analisis internal control terhadap hasil audit
DESCRIPTION
greatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan
oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan
yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi. Mulyadi (2002 :
181)
Ada 2 jenis auditor independen yaitu auditor publik yang
melakukan audit pada perusahaan publik dan auditor pemerintah yaitu
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Persamaan
dari hasil laporan kedua auditor tadi adalah sama-sama memberikan opini
atas hasil dari proses audit yang mereka lakukan. Pemberian opini BPK
merupakan pernyataan atau pendapat secara profesional BPK yang
merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara, salah satu kriteria pemberian opini
BPK adalah efektifitas sistem pengendalian internal (SIP).
Adalah Pemkab Mybrad, Kabupaten Papua Barat yang hasil audit
atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2013 belum
mendapatkan opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK,
namun BPK masih memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP)
atas LKPDnya tahun 2013. Opini ini diberikan karena BPK masih melihat
sistem pngendalian internal (SIP) Pemkab Mybrat, Provinsi Papua Barat
masih lemah dan belum biasa dikatakan efektif.
1
Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis dari pengaruh
sistem pengendalian internal (SIP) terhadap opini auditor, dalam hal ini
BPK.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa identifikasi yang diangkat dalam penulisan makalah
ini:
1. Kriteria umum apa saja yang menjadi dasar pemberian opini BPK
terkait pemeriksaan auditnya?
2. Bagaimana sistem pengendalian internal (SIP) Pemkab Mybrat,
Provinsi Papua Barat dan pengaruhnya terhadap opini audit BPK?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kriteria umum yang menjadi dasar pemberian opini
BPK terkait pemeriksaan auditnya.
2. Mengetahui sistem pengendalian internal (SIP) Pemkab Mybrat,
Provinsi Papua Barat dan pengaruhnya terhadap opini audit BPK.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kriteria Umum Sebagai Dasar Pemberian Opini Pemeriksaan BPK
Opini BPK sendiri merupakan pernyataan atau pendapat
profesional BPK yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Berdasarkan
UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara, opini pemeriksaan BPK diberikan
berdasarkan kriteria umum sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP),
2. Sistem Pengendalian Interal Pemerintah (SPIP),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah”. SAP diterapkan di lingkup
pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan
organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan
perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan
laporan keuangan. Sedangkan, untuk mengatasi masalah teknis penerapan
PSAP dan atau IPSAP, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP)
juga menerbitkan Buletin Teknis SAP. Buletin Teknis SAP berisi
informasi yang menjelaskan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi
pengguna.
3
2.1.2 Sistem Pengendalian Interal Pemerintah (SPIP)
Pengendalian internal pada pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dirancang dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP).
Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa SPI adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sedangkan
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) di dalam PP
Nomor 60 Tahun 2008 adalah Sistem Pengendalian Intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 2006
tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah, menyatakan
bahwa SPI adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang
diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian
efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) yang merupakan adopsi dari The Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions (COSO) Internal
Control Framework dengan dilakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik pemerintahan di Indonesia. SPIP ini
bersifat integrated dan merupakan suatu proses yang terus menerus
dilakukan oleh Instansi Pemerintah serta bersifat dinamis dan mengikuti
seiring dengan perkembangan jaman.
4
Unsur-unsur sistem pengendalian internal berdasarkan COSO. Arens
(2011 : 321):
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. aktivitas pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pengawasan
2.1.3 Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- Undangan
Sebagai bagian pemerolehan keyakinan yang memadai tentang
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, sesuai dengan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK melakukan
pengujian kepatuhan pada Entitas Pemerintah Daerah terhadap ketentuan
peraturan perundanganundangan, kecurangan serta ketidakpatutan yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK atas Laporan Keuangan Entitas
Pemerintah Daerah tidak dirancang khusus untuk menyatakan pendapat
atas kepatuhan terhadap keseluruhan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu, BPK tidak menyatakan suatu pendapat seperti
itu. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dapat
mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan
penerimaan, administrasi, ketidakhematan dan ketidakefektifan.
Ketiga kriteria pemeriksaan di atas akan mempengaruhi opini BPK
yang akan diberikan kepada LKPD yang bersangkutan, semakin banyak
jumlah pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan kriteria yang telah
ditentukan, maka opini yang diberikanpun akan semakin buruk.
Pelanggaran yang ditemukan akan dibandingkan dengan kriteria tersebut
kemudian ditentukan tingkat materialitasnya.
Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) merupakan penilaian
tertinggi yang diberikan, karena menunjukkan bahwa laporan keuangan
5
tersebut telah disajikan secara wajar, tidak terdapat kesalahan yang
material, dan sesuai standar. Dengan demikian, dapat diandalkan
pengguna dengan tidak akan mengalami kesalahan dalam proses
pengambilan keputusan. Opini wajar dengan pengecualian (WDP) berarti
laporan keuangan masih wajar, tidak terdapat kesalahan yang material,
sesuai dengan standar, namun masih terdapat catatan yang perlu
diperhatikan.
2.2 Sistem Pengendalian Internal (SIP) Pemkab MyBrat, Provinsi Papua
Barat dan Pengaruhnya Terhadap Opini Audit BPK
Berdasarkan pemeriksaan audit LKPD Pemkab Mybrat, Provinsi
Papua Barat tahun 2013, BPK memberikan opini WDP pada laporan
auditnya. Opini WDP yang diberikan kepada Pemkab Mybrat, Provinsi
Papua Barat merupakan hasil dari pemeriksaan BPK untuk memperoleh
keyakinan memadai bahwa LKPD bebas dari salah saji material. Suatu
pemeriksaan meliputi eksaminasi, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang
mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Pemeriksaan juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang
digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh Pemkab Mybrat,
Provinsi Papua Barat, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan
secara keseluruhan. BPK yakin bahwa pemeriksaan tersebut memberikan
dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Pemeriksaan atas SPI dan
kepatuhan terhadap perundang-undangan juga dilakukan BPK untuk
memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran LKPD tersebut.
Kesesuaian terhadap SAP juga merupakan bagian dari efektifitas SPI dan
Kepatuhan terhadap perundang-undangan.
6
Berikut terkait temuan BPK atas test of control-nya terhadap SIP
Pemkab Mybrat, Provinsi Papua Barat (data sekunder yang kita olah
sendiri):
1. Sistem penetapan satuan harga yang belum diterapkan,
2. Sistem fungsi yang masih belum jelas misalnya beberapa pejabat
pengelolaan keuangan belum ditetapkan, pimpinan SKPD belum
mengangkat PPK-SKPD,
3. Sistem penatausahaan yang belum tertib,
4. Sistem perekrutan pegawai yang lemah, misalnya merekrut
bendahara tidak sesuai bidangnya dan belum terlatih,
5. Sistem penganggaran yang masih belum jelas, dibuktikan dengan
temuan penetapan anggaran APBD yang belum tepat waktu,
6. Sistem pemcatatan dan dokumentasi yang buruk, misalnya masih
banyak ditemukan belanja yang tidak didukung dengan bukti yang
memadai.
Saat ini Pemkab Mybrat, Provinsi Papua Barat tengah menata system
pengendalian internalnya. Terkait dengan hal di atas dibuktikan Pemkab
Mybrat, Provinsi Papua Barat dengan membuka bimbingan teknis
penatausahaan keuangan daerah dan perbendaharaan di lingkungan Satuan
Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua
Barat. Bimbingan teknis diikuti oleh seluruh Kepala SKPD, para Kepala
Bidang dan Sekretaris SKPD, PPK-SKPD, Bendahara, serta staf yang
terkait langsung dengan tugas penatausahaan keuangan.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam memberikan opini, BPK memiliki karakteristik umum
terkait dengan:
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP),
2. Sistem Pengendalian Interal Pemerintah (SPIP),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun dalam pelaksanaanya terutama dalam fase-fase awal proses
audit, auditor harus memastikan terlebih dahulu bahwa sistem
pengendalian internal (SIP) klien memang benar-benar dalam opini yang
baik dan efektif. Dari sistem pengendalian internal yang baik ini nanti
akan sangat berdampak pada prosedur audit kedepannya. Auditor tidak
harus mengeluarkan biaya yang sangat besar terutama terkait pengujian
terperinci saldonya jika dalam test of control-nya membuktikan bahwa
sistem pengendalian internal klien dalam keadaan baik.
Dari kasus masih lemahnya sistem pengendalian internal yang dimiliki
Pemkab Mybrad, Provinsi Papua Barat dengan memdapat opini BPK
wajar dengan pengecualian (WDP) kita dapat simpulkan faktor umum apa
saja yang menyebabkan kebanyakan Pemprov/Pemkab hanya memperoleh
opini BPK wajar dengan pengecualian (WDP) bahkan opini tidak wajar
dan belum banyak yang bisa mendapat opini BPK wajar tanpa
pengecualian (WTP):
1. Ketidakefektifan SPI diketahui dari kelemahan yang dimiliki
sebagian besar LKPD, yaitu terletak pada sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
8
2. Ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku
misalnya ditemukan kasus kerugian daerah, kasus kekurangan
penerimaan, kasus administrasi dan kasus ketidakefektifan,
3. Ditemukan kasus yang mengindikasikan ketidaksesuaian LKPD
dengan SAP,
4. Kualitas SDM yang dimiliki oleh Pemprov/Pemkab masih rendah,
5. Tidak tertibnya SKPD dan SKPKD dalam penatausahaan keuangan
mengakibatkan timbulnya permasalahan dalam pengelolaan
Keuangan, sehingga opini WTP belum dapat dicapai.
3.2 SARAN
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya
kepemerintahan yang baik (good government) yaitu, pengawasan,
pengendalian, dan peneriksaan. Mardiasmo (2010 : 189). Ketiga hal
tersebut memang perlu diterapkan dalam rangka mencapai sistem
pengendalian internal (SIP) yang baikdan efektif.
Dari kasus Pemkab Mybrat, Povinsi Papua Barat tadi, sebaiknya
setiap Pemprov/Pemkab melakukan peninjauan kembali terhadap sistem
pengendalian internalnya, apakah perlu adanya perbaikan sistemnya atau
bahkan penggantian dari sistem lama kesistem yang baru. Ini dimaksudkan
agar semua aktivitas yang dilakukan bejalan sesuai sistem yang baik dan
efektiv. Perbaikan sistem pengendalian internal misalnya bias dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Badan Kepegawaian Daerah harus memprioritaskan kemampuan
calon pegawai,
2. Dalam hal akuntansi dan penganggaran untuk ditempatkan pada
bagian keuangan yang pada dasarnya merupakan bagian yang
paling riskan terjadi masalah,
9
3. Badan Kepegawaian Daerah harus menambah jumlah pegawai di
Sub. Bagian Keuangan pada masing-masing SKPD dengan latar
belakang pendidikan minimal D3 Akuntansi,
4. Memberikan pelatihan kepada Kepala Satuan Kerja selaku
Pengguna Anggaran, PPK-SKPD, Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan Bendahara,
5. Diperlukan komitmen bersama di seluruh unsur SKPD, SKPKD
dan TAPD dalam kedisiplinan dalam hal penganggaran dan
pelaksanaan fungsinya masing-masing,
6. Pemprov/pemda harus segera menindaklanjuti rekomendasi dari
BPK di tahun-tahun sebelumnya atas temuan-temuan
ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, ketidaksesuaian
dengan SAP, dan ketidakefektifan SPI.
10
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 2008. Auditing Buku 1 Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat
Arens, dkk. 2011. Jasa Audit dan Assurance Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat.
Mardiasmo. 2010. Akuntansi Sektor Publik Edidsi Terbaru.
Yogyakarta: Andi Ofset.
http://zrabbani.blogspot.com/2013/09/analisis-opini-bpk-atas-laporan_17.html.
Diakses pada 11 Desember 2013 pukul 09:00 WIB.
11
LAMPIRAN
12