analisis kebijakan impor komoditas food · pdf fileanalisis kebijakan impor komoditas food...

40
ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND INGREDIENTS DALAM MENGURANGI DEFISIT NERACA PERDAGANGAN Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Jakarta – 2013

Upload: haduong

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

ANALISIS KEBIJAKAN IMPORKOMODITAS FOOD ADDITIVES ANDINGREDIENTS DALAM MENGURANGIDEFISIT NERACA PERDAGANGAN

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

Jakarta – 2013

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis

dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan data BPS, impor terbesar didominasi oleh Intermediate

goods dan capital goods yang merupakan komponen yang penting untuk industri

manufaktur. Food Additive and Ingredients merupakan salah satu komoditas

bahan baku penolong yang banyak diimpor, walaupun sumber bahan baku

komoditas tersebut tersedia di dalam negeri. Produsen tetap mengutamakan

sumber bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Pertimbangan untuk

mengimpor bahan baku penolong adalah harga yang lebih murah, spesifikasi

yang tidak sesuai dan tidak adanya jaminan kontinuitas pasokan bahan baku dari

produsen dalam negeri.

Atas dasar pertimbangan tersebut diatas, Kementerian Perdagangan

bermaksud mengidentifikasi komoditas yang selama ini banyak diimpor dan

dapat komoditas tersebut dapat dipasok dari dalam negeri. Dengan adanya

upaya tersebut maka dapat mengurangi ketergantungan atas impor sekaligus

upaya untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, diharapkan masukan dari semua pihak untuk tahap pengembangan

dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis

bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat

memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Jakarta, September 2013

Tim Analisis

Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GRAFIK iv

DAFTAR GAMBAR v

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Penelitian 4

1.3. Ruang Lingkup Analisis 4

1.4. Metodologi Analisis 5

1.5. Sistematika Penulisan 5

BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKSI BAHAN BAKU FOOD

ADDITIVES AND INGREDIENTS

7

2.1. Produksi, Produktivitas dan Sentra Produksi Ubi Kayu 7

2.2. Perkembangan Harga Ubi Kayu 11

BAB III GAMBARAN UMUM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

FOOD ADDITIVES AND INGREDIENTS DI INDONESIA 13

3.1. Profil Industri Food Additives and Ingredients 13

3.2. Kinerja Perdagangan Food Additives and Ingredients 18

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI FOOD ADDITIVES

AND INGREDIENTS DI INDONESIA 24

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

5.2. Rekomendasi

31

31

32

DAFTAR PUSTAKA 34

Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

iii

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 1 Ekspor Impor Beberapa produk Food Additives &

Ingredients 3

Tabel 2 Varietas Unggul Tanaman Ubi Kayu 8

Tabel 3 Lokasi, Kebutuhan Bahan Baku dan Kapasitas ProduksiIndustri Pati Ubi Kayu Indonesia 17

Tabel 4 Produksi dan Kebutuhan Tepung Ubi kayu Indonesia 18

Tabel 5 Neraca Perdagangan Indonesia Tahunan 19

Tabel 6 Neraca Perdagangan Indonesia Semester I 2013 19

Tabel 7 Neraca Perdagangan Indonesia Menurut PenggunaanBarang

22

Tabel 8 Ekspor Impor beberapa produk Food Additive &Ingredient

23

Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

iv

DAFTAR GRAFIK

HalamanGrafik 1 Produktivitas, Produksi dan Luas Panen Tanaman Ubi

Kayu Periode 2000-2012 9

Grafik 2 Sentra Produksi Ubi Kayu Menurut Propinsi 10

Grafik 3 Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu di PropinsiSentra Produksi, 2000-2012

10

Grafik 4 Lima Propinsi dengan Luas Panen Tanaman Ubi KayuTerbesar di Indonesia

11

Grafik 5 Perkembangan Harga Ubi Kayu Dalam Negeri (a) danLuar Negeri (b)

12

Grafik 6 Struktur Impor Indonesia 2012-2013 20

Grafik 7

Grafik 8

Struktur Impor Indonesia 5 Tahun Terkahir

Struktur Ekspor Indonesia 2008-2012

20

21

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

v

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 1 Pohon Industri Ubi Kayu 15

Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis PatiMenurut Kewenangan Instansi

30

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mencanangkan akan menjadi negara industri pada tahun 2025.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan program Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Melalui

program ini diharapkan proses industrialisasi didorong melalui struktur industri

piramid yang terintegrasi dan memfasilitasi industri pengolahan yang terfokus di

Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi dengan mengubah bahan baku menjadi semi-

proses material dan dari semi proses menjadi komponen, yang pada akhirnya

komponen ini dapat digunakan untuk kegiatan manufaktur di industri hilir.

Dengan kegiatan ini diharapkan akan dapat meningkatkan nilai tambah

(value added) dan mengurangi ketergantungan industri Indonesia terhadap impor.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Indonesia akan dapat mendorong impor

subsitusi untuk produk bahan baku/penolong (intermediate) yang sekarang

digunakan oleh industri hilir dengan penggunaan produk bahan baku dan penolong

yang telah diproduksi oleh industri hulu di dalam negeri. Hal ini menjadi sangat

penting terkait dengan keengganan pada tingkat pelaku usaha untuk melakukan

subsitusi impor dengan alasan karena merupakan bagian produksi global dan harga

impor yang lebih murah disbanding dengan harga domestik.

Beberapa negara, seperti Brazil, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan

Vietnam, menggunakan hambatan non-tarif (non-tariff measures,NTMs) pada

bahan penolong (intermediate) mereka, sedangkan Indonesia lebih memilih untuk

menggunakan tarif yang rendah untuk bahan penolong. Dengan rendahnya besaran

tarif dan NTMs di Indonesia mengakibatkan peningkatan impor untuk produk

tersebut. Adapun isu kebijakan yang menjadi fokus perhatian dalam analisis ini

adalah bagaimana dampak jangka panjang dari tingginya impor, rendahnya

pengenaan tarif bea masuk, dan NTMs terhadap proses pengembangan industri dan

perdagangan di Indonesia.

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

2

Di tahun 2012 kemarin, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit

sebesar USD 1,7 miliar. Defisit neraca perdagangan Indonesia kembali berlanjut

pada periode Januari-April 2013 dengan nilai sebesar USD 0,4 miliar. Di 4 (empat)

bulan pertama tahun 2013, defisit neraca migas mencapai USD 4,6 miliar yang

memaksa total neraca perdagangan Indonesia kembali defisit. Hal ini ditambah oleh

menurunnya surplus perdagangan non-migas yang hanya mencapai USD 2,7 miliar

selama periode Januari-April tahun ini (BPS, 2013)

Data BPS (2013) menunjukkan bahwa impor terbesar Indonesia pada

periode Januari-April 2013 didominasi oleh bahan baku/ penolong (intermediate

goods) dan barang modal (capital goods) yang merupakan komponen yang penting

bagi industri manufaktur. Pada tahun 2012 hampir 93% dari impor Indonesia berupa

bahan baku/ penolong dan barang modal sedangkan sisanya (7%) merupakan

barang konsumen. Tingginya impor bahan baku/penolong Indonesia ternyata tidak

dibarengi dengan adanya peningkatan ekspor produk manufaktur, terutama pasca

tahun 2010. Tentu saja kondisi ini menjadi suatu hal yang perlu dipertanyakan

penyebabnya. Salah satu kemungkinan penyebab kondisi ini adalah karena

membaiknya harga komoditi dunia yang menyebabkan kuatnya lagi produksi

produk primer dibandingkan produk industri manufaktur.

Bahan Tambahan Pangan (Food Additives and Ingredients) merupakan salah

satu produk bahan baku penolong yang banyak bersumber dari impor, padahal

sumber bahan baku komoditas tersebut banyak tersedia di dalam negeri. Akan

tetapi produsen dalam negeri tetap mengutamakan sumber bahan baku yang

berasal dari luar negeri. Pertimbangan untuk mengimpor bahan baku penolong

adalah harga yang lebih murah, spesifikasi yang tidak sesuai, dan tidak adanya

jaminan kontinuitas pasokan bahan baku dari produsen dalam negeri. Adapun

pertimbangan lain untuk mengimpor beberapa produk Food Additives & Ingredients

adalah karena penggunaan bahan baku senyawa kimia yang belum dapat diproduksi

di Indonesia sehingga tetap membutuhkan impor. Jika memang mau dipaksakan

untuk diproduksi di Indonesia, memerlukan modal yang sangat besar dan jaringan

internasional yang luas. Selain itu, banyak faktor lain yang perlu diperhatikan dalam

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

3

memproduksi Food Additives & Ingredients seperti biaya produksi yang nantinya

akan mempengaruhi harga jual ke konsumen dan kualitas produk.

Beberapa produk Food Additives & Ingredients berasal dari komoditas yang

dapat diperoleh di Indonesia, seperti Ubi Kayu untuk bahan baku pati (starches),

Rumput Laut untuk bahan baku karagenan dan agar-agar, dan Molasses dan tapioka

untuk bahan baku Monosodium Glutamate (MSG). Produk Other dextrins & other

modified starches (HS 3505.10.90.00); Dextrins, soluble or roasted starches (HS

3505.10.10.00); Monosodium glutamate (HS 2922.42.20.00); dan Glues based on

starches/dextrins (HS 3505.20.00.00) merupakan contoh produk yang berbahan

baku dari pati Ubi Kayu dimana Ubi Kayu tersebut dapat diperoleh/diproduksi di

Indonesia dan tidak memerlukan pengolahan yang terlalu rumit dalam pembuatan

bahan baku/penolong keempat produk tersebut. Meskipun demikian, nilai impor

keempat produk tersebut masih tetap tinggi. Hal ini tentu saja cukup

memprihatikan dan memerlukan perhatian lebih mendalam mengingat potensinya

yang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Jika dilihat dari ekspor, bahkan

Indonesia sudah melakukan ekspor untuk keempat produk tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Ekspor Impor Beberapa produk Food Additives & Ingredients

PERUB(%) TREND(%) PERUB(%) TREND(%)2008 2012 2013 13/12 08-11 2008 2012 2013 13/12 08-11

3505109000 Oth dextrins & oth modified starches 56,758,066 76,923,666 10,432,423 11.54 9.08 10,374,308 7,203,106 1,565,919 18.86 2.563505101000 Dextrins, soluble or roasted starches 26,162,846 47,534,271 8,071,620 0.67 22.01 103,587 1,682,672 - (100.00) 139.622922422000 Monosodium glutamate 13,705,591 25,585,169 4,108,987 2.66 16.72 89,733,058 199,020,548 36,388,905 37.85 20.793505200000 Glues based on starches/dextrins 10,790,049 13,481,002 2,105,368 4.33 9.43 344,162 257,397 47,521 197.06 (5.01)

EKSPOR (USD) JAN-PEBHS URAIAN

IMPOR (USD) JAN-PEB

Sumber : Pusdatin Kemendag (diolah Puska Daglu)

Dengan tingginya permintaan importasi bahan baku/penolong atas empat

produk tersebut memiliki andil terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia.

Defisit neraca perdagangan yang terjadi saat ini disebabkan oleh nilai impor yang

meningkat, terutama impor bahan baku/penolong untuk industri. Untuk itu,

diperlukan kebijakan yang memudahkan pendirian industri bahan baku/penolong

untuk dapat mendorong pengembangan industri hilir di Indonesia. Hal ini menjadi

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

4

penting karena dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku/penolong

industri.

Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan bermaksud melakukan

penelitian mengenai kebijakan impor komoditas Food Additives and Ingredients

sebagai salah satu strategi pengembangan substitusi impor dalam upaya mengatasi

defisit neraca perdagangan Indonesia. Diharapkan dengan adanya analisis ini,

importir atau produsen di dalam negeri memiliki pengetahuan terhadap potensi

bahan baku di dalam negeri sehingga tidak perlu mengimpor dan menghemat

devisa negara serta mengembangkan industri lokal yang ada. Di samping itu,

produsen lokal tertarik memproduksi produk sejenis sebagai substitusi impor

apabila sumberdaya lokal memungkinkan.

1.2 Tujuan Penelitian

a.Memberikan informasi kepada pelaku usaha bahwa saat ini terdapat produk

Food Additives and Ingredients dalam negeri sehingga tidak perlu

melakukan impor dalam rangka penghematan devisa dan pengembangan

industri dalam negeri.

b. Melakukan pemetaan produk lain/sejenis sebagai substitusi impor, dimana

bahan bakunya di Indonesia cukup banyak, murah, berkualitas dan

terjamin ketersediannya.

c.Menentukan produk bahan baku/penolong Food Additive and Ingredient

yang sederhana namun memiliki pengaruh yang besar, dan melatih Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) supaya bisa memenuhi persyaratan

spesifikasi yang ditetapkan.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas potensi Ubi Kayu lokal sebagai bahan baku industri

Food Additives and Ingredients, sehingga dapat teridentifikasi produk-produk yang

dapat dihasilkan oleh produsen dalam negeri guna mengurangi ketergantungan

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

5

terhadap impor. Selain itu, akan dibahas pula peran Kementerian Perdagangan dan

instansi teknis terkait lainnya dalam mendukung upaya substitusi impor pada

komoditas Food Additives and Ingredients guna mengurangi defisit neraca

perdagangan.

1.4 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan di sini adalah analisis deskriptif yang

membahas mengenai potensi pengembangan Ubi Kayu dan industri pati berbasis

Ubi Kayu domestik sebagai bahan baku industri Food Additives and Ingredients di

Indonesia dalam rangka mengurangi defisit neraca perdagangan dan memetakan

tugas yang dapat dilakukan oleh instansi terkait untuk mendukung pengembangan

industri berbasis pati Ubi Kayu.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penelitian

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

1.4 Metodologi Penelitian

1.5 Sistematika Penulisan

Bab II Gambaran Umum Produksi Bahan Baku Food Additives and Ingredients

2.1 Produksi, Produktivitas, dan Sentra Produksi Ubi Kayu

2.2 Perkembangan Harga Ubi Kayu

Bab III Gambaran Umum Industri dan Perdagangan Food Additives and Ingredients

di Indonesia

3.1 Profil Industri Food Additives and Ingredients

3.2 Kinerja Perdagangan Food Additives and Ingredients

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

6

Bab IV Analisis Pengembangan Industri Food Additives and Ingredients di

Indonesia

Bab V Penutup

5.1 Kesimpulan

5.2 Rekomendasi

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

7

BAB II

Gambaran Umum Produksi Bahan Baku Food Additives and Ingredients

2.1 Produksi, Produktivitas dan Sentra Produksi Ubi Kayu

Ubi Kayu merupakan salah satu komoditas penting tanaman pangan

Indonesia, walaupun kedudukannya masih kalah jika dibandingkan dengan jenis

tanaman pangan lainnya seperti padi dan jagung. Akan tetapi, dengan ketatnya

persaingan dalam pasar perdagangan dunia akibat berkembangnya perekonomian

global, Ubi Kayu diperkirakan berpotensi untuk dapat digunakan sebagai substitusi

bahan baku impor guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekspor serta

dapat digunakan sebagai sumber bioenergi, seperti bioetanol. Dengan demikian,

peran Ubi Kayu telah bergeser bukan hanya sebagai tanaman pangan tetapi juga

memiliki potensi ekonomi yang luar biasa dalam menyokong pertumbuhan

perekonomian Indonesia.

Penanaman dan pemeliharaan tanaman Ubi Kayu relatif mudah. Tanaman

Ubi Kayu memiliki beberapa keunggulan, antara lain mudah tumbuh dalam

lingkungan yang kurang baik atau kurang subur, tidak memerlukan persiapan lahan

secara intensif, tahan terhadap kekeringan dan serangan OPT, dan biaya produksi

yang cukup rendah. Dalam Grafik 1 terlihat bahwa produktivitas tanaman Ubi Kayu

mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama kurun waktu 12 tahun

terkahir. Di tahun 2012, produktivitas tanaman Ubi Kayu mencapai 214,02

Kuintal/Ha, meningkat sebesar 71,22% jika dibandingkan dengan produktivitas pada

tahun 2000 dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 4,6%. Peningkatan

produktivitas yang relatif cepat tersebut, tentu tidak lepas dari kebijakan

pemerintah untuk mendukung program intensifikasi tanaman Ubi Kayu.

Program intensifikasi Ubi Kayu tersebut meliputi perakitan dan

pengembangan varietas unggul berkadar pati dan gula tinggi, multi umur dengan

pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Bahkan, beberapa varietas

tanaman Ubi Kayu dengan pengelolaan budidaya yang baik dapat menunjukkan

potensi produktivitas yang cukup tinggi yaitu lebih dari 100 Ton/Ha (Kementerian

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

8

Pertanian, 2012). Tabel 2 berikut menunjukkan varietas-varietas unggulan Ubi Kayu

yang telah dilepas.

Tabel 2. Varietas Unggul Tanaman UbiKayu

varietasTahun

(Dilepas)Umur

(Bulan)Potensi

(Ton/Ha)Rasa Warna (Daging Umbi) Pati (%)

ADIRA 1 1978 7-10 22 Sedang Kuning 45ADIRA 2 1978 8-12 21 Sedang Putih 41ADIRA 3 1985 10.5-11.5 35 Agak Pahit Putih 18-22MALANG 1 1992 9-10 35.5 Manis Putih kekuningan 32-35MALANG 2 1992 8-10 31.5 Manis kuning muda 32-35MALANG 4 2001 9 39.7 - Putih -MALANG 6 2001 9 36.4 - Putih -DARUL HIDAYAH 1998 8-10 102 Kenyal Putih 25-31.5UJ 3 2000 8-10 20-35 Pahit Putih kekuningan 20-27UJ 5 2000 8-10 25-38 pahit Putih kekuningan 19-30

Sumber : Kementerian Pertanian (2012)

Produksi Ubi Kayu juga mengalami peningkatan selama 12 (dua belas) tahun

terakhir walaupun peningkatannya relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan

peningkatan produktivitasnya. Pada tahun 2012 Indonesia mampu menghasilkan

Ubi Kayu sebesar 24,2 juta Ton dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar

3,5%. Peningkatan produksi Ubi Kayu yang dirasa lebih lambat jika dibandingkan

dengan peningkatan produktivitasnya disebabkan oleh semakin turunnya luas

panen tanaman Ubi Kayu dari tahun ke tahun dengan rata-rata penurunan per

tahun sebesar 1%. Pada tahun 2012, luas panen tanaman Ubi Kayu sebesar 1,1 juta

Hektar, turun sebesar 4,6% jika dibandingkan dengan luas panen pada tahun

sebelumnya (Grafik 1) penurunan luas panen tanaman Ubi Kayu disebabkan oleh

alih fungsi lahan yang mengarah ke industrialisasi atau juga disebabkan oleh

kompetisi lahan dengan tanaman pangan lainnya.

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

9

Grafik 1. Produktivitas, Produksi dan Luas Panen Tanaman Ubi Kayu Periode 2000-2012

125

214.02

1,284.04

1,129.69

1,000.00

1,050.00

1,100.00

1,150.00

1,200.00

1,250.00

1,300.00

1,350.00

0

50

100

150

200

250

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Juta Ton) RHS Luas Panen ('000 Ha)

Sumber : BPS, 2013 (diolah)

Propinsi utama penghasil Ubi Kayu di Indonesia adalah Propinsi Lampung,

dengan pangsa produksi Ubi Kayu pada tahun 2012 sebesar 34,7%, diikuti oleh Jawa

Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan pangsa produksi Ubi

Kayu masing-masing sebesar 17,6%; 15,9%; 8,8% dan 4,8% (Grafik 2). Pada tahun

2000, Propinsi Lampung hanya menyumbang sebesar 18.2% dari total produksi Ubi

Kayu Indonesia. Sementara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera

Utara masing-masing menyumbang sebesar 22,5%; 19,2%; 11,3% dan 3,0%. Dengan

demikian telah terjadi pergeseran sentra produksi Ubi Kayu di Indonesia.

Pergeseran sentra produksi Ubi Kayu tersebut desebabkan karena budidaya Ubi

Kayu mudah dikembangkan dan cepat terserap di pasar, serta semakin

berkembangnya industri pengolahan tepung tapioka di Propinsi Lampung. Saat ini

telah terdapat 66 pabrik tepung tapioka di Lampung yang menjadi penyerap utama

produksi Ubi Kayu basah di Lampung (Kompas.Com, 2013).

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

10

Grafik 2. Sentra Produksi Ubi Kayu Menurut Propinsi

38.2

16.8 14.6

8.64.5

17.3

34.7

17.6 15.9

8.84.8

18.2

-

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

Lampung Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat SumateraUtara

Lainnya

(%)

2011

2012

Sumber : BPS, 2013 (diolah)

Pada Grafik 3 terlihat bahwa produktivitas tanaman Ubi Kayu di 5 propinsi

sentra produksi mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, produktivitas di kelima

Propinsi tersebut relatif hampir sama, yaitu berkisar 113-145 Kuintal/Ha. Namun

demikian, Propinsi Sumatera Utara dan Lampung mengalami peningkatan

produktivitas relatif cepat jika dibandingkan ketiga sentra produksi lainnya.

Peningkatan produktivitas Ubi Kayu di kedua propinsi tersebut terjadi pada tahun

2007.

Grafik 3. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu di Propinsi Sentra Produksi, 2000-2012

70

120

170

220

270

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ku/HaSumut Lampung Jatim Jateng Jabar

Sumber : BPS, 2013 (diolah)

Apabila dilihat dari segi luas panen tanaman Ubi Kayu, Propinsi Nusa

Tenggara Timur berada pada urutan ke-5 terbesar menggeser posisi Sumatera

Utara. Sementara urutan teratas masih diduduki oleh Lampung, Jawa Timur, Jawa

Tengah dan Jawa Barat. Luasnya lahan tanam di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

11

sejalan dengan program pemerintah dalam rangka pengembangan komoditas Ubi

Kayu pada tahun 2012 yang yang berfokus di wilayah Nusa Tenggara Timur (Grafik

4).

Grafik 4. Lima Propinsi dengan Luas Panen Tanaman Ubi Kayu Terbesar diIndonesia

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

HaLampung Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS, 2012 (diolah)

Program pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi

ubikayu pada tahun 2012 tersebut memiliki sasaran luas tanam, luas panen dan

produksi ubikayu tahun 2012 masing-masing sebesar 1,4 juta Hektar (naik 2,63%

dibanding sasaran tahun 2011), 1,3 juta Hektar (naik 2,5% dibanding sasaran tahun

2011) dan 25 juta Ton (naik sebesar 5,54% jika dibandingkan sasaran pada tahun

2011 yaitu sebesar 23,4 juta Ton) (Kementerian Pertanian, 2012). Namun demikian,

sasaran tersebut belum dapat dicapai (lihat kembali Grafik 1) dikarenakan

menghadapi beberapa kendala antara lain: adanya anomali cuaca sehingga cuaca

susah untuk diprediksi, semakin berkurangnya lahan tanam akibat alih fungsi lahan

ke sektor industri, pemukiman penduduk dan persaingan lahan dengan komoditas

tanaman pangan yang lain, serta sumber-sumber air yang dinilai cukup terbatas.

2.2 Perkembangan Harga Ubi Kayu

Peningkatan harga Ubi Kayu baik di dalam negeri maupun di pasar

internasional beberapa tahun terakhir dipicu oleh meningkatnya industri

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

12

2707

2940

3634

4183

2500

2700

2900

3100

3300

3500

3700

3900

4100

4300

2010 2011 2012 Jan-Sep '2013

IDR/Kg

Naik 42.3%

pengolahan Ubi Kayu di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, khususnya untuk

pembuatan etanol pati (starch), serta tingginya permintaan untuk bahan makanan

yang terjadi terutama di negara-negara kawasan Benua Afrika. Harga Ubi Kayu di

pasar dunia pada tahun 2000 mencapai USD 157.42/MT, kemudian naik menjadi

USD 221,67/MT pada tahun 2006 dan pada periode Januari-Oktober 2012 harganya

mencapai USD 235/MT (FAO, 2012). Harga Ubi Kayu tersebut diperkirakan akan

terus mengalami peningkatan disebabkan semakin meningkatnya permintaan dunia

akan komoditas tersebut.

Grafik 5. Perkembangan Harga Ubi Kayu Dalam Negeri (a) dan Luar Negeri (b)

Sumber : Pusdatin Kemendag, (2013); FAO, (2012)

Pada Grafik 5 terlihat bahwa kenaikan harga Ubi Kayu di dalam negeri

sejalan dengan kenaikan harga Ubi Kayu di pasar internasional. Pada tahun 2010,

rata-rata harga Ubi Kayu mencapai IDR 2707/Kg, naik menjadi IDR 2940/Kg pada

tahun 2011. Sementara itu, pada periode Januari-September 2013, rata-rata harga

Ubi Kayu melambung hingga mencapai IDR 4183/Kg atau meningkat sebesar 42.3%

jika dibandingkan dengan rata-rata harga di tahun 2011. Berdasarkan FAO (2012)

prospek Ubi Kayu di wilayah Asia masih sangat tidak menentu bergantung pada

keterikatan harga antara Jagung dan Ubi Kayu serta pada daya saing Ubi Kayu

dibandingkan dengan komoditi pangan lain yang juga dapat digunakan sebagai

bahan baku bioetanol dan bahan baku industri (food additives and ingredients)

seperti Ubi Jalar, Jagung, Sagu dan Tetes tebu. Harga komoditas Ubi Kayu tersebut

akan berpengaruh pada industri, pendapatan petani dan ketahanan pangan

masyarakat.

Page 19: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

13

Bab III

Gambaran Umum Industri dan Perdagangan Food Additives and Ingredients di

Indonesia

3.1 Profil Industri Food Additives and Ingredients

Merujuk pada Pasal 73 dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang

Pangan dan Pasal 1 angka 1 dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.

33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, Bahan Tambahan Pangan yang

selanjutnya disingkat dengan BTP (Food Additives and Ingredients) merupakan

bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk

pangan. Food Additives and Ingredients ditambahkan untuk memperbaiki karakter

pangan agar kualitasnya meningkat. Dalam Permenkes No. 33 Tahun 2012, Food

Additives and Ingredients tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan

tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan. Dengan kata lain, Food Additives

and Ingredients merupakan bahan penolong yang memerlukan pengolahan lebih

lanjut. Pemakaian Food Additives and Ingredients merupakan salah satu langkah

teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala.

Adapun beberapa golongan Food Additives and Ingredients yang digunakan

dalam pangan berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012 dapat diklasifikasikan

menjadi antibuih (antifoaming agent); antikempal (anticaking agent); antioksidan

(antioxidant); bahan pengkarbonasi (carbonating agent); garam pengemulsi

(emulsifying salt), gas untuk kemasan (packaging gas); humektant (humectant);

pelapis (glazing agent); pemanis (sweetener); pembawa (carrier); pembentuk gel

(gelling agent); pembuih (foaming agent); pengatur keasaman (acidity regulator);

pengembang (raising agent); pengawet (preservative); pengemulsi (emulsifier);

pengental (thickener); pengeras (firming agent); penguat rasa (flavor enhancer);

peningkat volume (bulking agent); penstabil (stabilizer); peretensi warna (colour

retention agent); perisa (flavouring); perlakuan tepung (flour treatment agent);

pewarna (colour); propelan (propellant); dan sekuestran (sequestrant). Selanjutnya

Food Additives and Ingredients yang diproduksi dan diimpor ke Indonesia dan

Page 20: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

14

diedarkan harus memenuhi standar dan persyaratan dalam Kodeks Makanan

Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal standar dan

persyaratan Food Additives and Ingredients belum terdapat dalam Kodeks Makanan

Indonesia dapat digunakan standar dan persyaratan lain.

Terkait dengan produksi Food Additives and Ingredients di dalam negeri,

Pasal 9 ayat (3) dalam Permenkes No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan

Pangan mengatur bahwa Food Additives and Ingredients hanya dapat diproduksi

oleh industri yang mempunyai izin industri sesuai ketentuan perundang-undangan.

Selanjutnya, industri yang memproduksi Food Additives and Ingredients tersebut

harus terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan pengaturan

lebih lanjut mengenai produksi, pemasukan, dan peredaran Food Additives and

Ingredients ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPOM (Pasal 9 ayat (4) dan (5)

Permenkes No. 33 Tahun 2012). Sementara itu, pemasukan Food Additives and

Ingredients hanya dapat dimasukkan ke Indonesia oleh importir setelah mendapat

persetujuan Kepala BPOM dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemasukan Food Additives and Ingredients ditetapkan Peraturan Kepala BPOM

(Pasal 10).

Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) mencatat

bahwa terdapat 10 perusahaan yang bergerak di bidang produksi Food Additives

and Ingredients pada tahun 2012 dimana salah satunya adalah PT Sorini yang

merupakan perusahaan yang memproduksi pemanis buatan jenis Sorbitol dari

bahan baku Ubi Kayu (Tempo, 2012). Sebagaimana dikemukakan dalam Bab I,

penelitian ini hanya memfokuskan pada pembahasan industri Food Additives and

Ingredients yang berbahan baku Ubi Kayu, khususnya industri pati Ubi Kayu yang

memproduksi produk Dextrins, soluble or roasted starches (HS 3505.10.10.00) yang

tergolong sebagai pemanis (sweetener), pengatur keasaman (acidity regulator),

pengental (thickener), perisa (flavouring); Other dextrins & other modified starches

(HS 3505.10.90.00) sebagai pengental (thickener); Monosodium glutamate (HS

2922.42.20.00) sebagai penguat rasa (flavor enhancer); dan Glues based on

starches/dextrins (HS 3505.20.00.00).

Page 21: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

15

Ditinjau dari pohon industri Ubi Kayu dalam Gambar 1, Ubi Kayu dapat

dimanfaatkan secara langsung maupun diproses lebih lanjut untuk memproduksi

berbagai jenis produk industri pengolahan makanan, kertas, plywood, tekstil,

farmasi, dan plastik daur ulang (biodegradable plastics). Salah satu jenis pati yang

berasal dari Ubi Kayu yang diproduksi melalui proses pemisahan secara alamiah,

tanpa penambahan zat ataupun kimiawi lain, dikenal dengan istilah pati alami ubi

kayu (native or cassava starch). Dengan proses pengolahan, pati alami ubi kayu

dapat diolah menjadi berbagai produk pangan dan non-pangan, antara lain

modifikasi pati (modified starch); bahan industri makanan; tepung tapioka/ tapioka

pearl; tepung mocaf (modified cassava flour); monosodium glutamate (MSG);

dekstrin; gula cair (glukosa, maltosa, fruktosa) yang digunakan sebagai pemanis;

sorbitol; asam sitrat; alkohol; pakan ternak; asam organik; dan senyawa kimia lain

(Gambar 1).

Gambar 1. Pohon Industri Ubi Kayu

Sumber: Kementerian Pertanian (Buletin Ubi Kayu) .

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2013) mencatat bahwa terdapat 154

perusahaan industri pati Ubi Kayu di Indonesia, baik berskala sedang maupun besar

Page 22: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

16

pada tahun 2011. Dua puluh enam perusahaan dari keseluruhan jumlah industri pati

Ubi Kayu Indonesia adalah industri pati Ubi Kayu berskala besar. Dibandingkan

dengan periode sebelumnya jumlah perusahaan industri pati Ubi Kayu di Indonesia

naik sebesar 7,69% dimana tahun sebelumnya hanya berjumlah 143 perusahaan

dengan komposisi 25 perusahaan merupakan industri berskala besar sedangkan

sisanya merupakan industri berskala menengah (BPS, 2012). Sementara pada tahun

2009 dan 2008 total industri pati Ubi Kayu Indonesia baik skala besar dan sedang

berjumlah 149 perusahaan.

Dari segi status kepemilikan, data BPS (2010,2011,2012,2013) menunjukkan

bahwa sebagian besar industri pati Ubi Kayu Indonesia selama tahun 2008-2011

dimiliki oleh lainnya (79%), 19% berstatus kepemilikan modal dalam negeri (PMDN)

dan hanya sekitar 2% berstatus kepemilikan modal asing (PMA). BPS (2013) pun

mencatat bahwa terdapat 1% perusahaan dalam industri pati Ubi Kayu di Indonesia

yang dimiliki Pemerintah Daerah sedangkan sebesar 98% merupakan milik swasta

nasional dan 1% milik asing pada tahun 2011.

Berdasarkan data Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (2013),

industri pati Ubi Kayu Indonesia tersebar di Propinsi Lampung, Jawa Timur dan Jawa

Tengah yang merupakan sentra produksi Ubi Kayu (Tabel 3). Sementara BKPM

(2013) mencatat bahwa selain dari ketiga sentra produksi industri pati Ubi Kayu

yang disebutkan sebelumnya, industri pati Ubi Kayu tersebar di Kalimantan Tengah,

Banten, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara.

Page 23: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

17

Tabel 3.Lokasi, Kebutuhan Bahan Baku dan Kapasitas Produksi Industri Pati Ubi Kayu

IndonesiaNo Provinsi/ Perusahaan Bahan Baku Kapasitas

Kabupaten Ubikayu (Ton/thn) Produksi (Ton/thn)

1 Lampung 229.000

- Lampung Timur PT. Wira Kencana Adi 75.000Perdana

PT. Budi Acid Jaya 45.000

PT. Umas Jaya Agrotama 34.000

- Lampung Tengah PT. Budi Acid Jaya 75.000

2 Jawa Timur 553.224 147.431

- Tuban PT. Wira Usaha 150.000 37.500

- Malang PD.INTAF 25.200 6.300PT.Tiga Mutiara 64.800 16.200PT.Sari Tani Nusantara 54.000 13.500Asia Tapioka 48.000 12.000Sumber Makmur 1.296 324PT.Naga Mas Sakti 27.000 6.750Al Ma'ruf 600 150

- Magetan Tani Karya Anugerah 1.440 360

- Kediri Isy Karima 5.220 1.305Erna Jaya 3.600 900Jaya Abadi 11.700 2.925

- Kota kediri Sing Setio Utomo 1.944 486

- Ponorogo Lima Mas Jaya 900 225

- Lumajang Intaf II 64.068 16.017Insaka Surya intan 90.864 22.716

- Nganjuk Abi Seka 2.592 648

3 Jawa Tengah - Pati Home Industri 9.125

(567 unit)

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (2013).

Kendatipun proses produksi pati alami Ubi Kayu merupakan suatu proses

yang relatif sederhana dan dapat dilakukan pada berbagai skala mulai dari tingkat

skala rumah tangga hingga pabrik pati berskala besar dan berteknologi tinggi,

industri pati Ubi Kayu di Indonesia dinilai belum berkembang dengan baik di

Indonesia mengingat ketersediaan pasokan bahan baku dalam negeri belum

mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, baik dalam hal kuantitas maupun

kualitas (Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Ditjen Industri

Agro, Kementerian Perindustrian, (2013)).

Selain itu, survei dan verifikasi industri penghasil tepung dan industri

pengguna tepung dalam rangka mendukung Ketahanan Pangan Nasional Tahun

2012 yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian dan PT Sucofindo (Persero)

menunjukkan adanya trend positif produksi tepung ubi kayu Indonesia sepanjang

tahun 2008-2012 sebesar 58,31%. Produksi tepung ubi kayu Indonesia pada tahun

Page 24: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

18

2012 mencapai 3.468 Metrik Ton (MT), naik sebesar 37,2% dari tahun sebelumnya.

Meskipun terdapat peningkatan dalam volume produksi tepung ubi kayu Indonesia,

bahan pasokan domestik tersebut hanya mampu mencukupi 1,58% dari kebutuhan

pengguna tepung ubi kayu nasional (Tabel 4). Sisa kebutuhan lainnya diimpor dari

luar negeri.

Tabel 4. Produksi dan Kebutuhan Tepung Ubi kayu Indonesia

Tahun Produksi(MT)

Pertumbuhan(%)

Kebutuhan(MT)

Pertumbuhan(%)

(2)-(4) % Produksiterhadap

Kebutuhan(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2008 498 149,859 -149,361 0.33

2009 1,240 149.00 166,271 10.95 -165,031 0.75

2010 2,377 91.69 181,394 9.10 -179,017 1.31

2011 2,528 6.35 202,055 11.39 -199,527 1.25

2012 3,468 37.18 219,396 8.58 -215,928 1.58

Sumber: Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan,Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian, (2013).

3.2 Kinerja Perdagangan Food Additives and Ingredients

Sampai tahun 2012 Indonesia belum pernah mengalami defisit neraca

perdagangan secara tahunan. Sementara kinerja perekonomian Indonesia diantara

krisis ASEAN dan krisis keuangan gobal akhir-akhir ini (2006-2007) justru

membukukan Surplus pada neraca perdagangannya (Tabel 5). Surplus ini

disebabkan perpaduan kuatnya permintaan dalam negeri dan lemahnya permintaan

luar negri. Namun, munculnya defisit neraca perdagangan bulanan secara terus

menerus menimbulkan kekhawatiran apakah perekonomian Indonesia terlalu

tergantung pada impor yang pastinya akan sangat berpengaruh pada sektor tenaga

kerja.

Page 25: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

19

Tabel 5. Neraca Perdagangan Indonesia Tahunan

1997 53,443.60 41,679.78 11,7641998 48,847.64 27,336.87 21,5111999 48,665.45 24,003.28 24,6622000 62,124.02 33,514.81 28,6092001 56,320.90 30,962.14 25,3592002 57,158.77 31,288.85 25,8702003 61,058.25 32,550.68 28,5082004 71,584.61 46,524.53 25,0602005 85,659.95 57,700.88 27,9592006 100,798.62 61,065.47 39,7332007 114,100.89 74,473.43 39,6272008 137,020.42 129,197.31 7,8232009 116,510.03 96,829.24 19,6812010 157,779.10 135,663.28 22,1162011 203,496.62 177,435.56 26,0612012 190,031.80 191,691.00 (1,659)

TAHUN NILAI (USD JUTA)EKSPOR IMPOR NERACA

(2,000)

3,000

8,000

13,000

18,000

23,000

28,000

33,000

38,000

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Di tahun 2012 kemarin, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit

sebesar USD 1,7 M. Sementara itu, di Semester I 2013 neraca perdagangan kembali

mengalami defisit sebesar USD 3,3 M. Di semester pertama tahun ini neraca migas

defisit USD 5,8 M yang memaksa total neraca perdagangan Indonesia kembali

defisit. Ditambah oleh menurunnya surplus perdagangan non migas yang hanya

mencapai USD 2,5 M selama Semester I tahun ini (Tabel 6).

Tabel 6. Neraca Perdagangan Indonesia Semester I 2013

Total -527.2 -846.6 -3,311.3 -319.4 439.4 -3,823.3

Migas -509.3 -772.6 -5,821.0 -263.3 -318.3 -4,553.1

Minyak Mentah 50.7 -272.9 -1,781.3 -323.6 -418.0 -2,701.7

Hasil Minyak -1,837.3 -1,856.3 -11,599.7 -19.0 213.2 246.3

Gas 1,277.3 1,356.6 7,560.0 79.3 -113.4 -2,097.7

Nonmigas -17.9 -74.0 2,509.8 -56.1 757.7 729.8

Semester I2013

Juni 2013(mom)

Juni 2013(yoy)

Semester I2013 (yoy)

Mei 2013 Juni 2013Uraian

Nilai (USD Juta) Selisih (USD Juta)

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Page 26: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

20

Data BPS (2013) menunjukkan impor terbesar didominasi oleh Intermediate

goods dan capital goods yang merupakan komponen yang penting untuk industri

manufaktur. Data tahun 2012 menunjukkan impor sebesar hampir 93% disebabkan

oleh 2 komponen ini, sedang barang konsumen hanya mencapai 7%.

Grafik 6. Struktur Impor Indonesia 2012-2013

BarangKonsumsi

6.8%

BahanBaku/

Penolong76.5%

BarangModal16.7%

Semester I 2013

BarangKonsumsi

7.0%

BahanBaku/

Penolong72.9%

BarangModal20.1%

Semester I 2012

6.4

72.2

15.8

6.7

70.3

19.4

BarangKonsumsi

BahanBaku/

Penolong

BarangModal

Nilai (USD Miliar)

Semester I 2013Semester I 2012

-5.0

2.7

-18.8

6.4

11.8

35.2

Pertumbuhan (%)

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Sementara data BPS 5 tahun terakhir (2008-2012) yang menunjukkan impor

dari kedua komponen tersebut. Data menunjukkan telah terjadi peningkatan

penggunaan kedua komponen tersebut bahkan data pada tingkat perusahaan besar

dan menengah menunjukkan 25% intermediate goods digunakan oleh kedua jenis

perusahaan tersebut. Padahal kedua jenis perusahaan tersebut menghasilkan 51%

penciptaan tenaga kerja, 66% total output dan 66% ekspor manufaktur (World Bank

Policy note, Juni 2013).

Grafik 7. Struktur Impor Indonesia 5 Tahun Terkahir

6.4% 7.0% 7.4% 7.5% 7.0%

77.0%71.9% 72.8% 73.8% 73.1%

16.6%21.1% 19.8% 18.7% 19.9%

2008 2009 2010 2011 2012

Barang Konsumsi Bahan Baku/Penolong Barang Modal

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Page 27: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

21

Namun pertanyaan berikutnya adalah mengapa impor ini tidak diikuti

meningkatnya ekspor manufaktur. Bahkan data BPS menunjukkan melemahnya

ekspor manufaktur indonesia sebelum tahun 2010. Mungkin hal ini disebabkan

membaiknya harga komoditi dunia yang menyebabkan kuatnya lagi natural based

production dan kegiatan ini tidak banyak membutuhkan impor “intermediate

goods”.

Grafik 8. Struktur Ekspor Indonesia 2008-2012

61.2% 59.5%62.6%

65.8% 63.6%

38.8% 40.5%37.4%

34.2% 36.4%

2008 2009 2010 2011 2012

Primer Manufaktur

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Jika dilihat lebih dalam, menurunnya surplus neraca perdagangan non migas

disebabkan oleh tingginya impor intermediate goods yang menyebabkan

perdagangan pada sektor bahan baku/penolong selama Januari-Juni 2013

mengalami penururnan surplus yang sangat signifikan. Selama tahun 2008-2012,

surplus neraca bahan baku/penolong terus mengalami penurunan. Pada Semester I

2013 neraca bahan baku/penolong hanya surplus USD 2,1 miliar, sedangkan neraca

barang konsumsi dan barang modal masing-masing surplus USD 2,6 miliar dan

defisit USD 6,6 miliar (Tabel 7).

Page 28: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

22

Tabel 7. Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Penggunaan Barang

2012 2013 08-12 13/12

Ekspor 137.020,4 190.031,8 67.539,7 62.362,1 12,88 (7,67)Barang Konsumsi 22.016,6 31.954,6 10.392,7 10.551,8 12,66 1,53Bahan Baku/Penolong 107.797,0 148.814,1 54.176,5 48.584,0 13,36 (10,32)Barang Modal 7.206,8 9.263,1 2.970,5 3.226,3 7,05 8,61

Impor 129.197,3 191.691,0 64.979,1 64.297,8 14,97 (1,05)Barang Konsumsi 8.303,7 13.408,6 8.827,4 7.930,4 17,86 (10,16)Bahan Baku/Penolong 99.492,7 140.127,6 44.039,9 46.506,3 14,07 5,60Barang Modal 21.400,9 38.154,8 12.111,8 9.861,1 17,81 (18,58)

Neraca 7.823,1 (1.659,2) 2.560,6 (1.935,7)Barang Konsumsi 13.712,9 18.546,0 1.565,3 2.621,4Bahan Baku/Penolong 8.304,3 8.686,5 10.136,6 2.077,7Barang Modal (14.194,1) (28.891,7) (9.141,2) (6.634,8)

UraianTrend (%) Perub. %

2008 2012JANUARI - JUNI

NILAI : USD Juta

Sumber : BPS (diolah oleh Puska Daglu, BP2KP)

Food Additives and Ingredients merupakan salah satu komoditas bahan baku

penolong yang banyak bersumber dari impor, padahal sumber bahan baku

komoditas tersebut tersedia di dalam negeri. Produsen tetap mengutamakan

sumber bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Pertimbangan untuk

mengimpor bahan baku penolong adalah harga yang lebih murah, spesifikasi yang

tidak sesuai dan tidak adanya jaminan kontinuitas pasokan bahan baku dari

produsen dalam negeri.

Beberapa produk Food Additives & Ingredient merupakan bahan makanan

yang menggunakan bahan baku senyawa kimia yang belum dapat diproduksi di

Indonesia, jadi tetap membutuhkan impor. Jika memang mau dipaksakan untuk

diproduksi di Indonesia, memerlukan modal yang sangat besar dan jaringan

internasional yang luas. Selain itu, banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam

memproduksi Food Additive & Ingredient seperti biaya produksi yang nantinya akan

mempengaruhi harga jual ke konsumen dan kualitas produk. Namun beberapa

produk Food Additives & Ingredients berasal dari komoditas yang dapat diperoleh di

Indonesia seperti Singkong untuk bahan baku Pati (starches), rumput laut untuk

Page 29: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

23

bahan baku karagenan dan agar-agar, serta molasses dan tapioca untuk bahan baku

MSG.

Tabel 8. Ekspor Impor beberapa produk Food Additive & Ingredient

Perub. (%) Trend (%)2008 2012 2013 13/12 08-11

3505109000 Oth dextrins & oth modified starches 10.4 7.2 2.7 -22.99 2.563505101000 Dextrins, soluble or roasted starches 0.1 1.7 - -100.00 139.621302399000 Mucilages & thickeners,whether or not modified,derived from vegetable products0.3 0.9 0.2 39.08 -38.473505200000 Glues based on starches/dextrins 0.3 0.3 0.1 222.64 -5.01

3505109000 Oth dextrins & oth modified starches 56.8 76.9 22.4 -5.64 9.083505101000 Dextrins, soluble or roasted starches 26.2 47.5 15.5 4.44 22.011302399000 Mucilages & thickeners,whether or not modified,derived from vegetable products5.5 14.9 6.6 33.80 47.303505200000 Glues based on starches/dextrins 10.8 13.5 4.6 15.06 9.43

3505109000 Oth dextrins & oth modified starches (46.38) (69.72) (19.72)3505101000 Dextrins, soluble or roasted starches (26.06) (45.85) (15.53)1302399000 Mucilages & thickeners,whether or not modified,derived from vegetable products(5.25) (13.97) (6.40)3505200000 Glues based on starches/dextrins (10.45) (13.22) (4.48)

Neraca

Impor

Ekspor

HS URAIANUSD Juta Jan-Apr

Sumber : Pusdatin Kemendag (diolah Puska Daglu)

Produk Other dextrins & other modified starches (HS 3505.10.90.00);

Dextrins, soluble or roasted starches (HS 3505.10.10.00); Mucilages &

thickeners,whether or not modified,derived from vegetable products (HS

1302.39.90.00); dan Glues based on starches/dextrins (HS 3505.20.00.00) memiliki

nilai impor yang tinggi, namun bahan bakunya dapat diperoleh di Indonesia dan

tidak memerlukan pengolahan yang terlalu rumit, sehingga pasar dan potensinya

besar untuk dikembangkan di Indonesia. Dan bahkan Indonesia sudah melakukan

ekspor untuk keempat produk tersebut.

Page 30: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

24

BAB IV

Analisis Pengembangan Industri Food Additives and Ingredients di Indonesia

Defisit neraca perdagangan dimulai pada tahun 2012, dan berlanjut di tahun

2013 dengan jumlah yang lebih besar. Sumber defisit sebenarnya berasal dari sisi

migas, sementara dari non migas masih mengalami surplus. Dari sisi non migas,

impor Indonesia didominasi oleh impor bahan baku penolong dan barang modal

yang mencapai 93%, sementara itu 77% diantaranya adalah bahan baku penolong.

Pemerintah sedang mengupayakan bagaimana cara untuk mengurangi impor bahan

baku dan penolong, karena beberapa produk bahan bakunya tersedia di Indonesia

sebagai contoh yang berbasis pati.

Pada tahun 2012, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar

USD 1,7 M. Sementara itu, di periode Januari-Juni 2013 neraca perdagangan

kembali mengalami defisit sebesar USD 3,3 Miliar. Defisit pada Semester I 2013

terdiri atas defisit Migas sebesar USD 5,8 Miliar dan surplus Non Migas sebesar USD

2,5 Miliar. Data BPS juga menunjukkan bahwa selama Semester I 2013 impor Bahan

Baku dan Penolong mencapai USD 70,3 Miliar atau setara dengan 76,5% dari total

impor non migas Indonesia.

Indonesia telah menyusun program Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk menyelaraskan konektivitas dan

program pembangunan. Dengan adanya MP3EI maka akan terjadi distribusi

pembangunan dan sentra ekonomi di Indonesia.

Sementara itu, kontribusi konsumsi masih sangat besar terhadap PDB

Indonesia, terutama dari sektor makanan dan minuman. Namun pada tahun 2013,

pertumbuhan industri dan produksi makanan dan minuman sedikit melambat

karena adanya beberapa kebijakan baru di awal tahun.

Indonesia memiliki potensi bahan baku, namun pada kenyataannya saat ini

impor bahan baku penolong masih cukup tinggi. Beberapa fakta menunjukkan

bahwa pada tahun 2012 Indonesia merupakan importir tepung dan pati singkong

terbesar di dunia. Kondisi ideal bahan baku dan produk intermediate adalah sumber

Page 31: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

25

bahan baku tersedia dan variatif, sesuai kebutuhan trend pasar (mutu, kesehatan),

skala ekonomis, pasokan berkelanjutan sesuai area, harga kompetitif, dan

traceability (ketelusuran). Hal tersebut merupakan peluang industri hulu bahan

pangan untuk mengembangkan bahan baku berdasarkan fungsinya.

Melihat kondisi rupiah Indonesia yang makin melemah, maka perlu ada

kebijakan yang segera diambil pemerintah. Jika kondisi ini berlanjut maka akan

berdampak pada defisit neraca pembayaran yang makin besar. Muara dari defisit

neraca pembayaran akan menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah

terhadap US Dollar.

Beberapa produk food additives yang nilai impornya tinggi, bahan bakunya

tersedia di Indonesia dan untuk pengolahannya tidak rumit, sehingga pasar dan

potensinya untuk dikembangkan di Indonesia cukup besar. Kebijakan pemerintah

untuk mengurangi impor bahan baku/barang modal dengan sejumlah insentif perlu

implementasi dimana sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pun turut menjadi

sasaran utama. Komitmen Pemerintah saat ini adalah mengurangi impor bahan

baku dan barang modal dengan menguatkan struktur industri hulu. Demi

mendongkrak investasi di sektor hulu, pemerintah berupaya memaksimalkan

pemberian tax holiday, khususnya untuk produksi mesin-mesin industri.

Singkong merupakan salah satu komoditas bahan baku penolong yang

digunakan untuk Food Additive and Ingredients yang banyak bersumber dari impor,

padahal sumber bahan baku komoditas tersebut tersedia di dalam negeri.

Kementerian Pertanian mencatat secara rata-rata dari tahun 2009 – 2013, terjadi

peningkatan produktivitas 3,70% dan produksi 1,83%, namun luas panen mengalami

penurunan 1,80%. Sedangkan produksi di tahun 2012 tercatat mencapai 24,2 juta

Ton dengan luas panen mencapai 1,2 juta Ha.

Industri berbasis pati dan karbohidrat belum berkembang dengan baik di

Indonesia karena pasokan bahan baku sektor pertanian belum mampu memenuhi

kebutuhan industri. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menjadi

momentum bagi industri pengolahan untuk memenuhi bahan baku dan penolong

yang bersumber dari dalam negeri. Penguatan ekonomi kecil dan menengah melalui

Page 32: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

26

industri pengolahan berbasis pati akan mengurangi ketergantungan impor bahan

baku dan penolong sekaligus menumbuhkan kewirausahaan dan ekonomi

kerakyatan.

Dengan jumlah populasi sebesar 240 juta jiwa dan peningkatan pendapatan

perkapita, GAPMMI memprediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman

akan terus tumbuh. Berdasarkan study McKinsey, industri makanan dan minuman

akan tumbuh 5,2% per tahun hingga tahun 2030 dengan jumlah kapitalisasi pasar

mencapai USD 194 Miliar di tahun 2030.

Pasokan produk pati/karbohidrat untuk Industri pengolahan masih belum memadai

baik dalam hal kualitas maupun kuantitas, sehingga sebagian produk hasil pertanian

untuk kebutuhan industri masih diimpor.

Sebagian besar produk pati/karbohidrat di produksi oleh petani pedesaan

yang tingkat kepemilikan tanahnya relatif kecil serta terpencar-pencar sehingga

menyulitkan untuk mengumpulkan hasilnya, yang berakibat pengiriman untuk

kebutuhan industri seringkali mengalami keterlambatan.

Membanjirnya produk impor (strach, sweetener, minyak jagung) dengan harga

relatif murah membuat industri dalam negeri sulit bersaing. Beberapa

permasalahan yang dihadapi antara lain aspek pasca panen dan pengolahan yang

masih menggunakan teknologi pengolahan produk masih tradisional dan belum

adanya standarisasi bahan baku, lemahnya aspek kelembagaan dan jaringan

pemasaran produk pati/karbohidrat, kurangnya minat investor di bidang industri

hilir ubi kayu, karena tidak ada jaminan bahan baku, serta belum adanya insentif

dan infrastruktur yang kurang memadai di sentra bahan baku menuju ke sentra

industri atau pemasaran.

Kementerian Pertanian sebagai instansi pembina telah melakukan beberapa

langkah pengembangan ubi kayu. Namun disadari bahwa terdapat beberapa

permasalahan yang dihadapi. Adapun permasalahan pengembangan produksi dan

konsumsi ubi kayu antara lain:

a. Pemilikan lahan sempit, modal usaha tani dan tenaga kerja keluarga terbatas

b. Siklus pertanaman yang panjang

Page 33: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

27

c. Dukungan sistem pemasaran yang lemah

d. Teknologi inovatif belum optimal

e. Perbenihan

Selama periode 2009-2013 terjadi peningkatan produktivitas produksi ubi

kayu sebesar 3,70% dan peningkatan produksi sebesar 1,83%, sedangkan luas

panen mengalami penurunan 1,80% sebagai akibat alih komoditas, dari beberapa

provinsi sentra produksi, serangan OPT serta belum berkembangnya industri olahan

ubi kayu.

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri hulu ubi kayu adalah

kurangnya ketersediaan bahan untuk pengembangan ubi kayu, penerapan teknologi

oleh petani belum optimal, capaian produktivitas hanya 20 ton/ha sedangkan

potensi mencapai 40 ton/ha, serta penyediaan benih unggul belum optimal dan

kesulitan mendaatkan bibit unggul bermutu.

Dalam sisi perdagangan menunjukkan adanya peningkatan impor disatu pihak

dan penurunan ekspor di sisi lainnya. Peningkatan impor disebabkan oleh besarnya

kebutuhan industri yang menggunakan bahan baku singkong; dihapuskannya

subsidi pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah pada tahun 2009

sehingga produk pangan berbahan baku gandum tidak terjangkau oleh rakyat.

Sedangkan penyebab terjadinya penurunan ekspor adalah produksi ubi kayu dalam

negeri sepanjang tahun tidak merata; kurang menariknya harga pada saat panen

raya serta belum optimalnya pemenuhan standard yang dinginkan oleh negara

tujuan ekspor.

Para petani singkong mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya. Hal

ini disebabkan karena Industri hilir yang bahan bakunya membutuhkan pati hanya

akan membeli pati dari para petani bukan dalam bentuk bahan mentah (singkong).

Dalam kaitan ini petani tidak memiliki permodalan dan teknologi pengolahan

sehingga tidak dapat memenuhi permintaan sektor industri hilir berbasis pati.

Kementerian Perindustrian turut memiliki peranan untuk mendukung

ketahanan pangan dengan melakukan pemantauan terhadap penyediaan, distribusi

dan konsumsi barang-barang industri hingga dapat dijangkau masyarakat. Industri

Page 34: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

28

berbasis pati di Indonesia belum berkembang di Indonesia. Hampir semua bahan

baku yang dipergunakan oleh industri makanan adalah impor. Bahkan Indonesia

juga mengimpor seluruhnya bahan baku beras pecah, ketan pecah, dan gandum.

Produk yang memiliki potensi besar untuk dikembangakan antara lain ubi

kayu, tepung ubi kayu, tepung tapioka. Permasalahan dalam pengembangannya

antara lain produktivitas dan kontinuitas pasokan bahan baku masih rendah,

teknologi pengolahan masih tradisional, aspek kelembagaan dan pemasaran. Solusi

pengembangan: memperkuat kemitraan, memperbaiki penanganan pasca panen,

memfasilitasi penggunaan teknologi pengolahan yang efisien, diversifikasi produk,

promosi investasi industri hilir, meningkatkan efisiensi pemasaran. Perlunya

dukungan kebijakan untuk merangsang investor masuk ke industri ini.

Walaupun industri food additives and ingredients bukan merupakan industri

prioritas, Kementerian Perindustrian terus memberikan banyak dukungan terhadap

industri-industri pertepungan. Quartal 1 tahun 2013 pertumbuhan industri

makanan, minuman dan rokok hanya 1,75%, tidak seperti biasanya yang mencapai

3%. Hal ini memang karena beberapa kebijakan seperti sulitnya masuk bahan

hortikultura di awal tahun. Saat ini Indonesia mengalami kesulitan dalam

penyediaan lahan. Jika Indonesia berniat untuk menaikkan produksi jagung, maka

produksi kedelai atau beras akan turun, demikian juga sebaliknya, karena lahan

yang digunakan sama. Sekarang bagaimana meningkatkan produktivitas, karena

produktivitas Indonesia rendah.

Kementerian Keuangan sebagai instansi pembina kebijakan fiscal, telah

menyediakan berbagai insentif fiskal dalam bentuk PPN DTP, PPh DTP, dan BMDTP.

Namun, berbagai kebijakan fiskal tersebut kurang dimanfaatkan secara maksimal

oleh dunia usaha karena mereka khawatir akan berdampak pada tuntuntan

peningkatan gaji karyawan.

Disamping kebijakan tersebut di atas terdapat beberapa paket kebijakan fiskal

yang dapat mendukung kebijakan hilirisasi yaitu tax holiday, tax allowance, insentif

intermediate goods untuk mendorong industri dalam negeri, insentif pendidikan,

serta pajak penghasilan double reduction tax untuk memajukan penelitian dan

Page 35: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

29

pengembangan. Yang dibutuhkan oleh pelaku usaha bukan hanya insentif,

melainkan lebih kepada penyediaan infrastruktur dan energi.

Program hilirisasi yang diluncurkan oleh Pemerintah dapat menciptakan

peluang lapangan kerja bagi masyarakat. Di sisi hulu terutama petani atau pelaku

Usaha Kecil dan Menegah belum mampu memproduksi barang bagi keperluan

industri hilir. Hal ini dikarenakan program-program pemerintah yang ada saat ini

tidak bersifat komprehensif dan melibatkan banyak instansi. Untuk itu, perlu

koordinasi antara kementerian/lembaga dengan para pemangku kepentingan yang

terkait. Selain itu, perlu pula diberikan insentif bagi UKM yang berorientasi pada

pasar dan memiliki prospek di masa depan.

Pembangunan Industri juga harus memberikan multiplier efek yang besar.

Walaupun terdapat optimisme dalam pembangunan bahan baku dan hilirisasi,

namun dibutuhkan kerja keras. Apabila dihubungkan dengan UKM maka akan

terdapat masalah yang sangat kompleks. Beberapa hal yang menyebabkan program

yang terkait dengan UKM tidak berjalan dengan baik yaitu program kegiatan tidak

bersifat holistic, capacity building yang tidak memadai, tidak didukung oleh

Pemerintah Daerah, serta program kegiatan tidak dimonitoring dan dievaluasi.

Untuk itu, diperlukan sebuah program bersama antar instansi terkait dalam

mengembangkan industri berbasis pati di Indonesia. Instansi terkait seperti

Kementerian Perindustrian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian

Pertanian, Kementerian Perdagangan, Asosiasi pelaku usaha Industri dan akademisi

dapat mengembangkan suatu kegiatan bersama secara komprehensif.

Masing-masing kementerian akan memiliki peran sesuai dengan kewenangan

dan tugas pokoknya. Kementerian Pertanian dapat memulai dengan menyediakan

lahan bagi pengembangan tanaman singkong, melakukan penyuluhan kepada

petani untuk menanam singkong varietas Adira-1, memberikan bantuan bibit dan

bantuan kredit pertanian serta bantuan pemasaran produk hasil pertanian.

Sementara itu, Kementerian UKM dan Koperasi dapat menghubungkan petani

dengan UKM untuk pengolahan hasil pertanian, memberikan bantuan kredit usaha

kecil, hingga pengenalan terhadap teknologi pengolahan kepada UKM.

Page 36: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

30

Sedangkan Kementerian Perindustrian dapat mengembangkan teknologi dan

inovasi pengolahan, menghubungkan UKM dengan pelaku usaha industri sedang

dan besar, mengembangkan kebijakan wajib serap bahan baku industri dari dalam

negeri serta memberikan subsidi bagi industri yang memprioritaskan penggunaan

bahan baku dari dalam negeri.

Untuk mendukung semua itu, Kementerian Keuangan dapat memberikan

insentif pajak kepada pelaku usaha yang menggunakan bahan baku dari dalam

negeri, mengalokasikan anggaran Kredit Usaha Rakyat kepada petani dan UKM yang

mengembangkan industri berbahan baku lokal, serta subsidi bunga pinjaman grass

period.

Jika program tersebut dapat disetujui dan dilaksanakan oleh instansi-instansi

tersebut, maka akan dapat mengurangi ketergantungan atas bahan baku asal impor

sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan. Program ini akan memberikan

dampak berganda seperti menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat,

pengembangan UKM dan perekonomian wilayah pedesaan.

Gambar 2. Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut

Kewenangan Instansi

Industri UKM Petani

• Peningkatan teknologi, innovasi,• Menghubungkan Industri dengan

UKM Kemenperin• Insentif pemakaian produk dalam

negeri Kemenkeu• Subsidi bunga pinjaman grass

period Bank, Per. Asuransi• Kebijakan wajib pakai bahan baku

dalam negeri Kemendag,Kemenperin

• Menghubungkan UKM denganpetani Kemen KUKM

• Bantuan kredit usaha bagi UKM Kemen KUKM

• Pengenalan teknologi daninnovasi pengolahan singkongmenjadi pati Kemen KUKM,Kemenperin

• Memberikan informasi pemasaranke industri dalam negeri berbahanbaku pati/ buyer di luar negeriKemen KUKM

• Penyediaan lahan seluas 17 ribuHa Kementan

• Penyuluhan ke petani untukmenanam singkong varietas Adira-1 Kementan

• Bantuan berupa pemberian bibitunggul, pupuk bersubsidi dankredit usaha bagi petaniKementan

• Memberikan jaminan gagal panendan stabilitas harga Kementan

• Membantu informasi pemasaranbaik ke UKM maupun ke industriberbahan baku pati Kementan

Penyerapannative starch

sebanyak170 ribu Ton

Penyerapansingkongsejumlah

375 ribu ton

Budidayasingkongvarietasadira-1

KemitraanIndustri-

UKM

KemitraanUKM-Petani

Page 37: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

31

BAB V

Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

a. Selama periode 2009-2013 terjadi peningkatan produktivitas produksi ubi

kayu sebesar 3,70% dan peningkatan produksi sebesar 1,83%, sedangkan

luas panen mengalami penurunan 1,80% sebagai akibat alih komoditas, dari

beberapa provinsi sentra produksi, serangan OPT serta belum

berkembangnya industri olahan ubi kayu,

b. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri hulu ubi kayu adalah

kurangnya ketersediaan bahan untuk pengembangan ubi kayu, penerapan

teknologi oleh petani belum optimal, capaian produktivitas hanya 20

ton/ha sedangkan potensi mencapai 40 ton/ha, serta penyediaan benih

unggul belum optimal dan kesulitan mendaatkan bibit unggul bermutu,

c. Dalam sisi perdagangan menunjukkan adanya peningkatan impor disatu

pihak dan penurunan ekspor di sisi lainnya. Peningkatan impor disebabkan

oleh besarnya kebutuhan industri yang menggunakan bahan baku singkong;

dihapuskannya subsidi pajak pertambahan nilai yang ditanggung

pemerintah pada tahun 2009 sehingga produk pangan berbahan baku

gandum tidak terjangkau oleh rakyat. Sedangkan penyebab terjadinya

penurunan ekspor adalah produksi ubi kayu dalam negeri sepanjang tahun

tidak merata; kurang menariknya harga pada saat panen raya serta belum

optimalnya pemenuhan standard yang dinginkan oleh negara tujuan

ekspor,

d. Para petani singkong mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya.

Hal ini disebabkan karena Industri hilir yang bahan bakunya membutuhkan

pati hanya akan membeli pati dari para petani bukan dalam bentuk bahan

mentah (singkong). Dalam kaitan ini petani tidak memiliki permodalan dan

Page 38: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

32

teknologi pengolahan sehingga tidak dapat memenuhi permintaan sektor

industri hilir berbasis pati,

e. Di sektor industri menunjukkan bahwa industri berbasis pati dan karbohidrat

belum berkembang dengan baik karena pasokan bahan baku sektor

pertanian belum mampu memenuhi kebutuhan industri hal ini terlihat dari

masih tingginya impor bahan baku beras pecah dan ketan pecah, jagung,

gandum dan raw sugar,

f. Kementerian keuangan telah emnyediakan berbagai insentif fiskal dalam

bentuk PPN DTP, PPh DTP, BMDTP, namun demikian berbagai kebijakan

fiskal tersebut kurang dimanfaatkan oleh dunia usaha karena mereka

khawatir akan berdampak pada tuntuntan peningkatan gaji karyawan,

g. Disamping kebijakan tersebut di atas terdapat beberapa paket kebijakan

fiskal yang dapat mendukung kebijakan hilirisasi yaitu tax holiday, tax

allowance, insentif intermediate goods untuk mendorong industri dalam

negeri, insentif pendidikan, serta pajak penghasilan double reduction tax

untuk memajukan penelitian dan pengembangan,

5.2. Rekomendasi

Dalam mengembangkan industri berbasis pati di Indonesia, perlu adanya

sinergi dan tindakan yang komprehensif antara instansi Pemerintah terkait dan

asosiasi pelaku usaha. Berikut ini program yang dapat dijalankan oleh masing-

masing instansi, yaitu:

a. Kementerian Pertanian

Menyediakan lahan pertanian bagi pengembangan budidaya singkong

seluas 17 ribu Ha

Fokus pada pengembangan varietas singkong jenis Adira-1 dan

penyuluhan kepada petani untuk menanam singkong varietas Adira-1

Memberikan bantuan berupa pemberian bibit unggul, pupuk bersubsidi

dan kredit usaha bagi petani

Memberikan jaminan gagal panen dan stabilitas harga

Page 39: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

33

Membantu informasi pemasaran baik ke UKM maupun ke industri

berbahan baku pati

b. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menegah

Menghubungkan UKM dengan petani

Bantuan kredit usaha bagi UKM dengan menyertakan lembaga

keuangan mikro dan perbankan

Pengenalan teknologi dan inovasi pengolahan singkong menjadi pati

bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian

Memberikan informasi pemasaran ke industri dalam negeri berbahan

baku pati/ buyer di luar negeri bekerja sama dengan Kementerian

Perdagangan

c. Kementerian Perindustrian

Peningkatan teknologi dan inovasi dengan melibatkan pihak akademisi

dan asosiasi pelaku usaha

Menghubungkan Industri pengolahan dengan UKM

Insentif pemakaian produk dalam negeri bekerja sama dengan

Kementerian Keuangan

Subsidi bunga pinjaman dengan metode grass period dengan

melibatkan pihak perbankan dan perusahaan Asuransi sebagai penjamin

usaha

Kebijakan wajib pakai bahan baku dalam negeri antara Kementerian

Perdagangan dan Kementerian Perindustrian

Page 40: ANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD · PDF fileANALISIS KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS FOOD ADDITIVES AND ... Gambar 2 Alur Kegiatan Pengembangan Industri Berbasis Pati Menurut Kewenangan

34

DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2013, September 10). Komoditi Ubi Kayu. Diunduhdari www.bkpm.go.id /Komoditi%20Ubi%20Kayu%20-%20Regional%20Investment.htm

Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2008. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik . (2011). Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2009. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik .(2012). Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2010. Jakarta:Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik Industri Manufaktur 2011. Jakarta: Badan PusatStatistik.

Badan Pusat Statistik. (2013, September 13). Pertanian dan Pertambangan. Diambilkembali dari Badan Pusat Statistik Web site:http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. (2013). Kesiapan IndustriHulu Bahan Baku Dan Penolong Berbasis Pati /Karbohidrat Dalam Negeri.Disampaikan pada Seminar Upaya Mengatasi Defisit Neraca Perdagangan MelaluiPengembangan Usaha Bahan Baku & Penolong Berbasis Pati dalam Negeri,Rabu,tanggal 21 Agustus 2013 IPB ICC -Bogor.

Direktorat Industri Makanan Hasil Laut Dan Perikanan, Ditjen Industri Agro, KementerianPerindustrian. (2013). Kesiapan Industri Hilir Bahan Baku & Penolong BerbasisPati/Karbohidrat Dalam Negeri Nasional. Disampaikan pada Seminar StrategiPengembangan Substitusi Impor Dalam Upaya Mengatasi Defisit NeracaPerdagangan Indonesia pada IPB ICC Bogor, 21 Agustus 2013.

FAO. (2012). Food Outlook November 2012. FAO.

Kementerian Pertanian. (2012). Buletin Ubi Kayu.

Kompas.Com. (2013, February 4). News: Regional Pangan. Diambil kembali dariKompas.Com:http://regional.kompas.com/read/2013/02/04/20192019/Lampung.Penghasil.Ubi.Kayu.Terbesar.di.Tanah.Air

Tempo. (2012, Juli 17). TEMPO.CO. Retrieved September 5, 2013, from Industri BahanTambahan Pangan Lokal Masih Minim:http://www.tempo.co/read/news/2012/07/17/090417589/Industri-Bahan-Tambahan-Pangan-Lokal-Masih-Minim