analisis ekspresi topografi untuk pemetaan …eprints.ums.ac.id/24026/7/naskah_publikasi.pdf ·...

16
ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh : Moh. Fadhih Al Wahidy NIM : E100120001 FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Upload: nguyendien

Post on 03-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana S-1

Program Studi Geografi

Disusun Oleh :

Moh. Fadhih Al Wahidy

NIM : E100120001

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

HALAMAN PENGESAHAN

NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

MOH. FADHIH AL WAHIDY

NIM : E100120001

Telah dipertahankan dihadapan Penguji pada

Selasa, 26 Maret 2013

dan telah dinyatakan memenuhi syarat.

Tim Penguji:

Ketua : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...…………………….)

Sekretaris : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...…………………….)

Anggota : Drs. H. Suharjo, MS (……...…………………….)

Pembimbing I : Dr. H. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si (……...…………………….)

Pembimbing II : Jumadi, S.Si., M.Sc (……...…………………….)

Surakarta, 30 Maret 2013

Disahkan,

Dekan Fakultas Geografi

(Drs. Priyono, M.Si)

NIK. 331

Page 3: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

SURAT PERNYATAAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Bismillahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama : Moh. Fadhih Al Wahidy

NIM/NIK/NIP : E 100120001

Fakultas/Jurusan : Geografi/Geografi

Jenis : Skripsi

Judul : Analisis Ekspresi Topografi untuk Pemetaan Longsorlahan

di Wilayah Kabupaten Kulonprogo

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:

1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah

saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola

dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya serta menampilkannya

dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS tanpa

perlu meminta izin dari saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta.

3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak

Perpustakaan UMS dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran

hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Surakarta, 30 Maret 2013

Yang menyatakan

Moh. Fadhih Al Wahidy

Page 4: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI

UNTUK PEMETAAN LONGSORLAHAN

DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO

Moh. Fadhih Al Wahidy

[email protected]

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng perbukitan/

pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo.

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan longsorlahan melalui interpretasi peta topografi

berdasarkan ekspresi topografi dari garis kontur. Garis kontur menunjukkan suatu pernyataan

atau kesan morfologi bumi yaitu ekspresi topografi tentang konfigurasi kelerengan seperti

kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan ketinggian. Lereng menjadi variabel

utama terhadap kejadian longsorlahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik sampling secara

purposive. Metode survei bersifat deskriptif karena kajian longsorlahan mendasarkan pada

interpretasi ekspresi topografi terhadap garis kontur divergen sebagai kunci pemetaan.

Analisis ekspresi topografi melalui anomali bentuk kontur “u”, bentuk “v”, dan bentuk “n”

dan pola kerapatan kontur sebagai indikator kejadian longsorlahan. Pola kontur yang rapat

menunjukkan kecuraman lereng. Kombinasi dari bentuk dan pola kontur digunakan untuk

mengidentifikasi longsorlahan karena dapat menunjukkan karakteristik lereng (cekung,

cembung, lurus, bentuk bukit, lembah, cekungan). Identifikasi longsorlahan dipertajam

dengan metode visualisasi topografi 3D berupa TIN (triangulated irregular network) dan

pengetahuan longsorlahan lokal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian longsorlahan di lapangan paling banyak

ditemukan di Kecamatan Kokap sebanyak 4 titik, yaitu di Desa Hargomulyo dengan

kemiringan lereng 65%, Desa Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa

Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan lereng 30%. Empat titik kejadian

longsorlahan tersebut merupakan bukti kebenaran dari analisis ekspresi topografi dan TIN.

Jenis longsorlahan dapat diketahui satu tipe longsornya berupa longsorlahan jenis rotational

slump di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh, dari ekspresi kontur divergen yang

ditunjukkan dengan kunci interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran dicirikan

oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan daerah timbunan material longsoran ditunjukkan

oleh bentuk kontur “u” dan renggang.

Katakunci: ekspresi topografi, interpretasi peta topografi, longsorlahan.

Page 5: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

TOPOGRAPHIC EXPRESSION ANALYSIS

FOR LANDSLIDE MAPPING

AT REGENCY OF KULONPROGO

Moh. Fadhih Al Wahidy

[email protected]

University of Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT

Landslide is the physical phenomena of natural processes on the slope of the hills or

mountains, just as happened in the mountains of Menoreh, Kulon Progo regency. This

research aims to landslide mapping through the interpretation of topographic maps based on

topographic expression of contour lines. Contour lines indicate the morphology impression

that is topographic expression of the slope configuration, such as slope gradient, shape,

length, and elevation. The slope becomes the primary variable of the landslide occurrence.

This research use survey method with a purposive sampling technique based on the

slopes. The survey method is descriptive because the study basing on the landslide

interpretation of topographic expression of contour lines diverging as the key mapping.

Analysis of topographic expression through the anomaly contour (divergent contours from

“n” shape to “u” shape or “v” shape) and density contour patterns as indicator of landslide

occurrences. Contour pattern of density shows the steepness of slope. The combination of

shapes and contour patterns are used to identification of landslide, because it can show the

feature of slope (concave, convex, gentle, hill, valley, depression). Identification of landslides

sharped by the 3D topography visualization (TIN) and local knowledge.

The results showed that a landslide occurrence in the field are mostly found in the

Kokap Subdistrict of as much as four points at Hargomulyo village with the gradient of the

slope of 65%, 90% of the slope gradient at Hargotirto village, 30% and 65% of the slopes

gradient at Kalirejo villages. Four-point of the landslide occurrence was truth evidence of

TIN and Topographic Expression Analysis. Landslide type was ascertainable of one type is a

rotational slump landslide at Pagerharjo village, Samigaluh subdistrict, from the expression

of divergent contours shown with key of topographic expression interpretation is a slide area

characterized by the shape of the contour of “n” and tightly, whereas a pik area of slide

materials are shown by the contour of “u” shape and tenuous contours.

Key word: topographic expression, topographic map interpretation, landslide.

Page 6: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Longsorlahan merupakan proses alam

yang biasa terjadi pada musim penghujan

di lereng-lereng pegunungan/perbukitan

sebagai perwujudan alam dalam mencari

keseimbangan. Peristiwa longsor atau

dikenal sebagai gerakan massa tanah,

batuan atau kombinasinya; sering terjadi

pada lereng-lereng alam dan/atau buatan

hasil aktivitas manusia. Longsorlahan

merupakan gerakan lereng yang tidak

stabil; dibedakan menjadi jatuhan,

runtuhan, longsoran, sebaran, dan aliran

(Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).

Bencana longsorlahan sering terjadi di

Kabupaten Kulon Progo, terutama di

empat kecamatan, yaitu Samigaluh,

Kalibawang, Girimulyo, dan Kokap.

Berdasarkan data dari BNPB, pada tahun

2006 terjadi longsor yang mengakibatkan

500 rumah rusak ringan. Data dari

Kesbanglinmas dan BPBD Kabupaten

Kulon Progo, pada tahun 2007 terjadi

longsor di Kecamatan Kokap yang

mengakibatkan 6 rumah rusak ringan. Di

Kecamatan Girimulyo dan Kalibawang

juga terjadi longsor yang merusak 4

rumah. Pada tahun 2010 dari BNPB,

longsor terjadi di Kecamatan Samigaluh

yang menimbulkan 6 warga untuk

mengungsi karena rumah mengalami

kerusakan; 2 rumah rusak ringan, 1 rumah

rusak berat, juga material tanah menimbun

ruas jalan dan mengakibatkan beberapa

pohon terjatuh/roboh. Pada tahun 2011,

terdapat 1 orang yang meninggal dan 1

orang mengalami luka-luka akibat longsor.

Banyaknya kejadian longsorlahan di

Kabupaten Kulon Progo akan dikaji

menggunakan pendekatan ekspresi

topografi terhadap konfigurasi lereng yang

dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi

topografi akan digunakan sebagai

pendekatan untuk pemetaan longsorlahan

untuk membuktikan kebenaran di lapangan

tentang daerah yang rawan dan pernah

terjadi longsorlahan.

Menurut Rogers (2004), analisis

ekspresi topografi dari peta topografi dapat

dengan mudah dimanfaatkan untuk

pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi

topografi menunjukkan konfigurasi lereng

melalui bentuk dan pola dari garis kontur,

yang digunakan sebagai indikator untuk

mengidentifikasi longsorlahan.

Peta topografi merupakan salah satu

jenis data sekunder yang sangat baik untuk

digunakan dalam studi kajian wilayah

karena menyajikan unsur-unsur alami

(natural features) dan unsur-unsur buatan

manusia (man made features) di atas muka

bumi. Unsur-unsur alami seperti kondisi

relief dan kelerengan daerah diperlihatkan

pada peta topografi melalui garis kontur.

Garis kontur menunjukkan suatu

pernyataan atau kesan morfologi bumi

yaitu ekspresi topografi tentang

konfigurasi kelerengan seperti kemiringan

lereng, bentuk lereng, panjang lereng dan

ketinggian. Berdasarkan ekspresi topografi

dilakukan identifikasi longsorlahan dengan

metode interpretasi terhadap

penyimpangan/perbedaan bentuk kontur

“n” menjadi bentuk “u” atau bentuk “v”,

dan melalui pola kontur yaitu rapat atau

renggang/jarang yang menunjukkan

tingkat kecuraman lereng berupa

konfigurasi daerah lembah atau

perbukitan/pegunungan. Bentuk dan pola

garis kontur menunjukkan bentuk lereng,

antara lain: landai seragam, cekung, dan

cembung digunakan sebagai indikator

untuk pemetaan longsorlahan. Metode

interpretasi dipertajam dengan metode

visualisasi topografi 3D menggunakan

TIN (Triangulated Irregular Network)

karena merepresentasikan permukaan

bumi secara akurat, tidak hanya ketinggian

lokasi, tetapi juga kenampakan alami yaitu

bentuk pada permukaan lereng/kelerengan

seperti punggung bukit, dan lembah aliran

sungai (Zeiler, 1999).

Page 7: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1)

mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan

ekspresi topografi di daerah penelitian; (2)

memetakan longsorlahan dengan

interpretasi ekspresi topografi di daerah

penelitian; (3) memetakan longsorlahan

dengan visualisasi topografi 3D dan

pengetahuan kebencanaan lokal; dan (4)

menguji tingkat ketelitian hasil pemetaan

dengan membandingkan kesesuaian secara

keseluruhan melalui survei lapangan.

2. DASAR TEORI

Interpretasi peta merupakan kegiatan

melihat dan mengamati sebuah peta dan

mencari penjelasan terhadap pola dari

objek tersebut (Muehrcke, 1978).

Interpretasi peta topografi lebih

menekankan pada pengamatan terhadap

garis kontur untuk menafsirkan medan

atau konfigurasi relief dan kelerengan

suatu daerah.

Interpretasi garis kontur pada peta

topografi juga dapat menunjukkan jenis

atau bentuk lereng, yaitu lereng landai

seragam (gentle), lereng curam (steep),

lereng cembung (convex), dan lereng

cekung (concave) (Aamli Kam, 2006;

Department of The Army, 2001). Lereng

landai dicirikan dengan garis kontur

berbentuk “u” yang seragam dan tampak

lembut serta pola kontur yang tidak rapat

(sedang). Lereng curam dicirikan oleh

garis kontur yang sangat rapat. Lereng

cembung dicirikan dengan pola yang

sangat rapat pada kaki lereng, dan pada

atas lereng memiliki pola renggang.

Sebaliknya pada lereng cekung sangat

rapat garis konturnya pada atas lereng dan

lebih renggang pada kaki lereng atau

lereng bawah (Department of The Army,

2001). Pola dan bentuk garis kontur pada

topografi yang mencerminkan konfigurasi

relief dan lereng menunjukkan kesan

kenampakan permukaan bumi yang

merupakan ekspresi topografi.

Berbagai kombinasi yang digunakan

sebagai indikator ekspresi topografi untuk

mengidentifikasi tipe atau jenis

longsorlahan (Rogers, 2004), sebagai

berikut.

1. Divergent contours, kontur dimana

terdapat kurva lereng atas dan kurva

lereng bawah (kontur berbentuk “n”

dan kontur berbentuk “u”) yang

menunjukkan anomali atau

penyimpangan garis kontur.

2. Crenulated contours, kontur yang

menunjukkan pola gelombang atau

lekukan pada kurva lereng atas

maupun kurva lereng bawah.

3. Arcuate headscarp evacuation areas,

kontur berbentuk kurva lengkung pada

batas bukit dari longsorlahan yang

dibentuk karena terjadi penghilangan

atau perpindahan material longsoran ke

lereng bawah.

4. Isolated topographic benches, kontur

dengan kurva lengkung atas (bentuk

kontur “n”) yang menunjukkan

rotasi/putaran bidang luncur (slump)

pada permukaan lereng atas.

5. Extended topographic ridges or

isolated topographic knobs, kontur

yang menunjukkan terjadi gerakan

perpindahan geser yang menarik massa

material punggung bukit ke lereng

bawah.

6. Sudden up- or down-slope turns in

hillside contours, kontur dimana lereng

bukit bergerak turun. Sering

disebabkan oleh gerakan lereng bawah

dari bagian yang terisolasi atau terjadi

pemisahan dari lereng bukit.

7. Stepped topography, kontur yang

menunjukkan penurunan lereng

(retrogressive slump) atau sebaran

lateral lereng (lateral spreading)

dengan periode yang berulang.

8. Fan profiles, kontur yang berbentuk

kipas, seperti kenampakan

geomorfologi berupa kipas aluvial,

yang kemungkinan besar adalah

Page 8: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

endapan cuping (depositional lobes)

dapat berupa aliran runtuhan (debris

flows), aliran tanah (earth flows), atau

sebaran lateral (lateral spreads).

Lereng berbentuk cekung diperkirakan

rawan terjadi longsorlahan karena air

hujan mudah untuk jatuh/masuk ke dalam

tanah dengan bidang cekung yang lebih

cepat mengalami jenuh air dan

menimbulkan gerakan geser di sekitar

sumbu yang sejajar dengan permukaan

tanah. Gerakan geser pada lereng cekung

dapat tergolong jenis longsor rotasi

(rotational slide) atau slump karena

dicirikan dengan permukaan pecah dengan

bidang cekung melengkung ke atas

(Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).

Lereng curam dapat diperkirakan rawan

terjadi debris flow karena aliran air

permukaan yang kuat oleh curah hujan

tinggi yang dapat mengikis dan

memindahkan material tanah yang gembur

atau batuan dengan cepat karena bidang

kecuraman lereng (Varnes, 1978 dalam

USGS, 2004). Bentuk lereng curam/terjal

juga dapat menunjukkan terjadinya

longsor jatuhan seperti tebing oleh adanya

gravitasi, pelapukan dapat melepaskan

gerakan material massa tanah dan

batu/batuan.

3. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei karena

kajian longsorlahan melalui interpretasi

berdasarkan ekspresi topografi divalidasi

dengan survei lapangan untuk pembuktian

hasil analisis dengan pengamatan terhadap

kejadian longsor sebelumnya, disertai

wawancara masyarakat setempat dengan

kriteria umur warga yang menghuni di

daerah penelitian berpuluhan tahun.

Teknik sampling penelitian secara purposif

(purposive sampling), berdasarkan pada

kondisi topografi berupa lereng daerah

penelitian. Metode survei bersifat

deskriptif karena kajian longsorlahan

dilakukan mendasarkan pada interpretasi

peta topografi berdasarkan ekspresi

topografi untuk mengetahui kondisi aktual

lereng mengalami longsorlahan.

Longsorlahan yang dikaji dari interpretasi

ekspresi topografi merupakan analisis data

secara kualitatif.

Metode penelitian diuraikan ke dalam

tahapan penelitian, meliputi: (1) tahap

persiapan, yaitu menyiapkan data peta

topografi untuk pemetaan longsorlahan,

data peta jaringan sungai sebagai

penunjang terhadap identifikasi

longsorlahan serta perangkat lunak

pendukung pengolah data tersebut.

Pengumpulan data-data dan informasi

literatur yang diperlukan dalam penelitian

serta studi kepustakaan terhadap kajian

penelitian. (2) tahap pengolahan data, peta

topografi dilakukan interpretasi

berdasarkan ekspresi topografi dari bentuk

dan pola garis kontur untuk

mengidentifikasi longsorlahan. Identifikasi

longsorlahan dipertajam dengan visualisasi

topografi 3D berupa TIN ditambah

pengetahuan lokal terhadap bencana

longsorlahan. Bentuk lereng cekung,

curam, dan tebing dapat diketahui secara

jelas melalui TIN untuk mendukung dalam

mengidentifikasi longsorlahan. (3) tahap

kegiatan lapangan, melakukan survei

lapangan untuk membuktikan kebenaran

hasil identifikasi longsorlahan dari

interpretasi ekspresi topografi dan TIN.

Lereng digunakan sebagai dasar atau

acuan penentuan sampel untuk survei di

lapangan. Validasi kebenaran hasil

pemetaan melalui pengamatan bekas

kejadian longsorlahan sebelumnya,

didukung dengan wawancara terhadap

warga setempat. (4) tahap analisis,

menganalisis ekspresi topografi sebagai

kunci pemetaan longsorlahan hasil

interpretasi. Pemetaan longsorlahan

dipertajam dengan pemodelan TIN secara

3D ditambah dengan pengetahuan lokal

dari aspek geomorfologi dan pedologi

Page 9: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

(pedogeomorfik). Peta hasil interpretasi

dan pemodelan TIN dilakukan

reinterpretasi yang dilengkapi dengan data

titik-titik longsor penelitian peneliti

sebelumnya. Peta yang telah

direinterpretasi dilakukan uji

akurasi/ketelitian menggunakan matriks

kesalahan. (5) tahap penyelesaian, berupa

peta longsorlahan hasil interpretasi

ekspresi topografi dan hasil visualisasi

TIN. Peta hasil interpretasi ekspresi

topografi menunjukkan kunci pemetaan

jenis-jenis longsorlahan melalui ekspresi

topografi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara geomorfologis, Kabupaten

Kulonprogo yang memiliki topografi

perbukitan/pegunungan menjadi kajian

penelitian terhadap longsorlahan, seperti

perbukitan Menoreh meliputi Kecamatan

Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan

Samigaluh dengan ketinggian antara 500 -

1000 mdpal menunjukkan kawasan rawan

bencana longsorlahan.

Salah satu kunci interpretasi ekspresi

topografi yang menunjukkan kejadian

longsorlahan di daerah penelitian adalah

kontur divergen. Jenis longsorlahan di

daerah penelitian dapat diketahui berupa

longsorlahan jenis rotational slump dari

ekspresi kontur divergen yang ditunjukkan

dengan kunci interpretasi ekspresi

topografi yaitu daerah pelongsoran

dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat,

sedangkan daerah timbunan material

pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk

kontur “u” dan renggang (Gambar 1.1.B).

Gambar 1.1 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi untuk rotational slumps (Rogers, 2004)

B) Kunci interpretasi ekspresi topografi rotational slumps daerah penelitian

A) Longsorlahan rotational slumps B) Longsorlahan rotational slumps di Desa

(Rogers, 2004) Pagerharjo Kec. Samigaluh

Gambar 1.2 Longsorlahan rotational slumps Rogers (kiri), Hasil Survei lapangan peneliti (kanan)

Morfometri dari longsorlahan

rotational slumps yang ditemukan di Desa

Pagerharjo Kecamatan Samigaluh

menujukkan dataran tinggi yang curam,

kemiringan lereng 72% dengan bentuk

lereng cekung dan ketinggian antara 440 –

540 mdpal. Daerah kejadian longsorlahan

tersebut menunjukkan morfografi

A. B.

Page 10: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

perbukitan berupa perbukitan

Denudasional dan ditunjukkan dengan

penggunaan lahan kebun campuran berupa

tanaman perkayuan dengan kondisi

vegetasi yang cukup rapat.

Selain longsorlahan jenis slump, pada

saat survei di lapangan ditemukan

longsorlahan pada daerah perbukitan

dengan tebing yang tampak terjal dengan

kemiringan 90%. (Gambar 1.3.B). Jenis

longsorlahan diperkirakan berupa

longsorlahan jatuhan melihat kondisi

lereng tampak terjal, material yang jatuh

dapat diakibatkan oleh pengaruh gravitasi

atau pelapukan mekanis. Kondisi lereng

tersebut dilihat dari garis kontur bahwa

lereng atas memiliki pola kontur yang

rapat dengan ketinggian antara 750 mdpal

– 800 mdpal. Garis konturnya

menunjukkan ekspresi topografi berbentuk

“n” dengan garis membuka lebar yang

kemudian membentuk pola lurus yang

renggang dan sedikit berbentuk “u”.

Anomali atau kontur divergen tersebut

menjadi indikasi terhadap kejadian

longsorlahan.

Gambar 1.3 A) Kunci interpretasi ekspresi topografi daerah penelitian

B) Kondisi lereng dan longsorlahan di Desa Hargotirto Kec. Kokap

Pemetaan longsorlahan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan

terhadap garis kontur yang mencerminkan

konfigurasi lereng melalui interpretasi

ekspresi topografi. Lereng merupakan

unsur eksternal yang sangat berpengaruh/

signifikan terhadap kejadian longsorlahan

sehingga lereng menjadi pendekatan utama

dalam mengidentifikasi atau memetakan

longsorlahan. Lereng sebagai pendekatan

utama melalui ekspresi topografi ini untuk

pemetaan longsorlahan menunjukkan

lereng skala menengah hingga makro

karena data peta topografi yang digunakan

memiliki kontur interval 12,5 m dengan

skala 25.000. Dalam hal ini pemetaan

longsorlahan melalui interpretasi ekspresi

topografi tidak mampu untuk dilakukan

pada tingkat longsorlahan kecil. Pemetaan

longsorlahan melalui ekspresi topografi ini

menggunakan data peta topografi tahun

1999, sehingga pada saat survei di

lapangan peneliti mengalami kesulitan

dalam mengidentifikasi longsorlahan.

Bekas-bekas kejadian longsorlahan

terdahulu menjadi sulit untuk ditemukan

karena jarak waktu yang cukup lama dari

penggunaan data topografi tahun 1999,

sedangkan kajian longsorlahan melalui

interpretasi ekspresi topografi dilakukan

pada tahun 2013 tentunya membuat

kondisi lahan mengalami perubahan lahan

dari bekas terjadinya longsorlahan yang

telah dimanfaatkan oleh penduduk.

Hasil survei di lapangan menunjukkan

bahwa kejadian longsorlahan hasil

interpretasi ekspresi topografi daerah

penelitian hanya dapat ditemukan

sebanyak 7 titik (Gambar 1.4) yang

terdapat di Kecamatan Kokap sebanyak 3

titik, Kecamatan Samigaluh 2 titik,

Page 11: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

Kecamatan Girimulyo 1 titik, dan

Kecamatan Kalibawang 1 titik.

Pemetaan longsorlahan melalui

ekspresi topografi yang dipertajam

menggunakan visualisasi topografi 3D

berupa TIN sangat membantu dalam

pengidentifikasian longsorlahan. TIN

merepresentasikan konfigurasi lereng

dengan baik. Konfigurasi lereng melalui

TIN dapat terlihat dengan jelas.

Gambar 1.4 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan.

A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Pendoworejo

Kec. Girimulyo). Kemiringan lereng 70%.

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Banjaroyo

Kec. Kalibawang). Kemiringan lereng 60%.

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Hargomulyo

Kec. Kokap). Kemiringan lereng 65%.

Page 12: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

Kejadian longsorlahan yang berhasil

ditemukan dari hasil TIN ini hanya 3 titik

(Gambar 1.5) yang terdapat di Kecamatan

Kokap 1 titik, dan di Kecamatan

Samigaluh 2 titik, dimana 1 titik juga

menunjukkan titik yang sama pada hasil

interpretasi ekspresi topografi, yaitu di

Desa Pagerharjo (Gambar 1.2.B). Kondisi

lereng di lapangan yang pernah mengalami

longsorlahan sudah tidak nampak karena

tertutup vegetasi yang rapat dan lahan

tersebut dimanfaatkan penduduk menjadi

areal perkebunan tanaman perkayuan.

Delienasi area dari hasil analisis

ekspresi topografi dan visualisasi topografi

3D (TIN) secara keseluruhan disajikan

dalam Tabel 1.1. Hasil delineasi tersebut

merupakan area yang diperkirakan rawan

terjadi longsorlahan. Data kejadian

longsorlahan digunakan sebagai

pembanding untuk validasi kebenaran

terhadap hasil delineasi dari analisis

ekspresi topografi maupun TIN. Hasil

delineasi tersebut yang diperkirakan rawan

terjadi longsorlahan dengan data kejadian

longsorlahan relatif berbeda karena

longsorlahan yang dipetakan dalam

penelitian ini berbasis pada konfigurasi

lereng skala makro, sehingga longsorlahan

yang dikaji merupakan longsorlahan skala

besar. Sedangkan data kejadian

longsorlahan merupakan longsorlahan

dengan skala campuran dari makro hingga

mikro. Delineasi area hasil analisis

ekspresi topografi maupun TIN dibuktikan

kebenarannya di lapangan, namun kejadian

longsorlahan yang dapat ditemukan atau

diketahui di lapangan berjumlah sangat

sedikit yaitu 9 kejadian dari 42 titik

sampel.

Identifikasi longsorlahan melalui

analisis ekspresi topografi merupakan

longsorlahan eksisting yang sudah terjadi

pada masa lampau dari kondisi aktual

lereng mengalami longsor. Akan tetapi,

longsorlahan dari analisis ekspresi

topografi dapat menunjukkan akan

terjadinya longsorlahan di masa

mendatang. Hal ini dibuktikan pada saat

survei di lapangan ditemukan longsorlahan

yang terjadi dalam waktu yang belum lama

pada titik hasil delineasi ekspresi

topografi, yaitu di Desa Banjaroyo

Kecamatan Kalibawang. Sehingga

ekspresi topografi menunjukkan titik

daerah rawan kejadian longsorlahan.

Nilai ketelitian pemetaan pada matriks

kesalahan dari interpretasi ekspresi

topografi maupun TIN menunjukkan nilai

ketelitian yang rendah yaitu 33,33% dan

14,29% karena jumlah kesesuaian

longsorlahan yang ditemukan di lapangan

adalah sedikit melihat adanya banyak

perubahan pemanfaatan lahan di lapangan

berupa perkebunan tanaman perkayuan.

Kondisi lahan yang diamati di lapangan

sulit untuk ditemukan bekas kejadian

longsorlahan terdahulu karena lahan

tertutup vegetasi yang cukup rapat. Hal

tersebut karena jangka waktu yang lama

dari data yang digunakan peneliti dengan

kondisi di lapangan saat ini.

Peneliti melakukan interpretasi

ekspresi topografi dengan cara subjektif

yaitu mendelineasi sebanyak mungkin

ekspresi topografi dari garis kontur yang

diperkirakan rawan terjadi longsorlahan.

Sebaiknya interpetasi dilakukan secermat

mungkin untuk mendapatkan nilai

kebenaran yang sebenarnya (faktual) di

lapangan.

Pemetaan longsorlahan melalui

pendekatan analisis ekspresi topografi agar

mendapatkan nilai ketelitian yang tinggi

dari pembuktian kebenarannya di

lapangan, maka perlu dilakukan

interpretasi kembali (reinterpretasi)

terhadap peta topografi dengan memahami

secara benar karakteristik ekspresi

topografi (baca indikator ekspresi

topografi menurut Rogers, 2004) sebagai

kunci untuk mengenali dan

mengidentifikasi longsorlahan. Kontur

divergen merupakan salah satu kunci

Page 13: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

ekspresi topografi yang paling

memudahkan untuk menunjukkan adanya

longsorlahan, sehingga pada saat

menginterpretasi ekspresi topografi

sebaiknya difokuskan saja pada kontur

divergen dengan mencermati kenampakan

anomali yang paling besar sebagai indikasi

bahwa di lapangan terjadi longsorlahan.

Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan

pengamatan dalam identifikasi

longsorlahan di lapangan karena

penggunaan data dari peta topografi adalah

skala 25.000 dengan Ci 12,5 meter, yang

menunjukkan bahwa longsorlahan yang

dikaji adalah longsorlahan besar.

Tabel 1.1 Perbandingan Delineasi Area yang diperkirakan Rawan Longsorlahan Hasil

Analisis Ekspresi Topografi dan Visualisasi Topografi 3D (TIN) dengan Data Kejadian

Longsorlahan di Daerah Penelitian

No.

Delineasi Longsorlahan Data

Kejadian Kecamatan Desa

Longsor yang

ditemukan Ekspresi

Topografi

Visualisasi

3D (TIN)

1. 1 - 1 Kalibawang Banjarharjo 0

2. 7 5 3 Banjaroyo 1

3. - - 2 Banjararum 0

4. 7 6 4 Banjarasri 0

5. 3 1 2 Samigaluh Banjarsari 0

6. 7 8 1 Gerbosari 0

7. 4 1 30 Kebonharjo 0

8. 10 12 3 Ngargosari 0

9. 16 7 1 Pagerharjo 2

10. 7 6 6 Purwoharjo 1

11. 9 2 1 Sidoharjo 0

12. 9 2 3 Girimulyo Giripurwo 0

13. 7 9 18 Jatimulyo 0

14. 6 3 7 Pendoworejo 1

15. 15 8 28 Purwosari 0

16. 2 1 1 Kokap Hargomulyo 1

17. 5 - 5 Hargorejo 0

18. 14 10 29 Hargotirto 1

19. 7 1 16 Hargowilis 0

20. 11 4 12 Kalirejo 2

21. 9 2 - Pengasih Sidomulyo 0

22. 1 - Tawangsari 0

23. - - 1 Nanggulan Tanjungharjo 0

24. 1 - - Temon Temon Wetan 0

159 88 166 Total 9 Sumber: Analisis Data Peta Topografi dan Data Kejadian Longsorlahan (2012)

Page 14: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

Gambar 1.5 Bekas-bekas kejadian longsorlahan yang ditemukan di lapangan.

A) delineasi longsorlahan, B) hasil survei lapangan

Adanya penduduk sangat membantu

dalam memberikan informasi untuk

membuktikan kebenaran kejadian

longsorlahan di lapangan. Penduduk yang

bermukim di kawasan yang rawan

longsorlahan tentu memiliki cerita atau

informasi dari peristiwa yang terjadi di

daerahnya. Apabila hasil pemetaan yang

akan di survei berada pada kawasan yang

tidak ada permukiman penduduk, maka

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Purwoharjo

Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 23%

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Kalirejo

Kec. Kokap). Kemiringan lereng 30%.

A) Delineasi Ekspresi Topografi B) Bekas Longsorlahan (Desa Pagerharjo

Kec. Samigaluh). Kemiringan lereng 72%.

Page 15: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

menimbulkan kesulitan untuk

pembuktiannya di lapangan. Penelitian

yang dilakukan ini terdapat beberapa titik

hasil pemetaan yang tidak berada pada

kawasan permukiman penduduk, sehingga

peneliti mengalami kesulitan untuk

mencari tahu kebenaran dari kejadian

longsorlahan. Tokoh masyarakat atau

Pamong Desa ternyata belum tentu

mengetahui informasi kejadian

longsorlahan karena peneliti pernah

menanyakan kejadian longsorlahan kepada

Pamong Desa, akan tetapi orang tersebut

tidak dapat memberikan penjelasan

informasi. Masyarakat biasa justru lebih

banyak mengetahui peristiwa yang terjadi

di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan

bahwa adanya penduduk pada objek

pengamatan cukup signifikan berpengaruh

terhadap tingkat kebenaran hasil pemetaan

karena kajian longsorlahan yang dilakukan

peneliti terbatas pada penggunaan data

yang tidak update. Sehingga seringnya

kejadian longsorlahan pada suatu daerah,

khususnya daerah rawan bencana

longsorlahan menjadikan peta topografi

harus selalu di up to date.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dapat ditarik

dari penelitian ini:

(1) Kejadian longsorlahan di daerah

penelitian ditunjukkan dengan kunci

interpretasi kontur divergen, yaitu

daerah pelongsoran dicirikan oleh

kontur yang semula berbentuk

memanjang atau sedikit melintang “u”

menjadi bentuk “n” sebagai indikator

pergerakan/pergeseran bidang

permukaan tanah, sedangkan daerah

timbunan material pelongsoran

ditunjukkan oleh bentuk kontur “u”

dan renggang.

(2) Kecamatan Kokap merupakan daerah

yang rawan terjadi longsorlahan

dibuktikan dengan hasil survei di

lapangan dari delineasi ekspresi

topografi dan TIN terbanyak pada

daerah tersebut yaitu 4 titik dari 9 titik

yang ditemukan. Kejadian

longsorlahan juga terdapat di

Kecamatan Girimulyo, Kecamatan

Samigaluh, dan Kecamatan

Kalibawang.

(3) Kejadian longsorlahan di Kecamatan

Kokap yang ditemukan sebanyak 4

titik, yaitu di Desa Hargomulyo

dengan kemiringan lereng 65%, Desa

Hargotirto dengan kemiringan lereng

90%, dan di Desa Kalirejo dengan

kemiringan lereng 65% dan

kemiringan lereng 30%. Di

Kecamatan Samigaluh ditemukan 3

titik, yaitu di Desa Purwoharjo

dengan kemiringan lereng 23%, dan

di Desa Pagerharjo dengan

kemiringan lereng 72% dan

kemiringan lereng 64%. Pada

Kecamatan Girimulyo ditemukan 1

titik di Desa Pendoworejo dengan

kemiringan lereng 70%, dan 1 titik

pada Kecamatan Kalibawang di Desa

Banjaroyo dengan kemiringan lereng

60%.

(4) Hasil pemetaan longsorlahan dari

interpretasi ekspresi topografi

diperoleh nilai ketelitian dari

penghitungan matriks kesalahan

sebesar 33,33%, sedangkan hasil

pemetaan longsorlahan dari TIN

adalah 14,29%. Nilai ketelitian

tersebut kecil karena pembuktian

kebenaran longsorlahan hasil

pemetaan memiliki kendala pada saat

mengidentifikasi bekas kejadian

longsorlahan di lapangan oleh kondisi

lahan yang telah dimanfaatkan

penduduk menjadi areal perkebunan

yang tertutup vegetasi cukup rapat.

Hal tersebut menjadi keterbatasan

penelitian karena jangka waktu yang

lama dari data yang digunakan

Page 16: ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETAAN …eprints.ums.ac.id/24026/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Unsur-unsur alami seperti kondisi relief dan kelerengan daerah diperlihatkan pada peta

peneliti dengan kondisi di lapangan

saat ini.

(5) Identifikasi longsorlahan melalui

analisis ekspresi topografi dapat

menunjukkan akan terjadinya

longsorlahan di masa mendatang. Hal

ini dibuktikan pada saat survei di

lapangan ditemukan longsorlahan

yang terjadi dalam waktu yang belum

lama pada titik hasil delineasi ekspresi

topografi, yaitu di Desa Banjaroyo

Kecamatan Kalibawang. Sehingga

ekspresi topografi menunjukkan titik

daerah rawan kejadian longsorlahan.

(6) Pemetaan longsorlahan melalui

analisis ekspresi topografi memiliki

keunggulan/keunikan: pertama, kajian

geomorfologi melalui pendekatan

lereng yang dicerminkan oleh garis

kontur; kedua, kajian kartografi

melalui interpretasi berdasarkan

ekspresi topografi dan pemodelan

TIN secara 3D.

5.2 Saran

Penelitian ini memiliki beberapa saran

untuk dikembangkan:

(1) Untuk mendapatkan hasil pemetaan

longsorlahan secara detil atau mikro,

dibutuhkan peta topografi skala besar

1 : 10.000 dengan interval kontur (Ci)

5 meter yang lebih detil dari 12,5

meter.

(2) Perlu studi pustaka lebih lanjut untuk

memetakan longsorlahan hingga pada

jenis-jenis longsorlahan yang spesifik

(lihat Rogers, 2004) disertai

penggunaan data topografi dengan

skala yang besar.

(3) Untuk mengetahui tingkat akurasi

hasil pemetaan longsorlahan,

diperlukan survei lapangan pada

kejadian longsor sebelumnya disertai

wawancara terhadap masyarakat

setempat, disertai pengukuran lereng

(kemiringan, panjang, ketinggian) dan

pengukuran ketebalan tanah, karena

tanah tebal rawan terjadi

longsorlahan.

(4) Pemetaan longsorlahan berdasarkan

ekspresi topografi yang dipertajam

menggunakan TIN perlu dikomparasi

dengan pemodelan 3D lainnya untuk

mengetahui tingkat ketelitian yang

lebih akurat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aamli Kam, J. M. 2006. Practical Work in Geography. India: NCERT.

BPS. 2011. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2010. Kulon Progo: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Kulon Progo.

Department of The Army. 2001. Map Reading and Land Navigation. Washington DC: The

United States Army.

Highland, Lynn. 2004. Landslide Types and Processes. USGS Fact Sheet 2004-3072.

Virginia: USGS.

Muehrcke, P.C. 1978. Map Use: Reading, Analysis, and Interpretation. Madison: University

of Wisconsin.

Rogers, J. D. and B. C. Doyle. 2004. Mapping of Seismically-Induced Landslippage in the

Benton Hills and Crowley’s Ridge, New Madrid Seismic Zone, Missouri and Arkansas.

Department of Geological Sciences & Engineering. University of Missouri-Rolla.

Zeiler, Michael. 1999. Modeling our World. The ESRI Guide to Geodatabase Design. New

York: Environmetal Systems Research Institute.