analisis interdependensi inflasi, gdp, exc, bagi hasil...

245
ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DISERTASI Oleh : NONI ROZAINI NIM: 94312050421 PROGRAM STUDI S-3 EKONOMI SYARIAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITASISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Upload: truongmien

Post on 21-Aug-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL

DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

DISERTASI

Oleh :

NONI ROZAINI

NIM: 94312050421

PROGRAM STUDI

S-3 EKONOMI SYARIAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITASISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

PENGESAHAN

Disertasi berjudul ”ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC,

BAGI HASIL DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA.atas nama Noni Rozaini NIM

94313050421/EKSYA Program Studi Ekonomi Syariah telah diuji dalam Sidang

Terbuka Disertasi Program Doktor (S3), Pasca Sarjana UIN SU Medan, pada hari

Jum’at tanggal 11 Agustus 2017.

Disertasi ini telah diperbaiki dan disetujui untuk diujikan dalam sidang

akhir (Promosi Doktor), dan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

Doktor (Dr) pada Program Studi Ekonomi Syariah (EKSYA).

Medan, 18 Agustus 2017

Panitia Sidang Ujian Tertutup Disertasi

Program Pasca Sarjana UIN SU Medan

Ketua

Prof. Dr.Syukur Kholil MA

NIP. 196402091989031003

Sekretaris

Dr. Achyar Zein, M.Ag

NIP. 196702161997031001

Anggota-Anggota

1. Prof. Dr. M. Yasir Nasution

NIP. 195005111977031001

2. Dr. M. Yusuf Harahap , M.Si NIP. 196108151987031001

3. Dr. Sri Sudiarti MA NIP.195911121990032002

4. Dr. Saparuddin Siregar, SE, Ak.SAS, MA CA NIP.196307182001121001

5. Dr. Arwansyah. M.Si NIP 196307121989031002

Prof. Dr.Syukur Kholil MA

NIP .196402091989031003

PERSETUJUAN Disertasi Berjudul:

ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL

DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Oleh:

NONI ROZAINI

94313050421/EKSYA

Dapat Disetujui dan Disahkan Untuk Diujikan Pada Ujian Tertutup

Memperoleh Gelar Doktor (S-3) Pada Program Studi Ekonomi Syariah

Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara

Medan Agustus 2017

PROMOTOR

Prof. Dr. M Yasir Nasution, MA Dr. H. M. Yusuf Harahap, M.Si

NIP 195005111977031001 NIP196108151987031001

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Noni Rozaini

Nim : 94312050421/EKSYA

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 02 Juli 1978

Pekerjaan : Dosen Universitas Negeri Medan

Alamat : Jl Klambir V gg no 2 Medan 20125

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul ” ANALISIS

INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB

TERHADAP PERKEMBANGAN ASET PERBANKAN SYARIAH DI

INDONESIA ” adalah benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang

disebutkan sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan didalamnya, maka kesalahan

dan kekeliruan itu menjadi tanggungjawab saya.

Demikian Surat Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya.

Medan, Januari 2017

Yang membuat pernyataan

Noni Rozaini

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan

nikmat tidak terhingga kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan

disertasi ini dengan baik, Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW dalam

menjalankan aktivitas sehari – hari yang syafaatnya diharapkan di hari kemudian

kelak..

Dalam melengkapi tugas untuk memperoleh gelar Doktor pada Program

Studi Ekonomi Syariah Strata 3 (S3) pada Pascasarjana UIN Sumatera Utara

Medan, penulis menyusun disertasi dengan judul: “Analisis Interdependensi

Inflasi , GDP, KURS, Bagi Hasil dan JUB Terhadap Perkembangan ASET

Perbankan Syariah di Indonesia ”

Disertasi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,

ayahanda Drs. Zulkarnain Musa dan ibunda tercinta Dra Hj Rodhiah Muchtar

yang telah membesarkan dan mendidik dan mendoakan penulis hingga penulis

mampu untuk menyelesaikan study S3 ini.

Disertasi ini juga penulis persembahkan untuk suami tercinta Syaifuddin

Syah SE yang selalu memberikan motivasi dan kekuatan untuk menyelesaikan

disertasi ini, serta kedua buah hati penulis Athiyyah Salsabila dan Afifah Aulia

yang selalu protes kalau uminya pergi karena urusan kerja atau penyelesaian

kuliah/disertasi ini (sabar ya kakak yaya dan adek afifa) semua ini akan menjadi

motivasi buat kakak dan adek untuk lebih giat lagi belajar dan mengeyam

pendidikan yang jauh lebih baik dari umi dan juga kakak tercinta Dewi Purnama

Juliani ST beserta keluarga, dan adik tercinta M. Ridha Habibi M.Si beserta

keluarga ( dukungan dari kalian menjadi motivasi buatku menyelesaikan disertasi

ini).

Disertasi ini tidak akan selesai tanpa bantuan bimbingan guru – guru besar,

kerjasama dari rekan sejawat peneliti yang ada di UINSU, dan dukungan dari

keluarga besar penulis. Trimakasih penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Saidurrahman MA, selaku Rektor UIN SU dan juga

penguji.

2. Bapak Prof. Dr. Syukur Kholil, MA selaku Direktur Pasca Sarjana UIN

SU.

3. Ibu Dr. Sri Sudiarti MA, selaku ketua program studi sekaligus juga

sebagai dosen penguji

4. Dr Ahyar Zein MA. Selaku sekretaris siding disertasi

5. Bapak Prof. Dr. Yasir Nasution MA, Bapak Dr Muhammad Yusuf M.Si

selaku promoter dan co-promotor.

6. Bapak Dr. SaparuddinSiregar SE, Ak. SAS, M.Ag. MA, CA , Dr

Arwansyah., MSi., sebagai penguji atas saran dan kritik yang diberikan

untuk kesempurnaan disertas iini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada program Studi Ekonomi Syariah

starata 3 (S3), Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan yang

banyakmembantusemasaperkuliahaan.

8. Rekan rekan Mahasiswa S3 Prodi EkonomiSyariah UIN-SU angkatan ke

II atas kebersamaan dan kerjasama kita semua

9. Bapak Dekan FE Prof. Indra Maipita Ph.D, WD 1 , WD 2, dan WD 3 FE

yang telah banyak membantu menyelesaikan disertasi ini

10. Rekan rekan seperjuangan di Prodi Pendidikan Tataniaga FE UNIMED,

trimakasih atas motivasi, dukungan dan perhatian yang teman teman

berikan.

11. Semua pihak yang membantu penyusunan disertasi ini, yang tidak dapat

disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan,

kekurangan ini disebabkan pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih

kurang oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca sekalian.

Akhir kata penulis berharap dari desertasi belum sempurna ini,

memberikan manfaat bagi penulis dan menambah khasanah perbankan syariah di

Indonesia

Medan, Februari 2017

Noni Rozaini

NIM 94312050421/EKSYA

ABSTRAK

Noni Rozaini 94312050421/ EKSYA“AnalisisInterdependensi Inflasi, GDP,

EXC, Bagi Hasil Dan JUB Terhadap Perkembangan ASET

Perbankan Syariah di INDONESIA .

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam Interdependensi

Inflasi, GDP, EXC, Bagi Hasil Dan JUB Terhadap Perkembangan ASET

Perbankan Syariah di INDONESIA.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatip,

teknik analisa menggunakan Vector Auto Regression (VAR) untuk melihat

hubungan antar variabel – variabel yang menjadi pilihan dalam penentuan ASET

Perbankan Syariah di Indonesia, dengan terlebih dahulu menggunakan beberapa

pengujian yang seharusnya dilakukan sehingga pada akhirnya akan menghasilkan

persamaan jangka panjang dan jangka pendek melalui analisa Vector Error

Correction Model (VECM), respon variable melalui Impulse Response Function

(IRF) dan peran serta komposisi variable melalui Variance Decomposition

(VD).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) instrument BagiHasil GDP

berdasarkan analisis hasil estimasi Vector Error Correction Model (VECM)

mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien yang tinggi terhadap

ASET perbankansyariah. (2) instrument Bagi hasil berdasarkan analisa Impulse

Response Function (IRF) atauprilakudinamis model ternyatavariabel yang

terbanyak dan tertinggi direspons oleh variable penelitian. (3) Instrumen Bagi

hasil berdasarkan analisis Variance Decomposition (VD) merupakanvariabel yang

mempunyai komposisi dan peran besar direspon oleh variabel lain. (4) Instrumen

ASET perbankan syariah berdasarkan analisis Impulse Response Function

(IRF),Variance Decomposition (VD). Ternyata belum menempati respon terbesar

dan komposisi terbesar bagi variable lainnya. Penelitian ini merekomendasikan

perlunya (1) Mencermati variable bagihasil sebagai instrument kebijakan moneter

Syariah yang cukup berpengaruh dancendrung menstimulus GDP dan sangat

berpengaruhdalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia (2) melakukan

penelitian lanjutan dengan menganalisa variabel GDP dan bagihasi lterhadap

variabel yang telah diteliti.

Kata Kunci: Inflasi, GDP, EXC, Bagi Hasil , JUB dan ASET Perbankan

Syariah

ABSTRACT

Noni Rozaini : 94312050421/ EKSYAInterdependence Analysis Inflation,

Gross Domestic Product , Excange Rate, ProfitSharing And Money Supply

Against ASSETS Growth of Shariah Banking in INDONESIA.

The purpose of this research are to analyze iThe interdependence of inflation,

GDP, EXC, profit sharingAnd JUB Against ASSETS Development of Shariah

Banking in INDONESIA.This research used quantitative, research approach

which is using Vector Auto Regression (VAR) to see the relationships between

variables that are preferred in determination ASSETShariah Banking in

Indonesia. firstly do the test that must be done so that eventually will yields the

equation long term and the short term by Vector Error Correction Model

(VECM) analysis, response of variable by Impulse response Function (IRF) and

participation variable composition by Variance Decompositiom (VD)

The results of the research concluded that (1) ProfitSharing and GDP based on

the anlysisthat the estimation of Vector Error Correction Model (VECM) hasa

significant influence with a high coefficient against ASSETS Islamic banking. (2)

Profit Sharing Instrument based on Impulse Response Function (IRF) test or

(dynamic behavior omodel) is the variable that most and highest responded by

the research variables. (3) profit sharingInstruments based on Variance

Decomposition (VD) test is a variable that has great composition and the

participant which responded by the research variables. (4) Instruments ASSETS

Shariah Banking based onImpulse Response Function (IRF)and Variance

Decomposition (VD) test. Actually not t occupied the greatest response and

composition for other variables. The study recommends the need to (1) Examine

profit sharing as syariah monetary policy instruments that quite influential and

tend to stimulate GDP and greatly influenced the development sharia banking

especially the ASSETs sharia banking (2) conducting advanced research by

analyzing the profit sharing variable that has been investigated.

Keywords: Inflation, Gross Domestic Product, Excange Rate, Profit Sharing,

Money Supply and Shariah Banking ASSETS

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

A. Pedoman Transliterasi

1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan

dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi

dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus.

Di bawah ini merupakan daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan

huruf Latin:

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

alif Tidakdilambangkan Tidakdilambangkan ا

Ba B Be ب

Ta T Te ت

Sa £ es (dengan titik di atas) ث

jim J Je ج

¥ ha حha (dengan titik di bawah

Kha Kh kadan ha خ

dal D De د

zal © zet (dengan titik di atas) ذ

ra r Er ر

zai z Zet ز

sin s Es س

syim sy esdan ye ش

¡ sad صes (dengan titik di

bawah)

» dad ضde (dengan titik di

bawah)

ta ¯ te (dengan titik di bawah) ط

§ za ظzet (dengan titik di

bawah)

ain ' komaterbalik (di atas)‘ ع

gain G Ge غ

fa F Ef ف

qaf q Ki ق

kaf k Ka ك

lam l El ل

mim m Em م

nun n En ن

wau w We و

ha h Ha ه

hamzah ' Apostrop ء

ya y Ye ي

2. Vokal Tunggal

Vokal bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

b. Vokal Rangkap

Vokal Rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Contoh: جهد = jahada su’ila = سئل ruwiya = روي

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan

huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Contoh: قال = q±la

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fathah a a ـ

Kasrah i i ـ

Dammah u u ـ

Tanda Nama GabunganHuruf Nama

ى ـ Fathahdanya ai a dan i

و ـ Kasrahdanwaw au a dan u

HarakatdanHuruf Nama HurufdanTanda Nama

ىا ـ Fathahdanalifatauya Ā a dan garis di

atas

يـ Kasrahdanya ³ i dan garis di

atas

و ـ Dammahdanwaw ­ u dan garis di

atas

±ram = رمى q³la = قيل yaq­lu = يقول 4. Ta Marbutah (ة)

Transliterasi untuk ta marb­¯ah ada dua, yaitu:

a. Ta marb­¯ah hidup

Ta marb­¯ah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah

dan «ammah, transliterasinya adalah / t/

Contoh: روضة األطفال = rau«ah al-a¯f±l= rau«atul-a¯f±l

b. Ta marb­¯ah mati

Ta marb­¯ahyang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya

adalah / h/.

Contoh: طلحة = °al¥ah

c. Kalau pada kata terakhir dengan Ta marb­¯ah diikuti oleh kata

yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu

terpisah, maka Ta marb­¯ah itu ditransliterasikan dengan ha

(h).

Contoh: المدينة المنورة = al-Mad³nah al-Munawwarah = al-Madinatul-Munawwarah

5. Syaddah/ Tasydid (Konsonan Rangkap)

Syaddah atau tasydid dalam tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan huruf

yang sama dengan huruf yang diberi syaddah.

Contoh: ربنا = rabban± nazzala = نزل al-¥ajj = الحج nu’ima = نعم

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

huruf (ال), namun dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas

kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah dan kata sandang yang

diikuti huruf qamariyah.

1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf / l/ diganti dengan huruf yang

sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

Contoh: الرجل = ar-rajulu

as-sayyidatu = السيدة

asy-syamsu = الشمس

2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan

sesuai aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan

bunyinya.

Contoh: القلم = al-qalamu

al-bad³’u = البديع

al-jal±lu = الجالل

B. Singkatan

as = ‘alaih as-sal±m h. = halaman H. = tahun Hijriyah M. = tahun Masehi QS. = qur’an surat ra. = radia Allah anhu Saw. = Șalla Allah ‘alaih wa sallam Swt. = subhana Allah wa ta’ala t.th = tanpa tahun

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSEJUTUAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

PEDOMAN TRANSLITERASI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

........................

........................

.......................

........................

........................

i

v

xiv

xvii

xx

BAB I PENDAHULUAN ........................ 1

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Batasan Istilah 31

E. Kegunaan Penelitian

........................

........................

........................

........................

........................

1

13

13

14

15

BAB II LANDASAN TEORI ........................ 18

A. KAJIAN TEORI

1. Kajian Teori

2. Instrumen Moneter dan Indikator Ekonomi

Makro Indonesia

3. Jumlah Uang Beredar

4. Model Mundell Fleming

5. Model Inflasi

6. Teori Pertumbuhan Sollow Swan

7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

8. Nilai Tukar

B. Perbankan Syariah

1. Fungsi Perbankan

2. Bagi Hasil

3. Produk Perbankan Syariah

C. Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup penelitian

B. Jenis dan sumber Data

C. Model Analisis

D. Metode Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hasil penelitian

B. Perkembangan Variabel yang diteliti

1. EXC

2. Inflasi

3. Pertumbuhan Ekonomi

4. GDP

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

.......................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

.......................

........................

.......................

18

22

28

33

36

40

48

56

63

64

66

70

78

81

82

88

90

91

98

107

114

118

120

122

133

5. Perbankan Syariah

C. Hasil Uji Akar Akar unit dan Derajat

Integrasi

1. Hasil Uji Stationeritas

2. Menentukan Lag Optimum

3. Uji Stabilitas VAR

4. Uji Kausalitas Granger

5. Uji Kointegrasi

D. Vector Errors Correction Model

E.Impuls Respon Function

F. Variance Decomposition

H. Temuan Ilmiah

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

........................

133

134

137

139

148

150

155

173

175

178

180

184

188

189

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan

disetujuinya Undang Undang No 10 tahun 1998. Dalam undang – undang tersebut

diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis – jenis usaha yang dapat

dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang – undang tersebut

juga memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang bank

syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Indonesia memiliki peluang sebagai negara yang memiliki pangsa pasar

syariah terbesar dengan populasi penduduk beragama islam terbesar didunia yaitu

sebesar 207 juta jiwa dari jumlah penduduk sebesar 254,9 juta jiwa pada tahun

2015. Perjalanan waktu menunjukan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan

untuk mengatasi masalah yang saat ini masih menjadi sebuah krisis global. Pada

tahun 2012 merupakan masa pemulihan setelah krisis global. Dilihat dari

perkembangannya, diperkirakan bahwa perekonomian tahun 2015 mengarah pada

pertumbuhan yang baik. Terlebih untuk kinerja perekonomian Indonesia tingkat

konsumsi domestik relatif tinggi dan kelas menengah yang meningkat serta

ditunjang oleh kondisi makro ekonomi yang relatif terjaga dengan baik,

merupakan beberapa faktor penyebab perekonomian nasional tidak terlalu

terpengaruh oleh krisis perekonomian global. Begitu pula dengan perbankan

syariah nasional, relatif tidak begitu signfikan mengalami dampak krisis ekonomi

global pada awal tahun 2012, sejalan dengan itu, perbankan Indonesia yang lebih

tertuju kepada pasar domestik yang masih besar, serta potensi pangsa perbankan

syariah yang masih tinggi di Indonesia, dengan pangsa pasar sampai dengan akhir

tahun 2014 telah mendekati 5%.ndekati awal dekade 1980-an, bank-bank Islam

tidak hanya bermunculan dgara-negara islam tetapi juga bermunculan di negara-

negara bukan islam bahkanditerima di negara-negara bukan Islam. Pada era 1990-

an jumlah bank-bank islam di seluruh dunia telah mencapai 50 buah termasuk

dinegara-negara bukan Islam. Kemudian pada era 2000-an telah terdapat

lebiinstitusi keuangan yang operasinya berlandaskan syariah Islam yang

2

mengelola harta melebihi US$ 200 milyar1. Tahun 2001 saja terdapat sekitar 267

lembaga keuangan Islam dan bank yang beroperasi di seluruh dunia.

Menurut laporan IDB, nilai pertambahan aset perbankan syariah ini

melebihi 15% pertahun, dan dianggarkan nilai harta institusi keuangan islam pada

akhir tahun 2003 adalah sebanyak US$ 230 milyar. Pada tahun 2009, industri

perbankan Islam semakin berkembang, terdapat sekitar 396 bank islam yang

tersebar di 53 negara. Jumlah dana yang dikelola telah meningkat menjadi lebih

kurang US$ 700 milyar2. Industri perbankan Islam dunia telah berkembang secara

progresif dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 10-20% per tahun. Sekurang-

kurangnya terdapat 300 institusi keuangan Islam pada waktu ini yang tersebar di

75 negara dengan aset tidak kurang daripada US$ 1-2 trilyun. Besarnya jumlah

masyarakat Muslim dinegara Republik ini pada hakikatnya merupakan potensi

besar bagi perbankan syariah untuk tumbuh dan berkembang. Statistik terakhir

yang dilakukan oleh Badan Statistik Indonesia (BPS) pada 2015 jumlah

keseluruhan penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa yang sebagian

besarnya tertumpu di Pulau Jawa. Dari keseluruhan jumlah ini sekitar 207 juta

orang adalah muslim. Berdasarkan jumlah ini, Indonesia dikatakan sebagai negara

yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. 3

Undang-undang No 21 tahun 2008 menyatakan Perbankan Syariah adalah

segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya. Adanya dual banking system yang mana bank

1Bank Indonesia, , Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, 2015 Diakses dari www.bi.go.id, 10 Desember2016 . h 52.

2Syafi’i Antonio, Perbankan Syariah, Wacana Ulama dan Cendikiawan,(Jakarta:BI dan Tazkia Institut 2009) h 125 3BPS 2015 Sensus Kependudukan. Diakses dari WWW.bps.go.id. 17 Jan 2017 h 5

3

konvensional dibolehkan membuka unit usaha syariah atau Islamic window.

Peraturan inilah yang menjadi momentum dan telah membuka kesempatan yang

luas bagi perbankan konvensional yang ingin membuka produk syariah mereka di

samping tetap mempertahankan sistem konvensional. Tidak seperti dalam

undang-undang tahun 1992, yaitu istilah perbankan syariah dinyatakan secara

samar, dalam undang-undang ini penyebutan “bank berdasarkan prinsip kerjasama

yang saling menguntungkan” telah diubah menjadi “bank berdasarkan prinsip

syariah” atau yang disingkat “perbankan syariah”.

Sampai dengan bulan Desember 2014, industri perbankan syariah telah

mempunyai jaringan sebanyak 12 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha

Syariah (UUS), dan 163 BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.910

kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Total aset perbankan

syariah mencapai Rp272,343 triliun tumbuh sebesar 56,1% (yoy) dari posisi tahun

sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi

pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima

tahun terakhir (2009-2014), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional

hanya sebesar 17,7% pertahun.4 Oleh karena itu, industri perbankan syariah

dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’.

Akselerasi pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari

pertumbuhan perbankan nasional berhasil meningkatkan porsi perbankan syariah

dalam perbankan nasional menjadi 4,0%. Jika tren pertumbuhan yang tinggi

industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi perbankan

syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke

depan.

Perkembangan perbankan syariah dari sisi institusi bermula pada tahun

1991 dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan resmi beroperasi

4Bank Indonesia 2016, Laporan Neraca Perbankan Indonnesia, Diakses dari www.bi.id 10 Des 2016.h 67

4

pada tahun 1992.5, perkembangan perbankan syariah yang pesat baru terjadi

setelah tahun 1998. Perbankan syariah semakin mendapat perhatian setelah

beberapa seri krisis ekonomi terjadi. Krisis yang dimaksud adalah krisis ekonomi

dunia tahun Pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang pengaruhnya sangat

dirasakan oleh negara-negara di rantau Asia termasuk Indonesia. Kemudian yang

terbaru adalah krisis ekonomi global tahun 2009 yang pengaruhnya hampir merata

dirasakan oleh negara-negara dunia terutama Amerika Serikat.

Perkembangan bank syariah selama hampir 20 (dua puluh) tahun

kehadirannya di Indonesia menunjukkan kinerja yang semakin membaik, baik dari

sisi kelembagaan maupun kinerja keuangan termasuk peningkatan jumlah nasabah

bank syariah. Namun demikian, tantangan pengembangan industri perbankan

syariah semakin meningkat termasuk operasional dan model-model bank syariah

yang dapat dikembangkan ke depan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel

berikut ini yang menjelaskan beberapa indikator perkembangan perbankan syariah

di Indonesia.

Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan dan Kinerja

Perbankan Syariah Indonesia

* Sumber BPS 2014

5 M. Nazori Madjid. Nuansa Konvensional Dalam Perbankan Syariah, Nalar Fiqih. 2004 h 28

Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

BUS 2 2 2 2 3 3 3 3 5 6 11 11 11 11 12

UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22

BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163

Jaringan

kantor 146 182 229 337 443 550 693 802 1,069 1,258 1,763 2,101 2,663 2,990 2,910

Aset (miliar

Rp) 1,790 2,719 4,045 8,152 15,803 21,502 27,618 37,754 49,555 66,090 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343

DPK (miliar

Rp) 1,029 1,806 2,918 5,910 12,129 15,933 21,193 28,730 36,852 52,271 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858

PYD (miliar

Rp) 1,271 2,050 3,277 5,723 11,821 15,688 21,060 28,837 38,195 46,886 68,181 102,655 147,505 184,122 199,330

5

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa dari tahun 2001 sampai tahun 2014 semua

indikator perkembangan perbankan syariah menunjukkan pertumbuhan yang

sangat signifikan, diantaranya saja dapat dijelaskan bahwa aset pada tahun 2000

sebesar 1,790 ( Miliar Rp), tahun 2004 naik hampir 15 kali lipat yaitu sebesar

15,803 sampai pada ahirnya pada tahun 2014 meningkat sebesar 272,343 (miliar

Rp).

Secara nasional petumbuhan perbankan syariah khususnya dari segi aset

mencatat kemajuan yang cukup mengesankan sejak berdirinya tahun 1992.

Pertumbuhan aset perbankan syariah secara rata – rata selalu diatas 30%, bahkan

pernah mencapai di atas 40%. Walaupun demikian tingkat pertumbuhan

perbankan syariah cukup tinggi ini ternyata belum cukup mengambil porsi pangsa

pasar perbankan yang masih dikuasi bank konvensional. Kontribusi aset

perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih sangat kecil yaitu 4,8% per

Desember 2014.

Pertumbuhan yang tinggi tersebut salah satunya dipicu oleh peningkatan

penghimpun dana yang menarik bagi deposan atas daya saing nisbah bagi hasil

dan margin produk dibandingkan dengan tingkat bunga perbankan nasional.

Peningkatan dana pihak ketiga juga didukung oleh peningkatan jaminan

pemerintah kepada deposan bank Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 miliar melalui

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Perkembangan aset juga dibantu oleh

besarnya pertumbuhan pembiayaan dan besarnya rasio pembiayaan terhadap Dana

Pihak Ketiga (DPK) yang sangat tinggi sampai tahun 2014 proporsinya secara

konsisten melebihi 80% .

Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat

terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan

penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan atau penyaluran pembiayaan yang

cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan kawasan

Sulawesi, Maluku dan Papua yang melebihi laju pertumbuhan secara nasional.

Selain itu, beberapa daerah di kawasan Jawa-Bali juga menunjukkan pertumbuhan

yang cukup tinggi. Perkembangan tersebut menunjukkan peluang pengembangan

perbankan syariah yang cukup besar di luar ibukota negara, meskipun DKI Jakarta

6

dengan skala aktivitas ekonominya, tetap menjadi target utama pengembangan

usaha perbankan syariah dengan pangsa DPK dan pembiayaan terhadap industri

masing-masing mencapai 45,6% dan 39,9%

Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat dari NPF (Non Performing

Finance) pada tahun 2012-2013 NPF meningkat hingga 4%, lalu pada tahun 2013

hingga 2014 NPF menurun, yang menunjukkan adanya permasalahan kredit,

seperti : kredit macet/kredit yang diragukan, jika permasalahan kredit tersebut

lebih sedikit maka semakin bagus pembiayaan di Bank Syariah, tapi ternyata di

tahun 2014 ini permasalahan kredit semakin meningkat sehingga mengakibatkan

pembiayaannya semakin berkurang.

Dalam Statistik Perbankan Syariah pada bulan Deseamber 2014,

perkembangan aset Bank Syariah di Indonesia terus meningkat dari tahun 2008

hingga tahun 2013, akan tetapi akhir-akhir ini sejak tahun 2013, perkembangan

aset di Perbankan Syariah terdapat penurunan. Total aset perbankan syariah jika

dibandingkan dengan aset perbankan nasional itu nilainya masih tergolong sangat

kecil, tidak lebih dari 4,8%. Jika dilihat dari jumlah BUS dan UUS, hingga

sekarang BUS berjumlah 11 dan UUS berjumlah 23.

Kebijakan moneter di Indonesia yang dilaksanakan oleh Bank Sentral

(Bank Indonesia) membedakan kebijakannya menjadi kebijakan moneter

kuantitatip dan kebijakan moneter kualitatip. Kebijakan moneter kuantitatip

adalah langkah – langkah bank sentral yang tujuannya adalah untuk

mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian.

Dalam masa deflasi penawaran uang perlu ditambah. Langkah ini akan

menurunkan tingkat bunga dan penurunan ini selanjutnya akan menggalakkan

perkembangan kegiatan ekonomi, sehingga tingkat kesempatan kerja lebih tinggi

dan pengangguran akan berkurang. Dalam masa inflasi pengeluaran masyarakat

adalah melebihi penawaran barang barang yang tersedia dalam perekonomian

melalui pengurangan dalam penawaran uang dan kenaikan suku bunga uang.

Perubahan tersebut akan menurunkan pengeluaran agregat sehingga terdapat

keseimbangan diantara pengeluaran dalam ekonomi dengan jumlah penawaran

barang.

7

Kebijakan moneter kuantitatip dapat dibedakan dalam tiga jenis tindakan

yaitu:6

1. OMO (Open Market Operation) atau operasi pasar terbuka, melakukan

jual beli surat surat berharga di dalam pasar uang dan pasar modal.

2. Mengubah suku bunga dan suku diskonto yang tujuan akhirnya

mempengaruhi penghimpunan dan penyaluran bank- bank umum.

3. Mengubah cadangan minimum yang harus disimpan oleh bank umum.

Kebijakan moneter kuantitatip tersebut arahnya adalah mempengaruhi inflasi,

tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar yang salah satu tempatnya ada pada

aset perbankan syariah dan pembiayaan pada bank bank umum konvensional

maupun syariah.

Dalam perekonomian terbuka, selain PDB, Inflasi, dan jumlah uang

beredar, EXC adalah salah satu indikator makro ekonomi yang paling banyak

diteliti karena menjadi salah satu indikator makro ekonomi suatu negara. Salah

satu tugas bank Indonesia adalah menjaga kestabilan nilai rupiah menunjukkan

pentingnya EXC bagi suatu negara termasuk Indonesia.

Para ekonom membedakan EXC menjadi dua yaitu EXC nominal dan

EXC rill. EXC nominal (nominal exchang rate) adalah harga relatip dari mata

uang dua negara, Jika EXC antara dollar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per

dollar, maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen dipasar uang, sebaliknya

jika ingin memiliki 1 dollar maka penduduk jepang akan membayar 120 yen.

EXC riil (real

exchang rate) adalah harga relatip dari barang barang dari suatu negara untuk

barang - barang dari negara lain. EXC riil kadang kadang disebut term of trade7

Dalam teori ekonomi konvensional ekonomi makro merupakan ilmu

yang mempelajari perilaku perilaku secara keseluruhan (agregate) atau

mempelajari hubungan variabel – variabel ekonomi yang bersifat agregat, seperti

pendapatan nasional, pengeluaran rumah tangga, investasi nasional, jumlah uang

6 Sadodno sukirno” pengantar Teori Makro Ekonomi”Ed Ketiga, cet 17 (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

2006) h 310-312 7N. Gregory Mankiw, Principles of Econimics. Pengantar Ekonomi Makro (edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan

Sungkono. Jakarta Salemba Empat 2006) h 128-138

8

beredar, tingkat pengangguran, tingkat suku bunga, tingkat suku bunga SBI,

inflasi, EXC rupiah dan variabel variabel lain yang bersifat agregatif.8

Pada teori ekonomi makro, inflasi selalu berkaitan dengan jumlah uang

yang beredar dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah melalui bank

sentral. Pemerintah bisa mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan

mempengaruhi proses penciptaan uang. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah dengan kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga sehingga jumlah

uang yang beredar bisa dikontrol. Melalui tingkat bunga inilah pemerintah dapat

mempengaruhi pengeluaran investasi, permintaan agregat, tingkat harga serta

gross domestik produk (GDP) riil. Selain itu pemerintah juga dapat mengatur

tingkat suku bunga Bank Indonesia atau BI rate. Dengan begitu keuntungan bank

dari sisi bunga sangat ditentukan kondisi ekonomi makro serta regulasi atau

kebijakan pemerintah9

Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta yang akan

menyebabkan perubahan dalam EXC disebabkan oleh beberapa faktor yaitu10:

1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat, cita rasa mempengaruhi corak

konsumsi. Konsumsi mempunyai dua pilihan yaitu barang produksi

dalam negri atau luar negri. Perbedaan kualitas menyebabkan

masyarakat memilih barang import atau malah menaikkan barang

ekspor. Ekspor akan menghasilkan mata uang asing sedangkan impor

akan mengurangi mata uang asing. Jika mata uang asing bertambah

EXC negara tersebut akan menguat dan begitu pula sebaliknya.

2. Perubahan harga barang impor dan barang ekspor. Barang barang

dalam negri yang dapat dijual dengan harga relatif murah akan

menaikkan ekspor dan jika harganya naik maka akan mengurangi

ekspor. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah

impor dan kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor.

8Dominique Salvatore, Ekonomi Makro(jakarta Erlangga 205) h 126 9Boediono. Seri Sinopsis.Pengantar Ilmu Ekonomi Makro.BPFE (.Jogyakarta v).Hal 96.

10 Sadodno sukirno” pengantar Teori Makro Ekonomi” Ed Ketiga, cet 17 (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

2006) h 310-312

9

Perubahan tersebut menyebabkan perubahan penawaran dan

permintaan mata uang asing.

3. Inflasi . Inflasi sangat berpengaruh terhadap perubahan EXC, inflasi

menyebabkan harga harga didalam negeri lebih tinggi dari harga

barang di luar negri, yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan

impor barang. Inflasi menyebabkan harga barang barang ekspor

menjadi lebih mahal sehingga para eksportir akan meningkatkan

jumlah ekspor barang barang tersebut. Keadaan ini menyebabkan

permintaan terhadap mata uang asing bertambah dan menyebabkan

penawaran akan mata uang asing akan berkurang yang akan

menyebabkan harga mata uang asing berkurang, maka harga mata

uanga asing bertambah berarti mata uang dari negara yang mengalami

inflasi merosot atau EXC mata uang negara yang bersangkutan akan

melemah.

Dari uraian tersebut di atas terdapat enam variabel yaitu ASET, Bagi

Hasil, Inflasi GDP, EXC dan Jumlah Uang Beredar (JUB) yang saling berkaitan

dan mempengaruhi. Melihat resiko dan pengaruh yang ditimbulkan oleh keenam

variabel tersebut tentu saja diperlukan analisa yang lebih mendalam dan teliti.

Dalam bidang ekonomi dan perbankan syariah kebiasaan ini harus terus

dikembangkan dalam upaya mengantisipasi kesulitan dan kegiatan ekonomi yang

masih belum sepenuhnya syariah. Sejarah islam mengajarkan bahwa kemampuan

memprediksi dan mengantisipasi sangatlah diperlukan sesuai dengan hal-hal yang

pernah dilakukan oleh nabi Yusuf as sebagai nabi sekaligus seorang ekonom.11

Berkaitan dengan instrumen penelitian ini yang berkaitan dengan variabel

makro ekonomi yang meliputi PDB, EXC dan INFLASI, maka berikut ini akan

ditampilkan gambar trend perkembangan beberapa variabel ekonomi tersebut.

11Muslim Marpaung 2016 “ Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Kurs, JUB dan Bunga terhadap Perkembangan

Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah” Disertasi UINSU. H 27

10

Gambar 1.1 perkembangan PDB

Sumber: Data Olahan

Dari gambar di atas terlihat bahwa perkembangan PDB Indonesia dari

tahun 2004 sampai tahun 2015 menunjukkan angka yang menggembirakan,

ditandai dengan naiknya angka pendapatan nasionl dari tahun ke tahun.

Stabilitas perekonomian nasional sepanjang tahun 2015 tercermin pula

dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%, atau sedikit di atas tingkat inflasi 2011

(3,8%). Tingkat inflasi yang stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1)

Untuklebihjelasnyadapatdilihatpadagambar 1.2 berikutini

Gambar 1.2 Tingkat Inflasi di Indonesia

Melihat saling keterkaitan tersebut peneliti memilih menggunakan

VAR(Vector Auto Regresion). Metode VAR ini pertama sekali dikemukakan oleh

Christoper Sims (1980). Sims mengembangkan model ekonometrik dengan

mengabaikan pengujian asumsi secara apriori. VAR dikembangkan oleh Sims

11.5

12

12.5

13

13.5

14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

GDP

GDP

11

sebagai kritik atas persamaan simultan. Jumlah variabel yang besar dan klasifikasi

endogen dan eksogen pada persamaan simultan merupakan dasar dari kritik

tersebut. Menurut Sims jika memang simultan pada kelompok variabel tertentu,

seharusnya semua variabel memiliki posisi yang sama. Konsekuensinya variabel

variabel dari persamaan simultan tersebut sulit untuk dibedakan amtara endogen

dan eksogen.12

Untuk lebih jelasnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu dua jenis variabel

ini, dimana variabel endogen adalah suatu variabel yang nilai penyelesaiannya

diperoleh dalam model, sedangkan untuk variabel eksogen adalah suatu variabel

yang nilai – nilainya diperoleh dari luar model, atau sudah ditentukan berdsarkan

data yang ada.

Dalam model VAR, variabel eksogen merupakam persentase dari

goncangan ekonomi eksternal yang terdapat diluar persamaan. Eksogenitas

pertama sekali dikemukakan oleh Timbergen dari university Belanda pada tahun

1937. Eksogenitas digunakan untuk meningkatkan kekuatan deskripsi sebuah

model ekonometrik tanpa menambah jumlah persamaan yang diestimasi.

Metode VAR memperlakukan semua variabel secara simetris. Tanpa

mempermasalahkan variabel dependen dan independen, atau dengan kata lain

model ini meperlakukan seluruh variabel variabel sebagai variabel endogen. VAR

sering dianggap sebagai pendekatan yang tidak mendasarkan pada teori ekonomi

tertentu (eteoritis). Meskipun metode ini dirasa tidak cukup efektif tanpa

didahului uji statistik terlebih dahulu, beberapa kritikan pun mulai dilontarkan

kepada Sims, oleh beberapa peneliti diantaranya Granger (1969), dimana Granger

mengemukakan penolakannya terhadap aprori teoritis sebagai sarana menetapkan

variabel eksogen, melainkan harus melalui pengujian statistik terlebih dahulu

dengan pengujian kausalitas.Penggunaan variabel yang besar dalam metode

ekonometrik menunjukkan adanya kebingungan dalam menentukan variabel –

variabel pokok.

Semenjak kritik yang dilontarkan terhadap Sims oleh Granger dan Lucas

dimana perlu terlebih dahulu untuk menggunakan uji kausalitas, maka kritik-kritik

12Gujarati, Damodar.. Basic Econometrics. McGraw-Hill :( Singapore. 2003 ) h12

12

tersebutpun menjadi masukan bagi Sims. Analisis data banyak variabel pada

konteks VAR merupakan cakupan dari sebuah instrumen standar dalama

ekonometrika. Dikarenakan uji statistik secara berkala digunakan dalam

menentukan interdependencies dan hubungan dinamis antar variabel, metode ini

diperkaya dngan menggabungkan sebuah informasi prioi dan statistikal. Model

VAR pun akhirnya menjelaskan variabel endogen saja berdasarkan sejarah –

sejarah yang mereka miliki sendiri, selain dari regresi penentu. Disamping itu

berdasarkan kritikan yang ditujukan kepada Sims, Sims pun menawarkan model

VAR yang sederhana dan menggunakan jumlah variabel yang minimalis, dimana

semua variabel diklasifikasikan sebagai variabel endogen.

Namun demikian penggunaan data VAR masih menyisakan beberapa

kelemahan diantaranya;13 (1) penentuan banyaknya Lag yang menimbulkan

masalah baru dalam estimasi, (2) model VAR bersifat non apriori yang mengolah

data tanpa memanfaatkan teori ekonomi yang ada (3) semua variabel yang

digunakan dalam VAR harus statisioner, jika belum statisioner, maka harus

ditransformasikan terlebih dahulu agar menjadi statisioner.

Dengan seluruh penjelasan terdahulu terlihat bahwa negara Indonesia

dengan populasi penduduk muslim terbesar tentu saja berpeluang berdirinya Bank

Syariah yang cukup besar dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Bank Syariah

besar sangat membutuhkan modal yang besar. Salah satu sumber dana yang

sangat menentukan adalah ASET perbankan syariah. Persaingan antar bank

konvensional dan Bank Syariah tentu saja terjadi dalam perekonomian Indonesia

yang indikator pentingnya adalah indikator makro ekonomi.

Dengan alasan tersebut di atas peneliti mencoba meneliti dengan judul

“Analisis Interdependensi INFLASI, GDP, JUB, EXC dan Bagi Hasil terhadap

Perkembangan Perbankan ASET Perbankan Syariah Di Indonesia”.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah

dilakukan oleh Muslim Marpaung, 2016 dengan judul Analisa Pengaruh PDB,

INFLASI, TINGKAT BUNGA, JUB DAN KURS Terhadap DPK Perbankan

13 Hendri Tanjung, dan Abrista Devi” Metode penelitian Ekonomi Islam” (Jakarta, Gramata Publishing, 2013) h

623

13

Syariah di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah instrumen Bunga dan

Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien DPK

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian

terdahulu adalah terletak pada interaksi variabel variabel yang lengkap dan

digabungkan menjadi 6 (enam) variabel serta belum pernah dilakukan sebelumnya

tanpa membedakan endogen dan eksogen, dengan data terbaru yaitu mencapai

Desember 2015 dengan periode bulanan. Teknik pengolahan data yang digunakan

adalah metode VAR yang masih belum banyak digunakan dengan mencoba

menggunakan shock variabel dalam simulasi datanya.

B. Perumusan masalah

Secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

variabel – variabel makro ekonomi terhadap perkembangan perbankan syariah di

Indonesia. Secara khusus permasalahan yang akan dianalisis adalah sebagai

berikut:

a. Interdependensi

1. Apakah Ada interdependensi ASET tahun sebelumnya , INFLASI ,GDP,

EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET Perbankan

syariah di Indonesia

2. Apakah Ada interdependensi INFLASI tahun sebelumnya , ASET ,GDP,

EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap INFLASI

3. Apakah Ada interdependensi GPD tahun sebelumnya, ASET, INFLASI ,

EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP

4. Apakah Ada interdependensi EXC tahun sebelumnya, ASET, INFLASI

,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET.

5. Apakah Ada interdependensi BAGI HASIL tahun sebelumnya ASET,

INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berkontribusi terhadap BAGI HASIL

Perbankan syariah di Indonesia

6. Apakah Ada interdependensi JUB tahun sebelumnya, ASET, INFLASI

,GDP, EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB

14

b.Impulse Response

1. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC,BAGI

HASIL DAN JUB terhadap INFLASI pada jangka penedek, jangka menengah

dan jangka panjang .

2. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI

HASIL DAN JUB terhadap GDP pada jangka penedek, jangka menengah dan

jangka panjang .

3. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI

HASIL DAN JUB terhadap EXC pada jangka penedek, jangka menengah dan

jangka panjang .

4. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI

HASIL DAN JUB terhadap BAGI HASIL pada jangka penedek, jangka

menengah dan jangka panjang .

5. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI

HASIL DAN JUB terhadap JUB pada jangka penedek, jangka menengah dan

jangka panjang .

6. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI

HASIL DAN JUB terhadap shock ASET perbankan Syariah pada jangka

penedek, jangka menengah dan jangka panjang .

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan pertanyaan penelitian

diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk Menganalisis interdependensi instumen ASET, INFLASI

,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET

Perbankan syariah di Indonesia

15

2. Untuk Menganalisis interdependensi instumen INFLASI , ASET

,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap

INFLASI di Indonesia

3. Untuk Menganalisis interdependensi instumen GPD, ASET, INFLASI

, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP di

Indonesia

4. Untuk Menganalisis interdependensi instumen EXC, ASET, INFLASI

,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap EXC di

Indonesia

5. Untuk Menganalisis interdependensi instumen Bagi Hasil, ASET,

INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berkontribusi terhadap Bagi Hasil

Perbankan syariah di Indonesia

6. Untuk Menganalisis interdependensi instumen JUB, ASET, INFLASI

,GDP, EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB di

Indonesia

D. Batasan Istilah

Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan di uji maka variabel

variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Aset adalah Jumlah aset yang berhasil dihimpun Perbankan Syariah di

Indonesia dalam miliar Rupiah (bulanan)

2. Gross Domestik Produk (GDP) adalah produk domestik produk

Indonesia dalam milliar Rupiah (bulanan) berdasarkan harga berlaku

3. Inflasi Indonesia (INFLASI) adalah tingkat inflasi Indonesia dalam

satuan persen (bulanan)

4. Bagi Hasil adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil

pembiayaan Dana Pihak Ketiga dalam bentuk deposito ditetapkan

Bank Indonesia dalam satuan persen (bulanan)

5. Jumlah Uang Beredar Di Indonesia (JUB) adalah jumlah Uang beredar

di Indonesia dalam satuan milliar Rupiah bulanan)

6. EXC Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika Serikat (EXC) adalah

EXC mata uang Rupiah terhadap Dollar dalam Rupiah (bulanan)

16

Dengan :

ASET : Aset Perbankan Syariah (Rp. Miliar)

GDP : Gross Domestik Product Indonesia (Rp. Miliar)

INFLASI : Inflasi Indonesia (%)

BAGI HASIL : Bagi hasil Dana Pihak Ketiga Dalam Bentuk

Deposito (%)

JUB : Jumlah Uang Beredar di Indonesia (Rp. Miliar)

EXC : EXC Rp / USD

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan profitabilitas pada

bank syariah beserta variabel-variabel yang mempengaruhinya adalah sebagai

berikut :

1. Bagi perbankan syariah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi evaluasi atas kinerja bank syariah dalam menghadapi

kompetisi dunia perbankan nasional dan sebagai input untuk lebih

mendorong pertumbuhan bank syariah kedepan dalam

perkembangan ASET perbankan syariah di Indonesia Dengan

begitu debitur maupun kreditur mempunyai gambaran pada

kondisi suatu perbankan dapat menguntungkan sebagai media

investasi maupun penyedia dana dan juga diharapkan dapat

menjadi pertimbangan dalam pembuatan keputusan terhadap

kebijakan pembiayaan maupun ekspansi aset serta untuk langkah

antisipasi terhadap semua faktor yang nantinya akan

mempengaruhi kinerja perusahaan.

2. Bagi Regulator. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan

bagi upaya pengembangan industri perbankan syariah, selain dapat

menjadi evaluasi terhadap peraturan yang telah ada dan

dilaksanakan, penelitian ini juga dapat menjadi input bagi

perbaikan peraturan penguatan kebijakan dan pembinaan

17

perbankan syariah di masa yang akan datang khususnya tentang

penghimpun ASET perbankan syariah di Indonesia

3. Bagi akademisi dapat memberikan manfaat dalam hal

pengembangan ilmu ekonomi khususnya manajemen keuangan,

melalui pendekatan dan cakupan variable yang digunakan,

terutama pengaruh kondisi makro ekonomi dan pangsa asset bank

syariah terhadap kinerja bank syariah yang diukur dari

perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

18

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori

Kajian - kajian teori dalam penelitian ini bermula dari adanya konsep

grand theory yang menjadi dasar dalam penelitian ini yaitu teori moneter dan

indikator makro di Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan second theory yang

menjelaskan variabel bagi hasil danTertier Theory yang menjelaskan Teori

Perbankan Syariah, Model Inflasi, Teori Pertumbuhan Sollow SwanModel

Mundell-Fleming, Keseimbangan Pasar BarangKeseimbangan Pasar Uang dan

Kurva LM untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 .Mapping Theory

GRAND THEORY

TEORI KONSEP Moneter dan Indikator Ekonomi

makro Indonesia

SECONDARY THEORY

Efektifitas Bagi Hasil

19

2.1.1. Instrumen Moneter dan Indikator Ekonomi Makro Indonesia

Bank sentral memiliki fungsi dan peranan yang strategis dalam

mendukung perkembangan pasar keuangan dan perekonomian suatu negara. Hal

ini antara lain karena kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral dapat

mempengaruhi jumlah kredit dan jumlah uang beredar yang pada gilirannya akan

mempengaruhi tidak hanya perkembangan pasar keuangan, tetapi juga

pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral tersebut dikenal sebagai kebijakan

moneter. Walaupun dampak dari pelaksanaan kebijakan moneter tersebut

dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung, terlihat dari pemahaman

masyarakat akan hakekat atas keberadaan kebijakan moneter itu sendiri.

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank

sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai

perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya,

strategi kebijakan moneter dilaksanakan berbeda dari satu negara dengan negara

lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang

diyakini berlaku pada perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan strategi dan

trasmisi yang dipilih, maka dirumuskan kerangka operasional kebijakan moneter.

Kebijakan moneter adalah suatu tindakan yang dilakukan pemerintah (atau

bank sentral) dalam upaya mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan

melalui pasar uang. Kebijakan moneter juga bisa diartikan sebagai suatu tindakan

makro pemerintah (bank sentral) dengan cara mempengaruhi proses penciptaan

uang14 Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kegiatan ekonomi, walaupun banyak faktor lain juga dapat

mempengaruhi kegiatan ekonomi. Akan tetapi kebijakan moneter merupakan

faktor yang dapat dikontrol pemerintah dalam upaya mencapai sasaran ekonomi15.

Struktur formal dari bank sentral pada berbagai negara menganut suatu

sistem tertentu. Pembentukan struktur formal bank sentral bertujuan untuk

mengatur disribusi kekuasaan dalam penentuan kebijakan moneter. Pada

14Boediono, Seri Sinopsis. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. ( BPFE.Jogyakarta 1993) .h 96. 15Nopirin, Ekonomi Moneter.(BPFE. Yogyakarta2000 ) h 25

20

umumnya bank sentral berfungsi sebagai check clearing, penerbitan uang baru,

menarik mata uangnya yang berbahaya dari peredaran, evaluasi usul merger dan

ekspansi aktifitas bank komersial, administrasi dan memberikan pinjaman pada

bank komersial, penghubung antara masyarakat bisnis dengan bank sentral,

memeriksa pemilik perusahaan bank, mengumpulkan data kondisi bisnis lokal,

menggunakan staf ekonom profesional untuk meneliti topik yang berhubungan

dengan pembentukan kebijakan moneter16

Kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi yang berperan

penting dalam perekonomian. Peranan tersebut tercermin pada kemampuannnya

dalam mempengaruhi stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kerja,

neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Kebijakan moneter merupakan

kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran

moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.

Dalam hal ini, besaran moneter (monetary aggregate) antara lain dapat berupa

uang beredar, uang primer atau kredit perbankan17

Kebijakan moneter yang diterapkan pada satu rentang waktu dan kondisi

tertentu (ultimate goals) dari kebijakan makro yang meliputi: (a) Tingkat

kesempatan kerja yang tinggi; (b) Laju inflasi yang rendah dan stabil; (c)

Keseimbangan balance of payment; dan (d) Tingkat pertmbuhan ekonomi yang

mantap.18

Kebijakan moneter yang disebutkan di atas merupakan bagian integral dari

kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan

mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara

teertutup atau terbuka, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. Dalam

pelaksanaannya, strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda-beda dari suatu

negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan

mekanisme transmisi yang diyakini berlaku pada perekonomian yang

16Manurung,. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. (Penerbit Salemba Empat. Jakarta. 2009) h 23 17Sutardjo, Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode

1990 2004 (Suatu Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. (Universitas Padjadjaran Bandung. 2005)

18Boyes . William, J. 1. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd E Agus. 2005. dition. South

Western Publishing Company. (Ohio 1991).

21

bersangkutan. Bedasarkan strategi dan transmisi yang dipilih, maka dirumuskan

kerangka opersional kebijakan moneter.

Sasaran utama dari kebijakan moneter, hanya bisa dilihat

pencapaiannyadalam perspektif jangka panjang. Artinya, bahwa segala sesuatunya

dipersiapkan sekarang untuk mencapai sasaran utama dimasa yang akan datang.

Sementara itu keterkaitan antara instrumen kebijakan dan sasaran utama melalui

jalur-jalur transmisi yang dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan

moneter. Sasaran utama sebagaimana disebutkan terakhir terletak pada posisi

yang paling akhir dari sekian tahapan mekanisme transmisi kebijakan moneter

yang diarahkan pada upaya untuk memenuhinya. Sasaran utama kebijakan

meneter bisa diartikan sebagai variabel dimana otoritas moneter tidak bisa

mempengaruhi secara langsung19

Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan

penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, sepeti kebijakan fiskal, kebijakan

sektor riil, dan lain-lain. Hal ini terutama mengingat keterkaitan antara kebijakan

moneter dan bagian kebijakan ekonomi makro lain yang sangat erat. Selain itu,

pengaruh kebijakan-kebijakan yang diterapkan secara bersama-sama mungkin

mempunyai arah yang bertentangan sehingga saling memperlemah. Misalnya,

dalam perekonomian yang mengalami tekanan inflasi, bank sentral melakukan

pengetatan moneter. Pada saat yang bersamaan, pemerintah melakukan ekspansi

disektor fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketidak

harmonisan kedua kebijakan tersebut dapat mengakibatkan tujuan menekan inflasi

tidak tercapai. Sementara itu, kombinasi kebijakan moneter dan fiskal yang

terlalu ekspansif akibat tidak adanya koordinasi dapat mendorong pemanasan

kegiatan perekonomian. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan

ekonomi makro secara optimal, biasanya diterapkan policy mix ”bauran

19

Romer,. David.. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies Inc. (New York.1996) h 468

22

kebijakan” yang terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan-kebijakan

lain20.

Tujuan kebijakan secara umum adalah pencapaian sabilitas ekonomi

makro, apakah itu kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi makro.

Stabilitas ekonomi makro antara lain, stabilitas harga (rendahnya laju inflasi),

pertumbuhan ekonomi, serta tersedianya lapangan/kesempatan kerja. Pencapaian

seluruh sasaran secara serentak adalah hal yang mustahil, karena pencapaian

seluruh sasaran bersifat kontradiktif. Jadi jika ingin mencapai suatu sasaran, maka

sasaran lain harus dikorbankan. Misalnya jika pertumbuhan ekonomi dan

mengurangi pengangguran adalah tujuannya, maka usaha ini biasanya diikuti oleh

peningkatan harga sehingga pencapaian stabilitas ekonomi makro tidak optimal.

Hal ini wajar terjadi, sehingga nantinya bank sentral akan dihadapkan dua

pilihan. Plihan pertama adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai optimal

dengan mengabaikan sasaran lainnya, misalnya memilih tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi. Pilhan kedua adalah

semua sasaran diusahakan untuk dapat dicapai, tetapi tidak ada satupun dicapai

secara optimal; misalnya, menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu

tinggi demi terpeliharanya tingkat inflasi sesuai dengan yang ditetapkan.

Menyadari kelemahan tersebut, dewasa ini beberapa negara secara bertahap telah

bergeser menerapkan kebijakan moneter yang lebih memfokuskan pada sasaran

tunggal, yaitu stabilitas harga.

Instrumen kebijakan ekonomi moneter dapat mempengaruhi stabilitas

ekonomi makro secara tidak langsung. Berhasil atau tidaknya instrumen kebijakan

moneter bekerja dapat diukur dari indikator ekonomi makro. Ketika terjadi

pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dalam jangka panjang, berarti instrumen

kebijakan ekonomi moneter telah berhasil. Proses operasional pengendalian

moneter diawali dengan penyusunan monetary programming ”program moneter”.

Program moneter pada dasarnya merupakan suatu perencanaan kebijakan

20

Warjiyo dan Solikin,. Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia Tinjauan Kelembagaan,

Kebijakan dan Organisasi, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.( Bank Indonesia, Jakarta.2003)

23

pengendalian jumlah uang beredar yang ditujukan untuk mencapai sasaran akhir

kebijakan moneter. Program moneter ini mencakup penentuan sasaran operasional

kebijakan moneter. Selanjutnya Bank Indonesia menerapkan langkah-langkah

yang harus dilakukan serta menetapkan instrumen yang akan dipergunakan untuk

mempengaruhi sasaran operasional tersebut.Ada tiga instrumen utama dalam

kebijakan moneter, yaitu :

a. Operasi pasar terbuka (open market operations), membeli atau

menjual obligasi pemerintah.

b. Kebijakan tingkat diskonto (penetapan tingkat bunga) dimana bank-

bank anggota dapat memperoleh pinjaman cadangan dari bank sentral.

c. Kebijakan cadangan wajib (reserve requairements policy), perubahan

rasio cadangan wajib resmi untuk deposito bank dan lembaga

keuangan lainnya.

Jumlah uang beredar terdiri dari dua komponen, yaitu komponen M1 dan

M2. M1 terdiri dari aset-aset yang dapat digunakan secara langsung, instan dan

tanpa hambatan dalam melakukan pembayaran. Aset ini bersifat likuid. Aset

dikatakan likuid jika dapat dengan cepat, mudah dan murah digunakan dalam

melakukan pembayaran. M1 berhubungan dengan kebanyakan defenisi tradisional

mengenai uang sebagai alat pembayaran. Sementara M2 memasukkan aset yang

tidak likuid secara instan. Jika bank sentral ingin mengubah sasaran akhir, maka

yang harus dilakukan adalah mengubah instrumen kebijakan moneter yang

tersedia. Diagram dibawah ini menunjukkan bagaimana sasaran akhir itu dicapai.

Dalam menetapkan kebijakan moneter, Bank Sentral secara langsung

menggunakan instrumen atau variabel yang ada dalam kendalinya, yaitu operasi

pasar terbuka, tingkat diskonto dan cadangan bank yang diperlukan. Variabel-

variabel ini membantu dalam masalah penentuan besarnya cadangan bank, uang

yang beredar dan bagi hasil yaitu sasaran antara dalam kebijakan moneter. Pada

Instrumen:

(Inflasi, JUB, EXC,

GDP)

Pertumbuhan ASET Perbankan

Syariah

Sasaran Antara:

Bagi Hasil

Gambar 2.1. Proses Pencapaian Sasaran Akhir

24

akhirnya, Bank sentral merupakan partner dengan kebijakan fiskal dalam menuju

tujuan akhir pada pertumbuhan GNP yang cepat, tingkat pengangguran rendah

serta harga stabil. Akan tetapi biasanya Bank sentral memusatkan perhatiannya

pada sasaran antara yaitumenetapkan tujuan pertumbuhan uang atau tingkat bagi

hasil.bank sentral ingin mempengaruhi tujuan utamanya, maka pertama-tama bank

sentral akan mengubah satu dari instrumen yang tersedia. Perubahan ini akan

mempengaruhi salah satu variabel antara yaitu bagi hasil.

2.1.2 Jumlah Uang Beredar

Model permintaan uang secara empiris adalah fungsi dari tingkat harga,

tingkat pendapatan riil dan tingkat bunga nominal. Model penawaran uang secara

empiris adalah fungsi dari stok uang dalam arti paling luas dan tingkat bunga,

yaitu 21:

ttttt Rypm 210

ttttt Rypm 210 (2.1)

tttt RHm 210 (2.2)

Dimana:

mt adalah log dari kuantitas uang pada waktu t,

pt adalah log harga pada waktu t,

Y adalah parameter yang mengarahkan sensitivitas permintaan uang pada

tingkat inflasi.

R adalah tingkat suku bunga

, dan Koefisien

Dengan piranti logaritma, mt – pt adalah log dari keseimbangan uang riil, dan pt+1

– pt adalah tingkat inflasi antara periode t dan periode t + 1. persamaan ini

menyatakan bahwa jika inflasi meningkat sampai 1 titik persentase, keseimbangan

uang riil turun sampai persen.

21Thomas Dernburg Makro Ekonomi Konsep Teori Dan Kebijkan. Edisi Ketujuh (Erlangga Jakarta 1999) h

200

25

Dampak tttt danPy,, mengakibatkan nilai ekspektasi stok uang sama dengan

stok uang riil aktual ( t

e

t MM ) masing-masing sebagai berikut:

0310 t

e

t

e

t

e

t Rypm (2.3A)

0210 tt

e

t RHm (2.3B)

Dengan asumsi bahwa nilai rata-rata E tt danE sama dengan nol, akibatnya

permintaan dan penawaran uang stok seimbang dengan mengeliminasi tingkat

bunga tR karena permintaan dan penawaran stok uang serta tingkat bunga

adalah variabel endogen. Jumlah stok uang dalam arti paling luas sebagai berikut:

12

02201222

e

t

e

t

e

t yPmR (2.4)

Substitusi persamaan (2.4) ke persamaan (2.1) dan (2.2) akan menghasilkan

keseimbangan permintaan dan penawaran stok uang nominal sebagai berikut:

22

202201212

tttt

t

yPHm (2.5)

Dan substitusi (2.4) ke (2.5) akan menghasilkan perbedaan jumlah permintaan

stok uang nominal dengan target penawaran stok uang, yaitu :

22

22122 ][][

tt

e

tt

e

tte

tt

yyPPmm (2.6)

Kuadrat perbedaan permintaan uang dengan penawaran uang disebut rata-rata

kesalahan kuadrat atau Mean Square Error (MSE), yaitu:

2][ e

tt mmEMSE (2.7)

Misalkan t

e

tt

e

ttt yyPPz ][[ 1 sehingga pengendalian perbedaan

permintaan dan penawaran stok uang dapat diformulasikan menjadi:

22

22

tte

tt

zmm (2.8)

Persamaan (2.8) menjelaskan kesalahan pengendalian stok uang adalah rata-rata

tertimbang dari kejutan penawaran uang [t] dan kejutan permintaan uang [zt].

26

Secara formal, E[zt] = 0, E[zt2] = z

2, dan E[zt zt-i] = 0 untuk i = 1, 2, 3, .., n.

Aplikasikan rumus varians dua variabel untuk memperoleh MSE adalah

2

2

22

22

2

22

22][

e

tt mmE

],[cov)(

22

22

22tt z

(2.9)

Diketahui bahwa nilai zt dan t adalah independen atau tidak berkorelasi sehingga

cov[zt, t] = 0. Oleh sebab itu persamaan (2.11) dapat dituliskan menjadi:

2

22

22

2

22

22

)(][

ze

tt mmE (2.10)

Persamaan (2.10) menjelaskan bahwa kesalahan pengendalian stok uang

ditentukan oleh kejutan pada perilaku bank-bank komersial [t] dan kejutan pada

perilaku masyarakat dalam memegang uang [zt]. Bagaimana efektifitas

pengendalian stok uang dengan instrumen tingkat bunga [Rt]? Kesalahan

pengendalian stok uang dengan tingkat bunga diperoleh dengan mengurangkan

persamaan (2.3A) dari (2.1), yaitu:

t

e

tt

e

tt

e

tt yyPPmm ][][ 1

22][ z

e

tt mmE

(2.11)

Dari persamaan (2.10) dan (2.11) dapat disimpulkan bahwa kebijakan

pengendalian stok uang dengan:

1. Instrumen stok uang dalam arti paling luas lebih baik dibandingkan

dengan instrumen tingkat bunga jika 2 z

2 atau kejutan pada

perilaku bank-bank komersial lebih kecil atau sama dengan kejutan

pada perilaku masyarakat memegang uang.

2. Instrumen tingkat bunga lebih baik dibandingkan dengan stok uang

dalam arti paling luasjika 2 z

2 atau kejutan pada perilaku bank-

27

bank komersial lebih besar dari kejutan pada perilaku masyarakat

memegang uang.

3. Lebih jauh dapat didefinisikan jika besar parameter 2 lebih besar dari

parameter 2 atau skedul permintaan uang lebih elastis dibandingkan

dengan skedul penawaran uang. Instrumen tingkat bunga lebih efektif

dibandingkan dengan instrumen stok uang dalam arti paling luas.

Sebaliknya jika besar parameter 2 lebih kecil dari 2 atau skedul

permintaan uang lebih inelastis dibandingkan dengan skedul

penawaran uang maka instrumen stok uang

dalam arti paling luas lebih efektif dibandingkan dengan instrumen tingkat

bunga22.

Maka untuk menstabilkan tingkat pendapatan, monetaris lebih cenderung

memilih uang beredar sebagai indikator ketimbang bunga. Lebih lanjut mereka

berargumen bahwa tingkat harga yang bergejolak sebagai akibat tindakan moneter

yang dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan tingkat bunga justru

dikemudian hari akan menyebabkan bergejolaknya bunga.

Dengan menggunakan kerangka model IS-LM menunjukkan bahwa di

antara dua pilihan ekstrim: jangkar uang beredar dan jangkar bunga, strategi yang

tepat tergantung kepada jenis tekanan ekonomi makro yang terjadi. Apabila suatu

perekonomian mengalami tekanan-tekanan riil (real shocks) sehingga kurva IS

mengalami pergeseran maka strategi jangkar uang beredar adalah pilihan yang

lebih tepat karena perubahan bunga (bagi perekonomian tertutup) atau perubahan

nilai tukar (bagi perekonomian terbuka) akan meredam tekanan-tekanan tersebut

dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap stabilitas harga atau produksi.

Sebaliknya, apabila yang terjadi adalah tekanan-tekanan moneter (monetary

shocks) yang menggeser kurva LM maka yang lebih tepat adalah strategi jangkar

bunga karena perubahan uang beredar atau neraca pembayaran akan meredam

tekanan–tekanan tersebut dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap

stabilitas harga atau produksi.

22

Manurung J.. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter.( Penerbit Salemba Empat Jakarta.2009) h 125

28

Selain alternatif strategi di atas, terdapat dua pilihan strategi lain, yaitu

strategi jangkar nilai tukar dan jangkar laju inflasi (inflation targeting).

Sebagaimana halnya strategi jangkar bunga, strategi jangkar nilai tukar lebih

cocok diterapkan pada perekonomian yang mengalami tekanan-tekanan moneter

khususnya dalam bentuk fluktuasi permintaan uang. Dalam hal ini,tekanan-

tekanan tersebut akan diredam oleh penyesuaian pada neraca pembayaran

sehingga dampak negatifnya terhadap stabilitas harga dan produksi dapat

diminimalkan.

Alternatif strategi jangkar laju inflasi terutama tepat untuk diterapkan di

dalam perekonomian yang mengalami tekanan-tekanan besar baik moneter

maupun riil pada saat bersamaan. Keunggulan utama strategi ini terletak pada

kemampuannya untuk secara langsung mempengaruhi ekspektasi inflasi dan pada

saat yang sama tetap memberikan keleluasaan kepada otoritas dalam menyusun

respon yang tepat terhadap berbagai tekanan yang melanda perekonomian.

Jumlah uang beredar tentu saja secara teoritis sangat berkaitan dengan

inflasi, kedua instrumen ini sering digunakan Bank Indonesia dalam

mengendalikan Inflasi daerah maupun nasional yang tentu saja sangat berkaitan

erat dengan Aset perbankan syariah.

2.1.3.Model Mundell-Fleming

Model Mundell-Fleming menguraikan bagaimana keseimbangan pasar uang dan

pasar barang dalam perekonomian yang terbuka, dan menganut suatu rezim nilai

tukar23. Asumsi Utama dari model ini diuraikan sebagai berikut.

1. Perekonomian domestik adalah perekonomian negara kecil jika dibandingkan

dengan perekonomian seluruh dunia, sehingga variabel seperti pendapatan,

harga dan suku bunga bersifat eksogen.

2. Perekonomian domestik memproduksi barang-barang yang mengandung

bahan baku impor yang diperdagangkan di pasaran internasional dan

merupakan substitusi sempurna untuk barang di pasaran internasional.

3. Permintaan dalam negeri ditentukan dengan harga P konstan.

29

Harga mata uang asing dari produksi dunia P* juga diasumsikan kontan.

Representasi Nilai Tukar e = nilai tukar nominal,diukur sebagai jumlah unitmata

uang domestik per unit mata uang asing, misalnya£ 0,645=1 Euro. Kenaikan nilai

tukar merupakan depresiasi nilai mata uang domestik.

Keseimbangan Pasar Barang dan Kurva IS.

Pada perekonomian tertutup, kondisi keseimbangan adalah:

Y = E (2.12)

Dimana, Y = Output Rill

E = Pengeluaran Riil

Pada perekonomian terbuka, kondisi keseimbangan adalah:

Y = D (2.13)

Dimana, D = Permintaan Domestik

D = C + I + G + X – M (2.14)

T = Real Trade balance

Real Private Sector Consumption YccC 10 (2.14A)

Real Private Sector Investment riiI 10 (2.14B)

Real Government Expenditure GG (2.14C)

X = Nilai ekspor riil

I= Nilai impor riil ( diukur dalam output domestic)

Ekspor

Yw

P

ePXX ,

*

P

eP*

Nilai tukar riil

wY Pendapatan dunia riil

Nilai dari pendapatan dunia diasumsikan konstan. Dengan P dan P* juga konstan,

argumen inilah yang menekankan jika variabel ini dimasukkan kedalam fungsi.

eXX 0de

dX (2.14D)

T E

30

Impor

Y

P

ePZZ ,

*

Begitu juga dengan P dan P*, dan ini dapat disederhanakan

),(0 YezZ (2.14E)

;0de

dzo

1z = marginal propensiti to import 0<1z <1

Keseimbangan Pasar Barang

Karena persamaan keseimbangan pasar barang adalah:

DY atau ZXGICY

Selanjutnya substitusi persamaan (2.14 A- 2.14E) kedalam persamaan (2.14),

maka akan dihasilkan:

YzcezeXGicY 11000 1)()( (2.15)

Di sederhanakan menjadi:

1

11000 )1()()(

i

YzcezeXGicr

(2.16)

Persamaan ini menguraikan perekonomian terbuka kurva IS.

Keseimbangan Pasar Uang dan Kurva LM

Keseimbangan untuk Permintaan Uang Rill

rmYmmP

M D

210 (2.17)

Penawaran Uang Riil

P

M

P

M Ds

(2.18)

Atau

rmYmmP

M210 (2.19)

Disusun kembali

2

10

m

YmP

Mm

r

(2.20)

31

2.1.4. Model Inflasi

Jika kuantitas keseimbangan uang riil yang diinginkan tergantung pada

biaya memegang uang, tingkat harga tergantung pada suplai uang sekarang dan

suplai uang masa depan24 Model Cagan menunjukkan secara lebih eksplisit

bagaimana hal ini bekerja. Untuk menjaga persamaaan matematis semudah

mungkin, kita menganggap fungsi permintaan adalah linear dalam logaritma dari

seluruh variabel Fungsi uang adalah

mt – pt = - (pt+1) – pt) (2.28)

ttt mpp 11

ttt mpp 11

ttt mpp

1

1

11 (2.29)

dimana mt adalah log dari kuantitas uang pada waktu t, pt adalah log harga pada

waktu t, dan adalah parameter yang mengarahkan sensitivitas permintaan uang

pada tingkat inflasi. Dengan piranti logaritma, mt – pt adalah log dari

keseimbangan uang riil, dan pt+1 – pt adalah tingkat inflasi antara periode t dan

periode t + 1. persamaan ini menyatakan bahwa jika inflasi meningkat sampai 1

titik persentase, keseimbangan uang riil turun sampai persen.

Kita telah membuat sejumlah asumsi dalam menulis fungsi permintaan

uang dalam cara ini. Pertama, dengan mengeluarkan tingkat output sebagai

determinan dari permintaan uang, kita secara implisit mengasumsikan bahwa

tingkat output adalah konstan. Kedua, dengan memasukkan tingkat inflasi bukan

tingkat bunga nominal, kita mengasumsikan bahwa tingkat inflasi riil adalah

konstan. Ketiga, dengan memasukkan inflasi aktual bukan inflasi yang

diharapkan, kita mengasumsikan pandangan ke depan yang sempurna. Seluruh

asumsi membuat analisa menjadi mudah.

24

Mankiw,.N. Gregory. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. (Jakarta 20007)

1 tttt pppm

32

Persamaan (2.29) ini menyatakan bahwa tingkat harga sekarang adalah rata-rata

tertimbang dari suplai uang sekarang dan tingkat harga periode berikutnya.

Tingkat harga berikutnya akan ditentukan dengan cara yang sama seperti tingkat

harga periode ini:

21111

1

ttt PmP

(2.30)

Menggunakan Persamaan (2.30) untuk mengganti pt+1 dalam Persamaan (2.29)

untuk mendapatkan persamaan (2.31).

22

2

12111

1

tttt pmmP

(2.31)

Persamaan (2.31) menyatakan bahwa tingkat harga sekarang adalah rata-rata

tertimbang dari suplai uang sekarang, suplai uang periode berikutnya, dan tingkat

harga periode selanjutnya. Sekali lagi, tingkat harga pada t+2 ditentukan seperti

dalam Persamaan (2.30):

32211

1

ttt pmP

(2.32)

Sekarang Persamaan (2.32) disubtitusi ke dalam Persamaan (2.29) untuk

mendapatkan

33

3

23

2

121111

1

ttttt pmmmP

(2.33)

Kita bisa teruskan untuk menggunakan Persamaan (2.33) untuk melakukan

subtitusi untuk tingkat harga masa depan. Jika kita lakukan ini dalam jumlah

waktu tidak terbatas, kita temukan persamaan (2.34).

......

1111

13

3

2

2

1 ttttt mmmmP

(2.34)

Menurut Persamaan (2.34), tingkat harga sekarang adalah rata-rata tertimbang dari

suplai uang sekarang dan seluruh suplai uang masa depan.

Pentingnya , parameter yang mengarahkan sensitivitas keseimbangan

uang riil terhadap inflasi. Bobot pada suplai uang masa depan menurun secara

geometris pada tingkat / (1+ ). Jika adalah kecil, maka / (1+ ) adalah

33

kecil, dan bobotnya turun dengan cepat. Dalam hal ini, suplai uang sekarang

adalah determinan primer dari tingkat harga. (jika γ sama dengan 0, maka kita

dapatkan teori kuantitas uang: tingkat harga adalah proporsional terhadap suplai

uang sekarang, dan suplai uang masa depan). Jika adalah besar, maka / (1+)

adalah dekat ke 1, dan bobot turun dengan lambat. Dalam hal ini, suplai uang

masa depan memainkan peran penting dalam menentukan tingkat harga hari ini.

Dengan asumsi untuk pandangan ke depan yang sempurna. Jika masa

depan tidak diketahui dengan pasti, maka kita harus menulis fungsi permintaan

uang sebagai:

tttt pEppm 1 (2.35)

di mana Ep t+1 adalah tingkat harga yang diharapkan. Persamaan (2.35)

menyatakan bahwa keseimbangan uang riil tergantung pada inflasi yang

diharapkan. Dengan mengikuti langkah-langkah seperti diatas, kita bisa

tunjukkan bahwa

......

1111

13

3

2

2

1 ttttt EmEmEmmP

(2.36)

Persamaan (2.36) menyatakan bahwa tingkat harga tergantung pada suplai uang

sekarang dan suplai uang masa depan yang diharapkan.

Dengan menggunakan model ini untuk menyatakan bahwa kredibilitas

adalah penting untuk mengakhiri hiperinflasi. Karena tingkat harga tergantung

pada pertumbuhan uang sekarang dan uang masa depan yang diharapkan, inflasi

tergantung pada pertumbuhan uang sekarang dan uang masa depan yang

diharapkan. Karena itu, untuk mengakhiri inflasi tinggi, pertumbuhan uang yang

diharapkan harus turun. Ekspektasi, sebaliknya, tergantung pada kredibilitas-

persepsi banhwa bank sentral adalah benar-benar komit pada kebijakan baru yang

lebih stabil.

Upaya bank sentral untuk bisa mencapai kredibilitas di tengah-tengah

hiperinflasi, kredibilitas sering dicapai dengan mengubah sebab-sebab yang

mendasari hiperinflasi-kebutuhan pada seignorage. Jadi, reformasi fiskal yang

andal seringkali diperlukan untuk perubahan yang bisa diandalkan dalam

34

kebijakan moneter. Reformasi fiskal ini bisa berbentuk mengurangi pengeluran

pemerintah dan membuat bank sentral lebih independent dari pemerintah.

Berkurangnya pengeluaran menurunkan kebutuhan terhadap seignorage saat ini.

Meningkatkan independensi membuat bank sentral mampu meredam keinginan

pemerintah terhadap seigniorage di masa depan.

Laju inflasi merupakan gambaran dari harga – harga. Harga yang

melambung tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara harga yang

relatif stabil tergambar dalam angka inflasi yang rendah. Di bidang moneter, laju

inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam

pengerahan dana masyarakat, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan

tingkat suku bunga riil bank konvensional menjadi menurun, fenomena seperti ini

akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana

perbankan yang bersumber pada masyarakat akan menurun.25

Akan Tetapi, teori tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penetapan

imbalan adalah berupa bunga, bukan bonus Wadiah maupun bagi hasil

Mudharabah, sehingga pengaruh inflasi terhadap ASET perbankan syariah belum

tentu sama dengan pengaruh inflasi terhadap ASET perbankan konvensional,

karena berdasarkan prinsip syariah, tidak akan ada perbedaan nilai uang seseorang

telah meminjamkan atau menyimpannya untuk diri sendiri, sebab peran uang

sebagai medium pertukaran dan nilai unit tidak berubah.26

2.1.5.Teori Pertumbuhan Sollow Swan

Seiring perjalanan waktu dan dengan terjadinya pergeseran dalam aliran

pemikiran dari Klasik ke Neo-Klasik, proses perkembangan ekonomi Neo-Klasik

terjadi karena adanya akumulasi kapital, dimana perkembangan tersebut

merupakan proses yang gradual dan harmonis serta kumulatif. Teori Neo-Klasik

optimis terhadap perkembangan ekonomi, menurut mereka perkembangan

ekonomi merupakan suatu proses peningkatan produksi barang dan jasa yang

disebabkan perkembangan dalam jumlah dan kualitas faktor produksi.

25 Aulia Pohan. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2008) h 52 26 Muhammad Ayub. Anderstanding Islamic Finance. Terjemahan Aditya Wisnu Pribadi.

Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)h.664-665

35

Pada tahun 1960-an, teori pertumbuhan ekonomi didominasi oleh model

Neo-Klasik. Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan, dengan

menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk

pembangunan ekonomi serta sumber-sumber pertumbuhan suatu negara. Dengan

menggunakan fungsi produksi Neo-Klasik, dimana spesifikasi model

mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input,

dan elastisitas positif dari substitusi antar input.

Menguraikan bagaimana akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan

kemajuan teknologi mempengaruhi pertumbuhan perekonomian suatu negara.

Penawaran barang pada Model Solow-Swan mengasumsikan penggunaan dua

macam input dari fungsi produksi yang digunakannya, yaitu modal (K) dan tenaga

kerja (L); dalam bentuk fungsi produksi berikut27:

Y = F (K,L) (2.37)

diasumsikan fungsi produksi ini adalah konstan (constan return to scale), hal ini

dilakukan untuk mempermudah analisis. Fungsi produksi ini dikatakan memenuhi

asumsi constan return to scale jika memenuhi persamaan ini :

𝑧𝑌 = 𝐹(𝑧𝐾, 𝑧𝐿) (2.38)

Dimana 𝑧 > 0, dan jika variabel-variabel ini dibagikan kedalam jumlah per

pekerja, sehingga z=1/L maka persamaannya menjadi:

𝑌

𝐿= 𝐹(𝐾 𝐿, 1⁄ ) (2.39)

Dari persamaan ini diketahui bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah

fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L ( angka satu menunjukkan konstan

sehingga bisa ditiadakan) dan persamaan ini tidak dipengaruhi oleh kondisi

perekomian.

Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup

beralasan jika menyatakan seluruh variabel dalam istilah jumlah per pekerja, dan

dinyatakan dengan huruf kecil, dimana γ=Y/L adalah output per pekerja dan k =

2727Thomas Dernburg Makro Ekonomi Konsep Teori Dan Kebijkan. Edisi Ketujuh

(Erlangga Jakarta 1999) h 345

36

K/L adalah modal per pekerja, selanjutnya fungsi produksi bisa dituliskan kembali

menjadi :

𝑦 = 𝑓(𝑘) (2.40)

Dimana nilai 𝑦 = 𝑓(𝑘) = F( k,1). Kemiringan dari fungsi ini menunjukkan berapa

banyak output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapat satu

unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal

MPK. Secara matematis dapat ditulis:

𝑀𝑃𝐾 = 𝑓(𝑘 + 1) − 𝑓(𝑘) (2.41)

Ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih

datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk

marjinal modal yang kian menurun. Ketika jumlah k masih rendah tambahan satu

unit modal saja sudah dapat meningkatkan tambahan output yang besar, tetapi

ketika jumlah k sudah tinggi, tambahan satu unit modal hanya meningkatkan

sedikit output.

Berbeda dengan model permintaan barang.Pada model Solow, permintaan

uang berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja γ

merupakan konsumsi per pekerja c dan investasi per pekerja i:

𝛾 = 𝑐 + 𝑖 (2.42)

Dalam model Solow diasumsikan perekonomian tertutup dan sebagian pendapatan

ditabung sebesar s sedangkan sebagian lagi di konsumsi yaitu (1 − 𝑠), sehingga

fungsi konsumsi bisa dituliskan menjadi:

𝑐 = (1 − 𝑠)𝛾 , (2.43)

Besarnya nilai s diantara nilai nol dan satu dan besarnya sudah baku. Selanjutnya

untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi

substitusi persamaan (1 − 𝑠)𝛾 untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan

nasional :

𝛾 = (1 − 𝑠)𝛾 + 𝑖 (2.44)

Dan diubah menjadi

𝑖 = 𝑠𝛾 (2.45)

Persamaan ini menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan.

37

Persediaan modal dipengaruhi oleh investasi dan depresiasi.Substitusi

fungsi produksi untuk γ pada persamaan (2.44), sehingga bisa ditunjukkan

investasi per pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal per pekerja.

𝑖 = 𝑠𝑓(𝑘) (2.46)

Persamaan ini mengkaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi

modal baru i. Selanjutnya dapat dilihat dampak investasi dan depresiasi terhadap

persediaan modal yaitu:

Perubahan persediaan modal = Investasi – Depresiasi

∆k = i - δk (2.47)

Karena i sama dengan 𝑠𝑓(𝑘), sehingga bisa dituliskan kembali:

∆k = 𝑠𝑓(𝑘) – δk (2.48)

Persamaan ini menunjukkan semakin tinggi persediaan modal, semakin besar

jumlah output dan investasi, tetapi semakin besar juga depresiasinya.

Ketika jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi, tingkat persediaan modal

ini disebut tingkat modal pada kondisi mapaan (steady state level of capital)

disebut juga k * atau ∆k=0. Kondisi ini menunjukkan equilibrium perekonomian

jangka panjang.

Mengikuti kemajuan perekonomian selama bertahun-tahun adalah salah

satu cara untuk mencapai tingkat persediaan modal pada kondisi mapan, tetapi ada

cara lain yang memerlukan sedikit perhitungan. Menurut defenisi kondisi mapan

k* adalah pada saat ∆k = 0, jika nilai ini disubstituisi ke persamaan (2.48) maka

diperoleh bahwa:

0 = 𝑠𝑓(𝑘) − 𝛿𝑘 (2.49)

Atau , sama dengan;

𝑘∗

𝑓(𝑘∗)=

𝑠

𝛿 (2.50)

Sejauh ini kita akan berfikir bahwa tabungan yang tinggi adalah selalu baik,

selama mengarah kepada pendapatan yang tinggi. Tetapi jika satu negara

mempunyai tingkat tabungan 100 persen, memungkinkan akan mempunyai

38

persediaan modal yang tinggi, tetapi seluruh pendapatan ditabung dan tidak

pernah dikonsumsi apakah hal ini baik ?

Jika diasumsikan pembuat kebijakan bisa menentukan besarnya jumlah

tabungan perekonomian, sehingga bisa ditetapkan kondisi mapan perekonomian.

Kondisi yang seharusnya dipilih oleh pembuat kebijakan adalah kondisi mapan

dengan tingkat konsumsi yang tinggi, disebut dengan tingkat modal kaidah emas

(Golden Rule Level of capital) dan dinyatakan dengan 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠∗ .

Untuk menentukan kondisi perekonomian pada kaidah emas, harus dicari

terlebih dahulu konsumsi per pekerja pada kondisi mapan, selanjutnya baru dapat

dilihat kondisi mapan mana yang memberi konsumsi yang paling besar.Dimulai

dengan identitas perhitungan pendapatan nasional.

𝛾 = 𝑐 + 𝑖 (2.51)

atau

𝑐 = 𝛾 − 1 (2.52)

Output per pekerja pada kondisi mapan adalah f(k*), dimana k* adalah modal per

pekerja pada kondisi mapan. Selanjutnya, karena persediaan modal per pekerja

tidak berubah dalam kondisi mapan, maka investasi sama dengan penyusutan δk*.

Dengan mengganti f(k*) untuk γ dan δk*untuk I, sehingga persamaan (2.52) dapat

ditulis kembali menjadi:

𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − 𝛿𝑘∗ (2.53)

Dari persamaan ini diketahui bahwa konsumsi kondisi mapan adalah sisa dari

output kondisi mapan setelah dikurangi depresiasi pada kondisi mapan. Konsumsi

pada kondisi mapan akan maksimal jika turunan pertama persamaan (2.53) sama

dengan nol. Sehingga dapat dituliskan kembali:

𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − 𝛿𝑘∗

Untuk mendapatkan k* yang memaksimalkan c* maka:

dc*/dk* = f’(k*) – δ = 0

𝑓′(𝑘∗) − 𝛿 = 0

𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0 (2.54)

Jadi, pengaruh neto dari unit modal tambahan terhadap konsumsi adalah

39

𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0. Jika 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 > 0, maka kenaikan modal akan meningkatkan

konsumsi sehingga k* dibawah tingkat Kaidah Emas. Jika 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 < 0, maka

kenaikan modal akan mengurangi konsumsi, sehingga k* pasti berada diatas

tingkat kaidah emas. Karena itu, kondisi 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0 menjelaskan Kaidah

Emas.

Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi pada

kondisi mapan pada tingkat kaidah emas itu dicapai.Pada saat itu diasumsikan

bahwa jumlah populasi dan angkatan kerja adalah konstan sementara tingkat

tabungan yang tinggi hanya bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi yang sifatnya

sementara dan tidak berkelanjutan. Sehingga untuk menjelaskan pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan model Solow harus diperluas lagi mencakup dua

sumber lain yaitu pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi.

Dimulai dengan bagaimana pertumbuhan populasi bisa mempengaruhi

akumulasi modal per pekerja. Sekarang ada tiga variabel yang mempengaruhi

akumulasi modal per pekerja selain k atau K/L dan γ atau Y/L, yaitu pertumbuhan

jumlah pekerja yang memiliki hubungan negatif dengan akumulasi modal per

pekerja. Sehingga bisa dituliskan menjadi:

∆𝑘 = 𝑖 − (𝛿 + 𝑛)𝑘 (2.55)

Pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria kita untuk menentukan tingkat

modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Untuk mengetahui bagaimana

kriteria ini berubah, dimulai dari konsumsi per pekrja adalah :

𝑐 = 𝛾 − 𝑖 (2.56)

Karena output kondisi mapan adalah f(k*) dan investasi pada kondisi mapan

adalah (𝛿 + 𝑛)𝑘∗ , maka dapat ditulis kembali persamaan konsumsi per pekerja

adalah :

𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − (𝛿 + 𝑛)𝑘∗ (2.57)

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tingkat k* yang memaksimumkan konsumsi

adalah :

MPK = δ +n, atau

MPK-δ = n (2.58)

40

Dalam kondisi mapan kaidah emas, produk marginal modal (MPK) setelah

terdepresiasi sama dengan tingkat pertumbuhan.

Sekarang akan dijelaskan pula bagaimana teknologi yang merupakan variabel

eksogen akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan

produksi. Bentuk awal dari fungsi produksi adalah:

Y = F(K,L)

Jika variabel teknologi dimasukkan maka akan menjadi:

Y = F(K,L x E) (2.59

Dimana E adalah variabel baru dan abstrak, yaitu efisiensi tenaga kerja. Fungsi ini

mencerminkan bahwa output total Y, bergantung kepada unit modal K dan jumlah

pekerja efektif L X E. Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi

adalah kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada

tinkgat konstan g. Bentuk kemajuan teknologi itu disebut pengoptimalan tenaga

kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga

kerja (labour-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L,

tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada

tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n+g.

Jika sebelumnya dianalisis dengan kuantitas per pekerja, karena sudah

memasukkan variabel teknologi, maka sekarang dapat diubah menjadi:

𝑘 = 𝐾/(𝐿 × 𝐸) (2.60)

Sedangkan output per pekerja adalah:

𝛾 = 𝑌/(𝐿 × 𝐸) (2.61)

Sementara evolusi k sepanjang waktu sekarang menjadi:

∆𝑘 = 𝑠𝑓(𝑘) − (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)𝑘 (2.62)

Artinya bahwa perubahan persediaan modal ∆k sama dengan investasi sf(k)

dikurangi investasi pulang pokok (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)𝑘. Namun karena 𝑘 = 𝐾/(𝐿 × 𝐸),

maka investasi pulang pokok meliputi tiga kaidah: untuk menjaga k tetap konstan,

δk dibutuhkan untuk mengganti modal yang terdepresiasi, nk dibutuhkan untuk

41

member modal bagi “para pekerja efektif” baru yang diciptakan oleh kemajuan

teknologi.

Pada kondisi mapan modal per pekerja efektif k adalah konstan.Karena

𝛾 = 𝑓(𝑘), maka output per pekerja efektif juga konstan. Variabel inilah yang

menunjukkan kuantitas per pekerja efektif yang stabil pada kondisi mapan.

Berdasarkan hal ini, variabel lain juga dapat diduga, misalnya pekerja aktual

𝑌/𝐿 = 𝛾 × 𝐸. Karena γ konstan pada keadaan stabil dan E tumbuh sebesar g,

output per pekerja juga harus tumbuh sebesar g pada saat stabil. Demikian pula,

total output perekonomian adalah 𝑌 = 𝛾 × (𝐸 × 𝐿) karena γ adalah konstan pada

keadaan stabil, E tumbuh pada tingkat g, dan L tumbuh pada tingkat n, maka

output total tumbuh sebesar n+g pada keadaan yang stabil.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa kemauan teknologi bisa mengarahkan kepada

pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja, sebaliknya tingkat

tabungan yang tinggi mengarah ke pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi

mapan dicapai. Jika perekonomian sudah berada dalam kondisi mapan tingkat

pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan

teknologi.

Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria Kaidah Emas. Konsumsi

per perkerja efektif pada kondisi mapan adalah:

𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)∗ (2.63)

Konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan jika

𝑀𝑃𝐾 = 𝛿 + 𝑛 + 𝑔 (2.64)

Atau

𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 𝑛 + 𝑔 (2.65)

Yaitu; pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marginal modal neto, MPK – δ,

sama dengan tingkat pertumbuhan output total, n+g. Karena perekonomian aktual

mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka harus digunakan

kriteria ini untuk mengevaluasi apakah hal ini memiliki modal yang lebih besar

atau lebih kecil dari kondisi mapan Kaidah Emas.

42

2.1.6.Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter.

Mekanisme transmisi moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana

kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral ditransmisikan dan mempengaruhi

berbagai aktifitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai

tujuan akhir dari kebijakan moneter mekanisme transmisi kebijakan moneter

adalah “the process through which monetary policy decisions are transmitted into

changes in real GDP and inflation”.28

Transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menunjukkan interakasi antara

bank sentral, perbankan dan lembaga keuangan lain, dan pelaku ekonomi disektor

riil melalui dua tahap proses perputaran uang dalam ekonomi. Pertama, interaksi

yang terjadi di pasar keuangan, yaitu interaksi antara bank sentral dengan

perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai aktifitas transaksi

keuangan.Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi, yaitu

interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku

ekonomi dalam berbagai aktifitas ekonomi disektor riil.

Transaksi melalui pasar keuangan terjadi karena, disatu sisi bank sentral

melakukan pengendalian moneter melalui transaksi keuangan yang dilakukan

dengan perbankan, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabahnya. Disisi lain perbankan dan lembaga keuangan lainnya melakukan

transaksi keuangan untuk portfolio investasinya. Interaksi ini dapat terjadi melaui

pasar uang rupiah, pasar valuta asing, maupun pasar modal. Dengan demikian,

adanya interaksi antara bank sentral dengan perbankan tersebut baik secara

langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan baik

volume maupun harga-harga yang terjadi di ketiga pasar keuangan tersebut.

Bank-bank dalam operasinya melakukan transaksi valuta asing baik untuk

kepentingannya sendiri ataupun untuk memenuhi permintaan nasabahnya.

Interaksi antara bank sentral dengan perbankan ini akan berpengaruh terhadap

28Taylor, J.B.. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER Working Paper No 6768.1999

43

perkembangan nilai tukar dan volume transaksi valuta asing (spot, forward, swap)

maupun posisi cadangan devisa yang dimiliki bank sentral dan perbankan.

Interaksi antara bank sentral dengan perbankan di pasar uang rupiah dan

valuta asing tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan di pasar modal.

Hal ini terjadi karena investor pada umumnya menanamkan dananya

dalam suatu portofolio investasi yang terdiri dari instrument atau produk yang di

transaksikan di pasar uang, pasar valas, dan pasar modal. Mekanisme transmisi

kebijakan moneter pada dasarnya mengkaji lima jalur transmisi moneter, yang

dimaksud adalah jalur uang (money chanel), jalur suku bunga (interest rate

chanel), jalur harga asset (asset price chanel), jalur kredit (credit chanel), dan

jalur ekspektasi (expectation chanel).

Sumber: Sutardjo, 2005

Gambar 2.2.Transmisi Moneter Dalam Proses Perputaran Uang

BANK SENTRAL

NFA

NCG

NCB

BM

OPT

NOI

PERBANKAN SYARIAH

NFA Reserves SB&PUAB

Kredit

M1,M2

Modal

Pasar Uang

Rupiah

Pasar Uang

Valas

Pasar Dana

dan Kredit Pasar Modal

PELAKU EKONOMI

Konsumsi

Investasi

Ekspor-Impor

Output

Inflasi

Employment

44

2.1.7. Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam jangka panjang, pendapatan riil atau tingkat kesempatan kerja pada

dasarnya ditentukan oleh sisi penawaran, faktor lain seperti kebijakan

kesejahteraan dan kebijakan lainnya menentukan fleksibilitas pasar . Di sisi lain,

Olivier Blanchard, Chief Economist IMF, berpendapat bahwa kebijakan moneter

mempengaruhi tingkat pengangguran, baik secara aktual maupun secara alamiah.

Perkembangan dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa pengangguran tumbuh

secara bertahap. Pengangguran tumbuh secara dramatis selama resesi dan dapat

kembali ke tingkat semula setelah masa resesi.

Kebijakan moneter mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui beberapa

saluran termasuk bunga, kredit bank, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi29

berpendapat bahwa kebijakan moneter merupakanvariabel kunciuntuk mengakhiri

resesi.Ada bukti kuatbahwa kebijakan moneter merupakan kebijakan yang paling

efektifselama masa resesi. Untuk negara-negara Eropa,efek dari guncangan bunga

terhadap output hampir dua kali lipat selama masa resesi.Ini menunjukkan bahwa

reaksi kebijakan moneter mungkin penting dalam memahami perilaku

pengangguran dari waktu ke waktu30. NAIRU (Non-Accelerating Inflation Rate of

Unemployment) didefinisikan sebagai tingkat pengangguran di mana kondisi

inflasi dalam keadaan stabil. Kondisi ini terkadang juga disebut sebagai

pengangguran jangka panjang atau struktural. Jika pengangguran turun di bawah

NAIRU, pekerja dapat meminta upah yang yang lebih tinggi yang pada

gilirannya menyebabkan perusahaan meningkatkan laju pertumbuhan harga. Bila

inflasi naik lagi akan menyebabkan meningkatnya klaim upah nominal dan

memicu spiral upah-harga.

Model NAIRU adalah kerangka ekonomi makro yang umum, sehingga

dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda. Secara khusus ada perdebatan

tentang determinan dari NAIRU itu sendiri dan pada dinamika disekuilibrium

Menurut Model Konsensus Baru, Bank Sentral (dengan asumsi mereka

mengikuti Aturan Taylor atau inflasi-penargetan) akan bereaksi terhadap spiral

29

Lipsey, Richard G, Peter S and Douglas P.. Pengantar Makroekonomi.(Jakarta: Erlangga.1993) 30Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.. Makro Ekonomi. IKAPI : (Jakarta.1995)

45

upah-harga dengan menaikkan bunga riil. Secara umum diasumsikan bahwa Bank

Sentral mampu menaikkan tingkat bunga riil (jangka pendek) melalui berbagai

variasi bunganominal. Tingkat bunga yang menaik akan mempengaruhi output riil

secara negatif dan akhirnya menaikkan jumlah pengangguran. Meningkatnya

pengangguran akan mengurangi posisi tawar pekerja. Mekanisme ini diasumsikan

bekerja secara simetris sehingga Bank Sentral dapat merangsang pertumbuhan

ekonomi dengan menurunkan bunga.

Beberapa variabel ekonomi makro yang dapat mempengaruhi NAIRU

adalah adalah akumulasi modal dan tingkat bunga. Pengurangan modal selama

masa resesiakan menyebabkan penurunan modal saham (secara paralel dengan

meningkatnya pengangguran). Jika tingkatsubstitusiantara modaldan tenaga kerja

terbatas, maka guncanganpositif dari permintaan akan memiliki efekinflasidi

tingkat pekerja rendahan dan NAIRU akan meningkat31

Model NAIRU digunakan untuk menganalisis kebijakan moneter dengan

model kurva Phillips sebagai suatu karakteristik tetap, yaitu perlakuan ekspektasi

inflasi dan derajat ketidakpastian tentang NAIRU. Variasi waktu dan akurasi

dalam menaksir NAIRU telah mendorong ekonom berkesimpulan menolak

paradigma kurva Phillips32. NAIRU merupakan batas dimana tingkat

pengangguran tidak menyebabkan percepatan laju deviasi inflasi agregat dengan

inflasi inti. Hasil simulasi probabilitas aturan konvensional dari Taylor (1993;

1999), aturan IFBI (inflation-forecast based) dengan perataan tingkat bunga dari

Clarida, Gali dan Gertler (1998), aturan IFB2 (inflation-forecast based) dengan

tingkat bunga dari Isard dan Laxton, (1998) dan aturan beda pertama dengan

tingkat bunga dari Levin, Wieland dan Williamson (1999) telah

mendemonstrasikan bahwa ekspektasi inflasi mempunyai model

komponenkonsisten dengan pertimbangan komponen maju (forward-looking) dan

pedoman kebijakan moneter pertimbangan komponen mundur (backward looking)

untuk mengukur tingkat bunga riil.

31Lipsey, Richard G, Peter S and Douglas P. Pengantar Makroekonomi.(Jakarta: Erlangga.1993.) 32Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan, (Jakarta:

Erlangga, 1992)

46

Model kurva Phillips konvex dikembangkan oleh Laxton Rose dan

Tambakis (1999) mencakup penaksiran dua persamaan, yaitu kurva Phillips

dengan indeks harga konsumen agregat dan indeks harga konsumen tanpa

makanan dan energi. Model kurva Phillips ini menjelaskan dinamisasi ekspektasi

inflasi dan tingkat pengangguran. Pada Gambar 2.2 dijelaskan bahwa deviasi

inflasi agregat dengan inflasi inti (sumbu vertikal) dan tingkat pengangguran

(sumbu horizontal). Inflasi inti merupakan sinonim dari ekspektasi inflasi (the

expected-augmented Phillips curve) konsisten dengan persamaan (2.43). Kurva

Phillips jangka pendek adalah konvex dengan asimptotis horisontal adalah pada

e dengan asimptotis vertikal pada u 33.

Gambar 2.2. Kurva Philips

Parameter Ө dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas permintaan tenaga

kerja terhadap permintaan agregat (wall parameter) atau kendala jangka pendek

penurunan tingkat pengangguran akibat peningkatan permintaan agregat sebelum

kendala kapasitas penuh mendorong tekanan inflasi agregat menjadi tak terbatas.

Besaran u berhubungan dengan tingkat pengangguran dimana inflasi agregat sama

dengan inflasi inti, sehingga tidak ada tekanan sistematis terhadap peningkatakan

atau penurunan inflasi agregat apabila kejutan penawaran agregat tidak ada. Hal

33Mankiw N. Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga

u u1 u2

1

0

-1

π-πc π- πc= γ [u-ut]/[ut-θ]

DNAIRU [u] DNAIRU [μ-0.5(u1+u2)]

47

ini berhubungan dengan NAIRU deterministik atau u = DNAIRU (deterministic

non-accelerating-inflation rate of unemployment).

Hal penting dari DNAIRU adalah rerata tingkat pengangguran μ konsisten

denganpercepatan inflasi agregat secara probabilistik sebagai referensi bahwa

NAIRU lebih besar dari DNAIRU ketika kurva Phillips konvex. Gambar 2.2.

mengasumsikan bahwa inflasi agregat mendekati ± 1 persen dari inflasi inti atau

ekspektasi inflasi dengan inplikasi rerata tingkat pengangguran 2150,0 uu .

Apabila tambahan adalah bahwa komponen siklus bisnis ε mengikuti proses

stasioner, sehingga perbedaan NAIRU dengan DNAIRU adalah konstan, yaitu :

u (2.66)

Model kurva Phillips konvex jangka pendek untuk tujuan heuteristik

ditentukan oleh invers deviasi tingkat pengangguran dengan tingkat pengangguran

pada inflasi agregat tak berhingga dan rasio tingkat pengangguran terhadap

deviasi tingkat pengagguran dengan tingkat pengagguran pada inflasi agregat tak

berhingga serta kejutan penawaran agregat atau siklus bisnis, yaitu:

t

t

t

t

c

tu

u

u

1 (2.67)

dimana δ dan γ adalah parameter variasi waktu. Hasil penaksiran

persamaan (2.85) secara langsung akan menghasilkan tingkat pengangguran

alamiah atau tingkat pengangguran yang menghasilkan deviasi inflasi agregat

dengan inflasi inti sama dengan nol (asumsi ε stasioner), yaitu:

t

t

t u

u

u

10 u=

(2.68)

Persamaan (2.68) menjelaskan parameter tingkat penganguran alamiah den

deviasi inflasi agregat dengan inflasi inti ditentukan oleh invers deviasi tingkat

pengangguran dengan tingkat pengangguran pada inflasi agregat takberhingga

(wall parameter = θ). Semakin tinggi deviasi tingkat pengagguran dengan tingkat

pengangguran pada inflasi agregat takberhingga maka semakin tinggi parameter

, akibatnya tingkat pengangguran alamiah semakin tinggi. Sebaliknya

semakin rendah deviasi tingkat pengangguran dengan tingkat pengangguran pada

48

inflasi agregat takberhingga maka semakin rendah parameter parameter

,

akibatnya tingkat pengangguran alamiah semakin rendah.

Kurva Phillips NAIRU menggunakan spesifik model Debelle and Laxton

(1997), yaitu dinamisasi inflasi inti dan rasio deviasi tingkat pengangguran

alamiah, rasio tingkat pengangguran terhadap deviasi tingkat pengangguran

dengan tingkat pengangguran pada inflasi agregat takberhingga menentukan

inflasi agregat, yaitu:

t

t

tt

e

ttu

uu

11

itit

N

i

e

t EN

1

1 (2.69A)

11 t

e

t

c

t (2.69B)

t

t

tc

ttu

uu

(2.69C)

Dimana 44, , tttt E dan c

t masing-masing inflasi agregat sebagai

ukuran inflasi per tahun, ekspektasi inflasi dari masyarakat per kuartal dan inflasi

inti serta ,tu dan γ masing-masing adalah tingkat pengangguran

denganparameter yang akan ditaksir. Persamaan (2.69C) menjelaskan bahwa

deviasi inflasi agregat dengan inflasi inti ditentukan oleh rasio deviasi tingkat

pengangguran alamiah dan riil terhadap deviasi tingkat pengangguran dengan

tingkat pengangguran pada inflasi agregat tak berhingga. Tingkat penangguran

alamiah (u=δ/γ=DNAIRU) adalah batas deterministik dimana penurunan tingkat

pengangguran tidak mengakibatkan peningkatan laju inflasi agregat. Asumsi

implisit yang digunakan model ini adalah kontrak standar upah dilakukan selama

waktu horison N kuartal. Oleh sebab itu defenisi ekspektasi inflasi adalah rerata

ekspektasi inflasi satu tahun kedepan menurut pelaku ekonomi selama N kuartal.

Dinamisasi inflasi agregat juga diasumsikan tergantung pada tenggang waktu

inflasi agregat sebelumnya dengan jumlah koefisien λ + (1- λ) =1 adalah konsisten

dengan hipotesis tingkat alamiah jangka panjang. Hipotesis tingkat alamiah

menyatakan bahwa fluktuasi permintaan agregat mempengaruhi output agregat

49

dan penggunaan tenaga kerja hanya pada periode jangka. Sedangkan pada periode

jangka panjang perekonomian kembali ke tingkat output agregat dan penggunaan

tenaga kerja alamiah.

Inflasi dan pengangguran merupakan dua hal yang tidak diharapkan dalam

suatu perekonomian. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli

nominal, seperti uang dan upah. Inflasi juga dapat menyebabkan ketidakpastian

harga di masa depan karena tidak semua harga cenderung naik pada tingkat yang

sama. Oleh karena itu perusahaan mengalami kesulitan dalam menentukan

perencanaan produksi di masa depan.

Dalam banyak kasus, kebijakan menaikkan inflasi dengan tujuan untuk

menurunkan pengangguran justru mengakibatkan inflasi yang lebih tinggi tanpa

menurunkan pengangguran. Di beberapa negara kebijakan ini menyebabkan hiper

inflasi, runtuhnya sistem mata uang dan perbankan lokal yang akhirnya

menyebabkan naiknya angka pengangguran.

2.1.7 Nilai Tukar (EXC)

Secaragaris besar, ada dua sistem kurs, yaitu sistem kurs mengambang

(floating exchange rate system) dan sistem kurs tetap (fixed exchange rate

system)34. Sistem kurs mengambang sering juga di sebut dengan freelyfluctuating

exchange rate system atau sistem kurs bebas flexible exchange rate system namun

yang paling popular adalah floating exchange rate system.

Sistem kurs ada 3 (tiga) macam35: 1. Cara kerja standar emasAdalah suatu sistem

kurs dengan menggunakan standar emas. Sistem ini memberikan kurs tukar valuta

asing yang tetap untuk setiap Negara dan relatif mudah dipahami.2. Kurs valuta

asing yang mengambang “penuh”Adalah kurs yang sepenuhnya di tentukan oleh

34Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teori dan kebijakan,Jakarta:

Erlangga, 1992 h 128

35Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.. Makro Ekonomi. IKAPI : (Jakarta1995). h 89

50

kekuatan pasar (penawaran dan permintaan) 3.Sistem kurs valuta asing yang

mengambang “terkendali”

Dalam sistem ini terdapat beberapa mata uang yang mengambang bebas

bersama – sama mata uang yang dikaitkan dengan dollar (mengambang bersama –

sama dengan dollar). Mata uang suatu Negara dibiarkan mengambang bersama –

sama dengan dollar secara bebas di pasaran. Tetapi pemerintah suatu Negara akan

melakukan intervensi jika pasar dalam keadaan kacau atau kurs sedang dianggap

terlalu jauh dari yang diperkirakan sebagai kurs yang tepat.

Di dalam sistem kurs mengambang terkandung dua macam variasi.

Pertama dirty float yaitu apabila pemerintah secara aktif melakukan usaha

stabilitas nilai tukar valuta asing. Kedua Clean float yaitu jika pemerintah tidak

melakukan usaha stabilitas kurs Suatu sistem dinyatakan menggunakan dan atau

menerapkan sistem kurs bebas apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mata uang yang beredar tidak konvertibel terhadap emas

2. Kurs valuta asing ditentukan sepenuhnya oleh pasar. Apabila

pemerintah melakukan intervensi maka yang dilakukan adalah

bagaimana kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi sisi permintaan

dan penawaran valuta asing.

3. Tidak ada pembatasan penggunaan valuta asing.

a. Kurs Dalam Pendekatan Tradisional

Penjelasan mengenai fluktuasi Kurs dengan model pendekatan tradisional

didasarkan pada kajian terhadap pertukaran barang dan jasa antar Negara. Artinya

sejauh mana nilai kurs antara dua mata uang dari dua Negara ditentukan

berdasarkan besarnya nilai perdagangan barang dan jasa diantara dua Negara

tersebut. Oleh karena itulah model ini disebut sebagai model pendekatan

51

perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan

kurs (elasticity approach to exchange rate determination).

Menurut pendekatan ini, equilibrium kurs adalah kurs yang akan

menyeimbangkan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Dalam pendekatan ini

kurs ditentukan dari keseimbangan nilai ekspor dan nilai impor. Jika nilai ekspor

lebih kecil dari pada nilai impor, maka nilai mata uang suatu Negara akan

mengalami depresiasi (penurunan). Begitu sebaliknya, jika nilai ekspor lebih

besar, maka nilai kurs akan mengalami apresiasi (peningkatan) terhadap nilai

tukar mata uang mitra dagangnya secara internasional.

Dalam sistem kurs bebas dan atau mengambang kurs yang mengalami

depresiasi atau apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan

impor dari barang dan jasa suatu Negara, sehingga akan tercapai keseimbangan

nilai kurs di mana nilai ekspor sama besarnya dengan nilai impor.

Meningkatnya kurs pound (Inggris) akan menjadikan impor barang dan

jasa dari Inggris akan lebih mahal bagi Amerika, sehingga permintaan Amerika

terhadap barang – barang ekspor dari Inggris menjadi turun. Karena kurs dollar

lebih murah bagi Negara – Negara Eropa terutama Inggris, maka mereka (Negara

– Negara Eropa) akan mengimpor lebih banyak barang – barang dan jasa dari

Amerika”. Selanjutnya, untuk menentukan equilibrium kurs, Paul dan William

mengemukakan kurva demand dan supply seperti di bawah ini36:

36Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D..Makro Ekonomi Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,

(Jakarta19970 h 65.

52

Gambar 2.3 kurva demand dan Supply

D S

Dimana:

S = Supply

D = Demand

Q = Quantity

P = Price

E = Equilibrium Kurs

Kurva DD adalah kurva permintaan barang dan jasa oleh Amerika untuk

mingimpor barang – barang Inggris. Sedangkan kurva SS adalah kurva penawaran

barang dan jasa oleh Inggris yang akan di ekspor ke Amerika. Akibat dari

besarnya permintaan akan barang dan jasa oleh Amerika akan membuat barang

dan jasa yang diimpor dari Inggris akan lebih mahal baginya (Amerika).

Akibatnya nilai Dollar akan lebih murah dari pounds. Begitu sebaliknya, jika

penawaran barang dan jasa yang dilakukan oleh Inggris lebih besar, akan

53

membuat Dollar akan lebih mahal dari pounds. Akibat besarnya tarikan

permintaan dan penawaran atas barang dan jasa di dua Negara tersebut, maka titik

keseimbangan kurs akan terbentuk dengan sendirinya yaitu pada titik E.

Jika kursnya berada di atas E (excess supply), akan terdapat kelebihan

valuta asing yang ditawarkan oleh Inggris atas jumlah yang diminta Amerika.

Kelebihan penawaran itu akan menurunkan nilai Pounds atas Dollar dan dengan

sendirinya akan membentuk titik E yang baru di mana pasaran valuta asing untuk

pound dan dollar berada pada keseimbangan yang baru.

Jadi teori ini menjelaskan bahwa keseimbangan nilai tukar mata uang antar

Negara terjadi karena adanya perubahan jumlah ekspor dan impor dari barang dan

jasa suatu Negara.

3. Kurs Dalam Pendekatan Moneter

a. Pendekatan Teori Kuantitas Uang. Teori kuantitas uang yang

dikemukakan oleh Irving Fisher yang secara matematis dapat

diformulasikan sebagai berikut:

MV = PT Di mana :

M (money) : jumlah uang yang beredar

V (velocity) : Kecepatan peredaran uang

P (Price) : Tingkat harga barang

T (Trade) : Jumlah barang yang diperdagangkan.

Menurut Fisher harga barang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang

yang beredar saja tetapi juga kecepatan peredaran uang. Semakin cepat peredaran

uang maka akan berakibat pada harga barang dan jasa yang semakin mahal yang

menyebabkan permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri turun dan secara

tidak langsung akan melemahkan nilai tukar uang, sebaliknya jika kecepatan

54

peredaran uang semakin lambat maka harga barang akan turun yang secera tidak

langsung nilai uang naik..

b. Pendekatan Keynes membedakan 3 motivasi memegang uang,

yaitu37

1. Untuk transaksi. Motivasi transaksi menunjukkan perlunya uang

untuk memenuhi kebutuhan transaksi untuk memenuhi kebutuhan

akan barang dan jasa, baik perorangan maupun secara kelompok/

perusahaan. Permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh

pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula

permintaan atas uang dengan tujuan transaksi.

2. Untuk berjaga – jaga.Berhubungan dengan kaitan perencanaan

keamanan yang meyangkut transaksi yang tidak terduga.

Permintaan uang untuk berjaga – jaga juga dipengaruhi oleh

pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula

permintaan atas uang dengan tujuan berjaga – jaga.

3. Untuk spekulasi. Didefenisikan sebagai motif mencari

keuntungan karena mengetahui kondisi pasar lebih baik. Menurut

Keynes, permintaan uang untuk spekulasi ini di sebabkan karena

adanya pengharapan masyarakat akan suatu jaminan kepastian

untuk mendapatkan keuntungan dari tingkat bunga. Jika bunga

berubah, maka jumlah uang yang diminta akan berubah juga.

Kemudian Keynes menambahkan, adanya pengharapan

masyarakat akan adanya bunga di atas normal (obligasi) sebagai

salah satu pemicu motivasi untuk spekulasi. Ia menyatakan,

jikabunga rendah masyarakat akan memilih obligasi karena

menganggap akan mendapatkan keuntungan, demikian sebaliknya.

37

Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan, (Jakarta:

Erlangga, 1992) h 45

55

Teori Keynes ini diaplikasikan kepada proses permintaan uang yang

kemudian mempengaruhi aggregat demand akan suatu mata uang atas mata uang

lainnya sedangkan, penawaran akan jumlah uang ditentukan oleh pemerintah dan

otoritas moneter yang ada.

Salah satu teori yang diterima oleh umum adalah teori paritas daya beli atau

dikenal dengan Purchasing Power Parity (PPP). Teori ini dianalisa oleh David

Ricardo pada tahun 1817 dan Gustav Cassel pada tahun 1916. Pendekatan teori ini

menggunakan harga relatif di berbagai negara sebagai petunjuk bagi nilai tukar

dalam sistem yang fleksibel.

Menurut teori ini sejumlah barang di Jerman bernilai 25 Deutschemark

(DM) sedangkan di Amerika barang yang sama laku seharga $10, maka dalam

jangka panjang kurs akan mendekati harga 2,5 DM per Dollar38. Dari contoh di

atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa teori Purchasing Power Parity adalah

teori yang merumuskan dan menjelaskan fluktuasi nilai mata uang dalam jangka

panjang. Secara absolut teori paritas daya beli adalah Kurs antara dua mata uang

merupakan rasio dari tingkat harga umum dari dua Negara yang bersangkutan

Teori Purchasing Power Parity dirumuskan berdasarkan asumsi implisit

bahwa dalam konteks perdagangan dan hubungan keuangan internasional tidak

ada biaya transportasi, tarif atau kendala lainnya yang dapat menghalangi laju

perdagangan barang dan jasa secara bebas. Juga diasumsikan bahwa semua jenis

komoditas dapat diperdagangkan secara bebas dan tidak terjadi gangguan

struktural di setiap Negara.

Dari sudut pandang golongan nasabah individu, kenaikan nilai tukar

Dollar Amerika serikat terhadap Rupiah dapat menyebabkan capital outflow atau

pelarian modal masyarakat keluar negeri karena jika dibandingkan dengan mata

uang negara lain maka nilai tukar Rupiah terlalu rendah, semakin meningkat nilai

38

Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan (akarta:

Erlangga, 1992)

56

tukar Dollar akan menaikkan permintaan uang domestik akan turun sehingga

permintaan deposito dalam negri akan turun pula, karena masyarakat akan

memilih menyimpan dananya alam bentuk Dollar.

Sedangkan sudut pandang golongan nasabah korporasi, depresiasi Rupiah

terhadap mata uang hard currencies akan menaikkan biaya produksi, akaibat

kenaikan harga barang mentah dan barang modal yang berasal dari impor.

Akibatnya, perusahaan akan cendrung menarik dana likuid dengan return rendah

untuk mengatasi masalah permodalannya, karenanya, nilai tukar rupiah terhadap

Dollar AS dapat berpengaruh negatif terhadap Aset perbankan syariah.

2..1.9 Perbankan Syariah

Menurut Pasal 1 ayat UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank

Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah

Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan

menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah.

Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah

unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai

kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang

berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu

syariah dan/atau unit syariah (Bank Indonesia).

Bank Syariah adalah sistem perbankan dalam Ekonomi Islam didasarkan

pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Disini artinya siapa

57

yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus bersedia mengambil

risiko. Bank-bank syariah dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak

membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan.

Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua

aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi

transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah39

1. Fungsi Perbankan

Fungsi bank syariah yang pertama adalah

1. Menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana.

Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi

dengan menggunakan akad al-mudharabah.Al-wadiah adalah akad antara pihak

pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama

menitipkan dananya kepada bank dan pihak kedua, bank merima titipan untuk

dapat memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan

dalam islam.Al-mudarahbah merupakan akad antara pihak pertama yang memiliki

dana kemudian menginvestasikan dananya kepada pihak lain yang mana dapat

memanfaatkan dana yang investasikan dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan

dalam syariat islam.

2. Fungsi Bank Syariah sebagai Penyalur Dana Kepada Masyarakat

Fungsi bank syariah yang kedua ialah menyalurkan dana kepada masyarakat yang

membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah

asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.

Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah.

Dalam hal ini bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan.

Return atau pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini

tergantung pada akadnya.Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat

39Zainul Arifin, “ Dasar dasar manajemen Bank Syariah.,( Askia Publisher, Tangerang, 2006) h 8

58

dengan menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad

kemitraan atau kerja sama usaha. Dalamakad jual beli, maka return yang diperoleh

bank atas penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin

keuntukngan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli

bank. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah

yang menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil.

3. Fungsi Bank Syariah memberikan Pelayanan Jasa Bank

Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada

masyarakat, bank syariah memberikan pelayanan jasa perbankan kepada

nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada

nasabah merupakan fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk

pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman

uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat berharga dan lain sebagainya.

Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah

untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan

jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi informasi agar

dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang

dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang cepat dan akurat. Harapan

nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah kecepatan dan keakuratannya. Bank

syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk

layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut, maka bank syariah mendapat

imbalan berupa fee yang disebut fee based income.

2. Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukan perjanjian atau

ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara

kedua belah pihak atau lebih bagi hasil dalam sistem perbankan syariah

merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan

59

syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih

dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil

antara kedua belah pihak ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama, dan di

buat dengan dasar kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya

unsur paksaan. Akad berpola bagi hasil pada prinsipnya, merupakan suatu

transaksi yang mengupayakan suatu nilai tambah (added value) dari suatu kerja

sama antar pihak dalam memproduksi barang dan jasa40

Pendapat lain menyebutkan Bagi hasil adalah keuntungan atau hasil yang

diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang

diberikan nasabah. Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatan

atau pola : a. Revenue Sharing Perhutungan bagi hasil didasarkan pada total

seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang

telah dikeluarkanuntuk memperoleh pendapatan tersebut.Revenue Sharing

mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian

rendah maka bagian bank, setelah pendapatan di distribusikan oleh bank, tidak

mampu mempunyai kebutuhan operasionalnya (yang lebih besar dari pada

pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para

pemegang saham sebagai penanggung kerugian b. Profit & Loss Sharing Adalah

perhitungan bagi hasil didasarkan kepada seluruh pendapatan, baik hasil investasi

dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi

biaya-biaya operasional bank. Pada saat akad terjadi, wajib disepakati sistem bagi

hasil yang digunakan, apakah revenue sharing Profit & loss Sharing atau gross

profit. Jika tidak disepakati, akad itu menjadi gharar. Pembayaran imbalan bank

syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam bentuk bagi hasil besarnya sangat

tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib atas

pengelolaan dana mudharabah tersebut, apabila bank syariah memperoleh hasil

usaha yang besar maka distribusi hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar,

sebaliknya apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang sangat kecil.

Konsep ini mendapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang

40Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Bank Indonesia,2006) h 16

60

diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik dana dan

pengelola dana sehingga besarnya benefit yang diperlukan deposan sangat

tergantung kepada kemampuan bank dalam menginvestasikan dana-dana yang

diamanahkan kepadanya41

Adapun prinsip perbankan syariah sebagai berikut:42

a.Larangan riba dan bunga.

Langan ini dimulai dari adanya pelarangan yang tegas terhadap riba. Tidak

diragukan lagi bahwa apa yang diharamkan oleh al-Qur’an maupun al-hadits

adalah riba. Al-Qur'an mengharamkannya dalam Qs. 2:275. Allah berfirman

Artinya :

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan

mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan

riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu

terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah

diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)

kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu

adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 43

b. Keadilan sosial, persamaan, dan hak milik.

Keadilan sosial dalam pandangan Islam menuntut pemilik dana dan

pengguna dana untuk berbagi atas keuntungan, demikian juga bila terjadi

41

Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth 2002) h 18 42 Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth 2002) h 2 43

Al-Qura an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia. Semarang 1989. h 69

61

kerugian. Islam memberikan panduan bahwa proses akumulasi kekayaan dan

distribusi ekonomi terbentuk secara fair dan benar.

c. Uang sebagai modal “potensial”.

Dalam pandangan Islam uang merupakan modal “potensial”. Ia akan

menjadi modal nyata ketika uang tersebut bekerjasama dan bergabung dengan

sumber daya lain untuk melakukan suatu aktivitas produktif. Islam mengakui nilai

kontribusi uang, ketika ia bertindak sebagai modal yang digunakan untuk

aktivitas usaha

d. Larangan perilaku spekulatif.

Sistem keuangan Islam tidak menghendaki penimbunan (hoarding) dan

melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian, perjudian, dan beresiko

ekstrim.

e. Kesucian akad (kontrak).

Islam menegakkan kewajiban sesuai dengan akad (kontrak) dan

keterbukaan informasi sebagai tugas suci. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

resiko dari informasi asimetrik dan moral.

f. Aktivitas yang disetujui Syariah.

Hanya aktivitas bisnis yang tidak melanggar ketentuan-ketentuan syariah

yang memenuhi persyaratan untuk investasi. Sebagai contoh, investasi bisnis yang

berkaitan dengan minuman keras, perjudian, dan barang haram dilarang oleh

Islam.

62

Tabel. 2.2 perbedaaan Bank Islan Dngan Bank Konvensional

3. Produk Perbankan Syariah

Bank syariah menawarkan produk dan jasa perbankan sesuai dengan

syariah Islam. Sebelum dipasarkan, produk atau jasa tersebut harus disetujui

terlebih dahulu oleh Dewan Pengawas Syariah yang menetapkan apakah produk

atau jasa tersebut memenuhi prinsip syariah atau tidak44.

a.Produk Penghimpun Dana

Bank syariah dalam menerima dana masyarakat terdiri atas tiga jenis

simpanan atau tabungan, yaitu giro Wadiah, tabungan, dan deposito berjangka.

1. Giro Wadi’ah amanah yang mempunyai prinsip harta titipan tidak boleh

dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan wadi’ah dhamanah adalah

pihak yang dititipi (bank) bertanggungjawab atas keutuhan harta titipan

sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.Penarikan tabungan

atau simpanan di bank dilakukan sesuai dengan persetujuan antara

penabung dan pihak bank.

2. akad Al Wadiah atau akad Mudharabah. Berdasarkan akad wadiah,

tabungan selama masih memiliki saldo, dapat ditarik setiap saat oleh

penabung di setiap saat.

44Adiwarman A. Karim, Adiwarman A, Islamic Banking. Fiqh and Financial Analysis) Ed.5 Cet 9 Jakarta. PT

Raja Grafindo Persada, 2013) h 351-353

63

Penerimaan tabungan berdasarkan akad Mudharabah digunakan untuk

tabungan yang penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu. Untuk akad

Mudharabah, kepada pemilik tabungan diberikan imbalan atas dasar pembagian

keuntungan yang telah ditetapkan atau telah disetujui sebelumnya. Selain itu

apabila bank mengalami kerugian, pemilik tabungan ikut menanggung resiko

kerugian tersebut.

3. Deposito berjangka

Penarikan deposito dilakukan menurut perjanjian antara deposan dan bank

yang bersangkutan. Dalam hal ini digunakan akad mudharabah. Deposan

diberikan imbalan berdasarkan pembagian keuntungan yang nisbah bagi hasilnya

telah ditetapkan dan disetujui sebelumnya. Jika bank mengalami kerugian maka

doposan juga akan menanggung resiko.

6. Sumber Dana Bank Syariah

Sumber dana yang terdapat di bank syariah berasal dari:

a. Modal inti (core capital) adalah modal yang berasal dari para

pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para

pemegang saham, cadangan kas dan laba ditahan.

b. Kuasi ekuitas (mudharabah account) adalah dana-dana yang

tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil.

c. Titipan (wadiah) adalah simpanan nasabah tanpa imbalan.

7. Sistem Pembiayaan Bank Syariah

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 ,yaitu45

a) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik

usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

45Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek Ed 1 Gema insani 2001 h 125:

64

b) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Laporan Keuangan Perbankan Syariah

Sistem pembukuan akuntansi sangat diperlukan oleh semua lembaga keuangan,

untuk mencatat semua transaksi ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan

yang bersangkutan biasanya setahun sekali pada akhir tahun periode akuntansi

Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penelitian adalah laporan

keuangan bank syariah di Indonsia. Oleh karena itu, kegiatan usaha suatu bank

menurut ketentuan pemerintah harus dinyatakan dalam laporan keuangan yang

diterbitkan dan dilaporkan kepada masyarakat dan otoritas moneter sebagai

pengawas perbankan nasional.

Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi bank secara keseluruhan. Lap

oran keuangan yang dihasilkan bank diharapkan dapat memberikan informasi

tentang kinerja keuangan dan pertanggungjawaban manajemen bank kepada

seluruh stake holder perbankan

9. Konsep Operasional Perbankan Syariah

Dana yang telah dihimpun melalui prinsip Wadiah Yad Dhamanah,

Mudharabah Mutlaqah,Ijarah, dan lain-lain serta setoran modal dimasukkan

kedalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari Mudharabah

Mutlaqah yang biasa mencapai lebih dari 60% dan berbentuk tabungan deposito

atau obligasi. Pooling Fund kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana

dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa. Pada

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai

kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan prinsip nasabah ( mudharib atau

mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin

keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh

pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini lalu

65

dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung,

atau menginvestasikan uangnya sesuai kesepakatan awal. Bagian nasabah atau

hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank

akan dimasukkan kedalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi utama .

Sementara itu, pendapatan lain seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi

terikat) dan jasa keuangan dimasukkan kedalam laporan rugi laba sebagai

pendapatan operasional lainnya46.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar

di bawah ini.

Gambar 2.2

Konsep Operasional Bank Syariah

Dari penjelasan dan gambar di atas terlihat bahwa Sistem bagi hasil merupakan

sistem dimana dilakukan perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan

kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha diperjanjikan adanya pembagian hasil

atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih bagi hasil

dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada

masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil

46 Ascarya dan Yumanita Akad dan Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Bank Indonesia,2006)

66

usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).

Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai

dengan kesepakatan bersama, dan di buat dengan dasar kerelaan (An-Tarodhin) di

masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Akad berpola bagi hasil pada

prinsipnya, merupakan suatu transaksi yang mengupayakan suatu nilai tambah

(added value) dari suatu kerja sama antar pihak dalam memproduksi barang dan

jasa.

Kemampuan perbankan syariah dalam menghimpun ASET sangat

didukung oleh ajaran islam. Manabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh

islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri

untuk pelaksanaan perencanaan di masa yang akan datang sekaligus menghadapi

hal – hal yang tidak diinginkan. Dalam Al – quran terdapat ayat – ayat yang

secara tidak langsung telah memerintahkam kaum muslimin untuk

mempersiapkan hari esok yang lebih baik diantaranya sebagai berikut:

QS An nisa (4) ayat 9

ية ضعافا خافوا عل وليخش الذين لو تركوا من خلف هم ذر يهم فليتقوا للا

وليقولوا قول سديدا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah

dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.47

1. QS Albaqoroh (2) Ayat 266

47

AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 116

67

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan

anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun

itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu

sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup

angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.48

4. QS. AL- Hasyr (59) ayat 18

مت ل ولتنظر نفس ما قد إن اتقوو غد ياأيها الذين آمنوا اتقوا للا ا للا (18الحشر: )تعملون خبير بما للا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan

perhatikanlah masing-masing kalian amal perbuatannya untuk akhirat!

Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang

kalian perbuat." (QS. Al-Hasyr : 18)49

F. Kajian Terdahulu

Berikut ini adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu mengenai variabelmakro

ekonomi dan aset perbankan syariah.

1. Muslim Marpaung, 2016 Dengan judul Analisa Pengaruh PDB, INFLASI,

TINGKAT BUNGA, JUB DAN KURS Terhadap DPK Perbankan Syariah

di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah instrumen Bunga dan

Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien DPK Yang

membedakan penelitian ini yaitu Variabel yang diteliti yaitu ASET dan

Bagi Hasil

4848AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 67 49AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 919

68

2. Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap

Sektor UMKM di Sumatera Utara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

Pembiayaan Syariah, bagi hasil syariah, tingkat pendidikan, tenaga kerja

dan dan religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap UMKM

Sumatera Utara Variabel yang diteliti yaitu ASET dan bagi Hasil

3. Sutarjo; 2005; Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap

Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu

Analisis Vector Error Correction Model) pada periode sebelum krisis:

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) pengaruh SBI lebih kuat

dibandingkan dengan GWM, CAR dan LDR; (b) dalam jangka panjang

4. GWM, LDR, EXRATE, INF, KDEX, r dan M2 signifikan terhadap ekspor.

Periode sesudah krisis: (a) shock SBI mempunyai pengaruh yang lebih

kuat dibandingkan dengan variabel GWM, CAR atau LDR; (b) dalam

jangka panjang, SBI, GWM, CAR dan LDR dan semua variabel antara

kecuali KADEX, CPI dan M2 mempunyai hubungan positif terhadap

ekspor, sedangkan EXRATE dan LEDR mempunyai hubungan negatif

terhadap ekspor

5. Mahendra; 2008 Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia SBI, kredit dan investasi Kesimpulan

dari penelitian ini adalah mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi

Indonesia dengan dengan nilai R2 sebesar 0,9758. Selain itu, tingkat SBI

memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, sedangkan jumlah kredit dan investasi berpengaruh positif

terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.

6. Lestari; 2008 Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Permintaan Uang M2 di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

a) Kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan di antara variabel

permintaan uang riil, pendapatan nasional, kurs, inflasi dan

bungamembutuhkan waktu tiga kuartal; (b) tidak ditemukan hubungan

kausalitas dua arah di antara kelima variabel; (c) respon variabel M2

terhadap empat variabel lainnya sangat fluktuatif terutama ketika variabel

69

lain mengalami shock, namun kondisi ini pada akhirnya akan kembali

stabil; (d) hubungan antara nilai tukar dan jumlah uang beredar tergantung

pada expectation pemegang uang

7. Truhadmini, 2008; Pemilihan Inflation Targetting Framework, Respon

variabel Makro Terhadap Inflasi, serta determinan inflasi di Indonesia

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Super Neutrality terjadi di

Indonesia, Kebijakan Moneter yang aktif, berdampak pada ketidak stabilan

makro, Inflasi mempengaruhi kestabilan makro, perubahan framework

kebijakan moneter menjadi inflation targetting adalah sesuatu yang

relevan, Price Channel lebih efektif metransmisikan kebijakan moneter

menuju sasaran inflasi, Shock yang terjadi pada inflasi, pada tahap awal

menimbulkan penurunan uang beredar, pengeluaran konsumsi, investasi

serta pertumbuhan ekonomi, determinan inflasi di Indonesia pada periode

prakrisis dipengaruhi oleh jumlah uang beredar,

8. Natsir, 2008, Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan

Moneter Indonesia melalui jalur nilai tukar, periode 1990-2007

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Mekanisme transmisi kebijakan

moneter melalui jalur nilai tukar membutuhkan time lag atau

kecepatan sekitar 16 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir

kebijakan moneter (inflasi). Respons variabel-variabel pada jalur nilai

tukar terhadap perubahan instrumen moneter (Suku Bunga SBI)

relatif lemah dan variabel utama jalur ini yaitu nilai tukar/kurs hanya

mampu menjelaskan variasi inflasi sebesa 19,70% lebih kecil

dibandingkan dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas bunga

(PSB) yakni sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger

causalitydan predictive poweryang lemah antara Kurs dan Inflasi.

Dari penelitian yang relevan di atas beberapa diantaranya banyak yang

membahas tentang variabel veriabel makro ekonomi seperti eksport, import, nilai

tukar, tingkat BAGI HASIL dengan menggunakan metode VAR, yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah, pada penelitian ini

peneliti ingin melihat apakah ada keterkaitan antara variabel ekonomi makro

70

seperti, jumlah uang beredar, nilai tukar, inflasi, GDP berpengaruh terhadap

perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada periode waktu 2004 sampai

2015.

Selanjutnya dilakukan pembentukan model, pengumpulan data dan

pengujian stasioner terhadap variabel yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan

dengan uji unit root test menggunakan Agumented Dickey Fuller (ADF).

Berikutnya adalah menetapkan panjang lag menggunakan Akaike Information

Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Likelihood Ratio (LR).

Uji kointegrasi dilakukan menggunkan Johansen Criterion. Selanjutnya adalah

estimasi model menggunakan uji Impulse Response Function (IRF) dan Variance

Decomposition. Dari hasil estimasi model dilakukan interpretasi terhadap hasil,

menguji hipotesis dan terakhir adalah rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian.

Atas dasar bangunan teori tersebut maka dibangunlah sebuah kerangka

konseptual yang menggambarkan bagaimana keterkaitan antar variabel yang akan

diteliti dalam penelitian ini.

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka

kesimpulan sementara bahwa instrumen makro ekonomi seperti Inflasi, JUB,

GDP, EXC, dan Bagi Hasil memiliki interdependensi dengan variabel ASET di

Perbankan Syariah. Dampak perubahan indikator ekonomi makro sebagai akibat

perubahan instrumen tidak bersifat seketika, tetapi memerlukan waktu tertentu

sesuai dengan jumlah variabel antara, semakin panjang variabel antara maka

semakin panjang time lagnya, artinya semakin panjang variabel antara maka

semakin lama perubahan indikator ekonomi makro terjadi, dan sebaliknya

indikator ekonomi makro dapat langsung berubah jika tidak ada variabel antara

yang menghalangi instrumen kebijakan moneter dan indikator ekonomi makro.

Yang menjadi instrumen makro ekonomi pada penelitian ini adalah Inflasi

yaitu teori yang menjelaskan tentang Jika kuantitas keseimbangan uang riil yang

diinginkan tergantung pada biaya memegang uang, tingkat harga tergantung pada

suplai uang sekarang dan suplai uang masa depan, EXC yaitu teori yang

menjelaskan tentang nilai tukar rupiah terhadap dollar yang merupakan salah satu

71

indikator makro ekonomi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,

JUB yaitu teori yang menjelaskan tentangModel permintaan uang secara empiris

adalah fungsi dari tingkat harga, tingkat pendapatan riil dan tingkat bunga

nominal. Model penawaran uang secara empiris adalah fungsi dari stok uang

dalam arti paling luas, Bagi Hasil yaitu teori yang menjelaskan tentang Sistem

bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukan perjanjian atau ikatan bersama di

dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha diperjanjikan adanya

pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak

atau lebih bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan cirri khusus yang

ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan

dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal

terjadinya kontrak (akad) dan GDP.

Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Julaihah (2004), yang

menyatakan bahwa peningkatan jumlah uang beredar tidak menyebabkan

pertumbuhan dalam sektor rill, karena penambahan jumlah uang beredar tidak

disebarkan kepada masyarakat tetapi yang terjadi adalah semua diserap oleh giro

wajib minimum, sehingga yang terjadi ketika jumlah uang beredar naik maka giro

wajib minimumnya juga naik.

Peningkatan uang beredar sebagai akibat penerapan kebijakan moneter

ekspansif dapat meningkatkan harga-harga domestik melalui penurunan suku

bunga nominal menyebabkan nilai tukar terdepresiasi dan daya saing produk

dalam negeri meningkat.

Tinggi rendahnya tingkat inflasi bisa disebabkan oleh banyak faktor. Dalam

kaitannya terhadap nilai tukar atau exchange rate (ER). Terdepresiasinya nilai

tukar menyebabkan kenaikan biaya produksi dan distribusi domestik yang

akhirnya menimbulkan terjadinya inflasi. Selain itu inefisiensi dan

ketidakseimbangan pada struktur fundamental ekonomi dapat memperdalam

tekanan pada laju inflasi.

Perubahan dalam keseimbangan permintaan dan penawaran uang akan

menentukan tingkat harga, perubahan tingkat harga menentukan tingkat inflasi,

72

dan tingkat inflasi mempengaruhi tingkat bunga nominal. Karena merupakan

biaya dari memegang uang, tingkat bunga nominal bisa mempengaruhi

permintaan uang.

Jumlah uang beredar dapat lebih optimal dengan mengubah elastisitas di pasar

uang terhadap perubahan tingkat suku bunga. Dengan kata lain, kebijakan

moneter akan lebih optimal dengan menerapkan strategi, dimana jmlah uang

beredar dan sasaran suku bunga ditetapkan berdasarkan suatu hubungan tertentu.

Terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik yang bersumber dari

ekspansi uang yang beredar dapat meningkatkan permintaan agregat atas barang-

barang dalam negeri melalui peningkatan harga barang-barang luar negeri relatif

terhadap harga barang domestik. Sebagai akibatnya, output domestik meningkat

yang dapat menyebabkan permintaan uang bertambah dan secara parsial

Dari kerangka konseptual selajutnya dirumuskanlah bagaimana pengaruh

varianel makro ekonomi akan mempengaruhi ASET perbankan syariah sebagai

sasaran akhirnya. Kerangka kebijakan dirumuskan dengan menggunakan dasar

ekspektasi teori. Tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah pencapaian

stabilisasi indikator makro.Dalam mencapai tujuan, instrumen moneter

memerlukan variabel lain sebagai sasaran antara , sebagai indikator dari

bekerjanya instrumen moneter. Bagaimana perumusan kerangka kebijakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3

INFLASI GDP BAGI HASIL

EXC ASET JUB

73

Secara ringkasnya kerangka konseptual dalam penelitian ini dituangkan

dalam bentuk bagan Seperti pada Gambar 2.3 berikut Ini.

Tabel Keterkaitan Teori Dengan Penelitian

Kelompok

Teori

Teori Relevansi Dengan Penelitian

Grand

Theory

Teori Moneter dan

Indikator Ekonomi

makro Indonesia

Teori yang menjelaskan

tentangKebijakan moneter yang

diterapkan pada satu rentang waktu

dan kondisi tertentu (ultimate goals)

dari kebijakan makro yang meliputi:

(a) Tingkat kesempatan kerja yang

tinggi; (b) Laju inflasi yang rendah

dan stabil; (c) Keseimbangan

balance of payment; dan (d) Tingkat

pertmbuhan ekonomi yang mantap.

Secondary

Theory

Efektifitas Bagi Hasil Teori yang menjelaskan tentang

Sistem bagi hasil merupakan sistem

dimana dilakukan perjanjian atau

ikatan bersama di dalam melakukan

kegiatan usaha. Di dalam kegiatan

usaha diperjanjikan adanya

pembagian hasil atas keuntungan

yang akan di dapat antara kedua

belah pihak atau lebih bagi hasil

dalam sistem perbankan syariah

merupakan cirri khusus yang

ditawarkan kepada masyarakat, dan

di dalam aturan syari’ah yang

berkaitan dengan pembagian hasil

usaha harus ditentukan terlebih

74

dahulu pada awal terjadinya kontrak

(akad)

Tertier

Theory

Teori Perbankan Syariah Teori yang menjelaskan

tentangsegala sesuatu yang

menyangkut tentang Bank Syariah

dan Unit Usaha Syariah, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya. Bank Syariah

adalah Bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan menurut jenisnya

terdiri atas Bank Umum Syariah dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Model Inflasi Teori yang menjelaskan tentangJika

kuantitas keseimbangan uang riil

yang diinginkan tergantung pada

biaya memegang uang, tingkat harga

tergantung pada suplai uang

sekarang dan suplai uang masa depan

Teori Pertumbuhan

Sollow Swan

Teori yang menjelaskan

tentangSeiring perjalanan waktu dan

dengan terjadinya pergeseran dalam

aliran pemikiran dari Klasik ke Neo-

Klasik, proses perkembangan

ekonomi Neo-Klasik terjadi karena

adanya akumulasi kapital, dimana

perkembangan tersebut merupakan

proses yang gradual dan harmonis

75

serta kumulatif

Model Mundell-Fleming Teori yang menjelaskan

tentangbagaimana keseimbangan

pasar uang dan pasar barang dalam

perekonomian yang terbuka, dan

menganut suatu rezim nilai tukar

Teori Jumlah Uang

Beredar

Teori yang menjelaskan

tentangModel permintaan uang

secara empiris adalah fungsi dari

tingkat harga, tingkat pendapatan riil

dan tingkat bunga nominal. Model

penawaran uang secara empiris

adalah fungsi dari stok uang dalam

arti paling luas

Teori Nilai Tukar Teori yang menjelaskan tentang nilai

tukar rupiah terhadap dollar yang

merupakan salah satu indikator

makro ekonomi yang akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

H. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan Perumusan masalah, landasan teori dan kajian empiris yang telah

dilakukan sebelumnya dapat ditarik hipotesis yaitu :

1. ASET, INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh

signifikan terhadap ASET Perbankan syariah di Indonesia

2. INFLASI , ASET ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh

signifikan terhadap INFLASI di Indonesia

3. GPD, ASET, INFLASI , EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh

signifikan terhadap GDP di Indonesia

76

4. EXC, ASET, INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB

berpengaruh signifikan terhadap EXC di Indonesia

5. BAGI HASIL ASET, INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berpengaruh

signifikan terhadap BAGI HASIL Perbankan syariah di Indonesia

6. JUB, ASET, INFLASI ,GDP, EXC, DAN BAGI HASILberpengaruh

signifikan terhadap JUB di Indonesia

7. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB memiliki response

terhadap INFLASI pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang

8. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response

terhadap GDP pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang .

9. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response

terhadap EXC pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang .

10. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki

responseterhadap BAGI HASIL pada jangka penedek, jangka menengah dan

jangka panjang .

11. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki

responseterhadap JUB pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka

panjang .

12. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response

terhadap ASET perbankan Syariah pada jangka penedek, jangka menengah dan

jangka panjang .

Hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan variabel variabel makro

ekonomi seperti inflasi, nilai tukar, jumlah uang beredar dan pertumbuhan

ekonomi telahmenjadi objek penelitian dalam berbagai literatur ekonomi

pembangaunan dankeuangan. Isu tentang keuangan dan pertumbuhan setidaknya

telah dikemukakansejak abad ke 19 oleh Joseph A. Schumpeter yang

mengemukakan tentang pentingnya sistem perbankan dan pertumbuhan tingkat

pendapatan nasional dalampembangunan ekonomi melalui identifikasi dan

pembiayaan pada sektor investasi yangproduktif (Schumpeter, 1912).

Saat ini telah banyak hasil penelitian yang berusaha mengkaji secara empiris

dengancara mengeksplorasi indikator-indikator yang lebih spesifik untuk

77

menjelaskanhubungan sebab akibat antara sektor keuangan dan pertumbuhan

ekonomi.Setidaknya ada empat kemungkinan pendekatan yang bisa menjelaskan

hubungansebab akibat antara keuangan dan pertumbuhan, yaitu: 1) Keuangan

adalahfaktorpenentu pertumbuhan ekonomi (finance-led growth hypothesis) atau

biasa disebut“supply-leading view”, 2) Keuangan mengikuti pertumbuhan

ekonomi (growth-ledfinance hypothesis) atau biasa disebut “demand-following

view”, 3) Hubungan salingmempengaruhi antara keuangan dan pertumbuhan atau

biasa disebut “the bidirectionalcausality view”, dan 4) Keuangan dan

pertumbuhan tidak saling berhubunganataubiasa disebut “the independent

hypothesis”.

Pertama adalah “the finance-led growth hypothesis” atau “supply-leading view”.

Teoriini secara umum menganggap bahwa sektor keuanganlah yang mendorong

pertumbuhan ekonomi. Teori ini pada dasarnya mencari hubungan antara

keuangandan pembangunan ekonomi. Para penganut teori ini meyakini bahwa

keberadaansektor keuangan yang berperan sebagai lembaga intermediasi antara

pihakyang kelebihan modal (surplus unit) dengan pihak yang kekurangan modal

(deficit unit) akan menyediakan alokasi sumber-sumber pendanaan yang efisien

yang nantinya akan menggerakkan sektor-sektor ekonomi dalam proses

pertumbuhannya. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Xu (2000), Arestis

etal(1996), dan Fase dan Abma (2003) menunjukkan bahwa ekspansi sektor

keuanganberpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Horrison et

al.(1999) dan Blackburn dan Hung (1998) mengemukakan bahwa fungsi

intermediasilembaga sektor keuangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi,

inidikarenakan akan mengurangi biaya dalam penilaian proyek. Jika jumlah

proyekmeningkat dalam perekonomian yang bertumbuh maka bank akan masuk

ke dalam pasar sebagai bentuk aktivitas bank dan keuntungan akan bertambah.

Pertambahan jumlah bank akan mengurangi rata-rata jarak antara bank

dan debitor, mendorong spesialisasi dan mengurangi biaya intermiediasi. King

danLevini (1993) adalah salah satu yang telah membuktikan bahwa pertumbuhan

sektor keuangan adalah sebagai syarat untuk mencapai pertumbuhan

ekonomi.Akan tetapi banyak peneliti yang meragukan tentang hipotesis

78

ini(financial-ledgrowth).

Demetriades dan Hussein (1996) dengan menggunakan data tahunan dari 1965

sampai 1992 menemukan diantara negera-negara Asia yang ditelitinya, hanya Sri

Lanka yang membuktikan hipotesis financial-led growth. Studi di Turki dalam

periode1986.Q1 sampai 2006.Q4, Acaravei et al. (2007) hanya menemukan

hubungan satuarah dari sektor keuangan ke pertumbuhan ekonomi, tetapi secara

statistik dalam jangka panjang hubungan antara sektor keuangan dan pertumbuhan

ekonomi tidak signifikan.Kedua adalah “the growth-led finance hypothesis” atau

“thedemand- following view”.Pemikiran ini dikembangkan oleh Robinson (1952),

inti pemikirannya adalahperkembangan sektor keuangan mengikuti pertumbuhan

ekonomiatauaktivitaswirausaha (enterprise) mendorong pertumbuhan sektor

keuangan. Jika sektor ekonomimengalami ekspansi maka permintaan terhadap

produk dan jasa perbankan juga akanmengalami peningkatan, sehingga dengan

sendirinya sektor perbankan akan jugameningkat. Penelitian empiris yang

mendukung hipotesis ini telah banyak dilakukan.Diantaranya adalah Habibullah

(2006) dalam penelitiannya di tujuh negara Asia

menemukan Malaysia, Nyamar dan Nepal mendukung hipotesis “growth-led

finance”dan hanya Filipina yang mendukung hipotesis “finance-led growth”.

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Ketiga adalah “the bidirectional causality view”. Aliran pemikiran ekonomi ini

menggambarkan hubungan dua arah atau saling mempengaruhi antara sektor

perkembangan keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis ini menyatakan

bahwasebuah negara yang memiliki perkembangan sektor keuangan yang baik

akanmendorong tingkat ekspansi ekonomi yang tinggi melalui kemajuan

teknologidaninovasi produk dan jasa (Schumpeter, 1912).

Kondisi ini kemudian akan menciptakan tingkat permintaan yang tinggi terhadap

produk dan layanan perbankan (Lihat Levine, 1997). Jika institusi perbankan

meresponsecara efektif terhadap permintaan tersebut, maka respon tersebut akan

menstimulasi kinerja ekonomi yang lebih tinggi. Sektor keuangan dan

pertumbuhan ekonomi masingmasing saling berhubungan secara positif dan

hubungan ini terjadi secara dua arah.

79

Penelitian yang dilakukan oleh Odedokun (1992) dan Luintel dan Khan

(1999) menemukan hubungan dua arah antara sektor keuangan dan pertumbuhan

ekonomi.Sektor keuangan dan perkembangan ekonomi saling mempengaruhi,

pertumbuhansektor keuangan menyebabkan ekonomi bertumbuh dan

pertumbuhanekonomimendorong sektor keuangan untuk berkembang secara

maju.

Sementara itu dalam sistem keuangan Islam, penelitian empiris sejauh ini

yang telahdilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi, superioritas dan

stabilitas bank-bankIslam dibandingkan bank-bank konvensional untuk mencapai

target fungsiintermediasimoneter yang difokuskan pada pencapaian

kesinambungan pertumbuhan riil ekonomi,penurunan inflasi, dan stabilitas

jumlah uang beredar.

80

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum, alur proses yang dilakukan dalam penelitian ini diperlihatkan

pada Gambar 3.1. Berawal dari latar belakang, dirumuskan masalah dalam

penelitian ini. Ditunjang oleh kajian pustaka lalu ditetapkan hipotesis. Selanjutnya

dilakukan pembentukan model, pengumpulan data dan pengujian stasioner

terhadap variabel yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan dengan uji unit root

test menggunakan Agumented Dickey Fuller (ADF). Berikutnya adalah

menetapkan panjang lag menggunakan Akaike Information Criterion (AIC),

Schwarz Information Criterion (SIC), dan Likelihood Ratio (LR). Uji kointegrasi

dilakukan menggunkan Johansen Criterion. Selanjutnya adalah estimasi model

menggunakan uji Impulse Response Function (IRF) dan Variance

Decomposition. Dari hasil estimasi model dilakukan interpretasi terhadap hasil,

menguji hipotesis dan terakhir adalah rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian.

Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan dan

dianggap relevan dengan studi yang sedang dilakukan. Metode penelitian yang

dijabarkan dalam bagian ini mencakup lokasi/tempat penelitian, jenis penelitian,

populasi dan sampel, data penelitian, analisa data serta defenisi operasional

variabel

81

Gambar 3.1 Sistematika Penulisan Penelitian

B. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian lapangan (field research). Sedangkan pendekatan yang dilakukan adalah

pendekatan kuantitatif. Dengan demikian pola berfikir yang dipakai adalah

Latar Belakang Masalah Penelitian Kajian Pustaka

Hipotesis Pembentukan

Model

Pengumpulan

Data

ADF/Granger

Causality

Penentuan Panjang Lag

Akaike Information Criterion (AIC)

Schwarz Information Criterion (SIC)

Likelihood

Ratio (LR)

Uji

Kointegrasi

Johansen

Cointegration Estimasi

Model

Interpretasi Hasil

Uji Hipotesis

Rekomendasi

Kebijakan

Analisis Impulse

Response Function

Forecast Error Variance

Decomposition

Uji Root

Test

82

dengan metode deduktif. Artinya pola berfikir yang dipakai adalah dengan

memakai metode deduktif yang bersifat umum dan global dipakai untuk berfikir

khusus, kemudian baru diberlakukan kembali yang bersifat global dan umum

Penelitian ini menggunakan obyek penelitian bank-bank umum syariah

dan unit-unit usaha syariah di Indonesia yang telah terdaftar di Bank Indonesia,

sebagaimana di bawah dari periode Januari 2004 sampai dengan bulan Desember

2014. Jumlah keseluruhan bank syariah yang ada adalah 35 bank meliputi 11

Bank Umum Syariah (BUS), dan 24 Unit Usaha Syariah (UUS). Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Bank

Indonesia, Biro Keuangan serta sumber lain yang terkait dengan penelitian ini.

Secara rinci data yang dipergunakan:

Tabel 3.1 Jenis dan Sumbet Data

No Data/ Variabel Simbol Sumber Jenis

1 Tingkat Inflasi Inf BI Data Time Series

2 Tingkat pertumbuhan eko GDP BI Data Time Series

3 Nilai Tukar EXC BI Data Time Series

4 Jumlah uang beredar JUB BI Data Time Series

5 Aset AS BI Data Time Series

6 Bagi Hasil BH BI Data Time Series’df

C.Model Analisis

1. Model Ekonometrik

Dalam ekonometrik, permasalahan dipetakan berdasarkan teori yang ada,

dinyatakan dengan persamaan matematika dan digunakan kriteria statistika untuk

menganalisis permasalahan yang ada. Ekonometrika berusaha menterjemahkan

suatu masalah ekonomi, matematika ekonomi dan statistik ekonomi secara

terpadu guna membantu proses penelitian. Keiga bidang ilmu itu merupakan

pondasi dalam penerapan ekonometri 50

50 Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar untuk penelitian Bidang ekonomi, sosial dan bisnis. (Edisi pertama

Jakarta, Mitra Wacana Media, 2015) h.9

83

Berkenaan dengan ekonometri, peran matematika ekonomi adalah

menyatakan teori ekonomi dalam bentuk matematika atau persamaan matematika.

Tujuannya adalah untuk menyederhanakan masalah.

Fokus dari statistik ekonomi adalah berkaitan dengan pengumpulan data,

pengolahan data dan analisa data. Data bisa dinyatakanndalam grafik, diagram

staupun tabel. Jadi dari aspek statistik, data merupakan bahan mentah yang harus

diolah lebih lanjut dalam ekonometri. Data berasala dari berbagai macam

publikasi baik swasta maupun pemerintah bersifat given. Artinyya data mentah itu

diluar kontrol econometrican apabila data mengandung kesalahan pengukuran dan

berbagai kesalahan lainnya. Oleh karena itu econometrican mengembangkan

metode untuk mengattasi berbagai masalah berkaitan dengan kesalahan

pengukuran.

Pada umumnya pengetian ekonometrika adalah jenis khusus model

matematika yang disebut model stokastik yang memasukkan satu atau lebih

perubah acak. Model ekonometrik dapat mewakili satu sistem dengan sekumpulan

hubungan stokastik antar peubah peubah (variabel) dalam sistem. Suatu model

ekonometrika dapat linier atau bukan linier. Asumsi linearitas sangat penting, baik

untuk pembuktian matematika dan statistika maupun untuk penghitungan nilai

untuk peubah peubah (variabel) dalam model.

2. Analisis Vector Autoregression (VAR)

Model VAR pertama dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980. VAR

adalah mode a-priori terhadap teori ekonomi. Namun demikian model ini sangat

berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam

sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam

ekonomi. Model ini juga menjadi dasar munculnya metode kointegrasi Johansen

(1988, 1989) yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam

perekonomian. Pemodelan VAR adalah bentuk pemodelan yang digunakan untuk

multivariate time series. Model VAR menjadikan semua variabel bersifat

endogen. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya

84

selang (lag) yang digunakan dalam model. Variabel yang digunakan dalam

persamaan VAR dipilih berdasarkan teori ekonomi yang relevan. Pemilihan

selang optimal kemudian akan menggunakan kriteria informasi seperti Akaike Info

Criterion (AIC) , Schwarz Info Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion

(HQ).

Keunggulan lainnya adalah model VAR mampu mengatasi kritik lucas

yang ditujukan pada analisa kebijakan untuk model model makro ekonomi

dinamik stokastik. Model makro ekonomi tradisional memganggap model yang

distimasi pada keadaan tertentu dapat digunakan untuk peramalan pada kondisi

rezim kebijakan yang berbeda. Hal inimenunjukkan bahwa parameter yang

diestimasi tidak berubah pada kebijakan dimanapun perekonomian berada

sehingga model ekonomi secara logic menjadi tidak valid. SehinggaVAR tidak

hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan keluaran modelnya dalam

merespon adanya suatu gucangan dalam perekonomian tetap membiarkan hal ini

bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjang

berdasarkan pada historinya.

Apa yang disediakan dalam persamaan simultan standart adalah hubungan

langsung dan tidak langsung yang kerap ditemukan dalam maslah ekonomi.

Beberapa variabel memiliki hubungan tidak langsung dengan variabel lainnya.

Ada variabel sntsrs (mediasi/interpening) yang membuat variabel tidak

berhubungan langsung denganvariabel lain.

Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh (Achsani, et al., 2005) :

dimana xt adalah vektor dari variabel-variabel endogen berdimensi (n x 1), μt

adalah vektor dari variabel-variabel eksogen termasuk di dalamnya konstanta

(intercept) dan tren, Ai adalah matriks-matriks koefisien berdimensi (n x n), dan ut

adalah adalah vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi

tetapi tidak berkorelasi dengan nilai-nilai lag mereka sendiri dan juga tidak

berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas.

Sesara umum spesifikasi model penelitian ini dapat dilihat pada persamaan

berikut

85

VAR (k), Zt = A1Zt-1 + A2ZT-2 +.......AkZt-k +Et

Dimana : Zt = variabel runmtun waktu yang dispesifikasi

Ak=matrik parameter berukuran nx1

K = ordo/lag

Ordo VAR (k) yang optimal ditentukan berdasarkan uji Akaike

Information Criterion (AIC), likelihood-Ratio (LR test), dan Scwarz Information

Criterion (SIC). Apabila K=2 maka spesifikasi model VAR dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

INF = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2

+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α16 Aset t-2 (3.1)

GDP = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2

+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.2)

EXC = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2

+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 +α19 Aset t-2 (3.3)

JUB = + α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2

+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.4)

Aset = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2

+ α13GDP t-2 + α14BH+ α19 Aset t-2 (3.5)

Bagi Hasil = α α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC + α15JUB t-1 + + α12

Inf t-2 + α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.6)

86

2. Uji Unit Root Test

Penggunan variabel ekonomi berpa data runtut waktu (time series). Data

time series merupakan sekumpulan nilai suatu variabel yang diambil pada waktu

yang berbeda dan dikumpulkan secara berkala pada interval waktu tertentu,

misalnya harian, bulanan, triwulan, tahunan dan lain sebagainya. Data time series

menyimpan banyak permasalahan, salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi

ini merupakan penyebab yang dapat menyebabakan data tidak statisioner. Tidak

statisionernya data akan mengakibatkan kurang baiknya model yang diestimasi.51

Uji statisioner merupakan langkah awal dalam mengestimasi model VAR,

untuk memastikan data bahwa data yang digunakan sudah statisioner. Statisioner

juga merupakan salah satu konsep dsar dalam analisa data time series. Data time

series terlebih dahulu harus statisioner karena terkait dengan model estimasi yang

digunakan. Jika data tidak statisioner maka peneliti haya dapat mempelajari

prilaku data pada periode watu tertentu saja berdasarkan berbagai pertimbangan.

Data time series yang bersifat statisoner akan berujung pada penggunaan

VAR dengan metode standar. Sedangkan data time series yang bersifat tidak

statisioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk

diffrence atau VECM52Sekumpulan data dianggap statisioner jika rata rata dan

varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sitematik

sepanjang waktu.

Data tidak statisioner dapat dijadikan data statisioner dengan cara

melakkan uji statisioner data pada tingkat diffrence data yang disebut juga dengan

uji derajat integrasi, jadi data yang tidak statisioner pada tingkat level akan dijuji

lagi pada tingkat diffrence sampai menghasilkan data yang statisioner, didalam

menguji apaka data mengandung akar unit atau tidak. Dickey Fuller menyatakan

untuk melakukan regresi model – model berikut:

Dimana t adalah variabel trend waktu perbedaan persamaan (3.1)

dengan data regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend

51Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian bidang ekonomi, Sosial dan Bisnis, Edisi Pertama

(Jakarta. Mitra Wacana Media 201) h 413 52 Hendri Tanjung dan Abrista Devi” Metode Penelitian Ekonomi Islam “ (jakarta Gramata Publishing,

2013)h17.

87

waktu. Dalam setiap model, jika time series mengandung unit root yang berarti

data tidak statisioner hipotesis nulnya adalah = 0, sedangkan hipotesis

alternatifnya < 0 yang berarti data statisioner.

Salah satu asumsi dari persamaan (3.4) dan (3.5) adalah bahwa residual et

tidak saling berhubungan, dalam banyak kasus residual et seringkali berhubungan

dan mengandung unsurbautokorelasi, Dickey fuller kemudian mengembangkan

uji akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang

kemudian dikenal dengan Augmented Dickey Fuller (ADF), Dalam prakteknya uji

ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data statisioner atau tidak,

adapun formulasi ADF sebagai berikut:

Dengan penjelasan

Y : variabel yang diamati

Yt : Yt-Yt-1

T : Trend Waktu

n : Lag

prosedur untuk mengetahui data statisioner atau tidak dengan cara

membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis MacKinnon, Nilai statistik ADF

ditunjukkan oleh nilai t statistik koefiaien Yt-1 pada persamaan (4s/d6), Jika nilai

absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritis nya, maka data yang diamati

menunjukkan statisioner, dan jika sebaliknya nilai kritis ADF lebih kecil dari nilai

kritisnya maka data tidak statisioner. Hal penting dalam uji ADF adalah

menentukan panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan uji AIC

(Akaike Information Criterion) ataupun SIC (Schwarz Information Criterion).

Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model akan menunjukkan

model tersebut yang paling tepat.

Uji statisioner akan dilakukan dengan metode ADF dan PP sesuia dengan

trend determinastik yang dikandung oleh setiap variabel. Hasil series statisioner

akan berujung pada penggunaan VAR denga metode standar. Sementara series

nonstatisioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR: VAR dam diffrens atau

VECM

88

Keberadaan variabel non statisioner meningkatkan kemungkinan

keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi

diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian

kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data statisioner, mengingat

terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan unit root terkait

dengan the power of the test53

Uji statisioner dapat juga dilakukan dengan analisa grafis, Autocorelation

Function (ACF) dan correlogram dan unit root test. Sebelum melakukan uji

formal, disarankan untuk membuat grafik dari data – data runtut waktu yang

digunakan. Jika tingkat level belum diperoleh grafik yang mendekati statisioner

maka perlu dilakukan transformasi sehingga diperoleh data yang statisioner,

seperti data first diffrence-nya.

3. Uji Stabilitas VAR

Stabilitas sistem VAR akan dapat dilihat dari invers roots karakteristik AR

polinomialnya. Jika seluruh nilai AR-rootsnya dibawah 1, maka sistem VAR-nya

stabil. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar akar funsi

polinomialnya atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika samua

akr dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai

absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan

FEVD yang dihasilkan dianggap Valid54.

4. Analisis Vector Error Correction Model (VECM)

Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada

data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan

tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi

dalam model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan

kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Kebanyakan data time series

stasioner pada perbedaan pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya

informasi jangka panjang dalam penelitian ini akan digunakan model VECM.

53

Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian bidang ekonomi, Sosial dan Bisnis, Edisi Pertama

Jakarta. Mitra Wacana Media 2015 h 462

89

VECM standar didapat dari model VAR dengan dikurangi xt-1. Adapun

persamaan VECM secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut, dimana

Π dan Γ adalah fungsi dari Ai. Matriks Π bisa didekomposisi ke dalam 2 matriks

berdimensi (n x r) α dan β; dimana α disebut matriks penyesuaian dan β sebagai

vektor kointegrasi dan r adalah cointegration rank. Kerangka kointegrasi hanya

sesuai jika variabel variabel yang berhubungan terintegrasi. Hal ini bisa diuji

dengan menggunakan uji akar unit. Saat tidak ditemukan akar unit, maka metode

ekonometrik tradisional dapat diterapkan.

A. Kointegrasi dan Error Correction secara prinsip, cirri khas dari

variable yang kointegrasi adalah bahwa setiap fluktuasi data yang terjadi

merupakan pengaruh dari deviasi keseimbangan jangkan panjang. Dapat

dijelaskan sebagai berikut: jika secara teoritis menunjukkan bahwa pada structur

nilai tukar terdapat hubungan jangka panjang antara nilai tukar jangka pendek dan

jangka panjang, maka kita dapat mengatakan bahwa jika terjadi gap yang

besarantara

B. Pertimbangan Penggunaan Error Correction Model (ECM)

Pertanyaam paling mendasar dalam menggunakan ini adalah intuisi ekonomi

dibalik metode yang digunakan untuk memproses variabel ekonomi. Dengan

kata lain mengapa tidak menggunakan metode berganda dalam memproses

variabel ekonomi. Beberapa pernyataan yang sering dikatakan oleh sebagian

mahasiswa adalah karena kata yang digunakan menunjukkan adanya gejala non

statisioner sehingga jika dilakukan proses regresi biasa akan menghasilkan

spuriositas dari hasil regresi. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Karena non

ststisioneritas yang dinyatakan tersebut sesungghuhnya bukan alasan utama,

melainkan suatu gejala yang harus diperhatikan jika hendak melakukan analisis

time series.

Penjelasan sutau statisioner, co integration melakukan hubungan erat

dengan error correction. Demikian pula intuisi penggunaan ECM sangat erat

kaitannya dengan konsep ini. Dalam penelitian ekonomi sebaiknya penggunaan

uji statisioneritas, co integration bukan berdasarkan prosedur ekonometrik tetapi

90

berdasarkan masalah penelitian. Berikut ini bebrapa justifikasi penggunaan ECM

yang dapat digunakan sebagai masalah penelitian55 :

1. Peneliti ingin melihat apakah data ekonomi time series memiliki

trend/ keseimbangan jangka panjang.

2. Peneliti melihat bahwa fluktuasi data ekonomi time series bergerak

disekitar trend/keseimbangan jangka panjang. Peneliti ingin melihat

apakah data time series mengalami penyesuaian koreksi terhadap

keseimbangan jangka panjang atau suatu acuan tertentu.

3. Adanya latar belakang teori dapat menunjukkan prilaku sebagai

berikut

i. Secara teoritis data time series dapat memiliki

keseimbangan jangka panjang

ii. Secara teoritis data time series dapat memiliki kondisi

keseimbangan jangka panjang

4. Adanya simpangan simpangan eror yang berlanjut sepanjang waktu

observasi terhadap tren jangka panjang sepanjang waktu

5. Adanya penyesuaian variabel terhadap trend jangka panjang

5. Pengujian Pra-Estimasi

Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka ada beberapa tahapan

yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut

antara lain uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, dan pengujian

kointegrasi.

a. Uji Stationer Data

Uji stationer data dapat dilakukan dengan metode grafik dan metodeakar

unit. Uji akar unit digunakan uji augmented Dickey–Fuller (ADF)jika nilai

absolut statistik t lebih kecil dari nilai kritis pada table MacKinnon pada berbagai

tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%), maka mengindikasikan data tidak

stationer. Disamping itu dapat pula dilihatpada nilai prob yang lebih besar dari

0,05 yang juga menindikasikan datatidak stationer. Sebaliknya jika nilai ADF

55Ekananda Mahyus “ Ekonometrika Dasar Untuk penelitian Bidang Ekonomi Sosial dan Bisnis Edisi Pertama,

Jakarta, Mitra Wacana Media 2015 h 422

91

lebihbesar dari nilai kritis berbagai tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%), maka

tidak terdapat akar unit atau data stationer.

Pada pnelitian ini, uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan

metode augmented Dickey Fuller Test (ADF). Uji stasioneritas ini didasarkan

pada hipotesis nol variable stokastik yang memiliki unit-root. Dengan

menggunakan model uji ADF test, hipotesis nol dan dasar pengambilan

keputusan lainnya yang digunakan dalam uji ini didasrkan pada

b. Uji Panjang Lag Optimal

Pendekatan VAR sangat sensitif terhadap jumlah lag data yangdigunakan,

oleh karenanya perlu ditetapkan panjang lag yang optimal.Penentuan panjang lag

tersebut dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan

terhadap suatu variabel endogen dengan padawaktu waktu yang lalu maupun

terhadap variabel endogen lainnya.Penentuan panjang lag dapat dilihat dari nilai

nilai dari Likelihood Ratio(LR),

Penetapan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang

digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Pemilihan lag optimal

dilakukan sebelum dilakukan uji kointegrasi, hal ini penting dilakukan sebelum

melakukan estimasi dalam model VAR. Pemilihan panjang lag penting karena

bisa mempengaruhi penerimaan dan penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias

estimasi dan bisa menghasilkan prediksi yang tidak akurat.

Guna memperoleh panjang selang yang tepat dilakukan 3 bentuk

pengujian secara pertahap. Pada tahap 1 akan dilihat panjang selang maksimum

sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai Inverse roots

karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (statisioner)

jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya

terletak didalam unit circle

Pada tahap kedua panjang selang optimal akan dicari dengan

menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidatselang yang terpilih

adalah panjang selang menurut criteria likehood Ratio (LR), Final prediction

Error (FPE). Akaike Information Critrion (AIC), Schwarz Information Criterion

92

(SIC) dan Hannan – Quin Criterion (HQ). Jika criteria informasi hanya merujuk

pada sebuah kandidat selang maka, kandidat tersebutlah yang optial.Jika diperoleh

lebih dari satu kandidat maka pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga.

Pada tahap ketiga, Nilai Adjusted R2 variabel VAR dari masing masing

kandidat selang akan diperbandingkan, dengan penekanan pada variable –

variable terpenting dari system VAR tersebut. Selang optimal akandipilihdari

system VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan Adjusted R terbesarpada

variable variablepenting di dalam system

Penentuan jumlah lag yang akan digunakan dalam model VAR dapat

ditentukan dengan menggunakan soft ware Eviews yaitu dengan melakukan tes

VAR Lag Order Selection Criteria yaitu dengan View-Lag Structure_lag Length

Criteria. Dalam VAR Lag Order Selection Criteria tersebut tersedia berbagai

kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah lag yang paling optimal.

Panjang lag merupakan hal yang sangat penting dalam model VAR,

Pengujian panjang lag optimum ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah

auto korelasi dalam system VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimum

tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan

dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunkan AIC, SC dan

HQ.

c. Hasil Uji Stabilitas VAR

Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah ditentukan

maka dilakukan VAR condition Stability Check yakni beruparoots of

characteristic polynomial. Suatu model VAR dikatakan stabil jikaseluruh

rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari 1.

d. Hasil Analisis Causality Grange

Konsep sebab akibat sangat diperlukan oleh bidang ilmu apapun. Namun

demikian, tidaklah mudah untuk membuktikan bahwa hubungan sebab akibat

benar benar ada, kecuali dilakukan eksperimen terkontrol. Bukan hanya ada atau

tidaknya hubungan sebab akibat yang harus dibuktikan, tetapi arah sebab dan

93

akibatnya juga harus diketahui, tidaklah tak beralasan untuk mengambil

pandangan bahwa menerapkan satu model regres adalah ditujukan terutama untuk

menguji pengukuran. Bahwa keeradaan hubungan tidak secara nyata

dipertanyakan, akan tetapi diperlukan untuk memenuhi teori –teori ekonomi.

Dalam kondisi seperti ini, uji signifikansi tidak lagi digunakan untuk memutuskan

apakah hubungan diantara dua variabel benar benar ada. Yang lebih penting

adalah pengaruh dari variabel yang satu terhadap variabel yang lain56

Istilah kausalitas disini adalah dalam statistic saja, bukan berdarkan pada

konsep konsep dalam pengertian filosofi. Jadi kausalitas disini merujuk pada

konsep prediks. Suatu pengetahuan yang memandang bahwa kausalitas sangat

kuat, diistilahkan dengan Granger Causality. Menurut konsep granger kausalitas

dimana x menyebabkan y jika nilai mas lalu x memperbaiki prediksi nilai y.

Namun demikian, untuk memgoperasikanonalkan konsep ini, perlu untuk mencari

cara yang tepat untuk menghasilkan prediksi, dan cara untuk mengukur

keakuratannya.

Pendekatan Granger untuk kausalitas berdarkan pemikiran bahwa

kemungkinan peramalan adalah sejalan dengan kausalitas dan bahwa hubungan

antara sebab dan akibat adalah sedemikian rupa dimana sebuah akibat tidak dapat

terjadi sebelum ada sebab dan akibat. Data time series X dikatakan Granger cause

daan time series Y jika dengan memasukkan nilai X sebelumnya meningkatkan

peramalan nilai Y. ( dibuktikan dengan mean square error yang lebih kecil)

dibandingkan jika hanya dengan menggunakan nilai y bebelumnya

Uji Kausalitas Granger antarvariabel penelitian dimaksud

untukmengetahui hubungan kausalitas antara variabel57.Dari tabel berikut ini hasil

uji tersebut dapat diketahui adanya hubungantimbal balik.

Kausalitas Granger dapat dibedakan 4 (empat) pola yaitu58

56

Ekananda Mahyus, “ Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian Bidang Ekonomi, Sosial dan Bisnis Edisi

Pertama, Jakrta, Mita Wacana Media, 2015 h. 454 57Ekananda Mahyus, “ Ekonometrika Dasar untuk penelitian Bidang Ekonomi, Sosial dan Bisnis” Edisi

Pertama, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2015h. 455

94

a. Kausalitas satu arah dari X.. ke Y..(unirectional causality

from X1 to Y1 apabila E b1 = 0 dan E d1 = 0

b. Kausalitas satu arah dari Y.. ke X... (Unidirectional

causality from Y1 to X1 apabila Ed1 = 0 dan E b1 = 0

c. Kausalitas umpan balik (bidirectional causality) apabila

Eb1 = 0 dan Ed1= 0

d. Tidak dapat saling ketergantungan (no causality) apabila E

b1 = 0 dan E d1 = 0

e. Uji Kointegrasi

a. Co integrasi

Dalam ilmu ekonomi, kita seringkali mengumpulkan data berkala

(time series) perilaku data untuk satuan waktu bulanan dan tahunan

sangat berbeda. Demikian pula jumlah waktu yang sedikit.

Umunya untuk jumlah waktu yang banyak data time series

menunjukkan adanya trend dan ketidak seimbangan yang dapat

mengaburkan hasil hubungan suatu faktor dengan faktor lainnya.

Kointegrasi adalah suatu konsep dalam ekonometrika yang

menunjukkan adanya fenomena keserasian/keberiringan fluktuasi

beberapa data pada jangka waktu tertentu

Interpretasi ekonomi dari kointegritas adalah bahwa jika dua series(atau

lebih) berkaitan untuk membentuk hubungan keseimbangan jangka panjang, maka

walaupun masing masing series tersebut tidak statisioner mereka senantiasa

bergerak bersama – sama sepanjang waktu dan perbedaan diantara mereka akan

senantiasa stabil. Dengan demikian, konsep kointegrasi berkaitan dengan

keberadaan keseimbangan jangka panjang dimana sistem ekonomi konvergen

sepanjang waktu seperti yang dikehendaki dalam teori dan menunjukkan cara

malakukan uji terhadap teori

Penerapan teknik kontegrasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa sebagian

besar data makro ekonomi mempunyai prilaku tersebut, dengan menggunakan uji

95

t dan uji F, akan menghasilkan pola hubungan regresi yang palsu (sporious

regresssion relationship).

Dua variable yang tidak stationer sebelum didifferensi, namun stationer

pada tingkat differensi pertama, besar kemungkinan terjadikointegrasi.

Kointegrasi berarti terdapat hubungan jangka panjang (keseimbangan). Dalam

jangka pendek ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan (disekuilibrium).

Karena adanya ketidak seimbangan ini makadiperlukan adanya koreksi dengan

model koreksi kesalahan (Error Suku Bunga Bagi Hasil Correction Model) yang

diperkenalkan Sarga, dikembangkan Hendry dan dipopulerkan Engle dan

Granger59

Ada tiga cara menguji kointegrasi, yaitu 1) Uji Kointegarsi EngleGrenger

2) Uji Kointegrasi Regression Durbin Watson 3) Uji Johansen.Penelitian ini

menggunakan uji Johansen, dengan uji Johansen,dibandingkan nilai trace statistic

dengan nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% maupun 1%. Apabila nilai trace

statistic-nya lebih kecildibanding nilai kritis maka dapat disimpulkan bahwa

kedua variabel tidaksaling berkointegrasi .

f. Analisis Impulse Response Function (IRF)

Analisis impuls respon adalah metode yang digunakan untuk menentukan

respon suatu variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu. IRF

juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu variabel yang lain dan berapa

lama pengaruh tersebut terjadi. IRF dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui respon dinamik variabel permintaan uang baik pada konvensional

maupun pada Islam terhadap guncangan variabel PDB, inflasi yang diharapkan,

suku bunga, dan return syariah untuk permintaan uang pada Islam.

g. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)

Analisis dekomposisi varian atau dikenal dengan Forecasting Error

Variance Decomposition (FEVD) digunakan untuk menghitung dan menganalisis

seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel

59

Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection: Representation, Estimation, and Testing.

Econometrica 55. 251-76.

96

endogen. FEVD menghasilkan informasi mengenai relatif pentingnya masing-

masing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari peranan variabel tertentu

terhadap variabel lainnya dalam model VAR. Peramalan dekomposisi varian

dalam penelitian ini untuk melihat seberapa besar inovasi dari variabel PDB, suku

bunga dan inflasi yang diharapkan dalam menjelaskan permintaan uang

konvensional sebagai variabel endogen. Serta melihat seberapa besar inovasi dari

variabel PDB, inflasi yang diharapkan, dan return syariah dalam menjelasakan

permintaan uang Islam sebagai variabel endogen.

B. Defenisi Operasional

a. Inflasi merupakan presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam

suatu tahun tertentu. Atau dengan kata lain adanya penurunan dari nilai

mata uang yang berlaku, yang dihitung dalam bentuk persentase

pertumbuhan dari tahun 2005-2015

b. GDP merupakan nilai barang atau jasa dalam suatu negara yang

diproduksi oleh faktor faktor produksi milik warganegara negara

tersebut dan negara asing. GDP merefleksikan kegiatan penduduk di

suatu negara dalam memproduksi suatu barang dalam kurun waktu

tertentu, yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari

tahun 2005-2015

c. KURS (Nilai Tukar) harga sebuah mata uang dari sutu negara yang diukur

atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan penting

dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, Karena kurs memungkinkan kita

menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang

sama., yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari tahun

2005-2015

d. Aset adalah semua hak yang dapat digunakan dalam operasi perbankan /

perusahaan, yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari

tahun 2005-201

e. Bagi Hasil adalah usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan.

Skema bagi hasil dapat diaplikasikan baik pada pembiayaan langsung

97

maupun pada pembiayaan melalui bank syariah (dalam bentuk

pembiayaan Deposito melaui Dana Pihak Ketiga), yang dihitung dalam

bentuk persentase pertumbuhan dari tahun 2005-2015

f. Jumlah Uang Beredar adalah daya beli yang langsung bisa

digunakan untuk pembayaran, bisa diperluas dan mencakup alat-alat

pembayaran yang “mendekati” uang, misalnya deposito berjangka

(time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-

bank. yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari tahun

2005-2015

98

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Merupakan

negara yang kondisi perekonomiannya masih dalam tahap berkembang, belum

stabil dan mudah dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global. Sebagai negara

demokrasi, dan sesuai dengan bunyi pasal 33 UUD 1945, bahwa hal-hal yang

menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, maka kebijakan-

kebijakan yang menyangkut kepada kebutuhan masyarakat banyak, diatur oleh

pemerintah.Termasuk kebijakan moneter, merupakan salah satu kebijakan yang

dikendalikan pemerintah, melalui Bank Indonnesia. Kebijakan moneter yang

diatur melalui instrumen kebijakan moneter ini nantinya akan mempengaruhi

kondisi perekonomian secara agregat di Indonesia.

Setelah beberapa tahun dilanda krisis perekonomian global, Indonesia

mulai menata kembali perekonomiannya. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi yang sudah mulai meningkat kembali. Dalam mengatasi krisis ekonomi

tahun 1997, Bank Indonesia dan pemerintah menempuh suatu kebijakan yang

bertujuan untuk mencapai stabilitas moneter. Tujuan tersebut tercantum pada

pasal 7 Undang-Undang No 13 tahun 1968 tentang tujuan Bank Sentral yaitu: (a)

Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan rupiah, (b) Mendorong kelancaran

produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja, guna

meningkatkan taraf hidup rakyat. Seperti dituangkan dalam Undang-Undang

Pemerintah mengenai Bank Sentral No 23 tahun 1999. Pemerintah memberikan

mandat kepada Bank Sentral (Bank Indonesia) untuk melakukan kebijakan

moneter yaitu: Pertama, tujuan Bank Indonesia difokuskan untuk pencapaian dan

pemeliharaan stabilitas nilai rupiah dalam arti inflasi dan nilai tukar. Kedua, bank

sentral diberikan independensi dalam menetapkan target inflasi (goal

independence) dan dalam mengimplementasikan kebijakan moneter (instrument

independence). Ketiga, keputusan pada kebijakan moneter diserahkan kepada

gubernur Bank Indonesia tanpa intervensi pemerintah ataupun departemen

99

lainnya. Keempat, mekanisme yang jelas bagi akuntabilitas dan transparansi dari

kebijakan moneter, Bank Indonesia perlu mengumumkan target inflasi dan

rencana kebijakan moneter pada awal tahun dan memberikan laporan kuartalan

terhadap parlemen bagi implementasi kebijakan moneter.

Interdependensi yang diberikan kepada Bank Indonesia merupakan salah

satu upaya yang diberikan pemerintah agar Bank Indonesia leluasa dalam

melakukan kebijakan sehingga pencapaian tujuan lebih mudah dilakukan.

Stabilitas nilai rupiah yang tercermin dari stabilitas inflasi dan nilai tukar

ditargetkan diawal kwartal sehingga indikator lain yang berhubungan bisa

menyesuaikan untuk mendukung pencapaian tujuan stabilitas ini.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini , diambil dari lembaga-

lembaga negara, seperti Bank Indonesia (BI), Biro Pusat Statistik , dan lembaga

lain yang terkait. Data yang digunakan adalah data time series dalam bentuk

kwartal dari setiap tahun dari tahun 2004-2014.

1. Perkembangan Variabel Makro di Indonesia

Instrumen makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ,

nilai tukar jumlah uang beredar, tingkat inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi,

variabel antara ini juga merupakan variabel independen yang akan memberi shock

kepada variabel dependennya. Walaupun shock dari variabel antara bukan tujuan

utama, tetapi nantinya akan turut memberi pengaruh terhadap variabel

independent nya. Selanjutnya adalah variabel dependent atau variabel terikatnya,

adalah; ASET

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat bagaimana perkembangan

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

100

a. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dolar (EXC)

Periode Tahun 2004-2014

Nilai tukar rupiah (Exchange Rate) atau kurs adalah harga satu unit mata

uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang

domestik terhadap mata uang asing. Pada penelitian ini digunakan dolar Amerika

menjadi mata uang asing terhadap rupiah sebagai mata uang domestik. Berikut

perkembangan nilai tukar (EXC) tahun 2004-2014.

Tabel 4.1 . Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dolar (EXC)

Periode Tahun 2004-2014.

Tahun Kwartal I Kwartal II Kwartal III Kwartal IV Total Pertumbuhan

EXC (%)

2004 8,491.67 9,095.33 9,222.00 9,132.67 8985,418 0,05

2005 9,301.67 9,592.67 10,123.00 9,985.00 9750,585 0,08

2006 9,233.33 9,098.33 9,135.00 9,098.33 9141,248 -0,07

2004 9,122.67 8,988.33 9,244.33 9,299.33 9163,665 0,00

2008 9,186.33 9,259.00 9,216.33 11,365.33 9756,748 0,06

2009 11,636.67 10,426.00 9,887.00 9,475.00 10356,17 0,06

2010 9,271.67 9,091.67 8,972.33 8,977.33 9078,25 -0,14

2011 8,863.00 8,569.33 8,771.26 8,890.11 8773,425 -0,03

2012 9,7180 9,880 9,965.0 9,987.33 9.993.23 0,03

2013 12.250 12.32.0 12.450 12.660 12.785.00 0,25

2014 12,147

12,258.00

12.324.0

12,447

12,547

0,09

Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Secara grafik tren perkembangan nilai tukar dapat dilihat pada Gambar

5.4. Dari Tabel 5.5 dapat dilihat nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di

kisaran Rp8.000-Rp12.000, hanya beberapa kwartal saja yang terjadi peningkatan

signifikan. Misalnya pada kwartal 2 tahun 2012, tetapi kemudian nlai rupiah

perlahan mulai menguat dan berada dibawah Rp10.000.

101

Gambar 4.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Tahun 2004-2014

Kisaran nilai ini sebenarnya masih menunjukkan lemahnya nilai rupiah

dibanding USD, dan ini adalah bagian dari dampak dari krisis moneter 1998 –

1998. Dampaknya pemerintah mengubah sistem nilai - nilai tukar, dari nilai tukar

tetap (fixed exchange rate) ke sistem mengambang bebas (free floating exchange

rate), tujuannya adalah agar Bank Indonesia lebih independent dalam

menjalankan kebijakan moneternya. Perubahan ini tentu saja memberi dampak

bagi perekonomian nasional, baik bagi sektor moneter maupun sektor riil. Pada

awal penerapan sistem ini, depresiasi nilai rupiah menjadi besar sehingga

menimbulkan ketidakpastian dalam aktivitas bisnis dan ekonomi di Indonesia.

Dalam perekonomian terbuka, mobilisasi perekonomian sangat tinggi.

Persepsi investor terhadap perekonomian suatu negara sangat berpengauh kepada

aliran modal masuk dan keluar dari suatu negara. Indonesia sebagai negara yang

baru saja dilanda krisis ekonomi belum mendapat kepercayaan penuh dari investor

luar, ditambah kondisi politik dan keamanan yang belum stabil, mengakibatkan

nilai rupiah terus melemah. Kestabilan nilai rupiah tergantung kepada inflasi dan

nilai tukar, selanjutnya nilai tukar sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan

permintaan dan penawaran di pasar. Penawaran yang dimaksud adalah penawaran

relatif mata uang rupiah terhadap dolar serta permintaan uang riil relatif dolar

terhadap rupiah . Apa yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga

agar nilai rupiah tidak terlal berfluktuasi tajam.

-0.2

-0.15

-0.1

-0.05

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Pertumbuhan EXC (%)

102

Pada tahun 2005 nilai tukar rupiah terhadap dollar juga melemah

dibanding tahun 2004 pada kwartal 1 tahun 2005 nilai tukar rupiah terhadap dolar

sebesar 9301.67 rupiah sementara kwartal 1 tahun 2004 nilai tukar melemah

menjadi 8.491.67 rupiah per satu dolar. Semakin tingginya laju inflasi juga

diperparah dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar pada

periode-periode berikutnya. Misalnya pada kwartal 2 tahun 2004 nilai tukar

rupiah terhadap dolar sebesar 9.095.33 rupiah per satu dollar, sementara pada

kwartal 2 tahun 2005 melemah menjadi 9.592.67 rupiah per satu dollar. Kondisi

melemahnya nilai rupiah ini menyebabkan semakin menurunkan impor, karena

harga barang diluar negeri lebih murah dibanding produk didalam negeri.

Keterbatasan produk didalam negeri mengakibatkan harga barang domestik

menjadi mahal. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah beberapa kali melakukan

penyesuaian beberapa kali, hal ini dapat dilihat dari gejala depresiasi 4% - 5% per

tahun.

Selain nilai tukar, laju inflasi juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang

beredar dan pengeluaran pemerintah. Jika jumlah uang yang beredar banyak hal

ini akan menstimulasi peningkatan inflasi, hal ini disebabkan karena permintaan

barang domestik akan semakin meningkat, tetapi tidak diikuti oleh jumlah

produksi, akibanya harga produk domestik meningkat, selanjutnya untuk

menutupi kekurangan permintaan dalam negeri, dilakukanlah impor, sehingga

ternyata harga barang impor lebih murah, hal ini semakin memperparah laju

inflasi di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan pengeluaran pemerintah, jika pengeluaran

pemerintah semakin besar maka laju inflasi juga akan semakin meningkat. Perlu

usaha-usaha yang sistematis untuk mengatasi masalah ini, sehingga tujuannya bisa

tercapai.Tetapi diakhir periode penelitian, dari tahun 2009 sampai 2011 tingkat

inflasi semakin rendah, hanya berada pada kisara 5%. Ini menunjukkan bahwa

kondisi perekonomian di Indonesia sudah semakin membaik.

Perubahan yang mendasar pada sistem kurs dari sistem yang ditentukan

menjadi sistem yang mengambang menyebabkan kurs cendrung fluktuatip.

Melemahnya nilai tukar lebih disebabkan kurangya persediaan uang dollar

103

(cadangan devisa) di Indonesia sedangkan permintaan akan dolar terus meningkat

disebabkan karena meningkatnya nilai impor yang masih menjadi andalan

produksi di Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin melemah karena

permintaan akan dollar AS semakin besar yang antara lain untuk memenuhi

kewajiban hutang luar negri yang jatuh tempo, keperluan ekspor impor dan untuk

tujuan tujuan spekulatif oleh para spekulan. Lemahnya fundamental ekonomi

Indonesia terlihat saat dollar begitu dibutuhkan baik untuk membayar hutang luar

negri ataupun belanja luar negri, akan tetapi disaat itu pula terjadi excess demand

terhadap dollar yang mengakibatkan harga dollar menaik tajam, selain itu juga

dipengaruhi oleh ulah spekulan.

Menguatnya rupiah terhadap dollar juga dipengaruhi oleh kondisi

ekonomi, politik dan sosial yang semakin membaik di dalam negri, maupun juga

keparcayaan publik terhadap perekonomian Indonesia sedikit banyaknya

membantu memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dollar. Tahun 2003

memanasnya suhu politik akibat menjelang berakhirnya masa presiden, nilai tukar

rupiah kembali melemah atau terdepresiasi sebesar 13,38% atau 1,211 point.

Ketegangan antara elit politik memicu buruknya harapan publik terhadap pasar

baik asing maupun lokal. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar terus

terjadi hingga tahun 2004.

Mengacu pada perbaikan indikator moneter termasuk tingkat inflasi yang

rendah, nilai tukar dollar hingga 2006 sedikit menguat sebesar 6,42 % atau 630

poin dimana mampu bertahan pada level Rp 9.200. Penguatan rupiah pada tahun

ini didukung oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor external adalah karena

masih dipengaruhi oleh ekonomi AS yang melemah karena terjebak defisit ratusan

miliar dollar AS. Begitu pula faktor external dari penguatan rupiah dipengaruhi

pula oleh kestabilan harga minyak dunia, meski masih cukup tinggi. Sementara

itu, dari sisi internal penguatan rupiah dipengaruhi oleh laju inflasi yang berada

dibawah 10% dan menyebabkan suku bunga turun ke level 9,75 persen. Sehingga

perbankan yang biasanya enggan menyalurkan kredit dan menaruh dana mereka

ke sertifikat bank Indonesia (SBI) tak lagi memiliki alternatif penyaluran dana

yang lebih menguntungkan lagi.

104

Menjelang akhir tahun 2007, gejolak rupiah kembali terjadi ditengah

kebutuhan dollar AS yang tinggi, rupiah juga tidak bisa lepas dari masalah

geopolitik serta sentimen global. Pada awal tahun 2007 rupiah sedikit menguat

namun pada akhir tahun rupiah melemah yang disebabkan karena besarnya

permintaan korporasi terhadap dollar untuk keperluan pembayaran hutang jatuh

tempo. Bunga dibeberapa negara yang mengalami kenaikan, tingginya harga

minyak dunia, rontoknya bursa saham akibat krisis ekonomi di AS berlanjut pada

krisis kredit perumahan AS yang menjadi pendorongnya. Sehingga pergerakan

rupiah hingga kahir tahun mngalamai penurunan tipis di kevel 9.425 per dollar

AS, tetapi relatif stabil di posisi 9.400 di januari 2008.

Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran –

permintaan pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat, sementara

penawaran menurun atau tetap, nilai tukar mata uang uang itu akan naik.

Sebaliknya jika penawaran mata uang itu meningkat, sementara permintaannya

tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Sehingga

peristiwa tahun 2013 misalnya, penawaran pada mata uang meningkat terhadap

rupiah sementara permintaannya menurun.

Keluarnya sebagian investasi portofolio asing di Indonesia. Keluarnya

investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar rupiah karena dalam proses

ini investor asing menukar Rupiah dengan mata uang utama dunia, seperti Dollar

AS untuk diputar dan diinvestasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi

peningkatan penawaran atas mata uang Rupiah. Peristiwa tersebut akan simetris

dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan cendrung turun sejalan

dengan kecendrungan penurunan dari Rupiah. Ini merupakan masalah klasik

tentang mobilitas kapital Internasional, mobilitas kapital yang tinggi tentu akan

menyebabkan naik-turunnya sebuah mata uang.

Harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, umumnya

dolar sehingga jika nilai mata uang negara tujuan melemah, maka harga komoditi

impoor secara otomatis akan naik. Melemahnya Rupiah tidak hanya berdampak

pada kenaikan harga komoditas impor saja, namun juga dari hutang luar negri,

karena hutang luar negri ditetapkan dengan mata uang asing dan masih ada yang

105

tidak diasuransikan. Apabila nilai tukar Rupiah berbanding lurus dengan Dollar

AS yang melemah sebesar 10%, maka nilai Rupiah dari uang yang ditetapkan

dalam Dollar AS itu juga akan naik sebesar 10 %

Kultur bangsa kita yang bersifat konsumtif dan boros serta public policy

terkait hutang. Menyebabkan pemerintah akan kesulitan berhutang didalam

negeri, maka kekurangannya pemerintah akan meminjam ke luar negeri.

Kebijakan pemerintah yang berlandaskan pencitraan neoliberal akan tetap tidak

konsisten. Bila dahulu BBM diturunkan, maka kemudian dinaikkan

mengakibatkan hutang dalam negri menjadi jenuh maka pemerintah akan

meminta penamabah hutang luar negri. Nilai tuar rupiah dipastikan melemah

karena hutang harus dibaya dengan mata uang dollar yang berarti permintaan

terhadap dollar akan meningkat.

Secara alami nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran

permintaan pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat sementara

penawaran tetap nilai tukar uang akan naik. Nilai tukar Rupiah yang berubah ubah

dan tidak stabil sangat mempengaruhi keadaan ekonomi makro Indonesia. Secara

garis besar terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi ekonomi makro

Indonesia yaitu: variabel pertama berhubungan dengan nilai tukar rupiah adalah

keseimbanagn permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negri

maupun mata uang asing. Merosotnya nilai mata uang Ruapiah merefleksikan

menurunnya permintaaan masyarakat terhadap rupiah karena menurunnya peran

perekonomian nasional atau karena meningkatnya nilai mata uang asing sebagai

alat pembayaran internasional sehingga biaya impor mengalami kenaikan.

b. Perkembangan Inflasi Periode Tahun 2004 – 2014 di Indonesia.

Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik

individu maupun perusahaan. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan

dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam perekonomian

ada kekuatan tertentu yang menyebabakan tingkat harga melonjak sekaligus,

tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan tingkat harga berlangsung

106

terus menerus secara perlahan. Peristiwa yang cenderung mendorong naiknya

tingkat harga disebut gejolak Inflasi

Tabel 4.2 . Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2004-2014 (persen)

Tahun Kwartal I Kwartal II Kwartal III Kwartal

IV

rata/thn Pertumbuhan

inflasi (%)

2004

5.10 6.80 6.30 6.40 6.15

-0,02

2005 8.80 7.80 9.10 17.10 10.7 0,43

2006 17.90 15.50 9.10 6.60 12.275 0,13

2007 6.50 5.80 7.00 6.60 6.475 -0,90

2008 8.17 11.03 12.14 11.06 10.6 0,39

2009 7.92 3.65 2.83 2.78 4.295 -1,47

2010 3.43 5.05 5.67 6.96 5.2775 1,00

2011 6.65 5.54 4.61 4.67 5.3675 0,02

2012 4,34 4,34 4,34 4,34 4,34 0,01

2013 5,47 5,47 5,47 5,47 5,47 0,02

2014 8,36 8,36 8,36 8,36 8,36 0,05

Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Secara grafik tren perkembangan inflasi di Indonesia, dapat dilihat pada

Gambar4.3.

Gambar. 4.2.Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2004– 2014 (persen)

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Pertumbuhan inflasi (%)

107

Dari data secara keseluruhan dapat dilihat inflasi yang terjadi di Indonesia

sebagian besar tergolong inflasi ringan (kurang dari 10% /tahun), hanya ada tiga

tahun inflasi sedang (antara 10% sampai 30 % /tahun), yaitu yang terjadi pada

tahun 2004, 2005 dan 2006. Kenaikan inflasi yang signifikan dari tahun 2000

hanya 0,02% menjadi 0,43% pada tahun 2005 ini disebabkan inflasi yang terjadi

pada kwartal 3 tahun 2004 cukup besar yaitu sebesar 0,40%. Jika dikaitkan

dengan penyebab inflasi pada tahun yang sama dari variabel-variabel yang ikut

diteliti pada penelitian ini nilai tukar adalah variabel yang paling mendekati

mempengaruhi laju inflasi d Indonesia.

Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember 2004, terjadi

musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera.

Sehingga ini merupakan musibah yang dialami oleh bangsa indonesia karena

kerusakan yang ditimbulkan amat parah akibat bencana tersebut.Dampak dari

bencana tersebut sangat berpengaruh terhadap meningkatnya laju inflasi hingga

berlanjut pada tahu 2005 menjadi 17,1 persen yang kemudian pada tahun 2006

laju inflasi menjadi 6,60 persen. Sama halnya pada tahub 2006. Pada tahun 2007

laju inflasi, masih stagnat, di posisi 6,59 persen, ini membuktikan pasa saat ini

perekonomian Indonesia dalam kondisi stabil. Pada tahun 2008 kondisi ekonomi

global mengalami goncangan krisis, yang berawal ketika Amerika serikat gagal

mengelola usaha properti, sehingga berdampak terhadap laju inflasi dalam negeri

yang meningkat mencapai 11, 06 persen.

Salah satu karakteristik Indonesia adalah sejumlah besar penduduknya

termasuk dalam kelompok yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan, yang

berarti bahwa kejutan inflasi yang relatif kecil bisa mendorong mereka ke bawah

garis kemiskinan itu. Pengurangan subsidi bahan di akhir tahun 2005 (dengan

demikian harga bahan bakar bersubsidi lebih dari dua kali lipatnya) karena

tingginya harga minyak internasional, tindakan ini menyebabkan terjadinya cost

push inflation (contohnya melalui kenaikan biaya – biaya transportasi) dan tingkat

inflasi dua angka antara 14% sampai 19% ( year – on- year) sampai oktober 2006

serta berlanjut ke perekonomian yang lebih luas.

108

Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan

deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh

Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya

biaya – biaya ekonomi, seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini

(domesti dan internasional) dibandingkan dengan negara – negara berkembang

lainnya. Inflasi yang tidak stabil terutama disebabkan karena penyesuaian harga

bahan bakar bersubsidi.

Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga

mengakibatkan biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat

konektivitas di negara kepulauan ini dan karenanya meningkatkan biaya

transportasi untuk jasa dan produk ( sehingga membuat biaya logistik tinggi dan

membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang menarik). Gangguan distribusi

karena isu – isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering dilaporkan dan

membuat pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk infrastruktur

negara ini. Infrastruktur telah dipandang sebagai prioritas utama. Masterplan

percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi (MP3EI): sebuah rencana

pembangunan jangka panjang pemerintah yang ambisius dan masih belum

membuahkan hasil.

Dengan pertumbuhan PDB tahunan naik rata rata 5% sampai 6% (Y/Y)

selama satu dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah berekspansi dengan

cepat. Pertumbuhan ekonomi yang subur membawa tekanan – tekanan inflasi,

kebijakan –kebijakan moneter sejak tahun 2013 bertujuan untuk mengamankan

stabilitas keuangan setelah inflasi naik akibat reformasi harga bahan bakar

bersubsidi. Program quantitatif easing federal Reserve (kenaikan suku BAGI

HASIL AS) menyebabkan capital outflows besar – besaran dari negara

berkembang (pelemahan mata uang negara berkembang), termasuk Indonesia.

Kebijakan moneter Bank Indonesia yang lebih ketat dilaksanakan dengan

mengorbankan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tujuan utama

memastikan kestabilan rupiah. BI menggunakan instrumen – instrumen dalam

cakupan luas untuk mengurangi tekanan tekanan inflasi.. Kebijakan suku bunga

dan bank disesuaikan ketika target inflasi tidak tercapai karena suku bunga masih

109

menjadi andalan Bank Indonesia dalam upaya mengendalikan kestabilan inflasi

nilai rupiah.

c. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004 – 2014

Variabel berikutnya r yang akan di uraikan adalah indikator makro yang

menjadi tujuan utama yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Angka tingkat

pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperoleh dari : 100)1(

xPDB

PDBPDB

t

tt %

Pertumbuhan ekonomi nasional dinyatakan dalam persen. PDB

merupakan jumlah output nasional berdasarkan harga konstan tahun 2003 dalam

kwartal dari tahun 2004 hingga tahun 2014. Tabel 4.3 memerlihatkan data

perkembangan tingkat pertumbuhan nasional dari tahun 2004-2014, sedangkan

trennya dapat dilihat dari Tabel 4.3

Tabel 4.3.Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Tahun 2004-2014.

Tahun Kwartal

1

Kwartal

2

Kwartal

3

Kwartal 4 Rata-

rata

Pertumbuhan

Tingkat

Pertumbuhan(%)

2004 4.50 4.30 5.00 6.70 5.13 0,24

2005 6.40 5.50 5.30 4.90 5.53 0,07

2006 4.60 5.20 5.50 6.10 5.35 -0,03

2007 6.09 6.41 6.51 6.25 6.32 0,15

2008 6.32 6.39 6.10 5.20 6.00 -0,05

2009 4.40 4.00 4.20 5.40 4.50 -0,33

2010 5.70 6.20 5.80 6.90 6.15 0,27

2011 6.46 6.49 6.50 6.82 6.57 0,06

2012 6.82 6.82 6.82 6.82 6.82 0,03

2013 5,78 5,78 5,78 5,78 5,78 -0.17

2014 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 0,003

Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3. di bawah ini

110

Gambar. 4.3 .Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tahun 2004-2014.

Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami fkuktuasi seperti

variabel makro yang lain. Karena keseluruhan variabel ini memang saling

mempengaruhi. Setelah krisis ekonomi pada kwartal 1 tahun 2004 tingkat

pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 % , selanjutnya meningkat 4.98 %, 4.08% dan

meningakat lagi meningkat lagi menjadi 4.90 %. Peningkatan nampaknya secara

perlahan walaupun demikian tetap terjadi peningkatan.

Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Rata-rata

pertumbuhan ekonomi turun sebesar 3.34 % per tahun, nampaknya perekonomian

Indonesia masih terus menata kebijakan-kebijakan agar seluruh indikator bisa

meningkat pesat.

Variabel-variabel seperti pertumbuhan, tingkat inflasi sangat

mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia. Tingkat

inflasi yang tinggi pada tahun 2004 ternyata sangat berpengaruh kepada tingkat

pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan angka inflasi ternyata memberikan

dampak turunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dari tahun 2004 – 2006 tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya

berada pada kisaran 3% - 4% per tahun, angka pertumbuhan yang rendah, karena

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Tingkat Pertumbuhan(%)

111

ternyata kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah belum berhasil

memberikan dampak yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tetapi

pada tahun 2006- 2010 terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia,

sekarang sudah berada pada kisaran 5 % - 6%, artinya kondisi perekonomian

Indonesia sudah semakin membaik, walaupun terjadi penurunan lagi pada tahun

2009 menjadi 4.50% , tetapi kondisi in hanya berlangsung satu tahun saja,

langsung meningkat kembali pada kisaran 6%-7% pada tahun 2010 dan 2011.

Pola konsumsi masyarakat yang cukup tinggi, akan meningkatkan jumlah

PDB dan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta. Jumlah akumulasi konsumsi

rumah tangga ini tentu akan berpengaruh dalam peningkatan PDB. Walaupun

demikian, besarnya konsumsi dalam PDB indonesia ini juga membawa

keuntungan. Penguatan pola konsumsi ini akan memacu produsen untuk

memproduksi barang dan jasa lebih banyak lagi, penambahan lapangan kerja, dan

perputaran uang yang beredar. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi bahwa

standar hidup suatu negara ditentukan oleh kemampuannya dalam memproduksi

barang dan jasa. Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia memiliki pasar

domestik yang kuat dan bisa bertahan dengan mengandalkan lakol.

d. Perkembangan Pertumbuhan Jumlah uang beredar Tahun 2004 – 2014

Jumlah uang beredar bersumber dari uang kartal dan uang giral.

Perkembangan jumlah uang beredar dari januari 2004sampai denganmaret 2014

dapat dilihat pada Tabel 4.4

112

Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah Uang beredar 2004-2014

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini

Gambar. 4.4 .Perkembangan Tingkat Pertumbuhan JUB Tahun 2004-2014.

Uang Beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank

Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik

(tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi

komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat (di

luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh sektor

swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem

moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai

dengansatutahun.

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

0 2 4 6 8 10 12

Jumlah Uang Beredar

Tahun %pertumb JUB

Tahun Kwartal 1 Kwartal 2 Kwartal3 Kwartal 4

Jumlah/rata

–rata

%pertumb

JUB

2004 245946 271114 347013 450055 328532

2005 456787 515824 605411 722991 575253,25 0,750980879

2006 871722 975306 1093832,9 1212360 1038305,175 0,804953166

2007 1330888 1449415 1567942,5 1686470 1508678,8 0,453020592

2008 1804997 1923525 2042052,1 2160580 1982788,4 0,31425483

2009 2279107 2397634 2516161,7 2634689 2456898 0,239112555

2010 2753217 2871744 2990271,3 3108799 2931007,6 0,192970811

2011 3227326 3345854 3464380,9 3582908 3405117,2 0,161756524

2012 3701436 3819963 3938490,5 4057018 3879226,8 0,139234444

2013 4175545 4294073 4412600,1 4531128 4353336,4 0,122217551

2014 4649655 4768182 4886709,7 5005237 4827446 0,108907182

113

Uang Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti

luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral

(giro berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup

tabungann, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta

asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki

sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengansatutahun.

Faktor yang mempengaruhi Uang Beredar adalah Aktiva Luar Negeri

Bersih (Net Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (Net

Domestic Assets / NDA). Aktiva Dalam Negeri Bersih antara lain terdiri dari

Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Central Government /

NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya (sektor swasta, pemeritah daerah,

lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan) terutama dalam bentuk

Pinjaman yang diberikan. Uang Beredar disusun dengan mengacu pada Monetary

and Financial Statistics Manual (MFSM) 2000 dan Compilation Guide (2008).

2. Perkembangan Perbankan Syariah 2004-2014

Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia menjadi tolak ukur

keberhasilan eksisitensi ekonomi syariah. Bank Muamalat Indonesia sebagai

bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya, dan telah

lebih dahulu menerapkan sistem ini di tengah menjamurnya bank-bank

konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah

menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena

kegagalan sistem bunga. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah

dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis

keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga

keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis.

Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan,

kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat

berharga, para nasabah pembiayaan dan para nasabah penyimpan dana di bank-

bank syariah. Untuk melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari

tahu 2004-2014 dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

114

Tabel 4.5. Perkembangan Perbankan syariah

Sumber SEKI

Perkembangan industri lembaga keuangan perbankan syariah di atas

semakin menunjukkan keunggulannya dalam memperkuat stabilitas sistem

keuangan nasional. Jika dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia dari

tahun 2000 s.d. 2014 perbankan syariah mengalami pertumbuhan pesat. Dari

tahun 1992 s.d. 1999 hanya ada satu Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu Bank

Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian dari tahun 2000 s.d. 2003 Bank Umum

Syariah bertambah satu yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian dari tahun

2004 s.d. 2007 Bank Umum Syariah bertambah satu lagi yaitu Bank Syariah

Mega Indonesia (BSMI). Pada tahun 2008. Perkembangan perbankan syariah

dapat dijelaskan lebih rinci dari berbagai variabel berikut ini

a. Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahun 2004-2014

Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara yang membedakan

pengertiannya dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank

Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Istilah lain yang juga berkaitan dengan ini adalah Unit Usaha

Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

BUS 2 2 2 2 3 3 3 3 5 6 11 11 11 11 12

UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22

BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163

Jaringan

kantor 146 182 229 337 443 550 693 802 1,069 1,258 1,763 2,101 2,663 2,990 2,910

Aset (miliar

Rp) 1,790 2,719 4,045 8,152 15,803 21,502 27,618 37,754 49,555 66,090 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343

DPK (miliar

Rp) 1,029 1,806 2,918 5,910 12,129 15,933 21,193 28,730 36,852 52,271 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858

PYD (miliar

Rp) 1,271 2,050 3,277 5,723 11,821 15,688 21,060 28,837 38,195 46,886 68,181 102,655 147,505 184,122 199,330

115

Syariah (UUS) yakni unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang

berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu

Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu

syariah dan/atau unit syariah. Untuk lebih jelasnya perkembangan BUS dapat

dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar4.5 Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahu n 2004-2014

Perkembangan industri lembaga keuangan perbankan syariah di atas

semakin menunjukkan keunggulannya dalam memperkuat stabilitas sistem

keuangan nasional. Jika dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia dari

tahun 2000 s.d. 2014 perbankan syariah mengalami pertumbuhan pesat. Dari

tahun 1992 s.d. 1999 hanya ada satu Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu Bank

Muamalat Indonesia (BMI).

b. Perkembangan UUS dari tahun 2004-2014

Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit

yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit

kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri

1985

1990

1995

2000

2005

2010

2015

2020

2025

2030

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tahun

BUS

BUS

Tahun

116

yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi

sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit

syariah. Untuk melihat perkembangan UUS dapat dilihat dari gambar di bawah

ini.

Gambar 4.6 Perkembangan UUS dari tahun 2004-2014

Tahun 2000 s.d. 2003 Bank Umum Syariah bertambah satu yaitu Bank

Syariah Mandiri (BSM). Kemudian dari tahun 2004 s.d. 2007 Bank Umum

Syariah bertambah satu lagi yaitu Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Pada

tahun 2008 bertambah dua Bank Umum Syariah yaitu unit Usaha Syariah yang

melakukan spin-off (BRI Syariah dan Bank Syariah Bukopin), pada tahun 2009

bertambah satu lagi Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu BNI Syariah. Pada

tahun 2010 s.d. sekarang terjadi perkembangan yang pesat dengan pertambahan 6

Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu BJB Banten Syariah, Bank Viktoria

Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah, Maybank Syariah Indonesia, BTPN

Syariah.

c. Perkembangan BPRS dari tahun 2004-2014

Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan prisnsip Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22

0

5

10

15

20

25

30

UUS

117

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat

berupa : Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau Perusahaan Daerah (Pasal 2

PBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008

menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yaitu Bank

Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.60 Untuk melihat perkembangan BPRS dapat dilihat dari gambar di

bawah ini.

Gambar 4.7 Perkembangan BPRS dari tahun 2004-2014

Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perbankan

syariah dari segi lembaganya selalu mengalami peningkatan. Walaupun

peningkatannya perlahan, namun pertumbuhan yang paling pesat terjadi pada

tahun 2008 s.d. 2013, setelah disyahkannya UU nomor 21 tahun 2008 tentang

perbankan syariah. Jika dilihat dari jumlah Unit Usaha Syariah di Indonesia dari

tahun 2004 s.d. tahun 2014 perbankan syariah juga selalu mengalami peningkatan.

Begitu juga dengan jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selalu mengalami

perningkatan dari tahun 2004 s.d. 2014.

60 Khotibul Umam, S.H.,LL.M. Trend pembentukan Bank Umum Syari’ah Pasca ndangUndang Nomor 21 Tahun 2008

(Konsep, Regulasi, dan Implementasi), Yogyakarta : BPFE Yogayakrta, 2009, h. 41

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

BPRS

118

d. Perkembangan Jaringan Kantor dari Tahun 2004-2014

Gambar4.8 Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahun 2004-2014

Berdasarkan diagram di atas, pertumbuhan jumlah jaringan kantor

perbankan syariah dari tahun ke tahun selalu bertambah dengan pertumbuhan

rata-rata 24,4%, namun berfluktuasi. Seperti pertumbuhan jaringan kantor bank

syariah pada tahun 2001 yaitu 24,7%, pada tahun 2002 yaitu 25,8%.

Namun pada tahun 2003 berkurang lagi menjadi 24.2%. Kemudian pada

tahun 2004 pertumbuhannya berkurang menjadi 31.5%. pada tahun 2005

berkurang lagi menjadi 24,2%. Namun pada tahun 2006 pertumbuhan bank

syariah meningkat lagi menjadi 26%. Namun pada tahun 2007 pertumbuhannya

berkurang lagi menjadi 15,7%. Pada tahun 2008 pertumbuhannya meningkat

menjadi 33.3%. Namun pada tahun 2009 pertumbuhannya berkurang lagi menjadi

17.7%

Dari aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, perbankan syariah di

Indonesia menunjukkan kinerja yang sangat bagus. Hal itu terlihat pada data

statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, di

mana pertumbuhan jumlah asset, jumlah DPK (Dana Pihak Ketiga), dan jumlah

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Jaringankantor 146 182 229 337 443 550 693 8021069125817632101266329902910

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Jaringan kantor

119

PYD (Pembiayaan yang Disalurkan) selalu mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun.

e. Perkembangan Pertumbuhan Asset dari tahun 2004-2014

Pertumbuhan asset pada tahun 2001 mencapai 51,9% dari tahun

sebelumnya. Pada tahun 2002 pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi

48,8%. Kemudian pada tahun 2003 pertumbuhan asset mengalami peningkatan

yang pesat menjadi 101,5% dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2004

pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi 93,9%. Begitu juga pada tahun

2005 dan 2006 pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi 36,1% dan

28,4%. Pada tahun 2007 pertumbuhan asset mengalami

Peningkatan menjadi 36,7%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan asset

mengalami penurunan lagi menjadi 31,3%. Kemudian pada tahun 2009, 2010 dan

2011 pertumbuhan asset mengalami peningkatan lagi menjadi 33,4%, 47,6% dan

49,2%. Namun pada tahun 2012, 2013 dan 2014 pertumbuhan asset mengalami

penurunan lagi menjadi 34,1%, 24,2% dan 12,4%.Pertumbuhan asset perbankan

syariah mengalami fluktuasi dari tahun 2000 s.d. 2014. Pertumbuhan asset

perbankan syariah terbesar terjadi pada tahun 2003 dengan pertumbuhan 101,5%.

Sedangkan pertumbuhan asset perbankan syariah yang paling kecil terjadi pada

tahun 2014 dengan pertumbuhan 12,4%. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-

rata asset perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2014 mencapai 45%

per tahun.

Jika sejumlah Rp. 272,343 triliun dibandingkan dengan pencapaian Bank

Umum Konvensional di Indonesia pada akhir tahun 2014 sejumlah Rp. 5.615,150

triliun, maka diperoleh market share perbankan syariah di Indonesia pada akhir

tahun 2014 masih berada di bawah 5% yaitu hanya mencapai 4,63%.

120

Gambar 4.9 Perkembangan Pertumbuhan Asset dari tahun 2004-2014

f. Pertumbuhan DPK dari tahun 2004-2014

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Indonesia pada tahun 2001

mengalami peningkatan sebesar 75,5%. Namun pada tahun 2002 pertumbuhan

DPK mengalami penurunan menjadi 61,6%. Kemudian pada tahun 2003 dan 2004

pertumbuhan DPK mengalami peningkatan menjadi 102,5% dan 105,2%. Namun

pada tahun 2005 pertumbuhannya mengalami penurunan lagi menjadi 31,4%.

Kemudian pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan DPK mengalami peningkatan

lagi menjadi 33% dan 35,6%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan DPK

mengalami penurunan lagi menjadi 28,3%. Kemudian pada tahun 2009, 2010, dan

2011 pertumbuhan DPK mengalami peningkatan lagi menjadi 41,8%, 45,5% dan

51,8%. Namun pada tahun 2012, 2013, dan 2014 pertumbuhan DPK selalu

mengalami penurunan menjadi 27,8 %, 24,4% dan 18,7%.

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Indonesia mengalami fluktuasi dari

tahun 2000 s.d. 2014. Pertumbuhan DPK perbankan syariah terbesar terjadi pada

tahun 2003 dan 2004 dengan pertumbuhan 102,5% dan 105,2%. Sedangkan

pertumbuhan DPK perbankan syariah yang paling kecil terjadi pada tahun 2014

dengan pertumbuhan 18,7%. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata DPK

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Aset(miliarRp) 1.79 2.7194.0458.152 15.8 21.5 27.6237.7549.5666.0997.52145.5 195 242.3272.3

0

50

100

150

200

250

300

Aset(miliarRp)

121

perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2000 s.d. 2014 mencapai 48,8% per

tahun.

Gambar 4.10 Pertumbuhan DPK dari tahun 2004-2014

g. Pertumbuhan Bagi Hasil dari tahun 2004-2014

Pada tahun 2004 pertumbuhan bagi hasil sebesar 6.8 %. Namun pada

tahun 2002 pertumbuhan bagi hasil mengalami penurunan menjadi 6.5%.

Kemudian pada tahun 2003 dan 2004 pertumbuhan bagi hasil mengalami

peningkatan menjadi 6.6% Namun pada tahun 2005 pertumbuhan bagi hasil

mengalami peningkatan lagi menjadi 6.7%. Kemudian pada tahun 2006 dan 2007

pertumbuhan bagi hasil mengalami peningkatan lagi menjadi 11.2% dan 12.0%.

Namun pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan bagi hasil mengalami

peningkatan lagi menjadi 7.2% dan 8.0%. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011

pertumbuhan bagi hasil perbankan syariah mengalami penurunan lagi menjadi

6.0% dan 5.0%. Begitu juga pada tahun 2012, 2013 pertumbuhan bagi hasil

selalu mengalami penurunan menjadi 5.0 %, 5.0% dan 8,3%. dan 2014 naik

kembali menjadi 6.7%

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

DPK(miliarRp) 1.0291.8062.918 5.91 12.1315.9321.1928.7336.8552.2776.04115.4147.5183.5217.9

0

50

100

150

200

250

DPK(miliarRp)

122

Gambar 4.11 Pertumbuhan bagi hasil dari tahun 2004-2014

Selaku regulator, Bank Indonesia yang telah dialihkan ke Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) pada tahun 2014, telah memberikan perhatian yang serius dan

bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah.

Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa

‘maslahat’bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang

ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat

spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji

ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan

syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem

keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit and loss

sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih

adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku

debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.

C. Analisis Hasil Penelitian ( Hasil Estimasi)

1. Uji Akar-akar Unit (Unit Root Test) atau Uji Stasioneritas

1,998

2,000

2,002

2,004

2,006

2,008

2,010

2,012

2,014

2,016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Bagi Hasil

Tahun

123

Untuk melihat apakah suatu series data dalam kondisi stasioner ataua

tidak, dapat diuji dengan uji akar unit (unit root test). Data yang tidak stasioner

dapat menyebabkan spurious regression (regresi palsu) yaitu regresi yang

menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan

secara statistik padahal kenyataannya tidak demikian. Kestasioneran data pada

setiap variabel dapat dilihat dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).

Pengujian ADF didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC).

Bila nilai statistik ADF nya lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon maka data

tersebut tidak stasioner tetapi bila nilai statistik ADF nya lebih kecil dari nilai

kritisnya maka data tersebut stasioner atau terintegrasi pada ordo nol. Penelitian

ini dimulai dengan uji stasioner terhadap variabel yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu: , jumlah uang beredar (JUB), nilai tukar rupiah (EXC), ,

tingkat inflasi (INF), Gross Domestik Produk (GDP), Nilai Tukar (EXC), ASET

dan Bagi Hasil. Uji stasioneritas data dimulai dengan tingkat level, kemudian

apabila data tersebut masih belum stasioner diuji dengan tingkatan 1st first

difference, 2nd differences. Hasil pengujian stasioneritas data time series untuk

semua variabel yang diteliti dapat dilihat pada hasil estimasi yang diuraikan pada

tabel.4.12

Dari Tabel 4.12 dapat menunjukkan bahwa hampir semua data variabel

tidak stasioner pada tingkat level, karena nilai statistiknya lebih kecil dari niliai

krtitis Mc Kinnon, seperti variabel JUB, EXC, GDP, INF, BAGI HASIl dan

ASET. sementara beberapa variabel lain sudah menunjukkan nilai yang signifikan

karena nilai Augmented Dickey Fuller statistiknya lebih besar dari nilai kritis

Mc.Kinnon pada derajat kepercayaan 1 persen.

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Akar-Akar Unit pada Tingkat Level

124

No Variabel Nilai ADF Nilai Kritis*)

Probabilitas Kesimpulan

1 ASET -11.22566 1% Level -3.481217 0.0000 Statisioner

5% Level -2.883753

10% Level -2.578694

2 BAGI HASIL -5.540537 1% Level -3.481217 0,0000 Statisioner

5% Level -2.883753

10% Level -2.578694

3 JUB -25.89614 1% Level -3.481623 0.0001 Statisioner

5% Level -2.883930

10% Level -2.578788

4 EXC -5.839495 1% Level -3.480818 0,0000 Statisioner

5% Level -2.883579

10% Level -2.578601

5 GDP -16.68860 1% Level -3.481217 0,0000 Statisioner

5% Level -2.883753

10% Level -2.578694

6 INF -5.465720 1% Level -3.481217 0.00001 Statisioner

5% Level -2.883753

10% Level -2.578694

Sumber: Data diolah dengan Eviews 6; *)Nilai Kritis Mc.Kinnon Pada tingkat Signifikansi 1%.

Dari Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference semua

variabel stasioner, karena nilai t statistik nya lebih kecil dari nilai kritis

Mc.Kinnon. .Untuk melihat stasioneritas suatu data variabel juga bisa dilihat dari

nilai probabilitas. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,01, berarti data

variabelnya stasioner, dan sebaliknya jika nilai probabilitasnya lebih besar dari

0,01 maka dapat disimpulkan variabel data tidak stasioner. Kedua indikator

pengambilan keputusan ini saling menguatkan dan selalu sejalan dalam

mengindikasikan apakah suatu variabel data stasioner atau tidak.

2. Uji Stabilitas VAR

Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh lagi, hasil estimasi

sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya memalui

VAR stability condition checkyang berupa roots of characteristic polynomial

terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-

masing VAR. Jika modulus dari seluruh nilai Ar-rootsnya dibawah1, maka sistem

VAR nya dikategorikan stabil. Uji stabilitas VAR pada penelitian ini dapat dilihat

125

pada Tabel 4.6 Tabel ini dapat menjelasakan bahwa seluruh akar-akar unit hasil

pengujian stabilitas estimasi VAR memiliki modulus lebih kecil dari 1. Maka

estimasi VAR yang memenuhi kondisi stabilitas adalah estimasi VAR dengan

menggunakan lag 2.

Setelah uji statisioner dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan

uji stabilitas mosel. Hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan Eviws. 6 dapat

dilihat pada tabel 4.7. Berdasarkan uji stabilitas VAR yang terdapat pada tabel

4.61, hasil uji stabilitas VAR pada model perbankan syariah (Y) menunjukkan

bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil hingga lag optimalnya bernilai 12.

Stabilnya sistem VAR dilihat dari nilai invers root karakteristik AR

polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh rootsnya memiliki

modulus lebih kecil dari satu dan semua terletak di dalam unit circle. Hasil

modulus yang terdapat pada tabel di 4.7. menunjukkan nilai keseluruhan modulus

lebih kecil dari 1. Hasil uji ini juga dilengkapi dengan grafik yang dapat dilihat

pada gambar 4.7 terlihat bahwa semua titik titiknya di dalam lingkaran

gambar.4.12

Tabel 4.7 Uji Kointegrasi Johansen

Roots of Characteristic Polynomial

Endogenous variables: ASET BH JUB GDP EXC INF

Exogenous variables: C

Lag specification: 1 9

Date: 01/15/17 Time: 16:10

Root Modulus

0.992700 + 0.011651i 0.992768

0.992700 - 0.011651i 0.992768

0.859199 + 0.394269i 0.945341

0.859199 - 0.394269i 0.945341

0.916880 + 0.198340i 0.938087

0.916880 - 0.198340i 0.938087

0.916480 + 0.134020i 0.926227

0.916480 - 0.134020i 0.926227

-0.620475 - 0.678127i 0.919155

-0.620475 + 0.678127i 0.919155

-0.267352 - 0.869270i 0.909454

-0.267352 + 0.869270i 0.909454

0.689504 - 0.589205i 0.906960

126

0.689504 + 0.589205i 0.906960

-0.853847 - 0.303451i 0.906167

-0.853847 + 0.303451i 0.906167

0.764062 - 0.457247i 0.890430

0.764062 + 0.457247i 0.890430

-0.885744 0.885744

-0.110131 - 0.872954i 0.879874

-0.110131 + 0.872954i 0.879874

0.258467 + 0.840548i 0.879389

0.258467 - 0.840548i 0.879389

0.367836 + 0.795092i 0.876056

0.367836 - 0.795092i 0.876056

0.863604 0.863604

-0.159401 + 0.845792i 0.860682

-0.159401 - 0.845792i 0.860682

0.573095 + 0.632315i 0.853382

0.573095 - 0.632315i 0.853382

-0.061631 - 0.850068i 0.852299

-0.061631 + 0.850068i 0.852299

-0.432804 + 0.731741i 0.850155

-0.432804 - 0.731741i 0.850155

0.485234 + 0.697329i 0.849541

0.485234 - 0.697329i 0.849541

0.794979 - 0.271266i 0.839987

0.794979 + 0.271266i 0.839987

-0.672512 + 0.492188i 0.833380

-0.672512 - 0.492188i 0.833380

-0.821680 + 0.076032i 0.825190

-0.821680 - 0.076032i 0.825190

0.167408 + 0.784886i 0.802541

0.167408 - 0.784886i 0.802541

-0.726564 + 0.337574i 0.801157

-0.726564 - 0.337574i 0.801157

-0.560028 - 0.556870i 0.789769

-0.560028 + 0.556870i 0.789769

0.199952 - 0.561576i 0.596111

0.199952 + 0.561576i 0.596111

-0.585055 0.585055

-0.186712 + 0.252933i 0.314383

-0.186712 - 0.252933i 0.314383

-0.257529 0.257529

No root lies outside the unit circle.

VAR satisfies the stability condition.

Sumber Olah Data Eviews 6

Gambar 4.12 menunjukkan hasil uji stabilitas VAR

127

Sumber Data Olahan Eviews 6

Implikasi dari model yang tidak stabil, diperkirakan menghasilkan

impulse yang sulit menuju kestabilan pada jangka panjang. Peneliti ekonomi

umumnya percaya bahwa variabel ekonomi memiliki keseimbangan pada jangka

panjang pada tingkat tertentu, sehingga peneliti menginginkan shock yang terjadi

akan stabil pada waktu yang lama (lebih dari 6 bulan). Uji kestabilan ini menjadi

syarat agar hasil impulse mendekatikestabilan yang diinginkan.

3. Penentuan Panjang Lag

Untuk menentukan panjang lag yang akan digunakan dalam regresi

persamaan, dapat digunakan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan

Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC) dan Human-Quinn

Criterion (HQ) dan dipilih nilai yang terkecil diantara lag yang optimal.Nilai AIC

dan SIC pada masing lag ditunjukkan pada Tabel 4.18

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial

128

Tabel 4.8 Penentuan Panjang Lag

VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: ASET BH JUB GDP EXC INF

Exogenous variables: C

Date: 01/15/17 Time: 17:02

Sample: 1 132

Included observations: 124

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -84.78174 NA 1.74e-07 1.464222 1.600687 1.519657

1 757.1454 1588.798 3.95e-13* -11.53460* -10.57935* -11.14656*

2 775.5551 32.95916 5.26e-13 -11.25089 -9.476840 -10.53023

3 789.1549 23.03202 7.62e-13 -10.88960 -8.296756 -9.836323

4 802.8266 21.83066 1.11e-12 -10.52946 -7.117831 -9.143577

5 846.8643 66.05654 1.01e-12 -10.65910 -6.428680 -8.940605

6 897.4942 71.04508 8.36e-13 -10.89507 -5.845853 -8.843958

7 911.8759 18.78905 1.27e-12 -10.54639 -4.678380 -8.162664

8 987.4794 91.45588* 7.35e-13 -11.18515 -4.498356 -8.468818

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)

FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion

SC: Schwarz information criterion

HQ: Hannan-Quinn information criterion Sumber: Data diolah dengan Eviews 6

Tabel 4.18 menunjukkan untuk kiteria Akaike Information Criterion (AIC)

nilai terkecil terletak pada lag2, untuk kriteria Schwarz Criterion (SC) nilai

terkecil terletak pada lag 1, dan untuk kriteria Human-Quinn Criterion (HQ) nilai

terkecil terletak pada kriteria 2.

Penentuan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang

digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Pemilihan lag optimal

dilakukan sebelum melakukan estimasi dalam model VAR (Gujarati, 1997).

Pemilihan panjang lag penting karena bisa mempengaruhi penerimaan dan

penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias estimasi dan bisa menghasilkan

prediksi yang tidak akurat.

129

Panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria

informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih adalah panjang selang

menurut kriteria Likelihood Ratio (LR), final prediction Error (FPE). Akaike

Information Critrion (AIC) , Schwarz Information Criterion (SC)ndan Hanna-

Quin Criterion (HQ).

Penetapan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

lag terpendek dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Hasil

pengujian penentuan lag optimal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 berdasarkan

kriteria SC dan HQ optimum pada lag1, hasil angka terlihat ada tanda bintang (*)

pada tabel 4.14

4. Uji Kausalitas Granger

Aplikasi Eviews memberikan hasil pengujuan pairwise granger causality

untuk seluruh hubungandengan prosedur group, digunakan lag 1 (satu).

Pemakaian lag 1 berdasarkan hasil uji penetapan lag optimum. Hasil pengujian

dapat dilihat pada tabel 4.11

Hasil pengujian pengujian pairwise granger causaliti dapat dibedakan

antara Ho diterima atau Ho diterima. Dengan data yang yang dihasilkan pada tabel

dapat ditentukan Ho ditolak jika nilai probabilitasnya < = 5%( 0,05) berarti

terdapat kausalitas antara variabel X dan Y atau sebaliknya. Ho diterima jika nilai

Probabilitas > 5% (0,05) berarti tidak terdapat kausalitasantara variabel X dan Y

atau sebaliknya.. Ho diterima jika nilai Probabilitasnya >5% (0,05) berarti tidak

terdapat kausalitasnya Dengan ketentuan tersebut ternyata ada 4 persamaan yang

mempunyai nilai probability < = 5% (0,05) yang menunjukkan terjadinya

kausalitas antara variabel X dan Y dapat dihasilkan tabel kesimpulan yaitu tabel

4.15 khusus untuk Ho yang ditolak.

130

Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 01/15/17 Time: 15:58

Sample: 1 132

Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

JUB does not Granger Cause ASET 131 2.60147 0.1092

ASET does not Granger Cause JUB 0.19334 0.6609

BH does not Granger Cause ASET 131 0.95053 0.3314

ASET does not Granger Cause BH 1.88440 0.1722

INF does not Granger Cause ASET 131 0.06390 0.8008

ASET does not Granger Cause INF 0.75656 0.3860

GDP does not Granger Cause ASET 131 1.10808 0.2945

ASET does not Granger Cause GDP 0.11989 0.7297

EXC does not Granger Cause ASET 131 0.07117 0.7901

ASET does not Granger Cause EXC 0.54323 0.4624

BH does not Granger Cause JUB 131 0.08023 0.7774

JUB does not Granger Cause BH 5.99476 0.0157

INF does not Granger Cause JUB 131 1.07954 0.3008

JUB does not Granger Cause INF 1.69872 0.1948

GDP does not Granger Cause JUB 131 4.25469 0.0412

JUB does not Granger Cause GDP 3.45412 0.0654

EXC does not Granger Cause JUB 131 0.00524 0.9424

JUB does not Granger Cause EXC 0.42422 0.5160

INF does not Granger Cause BH 131 4.64175 0.0331

BH does not Granger Cause INF 0.00757 0.9308

GDP does not Granger Cause BH 131 6.76733 0.0104

BH does not Granger Cause GDP 0.29697 0.5867

EXC does not Granger Cause BH 131 0.00092 0.9758

BH does not Granger Cause EXC 0.00521 0.9426

GDP does not Granger Cause INF 131 2.32424 0.1298

INF does not Granger Cause GDP 0.61766 0.4334

EXC does not Granger Cause INF 131 0.04481 0.8327

INF does not Granger Cause EXC 0.56416 0.4540

131

EXC does not Granger Cause GDP 131 0.01104 0.9165

GDP does not Granger Cause EXC 0.08901 0.7659

Sumber: Data diolah Dengan Eviews 6

Dari table 4.15 data diuji dengan kausalitas granger yang hasilnya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Kausalitas Granger JUB tidak signifikan terhadap ASET karena memiliki

probabilitas sebesar 0,1092 > α = 0,10 sedangkan ASET terhadap JUB

juga tidak memiliki kausalitas karena memiliki nilai probabilitas 0,6609 >

α = 0,10. Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah

uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di

tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam

(kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar.

Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan

perkembangan ekonomi. Bila perekonomian tumbuh dan berkembang,

jumlah uang beredar juga akan bertambah, sedang komposisinya berubah.

Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal makin

sedikit karena digantikan dengan uang giral atau near money. Bila

perekonomian makin meningkat, maka komposisi M1 dalam

peredaran uang semakin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar.

Peningkatan jumlah uang beredar yang wajar akan berdampak pada

peningkatan pendapatan masyarakat, ketika pendapatan masyarakat

meningkat maka, masyarakat akan cendrung untuk menanmah

konsumsinya.

2. Kausalitas Granger Bagi hasil tidak signifikan terhadap ASET karena

memiliki nilai probabilitas 0,3314 lebih besar dari 0,10 . begitupun

sebaliknya Kausalitas Granger ASET juga tidak signifikan terhadap Bagi

Hasil karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0,1722 > α = 0,10. Dalam

penelitian ini ditemukan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh signifikan

terhadap peningkatan aset perbankan syariah.

132

3. Kausalitas Granger Inflasi tidak memiliki kausalitas terhadap ASET

karena memiliki nilai probabilitas 0,8008 > α = 0,10, sedangkan

hubungan kausalitas antara ASET terhadap Inflasi juga tidak signifikan

karen nilai memiliki nilai probabilitas 0,3860 > α = 0,10 dapat dijelaskan

bahwa ketika inflasi terjadi ternyata tidak mempengaruhi perbankan

syariah dalam mengelola aset, hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam

pengelolaan perbankan syariah dengan berbagai produk perbankan syariah

yang ditawarkan tidak berpengaruh ketika terjadi inflasi.

4. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap ASET karena memiliki

probabilitas 0,2985 > 0,10 akan tetap hubungan granger antara ASET

terhadap GDP tidak signifikan karena memiliki probabiliatas 0,7297 > α =

0,10. Kenaikan nilai GDP suatu Negara menunjukkan peningkatan

kesejahteraan masyarakatnya, dan ini tentunya akan berdampak pada

peningkatan permintaan agregat, dan sudah seharusnya diimbangi dengan

pertumbuhan ekonomi di sector riil, peningkatan kesejahteraan masyarakat

tentu akan diikuti dengan peningkatan tabungan masyrakat pada

bankbank, dan ini akan berpengaruh positif terhadap pendapatan bank,

yang akan meningkatkan return on asset pada bank-bank. pendapatan

nasional berpengaruh positif signifian terhadap profiabilitas bank syariah.

5. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap ASET karena memiliki

probabilitas 0,7901 > α = 0,10 sedangkan hubungan kausalitas granger

antara ASET dan EXC tidak signifikan karena memiliki probabilitas

0,4624 > α = 0,10. Peningkatan nilai tukar mengindikasikan bahwa

rupiah mengalami depresiasi. Ketika rupiah terdepresiasi maka investor

akan berusaha menukarkan mata uang asing ke dalam bentuk rupiah dan

menginvestasikannya dalam bentuk ASET. Oleh karena itu ASET akan

mengalami peningkatan.

133

6. Kausalitas Granger JUB signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki

probabilitas 0,0157 < α = 0,10 , sedangkan hubungan kausalitas granger

antara Bagi Hasil dan JUB tidak signifikan karena memiliki nilai

probabilita 0,7774 > α = 0,10. Secara teori Bagi Hasil merupakan fungsi

dari Jumlah Uang Beredar (Money demand) merupakan fungsi dari

tingkat suku bunga dan pendapatan. Ketika jumlah uang beredar banyak

maka pemerintah harus menggerakkan perekonomian disektor rill. Karena

jika jumlah uang beredar banyak, jumlah barang barang yang diproduksi

sedikit maka akan mengakibatkan inflasi

7. Kausalitas Granger Inflasi tidak signifikan terhadap JUB karena memiliki

probabilitas 0,3008 > α = 0,10 sedangkan JUB signifikan terhadap Inflasi

karena memimiliki probabilitas 0,1948 < α = 0,10.

8. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap JUB karena memiliki nilai

probabilitas 0,0412 < α = 0,10. Sedangkan JUB signifikan terhadap GDP

karena memiliki nilai probabilitas 0,0654 < α = 0,10.

9. Kausalitas Granger EXC tidak memiliki hubungan kausalitas granger

terhadap JUB karena memiliki nilai probabilitas 0,9424 > α = 0,10 begitu

juga JUB tidak signifikan terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas

0,5160 > α = 0,10

10. Kausalitas Granger Inflasi signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki

nilai probabilitas 0,0331 < α = 0,10. Tetapi Bagi Hasil tidak signifikan

terhadap Inflasi karena memiliki nilai probabilitas 0,6143 > α = 0,10.

Secara teoretis, tingkat inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang beredar.

Dalam teori kuantitas uang, ditunjukkan bahwa jika jumlah uang beredar

meningkat, maka akibatnya dapat dilihat dari ketiga variabel lainnya:

harga harus naik, kuantitas output harus naik, atau kecepatan perputar an

uang harus turun. saat Bank Sentral mengubah jumlah uang beredar (M)

dan menyebabkan perubahan proporsional terhadap nilai output nominal

(PY), perubahan tersebut akan tercermin dalam tingkat harga (P). Karena

134

tingkat inflasi ditunjukkan oleh perubahan persentase dalam tingkat harga,

maka meningkatnya jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi.

11. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki

nilai probabilitas 0,0104 < 0,10 , begitu juga Bagi Hasil tidak signifikan

terhadap GDP karena memiliki nilai probabilitas 0,5867 < 0,10. Artinya

variasi GDP dapat menyebabkan variasi jumlah uang beredar, begitu juga

sebaliknya jika variasi jumlah uang beredar meningkat maka akan

menyebabkan variasi PDB. Hal ini disebabkan karena permintaan uang

ditentukan oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga. Artinya, jika

pendapatan nasional meningkat maka permintaan uang akan meningkat61,

Ketika uang dimaknai dalam kerangka flw concept, maka sebenarnya

sebuah mata uang hanya akan berfungsi sebagai uang apabila ia beredar

atau mengalir dalam masyarakat. Dalam pandangan teori flwconcept

tingkat pendapatan masyarakat tidak sematamata ditunjukkan oleh jumlah

uang yang dipegang, tetapi benar-benar produktif. Kriteria uang produktif

dapat ditunjukkan oleh keterkaitannya dengan sektor riil berupa

perdagangan (trade) atas barang-barang komoditas dan tingkat harga

barang-barang itu sendiri62 Uang dalam pengertian flw concept

dipisahkan dengan pengertian capital. Hal ini bertolak belakang dengan

pengertian uang dalam stock concept. Dalam pengertian yang kedua, uang

diartikan secara bolak-balik (interchengeability), antara uang sebagai uang

dan uang sebagai capital (Fuad Mohd. Fachruddin, 1961).Kesesuaian

pemikiran al-Gazali dengan konsep pertama, yakni flw concept

berimplikasi terhadap penjelasan mengenai fungsi dan motif permintaan

uang. Motif transaksi dalam permintaan uang merupakan permintaan yang

timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi biasa/wajar.

Motif ini timbul dalam kaitannya dengan fungsi uang sebagai medium of

61Manurung, Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Penerbit

Salemba Empat. Jakarta. 2008: h 29

62 Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada 2013. h 15

135

exchange. Sedangkan motif berjaga-jaga (precautionary motive)

merupakan permintaan uang yang timbul untuk memenuhi kebutuhan akan

kemungkinan yang muncul tidak terduga. Motif spekulatif (speculative

motive) adalah motif permintaan terhadap uang yang sifatnya untuk

mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock

market, fiancial market dan foreign exchange.

12. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap Bagi Hasil karena

memili nilai probabilitas 0,9758 > α = 0,10. Begitu juga bagi hasil tidak

signifikan terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,9426 > 0,10.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kurs tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap Deposito Mudharabah. Sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Bhintia Agustina Triadi (2010:100) yang

menyatakan bahwa nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara siginifikan

terhadap Deposito Mudharabah. Pada jangka pendek menguat atau

melemahnya nilai tukar rupiah tidak ada pengaruhnya terhadap Deposito

Mudharabah.

Hal ini dapat dilihat dari penguatan maupun pelemahan nilai tukar

rupiah yang tidak berdampak pada Deposito Mudharabah, karena pada

setiap tahunnya jumlah Deposito Mudharabah terus mengalami

peningkatan walaupun secara fluktuatif. Dan masyarakat akan tetap

menabung di Bank Syariah karena bersifat liquid, aman dan jauh dari

resiko investasi di asar modal. Selain itu Muchlish dalam Hadzami (2011:

280) menyatakan bahwa tingkat religius, tingkat kepercayaan masyarakat

dan reputasi bank syariah mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap perilaku menabung di Bank Syariah tidak hanya terdiri dari

faktor-faktor ekonomi semata, tetapi juga disebabkan oleh faktor non

ekonomi.

13. Kausalitas Granger GDP tidak signifikan terhadap INF karena memiliki

nilai probabilitas 0,1298 > 0,10. Begitu juga INF tidak signifikan terhadap

GDP karena memiliki nilai probabilitas 0,4334 > 0,10. Pada prinsipnya

136

tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika

terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan

justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena

inflasi mampu memberi semangat pada pengusaha, untuk lebih

meningkatkan produksinya. Pengusaha bersemangat memperluas

produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha

mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi

memberi dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi

akan berdampak negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen.

14. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap terhadap INF karena

memiliki nilai probabilitas 0,8327 > 0,10 begitu juga INF tidak signifikan

terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,4540 > 0,10. Pengaruh

tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori

purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini

diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan

teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah

untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai

mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya

beli dari masing-masing negara. inflasi adalah kecenderungan naiknya

harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus

menerus. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri

mengalami kenaikan. Naiknya harga barang sama artinya dengan turunnya

nilai mata uang. Dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai

penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

15. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap GDP karena memiliki

nilai probabilitas 0,,9165 > 0,10 begitu juga GDP tidak signifikan terhadap

EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,7659 > 0,10. Ekspor neto yang

dinotasikan dengan (X – M) adalah neraca perdagangan yang

menunjukkan penerimaan bersih dari transaksi internasional. Perubahan

137

arah neraca perdagangan akan mempengaruhi perubahan GDP. Nilai

impor lebih besar daripada ekspor menyebabkan neraca perdagangan

menjadi defisit. Artinya nilai ekspor neto adalah negatif. Defisit neraca

perdagangan cenderung menurunkan nilai GDP. Impor yang tinggi akan

diikuti dengan tingginya permintaan terhadap mata uang asing. Nilai tukar

mata uang domestik cenderung melemah. Nilai ekspor lebih besar

daripada impor menyebabkan surplus pada neraca perdagangan. Artinya

nilai ekspor neto adalah positif. Surplus neraca perdagangan cenderung

menaikkan nilai GDP. Ekspor yang tinggi akan diikuti dengan tingginya

permintaan terhadap mata uang domestik. Nilai tukar mata uang domestik

cenderung menguat.

Dari hasil analisis uji Kausalitas Granger yang terdapata pada tabel diatas

dari 4 pernyataan kausalitas ternyata terdapat kausalitas antar variabel hanya 4

pernyataan yang mempunyai nilai probabilitas < = 5% (0,05) berarti terdapat

kauslitas variabel X dan Y atau sebaliknya, dapay dilihat dari tabel 4.16 berikut

ini

Tabel 4.10 Kesimpulan Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests

Date: 12/16/16 Time: 21:52

Sample: 1 44

Lags: 2

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

GDP does not Granger Cause BAGI HASIL 131 6.76733 0.0104

JUB does not Granger Cause GDP 3,45412 0,0654

GDP does not Granger Cause JUB 131 4.25469 0.0104

JUB does not Granger Cause BH 5,99476 0.0157

Sumber: Data diolah Dengan Eviews 6

Adapun 4 pernyataan yang mempunyai hubungan kausalitas granger

tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1. Terdapat kausalitas GDP terhadap BAGI HASIL

2. Terdapat kausalitas JUB terhadap GDP

138

3. Terdapat kausalitas GDP terhadap ASET

4. Terdapat kausalitas JUB terhadap Bagi Hasil

Dari ke empat pernyataan hubungan kausalitas tersebut terdapat polanya sebagai

berikut:

1. Kausalitas satu arah dari X ke Y (undirectional causality from Xi to X1)

misalnya terdapat hubungan kausalitas BAGI HASIL terhadap Aset hal

ini sejalan dengan penelitian Masturoh 2009, yang memiliki kesimpulan

bahwa adanya hubungan timbal balik antara aset dengan bagi hasil dan

bagi hasil terhadap peningkatan aset. Variabel bagi hasil secara signifikan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel aset, hal ini tercermin

dengan semakin kuatnya struktur modal akan menurunkan resiko kredit

dan meningkatkan profitabilitas perbankan, selain itu juga kan

meningkatkan penyaluran kredit hingga melampaui target.

2. Kausalitas satu arah dari Y ke X (undirectional causality from Y1 to X1)

misalnya terdapat hubungan kausalitas GDP terhadap JUB dan

hubungankausalitas JUB terhadap GDP

3. Tidak terdapat hubungan kausalitas umpan balik (bidirectional causality)

4. Tidak terdapat saling ketergantungan (no causality) misalnya tidak

terdapat hubungan antara BAGI HASIL dan GDP

Dari 4 pernyataan yang mempunyai hubungan kausalitas granger tersebut

semuanya berhubungan dengan GDP artinya secara teori dijelaskan bahwa

indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara terletak dari bilai GDP yang

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan ketika seluruh jumlah

produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara meningkat terutama

disektor rill maka akan mempengaruhi variabel veriabel lainnnya terutama

variabel yang terkait dengan perbankan syariah yaitu bagi hasil dan aset.

5. Uji Kointegrasi

Uji statistik kointegrasi yang digunakan adalah Trace statistic dan Max-

eigen statistic. Fenomena data yang tidak statisioner pada tingkat level bisa

menghasilkan hubungan keseimbangan jangka panjang yang biasa dikenal

139

dengan sebutan kointegrasi. Dengan menggunakan uji kointegrasi johansen

(johansen kointegration test) akan melihat ada tidaknya hubungan kointegrasi

pada variabel variabel tersebut, hasil dari pengujian ini akan menentukan metode

analisis yang akan dipakai apakah VAR first difference atau VECM.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ASET,

BAGI HASIL, INF, GDP, JUB dan EXC, Model VECM terdiri dari r berukuran

6x6. Estimasi VECM dengan lag 1 untuk menyederhanakan penjelasan. Uji

kointegrasi melalui objek group atau object VAR. Berikut ini uji kointegrasi

object group dengan urutan variabel ASET, BAGI HASIL, INF, GDP, JUB DAN

KURS.

Nilai eigen (eigen value) adalah λ yaitu akar karakteristik dari matriks r

karena matriks r berdimensi 6x6 maka nilai λ ada 6. Nilai λ diurutkan dari yang

paling besar sampai yang paling kecil,maka uji statistiknya pun diurutkan dari

terbesar sampai terkecil. Konsep akar karakteristik digunakan untuk uji

kointegrasi.

Tabel 4.11 Hasi Uji Kointegrasi

Date: 01/15/17 Time: 15:57

Sample (adjusted): 6 132

Included observations: 127 after adjustments

Trend assumption: Linear deterministic trend

Series: ASET BH JUB GDP EXC INF

Lags interval (in first differences): 1 to 4

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.276255 113.8734 95.75366 0.0016

At most 1 * 0.212492 72.81232 69.81889 0.0283

At most 2 0.148325 42.47432 47.85613 0.1459

At most 3 0.091209 22.08442 29.79707 0.2938

At most 4 0.062120 9.938146 15.49471 0.2855

At most 5 0.014021 1.793239 3.841466 0.1805

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)

Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

140

None * 0.276255 41.06109 40.07757 0.0386

At most 1 0.212492 30.33799 33.87687 0.1249

At most 2 0.148325 20.38990 27.58434 0.3148

At most 3 0.091209 12.14628 21.13162 0.5333

At most 4 0.062120 8.144906 14.26460 0.3642

At most 5 0.014021 1.793239 3.841466 0.1805

Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

Tabel 4.16 di atas menjelaskan bahwa jika trace statistik lebih besar (>)

dari critical value, maka terjadi penerimaan Ho pertama, maka baris sebelumnya

menunjukkan jumlah persamaan kointegrasi. Tabel diatas menunjukkan bahwa

penerimaan Ho pertama pada baris 2 (trace statistic<critical value 5%) berarti

menunjukkan terdapat hanya 1 persamaan kointegrasi berdasarkan tanda (*) yang

terdapat pada none. Selanjutnya bila Nax-eigen statistic lebih besar (>) dari

critical value maka terjadi penerimaan Ho pertama.Namun pada Max-eigen

statistic tidak ada pada nilai Max-Eigen statistic lebih besar (>) dari critical value

berarti tidak terjadi penerimaan Ho pertama. Uji ini menunjukkan tidak adanya

persamaan kointegrasi

Hasil pengujian kointrgrasi berdasarkan trace statistic dan Max eigen

statistic pada lag 1 dapat dilihat untuk menunjukkan bahwa untuk masing masing

persamaan terdapat hanya satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen

dengan hanya tanda bintang (*)

Berdarakan hasil kointegrasi , jika terdapat kointegrasi dengan tanda (**)

atau (8) minimal satu, maka persamaan tersebut harus diselesaikan dengan metode

VECM bukan VAR, ttapi jika terdapat (**) atau (*) baik di None atmost 1 dan at

Most 2 maka diselesaikan dengan metode VAR first diffrence. Dari data uji

terlihat bahwa terdapat tanda (*) maka persamaan harus diselesaikan dengan

VECM

E. Vector Error Correction Model

141

Hasil estimasi VECM dapat dianggap signifikan apabila nilai t-statistik

>+ (0,98). Hasil uji menunjukkan data dengan trend jangka panjang dan jangka

pendek. Dari hasil estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dapat

dianalisa persamaan jangka panjang dan jangka pendek. Adapun model

persamaan jangka panjang dari model persamaan VECM berdasarkan hasil uji

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.12 Hasil VECM jangka Panjang untuk Variabel yang mempengaruhi ASET

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik

D (ASET) Coint Eq 1 33,70957

D (BAGI HASIL(-1)) -57,31131 25,0506 2,28782

D(GDP(-1)) -2,067079 0,77693 2,66059

D(JUB(-1)) 0,000274 0,00018 -1,49941

D(EXC(-1)) 0,018662 0,02027 -0.92078

D(INF(-1)) 0,626530 13,27521 0,27521

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

Dari tabel di atas dapat diketahu bahwa dengan toleransi 5% (t-statistic > +

1,98). Variabel BAGI HASIL berpengaruh negatip dan tidak signifikan terhadap

ASET dengan nilai statistik 2.28782, dimana persamaan jangka panjang pada

tabel diatas dapat diketahui perubahan 1 % BAGI HASIL akan menurunkan Aset

sebesar 57.3%. Variabel EXC (nilai tukar berpengaruh positip dan signifikan

terhadap Aset dengan nilai statistik 0.092078 dimana dari persamaan jangka

panjang dapat diketahui peningkatan 1% EXC akan dapat meningkatkan Aset

sebesar 0.018 %. Variabel GDP berpengaruh negatip dan signifikan terhadap

ASET dengan nilai statistic 2.266059 dimana dari persamaan jangka panjang pada

tabel di atas dapat diketahui bahwa perubahan 1 % GDP akan menaikkan ASET

sebesar 2.06%. Variabel JUB berpengaruh positip dan signifikan terhadap ASET

dengan nilai statistic -1.49941 dimana dari persamaan jangka panjang pada tabel

di atas dapat diketahui bahwa perubahan 1 % JUB akan menurunkan kan Aset

sebesar 0.002%. Sedangkan variabel INF berpengaruh negatip dan tidak

signifikan terhadap ASET dengan nilai statistic 0.27521, dimana dari persamaan

jangka panjang dapat diketahui bahwa peningkatan 1% INF akan menurunkan

ASET sebesar 3.62%.

142

Jika diurutkan berdasarkan besarnya nilai koefisien dan signifikansinya

maka dalam jangka panjang variabel yang signifikan mempengaruhi C BAGI

HASIL (57.31131), sedangkan yang tidak signifikan adalah INF (3.62653), GDP

(2.067079), EXC (-0.018662), dan JUB (-0.000274)

1. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek ASET

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj

angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek yang signifikan yaitu Bagi Hasil (t-statistik = -

10.1874) karena t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit

(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel

eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 7,81% sedangkan

92,19 % sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dari tabel 4.18 di bawah ini

Tabel 4.13

Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi ASET

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (ASET) Coint Eq 1 0.005058 0,00849 0.59556 R-square

0.078116

ADJ R-square -

0.026097

D(ASET (-1) 0,033612 0,09893 0.33974

D (BAGI HASIL(-1)) -1.07E.05 0,00057 -10.1874

D(GDP(-1)) -0,000205 0,00071 -0,28759

D(JUB(-1)) -0,000228 0,00050 -0,45358

D(EXC(-1)) -0,006122 0,01998 -0,30634

D(INF(-1)) 4.16E-05 0,00036 0,11711 Sumber : data diolah dengan Eviews 6

2. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek BAGI HASIL

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata

ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu BAGI

HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien

1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan

variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh

faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

143

Tabel 4.14

Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi BAGI HASIL

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (BAGI

HASIL)

Coint Eq 1 1.47E-05 4.9E-05 0,30159 R-square

0.043376

ADJ R-square -

0.064764

D(ASET (-1) 1,089076 16,5508 0,06580

D (BAGI HASIL(-1)) 0,061156 0,09516 0,64268

D(GDP(-1)) -0,132576 0,11927 -1,11159

D(JUB(-1)) 0,039401 0,08402 0,46897

D(EXC(-1)) 1,123451 3,34308 0,33605

D(INF(-1)) 0,005643 0,05944 0,09494

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

3. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek EXC

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata tidak

ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang

mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil

pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan

variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar

5,2% sedangkan 94,8% sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.15 di bawah ini

Tabel 4.15 Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi EXC

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (EXC) Coint Eq 1 -0,011401 0,00172 -6,64635 R-square

0.529088

ADJ R-square -

0.475854

D(ASET (-1) -0,445761 0,6614 -0,67433

D (BAGI HASIL(-1)) -0,001035 0,00380 -0,27219

D(GDP(-1)) -0,002765 0,00476 -0,58814

D(JUB(-1)) -0,001736 0,00336 -0,51725

D(EXC(-1)) 0,253553 2,69003 0,09426

D(INF(-1)) -0,000573 0,00237 -0,24141

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

4. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek GDP

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik = -4.14145

144

) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 0.409127 Berdasarkan hasil

pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan

variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar

17,9% sedangkan sisanya 82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini

Tabel 4.16

Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi GDP

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (GDP) Coint Eq 1 1.18E-05 6.1E05 0,19314 R-square

0.179769

ADJ R-square -

0.087048

D(ASET (-1) 18,46650 13,7089 -1,34701

D (BAGI HASIL(-1)) 0,028408 0,07882 0,36042

D(GDP(-1)) 0,409127 0,09879 -4,14145

D(JUB(-1)) 0,088209 0,06959 -1,26755

D(EXC(-1)) 1,154649 2,76904 0,41698

D(INF(-1)) -0,038955 0,04923 -0,79124

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

5. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek JUB

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka

panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata ada hubungan

dalam jangka pendek pada variabel GDP ( t- statistik = 2.00203) ) bagi Hasil ( t

statistik -2.04024) dan JUB ( t statistik -3.25624) dengan t statisti > + 1.98 . yang

mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit

(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel

eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 18,33 % sedangkan

sisanya 81.67% dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dari tabel 4.22 di bawah ini.

Tabel 4.17

Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi JUB

Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (JUB) Coint Eq 1 284E-05 4,3E05 0,65833 R-square

0.183308

ADJ R-square -

0.090986

D(ASET (-1) 38,22917 19,0952 2,00203

D (BAGI HASIL(-1)) -0,223992 0,10979 -2,04024

D(GDP(-1)) 0,0960661 0,13760 0,69810

D(JUB(-1)) -0,315635 0,09693 -3,25624

D(EXC(-1)) -0,552377 3,85701 -1,69882

D(INF(-1)) -0,027483 0,06858 -0,40076

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

145

6. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek INF

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya

hubunganjangka panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata

tidak ada hubungan dalam jangka pendek karena nilai t statisti < 1.98 .berdasarkan

hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa

kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)

hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya 97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.18 di bawah ini

Tabel 4.18

Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi INF Variabel

Endogen

Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square

D (INF) Coint Eq 1 8.58E06 3.0E-05 0,28130 R-square

0.024334

ADJ R-square -

0.085959

D(ASET (-1) 19,29915 26,4544 0,72952

D (BAGI HASIL(-1)) 0,060469 0,15210 0,39756

D(GDP(-1)) -0,017419 0,19063 -0,09137

D(JUB(-1)) -0,149773 0,13429 -1,115301

D(EXC(-1)) 1,518990 5,34349 0,28427

D(INF(-1)) 0,107329 0,09501 1,129709

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

F. Impulse Response Function (IRF)

Analisa Impulse Response Function (IRF) bertujuan untuk mengetahui

berapa lama waktu yang diperlukan bagi suatu variabel dalam memberikan respon

atas perubahan yang terjadi pada variabel lainnya . IRF juga mampu melacak

pengaruh kontemporer dari inovasi (shock) suatu variabel tertentu satu standar

deviasi terhadap nilai nilai variabel endogen dalam sistem pada saat ini dan nilai

yang akan datang. Suatu shock dari variabel endogen langsung berpengaruh

terhadap variabel itu sendiri dan juga diteruskan terhadap seluruh variabel

endogen lainnya melalui struktur dinamik dalam model VECM. Dengan kata lain

adanya informasi baru akan memberi shock pada suatu variabel, dan selanjutnya

akan memberikan pengaruh pada variabel itu sendiri. Respon suatu variabel

terhadap sistem jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cendrung berubah.

146

Dalam jangka panjang respon cendrung konsisten dan semankin kecil dari waktu

kewaktu.

Dalam pengujian IRF ini digunakan janka waktu dengan jumlah periode

100. Analisis ini melihat prilaku dinamis model tiap variabel penelitian dapat

dilihat dalam gambar dan tabel berikut ini :

1. Impulse Response (IRF) ASET

Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) ASET dini dapat dilihat

dari tabel 4.19

Tabel 4.19 Response of ASET to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 -0.000274 -0.001790 0.000299 0.063968 -0.001011

2 3.954712 -0.000326 0.000424 0.003263 -0.041528 0.000523

3 3.806121 0.003116 0.003893 0.004664 -0.219594 0.000495

4 3.906672 0.004961 -0.002648 0.002182 -0.078306 -0.000317

5 3.929189 0.007160 0.002210 0.001573 -0.059472 0.003118

6 3.665851 0.007747 0.001399 0.002225 -0.013237 0.002534

7 3.302476 0.008992 0.001906 0.002943 -0.009233 0.000306

8 3.163794 0.007847 0.000775 0.001255 -0.154597 -0.000557

9 3.644467 0.007257 -0.001175 0.003580 -0.204915 -0.000354

10 3.138707 0.006412 0.000451 -0.001010 -0.089623 -0.000455

11 2.768625 0.006984 0.001333 -0.001137 0.150835 -0.001070

12 2.980690 0.008096 0.003637 -0.000883 -0.176869 -0.000207

13 2.984472 0.007038 0.004903 -0.001573 0.011503 0.000639

14 2.852736 0.009381 0.005607 -0.001288 0.053620 0.000514

15 2.747496 0.007707 0.004046 -0.000326 0.052767 0.000291

20 2.713923 0.003407 0.005336 0.001064 -0.057189 0.001836

25 2.224231 0.002284 0.004911 0.001095 0.020368 0.002442

30 2.084902 0.002707 0.005276 0.000571 0.007339 0.001701

40 1.944399 0.003480 0.003457 -0.000139 0.015935 0.000578

50 1.940112 0.003232 0.002528 -0.000747 0.002283 0.001300

60 1.755090 0.003285 0.002183 -0.001246 0.006438 0.001267

70 1.552330 0.003368 0.001679 -0.001593 0.007249 0.001056

80 1.387536 0.003177 0.001100 -0.001889 0.006473 0.001090

90 1.213504 0.003045 0.000643 -0.002128 0.005822 0.001026

100 1.036645 0.002890 0.000240 -0.002282 0.005367 0.000933

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

147

Gambar 4.13 Response of ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

Hasil analisis Impulse Response (IRF) ASET dari tabel dan gambar di

atas bahwa respon ASET terhadap variabel ASET, BAGI HASIL, INF, JUB, EXC

dan GDP berfluktuasi. Perkembangan response ASET dari periode 1 sampai 100

dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. ASET untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai

periode ke 20, dan mulai stabil dari periode ke 21 .

2. ASET untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 30.

3. ASET untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai

periode ke 25 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

26.

4. ASET untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai

periode ke 20 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

21.

5. ASET untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai

periode ke 15 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

16

-2

-1

0

1

2

3

4

5

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of ASET to CholeskyOne S.D. Innovations

148

6. ASET untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai

periode ke 22 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

23

2. Impulse Response Function (IRF) BAGI HASIL

Tabel 4.20 Impulse Response Function (IRF) BAGI HASIL

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 -0.000274 0.014144 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 -0.000326 0.020586 -0.005043 0.000722 0.000584 0.001947

3 0.003116 0.020451 -0.008392 0.002483 0.001379 0.003362

4 0.004961 0.017029 -0.009566 -2.14E-05 0.001325 0.004714

5 0.007160 0.012291 -0.008039 -0.008664 0.002962 0.006712

6 0.007747 0.011167 -0.008253 0.007249 0.004023 0.001989

7 0.008992 0.006744 -0.008513 0.003382 0.000568 0.001185

8 0.007847 0.010737 -0.010717 0.000892 0.000393 0.002408

9 0.007257 0.007905 -0.008252 3.60E-05 0.000703 0.001746

10 0.006412 0.005455 -0.005941 -0.000187 0.000483 0.002710

11 0.006984 0.003094 -0.003536 -0.000641 0.000605 0.002624

12 0.008096 0.002535 -0.004393 -0.001538 0.000749 0.003690

13 0.007038 0.000734 -0.001398 -0.003384 0.002186 0.003749

14 0.009381 -0.000345 -0.002343 -0.005284 0.001931 0.002214

15 0.007707 -0.002308 -0.001094 -0.005748 0.001516 0.001749

20 0.003407 -0.003724 -0.000989 -0.005370 0.003208 0.001551

30 0.002707 -0.002151 -0.001788 -0.006359 0.001783 -0.001026

40 0.003480 -0.001467 -0.001847 -0.003864 0.001558 -7.70E-05

50 0.003232 -0.002053 -0.000411 -0.003170 0.001738 0.000192

60 0.003285 -0.001392 -0.000296 -0.002554 0.001343 -6.53E-05

70 0.003368 -0.001219 -8.72E-05 -0.001552 0.001149 9.02E-05

80 0.003177 -0.001105 0.000348 -0.000853 0.001036 0.000155

90 0.003045 -0.000811 0.000587 -0.000259 0.000828 0.000156

100 0.002890 -0.000643 0.000784 0.000324 0.000651 0.000192

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF

Sumber : Data Olahan Eviews 6

149

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to ASET

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to BH

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to JUB

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to GDP

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to EXC

-.03

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of BH to INF

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

150

Gambar 4.14 Response of BAGI HASIL to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

1. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 15

2. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan

guncangan sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai

stabil dari periode ke 17

3. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan

sampai periode ke 12 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 11

4. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 30

5. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 11

6. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 25

-.015

-.010

-.005

.000

.005

.010

.015

.020

.025

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of BH to CholeskyOne S.D. Innovations

151

3. Impulse Response (IRF) INFLASI

Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) INFLASI dini dapat

dilihat dari tabel

Tabel 4.21

Response of INFLASI to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 -0.001011 -0.002610 0.004527 0.001804 0.001268 0.012885

2 0.000523 -0.001948 0.004372 0.000721 0.002715 0.009089

3 0.000495 -0.002520 0.003854 -0.000712 0.002098 0.004845

4 -0.000317 -0.005158 0.003415 -0.002275 0.001466 0.003297

5 0.003118 -0.005286 0.002653 -0.001988 0.001892 0.003320

6 0.002534 -0.005970 0.001363 -0.001574 0.001620 0.001351

7 0.000306 -0.006018 0.001821 -0.001537 0.000961 0.000788

8 -0.000557 -0.006388 0.003173 -0.001576 0.000639 0.001371

9 -0.000354 -0.005654 0.002247 -0.001565 0.000616 -2.96E-05

10 -0.000455 -0.004260 0.001061 -0.002907 0.000158 -0.002510

11 -0.001070 -0.003060 0.000106 -0.003273 0.000146 -0.002879

12 -0.000207 -0.002746 -0.000512 -0.003805 4.73E-05 -0.002716

13 0.000639 -0.001889 -0.001409 -0.003872 0.000337 -0.003110

14 0.000514 -0.001214 -0.001062 -0.003852 9.27E-05 -0.002836

15 0.000291 0.000127 -0.001120 -0.002969 0.000139 -0.001793

20 0.001836 0.002704 -0.003304 -0.000613 0.000960 -0.000375

30 0.001701 -0.001292 0.000473 -0.001473 0.000789 0.000869

40 0.000578 -0.001270 -7.73E-05 -0.001453 0.000407 -0.000468

50 0.001300 -3.27E-05 -0.000440 -0.000629 0.000512 8.52E-06

60 0.001267 -0.000526 0.000143 -0.000563 0.000451 0.000171

70 0.001056 -0.000457 0.000132 -0.000350 0.000325 -2.71E-05

80 0.001090 -0.000223 0.000159 -3.63E-05 0.000295 5.99E-05

90 0.001026 -0.000236 0.000308 0.000120 0.000237 9.02E-05

100 0.000933 -0.000175 0.000345 0.000281 0.000170 6.31E-05

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF

152

Gambar 4.15 Response of INF to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

Gambar 4.16 Response of INF to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to ASET

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to BH

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to JUB

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to GDP

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to EXC

-.012

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

25 50 75 100

Response of INF to INF

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

.016

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of INF to CholeskyOne S.D. Innovations

153

1. INFLASI untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan naik

sampai periode ke 3 kemudian turun sampai periode ke 6 kemudian

mulai stabil sampai periode ke 21 kemudian response negatip, dan mulai

stabil dari periode ke 25.

2. INFLASI untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan

guncangan naik dari periode ke 2 kemudian antara periode ke 3 sampai

periode ke 7 turun dan naik kembali sampai periode ke 10 kemudian

response negatip, dan mulai stabil dari periode ke 18

3. INFLASI untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 20

4. INFLASI untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 22

5. INFLASI untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 20

6. INFLASI untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 20

Kurva Impulse Respons Inflasi dalam jangka panjang

Gambar 4.17 Response of Inflasi to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-0.8

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BAGI_HASIL EXC

GDP INF JUB

Response of INF to CholeskyOne S.D. Innovations

154

Dalam jangka panjanng semua variabel konvergen mulai periode ke 20 sampai

periode ke 100. Yang artinya semua variabel akan saling mempengaruhi dalam

jangka panjang

4. Impulse Response (IRF) JUB

Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) JUB dini dapat dilihat

dari tabel berikut ini:

Tabel 4.22

Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 -0.001790 0.000646 0.020641 0.000000 0.000000 0.000000

2 0.000424 0.003677 0.011672 -0.002906 -0.001101 -0.000629

3 0.003893 0.004759 0.008133 0.001036 -0.000359 0.001071

4 -0.002648 0.005735 0.008909 0.004557 -0.000564 0.002179

5 0.002210 0.005288 0.008509 0.002940 -0.002779 0.003688

6 0.001399 0.002358 0.005028 0.005417 -0.001197 -0.001274

7 0.001906 0.000706 0.008357 0.004396 -0.001356 -0.000103

8 0.000775 0.003296 0.007104 0.005295 -0.001863 0.001202

9 -0.001175 0.001264 0.004197 0.005906 -0.000113 0.001006

10 0.000451 0.000565 0.004875 0.006653 -0.001279 -5.61E-05

11 0.001333 -0.000103 0.006683 0.003731 -0.002445 -0.000463

12 0.003637 -0.001163 0.008447 0.005959 -0.002139 0.000435

13 0.004903 -0.001205 0.005313 0.006828 -0.002247 -0.001045

14 0.005607 -8.98E-05 0.005057 0.004469 -0.002676 0.001394

15 0.004046 -0.000399 0.005793 0.005152 -0.001235 0.002107

20 0.005336 -0.000392 0.003280 0.005707 0.000815 0.000661

30 0.005276 0.000615 0.002607 0.005662 -9.26E-05 0.000330

40 0.003457 0.000732 0.003267 0.006284 -0.000451 0.000578

50 0.002528 0.000892 0.003711 0.006191 -0.000628 0.000656

60 0.002183 0.001117 0.003277 0.006064 -0.000852 0.000493

70 0.001679 0.001136 0.002987 0.005979 -0.000902 0.000477

80 0.001100 0.001220 0.002832 0.005703 -0.000944 0.000451

90 0.000643 0.001276 0.002597 0.005360 -0.001022 0.000393

100 0.000240 0.001261 0.002326 0.005005 -0.001048 0.000341

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF

155

Gambar 4.18 Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to ASET

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to BH

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to JUB

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to GDP

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to EXC

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

25 50 75 100

Response of JUB to INF

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

156

Gambar 4.19 Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

1. JUB untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

18.

2. JUB untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 20

3. JUB untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

18

4. JUB untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

16

5. JUB untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

15

6. JUB I untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

11

-.005

.000

.005

.010

.015

.020

.025

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of JUB to CholeskyOne S.D. Innovations

157

5. Impulse Response (IRF) IRF EXC

Tabel 4.23 Impulse Response (IRF) IRF EXC

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 0.063968 -0.076502 0.011001 -0.073313 0.660649 0.000000

2 -0.041528 -0.057160 -0.020641 -0.132607 0.049755 0.023349

3 -0.219594 0.151411 -0.031690 -0.084609 -0.020500 -0.008323

4 -0.078306 -0.159344 0.056922 -0.012889 0.002960 0.011272

5 -0.059472 -0.012997 0.093661 -0.049438 -0.057290 0.026476

6 -0.013237 0.047618 -0.130327 -0.094438 -0.061688 0.034869

7 -0.009233 -0.038520 -0.046089 -0.019543 -0.020080 0.003023

8 -0.154597 0.047566 -0.402715 -0.041098 -0.043473 -0.121650

9 -0.204915 0.003910 0.298559 0.135757 0.021562 0.084318

10 -0.089623 0.049340 0.113949 -0.054049 -0.032534 -0.090145

15 0.052767 -0.040320 0.035239 -0.056322 -0.014299 -0.024352

20 -0.057189 0.004563 0.097888 -0.002186 0.007703 0.034460

30 0.007339 -0.012967 -0.003526 -0.021452 0.002326 -0.002981

40 0.015935 -0.002801 -0.007385 -0.011691 -0.002759 -0.003915

50 0.002283 -0.001908 0.002725 -0.001844 0.003369 0.002455

60 0.006438 -0.001828 0.003740 -0.003261 0.001206 0.001418

70 0.007249 -0.001607 0.001123 -0.000364 0.000807 -0.000405

80 0.006473 -0.001441 0.001428 0.001525 0.001710 0.000638

90 0.005822 -0.000836 0.002535 0.001937 0.001214 0.000657

100 0.005367 -0.000551 0.002600 0.002791 0.000575 0.000411

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF

158

Gambar 4.20 Response of EXC to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to ASET

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to BH

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to JUB

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to GDP

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to EXC

-.8

-.4

.0

.4

.8

25 50 75 100

Response of EXC to INF

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

159

Gambar 4.21 Response of EXC to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

1. EXC untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

15.

2. EXC untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 16

3. EXC untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

18

4. EXC untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

16

5. EXC untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

15

6. EXC untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

15

-.6

-.4

-.2

.0

.2

.4

.6

.8

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of EXC to CholeskyOne S.D. Innovations

160

6. Impulse Response (IRF) GDP

Tabel 4.24

Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation

Period ASET BH JUB GDP EXC INF

1 0.000299 0.001352 0.006056 0.029059 0.000000 0.000000

2 0.003263 -0.002585 0.006549 0.011512 -0.004568 0.000398

3 0.004664 0.004589 0.004161 0.012719 -0.000421 0.002774

4 0.002182 -0.004158 0.008745 0.011045 -0.000222 -0.001062

5 0.001573 -0.003795 0.008252 0.009888 -0.000676 0.000555

6 0.002225 -0.006556 0.007016 0.006926 -0.001287 -0.001791

7 0.002943 -0.005073 0.006458 0.004809 -0.001939 -0.000939

8 0.001255 -0.005918 0.010742 0.002584 -0.002047 -0.001532

9 0.003580 -0.003945 0.005947 0.002655 -0.003371 -0.002359

10 -0.001010 -0.002687 0.006497 0.004442 -0.003539 -0.001255

11 -0.001137 0.001238 0.006532 0.006601 -0.001716 0.001920

12 -0.000883 0.002769 0.005358 0.008404 -0.001475 0.001156

13 -0.001573 0.003788 0.004784 0.009925 -0.000318 -9.15E-06

14 -0.001288 0.003464 0.005665 0.009073 -0.000317 0.000220

15 -0.000326 0.004325 0.004997 0.011167 1.03E-05 0.000298

20 0.001064 0.000745 0.003012 0.009076 -0.003493 -0.001440

30 0.000571 0.002408 0.003891 0.010025 -0.001343 0.001130

40 -0.000139 0.002297 0.004173 0.007942 -0.001704 0.000753

50 -0.000747 0.002078 0.003076 0.007378 -0.002030 0.000234

60 -0.001246 0.002078 0.002678 0.006842 -0.001704 0.000396

70 -0.001593 0.002001 0.002383 0.005815 -0.001658 0.000335

80 -0.001889 0.001806 0.001860 0.005019 -0.001634 0.000191

90 -0.002128 0.001658 0.001439 0.004291 -0.001473 0.000153

100 -0.002282 0.001521 0.001089 0.003504 -0.001342 0.000105

Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF Sumber : data diolah dengan Eviews 6

161

Gambar 4.22 Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to ASET

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to BH

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to JUB

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to GDP

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to EXC

-.02

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

25 50 75 100

Response of GDP to INF

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

162

Gambar 4.23 Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

1. GDP untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

11.

2. GDP untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan

sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari

periode ke 11

3. GDP untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

10

4. GDP untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

7

5. EXC untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

8

6. GDP untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai

periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke

9

-.010

-.005

.000

.005

.010

.015

.020

.025

.030

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Response of GDP to CholeskyOne S.D. Innovations

163

Gambar 4.24 Impulse Response Function GDP Dalam Jangka Panjang

Sumber Data Olahan Eviews 6

G. Analisa Variance Decomposition (VD)

AnalisaVariance Decomposition (VD) atau dikenal sebagai Forecast Error

Varianve Decomposition IFEDV) digunakan untuk memprediksi kontribusi

prosentasi varians setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu

dalam sistem. Pengujian ini membereikan informasi mengenai proporsi dari

pergerakan pengaruh shock pada satu variabel terhadap variabel lainnya pada saat

ini dan periode kedepannya. Dengan demikian, dapat mengetahui seberapa kuat

komposisi dari peranan variabel tertentu terhadapvariabel lainnya. Lebih lanjut

dapat mengetahui variabel mana yang peranannya paling penting dalam masa

penelitian. Setelah melakkan analisis terhadap perilaku dinamis model melalui

Impulse Response Function (IRF) maka selanjutnya akan dilihat karakteristik

model melalui Variance Decomposition.

Dalam pengujian VD ini digunakan jangka waktu dengan jumlah periode

100. Analisa ini melihat karakteristik model.

1. Analisa Variance Decomposition (VD) ASET

Tabel 4.25

Variance Decomposition Of ASET

-20

-10

0

10

20

30

40

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BAGI_HASIL EXC

GDP INF JUB

Response of GDP to CholeskyOne S.D. Innovations

164

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 6.100157 96.21871 1.618179 1.673573 0.161186 0.077457 0.250893

3 7.358798 92.87093 1.376202 2.788096 0.811145 0.062342 2.091287

4 8.499662 90.73866 1.252757 2.089865 1.892851 0.247348 3.778518

5 9.529062 89.19526 1.222008 1.720115 2.063892 0.857505 4.941221

6 10.36544 87.88948 1.355784 1.457589 2.393459 1.859656 5.044027

7 10.97805 87.40371 1.363993 1.334315 2.447260 2.832214 4.618507

8 11.52643 86.81886 1.438361 1.231496 2.629468 3.598187 4.283627

9 12.19213 86.53226 1.482960 1.196061 2.477491 4.423235 3.887994

10 12.70525 85.78691 1.917247 1.195037 2.291562 5.188419 3.620826 Sumber : data diolah dengan Eviews 6

165

Gambar 4.25 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to ASET

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to BH

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to JUB

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to GDP

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to EXC

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent ASET variance due to INF

Variance Decomposition ± 2 S.E.

166

Gambar 4.26

Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH

Gambar 4.26 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) ASET ini dapat dilihat

bahwa pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi ASET VArians

ASET terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa

pada saat guncangan (shock) ASET pada awal periode 1, varians ASET berasal

dari ASET , dengan nilai ASET (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET

terbentuk dari BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan GDP.

2. Analisa Variance Decomposition (VD) BAGI HASIL

Tabel 4.26

Variance Decomposition Of BAGI HASIL

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 0.037500 99.96250 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

2 6.100157 0.027732 95.37223 3.888820 0.079681 0.052219 0.579317

3 7.358798 0.843879 88.92569 8.180164 0.570680 0.191482 1.288104

4 8.499662 2.153509 83.15322 11.69652 0.417489 0.249682 2.329574

5 9.529062 4.293203 74.23856 12.61385 4.092082 0.639425 4.122877

6 10.36544 6.274745 69.20424 13.77820 5.780672 1.246606 3.715534

7 10.97805 8.939128 65.21204 15.48494 5.748551 1.155087 3.460259

8 11.52643 10.17037 62.41220 17.90695 5.171185 1.038886 3.300413

9 12.19213 11.28475 60.62150 19.05404 4.851426 0.991008 3.197273

10 12.70525 12.18678 59.37026 19.48856 4.676417 0.962473 3.315511 Sumber : data diolah dengan Eviews 6

0

20

40

60

80

100

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Variance Decomposition of ASET

167

Gambar 4.27 Variance Decomposition BH to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) BAGI HASIL ini dapat

dilihat bahwa pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi BAGI

HASIL varians terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut

bahwa pada saat guncangan (shock) BAGI HASIL pada awal periode 1, varians

BAGI HASIL berasal dari ASET , dengan nilai ASET (100) . Pada saat periode

ke 2 varians ASET terbentuk dari ASET , INFLASI, JUB EXC dan GDP.

Gambar 4.28

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to ASET

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to BH

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to JUB

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to GDP

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to EXC

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent BH variance due to INF

Variance Decomposition ± 2 S.E.

168

Sumber : Dat Diolah Dengan Eviews 6

3. Analisa Variance Decomposition (VD) INFLASI

Tabel 4.27 Variance Decomposition Of INFLASI

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 0.513398 3.418139 10.28558 1.633167 0.807654 83.34206

2 6.100157 0.414357 3.389114 12.65770 1.205818 2.870632 79.46238

3 7.358798 0.425041 4.673924 15.01393 1.179909 3.689812 75.01739

4 8.499662 0.391695 10.38827 15.77035 2.254980 3.704703 67.49000

5 9.529062 2.355287 14.81756 15.16123 2.778102 3.960624 60.92719

6 10.36544 3.334650 20.08726 14.06403 2.977838 4.075133 55.46109

7 10.97805 3.099266 24.84942 13.57731 3.162650 3.927572 51.38379

8 11.52643 2.874354 29.09949 13.96752 3.275359 3.644945 47.13833

9 12.19213 2.722172 32.12231 13.88778 3.444949 3.484780 44.33802

10 12.70525 2.619572 33.13297 13.37410 4.472820 3.319516 43.08102

Gambar 4.9

0

20

40

60

80

100

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Variance Decomposition of BH

169

Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) INF ini dapat dilihat bahwa

pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi INF varians INF

terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat

guncangan (shock) BAGI HASIL pada awal periode 1, varians INF berasal dari

INF , dengan nilai ASET (100) dan BAGI HASIL. Pada saat periode ke 2

varians INF terbentuk dari ASET, BAGI HASIL, JUB EXC dan GDP.

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of ASET to ASET

-.01

.00

.01

.02

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of BH to ASET

-.010

-.005

.000

.005

.010

.015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of JUB to ASET

-.015

-.010

-.005

.000

.005

.010

.015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of GDP to ASET

-.5

-.4

-.3

-.2

-.1

.0

.1

.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of EXC to ASET

-.008

-.004

.000

.004

.008

.012

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of INF to ASET

Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.

170

Gambar 4.30 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

4. Analisa Variance Decomposition (VD) JUB

Tabel 4.28

Variance Decomposition Of JUB

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 0.745633 0.097128 99.15724 0.000000 0.000000 0.000000

2 6.100157 0.573837 2.364216 95.35703 1.432157 0.205589 0.067176

3 7.358798 2.663279 5.257686 90.29686 1.367665 0.192685 0.221820

4 8.499662 3.037270 8.260769 84.15600 3.600521 0.197242 0.748195

5 9.529062 3.116910 9.980583 79.91674 3.987116 0.961199 2.037453

6 10.36544 3.109748 9.889481 77.34125 6.555381 1.038489 2.065652

7 10.97805 3.168942 9.105402 77.01173 7.706986 1.113275 1.893665

8 11.52643 2.973509 9.285958 75.17642 9.389730 1.309330 1.865059

9 12.19213 2.950236 9.002648 73.24666 11.68581 1.252882 1.861762

10 12.70525 2.812746 8.560821 71.21098 14.34120 1.308491 1.765767

0

10

20

30

40

50

60

70

80

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BAGI_HASIL EXC

GDP INF JUB

Variance Decomposition of INF

171

Gambar 4.31

Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) JUB ini dapat dilihat bahwa

pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi JUB varians JUB

terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat

guncangan (shock) ASET pada awal periode 1, varians JUB berasal dari JUB ,

dengan nilai JUB (100) . Pada saat periode ke 2 varians JUB terbentuk dari BAGI

HASIL, INFLASI, ASET , EXC dan GDP.

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to ASET

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to BH

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to JUB

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to GDP

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to EXC

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent JUB variance due to INF

Variance Decomposition ± 2 S.E.

172

Gambar 4.32 Variance Decomposition JUB

to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

5. Analisa Variance Decomposition (VD) EXC

Tabel 4.29 Variance Decomposition Of EXC

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 0.905507 1.295120 0.026783 1.189384 96.58321 0.000000

2 6.100157 1.217050 1.908249 0.114469 4.804038 91.84212 0.114077

3 7.358798 9.689069 5.745772 0.278156 5.400226 78.77660 0.110174

4 8.499662 10.15036 9.689138 0.808291 5.108817 74.11830 0.125092

5 9.529062 10.41487 9.417293 2.217424 5.350485 72.36411 0.235824

6 10.36544 9.903288 9.281666 4.735834 6.456320 69.21078 0.412114

7 10.97805 9.847993 9.445979 5.030142 6.470513 68.79470 0.410674

8 11.52643 10.26169 7.429756 22.75612 5.105659 52.40697 2.039807

9 12.19213 12.81389 6.279153 28.02314 6.132544 44.32624 2.425038

10 12.70525 13.14527 6.298385 28.31107 6.203160 42.92461 3.117509

Sumber Data Olahan Eviews 6

0

20

40

60

80

100

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Variance Decomposition of JUB

173

Gambar 4.33

Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) EXC ini dapat dilihat bahwa

pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi EXC varians EXC

terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat

guncangan (shock) EXC pada awal periode 1, varians EXC berasal dari EXC ,

dengan nilai EXC (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET terbentuk dari

BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan GDP.

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to ASET

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to BH

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to JUB

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to GDP

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to EXC

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent EXC variance due to INF

Variance Decomposition ± 2 S.E.

174

Gambar 4.34

Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph

6. Analisa Variance Decomposition (VD) GDP

Tabel 4.30

Variance Decomposition Of GDP

Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF

1 4.490554 0.010139 0.206899 4.153322 95.62964 0.000000 0.000000

2 6.100157 0.979078 0.775656 7.254131 89.07422 1.902486 0.014426

3 7.358798 2.449616 2.228918 7.302723 85.84048 1.586321 0.591940

4 8.499662 2.406352 3.026427 11.19698 81.42787 1.362341 0.580037

5 9.529062 2.294256 3.537491 13.94293 78.44461 1.244367 0.536345

6 10.36544 2.374522 5.539296 15.44754 74.74131 1.233214 0.664119

7 10.97805 2.686565 6.545699 16.73983 71.99621 1.357964 0.673739

8 11.52643 2.553474 7.671253 20.81872 66.77703 1.448435 0.731096

9 12.19213 3.025988 8.065755 21.58262 64.47534 1.899183 0.951111

10 12.70525 2.960148 8.083850 22.61690 62.98529 2.369461 0.984356

Gambar 4.26 Variance Decomposition Of ASET-MULTI

0

20

40

60

80

100

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Variance Decomposition of EXC

175

Sumber : data diolah dengan Eviews 6

Hasil analisis Variance Decomposition (VD) GDP ini dapat dilihat bahwa

pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi GDP varians GDP

terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat

guncangan (shock) GDP pada awal periode 1, varians GDP berasal dari GDP ,

dengan nilai GDP (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET terbentuk dari

BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan ASET.

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to ASET

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to BH

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to JUB

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to GDP

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to EXC

-40

0

40

80

120

25 50 75 100

Percent GDP variance due to INF

Variance Decomposition ± 2 S.E.

176

Sumber : Dat Diolah Dengan Eviews 6

H. Implikasi dan Kebijakan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

interdependensi variabel variabel ekonomi makro terhadap perkembangan aset

perbankan syariah. Adapun variabel ekonomi makro meliputi Inflasi, GDP JUB,

EXCdan instrumen Bagi Hasil.

Temuan dalam penelitian ini mencoba mengintegrasikan seluruh variabel

makro ekonomi dalam mencapai sasaran akhir pada perkembangan aset

perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini tidak berdasarkan satu jalur

mekanisme tertentu, tetapi menjelaskan secara simultan bagaimana

interdependensi dan pengaruh variabel ekonomi mkaro terhadap indikator

perkembangan aset di perbankan syariah.

Secara khusus Estimasi VAR yang dilakukan terhadap enam variabel

penelitian diketahui bagaimana pengaruh masing masing variabel makro ekonomi

terhadap perkembangan aset perbankan syariah. Gambar alur penelitian dapat

dilihat pada kerangka penelitian pada gambar 3.1. Berikut akan diuraikan masing

– masing pengaruhnya dan dibandingkan dengan teori – teori ekonomi dan

penelitian sebelumnya.

0

20

40

60

80

100

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

ASET BH JUB

GDP EXC INF

Variance Decomposition of GDP

177

1. Menganalisi interdependensi insrtumen ASET, INLASI ,GDP, EXC,

BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET Perbankan

syariah di Indonesia

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj

angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata tidak

ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang

mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil

pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan

variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar

7,81% sedangkan 92,19 % sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.

Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai

akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan

diharapkan akan diperoleh perusahaan. Aset perusahaan berasal dari transaksi atau

peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Perusahaan biasanya memperoleh aset

melalui pengeluaran berupa pembelian atau produksi sendiri. Akan tetapi, tidak

adanya pengeluaran yang bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau

jasa memenuhi definisi aset, misalnya barang atau jasa yang telah didonasikan

kepada perusahaan dapat dianggap sebagai aset.

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi

dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak

langsung, dalam bentuk arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi

tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari

aktivitas operasional perusahaan.

Disisi yang lain perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbeda

dengan bank konvensional yakni tidak mengenal bunga melainkan bagi hasil

selain itu ada beberapa kegiatan bisnis yang hanya ada pada perbankan syariah

seperti perdagangan dan gadai sehingga hal tersebut membawa dampak teknis

yang luas pada aktifitas perbankan salah satunya adalah pengelolaan asset-liabilit.

178

2. Menganalisi interdependensi instrumen INLASI , ASET ,GDP, EXC,

BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap INFLASI

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel yaitu GDP ( t- statistik =

2.00014 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 0.02933 Berdasarkan

hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa

kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)

hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya 97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.

Secara umum, inflasi tentu akan berpengaruh terhadap transaksi di lembaga

keuangan. Inflasi yang tercermin dari perubahan indeks harga secara umum di

suatu negara akan mempengaruhi biaya dan pendapatan secara riil. Nilai

pendapatan secara riil akan berkurang akan inflasi. Meskipun berpengaruh

terhadap sektor jasa keuangan, seperti yang dikutip English, tingkat inflasi yang

lebih tinggi akan meningkatkan kapasitas sektor jasa keuangan karena masyarakat

akan mengurangi transaksi riil.Pengaruh inflasi terhadap industri jasa keuangan

teraplikasi lewat channel BI rate.BI rate digunakan Bank Indonesia dalam

pelaksanaan kebijakan moneternya. BI rate sebagai indikator tingkat suku bunga

pasar besarannya dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

Selanjutnya Trihadmini (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Pemilihan inflation targetting, respon variabel makro terhadap inflasi, serta

determinan inflasi di Indonesia menggunakan beberapa variabel antara lain nilai

tukar, suku bunga SBI, Jumlah uang beredar M0, Jumlah uang beredar M1, Indeks

Harga Konsumen (IHK), PDB riil, Pengeluaran Konsumsi. Dengan menggunakan

metode Vector Auto Regrression di peroleh bahwa determinasi inflasi di

Indonesia pada periode pra krisis lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah uang

beredar, sedangkan pada periode setelah krisis lebih banyak dipengaruhi oleh

depresiasi nilai tukar. Peran expected inflation cukup besar baik pada periode

prakisis maupun pasca krisis.

Selanjutnya Sutarjo (2005) menyatakan bahwa variabel nilai tukar

berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi, tingkat bunga berpengaruh

179

negatif dan signifikan dan kredit perbankan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap inflasi.

Laju inflasi umum (headline) tahunan 2010 hampir berlipat dua dari 3,4%

di bulan Maret menjadi 6,4% di bulan Agustus, sebagian besar disebabkan oleh

gejolak harga bahan pangan . Inflasi inti meningkat dengan mantap pada periode

yang sama dari 3,6% menjadi 4,2%. Peningkatan ekspor yang terjadi dari januari

2009-juli 2010, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya inflasi inti saat

itu.

Model Ekspektasi Inflasi dari Cagan, yang mencoba meramalkan bagaimana

pengaruh peningkatan stok uang terhadap peningkatan harga, kelemahan model

ini bahwa sekali terjadi kesalahan sistematis terhadap ekspektasi inflasi individu,

maka individu membuat kesalahan ekspektasi pada periode-periode berikutnya.

Informasi yang tersedia tidak pernah dipertimbangkan oleh individu dalam

menyusun ekspektasi pada periode berikutnya, selain itu kesalahan sistematis

dalam menyusun ekspektasi yang pernah dilakukan oleh individu cenderung

semakin kecil, dimana pada model ekspektasi adalah konstan.(Manurung, 2008).

3. Menganalisi interdependensi instumen GPD, ASET, INLASI , EXC,

BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel ASET ( t- statistik =

0.363691 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan

hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa

kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)

hanya sebesar 17,9% sedangkan sisanya 82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya.

Dari hasil penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa

kondisi perekonomian Indonesia dapat diukur dengan menggunakan pendapatan

nasional dan Produk Domestik Bruto (GDP). Pendapatan nasional dan GDP yang

tinggi menandakan kondisi perekonomian suatu negara sedang dalam keadaan

yang baik. Pemerintah mempunyai berbagai kebijakan untuk menjaga atau

180

memperbaiki kualitas perekonomian Indonesia. Aset syariah dan bagi hasil

merupakan instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah di

Indonesia.

Kebijakan Fiskal merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan oleh

pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang

ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka

melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran

Negara.Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk

mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa

pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan

pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat

memengaruhi variabel-variabel berikut: Permintaan agregat dan tingkat aktivitas

ekonomi, Pola persebaran sumber daya dan Distribusi pendapatan

Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil

pengeluaran komsumsi pemerintah, jumlah transfer pemerntah, dan jumlah pajak

yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan

nasional dan tingkat kesempatan kerja.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang

bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang

tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal

(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,

yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,

kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila

kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter

dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan

moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian

ditransfer pada sektor riil.Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan

instrumen kebijakan moneter

Kebijakan moneter berupaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan

181

kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral berusaha mengatur

keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat

terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam

pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah

satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro

wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi

bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas

4. Menganalisi interdependensi instumen EXC, ASET, INLASI ,GDP,

EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap EXC

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata tidak

ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang

mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil

pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan

variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar

5,2% sedangkan 94,8% sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya

Secara alami nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran

permintaan pada mata uang . Jika permintaan meningkat sementara penawaran

tetap nilai tukar uang akan naik. Nilai tukar Rupiah yang berubah ubah dan tidak

stabil sangat mempengaruhi keadaan ekonomi makro Indonesia. Secara garis

besar terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi ekonomi makro

Indonesia yaitu: variabel pertama berhubungan dengan nilai tukar rupiah adalah

keseimbanagn permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negri

maupun mata uang asing. Merosotnya nilai mata uang Ruapiah merefleksikan

menurunnya permintaaan masyarakat terhadap rupiah karena menurunnya peran

perekonomian nasional atau karena meningkatnya nilai mata uang asing sebagai

alat pembayaran internasional sehingga biaya impor mengalami kenaikan.

Model Mundell-Fleming menguraikan bagaimana keseimbangan pasar

uang dan pasar barang dalam perekonomian yang terbuka, dan menganut suatu

182

rezim nilai tukar 63Kenaikan nilai tukar merupakan depresiasi nilai mata uang

domestik. Arus modal diasumsikan merespon perbedaan suku Bunga antara mata

uang domestic dan mata uang asing.

Penelitian ini juga tidak mendukung dengan yang dijelaskan oleh Sutarjo

2002, terdapat perbedaan hubungan variabel nilai tukar , tingkat bunga dan kredit

terhadap inflasi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa nilai tukar berhubungan

negatif dan signifikan, sementara tingkat bunga domestik berhubungan positif dan

signifikan terhadap inflasi.

Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan, dengan

menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk

pembangunan ekonomi serta sumber-sumber pertumbuhan suatu negara. Dengan

menggunakan fungsi produksi Neo-Klasik, dimana spesifikasi model

mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input,

dan elastisitas positif dari substitusi antar input. Dijelaskan bahwa jumlah

tabungan yang tinggi belum tentu baik jika tidak diiringi oleh tingkat konsumsi

yang tinggi. Kondisi yang dipilih seharusnya adalah kondisi mapan dengan tngkat

konsumsi tinggi, disebut tingkat modal kaidah emas (Golden Rule Level of

Capital). Kajian ini mengasumsikan bahwa jumlah populasi dan angkatan kerja

konstan.Selanjutnya kajiannya diperluas lagi mencakup pertumbuhan populasi

dan kemajuan teknologi. Sehingga akhirnya disimpulkan bahwa kemauan

teknologi bisa mengarahkan kepada pertumbuhan yang berkelanjutan dalam

output per pekerja, sebaliknya tingkat tabungan yang tinggi mengarah ke

pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan dicapai. Jika perekonomian

sudah berada dalam kondisi mapan tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya

bergantung pada tingkat kemajuan teknologi.(Mankiw, 2007).

Disisi lain, New Growth Theory menyatakan bahwa negara tidak selalu

mengalami steady-state dalam jangka panjang. Misalnya, sebuah penelitian Lucas

(1998) yang menyatakan bahwa sumber daya manusia sebagai variabel endogen

tidak akan mengalami diminishing return pada kombinasi dari akumulasi sumber

63

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta. h 112

183

daya manusia dan barang modal. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan jangka

panjang tetap terjadi . Constans return to scale terjadi akibat eksternalitas positif

perkembangan pengetahuan yang dapat meningakatkan output dan pertumbuhan.

Pengaruh Hutang Luar Negeri, Tabungan Domestik, Ekspor, Dan Investasi

Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini

bertujuan:(1) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hutang luar negeri,

tabungan domestik, ekspor, investasi asing langsung terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia; (2) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku

bunga, pajak, pertumbuhan ekonomi, hutang luar negeri, dan tabungan domestik

tahun sebelumnya terhadap tabungan domestik Indonesia; (3) untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi, tabungan

domestik, investasi asing langsung, dan hutang luar negeri terhadap nilai tukar

rupiah; (4) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi asing langsung,

pajak, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi terhadap hutang luar negeri

5. Menganalisi interdependensi instumen ASET, INLASI ,GDP, EXC,

Bagi Hasil DAN JUB berkontribusi terhadap Bagi Hasil Perbankan

syariah di Indonesia

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata

ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu BAGI

HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien

1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan

variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh

faktor lainnya

Bagi hasil merupakan salah satu kekhasan sistem perbankan syariah. Bagi

hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di

dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut disepakati adanya

pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau

lebih. Salah satu aspek sistem bagi hasil adalah aspek yang berkaitan dengan

184

resiko melalui pembagian manajemen dan hutang dalam bentuk menanamkan

uangnya ke perbankan, sementara pihak bank tidak membagikan tenaganya

kepada pemilik modal. Jadi jika dalam usaha bersama mengalami resiko, maka

dalam konsep bagi hasil kedua belah pihak akan sama – sama menanggung resiko.

Disatu pihak pemilik modal menanggung kerugian modalnya, dipihak lain

pelaksana proyek akan mengalami kerugian atas tenaga yang telah

dikeluarkannya. Dengan kata lain masing masing pihak melakukan kerjasama

dalam sistem bagi hasil akan berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan. Hal

ini menunjukan keadilan dalam distyribusi pendapatan.

Beberapa faktor yang secara signifikan menjadi pendorong peningkatan kinerja

industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun

penyaluran pembiayaan.

a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan

kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank

syariah.

b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat

mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin

meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.

c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan

syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan

konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses teknologi

informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile

banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini,

secara khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang

menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan

jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi

anak usahanya.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian

hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No. 21

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat

185

Berharga Syariah Negara (sukuk).

Tantangan pengembangan perbankan syariah Di tengah perkembangan

industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya

beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat

meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya secara

berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan perbankan syariah di

Indonesia antara lain sebagai berikut Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI),

baik secara kuantitas maupun kualitas.

Ekspansi perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh

penyediaan SDI secara memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan

menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya

lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi

keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di

bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk

mempertahankan kualitas lulusannya.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan suatu terobosan, yang

mungkin dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi

yang dapat mengahasilkan SDI dalam jumlah yang besar Dengan kata lain hal

tersebut merupakan dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian

Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah.

Industri perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian

untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan

‘linkandmatch’dengan dunia pendidikan.

Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif

dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan

sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan

produk-produk standar untuk menarik nasabah. Pengembangan produk dan

layanan perbankan syariah tidak boleh hanya sekedar ‘mengimitasi perbankan

konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk menciptakan produk dan

layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariahdan kebutuhan

nyata dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk

186

dan layanan perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera

dapat ditiru oleh bank-bank lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk

berinovasi.

6. Menganalisi interdependensi instumen JUB, ASET, INLASI ,GDP,

EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB

Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik = 6.42055) )

dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil

pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan

variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar

8.28% sedangkan sisanya 91.72% dijelaskan oleh faktor lainnya.

Ketika uang dimaknai dalam kerangka flw concept, maka sebenarnya

sebuah mata uang hanya akan berfungsi sebagai uang apabila ia beredar atau

mengalir dalam masyarakat. Dalam pandangan teori flwconcept tingkat

pendapatan masyarakat tidak sematamata ditunjukkan oleh jumlah uang yang

dipegang,tetapi benar-benar produktif. Kriteria uang produktifdapat ditunjukkan

oleh keterkaitannya dengan sektor riil berupa perdagangan (trade) atas barang-

barang komoditas dan tingkat harga barang-barang itu sendiri (Aadiwarman

A.Karim, 2007). Uang dalam pengertian flw concept dipisahkan dengan

pengertian capital. Hal ini bertolak belakang dengan pengertian uang dalam stock

concept. Dalam pengertian yang kedua, uang diartikan secara bolak-balik

(interchengeability), antara uang sebagai uang dan uang sebagai capital (Fuad

Mohd. Fachruddin, 1961).Kesesuaian pemikiran al-Gazali dengan konsep

pertama, yakni flw concept berimplikasi terhadap penjelasan mengenai fungsi dan

motif permintaan uang. Motif transaksi dalam permintaan uang merupakan

permintaan yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi

biasa/wajar. Motif ini timbul dalam kaitannya dengan fungsi uang sebagai

medium of exchange. Sedangkan motif berjaga-jaga (precautionary motive)

merupakan permintaan uang yang timbul untuk memenuhi kebutuhan akan

187

kemungkinan yang muncul tidak terduga. Motif spekulatif (speculative motive)

adalah motif permintaan terhadap uang yang sifatnya untuk mendapatkan

keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock market, fiancial

market dan foreign exchange.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pembahasan yang telah dilakukan da;lam penelitian ini

maka terdapat beberapa kesimpula yang diperoleh yaitu:

1. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj

angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata

tidak ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua

variabel yang mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98

. Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam

menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 7,81% sedangkan 92,19 %

sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.

2. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka

panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel yaitu GDP ( t-

statistik = 2.00014 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien

0.02933 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square)

dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam

menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya

97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.

3. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka

panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada

hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel ASET ( t- statistik =

0.363691 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828

Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam

menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 17,9% sedangkan sisanya

82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya

4. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata

tidak ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua

variabel yang mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98

. Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam

menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar 5,2% sedangkan 94,8%

sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya

5. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka

panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata

ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu

BAGI HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang

mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit

(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel

eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3%

sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh faktor lainnya

6. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan

jangka panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata

ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik

= 6.42055) ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828

Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat

diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam

menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 8.28% sedangkan sisanya

91.72% dijelaskan oleh faktor lainnya.

.

B. SARAN

Berikut ini beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan yaitu

1. Intrumen BAGI HASIL dan GDP berdasarkan analisis estimasi VECM

Mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien terhadap ASET,

maka hal ini perlu menjadi perhatian serius karena guncangan akibat

instrumen BAGI HASIL sebagai instrumen kebijakan moneter

konvensional dan GDP akan mempengaruhi seluruh variabel.

2. Instrumen BAGI HASIL berdasarkan analisis Impulse response function

ternyata merupakan variabel terbanyak, maka hal ini perlu menjadi

perhatian serius karena guncangan akibat instrumen BAGI HASIL

sebagai instrumen kebijakan moneter konvensional akan akan direspon

oleh seluruh variabel.

3. Instrumen GDP merupakan instrumen yang paling dominan berperan

dalam perkembangan ASET perbankan syariah, oleh karena itu diperlukan

kebijakan pemerintah pemerintah baik kebijakan fiskal dan moneter dalam

meningkatkan sektor rill asehingga ASET perbankan syariah meningkat

dan akan meningkatkan pembiayaan di perbankan syariah.

4. Bagiperbankansyariahhendakya secara signifikan menjadi pendorong

peningkatan kinerja industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan

penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaanmelalui.

a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan

kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank

syariah.

b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat

mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin

meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.

c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan

syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan

konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses teknologi

informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile

banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini,

secara khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang

menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan

jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi

anak usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Dinamika islam Kultural. Banding. Mizan 2010

Adisti, D.M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)

Terhadap Inflasi di Indonesia.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan

Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha

Putra Semarang 1989

Antonio, M. Syafii. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Edisi Pertama.

Jakarta : Gema Insani Press.

Ascarya. 2009a. Lesson Learned from Repeated Financial Crises: an Islamic

Economic Perspective.Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank

Indonesia, Vol. 12, No.1, July 2009. Jakarta : Bank Indonesia.

. 2009b. Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error

CorrelationModelmenggunakan EVIEWS 4.1. Jakarta : Center of

Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia.

Ahuja, H.L.,2002. Macroeconomic Theory and Policy, ninth edition, S Chad &

Company Ltd, Ram Nagar, New Delhi.

Alfirman, Luki., dan Edy Sutriono. 2006. Analisis Hubungan Pengeluaran

Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan

Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal

Keuangan Publik Vol 4 No 1, April 2006, hal. 25-66.

Arestis Phillip & Malcolm Sawyer, 2005. Aggregate demand, conflict and

capacity in the inflationary process, Cambridge Journal of Economics,

Oxford University Press, vol. 29(6), pages 959-974, Novembe

Arestis, Philip. Michelle Baddeley., and Malcolm Sawyer .2007. The Relationship

between Capital Stock, Unemployment and Wages in nine EMU

Countries.Buletin of Economic Research, 59, pp. 125-148.

Ariefianto, Moch Doddy. 2012. Ekonometrika Esensi Dan Aplikasi Dengan

Menggunakan Eviews. Penerbit Erlangga.

Arifin Syamsul. 1998. Efektifitas Suku Bunga dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di

masa Krisis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember ,

Jakarta.

Autor. David H.David Dorn and Gordon H. Hanso, 2008.The China Syndrome:

Local Labor Market Effects of Import Competition in The United State.

American. Economic Review. Forthcoming.

Bafadal, Azhar. 2005. Dampak Defisit dan Utang Pemerintah Terhadap Stabilitas

Makroekonomi.Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Banjarnahor, Nova Riana.2008. Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran

Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi

Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan

Bank Indonesia Vol 11 No.1.Juli 2008

Bank Indonesia, 2011, Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, Diakses dari

www.bi.go.id, 10 Desember 2013.

Bapepam., dan L.K. (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta Hubungan

Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan

Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan

Republik Indonesia.

Batiz-Rivera,F.L., and L.A. Rivera-Batiz. 1994. International Finance and Open

Economy Macroeconomics. 2nded. New York: Macmillan Publishing

Company.

Bean, Charles. 1989. Capital Shortage and Persistent Unemployment.Economic

Policy. 7. pp. 12– 53.

Blanchard, Olivier.2003. Monetary Policy and Unemployment.Remarks at the

Conference Monetary Policy and the Labor Market. A conference in

honor of James Tobin”. held at the New School in New York,

November 2002 [http://econ-www.mit.edu/files/731].

Boediono. 1993. Seri Sinopsis.PengantarIlmuEkonomiMakro.

BPFE.Jogyakarta.Hal 96.

Boyes, William, J. 1991. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd

Edition. South Western Publishing Company. Ohio.

Branson WH. 1989.Macroeconomic Theory and Policy. Third Edition. Harper &

RowPublisher. Inc.

Carlin, Wendy., and David Soskice.2006.Macroeconomics. Imperfections,

Institutions & Policies. Oxford. Oxford University Press.

Chapra, Umar Development Economics Lesson that remain to learned Journal Of

Islamic Studies Vol 42

Darsono. 2005. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor

Pertanian dengan Pendekatan pada Agroindustri di Indonesia.

Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Debelle, G. and D.Laxton. 1997. Is The Phillips Curve Really a Curve ?Some

evidence for Canada. the United Kingdom and United States. Staff

Pappers. International Monetary Fund 44: 249-282.

Didik.J, dan Suwiditono. 2000. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank

Sentral. Pt Mardi Mulyo. Hal 9.

Ditria Yoda.Jeni Vivian, Indra Widjaya, 2008.Pengaruh Tingkat Suku Bunga,

Nilai Tukar Rupiah dan Jmlah Ekspor Terhadap Tingkat Kredit

Perbankan. 2008. Journal of Applied Finance and Accounting Vol. 1

No.1 November 2008:166-19.

Dornbusch R, Stanley.F, Richard. S, 2008, Makroekonomi, PT.Media Global

Edukasi, Jakarta.

ECB . 2004. The monetary policy of the ECB. ECB: Frankfurt.

Enders, Walter. 1996. RATS Handbook for Econometric Time Series. New York:

John Willey and Sons.

Enders, Walter. 2004. Applied Econometrik Time Series. 2nd Edition. New York,

Jhon Willey and Sons, Inc.

Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection:

Representation, Estimation, and Testing. Econometrica 55. 251-76.

Fajar Muhammad, 2010, Studi Empiris Efek Fiher di Indonesia. Jurnal Ekonomi

Pembnagunan.

FR Haryanto. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap

Perekonomian Indonesia: Suatu Jalur Mekanisme Transmisi Moneter.

Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Gambetti, Luca dan Barbara Pistoresi. 2004. Policy Matters. The Long Run

Effects of Aggregate Demand and Mark-up Shocks on the Italian

Unemployment Rate, Empirical Economics 29: 209 -226.

Gordon, David. B.,& Eric M. Leeper. 1994. The Dynamic Impact of Monetary

Poicy: An Excercises in Tentative Identification. Journal of Political

Economy Vol 102 No 6. hal 1228-1247.

Greene,William, H. 2000.Econometric Analysis. 4th. New Jersey: Prentice Hall.

Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill: Singapore.

Gulo Angandrowa. 2008.Analisis Pengaruh Aspek Moneter dan Fiskal terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Hakim, Lukman. 2003. Kebijakan Moneter Ekspansif dan Volatilitas Harga-Harga

Aset 1990-2001. Media Ekonomi Universitas Trisakti Vol.9 No. 3

2003.

Hartadi, A.S., dan Perry ,W. 1997.Mencari Paradigma Baru Manajemen

Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel; Suatu Pemikiran untuk

Penerapannya di [email protected].

Hein, Eckhard. 2004. Die NAIRU - Eine Post-Keynesianische

Interpretation.Intervention, 1, pp. 43-66.

Hein, Eckhard. 2006. Wage Bargaining and Monetary Policy in a Kaleckian

Monetary Distribution and Growth Model: Trying to Make Sense of the

NAIRU. Intervention, 3, pp. 305-329.

Houben, Aerdt, C.F.J. 1997.Exchange Rate Policy and Monetary Strategy Option

in The Philippines The Search for Stability and Sustainability.IMF

Paper on Policy Analysis and Assessment. PPAA/97/4, Wasington,DC.

Isard,P. Dan D.Laxton. 1998. Monetary Policy with NAIRU Uncertainty and

Endogeneous Credibility; Persfectives on Policy Rules and the Gain

from Experimentationand Transparency. Forthcoming in Reserve Bank

of New Zealand Confrence Volume on Monetary Policy Under

Uncertainty.

Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap Sektor

UMKM di Sumatera Utara

Julaihah, Ummi., dan Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter

terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1-2003.2.

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Vol 7 No 2.

September 2004.

Khursid Ahmad”pengantar”dalam M.Umer Chapra, The Future Of Economics An

Islamic Perspective,Terj Ihkwan Abidin Basri (jakarta: Gema Insani

Press 2001)

Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2013

Lavoie, Marc. 2006. A Post-Keynesian Amendment to the New Consensus on

Monetary Policy.Metroeconomica. 57. pp. 165-192.

Laxton, D., D. Rose, Tambakis. 1999. The U.S. Phillips Curve: The Case of

Asymetri. Forthcoming. Journal of Economic Dynamics and Control.

Laxton, D.,G.Meredith , and D.Rose 1995. A sitmetric Effect of Economic

Activity on Inflation: Evidence and Policy Implication.Staff Papers.

International Monetary Fund 42(2): 344-374.

Layard, Richard, Stephen .Nickell ,and Richard, Jackman. 1991. Unemployment.

Macroeconomic Performance and the Labour Market. Oxford: Oxford

University Press.

Lestari., Etty Puji. 2008. Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Permintaan Uang M2 di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol

9 No 2. Desember 2008. hal 121-136.

Lo, Ming., and Piger, Jeremy. 2005. Is the Response of Output to Monetary

Policy Asymmetric? Evidence from a Regime-Switching Coefficients

Model.Journal of Money, Credit, and Banking. 37. pp. 865-886.

LP3FE UNPAD dan Giat, 2004. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja di

Indonesia Berenang. Melawan Arus?, Universitas Padjajaran Bandung

dan Proyek Growth Through Investment, Agriculture and Trade

(GIAT).

Makridakis, Wheelwright, Ir, MSC, 1991. Ekonomi Terapan, Terjemahan Aroef.

Matthias, MSIE, Dr, Prof. Tarsito. Bandung.

Mahendra A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Mankiw, N. Gregory. 2000. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Manurung Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan

Kebijakan Moneter. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Manurung, J. 2009. Materi Kuliah Ekonomi Moneter Lanjutan. Program Doktor

Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.

Masdjojo. GN. 2010. Kajian Pendekatan Keynesian Dan Monetaris Terhadap

Dinamika Cadangan Devisa Melalui Penelusuran Neraca Pembayaran

Internasional Studi Empiris Di Indonesia Periode 1983-2008. Disertasi.

Prodi Ilmu Ekonomi. Univesitas Dipenogoro. Semarang

Maski Ghozali. 2007. Transmisi Kebijaka Moneter Kajian Teoritis dan Empiris.

BPFE UNIBRAW, Malang.

Mishkin, Frederic. 1996. The channels of monetary policy transmission: lessons

for monetary policy.NBER Working Paper No. 5464.

Mohamed Aslam Mohamed Haneef. Islam The islamic Worldview and Islamic

Economics IIUM Journal of Economics &Management. No 5

Natsir, M. 2008. Studi Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di

Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar serta Jalur

Ekspektasi Inflasi Periode 1990:1-2007:1. Disertasi. Program

Pascasarjana Universitas Airlangga

Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya

Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia dalam

rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka 2014)

Noel Gaston dan Gulasekaran Rajaguru. 2009. Globalisation and Development

Centre and School ofBusiness, Bond University, Gold Coast.

Queensland 4229, Australia. Correspondence: [email protected]

Nasution, Mustafa Edwin dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Edisi

Pertama cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2007 h 16-

17.

NasutiomHarun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya cet V. (Jakarta: UI Press

2005)

Nopirin, 2000.Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.

Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya

Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia

dalam rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka

2014

Nazory Muhammad Nuansa Konvensional Dalam Perbankan syariah, Nalar Fiqh

Jurnal Kajian Islam Kemasyarakatan 2004

Peersman, Gert., and Frank, Smets. 2001. Are the Effects of Monetary Policy in

the Euro area Greater in Recessions than in Booms? ECB Working

Paper No. 52.

Pindick, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic

Forecasts. 3rd.ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition.

Pohan, Aulia. 2008.Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Poole, W. 1970. Optimal Choice of Monetary Policy Instruments in a simple

Stocastic Macro Model, Quarterly Journal of Economics. Vol 84. Page

197-216. Mei.

Porto Guido G. 2005. Agricultural Exports, Wages and Unemployment.

Development Research Group. The World Bank.Site

resources.worldbank.org.

Rifki Ismail, The Indonesian Islamic Bangking Theory and Practices. Depok

Gramathama 2011

Romer, Christina., and David, Romer., 1994. What Ends Recessions? NBER

Macroeconomics Annual 1994. Cambridge (MA): MIT-Press, pp. 13-

59.

Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies

Inc. New York.

Rowthorn, Robert. 1995. Capital Formation and Unemployment. Oxford Review

of Economic Policy. 11. pp. 26-39.

Rowthorn, Robert. 1999. Unemployment, Wage Bargaining and Capital–Labour

Substitution.Cambridge Journal of Economics. 23. pp. 413-426.

Rudebusch, G. 1998. Do Measures of Monetary Policy in a VAR Make Sense?

International Economic Review 39, pp. 907 – 931

Rutaihwa Johansein Ladislaus dan Wumi K. Olayiwola. 2010. Trade

Liberalization and Employment Performance of Textile and Clothing

Industry in Tanzania. www.ccsenet.org/ibr International Business

Research Vol. 3, No. 3; July 2010.

Sadorno ,S. 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D. 1997.Makro Ekonomi Edisi

Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Saskara Ida Ayu dan Kaluge David . Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengangguran Perempuan . Journal of Indonesian Applied Economics

Vol. 3 No. 2 Oktober 2009, 111-12.

Satria Doni dan Juhro Solikin M, 2011, Perilaku Risiko Dalam Mekanisme

Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter

dan Perbankan Vol 3, No3, Januari 2011. Jakarta.

Shi Ni Jen. Interest rate, Unemployment rate,and House Market in USA. 2011.

International Conference on Social Science and Humanity. IPEDR vol.5

(2011). IACSIT Press, Singapore.

Sihono Teguh, 2010. Statement Kebijaksanaan Moneter. Jurnal Ekonomi &

Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010.

Simorangkir. 2007. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia;

Suatu Kajian dengan Pendekatan Gamezomi Moneter dan Perbankan.

Bank Indonesia, Januari 2007, hal 6-30.

Sims, Christoper A. 1982. Macroeconomy and Reality Econometrica. January,

Vol 48, No1

Soekarni Mulyana dan Imam Sugema. 2009. Persistensi Pengangguran Di

Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Data

Mikro. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan Bank Indonesia. Vol

12 Nomer 02 Oktober 2009. Jakarta.

Soenhadji, Imam Murtono. 2003. Jumlah Uang Beredar dan faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No 2 Jilid 8. tahun

2003. hal 56-65.

Staiger, Douglas., James H. Stock, and Mark W. Watson. 1997. The NAIRU,

Unemployment and Monetary Policy. The Journal of Economic

Perspectives, Vol. 11, No. 1 (Winter, 1997), pp. 33-49.

Stockhammer, Engelbert., and Simon, Sturn. 2008. The Impact of Monetary

Policy on Unemployment Hysteresis. Working Paper Number15/2008.

Macroeconomic Policy Institute Germany.

Stockhammer., Engelbert. 2008. Is the NAIRU theory a Monetarist, New

Keynesian, Post Keynesian or a Marxist Theory? Metroeconomica 59.p.

479-510.

Sugiono, FX. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter Operasi Pasar Terbuka.Seri

Kebanksentralan No 10. PPSK Bank Indonesia. Jakarta.

Sukirno Sadono, 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System Malaysia:

Pelanduk,2001

Sunarjo Jatno dan Isnina Wahyuning . 2002. Pengaruh Faktor Moneter Terhadap

Laju Inflasi di Indonesia (Penerapan Uji Classical dengan Single

Equation Model). Fakultas Ekonomi. Universitas Terbuka. Jakarta .

Sutardjo, Agus. 2005. Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap

Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu

Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. Universitas

Padjadjaran Bandung.

Sutawijawa, Adrian., dan Zulfahmi. 2010. Pengaruh Ekspor dan Investasi

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-2006. Jurnal

Organisasi dan Manajemen Vol 6 No 1. Maret 2010. hal. 14-27.

Sutikno. 2007. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro

Ekonomi Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis). FE Universitas

Muhammadiyah Malang.

Syahza, Almasdi. 2003. Perkembangan Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di

Riau. Jurnal Sosio Humaniora LP Unpad Bandung. Vol 5 No 2. Juli

2003.

Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System (Malaysia:

Pelanduk,2001)

Tanjung Hendri, Metode Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta, Gramata Publishing

2013

Taylor, J.B. 1999. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER

Working Paper No 6768.

Taylor. 1993. Discretion Versus Policy Rules in Practice. Carnegie-Rochester

Conference Series on Public Policy.

Thomas, loyd. B. 1997. Money, Banking and Financial Market. International

Edition. Mc Graw-Hill. New-York. USA.

Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. England: Addison-

Wesley.

Trihadmini Nuning. 2008. Pemilihan Inflation Targetting Frame Work, Respon

Variabel Makro Terhadap Inflasi, Serta Determinan Inflasi Di

Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol 13 No1. Jakarta.

Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Jurnal

Ekonomi Pembangunan, Vol 9 No.2 Desember 2008. Jakarta.

Verbeeck, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics.John Wiley and Sons Ltd.

England.

Wa Santi. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran Di Desa

Ondoke Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna. Diakses pada

http://jurnalekonomipend.blogspot.com.

Ward, B. D., and H. Siregar. 2000. The Role of Aggregate Demand Shocks in

Explaining Indonesian Macro-Economic Fluctuations. Commerce

Division Discussion Paper No. 86. Lincoln University. Canterbury.

Wardhana Dharendra dan Dhanie Nugroho. 2006. Pengangguran Struktural Di

Indonesia; Keterangan Dari Analisis Dalam Kerangka Hysteresis.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 21, No 4. 2006. 361-375.

Warjiyo,Ferry., dan Solikin. 2003.Bank Indonesia: Bank Sentral Republik

Indonesia Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Pusat

Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia, Jakarta.

Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Monetary Policy transmission in

Indonesia: An Overview. Perry Warjiyo and Juda Agung (eds):

Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Strategic

Research and Monetary Policy. Directorate of Economic Research and

Monetary Policy. Bank Indonesia.

Wijoyo.S, dan Reza.A. 1998. Underlying Inflation Sebagai Indikator yang

Relevan dengan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Buletin Moneter

dan Perbankan Vol.1 No 1.

The World Bank, 2010. Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia

Melihat ke Masa Depan, Investing in Indonesia Instituion.

Zulkifli Ikhwan. 2004. Analisis Pengaruh Operasi Pasar Terbuka Dalam Rangka

Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Tesis. Prodi Ekonomi

Pembangunan. Sekolah Pasca Sarja. USU-Medan.

Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth

2002)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Dinamika islam Kultural. Banding. Mizan 2010

Adisti, D.M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)

Terhadap Inflasi di Indonesia.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan

Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha

Putra Semarang 1989

Antonio, M. Syafii. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Edisi Pertama.

Jakarta : Gema Insani Press.

Ascarya. 2009a. Lesson Learned from Repeated Financial Crises: an Islamic

Economic Perspective.Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank

Indonesia, Vol. 12, No.1, July 2009. Jakarta : Bank Indonesia.

. 2009b. Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error

CorrelationModelmenggunakan EVIEWS 4.1. Jakarta : Center of

Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia.

Ahuja, H.L.,2002. Macroeconomic Theory and Policy, ninth edition, S Chad &

Company Ltd, Ram Nagar, New Delhi.

Alfirman, Luki., dan Edy Sutriono. 2006. Analisis Hubungan Pengeluaran

Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan

Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal

Keuangan Publik Vol 4 No 1, April 2006, hal. 25-66.

Arestis Phillip & Malcolm Sawyer, 2005. Aggregate demand, conflict and

capacity in the inflationary process, Cambridge Journal of Economics,

Oxford University Press, vol. 29(6), pages 959-974, Novembe

Arestis, Philip. Michelle Baddeley., and Malcolm Sawyer .2007. The Relationship

between Capital Stock, Unemployment and Wages in nine EMU

Countries.Buletin of Economic Research, 59, pp. 125-148.

Ariefianto, Moch Doddy. 2012. Ekonometrika Esensi Dan Aplikasi Dengan

Menggunakan Eviews. Penerbit Erlangga.

Arifin Syamsul. 1998. Efektifitas Suku Bunga dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di

masa Krisis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember ,

Jakarta.

Autor. David H.David Dorn and Gordon H. Hanso, 2008.The China Syndrome:

Local Labor Market Effects of Import Competition in The United State.

American. Economic Review. Forthcoming.

Bafadal, Azhar. 2005. Dampak Defisit dan Utang Pemerintah Terhadap Stabilitas

Makroekonomi.Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Banjarnahor, Nova Riana.2008. Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran

Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi

Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan

Bank Indonesia Vol 11 No.1.Juli 2008

Bank Indonesia, 2011, Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, Diakses dari

www.bi.go.id, 10 Desember 2013.

Bapepam., dan L.K. (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta Hubungan

Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan

Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan

Republik Indonesia.

Batiz-Rivera,F.L., and L.A. Rivera-Batiz. 1994. International Finance and Open

Economy Macroeconomics. 2nded. New York: Macmillan Publishing

Company.

Bean, Charles. 1989. Capital Shortage and Persistent Unemployment.Economic

Policy. 7. pp. 12– 53.

Blanchard, Olivier.2003. Monetary Policy and Unemployment.Remarks at the

Conference Monetary Policy and the Labor Market. A conference in

honor of James Tobin”. held at the New School in New York,

November 2002 [http://econ-www.mit.edu/files/731].

Boediono. 1993. Seri Sinopsis.

PengantarIlmuEkonomiMakro.BPFE.Jogyakarta.Hal 96.

Boyes, William, J. 1991. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd

Edition. South Western Publishing Company. Ohio.

Branson WH. 1989.Macroeconomic Theory and Policy. Third Edition. Harper &

RowPublisher. Inc.

Carlin, Wendy., and David Soskice.2006.Macroeconomics. Imperfections,

Institutions & Policies. Oxford. Oxford University Press.

Chapra, Umar Development Economics Lesson that remain to learned Journal Of

Islamic Studies Vol 42

Darsono. 2005. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor

Pertanian dengan Pendekatan pada Agroindustri di Indonesia.

Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Debelle, G. and D.Laxton. 1997. Is The Phillips Curve Really a Curve ?Some

evidence for Canada. the United Kingdom and United States. Staff

Pappers. International Monetary Fund 44: 249-282.

Didik.J, dan Suwiditono. 2000. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank

Sentral. Pt Mardi Mulyo. Hal 9.

Ditria Yoda.Jeni Vivian, Indra Widjaya, 2008.Pengaruh Tingkat Suku Bunga,

Nilai Tukar Rupiah dan Jmlah Ekspor Terhadap Tingkat Kredit

Perbankan. 2008. Journal of Applied Finance and Accounting Vol. 1

No.1 November 2008:166-19.

Dornbusch R, Stanley.F, Richard. S, 2008, Makroekonomi, PT.Media Global

Edukasi, Jakarta.

ECB . 2004. The monetary policy of the ECB. ECB: Frankfurt.

Enders, Walter. 1996. RATS Handbook for Econometric Time Series. New York:

John Willey and Sons.

Enders, Walter. 2004. Applied Econometrik Time Series. 2nd Edition. New York,

Jhon Willey and Sons, Inc.

Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection:

Representation, Estimation, and Testing. Econometrica 55. 251-76.

Fajar Muhammad, 2010, Studi Empiris Efek Fiher di Indonesia. Jurnal Ekonomi

Pembnagunan.

FR Haryanto. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap

Perekonomian Indonesia: Suatu Jalur Mekanisme Transmisi Moneter.

Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Gambetti, Luca dan Barbara Pistoresi. 2004. Policy Matters. The Long Run

Effects of Aggregate Demand and Mark-up Shocks on the Italian

Unemployment Rate, Empirical Economics 29: 209 -226.

Gordon, David. B.,& Eric M. Leeper. 1994. The Dynamic Impact of Monetary

Poicy: An Excercises in Tentative Identification. Journal of Political

Economy Vol 102 No 6. hal 1228-1247.

Greene,William, H. 2000.Econometric Analysis. 4th. New Jersey: Prentice Hall.

Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill: Singapore.

Gulo Angandrowa. 2008.Analisis Pengaruh Aspek Moneter dan Fiskal terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Hakim, Lukman. 2003. Kebijakan Moneter Ekspansif dan Volatilitas Harga-Harga

Aset 1990-2001. Media Ekonomi Universitas Trisakti Vol.9 No. 3

2003.

Hartadi, A.S., dan Perry ,W. 1997.Mencari Paradigma Baru Manajemen

Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel; Suatu Pemikiran untuk

Penerapannya di [email protected].

Hein, Eckhard. 2004. Die NAIRU - Eine Post-Keynesianische

Interpretation.Intervention, 1, pp. 43-66.

Hein, Eckhard. 2006. Wage Bargaining and Monetary Policy in a Kaleckian

Monetary Distribution and Growth Model: Trying to Make Sense of the

NAIRU. Intervention, 3, pp. 305-329.

Houben, Aerdt, C.F.J. 1997.Exchange Rate Policy and Monetary Strategy Option

in The Philippines The Search for Stability and Sustainability.IMF

Paper on Policy Analysis and Assessment. PPAA/97/4, Wasington,DC.

Isard,P. Dan D.Laxton. 1998. Monetary Policy with NAIRU Uncertainty and

Endogeneous Credibility; Persfectives on Policy Rules and the Gain

from Experimentationand Transparency. Forthcoming in Reserve Bank

of New Zealand Confrence Volume on Monetary Policy Under

Uncertainty.

Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap Sektor

UMKM di Sumatera Utara

Julaihah, Ummi., dan Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter

terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1-2003.2.

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Vol 7 No 2.

September 2004.

Khursid Ahmad”pengantar”dalam M.Umer Chapra, The Future Of Economics An

Islamic Perspective,Terj Ihkwan Abidin Basri (jakarta: Gema Insani

Press 2001)

Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2013

Lavoie, Marc. 2006. A Post-Keynesian Amendment to the New Consensus on

Monetary Policy.Metroeconomica. 57. pp. 165-192.

Laxton, D., D. Rose, Tambakis. 1999. The U.S. Phillips Curve: The Case of

Asymetri. Forthcoming. Journal of Economic Dynamics and Control.

Laxton, D.,G.Meredith , and D.Rose 1995. A sitmetric Effect of Economic

Activity on Inflation: Evidence and Policy Implication.Staff Papers.

International Monetary Fund 42(2): 344-374.

Layard, Richard, Stephen .Nickell ,and Richard, Jackman. 1991. Unemployment.

Macroeconomic Performance and the Labour Market. Oxford: Oxford

University Press.

Lestari., Etty Puji. 2008. Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Permintaan Uang M2 di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol

9 No 2. Desember 2008. hal 121-136.

Lo, Ming., and Piger, Jeremy. 2005. Is the Response of Output to Monetary

Policy Asymmetric? Evidence from a Regime-Switching Coefficients

Model.Journal of Money, Credit, and Banking. 37. pp. 865-886.

LP3FE UNPAD dan Giat, 2004. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja di

Indonesia Berenang. Melawan Arus?, Universitas Padjajaran Bandung

dan Proyek Growth Through Investment, Agriculture and Trade

(GIAT).

Makridakis, Wheelwright, Ir, MSC, 1991. Ekonomi Terapan, Terjemahan Aroef.

Matthias, MSIE, Dr, Prof. Tarsito. Bandung.

Mahendra A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Mankiw, N. Gregory. 2000. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Manurung Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan

Kebijakan Moneter. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Manurung, J. 2009. Materi Kuliah Ekonomi Moneter Lanjutan. Program Doktor

Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.

Masdjojo. GN. 2010. Kajian Pendekatan Keynesian Dan Monetaris Terhadap

Dinamika Cadangan Devisa Melalui Penelusuran Neraca Pembayaran

Internasional Studi Empiris Di Indonesia Periode 1983-2008. Disertasi.

Prodi Ilmu Ekonomi. Univesitas Dipenogoro. Semarang

Maski Ghozali. 2007. Transmisi Kebijaka Moneter Kajian Teoritis dan Empiris.

BPFE UNIBRAW, Malang.

Mishkin, Frederic. 1996. The channels of monetary policy transmission: lessons

for monetary policy.NBER Working Paper No. 5464.

Mohamed Aslam Mohamed Haneef. Islam The islamic Worldview and Islamic

Economics IIUM Journal of Economics &Management. No 5

Natsir, M. 2008. Studi Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di

Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar serta Jalur

Ekspektasi Inflasi Periode 1990:1-2007:1. Disertasi. Program

Pascasarjana Universitas Airlangga

Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya

Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia dalam

rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka 2014)

Noel Gaston dan Gulasekaran Rajaguru. 2009. Globalisation and Development

Centre and School ofBusiness, Bond University, Gold Coast.

Queensland 4229, Australia. Correspondence: [email protected]

Nasution, Mustafa Edwin dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Edisi

Pertama cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2007 h 16-

17.

NasutiomHarun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya cet V. (Jakarta: UI Press

2005)

Nopirin, 2000.Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.

Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya

Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia

dalam rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka

2014

Nazory Muhammad Nuansa Konvensional Dalam Perbankan syariah, Nalar Fiqh

Jurnal Kajian Islam Kemasyarakatan 2004

Peersman, Gert., and Frank, Smets. 2001. Are the Effects of Monetary Policy in

the Euro area Greater in Recessions than in Booms? ECB Working

Paper No. 52.

Pindick, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic

Forecasts. 3rd.ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition.

Pohan, Aulia. 2008.Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Poole, W. 1970. Optimal Choice of Monetary Policy Instruments in a simple

Stocastic Macro Model, Quarterly Journal of Economics. Vol 84. Page

197-216. Mei.

Porto Guido G. 2005. Agricultural Exports, Wages and Unemployment.

Development Research Group. The World Bank.Site

resources.worldbank.org.

Rifki Ismail, The Indonesian Islamic Bangking Theory and Practices. Depok

Gramathama 2011

Romer, Christina., and David, Romer., 1994. What Ends Recessions? NBER

Macroeconomics Annual 1994. Cambridge (MA): MIT-Press, pp. 13-

59.

Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies

Inc. New York.

Rowthorn, Robert. 1995. Capital Formation and Unemployment. Oxford Review

of Economic Policy. 11. pp. 26-39.

Rowthorn, Robert. 1999. Unemployment, Wage Bargaining and Capital–Labour

Substitution.Cambridge Journal of Economics. 23. pp. 413-426.

Rudebusch, G. 1998. Do Measures of Monetary Policy in a VAR Make Sense?

International Economic Review 39, pp. 907 – 931

Rutaihwa Johansein Ladislaus dan Wumi K. Olayiwola. 2010. Trade

Liberalization and Employment Performance of Textile and Clothing

Industry in Tanzania. www.ccsenet.org/ibr International Business

Research Vol. 3, No. 3; July 2010.

Sadorno ,S. 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D. 1997.Makro Ekonomi Edisi

Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Saskara Ida Ayu dan Kaluge David . Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengangguran Perempuan . Journal of Indonesian Applied Economics

Vol. 3 No. 2 Oktober 2009, 111-12.

Satria Doni dan Juhro Solikin M, 2011, Perilaku Risiko Dalam Mekanisme

Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter

dan Perbankan Vol 3, No3, Januari 2011. Jakarta.

Shi Ni Jen. Interest rate, Unemployment rate,and House Market in USA. 2011.

International Conference on Social Science and Humanity. IPEDR vol.5

(2011). IACSIT Press, Singapore.

Sihono Teguh, 2010. Statement Kebijaksanaan Moneter. Jurnal Ekonomi &

Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010.

Simorangkir. 2007. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia;

Suatu Kajian dengan Pendekatan Gamezomi Moneter dan Perbankan.

Bank Indonesia, Januari 2007, hal 6-30.

Sims, Christoper A. 1982. Macroeconomy and Reality Econometrica. January,

Vol 48, No1

Soekarni Mulyana dan Imam Sugema. 2009. Persistensi Pengangguran Di

Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Data

Mikro. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan Bank Indonesia. Vol

12 Nomer 02 Oktober 2009. Jakarta.

Soenhadji, Imam Murtono. 2003. Jumlah Uang Beredar dan faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No 2 Jilid 8. tahun

2003. hal 56-65.

Staiger, Douglas., James H. Stock, and Mark W. Watson. 1997. The NAIRU,

Unemployment and Monetary Policy. The Journal of Economic

Perspectives, Vol. 11, No. 1 (Winter, 1997), pp. 33-49.

Stockhammer, Engelbert., and Simon, Sturn. 2008. The Impact of Monetary

Policy on Unemployment Hysteresis. Working Paper Number15/2008.

Macroeconomic Policy Institute Germany.

Stockhammer., Engelbert. 2008. Is the NAIRU theory a Monetarist, New

Keynesian, Post Keynesian or a Marxist Theory? Metroeconomica 59.p.

479-510.

Sugiono, FX. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter Operasi Pasar Terbuka.Seri

Kebanksentralan No 10. PPSK Bank Indonesia. Jakarta.

Sukirno Sadono, 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System Malaysia:

Pelanduk,2001

Sunarjo Jatno dan Isnina Wahyuning . 2002. Pengaruh Faktor Moneter Terhadap

Laju Inflasi di Indonesia (Penerapan Uji Classical dengan Single

Equation Model). Fakultas Ekonomi. Universitas Terbuka. Jakarta .

Sutardjo, Agus. 2005. Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap

Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu

Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. Universitas

Padjadjaran Bandung.

Sutawijawa, Adrian., dan Zulfahmi. 2010. Pengaruh Ekspor dan Investasi

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-2006. Jurnal

Organisasi dan Manajemen Vol 6 No 1. Maret 2010. hal. 14-27.

Sutikno. 2007. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro

Ekonomi Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis). FE Universitas

Muhammadiyah Malang.

Syahza, Almasdi. 2003. Perkembangan Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di

Riau. Jurnal Sosio Humaniora LP Unpad Bandung. Vol 5 No 2. Juli

2003.

Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System (Malaysia:

Pelanduk,2001)

Tanjung Hendri, Metode Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta, Gramata Publishing

2013

Taylor, J.B. 1999. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER

Working Paper No 6768.

Taylor. 1993. Discretion Versus Policy Rules in Practice. Carnegie-Rochester

Conference Series on Public Policy.

Thomas, loyd. B. 1997. Money, Banking and Financial Market. International

Edition. Mc Graw-Hill. New-York. USA.

Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. England: Addison-

Wesley.

Trihadmini Nuning. 2008. Pemilihan Inflation Targetting Frame Work, Respon

Variabel Makro Terhadap Inflasi, Serta Determinan Inflasi Di

Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol 13 No1. Jakarta.

Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Jurnal

Ekonomi Pembangunan, Vol 9 No.2 Desember 2008. Jakarta.

Verbeeck, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics.John Wiley and Sons Ltd.

England.

Wa Santi. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran Di Desa

Ondoke Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna. Diakses pada

http://jurnalekonomipend.blogspot.com.

Ward, B. D., and H. Siregar. 2000. The Role of Aggregate Demand Shocks in

Explaining Indonesian Macro-Economic Fluctuations. Commerce

Division Discussion Paper No. 86. Lincoln University. Canterbury.

Wardhana Dharendra dan Dhanie Nugroho. 2006. Pengangguran Struktural Di

Indonesia; Keterangan Dari Analisis Dalam Kerangka Hysteresis.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 21, No 4. 2006. 361-375.

Warjiyo,Ferry., dan Solikin. 2003.Bank Indonesia: Bank Sentral Republik

Indonesia Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Pusat

Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia, Jakarta.

Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Monetary Policy transmission in

Indonesia: An Overview. Perry Warjiyo and Juda Agung (eds):

Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Strategic

Research and Monetary Policy. Directorate of Economic Research and

Monetary Policy. Bank Indonesia.

Wijoyo.S, dan Reza.A. 1998. Underlying Inflation Sebagai Indikator yang

Relevan dengan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Buletin Moneter

dan Perbankan Vol.1 No 1.

The World Bank, 2010. Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia

Melihat ke Masa Depan, Investing in Indonesia Instituion.

Zulkifli Ikhwan. 2004. Analisis Pengaruh Operasi Pasar Terbuka Dalam Rangka

Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Tesis. Prodi Ekonomi

Pembangunan. Sekolah Pasca Sarja. USU-Medan.

Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth

2002)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Noni Rozaini M.Si

2 Jabatan Funsional Lektor

3 Pangkat/Gol Penata Tk 1/IIId

4 Jabatan Struktural Ketua Prodi Pendidikan Tata Niaga FE UNIMED

5 NIP/NIDN 197807022006042002/0002077803

6 No Sertifikasi Pendidik

7 Tempat dan Tanggal lahir Medan/ 2 Juli 1978

8 Alamat Rumah Jl Klambir V gg Kalpataru no 2 Medan

9 No Telf Rumah 8450043

10 No HP 081361758656

11 Institusi UNIMED

12 Jurusan Fakultas Ekonomi

13 Program Studi Pendidikan Tata Niaga

14 Alamat Kantor Jl Williem Iskandar Psr V Medan Estate

15 Masa Kerja 11 Tahun

16 Nomor Telf Kantor 085762177105

17 Alamat Email [email protected]

2. Identitas Keluarga

a. Suami

No Nama Tempat Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan

1 Syaifuddi Syah SE Medan 25 Desember

1978

S1 BUMN

(Bank Mandiri)

b. Anak

No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan

1 Atthiyyah Salsabila Medan 16 Mei 2007 SD IKAL

Medan

Pelajar

2 Afifa Aulia Medan 12 September 2011

TK Rabbani Pelajar

c. Orang Tua

No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan

1 Drs. Zulkarnain M. Tanjung Tiram 25 Jan 1950 S1 Pensiunan PNS

UNIMED

2 Dra Hj Rodhiah Muchtar Simpang Tiga 15 Feb 1943 S1 Pensiunan PNS

UNIMED

d. Saudara Kandung

No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan

1 Alm Elvita Syafrida Sari S.Pd Medan 3 Nov 1975 S1 -

2 Dewi Purnama ST Medan 5 Des 1976 S1 Wiraswasta

3. M. Ridha Habibi M.Si Medan 10 Agt 1979 S2 Dosen FE

UNIMED

4. Alm Rabiatul Chuzaimah SH, M.Hum Medan 7 jan 1981 S2 -

3. Riwayat Pendidikan

a. Pendidikan dasar

No Tingkat Nama Sekolah Jurusan Tahun

Tamat

1 SD Tunas Kartika 2 Medan - 1990

2 SMP AL – AZHAR Medan - 1993

3 SMA Tunas Kartika 1 Medan IPA 1996

b. Pendidikan Tinggi

No Tingkat Perguruan Tinggi Jurusan Tahun Tamat

1 S1 UNRI Pekanbaru SEP 2000

2 AKTA IV UNIMED FIP 2003

3 S2 UNSYIAH Banda Aceh IESP 2005

4. S3 UINSU Medan Eksya 2017

4. Pengalaman penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Buku Tahun Jumlah Hal Penerbit

1 Pengantar Ekonomi

Makro

2015 257 Perdana Publishing

2 Pengantar Ekonomi

Mikro

2015 260 Perdana Publishing

3 Ekonomi Syariah 2015 211 UNIMED PERS

5. Pengalaman Kerja

No Lembaga Tahun Keterangan

1 FE UMSU 2003- Sekarang Dosen FE

2 FE UT 2015 Dosen FE

3 PPS UNIMED 2004-2006 Staf

4 FE UNIMED 2006 - Sekarang Dosen FE

5 Instruktur PLPG UNIMED 2011-2016 Dosen FE

6 MONEV K 13 Kota Dumai 2014 Reviuer

7 MONEV K 13 Kab

Batubara

2015 Reviuer

6. Pengalaman Penelitian dan Pengabdian 5 Tahun

No Judul Sumber Tahun

1 Peningkatam Kemampuan Pengembangan

Media pembelajaran Berbasis IT bagi

Anggota Asosiasi Guru Ekonomi Indonesia

(AGRESIA)

BOPTN 2013

2 Pengaruh Kesiapan Dosen Dan Mahasiswa

Dalam Menghadapi MEA Untuk

meningkatkan Mutu Lulusan Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Niaga

BOPTN 2015

3 Analisa Daya Saing Mahasiswa Dalam

Menghadapi MEA BOPTN 2015

4 Effecst Of Learning Mettod Preview, Qustion, READ, Reflect, Recite, Review (PQ4R) and

Aplication of Media Audio Visual Learning

Outcames Of Economy

Mandiri 2016

5 Jenis Jenis Kontrak dalam Fiqih Muamalah Mandiri 2014

6 Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi

Terhadap Perkembangan Perbankan Syariah DP2AI 2016

7 Pengembangan Model pembelajaran Berbasis

Masalah Pada Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro Untuk meningkatkan

Kompetensi Dan Berfikir Kreatif Mahasiswa

Jurusan Pendidikan Ekonomi FE

DP2AI 2016