analisis disparitas spasial di kota metropolitan bandung raya tahun 2008-2102
TRANSCRIPT
ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DI KOTA METROPOLITAN BANDUNG RAYA TAHUN 2008-2102
Oleh: Sally Indah Nurdyawati
(21040113130096)
PENDAHULUANKonsep kota metropolitan di Indonesia bukan lagi sesuatu yang asing. Dilihat dari
jumlah penduduknya yang sudah melebihi 1 juta jiwa, kota-kota besar di Indonesia sudah
dapat dikategorikan sebagai kota metropolitan. Salah satu kota metropolitan yang sedang
digencarkan di Jawa Barat adalah Kota Metropolitan Bandung Raya. Perkembangan
Metropolitan Bandung Raya dimulai dari perkembangan Kota Bandung sebagai ibukota
Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya perkembangan wilayah-wilayah di sekitar Kota Bandung
terjadi seiring dengan meluasnya ciri perkotaan dari Kota Bandung ke wilayah sekitarnya.
Pada tahun 2010, terdapat 56 kecamatan yang telah mempunyai ciri perkotaan di Kota
Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Bandung, sebagian Kabupaten Bandung Barat,
dan sebagian Kabupaten Sumedang. Kawasan Metropolitan Bandung Raya akan menjadi
Metropolitan modern dengan sektor unggulan wisata perkotaan, industri kreatif dan ipteks
yang ada di Jawa Barat.
Pada artikel ini akan dibahas mengenai disparitas atau ketimpangan pendapatan yang
terjadi di Kota Metropolitan Bandung Raya menggunakan Indeks Williamson. Ini menarik
untuk menjadi bahan kajian analisis karena dapat menjawab aspek yang menjadi salah satu
tujuan dibentuknya Kota Metropolitan Bandung Raya ini, yaitu untuk pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.
METODE ANALISAMetode yang digunakan pada analisa disparitas ini yaitu berupa telaah dokumen dari
data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik. Artikel ini dibuat untuk memperoleh
suatu gambaran tentang disparitas spasial di Kota Metropolitan Bandung Raya serta untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui disparitas spasial antar
kabupaten/kota di wilayah Bandung Raya, digunakan indeks ketimpangan regional
Williamson yang dirumuskan sebagai berikut:
1
Iw=√⅀ (Yi−Y )2⅀ fi/nY
Di mana :
Yi = PDRB Perkapita Kab/Kota
Y = PDRB Perkapita Kota Metropolitan Bandung Raya
fi = Jumlah Penduduk Kab/Kota
n = Jumlah Penduduk total Kota Metropolitan Bandung Raya
Iw = Nilai Indeks Ketimpangan Williamson
HASIL DAN PEMBAHASAN
Disparitas spasial di Kota Metropolitan Bandung RayaDalam artikel ini, disparitas spasial diukur dengan Indeks Williamson yang digunakan
untuk melihat persentase ketidakmerataan dimulai dari 0 sampai 1. Jika hasil perhitungan
Indeks Williamson mendekati 0 (nol), maka terdapat pemerataan pendapatan di wilayah
tersebut. Sedangkan jika hasil perhitungan didapatkan nilai Indeks Williamson cenderung
mendekati angka 1, maka terjadi ketidakmerataan pendapatan atau ketimpangan pada
wilayah tersebut. Berikut merupakan data yang dibutuhkan dalam perhitungan disparitas
menggunakan Indeks Williamson.
Tabel IProduk Domestik Regional Bruto ADHB Kabupaten/Kota se-Bandung Raya
Kabupaten/ Kota PDRB (juta rupiah)
2008 2009 2010 2011 2012
Kota Bandung 60.444.487 70.281.163 82.002.176 95.612.863 111.121.551 Kab. Bandung Barat 14.486.952 15.847.974 17.543.649 19.354.913 21.721.238 Kab. Bandung 38.282.169 41.262.099 46.092.239 51.291.763 57.071.407 Kab. Sumedang 10.300.942 11.188.168 12.265.684 13.531.778 14.923.718 Kota Cimahi 10.716.291 11.683.705 12.845.502 14.154.831 15.543.888 Metropolitan Bandung Raya 134.230.842 150.263.109 170.749.249 193.946.148 220.381.802
sumber: Badan Pusat Statistik
2
Tabel IIJumlah Penduduk Kabupaten/Kota se-Bandung Raya
Kabupaten/KotaJumlah Penduduk
2008 2009 2010 2011 2012
Kota Bandung 2390120 2417287 2394873 2437874 2461931
Kab. Bandung Barat 1531072 1548434 1510284 1542479 1572806
Kab. Bandung 3116056 3148951 3174499 3235615 3351048
Kab. Sumedang 1134288 1082615 1101600 1110100 1117900
Kota Cimahi 551216 566220 541177 553593 562297
Metropolitan Bandung Raya 8722752 8763507 8722433 8879661 9065982sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel IIIPendapatan Perkapita Kabupaten/Kota se-Bandung Raya
Kabupaten/KotaPendapatan per Kapita (juta rupiah)
2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 25,29 29,07 34,24 39,22 45,14Kab. Bandung Barat 9,46 10,23 11,62 12,55 13,81Kab. Bandung 12,29 13,10 14,52 15,85 17,03Kab. Sumedang 9,08 10,33 11,13 12,19 13,35Kota Cimahi 19,44 21,20 23,74 25,57 27,64Metropolitan Bandung Raya 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31
sumber: Badan Pusat Statistik
Pendapatan perkapita didapat dari pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk. Dari
data PDRB, jumlah penduduk, dan pendapatan perkapita di masing-masing Kab/Kota, maka
didapatkan Indeks Williamson seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV, dari tabel tersebut
terlihat bahwa perkembangan disparitas di Kabupaten dan Kota yang tergabung dalam Kota
Metropolitan Bandung Raya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Tabel IVDisparitas spasial di Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun
2008-2012Tahun Indeks Williamson
2008 0,42452009 0,45302010 0,48302011 0,50882012 0,5395
sumber: Hasil Analisis, 2014
3
2008 2009 2010 2011 20120
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
LAJU Dispar itas pendapatan d i kota metropolitan bandung raya tahun 2008-2012
Indeks Williamsonsumber: Hasil Analisis, 2014
Gambar 1Grafik Laju Disparitas spasial di Kota Metropolitan Bandung Raya
Tahun 2008-2012
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Williamson pada tahun 2008 hingga
2012 terus mengalami peningkatan secara linier dengan selisih pertumbuhan setiap
tahunnya hampir sama, yakni 0,3. Disparitas paling tinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar
5,4 (hasil pembulatan). Berdasarkan teori yang ada, apabila nilai Indeks Williamson
cenderung mendekati 1, maka terjadi ketimpangan di wilayah tersebut. Nilai 0,54 yang
dicapai menandakan adanya ketimpangan yang tinggi di wilayah Bandung Raya. Meskipun
pendapatan perkapita masing-masing Kab/Kota di wilayah Bandung raya mengalami
peningkatan, tetapi tidak menjamin adanya pemerataan pendapatan di wilayah Metropolitan
Bandung Raya. Hal ini disebabkan karena laju pendapatan perkapita antar Kab/Kota tidak
merata. Peningkatan pendapatan perkapita yang cukup signifikan terjadi di Kota Bandung
pada tahun 2011-2012, yaitu sebesar 5,92 (juta rupiah), sedangkan pada wilayah lain rata-
rata peningkatan pendapatan perkapita hanya sebesar 1,42. Hal tersebut terus terjadi setiap
tahunnya yang akhirnya berdampak pada peningkatan Indeks Williamson.
Kota Bandung sebagai Penyebab Terjadinya DisparitasDari 5 daerah yang tergabung ke dalam Kota Metropolitan Bandung Raya, Kota
Bandung memiliki tingkat disparitas yang lebih besar dibandingkan 4 daerah lainnya yakni
0,0201 (rata-rata tahun 2008 hingga 2012). Sedangkan wilayah dengan disparitas terkecil
adalah Kota Cimahi yang rata-rata hanya pada angka 0,0028. Pada Tabel V dapat dilihat
hasil perhitungan disparitas antar Kab/Kota di Kota Metropolitan Bandung Raya.
4
Tabel VDisparitas spasial Antar Kab/Kota di Kota Metropolitan Bandung Raya
Kabupaten/KotaIndeks Williamson Rata-
rata2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 0,0219 0,0213 0,0201 0,0191 0,0184 0,0201Kab. Bandung Barat 0,0105 0,0099 0,0086 0,0081 0,0074 0,0089Kab. Bandung 0,0078 0,0082 0,0080 0,0076 0,0075 0,0078Kab. Sumedang 0,0096 0,0081 0,0078 0,0072 0,0065 0,0078Kota Cimahi 0,0043 0,0035 0,0027 0,0020 0,0014 0,0028
sumber: Hasil Analisis, 2014
Ketimpangan yang terjadi di Metropolitan Bandung Raya disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
Perbedaan aktivitas ekonomi antar daerah.
Dari 1.064.167 penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Bandung, 80% nya bekerja
pada sektor industri, perdagangan, dan jasa, sedangkan 20% lainnya bekerja pada
bermacam-macam sektor termasuk pertanian (BDA, 2013). Ini berarti sebagian besar
penduduknya melakukan aktivitas ekonomi pada sektor industri, perdagangan, dan
jasa. Berbeda dengan Kabupaten Bandung Barat yang cenderung mengedepankan
sektor pertanian daripada industri dan perdagangan. Sebanyak 27,18% dari penduduk
usia 10 tahun ke atas bekerja pada sektor pertanian, sisanya tersebar pada sektor
industri, perdagangan, jasa, dan lain-lain.
Perbedaan pendapatan perkapita yang signifikan.
Adanya perbedaan dari aktivitas ekonomi yang digeluti setiap harinya tentu akan
menentukan pendapatan yang didapat baik oleh individu (pekerja) atau dalam skala
regional. Pada Tabel III diperlihatkan bagaimana Kota Bandung yang mengedepankan
sektor industri, perdagangan, dan jasa mempunyai pendapatan perkapita yang 3x
lebih besar dari Kabupaten Bandung Barat yang mengedepankan sektor pertanian.
Perbedaan sektor basis daerah
Perbedaan ketersediaan sarana dan prasarana (kesehatan, pendidikan, mall,
transportasi, dll)
Perbedaan kualitas sumber daya, dll.
Selain itu, dominasi Kota Bandung juga disebabkan oleh adanya pusat pemerintahan,
fungsinya sebagai Ibu Kota provinsi, investasi yang besar, dan merupakan destinasi
kegiatan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya (Kab. Bandung, Cimahi, Subang, dll).
Dengan demikian, bukan sesuatu yang aneh apabila Kota Bandung menjadi salah satu
penyebab adanya disparitas yang tinggi di Kota Metropolitan Bandung Raya.
5
KESIMPULANKonsep Kota Metropolitan Bandung Raya yang ditujukan untuk pemerataan
kesejahteraan dan pembangunan di Jawa Barat belum begitu terlihat hasilnya. Ini dibuktikan
dengan masih besarnya disparitas atau ketimpangan yang terjadi. Disparitas yang terjadi di
Kota Metropolitan Bandung Raya tergolong tinggi, yakni mencapai angka 0,54 pada tahun
2012. Kota Bandung memiliki kontribusi perkapita yang paling tinggi dan laju pertambahan
perkapita setiap tahunnya terlihat sangat signifikan di bandingkan dengan daerah lain. Ini
menjadi salah satu indikasi bahwa terjadinya disparitas spasial di Metropolitan Bandung
Raya disebabkan oleh dominasi Kota Bandung dalam berbagai sektor, terutama pada sektor
industri, perdagangan, dan jasa. Meskipun sektor industri pengolahan cenderung tersebar di
pinggiran Kota Bandung, akan tetapi industri yang berada di Kota Bandung dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih karena Kota Bandung juga merupakan pusat
pemasaran hasil industri. Dengan demikian, perlu adanya pemerataan pembangunan dan
peningkatan sektor yang menjadi basis di Kab/Kota yang termasuk ke dalam wilayah
Metropolitan Bandung Raya.
6
LAMPIRAN
*Per Tahun
Kabupaten/KotaYi Y
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 25,29 29,07 34,24 39,22 45,14 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31Kab. Bandung Barat 9,46 10,23 11,62 12,55 13,81 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31Kab. Bandung 12,29 13,10 14,52 15,85 17,03 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31Kab. Sumedang 9,08 10,33 11,13 12,19 13,35 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31Kota Cimahi 19,44 21,20 23,74 25,57 27,64 15,39 17,15 19,58 21,84 24,31
Kabupaten/KotaYi-Y (Yi-Y)^2
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 9,90 11,93 14,66 17,38 20,83 98,02 142,28 215,06 302,00 433,78Kab. Bandung Barat -5,93 -6,91 -7,96 -9,29 -10,50 35,12 47,77 63,36 86,37 110,21Kab. Bandung -3,10 -4,04 -5,06 -5,99 -7,28 9,63 16,35 25,57 35,87 52,97Kab. Sumedang -6,31 -6,81 -8,44 -9,65 -10,96 39,78 46,40 71,26 93,16 120,10Kota Cimahi 4,05 4,05 4,16 3,73 3,33 16,42 16,40 17,31 13,89 11,12
7
Kabupaten/Kotafi/n ^(Yi-Y)2 * fi/n
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 0,27 0,28 0,27 0,27 0,27 26,86 39,24 59,05 82,91 117,79Kab. Bandung Barat 0,18 0,18 0,17 0,17 0,17 6,17 8,44 10,97 15,00 19,12Kab. Bandung 0,36 0,36 0,36 0,36 0,37 3,44 5,87 9,30 13,07 19,58Kab. Sumedang 0,13 0,12 0,13 0,13 0,12 5,17 5,73 9,00 11,65 14,81Kota Cimahi 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 1,04 1,03 1,07 0,87 0,69
TOTAL 42,68 60,32 89,40 123,50 171,99√(∑(Yi-Y)^2) * (fi/n) 6,53 7,77 9,45 11,11 13,11Indeks Williamson 0,42 0,45 0,48 0,51 0,54
*Antar Kab/Kota
Kabupaten/Kota √(∑(Yi-Y)^2) * (fi/n) Indeks WilliansonRata-rata
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012Kota Bandung 0,34 0,37 0,39 0,42 0,45 0,0219 0,0213 0,0201 0,0191 0,0184 0,0201Kab. Bandung Barat 0,16 0,17 0,17 0,18 0,18 0,0105 0,0099 0,0086 0,0081 0,0074 0,0089Kab. Bandung 0,12 0,14 0,16 0,17 0,18 0,0078 0,0082 0,0080 0,0076 0,0075 0,0078Kab. Sumedang 0,15 0,14 0,15 0,16 0,16 0,0096 0,0081 0,0078 0,0072 0,0065 0,0078Kota Cimahi 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,0043 0,0035 0,0027 0,0020 0,0014 0,0028
8