analisis fakta cerita, sarana sastra,repository.usd.ac.id/36457/2/151224055_full.pdfi analisis fakta...

182
i ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA DALAM CERPEN “BROMOCORAHKARYA MOCHTAR LUBIS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh: Stefanus Toni Kurniawan NIM: 151224055 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 18-Nov-2020

36 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

i

ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA,

DAN TEMA DALAM CERPEN “BROMOCORAH”

KARYA MOCHTAR LUBIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

Stefanus Toni Kurniawan

NIM: 151224055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terima kasih saya ucapkan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

memberikan rahmat dan kelancaran dalam menyusun skripsi. Karya ini akan saya

persembahkan untuk kedua orang tua saya, Victorius Samiyoto dan Maria

Magdalena Eni Wayantari, S.Pd. yang selalu mendukung dan memberikan

semangat serta mendoakan saya dalam membuat skripsi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

MOTO

“Aku berpikir terus menerus berbulan-bulan

dan bertahun-tahun, sembilan puluh

sembilan kali dan kesimpulan salah.

Untuk yang keseratus aku benar.”

(Albert Einstein)

Hidup adalah kesempatan

kesempatan tidak selalu datang dua kali

pakai kesempatan itu

maka anda akan merasakan hasilnya

(Penulis)

Waktu tidak pernah berhenti berputar

waktu tidak pernah menjanjikan sesuatu

dengan waktu kita bisa menjadi sesuatu

(Penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

ABSTRAK

Kurniawan, Stefanus Toni. 2020. “Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan Tema

dalam Cerpen “Bromocorah” Karya Mochtar Lubis.” Skripsi. Yogyakarta:

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan

Seni, Fakultas Kegururan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penelitian ini membahas fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen

“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

hasil analisis fakta cerita ditinjau dari karakter, alur, dan latar, mendeskripsikan

sarana sastra ditinjau dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan

ironi, dan mendeskripsikan tema yang ditinjau dari tema fisik, tema tingkat organik,

tema tingkat sosial, tema tingkat egoik, dan tema tingkat divine dalam cerpen

“Bromocorah” karya Mochtar Lubis.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca dan

teknik mencatat. Data penelitian berupa kata-kata, frase, klausa, kalimat atau

paragraf yang terdapat dalam cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis.

Hasil analisis data menunjukkan tiga hal penting yaitu pertama, fakta cerita

yang menunjukkan bahwa terdapat karakter utama dalam cerpen ini yaitu karakter

dia dan tokoh penunjang yaitu istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai

kecamatan. Alur dalam cerita ini menggunakan alur maju. Latar pada cerpen ini

yaitu kamar tidur, depan dapur, sungai kecil dan pematang sawah, puncak-puncak

bukit, tegalan, hutan jati, jalan, rumah, dan kantor lurah. Kedua, sarana sastra yang

menunjukkan judul cerpen yaitu Bromocorah, judul Bromocorah sesuai dengan

jalan cerita yang diceritakan pengarang. Sudut pandang pada cerpen ini yaitu sudut

pandang ketiga. Gaya dan tone yang dipakai pengarang berupa gaya jurnalistik

sastra dan tone yang dipakai penulis berupa sarkastis, yang mengandung kritik dan

sindiran. Simbolisme pada cerpen adalah bromocorah. Ironi pada cerpen ini yaitu

ironi dramatis. Ketiga, tema yang menunjukkan tema fisik, tema sosial, dan tema

tingkat egoik.

Kata kunci: Fakta Cerita, Sarana Sastra, Tema.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

ABSTRACT

Kurniawan, Stefanus Toni. 2020. “Story Fact Analysis, Literature Facility, and

Theme in a Short Story “Bromocorah” by Mochtar Lubis.” Thesis.

Yogyakarta: Indonesian Language Education and Arts Study Program,

Language Education and Arts Department, Faculty of Teachers Training

and Education, Sanata Dharma University.

This research tells of the story fact, literature medium, and theme in a short

story “Bromocorah” by Mochtar Lubis. The purpose of this research is to describe

the result of the fact analysis of a story which is reviewed from the character, plot,

and background, to describe the literature medium is reviewed from title, point of

view, style, and tone, symbolism, and irony, and describing theme which can be

reviewed from physical theme, organic level theme, social level theme, egoism level

theme, and divine level theme in the story “Bromocorah” by Mochtar Lubis.

The kind that is used in this research is qualitative. Data Collection

techniques that is used in this research is reading and noting. Research data in the

form of words, frase, clause, sentence or paragraph that is in the short story

“Bromocorah” by Mochtar Lubis.

The result of the data analysis shows three important things. First, story fact

which shows that there is a main character in this story is his character and the

supporting figures, namely the wife, the child, the opponent, the villagers, and the

sub-district employees. This story uses the chronological plot. The backgrounds of

this story is bedroom, in front of the kitchen, a small river and the paddy field, the

top of the hills, the field, the teak forest, the streets, the houses, and the “urban

village” office. Second, the literature facilities that shows the title of the story which

is Bromocorah, the title is in accordance with the storyline which is told by the

writer. The point of view in this story is from the third person. The style and the

tone which are used by the writer is literary journalism style and the tone is

sarcasm, that contains of critics and innuendos. The simbolysm in the story is

Bromocorah. The irony of the story is dramatic irony. Third, the theme shows the

physical theme, social theme, and selfish level theme

.

Keywords: Story Fact, Literature Facility, Theme.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis haturkan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, Dan Tema Dalam Cerpen

“Bromocorah” Karya Mochtar Lubis”. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi

persyaratan gelar kesarjanaan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia.

3. Drs. P. Hariyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang telah

mengarahkan dam membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi.

4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan ilmu

yang dapat menjadi bekal masa depan penulis.

5. Theresia Rusmiyati selaku karyawan sekretariat PBSI yang telah membantu

peneliti mengurus administrasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

6. Ayahanda, Victorius Samiyoto dan Ibunda, Maria Magdalena Eni Wayantari

S.Pd., selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta untaian doa

yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya.

7. Maria Nita Retno Pramasti. S.E., dan Theresia Novita Dwi Puspitasari. S. Pd.,

selaku kakak kandung yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

8. Agnes Faustina Yunius dan Grace Chaterina Karinda, selaku adik kandung

yang selalu memberikan semangat dan dukungan secara langsung dan tidak

langsung selama penulis mengerjakan skripsi.

9. Louditta Ristyasa Rannu, selaku teman spesial yang baik, penyemangat dan

selalu memberikan saran, solusi dan tentunya dorongan untuk tetap semangat

dalam menulis skripsi.

10. Sahabatku, Agung Sigit Wibowo, Rishe Hakja Hida, Krisna Adi, Ganda

Prima, Stefi Anwar, Oktavianus, Dion Wahyu, Mutya Cahyaningrum, Seneca

Devi, Ulian Thuhibbi yang selalu memberikan dukungan doa, inspirasi dan

motivasi disetiap penulis menulis skripsi.

11. Teman-teman PBSI 2015 kelas B, terima kasih untuk kebersamaan kita

selama berdinamika, suka duka saling mewarnai hari-hari kita, PBSI B selalu

di hati kita semua.

12. Terima kasih atas semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv

MOTO ............................................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABSTRACK ..................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5

1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5

1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

1.4 Batasan Masalah......................................................................................... 6

1.5 Sistematika Penyajian ................................................................................ 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 8

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................... 8

2.2 Landasan Teori ........................................................................................... 10

2.2.1 Cerita Pendek ................................................................................... 10

2.2.2 Fakta Cerita ...................................................................................... 12

2.2.2.1 Karakter ............................................................................... 12

2.2.2.2 Alur ...................................................................................... 15

2.2.2.3 Latar ..................................................................................... 28

2.2.3 Sarana Sastra .................................................................................... 31

2.2.3.1 Judul .................................................................................... 31

2.2.3.2 Sudut Pandang ..................................................................... 32

2.2.3.3 Gaya dan tone ...................................................................... 36

2.2.3.4 Simbolisme .......................................................................... 37

2.2.3.5 Ironi ..................................................................................... 37

2.2.4 Tema ................................................................................................ 38

2.2.4.1 Tema Fisik ........................................................................... 41

2.2.4.2 Tema Tingkat Organik......................................................... 41

2.2.4.3 Tema Tingkat Sosial ............................................................ 41

2.2.4.4 Tema Tingkat Egoik ............................................................ 42

2.2.4.5 Tema Tingkat Divine ........................................................... 42

2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 45

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 45

3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................... 45

3.3 Instrumen Penelitian................................................................................... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 46

3.5 Teknik Analisis Data .................................................................................. 47

3.6 Triangulasi Data ......................................................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ................................ 48

4.1 Deskripsi Data ............................................................................................ 48

4.2 Analisis Fakta Cerita .................................................................................. 48

4.2.1 Karakter ............................................................................................ 48

4.2.2 Alur .................................................................................................. 60

4.2.3 Latar ................................................................................................. 70

4.3 Analisis Sarana Sastra ................................................................................ 81

4.3.1 Judul ................................................................................................. 81

4.3.2 Sudut Pandang ................................................................................. 84

4.3.3 Gaya dan tone .................................................................................. 87

4.3.4 Simbolisme ...................................................................................... 90

4.3.5 Ironi .................................................................................................. 93

4.4 Analisis Tema............................................................................................. 94

4.4.1 Tema Fisik ....................................................................................... 95

4.4.2 Tema Tingkat Organik ..................................................................... 96

4.4.3 Tema Tingkat Sosial ........................................................................ 96

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

4.4.4 Tema Tingkat Egoik ........................................................................ 98

4.4.5 Tema Tingkat Divine ....................................................................... 98

4.5 Makna Karya Sastra ................................................................................... 101

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 103

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103

5.2 Saran ........................................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 109

LAMPIRAN .................................................................................................... 111

BIODATA PENULIS ..................................................................................... 166

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis....................................112

Lampiran 2 Hasil Triangulasi Analisis Fakta Cerita,

Sarana Sastra, dan Tema Dalam Cerpen

“Bromocorah” Karya Mochtar Lubis................................................120

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan subbab, yaitu (1) latar belakang masalah, (2) rumusan

masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6)

sistematika penyajian. Berikut rincian pemaparan enam subbab pada bagian

pendahuluan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra, termasuk cerpen, merupakan ungkapan pikiran atau pengalaman

pengarang dengan menggunakan bahasa yang sudah terperinci. Sebuah karya sastra

tidak bisa lepas dari dunia penciptanya, karena bisa saja karya sastra sebagai wakil

dirinya untuk mewujudkan apa saja yang ingin disampaikan. Cerpen adalah cerita

pendek yang terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar lima puluhan halaman.

Satu yang terpenting, cerita pendek haruslah berbentuk padat. Jumlah kata dalam

cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel. Setiap bab dalam

novel menjelaskan unsurnya satu demi satu. Sebaliknya dalam cerpen, pengarang

menciptakan karakter-karakter, semesta mereka, dan tindakan-tindakannya

sekaligus, secara bersamaan. Sebagai konsekuensinya, bagian-bagian awal dari

sebuah cerpen harus lebih padat ketimbang novel. Bukti yang menunjukkan

kepadatan cerpen adalah penggunaan simbolisme. Cerita pendek dapat dibaca

hanya dengan sekali duduk sehingga efek kebersatuannya akan lebih terasa ke

pembaca (Stanton, 2012: 75--79).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Nurgiyantoro (2010: 91) mengatakan bahwa dengan bercerita sebenarnya

pengarang ingin menyampaikan sesuatu, gagasan-gagasan, kepada pembaca.

Penampilan peristiwa-peristiwa pada hakikatnya juga berarti pengemukaan

gagasan. Seorang pengarang memutuskan untuk menulis sebuah cerpen tentu

mempunyai tujuan. Tujuan tersebut merupakan sasaran untuk mengungkapkan ide,

pikiran dan perasaan pengarang yang ingin disampaikan kepada pembacanya, agar

apa yang menjadi ide, gagasan dan perasaannya dapat difahami pembacanya

melalui ceritanya, dialog-dialognya dan peristiwa kehidupan yang disajikan melalui

karya sastra tersebut.

Pengkajian terhadap karya fiksi berarti penelaahan, penyelidikan, atau

mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi, tersebut. Dalam melakukan

pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya fiksi, pada

umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis (Nurgiyantoro, 2010: 30). Dalam

mendapatkan makna yang padu dalam mengkaji sebuah karya fiksi, analisis

struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah fiksi,

misalnya peristiwa plot, tokoh, latar atau yang lain. Namun, yang lebih penting

adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang

diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Jenis

karya sastra terdiri dari puisi, pantun, roman, novel, cerpen, dongeng, dan legenda.

Cerpen pada dasarnya merupakan sebuah karangan fiksi yang tidak jauh

berbeda dengan novel, cerpen juga memiliki unsur-unsur pembangun sebuah cerita

seperti tema, tokoh, latar maupun alur. Dalam memahami karya sastra seperti

cerpen diperlukan suatu pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menganalisis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

prosa adalah pendekatan struktural. Dalam hal ini, peneliti meneliti cerpen

“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Kumpulan cerpen Bromocorah merupakan

buku cerpen yang terbit pertama kali pada tahun 1983, berisi 12 judul cerita pendek

karya Mochtar Lubis.

Keunikan yang menyebabkan buku ini menarik untuk diteliti adalah sebagai

berikut. Di dalam kumpulan cerpen tersebut memuat kritikan sosial, kegalauan hati,

dan budaya korupsi (Depalpiss, 2015). Cerpen bromocorah mengandung banyak

pesan yang disampaikan terkait kehidupan manusia. Peneliti meneliti cerpen

bromocorah supaya pembaca mengetahui fakta cerita, sarana sastra, dan tema di

dalamnya sekaligus pembaca mengetahui isi pesan pengarang dalam kehidupan

manusia.

Cerpen tersebut, yaitu berjudul “Rekanan”, cerpen berkisah tentang era awal

80-an sebagaimana dalam cerita tersebut merupakan tahun-tahun yang menjadi

cikal bakal kelahiran generasi dan kultur yang mendewakan gaya hidup kebaratan

dan kemewahan. Korupsi dan nepotisme menjadi sikap-sikap yang tidak

terhindarkan terutama pada kalangan perusahaan yang berkaitan dengan

pemerintahan. Selanjutnya berjudul “Abu Terbakar Hangus”, yang

menggambarkan situasi sosial dan politik. Selanjutnya berjudul “Uang, Uang,

Uang, Hanya Uang”, yang menceritakan seorang taipan Tionghoa yang mencintai

Indonesia tetapi tak mampu menyampaikannya. Ironi taipan ini kemudian dikiaskan

bersamaan dengan kerinduannya akan gadis pujaan hatinya di Indonesia. Cintanya

pada gadis dan tanah Indonesia diibaratkan sebagai sebuah cinta yang sama-sama

tak terkatakan, apa lagi terbalaskan (Widhiasih, Anggraeni, 2017).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

Bromocorah menceritakan tentang budaya gunung di sunda. Hubungan tokoh

bromocorah dalam cerpen Bromocorah dengan bapaknya sangat baik, ilmu silat

yang dikuasai olehnya adalah ajaran dari bapaknya yang juga berprofesi sebagai

bromocorah. Tokoh bromocorah adalah tokoh yang sayang dengan keluarga,

meskipun ia keras terhadap musuh tetapi ia sayang dengan keluarga (Ken dan

Bening, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji cerpen

Bromocorah melalui analisis struktural Robert Stanton. Teori struktural Robert

Stanton dirasa cukup detail untuk mengkaji cerpen “Bromocorah”, yaitu fakta

cerita, sarana sastra, dan tema. Dengan menggunakan teori Stanton peneliti lebih

mengembangkan diri dalam menganalisis. Peneliti tidak menganalisis berdasarkan

unsur intrinsik melainkan dari unsur lain yang terdapat dalam teori Stanton yaitu

fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Dari hasil analisis ketiga unsur tersebut,

pembaca diharapkan dapat mengetahui makna maupun amanat yang disampaikan

pengarang dalam penyuguhan cerita. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji cerpen

yang juga menjadi judul buku antologi ini yaitu “Bromocorah”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana fakta cerita dalam cerpen Bromocorah?

2. Bagaimana sarana sastra dalam cerpen Bromocorah?

3. Bagaimana tema dalam cerpen Bromocorah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan fakta cerita dalam cerpen Bromocorah.

2. Mendeskripsikan sarana sastra dalam cerpen Bromocorah.

3. Mendeskripsikan tema dalam cerpen Bromocorah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-

pihak berkepentingan sehingga penelitian ini berguna untuk menambah wawasan

dan pengetahuan, baik manfaat secara teoretis maupun manfaat praktis. Manfaat

yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Secara teoretis penelitian ini dapat dijadikan contoh model penelitian cerpen

dengan teori struktural.

2. Secara praktis, melalui penelitian ini pembaca diharapkan dapat memahami

pesan yang terkandung dalam cerpen yang diteliti dalam cerpen Bromocorah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

Karya Mochtar Lubis. Serta memberikan gambaran tentang perbuatan manusia

atau sifat manusia yang dapat merugikan orang lain.

1.5 Batasan Istilah

Penelitian yang saya lakukan ini ditemukan beberapa batasan istilah, antara

lain:

1. Fakta cerita

Fakta cerita adalah karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi

sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton, 2012: 22).

2. Sarana sastra

Sarana sastra adalah metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita

agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012: 46). Sarana sastra

meliputi judul, sudut pandang, Gaya dan Tone, simbolisme, dan ironi.

3. Tema

Tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman

manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton,

2012: 36).

1.6 Sistematika Penyajian

Penelitian ini tersusun atas lima bab. Bab I Pendahuluan terdiri dari: (1) Latar

Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

penelitian, (5) Batasan Istilah, dan (6) Sistematika Penyajian. Bab II Kajian Teori

terdiri dari: (1) Penelitian Terdahulu yang Relevan, (2) Landasan Teori yang terdiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

dari: a) Cerita Pendek, b) Fakta Cerita, c) Sarana Sastra d) Tema, (3) Amanat, dan

(4) Kerangka Berpikir. Dalam Bab III Metodologi Penelitian terdiri dari: (1) Jenis

Penelitian, (2) Sumber Data dan Data, (4) Instrumen Penelitian, (5) Teknik

Pengumpulan Data, (6) Teknik Analisis Data, dan (7) Triangulasi Data. Bab IV

terdiri dari: (1) Analisis Fata Cerita, (2) Analisis Sarana Sastra, (3) dan Analisis

Tema. Bab V Penutup terdiri dari: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini membahas tiga subbab, yaitu (1) penelitian terdahulu yang

relevan, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir. Berikut penjelasan tiga subbab

pada bagian landasan teori.

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Ada empat penelitian terdahulu yang dapat menunjukan bahwa penelitian

tentang analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen Bromocorah

karya Mochtar Lubis masih relevan untuk diteliti yaitu:

Penelitian terdahulu pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah

Penelitian yang dilakukan oleh Didik Kusuma Saputra pada tahun (2010) dengan

judul “Fakta Cerita dan Tema Purasani Karya Yasawidagda”. Tujuan dari penelitian

tersebut adalah mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui

tema, tokoh, alur dan latar dari sebuah karya sastra. Penelitian tersebut

menggunakan analisis struktural, data yang digunakan yaitu catat dan simak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yang menitik beratkan pada teori

struktural.

Penelitian kedua adalah penelitian yang ditulis oleh Septi Sariningsih (2011)

yang berjudul “Adaptasi Film ke Novel Brownies: Analisis Strukturalisme Robert

Stanton”. Penelitian ini mengungkapkan bahwa teknik sinematografi dalam film

Brownies lebih cenderung menggunakan teknik komposisi. Teknik ini banyak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

dipakai karena komposisi merupakan satu kesatuan gambar dalam dalam satu frame

gambar pada sebuah shot. Peneliti hanya menganalisis unsur intrinsiknya

menggunakan metode kualitatif. Data yang dipakai peneliti berupa keseluruhan

informasi yang berkaitan dengan topik yaitu perbandingan struktur antara film dan

novel Brownies. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik pustaka.

Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian Roni Wisono (2016) dalam

skripsi yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Cerita dan Tema Dalam

Kumpulan Cerpen ‘Sepotong Senja Untuk Pacarku’ Karya Seno Gumira

Ajidarma”. Peneliti memfokuskan pada cerpen-cerpen yang ada dalam buku

kumpulan cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku melalui pendekatan struktural

sastra. Penelitian tersebut mendeskripsikan pendekatan menggunakan teori Robert

Stanton dengan aspek-aspek fakta cerita, sarana satra dan tema dan menggunakan

metode kualitatif.

Penelitian keempat yang relevan adalah penelitian Desti Wulandari pada

tahun (2017) dengan judul “Fakta Cerita Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata

dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra”. Penelitian tersebut hanya mencari

unsur fakta cerita yaitu karakter, alur, latar dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata

dan mengkaitkannya dengan mengimplementasikan novel kedalam pembelajaran

sastra. Peneliti menggunakan metode kualitatif sedangkan data yang digunakan

berupa kutipan-kutipan peristiwa-peristiwa atau teks yang terdapat di dalam novel

Ayah karya Andrea Hirata. Teknik pengumpulan dan analisis data penelitian ini

menggunakan teknik analisis teks.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Penelitian yang sudah ada tersebut memiliki beberapa persamaan dengan

penelitian yang saya lakukan yaitu mengenai analisis fakta cerita, sarana cerita dan

tema yang mencangkup beberapa unsur intrinsik yaitu alur, tokoh, latar, sudut

pandang, gaya bahasa, dan tema. Peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya yaitu perbedaan objek yang diteliti, peneliti lebih menekankan kepada

fakta cerita, sarana sastra dan tema dalam cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori dari para ahli

berdasarkan bidangnya. Landasan teori berisi paparan teori-teori yang mendukung

maupun yang berlawanan. Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori

dari para ahli yang digunakan peneliti sebagai acuan berpikir dalam penelitian ini.

Dalam landasan teori terdapat empat pokok pembahasan yaitu, (1) cerpen, (2) fakta

cerita, (3) sarana sastra, dan (4) tema. Berikut adalah penjelasan dari masing-

masing teori dalam landasan teori.

2.2.1 Cerpen

Cerpen adalah cerita pendek yang terdiri atas lima belas ribu kata atau

sekitar lima puluhan halaman (Stanton, 2012: 75). Ukuran cerpen yang sedikit

memaksa para pengarang untuk berkarya melampaui kemampuannya. Seiring

dengan berlalunya kreativitas para pengarang demi mendobrak berbagai

keterbatasan, banyak bermunculan pernak-pernik menarik yang menghiasi karya

sastra. Cerpen menurut Edgar Allan Poe (Jassin, 1961: 72) dalam Nurgiyantoro

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

(2010: 10) sastrawan kenamaan dari Amerika itu, mengatakan bahwa cerpen adalah

sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara

setengah sampai dua jam. Dari pengertian cerpen menurut para ahli, dapat

disimpulkan bahwa cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk

prosa yang dibaca sekali duduk.

Cerpen merupakan salah satu jenis prosa fiksi. Dalam dunia kesastraan,

prosa (Inggris: prose) adalah salah satu genre sastra di samping genre-genre yang

lainnya (Nurgiyantoro, 2010: 1). Sumardjo dan Sani 1986 3-4 menyatakan

bahwa, sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran

konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki

unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan,

ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa.

Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan

gambaran semua bahan, serta bagian, yang menjadi komponennya secara bersama-

sama membentuk keutuhan yang indah. Untuk mengkaji unsur-unsur dalam cerita,

peneliti akan menggunakan teori fiksi Robert Stanton. Menurut Stanton karya sastra

terdiri atas unsur tema, fakta cerita (fact), dan sarana cerita (literary device)

(Stanton, 2010: 20). Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat

dibayangkan peristiwa dan ekstensinya dalam sebuah buku.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

2.2.2 Fakta Cerita

Karakter, alur dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan “struktur faktual” atau “tingkatan

faktual” cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual

adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2012: 22).

2.2.2.1 Karakter

Karakter dapat berarti tokoh sentral (central character), yaitu berhubungan

dengan peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa-peristiwa itu menimbulkan

perubahan, baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap pembaca terhadap tokoh itu.

Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk

pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang bertanya

“Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua, karakter merujuk

pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral

dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu

karakter utama yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang

berlangsung dalam cerita (Stanton, 2012: 33).

Adanya pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat

menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua

hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada

percampuran berbagai kepentingan dari individu-individu tersebut sehingga bisa

ditemukan karakter atau tokoh utama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Stanton beralasan bahwa seorang karakter untuk bertindak sebagaimana

yang ia lakukan dinamakan motivasi. Motivasi spesifik seorang karakter adalah

alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh

adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu

karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter

dalam melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah

arah tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012: 33).

Dalam menilai karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa

yang dilakukan (Abrams, 1981: 20) dalam Fananie, 2000: 87. Identifikasi tersebut

adalah didasarkan pada konsistensi atau keajegannya, dalam artian konsistensi

sikap, moralitas, perilaku, dan pemikiran dalam memecahkan, memandang, dan

bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa. Dengan bahasa yang berbeda, David

Daiches menyebutkan bahwa karakter pelaku cerita fiksi dapat muncul dari

sejumlah peristiwa dan bagaimana reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang

dihadapi (Daiches, 1948: 352) dalam Fananie, 2000: 87.

Kendati pemunculan karakter tokoh tidak dapat dilepaskan dari rangkaian

peristiwa, model mengekspresikan karakter tokoh yang dipakai oleh pengarang bisa

bermacam-macam.

1) Tampilan Fisik

Pengarang dapat mengungkapkan melalui gambaran fisikalnya, termasuk di

dalamnya uraian mengenai ciri-ciri khusus yang dipunyai. Dalam hal ini, pengarang

biasanya menguraikan pula secara rinci perilaku, latar belakang, keluarga,

kehidupan tokoh pada bagian awal cerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

2) Pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan karakter tokohnya.

Karakter dibangun melalui kebiasaan berpikir, cara pengambilan keputusan

dalam menghadapi setiap peristiwa, perjalanan karir, dan hubungannya dengan

tokoh-tokoh lain, termasuk komentar dari tokoh yang satu ke tokoh lainnya. Karena

untuk menggambarkan karakter tokoh dalam model ini tidak dapat dilihat hanya

dalam satu peristiwa dalam satuan waktu tertentu, melainkan harus dilihat dari

sekuen peristiwa secara keseluruhan (Daiches, 1948: 354) dalam Fananie, 2000: 90.

Karakter tokoh yang diungkapkan pengarang mengalir seirama dengan situasi yang

dihadapi para tokoh, seperti bagaimana tokoh-tokoh cerita menghadapi masalah

tertentu, bagaimana pola pemikiran, konsistensi sikap, arus kesadaran, perubahan

emosional, bahasa yang dipakai, dalam setiap peristiwa yang dia hadapi (Fananie,

2000: 90).

Penokohan atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh

seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus

dilihat sebagai yang berada pada suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula

diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukan (Tarigan,

2008: 147). Untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih baik mengenai fungsi

mereka, ada baiknya kalau kita membuat klasifikasi terhadap orang-orang fiksional

terlebih dahulu. Orang-orang fiksional dapat dikelompokkan atas:

1) Tokoh utama; tokoh pusat (central character);

2) Tokoh penunjang (supporting character);

3) Tokoh latar belakang (background character).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Karakter utama (tokoh utama) merupakan serangkaian peristiwa tempat

mereka muncul baik sebagai pemenang ataupun sebagai yang kalah, senang atau

tidak senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek. Karakter

penunjang (tokoh penunjang) merupakan tindak-tanduk serta pendapat-

pendapatnya justru bertentangan dengan tokoh utama dalam situasi-situasi yang

sama dan paralel. Karakter penunjang memainkan peranan yang agak maupun yang

kurang penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan ataupun menghilang

sesudah berperan dalam satu adegan. Karakter latar belakang (tokoh latar belakang)

yaitu orang-orang yang mendiami karya-karya sastra untuk memberikan ilusi atau

bayangan dunia nyata (Tarigan, 2008: 149).

Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah mendaftarkan sifat-sifat

yang tercermin dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran mereka; serta yang

dikatakan, dirasakan, dan dipikirkan orang lain terhadap mereka (Tarigan, 2008:

149).

2.2.2.2 Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah

cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara

kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi

dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan

berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal

yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencangkup perubahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala

yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2012: 26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen

lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri, meskipun jarang diulas panjang lebar

dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya

pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan

kausalitas, dan keberpengaruhannya (Stanton, 2012: 28). Dua elemen dasar yang

membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidaknya

memiliki konflik internal yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat

seorang karakter dengan lingkungan. Konflik-konflik spesifik ini merupakan

subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya

(Stanton, 2012: 31).

Semua konflik ini disimpulkan dalam satu konflik sentral (central conflicts).

Konflik sentral selalu merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan yang

mendasar, seperti kejujuran dan kemunafikan, individualitas dan pemaksaan untuk

disetujui, dan sebagainya. Konflik sentral merupakan inti cerita. Sebuah cerita

mungkin saja terdiri atas beberapa konflik sentral yang dapat

dipertanggungjawabkan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang membangun.

Menurut Stanton (2012: 32), dua elemen dasar yang membangun alur adalah

konflik dan klimaks Stanton menyatakan klimaks adalah saat ketika konflik terasa

sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik

yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana

oposisi tersebut dapat terselesaikan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acap sulit dikenali karena

konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri.

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah

alur (plot) cerita. Wicaksono (2014: 58) mengungkapkan alur cerita ialah peristiwa

yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian

peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan

sebab akibat. Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah

alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang menjadi dampak dari berbagai

peristiwa yang lain dan tidak dapat diabaikan, karena akan berpengaruh pada

keseluruhan karya.

Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur.

Luxemburg dalam (Fananie, 2002: 93) menyebutkan alur atau plot adalah

konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara

logis dan kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.

Elemen alur (plot) hanyalah didasarkan pada paparan mulainya peristiwa,

berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan

penyelesaian tehadap konflik.

Analisis alur tidak hanya dilihat dari kedudukan satu topik di antara topik-

topik yang lain, melainkan harus pula dikaitkan dengan elemen-elemen lain, seperti

karakter pelaku, pemikiran pengarang yang tercermin dalam tokoh-tokohnya, diksi,

maupun proses naratifnya (Crane, 1963: 63) dalam Fananie, 2000: 94. Karena itu,

kedudukan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain harus diletakkan dalam

rangkaian sekuen kausalitas hubungan sebab-akibat, hubungan perkembangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

karakter pelaku, hubungan dengan latar, dan penempatan atau penyusunan dari

rangkaian peristiwa itu sendiri. Rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan

perkembangan karakter, pemikiran para tokoh cerita, persoalan yang di hadapi, dan

penyajian susunan peristiwa yang dicuatkan pengarang inilah yang akan

menentukan sejauh mana kekuatan sebuah karya cerita. Propp menyebutkan bahwa

keberadaan sebuah alur tidak mungkin hanya dilihat dari strukturnya saja, tetapi

juga harus dilihat dari fungsinya. Menurut Propp yang dimaksud fungsi alur (plot)

adalah aktivitas dramatik tokoh (act dramatic persona) yang didasarkan atas

signifikansi sudut pandang dari sejumlah peristiwa yang membangun cerita secara

keseluruhan (Propp, 1958: 20) dalam Fananie, 2002: 94.

Berdasarkan fungsi alur (plot) dalam membangun nilai estetik cerita, maka

identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan alur (plot) menjadi sangat beragam.

Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis alur

(plot) yang meliputi:

1) Plots of action, yaitu analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap,

baik yang muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang

dihadapi tokoh utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap

sudah tertulis (determinisme) itu, berpengaruh terhadap perilaku dan

pemikiran tokoh bersangkutan dalam menghadapi situasi tersebut;

2) Plots of character, yaitu proses perubahan perilaku atau moralitas secara

lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan;

3) Plots of thought, yaitu proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan

perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi. (Lih. Crane, 1963: 67)

dalam buku Fananie, 2000: 94.

Menurut paham determinisme, keberadaan manusia di dunia adalah sudah

digariskan oleh Ilahi. Manusia hanyalah sekedar makhluk yang harus menjalani

yang sudah disuratkan. Karena itu, setiap perubahan nasib, perubahan perilaku,

moral, dan perjalanan hidup yang menimpa manusia, menurut paham determinisme

urutan peristiwanya adalah sudah ditentukan. Dalam kaitan dengan plots of

character, fokus utama terjadinya peristiwa adalah pada perubahan moral, karakter,

atau emosi tokoh cerita. Untuk mengetahui jalinan alur (plot) model plots of

character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi tokoh-

tokohnya.

Pada plots of thought, penekanan utama yang menyebabkan perubahan

emosi atau perasaan tokoh adalah didasarkan pada situasi yang dihadapi secara

langsung. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa identifikasi sebuah alur

(plot) cerita tidaklah didasarkan pada jalannya cerita, melainkan pada apa yang

mendasari jalannya cerita tersebut. Dalam konteks ini, alur (plot) akan berbeda

dengan jalan cerita. Meskipun demikian, jalan cerita dan plot sebenarnya dapat

dibedakan. Jalan cerita adalah paparan peristiwa yang terangkai, sedangkan alur

(plot) adalah persoalan-persoalan yang melatarbelakangi jalan cerita.

Jalan cerita dapat dianggap mempunyai kekuatan, jika di balik jalan cerita

terdapat alur (plot) yang menarik. Konflik yang diungkapkan pengarang melalui

perubahan perilaku, pemikiran, emosi, dan karakter tokoh cerita ini pada dasarnya

yang menggerakan alur (plot). Melalui dialog, perubahan emosi, pandangan, sikap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

tokoh dalam mengambil keputusan dalam setiap peristiwa akan dapat diketahui

apakah alur (plot) cerita tersebut mengambil pola lurus, mengejutkan (suspense),

digresi, dan tidak urut (Fananie, 2000: 95--96).

Wellek dan Warren dalam (Sukada, 1985: 66) berpendapat bahwa alur (plot)

sendiri dibangun dari unsur-unsur cerita yang lebih kecil, yaitu dari episode atau

insiden. Itulah sebabnya dikatakannya, bahwa alur (plot) itu adalah struktur dari

struktur-struktur. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) mengemukakan bahwa

alur (plot) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur (plot) sebuah cerita haruslah

bersifat padu, unity. Alur (plot) yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu

saja akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Untuk memperoleh

keutuhan sebuah alur (plot) cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah alur

(plot) haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap

akhir (end) (Nurgiyantoro, 2010: 142).

1) Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap

perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan

dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya,

berupa penunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana

alam, waktu kejadiannya, dan lai-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi

setting. Selain tu, tahap awal juga sering dipergunakan untuk pengenalan tokoh-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

tokoh cerita, mungkin berwujud deskripsi fisik, bahkan mungkin juga telah

disinggung perwatakanya. Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah untuk

memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan

dengan pelataran dan penokohan.

2) Tahap tengah

Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,

menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada

tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Dalam

tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik utama telah mencapai

titik intensitas tertinggi. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan

terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah inti cerita

disajikan: tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting fungsional

dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan, dan mencapai

klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna pokok cerita diungkapkan.

3) Tahap akhir

Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelaraian,

menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya

berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir

sebuah cerita. Dalam teori klasik yang berasal dari Aritoteles, penyelesaian cerita

dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan dan kesedihan

(Nurgiyantoro, 2000: 142--146).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Sudjiman (1988: 30--36) membagi alur menjadi tiga tahap yaitu awal (paparan,

rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan, klimaks), akhir (leraian, selesaian).

a) Awal

1) Paparan

Penyampaian informasi kepada pembaca disebut paparan atau eksposisi.

Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Tentu saja bukan

informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan sekadarnya untuk

memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Pada tahap ini pengarang

memperkenalkan para tokoh, menggambarkan tempat terjadinya peristiwa dalam

cerpen.

2) Rangsangan

Rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.

Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku

sebagai katalisator. Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain misalnya oleh

datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan

tentang panjangnya kapan disusun oleh rangsangan dan berapa lama sesudah itu

sampai gawatan.

3) Gawatan

Gawatan biasanya adalah perkembangan cerita setelah rangsangan. Dalam

gawatan akan timbul permasalahan yang terjadi dalam sebuah cerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

b) Tengah

1) Tikaian

Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan

yang bertentangan, satu diantaranya diwakili oleh manusia pribadi yang biasanya

menjadi protagonis dalam cerita. Tikaian merupakan pertentanngan antara dirinya

dengan kekuatan alam dengan masyarakat, orang lain, atau pertentangan antara dua

unsur dalam diri satu tokoh itu.

2) Rumitan

Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut

rumitan. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatan. Rumitan

biasanya timbul setelah perselisihan dan adanya pertentangan diantara tokoh.

Dalam rumitan juga sudah muncul permasalahan yang menimbulkan klimaks

permasalahan yang terjadi.

3) Klimaks

Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kelibatannya. Di dalam

cerita rekaan, rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan

lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari

klimaks.

c) Akhir

1) Leraian

Bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan

peristiwa ke arah selesai. Dalam leraian sudah dapat terlibat adanya penyelesaian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

masalah menuju selesai. Di sini, konflik akan semakin menuju perubahan dengan

adanya selesaian.

2) Selesaian

Selesaian adalah bagian akhir penutup cerita. Selesaian boleh jadi

mengandung penyelesaian masalah yang mengalami (happy ending) boleh juga

mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan (sad ending).

Setiap cerita memiliki alur (plot) yang merupakan kesatuan tindak, yang

disebut juga sebagai an artistic whole. Alur (plot) dapat dikategorikan ke dalam

beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang

berbeda pula. Dari sinilah secara teoretis kita dapat membedakan alur (plot) ke

dalam dua kategori: kronologis dan tak kronologis (Nurgiyantoro, 2010: 153).

1) Alur maju/progresif

Alur (plot) dapat dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang

dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau

menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut

cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),

tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

2) Alur mundur/flash-back

Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif

tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin

dari tahap tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

Karya yang beralur jenis ini, dengan demikian, langsung menyuguhkan adegan-

adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing. Teknik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

pembalikan cerita, atau penyorotbalikan peristiwa-peristiwa, ketahapan

sebelumnya dapat dilakukan melalui pengarang menyuruh tokoh merenung

kembali ke masa lalunya, menuturkannya kepada tokoh lain baik secara lisan

maupun tertulis, tokoh lain menceritakan masa lalu tokoh lain, atau pengarang

sendiri yang menceritakannya.

3) Alur campuran

Pengkategorian alur (plot) ke dalam progresif atau flash-back sebenarnya

lebih didasarkan pada mana yang lebih menonjol. Untuk mengetahui secara pasti

kelompok peristiwa yang tergolong progresif-kronologis atau sorot balik, kita dapat

meneliti secara sintagmatik dan paradigmatik semua peristiwa yang ada, yaitu

dengan menyejajarkan keduanya (Nurgiyantoro, 2010: 153--156).

Peristiwa, konflik, klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam

pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi alur (plot) itu sendiri sangat

ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula halnya dengan masalah

kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur itu mempunyai

hubungan yang mengerucut: jumlah cerita dalam sebuah karya fiksi banyak sekali,

namun belum tentu semuanya mengandung dan atau merupakan konflik, apa lagi

konflik utama. Jumlah konflik juga relatif masih banyak, namun hanya konflik-

konflik utama tertentu yang dapat dipandang sebagai klimaks (Nurgiyantoro, 2008:

116).

1) Peristiwa

Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan kekeadaan

yang lain (Luxemburtg) dalam Nurgiyantoro, 2008: 117. Berdasarkan pengertian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

itu, kita akan dapat membedakan kalimat-kalimat tertentu yang menampilkan

peristiwa dengan yang tidak. Peristiwa dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori

tergantung dari mana ia dilihat. Dalam hubungannya dengan pengembangan alur

(plot), atau perannya dalam penyajian cerita, peristiwa dapat dibedakan ke dalam

tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan (Luxemburg) dalam

Nurgiyantoro, 2008: 118.

a) Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau

mempengaruhi perkembangan alur (plot). Urutan-urutan peristiwa

fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan.

Namun, penentuan apakah sebuah peristiwa bersifat fungsional atau bukan

baru dapat dilakukan setelah gambaran cerita dan alur (plot) secara

keseluruhan diketahui. Sebaliknya, gambaran keseluruhan cerita mengenai

dan alur (plot) dapat diketahui berdasarkan peristiwa-peristiwa fungsional

yang ditemukan melalui kerja pembaca yang kritis.

b) Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan

peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita. Lain halnya

dengan peristiwa fungsional, peristiwa kaitan kurang mempengaruhi

pengembangan alur (plot) cerita, sehingga seandainya ditanggalkan pun ia

tak akan mempengaruhi logika cerita. Atau paling tidak kita masih dapat

mengetahui inti cerita secara keseluruhan.

c) Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh

dan atau berhubungan dengan perkembangan alur (plot), melainkan

mengacu pada unsur-unsur lain. Bukannya alur dan peristiwa-peristiwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

penting yang diceritakan, melainkan bagaimana suasana alam dan batin

diukiskan (Luxemburg) dalam Nurgiyantoro, 2008: 119.

2) Konflik

Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara

dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek

dan Warren) dalam Nurgiyantoro, 2008: 122. Peristiwa dan konflik biasanya

berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan

konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Konflik demi konflik yang disusul

oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semaki

meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing, katakan pada titik puncak,

disebut klimaks (Nurgiyantoro, 2008: 123).

Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat pula dibedakan ke dalam dua

kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal

(Stanton) dalam Nurgiyantoro, 2008: 124.

a) Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan

sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin

lingkungan manusia.

b) Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara

tokoh dengan lingkungan alam.

c) Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial

antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan

antarmanusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

d) Konflik internal adalah konflik yang terjadi didalam hati, jiwa seorang

tokoh. Konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.

3) Klimaks

Konflik dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur alur

(plot), keduanya merupakan unsur utama alur (plot). Konflik demi konflik, baik

internal maupun eksternal, inilah jika telah mencapai titik puncak menyebabkan

terjadinya klimaks (Nurgiyantoro, 2008: 126). Klimaks menurut Stanton dalam

(Nurgiyantoro, 2008: 127), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas

tertinggi, dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.

Klimaks saat menentukan arah perkembangan alur (plot). Klimaks merupakan titik

pertemuan antara dua atau lebih hal yang dipertentangkan dan menentukan

bagaimana permasalahan konflik itu akan diselesaikan. Menentukan klimaks

sebuah cerita, memang diperlukan berbagai pertimbangan, kejelian, dan kekritisan

dalam membaca karya fiksi.

2.2.2.3 Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita

yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat

berwujud dekor seperti sebuah cafe. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu

tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:

35). Latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang

melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah “atmosfer”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang

karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter

(Stanton, 2007: 36).

Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung.

Dalam pengertian yang lebih luas, latar mencangkup tempat dalam waktu dan

kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam kegiatan itu. Tiap-tiap

karya sastra mengambil tempat dalam suatu latar tentunya yang terdiri dari daerah

pemukiman (rumah, masyarakat, wilayah, negara), dan kepercayaan-kepercayaan

serta nilai-nilai (sosial, moral, ekonomi, politik, psikologis) dari orang-orang yang

tinggal di situ (Tarigan, 2008: 164). Setting adalah latar atau tempat kejadian, waktu

kejadian sebuah cerita. Setting bisa menunjukkan tempat, waktu, suasana batin, saat

cerita itu terjadi (Ismawati, 2013:72).

Secara garis besar deskripsi latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga

bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal

yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah

historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan (Sayuti, 2000:

126).

1) Latar Tempat

Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.

Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi

masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin

berpengaruh pada tokoh dan karakternya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

2) Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwam dalam alur (plot),

secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan

fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika

dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan,

tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar belakanginya.

3) Latar Sosial

Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang

atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya

dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar

sosial bawah atau rendah latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi (Sayuti,

2000: 126).

Uraian-uraian tentang latar yang sudah dikemukakan di atas mengarahkan

kita pada kesimpulan bahwa paling tidak terdapat empat elemen-elemen unsur yang

membentuk latar fiksi.

1) Lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya topografi,

scenery ‘pemandangan’ tertentu, bahkan detail-detail interior sebuah kamar

ruangan.

2) Pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari.

3) Waktu terjadinya tindakan atau peristiwa, termasuk periode historis, musim,

tahun, dan sebagainya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

4) Lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-

tokohnya. (Sayuti, 2000: 128).

2.2.3 Sarana Sastra

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih

dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012:

46). Beberapa sarana dapat ditemukan dalam setiap cerita seperti konflik, klimaks,

tone, dan gaya, dan sudut pandang. Sarana sastra (literary devices) adalah teknik

yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita

(peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna (Nurgiyantoro, 2008: 25).

2.2.3.1 Judul

Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya

membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada

sang karakter utama atau satu latar tertentu. Namun, penting bagi kita untuk selalu

waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul

semacam ini acap menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton, 2012: 51).

Judul merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi. Oleh karena itu, ia

merupakan elemen yang paling mudah dikenali oleh pembaca. Judul suatu karya

bertalian erat dengan elemen-elemen yang membangun fiksi dari dalam. Mungkin

sekali judul mengacu pada tema, pada latar, pada konflik, pada tokoh, mengacu

pada simbol cerita, mengacu pada atmosfer, pada akhir cerita, dan sebagainya

(Sayuti, 2000: 148).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Mencari judul acapkali merupakan aspek yang paling membosankan dan

memakan waktu. Maka suatu metode pemilihan judul yang tepat-guna adalah mulai

dengan memusatkan perhatian pada tiga hal – daya tarik, luas, dan kerumitan dan

menerapkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini pada setiap judul:

Daya tarik:

1) Apakah saya tertarik akan hal itu?

2) Apakah judul ini akan menarik bagi pembaca?

Luasnya:

3) Apakah ruang lingkup bahan sesuai dengan pembahasan waktu kita?

Kerumitan:

4) Dapatkah kita menjelaskan pokok permasalahan secara memuaskan?

Pembatasan atau penyempitan judul merupakan suatu hal yang sangat

penting dalam menentukan judul (Tarigan, 2008: 84).

2.2.3.2 Sudut Pandang

Staton dalam Wicaksono (2014: 64) mengemukakan mengenai sudut

pandang yang tiap-tiap keutuhan suatu cerita dalam satu karakter sebagai

pandangan secara emosional terbelit atau terlepas akan memicu ketitik sadar

pembaca sehingga masuk dalam cerita. Sudut pandang memerlukan strategi, teknik,

siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan

ceritanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Berdasarkan tujuannya, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama.

Kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas.

Keempat tipe sudut pandang tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sudut pandang “orang pertama-utama”, sang karakter utama bercerita

dengan kata-katanya sendiri.

2) Sudut pandang “orang pertama-sampingan”, cerita dituturkan oleh satu

karakter bukan utama (sampingan).

3) Sudut pandang “orang ketiga-terbatas”, pengarang mengacu pada semua

karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu

orang karakter saja.

4) Sudut pandang “orang ketiga-tidak terbatas”, pengarang mengacu pada

setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga

dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau

saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir.

Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu “subjektif”

dan “objektif”. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau

menafsirkan. Sedangkan dikatakan objektif, pengarang menghindari usaha

menampakkan gagasan-gagasan dan emosi-emosi (Stanton, 2012: 53--55).

Secara garis besar sudut pandang dibedakan menjadi dua kelompok, yakni

sudut pandang orang pertama: akuan dan sudut pandang orang ketiga; diaan. Di

dalam sudut pandang akuan-sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang

secara langsung terlibat didalam cerita. Sementara itu, dalam sudut pandang akuan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

taksertaan, tokoh “aku” biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh

lain yang lebih penting. Di dalam sudut pandang diaan-mahatahu, pengarang berada

di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha

tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca. Dalam diaan-terbatas,

pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak

berceritanya. Sering di jumpai pula karya fiksi yang mempergunakan sudut

pandang campuran (Sayuti, 2000: 160).

Dalam tulisan penyingkapan, terdapat tiga kemungkinan sudut pandang,

yaitu:

1) Kata ganti orang pertama.

2) Kata ganti orang kedua.

3) Kata ganti orang ketiga.

Pada umumnya, kata ganti orang pertama saya, kita, atau kami

menimbulkan nada pribadi yang akrab, yang terutama sekali sesuai dan serasi

apabila pengalaman penulis memperlihatkan kewenangan ataupun keterpercayaan

terhadap hal-hal yang di kemukakannya mengenai pokok pembicaraan.

Kata ganti orang kedua kamu, saudara, dan Anda sangat kontroversial.

Penggunaan kata kamu, saudara, atau Anda membuat tulisan menjadi terlalu

formal, dan bernada perintah.

Kata ganti orang ketiga dia, beliau, mereka, dan sejenisnya adalah yang

paling sering dipergunakan dalam tulisan penyingkapan. (Tarigan, 2008: 110).

Sudut pandang adalah posisi fisik, tempat persona/pembicaraan melihat dan

menyajikan gagasan-gagasan atau peristiwa-peristiwa merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

perspektif/pemandangan fisik dalam ruang dan waktu yang dipilih oleh penulis bagi

personanya, serta mencangkup kualitas-kualitas emosional dan mental persona

yang mengawasi sikap dan nada.

Sudut pandang ada berbagai ragam yang terpenting di antaranya:

1) Sudut pandang terpusat pada orang pertama

Persona yang bertindak sebagai juru bicara menceritakan kisahnya dengan

mempergunakan kata aku saya. Persona saya menceritakan cerita itu sebagai cerita

dirinya benar-benar.

2) Sudut pandang berkisar sekeliling orang pertama

Persona menceritakan suatu cerita dengan mempergunakan kata aku, saya

tetapi cerita itu bukan ceritanya sendiri. Di sini, persona bukan merupakan tokoh

utama.

Kedua sudut pandang di atas adalah sudut pandang orang pertama. Sedikit

perbedaan yang perlu kita ketahui dalam sudut pandang orang pertama ini

pengarang diizinkan menceritakan ceritanya melalui pikiran satu orang tokoh.

3) Sudut pandang orang ketiga terbatas

Persona tidak mempergunakan kata ganti diri saya atau aku, tetapi sebagai

penggantinya menceritakan cerita terutama sekali sebagai satu atau dua tokoh

utama yang dapat mengetahuinya. Persona secara tegas membatasi dirinya terhadap

apa-apa yang telah dapat diketahui oleh para tokoh tersebut, apa yang telah

dipikirkan atau yang dilakukannya.

4) Sudut pandang orang ketiga serba tahu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Persona yang tidak mempergunakan kata ganti diri saya atau aku dalam

penyajian bahannya benar-benar mengetahui segala sesuatu yang pantas diketahui

mengenai segala tokohnya dan segala keadaan gerak tindakan atau emosi yang

terlibat di dalamnya. (Tarigan, 2008: 138)

2.2.3.3 Gaya dan Tone

Gaya dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.

Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil

tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak

pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-

pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.

Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan

gaya. Di samping itu, gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah

cerita. Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya

akan tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita (Stanton, 2012: 61).

Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah “tone”. Tone adalah

sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak

dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai

mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan”

dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone

menjadi identik dengan “atmosfer” (Stanton, 2012: 63).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

2.2.3.4 Simbolisme

Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis. Padahal

sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Simbol

berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk

memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dalam fiksi, simbolisme

memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol

bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian

penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol

yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan

dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang

berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton, 2012: 64).

Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca jika

dibandingkan dengan sarana-sarana lain Perlu disadari bahwa simbolisme tidak

dengan sendirinya menjadi eksotis atau sulit karena sebetulnya kita sering

berhadapan dengannya seperti dalam percakapan sehari-hari, ritual keagamaan,

periklanan, pakaian, bahkan mobil (Stanton, 2012: 65).

2.2.3.5 Ironi

Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa

sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Pada dunia fiksi,

ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ‘ironi dramatis’ dan ‘tone ironis’. “Ironi

dramatis‟ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris

antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi (Stanton, 2012:

71).

Sedangkan ‘tone ironis’ atau ‘ironi verbal’ digunakan untuk menyebut cara

berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Satu-satunya

cara untuk mengetahui keberadaan ironi dan menafsirkannya adalah dengan

membaca cerita berulang-ulang dan dengan teliti. Nikmati ilusi yang diberikan

karya sastra namun tetap selalu ingat bahwa karya sastra adalah rekaan pengarang

dan bukan sekedar fakta yang dicomot mentah-mentah (Stanton, 2012: 72).

2.2.4 Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna‟ dalam

pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat

(Stanton, 2012: 36). Sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan

mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai

tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita menjadi lebih terfokus,

menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi

pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen

yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita (Stanton, 2012: 37).

Tema memberikan koherensi dan makna pada fakta-fakta cerita. Fungsi tema telah

sepenuhnya diketahui, namun identitas tema sendiri masih kabur dari pandangan.

Istilah tema amat sulit didefinisikan (Stanton, 2012: 39). Agar mudah untuk

mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui bahwa kerangka-kerangka

kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

rumit (Stanton, 2012: 41). Cara yang efektif untuk mengenali tema sebuah karya

adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada didalamnya (Stanton,

2012: 42).

Tema hendaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1) Intepretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail

yang menonjol dalam sebuah cerita. Kesalahan terbesar sebuah analisis

adalah terpaku pada tema yang mengabaikan, melupakan atau tidak

merangkum beberapa kejadian yang tampak jelas.

2) Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail

cerita yang sangat berkontradiksi.

3) Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-

bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit).

4) Interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita

bersangkutan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema

adalah gagasan utama atau gagasan sentral pada sebuah cerita atau karya sastra

(Stanton, 2012: 44).

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang

melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan

masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam.

Tema bisa berupa persoalan, moral, etika agama, sosial budaya, teknologi, tradisi

yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan

pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Sebagai sebuah karya imajinatif, tema dapat diungkapkan melalui berbagai cara,

seperti melalui dialog tokoh-tokohnya, melalui konflik-konflik yang dibangun, atau

melalui komentar secara tidak langsung. Karena itu, tema yang baik pada

hakikatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas. Tema

bisa disamarkan sehingga kesimpulan tentang tema yang diungkapkan pengarang

harus dirumuskan sendiri oleh pembaca ( Fananie, 2002: 84).

Sugihastuti dan Suharto dalam Wicaksono (2014: 57) mengungkapkan

bahwa tema menjadi unsur cerita yang memberikan makna dan kekuatan sekaligus

unsur pemersatu semua fakta dan sarana cerita. Tema dipandang sebagai dasar arti

atau gagasan dasar umum sebuah karya. Tema adalah ide sebuah cerita, pengarang

dalam menulis ceritanya nukan sekedar memberi cerita, tetapi akan mengatakan

sesuatu kepada pembaca.

Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema biasanya merupakan

suatu komentar mengenai kehidupan atau orang-orang. Dalam menentukan suatu

tema atau menerangkannya, kita harus menghindarkan hal-hal yang imperatif.

Tema bukanlah suatu moral, suatu firman, suatu petunjuk mengenai cara hidup atau

apa yang harus dilakukan. Tema merupakan suatu pernyataan mengenai hidup dan

manusia, suatu observasi, suatu keputusan, suatu pengumuman. Oleh sebab itu,

perlu mempertimbangkan semua unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang

muncul dan tiba pada tema tersebut (Tarigan, 2008: 170).

Tingkat tema menurut Shipley dalam Nurgiyantoro (2010:80) mengartikan

sebagai subjek wacana, topik umum atau masalah utama yang dituangkan dalam

cerita. Shipley membedakan tema karya sastra ke dalam tingkatan. Semuanya ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

lima tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang disusun dari tingkatan

yang paling sederhana, tingkatan tumbuhan dan makhluk hidup, ke tingkat yang

paling tinggi yang hanya dicapai oleh manusia.

2.2.4.1 Tema fisik

Manusia sebagai molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat

ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik dari

pada kejiwaan. Tema ini lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik

kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan.

2.2.4.2 Tema tingkat organik

Manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra

tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas,

sesuatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai

persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam cerpen dengan

tema tingkat ini khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang misalnya

berupa penyelewenagan dan pengkhianatan suami istri, atau skandal-skandal

seksual yang lain.

2.2.4.3 Tema tingkat sosial

Manusia sebagai makhluk sosial, man as socious. Kehidupan

bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama

dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain

berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih,

propaganda, hubungan atas bawahan dan berbagai masalah dalam hubungan sosial

lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial.

2.2.4.4 Tema tingkat egoik

Manusia sebagai individu, man as individulism. Di samping sebagai

makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa

“menunut” pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai

mahluk hidup, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik,

misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang

dihadapinya. Masalah individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas,

martabat, harga diri atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada

umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. Masalah

individualitas biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, sosok kepribadian

sesesorang.

2.2.4.5 Tema tingkat divine

Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia

mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini

adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiositas, atau

berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi,

dan keyakinan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

2.3 Kerangka berpikir

Pada penelitian ini, hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari

cerita pendek yang akan diteliti, yang terdapat dalam kumpulan-kumpulan cerpen

karya Mochtar Lubis. Peneliti memilih cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis

untuk dianalisis. Kemudian peneliti membaca cerpen yang juga menjadi judul buku

antologi yaitu “Bromocorah”. Setelah membacanya, peneliti menentukan teori yang

akan dipakai yaitu, teori Robert Stanton. Dalam teori Robert Stanton, teorinya

membicarakan tiga unsur yaitu, fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Langkah yang

terakhir adalah penarikan simpulan yang dilakukan setelah diketahui hasil dari

analisis mendeskripsikan fakta cerita, sarana sastra, dan tema cerita dalam cerpen

tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Skema 1. Kerangka Berpikir

Buku Cerpen Bromocorah

Cerpen Bromocorah

Struktural Robert Stanton

a. Karakter: sikap karakter dan

motivasi dalam diri karakter

b. Alur: tahapan alur, hubungan

kausalitas, konflik, dan

klimaks

c. Latar: latar tempat, latar

waktu, latar sosial

a. Judul

b. Sudut pandang

c. Gaya dan tone

d. Simbolisme

e. Ironi

Sarana Sastra

a. Tema fisik

b. Tema tingkat

organik

c. Tema tingkat sosial

d. Tema tingkat egoik

e. Tema tingkat divine

Fakta Cerita Tema

Makna Karya Sastra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas lima subbab, yaitu (1) jenis penelitian, (2)

sumber data dan data, (3) instrumen penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5)

teknik analisis data, dan (6) triangulasi data. Berikut penjelasan dari enam subbab

pada bagian metodologi penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskripsi kualitatif. Menurut Ratna (2010: 46-47) metode kualitatif secara

keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam

bentuk deskripsi. Metode kualitatif dalam penelitian ilmu sastra menghasilkan data

deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian yang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang menghasilkan produk analisis yang tidak menggunakan

prosedur analisis statistic atau cara kualifikasi lainnya (Moleong, 2006: 6)

3.2 Sumber Data dan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen yang berjudul

“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Buku cerpen Bromocorah karya Mochtar

Lubis terdapat 190 halaman. Tahun terbit cetakan pertama tahun 1983 di Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Penerbit Sinar Harapan Anggota IKAPI. Data adalah segala informasi yang

berhubungan dengan topik penelitian (Endraswara, 2003: 6). Data yang digunakan

untuk penelitian ini adalah kutipan-kutipan dari cerpen Bromocorah karya Mochtar

Lubis. Data yang diperoleh dengan membaca dan mencatat langsung dari cerpen

berjudul Bromocorah.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks cerpen

Bromocorah karya Mochtar Lubis. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai alat

pengumpulan data adalah peneliti itu sendiri.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiono

2010: 224). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik

studi pustaka library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah

penelitian (Zed, 2004: 3). Apabila data sudah terkumpul, data-data tersebut

diklasifikasikan untuk kepentingan analisis. Data ini berupa semua kalimat dan

alinea dalam cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis yang mengandung unsur-

unsur struktural yang meliputi fakta cerita, sarana sastra, dan tema.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

3.5 Teknik Analisis Data

Data-data yang ada dalam penelitian diperoleh dengan library research

(studi pustaka) di mana data-data diperoleh dari buku-buku yang berhubungan

dengan objek penelitian dan penunjang tujuan penelitian. Pada penelitian ini data-

data yang diperoleh dari seluruh aspek bahasa cerpen “Bromocorah” karya

Mochtar Lubis. Langkah selanjutnya membaca keseluruhan cerpen Bromocorah.

Mengumpulkan bahan dari berbagai sumber. Mengidentifikasi fakta cerita, sarana

sastra, dan tema. Menganalisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dari cerpen

Bromocorah.

3.6 Trianggulasi data

Triangulasi data dilakukan untuk memperkuat data, untuk membuat peneliti

yakin terhadap kebenaran dan kelengkapan data. Triangulasi dapat dilakukan secara

terus-menerus sampai peneliti puas dengan datanya, sampai yakin datanya valid

(Herdiansyah, 2012: 168). Triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber

untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan

diteliti (Herdiansyah, 2012: 201). Oleh karena itu, peneliti melakukan triangulasi

terhadap data hasil analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema cerpen

“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Hasil analisis yang dilakukan peneliti

kemudian diperiksa keabsahannya oleh pakar/ahli dalam bidang sastra yaitu dosen

sastra Septina Krismawati, S. S, M. A. Triangulasi ini dilakukan untuk mengetahui

kebenaran data yang diperoleh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab empat, peneliti menguraikan deskripsi data, berdasarkan analisis

fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen “Bromocorah”karya Mochtar

Lubis.

4.1 Deskripsi Data

Pada bab IV akan dikemukakan data yang ditemukan dalam analisis fakta

cerita, sarana sastra, dan tema yang ditemukan dalam cerpen Bromocorah karya

Mochtar Lubis. Cerita pendek yang dianalisis terdiri dari enam halaman. Pada

cerpen “Bromocorah” peneliti akan menganalisis karakter, alur, latar, judul,sudut

pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi, dan tema. Data yang ditemukan berupa

kalimat atau paragraf yang terdapat dalam cerpen “Bromocorah” karya Mochtar

Lubis.

4.2 Analisis Fakta Cerita

Fakta cerita meliputi karakter, alur dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi

sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton, 2012: 22).

Pembahasan fakta cerita dalam cerpen “Bromocorah” sebagai berikut.

4.2.1 Karakter

Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter

merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita, Konteks kedua karakter

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

merujuk percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip

moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 2012: 33). Konteks dalam hal ini,

bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan

makna.. Untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih baik mengenai fungsi

mereka, ada baiknya kita membuat klasifikasi terhadap orang-orang fiksional

terlebih dahulu. Orang-orang fiksional dapat dikelompokkan atas:

1) Tokoh utama; tokoh pusat (central character);

2) Tokoh penunjang (supporting character);

3) Tokoh latar belakang (background character).

Salah satu cara untuk melakukan hal ini, adalah mendaftarkan sifat-sifat

yang tercermin dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran mereka; serta yang

dikatakan, dirasakan, dan dipikirkan orang lain terhadap mereka (Tarigan, 2008:

149).

1) Konteks Pertama

Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul

dalam cerita (Stanton, 2012: 33). Dalam cerpen ini ada enam karakter yaitu Dia,

Istri, Anak, Lawan, Warga kampung, dan Pegawai kantor kecamatan. Karakter dia

adalah karakter utama dalam cerpen “Bromocorah”. Pada cerpen ini Istri, Anak,

lawan, Warga kampung dan Pegawai kantor kecamatan hanya sebagai karakter

penunjang jalannya cerita. Dalam, perannya sebagai karakter utama, dia lebih

banyak memberikan ruang untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan sikap-

sikapnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

(K.1) Dia

Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya Dia

telah terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi” (Lubis, 1983:

7).

Kutipan di atas menjelaskan Karakter dia disini adalah seorang yang rajin

untuk bangun pagi hari tanpa membangunkan istrinya yang masih terlelap tidur di

dalam aktivitasnya di pagi hari.

(K.2) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan

kakinya, mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak

menjatuhkan lawannya” (Lubis, 1983: 11).

Dalam kutipan menjelaskan Karakter dia dalam kutipan ini mempunyai

sikap yang cekatan dalam menyerang kembali lawannya.

(K.3) Paragraf 4 kalimat 2:

“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak

ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya”

(Lubis, 1983: 14).

Dalam kutipan tersebut menjelaskan Di dalam kutipan, dia mempunyai

karakter yang peduli terhadap anaknya mengenai kehidupan anaknya kelak, supaya

tidak mengikuti cara hidupnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

(K.4) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan kampungnya, dia berpapaan dengan orang kampung,

yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka kembali.

Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga kampung

mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung” (Lubis,

1983: 15).

Dalam kutipan Karakter dia disini sopan dan ramah terhadap orang yang

menyapanya karena dia membalas sapaan orang kampung yang menyapanya.

(K.5) Paragraf 2 kalimat 1:

“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, aku sudah

pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-

apa” (Lubis, 1983: 16).

Kutipan di atas Karakter dia disini mempunyai karakter pemikir. Dimana

karakter memikirkan kehidupan keluarganya agar dapat berubah menjadi lebih

baik.

(K.6) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kantor kecamatan yang dikenalnya akhirnya

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan

alasan, karena dia dikenal sebagai seorang bromocorah. Dia tidak

terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).

Dalam kutipan tersebut Dia mempunyai karakter yang besar hati untuk

menerima keputusan yang di sampaikan seorang pegawai kantor kecamatan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

dikenalnya dan dia tidak terkejut karena dia sudah mempunyai pikiran bahwa dia

ditolak sebagai transmigran.

(K.7) Istri

Paragraf 1 kalimat 1:

“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan

istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak

bertanya kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah.

Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang

dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia

mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya.

Sesekali banyak, sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak

memberi uang. Istrinya telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur

mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada

bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak

kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata

pada istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa

terus. Kita tidak punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa”

(Lubis, 1983: 16).

Karakter istri disini berhati baik karena sudah menyediakan sarapan pagi,

cuek atau pendiam karena istri tidak menanyakan karakter dia kemana dia pergi,

sabar dan hemat karena istri telah terbiasa untuk menjaga agar belanja dapur

diulur selama mungkin karena karakter dia tidak menentu dalam memberikan

jumlah uang kepada istrinya dengan hidup yang pas-passan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

(K.8) Anak

Paragraf 2 kalimat 2:

“Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di ajaknya anaknya ke

tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole” dan dia

mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!” (Lubis, 1983: 17).

Anak dalam cerpen “Bromocorah” adalah satu-satunya karakter dalam

cerpen ini. Anak mempunyai karakter yang patuh kepada orang tuanya.

(K.9) lawan

Paragraf 2 kalimat 3:

“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak

teruskan tantanganmu ini?

Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur” (Lubis,

1983: 11).

Dik dalam cerpen “Bromocorah” diceritakan sebagai lawan dia yang

bertarung di tengah hutan jati. Karakter lawan dalam kutipan adalah pemberani

dan pantang menyerah. Lawan berani melawan seorang juru silat yang

berpengalaman di saat dia dan lawannya bertemu. Karakter lawan yang pantang

menyerah terlihat dari percakapannya yang tidak akan mendur untuk melawan dia.

(K.10) Warga kampung

Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali” (Lubis, 1983: 15).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Warga kampung dalam cerpen “Bromocorah” mempunyai karakter yang

ramah. Hal ini ditunjukkan ketika warga kampung yang menyapa karakter dia,

disaat karakter dia sedang berjalan di jalan kampungnya.

(K.11) Pegawai kantor kecamatan

Paragraf 5 kalimat 2:

“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena

dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).

Pegawai kantor kecamatan dalam cerpen “Bromocorah” adalah seseorang

yang baik karena telah memberitahukan dia mengenai penolakannya dalam

transmigran

2) Konteks kedua

Konteks kedua karakter merujuk percampuran dari berbagai kepentingan,

keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 2012:

33). Dia dalam cerpen “Bromocorah” adalah karakter utama dalam cerpen ini

sebagai tokoh dia. Dia menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dalam

cerpen ini yang menyangkut kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral.

Seperti pada kutipan berikut ini mengenai bentuk keinginan yang

dituangkan oleh pengarang melalui tokoh dia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

(K.12) Paragraf 2 kalimat 1:

“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, aku sudah

pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-

apa” (Lubis, 1983: 16).

Karakter dia mempunyai keinginan untuk membuat kehidupan keluarganya

lebih baik lagi.

(K.13) Paragraf 4 kalimat 1 :

“Oh..karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit.

Masihkah kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba lawannya melompat

menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya berkata. “Cukup Mas,

kata-kata tidak menyelesaikan perkara antara kita.” Dan mereka

berhantam lagi beberapa jurus” (Lubis, 1983: 12).

Karakter dia mempunyai keinginan untuk menyudahi perkelahian dengan

lawannya namun, lawan tetap saja ingin menyerang.

(K.14) Paragraf 4 kalimat 2:

“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak

ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup

yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,

merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus

dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara” (Lubis, 1983: 14).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa dia memiliki emosi, emosi cinta

yang kuat terhadap anaknya. Emosi cinta tersebut ditunjukkan dengan kepedulian

dan rasa sayangnya dengan masa depan anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

(K.15) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali” (Lubis, 1983: 15).

Karakter dia memiliki nilai moral yang baik di masyarakat. Karakter

menunjukkan nilai moralnya dengan cara membalas sapaan dari orang kampung

yang menyapanya di jalan. Prinsip moral yang dapat diambil adalah, pentingnya

kehidupan manusia jika saling menyapa satu sama lain agar kehidupan

dimasyarakat tetap sejahtera atau baik.

(K.16) Paragraf 3 kalimat 1:

“Sebulan kemudian dia pergi kekantor lurah, dan mencatatkan

dirinya, istri, dan anaknya untuk calon transmigran ke luar Jawa.

Setelah tiga bulan dia tidak dapat berita, dia mencari sendiri

keterangan. Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan

alasan, karena dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah

dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.

Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah” (Lubis, 1983: 16).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa dia memiliki kepentingan dalam

tindakannya mendaftarkan keluarganya sebagai calon transmigran dan

keinginannya untuk membuat perubahan kondisi terhadap keluarganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

3) Karakter utama

Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul

dalam cerita, Konteks kedua karakter merujuk percampuran dari berbagai

kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut

(Stanton, 2012: 33). Berdasarkan dua konteks dari teori Robert Stanton dapat dilihat

karakter utama seperti pada kutipan berikut:

(K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6), (K.7), (K.8), (K.9), (K.10),

(K.11), (K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan (K.16)

Karakter utama dalam cerpen “Bromocorah” adalah dia. Hal ini, dibuktikan dari

kutipan (K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6), (K.7), (K.8), (K.9), (K.10), (K.11),

(K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan (K.16) karakter dia selalu muncul di setiap atau

seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam cerpen.

4) Karakter penunjang

Karakter penunjang merupakan peranan yang sedikit maupun yang kurang

penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan atau pun menghilang sesudah

berperan dalam satu adegan. Berdasarkan konteks pertama, karakter merujuk pada

individu-individu yang muncul dalam cerita, konteks kedua karakter merujuk

percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari

individu-individu tersebut (Stanton, 2012: 33).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Karakter penunjang disini ada lima yaitu istri, anak, lawan, warga kampung,

dan pegawai kecamatan. Berdasarkan dua konteks dari teori Robert Stanton dapat

dilihat karakter penunjang yang memiliki karakternya masing-masing seperti pada

kutipan berikut:

Pada kutipan (K.7)

“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan

istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak

bertanya kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah.

Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang

dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia

mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya.

Sesekali banyak, sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak

memberi uang. Istrinya telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur

mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada

bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak

kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata

pada istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa

terus. Kita tidak punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa”

(Lubis, 1983: 16).

Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” adalah istri. Hal itu, karena istri

hanya muncul sesekali pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia tiba

di rumah, saat itu karakter istri telah menyediakan sarapan pagi untuknya, dan pada

sore hari ketika karakter dia berbicara dengan karakter istri.

Pada kutipan (K.8)

“Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di ajaknya anaknya ke

tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole” dan dia

mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!” (Lubis, 1983: 17).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah anak. Hal itu,

karena anak hanya muncul sekali pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat

karakter dia mengajak karakter anak untuk berlatih ilmu silat bersamanya.

Pada kutipan (K.9)

“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak

teruskan tantanganmu ini?

Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur” (Lubis,

1983: 11).

Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah lawan. Hal itu,

karena karakter lawan hanya muncul dalam satu adegan. Kehadirannya tanpak pada

saat karakter dia berkonflik dengan karakter lawan.

Pada kutipan (K.10)

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali” (Lubis, 1983: 15).

Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah warga kampung.

Hal ini, karena karakter warga kampung hanya muncul sedikit bahkan kurang

penting dalam kemunculannya. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia

berjalan di jalan kampungnya dan karakter warga kampung sekedar menyapanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Pada kutipan (K.11)

“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena

dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).

Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah pegawai

kecamatan. Hal ini, karena karakter pegawai kecamatan hanya muncul sekali.

Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia menemui karakter pegawai kecamatan

hanya untuk menanyakan soal tranmigran.

4.2.2 Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah

cerita. Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks

(Stanton, 2012: 26--31). Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah alur (plot)

haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir

(end) (Nurgiyantoro, 2010: 142). Sudjiman (1988: 30--36) membagi alur menjadi

tiga tahap yaitu awal (paparan, rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan,

klimaks), akhir (leraian, selesaian). Alur (plot) dapat dikategorikan ke dalam dua

kategori: kronologis dan tak kronologis. Alur (plot) maju/progresif, alur (plot) dapat

dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis,

cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),

tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur (plot) mundur

flash-back, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap

tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro,

2010: 153)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

1) Bagian Awal

Pada bagian awal ini, menceritakan peristiwa dia pergi berlatih ilmu silat di

puncak bukit. Peristiwa ini terjadi karena dia mempunyai keyakinan pada dirinya,

pada kemahiran ilmu silat.

a) Tahap Paparan

(K.17) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya.

Dia telah terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi. Ini adalah

sebuah kemahiran yang harus dimilikinya dalam pekerjaannya. Dia

membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga tanpa bunyi, mengambil

celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya, yang

teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal kulitnya,

dan menutup pintu kembali. Ketika melangkah ke belakang, dia

memandang ke balai-balai di kamar tengah, dan melihat anak

lelakinya berumur delapan tahun masih tertidur, berselimut sampai ke

kepala di dalam sarung” (Lubis, 1983: 7).

Pada kutipan tersebut, merukapan bagian tahap paparan karena tahap ini

memberikan keterangan sekedarnya untuk mengikuti kisahan selanjutnya seperti

memperkenalkan adanya tokoh yang diceritakan di dalam karyanya seperti tokoh

dia dan menggambarkan tempat terjadinya peristiwa yaitu di kamar tidur. Dalam

cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis diawali dengan sebuah aktivitas karakter

dia di pagi hari tanpa melibatkan karakter istri dan anak yang masih tertidur di

kamar. Karakter dia yang menjadi pembuka dalam cerpen ini akan menjadikan

karakter utama, yang menceritakan mengenai aktivitas atau kegiatan yang

dilakukannya. Kutipan tersebut membuka kemungkinan cerita ini berkembang dan

pembaca menjadi berminat untuk meneruskan hingga akhir cerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

b) Tahap rangsangan

(K.18) Paragraf 3 kalimat 1:

“Pada saat yang sama sudut mata kirinya melihat sebuah bayangan

bergerak, menghilang di balik sebuah pohon, kira-kira tiga meter ke

sebelah kirinya. Dia tersenyum. Dia merasa senang lawannya merasa

perlu berhati-hati menghadapinya” (Lubis, 1983: 9).

Rangsangan mulai tampak pada cerita. Tahap rangsangan ini muncul akibat

adanya tokoh baru yang masuk sebagai katalisator. Karakter dia diceritakan sedang

berhati-hati terhadap lawannya yang sedang berada di sekitarnya. Lawan

merupakan tokoh baru yang masuk sebagai katalisator karena tokoh lawan

menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau

mempercepat suatu peristiwa.

c) Tahap gawatan

(K.19) Paragraf 3 kalimat 4:

“Perlahan-lahan dia menjatuhkan badannya ke tanah, menyatukan

diri dengan bayang-bayang gelap yang dilontarkan pohon-pohon jati

di tanah, dan mendekati pohon yang di belakangnya bersembunyi

sosok tubuh yang dilihatnya tadi” ( Lubis, 1983: 10).

Gawatan mulai tampak pada cerpen. Gawatan muncul ketika karakter dia

sangat siap terhadap kehadiran lawannya yang dirasa sudang sangat dekat.

Permasalahan timbul ketika karakter dia bertemu lawannya di hutan jati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

2) Bagian Tengah

Pada bagian tengah cerita masalah atau konflik sudah mulai dimunculkan,

semakin meningkat atau dikembangkan hingga mencapai klimaks pada tahap-tahap

berikutnya. Peristiwa-peristiwa terjadi di dalam cerpen Bromocorah menandakan

bergeraknya alur cerita. Alur bergerak menuju permasalahan yang memicu

terjadinya konflik. Konflik eksternal mulai terjadi ketika dia masuk kedalam tengah

hutan jati.

a) Tahap Tikaian

(K.20) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia masih tinggal satu setengah meter lagi dari pohon, ketika tiba-

tiba sebuah gerak cepat berwarna hitam muncul dari balik pohon,

cepat dan keras menuju dirinya, diiringi sebuah teriakan yang tidak

terlalu keras, tetapi bunyi yang tajam dan mengejutkan” ( Lubis, 1983:

10).

Tikaian diawali dengan pemasalahan yang lebih naik, ketika karakter dia

terkejut dengan serangan lawannya secara tiba-tiba. Pertentangan antara karakter

dia dengan karakter lawan menandakan bahwa adanya tikaian. Kutipan di atas

menunjukan konflik eksternal, konflik yang terjadi antara dia dan lawan yang

membuat alur ini masuk ke tahap tikaian..

b) Tahap Rumitan

(K.21) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan

kakinya, mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

menjatuhkan lawannya. Tetapi lawannya cepat mengangkat kakinya,

menghindarkan serangan yang berbahaya itu, dan lawannya mundur

selangkah ke arah tempat terbuka, dan dia melompat berdiri, dan

menendangkan kakinya ke arah dada lawannya, yang menangkisnya

dengan tangannya, dan mundur selangkah lagi, dan dia meneruskan

serangannya dengan pukulan tangan kiri dan kanannya bertubi-tubi,

menekan dan mendesak lawannya sampai ke tengah tempat terbuka,

dan tiba-tiba dia berhenti menyerang, dan berucap.”

“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak

teruskan tantanganmu ini?”

“Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur.”

“Baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.”

“Silahkan Mas.”

“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari

nafkah janganlah ke desa kami, dan desa-desa lain di sini. Masih

banyak daerah lain tempat mencari nafkah. Pergilah baik-baik. Kita

semua sama-sama mencari hidup dengan cara kita. Tetapi aku harus

membela daerah ini, jika orang lain mencoba masuk. Aku undang kau

kemari untuk menyampaikan ini.”

“Saya mengerti Mas, tapi aku tidak bisa mundur.”

“Sayang, Adik masih muda. Kalau aku ajak kau ikut dengan aku?”

“Tidak Mas, aku tak hendak diperintah siapa pun juga.”

“Sayang, katanya lagi, karena orang seperti kita seharusnya tidak

saling bermusuhan dan berbunuhan. Kita punya nasib yang sama. Kita

bukankah orang-orang terbuang, sejak tanah-tanah nenek moyang kita

dirampas dari tangan mereka, dan kita harus turun-temurun hidup dari

keberanian dan keahlian kita berkelahi? Hanya itu modal kita. Kau

sudah beristri Dik? “ tanyanya.

“ Belum.”

“Oh, karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit.

Masihkah kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba lawannya melompat

menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya berkata, “cukup mas”

kata-kata tidak menyelesaikan masalah antara kita” ( Lubis, 1983: 11-

12).

Pada kutipan rumitan mulai tampak dalam cerpen, tahap ini akibat adanya

perkembangan dari tahap tikaian. Dimana pertikaian karakter dia dan lawan sedang

tejadi, sehingga pertikaian membawa cerita pada permasalahan yang menimbulkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

klimaks cerita. Kutipan di atas menunjukan terjadinya perkelahian antara dia dan

lawannya. Namun, di dalam konflik yang sedang naik, seketika konflik sedikit

menurun setelah dia berhenti menyerang lawannya dan berucap. Dari percakapan

di atas karakter dia ingin menyudahi perkelahihannya. Namun, lawannya tidak

ingin mundur dan tetap ingin melanjutkan perkelahian. Peristiwa di atas membuat

konflik berlanjut dan mulai masuk ke dalam konflik klimaks. Klimaks muncul

dalam cerita ini ketika lawannya secara tiba-tiba melompat menyerang.

c) Tahap klimaks

(K.22) Paragraf 3 kalimat 2:

“Dia merasa kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan

diledakkannya, dia melompat menyerang, kakinya, kiri dan kanan,

tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya semua bergerak dengan

cepat” (Lubis, 1983: 13 ).

Dalam kutipan penulis menjelaskan bagaimana dia mengeluarkan seluruh

kekuatannya untuk melawan serangan lawannya yang menyeranya. Klimaks terjadi

ketika tahap rumitan mencapai kelibatannya. Pada kutipan di atas klimaks terjadi

pada saat karakter dia membalas serangan lawannya dengan seluruh kekuatannya.

Pada kutipan di bawah ini karakter dia terus menyerang dan lawan tidak bisa

mengimbangi serangan dari karakter dia, seperti pada kutipan berikut:

(K.23) Paragraf 3 kalimat 5:

“Lawannya tak kurang tangguhnya. Serangan tendangan dan pukulan-

pukulan pertama yang datang dengan cepat dielakkannya dengan baik,

serangan datang bertambah cepat, terus juga ditahan dan dielakkannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

serangan yang datang bertambah cepat, bertambah cepat, dan

bertambah cepat, satu pukulan masuk, masuk lagi, masuk.....

lawannya terhoyong sedikit, segera memperbaiki sikap dan

pertahanannya, tetapi pertahanan lawan telah dapat digoyahkannya,

dan dia terus menyerang, lebih cepat, lebih cepat, dan sebuah

tendangan masuk lawannya terdorong ke belakang, berdiri goyah, dan

sebuah lagi tendangan dilepaskan, dan lawannya jatuh ke tanah dan

dia melompat mendekati kepala lawannya, sebelah kakinya terangkat

akibat melepaskan tendangan ke kepala lawannya, tetapi sesuatu

menahannya, dan dia menurunkan kakinya ke tanah” (Lubis, 1983:

14).

Klimaks terus terjadi ketika karakter dia melawan lawannya dan karakter

dia tidak memberikan lawan kesepatan untuk menyerangnya sehingga lawan

terjatuh. Klimaks muncul ketika permasalahan-permasalahan dalam konflik sudah

mencapai puncak. Puncak klimaks dalam cerpen ini muncul akibat rumitan

mencapai puncak klibatannya sehingga karakter dia mengeluarkan seluruh

kekuatannya dalam menyerang lawan.

3) Bagian Akhir

Bagian akhir merupakan penyelesaian yang merupakan akibat dari klimaks

dan menjadi akhir cerita. Tahap peningkatan konflik sudah terjadi dalam bagian

tengah, ketika lawannya tidak ingin menyudahi perkelahian dengan dia dan tiba-

tiba lawan menyerang. Konflik mulai memuncak hingga klimaks, saat karakter dia

meledakan seluruh kekuatannya dalam perkelahian dengan lawannya di tengah

hutan jati. Peristiwa ketika dia berhasil menjatuhkan lawannya ke tanah merupakan

akhir klimaks dan bagian akhir alur dalam cerita ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

a) Tahap Leraian

(K.24) Paragraf 2 kalimat 1:

“Mengapa Mas tidak sudahi? pintanya.

Kau masih muda Dik, pergilah. Dia membalikkan badannya, dan

melangkah kedalam hutan jati, menuruni bukit, dan melintasi sawah,

jauh dari orang-orang kampung yang sudah mulai bekerja” (Lubis,

1983: 14).

Pada tahap akhir, peristiwa menunjukkan klimaks yang sudah mulai turun

dan menunjukkan penyelesaian konflik dia dengan lawannya. Klimaks turun akibat

karakter dia telah berhasil mengalahkan lawannya dan meninggalkannya, sehingga

hal ini, masuk ke dalam tahap leraian. Namun, tidak sampai disitu, penulis

memunculkan konflik baru, yaitu konflik internal yang terjadi di dalam hati, jiwa

seorang tokoh. Konflik ini muncul setelah dia mengalahkan lawannya di hutan,

seperti pada kutipan berikut:

(K.25) Paragraf 4 kalimat 1:

“Tetapi tadi ketika dia hendak melepaskan tendangan mautnya ke

kepala lawannya, tiba-tiba saja dimatanya terbayang anaknya yang

masih tidur berselimut kain sarung sampai ke kepala. Sejak anaknya

jadi besar, dan telah mulai bersekolah dia merasa tak ingin anaknya

menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. ... Dia gemetar takut

membayangkan seandainya anaknya yang dewasa, seorang muda,

yang tergeletak dalam tempat terbuka di hutan jati, menunggu

tendangan maut ke kepalanya, seperti yang terjadi dengan lawannya”

(Lubis, 1983: 14-15).

Peristiwa ini terjadi ketika konflik dia dan lawan berakhir. Peristiwa pada

kutipan tersebut memunculkan konflik baru yaitu konflik internal yang terjadi di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

dalam hati, jiwa seorang tokoh dia terhadap anaknya. Di dalam kutipan tersebut

memperlihatkan emosi tokoh mereda setelah ia terbayang sosok anaknya yang

sedang tertidur di rumah, ketika dia ingin melepaskan tendangan ke arah kepala

lawannya. Di sini, konflik internal akan semakin menuju perubahan dengan adanya

kemauan karakter dalam mengubah hidup keluarganya, seperti pada kutipan

berikut:

(K.26 ) Paragraf 2 kalimat 1:

“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, Aku sudah

pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-

apa.

Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.

Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,

istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa” (Lubis, 1983:

16).

Dalam kutipan penulis menjelaskan bahwa dia ingin mengubah hidupnya

menjadi lebih baik dengan cara mendaftarkan keluarganya ke kantor lurah untuk

calon transmigrasi. Hal ini, karena ia tidak ingin menurunkan ilmu silatnya kepada

anaknya.

(K.27 ) Paragraf 4 kalimat 1:

“Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak

dapat memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala

keluarga di kampunya dan beberapa kampung berdekatan telah

berangkat, dia mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai kantor

kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa

dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal

sebagai seorang......bromocorah!

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).

Dalam kutipan, Peristiwa berlanjut dengan kekecewaan karakter dia. Usaha

dan keinginan untuk mengubah hidup keluarganya harus pupus begitu saja. Dia

menyadari bahwa dirinya sudah di pandang buruk oleh masyarakat sekitar sehingga

dia harus menerima julukan sebagai Bromocorah dan dia pun iklas menerimanya

walaupun sebenarnya keinginannya untuk mengubah hidupnya sangatlah besar.

Pengarang menjelaskan bahwa dia di tolak sebagai transmigran dan dia dikenal

sebagai bromocorah.

b) Tahap selesaian

(K.28) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang

hari diajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar

desa.

“ Ayo, tole!”

Dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya! (Lubis, 1983:

17).”

Peristiwa ini membawa karakter dia pada tahap penyelesaian masalah

internal. Karakter dia merasa sudah tidak ada jalan keluar lagi untuk mengubah

hidupnya sehingga dia memutuskan untuk mengajarkan anaknya ilmu silat, setelah

dia mengetahui dirinya ditolak sebagai transmigran. Keputusan tersebut pun

sebagai jalan keluar konflik karakter dia dan sebagai akhir dari cerita Bromocorah.

Cerita ini terlihat bahwa dia memilih mewariskan ilmu silatnya ke anaknya untuk

menjadi seperti dia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Alur dalam cerpen “Bromocorah” menggunakan alur maju. Peristiwa-

peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama

diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian atau

peristiwa secara runtut. Peristiwa yang runtut ini sesuai dengan teorinya Robert

Stanton. Analisis alur di dalam cerpen “Bromocorah” ditandai dalam kutipan-

kutipan peristiwa yang di alami oleh tokoh dalam cerita. Tahapan alur cerpen

“Bromocorah” dapat diuraikan dari bagian awal, tengah, dan akhir cerita. Pada

awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan

informasi penting pada tahapan-tahapan berikutnya. Pada bagian awal cerita tidak

memperlihatkan awal masalah, namun memperkenalkan para tokoh, dan

menggambarkan tempat terjadinya peristiwa. Pada bagian tengah cerita

menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan, kemudian

konflik itu semakin meningkat hingga klimaks. Bagian akhir cerita merupakan

penyelesaian dari klimaks dan menjadi akhir cerita.

4.2.3 Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita

yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Atar juga

dapat berwujud waktu-waktu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode

sejarah (Stanton, 2012: 35). Unsur latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian,

yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang

berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis,

dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Ketiga unsur tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pada analisis latar cerpen

“Bromocorah” akan menggunakan ketiga unsur latar tempat, latar waktu, dan latar

sosial.

1) Latar tempat

Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.

Latar tempat yang digambarkan dalam cerpen bromocorah, yaitu kamar tidur,

depan dapur, sungai kecil pinggir jalan, pematang sawah di pinggir sungai, puncak-

puncak bukit, tegalan, hutan jati, jalan ke kampung, rumah, dan kantor lurah.

(K.29) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tertidur tanpa membangunkannya.

... Dia membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga tanpa bunyi,

mengambil celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya,

yang teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal

kulitnya, dan menutup pintu kembali”. (Lubis, 1983: 7)

Pada kutipan di atas menunjukkan kamar tidur merupakan latar tempatnya,

dijelaskan juga bagaimana dia membuka pintu, mengambil celana dan baju

hitamnya, serta ikat pinggang besarnya, yang teronggok di atas bangku dekat pintu,

mengenakan sandal kulitnya, dan menutup pintu kembali tanpa membangunkan

istrinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

(K.30) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dia membuka pintu belakang, dan mencuci mukanya dengan air

dalam tempayan besar di depan dapur. Cepat dia berpakaian, dan

kemudian melangkah cepat ke luar desa”. (Lubis, 1983: 7)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana dia ingin keluar rumah lewat pintu

belakang dan mencuci mukanya terlebih dahulu di depan dapur.

K.31 Paragraf 3 kalimat 4:

“Dia melangkah cepat menyebrangi sungai kecil di pinggir jalan,

memanjat pematang sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan

cekatan di atas pematang sawah yang sempit” (Lubis, 1983: 7)

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat sungai kecil yang berada di

pinggir jalan dan pematang sawah yang berada di pinggir sungai.

K.32 Paragraf 1 kalimat 1:

Kabut pagi masih rendah di puncak-puncak bukit, dan angin pagi

bertiup dengan lembut. Dia menghirup udara dalam-dalam, menahan

napasnya beberapa lama dan kemudian menghembuskan udara ke luar

dari paru-parunya, hingga paru-parunya terasa kosong. Sambil

melakukan demikian dia terus juga melangkah dengan kuat dan teratur

menyesuaikan langkahnya dengan keluar masuknya napas”. (Lubis,

1983: 8)

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat yang berada di puncak-puncak

bukit. Pada kutipan tersebut menceritakan bahwa tokoh dia sedang mengatur

pernapasannya di puncak-puncak bukit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

(K.33) Paragraf 2 kalimat 4:

“Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia

berhenti di tengah dan melihat berkeliling. Setelah dia yakin tak ada

orang lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya,

menghadap ke arah tempat matahari terbit, dan perlahan-lahan

digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam gerakan silat

yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan

tangan dan kakinya, serta badannya ditinggikannya, sehingga pada

satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-

gerakan sosok hitam yang amat cepat”. (Lubis, 1983: 8)

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat tegalan. Pada kutipan tersebut

menceritakan bagaimana dia berlatih silat di sebuah tegalan yang rata dengan

puncak bukit.

(K.34) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia mendaki sebuah bukit lagi, masuk kedalam hutan jati, dan

hampir sejam kemudian dia tiba di tengah hutan jati, dan mulai

melangkah hati-hati menjaga agar kakinya jangan menginjak ranting

mati dan kering, atau daun jati kering yang bertebaran di tanah”.

(Lubis, 1983: 9)

Pada kutipan di atas menunjukkan latar tempat berada di tengah hutan jati.

Pada kutipan tersebut menceritakan karakter dia yang sangat berhati-hati ketika

memasuki ketengah hutan jati.

(K.35) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung”

(Lubis, 1983: 15).

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat jalan, jalan menuju kampunya.

(K.36) Paragraf 1 kalimat 1:

“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan

istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya". (Lubis, 1983:

16).”

Kutipan di atas menunjukkan latar berada di rumah.

(K.37) Paragraf 3 kalimat 1:

“Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan

dirinya, istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.

(Lubis, 1983: 16).”

Kutipan di atas dengan latar tempat kantor lurah. Pada kutipan

menceritakan tokoh dia yang ingin mengubah nasib hidupnya dengan pergi ke

kantor lurah mendaftarkan anggota keluarganya sebagai transmigran.

Uraian tentang latar tempat yang sudah dikemukakan di atas mengarahkan

kita pada kesimpulan bahwa terdapat satu elemen unsur yang membentuk latar fiksi

yaitu dengan melihat lokasi geografis yang terdapat di dalam cerpen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

2) Latar waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu yang ada dalam cerpen

Bromocorah terjadi pada waktu subuh, usia 10 tahun dan usia 35 tahun, pagi, sore,

sebulan, tiga bulan, dan petang.

(K.38) Paragraf 2 kalimat 1:

“Subuh telah tiba. Udara mulai agak terang. Setelah dia yakin tak ada

orang lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya,

menghadap ke arah tempat matahari terbit, dan perlahan-lahan

digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam gerakan silat

yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan

tangan dan kakinya, serta badannya ditinggikannya, sehingga pada

satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-

gerakan sosok hitam yang amat cepat”. (Lubis, 1983: 8)

Kutipan di atas menunjukkan latar waktu pada subuh hari. Tokoh Dia dalam

cerita ini sedang menceritakan keadaan subuh hari dimana ia berlatih silat.

(K.39) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tetapi dia seorang juru silat yang berpengalaman. Umurnya telah

tiga puluh lima tahun dan dia belajar silat sejak berumur sepuluh

tahun. Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri, seorang

bromocorah yang ditakuti. Dan kemudian dia telah berkeliling ke

seluruh Pulau Jawa menuntut ilmu silat dengan guru-guru silat di

berbagai daerah”. (Lubis, 1983: 10)

Kutipan tersebut memberitahu bahwa ada peristiwa latar waktu kejadian di

umur sepuluh tahun hingga umurnya sekarang yaitu tiga puluh lima tahun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Dimana masa kecilnya dia belajar silat, hingga akhirnya sekarang dia menjadi

seorang juru silat.

(K.40) Paragraf 1 kalimat 1:

“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan

istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya (Lubis, 1983: 16).”

Kutipan di atas menggambarkan suasana latar waktu pagi hari. Peristiwa

itu terjadi ketika karakter dia tiba di rumahnya dan istrinya telah menyediakan

sarapan pagi untuknya

(K.41) Paragraf 2 kalimat 1:

“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku

sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya

apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa” (Lubis, 1983: 16).

Pada kutipan di atas menunjukkan latar pada sore hari, karakter dia sedang

makan sore bersama istrinya.

(K.42) Paragraf 3 kalimat 1:

“Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan

dirinya, istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa”

(Lubis, 1983: 16).

Kutipan di atas menceritakan kejadian latar waktu pada satu bulan

kemudian, tokoh dia mencatatkan dirinya untuk calon transmigran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

(K.43) Paragraf 4 kalimat 1:

“Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak

dapat memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala

keluarga di kampungnya dan beberapa kampung berdekatan telah

berangkat, dia mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai

kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa

dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal

sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16)

Kutipan di atas menceritakan kejadian latar waktu pada tiga bulan

kemudian, karakter dia ditolak untuk transmigran karena dia dikenal sebagai

seorang bromocorah.

(K.44) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang

hari di ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar

desa. “ayo, tole” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!”

(Lubis, 1983:17).

Kutipan di atas menunjukkan latar waktu pada petang hari, karakter dia

pada kejadian ini sedang mengajak anaknya untuk mengajarkan anaknya ilmu silat.

3) Latar Sosial

Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang

atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya

dalam kehidupan sosialnya dapat di golongkan menurut tingkatannya, seperti latar

sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi. Latar sosial

cerpen “Bromocorah” dengan menggambarkan kehidupan sosial tokoh dia yang

meliputi keluarganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

(K.45) Paragraf 3 kalimat 2:

“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak

ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup

yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,

merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus

dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara. Benang merah

kehidupan mereka turun-temurun harus diputuskan dengan diriku,

katanya pada dirinya sendiri” (Lubis, 1983: 14).

Dalam kutipan di atas menceritakan peristiwa yang terjadi akibat adanya

rasa sayang karakter dia terhadap anaknya, sehingga karakter dia mempunyai

pemikiran pada anaknya agar anaknya tidak mengikuti status sosialnya yang

rendah, hanya bertumpu pada kejagoan berkelahi, membunuh, merampok, mencuri

seperti karakter dia di dalam cerita.

(K.46) Paragraf 3 kalimat 8:

“Dia ingat, ketika dia mengembara menuntut ilmu silat, di berbagai

tempat bertemu dengan bermacam orang, dan dalam berbagai

percakapan ada yang menggatakan, bahwa nasib orang kecil, orang

yang tak memiliki tanah, tani yang menggarap tanah milik orang lain,

mereka yang menganggur di desa-desa, nasib mereka hanya dapat

diperbaiki jika susunan masyarakat diubah, dan tanah dibagi-bagi pula

pada mereka yang tidak punya tanah. Banyak tanah rakyat dahulu,

kata mereka, dirampas oleh orang Belanda, dijadikan tanah-tanah

perkebunan besar. Akibatnya, rakyat banyak yang tidak memiliki

tanah lagi” (Lubis, 1983: 15).

Dalam kutipan pengarang menceritakan bahwa ada status sosial bawah

dan status sosial atas yang mencerminkan kehidupan bermasyarakat dan dengan

status sosial itu Belanda mempunyai status sosial tinggi, sehingga merampas tanah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

perkebunan rakyat dan rakyat mempunyai status sosial bawah sehingga tidak bisa

berbuat apa-apa dan pasrah dengan tanahnya yang dirampas oleh Belanda.

(K.47) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga

kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung.

Dia juga merasa bimbang apakah dia akan mengajarkan anaknya ilmu

silat” (Lubis, 1983: 15).

Dalam kutipan menceritakan keramahan warga kampung padanya. Namun

status sosialnya yang rendah membuat dirinya sendiri merasa terasingkan,

keahliannya yang tidak banyak membuatnya bimbang akan hidupnya. Hidup hanya

bergantung pada kemahiran silat saja membuatnya menjadi malu pada warga

sekitar.

(K.48) Paragraf 2 kalimat 5:

“Tetapi jika dia mengajar anaknya ilmu silat, pastilah anaknya akan

mengikuti jejaknya, seperti dia mengikuti jejak ayahnya, dan seperti

ayahnya mengikuti jejak neneknya, dan neneknya mengikuti jejak

ayahnya, dan demikian seterusnya” (Lubis, 1983: 15).

Dalam kutipan di atas menceritakan Status sosial karakter dia yang turun-

temurun, tidak ada perubahan, membuat karakter menjadi bimbang mengenai masa

depan anaknya. Dengan status sosial yang rendah karakter dia sulit untuk

memperbaiki statusnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

(K.49) Paragraf 2 kalimat 1:

“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku

sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya

apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa. Sebulan kemudian dia

pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri dan anaknya

untuk calon transmigran ke luar jawa” (Lubis, 1983: 16).

Dalam kutipan menceritakan cara karakter berusaha keluar dari status

sosialnya yang rendah, status yang membuat kehidupannya dipandangnya tidak

baik, maka dengan cara mencatatkan keluarganya sebagai transmigran ke luar jawa,

dirasa karakter dia adalah jalan satu-satunya yang tepat.

(K.50) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena

dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah

dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.

Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah” (Lubis, 1983: 16).

Dalam kutipan menceritakan Karakter dia mempunyai status sosial yang

rendah sehingga menyulitkannya untuk mengubah nasib. Ditambah dengan hukum

sosial dan hukum masyarakat yang telah menvonisnya sebagai bromocorah, maka

gelar dan sebutan itu akan beranak pinak sebagai genetik yang tidak mungkin untuk

dicuci dan dibersihkan kembali.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

(K.51) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena

dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16)

Dalam kutipan menceritakan pegawai kecamatan yang memiliki status

sosial yang lebih baik dengan status sosial yang dimiliki oleh karakter dia. Pegawai

kecamatan memiliki status sosial menengah, karena pegawai kecamatan mencari

nafkah dengan bekerja di kantor kecamatan dan itu menandakan perbedaan status

dengan karakter dia yang bekerja secara tidak baik yang mengandalkan kemahiran

silatnya untuk merampok, membunuh.

4.3 Analisis Sarana Sastra

Sarana sastra meliputi unsur judul, sudut pandang, gaya dan tone,

simbolisme, dan ironi. Sarana sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh

pengarang dalam memilih dan menata detail-detai cerita agar tercapai pola-pola

yang bermakna (Stanton, 2012: 46). Pembahasan sarana sastra dalam cerpen

“Bromocorah” sebagai berikut.

4.3.1 Judul

Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya

membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada

sang karakter utama atau satu latar tertentu (Stanton, 2012: 51). Judul merupakan

hal yang pertama dibaca oleh pembaca fiksi. Judul merupakan elemen lapisan luar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

suatu fiksi. Oleh karena itu, judul merupakan elemen yang paling mudah dikenali

oleh pembaca (Stanton, 2012: 148).

Judul pada sebuah sastra selain mengacu pada karakter dan latar dapat juga

mengacu pada sejumlah elemen yang sekilas terlihat tidak penting. Judul buku

merupakan kiasan atau semacamnya, sehingga memiliki suatu makna. Judul juga

dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritik oleh pengarang atau

merupakan kesimpulan terhadap peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut.

Menarik atau tidaknya karya sastra, dalam hal ini, bagi pembaca terkadang

ditentukan oleh judul buku. Alasannya, sebelum membaca buku, pembaca

dihadapkan dengan judul buku tersebut.

Judul cerpen “Bromocorah” merupakan judul pertama dalam cerpen

“Bromocorah”. Judul ini mewakilkan cerita yang terdapat pada isi cerpen, berupa

kisah hidup Bromocorah. Hal ini, dapat dibuktikan melalui kutipan dibawah ini:

(K.52. Paragraf 1 kalimat 1) “Dia bangun pagi-pagi benar keluar

diam-diam dari kamar tidur, meninggalkan istrinya yang masih tidur

tanpa membangunkannya (Lubis, 1983: 7). (K.53. Paragraf 1 kalimat

5) Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia

berhenti di tengah dan melihat berkeliling (Lubis, 1983: 8). (K.54.

Paragraf 2 kalimat 2) Dia mengambil sikap silat menghadap matahari

terbit, dan pelahan-lahan menggerakan anggota tubuhnya dan

perlahan-lahan kecepatan gerakan ditinggikan dalam remang dini hari

yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat

(Lubis, 1983: 8). (K.55. Paragraf 3 kalimat 1) Setelah merasa

keringatnya mengalir, dia mengucapkan doa mohon perlindungan,

keselamatan dan kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Setelah itu, dia

berdiri santai (Lubis, 1983: 8). (K.56. Paragraf 1 kalimat 1)

Keyakinan pada kekuatan dirinya, dia melangkah mendaki bukit

masuk ke dalam hutan jati. Di tengah hutan itu, ia bergerak hati-hati

menjaga kakinya jangan menginjak ranting mati dan kering (Lubis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

1983: 9). (K.57. Paragraf 3 kalimat 1) Pada saat yang sama, sudut

mata kirinya melihat sebuah bayangan bergerak, menghilang di balik

sebuah pohon. Dia merasa senang, lawannya merasa perlu berhati-hati

menghadapinya (Lubis, 1983: 9). (K.58. Paragraf 1 kalimat 1) Tiba-

tiba sebuah gerak berwarna hitam muncul dari balik pohon, cepat dan

keras menuju dirinya, diiringi sebuah terikan yang tidak terlalu keras

tetapi mengejutkan. Tetapi dia seorang juru silat yang berpengalaman.

Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri, seorang bromocorah

yang ditakuti. Ayahnya selalu mengajarkan agar dia melindungi

kampung mereka. Jangan mengambil sesuatu dari rakyat kampung

sendiri dan kampung-kampung yang berdekatan (Lubis, 1983: 10).

(K.59. Paragraf 3 kalimat 4) Serangan tendangan dan pukulan-

pukulan pertama yang datang dengan cepat dielakkannya. Satu

pukulan masuk, pukulan masuk lagi, masuk lagi, masuk...lawanya

terhoyong sedikit. Tendangan dilepaskannya dan lawannya jatuh ke

tanah. Lawannya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh

kembali (Lubis, 1983: 13). Hidup yang bertumpu pada kejagoan

berkelahi, kejagoan membunuh, merampok, mencuri, hidup dengan

perbuatan yang satu hari harus dibayar dengan nyawa atau hukuman

penjara (Lubis, 1983: 14). (K.60. Paragraf 1 kalimat 1) Ketika dia tiba

di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya telah

menyediakan sarapan pagi untuknya (Lubis, 1983: 16). (K.61.

Paragraf 3 kalimat 1) Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan

mencatatkan dirinya, istri, dan anaknya untuk calon transmigran ke

luar pulau Jawa. Setelah tiga bulan dia tidak dapat berita, dan lurah

tidak dapat memberikan penjelasan padanya (Lubis, 1983: 16). (K.62.

Paragraf 4 kalimat 2) Seorang pegawai kantor kecamatan

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan

alasan, karena dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis,

1983: 16).

Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan. Karena menunjukan

karakter, latar, dan tema. Judul bromocorah sesuai dengan karakter yang

mempunyai keahlian dalam ilmu silat dan jalan cerita sesuai isi dalam cerpen. Di

dalam jalan cerita, penulis mengarahkan pembaca pada jalan hidup karakter sampai

karakter harus mendapat julukan sebagai bromocorah di masyarakat. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

kutipan tersebut makna yang tersirat dalam kata Bromocorah yaitu seseorang yang

di cap sebagai orang yang hidupnya dengan cara merampas atau memalak hak orang

lain, membunuh, merampok, dan mencuri.

4.3.2 Sudut pandang

Staton dalam Wicaksono (2014: 64) mengemukakan mengenai sudut

pandang yang tiap-tiap keutuhan suatu cerita dalam satu karakter sebagai

pandangan secara emosional terbelit atau terlepas akan memicu ketitik sadar

pembaca sehingga masuk dalam cerita. Sudut pandang memerlukan strategi, teknik,

siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan

ceritanya.

Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Bromocorah adalah sudut

pandang orang ketiga-terbatas, yaitu tokoh dia. Pengarang mengacu pada semua

karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan

apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja

(Stanton, 2012: 54). Pengarang menggunakan karakter tokoh untuk menyampaikan

pikirannya ke pada pembaca. Sudut pandang orang ketiga dapat dilihat, didengar,

dan dipikirkan oleh satu orang karakter, seperti pada kutipan tersebut.

(K.63) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya.”

(Lubis, 1983: 7).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Pengarang menggambarkan apa yang dilihat dan dipikirkan oleh karakter

dia. Disini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Kutipan karakter

dia menceritakan apa yang dia lakukan di pagi hari. Hasil penggambaran itu

pengarang memunculkan karakter istri sebagai hasil penglihatan dan pikiran

(K.64) Paragraf 2 kalimat 3:

“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak

teruskan tantanganmu ini?

Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur

Baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.

“silakan Mas”.

“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari

nafkah janganlah kedesa kami, dan desa-desa lain disini. Masih

banyak daerah lain tempat mencari nafkah.” (Lubis, 1983: 11).

Pengarang menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh

karakter dia. Disini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Kutipan

menceritakan karakter dia dan lawan sedang berbicara. Hasil penggambaran itu

pengarang memunculkan karakter lawan sebagai hasil penglihatan, pengedengaran,

dan pikiran.

(K.65) Paragraf 4 kalimat 1:

“Tiba-tiba saja dimatanya terbayang anaknya yang masih tidur

berselimut kain satung ke kepala” (Lubis, 1983:14).

Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, dan dipikirkan oleh

karakter dia. Di sini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

penggambaran itu pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu anaknnya sebagai

hasil penglihatan dan pikirannya.

(K.66) Paragraf 1 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali” (Lubis, 1983: 15).

Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan

oleh karakter dia. Di sini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga.

Hasil penggambaran itu pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu orang kampung

sebagai hasil penglihatan, pendengaran, dan pikirannya.

(K.67) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kantor kecamatan yang dikenalnya akhirnya

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan

alasan, karena dia dikenal sebagai seorang ... bromocorah!. Dia tidak

terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).

Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, dan dipikirkan. Disini

pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Hasil penggambaran itu

pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu pegawai kantor kelurahan sebagai hasil

penglihatan, dan pikirannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

4.3.3 Gaya dan Tone

Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Perbedaan

dari pengarang lain terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek

seperti kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkritan, dan

banyaknya imaji dan metafora. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah

tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone

bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,

misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 63). Dalam

cerpen “Bromocorah” pengarang lebih mengarah pada gaya bahasa jurnalistik

sastra dan isi cerpen berdasarkan fakta dan bukan fiksi, hanya saja penulisannya

menggunakan teknik kesusastraan sehingga memberikan hal-hal yang bersifat

imajinatif dan terdapat kata-kata yang sering diulang, sehingga pembaca lebih

tertarik. Latar belakang penulis juga mempengaruhi bahasa dalam cerpen, hal ini

terlihat dari karakteristik penulis yang tajam dalam mengkritik dan menyindir di

dalam karyanya. Berikut ini beberapa kutipan yang menunjukkan gaya pengarang.

(K.68) Paragraf 3 kalimat 2 :

“Kita punya nasib yang sama. Kita bukankah orang-orang terbuang,

sejak tanah-tanah nenek moyang kita dirampas dari tangan mereka,

dan kita harus turun-temurun hidup dari keberanian dan keahlian kita

berkelahi. Hanya itu modal kita” (Lubis, 1983: 12).

(K.69) Paragraf 4 kalimat 8:

“Banyak tanah rakyat dahulu, kata mereka, dirampas oleh Belanda,

dijadikan tanah-tanah perkebunan besar. Akibatnya rakyat banyak

yang tidak memiliki tanah lagi (Lubis, 1983: 15).”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Penulis menggunakan gaya bahasa jurnalistik sastra. Hal itu, dapat diketahui

dari adanya kalimat yang mengandung kritikan sosial dan sindiran pada karyanya.

Kritikan itu terlahir akibat banyak orang yang hidup dari keberanian dan

keahliannya berkelahi dan banyak tanah rakyat yang dirampas. Dengan gaya

jurnalistik sastra yang dipunyai, penulis memperlihatkan gaya yang unik dengan

teknik pengisahan dalam menyampaikan sebuah informasi peristiwa yang dikemas

dalam sastra cerpen. Penulis memberikan gaya bahasa yang memberikan

penekanan yang dianggap mampu membangun emosi, simpati, atau amarah

pembaca.

(K.70) Paragraf 2 kalimat 2:

“Setelah dia yakin tak ada orang lain di tempat itu, dia berdiri

mengambil sikap silatnya, menghadap ke arah tempat matahari terbit,

dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya,

dalam gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan

kecepatan gerakan tangan dan kakinya, serta badannya

ditinggikannya, sehingga pada satu saat dalam remang dini hari itu,

yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat”

(Lubis, 1983: 8).

Kutipan di atas masuk dalam kategori imajinasi gerak. Pengarang mengajak

pembaca untuk berkhayal tentang gerakan-gerakan silat. Imajinasi gerak adalah

citraan yang ditimbulkan oleh gerak tubuh sehingga kita merasa atau seolah ikut

dalam gerakan tersebut. Dalam kutipan tersebut pengarang sering juga

menggunakan imbuhan sufiks nya yang terletak di akhir kata dasar seperti pada kata

menggerakan tangannya, kakinya, dan badannya dalam gerakan silat yang tenang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Pengarang juga sering menggunakan gaya reduplikasi pada karya sastranya seperti

pada pengulangan kata perlahan-lahan, dan gerakan-gerakan. Hal ini, membuat

pembaca semakin berkhayal pada gerakan-gerakan itu, gerakan yang sesuai dengan

imajinasi cerita yang merupakan gerakan ilmu silat. Pengarang dalam cerpen ini

selalu menyajikan imajinasi yang lebih tinggi seperti menambahkan kata sosok

hitam yang sangat cepat pada karyanya, sehingga pembaca dapat berimajinasi

semaunya. Imajinasi yang digambarkan oleh pengarang adalah bentuk citraan

penglihatan atau visual imagery yaitu citraan yang ditimbulakan oleh penglihatan

sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah terlihat.

Menurut Staton (2007: 63) satu elemen yang amat terkait dengan gaya

adalah’tone’. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam

cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud baik yang ringan, romantis,

ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan.

(K.71) Paragraf 1 kalimat 1:

“Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagian telah

dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.

Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah” (Lubis, 1983: 17)

Kutipan di atas Penulis menggunakan gaya jurnalisnya menggambarkan

bahwa sikap emosional atau tone yang ditampilkan pada cerpen Brmocorah yaitu

sarkastis, yang mengandung kritik dan sindiran terhadap tataran sosial masyarakat

pada saat itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

4.3.4 Simbolisme

Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.

Simbolisme memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada

bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul

pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.

Kedua, satu simbol yang di tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan

beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul

pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton,

2012: 64). Dalam ketiga symbol ini, symbol yang disimbolkan yaitu Bromocorah,

ilmu silat, dan gerakan silat yang dimana gerakan ini menentukan tema fisik.

Bromocorah merupakan simbol yang muncul sebagai judul buku cerpen,

simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita, seperti pada kutipan

di bawah ini:

(K.72) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kantor kecamatan menunjukkan padanya bahwa

dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal

sebagai seorang... bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).

Bromocorah merupakan simbol yang muncul sebagai judul buku cerpen.

Kutipan tersebut menjelaskan simbol yang muncul pada satu kejadian penting

dalam cerita yaitu penolakan karakter dia untuk transmigran karena karakter dia di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

kenal sebagai bromocorah. Bromocorah adalah simbol seorang juru silat yang

berpengalaman sehingga disegani dan ditakuti. Hidup yang bertumpu pada

kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh, merampok, mencuri, hidup dengan

perbuatan yang suatu hari harus dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara

(Lubis, 1983: 14).

Tidak hanya simbol yang muncul pada satu kejadian penting, cerpen

Bromocorah pun memperlihatkan simbol lain seperti sebuah simbol yang di

tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam

semesta cerita, seperti pada kutipan di bawah ini:

(K.73) paragraf 2 kalimat 2:

“Umurnya telah tiga puluh lima tahun dan dia belajar silat sejak

berumur sepuluh tahun. Gurunya yang pertama adalah ayahnya

sendiri, seorang bromocorah yang ditakuti” (Lubis, 1983: 10).

(K74) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang

hari diajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar

desa. “Ayo tole!” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya”

(Lubis, 1983: 17).

Kutipan (73) dan (74) di atas menunjukkan bahwa ilmu silat merupakan

simbolisme yang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan pada seluruh

cerita. Hal ini, karena ilmu silat sudah melekat pada diri karakter dia sejak kecil.

Pada umur sepuluh tahun karakter dia diajarkan ilmu silat oleh karakter ayahnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

yang seorang bromocorah. Saat ini umurnya sudah tiga puluh lima tahun dan

mempunyai anak. Sama dengan karakter dia saat masih kecil yang sudah di ajarkan

ilmu silat dengan ayahnya dan sekarang karakter dia pun mengajarkan anaknya

ilmu silat. Sehingga hal ini, ilmu silat merupakan simbol bahwa dia adalah

bromocorah.

Tidak hanya simbol yang muncul pada satu kejadian penting dan simbol

yang di tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen

konstan dalam semesta cerita , cerpen Bromocorah pun memperlihatkan simbol lain

seperti sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda sehingga

membantu kita menemukan tema, seperti pada kutipan berikut:

(K.75) Paragraf 2 kalimat 2:

“Setelah dia yakin tak ada orang lain di tempat itu, dia berdiri

mengambil sikap silatnya, menghadap ke arah tempat matahari terbit,

dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya,

dalam gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan

kecepatan gerakan tangan dan kakinya serta badannya ditinggikannya,

hingga pada satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya

gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat” (Lubis, 1983: 8).

(K.76) Paragraf 3 kalimat 2:

“Dia merasa kuat, kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan

diledakkannya, dia melompat menyerang, kakinya, kiri dan kanan,

tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya semua bergerak dengan

cepat” (Lubis, 1983: 13).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Simbol yang muncul pada konteks yang berbeda yaitu pada saat melakukan

gerakan silatnya. Pada konteks pertama gerakan silat di gerakan pada saat karakter

dia berlatih silat. Konteks kedua gerakan silat digerakan pada saat karakter dia

menyerang balik lawannya. Sehingga dari konteks yang berbeda ini memunculkan

tema fisik.

4.3.5 Ironi

Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa

sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Pada dunia fiksi,

ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu “ironi dramatis” dan “tone ironis‟. “Ironi

dramatis‟ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris

antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan

hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan

“Tone ironis‟ atau “ironi verbal‟ digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang

mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012: 71). Ironi yang

terkandung dalam cerpen bromocorah adalah ironi dramatis atau ironi alur, dapat

dilihat dalam kutipan berikut.

(K.77) Paragraf 4 kalimat 2:

“Seorang pegawai kantor kecamatan menunjukkan padanya bahwa

dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal

sebagai seorang... bromocorah! Dia tidak terkejut. Dia telah menduga

demikian. Sebagai telah dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti

dia, tidak ada jalan keluar. Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah,

baru hidupnya bisa berubah” (Lubis, 1983: 16).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Kutipan tersebut memperlihatkan ironi dramatis atau ironi alur yang dimana

situasi muncul melalui maksud dan tujuan seorang karakter dia dengan hasilnya,

atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karakter dia mendaftarkan

diri sebagai calon transmigran bermaksud untuk mengubah hidupnya. Namun,

hasilnya karakter dia ditolak sebagai transmigran.

Tone ironis/ironi verbal, ironi jenis ini tidak terdapat pada cerita. Isi cerita

dari cerpen Bromocorah tidak mengandung makna kebalikan disetiap alurnya

melainkan makna sesungguhnya yang dimana cerpen Bromocorah menceritakan

kehidupannya yang sesungguhnya.

4.4 Analisis Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna (Stanton, 2012:

36). Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita dalam sebuah karya

sastra. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail

sebuah cerita (Stanton, 2012: 37). Tema memberikan koherensi dan makna pada

fakta-fakta cerita. Fungsi tema telah sepenuhnya diketahui, namun identitas tema

sendiri masih kabur dari pandangan. Istilah tema amat sulit didefinisikan (Stanton,

2012: 39). Agar mudah untuk mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui

bahwa kerangka-kerangka kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk

menjelaskan sesuatu yang lebih rumit (Stanton, 2012: 41). Cara yang efektif untuk

mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik

yang ada didalamnya (Stanton, 2012: 42).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

4.4.1 Tema fisik

Tema fisik merupakan karya sastra lebih banyak menyaran dan atau

ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan (Nurgiyantoro, 2010:

80). Tema ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(K.78) Paragraf 3 kalimat 5:

“Dia melangkah cepat menyebrang sungai kecil di pinggir jalan,

memanjat pematang sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan

cekatan di atas pematang sawah yang sempit” (Lubis, 1983: 7).

Pada kutipan di atas memperlihatkan bahwa tema yang terkandung adalah

tema fisik. Tema fisik yang memperlihatkan aktivitas karakter dia yang sedang

menggunakan fisiknya untuk menyebrangi sungai kecil, memanjat pematang

sawah, dan meniti dengan cekatan di atas pematang sawah.

(K.79) Paragraf 2 kalimat 1:

“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan

kakinya,

mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan

lawannya” (Lubis, 1983: 11).

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa tema yang terkandung adalah tema

fisik. Dalam kutipan memperlihatkan bagian dia sedang melakukan serangan

kembali dan hendak menjatuhkan lawannya. Karakter dia sedang menggunakan

fisiknya untuk menyerang lawannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

4.4.2 Tema tingkat organik

Tema tingkat organik adalah tema dengan karya sastra lebih banyak

menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, sesuatu aktivitas yang

hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup (Nurgiyantoro, 2010: 80). Dalam cerpen

ini tidak terdapat tema organik. Hal itu, dikarenakan tidak adanya permasalahan

yang menyangkut seksualitas pada karakter utama maupun karakter penunjang.

4.4.3 Tema tingkat sosial

Tema tingkat sosial adalah tema yang menyangkut kehidupan

bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama

dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-

lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain

berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih,

propaganda, hubungan atas bawahan dan berbagai masalah dalam hubungan sosial

lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial (Nurgiyantoro,

2010: 81). Tema ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(K.80) Paragraf 2 kalimat 1:

“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang

kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka

kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga

kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung. ...

Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya

telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak bertanya

kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah. Istrinya tidak

pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang dilakukannya.

Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia mendapat uang, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya. Sesekali banyak, sering

sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak memberi uang. Istrinya

telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur mereka diulur selama

mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada bekerja, membantu panen

di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak kerja tersedia dalam desa.

Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku sudah

pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-

apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.

Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,

istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.

Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak dapat

memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala keluarga di

kampungnya dan beberapa kampung berdekatan telah berangkat, dia

mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai kecamatan yang

dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai

transmigran dengan alasan, karena dia dikenal sebagai

seorang...bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah

dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.

Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah.

Dia kembali ke rumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang

hari di ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar

desa. “ayo, tole” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!”

(Lubis, 1983: 15--17).

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tema dalam cerpen Bromocorah

adalah sosial yang menggambarkan suasana kehidupan bermasyarakat. Karakter dia

digambarkan ingin mengubah kehidupan perekonomiannya lebih baik dengan

mendaftarkan keluarganya sebagai calon transmigran. Namun, peran masyarakat

tidak mendukungnya sehingga dia ditolak sebagai transmigran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

4.4.4 Tema tingkat egoik

Tema tingkat egoik dalam kedudukan manusia sebagai mahluk hidup,

mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi

manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah

individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri atau sifat

dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan

dirasakan oleh yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 81). Tema ini dapat dilihat

dalam kutipan berikut.

(K.81) Paragraf 4 kalimat 2:

“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak

ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup

yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,

merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus

dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara”. (Lubis, 1983: 14)

Pada kutipan di atas, tema yang terkandung adalah tema tingkat egoik. Tema

ini bersifat batin dan dirasakan langsung oleh karakter utama. Pergumulan batin

yang dirasakan oleh karakter utama dia membawa harga diri dan martabat masa

depan keluarganya. Tema ini muncul akibat dari reaksi karakter utama terhadap

masalah sosial yang dihadapinya.

4.4.5 Tema tingkat divine

Tema tingkat ini lebih menonjol pada masalah hubungan manusia dengan

Sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi, dan keyakinan (Nurgiyantoro, 2010:

81). Tema ini tidak terdapat dalam cerpen Bromocorah. Hal ini, dikarenakan tidak

adanya permasalahan mengenai religiositas, hubungan manusia dengan sang

pencipta, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya. Dalam cerpen

Bromocorah jalan cerita lebih mengarah kepada jalan cerita yang membahas pada

kehidupan sosialnya.

Pengelompokan kelima tema tersebut, peneliti menyimpulkan berdasarkan

teori Robert Stanton. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna

dalam pengalaman manusia. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap

peristiwa dan detail sebuah cerita. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas,

sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2012: 36-37). Tema

dalam cerpen Bromocorah berhubungan dengan makna hidup manusia. Tema juga

menyoroti pada aspek kehidupan, sehingga ada nilai tertentu yang melingkupi

cerita. Setelah mengetahui berbagai unsur yang terdapat dalam fakta cerita, yaitu

alur, karakter, dan latar maka dapat ditemukan unsur pembangun ceritanya.

Berdasarkan dari pengelompokan lima jenis tema, tema yang ditemukan

dalam cerpen hanya terdapat tiga jenis tema. Tema yang terkandung dalam cerpen

Bromocorah adalah tema fisik, tema tingkat sosial, dan tema tingkat egoik. Tema

akan sampai kepada pembaca cerpen apabila karakterisasi tokoh sesuai dengan

situasi dan kondisi dalam cerpen tersebut. Pada cerpen Bromocorah tema sosial

adalah tema yang paling menonjol di cerpen ini, karena karakter dia yang sangat

ingin mengubah status kehidupannya di masyarakat dengan cara mendaftarkan diri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

sebagai transmigran. Tema sosial adalah tema yang membicarakan status sosial

pada karakter dia di cerpen ini.

Pengarang yang membawa cerita kehidupan tokoh utama yaitu tokoh dia,

menyampaikan temanya karena karakter dia ingin menjadi orang yang dipandang

baik oleh masyarakat atau lingkungannya terhadap status sosialnya yang dipandang

rendah. Tema fisik dan tema egoik hadir akibat adanya tindakan dan masalah social

pada diri karakter utama, yaitu masalah social yang membuat karakter harus

mengandalkan ilmu silatnya dalam mencari nafkah sehingga karakter merasakan

pergumulan batin yang dirasakan oleh karakter utama, membawa harga diri dan

martabat masa depan keluarganya terhadap nasib yang dialaminya. Dengan tema

yang sudah peneliti tentukan, pengarang menyampaikan amanat secara tersirat di

dalam karyanya yaitu

“Lawanya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh kembali.

Kemudian dia membuka matanya dan memandang pada lawannya

yang telah mengalahkannya. “mengapa mas tidak sudahi?” pintanya.

“kau masih muda dik, pergilah.” Dia membalikan badannya, dan

melangkah ke dalam hutan jati, nurunin bukit, dan melintasi sawah,

jauh dari orang-orang kampong yang sudah mulai bekerja.”

Dari kutipan cerpen tersebut amanat tersiratnya, bahwa kita harus bisa

memberikan kesempatan orang lain untuk memperbaiki diri dan mencegah atau

menghindari munculnya dendam pada orang lain. Selain amanat tersirat penulis

juga memunculkan amanat tersurat.

“Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagian telah

dibayangkan sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.

Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Amanat yang disampaikan pengarang ini menandakan bahwa kehidupan

seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti mendapatkan labeling

atau cap dari lingkungan sekitar. Labeling tersebut bisa membawa dampak seperti

pembangunan karakter terhadap orang yang diberi label. Namun, bisa saja orang

yang dicap ternyata manusia yang justru menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

dalam mengedepankan sikap keberanian sejatinya.

4.5 Makna Karya Sastra

Cerpen dan novel sebagai karya sastra mempunyai persamaan. Keduanya

dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama, keduanya dibangun dari dua

unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2010: 10). Stanton (Stanton, 2012: 20)

mengelompokkannya ke dalam tiga bagian yaitu fakta cerita, sarana sastra, dan

tema. Cerpen memiliki tiga unsur pokok. Unsur terpenting yaitu tokoh utama,

konflik utama, dan tema. Ketiga unsur utama itu saling berkaitan erat dan

membentuk satu kesatuan yang padu atau kesatuan organisme cerita. Ketiga unsur

inilah yang terutama membentuk dan menunjukkan sosok cerita dalam karya sastra.

Kesatuan organis menunjuk pada pengertian bahwa setiap bagian subkonflik,

bersifat menopang, memperjelas, dan mempertegas eksistensi ketiga unsur utama

cerita tersebut (Nurgiyantoro, 2010: 25).

Dalam unsur-unsur yang berhubungan ini, maka makna karya sastra

terbentuk. Dengan makna satra yang sudah terbentuk dari hubungan unsur-unsur

pembangun cerita, makna yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang akan

terlihat. Makna karya sastra adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang

melalui unsur pembangun cerita, sarana sastra, dan tema. Makna karya sastra akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

terlihat ketika pembaca sudah membaca keseluruhan cerita dan sudah menganalis

unsur-unsurnya. Hal itu, dapat disimpulkan bahwa makna karya sastra terdapat

dalam unsur faktas cerita, sarana sastra dan tema. Unsur fakta cerita terdiri dari

karakter, alur, dan latar. Dalam ketiga unsur itu semuanya saling berkaitan, namun

yang paling menonjol dalam fakta cerita yaitu karakter. Karakter paling menonjol

dalam fakta cerita karena karakter pada cerita hidup atau bergerak. Karakter yang

bergerak atau hidup itu akan menjalankan alur sesuai karakter yang di perankan

oleh tokoh. Setelah alur dan karakter bergerak maka secara tidak sadar latarpun ikut

bergerak.

Dalam sarana sastra hal yang paling menonjol adalah penggunaan sudut

pandang karena pengarang ingin menunjukkan sesuatu secara lain, melihat sesuatu

dari dimensi lain atau ingin menekankan sesuatu yang dikemukakannya. Pengarang

ingin menarik perhatian pembaca, sehingga segala sesuatu yang diceritakan dapat

lebih memberikan kesan pada pembaca. Sudut pandang itu akan membentuk makna

pada karya sastranya itu. Ada pun dalam tema, tema yang di ambil dalam cerpen

Bromocorah yaitu tema sosial. Tema sosial mengajak pembaca kearah kehidupan

sosial si karakter. Sehingga karakter hidup berdasarkan tema yang sudah terbentuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran yang menjadi penutup

dalam penelitian. Berikut adalah uraian mengenai kesimpulan dan saran.

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data terhadap penelitian yang berdujul Analisis

Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan Tema Dalam Cerpen “Bromocorah” Karya

Mochtar Lubis, peneliti menarik kesimpulan yaitu:

1. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya

fiksi. Fakta cerita meliputi karakter, alur, dan latar.

a) Karakter yang terdapat pada cerpen “Bromocorah” ini ada enam yaitu dia,

istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai kecamatan. Karakter dia

memiliki enam karakter yaitu seorang yang rajin, seorang yang cekatan,

seorang yang peduli, seorang yang sopan dan ramah, seorang yang pemikir,

dan besar hati. Karakter istri memiliki tiga karakter yaitu seorang yang

berhati baik, seorang yang cuek atau pendiam, seorang yang sabar dan

hemat. Karakter anak memiliki satu karakter yaitu patuh terhadap orang tua.

Karakter lawan memiliki dua karakter yaitu seorang yang pemberani dan

pantang menyerah. Karakter pegawai memiliki satu karakter yaitu karakter

yang baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

b) Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur

terbagi atas tiga. Pertama, tahap awal (paparan, rangsangan, dan gawatan).

Kedua, tahap tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks). Ketiga, tahap akhir

(leraian dan selesaian). Alur dalam cerpen Bromocorah adalah alur maju.

Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa berjalan

secara runtut, dimulai dari tahap awal (paparan, rangsangan, dan gawatan),

tahap tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), dan tahap akhir (leraian dan

selesaian).

c) Latar adalah lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita yang

berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar

terbagi atas tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. latar

tempat dalam cerpen Bromocorah terdapat sembilan latar tempat. Pertama

kamar tidur, kedua depan dapur, ketiga sungai kecil dan pematang sawah,

keempat puncak-puncak bukit, kelima tegalan, keenam hutan jati, ketujuh

jalan, kedelapan rumah, dan kesembilan kantor lurah. Latar waktu dalam

cerpen Bromocorah terdapat tujuh latar waktu. Pertama pada waktu subuh

hari, kedua pada waktu umur sepuluh tahun hingga umurnya sekarang tiga

puluh lima tahun, ketiga saat pagi hari, keempat pada waktu sore hari,

kelima pada waktu satu bulan, keenam pada waktu tiga bulan, dan ketujuh

pada waktu petang hari. Latar sosial pada cerpen Bromocorah yaitu status

sosial yang rendah pada karakter dia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

2. Sarana Sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam

memilih dan menata detail-detail cerita. Sarana sastra meliputi unsur judul,

sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi

a) Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya

membentuk satu kesatuan, jika judul mengacu pada sang karakter utama

atau satu latar tertentu. Judul pada cerpen ini berhubungan pada karakter

cerita, latar, dan tema. Pada keseluruhan isi cerita menceritakan sosok

karakter Bromocorah dan judul pada cerpen ini yaitu “Bromocorah” sudah

sangat tepat.

b) Sudut pandang yang di pakai dalam cerpen ini yaitu sudut pandang orang

ketiga-terbatas. Pengarang mengacu pada semua karakter dan

memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa

yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.

Karakter dia dalam cerpen ini menggambarkan karakter baru yaitu istri,

lawan, anak, warga kampung, dan pegawai kecamatan sebagai hasil

penggambaran dari apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan.

c) Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Pengarang

menggunakan bahasa sesuai dengan latar belakang pengarang yaitu

wartawan, sehingga pengarang dalam menuliskan cerpen ini menggunakan

bahasa jurnalistik sastra. Dengan gaya khasnya pengarang juga

memunculkan tone atau nada yaitu nada sarkastis, yang mengandung kritik

dan sindiran terhadap tataran sosial masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

d) Simbolisme muncul dalam tiga efek. Pertama, Simbol yang muncul pada

satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.

Kedua, Simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan

beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, Simbol yang

muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan

tema.

1) Simbolisme pada cerpen ini yaitu Bromocorah. Bromocorah merupakan

sebuah simbol seseorang yang mempunyai profesi sebagai seorang yang

suka mencuri, merampok, membunuh, berkelahi. Simbol Bromocorah

muncul akibat ada satu kejadian penting dalam cerita yang menunjukkan

makna peristiwa tersebut.

2) Simbolisme yang kedua pada cerpen ini adalah ilmu silat. Ilmu silat

merupakan sebuah simbol seseorang yang mempunyai kemahiran bela diri

silat. Karakter memakai ilmu silat yang di punyainya ini untuk mencuri,

merampok, membunuh, dan berkelahi. Ilmu silat merupakan simbolisme

yang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan pada seluruh cerita

sehingga mengingatkan kita pada seorang Bromocorah yang suka mencuri,

merampok, membunuh, dan berkelahi dengan ilmu silatnya.

3) Simbolisme yang ketiga pada cerpen ini adalah gerakan silat. Gerakan silat

merupakan simbol seseorang yang mempunyai kemahiran bela diri silat.

Simbol gerakan silat ini mengarahkan kita pada sebuah tema yaitu tema

fisik. Tema fisik muncul akibat dari gerakan silat yang di pakai karakter

pada konteks yang berbeda. Konteks pertama, karakter memakai gerakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

silatnya pada saat dia berlatih ilmu silat. Konteks kedua, karakter memakai

gerakan silat pada saat dia berkelahi dengan lawannya.

e) Ironi yang terdapat pada cerpen ini adalah ironi dramatis atau ironi alur.

Ironi jenis ini muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan

realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau

antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karakter dia diceritakan

ingin mengubah kehidupannya yang lebih baik. Namun sayang,

keinginannya di tolak karena dia terkenal dengan seorang Bromocorah.

3. Tema yang tedapat pada cerpen ini ada tiga yaitu tema fisik, tema sosial dan

tema egoik. Tema yang paling menyentuh adalah tema sosial. Tema sosial

ini memberikan nuansa atau suasana karakter dia terhadap kehidupannya.

Tema fisik dan tema egoik hadir akibat adanya pengaruh kehidupan karakter

di dalam sosialnya sehingga tema-tema itu muncul.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian

ini, peneliti berharap penelitian ini dapat membantu dan memberikan pengetahuan

baru bagi peneliti lain yang akan membahas mengenai fakta cerita, sarana sastra,

dan tema. Peneliti menyarankan juga kepada peneliti lain untuk menggunakan teori

Robert Stanton, sebab dengan memakai teori ini memudahkan kita untuk

mengungkapkan fakta cerita, sarana sastra, dan tema, tidak hanya pada cerpen

melainkan karya sastra lainnya seperti novel. Bagi peneliti lain, diharapkan untuk

dapat menindaklanjuti penelitian yang terkait dengan cerpen ini dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

menggunakan metode dan pendekatan yang lain agar mendapatkan informasi baru

dan sumber acuan yang lebih lengkap. Perlu adanya penelitian selanjutnya demi

menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Daftar Pustaka

Depalpiss. 2015. “Kumpulan Cerpen Bromocorah Digital Blogger Simple Story”.

Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-04-2019 dari www.depal.info

buku kumpulan cerpen bromocorah.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University

Press.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.

Ken dan Bening. 2013. Budaya Preman. Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-

04-2019 dari tunu.wordpress.com/2013/08/21/budaya-preman

Lubis, Mochtar. 1983. Bromocorah. Jakarta: Sinar Agape Press.

Nurgiantoro, Burham. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Moleong, L. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saputra, Didik Kusuma. 2010. “Fakta Cerita dan Tema Novel Purasani Karya

Yasawidagda”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Sariningsih, Septi. 2011. “Adaptasi Film Ke Novel Brownies: Analisis

Strukturalisme Robert Stanton”. Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sayuti, Suminto. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Terjemahan Sugihastuti dan

Rossi Abi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif

dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukada, Made. 1985. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Sumardjo, Jakop dan Sani K.M. (1986). Apresiasi Kesusatraan. Jakarta: Gramedia.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Percetakan Angkasa.

Wicaksono, Andri. 2014. Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model

Pembelajaran. Yogyakarta: Gandhawaca.

Wisono, Roni. 2016. “Analisis Fakta, Sarana Sastra, dan Tema Dalam Kumpulan

Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku Karya Seno Gumira Adjidarma”.

Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wulandari, Desti. 2017. “Fakta Cerita Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata dan

Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA”. Lampung: Universitas

Lampung Bandar Lampung.

Widhiasih, Anggraeni. 2017. “Mochtar Lubis Buku untuk Semua Perpustakaan

Forum Lenteng”. Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-04-2019 dari

bukuuntuksemua.forumlenteng.org.

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor.

Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Bromocorah

Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya. Dia telah terlatih

untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi. Ini adalah sebuah kemahiran yang harus

dimilikinya dalam pekerjaannya. Dia membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga

tanpa bunyi, mengambil celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya,

yang teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal kulitnya, dan

menutup pintu kembali. Ketika melangkah ke belakang, dia memandang ke balai-

balai di kamar tengah, dan melihat anak lelakinya berumur delapan tahun masih

tertidur, berselimut sampai ke kepala di dalam sarung.

Dia membuka pintu belakang, dan mencuci mukanya dengan air dalam tempayan

besar di depan dapur. Cepat dia berpakaian, dan kemudian melangkah cepat ke luar

desa. Hari masih amat pagi, waktu subuh pun belum tiba. Desa masih tidur. Tak

seekor anjing menyalak ketika dia lewat. Mereka semua kenal padanya. Dia

melangkah cepat menyebrang sungai kecil di pinggir jalan, memanjat pematang

sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan cekatan di atas pematang sawah yang

sempit. Sawah berlapis-lapis meninggi di punggung bukit.

Kabut pagi masih rendah di puncak-puncak bukit, dan angin pagi bertiup

dengan lembut. Dia menghirup udara dalam-dalam, menahan napasnya beberapa

lama dan kemudian menghembuskan udara ke luar dari paru-parunya, hingga paru-

parunya terasa kosong. Sambil melakukan demikian dia terus juga melangkah

dengan kuat dan teratur menyesuaikan langkahnya dengan keluar masuknya napas.

Dia merasa darahnya mengalir panas, jantungnya memukul kuat, dan otot-ototnya

mulai kendur dan panas, kekakuan badan setelah tidur satu malam mulai hilang dari

badannya. Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia

berhenti di tengah dan melihat berkeliling.

Subuh telah tiba. Udara mulai agak terang. Setelah dia yakin tak ada orang

lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya, menghadap tempat matahari

terbit, dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan

tangan dan kakinya serta badannya ditinggikannya, hingga satu saat dalam remang

dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat.

Orang yang tiba-tiba datang dan melihat bayangan hitam yang bergerak berputar,

melompat ke atas, merendahkan badannya hingga ke tanah itu tentu amat terkejut,

dan tidak akan mengenal bahwa sosok hitam yang bergerak-gerak amat cepat itu

seorang manusia.

Setelah merasa keringatnya mulai mengalir, dia memperlambat gerakannya,

dan kemudian dia berhenti, menghadap matahari yang mulai kelihatan di balik

bukit-bukit yang jauh yang ditumbuhi hutan jati. Dia mengucapkan doa, mohon

perlindungan, keselamatan dan kekuatan dari yang Mahakuasa. Setelah itu dia

berdiri santai. Dalam hati dia merasa senang, betapa setelah berlatih demikian itu

napasnya tetap seperti biasa. Dia sama sekali tidak merasa terengah-engah. Kini

seluruh badannya, seluruh otot-ototnya telah bangun, dan siap. Demikian seluruh

pancaindranya. Matanya, telinganya, seluruh permukaan kulitnya, semua bangun

dan waspada.

Keyakinan pada kekuatan dirinya, pada kemahiran ilmu silatnya memenuhi

dirinya. Kemudian dengan tiba-tiba dia berpaling dan melangkah cepat mendaki ke

puncak bukit. Dia mendaki sebuah bukit lagi, masuk ke dalam hutan jati, dan

hampir sejam kemudian dia tiba di tengah hutan jati, dan mulai melangkah hati-hati

menjaga agar kakinya jangan menginjak ranting mati dan kering, atau daun jati

yang kering yang bertebaran di tanah. Di sinilah tempat mereka bertemu sebagai

yang dijanjikan. Dengan tajam matanya memandang berkeliling. Tidak ada sesuatu

yang ganjil terlihat olehnya.

Di tempat terbuka yang kecil di tengah hutan jati udara agak lebih terang

sedikit dari pada di antara pohon-pohon jati. Dia berlindung dibalik sebuah pohon

jati, membungkukkan badannya ke tanah, dan tangannya meraih sebuah ranting

kayu yang kering. Dengan pergelangan tangannya dilontarkannya ranting mengenai

sebuah pohon. Bunyi ranting berdetak mengenai pohon terasa keras dalam sepi

hutan jati. Bunyi itu segera disusul oleh bunyi lain dari atas pohon. Seekor burung

merak terkejut dari tidurnya, dan melompat terbang ke udara, pindah jauh ke pohon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

yang lain. Pada saat yang sama sudut mata kirinya melihat sebuah bayangan

bergerak, menghilang di balik pohon, kira-kira tiga meter ke sebelah kirinya. Dia

tersenyum. Dia merasa senang lawannya merasa perlu berhati-hati menghadapinya.

Perlahan-lahan dia menjatuhkan badannya ke tanah, menyatukan diri dengan

bayang-bayang gelap yang dilontarkan pohon-pohon jati di tanah, dan mendekati

pohon yang di belakangnya bersembunyi sosok tubuh yang di lihatnya tadi.

Dia masih tinggal satu setengah meter lagi dari pohon, ketika tiba-tiba sebuah

gerak cepat berwarna hitam muncul dari balik pohon, cepat dan keras menuju

dirinya, diiringi sebuah teriakan yang tidak terlalu keras, tetapi bunyi yang tajam

dan mengejutkan. Bagi orang yang tidak berpengalaman dengan perkelahian silat,

bunyi itu cukup untuk membekukan dirinya beberapa saat, sebelum dia dapat

bergerak kembali. Dan dalam perkelahian silat, beku bergerak beberapa saat sudah

dapat menjadi penyebab kekalahan, bahkan kematian.

Tetapi dia seorang juru silat berpengalaman. Umurnya telah tiga puluh lima

tahun dan di belajar silat sejak berumur sepuluh tahun. Gurunya yang pertama

adalah ayahnya sendiri, seorang Bromocorah yang ditakuti. Dan kemudian dia telah

berkeliling ke seluruh pulau jawa menuntut ilmu silat dengan guru-guru silat di

berbagai daerah. Ayahnya meninggal dalam perkelahian satu lawan lima. Tiga

lawannya tewas dan yang dua lagi luka-luka parah. Waktu itu umur ayahnya telah

enam puluh dua tahun. Sungguh suatu kebanggaan bagi keluarga dan desa mereka.

Itu lima tahun yang lalu. Dan kini dia menggantikan ayahnya, jadi orang yang

disegani dan ditakuti bukan saja di kampunya, tetapi di beberapa kampung di

daerahnya. Ayahnya selalu mengajarnya agar dia melindungi kampung mereka.

Jangan mengambil sesuatu dari rakyat kampung sendiri dan kampung-kampung

yang berdekatan, karena kampung mereka dan kampung-kampung berdekatan

adalah tempat mereka hidup, dan tempat mereka berlindung. Ambillah dari

kampung-kampung yang lebih jauh.

Dia seorang juru silat yang berpengalaman. Begitu dia melihat gerak hitam

muncul dari balik pohon menujunya, dengan cepat dia menggeliatkan badannya,

mengelakkan serangan, dan angin kaki yang hendak menghantam kepalanya terasa

lewat di depan keningnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan kakinya,

mengait kaki lawanya yang baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan lawannya.

Tetapi lawannya cepat mengangkat kakinya, menghindarkan serangan yang

berbahaya itu, dan lawannya mundur selangkah ke arah tempat terbuka, dan dia

melompat berdiri, dan menendangkan kakinya ke arah dada lawannya, yang

menangkisnya dengan tangangannya, dan mundur selangkah lagi, dan dia

meneruskan serangannya dengan pukulan tangan kiri dan kanannya bertubi-tubi,

menekan dan mendesak lawannya sampai ke tengah tempat terbuka, dan tiba-tiba

dia berhenti menyerang, dan berucap.

“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak teruskan

tantanganmu ini?”

“Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur.”

“ baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.”

“Silahkan Mas.”

“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari nafkah

jangan ke desa kami, dan desa-desa lain di sini. Masih banyak daerah lain tempat

mencari nafkah. Pergilah baik-baik. Kita semua sama-sama mencari hidup dengan

cara kita. Tetapi aku harus membela daerah ini, jika orang lain mencoba masuk.

Aku undang kau kemari untuk menyampaikan ini.

Lawannya yang kelihatan lebih muda dari dia berkata “Saya mengerti Mas,

tapi aku tidak bisa mundur.”

“Sayang Adik masih muda. Kalau aku ajak kau ikut dengan aku?”

“Tidak Mas, aku tidak hendak diperintah siapa pun juga.”

“Sayang,” katanya lagi, “karena orang seperti kita seharusnya tidak saling

bermusuhan dan berbunuhan. Kita punya nasib yang sama. Kita bukankah orang-

orang terbuang, sejak tanah-tanah nenek moyang kita dirampas dari tangan mereka,

dan kita harus turun-temurun hidup dalam keberanian dan keahlian kita berkelahi?

Hanya itu modal kita. Kau sudah beristri Dik?” tanyanya.

“Belum.”

“Oh, karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit. Masihkah

kau hendak meneruskan ini?”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

Tiba-tiba lawan melompat menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya

berkata “Cukup Mas, kata-kata tidak menyelesaikan perkara antara kita.”

Dan mereka berhantam lagi beberapa jurus. Ternyata lawannya cukup

tangguh, kuat dan cepat. Beberapa kali dia terdesak, akan tetapi pengalamannya

melepaskannya dari desakan.

Sesekali dia melakukan penyerangan, bertubi-tubi, tendangan, pukulan

tangan kanan dan kiri, tendangan waktu membalikkan badan, semua dilakukan

untuk mengukur keampuhan lawannya. Dia senang melihat napasnya tidak

terengah-engah. Dia senang merasa peluh mengalir membasahi badannya. Setelah

lima belas menit kedua pihak saling mencoba mencari tempat masuk melalui

pertahanan masing-masing, dia merasa kondisi badannya, kesigapannya,

kecepatannya, dan kemampuannya telah berkembang mencapai puncak.

Tiba-tiba dia menghentikan serangannya, dan berhenti, berdiri tenang,

bersikap siap sedia, matanya betaut ke mata lawannya.

Lawan merasa sesuatu berubah. Perkelahian mereka seakan mencapai taraf

baru, yang menentukan. Lawannya jadi berhati-hati, bergerak perlahan, siap

membela diri atau menyerang, melangkah perlahan mengelilinginya, dan dia ikut

memutar badannya mengikuti gerak dan langkah lawannya.

Dia merasa tenang dan tentram dalam dirinya, napasnya mengalir dengan

teratur, dan tiap dia menarik napas, dia merasa kekuatan dalam dirinya bertambah

besar, dan dia memerintahkan dengan kemauannya agar kekuatan yang berkumpul

dalam dirinya mengalir ke kedua kakinya, sampai ke ujung kakinya, ke dua

tangannya sampai ke ujung jari-jarinya, dan ke seluruh relung tubuhnya. Dia merasa

kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan diledakkannya, dia melompat

menyerang, kakinya, kiri dan kanan, tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya

semua bergerak dengan cepat.

Lawannya tak kurang tangguhnya. Serangan tendangan dan pukulan-pukulan

pertama yang datang dengan cepat dielakkannya dengan baik, serangan datang

bertambah cepat, terus juga ditahan dan dielakkannya serangan yang datang

bertambah cepat, bertambah cepat, dan bertambah cepat, satu pukulan masuk,

masuk lagi, masuk..... lawannya terhoyong sedikit, segera memperbaiki sikap dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

pertahanannya, tetapi pertahanan lawan telah dapat digoyahkannya, dan dia terus

menyerang, lebih cepat, lebih cepat, dan sebuah tendangan masuk lawannya

terdorong ke belakang, berdiri goyah, dan sebuah lagi tendangan dilepaskan, dan

lawannya jatuh ke tanah dan dia melompat mendekati kepala lawannya, sebelah

kakinya terangkat akibat melepaskan tendangan ke kepala lawannya, tetapi sesuatu

menahannya, dan dia menurunkan kakinya ke tanah.

Lawannya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh kembali. Kemudian

dia membuka matanya dan memandang pada lawannya yang telah

mengalahkannya.

“Mengapa Mas tidak sudahi?” pintanya.

“Kau masih muda Dik, pergilah.” Dia membalikkan badannya, dan

melangkah ke dalam hutan jati, menuruni bukit, dan melintasi sawah, jauh dari

orang-orang kampung yang sudah mulai bekerja.

Dia tahu akibat apa yang telah dilakukannya. Kemungkinan besar lawannya

akan mendendamnya seumur hidup dan akan selalu mencoba membalas dendamnya

itu, mencoba membunuhnya. Yang paling baik seharusnya dilakukannya adalah

membunuh lawannya. Bukannya dia tak pernah membunuh orang. Sejak ayahnya

meninggal dia telah membunuh tiga orang. Ayahnya sendiri dikabarkan sedikitnya

telah membunuh dua belas orang selama hidupnya.

Tetapi tadi ketika dia hendak melepaskan tendangan mautnya ke kepala

lawannya, tiba-tiba saja di matanya terbayang anaknya yang masih tidur berselimut

kain sarung sampai ke kepala. Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah,

dia merasa tak ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya.

Hidup yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh, merampok,

mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus dibayar dengan nyawa atau

hukuman penjara. Benang merah kehidupan mereka turun-temurun harus

diputuskan dengan diriku, katanya pada dirinya sendiri. Dia gemetar takut

membayangkan seandainya anaknya yang dewasa, seorang muda, yang tergeletak

dalam tempat terbuka di hutan jati, menunggu tendangan maut ke kepala, seperti

yang terjadi tadi dengan lawannya. Dia teringat pada istrinya, ibu anaknya. Dan

pada waktu yang bersamaan dia merasa pula tak berdaya mengubah hidupnya. Dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

ingat, ketika dia mengembara menuntut ilmu silat, di berbagai tempat bertemu

dengan bermacam orang, dan dalam berbagai percakapan ada yang menggatakan,

bahwa nasib orang kecil, orang yang tak memiliki tanah, tani yang menggarap tanah

milik orang lain, mereka yang menganggur di desa-desa, nasib mereka hanya dapat

diperbaiki jika susunan masyarakat diubah, dan tanah dibagi-bagi pula pada mereka

yang tidak punya tanah. Banyak tanah rakyat dahulu, kata mereka, dirampas oleh

orang Belanda, dijadikan tanah-tanah perkebunan besar. Akibatnya, rakyat banyak

yang tidak memiliki tanah lagi.

Mendengar kata-kata demikian, hatinya merasa penuh harap, akan tetapi

harapannya tidak kunjung berubah, dan kini dia merasa harapan itu hanya akan

tinggal harapan saja.

Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang kampung, yang

menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka kembali. Tetapi selalu dia

merasa, bahwa meskipun dia warga kampung mereka, namun, dia berada di luar

masyarakat kampung. Dia juga merasa bimbang apakah dia akan mengajarkan

anaknya ilmu silat. Anaknya telah berumur delapan tahun, dan sebenarnya telah

dapat mulai belajar ilmu silat. Tetapi jika dia mengajar anaknya ilmu silat, pastilah

anaknya akan mengikuti jejaknya, seperti dia mengikuti jejak ayahnya, dan seperti

ayahnya mengikuti jejak neneknya, dan neneknya mengikuti jejak ayahnya, dan

demikian seterusnya. Sebaliknya seandainya dia tidak menurunkan ilmu silatnya

pada ananya, akan jadi apa nanti anaknya? Mereka tidak punya tanah, kecuali

sepotong kecil tanah tempat rumah mereka berdiri. Anaknya akan jadi penganggur

di desa? Anaknya akan jadi tani penggarap tanah milik orang lain, hidup penuh

kemeralatan tanpa harapan sepanjang umurnya?

Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya telah

menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak bertanya kemana dia pagi-pagi

buta telah meninggalkan rumah. Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi,

dan apa yang dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia

mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya. Sesekali banyak,

sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak memberi uang. Istrinya telah

biasa untuk menjaga agar belanja dapur mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

tiap kesempatan ada bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak

banyak kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada

istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya

apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.

Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri

dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.

Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak dapat

memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala keluarga di kampungnya

dan beberapa kampung berdekatan telah berangkat, dia mencari sendiri keterangan.

Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya

bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal sebagai

seorang...bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah

dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar. Hanya kalau

masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa berubah.

Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di

ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole”

dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

DATA PENELITIAN

ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA,

DAN TEMA DALAM CERPEN “BROMOCORAH”

KARYA MOCHTAR LUBIS

Oleh : Stefanus Toni Kurniawan (151224055)

Pembimbing : Drs. P. Hariyanto, M.Pd.

Petunjuk Trianggulasi:

1. Trianggulator memberikan tanda centang (√) pada kolom Setuju atau Tidak setuju untuk menggambarkan penilaian Anda.

2. Berilah catatan pada kolom komentar untuk membantu kebenaran dari hasil analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam

cerpen “Bromocorah”.

3. Setelah mengisi tabulasi data, trianggulator dimohon untuk membubuhi tanda tangan

4. Atas ketersediaan Ibu untuk mengisi trianggulasi ini, saya ucapkan terima kasih.

Keterangan :

1. K.1 = Kutipan nomor 1

2. K.2 = Kutipan nomor 2

3. K.3 = Kutipan nomor 3

4. K.4 = Kutipan nomor 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

Karakter pada konteks pertama: Karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Karakter yang terdapat pada

cerpen “Bromocorah” ini ada enam yaitu dia, istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai kecamatan seperti pada kutipan

berikut:

No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Komentar

1 (K.1) Dia bangun pagi-pagi benar keluar

diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih tidur

tanpa membangunkannya. Dia telah

terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa

bunyi.

Karakter dia disini adalah seorang yang

rajin untuk bangun pagi hari tanpa

membangunkan istrinya yang masih

terlelap tidur di dalam aktivitasnya di

pagi hari.

2 (K.2) Dengan cepat dia melakukan

serangan kembali, mengayunkan

kakinya, mengait kaki lawannya yang

baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan

lawannya.

Karakter dia dalam kutipan ini

mempunyai sikap yang cekatan dalam

menyerang kembali lawannya.

3 (K.3) Sejak anaknya jadi besar, dan telah

mulai bersekolah, dia merasa tak ingin

anaknya menggantikannya, dan

mengikuti cara hidupnya.

Di dalam kutipan, dia mempunyai

karakter yang peduli terhadap anaknya

mengenai kehidupan anaknya kelak,

supaya tidak mengikuti cara hidupnya.

4 (K.4) Tiba di jalan kampungnya, dia

berpapaan dengan orang kampung, yang

menyapanya, dan dia membalas

menyapa mereka kembali. Tetapi selalu

dia merasa, bahwa meskipun dia warga

Karakter dia disini sopan dan ramah

terhadap orang yang menyapanya

karena dia membalas sapaan orang

kampung yang menyapanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

kampung mereka, namun, dia berada di

luar masyarakat kampung.

5 (K.5) Sorenya, ketika mereka makan, dia

berkata pada istrinya, aku sudah pikir-

pikir, hidup kita begini tidak bisa terus.

Kita tidak punya apa-apa.

Karakter dia disini mempunyai karakter

pemikir. Di mana karakter memikirkan

kehidupan keluarganya agar dapat

berubah menjadi lebih baik.

6 (K.6) Seorang pegawai kantor

kecamatan yang dikenalnya akhirnya

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak

sebagai transmigran dengan alasan,

karena dia dikenal sebagai seorang

bromocorah. Dia tidak terkejut. Dia telah

menduga demikian.

Dia mempunyai karakter yang besar

hati untuk menerima keputusan yang di

sampaikan seorang pegawai kantor

kecamatan yang dikenalnya dan dia

tidak terkejut karena dia sudah

mempunyai pikiran bahwa dia ditolak

sebagai transmigran.

7 (K.7) Ketika dia tiba di rumahnya,

anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya

telah menyediakan sarapan pagi

untuknya. Istrinya tidak bertanya

kemana dia pagi-pagi buta telah

meninggalkan rumah. Istrinya tidak

pernah bertanya kemana dia pergi, dan

apa yang dilakukannya. Istrinya tak

pernah menanyakan dari mana dia

mendapat uang, yang sewaktu-waktu

diberikannya pada istrinya. Sesekali

banyak, sering sedikit, dan terkadang

cukup lama dia tidak memberi uang.

Istrinya telah biasa untuk menjaga agar

belanja dapur mereka diulur selama

Karakter istri disini berhati baik karena

sudah menyediakan sarapan pagi, cuek

atau pendiam karena istri tidak

menanyakan karakter dia kemana dia

pergi, sabar dan hemat karena istri

telah terbiasa untuk menjaga agar

belanja dapur diulur selama mungkin

karena karakter dia tidak menentu dalam

memberikan jumlah uang kepada

istrinya dengan hidup yang pas-passan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan

ada bekerja, membantu panen di sawah,

menumbuk beras, ah, tak banyak kerja

tersedia dalam desa. Sorenya, ketika

mereka makan, dia berkata pada istrinya,

“Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini

tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-

apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-

apa

8 (K.8) Dia kembali ke rumahnya. Setelah

anaknya pulang sekolah, petang hari di

ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat

puncak bukit jauh di luar desa. “ayo,

tole” dan dia mulai mengajarkan

anaknya ilmu silatnya!

Anak memiliki karakter yang patuh

terhadap orang tua.

9 (K.9) Aku senang kau datang Dik. Kau

berani. Apakah kau hendak teruskan

tantanganmu ini? Langkah sudah

dilangkahkan Mas, aku tak akan

mundur.

Karakter lawan dalam kutipan adalah

pemberani dan pantang menyerah.

Lawan berani melawan seorang juru

silat yang berpengalaman di saat dia dan

lawannya bertemu. Karakter lawan yang

pantang menyerah terlihat dari

percakapannya yang tidak akan mendur

untuk melawan dia.

10 (K.10) Tiba di jalan ke kampungnya, dia

berpapasan dengan orang kampung,

Warga kampung mempunyai karakter

yang ramah. Hal ini ditunjukkan ketika

warga kampung yang menyapa dia di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

yang menyapanya, dan dia membalas

menyapa mereka kembali

saat dia sedang berjalan di jalan

kampungnya.

11 (K.11) Seorang pegawai kecamatan

yang dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai

transmigran dengan alasan, karena dia

dikenal sebagai seorang...bromocorah!

Pegawai kantor kecamatan adalah

seseorang yang baik karena telah

memberitahukan dia mengenai

penolakannya dalam transmigran

Karakter pada konteks kedua: Karakter merujuk percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari

individu-individu tersebut. Karakter dia mempunyai empat karakter terhadap keinginan, emosi, moral, dan kepentingan dan keinginan

seperti pada kutipan berikut:

No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Komentar

12 (K.12) Sorenya, ketika mereka makan,

dia berkata pada istrinya, aku sudah pikir-

pikir, hidup kita begini tidak bisa terus.

Kita tidak punya apa-apa.

Karakter dia mempunyai keinginan

untuk membuat kehidupan keluarganya

lebih baik lagi.

13 (K.13) Oh..karena itu engkau tidak mau

berpikir lebih panjang sedikit. Masihkah

kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba

lawannya melompat menyerang, dia

mengelak cepat, dan lawannya berkata.

“Cukup Mas, kata-kata tidak

menyelesaikan perkara antara kita.” Dan

mereka berhantam lagi beberapa jurus.

Karakter dia mempunyai keinginan

untuk menyudahi perkelahian dengan

lawannya namun, lawan tetap saja ingin

menyerang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

14 (K.14) Sejak anaknya jadi besar, dan

telah mulai bersekolah, dia merasa tak

ingin anaknya menggantikannya, dan

mengikuti cara hidupnya. Hidup yang

bertumpu pada kejagoan berkelahi,

kejagoan membunuh, merampok,

mencuri, hidup dengan perbuatan yang

satu hari harus dibayar dengan nyawa

atau hukuman penjara.

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa

dia memiliki emosi, emosi cinta yang

kuat terhadap anaknya. Emosi cinta

tersebut ditunjukkan dengan kepedulian

dan rasa sayangnya dengan masa depan

anaknya.

15 (K.15) Tiba di jalan ke kampungnya, dia

berpapasan dengan orang kampung, yang

menyapanya, dan dia membalas menyapa

mereka kembali.

Karakter dia memiliki nilai moral yang

baik di masyarakat. Karakter

menunjukkan nilai moralnya dengan

cara membalas sapaan dari orang

kampung yang menyapanya di jalan.

Prinsip moral yang dapat diambil

adalah, pentingnya kehidupan manusia

jika saling menyapa satu sama lain agar

kehidupan dimasyarakat tetap sejahtera

atau baik.

16 (K.16) Sebulan kemudian dia pergi

kekantor lurah, dan mencatatkan dirinya,

istri, dan anaknya untuk calon

transmigran ke luar Jawa. Setelah tiga

bulan dia tidak dapat berita, dia mencari

sendiri keterangan. Seorang pegawai

kecamatan yang dikenalnya akhirnya

menunjukkan padanya bahwa dia ditolak

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa

dia memiliki kepentingan dalam

tindakannya mendaftarkan keluarganya

sebagai calon transmigran dan

keinginannya untuk membuat

perubahan kondisi terhadap

keluarganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

sebagai transmigran dengan alasan,

karena dia dikenal sebagai

seorang...bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah menduga

demikian. Sebagai telah dibayangkannya

sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada

jalan keluar. Hanya kalau masyarakatnya

bisa berubah, baru hidupnya bisa

berubah.

Karakter utama: Serangkaian peristiwa tempat mereka muncul baik sebagai pemenang atau pun sebagai yang kalah, senang atau tidak

senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek. Karakter utama adalah dia seperti pada kutipan berikut:

No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Komentar

17 (K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6),

(K.7), (K.8), (K.9), (K.10), (K.11),

(K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan

(K.16)

Karakter utama dalam cerpen

“Bromocorah” adalah dia. Hal ini,

karena karakter dia selalu muncul di

setiap atau seluruh rangkaian peristiwa

yang terjadi di dalam cerpen.

Karakter penunjang: Merupakan peranan yang sedikit maupun yang kurang penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan atau

pun menghilang sesudah berperan dalam satu adegan. Karakter penunjang disini ada lima yaitu istri, anak, lawan, warga kampung, dan

pegawai kecamatan. Setiap karakter penunjang memiliki karakternya masing-masing seperti pada kutipan berikut:

No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Komentar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

18 (K.7) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” adalah istri.

Hal itu, karena istri hanya muncul sesekali pada cerita.

Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia tiba di

rumah, saat itu karakter istri telah menyediakan sarapan

pagi untuknya, dan pada sore hari ketika karakter dia

berbicara dengan karakter istri.

19 (K.8) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya

adalah anak. Hal itu, karena anak hanya muncul sekali

pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia

mengajak karakter anak untuk berlatih ilmu silat

bersamanya.

20 (K.9) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya

adalah lawan. Hal itu, karena karakter lawan hanya

muncul dalam satu adegan. Kehadirannya tanpak pada

saat karakter dia berkonflik dengan karakter lawan.

21 (K.10) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya

adalah warga kampung. Hal ini, karena karakter warga

kampung hanya muncul sedikit bahkan kurang penting

dalam kemunculannya. Kehadirannya tanpak pada saat

karakter dia berjalan di jalan kampungnya dan karakter

warga kampung sekedar menyapanya.

22 (K.11) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya

adalah pegawai kecamatan. Hal ini, karena karakter

pegawai kecamatan hanya muncul sekali.

Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia menemui

karakter pegawai kecamatan hanya untuk menanyakan

soal tranmigran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Latar adalah lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung. Latar terbagi atas tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial seperti pada kutipan berikut:

Latar tempat: Deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.

No Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Keterangan

40 (K.33) Dia bangun pagi-pagi benar

keluar diam-diam dari kamar tidur,

meninggalkan istrinya yang masih

tertidur tanpa membangunkannya. ... Dia

membuka pintu kamar perlahan-lahan,

juga tanpa bunyi, mengambil celana dan

baju hitamnya, serta ikat pinggang

besarnya, yang teronggok di atas bangku

dekat pintu, mengenakan sandal

kulitnya, dan menutup pintu kembali.

Pada kutipan tersebut menunjukkan kamar

tidur merupakan latar tempatnya.

41 (K.34) Dia membuka pintu belakang,

dan mencuci mukanya dengan air dalam

tempayan besar di depan dapur. Cepat

dia berpakaian, dan kemudian

melangkah cepat ke luar desa.

Latar terjadi di depan dapur, saat dia mencuci

muka.

42 (K.35) Dia melangkah cepat

menyebrangi sungai kecil di pinggir

jalan, memanjat pematang sawah di

pinggir sungai, dan meniti dengan

cekatan di atas pematang sawah yang

sempit.

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat

terjadi di sungai kecil yang berada di pinggir

jalan dan pematang sawah yang berada di

pinggir sungai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

43 (K.36) Kabut pagi masih rendah di puncak-

puncak bukit, dan angin pagi bertiup

dengan lembut. Dia menghirup udara

dalam-dalam, menahan napasnya beberapa

lama dan kemudian menghembuskan udara

ke luar dari paru-parunya, hingga paru-

parunya terasa kosong. Sambil melakukan

demikian dia terus juga melangkah dengan

kuat dan teratur menyesuaikan langkahnya

dengan keluar masuknya napas.

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat

yang berada di puncak-puncak bukit.

44 (K.37) Ketika dia tiba di sebuah tegalan

yang rata dengan puncak bukit dia berhenti

di tengah dan melihat berkeliling. Setelah

dia yakin tak ada orang lain di tempat itu,

dia berdiri mengambil sikap silatnya,

menghadap ke arah tempat matahari terbit,

dan perlahan-lahan digerakannya

tangannya, kakinya, badannya, dalam

gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan

perlahan-lahan kecepatan gerakan tangan

dan kakinya, serta badannya

ditinggikannya, sehingga pada satu saat

dalam remang dini hari itu, yang terlihat

hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang

amat cepat.

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat

tegalan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

45 (K.38) Dia mendaki sebuah bukit lagi,

masuk kedalam hutan jati, dan hampir

sejam kemudian dia tiba di tengah hutan

jati, dan mulai melangkah hati-hati

menjaga agar kakinya jangan menginjak

ranting mati dan kering, atau daun jati

kering yang bertebaran di tanah.

Pada kutipan tersebut menunjukkan latar

tempat berada di tengah hutan jati.

46 (K.39) Tiba di jalan ke kampungnya, dia

berpapasan dengan orang kampung, yang

menyapanya, dan dia membalas menyapa

mereka kembali. Tetapi selalu dia merasa,

bahwa meskipun dia warga kampung

mereka, namun, dia berada di luar

masyarakat kampung.

Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat

jalan, jalan menuju kampungnya.

47 (K.40) Ketika dia tiba di rumahnya,

anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya

telah menyediakan sarapan pagi untuknya.

Kutipan di atas menunjukkan latar berada di

rumah.

48 (K.41) Sebulan kemudian dia pergi ke

kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri

dan anaknya untuk calon transmigran ke

luar jawa.

Kutipan menunjukkan latar berada di kantor

lurah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Latar waktu: Terjadinya peristiwa secara historis berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman.

No Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju

Tidak

setuju Keterangan

49 (K.42) Subuh telah tiba. Udara mulai

agak terang. Setelah dia yakin tak ada

orang lain di tempat itu, dia berdiri

mengambil sikap silatnya, menghadap

ke arah tempat matahari terbit, dan

perlahan-lahan digerakannya

tangannya, kakinya, badannya, dalam

gerakan silat yang tenang tetapi

lancar, dan perlahan-lahan kecepatan

gerakan tangan dan kakinya, serta

badannya ditinggikannya, sehingga

pada satu saat dalam remang dini hari

itu, yang terlihat hanya gerakan-

gerakan sosok hitam yang amat cepat.

Kutipan menunjukkan latar waktu pada subuh

hari. Karakter dia dalam cerita ini sedang

menceritakan keadaan waktu subuh hari, waktu ia

berlatih silat.

50 (K.43) Tetapi dia seorang juru silat

yang berpengalaman. Umurnya telah

tiga puluh lima tahun dan dia belajar

silat sejak berumur sepuluh tahun.

Gurunya yang pertama adalah

ayahnya sendiri, seorang bromocorah

yang ditakuti. Dan kemudian dia telah

berkeliling ke seluruh Pulau Jawa

menuntut ilmu silat dengan guru-guru

silat di berbagai daerah.

Kutipan tersebut memberitahu bahwa ada peristiwa

latar waktu kejadian di umur sepuluh tahun

hingga umurnya sekarang yaitu tiga puluh lima

tahun. Masa kecilnya, dia belajar silat, hingga

akhirnya sekarang dia menjadi seorang juru silat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

51 (K.44) Ketika dia tiba di rumahnya,

anaknya telah pergi sekolah, dan

istrinya telah menyediakan sarapan

pagi untuknya.

Kutipan tersebut menggambarkan suasana latar

waktu pagi hari.

52 (K.45) Sorenya, ketika mereka

makan, dia berkata pada istrinya,

“Aku sudah pikir-pikir, hidup kita

begini tidak bisa terus. Kita tidak

punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak

berkata apa-apa.

Pada kutipan menunjukkan latar waktu pada sore

hari.

53 (K.46) Sebulan kemudian dia pergi ke

kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,

istri dan anaknya untuk calon

transmigran ke luar jawa.

Kutipan menceritakan kejadian latar waktu pada

satu bulan, karakter dia mencatatkan dirinya untuk

mendaftarkan keluarganya sebagai calon

transmigran

54 (K.47) Setelah tiga bulan dia tidak

juga mendapat berita, dan lurah tidak

dapat memberikan penjelasan

padanya, sedang beberapa kepala

keluarga di kampungnya dan beberapa

kampung berdekatan telah berangkat,

dia mencari sendiri keterangan.

Seorang pegawai kecamatan yang

dikenalnya akhirnya menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak sebagai

transmigran dengan alasan, karena dia

dikenal sebagai

seorang...bromocorah!

Kutipan menceritakan kejadian latar waktu pada

tiga bulan kemudian, karakter dia ditolak sebagai

transmigran karena dia dikenal sebagai seorang

bromocorah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

Ironi: Ada dua jenis ironi. Pertama, ironi dramatis, biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara

maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, tone ironis,

digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan.

No Unsur Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju Tidak

setuju Komentar

73 Ironi

dramatis/

alur

(K.74) Seorang pegawai kantor

kecamatan menunjukkan

padanya bahwa dia ditolak

sebagai transmigran dengan

alasan, karena dia dikenal

sebagai seorang... bromocorah!

Dia tidak terkejut. Dia telah

menduga demikian. Sebagai

telah dibayangkannya sendiri,

bagi orang seperti dia, tidak ada

jalan keluar. Hanya kalau

masyarakatnya bisa berubah,

baru hidupnya bisa berubah

Kutipan tersebut memperlihatkan ironi

dramatis atau ironi alur yang dimana situasi

muncul melalui maksud dan tujuan seorang

karakter dia dengan hasilnya, atau antara

harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Karakter dia mendaftarkan diri sebagai calon

transmigran bermaksud untuk mengubah

hidupnya. Namun, hasilnya karakter dia

ditolak sebagai transmigran.

74 Tone

ironis/iro

ni verbal

Ironi jenis ini tidak terdapat pada cerita.

Karena isi cerita dari cerpen Bromocorah tidak

mengandung makna berkebalikan disetiap

alurnya melainkan makna sesungguhnya yang

dimana cerpen Bromocorah menceritakan

kehidupannya yang sesungguhnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

BIODATA PENULIS

Stefanus Toni Kurniawan lahir di Tangerang, 09 Oktober

1996. Saat ini tinggal di Komplek PUSPIPTEK Blok III K

no.4 Tangerang Selatan. Merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara dari pasangan, Victorius Samiyoto dan

Maria Magdalena Eni Wayantari. Tahun 2001 diawali

dengan menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak nol

kecil di TK Bhakti PUSPIPTEK, berakhir tahun 2002. Tahun 2002-2009

melanjutkan sekolah di SD Negeri PUSPIPTEK. Kemudian melanjutkan sekolah di

SMP PGRI 35 Serpong, tahun 2009-2012. Melanjutkan sekolah SMA Negeri 12

Tangerang Selatan pada tahun 2012-2015. Kemudian tahun 2015 memulai

pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan mengambil program studi

PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Dalam menempuh gelar sarjana, ia

menempuh jalur skripsi yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Cerita, Dan

Tema Cerpen Bromocorah Karya Mochtar Lubis. Skripsi ini disusun sebagai syarat

yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI