analisis interdependensi inflasi, gdp, exc, bagi hasil...
TRANSCRIPT
ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL
DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
DISERTASI
Oleh :
NONI ROZAINI
NIM: 94312050421
PROGRAM STUDI
S-3 EKONOMI SYARIAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITASISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PENGESAHAN
Disertasi berjudul ”ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC,
BAGI HASIL DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA.atas nama Noni Rozaini NIM
94313050421/EKSYA Program Studi Ekonomi Syariah telah diuji dalam Sidang
Terbuka Disertasi Program Doktor (S3), Pasca Sarjana UIN SU Medan, pada hari
Jum’at tanggal 11 Agustus 2017.
Disertasi ini telah diperbaiki dan disetujui untuk diujikan dalam sidang
akhir (Promosi Doktor), dan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Doktor (Dr) pada Program Studi Ekonomi Syariah (EKSYA).
Medan, 18 Agustus 2017
Panitia Sidang Ujian Tertutup Disertasi
Program Pasca Sarjana UIN SU Medan
Ketua
Prof. Dr.Syukur Kholil MA
NIP. 196402091989031003
Sekretaris
Dr. Achyar Zein, M.Ag
NIP. 196702161997031001
Anggota-Anggota
1. Prof. Dr. M. Yasir Nasution
NIP. 195005111977031001
2. Dr. M. Yusuf Harahap , M.Si NIP. 196108151987031001
3. Dr. Sri Sudiarti MA NIP.195911121990032002
4. Dr. Saparuddin Siregar, SE, Ak.SAS, MA CA NIP.196307182001121001
5. Dr. Arwansyah. M.Si NIP 196307121989031002
Prof. Dr.Syukur Kholil MA
NIP .196402091989031003
PERSETUJUAN Disertasi Berjudul:
ANALISIS INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL
DAN JUB TERHADAP PERKEMBANGAN ASET
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Oleh:
NONI ROZAINI
94313050421/EKSYA
Dapat Disetujui dan Disahkan Untuk Diujikan Pada Ujian Tertutup
Memperoleh Gelar Doktor (S-3) Pada Program Studi Ekonomi Syariah
Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara
Medan Agustus 2017
PROMOTOR
Prof. Dr. M Yasir Nasution, MA Dr. H. M. Yusuf Harahap, M.Si
NIP 195005111977031001 NIP196108151987031001
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Noni Rozaini
Nim : 94312050421/EKSYA
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 02 Juli 1978
Pekerjaan : Dosen Universitas Negeri Medan
Alamat : Jl Klambir V gg no 2 Medan 20125
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul ” ANALISIS
INTERDEPENDENSI INFLASI, GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB
TERHADAP PERKEMBANGAN ASET PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA ” adalah benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumbernya.
Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan didalamnya, maka kesalahan
dan kekeliruan itu menjadi tanggungjawab saya.
Demikian Surat Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya.
Medan, Januari 2017
Yang membuat pernyataan
Noni Rozaini
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan
nikmat tidak terhingga kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
disertasi ini dengan baik, Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW dalam
menjalankan aktivitas sehari – hari yang syafaatnya diharapkan di hari kemudian
kelak..
Dalam melengkapi tugas untuk memperoleh gelar Doktor pada Program
Studi Ekonomi Syariah Strata 3 (S3) pada Pascasarjana UIN Sumatera Utara
Medan, penulis menyusun disertasi dengan judul: “Analisis Interdependensi
Inflasi , GDP, KURS, Bagi Hasil dan JUB Terhadap Perkembangan ASET
Perbankan Syariah di Indonesia ”
Disertasi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,
ayahanda Drs. Zulkarnain Musa dan ibunda tercinta Dra Hj Rodhiah Muchtar
yang telah membesarkan dan mendidik dan mendoakan penulis hingga penulis
mampu untuk menyelesaikan study S3 ini.
Disertasi ini juga penulis persembahkan untuk suami tercinta Syaifuddin
Syah SE yang selalu memberikan motivasi dan kekuatan untuk menyelesaikan
disertasi ini, serta kedua buah hati penulis Athiyyah Salsabila dan Afifah Aulia
yang selalu protes kalau uminya pergi karena urusan kerja atau penyelesaian
kuliah/disertasi ini (sabar ya kakak yaya dan adek afifa) semua ini akan menjadi
motivasi buat kakak dan adek untuk lebih giat lagi belajar dan mengeyam
pendidikan yang jauh lebih baik dari umi dan juga kakak tercinta Dewi Purnama
Juliani ST beserta keluarga, dan adik tercinta M. Ridha Habibi M.Si beserta
keluarga ( dukungan dari kalian menjadi motivasi buatku menyelesaikan disertasi
ini).
Disertasi ini tidak akan selesai tanpa bantuan bimbingan guru – guru besar,
kerjasama dari rekan sejawat peneliti yang ada di UINSU, dan dukungan dari
keluarga besar penulis. Trimakasih penulis persembahkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Saidurrahman MA, selaku Rektor UIN SU dan juga
penguji.
2. Bapak Prof. Dr. Syukur Kholil, MA selaku Direktur Pasca Sarjana UIN
SU.
3. Ibu Dr. Sri Sudiarti MA, selaku ketua program studi sekaligus juga
sebagai dosen penguji
4. Dr Ahyar Zein MA. Selaku sekretaris siding disertasi
5. Bapak Prof. Dr. Yasir Nasution MA, Bapak Dr Muhammad Yusuf M.Si
selaku promoter dan co-promotor.
6. Bapak Dr. SaparuddinSiregar SE, Ak. SAS, M.Ag. MA, CA , Dr
Arwansyah., MSi., sebagai penguji atas saran dan kritik yang diberikan
untuk kesempurnaan disertas iini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada program Studi Ekonomi Syariah
starata 3 (S3), Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan yang
banyakmembantusemasaperkuliahaan.
8. Rekan rekan Mahasiswa S3 Prodi EkonomiSyariah UIN-SU angkatan ke
II atas kebersamaan dan kerjasama kita semua
9. Bapak Dekan FE Prof. Indra Maipita Ph.D, WD 1 , WD 2, dan WD 3 FE
yang telah banyak membantu menyelesaikan disertasi ini
10. Rekan rekan seperjuangan di Prodi Pendidikan Tataniaga FE UNIMED,
trimakasih atas motivasi, dukungan dan perhatian yang teman teman
berikan.
11. Semua pihak yang membantu penyusunan disertasi ini, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan,
kekurangan ini disebabkan pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih
kurang oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sekalian.
Akhir kata penulis berharap dari desertasi belum sempurna ini,
memberikan manfaat bagi penulis dan menambah khasanah perbankan syariah di
Indonesia
Medan, Februari 2017
Noni Rozaini
NIM 94312050421/EKSYA
ABSTRAK
Noni Rozaini 94312050421/ EKSYA“AnalisisInterdependensi Inflasi, GDP,
EXC, Bagi Hasil Dan JUB Terhadap Perkembangan ASET
Perbankan Syariah di INDONESIA .
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam Interdependensi
Inflasi, GDP, EXC, Bagi Hasil Dan JUB Terhadap Perkembangan ASET
Perbankan Syariah di INDONESIA.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatip,
teknik analisa menggunakan Vector Auto Regression (VAR) untuk melihat
hubungan antar variabel – variabel yang menjadi pilihan dalam penentuan ASET
Perbankan Syariah di Indonesia, dengan terlebih dahulu menggunakan beberapa
pengujian yang seharusnya dilakukan sehingga pada akhirnya akan menghasilkan
persamaan jangka panjang dan jangka pendek melalui analisa Vector Error
Correction Model (VECM), respon variable melalui Impulse Response Function
(IRF) dan peran serta komposisi variable melalui Variance Decomposition
(VD).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) instrument BagiHasil GDP
berdasarkan analisis hasil estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien yang tinggi terhadap
ASET perbankansyariah. (2) instrument Bagi hasil berdasarkan analisa Impulse
Response Function (IRF) atauprilakudinamis model ternyatavariabel yang
terbanyak dan tertinggi direspons oleh variable penelitian. (3) Instrumen Bagi
hasil berdasarkan analisis Variance Decomposition (VD) merupakanvariabel yang
mempunyai komposisi dan peran besar direspon oleh variabel lain. (4) Instrumen
ASET perbankan syariah berdasarkan analisis Impulse Response Function
(IRF),Variance Decomposition (VD). Ternyata belum menempati respon terbesar
dan komposisi terbesar bagi variable lainnya. Penelitian ini merekomendasikan
perlunya (1) Mencermati variable bagihasil sebagai instrument kebijakan moneter
Syariah yang cukup berpengaruh dancendrung menstimulus GDP dan sangat
berpengaruhdalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia (2) melakukan
penelitian lanjutan dengan menganalisa variabel GDP dan bagihasi lterhadap
variabel yang telah diteliti.
Kata Kunci: Inflasi, GDP, EXC, Bagi Hasil , JUB dan ASET Perbankan
Syariah
ABSTRACT
Noni Rozaini : 94312050421/ EKSYAInterdependence Analysis Inflation,
Gross Domestic Product , Excange Rate, ProfitSharing And Money Supply
Against ASSETS Growth of Shariah Banking in INDONESIA.
The purpose of this research are to analyze iThe interdependence of inflation,
GDP, EXC, profit sharingAnd JUB Against ASSETS Development of Shariah
Banking in INDONESIA.This research used quantitative, research approach
which is using Vector Auto Regression (VAR) to see the relationships between
variables that are preferred in determination ASSETShariah Banking in
Indonesia. firstly do the test that must be done so that eventually will yields the
equation long term and the short term by Vector Error Correction Model
(VECM) analysis, response of variable by Impulse response Function (IRF) and
participation variable composition by Variance Decompositiom (VD)
The results of the research concluded that (1) ProfitSharing and GDP based on
the anlysisthat the estimation of Vector Error Correction Model (VECM) hasa
significant influence with a high coefficient against ASSETS Islamic banking. (2)
Profit Sharing Instrument based on Impulse Response Function (IRF) test or
(dynamic behavior omodel) is the variable that most and highest responded by
the research variables. (3) profit sharingInstruments based on Variance
Decomposition (VD) test is a variable that has great composition and the
participant which responded by the research variables. (4) Instruments ASSETS
Shariah Banking based onImpulse Response Function (IRF)and Variance
Decomposition (VD) test. Actually not t occupied the greatest response and
composition for other variables. The study recommends the need to (1) Examine
profit sharing as syariah monetary policy instruments that quite influential and
tend to stimulate GDP and greatly influenced the development sharia banking
especially the ASSETs sharia banking (2) conducting advanced research by
analyzing the profit sharing variable that has been investigated.
Keywords: Inflation, Gross Domestic Product, Excange Rate, Profit Sharing,
Money Supply and Shariah Banking ASSETS
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
A. Pedoman Transliterasi
1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi
dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus.
Di bawah ini merupakan daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan
huruf Latin:
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
alif Tidakdilambangkan Tidakdilambangkan ا
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Sa £ es (dengan titik di atas) ث
jim J Je ج
¥ ha حha (dengan titik di bawah
Kha Kh kadan ha خ
dal D De د
zal © zet (dengan titik di atas) ذ
ra r Er ر
zai z Zet ز
sin s Es س
syim sy esdan ye ش
¡ sad صes (dengan titik di
bawah)
» dad ضde (dengan titik di
bawah)
ta ¯ te (dengan titik di bawah) ط
§ za ظzet (dengan titik di
bawah)
ain ' komaterbalik (di atas)‘ ع
gain G Ge غ
fa F Ef ف
qaf q Ki ق
kaf k Ka ك
lam l El ل
mim m Em م
nun n En ن
wau w We و
ha h Ha ه
hamzah ' Apostrop ء
ya y Ye ي
2. Vokal Tunggal
Vokal bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
b. Vokal Rangkap
Vokal Rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Contoh: جهد = jahada su’ila = سئل ruwiya = روي
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh: قال = q±la
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah a a ـ
Kasrah i i ـ
Dammah u u ـ
Tanda Nama GabunganHuruf Nama
ى ـ Fathahdanya ai a dan i
و ـ Kasrahdanwaw au a dan u
HarakatdanHuruf Nama HurufdanTanda Nama
ىا ـ Fathahdanalifatauya Ā a dan garis di
atas
يـ Kasrahdanya ³ i dan garis di
atas
و ـ Dammahdanwaw u dan garis di
atas
±ram = رمى q³la = قيل yaqlu = يقول 4. Ta Marbutah (ة)
Transliterasi untuk ta marb¯ah ada dua, yaitu:
a. Ta marb¯ah hidup
Ta marb¯ah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah
dan «ammah, transliterasinya adalah / t/
Contoh: روضة األطفال = rau«ah al-a¯f±l= rau«atul-a¯f±l
b. Ta marb¯ah mati
Ta marb¯ahyang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah / h/.
Contoh: طلحة = °al¥ah
c. Kalau pada kata terakhir dengan Ta marb¯ah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu
terpisah, maka Ta marb¯ah itu ditransliterasikan dengan ha
(h).
Contoh: المدينة المنورة = al-Mad³nah al-Munawwarah = al-Madinatul-Munawwarah
5. Syaddah/ Tasydid (Konsonan Rangkap)
Syaddah atau tasydid dalam tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan huruf
yang sama dengan huruf yang diberi syaddah.
Contoh: ربنا = rabban± nazzala = نزل al-¥ajj = الحج nu’ima = نعم
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
huruf (ال), namun dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas
kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah dan kata sandang yang
diikuti huruf qamariyah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf / l/ diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh: الرجل = ar-rajulu
as-sayyidatu = السيدة
asy-syamsu = الشمس
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan
sesuai aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh: القلم = al-qalamu
al-bad³’u = البديع
al-jal±lu = الجالل
B. Singkatan
as = ‘alaih as-sal±m h. = halaman H. = tahun Hijriyah M. = tahun Masehi QS. = qur’an surat ra. = radia Allah anhu Saw. = Șalla Allah ‘alaih wa sallam Swt. = subhana Allah wa ta’ala t.th = tanpa tahun
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSEJUTUAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
PEDOMAN TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
........................
........................
.......................
........................
........................
i
v
xiv
xvii
xx
BAB I PENDAHULUAN ........................ 1
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Batasan Istilah 31
E. Kegunaan Penelitian
........................
........................
........................
........................
........................
1
13
13
14
15
BAB II LANDASAN TEORI ........................ 18
A. KAJIAN TEORI
1. Kajian Teori
2. Instrumen Moneter dan Indikator Ekonomi
Makro Indonesia
3. Jumlah Uang Beredar
4. Model Mundell Fleming
5. Model Inflasi
6. Teori Pertumbuhan Sollow Swan
7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
8. Nilai Tukar
B. Perbankan Syariah
1. Fungsi Perbankan
2. Bagi Hasil
3. Produk Perbankan Syariah
C. Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup penelitian
B. Jenis dan sumber Data
C. Model Analisis
D. Metode Analisis
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Hasil penelitian
B. Perkembangan Variabel yang diteliti
1. EXC
2. Inflasi
3. Pertumbuhan Ekonomi
4. GDP
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
.......................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
.......................
........................
.......................
18
22
28
33
36
40
48
56
63
64
66
70
78
81
82
88
90
91
98
107
114
118
120
122
133
5. Perbankan Syariah
C. Hasil Uji Akar Akar unit dan Derajat
Integrasi
1. Hasil Uji Stationeritas
2. Menentukan Lag Optimum
3. Uji Stabilitas VAR
4. Uji Kausalitas Granger
5. Uji Kointegrasi
D. Vector Errors Correction Model
E.Impuls Respon Function
F. Variance Decomposition
H. Temuan Ilmiah
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
........................
133
134
137
139
148
150
155
173
175
178
180
184
188
189
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya Undang Undang No 10 tahun 1998. Dalam undang – undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis – jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang – undang tersebut
juga memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang bank
syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Indonesia memiliki peluang sebagai negara yang memiliki pangsa pasar
syariah terbesar dengan populasi penduduk beragama islam terbesar didunia yaitu
sebesar 207 juta jiwa dari jumlah penduduk sebesar 254,9 juta jiwa pada tahun
2015. Perjalanan waktu menunjukan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan
untuk mengatasi masalah yang saat ini masih menjadi sebuah krisis global. Pada
tahun 2012 merupakan masa pemulihan setelah krisis global. Dilihat dari
perkembangannya, diperkirakan bahwa perekonomian tahun 2015 mengarah pada
pertumbuhan yang baik. Terlebih untuk kinerja perekonomian Indonesia tingkat
konsumsi domestik relatif tinggi dan kelas menengah yang meningkat serta
ditunjang oleh kondisi makro ekonomi yang relatif terjaga dengan baik,
merupakan beberapa faktor penyebab perekonomian nasional tidak terlalu
terpengaruh oleh krisis perekonomian global. Begitu pula dengan perbankan
syariah nasional, relatif tidak begitu signfikan mengalami dampak krisis ekonomi
global pada awal tahun 2012, sejalan dengan itu, perbankan Indonesia yang lebih
tertuju kepada pasar domestik yang masih besar, serta potensi pangsa perbankan
syariah yang masih tinggi di Indonesia, dengan pangsa pasar sampai dengan akhir
tahun 2014 telah mendekati 5%.ndekati awal dekade 1980-an, bank-bank Islam
tidak hanya bermunculan dgara-negara islam tetapi juga bermunculan di negara-
negara bukan islam bahkanditerima di negara-negara bukan Islam. Pada era 1990-
an jumlah bank-bank islam di seluruh dunia telah mencapai 50 buah termasuk
dinegara-negara bukan Islam. Kemudian pada era 2000-an telah terdapat
lebiinstitusi keuangan yang operasinya berlandaskan syariah Islam yang
2
mengelola harta melebihi US$ 200 milyar1. Tahun 2001 saja terdapat sekitar 267
lembaga keuangan Islam dan bank yang beroperasi di seluruh dunia.
Menurut laporan IDB, nilai pertambahan aset perbankan syariah ini
melebihi 15% pertahun, dan dianggarkan nilai harta institusi keuangan islam pada
akhir tahun 2003 adalah sebanyak US$ 230 milyar. Pada tahun 2009, industri
perbankan Islam semakin berkembang, terdapat sekitar 396 bank islam yang
tersebar di 53 negara. Jumlah dana yang dikelola telah meningkat menjadi lebih
kurang US$ 700 milyar2. Industri perbankan Islam dunia telah berkembang secara
progresif dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 10-20% per tahun. Sekurang-
kurangnya terdapat 300 institusi keuangan Islam pada waktu ini yang tersebar di
75 negara dengan aset tidak kurang daripada US$ 1-2 trilyun. Besarnya jumlah
masyarakat Muslim dinegara Republik ini pada hakikatnya merupakan potensi
besar bagi perbankan syariah untuk tumbuh dan berkembang. Statistik terakhir
yang dilakukan oleh Badan Statistik Indonesia (BPS) pada 2015 jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa yang sebagian
besarnya tertumpu di Pulau Jawa. Dari keseluruhan jumlah ini sekitar 207 juta
orang adalah muslim. Berdasarkan jumlah ini, Indonesia dikatakan sebagai negara
yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. 3
Undang-undang No 21 tahun 2008 menyatakan Perbankan Syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Adanya dual banking system yang mana bank
1Bank Indonesia, , Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, 2015 Diakses dari www.bi.go.id, 10 Desember2016 . h 52.
2Syafi’i Antonio, Perbankan Syariah, Wacana Ulama dan Cendikiawan,(Jakarta:BI dan Tazkia Institut 2009) h 125 3BPS 2015 Sensus Kependudukan. Diakses dari WWW.bps.go.id. 17 Jan 2017 h 5
3
konvensional dibolehkan membuka unit usaha syariah atau Islamic window.
Peraturan inilah yang menjadi momentum dan telah membuka kesempatan yang
luas bagi perbankan konvensional yang ingin membuka produk syariah mereka di
samping tetap mempertahankan sistem konvensional. Tidak seperti dalam
undang-undang tahun 1992, yaitu istilah perbankan syariah dinyatakan secara
samar, dalam undang-undang ini penyebutan “bank berdasarkan prinsip kerjasama
yang saling menguntungkan” telah diubah menjadi “bank berdasarkan prinsip
syariah” atau yang disingkat “perbankan syariah”.
Sampai dengan bulan Desember 2014, industri perbankan syariah telah
mempunyai jaringan sebanyak 12 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha
Syariah (UUS), dan 163 BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.910
kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara. Total aset perbankan
syariah mencapai Rp272,343 triliun tumbuh sebesar 56,1% (yoy) dari posisi tahun
sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi
pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima
tahun terakhir (2009-2014), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional
hanya sebesar 17,7% pertahun.4 Oleh karena itu, industri perbankan syariah
dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’.
Akselerasi pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari
pertumbuhan perbankan nasional berhasil meningkatkan porsi perbankan syariah
dalam perbankan nasional menjadi 4,0%. Jika tren pertumbuhan yang tinggi
industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi perbankan
syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke
depan.
Perkembangan perbankan syariah dari sisi institusi bermula pada tahun
1991 dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan resmi beroperasi
4Bank Indonesia 2016, Laporan Neraca Perbankan Indonnesia, Diakses dari www.bi.id 10 Des 2016.h 67
4
pada tahun 1992.5, perkembangan perbankan syariah yang pesat baru terjadi
setelah tahun 1998. Perbankan syariah semakin mendapat perhatian setelah
beberapa seri krisis ekonomi terjadi. Krisis yang dimaksud adalah krisis ekonomi
dunia tahun Pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang pengaruhnya sangat
dirasakan oleh negara-negara di rantau Asia termasuk Indonesia. Kemudian yang
terbaru adalah krisis ekonomi global tahun 2009 yang pengaruhnya hampir merata
dirasakan oleh negara-negara dunia terutama Amerika Serikat.
Perkembangan bank syariah selama hampir 20 (dua puluh) tahun
kehadirannya di Indonesia menunjukkan kinerja yang semakin membaik, baik dari
sisi kelembagaan maupun kinerja keuangan termasuk peningkatan jumlah nasabah
bank syariah. Namun demikian, tantangan pengembangan industri perbankan
syariah semakin meningkat termasuk operasional dan model-model bank syariah
yang dapat dikembangkan ke depan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel
berikut ini yang menjelaskan beberapa indikator perkembangan perbankan syariah
di Indonesia.
Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan dan Kinerja
Perbankan Syariah Indonesia
* Sumber BPS 2014
5 M. Nazori Madjid. Nuansa Konvensional Dalam Perbankan Syariah, Nalar Fiqih. 2004 h 28
Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
BUS 2 2 2 2 3 3 3 3 5 6 11 11 11 11 12
UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22
BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163
Jaringan
kantor 146 182 229 337 443 550 693 802 1,069 1,258 1,763 2,101 2,663 2,990 2,910
Aset (miliar
Rp) 1,790 2,719 4,045 8,152 15,803 21,502 27,618 37,754 49,555 66,090 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343
DPK (miliar
Rp) 1,029 1,806 2,918 5,910 12,129 15,933 21,193 28,730 36,852 52,271 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858
PYD (miliar
Rp) 1,271 2,050 3,277 5,723 11,821 15,688 21,060 28,837 38,195 46,886 68,181 102,655 147,505 184,122 199,330
5
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa dari tahun 2001 sampai tahun 2014 semua
indikator perkembangan perbankan syariah menunjukkan pertumbuhan yang
sangat signifikan, diantaranya saja dapat dijelaskan bahwa aset pada tahun 2000
sebesar 1,790 ( Miliar Rp), tahun 2004 naik hampir 15 kali lipat yaitu sebesar
15,803 sampai pada ahirnya pada tahun 2014 meningkat sebesar 272,343 (miliar
Rp).
Secara nasional petumbuhan perbankan syariah khususnya dari segi aset
mencatat kemajuan yang cukup mengesankan sejak berdirinya tahun 1992.
Pertumbuhan aset perbankan syariah secara rata – rata selalu diatas 30%, bahkan
pernah mencapai di atas 40%. Walaupun demikian tingkat pertumbuhan
perbankan syariah cukup tinggi ini ternyata belum cukup mengambil porsi pangsa
pasar perbankan yang masih dikuasi bank konvensional. Kontribusi aset
perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih sangat kecil yaitu 4,8% per
Desember 2014.
Pertumbuhan yang tinggi tersebut salah satunya dipicu oleh peningkatan
penghimpun dana yang menarik bagi deposan atas daya saing nisbah bagi hasil
dan margin produk dibandingkan dengan tingkat bunga perbankan nasional.
Peningkatan dana pihak ketiga juga didukung oleh peningkatan jaminan
pemerintah kepada deposan bank Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 miliar melalui
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Perkembangan aset juga dibantu oleh
besarnya pertumbuhan pembiayaan dan besarnya rasio pembiayaan terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang sangat tinggi sampai tahun 2014 proporsinya secara
konsisten melebihi 80% .
Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat
terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan atau penyaluran pembiayaan yang
cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan kawasan
Sulawesi, Maluku dan Papua yang melebihi laju pertumbuhan secara nasional.
Selain itu, beberapa daerah di kawasan Jawa-Bali juga menunjukkan pertumbuhan
yang cukup tinggi. Perkembangan tersebut menunjukkan peluang pengembangan
perbankan syariah yang cukup besar di luar ibukota negara, meskipun DKI Jakarta
6
dengan skala aktivitas ekonominya, tetap menjadi target utama pengembangan
usaha perbankan syariah dengan pangsa DPK dan pembiayaan terhadap industri
masing-masing mencapai 45,6% dan 39,9%
Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat dari NPF (Non Performing
Finance) pada tahun 2012-2013 NPF meningkat hingga 4%, lalu pada tahun 2013
hingga 2014 NPF menurun, yang menunjukkan adanya permasalahan kredit,
seperti : kredit macet/kredit yang diragukan, jika permasalahan kredit tersebut
lebih sedikit maka semakin bagus pembiayaan di Bank Syariah, tapi ternyata di
tahun 2014 ini permasalahan kredit semakin meningkat sehingga mengakibatkan
pembiayaannya semakin berkurang.
Dalam Statistik Perbankan Syariah pada bulan Deseamber 2014,
perkembangan aset Bank Syariah di Indonesia terus meningkat dari tahun 2008
hingga tahun 2013, akan tetapi akhir-akhir ini sejak tahun 2013, perkembangan
aset di Perbankan Syariah terdapat penurunan. Total aset perbankan syariah jika
dibandingkan dengan aset perbankan nasional itu nilainya masih tergolong sangat
kecil, tidak lebih dari 4,8%. Jika dilihat dari jumlah BUS dan UUS, hingga
sekarang BUS berjumlah 11 dan UUS berjumlah 23.
Kebijakan moneter di Indonesia yang dilaksanakan oleh Bank Sentral
(Bank Indonesia) membedakan kebijakannya menjadi kebijakan moneter
kuantitatip dan kebijakan moneter kualitatip. Kebijakan moneter kuantitatip
adalah langkah – langkah bank sentral yang tujuannya adalah untuk
mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian.
Dalam masa deflasi penawaran uang perlu ditambah. Langkah ini akan
menurunkan tingkat bunga dan penurunan ini selanjutnya akan menggalakkan
perkembangan kegiatan ekonomi, sehingga tingkat kesempatan kerja lebih tinggi
dan pengangguran akan berkurang. Dalam masa inflasi pengeluaran masyarakat
adalah melebihi penawaran barang barang yang tersedia dalam perekonomian
melalui pengurangan dalam penawaran uang dan kenaikan suku bunga uang.
Perubahan tersebut akan menurunkan pengeluaran agregat sehingga terdapat
keseimbangan diantara pengeluaran dalam ekonomi dengan jumlah penawaran
barang.
7
Kebijakan moneter kuantitatip dapat dibedakan dalam tiga jenis tindakan
yaitu:6
1. OMO (Open Market Operation) atau operasi pasar terbuka, melakukan
jual beli surat surat berharga di dalam pasar uang dan pasar modal.
2. Mengubah suku bunga dan suku diskonto yang tujuan akhirnya
mempengaruhi penghimpunan dan penyaluran bank- bank umum.
3. Mengubah cadangan minimum yang harus disimpan oleh bank umum.
Kebijakan moneter kuantitatip tersebut arahnya adalah mempengaruhi inflasi,
tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar yang salah satu tempatnya ada pada
aset perbankan syariah dan pembiayaan pada bank bank umum konvensional
maupun syariah.
Dalam perekonomian terbuka, selain PDB, Inflasi, dan jumlah uang
beredar, EXC adalah salah satu indikator makro ekonomi yang paling banyak
diteliti karena menjadi salah satu indikator makro ekonomi suatu negara. Salah
satu tugas bank Indonesia adalah menjaga kestabilan nilai rupiah menunjukkan
pentingnya EXC bagi suatu negara termasuk Indonesia.
Para ekonom membedakan EXC menjadi dua yaitu EXC nominal dan
EXC rill. EXC nominal (nominal exchang rate) adalah harga relatip dari mata
uang dua negara, Jika EXC antara dollar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per
dollar, maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen dipasar uang, sebaliknya
jika ingin memiliki 1 dollar maka penduduk jepang akan membayar 120 yen.
EXC riil (real
exchang rate) adalah harga relatip dari barang barang dari suatu negara untuk
barang - barang dari negara lain. EXC riil kadang kadang disebut term of trade7
Dalam teori ekonomi konvensional ekonomi makro merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku perilaku secara keseluruhan (agregate) atau
mempelajari hubungan variabel – variabel ekonomi yang bersifat agregat, seperti
pendapatan nasional, pengeluaran rumah tangga, investasi nasional, jumlah uang
6 Sadodno sukirno” pengantar Teori Makro Ekonomi”Ed Ketiga, cet 17 (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
2006) h 310-312 7N. Gregory Mankiw, Principles of Econimics. Pengantar Ekonomi Makro (edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan
Sungkono. Jakarta Salemba Empat 2006) h 128-138
8
beredar, tingkat pengangguran, tingkat suku bunga, tingkat suku bunga SBI,
inflasi, EXC rupiah dan variabel variabel lain yang bersifat agregatif.8
Pada teori ekonomi makro, inflasi selalu berkaitan dengan jumlah uang
yang beredar dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah melalui bank
sentral. Pemerintah bisa mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan
mempengaruhi proses penciptaan uang. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga sehingga jumlah
uang yang beredar bisa dikontrol. Melalui tingkat bunga inilah pemerintah dapat
mempengaruhi pengeluaran investasi, permintaan agregat, tingkat harga serta
gross domestik produk (GDP) riil. Selain itu pemerintah juga dapat mengatur
tingkat suku bunga Bank Indonesia atau BI rate. Dengan begitu keuntungan bank
dari sisi bunga sangat ditentukan kondisi ekonomi makro serta regulasi atau
kebijakan pemerintah9
Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta yang akan
menyebabkan perubahan dalam EXC disebabkan oleh beberapa faktor yaitu10:
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat, cita rasa mempengaruhi corak
konsumsi. Konsumsi mempunyai dua pilihan yaitu barang produksi
dalam negri atau luar negri. Perbedaan kualitas menyebabkan
masyarakat memilih barang import atau malah menaikkan barang
ekspor. Ekspor akan menghasilkan mata uang asing sedangkan impor
akan mengurangi mata uang asing. Jika mata uang asing bertambah
EXC negara tersebut akan menguat dan begitu pula sebaliknya.
2. Perubahan harga barang impor dan barang ekspor. Barang barang
dalam negri yang dapat dijual dengan harga relatif murah akan
menaikkan ekspor dan jika harganya naik maka akan mengurangi
ekspor. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah
impor dan kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor.
8Dominique Salvatore, Ekonomi Makro(jakarta Erlangga 205) h 126 9Boediono. Seri Sinopsis.Pengantar Ilmu Ekonomi Makro.BPFE (.Jogyakarta v).Hal 96.
10 Sadodno sukirno” pengantar Teori Makro Ekonomi” Ed Ketiga, cet 17 (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
2006) h 310-312
9
Perubahan tersebut menyebabkan perubahan penawaran dan
permintaan mata uang asing.
3. Inflasi . Inflasi sangat berpengaruh terhadap perubahan EXC, inflasi
menyebabkan harga harga didalam negeri lebih tinggi dari harga
barang di luar negri, yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
impor barang. Inflasi menyebabkan harga barang barang ekspor
menjadi lebih mahal sehingga para eksportir akan meningkatkan
jumlah ekspor barang barang tersebut. Keadaan ini menyebabkan
permintaan terhadap mata uang asing bertambah dan menyebabkan
penawaran akan mata uang asing akan berkurang yang akan
menyebabkan harga mata uang asing berkurang, maka harga mata
uanga asing bertambah berarti mata uang dari negara yang mengalami
inflasi merosot atau EXC mata uang negara yang bersangkutan akan
melemah.
Dari uraian tersebut di atas terdapat enam variabel yaitu ASET, Bagi
Hasil, Inflasi GDP, EXC dan Jumlah Uang Beredar (JUB) yang saling berkaitan
dan mempengaruhi. Melihat resiko dan pengaruh yang ditimbulkan oleh keenam
variabel tersebut tentu saja diperlukan analisa yang lebih mendalam dan teliti.
Dalam bidang ekonomi dan perbankan syariah kebiasaan ini harus terus
dikembangkan dalam upaya mengantisipasi kesulitan dan kegiatan ekonomi yang
masih belum sepenuhnya syariah. Sejarah islam mengajarkan bahwa kemampuan
memprediksi dan mengantisipasi sangatlah diperlukan sesuai dengan hal-hal yang
pernah dilakukan oleh nabi Yusuf as sebagai nabi sekaligus seorang ekonom.11
Berkaitan dengan instrumen penelitian ini yang berkaitan dengan variabel
makro ekonomi yang meliputi PDB, EXC dan INFLASI, maka berikut ini akan
ditampilkan gambar trend perkembangan beberapa variabel ekonomi tersebut.
11Muslim Marpaung 2016 “ Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Kurs, JUB dan Bunga terhadap Perkembangan
Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah” Disertasi UINSU. H 27
10
Gambar 1.1 perkembangan PDB
Sumber: Data Olahan
Dari gambar di atas terlihat bahwa perkembangan PDB Indonesia dari
tahun 2004 sampai tahun 2015 menunjukkan angka yang menggembirakan,
ditandai dengan naiknya angka pendapatan nasionl dari tahun ke tahun.
Stabilitas perekonomian nasional sepanjang tahun 2015 tercermin pula
dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%, atau sedikit di atas tingkat inflasi 2011
(3,8%). Tingkat inflasi yang stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1)
Untuklebihjelasnyadapatdilihatpadagambar 1.2 berikutini
Gambar 1.2 Tingkat Inflasi di Indonesia
Melihat saling keterkaitan tersebut peneliti memilih menggunakan
VAR(Vector Auto Regresion). Metode VAR ini pertama sekali dikemukakan oleh
Christoper Sims (1980). Sims mengembangkan model ekonometrik dengan
mengabaikan pengujian asumsi secara apriori. VAR dikembangkan oleh Sims
11.5
12
12.5
13
13.5
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
GDP
GDP
11
sebagai kritik atas persamaan simultan. Jumlah variabel yang besar dan klasifikasi
endogen dan eksogen pada persamaan simultan merupakan dasar dari kritik
tersebut. Menurut Sims jika memang simultan pada kelompok variabel tertentu,
seharusnya semua variabel memiliki posisi yang sama. Konsekuensinya variabel
variabel dari persamaan simultan tersebut sulit untuk dibedakan amtara endogen
dan eksogen.12
Untuk lebih jelasnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu dua jenis variabel
ini, dimana variabel endogen adalah suatu variabel yang nilai penyelesaiannya
diperoleh dalam model, sedangkan untuk variabel eksogen adalah suatu variabel
yang nilai – nilainya diperoleh dari luar model, atau sudah ditentukan berdsarkan
data yang ada.
Dalam model VAR, variabel eksogen merupakam persentase dari
goncangan ekonomi eksternal yang terdapat diluar persamaan. Eksogenitas
pertama sekali dikemukakan oleh Timbergen dari university Belanda pada tahun
1937. Eksogenitas digunakan untuk meningkatkan kekuatan deskripsi sebuah
model ekonometrik tanpa menambah jumlah persamaan yang diestimasi.
Metode VAR memperlakukan semua variabel secara simetris. Tanpa
mempermasalahkan variabel dependen dan independen, atau dengan kata lain
model ini meperlakukan seluruh variabel variabel sebagai variabel endogen. VAR
sering dianggap sebagai pendekatan yang tidak mendasarkan pada teori ekonomi
tertentu (eteoritis). Meskipun metode ini dirasa tidak cukup efektif tanpa
didahului uji statistik terlebih dahulu, beberapa kritikan pun mulai dilontarkan
kepada Sims, oleh beberapa peneliti diantaranya Granger (1969), dimana Granger
mengemukakan penolakannya terhadap aprori teoritis sebagai sarana menetapkan
variabel eksogen, melainkan harus melalui pengujian statistik terlebih dahulu
dengan pengujian kausalitas.Penggunaan variabel yang besar dalam metode
ekonometrik menunjukkan adanya kebingungan dalam menentukan variabel –
variabel pokok.
Semenjak kritik yang dilontarkan terhadap Sims oleh Granger dan Lucas
dimana perlu terlebih dahulu untuk menggunakan uji kausalitas, maka kritik-kritik
12Gujarati, Damodar.. Basic Econometrics. McGraw-Hill :( Singapore. 2003 ) h12
12
tersebutpun menjadi masukan bagi Sims. Analisis data banyak variabel pada
konteks VAR merupakan cakupan dari sebuah instrumen standar dalama
ekonometrika. Dikarenakan uji statistik secara berkala digunakan dalam
menentukan interdependencies dan hubungan dinamis antar variabel, metode ini
diperkaya dngan menggabungkan sebuah informasi prioi dan statistikal. Model
VAR pun akhirnya menjelaskan variabel endogen saja berdasarkan sejarah –
sejarah yang mereka miliki sendiri, selain dari regresi penentu. Disamping itu
berdasarkan kritikan yang ditujukan kepada Sims, Sims pun menawarkan model
VAR yang sederhana dan menggunakan jumlah variabel yang minimalis, dimana
semua variabel diklasifikasikan sebagai variabel endogen.
Namun demikian penggunaan data VAR masih menyisakan beberapa
kelemahan diantaranya;13 (1) penentuan banyaknya Lag yang menimbulkan
masalah baru dalam estimasi, (2) model VAR bersifat non apriori yang mengolah
data tanpa memanfaatkan teori ekonomi yang ada (3) semua variabel yang
digunakan dalam VAR harus statisioner, jika belum statisioner, maka harus
ditransformasikan terlebih dahulu agar menjadi statisioner.
Dengan seluruh penjelasan terdahulu terlihat bahwa negara Indonesia
dengan populasi penduduk muslim terbesar tentu saja berpeluang berdirinya Bank
Syariah yang cukup besar dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Bank Syariah
besar sangat membutuhkan modal yang besar. Salah satu sumber dana yang
sangat menentukan adalah ASET perbankan syariah. Persaingan antar bank
konvensional dan Bank Syariah tentu saja terjadi dalam perekonomian Indonesia
yang indikator pentingnya adalah indikator makro ekonomi.
Dengan alasan tersebut di atas peneliti mencoba meneliti dengan judul
“Analisis Interdependensi INFLASI, GDP, JUB, EXC dan Bagi Hasil terhadap
Perkembangan Perbankan ASET Perbankan Syariah Di Indonesia”.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah
dilakukan oleh Muslim Marpaung, 2016 dengan judul Analisa Pengaruh PDB,
INFLASI, TINGKAT BUNGA, JUB DAN KURS Terhadap DPK Perbankan
13 Hendri Tanjung, dan Abrista Devi” Metode penelitian Ekonomi Islam” (Jakarta, Gramata Publishing, 2013) h
623
13
Syariah di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah instrumen Bunga dan
Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien DPK
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian
terdahulu adalah terletak pada interaksi variabel variabel yang lengkap dan
digabungkan menjadi 6 (enam) variabel serta belum pernah dilakukan sebelumnya
tanpa membedakan endogen dan eksogen, dengan data terbaru yaitu mencapai
Desember 2015 dengan periode bulanan. Teknik pengolahan data yang digunakan
adalah metode VAR yang masih belum banyak digunakan dengan mencoba
menggunakan shock variabel dalam simulasi datanya.
B. Perumusan masalah
Secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
variabel – variabel makro ekonomi terhadap perkembangan perbankan syariah di
Indonesia. Secara khusus permasalahan yang akan dianalisis adalah sebagai
berikut:
a. Interdependensi
1. Apakah Ada interdependensi ASET tahun sebelumnya , INFLASI ,GDP,
EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET Perbankan
syariah di Indonesia
2. Apakah Ada interdependensi INFLASI tahun sebelumnya , ASET ,GDP,
EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap INFLASI
3. Apakah Ada interdependensi GPD tahun sebelumnya, ASET, INFLASI ,
EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP
4. Apakah Ada interdependensi EXC tahun sebelumnya, ASET, INFLASI
,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET.
5. Apakah Ada interdependensi BAGI HASIL tahun sebelumnya ASET,
INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berkontribusi terhadap BAGI HASIL
Perbankan syariah di Indonesia
6. Apakah Ada interdependensi JUB tahun sebelumnya, ASET, INFLASI
,GDP, EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB
14
b.Impulse Response
1. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC,BAGI
HASIL DAN JUB terhadap INFLASI pada jangka penedek, jangka menengah
dan jangka panjang .
2. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI
HASIL DAN JUB terhadap GDP pada jangka penedek, jangka menengah dan
jangka panjang .
3. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI
HASIL DAN JUB terhadap EXC pada jangka penedek, jangka menengah dan
jangka panjang .
4. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI
HASIL DAN JUB terhadap BAGI HASIL pada jangka penedek, jangka
menengah dan jangka panjang .
5. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI
HASIL DAN JUB terhadap JUB pada jangka penedek, jangka menengah dan
jangka panjang .
6. Bagaimanakah impulse response instrumen INFLASI ,GDP, EXC, BAGI
HASIL DAN JUB terhadap shock ASET perbankan Syariah pada jangka
penedek, jangka menengah dan jangka panjang .
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan pertanyaan penelitian
diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk Menganalisis interdependensi instumen ASET, INFLASI
,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET
Perbankan syariah di Indonesia
15
2. Untuk Menganalisis interdependensi instumen INFLASI , ASET
,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap
INFLASI di Indonesia
3. Untuk Menganalisis interdependensi instumen GPD, ASET, INFLASI
, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP di
Indonesia
4. Untuk Menganalisis interdependensi instumen EXC, ASET, INFLASI
,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap EXC di
Indonesia
5. Untuk Menganalisis interdependensi instumen Bagi Hasil, ASET,
INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berkontribusi terhadap Bagi Hasil
Perbankan syariah di Indonesia
6. Untuk Menganalisis interdependensi instumen JUB, ASET, INFLASI
,GDP, EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB di
Indonesia
D. Batasan Istilah
Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan di uji maka variabel
variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Aset adalah Jumlah aset yang berhasil dihimpun Perbankan Syariah di
Indonesia dalam miliar Rupiah (bulanan)
2. Gross Domestik Produk (GDP) adalah produk domestik produk
Indonesia dalam milliar Rupiah (bulanan) berdasarkan harga berlaku
3. Inflasi Indonesia (INFLASI) adalah tingkat inflasi Indonesia dalam
satuan persen (bulanan)
4. Bagi Hasil adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil
pembiayaan Dana Pihak Ketiga dalam bentuk deposito ditetapkan
Bank Indonesia dalam satuan persen (bulanan)
5. Jumlah Uang Beredar Di Indonesia (JUB) adalah jumlah Uang beredar
di Indonesia dalam satuan milliar Rupiah bulanan)
6. EXC Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika Serikat (EXC) adalah
EXC mata uang Rupiah terhadap Dollar dalam Rupiah (bulanan)
16
Dengan :
ASET : Aset Perbankan Syariah (Rp. Miliar)
GDP : Gross Domestik Product Indonesia (Rp. Miliar)
INFLASI : Inflasi Indonesia (%)
BAGI HASIL : Bagi hasil Dana Pihak Ketiga Dalam Bentuk
Deposito (%)
JUB : Jumlah Uang Beredar di Indonesia (Rp. Miliar)
EXC : EXC Rp / USD
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan profitabilitas pada
bank syariah beserta variabel-variabel yang mempengaruhinya adalah sebagai
berikut :
1. Bagi perbankan syariah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi evaluasi atas kinerja bank syariah dalam menghadapi
kompetisi dunia perbankan nasional dan sebagai input untuk lebih
mendorong pertumbuhan bank syariah kedepan dalam
perkembangan ASET perbankan syariah di Indonesia Dengan
begitu debitur maupun kreditur mempunyai gambaran pada
kondisi suatu perbankan dapat menguntungkan sebagai media
investasi maupun penyedia dana dan juga diharapkan dapat
menjadi pertimbangan dalam pembuatan keputusan terhadap
kebijakan pembiayaan maupun ekspansi aset serta untuk langkah
antisipasi terhadap semua faktor yang nantinya akan
mempengaruhi kinerja perusahaan.
2. Bagi Regulator. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan
bagi upaya pengembangan industri perbankan syariah, selain dapat
menjadi evaluasi terhadap peraturan yang telah ada dan
dilaksanakan, penelitian ini juga dapat menjadi input bagi
perbaikan peraturan penguatan kebijakan dan pembinaan
17
perbankan syariah di masa yang akan datang khususnya tentang
penghimpun ASET perbankan syariah di Indonesia
3. Bagi akademisi dapat memberikan manfaat dalam hal
pengembangan ilmu ekonomi khususnya manajemen keuangan,
melalui pendekatan dan cakupan variable yang digunakan,
terutama pengaruh kondisi makro ekonomi dan pangsa asset bank
syariah terhadap kinerja bank syariah yang diukur dari
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Landasan Teori
Kajian - kajian teori dalam penelitian ini bermula dari adanya konsep
grand theory yang menjadi dasar dalam penelitian ini yaitu teori moneter dan
indikator makro di Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan second theory yang
menjelaskan variabel bagi hasil danTertier Theory yang menjelaskan Teori
Perbankan Syariah, Model Inflasi, Teori Pertumbuhan Sollow SwanModel
Mundell-Fleming, Keseimbangan Pasar BarangKeseimbangan Pasar Uang dan
Kurva LM untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 .Mapping Theory
GRAND THEORY
TEORI KONSEP Moneter dan Indikator Ekonomi
makro Indonesia
SECONDARY THEORY
Efektifitas Bagi Hasil
19
2.1.1. Instrumen Moneter dan Indikator Ekonomi Makro Indonesia
Bank sentral memiliki fungsi dan peranan yang strategis dalam
mendukung perkembangan pasar keuangan dan perekonomian suatu negara. Hal
ini antara lain karena kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral dapat
mempengaruhi jumlah kredit dan jumlah uang beredar yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tidak hanya perkembangan pasar keuangan, tetapi juga
pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral tersebut dikenal sebagai kebijakan
moneter. Walaupun dampak dari pelaksanaan kebijakan moneter tersebut
dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung, terlihat dari pemahaman
masyarakat akan hakekat atas keberadaan kebijakan moneter itu sendiri.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank
sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya,
strategi kebijakan moneter dilaksanakan berbeda dari satu negara dengan negara
lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang
diyakini berlaku pada perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan strategi dan
trasmisi yang dipilih, maka dirumuskan kerangka operasional kebijakan moneter.
Kebijakan moneter adalah suatu tindakan yang dilakukan pemerintah (atau
bank sentral) dalam upaya mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan
melalui pasar uang. Kebijakan moneter juga bisa diartikan sebagai suatu tindakan
makro pemerintah (bank sentral) dengan cara mempengaruhi proses penciptaan
uang14 Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kegiatan ekonomi, walaupun banyak faktor lain juga dapat
mempengaruhi kegiatan ekonomi. Akan tetapi kebijakan moneter merupakan
faktor yang dapat dikontrol pemerintah dalam upaya mencapai sasaran ekonomi15.
Struktur formal dari bank sentral pada berbagai negara menganut suatu
sistem tertentu. Pembentukan struktur formal bank sentral bertujuan untuk
mengatur disribusi kekuasaan dalam penentuan kebijakan moneter. Pada
14Boediono, Seri Sinopsis. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. ( BPFE.Jogyakarta 1993) .h 96. 15Nopirin, Ekonomi Moneter.(BPFE. Yogyakarta2000 ) h 25
20
umumnya bank sentral berfungsi sebagai check clearing, penerbitan uang baru,
menarik mata uangnya yang berbahaya dari peredaran, evaluasi usul merger dan
ekspansi aktifitas bank komersial, administrasi dan memberikan pinjaman pada
bank komersial, penghubung antara masyarakat bisnis dengan bank sentral,
memeriksa pemilik perusahaan bank, mengumpulkan data kondisi bisnis lokal,
menggunakan staf ekonom profesional untuk meneliti topik yang berhubungan
dengan pembentukan kebijakan moneter16
Kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi yang berperan
penting dalam perekonomian. Peranan tersebut tercermin pada kemampuannnya
dalam mempengaruhi stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kerja,
neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Kebijakan moneter merupakan
kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran
moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Dalam hal ini, besaran moneter (monetary aggregate) antara lain dapat berupa
uang beredar, uang primer atau kredit perbankan17
Kebijakan moneter yang diterapkan pada satu rentang waktu dan kondisi
tertentu (ultimate goals) dari kebijakan makro yang meliputi: (a) Tingkat
kesempatan kerja yang tinggi; (b) Laju inflasi yang rendah dan stabil; (c)
Keseimbangan balance of payment; dan (d) Tingkat pertmbuhan ekonomi yang
mantap.18
Kebijakan moneter yang disebutkan di atas merupakan bagian integral dari
kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara
teertutup atau terbuka, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. Dalam
pelaksanaannya, strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda-beda dari suatu
negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan
mekanisme transmisi yang diyakini berlaku pada perekonomian yang
16Manurung,. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. (Penerbit Salemba Empat. Jakarta. 2009) h 23 17Sutardjo, Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode
1990 2004 (Suatu Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. (Universitas Padjadjaran Bandung. 2005)
18Boyes . William, J. 1. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd E Agus. 2005. dition. South
Western Publishing Company. (Ohio 1991).
21
bersangkutan. Bedasarkan strategi dan transmisi yang dipilih, maka dirumuskan
kerangka opersional kebijakan moneter.
Sasaran utama dari kebijakan moneter, hanya bisa dilihat
pencapaiannyadalam perspektif jangka panjang. Artinya, bahwa segala sesuatunya
dipersiapkan sekarang untuk mencapai sasaran utama dimasa yang akan datang.
Sementara itu keterkaitan antara instrumen kebijakan dan sasaran utama melalui
jalur-jalur transmisi yang dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan
moneter. Sasaran utama sebagaimana disebutkan terakhir terletak pada posisi
yang paling akhir dari sekian tahapan mekanisme transmisi kebijakan moneter
yang diarahkan pada upaya untuk memenuhinya. Sasaran utama kebijakan
meneter bisa diartikan sebagai variabel dimana otoritas moneter tidak bisa
mempengaruhi secara langsung19
Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan
penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, sepeti kebijakan fiskal, kebijakan
sektor riil, dan lain-lain. Hal ini terutama mengingat keterkaitan antara kebijakan
moneter dan bagian kebijakan ekonomi makro lain yang sangat erat. Selain itu,
pengaruh kebijakan-kebijakan yang diterapkan secara bersama-sama mungkin
mempunyai arah yang bertentangan sehingga saling memperlemah. Misalnya,
dalam perekonomian yang mengalami tekanan inflasi, bank sentral melakukan
pengetatan moneter. Pada saat yang bersamaan, pemerintah melakukan ekspansi
disektor fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketidak
harmonisan kedua kebijakan tersebut dapat mengakibatkan tujuan menekan inflasi
tidak tercapai. Sementara itu, kombinasi kebijakan moneter dan fiskal yang
terlalu ekspansif akibat tidak adanya koordinasi dapat mendorong pemanasan
kegiatan perekonomian. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan
ekonomi makro secara optimal, biasanya diterapkan policy mix ”bauran
19
Romer,. David.. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies Inc. (New York.1996) h 468
22
kebijakan” yang terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan-kebijakan
lain20.
Tujuan kebijakan secara umum adalah pencapaian sabilitas ekonomi
makro, apakah itu kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi makro.
Stabilitas ekonomi makro antara lain, stabilitas harga (rendahnya laju inflasi),
pertumbuhan ekonomi, serta tersedianya lapangan/kesempatan kerja. Pencapaian
seluruh sasaran secara serentak adalah hal yang mustahil, karena pencapaian
seluruh sasaran bersifat kontradiktif. Jadi jika ingin mencapai suatu sasaran, maka
sasaran lain harus dikorbankan. Misalnya jika pertumbuhan ekonomi dan
mengurangi pengangguran adalah tujuannya, maka usaha ini biasanya diikuti oleh
peningkatan harga sehingga pencapaian stabilitas ekonomi makro tidak optimal.
Hal ini wajar terjadi, sehingga nantinya bank sentral akan dihadapkan dua
pilihan. Plihan pertama adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai optimal
dengan mengabaikan sasaran lainnya, misalnya memilih tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi. Pilhan kedua adalah
semua sasaran diusahakan untuk dapat dicapai, tetapi tidak ada satupun dicapai
secara optimal; misalnya, menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu
tinggi demi terpeliharanya tingkat inflasi sesuai dengan yang ditetapkan.
Menyadari kelemahan tersebut, dewasa ini beberapa negara secara bertahap telah
bergeser menerapkan kebijakan moneter yang lebih memfokuskan pada sasaran
tunggal, yaitu stabilitas harga.
Instrumen kebijakan ekonomi moneter dapat mempengaruhi stabilitas
ekonomi makro secara tidak langsung. Berhasil atau tidaknya instrumen kebijakan
moneter bekerja dapat diukur dari indikator ekonomi makro. Ketika terjadi
pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dalam jangka panjang, berarti instrumen
kebijakan ekonomi moneter telah berhasil. Proses operasional pengendalian
moneter diawali dengan penyusunan monetary programming ”program moneter”.
Program moneter pada dasarnya merupakan suatu perencanaan kebijakan
20
Warjiyo dan Solikin,. Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia Tinjauan Kelembagaan,
Kebijakan dan Organisasi, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.( Bank Indonesia, Jakarta.2003)
23
pengendalian jumlah uang beredar yang ditujukan untuk mencapai sasaran akhir
kebijakan moneter. Program moneter ini mencakup penentuan sasaran operasional
kebijakan moneter. Selanjutnya Bank Indonesia menerapkan langkah-langkah
yang harus dilakukan serta menetapkan instrumen yang akan dipergunakan untuk
mempengaruhi sasaran operasional tersebut.Ada tiga instrumen utama dalam
kebijakan moneter, yaitu :
a. Operasi pasar terbuka (open market operations), membeli atau
menjual obligasi pemerintah.
b. Kebijakan tingkat diskonto (penetapan tingkat bunga) dimana bank-
bank anggota dapat memperoleh pinjaman cadangan dari bank sentral.
c. Kebijakan cadangan wajib (reserve requairements policy), perubahan
rasio cadangan wajib resmi untuk deposito bank dan lembaga
keuangan lainnya.
Jumlah uang beredar terdiri dari dua komponen, yaitu komponen M1 dan
M2. M1 terdiri dari aset-aset yang dapat digunakan secara langsung, instan dan
tanpa hambatan dalam melakukan pembayaran. Aset ini bersifat likuid. Aset
dikatakan likuid jika dapat dengan cepat, mudah dan murah digunakan dalam
melakukan pembayaran. M1 berhubungan dengan kebanyakan defenisi tradisional
mengenai uang sebagai alat pembayaran. Sementara M2 memasukkan aset yang
tidak likuid secara instan. Jika bank sentral ingin mengubah sasaran akhir, maka
yang harus dilakukan adalah mengubah instrumen kebijakan moneter yang
tersedia. Diagram dibawah ini menunjukkan bagaimana sasaran akhir itu dicapai.
Dalam menetapkan kebijakan moneter, Bank Sentral secara langsung
menggunakan instrumen atau variabel yang ada dalam kendalinya, yaitu operasi
pasar terbuka, tingkat diskonto dan cadangan bank yang diperlukan. Variabel-
variabel ini membantu dalam masalah penentuan besarnya cadangan bank, uang
yang beredar dan bagi hasil yaitu sasaran antara dalam kebijakan moneter. Pada
Instrumen:
(Inflasi, JUB, EXC,
GDP)
Pertumbuhan ASET Perbankan
Syariah
Sasaran Antara:
Bagi Hasil
Gambar 2.1. Proses Pencapaian Sasaran Akhir
24
akhirnya, Bank sentral merupakan partner dengan kebijakan fiskal dalam menuju
tujuan akhir pada pertumbuhan GNP yang cepat, tingkat pengangguran rendah
serta harga stabil. Akan tetapi biasanya Bank sentral memusatkan perhatiannya
pada sasaran antara yaitumenetapkan tujuan pertumbuhan uang atau tingkat bagi
hasil.bank sentral ingin mempengaruhi tujuan utamanya, maka pertama-tama bank
sentral akan mengubah satu dari instrumen yang tersedia. Perubahan ini akan
mempengaruhi salah satu variabel antara yaitu bagi hasil.
2.1.2 Jumlah Uang Beredar
Model permintaan uang secara empiris adalah fungsi dari tingkat harga,
tingkat pendapatan riil dan tingkat bunga nominal. Model penawaran uang secara
empiris adalah fungsi dari stok uang dalam arti paling luas dan tingkat bunga,
yaitu 21:
ttttt Rypm 210
ttttt Rypm 210 (2.1)
tttt RHm 210 (2.2)
Dimana:
mt adalah log dari kuantitas uang pada waktu t,
pt adalah log harga pada waktu t,
Y adalah parameter yang mengarahkan sensitivitas permintaan uang pada
tingkat inflasi.
R adalah tingkat suku bunga
, dan Koefisien
Dengan piranti logaritma, mt – pt adalah log dari keseimbangan uang riil, dan pt+1
– pt adalah tingkat inflasi antara periode t dan periode t + 1. persamaan ini
menyatakan bahwa jika inflasi meningkat sampai 1 titik persentase, keseimbangan
uang riil turun sampai persen.
21Thomas Dernburg Makro Ekonomi Konsep Teori Dan Kebijkan. Edisi Ketujuh (Erlangga Jakarta 1999) h
200
25
Dampak tttt danPy,, mengakibatkan nilai ekspektasi stok uang sama dengan
stok uang riil aktual ( t
e
t MM ) masing-masing sebagai berikut:
0310 t
e
t
e
t
e
t Rypm (2.3A)
0210 tt
e
t RHm (2.3B)
Dengan asumsi bahwa nilai rata-rata E tt danE sama dengan nol, akibatnya
permintaan dan penawaran uang stok seimbang dengan mengeliminasi tingkat
bunga tR karena permintaan dan penawaran stok uang serta tingkat bunga
adalah variabel endogen. Jumlah stok uang dalam arti paling luas sebagai berikut:
12
02201222
e
t
e
t
e
t yPmR (2.4)
Substitusi persamaan (2.4) ke persamaan (2.1) dan (2.2) akan menghasilkan
keseimbangan permintaan dan penawaran stok uang nominal sebagai berikut:
22
202201212
tttt
t
yPHm (2.5)
Dan substitusi (2.4) ke (2.5) akan menghasilkan perbedaan jumlah permintaan
stok uang nominal dengan target penawaran stok uang, yaitu :
22
22122 ][][
tt
e
tt
e
tte
tt
yyPPmm (2.6)
Kuadrat perbedaan permintaan uang dengan penawaran uang disebut rata-rata
kesalahan kuadrat atau Mean Square Error (MSE), yaitu:
2][ e
tt mmEMSE (2.7)
Misalkan t
e
tt
e
ttt yyPPz ][[ 1 sehingga pengendalian perbedaan
permintaan dan penawaran stok uang dapat diformulasikan menjadi:
22
22
tte
tt
zmm (2.8)
Persamaan (2.8) menjelaskan kesalahan pengendalian stok uang adalah rata-rata
tertimbang dari kejutan penawaran uang [t] dan kejutan permintaan uang [zt].
26
Secara formal, E[zt] = 0, E[zt2] = z
2, dan E[zt zt-i] = 0 untuk i = 1, 2, 3, .., n.
Aplikasikan rumus varians dua variabel untuk memperoleh MSE adalah
2
2
22
22
2
22
22][
e
tt mmE
],[cov)(
22
22
22tt z
(2.9)
Diketahui bahwa nilai zt dan t adalah independen atau tidak berkorelasi sehingga
cov[zt, t] = 0. Oleh sebab itu persamaan (2.11) dapat dituliskan menjadi:
2
22
22
2
22
22
)(][
ze
tt mmE (2.10)
Persamaan (2.10) menjelaskan bahwa kesalahan pengendalian stok uang
ditentukan oleh kejutan pada perilaku bank-bank komersial [t] dan kejutan pada
perilaku masyarakat dalam memegang uang [zt]. Bagaimana efektifitas
pengendalian stok uang dengan instrumen tingkat bunga [Rt]? Kesalahan
pengendalian stok uang dengan tingkat bunga diperoleh dengan mengurangkan
persamaan (2.3A) dari (2.1), yaitu:
t
e
tt
e
tt
e
tt yyPPmm ][][ 1
22][ z
e
tt mmE
(2.11)
Dari persamaan (2.10) dan (2.11) dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pengendalian stok uang dengan:
1. Instrumen stok uang dalam arti paling luas lebih baik dibandingkan
dengan instrumen tingkat bunga jika 2 z
2 atau kejutan pada
perilaku bank-bank komersial lebih kecil atau sama dengan kejutan
pada perilaku masyarakat memegang uang.
2. Instrumen tingkat bunga lebih baik dibandingkan dengan stok uang
dalam arti paling luasjika 2 z
2 atau kejutan pada perilaku bank-
27
bank komersial lebih besar dari kejutan pada perilaku masyarakat
memegang uang.
3. Lebih jauh dapat didefinisikan jika besar parameter 2 lebih besar dari
parameter 2 atau skedul permintaan uang lebih elastis dibandingkan
dengan skedul penawaran uang. Instrumen tingkat bunga lebih efektif
dibandingkan dengan instrumen stok uang dalam arti paling luas.
Sebaliknya jika besar parameter 2 lebih kecil dari 2 atau skedul
permintaan uang lebih inelastis dibandingkan dengan skedul
penawaran uang maka instrumen stok uang
dalam arti paling luas lebih efektif dibandingkan dengan instrumen tingkat
bunga22.
Maka untuk menstabilkan tingkat pendapatan, monetaris lebih cenderung
memilih uang beredar sebagai indikator ketimbang bunga. Lebih lanjut mereka
berargumen bahwa tingkat harga yang bergejolak sebagai akibat tindakan moneter
yang dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan tingkat bunga justru
dikemudian hari akan menyebabkan bergejolaknya bunga.
Dengan menggunakan kerangka model IS-LM menunjukkan bahwa di
antara dua pilihan ekstrim: jangkar uang beredar dan jangkar bunga, strategi yang
tepat tergantung kepada jenis tekanan ekonomi makro yang terjadi. Apabila suatu
perekonomian mengalami tekanan-tekanan riil (real shocks) sehingga kurva IS
mengalami pergeseran maka strategi jangkar uang beredar adalah pilihan yang
lebih tepat karena perubahan bunga (bagi perekonomian tertutup) atau perubahan
nilai tukar (bagi perekonomian terbuka) akan meredam tekanan-tekanan tersebut
dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap stabilitas harga atau produksi.
Sebaliknya, apabila yang terjadi adalah tekanan-tekanan moneter (monetary
shocks) yang menggeser kurva LM maka yang lebih tepat adalah strategi jangkar
bunga karena perubahan uang beredar atau neraca pembayaran akan meredam
tekanan–tekanan tersebut dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap
stabilitas harga atau produksi.
22
Manurung J.. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter.( Penerbit Salemba Empat Jakarta.2009) h 125
28
Selain alternatif strategi di atas, terdapat dua pilihan strategi lain, yaitu
strategi jangkar nilai tukar dan jangkar laju inflasi (inflation targeting).
Sebagaimana halnya strategi jangkar bunga, strategi jangkar nilai tukar lebih
cocok diterapkan pada perekonomian yang mengalami tekanan-tekanan moneter
khususnya dalam bentuk fluktuasi permintaan uang. Dalam hal ini,tekanan-
tekanan tersebut akan diredam oleh penyesuaian pada neraca pembayaran
sehingga dampak negatifnya terhadap stabilitas harga dan produksi dapat
diminimalkan.
Alternatif strategi jangkar laju inflasi terutama tepat untuk diterapkan di
dalam perekonomian yang mengalami tekanan-tekanan besar baik moneter
maupun riil pada saat bersamaan. Keunggulan utama strategi ini terletak pada
kemampuannya untuk secara langsung mempengaruhi ekspektasi inflasi dan pada
saat yang sama tetap memberikan keleluasaan kepada otoritas dalam menyusun
respon yang tepat terhadap berbagai tekanan yang melanda perekonomian.
Jumlah uang beredar tentu saja secara teoritis sangat berkaitan dengan
inflasi, kedua instrumen ini sering digunakan Bank Indonesia dalam
mengendalikan Inflasi daerah maupun nasional yang tentu saja sangat berkaitan
erat dengan Aset perbankan syariah.
2.1.3.Model Mundell-Fleming
Model Mundell-Fleming menguraikan bagaimana keseimbangan pasar uang dan
pasar barang dalam perekonomian yang terbuka, dan menganut suatu rezim nilai
tukar23. Asumsi Utama dari model ini diuraikan sebagai berikut.
1. Perekonomian domestik adalah perekonomian negara kecil jika dibandingkan
dengan perekonomian seluruh dunia, sehingga variabel seperti pendapatan,
harga dan suku bunga bersifat eksogen.
2. Perekonomian domestik memproduksi barang-barang yang mengandung
bahan baku impor yang diperdagangkan di pasaran internasional dan
merupakan substitusi sempurna untuk barang di pasaran internasional.
3. Permintaan dalam negeri ditentukan dengan harga P konstan.
29
Harga mata uang asing dari produksi dunia P* juga diasumsikan kontan.
Representasi Nilai Tukar e = nilai tukar nominal,diukur sebagai jumlah unitmata
uang domestik per unit mata uang asing, misalnya£ 0,645=1 Euro. Kenaikan nilai
tukar merupakan depresiasi nilai mata uang domestik.
Keseimbangan Pasar Barang dan Kurva IS.
Pada perekonomian tertutup, kondisi keseimbangan adalah:
Y = E (2.12)
Dimana, Y = Output Rill
E = Pengeluaran Riil
Pada perekonomian terbuka, kondisi keseimbangan adalah:
Y = D (2.13)
Dimana, D = Permintaan Domestik
D = C + I + G + X – M (2.14)
T = Real Trade balance
Real Private Sector Consumption YccC 10 (2.14A)
Real Private Sector Investment riiI 10 (2.14B)
Real Government Expenditure GG (2.14C)
X = Nilai ekspor riil
I= Nilai impor riil ( diukur dalam output domestic)
Ekspor
Yw
P
ePXX ,
*
P
eP*
Nilai tukar riil
wY Pendapatan dunia riil
Nilai dari pendapatan dunia diasumsikan konstan. Dengan P dan P* juga konstan,
argumen inilah yang menekankan jika variabel ini dimasukkan kedalam fungsi.
eXX 0de
dX (2.14D)
T E
30
Impor
Y
P
ePZZ ,
*
Begitu juga dengan P dan P*, dan ini dapat disederhanakan
),(0 YezZ (2.14E)
;0de
dzo
1z = marginal propensiti to import 0<1z <1
Keseimbangan Pasar Barang
Karena persamaan keseimbangan pasar barang adalah:
DY atau ZXGICY
Selanjutnya substitusi persamaan (2.14 A- 2.14E) kedalam persamaan (2.14),
maka akan dihasilkan:
YzcezeXGicY 11000 1)()( (2.15)
Di sederhanakan menjadi:
1
11000 )1()()(
i
YzcezeXGicr
(2.16)
Persamaan ini menguraikan perekonomian terbuka kurva IS.
Keseimbangan Pasar Uang dan Kurva LM
Keseimbangan untuk Permintaan Uang Rill
rmYmmP
M D
210 (2.17)
Penawaran Uang Riil
P
M
P
M Ds
(2.18)
Atau
rmYmmP
M210 (2.19)
Disusun kembali
2
10
m
YmP
Mm
r
(2.20)
31
2.1.4. Model Inflasi
Jika kuantitas keseimbangan uang riil yang diinginkan tergantung pada
biaya memegang uang, tingkat harga tergantung pada suplai uang sekarang dan
suplai uang masa depan24 Model Cagan menunjukkan secara lebih eksplisit
bagaimana hal ini bekerja. Untuk menjaga persamaaan matematis semudah
mungkin, kita menganggap fungsi permintaan adalah linear dalam logaritma dari
seluruh variabel Fungsi uang adalah
mt – pt = - (pt+1) – pt) (2.28)
ttt mpp 11
ttt mpp 11
ttt mpp
1
1
11 (2.29)
dimana mt adalah log dari kuantitas uang pada waktu t, pt adalah log harga pada
waktu t, dan adalah parameter yang mengarahkan sensitivitas permintaan uang
pada tingkat inflasi. Dengan piranti logaritma, mt – pt adalah log dari
keseimbangan uang riil, dan pt+1 – pt adalah tingkat inflasi antara periode t dan
periode t + 1. persamaan ini menyatakan bahwa jika inflasi meningkat sampai 1
titik persentase, keseimbangan uang riil turun sampai persen.
Kita telah membuat sejumlah asumsi dalam menulis fungsi permintaan
uang dalam cara ini. Pertama, dengan mengeluarkan tingkat output sebagai
determinan dari permintaan uang, kita secara implisit mengasumsikan bahwa
tingkat output adalah konstan. Kedua, dengan memasukkan tingkat inflasi bukan
tingkat bunga nominal, kita mengasumsikan bahwa tingkat inflasi riil adalah
konstan. Ketiga, dengan memasukkan inflasi aktual bukan inflasi yang
diharapkan, kita mengasumsikan pandangan ke depan yang sempurna. Seluruh
asumsi membuat analisa menjadi mudah.
24
Mankiw,.N. Gregory. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. (Jakarta 20007)
1 tttt pppm
32
Persamaan (2.29) ini menyatakan bahwa tingkat harga sekarang adalah rata-rata
tertimbang dari suplai uang sekarang dan tingkat harga periode berikutnya.
Tingkat harga berikutnya akan ditentukan dengan cara yang sama seperti tingkat
harga periode ini:
21111
1
ttt PmP
(2.30)
Menggunakan Persamaan (2.30) untuk mengganti pt+1 dalam Persamaan (2.29)
untuk mendapatkan persamaan (2.31).
22
2
12111
1
tttt pmmP
(2.31)
Persamaan (2.31) menyatakan bahwa tingkat harga sekarang adalah rata-rata
tertimbang dari suplai uang sekarang, suplai uang periode berikutnya, dan tingkat
harga periode selanjutnya. Sekali lagi, tingkat harga pada t+2 ditentukan seperti
dalam Persamaan (2.30):
32211
1
ttt pmP
(2.32)
Sekarang Persamaan (2.32) disubtitusi ke dalam Persamaan (2.29) untuk
mendapatkan
33
3
23
2
121111
1
ttttt pmmmP
(2.33)
Kita bisa teruskan untuk menggunakan Persamaan (2.33) untuk melakukan
subtitusi untuk tingkat harga masa depan. Jika kita lakukan ini dalam jumlah
waktu tidak terbatas, kita temukan persamaan (2.34).
......
1111
13
3
2
2
1 ttttt mmmmP
(2.34)
Menurut Persamaan (2.34), tingkat harga sekarang adalah rata-rata tertimbang dari
suplai uang sekarang dan seluruh suplai uang masa depan.
Pentingnya , parameter yang mengarahkan sensitivitas keseimbangan
uang riil terhadap inflasi. Bobot pada suplai uang masa depan menurun secara
geometris pada tingkat / (1+ ). Jika adalah kecil, maka / (1+ ) adalah
33
kecil, dan bobotnya turun dengan cepat. Dalam hal ini, suplai uang sekarang
adalah determinan primer dari tingkat harga. (jika γ sama dengan 0, maka kita
dapatkan teori kuantitas uang: tingkat harga adalah proporsional terhadap suplai
uang sekarang, dan suplai uang masa depan). Jika adalah besar, maka / (1+)
adalah dekat ke 1, dan bobot turun dengan lambat. Dalam hal ini, suplai uang
masa depan memainkan peran penting dalam menentukan tingkat harga hari ini.
Dengan asumsi untuk pandangan ke depan yang sempurna. Jika masa
depan tidak diketahui dengan pasti, maka kita harus menulis fungsi permintaan
uang sebagai:
tttt pEppm 1 (2.35)
di mana Ep t+1 adalah tingkat harga yang diharapkan. Persamaan (2.35)
menyatakan bahwa keseimbangan uang riil tergantung pada inflasi yang
diharapkan. Dengan mengikuti langkah-langkah seperti diatas, kita bisa
tunjukkan bahwa
......
1111
13
3
2
2
1 ttttt EmEmEmmP
(2.36)
Persamaan (2.36) menyatakan bahwa tingkat harga tergantung pada suplai uang
sekarang dan suplai uang masa depan yang diharapkan.
Dengan menggunakan model ini untuk menyatakan bahwa kredibilitas
adalah penting untuk mengakhiri hiperinflasi. Karena tingkat harga tergantung
pada pertumbuhan uang sekarang dan uang masa depan yang diharapkan, inflasi
tergantung pada pertumbuhan uang sekarang dan uang masa depan yang
diharapkan. Karena itu, untuk mengakhiri inflasi tinggi, pertumbuhan uang yang
diharapkan harus turun. Ekspektasi, sebaliknya, tergantung pada kredibilitas-
persepsi banhwa bank sentral adalah benar-benar komit pada kebijakan baru yang
lebih stabil.
Upaya bank sentral untuk bisa mencapai kredibilitas di tengah-tengah
hiperinflasi, kredibilitas sering dicapai dengan mengubah sebab-sebab yang
mendasari hiperinflasi-kebutuhan pada seignorage. Jadi, reformasi fiskal yang
andal seringkali diperlukan untuk perubahan yang bisa diandalkan dalam
34
kebijakan moneter. Reformasi fiskal ini bisa berbentuk mengurangi pengeluran
pemerintah dan membuat bank sentral lebih independent dari pemerintah.
Berkurangnya pengeluaran menurunkan kebutuhan terhadap seignorage saat ini.
Meningkatkan independensi membuat bank sentral mampu meredam keinginan
pemerintah terhadap seigniorage di masa depan.
Laju inflasi merupakan gambaran dari harga – harga. Harga yang
melambung tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara harga yang
relatif stabil tergambar dalam angka inflasi yang rendah. Di bidang moneter, laju
inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam
pengerahan dana masyarakat, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan
tingkat suku bunga riil bank konvensional menjadi menurun, fenomena seperti ini
akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana
perbankan yang bersumber pada masyarakat akan menurun.25
Akan Tetapi, teori tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penetapan
imbalan adalah berupa bunga, bukan bonus Wadiah maupun bagi hasil
Mudharabah, sehingga pengaruh inflasi terhadap ASET perbankan syariah belum
tentu sama dengan pengaruh inflasi terhadap ASET perbankan konvensional,
karena berdasarkan prinsip syariah, tidak akan ada perbedaan nilai uang seseorang
telah meminjamkan atau menyimpannya untuk diri sendiri, sebab peran uang
sebagai medium pertukaran dan nilai unit tidak berubah.26
2.1.5.Teori Pertumbuhan Sollow Swan
Seiring perjalanan waktu dan dengan terjadinya pergeseran dalam aliran
pemikiran dari Klasik ke Neo-Klasik, proses perkembangan ekonomi Neo-Klasik
terjadi karena adanya akumulasi kapital, dimana perkembangan tersebut
merupakan proses yang gradual dan harmonis serta kumulatif. Teori Neo-Klasik
optimis terhadap perkembangan ekonomi, menurut mereka perkembangan
ekonomi merupakan suatu proses peningkatan produksi barang dan jasa yang
disebabkan perkembangan dalam jumlah dan kualitas faktor produksi.
25 Aulia Pohan. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008) h 52 26 Muhammad Ayub. Anderstanding Islamic Finance. Terjemahan Aditya Wisnu Pribadi.
Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)h.664-665
35
Pada tahun 1960-an, teori pertumbuhan ekonomi didominasi oleh model
Neo-Klasik. Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan, dengan
menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk
pembangunan ekonomi serta sumber-sumber pertumbuhan suatu negara. Dengan
menggunakan fungsi produksi Neo-Klasik, dimana spesifikasi model
mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input,
dan elastisitas positif dari substitusi antar input.
Menguraikan bagaimana akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan
kemajuan teknologi mempengaruhi pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Penawaran barang pada Model Solow-Swan mengasumsikan penggunaan dua
macam input dari fungsi produksi yang digunakannya, yaitu modal (K) dan tenaga
kerja (L); dalam bentuk fungsi produksi berikut27:
Y = F (K,L) (2.37)
diasumsikan fungsi produksi ini adalah konstan (constan return to scale), hal ini
dilakukan untuk mempermudah analisis. Fungsi produksi ini dikatakan memenuhi
asumsi constan return to scale jika memenuhi persamaan ini :
𝑧𝑌 = 𝐹(𝑧𝐾, 𝑧𝐿) (2.38)
Dimana 𝑧 > 0, dan jika variabel-variabel ini dibagikan kedalam jumlah per
pekerja, sehingga z=1/L maka persamaannya menjadi:
𝑌
𝐿= 𝐹(𝐾 𝐿, 1⁄ ) (2.39)
Dari persamaan ini diketahui bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah
fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L ( angka satu menunjukkan konstan
sehingga bisa ditiadakan) dan persamaan ini tidak dipengaruhi oleh kondisi
perekomian.
Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup
beralasan jika menyatakan seluruh variabel dalam istilah jumlah per pekerja, dan
dinyatakan dengan huruf kecil, dimana γ=Y/L adalah output per pekerja dan k =
2727Thomas Dernburg Makro Ekonomi Konsep Teori Dan Kebijkan. Edisi Ketujuh
(Erlangga Jakarta 1999) h 345
36
K/L adalah modal per pekerja, selanjutnya fungsi produksi bisa dituliskan kembali
menjadi :
𝑦 = 𝑓(𝑘) (2.40)
Dimana nilai 𝑦 = 𝑓(𝑘) = F( k,1). Kemiringan dari fungsi ini menunjukkan berapa
banyak output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapat satu
unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal
MPK. Secara matematis dapat ditulis:
𝑀𝑃𝐾 = 𝑓(𝑘 + 1) − 𝑓(𝑘) (2.41)
Ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih
datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk
marjinal modal yang kian menurun. Ketika jumlah k masih rendah tambahan satu
unit modal saja sudah dapat meningkatkan tambahan output yang besar, tetapi
ketika jumlah k sudah tinggi, tambahan satu unit modal hanya meningkatkan
sedikit output.
Berbeda dengan model permintaan barang.Pada model Solow, permintaan
uang berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja γ
merupakan konsumsi per pekerja c dan investasi per pekerja i:
𝛾 = 𝑐 + 𝑖 (2.42)
Dalam model Solow diasumsikan perekonomian tertutup dan sebagian pendapatan
ditabung sebesar s sedangkan sebagian lagi di konsumsi yaitu (1 − 𝑠), sehingga
fungsi konsumsi bisa dituliskan menjadi:
𝑐 = (1 − 𝑠)𝛾 , (2.43)
Besarnya nilai s diantara nilai nol dan satu dan besarnya sudah baku. Selanjutnya
untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi
substitusi persamaan (1 − 𝑠)𝛾 untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan
nasional :
𝛾 = (1 − 𝑠)𝛾 + 𝑖 (2.44)
Dan diubah menjadi
𝑖 = 𝑠𝛾 (2.45)
Persamaan ini menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan.
37
Persediaan modal dipengaruhi oleh investasi dan depresiasi.Substitusi
fungsi produksi untuk γ pada persamaan (2.44), sehingga bisa ditunjukkan
investasi per pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal per pekerja.
𝑖 = 𝑠𝑓(𝑘) (2.46)
Persamaan ini mengkaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi
modal baru i. Selanjutnya dapat dilihat dampak investasi dan depresiasi terhadap
persediaan modal yaitu:
Perubahan persediaan modal = Investasi – Depresiasi
∆k = i - δk (2.47)
Karena i sama dengan 𝑠𝑓(𝑘), sehingga bisa dituliskan kembali:
∆k = 𝑠𝑓(𝑘) – δk (2.48)
Persamaan ini menunjukkan semakin tinggi persediaan modal, semakin besar
jumlah output dan investasi, tetapi semakin besar juga depresiasinya.
Ketika jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi, tingkat persediaan modal
ini disebut tingkat modal pada kondisi mapaan (steady state level of capital)
disebut juga k * atau ∆k=0. Kondisi ini menunjukkan equilibrium perekonomian
jangka panjang.
Mengikuti kemajuan perekonomian selama bertahun-tahun adalah salah
satu cara untuk mencapai tingkat persediaan modal pada kondisi mapan, tetapi ada
cara lain yang memerlukan sedikit perhitungan. Menurut defenisi kondisi mapan
k* adalah pada saat ∆k = 0, jika nilai ini disubstituisi ke persamaan (2.48) maka
diperoleh bahwa:
0 = 𝑠𝑓(𝑘) − 𝛿𝑘 (2.49)
Atau , sama dengan;
𝑘∗
𝑓(𝑘∗)=
𝑠
𝛿 (2.50)
Sejauh ini kita akan berfikir bahwa tabungan yang tinggi adalah selalu baik,
selama mengarah kepada pendapatan yang tinggi. Tetapi jika satu negara
mempunyai tingkat tabungan 100 persen, memungkinkan akan mempunyai
38
persediaan modal yang tinggi, tetapi seluruh pendapatan ditabung dan tidak
pernah dikonsumsi apakah hal ini baik ?
Jika diasumsikan pembuat kebijakan bisa menentukan besarnya jumlah
tabungan perekonomian, sehingga bisa ditetapkan kondisi mapan perekonomian.
Kondisi yang seharusnya dipilih oleh pembuat kebijakan adalah kondisi mapan
dengan tingkat konsumsi yang tinggi, disebut dengan tingkat modal kaidah emas
(Golden Rule Level of capital) dan dinyatakan dengan 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠∗ .
Untuk menentukan kondisi perekonomian pada kaidah emas, harus dicari
terlebih dahulu konsumsi per pekerja pada kondisi mapan, selanjutnya baru dapat
dilihat kondisi mapan mana yang memberi konsumsi yang paling besar.Dimulai
dengan identitas perhitungan pendapatan nasional.
𝛾 = 𝑐 + 𝑖 (2.51)
atau
𝑐 = 𝛾 − 1 (2.52)
Output per pekerja pada kondisi mapan adalah f(k*), dimana k* adalah modal per
pekerja pada kondisi mapan. Selanjutnya, karena persediaan modal per pekerja
tidak berubah dalam kondisi mapan, maka investasi sama dengan penyusutan δk*.
Dengan mengganti f(k*) untuk γ dan δk*untuk I, sehingga persamaan (2.52) dapat
ditulis kembali menjadi:
𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − 𝛿𝑘∗ (2.53)
Dari persamaan ini diketahui bahwa konsumsi kondisi mapan adalah sisa dari
output kondisi mapan setelah dikurangi depresiasi pada kondisi mapan. Konsumsi
pada kondisi mapan akan maksimal jika turunan pertama persamaan (2.53) sama
dengan nol. Sehingga dapat dituliskan kembali:
𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − 𝛿𝑘∗
Untuk mendapatkan k* yang memaksimalkan c* maka:
dc*/dk* = f’(k*) – δ = 0
𝑓′(𝑘∗) − 𝛿 = 0
𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0 (2.54)
Jadi, pengaruh neto dari unit modal tambahan terhadap konsumsi adalah
39
𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0. Jika 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 > 0, maka kenaikan modal akan meningkatkan
konsumsi sehingga k* dibawah tingkat Kaidah Emas. Jika 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 < 0, maka
kenaikan modal akan mengurangi konsumsi, sehingga k* pasti berada diatas
tingkat kaidah emas. Karena itu, kondisi 𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 0 menjelaskan Kaidah
Emas.
Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi pada
kondisi mapan pada tingkat kaidah emas itu dicapai.Pada saat itu diasumsikan
bahwa jumlah populasi dan angkatan kerja adalah konstan sementara tingkat
tabungan yang tinggi hanya bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi yang sifatnya
sementara dan tidak berkelanjutan. Sehingga untuk menjelaskan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan model Solow harus diperluas lagi mencakup dua
sumber lain yaitu pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi.
Dimulai dengan bagaimana pertumbuhan populasi bisa mempengaruhi
akumulasi modal per pekerja. Sekarang ada tiga variabel yang mempengaruhi
akumulasi modal per pekerja selain k atau K/L dan γ atau Y/L, yaitu pertumbuhan
jumlah pekerja yang memiliki hubungan negatif dengan akumulasi modal per
pekerja. Sehingga bisa dituliskan menjadi:
∆𝑘 = 𝑖 − (𝛿 + 𝑛)𝑘 (2.55)
Pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria kita untuk menentukan tingkat
modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Untuk mengetahui bagaimana
kriteria ini berubah, dimulai dari konsumsi per pekrja adalah :
𝑐 = 𝛾 − 𝑖 (2.56)
Karena output kondisi mapan adalah f(k*) dan investasi pada kondisi mapan
adalah (𝛿 + 𝑛)𝑘∗ , maka dapat ditulis kembali persamaan konsumsi per pekerja
adalah :
𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − (𝛿 + 𝑛)𝑘∗ (2.57)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tingkat k* yang memaksimumkan konsumsi
adalah :
MPK = δ +n, atau
MPK-δ = n (2.58)
40
Dalam kondisi mapan kaidah emas, produk marginal modal (MPK) setelah
terdepresiasi sama dengan tingkat pertumbuhan.
Sekarang akan dijelaskan pula bagaimana teknologi yang merupakan variabel
eksogen akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan
produksi. Bentuk awal dari fungsi produksi adalah:
Y = F(K,L)
Jika variabel teknologi dimasukkan maka akan menjadi:
Y = F(K,L x E) (2.59
Dimana E adalah variabel baru dan abstrak, yaitu efisiensi tenaga kerja. Fungsi ini
mencerminkan bahwa output total Y, bergantung kepada unit modal K dan jumlah
pekerja efektif L X E. Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi
adalah kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada
tinkgat konstan g. Bentuk kemajuan teknologi itu disebut pengoptimalan tenaga
kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga
kerja (labour-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L,
tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada
tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n+g.
Jika sebelumnya dianalisis dengan kuantitas per pekerja, karena sudah
memasukkan variabel teknologi, maka sekarang dapat diubah menjadi:
𝑘 = 𝐾/(𝐿 × 𝐸) (2.60)
Sedangkan output per pekerja adalah:
𝛾 = 𝑌/(𝐿 × 𝐸) (2.61)
Sementara evolusi k sepanjang waktu sekarang menjadi:
∆𝑘 = 𝑠𝑓(𝑘) − (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)𝑘 (2.62)
Artinya bahwa perubahan persediaan modal ∆k sama dengan investasi sf(k)
dikurangi investasi pulang pokok (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)𝑘. Namun karena 𝑘 = 𝐾/(𝐿 × 𝐸),
maka investasi pulang pokok meliputi tiga kaidah: untuk menjaga k tetap konstan,
δk dibutuhkan untuk mengganti modal yang terdepresiasi, nk dibutuhkan untuk
41
member modal bagi “para pekerja efektif” baru yang diciptakan oleh kemajuan
teknologi.
Pada kondisi mapan modal per pekerja efektif k adalah konstan.Karena
𝛾 = 𝑓(𝑘), maka output per pekerja efektif juga konstan. Variabel inilah yang
menunjukkan kuantitas per pekerja efektif yang stabil pada kondisi mapan.
Berdasarkan hal ini, variabel lain juga dapat diduga, misalnya pekerja aktual
𝑌/𝐿 = 𝛾 × 𝐸. Karena γ konstan pada keadaan stabil dan E tumbuh sebesar g,
output per pekerja juga harus tumbuh sebesar g pada saat stabil. Demikian pula,
total output perekonomian adalah 𝑌 = 𝛾 × (𝐸 × 𝐿) karena γ adalah konstan pada
keadaan stabil, E tumbuh pada tingkat g, dan L tumbuh pada tingkat n, maka
output total tumbuh sebesar n+g pada keadaan yang stabil.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa kemauan teknologi bisa mengarahkan kepada
pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja, sebaliknya tingkat
tabungan yang tinggi mengarah ke pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi
mapan dicapai. Jika perekonomian sudah berada dalam kondisi mapan tingkat
pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan
teknologi.
Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria Kaidah Emas. Konsumsi
per perkerja efektif pada kondisi mapan adalah:
𝑐∗ = 𝑓(𝑘∗) − (𝛿 + 𝑛 + 𝑔)∗ (2.63)
Konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan jika
𝑀𝑃𝐾 = 𝛿 + 𝑛 + 𝑔 (2.64)
Atau
𝑀𝑃𝐾 − 𝛿 = 𝑛 + 𝑔 (2.65)
Yaitu; pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marginal modal neto, MPK – δ,
sama dengan tingkat pertumbuhan output total, n+g. Karena perekonomian aktual
mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka harus digunakan
kriteria ini untuk mengevaluasi apakah hal ini memiliki modal yang lebih besar
atau lebih kecil dari kondisi mapan Kaidah Emas.
42
2.1.6.Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter.
Mekanisme transmisi moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana
kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral ditransmisikan dan mempengaruhi
berbagai aktifitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai
tujuan akhir dari kebijakan moneter mekanisme transmisi kebijakan moneter
adalah “the process through which monetary policy decisions are transmitted into
changes in real GDP and inflation”.28
Transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menunjukkan interakasi antara
bank sentral, perbankan dan lembaga keuangan lain, dan pelaku ekonomi disektor
riil melalui dua tahap proses perputaran uang dalam ekonomi. Pertama, interaksi
yang terjadi di pasar keuangan, yaitu interaksi antara bank sentral dengan
perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai aktifitas transaksi
keuangan.Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi, yaitu
interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku
ekonomi dalam berbagai aktifitas ekonomi disektor riil.
Transaksi melalui pasar keuangan terjadi karena, disatu sisi bank sentral
melakukan pengendalian moneter melalui transaksi keuangan yang dilakukan
dengan perbankan, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabahnya. Disisi lain perbankan dan lembaga keuangan lainnya melakukan
transaksi keuangan untuk portfolio investasinya. Interaksi ini dapat terjadi melaui
pasar uang rupiah, pasar valuta asing, maupun pasar modal. Dengan demikian,
adanya interaksi antara bank sentral dengan perbankan tersebut baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan baik
volume maupun harga-harga yang terjadi di ketiga pasar keuangan tersebut.
Bank-bank dalam operasinya melakukan transaksi valuta asing baik untuk
kepentingannya sendiri ataupun untuk memenuhi permintaan nasabahnya.
Interaksi antara bank sentral dengan perbankan ini akan berpengaruh terhadap
28Taylor, J.B.. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER Working Paper No 6768.1999
43
perkembangan nilai tukar dan volume transaksi valuta asing (spot, forward, swap)
maupun posisi cadangan devisa yang dimiliki bank sentral dan perbankan.
Interaksi antara bank sentral dengan perbankan di pasar uang rupiah dan
valuta asing tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan di pasar modal.
Hal ini terjadi karena investor pada umumnya menanamkan dananya
dalam suatu portofolio investasi yang terdiri dari instrument atau produk yang di
transaksikan di pasar uang, pasar valas, dan pasar modal. Mekanisme transmisi
kebijakan moneter pada dasarnya mengkaji lima jalur transmisi moneter, yang
dimaksud adalah jalur uang (money chanel), jalur suku bunga (interest rate
chanel), jalur harga asset (asset price chanel), jalur kredit (credit chanel), dan
jalur ekspektasi (expectation chanel).
Sumber: Sutardjo, 2005
Gambar 2.2.Transmisi Moneter Dalam Proses Perputaran Uang
BANK SENTRAL
NFA
NCG
NCB
BM
OPT
NOI
PERBANKAN SYARIAH
NFA Reserves SB&PUAB
Kredit
M1,M2
Modal
Pasar Uang
Rupiah
Pasar Uang
Valas
Pasar Dana
dan Kredit Pasar Modal
PELAKU EKONOMI
Konsumsi
Investasi
Ekspor-Impor
Output
Inflasi
Employment
44
2.1.7. Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam jangka panjang, pendapatan riil atau tingkat kesempatan kerja pada
dasarnya ditentukan oleh sisi penawaran, faktor lain seperti kebijakan
kesejahteraan dan kebijakan lainnya menentukan fleksibilitas pasar . Di sisi lain,
Olivier Blanchard, Chief Economist IMF, berpendapat bahwa kebijakan moneter
mempengaruhi tingkat pengangguran, baik secara aktual maupun secara alamiah.
Perkembangan dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa pengangguran tumbuh
secara bertahap. Pengangguran tumbuh secara dramatis selama resesi dan dapat
kembali ke tingkat semula setelah masa resesi.
Kebijakan moneter mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui beberapa
saluran termasuk bunga, kredit bank, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi29
berpendapat bahwa kebijakan moneter merupakanvariabel kunciuntuk mengakhiri
resesi.Ada bukti kuatbahwa kebijakan moneter merupakan kebijakan yang paling
efektifselama masa resesi. Untuk negara-negara Eropa,efek dari guncangan bunga
terhadap output hampir dua kali lipat selama masa resesi.Ini menunjukkan bahwa
reaksi kebijakan moneter mungkin penting dalam memahami perilaku
pengangguran dari waktu ke waktu30. NAIRU (Non-Accelerating Inflation Rate of
Unemployment) didefinisikan sebagai tingkat pengangguran di mana kondisi
inflasi dalam keadaan stabil. Kondisi ini terkadang juga disebut sebagai
pengangguran jangka panjang atau struktural. Jika pengangguran turun di bawah
NAIRU, pekerja dapat meminta upah yang yang lebih tinggi yang pada
gilirannya menyebabkan perusahaan meningkatkan laju pertumbuhan harga. Bila
inflasi naik lagi akan menyebabkan meningkatnya klaim upah nominal dan
memicu spiral upah-harga.
Model NAIRU adalah kerangka ekonomi makro yang umum, sehingga
dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda. Secara khusus ada perdebatan
tentang determinan dari NAIRU itu sendiri dan pada dinamika disekuilibrium
Menurut Model Konsensus Baru, Bank Sentral (dengan asumsi mereka
mengikuti Aturan Taylor atau inflasi-penargetan) akan bereaksi terhadap spiral
29
Lipsey, Richard G, Peter S and Douglas P.. Pengantar Makroekonomi.(Jakarta: Erlangga.1993) 30Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.. Makro Ekonomi. IKAPI : (Jakarta.1995)
45
upah-harga dengan menaikkan bunga riil. Secara umum diasumsikan bahwa Bank
Sentral mampu menaikkan tingkat bunga riil (jangka pendek) melalui berbagai
variasi bunganominal. Tingkat bunga yang menaik akan mempengaruhi output riil
secara negatif dan akhirnya menaikkan jumlah pengangguran. Meningkatnya
pengangguran akan mengurangi posisi tawar pekerja. Mekanisme ini diasumsikan
bekerja secara simetris sehingga Bank Sentral dapat merangsang pertumbuhan
ekonomi dengan menurunkan bunga.
Beberapa variabel ekonomi makro yang dapat mempengaruhi NAIRU
adalah adalah akumulasi modal dan tingkat bunga. Pengurangan modal selama
masa resesiakan menyebabkan penurunan modal saham (secara paralel dengan
meningkatnya pengangguran). Jika tingkatsubstitusiantara modaldan tenaga kerja
terbatas, maka guncanganpositif dari permintaan akan memiliki efekinflasidi
tingkat pekerja rendahan dan NAIRU akan meningkat31
Model NAIRU digunakan untuk menganalisis kebijakan moneter dengan
model kurva Phillips sebagai suatu karakteristik tetap, yaitu perlakuan ekspektasi
inflasi dan derajat ketidakpastian tentang NAIRU. Variasi waktu dan akurasi
dalam menaksir NAIRU telah mendorong ekonom berkesimpulan menolak
paradigma kurva Phillips32. NAIRU merupakan batas dimana tingkat
pengangguran tidak menyebabkan percepatan laju deviasi inflasi agregat dengan
inflasi inti. Hasil simulasi probabilitas aturan konvensional dari Taylor (1993;
1999), aturan IFBI (inflation-forecast based) dengan perataan tingkat bunga dari
Clarida, Gali dan Gertler (1998), aturan IFB2 (inflation-forecast based) dengan
tingkat bunga dari Isard dan Laxton, (1998) dan aturan beda pertama dengan
tingkat bunga dari Levin, Wieland dan Williamson (1999) telah
mendemonstrasikan bahwa ekspektasi inflasi mempunyai model
komponenkonsisten dengan pertimbangan komponen maju (forward-looking) dan
pedoman kebijakan moneter pertimbangan komponen mundur (backward looking)
untuk mengukur tingkat bunga riil.
31Lipsey, Richard G, Peter S and Douglas P. Pengantar Makroekonomi.(Jakarta: Erlangga.1993.) 32Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan, (Jakarta:
Erlangga, 1992)
46
Model kurva Phillips konvex dikembangkan oleh Laxton Rose dan
Tambakis (1999) mencakup penaksiran dua persamaan, yaitu kurva Phillips
dengan indeks harga konsumen agregat dan indeks harga konsumen tanpa
makanan dan energi. Model kurva Phillips ini menjelaskan dinamisasi ekspektasi
inflasi dan tingkat pengangguran. Pada Gambar 2.2 dijelaskan bahwa deviasi
inflasi agregat dengan inflasi inti (sumbu vertikal) dan tingkat pengangguran
(sumbu horizontal). Inflasi inti merupakan sinonim dari ekspektasi inflasi (the
expected-augmented Phillips curve) konsisten dengan persamaan (2.43). Kurva
Phillips jangka pendek adalah konvex dengan asimptotis horisontal adalah pada
e dengan asimptotis vertikal pada u 33.
Gambar 2.2. Kurva Philips
Parameter Ө dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas permintaan tenaga
kerja terhadap permintaan agregat (wall parameter) atau kendala jangka pendek
penurunan tingkat pengangguran akibat peningkatan permintaan agregat sebelum
kendala kapasitas penuh mendorong tekanan inflasi agregat menjadi tak terbatas.
Besaran u berhubungan dengan tingkat pengangguran dimana inflasi agregat sama
dengan inflasi inti, sehingga tidak ada tekanan sistematis terhadap peningkatakan
atau penurunan inflasi agregat apabila kejutan penawaran agregat tidak ada. Hal
33Mankiw N. Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga
u u1 u2
1
0
-1
-γ
π-πc π- πc= γ [u-ut]/[ut-θ]
DNAIRU [u] DNAIRU [μ-0.5(u1+u2)]
47
ini berhubungan dengan NAIRU deterministik atau u = DNAIRU (deterministic
non-accelerating-inflation rate of unemployment).
Hal penting dari DNAIRU adalah rerata tingkat pengangguran μ konsisten
denganpercepatan inflasi agregat secara probabilistik sebagai referensi bahwa
NAIRU lebih besar dari DNAIRU ketika kurva Phillips konvex. Gambar 2.2.
mengasumsikan bahwa inflasi agregat mendekati ± 1 persen dari inflasi inti atau
ekspektasi inflasi dengan inplikasi rerata tingkat pengangguran 2150,0 uu .
Apabila tambahan adalah bahwa komponen siklus bisnis ε mengikuti proses
stasioner, sehingga perbedaan NAIRU dengan DNAIRU adalah konstan, yaitu :
u (2.66)
Model kurva Phillips konvex jangka pendek untuk tujuan heuteristik
ditentukan oleh invers deviasi tingkat pengangguran dengan tingkat pengangguran
pada inflasi agregat tak berhingga dan rasio tingkat pengangguran terhadap
deviasi tingkat pengagguran dengan tingkat pengagguran pada inflasi agregat tak
berhingga serta kejutan penawaran agregat atau siklus bisnis, yaitu:
t
t
t
t
c
tu
u
u
1 (2.67)
dimana δ dan γ adalah parameter variasi waktu. Hasil penaksiran
persamaan (2.85) secara langsung akan menghasilkan tingkat pengangguran
alamiah atau tingkat pengangguran yang menghasilkan deviasi inflasi agregat
dengan inflasi inti sama dengan nol (asumsi ε stasioner), yaitu:
t
t
t u
u
u
10 u=
(2.68)
Persamaan (2.68) menjelaskan parameter tingkat penganguran alamiah den
deviasi inflasi agregat dengan inflasi inti ditentukan oleh invers deviasi tingkat
pengangguran dengan tingkat pengangguran pada inflasi agregat takberhingga
(wall parameter = θ). Semakin tinggi deviasi tingkat pengagguran dengan tingkat
pengangguran pada inflasi agregat takberhingga maka semakin tinggi parameter
, akibatnya tingkat pengangguran alamiah semakin tinggi. Sebaliknya
semakin rendah deviasi tingkat pengangguran dengan tingkat pengangguran pada
48
inflasi agregat takberhingga maka semakin rendah parameter parameter
,
akibatnya tingkat pengangguran alamiah semakin rendah.
Kurva Phillips NAIRU menggunakan spesifik model Debelle and Laxton
(1997), yaitu dinamisasi inflasi inti dan rasio deviasi tingkat pengangguran
alamiah, rasio tingkat pengangguran terhadap deviasi tingkat pengangguran
dengan tingkat pengangguran pada inflasi agregat takberhingga menentukan
inflasi agregat, yaitu:
t
t
tt
e
ttu
uu
11
itit
N
i
e
t EN
1
1 (2.69A)
11 t
e
t
c
t (2.69B)
t
t
tc
ttu
uu
(2.69C)
Dimana 44, , tttt E dan c
t masing-masing inflasi agregat sebagai
ukuran inflasi per tahun, ekspektasi inflasi dari masyarakat per kuartal dan inflasi
inti serta ,tu dan γ masing-masing adalah tingkat pengangguran
denganparameter yang akan ditaksir. Persamaan (2.69C) menjelaskan bahwa
deviasi inflasi agregat dengan inflasi inti ditentukan oleh rasio deviasi tingkat
pengangguran alamiah dan riil terhadap deviasi tingkat pengangguran dengan
tingkat pengangguran pada inflasi agregat tak berhingga. Tingkat penangguran
alamiah (u=δ/γ=DNAIRU) adalah batas deterministik dimana penurunan tingkat
pengangguran tidak mengakibatkan peningkatan laju inflasi agregat. Asumsi
implisit yang digunakan model ini adalah kontrak standar upah dilakukan selama
waktu horison N kuartal. Oleh sebab itu defenisi ekspektasi inflasi adalah rerata
ekspektasi inflasi satu tahun kedepan menurut pelaku ekonomi selama N kuartal.
Dinamisasi inflasi agregat juga diasumsikan tergantung pada tenggang waktu
inflasi agregat sebelumnya dengan jumlah koefisien λ + (1- λ) =1 adalah konsisten
dengan hipotesis tingkat alamiah jangka panjang. Hipotesis tingkat alamiah
menyatakan bahwa fluktuasi permintaan agregat mempengaruhi output agregat
49
dan penggunaan tenaga kerja hanya pada periode jangka. Sedangkan pada periode
jangka panjang perekonomian kembali ke tingkat output agregat dan penggunaan
tenaga kerja alamiah.
Inflasi dan pengangguran merupakan dua hal yang tidak diharapkan dalam
suatu perekonomian. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli
nominal, seperti uang dan upah. Inflasi juga dapat menyebabkan ketidakpastian
harga di masa depan karena tidak semua harga cenderung naik pada tingkat yang
sama. Oleh karena itu perusahaan mengalami kesulitan dalam menentukan
perencanaan produksi di masa depan.
Dalam banyak kasus, kebijakan menaikkan inflasi dengan tujuan untuk
menurunkan pengangguran justru mengakibatkan inflasi yang lebih tinggi tanpa
menurunkan pengangguran. Di beberapa negara kebijakan ini menyebabkan hiper
inflasi, runtuhnya sistem mata uang dan perbankan lokal yang akhirnya
menyebabkan naiknya angka pengangguran.
2.1.7 Nilai Tukar (EXC)
Secaragaris besar, ada dua sistem kurs, yaitu sistem kurs mengambang
(floating exchange rate system) dan sistem kurs tetap (fixed exchange rate
system)34. Sistem kurs mengambang sering juga di sebut dengan freelyfluctuating
exchange rate system atau sistem kurs bebas flexible exchange rate system namun
yang paling popular adalah floating exchange rate system.
Sistem kurs ada 3 (tiga) macam35: 1. Cara kerja standar emasAdalah suatu sistem
kurs dengan menggunakan standar emas. Sistem ini memberikan kurs tukar valuta
asing yang tetap untuk setiap Negara dan relatif mudah dipahami.2. Kurs valuta
asing yang mengambang “penuh”Adalah kurs yang sepenuhnya di tentukan oleh
34Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teori dan kebijakan,Jakarta:
Erlangga, 1992 h 128
35Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.. Makro Ekonomi. IKAPI : (Jakarta1995). h 89
50
kekuatan pasar (penawaran dan permintaan) 3.Sistem kurs valuta asing yang
mengambang “terkendali”
Dalam sistem ini terdapat beberapa mata uang yang mengambang bebas
bersama – sama mata uang yang dikaitkan dengan dollar (mengambang bersama –
sama dengan dollar). Mata uang suatu Negara dibiarkan mengambang bersama –
sama dengan dollar secara bebas di pasaran. Tetapi pemerintah suatu Negara akan
melakukan intervensi jika pasar dalam keadaan kacau atau kurs sedang dianggap
terlalu jauh dari yang diperkirakan sebagai kurs yang tepat.
Di dalam sistem kurs mengambang terkandung dua macam variasi.
Pertama dirty float yaitu apabila pemerintah secara aktif melakukan usaha
stabilitas nilai tukar valuta asing. Kedua Clean float yaitu jika pemerintah tidak
melakukan usaha stabilitas kurs Suatu sistem dinyatakan menggunakan dan atau
menerapkan sistem kurs bebas apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mata uang yang beredar tidak konvertibel terhadap emas
2. Kurs valuta asing ditentukan sepenuhnya oleh pasar. Apabila
pemerintah melakukan intervensi maka yang dilakukan adalah
bagaimana kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi sisi permintaan
dan penawaran valuta asing.
3. Tidak ada pembatasan penggunaan valuta asing.
a. Kurs Dalam Pendekatan Tradisional
Penjelasan mengenai fluktuasi Kurs dengan model pendekatan tradisional
didasarkan pada kajian terhadap pertukaran barang dan jasa antar Negara. Artinya
sejauh mana nilai kurs antara dua mata uang dari dua Negara ditentukan
berdasarkan besarnya nilai perdagangan barang dan jasa diantara dua Negara
tersebut. Oleh karena itulah model ini disebut sebagai model pendekatan
51
perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan
kurs (elasticity approach to exchange rate determination).
Menurut pendekatan ini, equilibrium kurs adalah kurs yang akan
menyeimbangkan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Dalam pendekatan ini
kurs ditentukan dari keseimbangan nilai ekspor dan nilai impor. Jika nilai ekspor
lebih kecil dari pada nilai impor, maka nilai mata uang suatu Negara akan
mengalami depresiasi (penurunan). Begitu sebaliknya, jika nilai ekspor lebih
besar, maka nilai kurs akan mengalami apresiasi (peningkatan) terhadap nilai
tukar mata uang mitra dagangnya secara internasional.
Dalam sistem kurs bebas dan atau mengambang kurs yang mengalami
depresiasi atau apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan
impor dari barang dan jasa suatu Negara, sehingga akan tercapai keseimbangan
nilai kurs di mana nilai ekspor sama besarnya dengan nilai impor.
Meningkatnya kurs pound (Inggris) akan menjadikan impor barang dan
jasa dari Inggris akan lebih mahal bagi Amerika, sehingga permintaan Amerika
terhadap barang – barang ekspor dari Inggris menjadi turun. Karena kurs dollar
lebih murah bagi Negara – Negara Eropa terutama Inggris, maka mereka (Negara
– Negara Eropa) akan mengimpor lebih banyak barang – barang dan jasa dari
Amerika”. Selanjutnya, untuk menentukan equilibrium kurs, Paul dan William
mengemukakan kurva demand dan supply seperti di bawah ini36:
36Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D..Makro Ekonomi Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,
(Jakarta19970 h 65.
52
Gambar 2.3 kurva demand dan Supply
D S
Dimana:
S = Supply
D = Demand
Q = Quantity
P = Price
E = Equilibrium Kurs
Kurva DD adalah kurva permintaan barang dan jasa oleh Amerika untuk
mingimpor barang – barang Inggris. Sedangkan kurva SS adalah kurva penawaran
barang dan jasa oleh Inggris yang akan di ekspor ke Amerika. Akibat dari
besarnya permintaan akan barang dan jasa oleh Amerika akan membuat barang
dan jasa yang diimpor dari Inggris akan lebih mahal baginya (Amerika).
Akibatnya nilai Dollar akan lebih murah dari pounds. Begitu sebaliknya, jika
penawaran barang dan jasa yang dilakukan oleh Inggris lebih besar, akan
53
membuat Dollar akan lebih mahal dari pounds. Akibat besarnya tarikan
permintaan dan penawaran atas barang dan jasa di dua Negara tersebut, maka titik
keseimbangan kurs akan terbentuk dengan sendirinya yaitu pada titik E.
Jika kursnya berada di atas E (excess supply), akan terdapat kelebihan
valuta asing yang ditawarkan oleh Inggris atas jumlah yang diminta Amerika.
Kelebihan penawaran itu akan menurunkan nilai Pounds atas Dollar dan dengan
sendirinya akan membentuk titik E yang baru di mana pasaran valuta asing untuk
pound dan dollar berada pada keseimbangan yang baru.
Jadi teori ini menjelaskan bahwa keseimbangan nilai tukar mata uang antar
Negara terjadi karena adanya perubahan jumlah ekspor dan impor dari barang dan
jasa suatu Negara.
3. Kurs Dalam Pendekatan Moneter
a. Pendekatan Teori Kuantitas Uang. Teori kuantitas uang yang
dikemukakan oleh Irving Fisher yang secara matematis dapat
diformulasikan sebagai berikut:
MV = PT Di mana :
M (money) : jumlah uang yang beredar
V (velocity) : Kecepatan peredaran uang
P (Price) : Tingkat harga barang
T (Trade) : Jumlah barang yang diperdagangkan.
Menurut Fisher harga barang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang
yang beredar saja tetapi juga kecepatan peredaran uang. Semakin cepat peredaran
uang maka akan berakibat pada harga barang dan jasa yang semakin mahal yang
menyebabkan permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri turun dan secara
tidak langsung akan melemahkan nilai tukar uang, sebaliknya jika kecepatan
54
peredaran uang semakin lambat maka harga barang akan turun yang secera tidak
langsung nilai uang naik..
b. Pendekatan Keynes membedakan 3 motivasi memegang uang,
yaitu37
1. Untuk transaksi. Motivasi transaksi menunjukkan perlunya uang
untuk memenuhi kebutuhan transaksi untuk memenuhi kebutuhan
akan barang dan jasa, baik perorangan maupun secara kelompok/
perusahaan. Permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh
pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula
permintaan atas uang dengan tujuan transaksi.
2. Untuk berjaga – jaga.Berhubungan dengan kaitan perencanaan
keamanan yang meyangkut transaksi yang tidak terduga.
Permintaan uang untuk berjaga – jaga juga dipengaruhi oleh
pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula
permintaan atas uang dengan tujuan berjaga – jaga.
3. Untuk spekulasi. Didefenisikan sebagai motif mencari
keuntungan karena mengetahui kondisi pasar lebih baik. Menurut
Keynes, permintaan uang untuk spekulasi ini di sebabkan karena
adanya pengharapan masyarakat akan suatu jaminan kepastian
untuk mendapatkan keuntungan dari tingkat bunga. Jika bunga
berubah, maka jumlah uang yang diminta akan berubah juga.
Kemudian Keynes menambahkan, adanya pengharapan
masyarakat akan adanya bunga di atas normal (obligasi) sebagai
salah satu pemicu motivasi untuk spekulasi. Ia menyatakan,
jikabunga rendah masyarakat akan memilih obligasi karena
menganggap akan mendapatkan keuntungan, demikian sebaliknya.
37
Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan, (Jakarta:
Erlangga, 1992) h 45
55
Teori Keynes ini diaplikasikan kepada proses permintaan uang yang
kemudian mempengaruhi aggregat demand akan suatu mata uang atas mata uang
lainnya sedangkan, penawaran akan jumlah uang ditentukan oleh pemerintah dan
otoritas moneter yang ada.
Salah satu teori yang diterima oleh umum adalah teori paritas daya beli atau
dikenal dengan Purchasing Power Parity (PPP). Teori ini dianalisa oleh David
Ricardo pada tahun 1817 dan Gustav Cassel pada tahun 1916. Pendekatan teori ini
menggunakan harga relatif di berbagai negara sebagai petunjuk bagi nilai tukar
dalam sistem yang fleksibel.
Menurut teori ini sejumlah barang di Jerman bernilai 25 Deutschemark
(DM) sedangkan di Amerika barang yang sama laku seharga $10, maka dalam
jangka panjang kurs akan mendekati harga 2,5 DM per Dollar38. Dari contoh di
atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa teori Purchasing Power Parity adalah
teori yang merumuskan dan menjelaskan fluktuasi nilai mata uang dalam jangka
panjang. Secara absolut teori paritas daya beli adalah Kurs antara dua mata uang
merupakan rasio dari tingkat harga umum dari dua Negara yang bersangkutan
Teori Purchasing Power Parity dirumuskan berdasarkan asumsi implisit
bahwa dalam konteks perdagangan dan hubungan keuangan internasional tidak
ada biaya transportasi, tarif atau kendala lainnya yang dapat menghalangi laju
perdagangan barang dan jasa secara bebas. Juga diasumsikan bahwa semua jenis
komoditas dapat diperdagangkan secara bebas dan tidak terjadi gangguan
struktural di setiap Negara.
Dari sudut pandang golongan nasabah individu, kenaikan nilai tukar
Dollar Amerika serikat terhadap Rupiah dapat menyebabkan capital outflow atau
pelarian modal masyarakat keluar negeri karena jika dibandingkan dengan mata
uang negara lain maka nilai tukar Rupiah terlalu rendah, semakin meningkat nilai
38
Dernburg, Thomas F. dan Muchtar, Karyaman, Makro Ekonomi: Konsep, Teoridan Kebijakan (akarta:
Erlangga, 1992)
56
tukar Dollar akan menaikkan permintaan uang domestik akan turun sehingga
permintaan deposito dalam negri akan turun pula, karena masyarakat akan
memilih menyimpan dananya alam bentuk Dollar.
Sedangkan sudut pandang golongan nasabah korporasi, depresiasi Rupiah
terhadap mata uang hard currencies akan menaikkan biaya produksi, akaibat
kenaikan harga barang mentah dan barang modal yang berasal dari impor.
Akibatnya, perusahaan akan cendrung menarik dana likuid dengan return rendah
untuk mengatasi masalah permodalannya, karenanya, nilai tukar rupiah terhadap
Dollar AS dapat berpengaruh negatif terhadap Aset perbankan syariah.
2..1.9 Perbankan Syariah
Menurut Pasal 1 ayat UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah
Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah
unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah (Bank Indonesia).
Bank Syariah adalah sistem perbankan dalam Ekonomi Islam didasarkan
pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Disini artinya siapa
57
yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus bersedia mengambil
risiko. Bank-bank syariah dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak
membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan.
Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua
aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi
transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah39
1. Fungsi Perbankan
Fungsi bank syariah yang pertama adalah
1. Menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana.
Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi
dengan menggunakan akad al-mudharabah.Al-wadiah adalah akad antara pihak
pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama
menitipkan dananya kepada bank dan pihak kedua, bank merima titipan untuk
dapat memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan
dalam islam.Al-mudarahbah merupakan akad antara pihak pertama yang memiliki
dana kemudian menginvestasikan dananya kepada pihak lain yang mana dapat
memanfaatkan dana yang investasikan dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan
dalam syariat islam.
2. Fungsi Bank Syariah sebagai Penyalur Dana Kepada Masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua ialah menyalurkan dana kepada masyarakat yang
membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah
asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah.
Dalam hal ini bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan.
Return atau pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini
tergantung pada akadnya.Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat
39Zainul Arifin, “ Dasar dasar manajemen Bank Syariah.,( Askia Publisher, Tangerang, 2006) h 8
58
dengan menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad
kemitraan atau kerja sama usaha. Dalamakad jual beli, maka return yang diperoleh
bank atas penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin
keuntukngan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli
bank. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah
yang menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil.
3. Fungsi Bank Syariah memberikan Pelayanan Jasa Bank
Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada
masyarakat, bank syariah memberikan pelayanan jasa perbankan kepada
nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada
nasabah merupakan fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk
pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman
uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat berharga dan lain sebagainya.
Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah
untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan
jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi informasi agar
dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang
dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang cepat dan akurat. Harapan
nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah kecepatan dan keakuratannya. Bank
syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk
layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut, maka bank syariah mendapat
imbalan berupa fee yang disebut fee based income.
2. Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukan perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih bagi hasil dalam sistem perbankan syariah
merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan
59
syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih
dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama, dan di
buat dengan dasar kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya
unsur paksaan. Akad berpola bagi hasil pada prinsipnya, merupakan suatu
transaksi yang mengupayakan suatu nilai tambah (added value) dari suatu kerja
sama antar pihak dalam memproduksi barang dan jasa40
Pendapat lain menyebutkan Bagi hasil adalah keuntungan atau hasil yang
diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang
diberikan nasabah. Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatan
atau pola : a. Revenue Sharing Perhutungan bagi hasil didasarkan pada total
seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkanuntuk memperoleh pendapatan tersebut.Revenue Sharing
mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian
rendah maka bagian bank, setelah pendapatan di distribusikan oleh bank, tidak
mampu mempunyai kebutuhan operasionalnya (yang lebih besar dari pada
pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para
pemegang saham sebagai penanggung kerugian b. Profit & Loss Sharing Adalah
perhitungan bagi hasil didasarkan kepada seluruh pendapatan, baik hasil investasi
dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi
biaya-biaya operasional bank. Pada saat akad terjadi, wajib disepakati sistem bagi
hasil yang digunakan, apakah revenue sharing Profit & loss Sharing atau gross
profit. Jika tidak disepakati, akad itu menjadi gharar. Pembayaran imbalan bank
syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam bentuk bagi hasil besarnya sangat
tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib atas
pengelolaan dana mudharabah tersebut, apabila bank syariah memperoleh hasil
usaha yang besar maka distribusi hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar,
sebaliknya apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang sangat kecil.
Konsep ini mendapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang
40Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Bank Indonesia,2006) h 16
60
diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik dana dan
pengelola dana sehingga besarnya benefit yang diperlukan deposan sangat
tergantung kepada kemampuan bank dalam menginvestasikan dana-dana yang
diamanahkan kepadanya41
Adapun prinsip perbankan syariah sebagai berikut:42
a.Larangan riba dan bunga.
Langan ini dimulai dari adanya pelarangan yang tegas terhadap riba. Tidak
diragukan lagi bahwa apa yang diharamkan oleh al-Qur’an maupun al-hadits
adalah riba. Al-Qur'an mengharamkannya dalam Qs. 2:275. Allah berfirman
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 43
b. Keadilan sosial, persamaan, dan hak milik.
Keadilan sosial dalam pandangan Islam menuntut pemilik dana dan
pengguna dana untuk berbagi atas keuntungan, demikian juga bila terjadi
41
Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth 2002) h 18 42 Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth 2002) h 2 43
Al-Qura an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia. Semarang 1989. h 69
61
kerugian. Islam memberikan panduan bahwa proses akumulasi kekayaan dan
distribusi ekonomi terbentuk secara fair dan benar.
c. Uang sebagai modal “potensial”.
Dalam pandangan Islam uang merupakan modal “potensial”. Ia akan
menjadi modal nyata ketika uang tersebut bekerjasama dan bergabung dengan
sumber daya lain untuk melakukan suatu aktivitas produktif. Islam mengakui nilai
kontribusi uang, ketika ia bertindak sebagai modal yang digunakan untuk
aktivitas usaha
d. Larangan perilaku spekulatif.
Sistem keuangan Islam tidak menghendaki penimbunan (hoarding) dan
melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian, perjudian, dan beresiko
ekstrim.
e. Kesucian akad (kontrak).
Islam menegakkan kewajiban sesuai dengan akad (kontrak) dan
keterbukaan informasi sebagai tugas suci. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
resiko dari informasi asimetrik dan moral.
f. Aktivitas yang disetujui Syariah.
Hanya aktivitas bisnis yang tidak melanggar ketentuan-ketentuan syariah
yang memenuhi persyaratan untuk investasi. Sebagai contoh, investasi bisnis yang
berkaitan dengan minuman keras, perjudian, dan barang haram dilarang oleh
Islam.
62
Tabel. 2.2 perbedaaan Bank Islan Dngan Bank Konvensional
3. Produk Perbankan Syariah
Bank syariah menawarkan produk dan jasa perbankan sesuai dengan
syariah Islam. Sebelum dipasarkan, produk atau jasa tersebut harus disetujui
terlebih dahulu oleh Dewan Pengawas Syariah yang menetapkan apakah produk
atau jasa tersebut memenuhi prinsip syariah atau tidak44.
a.Produk Penghimpun Dana
Bank syariah dalam menerima dana masyarakat terdiri atas tiga jenis
simpanan atau tabungan, yaitu giro Wadiah, tabungan, dan deposito berjangka.
1. Giro Wadi’ah amanah yang mempunyai prinsip harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan wadi’ah dhamanah adalah
pihak yang dititipi (bank) bertanggungjawab atas keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.Penarikan tabungan
atau simpanan di bank dilakukan sesuai dengan persetujuan antara
penabung dan pihak bank.
2. akad Al Wadiah atau akad Mudharabah. Berdasarkan akad wadiah,
tabungan selama masih memiliki saldo, dapat ditarik setiap saat oleh
penabung di setiap saat.
44Adiwarman A. Karim, Adiwarman A, Islamic Banking. Fiqh and Financial Analysis) Ed.5 Cet 9 Jakarta. PT
Raja Grafindo Persada, 2013) h 351-353
63
Penerimaan tabungan berdasarkan akad Mudharabah digunakan untuk
tabungan yang penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu. Untuk akad
Mudharabah, kepada pemilik tabungan diberikan imbalan atas dasar pembagian
keuntungan yang telah ditetapkan atau telah disetujui sebelumnya. Selain itu
apabila bank mengalami kerugian, pemilik tabungan ikut menanggung resiko
kerugian tersebut.
3. Deposito berjangka
Penarikan deposito dilakukan menurut perjanjian antara deposan dan bank
yang bersangkutan. Dalam hal ini digunakan akad mudharabah. Deposan
diberikan imbalan berdasarkan pembagian keuntungan yang nisbah bagi hasilnya
telah ditetapkan dan disetujui sebelumnya. Jika bank mengalami kerugian maka
doposan juga akan menanggung resiko.
6. Sumber Dana Bank Syariah
Sumber dana yang terdapat di bank syariah berasal dari:
a. Modal inti (core capital) adalah modal yang berasal dari para
pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para
pemegang saham, cadangan kas dan laba ditahan.
b. Kuasi ekuitas (mudharabah account) adalah dana-dana yang
tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil.
c. Titipan (wadiah) adalah simpanan nasabah tanpa imbalan.
7. Sistem Pembiayaan Bank Syariah
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 ,yaitu45
a) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
45Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek Ed 1 Gema insani 2001 h 125:
64
b) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Laporan Keuangan Perbankan Syariah
Sistem pembukuan akuntansi sangat diperlukan oleh semua lembaga keuangan,
untuk mencatat semua transaksi ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan
yang bersangkutan biasanya setahun sekali pada akhir tahun periode akuntansi
Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penelitian adalah laporan
keuangan bank syariah di Indonsia. Oleh karena itu, kegiatan usaha suatu bank
menurut ketentuan pemerintah harus dinyatakan dalam laporan keuangan yang
diterbitkan dan dilaporkan kepada masyarakat dan otoritas moneter sebagai
pengawas perbankan nasional.
Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi bank secara keseluruhan. Lap
oran keuangan yang dihasilkan bank diharapkan dapat memberikan informasi
tentang kinerja keuangan dan pertanggungjawaban manajemen bank kepada
seluruh stake holder perbankan
9. Konsep Operasional Perbankan Syariah
Dana yang telah dihimpun melalui prinsip Wadiah Yad Dhamanah,
Mudharabah Mutlaqah,Ijarah, dan lain-lain serta setoran modal dimasukkan
kedalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari Mudharabah
Mutlaqah yang biasa mencapai lebih dari 60% dan berbentuk tabungan deposito
atau obligasi. Pooling Fund kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa. Pada
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai
kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan prinsip nasabah ( mudharib atau
mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin
keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh
pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini lalu
65
dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung,
atau menginvestasikan uangnya sesuai kesepakatan awal. Bagian nasabah atau
hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank
akan dimasukkan kedalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi utama .
Sementara itu, pendapatan lain seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi
terikat) dan jasa keuangan dimasukkan kedalam laporan rugi laba sebagai
pendapatan operasional lainnya46.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar
di bawah ini.
Gambar 2.2
Konsep Operasional Bank Syariah
Dari penjelasan dan gambar di atas terlihat bahwa Sistem bagi hasil merupakan
sistem dimana dilakukan perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan
kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha diperjanjikan adanya pembagian hasil
atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih bagi hasil
dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada
masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil
46 Ascarya dan Yumanita Akad dan Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Bank Indonesia,2006)
66
usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).
Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
dengan kesepakatan bersama, dan di buat dengan dasar kerelaan (An-Tarodhin) di
masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Akad berpola bagi hasil pada
prinsipnya, merupakan suatu transaksi yang mengupayakan suatu nilai tambah
(added value) dari suatu kerja sama antar pihak dalam memproduksi barang dan
jasa.
Kemampuan perbankan syariah dalam menghimpun ASET sangat
didukung oleh ajaran islam. Manabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh
islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri
untuk pelaksanaan perencanaan di masa yang akan datang sekaligus menghadapi
hal – hal yang tidak diinginkan. Dalam Al – quran terdapat ayat – ayat yang
secara tidak langsung telah memerintahkam kaum muslimin untuk
mempersiapkan hari esok yang lebih baik diantaranya sebagai berikut:
QS An nisa (4) ayat 9
ية ضعافا خافوا عل وليخش الذين لو تركوا من خلف هم ذر يهم فليتقوا للا
وليقولوا قول سديدا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.47
1. QS Albaqoroh (2) Ayat 266
47
AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 116
67
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan
anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun
itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu
sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup
angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.48
4. QS. AL- Hasyr (59) ayat 18
مت ل ولتنظر نفس ما قد إن اتقوو غد ياأيها الذين آمنوا اتقوا للا ا للا (18الحشر: )تعملون خبير بما للا
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
perhatikanlah masing-masing kalian amal perbuatannya untuk akhirat!
Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kalian perbuat." (QS. Al-Hasyr : 18)49
F. Kajian Terdahulu
Berikut ini adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu mengenai variabelmakro
ekonomi dan aset perbankan syariah.
1. Muslim Marpaung, 2016 Dengan judul Analisa Pengaruh PDB, INFLASI,
TINGKAT BUNGA, JUB DAN KURS Terhadap DPK Perbankan Syariah
di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah instrumen Bunga dan
Inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien DPK Yang
membedakan penelitian ini yaitu Variabel yang diteliti yaitu ASET dan
Bagi Hasil
4848AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 67 49AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha Putra Semarang 1989 h 919
68
2. Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap
Sektor UMKM di Sumatera Utara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
Pembiayaan Syariah, bagi hasil syariah, tingkat pendidikan, tenaga kerja
dan dan religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap UMKM
Sumatera Utara Variabel yang diteliti yaitu ASET dan bagi Hasil
3. Sutarjo; 2005; Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu
Analisis Vector Error Correction Model) pada periode sebelum krisis:
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) pengaruh SBI lebih kuat
dibandingkan dengan GWM, CAR dan LDR; (b) dalam jangka panjang
4. GWM, LDR, EXRATE, INF, KDEX, r dan M2 signifikan terhadap ekspor.
Periode sesudah krisis: (a) shock SBI mempunyai pengaruh yang lebih
kuat dibandingkan dengan variabel GWM, CAR atau LDR; (b) dalam
jangka panjang, SBI, GWM, CAR dan LDR dan semua variabel antara
kecuali KADEX, CPI dan M2 mempunyai hubungan positif terhadap
ekspor, sedangkan EXRATE dan LEDR mempunyai hubungan negatif
terhadap ekspor
5. Mahendra; 2008 Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia SBI, kredit dan investasi Kesimpulan
dari penelitian ini adalah mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dengan dengan nilai R2 sebesar 0,9758. Selain itu, tingkat SBI
memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, sedangkan jumlah kredit dan investasi berpengaruh positif
terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.
6. Lestari; 2008 Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Permintaan Uang M2 di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
a) Kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan di antara variabel
permintaan uang riil, pendapatan nasional, kurs, inflasi dan
bungamembutuhkan waktu tiga kuartal; (b) tidak ditemukan hubungan
kausalitas dua arah di antara kelima variabel; (c) respon variabel M2
terhadap empat variabel lainnya sangat fluktuatif terutama ketika variabel
69
lain mengalami shock, namun kondisi ini pada akhirnya akan kembali
stabil; (d) hubungan antara nilai tukar dan jumlah uang beredar tergantung
pada expectation pemegang uang
7. Truhadmini, 2008; Pemilihan Inflation Targetting Framework, Respon
variabel Makro Terhadap Inflasi, serta determinan inflasi di Indonesia
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Super Neutrality terjadi di
Indonesia, Kebijakan Moneter yang aktif, berdampak pada ketidak stabilan
makro, Inflasi mempengaruhi kestabilan makro, perubahan framework
kebijakan moneter menjadi inflation targetting adalah sesuatu yang
relevan, Price Channel lebih efektif metransmisikan kebijakan moneter
menuju sasaran inflasi, Shock yang terjadi pada inflasi, pada tahap awal
menimbulkan penurunan uang beredar, pengeluaran konsumsi, investasi
serta pertumbuhan ekonomi, determinan inflasi di Indonesia pada periode
prakrisis dipengaruhi oleh jumlah uang beredar,
8. Natsir, 2008, Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter Indonesia melalui jalur nilai tukar, periode 1990-2007
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui jalur nilai tukar membutuhkan time lag atau
kecepatan sekitar 16 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir
kebijakan moneter (inflasi). Respons variabel-variabel pada jalur nilai
tukar terhadap perubahan instrumen moneter (Suku Bunga SBI)
relatif lemah dan variabel utama jalur ini yaitu nilai tukar/kurs hanya
mampu menjelaskan variasi inflasi sebesa 19,70% lebih kecil
dibandingkan dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas bunga
(PSB) yakni sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger
causalitydan predictive poweryang lemah antara Kurs dan Inflasi.
Dari penelitian yang relevan di atas beberapa diantaranya banyak yang
membahas tentang variabel veriabel makro ekonomi seperti eksport, import, nilai
tukar, tingkat BAGI HASIL dengan menggunakan metode VAR, yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah, pada penelitian ini
peneliti ingin melihat apakah ada keterkaitan antara variabel ekonomi makro
70
seperti, jumlah uang beredar, nilai tukar, inflasi, GDP berpengaruh terhadap
perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada periode waktu 2004 sampai
2015.
Selanjutnya dilakukan pembentukan model, pengumpulan data dan
pengujian stasioner terhadap variabel yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan
dengan uji unit root test menggunakan Agumented Dickey Fuller (ADF).
Berikutnya adalah menetapkan panjang lag menggunakan Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Likelihood Ratio (LR).
Uji kointegrasi dilakukan menggunkan Johansen Criterion. Selanjutnya adalah
estimasi model menggunakan uji Impulse Response Function (IRF) dan Variance
Decomposition. Dari hasil estimasi model dilakukan interpretasi terhadap hasil,
menguji hipotesis dan terakhir adalah rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian.
Atas dasar bangunan teori tersebut maka dibangunlah sebuah kerangka
konseptual yang menggambarkan bagaimana keterkaitan antar variabel yang akan
diteliti dalam penelitian ini.
G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka
kesimpulan sementara bahwa instrumen makro ekonomi seperti Inflasi, JUB,
GDP, EXC, dan Bagi Hasil memiliki interdependensi dengan variabel ASET di
Perbankan Syariah. Dampak perubahan indikator ekonomi makro sebagai akibat
perubahan instrumen tidak bersifat seketika, tetapi memerlukan waktu tertentu
sesuai dengan jumlah variabel antara, semakin panjang variabel antara maka
semakin panjang time lagnya, artinya semakin panjang variabel antara maka
semakin lama perubahan indikator ekonomi makro terjadi, dan sebaliknya
indikator ekonomi makro dapat langsung berubah jika tidak ada variabel antara
yang menghalangi instrumen kebijakan moneter dan indikator ekonomi makro.
Yang menjadi instrumen makro ekonomi pada penelitian ini adalah Inflasi
yaitu teori yang menjelaskan tentang Jika kuantitas keseimbangan uang riil yang
diinginkan tergantung pada biaya memegang uang, tingkat harga tergantung pada
suplai uang sekarang dan suplai uang masa depan, EXC yaitu teori yang
menjelaskan tentang nilai tukar rupiah terhadap dollar yang merupakan salah satu
71
indikator makro ekonomi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,
JUB yaitu teori yang menjelaskan tentangModel permintaan uang secara empiris
adalah fungsi dari tingkat harga, tingkat pendapatan riil dan tingkat bunga
nominal. Model penawaran uang secara empiris adalah fungsi dari stok uang
dalam arti paling luas, Bagi Hasil yaitu teori yang menjelaskan tentang Sistem
bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukan perjanjian atau ikatan bersama di
dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan cirri khusus yang
ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan
dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad) dan GDP.
Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Julaihah (2004), yang
menyatakan bahwa peningkatan jumlah uang beredar tidak menyebabkan
pertumbuhan dalam sektor rill, karena penambahan jumlah uang beredar tidak
disebarkan kepada masyarakat tetapi yang terjadi adalah semua diserap oleh giro
wajib minimum, sehingga yang terjadi ketika jumlah uang beredar naik maka giro
wajib minimumnya juga naik.
Peningkatan uang beredar sebagai akibat penerapan kebijakan moneter
ekspansif dapat meningkatkan harga-harga domestik melalui penurunan suku
bunga nominal menyebabkan nilai tukar terdepresiasi dan daya saing produk
dalam negeri meningkat.
Tinggi rendahnya tingkat inflasi bisa disebabkan oleh banyak faktor. Dalam
kaitannya terhadap nilai tukar atau exchange rate (ER). Terdepresiasinya nilai
tukar menyebabkan kenaikan biaya produksi dan distribusi domestik yang
akhirnya menimbulkan terjadinya inflasi. Selain itu inefisiensi dan
ketidakseimbangan pada struktur fundamental ekonomi dapat memperdalam
tekanan pada laju inflasi.
Perubahan dalam keseimbangan permintaan dan penawaran uang akan
menentukan tingkat harga, perubahan tingkat harga menentukan tingkat inflasi,
72
dan tingkat inflasi mempengaruhi tingkat bunga nominal. Karena merupakan
biaya dari memegang uang, tingkat bunga nominal bisa mempengaruhi
permintaan uang.
Jumlah uang beredar dapat lebih optimal dengan mengubah elastisitas di pasar
uang terhadap perubahan tingkat suku bunga. Dengan kata lain, kebijakan
moneter akan lebih optimal dengan menerapkan strategi, dimana jmlah uang
beredar dan sasaran suku bunga ditetapkan berdasarkan suatu hubungan tertentu.
Terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik yang bersumber dari
ekspansi uang yang beredar dapat meningkatkan permintaan agregat atas barang-
barang dalam negeri melalui peningkatan harga barang-barang luar negeri relatif
terhadap harga barang domestik. Sebagai akibatnya, output domestik meningkat
yang dapat menyebabkan permintaan uang bertambah dan secara parsial
Dari kerangka konseptual selajutnya dirumuskanlah bagaimana pengaruh
varianel makro ekonomi akan mempengaruhi ASET perbankan syariah sebagai
sasaran akhirnya. Kerangka kebijakan dirumuskan dengan menggunakan dasar
ekspektasi teori. Tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah pencapaian
stabilisasi indikator makro.Dalam mencapai tujuan, instrumen moneter
memerlukan variabel lain sebagai sasaran antara , sebagai indikator dari
bekerjanya instrumen moneter. Bagaimana perumusan kerangka kebijakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3
INFLASI GDP BAGI HASIL
EXC ASET JUB
73
Secara ringkasnya kerangka konseptual dalam penelitian ini dituangkan
dalam bentuk bagan Seperti pada Gambar 2.3 berikut Ini.
Tabel Keterkaitan Teori Dengan Penelitian
Kelompok
Teori
Teori Relevansi Dengan Penelitian
Grand
Theory
Teori Moneter dan
Indikator Ekonomi
makro Indonesia
Teori yang menjelaskan
tentangKebijakan moneter yang
diterapkan pada satu rentang waktu
dan kondisi tertentu (ultimate goals)
dari kebijakan makro yang meliputi:
(a) Tingkat kesempatan kerja yang
tinggi; (b) Laju inflasi yang rendah
dan stabil; (c) Keseimbangan
balance of payment; dan (d) Tingkat
pertmbuhan ekonomi yang mantap.
Secondary
Theory
Efektifitas Bagi Hasil Teori yang menjelaskan tentang
Sistem bagi hasil merupakan sistem
dimana dilakukan perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan
kegiatan usaha. Di dalam kegiatan
usaha diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan
yang akan di dapat antara kedua
belah pihak atau lebih bagi hasil
dalam sistem perbankan syariah
merupakan cirri khusus yang
ditawarkan kepada masyarakat, dan
di dalam aturan syari’ah yang
berkaitan dengan pembagian hasil
usaha harus ditentukan terlebih
74
dahulu pada awal terjadinya kontrak
(akad)
Tertier
Theory
Teori Perbankan Syariah Teori yang menjelaskan
tentangsegala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya. Bank Syariah
adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan
Prinsip Syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Model Inflasi Teori yang menjelaskan tentangJika
kuantitas keseimbangan uang riil
yang diinginkan tergantung pada
biaya memegang uang, tingkat harga
tergantung pada suplai uang
sekarang dan suplai uang masa depan
Teori Pertumbuhan
Sollow Swan
Teori yang menjelaskan
tentangSeiring perjalanan waktu dan
dengan terjadinya pergeseran dalam
aliran pemikiran dari Klasik ke Neo-
Klasik, proses perkembangan
ekonomi Neo-Klasik terjadi karena
adanya akumulasi kapital, dimana
perkembangan tersebut merupakan
proses yang gradual dan harmonis
75
serta kumulatif
Model Mundell-Fleming Teori yang menjelaskan
tentangbagaimana keseimbangan
pasar uang dan pasar barang dalam
perekonomian yang terbuka, dan
menganut suatu rezim nilai tukar
Teori Jumlah Uang
Beredar
Teori yang menjelaskan
tentangModel permintaan uang
secara empiris adalah fungsi dari
tingkat harga, tingkat pendapatan riil
dan tingkat bunga nominal. Model
penawaran uang secara empiris
adalah fungsi dari stok uang dalam
arti paling luas
Teori Nilai Tukar Teori yang menjelaskan tentang nilai
tukar rupiah terhadap dollar yang
merupakan salah satu indikator
makro ekonomi yang akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
H. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan Perumusan masalah, landasan teori dan kajian empiris yang telah
dilakukan sebelumnya dapat ditarik hipotesis yaitu :
1. ASET, INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh
signifikan terhadap ASET Perbankan syariah di Indonesia
2. INFLASI , ASET ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh
signifikan terhadap INFLASI di Indonesia
3. GPD, ASET, INFLASI , EXC, BAGI HASIL DAN JUB berpengaruh
signifikan terhadap GDP di Indonesia
76
4. EXC, ASET, INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB
berpengaruh signifikan terhadap EXC di Indonesia
5. BAGI HASIL ASET, INFLASI ,GDP, EXC, DAN JUB berpengaruh
signifikan terhadap BAGI HASIL Perbankan syariah di Indonesia
6. JUB, ASET, INFLASI ,GDP, EXC, DAN BAGI HASILberpengaruh
signifikan terhadap JUB di Indonesia
7. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUB memiliki response
terhadap INFLASI pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang
8. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response
terhadap GDP pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang .
9. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response
terhadap EXC pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang .
10. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki
responseterhadap BAGI HASIL pada jangka penedek, jangka menengah dan
jangka panjang .
11. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki
responseterhadap JUB pada jangka penedek, jangka menengah dan jangka
panjang .
12. INFLASI ,GDP, EXC, BAGI HASIL DAN JUBmemiliki response
terhadap ASET perbankan Syariah pada jangka penedek, jangka menengah dan
jangka panjang .
Hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan variabel variabel makro
ekonomi seperti inflasi, nilai tukar, jumlah uang beredar dan pertumbuhan
ekonomi telahmenjadi objek penelitian dalam berbagai literatur ekonomi
pembangaunan dankeuangan. Isu tentang keuangan dan pertumbuhan setidaknya
telah dikemukakansejak abad ke 19 oleh Joseph A. Schumpeter yang
mengemukakan tentang pentingnya sistem perbankan dan pertumbuhan tingkat
pendapatan nasional dalampembangunan ekonomi melalui identifikasi dan
pembiayaan pada sektor investasi yangproduktif (Schumpeter, 1912).
Saat ini telah banyak hasil penelitian yang berusaha mengkaji secara empiris
dengancara mengeksplorasi indikator-indikator yang lebih spesifik untuk
77
menjelaskanhubungan sebab akibat antara sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi.Setidaknya ada empat kemungkinan pendekatan yang bisa menjelaskan
hubungansebab akibat antara keuangan dan pertumbuhan, yaitu: 1) Keuangan
adalahfaktorpenentu pertumbuhan ekonomi (finance-led growth hypothesis) atau
biasa disebut“supply-leading view”, 2) Keuangan mengikuti pertumbuhan
ekonomi (growth-ledfinance hypothesis) atau biasa disebut “demand-following
view”, 3) Hubungan salingmempengaruhi antara keuangan dan pertumbuhan atau
biasa disebut “the bidirectionalcausality view”, dan 4) Keuangan dan
pertumbuhan tidak saling berhubunganataubiasa disebut “the independent
hypothesis”.
Pertama adalah “the finance-led growth hypothesis” atau “supply-leading view”.
Teoriini secara umum menganggap bahwa sektor keuanganlah yang mendorong
pertumbuhan ekonomi. Teori ini pada dasarnya mencari hubungan antara
keuangandan pembangunan ekonomi. Para penganut teori ini meyakini bahwa
keberadaansektor keuangan yang berperan sebagai lembaga intermediasi antara
pihakyang kelebihan modal (surplus unit) dengan pihak yang kekurangan modal
(deficit unit) akan menyediakan alokasi sumber-sumber pendanaan yang efisien
yang nantinya akan menggerakkan sektor-sektor ekonomi dalam proses
pertumbuhannya. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Xu (2000), Arestis
etal(1996), dan Fase dan Abma (2003) menunjukkan bahwa ekspansi sektor
keuanganberpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Horrison et
al.(1999) dan Blackburn dan Hung (1998) mengemukakan bahwa fungsi
intermediasilembaga sektor keuangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
inidikarenakan akan mengurangi biaya dalam penilaian proyek. Jika jumlah
proyekmeningkat dalam perekonomian yang bertumbuh maka bank akan masuk
ke dalam pasar sebagai bentuk aktivitas bank dan keuntungan akan bertambah.
Pertambahan jumlah bank akan mengurangi rata-rata jarak antara bank
dan debitor, mendorong spesialisasi dan mengurangi biaya intermiediasi. King
danLevini (1993) adalah salah satu yang telah membuktikan bahwa pertumbuhan
sektor keuangan adalah sebagai syarat untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi.Akan tetapi banyak peneliti yang meragukan tentang hipotesis
78
ini(financial-ledgrowth).
Demetriades dan Hussein (1996) dengan menggunakan data tahunan dari 1965
sampai 1992 menemukan diantara negera-negara Asia yang ditelitinya, hanya Sri
Lanka yang membuktikan hipotesis financial-led growth. Studi di Turki dalam
periode1986.Q1 sampai 2006.Q4, Acaravei et al. (2007) hanya menemukan
hubungan satuarah dari sektor keuangan ke pertumbuhan ekonomi, tetapi secara
statistik dalam jangka panjang hubungan antara sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi tidak signifikan.Kedua adalah “the growth-led finance hypothesis” atau
“thedemand- following view”.Pemikiran ini dikembangkan oleh Robinson (1952),
inti pemikirannya adalahperkembangan sektor keuangan mengikuti pertumbuhan
ekonomiatauaktivitaswirausaha (enterprise) mendorong pertumbuhan sektor
keuangan. Jika sektor ekonomimengalami ekspansi maka permintaan terhadap
produk dan jasa perbankan juga akanmengalami peningkatan, sehingga dengan
sendirinya sektor perbankan akan jugameningkat. Penelitian empiris yang
mendukung hipotesis ini telah banyak dilakukan.Diantaranya adalah Habibullah
(2006) dalam penelitiannya di tujuh negara Asia
menemukan Malaysia, Nyamar dan Nepal mendukung hipotesis “growth-led
finance”dan hanya Filipina yang mendukung hipotesis “finance-led growth”.
Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ketiga adalah “the bidirectional causality view”. Aliran pemikiran ekonomi ini
menggambarkan hubungan dua arah atau saling mempengaruhi antara sektor
perkembangan keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Hipotesis ini menyatakan
bahwasebuah negara yang memiliki perkembangan sektor keuangan yang baik
akanmendorong tingkat ekspansi ekonomi yang tinggi melalui kemajuan
teknologidaninovasi produk dan jasa (Schumpeter, 1912).
Kondisi ini kemudian akan menciptakan tingkat permintaan yang tinggi terhadap
produk dan layanan perbankan (Lihat Levine, 1997). Jika institusi perbankan
meresponsecara efektif terhadap permintaan tersebut, maka respon tersebut akan
menstimulasi kinerja ekonomi yang lebih tinggi. Sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi masingmasing saling berhubungan secara positif dan
hubungan ini terjadi secara dua arah.
79
Penelitian yang dilakukan oleh Odedokun (1992) dan Luintel dan Khan
(1999) menemukan hubungan dua arah antara sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi.Sektor keuangan dan perkembangan ekonomi saling mempengaruhi,
pertumbuhansektor keuangan menyebabkan ekonomi bertumbuh dan
pertumbuhanekonomimendorong sektor keuangan untuk berkembang secara
maju.
Sementara itu dalam sistem keuangan Islam, penelitian empiris sejauh ini
yang telahdilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi, superioritas dan
stabilitas bank-bankIslam dibandingkan bank-bank konvensional untuk mencapai
target fungsiintermediasimoneter yang difokuskan pada pencapaian
kesinambungan pertumbuhan riil ekonomi,penurunan inflasi, dan stabilitas
jumlah uang beredar.
80
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum, alur proses yang dilakukan dalam penelitian ini diperlihatkan
pada Gambar 3.1. Berawal dari latar belakang, dirumuskan masalah dalam
penelitian ini. Ditunjang oleh kajian pustaka lalu ditetapkan hipotesis. Selanjutnya
dilakukan pembentukan model, pengumpulan data dan pengujian stasioner
terhadap variabel yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan dengan uji unit root
test menggunakan Agumented Dickey Fuller (ADF). Berikutnya adalah
menetapkan panjang lag menggunakan Akaike Information Criterion (AIC),
Schwarz Information Criterion (SIC), dan Likelihood Ratio (LR). Uji kointegrasi
dilakukan menggunkan Johansen Criterion. Selanjutnya adalah estimasi model
menggunakan uji Impulse Response Function (IRF) dan Variance
Decomposition. Dari hasil estimasi model dilakukan interpretasi terhadap hasil,
menguji hipotesis dan terakhir adalah rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian.
Pada bagian ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan dan
dianggap relevan dengan studi yang sedang dilakukan. Metode penelitian yang
dijabarkan dalam bagian ini mencakup lokasi/tempat penelitian, jenis penelitian,
populasi dan sampel, data penelitian, analisa data serta defenisi operasional
variabel
81
Gambar 3.1 Sistematika Penulisan Penelitian
B. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research). Sedangkan pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan kuantitatif. Dengan demikian pola berfikir yang dipakai adalah
Latar Belakang Masalah Penelitian Kajian Pustaka
Hipotesis Pembentukan
Model
Pengumpulan
Data
ADF/Granger
Causality
Penentuan Panjang Lag
Akaike Information Criterion (AIC)
Schwarz Information Criterion (SIC)
Likelihood
Ratio (LR)
Uji
Kointegrasi
Johansen
Cointegration Estimasi
Model
Interpretasi Hasil
Uji Hipotesis
Rekomendasi
Kebijakan
Analisis Impulse
Response Function
Forecast Error Variance
Decomposition
Uji Root
Test
82
dengan metode deduktif. Artinya pola berfikir yang dipakai adalah dengan
memakai metode deduktif yang bersifat umum dan global dipakai untuk berfikir
khusus, kemudian baru diberlakukan kembali yang bersifat global dan umum
Penelitian ini menggunakan obyek penelitian bank-bank umum syariah
dan unit-unit usaha syariah di Indonesia yang telah terdaftar di Bank Indonesia,
sebagaimana di bawah dari periode Januari 2004 sampai dengan bulan Desember
2014. Jumlah keseluruhan bank syariah yang ada adalah 35 bank meliputi 11
Bank Umum Syariah (BUS), dan 24 Unit Usaha Syariah (UUS). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Bank
Indonesia, Biro Keuangan serta sumber lain yang terkait dengan penelitian ini.
Secara rinci data yang dipergunakan:
Tabel 3.1 Jenis dan Sumbet Data
No Data/ Variabel Simbol Sumber Jenis
1 Tingkat Inflasi Inf BI Data Time Series
2 Tingkat pertumbuhan eko GDP BI Data Time Series
3 Nilai Tukar EXC BI Data Time Series
4 Jumlah uang beredar JUB BI Data Time Series
5 Aset AS BI Data Time Series
6 Bagi Hasil BH BI Data Time Series’df
C.Model Analisis
1. Model Ekonometrik
Dalam ekonometrik, permasalahan dipetakan berdasarkan teori yang ada,
dinyatakan dengan persamaan matematika dan digunakan kriteria statistika untuk
menganalisis permasalahan yang ada. Ekonometrika berusaha menterjemahkan
suatu masalah ekonomi, matematika ekonomi dan statistik ekonomi secara
terpadu guna membantu proses penelitian. Keiga bidang ilmu itu merupakan
pondasi dalam penerapan ekonometri 50
50 Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar untuk penelitian Bidang ekonomi, sosial dan bisnis. (Edisi pertama
Jakarta, Mitra Wacana Media, 2015) h.9
83
Berkenaan dengan ekonometri, peran matematika ekonomi adalah
menyatakan teori ekonomi dalam bentuk matematika atau persamaan matematika.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan masalah.
Fokus dari statistik ekonomi adalah berkaitan dengan pengumpulan data,
pengolahan data dan analisa data. Data bisa dinyatakanndalam grafik, diagram
staupun tabel. Jadi dari aspek statistik, data merupakan bahan mentah yang harus
diolah lebih lanjut dalam ekonometri. Data berasala dari berbagai macam
publikasi baik swasta maupun pemerintah bersifat given. Artinyya data mentah itu
diluar kontrol econometrican apabila data mengandung kesalahan pengukuran dan
berbagai kesalahan lainnya. Oleh karena itu econometrican mengembangkan
metode untuk mengattasi berbagai masalah berkaitan dengan kesalahan
pengukuran.
Pada umumnya pengetian ekonometrika adalah jenis khusus model
matematika yang disebut model stokastik yang memasukkan satu atau lebih
perubah acak. Model ekonometrik dapat mewakili satu sistem dengan sekumpulan
hubungan stokastik antar peubah peubah (variabel) dalam sistem. Suatu model
ekonometrika dapat linier atau bukan linier. Asumsi linearitas sangat penting, baik
untuk pembuktian matematika dan statistika maupun untuk penghitungan nilai
untuk peubah peubah (variabel) dalam model.
2. Analisis Vector Autoregression (VAR)
Model VAR pertama dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980. VAR
adalah mode a-priori terhadap teori ekonomi. Namun demikian model ini sangat
berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam
sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam
ekonomi. Model ini juga menjadi dasar munculnya metode kointegrasi Johansen
(1988, 1989) yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam
perekonomian. Pemodelan VAR adalah bentuk pemodelan yang digunakan untuk
multivariate time series. Model VAR menjadikan semua variabel bersifat
endogen. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya
84
selang (lag) yang digunakan dalam model. Variabel yang digunakan dalam
persamaan VAR dipilih berdasarkan teori ekonomi yang relevan. Pemilihan
selang optimal kemudian akan menggunakan kriteria informasi seperti Akaike Info
Criterion (AIC) , Schwarz Info Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion
(HQ).
Keunggulan lainnya adalah model VAR mampu mengatasi kritik lucas
yang ditujukan pada analisa kebijakan untuk model model makro ekonomi
dinamik stokastik. Model makro ekonomi tradisional memganggap model yang
distimasi pada keadaan tertentu dapat digunakan untuk peramalan pada kondisi
rezim kebijakan yang berbeda. Hal inimenunjukkan bahwa parameter yang
diestimasi tidak berubah pada kebijakan dimanapun perekonomian berada
sehingga model ekonomi secara logic menjadi tidak valid. SehinggaVAR tidak
hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan keluaran modelnya dalam
merespon adanya suatu gucangan dalam perekonomian tetap membiarkan hal ini
bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjang
berdasarkan pada historinya.
Apa yang disediakan dalam persamaan simultan standart adalah hubungan
langsung dan tidak langsung yang kerap ditemukan dalam maslah ekonomi.
Beberapa variabel memiliki hubungan tidak langsung dengan variabel lainnya.
Ada variabel sntsrs (mediasi/interpening) yang membuat variabel tidak
berhubungan langsung denganvariabel lain.
Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh (Achsani, et al., 2005) :
dimana xt adalah vektor dari variabel-variabel endogen berdimensi (n x 1), μt
adalah vektor dari variabel-variabel eksogen termasuk di dalamnya konstanta
(intercept) dan tren, Ai adalah matriks-matriks koefisien berdimensi (n x n), dan ut
adalah adalah vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi
tetapi tidak berkorelasi dengan nilai-nilai lag mereka sendiri dan juga tidak
berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas.
Sesara umum spesifikasi model penelitian ini dapat dilihat pada persamaan
berikut
85
VAR (k), Zt = A1Zt-1 + A2ZT-2 +.......AkZt-k +Et
Dimana : Zt = variabel runmtun waktu yang dispesifikasi
Ak=matrik parameter berukuran nx1
K = ordo/lag
Ordo VAR (k) yang optimal ditentukan berdasarkan uji Akaike
Information Criterion (AIC), likelihood-Ratio (LR test), dan Scwarz Information
Criterion (SIC). Apabila K=2 maka spesifikasi model VAR dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
INF = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2
+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α16 Aset t-2 (3.1)
GDP = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2
+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.2)
EXC = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2
+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 +α19 Aset t-2 (3.3)
JUB = + α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2
+ α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.4)
Aset = α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC t-1 + α15JUB t-1 + α12 Inf t-2
+ α13GDP t-2 + α14BH+ α19 Aset t-2 (3.5)
Bagi Hasil = α α12 Inf t-1 + α13GDP t-1 + α14 EXC + α15JUB t-1 + + α12
Inf t-2 + α13GDP t-2 + α14BH t-2 + α15JUB t-2 + α19 Aset t-2 (3.6)
86
2. Uji Unit Root Test
Penggunan variabel ekonomi berpa data runtut waktu (time series). Data
time series merupakan sekumpulan nilai suatu variabel yang diambil pada waktu
yang berbeda dan dikumpulkan secara berkala pada interval waktu tertentu,
misalnya harian, bulanan, triwulan, tahunan dan lain sebagainya. Data time series
menyimpan banyak permasalahan, salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi
ini merupakan penyebab yang dapat menyebabakan data tidak statisioner. Tidak
statisionernya data akan mengakibatkan kurang baiknya model yang diestimasi.51
Uji statisioner merupakan langkah awal dalam mengestimasi model VAR,
untuk memastikan data bahwa data yang digunakan sudah statisioner. Statisioner
juga merupakan salah satu konsep dsar dalam analisa data time series. Data time
series terlebih dahulu harus statisioner karena terkait dengan model estimasi yang
digunakan. Jika data tidak statisioner maka peneliti haya dapat mempelajari
prilaku data pada periode watu tertentu saja berdasarkan berbagai pertimbangan.
Data time series yang bersifat statisoner akan berujung pada penggunaan
VAR dengan metode standar. Sedangkan data time series yang bersifat tidak
statisioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR, yaitu VAR dalam bentuk
diffrence atau VECM52Sekumpulan data dianggap statisioner jika rata rata dan
varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sitematik
sepanjang waktu.
Data tidak statisioner dapat dijadikan data statisioner dengan cara
melakkan uji statisioner data pada tingkat diffrence data yang disebut juga dengan
uji derajat integrasi, jadi data yang tidak statisioner pada tingkat level akan dijuji
lagi pada tingkat diffrence sampai menghasilkan data yang statisioner, didalam
menguji apaka data mengandung akar unit atau tidak. Dickey Fuller menyatakan
untuk melakukan regresi model – model berikut:
Dimana t adalah variabel trend waktu perbedaan persamaan (3.1)
dengan data regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend
51Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian bidang ekonomi, Sosial dan Bisnis, Edisi Pertama
(Jakarta. Mitra Wacana Media 201) h 413 52 Hendri Tanjung dan Abrista Devi” Metode Penelitian Ekonomi Islam “ (jakarta Gramata Publishing,
2013)h17.
87
waktu. Dalam setiap model, jika time series mengandung unit root yang berarti
data tidak statisioner hipotesis nulnya adalah = 0, sedangkan hipotesis
alternatifnya < 0 yang berarti data statisioner.
Salah satu asumsi dari persamaan (3.4) dan (3.5) adalah bahwa residual et
tidak saling berhubungan, dalam banyak kasus residual et seringkali berhubungan
dan mengandung unsurbautokorelasi, Dickey fuller kemudian mengembangkan
uji akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang
kemudian dikenal dengan Augmented Dickey Fuller (ADF), Dalam prakteknya uji
ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data statisioner atau tidak,
adapun formulasi ADF sebagai berikut:
Dengan penjelasan
Y : variabel yang diamati
Yt : Yt-Yt-1
T : Trend Waktu
n : Lag
prosedur untuk mengetahui data statisioner atau tidak dengan cara
membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis MacKinnon, Nilai statistik ADF
ditunjukkan oleh nilai t statistik koefiaien Yt-1 pada persamaan (4s/d6), Jika nilai
absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritis nya, maka data yang diamati
menunjukkan statisioner, dan jika sebaliknya nilai kritis ADF lebih kecil dari nilai
kritisnya maka data tidak statisioner. Hal penting dalam uji ADF adalah
menentukan panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan uji AIC
(Akaike Information Criterion) ataupun SIC (Schwarz Information Criterion).
Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model akan menunjukkan
model tersebut yang paling tepat.
Uji statisioner akan dilakukan dengan metode ADF dan PP sesuia dengan
trend determinastik yang dikandung oleh setiap variabel. Hasil series statisioner
akan berujung pada penggunaan VAR denga metode standar. Sementara series
nonstatisioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR: VAR dam diffrens atau
VECM
88
Keberadaan variabel non statisioner meningkatkan kemungkinan
keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi
diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian
kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data statisioner, mengingat
terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan unit root terkait
dengan the power of the test53
Uji statisioner dapat juga dilakukan dengan analisa grafis, Autocorelation
Function (ACF) dan correlogram dan unit root test. Sebelum melakukan uji
formal, disarankan untuk membuat grafik dari data – data runtut waktu yang
digunakan. Jika tingkat level belum diperoleh grafik yang mendekati statisioner
maka perlu dilakukan transformasi sehingga diperoleh data yang statisioner,
seperti data first diffrence-nya.
3. Uji Stabilitas VAR
Stabilitas sistem VAR akan dapat dilihat dari invers roots karakteristik AR
polinomialnya. Jika seluruh nilai AR-rootsnya dibawah 1, maka sistem VAR-nya
stabil. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar akar funsi
polinomialnya atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika samua
akr dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai
absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan
FEVD yang dihasilkan dianggap Valid54.
4. Analisis Vector Error Correction Model (VECM)
Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada
data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan
tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi
dalam model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan
kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Kebanyakan data time series
stasioner pada perbedaan pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya
informasi jangka panjang dalam penelitian ini akan digunakan model VECM.
53
Ekananda Mahyus” Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian bidang ekonomi, Sosial dan Bisnis, Edisi Pertama
Jakarta. Mitra Wacana Media 2015 h 462
89
VECM standar didapat dari model VAR dengan dikurangi xt-1. Adapun
persamaan VECM secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut, dimana
Π dan Γ adalah fungsi dari Ai. Matriks Π bisa didekomposisi ke dalam 2 matriks
berdimensi (n x r) α dan β; dimana α disebut matriks penyesuaian dan β sebagai
vektor kointegrasi dan r adalah cointegration rank. Kerangka kointegrasi hanya
sesuai jika variabel variabel yang berhubungan terintegrasi. Hal ini bisa diuji
dengan menggunakan uji akar unit. Saat tidak ditemukan akar unit, maka metode
ekonometrik tradisional dapat diterapkan.
A. Kointegrasi dan Error Correction secara prinsip, cirri khas dari
variable yang kointegrasi adalah bahwa setiap fluktuasi data yang terjadi
merupakan pengaruh dari deviasi keseimbangan jangkan panjang. Dapat
dijelaskan sebagai berikut: jika secara teoritis menunjukkan bahwa pada structur
nilai tukar terdapat hubungan jangka panjang antara nilai tukar jangka pendek dan
jangka panjang, maka kita dapat mengatakan bahwa jika terjadi gap yang
besarantara
B. Pertimbangan Penggunaan Error Correction Model (ECM)
Pertanyaam paling mendasar dalam menggunakan ini adalah intuisi ekonomi
dibalik metode yang digunakan untuk memproses variabel ekonomi. Dengan
kata lain mengapa tidak menggunakan metode berganda dalam memproses
variabel ekonomi. Beberapa pernyataan yang sering dikatakan oleh sebagian
mahasiswa adalah karena kata yang digunakan menunjukkan adanya gejala non
statisioner sehingga jika dilakukan proses regresi biasa akan menghasilkan
spuriositas dari hasil regresi. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Karena non
ststisioneritas yang dinyatakan tersebut sesungghuhnya bukan alasan utama,
melainkan suatu gejala yang harus diperhatikan jika hendak melakukan analisis
time series.
Penjelasan sutau statisioner, co integration melakukan hubungan erat
dengan error correction. Demikian pula intuisi penggunaan ECM sangat erat
kaitannya dengan konsep ini. Dalam penelitian ekonomi sebaiknya penggunaan
uji statisioneritas, co integration bukan berdasarkan prosedur ekonometrik tetapi
90
berdasarkan masalah penelitian. Berikut ini bebrapa justifikasi penggunaan ECM
yang dapat digunakan sebagai masalah penelitian55 :
1. Peneliti ingin melihat apakah data ekonomi time series memiliki
trend/ keseimbangan jangka panjang.
2. Peneliti melihat bahwa fluktuasi data ekonomi time series bergerak
disekitar trend/keseimbangan jangka panjang. Peneliti ingin melihat
apakah data time series mengalami penyesuaian koreksi terhadap
keseimbangan jangka panjang atau suatu acuan tertentu.
3. Adanya latar belakang teori dapat menunjukkan prilaku sebagai
berikut
i. Secara teoritis data time series dapat memiliki
keseimbangan jangka panjang
ii. Secara teoritis data time series dapat memiliki kondisi
keseimbangan jangka panjang
4. Adanya simpangan simpangan eror yang berlanjut sepanjang waktu
observasi terhadap tren jangka panjang sepanjang waktu
5. Adanya penyesuaian variabel terhadap trend jangka panjang
5. Pengujian Pra-Estimasi
Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut
antara lain uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, dan pengujian
kointegrasi.
a. Uji Stationer Data
Uji stationer data dapat dilakukan dengan metode grafik dan metodeakar
unit. Uji akar unit digunakan uji augmented Dickey–Fuller (ADF)jika nilai
absolut statistik t lebih kecil dari nilai kritis pada table MacKinnon pada berbagai
tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%), maka mengindikasikan data tidak
stationer. Disamping itu dapat pula dilihatpada nilai prob yang lebih besar dari
0,05 yang juga menindikasikan datatidak stationer. Sebaliknya jika nilai ADF
55Ekananda Mahyus “ Ekonometrika Dasar Untuk penelitian Bidang Ekonomi Sosial dan Bisnis Edisi Pertama,
Jakarta, Mitra Wacana Media 2015 h 422
91
lebihbesar dari nilai kritis berbagai tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%), maka
tidak terdapat akar unit atau data stationer.
Pada pnelitian ini, uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan
metode augmented Dickey Fuller Test (ADF). Uji stasioneritas ini didasarkan
pada hipotesis nol variable stokastik yang memiliki unit-root. Dengan
menggunakan model uji ADF test, hipotesis nol dan dasar pengambilan
keputusan lainnya yang digunakan dalam uji ini didasrkan pada
b. Uji Panjang Lag Optimal
Pendekatan VAR sangat sensitif terhadap jumlah lag data yangdigunakan,
oleh karenanya perlu ditetapkan panjang lag yang optimal.Penentuan panjang lag
tersebut dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan
terhadap suatu variabel endogen dengan padawaktu waktu yang lalu maupun
terhadap variabel endogen lainnya.Penentuan panjang lag dapat dilihat dari nilai
nilai dari Likelihood Ratio(LR),
Penetapan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang
digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Pemilihan lag optimal
dilakukan sebelum dilakukan uji kointegrasi, hal ini penting dilakukan sebelum
melakukan estimasi dalam model VAR. Pemilihan panjang lag penting karena
bisa mempengaruhi penerimaan dan penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias
estimasi dan bisa menghasilkan prediksi yang tidak akurat.
Guna memperoleh panjang selang yang tepat dilakukan 3 bentuk
pengujian secara pertahap. Pada tahap 1 akan dilihat panjang selang maksimum
sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai Inverse roots
karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (statisioner)
jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya
terletak didalam unit circle
Pada tahap kedua panjang selang optimal akan dicari dengan
menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidatselang yang terpilih
adalah panjang selang menurut criteria likehood Ratio (LR), Final prediction
Error (FPE). Akaike Information Critrion (AIC), Schwarz Information Criterion
92
(SIC) dan Hannan – Quin Criterion (HQ). Jika criteria informasi hanya merujuk
pada sebuah kandidat selang maka, kandidat tersebutlah yang optial.Jika diperoleh
lebih dari satu kandidat maka pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga.
Pada tahap ketiga, Nilai Adjusted R2 variabel VAR dari masing masing
kandidat selang akan diperbandingkan, dengan penekanan pada variable –
variable terpenting dari system VAR tersebut. Selang optimal akandipilihdari
system VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan Adjusted R terbesarpada
variable variablepenting di dalam system
Penentuan jumlah lag yang akan digunakan dalam model VAR dapat
ditentukan dengan menggunakan soft ware Eviews yaitu dengan melakukan tes
VAR Lag Order Selection Criteria yaitu dengan View-Lag Structure_lag Length
Criteria. Dalam VAR Lag Order Selection Criteria tersebut tersedia berbagai
kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah lag yang paling optimal.
Panjang lag merupakan hal yang sangat penting dalam model VAR,
Pengujian panjang lag optimum ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah
auto korelasi dalam system VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimum
tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunkan AIC, SC dan
HQ.
c. Hasil Uji Stabilitas VAR
Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah ditentukan
maka dilakukan VAR condition Stability Check yakni beruparoots of
characteristic polynomial. Suatu model VAR dikatakan stabil jikaseluruh
rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari 1.
d. Hasil Analisis Causality Grange
Konsep sebab akibat sangat diperlukan oleh bidang ilmu apapun. Namun
demikian, tidaklah mudah untuk membuktikan bahwa hubungan sebab akibat
benar benar ada, kecuali dilakukan eksperimen terkontrol. Bukan hanya ada atau
tidaknya hubungan sebab akibat yang harus dibuktikan, tetapi arah sebab dan
93
akibatnya juga harus diketahui, tidaklah tak beralasan untuk mengambil
pandangan bahwa menerapkan satu model regres adalah ditujukan terutama untuk
menguji pengukuran. Bahwa keeradaan hubungan tidak secara nyata
dipertanyakan, akan tetapi diperlukan untuk memenuhi teori –teori ekonomi.
Dalam kondisi seperti ini, uji signifikansi tidak lagi digunakan untuk memutuskan
apakah hubungan diantara dua variabel benar benar ada. Yang lebih penting
adalah pengaruh dari variabel yang satu terhadap variabel yang lain56
Istilah kausalitas disini adalah dalam statistic saja, bukan berdarkan pada
konsep konsep dalam pengertian filosofi. Jadi kausalitas disini merujuk pada
konsep prediks. Suatu pengetahuan yang memandang bahwa kausalitas sangat
kuat, diistilahkan dengan Granger Causality. Menurut konsep granger kausalitas
dimana x menyebabkan y jika nilai mas lalu x memperbaiki prediksi nilai y.
Namun demikian, untuk memgoperasikanonalkan konsep ini, perlu untuk mencari
cara yang tepat untuk menghasilkan prediksi, dan cara untuk mengukur
keakuratannya.
Pendekatan Granger untuk kausalitas berdarkan pemikiran bahwa
kemungkinan peramalan adalah sejalan dengan kausalitas dan bahwa hubungan
antara sebab dan akibat adalah sedemikian rupa dimana sebuah akibat tidak dapat
terjadi sebelum ada sebab dan akibat. Data time series X dikatakan Granger cause
daan time series Y jika dengan memasukkan nilai X sebelumnya meningkatkan
peramalan nilai Y. ( dibuktikan dengan mean square error yang lebih kecil)
dibandingkan jika hanya dengan menggunakan nilai y bebelumnya
Uji Kausalitas Granger antarvariabel penelitian dimaksud
untukmengetahui hubungan kausalitas antara variabel57.Dari tabel berikut ini hasil
uji tersebut dapat diketahui adanya hubungantimbal balik.
Kausalitas Granger dapat dibedakan 4 (empat) pola yaitu58
56
Ekananda Mahyus, “ Ekonometrika Dasar Untuk Penelitian Bidang Ekonomi, Sosial dan Bisnis Edisi
Pertama, Jakrta, Mita Wacana Media, 2015 h. 454 57Ekananda Mahyus, “ Ekonometrika Dasar untuk penelitian Bidang Ekonomi, Sosial dan Bisnis” Edisi
Pertama, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2015h. 455
94
a. Kausalitas satu arah dari X.. ke Y..(unirectional causality
from X1 to Y1 apabila E b1 = 0 dan E d1 = 0
b. Kausalitas satu arah dari Y.. ke X... (Unidirectional
causality from Y1 to X1 apabila Ed1 = 0 dan E b1 = 0
c. Kausalitas umpan balik (bidirectional causality) apabila
Eb1 = 0 dan Ed1= 0
d. Tidak dapat saling ketergantungan (no causality) apabila E
b1 = 0 dan E d1 = 0
e. Uji Kointegrasi
a. Co integrasi
Dalam ilmu ekonomi, kita seringkali mengumpulkan data berkala
(time series) perilaku data untuk satuan waktu bulanan dan tahunan
sangat berbeda. Demikian pula jumlah waktu yang sedikit.
Umunya untuk jumlah waktu yang banyak data time series
menunjukkan adanya trend dan ketidak seimbangan yang dapat
mengaburkan hasil hubungan suatu faktor dengan faktor lainnya.
Kointegrasi adalah suatu konsep dalam ekonometrika yang
menunjukkan adanya fenomena keserasian/keberiringan fluktuasi
beberapa data pada jangka waktu tertentu
Interpretasi ekonomi dari kointegritas adalah bahwa jika dua series(atau
lebih) berkaitan untuk membentuk hubungan keseimbangan jangka panjang, maka
walaupun masing masing series tersebut tidak statisioner mereka senantiasa
bergerak bersama – sama sepanjang waktu dan perbedaan diantara mereka akan
senantiasa stabil. Dengan demikian, konsep kointegrasi berkaitan dengan
keberadaan keseimbangan jangka panjang dimana sistem ekonomi konvergen
sepanjang waktu seperti yang dikehendaki dalam teori dan menunjukkan cara
malakukan uji terhadap teori
Penerapan teknik kontegrasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa sebagian
besar data makro ekonomi mempunyai prilaku tersebut, dengan menggunakan uji
95
t dan uji F, akan menghasilkan pola hubungan regresi yang palsu (sporious
regresssion relationship).
Dua variable yang tidak stationer sebelum didifferensi, namun stationer
pada tingkat differensi pertama, besar kemungkinan terjadikointegrasi.
Kointegrasi berarti terdapat hubungan jangka panjang (keseimbangan). Dalam
jangka pendek ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan (disekuilibrium).
Karena adanya ketidak seimbangan ini makadiperlukan adanya koreksi dengan
model koreksi kesalahan (Error Suku Bunga Bagi Hasil Correction Model) yang
diperkenalkan Sarga, dikembangkan Hendry dan dipopulerkan Engle dan
Granger59
Ada tiga cara menguji kointegrasi, yaitu 1) Uji Kointegarsi EngleGrenger
2) Uji Kointegrasi Regression Durbin Watson 3) Uji Johansen.Penelitian ini
menggunakan uji Johansen, dengan uji Johansen,dibandingkan nilai trace statistic
dengan nilai kritis pada tingkat keyakinan 5% maupun 1%. Apabila nilai trace
statistic-nya lebih kecildibanding nilai kritis maka dapat disimpulkan bahwa
kedua variabel tidaksaling berkointegrasi .
f. Analisis Impulse Response Function (IRF)
Analisis impuls respon adalah metode yang digunakan untuk menentukan
respon suatu variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu. IRF
juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu variabel yang lain dan berapa
lama pengaruh tersebut terjadi. IRF dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui respon dinamik variabel permintaan uang baik pada konvensional
maupun pada Islam terhadap guncangan variabel PDB, inflasi yang diharapkan,
suku bunga, dan return syariah untuk permintaan uang pada Islam.
g. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
Analisis dekomposisi varian atau dikenal dengan Forecasting Error
Variance Decomposition (FEVD) digunakan untuk menghitung dan menganalisis
seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel
59
Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection: Representation, Estimation, and Testing.
Econometrica 55. 251-76.
96
endogen. FEVD menghasilkan informasi mengenai relatif pentingnya masing-
masing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari peranan variabel tertentu
terhadap variabel lainnya dalam model VAR. Peramalan dekomposisi varian
dalam penelitian ini untuk melihat seberapa besar inovasi dari variabel PDB, suku
bunga dan inflasi yang diharapkan dalam menjelaskan permintaan uang
konvensional sebagai variabel endogen. Serta melihat seberapa besar inovasi dari
variabel PDB, inflasi yang diharapkan, dan return syariah dalam menjelasakan
permintaan uang Islam sebagai variabel endogen.
B. Defenisi Operasional
a. Inflasi merupakan presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam
suatu tahun tertentu. Atau dengan kata lain adanya penurunan dari nilai
mata uang yang berlaku, yang dihitung dalam bentuk persentase
pertumbuhan dari tahun 2005-2015
b. GDP merupakan nilai barang atau jasa dalam suatu negara yang
diproduksi oleh faktor faktor produksi milik warganegara negara
tersebut dan negara asing. GDP merefleksikan kegiatan penduduk di
suatu negara dalam memproduksi suatu barang dalam kurun waktu
tertentu, yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari
tahun 2005-2015
c. KURS (Nilai Tukar) harga sebuah mata uang dari sutu negara yang diukur
atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan penting
dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, Karena kurs memungkinkan kita
menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang
sama., yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari tahun
2005-2015
d. Aset adalah semua hak yang dapat digunakan dalam operasi perbankan /
perusahaan, yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari
tahun 2005-201
e. Bagi Hasil adalah usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan.
Skema bagi hasil dapat diaplikasikan baik pada pembiayaan langsung
97
maupun pada pembiayaan melalui bank syariah (dalam bentuk
pembiayaan Deposito melaui Dana Pihak Ketiga), yang dihitung dalam
bentuk persentase pertumbuhan dari tahun 2005-2015
f. Jumlah Uang Beredar adalah daya beli yang langsung bisa
digunakan untuk pembayaran, bisa diperluas dan mencakup alat-alat
pembayaran yang “mendekati” uang, misalnya deposito berjangka
(time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-
bank. yang dihitung dalam bentuk persentase pertumbuhan dari tahun
2005-2015
98
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Merupakan
negara yang kondisi perekonomiannya masih dalam tahap berkembang, belum
stabil dan mudah dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global. Sebagai negara
demokrasi, dan sesuai dengan bunyi pasal 33 UUD 1945, bahwa hal-hal yang
menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, maka kebijakan-
kebijakan yang menyangkut kepada kebutuhan masyarakat banyak, diatur oleh
pemerintah.Termasuk kebijakan moneter, merupakan salah satu kebijakan yang
dikendalikan pemerintah, melalui Bank Indonnesia. Kebijakan moneter yang
diatur melalui instrumen kebijakan moneter ini nantinya akan mempengaruhi
kondisi perekonomian secara agregat di Indonesia.
Setelah beberapa tahun dilanda krisis perekonomian global, Indonesia
mulai menata kembali perekonomiannya. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi yang sudah mulai meningkat kembali. Dalam mengatasi krisis ekonomi
tahun 1997, Bank Indonesia dan pemerintah menempuh suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai stabilitas moneter. Tujuan tersebut tercantum pada
pasal 7 Undang-Undang No 13 tahun 1968 tentang tujuan Bank Sentral yaitu: (a)
Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan rupiah, (b) Mendorong kelancaran
produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja, guna
meningkatkan taraf hidup rakyat. Seperti dituangkan dalam Undang-Undang
Pemerintah mengenai Bank Sentral No 23 tahun 1999. Pemerintah memberikan
mandat kepada Bank Sentral (Bank Indonesia) untuk melakukan kebijakan
moneter yaitu: Pertama, tujuan Bank Indonesia difokuskan untuk pencapaian dan
pemeliharaan stabilitas nilai rupiah dalam arti inflasi dan nilai tukar. Kedua, bank
sentral diberikan independensi dalam menetapkan target inflasi (goal
independence) dan dalam mengimplementasikan kebijakan moneter (instrument
independence). Ketiga, keputusan pada kebijakan moneter diserahkan kepada
gubernur Bank Indonesia tanpa intervensi pemerintah ataupun departemen
99
lainnya. Keempat, mekanisme yang jelas bagi akuntabilitas dan transparansi dari
kebijakan moneter, Bank Indonesia perlu mengumumkan target inflasi dan
rencana kebijakan moneter pada awal tahun dan memberikan laporan kuartalan
terhadap parlemen bagi implementasi kebijakan moneter.
Interdependensi yang diberikan kepada Bank Indonesia merupakan salah
satu upaya yang diberikan pemerintah agar Bank Indonesia leluasa dalam
melakukan kebijakan sehingga pencapaian tujuan lebih mudah dilakukan.
Stabilitas nilai rupiah yang tercermin dari stabilitas inflasi dan nilai tukar
ditargetkan diawal kwartal sehingga indikator lain yang berhubungan bisa
menyesuaikan untuk mendukung pencapaian tujuan stabilitas ini.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini , diambil dari lembaga-
lembaga negara, seperti Bank Indonesia (BI), Biro Pusat Statistik , dan lembaga
lain yang terkait. Data yang digunakan adalah data time series dalam bentuk
kwartal dari setiap tahun dari tahun 2004-2014.
1. Perkembangan Variabel Makro di Indonesia
Instrumen makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ,
nilai tukar jumlah uang beredar, tingkat inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi,
variabel antara ini juga merupakan variabel independen yang akan memberi shock
kepada variabel dependennya. Walaupun shock dari variabel antara bukan tujuan
utama, tetapi nantinya akan turut memberi pengaruh terhadap variabel
independent nya. Selanjutnya adalah variabel dependent atau variabel terikatnya,
adalah; ASET
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat bagaimana perkembangan
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
100
a. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dolar (EXC)
Periode Tahun 2004-2014
Nilai tukar rupiah (Exchange Rate) atau kurs adalah harga satu unit mata
uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang
domestik terhadap mata uang asing. Pada penelitian ini digunakan dolar Amerika
menjadi mata uang asing terhadap rupiah sebagai mata uang domestik. Berikut
perkembangan nilai tukar (EXC) tahun 2004-2014.
Tabel 4.1 . Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dolar (EXC)
Periode Tahun 2004-2014.
Tahun Kwartal I Kwartal II Kwartal III Kwartal IV Total Pertumbuhan
EXC (%)
2004 8,491.67 9,095.33 9,222.00 9,132.67 8985,418 0,05
2005 9,301.67 9,592.67 10,123.00 9,985.00 9750,585 0,08
2006 9,233.33 9,098.33 9,135.00 9,098.33 9141,248 -0,07
2004 9,122.67 8,988.33 9,244.33 9,299.33 9163,665 0,00
2008 9,186.33 9,259.00 9,216.33 11,365.33 9756,748 0,06
2009 11,636.67 10,426.00 9,887.00 9,475.00 10356,17 0,06
2010 9,271.67 9,091.67 8,972.33 8,977.33 9078,25 -0,14
2011 8,863.00 8,569.33 8,771.26 8,890.11 8773,425 -0,03
2012 9,7180 9,880 9,965.0 9,987.33 9.993.23 0,03
2013 12.250 12.32.0 12.450 12.660 12.785.00 0,25
2014 12,147
12,258.00
12.324.0
12,447
12,547
0,09
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Secara grafik tren perkembangan nilai tukar dapat dilihat pada Gambar
5.4. Dari Tabel 5.5 dapat dilihat nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di
kisaran Rp8.000-Rp12.000, hanya beberapa kwartal saja yang terjadi peningkatan
signifikan. Misalnya pada kwartal 2 tahun 2012, tetapi kemudian nlai rupiah
perlahan mulai menguat dan berada dibawah Rp10.000.
101
Gambar 4.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Tahun 2004-2014
Kisaran nilai ini sebenarnya masih menunjukkan lemahnya nilai rupiah
dibanding USD, dan ini adalah bagian dari dampak dari krisis moneter 1998 –
1998. Dampaknya pemerintah mengubah sistem nilai - nilai tukar, dari nilai tukar
tetap (fixed exchange rate) ke sistem mengambang bebas (free floating exchange
rate), tujuannya adalah agar Bank Indonesia lebih independent dalam
menjalankan kebijakan moneternya. Perubahan ini tentu saja memberi dampak
bagi perekonomian nasional, baik bagi sektor moneter maupun sektor riil. Pada
awal penerapan sistem ini, depresiasi nilai rupiah menjadi besar sehingga
menimbulkan ketidakpastian dalam aktivitas bisnis dan ekonomi di Indonesia.
Dalam perekonomian terbuka, mobilisasi perekonomian sangat tinggi.
Persepsi investor terhadap perekonomian suatu negara sangat berpengauh kepada
aliran modal masuk dan keluar dari suatu negara. Indonesia sebagai negara yang
baru saja dilanda krisis ekonomi belum mendapat kepercayaan penuh dari investor
luar, ditambah kondisi politik dan keamanan yang belum stabil, mengakibatkan
nilai rupiah terus melemah. Kestabilan nilai rupiah tergantung kepada inflasi dan
nilai tukar, selanjutnya nilai tukar sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran di pasar. Penawaran yang dimaksud adalah penawaran
relatif mata uang rupiah terhadap dolar serta permintaan uang riil relatif dolar
terhadap rupiah . Apa yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga
agar nilai rupiah tidak terlal berfluktuasi tajam.
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Pertumbuhan EXC (%)
102
Pada tahun 2005 nilai tukar rupiah terhadap dollar juga melemah
dibanding tahun 2004 pada kwartal 1 tahun 2005 nilai tukar rupiah terhadap dolar
sebesar 9301.67 rupiah sementara kwartal 1 tahun 2004 nilai tukar melemah
menjadi 8.491.67 rupiah per satu dolar. Semakin tingginya laju inflasi juga
diperparah dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar pada
periode-periode berikutnya. Misalnya pada kwartal 2 tahun 2004 nilai tukar
rupiah terhadap dolar sebesar 9.095.33 rupiah per satu dollar, sementara pada
kwartal 2 tahun 2005 melemah menjadi 9.592.67 rupiah per satu dollar. Kondisi
melemahnya nilai rupiah ini menyebabkan semakin menurunkan impor, karena
harga barang diluar negeri lebih murah dibanding produk didalam negeri.
Keterbatasan produk didalam negeri mengakibatkan harga barang domestik
menjadi mahal. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah beberapa kali melakukan
penyesuaian beberapa kali, hal ini dapat dilihat dari gejala depresiasi 4% - 5% per
tahun.
Selain nilai tukar, laju inflasi juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang
beredar dan pengeluaran pemerintah. Jika jumlah uang yang beredar banyak hal
ini akan menstimulasi peningkatan inflasi, hal ini disebabkan karena permintaan
barang domestik akan semakin meningkat, tetapi tidak diikuti oleh jumlah
produksi, akibanya harga produk domestik meningkat, selanjutnya untuk
menutupi kekurangan permintaan dalam negeri, dilakukanlah impor, sehingga
ternyata harga barang impor lebih murah, hal ini semakin memperparah laju
inflasi di Indonesia.
Hal ini sejalan dengan pengeluaran pemerintah, jika pengeluaran
pemerintah semakin besar maka laju inflasi juga akan semakin meningkat. Perlu
usaha-usaha yang sistematis untuk mengatasi masalah ini, sehingga tujuannya bisa
tercapai.Tetapi diakhir periode penelitian, dari tahun 2009 sampai 2011 tingkat
inflasi semakin rendah, hanya berada pada kisara 5%. Ini menunjukkan bahwa
kondisi perekonomian di Indonesia sudah semakin membaik.
Perubahan yang mendasar pada sistem kurs dari sistem yang ditentukan
menjadi sistem yang mengambang menyebabkan kurs cendrung fluktuatip.
Melemahnya nilai tukar lebih disebabkan kurangya persediaan uang dollar
103
(cadangan devisa) di Indonesia sedangkan permintaan akan dolar terus meningkat
disebabkan karena meningkatnya nilai impor yang masih menjadi andalan
produksi di Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin melemah karena
permintaan akan dollar AS semakin besar yang antara lain untuk memenuhi
kewajiban hutang luar negri yang jatuh tempo, keperluan ekspor impor dan untuk
tujuan tujuan spekulatif oleh para spekulan. Lemahnya fundamental ekonomi
Indonesia terlihat saat dollar begitu dibutuhkan baik untuk membayar hutang luar
negri ataupun belanja luar negri, akan tetapi disaat itu pula terjadi excess demand
terhadap dollar yang mengakibatkan harga dollar menaik tajam, selain itu juga
dipengaruhi oleh ulah spekulan.
Menguatnya rupiah terhadap dollar juga dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi, politik dan sosial yang semakin membaik di dalam negri, maupun juga
keparcayaan publik terhadap perekonomian Indonesia sedikit banyaknya
membantu memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dollar. Tahun 2003
memanasnya suhu politik akibat menjelang berakhirnya masa presiden, nilai tukar
rupiah kembali melemah atau terdepresiasi sebesar 13,38% atau 1,211 point.
Ketegangan antara elit politik memicu buruknya harapan publik terhadap pasar
baik asing maupun lokal. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar terus
terjadi hingga tahun 2004.
Mengacu pada perbaikan indikator moneter termasuk tingkat inflasi yang
rendah, nilai tukar dollar hingga 2006 sedikit menguat sebesar 6,42 % atau 630
poin dimana mampu bertahan pada level Rp 9.200. Penguatan rupiah pada tahun
ini didukung oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor external adalah karena
masih dipengaruhi oleh ekonomi AS yang melemah karena terjebak defisit ratusan
miliar dollar AS. Begitu pula faktor external dari penguatan rupiah dipengaruhi
pula oleh kestabilan harga minyak dunia, meski masih cukup tinggi. Sementara
itu, dari sisi internal penguatan rupiah dipengaruhi oleh laju inflasi yang berada
dibawah 10% dan menyebabkan suku bunga turun ke level 9,75 persen. Sehingga
perbankan yang biasanya enggan menyalurkan kredit dan menaruh dana mereka
ke sertifikat bank Indonesia (SBI) tak lagi memiliki alternatif penyaluran dana
yang lebih menguntungkan lagi.
104
Menjelang akhir tahun 2007, gejolak rupiah kembali terjadi ditengah
kebutuhan dollar AS yang tinggi, rupiah juga tidak bisa lepas dari masalah
geopolitik serta sentimen global. Pada awal tahun 2007 rupiah sedikit menguat
namun pada akhir tahun rupiah melemah yang disebabkan karena besarnya
permintaan korporasi terhadap dollar untuk keperluan pembayaran hutang jatuh
tempo. Bunga dibeberapa negara yang mengalami kenaikan, tingginya harga
minyak dunia, rontoknya bursa saham akibat krisis ekonomi di AS berlanjut pada
krisis kredit perumahan AS yang menjadi pendorongnya. Sehingga pergerakan
rupiah hingga kahir tahun mngalamai penurunan tipis di kevel 9.425 per dollar
AS, tetapi relatif stabil di posisi 9.400 di januari 2008.
Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran –
permintaan pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat, sementara
penawaran menurun atau tetap, nilai tukar mata uang uang itu akan naik.
Sebaliknya jika penawaran mata uang itu meningkat, sementara permintaannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Sehingga
peristiwa tahun 2013 misalnya, penawaran pada mata uang meningkat terhadap
rupiah sementara permintaannya menurun.
Keluarnya sebagian investasi portofolio asing di Indonesia. Keluarnya
investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar rupiah karena dalam proses
ini investor asing menukar Rupiah dengan mata uang utama dunia, seperti Dollar
AS untuk diputar dan diinvestasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi
peningkatan penawaran atas mata uang Rupiah. Peristiwa tersebut akan simetris
dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan cendrung turun sejalan
dengan kecendrungan penurunan dari Rupiah. Ini merupakan masalah klasik
tentang mobilitas kapital Internasional, mobilitas kapital yang tinggi tentu akan
menyebabkan naik-turunnya sebuah mata uang.
Harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, umumnya
dolar sehingga jika nilai mata uang negara tujuan melemah, maka harga komoditi
impoor secara otomatis akan naik. Melemahnya Rupiah tidak hanya berdampak
pada kenaikan harga komoditas impor saja, namun juga dari hutang luar negri,
karena hutang luar negri ditetapkan dengan mata uang asing dan masih ada yang
105
tidak diasuransikan. Apabila nilai tukar Rupiah berbanding lurus dengan Dollar
AS yang melemah sebesar 10%, maka nilai Rupiah dari uang yang ditetapkan
dalam Dollar AS itu juga akan naik sebesar 10 %
Kultur bangsa kita yang bersifat konsumtif dan boros serta public policy
terkait hutang. Menyebabkan pemerintah akan kesulitan berhutang didalam
negeri, maka kekurangannya pemerintah akan meminjam ke luar negeri.
Kebijakan pemerintah yang berlandaskan pencitraan neoliberal akan tetap tidak
konsisten. Bila dahulu BBM diturunkan, maka kemudian dinaikkan
mengakibatkan hutang dalam negri menjadi jenuh maka pemerintah akan
meminta penamabah hutang luar negri. Nilai tuar rupiah dipastikan melemah
karena hutang harus dibaya dengan mata uang dollar yang berarti permintaan
terhadap dollar akan meningkat.
Secara alami nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran
permintaan pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat sementara
penawaran tetap nilai tukar uang akan naik. Nilai tukar Rupiah yang berubah ubah
dan tidak stabil sangat mempengaruhi keadaan ekonomi makro Indonesia. Secara
garis besar terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi ekonomi makro
Indonesia yaitu: variabel pertama berhubungan dengan nilai tukar rupiah adalah
keseimbanagn permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negri
maupun mata uang asing. Merosotnya nilai mata uang Ruapiah merefleksikan
menurunnya permintaaan masyarakat terhadap rupiah karena menurunnya peran
perekonomian nasional atau karena meningkatnya nilai mata uang asing sebagai
alat pembayaran internasional sehingga biaya impor mengalami kenaikan.
b. Perkembangan Inflasi Periode Tahun 2004 – 2014 di Indonesia.
Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik
individu maupun perusahaan. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan
dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam perekonomian
ada kekuatan tertentu yang menyebabakan tingkat harga melonjak sekaligus,
tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan tingkat harga berlangsung
106
terus menerus secara perlahan. Peristiwa yang cenderung mendorong naiknya
tingkat harga disebut gejolak Inflasi
Tabel 4.2 . Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2004-2014 (persen)
Tahun Kwartal I Kwartal II Kwartal III Kwartal
IV
rata/thn Pertumbuhan
inflasi (%)
2004
5.10 6.80 6.30 6.40 6.15
-0,02
2005 8.80 7.80 9.10 17.10 10.7 0,43
2006 17.90 15.50 9.10 6.60 12.275 0,13
2007 6.50 5.80 7.00 6.60 6.475 -0,90
2008 8.17 11.03 12.14 11.06 10.6 0,39
2009 7.92 3.65 2.83 2.78 4.295 -1,47
2010 3.43 5.05 5.67 6.96 5.2775 1,00
2011 6.65 5.54 4.61 4.67 5.3675 0,02
2012 4,34 4,34 4,34 4,34 4,34 0,01
2013 5,47 5,47 5,47 5,47 5,47 0,02
2014 8,36 8,36 8,36 8,36 8,36 0,05
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Secara grafik tren perkembangan inflasi di Indonesia, dapat dilihat pada
Gambar4.3.
Gambar. 4.2.Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2004– 2014 (persen)
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Pertumbuhan inflasi (%)
107
Dari data secara keseluruhan dapat dilihat inflasi yang terjadi di Indonesia
sebagian besar tergolong inflasi ringan (kurang dari 10% /tahun), hanya ada tiga
tahun inflasi sedang (antara 10% sampai 30 % /tahun), yaitu yang terjadi pada
tahun 2004, 2005 dan 2006. Kenaikan inflasi yang signifikan dari tahun 2000
hanya 0,02% menjadi 0,43% pada tahun 2005 ini disebabkan inflasi yang terjadi
pada kwartal 3 tahun 2004 cukup besar yaitu sebesar 0,40%. Jika dikaitkan
dengan penyebab inflasi pada tahun yang sama dari variabel-variabel yang ikut
diteliti pada penelitian ini nilai tukar adalah variabel yang paling mendekati
mempengaruhi laju inflasi d Indonesia.
Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember 2004, terjadi
musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera.
Sehingga ini merupakan musibah yang dialami oleh bangsa indonesia karena
kerusakan yang ditimbulkan amat parah akibat bencana tersebut.Dampak dari
bencana tersebut sangat berpengaruh terhadap meningkatnya laju inflasi hingga
berlanjut pada tahu 2005 menjadi 17,1 persen yang kemudian pada tahun 2006
laju inflasi menjadi 6,60 persen. Sama halnya pada tahub 2006. Pada tahun 2007
laju inflasi, masih stagnat, di posisi 6,59 persen, ini membuktikan pasa saat ini
perekonomian Indonesia dalam kondisi stabil. Pada tahun 2008 kondisi ekonomi
global mengalami goncangan krisis, yang berawal ketika Amerika serikat gagal
mengelola usaha properti, sehingga berdampak terhadap laju inflasi dalam negeri
yang meningkat mencapai 11, 06 persen.
Salah satu karakteristik Indonesia adalah sejumlah besar penduduknya
termasuk dalam kelompok yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan, yang
berarti bahwa kejutan inflasi yang relatif kecil bisa mendorong mereka ke bawah
garis kemiskinan itu. Pengurangan subsidi bahan di akhir tahun 2005 (dengan
demikian harga bahan bakar bersubsidi lebih dari dua kali lipatnya) karena
tingginya harga minyak internasional, tindakan ini menyebabkan terjadinya cost
push inflation (contohnya melalui kenaikan biaya – biaya transportasi) dan tingkat
inflasi dua angka antara 14% sampai 19% ( year – on- year) sampai oktober 2006
serta berlanjut ke perekonomian yang lebih luas.
108
Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan
deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh
Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya
biaya – biaya ekonomi, seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini
(domesti dan internasional) dibandingkan dengan negara – negara berkembang
lainnya. Inflasi yang tidak stabil terutama disebabkan karena penyesuaian harga
bahan bakar bersubsidi.
Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga
mengakibatkan biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat
konektivitas di negara kepulauan ini dan karenanya meningkatkan biaya
transportasi untuk jasa dan produk ( sehingga membuat biaya logistik tinggi dan
membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang menarik). Gangguan distribusi
karena isu – isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering dilaporkan dan
membuat pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk infrastruktur
negara ini. Infrastruktur telah dipandang sebagai prioritas utama. Masterplan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi (MP3EI): sebuah rencana
pembangunan jangka panjang pemerintah yang ambisius dan masih belum
membuahkan hasil.
Dengan pertumbuhan PDB tahunan naik rata rata 5% sampai 6% (Y/Y)
selama satu dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah berekspansi dengan
cepat. Pertumbuhan ekonomi yang subur membawa tekanan – tekanan inflasi,
kebijakan –kebijakan moneter sejak tahun 2013 bertujuan untuk mengamankan
stabilitas keuangan setelah inflasi naik akibat reformasi harga bahan bakar
bersubsidi. Program quantitatif easing federal Reserve (kenaikan suku BAGI
HASIL AS) menyebabkan capital outflows besar – besaran dari negara
berkembang (pelemahan mata uang negara berkembang), termasuk Indonesia.
Kebijakan moneter Bank Indonesia yang lebih ketat dilaksanakan dengan
mengorbankan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tujuan utama
memastikan kestabilan rupiah. BI menggunakan instrumen – instrumen dalam
cakupan luas untuk mengurangi tekanan tekanan inflasi.. Kebijakan suku bunga
dan bank disesuaikan ketika target inflasi tidak tercapai karena suku bunga masih
109
menjadi andalan Bank Indonesia dalam upaya mengendalikan kestabilan inflasi
nilai rupiah.
c. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004 – 2014
Variabel berikutnya r yang akan di uraikan adalah indikator makro yang
menjadi tujuan utama yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Angka tingkat
pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperoleh dari : 100)1(
xPDB
PDBPDB
t
tt %
Pertumbuhan ekonomi nasional dinyatakan dalam persen. PDB
merupakan jumlah output nasional berdasarkan harga konstan tahun 2003 dalam
kwartal dari tahun 2004 hingga tahun 2014. Tabel 4.3 memerlihatkan data
perkembangan tingkat pertumbuhan nasional dari tahun 2004-2014, sedangkan
trennya dapat dilihat dari Tabel 4.3
Tabel 4.3.Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Tahun 2004-2014.
Tahun Kwartal
1
Kwartal
2
Kwartal
3
Kwartal 4 Rata-
rata
Pertumbuhan
Tingkat
Pertumbuhan(%)
2004 4.50 4.30 5.00 6.70 5.13 0,24
2005 6.40 5.50 5.30 4.90 5.53 0,07
2006 4.60 5.20 5.50 6.10 5.35 -0,03
2007 6.09 6.41 6.51 6.25 6.32 0,15
2008 6.32 6.39 6.10 5.20 6.00 -0,05
2009 4.40 4.00 4.20 5.40 4.50 -0,33
2010 5.70 6.20 5.80 6.90 6.15 0,27
2011 6.46 6.49 6.50 6.82 6.57 0,06
2012 6.82 6.82 6.82 6.82 6.82 0,03
2013 5,78 5,78 5,78 5,78 5,78 -0.17
2014 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8 0,003
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3. di bawah ini
110
Gambar. 4.3 .Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tahun 2004-2014.
Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami fkuktuasi seperti
variabel makro yang lain. Karena keseluruhan variabel ini memang saling
mempengaruhi. Setelah krisis ekonomi pada kwartal 1 tahun 2004 tingkat
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 % , selanjutnya meningkat 4.98 %, 4.08% dan
meningakat lagi meningkat lagi menjadi 4.90 %. Peningkatan nampaknya secara
perlahan walaupun demikian tetap terjadi peningkatan.
Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi turun sebesar 3.34 % per tahun, nampaknya perekonomian
Indonesia masih terus menata kebijakan-kebijakan agar seluruh indikator bisa
meningkat pesat.
Variabel-variabel seperti pertumbuhan, tingkat inflasi sangat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia. Tingkat
inflasi yang tinggi pada tahun 2004 ternyata sangat berpengaruh kepada tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan angka inflasi ternyata memberikan
dampak turunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dari tahun 2004 – 2006 tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya
berada pada kisaran 3% - 4% per tahun, angka pertumbuhan yang rendah, karena
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tingkat Pertumbuhan(%)
111
ternyata kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah belum berhasil
memberikan dampak yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tetapi
pada tahun 2006- 2010 terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia,
sekarang sudah berada pada kisaran 5 % - 6%, artinya kondisi perekonomian
Indonesia sudah semakin membaik, walaupun terjadi penurunan lagi pada tahun
2009 menjadi 4.50% , tetapi kondisi in hanya berlangsung satu tahun saja,
langsung meningkat kembali pada kisaran 6%-7% pada tahun 2010 dan 2011.
Pola konsumsi masyarakat yang cukup tinggi, akan meningkatkan jumlah
PDB dan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta. Jumlah akumulasi konsumsi
rumah tangga ini tentu akan berpengaruh dalam peningkatan PDB. Walaupun
demikian, besarnya konsumsi dalam PDB indonesia ini juga membawa
keuntungan. Penguatan pola konsumsi ini akan memacu produsen untuk
memproduksi barang dan jasa lebih banyak lagi, penambahan lapangan kerja, dan
perputaran uang yang beredar. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi bahwa
standar hidup suatu negara ditentukan oleh kemampuannya dalam memproduksi
barang dan jasa. Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia memiliki pasar
domestik yang kuat dan bisa bertahan dengan mengandalkan lakol.
d. Perkembangan Pertumbuhan Jumlah uang beredar Tahun 2004 – 2014
Jumlah uang beredar bersumber dari uang kartal dan uang giral.
Perkembangan jumlah uang beredar dari januari 2004sampai denganmaret 2014
dapat dilihat pada Tabel 4.4
112
Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah Uang beredar 2004-2014
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini
Gambar. 4.4 .Perkembangan Tingkat Pertumbuhan JUB Tahun 2004-2014.
Uang Beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank
Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik
(tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi
komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat (di
luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh sektor
swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem
moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai
dengansatutahun.
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
0 2 4 6 8 10 12
Jumlah Uang Beredar
Tahun %pertumb JUB
Tahun Kwartal 1 Kwartal 2 Kwartal3 Kwartal 4
Jumlah/rata
–rata
%pertumb
JUB
2004 245946 271114 347013 450055 328532
2005 456787 515824 605411 722991 575253,25 0,750980879
2006 871722 975306 1093832,9 1212360 1038305,175 0,804953166
2007 1330888 1449415 1567942,5 1686470 1508678,8 0,453020592
2008 1804997 1923525 2042052,1 2160580 1982788,4 0,31425483
2009 2279107 2397634 2516161,7 2634689 2456898 0,239112555
2010 2753217 2871744 2990271,3 3108799 2931007,6 0,192970811
2011 3227326 3345854 3464380,9 3582908 3405117,2 0,161756524
2012 3701436 3819963 3938490,5 4057018 3879226,8 0,139234444
2013 4175545 4294073 4412600,1 4531128 4353336,4 0,122217551
2014 4649655 4768182 4886709,7 5005237 4827446 0,108907182
113
Uang Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti
luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral
(giro berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup
tabungann, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta
asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki
sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengansatutahun.
Faktor yang mempengaruhi Uang Beredar adalah Aktiva Luar Negeri
Bersih (Net Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (Net
Domestic Assets / NDA). Aktiva Dalam Negeri Bersih antara lain terdiri dari
Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Central Government /
NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya (sektor swasta, pemeritah daerah,
lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan) terutama dalam bentuk
Pinjaman yang diberikan. Uang Beredar disusun dengan mengacu pada Monetary
and Financial Statistics Manual (MFSM) 2000 dan Compilation Guide (2008).
2. Perkembangan Perbankan Syariah 2004-2014
Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia menjadi tolak ukur
keberhasilan eksisitensi ekonomi syariah. Bank Muamalat Indonesia sebagai
bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya, dan telah
lebih dahulu menerapkan sistem ini di tengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena
kegagalan sistem bunga. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah
dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis
keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga
keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis.
Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan,
kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat
berharga, para nasabah pembiayaan dan para nasabah penyimpan dana di bank-
bank syariah. Untuk melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari
tahu 2004-2014 dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
114
Tabel 4.5. Perkembangan Perbankan syariah
Sumber SEKI
Perkembangan industri lembaga keuangan perbankan syariah di atas
semakin menunjukkan keunggulannya dalam memperkuat stabilitas sistem
keuangan nasional. Jika dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia dari
tahun 2000 s.d. 2014 perbankan syariah mengalami pertumbuhan pesat. Dari
tahun 1992 s.d. 1999 hanya ada satu Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian dari tahun 2000 s.d. 2003 Bank Umum
Syariah bertambah satu yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian dari tahun
2004 s.d. 2007 Bank Umum Syariah bertambah satu lagi yaitu Bank Syariah
Mega Indonesia (BSMI). Pada tahun 2008. Perkembangan perbankan syariah
dapat dijelaskan lebih rinci dari berbagai variabel berikut ini
a. Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahun 2004-2014
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara yang membedakan
pengertiannya dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Istilah lain yang juga berkaitan dengan ini adalah Unit Usaha
Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
BUS 2 2 2 2 3 3 3 3 5 6 11 11 11 11 12
UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22
BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163
Jaringan
kantor 146 182 229 337 443 550 693 802 1,069 1,258 1,763 2,101 2,663 2,990 2,910
Aset (miliar
Rp) 1,790 2,719 4,045 8,152 15,803 21,502 27,618 37,754 49,555 66,090 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343
DPK (miliar
Rp) 1,029 1,806 2,918 5,910 12,129 15,933 21,193 28,730 36,852 52,271 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858
PYD (miliar
Rp) 1,271 2,050 3,277 5,723 11,821 15,688 21,060 28,837 38,195 46,886 68,181 102,655 147,505 184,122 199,330
115
Syariah (UUS) yakni unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah. Untuk lebih jelasnya perkembangan BUS dapat
dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar4.5 Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahu n 2004-2014
Perkembangan industri lembaga keuangan perbankan syariah di atas
semakin menunjukkan keunggulannya dalam memperkuat stabilitas sistem
keuangan nasional. Jika dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia dari
tahun 2000 s.d. 2014 perbankan syariah mengalami pertumbuhan pesat. Dari
tahun 1992 s.d. 1999 hanya ada satu Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia (BMI).
b. Perkembangan UUS dari tahun 2004-2014
Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
1985
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
2025
2030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tahun
BUS
BUS
Tahun
116
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah. Untuk melihat perkembangan UUS dapat dilihat dari gambar di bawah
ini.
Gambar 4.6 Perkembangan UUS dari tahun 2004-2014
Tahun 2000 s.d. 2003 Bank Umum Syariah bertambah satu yaitu Bank
Syariah Mandiri (BSM). Kemudian dari tahun 2004 s.d. 2007 Bank Umum
Syariah bertambah satu lagi yaitu Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Pada
tahun 2008 bertambah dua Bank Umum Syariah yaitu unit Usaha Syariah yang
melakukan spin-off (BRI Syariah dan Bank Syariah Bukopin), pada tahun 2009
bertambah satu lagi Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu BNI Syariah. Pada
tahun 2010 s.d. sekarang terjadi perkembangan yang pesat dengan pertambahan 6
Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu BJB Banten Syariah, Bank Viktoria
Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah, Maybank Syariah Indonesia, BTPN
Syariah.
c. Perkembangan BPRS dari tahun 2004-2014
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prisnsip Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
UUS 3 3 6 8 15 19 20 26 27 25 23 24 24 23 22
0
5
10
15
20
25
30
UUS
117
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat
berupa : Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau Perusahaan Daerah (Pasal 2
PBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yaitu Bank
Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.60 Untuk melihat perkembangan BPRS dapat dilihat dari gambar di
bawah ini.
Gambar 4.7 Perkembangan BPRS dari tahun 2004-2014
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perbankan
syariah dari segi lembaganya selalu mengalami peningkatan. Walaupun
peningkatannya perlahan, namun pertumbuhan yang paling pesat terjadi pada
tahun 2008 s.d. 2013, setelah disyahkannya UU nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah. Jika dilihat dari jumlah Unit Usaha Syariah di Indonesia dari
tahun 2004 s.d. tahun 2014 perbankan syariah juga selalu mengalami peningkatan.
Begitu juga dengan jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selalu mengalami
perningkatan dari tahun 2004 s.d. 2014.
60 Khotibul Umam, S.H.,LL.M. Trend pembentukan Bank Umum Syari’ah Pasca ndangUndang Nomor 21 Tahun 2008
(Konsep, Regulasi, dan Implementasi), Yogyakarta : BPFE Yogayakrta, 2009, h. 41
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
BPRS 79 81 83 84 88 92 105 114 131 138 150 155 158 163 163
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
BPRS
118
d. Perkembangan Jaringan Kantor dari Tahun 2004-2014
Gambar4.8 Perkembangan Bank Usaha Syariah dari tahun 2004-2014
Berdasarkan diagram di atas, pertumbuhan jumlah jaringan kantor
perbankan syariah dari tahun ke tahun selalu bertambah dengan pertumbuhan
rata-rata 24,4%, namun berfluktuasi. Seperti pertumbuhan jaringan kantor bank
syariah pada tahun 2001 yaitu 24,7%, pada tahun 2002 yaitu 25,8%.
Namun pada tahun 2003 berkurang lagi menjadi 24.2%. Kemudian pada
tahun 2004 pertumbuhannya berkurang menjadi 31.5%. pada tahun 2005
berkurang lagi menjadi 24,2%. Namun pada tahun 2006 pertumbuhan bank
syariah meningkat lagi menjadi 26%. Namun pada tahun 2007 pertumbuhannya
berkurang lagi menjadi 15,7%. Pada tahun 2008 pertumbuhannya meningkat
menjadi 33.3%. Namun pada tahun 2009 pertumbuhannya berkurang lagi menjadi
17.7%
Dari aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, perbankan syariah di
Indonesia menunjukkan kinerja yang sangat bagus. Hal itu terlihat pada data
statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, di
mana pertumbuhan jumlah asset, jumlah DPK (Dana Pihak Ketiga), dan jumlah
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jaringankantor 146 182 229 337 443 550 693 8021069125817632101266329902910
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Jaringan kantor
119
PYD (Pembiayaan yang Disalurkan) selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun.
e. Perkembangan Pertumbuhan Asset dari tahun 2004-2014
Pertumbuhan asset pada tahun 2001 mencapai 51,9% dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2002 pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi
48,8%. Kemudian pada tahun 2003 pertumbuhan asset mengalami peningkatan
yang pesat menjadi 101,5% dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2004
pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi 93,9%. Begitu juga pada tahun
2005 dan 2006 pertumbuhan asset mengalami penurunan menjadi 36,1% dan
28,4%. Pada tahun 2007 pertumbuhan asset mengalami
Peningkatan menjadi 36,7%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan asset
mengalami penurunan lagi menjadi 31,3%. Kemudian pada tahun 2009, 2010 dan
2011 pertumbuhan asset mengalami peningkatan lagi menjadi 33,4%, 47,6% dan
49,2%. Namun pada tahun 2012, 2013 dan 2014 pertumbuhan asset mengalami
penurunan lagi menjadi 34,1%, 24,2% dan 12,4%.Pertumbuhan asset perbankan
syariah mengalami fluktuasi dari tahun 2000 s.d. 2014. Pertumbuhan asset
perbankan syariah terbesar terjadi pada tahun 2003 dengan pertumbuhan 101,5%.
Sedangkan pertumbuhan asset perbankan syariah yang paling kecil terjadi pada
tahun 2014 dengan pertumbuhan 12,4%. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-
rata asset perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2014 mencapai 45%
per tahun.
Jika sejumlah Rp. 272,343 triliun dibandingkan dengan pencapaian Bank
Umum Konvensional di Indonesia pada akhir tahun 2014 sejumlah Rp. 5.615,150
triliun, maka diperoleh market share perbankan syariah di Indonesia pada akhir
tahun 2014 masih berada di bawah 5% yaitu hanya mencapai 4,63%.
120
Gambar 4.9 Perkembangan Pertumbuhan Asset dari tahun 2004-2014
f. Pertumbuhan DPK dari tahun 2004-2014
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Indonesia pada tahun 2001
mengalami peningkatan sebesar 75,5%. Namun pada tahun 2002 pertumbuhan
DPK mengalami penurunan menjadi 61,6%. Kemudian pada tahun 2003 dan 2004
pertumbuhan DPK mengalami peningkatan menjadi 102,5% dan 105,2%. Namun
pada tahun 2005 pertumbuhannya mengalami penurunan lagi menjadi 31,4%.
Kemudian pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan DPK mengalami peningkatan
lagi menjadi 33% dan 35,6%. Namun pada tahun 2008 pertumbuhan DPK
mengalami penurunan lagi menjadi 28,3%. Kemudian pada tahun 2009, 2010, dan
2011 pertumbuhan DPK mengalami peningkatan lagi menjadi 41,8%, 45,5% dan
51,8%. Namun pada tahun 2012, 2013, dan 2014 pertumbuhan DPK selalu
mengalami penurunan menjadi 27,8 %, 24,4% dan 18,7%.
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Indonesia mengalami fluktuasi dari
tahun 2000 s.d. 2014. Pertumbuhan DPK perbankan syariah terbesar terjadi pada
tahun 2003 dan 2004 dengan pertumbuhan 102,5% dan 105,2%. Sedangkan
pertumbuhan DPK perbankan syariah yang paling kecil terjadi pada tahun 2014
dengan pertumbuhan 18,7%. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata DPK
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Aset(miliarRp) 1.79 2.7194.0458.152 15.8 21.5 27.6237.7549.5666.0997.52145.5 195 242.3272.3
0
50
100
150
200
250
300
Aset(miliarRp)
121
perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2000 s.d. 2014 mencapai 48,8% per
tahun.
Gambar 4.10 Pertumbuhan DPK dari tahun 2004-2014
g. Pertumbuhan Bagi Hasil dari tahun 2004-2014
Pada tahun 2004 pertumbuhan bagi hasil sebesar 6.8 %. Namun pada
tahun 2002 pertumbuhan bagi hasil mengalami penurunan menjadi 6.5%.
Kemudian pada tahun 2003 dan 2004 pertumbuhan bagi hasil mengalami
peningkatan menjadi 6.6% Namun pada tahun 2005 pertumbuhan bagi hasil
mengalami peningkatan lagi menjadi 6.7%. Kemudian pada tahun 2006 dan 2007
pertumbuhan bagi hasil mengalami peningkatan lagi menjadi 11.2% dan 12.0%.
Namun pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan bagi hasil mengalami
peningkatan lagi menjadi 7.2% dan 8.0%. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011
pertumbuhan bagi hasil perbankan syariah mengalami penurunan lagi menjadi
6.0% dan 5.0%. Begitu juga pada tahun 2012, 2013 pertumbuhan bagi hasil
selalu mengalami penurunan menjadi 5.0 %, 5.0% dan 8,3%. dan 2014 naik
kembali menjadi 6.7%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
DPK(miliarRp) 1.0291.8062.918 5.91 12.1315.9321.1928.7336.8552.2776.04115.4147.5183.5217.9
0
50
100
150
200
250
DPK(miliarRp)
122
Gambar 4.11 Pertumbuhan bagi hasil dari tahun 2004-2014
Selaku regulator, Bank Indonesia yang telah dialihkan ke Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) pada tahun 2014, telah memberikan perhatian yang serius dan
bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah.
Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa
‘maslahat’bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang
ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying
transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat
spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji
ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan
syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem
keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit and loss
sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih
adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku
debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.
C. Analisis Hasil Penelitian ( Hasil Estimasi)
1. Uji Akar-akar Unit (Unit Root Test) atau Uji Stasioneritas
1,998
2,000
2,002
2,004
2,006
2,008
2,010
2,012
2,014
2,016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Bagi Hasil
Tahun
123
Untuk melihat apakah suatu series data dalam kondisi stasioner ataua
tidak, dapat diuji dengan uji akar unit (unit root test). Data yang tidak stasioner
dapat menyebabkan spurious regression (regresi palsu) yaitu regresi yang
menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan
secara statistik padahal kenyataannya tidak demikian. Kestasioneran data pada
setiap variabel dapat dilihat dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).
Pengujian ADF didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC).
Bila nilai statistik ADF nya lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon maka data
tersebut tidak stasioner tetapi bila nilai statistik ADF nya lebih kecil dari nilai
kritisnya maka data tersebut stasioner atau terintegrasi pada ordo nol. Penelitian
ini dimulai dengan uji stasioner terhadap variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu: , jumlah uang beredar (JUB), nilai tukar rupiah (EXC), ,
tingkat inflasi (INF), Gross Domestik Produk (GDP), Nilai Tukar (EXC), ASET
dan Bagi Hasil. Uji stasioneritas data dimulai dengan tingkat level, kemudian
apabila data tersebut masih belum stasioner diuji dengan tingkatan 1st first
difference, 2nd differences. Hasil pengujian stasioneritas data time series untuk
semua variabel yang diteliti dapat dilihat pada hasil estimasi yang diuraikan pada
tabel.4.12
Dari Tabel 4.12 dapat menunjukkan bahwa hampir semua data variabel
tidak stasioner pada tingkat level, karena nilai statistiknya lebih kecil dari niliai
krtitis Mc Kinnon, seperti variabel JUB, EXC, GDP, INF, BAGI HASIl dan
ASET. sementara beberapa variabel lain sudah menunjukkan nilai yang signifikan
karena nilai Augmented Dickey Fuller statistiknya lebih besar dari nilai kritis
Mc.Kinnon pada derajat kepercayaan 1 persen.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Akar-Akar Unit pada Tingkat Level
124
No Variabel Nilai ADF Nilai Kritis*)
Probabilitas Kesimpulan
1 ASET -11.22566 1% Level -3.481217 0.0000 Statisioner
5% Level -2.883753
10% Level -2.578694
2 BAGI HASIL -5.540537 1% Level -3.481217 0,0000 Statisioner
5% Level -2.883753
10% Level -2.578694
3 JUB -25.89614 1% Level -3.481623 0.0001 Statisioner
5% Level -2.883930
10% Level -2.578788
4 EXC -5.839495 1% Level -3.480818 0,0000 Statisioner
5% Level -2.883579
10% Level -2.578601
5 GDP -16.68860 1% Level -3.481217 0,0000 Statisioner
5% Level -2.883753
10% Level -2.578694
6 INF -5.465720 1% Level -3.481217 0.00001 Statisioner
5% Level -2.883753
10% Level -2.578694
Sumber: Data diolah dengan Eviews 6; *)Nilai Kritis Mc.Kinnon Pada tingkat Signifikansi 1%.
Dari Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada tingkat first difference semua
variabel stasioner, karena nilai t statistik nya lebih kecil dari nilai kritis
Mc.Kinnon. .Untuk melihat stasioneritas suatu data variabel juga bisa dilihat dari
nilai probabilitas. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,01, berarti data
variabelnya stasioner, dan sebaliknya jika nilai probabilitasnya lebih besar dari
0,01 maka dapat disimpulkan variabel data tidak stasioner. Kedua indikator
pengambilan keputusan ini saling menguatkan dan selalu sejalan dalam
mengindikasikan apakah suatu variabel data stasioner atau tidak.
2. Uji Stabilitas VAR
Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh lagi, hasil estimasi
sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya memalui
VAR stability condition checkyang berupa roots of characteristic polynomial
terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-
masing VAR. Jika modulus dari seluruh nilai Ar-rootsnya dibawah1, maka sistem
VAR nya dikategorikan stabil. Uji stabilitas VAR pada penelitian ini dapat dilihat
125
pada Tabel 4.6 Tabel ini dapat menjelasakan bahwa seluruh akar-akar unit hasil
pengujian stabilitas estimasi VAR memiliki modulus lebih kecil dari 1. Maka
estimasi VAR yang memenuhi kondisi stabilitas adalah estimasi VAR dengan
menggunakan lag 2.
Setelah uji statisioner dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan
uji stabilitas mosel. Hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan Eviws. 6 dapat
dilihat pada tabel 4.7. Berdasarkan uji stabilitas VAR yang terdapat pada tabel
4.61, hasil uji stabilitas VAR pada model perbankan syariah (Y) menunjukkan
bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil hingga lag optimalnya bernilai 12.
Stabilnya sistem VAR dilihat dari nilai invers root karakteristik AR
polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh rootsnya memiliki
modulus lebih kecil dari satu dan semua terletak di dalam unit circle. Hasil
modulus yang terdapat pada tabel di 4.7. menunjukkan nilai keseluruhan modulus
lebih kecil dari 1. Hasil uji ini juga dilengkapi dengan grafik yang dapat dilihat
pada gambar 4.7 terlihat bahwa semua titik titiknya di dalam lingkaran
gambar.4.12
Tabel 4.7 Uji Kointegrasi Johansen
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: ASET BH JUB GDP EXC INF
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 9
Date: 01/15/17 Time: 16:10
Root Modulus
0.992700 + 0.011651i 0.992768
0.992700 - 0.011651i 0.992768
0.859199 + 0.394269i 0.945341
0.859199 - 0.394269i 0.945341
0.916880 + 0.198340i 0.938087
0.916880 - 0.198340i 0.938087
0.916480 + 0.134020i 0.926227
0.916480 - 0.134020i 0.926227
-0.620475 - 0.678127i 0.919155
-0.620475 + 0.678127i 0.919155
-0.267352 - 0.869270i 0.909454
-0.267352 + 0.869270i 0.909454
0.689504 - 0.589205i 0.906960
126
0.689504 + 0.589205i 0.906960
-0.853847 - 0.303451i 0.906167
-0.853847 + 0.303451i 0.906167
0.764062 - 0.457247i 0.890430
0.764062 + 0.457247i 0.890430
-0.885744 0.885744
-0.110131 - 0.872954i 0.879874
-0.110131 + 0.872954i 0.879874
0.258467 + 0.840548i 0.879389
0.258467 - 0.840548i 0.879389
0.367836 + 0.795092i 0.876056
0.367836 - 0.795092i 0.876056
0.863604 0.863604
-0.159401 + 0.845792i 0.860682
-0.159401 - 0.845792i 0.860682
0.573095 + 0.632315i 0.853382
0.573095 - 0.632315i 0.853382
-0.061631 - 0.850068i 0.852299
-0.061631 + 0.850068i 0.852299
-0.432804 + 0.731741i 0.850155
-0.432804 - 0.731741i 0.850155
0.485234 + 0.697329i 0.849541
0.485234 - 0.697329i 0.849541
0.794979 - 0.271266i 0.839987
0.794979 + 0.271266i 0.839987
-0.672512 + 0.492188i 0.833380
-0.672512 - 0.492188i 0.833380
-0.821680 + 0.076032i 0.825190
-0.821680 - 0.076032i 0.825190
0.167408 + 0.784886i 0.802541
0.167408 - 0.784886i 0.802541
-0.726564 + 0.337574i 0.801157
-0.726564 - 0.337574i 0.801157
-0.560028 - 0.556870i 0.789769
-0.560028 + 0.556870i 0.789769
0.199952 - 0.561576i 0.596111
0.199952 + 0.561576i 0.596111
-0.585055 0.585055
-0.186712 + 0.252933i 0.314383
-0.186712 - 0.252933i 0.314383
-0.257529 0.257529
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Sumber Olah Data Eviews 6
Gambar 4.12 menunjukkan hasil uji stabilitas VAR
127
Sumber Data Olahan Eviews 6
Implikasi dari model yang tidak stabil, diperkirakan menghasilkan
impulse yang sulit menuju kestabilan pada jangka panjang. Peneliti ekonomi
umumnya percaya bahwa variabel ekonomi memiliki keseimbangan pada jangka
panjang pada tingkat tertentu, sehingga peneliti menginginkan shock yang terjadi
akan stabil pada waktu yang lama (lebih dari 6 bulan). Uji kestabilan ini menjadi
syarat agar hasil impulse mendekatikestabilan yang diinginkan.
3. Penentuan Panjang Lag
Untuk menentukan panjang lag yang akan digunakan dalam regresi
persamaan, dapat digunakan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan
Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC) dan Human-Quinn
Criterion (HQ) dan dipilih nilai yang terkecil diantara lag yang optimal.Nilai AIC
dan SIC pada masing lag ditunjukkan pada Tabel 4.18
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
128
Tabel 4.8 Penentuan Panjang Lag
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: ASET BH JUB GDP EXC INF
Exogenous variables: C
Date: 01/15/17 Time: 17:02
Sample: 1 132
Included observations: 124
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -84.78174 NA 1.74e-07 1.464222 1.600687 1.519657
1 757.1454 1588.798 3.95e-13* -11.53460* -10.57935* -11.14656*
2 775.5551 32.95916 5.26e-13 -11.25089 -9.476840 -10.53023
3 789.1549 23.03202 7.62e-13 -10.88960 -8.296756 -9.836323
4 802.8266 21.83066 1.11e-12 -10.52946 -7.117831 -9.143577
5 846.8643 66.05654 1.01e-12 -10.65910 -6.428680 -8.940605
6 897.4942 71.04508 8.36e-13 -10.89507 -5.845853 -8.843958
7 911.8759 18.78905 1.27e-12 -10.54639 -4.678380 -8.162664
8 987.4794 91.45588* 7.35e-13 -11.18515 -4.498356 -8.468818
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion Sumber: Data diolah dengan Eviews 6
Tabel 4.18 menunjukkan untuk kiteria Akaike Information Criterion (AIC)
nilai terkecil terletak pada lag2, untuk kriteria Schwarz Criterion (SC) nilai
terkecil terletak pada lag 1, dan untuk kriteria Human-Quinn Criterion (HQ) nilai
terkecil terletak pada kriteria 2.
Penentuan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang
digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Pemilihan lag optimal
dilakukan sebelum melakukan estimasi dalam model VAR (Gujarati, 1997).
Pemilihan panjang lag penting karena bisa mempengaruhi penerimaan dan
penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias estimasi dan bisa menghasilkan
prediksi yang tidak akurat.
129
Panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria
informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih adalah panjang selang
menurut kriteria Likelihood Ratio (LR), final prediction Error (FPE). Akaike
Information Critrion (AIC) , Schwarz Information Criterion (SC)ndan Hanna-
Quin Criterion (HQ).
Penetapan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
lag terpendek dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Hasil
pengujian penentuan lag optimal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 berdasarkan
kriteria SC dan HQ optimum pada lag1, hasil angka terlihat ada tanda bintang (*)
pada tabel 4.14
4. Uji Kausalitas Granger
Aplikasi Eviews memberikan hasil pengujuan pairwise granger causality
untuk seluruh hubungandengan prosedur group, digunakan lag 1 (satu).
Pemakaian lag 1 berdasarkan hasil uji penetapan lag optimum. Hasil pengujian
dapat dilihat pada tabel 4.11
Hasil pengujian pengujian pairwise granger causaliti dapat dibedakan
antara Ho diterima atau Ho diterima. Dengan data yang yang dihasilkan pada tabel
dapat ditentukan Ho ditolak jika nilai probabilitasnya < = 5%( 0,05) berarti
terdapat kausalitas antara variabel X dan Y atau sebaliknya. Ho diterima jika nilai
Probabilitas > 5% (0,05) berarti tidak terdapat kausalitasantara variabel X dan Y
atau sebaliknya.. Ho diterima jika nilai Probabilitasnya >5% (0,05) berarti tidak
terdapat kausalitasnya Dengan ketentuan tersebut ternyata ada 4 persamaan yang
mempunyai nilai probability < = 5% (0,05) yang menunjukkan terjadinya
kausalitas antara variabel X dan Y dapat dihasilkan tabel kesimpulan yaitu tabel
4.15 khusus untuk Ho yang ditolak.
130
Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 01/15/17 Time: 15:58
Sample: 1 132
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
JUB does not Granger Cause ASET 131 2.60147 0.1092
ASET does not Granger Cause JUB 0.19334 0.6609
BH does not Granger Cause ASET 131 0.95053 0.3314
ASET does not Granger Cause BH 1.88440 0.1722
INF does not Granger Cause ASET 131 0.06390 0.8008
ASET does not Granger Cause INF 0.75656 0.3860
GDP does not Granger Cause ASET 131 1.10808 0.2945
ASET does not Granger Cause GDP 0.11989 0.7297
EXC does not Granger Cause ASET 131 0.07117 0.7901
ASET does not Granger Cause EXC 0.54323 0.4624
BH does not Granger Cause JUB 131 0.08023 0.7774
JUB does not Granger Cause BH 5.99476 0.0157
INF does not Granger Cause JUB 131 1.07954 0.3008
JUB does not Granger Cause INF 1.69872 0.1948
GDP does not Granger Cause JUB 131 4.25469 0.0412
JUB does not Granger Cause GDP 3.45412 0.0654
EXC does not Granger Cause JUB 131 0.00524 0.9424
JUB does not Granger Cause EXC 0.42422 0.5160
INF does not Granger Cause BH 131 4.64175 0.0331
BH does not Granger Cause INF 0.00757 0.9308
GDP does not Granger Cause BH 131 6.76733 0.0104
BH does not Granger Cause GDP 0.29697 0.5867
EXC does not Granger Cause BH 131 0.00092 0.9758
BH does not Granger Cause EXC 0.00521 0.9426
GDP does not Granger Cause INF 131 2.32424 0.1298
INF does not Granger Cause GDP 0.61766 0.4334
EXC does not Granger Cause INF 131 0.04481 0.8327
INF does not Granger Cause EXC 0.56416 0.4540
131
EXC does not Granger Cause GDP 131 0.01104 0.9165
GDP does not Granger Cause EXC 0.08901 0.7659
Sumber: Data diolah Dengan Eviews 6
Dari table 4.15 data diuji dengan kausalitas granger yang hasilnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kausalitas Granger JUB tidak signifikan terhadap ASET karena memiliki
probabilitas sebesar 0,1092 > α = 0,10 sedangkan ASET terhadap JUB
juga tidak memiliki kausalitas karena memiliki nilai probabilitas 0,6609 >
α = 0,10. Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah
uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di
tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam
(kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar.
Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan
perkembangan ekonomi. Bila perekonomian tumbuh dan berkembang,
jumlah uang beredar juga akan bertambah, sedang komposisinya berubah.
Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal makin
sedikit karena digantikan dengan uang giral atau near money. Bila
perekonomian makin meningkat, maka komposisi M1 dalam
peredaran uang semakin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar.
Peningkatan jumlah uang beredar yang wajar akan berdampak pada
peningkatan pendapatan masyarakat, ketika pendapatan masyarakat
meningkat maka, masyarakat akan cendrung untuk menanmah
konsumsinya.
2. Kausalitas Granger Bagi hasil tidak signifikan terhadap ASET karena
memiliki nilai probabilitas 0,3314 lebih besar dari 0,10 . begitupun
sebaliknya Kausalitas Granger ASET juga tidak signifikan terhadap Bagi
Hasil karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0,1722 > α = 0,10. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan aset perbankan syariah.
132
3. Kausalitas Granger Inflasi tidak memiliki kausalitas terhadap ASET
karena memiliki nilai probabilitas 0,8008 > α = 0,10, sedangkan
hubungan kausalitas antara ASET terhadap Inflasi juga tidak signifikan
karen nilai memiliki nilai probabilitas 0,3860 > α = 0,10 dapat dijelaskan
bahwa ketika inflasi terjadi ternyata tidak mempengaruhi perbankan
syariah dalam mengelola aset, hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam
pengelolaan perbankan syariah dengan berbagai produk perbankan syariah
yang ditawarkan tidak berpengaruh ketika terjadi inflasi.
4. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap ASET karena memiliki
probabilitas 0,2985 > 0,10 akan tetap hubungan granger antara ASET
terhadap GDP tidak signifikan karena memiliki probabiliatas 0,7297 > α =
0,10. Kenaikan nilai GDP suatu Negara menunjukkan peningkatan
kesejahteraan masyarakatnya, dan ini tentunya akan berdampak pada
peningkatan permintaan agregat, dan sudah seharusnya diimbangi dengan
pertumbuhan ekonomi di sector riil, peningkatan kesejahteraan masyarakat
tentu akan diikuti dengan peningkatan tabungan masyrakat pada
bankbank, dan ini akan berpengaruh positif terhadap pendapatan bank,
yang akan meningkatkan return on asset pada bank-bank. pendapatan
nasional berpengaruh positif signifian terhadap profiabilitas bank syariah.
5. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap ASET karena memiliki
probabilitas 0,7901 > α = 0,10 sedangkan hubungan kausalitas granger
antara ASET dan EXC tidak signifikan karena memiliki probabilitas
0,4624 > α = 0,10. Peningkatan nilai tukar mengindikasikan bahwa
rupiah mengalami depresiasi. Ketika rupiah terdepresiasi maka investor
akan berusaha menukarkan mata uang asing ke dalam bentuk rupiah dan
menginvestasikannya dalam bentuk ASET. Oleh karena itu ASET akan
mengalami peningkatan.
133
6. Kausalitas Granger JUB signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki
probabilitas 0,0157 < α = 0,10 , sedangkan hubungan kausalitas granger
antara Bagi Hasil dan JUB tidak signifikan karena memiliki nilai
probabilita 0,7774 > α = 0,10. Secara teori Bagi Hasil merupakan fungsi
dari Jumlah Uang Beredar (Money demand) merupakan fungsi dari
tingkat suku bunga dan pendapatan. Ketika jumlah uang beredar banyak
maka pemerintah harus menggerakkan perekonomian disektor rill. Karena
jika jumlah uang beredar banyak, jumlah barang barang yang diproduksi
sedikit maka akan mengakibatkan inflasi
7. Kausalitas Granger Inflasi tidak signifikan terhadap JUB karena memiliki
probabilitas 0,3008 > α = 0,10 sedangkan JUB signifikan terhadap Inflasi
karena memimiliki probabilitas 0,1948 < α = 0,10.
8. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap JUB karena memiliki nilai
probabilitas 0,0412 < α = 0,10. Sedangkan JUB signifikan terhadap GDP
karena memiliki nilai probabilitas 0,0654 < α = 0,10.
9. Kausalitas Granger EXC tidak memiliki hubungan kausalitas granger
terhadap JUB karena memiliki nilai probabilitas 0,9424 > α = 0,10 begitu
juga JUB tidak signifikan terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas
0,5160 > α = 0,10
10. Kausalitas Granger Inflasi signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki
nilai probabilitas 0,0331 < α = 0,10. Tetapi Bagi Hasil tidak signifikan
terhadap Inflasi karena memiliki nilai probabilitas 0,6143 > α = 0,10.
Secara teoretis, tingkat inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang beredar.
Dalam teori kuantitas uang, ditunjukkan bahwa jika jumlah uang beredar
meningkat, maka akibatnya dapat dilihat dari ketiga variabel lainnya:
harga harus naik, kuantitas output harus naik, atau kecepatan perputar an
uang harus turun. saat Bank Sentral mengubah jumlah uang beredar (M)
dan menyebabkan perubahan proporsional terhadap nilai output nominal
(PY), perubahan tersebut akan tercermin dalam tingkat harga (P). Karena
134
tingkat inflasi ditunjukkan oleh perubahan persentase dalam tingkat harga,
maka meningkatnya jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi.
11. Kausalitas Granger GDP signifikan terhadap Bagi Hasil karena memiliki
nilai probabilitas 0,0104 < 0,10 , begitu juga Bagi Hasil tidak signifikan
terhadap GDP karena memiliki nilai probabilitas 0,5867 < 0,10. Artinya
variasi GDP dapat menyebabkan variasi jumlah uang beredar, begitu juga
sebaliknya jika variasi jumlah uang beredar meningkat maka akan
menyebabkan variasi PDB. Hal ini disebabkan karena permintaan uang
ditentukan oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga. Artinya, jika
pendapatan nasional meningkat maka permintaan uang akan meningkat61,
Ketika uang dimaknai dalam kerangka flw concept, maka sebenarnya
sebuah mata uang hanya akan berfungsi sebagai uang apabila ia beredar
atau mengalir dalam masyarakat. Dalam pandangan teori flwconcept
tingkat pendapatan masyarakat tidak sematamata ditunjukkan oleh jumlah
uang yang dipegang, tetapi benar-benar produktif. Kriteria uang produktif
dapat ditunjukkan oleh keterkaitannya dengan sektor riil berupa
perdagangan (trade) atas barang-barang komoditas dan tingkat harga
barang-barang itu sendiri62 Uang dalam pengertian flw concept
dipisahkan dengan pengertian capital. Hal ini bertolak belakang dengan
pengertian uang dalam stock concept. Dalam pengertian yang kedua, uang
diartikan secara bolak-balik (interchengeability), antara uang sebagai uang
dan uang sebagai capital (Fuad Mohd. Fachruddin, 1961).Kesesuaian
pemikiran al-Gazali dengan konsep pertama, yakni flw concept
berimplikasi terhadap penjelasan mengenai fungsi dan motif permintaan
uang. Motif transaksi dalam permintaan uang merupakan permintaan yang
timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi biasa/wajar.
Motif ini timbul dalam kaitannya dengan fungsi uang sebagai medium of
61Manurung, Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Penerbit
Salemba Empat. Jakarta. 2008: h 29
62 Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada 2013. h 15
135
exchange. Sedangkan motif berjaga-jaga (precautionary motive)
merupakan permintaan uang yang timbul untuk memenuhi kebutuhan akan
kemungkinan yang muncul tidak terduga. Motif spekulatif (speculative
motive) adalah motif permintaan terhadap uang yang sifatnya untuk
mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock
market, fiancial market dan foreign exchange.
12. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap Bagi Hasil karena
memili nilai probabilitas 0,9758 > α = 0,10. Begitu juga bagi hasil tidak
signifikan terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,9426 > 0,10.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kurs tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Deposito Mudharabah. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bhintia Agustina Triadi (2010:100) yang
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara siginifikan
terhadap Deposito Mudharabah. Pada jangka pendek menguat atau
melemahnya nilai tukar rupiah tidak ada pengaruhnya terhadap Deposito
Mudharabah.
Hal ini dapat dilihat dari penguatan maupun pelemahan nilai tukar
rupiah yang tidak berdampak pada Deposito Mudharabah, karena pada
setiap tahunnya jumlah Deposito Mudharabah terus mengalami
peningkatan walaupun secara fluktuatif. Dan masyarakat akan tetap
menabung di Bank Syariah karena bersifat liquid, aman dan jauh dari
resiko investasi di asar modal. Selain itu Muchlish dalam Hadzami (2011:
280) menyatakan bahwa tingkat religius, tingkat kepercayaan masyarakat
dan reputasi bank syariah mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku menabung di Bank Syariah tidak hanya terdiri dari
faktor-faktor ekonomi semata, tetapi juga disebabkan oleh faktor non
ekonomi.
13. Kausalitas Granger GDP tidak signifikan terhadap INF karena memiliki
nilai probabilitas 0,1298 > 0,10. Begitu juga INF tidak signifikan terhadap
GDP karena memiliki nilai probabilitas 0,4334 > 0,10. Pada prinsipnya
136
tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika
terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan
justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena
inflasi mampu memberi semangat pada pengusaha, untuk lebih
meningkatkan produksinya. Pengusaha bersemangat memperluas
produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha
mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi
memberi dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi
akan berdampak negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen.
14. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap terhadap INF karena
memiliki nilai probabilitas 0,8327 > 0,10 begitu juga INF tidak signifikan
terhadap EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,4540 > 0,10. Pengaruh
tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori
purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini
diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan
teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah
untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai
mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya
beli dari masing-masing negara. inflasi adalah kecenderungan naiknya
harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus
menerus. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri
mengalami kenaikan. Naiknya harga barang sama artinya dengan turunnya
nilai mata uang. Dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai
penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.
15. Kausalitas Granger EXC tidak signifikan terhadap GDP karena memiliki
nilai probabilitas 0,,9165 > 0,10 begitu juga GDP tidak signifikan terhadap
EXC karena memiliki nilai probabilitas 0,7659 > 0,10. Ekspor neto yang
dinotasikan dengan (X – M) adalah neraca perdagangan yang
menunjukkan penerimaan bersih dari transaksi internasional. Perubahan
137
arah neraca perdagangan akan mempengaruhi perubahan GDP. Nilai
impor lebih besar daripada ekspor menyebabkan neraca perdagangan
menjadi defisit. Artinya nilai ekspor neto adalah negatif. Defisit neraca
perdagangan cenderung menurunkan nilai GDP. Impor yang tinggi akan
diikuti dengan tingginya permintaan terhadap mata uang asing. Nilai tukar
mata uang domestik cenderung melemah. Nilai ekspor lebih besar
daripada impor menyebabkan surplus pada neraca perdagangan. Artinya
nilai ekspor neto adalah positif. Surplus neraca perdagangan cenderung
menaikkan nilai GDP. Ekspor yang tinggi akan diikuti dengan tingginya
permintaan terhadap mata uang domestik. Nilai tukar mata uang domestik
cenderung menguat.
Dari hasil analisis uji Kausalitas Granger yang terdapata pada tabel diatas
dari 4 pernyataan kausalitas ternyata terdapat kausalitas antar variabel hanya 4
pernyataan yang mempunyai nilai probabilitas < = 5% (0,05) berarti terdapat
kauslitas variabel X dan Y atau sebaliknya, dapay dilihat dari tabel 4.16 berikut
ini
Tabel 4.10 Kesimpulan Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests
Date: 12/16/16 Time: 21:52
Sample: 1 44
Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
GDP does not Granger Cause BAGI HASIL 131 6.76733 0.0104
JUB does not Granger Cause GDP 3,45412 0,0654
GDP does not Granger Cause JUB 131 4.25469 0.0104
JUB does not Granger Cause BH 5,99476 0.0157
Sumber: Data diolah Dengan Eviews 6
Adapun 4 pernyataan yang mempunyai hubungan kausalitas granger
tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
1. Terdapat kausalitas GDP terhadap BAGI HASIL
2. Terdapat kausalitas JUB terhadap GDP
138
3. Terdapat kausalitas GDP terhadap ASET
4. Terdapat kausalitas JUB terhadap Bagi Hasil
Dari ke empat pernyataan hubungan kausalitas tersebut terdapat polanya sebagai
berikut:
1. Kausalitas satu arah dari X ke Y (undirectional causality from Xi to X1)
misalnya terdapat hubungan kausalitas BAGI HASIL terhadap Aset hal
ini sejalan dengan penelitian Masturoh 2009, yang memiliki kesimpulan
bahwa adanya hubungan timbal balik antara aset dengan bagi hasil dan
bagi hasil terhadap peningkatan aset. Variabel bagi hasil secara signifikan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel aset, hal ini tercermin
dengan semakin kuatnya struktur modal akan menurunkan resiko kredit
dan meningkatkan profitabilitas perbankan, selain itu juga kan
meningkatkan penyaluran kredit hingga melampaui target.
2. Kausalitas satu arah dari Y ke X (undirectional causality from Y1 to X1)
misalnya terdapat hubungan kausalitas GDP terhadap JUB dan
hubungankausalitas JUB terhadap GDP
3. Tidak terdapat hubungan kausalitas umpan balik (bidirectional causality)
4. Tidak terdapat saling ketergantungan (no causality) misalnya tidak
terdapat hubungan antara BAGI HASIL dan GDP
Dari 4 pernyataan yang mempunyai hubungan kausalitas granger tersebut
semuanya berhubungan dengan GDP artinya secara teori dijelaskan bahwa
indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara terletak dari bilai GDP yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan ketika seluruh jumlah
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara meningkat terutama
disektor rill maka akan mempengaruhi variabel veriabel lainnnya terutama
variabel yang terkait dengan perbankan syariah yaitu bagi hasil dan aset.
5. Uji Kointegrasi
Uji statistik kointegrasi yang digunakan adalah Trace statistic dan Max-
eigen statistic. Fenomena data yang tidak statisioner pada tingkat level bisa
menghasilkan hubungan keseimbangan jangka panjang yang biasa dikenal
139
dengan sebutan kointegrasi. Dengan menggunakan uji kointegrasi johansen
(johansen kointegration test) akan melihat ada tidaknya hubungan kointegrasi
pada variabel variabel tersebut, hasil dari pengujian ini akan menentukan metode
analisis yang akan dipakai apakah VAR first difference atau VECM.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ASET,
BAGI HASIL, INF, GDP, JUB dan EXC, Model VECM terdiri dari r berukuran
6x6. Estimasi VECM dengan lag 1 untuk menyederhanakan penjelasan. Uji
kointegrasi melalui objek group atau object VAR. Berikut ini uji kointegrasi
object group dengan urutan variabel ASET, BAGI HASIL, INF, GDP, JUB DAN
KURS.
Nilai eigen (eigen value) adalah λ yaitu akar karakteristik dari matriks r
karena matriks r berdimensi 6x6 maka nilai λ ada 6. Nilai λ diurutkan dari yang
paling besar sampai yang paling kecil,maka uji statistiknya pun diurutkan dari
terbesar sampai terkecil. Konsep akar karakteristik digunakan untuk uji
kointegrasi.
Tabel 4.11 Hasi Uji Kointegrasi
Date: 01/15/17 Time: 15:57
Sample (adjusted): 6 132
Included observations: 127 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: ASET BH JUB GDP EXC INF
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.276255 113.8734 95.75366 0.0016
At most 1 * 0.212492 72.81232 69.81889 0.0283
At most 2 0.148325 42.47432 47.85613 0.1459
At most 3 0.091209 22.08442 29.79707 0.2938
At most 4 0.062120 9.938146 15.49471 0.2855
At most 5 0.014021 1.793239 3.841466 0.1805
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
140
None * 0.276255 41.06109 40.07757 0.0386
At most 1 0.212492 30.33799 33.87687 0.1249
At most 2 0.148325 20.38990 27.58434 0.3148
At most 3 0.091209 12.14628 21.13162 0.5333
At most 4 0.062120 8.144906 14.26460 0.3642
At most 5 0.014021 1.793239 3.841466 0.1805
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
Tabel 4.16 di atas menjelaskan bahwa jika trace statistik lebih besar (>)
dari critical value, maka terjadi penerimaan Ho pertama, maka baris sebelumnya
menunjukkan jumlah persamaan kointegrasi. Tabel diatas menunjukkan bahwa
penerimaan Ho pertama pada baris 2 (trace statistic<critical value 5%) berarti
menunjukkan terdapat hanya 1 persamaan kointegrasi berdasarkan tanda (*) yang
terdapat pada none. Selanjutnya bila Nax-eigen statistic lebih besar (>) dari
critical value maka terjadi penerimaan Ho pertama.Namun pada Max-eigen
statistic tidak ada pada nilai Max-Eigen statistic lebih besar (>) dari critical value
berarti tidak terjadi penerimaan Ho pertama. Uji ini menunjukkan tidak adanya
persamaan kointegrasi
Hasil pengujian kointrgrasi berdasarkan trace statistic dan Max eigen
statistic pada lag 1 dapat dilihat untuk menunjukkan bahwa untuk masing masing
persamaan terdapat hanya satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen
dengan hanya tanda bintang (*)
Berdarakan hasil kointegrasi , jika terdapat kointegrasi dengan tanda (**)
atau (8) minimal satu, maka persamaan tersebut harus diselesaikan dengan metode
VECM bukan VAR, ttapi jika terdapat (**) atau (*) baik di None atmost 1 dan at
Most 2 maka diselesaikan dengan metode VAR first diffrence. Dari data uji
terlihat bahwa terdapat tanda (*) maka persamaan harus diselesaikan dengan
VECM
E. Vector Error Correction Model
141
Hasil estimasi VECM dapat dianggap signifikan apabila nilai t-statistik
>+ (0,98). Hasil uji menunjukkan data dengan trend jangka panjang dan jangka
pendek. Dari hasil estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dapat
dianalisa persamaan jangka panjang dan jangka pendek. Adapun model
persamaan jangka panjang dari model persamaan VECM berdasarkan hasil uji
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12 Hasil VECM jangka Panjang untuk Variabel yang mempengaruhi ASET
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik
D (ASET) Coint Eq 1 33,70957
D (BAGI HASIL(-1)) -57,31131 25,0506 2,28782
D(GDP(-1)) -2,067079 0,77693 2,66059
D(JUB(-1)) 0,000274 0,00018 -1,49941
D(EXC(-1)) 0,018662 0,02027 -0.92078
D(INF(-1)) 0,626530 13,27521 0,27521
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
Dari tabel di atas dapat diketahu bahwa dengan toleransi 5% (t-statistic > +
1,98). Variabel BAGI HASIL berpengaruh negatip dan tidak signifikan terhadap
ASET dengan nilai statistik 2.28782, dimana persamaan jangka panjang pada
tabel diatas dapat diketahui perubahan 1 % BAGI HASIL akan menurunkan Aset
sebesar 57.3%. Variabel EXC (nilai tukar berpengaruh positip dan signifikan
terhadap Aset dengan nilai statistik 0.092078 dimana dari persamaan jangka
panjang dapat diketahui peningkatan 1% EXC akan dapat meningkatkan Aset
sebesar 0.018 %. Variabel GDP berpengaruh negatip dan signifikan terhadap
ASET dengan nilai statistic 2.266059 dimana dari persamaan jangka panjang pada
tabel di atas dapat diketahui bahwa perubahan 1 % GDP akan menaikkan ASET
sebesar 2.06%. Variabel JUB berpengaruh positip dan signifikan terhadap ASET
dengan nilai statistic -1.49941 dimana dari persamaan jangka panjang pada tabel
di atas dapat diketahui bahwa perubahan 1 % JUB akan menurunkan kan Aset
sebesar 0.002%. Sedangkan variabel INF berpengaruh negatip dan tidak
signifikan terhadap ASET dengan nilai statistic 0.27521, dimana dari persamaan
jangka panjang dapat diketahui bahwa peningkatan 1% INF akan menurunkan
ASET sebesar 3.62%.
142
Jika diurutkan berdasarkan besarnya nilai koefisien dan signifikansinya
maka dalam jangka panjang variabel yang signifikan mempengaruhi C BAGI
HASIL (57.31131), sedangkan yang tidak signifikan adalah INF (3.62653), GDP
(2.067079), EXC (-0.018662), dan JUB (-0.000274)
1. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek ASET
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj
angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek yang signifikan yaitu Bagi Hasil (t-statistik = -
10.1874) karena t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit
(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel
eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 7,81% sedangkan
92,19 % sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dari tabel 4.18 di bawah ini
Tabel 4.13
Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi ASET
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (ASET) Coint Eq 1 0.005058 0,00849 0.59556 R-square
0.078116
ADJ R-square -
0.026097
D(ASET (-1) 0,033612 0,09893 0.33974
D (BAGI HASIL(-1)) -1.07E.05 0,00057 -10.1874
D(GDP(-1)) -0,000205 0,00071 -0,28759
D(JUB(-1)) -0,000228 0,00050 -0,45358
D(EXC(-1)) -0,006122 0,01998 -0,30634
D(INF(-1)) 4.16E-05 0,00036 0,11711 Sumber : data diolah dengan Eviews 6
2. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek BAGI HASIL
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata
ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu BAGI
HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien
1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan
variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh
faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
143
Tabel 4.14
Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi BAGI HASIL
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (BAGI
HASIL)
Coint Eq 1 1.47E-05 4.9E-05 0,30159 R-square
0.043376
ADJ R-square -
0.064764
D(ASET (-1) 1,089076 16,5508 0,06580
D (BAGI HASIL(-1)) 0,061156 0,09516 0,64268
D(GDP(-1)) -0,132576 0,11927 -1,11159
D(JUB(-1)) 0,039401 0,08402 0,46897
D(EXC(-1)) 1,123451 3,34308 0,33605
D(INF(-1)) 0,005643 0,05944 0,09494
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
3. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek EXC
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata tidak
ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang
mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil
pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan
variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar
5,2% sedangkan 94,8% sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.15 di bawah ini
Tabel 4.15 Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi EXC
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (EXC) Coint Eq 1 -0,011401 0,00172 -6,64635 R-square
0.529088
ADJ R-square -
0.475854
D(ASET (-1) -0,445761 0,6614 -0,67433
D (BAGI HASIL(-1)) -0,001035 0,00380 -0,27219
D(GDP(-1)) -0,002765 0,00476 -0,58814
D(JUB(-1)) -0,001736 0,00336 -0,51725
D(EXC(-1)) 0,253553 2,69003 0,09426
D(INF(-1)) -0,000573 0,00237 -0,24141
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
4. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek GDP
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik = -4.14145
144
) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 0.409127 Berdasarkan hasil
pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan
variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar
17,9% sedangkan sisanya 82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini
Tabel 4.16
Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi GDP
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (GDP) Coint Eq 1 1.18E-05 6.1E05 0,19314 R-square
0.179769
ADJ R-square -
0.087048
D(ASET (-1) 18,46650 13,7089 -1,34701
D (BAGI HASIL(-1)) 0,028408 0,07882 0,36042
D(GDP(-1)) 0,409127 0,09879 -4,14145
D(JUB(-1)) 0,088209 0,06959 -1,26755
D(EXC(-1)) 1,154649 2,76904 0,41698
D(INF(-1)) -0,038955 0,04923 -0,79124
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
5. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek JUB
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka
panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata ada hubungan
dalam jangka pendek pada variabel GDP ( t- statistik = 2.00203) ) bagi Hasil ( t
statistik -2.04024) dan JUB ( t statistik -3.25624) dengan t statisti > + 1.98 . yang
mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit
(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel
eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 18,33 % sedangkan
sisanya 81.67% dijelaskan oleh faktor lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dari tabel 4.22 di bawah ini.
Tabel 4.17
Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi JUB
Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (JUB) Coint Eq 1 284E-05 4,3E05 0,65833 R-square
0.183308
ADJ R-square -
0.090986
D(ASET (-1) 38,22917 19,0952 2,00203
D (BAGI HASIL(-1)) -0,223992 0,10979 -2,04024
D(GDP(-1)) 0,0960661 0,13760 0,69810
D(JUB(-1)) -0,315635 0,09693 -3,25624
D(EXC(-1)) -0,552377 3,85701 -1,69882
D(INF(-1)) -0,027483 0,06858 -0,40076
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
145
6. Hasil Estimasi VECM jangka Pendek INF
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya
hubunganjangka panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata
tidak ada hubungan dalam jangka pendek karena nilai t statisti < 1.98 .berdasarkan
hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa
kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)
hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya 97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.18 di bawah ini
Tabel 4.18
Hasil VECM jangka pendek untuk Variabel yang mempengaruhi INF Variabel
Endogen
Wariabel Eksogen Koefisien SE T Statistik R-Square
D (INF) Coint Eq 1 8.58E06 3.0E-05 0,28130 R-square
0.024334
ADJ R-square -
0.085959
D(ASET (-1) 19,29915 26,4544 0,72952
D (BAGI HASIL(-1)) 0,060469 0,15210 0,39756
D(GDP(-1)) -0,017419 0,19063 -0,09137
D(JUB(-1)) -0,149773 0,13429 -1,115301
D(EXC(-1)) 1,518990 5,34349 0,28427
D(INF(-1)) 0,107329 0,09501 1,129709
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
F. Impulse Response Function (IRF)
Analisa Impulse Response Function (IRF) bertujuan untuk mengetahui
berapa lama waktu yang diperlukan bagi suatu variabel dalam memberikan respon
atas perubahan yang terjadi pada variabel lainnya . IRF juga mampu melacak
pengaruh kontemporer dari inovasi (shock) suatu variabel tertentu satu standar
deviasi terhadap nilai nilai variabel endogen dalam sistem pada saat ini dan nilai
yang akan datang. Suatu shock dari variabel endogen langsung berpengaruh
terhadap variabel itu sendiri dan juga diteruskan terhadap seluruh variabel
endogen lainnya melalui struktur dinamik dalam model VECM. Dengan kata lain
adanya informasi baru akan memberi shock pada suatu variabel, dan selanjutnya
akan memberikan pengaruh pada variabel itu sendiri. Respon suatu variabel
terhadap sistem jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cendrung berubah.
146
Dalam jangka panjang respon cendrung konsisten dan semankin kecil dari waktu
kewaktu.
Dalam pengujian IRF ini digunakan janka waktu dengan jumlah periode
100. Analisis ini melihat prilaku dinamis model tiap variabel penelitian dapat
dilihat dalam gambar dan tabel berikut ini :
1. Impulse Response (IRF) ASET
Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) ASET dini dapat dilihat
dari tabel 4.19
Tabel 4.19 Response of ASET to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 -0.000274 -0.001790 0.000299 0.063968 -0.001011
2 3.954712 -0.000326 0.000424 0.003263 -0.041528 0.000523
3 3.806121 0.003116 0.003893 0.004664 -0.219594 0.000495
4 3.906672 0.004961 -0.002648 0.002182 -0.078306 -0.000317
5 3.929189 0.007160 0.002210 0.001573 -0.059472 0.003118
6 3.665851 0.007747 0.001399 0.002225 -0.013237 0.002534
7 3.302476 0.008992 0.001906 0.002943 -0.009233 0.000306
8 3.163794 0.007847 0.000775 0.001255 -0.154597 -0.000557
9 3.644467 0.007257 -0.001175 0.003580 -0.204915 -0.000354
10 3.138707 0.006412 0.000451 -0.001010 -0.089623 -0.000455
11 2.768625 0.006984 0.001333 -0.001137 0.150835 -0.001070
12 2.980690 0.008096 0.003637 -0.000883 -0.176869 -0.000207
13 2.984472 0.007038 0.004903 -0.001573 0.011503 0.000639
14 2.852736 0.009381 0.005607 -0.001288 0.053620 0.000514
15 2.747496 0.007707 0.004046 -0.000326 0.052767 0.000291
20 2.713923 0.003407 0.005336 0.001064 -0.057189 0.001836
25 2.224231 0.002284 0.004911 0.001095 0.020368 0.002442
30 2.084902 0.002707 0.005276 0.000571 0.007339 0.001701
40 1.944399 0.003480 0.003457 -0.000139 0.015935 0.000578
50 1.940112 0.003232 0.002528 -0.000747 0.002283 0.001300
60 1.755090 0.003285 0.002183 -0.001246 0.006438 0.001267
70 1.552330 0.003368 0.001679 -0.001593 0.007249 0.001056
80 1.387536 0.003177 0.001100 -0.001889 0.006473 0.001090
90 1.213504 0.003045 0.000643 -0.002128 0.005822 0.001026
100 1.036645 0.002890 0.000240 -0.002282 0.005367 0.000933
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
147
Gambar 4.13 Response of ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
Hasil analisis Impulse Response (IRF) ASET dari tabel dan gambar di
atas bahwa respon ASET terhadap variabel ASET, BAGI HASIL, INF, JUB, EXC
dan GDP berfluktuasi. Perkembangan response ASET dari periode 1 sampai 100
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. ASET untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai
periode ke 20, dan mulai stabil dari periode ke 21 .
2. ASET untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 30.
3. ASET untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai
periode ke 25 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
26.
4. ASET untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai
periode ke 20 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
21.
5. ASET untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai
periode ke 15 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
16
-2
-1
0
1
2
3
4
5
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of ASET to CholeskyOne S.D. Innovations
148
6. ASET untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai
periode ke 22 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
23
2. Impulse Response Function (IRF) BAGI HASIL
Tabel 4.20 Impulse Response Function (IRF) BAGI HASIL
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 -0.000274 0.014144 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 -0.000326 0.020586 -0.005043 0.000722 0.000584 0.001947
3 0.003116 0.020451 -0.008392 0.002483 0.001379 0.003362
4 0.004961 0.017029 -0.009566 -2.14E-05 0.001325 0.004714
5 0.007160 0.012291 -0.008039 -0.008664 0.002962 0.006712
6 0.007747 0.011167 -0.008253 0.007249 0.004023 0.001989
7 0.008992 0.006744 -0.008513 0.003382 0.000568 0.001185
8 0.007847 0.010737 -0.010717 0.000892 0.000393 0.002408
9 0.007257 0.007905 -0.008252 3.60E-05 0.000703 0.001746
10 0.006412 0.005455 -0.005941 -0.000187 0.000483 0.002710
11 0.006984 0.003094 -0.003536 -0.000641 0.000605 0.002624
12 0.008096 0.002535 -0.004393 -0.001538 0.000749 0.003690
13 0.007038 0.000734 -0.001398 -0.003384 0.002186 0.003749
14 0.009381 -0.000345 -0.002343 -0.005284 0.001931 0.002214
15 0.007707 -0.002308 -0.001094 -0.005748 0.001516 0.001749
20 0.003407 -0.003724 -0.000989 -0.005370 0.003208 0.001551
30 0.002707 -0.002151 -0.001788 -0.006359 0.001783 -0.001026
40 0.003480 -0.001467 -0.001847 -0.003864 0.001558 -7.70E-05
50 0.003232 -0.002053 -0.000411 -0.003170 0.001738 0.000192
60 0.003285 -0.001392 -0.000296 -0.002554 0.001343 -6.53E-05
70 0.003368 -0.001219 -8.72E-05 -0.001552 0.001149 9.02E-05
80 0.003177 -0.001105 0.000348 -0.000853 0.001036 0.000155
90 0.003045 -0.000811 0.000587 -0.000259 0.000828 0.000156
100 0.002890 -0.000643 0.000784 0.000324 0.000651 0.000192
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF
Sumber : Data Olahan Eviews 6
149
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to ASET
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to BH
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to JUB
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to GDP
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to EXC
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of BH to INF
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
150
Gambar 4.14 Response of BAGI HASIL to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
1. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 15
2. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan
guncangan sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai
stabil dari periode ke 17
3. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan
sampai periode ke 12 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 11
4. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 30
5. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 11
6. BAGI HASIL untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 25
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of BH to CholeskyOne S.D. Innovations
151
3. Impulse Response (IRF) INFLASI
Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) INFLASI dini dapat
dilihat dari tabel
Tabel 4.21
Response of INFLASI to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 -0.001011 -0.002610 0.004527 0.001804 0.001268 0.012885
2 0.000523 -0.001948 0.004372 0.000721 0.002715 0.009089
3 0.000495 -0.002520 0.003854 -0.000712 0.002098 0.004845
4 -0.000317 -0.005158 0.003415 -0.002275 0.001466 0.003297
5 0.003118 -0.005286 0.002653 -0.001988 0.001892 0.003320
6 0.002534 -0.005970 0.001363 -0.001574 0.001620 0.001351
7 0.000306 -0.006018 0.001821 -0.001537 0.000961 0.000788
8 -0.000557 -0.006388 0.003173 -0.001576 0.000639 0.001371
9 -0.000354 -0.005654 0.002247 -0.001565 0.000616 -2.96E-05
10 -0.000455 -0.004260 0.001061 -0.002907 0.000158 -0.002510
11 -0.001070 -0.003060 0.000106 -0.003273 0.000146 -0.002879
12 -0.000207 -0.002746 -0.000512 -0.003805 4.73E-05 -0.002716
13 0.000639 -0.001889 -0.001409 -0.003872 0.000337 -0.003110
14 0.000514 -0.001214 -0.001062 -0.003852 9.27E-05 -0.002836
15 0.000291 0.000127 -0.001120 -0.002969 0.000139 -0.001793
20 0.001836 0.002704 -0.003304 -0.000613 0.000960 -0.000375
30 0.001701 -0.001292 0.000473 -0.001473 0.000789 0.000869
40 0.000578 -0.001270 -7.73E-05 -0.001453 0.000407 -0.000468
50 0.001300 -3.27E-05 -0.000440 -0.000629 0.000512 8.52E-06
60 0.001267 -0.000526 0.000143 -0.000563 0.000451 0.000171
70 0.001056 -0.000457 0.000132 -0.000350 0.000325 -2.71E-05
80 0.001090 -0.000223 0.000159 -3.63E-05 0.000295 5.99E-05
90 0.001026 -0.000236 0.000308 0.000120 0.000237 9.02E-05
100 0.000933 -0.000175 0.000345 0.000281 0.000170 6.31E-05
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF
152
Gambar 4.15 Response of INF to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
Gambar 4.16 Response of INF to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to ASET
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to BH
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to JUB
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to GDP
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to EXC
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
25 50 75 100
Response of INF to INF
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of INF to CholeskyOne S.D. Innovations
153
1. INFLASI untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan naik
sampai periode ke 3 kemudian turun sampai periode ke 6 kemudian
mulai stabil sampai periode ke 21 kemudian response negatip, dan mulai
stabil dari periode ke 25.
2. INFLASI untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan
guncangan naik dari periode ke 2 kemudian antara periode ke 3 sampai
periode ke 7 turun dan naik kembali sampai periode ke 10 kemudian
response negatip, dan mulai stabil dari periode ke 18
3. INFLASI untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 20
4. INFLASI untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 22
5. INFLASI untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 20
6. INFLASI untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 20
Kurva Impulse Respons Inflasi dalam jangka panjang
Gambar 4.17 Response of Inflasi to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-0.8
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2.0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BAGI_HASIL EXC
GDP INF JUB
Response of INF to CholeskyOne S.D. Innovations
154
Dalam jangka panjanng semua variabel konvergen mulai periode ke 20 sampai
periode ke 100. Yang artinya semua variabel akan saling mempengaruhi dalam
jangka panjang
4. Impulse Response (IRF) JUB
Hasil analisis Impulse Ressponse Function (IRF) JUB dini dapat dilihat
dari tabel berikut ini:
Tabel 4.22
Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 -0.001790 0.000646 0.020641 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.000424 0.003677 0.011672 -0.002906 -0.001101 -0.000629
3 0.003893 0.004759 0.008133 0.001036 -0.000359 0.001071
4 -0.002648 0.005735 0.008909 0.004557 -0.000564 0.002179
5 0.002210 0.005288 0.008509 0.002940 -0.002779 0.003688
6 0.001399 0.002358 0.005028 0.005417 -0.001197 -0.001274
7 0.001906 0.000706 0.008357 0.004396 -0.001356 -0.000103
8 0.000775 0.003296 0.007104 0.005295 -0.001863 0.001202
9 -0.001175 0.001264 0.004197 0.005906 -0.000113 0.001006
10 0.000451 0.000565 0.004875 0.006653 -0.001279 -5.61E-05
11 0.001333 -0.000103 0.006683 0.003731 -0.002445 -0.000463
12 0.003637 -0.001163 0.008447 0.005959 -0.002139 0.000435
13 0.004903 -0.001205 0.005313 0.006828 -0.002247 -0.001045
14 0.005607 -8.98E-05 0.005057 0.004469 -0.002676 0.001394
15 0.004046 -0.000399 0.005793 0.005152 -0.001235 0.002107
20 0.005336 -0.000392 0.003280 0.005707 0.000815 0.000661
30 0.005276 0.000615 0.002607 0.005662 -9.26E-05 0.000330
40 0.003457 0.000732 0.003267 0.006284 -0.000451 0.000578
50 0.002528 0.000892 0.003711 0.006191 -0.000628 0.000656
60 0.002183 0.001117 0.003277 0.006064 -0.000852 0.000493
70 0.001679 0.001136 0.002987 0.005979 -0.000902 0.000477
80 0.001100 0.001220 0.002832 0.005703 -0.000944 0.000451
90 0.000643 0.001276 0.002597 0.005360 -0.001022 0.000393
100 0.000240 0.001261 0.002326 0.005005 -0.001048 0.000341
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF
155
Gambar 4.18 Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to ASET
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to BH
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to JUB
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to GDP
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to EXC
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
25 50 75 100
Response of JUB to INF
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
156
Gambar 4.19 Response of JUB to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
1. JUB untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
18.
2. JUB untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 20
3. JUB untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
18
4. JUB untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
16
5. JUB untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
15
6. JUB I untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
11
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of JUB to CholeskyOne S.D. Innovations
157
5. Impulse Response (IRF) IRF EXC
Tabel 4.23 Impulse Response (IRF) IRF EXC
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 0.063968 -0.076502 0.011001 -0.073313 0.660649 0.000000
2 -0.041528 -0.057160 -0.020641 -0.132607 0.049755 0.023349
3 -0.219594 0.151411 -0.031690 -0.084609 -0.020500 -0.008323
4 -0.078306 -0.159344 0.056922 -0.012889 0.002960 0.011272
5 -0.059472 -0.012997 0.093661 -0.049438 -0.057290 0.026476
6 -0.013237 0.047618 -0.130327 -0.094438 -0.061688 0.034869
7 -0.009233 -0.038520 -0.046089 -0.019543 -0.020080 0.003023
8 -0.154597 0.047566 -0.402715 -0.041098 -0.043473 -0.121650
9 -0.204915 0.003910 0.298559 0.135757 0.021562 0.084318
10 -0.089623 0.049340 0.113949 -0.054049 -0.032534 -0.090145
15 0.052767 -0.040320 0.035239 -0.056322 -0.014299 -0.024352
20 -0.057189 0.004563 0.097888 -0.002186 0.007703 0.034460
30 0.007339 -0.012967 -0.003526 -0.021452 0.002326 -0.002981
40 0.015935 -0.002801 -0.007385 -0.011691 -0.002759 -0.003915
50 0.002283 -0.001908 0.002725 -0.001844 0.003369 0.002455
60 0.006438 -0.001828 0.003740 -0.003261 0.001206 0.001418
70 0.007249 -0.001607 0.001123 -0.000364 0.000807 -0.000405
80 0.006473 -0.001441 0.001428 0.001525 0.001710 0.000638
90 0.005822 -0.000836 0.002535 0.001937 0.001214 0.000657
100 0.005367 -0.000551 0.002600 0.002791 0.000575 0.000411
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF
158
Gambar 4.20 Response of EXC to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to ASET
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to BH
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to JUB
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to GDP
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to EXC
-.8
-.4
.0
.4
.8
25 50 75 100
Response of EXC to INF
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
159
Gambar 4.21 Response of EXC to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
1. EXC untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
15.
2. EXC untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 16
3. EXC untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
18
4. EXC untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
16
5. EXC untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
15
6. EXC untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
15
-.6
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
.8
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of EXC to CholeskyOne S.D. Innovations
160
6. Impulse Response (IRF) GDP
Tabel 4.24
Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) One S.D.Innovation
Period ASET BH JUB GDP EXC INF
1 0.000299 0.001352 0.006056 0.029059 0.000000 0.000000
2 0.003263 -0.002585 0.006549 0.011512 -0.004568 0.000398
3 0.004664 0.004589 0.004161 0.012719 -0.000421 0.002774
4 0.002182 -0.004158 0.008745 0.011045 -0.000222 -0.001062
5 0.001573 -0.003795 0.008252 0.009888 -0.000676 0.000555
6 0.002225 -0.006556 0.007016 0.006926 -0.001287 -0.001791
7 0.002943 -0.005073 0.006458 0.004809 -0.001939 -0.000939
8 0.001255 -0.005918 0.010742 0.002584 -0.002047 -0.001532
9 0.003580 -0.003945 0.005947 0.002655 -0.003371 -0.002359
10 -0.001010 -0.002687 0.006497 0.004442 -0.003539 -0.001255
11 -0.001137 0.001238 0.006532 0.006601 -0.001716 0.001920
12 -0.000883 0.002769 0.005358 0.008404 -0.001475 0.001156
13 -0.001573 0.003788 0.004784 0.009925 -0.000318 -9.15E-06
14 -0.001288 0.003464 0.005665 0.009073 -0.000317 0.000220
15 -0.000326 0.004325 0.004997 0.011167 1.03E-05 0.000298
20 0.001064 0.000745 0.003012 0.009076 -0.003493 -0.001440
30 0.000571 0.002408 0.003891 0.010025 -0.001343 0.001130
40 -0.000139 0.002297 0.004173 0.007942 -0.001704 0.000753
50 -0.000747 0.002078 0.003076 0.007378 -0.002030 0.000234
60 -0.001246 0.002078 0.002678 0.006842 -0.001704 0.000396
70 -0.001593 0.002001 0.002383 0.005815 -0.001658 0.000335
80 -0.001889 0.001806 0.001860 0.005019 -0.001634 0.000191
90 -0.002128 0.001658 0.001439 0.004291 -0.001473 0.000153
100 -0.002282 0.001521 0.001089 0.003504 -0.001342 0.000105
Cholesky Ordering: ASET BH JUB GDP EXC INF Sumber : data diolah dengan Eviews 6
161
Gambar 4.22 Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to ASET
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to BH
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to JUB
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to GDP
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to EXC
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
.04
25 50 75 100
Response of GDP to INF
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
162
Gambar 4.23 Response of GDP to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
1. GDP untuk jangka pendek meresponse ASET dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
11.
2. GDP untuk jangka pendek meresponse BAGI HASIL dengan guncangan
sampai periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari
periode ke 11
3. GDP untuk jangka pendek meresponse EXC dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
10
4. GDP untuk jangka pendek meresponse GDP dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
7
5. EXC untuk jangka pendek meresponse INF dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
8
6. GDP untuk jangka pendek meresponse JUB dengan guncangan sampai
periode ke 10 kemudian response negatip, dan mulai stabil dari periode ke
9
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Response of GDP to CholeskyOne S.D. Innovations
163
Gambar 4.24 Impulse Response Function GDP Dalam Jangka Panjang
Sumber Data Olahan Eviews 6
G. Analisa Variance Decomposition (VD)
AnalisaVariance Decomposition (VD) atau dikenal sebagai Forecast Error
Varianve Decomposition IFEDV) digunakan untuk memprediksi kontribusi
prosentasi varians setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu
dalam sistem. Pengujian ini membereikan informasi mengenai proporsi dari
pergerakan pengaruh shock pada satu variabel terhadap variabel lainnya pada saat
ini dan periode kedepannya. Dengan demikian, dapat mengetahui seberapa kuat
komposisi dari peranan variabel tertentu terhadapvariabel lainnya. Lebih lanjut
dapat mengetahui variabel mana yang peranannya paling penting dalam masa
penelitian. Setelah melakkan analisis terhadap perilaku dinamis model melalui
Impulse Response Function (IRF) maka selanjutnya akan dilihat karakteristik
model melalui Variance Decomposition.
Dalam pengujian VD ini digunakan jangka waktu dengan jumlah periode
100. Analisa ini melihat karakteristik model.
1. Analisa Variance Decomposition (VD) ASET
Tabel 4.25
Variance Decomposition Of ASET
-20
-10
0
10
20
30
40
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BAGI_HASIL EXC
GDP INF JUB
Response of GDP to CholeskyOne S.D. Innovations
164
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 6.100157 96.21871 1.618179 1.673573 0.161186 0.077457 0.250893
3 7.358798 92.87093 1.376202 2.788096 0.811145 0.062342 2.091287
4 8.499662 90.73866 1.252757 2.089865 1.892851 0.247348 3.778518
5 9.529062 89.19526 1.222008 1.720115 2.063892 0.857505 4.941221
6 10.36544 87.88948 1.355784 1.457589 2.393459 1.859656 5.044027
7 10.97805 87.40371 1.363993 1.334315 2.447260 2.832214 4.618507
8 11.52643 86.81886 1.438361 1.231496 2.629468 3.598187 4.283627
9 12.19213 86.53226 1.482960 1.196061 2.477491 4.423235 3.887994
10 12.70525 85.78691 1.917247 1.195037 2.291562 5.188419 3.620826 Sumber : data diolah dengan Eviews 6
165
Gambar 4.25 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to ASET
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to BH
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to JUB
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to GDP
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to EXC
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent ASET variance due to INF
Variance Decomposition ± 2 S.E.
166
Gambar 4.26
Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH
Gambar 4.26 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) ASET ini dapat dilihat
bahwa pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi ASET VArians
ASET terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa
pada saat guncangan (shock) ASET pada awal periode 1, varians ASET berasal
dari ASET , dengan nilai ASET (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET
terbentuk dari BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan GDP.
2. Analisa Variance Decomposition (VD) BAGI HASIL
Tabel 4.26
Variance Decomposition Of BAGI HASIL
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 0.037500 99.96250 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 6.100157 0.027732 95.37223 3.888820 0.079681 0.052219 0.579317
3 7.358798 0.843879 88.92569 8.180164 0.570680 0.191482 1.288104
4 8.499662 2.153509 83.15322 11.69652 0.417489 0.249682 2.329574
5 9.529062 4.293203 74.23856 12.61385 4.092082 0.639425 4.122877
6 10.36544 6.274745 69.20424 13.77820 5.780672 1.246606 3.715534
7 10.97805 8.939128 65.21204 15.48494 5.748551 1.155087 3.460259
8 11.52643 10.17037 62.41220 17.90695 5.171185 1.038886 3.300413
9 12.19213 11.28475 60.62150 19.05404 4.851426 0.991008 3.197273
10 12.70525 12.18678 59.37026 19.48856 4.676417 0.962473 3.315511 Sumber : data diolah dengan Eviews 6
0
20
40
60
80
100
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Variance Decomposition of ASET
167
Gambar 4.27 Variance Decomposition BH to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) BAGI HASIL ini dapat
dilihat bahwa pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi BAGI
HASIL varians terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut
bahwa pada saat guncangan (shock) BAGI HASIL pada awal periode 1, varians
BAGI HASIL berasal dari ASET , dengan nilai ASET (100) . Pada saat periode
ke 2 varians ASET terbentuk dari ASET , INFLASI, JUB EXC dan GDP.
Gambar 4.28
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to ASET
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to BH
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to JUB
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to GDP
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to EXC
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent BH variance due to INF
Variance Decomposition ± 2 S.E.
168
Sumber : Dat Diolah Dengan Eviews 6
3. Analisa Variance Decomposition (VD) INFLASI
Tabel 4.27 Variance Decomposition Of INFLASI
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 0.513398 3.418139 10.28558 1.633167 0.807654 83.34206
2 6.100157 0.414357 3.389114 12.65770 1.205818 2.870632 79.46238
3 7.358798 0.425041 4.673924 15.01393 1.179909 3.689812 75.01739
4 8.499662 0.391695 10.38827 15.77035 2.254980 3.704703 67.49000
5 9.529062 2.355287 14.81756 15.16123 2.778102 3.960624 60.92719
6 10.36544 3.334650 20.08726 14.06403 2.977838 4.075133 55.46109
7 10.97805 3.099266 24.84942 13.57731 3.162650 3.927572 51.38379
8 11.52643 2.874354 29.09949 13.96752 3.275359 3.644945 47.13833
9 12.19213 2.722172 32.12231 13.88778 3.444949 3.484780 44.33802
10 12.70525 2.619572 33.13297 13.37410 4.472820 3.319516 43.08102
Gambar 4.9
0
20
40
60
80
100
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Variance Decomposition of BH
169
Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) INF ini dapat dilihat bahwa
pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi INF varians INF
terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat
guncangan (shock) BAGI HASIL pada awal periode 1, varians INF berasal dari
INF , dengan nilai ASET (100) dan BAGI HASIL. Pada saat periode ke 2
varians INF terbentuk dari ASET, BAGI HASIL, JUB EXC dan GDP.
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of ASET to ASET
-.01
.00
.01
.02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of BH to ASET
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of JUB to ASET
-.015
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of GDP to ASET
-.5
-.4
-.3
-.2
-.1
.0
.1
.2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of EXC to ASET
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of INF to ASET
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
170
Gambar 4.30 Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
4. Analisa Variance Decomposition (VD) JUB
Tabel 4.28
Variance Decomposition Of JUB
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 0.745633 0.097128 99.15724 0.000000 0.000000 0.000000
2 6.100157 0.573837 2.364216 95.35703 1.432157 0.205589 0.067176
3 7.358798 2.663279 5.257686 90.29686 1.367665 0.192685 0.221820
4 8.499662 3.037270 8.260769 84.15600 3.600521 0.197242 0.748195
5 9.529062 3.116910 9.980583 79.91674 3.987116 0.961199 2.037453
6 10.36544 3.109748 9.889481 77.34125 6.555381 1.038489 2.065652
7 10.97805 3.168942 9.105402 77.01173 7.706986 1.113275 1.893665
8 11.52643 2.973509 9.285958 75.17642 9.389730 1.309330 1.865059
9 12.19213 2.950236 9.002648 73.24666 11.68581 1.252882 1.861762
10 12.70525 2.812746 8.560821 71.21098 14.34120 1.308491 1.765767
0
10
20
30
40
50
60
70
80
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BAGI_HASIL EXC
GDP INF JUB
Variance Decomposition of INF
171
Gambar 4.31
Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) JUB ini dapat dilihat bahwa
pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi JUB varians JUB
terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat
guncangan (shock) ASET pada awal periode 1, varians JUB berasal dari JUB ,
dengan nilai JUB (100) . Pada saat periode ke 2 varians JUB terbentuk dari BAGI
HASIL, INFLASI, ASET , EXC dan GDP.
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to ASET
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to BH
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to JUB
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to GDP
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to EXC
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent JUB variance due to INF
Variance Decomposition ± 2 S.E.
172
Gambar 4.32 Variance Decomposition JUB
to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
5. Analisa Variance Decomposition (VD) EXC
Tabel 4.29 Variance Decomposition Of EXC
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 0.905507 1.295120 0.026783 1.189384 96.58321 0.000000
2 6.100157 1.217050 1.908249 0.114469 4.804038 91.84212 0.114077
3 7.358798 9.689069 5.745772 0.278156 5.400226 78.77660 0.110174
4 8.499662 10.15036 9.689138 0.808291 5.108817 74.11830 0.125092
5 9.529062 10.41487 9.417293 2.217424 5.350485 72.36411 0.235824
6 10.36544 9.903288 9.281666 4.735834 6.456320 69.21078 0.412114
7 10.97805 9.847993 9.445979 5.030142 6.470513 68.79470 0.410674
8 11.52643 10.26169 7.429756 22.75612 5.105659 52.40697 2.039807
9 12.19213 12.81389 6.279153 28.02314 6.132544 44.32624 2.425038
10 12.70525 13.14527 6.298385 28.31107 6.203160 42.92461 3.117509
Sumber Data Olahan Eviews 6
0
20
40
60
80
100
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Variance Decomposition of JUB
173
Gambar 4.33
Variance Decomposition Of ASET-MULTI GRAPH
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) EXC ini dapat dilihat bahwa
pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi EXC varians EXC
terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat
guncangan (shock) EXC pada awal periode 1, varians EXC berasal dari EXC ,
dengan nilai EXC (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET terbentuk dari
BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan GDP.
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to ASET
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to BH
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to JUB
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to GDP
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to EXC
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent EXC variance due to INF
Variance Decomposition ± 2 S.E.
174
Gambar 4.34
Variance Decomposition ASET to Cholesky (d.f.adjusted) one S.D. Innovation Combine Graph
6. Analisa Variance Decomposition (VD) GDP
Tabel 4.30
Variance Decomposition Of GDP
Period S.E. ASET BH JUB GDP EXC INF
1 4.490554 0.010139 0.206899 4.153322 95.62964 0.000000 0.000000
2 6.100157 0.979078 0.775656 7.254131 89.07422 1.902486 0.014426
3 7.358798 2.449616 2.228918 7.302723 85.84048 1.586321 0.591940
4 8.499662 2.406352 3.026427 11.19698 81.42787 1.362341 0.580037
5 9.529062 2.294256 3.537491 13.94293 78.44461 1.244367 0.536345
6 10.36544 2.374522 5.539296 15.44754 74.74131 1.233214 0.664119
7 10.97805 2.686565 6.545699 16.73983 71.99621 1.357964 0.673739
8 11.52643 2.553474 7.671253 20.81872 66.77703 1.448435 0.731096
9 12.19213 3.025988 8.065755 21.58262 64.47534 1.899183 0.951111
10 12.70525 2.960148 8.083850 22.61690 62.98529 2.369461 0.984356
Gambar 4.26 Variance Decomposition Of ASET-MULTI
0
20
40
60
80
100
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Variance Decomposition of EXC
175
Sumber : data diolah dengan Eviews 6
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) GDP ini dapat dilihat bahwa
pada table dan gambar di atas dapat dijelaskan komposisi GDP varians GDP
terhadap variable lainnya. Jika melihat tabel dan gambar tersebut bahwa pada saat
guncangan (shock) GDP pada awal periode 1, varians GDP berasal dari GDP ,
dengan nilai GDP (100) . Pada saat periode ke 2 varians ASET terbentuk dari
BAGI HASIL, INFLASI, JUB EXC dan ASET.
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to ASET
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to BH
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to JUB
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to GDP
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to EXC
-40
0
40
80
120
25 50 75 100
Percent GDP variance due to INF
Variance Decomposition ± 2 S.E.
176
Sumber : Dat Diolah Dengan Eviews 6
H. Implikasi dan Kebijakan
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
interdependensi variabel variabel ekonomi makro terhadap perkembangan aset
perbankan syariah. Adapun variabel ekonomi makro meliputi Inflasi, GDP JUB,
EXCdan instrumen Bagi Hasil.
Temuan dalam penelitian ini mencoba mengintegrasikan seluruh variabel
makro ekonomi dalam mencapai sasaran akhir pada perkembangan aset
perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini tidak berdasarkan satu jalur
mekanisme tertentu, tetapi menjelaskan secara simultan bagaimana
interdependensi dan pengaruh variabel ekonomi mkaro terhadap indikator
perkembangan aset di perbankan syariah.
Secara khusus Estimasi VAR yang dilakukan terhadap enam variabel
penelitian diketahui bagaimana pengaruh masing masing variabel makro ekonomi
terhadap perkembangan aset perbankan syariah. Gambar alur penelitian dapat
dilihat pada kerangka penelitian pada gambar 3.1. Berikut akan diuraikan masing
– masing pengaruhnya dan dibandingkan dengan teori – teori ekonomi dan
penelitian sebelumnya.
0
20
40
60
80
100
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
ASET BH JUB
GDP EXC INF
Variance Decomposition of GDP
177
1. Menganalisi interdependensi insrtumen ASET, INLASI ,GDP, EXC,
BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap ASET Perbankan
syariah di Indonesia
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj
angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata tidak
ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang
mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil
pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan
variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar
7,81% sedangkan 92,19 % sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.
Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan
diharapkan akan diperoleh perusahaan. Aset perusahaan berasal dari transaksi atau
peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Perusahaan biasanya memperoleh aset
melalui pengeluaran berupa pembelian atau produksi sendiri. Akan tetapi, tidak
adanya pengeluaran yang bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau
jasa memenuhi definisi aset, misalnya barang atau jasa yang telah didonasikan
kepada perusahaan dapat dianggap sebagai aset.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi
dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak
langsung, dalam bentuk arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi
tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari
aktivitas operasional perusahaan.
Disisi yang lain perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbeda
dengan bank konvensional yakni tidak mengenal bunga melainkan bagi hasil
selain itu ada beberapa kegiatan bisnis yang hanya ada pada perbankan syariah
seperti perdagangan dan gadai sehingga hal tersebut membawa dampak teknis
yang luas pada aktifitas perbankan salah satunya adalah pengelolaan asset-liabilit.
178
2. Menganalisi interdependensi instrumen INLASI , ASET ,GDP, EXC,
BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap INFLASI
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel yaitu GDP ( t- statistik =
2.00014 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 0.02933 Berdasarkan
hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa
kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)
hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya 97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.
Secara umum, inflasi tentu akan berpengaruh terhadap transaksi di lembaga
keuangan. Inflasi yang tercermin dari perubahan indeks harga secara umum di
suatu negara akan mempengaruhi biaya dan pendapatan secara riil. Nilai
pendapatan secara riil akan berkurang akan inflasi. Meskipun berpengaruh
terhadap sektor jasa keuangan, seperti yang dikutip English, tingkat inflasi yang
lebih tinggi akan meningkatkan kapasitas sektor jasa keuangan karena masyarakat
akan mengurangi transaksi riil.Pengaruh inflasi terhadap industri jasa keuangan
teraplikasi lewat channel BI rate.BI rate digunakan Bank Indonesia dalam
pelaksanaan kebijakan moneternya. BI rate sebagai indikator tingkat suku bunga
pasar besarannya dipengaruhi oleh tingkat inflasi.
Selanjutnya Trihadmini (2008) dalam penelitiannya yang berjudul
Pemilihan inflation targetting, respon variabel makro terhadap inflasi, serta
determinan inflasi di Indonesia menggunakan beberapa variabel antara lain nilai
tukar, suku bunga SBI, Jumlah uang beredar M0, Jumlah uang beredar M1, Indeks
Harga Konsumen (IHK), PDB riil, Pengeluaran Konsumsi. Dengan menggunakan
metode Vector Auto Regrression di peroleh bahwa determinasi inflasi di
Indonesia pada periode pra krisis lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah uang
beredar, sedangkan pada periode setelah krisis lebih banyak dipengaruhi oleh
depresiasi nilai tukar. Peran expected inflation cukup besar baik pada periode
prakisis maupun pasca krisis.
Selanjutnya Sutarjo (2005) menyatakan bahwa variabel nilai tukar
berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi, tingkat bunga berpengaruh
179
negatif dan signifikan dan kredit perbankan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi.
Laju inflasi umum (headline) tahunan 2010 hampir berlipat dua dari 3,4%
di bulan Maret menjadi 6,4% di bulan Agustus, sebagian besar disebabkan oleh
gejolak harga bahan pangan . Inflasi inti meningkat dengan mantap pada periode
yang sama dari 3,6% menjadi 4,2%. Peningkatan ekspor yang terjadi dari januari
2009-juli 2010, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya inflasi inti saat
itu.
Model Ekspektasi Inflasi dari Cagan, yang mencoba meramalkan bagaimana
pengaruh peningkatan stok uang terhadap peningkatan harga, kelemahan model
ini bahwa sekali terjadi kesalahan sistematis terhadap ekspektasi inflasi individu,
maka individu membuat kesalahan ekspektasi pada periode-periode berikutnya.
Informasi yang tersedia tidak pernah dipertimbangkan oleh individu dalam
menyusun ekspektasi pada periode berikutnya, selain itu kesalahan sistematis
dalam menyusun ekspektasi yang pernah dilakukan oleh individu cenderung
semakin kecil, dimana pada model ekspektasi adalah konstan.(Manurung, 2008).
3. Menganalisi interdependensi instumen GPD, ASET, INLASI , EXC,
BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap GDP
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel ASET ( t- statistik =
0.363691 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan
hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa
kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP)
hanya sebesar 17,9% sedangkan sisanya 82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya.
Dari hasil penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa
kondisi perekonomian Indonesia dapat diukur dengan menggunakan pendapatan
nasional dan Produk Domestik Bruto (GDP). Pendapatan nasional dan GDP yang
tinggi menandakan kondisi perekonomian suatu negara sedang dalam keadaan
yang baik. Pemerintah mempunyai berbagai kebijakan untuk menjaga atau
180
memperbaiki kualitas perekonomian Indonesia. Aset syariah dan bagi hasil
merupakan instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah di
Indonesia.
Kebijakan Fiskal merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang
ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka
melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran
Negara.Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan
pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi variabel-variabel berikut: Permintaan agregat dan tingkat aktivitas
ekonomi, Pola persebaran sumber daya dan Distribusi pendapatan
Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil
pengeluaran komsumsi pemerintah, jumlah transfer pemerntah, dan jumlah pajak
yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan
nasional dan tingkat kesempatan kerja.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter
Kebijakan moneter berupaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
181
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas
4. Menganalisi interdependensi instumen EXC, ASET, INLASI ,GDP,
EXC, BAGI HASIL DAN JUB berkontribusi terhadap EXC
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata tidak
ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua variabel yang
mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98 . Berdasarkan hasil
pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan
variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar
5,2% sedangkan 94,8% sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya
Secara alami nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran
permintaan pada mata uang . Jika permintaan meningkat sementara penawaran
tetap nilai tukar uang akan naik. Nilai tukar Rupiah yang berubah ubah dan tidak
stabil sangat mempengaruhi keadaan ekonomi makro Indonesia. Secara garis
besar terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi ekonomi makro
Indonesia yaitu: variabel pertama berhubungan dengan nilai tukar rupiah adalah
keseimbanagn permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negri
maupun mata uang asing. Merosotnya nilai mata uang Ruapiah merefleksikan
menurunnya permintaaan masyarakat terhadap rupiah karena menurunnya peran
perekonomian nasional atau karena meningkatnya nilai mata uang asing sebagai
alat pembayaran internasional sehingga biaya impor mengalami kenaikan.
Model Mundell-Fleming menguraikan bagaimana keseimbangan pasar
uang dan pasar barang dalam perekonomian yang terbuka, dan menganut suatu
182
rezim nilai tukar 63Kenaikan nilai tukar merupakan depresiasi nilai mata uang
domestik. Arus modal diasumsikan merespon perbedaan suku Bunga antara mata
uang domestic dan mata uang asing.
Penelitian ini juga tidak mendukung dengan yang dijelaskan oleh Sutarjo
2002, terdapat perbedaan hubungan variabel nilai tukar , tingkat bunga dan kredit
terhadap inflasi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa nilai tukar berhubungan
negatif dan signifikan, sementara tingkat bunga domestik berhubungan positif dan
signifikan terhadap inflasi.
Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan, dengan
menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk
pembangunan ekonomi serta sumber-sumber pertumbuhan suatu negara. Dengan
menggunakan fungsi produksi Neo-Klasik, dimana spesifikasi model
mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input,
dan elastisitas positif dari substitusi antar input. Dijelaskan bahwa jumlah
tabungan yang tinggi belum tentu baik jika tidak diiringi oleh tingkat konsumsi
yang tinggi. Kondisi yang dipilih seharusnya adalah kondisi mapan dengan tngkat
konsumsi tinggi, disebut tingkat modal kaidah emas (Golden Rule Level of
Capital). Kajian ini mengasumsikan bahwa jumlah populasi dan angkatan kerja
konstan.Selanjutnya kajiannya diperluas lagi mencakup pertumbuhan populasi
dan kemajuan teknologi. Sehingga akhirnya disimpulkan bahwa kemauan
teknologi bisa mengarahkan kepada pertumbuhan yang berkelanjutan dalam
output per pekerja, sebaliknya tingkat tabungan yang tinggi mengarah ke
pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan dicapai. Jika perekonomian
sudah berada dalam kondisi mapan tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya
bergantung pada tingkat kemajuan teknologi.(Mankiw, 2007).
Disisi lain, New Growth Theory menyatakan bahwa negara tidak selalu
mengalami steady-state dalam jangka panjang. Misalnya, sebuah penelitian Lucas
(1998) yang menyatakan bahwa sumber daya manusia sebagai variabel endogen
tidak akan mengalami diminishing return pada kombinasi dari akumulasi sumber
63
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta. h 112
183
daya manusia dan barang modal. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan jangka
panjang tetap terjadi . Constans return to scale terjadi akibat eksternalitas positif
perkembangan pengetahuan yang dapat meningakatkan output dan pertumbuhan.
Pengaruh Hutang Luar Negeri, Tabungan Domestik, Ekspor, Dan Investasi
Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini
bertujuan:(1) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hutang luar negeri,
tabungan domestik, ekspor, investasi asing langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia; (2) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku
bunga, pajak, pertumbuhan ekonomi, hutang luar negeri, dan tabungan domestik
tahun sebelumnya terhadap tabungan domestik Indonesia; (3) untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi, tabungan
domestik, investasi asing langsung, dan hutang luar negeri terhadap nilai tukar
rupiah; (4) untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi asing langsung,
pajak, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi terhadap hutang luar negeri
5. Menganalisi interdependensi instumen ASET, INLASI ,GDP, EXC,
Bagi Hasil DAN JUB berkontribusi terhadap Bagi Hasil Perbankan
syariah di Indonesia
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata
ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu BAGI
HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien
1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan
variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh
faktor lainnya
Bagi hasil merupakan salah satu kekhasan sistem perbankan syariah. Bagi
hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di
dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut disepakati adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau
lebih. Salah satu aspek sistem bagi hasil adalah aspek yang berkaitan dengan
184
resiko melalui pembagian manajemen dan hutang dalam bentuk menanamkan
uangnya ke perbankan, sementara pihak bank tidak membagikan tenaganya
kepada pemilik modal. Jadi jika dalam usaha bersama mengalami resiko, maka
dalam konsep bagi hasil kedua belah pihak akan sama – sama menanggung resiko.
Disatu pihak pemilik modal menanggung kerugian modalnya, dipihak lain
pelaksana proyek akan mengalami kerugian atas tenaga yang telah
dikeluarkannya. Dengan kata lain masing masing pihak melakukan kerjasama
dalam sistem bagi hasil akan berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan. Hal
ini menunjukan keadilan dalam distyribusi pendapatan.
Beberapa faktor yang secara signifikan menjadi pendorong peningkatan kinerja
industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun
penyaluran pembiayaan.
a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan
kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank
syariah.
b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin
meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.
c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan
syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan
konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses teknologi
informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile
banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini,
secara khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang
menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan
jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi
anak usahanya.
Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No. 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat
185
Berharga Syariah Negara (sukuk).
Tantangan pengembangan perbankan syariah Di tengah perkembangan
industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya
beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat
meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya secara
berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan perbankan syariah di
Indonesia antara lain sebagai berikut Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI),
baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ekspansi perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh
penyediaan SDI secara memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan
menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya
lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi
keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di
bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk
mempertahankan kualitas lulusannya.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan suatu terobosan, yang
mungkin dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi
yang dapat mengahasilkan SDI dalam jumlah yang besar Dengan kata lain hal
tersebut merupakan dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian
Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah.
Industri perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian
untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan
‘linkandmatch’dengan dunia pendidikan.
Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif
dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan
sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan
produk-produk standar untuk menarik nasabah. Pengembangan produk dan
layanan perbankan syariah tidak boleh hanya sekedar ‘mengimitasi perbankan
konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk menciptakan produk dan
layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariahdan kebutuhan
nyata dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk
186
dan layanan perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera
dapat ditiru oleh bank-bank lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk
berinovasi.
6. Menganalisi interdependensi instumen JUB, ASET, INLASI ,GDP,
EXC, DAN BAGI HASIL berkontribusi terhadap JUB
Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik = 6.42055) )
dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil
pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan
variabel- variabel eksogen dalam menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar
8.28% sedangkan sisanya 91.72% dijelaskan oleh faktor lainnya.
Ketika uang dimaknai dalam kerangka flw concept, maka sebenarnya
sebuah mata uang hanya akan berfungsi sebagai uang apabila ia beredar atau
mengalir dalam masyarakat. Dalam pandangan teori flwconcept tingkat
pendapatan masyarakat tidak sematamata ditunjukkan oleh jumlah uang yang
dipegang,tetapi benar-benar produktif. Kriteria uang produktifdapat ditunjukkan
oleh keterkaitannya dengan sektor riil berupa perdagangan (trade) atas barang-
barang komoditas dan tingkat harga barang-barang itu sendiri (Aadiwarman
A.Karim, 2007). Uang dalam pengertian flw concept dipisahkan dengan
pengertian capital. Hal ini bertolak belakang dengan pengertian uang dalam stock
concept. Dalam pengertian yang kedua, uang diartikan secara bolak-balik
(interchengeability), antara uang sebagai uang dan uang sebagai capital (Fuad
Mohd. Fachruddin, 1961).Kesesuaian pemikiran al-Gazali dengan konsep
pertama, yakni flw concept berimplikasi terhadap penjelasan mengenai fungsi dan
motif permintaan uang. Motif transaksi dalam permintaan uang merupakan
permintaan yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi
biasa/wajar. Motif ini timbul dalam kaitannya dengan fungsi uang sebagai
medium of exchange. Sedangkan motif berjaga-jaga (precautionary motive)
merupakan permintaan uang yang timbul untuk memenuhi kebutuhan akan
187
kemungkinan yang muncul tidak terduga. Motif spekulatif (speculative motive)
adalah motif permintaan terhadap uang yang sifatnya untuk mendapatkan
keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock market, fiancial
market dan foreign exchange.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pembahasan yang telah dilakukan da;lam penelitian ini
maka terdapat beberapa kesimpula yang diperoleh yaitu:
1. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubunganj
angka panjang pada variabel tertentu ternya ASET diidentifikasi ternyata
tidak ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua
variabel yang mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98
. Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam
menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 7,81% sedangkan 92,19 %
sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.
2. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka
panjang pada variabel tertentu ternya INF diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel yaitu GDP ( t-
statistik = 2.00014 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien
0.02933 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square)
dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam
menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 2,4% sedangkan sisanya
97,6% dijelaskan oleh faktor lainnya.
3. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka
panjang pada variabel tertentu ternya GDP diidentifikasi ternyata ada
hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel ASET ( t- statistik =
0.363691 ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828
Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam
menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 17,9% sedangkan sisanya
82,17% dijelaskan oleh faktor lainnya
4. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya EXC diidentifikasi ternyata
tidak ada hubungan dalam jangka pendek yang signifikan dari semua
variabel yang mempengaruhi aset karena tidak ada nilai t-statistik > + 1.98
. Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam
menjelaskan variabel D (EXC) hanya sebesar 5,2% sedangkan 94,8%
sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya
5. Estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan jangka
panjang pada variabel tertentu yaitu BAGI HASIL diidentifikasi ternyata
ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel itu sendiri yaitu
BAGI HASIL ( t- statistik = 3.89760) dengan t statisti > + 1.98 . yang
mempunyai koefisien 1.032828 Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit
(adjusted R-Square) dapat diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel
eksogen dalam menjelaskan variabel D (ASET) hanya sebesar 4,3%
sedangkan sisanya 95,7% dijelaskan oleh faktor lainnya
6. Dari hasil estimasi model VECM, meski diidentifikasi adanya hubungan
jangka panjang pada variabel tertentu ternya JUB diidentifikasi ternyata
ada hubungan dalam jangka pendek hanya pada variabel GDP ( t- statistik
= 6.42055) ) dengan t statisti > + 1.98 . yang mempunyai koefisien 1.032828
Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit (adjusted R-Square) dapat
diketahui bahwa kemampuan variabel- variabel eksogen dalam
menjelaskan variabel D (GDP) hanya sebesar 8.28% sedangkan sisanya
91.72% dijelaskan oleh faktor lainnya.
.
B. SARAN
Berikut ini beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan yaitu
1. Intrumen BAGI HASIL dan GDP berdasarkan analisis estimasi VECM
Mempunyai pengaruh yang signifikan dengan koefisien terhadap ASET,
maka hal ini perlu menjadi perhatian serius karena guncangan akibat
instrumen BAGI HASIL sebagai instrumen kebijakan moneter
konvensional dan GDP akan mempengaruhi seluruh variabel.
2. Instrumen BAGI HASIL berdasarkan analisis Impulse response function
ternyata merupakan variabel terbanyak, maka hal ini perlu menjadi
perhatian serius karena guncangan akibat instrumen BAGI HASIL
sebagai instrumen kebijakan moneter konvensional akan akan direspon
oleh seluruh variabel.
3. Instrumen GDP merupakan instrumen yang paling dominan berperan
dalam perkembangan ASET perbankan syariah, oleh karena itu diperlukan
kebijakan pemerintah pemerintah baik kebijakan fiskal dan moneter dalam
meningkatkan sektor rill asehingga ASET perbankan syariah meningkat
dan akan meningkatkan pembiayaan di perbankan syariah.
4. Bagiperbankansyariahhendakya secara signifikan menjadi pendorong
peningkatan kinerja industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan
penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaanmelalui.
a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan
kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening di bank
syariah.
b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai produk dan layanan perbankan syariah semakin
meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.
c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan
syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan
konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses teknologi
informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile
banking maupun internet banking. Untuk mendukung hal ini,
secara khusus Bank Indonesia mendorong bank konvensional yang
menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan
jaringan teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi
anak usahanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Dinamika islam Kultural. Banding. Mizan 2010
Adisti, D.M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)
Terhadap Inflasi di Indonesia.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha
Putra Semarang 1989
Antonio, M. Syafii. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Edisi Pertama.
Jakarta : Gema Insani Press.
Ascarya. 2009a. Lesson Learned from Repeated Financial Crises: an Islamic
Economic Perspective.Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank
Indonesia, Vol. 12, No.1, July 2009. Jakarta : Bank Indonesia.
. 2009b. Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error
CorrelationModelmenggunakan EVIEWS 4.1. Jakarta : Center of
Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia.
Ahuja, H.L.,2002. Macroeconomic Theory and Policy, ninth edition, S Chad &
Company Ltd, Ram Nagar, New Delhi.
Alfirman, Luki., dan Edy Sutriono. 2006. Analisis Hubungan Pengeluaran
Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan
Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal
Keuangan Publik Vol 4 No 1, April 2006, hal. 25-66.
Arestis Phillip & Malcolm Sawyer, 2005. Aggregate demand, conflict and
capacity in the inflationary process, Cambridge Journal of Economics,
Oxford University Press, vol. 29(6), pages 959-974, Novembe
Arestis, Philip. Michelle Baddeley., and Malcolm Sawyer .2007. The Relationship
between Capital Stock, Unemployment and Wages in nine EMU
Countries.Buletin of Economic Research, 59, pp. 125-148.
Ariefianto, Moch Doddy. 2012. Ekonometrika Esensi Dan Aplikasi Dengan
Menggunakan Eviews. Penerbit Erlangga.
Arifin Syamsul. 1998. Efektifitas Suku Bunga dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di
masa Krisis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember ,
Jakarta.
Autor. David H.David Dorn and Gordon H. Hanso, 2008.The China Syndrome:
Local Labor Market Effects of Import Competition in The United State.
American. Economic Review. Forthcoming.
Bafadal, Azhar. 2005. Dampak Defisit dan Utang Pemerintah Terhadap Stabilitas
Makroekonomi.Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Banjarnahor, Nova Riana.2008. Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran
Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi
Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan
Bank Indonesia Vol 11 No.1.Juli 2008
Bank Indonesia, 2011, Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, Diakses dari
www.bi.go.id, 10 Desember 2013.
Bapepam., dan L.K. (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta Hubungan
Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan
Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan
Republik Indonesia.
Batiz-Rivera,F.L., and L.A. Rivera-Batiz. 1994. International Finance and Open
Economy Macroeconomics. 2nded. New York: Macmillan Publishing
Company.
Bean, Charles. 1989. Capital Shortage and Persistent Unemployment.Economic
Policy. 7. pp. 12– 53.
Blanchard, Olivier.2003. Monetary Policy and Unemployment.Remarks at the
Conference Monetary Policy and the Labor Market. A conference in
honor of James Tobin”. held at the New School in New York,
November 2002 [http://econ-www.mit.edu/files/731].
Boediono. 1993. Seri Sinopsis.PengantarIlmuEkonomiMakro.
BPFE.Jogyakarta.Hal 96.
Boyes, William, J. 1991. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd
Edition. South Western Publishing Company. Ohio.
Branson WH. 1989.Macroeconomic Theory and Policy. Third Edition. Harper &
RowPublisher. Inc.
Carlin, Wendy., and David Soskice.2006.Macroeconomics. Imperfections,
Institutions & Policies. Oxford. Oxford University Press.
Chapra, Umar Development Economics Lesson that remain to learned Journal Of
Islamic Studies Vol 42
Darsono. 2005. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor
Pertanian dengan Pendekatan pada Agroindustri di Indonesia.
Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Debelle, G. and D.Laxton. 1997. Is The Phillips Curve Really a Curve ?Some
evidence for Canada. the United Kingdom and United States. Staff
Pappers. International Monetary Fund 44: 249-282.
Didik.J, dan Suwiditono. 2000. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank
Sentral. Pt Mardi Mulyo. Hal 9.
Ditria Yoda.Jeni Vivian, Indra Widjaya, 2008.Pengaruh Tingkat Suku Bunga,
Nilai Tukar Rupiah dan Jmlah Ekspor Terhadap Tingkat Kredit
Perbankan. 2008. Journal of Applied Finance and Accounting Vol. 1
No.1 November 2008:166-19.
Dornbusch R, Stanley.F, Richard. S, 2008, Makroekonomi, PT.Media Global
Edukasi, Jakarta.
ECB . 2004. The monetary policy of the ECB. ECB: Frankfurt.
Enders, Walter. 1996. RATS Handbook for Econometric Time Series. New York:
John Willey and Sons.
Enders, Walter. 2004. Applied Econometrik Time Series. 2nd Edition. New York,
Jhon Willey and Sons, Inc.
Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection:
Representation, Estimation, and Testing. Econometrica 55. 251-76.
Fajar Muhammad, 2010, Studi Empiris Efek Fiher di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembnagunan.
FR Haryanto. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap
Perekonomian Indonesia: Suatu Jalur Mekanisme Transmisi Moneter.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Gambetti, Luca dan Barbara Pistoresi. 2004. Policy Matters. The Long Run
Effects of Aggregate Demand and Mark-up Shocks on the Italian
Unemployment Rate, Empirical Economics 29: 209 -226.
Gordon, David. B.,& Eric M. Leeper. 1994. The Dynamic Impact of Monetary
Poicy: An Excercises in Tentative Identification. Journal of Political
Economy Vol 102 No 6. hal 1228-1247.
Greene,William, H. 2000.Econometric Analysis. 4th. New Jersey: Prentice Hall.
Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill: Singapore.
Gulo Angandrowa. 2008.Analisis Pengaruh Aspek Moneter dan Fiskal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Hakim, Lukman. 2003. Kebijakan Moneter Ekspansif dan Volatilitas Harga-Harga
Aset 1990-2001. Media Ekonomi Universitas Trisakti Vol.9 No. 3
2003.
Hartadi, A.S., dan Perry ,W. 1997.Mencari Paradigma Baru Manajemen
Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel; Suatu Pemikiran untuk
Penerapannya di [email protected].
Hein, Eckhard. 2004. Die NAIRU - Eine Post-Keynesianische
Interpretation.Intervention, 1, pp. 43-66.
Hein, Eckhard. 2006. Wage Bargaining and Monetary Policy in a Kaleckian
Monetary Distribution and Growth Model: Trying to Make Sense of the
NAIRU. Intervention, 3, pp. 305-329.
Houben, Aerdt, C.F.J. 1997.Exchange Rate Policy and Monetary Strategy Option
in The Philippines The Search for Stability and Sustainability.IMF
Paper on Policy Analysis and Assessment. PPAA/97/4, Wasington,DC.
Isard,P. Dan D.Laxton. 1998. Monetary Policy with NAIRU Uncertainty and
Endogeneous Credibility; Persfectives on Policy Rules and the Gain
from Experimentationand Transparency. Forthcoming in Reserve Bank
of New Zealand Confrence Volume on Monetary Policy Under
Uncertainty.
Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap Sektor
UMKM di Sumatera Utara
Julaihah, Ummi., dan Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter
terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1-2003.2.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Vol 7 No 2.
September 2004.
Khursid Ahmad”pengantar”dalam M.Umer Chapra, The Future Of Economics An
Islamic Perspective,Terj Ihkwan Abidin Basri (jakarta: Gema Insani
Press 2001)
Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2013
Lavoie, Marc. 2006. A Post-Keynesian Amendment to the New Consensus on
Monetary Policy.Metroeconomica. 57. pp. 165-192.
Laxton, D., D. Rose, Tambakis. 1999. The U.S. Phillips Curve: The Case of
Asymetri. Forthcoming. Journal of Economic Dynamics and Control.
Laxton, D.,G.Meredith , and D.Rose 1995. A sitmetric Effect of Economic
Activity on Inflation: Evidence and Policy Implication.Staff Papers.
International Monetary Fund 42(2): 344-374.
Layard, Richard, Stephen .Nickell ,and Richard, Jackman. 1991. Unemployment.
Macroeconomic Performance and the Labour Market. Oxford: Oxford
University Press.
Lestari., Etty Puji. 2008. Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Permintaan Uang M2 di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol
9 No 2. Desember 2008. hal 121-136.
Lo, Ming., and Piger, Jeremy. 2005. Is the Response of Output to Monetary
Policy Asymmetric? Evidence from a Regime-Switching Coefficients
Model.Journal of Money, Credit, and Banking. 37. pp. 865-886.
LP3FE UNPAD dan Giat, 2004. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja di
Indonesia Berenang. Melawan Arus?, Universitas Padjajaran Bandung
dan Proyek Growth Through Investment, Agriculture and Trade
(GIAT).
Makridakis, Wheelwright, Ir, MSC, 1991. Ekonomi Terapan, Terjemahan Aroef.
Matthias, MSIE, Dr, Prof. Tarsito. Bandung.
Mahendra A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Mankiw, N. Gregory. 2000. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Manurung Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan
Kebijakan Moneter. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Manurung, J. 2009. Materi Kuliah Ekonomi Moneter Lanjutan. Program Doktor
Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.
Masdjojo. GN. 2010. Kajian Pendekatan Keynesian Dan Monetaris Terhadap
Dinamika Cadangan Devisa Melalui Penelusuran Neraca Pembayaran
Internasional Studi Empiris Di Indonesia Periode 1983-2008. Disertasi.
Prodi Ilmu Ekonomi. Univesitas Dipenogoro. Semarang
Maski Ghozali. 2007. Transmisi Kebijaka Moneter Kajian Teoritis dan Empiris.
BPFE UNIBRAW, Malang.
Mishkin, Frederic. 1996. The channels of monetary policy transmission: lessons
for monetary policy.NBER Working Paper No. 5464.
Mohamed Aslam Mohamed Haneef. Islam The islamic Worldview and Islamic
Economics IIUM Journal of Economics &Management. No 5
Natsir, M. 2008. Studi Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di
Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar serta Jalur
Ekspektasi Inflasi Periode 1990:1-2007:1. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Airlangga
Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya
Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia dalam
rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka 2014)
Noel Gaston dan Gulasekaran Rajaguru. 2009. Globalisation and Development
Centre and School ofBusiness, Bond University, Gold Coast.
Queensland 4229, Australia. Correspondence: [email protected]
Nasution, Mustafa Edwin dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Edisi
Pertama cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2007 h 16-
17.
NasutiomHarun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya cet V. (Jakarta: UI Press
2005)
Nopirin, 2000.Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.
Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya
Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia
dalam rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka
2014
Nazory Muhammad Nuansa Konvensional Dalam Perbankan syariah, Nalar Fiqh
Jurnal Kajian Islam Kemasyarakatan 2004
Peersman, Gert., and Frank, Smets. 2001. Are the Effects of Monetary Policy in
the Euro area Greater in Recessions than in Booms? ECB Working
Paper No. 52.
Pindick, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic
Forecasts. 3rd.ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition.
Pohan, Aulia. 2008.Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Poole, W. 1970. Optimal Choice of Monetary Policy Instruments in a simple
Stocastic Macro Model, Quarterly Journal of Economics. Vol 84. Page
197-216. Mei.
Porto Guido G. 2005. Agricultural Exports, Wages and Unemployment.
Development Research Group. The World Bank.Site
resources.worldbank.org.
Rifki Ismail, The Indonesian Islamic Bangking Theory and Practices. Depok
Gramathama 2011
Romer, Christina., and David, Romer., 1994. What Ends Recessions? NBER
Macroeconomics Annual 1994. Cambridge (MA): MIT-Press, pp. 13-
59.
Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies
Inc. New York.
Rowthorn, Robert. 1995. Capital Formation and Unemployment. Oxford Review
of Economic Policy. 11. pp. 26-39.
Rowthorn, Robert. 1999. Unemployment, Wage Bargaining and Capital–Labour
Substitution.Cambridge Journal of Economics. 23. pp. 413-426.
Rudebusch, G. 1998. Do Measures of Monetary Policy in a VAR Make Sense?
International Economic Review 39, pp. 907 – 931
Rutaihwa Johansein Ladislaus dan Wumi K. Olayiwola. 2010. Trade
Liberalization and Employment Performance of Textile and Clothing
Industry in Tanzania. www.ccsenet.org/ibr International Business
Research Vol. 3, No. 3; July 2010.
Sadorno ,S. 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D. 1997.Makro Ekonomi Edisi
Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Saskara Ida Ayu dan Kaluge David . Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengangguran Perempuan . Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 2 Oktober 2009, 111-12.
Satria Doni dan Juhro Solikin M, 2011, Perilaku Risiko Dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan Vol 3, No3, Januari 2011. Jakarta.
Shi Ni Jen. Interest rate, Unemployment rate,and House Market in USA. 2011.
International Conference on Social Science and Humanity. IPEDR vol.5
(2011). IACSIT Press, Singapore.
Sihono Teguh, 2010. Statement Kebijaksanaan Moneter. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010.
Simorangkir. 2007. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia;
Suatu Kajian dengan Pendekatan Gamezomi Moneter dan Perbankan.
Bank Indonesia, Januari 2007, hal 6-30.
Sims, Christoper A. 1982. Macroeconomy and Reality Econometrica. January,
Vol 48, No1
Soekarni Mulyana dan Imam Sugema. 2009. Persistensi Pengangguran Di
Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Data
Mikro. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan Bank Indonesia. Vol
12 Nomer 02 Oktober 2009. Jakarta.
Soenhadji, Imam Murtono. 2003. Jumlah Uang Beredar dan faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No 2 Jilid 8. tahun
2003. hal 56-65.
Staiger, Douglas., James H. Stock, and Mark W. Watson. 1997. The NAIRU,
Unemployment and Monetary Policy. The Journal of Economic
Perspectives, Vol. 11, No. 1 (Winter, 1997), pp. 33-49.
Stockhammer, Engelbert., and Simon, Sturn. 2008. The Impact of Monetary
Policy on Unemployment Hysteresis. Working Paper Number15/2008.
Macroeconomic Policy Institute Germany.
Stockhammer., Engelbert. 2008. Is the NAIRU theory a Monetarist, New
Keynesian, Post Keynesian or a Marxist Theory? Metroeconomica 59.p.
479-510.
Sugiono, FX. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter Operasi Pasar Terbuka.Seri
Kebanksentralan No 10. PPSK Bank Indonesia. Jakarta.
Sukirno Sadono, 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System Malaysia:
Pelanduk,2001
Sunarjo Jatno dan Isnina Wahyuning . 2002. Pengaruh Faktor Moneter Terhadap
Laju Inflasi di Indonesia (Penerapan Uji Classical dengan Single
Equation Model). Fakultas Ekonomi. Universitas Terbuka. Jakarta .
Sutardjo, Agus. 2005. Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu
Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. Universitas
Padjadjaran Bandung.
Sutawijawa, Adrian., dan Zulfahmi. 2010. Pengaruh Ekspor dan Investasi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-2006. Jurnal
Organisasi dan Manajemen Vol 6 No 1. Maret 2010. hal. 14-27.
Sutikno. 2007. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro
Ekonomi Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis). FE Universitas
Muhammadiyah Malang.
Syahza, Almasdi. 2003. Perkembangan Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di
Riau. Jurnal Sosio Humaniora LP Unpad Bandung. Vol 5 No 2. Juli
2003.
Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System (Malaysia:
Pelanduk,2001)
Tanjung Hendri, Metode Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta, Gramata Publishing
2013
Taylor, J.B. 1999. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER
Working Paper No 6768.
Taylor. 1993. Discretion Versus Policy Rules in Practice. Carnegie-Rochester
Conference Series on Public Policy.
Thomas, loyd. B. 1997. Money, Banking and Financial Market. International
Edition. Mc Graw-Hill. New-York. USA.
Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. England: Addison-
Wesley.
Trihadmini Nuning. 2008. Pemilihan Inflation Targetting Frame Work, Respon
Variabel Makro Terhadap Inflasi, Serta Determinan Inflasi Di
Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol 13 No1. Jakarta.
Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol 9 No.2 Desember 2008. Jakarta.
Verbeeck, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics.John Wiley and Sons Ltd.
England.
Wa Santi. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran Di Desa
Ondoke Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna. Diakses pada
http://jurnalekonomipend.blogspot.com.
Ward, B. D., and H. Siregar. 2000. The Role of Aggregate Demand Shocks in
Explaining Indonesian Macro-Economic Fluctuations. Commerce
Division Discussion Paper No. 86. Lincoln University. Canterbury.
Wardhana Dharendra dan Dhanie Nugroho. 2006. Pengangguran Struktural Di
Indonesia; Keterangan Dari Analisis Dalam Kerangka Hysteresis.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 21, No 4. 2006. 361-375.
Warjiyo,Ferry., dan Solikin. 2003.Bank Indonesia: Bank Sentral Republik
Indonesia Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia, Jakarta.
Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Monetary Policy transmission in
Indonesia: An Overview. Perry Warjiyo and Juda Agung (eds):
Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Strategic
Research and Monetary Policy. Directorate of Economic Research and
Monetary Policy. Bank Indonesia.
Wijoyo.S, dan Reza.A. 1998. Underlying Inflation Sebagai Indikator yang
Relevan dengan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Buletin Moneter
dan Perbankan Vol.1 No 1.
The World Bank, 2010. Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia
Melihat ke Masa Depan, Investing in Indonesia Instituion.
Zulkifli Ikhwan. 2004. Analisis Pengaruh Operasi Pasar Terbuka Dalam Rangka
Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Tesis. Prodi Ekonomi
Pembangunan. Sekolah Pasca Sarja. USU-Medan.
Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth
2002)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Dinamika islam Kultural. Banding. Mizan 2010
Adisti, D.M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)
Terhadap Inflasi di Indonesia.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AL-quran dan terjemahnya, departemen agama RI Indonesia Jakarta CV Toha
Putra Semarang 1989
Antonio, M. Syafii. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Edisi Pertama.
Jakarta : Gema Insani Press.
Ascarya. 2009a. Lesson Learned from Repeated Financial Crises: an Islamic
Economic Perspective.Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank
Indonesia, Vol. 12, No.1, July 2009. Jakarta : Bank Indonesia.
. 2009b. Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error
CorrelationModelmenggunakan EVIEWS 4.1. Jakarta : Center of
Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia.
Ahuja, H.L.,2002. Macroeconomic Theory and Policy, ninth edition, S Chad &
Company Ltd, Ram Nagar, New Delhi.
Alfirman, Luki., dan Edy Sutriono. 2006. Analisis Hubungan Pengeluaran
Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan
Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal
Keuangan Publik Vol 4 No 1, April 2006, hal. 25-66.
Arestis Phillip & Malcolm Sawyer, 2005. Aggregate demand, conflict and
capacity in the inflationary process, Cambridge Journal of Economics,
Oxford University Press, vol. 29(6), pages 959-974, Novembe
Arestis, Philip. Michelle Baddeley., and Malcolm Sawyer .2007. The Relationship
between Capital Stock, Unemployment and Wages in nine EMU
Countries.Buletin of Economic Research, 59, pp. 125-148.
Ariefianto, Moch Doddy. 2012. Ekonometrika Esensi Dan Aplikasi Dengan
Menggunakan Eviews. Penerbit Erlangga.
Arifin Syamsul. 1998. Efektifitas Suku Bunga dalam Rangka Stabilisasi Rupiah di
masa Krisis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember ,
Jakarta.
Autor. David H.David Dorn and Gordon H. Hanso, 2008.The China Syndrome:
Local Labor Market Effects of Import Competition in The United State.
American. Economic Review. Forthcoming.
Bafadal, Azhar. 2005. Dampak Defisit dan Utang Pemerintah Terhadap Stabilitas
Makroekonomi.Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Banjarnahor, Nova Riana.2008. Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran
Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi
Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan
Bank Indonesia Vol 11 No.1.Juli 2008
Bank Indonesia, 2011, Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, Diakses dari
www.bi.go.id, 10 Desember 2013.
Bapepam., dan L.K. (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta Hubungan
Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan
Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan
Republik Indonesia.
Batiz-Rivera,F.L., and L.A. Rivera-Batiz. 1994. International Finance and Open
Economy Macroeconomics. 2nded. New York: Macmillan Publishing
Company.
Bean, Charles. 1989. Capital Shortage and Persistent Unemployment.Economic
Policy. 7. pp. 12– 53.
Blanchard, Olivier.2003. Monetary Policy and Unemployment.Remarks at the
Conference Monetary Policy and the Labor Market. A conference in
honor of James Tobin”. held at the New School in New York,
November 2002 [http://econ-www.mit.edu/files/731].
Boediono. 1993. Seri Sinopsis.
PengantarIlmuEkonomiMakro.BPFE.Jogyakarta.Hal 96.
Boyes, William, J. 1991. Macroeconomics: Intemediate Theory and Policy. 3rd
Edition. South Western Publishing Company. Ohio.
Branson WH. 1989.Macroeconomic Theory and Policy. Third Edition. Harper &
RowPublisher. Inc.
Carlin, Wendy., and David Soskice.2006.Macroeconomics. Imperfections,
Institutions & Policies. Oxford. Oxford University Press.
Chapra, Umar Development Economics Lesson that remain to learned Journal Of
Islamic Studies Vol 42
Darsono. 2005. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor
Pertanian dengan Pendekatan pada Agroindustri di Indonesia.
Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Debelle, G. and D.Laxton. 1997. Is The Phillips Curve Really a Curve ?Some
evidence for Canada. the United Kingdom and United States. Staff
Pappers. International Monetary Fund 44: 249-282.
Didik.J, dan Suwiditono. 2000. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank
Sentral. Pt Mardi Mulyo. Hal 9.
Ditria Yoda.Jeni Vivian, Indra Widjaya, 2008.Pengaruh Tingkat Suku Bunga,
Nilai Tukar Rupiah dan Jmlah Ekspor Terhadap Tingkat Kredit
Perbankan. 2008. Journal of Applied Finance and Accounting Vol. 1
No.1 November 2008:166-19.
Dornbusch R, Stanley.F, Richard. S, 2008, Makroekonomi, PT.Media Global
Edukasi, Jakarta.
ECB . 2004. The monetary policy of the ECB. ECB: Frankfurt.
Enders, Walter. 1996. RATS Handbook for Econometric Time Series. New York:
John Willey and Sons.
Enders, Walter. 2004. Applied Econometrik Time Series. 2nd Edition. New York,
Jhon Willey and Sons, Inc.
Engle, R.F., and Granger, C.W.J. 1987. Co-Integration and Error Corection:
Representation, Estimation, and Testing. Econometrica 55. 251-76.
Fajar Muhammad, 2010, Studi Empiris Efek Fiher di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembnagunan.
FR Haryanto. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap
Perekonomian Indonesia: Suatu Jalur Mekanisme Transmisi Moneter.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Gambetti, Luca dan Barbara Pistoresi. 2004. Policy Matters. The Long Run
Effects of Aggregate Demand and Mark-up Shocks on the Italian
Unemployment Rate, Empirical Economics 29: 209 -226.
Gordon, David. B.,& Eric M. Leeper. 1994. The Dynamic Impact of Monetary
Poicy: An Excercises in Tentative Identification. Journal of Political
Economy Vol 102 No 6. hal 1228-1247.
Greene,William, H. 2000.Econometric Analysis. 4th. New Jersey: Prentice Hall.
Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill: Singapore.
Gulo Angandrowa. 2008.Analisis Pengaruh Aspek Moneter dan Fiskal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Hakim, Lukman. 2003. Kebijakan Moneter Ekspansif dan Volatilitas Harga-Harga
Aset 1990-2001. Media Ekonomi Universitas Trisakti Vol.9 No. 3
2003.
Hartadi, A.S., dan Perry ,W. 1997.Mencari Paradigma Baru Manajemen
Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel; Suatu Pemikiran untuk
Penerapannya di [email protected].
Hein, Eckhard. 2004. Die NAIRU - Eine Post-Keynesianische
Interpretation.Intervention, 1, pp. 43-66.
Hein, Eckhard. 2006. Wage Bargaining and Monetary Policy in a Kaleckian
Monetary Distribution and Growth Model: Trying to Make Sense of the
NAIRU. Intervention, 3, pp. 305-329.
Houben, Aerdt, C.F.J. 1997.Exchange Rate Policy and Monetary Strategy Option
in The Philippines The Search for Stability and Sustainability.IMF
Paper on Policy Analysis and Assessment. PPAA/97/4, Wasington,DC.
Isard,P. Dan D.Laxton. 1998. Monetary Policy with NAIRU Uncertainty and
Endogeneous Credibility; Persfectives on Policy Rules and the Gain
from Experimentationand Transparency. Forthcoming in Reserve Bank
of New Zealand Confrence Volume on Monetary Policy Under
Uncertainty.
Isnaini 2016 Analisa Dampak Penerpan Perbankan Syariah Terhadap Sektor
UMKM di Sumatera Utara
Julaihah, Ummi., dan Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter
terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1-2003.2.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Vol 7 No 2.
September 2004.
Khursid Ahmad”pengantar”dalam M.Umer Chapra, The Future Of Economics An
Islamic Perspective,Terj Ihkwan Abidin Basri (jakarta: Gema Insani
Press 2001)
Karim, Adiwarman A. Islamic Banking. Fiqh ang Financial Analysis, ED 5 Cet 9.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2013
Lavoie, Marc. 2006. A Post-Keynesian Amendment to the New Consensus on
Monetary Policy.Metroeconomica. 57. pp. 165-192.
Laxton, D., D. Rose, Tambakis. 1999. The U.S. Phillips Curve: The Case of
Asymetri. Forthcoming. Journal of Economic Dynamics and Control.
Laxton, D.,G.Meredith , and D.Rose 1995. A sitmetric Effect of Economic
Activity on Inflation: Evidence and Policy Implication.Staff Papers.
International Monetary Fund 42(2): 344-374.
Layard, Richard, Stephen .Nickell ,and Richard, Jackman. 1991. Unemployment.
Macroeconomic Performance and the Labour Market. Oxford: Oxford
University Press.
Lestari., Etty Puji. 2008. Dampak Ketidak Stabilan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Permintaan Uang M2 di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol
9 No 2. Desember 2008. hal 121-136.
Lo, Ming., and Piger, Jeremy. 2005. Is the Response of Output to Monetary
Policy Asymmetric? Evidence from a Regime-Switching Coefficients
Model.Journal of Money, Credit, and Banking. 37. pp. 865-886.
LP3FE UNPAD dan Giat, 2004. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja di
Indonesia Berenang. Melawan Arus?, Universitas Padjajaran Bandung
dan Proyek Growth Through Investment, Agriculture and Trade
(GIAT).
Makridakis, Wheelwright, Ir, MSC, 1991. Ekonomi Terapan, Terjemahan Aroef.
Matthias, MSIE, Dr, Prof. Tarsito. Bandung.
Mahendra A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Mankiw, N. Gregory. 2000. Makro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi Edisi 6. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Manurung Johni dan Adler Haymans Manurung, 2008. Ekonomi Keuangan dan
Kebijakan Moneter. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Manurung, J. 2009. Materi Kuliah Ekonomi Moneter Lanjutan. Program Doktor
Ilmu Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.
Masdjojo. GN. 2010. Kajian Pendekatan Keynesian Dan Monetaris Terhadap
Dinamika Cadangan Devisa Melalui Penelusuran Neraca Pembayaran
Internasional Studi Empiris Di Indonesia Periode 1983-2008. Disertasi.
Prodi Ilmu Ekonomi. Univesitas Dipenogoro. Semarang
Maski Ghozali. 2007. Transmisi Kebijaka Moneter Kajian Teoritis dan Empiris.
BPFE UNIBRAW, Malang.
Mishkin, Frederic. 1996. The channels of monetary policy transmission: lessons
for monetary policy.NBER Working Paper No. 5464.
Mohamed Aslam Mohamed Haneef. Islam The islamic Worldview and Islamic
Economics IIUM Journal of Economics &Management. No 5
Natsir, M. 2008. Studi Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di
Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga dan Jalur Nilai Tukar serta Jalur
Ekspektasi Inflasi Periode 1990:1-2007:1. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Airlangga
Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya
Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia dalam
rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka 2014)
Noel Gaston dan Gulasekaran Rajaguru. 2009. Globalisation and Development
Centre and School ofBusiness, Bond University, Gold Coast.
Queensland 4229, Australia. Correspondence: [email protected]
Nasution, Mustafa Edwin dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Edisi
Pertama cetakan ke 2, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2007 h 16-
17.
NasutiomHarun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya cet V. (Jakarta: UI Press
2005)
Nopirin, 2000.Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.
Nur Ahmad Fadhil Lubis Religiositas dalam Pembangunan : Upaya
Mengintegrasikan Nilai – nilai Agama dalam membangun Manusia
dalam rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam Bandung: Cita Pustaka
2014
Nazory Muhammad Nuansa Konvensional Dalam Perbankan syariah, Nalar Fiqh
Jurnal Kajian Islam Kemasyarakatan 2004
Peersman, Gert., and Frank, Smets. 2001. Are the Effects of Monetary Policy in
the Euro area Greater in Recessions than in Booms? ECB Working
Paper No. 52.
Pindick, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic
Forecasts. 3rd.ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition.
Pohan, Aulia. 2008.Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Poole, W. 1970. Optimal Choice of Monetary Policy Instruments in a simple
Stocastic Macro Model, Quarterly Journal of Economics. Vol 84. Page
197-216. Mei.
Porto Guido G. 2005. Agricultural Exports, Wages and Unemployment.
Development Research Group. The World Bank.Site
resources.worldbank.org.
Rifki Ismail, The Indonesian Islamic Bangking Theory and Practices. Depok
Gramathama 2011
Romer, Christina., and David, Romer., 1994. What Ends Recessions? NBER
Macroeconomics Annual 1994. Cambridge (MA): MIT-Press, pp. 13-
59.
Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies
Inc. New York.
Rowthorn, Robert. 1995. Capital Formation and Unemployment. Oxford Review
of Economic Policy. 11. pp. 26-39.
Rowthorn, Robert. 1999. Unemployment, Wage Bargaining and Capital–Labour
Substitution.Cambridge Journal of Economics. 23. pp. 413-426.
Rudebusch, G. 1998. Do Measures of Monetary Policy in a VAR Make Sense?
International Economic Review 39, pp. 907 – 931
Rutaihwa Johansein Ladislaus dan Wumi K. Olayiwola. 2010. Trade
Liberalization and Employment Performance of Textile and Clothing
Industry in Tanzania. www.ccsenet.org/ibr International Business
Research Vol. 3, No. 3; July 2010.
Sadorno ,S. 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Samuelson, Paul,A., dan Nordaus William, D. 1997.Makro Ekonomi Edisi
Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Saskara Ida Ayu dan Kaluge David . Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengangguran Perempuan . Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 2 Oktober 2009, 111-12.
Satria Doni dan Juhro Solikin M, 2011, Perilaku Risiko Dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan Vol 3, No3, Januari 2011. Jakarta.
Shi Ni Jen. Interest rate, Unemployment rate,and House Market in USA. 2011.
International Conference on Social Science and Humanity. IPEDR vol.5
(2011). IACSIT Press, Singapore.
Sihono Teguh, 2010. Statement Kebijaksanaan Moneter. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010.
Simorangkir. 2007. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia;
Suatu Kajian dengan Pendekatan Gamezomi Moneter dan Perbankan.
Bank Indonesia, Januari 2007, hal 6-30.
Sims, Christoper A. 1982. Macroeconomy and Reality Econometrica. January,
Vol 48, No1
Soekarni Mulyana dan Imam Sugema. 2009. Persistensi Pengangguran Di
Indonesia dan Upaya Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Data
Mikro. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan Bank Indonesia. Vol
12 Nomer 02 Oktober 2009. Jakarta.
Soenhadji, Imam Murtono. 2003. Jumlah Uang Beredar dan faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No 2 Jilid 8. tahun
2003. hal 56-65.
Staiger, Douglas., James H. Stock, and Mark W. Watson. 1997. The NAIRU,
Unemployment and Monetary Policy. The Journal of Economic
Perspectives, Vol. 11, No. 1 (Winter, 1997), pp. 33-49.
Stockhammer, Engelbert., and Simon, Sturn. 2008. The Impact of Monetary
Policy on Unemployment Hysteresis. Working Paper Number15/2008.
Macroeconomic Policy Institute Germany.
Stockhammer., Engelbert. 2008. Is the NAIRU theory a Monetarist, New
Keynesian, Post Keynesian or a Marxist Theory? Metroeconomica 59.p.
479-510.
Sugiono, FX. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter Operasi Pasar Terbuka.Seri
Kebanksentralan No 10. PPSK Bank Indonesia. Jakarta.
Sukirno Sadono, 2004.Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System Malaysia:
Pelanduk,2001
Sunarjo Jatno dan Isnina Wahyuning . 2002. Pengaruh Faktor Moneter Terhadap
Laju Inflasi di Indonesia (Penerapan Uji Classical dengan Single
Equation Model). Fakultas Ekonomi. Universitas Terbuka. Jakarta .
Sutardjo, Agus. 2005. Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Perkembangan Ekspor Indonesia Selam Periode 1990-2004 (Suatu
Analisis Vector Error Correction Model). Disertasi. Universitas
Padjadjaran Bandung.
Sutawijawa, Adrian., dan Zulfahmi. 2010. Pengaruh Ekspor dan Investasi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-2006. Jurnal
Organisasi dan Manajemen Vol 6 No 1. Maret 2010. hal. 14-27.
Sutikno. 2007. Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro
Ekonomi Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis). FE Universitas
Muhammadiyah Malang.
Syahza, Almasdi. 2003. Perkembangan Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di
Riau. Jurnal Sosio Humaniora LP Unpad Bandung. Vol 5 No 2. Juli
2003.
Sudin Harun dan Bala Shamugam.Islamic Banking System (Malaysia:
Pelanduk,2001)
Tanjung Hendri, Metode Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta, Gramata Publishing
2013
Taylor, J.B. 1999. A Historical Analysis of Monetary Policy Rules.NBER
Working Paper No 6768.
Taylor. 1993. Discretion Versus Policy Rules in Practice. Carnegie-Rochester
Conference Series on Public Policy.
Thomas, loyd. B. 1997. Money, Banking and Financial Market. International
Edition. Mc Graw-Hill. New-York. USA.
Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. England: Addison-
Wesley.
Trihadmini Nuning. 2008. Pemilihan Inflation Targetting Frame Work, Respon
Variabel Makro Terhadap Inflasi, Serta Determinan Inflasi Di
Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol 13 No1. Jakarta.
Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol 9 No.2 Desember 2008. Jakarta.
Verbeeck, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics.John Wiley and Sons Ltd.
England.
Wa Santi. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran Di Desa
Ondoke Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna. Diakses pada
http://jurnalekonomipend.blogspot.com.
Ward, B. D., and H. Siregar. 2000. The Role of Aggregate Demand Shocks in
Explaining Indonesian Macro-Economic Fluctuations. Commerce
Division Discussion Paper No. 86. Lincoln University. Canterbury.
Wardhana Dharendra dan Dhanie Nugroho. 2006. Pengangguran Struktural Di
Indonesia; Keterangan Dari Analisis Dalam Kerangka Hysteresis.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 21, No 4. 2006. 361-375.
Warjiyo,Ferry., dan Solikin. 2003.Bank Indonesia: Bank Sentral Republik
Indonesia Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bank Indonesia, Jakarta.
Warjiyo, Perry dan Juda Agung. 2002. Monetary Policy transmission in
Indonesia: An Overview. Perry Warjiyo and Juda Agung (eds):
Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Strategic
Research and Monetary Policy. Directorate of Economic Research and
Monetary Policy. Bank Indonesia.
Wijoyo.S, dan Reza.A. 1998. Underlying Inflation Sebagai Indikator yang
Relevan dengan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Buletin Moneter
dan Perbankan Vol.1 No 1.
The World Bank, 2010. Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia
Melihat ke Masa Depan, Investing in Indonesia Instituion.
Zulkifli Ikhwan. 2004. Analisis Pengaruh Operasi Pasar Terbuka Dalam Rangka
Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Tesis. Prodi Ekonomi
Pembangunan. Sekolah Pasca Sarja. USU-Medan.
Zainul Arifin, dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (jakarta: Bank Alvabeth
2002)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Noni Rozaini M.Si
2 Jabatan Funsional Lektor
3 Pangkat/Gol Penata Tk 1/IIId
4 Jabatan Struktural Ketua Prodi Pendidikan Tata Niaga FE UNIMED
5 NIP/NIDN 197807022006042002/0002077803
6 No Sertifikasi Pendidik
7 Tempat dan Tanggal lahir Medan/ 2 Juli 1978
8 Alamat Rumah Jl Klambir V gg Kalpataru no 2 Medan
9 No Telf Rumah 8450043
10 No HP 081361758656
11 Institusi UNIMED
12 Jurusan Fakultas Ekonomi
13 Program Studi Pendidikan Tata Niaga
14 Alamat Kantor Jl Williem Iskandar Psr V Medan Estate
15 Masa Kerja 11 Tahun
16 Nomor Telf Kantor 085762177105
17 Alamat Email [email protected]
2. Identitas Keluarga
a. Suami
No Nama Tempat Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan
1 Syaifuddi Syah SE Medan 25 Desember
1978
S1 BUMN
(Bank Mandiri)
b. Anak
No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan
1 Atthiyyah Salsabila Medan 16 Mei 2007 SD IKAL
Medan
Pelajar
2 Afifa Aulia Medan 12 September 2011
TK Rabbani Pelajar
c. Orang Tua
No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan
1 Drs. Zulkarnain M. Tanjung Tiram 25 Jan 1950 S1 Pensiunan PNS
UNIMED
2 Dra Hj Rodhiah Muchtar Simpang Tiga 15 Feb 1943 S1 Pensiunan PNS
UNIMED
d. Saudara Kandung
No Nama T Tgl Lahir Pendidikan Pekerjaan
1 Alm Elvita Syafrida Sari S.Pd Medan 3 Nov 1975 S1 -
2 Dewi Purnama ST Medan 5 Des 1976 S1 Wiraswasta
3. M. Ridha Habibi M.Si Medan 10 Agt 1979 S2 Dosen FE
UNIMED
4. Alm Rabiatul Chuzaimah SH, M.Hum Medan 7 jan 1981 S2 -
3. Riwayat Pendidikan
a. Pendidikan dasar
No Tingkat Nama Sekolah Jurusan Tahun
Tamat
1 SD Tunas Kartika 2 Medan - 1990
2 SMP AL – AZHAR Medan - 1993
3 SMA Tunas Kartika 1 Medan IPA 1996
b. Pendidikan Tinggi
No Tingkat Perguruan Tinggi Jurusan Tahun Tamat
1 S1 UNRI Pekanbaru SEP 2000
2 AKTA IV UNIMED FIP 2003
3 S2 UNSYIAH Banda Aceh IESP 2005
4. S3 UINSU Medan Eksya 2017
4. Pengalaman penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir
No Judul Buku Tahun Jumlah Hal Penerbit
1 Pengantar Ekonomi
Makro
2015 257 Perdana Publishing
2 Pengantar Ekonomi
Mikro
2015 260 Perdana Publishing
3 Ekonomi Syariah 2015 211 UNIMED PERS
5. Pengalaman Kerja
No Lembaga Tahun Keterangan
1 FE UMSU 2003- Sekarang Dosen FE
2 FE UT 2015 Dosen FE
3 PPS UNIMED 2004-2006 Staf
4 FE UNIMED 2006 - Sekarang Dosen FE
5 Instruktur PLPG UNIMED 2011-2016 Dosen FE
6 MONEV K 13 Kota Dumai 2014 Reviuer
7 MONEV K 13 Kab
Batubara
2015 Reviuer
6. Pengalaman Penelitian dan Pengabdian 5 Tahun
No Judul Sumber Tahun
1 Peningkatam Kemampuan Pengembangan
Media pembelajaran Berbasis IT bagi
Anggota Asosiasi Guru Ekonomi Indonesia
(AGRESIA)
BOPTN 2013
2 Pengaruh Kesiapan Dosen Dan Mahasiswa
Dalam Menghadapi MEA Untuk
meningkatkan Mutu Lulusan Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Niaga
BOPTN 2015
3 Analisa Daya Saing Mahasiswa Dalam
Menghadapi MEA BOPTN 2015
4 Effecst Of Learning Mettod Preview, Qustion, READ, Reflect, Recite, Review (PQ4R) and
Aplication of Media Audio Visual Learning
Outcames Of Economy
Mandiri 2016
5 Jenis Jenis Kontrak dalam Fiqih Muamalah Mandiri 2014
6 Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi
Terhadap Perkembangan Perbankan Syariah DP2AI 2016
7 Pengembangan Model pembelajaran Berbasis
Masalah Pada Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro Untuk meningkatkan
Kompetensi Dan Berfikir Kreatif Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Ekonomi FE
DP2AI 2016