analisis faktor-faktor yang mempengaruhi … · annisa a, ade, emi, tiara, miqdam, ali, rizal,...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS
SKRIPSI
FEHMI KURNIA H 34050122
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
2
RINGKASAN
FEHMI KURNIA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan DWI RACHMINA)
Koperasi Baitul Maal Waat Tamwil memiliki peran dalam pembangunan sektor ekonomi pada skala UMKM salah satunya ialah sektor agribisnis. KBMT Tadbiirul Ummah merupakan salah satu Koperasi Baitul Maal Waat Tamwil yang berada di Kabupaten Bogor. KBMT Tadbiirul Ummah pada saat ini menyalurkan dana pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis, sebagai lembaga pembiayaan syariah, apakah KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif dalam menyalurkan pembiaayaannya untuk sektor agribisnis. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan menganalisis skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah (2) mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. (3) mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. (4) mengidentifikasi dan menganalisis pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah.Penelitian dilakukan pada KBMT Tadbiirul Ummah di Dramaga Kabupaten Bogor, penelitian berjalan selama tiga bulan dari April hingga Juni 2009. Responden pada penelitian ialah mitra KBMT Tadbiirul Ummah yang memiliki usaha pada sektor agribisnis, dengan jumlah responden sebanyak 22 orang. Analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif dan analisis linear berganda untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa efektivitas penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis mencapai efektivitas sebesar 81 persen untuk jumlah nominal pembiayaan dan sebesar 88 persen untuk jumlah mitra pembiayaan. Sedangkan, faktor yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah adalah bagi hasil. Oleh karena itu, pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah hanya menilai realisasi pembiayaan pada satu komponen saja yaitu bagi hasil. Pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang tepat disalurkan ialah pembiayaan untuk modal kerja dan investasi sebesar 81,8 persen dan untuk pembiayan yang digunakan untuk konsumsi mencapai sebesar 18,2 persen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pembiayaan syariah yang ada dapat dikatakan efektif dalam operasional pembiayaannya.
3
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS
FEHMI KURNIA H 34050122
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
4
Judul skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah
pada Sektor Agribisnis
Nama : Fehmi Kurnia
NIM : H34050122
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 19631227 199003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
5
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis” adalah
karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Fehmi Kurnia
H34050122
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 4 Oktober 1987. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari Pasangan Bapak Drs. H. Suhaeri, MSi
dan Ibunda Hj. Nia Rahayu, Sag.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 3 Serang pada tahun 1999
dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1
Serang. Pendidikan menengah atas di SMUN 1 Serang diselesaikan pada tahun
2005.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2005. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai
mahasiswa yang aktif berbagai macam organisasi. Pada tahun 2005-2006 penulis
menjadi pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM
KM IPB). Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM).
Pada tahun 2006-2008 penulis mulai merintis bidang Ekonomi Syariah
dengan bergabung menjadi pengurus Sharia Economic Student Club (SES-C).
Penulis menjadi Wakil Ketua pada tahun 2006-2007 dan menjadi Ketua Umum
pada tahun 2007-2008. Selain itu, pengurus aktif secara nasional dalam Forum
Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) pada masa periode jabatan 2008-
2010 sebagai Kepala Departemen Nasional Kaderisasi.
7
KATA PENGATAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat skim penyaluran dana yang diberikan
oleh KBMT Tadbiirul Ummah pada sektor Agribisnis melalui efektivitas dan
faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Sehingga
pembiayaan yang ada dapat dilihat keragaan pembiayaan syariah yang diterapkan
oleh lembaga keuangan mikro syariah.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Fehmi Kurnia
8
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini
2. Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS yang telah berkenan untuk menjadi dosen
penguji utama.
3. Eva Yolynda Aviny SP MM yang telah berkenan untuk menjadi dosen
penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis.
4. Ir. Burhanudin, MS yang telah menjadi pembimbing akademik, serta
seluruh dosen dan staf kependidikan Departemen Agribisnis.
5. Pihak KBMT Tadbiirul Ummah, Ibu Syamsiah, Pak Rizky, Pa Ifan, Pa
Iyan dan seluruh staf atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan
yang diberikan.
6. Almarhum Bapak yang telah dengan keras berjuang untuk hidup demi
melihat kesuksesan anak-anaknya dan Mamah yang selalu dengan ikhlas
mendoakan dalam cintanya. Semua keluarga tercinta yang selalu penulis
banggakan, tanpa kalian perjuangan yang telah dilakukan tak akan pernah
berarti.
7. Adikku tersayang terimakasih atas segala waktu indah bersamamu,
semangat dan do’amu terus menemaniku selamanya. Hingga karya ini
hadir.
8. Teman-teman yang berharga dalam mengarungi kehidupan yang penuh
makna Ikhsan, Fatwa, Anhar, Oki, Ari
9. Guru-guru yang telah mengajarkan aku baca dan memahami ayat-ayat-
Nya lebih dalam Ustad Hajarul, Ustad Sofyan Afif, Ka Irfan Sauqi Beik,
Ustad Didin Hafizdudin yang telah mengajarkan penulis tentang ekonomi
syariah dengan baik.
9
10. Teman-teman seperjuangan di SES-C Ka Dimas, Ka Rio, Ka Andri, Fany
Annisa A, Ade, Emi, Tiara, Miqdam, Ali, Rizal, Ridy, Iqbal dan Doni.
11. Teman-teman Asrama PPSDMS Nurul Fikri, Shoib, Nazrul, Gema, Fery
dll yang selalu semangat berjuang untuk menjadi pemimpin masa depan,
dan selalu memberi inspirasi untuk terus sukses.
12. Teman-Teman Al-Ahsan satu, Ahsan, Awi, Ridwan dan Suwarno yang
selalu bersama-sama dalam canda tawa dan kehangatan silaturahmi.
13. Teman-teman seperjuangan dalam Satuan Barisan Islam Fuji, Iqbal,
Fazrul, Wahyu dan lain-lain. Semangat perjuanganmu tak pernah terbayar
dengan materi semata.
14. Teman-teman Departemen Agribisnis 42 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas kenangan indah yang terukir selama
perkuliahan.
Bogor, September 2009
Fehmi Kurnia
10
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah................................................................. 7 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian........................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 11 2.1. Kredit dan Pembiayaan ........................................................... 11 2.2. Karakteristkik Usaha BMT...................................................... 12 2.3. Sistem Pembiayaan Syariah ..................................................... 16 2.4. Manajemen Pembiayaan BMT................................................. 17 2.5. Jenis-Jenis Akad Pembiayaan .................................................. 18 2.6. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah...................................... 21 2.7. Efektivitas Pembiayaan BMT .................................. ............... 22 2.8. Penelitian Terdahulu ............................................................... 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... ... 29 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 29 3.1.1. Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis ............... 29 3.1.2. Permintaan Pembiayaan................................................. 30 3.1.3. Peranan Kredit atau Pembiayaan.................................... 31 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 33
IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 37 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 37 4.2. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 37 4.3. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 37 4.4. Metode Pengambilan Sampel .................................................. 38 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data..................................... 39
4.5.1.Analisis Deskriptif.......................................................... 39 4.5.2.Analisis Data dan Interpretasi ......................................... 40
V. GAMBARAN UMUM KBMT TADBIIRUL UMMAH ............... 46 5.1. Sejarah dan Perkembangan...................................................... 46 5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi .................................. 47
5.2.1. Visi dan Misi ................................................................ 47 5.2.2. Struktur dan Susunan Organisasi ................................... 48
11
Halaman
5.3. Produk-Produk KBMT Tadbiirul Ummah ............................... 50 5.4. Pertumbuhan Laba-Rugi KBMT Tadbiirul Ummah ................. 51 5.5. Perkembangan Mitra dan Nominal Pembiayaan Syariah.......... 53 5.5.1. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaan Berdasarkan Sektor usaha ................................................................ 56 5.5.2. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaa Berdasarkan Peruntukan.................................................................... 58 5.5.3. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaan Berdasarkan Akad............................................................................. 61 5.6. Mekansime Pembiayaan Syariah ............................................. 63
VI. EFEKTIVITAS PENYALURAN PEMBIAYAAN ...................... 68 6.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Secara Umum .................. 68 6.1.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha ............................................................. 69 6.1.2. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra.................................................................... 72 6.1.3. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra................................................................. 74 6.1.4. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan ................................................................... 77 6.1.5. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad.................................................................... 80 6.1.6. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha ................................................................ 83 6.2. Efektivitas Pembiayaan Syariah untuk Semua Aspek Pencapaian Pembiayaan Syariah ............................................. 87
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PERMINTAAN PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS.............................................................. 89
7.1. Karakteristik Responden........................................................ 89 7.2. Keragaan Regresi Realisasi Pembiayaan Syariah .................. 94 7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi
Pembiayaan syariah untu Sektor Agribisnis ........................... 95 7.3.1. Pengalaman Usaha...................................................... 97 7.3.2. Profit Usaha................................................................ 99 7.3.3. Frekuensi Pembiayaan ................................................ 102 7.3.4. Bagi Hasil................................................................... 104 7.3.5. Tahun Pendidikan ....................................................... 106 7.3.6. Komposisi Modal Usaha............................................. 109 7.3.7. Sektor Usaha............................................................... 111 7.4. Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis.............................................................................. 113
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 116 8.1. Kesimpulan............................................................................. 116
12
Halaman 8.2 Saran ....................................................................................... 116
D AFTAR PUSTAKA............................................................................. 118
LAMPIRAN ........................................................................................... 120
13
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit-unit Usaha Syariah (UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009........................................................................................ 5
2. Penyaluran Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009 ............................... 6
3. Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008.......................................................... 8
4. Jenis data yang dibutuhkan dalam Penelitian di BMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008................................................................ 38
5. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha Tahun 2008..................................................................................... 70
6. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha pada Tahun 2008 .................................................................. 72
7. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra Tahun 2008 .................................................................................... 73
8. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis mitra Pada Tahun 2008 ............................................................................ 74
9. Tabel Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra Tahun 2008..................................................................................... 75
10. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra Pada Tahun 2008 ............................................................................ 77
11. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Peruntukan Tahun 2008..................................................................................... 78
12. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2008 ............................................................................ 79
13. Tabel Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Akad Tahun 2008..................................................................................... 81
14. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2008 ............................................................................ 83
15. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun 2008 .......................................................................... 84
16. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2008 ............................................................................ 86
14
Halaman
17. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin, Wilayah Usaha Tahun 2008.............. 89 18. Karaktersitik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Profit, Asset, Pengalaman, Komposisi modal, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil dan Realisasi Pembiayaan Tahun 2008 ……………………………………………………… 91 19. Hasil Regresi Linear Berganda Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis ...... 96
20. Pengalaman Usaha Responden dari KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ................................................................................. 98 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Besarnya Profit Usaha Pada Responden KBMT Tadbiirul Ummah....................... 100 22. Komposisi Antara Realisasi Pembiayaan dan Profit Usaha Mitra KBMT Tadbiirul Ummah yang Memanfaatkan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis Tahun 2008.............................. 101 23. Frekuensi Pembiayaan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Jumlah Mitra dan Persentasenya Tahun 2008 .......... 103
24. Persentase Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008..................................................... 105 25. Tingkat Pendidikan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ................................................................................. 107 26. Komposisi Modal Usaha Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008................................................................................. 109 27. Komposisi Jumlah Responden Berdasarkan on-farm dan off-farm pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ............ 111 28. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ..................... 112 29. Kesesuaian Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis untuk Setiap Jenis Usaha ............................................ 114
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Skema Akad Murabahah ................................................................. 18
2. Skema Akad Salam........................................................................... 19
3. Skema Pembiayaan Berdasarkan Akad Musyarakah......................... 20
4. Skema Pembiayaan dengan Akad Mudharabah................................. 21
5. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 36
6. Struktur Organisasi KBMT Tadbiirul Ummah................................... 48
7. Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ....... 52
8. Jumlah Mitra terlayani pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008.. 54
9. Jumlah Nominal Perguliran Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008 ........................................................ 55
10. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008.............................................................................. 56
11. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaaan Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008........................................................... 57
12. Perkembangan Mitra Berdasarkan Peruntukan pada Tahun 2004-2008......................................................................................... 59
13. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008................................................... 60
14. Jumlah Mitra Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada Tahun 2004-2008.............................................................................. 61
15. Perkembangan Nominal Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada Tahun 2004-2008 ..................................................................... 62
16. Proses Pembiayaan Syariah Di BMT................................................. 65
17. Mekanisme Pembiayaan Salam......................................................... 82
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Laporan Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008........................................................................... 120
2. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Usaha Pada Tahun 2004-2008........................................................ 121
3. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008 ......................... 122
4. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008............................. 123
5. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2004-2008 ............................. 124
6. Data Responden Data Responden Berdasarkan Realisasi Pembiayaaan dan Faktor-faktor yang diduga Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis.................. 125
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Formal, Pengalaman Usaha dan Pekerjaan Mitra............................ 126
8. Uji Normalitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis ................. 127 9. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. ......................................................................... 128
10. Out Put Regresi Linear Minitab Versi 15 pada Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. .......................................................................... 129 11. Alokasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis .................... 130
I. PENDAHULUAN
17
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian
Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh berbagai hal. Pertama, besarnya jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (2006)
melaporkan bahwa pada tahun 2005 ada sekitar 94,95 juta penduduk Indonesia
yang berusia 15 tahun ke atas yang menyatakan “bekerja selama seminggu yang
lalu”. Kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk yang bekerja tersebut (44 persen)
menyatakan bahwa mereka bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian,
kehutanan, perburuan, perikanan dan peternakan). Sekitar 18,9 juta orang (20
persen) bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, dan
11,6 juta orang (12,3 persen) bekerja di sektor industri pengolahan. Data ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang menyerap
paling banyak tenaga kerja.
Kedua, jumlah persentase luas lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian. BPS (2006) menyebutkan bahwa 71,33 persen dari seluruh luas lahan
yang ada di Indonesia digunakan untuk usaha pertanian yang meliputi:
tegal/ladang/kebun/huma, tambak, kolam/tebat/empang, lahan untuk tanaman
kayu-kayuan, perkebunan negara/swasta dan sawah. Besarnya penyerapan tenaga
kerja dan luasnya lahan yang digunakan untuk usaha pertanian, merupakan dua
faktor penting yang memberikan argumentasi kuat bahwa pembangunan sektor
pertanian merupakan pilihan strategis dan harus mendapat prioritas utama dalam
kerangka pembangunan nasional.
Saat ini, sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat di setiap daerah
adalah sumber daya agribisnis, yaitu sumber daya agribinis berbasis tanaman
pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Oleh
karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian adalah
melalui pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis yang dimaksud
bukan hanya pengembangan pertanian primer atau subsistem on farm
agribusiness, tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu (up stream
agribusiness), yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi
pertanian primer, seperti industri pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif,
18
industri agro-kimia, dan susbsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness),
yaitu industri-industri yang mengeloh hasil pertanian primer menjadi produk
olahan beserta kegiatan perdagangannya.
Pengembangan agribisnis di setiap daerah jangan hanya puas pada
pemanfaatan kelimpahan sumber daya yang ada (factor driven) atau
mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti sekarang
ini, tetapi secara bertahap harus dikembangkan ke arah agribisnis yang didorong
oleh modal (capital driven) dan kemudian kepada agribisnis yang didorong oleh
inovasi (innovation driven). Dengan perkataan lain, keunggulan komparatif
agribisnis pada setiap daerah ditranformasi menjadi keunggulan bersaing
(competitive advantage) melalui pengembangan mutu sumber daya manusia,
teknologi, kelembagaan dan organisasi ekonomi lokal yang telah ada pada
masyarakat setiap daerah (bukan menggantikannya dengan sesuatu yang benar-
benar baru).
Transformasi agribisnis seperti ini, kemampuan rakyat untuk
menghasilkan produk-produk agribisnis yang saat ini masih didominasi oleh
produk-produk yang bersifat natural resources and unskill labor based, secara
bertahap beralih kepada produk-produk agribisnis yang bersifat capital and skill
labor based dan kemudian kepada produk yang bersifat knowledge and skill labor
based. Dengan transformasi produk agribisnis yang demikian, maka produk-
produk agribisnis yang dihasilkan oleh setiap daerah dapat mampu bersaing dan
memasuki segmen pasar yang lebih luas di pasar internasional. Pengembangan
produk yang demikian juga akan memperbesar manfaat ekonomi yang dapat
dinikmati oleh rakyat.
Pengembangan agribisnis harus juga disertai dengan pengembangan
organisasi ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang
dihasilkan dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu,
rakyat petani (bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai
tambah dari subsistem on farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai
tambah yang paling besar, yakni pada subsistem agribisnis hulu dan hilir,
dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah. Hal inilah yang
19
menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah
sentra-sentra agribisnis kurang berkembang.
Berdasarkan hal tersebut permasalahan pengembangan agribisnis yang ada
di Indonesia sangatlah kompleks. Permasalahan pengembangan pasar dan tata
niaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, tekhnologi,
mentalitas, organisasi tani, kebijakan pertanian, informasi dan modal pertanian
(Apriyantono, 2004). Namun, dalam hal ini permasalahan yang akan fokus
dibahas adalah permasalahan modal pertanian. Permasalahan modal yang melanda
petani membuat usaha pertanian semakin sulit untuk bertahan dengan usahanya.
Permasalahan modal di pertanian pun disebabkan kurang pedulinya
perbankan terhadap petani dan belum adanya proteksi bagi petani seperti asuransi
pertanian serta banyaknya sistem ijon yang terjadi di petani dan pertanian di
Indonesia. Berdasarkan Departemen Pertanian, panca yasa pembangunan
pertanian salah satunya ialah fasilitas pembiayaan. Namun, dalam hal ini perlu
ada segementasi pelaku usaha agribisnis ditinjau dari sisi perbankan. Ada empat
segmentasi yaitu, pertama kelompok usaha agribisnis yang feasible dan bankable,
kedua kelompok usaha agribisnis yang feasible tapi tidak bankable, ketiga
kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible tapi bankable dan keempat
kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible dan tidak bankable1.
Saat ini tantangan paling besar dalam permodalan dibidang pertanian
terletak pada jumlah proporsi dari UMKM yang usaha menengah sebesar 0.5
persen, usaha kecil sebesar 1.5 persen dan usaha mikro sebesar 98 persen atau
sebanyak 42, 398 juta unit usaha pertanian. Besarnya jumlah proporsi usaha mikro
mengakibatkan sebagian besar bank tidak tertarik untuk menyalurkan dananya
dalam pembiayaan pertanian. Pihak bank beranggapan bahwa usaha pertanian
tersebut masuk dalam segmentasi usaha yang feasible dan tidak bankable. Pihak
lembaga keuangan bank dan non-bank yang tidak mendukung pembiayaan kepada
sektor agribisnis menunjukan bahwa hal tersebut sangat bertolak-belakang dengan
rencana pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu sebuah inovasi baru dan
1 Disampaikan oleh Dr. Mat Syukur dalam Seminar Ekonomi Syariah IPB SENSASI dengan Judul Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. IPB 14 Desember 2008
20
kontinu untuk mendukung pembangunan pertanian. Salah satunya ialah dengan
perbaikan dalam sistem pembiayaan pertanian.
Menurut Hafidhuddin (2008) Sejarah pembangunan pertanian di Indonesia
mencatat bahwa kredit adalah salah satu sumber pembiayaan pertanian yang
sangat penting. Sejak awal pembangunan pertanian dilaksanakan pada tahun
1960an, kredit telah disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan, sebagai
bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat kepada
pelaku usaha pertanian terutama yang menjalankan skala usaha kecil. Pertama,
kredit merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki
keterbatasan modal sendiri. Kedua, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku
usaha pertanian untuk mandiri sehingga dapat terlepas dari ketergantungan pada
pedagang perantara maupun tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian.
Namun demikian, ketersediaan kredit untuk pembiayan pertanian masih sangat
minim.
Pembiayaan pertanian saat ini dapat dilakukan dengan dua alternatif
pembiayaan, yaitu pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah, hal lama
yang tampak baru yaitu pembiayaan syariah untuk pertanian sangatlah menarik
untuk dikaji lebih mendalam. Adanya pembiayaan usaha pertanian (agribisnis)
syariah tersebut diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah permodalan
petani. Era pembiayaan syariah di Indonesia mulai dikenal sejak berdirinya Bank
Muamalat pada tahun 1992. Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang
perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, memberikan landasan hukum
yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia.
Pemberlakuan undang-undang perbankan syariah mengakibatkan praktek
industri perbankan syariah mulai berkembang secara signifikan. Sebagai sebuah
skim pembiayaan, pembiayaan syariah dapat dimanfaatkan untuk investasi di
sektor riil maupun konsumsi, skim pembiayaan syariah masih tergolong relatif
baru dalam khasanah pasar keuangan (financial market) nasional. Namun,
perkembangan pembiayaan sistem syariah selama beberapa tahun terakhir
peningkatannya terlihat cukup pesat, tidak hanya pada jumlah bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah, tetapi juga dalam mobilisasi dana pihak ketiga
dan pembiayaan yang disalurkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dimana
21
jumlah dana yang tersalurkan tiap tahunnya mengalami peningkatan, pada april
2009 pembiayaan syariah yang tersalurkan secara total mencapai sebesar Rp
39.726 Milyar dan untuk sektor pertanian mampu mencapai jumlah pembiayaan
sebesar Rp 1.298 Milyar.
Tabel 1. Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit-unit
Usaha Syariah (UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005- 2009
Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (dalam milyar rupiah)
SEKTOR EKONOMI 2005 2006 2007 2008
(Dec) 2009
(Mar) 2009 (Apr)
Laju Pertumbuhan
2005-2008 (%/Tahun)
Pertanian. kehutanan dan sarana pertanian
687 701 837 1.177 1.303 1.298 84
Pertambangan 395 375 511 965 1.021 1.032 77 Perindus trian 933 940 1.371 1.340 1.305 1.236 90 Listrik. gas dan air 66 17 166 248 299 352 155 Konstruksi 1.548 1.637 2.371 3.368 3.248 3.217 78 Perdagangan. Restoran dan Hotel
1.716 3.041 4.152 4.426 4.745 4.853 74
Pengangkutan. pergudangan dan komunikasi
1.261 1.165 1.569 2.759 2.839 2.849 80
Jasa dunia usaha 4.504 5.458 8.425 11.757 11.606 11.819 73 Jasa sosial /masyarakat
1.208 1.456 1.904 2.463 2.476 2.529 79
Lain-lain 2.913 5.655 6.639 9.693 10.465 10.542 68 Total 15.232 20.445 27.944 38.195 39.308 39.726 74
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (April 2009)
Selain itu, kerjasama yang dilakukan oleh BMT tidak hanya dilakukan
dengan BUS dan UUS. Namun, kerja sama pun dilakukan dengan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Perkembangan pembiayaan yang terus
meningkat untuk sektor ekonomi menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang
disalurkan tiap tahunnya selalu bertumbuh kembang dengan baik.
Pembiayaan yang disalurkan untuk sektor pertanian meningkat tiap
tahunnya hingga tahun 2009 mencapai 1.298 Milyar Rupiah. Pembiayaan yang
dilakukan oleh Bank Umum Syariah dan Unit-Unit Usaha Syariah ini dilakukan
dengan cara Linkage Program dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)2.
Lembaga Keuangan Mikro ini menjadi bagian dari lembaga yang melakukan
2 Merza Gamal. Pola Kemitraan Syariah pada usaha Mikro. Republika 9 April 2005.
22
pembiayaan terhadap usaha pertanian (agribisnis). Salah satu jenis LKM yang
pesat berkembang di Indonesia adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang
menjalankan prinsip syariah agama Islam. Perkembangan BMT dari sisi kuantitas
telah mencatat hasil yang cukup mengesankan. Contohnya BMT Tumang, Desa
Cepogo, Boyolali misalnya. didirikan tanggal 1 Oktober 1998, dengan modal awal
Rp.7.050.000.- terkumpul dari 60 orang pendirinya. BMT Tumang berkembang
dari asset Rp 18 juta akhir Oktober 1998. Rp 95 juta di akhir 1999, Rp.212 juta di
akhir 2000, Rp.406 juta di akhir 2001 dan hampir Rp 2 Milyar di akhir 2003,
melayani lebih dari 1.000 anggota peminjam pengrajin-pengrajin tradisional dan
semi-modern alat-alat rumah tangga dan kerajinan seni untuk perlengkapan rumah
tangga dan perkantoran, disamping menerima simpanan dari lebih 1800 anggota
penabung (PKES 2008).
Tabel 2. Penyaluran Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan
Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009
Penyaluran Pembiayaan Pada BPRS (dalam juta rupiah)
SEKTOR EKONOMI
2005 2006 2007 2008 (Dec)
2009 (Mar)
2009 (Apr) Laju Pertumbuhan
2005-2008 (%/Tahun)
Pertanian. kehutanan dan sarana pertanian
11.874 17.720 24.436 41.613 43.618 44.483 66
Pertambangan 138 485 944 1.287 2.206 1.528 51
Perindustrian 9.207 12.465 12.447 15.885 17.095 17.323 84
Listrik. gas dan air 109 748 367 1.146 557 928 83
Konstruksi 3.495 6.570 16.051 26.536 34.913 31.685 52
Perdagangan. restoran dan hotel
190.583 255.559 295.195 370.907 428.840 446.070 80
Pengangkutan. pergudangan dan komunikasi
3.618 8.704 9.075 17.697 19.729 19.670 63
Jasa dunia usaha 49.031 72.194 99.050 140.989 147.575 151.237 70
Jasa sosial /masyarakat 5.155 5.632 6.402 22.609 11.494 9.400 69
Lain-lain 144.072 235.392 422.148 617.942 626.391 638.589 62
Total 417.282 615.469 886.117 1.256.610 1.332.419 1.360.913 69
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (April 2009)
Munculnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang berpihak kepada
pengusaha mikro, kecil, dan menengah termasuk sektor pertanian tentu
memberikan dampak positif tersendiri bagi para pengusaha tersebut. Sistem bagi
hasil yang ditawarkannya mengakibatkan para pengusaha kecil menjadi leluasa
23
bergerak karena tidak terbebani akan adanya bunga yang terus bertambah. BMT
dipandang sebagai salah satu alternatif sehubungan dengan usaha
memperjuangkan nasib pengusaha kecil dan petani. Baitul Maal Waat Tamwill
dapat mengurangi atau meniadakan syarat-syarat dipandang memberatkan para
pengusaha kecil dan petani tersebut.
Namun, perkembangan BMT yang semakin bertambah jumlahnya harus
terkendali. Baitul Maal Waat Tamwill harus mampu berkembang tidak hanya
kuantitas lembaganya saja, tapi juga kualitasnya yang pada akhirnya diarahkan
pada efesiensi dan efektivitas kerja. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis
yang terdapat pada KBMT dilihat perkembangannya, sehingga pembiayaan
syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif
pembiayaan untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, perlu dikaji secara lebih
mendalam mengenai skim pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul
Ummah. Selain itu, perlu juga untuk mengetahui efektivitas pembiayaan syariah
untuk sektor agribisnis. Hal tersebut dimanfaatkan pula untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor
1.2. Perumusan Masalah
Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau dalam hal ini BMT sebagai
lembaga keuangan dengan sistem syariah di tingkat mikro. KBMT Tadbiirul
Ummah memiliki akses terhadap usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) salah
satunya ialah usaha agribisnis. Berdasarkan hasil kajian Departemen Pertanian
tahun 2008 usaha skala mikro mendominasi sebesar 98 persen. Namun, sangat
sedikit sekali lembaga keuangan yang mau berkontribusi untuk memajukan
sektor pertanian dalam skala mikro. Padahal potensi yang sangat besar tersebut
masih belum teroptimalkan dengan baik. Saat ini yang dibutuhkan oleh sektor
agribisnis skala mikro salah satunya ialah pembiayaan terhadap petani agar
usahanya mampu berjalan secara berkelanjutan (sustainability).
Pembiayaan syariah yang ada pada saat ini mulai mengarahkan
pembiayaanya pada sektor agribisnis. Hal tersebut dapat dilihat padaTabel 1 dan
2, pembiayaan syariah untuk sektor ekonomi pertanian, kehutanan dan sarana
pertanian mengalami laju pertumbuhan pertahun yang cukup besar. Berdasarkan
data dari Bank Umum Syariah atau BUS pembiayaan untuk sektor tersebut
24
memiliki laju sebesar 84 persen dan data yang diperoleh dari Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah menunjukan laju pertumbuhan sebesar 66 persen. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis
menarik untuk dikaji.
Sedangkan, berdasarkan kasus pada penyaluran pembiayaan syariah yang
disalurkan oleh KBMT Tadbirul Ummah masih sangat minim dari apa yang
diharapkan, pada tahun 2008 alokasi pembiayaan untuk pertanian murni sebesar
Rp 22.800.000 dan peternakan sebesar Rp 31.700.000. Walaupun secara laju
pertumbuhannya sangat besar khusus untuk pertanian dan peternakan masing-
masing memiliki laju pertumbuhan sebesar 146 persen dan 73 persen. Tetapi,
perkembangan secara nominal masih jauh dibandingkan dengan sektor
perdagangan dan jasa yang mendominasi tiap tahunnya. Minimnya pembiayaan
syariah yang dialokasikan menunjukan bahwa pembiayaan syariah apakah dapat
menjadi alternatif pembiayaan.
Tabel 3. Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Sektor
Usaha Pada Tahun 2004-2008
Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha (dalam ribu rupiah)
SEKTOR USAHA 2004 2005 2006 2007 2008
Laju Pertumbuhan
2004-2008 (%/tahun)
Perdagangan 1.166.400 1.774.527 1.815.821 2.752.270 2.447.160 85
Jasa 702.520 693.585 391.177 354.084 573.650 113
Home Industri 28.000 164.910 102.968 53.970 552.680 94
Pertanian 8.000 64.480 16.050 16.700 22.800 146
Peternakan 10.500 10.000 20.000 31.700 73
Lain - lain 91.206 211.120 55.605 - 19.240 237
Total 2.006.626 2.918.623 2.381.622 3.197.024 3.647.230 88
Oleh karena itu, perlu dilihat seberapa besar efektivitas pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi pembiayaan syariah. Selain itu, mitra yang menjadi objek sasaran
pembiayaan BMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini perlu dilakukan kajian secara
faktual untuk melihat manfaat yang muncul secara langsung dan objektif.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam ini ada beberapa permasalahan yang harus
dijawab dalam penelitian ini. yaitu:
25
1) Apakah skim pembiayaan syariah yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul
Ummah dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis?
2) Apakah tingkat efektivitas penyaluran dari skim pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis KBMT Tadbiirul Ummah dapat berjalan dengan baik?
3) Apa sajakah faktor–faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah?
4) Bagaimanakah pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada
KBMT Tadbiirul Ummah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1) Mengidentifikasi dan menganalisis skim pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
2) Mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan syariah
untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah.
3) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi dalam
realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul
Ummah.
4) Mengidentifikasi dan menganalisis pemanfaatan pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah:
1. Tersedianya informasi mengenai kondisi skim pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis yang efektif yang diterapkan oleh BMT. Hasil penelitian
dapat menjadi bahan kajian lembaga keuangan lainnya untuk memajukan
pertanian skala mikro melalui pembiayaan.
2. Tersedianya informasi untuk mengetahui faktor-faktor yang tepat untuk
dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan dan penyaluran skim pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis baik itu bagi lembaga keuangan lainnya dalam
mekanisme pembiayaan dan pihak nasabah atau petani dalam proses
pemanfaatannya.
26
3. Tersedianya informasi bagi pihak nasabah/masyarakat, lembaga keuangan,
lembaga penjamin maupun pemerintah untuk menunjukan pembiayaan
agribisnis syariah yang dapat mencapai tingkat efektivitas terbaik agar semua
pihak baik itu pemerintah, lembaga keuangan dan lembaga penjamin
mendapat kemaslahatan bersama. Begitu pula jika diterapkan pada sektor
pertanian secara luas, sehingga mampu menumbuhkembangkan sektor
petanian yang menjadi tugas utama pembangunan bangsa ini.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan
mengkaji lebih dalam tentang pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Tadbiirul
Ummah. Dalam hal ini pembiayaan merupakan bagian dari sub-sistem penunjang
dari sistem agribisnis. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis merupakan
bagian pembiayaan yang dilakukan terhadap sektor agribisnis dengan
menggunakan pola syariah.
Pada penelitian ini pembatasan dilakukan pada sektor agribisnis yang
memanfaatkan fasilitas skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis baik itu
pada sisi penawaran melalui efektivitas mekanisme penyaluran pembiayaan
syariah pada BMT Tadbiirul Ummah dan sisi permintaan melalui pemanfaatan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis oleh nasabah/petani. Data didapatkan
melalui data internal BMT Tadbiirul Ummah dan berdasarkan info secara objektif
melalui petani secara langsung. Data yang dicari berkaitan dengan kondisi skim
pembiayaan agribisnis syariah.
27
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kredit dan Pembiayaan
Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu,
usahatani, hilir,dan penunjang. Soekartawi (1993) batasan agribisnis adalah sistem
yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan ekonomi (subsistem
agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, sub-
sistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian.
Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan :
(1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah
sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling
menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan
timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor
pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri.
Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional
Agribisnis didefiniskan sejumlah operasi atau kegiatan yang terdiri dari
manufaktur dan distribusi penawaran produk pertanian; produksi operasi di lahan
pertanian dan penyimpanan, pengolahan dan distribusi komoditas hasil pertanian.
Sering ditemukan bahwa konsep agribisnis diartikan dengan sempit, yaitu
perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian agribisnis
tersebut masih jauh dari konsep yang dimaksud (Soekartawi 1993).
Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari
proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan
dengan kegiatan pertanian. Menurut Soekartawi (1993), yang dimaksudkan
dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah-satu
atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang
ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang
menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan
pertanian.
28
Pada sistem agribisnis perlu ada dukungan pendanaan atau modal, modal
yang ada dapat diperoleh dari dana pribadi maupun dana pinjaman. Pinjaman
modal yang lazimnya dinamakan kredit. Dengan cara meminjam, pelaku pertanian
mendapat modal dengan perjanjian bahwa waktu yang akan datang dia harus
mengembalikan modal itu berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui kedua
belah pihak, yaitu pelaku pertanian sebagai penerima pinjaman dan pemilik modal
sebagai pemberi pinjaman. Modal ini dapat merupakan perseorangan, tetapi dapat
pula merupakan badan-badan perkreditan atau lembaga keuangan mikro.
Dalam hal ini, kredit dan pembiayaan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam sistem agribisnis. Secara lebih khusus masuk kedalam sub-
sistem penunjang agribisnis. Menurut undang-undang No.10 tahun 1998 tentang
perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan dengan adanya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah maka kredit pun diatur dengan menggunakan istilah
pembiayaan. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa :
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam dan istishna;
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
Berdasarkan persetujuan atau kepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS
dan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
bagi hasil.
2.2. Karakeristik Usaha BMT
Istilah BMT adalah penggabungan dari Baitul Maal dan Baitut Tamwil.
Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang
29
bersifat nirlaba. Sumber dana yang diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah atau
sumber lain yang halal dan kemudian dana tersebut disalurkan kepada mustahik
yang berhak menerima atau yang untuk kebaikan. Adapun Baitut Tamwil adalah
lembaga keuangan yang kegiatannya berupa menghimpun dan menyalurkan dana
kepada masyarakat dan bersifat profit motive. Pada masa Rasullullah eksistensi
Baitul Mal pada awalnya merupakan konsekuwensi profesionalitas manejemen
yang dilakukan pengelola zakat (amil). Namun ia juga merefleksikan ruang
lingkup Islam, dimana Islam didefinisikan juga sebagai agama dan pemerintahan,
quran dan kekuasaan, sehingga Baitul Mal menjadi salah satu komponen yang
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan kekuasaan negara Sakti (2007).
Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan
penyaluran dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan
berdasarkan syariat. Terdapat tiga jenis aktivitas yang dijalankan BMT, yaitu
(Widodo et al diacu dalam Hidayat 1999) :
1. Jasa Keuangan
Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan
dan penyalurannya melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota atau
non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara operasional simpan pinjam
dalam koperasi atau kegiatan perbankan secara khusus.
a) Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana
yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sektor
produktif dalam bentuk pembiayaan.
b) Penyaluran Dana
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri dari atas dua jenis, pertama,
pembiayaan dengan bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Dimana
di dalam operasinya menerapkan sistem kebersamaan dalam menanggung
resiko usaha nasabahnya dan berbagi keuntungan dan kerugian secara adil
antara pihak BMT dan nasabah. Pembiayaan ini merupakan penyaluran
dana BMT dari pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara
BMT dengan pihak nasabah dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi
hasil yang disepakati. Pembiyaan ini dibedakan menjadi Musyarakah
30
(Pathnership, Project Financing, dan Participation) dan Mudharabah
(Trust Financing, Trust Invesmetn). Kedua adalah jual beli dengan
pembiayaan ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari BMT kepada
nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang
ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.
Bentuknya dapat berupa Ba’i Bitsaman Ajil (pembiayaan dilakukan secara
angsuran). BMT memiliki bagian tersendiri yang bertugas untuk
melakukan pembiayaan yaitu (PKES, 2008) :
i) Melakukan pelayanan dan pembinaan kepada peminjam.
ii) Menyusun rencana pembiayaan.
iii) Menerima berkas pengajuan pembiayaan.
iv) Melakukan analisis pembiayaan.
v) Mengajukan berkas pembiayaan hasil analisis kepada komisi
pembiayaan.
vi) Melakukan administrasi pembiayaan.
vii) Melakukan pembinaan anggota pembiayaan agar tidak macet.
viii) Membuat laporan perkembangan pembiayaan.
2. Sektor Riil
Pada dasarnya kegiatan sektor riil juga merupakan bentuk pelayanan dana
BMT. Namun berbeda dengan kegiatan sektor jasa keuangan yang
penyalurannya berjangka waktu tertentu, penyaluran dana pada sektor riil
bersifat permanen atau jangka panjang dan dan terdapat unsur kepemilikan di
dalamnya. Penyaluran dana ini selanjutnya disebut investasi atau penyertaan.
Investasi yang dilakukan BMT dapat dengan mendirikan usaha baru dengan
masuk ke usaha yang sudah ada dengan cara membeli saham. Akad sesuai
dengan prinsip ini adalah al-mudharabah (Trust Financing, Trust Invesent).
3. Sosial (Zakat, Infak dan Sedekah)
Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Sektor
ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena juga berperan dalam
pembinaan agama bagi para nasabah sektor keuangan BMT. Dengan
demikian perberdayaan yang dilakukan BMT tidak terbatas pada sisi
ekonomi, tetapi juga dalam hal agama. Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) yang
31
telah disalurkan oleh nasabah kepada BMT akan disalurkan dalam bentuk
produk Qordul Hasan (Soft Loan and Benevolen Loan), dimana dalam
produk ini pihak BMT tidak mengharapkan imbalan. Oleh karena itu, para
nasabah BMT tersebut diharapkan dapat turut memperkuat sektor sosial
BMT ini dengan menyalurkan ZIS-nya kepada BMT.
BMT pada awal pendiriannya tidak memiliki badan hukum resmi. BMT
berkembang sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau kelompok
simpan pinjam. Namun dalam perkembangan selanjutnya, BMT memperoleh
legalitas dengan badan hukum berbetuk Koperasi Serba Usaha (KSU) atau
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mengingat BMT berkembang ke berbagai
sektor usaha seperti keuangan atau sektor riil. Bentuk ini juga diharapkan
dapat memenuhi tujuan memberdayakan masyarakat luas, sehingga
kepemilikan kolektif BMT sebagaimana konsep koperasi akan lebih
mengenai sasaran (Widodo dalam Hidayat 1999).
Adanya legalitas akan melindung kepentingan masyarakat dan menjamin
keamanan pihak pengelola BMT dalam menjalankan kegiatannya. Sedangkan
pemilihan badan hukum koperasi diperkuat dengan hadirnya PP No. 9/1995,
dimana dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 membolehkan penerapan sistem bagi
hasil pada koperasi. BMT sebagai gerakan pemberdayaan umat yang
bertumpu pada syariat Islam, pada umumnya memiliki misi yang senantiasa
akan diimplementasikan dalam setiap aktivitasnya. Misi yang diemban BMT
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Pemberdayaan masyarakat bawah
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tawar, kemampuan
mengakses sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Sehingga terwujud
hubungan kemanusian yang adil dengan berlandaskan pada syariat islam”.
(Saktiwan diacu dalam Hidayat, 1999).
Sedangkan sebagai lembaga keuangan islam, BMT mempunyai tujuan
sebagai berikut (Sumitro diacu dalam Hidayat, 1999) :
a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermu’amalah secara Islam
khususnya yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari
praktek riba.
b. Untuk menciptakan keadilan dibidang sosial.
32
c. Untuk menciptakan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar terutama keluarga miskin, yang diarahkan pada
kegiatan usaha yang produkif menuju terciptanya kemandirian berusaha
(wirausaha).
d. Untuk membantu mengentaskan masalah kemiskinan dengan upaya
pembinaan nasabah yang menonjolkan sifat kebersamaan dari siklus usaha
yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pedagang
perantara, konsumen, pengembangan modal kerja dan program
pengembangan usaha bersama.
e. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank non-
islam (konvensional) yang masih menerapkan sistem riba.
BMT yang menjadi lembaga keuangan mikro syariah merupakan salah
satu bagian kecil dari sistem agribisnis sebagai sub-sistem penunjang dalam
membangun agribisnis. Oleh karena itu, salah satu fungsi BMT yang melakukan
penyaluran dana. Penyaluran dana tersebut dilakukan terhadap sektor usaha
pertanian dari hulu sampai hillir.
2.3. Sistem Pembiayaan Syariah
Bank syariah menunjukan pertumbuhan yang meningkat. Ini didorong
oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal.
Karena jumlah penduduk muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia,
merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam
pembiayaan ekonomi masyarakat. Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar
adalah Bank Indonesia (2007) :
1) Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan
dana maupun pihak yang menyediakan dana.
2) Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan
pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi
hasil yang menyertai pembiayaan tersebut.
Untuk mendukung prinsip – prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari
prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang
memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk
33
mengambil keputusan yang proporsional. Jenis informasi yang dimaksud antara
lain:
1) Informasi dasar nasabah
2) Informasi data penjualan/pembelian/penyewaan riil
3) Proyeksi laporan keuangan
4) Akad pembiayaan
2.4. Manajemen Pembiayaan BMT
Menurut Farida (2007), manajemen pembiayaan merupakan suatu proses
yang terintegrasi dari sumber-sumber dana pembiayaan, alokasi dana yang dapat
dijadikan pembiayaan dengan perencanaan, pengorganisasian, pemberian
administrasi dan pengamanan pembiayaan. Bagi suatu lembaga keuangan dalam
mengalokasikan dana yang dijadikan pembiayaan perlu suatu sistem/mekanisme
dan prosedur penyaluran serta analisa pembiayaan
Hal umum yang perlu diperhatikan dalam proses pembiayaan pada BMT,
antara lain :
1) Pembiayaan diberikan kepada mitra yang dikenal dalam hal karakter usaha.
Karakter mencerminkan willingness to pay (tanggung jawab akan hutang),
sedangkan usaha mencerminkan ability to pay (kemampuan membayar).
2) Barang jaminan bukan sebagai pengganti karakter atau pembayaran. BMT
mengartikan barang jaminan sebagai keberlangsungan usaha bukan sebagai
jaminan harta.
3) Pembiayaan yang diperuntukan untuk usaha, harus memiliki criteria : bukan
usaha baru, tingkat keuntungan usaha minimal 3 kali mark-up BMT,
pengembalian harus dari usaha utama yang dibiayai, usaha sudah dimengerti
oleh BMT.
4) Hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan adalah melihat keamanan
sumber pengembaliannya.
5) Memprioritaskan kualitas daripada kuantitas pembiayaan. Kualitas
pembiayaan yang baik akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan
diperoleh.
6) Komite pembiayaan bersifat independen bebas dari intervensi siapapun karena
keputusan pembiayaan bersifat personal. Account officer (AO) harus yakin
34
dengan rekomendasinya karena ia bertanggung jawab sampai pembiayaan itu
selesai.
7) Melakukan pengecekan agar data yang diperoleh akurat. Keakuratan data
diperlukan dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil
benar.
2.5. Jenis-Jenis Akad Pembiayaan
Ada bermacam-macam akad yang biasanya digunakan dalam transaksi
keuangan syariah dalam menopang kegiatan bisnis. Jenis-jenis akad berdasarkan
Bank Indonesia (2008) yaitu;
1) Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan marjin (Murabahah)
Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan tertentu. Kedua belah pihak harus menyepakati
harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad
jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara membayar
cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh.
Contoh: pembiayaan pembelian kendaraan bermotor
Gambar 1. Skema Akad Murabahah
1.Perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
2a.Barang
Pembeli Bank
2b. Cost +Marjin
35
2) Pembiayaan Berdasarkan Prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka
(Salam)
Gambar 2. Skema Akad Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum
ada, namun kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti. Bank membayar secara tunai kepada supplier dan
barang diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.
Contoh:pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian.
3) Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan pesanan (Istishna)
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
4) Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah adalah transaksi dimana bank menyewakan suatu objek sewa
kepada nasabah, dan atas manfaat yang diterima oleh nasabah atas
penngunaan objek sewa yang disewa tersebut, bank memperoleh ongkos sewa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat mengalihkan kepemilikan barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal
1b.pesanan dengan spesifikasi
6.membayar secara tangguh
Pembeli Bank
5.Kirim Barang
Penjual
1a.pesanan dengan spesifikasi
2. Negosiasi dan perjanjian dimuka
3.Bayar dimuka
4. Produksi sesuai pesanan
36
ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindah
tanggannya kepemilikan).
5) Kemitraan (Musyarakah)
Gambar 3. Skema Pembiayaan Bedasarkan Akad Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah kemitraan (musyarakah).
Transaksi musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk
kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan
(trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak
paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Contoh : pembiayaan KPR dimana
proporsi kepemilikan bank semakin lama semakin menurun sedangkan
kepemilikan nasabah semankin meningkat.
6) Penyertaan Modal (Mudharabah)
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana
salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang
bertindak sebagai pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Dalam mudharabah tidak dipersyaratkan adanya wakil pemilik
1.Perjanjian Bagi Hasil
Nasabah Pemodal
Bagian Keuntungan X Bagian Keuntungan
Bagian Modal X Bagian Modal Y
Modal & skiil Modal & skiil Kegiatan
Usaha
Keuntungan
Modal
37
modal (shohibul maal) dalam manajemen proyek. Contoh : pembiayaan modal
kerja perusahaan tekstil.
Gambar 4. Skema Pembiayaan dengan Akad Mudharabah
2.6. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan yang terdapat dalam BMT pada prinsipnya secara operasional
tidak jauh berbeda dengan bank islam. Pada pembiayaan syariah lebih banyak
menekankan pada pembiayaan bagi hasil, bentuk pembiayaan ini menekankan
pada aspek bagi hasil dari usaha yang dibiayai. Pola pembiayaan bagi hasil ini
merupakan instrumen pembiayaan yang dimodifikasi untuk menjembatani
kendala pembiayaan bagi badan usaha yang belum berbadan hukum, terutama
usaha kecil Siamat (2004). Banyak jenis–jenis pembiayaan bank syariah, yaitu
(Karim, 2007):
1) Pembiayaan Modal Kerja Syariah.
Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang
diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
2) Pembiayaan Investasi Syariah.
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka
panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk :
1.Perjanjian Bagi Hasil
Nasabah Pemodal
Bagian Keuntungan X Bagian Keuntungan
Modal 100% X
Modal 100 % pinjaman Modal & skiil
Kegiatan Usaha
Keuntungan
Modal
38
a) Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik
dalam rangka usaha baru.
b) Rehabilitasi, yakni pengantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak
dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik.
c) Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama
mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi.
d) Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan
mesin/peralatan baru dengan tekhnologi sama atau lebih baik/tinggi, atau
e) Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi
proyek/pabrik secara keseluruhan (temasuk sarana penunjang kegiatan
pabrik, seperti laboratorium
3) Pembiayaan Konsumsi Syariah
Pembiayaan konsumsi adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan
di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan.
2.7. Efektivitas Pembiayaan BMT
BMT harus mampu menyalurkan pembiayaan seefektif mungkin untuk
menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan dalam pembiayaan. Soetrisno
(1986) diacu dalam Syafar (2006) mengemukakan bahwa untuk menolong
permodalan usaha masyarakat pedesaan, efektivitas harus terlebih dahulu dicapai
namun juga tanpa mengabaikan aspek efisiensi. Lembaga keuangan yang
ditujukan untuk masyarakat seharusnya suatu lembaga khas pemerintah untuk
melayani golongan miskin, sehingga mempunyai tingkat efektivitas yang baik
dalam kecepatan kemampuannya mencapai sasaran.
Efektifitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas pengajuan
pembiayaan, penyaluran pembiayaan, penggunaan/pemanfaatan pembiayaan dan
pengembalian pembiayaan tersebut. Efektivitas pembiayaan dapat diukur dengan
cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan atau efektivitas pembiayaan
menurut shahibul maal yang berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut Hamid
(1986) diacu dalam Syafar (2006) :
1) Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima
dan mampu menjangkau sasaran secara luas.
39
2) Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas
prosedur pembiayaan yang dijalankan.
3) Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam
mengambil pembiayaan.
4) Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak
pembayaran dalam satu proses peminjaman.
5) Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai
dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan.
Sedangkan efektivitas pembiayaan menurut mudharib berdasarkan
beberapa parameter, antara lain Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006):
1) Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah
untuk memahaminya.
2) Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi
calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya
jaminan.
3) Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT
untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan.
4) Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk
mengakses sumber permodalan yang disediakan.
5) Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan.
6) Hasil analisis akan menunjukkan dua kemungkinan yaitu baik dan kurang
baik. Jika terbukti bahwa hasil penelitian menunjukkan pengelolaan
pembiayaan agribisnis syariah baik maka hal ini akan tercermin pada diri
pelaku shahibul maal maupun mudharib. Namun, jika hasil evaluasi ternyata
menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis kurang baik, maka harus ada
umpan balik (feedback) kepada pihak shahibul maal guna memberikan solusi
dan strategi dalam melaksanakan perbaikan-perbaikan atas kekurangan
pengelolaan pembiayaan tersebut.
Menurut Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006), suatu lembaga
keuangan yang melayani golongan ekonomi menengah ke bawah dalam upaya
memperluas jangkauan pemberian pembiayaannya di pedesaan harus
memperhatikan beberapa unsur, yaitu : hubungan antara kreditur dengan nasabah
40
harus bersifat hubungan informal, dalam pemberian pembiayaan maupun
penagihannya harus aktif dalam arti harus sering mengunjungi tempat tinggal atau
tempat usaha nasabah, pengawasan serta pembinaan harus dilakukan secara terus-
menerus, kondisi sosial budaya setempat, bantuan teknik perlu ditingkatkan
disamping bantuan dana yang selama ini diberikan.
Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006) menyatakan bahwa efektif atau
tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan
beberapa parameter antara lain : persayaratan peminjaman, prosedur peminjaman,
realisasi pembiayaan, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank,
lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah,
serta memberikan dampak positif.
Selain itu, Farida (2007) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan mudharabah, antara lain:
1) Kepercayaan antara mitra dan KBMT
2) Keterbukaan atau transparansi dalam mengelola usaha antara mitra dan
KBMT.
3) Pemahaman mitra mengenai sistem bagi hasil
4) Kemampuan mitra dalam manajemen usaha, seperti pembukuan.
5) Faktor resiko dan biaya yang lebih besar.
6) Likuiditas atau ketersediaan dana.
Lembaga keuangan mempunyai tujuan untuk memperbesar peluang
berusaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penerima
pembiayaan, memberikan alternatif mata pencaharian serta memberikan
kemampuan untuk mengintegrasikan diri dengan proses perubahan ekonomi yang
ditandai oleh peningkatan proses komersialisasi dan moneterisasi. Perluasan usaha
bisa dilihat dari Rifiani (1994) diacu dalam Syafar:
1) Jumlah dan satuan usaha. Diukur dari tambahan unit usaha dan jenis/ragam
usaha yang ada atau yang dapat dibentuk sejak menerima pembiayaan.
2) Perkembangan usaha. Dilihat dari kemampuan untuk mengembangkan suatu
satuan usaha pada kondisi yang lebih baik akibat adanya pembiayaan. Hal
tersebut meliputi aspek :
41
a) Produksi, ukurannya adalah peningkatan volume produksi/omset
perdagangan.
b) Pemasaran, berkaitan dengan usaha memperluas pangsa pasar dan
tataniaga pemasaran.
c) Manajemen, kemampuan mengelola usaha menyangkut dari penyediaan
barang, pembelian bahan sampai ke penjualan barang yang dinilai secara
kualitatif.
d) Keuangan, menyangkut kebutuhan modal usaha, peningkatan pendapatan
dan keuntungan usaha.
Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan suatu
program pembiayaan dan program-program sejenis adalah perubahan pendapatan
sasaran program. Program pembiayaan selain berorientasi pada peningkatan
produk atau optimalisasi penggunaan sumber daya yang lain, pada akhirnya juga
dimaksudkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sasaran program.
Mosher (1993) menyebutkan bahwa suatu program keuangan dikatakan
efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan yang timbul akibat dari
kebiasaan pinjam-meminjam untuk keperluan konsumsi, salah satunya yaitu
hambatan berupa kelemahan dalam melunasi hutang. Jadi, keberhasilan suatu
program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah pembiayaan yang dapat
disalurkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan, tetapi juga dilihat dari
tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian pembiayaan akan
mempengaruhi program keuangan selanjutnya.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi peluang pengembalian
pembiayaan oleh nasabah BMT Renggani (1998) diacu dalam Syafar (2006):
1) Faktor ekonomi yaitu jumlah pinjaman, jumlah selisih pendapatan dan
pengeluaran keluarga, biaya transportasi ke BMT dan borrowing cost.
2) Faktor-faktor non ekonomi yaitu tingkat pendidikan nasabah, jangka waktu
realisasi pembiayaan dan jenis penggunaan pembiayaan.
Tingkat pengembalian pembiayaan merupakan kemampuan debitur dalam
membayar kembali pembiayaannya. Selain itu, efektivitas program pembiayaan
juga dapat ditunjukan dengan penunggakan yang terjadi. Hasil penelitian tim
Unibraw (1998) yang diacu dalam Syafar (2006) menunjukkan bahwa penyebab
42
lemahnya pengembalian pembiayaan oleh petani dapat dikarenakan oleh beberapa
hal yaitu : prosedur yang berbelit, rendahnya hasil usaha (pendapatan rendah),
penyimpangan penggunaan pembiayaan (untuk memenuhi kebutuhan konsumsi),
tidak adanya hukuman atas keterlambatan dalam pengembalian pembiayaan,
kurangnya perangsang pengembalian, adanya permintaan pembiayaan fiktif dan
rendahnya efektivitas penagihan oleh petugas pembiayaan.
2.8. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2008) dengan judul “Analisis
Penilaian dan Faktor-faktor Penyaluran Pembiayaan Syariah dalam
Pembiayaan Agribisnis pada KBMT Khidmatul Ummah ” yang menjelaskan
penilaian mitra terhadap penyaluran pembiayaan syariah dan menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran dan penggambilan pembiayaan
mudharabah dan murabahah, serta menjelaskan keterikatan pembiayaan
syariah dengan pembiayaan agribisnis. Penelitian ini menunjukan hasil
keterikatan pembiayaan syariah dengan pembiayaan agribisnis membuktikan
bahwa lembaga keuangan mikro menawarkan sistem administrasi lebih
sederhana yang tercermin dari jumlah syarat aplikasi yang lebih sedikit dan
kualitas aplikasi pinjaman yang lebih terjangkau oleh pelaku usaha kecil dan
mikro. Pada hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa KBMT perlu
meningkatkan pembiayaan mudharabah dari total pembiayaan yang
disalurkan, meningkatkan pengetahuan dan kepahaman mitra terhadap
prinsip syariah/bagi hasil perlu ditingkatkan dengan mengadakan pengajian
rutin minimal satu bulan sekali untuk mitra KBMT pada umumnya dan
anggota KBMT pada khususnya, serta memberikan pelatihan pada karyawan
KBMT secara berkala untuk menyamaratakan informasi mengenai
kelembagaan dan pembiayaan syariah. pada penelitian ini ada persamaan
terkait dengan subjek penelitian yaitu KBMT tetapi pada KBMT yang
berbeda. Penelitian ini pun menentukan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi penyaluran pembiayaan namun hal yang lebih banyak dikaji
ialah terkait dengan administrasi yang berlaku. Kelemahannya, tidak secara
menyeluruh langsung dan fokus mengamati penelitian terkait dengan
agribisnis. Sehingga perlu ada kajian lebih untuk pembiayaan syariah untuk
43
sektor agribisnis. Selain itu, masih belum diketahui seberapa besar efektivitas
pembiayaan syariah tersebut.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Syafar (2006) dengan judul “Analisis
Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran
Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor” yang menjelaskan
penerapan efektivitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani
agribisnis di desa Ciaruteun Ilir dan menjelaskan pengaruh program dalam
peningkatan pembayaran angsuran dan jumlah tabungan petani agribisnis di
Desa Ciaruteun Ilir. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa partisipasi
anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat meningkatkan jumlah
tabungan. Tabungan sukarela pada akhir maret 2006 di Desa Ciaruteun Ilir
sebesar Rp 64.300.000 jumlah ini cukup besar dibandingkan pada tahun 2005
sebesar Rp 11.227.500 yang mengalami peningkatan sebesar 424,8 persen
dan 311 persen. Meningkatnya jumlah pembayaran angsuran pembiayaan
anggota dilihat dari tingkat resiko pengembalian pembiayaan. Resiko tingkat
pengembalian pembiayaan relatif sangat kecil sebesar 9,16 persen. Data
tersebut berdasarkan dengan periode tunggakkan dari tahun sebelumnya,
resiko portofolio 47 persen bulan Desember 2005 dan menurun 24,27 persen
pada bulan Maret 2006. Hasil analisis diperoleh bahwa dalam meningkatkan
efekivitas pembiayaan sistem syariah pada petani sayuran di Desa Ciaruteun
Ilir dalam menggunakan pembiayaan UPK Ikhtiar adalah peningkatan
pembayaran pembiayaan. Pada penelitian ini terdapat kesamaan bahwa
penelitian mengukur seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah.
responden yang dijadikan objek penelitian pun memiliki karaktersitik yang
sama yaitu mitra yang bergerak pada sektor agribisnis. Tetapi penelitian ini
lebih banyak membahas terkait peningkatan pendapatan petani pada
pembiayaan syariah. Pembahasan yang ada pada penelitian ini pun masih
pada tahap penelitian pada daerah yang cakupannya kecil. Efektivitas yang
diukur pun masih belum menunjukan apakah hasil yang didapatkan dari
pemanfaatan pembiayaan syariah. Sehingga, dalam hal ini aspek pendapatan
saja yang menjadi kajian untuk diteliti. Selain itu, tidak secara menyeluruh
subsistem agribisnis menjadi kajian pada penelitian ini.
44
3. Penelitian yang dilakukan oleh Pursito (2003) dengan judul “Kajian
Efektivitas dan Faktor-faktor Penyaluran Kredit dalam Pembiayaan Industri
Kecil dan Menengah Pangan Oleh Bank Rakyat Indonesia di Semarang”
penelitian ini menjelaskan tentang fungsi bank salah satu penyedia modal
yang penting bagi industri pangan melalui penyaluran berbagai skema kredit.
Penelitian ini menunjukan kajian eksplorasi untuk menjawab permasalahan
kajian mekanisme dan prosedur pelayanan kredit dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI), efektivitas penyaluran kredit dari sisi nasabah Industri Kecil
Menengah (IKM) pangan maupun sisi Bank, identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan pengusaha IKM pangan untuk mengambil kredit
dan kajian strategi yang ditempuh BRI dalam mengantisipasi kredit
bermasalah. Pengolahan data dilakukan dengan software Minitab 13.20 dan
SPSS. Untuk keefektifitan penyaluran kredit dianalisis melalui skala likert.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengambilan kredit dianalisis dengan
model logit atau binary logistic regression. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dalam melakukan proses penyaluran kredi, BRI mewajibkan calon
debitur (termasuk IKM pangan) untuk mengikuti prosedur baku (Kriteria 5
C’s), diantaranya memenuhi kelayakan usaha (aspek manajemen, produksi,
pemasaran, personalia dan finansial). Hal lainnya berpedoman pada
prudential banking, terutama kelangsungan industri yang berkaitan dengan
resiko (faktor controllable dan uncontrollable). Pada penelitian ini lebih
banyak kesamaan pada apa yang diteliti baik itu dari segi pokok penelitian
terkait dengan efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan
syariah itu sendiri. Dan pada penelitian ini memiliki kelebihan pada skala
yang lebih besar yaitu pada tingkat perbankkan sedangkan pada penelitian ini
pun memiliki kefokusan pada penelitian pada IKM Pangan dan tidak
melakukan kajian pada sektot agribisnis. Tetapi secara keseluruhan
menunjukan konsep penelitian yang sama. Selain itu pembiayaan ini pun
melakukan kajian berdasarkan prosedur baku yaitu proses 5 C. Pada
penelitian yang dilakukan pun proses 5 C menjadi acuan awal. Tetapi apakah
menjadi karakteristik yang sama antara 5 C pada pihak perbankan dengan
lembaga keuangan mikro syariah seperti KBMT.
45
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis.
Program pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis merupakan suatu
program pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum
petani untuk jadi lebih baik dalam melakukan usaha pertaniannya. Dengan
demikian, kriteria efisiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat
diterapkan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Kriteria
efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam arti
sejauh mana program pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas
menjangkau sasaran mereka.
Penilaian yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan, pemberian
dana harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi
secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip ini dikenal dengan prinsip 5C, yaitu:
1) Caracter yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam
dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat
memenuhi kewajibannya.
2) Capacity yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam
untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi
peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan dilapangan atas
sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode
kegiatannya.
3) Capital yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
peminjam, yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang
ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya
4) Collateral yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini
bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan
pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti
dari kewajibannya.
5) Conditions yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang
terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan
46
jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan
karena kondisi ekternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon
peminjam.
3.1.2. Permintaan Pembiayaan
Pembiayaan yang dijelaskan diawal sama dengan kredit mempunyai dua
makna, yaitu sebagai barang ekonomi dan sebagai sumber modal. Kedua
pengertian tersebut akan digunakan dalam menganalisis permintaan pembiayaan.
Analisis permintaan terhadap pembiayaan dapat dilakukan melalui dua
pendekatan, yaitu pendekatan lansung dan tidak langsung. Pendekatan langsung
dilakukan melalui fungsi permintaan dimana pembiayaan dianggap sebagai
barang ekonomi. Sedangkan pendekatan tidak langsung dilakukan melalui fungsi
produksi dimana pembiayaan dianggap sumber modal dalam kegiatan produksi.
Sehingga dalam kaitannya dengan pemakaian pembiayaan untuk membiayai
kegiatan produksi lebih relevan menggunakan pendekatan tak langsung melalui
fungsi produksi.
Jumlah pembiayaan yang diambil sangat tergantung pada tingkat
aksesbilitas debitur yang dipengaruhi faktor ekonomi dan non-ekonomi dengan
penjabaran sebagai berikut:
1) Faktor ekonomi
a) Jumlah tanggungan keluarga yaitu jumlah anggota keluarga yang harus
dihidupi atau merasakan manfaat dari kredit yang bersangkutan.
b) Pendapatan usaha yaitu rasio pendapatan dari usaha yang dibiayai oleh
kredit terhadap pendapatan total
c) Biaya transportasi
2) Faktor non ekonomi
a) Umur yang berhubungan dengan kematangan berpikir arau kedewasaan
seseorang dalam menentukan tindakan
b) Tingkat pendidikan.
c) Pemahaman mengambil kredit bersangkutan yang berpengaruh pada
pemahaman prosedur pembiayaan
d) Pengalaman usaha
e) Jarak lokasi
47
f) Tingkat pengenalan pengurus
3.1.3. Peranan Kredit atau Pembiayaan
Peranan kredit pertanian berdasarkan beberapa literatur yang ditulis para
ahli kredit dapat dipandang dari dua aspek yaitu aspek makro dan mikro. Dari segi
makro peranan kredit dilihat sebagai salah satu alat kebijaksanaan dalam
pembangunan pertanian, atau dalam lingkup yang lebih luas yaitu pembangunan
perdesaan. Pembahasan peranan pasar modal di pedesaan (Rural Financial
Market) dan pengaturan suku bunga kredit, namun pada pembiayaan tidak ada
unsur bunga didalamnya tapi lebih kepada bagi hasil, merupakan contoh
pembahasan peranan kredit dari aspek makro. Peranan kredit dari aspek mikro
banyak ditujukan kepada mamandang kredit sebagai penambah modal usaha,
bahkan kredit dipandang indentik dengan input faktor.
Pemberian kredit pertanian merupakan salah satu alat kebijaksanan
pembangunan pertanian atau perdesaan telah banyak dilakukan di negara- negara
berkembang. Kredit tersebut dapat disebut dengan berbagai sebutan antara lain
“agricultural credit”, “small farm credit” dan biasa juga disebut dengan
“supervised credit” atau kredit terbimbing. Dari sebutan-sebutan tersebut
menujukan bahwa kredit ini ditujukan pada masyarakat pedesaan terutama petani
kecil, sebagai kelompok ekonomi lemah yang banyak ditemui di negara-negara
berkembang.
Menurut Johnson dan Johnson diacu dalam Kusnadi (1990) memandang
kredit sebagai unsur yang perlu terintegrasi dengan pendidikan yang akan
menunjang pembangunan perdesaan. Selanjutnya dikemukakan bahwa program
kredit pertanian ditujukan untuk (1) menyediakan kredit dalam jumlah yang cukup
untuk tujuan produktif bagi petani kecil dan menengah, (2) penggunaan kredit
adalah bagian dari program untuk memperbaiki cara berusahatani dan taraf hidup
petani, serta manjadi faktor yang dapat memperluas program perbaikan desa.
Agar kredit mampu berperan seperti diatas, pemberiannya selalu menyertai
program perbaikan tekhnologi baru, khususnya teknologi pertanian. Mosher
(1993) misalnya menempatkan kredit produksi sebagai salah satu unsur untuk
mempermudah pembangunan pertanian. Salah satu unsur pokoknya adalah
adanya teknologi yang selalu berubah. Secara teoritis dengan adanya kredit
48
produksi menyebabkan petani mempunyai kesempatan untuk mereorganisasi
penggunaan sumberdaya sampai tingkat yang optimal. Kuntjoro diacu dalam
Kusnadi (1990) menyebutkan bahwa petani yang menggunakan kredit dapat
meningkatkan faktor-faktor produksinya pada tingkat yang optimal, sehingga
dapat meningkatkan produksi total secara optimal pula. Peningkatan penggunanan
faktor-faktor produksi tersebut dimungkinkan karena adanya tambahan dana.
Dengan adanya tambahan dana ini petani dapat membeli faktor-faktor produksi
yang dibutuhkan pada tingkat yang optimal.
Baker dan Bargava diacu dalam Kusnadi (1974) menyatakan bahwa
kegagalan program kredit dalam bentuk kurang partisipasi petani dengan
menunggak, karena adanya perbedaan pandangan peranan kredit sering diberikan
khusus untuk membiayai kegiatan produksi atau teknologi baru. Di pihak petani
disamping harus membiayai produksi juga harus membiayai kebutuhan konsumsi
keluarga. Dengan demikian pada dasarnya petani dihadapkan pada usaha
mengatur keseimbangan antara saat surplus dengan saat defisit keuangan. Saat
surplus dan defisit tersebut sangat berkaitan dengan arus pendapatan dan
pengeluaran keuangan keluarga. Pada usahatani, sifat pendapatan petani yang
musiman merupakan salah satu faktor penyebab petani selalu menghadapi masa
defisit dan surplus dana tersebut. Oleh karena itu penyediaan kredit bagi petani
secara ideal tidak harus terbatas pada kredit produksi, tetapi perlu disediakan
kredit untuk keperluan yang lebih luas.
Peranan kredit pada tingkat usahatani telah banyak diteliti oleh pada ahli.
Colyer dan Jimenez diacu dalam Kusnadi (1977) telah menunjukan peranan
kredit bagi usaha tani di Columbia. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
usahatani peserta kredit rata-rata mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding
bukan peserta. Di samping itu mereka juga menggunakan input modern lebih
tinggi, seperti produk buatan, pestisida dan benih unggul. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya kredit dapat mempercepat proses adopsi teknologi baru.
Walaupun banyak penelitian yang membuktikan peran positif pemberian
kredi tersebut, penelitian lain yang dilakukan Penny diacu dalam Kusnadi (1990)
menunjukan bahwa kredit produksi bukan merupakan faktor penentu dalam
memacu pertumbuhan produksi. Peranan kredit di dalam hal ini sangat tergantung
49
pada kemampuan dan kemauan petani untuk menggunakannya pada kegiatan
produktif. Pada petani yang belum berorientasi pada kesempatan ekonomi, kredit
lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumtif.
Menurut Yunus (2007) mengatakan bahwa kredit mikro bukan hanya soal
memberi orang peluang ekonomi. Ini menyangkut komunitas. Ini menyangkut
tanggung jawab. Ini soal cara pandang bagaimana kita semua saling terhubung
dan bergantung di dunia masa kini. Ini adalah pengakuan bahwa di negara kami,
nasib penerima tunjangan di Denver atau Washington terjalin tak terelakkan
dengan kita semua. Ini soal pemahaman tentang bagaimana mengangkat
masyarakat keluar dari kemiskinan di India atau Bangladesh akan memantulkan
kembali manfaatnya bagi seluruh komunitas dan menciptakan ladang subur agar
demokrasi bisa hidup dan bertumbuh, karena masyarkat memiliki harapan di masa
depan.
Pada akhirnya Donal diacu dalam Kusnadi (1990) menyebutkan bahwa
teknologi baru yang diintroduksikan dengan menyertakan kredit harus mampu
menciptakan kesempatan ekonomi (Economic Opportunity). Kesempatan
ekonomi ini menyangkut banyak aspek, bukan hanya pada teknologi itu sendiri.
Setiap teknologi yang dianjurkan harus ditunjang dengan tersedianya pasar input
yang memadai. Kemudian kenaikan produksi akibat teknologi itu sendiri harus
dapat diserap oleh pasar.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pada sistem agribisnis yang begitu kompleks maka perlu ada
pengembangan sistem agribisnis untuk memajukan sektor pertanian secara lebih
luas. Salah satunya ialah dengan pegembangan sub-sistem penunjang agribisnis
melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau BMT yang dimana secara badan
hukum dapat berbentuk koperasi. Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah ini
akan dikaji pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis. Pada tahap
selanjutnya akan dilihat bagaimana mekanisme pembiayaan berupa pengajuan,
penyaluran dana pembiayaan. Mekanisme yang ada akan dikaji berdasarkan
realisasi pembiayaan yang terlaksana terhadap nasabah atau petani. Realisasi
pembiayaan akan dilihat efektivitas pembiayaanya. Efektivitas ini akan dilihat
dari dua sisi.
50
Pertama analisis efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis. Pengukuran ini dilakukan pada dua pihak antara
pihak BMT dan mitra BMT. Efektivitas penyaluran akan ditunjukan melalui
persentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Persentase tersebut akan menunjukan perkembangan secara kuantitatif jumlah
mitra maupun nominal pembiayaan yang mampu dicapai. Hal tersebut dilihat
pada gap antara target dan realisasi pembiayaan yang ada pada BMT Tadbiirul
Ummah. Sedangkan, efektivitas pemanfaatan akan ditunjukkan secara kualitatif
dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi dilapangan.
Pembiayaan yang dialokasikan akan dilihat kesesuaianya dengan akadnya.
Apakah terdapat penyimpangan dalam penggunaannya. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui tingkat efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan
untuk sektor agribisnis.
Setelah mengetahui efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan
syariah untuk sektor syariah maka dicari faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang
diduga mempengaruhi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor
penduga tersebut ialah pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan,
nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal, dan sektor usaha sebagai
variabel boneka (dummy). Variabel yang diukur tersebut didapatkan berdasarkan
kajian literatur berdasarkan 5 C. Variabel pengalaman usaha, frekuensi
pembiayaan dan tahun dapat menjadi bagian dari Character karena menunjukan
seberapa lama perjalanan usahannya, kondisi pengetahuan dan pengalaman
pembiayaan hal tersebut dapat menjadi dasar untuk melihat karakteristik calon
mitra. Profit dan sektor usaha dipilih karena berhubungan dengan kondisi
(condition) usaha yang dimiliki oleh KBMT Tadbiiru Ummah, apakah seorang
mitra mampu dan layak untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Sedangkan
untuk variabel komposisi modal akan menunjukan capital yang dimiliki calon
mitra., seberapa besar modal yang dimiliki oleh mitra sehingga KBMT dapat
mengetahui apakah modal yang dimiliki merupakan modal pribadi atau modal
orang lain (hutang), sedangkan untuk nisbah bagi hasil tidak termasuk pada 5 C.
51
Penentuan faktor-faktor ini menggunakan alat analisis regresi berganda
dengan menggunakan software minitab versi 15. Setelah out put regresi berganda
didapatkan maka akan diinterpretasikan untuk menunjukan faktor apa saja yang
signifikan mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Dua sisi analisis ini akan menjadi bahan evaluasi pembiayaan agrbisnis
syariah dalam hal skema usaha. Hasil evaluasi ini akan berpengaruh besar untuk
kemajuan dan masukan penembangan sistem agribisnis. Selain itu, pihak BMT
dapat melihat secara terperinci perkembangan yang ada dan trend yang ada
dimasyarakat dalam hal pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
52
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Keterangan :
= Lingkup Penelitian
Sistem Agribisnis
Sus-Sistem Penunjang Agribisnis : Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT)
Skim Pembiayaan Sistem Syariah Sektor Agribisnis
Lembaga keuangan Mikro Syariah (BMT)
Pembiayaan Syariah Terhadap Mitra/Petani
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk
Sektor Agribisnis
Mekanisme Pembiayaan Berupa Pengajuan, Penyaluran Dana Pembiayaan
Efektivitas Penyaluran dan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
Evaluasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis
Pihak BMT
1. Pengalaman usaha 2. Profit usaha 3. Frekuensi
pembiayaan 4. Nisbah bagi hasil 5. Tahun pendidikan 6. Komposisi modal
Mitra BMT
Mengetahui Tingkat Efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah
53
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BMT Tadbiirul Ummah yang beralamat di
Jalan Raya Darmaga Bogor 16620 Jawa Barat. Pemilihan BMT ini dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa BMT Tadbiirul Ummah
memiliki nasabah untuk pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yaitu petani.
Selain itu, alasan memilih lokasi BMT Tadbiirul Ummah di Kabupaten Bogor
karena BMT Tadbiirul Ummah menerapkan sistem pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis yang murni sesuai dengan prinsip syariah yaitu berbisnis sesuai
dengan keadilan dan kepercayaan serta menerapkan prinsip bagi untung dan bagi
rugi (profit and loss sharing) dalam usaha untuk membantu petani, sehingga
dalam hal ini dapat dilihat peran dari lembaga keuangan mikro syariah untuk
pembangunan pertanian. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini selama tiga
bulan April-Juni 2009. Namun, secara menyeluruh dalam pembuatan skripsi ini
membutuhkan waktu enam bulan.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan metode pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan
kuisioner (angket), dan wawancara (interview). Dalam hal ini, informasi atau
keterangan diperoleh melalui data primer langsung dari responden dan pihak
KBMT Tadbiirul Ummah dengan cara tatap muka atau bercakap-cakap dan alat
yang digunakan berupa kuisioner dan data-data sekunder yang didapatkan dari
berbagai macam sumber terkait baik dari KBMT Tadbiirul Ummah maupun dari
berbagai macam literatur.
4.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yang berkaitan dengan
penelitian ini. Data primer didapatkan dari hasil penyebaran kuisioner kepada para
nasabah responden dan hasil wawancara langsung dengan pihak pengelola BMT.
Sedangkan data sekunder akan didapatkan dari berbagai arsip dan administrasi
54
BMT, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Masyarakat
Ekonomi Syariah, Pusat Ekonomi Syariah serta literatur terkait yang diperlukan
untuk menunjang pembuatan laporan penelitian ini.
Data yang diperoleh melalui BMT merupakan data pada tahun 2004-2008,
data tersebut digunakan untuk menunjukan trend perkembangan pembiayaan yang
terjadi. Sedangakan, data yang diperoleh dari responden merupakan data yang
berasal pada tahun 2008 saja. Data tersebut digunakan untuk menunjukan
permintaan pembiayaan yang menjadi trend saat ini. Jenis data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis data yang dibutuhkan dalam Penelitian di BMT Tadbiirul Ummah
Tahun 2004-2008 JENIS DATA SATUAN
1. Data Kuantatif a. Jumlah pengambilan pembiayaan b. Bagi hasil c. Pendapatan usaha keluarga d. Pengalaman usaha e. Frekuensi pinjaman f. Besar tunggakan g. Jangka waktu angsuran h. Jumlah tanggungan keluarga i. Alamat nasabah pembiayaan
pertanian. 2. Data Kualitatif
a. Tahap pengajuan pembiayaan b. Produk-produk pembiayaan BMT c. Tahap penyaluran pembiayaan d. Tahap pengelolaan pembiayaan e. Tahap pengembalian pembiayaan. f. Dampak pembiayaan terhadap
nasabah. g. Tingkat pendidikan.
Rupiah Persentase Rupiah perbulan Tahun Kali X % dari pinjaman Bulan Orang
4.4. Metode Pengambilan Sampel
Contoh (sampel) yang diambil adalah nasabah pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis. Alasan fokus penelitian hanya pada pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis yaitu karena jenis pembiayaan tersebut termasuk pembiayaan
modal kerja dan investasi sehingga semua nasabah peminjam pembiayaannya
merupakan nasabah yang mempunyai kegiatan usaha produktif dalam bidang
55
pertanian. Selain itu, pada dasarnya secara operasional pada jenis pembiayaan
inilah yang benar-benar menawarkan prinsip bagi untung dan bagi rugi (profit and
loss sharing) dalam usaha untuk membantu petani.
Pengambilan contoh dilakukan secara Sampel Acak Sederhana (Simple
Random Sampling) dengan metode berimbang (proporsional). Dalam hal ini
nasabah yang menjadi anggota KBMT Tadbiirul Ummah memiliki peluang yang
sama untuk dipilih sebagai sampel khususnya untuk nasabah yang memiliki unit
usaha pertanian atau agribisnis. Hal tersebut digunakan untuk mempermudah
dalam melihat karakteristik yang terjadi pada pola pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis.
Berdasarkan data yang didapat maka jumlah yang sampel yang diambil
sebanyak 22 orang. Jumlah tersebut diambil secara proposional sebanyak 50
persen dari jumlah seluruh populasi yang layak untuk diwawancarai yaitu
sebanyak 44 orang. Responden yang berjumlah 22 orang distratifikasi
berdasarkan sektor usaha yaitu sektor usaha berbasis on-farm dan off-farm.
Selanjutnya distratifikasi berdasarkan jumlah plafon pembiayaan yang didapatkan
yaitu jumlah plafon yang memiliki rentang Y < Rp 1.000.000, Rp 1.000.000 <Y<
Rp 3.000.000 dan Y > Rp 3.000.000. Stratifikasi yang dibuat dilakukan untuk
memenuhi keterwakilan jumlah responden pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan data kuantitatif.
Sebelum diolah dan dianalisis, dilakukan beberapa prosedur pendahuluan
terhadap data yang diperoleh yaitu mengedit data, membuat koding, melakukan
skoring dan menggolongkan beberapa kategori jawaban. Data akan disajikan
dalam bentuk uraian, bagan/gambar dan tabel. Pengolahan dan analisis data untuk
menjawab tujuan penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu :
4.5.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui apakah pemberian
pembiayaan dari BMT efektif dalam pengelolaannya maupun dampaknya
terhadap usaha yang dijalankan, apakah pemanfaatannya sudah tepat atau belum.
56
Analisis dampak pembiayaan tersebut menggunakan perbandingan antara kondisi
sebelum pembiayaan dengan sesudah pembiayaan secara kualitatif. Untuk analisis
ini akan digunakan data kaulitatif yang dibuat dalam bentuk tabulasi dan
kemudian dideskripsikan.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyaluran pembiayaan sistem
syariah sektor agribisnis diuraikan secara deskriptif. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keinginan responden untuk memperoleh pembiayaan sistem
syariah sektor agribisnis dilakukan secara deskriptif, yang sebelumnya dianalisa
melalui model persamaan regresi linear berganda, yang dipakai melihat faktor-
faktor yang berhubungan nyata dan tidak berpengaruh nyata serta mempengaruhi
secara signifikan.
Analisis efektivitas yang dilakukan dengan cara melakukan persentase
pencapaian antara target dan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Persentase tersebut akan menunjukan jumlah pencapaian berdasarkan akad, sektor
usaha, dan peruntukan baik dilihat secara jumlah mitra maupun dihitung secara
nominal jumlah pembiayaan yang bergulir.
4.5.2. Analisis Data dan Interpretasi
Pada penelitian untuk mencari faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
pada efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini akan
dikaji bagaimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen
dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X1, X2, X3…Xk adalah variabel-
variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan
fungsional antara variabel X dan Y, dimana variasi dari X akan diiringi pula oleh
variasi dari Y. secara matematika, hubungan diatas dapat dijabarkan sebagai
berikut, Nazir (2005) :
Dimana:
Y = Variabel Dependen.
X = Variabel Independen.
e = Disturbance Term.
Dengan perkataan lain, variasi dari Y disebabkan oleh variasi dari variabel
independen X dan oleh variasi random lainnya yang tidak dapat diketahui secara
57
pasti. Perlu perhitungan lebih detail untuk mengetahui apa yang menjadi variabel
Y dan apa yang menjadi varibel X analisis regresi yang digunakan ialah analisis
regresi berganda. Oleh karena itu, analisis regresi bergandalah yang digunakan
sebagai pengukur pencarian faktor penduga penyaluran pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis yang signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Jika parameter dari suatu hubungan fungsional antara satu variabel
dependen dengan lebih dari satu variabel ingin diestimasikan, maka analisis
regresi yang dikerjakan berkenaan dengan regresi berganda (multiple regression).
Analisis regresi berganda mempunyai kaedah yang sama seperti analisis regresi
sederhana. Rumus-rumus yang digunakan pun tidak lain dari pengembangan dari
rumus-rumus yang digunakan pada regresi sederhana.
Teknik regresi untuk berhubungan variabel yang mempunyai lebih dari dua
variabel independen dapat dikembangkan dari prosedur di atas. Misalnya, untuk
analisis regresi dari persamaan stokhastik.
Berdasarkan persamaan diatas maka untuk menentukan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis syariah dapat diturunkan pada
persamaan rumus dibawah ini:
Dugaan nilai parameter:
a0 ,a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7 dan, b1 < 0 adalah nilai koefisien untuk setiap faktor
Dimana:
Y = Jumlah pembiayaan yang diambil (rupiah/tahun)
X1 = Pengalaman usaha (tahun)
X2 = Profit usaha (rupiah/tahun)
X3 = Frekuensi pembiayaan(kali/tahun)
X4 = Nisbah bagi hasil((persen/rupiah)/tahun)
X5 = Tahun pendidikan(tahun)
X6 = Komposisi modal usaha (Rupiah/tahun)
D1 = Sektor usaha
D1 Bernilai 1 jika sektor usaha on-farm secara luas dan 0 untuk yang lain.
58
b1 = Koefisien dummy
e = Galat (variabel penggangu)
a0 = Intersep
Berdasarkan persamaan diatas perlu ada beberapa hipotesis awal yang akan
dilihat sesuai dengan persamaan diatas. Dalam penelitian ini, hipotesis faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis adalah sebagai berikut :
1) Pengalaman usaha, semakin lama seseorang berpengalaman dalam usaha
maka diduga akan lebih memiliki kemampuan dalam memperhitungkan
kebutuhan pembiayaan dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat
memanfaatkan pembiayaan relatif lebih besar, berdasarkan hal tersebut
digunakan hipotesis sebagai berikut:
Ho = Koefisien pengalaman usaha tidak signifikan atau bernilai 0
Ha1 = Koefisien pengalaman usaha signifikan atau tidak bernilai 0
2) Profit usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan usaha.
Diduga akan mempengaruhi jumlah nilai pembiayaan yang diambil, semakin
baik profit usaha seseorang maka akan semakin tinggi pihak KBMT
memberikan dana pembiayaan pada usahanya, berdasarkan hal tersebut
digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Koefisien profit usaha tidak signifikan atau bernilai 0
Ha2 = Koefisien profit usaha signifikan atau tidak bernilai 0
3) Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan.
Semakin tinggi frekuensi pengambilan pembiayaan diduga akan menimbulkan
kepercayaan antara KBMT dan mitra. Sehingga, peluang mitra untuk
pembiayaan akan lebih besar pada frekuesi ini juga akan dilihat data jangka
waktu angsuran dan jangka waktu pembiayaan yang akan diberikan oleh pihak
KBMT, berdasarkan hal tersebut digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Frekuensi pembiayaan tidak signifikan atau bernilai 0
Ha3 = Frekuensi pembiayaan signifikan atau tidak bernilai 0
4) Nisbah bagi hasil merupakan bagian dari profit sharing dan risk sharing
dalam pengambilan pembiayaan. Nasabah diduga akan tertarik untuk
mengambil pembiayaan yang ada pada BMT dengan nisbah bagi hasil yang
59
ditawarkan. Semakin besar nisbahnya akan semakin tertarik mitra untuk
melakukan pembiayaan pada usahanya, berdasarkan hal tersebut digunakan
hipotesis sebagai berikut:
H0 = Nisbah bagi hasil tidak signifikan atau bernilai 0
Ha4 = Nisbah bagi hasil signifikan atau tidak bernilai 0
5) Tahun pendidikan merupakan waktu yang dimiliki oleh nasabah untuk
mengenyam pendidikan secara formal. Faktor ini diduga berimplikasi pada
pengetahuan nasabah/petani terhadap pembiayaan. Semakin besar tahun
pendidikan mengidentikan semakin tinggi mengenyam pendidikan maka
peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar karena memiliki
pengetahuan.
H0 = Tahun pendidikan tidak signifikan atau bernilai 0
Ha5 = Tahun pendidikan signifikan atau tidak bernilai 0
6) Komposisi modal usaha merupakan bagian yang harus diketahui pada awal
permintaan pembiayaan. Karena faktor ini akan diduga berpengaruh kepada
pengambilan keputusan BMT untuk memberikan bantuan pembiayaan jika
komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dibandingkan modal
bantuan dari pihak lain.
H0 = komposisi modal usaha tidak signifikan atau bernilai 0
Ha6 = komposisi modal usaha signifikan atau tidak bernilai 0
7) Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasabah melakukan usaha pertanian
pada sistem on-farm atau sektor usaha perdagangan, pengolahan produk
pertanian. Hal ini diduga bahwa sektor usaha yang off-farm akan lebih besar
mendapatkan pembiayaan karena resiko yang muncul lebih sedikit dan siklus
bisnis yang cepat dibandingkan dengan sektor usaha yang on farm.
H0 = sektor usaha tidak signifikan atau bernilai 0
Ha7 = sektor usaha signifikan atau tidak bernilai 0
Koefisien determinasi dihitung dengan rumus:
60
Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien berbeda signifikansi dari nol
atau tidak untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak
berpengaruh nyata digunakan uji, sebagai berikut :
1. Pengujian parsial terhadap parameter dugaan (uji-t)
Statistik yang digunakan,
Untuk
Dimana:
ai = parameter penduga.
Sai = standar deviasi parameter a0
Hipotesa:
H0 = ai = 0
H1 = ai ≠ 0
Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : thitung > ttabel, derajat bebas tertentu
H0 diterima apabila : thitung < ttabel, derajat bebas tertentu
2. Pengujian serentak seluruh parameter dugaan (uji-F)
Statistik uji:
Dimana:
ESS= jumlah kuadrat yang dijelaskan
RSS= jumlah kuadrat residual
k = banyaknya parameter dugaan termasuk intersep
n = jumlah sampel
Hipotesa:
H0 = ai = 0
H1 = ai ≠ 0
Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : Fhitung > Ftabel, derajat bebas tertentu
H1 diterima apabila : Fhitung < Ftabel, derajat bebas tertentu
3. Pengujian terhadap adanya masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedasitas
61
Pengujian masalah multikoliniearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF
(Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF lebih besar
dari sepuluh menunjukan adanya masalah multikolinearitas. Pengujian masalah
autokorelasi digunakan uji Durbin-Wastson, jika nilai d yang berkisar pada
angka 2 menunjukan bahwa model tersebut tidak mengandung autokorelasi.
Sedangkan penguian masalah heteroskedasitas digunakan uji white
heterokedasticity. Jika nilai obs*R-square > X2 df = 2 atau probability (P-value)
< α, maka model tersebut tidak mengadung heteroskedasitas. Analisis dilakukan
dengan software Minitab versi 15 untuk mengetahui hasil-hasil analisisnya.
62
V. GAMBARAN UMUM KBMT TADBIIRUL UMMAH
5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT) Tadbiirul Ummah terletak di
Jalan Raya Dramaga No. 37 Kecamatan Dramaga Bogor, Jawa Barat. Jumlah
pendiri awal adalah 30 orang, pendirian Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil
(KBMT) Tadbiirul Ummah merupakan lembaga yang lahir sebagai representasi
dari kegiatan lembaga swadaya masyarakat di lingkungan kampus IPB Dramaga
Bogor. Kata Tadbiirul Ummah diambil dari bahasa Arab yang berarti
memberdayakan masyarakat atau umat. Pertama dibentuk pada 25 Desember 1995
sebagai BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) atau Lembaga Pembiayaan Swadaya
Masyarakat (LPSM) dan berbadan hukum koperasi No.
05/BH/KDK.105/VIII/1998 pada tanggal 08 Agustus 1998 dengan nama KBMT
Tadbiirul Ummah.
Koperasi Baitul Maal wat Tamwil Tadbiirul Ummah pada tahun 2003
memperoleh kepercayaan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Koperasi,
Kantor Koperasi Kabupaten Bogor untuk menyalurkan/menggulirkan dana
bergulir sebesar Rp. 100.000.000,- sebagai bentuk program kompensasi BBM,
dan sebelumnya pada tahun 2000 sebesar Rp. 40.000.000, diperoleh dari Program
P2KER. Sampai akhir 2008, program pemerintah dan swasta untuk penguatan
usaha mikro yang dipercayakan kepada KBMT Tadbiirul Ummah, yaitu:
kompensasi BBM, P2KER, Dana Bergulir Syariah (DBS-BBM), dana bergulir
Bank Syariah Mandiri (BSM) khusus untuk modal kerja dan dana dari KBMT
lain.
Pada tanggal 24 Februari 2008 KBMT Tadbiirul Ummah dan Mien R. Uno
Foundation melakukan kerjasama dengan adanya penandatanganan MoU untuk
memfasilitasi pembiayaan usaha mikro dan kecil, terutama bagi wirausaha muda
yang bergerak di sektor agribisnis, hal tersebut merupakan komitmen untuk
memberdayakan generasi muda. Kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat
meningkatkan kesejateraan masyarakat dan mengurangi angka pengangguran di
Indonesia. KBMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini menyediakan fasilitas
pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil untuk mengembangkan usahanya. Selain
63
memberikan fasilitas pembiayaan, KBMT Tadbiirul Ummah dan Mien R.Uno
Foundation juga akan memfasilitasi para wirausaha muda melalui kegiatan
pelatihan dan pendampingan.
Koperasi Baitul Maal wat Tamwil Tadbiirul Ummah saat ini sedang
melakukan program pembiayaan dengan sistem kelompok (tanggung renteng) di
desa. Sistem kelompok yang sedang dibangun dan dikembangkan tersebar di
beberapa desa-desa di wilayah Bogor Bagian Barat, diantaranya: Situleutik,
Kekoncong, Situdaun, Cisasah, Cibitung, Cibuntu Malang, Cibuntu Aliodah,
Bantar Kambing, Cinangneng, Pasar Rebo dan Pasar TU Kemang. Program
pembiayaan individu, lokasi mitra tersebar di wilayah Lingkar Kampus IPB
Dramaga, Pasar Anyar dan pemukiman penduduk di Kecamatan Dramaga Bogor.
KBMT Tadbiirul Ummah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah
memiliki tugas yang sangat berat dalam menjalankan usahanya. Pada dasarnya
selain melakukan fasilitasi transaksi keuangan, KBMT mempunyai tugas lain
yaitu menjelaskan nilai-nilai syariah dalam transaksi keuangan. Hal tersebut
dikarenakan mayoritas masyarakat belum paham dengan nilai-nilai syariah itu
sendiri. Sehingga ciri khas inilah yang membedakan antara lembaga kuangan
syariah dengan lembaga keuangan lainnya. Selain itu KBMT harus secara tepat
melakukan penyaluran pembiayaan pada sektor mikro. Sehingga dapat terwujud
secara ideal manfaat dari hadirnya Lembaga Kuangan Mikro Syariah.
5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi
5.2.1. Visi dan Misi
Visi KBMT Tadbiirul Ummah adalah menjadi lembaga sehat yang
mengedepankan nilai-nilai syari’ah dengan manajemen yang siddiq, istiqomah,
fathonah, amanah dan tabligh, sehingga terwujud rakyat mikro yang mandiri
sehingga terjadi transaksi yang berkeadilan dan dekonsentrasi asset bagi
komunitas usaha rakyat mikro.
Misi yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah yaitu :
a) Menjadi lembaga yang sehat dan terpercaya.
b) Manajemen yang siddiq, istiqomah, fathonah, amanah dan tabligh
64
c) Lembaga menjalankan dan mentaati aturan/prinsip ekonomi syari’ah
Islam – kesesuaian dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI).
d) Memprioritaskan pelayanan kepada rakyat mikro.
e) Menumbuhkan kepedulian/respek masyarakat aghniya terhadap rakyat
mikro.
f) Menumbuhkan daya kritis, keinginan untuk maju dan berkembang
secara bersama-sama sehingga rakyat mikro dapat mandiri.
5.2.2. Struktur dan Susunan Organisasi.
Kemajuan suatu usaha perusahaan merupakan perwujudan dari organisasi
itu sendiri yang didukung oleh para pegawai dan pemimpin perusahaan. Adanya
struktur organisasi yang tepat, maka masing-masing bagian mengetahui dengan
jelas wewenang dan tanggung jawabnya serta pembagian tugas dan wewenang
yang baik, maka setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efesien.
Struktur organisasi yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Organisasi KBMT Tadbiirul Ummah Keterangan : Garis Komando ---------- Garis Layanan
PENGURUS
Musyawarah Anggota Tahunan(MAT )
MANAJER
Kolektor
Kabag Marketing
AdministrasiPembiayaan
Kabag Operasional
AccountOfficer
Teller
- Dewan Syariah
Anggota
Pembukuan
- Pengawas
65
Susunan Organisasi : Pengurus
Ketua : M. Ali Fikri S. Hut Sekretaris : Siti Aminah Bendahara : Ir. Dina Herdini
Manajemen
Manajer : Syamsiah Anwar Kabag Operasional : Hoerudin, SE. Pembukuan : Hoerudin, SE. Adm Pembiayaan : Eni Munigar Teller : Niki Laksmi Dewi, S.Pd. Kabag Marketing : Muhammad Rizkie, A.Md. Account Officer : Ifan Sugiarto, S.Pd. Account Officer : Iyan Sopyan, S.EI. Kollektor : Gunawan
Sumber: KBMT Tadbiirul Ummah, (2009) :
1) Musyawarah Anggota Tahunan (MAT)
Musyawarah Anngota Tahunan merupakan kekuasaan tertinggi dalam
koperasi dengan tugas menetapkan anggaran dasar. Musyawarah anggota
merupakan perangkat organisasi yang menentukan arah dari kegiatan usaha
dan organisasi melalui suatu kesepakatan bersama diantara seluruh anggota.
Hasil kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada penggurus selaku
wakil anggota.
2) Pengurus
Pengurus sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari
dan oleh anggota dalam rapat anggota, bertanggung jawab atas
penyelenggaraan dan pengendalian usaha koperasi.
3) Pengawas
Pengawas memiliki hak dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanan dan pengelolaan koperasi.
4) Dewan Syariah
Dewan syariah merupakan memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan
pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan BMT agar sesuai dengan
prinsip syariah.
66
5) Manajemen
Manajemen KBMT Tadbiirul Ummah dilakukan oleh seorang manajer dengan
dibantu oleh Kabag Operasional dimana membawahi pembukuan,
administrasi pembiayaan dan teller. Selain itu, dibantu pula oleh kabag
marketing yang membawahi account officer dan kollektor. Manajemen
KBMT memiliki tugas melaksanakan kebijakan pengurus dalam pengelolaan
usaha. Menajemen mimiliki tugas melaksanakan tugas melaksanakan
kebijakan pengurus dalam pengelolaan usaha.
6) Anggota
Anggota dalam koperasi mempunyai identitas ganda (dual identity), yaitu
sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa layanan koperasi. Aggota
berperan sebagai pemilik karena berkewajiban memberikan modal serta
mengawasi jalannya organisasi. Anggota berperan sebagai pengguna jasa
layanan koperasi dimana anggota berkewajiban untuk berpartisipasi aktif
memanfaatkan jasa layanan yang ada dikoperasi.
5.3. Produk-Produk KBMT Tadbiirul Ummah
Produk yang sedang dijalankan oleh Koperasi Baitul Maal wat Tamwil
Tadbiirul Ummah terdiri dari dua kelompok, yaitu:
1. Produk Simpanan, yang terdiri dari:
a) Simpanan Wadi’ah (TAMAM), produk ini
diperuntukan untuk perorangan/lembaga yang menginginkan berbagai
kemudahan dan tidak menggangu aktivitas usaha dalam melakukan
transaksi (sistem jemput bola) dan dapat ditarik setiap saat (hari/jam
kerja)
b) Simpanan Berjangka (DERMA), produk
investasi modhorobah mutlaqoh ini diperuntukan bagi
perorangan/lembaga yang berkeinginan berinvestasi dengan tingkat bagi
hasil yang menguntungkan.
2. Jasa Pembiayaan, yang terdiri dari :
a) Modal Kerja
b) Investasi Usaha
c) Barang Kebutuhan Rumah Tangga
67
Jasa pembiayaan yang ada menggunakan pilihan jangka waktu dan nisbah
bagi hasil yang beragam yaitu 1-3 bulan sebesar 45 persen, 4-6 bulan sebesar 50
persen dan 7-9 bulan sebesar 55 persen. Pada proses pengajuan pembiayaan ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
1) Memiliki usaha/penghasilan tetap lebih dari 1 tahun
2) Fotokopi tanda pengenal (suami istri)
3) Fotokopi kartu keluarga
4) Fotokopi rekening-rekening
5) Fotokopi jaminan
6) Mengisi formulir.
Pada KBMT Tadbiirul Ummah ada berbagai jenis akad yang biasa
digunakan dalam jasa pembiayaan,
1) Murobahah (Jual Beli)
2) Musyarokah (Bagi Hasil)
3) Mudhorobah (Bagi Hasil)
4) Ijaroh (Sewa)
5) Ijaroh Multijasa (Jasa)
6) Al Qord (Pinjaman)
7) Qordun Hasan (Pinjaman Kebajikan)
KBMT Tadbiirul Ummah dalam mengembangkan produk pembiayaan
yang ada disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun, tidak meninggalkan
kaidah-kaidah yang telah atur dalam sistem syariah. Produk pembiayaan yang ada
diharapkan dapat mengakomodasi keinginan dari setiap calon mitra yang ingin
melakukan pemanfaatan untuk pembiayaan.
5.4. Pertumbuhan Laba-Rugi KBMT Tadbiirul Ummah
KBMT Tadbiirul Ummah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) tidak hanya melakukan aktivitas sosial. Tetapi berperan juga sebagai
lembaga yang berorientasi bisnis dengan sistem syariah atau adanya nilai-nilai
keislaman. Profit dapat dilihat menunjukkan bahwa profit yang dimiliki oleh
KBMT Tadbiirul Ummah meningkat tiap tahunnya dan pada tahun 2008 profit
yang didapatkan oleh KBMT sebesar Rp. 70.475.249,97 (Lampiran 1),
68
perkembangan profit yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Pada gambar diatas terlihat bahwa grafik dari keuntungan yang didapatkan
selalu meningkat pada tiap tahunnya. Perkembangan laba dari KBMT
menunjukan bahwa usaha yang dilakukan mampu mendapatkan margin lebih
sehingga dapat dinilai bahwa KBMT memiliki usaha yang. Pada tahun 2004
keuntungan yang didapatkan Rp 31.415.165,64, keuntungan pada tahun ini
merupakan laba terkecil yang didapatkan oleh KBMT selama lima tahun berjalan
sebagai usaha Lembaga Keuangan Mikro Syariah dan pada tahun 2008
keuntungan KBMT yang didapatkan sebesar Rp 70.457.249.97(Lampiran 1).
Keuntungan pada tahun ini merupakan keuntungan yang didapatkan terbesar oleh
KBMT. Hal tersebut dapat dilihat pada (Gambar 7).
Keuntungan yang selalu meningkat menunjukan bahwa lembaga
Keuangan Mikro Syariah seperti KBMT Tadbiirul Ummah mampu bertahan
ditengah arus persaingan jasa keuangan, baik itu dari lembaga keuangan bank
maupun non bank yang berbasis syariah ataupun lembaga keuangan umum atau
konvensional. LKMS berbentuk KBMT ini selain memiliki target untuk meraih
keuntungan, tetapi harus berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan membangun perekonomian masyarakat. LKMS memiliki fasilitas
layanan basic bank, seperti simpanan, pinjaman dan pembayaran, fokus melayani
69
usaha mikro kecil, menggunakan prosedur dan mekanisme yang simpel dan
fleksibel dan berada ditengah-tengah masyarakat (Syukur, 2008).
Selain itu, perkembangan keuangan pada KBMT Tadbiirul Ummah yang
baik diikuti juga oleh jumlah biaya penghapusan yang kecil atau dapat dikatakan
sebagai pembiayaan non lancar (non performing financing) yang tidak besar
proporsinya, walaupun secara agregat selama lima tahun ada penurunan dan
peningkatan. Tahun 2008 rasio jumlah biaya penghapusan dengan total biaya
hanya 5,18 persen atau sebesar Rp 28.619.866.
Pembiayaan non lancar (non performing financing) yang jumlahnya tidak
besar. Menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan pelunasan
angsuran pembiayaan dengan baik terhadap pinjaman yang dilakukan. Ada
berbagai sebab yang membuat seorang mitra tidak melakukan pelunasan terhadap
pembiayaan yang dilakukan. Penyebab terjadinya pembiayaan non lancar karena
adanya penyalahgunaan pembiayaan yang diberikan, kerusakan usaha akibat
bencana alam dan mitra pergi atau kabur agar tidak membayar pembiayaan yang
dilakukan serta mitra yang memiliki kerusakan moral karena sengaja untuk
melarikan pembiayaan yang dipinjam.
Pembiayaan non lancar (non perfoming financing) ini sangat merugikan
pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Selain itu, mitra yang lain juga akan sangat
dirugikan. Mitra dirugikan karena dana yang seharusnya disalurkan kembali
kepada mitra lain ternyata tidak dapat kembali, sehingga hal tersebut tetap
mengurangi komposisi pembiayaan yang akan disalurkan pada pembiayaan
berikutnya.
Agar tidak terjadinya jumlah pembiayaan non lancar pihak KBMT
Tadbiirul Ummah melakukan analisis dan kelayakan yang sangat ketat terhadap
calon mitra KBMT. Selain melakukan seleksi yang ketat dalam melakukan
penyaluran pembiayaan pihak KBMT pun melakukan pembinaan terhadap mitra
agar terjalin hubungan secara informal antara pihak BMT dan mitra sehingga
timbul kedekatan secara emosional yang memudahkan KBMT melakukan
penagihan angsuran.
70
5.5. Perkembangan Mitra dan Nominal Skim Pembiayaan Syariah
Jumlah mitra yang ada di BMT tiap tahunnya mengalami maupun
peningkatan. Mitra yang ada di BMT jumlahnya pun tiap tahun selalu berubah.
Jumlah mitra terbanyak yang dilayani oleh KBMT Tadbiirul Ummah terjadi pada
tahun 2006 dengan jumlah mitra terlayani sebanyak 603 orang (Lampiran 2).
Perkembangan mitra terlayani beragam jumlahnya sesuai dengan tahun berjalan.
Perkembangan jumlah mitra KBMT dapat dilihat pada Gambar 8 .
Gambar 8. Jumlah Mitra Terlayani Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Berdasarkan Gambar diatas menunjukan bahwa pada tahun 2004 jumlah
mitra yang terlayani sebanyak 377 orang, tahun 2005 mitra yang terlayani
sebanyak 565 orang, tahun 2006 terdapat 603 orang yang terlayani sebagai mitra,
tahun 2007 terdapat 475 orang terlayani oleh KBMT Tadbiirul Ummah dan pada
tahun 2008 jumlah mitra yang terlayani oleh KBMT sebanyak 465 orang.
Walaupun secara jumlah mitra menurun tetapi skala pembiayaan yang disalurkan
semakin meningkat. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk tiap mitra
mendapatkan skala pembiayaan yang lebih besar dari sebelumnya.
Semakin berkembangnya sejumlah lembaga keuangan mikro syariah
membuat KBMT Tadbiirul Ummah terus berupaya meningkatkan layanannya
kepada masyarakat dalam hal jasa keuangan. Peningkatan pelayanan yang
diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat dari kondisi pelayanan
keuangan yang terus meningkat setiap tahunnya. Pelayanan yang meningkat
71
dapat dilihat melalui proporsi dana yang bergulir dalam penyaluran pembiayaan
oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Perkembangan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8.
Pada tahun 2006 terjadi penurunan penyaluran dana pembiayaan, hal ini
selaras dengan berkurangnya pelayanan yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul
Ummah hal tersebut terjadi karena pada internal KBMT terjadi pergantian
personel petugas yang menyebabkan kekosongan posisi tertentu sehingga
berdampak pada berkurangnya pelayanan yang diberikan KBMT untuk
penyaluran pembiayaan. Namun, pada tahun 2007 perguliran dana pembiayaan
kembali meningkat dengan jumlah pembiayaan sebesar Rp 3.197.024.300 dan
kembali meningkat dengan jumlah Rp 3.647.230,000 pada tahun 2008 (Gambar
9). Perguliran pembiayaan yang semakin meningkat terjadi karena stabilnya
kondisi internal dari BMT terkait dengan kekurangan SDM yang bertugas dalam
memasarkan pembiayaan syariah kepada masyarakat.
Gambar 9. Jumlah Nominal Perguliran Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul
Ummah Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Pembiayaan yang terjadi di KBMT Tadbiirul Ummah antara jumlah mitra
dengan jumlah nominal perguliran pembiayaan tidak berbanding lurus. Karena
banyaknya jumlah mitra tidak menunjukkan jumlah pembiayaan yang banyak
pula. Pada kondisi tertentu jumlah mitra yang sedikit bisa memiliki kapasitas
72
pembiayaan yang besar, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan jumlah
perguliran dana lebih besar dibandingkan dengan jumlah mitra yang ada, begitu
juga sebaliknya (Lampiran 2)
5.5.1. Kondisi Mitra dan Jumlah Skim Pembiayaan Syariah Berdasarkan
Sektor Usaha
Perkembangan mitra BMT Tadbiirul Ummah selama lima tahun dari
setiap sektor sangatlah beragam jumlahnya. Namun, pembiayaan yang disalurkan
berdasarkan sektor usaha menunjukan bahwa pada tahun 2004-2008 sektor
perdagangan lebih mendominasi dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat
dilihat pada gambar perkembangan mitra pada Gambar 10. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa pada tahun 2006 sektor perdagangan mengalami pertumbuhan
paling tinggi dengan jumlah mitra mencapai 603 orang. Sektor perdagangan yang
mendominasi pembiayaan pada BMT menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan
yang dilakukan masih melihat pada siklus usaha yang relatif cepat dalam
perputaran keuangannya salah satunya sektor perdagangan.
Gambar 10. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Gambar 10 juga menunjukan sebaran mitra terbesar terdapat pada sektor
perdagangan. Tetapi juga menunjukan perkembangan sektor lain. Pada sektor
jasa jumlah mitra yang ada tidak lebih dari 100 orang yang memanfaatkan
73
pembiayaan syariah (Lampiran 3). Sedangkan, untuk sektor home industry
jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul
Ummah tidak lebih dari 30 orang.
Selain itu, sektor pertanian maupun peternakan ternyata jumlah mitra yang
ada pada tahun 2004-2005 tidak lebih dari 20 orang atau sebesar 3,4 persen dan
untuk sektor peternakan bahkan tidak lebih dari 5 orang atau hanya sebesar 1
persen saja yang memanfaatkan pembiayaan syariah sebagai sebagai bantuan
permodalan. Selisih jumlah nasabah yang begitu besar antara sektor perdagangan
dan sektor pertanian secara luas membuktikan bahwa skim pembiayaan syariah
yang ada masih belum menjadi alternatif dalam mendukung pembiayaan untuk
sektor agribisnis.
Gambar 11. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Belum menjadi alternatifnya pembiayaan syariah dalam mendukung sektor
agribisnis, menunjukan bahwa sektor agribisnis masih dianggap memiliki resiko
tinggi. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia yang dilakukan tahun 2008
mengatakan bahwa 80 persen resiko yang muncul dalam sektor pertanian
merupakan persepsi dari pihak perbankan. Padahal berdasarkan data empiris
peningkatan return menunjukan bahwa pertanian memiliki prosepek yang besar.
Sektor usaha yang memiliki jumlah pembiayaan bergulir pada tiap
tahunnya sesuai dengan jumlah mitra maka yang selalu terbesar memperoleh dana
74
pembiayaan ialah sektor perdagangan. Sebaran jumlah dana perguliran
pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Pada sektor perdagangan perguliran dana yang terbesar terjadi pada tahun
2007 dengan nominal sebesar Rp 2.752.270.300. Sedangkan untuk sektor
perdagangan penyaluran pembiayaan yang terkecil terjadi pada tahun 2004
dengan jumlah Rp 1.166.400.150. Penyaluran dana untuk sektor jasa tiap
tahunnya berkisar Rp 354.084.000-Rp 702.520.000, untuk sektor Home Industry
setiap tahunnya berkisar antara Rp 28.000.000-Rp 552.680.000. Untuk sektor
Pertanian dan Peternakan setiap tahunnya berkisar antara Rp 8.000.000-Rp
64.480.000 sedangkan untuk sektor yang lainnya berkisar Rp 19,240,000-Rp
211,120,500 (Lampiran 3).
Penelitian tersebut menunjukan bahwa jumlah mitra dan nominal
pembiayaan yang diberikan, alokasi terbesar untuk sektor perdagangan sedangkan
untuk sektor pertanian sendiri masih sangat sedikit sekali alokasi pembiayaan
yang tersalurkan. Hal ini membuktikan hipotesis bahwa perbankan yang menilai
sektor pertanian memiliki risiko tinggi karena pada umumnya perbankan tidak
memiliki pengalaman sekaligus informasi yang cukup mengenai sektor tersebut.
Oleh karena itu, BMT pun sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah harusnya
mulai lebih berani untuk mengalihkan pembiayaan syariah kepada sektor
Agribisnis agar pembiayaan yang ada di BMT tidak hanya didominasi oleh sektor
perdagangan. tetapi alokasi pembiayaan pada sektor agribisnis dapat lebih
ditingkatkan, sehingga skim pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah
dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis.
5.5.2. Kondisi Mitra dan Jumlah Skim Pembiayaan Berdasarkan
Peruntukan
Mitra BMT Tadbirul Ummah berdasarkan peruntukan dibagi tiga kategori
yaitu untuk Modal Kerja/Usaha, Investasi dan Konsumsi. Berdasarkan tiga
kategori tersebut ternyata pembiayaan syariah yang ada pada BMT Tadbiirul
Ummah sangat besar bagi mitra yang membutuhkan modal kerja. Pembiayaan
syariah untuk modal kerja pada tahun 2004-2005 diberikan pada lebih dari 300
orang (Lampiran 4). Sedangkan, pembiayaan untuk investasi diberikan kepada
75
mitra dengan jumlah yang berkisar 19-45 mitra (Lampiran 4). Selain itu, jumlah
mitra untuk pembiayaan konsumsi berkisar antara 44-129 mitra pembiayaan.
Gambar 12 menggambarkan bahwa jumlah mitra yang memanfaatkan
pembiayaan untuk modal kerja lebih dominan dibandingkan dengan mitra yang
memanfaatkannya untuk keperluan Investasi maupun konsumsi. Jumlah mitra
yang memanfaatkan pembiayaan untuk modal kerja berkembang pesat pada tahun
2006 dengan jumlah mitra sebanyak 491 mitra (Lampiran 4).
Gambar 12. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Peruntukan Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Mitra KBMT untuk pembiayaan investasi pada gambar diatas menunjukan
bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan dalam peningkatannya. Lain
halnya dengan pembiayaan syariah yang dimanfaatkan untuk konsumsi. Jumlah
mitra yang memanfaatkan pembiayaan syariah paling tinggi pada tahun 2008
dengan 129 mitra pembiayaan. Pada pembiayaan syariah untuk konsumsi ada
kecenderungan peningkatan tiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa tingkat
pemanfaatan masyarakat semakin meningkat untuk pembiayaan syariah yang
diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat
konsumsi akan barang kebutuhan rumah tangga semakin meningkat pada
masyarakat.
Hal tersebut berbeda dengan pembiayaan yang diperuntukan untuk modal
kerja yang terlihat pada Gambar 12 mengalami penurunan. Berdasarkan
perkembangan, jumlah mitra mengalami penurunan jumlah mitra yang
76
memanfaatkan pembiayaan untuk modal kerja, sedangkan jumlah mitra
pembiayaan untuk investasi relatif sama.
Terkonsentrasinya mitra yang melakukan pembiayaan untuk modal kerja,
berpengaruh pada tingginya juga jumlah nominal yang disalurkan kepada
nasabah. Jumlah pembiayaan untuk modal kerja paling tinggi pada tahun 2007
dengan jumlah Rp. 2.761.170.000, untuk investasi paling tinggi pada tahun 2008
dengan jumlah Rp 468.200.000 dan pembiayaan untuk konsumsi paling tinggi
pada tahun 2008 dengan jumlah Rp 514.150. 000 (Lampiran 4). Perkembangan
pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Walaupun secara jumlah mitra ada kecenderungan trendnya menurun,
pembiayaan untuk modal kerja secara jumlah nominal masih sangat tinggi
berdasarkan Gambar 13. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan yang dilakukan
oleh KBMT Tadbiirul Ummah mampu mendukung dan berpihak pada sektor
Usaha Menengah, Mikro, dan Kecil karena alokasi pembiayaan yang diberikan
secara proporsi terbesar digunakan untuk modal kerja.
Selain itu, pembiayaan yang dialokasikan untuk modal kerja dan investasi
harus mampu mendorong sektor pertanian agar berkembang lebih baik. Karena
jenis pembiayaan yang tepat pada sektor pertanian adalah pembiayaan modal
77
kerja dan Investasi. Karena dengan adanya pembiayaan modal kerja, mitra
diharapkan mampu melakukan pembiayaan untuk proses produksi seperti
pembiayaan likuiditas, pembiayaan piutang dan pembiayaan persedian.
Sedangkan pembiayaan investasi, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan barang modal serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti
pembiayaan mesin produksi dan pembangunan pabrik atau pergudangan (Syukur,
2008).
5.5.3. Kondisi Mitra dan Jumlah Skim Pembiayaan Berdasarkan Akad
Ada beberapa Akad yang diterapkan oleh BMT dalam melakukan
pelayanan pembiayaan terhadap mitra. Akad-akad tersebut ialah jual beli
(Murabahah), Bagi Hasil (Mudarabah dan Musyarakah), Sewa (Ijarah) dan lain-
lain (Al-qord dan Qordul Hasan). Berdasarkan akad-akad tersebut dapat dilihat
pada Gambar 14, jumlah mitra pada BMT Tadbiirul Ummah mayoritas memilih
akad jual beli (Murabbahah). Hal tersebut ditunjukan dengan perkembangan
pada tahun 2004-2008, pilihan mitra terhadap akad jual beli selalu mendominasi.
Gambar 14. Jumlah Mitra Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Jumlah mitra pada akad jual beli pada tahun 2004-2008 paling
mendominasi jumlahnya. Namun, jumlah mitra yang paling banyak melakukan
pembiayaan beradasarkan akad jual beli terjadi pada tahun 2006 dengan jumlah
517 mitra pembiayaan (Lampiran 5). Sedangkan pada tahun 2004 jumlah mitra
yang melakukan pembiayaan berdasarkan akad jual beli tergolong paling sedikit
dengan jumlah 260.
78
Akad yang lainnya baik itu bagi hasil, sewa dan lain-lain jumlahnya relatif
sama. Perbedaan jumlah yang besar terjadi antara akad jual beli dengan akad-
akad yang lainnya (bagi hasil, sewa dan lain-lain). Padahal akad yang murni
syariah dalam transaksi keuangan syariah adalah akad yang berbasis pada bagi
hasil yaitu Mudarabbah dan Musyarakah (Syauqibeik, 2009). Namun, pada
kenyataanya mitra BMT lebih memilih kemudahan dalam pemanfaatan
pembiayaan syariah atau kemudahan melakukan pinjaman. Hal ini menunjukan
bahwa transaksi keuangan yang benar-benar menerapkan bagi hasil belum optimal
dilakukan.
Tanggung jawab manajemen dan Account Officer untuk lebih
meningkatkan lagi transaksi yang murni pada bagi hasil. Tidak hanya transaksi
yang menggunakan pengambilan margin atas suatu akad pada akad murabahah.
Selain itu, tanggung jawab petugas baik itu manajemen ataupun Account Officer
untuk mampu menjelaskan nilai-nilai lebih yang dimiliki oleh pembiayaan syariah
dibandingkan dengan pembiayaan biasanya pada umumnya.
Gambar 15. Perkembangan Nominal Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Jumlah mitra yang melakukan pembiayaan pada akad jual beli paling besar
jumlahnya dibandingkan dengan yang lain, dan ada kecenderungan semakin
berkurang jumlahnya. Namun, secara nominal perguliran dana untuk akad jual
beli memiliki trend terus meningkat jumlahnya. Pada tahun 2008 saja pembiayaan
yang menggunakan akad jual beli berjumlah Rp 3.324.860.000. Kondisi tersebut
berbeda dengan pembiayaan yang mengunakan akad bagi hasil, sewa dan akad
79
yang lainya, kecenderungannya menurun sama seperti jumlah mitra yang
memanfaatkan pembiayaan berdasarkan akad. Hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 15.
Skim pembiayaan syariah dengan Akad jual beli, bagi hasil, sewa dan lain-
lainnya merupakan akad yang diterapkan pada KBMT Tadbiirul Ummah.
Pemanfaatan yang paling besar pada akad murabahah atau jual beli. Pemanfaatan
yang besar ini mengindikasikan bahwa akad yang digunakan merupakan akad
yang mudah untuk diterapkan dan berdasarkan Bank Indonesia akad jual beli
memiliki nilai terbesar dalam penyalurannya secara nasional perguliran
pembiayaan yang menggunakan akad murabahah pun mencapai nilai sebesar Rp
23.001 Milyar. Hal tersebut menunjukan masih sedikitnya lembaga keuangan
mikro syariah memanfaatkan jenis akad lainnya. Skim pembiayaan syariah yang
ada pada KBMT Tadbiirul Ummah saat ini masih disalurkan dengan jenis akad
Murabahah, hal tersebut memang berdasarkan fakta dilapangan bahwa secara
praktis masyarakat lebih mudah memahami pembiayaan dengan jenis akad
Murabahah dan pihak KBMT pun secara fleksibel menerapkan jenis akad yang
diinginkan sesuai dengan kesepakatan bersama mitra. Secara teori seharusnya
pembiayaan syariah yang betul-betul murni syariah harus menggunakan jenis
akad yang menerapkan bagi hasil atau bagi rugi.
5.6. Mekanisme Pembiayaan Syariah
KBMT Tadbiirul Ummah memberikan pembiayaan melalui berbagai
macam tahap sebelum memutuskan bahwa seorang mitra layak untuk diberikan
pembiayaan. KBMT Tadbiirul Ummah dalam melakukan penilaian terhadap
permohonan pembiayaan, BMT pun memperhatikan beberapa prinsip utama yang
berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip ini dikenal
dengan prinsip 5C, yaitu:
6) Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam
dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat
memenuhi kewajibannya. Karakter ini dapat diketahui oleh pada account
officer melalui wawancara dengan panduan form penilaian yang sudah
terstrandarisasi di BMT. Pembiayaan diberikan kepada mitra yang dikenal
80
dalam hal karakter usaha. Dalam hal ini, karakter mencerminkan willingness
to pay (tanggung jawab akan hutang), sedangkan usaha mencerminkan ability
to pay (kemampuan membayar). Penilaian ini dilakukan berdasarkan
pengalaman KBMT TBU dalam menyalurkan pembiayaannya kepada mitra.
7) Capacity, yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam
untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi
peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan lapangan atas
sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode
kegiatannya. Penilaian ini dapat dilakukan melalui catatan sejarah mitra dalam
meminjam ke pada BMT. Pengembalian angsuran yang baik selama menjadi
mitra BMT dapat menjadi nilai tambah untuk mitra ketika melakukan
pengajuan pembiayaan kembali. Karena BMT dalam melakukan pembiayaan
selalu melihat keamanan sumber pengembaliannya.
8) Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
peminjam, diukur dengan rasio finansial dan komposisi modalnya. Pengajuan
pembiayaan pun melihat pada kemampuan modal yang dimiliki oleh mitra.
Mitra yang memiliki modal dari pihak lain menunjukan mitra tersebut
memiliki hutang kepada pihak lain. Oleh karena itu, pihak KBMT TBU sangat
berhati-hati menyalurkan pembiayaan kepada mitra yang memiliki hutang.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah.
9) Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini
bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan
pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti
dari kewajibannya. Namun, penerapan yang dilakukan oleh BMT cukup baik
karena barang jaminan bukan sebagai pengganti karakter atau pembayaran.
BMT mengartikan barang jaminan sebagai keberlangsungan usaha bukan
sebagai jaminan harta. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan yang
dilakukan pada KBMT TBU tidak menjadikan barang jaminan sebagai barang
utama dalam memanfaatkan pembiayaan syariah.
10) Conditions, yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang
terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan
jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan
81
karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon
peminjam. Oleh karena itu dalam hal penyaluran pembiayaan syariah BMT
memprioritaskan kualitas daripada kuantitas pembiayaan. Kualitas
pembiayaan yang baik akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan
diperoleh.
Walaupun sudah ada penerapan prinsip 5 C, pada pengajuan pembiayaan
syariah masih sering terjadi pelanggaran aturan karena pada saat pengajuan
beragam mitra melakukan peminjaman berdasarkan berbagai motif, yaitu :
pengajuan pembiayaan untuk orang lain, pengajuan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan, pengajuan spekulasi dimana pada saat pengajuan mitra melakukan
mark-up terhadap dana yang akan dipinjam. Sehingga, Ketika disetujui,
harapannya mendapat nominal yang tinggi walaupun ada kemungkinan hanya
mendapatkan setengah dari apa yang diajukan. Karena kebutuhan yang
sebenarnya, nilainya dinaikan sebesar 2 kali lipat ketika melakukan pengajuan.
Berbagai macam motif peminjaman pembiayaan yang dimiliki mitra
mengharuskan pihak KBMT melakukan seleksi yang ketat dengan sistem yang
telah terstandarisasi, sehingga pembiayaan yang diberikan oleh pihak KBMT
TBU dapat berjalan dengan optimal. Mekanisme atau sistem yang dijalan oleh
KBMT Tadbiirul Ummah dapat ditunjukan pada Gambar 16.
Pengajuan Pembiayaan Oleh Mitra
Wawancara Cross Chek
Pencairan Pembiayaan
Analisis Pembiayaan
Rapat Komite
Penyampaian Hasil, Rekomendasi Dan Negosiasi.
Proses/Prapencairan atau pengikatan.
Monitoring Akad / Monitoring Anggsuran
82
Gambar 16. Proses Pembiayaan Syariah Pada KBMT Tadbiirul Ummah Selain itu, wawancara dilakukan untuk pengecekan terhadap kondisi calon
mitra BMT. Pengecekan ini dilakukan dengan independen bebas dari intervensi
siapapun karena keputusan pembiayaan bersifat personal. Selain itu, penerapan
sistem perputaran terhadap penilaian suatu mitra membuat penilaian terhadap
calon mitra dibuat seobjektif mungkin. Hal ini, dilakukan bertujuan agar data
yang diperoleh akurat. Keakuratan data diperlukan dalam pengambilan keputusan,
sehingga keputusan yang diambil benar. Oleh karena itu, Account officer (AO)
harus yakin dengan rekomendasinya apabila seorang calon mitra layak
mendapatkan pembiayaan, karena account officer bertanggung jawab sampai
pembiayaan itu selesai.
Analisis pembiayaan dilakukan oleh Account officer, setelah analisis
dilakukan oleh AO, maka rekomendasi disampaikan kepada rapat komite untuk
ditentukan apakah seorang calon mitra berhak atau tidak untuk mendapatkan
pembiayaan syariah. Manajer pun memiliki tanggung jawab penuh dalam
menentukan seseorang layak untuk mendapatkan pembiayaan. Manajer memiliki
peran besar dalam memimpin opersional BMT sesuai dengan tujuan dan
kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus sehingga manajer sangat penting
dalam menentukan perguliran dana pembiayaan dari pihak KBMT terhadap calon
mitra yang mengajukan pembiayaan syariah.
Setelah adanya keputusan diterima atau ditolak, maka AO langsung
menyampaikan keputusan tersebut kepada calon mitra yang mengajukan
pembiayaan kepada BMT. Berdasarkan keputusan yang telah dibuat oleh rapat
komite maka AO akan memberikan hasil-hasil penilaian yang dilakukan,
rekomendasi yang bermanfaat bagi mitra yang belum dapat dikabulkan
permintaan pembiayaannya bahkan dapat pula bernegosiasi, sebelum
dilakukannya pengikatan melalui akad yang akan disepakati bersama antara pihak
BMT dan Mitra Pembiayaan Syariah.
Setelah melakukan penandatanganan akad atau perjanjian maka mitra
berhak mendapatkan pencairan bantuan pembiayaan. Berdasarkan informasi yang
didapatkan di lapangan, pemprosesan pembiayaan harus selesai dalam jangka
83
waktu tujuh hari atau satu minggu. Namun, seringkali proses dapat lebih cepat
ataupun dapat lebih lama. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengajuan pembiayaan
yang harus diproses pada saat bersamaan oleh KBMT. Selain itu, keterbatasan
SDM dan waktu maka penangananya terlambat. Walaupun, selalu diupayakan
dapat tersalurkan berdasarkan waktu yang telah ditargetkan.
84
VI. EFEKTIVITAS PENYALURAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN
SYARIAH
6.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Secara Umum
Koperasi Baitul Maal Waat Tamwill Ummah memiliki fungsi dasar
sebagai bank. Namun harus ada hal berbeda yang ditunjukan oleh BMT dalam hal
penyaluran dana. Penyaluran dana dapat dilakukan dalam dua jenis, pertama,
pembiayaan dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Kedua
adalah jual beli dengan pembiayaan ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari
BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang
ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.
Dengan karakteristik BMT yang memiliki fungsi dasar sebagai bank, maka
BMT pun melakukan pelayanan kepada para konsumen. Pelayanan yang
dilakukan dapat berupa pelayanan dikantor atau pun pihak BMT melakukan
kunjungan langsung kepada pada calon mitra yang ingin mengetahui informasi
lebih banyak mengenai pembiayaan syariah. Informasi yang biasanya didapatkan
terkait dengan pembiayaan ialah melalui brosur yang disebarkan ataupun pihak
BMT melakukan presentasi dihadapan calon mitra.
Selain itu, pembinaan yang dilakukan oleh BMT Tadbiirul Ummah kepada
para mitra cukup baik. Pembinaan tersebut dilakukan pada saat penagihan
pembayaran, berupa konsultasi bisnis terkait dengan administrasi keuangan
maupun rencana usaha, pembinaan dilakukan secara langsung oleh account
officer, agar pembiayaan yang disalurkan tidak mengalami kemacetan pada saat
pembayaarannya.
Selain melakukan pelayanan dan pembinaan, maka BMT menyusun
rencana atau target pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan iklim yang
dinamis agar penyaluran dana kepada para mitra BMT dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan ada beberapa target yang ditetapkan oleh
BMT dalam menyalurkan pembiayaannya baik itu berdasarkan jumlah mitra,
jumlah nominal, wilayah usaha, jenis mitra, jenis profesi mitra, jenis pemanfaatan,
jenis akad maupun sektor usaha. Untuk mengetahui target dan realisasi
85
pembiayaan maka data yang digunakan ialah data pada tahun 2008, agar data
yang ada masih update dan tidak usang.
Secara umum pembiayaan yang terjadi pada KBMT Tadbiirul Ummah
mencapai total pencapaian sebesar Rp 3.647.230.000 dari target yang telah
ditetapkan sebesar Rp 4.479.280.000 atau secara persentase pencapaiannya
mampu mencapai 81 persen untuk jumlah nominal pembiayaan syariah yang
ditargetkan. Sedangkan, untuk pencapaian total jumlah mitra yang memperoleh
pembiayaan berjumlah sebanyak 456 orang dari 527 orang yang ditargetkan atau
secara persentase maka besarnya ialah 88 persen. Walaupun belum mampu
memenuhi target secara optimal baik dari sisi jumlah nominal dana yang bergulir
ataupun jumlah mitra, pencapaian yang dihasilkan dapat dikatakan sangat baik
karena mampu mencapai target melebihi 80 persen.
Pencapaian dari segi jumlah nominal yang mampu mencapai nilai sebesar
81 persen menunjukan efektivitas yang baik pada penyaluran pembiayaan yang
dilakukan oleh pihak KBMT. Kemampuan menyalurkan dana sebesar Rp
3.647.230.000 kepada mitra menunjukkan bahwa KBMT memiliki sumber daya
yang baik dalam memasarkan produk pembiayaan. Sumber daya yang berperan
dalam hal ini ialah account officer yang memiliki kemampuan yang baik dalam
menawarkan pembiayaan syariah kepada calon mitra.
Efektivitas penyaluran pembiayaan akan disegmentasi dalam beberapa
bagian, pembagian tersebut berdasarkan wilayah usaha, jenis mitra, profesi mitra,
peruntukan, akad dan berdasarkan sektor usaha. Pembagian tersebut menunjukan
seberapa besar pencapaian efektivitas apabila tersegmentasi dalam beberapa
bagian. Sehingga, dapat dilihat secara jelas seberapa besar efektivitas pembiayaan
syariah yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
6.1.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha
Efektivitas pada pembiayaan yang dilakukan berdasarkan wilayah
dipengaruhi pula oleh letak kantor KBMT Tadbiirul Ummah yang berada di
Kecamatan Dramaga. Berdasarkan Tabel 5 secara nominal yang ditargetkan
untuk penyaluran pembiayaan paling besar ialah daerah Bogor Kota sebesar Rp
2,506,250,000. Namun pencapaiannya tidaklah terlalu besar hanya sebesar Rp
1,623,850,000 atau secara persentase hanya mencapai 65 persen. Sedangkan
86
target pembiayaan yang paling kecil yang dilakukan berdasarkan wilayah ialah
wilayah usaha luar Bogor yaitu sebesar Rp 19,000,000, walaupun targetnya paling
kecil namun pencapaian paling besar sebesar Rp 148,500,000.
Tabel 5. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha Pada
KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Wilayah Usaha
Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Orang)
Pencapaian (Orang)
% Pencapaian
Bogor kota 2506250000 1623850000 65 52 45 87 Dramaga 924750000 761050000 82 210 136 65 Cibanteng 468400000 268190000 57 58 65 112 Ps. Induk K 0 211750000 - 0 29 - Tenjolaya 219250000 136100000 62 93 79 85 Ciampea 213830000 262580000 123 70 31 44 Ps. Anyar 38500000 131580000 342 11 20 182 Sd. Barang 79300000 55490000 70 18 17 94 Luar Bogor 19000000 148500000 782 5 11 220 Bojong Gede 0 23800000 - 0 13 - Bogor Barat 0 10800000 - 0 4 - Ranca Bungur 10000000 13620000 136 10 15 150
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
Pencapaian target pembiayaan untuk daerah Bogor Kota yang mencapai 65 persen
dapat dikatakan tidak efektif karena tidak mampu mencapai target secara baik.
Efektivitas penyaluran pembiayaan untuk daerah Dramaga mampu mencapai 82
persen, pencapaian yang besar tersebut menunjukan bahwa KBMT mampu
mengoptimalkan peyaluran pembiayaan pada daerah dimana kantornya berada.
Daerah Cibanteng hanya mampu mencapai penyaluran sebanyak 57 persen, hal
tersebut menunjukan bahwa pencapaian target tidak optimal atau dapat dikatakan
tidak efektif. Pencapaian target untuk Tenjolaya mampu mencapai 62 persen
pencapaian, hal tersebut masih belum mencapai tingkat optimalitas penyaluran
untuk daerah Tenjolaya.
Pencapaian target untuk daerah Ciampea mampu mencapai 123 persen, hal
terebut menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan untuk daerah Ciampea
mampu mencapai tingkat efektivitas yang sangat baik. Begitu pula dengan
wilayah Pasar Anyar, mampu mencapai penyaluran pembiayaan sebesar 342
persen. Pencapaian tersebut mampu melebih target yang ditentukan dan dapat
dikatakan pembiayaan syariah untuk daerah Pasar Anyar mencapai tingkat
efektivitas yang sangat baik.
Pencapaian target untuk wilayah sindang barang hanya mampu mencapai
efektivitas pencapaian target penyaluran sebesar 70 persen, hal tersebut
87
menunjukan bahwa pembiayaan untuk daerah Sindang Barang dapat disimpulkan
cukup efektif. Pembiayaan untuk daerah luar Bogor mampu mencapai target
sebesar 782 persen, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan untuk
daerah luar bogor sangat tinggi pencapaian efektifitasnya. Sedangkan,
pembiayaan untuk daerah ranca bunggur mampu mencapai target pembiayaan
sebesar 136 persen dimana pencapaian tersebut sangat tinggi.
Selain berdasarkan nominal, maka target pun dibuat berdasarkan jumlah
mitra. Jumlah mitra yang ditargetkan paling banyak berdasarkan wilayah adalah
daerah Dramaga yaitu sebesar 210 mitra. Namun, pencapaiannya tidaklah terlalu
besar hanya mampu mencapai sebanyak 136 mitra atau secara persentase hanya
sebesar 65 persen. Sedangkan untuk target paling kecil berdasarkan mitra adalah
wilayah luar Bogor hanya sebanyak 5 mitra yang ditargetkan, namun realisasi
yang terjadi mampu mencapai lebih dari yang diharapkan dengan jumlah 11 mitra
atau secara persentase sebesar 220 persen.
Target yang dibuat berdasarkan wilayah usaha menunjukan, bahwa ada
beberapa daerah baru yang mampu menjadi pasar bagi pembiayaan syariah yang
dilakukan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Daerah tersebut yaitu Pasar Induk
Kemang, Bojong Gede dan Bogor Barat. Penambahan jumlah nominal dan mitra
yang melakukan pembiayaan berapa pada Pasar Induk Kemang. Perluasan
wilayah usaha ini membuktikan bahwa semakin besarnya kebutuhan masyaraakat
akan bantuan pembiayaan syariah.
Selain itu, terbukti bahwa sektor perdagangan (Pasar Induk Kemang) yang
merupakan usaha yang berbasiskan sektor riil yang membuat keberpihakan BMT
pada sektor usaha perdagangan. Sehingga, BMT mau melakukan penyaluran dana
dengan cara mendirikan usaha baru atau dengan cara masuk ke usaha yang sudah
ada dengan cara membeli saham. Penyaluran dana pada sektor riil terbukti bahwa
harus bersifat permanen atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan
didalamnya.
Pencapaian target baik secara nominal dan jumlah mitra pembiayaan
berdasarkan wilayah menunjukan tingkat efektivitas pembiayaan yang berbeda-
beda. Beberapa wilayah hanya mampu mencapai tingkat efektivitas yang rendah
dalam penyalurannya. Namun, dapat ditutupi oleh beberapa wilayah yang mampu
88
mencapai efektivitas yang tinggi dan beberapa wilayah ekspansi baru dalam
penyaluran pembiayaan.
Berdasarkan wilayah penyaluran pembiayaan, penyaluran terbesar terdapat
pada wilayah Kota Bogor dan penyaluran terbanyak untuk jumlah mitra terdapat
pada daerah Dramaga. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6, secara proporsi
untuk jumlah pembiayaan yang disalurkan lebih dominan disalurkan kepada
wilayah Bogor Kota sebesar 55,59 persen dan mampu mencapai proporsi
pencapaian sebesar 44,52 persen. Sedangkan, jumlah mitra yang tesebar lebih
besar pada wilayah Dramaga dengan proporsi target sebesar 39,84 persen dengan
proporsi pencapaian sebesar 29,24 persen. Pertambahan yang paling signifikan
terdapat pada wilayah Pasar Induk Kemang yang mampu mencapai proporsi
pencapaian sebesar 5,8 persen untuk jumlah pembiayaan dan 6,23 persen untuk
proporsi pencapaian jumlah mitra.
Tabel 6. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jumlah Pembiayaan Jumlah Mitra
Wilayah Usaha Proporsi Nilai Target (%)
Proporsi Nilai Realisasi (%)
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Bogor kota 55.95 44.52 9.86 9.67 Dramaga 20.64 20.86 39.84 29.24 Cibanteng 10.45 7.35 11.00 13.97 Ps. Induk Kemang 0 5.80 0 6.23 Tenjolaya 4.89 3.73 17.64 16.98 Ciampea 4.77 7.19 13.28 6.66 Ps. Anyar 0.86 3.60 2.08 4.30 Sd. Barang 1.77 1.52 3.41 3.65 Luar Bogor 0.42 4.071 0.94 2.36 Bojong Gede 0 0.65 0 2.79 Bogor Barat 0 0.29 0 0.86 Ranca Bungur 0.22 0.37 1.89 3.22 Grand Total 100 100 100 100
6.1.2. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra
KBMT Tadbiirul Ummah tidak hanya mengandalkan mitra lama dalam
pembiayaan yang disalurkan. Tetapi tiap tahunnya selalu melakukan target untuk
89
mendapatkan mitra baru, pembiayaan berdasarkan jenis mitra baik itu secara
nominal maupun jumlah mitra. Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa target
pembiayaan yang diperuntukan kepada jenis mitra lama hanya mampu mencapai
Rp 2,808,010,000 dari target yang dibuat sebesar Rp 3,952,480,000 atau secara
persentase hanya mampu mencapai 71 persen. Sedangkan, berdasarkan jenis
mitra baru pencapaian jumlah nominal pembiayaan melebih jumlahnya sebesar
Rp 839,220,000 dari pembiayaan yang ditargetkan sebesar Rp 526,800,000 atau
secara persentase sebesar 159 persen.
Pencapaian target tersebut menunjukkan bahwa KBMT telah cukup efektif
dalam melakukan segmentasi untuk jenis mitra lama dengan pencapaian target
sebesar 71 persen. Sedangkan, untuk pencapaian target untuk jenis mitra baru
mampu mencapai persentase sebesar 159 persen dengan pencapaian tersebut dapat
dinilai pembiayaan untuk jenis mitra baru dapat dikatakan mencapai tingkat
efektifitas yang sangat tinggi, karena melebih target yang telah dibuat oleh pihak
KBMT Tadbiirul Ummah.
Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka dapat terlihat bahwa antara
mitra lama yang ditargetkan sebanyak 352 mitra hanya mampu mencapai 311
mitra atau menunjukan 88 persen secara persentase. Untuk jumlah mitra baru
yang ditargetkan untuk pembiayaan sebanyak 175 orang namun pencapaianya
hanya mampu mencapai 154 mitra atau sebesar 88 persen. Pencapaian sebesar 88
persen, baik itu jumlah mitra lama maupun baru dapat dinilai bahwa pembiayaan
untuk pecapaian target penyaluran pembiayaan dapat dinilai efektif, karena
mampu mencapai hasil yang baik walaupun belum mampu mencapai pada tingkat
paling optimal sebesar 100 persen.
Tabel 7. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada KBMT
Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jenis Mitra Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Orang)
Pencapaian (Orang)
% Pencapaian
Lama 3952480000 2,808,010,000 71 352 311 88
Baru 526800000 839,220,000 159 175 154 88
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
90
Ekspansi yang dilakukan oleh BMT ternyata mampu mengarahkan
kegiatan ekonomi masyarakat untuk memanfaatkan pembiayaan syariah dalam
bermu’amalah secara Islam agar terhindar dari praktek riba. Selain itu dengan
adanya pembiayaan syariah yang terus bergulir kepada mitra yang baru maka
BMT sebagai LKMS harus mampu menciptakan kualitas hidup umat dengan jalan
yang lebih besar terutama keluarga miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha
yang produktif menuju terciptanya kemandirian bewirausaha. Pemanfaatan
pembiayaan syariah ini dapat dilihat pada besarnya jumlah peningkatan secara
nominal dana untuk alokasi jumlah mitra baru. Sedangkan, untuk pencapaian
secara jumlah mitra maka pembiayaan lama ataupun baru memiliki proporsi yang
sama, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 8. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada
KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 8 ditunjukan bahwa proporsi realisasi dari jenis mitra
jelas terlihat menurun, jenis mitra lama tidak dapat memenuhi target yang dibuat,
hanya dapat mencapai sebesar 76,99 persen. Sedangkan, proporsi untuk jenis
mitra baru mampu mencapai 23,01 persen lebih besar dari proporsi target yang
dibuat dari jumlah nominal pembiayaan. Selain itu, berdasarkan jumlah mitra
maka proporsi yang mampu dicapai sebesar 66,88 persen untuk jenis mitra lama
dan 33,12 persen untuk mitra baru. Hal tersebut menunjukan perbedaan yang
tidak signifikan berbeda karena antara proporsi pencapaian dan realisasi tidak
terlalu jauh berbeda jumlahnya.
6.1.3. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra
KBMT Tadbiirul Ummah dapat melayani pembiayaan untuk semua
kalangan dengan syarat mampu mengembalikan dana yang dipinjam dengan
jangka waktu tertentu. Kalangan yang ditargetkan oleh BMT untuk penyaluran
Jumlah Nominal Jumlah Mitra Jenis Mitra Proporsi
Target (%) Proporsi Realisasi (%)
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Lama 88.24 76.99 66.79 66.88 Baru 11.76 23.01 33.21 33.12 Grand Total 100 100 100 100
91
pembiayaan ialah orang-orang yang berwiswasta dan pedagang. Hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 9. Target terbesar dalam penyaluran dana dialokasikan
untuk mitra yang berprofesi sebagai wiraswasta dengan target sebesar Rp
2,639,050,000 pencapaian target untuk mitra berprofesi wiraswasta sangat baik
sebesar Rp 2,122,610,000. Secara persentase maka pencapaiannya sebesar 80
persen. Sedangkan untuk profesi yang pada penyalurannya ditargetkan tidak
terlalu besar yaitu petani sebesar Rp 6,250,000 mampu mencapai hasil dari yang
ditargetkan sebesar Rp 51,950,000 secara persentase maka pencapaiannya sebesar
831 persen.
Tabel 9. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra Pada
KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jenis Profesi Mitra
Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Wiraswasta 2,639,050,000 2,122,610,000 80 70 63 90 Pedagang 1,376,580,000 1,146,230,000 83 344 281 82 Pegawai Swasta
203,000,000 141,500,000 70 44 33 75
PNS 20,000,000 44,100,000 221 2 10 500 Guru 113,500,000 61,700,000 54 25 10 40 IRT 5,400,000 33,540,000 621 2 23 1150 Petani 6,250,000 51,950,000 831 6 20 333 Pengemudi 44,000,000 15,370,000 35 23 13 57 Buruh 71,500,000 26,430,000 37 11 11 100 Konsultan 0 0 0 0 0 0 Mahasiswa 0 3,800,000 - 0 1 1 Penjahit 0 0 0 0 0 0 Pensiunan 0 0 0 0 0 0
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
Selain itu, jumlah mitra yang ditargetkan berdasarkan profesi ternyata
jumlah paling banyak ialah pedagang hingga mencapai 344 mitra namun
pencapaian dari target yang dibuah hanya mampu mencapai 281 mitra atau
pencapaian sebesar 82 persen. Hal tersebut menunjukan pencapaian yang sudah
sangat baik. Namun pencapaian tertinggi dari segi jumlah mitra berdasarkan jenis
profesi maka IRT (ibu-ibu rumah tangga) mampu mencapai target sebesar 1150
persen. Target yang dibuat hanya 2 orang sedangkan hasil yang dicapainnya
mampu berjumlah 23 orang. Pencapaian yang luar biasa untuk memperluas
segmentasi pemanfaatan pembiayaan syariah pada BMT kepada setiap komponen
masyarakat.
92
Secara keseluruhan ada beberapa hal yang menarik yang dapat dilihat pada
target dan realisasi. Dari segi nominal maka pencapaian persentase paling besar
ialah pada profesi petani. Hal ini menunjukan sudah mulai meningkatnya
pemanfaatan pembiayaan syariah yang dilakukan oleh petani. Sedangkan, dari sisi
jumlah mitra maka profesi IRT ternyata secara persentase meningkat paling tinggi
dari apa yang ditargetkan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sudah mulai
sadar betul akan manfaat pembiayaan syariah. Disisi lain pembiayaan yang telah
ditargetkan ada beberapa jenis profesi ternyata belum mampu optimal dicapai.
Mahasiswa pun sudah mulai meminjam dana pembiayaan syariah di BMT
Tadbiirul Ummah untuk bantuan usaha dan kuliah yang sedang mereka jalani.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembiayaan syariah sangat berperan pada
segala jenis profesi. Selain itu, berguna bagi masyarakat untuk membantu
mengentaskan masalah kemiskinan dengan upaya pembinaan nasabah yang
menonjolkan sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program
pembinaan pengusaha produsen, pedagang perantara, konsumen, pengembangan
modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. Selain itu, berperan
untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-islam
(konvensional) yang masih menerapkan sistem riba (Sumitro dalam Hidayat,
1999).
Efektivitas penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis profesi mitra,
menunjukan bahwa KBMT mampu mencapai efektivitas yang sangat tinggi pada
jenis profesi Pegawai Negri Sipil (PNS), Ibu Rumah Tangga (IRT) dan Petani
sebagai target konsumen pembiayaan syariah. Walaupun, ada sebagian jenis
profesi yang tidak mencapai tingkat efektivitas yang baik, diantaranya ialah guru,
pengemudi, dan mahasiswa. Sehingga, dapat disimpulkan efektivitas pembiayaan
syariah berdasarkan jenis profesi berbeda-beda. Perbedaan tersebut terjadi akibat
dari pencapaian penyaluran pembiayaan ada yang optimal dan tidak.
93
Tabel 10. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jumlah Nominal Jumlah Mitra
Jenis Profesi Mitra
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Wiraswasta 58.91 58.19 13.28 13.54 Pedagang 30.73 31.42 65.27 60.43 Pegawai Swasta 4.53 3.87 8.34 7.09 PNS 0.44 1.20 0.37 2.15 Guru 2.53 1.69 4.74 2.15 IRT 0.12 0.91 0.37 4.94 Petani 0.13 1.42 1.13 4.30 Pengemudi 0.98 0.42 4.36 2.79 Buruh 1.59 0.72 2.08 2.36 Konsultan 0 0 0 0 Mahasiswa 0 0.10 0 0.21 Penjahit 0 0 0 0
Pensiunan 0 0 0 0
Grand Total 100 100 100 100 Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
Berdasarkan jumlah proporsi jumlah nominal pembiayaan realisasi
terbesar mampu dialokasikan kepada jeni profesi wiraswasta sebesar 58,19 persen
hal tersebut menunjukan bahwa usaha mendukung para pengusaha UMKM.
Sedangkan, berdasarkan jenis mitra pencapaian proporsi terbesar ditunjukan oleh
jenis mitra sebagai pedagang dengan proporsi sebesar 60,43 persen. Jumlah
proporsi realisasi yang besar untuk pedagang menunjukan bahwa BMT lebih
tertarik menyalurkan dananya kepada sektor usaha yang lebih cepat perputaran
usahanya.
6.1.4. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan
Pembiayaan yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah pada prinsipnya
secara operasional tidak jauh berbeda dengan bank Islam. Pembiayaan yang ada
terbagi pada 3 jenis pembiayaan, yaitu : modal kerja, investasi dan konsumsi.
Pada penyaluran pembiayaan berdasarkan peruntukan maka BMT pun melakukan
94
target pasar, agar dana yang bergulir mudah diserah oleh mitra. Target yang ingin
dicapai paling besar ialah pembiayaan peruntukan modal kerja sebesar Rp
3.890.400.000. Namun, hasil yang dicapai hanya sebesar 2.664.880.000 atau
secara persentase sebesar 68 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan
syariah peruntukan modal kerja tidak mampu mencapai hasil yang optimal dalam
penyalurannya, kurang optimalnya pembiayaan pada modal kerja dinilai bahwa
pembiayaan tersebut cukup efektif dalam penyaluran pembiayaan syariah untuk
modal kerja (Tabel 11).
Tabel 11. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Peruntukan pada
KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Peruntukan Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Modal kerja 3,890,400,000 2,664,880,000 68 379 309 82
Investasi 347,330,000 437,700,000 126 81 23 28
Konsumtif 241,550,000 544,650,000 225 67 133 199
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
Sedangkan untuk pembiayaan syariah peruntukan Investasi dan Konsumsi,
masing-masing mengalami peningkatan dari Rp 347,330,000 hingga Rp
437,700,000 atau secara persentase peningkatan yang tercapai sebesar 126 persen
dan untuk pembiayaan konsumsi terjadi pencapaian hasil sebesar 225 persen atau
pencapaian nominal sebesar Rp 544,650,000 dari target sebesar Rp 241,550,000.
Pencapaian yang melebihi target pada investasi dan konsumsi menunjukan bahwa
pembiayaan syariah sangat efektif disalurkan kepada mitra KBMT Tadbiirul
Ummah.
Ada perbedaan yang terjadi dalam hal pencapaian target berdasarkan
peruntukan dari sisi jumlah mitra. Walaupun secara nominal tidak terlalu baik
pencapainnya, jumlah mitra pembiayaan syariah untuk modal kerja mencapai
hasil yang cukup baik yaitu sebesar 82 persen atau mampu memenuhi pencapaian
sebesar 309 dari target yang telah dibuat sebesar 379. Pencapaian jumlah mitra
sebesar 82 persen menunjukan bahwa pencapaian penyaluran pembiayaan syariah
efektif. Sedangkan, pembiayaan syariah yang diperuntukan investasi ternyata
jumlah nominal yang besar tidak menunjukan target pencapaian jumlah mitra
95
yang besar juga, karena hanya mampu mencapai target sebesar 28 persen hal
tersebut dapat dinilai sangat tidak efektif dalam penyaluran kepada mitra untuk
investasi.
Hal ini membuktikan bahwa plafon yang diberikan semakin meningkat
walaupun jumlah mitranya sedikit. Pembiayaan syariah untuk konsumsi secara
jumlah mitra mengalami kelebihan pencapaian target sebesar 199% atau mampu
mencapai sebesar 133 orang dari target yang dibuat sebanyak 67 orang.
Pencapaian yang melebih target ini menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan
syariah berdasarkan peruntukan konsumsi sangat efektif.
Tabel 12. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan
pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jumlah Nominal Jumlah Mitra Peruntukan Proporsi
Target (%) Proporsi Realisasi (%)
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Modal kerja 86.85 73.06 71.91 66.45 Investasi 7.75 12.00 15.37 4.95 Konsumtif 5.40 14.94 12.72 28.60 Grand Total 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 12 ditunjukan bahwa proporsi realisasi untuk
peruntukan pembiayaan modal kerja menurun dan hanya mampu mencapai
sebesar 73,06 persen. Peruntukan investasi dan konsumsi masing-masing mampu
meningkat hingga mencapai persentase sebesar 12 persen dan 14,94 persen.
Apabila dilihat dari proporsi realisasi jumlah mitra maka pembiayaan peruntukan
modal kerja dan investasi ternyata menurun sedangkan pembiayaan peruntukan
konsumsi tenyata jumlahnya meningkat hingga mencapai 28,60 persen.
Pembiayaan yang dialokasikan untuk konsumsi menunjukan bahwa
pemanfaatan pembiayaan syariah lebih besar dialokasikan untuk tujuan diluar
usaha dan bersifat pribadi, hal ini dapat dijadikan peluang untuk terus
dikembangkan. Namun, pembiayaan syariah yang tepat digunakan untuk sektor
agribisnis adalah pembiayaan yang peruntukannya digunakan untuk modal kerja
dan investasi. Karena selain membiayai kebutuhan modal kerja, pembiayaan
syariah juga diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi usaha,
96
modernisasi, ekspansi dan relokasi proyek yang sudah ada. Sehingga hal tersebut
dapat mendukung terciptanya iklim usaha yang baik karena mampu
memanfaatkan pembiayaan syariah terutama untuk menopang Usaha Mikro Kecil
dan Menengah sehingga dapat terwujud pemberdayaan masyarakat, terutama
masyarakat Bogor.
6.1.5. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
Pembiayaan pada KBMT Tadbiruul Ummah memiliki target berdasarkan
akad yang disepakati bersama mitra. Akad-akad yang ada terdiri dari akad
Murabahah, Al-Qord, Ijaroh, Musyarakah, Hawalah, Mudarabah, dan Qordul
Hasan. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan ternyata hampir lebih
dari 91 persen pembiayaan yang ada di KBMT Tadbiirul Ummah menggunakan
akad Murabahah (Tabel 13). Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa akad
Murabahah mendominasi jumlah nominal pencapaian pembiayaan syariah
sebesar Rp 3,324,860,000 begitu halnya jumlah mitra yang menggunakan akad
Murabahah berjumlah 401 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa akad
Murabahah secara teknis merupakan akad jual beli antara BMT selaku penyedia
barang dengan mitra yang memesan untuk membeli barang.
Berdasarkan transaksi tersebut BMT mendapatkan keuntungan jual beli
yang disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut KBMT mampu mencapai
target penyaluran berdasarkan akad jual beli sebesar 76 persen, sehingga
penyaluran pembiayaan syariah dengan akad jual beli dapat dikatakan efektif.
Sedangkan, untuk pembiayaan dengan akad al-qord mampu mencapai persentase
secara nominal sebesar 224 persen dan jumlah mitra mampu mencapai 225
persen, pencapaian tersebut menunjukan efektivitas yang sangat tinggi. Alokasi
pembiayaan Ijaroh mampu mencapai 129 persen secara jumlah nominal dan 222
persen secara jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan dengan akad
tersebut.
Akad-akad lain pada pembiayaan syariah proporsinya berbeda jauh dari
akad murabahah. Hal tersebut harus menjadi tanda tanya besar, mengapa akad
yang paling besar proporsinya ialah akad murabahah. Berdasarkan hasil
wawancara dikatakan bahwa masyarakat yang menjadi mitra lebih banyak
melakukan pinjaman pembiayaan kepada BMT bukan atas dasar pemahaman
97
terkait akad-akad syariah yang ada. Namun, aspek kemudahan yang dipilih dalam
melakukan pemilihan akad sehingga dapat dikatakan walaupun efektif dalam
penyalurannya. Namun, secara normatif masyarakat belum banyak faham atas
akad-akad pembiayaan syariah yang diterapkan oleh pihak KBMT Tadbiirul
Ummah.
Tabel 13. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT
Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jenis Akad Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Murabahah 4.389.880.000 3.324.860.000 76 503 401 80 Al qord 32.400.000 72.580.000 224 8 18 225 Ijaroh 41.000.000 52.940.000 129 9 20 222
Musyarakah 0 143.750.000 - 0 9 - Hawalah 0 29.700.000 - 0 11 - Mudharabah 7.500.000 20.000.000 267 2 2 100 Qardul hasan 8.500.000 3.400.000 40 5 4 80
Grand Total 4.479.280.000 3.647.230.000 81 527 465 88
Oleh karena itu, BMT perlu mensosialisasikan lebih gencar terkait akad-
akad syariah lainya. Walaupun jumlahnya tidak ditargetkan, pengunaan akad
berdasarkan akad selain akad Murabahah sudah ada. Seperti akad Musyarakah
dan Hawalah. Dimana akad Musyarakah berjumlah Rp 143.750.000 dengan
jumlah mitra sebanyak 9 orang. Sedangkan, untuk akad Hawalah mampu
mencapai hasil sebesar Rp 29.700.000 dengan jumlah mitra yang melakukan
pembiayaan sebanyak 11 orang.
Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat menggunakan berbagai
macam akad sesuai dengan kesepakatan. Namun, ada akad yang khusus
dilakukan untuk pembiayaan pada sektor pertanian yaitu Salam. Salam
merupakan sebuah teknik/kontrak dimana penjual produk pertanian (petani) dapat
menjual produk pertaniannya pada awal musim tanam dan kemudian
mengirimkan hasil produknya kepada pembeli di masa yang akan datang, pembeli
melakukan pembayaran di muka (Karim, 2007). Hal tersebut dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan petani, dimana membutuhkan modal ketika diawal musim
tanam. Pada pembiayaan yang menggunakan akad salam maka banyak syarat
yang perlu dipenuhi yaitu pembiayaan harus dibayar dimuka dengan sekaligus dan
98
komoditi yang diminta harus jelas dan mendetil kuantitas dan kualitasnya agar
tidak menimbulkan konflik dimasa yang akan datang ketika panen. Pada
prakteknya mekanisme pembiayaan Salam yang biasa diterapkan adalah Salam
Paralel seperti pada Gambar 17.
Gambar 17. Mekanisme Pembiayaan Salam
Ada 2 kontrak Salam yaitu antara Petani dan Pihak BMT (Salam 1) dan
antara BMT dengan Pihak Ketiga (Salam 2). Namun, ada persyaratan mengenai
Salam Paralel ini, yaitu :
1) Kedua kontrak yang dibuat tersebut tidak boleh saling mengikat (harus saling
independen), misal dengan cara BMT ingin mengadakan Salam 2 dengan
syarat Salam 1 berjalan dengan lancar. Hal tersebut dilarang untuk dilakukan
karena hal tersebut dapat mengikat kontrak yang dapat menyalahi aturan
pembiayaan salam itu sendiri
2) Salam Paralel tidak boleh dilakukan sebagai “buy back clause” (misal : Petani
bertindak sebagai pihak ketiga yang membeli kembali dari BMT dalam
kontrak Salam 2).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pembiayaan pada Sektor agribisnis,
selain penyaluran pembiayaan, perlu penguatan terkait dengan pemahaman akad-
akad syariah khususnya untuk sektor pertanian. Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa efektivitas penyaluran pembiayaan syariah masih sangat
efektif dengan menggunakan akad Murabahah dan perlu ditingkatkan pembiayaan
dengan menggunakan akad-akad lainnya terutama akad yang benar-benar murni
menerapkan sistem bagi hasil (profit sharing).
Petani (Penjual)
BMT Pihak Ketiga
Salam 1 Salam 2
99
Tabel 14. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jumlah Nominal Jumlah Mitra
Jenis Akad Proporsi
Target (%) Proporsi Realisasi (%)
Proporsi Target (%)
Proporsi Realisasi (%)
Murabahah 98.00 91.16 95.44 86.24 Al-qord 0.72 1.99 1.51 3.87 Ijaroh 0.91 1.45 1.71 4.30 Musyarakah 0 3.94 0 1.94 Hawalah 0 0.81 0 2.37 Mudharabah 0.16 0.55 0.38 0.43 Qardul Hasan 0.18 0.09 0.95 0.86 Grand Total 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 14 ditunjukkan bahwa hampir semua pembiayaan yang
dilakukan di KBMT Tadbiirul Ummah untuk pembiayaan dengan jenis akad
murabahah atau jual beli. Secara jumlah nominal dan mitra proporsi
pembiayaanya masing-masing mampu mencapai 91,16 persen dan 86,24 persen.
Berdasarkan hal tersebut terlihat dengan jelas bahwa pembiayaan yang
berdasarkan jual beli masih mendominasi pembiayaan syariah di KBMT Tadbiirul
Ummah. Sedangkan, pembiayaan yang menggunakan jenis akad yang lain masih
belum dimanfaatkan secara optimal.
6.1.6. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha.
Target yang dibuat oleh BMT berdasarkan sektor usaha lebih besar
proporsinya untuk sektor perdagangan dengan jumlah sebesar Rp 3.955.050.000.
Namun, pencapaiannya hanya sebesar 49 persen. Walaupun, pencapaian secara
nominal tidak optimal. Pencapaian target jumlah mitra berdasarkan sektor usaha,
perdagangan mampu mencapai hasil sebanyak 318 orang dari yang dibuat sebesar
397 atau secara persentase mampu mencapai 80 persen. Berdasarkan hal tersebut
menunjukan bahwa pencapaian penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor
perdagangan kurang efektif pencapaiaanya dari segi nominal dan berdasarkan
jumlah mitra maka dapat dikatakan efektif karena mampu mencapai target sebesar
80 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah mitra yang mendapatkan
pembiayaan pada sektor perdagangan lebih banyak dari pada dana yang
digulirkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
100
Tabel 15. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha
Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Keterangan Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Perdagangan 3,955,050,000 1,921,160,000 49 397 318 80
Industri 0 960,000,000 - 0 7 -
Jasa 281,500,000 414,450,000 147 78 54 69
Home Industri 30,750,000 94,860,000 308 7 14 200
Peternakan 0 31,700,000 - 0 4 - Pertanian 14,250,000 19,600,000 138 10 15 150 Lain-lain 171,900,000 205,460,000 120 31 53 171
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
Pembiayaan syariah untuk sektor industri tidak masuk dalam target,
namun pada tahun 2008 target yang dicapai sangat tinggi. Karena tidak
ditargetkan untuk masuk menjadi mitra BMT tetapi secara nominal hasil yang
dicapai untuk pembiayaan sektor industri sangat besar yaitu sebesar Rp
960,000,000 walaupun secara jumlah mitra hanya ada 7 mitra bekerja pada sektor
industri. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinilai bahwa pihak KBMT dapat
dengan efektif melakukan perluasan pasar dalam hal penyaluran pembiayaan
syariah, sebagai contohnya sektor industri mampu menjadi salah satu mitra yang
tergabung dalam KBMT Tadbiirul Ummah.
Pembiayaan untuk sektor jasa mampu mencapai hasil pembiayaan sebesar
Rp. 414,450,000 pembiayaan yang teralisasi untuk sektor jasa mampu melebih
target yang dinginkan bahkan secara persentase mampu mencapai 147 persen.
Namun, secara target jumlah mitra BMT hanya mampu mencapai hasil sebanyak
54 orang dari 78 orang yang ditargetkan secara persentase dapat dilihat pada
Tabel 10 dengan nilai sebesar 69 persen. Berdasarkan jumlah nominal dapat
dinilai bahwa penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor jasa berjalan dengan
efektif. Sedangkan, untuk jumlah mitra tingkat keefektifanya sangat tinggi karena
pencapaiannya mampu melebihi target yang dibuat oleh pihak KBMT Tadbiirul
Ummah.
Pembiayaan untuk sektor home industry pencapaian targetnya sangat baik.
Hal tersebut terlihat dari pencapaian hasil secara nominal sebesar Rp 94,860,000
atau secara persentase pencapaiannya sebesar 308 persen. Begitu pula halnya
dengan pencapaian untuk jumlah mitra berdasarkan sektor usaha home industry
101
mampu mencapai jumlah 14 orang dengan kenaikan jumlah mitra sebesar 200
persen. Pencapaian penyaluran pembiayaan syariah yang melebih target yang
telah ditetapkan menunjukan bahwa tingkat efektivitas pembiayaan syariah untuk
sektor home industry sangat tinggi.
Sedangkan, ada beberapa sektor usaha yang tidak dilakukan pentargetan
seperti sektor peternakan. Namun, karena ada permintaan dari beberapa mitra
maka ada pembiayaan yang disalurkan untuk menjalankan usaha disektor
peternakan. Sehingga, boleh dikatakan pembiayaan yang ada pada sektor ini
tergolong baru. Nilai nominal yang masuk untuk sektor usaha peternakan sebesar
Rp. 31,700,000 dengan jumlah mitra yang dibiayai sebanyak 4 orang. Hal ini
menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor peternakan mulai dimasuki
oleh BMT sebagai prospek penyaluran pembiayaan syariah. Selain itu, ekspansi
pihak KBMT semakin terbukti nyata dengan mulai menginvestasikan dananya
pada pembiayaan untuk sektor peternakan. Sektor usaha baru yang dijajaki
seperti peternakan dapat menjadi penilaian bahwa pihak KBMT sangat efektif
dalam menjalankan promosi dalam penyaluran pembiayaan syariah.
Sedangkan, pembiayaan syariah sediri ditargetkan untuk sektor pertanian
tidaklah terlalu besar hanya sebesar Rp 14,250,000 namun pada hasilnya sebesar
Rp 19,600,000 atau secara persentase pembiayaan tersebut mampu mencapai
targetnya melebihi dari apa yang harapkan sebesar 138 persen. Walaupun, jumlah
nominalnya meningkat tetap saja skala pembiayaan masih tergolong kecil. Selain
itu, jumlah petani yang ditargetkan untuk mendapatkan pembiayaan hanya
sebanyak 10 orang dengan hasil pencapaian sebanyak 15 orang atau meningkat
sebanyak 150 persen. Skala yang kecil tersebut dipengaruhi pula oleh jumlah
target yang sangat kecil yang dibuat oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah.
Namun, pencapaiannya sangatlah efektif karena mampu melebih apa yang telah
ditargetkan oleh lembaga.
Sektor yang lainnya mampu mencapai jumlah pembiayaan sebesar Rp
205,460,000 secara jumlah nominal atau sebesar 120 persen. Sedangkan secara
jumlah mitra maka hasil pencapaian mitra mampu mencapai sebanyak 53 orang
dengan pencapaian persentase sebesar 171 persen.
102
Tabel 16. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jumlah Nominal Jumlah Mitra
Sektor Usaha
Proporsi Nilai Target (%)
Proporsi Nilai Realisasi (%)
Proporsi Nilai Target (%)
Proporsi Nilai Realisasi (%)
Perdagangan 88.30 52.67 75.33 68.39 Industri 0 26.32 0 1.51 Jasa 6.28 11.36 14.80 11.61 Home industri 0.69 2.60 1.33 3.01 Peternakan 0 0.87 0 0.86 Pertanian 0.32 0.54 1.90 3.23 Lain-lain 3.84 5.63 5.88 11.40 Grand Total 100 100 100 100
Berdasarkan sektor usaha (Tabel 16) proporsi terbesar untuk realisasi
jumlah nominal pembiayaan mampu mencapai 52,67 persen. Pencapaian tersebut
jauh dari proporsi yang telah ditargetkan. Walaupun, pencapaian dari sektor
perdagangan jumlahnya menurun namun dapat dibantu dengan pencapaian dari
jumlah realisasi pembiayaan untuk sektor usaha industri sebesar 26,32 persen.
Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka pembiayaan syariah untuk sektor
usaha proporsi pencapaiannya tidak berbeda jauh atau signifikan, dengan kata lain
proporsi pembiayaan yang ada hampir sesuai dengan apa yang ditargetkan.
Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah berdasarkan sektor
usaha untuk sektor yang lainnya memiliki pangsa pasar (market share) yang
besar. Selain itu, hal ini juga menunjukan begitu beragamnya segmetasi
pembiayaan syariah untuk segala macam sektor usaha. Walaupun, sektor usaha
yang ada beragam jenisnya, KBMT Tadbiirul Ummah harus tetap konsisten
melakukan pembiayaan terhadap sektor usaha yang berskala UMKM. Salah
satunya ialah sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat
Indonesia yang hampir mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Berdasarkan hasil nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa penyaluran pembiayaan
syariah untuk sektor lainnya mampu mencapai tingkat efektivitas yang sangat
tinggi, karena melebih target yang dibuat oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
103
6.2. Efektivitas Pembiayaan Untuk Semua Aspek Pencapaian Pembiayaan Syariah
Efektivitas pembiayaan berdasarkan wilayah usaha memiliki proporsi
pembiayaan terbesar pada wilayah Bogor Kota sebesar 44,52 persen untuk jumlah
pembiayaannya dan daerah Dramaga untuk proporsi jumlah mitra sebesar 29
persen perbedaan tersebut menunjukan bahwa dana pembiayaan yang mengalir
lebih banyak pada daerah Bogor Kota sedangkan mitra yang banyak
memanfaatkan pembiayaan syariah adalah masyarakat terdekat dengan wilayah
operasional KBMT Tadbiirul Ummah.
Efektivitas pembiayaan berdasarkan jenis mitra memiliki proporsi
pembiayaan terbesar pada jenis mitra lama baik itu berdasarkan jumlah nominal
sebesar 76 persen ataupun berdasarkan jumlah mitra mampu mencapai sebesar
66,88 persen. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembiayaan yang ada di
KBMT Tadbiirul Ummah masih didominasi oleh jenis mitra lama yang
melakukan pembiayaan syariah. hal ini harusnya membuat KBMT harus lebih
bisa mengekspansi lebih baik agar jumlah mitra baru terus bertambah.
Efektivitas pembiayaan berdasarkan profesi mitra memiliki proporsi
pembiayaan terbesar pada mitra yang memiliki profesi sebagai wiraswasta sebesar
58,19 persen pada jumlah nominal pembiayaan yang disalurkan kepada mitra.
Sedangkan, jumlah proporsi mitra terbesar pada profesi mitra pedagang sebesar
60,43 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa usaha yang berbasiskan
perdagangan proporsinya sangat besar, proporsi yang besar tersebut menunjukan
bahwa pembiayaan yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah ternyata lebih
didominasi oleh pembiayaan pada sektor yang perputaran usahanya sangat cepat
yaitu perdagangan. Sedangkan, untuk petani sendiri hanya mampu mencapai
proporsi pembiayaan sebesar 1,42 persen dari segi jumlah pembiayaan dan dari
sisi jumlah mitra mampu mencapai 4,3 persen.
Efektivitas Pembiayaan berdasarkan peruntukan memiliki proporsi
terbesar pada peruntukan modal kerja baik itu berdasarkan jumlah nominal
pembiayaan sebesar 73,06 persen maupun berdasarkan jumlah mitra sebesar 66,45
persen. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang
ada pada KBMT Tadbiirul Ummah memiliki penyaluran yang besar untuk modal
104
kerja. Hal tersebut dapat dikatakan sesuai karena pembiayaan syariah yang
produktif seharusnya dialokasikan untuk modal kerja dan investasi. Walaupun
ada kecenderungan saat ini pembiayaan syariah untuk konsumsi pun terus
meningkat.
Efektivitas pembiayaan syariah berdasarkan jenis akad memiliki proporsi
terbesar pada akad murabahah atau jual beli berdasarkan jumlah nominal yang
tersalurkan proporsinya mampu mencapai sebesar 91,16 persen dan berdasarkan
jumlah mitra mampu mencapai proporsi sebesar 86,24 persen. Berdasarkan hal
tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang ada di KBMT Tadbiirul
Ummah masih lebih banyak didominasi untuk pembiayaan dengan basis jual beli.
Sedangkan konsep yang sebenarnya untuk pembiayaan syariah yang berbasiskan
bagi hasil seperti musyarakah dan mudharabah masih memiliki proporsi
pembiayaan yang sangat kecil. Proporsi yang besar untuk jenis akad jual beli juga
masih menunjukan bahwa mitra masih memilih aspek kemudahaan dalam
melakukan pinjamannya dibandingkan harus menggunakan akad yang berbasis
pada bagi hasil yang dianggap rumit dan sulit dipahami.
Efektivitas pembiayaan berdasarkan sektor usaha memiliki proporsi
terbesar pada sektor perdagangan sebesar 52,57 persen untuk jumlah nominal
pembiayaan dan sebesar 68,39 persen untuk jumlah mitra. Hal ini menunjukan
bahwa pembiayaan yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah masih melihat bahwa
sektor perdagangan sangat prospektif dan pembiayaan yang diberikan dapat
berputar dengan cepat dibandingkan dengan sektor usaha lain. Walaupun, sektor
usaha perdagangan sangat mendominasi pembiayaan syariah yang ada. Ada
beberapa sektor yang mengalami perkembangan yang cukup baik dari sisi jumlah
nominalnya yaitu sektor industri. Sedangkan, proporsi pembiayaan untuk sektor
agribisnis sendiri masih sangat kecil dengan proporsi sebesar 1,41 persen
berdasarkan jumlah nominal dan proporsi berdasarkan jumlah mitra sebesar 4,09
persen.
105
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS
7.1. Karakteristik Responden
Responden yang diambil dalam penelitian ini ialah 22 responden yang
menjadi mitra BMT Tadbiirul Ummah. Keseluruh responden tersebut memiliki
usaha di sektor agribisnis baik itu on-farm maupun off-farm (Tabel 17).
Tabel 17. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
Pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin, Wilayah Usaha Tahun 2008
Total
Karakteristik Pertanian N=8
Peternakan N=4
Industri Kecil N=2
Perdagangan N=8 Jumlah
N=22 Komposisi %
Tidak Tamat SD (orang) 1 2 0 2 5 23 Tamat SD(orang) 6 1 2 6 15 68 SMP (orang) 0 0 0 0 0 0
Pendidikan
SMA (orang) 1 1 0 0 2 9 Laki-laki (orang) 8 3 1 7 19 86 Jenis
Kelamin
Perempuan (orang) 0 1 1 1 3 14 Situ daun (orang) 4 0 1 0 5 23 Tenjolaya (orang) 3 1 0 2 6 27 Dramaga (orang) 0 1 1 2 4 18 Ciampea (orang) 0 1 0 0 1 5
Wilayah Usaha
Lain-lain (orang) 1 1 0 4 6 27
Berdasarkan Tabel karakteristik diatas dapat ditunjukan bahwa pada
bidang pertanian mitra yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD terdapat
1 orang, pada tingkat tamat SD terdapat 6 orang mitra dan satu orang memiliki
tingkat pendidikan. Hal tersebut menunjukan bahwa pada usaha pertanian tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh responden sangat rendah. Karena dominasi tingkat
pendidikan pada sekolah dasar. Pada usaha peternakan terdapat dua orang yang
tidak menamatkan pendidikan dasarnya, satu orang yang mampu menamatkan
pendidikan dasarnya dan satu orang memiliki pendidikan hingga lulus sekolah
menengah atas. Berdasarkan hal tersebut pada sektor usaha peternakan,
106
responden memiliki masih didominasi dengan tingkat pendidikan yang rendah
yaitu tidak tamat sekolah dasar dan tamat sekolah dasar.
Pada sektor industri kecil, karakteristik pendidikan yang dimiliki oleh
responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah memiliki tingkat
pendidikan sekolah dasar dengan jumlah responden sebanyak 2 orang. Hal
tersebut menunjukan pula bahwa sektor industri kecil masih didominasi oleh
responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pada sektor usaha
perdagangan jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat
sekolah dasar sebanyak dua orang dan untuk mitra yang memiliki tingkat
pendidikan tamat sekolah dasar sebanyak enam orang. Pada sektor perdagangan
pun masih didominasi oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan sekolah
dasar.
Berdasarkan jenis kelamin maka laki-laki mendominasi pada bidang
pertanian dimana sebanyak delapan orang mampu memanfaatkan pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis. Pada sektor peternakan terdapat tiga responden
berjenis kelamin laki-laki dan satu orang berjenis kelamin perempuan. Untuk
sektor industri kecil dapat dikatakan seimbang karena terdapat satu orang yang
berjenis kelamin laki-laki dan satu orang perempuan yang memanfaatkan
pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah dan pada sektor perdagangan
ada tujuh orang yang memanfaatkan pembiayaan syariah dan hanya ada satu
orang yang memanfaatkan pembiayaan syariah. Berdasarkan jenis kelamin
hampir sebanyak 19 orang laki-laki menguasai pemanfaatan pembiayaan syariah
pada KBMT Tadbiirul Ummah, sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan syariah lebih banyak disalurkan kepada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan kepada perempuan.
Berdasarkan wilayah usaha dapat dilihat sebaran wilayah usaha dari tiap
mitra yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah, pada sektor pertanian terdapat
sebaran sebanyak empat orang untuk wilayah Situ Daun, tiga mitra pada wilayah
Tenjolaya dan satu orang untuk wilayah lainnya. Pada sektor peternakan terdapat
sebaran wilayah sebanyak satu orang untuk daerah Tenjolaya, satu orang yang
memiliki wilayah usaha di Dramaga, satu orang pada daerah Ciampea dan satu
orang terdapat pada wilayah lainnya. Sedangkan untuk sektor industri kecil
107
sebarannya hanya terdapat pada dua wilaya yaitu satu orang pada daerah situ daun
dan satu orang lainnya terdapat pada wilayah Dramaga. Sedangkan, pada sektor
usaha perdagangan sebaran wilayah usaha terdapat pada daerah Tenjolaya
sebanyak dua orang, pada wilayah Dramaga terdapat sebanyak dua orang mitra
dan sebaran wilayah lebih banyak tersebar pada wilayah lainnya, wilayah tersebut
lebih banyak terdapat pada daerah Pasar Induk Kemang.
Tabel 18. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Profit, Aset, Pengalaman, komposisi modal, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil dan Realisasi Pembiayaan Tahun 2008
Keterangan Pertanian Peternakan Industri Kecil
Perdagangan Rata-rata Total
Profit Usaha (Rupiah/Thn)
15,929,400.0 13,870,000.0 6,292,000.0 43,817,502.6 19,977,225.7
Total Asset Usaha (Rupiah)
31,612,500.0 59,125,000.0 185,000.0 76,737,500.0 41,915,000.0
Pengalaman usaha (Tahun)
16.5 10.3 6.0 17.4 12.5
Komposisi Modal usaha (Rupiah)
4,050,001.6 8,950,000.0 85,000.0 24,550,000.0 9,408,750.4
Frekuensi Pembiyaaan (Kali)
5.5 1.8 3.5 4.3 3.8
Nisbah Bagi Hasil (Rupiah)
220,000.0 1,387,500.0 225,000.0 1,230,000.0 765,625.0
Realisasi Pembiayaan (Rupiah)
1,406,250.0 7,700,000.0 750,000.0 4,187,500.0 3,510,937.5
Berdasarkan Tabel 18 terdapat beberapa karakteristik rata-rata yang dapat
dideskripsikan berdasarkan profit usaha, total asset usaha, pengalaman usaha,
komposisi modal usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil dan realisasi
pembiayaan itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat karakteristik serta
kecenderungan dari setiap sub-sistem yang ada pada sistem agribisnis. Sehingga,
karakteristik usaha dapat ditunjukan bersama dengan karakteristik pembiayaan itu
sendiri.
Pada sektor pertanian profit usaha rata-rata yang dimiliki oleh responden
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sebesar Rp 15.929.400 pertahun,
untuk sektor peternakan profit usaha yang dimiliki sebesar Rp. 13.870.000
108
pertahun rata-ratanya, untuk industri kecil hanya memiliki profit usaha sebesar Rp
6.292.000 pertahun sedangkan untuk sektor perdaganngan memiliki profit usaha
hingga mencapai Rp 43.817.502. Hal tersebut menunjukan bahwa profit terbesar
pada sektor usaha perdagangan dan paling kecil pada sektor usaha industri kecil.
Profit usaha yang besar pada sektor perdagangan menunjukan bahwa usaha
perdagangan sangat menguntungkan dan memiliki perputaran bisnis yang sangat
cepat sehingga dapat dengan mudah mendatangkan keuntungan.
Berdasarkan total asset usaha maka akan terlihat bahwa total asset yang
dimiliki oleh mitra KBMT yang memanfaatkan pembiayaa syariah untuk sektor
agribisnis. Pada usaha pertanian mitra memiliki asset usaha rata-rata sebesar Rp
31.612.500, untuk sektor peternakan rata-rata mitra memiliki asset usaha sebesar
Rp 59.125.000. Untuk sektor industri kecil sendiri memiliki asset usaha sebesar
Rp 185.000 dan untuk sektor usaha perdagangan rata-rata asset responden sebesar
Rp 76.737.500 nilai asset dari sektor perdagangan masih tetap yang terbesar
sehingga dapat dilihat dalam hal ini bahwa asset usaha perdagangan sangat besar
dibandingkan dengan asset usaha sektor lainnya. Secara keseluruh mitra dapat
diketahui bahwa total asset yang ada sebesar Rp 41.915.500. berdasarkan Tabel
18 juga dilihat bahwa ternyata sektor industri kecil memiliki asset usaha yang
paling kecil diantara yang lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa pada proses
produksi industri kecil sangat sedikit total asset yang dimiliknya dibanding
dengan total perdagangan.
Selain itu, karakteristik responden pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis dapat dilihat pada pengalaman usaha yang dimiliki oleh mitra KBMT
Tadbiirul Ummah. Pengalaman usaha untuk sektor pertanian memiliki rata-rata
pengalaman usaha selama 16,5 tahun dalam menjalankan usahannya, untuk sektor
peternakan memiliki rata-rata pengalaman usaha selama 10,3 tahun, untuk usaha
industri kecil rata-rata mitra memiliki pengalaman usaha selama enam tahun.
Sedangkan, untuk sektor perdagangan memiliki rata-rata pengalaman usaha dari
setiap mitra selama 17,4 tahun dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hal
tersebut dapat dilihat ternyata pengalaman usaha paling sebenta ialah pada sektor
industri kecil sedangkan pengalaman usaha yang paling lama terdapat pada sektor
perdangan. Hal tersebut dapat menjadi acuan bahwa usaha perdagangan yang
109
lebih lama mampu memiliki asset yang lebih besar dibandingkan dengan sektor
usaha lainnya.
Apabila melihat komposisi modal uaha maka akan terlihat bahwa pada
sektor pertanian rata-rata petani memiliki komposisi modal pribadi untuk
digunakan pada usahannya sebesar Rp 4.050.001, untuk sektor usaha peternakan
memiliki komposisi modal usaha sebesar Rp 8.950.000, besarnya komposisi
modal usaha untuk sektor industri kecil memiliki nilai sebesar Rp 85.000 dan
pada sektor perdagangan dapat dilihat memiliki nilai sebesar komposisi modal
usaha sebesar Rp24.550.000, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui ternyata
butuh lebih besar modal dalam menjalankan usahannya pada sektor agribisnis.
Nominal terbesar masih dimiliki oleh sektor perdagangan. Namun, secara
keseluruhan mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki rata-rata
total pembiayaan sebesar Rp 9.408.750.
Karakteristik mitra KBMT Tadbiirul ummah yang memanfaatkan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat dilihat melalui frekuensi
pembiayaan yang telah dilakukan oleh pihak mitra. Berdasarkan Tabel 18
diketahui bahwa rata-rata mitra yang berada pada sektor usaha pertanian memiliki
rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak enam kali sebagai hasil pembulatan.
Pada sektor peternakan mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis
melakukan pembiayaan sebanyak dua kali hal ini didapatkan hasil pembulatan.
Pada sektor usaha industri kecil sendiri frekuensi pembiayaan rata-rata yang
dilakukan mitra pembiayaan syariah sebanyak empat kali dan pada sektor usaha
perdagangan memiliki frekuensi pembiayaan pada KBMT TBU sebanyak empat
kali saja. Pada rata-rata total sektor usaha dapat diketahui frekuensi pembiayaan
yang telah dilakukan oleh mitra KBMT Tadbiirul Ummah sebanyak empat kali.
Apabila dilihat ternyata frekuensi pembiayaan dari setiap sektor hampir
menyeluruh memiliki rataan yang sama dan tidak berbeda jauh.
Nisbah bagi hasil yang dimiliki oleh mitra KBMT TBU untuk tiap sektor
akan menunjukan seberapa besar nilai nibah bagi hasil yang dibagi dengan pihak
KBMT TBU sendiri. Berdasarkan sektor pertanian didapatkan nisbah bagi
hasilnya sebesar Rp 220.000, untuk sektor peternakan sendiri memiliki nisbah
bagi hasil sebesar Rp 1.387.5000, untuk sektor industri kecil memiliki nilai nisbah
110
bagi hasil Rp 225.000, dan untuk sektor perdagangan memiliki nisbah bagi hasil
sebesar Rp 1.230.000. Sedangkan, untuk rata-rata total dari seluruh sektor usaha
memiliki nisbah bagi hasil sebesar Rp 765.625. Tetapi ada kecenderungan bahwa
sektor peternakan memiliki nisbah bagi hasil yang lebih besar dibandingkan
dengan sektor perdangangan. Hal ini menunjukan bahwa mitra pada sektor
peternakan melakukan pembiayaan lebih besar dibandingkan sektor lainnya,
walaupun secara jumlah mitra pada sektor peternakan hanya ada empat responden
yang menjalankan usahannya disektor peternakan.
Pada realisasi pembiayaan oleh KBMT TBU dapat diketahui karakteristik
rata-rata sektor mana pada agribisnis yang paling besar realisasi pembiayaannya.
Pada sektor pertanian realisasi total pembiayaan hanya sebesar Rp 1.406.250.
pada sektor peternakan memiliki realisasi pembiayaan sebesar Rp 7.700.000. Pada
sektor industri kecil realisasi pembiayaan yang ada hanya sebesar Rp 750.000 dan
untuk perdagangan sendiri hanya memiliki realisasi pembiayaan syariah sebesar
Rp 4.187.500, sedangkan secara keseluruhan didapatkan rata-rata total dari setiap
sektor usaha sebesar Rp 3.510.937,5. Pada realisasi pembiayaan ini dapat dilihat
bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis paling besar dialokasikan
untuk usaha peternakan. Hal ini sesuai degan nisbah bagi hasil yang sebelumnya
dibahas, ditunjukan bahwa nisbah bagi hasil dengan realisasi pembiayaan syariah
nilai besarnya selalu berimbang.
7.2. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Realisasi Pembiayaan Syariah
Analisis linear berganda pada pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis
mencari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis disusun dalam penelitian ini, setelah dianalisis maka diharapkan
mampu memenuhi beberapa asumsi yang disyaratkan yaitu asumsi normalitas,
heteroskedasitas, multikoinieritas, dan auto korelasi. Dengan terpenuhinya
asumsi-asumsi tersebut maka akan menghasilkan variabel penduga terbaik yang
tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Sebaliknya, jika
ada (paling tidak satu) asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipenuhi oleh
fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau
pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan diragukan.
111
Secara umum, analisis linear berganda permintaan pembiayaan syariah
untuk sektor agribisnis yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi
normalitas, hal ini ditunjukan dengan oleh hasil pengujian Kolmogorov Smirnov
(Lampiran 8). Pada taraf nyata lima persen diperoleh nilai P-Value yang lebih
besar dari 0,15 artinya nilai tersebut lebih besar dari lima persen atau 0,005.
Dengan demikian disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi.
Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi masalah ini dapat dilihal melalui gambar plot residual (Lampiran 8).
Dari grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar ada yang di bawah nol dan
ada yang diatas nol. Selain itu, data juga tidak menggambarkan pola tertentu,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat
pada Lampiran 9. dimana berdasarkan hasil uji Barlet didapatkan P value yang
lebih besar dari α sebesar 5 persen yaitu sebesar 0,182. Berdasarkan hasil
pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi.
Untuk mengetahui tidak adanya multikolinearitas yang sempurna antar
variabel independen pada model dapat dilihat dari nilai VIF yang dihasilkan oleh
masing-masing variabel independen pada model yang dibangun. Jika seluruh
variabel independen pada model memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh maka
kondisi ini menunjukan bahwa asumsi multikolinearitas telah terpenuhi. Dari
hasil analisis regresi nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah dibawah 10
yang berarti asumsi multikolinearitas telah terpenuhi. Sedangkan untuk
mendeteksi apakah model yang dibandun steril dari masalah autokorelasi adalah
dengan menggunkan uji Durbin-Watson (Lampiran 10). Setelah diuji dengan
menggunakan uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai 2,52. Dengan demikian
diperoleh kesimpulan tidak ada masalah autokorelasi pada model.
7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Syariah untuk Sektor Agribisnis
Analisis permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor tersebut, yaitu :
pengalaman usaha (X1), profit Usaha (X2), frekuensi pembiayaan(X3), nisbah bagi
112
hasil (X4), tahun pendidikan (X5), komposisi modal usaha (X6) dan sektor usaha
(D1).
Ketepatan model yang diuji dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji t-
hitung, uji f-hitung, dan koefisien determinasi yang disesuaikan dengan R-sq
(adj). Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada
KBMT Tadbiirul Ummah diperoleh persamaan :
Y = 3903998 - 109346 X1 - 0.0418 X2 + 155797 X3+ 4.50 X4- 448258 X5+
0.0107 X6+ 1349909 D1
Persamaan tersebut dihasilkan dari pengolahan dara 22 responden
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis ditahun 2008, dengan berbagai macam
wilayah usaha.
Tabel 19. Hasil Regresi Linear Berganda Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis di KBMT Tadbiiru Ummah pada Tahun 2008
No Variabel Koefisien T-hitung P-value VIF
1 Konstanta 3903998 0,227
2 Pengalaman Usaha -109346 -1,56 0,140 1,209
3 Profit Usaha -0,04178 -1,38 0,190 2,254
4 Frekuensi Pembiayaan 155797 0,64 0,534 1,271
5 Nisbah Bagi Hasil 4,5045 7,45 0,000 1,513
6 Tahun Pendidikan -448258 -1,30 0,215 1,272
7 Komposisi Modal Usaha 0,01066 0,32 0,750 1,940
8 Dummy sektor usaha 1349909 1,02 0,324 1,250
R2 = 83.7% R2 (adj) = 75.6%
F-hitung = 10,28 P-value = 0,00
Durbin Watson = 2.5218 Tabel 18 merangkum hasil regresi model faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil
113
regresi yang diperoleh menunjukan nilai koefisien determinasi R2 (adj) sebesar
75,6 persen yang menunjukan bahwa variabel-variabel independen dalam model
yang dibangun mampu mejelaskan sebanyak 75,6 persen perubahan yang terjadi
pada permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT
Tadbiirul Ummah. Sedangkan, sisanya sebesar 24,4 persen diterangkan oleh
faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis model
regresi tersebut adalah 10,28 dengan nilai Pvaluenya sebesar 0,00 hal tersebut
menunjukan bahwa model menunjukan keragaan terhadap seluruh faktor-faktor
yang mempengaruhi realisasi pembiayaan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara bersama-sama semua
variabel dependen dalam model permintaan pembiayaan syariah yang dibangun
dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat realisasi pembiayaan
syariah yang akan disalurkan. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang
berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi permintaan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah adalah
variabel nisbah bagi hasil. Sedangkan untuk faktor-faktor yang lain seperti
pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, komposisi modal, tingkat
pendidikan dan sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
7.3.1. Pengalaman Usaha (X1).
Pengalaman usaha menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh
realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan dugaan
pengalaman usaha mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah.
Karena semakin lama seseorang mitra memiliki pengalaman usaha maka akan
lebih memiliki kemampuan dalam memperhitungkan kebutuhan pembiayaan
dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat memanfaatkan pembiayaan relatif
lebih besar. Namun berdasarkan analisis menggunakan Minitab Versi 15
didapatkan bahwa nilai p-value untuk pengalaman usaha (X1) sebesar 0.140
apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka p-value > α maka hal ini
menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi pengalaman usaha tidak signifikan
mempengaruhi realiasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
114
Pengalaman usaha mitra untuk sektor agribisnis begitu beragam
menyebabkan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis tidak
signifikan dalam mempengaruhi pembiayaan. Selain itu, pengalaman usaha yang
harusnya menjadi tolak ukur ternyata tidak dapat berpengaruh signifikan dalam
pemanfaatannya untuk sektor agribisnis. Karena KBMT Tadbiirul Ummah
memberikan pembiayaan terhadap calon mitra bukan pada lamanya mitra tersebut
dalam menjalani usahanya pada bidang pertanian. Tetapi sejauh mana mitra
mampu menjalankan usahanya dengan berjalannya usaha sebagai pengalaman
usaha. Pengalaman usaha mitra dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 20. Pengalaman Usaha dari Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun
2008 Pengalaman
Berusaha
1-10 Tahun 11-20 Tahun > 21 Tahun Jumlah Total
Jumlah Mitra (orang) 11 7 4 22
Jumlah Proporsi (%) 50 32 18 100
Berdasarkan Tabel tersebut ditunjukan bahwa hampir sebanyak 50 persen
atau sebanyak 11orang yang memiliki pengalaman usaha antara 1-10 tahun
pengalaman, untuk pengalaman usaha yang 11-20 tahun hanya sebanyak 7 orang
atau memiliki proporsi sebesar 32 persen, dan untuk mitra yang memiliki
pengalaman usaha yang lebih dari 21 tahun hanya sebanyak 4 orang atau
proporsinya sebesar 18 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan
tidak melihat lamanya pengalaman usaha mitra berjalan. Karena pembiayaan
yang disalurkan dengan jumlah nominal yang sangat besar pun banyak dialirkan
kepada mitra yang memiliki pengalaman usaha 1-10 tahun. Hal ini yang
menyebabkan faktor pengalaman tidak berpengaruh signifikan dalam realisasi
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Berdasarkan karakteristik usaha responden pun diketahui bahwa rata-rata
total dari setiap usaha, mitra memiliki pengalaman usaha selama 12,5 tahun dan
sebaran tersebut dapat dilihat pada sebaran mitra yang lebih banyak memiliki
pengalaman usaha pada 1-10 tahun. Apabila dilihat dari besarnya pengalaman
115
usaha ternyata tidak menjadi hal yang signifikan dalam merealisasikan
pembiayaan syariah untuk mitra yang memanfaatkan pembiayaannya untuk sektor
agribisnis.
7.3.2. Profit Usaha (X2)
Profit usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan
usaha. Pada realisasi permintaan pembiayaan diduga menjadi faktor yang
mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diambil, semakin baik profit usaha
seorang mitra maka akan semakin tinggi pihak KBMT memberikan dana
pembiayaan pada usahannya. Namun berdasarkan hasil perhitungan didapatkan
nilai p-value sebesar 0,190 hal tersebut menunjukan bahwa nilai p-value > α
(0,05), dengan lebih besarnya nilai p-value berarti dapat diinterpretasikan bahwa
profit usaha tidak signifikan mempengaruhi efektivitas pembiayaan syariah untuk
agribisnis.
Profit yang besar tidak langsung mempengaruhi KBMT untuk langsung
memberikan dana yang besar untuk dimanfaatkan oleh mitra. Karena, BMT
berhati-hati dalam memberikan dananya. Karena besarnya profit usaha yang
dimiliki belum tentu menggambarkan kemampuan seorang mitra untuk membayar
pinjaman pembiayaan yang diberikan.
Pembiayaan yang diberikan dilihat dari tujuan pemanfaatan yang
direalisasikan dan berdasarkan barang yang riil yang dibantukan dengan adanya
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, KBMT memberikan
bantuan pembiayaan bukan hanya pada usaha yang memiliki profit usaha yang
besar. Namun, KBMT memberikan bantuan kepada mitra yang mampu
menjalankan usahanya dengan stabil dan memiliki kontinuitas yang baik.
Sehingga KBMT tidak sekedar melihat keadaan profit saja, namun keragaan
usaha yang mampu menopang ekonomi keluarga dan mampu menyisihkan untuk
melakukan pengangsuran pembiayaan.
Hal tersebut menunjukan bahwa KBMT Tadbiirul Ummah memiliki
komitmen untuk tetap melakukan pembiayaan pada sektor UMKM. Sektor yang
keberadaannya profitnya tidak besar seperti profit industi. Walaupun tidak terlalu
besar KBMT tetap memberikan pembiayaan calon mitra. KBMT juga menerapkan
116
prinsip tolong menolong untuk menyalurkan dananya untuk dapat dialokasi
kepada calon mitra yang membutuhkan pembiayaan.
Nilai uji statistik menunjukan bahwa ada karakteristik yang berbeda dari
KBMT Tadbiirul Ummah dalam menjalakan realisasi pembiayaannya. Walaupun,
seorang mitra memiliki jumlah profit yang kecil bisa saja mendapatkan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Begitu pula halnya bagi mitra yang
memiliki jumlah profit yang sangat besar yang seharusnya mendapatkan
pembiayaan yang besar pula. Namun, hanya memperoleh pembiayaan yang
standar saja. Pihak KBMT Tadbiirul Ummah dalam mengukur profit bukan pada
nilai nominalnya yang besar tetapi kondisi usaha yang stabil dan normal pada saat
berjalannya usaha milik mitra KBMT Tadbiirul Ummah.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Besarnya Profit Usaha pada Responden KBMT Tadbiirul Ummah 2008
Besarnya Profit (Rupiah) 1-30 Juta 31-60 Juta > 61 Juta Total
Jumlah Mitra (orang) 16 3 3 22
Persentase (%) 72 14 14 100
Faktor profit usaha pada hipotesisnya diduga akan mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah, semakin besar profit maka
akan semakin besar juga pembiayaan yang direalisasikan. Namun, ternyata faktor
tersebut tidak signifikan mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan syariah yang
ada di KBMT Tadbiirul Ummah. Berdasarkan Tabel 20 diatas menunjukan
bahwa sebanyak 72 persen pembiayaan disalurkan kepada mitra yang memiliki
profit antara 1-30 juta rupiah. Pemberian pada rentang profit tersebut pun sangat
beragam ada yang sangat besar sebesar Rp 25.000.000 seperti Bapak Oding
sedangkan profit yang dimilikinya pun sama sebesar Rp 25.000.000. Hal tersebut
beda halnya dengan pembiayaan yang memiliki rentang 31-60 juta rupiah dan
lebih besar dari 61 juta rupiah pembiayaan yang diberikan tidak seimbang dengan
profit yang dimiliki. Hal tersebut menunjukan bahwa profit yang besar belum
pasti akan diikuti untuk realisasi yang semakin besar pula seperti profit Bapak
117
Amsir, pembiayaan yang diberikan sebesar Rp 10.000.000 sedangkan jumlah
profit pertahunnya mampu mencapai Rp 92.100.000.
KBMT Tadbiirul Ummah pun dalam hal ini memang tidak menyalurkan
pembiayaan dalam jumah yang besar, karena memang dana yang disalurkan pun
memang digunakan untuk sektor mikro. Sehingga dana yang disalurkan sesuai
dengan kebutuhan usaha mikro, dimana pembiayaan yang disalurkan sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan oleh calon mitra. Penyaluran yang sesuai
kebutuhan tadi dilakukan agar pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT
Tadbiirul Ummah dapat berjalan dengan tepat dan efektif. Sehingga, hal tersebut
dapat mengurangi resiko pembiayaan yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul
Ummah. Resiko tersebut dapat dikurangi dengan melihat kemampuan pelunasan
pembiayaan melalui jumlah profit yang dimiliki oleh mitra. Hal ini terbukti pula
pada beberapa mitra yang memiliki pembiayaan yang kecil sebesar Rp 1.000.000,
namun jumlah profitnya mampu mencapai Rp 108.000.000 apabila dihitung
pertahun.
Tabel 22. Komposisi antara Realisasi Pembiayaan dan Profit usaha Mitra KBMT
Tadbiirul Ummah yang Memanfaatkan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Tahun 2008
Jenis Usaha Realisasi
Pembiayaan (Rupiah)
Profit Usaha (Rupiah)
Komposisi (%)
Pertanian 1,406,250.0 15,929,400.0 8.83 Peternakan 7,700,000.0 13,870,000.0 55.52 Industri Kecil 750,000.0 6,292,000.0 11.92 Perdagangan 4,187,500.0 43,817,502.6 9.56 Total Rata-Rata 4,187,500.0 19,977,225.7 17.57
Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi realisasi pembiayaan dan
profit usaha memiliki perberdaaan yang sangat signifikan pada usaha pertanian
memiliki komposisi hanya 8,83 persen, untuk peternakan memiliki komposisi
yang cukup besar yaitu sebesar 55,52 persen. Pada usaha industri kecil memiliki
komposisi sebesar 11,92 persen dan pada sektor perdangangan hanya memiliki
komposisi yang tidak besar hanya sebesar 9,56 persen. Hal tersebut menunjukan
bahwa profit yang dimiliki oleh mitra lebih besar dibandingkan dengan realisasi
118
pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah sehingga hal
tersebut dapat dikatakan tidak efektif mempengaruhi secara signifikan
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini, nilai profit yang besar
dari pihak mitra tidak diikuti oleh nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis.
7.3.3. Frekuensi Pembiayaan (X3) Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan,
semakin tinggi frekuensi pengambilan akan diduga mempengaruhi realisasi
permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Namun, hal tersebut
tidaklah sesuai dengan prediksi, karena berdasarkan nilai p-value hasil
perhitungan menunjukan bahwa nilai p-value untuk frekuensi pembiayaan
menunjukan nilai sebesar 0,530. Nilai tersebut lebih besar dari nilai α, berarti
menunjukan bahwa nilai koefisien untuk frekuensi pembiayaan tidak signifikan
dalam mempengaruhi pembiayaan syariah untuk agribisnis.
Berdasarkan perhitungan menunjukan bahwa frekuensi pembiayaan tidak
signifikan mempengaruhi. Hal tersebut jelas terjadi pada KBMT Tadbiirul
Ummah, karena mitra yang sudah berkali-kali melakukan pembiayaan pada
KBMT tidak berarti langsung dapat dipercayai. Karena BMT memiliki prosedur
untuk selalu melakukan kelayakan kembali walaupun sudah sering mendapatkan
pembiayaan.
Oleh karena itu, frekuensi pembiayaan bukan menjadi tolak ukur untuk
dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan
syariah yang ada. Walaupun mitra mampu melakukan pembayaran pembiayaan
dengan lancar dan baik. BMT menjalankan aturan dengan konsisten selalu
melakukan pengecekan sebelum menyalurkan dana pada mitra yang melakukan
pembiayaan kembali.
Frekuensi pembiayaan yang semakin sering dan pembayaran yang baik
serta lancar belum tentu membuat pihak KBMT memberikan peningkatan jumlah
pembiayaan yang diberikan untuk pembiayaan yang selanjutnya. Karena BMT
melakukan pengukuran terhadap keinginan mitra. Apabila permintaan dari mitra
dirasa tidak rasional maka pihak BMT pun akan melakukan kaji ulang. Hal
119
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan akibat besarnya
dana yang diberikan dan akan merugikan BMT serta mitra yang lain. Karena
dana yang diberikan merupakan dana yang diamanahkan kepada pihak BMT
untuk disalurkan kembali kepada mitra yang membutuhkan pembiayaan.
Tabel 23. Frekuensi Pembiayaan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Jumlah Mitra dan Persentasenya Tahun 2008
Frekuensi Pembiayaan (Kali) 1-3 kali 4-6 kali > 7 kali Total
Jumlah Mitra (orang) 10 7 5 22
Persentase (%) 45 32 23 100
Pada contoh kasus ada mitra yang telah sepuluh kali memanfaatkan
pembiayaan syariah. Namun, nilai nominal yang direalisasikan hanya Rp
2.000.000 tiap melakukan pinjaman. Kasus seperti inilah yang menunjukan
bahwa pembiayaan syariah dilihat bukan pada berapa lama frekuensi pembiayaan
syariah yang telah dijalankan, tetapi berapa besar kebutuhan pembiayaan yang
diperlukan oleh mitra dalam menjalankan usahanya.
Selain itu pada Tabel 23 ditunjukan bahwa pembiayaan syariah disalurkan
didominasi oleh jenis responden yang memiliki frekuensi pembiayaan syariah
disektor agribisnis pada rentang 1-3 kali pembiayaan yaitu sebesar 45 persen
jumlahnya dari keseluruhan responden pembiayaan syariah ini. Sedangkan
frekuensi untuk mitra yang memiliki rentang pembiayaan 4-6 kali memiliki
persentase sebesar 32 persen dan pembiayaan yang dilakukan lebih dari 7 kali
memiliki proporsi sebesar 23 persen.
Faktor frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah karena ternyata ada beberapa mitra yang baru meminjam dua
kali saja sudah dapat melakukan pinjaman sebesar Rp 10.000.000 sedangkan
disisi lain ada mitra yang sudah melakukan pinjaman lebih dari 7 kali ternyata
pada realisasi pembiayaanya selalu sama sebesar Rp 1.500.000, walaupun sudah
berkali-kali minjam KBMT tetap memperhatikan aspek pemanfaatan dari dana
pembiayaan tersebut pada mitra. Sehingga pembiayaan yang diberikan memang
120
sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan dalam meminjam serta kemampuan
mengembalikan pembiayaan yang diterima oleh mitra.
Selain itu, KBMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini jelas sangat
menerapakan prinsip kehati-hatian sangat tinggi karena pembiayaan yang
diberikan oleh KBMT terhadap mitra merupakan dana titipan yang diamanahkan
kepada KBMT untuk dapat dimanfaatkan secara produktif lebih baik dan dana ada
semakin berkembangang untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan karakteristik dari responden pun diketahui bahwa dari seluruh
usaha baik itu pertanian, peternakan, industri keci dan perdagangan mampu
mencapai rata-rata frekuensi pembiayaan sebanyak empat kali. Namun, frekuensi
pembiayaan yang semakin besar tersebut tidak mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis itu sendiri. Sehingga wajar apabila
dilihat bahwa pembiayaan yang diberikan tidak pula melihat banyaknya frekuensi
pembiayaan yang terlah dilakukan oleh mitra KBMT TBU
7.3.4. Bagi Hasil (X4) Bagi hasil diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi permintaan
pembiyaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena, calon mitra akan melihat
berapa persen besarnya margin atau nilai bagi hasil pembiayaan yang dilakukan
oleh hal tersebut terbukti dari hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai p-value
dari nisbah bagi hasil bernilai 0,000 atau P-value < α (0,05). Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa bagi hasil berpengaruh signifikan dalam
mempengaruhi pembiayaan syariah untuk sektor agribinis.
Karena dengan jelasnya akad yang dilakukan antara mitra dan pihak BMT
membuat faktor bagi hasil sangat signifikan mempengaruhi. Karena mitra akan
mengukur kemampuan untuk memanfaatkan pembiayaan yang ada di BMT
dengan melihat margin yang akan diberikan. Sehingga mitra pun tidak melakukan
peminjaman dana melebihi kemampuan untuk membayar kembali ketika waktu
angsuran tiba.
Bagi hasil yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara pihak mitra dan
KBMT Tadbiirul Ummah sehingga akan ada keadilan dalam menentukan
keuntungan. Hal ini, semakin besarnya bagi hasil yang disepakati maka akan
121
semakin besar jumlah realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis.
Berdasarkan bagi hasil yang ditentukan maka pihak mitra dan KBMT
wajib menjaga kesepakatan yang dibuat dalam akad yang telah disepakati.
Keberanian mitra untuk memanfaatkan pembiayaan syariah lebih besar membuat
mitra harus berani mempertangungjawabkan jumlah bagi hasil yang akan
diberikan kepada pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Hal inilah yang mengharuskan
ada rasa saling percaya dalam menjalankan kerjasama dan harus ada perjanjian
yang jelas dalam pemanfaatan pembiayaan syariah yang ada. Bagi hasil yang ada
sesuai dengan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang ada. Hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Persentase Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada KBMT Tadbiirul
Ummah Tahun 2008
No Realisasi Pembiayaan (Rupiah)
Bagi Hasil (Rupiah) Persentase Pembiayaan (%)
1 8,000,000 1,440,000 18 2 1,500,000 200,000 13 3 10,000,000 3,000,000 30 4 3,000,000 900,000 30
5 2,000,000 600,000 30 6 1,000,000 240,000 24 7 1,000,000 300,000 30 8 500,000 150,000 30 9 10,000,000 4,320,000 43 10 1,000,000 290,000 29 11 1,000,000 150,000 15
12 500,000 150,000 30 13 1000000 300,000 30 14 750,000 225,000 30 15 1,500,000 225,000 15 16 800,000 300,000 38 17 25,000,000 3,750,000 15 18 1,000,000 150,000 15 19 1,500,000 200,000 13 20 2,500,000 210,000 8 21 2,000,000 300,000 15 22 1,500,000 200,000 13
Berdasarkan hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa bagi hasil pun di
tetapkan besarnya dengan berapa lama pembiayaan tersebut dilakukan. Sehingga
akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang diambil oleh pihak KBMT
122
Tadbiirul Ummah. Berdasarkan Tabel dapat ditunjukan bahwa pembiayaan yang
ada memliki kisaran bagi hasil sebesar 13-45 persen, nisbah bagi hasil tersebut
ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama sehingga tidak ada yang merasa
dirugikan dan keberatan. Hal tersebut dapat dilihat pada mitra satu terlihat
pembiayaan yang dipinjam sebesar Rp 8.000.000 namun bagi hasilnya hanya
sebesar 13 persen atau senilai Rp 1.440.000 dan berbeda dengan mitra sembilan
yang melakukan pembiayaan syariah dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp
10.000.000, namun besarnya nisbah bagi hasil mencapai 43 persen atau senilai Rp
4.320.000, perbedaan ini selain ditentukan berdasarkan jangka waktu anggsuran
tetapi juga dari besarnya pembiayaan yang disalurkan untuk mitra pembiayaan
syariah yang ada. Selain itu, ada mitra yang hanya meminjam pembiayaan sebesar
Rp. 800.000 tetapi memperoleh bagi hasil yang sangat besar yaitu sebesar 38
persen atau senilai Rp. 300.000, besarnya bagi hasil tersebut melihat kondisi atau
kemampuan calon mitra untuk melakukan pelunasan terhadap pembiayaan syariah
yang diberikan kepada mitra yang bergerak pada sektor agribisnis.
Apabila dilihat pada karakteristiknya dapat ditunjukan bahwa nisbah bagi
hasil sangat berhubungan erat. Semakin besar realisasi pembiayaan yang
diberikan maka akan semakin besar pula bagi hasil yang disepakati. Hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel karakteristik usaha. Hal tersebut terbukti bahwa
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dipengaruhi oleh bagi hasil yang
disepakati bersama antara pihak KBMT dan mitra. Bagi hasil semakin besar
dengan mengikuti besarnya nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor
agribisnis.
Namun pada bagi hasil yang ditetapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah
pada realisasinya tidak semuanya menggunakan akad mudharabah yang benar-
benar bagi hasil tetapi ada pula akan murabahah dimana menggunakan sistem
margin sharing. Sehingga bagi hasil yang ditetapkan pun secara nominal akan
menguntungkan bagi pihak KBMT Tadbiirul Ummah.
7.3.5. Tahun Pendidikan (X5)
Tahun pendidikan diduga menjadi faktor yang berimplikasi kepada
pengetahuan mitra terhadap pembiayaan, karena semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih
123
besar karena memiliki pengetahuan. Namun, berdasarkan hasil perhitungan
didapatkan nilai p-value sebesar 0,215 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai
α (0,05) sehingga hal tersebut menunjukan bahwa tahun pendidikan tidak
signifikan dalam mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk
sektor agribisnis.
Berdasarkan hasil tersebut jelas bahwa tahun pendidikan bukan menjadi
faktor penentu bagi pemanfaatan pembiayaan syariah, karena pihak BMT pun
akan memberikan penjelasan bagi mitra yang tidak mengetahui sama sekali
tentang pembiayaan syariah, sehingga jenjang pendidikan apapun dapat menjadi
target bagi pihak KBMT. Oleh karena itu, jenjang pendidikan tidak menjadi
panduan dasar bagi BMT untuk memberikan pembiayaan.
Hal tersebut dapat dilihat pada jenjang pendidikan yang dimiliki oleh mitra,
baik itu pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas. Mitra yang memiliki tingkat pendidikan pada jenjang apapun
berkesempatan mendapatkan nilai pembiayaan yang besar atau mitra yang
berpendidikan tinggi pun berkesempatan mendapatkan pembiayaan syariah pada
tingkat yang standar saja.
Tabel 25. Tingkat Pendidikan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
No Tingkat Pendidikan
Jumlah mitra (orang)
Proporsi (%)
1 Tidak Tamat SD 5 23 2 Tamat SD 15 68 3 SMP 0 0 4 SMA 2 9 5 Kuliah 0 0
Jumlah Total 22 100 Tabel 23 menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis
yang dimanfaatkan oleh para mitra tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
karena tingkat pendidikan yang paling mendominasi mitra yang melakukan
pinjaman pembiayaan berpendidikan tamat sekolah dasar sebanyak 15 orang atau
sebesar 68 persen dari jumlah pembiayaan yang ada. Berdasarkan hal tersebut
124
ternyata tingkat pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi dalam
peningkatan realisasi permintaaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Pada dasarnya penyaluran dana dari pihak KBMT diawali dengan penjelasan
mengenai pembiayaan syariah itu sendiri. Permintaan pembiayaan syariah pun
dapat dimengerti oleh mitra nantinya. Sehingga pada jenjang pendidikan apapun
KBMT Tadbiirul Ummah dapat memberikan kepada calon mitra.
Selain itu, data tersebut menunjukan bahwa mitra yang memiliki
kemampuan usaha dalam skala UMKM ternyata kebanyakan ialah berpendidikan
rendah. Hal inilah yang menggambarkan bahwa masih sangat sedikit inovasi atau
tekhnologi yang berperan dalam usaha mereka karena kompetensi pendidikan dari
mitra masih belum sempurna secara tingkat pendidikan. Dan mitra untuk
mengerti dan memahami usaha agribisnis didapatkan dari pengalaman usaha yang
telah mereka lakukan.
Tingkat pendidikan tersebut dapat menjadi bahan acuan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan yang ada semakin tinggi pula kesejahteraan ekonomi
yang ada pada pihak mitra. Walaupun hal tersebut dapat dibantah dengan
kesejahteraan orang yang hanya lulusan sekolah dasar. Namun, mampu mencapai
tingkat kesejahteraan yang tinggi.
Berdasarkan tingkat pendidikan yang rendah tersebut membuat KBMT
TBU tidak merasa pesimis dalam menyalurkan pembiayaannya karena,
berdasarkan tujuan awalnya ialah untuk membantu mitra dalam menjalankan
usahanya dengan adanya bantuan modal mikro syariah. Walaupun setelah
dilakukan kajian ternyata tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap realisasi pembiayaan syariah. Tingkat pendidikan ini digunakan oleh
KBMT untuk mempermudah dalam memahami pembiayaan syariah. Karena
tingkat pendidikan akan menjadi acuan seberapa kemampuan orang dapat
menyerap hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan kesepakatan
pembiayaan syariah. Namun, yang ada selama ini adalah mitra lebih mencari
kemudahannya dalam melakukan pinjaman pembiayaan. Bukan terletak pada
substansi untuk memanfaatkan pembiayaan syariah.
125
7.3.6. Komposisi Modal Usaha
Komposisi modal usaha merupakan bagian yang diduga menjadi faktor
yang berpengaruh pada pengambilan keputusan BMT untuk memberikan bantuan
pembiayaan jika komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dari
pihak lain. Namun, dugaan tersebut tidaklah sesuai dengan hasil perhitungan.
Berdasarkan analisis didapatkan nilai p-value sebesar 0,750, dimana nilai tersebut
menunjukan bahwa nilai yang ada tidak signifikan mempengaruhi realisasi
permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Walaupun berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan koefisien bernilai
positif, komposisi modal tidak berpengaruh nyata karena pihak BMT tidak
melihat jumlah atau komposisi modal yang dimiliki. Karena ada mitra yang
memiliki komposisi modal yang besar dan ada pula mitra yang tidak memiliki
modal sama sekali ketika melakukan pinjaman pembiayaan syariah kepada BMT
Tadbiirul Ummah. Jadi besarnya komposisi modal tidak berpengaruh pada
pembiayaan syariah. karena pembiayaan dilakukan merupakan tambahan modal
bagi mitra yang melakukan pembiayaan.
Tabel 26. Komposisi Modal Usaha Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun
2008 Komposisi Modal
Usaha (Rupiah)
0-10.000.000 10.000.001-
20.000.000
>
20.000.001
Total
Jumlah Mitra (orang) 17 2 3 22
Persentase (%) 77 9 14 100
Modal yang dimiliki oleh mitra terkadang lebih besar dibandingkan
dengan modal yang diterima oleh mitra dari KBMT Tadbiirul Ummah.
Sehingga, dalam hal ini komposisi modal yang ada menunjukan perbedaan yang
beragam. Kebutuhan pembiayaan syariah dari pihak KBMT terkadang pada
beberapa mitra bukan menjadi komposisi modal utama dalam melakukan
pembiayaan syariah tetapi menjadi modal pelengkap untuk menambahkan modal
pribadi yang sudah ada, sehingga mitra dapat menutupi kekurangan modal yang
ada.
126
Pada Tabel 26, pada kasus tertentu ada beberapa mitra yang tidak memiliki
modal sama sekali untuk menjalankan usahanya atau murni modal yang diberikan
merupakan modal dari pihak KBMT, untuk menjalankan usaha. Komposisi
modal ini pada dasarnya ingin diketahui seberapa besar seorang mitra memiliki
modal dari pihak lain. Hal tersebut dilakukan agar pihak KBMT dapat melihat
apakah seorang mitra memiliki hutang dari pihak lainnya. Karena hal tersebut
menjadi pertimbangan pihak BMT Tadbiirul Ummah memberikan pembiayaan
syariah pada calon mitra. Karakteristik mitra yang miliki hutang yang sangat
banyak harus menjadi peringatan pihak KBMT dalam menyalurkan pembiayaan
syariah.
Berdasarkan Tabel 26 juga ditunjukkan bahwa hampir sebesar 77 persen
atau sebanyak 17 orang mitra dari yang tidak memiliki modal sama sekali sampai
dengan yang memiliki modal sebesar Rp 10.000.000 hampir mendominasi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa mitra memiliki komposisi modal yang sangat kecil
sehingga membutuhkan bantuan dana dan salah satunya melalui pembiayaan
syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
Pembiayaan syariah ini ternyata kadang tidak sebanding dengan komposisi
modal awal yang dimiliki oleh mitra, sehingga wajar apabila komposisi modal
tidak berpengaruh signifikan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah. Koperasi Baitul Maal Tamwill TBU pun memang tidak
mengharuskan seorang mitra memiliki komposisi modal, karena hadirnya KBMT
TBU memang berfungsi sebagai lembaga yang membantu permodalan bagi calon
mitra yang membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Sehingga usaha
yang dimiliki oleh mitra dapat berjalan dengan baik.
Usaha yang dimodali oleh KBMT TBU pun dapat kembali beroperasi
dengan kontinuitas yang baik, sehingga mitra mendapat keuntungan untuk dapat
menjalankan usahanya kembali dan KBMT memperoleh keuntungan dari nisbah
bagi hasil yang telah disepakati dengan mitra. Selain itu, KBMT tidak menitik
beratkan seorang mitra harus memiliki modal awal. Tetapi, mitra tersebut dapat
menjalankan usahanya dengan baik agar pengembalian pembiayaan menjadi
lancar dan tanpa adanya tunggakan yang merugikan pihak KBMT TBU dan mitra
lain yang seharusnya berkesempatan mendapatkan pembiayaan selanjutnya.
127
7.3.7. Sektor Usaha
Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasabah melakukan usaha
pertanian pada sistem on-farm atau sektor perdagangan, pengelolahan produk
pertanian. Hal ini diduga bahwa sektor usaha yang off-farm akan lebih besar
mendapatkan pembiayaan karena resiko yang muncul lebih sedikit dan siklus
bisnis yang cepat dibandingkan dengan sektor usaha yang berbasiskan on-farm.
Namun, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai sebesar 0,324. Nilai
tersebut menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari nilai α (0,005). Maka,
sektor usaha tidak signifikan dalam mempengaruhi realisasi permintaan
pembiayaan syariah bagi sektor pertanian.
BMT akan memberikan kepada mitra yang memang dianggap layak untuk
menerima pembiayaan. Kelayakan tersebut tidak membedakan sektor usaha
apapun. Walaupun KBMT memiliki target berdasarkan sektor usaha untuk
penyaluran pembiayaan. Tetapi bukan menjadi batasan bagi KBMT untuk
menyalurkan pembiayaanya. Sektor usaha ini merupakan hal penting yang dilihat
sebagai landasan utama untuk melakukan kelayakan untuk memberikan
pemberian pembiayaan. Namun, berdasarkan hasil pembahasan pada subbab
sebelumnya.
Sektor agribisnis yang terbagi dalam beberapa subsistem tidak
mempengaruhi secara nyata realisasi permintaan pembiayaan syariah. Hal
tersebut dapat dilihat pula pada penilaian efektivitas pencapaian target jumlah
mitra ataupun nominal pembiayaan syariah pada tahun 2008. Ada beberapa
sektor yang tidak ditargetkan untuk penyaluran pembiayaan syariah ternyata
pasarnya mampu dimasuki oleh pihak KBMT untuk mengekspansi pembiayaan
syariah pada beberapa sektor usaha yang baru tersebut. Berdasarkan hal tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 27. Komposisi Responden Berdasarkan On-farm dan Off-farm pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Sektor Usaha On-Farm Off-Farm Total
Jumlah Mitra (orang) 11 11 22
Persentase (%) 50 50 100
128
Pihak KBMT Tadbiirul Ummah tidak kaku dalam menentukan target
pasar, ketika calon mitra dengan berbagai macam latar usaha yang berbeda
dianggap layak dan mampu untuk mengembalikan maka dana pembiayaan syariah
dapat digulirkan kepada calon mitra tersebut. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan dalam realisasi permintaan
pembiayaan syariah.
Komposisi on-farm dan off-farm diambil secara proporsional sebanyak 50
persen masing-masing, hal tersebut dilakukan untuk menunjukan keterwakilan
dari setiap sektor. Berdasarkan hasil ternyata realisasi pembiayaan syariah pada
KBMT Tadbiirul Ummah tidak signifikan dalam mempengaruhi realisasi
pembiayaan syariah. Oleh karena itu walaupun secara menyeluruh pembiayaan
syariah dibagi berdasarkan sektor usaha KBMT akan melihat keragaan usahanya
apakah mampu berjalan dengan baik atau tidak.
Berdasarkan efektivitas saja pada Tabel 28 dapat ditunjukan bahwa
pembiayaan untuk sektor perdagangan sangat besar komposisinya. Dalam hal ini,
seharusnya faktor sektor usaha berpengaruh signifikan pula pada realisasi
pembiayaan syariah. Tetapi komposisi yang kecil dari jumlah sampel pembiayaan
syariah untuk sektor agribisnis menunjukan bahwa pembiayaan untuk sektor
agribisnis masih sangat kecil komposisinya.
Tabel 28. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha
Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Keterangan Target (Rp) Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Perdagangan 3,955,050,000 1,921,160,000 49 397 318 80
Industri 0 960,000,000 - 0 7 -
Jasa 281,500,000 414,450,000 147 78 54 69
Home Industri 30,750,000 94,860,000 308 7 14 200
Peternakan 0 31,700,000 - 0 4 - Pertanian 14,250,000 19,600,000 138 10 15 150 Lain-lain 171,900,000 205,460,000 120 31 53 171
Grand Total 4,479,280,000 3,647,230,000 81 527 465 88
Realisasi untuk pembiayaan peternakan saja masih sangat kecil hanya
sebesar Rp 31.700.000 dan untuk sektor pertanian lebih kecil lagi yaitu sebesar Rp
19.600.000. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor
129
agribisnis masih sangat minim sehingga wajar pembiayaan syariah untuk usaha
dalam skala mikro pada sektor agribisnis masih sangat kecil jumlahnya.
7.4. Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis
Pada penjelasan sub-bab sebelumnya, bahwa pembiayaan syariah yang
tepat dalam pemanfaatannya ialah pembiayaan yang dimanfaatkan untuk modal
kerja dan investasi. Karena dengan pembiayaan yang dimanfaatkan untuk modal
kerja dan investasi, sangat tepat untuk menambah volume usaha agribisnis yang
dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan
pembiayaan syariah yang tepat sasaran yaitu pembiayaan yang dialokasi untuk
modal kerja dan investasi sebesar 81,8 persen. Sedangkan, pembiayaan syariah
yang tidak sesuai untuk sektor agribisnis yaitu pembiayaan yang dialokasikan
untuk konsumsi sebesar 18,2 persen (Lampiran 11). Hal tersebut menunjukan
bahwa pemanfaatan untuk modal kerja dan investasi masih tepat sasaran dan
sesuai, walaupun ada penyimpangan yang terjadi.
Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang ada saat ini di KBMT
Tadbiirul Ummah yang digunakan untuk modal kerja untuk perdagangan (off-
farm) lebih banyak dimanfaatkan untuk menambah dana penebusan kios dagang
di Pasar. Selain itu, pembiayaan syariah digunakan untuk menambah volume
usaha dengan menambah jumlah persediaan barang dagangan berupa komiditi
agribisnis serta dimanfaatkan pula untuk pembeliaan bahan baku untuk
berdagang.
Pada susbsistem off-farm pembiayaan syariah untuk sektor agribinis yang
digunakan sebagai modal kerja dan investasi dialokasikan untuk pembelian
pupuk, pembelian hewan ternak, pembeliaan bahan bangunan peternakan,
pembayaran sewa atau penebusan gadai tanah dan penebusan tanaman pertanian.
Hal tersebut dilakukan untuk menambah volume usaha yang dijalankan serta
untuk melangsungkan jalannya usaha.
Realisasi pemanfaatan pembiayaan yang terjadi dilapangan sering tidak
sama pada perjanjian yang telah ditentukan. Hal tersebut disebabkan oleh
berbagai macam faktor yang terjadi. Karena, permasalahan yang terjadi pada
130
mitra bisa datang tiba-tiba dan hal tersebut yang membuat mitra menggunakan
dana pembiayaan syariah tersebut untuk hal lain diluar usaha agribisnisnya.
Untuk dapat lebih jelas dapat dilihat pembagian pemanfaatan pembiayaan pada
Tabel dibawah ini.
Tabel 29. Kesesuaian Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis untuk Setiap Jenis Usaha
Berdasarkan Tabel diatas didapatkan bahwa pada jenis usaha pertanian
hampir seluruh mitra memanfaatkan pembiayaan yang diberikan sesuai dengan
apa yang telah disepakati. Hal tersebut dilihat dari tidak adanya mitra yang
menyalahgunakan pemanfaatan pembiayaan syariah. Berdasarkan Tabel semua
mitra pada usaha pertanian yang memanfaatkan pembiayaan syariah ini sebanyak
delapan orang memanfaatkan dengan baik pembiayaan yang diberikannya.
Pada jenis usaha peternakan yang diwakili oleh empat mitra ternyata ada
satu mitra pembiayaan syariah yang tidak memanfaatkan pembiayaan tersebut
dengan dan tiga mitra lainnya memanfaatkan pembiayaan syariah tersebut dengan
baik. Penyalahgunaan ini diakibatkan dari pemanfaatan lain dari dana
pembiayaan yang disalurkan oleh KBMT TBU ke pada mitra. Pemanfaatan yang
lain tersebut tidak disalurkan untuk usaha peternakan, tetapi untuk usaha pada
sektor lain. Hal ini dapat dikatakan baik sebenarnya tapi tetap saja tidak sesuai
dengan akad yang telah diperjanjikan pada sebelumnya.
Pada industri kecil pun ada mitra yang tidak memanfaatkan pembiayaan
yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Ada satu orang yang
tepat dalam pemanfaatanya dan ada satu orang pula yang tidak mampu
memanfaatkan pembiayaan tersebut dengan tidak tepat. Walaupun hanya dua
Kesesuaian Pemanfaatan Jenis usaha
Ya Tidak
Total
Pertanian (orang) 8 0 8
Peternakan (orang) 3 1 4
Industri Kecil (orang) 1 1 2
Perdagangan (orang) 6 2 8 Total (orang) 18 4 22 Komposisi (%) 81.82 18.18 100
131
mitra, seharusnya pihak KBMT mampu mengawasi pembiayaan syariah yang
diberikan pada sektor industri kecil ini sehingga mitra dapat memanfaatkannya
dengan sesuai.
Pada usaha perdagangan terdapat enam orang yang memanfaatkan
pembiayaan syariah dengan tepat dan dua orang memanfaatkannya untuk
keperluan lain diluar usaha agribisnis. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan
syariah untuk sektor usaha agribinis pada perdagangan lebih banyak terjadi
penggunaan lain diluar usaha. Pemanfaatan pembiayaan syariah tersebut
digunakan untuk konsumsi rumah tangga dari mitra tersebut. Walaupun pada
pemanfaatannya tidak sesuai untuk usaha agribisnis. Namun, dalam pelunasan
pembiayaan yang diberikan mitra tetap mampu membayarnya.
Selain itu, pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang dimanfaatkan
untuk konsumsi merupakan ketidaksesuaian pembiayaan, yang sering terjadi ialah
pemanfaatan untuk konsumsi rumah tangga dan alokasi untuk kepentingan yang
lainnya. Walaupun, secara alokasi tidak sesuai dari yang diharapakan, yaitu untuk
pembiayaan modal kerja dan investasi. Namun, mitra tetap mampu membayar
anggsurannya dengan baik dan lancar. Kemampuan membayar ini didapatkan
dari hasil usaha agribisnis yang mereka lakukan. Ketidaksesuaian yang terjadi
bukan berarti mitra bertindak curang untuk tidak membayar pembiayaan syariah
yang telah diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
132
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Pada KBMT Tadbiirul Ummah Skim pembiayaan syariah berdasarkan
sektor usaha didapatkan bahwa sektor usaha perdagangan mendominasi
pembiayaan. Berdasarkan peruntukkan maka skim pembiayaan syariah
didominasi pembiayaan untuk modal kerja. Berdasarkan akad maka pembiayaan
syariah didominasi oleh pembiayaan yang menggunakan akad jual beli atau
murabahah. Berdasarkan perkembangan ditunjukkan bahwa pembiayaan untuk
sektor agribisnis masih sangat minim dan masih belum dapat dijadikan alternatif
pembiayaan.
KBMT Tadbiirul Ummah mampu mencapai efektivitas pembiayaan
sebesar 81 persen berdasarkan jumlah nominal pembiayaan atau bernilai sebesar
Rp 3.647.230.000. Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka efektivitasnya
mampun mencapai sebesar 88 persen atau mampu membiayai nasabah sebanyak
465 orang. Secara keseluruhan menunjukan bahwa pencapaian dari pembiayaan
sangatlah baik. Sehingga, efektivitas penyaluran pembiayaan syariah yang
dilakukan oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah dapat dikatakan efektif.
Faktor yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan untuk sektor
agribisnis adalah bagi hasil. Sedangkan, pada pemanfaatannya pembiayaan
syariah mampu dimanfaatkan sebesar 81,8 persen, sedangkan pembiayaan yang
dimanfaatkan untuk konsumsi dan keperluan lainnya mencapai sebesar 18,2
persen. Penyimpangan yang terjadi dalam hal ini ialah penyalahgunaan akad.
Tetapi pada prakteknya penyalahgunaan yang dilakukan tidak menyebabkan
kemacetan pembiayaan yang diberikan.
8.2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitiaan ini, yaitu :
1. Mekanisme pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah harus
berjalan sesuai dengan aturan yang telah distandarkan oleh pihak KBMT agar
waktu penyaluran pencairan pembiayaan tidak terlambat sampai ke mitra.
133
2. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis perlu ditingkatkan secara proporsi
baik itu berdasarkan jumlah nominal yang digulirkan maupun berdasarkan
jumlah mitra, sehingga mampu meningkatkan pangsa pasarnya untuk sektor
agribisnis dan mampu menjadi alternatif pembiayaan bagi sektor agribisnis.
3. Realisasi pembiayaan syariah terhadap mitra tidak hanya dilihat dari margin
keuntungan untuk KBMT dengan adanya faktor nisbah bagi hasil yang
signifikan mempengaruhi. Namun, pada penyaluran berdasarkan akad, akad
jual beli (murabahah) masih sangat mendominasi dalam transaksi keuangan
yang dijalankan oleh KBMT Tadbiirul Ummah, hal tersebut harus dijadikan
bahan evaluasi bahwa penyaluran pembiayaan syariah secara akad berdasarkan
proporsi untuk akad bagi hasil seperti musyarakah dan mudharabah masih
kecil.
4. KBMT Tadbiirul Ummah harus menentukan jenis pembiayaan yang tepat bagi
calon mitra agar pemanfaatan pembiayaan yang ada tidak disalahgunakan oleh
mitra.
134
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono. 2004. Pembangunan Pertanian di Indonesia. http://www.deptan.go.id/pdf [10 April 2009]
[BI] Bank Indonesia. 2007. Menjaga Stabilitas, Mendukung Pembangunan
Ekonomi Negeri. Laporan Perekonomian Indonesia 2007. Jakarta : Bank Indonesia.
[BI] Bank Indonesia. 2008. Perbankan Syariah Lebih Dari Sekedar Bank.
Jakarta: Bank Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2006. Laporan Tahunan. Farida R. 2007. Analisis Penilaian dan Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan
Syariah dalam Pembiayaan Agribisnis Pada KBMT Khidmatul Ummah, Bogor, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hafidhuddin D.(2008). Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan
Pertanian Indonesia. Majalah AGRI. Jakarta. Hidayat Y. 2004. Efetivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil pada Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) Hubbul Wathon Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Karim A. 2007. Bank Islam Analsis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada. Kusnadi N. 1990. Penyediaan dan Penggunaan Kredit pada Usahatani Dampak
”Model Farm” Di Wilayah Hulu DAS Citanduy [Tesis] Bogor: Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia Mosher A. 1993. Getting Agriculture Moving. New York : The Agricultural
Development Council. [PKES] Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah. 2008. Tata Cara Pendirian BMT.
Jakarta : PKES Publishing. Pursito D. 2003. Kajian Efektivitas dan Faktor-Faktor Penyaluran Kredit dalam
Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan oleh Bank Rakyat Indonesia di Semarang [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
135
Rachmina D. 1994. Analisis Permintaan Kredit Pada Industri Kecil (Kasus Jawa Barat Dan Jawa Timur) [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sakti A. 2007. Analisis Teoritis Ekonomi Islam (Jawaban Atas Kekacauan
Ekonomi Modern). Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing. Siamat D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia Soekartawi. 1993. Agribisnis Aplikasi Dan Teorinya Universitas Brawijaya.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Syafar M. 2006. Analisis Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani
Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Syukur M. 2008. Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. Prosiding dari
seminar SENSASI 4; Bogor, 14 Desember 2008. Bogor; Shariah Economics Student Club.
Yunus M. 2007. Bank Kaum Miskin (Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi
Kemiskinan). Depok : PT Cipta Lintas Wacana.
136
LAMPIRAN
137
Lampiran 1. Laporan Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008
Tahun PENDAPATAN
2004 2005 2006
Profit Pembiayaan (Rp) 190,493,952 338,291,098.00 439,300,822.00 426,411,194.00Pendapatan Investasi (Rp) 595,150 102,595.25 - Pendapatan Operasional Lainnya (Rp) 26,027,726 19,716,817.49 25,387,677.52 47,487,979.30Pendapatan Non Operasional (Rp) 1,173,630 3,444,889.95 26,584,595.00 3,847,960.00TOTAL PENDAPATAN (Rp) 218,290,458.53 361,555,400.69 491,273,094.52 477,747,133.30BIAYA - BIAYA Biaya Bonus dan biaya Bagi Hasil (Rp) 38,273,126.00 94,726,051.65 129,828,015 108,876,145Biaya Tenaga Kerja (Rp) 78,910,471.38 127,134,910.03 175,919,278 195,490,979Biaya Sewa (Rp) 10,474,668.00 10,474,668.00 8,262,164 Biaya Pajak (Rp) 1,920,500.00 4,042,000.00 4,761,700 Biaya Pemeliharaan (Rp) 2,681,700.00 2,286,500.00 3,369,500 Biaya Penghapusan (Rp) 6,390,463.75 4,914,279.70 33,975,866 Biaya Penyusutan Inventaris (Rp) 10,498,263.68 13,388,375.04 18,396,837 25,396,046Biaya Pengembangan (Rp) - 8,853,114.48 8,370,894 11,216,916Biaya Barang dan Jasa (Rp) 21,766,200.00 34,231,525.00 40,742,228 38,903,530Biaya Operasional Lainnya (Rp) 12,972,700.08 19,373,482.84 20,851,839 19,104,415Biaya Non Operasional (Rp) 2,987,200.00 1,911,500.00 6,117,750 TOTAL BIAYA (Rp) 186,875,292.89 321,336,406.74 450,596,069.68 428,478,400.98LABA/RUGI (Rp) 31,415,165.64 40,218,993.95 40,677,024.84 49,268,732.32Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009) Lampiran 2. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang Dilayani Pada Tahun 2004-2008
Keterangan 2004 2005 2006 2007 Jumlah nominal perguliran (Rp) 2,006,626,650 2,918,623,000 2,381,622,950 3,197,024,300 3,647,230,000 Jumlah mitra yang dilayani (Orang) 377 565 603 475 Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
138
Lampiran 3. Jumlah Mitra dan Nominal Dana yang Terlayani Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008
Jumlah Mitra (Orang) Berdasarkan sektor usaha 2004 2005 2006 2007 2008 Perdagangan 273 427 488 355 322 Jasa 61 74 79 96 96 Home Industri 6 20 14 13 18 Pertanian 3 10 8 9 16 Peternakan 2 1 2 4 lain - lain 32 33 14 - 9 Total 377 565 603 475 465
Nominal (Rp) Berdasarkan sektor usaha 2004 2005 2006 2007 2008Perdagangan 1,166,400,150 1,774,527,500 1,815,821,500 2,752,270,300 2,447,160,000 Jasa 702,520,000 693,585,000 391,177,500 354,084,000 573,650,000 Home Industri 28,000,000 164,910,000 102,968,950 53,970,000 552,680,000 Pertanian 8,000,000 64,480,000 16,050,000 16,700,000 22,800,000 Peternakan 10,500,000 10,000,000 20,000,000 31,700,000 Lain - lain 91,206,500 211,120,500 55,605,000 - 19,240,000 Total 2,006,626,650 2,918,623,000 2,381,622,950 3,197,024,300 3,647,230,000
139
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009) Lampiran 4. Jumlah Mitra dan Nominal yang Terlayani Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008
Jumlah Mitra (Orang) Berdasarkan peruntukkan 2004 2005 2006 2007 2008 Modal kerja 309 476 491 348 309 Investasi 19 45 40 22 27 Konsumtif 49 44 72 105 129 Total 377 565 603 475 465
Nominal (Rp) Berdasarkan peruntukkan 2004 2005 2006 2007 2008Modal kerja 1,781,020,150 2,439,702,500 1,854,605,450 2,761,170,000 2,664,880,000 Investasi 105,100,000 284,000,000 272,855,000 188,100,000 468,200,000 Konsumtif 120,506,500 194,920,000 254,162,500 247,754,300 514,150,000 Total 2,006,626,650 2,918,622,500 2,381,622,950 3,197,024,300 3,647,230,000 Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
140
Lampiran 5. Jumlah Mitra dan Nominal yang Terlayani Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2004-2008
Jumlah Mitra (Orang)
Berdasarkan aqad 2004 2005 2006 2007 2008 Jual beli 260 451 517 404 401 Bagi hasil 42 45 18 17 11 Sewa 24 19 17 24 20
Lain - lain 51 50 51 30 33
Total 377 565 603 475 465
Nominal (Rp) Berdasarkan aqad 2004 2005 2006 2007 2008 Jual beli 1,065,545,000 1,934,518,500 1,926,374,500 2,824,935,000 3,324,860,000 Bagi hasil 581,896,650 478,076,500 113,833,450 175,115,000 163,750,000 Sewa 72,150,000 266,250,000 87,435,000 100,000,000 52,940,000
Lain - lain 287,035,000 239,777,500 253,980,000 96,974,300 105,680,000
Total 2,006,626,650 2,918,622,500 2,381,622,950 3,197,024,300 3,647,230,000 Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
141
Lampiran 6. Data Responden Berdasarkan Realisasi Pembiayaaan dan Faktor-
faktor yang diduga Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis
NO NAMA
REALISASI
PEMBIAYAAN
(Rp)
PENGALAMAN USAHA (Tahun)
PROFIT USAHA
(Rp/Tahun)
FREKUENSI
PEMBIAYAAN (Kali)
NISBAH
BAGI HASIL (Rp)
PENDIDIKAN (Tahun)
KOMPOSISI
MODAL USAHA
(Rp)
SEKTOR
USAHA
1 Sarinan 8,000,00
0 19
4,250,000
8 1,440,
000 6 6,500,000 0
2 Usup 1,500,00
0 9
3,360,000
10 200,00
0 6 1,000,000 1
3 Amsir 10,000,0
00 9
92,100,000
2 3,000,
000 6
115,000,000
0
4 Kosasih 3,000,00
0 7
15,876,000
1 900,00
0 12
23,700,000
1
5 Tuti Susilawati
2,000,000
5 48,915,000
3 600,00
0 6 1,600,000 1
6 Abdurrohim
1,000,000
9 108,000,00
0 7
240,000
6 50,000,00
0 0
7 Ernawati 1,000,00
0 2
5,000,000
3 300,00
0 6 50,000 0
8 Halimah 500,000 9 12,000,000
1 150,00
0 6 900,000 0
9 Herman 1000000
0 30
75,000,000
2 4,320,
000 6
10,000,000
0
10
Joko Purnomo
1,000,000
12 19,950,000
4 290,00
0 6 1,500,000 0
11
Lomri 1,000,00
0 11
5,920,000
4 150,00
0 6 2,500,000 1
12
M. Ali 500,000 10 7,584,
000 4
150,000
6 120,000 0
13
Neneng QQ Sahata
1000000 17 9,000,
000 1
300,000
6 700,000 0
14
Udin 750,000 20 8,460,
000 2
225,000
6 5,700,000 1
15
Urip 1,500,00
0 37
4,795,200
5 22500000%
6 16,800,00
0 1
16
Ocim 800,000 20 2,740,
000 1
300,000
5 500,000 1
17
Oding 25,000,0
00 9
25,000,000
2 3,750,
000 4
10,000,000
1
18
Ening 1,000,00
0 14
18,400,000
7 150,00
0 5 5,700,000 1
1 M. Runa 1,500,00 22 27,21 5 200,00 4 12,500,00 0
142
9 0 6,000 0 0 20
Idrus Supandi
2,500,000
2 29,900,000
5 210,00
0 12 0 1
21
Sugani 2,000,00
0 2
47,600,000
10 300,00
0 6 2,500,000 1
22
Suma bin Mimin
1,500,000
29 39,240,000
5 200,00
0 5 0 0
Lampiran 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Formal, Pengalaman Usaha dan Pekerjaan Mitra
No Nama Mitra
Jenis Kelami
n
Pendidikan Formal
Pengalaman Usaha
Pekerjaan Mitra
1 Sarinan L Tamat SD 19 Pedagang 2 Usup L Tamat SD 9 Petani Tanaman Holtikultura 3 Amsir L Tamat SD 9 Pedagang 4 Kosasih L Tamat SMA 7 Peternak 5 Tuti Susilawati P Tamat SD 5 Peternak 6 Abdurrohim L Tamat SD 9 Pedagang 7 Ernawati P Tamat SD 2 Home Industri 8 Halimah P Tamat SD 9 Pedagang 9 Herman L Tamat SD 30 Pedagang 10 Joko Purnomo L Tamat SD 12 Pedagang 11 Lomri L Tamat SD 11 Petani Tanaman Pangan 12 M. Ali L Tamat SD 10 Home Industri 13 Neneng L Tamat SD 17 Petani Tanaman Pangan 14 Udin L Tamat SD 20 Petani Tanaman Holtikultura 15 Urip L Tamat SD 37 Petani Tanaman Pangan
16 Ocim L Tidak Tamat SD 20 Peternak
17 Oding L Tidak Tamat SD 9 Peternak
18 Ening L Tidak Tamat SD 14 Petani Tanaman Holtikultura
19 M.runa L Tidak Tamat SD 22 Pedagang
20 Idrus Supandi L Tamat SMA 2 Petani Palawija 21 Sugani L Tamat SD 2 Petani Tanaman Pangan
22 Suma bin mimin L
Tidak Tamat SD 29 Pedagang
143
Lampiran 8. Uji Normalitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhis
Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis.
43210-1-2-3-4
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Standardized Residual
Pe
rce
nt
Normal Probability Plot(response is Realisasi)
Lampiran 9. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis.
144
25000000
10000000
8000000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
800000
750000
500000
250200150100500
Re
alis
asi
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Test Statistic 6.23
P-Value 0.182
Test Statistic 1.27
P-Value 0.340
Bartlett's Test
Levene's Test
Test for Equal Variances for SRES1
Lampiran 10. Out Put Regresi Linear Minitab Versi 15 pada Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhis Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis.
The regression equation is Realisasi = 3903998 - 109346 Pengalaman usaha - 0.0418 Profit Usaha + 155797 Frekuensi pembiayaan + 4.50 Nisbah bagi hasil - 448258 Tahun Pendidikan + 0.0107 Komposisi Modal Usaha + 1349909 Sektor Usaha Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 3090223 1.26 0.227 Pengalaman usaha -109346 69942 -1.56 0.140 1.209 Profit Usaha -0.04178 0.03035 -1.38 0.190 2.254 Frekuensi pembiayaan 155797 244314 0.64 0.534 1.271 Nisbah bagi hasil 4.5045 0.6045 7.45 0.000 1.513 Tahun Pendidikan -448258 345195 -1.30 0.215 1.272 Komposisi Modal Usaha 0.01066 0.03283 0.32 0.750 1.940 Sektor Usaha 1349909 1319894 1.02 0.324 1.250 S = 2769131 R-Sq = 83.7% R-Sq(adj) = 75.6% PRESS = 8.493980E+14 R-Sq(pred) = 0.00% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 7 5.51749E+14 7.88213E+13 10.28 0.000 Residual Error 14 1.07353E+14 7.66809E+12 Total 21 6.59102E+14 No replicates. Cannot do pure error test. Source DF Seq SS Pengalaman usaha 1 23621014442
145
Profit Usaha 1 3.45790E+13 Frekuensi pembiayaan 1 2.47089E+13 Nisbah bagi hasil 1 4.75128E+14 Tahun Pendidikan 1 8.67759E+12 Komposisi Modal Usaha 1 6.11077E+11 Sektor Usaha 1 8.02080E+12 Unusual Observations Pengalaman Obs usaha Realisasi Fit SE Fit Residual St Resid 9 30.0 10000000 14678356 2413745 -4678356 -3.45R 17 9.0 25000000 18742321 2141253 6257679 3.56R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.52180
Lampiran 11. Alokasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
No Nama Realisasi Kesesuaian 1 Sarinan penebusan gadai sawah ya 2 Usup pembelian pupuk ya 3 Amsir penambahan pembelian kios ya 4 Kosasih pembelian kayu bahan kandang ya 5 Tuti Susilawati pembelian kambing 3 ekor ya 6 Abdurrohim modal sayuran ya 7 Ernawati penambahan modal kerja ya 8 Halimah pembelian bahan baku bakso ya 9 Herman penambahan beli lapak dagang sayuran ya 10 Joko Purnomo renovasi rumah tidak 11 Lomri pembelian kambing 3 ekor, sembelumnya 4 ekor
kambing ya 12 M. Ali modal warung sembako istri tidak
13 Neneng QQ Sahata pembelian kambing 3 ekor ya 14 Udin pembelian sayuran ya
15 Urip Menebus 6 pohon jambu yang digadaikan ya 16 Ocim pembelian kambing ya 17 Oding Alokasi untuk dana adik usaha tidak 18 Ening pembayaran sewa tanah ya
19 M.runa pembelian barang dagangan ya
20 Idrus Supandi sewa tanah ya 21 Sugani sewa tanah ya 22 Suma perbaikan renovasi rumah tidak