analisis kebijakan imbalan bunga dalam sengketa …

18
1 ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASAS KESETARAAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS Luthfan Ali Azka Dikdik Suwardi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ABSTRAK Kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan diantara Wajib Pajak dan fiskus. Penelitian ini mendeskripsikan perkembangan kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak dan meninjau kebijakan dengan asas kesetaraan. Pendekatan yang digunakan diberlakukannyaa adalah kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka. Penelitian ini menemukan bahwa realisasi kebijakan tersebut tidak sepenuhnya setara. Kata kunci : Imbalan bunga, Asas Kesetaraan, Sengketa Pajak ABSTRACT The policy of interest on overpayment related to tax dispute which stipulated in Tax Administration Law and Procedure Year 2007 and Government Regulation Number 74 2011 potentially caused unfairness between taxpayer and tax authority. This research describes the development of the interset policy related to to tax dispute and reviewing the policy with the fair play principle. This research uses descriptive qualitative method with in-depth interview and literature study techniques. This research finds that the interest policy is not fully fair Keywords : Interest on Overpayment, Fair Play Principle, Tax Dispute 1. Pendahuluan Tertundanya pengembalian dari ditjen pajak atas kelebihan pembayaran yang diajukan oleh Wajib Pajak dikarenakan adanya sengketa pajak dapat berdampak buruk terhadap Wajib Pajak. Hal tersebut merugikan Wajib Pajak dimana kelebihan pembayaran pajak tersebut tertahan dan mengakibatkan terganggunya arus kas dan cadangan kas Wajib Pajak yang dapat mengganggu dan merugikan kegiatan usaha Wajib Pajak itu sendiri. Atas dasar tertundanya pembayaran kelebihan bayar pajak tersebut, maka Wajib Pajak berhak mendapatkan imbalan bunga. Adanya imbalan bunga ini merupakan perwujudan dari Pasal 11 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP menyatakan bahwa imbalan bunga Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

1    

ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASAS KESETARAAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS

Luthfan Ali Azka Dikdik Suwardi

Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

ABSTRAK

Kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan diantara Wajib Pajak dan fiskus. Penelitian ini mendeskripsikan perkembangan kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak dan meninjau kebijakan dengan asas kesetaraan. Pendekatan yang digunakan diberlakukannyaa adalah kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka. Penelitian ini menemukan bahwa realisasi kebijakan tersebut tidak sepenuhnya setara.

Kata kunci : Imbalan bunga, Asas Kesetaraan, Sengketa Pajak

ABSTRACT

The policy of interest on overpayment related to tax dispute which stipulated in Tax Administration Law and Procedure Year 2007 and Government Regulation Number 74 2011 potentially caused unfairness between taxpayer and tax authority. This research describes the development of the interset policy related to to tax dispute and reviewing the policy with the fair play principle. This research uses descriptive qualitative method with in-depth interview and literature study techniques. This research finds that the interest policy is not fully fair

Keywords : Interest on Overpayment, Fair Play Principle, Tax Dispute

1. Pendahuluan

Tertundanya pengembalian dari ditjen pajak atas kelebihan pembayaran yang diajukan oleh

Wajib Pajak dikarenakan adanya sengketa pajak dapat berdampak buruk terhadap Wajib Pajak.

Hal tersebut merugikan Wajib Pajak dimana kelebihan pembayaran pajak tersebut tertahan dan

mengakibatkan terganggunya arus kas dan cadangan kas Wajib Pajak yang dapat mengganggu

dan merugikan kegiatan usaha Wajib Pajak itu sendiri.

Atas dasar tertundanya pembayaran kelebihan bayar pajak tersebut, maka Wajib Pajak

berhak mendapatkan imbalan bunga. Adanya imbalan bunga ini merupakan perwujudan dari

Pasal 11 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP menyatakan bahwa imbalan bunga

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

2    

bertujuan untuk menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak. Keseimbangan

tersebut dapat dilihat dari sisi hak dalam bentuk bunga dan dari sisi kewajiban dalam bentuk

bunga. Apabila Wajib Pajak terlambat memberikan hak negara, timbul kewajiban bagi Wajib

Pajak untuk membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan.

Sebaliknya, apabila negara terlambat memberikan hak Wajib Pajak, timbul kewajiban bagi

negara untuk membayar imbalan yang juga berupa bunga sebesar 2 persen per bulan. Disamping

itu, dapat dikatakan pula bahwa imbalan bunga yang diberikan merupakan keseimbangan hak

antara Wajib Pajak dan negara, artinya ketika Wajib Pajak mengajukan keberatan kemudian

ditolak atau dikabulkan sebagian, maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda

50% dari jumlah pajak berdasar keputusan keberatan dan denda 100% dari jumlah pajak berdasar

keputusan banding, maka wajar apabila keberatan atau banding Wajib Pajak dikabulkan, Wajib

Pajak diberikan imbalan bunga(Imbalan Bunga Bukanlah Kerugian Negara, 2011).

Kebijakan imbalan bunga yang sebagaimana diatur dalam pasal 27 A Undang-Undang No.

28 Tahun 2007 dan peraturan perundangan dibawahnya yakni dalam pasal 43 Peraturan

Pemerintah No. 74 tahun 2011 merupakan salah satu produk dari kebijakan publik yang

merupakan pembaharuan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya yakni UU 16 Tahun

2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembaharuan tersebut merupakan

tujuan dari reformasi perpajakan agar sistem perpajakan tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan dari masyarakat.

Tujuan dari perubahan kebijakan dan peraturan perpajakan tersebut berlandaskan pada

UUD 1945 sebagai landasan konstitusi. Amanat dalam UUD 1945 sebagaimana tertuang dalam

pasal 28 menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; dan setiap orang

berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di

bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tidak berbuat yang merupakan hak asasi; serta setiap orang berhak mendapat

kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna

mencapai persamaan dan keadilan.” Peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

haruslah menjunjung tinggi hak dan kewajiban dan menciptakan keadilan dan persamaan bagi

semua pihak dalam sistem perpajakan itu sendiri. Persamaan yang dimaksud adalah kedudukan

yang sama dalam hal hak dan kewajiban antara Wajib Pajak dan fiskus.

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

3    

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan

kebijakan imbalan bunga sebagaimana diatur dalam UU KUP Tahun 2007 dan Peraturan

Pemerintah No. 74 Tahun 2011dan menganalisis kesesuaian kebijakan imbalan bunga yang diatur

dalam UU KUP Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011dengan asas

kesetaraan Wajib Pajak dan fiskus.

2. Tinjauan Teoritis

Kebijakan Menurut Laswell dan Kaplan dalam Islamy (1997, 17) kebijakan adalah suatu

program pencapaian tujuan, nilai-nilai, dan praktek-praktek yang terarah.Sedangkan menurut

Eulau dan Prewitt dalam Jones (1996, 47) mendefinisikan kebijakan publik adalah keputusan

tetap dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan

dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap

yakni seperti yang diutarakan oleh Subarsono (2006,10  yakni perumusan masalah, forecasting,

rekomendasi kebijakan, monitoring dan terakhir yakni evaluasi kebijakan. Namun menurut Lester

& Steward Jr (2000) proses kebijakan publik tidak berhenti sampai tahap evaluasi kebijakan saja,

namun ada dua tahap setelah tahap evaluasi kebijakan yaitu perubahan kebijakan dan

penghapusan kebijakan.

Hukum pajak yang dapat disebut juga hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-

peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan

menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan

bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dengan

orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (Brotodihardjo:

1989).

Selanjutnya disebutkan pula dalam Brotodihardjo (1989) bahwa hukum pajak dibagi ke

dalam dua bagian, yaitu:

a. Hukum pajak material

Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan,

perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak (objek),

siapa-siapa yang harus dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajaknya, dengan

perkataan lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya dan hapusnya utang pajak dan

pula hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Isinya juga mencakup

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

4    

peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda, dan hukuman-

hukuman serta cara-cara tentang pembebasan-pembebasan dan pengembalian pajak.

b. Hukum pajak formal

Yang termasuk ke dalam hukum pajak formal adalah peraturan-peraturan mengenai

cara-cara untuk menjelmakan hukum material tersebut menjadi suatu kenyataan.Bagian

hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang pajak,

kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak,

kewajiban pihak ketiga dan pula prosedur dalam pemungutannya. Maksud dari hukum

formal adalah untuk melindungi, baik fiskus maupun wajib pajak, jadi untuk memberi

jaminan, bahwa hukum materialnya akan dapat diselenggarakan setepat-tepatnya. Hukum

pajak formal di Indonesia contohnya antara lain diatur dalam Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (KUP) dan dalam Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Sengketa pajak adalah perselisihan antara wajib pajak, pemotong, atau pemungut pajak, serta

penanggung pajak dengan pejabat pajak mengenai penerapan undang-undang pajak. Dalam

pengertian ini, yang berselisih adalah: (1) wajib pajak dengan pejabat pajak; (2) pemotong atau

pemungut pajak dengan pejabat pajak; (3) wajib pajak dengan pemotong atau pemungut pajak;

(4) penanggung pajak dengan pejabat pajak (Saidi, 2007, 91). Menurut Gordon (1996, 105),

penyelesaian sengketa pajak dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu

Compromise/Kompromi, Payment of Tax During Dispute / Pembayaraan Saat Sengketa Pajak

Berjalan dan Disputes Within the Taxation Authority.

Imbalan bunga Menurut Gordon (1996, hal. 110), imbalan bunga didefinisikan sebagai

berikut: “Interest must be assessed on every late payment of tax or penalty, as well as on every

payment due from treasury to the taxpayer. It should be stressed that interest is not the same as a

penalty due for noncompliance. Interest reflect the time value of money and should therefore

never be waived or subject to compromise. An interest rate that reflect the full cost of money,

including inflation, should be specified, typically by reference to the central bank discount rate, a

rate on treasury obligations, or the like.” Imbalan bunga haruslah dinilai pada setiap telat

pembayaran dalam pajak ataupun sanksi, dan juga untuk setiap telat bayar dari bendaharawan

pemerintah terhadap wajib pajak. Harus ditekankan bahwa imbalan bunga tidak sama dengan

sanksi atas ketidakpatuhan dalam pemenuhan kewajiban. Imbalan bunga mencerminkan time

value of money (nilai waktu uang) dan maka dari itu tidak diboleh

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

5    

dibebaskan/dihilangkan.Sebuah suku bunga yang mencerminkan biaya penuh uang, termasuk

inflasi, harus ditentukan, biasanya dengan mengacu pada suku bunga bank sentral, obligasi, dan

sejenisnya Pengertian imbalan bunga sebagai hak bagi wajib pajak dijelaskan juga oleh Morgan

(1990, 176) yang menjelaskan bahwa ”The government must pay interest to taxpayers who have

overpaid their taxes, and taxpayers must pay interest to the government for underpayments

(deficiencies) of taxes. The principle is simple: the government must compensate the taxpayer for

its use of her money, and the taxpayer must similarity compensate.” Pemerintah harus membayar

bunga kepada wajib pajak yang memiliki kelebihan pembayaran pajak, dan wajib pajak juga

harus membayar bunga kepada pemerintah atas pajak yang kurang dibayar. Prinsip tersebut

sederhana: Pemerintah harus memberikan kompensasi atas uang yang wajib pajak yang telah

digunakan oleh pemerintah, dan begitu pula sebaliknya.

Asas kesetaraan atau fair play menurut Vanistendael (1996, hal. 21) adalah “The

principle of fair play or public trust means that the taxation authority must not be allowed an

unfair advantage in its dealings with taxpayer. Application of this principle suggests that (1) the

authority must notify taxpayer of any action the authority may take relating to the taxpayer, (2)

during litigation, a taxpayer must be afforded all the rights of process allowed the authority, and

(3) the authority must be bound by its interpretation of the law as apllied to a taxpayer’s

particular situation. In most countries,these rules of fair play are part of the general

administrative law. However, exception to thesecan be made when fair play does not suffer as a

result.” Prinsip dari fair play (kesetaraan)atau public trust (kepercayaan publik) berarti bahwa

otoritas pajak dalam hal ini fiskus tidak boleh mengambil keuntungan dalam menghadapi

wajib pajak. Pelaksanaan dari prinsip ini adalah fiskus harus memberikan pemberitahuan atas

segala tindakan fiskus yang berkaitan dengan wajib pajak, Selama litigasi, Wajib Pajak harus

dipenuhi hak-haknya dalam proses yang sesuai dengan undang-undang. Pihak berwenang harus

terikat dengan interpretasinya terhadap hukum sebagaimana diaplikasikan terhadap situasi khusus

dan yang kini dimiliki oleh Wajib Pajak.. Hal tersebut biasanya merupakan bagian dari hukum

administrasi suatu negara. Namun pengecualian dapat dibuat apabila kesetaraan (fair play) ini

tidak terjadi dengan adanya pokok-pokok pemikiran tersebut.maka dari itu, pada intinya prinsip

kesataraan adalah menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus.

Tidak boleh ada suatu pihak yang dapat mengambil keuntungan dari suatu aturan yang

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

6    

ada.Aturan tersebut tidak boleh berat sebelah atau condong satu pihak dalam hal ini fiskus

maupun wajib pajak.

3. Metode Penelitian

3.1.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

kualitatif.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini diteliti dengan menggunakan

pendekatan kualitatif karena peneliti merasa perlu untuk fokus pada konteks penelitian

yang dapat menggambarkan dan membentuk pemahaman dari fenomena yang sedang

diteliti serta mengembangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini.Menurut Bogdan

& Taylor dalam Basrowi dan Suwardi (2008, p. 1) menyebutkan bahwa pendekatan

kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

ucapan atau tulisan dan perlaku orang-orang yang diamati. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Creswell (1994, p. 1) mendeskripsikan pendekatan kualitatif sebagai sebuah

proses untuk memahami masalah sosial dan atau masalah manusia, dengan berdasar pada

proses membangun sebuah gambaran holistic dan kompleks yang disusun oleh kata-kata

guna melaporkan gambaran detil dari informan dan dilakukan dalam setting natural.

Pilihan pendekatan kualitatif ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberikan

gambaran pengertian dan pemahaman yang menyeluruh atas kebijakan imbalan bunga

dalam sengketa pajak.

3.2.Jenis Penelitian

Penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam kategori penelitian deskriptif.Menurut

Prasetyo & Jannah (2005, hal. 42) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan

untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.

Hasil dari studi deskriptif adalah gambaran mendetil dari subjek penelitian.Hal tersebut

sejalan dengan tujuan penelitian ini menggambarkan kebijakan imbalan bunga dalam

sengketa pajak secara mendalam, serta melakukan analisis atas kebijakan tersebut dilihat

dari asas fairplay atau kesetaraan.

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

7    

Selanjutnya, jenis penelitian yang digunakan peneliti berdasarkan menfaatnya

adalah penelitian murni. Penelitian ini dapat dikategorikan terhadap penelitian murni atau

basic research.Menurut tujuannya, penelitian murni adalah penelitian untuk

mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat

praktis(Sugiyono, 2011).Penelitian ini termasuk dalam penelitian murni karena

berorientasi pada ilmu pengetahuan dan akademis.Penelitian murni tidak memiliki

implikasi langsung daam penyelasian masalah secara cepat. Selain itu, penelitian ini tidak

terikat dengan pihak atau sponsor manapun.

Jika dilihat dari aspek dimensi waktu , penelitian yang peneliti lakukan termasuk

ke dalam kategori penelitian cross sectional studies, yaitu penelitian yang dilakukan pada

satu waktu tertentu tersebut (Prasetyo & Jannah, 2005, hal. 45). Penelitian ini merupakan

penelitian cross sectional karena hanya dilakukan pada satu periode tertentu dan tidak

akan melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan.

Terakhir, sesuai dengan pendekatan penelitiannya, penelitian ini menggunakan

teknik pengumpulan data kualitatif.Menurut Lofland & Lofland dalam (Basrowi &

Suwardi, 2008, hal. 169) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata

dan tindakan, yang merupakan data primer.Selebihnya adalah data sekunder berupa data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain.Sesuai pengertian tersebut, peneliti

mengguanakan studi literatur dan wawancara mendalam dalam penelitian.

3.3.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi literatur

(library research) dan studi lapangan (field research). Melalui studi literatur, peneliti

dapat menyatakan secara eksplisit, dan pembaca dapat melihat mengapa hal yang ingin

diteliti merupakan masalah yang memang harus diteliti, baik dari segi subjek yang akan

diteliti dan lingkungannya, maupun dari sisi hubungan penelitian tersebut dengan

penelitian lain yang relevan (Neuman, 2000). Dengan studi literatur, peneliti melakukan

studi dengan cara membaca dan mengumpulkan data-data kepustakaan dari buku-buku,

peraturan perundang-undangan, karya ilmiah dan berbagai literature lainnya yang relevan

dengan permaslahan yang diangkat dalam penelitian ini. Studi lapangan dalam Penelitian

kualitiatif dilakukan dengan cara wawancara mendalam atau in depth interview.Creswell

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

8    

menjelaskan bahwa peneliti kualitatif mengkonduksi studi mereka di ‘lapangan’, dimana

partisipan hidup dan bekerja (Creswell, 1994). Studi lapangan dilakukan guna

mendapatkan data primer dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan

yang berkaitan langsung dengan permasalahan.Wawancara mendalam merupakan sumber

utama pencarian data dalam penelitian kualitatif

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.Analisis Perkembangan Kebijakan Imbalan Bunga dalam Sengketa

Sebagaimana Diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah

No. 74 Tahun 2011

Ketentuan imbalan bunga dalam rezim UU KUP Tahun 2000 mengatur bahwa

imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak. Apabila Wajib Pajak melakukan upaya

hukum yang kemudian atas upaya hukum tersebut, baik itu keberatan, banding,

maupun peninjauan kembali, menimbulkan kelebihan bayar yang dalam hal ini

putusan atas upaya hukum tersebut, baik itu putusan keberatan, putusan banding,

putusan peninjauan kembali, yang menimbulkan kelebihan pembayaran pajak, maka

Wajib Pajak secara penuh berhak menerima imbalan bunga. Namun, seiring dengan

berjalannya waktu dan dilakukan pembaharuan kebijakan, dengan ditetapkannya UU

No. 28 Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga dari UU KUP, ketentuan

imbalan bunga atas sengketa pajak pun mengalami perubahan.

Dengan ketentuan rezim baru sebagaimana diatur dalam Pasal 27A UU KUP

2007, dapat dilihat bahwa ketentuan mengenai imbalan bunga diatur lebih lanjut,

dengan diaturnya beberapa ketentuan-ketentuan baru yang mengatur mengenai

kondisi-kondisi apa saja yang dapat menimbulkan pemberian imbalan bunga kepada

Wajib Pajak. Dalam rezim baru ini, ketentuan imbalan bunga tidak hanya diatur dalam

Pasal 27A UU KUP 2007 saja, namun juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 80

Tahun 2007. Peraturan tersebut kemudian disempurnakan menjadi Peraturan

Pemerintah No. 74 Tahun 2011. dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai

ketentuan apa saja yang menyebabkan Wajib Pajak tidak berhak menerima imbalan

bunga atas sengketa pajak.

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

9    

Perkembangan kebijakan imbalan bunga atas sengketa pajak dari rezim lama UU

KUP 2000 yang kemudian diganti dengan UU KUP 2007 dan juga diatur dalam PP 74

Tahun 2011, tentunya didasari oleh beberapa pertimbangan yang menyebabkan

kebijakan imbalan bunga atas sengketa pajak ini berubah. Seperti yang disebutkan

oleh Lester dan Steward dalam bukunya Public Policy, an Evolutionary Approach

(1996) perubahan kebijakan adalah titik dimana kebijakan dievaluasi dan didesain

ulang sehingga proses seluruh kebijakan baru dimulai. Berikut pemaparan mengenai

perkembangan kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak.

4.1.1 Kedudukan Surat Ketetapan Pajak dalam Kebijakan Imbalan Bunga dari Rezim

Lama UU KUP Tahun 2000 ke Rezim Baru UU KUP Tahun 2007 dan PP No. 74

Tahun 2011. Dalam UU KUP 2000, ketentuan mengenai SKP tersebut yang mewajibkan Wajib

Pajak untuk membayar Pajak dalam SKPKB hasil pemeriksaan sebelum melakukan

upaya hukum tentunya memberatkan Wajib Pajak dalam melakukan upaya hukum,

baik itu keberatan hingga peninjauan kembali. Maka pada UU KUP 2007, ketentuan

mengenai Surat Ketetapan Pajak yang sebelumnya diwajibkan kepada Wajib Pajak

sebagaiman diatur dalam Pasal 25 Ayat 7 UU KUP 2000 untuk membayar pajak

terutangnya terlebih dahulu sebelum melakukan upaya hukum, diubah sebagaimana

diatur dalam Pasal 25 Ayat 3A UU KUP 2007.

Berdasarkan aturan tersebut, dapat dilihat bahwa kedudukan SKP pada UU KUP

2007 berbeda dengan aturan sebelumnya dalam UU KUP 2000. Dalam UU KUP

2000, SKP yang diterbitkan oleh fiskus bersifat wajib untuk dibayar. Namun, dengan

adanya perubahan sebagaimana diatur dalam UU KUP 2007, kedudukan SKP

mengalami perubahan yang berimplikasi pada tidak wajibnya pajak yang terhutang

dalam SKPKB dibayar oleh Wajib Pajak sebelum melakukan upaya hukum. Wajib

Pajak diperbolehkan melunasi hutang pajak hanya sebatas yang disetujui oleh Wajib

Pajak itu sendiri pada saat pembahasan hasil pemeriksaan.

Dengan adanya perubahan kedudukan SKP tersebut, berimplikasi pada ketentuan

imbalan bunga atas sengketa pajak yang diatur dalam UU KUP 2007 dan PP 74 Tahun

2011. Apabila sebelumnya dalam UU KUP 2000 imbalan bunga diberikan atas segala

keputusan pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran, dalam UU KUP 2007

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

10    

yang juga diatur dalam PP 74 Tahun 2011 mengatur kondisi-kondisi yang

menyebabkan Wajib Pajak tidak berhak menerima imbalan bunga. Kondisi-kondisi

dimana Wajib Pajak tidak berhak untuk menerima imbalan bunga atas sengketa pajak

terjadi karena adanya perubahan kedudukan SKP itu sendiri. Dengan tidak wajibnya

Wajib Pajak membayar hutang pajak pada SKP hasil pemeriksaan, maka pemerintah

dalam hal ini fiskus beranggapan bahwa pemerintah tidak harus memberikan imbalan

bunga karena wajib pajak tidak membayar pajak terhutangnya dalam SKP hasil

pemeriksaan.

4.1.2 Hambatan Implementasi Kebijakan Imbalan Bunga dari Rezim Lama UU

KUP Tahun 2000 ke Rezim Baru UU KUP Tahun 2007 dan PP No. 74 Tahun

2011

Dalam pengimplementasiannya, kebijakan mengenai imbalan bunga dalam

sengketa pajak masih terdapat kendala-kendala. Kita ketahui bahwa dengan adanya

perubahan-perubahan, diperlukan sosialisasi mengenai perubahan ketentuan

perundang-undangan atas kebijakan imbalan bunga tersebut guna memberikan

pemberitahuan dan juga pemahaman pada Wajib Pajak atas adanya perubahan

tersebut. Namun, apabila sosialisasi tersebut kurang efektif dilakukan tentunya dapat

menimbulkan misinterpretasi dan juga kurangnya pemahaman Wajib Pajak terhadap

perubahan kebijakan imbalan bunga atas sengketa pajak yang berlaku saat ini.

Perbedaan penafsiran dalam hal ini Wajib Pajak tersebut tentunya timbul karena

kurangnya sosialisasi dan juga bermacam-macamnya peraturan kebijakanimbalan

bunga atas sengketa pajak yang diatur baik di dalam undang-undang maupun

peraturan pemerintah. Wajib Pajak pun juga mengalami kurangnya pemahaman

terhadap makna dari kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak itu sendiri.

Perbedaan penafsiran dalam hal ini Wajib Pajak tersebut tentunya timbul karena

kurangnya sosialisasi dan juga bermacam-macamnya peraturan kebijakanimbalan

bunga atas sengketa pajak yang diatur baik di dalam undang-undang maupun

peraturan pemerintah.

Dengan timbulnya hambatan-hambatan tersebut, baik itu yang dialami oleh Wajib

Pajak maupun oleh pihak pemerintah itu sendiri, maka diperlukan adanya simplifikasi

peraturan guna meminimalisasi timbulnya perbedaan pemahaman konsep, perbedaan

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

11    

interpretasi dan kurangnya pemahaman Wajib Pajak terhadap perubahan kebijakan

imbalan bunga atas sengketa pajak yang berlaku saat ini dengan diterbitkannya

Peraturan Menteri Keuangan yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Dengan

diterbitkannya aturan tersebut akan menghapus segala peraturan di bawah Peraturan

Menteri Keuangan, sesuai dengan amanat UU No. 12 Tahun 2011, yang menetapkan

bahwa peraturan perundang-undangan paling rendah diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan, diharapkan Wajib Pajak maupun pihak pemerintah dapat lebih mudah

membaca dan juga memahami substansi dan maksud dari peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai imbalan bunga atas sengketa pajak.

4.1.3 Besaran Imbalan Bunga Dalam Sengketa Pajak dari Rezim Lama UU KUP

Tahun 2000 ke Rezim Baru UU KUP Tahun 2007 dan PP No.74 Tahun 2011

Ketentuan atas besaran bunga yang ekuivalen dengan sanksi bunga yakni sebesar

2 persen per bulan dapat dilihat sebagai kesetaraan antara sanksi dan hak bagi Wajib

Pajak. Apabila Wajib Pajak menerima keterlambatan pembayaran atas kelebihan

pembayaran pajak yang harus ia terima dari pemerintah maka Wajib Pajak berhak

menerima imbalan bunga sebesar 2 persen per bulan pajak yang lebih dibayar. Tetapi,

apabila hal sebaliknya terjadi yakni terjadi keterlambatan pembayaran oleh Wajib

Pajak maka wajib pajak dikenakan sanksi keterlambatan pembayaran sebesar 2 persen

per bulan dari pajak yang kurang dibayar. Seperti yang disebutkan oleh Morgan

(1990) yakni Pemerintah harus membayar bunga kepada wajib pajak yang memiliki

kelebihan pembayaran pajak, dan wajib pajak juga harus membayar bunga kepada

pemerintah atas pajak yang kurang dibayar. Prinsip tersebut sederhana: Pemerintah

harus memberikan kompensasi atas uang yang wajib pajak yang telah digunakan oleh

pemerintah, dan begitu pula sebaliknya.

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

12    

Tabel 4.1 Perkembangan Kebijakan Imbalan Bunga dalam Sengketa Pajak

Sebagaimana diatur dalam UU KUP Tahun 2007 dan PP No.74 Tahun 2011

Sebelum Rezim Baru (UU KUP Tahun

2000) Rezim Baru (UU KUP Tahun 2007 & PP

No.74 Tahun 2011)

Kedudukan SKP Kedudukan SKP sebagai hutang pajak dimana Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang sebelum melakukan upaya hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Ayat (7) UU KUP 2000.

Kedudukan SKP sebagai hutang pajak dimana Wajib Pajak tidak wajib membayar pajak terutang sebelum melakukan upaya hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Ayat 3A UU KUP 2007.

Hambatan Banyak perbedaan interpretasi dan pemahaman Wajib Pajak maupun pihak pemerintah mengenai kebijakan imbalan bunga atas sengketa pajak terhadap tahun pajak dan peraturan yang harus diacu.

Besaran Imbalan Bunga Besaran imbalan bunga masih lah sama yakni sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan. Ketentuan atas besaran bunga tersebut agar ekuivalen dengan sanksi bunga yakni sebesar 2 persen per bulan.

4.2. Analisis Kesesuaian Kebijakan Imbalan Bunga yang Diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 74 Tahun 2011 dengan Asas Kesetaraan Wajib Pajak dan Fiskus

Secara teknis, pemerintah dalam pengimplementasian kebijakan mengenai

imbalan bunga dalam sengketa pajak memang sudah memberikan pemberitahuan

melalui pembahasan akhir (closing conference) atas pemberitahuan SKP pada Wajib

Pajak dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak.

Fiskus memang telah memberikan pemberitahuan melalui pembahasan akhir (closing

conference) atas pemberitahuan SKP pada Wajib Pajak dalam proses pemeriksaan

yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak, selaras dengan asas fair play atau

kesetaraan, seperti yang dikemukakan oleh Vanistendael (1996), “the authority must

notify taxpayer of any action the authority may take relating to the taxpayer.” Pihak

berwenang harus memberitahu Wajib Pajak akan tindakan yang dapat dilakukan oleh

pihak berwenang terkait dengan Wajib Pajak.

Di sisi lain, secara substantif, ketentuan tambahan mengenai kebijakan imbalan

bunga dalam sengketa pajak sebagaimana diatur dalam PP 74 Tahun 2011 justru

menciptakan adanya batasan-batasan yang berimplikasi pada tertutupnya peluang dan

hak Wajib Pajak untuk memperoleh imbalan bunga apabila mengajukan upaya hukum

atas sengketa pajak yang terjadi antara kedua pihak. Kondisi yang mengharuskan

Wajib Pajak untuk tidak setuju dan tidak membayar atas hutang pajak sebagaimana

tertulis dalam SKP hasil pemeriksaan tentunya memperkecil kesempatan Wajib Pajak

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

13    

untuk memperoleh imbalan bunga. Padahal, dalam Pasal 27A UU KUP 2007, dapat

diringkas bahwa imbalan bunga diberikan atas segala ketetapan pajak maupun

keputusan atas upaya hukum yang mengakibatkan kelebihan pembayaran bagi Wajib

Pajak.

Terdapatnya batasan-batasan yang menyebabkan berukurangnya imbalan bunga

tersebut tidak selaras dengan apa yang diutarakan oleh Vanistendael (1996) mengenai

asas kesetaraan yaitu “during litigation, a taxpayer must be afforded all the rights of

process allowed the authority”. Ketika melakukan upaya hukum, wajib pajak harus

diberikan segala hak nya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal yang

bertolak belakang memang terjadi terhadap dua aturan yang mengatur mengenai

imbalan bunga dalam sengketa pajak ini. Dalam UU KUP Tahun 2007 diatur bahwa

imbalan bunga diberikan atas segala ketetapan pajak yang menyebabkan kelebihan

pembyaran pajak, tapi aturan mengenai imbalan bunga yang diatur dalam PP 74

Tahun 2011 mengurangi hak-hak Wajib Pajak untuk menerima imbalan bunga dalam

sengketa pajak.

Selain menciptakan batasan-batasan, aturan yang diatur dalam PP No.74 Tahun

2011 mengenai wajib pajak harus tidak mnyetujui seluruhnya hutang pajak atas SKP

yang terbitkan oleh fiskus menjadi penentu atas hak Wajib Pajak memperoleh imbalan

bunga kurang berisfat objektif dimana ketetapan pajak itu sendiri diterbitkan secara

sepihak oleh fiskus. Sebenarnya Wajib Pajak maupun fiskus sendiri masih dapat

melakukan upaya hukum baik itu keberatan, banding, maupun peninjauan kembali,

dimana putusan atas upaya hukum tersebut lebih bersifat objektif, karena putusan

tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang netral, yang memang berwenang untuk

memutus sengketa pajak seadil mungkin, dalam hal ini pengadilan pajak dan

mahkamah agung.

Pemaparan sebelumnya yakni meski Wajib Pajak menerima putusan atas sengketa

pajak yang menyebabkan kelebihan bayar namun Wajib Pajak tidak berhak menerima

imbalan bunga tidak selaras dengan apa yang diutarakan oleh Vanistandael (1996)

mengenai asas fair play atau kesetaraan yang menjelaskan “the authority must be

bound by its interpretation of the law as apllied to a taxpayer’s particular situation.”

Pihak berwenang harus terikat dengan interpretasinya terhadap hukum sebagaimana

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

14    

diaplikasikan terhadap situasi khusus yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini,

apabila putusan atas sengketa pajak baik itu keberatan, banding, maupun peninjauan

kembali menetapkan bahwa Wajib Pajak berhak menerima kelebihan pembayaran atas

pajaknya, maka seharusnya pemerintah dalam hal ini fiskus taat terhadap putusan

tersebut dan memberikan imbalan bunga dikarenakan putusan tersebut memang

mengakibatkan kelebihan pembayaran bagi Wajib Pajak, dimana uang Wajib Pajak

telah tertahan lama di kas negara. Hal tersebut sejalan sebagaimana yang diutarakan

oleh Gordon (1996) “Imbalan bunga mencerminkan time value of money (nilai waktu

uang) dan maka dari itu tidak diboleh dibebaskan/dihilangkan”.

Dalam realisasinya, sebagaimana diatur dalam PP 74 Tahun 2011, setuju dan tidak

setuju nya Wajib Pajak atas SKP yang diterbitkan oleh fiskus atas hasil pemeriksaan

menjadi penentu dasar pengambilan keputusan oleh fiskus atas apakah Wajib Pajak

berhak menerima imbalan bunga atau tidak. Padahal, kita ketahui sendiri bahwa SKP

tersebut diterbitkan secara sepihak, yang dimana ketetapan pajak tersebut kurang

bersifat objektif. Berdasarkan pemaparan tersebut, dijelaskan bahwa aturan mengenai

imbalan bunga yang diatur dalam PP No. 74 Tahun 2011 cenderung menguntungkan

fiskus, yang dimana penentuan Wajib Pajak berhak menerima imbalan bunga adalah

berdasarkan setuju atau tidak setuju Wajib Pajak atas SKP tersebut. Hasil putusan

keberatan, banding, maupun peninjauan kembali yang menyebabkan kelebihan

pembayaran menjadi tidak berarti karena adanya pilihan untuk setuju atau tidak setuju

Wajib Pajak atas SKP tersebut.

Padahal, secara undang-undang, putusan keberatan, banding, maupun peninjauan

kembali merupakan putusan yang lebih objektif karena ketetapan pajak tidak

diterbitkan oleh kedua pihak yang bersengketa. Hal tersebut tidak selaras dengan

pokok pemikiran asas fair play atau kesetaraan, sebagaimana dikemukakan

olehVanistendael (1996) yang menjelaskan bahwa, “The principle of fair play or

public trust means that the taxation authority must not be allowed an unfair

advantage in its dealings with taxpayer.” Prinsip dari asas fairplay atau kesetaraan

tersebut menunjukkan bahwa otoritas pajak dalam hal ini fiskus tidak boleh dalam

berada dalam posisi yang lebih tinggi atau menguntungkan dalam menghadapi wajib

pajak. Pemaparan mengenai kesesuaian kebijakan imbalan bunga dalam sengketa

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

15    

pajak dengan asas fair play atau kesetaraan secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.2

dibawah ini.

Tabel 4.2 Realisasi Asas Kesetaraan Wajib Pajak dan Fiskus

No. Asas Kesetaraan Wajib Pajak dan Fiskus Asas Realisasi

1 Pihak berwenang harus memberitahu Wajib Pajak akan tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak berwenang terkait dengan Wajib Pajak.

Setelah memeriksa Wajib Pajak, ada closing conference dan pemberitahuan SKP.

2 Selama litigasi, Wajib Pajak harus dipenuhi hak-haknya dalam proses yang sesuai dengan Undang-undang.

Pada peraturan pemerintah, hak-hak Wajib Pajak untuk menerima imbalan bunga dikurangi. Sementara, UU No. 28 Tahun 2007 tidak mengurangi hak-hak Wajib Pajak untuk menerima imbalan bunga.

3

Pihak berwenang harus terikat dengan interpretasinya terhadap hukum sebagaimana diaplikasikan terhadap situasi khusus dan yang kini dimiliki oleh Wajib Pajak.

Berhak atau tidaknya Wajib Pajak menerima imbalan bunga ditentukan oleh setuju atau tidak setuju nya Wajib Pajak atas SKPKB yang diterbitkan. Putusan sengketa pajak yang menetapkan kelebihan pembayaran Wajib Pajak tidak berpengaruh atas berhak tidak ny Wajib Pajak menerima imbalan bunga.

Pada pelaksanaannya, kebijakan imbalan bunga yang diatur dalam Peraturan UU

KUP 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tidak sepenuhnya sesuai

dengan asas fairplay atau kesetaraan ini, dimana kesetaraan dicapai hanya dalam

tataran teknis, namun kurang tampak dalam tataran substantif.

5. Simpulan dan Saran

5.1.Simpulan

1. Dengan adanya aturan mengenai imbalan bunga dalam sengketa pajak

sebagaimana diatur dalam UU KUP Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No.

74 Tahun 2011, perkembangan yang terjadi adalah:

a. Kedudukan SKP sebagai hutang pajak dimana Wajib Pajak tidak wajib

membayar pajak terutang sebelum melakukan upaya hukum. Hal tersebut

berimplikasi pada adanya ketentuan yang mengatur kondisi apa saja yang

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

16    

menyebabkan Wajib Pajak tidak berhak menerima imbalan bunga

sebagaimana diatur dalam. Hal tersebut dikarenakan oleh berubahnya

kedudukan SKP sebagai hutang pajak dimana Wajib Pajak tidak wajib

membayar pajak terutang sebelum melakukan upaya hukum sebagaimana

diatur dalam PP No.74 Tahun 2011.

b. Masih banyak perbedaan interpretasi dan pemahaman Wajib Pajak maupun

pihak pemerintah mengenai kebijakan imbalan bunga atas sengketa pajak

terhadap tahun pajak dan peraturan yang harus diacu.

c. Besaran yakni sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk jangka waktu

maksimal 24 bulan. Ketentuan atas besaran bunga tersebut agar ekuivalen

dengan sanksi bunga yakni sebesar 2% (dua persen) per bulan.

2. Pada pelaksanaannya, kebijakan imbalan bunga yang diatur dalam UU KUP 2007

dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tidak sepenuhnya sesuai dengan

asas fairplay atau kesetaraan hal tersbut terlihat dari:

a. Kesetaraan dicapai hanya dalam tataran teknis, yakni setelah memeriksa

Wajib Pajak, ada closing conference dan pemberitahuan SKP. Hal tersebut

selaras dengan salah satu bagian dari asas kesetaraan yang menjelaskan

bahwa Pihak berwenang harus memberitahu Wajib Pajak akan tindakan

yang dapat dilakukan oleh pihak berwenang terkait dengan Wajib Pajak.

b. Kesetaraan tidak dicapai dalam tataran substantif, pada PP No.74 Tahun

2011, hak-hak Wajib Pajak untuk menerima imbalan bunga dikurangi.

Sementara, UU No. 28 Tahun 2007 tidak mengurangi hak-hak Wajib Pajak

untuk menerima imbalan bunga. Seharusnya selama litigasi, Wajib Pajak

harus dipenuhi hak-haknya dalam proses yang sesuai dengan undang-

undang. Kemudian aturan mengenai imbalan bunga sebagaimana diatur

dalam peraturan pemerintah tersebut mengatur berhak atau tidaknya Wajib

Pajak menerima imbalan bunga yang setuju atau tidak setuju nya Wajib

Pajak atas SKPKB yang diterbitkan. Putusan sengketa pajak yang

menetapkan kelebihan pembayaran Wajib Pajak tidak berpengaruh atas

berhak tidak nya Wajib Pajak menerima imbalan bunga yang dimana

seharusnya pihak berwenang dalam hal ini harus terikat dengan

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

17    

interpretasinya terhadap hukum sebagaimana diaplikasikan terhadap situasi

khusus dan yang kini dimiliki oleh Wajib Pajak.

5.2.Saran

1. Perlu adanya simplifikasi dan sosialisasi aturan untuk menghindari perbedaan

peraturan mengenai kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak ini, baik dari

pihakWajib Pajak maupun pemerintah.Isi peraturan sebaiknya dibuat dengan lebih

lengkap sehingga lebih mudah dipahami.

2. Untuk mencapai asas fairplay atau kesetaraan secara menyeluruh, sebaiknnya

Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2011 yang mengatur mengenai imbalan bunga

dalam sengketa pajak dihapus untuk menciptakan kedudukan yang lebih setara

antara Wajib Pajak dan Fiskus.

3. Penelitian ini masih belum meninjau lebih jauh aspek ilmu perundang-undangan,

khususnya ketentutan substantif yang diatur dalam peraturan pemerintah, dimana

seharusnya peraturan pemerintah hanya berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan.

Hal tersebut dapat menjadi bahan penelitian lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Basrowi, & Suwardi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Brotodiharjo, R. Santoso. (1989). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : PT Eresco  

Creswell, J. W. (1994). Research Design; Qualitative and Quantitative Approaches. California: Sage Publications.

Gordon, R. K. (1996). Law of Tax Administration and Procedure. In V. Thuronyi, Taw Law Design and Drafting. Washington D.C: International Monetary Fund.

Islamy, M. I. (1997). Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Jones, C. O. (1996). Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lester, J. P., & Stewart Jr., J. (2000). Public Policy : An Evolutionary Approach, Second Edition. Belmont: Wadworth Thomson Learning.

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN IMBALAN BUNGA DALAM SENGKETA …

18    

Morgan, P. T. (1990). Tax Procedure And Tax Fraud In A Nutshell. St.Paul: West Publishing Co.

Neuman, W. L. (2000). Social Research Method, Qualitative and Quantitative Approach, 4th Edition. USA: Ally & Bacon.

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Saidi, M. D. (2007). Perlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Subarsono. (2005). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi, dengan Metode R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Vanistendael, F. (1996). Legal Framework for Taxation. Dalam V. Thuronyi, Tax Law Design and Draftting. Washington D.C: International Monetary Fund.

Website

Imbalan Bunga Bukanlah Kerugian Negara. (2011, March 28). Retrieved March 2, 2013, from Kantor Wilayah Pajak Wajib Pajak Besar: http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/file_share/kontan28_3april.pdf

Analisis kebijakan..., Luthfan Ali Azka, FISIP-UI, 2013