analisis kawasan iii sebagai pendukung pariwisata bahari...
TRANSCRIPT
Analisis Kawasan III Sebagai Pendukung Pariwisata Bahari
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Natuna
Analysis of Region III As Marine Tourism Support Konservasasi Area Of Regional Waters
Erwanda Angellyne Natasya A Rahim1, Andy Zulfikar, S.Pi, MP
2, Fitria Ulfah, SP, MM
2
Mahasiswa1, Pembimbing
2
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Ilmu Kelaitasn dan Perikanan
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting, menganalisis kesesuaian
kawasan, menganalisis tingkat kerentanan dan tingkat keterwakilan ekosistem penting Kawasan
III KKPD Natuna. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, analisis SWOT,
pengukuran kualitas perairan dan pengamatan karang. Hasil penelitian menunjukkan kondisi
eksisting kawasan III KKPD Natuna rata-rata parameter perairan masih dibawah ambang batas
baku mutu dan kondisi karang 3 titik termasuk dalam kategori baik, dua titik dalam kategori
jelek. Kesesuaian Kawasan III sebagai pendukung pariwisata bahari menunjukkan matriks EI
berada pada kolom V (jaga dan pertahankan). Faktor resiko menunjukkan resiko tertinggi berada
pada pesisir dikarenakan pemukiman dan aktivitas manusia terkonsentrasi dipesisir. Sedangkan
tingkat keterwakilan ekosistem penting pada kawasan ini terdapat berada pada perairan sekitar
Selapang, Kelanga, dan lima titik diperairan Cemaga. Perairan yang memiliki tingkat
keterwakilan tinggi serta faktor resiko yang rendah cocok untuk dijadikan sebagai zona inti bagi
kawasan konservasi perairan. Selain itu, daerah pendaratan penyu seperti pulau Senoa sebaiknya
juga dijadikan sebagai zona inti kawasan konservasi perairan.
Kata Kunci: Pariwisata Bahari, KKPD Natuna, Analisis Kerentanan, Analisis Keterwakilan,
Analisis SWOT, Terumbu Karang.
ABSTRAC
Research aims to determine the existing condition, analyze the suitability of the area,
analyze the level of vulnerability and the level of representation of important ecosystem Region
III KKPD Natuna. Analyses were performed use ArcGIS software, SWOT analysis, water
quality measurements and observations of coral. Results of research indication existing condition
III region KKPD average Natuna waters parameters still below the quality standard limits and
conditions corals three points included in both categories, two points in the category of ugly.
Region III suitability as a support matrix EI nautical tourism shows in column V (guard and
maintain). Risk factors showed the highest risk is at the coast due to the settlement and human
activity is concentrated on the seashore. While the level of representation is important
ecosystems in this region are located in the waters around Selapang, Kelanga, and a five-point
Cemaga waters. Waters that have a high level of representation and a low risk factor suitable to
serve as a core area for water conservation. In addition, the turtle landing areas such as the island
Senoa should also serve as the core zone of marine protected areas.
Keyword: Nautical tourism, KKPD Natuna, Susceptibility Analysis, Representation
analysis, SWOT analysis, Coral Reef.
PENDAHULUAN
Melalui Surat Keputusan Bupati Natuna
Nomor: 378 Tahun 2008 di wilayah
Kabupaten Natuna telah ditetapkan tiga
Kawasan Konservasi Perairan Daerah
(KKPD) yaitu: 1) kawasan I, meliputi
kawasan Pulau Tiga - Sedanau dan laut di
sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung
kegiatan perikanan berkelanjutan, seluas
54.572 ha; 2) kawasan II, meliputi kawasan
Bunguran Utara dan laut di sekitarnya
diprioritaskan untuk suaka perikanan, seluas
52.415 ha, dan 3) kawasan III, meliputi
kawasan pesisir Timur Bunguran dan laut di
sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung
kegiatan pariwisata bahari, seluas 35.990 ha.
Kawasan Tiga KKPD meliputi tiga
wilayah kecamatan (Kecamatan Bunguran
Timur, Bunguran Timur Laut dan Bunguran
Selatan) termasuk ibukota Kabupaten
Natuna (Ranai) dan terletak di kaki Gunung
Ranai.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2007 Pasal 8 Ayat 3, menyatakan
bahwa pembentukan Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) harus dapat mencakup aspek
ekologi, sosial, budaya dan ekonomi.
Susanto (2011) menyatakan kriteria-kriteria
utama pemilihan sebuah lokasi KKP adalah
keterwakilan biodiversitas, tingkat
kerentanan terhadap gangguan (terutama
dari pengaruh aktivitas manusia) dan
keberlanjutan.
Penelitian ini didasarkan pada ancaman
kelestarian yang dicirikan dengan penurunan
kualitas yang disebabkan oleh penggunaan
alat tangkap merusak, sepeti pembiusan,
pengeboman, penggunaan mini trawl dan
pukat gelang. Selain itu, untuk mengkaji
Kawasan 3 dalam statusnya sebagai KKPD
yang bertujuan untuk mendukung kegiatan
Pariwisata Bahari dari aspek ekologi, nilai
estetika dan sarana prasarana. Adapun
tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Mengetahui kondisi eksisting Kawasan
III KKPD Kabupaten Natuna
2. Menganalisis kesesuaian Kawasan III
dengan tema KKPD sebagai pendukung
pariwisata bahari melalui analisis
SWOT.
3. Menganalisis tingkat keterwakilan
ekosisitem penting di Kawasan III
KKPD Kabupaten Natuna
4. Menganalisis tingkat kerentanan
Kawasan IIII KKPD Kabupaten Natuna
METODELOGI
Penelitian ini akan dilakukan pada
bulan Oktober 2014 – Juni 2015 pada
kawasan III Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Natuna yang meliputi: Desa
Cemaga, Desa Sepempang, Desa Tanjung,
Desa Kelanga yang berada di tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Bungguran timur,
Bungguran Timur Laut dan Bungguran
Selatan.
Pengambilan/Pengumpulan Data
1. Data Ekologi
a. Kualitas Perairan
Pengambilan data ekologi berupa
pengukuran parameter kualitas perairan
yang dilakukan secara insitu dengan 3 kali
pengulangan pada setiap pengukuran.
Pengukuran kualitas perairan diambil sesuai
dean titik pengamatan karang.
b. Pengamatan Karang
Titik koordinat pengamatan karang
diambil berdasarkan lokasi-lokasi di Daerah
Perlindungan Laut (DPL) dalam Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
Kabupaten Natuna dan dari data yang sudah
ada sebelumnya. Pengambilan data
dilakukan dengan mengelompokkan titik-
titik data berdasarkan kesamaan kategori
tutupan karang, kawasan KKPD serta situasi
dan kondisi lapangan. Pada Tabel.4 akan
disajikan titik koordinat pengambilan data.
Tabel.4 Titik Koordinat Pengambilan Data
Karang
No Lokasi Koord_x Koord_y
1 K_Cemaga_1 108.3870 3.7782
2 K_Cemaga_2 108.3650 3.7534
3 Pengadah 108.2588 4.1150
4 Kelanga 108.3071 4.0599
5 Semempang 108.3572 4.0028
Data yang dihitung dan diamati pada
setiap titik koordinat diantaranya; data
tutupan karang berdasarkan benthic life
form, jenis ikan dan ikan terancam punah
mengunakan metode LIT (Line Intercept
Transect). Semua titik diambil berdasarkan
pertimbangan masih termasuk atau dekat
dengan kawasan DPL.
Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) mengikuti English et al
(1997), dengan beberapa modifikasi.
Panjang garis transek 10 m dan diulang
sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di
lapangan yaitu seorang penyelam
meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m
sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada
di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT
ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40
m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat
yang berada tepat di garis tersebut dicatat
dengan ketelitian hingga sentimeter.
Dari data LIT dapat dihitung tingkat
persentase tutupan berbagai bentuk dasar
karang. Khusus untuk melihat kondisi
karang dapat dilihat berdasarkan pada
tingkat persentase tutupan karang keras yang
hidup. Adapun kategori kondisi karang
berdasarkan karang hidup dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kategori Kondisi Karang
Berdasarkan Tingkat Tutupannya
Kategori Persentase Tutupan
karang hidup
Buruk 0 – 25 %
Sedang 26 – 50 %
Baik 51 – 75 %
Sangat Baik 76 – 100 %
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan data sekunder
yang diambil dari Laporan Review Rencana
Pengelolaan KKPD Coremap CTI, Natuna
Dalam Angka serta penelitian terdahulu
yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Analisis Data
1. Analisis Kondisi Eksisting, Indeks
Keterwakilan dan Analisis
Kerentanan
Metode analisis kondisi eksisting,
indeks keterwakilan dan kerentanan KKPD
Kawasan Tiga (Schill, S and G. Raber,
2009) meliputi kegiatan sebagai berikut :
Pengumpulan dan update data
Kondisi eksisting KKPD Kawasan III
Pengumpulan data sekunder : peta
administrasi, peta RT/RW, peta RBI,
citra Natuna, data statistik Natuna
(DKP, BPS, Bappeda), peta sumberdaya
dan data lainnya yang terkait
Observasi dan pengumpulan data
lapangan
2. Screening, Analisis dan Review
Data
Adapun yang dilihat pada saat
melakukan Screening, Analisis dan Review
Data, sebagai berikut:
Analisis Faktor resiko/kerentanan
lingkungan konservasi (environmental risk
surface/ERS)
Analisis sebaran aktivitas manusia
Penentuan nilai intensitas dan cakupan
pengaruh aktivitas
Rujukan literarur dan pihak terkait
1) Analisis keterwakilan habitat atau
keanekaragaman melalui
pendekatan Indeks keanekaragaman
relative (relative biodiversity index/RBI)
2) Penentuan target konservasi
3) Rujukan literatur terkait
Analisis menggunakan perangkat lunak
dan aplikasi Sistem Informasi Geografi
(ArcGIS).
3. Analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats)
Metode ini digunakan untuk mengetahui
metode strategi pengembangan melalui
analisis SWOT dengan cara menganalisis
faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan
faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
dengan matriks EFE dan IFE. Untuk
menganalisis faktor-faktor yang berupa
peluang dan ancaman yang dihadapi
digunakan Matriks External Factor
Evaluation (EFE). Sedangkan, Matriks
Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor yang
berupa kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi eksisting Kawasan III KKPD
Natuna diketahui melalui pengamatan
visual. Selain itu, dilakukan pengambilan
data mengenai kualitas perairan yang akan
dibandingkan dengan Kepmen LH No.51
tentang baku mutu air laut untuk wisata
bahari, data pengamatan karang serta data
pengamatan ikan karang.
Penentuan kualitas perairan yang
terdapat pada kawasan III KKPD Natuna
dilakukan berdasarkan titik koordinat
sampling pengamatan karang, kawasan ini
memiliki lima (5) titik pengamatan karang
yang diambil berdasarkan hasil pengamatan
LIPI sebelumnya dengan pertimbangan
masih memasuki KKPD Natuna.
Pengukuran kualitas perairan dilakukan
secara insitu, hasil pengukuran menunjukkan
rata-rata kualitas perairan Kawasan III
KKPD Natuna masih dibawah ambang batas
baku mutu tentang baku mutu air laut untuk
wisata bahari. Namun dua titik pengambilan
data menunjukkan salah saru parameter
perairan melewati ambang batas baku mutu
yaitu pada titik pengukuran Cemaga 1 nilai
DO hanya sebesar 3,90 mg/l dan pada titik
pengamatan Sepempang 1 kecerahan
perairan 5,50 m.
a. Suhu
Hasil pengukuran suhu menunjukkan
suhu perairan di lima titik pengamatan yaitu
Cemaga 1 (31,36), Cemaga 2 (30,30),
Sepempang 1 (30,70), Sepempang 2 (30,83)
dan Sepempang 3 (30,50). Berdasarkan
perbandingan Kepmen LH No. 51 Th 2004
tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata
Bahari menunjukkan suhu relative alami
tergantung pada intensitas cahaya matahari
pada saat pengukuran kualitas air. Dengan
demikian suhu pada Kawasan III sesuai
untuk dijadikan lokasi wisata bahari.
b. pH
Pengukuran derajat keasaman (pH) pada
kawasan III KKPD Natuna jika
dibandingkan dengan baku mutu air laut
untuk wisata bahari menunjukkan angka
yang sesuai dengan ambang baku mutu pada
semua titik pengamatan yang artinya pH
pada perairan Kawasan III KKPD Natuna
sesuai untuk dijadikan sebagai pendukung
wisata bahari. Adapun hasil pengukuran
yang diperoleh diantaranya Cemaga 1
(7,83), Cemaga 2 (7,78), Sepempang 1
(7,89), Sepempang 2 (7,96) dan Sepempang
3 (7,75).
c. DO
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO)
pada kelima titik pengamatan di kawasan III
adalah Cemaga 1 (3,90), Cemaga 2 (10,39),
Sepempang 1 (9,53), Sepempang 2 (12,80)
dan Sepempang 3 (8,10). Apabila
dibandingkan dengan baku mutu air laut,
maka pada titik pengamatan cemaga 1 hasil
pengukuran DO dibawah ambang baku mutu
yang ditetapkan yaitu DO>5. Hal ini tejadi
karena adanya pencemaran yang terjadi pada
titik pengamatan tersebut. Pencemaran
terjadi karena penggunaan potassium serta
pembuangan limbah minyak atau melalui
dataran yang membawa beban pencemaran
seperti sampah domestik serta pembuangan
limbah lainnya.
d. Salinitas
Menurut baku mutu air laut untuk wisata
ambang baku mutu untuk salinitas adalah
Alami3(e)
yang artinya kondisi normal suatu
lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim). Hasil pengukuran
salinitas yang dilakukan menunjukkan rata-
rata pengukuran Cemaga 1 (37,13), Cemaga
2 (36,60), Sepempang 1 (36,90), Sepempang
2 (37,00) dan Sepempang 3 (36,40) sesuai
jika dibandingkan dengan Kepmen LH No.
51 Th 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
Untuk Wisata Bahari.
e. Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan hasil yang
diperoleh menunjukkan perbedaan pada
hampir semua titik pengamatan. Akan tetapi,
Cemaga 1 dan 2 tingkat kecerahan (100,00)
Sepempang 1 (5,50), Sepempang 2 (7,50)
dan Sepempang 3 (6,50). Berdasarkan
ambang batas baku mutu kecerahan>6 maka
Sepempang 1 memiliki tingkat kecerahan
yang berada dibawah batas baku mutu. Hal
ini dapat disebabkan karena adanya aktivitas
kapal bermotor nelayan, selain itu tipe
substrat juga dapat mempengaruhi tingkat
kecerahan.
f. Konduktivitas
Hasil pengukuran konduktivitas
menunjukkan Cemaga 1 (54,82), Cemaga 2
(50,00), Sepempang 1 (48,70), Sepempang 2
(48,84) dan Sepempang 3 (48,71).
Konduktivitas adalah ukuran kemampuan air
untuk menghantarkan aliran listrik, nilai
konduktivitas akan berbanding lurus dengan
temperature/suhu. Semakin tinggi suhu
maka semakin tinggi pula nilai konduktivitas
suatu perairan dan biasanya nilai
konduktivitas digunakan untuk menentukan
zona polusi pada perairan.
g. Kecepatan arus
Kecepatan arus pada kelima titik
pengukuran memiliki perbedaan pada
Sepempang 1 (2,30), Sepempang 2 (0,80)
dan Sepempang 3 (0,80) sedangkan pada
Cemaga 1 dan 2 (0,00). Pada cemaga
kecepatan arus 0,00 m/s menunjukkan
bahwa arus sangat lemah yang dapat
disebabkan oleh hembusan angin atau
perairan cemaga tertutup oleh pulau
sehingga arus laut lepas tidak mempengaruhi
perairan tersebut.
h. Kedalaman
Faktor kedalaman perairan dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang
masuk pada perairan. Cahaya matahari
digunakan oleh fitoplankton dan tumbuhan
air lainnya untuk berfotosintesis. Pada
pengukuran diperoleh data sebagai berikut
Cemaga 1 (5,00), Cemaga 2 (6,00),
Sepempang 1 (2,00), Sepempang 2 (7,00)
dan Sepempang 3 (6,00).
2. Pengamatan Karang
a. Tutupan Karang
Berdasarkan Benthic Life Form, hasil
perhitungan tutupan karang dengan
menggunakan metode LIT pada kelima titik
penelitian pada kawasan III KKPD Natuna
menunjukkan bahwa bahwa dua dari tiga
titik pengamatan karang dikategorikan jelek
dan tiga titik lainnya masih dalam kategori
baik. Perbedaan kondisi karang pada
kawasan ini dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi aktivitas penduduk yang berada
di pesisir pantai. Selain itu, kawasan tiga
juga merupakan kawasan konservasi yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk
tertinggi. Nelayan yang mencari disekitar
pesisir/pantai pada beberapa kawasan masih
ada menggunakan potassium untuk
menangkap ikan sehingga karang-karang
tersebut menjadi mati.
b. Pengamatan Ikan Karang
Pengamatan ikan karang dengan metode
Underwater Fish Visual Census (UVC)
yang dilakukan ketika pengukuran karang.
Ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 1 m di
sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek
sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahnya.
Hasil menunjukkan bahwa jumlah
individu terbanyak berdasarkan lokasi
pengambilan data terdapat pada lokasi
Karang Tengah sebanyak 247 ekor dengan
kelimpahan 0.71 Ind/m2 (7057 ind/ha).
Sedangkan berdasarkan lokasi pengamatan
jumlah individu paling sedikit terdapat pada
lokasi Karang Kemudi dengan jumlah
individu 49 ekor dengan kelimpahan 0,14
Ind/m2 (1400 ind/ha). Jika dilihat dari
jumlah spesies, lokasi pengamatan Karang
Tengah memiliki jumlah spesies terbanyak
yaitu 25 spesies (jenis ikan). Sedangkan
jumlah spesies yang paling sedikit terdapat
pada lokasi pengamatan Karang Kemudi
yang hanya memiliki 16 spesies (jenis ikan).
Kelima titik pengamatan karang berada pada
kategori keanekaragaman yang sama
(kategori Sedang). Pada setiap lokasi tidak
terdapat spesies yang mendominasi dan
tingkat keseragaman jenisnya masih dapat
dikatakan seimbang.
A. Analisis Faktor Resiko
Analisis faktor resiko Kawasan III
KKPD Natuna dilihat dengan menggunakan
peta sebaran aktivitas manusia dan peta
faktor resiko.
Peta sebaran aktivitas manusia
menunjukkan pada kawasan III KKPD
Natuna didominasi oleh pemanfaatan
tradisional yang dilakukan di wilayah pesisir
dan pantai. Pemanfaatan tradisional
dilakukan hampir disemua wilayah Kawasan
III termasuk pada Pulau Senoa yang
merupakan daerah pendaratan penyu.
Pemanfaatan ini biasanya dilakukan oleh
nelayan dengan jarak <200 meter dari garis
pantai dengan menggunakan sampan atau
kapal motor biasa (<5GT). Sedangkan
budidaya perikanan hanya berada pada dua
wilayah sekitar Pulau Kambing dan wilayah
sekitar Penagi.
Kawasan III KKPD Natuna sebagai
pendukung pariwisata bahari juga didukung
oleh pantai-pantai berpasir putih yang
dimiliki oleh beberapa wilayah di Kawasan
III. Wisata pantai merupakan salah satu daya
tarik wisata terbesar yang harus dimiliki
suatu kawasan yang dimanfaatkan sebagai
pariwisata bahari. Wilayah yang
dimanfaatkan sebagai wisata bahari/pantai
diantaranya wilayah Tanjung, Limau,
Sepempang, dan disekitar pulau Senoa.
Selain itu, objek wisata lain juga terdapat
pada daratan disekitar pesisir Kawasan III
seperti wisata batu-batu besar, pulau-pulau
kecil serta masjid raya Natuna.
Akan tetapi dari hasil survei
menunjukkan bahwa masyarakat yang
berada di kawasan III tidak setuju jika ada
pihak yang merusak terumbu karang karena
masyarakat akan memberikan sanksi bagi
pihak-pihak yang sudah terbukti merusak
terumbu karang yaitu memperkarakan
hingga ke meja hijau sehingga dijatuhi
hukuman penjara. Hal itu dilakukan karena
mayoritas masyarakat mengetahui manfaat
dari terumbu karang.
Ketidaktahuan masyarakat terhadap alat
tangkap yang berbahaya dan dapat merusak
dapat mengancam keberadaan terumbu
karang dan biota karang yang berada
diKawasan III KKPD Natuna, masyarakat
sebaiknya diberikan wawasan mengenai alat
tangkap yang merusak. Selain itu,
pembentukan kawasan konservasi sebaiknya
diketahui masyarakat terutama mengenai
tema KKPD pada Kawasan III sebagai
pendukung pariwisata bahari agar
masyarakat mampu menjaga dan mengelola
Kawasan III dengan sebaik-baiknya.
Analisis faktor resiko kawasan III
KKPD Natuna berdasarkan citra peta
menunjukkan bahwa kawasan konservasi
yang mendekati pesisir pantai memiliki
resiko paling tinggi terhadap kerusakan. Hal
ini diakibatkan oleh aktivitas manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu mayoritas masyarakat di Kawasan
III yang tinggal dipesisir juga dapat
meningkatkan resiko terhadap kawasan
tersebut. Analisis faktor resiko merupakan
tingkat resiko suatu kawasan yang dapat
mengakibatkan menurun bahkan
terganggunya suatu pengelolaan kawasan
yang disebabkan oleh aktivitas disekitarnya.
Suatu kawasan yang akan atau telah
dikonservasi sebaiknya memiliki faktor
resiko yang memiliki kategori sedang hingga
lemah (tidak ada). Hal ini dilakukan untuk
keberhasilan suatu wilayah yang
dikonservasi dan mempermudah untuk
kontrol wilayah serta perlindungan wilayah
konservasi tersebut.
B. Analisis Tingkat Keterwakilan
Kawasan III
Kawasan III KKPD Kabupaten Natuna
memiliki ekosistem penting yang berada
pada wilayah tersebut yaitu Karang, Lamun,
Pasir/Sand Bank dan Pendaratan Penyu.
Berdasarkan citra peta yang dibuat
dengan menggunakan software ArcGIS 10.1
menunjukkan sebaran ekosistem penting
yang berada pada kawasan III KKPD
Natuna didominasi oleh karang tepi.
Sedangkan ekosistem lamun dan ekosistem
mangrove hanya berada pada titik-titik
perairan tertentu. Perbedaan keberadaan
ekosistem biasanya dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan diantaranya:
salinitas, substrat, arus, dan sebagainya.
Peruntukan Kawasan III sebagai
pendukung pariwisata bahari juga harus
didukung dengan keberadaan karang yang
dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan yang ingin menikmati keindahan
bawah laut. Apabila karang yang berada
pada kawasan ini bagus maka biota perairan
akan beragam sesuai dengan karang yang
dimiliki oleh perairan tersebut. Lamun dan
mangrove juga bisa dijadikan daya tarik
wisata. Akan tetapi, sebaran ekosistem
lamun dan mangrove pada kawasan ini tidak
sebanyak karang.
selanjutnya dilihat tingkat
keterwakilan ekosistem penting yang berada
pada kawasan III KKPD Natuna.
Berdasarkan peta keterwakilan ekosistem
penting kawasan III menunjukkan bahwa
tingkat keterwakilan ekosistem yang paling
tinggi terdapat pada kawasan perairan
sekitar Selapang, Kelanga, Penagi dan lima
titik diperairan Cemaga. Hal ini
menunjukkan tingkat keterwakilan
ekosistem penting yang paling banyak
terdapat pada Cemaga.
Kawasan konservasi perairan sebaiknya
memiliki tingkat ekosistem yang tinggi
dengan faktor resiko yang rendah. Hal ini
bertujuan untuk menjaga ekosistem penting
yang merupakan habitat bagi biota-biota
yang berasosiasi.
C. Analisi SWOT
Berdasarkan kolom pada tabel EI dan
Matriks EI diatas menunjukkan hasil berada
pada kolom V yang terletak antara faktor
eksternal dan faktor internal. Menurut
Freddy Rangkuti dalam Maryam (2011),
strategi kawasan yang harus dilakukan
adalah “jaga dan pertahankan” yaitu strategi
yang disusun sebagai modal awal Kawasan
III KKPD Natuna sebagai Kawasan
Konservasi yang mendukung pariwisata
bahari yang layak dan patut dipertahankan
keberadaannya. Menurut Freddy (2009)
Strategi pertumbuhan melalui integrasi
horizontal adalah suatu kegiatan untuk
memperluas pariwisata dengan cara
pembangunan dan peningkatan produk dan
jasa. Hal ini dilakukan dengan beberapa
perbaikan diantaranya: Melakukan
perbaikan berbagai akses menuju Natuna,
memperbanyak sarana prasarana penunjang
pariwisata, membuka akses investor untuk
menekan harga yang tinggi, menentukan
konsep pariwisata pada Kawasan III, melatih
sumberdaya manusia guna mendukung
kegiatan pariwisata bahari, bekerjasama
dengan pariwisata bahari lainnya yang telah
memiliki citra pariwisata.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1) Kondisi eksisting kawasan III KKPD
Natuna dilihat dari parameter kualitas
perairan menunjukkan bahwa rata-rata
parameter masih dibawah ambang batas
baku mutu hanya DO di titik Cemaga 1
(3.90) dan kecerahan di Sepempang 1
(5.50) yang berada diatas ambang batas
baku mutu KEPMEN LH No51Th
2004, sedangkan kondisi karang yang
termasuk kategori baik hanya terdapat
pada 3 titik yaitu: Karang Muar, karang
Bangun dan Karang Tepi; dua titik
termasuk dalam kategori jelek yaitu:
Pulau Kemudi dan Karang Air Licin.
2) Kesesuaian Kawasan III sebagai
pendukung pariwisata bahari yang
dianalisis menggunakan SWOT
menunjukkan matriks EI berada pada
kolom V (jaga dan pertahankan) yang
berarti Kawasan III telah memiliki
potensi bagi pariwisata yang harus
dijaga dan dipertahankan
keberadaannya.
3) Faktor resiko Kawasan III menunjukkan
faktor resiko tertinggi berada pada
pesisir dikarenakan pemukiman dan
aktivitas manusia terkonsentrasi
dipesisir yaitu <200m dari garis pantai.
4) Tingkat keterwakilan ekosistem penting
pada kawasan ini terdapat pada perairan
sekitar Selapang, Kelanga, dan lima titik
diperairan Cemaga. Perairan yang
memiliki tingkat keterwakilan tinggi
serta faktor resiko yang rendah cocok
untuk dijadikan sebagai zona inti bagi
kawasan konservasi perairan. Selain itu,
daerah pendaratan penyu seperti pulau
Senoa sebaiknya juga dijadikan sebagai
zona inti kawasan konservasi perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, S,. 2003. Struktur Komunitas
Fitoplankton Serta Hubungannya
Dengan Parameter Fisika dan Kimia
Perairan Di Muara Sungai Bengawan
Solo, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa
Timur. Skripsi, ITB, Bogor.
Ambo Tuwo, 2011. Pengelolaan Ekowisata
Pesisir dan Laut, Brilian Internasional,
Surabaya.
Armita, Dewi. 2011. Analisis Perbandingan
Kualitas Air di Daerah Budidaya
Rumput Laut dengan Daerah Tidak Ada
Budidaya Rumput Laut di Dusun
Malelaya Desa Punaga Kecamatan
Mangarabombang Kabupaten Takalar,
Skripsi, UNHAS, Makassar
Effendi, 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdat
a-kawasan-konservasi/details/1/73,
9:36AM
https://www.scribd.com/doc/2908253/Modu
l-7-Gap-Analysis#download
http://www.dkpkepri.info/index.php?option
=com_content&view=article&id=250:d
kp-kabupaten-natuna&catid=63:link-
dinas-kelautan-dan-
perikanan&Itemid=162, 9:35 AM
https://scholar.google.co.id,. 9,34 AM
Julham, 2013. Pengembangan Kawasan
Wisata Bahari Pulau Pasoso Kecamatan
Balaesang Tanjung Kabupaten
Donggala, Skripsi, UNTAD, Sulawesi
Tengah.
Kartika, w. 2012. Strategi Pengelolaan
Pariwisata Bahari Di Kecamatan Bayah
Kabupaten Lebak, Skripsi, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
Kartini, 2011, Strategi Pengembangan
Kawasan Wisata Kepulauan Banda,
Tesis, UNHAS, Makassar.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
HidupNomor: 51 Tahun 2004 Tentang
Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata
Bahari (Link: http://www.menlh.go.id),
Kusrini, H. 2006. Keanekaragaman dan
Kemelimpahan Plankton Di Perairan
Sungai Aluh-Aluh Besar Kabupaten
Banjar. STKIP-PGRI Banjarmasin
(Tidak dipublikasikan).
Rangkuti, 2006. Analisis SWOT: Teknik
Membedah Kasus Bisnis, Gramedia
Pustaka
Romimohtarto dan Ari Juwana, 2007.
Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut, Djambatan, Jakarta.
Selvia, M,. 2011. Pendekatan Swot Dalam
Pengembangan Objek Wisata
Kampoeng Djowo Sekatul Kabupaten
Kendal, Skripsi, UNDIP, Semarang.
Sudiono, G, 2008. Analisis Pengelolaan
Terumbu Karang Pada Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau
Randayan dan Sekitarnya Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat,
Tesis, UNDIP, Semarang.
Supriharyono, 2007, Konservasi Ekosistem
Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir
dan Laut Tropis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang, Djambatan, Jakarta.
Wahyudin, M., 2005. Analisis Potensi dan
Permasalahan Wilayah Pantai Kota
Semarang Sebagai Kawasan Wisata
Bahari, Tesis, UNDIP, Semarang.
BPS Kabupaten Natuna, 2014. Natuna
Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statik
Kabupaten Natuna. Ranai.
DKP Natuna, 2014. Review Monitoring
Kesehatan Terumbu Karang dan Ikan
Terancam Punah.Ranai