analisis evaluasi pengawasan barang beredar dan...

49
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2015 Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

Upload: dinhkien

Post on 06-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2015

Analisis Evaluasi Pengawasan Barang

Beredar dan Jasa

Page 2: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang

Perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat sebaiknya bersifat

preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Karena itu pengawasan dilaksanakan pada

dua tahapan, yaitu (1) sebelum barang beredar di pasar (tahap pra-pasar) dan

(2) setelah barang beredar di pasar. Barang beredar di pasar dalam negeri pada

dasarnya dibentuk oleh barang hasil produksi perusahaan-perusahaan di dalam

negeri, ditambah barang yang diimpor dari luar negeri. Kementerian

Perdagangan, dalam upaya melindungi konsumen, telah mengeluarkan tata cara

dan ketentuan yang harus diikuti oleh suatu barang sebelum memasuki pasar

untuk dipertukarkan kepada konsumen (tahap Pra-Pasar). Tahap pra pasar

dimaksudkan untuk memastikan bahwa barang yang akan beredar, telah

memenuhi standar dan ruang lingkup pengawasan lainnya sesuai peraturan yang

ada. Tahap pra pasar meliputi pengujian mutu dan pendaftaran barang kepada

Kementerian Perdagangan, atau badan lain yang ditunjuk.

Setelah pengawasan pada tahap Pra-Pasar, pengawasan kemudian dilanjutkan

pada tahap setelah barang beredar di pasar. Pengawasan barang beredar

dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 20/M-

DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang

dan/atau Jasa, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar

dan Jasa (Ditwas), bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang

berhubungan, dan masyarakat. Menurut mekanismenya, pengawasan dilakukan

secara berkala (yang terjadwal) dan pengawasan khusus yaitu pengawasan

dilakukan secara cepat yang dilakukan oleh PPBJ dan PPNS-PK berdasarkan

laporan/pengaduan konsumen/LPSKM.

Pelaksanaan pengawasan setelah barang beredar di pasar ini sangatlah penting.

Kajian Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan, misalnya,

menemukan bahwa efektifitas pengawasan barang pada tahap Pra Pasar, hanya

lah sekitar 40,7% untuk memastikan barang beredar dapat sesuai dengan

parameter pengawasan. Hal ini karena kemudian barang dapat terdistorsi atau

tercampur dengan barang yang rusak/kadaluwarsa, tidak terdaftar, atau hal yang

menurunkan kualitas lainnya, ketika sudah beredar di pasar. Dengan demikian,

Pengawasan Barang Beredar menjadi penting untuk melengkapi dan

Page 3: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

iii

memperkuat pengawasan Pra-Pasar dan memastikan bahwa barang-barang dan

jasa yang beredar di pasar sesuai dengan parameter pengawasan yang ada.

Dalam menjalankan tugas pentingnya tersebut, Ditwas perlu melakukan

perbaikan yang terus menerus, baik dari sisi kelembagaan, prosedur,

sumberdaya manusia, sarana, anggaran, dan lain-lain, terutama jika dikaitkan

dengan dinamika otonomi daerah dan keterbukaan pasar ASEAN yang sudah

dilaksanakan tahun ini. Untuk itu, pada saat ini dinilai perlu bagi Ditwas untuk

menganalisis hambatan dan masalah yang dihadapinya dalam menjalankan

tugas dan fungsinya secara efektif. Analisis terhadap hambatan dan masalah ini

diharapkan dapat menjadi landasan untuk menyusun strategi pengembangan

Ditwas yang lebih baik dimasa depan.

Metode Analisis

Stakeholder dibatasi pada Subdit-Subdit yang ada di bawah Ditwas, meskipun

sesungguhnya, stakeholder dapat diperluas dengan melibatkan lebih banyak

pihak yang berperan dalam efektifitas pelaksanaan kegiatan Ditwas, seperti

Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian, Dinas

Perdagangan di daerah, BPOM, Polri, LPKSM, Asosiasi pedagang, Dit PMB, dan

lain-lain. Pada saat ini, kegiatan dibatasi pada Subdit dibawah Ditwas sebagai

awal dan mengingat keterbatasan waktu.

Secara umum, bagian analisis hambatan dilakukan melalui beberapa tahapan

yaitu: (1) Identifikasi idaman bersama/forum, (2) Identifikasi Hambatan untuk

mencapai masing-masing idaman bersama, (3) Pengelompokan hambatan, (4)

Penyusunan Pohon Masalah tahap-1, (5) Elaborasi Akar Masalah, dan (6)

Penyusunan Pohon Masalah tahap-2. Seluruh tahapan ini dilakukan dalam

metode partisipatif, dimana hasil adalah konsensus peserta/forum, dan

minimalisasi pengarahan fasilitator. Dalam kegiatan ini metode partisipatif yang

digunakan mengacu pada aturan “tulis dahulu-baru bicara”. Aturan ini sengaja

digunakan agar dalam forum yang pesertanya beragam, semua ide dapat tampil

terlebih dahulu tanpa dihalangi oleh hambatan yang sifatnya komunikatif ataupun

psikologis.

Rekomendasi

1. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam urusan perdagangan

khususnya dalam pelaksanaan perlindungan konsumen, melalui:

Page 4: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

iv

a. Meningkatkan hubungan dan pemahaman daerah terhadap urusan

perlindungan konsumen

b. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan

urusan perlindungan konsumen

c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi perlindungan konsumen daerah

secara nasional, berjenjang, dan berkala

d. Mereview produk hukum daerah dan menyusun Standar Pelayanan

Minimum

2. Memperkuat Sistem Perlindungan Konsumen Nasional, melalui:

a. Mengevaluasi Sistem Perlindungan Konsumen Nasional.

b. Mengembangkan Sistem Informasi Perlindungan Konsumen Nasional.

c. Meninjau peraturan dan dokumen operasional di bidang perlindungan

konsumen.

3. Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana sistem perlindungan konsumen

nasional, melalui:

a. Menyesuaikan jumlah dan kemampuan SDM pendukung perlindungan

konsumen

b. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan secara berjenjang

melalui pendekatan kewilayahan bagi pelaksana perlindungan konsumen

c. Merevitalisasi sarana perlindungan konsumen yang mendesak

d. Peningkatan komunikasi dan perencanaan

Page 5: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga laporan Analisis Hambatan Pengawasan Barang Beredar Dalam Mendukung Perlindungan Konsumen dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat sebaiknya bersifat preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Karena itu pengawasan dilaksanakan pada dua tahapan, yaitu (1) sebelum barang beredar di pasar (tahap pra-pasar) dan (2) setelah barang beredar di pasar. Pengawasan barang beredar dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang berhubungan, dan masyarakat. Analisis terhadap hambatan dan masalah ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk menyusun strategi pengembangan Ditwas yang lebih baik dimasa depan. Dalam rangka mendukung peningkatan pengawasan barang beredar khususnya di perbatasan, hasil kajian ini merekomendasikan beberapa hal, yaitu: Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam urusan perdagangan khususnya dalam pelaksanaan perlindungan konsumen, Memperkuat Sistem Perlindungan Konsumen Nasional, dan Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana sistem perlindungan konsumen nasional. Disadari bahwa hasil Analsis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan penyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat.

Jakarta, Mei 2015

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 6: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Tujuan Kegiatan .................................................................................. 2

1.3. Sasaran dan Keluaran Kegiatan ........................................................... 2

1.4. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ...................................................... 2

BAB II. METODE ANALISIS ...................................................................................... 6

2.1. Analisis Stakeholder ............................................................................. 6

2.2. Analisis Hambatan .............................................................................. 6

BAB III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN.................................................................. 32

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 41

Page 7: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks Log frame ........................................................................................ 3

Tabel 2. Rekapitulasi Idaman Ditwas dan Kartu Ide Pembentuknya .......................... 8

Tabel 3. Rekapitulasi Kartu Hambatan Untuk Masing-Masing Idaman Ditwas dan Kartu Pembentuknya ................................................................ 11

Page 8: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Keterkaitan Hirarki Log frame dan Kriteria Evaluasi .................................... 4

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Log frame ............................................................... 5

Gambar 3. Tahapan Analisis Hambatan ...................................................................... 6

Gambar 4. Tahapan Identifikasi Idaman ...................................................................... 7

Gambar 5. Lembar Kerja Diskusi Identifikasi Idaman ................................................... 7

Gambar 6. Lembar Kerja Pengolahan Hambatan Mencapai Idaman............................ 9

Gambar 7. Hasil Pengelompokkan Hambatan Keseluruhan ...................................... 20

Gambar 8. Lembar Kerja Pengolahan Pohon Masalah Tahap 1 ................................ 21

Gambar 9. Pohon Masalah Tahap-1 .......................................................................... 23

Gambar 10. Lembar Kerja Elaborasi Masalah .............................................................. 25

Gambar 11. Lembar Kerja Penggabungan Elaborasi Masalah dan Identifikasi Kartu Runtutan Yang Sama/Senada ....................................... 27

Gambar 12. Penyusunan Agar Kartu Runtutan Yang Senada Berada Dalam Tinggi Yang Sama/Sejajar ............................................................. 28

Gambar 13. Diskusi Konfirmasi Pohon Masalah Tahap-2 ............................................ 29

Gambar 14. Pengaturan Ulang Hirarki Kartu Masalah, Penambahan Hubungan Antar Masalah, dan Penyusunan Pohon Masalah Tahap-2 .................................................................................................... 30

Gambar 15. Penomoran Masalah ................................................................................ 31

Page 9: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

1

BAB I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Perlindungan konsumen pada dasarnya menyangkut berbagai kepentingan,

sehingga penyelenggaraannya perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu.

Mewujudkan sistem penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin

diperolehnya hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha bukan hal yang

mudah, namun perlu keseriusan dan itikad yang kuat dari seluruh pemangku

kepentingan dalam melaksanakan amanat perlindungan konsumen sesuai fungsi

dan kewenangannya masing-masing.

Perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat sebaiknya bersifat

preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Karena itu pengawasan dilaksanakan pada

dua tahapan, yaitu (1) sebelum barang beredar di pasar (tahap pra-pasar) dan

(2) setelah barang beredar di pasar. Barang beredar di pasar dalam negeri

pada dasarnya dibentuk oleh barang hasil produksi perusahaan-perusahaan di

dalam negeri, ditambah barang yang diimpor dari luar negeri. Kementerian

Perdagangan, dalam upaya melindungi konsumen, telah mengeluarkan tata cara

dan ketentuan yang harus diikuti oleh suatu barang sebelum memasuki pasar

untuk dipertukarkan kepada konsumen (tahap Pra-Pasar). Tahap pra pasar

dimaksudkan untuk memastikan bahwa barang yang akan beredar, telah

memenuhi standar dan ruang lingkup pengawasan lainnya sesuai peraturan yang

ada. Tahap pra pasar meliputi pengujian mutu dan pendaftaran barang kepada

Kementerian Perdagangan, atau badan lain yang ditunjuk.

Setelah pengawasan pada tahap Pra-Pasar, pengawasan kemudian dilanjutkan

pada tahap setelah barang beredar di pasar. Pengawasan barang beredar

dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 20/M-

DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang

dan/atau Jasa, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar

dan Jasa (Ditwas), bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang

berhubungan, dan masyarakat. Menurut mekanismenya, pengawasan dilakukan

secara berkala (yang terjadwal) dan pengawasan khusus yaitu pengawasan

dilakukan secara cepat yang dilakukan oleh PPBJ dan PPNS-PK berdasarkan

laporan/pengaduan konsumen/LPSKM.

Page 10: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

2

Pelaksanaan pengawasan setelah barang beredar di pasar ini sangatlah penting.

Kajian Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan, misalnya,

menemukan bahwa efektifitas pengawasan barang pada tahap Pra Pasar, hanya

lah sekitar 40,7% untuk memastikan barang beredar dapat sesuai dengan

parameter pengawasan. Hal ini karena kemudian barang dapat terdistorsi atau

tercampur dengan barang yang rusak/kadaluwarsa, tidak terdaftar, atau hal yang

menurunkan kualitas lainnya, ketika sudah beredar di pasar. Dengan demikian,

Pengawasan Barang Beredar menjadi penting untuk melengkapi dan

memperkuat pengawasan Pra-Pasar dan memastikan bahwa barang-barang dan

jasa yang beredar di pasar sesuai dengan parameter pengawasan yang ada.

Dalam menjalankan tugas pentingnya tersebut, Ditwas perlu melakukan

perbaikan yang terus menerus, baik dari sisi kelembagaan, prosedur,

sumberdaya manusia, sarana, anggaran, dan lain-lain, terutama jika dikaitkan

dengan dinamika otonomi daerah dan keterbukaan pasar ASEAN yang sudah

dilaksanakan tahun ini. Untuk itu, pada saat ini dinilai perlu bagi Ditwas untuk

menganalisis hambatan dan masalah yang dihadapinya dalam menjalankan

tugas dan fungsinya secara efektif. Analisis terhadap hambatan dan masalah ini

diharapkan dapat menjadi landasan untuk menyusun strategi pengembangan

Ditwas yang lebih baik dimasa depan.

1.2. Tujuan Kegiatan

Mengidentifikasikan hambatan dan permasalahan yang dihadapi oleh Direktorat

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa.

1.3. Sasaran dan Keluaran Kegiatan

Sasaran kegiatan adalah Teridentifikasinya hambatan dan permasalahan yang

dihadapi oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa agar dapat

secara efektif menjalankan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan

perlindungan konsumen. Sementara keluaran kegiatan adalah:

1. Laporan ringkas kegiatan pelaksanaan identifikasi hambatan dan

permasalahan.

2. Pohon masalah

1.4. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Identifikasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Dit PBBJ, akan didekati

dengan bantuan langkah-langkah yang ada dalam kerangka pelaksanaan Project

Page 11: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

3

Cycle Management (PCM) atau dikenal juga dengan sebutan Logical Framework

(Log frame). Log frame adalah sebuah tabel/matriks yang menunjukkan

keterkaitan secara keseluruhan antara Tujuan Utama yang ingin dicapai oleh

sebuah program/tindakan, dengan aktivitas-aktivitas dan kegiatan-kegiatan

pembentuknya. Log frame dapat dipandang sebagai “peta” yang memberikan

kesempatan kepada semua pemangku kepentingan yang terlibat untuk melihat

arah mana yang akan dicapai dengan aktivitas yang sedang dilakukannya pada

saat ini.

Tabel 1. Matriks Log frame

Deskripsi mengenai intervensi logis yang dilakukan

Indikator verifikasi

Sumber verifikasi

Asumsi

Overall Objective/Goal

Project Purpose/ Tujuan

Result/Keluaran

Activities/Kegiatan Cara/Sarana Biaya Pra

Kondisi

Matriks Log frame meringkaskan :

• Mengapa proyek dilaksanakan (Intervention Logic)

• Apa yang diharapkan dicapai oleh proyek (Intervention Logic dan Indicator)

• Bagaimana proyek akan dicapai (Aktivitas dan Cara/Sarana)

• Faktor eksternal apa yang penting untuk mendukung kesuksesan (Asumsi)

• Dimana memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menilai keberhasilan

proyek (Sumber verifikasi)

• Sarana apa yang dibutuhkan (Cara/Sarana)

• Besarnya biaya yang ditimbulkan (Biaya)

• Prakondisi apa yang perlu ada sebelum proyek dilaksanakan.

Dalam kegiatan ini, pendekatan Log frame dipilih karena:

1. Memiliki tahapan identifikasi masalah yang terstruktur, yang sesuai dengan

tujuan kegiatan ini.

Page 12: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

4

2. Mendorong pemangku kepentingan untuk memperhatikan keterkaitan antara

visi, masalah, tujuan, aktivitas, sarana, dan indikator penilaian keberhasilan

tindakan.

3. Mendorong diskusi dan pertimbangan yang lebih luas.

4. Serasi dengan kriteria evaluasi yang umum digunakan

Gambar 1. Keterkaitan Hirarki Log frame dan Kriteria Evaluasi

Pendekatan PCM/Log frame dilaksanakan secara partisipatif, dimana proses

identifikasi dan penyusunan matriks melibatkan para pemangku kepentingan

(stakeholder) utama. Pendekatan partisipatif dipilih karena

1. Memberikan pandangan yang lebih lengkap mengenai tujuan dan

permasalahan yang perlu diperhatikan,

2. Meningkatkan komunikasi lintas pelaku, dan

3. Meningkatkan komitmen pemangku kepentingan terhadap kesepakatan atas

prioritas masalahdan solusi yang dipilih.

Pelaksanaan metode PCM/Log framemeliputi 2 (dua) tahapan, yaitu :

1. Tahap Analisis yang meliputi

• Analisis Stakeholder-identifikasi dan penggambaran karakteristik

stakeholder utama, target group, dan penerima manfaat,

mendefinisikan problem siapa yang akan diatas melalui intervensi

yang akan dilakukan

Problematic Situation

Means

Activities

Result

Project Purpose

Overall Objective

Relevance

Efficiency

Effectiveness

Impact

Hirarki Logframe Kriteria Evaluasi

Alokasi

Aksi

Utilisasi

Perubahan

Sustainability

Page 13: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

5

• Analisis Masalah-identifikasi permasalahan kunci, hambatan, dan

peluang; menentukan hubungan sebab akibat.

• Analisis Objective-mengembangkan obyektif dari permasalahan yang

ada; identifikasi hubungan means to ends

• Analisis Strategi-mengidentifikasikan rangkaian strategi untuk

mencapai tujuan, memilih yang paling tepat/memungkinkan;

menentukan overall objective dan project purpose (jika ada).

2. Tahap Perencanaan yang meliputi

• Pembuatan Log frame-mendefinisikan struktur program/proyek,

menguji internal logic nya, memformulasikan obyektif dalam bentuk

yang dapat diukur, mendefinisikan cara/means dan biaya

(keseluruhan)

• Alokasi kegiatan-menentukan sequence dan saling ketergantungan

antar kegiatan; estimasi lama pelaksanaan; penetapan milestone dan

penanggung jawab.

• Alokasi Sumberdaya-dari alokasi kegiatan,kemudian dikembangkan

kebutuhan input dan anggaran.

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Log frame

Dari tahapan-tahapan tersebut, kegiatan saat ini akan fokus pada tahap

Analisis Masalah terlebih dahulu sesuai tujuan kegiatan. Analisis obyektif dan

strategi akan dilaksanakan dalam bentuk yang sangat terbatas. Sedangkan

tahapan Perencanaan tidak akan dilaksanakan karena berada diluar lingkup

kegiatan saat ini.

Fokus Kegiatan

Page 14: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

6

BAB II. PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1. Analisis Stakeholder

Stakeholder dibatasi pada Subdit-Subdit yang ada di bawah Ditwas, meskipun

sesungguhnya, stakeholder dapat diperluas dengan melibatkan lebih banyak

pihak yang berperan dalam efektifitas pelaksanaan kegiatan Ditwas, seperti

Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian, Dinas

Perdagangan di daerah, BPOM, Polri, LPKSM, Asosiasi pedagang, Dit PMB, dan

lain-lain. Pada saat ini, kegiatan dibatasi pada Subdit dibawah Ditwas sebagai

awal dan mengingat keterbatasan waktu.

2.2. Analisis Hambatan

Secara umum, bagian analisis hambatan dilakukan melalui beberapa tahapan

yaitu: (1) Identifikasi idaman bersama/forum, (2) Identifikasi Hambatan untuk

mencapai masing-masing idaman bersama, (3) Pengelompokan hambatan, (4)

Penyusunan Pohon Masalah tahap-1, (5) Elaborasi Akar Masalah, dan (6)

Penyusunan Pohon Masalah tahap-2. Seluruh tahapan ini dilakukan dalam

metode partisipatif, dimana hasil adalah konsensus peserta/forum, dan

minimalisasi pengarahan fasilitator. Dalam kegiatan ini metode partisipatif yang

digunakan mengacu pada aturan “tulis dahulu-baru bicara”. Aturan ini sengaja

digunakan agar dalam forum yang pesertanya beragam, semua ide dapat tampil

terlebih dahulu tanpa dihalangi oleh hambatan yang sifatnya komunikatif ataupun

psikologis.

Gambar 3. Tahapan Analisis Hambatan

Identifikasi Idaman Organisasi

Identifikasi idaman bersama/organisasi perlu dilakukan sebelum identifikasi

hambatan yang dihadapi organisasi. Tahapan identifikasi idaman diharapkan

Page 15: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

7

akan membawa seluruh peserta pada tataran harapan yang sama. Hal ini akan

mempermudah proses identifikasi masalah/hambatan, karena permasalahan

akan fokus pada idaman yang disepakati bersama.

Tahapan identifikasi idaman secara umum adalah: (1) pengusulan idaman dari

masing-masing peserta, (2) pengelompokan idaman yang sama, (3)

evaluasi/penyesuaian/penambahan idaman, (4) pemilihan Idaman Utama.

Gambar 4. Tahapan Identifikasi Idaman

Gambar 5. Lembar Kerja Diskusi Identifikasi Idaman

Hasil identifikasi idaman yang dilaksanakan menghasilkan 7 (tujuh) idaman

sebagai berikut:

1) Konsumen terlindungi (1st)

2) Penguatan Pasar Dalam Negeri (2nd)

Page 16: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

8

3) Peredaran barang/jasa sesuai ketentuan (3rd)

4) Pengawasan BBJ berjalan sesuai ketentuan (3rd)

5) Dukungan sarana, anggaran, dan SDM berkualitas (3rd)

6) UU PK dapat ditegakkan (3rd)

7) Sinergi dan koordinasi dengan instansi lain berjalan baik (3rd)

Tabel 2. Rekapitulasi Idaman Ditwas dan Kartu Ide Pembentuknya

Kelompok Idaman

1. Konsumen terlindungi (1st)

2. Penguatan Pasar Dalam Negeri (2nd)

3. Peredaran barang/jasa sesuai ketentuan (3rd)

4. Pengawasan BBJ berjalan sesuai ketentuan (3rd)

5. Dukungan sarana, anggaran, dan SDM berkualitas (3rd)

6. UU PK dapat ditegakkan (3rd)

7. Sinergi dan koordinasi dengan instansi lain berjalan baik (3rd)

Kartu Ide

Konsumen terlindungi

Penguatan Pasar Dalam Negeri

Peredaran barang/jasa sesuai ketentuan

Terlaksananya pelaksanaan pengawasan sesuai ketentuan (dari perencanaan, hingga tersosialisasi) ke seluruh Indonesia

Perlu dukungan SDM handal/berkualitas dalam pelaksanaan pengawasan

UU PK dapat ditegakkan

Sinergi dan koordinasi dengan instansi lain berjalan baik

Pelaksanaan PK berhasil

Terlaksananya Tupoksi pada Dit. PBBJ

Keterangan: 1=Idaman Utama; 2=Idaman kedua; 3=idaman ketiga

Dari 7 (tujuh) idaman tersebut, ada 1 (satu) yang menjadi idaman utama, yaitu

“Konsumen Terlindungi dari barang yang tidak baik”. Idaman yang menempati

posisi kedua adalah “Pasar Dalam Negeri menjadi kuat”. Sedangkan 5 (lima)

idaman yang lain menjadi satu sebagai idaman posisi ketiga.

Identifikasi Hambatan Untuk Mencapai Masing-Masing Idaman

Identifikasi hambatan dilakukan untuk mengarahkan peserta mengidentifikasi

hambatan yang dinilai paling utama dalam mencapai idaman. Untuk setiap

idaman, setiap peserta kemudian menyampakan satu hambatan yang paling

Page 17: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

9

utama menurutnya. Dengan demikian, untuk setiap idaman akan ada kartu

hambatan sejumlah peserta. Dalam kegiatan ini jumlah hambatan yang

terkumpul adalah sebanyak 35 kartu hambatan (7 idaman x 5 peserta). Khusus

untuk idaman utama dan kedua, peserta diperkenankan memberikan lebih dari

satu usulan hambatan.

Setelah kartu hambatan terkumpul, forum kemudian melakukan pengelompokkan

terhadap masalah yang dihadapi. Kartu hambatan yang sama/senada kemudian

dikelompokkan menjadi satu dan kemudian diberikan nama baru yang

mencerminkan kartu-kartu ide yang membentuknya.

Gambar 6. Lembar Kerja Pengolahan Hambatan Mencapai Idaman

Rekaptulasi pengolahan kartu hambatan dapat dilihat dalam tabel 3. Pada

bagian akhir, ada 5 (lima) kartu hambatan tambahan. Hambatan-hambatan

tambahan ini berasal dari pengolahan lembar kerja yang dikirimkan melalui email

sebelum pelaksanaan diskusi. Hambatan hasil lembar kerja yang belum

disinggung dalam diskusi kemudian ditambahlkan ke dalam daftar hambatan

yang dihadapi.

Page 18: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

10

Page 19: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

11

Tabel 3. Rekapitulasi Kartu Hambatan Untuk Masing-Masing Idaman Ditwas dan Kartu Pembentuknya

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

1.1. Jumlah SDM PBJ dan PPNS PK kurang

2.1. Koordinasi antar instansi terkait kurang

3.1. Jumlah SDM PPBJ dan PPNS PK kurang

4.1. Kerjasama dukungan data dari unit lain dalam penentuan barang kurang

5.1. TUSI belum dilaksanakan secara baik

6.1. Jumlah PPNS PK yang berkualitas kurang

7.1. Koordinasi internal kurang

8.1. Kesulitan memenuhi ketentuan sampling

9.1. Jumlah produk yang harus diawasi terlalu banyak

10.1 Luas wilayah yang harus diawasi sangat luas

11.1 Dasar hukum untuk melakukan kegiatan belum lengkap

12.1. Standar operasi dan Prosedur untuk melakukan pengawasan belum lengkap

Kurangnya SDM dalam melakukan pelaksanaan pengawasan

Koordinasi antar unit/instansi terkait kurang

jumlah dan kualitas SDM kurang

kerjasama dukungan data dari unit lain kurang

tidak semua SDM melaksanakan TUSI dengan baik

kurangnya SDM dalam hal penindakan

kurang koordinasi

Jumlah SDM kurang optimal

2.2. Kurangnya daya saing produk dalam negeri

3.2. Kualitas sosialisasi ketentuan dan hasil PBBJ kurang

4.2. Frekwensi pengawasan kurang

5.2. Anggaran kurang optimal

terbatasnya PPNS PK yang handal

7.2. masih terdapat ego sektoral

Page 20: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

12

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

SDM kurang

Produk dalam negeri kurang bersaing dengan produk impor

Kurang sosialisasi mengenai ketentuan BJ

Frekwensi pengawasan

anggaran kurang tepat

jumlah dan kualitas PPNS PK

masiih terdapat ego sektoral

1.2. Kompetensi dan kualitas/profesionalisme SDM PBJ dan PPNS PK kurang

kurangnya daya saing produk dalam negeri thd barang import China

Kualitas sosialisasi kurang

4.3. Jumlah dan proporsi SDM kurang

jumlah anggaran belum memadai

6.2. Sebaran Penyidik kurang optimal mencover wilayah Indonesia

7.3. Otoda masih membuat hubungan pusat-daerah kurang optimal

Kualitas dan tanggungjawab SDM kurang

2.3. Sosialisasi hasi pengawasan & kebijakan kpd pelaku usaha dan konsumen kurang

3.3. Pengawasan belum optimal dilaksanakan

kurang SDM dari kuantitas dan kualitas

5.3. Tidak ada tunjangan

kurangnya jumlah penyidik tersebar di seluruh Indonesia

otonomi daerah buat koordinasi pusat-daerah kurang optimal

Page 21: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

13

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

1.3. Jumlah anggaran kurang optimal

Sosialisasi hasi pengawasan & kebijakan kpd pelaku usaha dan konsumen kurang

Pelaksanaan pengawasan belum optimal

jumlah SDM kurang proporsional

tidak ada tunjangan khusus

6.3. Koordinasi dengan instansi terkait kurang

7.4. Partisipasi instansi terkait dalam pelaksanaan PBBJ kurang

Jumlah

anggaran

kurang

optimal

2.4.

kurangnya

kemampu

an dan

kesadaran

pengusah

a untuk

meningkat

kan mutu

barang

3.4.

Kepatuha

n pelaku

usaha

terhadap

ketentuan

PK kurang

kualitas/si

kap SDM

kurang

5.4.

Jumlah

PPBJ dan

PPNS PK

kurang

Koordinasi

dengan

instansi

terkait

kurang

Page 22: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

14

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

1.4.

Frekwensi

pelaksana

an

pengawas

an rendah

kurangnya

kesadaran

pelaku

usaha

untuk

memprod

uksi

barang yg

sesuai

ketentuan

pelaku

usaha

kurang

patuh

dalam

memenuhi

ketentuan

4.4.

Perencan

aan tidak

dapat

dipegang,

mudah

berubah

tidak

semua

SDM

PPBJ dan

PPNS PK

6.4.

Ekses

Otoda

mengham

bat

pelaksana

an PBBJ

Pelaksana

an

pengawas

an kurang

sering

(kuantitas)

produsen

belum

meningkat

kan mutu

produk

pelaku

usaha

tidak

konsisten

dalam

memprod

uksi

barang

sesuai

pelaksana

an belum

sesuai

antara

jadwal

dengan

pelaksana

an

5.5.

Persiapan

pelaksana

an

pengawas

an kurang

otoda

mengham

bat PPNS

PK dan

PPBJ

yang ada

di daerah

Page 23: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

15

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

ketentuan

1.5.

Sosialisasi

mengenai

ketentuan

dan hasil

PBBJ

kurang

merata

dan

kurang

berhasil

3.5.

Dana/biay

a

pengawas

an kurang

konsisten

pimpinan

dalam

melaksan

akan

rencana

kurangnya

persiapan

pelaksana

an

pengawas

an

mutasi

PPBJ

sering

terjadi

Sosialisasi

kurang

Dana/Biay

a kurang

yang

sudah

direncana

kan

berubah

5.6.

Dukungan

pimpinan

dalam

berkomuni

Page 24: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

16

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

karena

permintaa

n

pimpinan

kasi/koord

inasi dgn

instansi

lain

1.6.

Struktur

organisasi

tidak

optimal

bagi

pencapaia

n PBBJ

yang

maksimal

3.6.

Kompeten

si SDM

rendah

4.5.

Keterbata

san dana

dukungan

pimpinan

terhadap

mkondisi

riil

Struktur

organisasi

tidak

optimal

bagi

Keterbata

san dana

Page 25: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

17

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

pencapaia

n PBBJ

yang

maksimal

1.7.

Koordinasi

internal

dan

eksternal

kurang

4.6.

Kurangny

a

pemaham

an

petugas

thd aturan

pengawas

an

Koordinasi

antar unit

kurang

(Internal

dan

eksternal)

Kurangny

a

pemaham

an

petugas

thd aturan

Page 26: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

18

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

pengawas

an

1.8.

Jumlah

dan

kualitas

lab uji

kurang

menjangk

au seluruh

Indonesia

Belum

tersediany

a lab uji

yang

jumlah

dan

kualitasny

Page 27: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

19

Hambatan Idaman 1

Hambatan Idaman 2

Hambatan Idaman 3

Hambatan Idaman 4

Hambatan Idaman 5

Hambatan Idaman 6

Hambatan Idaman 7

Hambatan Tambahan 1

Hambatan Tambahan 2

Hambatan Tambahan 3

Hambatan Tambahan 4

Hambatan Tambahan 5

a

memadai

di seluruh

Indonesia

Page 28: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

20

Pengelompokkan Hambatan Seluruh Idaman dan Pemilihan Pokok Masalah

Setelah diketahui hambatan untuk masing-masing idaman, langkah berikutnya

peserta mengelompokkan hambatan dari seluruh idaman yang ada. Hasil

pengelompokkan dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 7. Hasil Pengelompokkan Hambatan Keseluruhan

Dengan demikian, hingga saat ini berhasil diidentifikasi 25 hambatan/masalah

yang dihadapi oleh Ditwas dalam melakukan tugas dan fungsinya secara efektif.

Dari 25 hambatan ini, peserta kemudian diminta untuk memilih satu hambatan

yang dapat dianggap sebagai Pokok Masalah. Hasil diskusi dan konsensus yang

dilakukan, kemudian menyepakati bahwa hal yang menjadi POKOK MASALAH

adalah “Kurangnya Jumlah SDM PBJ dan PPNS-PK”. Kartu masalah

kurangnya jumlah SDM dapat difahami mejadi pokok masalah karena memiliki 5

Frekwensi

pelaksanaan

pengawasan

kurang

Jumlah SDM PBJ

dan PPNS PK

kurang

(Pokok Masalah)

Kompetensi/

kualitas/

profesionalisme

SDM PBJ dan

PPNS PK kurang

Dukungan

anggaran kurang

optimal

Jumlah dan

kualitas

laboratorium uji

kurang

menjangkau

seluruh Indonesia

Sosialisasi

mengenai

ketentuan dan

hasil PBBJ kurang

merata/ berhasil

Struktur

organisasi tidak

optimal bagi

pencapaian PBBJ

yang maksimal

Koordinasi antar

unit terkait

kurang (internal)

Kurangnya daya

saing produk

dalam negeri

Kepatuhan pelaku

usaha terhadap

ketentuan PK

kurang

Pengawasan dan

TUSI belum

maksimal

dilaksanakan

Kurang dukungan

informasi dr unit

lain dan

keterlibatan

dalam TPBB

Sebaran SDM

PPBJ dan PPNS PK

kurang optimal

Tidak ada

tunjangan untuk

PPBJ

Persiapan

pelaksanaan

pengawasan

kurang

Dukungan

pimpinan dalam

berkomunikasi/ko

ordinasi dgn unit/

instansi lain

Seringnya mutasi

PPBJ di daerah

membuat

pelaksanaan

pengawasan di

daerah kurang

Ego sektoral

menghambat

kerjasama

Otoda kurang

sempurna

membuat

hubungan pusat-

daerah kurang

optimal

Koordinasi

dengan instansi

terkait kurang

(eksternal)

Kesulitan

memenuhi

ketentuan

sampling

Dasar hukum

untuk melakukan

kegiatan belum

lengkap

Jumlah produk

yang harus

diawasi terlalu

banyak

Prosedur untuk

melakukan

pengawasan

belum lengkap

Luas wilayah yang

harus diawasi

sangat luas

Page 29: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

21

(lima) duplikat ketika penggabungan dilakukan, yang menunjukkan bahwa

masalah ini muncul di 5 (lima) dari 7 (tujuh) idaman yang ada.

Penyusunan Pohon Masalah Tahap-1

Setelah kelompok masalah keseluruhan dan Pokok Masalah teridentifikasi,

langkah selanjutnya peserta diminta untuk membandingkan setiap kartu masalah

yang ada dengan Pokok Masalah yang dipilih. Langkah ini dilakukan untuk

mengidentifikasi apakah masih ada masalah yang lebih “bawah” dibandingkan

pokok masalah yang sudah dipilih.Dengan kata lain langkah ini dilakukan untuk

menemukan AKAR masalah. Identifikasi akar masalah membantu kita

membedakan antara hal yang memang menjadi “masalah” (problem) dengan hal

yang hanya sebagai “gejala” (symptom).

Dalam langkah ini, setiap kartu masalah yang tersisa akan dikategorikan sebagai

“Sebab” atau “Akibat” dari Pokok Masalah yang sudah dipilih. Jika kartu

disepakati menjadi Sebab, maka kartu akan diletakkan dibawah Pokok Masalah.

Sedangkan jika kartu disekati menjadi Akibat, maka ia akan diletakkan diatas

Pokok Masalah. Hal ini terus dilakukan, hingga seluruh kartu masalah yang ada

habis terkategorikan sebagai sebab atau akibat.

Gambar 8. Lembar Kerja Pengolahan Pohon Masalah Tahap 1

Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa masalah-masalah berikut ini

dikategorikan sebagai AKAR Masalah, atau SEBAB dari Pokok Masalah yang

dihadapi adalah:

Page 30: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

22

1) Koordinasi antar unit terkait kurang (internal)

2) Tidak ada tunjangan untuk PPBJ

3) Mutasi PPBJ di daerah membuat pelaksanaan pengawasan di daerah

kurang optimal

4) Sebaran SDM PPBJ dan PPNS PK kurang optimal

5) Dukungan pimpinan dalam berkomunikasi/koordinasi dgn unit/ instansi

lain

6) Struktur organisasi tidak optimal bagi pencapaian Pengawasan yang

maksimal

7) Jumlah dan kualitas laboratorium uji kurang menjangkau seluruh

Indonesia

8) Otoda kurang sempurna membuat hubungan pusat-daerah kurang

optimal

9) Ego sektoral menghambat kerjasama

10) Kompetensi dan kualitas SDM PBJ dan PPNS PK (pusat-daerah) kurang

11) Dasar hukum untuk melakukan kegiatan belum lengkap

12) Standar Operasi Prosedur untuk melakukan pengawasan belum lengkap

Page 31: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

23

Gambar 9. Pohon Masalah Tahap-1

SEBAB/AKAR

Frekwensi

pelaksanaan

pengawasan

kurang

Jumlah SDM PBJ dan

PPNS PK kurang

untuk meliputi

seluruh Indonesia

Kompetensi

dan

profesionalis

me SDM PBJ

dan PPNS PK

kurang

Dukungan

anggaran

kurang

optimal

Jumlah dan

kualitas

laboratorium

uji kurang

menjangkau

seluruh

Indonesia

Sosialisasi

mengenai

ketentuan dan

hasil PBBJ

kurang

merata/

berhasil

Struktur

organisasi

tidak optimal

bagi

pencapaian

PBBJ yang

maksimal

Koordinasi

antar unit

terkait kurang

(internal)

Kurangnya

daya saing

produk dalam

negeri

Kepatuhan

pelaku usaha

terhadap

ketentuan PK

kurang

Pengawasan

dan TUSI

belum

maksimal

dilaksanakan

Kurang

dukungan

informasi dr

unit lain dan

keterlibatan

dalam TPBB

Sebaran SDM

PPBJ dan

PPNS PK

kurang

optimal

Tidak ada

tunjangan

untuk PPBJ

Persiapan

pelaksanaan

pengawasan

kurang

Dukungan

pimpinan

dalam

berkomunikas

i/koordinasi

dgn unit/

instansi lain

Mutasi PPBJ di

daerah

membuat

pelaksanaan

pengawasan

di daerah

kurang

optimal

Ego sektoral

menghambat

kerjasama

Dampak

buruk Otoda

membuat

hubungan

pusat-daerah

kurang

optimal

Koordinasi

dengan

instansi terkait

kurang

(eksternal)

Kesulitan

memenuhi

ketentuan

sampling

Dasar hukum

untuk

melakukan

kegiatan

belum

lengkap

Jumlah produk

yang harus

diawasi terlalu

banyak

Standar

Operasi

Prosedur

untuk

melakukan

pengawasan

belum

lengkap

Luas wilayah

yang harus

diawasi sangat

luas

POKOK MASALAH

AKIBAT

Page 32: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

24

Sedangkan hal-hal yang dianggap sebagai AKIBAT yang ditimbulkan adalah:

1) Sosialisasi mengenai ketentuan dan hasil PBBJ kurang merata/ berhasil

2) Koordinasi dengan instansi terkait kurang (eksternal)

3) Pengawasan dan TUSI belum maksimal dilaksanakan

4) Kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan PK kurang

5) Dukungan anggaran kurang optimal

6) Frekwensi pelaksanaan pengawasan kurang

7) Kurangnya daya saing produk dalam negeri

8) Kurang dukungan informasi dr unit lain dan keterlibatan dalam TPBB

9) Persiapan pelaksanaan pengawasan kurang

10) Kesulitan memenuhi ketentuan sampling

11) Jumlah produk yang harus diawasi terlalu banyak

12) Luas wilayah yang harus diawasi sangat luas

Hasil pengelompokan ini dapat digunakan untuk beragam kepentingan, seperti:

• Identifikasi Prioritas Masalah. Pada dasarnya, informasi yang ada pada Akar

Masalah dapat digunakan untuk menyusun strategi dan tindakan untuk

mencapai tujuan. Jika dianalogikan sebagai pohon, maka Pokok Masalah

adalah batang pohon, kartu-kartu Sebab adalah akar, sedangkan kartu-kartu

Akibat sebagai daun dan buahnya. Maka jika ingin memuat pohon yang

sehat, lebat buah dan sehat daunnya, maka yang harus dilakukan adalah

memastikan bahwa akar pohon berada dalam kondisi yang sehat dan

mendapat nutrisi secara baik. Dengan demikian, masalah-

masalah/hambatan-hambatan yang ada dalam kelompok Sebab perlu

mendapat prioritas pertama untuk diselesaikan.

• Penyusunan Strategi, Program, atau Tindakan yang Terarah. Strategi,

program, atau tindakan harus diarahkan untuk menyelesaikan apa yang ada

di bagian akar masalah sebagai prioritas. Pengelompokan ini membantu kita

untuk mengenali masalah (problem) dari gejala (symptom).

Strategi/program/tindakan seharusnya diarahkan untuk mengatasi problem

dan bukan symptom.

• Penyusunan Indikator Pencapaian Kegiatan. Informasi lain yang dapat

diturunkan dari pohon ini adalah ide mengenai indikator pencapaian

strategi/program/kegiatan. Indikator dapat diturunkan dari kartu-kartu Akibat

Page 33: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

25

(buah dan daun pohon) sebagai akibat dari apa yang organisasi lakukan

terhadap akar dan pokok masalahnya.

Elaborasi Akar Masalah

Langkah elaborasi akar masalah dilakukan untuk mendapatkan gambaran

mengenai hirarki dalam kelompok akar masalah. Penentuan hirarki ini penting

dijalankan untuk melakukan prioritas kegiatan dan alokasi sumberdaya. Secara

umum, masalah yang menempati posisi paling bawah, seharusnya menjadi

masalah yang pertama diselesaikan karena ia dianggap mempengaruhi

penyelesaian masalah-masalah lain yang ada diatasnya.

Elaborasi akar masalah dilakukan dengan bantuan lembar kerja yang dibawa

pergi oleh peserta (take away). Peserta didorong untuk berdiskusi dengan

anggota Subdit-nya masing-masing dalam mengisi lembar kerja tersebut.

Gambar 10. Lembar Kerja Elaborasi Masalah

Page 34: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

26

Data elaborasi masalah dari masing-masing peserta kemudian diolah dan

dikonfirmasikan kepada peserta pada pertemuan berikutnya. Hasil elaborasi dan

penyusunan awal hirarki masalah dapat dilihat dalam gambar berikutnya.

Langkah umum yang dilakukan dalam elaborasi masalah adalah,

• Untuk setiap kartu masalah yang ada dalam kelompok Sebab, ditanyakan

pertanyaan: “Apa yang menyebabkan masalah ini?”. Jawaban atas

pertanyaan tersebut diletakkan dibawah masalah yang bersangkutan,

kemudian terhadap jawaban tersebut ditanyakan kembali pertanyaan :

“Apa yang menyebabkan masalah ini?”, dan seterusnya. Peserta

didorong untuk sebanyak mungkin merinci penyebab dari kartu masalah

yang ada secara logis dan berurutan. Dengan demikian peserta akan

mencari runtutan akar dari 12 kartu masalah yang ada dalam kelompok

SEBAB. Setiap kartu masalah biasanya memperoleh antara 2 (dua)

hingga 5 (lima) kartu runtutan akarnya.

• Jawaban antar peserta terhadap satu kartu masalah kemudian

digabungkan, dikelompokkan, dan dibandingkan untuk mencari urutan

runtutan gabungan peserta terhadap suatu masalah.

• Setelah penggabungan runtutan untuk satu kartu masalah selesai,

kemudian runtutan masalah di satu kartu masalah tersebut dibandingkan

dengan runtutan dari kartu masalah yang lain untuk mencari anak

runtutan yang sama/senada.

• Jika ditemukan anak runtutan yang sama, maka mereka harus diletakkan

dalam tinggi yang sama/sejajar.

• Kemudian ditambahkan garis panah penghubung antara kartu-kartu

masalah yang ada.

Page 35: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

27

Gambar 11. Lembar Kerja Penggabungan Elaborasi Masalah dan Identifikasi Kartu Runtutan Yang Sama/Senada

A

Koordinasi antar unit

terkait kurang

(internal) B

Tidak ada tunjangan

untuk PPBJ C

Mutasi PPBJ di

daerah membuat

pelaksanaan

pengawasan di

daerah kurang

optimal D

Sebaran SDM PPBJ

dan PPNS PK

kurang optimal E

Dukungan pimpinan

dalam

berkomunikasi/koord

inasi dgn unit/

instansi lain F

Struktur organisasi

tidak optimal bagi

pencapaian

Pengawasan yang

maksimal G

Jumlah dan kualitas

laboratorium uji

kurang menjangkau

seluruh Indonesia H

Otoda kurang

sempurna membuat

hubungan pusat-

daerah kurang

optimal I

Ego sektoral

menghambat

kerjasama J

Kompetensi dan

kualitas SDM PBJ

dan PPNS PK

(pusat-daerah)

kurang K

Dasar hukum untuk

melakukan kegiatan

belum lengkap L

Standar Operasi

Prosedur untuk

melakukan

pengawasan belum

lengkap

A1 Kurang Komunikasi B1

PPBJ belum menjadi

pejabat fungsional

tertentu C1

Daerah kurang

konsisten dalam

penempatan PPBJ D1

Belum sepenuhnya

Pusat./ Daerah

memahami

pentingnya SDM

PPBJ dalam rangka

perlindungan

konsumen E1 Kebijakan Pimpinan F1

Dit. Was hanya unit

eselon II,

seharusnya menjadi

es. I. G1

Keterbatasan

ketersdiaan lab yang

belum merata di

seluruh Indonesia H1

Tidak ada garis

struktural ke daerah I1

Masih memikirkan

kepentinmgan

organisasi sendiri J1

Tidak adanya

tunjangan bagi PPBJ

dan PPNS PK K1

Belum direvisi

ketentuan yang

mengatur tata-cara

pengawasan

barang/jasa di pasar L1

Sedang diproses/

dibuat SOP

A2 Cenderung Tertutup B1

Kebijakan yg blm

ada C2

Daerah kurang

memahami PPBJ C2

Sistim Otda perlu

direvisi E2

Mungkin hal tsb tdk

dianggap penting

oleh pimp F1

Perlu ada

pemisahan org

pengawasan dan

penyidikan G1

Masalah kompetensi

lab H1 Revisi UU Otda I2 Kurang koordinasi J3

Jarang praktek

melakukan

penyidikan dan

pengawasan K1

Blm responsif thd

kondisi di lapangan L1 Kondisi dinamis

A3

masing2 tertlalu

sibuk B2 Tidak ada input C2

Sistim Otda perlu

direvisi C1 Otonomi Daerah E1

Belum berkomitmen

secara pebuh F2

Kebijakan

kementerian blm

mendukung J2

PPNS dan PPBJ tdk

ada hub struktural

dng pusat K2

jarang melakukan

analisa L2

Kurang SDM di

ditwas utk melakukan

penmyusunan

A1 Keterbatasan waktu C1 Otonomi Daerah J1 Karena Otda

A2

Kurangnya

perencanaan

Page 36: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

28

Gambar 12. Penyusunan Agar Kartu Runtutan Yang Senada Berada Dalam Tinggi Yang Sama/Sejajar

C

Mutasi PPBJ di

daerah membuat

pelaksanaan

pengawasan di

daerah kurang

optimal D

Sebaran SDM PPBJ

dan PPNS PK

kurang optimal F

Struktur organisasi

tidak optimal bagi

pencapaian

Pengawasan yang

maksimal G

Jumlah dan kualitas

laboratorium uji

kurang menjangkau

seluruh Indonesia I

Ego sektoral

menghambat

kerjasama J

Kompetensi dan

kualitas SDM PBJ

dan PPNS PK

(pusat-daerah)

kurang L

Standar Operasi

Prosedur untuk

melakukan

pengawasan belum

lengkap

B

Tidak ada tunjangan

untuk PPBJ C1

Daerah kurang

konsisten dalam

penempatan PPBJ D1

Belum sepenuhnya

Pusat./ Daerah

memahami

pentingnya SDM

PPBJ dalam rangka

perlindungan

konsumen F1

Dit. Was hanya unit

eselon II,

seharusnya menjadi

es. I. G1

Keterbatasan

ketersdiaan lab yang

belum merata di

seluruh Indonesia I1

Masih memikirkan

kepentinmgan

organisasi sendiri J1

Tidak adanya

tunjangan bagi PPBJ

dan PPNS PK L1

Sedang diproses/

dibuat SOP

A

Koordinasi antar unit

terkait kurang

(internal) B1

PPBJ belum menjadi

pejabat fungsional

tertentu C2

Daerah kurang

memahami PPBJ F1

Perlu ada

pemisahan org

pengawasan dan

penyidikan G1

Masalah kompetensi

lab I2 Kurang koordinasi J3

Jarang praktek

melakukan

penyidikan dan

pengawasan L1 Kondisi dinamis

A1 Kurang Komunikasi B1

Kebijakan yg blm

ada C2

Sistim Otda perlu

direvisi C2

Sistim Otda perlu

direvisi E

Dukungan pimpinan

dalam

berkomunikasi/koord

inasi dgn unit/

instansi lain F2

Kebijakan

kementerian blm

mendukung J2

PPNS dan PPBJ tdk

ada hub struktural

dng pusat K

Dasar hukum untuk

melakukan kegiatan

belum lengkap L2

Kurang SDM di

ditwas utk melakukan

penmyusunan

A2 Cenderung Tertutup B2 Tidak ada input C1 Otonomi Daerah C1 Otonomi Daerah E1 Kebijakan Pimpinan H

Otoda kurang

sempurna membuat

hubungan pusat-

daerah kurang

optimal J1 Karena Otda K1

Belum direvisi

ketentuan yang

mengatur tata-cara

pengawasan

barang/jasa di pasar

A3

masing2 tertlalu

sibuk E2

Mungkin hal tsb tdk

dianggap penting

oleh pimp H1

Tidak ada garis

struktural ke daerah K1

Blm responsif thd

kondisi di lapangan

A1 Keterbatasan waktu E1

Belum berkomitmen

secara pebuh H1 Revisi UU Otda K2

jarang melakukan

analisa

A2

Kurangnya

perencanaan

Page 37: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

29

Penyusunan Pohon Masalah Tahap-2

Penyusunan pohon masalah tahap-2 adalah langkah memasukkan hirarki

masalah ke dalam pohon masalah tahap-1. Informasi mengenai hirarki masalah

diperoleh dari langkah elaborasi akar masalah. Setelah unsur hirarki ini

dimasukkan, kemudian dilakukan penarikan garis hubungan antar kartu masalah.

Gambar 13. Diskusi Konfirmasi Pohon Masalah Tahap-2

Hasil pengolahan Pohon Masalah Tahap-2 dapat diikuti dalam gambar 14.

Dalam gambar ini, semakin ke bawah maka semakin tinggi prioritas masalah.

Page 38: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

30

Gambar 14. Pengaturan Ulang Hirarki Kartu Masalah, Penambahan Hubungan Antar Masalah, dan Penyusunan Pohon Masalah Tahap-2

Page 39: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

31

Gambar 15. Penomoran Masalah

Koordinasi antar

unit terkait kurang

(internal)

Komunikasi

kurang

Cenderung

tertutup

Masing-masing

terlalu sibuk pada

Tusi Subdit-nya

Pengukuran

kinerja per Subdit,

tidak secara

keseluruhan

Kurangnya

perencanaan

Tidak ada

tunjangan untuk

PPBJ

PPBJ belum

menjadi pejabat

fungsional

Kebijakan yang

belum ada

Belum dianggap

prioritas

Mutasi PPBJ

daerah membuat

pengawasan tidak

optimal

Daerah tdk

konsisten dlm

penempatan PPBJ

Daerah kurang

memahami PPBJ

Sistem Otda tidak

dijalankan serasi

Otonomi daerah

Sebaran SDM

PPBJ & PPNS PK

kurang optimal

Pusat-Daerah

belum memahami

pentingnya PPBJ

dalam PK

Sistem Otda

belum optimal

Otonomi daerah

Pengertian

pimpinan terhadap

kondisi lapangan

Kebijakan

pimpinan

Mungkin hal tsb

tdk dianggap

penting

Struktur organisasi

tdk mendukung

pengawasan

maksimal

Ditwas hanya

eselon II

Perlu pemisahan

organisasi

penindakan dan

penyidikan

Kebijakan

kementerian

belum mendukung

Jumlah & kualitas

lab uji kurang

menjangkau

Indonesia

Kapasitas Lab

rendah

Kompetensi lab

kurang

Hubungan pusat-

daerah kurang

optimal

Tidak ada garis

struktural ke

daerah

Otoda kurang

optimal

Ego sektoral

menghambat

kerjasama

Masih memikirkan

kepentingan

organisasi sendiri

Kurang koordinasi

(ada koordinasi

tapi semu)

Kompetensi dan

kualitas SDM

PPBJ & PPNS PK

rendah

Jarang praktek

melakukan

penyidikan &

pengawasan

PPNS dan PPBJ

tidak ada hub

struktural dg pusat

Dasar hukum utk

melakukan

kegiatan belum

lengkap

Belum revisi

ketentuan yg

mengatur tata

cara PBBJ

Belum responsif

thd kondisi

lapangan

Jarang melakukan

analisis

SOP utk

melaksanakan

pengawasan

belum lengkap

SOP pernah

dibuat tapi tidak

berjalan

Kondisi berubah-

ubah/dinamis

Kurang SDM di

ditwas utk

melakukan

penyusunan

Motivasi petugas

rendah

PPBJ belum

menjadi pejabat

fungsional

Sistem

pengawasan

barang beredar

belum berjalan

Kurang Bimbingan

Teknis

Tidak ada MOU

dengan Lab

Daerah belum

mandiri

menyediakan

PPBJ dan PPNS

Dukungan Biro

kepegawaian

dalam pemenuhan

SDM yg sesuai

Tidak pernah

diminta oleh

Pimpinan

Jumlah SDM PPBJ & PPNS PK kurang untuk

meliputi seluruh Indonesia

1

1

2

2

2

I.1

Prio

ritas

Rendah

E.1

E.2

E.3

E.4 E.5

I.13

I.15

I.14

I.17

I.16

I.10

I.18

I.19

I.20

I.21

I.22

E.6

E.7

I.5

I.4

I.3

I.9

I.8 I.7

I.6

E.1

I.2

I.12 I.11

I.23

E.8

I.3

Page 40: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

32

BAB III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Setelah mengetahui hirarki dan pohon masalahnya, maka pada saat ini sudah

dapat dilakukan analisis terhadap hambatan dan permasalahan yang dihadapi

oleh Ditwas. Secara umum ada 2 (dua) jenis hambatan yang dihadapi oleh

Ditwas, hambatan dari sisi Internal dan hambatan yang berasal dari sisi

Eksternal. Namun kedua jenis hambatan ini saling berkelindan sehingga sulit

menarik garis tegas diantara keduanya.

Hambatan Internal yang dihadapi antara lain adalah:

I.1. Sistem pengawasan barang beredar belum lengkap dan terintegrasi

I.2. Kurangnya perencanaan

I.3. PPBJ belum menjadi pejabat fungsional

I.4. Tidak ada tunjangan untuk PPBJ

I.5. Motivasi petugas rendah

I.6. PPNS dan PPBJ tidak ada hubungan struktural dengan Pusat

I.7. Jarang praktek melakukan penyidikan dan pengawasan

I.8. Kurang bimbingan teknis

I.9. Kompetensi dan kualitas SDM PPBJ dan PPNS PK rendah

I.10. Struktur organisasi tidak mendukung pengawasan maksimal

I.11. Pengertian pimpinan terhadap kondisi lapangan

I.12. Dukungan Biro Kepegawaian dalam pemenuhan SDM yang sesuai

I.13. Kurang SDM di Ditwas untuk melakukan penyusunan

I.14. Kondisi berubah-ubah/dinamis

I.15. SOP untuk melaksanakan pengawasan belum lengkap

I.16. Belum revisi ketentuan yang mengatur tata cara PBBJ

I.17. Dasar hukum untuk melakukan kegiatan belum lengkap

I.18. Pengukuran kinerja per Subdit, tidak secara keseluruhan

I.19. Masing-masing terlalu sibuk dengan tugas fungsi Subdit nya

I.20. Cenderung tertutup

I.21. Komunikasi kurang

I.22. Koordinasi antar unit terkait kurang (internal)

I.23. Tidak ada MOU dengan lab

I.24. Jumlah dan kualitas lab uji kurang menjangkau Indonesia

Page 41: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

33

Sedangkan hambatan Eksternal yang dihadapi antara lain:

E.1. Otoda kurang serasi dijalankan membuat hubungan Pusat-Daerah

kurang optimal

E.2. Daerah belum memahami urusan PK dan peran PPBJ/PPNS PK

E.3. Daerah belum mandiri dalam menyediakan PPBJ dan PPNS PK

E.4. Mutasi PPBJ dan PPNS PK di daerah membuat pengawasan tidak optimal

E.5. Sebaran SDM PPBJ dan PPNS PK kurang optimal

E.6. Kurang koordinasi (Ada koordinasi tapi semu)

E.7. Ego sektoral menghambat kerjasama

E.8. Jumlah dan kualitas laboratorium uji kurang menjangkau seluruh Indonesia

Gambaran Hambatan Yang Dihadapi Ditwas

Paragraf dibawah ini adalah paparan, seandainya pohon masalah yang ada

dalam gambar 14 dicoba dinarasikan.

• Hambatan utama dari sisi internal adalah (I.1) Belum dimilikinya sistem

pengawasan barang beredar yang jelas dan terintegrasi. Sistem ini

memang tidak murni internal, namun karena inisiasinya hanya dapat berasal

dari pihak Ditwas, maka dianggap sebagai internal. Keberadaan dan

keberhasilan sistem ini oleh peserta diskusi dianggap sebagai hal yang sangat

penting, terutama untuk menghadapi masalah utama Eksternal yaitu (E.1)

Belum serasi/optimalnya komunikasi/kerjasama Pusat-Daerah dalam

otonomi daerah.

• Belum dimilikinya sistem pengawasan barang beredar yang jelas dan

terintegrasi membuat PPBJ dan PPNS PK yang jumlahnya terbatas di Ditwas,

harus melaksanakan pengawasan pada skala yang nasional, sementara pada

saat yang sama Ditwas juga menghadapi masalah (I.13) Keterbatasan

Jumlah SDM, dan (I.15) Belum selesainya penyusunan SOP Pengawasan

Barang Beredar. Padahal (I.14)situasi di lapangan sangatlahdinamis dan

memerlukan dokumentasi prosedur yang cepat dan diperbaiki secara berkala

untuk semakin mengefektifkan kegiatan pengawasan dari waktu ke waktu.

Dalam diskusi yang dilaksanakan dibicarakan mengenai beberapa situasi

dimana (I.17) Dasar hukum yang ada dirasa belum lengkap sebagai dasar

untuk melakukan penindakan dan penyelidikan. (I.16) Review dan perbaikan

peraturan yang segera agar petugas dapat bertindak dengan lebih pasti.

Disini, Ditwas tampak berada pada posisi yang gamang, apakah akan terjun

penuh melaksanakan operasi penindakan dan penyelidikan, atau akan fokus

Page 42: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

34

pada tataran pengembangan panduan, pedoman, peraturan, kebijakan, dan

dukungan fasilitasi kepada seksi atau bidang pengawasan barang beredar

yang ada di daerah. Hal ini tercermin dari hambatan dalam (I.10) Struktur

organisasi Ditwas untuk mendukung pelaksanaan sistem pengawasan

barang beredar.

• Penilaian bahwa sistem belum jelas dan terintegrasi salah satunya tercermin

pada pandangan dalam diskusi mengenai ketidakjelasan pengaturan

wewenang pengawasan antara Ditwas dan DitPDN dalam pengawasan. Hal

ini menimbulkan pertanyaan karena Dit PDN sesungguhnya sudah berfungsi

menyusun standar (fungsi regulasi), sehingga tidak tepat jika Dit PDN juga

mengambil fungsi pengawasan terhadap standar yang dibuatnya sendiri.

• Belum serasinya komunikasi dan koordinasi antara Pusat dan Daerah adalah

penyakit kronik yang belum juga selesai sejak otonomi daerah digulirkan

tahun 2001. Hal utama yang dirasakan adalah (E.2) Rendahnya

pemahaman Kepala Daerahkepada urusan perdagangan dan visi

Perlindungan Konsumen khususnya melalui pengawasan barang beredar.

Paradigma penyusunan prioritas dukungan daerah berdasarkan besarnya

sumbangan terhadap APBD masih kerap terjadi di daerah, sehingga urusan

perlindungan konsumen, yang tidak memberikan banyak sumbangan APBD,

tentunya tidak menjadi prioritas bagi Daerah. Disini tampak bahwa

Kementerian Perdagangan perlu berkomunikasi dan memotivasi daerah untuk

memperhatikan urusan-urusan perlindungan konsumen secara lebih baik,

dapat melalui cara-cara penugasan seperti Dekonsentrasi dan Tugas

Perbantuan, maupun menggunakan instrumen keuangan seperti Dana Alokasi

Khusus (DAK). Rendahnya pemahaman daerah juga tercermin pada (E.3)

Belum mandirinya penyediaan tenaga PPBJ, serta (E.4) Mutasi PPBJ dan

PPNS PK tanpa koordinasi dengan Pusat sebagai instansi yang melatih,

mengangkat, dan memberikan legalitasnya. Hal ini menyebabkan (E.5)

Kurang optimalnya jumlah dan sebaran petugas PPBJ dan PPNS PK di

daerah karena tidak dapat dikontrol dan dijaga secara akurat.

• Hambatan kronik lain yang teridentifikasi adalah masalah Koordinasi, baik

(I.22) Koordinasi internal Ditwas, maupun (E.6) Koordinasi dengan pihak

diluar Ditwas. Seorang peserta menyebutkan koordinasi sebagai hal yang

mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Dalam hubungannya dengan pihak

eksternal, sesungguhnya koordinasi dengan daerah dan lembaga terkait

Page 43: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

35

sudah dilakukan, namun tingkatan koordinasi yang terjadi dinilai masih semu,

belum koordinasi yang efektif. Masalah (E.7) Ego Sektoral, diduga menjadi

penghambat dalam koordinasi dengan pihak eksternal ini. Sedangkan disisi

internal, koordinasi memang dilaksanakan, namun karena (I.18) penilaian

kinerja adalah per Subdit, maka pada akhirnya setiap (I.19) Subdit akan

fokus pada pelaksanaan tugas dan fungsinya sendiri, yang membuat

(I.20) jadwal untuk berkoordinasi internal menjadi sulit untuk dilaksanakan.

Hal ini membuat (I.21) komunikasi lintas Subdit adalah kurang.

• Masalah di lingkungan SDM sesungguhnya tidak lepas dari Sistem

Pengawasan Barang Beredar dan pilihan Struktur Organisasi yang dianut

Ditwas. Salah satu rule dalam manajemen adalah “Strategy define Structure,

dan System support Structure” menunjukkan bahwa kejelasan pilihan sistem

dan struktur ini harus segera diselesaikan agar kriteria, perencanaan, dan

arah pengembangan SDM dapat segera dirumuskan secara konsisten. Hal-

hal seperti (I.12) Dukungan biro kepegawaian dalam rekrutmen SDM, (I.8)

kebijakan Bimbingan Teknis, (I.6) komunikasi dengan PPBJ dan PPNS

PK daerah, serta (I.7) praktek penyidikan dan pengawasan yang

diperlukan bagi pengembangan kompetensi SDM amat bergantung pada

pilihan ini.

• Salah satu masalah yang berhubungan dengan SDM adalah masalah (I.5)

motivasi dan (I.3) jabatan fungsional bagi PPBJ. Pada awalnya masalah

ini memang tidak mengemuka, namun ketika mendiskusikan arah

pengembangan SDM, baik di Pusat maupun Daerah, maka skema jabatan

fungsional beserta (I.4) tunjangannya menjadi hal yang dipertimbangkan.

Salah satu argumen yang dikemukakan adalahmotivasi petugas PPBJ untuk

melaksanakan pengawasan, bertahan dari mutasi, dan meningkatkan

ketrampilannya dapat didorong melalui penerapan Jabatan Fungsional dan

Tunjangannya.

Page 44: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

36

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN 1. Kajian dan analisis terkait dengan perlindungan konsumen yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa efektifitas pengawasan barang beredar di

pasar hanya sekitar 40,7% barang beredar yang sesuai dengan parameter

pengawasan.

2. Hambatan pertama pelaksanaan perlindungan konsumen adalah belum

selarasnya pandangan mengenai urusan perlindungan konsumen antara

pemerintah pusat dan daerah. Hal ini tercermin dari kurang selarasnya

koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan sistem

perlindungan konsumen, perbedaan visi mengenai perlindungan konsumen,

perbedaan pandangan terhadap peran instansi pelaksana urusan

perlindungan konsumen yang ada di daerah, rendahnya prioritas terhadap

urusan perlindungan konsumen, dan rendahnya kemandirian/kemampuan

pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan perlindungan konsumen.

3. Hambatan kedua adalah belum terlaksananya sistem perlindungan

konsumen nasional secara terintegrasi. Hal ini tercermin dari rendahnya

integrasi pelaksanaan sistem perlindungan konsumen pusat dan daerah,

belum terlaksananya urusan perlindungan konsumen di seluruh daerah,

masih adanya kewenangan yang tidak dapat dijalankan di daerah,

ketidaklengkapan kelembagaan di daerah untuk mewadahi tugas tertentu

dalam urusan perlindungan konsumen, masih adanya kegiatan yang dinilai

belum memiliki dasar hukum yang kuat, belum efektifnya kerjasama dengan

lembaga/ kementerian/instansi lain.

4. Hambatan ketiga adalah rendahnya kapasitas lembaga pendukung sistem

perlindungan konsumen nasional, terutama yang paling mendesak adalah

keterbatasan jumlah serta kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) seperti

Pengamat Tera, Penera, Analis Laboratorium Penguji, Pengawas Barang

Beredar dan Jasa, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

5. Hambatan lainnya adalah hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai faktor

pendukung terhadap efektifitas pelaksanaan perlindungan konsumen, yaitu

(1) permasalahan dibidang manajerial, seperti lemahnya perencanaan dan

kurang giatnya koordinasi internal antar bagian pada instansi pelaksana, (2)

keterbatasan anggaran, (3) belum adanya basis data yang akurat,

terintegrasi, dan mutakhir, serta (4) perubahan faktor eksternal/ lingkungan.

REKOMENDASI 1. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam urusan perdagangan

khususnya dalam pelaksanaan perlindungan konsumen, melalui:

Page 45: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

37

a. Meningkatkan hubungan dan pemahaman daerah terhadap urusan

perlindungan konsumen

1) Menggunakan hasil pemetaan sistem perlindungan konsumen nasional

untuk memetakan kemampuan daerah dalam melaksanakan urusan

perlindungan konsumen (Pemberdayaan Konsumen, Pengawasan

Barang Beredar, Standardisasi, Pengembangan Mutu Barang, dan

Metrologi Legal).

2) Meningkatkan kepedulian (awareness) dan pemahaman Pemerintah

Daerah terhadap urusan perdagangan yang diserahkan kepada

daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis perlindungan konsumen

dan pengayaan materi pelatihan kepala daerah di Kementerian Dalam

Negeri.

3) Bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk merancang

Tugas Perbantuan kepada Pemerintah Provinsi untuk mendukung

sistem perlindungan konsumen nasional.

4) Memperbaiki kualitas perencanaan, komunikasi, dan koordinasi daerah

melalui penyediaan basis data dan statistik perlindungan konsumen

yang akurat, terintegrasi, serta dimutakhirkan berkala secara nasional

b. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan

urusan perlindungan konsumen

1) Memotivasi pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan

perlindungan konsumen melalui penyaluran Dana Alokasi Khusus

(DAK) dengan kriteria teknis yang memperhatikan pelaksanaan urusan

perlindungan konsumen dan jumlah SDM fungsional pendukung

perlindungan konsumen di daerah.

2) Mendorong Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri

untuk mempertimbangkan ketersediaan jumlah tenaga fungsional

pendukung urusan bidang perdagangan khususnya bidang

perlindungan konsumen dalam alokasi Dana Alokasi Umum (DAU)

kepada pemerintah daerah.

c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi perlindungan konsumen daerah

secara nasional, berjenjang, dan berkala

1) Memasukkan komponen kinerja perlindungan konsumen dalam

monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan bidang perdagangan oleh

daerah.

2) Menggunakan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan perlindungan

konsumen daerah sebagai dasar penyaluran dukungan atau bantuan

kepada daerah.

d. Mereview produk hukum daerah dan menyusun Standar Pelayanan

Minimum

1) Mendorong daerah untuk melakukan review dan menyusun produk

hukum yang mendukung pelaksanaan sistem perlindungan konsumen.

Page 46: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

38

2) Menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) pemerintah daerah

bagi pelaksanaan bidang perlindungan konsumen (Pemberdayaan

Konsumen, Pengawasan Barang Beredar, Standardisasi,

Pengembangan Mutu Barang, dan Metrologi Legal).

2. Memperkuat Sistem Perlindungan Konsumen Nasional, melalui:

a. Mengevaluasi Sistem Perlindungan Konsumen Nasional.

1) Memetakan dan mengevaluasi kondisi saat ini dari sistem

perlindungan konsumen nasional, meliputi kelembagaan, kapasitas,

jumlah dan kualitas sumberdaya, kualitas pelaksanaan operasi, dan

keselarasan tugas, kewenangan, dan output antar lembaga terkait,

mulai dari pusat hingga daerah, dalam menunjang pencapaian tujuan

perlindungan konsumen nasional.

2) Mengidentifikasi dan mengestimasi dampak perubahan lingkungan

terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen nasional, seperti

perubahan pasar, penambahan/peningkatan standar, peningkatan

kebutuhan parameter/akurasi uji, perubahan jenis UTTP, munculnya

variasi/turunan produk, keterbukaan wilayah, dinamika wilayah,

peningkatan lalu lintas barang antar daerah dan dari negara lain,

pertambahan penduduk, perubahan cara belanja dan pemasaran

barang, pertambahan jenis jasa yang dipasarkan, dan lain-lain.

3) Mengevaluasi kemampuan daerah dalam melaksanakan dan

mendukung sistem perlindungan konsumen nasional.

b. Mengembangkan Sistem Informasi Perlindungan Konsumen Nasional.

1) Menyusun dan mengelola Sistem Informasi Perlindungan Konsumen

Nasional yang dapat diakses oleh seluruh instansi atau lembaga yang

terlibat dalam sistem perlindungan konsumen nasional (Pemberdayaan

Konsumen, Pengawasan Barang Beredar, Standardisasi,

Pengembangan Mutu Barang, dan Metrologi Legal) untuk mendukung

proses perencanaan, komunikasi, pengarahan, koordinasi, kerjasama,

dan sosialisasi.

2) Menyusun basis data dan statistik perlindungan konsumen yang akurat

serta dimutakhirkan secara berkala dan secara nasional, termasuk

beragam indeks yang diperlukan sebagai indikator pelaksanaan

perlindungan konsumen.

c. Meninjau peraturan dan dokumen operasional di bidang perlindungan konsumen.

1) Meninjau dan memetakan dasar hukum, bisnis proses, prosedur, dan

standar operasi pelaksanaan urusan Perlindungan Konsumen baik

yang dibutuhkan di pusat maupun daerah. Termasuk mengidentifikasi

produk hukum yang dibutuhkan untuk dibuat oleh daerah, dan produk

hukum daerah yang bertentangan dengan pelaksanaan perlindungan

konsumen secara nasional.

Page 47: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

39

2) Meninjau, memperbaiki, dan melengkapi dasar hukum, bisnis proses,

prosedur, dan standar operasi pelaksanaan urusan-urusan

perlindungan konsumen agar sesuai dengan strategi, struktur, dan

sistem perlindungan konsumen nasional yang akan dilaksanakan,

pendekatan kewilayahan, dan otonomi daerah.

3. Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana sistem perlindungan konsumen

nasional, melalui:

a. Menyesuaikan jumlah dan kemampuan SDM pendukung perlindungan konsumen

1) Menggunakan hasil pemetaan sistem perlindungan konsumen nasional

untuk memetakan jumlah dan kondisi terkini dari SDM yang terlibat

dalam pelaksanaan urusan perlindungan konsumen, baik ditingkat

pusat maupun daerah.

2) Melakukan estimasi kebutuhan SDM pelaksana urusan perlindungan

konsumen pada masa mendatang, dan menyusun strategi rekrutmen,

insentif, karir, serta pengembangan SDM urusan perlindungan

konsumen.

3) Memastikan Biro Kepegawaian mendukung upaya rekrutmen

tambahan bagi tenaga Pengamat Tera, Penera, Analis Laboratorium

Penguji, Pengawas Barang Beredar dan Jasa, dan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil untuk memenuhi kebutuhan di Pusat maupun

diperbantukan ke daerah.

4) Bekerjasama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam

Negeri mendorong daerah untuk menjaga dan memperhatikan

komposisi antara tenaga ahli pelaksana dengan tenaga pendukung

pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan

perlindungan konsumen melalui pertimbangan kriteria teknis dalam

Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

5) Menggunakan kelembagaan milik pusat yang ada di Daerah seperti

Badan Sertifikasi Metrologi Legal (BSML) untuk memeratakan sebaran

SDM fungsional bagi pelaksanaan perlindungan konsumen, terutama

kepada wilayah yang pelaksanaannya rendah.

b. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan secara berjenjang melalui pendekatan kewilayahan bagi pelaksana perlindungan konsumen

1) Menyusun strategi pendidikan dan latihan berjenjang/wilayah dengan

memanfaatkan kelembagaan milik pusat yang ada di daerah seperti

BSML, termasuk kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan

Perguruan Tinggi di daerah, untuk menambah, meningkatkan

kemampuan, dan memotivasi SDM pelaksana urusan Perlindungan

Konsumen di daerah.

2) Mempersiapkan Standar Kompetensi Kerja bagi pendidikan dan

pelatihan beberapa bidang tugas yang dibutuhkan mendesak

(pengamat tera, penera, reparatur UTTP, asisten analis lab penguji,

Page 48: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

40

dan pengawas barang beredar dan jasa) agar dapat dilaksanakan oleh

lembaga/instansi diklat yang lain yang telah disetujui di daerah.

3) Melakukan sertifikasi internal terhadap kompetensi petugas

perlindungan konsumen.

c. Merevitalisasi sarana perlindungan konsumen yang mendesak

1) Menggunakan hasil pemetaan dan rancangan strategi, struktur, dan

sistem perlindungan konsumen nasional untuk mengidentifikasi

kebutuhan sarana pendukung pelaksanaan perlindungan konsumen

nasional

2) Secara bertahap merevitalisasi kapasitas sarana prasarana

pendukung pelaksanaan tugas perlindungan konsumen sesuai skala

prioritas, pendekatan kewilayahan, dan kemampuan keuangan pusat,

terutama untuk urusan metrologi legal, pengembangan mutu barang,

dan pengawasan barang beredar.

d. Peningkatan komunikasi dan perencanaan

1) Menguatkan komunikasi lintas instansi dan lintas sektor secara berkala melalui forum komunikasi bidang perlindungan konsumen di Pusat.

2) Melaksanakan bimbingan teknis perencanaan perlindungan konsumen dengan memperhatikan hasil forum komunikasi PK di pusat.

3) Memastikan dukungan Kepala Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap masalah perlindungan konsumen

Page 49: Analisis Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasabppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/ANALISIS_EVALUASI... · Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian,

41

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, 2013, Tahun 2013 Kasus Gula Ilegal Meningkat 245 Persen, diunduh dari http://pontianak.tribunnews.com/2014/01/08/tahun-2013-kasus-gula-ilegal-meningkat-245-persen tanggal 14 Maret 2014.

Kementerian perdagangan, 2009, Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa.

_________________, 2007, Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangankan.

Laporan Akhir Kegiatan Peningkatan Pengawasan Peredaran Barang dan Jasa. 2014. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Sanggau.

Suryowati, Estu, Tabung Elpiji di Perbatasan Tak Sesuai SNI, diunduh dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/31/2050378/Tabung.Elpiji.di.Perbatasan.Tak.Sesuai.SNI tanggal 14 Maret 2014