evaluasi dalam analisis kebijakan

adalah menyediakan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai

kinerja kebijakan, kemudian memberikan kejelasan dan kritik nilai-nilai yang

mendasari pilihan tujuan, sasaran, dan penyediaan informasi bagi perumusan

masalah dan inferensi praktis.

Dunn (2003 : 612) mengembangkan tiga (3) pendekatan dalam evaluasi

kebijakan, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi teoritis. evaluasi

semua adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk

menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil

kebijakan tanpa berusaha menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-

Page 71: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

54

hasil pada target kebijakan. Evaluasi semu berasumsi bahwa ukuran tentang

manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti sendiri atau self evident

atau tidak kontroversial. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang

menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang

valid dan cepat dipercaya mengenai hasil kebijakan, namun mengevaluasi hal

tersebut atas tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal

oleh pembuat kebijakan. evaluasi keputusan teoritis (Decission Theoritic

Evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif

untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan

mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam.

Model evaluasi menurut Dunn (2003 : 610) sebagai berikut :

(i) Efektivitas

(ii) Efisiensi

(iii) Kecukupan

(iv) Perataan (equity)

(v) Responsivitas

(vi) Ketepatan

Evaluasi memiliki fungsi penting dalam kebijakan, pertama, evaluasi

memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan.

kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-

nilai yang mendasari target dan tujuan (Dunn 2003 : 609-610).

B. Analisis Kebijakan Versi SWOT

Selain dengan menggunakan pendekatan teori analisis kebijakan

menurut Dunn di atas, analisis kebijakan publik dapat dilakukan dengan

menggunakan metode analisis SWOT. Analisis SWOT adalah instrumen yang

Page 72: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

55

digunakan untuk melakukan analisis strategis dari sebuah kebijakan yang telah

dibuat untuk diterapkan. Menurut Simbolon (1999), analisis merupakan suatu

alat yang membantu menstrukturkan masalah, dengan melakukan analisis atas

strategis, yang lazim disebut sebagai lingkungan eksternal. Lingkungan internal

dan eksternal pada dasarnya terdapat empat unsur yang dihadapi dan memiliki

sejumlah kekuatan-kekuatan (Strengths) dan kelemahan-kelemahan

(Weaknesses), dan secara eksternal akan berhadapan dengan berbagai peluang-

peluang (Oppotunities) dan ancaman-ancaman (Threats).

Kegiatan yang paling penting dalam memahami analisis SWOT adalah

memahami seluruh informasi dalam suatu kasus, menganalisis situasi untuk

mengetahui isu apa yang sedang terjadi dan memutuskan tindakan apa yang

harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah (Rangkuti, 2001 : 14).

SWOT merupakan singkatan dari strengths (kekuatan-kekuatan), weaknesses

(kelemahan-kelemahan), opportunities (peluang-peluang), dan threat

(ancaman-ancaman). pengertian kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam analisis SWOT (Amin 1994 : 75) adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan (strengths). Kekuatan sumber daya, keterampilan

keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar

atau suatu perusahaan.

2. Kelemahan (weaknesses) adalah keterbatasan/kekurangan dalam

sumber daya alam, keterampilan dan kemampuan.

3. Peluang (opportunities). Peluang adalah situasi atau kecenderungan

yang dapat memberi keuntungan.

4. Ancaman (threats) adalah situasi atau kecenderungan yang tidak

dapat memberikan keuntungan.

Page 73: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

56

Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan harus menganalisis

faktor strategis pada kondisi saat ini.

C. Analisis Kebijakan Versi Patton dan Savicky

Model teori analisis kebijakan selanjutnya yaitu analisis kebijakan

menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho 2012 : 359) bahwa analisis

kebijakan publik dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan itu dibuat.

Bentuk analisis dibagi menjadi dua (2) yaitu prediktif dan preskripstif. Analisis

prediktif merujuk pada proyeksi kondisi masa mendatang sebagai hasil dari

adopsi kebijakan. Sedangkan analisis preskriptif merujuk pada rekomendasi

kebijakan. Rekomendasi kebijakan yang bersifat umum dan tidak memberikan

fokus tertentu disebut advis, sementara rekomendasi yang menekan pembuat

kebijakan agar memilih suatu kebijakan disebut advis persuasif. Dengan

mempergunakan konsep dari pendahulunya seperti Quade, Dunn, dan Weimer

& Vining, Patton dan Savicky (dalam Nugroho 2012 : 360) mempromosikan

enam (6) langkah analisis kebijakan yang disebut A Basic Policy Analysis

Process, yang digambarkan sebagai berikut :

Page 74: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

57

(6) Monitor the

Implemetend Policy

(1) Verify, Define,

and Detail the

Problem

(2) Establish

Evalution Criteria

(5) Display and

Distinguish among

Alternative Policies

(3) Identify Alternative

Policies

(4) Evaluate Alternative

Policies

Gambar 2.2 Proses Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky

1. Mendifinisikan, Verifikasi, dan Mendetail Permasalahan Kebijakan

Proses pokok dalam langkah mendefinisikan, verifikasi, dan mendetail

permasalahan kebijakan adalah mengembangkan “pernyataan masalah”

(developing problem statement) yang secara rinci terdapat langkah-langkah

berikut (Nugroho 2012 : 361) :

a. Think about the problem

b. Delineate the boundaries of the problem

c. Develope a fact base

d. List goals and objectivies

e. Identify the police anvelope

f. Display potential cost and benefits

g. Review the problem statement

Page 75: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

58

Metode dasar yang dapat digunakan dalam mendefinisikan

permasalahan antara lain back of the envelope calculations untuk

memeperkirakan “ukuran” permasalahan, quick decisision analysis untuk

mengidentifikasi atribut-atribut atau karakter-karakter pokok permasalahan,

creation of valid operational definitions untuk memastikan bahwa kita menilai

masalah yang hendak dinilai, political analysis untuk membuat kita tidak

mengabaikan faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifikasi, dan issue paper

atau first-cut analysis yang mengidentifikasi masalah yang diperlukan.

Dalam metode quick decisision analysis menurut Patton & Savicky

(dalam Nugroho 2012 : 362-363) akan tampak bahwa pengambil keputusan

dihadapkan pada alternatif tapa risiko dan alternatif berisiko. Sedangkan

metode analisis politik mengingatkan analis kebijakan untuk melihat isu-isu

politik sebagai bagian dari integral dari proses kebijakan, mempelajari istilah-

istilah yang lazim digunakan untuk mengkomunikasikan faktor-faktor politik

tersebut, dan menggunakan metode yang konsisten dalam pelaporan,

penyajian, dan analisis isu politik. Agenda pokok adalah memastikan bahwa

permasalahan dapat direduksi hingga ukuran yang dapat dikelola (a man

ageable size).

1. Establishing evaluation criteria

Langkah kedua dalam analisis kebijakan publik menurut Pattton dan

Savicky (dalam Nugroho, 2012 : 364-366), yaitu kriteria evaluasi. Patton dan

Savicky memperkenalkan evaluasi dengan model yang bersifat ekonomis,

yaitu:

Page 76: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

59

a. Free market model

b. Kriteria biaya-biaya (Costs)

c. Kriteria manfaat-manfaat (Benefits)

d. Kriteria posisi (Standing)

e. Kriteria eksternalitas

f. Kriteria elastisitas

g. Kriteria analisis marginal

h. Kriteria keadilan

Pada akhirnya, kriteria evaluasi dapat dikembangkan sesuai dengan

permasalahan yang hendak dicapai, dan alternatif yang tersedia.

2. Mengidentifikasi Alternatif

Menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2012 : 368) metode

untuk mengidentifikasi alternatif dikelompokkan menjadi lima (5), yaitu :

a. Reaserched analysis and experimentation yang menggunakan teknik

passive collection and classification.

b. No-action analysis yang menggunakan teknik pengembangan tipologi-

tipologi (development of typologies).

c. Quick surveys yang menggunakan teknik analagi, metafora, dan

sinektik-sebuah teknik yang melihat masalah lama dengan cara

pendekatan yang baru.

d. Literature review yang menggunakan teknik galang-gagas (brain-

storming).

e. Comparison of real world experience yang menggunakan teknik

perbandingan dengan suatu ideal.

3. Evaluasi Alternatif Kebijakan

Langkah ini khusus diambil untuk kebijakan yang akan diambil. Patton

dan Savicky (dalam Nugroho, 2012 : 368) memperkenalkan dua (2) metode

untuk menentukan alternatif kebijakan peramalan dan evaluasi.untuk analisis

peramalan terdiri dari ; ekstrapolasi, yaitu membuat proyeksi masa depan

Page 77: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

60

dengan menggunakan data masa kini; modeling teoritis, yaitu peramalan yang

mempergunakan pendekatan teori; peramalan intuitif, yaitu melakukan

interview kepada para ahli atau pakar (Nugroho, 2012 : 368).

Teknik evaluasi yang dapat digunakan adalah (i) teknik discounting

yang menghitung future value impak dari suatu kebijakan, (ii) teknik three

measures of effieciency, yaitu teknik efisiensi yang mengkombinasikan tiga

ukuran efisiensi, (iii) teknik analisis sensitivitas, yaitu proses yang digunakan

dapat menemukan asumsi-asumsi yang bersifat kritikal atau sensitif terhadap

analisis (Nugroho, 2012 : 369).

4. Menyajikan Alternatif Kebijakan

Patton dan Savicky menegaskan bahwa proses analisis kebijakan

merupakan evaluasi alternatif kebijakan dan sisi teknis, ekonomis, dan politik,

dikaitkan dengan implementasinya. Dalam penyajikan alternatif kebijakan

menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2012 : 374) ada beberapa

pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perbandingan sederhana,

pendekatan matrix scorecard. Patton dan Savicky tidak memberikan

rekomendasi, selain mengatakan bahwa bahaya terbesar dalam analisis

kebijakan seringkali bukan pada rekomendasinya, namun pada pembobotan

alternatif yang tidak akurat (Nugroho, 2012 : 275).

Page 78: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

61

5. Pemantauan dan Evaluasi Kebijakan yang diimplementasikan

Patton dan Savicky mengemukakan bahwa impelemntasi sama penting

dengan kebijakan itu sendiri sehingga kegagalan implementasi dianggap sama

dengan kegagalan kebijakan itu sendiri. Kemudian pada evaluasi kebijakan

dilaksanakan dalam pola kontinuum, dan evaluasi dalam pola kontinuum

dikelompokan menjadi empat kegiatan yang berurutan, yaitu ex ante,

maintenance, monitoring, dan ex post (Nughroho, 2012 : 376).

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode analisis

kebijakan menurut Dunn. Dalam tahap-tahap selanjutnya dari proses kebijakan,

para pembuat kebijakan mungkin berusaha menggunakan informasi baru untuk

mengubah proses kebijakan semula. Desain analisis ini memberikan

keuntungan untuk analisis komparasi pembentukan kebijakan. Untuk tujuan

tersebut, orang bisa saja menyelidiki bagaimana fungsi-fungsi yang berbeda

dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa dalam sistem politik atau unit-unit

pemerintah yang berbeda dilakukan. Dalam bahasa yang lebih ringkas, kita

dapat mengatakan bahwa pembentukan kebijakan lebih dari sekedar aktivitas

proses intelektual. Selain itu, dari latar belakang masalah yang telah peneliti

uraikan, dirasa teori analisis Dunn yang paling cocok untuk digunakan dalam

analisis kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan.

Page 79: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

62

2.4 Awal Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

(DPD RI)

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan

masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan

kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional; serta untuk

memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka

pembaharuan konstitusi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (MPR RI) membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD

RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.

DPD RI lahir dari semangat pembaharuan untuk melepaskan diri dari

belenggu sisem pemerintahan yang sentralisik menuju era desentralisasi dan

otonomi daerah. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk

lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang

lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk

hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.1

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah bagian

dari lembaga tinggi negara dan merupakan lembaga legislatif yang bertugas

menjembatani kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Keberadaan DPD RI diakui memang belum serta merta dapat mengatasi

berbagai masalah. Namun, DPD RI telah banyak memberikan warna dalam

1 Merajut kerja demi Indonesia. Komite 1 DPD RI. 2014 : 1

Page 80: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

63

menjawab berbagai persoalan bangsa demi keutuhan serta kemajuan bangsa.

Beragam harapan dan cita-cita masyarakat daerah banyak ditumpuhkan

kepada DPD RI. Dalam Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPD RI disebutkan

bahwa DPD adalah lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai

lembaga tinggi negara yang terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih

melalui pemilihan umum.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 92/PUU/-X/2012,

MK meneguhkan lima hal, yaitu : (i) DPD terlibat dalam pembuatan Program

Legislasi Nasional (Prolegnas); (ii) DPD berhak mengajukan RUU yang

dimaksudkan dalam pasal 22D ayat (1) UUD 1945, sebagai halnya atau

bersama dengan DPR dan Presiden, termasuk dalam pembentukan RUU

Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (iii) DPD

berhak membahas RUU secara penuh dalam konteks pasal 22D ayat (2) UUD

1945; (iv) pembahasan UU dalam konteks pasal 22D ayat (2) bersifat tiga

pihak, yaitu antara DPR, DPD, dan Presiden; (v) MK menyatakan bahwa

ketentuan dalam UU MD3 dan UU P3 yang tidak sesuai dengan tafsir MK

atas kewenangan DPD dengan sendirinya bertentangan dengan UUD 1945,

baik yang diminta maupun tidak.

Berdasarkan Undang-Undang MD3 No. 17 Tahun 2014 mengenai tugas

dan kewenangan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa DPD merupakan

lembaga legislatif yang dipilih melalui Pemilu. Dalam kewenangannya

menjalankan fungsi legislasi, DPD dapat mengajukan Rancangan Undang-

Page 81: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

64

Undang dan memiliki kewenangan untuk ikut membahas RUU serta

memberikan pertimbangan kepada DPR. Dengan adanya kewenangan untuk

mengajukan RUU maka DPD RI memiliki kewenangan dalam mengajukan

RUU yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, tata kelola, tata ruang, HAM dan lainnya. Berdasarkan UU MD3

tahun 2014 alat kelengkapan DPD RI dibagi menjadi ; (i) pimpinan, (ii)

Panitia Musyawarah, (iii) panitia kerja, (iv) Panitia Perancang Undang-

Undang, (v) Panitia urusan rumah tangga, (vi) Badan Kehormatan, (vii) alat

kelengkapan lainnya disesuaikan. Kantor Sekretariat Jendral DPD RI terletak

di Kompleks Parlemen DPR/MPR/DPD RI, di Jalan Jendral Gatot Subroto

No. 6 Jakarta.

2.4.1 Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD RI

Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD RI dibagi menjadi

fungsi legislasi, fungsi pertimbangan, dan fungsi pengawasan pada bidang-

bidang terkait sebagaimana berikut ini :

a. Fungsi Legislasi

Tugas dan wewenang:

i. Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR

ii. Ikut membahas RUU

Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah;

Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat

dan daerah.

Page 82: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

65

b. Fungsi Pertimbangan

Memberikan pertimbangan dan pandangan kepada DPR dalam pembahasan

suatu Rancangan Undang-Undang (RUU).

c. Fungsi Pengawasan

Tugas dan wewenang :

i. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan

menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan

pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

ii. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh

BPK.

2.4.2 Alat Kelengkapan DPD RI

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) anggotanya

terdiri dari tiap-tiap perwakilan provinsi yang berjumlah empat (4) orang dari

tiap provinsinya, terbagi dalam beberapa Komite sebagai kelengkapan tetap

DPD RI. Dalam pembagian bidang-bidang yang ditangani DPD RI dari

masing-masing provinsi dibagi ke dalam empat komite, yang tiap komitenya

diisi oleh satu orang anggota perwakilan Provinsi. Dari data yang diperoleh

dari tahun 2013, jumlah anggota DPD periode 2009-2014 keseluruhannya dari

33 Provinsi berjumlah 132 orang. dari empat (4) komite yang ada sebagai alat

kelengkapan tetap, yang menangani bidang-bidang terkait, sebagai berikut :

Page 83: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

66

1. Komite I DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada otonomi daerah; hubungan

pusat dan daerah; serta pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

daerah.

2. Komite II DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pengelolaan sumber daya

alam; dan pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.

3. Komite III DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang

bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pendidikan dan

agama.

4. Komite IV DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang

bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan APBN; perimbangan keuangan

pusat dan daerah; memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan

keuangan negara dan pemilihan Anggota BPK; pajak; dan usaha

mikro, kecil dan menengah.

DPD RI secara kelembagaan tidak terlepas dari alat kelengkapan yang

terdapat di dalamnya. Dalam penelitian kali ini, peneliti lebih fokus pada

Komite 1 DPD RI. Selain bidang-bidang di atas, lingkup tugas Komite I

sebagai mana dimaksud, melaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah

dan masyarakat, sebagai berikut ;

Page 84: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

67

(i) Pelaksanaan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan terkait otonomi

daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah; (ii) Penyampaian bahan masukan dalam rangka

penyusunan pertimbangan atas RUU dan APBN sebagai pelaksanaan fungsi

anggaran sesuai dengan Tata Tertib DPD RI Pasal 79 ayat (1) poin a.2

2.5 Alasan Dibentuknya Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur

Alasan mengapa akan dibentuknya Kebijakan Pengelolaan Wilayah

Terpadu Jabodetabekjur adalah karena kawasan Jabodetabekjur memenuhi

kriteria sebagai kawasan megapolitan yang pertama untuk memperkuat DKI

Jakarta sebagai Ibukota Negara dan menghindari ketimpangan pembangunana

di wilayah Bodetabekjur dengan DKI Jakarta. Selain itu banyaknya masalah

yang timbul akibat dari ketimpangan derajat otonomi daerah, dan ketimpangan

pembangunan menyebabkan harus dibentuk sebuah satu kesatuan regulasi

terkait wilayah Jabodetabekjur. Berdasarkan Prolegnas tahun 2014, Komite 1

DPD RI akan melaksanakan pembahasan lebih dalam mengenai RUU Kawasan

Megapolitan Jabodetabekjur untuk menjadikan wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan. Masalah yang akan dikelola yaitu masalah mengenai

tata ruang kota, pola transportasi dan jalan, pemukiman dan lingkungan,

kependudukan dan tenaga kerja, ekonomi dan industri.

2 Ibid.

Page 85: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

68

Sejak tahun 1967, telah dibentuk Badan Kerjasama antar-Kota seluruh

Indonesia melalui Musyawarah antar-Kota Seluruh Indonesia (MAKSI) di

Gedung Merdeka, Bandung. Saat itu, yang terpilih sebagai ketua umum

MAKSI adalah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sedangkan Sekjen-nya

dipegang oleh orang Jawa Barat juga, yakni Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin

(alm). Salah satu tugas dan fungsi badan tersebut adalah mengelola

permasalahan daerah perbatasan antara Jabar dan DKI Jakarta, saat itu Banten

masih bagian wilayah administratif Provinsi Jabar. Sejak pemerintahan bang

Ali Sadikin, program pembangunan Megapolitan Jakarta-Jabar sudah mulai di

rencanakan. Pada intinya, program tersebut merupakan program kerjasama

pembangunan di perbatasan untuk membentuk sebuah kawasan ragulasi

wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Namun,

hingga pemerintahan provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Joko Widodo.

Memasuki tahun 2012, pemerintah mencanangkan Metropolitan

Priority Areas (MPA). Namun, proyek pembangunan infrastruktur kerjasama

antara pemerintah Indonesia dengan Jepang yang menelan investasi sekitar Rp.

410 triliun tersebut belum terintegrasi dengan pembangunan di Jabar secara

menyeluruh (FGD 18 Februari 2014).

Regulasi Pembangunan Pemerintah DKI Jakarta dan Jabar tersebut dari

tahun ke tahun terkesan statis, hanya terkonsentrasi di pusat perkotaan

sehingga akan meningkatkan semakin ”jomplangnya” disparitas pembangunan

antara perkotaan dan pedesaan. Padahal, untuk memecahkan permasalahan

DKI Jakarta seperti, kemacetan dan banjir, Metropolitan Priority Areas (MPA)

Page 86: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

69

DKI Jakarta tersebut dapat diperluas diintegrasikan dengan program

pembangunan pedesaan di Jabar dan Banten melalui MPA “JAJATEN” yakni

Megapolitan Priority Areas (MPA) Jakarta – Jabar - Banten (FGD 18 Februari

2014).

Pada akhirnya usulan mengenai regulasi terkait pembentukan program

terpadu wilayah Jabodetabekjur dikaji oleh Komite 1 DPD RI. Dalam Perpres

54 tahun 2008 didasarkan pada lingkup wilayah fungsional, yang terbagi atas

tiga wilayah Provinsi, yang terdiri atas 15 Kabupaten dan Kota di wilayah

Jabodetabekjur. Di lain pihak, wewenang otonomi pemerintah daerah yang

terlingkupi memiliki kedudukan yang tidak sama, di DKI Jakarta terletak pada

pemerintah provinsi, sementara untuk wilaya dua provinsi lainnya terletak pada

kabupaten dan kota.

Dari berbagai peliknya permasalahan yang ada di Jabodetabekjur, untuk

itu alasan Komite 1 DPD RI dan bekerjasama dengan Pemerintah

Kabupaten/Kota di wilayah Jabodetabekjur akan mengkaji lebih dalam dan

membentuk kebijakan pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan Megapolitan dan dibentuk suatu satu kesatuan wilayah regulasi.

Page 87: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

70

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah,

seperti skripsi, tesis, jurnal ataupun desertasi. Adapun dalam penelitian kali ini,

peneliti memasukan dua penelitian terdahulu, yang dalam fokus penelitian

membahas mengenai kajian pembentukan kawasan megapolitan di wilayah

Jabodetabekjur. Dasar atau acuan yang berupa teori atau temuan-temuan

melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal sangat perlu dan

dapat disajikan sebagai data pendukung. Penelitian terdahulu ini bermanfaat

dalam mengelola dan memecahkan masalah yang timbul dalam pembentukan

kawasan megapolitan di wilayah Jabodetabekjur. Dalam penelitian mengenai

analisis Kebijakan Program Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur

sebagai kawasan Megapolitan oleh Komite 1 DPD RI, berikut hasil penelitian

terdahulu yang peneliti baca.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Perkotaan dan

Wilayah, Universitas Indonesia (PRPW UI), tahun 2013. Penelitian ini berjudul

Penyusunan kajian strategi pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekpunjur.

Tujuan dari penelitian ini untuk menyusun strategi yang dapat di

implementasikan untuk pengelolaan secara sosial, infrastruktur, ekonomi,

biogefisik secara terpadu di wilayah Jabodetabekpunjur. Dari penelitian ini,

peneliti mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang terjadi di

wilayah Jabodetabekjur untuk dibentuk sebagai kawasan megapolitan. Dalam

penelitian tersebut, banyak dipaparkan mengenai permasalahan dan gambaran

Page 88: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

71

pembentukan kawasan megapolitan. Untuk membentuk sebuah kawasan

regulasi terkait megapolitan dibutuhkan kerjasama seluruh stakeholder.

Dalam penelitian yang dibuat oleh PRPW UI menggunakan teori

implementasi kebijakan, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pada

penelitian ini memberikan informasi mengenai lemahnya koordinasi dari

lembaga kerjasama yang sudah ada belum mampu mengkoordinasikan sealuruh

penyatuan wilayah Jabodetabekjur untuk mencapai sebuah kawasan

metropolitan yang efektif dan efisien. Persamaan yang terdapat dalam

penelitian ini, yakni mengkaji kawasan Jabodetabekjur sebagai kawasan

megapolitan. Sedangkan, perbedaannya Mengarah kepada kajian strategi

pembentukan kawasan megapolitan di Indonesia.

Kritik dalam penelitian ini sebaiknya ditekankan untuk pembuatan

kebijakan yang baru pada kawasan Jabodetabekjur. Sumber yang digunakan

dalam penelitian yang dibuat oleh PRPW UI dari Zainal (2013), dengan judul

buku Pengelolaan, Kelembagaan dan Pembiayaan Kawasan

Jabodetabekpunjur, yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas).

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Robert Endi Jaweng, tahun

2014. Penelitian ini berjudul Megapolitan Jabodetabekjur, Masalah dan Pilihan

Model Kepemerintahan di Era Otonomi Daerah. Tujuan dari penelitian ini

adalah menyatukan beberapa kota menjadi suatu kawasan tempat

bergabungnya beberapa kota yang memiliki yurisdiksi administratif sendiri.

Dalam penelitian ini menawarkan dua model pembentukan kawasan

Page 89: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

72

Jabodetabekjur di era otonomi daerah seperti sekarang. Pada penelitian tersebut

menggunakan teori implementasi kebijakan, dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Dalam hal kawasan perkotaaan,

khususnya Jabodetabekjur, semua peraturan tersebut menyadari perlunya

penataan ruang yang mendorong keterpaduan antar daerah sebagai satu

kesatuan wilayah perencanaan. Persamaan dalam penelitian ini yakni mengkaji

permasalah Jabodetabekjur. Sumber yang digunakan mengutip dari Andi

(2009), dengan judul Megapolitan sebagai Konsep Pengembangan Wilayah

secara Terpadu”, oleh A. Ramses dan La Bakry (Ed.), ”Pemerintahan Daerah

di Indonesia”, yang diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta dan MIPI.

2.7 Kerangka Berfikir

Menurut Muhamad (2009 : 75) kerangka berfikir adalah gambaran

mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan

menurut jalan pikiran kerangka logis. Kerangka berfikir memuat teori, dalil

atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Menurut

Sugiyono (2007:60) kerangka berfikir adalah sintesa hubungan antar variabel

yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.

Program pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur merupakan

sebuah kebijakan yang sudah mencapai tahap finalisasi oleh Komie 1 DPD RI

sehingga akhirnya saat ini sedang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI) untuk pembahasan dan pengesahan kebijakan

tersebut menjadi sebuah Undang-Undang yang sah. Kebijakan megapolitan

Jabodetabekjur ini akan lahir karena hasil kajian dari berbagai permasalahan

Page 90: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

73

yang ada di wilayah Jabodetabekjur, sehingga akhirnya Komite 1 DPD RI

mengkaji lebih dalam yang bertujuan untuk menyatukan wilayah

Jabodetabekjur sebagai satu kesatuan wilayah regulasi untuk dibentuk sebuah

kawasan megapolitan di Indonesia.

Dari hasil Focus Group Dicussion (FGD) pada tanggal 18 dan 19

Februari 2014 di ruang rapat GBHN Gedung Nusantara V Sekjen DPD RI yang

diselenggarakan Komite 1 DPD RI kerjasama dengan seluruh walikota, bupati

dan gubernur di 15 kota/kabupaten kawasan Jabodetabekjur, kemudian dengan

beberapa Kementerian terkait telah sepakat menyetujui adanya program

pembangunan regulasi terkait dengan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan. Dalam membentuk sebuah

kebijakan Pengelolaan Terapadu Wilayah Jabodetabekjur dibutuhkan adanya

kajian untuk menganalisis kebijakan yang bertujuan untuk mendapatkan

beberapa alternatif, dan rekomendasi kebijakan atau pilihan dalam mengatasi

permasalah yang ada di wilayah Jabodetabekjur, Karena analisis kebijakan

dapat dilaksanakan ketika kebijakan tersebut belum ada atau sudah dibuat.

Untuk itu peneliti akan menganalisis kebijakan tersebut. Berikut bagan

kerangka berfikir dalam analisis Kebijakan Program Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur oleh Komite 1 DPD RI.

Page 91: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

74

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir

Masalah di wilayah Jabodetabekjur :

1. Kurangnya koordinasi antarpemerintah Provinsi, kabupaten/kota di wilayah

Jabodetabekjur.

2. Permasalahan banjir, kemacetan, kepadatan penduduk, defisit air tanah,

ketimpangan sumber daya manusia, ketimpangan pembangunan akibat Jakarta

sebagai pusat dari seluruh kegiatan perekonomian sehingga seluruh aktivitas

pembangunan terfokus di Jakarta saja

3. Belum adanya regulasi terkait penyatuan wilayah Jabodetabekjur sebagai satu

kesatuan oleh Badan/Kementerian yang ditunjuk.

Proses Analisis Kebijakan Menurut Dunn :

1. Merumuskan Masalah

2. Peramalan Masa Depan Kebijakan

3. Rekomendasi Kebijakan

4. Pemantauan Hasil Kebijakan

5. Evaluasi Kinerja Kebijakan

(Sumber : Pengantar Analisis

Kebijakan Publik, William N. Dunn,

2003)

“ Analisis Kebijakan Pengelolaan

Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai

Kawasan Megapolitan ”

OUTPUT :

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur

(Sumber : Peneliti. 2015)

Page 92: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

75

2.8 Asumsi Dasar Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa penyatuan wilayah

Jabodetabekjur sebagai satu kesatuan wilayah regulasi belum optimal. Regulasi

Pembangunan Pemerintah DKI Jakarta, Jabar, dan Banten tersebut dari tahun

ke tahun terkesan statis, hanya terkonsentrasi di pusat perkotaan sehingga akan

semakin terlihat disparitas pembangunan antara perkotaan dan pedesaan. Hal

ini dapat terlihat pada masalah-masalah yang timbul dalam latar belakang

masalah. Saat ini Jakarta masih sebagai pusat pembangunan dan mengundang

banyak masyarakat di sekitar Bodetabekjur untuk datang ke Jakarta. Namun,

dari sinilah menimbulkan permasalahan seperti kepadatan penduduk, banjir,

kemacetan dan permasalahan pemukiman.

Program regulasi ini belum dapat dilaksanakan secara optimal

dikarenakan perbedaan derajat otonomi daerah DKI Jakarta dengan wilayah

Jabar dan Banten. Selain itu belum adanya sinkronisasi antar pemerintah

daerah di wilayah Jabodetabekjur. Untuk itu perlu adanya suatu kebijakan yang

mengatur terbentuknya suatu regulasi terkait kawasan megapolitan di

Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori analisis kebijakan

publik menurut Dunn sebagai acuan untuk menganalisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan.

Page 93: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012 : 2).

Metodologi penelitian merupakan suatu usaha pembuktian terhadap suatu

objek penelitian untuk memperoleh kebenaran dari permasalahan dengan

menggunakan pendekatan ilmiah untuk mendapatkan hasil yang objektif dan

dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya. Adapun metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2007 : 6) metode

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode

ilmiah. Sedangkan Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 2007 : 4)

mengemukakan bahwa ;

76

Page 94: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

77

“ Metodologi penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati ”.

Pendekatan kualitatif dipergunakakan karena untuk meneliti kondisi

objek yang alamiah dimana peneliti berperan sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan pada makna dari

pada generalisasi (Sugiyono, 2012 : 15). Penelitian kualitatif lebih menekankan

pada proses daripada produk atau outcome dan juga digunakan untuk

mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.

Menurut Denzim dan Lincol (dalam Moleong 2007 : 5) penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar belakang alamiah dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi definisi, penelitian kualitatf

merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah

dan memahami sikap, pandangan perasaan dan perilaku individu ataupun

sekelompok orang.

3.2 Fokus Penelitian

Untuk mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus

penelitian. Spradley (dalam Sugiyono 2012 : 208) menyatakan bahwa “A

focused refer to a single cultural domain or a few related domains”.

Maksudnya adalah bahwa fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa

domain yang terkait dari situasi sosial.

Page 95: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

78

Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus lebih didasarkan pada

tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan).

Kebaruan informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara lebih luas

dan mendalam tentang situasi sosial.Tetapi juga ada keinginan untuk

menghasilkan ilmu baru dari situasi sosial yang diteliti.Fokus penelitian yang

diperoleh setelah peneliti melakukan penjelajahan umum. Dari penjelajahan

umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih

pada tahap permukaan terhadap situasi sosial. Untuk dapat memahami secara

lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian.Oleh

karena itu dalam penelitian ini peneliti mengambil fokus penelitian mengenai

Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai

Kawasan Megapolitan oleh Komite I DPD RI (Periode 2009-2014).

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai analisis kebijakan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan oleh Komite 1 DPD RI ,

dilakukan di Kantor Sekretariat Jendral DPD RI, Jalan Jendral Gatot Subroto

Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD No.6 Senayan, Jakarta. Sedangkan

penyusunan skripsi dilakukan di rumah peneliti di Jalan Raya Petir KM.5

No.11 RT/RW 001/002 Cilaku, Curug Serang-Banten.

Alasan mengambil lokasi di Komite DPD RI dikarenakan komite I

DPD RI adalah sebagai inisiator atau pengusung dari dibentuknya kebijakan

ini. Selain itu kajian, rapat dan pembahasan mengenai kebijakan megapolitan

Jabodetabekjur lebih sering diadakan di Kantor Sekjen DPD RI. Untuk itu

Page 96: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

79

memudahkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang valid guna penelitian

ini. Selain itu alasan lain dikarenakan penelitian mengenai kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur ini terhitung baru dan masih belum banyak

diketahui banyak orang bahwa akan dibentuk sebuah kebijakan pembentukan

kawasan megapolitan di Jabodetabekjur, untuk itu peneliti tertarik untuk

menjadikan kebijakan megapolitan Jabodetabekjur sebagai topik dalam

penelitian ini.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawsan

Megapolitan oleh Komite I DPD RI. Konsep analisis kebijakan dalam proses

kebijakan publik tentu sangatlah penting. Analisis kebijakan dapat dilakukan

pada saat kebijakan belum dibuat atau sudah dibuat. Dalam pembentukan

kebijakan megapolitan Jabodetabekjur diperlukan banyak kajian dan analisis

guna mendapatkan rekomendasi yang terbaik yang dapat di gunakan sebagai

alternatif kebijakan untuk menjawab permasalahan di Jabodetabekjur.

Adapun definisi mengenai analisis kebijakan dari beberapa ahli, peneliti

dapat menyimpulkan bahwa analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas

intelektual yang dilakukan untuk menciptakan, menilai, menyintesiskan

informasi untuk menghasilkan format kebijakan dalam proses pembuatan

kebijakan.

Page 97: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

80

3.4.2 Definisi Operasional

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa fenomena yang akan

diamati dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan

Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawsan Megapolitan oleh Komite I

DPD RI. Beberapa hal penting mengenai fenomena yang akan diamati tersebut

akan peneliti nilai dengan menggunakan teori model analisis kebijakan

menurut Dunn.

Menurut Dunn (2003 : 25) ada lima (5) tahapan yang dilakukan dalam

proses analisis kebijakan yaitu :

1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah adalah menilai, mencari kebutuhan atau

kesempatan apa yang belum dapat dipenuhi yang kemudian dapat

diperbaiki dan dicapai melalui tindakan publik.

2. Peramalan masa depan (forecasting)

Peramalan masa depan (forecasting) adalah suatu prosedur

membuat informasi faktual tentang situasi sosial di masa depan atas

dasar informasi yang telah ada di masa sekarang.

3. Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan adalah prosedur analisis kebijakan yang

menghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi di masa

yang akan datang. Dapat dikatakan dalam langkah rekomendasi

kebijakan dapat menghasilkan alternatif kabijakan yang dapat

menjawab permasalahan yang ada.

Page 98: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

81

4. Pemantauan Kebijakan

Pemantauan kebijakan atau biasa disebut monitoring merupakan

prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi

tentang sebab akibat kebijakan publik.

5. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan adalah proses analisis kebijakan yang

menyediakan informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan,

kemudian memberikan kritik, nilai-nilai yang mendasari tujuan,

sasaran dalam kebijakan publik.

3.5 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2012 : 59) dalam penelitian kualitatif ini yang

menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri

(human instrument). Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

“divalidasi” seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya

terjun ke lapangan. Validitas terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi

validitas terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan

wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki

objek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya. Kemudian yang

melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh

pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.

Page 99: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

82

Sejalan dengan pendapat Moleong (2007 : 9), bahwa peneliti sendiri

atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini

dilakukan karenahanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden

atau objek lainnya, dan manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-

kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrument pulalah yang dapat

menilai apakah kehadirannya menjadi faktor pengganggu sehingga apabila

terjadi hal yang demikian, tentunya dapat menyadarinya serta dapat

mengatasinya.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data

primer dan data sekunder. Peneliti merupakan key instrument dalam penelitian

kualitatif karena peneliti dapat merasakan langsung, mengalami, melihat

sendiri objek atau subjek yang diteliti, selain itu peneliti juga mampu

menentukan kapan penyimpulan data telah mencukupi, data telah jenuh dan

kapan penelitian dapat dihentikan dan peneliti juga dapat langsung melakukan

pengumpulan data, melakukan refleksi secara terus-menerus dan secara gradual

membangun pemahaman yang tuntas mengenai suatu hal.

3.6 Informan Penelitian

Menurut Moleong (2006 : 132) informan adalah orang yang

dimanfaakan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

penelitian. Dalam penelitian kualitatif informan bukan dinamakan responden,

tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, teman dan guru penelitian. Maka

dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber

Page 100: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

83

data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang

tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa yang kita harapkan,

sehingga memudahkan peneliti untuk menjelajahi obyek yang diteliti. Menurut

Patton (dalam Denzin 2009 : 290), alasan logis di balik teknik Purposive dalam

penelitian kualitatif merupakan prasyarat bahwa sampel yang dipilih sebaiknya

memiliki informasi yang kaya (rich information). Walaupun demikian dalam

pelaksanaan penelitian di lapangan nanti, tidak menutup kemungkinan peneliti

juga akan menggunakan teknik Snowball, yaitu jumlah informan akan

bertambah sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian. penggunaan teknik

tersebut disesuaikan dengan kondisi atau situasi yang ada di lapangan.

Untuk melakukan penelitian mengenai analisis kebijakan pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan oleh Komite 1

DPD RI, peneliti telah memilih beberapa informan yang akan peneliti

wawancarai yakni anggota staf ahli Komite 1 DPD RI, anggota Timja

Pembuatan Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur, tim ahli Penyusunan

Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur, dan sekretariat Komite 1, antara lain;

Page 101: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

84

Tabel 3.1

Informan Penelitian

No.

Informan

Keterangan

Peran dan Fungsi

Kode

1.

Anggota Timja pembuatan

RUU Megapolitan

Jabodetabekjur

Key informan melakukan kajian

mendalam,

menampung aspirasi,

membuat inventarisasi

masalah, mengajukan

RUU, melakukan

pengawasan terhadap

kebijakan

N.1

2.

Staf Ahli Komite 1 DPD

RI

Key informan Memberikan dukungan

substantif/materi,

memberikan

pandangan, pendapat

dalam penyusunan

RUU, dan melakukan

pengawasan kepada

DPD

N.2

3.

Staf Rapat Komite 1

Secondary

informan

mengumpulkan materi,

bahan rapat, dari

inventarisasi masalah

N.3

4.

Tim Ahli penyusunan

RUU Megapolitan

Jabodetabekjur

Key informan

Memberikan gambaran

mengenai pola

megapolitan yang akan

dibentuk di wilayah

Jabodetabekjur di masa

yang akan dating

N.4

5.

Anggota Komite 1 DPD

RI

Secondary

informan

Menampung dan

mengumpulkan

aspirasi, Mengajukan

N.5

Page 102: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

85

RUU, melakukan

fungsi pengawasan

terhadap kebijakan

pemerintah serta

memberikan penilaian

mengenai pencapaian

dari kebijakan

6.

Kabag Komite 1 DPD RI

Secondary

informan

Melakukan

pengawasan kepada

anggota Komite I,

memfasilitasi rapat,

kajian, untuk mebahas

RUU yang tengah

dibahas untuk diajukan

N.6

7.

Masyarakat di wilayah

Jabodetabekjur

Secondary

Informan

Sebagai pemantau

kebijakan yang telah

dibuat pemerintah

N.7

3.7 Teknik Pengeolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data merupakan langkah yang paling penting dan

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan (Sugiyono, 2012 : 63). Menentukan teknik pengumpulan data yang

dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),

kuisioner (angket), dokumentasi, dan gabungan keempatnya.

Page 103: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

86

a. Metode Observasi

Nasution (dalam Sugiyono 2008 : 226) menyatakan bahwa observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui

observasi. Berdasarkan keterlibatan pengamatan dalam kegiatan-kegiatan

orang yang diamati, observasi dapat dibedakan menjadi observasi partisipan

(participant observesation) dan observasi nonpartisipan (nonparticipant

observation).

Soehartono (2004 : 70), menjelaskan, dalam observasi partisipan

peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau

yang digunakan sebagai sumber penelitian, atau pengamat ikut serta dalam

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diteliti atau yang diamati,

seolah-olah merupakan bagian dari mereka. Dalam jenis prosedur ini, peneliti

adalah bagian dari keadaan alamiah, tempat dilakukannya observasi. Dengan

demikian pengamatan akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku

yang diharapkan. Observasi partisipan dinilai memiliki daya tarik yang tinggi

sebagai suatu metode. Namun tidak semua orang ingin atau mampu

menyediakan waktu untuk masalah yang dianggap tidak sah atau bernilai

negatif, dan juga resiko dalam cara-cara mendapatkan data.

Black & Champion (2005 : 289) menyatakan dalam observasi

nonpartisipan peranan tingkah laku peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang

berkenaan dengan kelompok yang diamati kurang dituntut, observasi

nonpartisipan adalah suatu prosedur yang dengannya peneliti mengamati

Page 104: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

87

tingkah laku orang lain dalam keadaan alamiah, tetapi peneliti tidak melakukan

partisipasi terhadap kegiatan di lingkungan yang diamati. Tentunya diperlukan

keahlian untuk dapat memadukan keadaan sekitar dan mencatat hasil

pengamatan yang kiranya telewati.

Sugiyono (2008 : 228) menyatakan berdasarkan cara pengamatan yang

dilakukan, observasi juga dibedakan menjadi dua bagian yaitu observasi tak

berstruktur dan observasi berstruktur. Observasi dalam penelitian kualitatif

dilakukan dengan tidak berstruktur. Observasi tidak berstruktur adalah

observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan

diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang

apa yang diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan

instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

Soehartono menjelaskan, observasi berstruktur digunakan apabila peneliti

memusatkan perhatian pada tingkah laku tertentu sehingga dapat dibuat

pedoman tentang apa saja yang diamati. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Dimana peneliti

ikut dalam rapat mengenai kajian Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur oleh Komite I DPD RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum

(RDPU) dan Focus Group Discussion (FGD).

b. Wawancara

Moleong (2006 : 186) menyatakan metode wawancara merupakan

metode yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,

Page 105: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

88

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Sedangkan menurut Suhartono

(2004 : 68), wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data)

kepada responde, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan

alat perekam (tape recorder). Metode wawancara diperlukan hanya sebagai

tools pengumpul data bersama-sama instrument lain.

Menurut Irawan (2006 : 59) metode wawancara merupakan suatu alat

pengummpulan data yang digunakan dengan instrumen lainnya. Tetapi sebagai

metode, wawancara merupakan satu-satunya alat yang diperlukan berpusat

pada informan (responden). Wawancara dalam kualitatif bersifat mendalam.

Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewancara dan

informan adapun pedoman wawancara yang digunakan yaitu wawancara

terstruktur dan terbuka yaitu wawancara berupa garis besar permasalahan yang

akan ditanyakan tanpa memberikan alternatif pilihan bagi informan.

Menurut Sugiyono (2008 : 140) wawancara dapat dilakukan secara

terstruktur dan tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka

ataupun dengan menggunakan telepon. Pada penelitian kali ini, peneliti

menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh data

dalam penelitian ini. Menurut Moleong (2006 : 190) wawancara tidak

terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

Page 106: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

89

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa

garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan. Wawancara demacam ini

digunakan untuk menentukan informasi yang bukan baku atau informan

tunggal. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifat-

sifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami

situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan.

Wawancara mendalam (indepth interview) adalah data yang diperoleh

terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat

perasaan dan pengetahuan informan penelitian. Informan penelitian adalah

orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informasi ini meliputi beberapa macam, seperti:

1. Informan kunci (key informan) yaitu mereka yang mengetahui dan

memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian.

2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial.

Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu

berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan

dan pedoman wawancara disusun dengan rapih dan terlebih dahulu dipahami

peneliti sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan

hal-hal sebagai berikut:

a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.

b. Menjelaskan alasan informan terpilih untuk diwawancarai.

c. Menjelaskan situasi atau badan yang melaksanakan.

Page 107: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

90

Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada

informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan serta

rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur, selanjutnya

peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh dengan cara

pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam bentuk kalimat.

Dalam penelitian ini, pedoman wawancara dibuat dan disusun dengan

mengacu pada teori Dunn dengan lima (5) indikator dalam proses analisis

kebijakan publik, yang digunakan sebagai barometer dengan melibatkan

berbagai informan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembuatan

Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur oleh Komite 1 DPD

RI. Adapun secara rinci mengenai indikator serta informan yang dilibatkan

dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam tabel 3.1 berikut ini.

Page 108: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

91

Tabel 3.2

Pedoman Wawancara

Indikator

Informan

Subdimensi

1. Pencarian

Masalah

(1) Anggota Timja dalam

pembuatan RUU

Jabodetabekjur

(2) Staf Rapat Komite 1

(1) Masalah yang ada di wilayah

Jabodetabekjur

(2) Masalah yang terjadi dalam

pembuatan Kebijakan

Pengelolaan Terpadu

Megapolitan Jabodetabekjur

(3) Penyebab kurang koordinasi

antarpemerintah di wilayah

Jabodetabekjur

2. Peramalan (1) Anggota staf ahli

Komite 1 DPD RI

(2) Tim Ahli RUU Program

Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur

(1) Model kawasan megapolitan Jabodetabekjur

(2) Pola hidup masyarakat

Jabodetabekjur setelah

dibentuk kawasan megapolitan

(3) Dampak di masa depan apabila

segala masalah belum dapat

diselesaikan

3. Rekomenda

si

Kebijakan

(1) Anggota Timja dalam

pembuatan RUU

Jabodetabekjur (Anggota

Komite 1 DPD RI)

(2) Staf Ahli Komite 1 DPD

RI

(1) Alternatif kebijakan untuk

pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur

(2) Pola atau model yang akan

digunakan sebagai alternatif

kebijakan dalam pembentukan

kawasan megapolitan

(3) Rekomendasi yang ditawarkan

diharapkan mampu menjawab

permasalahan yang ada

4. Pemantaua

n

(1) Anggota Komite 1 DPD

RI

(1) Pemantauan kebijakan yang

dilakukan oleh

Badan/Kementerian terkait

Page 109: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

92

Kebijakan (2) Masyarakat di wilayah

Jabodetabekjur

(3) Kabag Komite I

(2) Keikutsertaan Komite 1 dalam

pemantauan kebijakan

pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur

(3) Proses pemantauan secara teknis

yang dilakukan

(4) Keikutsertaan masyarakat

Jabodetabekjur dalam

pemantauan kebijakan

5. Evaluasi

Kebijakan

(1) Anggota Komite 1 DPD

RI

(2)Anggota Timja RUU

Jabodetabekjur

(1) Dampak yang ditimbulkan dari

pembentukan kawasan

megapolitan

(2) Penilaian kesesuaian dengan

target/sasaran dalam pembuatan

kawasan megapolitan

(3) Evaluasi kebijakan dilakukan

oleh Badan/Kementerian yang

ditunjuk

c. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh

data dari buku, karya ilmiah, media masa, teks book, artikel, koran, naskah

akademik, jurnal, dan masih banyak lagi untuk menambah atau mendukung

sumber informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini.

d. Studi Dokumentasi

Soehartono (2004 : 70) mengemukakan bahwa studi dokumentasi

merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada

subjek penelitian. Dokumen dapat berupa buku harian, surat, laporan, notulen

rapat, dan dokumen lainnya. Sedangkan menurut Sugiyono (2008 : 240)

Page 110: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

93

dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan harian, cerita, biografi, peraturan, kebijakan dan lainnya.

Dokumen yang berupa gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-

lain. Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang

diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi dokumentasi adalah setiap bahan

tertulis atau film, dan foto-foto yang dipersiapkan karena adanya permintaan

seorang penyisik. Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik

pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-

lembaga yang menjadi objek penelitian. Baik berupa prosedur, peraturan-

peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan, serta berupa foto ataupun dokumen

elektronik (rekaman).

Pada analisis data merupakan pekerjaan yang sulit dalam penelitian,

membutuhkan kerja keras, ketelitian dan memerlukan adanya kreatifitas yang

tinggi. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Irawan 2006 : 26), analisis data

adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip interview,

catatan di lapangan, dan bahan-bahan yang didapatkan, yang kesemuanya itu di

kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap suatu fenomena dan

membantu untuk mempresentasikan penemuan kepada orang lain. Tersirat

dalam penjelasan ini bahwa analisis data terkait erat dengan pengumpulan

dengan intrepretasi data. Sedangkan analisis data di lapangan model Irawan

(2006 : 27) berikut ini :

Page 111: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

94

1. Pengumpulan data mentah

2. Transkip data

3. Pembuatan koding

4. Penyimpulan sementara

5. Triangulasi

6. Penyimpulan akhir

Pada Penelitian ini, teknik analisa data dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu. Dalam menganalisis selama di lapangan, peneliti

menggunakan model Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif yang

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh. Proses datanya mencakup:

1. Data Collection (Pengumpulan data)

Dalam suatu penelitian, langkah pengumpulan data adalah satu tahap

yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil penelitian yang akan

dilaksanakan tersebut. Kesalahan dalam melaksanakan pengumpulan data

dalam satu penelitian, akan berakibat langsung terhadap proses dan hasil suatu

penelitian.

Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan kegiatan

penggunaan metode dan instrumen yang telah ditentukan dan diuji validitas

dan reliabilitasnya. Secara sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai

proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau

menjaring berbagai fenomena, informasi atau kondisi lokasi penelitian sesuai

dengan lingkup penelitian. Dalam prakteknya, pengumpulan data ada yang

Page 112: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

95

dilaksanakan melalui pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dengan

kondisi tersebut, pengertian pengumpulan data diartikan juga sebagai proses

yang menggambarkan proses pengumpulan data yang dilaksanakan dalam

penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Pengumpulan data, dapat dimaknai juga sebagai kegiatan peneliti dalam

upaya mengumpulkan sejumlah data lapangan yang diperlukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian (untuk penelitian kualitatif), atau menguji

hipotesis (untuk penelitian kuantitatif). Merujuk pada hal tersebut, betapa

pentingnya pengumpulan data dalam proses penelitian. Tanpa data lapangan,

proses analisis data dan kesimpulan hasil penelitian, tidak dapat dilaksanakan.

2. Data Reduction (Raduksi Data)

Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan

demikian data yang sudah direduksi, akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

3. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplay data.

Penyajian data dapat dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori dan selanjutnya, yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam metode kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk

Page 113: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

96

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami.

4. Conclusion Drawing/Verivication (Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam menganalisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang

dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan

bukti-bukti dan data-data yang kuat yang mendukung pada tahap-tahap

pengumpulan data selanjutnya.

3.8 Uji Keabsahan Data

Pada uji keabsahan data, peneliti akan menggunakan metode

triangulasi. Metode Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sumber yang lain diluar data itu, untuk pengecekan atau

pembanding terhadap data itu. Hal ini berarti membandingkan dan mengecek

baik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitaif. Ada tiga (3) Triangulasi yaitu, triangulasi

sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, triangulasi waktu (Sugiyono

2012 : 273). Dalam penelitian ini metode triangulasi dilakukan peneliti dengan

mengecek data melalui wawancara dengan narasumber. Keabsahan data

dilakukan melalui wawancara mengenai kebenaran informasi yang diberikan

oleh narasumber melalui wawancara dengan staf sekretariat komite 1 DPD RI.

Page 114: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

97

3.9 Jadwal Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah sebagai kawasan megapolitan, penelitian dan wawancara dilakukan di

Kantor Sekretariat Jendral DPD RI, Jalan Jendral Gatot Subroto No. 6

Senayan, Jakarta. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan

oktober 2014 sampai dengan bulan Juni 2015.

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

Nama

Kegiatan

Waktu Penelitian

Okt

2014

Nov

2014

Des

2014

Jan

2015

Feb

2015

Mar

2015

Apr

2015

Mei

2015

Juni

2015

Juli

2015

Agu

2015

Pengajuan Judul

Acc Judul Penelitian

Observasi Awal

Penyusunan Proposal

Bimbingan dan Perbaikan

Proposal

Penyerahan Proposal

Seminar Proposal

Revisi Proposal

Wawancara

Penyusunan Hasil

Penelitian

Sidang Skripsi

Revisi Skripsi

Page 115: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

98

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah salah

satu lembaga tinggi negara yang mempunyai fungsi legislatif. DPD RI lahir

dari semangat pembaharuan untuk melepaskan belenggu sistem pemerintahan

sentralistik menuju era desentralisasi dan otonomi daerah. Gagasan dasar

pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi

daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam

proses pengambilan keputusan politik, terutama dalam hal yang berkaitan

langsung dengan kepentingan daerah.

Secara normatif, keadaan dalam ketatanegaraan, kedudukan DPD RI

sangat kuat. Kedudukan DPD RI diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD)

1945 Pasal 22D dimana ruang lingkup tugas DPD RI sangat luas terutama

terkait dengan tugas-tugas pendampingan daerah. Tugas yang dimaksud dalam

Pasal 22D melingkupi tugas legislasi, perimbangan, dan pengawasan seacara

operasional diatur dalam Undang-Undang (UU) No.27 Tahun 2009 tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD (selanjutnya disebut UU MD3).

Page 116: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

99

Kedudukan anggota DPD RI dikenal dengan istilah senator berasal dari

dari daerah non partai, dimana setiap provinsi diisi oleh empat (4) orang

perwakilan. Keberadaan DPD sangat penting karena sebagai penyeimbang

dalam kelembangan di Indonesia. DPD RI merupakan lembaga yang

menjembatani antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya DPD RI memiliki visi, misi dan alat

kelengkapan sebagai berikut ;

a. Visi DPD RI

Rumusan visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah

pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh lembaga atau

organisasi yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi

pedoman dasar semua arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan

dilakukan. Karena itu, visi juga merupakan pernyataan pikiran dan kehendak

untuk berubah dari keadaan yang ada saat ini (das sein) ke suatu keadaan yang

diinginkan (das sollen).

Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat

ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi

dan „serba-tanggung‟ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar

pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance)

kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI)

maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya

berfungsi secara optimal dan efektif. Ada beberapa penyebab utama yang dapat

diidentifikasi, setidaknya sampai saat ini, yakni:

Page 117: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

100

1. Keberadaannya sebagai suatu lembaga baru belum menemukan format

kerja dan struktur kelembagaan yang memadai;

2. Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia politik

yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik-praktik sistem

politik Indonesia selama ini; dan

3. Batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan

penuh dalam proses legislasi.

Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD RI

yang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus –

1 September 2005 adalah sebagai berikut : Terwujudnya Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif dalam sistem

tata negara Indonesia yang kuat, setara dan efektif dalam memperjuangkan

aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat,

sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

b. Misi DPD RI

Untuk melaksanakan visi di atas, tentu ditunjang dengan misi yang

kuat, misi DPD RI (Periode 2009-2014), yaitu sebagai berikut :

1. Memperjuangkan penataan sistem ketatanegaraan untuk memperkuat

sistem check and balances melalui perubahan tahap ke lima (5) Undang-

Undang Dasar 1945;

Page 118: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

101

2. Mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang DPD RI dalam mengajukan

usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan UU tertentu, dan

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang tertentu

3. Memperjuangkan aspirasi masyarakat dan daerah untuk mewujudkan

pemerataan pembangunan bangsa yang bermartabat, sejahtera, berkeadilan,

dan berkesinambungan serta berwawasan lingkungan dalam wadah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);

4. Meningkatkan sinergi dan interaksi serta kerjasama anggota DPD RI

dengan para pemangku kepentingan untuk efektivitas perjuangan aspirasi

dan kepentingan daerah dalam kebijakan nasional;

5. Mendorong pemerintah pusat untuk memberi perhatian yang lebih besar

terhadap isu-isu penting dan strategis di daerah;

6. Mendorong pemerintah daerah mengidentifikasi dan menyusun strategi

dalam mengatasi isu-isu dan persoalan penting di daerah;

7. Meningkatkan kinerja politik anggota DPD RI melalui institusional

building, capacity building, and image building;

8. Melakukan sosialisasi DPD RI melalui berbagai terobosan kegiatan yang

terprogram tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Fungsi, Tugas & Wewenang DPD RI

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki tiga (3) fungsi dalam

menajalan kan fungsinya, yaitu sebagai berikut ;

1. Fungsi Legislasi

Tugas dan wewenang:

Page 119: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

102

a. Dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR

b. Ikut membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)

Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah;

Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya

alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan

daerah.

2. Fungsi Pertimbangan :

Memberikan pertimbangan kepada DPR

3. Fungsi Pengawasan

Tugas dan wewenang :

a. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan sebagai bahan

pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

b. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK

Bidang Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah;

Pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah; Pengelolaan

sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan

pusat dan daerah; Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara

(APBN); Pajak, pendidikan, agama, Undang-Undang dan menyampaikan hasil

pengawasannya kepada DPR.

d. Alat Kelengkapan DPD RI

Dalam melaksanakan tugasnya DPD RI dibagi ke dalam empat (4)

komite yang menangai bidang-bidang terkait. Dari masing-masing provinsi

terdiri dari empat (4) orang anggota DPD. Dalam setiap komite diwakili oleh

Page 120: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

103

satu orang dari setiap provinsi. Setiap komite memiliki tugas dan fungsi

sebagai berikut :

1. Komite I DPD RI

Komite I DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada otonomi daerah; hubungan pusat

dan daerah; serta pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.

Lingkup tugas Komite I sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan

memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah;

2. Hubungan pusat dan daerah serta antar daerah;

3. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;

4. Pemukiman dan kependudukan;

5. Pertanahan dan tata ruang;

6. Politik, hukum, HAM dan ketertiban umum; dan

7. Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara

2. Komite II DPD RI

Komite II DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pengelolaan sumber daya alam; dan

pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya. Lingkup tugas Komite II

sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah

dan masyarakat, sebagai berikut :

1. Pertanian dan Perkebunan;

2. Perhubungan;

Page 121: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

104

3. Kelautan dan Perikanan;

4. Energi dan Sumber daya mineral;

5. Kehutanan dan Lingkungan hidup;

6. Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Daerah Tertinggal;

7. Perindustrian dan Perdagangan;

8. Penanaman Modal; dan

9. Pekerjaan Umum.

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, maka

komite II DPD RI :

a. Menyampaikan konsepsi usul rancangan undang-undang dalam

rangka penyusunan program legislasi nasional untuk 1 (satu) masa

keanggotaan DPD dan setiap tahun anggaran; dan

b. menyampaikan usulan rencana kerja dan acara persidangan Komite

kepada Panitia Musyawarah.

(2) Komite membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah baik yang

sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat dipergunakan sebagai

bahan Komite pada masa keanggotaan tahun sidang berikutnya.

3. Komite III DPD RI

Komite III DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pendidikan dan agama. Lingkup

tugas Komite III sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan

urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :

Page 122: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

105

1. Pendidikan;

2. Agama;

3. Kebudayaan;

4. Kesehatan;

5. Pariwisata;

6. Pemuda dan olahraga;

7. Kesejahteraan sosial;

8. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; dan

9. Ketenagakerjaan.

4. Komite IV DPD RI

Komite IV DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat

tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan APBN; perimbangan keuangan pusat dan daerah;

memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan

Anggota BPK; pajak; dan usaha mikro, kecil dan menengah. Lingkup tugas

Komite IV sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan

daerah dan masyarakat, sebagai berikut :

1. Anggaran pendapat dan belanja negara;

2. Pajak dan pungutan lain;

3. Perimbangan keuangan pusat dan daerah;

4. Pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan

anggota BPK;

5. Lembaga keuangan; dan

Page 123: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

106

6. Koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah

5. Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)

Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) merupakan alat

kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, bertugas menyiapkan Rancangan

Undang-Undang (RUU) inisiatif DPD yang akan disampaikan kepada DPR.

6. Panitia Musyawarah (Panmus)

Panitia Musyawarah (Panmus) merupakan alat kelengkapan DPD yang

bersifat tetap. Sebagai pimpinan dalam Panmus adalah pimpinan DPD RI

sendiri. Panmus bertugas merancang dan menetapkan arah kebijakan yang akan

dibuat oleh DPD.

7. Badan Kehormatan (BK)

Badan Kehormatan (BK) merupakan alat kelengkapan DPD yang

bersifat tetap, yang bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan terhadap anggota DPD. Selain itu, BK juga bertugas untuk

mengevaluasi dan menyempurnakan peraturan DPD tentang tata tertib dan

kode etik DPD.

8. Panitia akuntabiltas Publik (PAP)

Panitia akuntabiltas Publik (PAP) yang bertugas melakukan penelaahan

lanjutan terhadap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang

disampaikan kepada DPD.

9. Panitia Hubungan Antar Lembaga (PHAL)

Panitia Hubungan Antar Lembaga (PHAL) merupakan alat

kelengkapan DPD yang bertugas membina, mengembangkan, dan

Page 124: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

107

meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPD dengan

lembaga sejenis, lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah, baik secara

bilateral maupun multilateral.

10. Pimpinan Kelompok DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Pimpinan Kelompok DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

adalah bagian integral dari DPD yang merupakan pengelompokan anggota

DPD yang merangkap sebagai anggota MPR.

11. Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)

Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) adalah alat kelengekapan DPD

yang bersifat tetap, yang bertugas membantu pimpinan dalam menentukan

kebijakan kerumahtanggaan DPD, termasuk kesejahteraan anggota DPD dan

pegawai Sekretariat Jenderal.

4.1.1 Profil Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang terletak di wilayah

bagian barat pulau Jawa, Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah kota Bandung.

Luas wilayah Jawa Barat adalah 35.222.18 km², dengan jumlah penduduk pada

tahun 2012 berjumlah 45.053.732 jiwa. Jawa Barta terdiri dari 18 Kabupaten, 9

Kota, 584 Kecamatan, dan 5.201 Desa dan 609 Kelurahan. Provinsi Jawa Barat

dipimpin oleh H. Ahmad Heryawan dan wakilnya H. Deddy Mizwar

(www.jabarprov.go.id, 2012 diakses pada 15 April 2015).

Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun 1950

tentang pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan provinsi

dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, di bagian barat berbatasan

Page 125: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

108

langsung dengan DKI Jakarta. Pada tahun 2000. Jawa Barat dimekarkan

dengan berdirinya Provinsi Banten, yang semula Banten bagian dari wilayah

Provinsi Jawa Barat. Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi

Banten, maka wilayah administrasi pembantu gubernur wilayah I Banten resmi

ditetapkan menjadi provinsi Banten. Dengan UU tersebut Banten resmi

menjadi provinsi sendiri bukan lagi bagian dari Jawa Barat

(http//:www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-jawa-barat/profil-

daerah diakses pada 20 April 2015).

Sejak tahun 1996 Provinsi Jawa Barat melakukan pemekaran, sehingga

membentuk kota-kota baru. Berikut sembilan (9) Kota yang terdapat di Jawa

Barat. Kota-kota hasil pemekaran sejak tahun 1996 adalah :

a. Kota Bekasi dimekarkan dari Kabupaten Bekasi pada tahun

1996

b. Kota Depok dimekarkan dari Kabupaten Bogor pada tahun 1999

c. Kota Cimahi dimekarkan dari Kabupaten Bandung pada tahun

2001

d. Kota Tasimalaya dimekarkan dari Kabupaten Tasikmalaya pada

tahun 2001

e. Kota Banjar dimekarkan dari Kabupaten Ciamis pada tahun

2002

f. Kabupaten Bandung Barat dimekarkan dari Kabupaten Bandung

pada tahun 2007

Page 126: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

109

g. Kabupaten Pangandaran dimekarkan dari Kabupaten Ciamis

pada tahun 2012

Berikut Tabel 4.1 Kabupaten dan Kota yang terdapat di Jawa Barat ;

Tabel 4.1 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

NO.

Kabupaten/Kota

Pusat

Pemerintahan

Kecamatan

Kelurahan/

Desa

1.

Kabupaten Bandung

Soreang

31

276

2.

Kabupaten Bandung

Barat

Ngamprah

16

165

3.

Kabupaten Bekasi

Cikarang

23

187

4.

Kabupaten Bogor

Cibinong

40

430

5.

Kabupaten Ciamis

Ciamis

26

Desa

6.

Kabupaten Cianjur

Cianjur

32

360

7.

Kabupaten Cirebon

Sumber

40

424

8.

Kabupaten Garut

Taragong

Kidul

42

442

Page 127: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

110

9.

Kabupaten Indramayu

Indramayu

31

316

10.

Kabupaten Karawang

Karawang

30

309

11.

Kabupaten Kuningan

Kuningan

32

376

12.

Kabupaten Majalengka

Majalengka

26

336

13.

Kabupaten

Pangandaran

Parigi

10

92

14.

Kabupaten Purwakarta

Purwakarta

17

192

15.

Kabupaten Subang

Subang

30

253

16.

Kabupaten Sukabumi

Pelabuhan

Ratu

47

367

17.

Kabupaten Sumedang

Sumedang

26

279

18.

Kabupaten Tasikmalaya

Singaparna

39

348

19.

Kota Bandung

Bandung

30

151

20.

Kota Banjar

Banjar

4

25

21.

Kota Bekasi

Bekasi

12

56

Page 128: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

111

22.

Kota Bogor

Bogor

6

68

23.

Kota Cimahi

Cimahi

3

15

24.

Kota Cirebon

Cirebon

5

22

25.

Kota Depok

Depok

11

63

26

Kota Sukabumi

Sukabumi

7

33

27.

Kota Tasikmalaya

Tasikmalaya

10

69

(sumber : http//: www.jabarprov.go.id/profil, 2012. Diakses 12 April 2015)

Dari wilayah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat yang masuk

dalam regulasi pembentukan kawasan megapolitan adalah Kabupaten Bogor,

Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur.

Wilayah Kabupaten Cianjur yang termasuk ke dalam Kawasan Megapolitan

hanyalah sebagian saja, yakni wilayah Kecamatan Cugenang, Kecamatan

Pacet, Kecamatan Sukaresmi, dan Kecamatan Cipanas.

4.1.2 Profil DKI Jakarta

Daerah Kota Istimewa (DKI) Jakarta adalah Ibukota negara Indonesia.

Dikarenakan Jakarta adalah Ibukota negara maka Jakarta mendapat perlakuan

istimewa yakni dengan mendapatkan otonomi khusus. Untuk itu Jakarta

disebut sebagai DKI Jakarta. Jakarta terletak dibagian barat laut pulau Jawa.

Page 129: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

112

Dahulu, sebelum tahun 1527 Jakarta dikenal dengan nama Sunda Kelapa,

kemudian pada tahun 1527 – 1619 dikenal dengan nama Jayakarta. Lalu pada

tahun 1619 – 1942 Jakarta dikenal dengan nama Batavia, dan akhirnya pada

tahun 1942 – 1972 dikenal dengan nama Djakarta, dan sekarang menjadi

Jakarta. Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km². Dengan luas lautan 6.977,5

km². Dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 berjumlah 10.187.595 jiwa.

Secara administratif Jakarta terdiri dari 44 Kecamatan, 267

Desa/Kelurahan dan lima (5) kota administratif yakni, Jakarta Barat, Jakarta

Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Saat ini DKI Jakarta

dipimpin oleh Basuki Tjahja Purnama yang sering disapa Ahok.

Secara geografis, di sebelah selatan dan timur berbatasan langsung

dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.

Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang,

serta di sebelah utara dengan laut jawa. Kondisi lautan DKI Jakarta

(http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/geografis-Jakarta di akses pada

29 Mei 2015).

4.1.3 Profil Provinsi Banten

Banten merupakan provinsi yang terletak di penghujung bagian barat

pulau Jawa. Semula Banten adalah bagian dari wilayah Jawa Barat, namun

sejak tahun 2000 dengan keputusan UU No. 23 Tahun 2000 tentang

Pembentukan Provinsi Banten, Banten resmi memisahkan diri dari Jawa Barat

dan menjadi provinsi sendiri. Ibukotanya terletak di Serang. Luas wilayah

Page 130: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

113

provinsi Banten 9.160.70 km², dengan jumlah penduduk 10.544.030 jiwa.

Banten saat ini dipimpin oleh H. Rano Karno S.IP. Provinsi Banten terdiri dari

empat (4) kabupaten dan empat (4) kota, yakni kabupaten Serang, kabupaten

Pandeglang, kabupaten Lebak, dan kabupaten Tangerang. Kemudian terdapat

empat (4) kota yakni, Kota Serang, kota Tangerang, kota Cilegon, kota

Tangerang Selatan. Kemudian Banten memiliki 154 Kecamatan, 262

Kelurahan, dan 1.273 Desa (http//:id.m.wikipedia.org/wiki/Banten diakses

pada 13 April 2015).

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, karena

laut Selat Sunda yang terdapat di bagian barat Banten merupakan salah satu

jalur lalu lintas laut yang strategis yang dapat menghubungkan dengan negara-

negara tetangga, seperti Australia dan Selandia Baru. Selain itu Selat Sunda

sebagai penghubung antara pulau Jawa dan Sumatera. Secara ekonomi,

wilayah Banten memiliki banyak industri yang dapat menunjang perekonomian

masyarakat Banten itu sendiri. Apabila dikaitkan dengan posisi geografis, dan

pemerintahan terutama wilayah Tangerang (Kota Tangerang, Kabupaten

Tangerang, dan Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi

Jakarta. Untuk itu wilayah Tangerang masuk dalam bagian penyatuan regulasi

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan.

Page 131: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

114

4.1.4 Profil Komite I DPD RI

Komite I merupakan alat kelengkapan yang ada di DPD RI. Anggota

DPD di Komite I berjumlah 33 orang dari masing-masing provinsi di

Indonesia. Ruang lingkup Komite I lebih banyak mengarah kepada otonomi

daerah, pemekaran, pembentukan dan penggabungan daerah, pertanahan dan

tata ruang, politik, hukum , dan HAM. Berikut nama-nama anggota DPD RI

Komite I ;

Tabel 4.2 Daftar Anggota Komite I DPD RI

NO.

NAMA

JABATAN

ASAL

PROVINSI

1. Alirman Sori, SH., M.Hum.,MM. Ketua Komite I Sumatera Barat

2. Drs. H. Abdurachman, M.AP. Wakil Ketua Komite I Banten

3. Drs. H. Kamaruddin, MH. Wakil Ketua Komite I Sultra

4. Hj. Aida Zulaika Nasution I, SE.,

MM

Anggota Komite I Kepri

5. H. M. Aksa Mahmud Anggota Komite I Sulsel

6. H. Amang Syarifudin, Lc Anggota Komite I Jawa Barat

7. Ir. Anang Prihantoro Anggota Komite I Lampung

8. Hj. Denty Eka Widi Pratiwi Anggota Komite I Jawa Tengah

Page 132: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

115

9. Dr. Budi Doku Anggota Komite I Gorontalo

10. Ir. Emanuel Babu Eha, M.Si Anggota Komite I NTT

11. Dra. Eni Khairani, M.Si Anggota Komite I Bengkulu

12. Muhammad Gazali, Lc Anggota Komite I Riau

13. H. Habib Hamid Abdullah, SH., MH. Anggota Komite I Kalsel

14. Drs. Hafidh Asrom, MM. Anggota Komite I DIY

15. H. Ishaq Saleh Anggota Komite I Kalbar

16. Dra. Hj. Juniwati T. Masichun S Anggota Komite I Jambi

17. Luther Kombong Anggota Komite I Kaltim

18. H.T. Bachrum Manyak Anggota Komite I NAD

19. Drs. H. Mudaffar Sjah, M.Si Anggota Komite I Maluku Utara

20. Hj. Percha Leanpuri B.Bus, SE,

M.BA

Anggota Komite I Sumatera

Selatan

21. Dr. Rahmat Shah Anggota Komite I Sumatera Utara

22. Pdt. Rugas Binti, Bd., M.Div. M.

Min

Anggota Komite I Kalteng

23. Pdt. Dr. Silviana Hendriete Anggota Komite I Sulteng

Page 133: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

116

Pandegirot, M.Th.

24. Drs. Paulus Yohanes Sumino, MM Anggota Komite I Papua

25. Tellie Gozali, SE Anggota Komite I Babel

26. Drs. H. Wahidin Ismail Anggota Komite I Papua Barat

27. Wasis Siswoyo, SH Anggota Komite I Jawa Timur

28. H. Dani Anwar Anggota Komite I DKI Jakarta

29. Prof. Farouk Muhammad Anggota Komite I NTB

30. Jacob Jack Ospara, S.Th., M.Th Anggota Komite I Maluku

31. Hj. Mulyana Isham, SH, MM Anggota Komite I Sulbar

32. Dra. Sintje Sondakh Mandey Anggota Komite I Sulut

33. I Wayan Sudirta, SH Anggota Komite I Bali

(Sumber : Sekretariat Komite I, 2014 : 173-174)

Dari 33 anggota Komite I DPD RI, dipilih menjadi 11 orang yang

menjadi tim kerja (timja) pembuatan RUU megapolitan Jabodetabekjur, yaitu

sebagai berikut :

1. Drs. H. Abdurahman (Koordinator).

2. H. Dani Anwar (Ketua Tim Kerja).

3. H. Amang Syafruddin, Lc. (Wakil Ketua Tim Kerja).

4. Drs. Kamaruddin, MH.

5. Prof. Farouk Muhammad.

Page 134: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

117

6. DR. Rahmat Shah.

7. Denty Eka Widi Pratiwi, SE., MH.

8. Ir. Emanuel Babu Eha.

9. Drs. Paulus Yohanes Sumino.

10. Drs. Wahidin Ismail.

11. Habib Hamid.

Selain anggota DPD Komite I, dalam alat kelengkapan Komite I ada

bidang yang menangani urusan kesekretariatan yang membantu anggota

Komite I dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, yaitu sekeretariat Komite I.

Adapun tugas dari sekeretariat Komite I yaitu :

a. Fasilitator urusan kesekretariatan Komite I

b. Menyusun dan membuat bahan rapat

c. Menyiapkan undangan rapat

d. Menganalisis aspirasi masyarakat

e. Menganalisis fungsi pengawasan

f. Membuat jadwal rapat untuk Komite I

g. Mengakomodir kegiatan Komite I

h. Mengundang narasumber atau Tim ahli untuk membantu Anggota

Komite I

i. Pengelolaan persuratan dan arsip

j. Mengelola perencanaan dan anggaran

k. Mengelola administrasi dan pertanggungjawaban keuangan

4.1.5 Sejarah Kebijakan Pengelolaan Terpadu Jabodetabekjur sebagai

Kawasan Megapolitan

Konsep integrasi Jabodetabekjur sebagai suatu kesatuan fungsional

bermula tahun 1965 ketika Presiden Sukarno menginstruksikan penyusunan

Rencana Induk Jakarta dan sekitarnya kepada Direktorat Perencanaan Kota dan

Page 135: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

118

Daerah. Direktorat ini lalu mengajukan gagasan Rancana Induk Wilayah

Metropolitan Jakarta yang meliputi Jakarta dan daerah sekitarnya, yakni

Depok, Serpong, Cibinong, Citeureup, Bogor. Saat inilah istilah “Jabodetabek”

pertama kali diperkenalkan dan hanya mencakup daerah terbangun (built up

area) saja.

Selanjutnya, diterbitkan naskah keputusan bersama No. 6575/A-1/1975)/

(2450/A/K/BKD/75) tahun 1975 tentang pembentukan Badan Persiapan

Daerah untuk pengembangan Metropolitan Jabotabek yang dimantapkan

melalui Keputusan bersama Gubernur Kepala Dati I Jawa Barat dan Gubernur

DKI Jakarta No. (D.IV-3201/d/11/1976) (197/Pem.121/SK/1976) tertanggal 14

Mei 1976 tentang pembentukan Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP)

Jabotabek yang dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No.

29/1980 lalu Keputusan Menteri Bapennas No.125/1984. BKSP Jabodetabek

dibentuk untuk mendukung koordinasi pembangunan infrastruktur di wilayah

Jabotabek.

Regulasi terkait penyatuan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) dilahirkan sejalan dengan perkembangan

dn dinamika wilayah Jakarta dan wilayah di sekitarnya. Namun dalam

perkembangannya, pertumbuhan wilayah Jakarta lebih cepat dibandingkan

dengan wilayah di sekitarnya. Wilayah Jabodetabekjur awalnya merupakan

satu kesatuan wilayah administrastif, yakni Jawa Barat dan DKI Jakarta,

namun pada tahun 2000 Banten resmi menjadi provinsi bukan lagi bagian dari

Page 136: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

119

Provinsi Jawa Barat, sehingga wilayah Tangerang menjadi bagian dari provinsi

Banten.

Pada awalnya regulasi terkait penyatuan wilayah Jabodetabekjur telah

lahir sejak tahun 1967, pada waktu itu telah dibuat kesepakatan untuk membuat

suatu kawasan regulasi terkait Jabotabek. Namun sejak saat itu hingga kini

belum adanya harmonisasi terkait regulasi kawasan di Jabodetabekjur. Secara

pengelolaan, Jabodetabekjur memerlukan kebijakan yang harmonis dan sinkron

untuk mengatasi permasalahan diwilayahnya yang dapat mengakomodasi

Jabodetabekjur sebagai satu kesatuan fungsional. Tujuan dari dibentuknya

regulasi terkait penyatuan wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan

megapolitan yaitu yang pertama untuk memperkuat posisi DKI Jakarta sebagai

Ibukota Negara. Kemudian yang kedua untuk memeratakan pembangunan di

wilayah sekitar DKI Jakarta, agar tidak terjadi disparitas pembangunan.

Berdasarkan definisi yang tercantum dalam UU No. 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang kawasan Jabodetabekjur sudah tergolong kawasan

megapolitan, yakni sudah terdiri dari dua (2) atau lebih kawasan metropolitan

yang memiliki hubungan fungsional dan membuat suatu sistem.

Kebijakan pengelolaan terpadu kawasan megapolitan Jabodetabekjur

yang digagas oleh Komite I DPD RI ini menemukan kenyataan bahwa kawasan

megapolitan Jabodetabekjur merupakan kawasan yang secara alamiah

terintegrasi dari tata ruang, tata alur, transportasi massal, tata lingkungan, dan

tata pemukiman namun secara plotik tidak terintegrasi penanganan

masalahnya. Dalam bahasa sederhana, kawasan megapolitan Jabodetabekjur

Page 137: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

120

masalahnya terletak pada integrasi, penanganannya disintegrasi. Dengan

permasalahan yang kompleks saat ini seperti banjir, kemacetan, pemukiman

yang semerawut, penataan ruang yang tidak tertata karena berbasis kepentingan

sesaat, ditambah dengan kajian akan ancaman tidak bergeraknya lalu lintas

Ibukota DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya pada sepuluh atau duapuluh tahun

ke depan, maka penanganan terpadu terhadap kawasan Jabodetabekjur menjadi

sangat penting untuk segera dilakukan (Fachrudin, 2014 : 62).

Jangkauan yang akan dicapai dalam pembuatan kebijakan ini adalah

sejauh mana kebijakan ini mampu menangani masalah di kawasan megapolitan

Jabodetabekjur secara terpadu. Karena itu jangkauan kebijakan ini meliputi tiga

(3) provinsi yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Penjangkauan wilayah

administratif yang diaturnya merupakan penegasan atas apa yang telah diatur

dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2008 tentang pengelolaan

Jabodetabek. Dengan jangkauan politik yang hanya mencakup tiga wilayah

administratif tersebut, makan kebijakan ini bersifat khusus, yang disebut

jangkauan struktural (Fachrudin, 2014 : 63).

Dalam rangka menjaga keterpaduan di wilayah Jabodetabekjur ini maka

kebijakan ini mengamanatkan adanya Rencana Induk yang tanggungjawab

penyusunannya diserahkan kepada Menko Perekonomian. Rencana induk

tersebut dibuat bersama-sama dengan para stakeholder di kawasan

Jabodetabekjur yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menko namun

dieksekusi oleh satuan pemerintahan terkait untuk pemerintah pusat atau

kementerian/badan yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengkoordonasi

Page 138: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

121

kawasan megapolitan Jabodetabekjur (Fachrudin. 2014 : 65). Berikut bagan

perkembangan program kerja sama pembangunan wilayah Jabodetabek.

Gambar 4.1 Sejarah perkembangan kerja sama pembangunan wilayah

Jabodetabek

Page 139: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

122

Sumber : NA RUU Megapolitan Jabodetabekjur (2014:48).

Berdasarkan gambar 4.1 di atas, pembangunan wilayah Jabodetabek

sebenarnya sudah dijalankan sejak lama. Memasuki era otonomi daerah,

pengelolaan kawasan Jabodetabekpunjur semakin tidak jelas, diiringi konflik

antar daerah di setiap level pemerintahan. Undang-Undang tentang Otonomi

Daerah pada akhir tahun 1999 mengawali pembentukan provinsi Banten yang

mencakup Kabupaten/Kota Tangerang terpisah dari provinsi Jawa Barat.

Sehingga program kerja sama pembangunan wilayah Jabodetabekjur hingga

kini belum dapat terlaksana secara optimal.

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang

telah didapatkan dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, selama

proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan

menggunakan teori analisis kebijakan publik menurut Dunn, yang meliputi :

1. Pencarian masalah

2. Peramalan masa depan (forecasting)

3. Rekomendasi kebijakan

4. Pemantauan hasil kebijakan

5. Evaluasi kebijakan

Adapun data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata,

kalimat dan rencana pembangunan kawasan megapolitan di Jabodetabekjur,

baik dari hasil wawancara dengan informan penelitian, hasil observasi di

Page 140: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

123

lapangan, catatan lapangan penelitian, atau hasil dokumentasi lainnya, yang

relavan dengan fokus penelitian ini. Proses pencarian dan pengumpulan data

yang dilakukan peneliti secara investigasi dimana peneliti melakukan

wawancara dengan sejumlah informan yang berkaitan dengan yang berkaitan

dengan masalah dalam penelitian ini, sehingga peneliti mendapatkan informasi

yang sesuai dengan yang diharapkan. Informan dalam penelitian ini, peneliti

telah menentukan informan dari awal dengan menggunakan teknik purposive

sampling.

Data-data yang peneliti dapatkan adalah data yang berkaitan dengan

penyatuan regulasi wilayah terkait pembentukan kawasan megapolitan di

Jabodetabekjur. Hasil yang diperolah dari wawancara, observasi lapangan, dan

kajian pustaka kemudian dibentuk secara tertulis dengan dibentuk pola serta

dibuat kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama

dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan

katagorisasi. Dalam menyusun jawaban hasil wawancara, peneliti memberikan

kode-kode sebagai berikut :

1. Kode Q untuk menunjukan item pertanyaan

2. Kode A untuk menunjukan item jawaban

3. Kode N.I untuk menunjukan anggota Timja pembuatan RUU

Megapolitan Jabodetabekjur

4. Kode N.2 untuk menunjukan Staf Ahli Komite I

5. Kode N.3 untuk menunjukan staf rapat Komite I

6. Kode N.4 untuk menunjukan Tim Ahli pembuatan RUU Megapolitan

Jabodetabekjur

7. Kode N.5 untuk menunjukan anggota Komite I DPD RI

8. Kode N.6 untuk menunjukan Kabag Komite I DPD RI

9. Kode N.7 Masyarakat di wilayah Jabodetabekjur

Page 141: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

124

4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian

Pada penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan, dalam menentukan

informan, peneliti menggunakan teknik purposive merupakan teknik penentuan

informan dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan

dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun informan-informan yang peneliti

tentukan, merupakan orang-orang yang menurut peneliti ahli atau mengetahuai

banyak mengenai kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur

sebagai kawasan megapolitan. Dalam penelitian mereka (informan) adalah

orang-orang yang kesehariannya berurusan dengan permasalahan yang sedang

peneliti teliti.

Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terikat dalam

Sekretariat Jenderal DPD RI khususnya di Komite I, dan pihak-pihak lain yang

terlibat. Untuk keabsahan data dan untuk menggali secara mendalam mengenai

penelitian ini, maka peneliti mengambil informan dari beberapa masyarakat di

wilayah Jabodetabekjur secara acak yang peneliti temui. Berikut informan yang

telah bersedia di wawancarai adalah ;

Tabel 4.3

Daftar Informan

NO.

Kode

Informan

Nama Informan

Keterangan

1. N.1 Drs. H. M. Abdurachman Koordinator dalam pembuatan

Page 142: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

125

Kebijakan pengeolaan terpadu

megapolitan Jabodetabekjur/

Wakil I Pimpinan Komite I

2. N.2 Fahriza Staf Ahli Komite I

3. N.3-1 Gerlan Gramanda Staf Rapat Sekretariat Komite I

sekaligus notulensi dalam

pembahasan kebijakan

Megapolitan Jabodetabekjur

4.

N.4

Wawan Fachrudin

Tim Ahli pembuatan kebijakan

Megapolitan Jabodetabekjur

6. N.6 Mesranian M.dev., Plg Kepala Bagian Sekretariat

Komite 1

7. N.7-1 Diyah Karyawan Swasta tinggal di

Tangerang

8. N.7-2 Ana Karyawan Swasta Tinggal di

Jakarta

9. N.7-3 Ida Heriyani PNS tinggal di Bogor

4.2.3 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian Kebijakan Pengelolaan

Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan ini

menggunakan Model analisis data menurut Miles dan Huberman, yang mana

Page 143: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

126

prosesnya mencakup beberapa langkah, yaitu yang pertama data collection

(Pengumpulan Data). Pada penelitian mengenai Analisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan,

dalam tahap pengumpulan data dilakukan dengan review dokumentasi Naskah

Akademik, pemaparan tim ahli, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I,

wawancara, observasi, pengumpulan data melalui kajian pustaka dan

dokumentasi. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan dalam penelitian ini

valid dan dapat di pertanggungjawabkan.

Langkah selanjutnya yaitu data reduction (reduksi data). Reduksi data

artinya merangkum atau memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan hal

yang penting. Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan

Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan, pada tahap

reduksi data dilakukan dengan cara membaca ulang data-data yang didapatkan

saat pengumpulan data, dan memilih data-data yang sesuai dengan fokus

penelitian untuk kemudian disajikan.

Kemudian langkah selanjutnya adalah data display (penyajian data).

Penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan, dalam tahap penyajian data

dalam penelitian kualitatif dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, kategori, dan disajikan berupa teks naratif. Dengan

mendisplay data dapat mudah memahami masalah apa yang telah terjadi.

Langkah keempat yakni melakukan penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan didukung dengan bukti-bukti yang

Page 144: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

127

kuat berupa data yang valid dan temuan di lapangan. Dengan menghubungkan

hasil observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan data-data yang ada

kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Pembahasan dan analisis dalam penelitian merupakan data dan fakta

yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan dan disesuaikan dengan teori

yang peneliti gunakan. Dalam pemaparan hasil penelitian, peneliti

menuliskannya dalam bentuk deskriptif berupa uraian dan kutipan langsung

dari narasumber. Untuk mengetahui bagaimana mengenai Analisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan,

dengan menggunakan model teori analisis kebijakan menurut Dunn (2003)

dalam analisis kebijakan meliputi lima (5) tahapan, yaitu;

1. Pencarian Masalah

2. Peramalan Masa Depan

3. Rekomendasi Kebijakan

4. Pemantauan Hasil Kebijakan

5. Evaluasi Kebijakan

4.3.1 Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur

sebagai Kawasan Megapolitan

Analisis data dan temuan di lapangan yang peneliti lakukan dengan

menggunakan model analisis kebijakan publik menurut Dunn (2003) dimana

untuk menganalisis kebijakan meliputi lima (5) tahapan, yaitu pencarian

Page 145: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

128

masalah, peramalan masa depan, rekomendasi kebijakan, pemantauan hasil

kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Berikut penjabarannya ;

1. Pencarian Masalah

Pembentukan kawasan megapolitan di wilayah Jabodetabekjur ini

bertujuan untuk memperkuat posisi sebagai Ibukota Negara dan untuk

pemerataan pembangunan di sekitar wilayah DKI Jakarta. Untuk itu dalam

penyatuan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur

(Jabodetabekjur) tentulah banyak permasalahan yang terjadi. Salah satu upaya

yang diharapkan dalam penyatuan regulasi terkait wilayah Jabodetabekjur

sebagai kawasan megapolitan adalah untuk menuntaskan segala permasalahan

yang terjadi di wilayah Jabodetabekjur. Dari peliknya berbagai permasalahan

yang ada dibutuhkan suatu penyatuan regulasi yang dapat mengatasi

permasalahan tersebut. Permasalahan yang ada di Jabodetabekjur telah

diketahui melalui banyak dilakukannya survei dan riset dari banyak sumber.

Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, maka Komite I DPD RI

melakukan banyak kajian mengenai permasalahan di wilayah Jabodetabekjur

agar memperoleh informasi yang valid. Hal tersebut diungkapkan oleh N.2

kepada peneliti di Gedung Nusantara IV pada 16 April 2015 mengungkapkan

bahwa:

“Mekanisme pengumpulan masalah yang ada di Jabodetabekjur itu ada

beberapa tahapannya, yang pertama itu pada saat anggota Komite I

DPD reses, kedua dengan mengadakan kunjungan kerja (kunker),

ketiga melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) biasanya kita

juga mengundang LSM dari daerah, dan selain itu dapat dilakukan

dengan mengundang pemerintah atau institusi yang terkait untuk ikut

membahas permasalahan yang akan kita bahas”.

Page 146: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

129

Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa upaya

yang dilakukan tersebut bertujuan untuk mengetahui masalah apa yang terjadi

di Jabodetabekjur. Dari hasil obervasi di lapangan bahwa permasalahan yang

terjadi di wilayah Jabodetabekjur yaitu dikarenakan Jakarta sebagai pusat dari

segala kegiatan ekonomi dan pemerintahan sehingga banyak menyedot

perhatian masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Jakarta untuk datang ke

Jakarta. Dengan begitu permasalahan menjadi bertambah yakni, kemacetan,

pemukiman yang semerawut, banjir, pertumbuhan penduduk, ketimpangan

pembangunan dan sumber daya manusia, sehingga dengan begitu

mengakibatkan ketidakteraturan di wilayah tersebut.

Hal serupa diungkapkan oleh N.3 di Gedung Nusantara IV, pada 16

April 2015 yang mengatakan bahwa:

“Begini sebetulnya, kondisi sekarang Jakarta sebagai pusat ekonomi,

pusat pemerintahan, pusat hiburan dan semuanya jadi bergantung pada

Jakarta. Dengan begitu, dari banyak orang yang datang ke Jakarta jadi

bikin Jakarta makin macet, makin padet penduduknya, dan Jakarta

sebagai Ibukota Negara malah semerawut. Dan lagi seperti terlihat

jomplang perkembangannya dengan daerah-daerah di sekitaran Jakarta

karena semua terfokus di Jakarta “.

Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui, bahwa bidang-

bidang yang memiliki lintas batas dalam masalah dan perlu pengaturan yang

lintas batas pula adalah permasalahan tata ruang, pemukiman, transportasi,

sumber daya dan lingkungan. Pengelolaan bidang-bidang tersebut didasarkan

pada pertimbangan dampak yang luas dan atau kepentingan dari dua atau lebih

wilayah dalam kawasan megapolitan Jabodetabekjur.

Page 147: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

130

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di sekitar Jakarta dan sekitarnya

akibat migrasi serta terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan

perumahan dan kesempatan kerja telah menyebabkan alih fungsi lahan

pertanian ke fungsi non pertanian. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali

selanjutnya menimbulkan dampak turunan berupa erosi, pengendapan sungai,

pencemaran, yang semuanya berakumulasi pada masalah banjir, kesehatan,

serta kerugian ekonomi dan infrastruktur. Hal ini diungkapkan oleh N.3 kepada

peneliti di sekretariat Komite I bahwa:

”Karena banyak orang yang datang ke Jakarta jadi malah bikin banyak alih fungsi lahan ya dek. Banyak lahan yang harusnya jadi daerah resapan air sekarang alih fungsi pemukiman. Itu akibat bertambahnya jumlah penduduk dan terjadi alih fungsi lahan nambah lagi masalah

banjir, pencemaran sungai, dan bisa berbahaya juga buat masyarakat”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa,

dalam kurun waktu beberapa dekade ini banyak perkembangan kota-kota baru

yang pada akhirnya merujuk pada Jakarta. Hal ini semakin menguatkan

adanya ketimpangan dan degradasi lingkungan hidup. Hal serupa

diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti, bahwa:

“Coba dilihat Naskah Akademik Megapolitan Jabodetabekjur ya

sekarang, di sana ada perkembangan kota-kota baru. Jadi malah bikin

Jakarta tambah padat kan? Makin banyak orang yang datang. Hal ini itu

belum diatur makanya banyak wilayah baru yang bermunculan, dan

berkembang, dan semua mengarah ke Jakarta”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

adanya kota-kota baru tersebut dikembangkan pengembang yang berbeda-beda,

yang menjadikan konektivitas antara kota-kota baru itu sendiri maupun antara

Page 148: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

131

kota-kota baru dengan jaringan infrastruktur regional. Hal ini menyebabkan

segregasi spasial dan juga sosial. Pengembangan lahan ada masa itu tidak

terkontrol dan membawa banyak permasalahan lingkungan (ektraksi air tanah

yang berlebihan, polusi, berkurangnya ruang terbuka hijau dan area resapan

air) dan permasalahan kemacetan. Pada puncak boom properti tahun 90-an, ada

23 kota baru dengan area 500-6000 ha yang dikembangkan di sekitar Jakarta

(NA RUU Jabodetabekjur, 2014:30).

Berdasarkan uraian masalah yang terjadi di kawasan Jabodetabekjur,

maka perlu adanya suatu alternatif untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu

hasil dari pencarian masalah yang ada kemudian masuk dalam tahap

inventarisasi masalah yang di akan ditampung oleh Komite I kemudian akan

dibahas dalam rapat kerja maupun rapat dengar pendapat. Masalah yang ada

akan menajdi suatu bahan pertimbangan dibentuknya sebuah kebijakan baru

atau melahirkan sebuah alternatif yang dapat menyelesaikan permasalahan

tersebut. Untuk itu Komite I DPD RI telah mengkaji lebih dalam terhadap

permasalahan tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh N.1 kepada peneliti di

Gedung Nusantara IV pada 16 April 2015 bahwa:

“Begini sebetulnya, untuk permasalahan yang ada setelah kita dapat

laporan atau data masalahnya kemudian akan kita kumpulkan semua

masalahanya nanti akan dibahas di rapat bersama anggota Komite I

DPD, lalu baru setelah dibahas bisa ketahuan apakah layak atau tidak

diusulkan untuk dibuat RUU. Satu lagi, dalam inventarisasi masalah

Page 149: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

132

DPD banyak melakukan kajian, supaya kebijakan yang akan dibuat

tepat dan dapat menjawab permasalahannya”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

permasalahan yang telah diterima kemudian akan diusulkan menjadi RUU dan

diajukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU Megapolitan

Jabodetabekjur ini merupakan kebijakan inisiatif yang diusungkan oleh Komite

I DPD RI, dan telah banyak dilakukan kajian melalui institusi Perguruan

Tinggi ataupun melalui LSM dan instansi terkait. Kebijakan pengelolaan

Jabodetabekjur untuk dibuat sebagai kawasan megapolitan ini diharapkan dapat

menyelesaikan permasalahan yang ada dan dapat memperkuat posisi DKI

Jakarta sebagai Ibukota Negara. Dalam pembuatan kebijakan ini Komite I

DPD RI tidak bekerja sendiri, melainkan bekerja sama dengan instansi terkait

seperti Kementerian, Kepala Daerah se-Jabodetabekjur, dan mengundang tim

ahli untuk pembentukan kawasan megapolitan.

Tim ahli yang membantu dalam penyusunan kebijakan pengelolaan

terpadu wilaayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan ini merupakan

oarang-orang yang terdiri dari akademisi yang ahli di bidang perencanaan, tata

kota dan tata ruang, serta lingkungan, yang nanti akan dapat memberikan

bantuan berupa substansi materi dan pandangan terkait pembentukan kawasan

megapolitan di wilayah Jabodetabekjur. Hal serupa diungkap oleh N.1 kepada

peneliti, yang menyatakan bahwa:

“Dalam perumusan kebijakan ini DPD tidak bekerja sendiri, kami dari

Komite I juga mengundang tim ahli buat jadi narasumber, ada staf ahli

komite juga, kemdudian kita juga mengundang dari pihak pemerintah

seperti Kementerian atau Dirjen untuk memberikan lebih banyak

Page 150: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

133

masukan untuk perumusan kebijakan sekaligus kita perkuat

kelembagaan”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

pembahasan masalah selain dengan mengundang narasumber lain, dapat juga

dengan dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) yaitu dengan cara diskusi

bersama yang dilaksanakan dalam satu ruangan dengan mengundang seluruh

stakeholder dan instansi terkait dalam pembahasan kebijakan tersebut. FGD

mengenai pembahasan pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur ini

telah dilaksanakan pada tahun 2014 lalu dengan mengundang seluruh instansi

terkait. Dalam FGD tersebut seluruh kepala daerah di wilayah Kabupaten/Kota

Jabodetabekjur diundang dan membahas bersama dengan Komite I DPD RI.

Dalam program kerja sama terkait penyatuan regulasi wilayah Jabodetabekjur

yang terdiri dari tiga (3) Provinsi yakni Jakarta, Jawa Barat, dan Banten serta

terdiri dari beberapa Kabupaten/Kota sangat diperlukannya kerjasama dan

harmonisasi seluruh stakeholder. Namun sejak dicanangkannya program kerja

sama tersebut belum mencapai harmonisasi sehingga terkesan statis. Hal

tersebut diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti, beliau menyatakan bahwa:

“Sebenarnya program pembangunan kerja sama ini sudah dari dulu

direncanakan. Kerja sama yang direncanakan antar pemerintah wilayah

Jabodetabekjur terkesan statis itu dikarenakan kurangnya koordinasi

antar pemerintah. Selain itu juga dikarenakan adanya perbedaan derajat

otonomi yang dipegang oleh DKI Jakarta. Sehingga hal ini membuat

disharmoni”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

dampak dari adanya masalah perbedaan derajat otonomi yang dipangku oleh

DKI Jakarta berbeda dengan wilayah Bodetabekjur menyebabkan

Page 151: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

134

ketidakserasian dan kurangnya koordinasi antarpemerintah. Solusinya adalah

harus ada lembaga yang mengatur untuk pengelolaan terpadu wialayah

Jabodetabekjur. Selain itu dikarenakan adanya otonomi khusus di DKI Jakarta

seharusnya Gubernur Jakarta memiliki kewenangan setingkat menteri agar

mampu mengkoordinasikan seluruh kepala daerah di wilayah Bodetabekjur.

Hal tersebut dingkapkan oleh N.2 kepada peneliti pada 16 April 2015, beliau

mengungkapkan bahwa:

”Karena Jakarta punya otonomi khusus, yaitu Daerah Kota Istimewa

(DKI) Jakarta sebagai Ibukota Negara, menurutku seharusnya Gubernur

DKI Jakarta harus memiliki kewenangan setingkat menteri yang dapat

mengatur dan mengkoordinasikan antarpemerintah di Bodetabekjur

agar bisa harmonis kebijakannya. Jadi tidak lagi ada masalah kurang

koordinasi, selain itu solusi masalahnya dibentuk suatu badan yang

mengkoordinasikan program pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur agar lebih optimal”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa pada

kenyataannya, masing-masing pemerintah daerah menetapkan pembangunan

yang berorientasi pada wilayahnya sendiri. Jakarta sebagai Ibukota negara

diarahkan menjadi kota utama sejak penyusunan Rencana Umum Tata Ruang

kota Jakarta 2005. Visi pembangunan DKI Jakarta dalam RPJPD yang diadopsi

dalam RTRW Provinsi, berfokus menjadikan Jakarta sebagai kota jasa

internasional dan nasional. Di sisi lain, visi provinsi Banten cenderung lebih

berorientasi pada dasar kualitas manusia yang religius dan mengutamakan

kepentingan internal sedangkan visi pembangunan Jawa Barat mempunyai

basis yang sama dengan Banten yaitu berbasis pada nilai religius namun

Page 152: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

135

memiliki sikap untuk bersaing dengan DKI Jakarta dengan mengatakan ingin

menjadi termaju di Indonesia.

Menyikapi segala permasalahan antarpemerintah Jabodetabekjur yang

disebabkan kurangnya koordinasi sehingga belum dapat optimalnya dalam

penanganan masalah yang ada. Sehingga pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur yang sejak lama sudah dicanangkan terkesan statis. Menteri

Dalam Negeri (Permendagri) No. 65 tahun 1975 dan SK Menteri Dalam Negeri

no. 10/34/16/282 untuk menangani kerjasama pengelolaan pembangunan di

kawasan Jabodetabekjur adalah Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP)

Jabodetabekjur. Lembaga yang awalnya menjadi rujukan pembangunan di

kawasan Jabodetabekjur ini kemudian menjadi relatif tidak memiliki kekuatan

dan kapasitas melaksanakan tugas dan fungsinya sejak diterapkannya sistem

desentralisasi bagi penyelenggaraan pemerintah daerah. Hal tersebut

diungkapkan oleh N.2 bahwa:

“Sebetulnya program ini sudah sejak lama dicanangkan, bahkan

badannya pun telah dibentuk dari dulu, hanya saja program ini masih

statis dan belum bisa berkerja secara optimal, dan kerja sama ini masih

belum berkembang dari tahun ke tahun. Menurutku itu tadi gubernur

Jakarta harus punya kewenangan setingkat menteri untuk mengatur dan

mampu memberikan kewenangan kepada pemerintah di Bodetabekjur.

Selain itu ditunjang dengan adanya badan koordinasi yang untuk lebih

mengoptimalkan program pengelolaan terpadu di wilayah

Jabodetabekjur ini”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) adalah badan kerjasama yang

mengelola wilayah Jabodetabekjur. BKSP Jabodetabek diharapkan dapat

Page 153: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

136

mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah

Jabodetabek serta mampu mengatasi berbagai permasalahan bersama.

Mengenai permasalahan lemahnya BKSP, N.2 mengungkapkan kepada peneliti

bahwa:

“Seharusnya gubernur DKI Jakarta memiliki kewenangan buat ikut

mengawasi dan mengkoordinasi BKSP. Kalau BKSP sudah ada

penguatan jadi tidak ada lagi masalah kurangnya koordinasi. Sekarang

kan masalahnya karena kita lemah dikoordinasi, setiap daerah sibuk

dengan daerahnya masing-masing”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

lemahnya BKSP mendorong untuk merumuskan satu konstruksi kelembagaan

baru yang disertai peningkatan kekuatan dan kapasitas kelembagaan dalam

mengelola kawasan. Kelembagaan ini hendaknya merangkul perwakilan para

stakeholder, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah yang

tergabung dalam kawasan megapolitan Jabodetabekjur, stakeholder utama dan

jika diperlukan dari kalangan pihak independen termasuk ahli dan praktisi.

Sebagai unit yang memiliki mandat, kewenangan, dan tanggung jawab untuk

urusan mengatur maka bagian ini memiliki peran legislatif yang dapat

mengeluarkan produk-produk hukum atau aturan. Kelembagaan ini juga harus

disertai sebuah sistem kontrol, monitoring dan evaluasi.

Permasalahan kelembagaan yang masih lemah ini yang membuat

program pembangunan kawasan megapolitan Jabodetabekjur ini masih belum

optimal. Hal ini di ungkapkan oleh N.1 kepada peneliti di Perumnas II pada 11

Mei 2015 bahwa:

Page 154: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

137

“Sebenarnya yang menjadi pokok dan harus kita atasi dulu itu masalah

kelembagaan. Secara sekarang belum ada badan/kementerian yang

punya kewenangan untuk membentuk regulasi terkait Jabodetabekjur,

ditambah pemerintah daerah sibuk dengan pembangunan daerah

masing-masing. Solusinya kita perkuat dulu kelembagaan baru bisa

menjalankan program kerja sama untuk bikin kawasan megapolitan

Jabodetabekjur secara optimal begitu”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

permasalahan yang telah dipaparkan di atas sebenarnya berawal dari

ketidakharmonisan antar pemerintah di Jabodetabekjur, sehingga program

pengelolaan terpadu Jabodetabekjur ini masih belum optimal dikarenakan

kurangnya koordinasi. Sehingga seolah-olah semuanya menyerahkan kepada

DKI Jakarta sebagai kota utama. Untuk itu semua masalah bertumpu di Jakarta.

Padahal ini merupakan tanggung jawab antar pemerintah di Jawa barat, DKI

Jakarta dan Banten. Dengan adanya kebijakan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan yang oleh komite I DPD RI ini

diharapkan mampu memperkuat dari sisi kerja sama dan meningkatkan

koordinasi kelembagaan agar kebijakan ini dapat berjalan secara optimal,

sesuai rencana dan target yang diharapkan.

2. Peramalan

Langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan setelah pencarian

masalah menurut Dunn (2003:291) adalah peramalan (forecasting). Dalam

penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan, ada beberapa peramalan yang

dilakukan guna melihat sejauh mana dan seperti apa perkembangan kawasan

Page 155: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

138

Jabodetabekjur bila di bentuk sebagai kawasan megapolitan dan bagaimana

keadaan di masa depan apabila masalah yang terjadi pada masa sekarang

belum dapat ditangani. Peramalan bertujuan untuk melihat masa yang akan

datang dihubungkan dengan masalah pada saat ini. Selain itu dalam

pembentukan kawasan megapolitan dikhawatirkan di masa depan dapat

mengubah lingkungan, unsur sosial, dan budaya dari masyarakat. Hal tersebut

diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti, beliau mengungkapkan bahwa:

“Kalau di lihat dari sisi peramalan, sebenarnya dari masalah kemacetan

sekarang bisa berakibat lalu lintas di DKI Jakarta pada sepuluh tahun

lagi bisa lumpuh dan efek banjir tahunan itu nanti 35 tahun lagi Jakarta

terancam bisa tenggelam. Untuk itu kita harus mencari alternatif supaya

di masa yang akan datang bisa memecahkan masalah ini”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

perkiraan mengenai akan tenggelamnya DKI Jakarta ini disebabkan karena

bertambahnya volume air laut dan menyusutnya permukaan tanah. Hal ini tentu

semakin tinggi air laut sehingga dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan

tenggalamnya sebagian wilayah Jakarta. Potensi rendaman di Jakarta Utara

disebabkan oleh kenaikan muka laut dan penurunan permukaan tanah. Wilayah

yang diprediksi akan terendam pada tahun 2020 seluas 6,6 km², sedangkan

pada tahun 2035 diramalkan potensi wilayah yang terendam meningkat

menjadi 62,3 km² (NA RUU Jabodetabekjur 2014:9).

Berbagai masalah yang kini tengah dihadapi oleh DKI Jakarta, apabila

dalam kurun waktu satu sampai dua dekade tidak ditangani dengan baik, maka

akan berimbas ke wilayah sekitaran DKI Jakarta seperti wilayah Bodetabekjur.

Dalam kajian PRPW UI (2013) menjelaskan bahwa pasokan sumber daya air

Page 156: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

139

bersih sangat vital di Ibukota DKI Jakarta, namun saat ini justru mengalami

defisit air bersih. Hal ini justru akan mengkhawatirkan di masa yang akan

datang. Berikut fakta-fakta yang didapatkan di lapangan ;

1. Kebutuhan air mencapai 300ton per tahun tidak sesuai dengan

discharge eksploitasi air bawah tanah telah menyebabkan turunnya

permukaan air tanah sebesar 0,5meter dalam kurun waktu 10 tahun.

2. Pasokan air tidak dapat mengimbangi permintaan air yang terus

mengalami peningkatan.

Selain mengalami defisit air tanah, selanjutnya hal yang cukup

mengkhawatirkan apabila tidak segera ditangani yaitu permasalahan mengenai

perubahan tata guna lahan. Lahan sawah mapun lahan kering banyak berubah

fungsi menjadi lahan berbangun. Kawasan perkotaan yang semula hanya

terdapat di pusat Jakarta, kini sudah meluas sampai sekitar Jakarta seperti

Depok, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Hal tersebut diungkapkan oleh N.4

bahwa:

“Sekarang karena semua orang mau ke Jakarta jadi lahan pemukiman

mulai padat, bahkan wilayah di sekitar Jakarta seperti Bodetabekjur itu

juga sekarang sudah padat penduduk. Bisa dibayangkan kalau sampai

sepuluh tahun lagi belum dikelola dan ditata nanti jadinya semakin

bertambah penduduk dan tidak ada lahan pemukiman”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa hal

tersebut apabila tidak segera ditangani, maka akan semakin banyak alih fungsi

lahan dari daerah persawahan menjadi pemukiman. Tidak hanya soal

pemukiman melainkan akan hilangnya daerah resapan air sehingga ketika

musim penghujan datang dapat mengakibatkan banjir yang menggenangi

Page 157: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

140

wilayah pemukiman warga. Seperti pada tahun 2014 lalu banjir besar

menggenangi daerah DKI Jakarta. Secara geografis DKI Jakarta memang

terletak di daerah dataran rendah dan merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Untuk jika di masa yang akan datang daerah resapan air berubah alih fungsi

lahan pemukiman, maka Jakarta terancam tenggelam.

Kemudian hal yang dapat mengkhawatirkan di masa depan yakni

permasalahan iklim. Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 bahwa:

“Masalahnya lain yaitu masalah soal iklim, karena macet dapat

menyebabkan polusi udara meningkat, jadi suhu udara di wilayah

perkotaan gini, khususnya di Jakarta semakin panas dan itu panasnya

akan semakin meningkat juga setiap tahun, seiring dengan

meningkatnya polusi udara juga”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dan dari data yang peneliti

dapatkan, dapat diketahui bahwa temperatur suhu di Jakarta, Depok dan Bogor

sekitarnya diproyeksikan naik masing-masing 2˚C, 1,3˚C dan 2,5˚C dalam

kurun waktu 2012 hingga 2035. Hal ini menyebabkan suasana di perkotaan

semakin panas. Curah hujan rata-rata Jakarta, Depok dan Bogor sekitarnya

diproyeksikan naik masing-masing 40mm, 100mm dan 200mm dalam kurun

waktu tersebut. Sementara itu 37 cadangan air tanah di Jakarta telah defisit

4,469,668,428 liter per tahun dan diproyeksikan defisit 18,922,483,365 liter per

tahun. Luas genangan air di Jakarta akibat penurunan permukaan air tanah dan

kenaikan muka air laut diproyeksikan mencapai 8,86 km2 pada tahun 2020 dan

62,3 km2 pada tahun 2100 (NA RUU Jabodetabekjur 2014:37).

Kemudian hal yang perlu diperhatikan dan menjadi permasalahan yakni

mengenai transportasi. Saat ini jumlah volume kendaraan semakin meningkat

Page 158: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

141

yang menyebabkan kemacetan pada lalu lintas dari dan menuju Jakarta. Hal

tersebut diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti bahwa:

“Kemudian masalah transportasi ini, perlu kita perhatikan juga. Lalu

lintas dari Jakarta atau menuju Jakarta sudah pasti macet. Belum lagi

kalau di jam-jam sibuk, seperti jam berangkat dan pulang kantor itu

udah makin parah. Dan kemacetannya semakin tahun bertambah. Bisa

dilihat nanti kalau belum ada kebijakan juga yang terjadi di masa depan

lalu lintas makin semrawut”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

kebutuhan perjalanan di wilayah Jabodetabek 53 juta perjalanan pada tahun

2010, dan diramalkan bahwa jumlahnya akan terus bertambah, yaitu 64 juta

perjalanan pada tahun 2020. Keadaan seperti ini jika tidak ada pengembangan

jaringan dan pelayanan transportasi perkotaan hingga pada tahun 2020 untuk

angkutan umum akan berkurang dan kondisi lalu lintas akan semakin parah.

Berbagai jenis pembangunan akan dilakukan guna membentuk sebuah

kawasan megapolitan secara terpadu. Hal ini dikhawatirkan di masa depan

dapat merubah cara pandang dan pola perilaku dari masyarakat yang tinggal di

wilayah Jabodetabekjur. Namun, dari hasil observasi yang peneliti lakukan, hal

tersebut tidaklah benar. Hal tersebut diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti

bahwa:

“Pembangunan kawasan megapolitan kita ini lebih banyak pada aspek

transportasi, tata ruang tata kota, pemukiman dan sebagainya. Jadi tidak

mengurangi aspek budaya dan sosial dari masyarakat. Kita tidak

menyentuh aspek budaya. Jadi masyarakat tetap bisa bekerja dan hidup

seperti biasa, hanya penataan kotanya yang kita atur dalam kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur ini“.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

pembangunan megapolitan Jabodetabekjur ini lebih terfokus pada jaringan

Page 159: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

142

transportasi, tata kota dan tata ruang, pemukiman, dan pengembangan daerah-

daerah di sekitar Jakarta. Pada pembentukan kawasan megapolitan ini tidak

merubah masyarakat dari aspek sosial, budaya maupun perilaku. Hanya saja

ketika kebijakan ini sudah berjalan optimal, masyarakat dapat lebih mudah

untuk akses transportasi karena sudah ada penyatuan terkait regulasi

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan.

3. Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan adalah langkah ketiga dalam model analisis

kebijakan menurut Dunn (2003:405). Setelah kita mengetahui bagaimana

masalah yang terjadi, kemudian selanjutnya melakukan peramalan untuk masa

depan, langkah selanjutnya yaitu memberikan rekomendasi kebijakan yang

sesuai dengan masalah yang ada. Sehingga rekomendasi kebijakan diharapkan

mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan. Dalam penelitian

mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur

sebagai Kawasan Megapolitan oleh Komite I DPD RI, peneliti banyak

mendapatkan hasil rekomendasi kebijakan yang tepat dan telah disepakati

bersama oleh DPD, pemerintah, dan antarpemerintah daerah di Jawa Barat,

DKI Jakarta dan Banten melalui Focus Group Discussion (FGD). Ada

beberapa rekomendasi kebijakan yang ditawarkan salah satunya yang

diungkapkan oleh N.3 selaku tim ahli dari pembuatan dalam kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur kepada peneliti N.3 mengungkapkan bahwa:

“Untuk rekomendasi kebijakan sebaiknya saran saya itu dibentuk

beberapa pola, supaya ada petak-petak yang sesuai dengan fungsinya.

Page 160: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

143

Jadi nanti tidak jadi semua bertumpu pada Jakarta, semua daerah di

Jabodetabek punya fungsi masing-masing”.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh N.4 kepada peneliti bahwa:

“Kalau menurut saya lebih baik pengelolaan terpadu Jabodetabekjur

dibentuk pola-pola. Nanti akan kita bentuk tiga pola yang pertama pola

federatif, terus pola integratif, terus yang terakhir itu pola distributif.

Biar ada petak-petakan gak cuma terpusat di Jakarta aja gitu”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan terpadu Jabodetabekjur

direkomendasikan dengan dibentuk pola sebagai berikut; Pola integratif, yaitu

penyatuan Jabodetabekjur dalam satu regulasi, satu reguler khusus, mengatur

semua masalah interkoneksi utama di kawasan ini, di bawah

badan/kementerian yang ditunjuk, Pola Federatif, yaitu membagi kewenangan

struktural antara pemerintah pusat, Core City (DKI Jakarta), semi pheri-pheri

(Bodebek), dan pheri-pheri City (Tabekjur), Pola Distributif, yaitu

mendistribusikan kewenangan fungsional berdasarkan keunggulan komparatif

dari daerah-daerah di kawasan Jabodetabekjur.

Pola-pola di atas berfungsi sebagai pemetakan fungsional daerah-

daerah di kawasan Jabodetabekjur agar tidak semua terpusat di Jakarta. Hal ini

tentu dapat mengurangi beban masalah di Jakarta. Selain dengan membentuk

pola-pola, rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah lain di kawasan

Jabodetabekjur telah ditawarkan, yaitu yang pertama mengenai rekomendasi

permasalahan transportasi. Permasalahan transportasi di rasa penting untuk

mengitegrasikan seluruh aktivitas di Jabodetabekjur. untuk itu perlu adanya

Page 161: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

144

rekomendasi dalam penanganan masalah trasportasi di Jabodetbekjur. Hal

tersebut diungkapkan oleh N.3 bahwa:

“Salah satu yang kita rekomendasikan adalah kebijakan untuk

mengatasi permasalahan transportasi. Kita juga tau kalau Jakarta dan

wilayah sekitaran Jakarta selalu macet. Untuk itu perlu ada

pengembangan transportasi umum untuk masyarakat agar dapat

meminimalisir kemacetan. Sekarang baru ada KRL, busway, dan APTB

yang digunakan untuk integrasi di wilayah Jabodetabek, nanti akan

ditambah lagi supaya semuanya bisa terintegrasi”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

Kebijakan pengembangan transportasi dibentuk bertujuan sebagai berikut :

1. Peningkatan peran moda angkutan umum

2. Pengurangan kemacetan lalu lintas jalan

3. Pengurangan polusi dan kebisingan dari operasional sistem

transportasi

4. Manajemen kebutuhan transportasi untuk mengendalikan permintaan

perjalanan

5. Peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi

Seperti diketahui di latar belakang masalah peningkatan mobilitas

penduduk juga mengakibatkan kemacetan yang semakin parah. Berdasarkan

data hasil observasi yang peneliti dapatkan dari FGD, setiap harinya

masyarakat di sekitaran Bodetabekjur menuju Jakarta. Berikut bagan pola

perjalanan masyarakat yang peneliti dapatkan dalam FGD (19 Februari 2014).

Page 162: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

145

Gambar 4.2 Pola Perjalanan Harian di Wilayah Jabodetabek dengan

semua Moda Transportasi

Berdasarkan gambar 4.2 tersebut dapat kita lihat bahwa lalu lintas

dalam dan menuju Jakarta setiap harinya padat. Ada jutaan trip yang setiap

harinya menuju Jakarta, tentunya hal ini menimbulkan efek kemacetan yang

cukup parah. Hal tersebut diungkapkan juga oleh N.1 kepada peneliti di

Perumnas II Tangerang pada 11 Mei 2015 bahwa:

“Untuk mengurai kemacetan dari dan menuju Jakarta kita harus bikin

dan mengembangkan jalan tol sebagai alternatif untuk mengurangi

kemacetan. Terus kita perlu mengembangkan daerah di Jabar selatan

dan Banten selatan dengan membuat jaringan transportasi supaya

pembangunan ini lebih merata”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

rekomendasi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan di wilayah

Bodetabekjur menuju Jakarta adalah mengembangkan jalur-jalur alternatif

Page 163: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

146

yang dapat mengurai kemacetan. Hal serupa di ungkapkan oleh N.2 kepada

peneliti bahwa:

“Untuk alternatif kita harus mengembangkan jalan-jalan di daerah

Banten selatan dan Jabar selatan. Supaya dapat digunakan untuk

mengurai kemacetan sekaligus agar pembangunannya merata. Bukan

hanya pembangunan di kawasan perkotaan saja, akan tetapi kita akan

mengembangkan daerah-daerah yang di pinggiran. Banyak proyek

pembangunan yang akan kita laksanakan nantinya”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

jumlah pembangunan proyek yang ditargetkan selesai pada tahun 2030

tersebut diantaranya meliputi konstruksi jalur Mass Rapid Transit (MRT),

Pengembangan pelabuhan baru berskala internasional di Cimalaya (Karawang),

perluasan Bandara Soekarno – Hatta, pengembangan klaster penelitian baru,

dan pengembangan sistem saluran air limbah di Jakarta untuk mengatasi

masalah banjir. Hal ini diungkapkan oleh N.1 di kediamannya di Perumnas II

Tangerang Pada 11 Mei 2015 bahwa:

“Untuk rekomendasi transportasi kita akan membuat MRT, kemudian

pembangunan dan pengembangan jalan-jalan baru, baik jalan dalam

kota atau juga jalan tol di daerah yang masih belum berkembang, lalu

kita juga akan mengembangkan sarana transportasi massal buat

mengurai kemacetan. Kira-kira kalau tidak ada hambatan pembangunan

megapolitan Jabodetabekjur bisa selesai sekitar tahun 2030”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

adanya program pembangunan transportasi massal yang dapat

mengintegrasikan ke seluruh wilayah Jabodetabekjur diharapkan mampu

mengelola secara terpadu kawasan megapolitan Jabodetabekjur dan

pemerataan pembangunan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh N.1 kepada

peneliti di Perumnas II Kota Tangerang pada 11 Mei 2015 bahwa:

Page 164: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

147

“Kita harus merekomendasikan untuk membuat transportasi massal

yang dapat mengintegrasi ke seluruh kawasan megapolitan

Jabodetabekjur. Kemudian kita juga harus membuat petak-petak

dimana kawasan industri, pemukiman, irigasi dan sebagainya agar

penataan tata ruang kota lebih teratur. Jadi kita harus selesaikan juga

persoalan tata ruang. Selain itu pastinya kita akan menambah unit

transportasi umum yang dapat digunakan masyarakat untuk

menintegrasi ke wilayah Jabodetabekjur”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

transportasi massal yang kini sudah berjalan dan dapat mengitegrasi beberapa

wilayah di Jabodetabek adalah APTB dan KRL. Perkembangannya hingga

tahun 2020 trayek armada APTB dan KRL akan diperbanyak dan menambah

jaringan agar dapat mengintegrasi ke seluruh wilayah Jabodetabekjur. Hal ini

diharapkan mampu mempermudah laju lalu lintas dan dapat menjadi

transportasi massal yang dapat mengurangi volume kendaraan pribadi untuk

meminimalisir kemacetan.

4. Pemantauan Kebijakan

Pemantauan kebijakan adalah langkah keempat dalam analisis

kebijakan menurut Dunn. Dalam pemantauan kebijakan sering disebut sebagai

monitoring, yaitu penilaian dan pengawasan saat kebijakan ini sedang

dilaksanakan. Monitoring atau pemantauan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan ini dapat

dilakukan oleh berbagai macam pihak termasuk akan ada campur tangan dari

masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti di Perumnas II

Kota Tangerang pada 11 Mei 2015 bahwa:

Page 165: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

148

“Pada saat kebijakan ini berjalan kita terus melakukan pemantauan agar

hasilnya lebih optimal, dan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Pemantauan dapat dilakukan melalui lembaga atau badan yang

ditunjuk, pemantauan di daerah Kabupaten/Kota masing-masing di

wilayah Jabodetabekjur, dan masyarakat juga bisa ikut partisipasi, atau

pemantauan oleh masing-masing pemerintah daerah di wilayah

Jabodetabekjur”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

monitoring atau pemantauan kebijakan dilakukan dengan kesesuaian rencana

dan pelaksanaan program yang sedang dijalankan. Dalam pemantauan

kebijakan pemerintah daerah menjalankan fungsi pengawasan atas program

yang tengah dilaksanakan di daerah masing-masing untuk saling membentuk

wilayah fungsional agar terbentuknya kawasan megapolitan. Hal ini perlu

adanya suatu kewenangan dari gubernur DKI Jakarta sebagai ibukota negara

untuk mengatur jalannya program terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan. Hal ini diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti bahwa:

“Seharusnya Gubernur DKI Jakarta punya kewenangan setingkat

menteri agar dalam pelaksanaan pembentukan kawasan megapolitan

Jabodetabekjur, gubernur DKI dapat memberikan sanksi tegas kepada

daerah-daerah di Bodetabekjur yang tidak patuh dalam melaksanakan

programnya. Kemudian pemantauan kebijakan ini juga dapat dilakukan

oleh badan koordinasi Jabodetabekjur”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

selain pemantauan melalui pemerintah, badan/kementerian yang ditunjuk atau

kewenangan dari gubernur DKI Jakarta, pemantauan juga dapat dilaksanakan

oleh masyarakat yang tinggal dan merasakan pembangunan kawasan

megapolitan Jabodetabekjur. Masyarakat dapat ikut serta dan mengawasi

Page 166: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

149

jalannya perogram pengelolaan terpadi di wilayah Jabodetabekjur. Hal tersebut

diungkapkan oleh N.6 kepada peneliti bahwa:

“Kalau untuk pemantauan selain bisa dari lembaga atau badan,

menurutku masyarakat bisa ikut serta. Misalnya kalau di daerah A

program yang seharusnya berjalan akan tetapi justru tidak dilaksanakan,

masyarakat dapat menilai dan melaporkan melalui media elektronik,

atau melalui instansi terkait. Jadi di sini perlu adanya kerja sama antara

pemerintah dengan masyarakat agar sama-sama bisa optimal program

pembentukan kawasan megapolitan ini”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

pemantauan kebijakan yang akan diterapkan dalam kebijakan pengelolaan

terpadu kawasan megapolitan ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik

dari pemerintah pusat pemerintah daerah Jabodetabekjur, badan/kementerian

terkait bahkan masyarakat. Hal serupa diungkapkan oleh N.5 kepada peneliti

bahwa:

“Pemantauan ini agar lebih efisien itu kita akan melakukan pemantauan

dengan melibatkan seluruh stakeholder. Baik pemerintah pusat,

pemerintah daerah, badan koordinasi dan bahkan masyarakat juga akan

terlibat berpasrtisipasi. adapun kami selaku anggota DPD akan ikut

melakukan pemantauan terhadap kebijakan yang sedang berjalan”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa pada

pelaksanaan kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan dalam monitoring atau pemantauan kebijakan

merupakan menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Koordinator bidang

Perekonomian untuk tingkat nasional, Gubernur untuk tingkat provinsi, Bupati

untuk tingkat kabupaten, dan Walikota untuk tingkat kota di seluruh wilayah

Jabodetabekjur. Dalam hal ini tentu seluruh stakeholder dan masyarakat di

wilayah Jabodetabekjur memiliki kewenangan untuk saling bekerja sama

Page 167: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

150

dalam mengawasi atau memonitoring jalannya pengelolaan terpadu sebagai

kawasan megapolitan.

Peran serta masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan

dalam kebijakan ini dituntut untuk lebih partisipatif melakukan pemantauan

dan penilaian. N.7 mengatakan kepada peneliti di KRL pada 11 Mei 2015

bahwa:

“Kita sebagai masyarakat sebenarnya setuju sekali kalau mau ada

regulasi pengelolaan terpadu di Jabodetabekjur, biar semuanya tidak

menumpuk di Jakarta dan senang sekali kalau masyarakat bisa ikut

partispasi, akan tetapi kalau bisa nanti harus ada sosialisasi kemana

masyarakat harus melakukan pengaduan dan penilaian. Misalnya via

medsos, atau melalui media massa, agar semua kebijakannya dapat

berjalan lebih optimal aja dan masyarakat ikut berpartisipasi”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

dalam rangka melaksanakan pengelolaan terpadu kawasan megapolitan

Jabodetabekjur yang efektif dan efisien dilakukan monitoring atau pemantauan

kebijakan. Pemantauan terhadap kesesuaian rencana dengan pelaksanaan

program dari masing-masing kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten, dan pemerintah kota di kawasan Jabodetabekjur. Hal serupa

diungkapkan oleh N.5 bahwa:

“Masalah pemantauan itu nantinya akan terus dilaksanakan selama

kebijakan ini berjalan. Jadi nanti pemantauan itu dilakukan oleh

pemerintah daerah di masing-masing kabupaten/kota Jabodetabekjur.

Karena programnya dilaksanakan sesuai dengan rencana induk yang

dibuat oleh pemerintah daerah sendiri yang ada di kawasan

Jabodetabekjur”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

pemantauan kebijakan yang dilakukan juga melibatkan seluruh stakeholder

Page 168: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

151

yang ada di kawasan Jabodetabekjur. Hal ini bertujuan agar seluruh program

yang telah direncanakan dalam pembuatan kawasan megapolitan di wilayah

Jabodetabekjur dapat berjalan sesuai target yang telah dibuat dalam rencana

induk. Untuk itu dibutuhkan sosialialisasi kepada seluruh instansi terkait dan

masyarakat agar kebijakan ini lebih optimal. Hal ini diungkapkan oleh N.7

bahwa:

“Kita baru tahu kalau mau ada pengelolaan terpadu di Jabodetabekjur,

dulu kan cuma Jabodetabek aja, sekarang ditambah Cianjur jadi

Jabodetabekjur. Bagus banget kalau begitu supaya pembangunan dan

tata kotanya menjadi teratur, cuma harus banyak sosialisasi yang

dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui ada kebijakan baru”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

untuk lebih memperkuat koordinasi dan harmonisasi tentu perlu adanya

sosialisasi agar tidak terjadi kesejangan informasi. Untuk itu perlu banyak

dilakukan sosialisasi mulai dari lembaga tinggi nasional, pemerintah daerah

Kab/Kota hingga sosialisasi untuk masyarakat agar dapat dengan mudah

melakukan pemantauan kebijakan saat pelaksanaan kebijakan tengah

dilaksanakan.

5. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam pola analisis

kebijakan menurut Dunn. Tujuan evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan

adalah untuk mengetahui menilai yang mendasari tujuan, sasaran dan kinerja

dalam kebijakan tersebut. Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan,

Page 169: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

152

peneliti banyak menemukan informasi mengenai soal evaluasi kebijakan ini

yang nanti akan dilaksanakan. Evaluasi kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur

ini akan dilakukan dalam kurun waktu lima (5) tahun sekali, hal serupa

diungkapkan oleh N.5 kepada peneliti Kediamannya di Kota Tangerang pada

11 Mei 2015 bahwa:

“Evaluasi untuk program pengelolaan Jabodetabekjur ini sudah diatur

dimuat di dalam Rencana Induk pembangunan kawasan megapolitan

Jabodetabekjur. Di dalam kebijakan megapolitan Jabdoetabekjur ini

evaluasinya akan dilakukan setiap lima tahun sekali”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh

mana kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan dan

target dalam kebijakan tersebut. Dalam hal kebijakan megapolitan

Jabodetabekjur ini dalam setiap programnya dibuat sebuah rencana induk yang

dilaksanakan oleh setiap Kabupaten/Kota di kawasan Jabodetabekjur. pada

rencana induk tersebut memuat hal-hal mengenai program pembangunan yang

harus dijalankan dalam waktu lima (5) tahun ke depan. Dengan begitu

evaluasinya dilaksanakan pada setiap lima (5) tahun sesuai dengan tahun

anggaran. Dalam evaluasi kebijakan ini akan melibatkan seluruh stakeholder

yang ada di kawasan Jabodetabekjur. N.5 menambahkan bahwa:

“Evaluasi yang dilakukan terhadap program yang ada pada Rencana

Induk dilakukan akan melibatkan kementerian teknis terkait misalnya,

badan koordinasi, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan

pemerintah kota yang berada dalam kawasan Megapolitan

Jabodetabekjur”.

Page 170: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

153

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

evaluasi program pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur ini dilakukan

setiap lima tahun sekali karena sesuai dengan evaluasi kegiatan tahunan

Rencana Induk dilakukan pada setiap tahun anggaran yakni dalam kurun waktu

lima tahun. Pada pelaksanaannya nanti akan melibatkan dari berbagai instansi

terkait. Tidak hanya badan koordinasi, pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten, dan pemerintah kota yang berada dalam Kawasan Megapolitan

Jabodetabekjur, melainkan Komite I DPD RI sebagai pengusung dari kebijakan

ini pun akan melakukan evaluasi untuk mengukur jauh mana kebijakan ini

berjalan sesuai target. Hal serupa dikatakan oleh N.1 bahwa:

“Evaluasi itu adalah kegiatan pengukuran terhadap tingkat pencapaian

rencana program dan kinerja dari masing-masing kementerian,

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota, serta

kita sebagai anggota DPD pun ikut mengevaluasi dan mengawasi

kebijakan ini dalam pelaksanaan kebijakan ini pada setiap kurun waktu

5 tahun. Jadi evaluasinya itu pada semuanya akan dilakukan, supaya

program pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur ini bisa berjalan

optimal dan sesuai target”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa pada

evaluasi akan dilakukan meliputi pelaksanaan dan kinerja dari program yang

dimuat dalam rencana induk. Dalam evaluasi ini seharusnya perlu adanya

sanksi tegas pada daerah yang belum melaksanakan program sesuai dengan

rencana. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan disparitas pembangunan.

Dengan adanya sanksi diharapkan pemerataan pembangunan di kawasan

Jabodetabekjur memenuhi pencapaian target dalam kurun waktu yang telah

Page 171: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

154

ditentukan. Hal ini diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti di Gedung Nusantara

IV pada 16 April 2015 bahwa:

“Seharusnya menurutku itu adanya sanksi supaya daerah-daerah yang

belum menjalankan suatu program yang direncanakan itu mendapat

sanksi. Jadi semua pembangunan bisa merata dalam kurun waktu yang

ditentukan. Sanksi itu bisa dari Kementerian terkait, atau badan

koordinasi atau bahkan kalo misal gubernur DKI Jakarta punya

kewenangan setingkat menteri bisa juga memberi sanksi pada daerah-

daerah yang tidak menuruti kebijakan ini”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

pemberian sanksi ini bertujuan agar daerah Kabupaten/Kota di wilayah

Jabodetabekjur dapat melaksanakan program pembangunan yang telah di

rencanakan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang

Megapolitan Jabodetabekjur dan rencana induk pembentukan kawasan

megapolitan di wilayah Jabodetabekjur. Dalam melaksanakan pengelolaan

terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur, anggaran diserahkan kepada

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, untuk itu kewenangan dari

Menteri Koordinator bidang Perekonomian yakni untuk mengkoordinasikan

dan memberikan arahan kepada Menteri teknis terkait, Gubernur, dan

Bupati/Walikota dalam penyusunan Rencana Induk. Hal serupa dikatakan oleh

N.1 bahwa:

”Kalau dari segi pendanaan program pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur ini diserahkan kepada Menteri Koordinator bidang

Perekonomian, nantinya menko perekonomian yang memberikan

arahan kepada Menteri teknis terkait, Gubernur, dan Bupati/Walikota

dalam penyusunan Rencana Induk, pembangunan proyek dan

Page 172: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

155

melakukan tindakan koreksi dalam rangka evaluasi pelaksanaan

Rencana Induk”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa

Menteri Koordinator bidang Perekonomian dalam pelaksanaannya nanti

memiliki beberapa kewenangan diantaranya akan mengoreksi dan memberikan

penilaian terhadap kinerja kebijakan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan, dalam hal ini turut serta dalam

evaluasi kebijakan. Hal tersebut diungkapkan oleh N.5 bahwa:

“Masalah evaluasi anggaran itu merupakan kewenangan dari Menko

Perekonomian, soalnya untuk dana kita ambil dari APBN. Jadi evaluasi

anggaran akan dilakukan oleh Menko Perekonomian, kalau pelaksanaan

pembangunan secara teknis diserahkan oleh pemerintah daerah Provinsi,

Kabupaten, dan Kota”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa pada

teknis evaluasi sebenarnya menjadi tanggung jawab dari seluruh stakeholder,

namun untuk permasalahan evaluasi anggaran akan dikelola oleh Menteri

Koordinator Perekonomian karena anggaran dalam kebijakan megapolitan

Jabodetabekjur ini masuk dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja

Negara). Dalam evaluasi teknis pembangunan selanjutnya di serahkan kepada

Badan Koordinasi, Pemerintah daerah baik gubernur, bupati, dan walikota di

wilayah Jabodetabekjur.

Page 173: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

156

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai gambaran Kebijakan

Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan

dapat diketahui bahwa perkembangan kota-kota besar tidak terlepas dari

urbanisasi. Semakin tinggi tingkat urbanisasi maka kota tersebut akan cepat

mengalami perkembangan. Namun, dalam prakteknya khususnya di wilayah

Jabodetabekjur semakin berkembang dan semakin cepat tumbuh suatu kota

justru menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Tingginya angka pertumbuhan penduduk membuat daya tampung dan daya

dukung kota semakin lemah. Secara logis kota seolah tidak dapat memenuhi

kebutuhan penduduknya, seperti kebutuhan air bersih dan ketersediaan lahan

pemukiman.

Pada awalnya kawasan Jabodetabekjur adalah satu kesatuan wilayah

administratif dari provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Akan tetapi pada tahun

2000 Banten mengalami pemekaran dengan adanya UU No. 23 Tahun 2000

tentang pembentukan provinsi Banten. Dengan begitu wilayah Kabupaten/Kota

Tangerang menjadi bagian dari provinsi Banten. Secara umum, jumlah dan

jenis kewenangan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota adalah

sama. Perbedaanya, provinsi dalam hal tertentu dapat masuk pada kewenangan

yang lintas kabupaten atau kota.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

adanya perbedaan kewenangan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah

kabupaten/kota. Berikut seperti pada tabel 4.4.

Page 174: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

157

Tabel 4.4

Perbandingan kewenangan Provinsi dengan Kabupaten/Kota

NO.

Kewenangan Provinsi

Kewenangan Kabupaten/Kota

1. perencanaan dan pengendalian

pembangunan

perencanaan dan pengendalian

pembangunan

2. perencanaan, pemanfaatan, dan

pengawasan tata ruang

perencanaan, pemanfaatan, dan

pengawasan tata ruang

3. penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat

penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat

4. penyediaan sarana dan prasarana

umum

penyediaan sarana dan prasarana

umum

5. penanganan bidang kesehatan penanganan bidang kesehatan

6. penyelenggaraan pendidikan dan

alokasi sumber daya manusia

potensial

Penyelenggaraan pendidikan

7. penanggulangan masalah sosial lintas

kabupaten/kota

Penanggulangan masalah sosial

8. pelayanan bidang ketenagakerjaan

lintas kabupaten/kota

Pelayanan bidang ketenagakerjaan

9. fasilitasi pengembangan koperasi,

usaha kecil, dan menengah termasuk

lintas kab/kota

Pengembangan, koperasi, usaha kecil

menengah

Page 175: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

158

10. pengendalian lingkungan hidup pengendalian lingkungan hidup

11. pelayanan kependudukan, dan

catatan sipil

pelayanan kependudukan, dan

catatan sipil

12. pelayanan administrasi umum

pemerintahan

pelayanan administrasi umum

pemerintahan

13. pelayanan administrasi penanaman

modal termasuk lintas

kabupaten/kota

pelayanan administrasi penanaman

modal

14. penyelenggaraan pelayanan dasar

lainnya yang belum dapat

dilaksanakan oleh kabupaten/kota

penyelenggaraan pelayanan dasar

lainnya

15. pengendalian lingkungan hidup pengendalian lingkungan hidup

16. urusan wajib lainnya yang

diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan

urusan wajib lainnya yang

diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan

Sumber : NA RUU Jabodetabekjur (2014:87)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, adanya perbedaan antara kewenangan

pemerintah Provinsi dengan pemerintah Kabupaten/Kota, untuk itu setiap

Kab/Kota di wlayah Bodetabekjur hendaknya untuk selalu memperkuat

kelembagaan dengan pemerintah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan.

Sejak tahun 1967 program kerjasama pembangunan kawasan

Jabodetabekjur sudah di rencanakan, akan tetapi hingga saat ini berbagai

rencana program penyatuan regulasi terkait kawasan Jabodetabekjur hingga

Page 176: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

159

saat ini belum dapat terlaksana secara optimal. Berikut tabel 4.5 program

pembangunan yang dapat terlaksana;

Tabel 4.5 Program pembangunan terintegrasi di Jabodetabek

NO.

NAMA PROGRAM

TAHUN

PERKEMBANGAN

1. Bus Trans Jakarta (Busway) 2004 Armada Busway saat ini

mencapai 822 unit bis

2. Commuter Line Jabodetabek

(KRL)

2008 784 Unit. Direncanakan

hingga setiap tahun akan

meningkat hingga tahun

2019 mencapai 1.450 Unit

3. Angkutan Perbatasan Terintegrasi

Bus (APTB)

2012 143 unit hingga saat ini

4. Pembentukan Badan Kerja Sama

Pembangunan (BKSP)

Jabodetabek

1976 Belum dapat berjalan

secara optimal karena

berbenturan dengan

kewenangan

5. Pembangunan Jalan Tol Akses

Tanjung Priok

2010 Hingga pertengahan tahun

2010, progres

pembangunan Jalan Tol

Akses Tanjung Priok

Seksi E-1 telah mencapai

96%.

6. Jalan Tol Lingkar Luar 2 atau

JORR 2 sebagai jalan tol

2011 Lebih mempermudah

integrasi ke wilayah

Page 177: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

160

penghubung pengendara

Jabodetabek

Bodetabekjur menuju

Jakarta dan sebaliknya.

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, beberapa program hasil kebijakan yang

telah dilaksanakan merupakan hasil dari kerjasama pemerintah di wilayah

Jabodetabek. Tujuan dari kebijakan tersebut agar dapat mengintegrasikan

dengan mudah mobilitas masyarakat ke wilayah Jabodetabek. Ada pun bentuk

kerjasama lainnya yang telah dilakukan yakni dengan adanya beberapa

peraturan yang dibentuk hasil dari kerjasama Pemerintah Provinsi, Kab/Kota di

wilayah Jabodetabek. Bentuk peraturan yang dihasilkan merupakan rencana

kerjasama yang tengah dicanangkan, akan tetapi hingga saat ini dalam

kerjasama pembangunan kawasan megapolitan Jabodetabekjur belum dapat

dilaksanakan secara optimal.

Sejak tahun 1967, telah dibentuk Badan Kerjasama antar-Kota seluruh

Indonesia melalui Musyawarah antar-Kota Seluruh Indonesia (MAKSI) di

Gedung Merdeka, Bandung. Saat itu, yang terpilih sebagai ketua umum

MAKSI adalah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sedangkan Sekjen-nya

dipegang oleh orang Jawa Barat juga, yakni Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin

(alm). Salah satu tugas dan fungsi badan tersebut adalah mengelola

permasalahan daerah perbatasan antara Jabar dan DKI Jakarta saat itu Banten

masih bagian wilayah administratif provinsi Jabar). Sejak pemerintahan Ali

Sadikin, program pembangunan Megapolitan Jakarta – Jabar sudah mulai di

rencanakan. Pada intinya, program tersebut merupakan program kerjasama

Page 178: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

161

pembangunan di perbatasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi

(Jabodetabek). Hingga pemerintahan provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Joko

Widodo (Jokowi) dan provinsi Jabar dipimpin oleh gubernur Ahmad Heryawan

(Aher), program tersebut masih belum optimal.

Berbagai macam kerjasama yang pernah direncanakan sejak tahun 1967

belum dapat dilaksanakan dikarenakan berbenturan dengan berbagai hal. Untuk

itu Komite I DPD RI sebagai salah satu lembaga tinggi negara berinisiatif

untuk memperkuat program kerjasama pembangunan kawasan megapolitan di

wilayah Jabodetabekjur. Dalam hal mengelola secara terpadu kawasan

Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan tentu banyak permasalahan yang

terjadi. Masalah-masalah yang timbul perlu perhatian yang serius. Beberapa isu

atau permasalahan secara umum yang peneliti temui di lapangan yakni seperti

pada tabel 4.6 sebagai berikut;

Tabel 4.6

Permasalahan di Jabodetabekjur

NO.

PERMASALAHAN

PERKEMBANGAN

SOLUSI

1. Pertumbuhan Penduduk Semakin bertambah,

peningkatan

pertumbuhan

penduduk mencapai

11% setiap tahunnya

Menekan angka

pertumbuhan

penduduk, pemerataan

pembangunan, dan

SDM di wilayah sekitar

Jakarta

Page 179: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

162

2. Kemacetan dalam dan

menuju Jakarta

Bertambahnya volume

kendaraan pribadi,

pada tahun 2010

mencapai 98,6%

kendaraan pribadi di

DKI Jakarta.

Meminimalsir volume

kendaraan pribadi

dengan

mengembangkan

transpotasi publik yang

mengintegrasi ke

seluruh wilayah

Jabodetabekjur

3. Ketimpangan

Pembangunan

Pembangunan terpusat

dan Jakarta menjadi

pusat segala interaksi

kegiatan ekonomi.

Mengembangkan dan

pemerataan

pembangunan di

wilayah Bodetabekjur

4. Lemahnya Koordinasi

antarpemerintah

Jabodetabekjur

Belum dapat telaksana

secara optimal

program kerjasama

pembangunan

kawasan megapolitan

hingga saat ini.

Membentuk Badan

yang bertugas untuk

mengkoordinasikan dan

mengawasi program

kerjasama

pembangunan kawasan

megapolitan di

Jabodetabekjur.

Sumber : Peneliti. 2015

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, beberapa isu permasalahan yang menjadi

fokus dalam penelitian ini merupakan hasil dari temuan di lapangan saat

peneliti melakukan observasi. Permasalahan yang terjadi saat ini dikarenakan

program kerjasama yang dicanangkan sejak dulu hingga kini masih belum

dapat terlaksana. Sehingga menimbulkan berbagai masalah di wilayah

Jabodetabekjur yang belum dapat diselesaikan. Untuk itu peneliti tertarik untuk

Page 180: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

163

menganalisis kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan dengan menggunakan model teori analisis kebijakan

publik menurut Dunn (2003). Model analisis kebijakan menurut Dunn

mencakup perumusan masalah, peramalan masa depan, rekomendasi kebijakan,

pemantauan kebijakan, dan evaluasi kebijakan, berikut penjabarannya.

Kawasan Jabodetabekjur berada pada tiga provinsi yaitu DKI Jakarta,

Jawa Barat dan Banten. Kawasan Jabodetabekjur yang berada pada Provinsi

DKI Jakarta meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat

diwakili oleh seluruh wilayah Kota Depok, seluruh wilayah Kota Bogor,

seluruh wilayah Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh

wilayah Kabupaten Bekasi, dan sebagian wilayah Kabupaten Cianjur yang

meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Sukaresmi, dan

Kecamatan Cipanas. Sedangkan Provinsi Banten diwakili oleh seluruh wilayah

Kota Tangerang dan seluruh wilayah Kabupaten Tangerang.

Hal yang menjadi akar dalam permasalahan kota besar adalah mobilitas

penduduk. Dalam hal ini khusus wilayah Jabodetabekjur, bertambahanya

jumlah komuter mengindikasi semakin jauhnya tempat tinggal para pekerja

dengan tempat bekerja. Artinya, masyarakat yang datang ke Jakarta adalah

orang-orang yang bukan penduduk Jakarta. Dalam hal ini lalu lintas menuju

Jakarta di jam-jam sibuk akan semakin padat. Penggunaan kendaraan pribadi

yang semakin meningkatnya yang mengakibatkan pemborosan bahan bakar,

dan membuat polusi meningkat menyebabkan suhu udara meningkat sehingga

Page 181: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

164

suhu udara kota semakin panas. Selain itu masalah lain yang diakibatkan

bertambahnya jumlah penduduk yaitu mengenai bertambahnya pula volume

sampah. Sampah di kota-kota besar seperti Jabodetabekjur setiap tahunnya

selalu bertambah. Permasalahan seperti ini perlu adanya suatu penyelesaian

yang dapat membuat kawasan perkotaan seperti Jabodetabekjur semakin lebih

tertata dan teratur secara fungsional.

Berdasarkan inventarisasi masalah yang terjadi di kawasan

Jabodetabekjur, Komite I DPD RI bekerja sama dengan pemerintah daerah

Kab/Kota Jabodetabekjur untuk membuat Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan. Kebijakan ini

bertujuan yang pertama untuk memperkokoh posisi DKI Jakarta sebagai

Ibukota negara. Untuk memperkokoh posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota

negara diperlukan adanya daya dukung dari kota-kota disekitarnya, yang mana

dalam hal ini adalah Bodetabekjur.

Kemudian yang kedua untuk pemerataan pembangunan di wilayah

Bodetabekjur agar tidak terpusat di Jakarta. Dalam kebijakan ini pada intinya

menginginkan adanya harmonisasi dan keterpaduan kewenangan untuk

memberikan pelayanan umum yang baik kepada masyarakat, pemanfaatan

sumber daya alam, sumber daya lainnya semata untuk memberikan

kesejahteraan umum bagi masyarakat. Dalam konsep kebijakan publik ada

tahapan dimana disebut analisis kebijakan. Analisis kebijakan adalah

serangkaian aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk

menciptakan, menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan dalam proses

Page 182: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

165

kebijakan. analisis kebijakan dapat dilakukan sebelum atau sesudah kebijakan

itu dibuat. Dalam analisis kebijakan menurut Dunn ada lima (5) langkah yang

harus dilakukan, yaitu :

1. Merumuskan masalah, dalam analisis kebijakan, masalah adalah nilai,

kebutuhan, atau kesempatan yang blum dapat terpenuhi, yang dapat

diidentifikasi untuk kemudian diperbaiki melalui tindakan publik.

2. Peramalan masa depan, adalah suatu prosedur untuk membuat

informasi faktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar

informasi yang telah ada di masa sekarang.

3. Rekomendasi Kebijakan yakni menghasilkan informasi tentang

kemungkinan aksi/tindakan di masa akan datang.

4. Pemantauan hasil kebijakan, pemantauan sering disebut monitoring

yang merupakan prosedur yang digunakan untuk memberikan informasi

sebab akibat saat kebijakan dilaksanakan.

5. Evaluasi kinerja kebijakan, yaitu menyediakan informasi yang valid

mengenai kinerja kebijakan, kemudian memberikan kritik yang

mendasari tujuan, nilai-nilai, dan sasaran kebijakan.

Konsep analisis kebijakan menurut Dunn di atas peneliti gunakan

dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan. Dalam tahapan analisis

kebijakan pada Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur

sebagai Kawasan Megapolitan yaitu sebagai berikut.

Page 183: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

166

Pada tahapan pertama yaitu merumuskan masalah, pada tahap ini

Komite I DPD RI telah banyak bekerja sama dengan pemerintah daerah

Kab/Kota di wilayah Jabodetabekjur untuk mengumpulkan masalah apa saja

yang tengah di hadapi. Selain itu perumusan masalah dilakukan saat masa reses

anggota Komite I DPD RI. Dengan berbagai cara yang dilakukan untuk

pencarian masalah dalam langkah pembangunan pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur selanjutnya dilakukan kajian mendalam dan dibahas dalam

rapat kerja anggota Komite I DPD RI bersama dengan staf ahli, timja, dan staf

sekretariat Komite I.

Berdasarkan temuan lapangan bahwa banyak permasalahan di wilayah

Jabodetabekjur yang masih belum dapat diselesaikan, seperti permasalahan

pemukiman, kemacetan, banjir, tata ruang, sistem transportasi dan sebagainya.

Secara umum permasalahan tersebut antara lain disebabkan karena beberapa

alasan. Pertama, pembagian kewenangan yang belum jelas dan tegas antara

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah

Kabupaten/Kota. Dalam hal ini masih belum adanya harmonisasi dan

kurangnya koordinasi antar pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di wilayah

Jabodetabekjur. Kedua, Belum adanya penguatan dari Badan/Kementerian

yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan pembangunan dalam pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan. Peneliti melihat

bahwa dalam hal ini disebabkan karena perbedaan derajat otonomi daerah yang

dipangku oleh DKI Jakarta, untuk itu masih banyak hal-hal yang belum dapat

dilaksanakan secara harmonis dan optimal oleh pemerintah di wilayah

Page 184: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

167

Jabodetabekjur. Bidang permasalahan utama tersebut berkorelasi erat terhadap

munculnya empat (4) masalah utama, yaitu :

1. Kesemerawutan pemukiman dan bangunan serta penempatan ruang

ekonomi dan industri di kawasan Jabodetabekjur;

2. Terjadinya banjir tahunan di wilayah Jakarta dan sekitarnya;

3. Urbanisasi dan segala dampak sosialnya;

4. Kemacetan akibat tata kelola transportasi yang tidak terpola secara

regional.

Selama tahun 1980-1990 gencar pengembangan kota-kota baru

sepanjang ruas jalan tol, yang mana tidak berhubungan dengan perkembangan

kawasan perkotaan, namun lebih berkaitan dengan kapitalisasi global termasuk

di bidang properti. Akibatnya kota-kota baru tersebut hanya berfungsi sebagai

dormitory towns yang bergantung secara sosial ekonomi pada Jakarta, serta

menambah beban interaksi harian antar kota-kota baru tersebut dan Jakarta.

Dengan begitu permasalahan yang paling banyak ditemui adalah kemacetan

menuju Jakarta. Berikut gambar perkembangan kota-kota baru yang merujuk

pada Jakarta;

Page 185: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

168

Gambar 4.3 Kota-kota Baru di Jabodetabek tahun 2010

Sumber : NA RUU Jabodetabekjur, (2014:30).

Berdasarkan gambar 4.3 di atas bahwa perkembangan kota-kota di

sekitaran wilayah DKI Jakarta semakin lama semakin berkembang. Hal ini

mengakibatkan bahwa semakin maju sebuah kawasan perkotaan akan

menimbulkan pertumbuhan penduduk sehingga menyebabkan kepadatan

penduduk di kawasan sekitaran Jakarta. Melihat permasalahan yang terjadi

tidak serta merta DKI Jakarta sebagai pusat dari segala masalah, hal ini

disebabkan karena mobilitas penduduk dari wilayah Bodetabekjur yang datang

ke Jakarta sehingga menyebabkan berbagai masalah, seperti kemacetan,

pertambahan jumlah penduduk, banjir, pemukiman yang semerawut dan

sebagainya. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di sekitar Jakarta dan

sekitarnya akibat migrasi serta terbatasnya kemampuan pemerintah dalam

Page 186: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

169

menyediakan perumahan dan kesempatan kerja telah menyebabkan alih fungsi

lahan pertanian ke fungsi non pertanian. Alih fungsi lahan yang tidak

terkendali selanjutnya menimbulkan dampak turunan berupa erosi,

pengendapan sungai, pencemaran, yang semuanya berakumulasi pada masalah

banjir, kesehatan, serta kerugian ekonomi dan infrastruktur.

Akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi dengan berbagai

aktivitasnya telah memberikan tekanan pada lahan. Pesatnya pembangunan

menyebabkan tingginya perubahan pola penggunaan lahan, yang dulunya

merupakan lahan sawah maupun lahan kering banyak mengalami perubahan

fungsi menjadi lahan terbangun. Hal ini juga di alami oleh kawasan

Jabodetabekpunjur dimana terjadi perubahan penggunaan lahan yang mulanya

lahan terbangun atau kawasan perkotaan hanya terdapat di Pusat Jakarta namun

sudah meluas sampai di pinggiran Jakarta seperti wilayah Depok, Bogor,

Bekasi, dan Tangerang.

Sejak beberapa tahun yang lalu program kerja sama antar pemerintah

daerah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten ini telah direncanakan dan telah di

bentuk sebuah badan yang akan menangani dan mengawasi proses

pembangunan di wilayah Jabodetabek pada waktu itu. Badan tersebut yaitu

Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) adalah badan kerjasama yang

mengelola pembangunan di wilayah Jabodetabekjur. BKSP Jabodetabek

diharapkan dapat mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan di wilayah Jabodetabek serta mampu mengatasi berbagai

Page 187: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

170

permasalahan bersama. Namun pada kenyataannya, BKSP Jabodetabek kurang

berfungsi disebabkan antara lain:

1. Masalah Kewenangan

BKSP Jabodetabek tidak memiliki otoritas untuk melakukan eksekusi

dan terbatas pada koordinasi berkala. Kewenangan koordinasi pun

terbatas pada kewenangan yang saling terkait dan saling tergantung;

2. Adanya perbedaan kepentingan

Otonomi dalam mengatur dan mengurus daerah terkadang membuat

daerah melupakan dan mengabaikan keterpaduan dan keserasian

dengan daerah lainnya.

3. Komunikasi yang belum efektif

Komunikasi antar kepala daerah dalam satu entitas wilayah

Jabodetabekju belum intensif dan efektif, sehingga sulit untuk

mewujudkan kesatuan bahasa visi dalam merencanakan, melaksanakan,

menyusun program pembangunan;

4. Fenomena Kepemimpinan

Pemimpinan daerah memiliki visi dan misinya masing-masing, terlebih

lagi ketika terjadi pergantian pemimpin daerah. Hal ini menjadi

penyebab sulitnya kesatuan visi dan misi di Jabodetabekjur;

5. Terbatasnya Sumber Daya

BKSP Jabodetabek memiliki keterbatasan sumber daya manusia

(SDM) baik kualitas dan kuantitas apabila dibandingkan dengan ruang

lingkup masalah pembangunan antardaerah yang ditangani. Begitu

Page 188: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

171

juga secara hirarki kelembagaan, terdapat kesenjangan antara

kedudukan BKSP Jabodetabek sebagai lembaga non struktural yang

harus berkoordinasi dengan lembaga struktural.

Dalam kurun waktu beberapa dekade kawasan Jabodetabek mengalami

perkembangan yang begitu pesat dan menjadi sebuah kawasan perkotaan yang

besar. Namun, dalam perkembangannya ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu permasalahan koordinasi dalam kelembagaan. Untuk

memperoleh keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik, maka peran fungsi,

kapasitas, serta kapabilitas kelembagaan penyelenggara menjadi kunci.

Kelembagaan menjadi kunci karena dalam prakteknya menjadi bagian pokok

dari suatu sistem hukum yang akan mempengaruhi atau bahkan

membentuk/mengatur sikap dan perilaku aktor-aktor yang terlibat dalam proses

pengambilan keputusan. Dalam temuan di lapangan permasalahan

kelembagaan seolah menjadi masalah yang sering diperbincangkan, hal ini

dikarenakan program pembangunan kawasan megapolitan ini adalah program

kerja sama antar Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, Kab/Kota di wilayah

Jabodetabekjur. Untuk itu permasalahan penguatan koordinasi antar lembaga

pemerintah sangat diperlukan guna terwujudnya pembangunan pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan secara optimal.

Selanjutnya pada tahapan kedua setelah merumuskan masalah dalam

analisis kebijakan menurut Dunn (2003:291) yaitu peramalan (forecasting).

Pada tahap peramalan dalam pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur

sebagai kawasan megapolitan didasari oleh keadaan di masa sekarang. Mulai

Page 189: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

172

dari permasalahan banjir yang saat ini setiap tahun terjadi pada musim

penghujan Jakarta dan sekitarnya akan tergenang air. Dalam kurun waktu 35

tahun diramalkan bahwa kawasan Jakarta dan sekitarnya akan tenggelam. Hal

ini disebabkan menyusutnya permukaan tanah dan bertambahnya volume air

laut. Apabila semakin tinggi air laut sehingga dalam beberapa tahun dapat

mengakibatkan tenggalamnya sebagian wilayah Jakarta. Potensi rendaman di

Jakarta Utara disebabkan oleh kenaikan muka laut dan penurunan permukaan

tanah.

Selanjutnya hal yang dikhawatirkan di masa depan akibat dari

peningkatan air laut adalah perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan

fenomena global yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan tata guna dan

penutup lahan, serta perubahan konsentrasi gas rumah kaca (GRK).

Meningkatnya permukaan air laut berdampak pada penduduk, infrastruktur,

kesehatan, dan lainnya. Hal ini tentu perlu diperhatikan sebelum bertambah

parah. Kemudian Angka pertumbuhan penduduk dan mobilitas warga yang

tinggi tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana transportasi

yang memadai. Laju pertambahan jalan di Jabodetabek hanya 0,01 % per 11

tahun, sedangkan laju pertambahan kendaraan mencapai 11 % per tahun (NA

RUU Jabodetabekjur 2014:10). Kesenjangan ini menyebabkan kemacetan lalu

lintas pada jam-jam sibuk. Apabila keadaan seperti ini terus berlanjut makan

dapat diprediksi di masa yang akan datang lalu lintas dari dan menuju Jakarta

akan lumpuh. Dari berbagai keadaan yang dirasa akan semakin parah dari

waktu ke waktu, tentu kita perlu adanya suatu kebijakan yang dapat

Page 190: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

173

meminimalisir permasalahan yang terjadi di masa depan. Untuk itu dengan

adanya kebijakan pengelolaan terpadu wilyah Jabodetabekjur ini diharapkan

mampu menjawab segala permasalahan yang dapat berdampak buruk di masa

depan.

Kemudian permasalahan transportasi yang semakin parah setiap

tahunnya. Dari data yang peneliti dapatkan di lapangan bahwa kebutuhan

perjalanan di wilayah Jabodetabek 53 juta perjalanan pada tahun 2010, dan

diramalkan bahwa jumlahnya akan terus bertambah, yaitu 64 juta perjalanan

pada tahun 2020. Keadaan seperti ini jika tidak ada pengembangan jaringan

dan pelayanan transportasi perkotaan hingga pada tahun 2020, untuk angkutan

umum akan berkurang dan kondisi lalu lintas akan semakin parah (NA RUU

Jabodetabekjur 2014:11).

Pada kebijakan pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur ini

lebih banyak pada pengembangan jaringan transportasi, tata ruang, tata kota

dan pemukiman. Sehingga tidak mengubah aspek sosial dan budaya dari

masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang tinggal di kawasan Jabodetabekjur

tetap dapat hidup dan menjalankan aktivitas seperti biasa, hanya saja

pembangunan dan penataan kota yang lebih dikelola secata terpadu.

Langkah ketiga dalam analisis kebijakan menurut Dunn yaitu

rekomendasi kebijakan. Dari hasil observasi peneliti di lapangan dalam

kebijakan pengelolaan terpadi wilayah Jabodetabekjur ada beberapa usulan

alternatif yang dijadikan rekomendasi kebijakan yaitu rekomendasi kebijakan

Page 191: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

174

untuk pengelolaan terpadu Jabodetabekjur dengan dibentuk pola sebagai

berikut;

1. Pola integratif, yaitu penyatuan Jabodetabekjur dalam satu regulasi,

satu reguler khusus, mengatur semua masalah interkoneksi utama di

kawasan ini, di bawah badan/kementerian yang ditunjuk.

2. Pola Federatif, yaitu membagi kewenangan struktural antara

pemerintah pusat, Core City (DKI Jakarta), semi pheri-pheri

(Bodebek), dan pheri-pheri City (Tabekjur).

3. Pola Distributif, yaitu mendistribusikan kewenangan fungsional

berdasarkan keunggulan komparatif dari daerah-daerah di kawasan

Jabodetabekjur.

Dibentuknya pola-pola di atas berfungsi sebagai pemetakan fungsional

daerah-daerah di kawasan Jabodetabekjur agar tidak semua terpusat di Jakarta.

Hal ini tentu dapat mengurangi beban masalah di Jakarta. Jabodetabekjur

adalah kawasan yang memiliki nilai strategis sehingga memerlukan

penanganan khusus dari pusat dan pemda agar tercipta keterpaduan

pembangunan. Selain membentuk pola-pola selanjutnya dibentuk poin-poin

rekomendasi dalam kebijakan megapolitan Jabodetabekjur ini, antara lain ;

a. Menyatukan Jakarta dengan Bodetabekjur dalam satu regulasi yang

bersifat kekhususan,

b. Mendistribusikan kewenangan fungsional berdasarkan keunggulan

komparatif dari daerah-daerah di kawasan Jabodetabekjur

Page 192: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

175

c. Penyelarasan tata ruang, pola transportasi, tata lingkungan, dan

desain ekonomi komplementer

d. Membentuk badan koordinasi atau menunjuk kementerian terkait

untuk melakukan fungsi koordinasi dan asistensi.

Pembentukan pola-pola rekomendasi di atas diharapkan tidak hanya

dapat menjawab segala permasalahan yang ada di Jabodetabekjur, melainkan

dapat mengelola secara terpadu dan menjadikan transformasi Jabodetabekjur

menjadi sebuah kawasan megapolitan. Untuk mewujudkan kawasan

megapolitan yang optimal dan mendukung serta memenuhi kebutuhan interaksi

sosial dan kegiatan sehari-hari perlu didukung sistem angkutan umum

khususnya angkutan umum massal perkotaan yang efektif, efisien dan

terintegrasi di kawasan Jabodetabekjur.

Pada rekomendasi dalam pembentukan pola transportasi, arah

pembangunan angkutan massal harus memperhatikan integrasi inter dan

antarmoda dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya, pembuatan

pola transportasi yang dapat mengintegrasi wilayah Jabodetabekjur. berikut

arah pembangunan angkutan massal yang dibentuk;

a. Pembangunan jaringan angkutan massal berbasis jalan dan rel yang

terintegrasi;

b. Pembangunan infrastruktur/fasilitas pendukung angkutan massal

yang sesuai standar;

c. Pemanfaatan perkembangan kemajuan teknologi yang semakin

canggih;

d. Pengembangan angkutan massal yang ramah lingkungan.

Page 193: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

176

Untuk mengoptimalkan integrasi transportasi di wilayah

Jabodetabekjur, tentu kerja sama dengan Kementerian Perhubungan sangat

diperlukan. Pada saat FGD pada tahun 2014 lalu, telah dibuat rencana umum

jaringan massal berbasis jalan pada kawasan megapolitan Jabodetabekjur tahun

2014-2030 seperti gambar 4.4 berikut

Gambar 4.4 Rencana Umum Jaringan Angkutan Massal Berbasis

Jalan

Pada Kawasan Jabodetabek Tahun 2014 - 2030

Sumber : Masterplan Jabodetabek, Kementerian Perhubungan, 2014

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa akan banyak

pembangunan jalan dan pelebaran guna menunjang terintegrasinya transportasi

massal secara optimal yang dapat mengintegrasikan ke seluruh wilayah

Jabodetabekjur. Kemudian akan dibentuk beberapa trayek utama dan trayek

pengumpan pada tahun 2015 sampai tahun 2020. Selanjutnya akan dibangun

pula program pembangunan jaringan jalur kereta api pada kawasan

Page 194: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

177

megapolitan Jabodetabek mulai tahun 2014-2030. Berikut Tabel 4.7

pembangunan jaringan kereta api;

Tabel 4.7 Program Pembangunan Jaringan Kereta Api di Jabodetabek

Tahun 2014-2030

PROGRAM

PANJANG

(KM)

(MILYAR RUPIAH) PEMERINTAH SWASTA/

BUMN Peningkatan Prasarana Perkeretaapian

a. Jaringan Eksisting

1) Double Double Track, Elektrifikasi, dan Peninggian

Lintas Bekasi

2) Double Double Track Lintas Barat (Karet-Manggarai)

3) Pengembangan stasiun baru antara Bogor dan Cilebut

Lintas Bogor

4) Double Track Lintas Serpong antara Parung Panjang –

Rangkasbitung

5) Pembangunan 2 (dua) stasiun baru (Stasiun Matraman

dan Stasiun Bekasi Timur) Lintas Bekasi

6) Pembangunan 2 (dua) stasiun baru (Stasiun Kuningan

dan Stasiun Sudirman) Lintas Priok

7) Pembangunan 2 (dua) stasiun baru Lintas Serpong

b. Fasilitas Eksisting

1) Peningkatan fasilitas stasiun Lintas Bogor

2) Peningkatan fasilitas stasiun Lintas Tangerang

3) Rehabilitasi sinyal/fasilitas telekomunikasi

4) Peningkatan fasilitas perkeretaapian Lintas Bekasi

(Track Layout, Platform, Substation)

5) Peningkatan fasilitas perkeretaapian Lintas Serpong

(Track Layout, Substation)

6) Peningkatan fasilitas perkeretaapian Lintas Bogor

(Track Layout, Substation)

7) Peningkatan fasilitas perkeretaapian Lintas Tj. Priok

(Track Layout, Substation)

8) Peningkatan fasilitas perkeretaapian Lintas Tangerang

35

4.5

1 Stasiun

39

2 Stasiun

2 Stasiun

2 Stasiun

10,000

1,662

154

50,700

1,419

1,085

802

575

156

2,226

3,506

3,781

2,936

997

5,104

Page 195: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

178

(Track Layout, Substation)

Pembangunan Prasarana Perkeretaapian

a. Jaringan Baru

1) Jalur Bandara Soekarno-Hatta (Commuter Line)

2) Jalur Bandara Soekarno-Hatta (Express Line)

3) Short Cut antara Palmerah dan Karet Lintas Serpong

4) Short Cut Lintas Tangerang

5) Short Cut Manggarai – Pondok Jati

6) MRT East-West (Balaraja-Cikarang)

7) MRT East-West (Cikokol – Bekasi)

8) MRT North-South (Kampung Bandan – Lebak Bulus)

9) Jalur Kereta Api Lingkar Luar (Parung Panjang –

Citayam – Nambo – Cikarang – Tj. Priok)

10) Jalur Kereta Api Lingkar Dalam (Kamal Muara – Rawa

Buaya – Lebak Bulus – Margonda – Cibubur – Cakung –

Pulo Gebang – Tj. Priok)

11) Jalur Kereta Api Lintas Pluit (Pluit – Daan Mogot –

Kebayoran Lama)

12) Jalur Kereta Api Lintas Sunter (Sunter – Cempaka Baru

– Jatinegara)

13) Monorail

a) Jalur Biru (Kampung Melayu – Casablanca – Tanah

Abang – Tomang)

b) Jalur Hijau (Rasuna Said – Gatot Subroto – SCBD -

Gelora Senayan - Asia Afrika - Taman Ria Senayan -

Gatot Subroto – Pejompongan)

c) Jalur Selatan (Cawang – Cibubur – Bogor)

d) Jalur Timur (Cikarang – Cawang – Kuningan)

e) Jalur Barat (Batu Ceper –Serpong)

b. Fasilitas Baru

1) Automatic Train Protection (ATP) System

2) Pembangunan Workshop di Depok

12

38

5

2

2

90

52

23

60

75

15

21

147

6,000

1,448

1,000

597

82,000

48,000

14,000

78,000

97,500

19,500

27,300

713

1,389

2,000

14,000

35,000

20,000

15,500

33,000

TOTAL 462,550 119,500

Sumber : Masterplan Jabodetabek, Kementerian Perhubungan. 2014

Page 196: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

179

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, jumlah pembangunan proyek yang

ditargetkan selesai pada tahun 2030 tersebut diantaranya meliputi konstruksi

jalur Mass Rapid Transit (MRT), Pengembangan stasiun KRL, pengembangan

pelabuhan baru berskala internasional di Cimalaya (Karawang), perluasan

Bandara Soekarno – Hatta, pengembangan klaster penelitian baru, dan

pengembangan sistem saluran air limbah di Jakarta. Dengan adanya program

pembangunan transportasi massal yang dapat mengintegrasikan ke seluruh

wilayah Jabodetabekjur diharapkan mampu mengelola secara terpadu kawasan

megapolitan Jabodetabekjur. Untuk memecahkan permasalahan DKI Jakarta

seperti, kemacetan dan banjir, Metropolitan Priority Areas (MPA) DKI Jakarta

tersebut dapat diperluas diintegrasikan dengan program pembangunan

pedesaan di Jabar dan Banten melalui MPA “JAJATEN” yakni Megapolitan

Priority Areas (MPA) Jakarta – Jabar – Banten. Di Jabar, pengelolaan wilayah

Jakarta – Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi – Cianjur – (Jabodetabekjur)

sebaiknya diperluas ke Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) Pelabuhan

Ratu (Sukabumi Selatan, Jabar Selatan) sebagai Growth Centre Areas (GCA)

baru. Sedangkan GCA di Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Banten dapat

ditetapkan Merak (FGD 18 Februari 2014).

Dari kedua titik GCA di Jabar dan Banten tersebut, aksesbilitas

infrastruktur yang dapat dibangun diantaranya adalah jalan bebas hambatan

(tol) Jakarta – Bogor – Pelabuhan Ratu (Tol Jagoratu) dan Tol Merak – Serang

– Pelabuhan Ratu (Tol Raksaratu). Selain itu dapat berfungsi sebagai sarana

distribusi barang dan jasa ke kawasan tertinggal di Jabar Selatan dan Banten

Page 197: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

180

Selatan, kedua tol tersebut pun dapat berfungsi sebagai pengurai kemacetan

Jabodetabekjur. Kendaraan yang berasal dari Sumatera (penyebrangan

Bakauheni – Merak) menuju ke Jawa Tengah yang selama ini melalui Tol

Merak – Tol Kota Jakarta – Tol Cikampek – Pantura – atau melalui Tol

Cikampek – Tol Purbaleunyi, dapat di urai melalui Jalur Pantai Selatan

(Pansela) Jabar, yakni melalui koridor Pelabuhan Ratu (Sukabumi Selatan) –

Sindangbarang (Cianjur Selatan) – Rancabuaya (Garut Selatan) – Cilacap (

Jawa Tengah).

Berdasarkan rencana program pembangunan dan pengembangan

transportasi dan jalan-jalan tersebut, diharapkan mampu meminimalisir

masalah kemacetan dan sekaligus untuk pemerataan pembangunan di wilayah

Jabar dan Banten, agar tidak ada lagi masalah disparitas pembangunan. Selain

itu rekomendasi kebijakan pembangunan ini diharapkan mampu meningkatkan

taraf ekonomi masyarakat di wilayah Jabar selatan dan Banten selatan. Karena

dengan adanya pembangunan jalan tol ini dapat dengan mudah untuk akses

distribusi barang dan jasa.

Sebagai upaya menjaga konsistensi dan keterpaduan dalam pengelolaan

kawasan megapolitan, untuk dapat melaksanakan rekomendasi pembangunan

kebijakan kawasan megapolitan, maka dibuat Rencana Induk Pengelolaan

Terpadu Kawasan Megapolitan di tingkat provinsi yang mengacu kepada

Rencana Induk Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan Nasional, dan

penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan di

tingkat kabupaten dan kota mengacu kepada Rencana Induk Pengelolaan

Page 198: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

181

Terpadu Kawasan Megapolitan di tingkat provinsi. Dengan demikian

penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan

dilaksanakan secara berjenjang dan terpadu. Hal ini dilakukan agar setiap

Kabupaten/Kota di kawasan Jabodetabekjur dapat melaksanakan program

pembangunan pembentukan kawasan megapolitan dengan mandiri sesuai

dengan Rencana Induk di tiap masing-masing Kab/Kota.

Kemudian langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan oleh Komite I

DPD RI yakni pemantauan kebijakan atau biasa disebut monitoring. Dalam

pemantauan kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai

kawasan megapolitan dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya yang

pertama pemantauan kebijakan yang dilakukan di tingkat daerah oleh

pemerintah daerah di Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh wilayah

Jabodetabekjur. Melalui pemantauan dari pemerintah daerah diharapkan

nantinya setiap daerah Kab/Kota dapat melaksanaan pembangunan program

megapolitan Jabodetabekjur sesuai dengan rencana induk yang telah disepakati

dengan target dan sasaran yang tepat. Selain pemantauan melalui pemerintah

daerah, pemantauan kebijakan megapolitan Jabodetabekjur ini dapat pula

dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting dalam menilai

segala program pembangunan yang akan atau sedang dilaksanakan.

Masyarakat berhak berperanserta dalam pengelolaan Kawasan

Megapolitan Jabodetabekjur. Peranserta masyarakat sebagaimana dilakukan

pada tahap perencanaan, monitoring dan evaluasi terhadap program

Page 199: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

182

pembangunan yang dilaksanakan. Masyarakat dapat berperanserta dalam

pembiayaan pengelolaan terpadu Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur

melalui pembayaran pajak. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Masyarakat dapat

memberikan penilaian baik kritik ataupun masukan kepada pemerintah daerah

melalui berbagai cara, bisa dengan menghubungi Pemkab/Pemkot setempat,

melalui media sosial ataupun melalui pengaduan secara langsung apabila

terjadi ketidaksesuaian pelaksanaan kebijakan di lapangan.

Peranserta masyarakat dalam bentuk pembiayaan pengelolaan Kawasan

Megapolitan Jabodetabekjur yang berasal dari pajak dapat dialokasikam berupa

penyediaan prasarana dan sarana transportasi, pemukiman, pengembangan dan

pembangunan tata ruang dan lain-lain. Selanjutnya dalam pelaksanaan

pemantauan atau monitoring program pembangunan wilayah Jabodetabekjur

sebagai kawasan megapolitan akan diberikan sanksi bagi daerah-daerah yang

tidak mematuhi aturan dalam rencana induk yang telah disepakati. Dalam

pemberian sanksi ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian dapat

menjatuhkan sanksi kepada Menteri teknis terkait, Gubernur, Bupati, dan/atau

Walikota yang tidak menyusun dan/atau melaksanakan Rencana Induk berupa

teguran tertulis; peringatan tertulis; pengurangan Dana Alokasi Khusus;

penundaan Dana Alokasi Khusus; dan/atau pembinaan.

Kemudian, selain pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah daerah

baik Gubernur, Bupati/Walikota dan masyarakat, pemantauan pelaksanaan

kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur dapat pula dilakukan

Page 200: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

183

oleh Badan koordinasi yang ditunjuk. Badan koordinasi bertugas untuk

mengkoordinasikan seluruh program kerja sama ini sekaligus melakukan

pengawasan terhadap program pembangunan yang tengah berjalan untuk

mewujudkan pembentukan kawasan megapolitan. Dengan adanya pengawasan

atau monitoring dari Badan koordinasi diharapkan tidak ada lagi permasalahan

kurang koordinasi ataupun masalah ketidakmerataan pembangunan. Selain

melalaui badan koordinasi, Komite I DPD selaku penggagas kebijakan ini turut

serta melakukan pemantauan. Mulai dari pemantauan ketika masa reses,

melakukan rapat dengar pendapat umum yang mengundang dari berbagai

kalangan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah,

masyarakat, dsb, serta meminta laporan dari badan koordinasi terkait program

pembangunan kawasan megapolitan yang tengah berjalan. Dari pemantauan

atau monitoring berbagai instansi terkait baik pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, kota, badan koordinasi dan pemerintah pusat, diharakapkan

program pengelolaan terpadu di kawasan Jabodetabekjur sebagai kawasan

magapolitan dapat berjalan dengan efektif, efisien dan optimal.

Langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan menurut Dunn yaitu

evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan ini bertujuan untuk memperoleh

informasi yang valid atas kinerja dan hasil dari kebijakan. Evaluasi adalah

kegiatan pengukuran terhadap tingkat pencapaian rencana program

pembangunan kawasan megapolitan Jabodetabekjur dan kinerja dari masing-

masing kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan

pemerintah kota di seluruh kawasan megapolitan Jabodetabekjur. Evaluasi

Page 201: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

184

menjadi tugas dan tanggung jawab dari Menteri Koordinator bidang

Perekonomian untuk tingkat nasional, Gubernur untuk tingkat provinsi, Bupati

untuk tingkat kabupaten, dan Walikota untuk tingkat kota.

Proses evaluasi yang dilakukan melalui berbagai cara dengan tahapan

yang berbeda dan menjadi tanggung jawab pemerintah di Kab/Kota

Jabodetabekjur untuk setiap daerah. Dalam evaluasi kegiatan tahunan Rencana

Induk dilakukan pada setiap tahun anggaran. Evaluasi terhadap program

pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk dilakukan setiap

lima (5) tahun sekali. Evaluasi terhadap Rencana Induk dilakukan dengan

melibatkan kementerian teknis terkait atau badan koordinasi, pemerintah

provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota yang berada dalam

Kawasan Megapolitan Jabodetabekjur.

Berdasarkan hasil inventarisasi dan pemaparan hasil penelitian teknis di

atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan

perhatian dan penekanan dalam Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah

Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan, yang mana perlu adanya sebuah

Undang-Undang baru yang mengatur dan memperkuat posisi dari kawasan

Megapolitan Jaodetabekjur. Untuk itu Komite I DPD RI tengah mengusulkan

suatu pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bertujuan untuk

mengatur dan mengelola secara terpadu kawasan megapolitan Jabodetabekjur.

Adanya pembentukan RUU Pengelolaan Terpadu Kawasan Megapolitan

Jabodetabekjur untuk beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain

mengenai:

Page 202: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

185

1. Pembagian wewenang yang lebih jelas dan tegas antara Pemerintah,

pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

2. Pengaturan kerja sama yang lebih jelas dan tegas antara Pemerintah,

pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

3. Bentuk-bentuk kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Demikian analisis dan pemaparan hasil penelitian Analisis Kebijakan

Pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan.

Hasil penelitian dan analisis tersebut merupakan petunjuk bahwa terdapat celah

atau kekosongan peraturan perundang-undangan untuk masalah tertentu

khususnya di Jabodetabekjur. Keadaan itu merupakan tantangan sekaligus

peluang untuk pengaturan lebih lanjut berbagai masalah tersebut dengan

membentuk satu peraturan-perundangan baru. Demikian pula halnya,

pengelolaan kawasan megapolitan Jabodetabekjur juga mengandung banyak

masalah yang memerlukan penanganan dengan segera dan komprehensif dalam

bentuk Undang-Undang yakni pembentukan RUU Kawasan Megapolitan

Jabodetabekjur.

Page 203: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan temuan lapangan yang telah peneliti

paparkan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam kebijakan

pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan

belum dapat dilaksanakan secara optimal, dikarenakan masih ada beberapa hal

yang belum dapat diselesaikan, pertama pada tahap perumusan masalah, masih

banyak permasalahan yang belum dapat diselesaikan, terlebih pada

permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan. Permasalahan lemahnya

kelembagaan ini dikarenakan perbedaan derajat otonomi yang dipegang oleh

DKI Jakarta, yang mana DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dengan wilayah

Kabupaten/Kota di Bodetabekjur, sehingga belum adanya harmonisasi yang

disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar pemerintah di wilayah

Jabodetabekjur.

Selanjutnya pada peramalan masa depan, terlihat banyak hal yang

perlu diperhatikan untuk segera diselesaikan agar tidak terjadi hal yang tidak

diinginkan di masa depan. Akan tetapi, hingga saat ini masih kurang

penanganan yang serius dari pemerintah di wilayah Jabodetabekjur seperti

permasalahan pemukiman, iklim, volume air laut yang bertambah, mobilitas

penduduk dan lainnya.

186

Page 204: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

187

Kemudian pada tahapan rekomendasi kebijakan, dari berbagai alternatif

kebijakan yang disarankan sebagai rekomendasi kebijakan dan telah disepakati

dan diharapkan mampu menjadi solusi untuk menangani masalah di

Jabodetabejur. Akan tetapi, rekomendasi kebijakan tersebut masih belum dapat

dijalankan dikarenakan masih berbenturan dengan anggaran dan permasalahan

kelembagaan akibat kurangnya koordinasi. Hal tersebut menyebabkan berbagai

rekomendasi kebijakan masih belum dapat dijalankan secara optimal.

Pada pemantauan kebijakan, pada tahapan pemantauan kebijakan atau

monitoring ini tidak hanya menjadi tanggung jawab dari Kementerian terkait

atau Badan koordinasi melainkan dalam pemantauan kebijakan ini masyarakat

juga diikutsertakan untuk menilai dan mengawasi selama pembangunan

pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur.

Pada tahapan akhir dalam analisis kebijakan yaitu, Evaluasi kebijakan.

Dalam tahapan ini evaluasi dilaksanakan sesuai dengan program yang ada

pada rencana induk. Evaluasi akan dilakukan setiap lima (5) tahun sekali

sesuai dengan tahun anggaran. Evaluasi menjadi tanggung jawab Menteri

Koordinator Perekonomian untuk tingkat nasional, Gubernur untuk tingkat

Provinsi, Bupati untuk tingkat Kabupaten dan Walikota untuk tingkat kota.

Terlepas dari itu Komite I DPD RI pun ikut menilai dan mengawasi selama

pembangunan pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur.

Page 205: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

188

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di atas,

maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan

dalam Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur sebagai

Kawasan Megapolitan, adapun saran-saran tersebut sebagai berikut;

1. Komite I DPD RI sebagai inisiator dalam pembuatan kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur perlu meningkatkan koordinasi dan

penguatan kelembagaan dengan seluruh stakeholder di kawasan

Jabodetabekjur, dan meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan

kebijakan pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur, agar

kebijakan ini dapat berjalan dengan optimal.

2. Perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah dan seluruh

stakeholder di wilayah Jabodetabekjur dalam menangani berbagai

masalah yang saat ini terjadi, agar tidak terjadi hal yang tidak

diinginkan di masa yang akan datang, dengan cara membentuk

suatu UU yang sah dalam pengelolaan secara terpadu di kawasan

Jabodetabekjur.

3. Untuk mengatasi disparitas pembangunan antara Jakarta dengan

Bodetabekjur, perlu adanya rekomendasi kebijakan terkait

transformasi dari metropolitan Jakarta menjadi megapolitan

Jabodetabekjur, agar pembangunan tidak terfokus di Jakarta dapat

merata di wilayah Bodetabekjur.

Page 206: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

189

4. Perlu adanya Badan baru yang ditunjuk dan dapat lebih optimal

untuk mengawasi dan mengkoordinasikan seluruh stakeholder

terkait dalam penyatuan regulasi terkait pengelolaan terpadu

wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan, serta

memberikan ruang kepada masyarakat untuk ikut serta

berpartisipasi melakukan pemantauan agar pelaksanaan kebijakan

ini secara efektif dan efisien.

5. Untuk pelaksanaan evaluasi, pemerintah Kabupaten/Kota di

wilayah Jabodetabekjur harus lebih transparan agar masyarakat

dapat mengetahui mengenai hasil penilaian kebijakan yang telah

dievaluasi, khususnya dalam evaluasi kebijakan pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan megapolitan ini.

Page 207: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Jakarta. Rineka Cipta.

Black, James, A, & Champion, J Dean.2005. Metode & Masalah Penelitian

Sosial. Bandung : PT Refika Aditama.

Dunn N William. 2003. Analisis Kebijaksanaan Publik : Kerangka Analisis dan

Prosedur Perumusan Masalah. Yogyakarta : Hanindita.

Dunn N William. 2003. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press.

Fachrudin, Wawan. 2014. Kiprah Komite I DPD RI 5 Tahun Mengabdi Untuk

Negeri. Jakarta

Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta : Universitas

Terbuka.

Komite 1 dkk.2009. Perjuangan PAH 1 DPD RI dan Memajukan Daerah. Jakarta.

Komite 1 DPD RI. 2014. Merajut Kerja Demi Indonesia. Jakarta

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Miriam, Budiardjo. 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka

Nugroho, Riant. 2002. Kebijakan Publik Untuk Negara Berkembang. Jakarta. PT.

Elex Media Komputindo.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy (dinamika kebijakan, analisis kebijakan,

manajemen kebijakan). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Sugiyono .2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfhabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung :

Alfhabeta.

Page 208: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Sekjen DPD RI. 2013. Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi. Jakarta.

Soebarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Praktek.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta:

CAPS.

Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Sumber Dokumen :

Naskah Akademis RUU Jabodetabekjur sebagai Kawasan Megapolitan. 2014.

Jakarta.

Perpres 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).

Jaweng Endi Robert. 2014. Megapolitan Jabodetabekjur, Masalah dan Pilihan

Model Kepemerintahan di Era Otonomi Daerah. Bogor.

Pusat Riset Perkotaan dan Wilayah Universitas Indonesia. 2013. Laporan Akhir

“Penyusunan Kajian Strategi Pengelolaan Terpadu Wilayah Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur

(Jabodetabekpunjur). Jakarta.

Page 209: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Sumber lain :

Focus Group Disccusion Komite 1 DPD RI (18-19 Februari 2014)

Humas, Jabar. 2015. http//:www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-

jawa-barat/profil-daerah diakses pada 20 April 2015

Humas & Komunikasi, DKI Jakarta. 2008.

http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/geografis-Jakarta di akses pada

29 Mei 2015

Humas, Jabar. 2012. http//: www.jabarprov.go.id/profil, Diakses 12 April 2015

Humas, dpd. 2013. http://dpd.go.id/profile. 20 November 2014

Humas, dpd. 2013 http://dpd.go.id/alatkelengkapan-komite-i. 14 Oktober 2014

Putra, Andri. 2015.

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/13/1604443/Tiga.Warga.Jakar

ta.Meninggal.Selama.Empat.Hari.Banjir 13 Februari 2015.

Remi. 2008.

http://bstp.hubdat.web.id/?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan

=54 15 Februari 2015.

Wikibanten. 2012. http//:id.m.wikipedia.org/wiki/Banten. Pada 13 April 2015

Page 210: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

CATATAN LAPANGAN

NO.

Tanggal

Waktu

Tempat

Hasil

Informan

1. 27 Oktober

2014

11.20 WIB Sekretariat

Komite I

Data RUU

megapolitan

Jabodetabekjur

Halim Sani,

M.Si

2. 28 Desember

2014

16.20 WIB Di luar

Sekretariat

Komite I

NA RUU

megapolitan

Jabodetabekjur

Gerlan

Gramanda

3. 16 April 2015 14.30 WIB Gedung

Nusantara IV

Wawancara Gerlan

Gramanda

4. 16 April 2015 13.20 WIB Gedung

Nusantara IV

Wawancara Wawan

Fachrudin

M.Si

5. 16 April 2015 15. 15 WIB Gedung

Nusantara IV

Wawancara

Ida Heriyani

6. 16 April 2015 16. 00 WIB Gedung

Nusantara IV

Data

Masterplan

Jabodetabekjur

Randi

Arrangga

7. 16 April 2015 17. 15 WIB Gedung

Nusantara IV

Wawancara

Fahriza M.Si

9. 16 April 2015 16.30 WIB Gedung

Nusantara IV

Wawancara Anggota

Komite I

Periode 2009-

2014

Page 211: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

10. 4 Mei 2015 09.30 WIB Ruang Komite Wawancara Mesranian,

M.Dev., Plg

11. 11 Mei 2015 10.30 WIB Perumnas II,

Kota Tangerang

Wawancara Drs. H.

Abdurachman,

M.AP

12. 11 Mei 2015 14. 10 WIB Stasiun Duri Wawancara Ida H

13. 11 Mei 2015 16. 25 WIB Stasiun Duri Wawancara Diyah

14. 11 Mei 2015 16. 57 WIB Di dalam KRL Wawancara Anna

Page 212: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

CATATAN WAWANCARA

Nama Informan : Drs. Abdurachman, M.AP

Jabatan : Koordinator Timja Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur

Kode Informan : N.1

Waktu : 11 Mei 2015 di Perumnas II Kota Tangerang

1. Masalah apa saja yang terjadi di wilayah Jabodetabekjur sehingga harus

ada sebuah kebijakan pengelolaan terpadu di Jabodetabekjur?

Jawab : banyak sebenanrnya permasalahan yang terjadi, contohnya banjir,

kemacetan, tata kota yang semrawut, pemukiman kumuh, kepadatan

penduduk, dan masalah lainnya. Maka dari itu perlu adanya kebijakan

yang dapat menyelsaikan dan mengharmonisasi wilayah Jabodetabekjur.

2. Bagimana mekanisme pengumpulan masalahnya?

Jawab : Begini dek, untuk permasalahan yang ada setelah kita dapat

laporan atau data masalahnya kemudian akan kita kumpulkan semua

masalahanya nanti akan dibahas di rapat bersama anggota Komite I DPD,

lalu baru setelah dibahas bisa ketahuan apakah layak atau tidak diusulkan

untuk dibuat RUU. Satu lagi nih dek, dalam inventarisasi masalah DPD

banyak melakukan kajian, supaya kebijakan yan akan dibuat tepat dapat

menjawab permasalahannya.

Page 213: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

3. Masalah apa yang menjadi kendala dalam pembuatan kebijakan

pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur sebagai kawasan

megapolitan?

Jawab : Sebenarnya yang menjadi pokok dan harus kita atasi dulu itu

masalah kelembagaan. Secara sekarang belum ada badan/kementerian

yang punya kewenangan untuk membentuk regulasi terkait

Jabodetabekjur, ditambah pemerintah daerah sibuk dengan pembangunan

daerah masing-masing. Solusinya kita perkuat dulu kelembagaan baru bisa

menjalankan program kerja sama untuk bikin kawasan megapolitan

Jabodetabekjur secara optimal begitu dek.

4. Apa penyebab dari permasalahan kelembagaan itu sendiri ?

Jawab : Permasalahan kelembagaan iyu disebabkan oleh kurangnya

koordinasi antarpemerintah di wilayah Jabodetabekjur sendiri. Pemerintah

daerah terkesan sibuk dengan daerahnya masing-masing dan seolah

menyerahkan segala masalah ini kepada Jakarta.

5. Rekomendasi kebijakan seperti apa yang ditawarkan untuk mengatasi

permasalahan yang ada di wilayah Jabodetabekjur?

Jawab : Untuk mengurai kemacetan dari dan menuju Jakarta kita harus

bikin dan mengembangkan jalan tol sebagai alternatif untuk mengurangi

kemacetan. Terus kita perlu mengembangkan daerah di Jabar selatan dan

Banten selatan dengan membuat jaringan transportasi supaya

pembangunan ini lebih merata. Selain itu kita akan membuat transportasi

massal yang dapat mengintegrasi ke seluruh wilayah Jabodetabekjur.

Page 214: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

sehingga memberikan kemudahan untuk masyarakat. Kemudian, untuk

rekomendasi kita bakal bikin MRT, terus pembangunan dan

pengembangan jalan-jalan baru, bak jalan dalam kota atau juga jalan tol di

daerah yang masih belum berkembang, terus kita juga akan

mengembangkan sarana transportasi massal buat mengurai kemacetan.

Kira-kira sih kalo misal gak ada hambatan bisa selesai nih megapolitan

Jabodetabekjur sekitar tahun 2030.

6. Bagimana permasalahan mengenai pendanan untuk mewujudkan

pelaksanaan program-program pengelolaan terpadu wilayah

Jabodetabekjur?

Jawab : Kalau dari segi pendanaan, pelaksanaan program pengelolaan

terpadu wilayah Jabodetabekjur ini diserahkan kepada Menteri

Koordinator bidang Perekonomian, biar nanti menko perekonomian yang

memberikan arahan kepada Menteri teknis terkait, Gubernur, dan

Bupati/Walikota dalam penyusunan Rencana Induk, dan melakukan

tindakan koreksi dalam rangka evaluasi pelaksanaan Rencana Induk.

7. Bagaimana pelaksanaan evaluasi kebijakan ini?

Jawab : Evaluasi itu adalah kegiatan yang dilakukan untuk pengukuran

pengukuran terhadap tingkat pencapaian rencana program dan kinerja dari

masing-masing kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten,

dan pemerintah kota, serta kita sebagai anggota DPD pun ikut

mengevaluasi dan mengawasi kebijakan ini dalam pelaksanaan kebijakan

ini pada setiap kurun waktu 5 tahun.

Page 215: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Jadi evaluasinya itu pada semuanya akan dilakukan, supaya program

pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur ini bisa berjalan optimal dan

sesuai target.

Page 216: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama : Fahriza M.Si

Jabatan : Staf Ahli Komite I DPD RI

Kode Informan: N.2

Waktu : 16 April 2015 di Gedung Nusantara IV

1. Bagaimana kondisi Jabodetabekjur di masa depan di lihat dari sisi

peramalan?

Jawab : kalau di lihat dari sisi peramalan dek, kalau hak ditangani dari

masalah kemacetan sekarang bisa berakibat lalu lintas di DKI Jakarta pada

sepuluh tahun lagi bisa lumpuh dan efek banjir tahunan itu nanti 35 tahun

lagi Jakarta terancam bisa tenggelam. Untuk itu kita harus mencari

alternatif supaya di masa yang akan datang bisa memecahkan masalah ini.

Lalu lintas dari Jakarta atau menuju Jakarta pasti macet. Belum lagi kalau

di jam-jam sibuk itu udah makin parah. Dan kemacetannya semakin tahun

bertambah. Bisa dilihat kalau belum ada kebijakan juga nanti di masa

depan lalu lintas makin semrawut dek.

2. Apa alternatif untuk menangani kondisi tersebut ?

Jawab : Untuk alternatif kita harus mengembangkan jalan-jalan di daerah

Banten selatan dan Jabar selatan. Supaya bisa mengurai kemacetan sama

sekalian biar pembangunannya merata. Bukan Cuma di kawasan perkotaan

aja gitu dek. Kita merencanakan untuk nanti dibangun jalan-jalan baru dan

membuat MRT. Terus rencana juga kita akan mengembangkan alternatif

Page 217: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

transportasi massal suapaya di masa depan masyarakat lebih mudah untuk

saling terintegrasi.

3. Bagaimana pola hidup masyarakat Jabodetabekjur di masa depan?

Jawab : untuk kehidupan tetap normal, masyarakat bisa hidup dan aktivitas

seperti biasa. Kita tidak mengubah tatanan struktur sosial dan budaya,

hanya saja pembangunan kota yang lebih baik dan lebih teratur dari pada

kondisi sekarang.

4. Apakah dengan Pembentukan kawasan megapolitan di Jabodetabekjur

dapat menjawab segala permaslaahan yang terjadi di masa kini?

Jawab : untuk mampu menangani segala permasalahan tentunya tidak

dengan cepat, tapi kita selalu berusaha untuk tetap optimal agar target dan

segala yang sudah direncanakan dapat berjalan dengan baik, supaya

semuanya jadi lebih baik dari kondisi saat ini.

5. Kapan rencana realisasi program megapolitan Jabodetabekjur ini dapat

berjalan dengan optimal?

Jawab : segala persiapan dan rencana pembangunan setiap tahun terus

dilaksanakan, diharapkan semua program pembangunan dapat selesai di

tahun 2030.

6. Bagimana model kawasan megapolitan yang akan diterapkan di wilayah

Jabodetabekjur?

Jawab : Model yang diterapkan adalah sebuah kawasan perkotaan yang

besar, yang dikelola secara terpadu dan dapat terintegrasi dengan

transportasi yang mudah seperti MRT, busway, APTB dan lainnya

Page 218: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

sehingga kawasan Jabodetabekjur ini dapat menjadi sebuah kawasan

perkotaan yang dapat memperkuat posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota

Negara.

7. Bagaimana pemantauan kebijakan pengelolaan Jabodetabekjur ini akan

dilakukan?

Jawab : Nanti pada saat kebijakan ini berjalan kita terus lakukan

pemantauan agar hasilnya lebih optimal, bisa pemantauan melalui lembaga

atau badan yang ditunjuk, masyarakat juga bisa, atau pemantauan oleh

masing-masing pemerintah daerah di wilayah Jabodetabekjur.

8. Apa sebenarnya tujuan adari dibentuknya kebijakan pengelolaan terpadu

ini ?

Jawab : Tujuan adanya pengelolaan terpadu adalah untuk menjawab segala

permasalahan yang terjadi. Diharapkan nantinya setelah adanya kebijakan

pengelolaan terpadu ini dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.

Konteks pengelolaan terpadu ini dalam artian untuk saling

menghubungkan antar wilayah Kota dan Kabupaten di Jabodetabekjur.

Page 219: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama Informan : Gerlan Gramanda

Jabatan :Staf Rapat Komite I DPD RI Sub bagian Megapolitan

Jabodetabekjur

Kode Informan : N.3

Waktu : 16 April 2015 di Gedung Nusantara IV

1. Masalah apa saja yang terjadi di wilayah Jabodetabekjur?

Jawab : masalah yang ada itu sebenarnya kurangnya koordinasi

antarpemerintah di wilayah Jabodetabekjur. Jadi malah berdampak

menimbulkan banyak masalah lain. sekarang kan Jakarta itu sebagai pusat

ekonomi, pusat pemerintahan, pusat hiburan dan semuanya jadi

bergantung pada Jakarta. Nah, kan dari banyak orang yang datang ke

Jakarta jadi bikin Jakarta makin macet, makin padet penduduknya, jadi

malah Jakarta sebagai Ibukota Negara malah semerawut. Dan lagi malah

keliatan jomplang dengan daerah-daerah di sekitaran Jakarta karena semua

terfokus di Jakarta.

2. Apa Penyebab masalah kurangnya koordinasi?

Jawab : Karena Jakarta punya otonomi khusus dan semuanya jadi seolah

berpusat di Jakarta. Jadi semuanya menyeerahkan kepada Jakarta.

Seharusnya antar kepala daerah di Jabodetabekjur ini meningkatkan kerja

sama untuk saling berkoordinasi menyelesaikan permasalahan yang ada.

Page 220: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

3. Masalah apa yang sering terjadi dan belum dapat diselesaikan?

Jawab : Karena banyak orang yang datang ke Jakarta jadi malah bikin

banyak alih fungsi lahan ya dek. Banyak lahan yang harusnya jadi daerah

resapan air sekarang alih fungsi pemukiman akibat dari pertumbuhan

penduduk yang meningkat. Kemudian terjadi alih fungsi lahan nambah

lagi masalah yaitu banjir, pencemaran sungai, dan bisa berbahaya juga

buat masyarakat. Selain itu juga masalah transportasi. Akibatnya setiap

hari jumlah volume kendaraan di Jakarta bertambah dan menimbulkan

kemacetan.

4. Bagimana mekanisme pengumpulan masalah untuk dibuat menjadi sebuah

kebijakan?

Jawab : Mekanisme pengumpulan masalah yang ada di Jabodetabekjur itu

ada beberapa tahapannya dek, yang pertama itu pada saat anggota Komite

I DPD reses, kedua dengan mengadakan kunjungan kerja (kunker), ketiga

melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) biasanya kita juga

mengundang LSM dari daerah, mengundang instansi terkait, mengundang

pemerintah daerah, dan selain itu dapat dilakukan melalui survey langsung

dengan masyarakat.

5. Masalah apa yang dihadapi oleh Komite I DPD RI dalam pembuatan

Kebijakan ini?

Page 221: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Jawab : Komite I DPD RI tidak ada masalah, kita sangat serius dan

mendukung adanya kebijakan pembentukan kawasan Megapolitan

Jabodetabekjur ini, makanya kita makin sering mengundang narasumber

dan melakukan banyak kajian supaya kebijakan megapolitan

Jabodetabekjur ini dapat optimal.

Page 222: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama Informan : Wawan Fachrudin

Kode : N.4

Jabatan : Tim Ahli Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur

Waktu : 16 April 2015

Tempat : Di Gedung Nusantara IV

1. Masalah apa yang begitu mengkhawatirkan di wilayah Jabodetabekjur?

Jawab : Masalah alih fungsi tata guna lahan dek. Sekarang karena semua

orang mau ke Jakarta jadi lahan pemukiman mulai padat, bahkan wilayah

di sekitar Jakarta kaya Bodetabekjur itu juga sekarang sudah padat

penduduk dek. Nah kebayang kalo sampe sepuluh tahun lagi belum

dikelola dan ditata nanti jadinya semakin bertambah dan tidak ada lahan

pemukiman dek. Kalau semua dipakai untuk pemukiman kemana nanti

lahan untuk daerah resapan air, nanti banjir bisa jadi masa depan justru

banjir akan semakin parah.

2. Bagaimana rekomendasi kebijakan yang ditawarkan untuk mengelolala

secara terpadu kawasan Jabodetabekjur?

Jawab : Kalau menurut saya lebih baik pengelolaan terpadu

Jabodetabekjur dibentuk pola-pola. Nanti akan kita bentuk tiga pola yang

pertama pola federatif, terus pola integratif, terus yang terakhir itu pola

distributif. Biar ada petak-petakan gak cuma terpusat di Jakarta aja gitu.

Page 223: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nah, dengan adanya pembentukan pola-pola berdasarkan fungsi dari

Kab/Kota masing-masing duharapkan juga dapat memeratakan

pembangunan di wilayah Bodetabekjur

3. Pola-pola seperti apa yang akan diterapkan?

Jawab : pola yang akan diterpakan yang pertama yakni Pola integratif,

yaitu penyatuan Jabodetabekjur dalam satu regulasi, satu reguler khusus,

mengatur semua masalah interkoneksi utama di kawasan ini, di bawah

badan/kementerian yang ditunjuk. Kemudian Pola Federatif, yaitu

membagi kewenangan struktural antara pemerintah pusat, Core City (DKI

Jakarta), semi pheri-pheri (Bodebek), dan pheri-pheri City (Tabekjur), dan

terakhir Pola Distributif, yaitu mendistribusikan kewenangan fungsional

berdasarkan keunggulan komparatif dari daerah-daerah di kawasan

Jabodetabekjur.

4. Apakah rekomendasi yang ditawarkan dapat menjawab permasalahan

yang kini tengah terjadi?

Jawab : Kami akan sellau melakukan kajian untuk melakukan program

yang bertujuan akan menyelesaikan masalah. Karen apada dasarkan

kebijakan dibuat untuk menjawab permasalahan.

Page 224: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama Informan : Drs. H. Abduracman, M.AP

Kode : N.5

Jabatan : Anggota Komite I DPD RI sekaligus Wakil ketua Timja Kebijakan

Megapolitan Jabodetabekjur

Waktu : 11 Mei 2015

Tempat : Di Perumnas II Kota Tangerang

1. Bagaimana kondisi Jabodetabekjur di masa yang akan datang apabila

masalah saat ini belum dapat ditangani?

Jawab : Jabodetabekjur khususnya Jakarta akan mengalami defisit air

tanah. Selain mengalami defisit air tanah, selanjutnya hal yang cukup

mengkhawatirkan apabila tidak segera ditangani yaitu permasalahan

mengenai perubahan tata guna lahan. Lahan sawah mapun lahan kering

banyak berubah fungsi menjadi lahan berbangun.

2. Bagaimana dampak dari permasalahan tersebut?

Jawab : Dampaknya akan terjadi pertumbuhan penduduk dan

mengakibatkan efek domino yang dapat menyebabkan masalah lain seperti

banjir, kemacetan, sarana transportasi, kemudian masalah tata guna lahan

dan masalah pemukiman yang semerawut.

Page 225: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

3. Bagaimana Rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah ini?

Jawab : Untuk mengatasi masalah yang ada di Jabodetabekjur kami dari

Komite I DPD RI mengajukan sebuah kebijakan baru yaitu kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur, dimana di dalam kebijakan tersebut akan

dibentuk banyak program yang tujuannya untuk menyelesaikan masalah

yang saat ini terjadi dan untuk membentuk sebuah kawasan megapolitan

secara terpadu.

4. Rekomendasi kebijakan seperti apa yang ditawarkan untuk mengatasi

permasalahan di Jabodetabekjur?

Jawab : Untuk rekomendasi kebijakan kita kerja sama dengan tim ahli

juga, jadi kita akan membentuk pola-pola di wilayah Jabodetabekjur,

supaya semuanya tidak berpusat di Jakarta. Jadi pembangunannya dapat

merata di wilayah sekitaran Jakarta yakni wilayah Bodetabekjur.

5. Pola-pola seperti apa yang akan diterapkan?

Jawab : pola yang akan diterpakan yang pertama yakni Pola integratif,

yaitu penyatuan Jabodetabekjur dalam satu regulasi, satu reguler khusus,

mengatur semua masalah interkoneksi utama di kawasan ini, di bawah

badan/kementerian yang ditunjuk. Kemudian Pola Federatif, yaitu

membagi kewenangan struktural antara pemerintah pusat, Core City (DKI

Jakarta), semi pheri-pheri (Bodebek), dan pheri-pheri City (Tabekjur), dan

terakhir Pola Distributif, yaitu mendistribusikan kewenangan fungsional

berdasarkan keunggulan komparatif dari daerah-daerah di kawasan

Jabodetabekjur.

Page 226: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

6. Bagaimana pemantauan dilakukan agar kebijakan ini dapat berjalan

optimal?

Jawab : Pemantauan ini agar lebih efisien itu kita akan melakukan

pemantauan dengan melibatkan seluruh stakeholder. Baik pemerintah

pusat, pemerintah daerah, badan koordinasi dan bahkan melibatkan peran

dari masyarakat juga. Kita selaku anggota DPD pun ikut melakukan

pemantauan terhadap kebijakan yang sedang berjalan.

7. Kapan diadakannya proses evaluasi kebijakan dalam kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur ini?

Jawab : Evaluasi terhadap program pengelolaan Jabodetabekjur ini dimuat

di Rencana Induk. Dalam kebijakan megapolitan Jabdoetabekjur ini dek,

evaluasi kebijakan akan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. Dan dalam

pelaksanaannya akan selalu dilakukan pemantauan.

8. Kapan pemantauan kebijakan ini dilaksanakan?

Jawab : Masalah pemantauan itu nantinya akan terus dilaksanakan selama

kebijakan ini berjalan. Jadi nanti pemantauan itu dilakukan oleh

pemerintah daerah di masing-masing kabupaten kota Jabodetabekjur dek.

Karena programnya dilaksanakan jangka panjang dan sesuai dengan

rencana induk yang dibuat oleh pemerintah daerah sendiri yang ada di

kawasan Jabodetabekjur.

Page 227: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

9. Siapa saja yang terlibat dalam evaluasi kebijakan ini ?

Jawab : Evaluasi yang dilakukan terhadap program yang ada pada

Rencana Induk dilakukan itu melibatkan seluruh stakeholder baik dari

kementerian teknis terkait misalnya, badan koordinasi, pemerintah

provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota yang berada dalam

Kawasan Jabodetabekjur.

Page 228: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama Informan : Mesranian, M.Dev., Plg

Kode : N.6

Jabatan : Kepala Bagian Sekretariat Komite I

Waktu : 11 Mei 2015

1. Bagaimana pemantauan yang akan dilakukan dalam kebijakan

megapolitan Jabodetabekjur ini ?

Jawab : Kalau untuk pemantauan sih selain bisa dari lembaga atau badan,

menurutku masyarakat bisa ikut serta. Misalnya kalau di daerah A

program yang seharusnya berjalan malah tidak dilaksanakan, nah

masyarakat jadi bisa menilai dan melaporkan bisa melalui media

elektronik gitu kan, jadi di sini perlu adanya kerja sama antara pemerintah

dengan masyarakat agar sama-sama bisa optimal program pembentukan

kawasan megapolitan ini.

2. Apakah dari Sekretariat Komite I juga terlibat dalam pemantauan

kebijakan?

Jawab : Ya, kami dari Komite I sebagai inisiator terhadap kebijakan ini

tetap ikut melakukan pemantauan dalam setiap program yang dilaksanakan

dengan bekerjasama dengan badan koordinasi.

3. Masalah apa yang menajdi kendala di Komite I dalam pembuatan

kebijakan megapolitan Jabodetabkjur ini?

Page 229: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Jawab : Kalau dari Komite I sendiri tidak ada masalah intern yah, hanya

mungkin kita sedang membangun koordinasi dengan kepala daerah di

seluruh Kabupaten/Kota Jabodetabekjur, supaya nantinya kebijakan ini

bisa dilaksanakan setiap daerah Kabupaten/Kota lebih optimal.

4. Bagaimana proses evaluasi yang akan dilaksanakan dari Komite I DPD?

Jawab : Sesuai dengan isi dalam kebijakannya bahwa evaluasi itu akan

dilakukan oleh pemerintah daerah di masing-masing Kabupaten/Kota

setiap lima tahun sekali. Kami dari DPD juga akan ikut serta dan

memantau laporan dari hasil setiap evaluasi tiap program yang tengah

berjalan.

Page 230: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Nama Informan : Ida Heriyani, Diah, dan Ana

Kode : N.7

Jabatan : PNS, dan Karyawan Swasta/Masyarakat

Waktu : 11 Mei 2015 di KRL menuju stasiun Duri

1. Sebagai masayarakat sudah tahu belum bahwa akan adanya

pengelolaan terpadi wilayah Jabodetabkjur sebagai kawasan

megapolitan di wilayah Jabodetabekjur?

Jawab : Kita baru tahu kalau mau ada pengelolaan terpadu di

Jabodetabekjur, dulu cuma Jabodetabek aja. Bagus sih kalau begitu

supaya pembangunan dan tata kotanya teratur, cuma harus banyak

sosialisasi aja biar masyarakat juga tahu kalo mau ada kebijakan baru

gitu.

2. KRL merupakan salah satu alternatif yang akan ditingkatkan

pembangunannya untuk mengurangi kemcetan, dari masyarakat

apakah setuju ?

Jawab : Setuju banget, sekarang kita mau ke bogor, depok, bahkan ke

Tanjung Periok skerang lebih gampang semuanya bisa pakai KRL.

Cuma mungkin KRL harus ditambah aja biar setiap jam kantor gak

terlalu berdesakan.

Page 231: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

3. Masyarakat akan dituntut lebih partisipatif, apakah akan ikut

berpartisipasi dalam pelaksanaan kebijakan ini?

Jawab : Kita sebagai masyarakat setuju sekali kalau mau ada regulasi

pengelolaan terpadu di Jabodetabekjur, biar semuanya gak numpuk di

Jakarta dan senang sekali kalo masyarakat bisa ikut serta, Cuma kalau

bisa nanti harus ada sosialisasi kemana masyarakat harus melakukan

pengaduan gitu. Misalnya via medsos kah, atau lewat apa gitu biar

semuanya lebih optimal aja.

4. Sebagai masyarakat apakah akan ikut serta dalam pemantauan

kebijakan ini?

Jawab : Ya pastinya kita sebagai masyarakat bakal terus pantau

kebijakan yang lagi berjalan nih. Kita juga akan menilai bagaimana

pelaksanaannya bener apa engga nih, sesuai apa engga. Cuma kalau

boleh saran kasih ruang untuk masyarakat aja supaya dapat

menyalurkan keluhannya atau penilaiaanya kepada pemerintah.

Page 232: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Dokumentasi Foto

Focus Group Discussion (FGD) Membahas Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur dengan seluruh kepala daerah se-Jabodetabekjur. Di

Ruang Rapat GBHN Gedung Nusantara MPR RI, Senayan, Jakarta 18 Februari

2014.

Focus Group Discussion (FGD) Membahas Kebijakan Pengelolaan Terpadu

Wilayah Jabodetabekjur, di Ruang Rapat GBHN Gedung Nusantara MPR RI,

Senayan, Jakarta 18 Februari 2014.

Page 233: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Pintu masuk Gedung Nusantara IV. Tempat peneliti melakukan wawancara

dengan sejumlah narasumber. Jakarta, pada 16 April 2015.

Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen DPR/MPR/DPD RI , tempat peneliti

melakukan wawancara dengan narasumber. Jakarta, I6 April 2015.

Page 234: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Wawancara dengan Drs. H. Abdurachman, M.AP selaku anggota Komite I DPD

RI sekaligus Koordinator Timja Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur, di

Perumnas II Kota Tangerang, 11 Mei 2015.

Narasumber : Mesranian, M.Dev., Plg selaku Kabag Komite I DPD RI.

Wawancara dengan peneliti di ruang Komite I, 4 Mei 2015.

Page 235: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Narasumber: Wawan Fachrudin, selaku akademisi dan Tim Ahli dalam

pembuatan Kebijakan Megapolitan Jabodetabekjur. Wawancara di Gedung

Nusantara IV, Senayan, Jakarta 16 April 2015.

Narasumber : Ida Heriyani, masyarakat yang bekerja sebagai PNS yang tinggal di

Sentul, Bogor. Setiap hari menggunakan KRL sebagai alat transportasi untuk

menuju kantor agar menghindari kemacetan. Jakarta, 11 Mei 2015.

Page 236: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Narasumber : Gerlan Gramarda, selaku Staf rapat Komite I. Wawancara dengan

peneliti di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta pada 16 April 2015.

Proyek MRT yang akan dikembangkan, merupakan salah satu program

pembangunan dalam pembentukan kawasan megapolitan Jabodetabekjur.

Page 237: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

KRL Jabodetabek, salah satu transportasi yang mengintegrasi di wilayah

Jabodetabek. Dalam waktu dekat akan dilakukan pembangunan untuk dapat

mengintegrasi ke wilayah Jabodetabekjur. Jakarta, 11 Mei 2015.

Ruangan dalam KRL yang cukup sepi di siang hari, akan tetapi padat saat jam-

jam sibuk seperti waktu pagi dan sore hari. Jakarta, 3 Juni 2015.

Page 238: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Stasiun Duri, stasiun yang menghubungkan KRL Tangerang, Bogor dengan

Jakarta. Jakarta 11 Mei 2015.

Busway, merupakan salah satu transportasi umum di DKI Jakarta yang bertujuan

untuk mengurangi volume kendaraan pribadi di jalan raya dan meminimalisir

kemacetan. Jakarta, 3 Juni 2015.

Page 239: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Angkutan Perkotaan Terintegrasi Bus (APTB) merupakan angkutan umum yang

digunakan mengitegrasi masyarakat dari wilayah Bodetabekjur menuju Jakarta.

Jakarta, 3 Juni 2015.

Narasumber : Fahriza, M.Si selaku staf ahli Komite I DPD RI. Wawancara

dengan peneliti pada di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen

DPR/DPD/MPR, Jakarta, 16 April 2015.

Page 240: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

Gambar Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD RI, Jalan Jend. Gatot Subroto

No. 6 Senayan, Jakarta 16 April 2015.

Gambar Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD RI, Jalan Jend.. Gatot Subroto No.

6 Senayan, Jakarta 16 April 2015.

Page 241: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TERPADU …repository.fisip-untirta.ac.id/589/1/ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAA… · Peta Administrasi Jabodetabekjur ... dan fiskal, agama, serta

CURRICULUM VITAE

Nama : Nurlita Amaniyah

NIM : 6661111919

TTL : Serang, 12 Oktober 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Raya Petir No.11 RT/RW 001/002 Ds. Cilaku Kec.

Curug, Kota Serang-Banten 42171

NOMOR KONTAK

Nomor Handphone : 08999645785

Email : [email protected]

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

TAHUN PENDIDIKAN

2011-2015 Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2008-2011 SMA Negeri 2 Kota Serang

2005-2008 SMP Negeri 5 Serang

1999-2005 SD Negeri Taman Baru II

PENGALAMAN ORGANISASI

TAHUN KETERANGAN

2012 Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi

Negara FISIP UNTIRTA

2013 Kadiv. Komunikasi Informasi Himpunan Mahasiswa Ilmu

Administrasi Negara FISIP UNTIRTA