analisis jurnal pembelajaran fisika

10
Judul : Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika pada Pembelajaran Di SMP Penulis : I Ketut Mahardika, Maryani, Selly Candra Citra Murti Sumber : Jurnal Pembelajaran Fisika Volume I, Nomor 2, September 2012 Analisis : Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir siswa. Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan siswa tidak hanya akan menjadi seorang problem solver yang lebih baik, tetapi juga akan menguasai kemampuan kemampuan lainnya daripada siswa yang diarahkan untuk melakukan latihan saja. Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar fisika siswa menggunakan model CPS disertai LKS kartun fisika dengan tidak menggunakan model CPS disertai LKS kartun fisika, pengaruh signifikan penggunaan model CPS disertai LKS kartun fisika terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, serta peningkatan aktvitas belajar antara siswa kelas model CPS NAMA : RISALTUN NUR ROHMAH NIM : 130210102109 KELAS : EHBF B

Upload: risa-altafunnisa

Post on 14-Jul-2016

19 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

TRANSCRIPT

Page 1: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Judul : Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika pada Pembelajaran Di SMP

Penulis : I Ketut Mahardika, Maryani, Selly Candra Citra Murti

Sumber : Jurnal Pembelajaran Fisika Volume I, Nomor 2, September 2012

Analisis :

Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir siswa. Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan siswa tidak hanya akan menjadi seorang problem solver yang lebih baik, tetapi juga akan menguasai kemampuan kemampuan lainnya daripada siswa yang diarahkan untuk melakukan latihan saja.

Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar fisika siswa menggunakan model CPS disertai LKS kartun fisika dengan tidak menggunakan model CPS disertai LKS kartun fisika, pengaruh signifikan penggunaan model CPS disertai LKS kartun fisika terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, serta peningkatan aktvitas belajar antara siswa kelas model CPS disertai LKS kartun fisika dengan kelas tanpa model CPS disertai LKS kartun fisika pada pembelajaran fisika di SMP.

Penggunaan model pembelajaran creative problem solving disertai lks kartun fisika pada pembelajaran sudah menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Siswa dituntut untuk berfikir kreatif dalam menyelesaikan persoalan. Peningkatan aspek kognitif siswa dapat dilihat melalui presentase kognitif produk dan kognitif proses, dapat juga dilihat dari nilai pretest dan posttest, hal tersebut ditunjang oleh aspek psikomotorik yaitu meningkatnya kreativitas siswa untuk memecahkan suatu persoalan.

NAMA : RISALTUN NUR ROHMAHNIM : 130210102109KELAS : EHBF B

Page 2: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Peningkatan aspek psikomotorik dapat dilihata melalui kemampuan memecahkan masalah. Diperoleh nilai persentase rata- rata peningkatan pemecahan masalah siswa sebesar 82,71%. Hasil tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel kriteria aktivitas pemecahan masalah siswa, dari keriteria tabel menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen berada pada kriteria “Pemecahan masalah baik”. Penggunaan model pembelajaran creative problem solving disertai lks kartun fisika memiliki pengaruh peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap hasil belajar fisika siswa.

Hasil belajar dan keaktifan siswa untuk kelas model CPS mencapai ketuntasan belajar. Hasil ini sesuai dengan hasil yang dilakukan dalam penelitian ini skor untuk kognitif produk mencapai angka ketuntasan hingga 77,7% sehingga dapat dikatan bahwa model CPS mampu meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan dasar teori. Peningkatan ini dimungkinkan karena model CPS disertai LKS kartun fisika dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi fisika secara menyenangkan.

Dari 3 aspek yang diamati aspek memperhatikan memperoleh persentase 94,04%, mengajukan pertanyaan 81,07%, menjawab pertanyaan 77,81% dan mengemukakan pendapat 84,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan model CPS akan dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas.

Page 3: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Judul : Pengaruh Lesson Study Menggunakan Model Inquiry pada Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X Sman 1 Tenggarang

Penulis : I Ketut Mahardika, Maryani, Selly Candra Citra Murti

Sumber : Jurnal Pembelajaran Fisika Volume I, Nomor 2, September 2012

Analisis :

Dalam mengatasi pembelajaran yang kurang memberi tekanan pada proses pembelajaran maka lesson study merupakan upaya yang dipandang efektif untuk meningkatkan proses kegiatan belajar mengajar. Lesson study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

Pembelajaran lesson study menggunakan metode sudah menyangkut tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

1. Aspek kognitif ditunjukkan oleh kegiatan hasil belajar fisika siswa diperoleh dari nilai kognitif produk (posttest). Hasil belajar kelas eksperimen lebih besar di bandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa lesson study menggunakan model inquiry memberikan dampak pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa. Ditunjukkan oleh tabel dibawah ini

ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen (XG) mencapai 85,36%, sedangkan pada kelas kontrol (XB) mencapai 51,28%. Ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen lebih besar daripada kelas control.

2. Aspek psikomotorik ditunjukkan oleh Aktivitas belajar siswaSaat digunakan lesson study menggunakan model inquiry aktivitas siswa

tergolong aktif. Hal ini di tunjukkan dari data hasil observasi diperoleh data aktivitas siswa dari tertinggi hingga terendah pada masing-masing indikator yaitu sebagai berikut: keterlibatan siswa dalam membaca skala alat ukur, keterlibatan siswa

Page 4: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

diskusi kelompok dalam membuat kesimpulan, keterlibatan siswa diskusi kelompok dalam memahami rumusan masalah, keterlibatan siswa dalam merangkai alat, keterlibatan siswa diskusi kelompok dalam merumuskan hipotesis, keterlibatan siswa dalam melengkapi tabel pengamatan adalah 78,81%, 75,49%, 71,53%, 70,07%, 68,35%, 44,92%.

3. Aspek afektif ditunjukkan oleh karakter siswa

Persentase rata-rata perilaku karakter siswa yang tercermin dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran menggunakan model inquiry dari yang terendahi hingga yang tertinggi pada masing-masing indikator yaitu: jujur (keterlibatan siswa dalam melengkapi tabel pengamatan), tanggung jawab (Keterlibatan siswa diskusi kelompok dalam membuat kesimpulan), bekerjasama (Keterlibatan siswa dalam merangkai alat), bekerjasama (Keterlibatan siswa diskusi kelompok dalam merumuskan hipotesis), rasa ingin tahu (Keterlibatan siswa diskusi kelompok memahami rumusan masalah), dan ketelitian (Keterlibatan siswa dalam membaca skala alat ukur).

Data rata-rata perilaku karakter siswa secara klasikal di dapatkan bahwa rata-rata pertemuan pertama, pertemuan kedua dan pertemuan ketiga adalah 66,52%. Dengan kriteria pada lembar observasi diperoleh kesimpulan bahwa perilaku karakter siswa kelas eksperimen pada masing-masing indikator tergolong mulai terlihat (MB).

Page 5: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Aktivitas belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol

Page 6: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Judul : Peningkatan Aktivitas dan Ketuntasan Hasil Belajar Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment dalam Pembelajaran IPA Fisika SMP Negeri 1 Wonosari

Penulis : Suhdi, Tjiptaning Suprihati, Sri AstutikSumber : Jurnal Pembelajaran Fisika Volume I, Nomor 2, September 2012

Analisis :

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment dalam Pembelajaran IPA Fisika pada pembelajaran sudah menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

1. Aspek afektif dan psikomotorik ditunjukkan oleh Aktivitas belajar sisw yang meningkat setelah diterapkan model tersebut. Ditunjukkan oleh tbel dibawah

Pada siklus I didapatkan prosentaseaktivitas belajar rata-rata siswa sebesar71.84%, seperti yang ditunjukkan padaTabel 2 yang berarti aktivitas belajarsiswa kelas VIII.A SMP Negeri 1Wonosari dengan mengunakan modelpembelajaran STAD dengan performance assessment tergolong kriteria aktif. Dan pada siklus II didapatkan prosentaseaktivitas belajar rata-rata siswa sebesar 85.82%, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 yang berarti aktivitas belajar siswa kelas VIII.A SMP Negeri 1 Wonosari dengan mengunakan model pembelajaran STAD dengan performance assessment tergolong kriteria sangat aktif. Jadi penggunaan model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment bisa meningkatkan aktivitas belajar siswa

2. Aspek kognitif ditunjukkan oleh kegiatan hasil belajar fisika siswa

Ketuntasan hasil belajar yang diperoleh siswa kelas VIII.A SMP Negeri 1 Wonosari mencapai 82.76% ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dari penggunaan model STAD dengan performance assessment yang dari pra siklus 37.93% menjadi 82.76%, hal ini dapat dikatakan tuntas karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 73 terdapat 24 siswa dari 29 siswa sehingga hanya terdapat 5 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan. Dan dapat dikatakan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I telah

Page 7: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

memenuhiketuntasan hasil belajar yang diharapkan yaitu mencapai 82.76% dari standar ketuntasan minimal 75%. Untuk siklus II Setelah dilakukan analisis dari hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar yang diperoleh siswa kelas VIII.A SMP Negeri 1 Wonosari mencapai 93.1%, hal ini dapat dikatakan tuntas karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 73 terdapat 27 siswa dari 29 siswa sehingga hanya terdapat 2 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan. Dan dapat dikatakan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II telah memenuhi ketuntasan hasil belajar yang diharapkan yaitu mencapai 93.1% dari standar ketuntasan minimal 75%.

Dari tabel dan grafik diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment dapat meningkatan hasil belajar siswa.

Page 8: analisis Jurnal Pembelajaran Fisika

Jurnal Pendidikan Fisika “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving disertai LKS Kartun Fisika pada Pembelajaran di SMP”, “Pengaruh Lesson Study Menggunakan Model Inquiry pada Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X SMAN 1 Tenggarang”, dan “Peningkatan Aktivitas dan Ketuntasan Hasil Belajar Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment dalam Pembelajaran IPA Fisika SMP Negeri 1 Wonosari” sama-sama memiliki tujuan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa dan tujuan tersebut berhasil. Hasil dari penelitian menggunakan ketiga model diatas adalah hasil belajar fisika dan aktivitas siswa meningkat. Tujuan lain dari penelitian kedua model yaitu untuk mengetahui perbedaan saat diterapkan model dan saat tidak diterapkan model

Model CPS disertai LKS Kartun Fisika hanya menekankan pada peningkatan aspek kognit. psikomotorik, dan juga adektif ditunjukkan dengan siswa yang bias menyelesaikan persoalan misalkan ulangan tidak hanya dengan hafalan tetapi meraka juga dilatih untuk berfikir kreatif. Pada Lesson Study Menggunakan Model Inquiry menekankan semua aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Performance Assessment juga bisa meningkatkan semua aspek, baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif. Model pembelajaran yang baik seharusnya bisa mencakup semua aspek, jadi Lesson Study Menggunakan Model Inquiry merupakan model yang baik. Untuk model yang pertama sebaiknya diberi tambahan kegiatan yang bisa memunculkan aspek afektif juga psikomotorik, tidak hanya aspek kognitif saja.

Untuk langkah kedepan ingin membuat suatu model pembelajaran yang bisa membuat hasil belajar (aspek kognitif) siswa meningkat dengan ditunjang aspek afektif beserta aspek psikomotorik tetapi lebih menekankan pada aspek spiritual dan sosial siswa dalam pencapaian tujuan tersebut .

KESIMPULAN