analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette aderi p

18
Analisis Kebijakan Pembangunan Jepang dalam Krisis 2008 Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315 Ujian Akhir Mata Kuliah Pembangunan Asia Timur

Upload: bernadette-aderi-puspaningrum

Post on 24-May-2015

2.460 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Analisis Kebijakan Pembangunan Jepang

dalam Krisis 2008

Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315

Ujian Akhir Mata Kuliah Pembangunan Asia Timur

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA2013

Page 2: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sejak terhubungnya ekonomi Jepang dengan pasar internasional, Jepang telah

menempatkan diri sebagai negara maju. Industri manufaktur berteknologi tinggi tidak

lain menjadi keunggulan ekonomi negara ini. Hingga di tahun 1960an Jepang disebut-

sebut sebagai Asian Miracle dengan rata-rata pertumbuhan ekonominya mencapai 10%.

Sayangnya siklus 10 tahunan menunjukan adanya penurunan rata-rata pertumbuhan

ekonomi menjadi 5% dan 4% pada periode 1970an dan 1980an.1 Dalam

perkembangannya, penurunan rata-rata pertumbuhan ekonomi ini bahkan terus berlanjut

hingga selama 10 tahun Jepang mengalami stagnansi ekonomi yang berlangsung sejak

tahun 1990-2010.2

Berbagai penelitian telah mengungkapkan penyebab stagnansi Jepang dalam kurun

waktu 10 tahun terakhir. Umumnya, pengamat menilai peningkatan jumlah populasi

dependen, peningkatan beban hutang pemerintah Jepang, termasuk kuranngya faktor

kepemimpinan dalam sepuluh tahun terakhir, menjadi penyebab dari stagnansi ekonomi

tersebut.3 Akan tetapi, stagnansi ekonomi Jepang sendiri mulai mendapatkan perhatian

dunia internasional di tahun 2000an. Hal ini pada dasarnya tidak terlepas dari adanya

penurunan share ekonomi Jepang yang terus menerus menurun dalam periode tersebut.4

Dalam kondisi ekonomi yang demikian, dinamika ekonomi internasional

menempatkan Jepang dalam krisis financial global terjadi ditahun 2008. Krisis yang

menimpa Amerika Serikat ini jelas juga berdampak luas bahkan juga menempatkan

Eropa dalam krisis. Negara-negara seperti Yunani, Italy, dan Portugal, yang bersama-

sama dengan Jepang masuk dalam list 20 negara dengan presentasi hutang pemerintah

terhadap GDP terburuk di dunia, pun jatuh dalam krisis ekonomi yang sangat parah.5

Berkaca dari kondisi tersebut, maka makalah ini akan melihat bagaimana dampak krisis

2008 terhadap perekonomian Jepang yang dalam periode tersebut masih mengalami 1 Japan: Patterns of Development". January 1994. Dipublikasikan pada 2006-12-28. Diakses dari http://www.country-data.com/cgi-bin/query/r-7176.html, pada tanggal 3 Juni 2013 pukul 19.22 WIB.2Nobuhide Hatasa, “Japan’s Stagnant Economy: Ways to Move Ahead” diakses dari www.mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/...3830.../Ch_1_Hatasa.pdf pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 14:38 WIB3 Ibid.4 The World Bank, World Development indicators, diakses dari http://dataworldbank.org/indicator/ pada tanggal 5 Juni 2013 pukul 17.34 WIB. 5 Source: Ministry of Finance, www.mof.go.jp. OECD “Economic Outlook 89" (June, 2011) seperti yang tertera pada Nobuhide Hatasa, “Japan’s Stagnant Economy: Ways to Move Ahead” hlm.19.

2

Page 3: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

stagnansi ekonomi. Respon pemerintah terhadap kondisi itupun akan dibahas untuk

melihat bagaimana kebijakan ekonomi pembangunan Jepang ketika itu.

1.2. Pertanyaan permasalahan

Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan terkait masalah Bagaimana

Jepang menghadapi krisis financial global di tahun 2008, dalam kondisi ekonominya yang

sedang mengalami stagnansi?

1.3. Kerangka Teori

East asian Model6

Peran fundamental pemerintah di Asia Timur dibedakan menjadi dua tahap. Pada

tahap pertama pemerintah membentuk fondasi kelembagaan dan kebijakan yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan pertanian dan penyebaran primer pendidikan untuk memungkinkan fase

take-off ekonomi berjalan dalam masyarakat ekonomi agraris yang miskin dan masyarakat

tradisional menjadi jalur pembangunan berkelanjutan dan modernisasi. Pemindahan surplus

pertanian ke bidang pendidikan menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan di luar

pertanian untuk memasuki tahap kedua, ditandai dengan pemantapan terus menerus dan hati-

hati dari segi ekonomi untuk mendukung adanya pengembangan teknologi. Sehingga pada

akhirnya meningkatkan dan memodernisasi ekonomi dan agar dapat mengejar ketertiinggalan

dengan Dunia Barat.

Disisi lain, peran spesifik pemerintah bervariasi dari satu negara ke negara lainnya.

Namun dapat mengklaim bahwa Negara bertindak tidak sebagai perencana pusat (tidak

termasuk China selama Revolusi Kebudayaan), maupun sebagai pendorong, tetapi sebagai

pengkomando, atau konduktor yang akan menjalankan dua tugas, yaitu: untuk mengatur

“panggung” untuk lepas landas ke dunia perdagangan, dan untuk terus melakukan

peningkatan struktural di dalam negeri. Tugas pertama pada dasarnya berkaitan dengan tahap

pertama di atas dengan penambahan akan diperlukannya manajemen ekonomi makro yang

bijaksana, pragmatis bagi tenaga kerja, dan pembiayaan investasi infrastruktur dari surplus

pertanian. Tugas kedua, dalam fase pasca-take-off, terdiri dari mengatasi kegagalan

koordinasi yang dapat menghentikan ekonomi pasar untuk berkembang.

Selanjutnya, secara garis besar kerangka kebijakan dan lembaga alternatif yang

diadopsi oleh berbagai pemerintah daerah dan bagaimana mereka mempengaruhi unsur-unsur

6 Erik Thorbecke, and Henry Wan Jr, Revisiting East (and South East) Asia’s Development Model, dalam Paper prepared for the Cornell Conference on “Seventy Five Years of Development”, Ithaca, NY, May 7-9, 2004.

3

Page 4: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

karakteristik inti dari Asia Timur model pembangunan adalah sebagai berikut: 1.

Pemeliharaan sektor pertanian dan pendidikan (sebagai persiapan dari take-off fase) 2.

Manajemen ekonomi makro dan penciptaan stabilitas; 3. keterbukaan dan orientasi kebijakan

keluar negara; 4. Persaingan teknologi, dan 5. Membangun koneksi dengan Asia Timur dan

Asia Tenggara.

Beberapa kebijakan dan lembaga yang yang digunakan dalam model pembangunan

ini pada dasarnya terdiri dari lebih dari satu elemen. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa

beberapa contoh akan menggambarkan kesamaan yang baik dari rezim pembangunan yang

diikuti oleh negara-negara di bawahnya sebagai pertimbangan dan digunakan kelak dalam

mengejar kemajuan yang dialami oleh rezim sebelumnya.

BAB II

ANALISIS

4

Page 5: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Krisis 2008 merupakan krisis yang kedua kalinya dialami oleh Jepang setelah krisis

global pertama di tahun 1990an. Pada dasarnya kedua krisis tersebut memiliki karakteristik

yang berbeda. Menurut Dr. Takafumi Sato, efek yang ditimbulkan dari krisis 2008 jauh lebih

kecil dibandingkan dengan krisis di tahun 1990an.7 Hal ini disebabkan oleh factor pemicu

utama krisis 2008 yang datang dari luar Jepang (exogenous shock), berbeda dengan krisis

1990an. Bab ini kemudian juga akan memperlihatkan bagaimana krisis 1990an memberikan

pengalaman berharga bagi Jepang sehingga dapat menyelamatkan Jepang dari krisis seperti

yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan EU

1.1 Dampak Stagnansi Ekonomi Jepang

Untuk dapat memahami masalah ekonomi yang dihadapi Jepang di tahun 2008,

pemahaman mengenai dampak stagnansi ekonomi yang telah berlangsung sejak tahun

1990an menjadi hal yang penting. Secara umum, grafik di bawah ini menggambarkan

kondisi GDP Jepang selama masa stagnansi ekonomi.8

Sejak tahun 1990an GDP Jepang hanya mengalami fluktuasi dan kemudian terkena

dampak krisis glonal hingga mengalami penurunan kurang lebih sebanyak 2% di tahun

2008. Selanjutnya ekonomi Jepang kembali ke kondisi semula di tahun 2010.

Stagnansi ekonomi pada dasarnya juga memberikan dampak yang negatif dalam

ekonomi Jepang. Secara garis besar, stagnansi tersebut tidak hanya berdampak secara

nasional namun juga internasional. Di tingkat nasional stagnansi ekonomi berdampak

7 Dr. Takafumi Sato , Global financial crisis – Japan’s experience and policy response”, diakses dari www.frbsf.org/economics/conferences/aepc/2009/09_Sato.pdf, pada tanggal 9 Juni 2013 pukul 21.11 WIB. hlm. 38Tokyo Takes from Japan Investor, diakses dari http://www.japaninvestor.net/2011/01/japan-nominal-gdp-growth-in-2011-big.html, pada tanggal 9 Juni 2013 pukul 22.12 WIB.

5

Page 6: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

pada minimnya kesempatan kerja bagi Jepang.9 Disamping jumlah kesempatan kerja yang

minim, kondisi ekonomi yang bertahan selama 10 tahun berturut-turut tersebut

berdampak pada adanya perubahan dalam system tenaga kerja di Jepang. Beberapa

peluang kerja hanya menyediakan kesempatan kerja paruh waktu ataupun kontrak dengan

upah yang minim.

Penurunan kesempatan kerja di Jepang sendiri disinyalir terjadi sebagai dampak dari

jatuhnya nilai saham Jepang di tingkat global yang sempat mencapai punjangnya 18%

menjadi 10% di tahun 1994.10 Penurunan nilai saham tersebut kemudian berdampak pada

tingkat investasi ke Jepang.

Data di atas menunjukan bagaimana FDI ke Jepang mengalami peningkatan di awal tahun

90an namun kemudian mengalami penurunan terus-menerus. Hal inilah yang menjadi

penyebab minimnya kesempatan kerja di Jepang dalam stagnansi ekonomi. Disisi lain,

ditingkat internasional stagnansi ekonomi Jepang berdampak pada menurunnya share GDP

Jepang di tingkat global.

9 Charles Hugh Smith, Japan's Economic Stagnation Is Creating a Nation of Lost Youths, diakses dari http://www.dailyfinance.com/2010/08/06/japans-economic-stagnation-is-creating-a-nation-of-lost-youths/ , pada tanggal 10 Juni 2013 pukul 14.22 WIB.10 Ibid.

6

Page 7: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Dalam grafik di atas, secara jelas diperlihatkan bagaimana tahun1994 menjadi titik balik

penurunan kontribusi Jepang di tingkat internasional yang cenderung terus mengalami

penurunan hingga tahun 2010.

1.2 Dampak Krisis Financial Global Terhadap Jepang

Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya pada umumnya juga telah

memperlihatkan kecenderungan terjadinya penurunan aktifitas ekonomi Jepang di tahun

2008. Hal ini dengan jelas menunjukan bagaimana Jepang juga turut terkena dampak dari

krisis financial global di tahun tersebut. Krisis 2008 terjadi karena pengaruh permainan

pasar obligasi yang kini telah menjadi subjek yang diperdagangkan lintas batas negara.

Akibatnya, gejolak dalam pasar modal secara cepat dapat mempengaruhi kondisi pasar

secara global. Oleh sebab itu, Jepang pun tidak terlepas dari imbas krisis ini.

Menurut analisis data yang dikeluarkan IMF terkait kondisi global pasca krisis 2008,

tercatat pertumbuhan GDP dunia di tahun 2009 bergerak negative, yaitu sebesar -1,1%.11

Resesi global tersebut telah

menyebabkan terjadinya pelemahan

pada nilai riil ekonomi Jepang melalui

kontraksi parah dalam permintaan

eksternal. GDP Jepang mencatat

pertumbuhan negatif 12,4 persen pada

kuartal pertama tahun 2009. Resesi global secara eksplisit mengungkap adanya

ketergantungan ekonomi Jepang pada sektor ekspor. Dengan demikian dapat terlihat

11 Dr. Takafumi Sato, Log.cit.

7

Page 8: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

bagaimana krisis telah mengurangi permintaan luar negeri untuk produk Jepang,

memusnahkan banyak keuntungan Jepang yang pada dasarnya telah mengalami

pengurangan sebagai ibas dari stagnansi panjang ekonomi domestik.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, krisis 2008 sesungguhnya tidak

memberikan dampak yang sangat buruk terhadap ekonomi Jepang. Hal ini terlihat dari

data-data sebelumnya yang memperlihatkan recovery dari ekonomi Jepang ke kondisi

sebelum krisis. Takafumi Sato dalam tulisannya melihat recovery yang cepat dari krisis

2008 sebagai keberhasilan pemerintah dalam memperbaiki struktur financial Jepang

pasca krisis di tahun 1990an.12 Meskipun memiliki beberapa masalah di sektor keuangan,

ekonomi Jepang terpukul keras oleh krisis saat ini, dengan tingkat pertumbuhan 2009

jatuh menjadi minus 5,2%. Disamping itu, dampak krisis pada dasarnya baru terasa

setelah Lehman Brother akhirnya dinyatakan bangkrut. Hal ini terjadi karena pasca krisis

1990an Jepang memperbaharui struktur finansialnya sehingga memberikan peraturan

yang lebih ketat terkait sektor kredit. Oleh karena itu, tidak ada bank besar Jepang yang

runtuh selama krisis berlangsung.13

1.3 Kebijakan ekonomi pemerintah pasca krisis 2008

Meskipun dampak krisis 2008 tidak berpengaruh lama terhadap perekonomian

Jepang. Pemerintah Jepang secara umum masih banyak memiliki tugas untuk menjaga

stabilitas ekonomi Jepang dan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang

kembali.14

Pasca krisis, perhatian pemerintah banyak tertuju pada rasio hutang negara pada GDP

yang telah mencapai 220% dari GDP Jepang. Masalah ini banyak menimbulkan masalah

terutama terkait penguatan nilai Yen dalam pasar internasional. Akan tetapi, sebenarnya

masyarakat Jepang masih hidup makmur. Hal ini terlihat dari posisi Jepang yang masih

menjadi penyumbang terbesar di IMF bahkan kini akibat krisis financial global, Jepang

menjadi pemberi pinjaman bagi EU dan AS. Kodisi tersebut pada dasarnya didukung

oleh besarnya nilai ekspor Jepang. Oleh karena itu, pemerintah Jepang terus

menggencarkan ekspansi produksinya diluar Jepang.

12 Takehiko NAKAO1, Response to the Global Financial Crisis and Future Policy ChallengesKeynote address at the symposium co-hosted by Harvard Law School and the International House of JapanHakone, October 23, 2010.13 Issue Guide: Japan and the Global Financial Crisis, diakses dari http://www.cfr.org/japan/issue-guide-japan-global-financial-crisis/p19519, pada tanggal 10 Juni 2013 pukul 17.34 WIB.14 Japan Repositioning in Face of a Challenging World Economy, diakses daro http://www.surveymonkey.com/s/SLB7SYW pada tanggal 10 Juni 2013 pukul 19.20 WIB.

8

Page 9: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Masalah lain muncul dari kondisi pasar yang kini telah berubah. Hadirnya competitor

baru dalam perdagangan manufaktur yaitu China dan Korea Selatan mendorong Jepang

untuk terus melakukan inovasi dan menekan biaya produksi. Ekspansi pasar tersebut

dasarnya tidak hanya dilakukan untuk memperluas lapangan kerja namun juga untuk

memperluas pasar Jepang sendiri. Disamping itu, menurut analisis dari Japan External

Trade Organization (Jetro), ekspansi produksi Jepang ini pada akhirnya dapat

menempatkan Jepang sebagai penentukan arah sumber-sumber pertumbuhan ekonomi

dikemuadian hari. Hal ini terjadi karena ekspansi produksi mendorong adanya

pertumbuhan masyarakat kelas menengah di negara berkembang yang kemudian

menaikan demand negara itu sendiri. Naik demand akibat gaya konsumsi yang berubah

dalam masyarakat turut membantu pergerakan ekonomi di suatu negara yang kemudian

mendorong terjadinya inflasi yang memaksa adanya kenaikan terhadap upah pekerja di

negara tersebut.

Jika dilihat dari peta persebaran

ekspansi produksi Jepang seperti pada

peta di samping.15 Pada dasarnya

Jepang mempersiapkan Asia Tengah

sebagai emerging power baru dunia.

Pendekatan Jepang terhadap negara-

negara disamping tidak hanya

dilakukan melalui pendekatan

ekonomi namun juga melalui cara

diplomasi. Jepang dalam hal ini

masih menjalankan pola

diplomasinya yang lama dengan memberikan bantuan dan pengembangan infrastruktur di

negara-negar tersebut.

Foreign Direct Investment (FDI) juga menjadi cara bagi Jepang untuk

mempertahankan long term competitiveness –nya. FDI menjadi cara Jepang untuk

membangun kerjasama dengan perusahaan dalam Jepang maupun di luar Jepang. Jika

dilihat dari sifatnya, FDI dipandang cukup efektif dalam mendorong perusahaan untuk

terus melakukan inovasi sehingga terus mendapatkan keuntungan dari pasar.

1.4 Analisis kebijakan terhadap kondisi global

15 Ibid.

9

Page 10: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Melihat respon yang dilakuka pemerintah Jepang pasca krisis financial global tahun

2008 pada dasarnya menunjukan kembali digunakannya East Asia Model dalam ekonomi

Jepang seperti yang telah di paparkan sebelumnya. Tentunya dalam masa ini Jepang

sudah tidak lagi memerlukan tahapan pertama yaitu fase take-off karena Jepang kini telah

berkembang menjadi negara industry berbeda dengan kondisinya dulu dimasa

pemerintahan Meiji tahun 1868.

Kebijakan pertama yang diambil pemerintah Jepang, yang kemudian juga berhasil

menyelamatkan Jepang dari krisis financial global 2008 adalah reformasi system financial

pasca krisis 1990an. Reformasi financial Jepang yang kini lebih ketat dalam memberikan

pinjaman dan melakukan investasi dalam bentuk obligasi terbukti dapat menyelamatkan

Jepang dari krisis ekonomi seperti yang dialami oleh AS dan negara-negara EU. Hal ini

menunjukan bagaimana pemerintah Jepang telah melakukan manajemen ekonomi di

tingkan makro yang juga mendorong tetap adanya stabilitas ekonomi di Jepang pada

waktu krisis.

Keterbukaan dan orientasi ke luar terlihat dari kebijakan ekonomi ekspansi produksi

yang dilakukan pemerintah Jepang. Ekspansi ekonomi Jepang tidak hanya memberikan

kesempatan untuk negara-neagra lain dapat menggerakan roda ekonominya, namun juga

bagi Jepang menjadi upaya untuk perluasan pasar yang pada akhirnya dapat menutupi

hutang negara Jepang yang sangat besar. Di lain sisi, penggunaan FDI sebagai salah satu

alat penghubung Jepang dengan berbagai perusahaan di dunia, juga merupakan upaya

Jepang mendorong adanya inovasi-inovasi teknologi itu sendiri.

Sifat FDI yang adalah profit oriented, secara tidak langsung memaksa perusahaan

untuk terus melakukan inovasi sehingga dapat berkompetisi di pasar global. Tidak hanya

itu, untuk tetap mempertahankan keberadaan FDI itu sendiri, perusahaan harus berusaha

mengejar profit sebesar-besarnya agar dipandang menjanjikan bagi investor. Oleh sebab

itu, FDI secara tidah langsung kini menjadi pendorong terciptanya inovasi dalam pasar

internasional.

Jika dilihat dari peta persebaran ekspansi produksi Jepang di kawasan Asia Tenggara,

merupakan cerminan dari East Asia Model itu sendiri terkait konektifitas ke wilayah Asia

Tenggara itu sendiri. Hal ini pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa alasan. Dari sektor

ekonomi, Asia Tengah sangat berpotensi sebagai pasar Jepang yang telah

mengembangkan barang-barang berteknologi tinggi dan memerlukan adanya comparative

advantage berupa pengurangan biaya produksi. Upaya tersebut perlu dilakukan karena

untuk meningkatkan daya saing Jepang yang kini mendapat saingan dari China dan Korea

10

Page 11: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Selatan. Di samping itu, pada dasarnya negara-negara Asia Tenggara sendiri memberikan

peluang terhadap masuknya Jepang karena kecenderungan negara-neagra di kawasan ini

yang masih belum mengalami proses industrialisasi. Faktor pendorong lainnya adalah

factor geopolitik dimana ambisi Jepang untuk menjadi pemimpin Asia sejak masa Perang

Dunia silam yang belum dapat terwujud. Asia Tenggara menjadi tempat yang sangat

strategis karena masih menjadi kawasan yang realtif netral dan belum terlihat adanya

dominasi dari negara tertentu dalam kawasan. Berbeda dengan kawasan Asia Timur –

yang berisikan emerging power dunia –, Asia Selatan – yang rentan konflik dan memiliki

ketimpangan yang cukup besar dari segi ekonomi antara negara yang satu dengan yang

lain, ataupun Arab – yang jelas memiliki pandangan berbeda dengan Jepang karena

nasionalismenya –.

BAB III

KESIMPULAN

11

Page 12: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Dengan demikian pengalam Jepang dalam menghadapi krisis financial global pada

dasarnya menggambarkan kembalinya Jepang pada model utama pembangunannya yaitu East

Asia Model. Dalam hal ini, model pembangunan tersebut nyatanya masih dipandang relevan

untuk menangani berbagai tantangan yang dihadapi Jepang di masa ini. Akan tetapi, Jepang

yang sekarang tentunya berbeda dengan Jepang di awal masa pembangunannya dulu.

Akibatnya, dalam pengaplikasian East Asia Model dimasa sekarang ini pada dasarnya hanya

menjadi kerangka besar dari kebijakan pembangunan ekonomi Jepang dan bukan menjadi

landasan dari kebijakan ekonominya. Hal ini terjadi karena system internasional yang telah

jauh berbeda dengan masa pengaplikasiannya dulu. Dalam system internasional yang telah

sangat terintegrasi dengan pasar bebas peranan negara kini tidak dapat bekerja seleluasa dulu.

Tekanan internasional sewaktu-waktu dapat dilakukan karena adanya interdependensi Jepang

dengan system internasional itu sendiri. Di tambah lagi rasio hutang negara yang sangat besar

terhadap GDP juga menjadi hambatan bagi Jepang untuk bertindak proteksionis. Hal tersebut

terjadi karena Jepang memerlukan koneksi dagangnya dalam system internasional untuk

membantunya menutupi tanggung jawab negara yang besar karena masalah demografi

kependudukan di dalam negerinya.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Analisis kebijakan pembangunan jepang dalam krisis 2008_bernadette Aderi p

Japan: Patterns of Development". January 1994. Dipublikasikan pada 2006-12-28. Diakses

dari http://www.country-data.com/cgi-bin/query/r-7176.html.

Nobuhide Hatasa, “Japan’s Stagnant Economy: Ways to Move Ahead” diakses dari

www.mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/...3830.../Ch_1_Hatasa.pdf pada tanggal 26

Mei 2013 pukul 14:38 WIB

The World Bank, World Development indicators

Ministry of Finance, www.mof.go.jp. OECD “Economic Outlook 89" (June, 2011) seperti

yang tertera pada Nobuhide Hatasa, “Japan’s Stagnant Economy: Ways to Move Ahead”

Erik Thorbecke, and Henry Wan Jr, Revisiting East (and South East) Asia’s Development

Model, dalam Paper prepared for the Cornell Conference on “Seventy Five Years of

Development”, Ithaca, NY, May 7-9, 2004.

Dr. Takafumi Sato , Global financial crisis – Japan’s experience and policy response”,

diakses dari www.frbsf.org/economics/conferences/aepc/2009/09_Sato.pdf.

Tokyo Takes from Japan Investor, diakses dari http://www.japaninvestor.net/2011/01/japan-

nominal-gdp-growth-in-2011-big.html.

Charles Hugh Smith, Japan's Economic Stagnation Is Creating a Nation of Lost Youths,

diakses dari http://www.dailyfinance.com/2010/08/06/japans-economic-stagnation-is-

creating-a-nation-of-lost-youths/.

Takehiko NAKAO1, Response to the Global Financial Crisis and Future Policy Challenges

Keynote address at the symposium co-hosted by Harvard Law School and the International

House of Japan Hakone, October 23, 2010.

Issue Guide: Japan and the Global Financial Crisis, diakses dari

http://www.cfr.org/japan/issue-guide-japan-global-financial-crisis/p19519.

Japan Repositioning in Face of a Challenging World Economy, diakses daro

http://www.surveymonkey.com/s/SLB7SYW.

13