analisis kasus penunggakan pajak oleh pt

11
ANALISIS KASUS PENUNGGAKAN PAJAK OLEH PT. PERTAMINA (PERSERO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA Nama : SALAHUDIN AL HABIBI NIM : 02111001053 Mata Kuliah : Hukum Pajak Dosen Pengasuh : Putu Samawati, SH, MH

Upload: solahuddin-al-habibi

Post on 01-Dec-2015

1.186 views

Category:

Documents


83 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

ANALISIS KASUS PENUNGGAKAN PAJAK OLEH PT. PERTAMINA

(PERSERO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2013

Nama : SALAHUDIN AL HABIBI

NIM : 02111001053

Mata Kuliah : Hukum Pajak

Dosen Pengasuh : Putu Samawati, SH, MH

Kelas : A

Tugas Mid Semester

Page 2: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

Judul : Pertamina Tunggak Pajak Rp 4,3 Triliun

Source :http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/126658-

pertamina_tunggak_pajak_rp_4_3_triliun

Tema : Penunggakan Pajak

Para Pihak : PT. Pertamina (Persero) dan Ditjen Pajak

Posisi Kasus :

Kasus ini merupakan kasus penunggakan pajak oleh PT. Pertamina (Persero), dimana

seperti dilansir dalam portal berita vivanews.com, perusahaan ini telah menunggak pajak

sebesar Rp 4,3 Triliun. Seperti diungkapkan oleh Anggota Komisi XI Murady Darmansyah

mengungkap perihal tunggakan pajak PT Pertamina sebesar Rp 4,3 triliun kepada Direktorat

Jenderal (Ditjen) Pajak. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci mengenai jumlah tersebut,

saya mencoba untuk menganilis dari segi hukum pajak tentang apa yang pokok permasalahan

dalam kasus ini. Perlu diketahui bahwa tunggakan pajak tersebut merupakan tunggakan pajak

yang belum kadaluwarsa. Jadi penyelesaiannya kasusnya dapat segera diselesaikan.

Dalam artikel ini juga menyebutkan perusahaan-perusahaan lain yang terlibat kasus

yang sama mengenai penunggakan pembayaran pajak. Ditjen pajak mengatakan bahwa

terdapat 100 perusahaan yang terlibat penunggakan pajak, 12 di antaranya merupakan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan tersebut banyak yang merasa telah membayar

pajak. Namun kenyataan di lapangan, perusahaan-perusahaan tersebut belum menuntaskan

pembayaran pajaknya. Salah satu perusahaan yang menjadi fokus permasalahan dalam

analisis kasus ini adalah PT. Pertamina (Persero). Sebagaimana dijelaskan diatas

penunggakan pajak menjadi suatu permasalahan yang serius. Dengan demikian terdapat

kewajiban bagi yang bersangkutan untuk melunaskannya. Saya berusaha menganalisis kasus

penunggakan pajak ini dalam perspektif hukum pajak sebagaimana mata kuliah yang sedang

saya tempuh.

Page 3: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

Analisis Kasus :

Kasus mengenai penunggakan pajak bukan merupakan kasus baru. Kasus ini telah

banyak terjadi sejak lama. Berbagai peraturan perpajakan yang telah dibentuk seiring

kemajuan teknologi belum efektif dalam menyelesaikan kasus ini. Target penerimaan pajak

yang diharapkan menjadi sulit dicapai akibat dari permasalahan ini. Oleh karena itu saya

akan menguraikan dasar hukum dan beberapa teori untuk menjelaskan apa yang menjadi

pokok permasalahan dalam kasus ini.

Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah mengalami

perubahan yang cukup signifikan yaitu official assesment system menjadi self assesment

system. Berbeda dengan official assesment system, dalam self assesment system, Wajib Pajak

diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.

Pemerintah juga melakukan pembaharuan yang menyangkut kebijakan perpajakan,

adminstrasi perpajakan, dan undang-undang perpajakan yang saling berhubungan satu sama

lain untuk mencapai target penerimaan pajak secara optimal. Negara juga memberi tanggung

jawab kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk bertindak sebagai law enforcement agent,

yaitu tindak penegakan hukum yang meliputi pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan. Ini

merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk meningkatkan

penerimaan pajak selain setoran pembayaran pajak secara sukarela.Namun optimalisasi

penerimaan pajak masih terbentur pada berbagai kendala. Dalam jangka pendek, salah satu

kendalanya adalah tingginya angka tunggakan pajak, baik yang murni penghindaran pajak

(tax avoidance) maupun ketidakmampuan membayar utang pajak.

Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang

mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi pemberitahuan

surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita berdasarkan

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun

2000.

Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak,

namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan antara

biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena pelaksanaan penagihan dalam

rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan

Page 4: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan

hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara

dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan

penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam

menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan

merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam

pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang - undangan

yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur

pajaknya.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang

pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita

(Pasal 1 angka 9 UU No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).

Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan atau KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak(SPT)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

d. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,

yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

b. Surat ketetapan pajak

c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.

Dengan demikian akibat adanya kasus penunggakan pajak oleh Pertamina, maka

Ditjen Pajak berhak melakukan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang

pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita

sebagaimana telah diatur pada Pasal 1 angka 9 UU No. 19 tahun 2000 tentang penagihan

pajak dengan surat paksa tersebut.

Tahap-tahap awal dalam penagihan pajak yaitu Penerbitan Surat Teguran, Surat

Page 5: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

peringatan, atau Surat lain yang sejenis. Tahap tersebut merupakan awal tindakan penagihan

pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu

penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.

Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang

dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Surat Paksa

adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:

1) Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo

pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat

lain yang sejenis.

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan

sekaligus.

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan

penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk

melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.

Terkait dengan kasus Pertamina, apabila langkah awal dalam penagihan pajak yaitu

Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis diabaikan. Maka

Ditjen pajak dapat melakukan langkah-langkah berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa

dan sebagainya. Dalam penyampaian Surat Paksa tersebut apabila telah melampaui jangka

waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi

daluwarsa.

Demikianlah rangkaian langkah-langkah yang harus di tempuh oleh Ditjen Pajak dalam

kaitannya dengan kasus ini. Pertamina sebagaimana telah dijelaskan di atas menunnggak pajak

sebesar Rp. 4,2 Triliun. Menjadi kewajiban perusahaan tersebut untuk melakukan pelunasan

pajaknya. Oleh karena itu melalui analisis ini kita harus melihat terlebih dahulu berada dalam posisi

yang manakah Pertamina tersebut. Apakah Pertamina sudah berada pada Penyampaian Surat Paksa

ataukah masih dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan.

Dengan penjabaran diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam Undang-Undang No. 19

tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP telah mengatur dasar hukum dalam

kaitannya dengan kasus penunggakan pajak oleh PT. Pertamina (persero). Sehingga dengan

kita hubungkan dengan Undang-Undang tersebut kita dapat mengetahui cara penyelesaian

Page 6: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

kasus penunggakan pajak ini.

LAMPIRAN

Pertamina Tunggak Pajak Rp 4,3 TriliunSelain Pertamina, ada Angkasa Pura II, TVRI, BNI, Garuda Indonesia, dan Merpati Nusantara.ddd

Rabu, 3 Februari 2010, 22:42Antique, Agus Dwi Darmawan

VIVAnews - Anggota Komisi XI Murady Darmansyah mengungkap perihal tunggakan pajak

PT Pertamina sebesar Rp 4,3 triliun kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Apakah benar tunggakan sebesar itu atau merupakan masalah yang terakumulasi dari tahun-

tahun sebelumnya, karena dikhawatirkan sudah kadaluarsa. Jawaban tertulis Dirjen Pajak

yang disampaikan ke Komisi XI DPR RI per Selasa, 2 Februari 2010, ternyata sangat singkat.

Secara tegas Dirjen Pajak menjawab "Tunggakan pajak Pertamina merupakan tunggakan

pajak yang belum kadaluarsa". Benar atau tidaknya tunggakan Pertamina sebesar itu, tidak

dijelaskan secara rinci.

Namun, dalam segi pemegang piutang, Pertamina memang tercatat sebagai perusahaan

BUMN terbesar pemegang piutang yang mencapai Rp 30 triliun.

Dalam daftar 100 perusahaan penunggak pajak yang dikeluarkan Ditjen Pajak 28 Januari lalu,

12 di antaranya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk menyelesaikan kasus

Page 7: Analisis Kasus Penunggakan Pajak Oleh Pt

pajak perusahaan plat merah ini, Menneg BUMN akan mengundang Dirjen Pajak Tjiptardjo.

Pertemuan ini untuk membahas perbedaan-perbedaan penafsiran, misalnya soal restitusi, agar

bisa disamakan. BUMN sendiri memastikan dari 12 BUMN itu, hanya tiga perusahaan yang

betul-betul menunggak pajak, yakni PT Merpati Nusantara Airlines, PTPN XIV, dan PT

Djakarta Loyd.

"Pekan depan akan duduk bersama. Hitung-hitungan BUMN dan Dirjen Pajak (selama ini)

tidak sama, harus disamakan," kata Mustafa di sela  Feed the World di Jakarta Convention

Center, belum lama ini.

Dari BUMN-BUMN yang masuk daftar Ditjen Pajak, Mustafa berjanji akan melakukan

pengecekan lagi yang mana yang bermasalah. "Siapa yang melapor, nanti bisa diselesaikan

langsung antara perusahaan, bussiness to bussiness," kata Mustafa. Kementerian BUMN siap

memfasilitasi penyelesaian antarperusahaan ini.

Mustafa juga menuturkan, sebagian kasus tunggakan pajak yang melibatkan BUMN ini

merupakan kasus lama, di mana perusahaan kebanyakan merasa sudah menuntaskannya.

"Tapi mungkin, karena sekarang dianggap masih ada masalah maka harus diselesaikan. Itu

karena perusahaan BUMN harus sesuai aturan," kata dia.

12 BUMN yang disebutkan dalam daftar Ditjen Pajak adalah, Pertamina, Angkasa Pura II,

TVRI, BNI, Garuda Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, PTPN XIV, KAI, Pertamina Unit

Pembekalan, Jamsostek, Perusahaan Perkebunan, dan LKBN Antara.

[email protected]

Source : http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/126658-

pertamina_tunggak_pajak_rp_4_3_triliun Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 22.30

WIB