analisis determinan pendapatan asli daerah sektor...
TRANSCRIPT
ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
SEKTOR PARIWISATA
(Studi Kasus: Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2011-2018)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh :
Ivan Erya Novandre
NIM: 11150840000072
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : Ivan Erya Novandre
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 5 November 1997
3. Alamat : Perumahan Bukit Sawangan Indah Blok D
29 No.6 Kecamatan Bojongsari - Kota
Depok
4. Telepon : 085782683699
5. Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. SDN Bojongsari 01 2003-2009
2. SMPN 14 Depok 2009-2012
3. SMA Al-Hasra 2012-2015
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015-2019
III. Pengalaman Organisasi
1. Menteri Komunikasi dan Informasi Ikatan Mahasiswa Ekonomi
Pembangunan Indonesia (IMEPI) Rayon Jawa bagian barat 2017-2019
2. Kepala Bidang 3 yang membawahi Pengembangan Sumber Daya Manusia
dan Hubungan Luar Publik HMJ Ekonomi Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2018
3. Sekretaris Departemen Minat dan Bakat HMJ Ekonomi Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
4. Staff Departemen Sosial Keislaman HMJ Ekonomi Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2016
5. Staff Ahli Divisi Musik OPK Dapur Seni UIN Jakarta 2018
IV. Seminar
1. Seminar “Peran Generasi Muda Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
dan Ekonomi Digital” diselenggarakan oleh HMJ EP.
vi
2. Seminar Nasional “Menjawab Peluang dan Tantangan Perkembangan
Financial Technology di Indonesia” diselenggarakan oleh HMJ Ekonomi
Pembangunan.
3. Seminar “Fungsi Pengawasan Keuangan Negara sebagai Katalisator
Tercapainya Tujuan Memajukan Kesejahteraan Umum” diselenggarakan
oleh HMJ Ekonomi Pembangunan bekerjasama dengan BPK RI.
4. Seminar Nasional “Perpajakan Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0”
diselenggarakan oleh HMJ Ekonomi Pembangunan bersama Kementerian
Keuangan.
5. Seminar “Tantangan Milenial di Era Industri Keuangan 4.0” diselenggarakan
oleh HMJ Ekonomi Pembagunan bersama Lembaga Pinjaman Simpanan.
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada
Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011-2018.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan menggunakan analisis data panel
dengan pendekatan Random Effect Model (REM). Variabel independen yang
digunakan yakni Jumlah Kunjungan Objek Wisata (X1), Jumlah Hotel (X2), dan
Pendapatan Perkapita (X3), sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah
PAD Sektor Pariwisata.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah Kunjungan Objek
Wisata (X1) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap PAD Sektor
pariwisata di Provinsi DIY tahun 2011-2018. Selanjutnya untuk variabel Jumlah
Hotel (X2) memiliki pengaruh positif dan signifikan. Serta Pendapatan Perkapita
(X3) yang juga memilki pengaruh positif dan signifikan. Secara simultan, Jumlah
Kunjungan Objek Wisata, Jumlah Hotel, dan Pendapatan Perkapita berpengaruh
secara signifikan terhadap PAD Sektor pariwisata di Provinsi DIY tahun 2011-
2018.
viii
ABSTRACT
This research aims to determine the factors that effects Original Local
Government Revenue of tourism sector in the City/Regency in Special District of
Yogyakarta. This research uses secondary data and using panel data analysis with
Random Effect Model as an approach. The independent variables are Number of
Visiting Tourism (X1), Number of Hotels (X2), and Income Per Capita (X3, while
the dependent variable is Original Local Government Revenue of Tourism Sector.
The results of this research shows Number of Visiting Tourism (X1) has a
positive and significant effect on the Original Local Government Revenue of the
tourism sector in the Special District of Yogyakarta in 2011-2018. Number of
Hotels (X2) has a positive and significant effect. As well as income per capita (X3)
which also has a positive and significant effects. Simultaneously, the Number of
Tourist Atractions, Number of Hotels, and Income Per Capita significantly effects
the Original Local Government Revenue of the tourism sector in the Special
District of Yogykarta in 2011-2018.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah memberikan rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Determinan Pendapatan Asli
Daerah Sektor Pariwisata (Studi Kasus: Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018) dengan lancar. Shalawat dan salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, yang telah mengantarkan umatnya dari zaman yang gelap gulita menuju
zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Skripsi ini disusun untuk syarat penulis meraih gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan
selama penyusunan skripsi, antara lain:
1. Orang tua penulis, Ayah Endri Wardi dan Ibu Detri Erna yang selalu
memberikan dukungan, semangat, dan doa tiada hentinya kepada penulis
selama mengerjakan skripsi.
2. Kakak penulis, Restiara Meiriani yang telah memberikan dukungan,
semangat, dan doa kepada penulis selama mengerjakan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajaran.
4. Bapak Dr. M. Hartana I. Putra dan Bapak Deni Pandu Nugraha, M.Sc.,
selaku Kepala Prodi dan Sekretaris Prodi Ekonomi Pembangunan yang
telah memberikan arahan yang membantu penulis dalam perkuliahan dan
pengerjaan skripsi.
5. Bapak Dr. Lukman selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu, arahan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama proses
pengerjaan skripsi
x
6. Ibu Utami Baroroh M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis semenjak semester 1
hingga dapat menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman “Entropy” (Alwan, Azam, Desti, Farras, Farith, Hady, Harits,
Hilal, Ipeh, Ipul, Isma, Khaidar, Putri, Satria, Sya’ban, Wahyu, dan
Zulfikar) yang menjadi “konco kentel” selama mengarungi hiruk-pikuk
kehidupan di Ciputat. See you on top!
8. Teman-teman “Espada Boys” (Adhim, Ananda, Choerul, Kahfi, Rezza,
Tegar, dan Wildan,) sahaabar sejak masa SMA yang memberikan semangat
dan selalu menemani ketika sudah letih dengan kehidupan perkuliahan.
9. Amelia Nur, Dovi Cristyanti, dan Sita Rabiah yang selalu sedia untuk
berbagi cerita walaupun terpisah oleh jarak yang jauh.
10. Teman-teman Konsentrasi Otonomi dan Keuangan daerah dan Teman-
teman Prodi Ekonomi Pembangunan Angkatan 2015 yang sudah seperti
keluarga di kampus selama perkuliahan.
11. Teman-teman HMJ Ekonomi Pembangunan yang telah membimbing,
bekerjasama, dan berproses selama di kampus.
12. Teman-teman OPK Dapur Seni yang telah menjadi wadah bagi penulis
untuk berorganisasi dan menyalurkan hobi di kampus.
13. Teman-teman IMEPI Jabagbar terkhusus untuk Kak Trian, Jop, dan Kashay
yang sangat ramah serta menjadi teman lintas kampus penulis.
14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan, terima kasih kepada semua yang
telah memberikan dukungan selama pengerjaan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka
penulis meminta maaf serta penulis sangat menerima dengan terbuka jika ada kritik
dan saran, terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, Desember 2019
Ivan Erya Novandre
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xvi
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 12
BAB II ................................................................................................................... 13
A. Landasan Teori ............................................................................................. 13
1. Pendapatan Asli Daerah ............................................................................. 13
2. Teori Terkait Pariwisata ........................................................................... 19
3. Pendapatan Pariwisata ............................................................................... 26
4. Jumlah Kunjungan Objek Wisata ............................................................. 29
5. Hotel .......................................................................................................... 30
6. Pendapatan Perkapita ................................................................................. 31
7. Keterkaitan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen ...... 32
xii
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 33
C. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 42
BAB III ................................................................................................................. 45
A. Ruang Lingkup-Penelitian ............................................................................ 45
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................... 45
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 45
D. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 46
E. Teknik Analisis Data .................................................................................... 48
1. Model Regresi Data Panel ......................................................................... 48
2. Estimasi Model Data Panel ........................................................................ 49
3. Pemilihan Model Data Panel ..................................................................... 50
4. Uji Asumsi Klasik ..................................................................................... 51
5. Uji Signifikansi ......................................................................................... 52
BAB IV ................................................................................................................. 54
A. Gambaran Umum Penelitian ........................................................................ 54
B. Perkembangan Industri Pariwisata di Provinsi DIY .................................. 55
1. Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata................................................ 56
2. Jumlah Kunjungan Objek Wisata .............................................................. 57
3. Hotel .......................................................................................................... 58
4. Pendapatan Perkapita ................................................................................. 59
C. Permodelan dan Pengolahan Data ................................................................ 60
1. Uji Chow .................................................................................................... 61
2. Uji Hausman .............................................................................................. 61
3. Uji Lagrange Multiplier ............................................................................. 62
4. Random Effect Model................................................................................ 62
5. Uji Asumsi Klasik ..................................................................................... 68
D. Analisis Ekonomi ......................................................................................... 69
xiii
BAB V .................................................................................................................. 72
A. Kesimpulan ................................................................................................... 72
B. Saran ............................................................................................................. 72
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 77
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Kedatangan Wisatawan Domestik dan Mancanegara di Bandara
Adisucipto Provinsi DIY Tahun 2010-2017 ....................................................... 4
Tabel 1.2 PAD Sektor Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2014-2018 ........................................................................................................... 6
Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Objek Wisata Tahun Provinsi DIY Tahun 2014-2018
............................................................................................................................. 7
Tabel 1.4 Pendapatan Per Kapita di Provinsi DIY Tahun 2014-2018 .............. 8
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Retribusi ......................................................................... 9
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 17
Tabel 3.1 Penjelasan Variabel ........................................................................... 38
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota/Kabupaten di Provinsi DIY .............................. 47
Tabel 4.2 Uji Chow ........................................................................................... 55
Tabel 4.3 Uji Hausman ..................................................................................... 61
Tabel 4.4 Uji Koefisien Determinasi ................................................................ 62
Tabel 4.5 Tabel Interpretasi Hasil Regresi Data Panel ..................................... 63
Tabel 4.6 Uji t-Statistik ..................................................................................... 64
Tabel 4.7 Uji F .................................................................................................. 65
Tabel 4.8 Uji Koefisien Determinasi R2 ........................................................... 66
Tabel 4.9 Tabel Interpretasi Random Effect Model .......................................... 66
Tabel 4.10 Uji Multikolinearitas ........................................................................ 67
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 42
Gambar 4.1 Peta Provinsi DIY ........................................................................... 54
xvi
DAFTAR GRAFIK
Gambar 4.1 Perkembangan PAD Sektor Pariwisata Kota/Kabupaten di Provinsi
DIY Tahun 2011-2018 ........................................................................................ 57
Gambar 4.2 Perkembangan Jumlah Kunjungan Objek Wisata Kota/Kabupaten di
ProvinsI DIY Tahun 2011-2018 ......................................................................... 58
Gambar 4.3 Perkembangan Jumlah Hotel Pada Kota/Kabupaten di Provinsi DIY
Tahun 2011-2018 ................................................................................................ 59
Gambar 4.4 Perkembangan Pendapatan Perkapita Pada Kota/Kabupaten di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018 ................................. 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan sistem di Indonesia yang telah berjalan
selama kurang lebih 20 tahun, lebih tepatnya dimulai sejak 1 Januari 2001
sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Otonomi berasal dari
bahasa yunani yaitu autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti undang-
undang. Dari kata tersebut dapat diartikan bahwa otonomi adalah suatu
kewenangan untuk mengatur sendiri atau memiliki kewenangan sendiri dalam
urusan rumah tangga. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah
didefinisikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Salah satu alasan otonomi daerah tepat dilaksanakan di Indonesia adalah
karena Indonesia merupakan negara yang sangat beragam. Ragam dalam artian
ini adalah kaya akan sumber daya dan potensi yang ada. Terbagi menjadi 34
provinsi, Indonesia memiliki keunikan pada masing-masing daerahnya. Menurut
Widjaja, otonomi daerah adalah bentuk dari desentralisasi pemerintahan yang
dasarnya ditujukan guna memenuhi kepentingan bangsa secara menyeluruh.
Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk
mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri
dengan menghormati peraturan perundangan yang berlaku (Nurcholis, 2007).
Jadi, dapat dilihat bahwasanya otonomi daerah merupakan salah satu cara agar
masing-masing daerah mendapatkan kesejahteraan langsung yakni dengan
mengurus urusan rumah tangga masing-masing atau biasa dikenal sebagai
desentralisasi. Hal ini jauh lebih efektif dibandingkan sistem terdahulu yang
sifatnya terpusat pada pemerintah pusat.
2
Dengan adanya otonomi daerah, maka masing-masing daerah dapat
mengembangkan potensinya. Apabila suatu daerah unggul dalam suatu bidang
misalnya bidang pertambangan, maka pemerintah setempat dapat
mengembangkan sektor-sektor yang mampu menambah pemasukan daerahnya
melalui hal-hal tersebut. Begitu juga apabila di suatu daerah unggul dalam
bidang perkebunan, maka pemerintah setempat akan menggiatkan segala hal
yang nantinya akan meningkatkan pemasukan atau pendapat daerah tersebut dari
bidang pertanian. Hal inilah yang disebut keunggulan komparatif tiap daerah.
Salah satu sektor yang saat ini menjadi primadona adalah sektor pariwisata.
Di Indonesia, sektor pariwisata sudah menjadi agenda pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan. Salah satu buktinya adalah dengan adanya rencana
yang tertuang dalam program prioritas pemerintah yakni nawa cita. Salah satu
isi dari program yang tertulis di nawa cita adalah “mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik”.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah menginginkan sektor-sektor dalam
negeri yang mampu tumbuh secara mandiri sehingga dapat berkontribusi dalam
kemajuan Negara yang dalam hal ini adalah perekonomian nasional. Lebih jauh
lagi, kepariwisataan adalah suatu modal bagi sebuah Negara maupun daerah
untuk menambah pendapatan yang dalam hal ini menjadi penggerak
perekonomiannya. Menurut IUOTO (International Union of Travel
Organzation) dalam Spillane (1993) yang dikutip oleh Utama (2011)
menyatakan bahwasanya ada delapan alasan mengapa pariwisata harus
dikembangkan di suatu Negara, yaitu sebagai pemicu perkembangan ekonomi
nasional dan internasional, sarana pemicu kemakmuran melalui perkembangan
komunikasi, transportasi, akomodasi, dan jasa-jasa lainnya, sebagai bentuk
pelestarian budaya, nilai sosial agar bernilai ekonomi. Dengan adanya wisatawan
akan menimbulkan pemerataan kesejahteraan pada daerah destinasi,
menghasilkan devisa, sebagai pemicu perdagangan internasional, sebagai
pemicu berkembangnya lembaga pendidikan profesi bidang pariwisata, menjadi
pangsa pasar dengan adanya produk yang beraneka ragam.
3
Di masa yang akan datang, sektor pariwisata dianggap sebagai salah satu
sektor yang potensial. World Bank (2016) dan World Travel and Tourism
Council (WTCC) (2016) membubuhkan data bahwa industri pariwisata di
Indonesia telah menyumbang 10% dari total Produk Domestik Bruto (PDB),
penyumbang devisa nasional sebesar 9,3% dan membuka 9,8 juta lapangan
kerja. Angka tersebut bisa saja makin meningkat untuk tahun-tahun selanjutnya
dikarenakan sistem otonomi daerah yang nantinya semakin baik dan mampu
memanfaatkan sektor pariwisata secara maksimal.
Pariwisata menurut UU No. 9 Tahun 1990 merupakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan, daya tarik wisata, serta
usaha-usaha yang berhubungan dengan perjalanan wisata. Sektor Pariwisata
merupakan salah satu sektor yang berperan dalam pembangunan ekonomi di
suatu wilayah yakni meningkatkan pendapatan daerah atau pendapatan
masyarakat. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010
Tentang Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
menyatakan bahwa pariwisata mempunyai peranan penting dalam mendorong
kegiatan ekonomi, meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan memperluas kesempatan kerja. Dalam hal ini dapat diartikan
sektor pariwisata dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat.
Salah satu provinsi di Indonesia dengan sektor wisata yang sangat
populer dikalangan para wisatawan adalah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Provinsi ini merupakan provinsi yang memiliki beragam
objek wisata baik itu wisata alam, wisata religi, wisata budaya, dan lain lain.
Menurut Indeks Pariwisata Indonesia tahun 2017, dua kabupaten yang berada
di dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul menempati posisi keempat dan kesepuluh dalam 10 peringkat
kepariwisataan terbaik di Indonesia. Indeks tersebut juga menunjukkan bahwa
Daerah Istimewa Yogyakarta tidak kalah saing dengan Provinsi Bali dan
Provinsi Jawa Tengah yang juga menempatkan masing-masing dua
kota/kabupatennya. Selain itu, pada tahun 2011 Badan Pusat Statistik
4
membubuhkan data bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di
urutan ke-3 dengan jumlah wisatawan terbanyak setelah Provinsi Bali dan
Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan Provinsi DIY mampu bersaing
dengan Provinsi Bali yang mana telah terkenal dengan keelokan pariwisatanya,
serta dengan DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Republik Indonesia.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dinilai memiliki
pariwisata yang bagus ternyata juga memiliki beberapa masalah, Syakdiah
(2017) mengatakan bahwa terdapat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
pariwisata di Provinsi DIY antara lain munculnya kemacetan dan kepadatan lalu
lintas, keterbatasan akses udara, degradasi kualitas streetscape, SDM
kepariwisataan yang belum optimal, dan organisasi dan tata kelola pariwisata
yang masih belum optimal. Apabila hal ini tidak diperbaiki oleh pemerintah
setempat, bisa saja kedepannya Provinsi DIY akan terkena lebih banyak masalah
yang berakibat menurunnya kualitas kepariwisataan dan minat wisatawan untuk
berkunjung akan rendah.
Arah pembangunan sektor pariwisata di Provinsi DIY tertulis dalam
Peraturan Daerah DIY No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan (RIPPARDA) DIY. Perda ini menjabarkan rencana
kepariwisataan DIY tahun 2012-2025 terkait dengan pembangunan destinasi
pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata, dan pembangunan
kelembagaan pariwisata. Dengan adanya perda ini dapat dikatakan bahwa
pemerintah daerah menyadari akan potensi pariwisata yang dimiliki.
Tabel 1. 1
Jumlah Kedatangan Wisatawan Domestik dan Wisatawan Mancanegara
di Bandara Adisucipto Provinsi DIY Tahun 2010-2017
Tahun Wisatawan Domestik Wisatawan Mancanegara
2012 2.392.929 jiwa 111.544 jiwa
2013 2.737.255 jiwa 166.690 jiwa
2014 2.933.337 jiwa 187.464 jiwa
2015 3.019.951 jiwa 189.503 jiwa
5
2016 3.339.506 jiwa 213.812 jiwa
2017 3.682.483 jiwa 244.433 jiwa
Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan Provinsi DIY (berbagai tahun)
Berdasarkan data pada tabel 1.1, jumlah wisatawan yang mendatangi
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 2012 sampai 2017 yang
datang melalui bandara di Provinsi DIY selalu mengalami peningkatan yang
berarti minat wisatawan untuk mendatangi Provinsi DIY setiap tahunnya makin
tinggi. Menurut United Nation World Trade Organization (UNWTO) dikutip
dari Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan adalah setiap orang yang melakukan
perjalanan ke suatu daerah di luar tempat tinggalnya kurang dari satu tahun
didorong oleh suatu tujuan utama (bisnis, berlibur, atau tujuan pribadi lainnya)
selain untuk bekerja. Wisatawan juga berarti setiap orang yang datang ke suatu
tujuan destinasi yang tinggal paling sedikit 24 jam dan menginap di suatu
akomodasi yang tersedia.
Perkembangan sektor pariwisata akan memengaruhi penerimaan daerah
yang dalam hal ini terdapat pada adalah Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan
Asli Daerah dapat menunjukkan indikator kemandirian suatu daerah yakni
apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi, maka kemandirian daerah
tersebut juga dikatakan tinggi dan juga sebaliknya apabila PAD suatu daerah
rendah, maka daerah tersebut memiliki tingkat kemandirian yang rendah pula.
Hal tersebut dikarenakan PAD berasal dari dalam daerah itu sendiri, tidak
seperti Dana Perimbangan yang terdapat campur tangan pemerintah pusat di
dalamnya.
6
Tabel 1.2
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014-2018
Tahun Total
2014 236.955.587.690
2015 266.993.359.315
2016 353.913.365.540
2017 423.146.610.814
2018 475.224.670.046
Sumber: Statistik Kepariwisataan Provinsi DIY (berbagai tahun)
Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir sejak
tahun 2014 sampai tahun 2018, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor
pariwisata di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selalu mengalami
peningkatan. Selisih angka peningkatan tertinggi terjadi di tahun 2016 dan
selisih angka peningkatan terendah terjadi di tahun 2015. Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai provinsi yang memiliki budaya sangat
kuat, hal tersebut merupakan salah satu alasan bagi para wisatawan baik
wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara untuk berkunjung.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwasanya faktor kebudayaan merupakan
keunggulan komparatif yang dimiliki Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
terutama dalam bidang pariwisata. Alasan lain banyaknya wisatawan domestik
maupun wisatawan mancanegara di Provinsi DIY adalah daerah ini aman dan
nyaman serta masyarakat sekitar yang ramah (Syakdiah, 2017). Kedatangan
wisatawan ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan
meningkatkan kegiatan perekonomian. Kegiatan ekonomi yang akan
menambah pemasukan daerah setempat antara lain dengan adanya pajak dan
retribusi. Kedua komponen tersebut merupakan komponen Pendapatan Asli
Daerah.
Salah satu indikator yang mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli
Daerah di sektor pariwisata adalah kunjungan wisatawan. Kedatangan
7
wisatawan ke daya tarik wisata tentunya akan meningkatkan pemasukan dari
objek wisata itu sendiri, yang mana akan mempengaruhi besaran retribusi yang
dibayar kepada pemerintah. Daya tarik wisata terdiri dari objek wisata, desa
wisata, Berikut adalah data perkembangan jumlah kunjungan daya tarik wisata
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 1.3
Perkembangan Jumlah Kunjungan Daya Tarik Wisata Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) Tahun 2014-2018
Tahun Total (jiwa)
2014 16.784.253
2015 18.251.848
2016 21.445.343
2017 26.151.516
2018 26.516.508
Sumber: Statistik Kepariwisataan DIY (berbagai tahun)
Pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan daya tarik wisata di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dalam lima tahun terakhir. Kenaikan terbesar terjadi di tahun 2018
yakni meningkat sekitar 26 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa
perkembangan daya tarik wisata di Provinsi DIY bisa dikatakan baik karena
mampu menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.
Dalam pengembangan kepariwisataan, pemerintah daerah dapat melakukan
beberapa hal terutama untuk menarik kunjungan wisatawan, diantaranya
dengan menyajikan objek wisata yang beraneka ragam, aksesibilitas atau
kemudahan untuk mencapai objek wisata yang dituju, lalu amenitas yaitu
tersedianya fasilitas-fasilitas di obyek wisata, serta adanya organisasi yakni
lembaga atau badan yang mengelola obyek wisata.
Indikator lainnya yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di sektor
pariwisata adalah infrastruktur pariwisata yakni hotel. Menurut Pendit (1983)
Hotel termasuk dalam sarana pokok pariwisata yakni perusahaan yang
8
menyediakan layanan kepada wisatawan yang mendatangi daerah tujuan
wisata. Adanya hotel di suatu daerah bisa disebabkan karena permintaan atas
jasa hotel tersebut bertambah yang berimplikasi kepada peningkatan PAD
melalui pajak hotel maupun retribusi pembangunan dan jasa usaha. Berikut
adalah perkembangan jumlah hotel di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
lima tahun terakhir:
Tabel 1.4
Perkembangan Jumlah Hotel di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Tahun 2014-2018
Tahun Total (Unit)
2014 1138
2015 1166
2016 1188
2017 1139
2018 1575
Sumber: Publikasi Badan Pusat Statistik DIY (berbagai tahun)
Perkembangan jumlah hotel di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mengalami kecenderungan fluktuatif, dengan angka tertinggi terdapat pada
tahun 2018, sedangkan jumlah hotel terendah terdapat pada tahun 2014.
Pendapatan Asli Daerah di sektor pariwisata tidak hanya dipengaruhi oleh
wisatawan dari luar daerah itu saja, namun bisa juga dipengaruhi oleh
masyarakat sekitar. Keputusan masyarakat sekitar untuk menghabiskan
uangnya pada bidang pariwisata dapat dilihat dari pendapatan yang mereka
terima, dalam hal ini untuk mengukurnya adalah dengan pendapatan perkapita
yaitu rata-rata pendapatan masyarakat di suatu daerah.berikut adalah data
pendapatan perkapita Provinsi DIY:
9
Tabel 1.5
Perkembangan Pendapatan Perkapita di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) Tahun 2014-2018
Tahun Total (Juta Rupiah)
2014 21.87
2015 22.69
2016 23.57
2017 24.80
2018 25.70
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data diolah)
Dari data diatas menunjukkan pendapatan perkapita di Provinsi DIY
menunjukkan angka yang selalu mengalami peningkatan. Apabila pendapatan
perkapita meningkat, dapat diasumsikan masyarakat akan memutuskan pergi ke
objek wisata, ataupun ke restoran maupun sarana hiburan yang akan
berpengaruh pada penerimaan pajak maupun retribusi di sektor pariwisata.
Pendapatan perkapita di Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta termasuk salah
satu yang terendah dibandingkan dengan provinsi di pulau jawa lainnya seperti
DKI Jakarta atau Banten. Namun rendahnya pendapatan perkapita di DIY juga
disebabkan harga barang dan jasanya yang juga murah.
Gambaran dari pendapatan sektor pariwisata jumlah kunjungan objek
wisata, jumlah hotel, dan pendapatan perkapita di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam waktu lima tahun terakhir memiliki kecenderungan yang
berbeda-beda. PAD sektor pariwisata dan pendapatan perkapita selalu
mengalami peningkatan, adapun jumlah hotel dan jumlah kunjungan wisatawan
mengalami kecenderungan yang berbeda yaitu pada jumlah hotel fluktuatif
sedangkan pada jumlah kunjungan objek wisata mengalami penurunan pada
tahun 2018 Angka kenaikannya yang bervariasi menggambarkan bahwa
masing-masing sektor sedang berkembang dan bukan tidak mungkin
kedepannya akan terus meningkat.
10
Peneliti mengambil judul “Analisis Determinan Pendapatan Asli
Daerah Sektor Pariwisata Pada Kota dan Kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018” karena menurut peneliti pendapatan
asli daerah sektor pariwisata merupakan salah satu indikator penting di Provinsi
DIY yang notabene merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan
kepariwisatannya, dibuktikan dengan hasil Indeks Pariwisata Indonesia yang
menunjukkan dua kabupaten di Provinsi DIY ada di 10 besar kepariwisataan
terbaik dan data Badan Pusat Statistik tahun 2011 yang menempatkan Provinsi
DIY merupakan daerah yang paling banyak dikunjungi setelah Provinsi Bali
dan Provinsi DKI Jakarta. Dengan mengetahui faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pendapatan asli daerah sektor pariwisata, maka nantinya
pemerintah dapat mengetahui apabila faktor-faktor tersebut memilki andil,
maka kedepannya dapat lebih dikembangkan sehingga mampu berkontribusi
lebih tinggi.
B. Rumusan Masalah
Penerimaan daerah tentu saja memiliki andil yang besar dalam memajukan
dan menyejahterakan daerah itu sendiri. Dalam hal ini, pendapatan asli daerah
yang merupakan bentuk penerimaan dari dalam daerah akan memberikan
gambaran potensi fiskal daerah tersebut. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagai provinsi yang mempunyai sektor pariwisata yang melimpah harus
memanfaatkannya dengan baik. Pendapatan asli daerah sektor pariwisata secara
langsung bersumber dari beberapa penerimaan, yakni terdapat pajak hotel dan
restoran yang mana merupakan sarana pokok pariwisata (main tourism
superstructures), pajak hiburan yang bersumber dari berbagai sarana hiburan
dan merupakan sarana penunjang pariwisata (supporting tourism
superstructures), retribusi objek wisata, retribusi asset milik pemda, dan
rertribusi izin mendirikan bangunan. Peneliti dalam hal ini menggunakan
variabel dependen Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata dan variabel
independen Jumlah kunjungan objek wisata, jumlah hotel, dan pendapatan
perkapita. Ketiga variabel independen tersebut merupakan variabel yang
11
penting dalam memajukan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga
Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Provinsi DIY akan berhasil.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang
dapat disusun adalah:
1. Bagaimana Pengaruh jumlah kunjungan objek wisata terhadap pendapatan
asli daerah sektor pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta secara parsial tahun 2011-2018?
2. Bagaimana pengaruh jumlah hotel terhadap pendapatan asli daerah sektor
pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
tahun 2011-2018?
3. Bagaimana pengaruh pemdapatan perkapita terhadap pendapatan asli
daerah sektor pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta secara parsial tahun 2011-2018?
4. Bagaimana pengaruh jumlah pengunjung objek wisata, jumlah hotel, dan
pendapatan perkapita terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata
pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara
simultan tahun 2011-2018?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah kunjungan objek wisata terhadap
pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta secara parsial tahun 2011-2018
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah hotel terhadap pendapatan asli daerah
sektor pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta scara parsial tahun 2011-2018
3. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita terhadap pendapatan asli
daerah sektor pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta secara parsial tahun 2011-2018
4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pengunjung objek wisata, jumlah
hotel, dan pendapatan perkapita terhadap pendapatan asli daerah sektor
12
pariwisata pada kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
secara bersama-sama tahun 2011-2018
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang bermanfaat bagi banyak orang dan nantinya dapat dijadikan
sebagai rujukan merupakan penelitian yang baik. Adapun manfaat penelitian
mengenai topic yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya mendapat
informasi terkait yang dapat memudahkan.
2. Bagi Pemerintah
Dengan adanya penelitian ini, pemerintah dapat menjadikan tolak ukur dalam
kebijakan terutama di bidang industri pariwisata dalam rangka meningkatkan
pendapatan daerah setempat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari pendapatan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, pendapatan daerah diartikan sebagai hak pemerintah sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran bersangkutan.
Hak tersebut meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Sumber pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yaitu pendapatan yang bersumber dari dalam daerah itu sendiri lalu sumber
pendapatan daerah lainnya adalah Dana Perimbangan yakni dana yang
bersumber dari pemerintah pusat. Dana ini merupakan salah satu pemicu agar
kemandirian daerah dapat terlaksana.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
menurut Rahman (2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan
daerah yang diterima dari hasil pajak daerah, hasil distribusi pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan asas desentralisasi.
Menurut Mardiasmo (2002:146) Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaanhhasil setoran pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang telah dipisahkan dan lain-lainipendapatan yang sah.
Hal yang serupa juga diutarakan oleh Warsito (2001:128) yaitu Pendapatan
Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang diperolah dari pajak daerah,
retribusi daerah, laba dari badan usaha atau hasil kekayaan daerah yang
14
dipisahkan, dan pendapatan daerah lainnya yang sah. Jadi, PAD adalah
pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri atau apabila dirumuskan
menjadi:
PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan + Pendapatan Lainnya yang Sah
A. Pajak Daerah
1) Definisi Pajak Daerah
MenurutuUndang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
a) Definisi pajak menurut Prof. RochmatuSoemitro S.H
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan..
b) Definisi pajak menurut S.I Djajaningrat
Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian atas
kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian,
danpperbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman. Menurut peraturanpyang ditetapkan pemerintah
dapat memaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara
secara langsung.
2) Fungsi Pajak Daerah
Pajak Daerah memiliki dua fungsi yakni fungsi budgetair dan fungsi
reguleerend. Pajak dengan fungsi budgetair adalah pajak dengan yang
menghasilkan penerimaan yang besar, sedangkan pajak dengan
fungsioreguleerend adalah pajak yang tidak memperhatikan hasilnya
memadai atau tidak.
15
Pajak dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajakpdan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya
adalah pajak kendaraan bermotor.
b) Pajak tidak langsung, yaituppajak yang dapat dilimpahkan kepada
pihak ketiga, contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
tidak termasuk kedalam pajak daerah.
3) Ciri-Ciri Pajak Daerah
a) Pajak daerah berasalodari pajak asli daerah atau pajak pusat yang
diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah.
b) Pajak daerahpdipungut di wilayah administrasi yang dikuasainya.
c) .Pajak daerah digunakan untuk membiayai urusan/pengeluaran untuk
pembangunan dan pemerintahan daerah.
d) Pajak daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan
Undang-undang sehingga pajaknya dapat dipaksakan kepada subjek
pajaknya.
4) Jenis-Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah dibedakan menjadi dua bagian yakni Pajak Provinsi
dan Pajak Kabupaten/Kota. Berikut adalah pajak daerah dan tarif
maksimal yang dikenakan:
1. Pajak Provinsi
a) Pajak-Kendaraan-Bermotor dan Kendaraan-di-Atas-Air
b) Pajak-Bea-Balik-Nama-Kendaraan-Bermotor-(BBNKB)
(20%)
c) Pajak-Bahan-Bakar-Kendaraan-Bermotor (PBB-KB)
d) Pajak-Pengambilan-dan Pemanfaatan-Air Bawah-Tanah
e) Pajak Rokok (10%)
2. Pajak Kabupaten/Kota
a) Pajak-Hotel (10%)
b) Pajak-Restoran (10%)
c) Pajak-Hiburan (35%)
16
d) Pajak-Reklame (25%)
e) Pajak-Penerangan Jalan (10%)
f) Pajak-Mineral Bukan Logam dan Batuan (25%)
g) Pajak-Parkir (30%)
h) Pajak-Air-Tanah (20%)
i) Pajak-Sarang-Burung Walet (10%)
j) Pajak-Bumi-dan-Bangunan-Perdesaan-dan-Perkotaan
(0,3%)
k) Pajak-Perolehan-Hak-atas-Tanah-dan/atau Bangunan (5%)
B. Retribusi Daerah
1) Definisi Retribusi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas barang dan jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Menurut
Boediono dalam (Nusa, dkk: 2017) retribusi merupakan pembayaran
yang dilakukan oleh mereka yang menikmati jasa Negara secara
langsung. Menurut Kemenkeu, yang membedakan pajak dengan
retribusi adalah bentuk pelayanan yang diberikan yakni retribusi
retribusi hanya dapat dikenakan apabila pemerintah daerah memberikan
pelayanan secara langsung kepada masyarakat atau pemerintah daerah
memberikan izin untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
2) Ciri-Ciri Retribusi Daerah
Beberapa ciri-ciri retribusi daerah yang saat ini dipungut di
Indonesia menurut (M.P. Siahaan, 2010:6) antara lain:
a) Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan
Undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
b) Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c) Pihak yang membayar retribusi mendapat kontraprestasi. (balas
jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya.
17
d) Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
3) Objek Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu retribusi jasa
umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Objek
retribusi jasa umum adalah tempat-tempat umum yang dinikmati atau
dimanfaatkan oleh pribadi maupun badan, sedangkan retribusi jasa
usaha adalah tempat-tempat komersial yang dikelola oleh pihak swasta,
lalu retribusi perizinan adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan SDA,
barang, sarana dan prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
4) Jenis-jenis Retribusi Daerah
Jenis-jenis retribusi daerah ditetapkan melalui UU No. 28 Tahun
2009. Terdapat 30 jenis retribusi daerah yang dipungut Kabupaten /
Kota, namun setelah diterbitkannya PP No. 27 Tahun 2012 jumlah
tersebut bertambah menjadi 32 jenis. Adapun jenis-jenis retribusi daerah
tersebut adalah sebagai berikut:
18
Tabel 2. 1
Jenis-jenis Retribusi
Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perizinan
Tertentu
a) Retribusi-Pelayanan-
Kesehatan
b) Retribusi
Persampahan/Kebersihan
c) Retribusi-KTP-dan Akte
Capil
d) Retribusi Pemakaman-
dan Pengabuan-Mayat
e) Retribusi-Parkir-di Tepi-
Jalan-Umum
f) Retribusi-Pelayanan-
Pasar
g) Retribusi-Pengujian
Kendaraan-Bermotor
h) Retribusi-Pemeriksaan-
Alat Pemadam-
Kebakaran
i) Retribusi Penggantian-
Biaya Cetak Peta
j) Retribusi-Pelayanan Tera
/ Tera Ulang
k) Retribusi Penyedotan
Kakus\
l) Retribusi Pengolahan
Limbah Cair
m) Retribusi Pelayanan
Pendidikan
a) Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah
b) Retribusi Pasar Grosir
/ Pertokoan
c) Retribusi-Tempat
Pelelangan
d) Retribusi Terminal
e) Retribusi-Tempat
Khusus-Parkir
f) Retribusi Tempat
Penginapan
g) Retribusi Rumah
Potong Hewan
h) Retribusi Pelayanan
Kepelabuhan
i) Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga
j) Retribusi
Penyeberangan di Air
k) Retribusi Penjualan
Produksi Usaha
Daerah
a) Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol
b) Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
c) Retribusi Izin
Gangguan
d) Retribusi Izin Trayek
e) Retribusi Izin
Perikanan
f) Retribusi
Perpanjangan IMTA
19
n) Retribusi Pengendalian
Menara Komunikasi
o) Retribusi Pengendalian
Lalu Lintas
Sumber: DJPK Kemenkeu
C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Pendapatan ini didapat oleh pemerintah daerah dari investasi yang telah
dilakukan terhadap badan usaha, baik itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
maupun investasi terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Investasi ini
diharapkan mampu meningkatkan APBD
D. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan ini terdiri dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan; jasa giro; pendapatan bunga; dan keuntungan selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain
sebagai akibat penjualan barang & jasa oleh daerah.
2. Teori Terkait Pariwisata
A. Definisi Pariwisata
Pariwisata berasal dari bahasa sansekerta, yakni Pari yang berari
“berulang-ulang” dan Wisata yang berarti perjalanan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), pariwisata berarti sesuatu yang berhubungan
dengan perjalanan untuk rekreasi. Secara lebih luas, menurut UU Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, definisi pariwisata yakni berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
diberikan oleh masyarakat, pengusaha, dan Pemerintah Daerah.
World Tourist Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata yaitu
aktivitas manusia yang melakukan perjalanan dan tinggal di daerah tujuan
perjalanan di luar lingkungan kesehariannya. Serupa dengan pendapat
tersebut, Koen Meyers (2009) dikutip dari Handayani (2015), mengatakan
bahwa pariwisatahadalah aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara
20
waktu dari tempat tinggal semula menuju daerah tujuan dengan alasan untuk
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau untuk liburan
dan bukan untuk mencari nafkah ataupun menetap. Sinaga (2010)
mengatakan bahwa tujuan dari pariwisata adalah untuk mencari kesenangan
semata. Selanjutnya, secara teknis pariwisata adalah kegiatan yang dilakukan
secara perorangan maupun berkelompok di wilayah Negara sendiri maupun
Negara lain dengan menggunakan jasa dan faktor penunjang lainnya yang
disediakan atau diadakan oleh pemerintah, masyarakat, dan badan usaha.
Keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multideimensi dan multidisipin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha disebut dengan
kepariwisataan. Beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan pariwisata
adalah perjalanan mengunjungi suatu tempat dengan tujuan untuk rekreasi.
B. Fungsi dan Tujuan Pariwisata
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 Pasal 3 Tentang Kepariwisataan,
fungsi kepariwisataan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani
dan intelektual wisatawan dengan rekreasi serta meningkatkan pendapatan
Negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat; sedangkan tujuan dari
kepariwisataan terdapat pada Pasal 4 yaitu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan,
mengatasi pengangguran, melestarikan lingkungan, memajukan
kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air,
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan
antar bangsa.
C. Kondisi Pariwisata Setelah Otonomi Daerah
Suwena & Widyatmaja mengatakan ada beberapa isu yang berkaitan
dengan pariwisata setelah adanya otonomi daerah, isu-isu tersebut terdapat
pada politik, ekonomi, dan sosial budaya. Kepariwisataan dapat
menimbulkan persaingan antar daerah yang bukan mengarah pada
peningkatan komplementaritas dan alternatif berwisata, hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yakni lemahnya pemahaman tentang pariwisata,
21
lemahnya kebijakan pariwisata antar daerah, tidak adanya pedoman dari
pemerintah pusat ataupun provinsi. Banyak daerah ketika menjalankan
pariwisata hanya mementingkan keuntungannya secara parsial dan tidak
melihat dan menghubungkan pengembangan daerah di sekitarnya.
C. Wisatawan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wisatawan adalah
orang yang melakukan wisata. Menurut G.A Schmoll dalam Subaintini
(2013), wisatawan adalah individu atau kelompok yang
mempertimbangkan tenaga beli yang dmilikinya untuk perjalanan rekreasi,
menambah pengtahuan. P.W Ogilve berpendapat bahwa wisatawan adalah
semua orang yang memiliki dua syarat, yang pertama yaitu meninggalkan
rumah kediamannya untuk jangka waktu kurang dari setahun dan kedua
yakni sementara mereka pergi,, mereka mengeluarkan uang di tempat yang
dikunjungi , tidak mencari nafkah.
Menurut Badan Pusat Statistik, wisatawan (tourist) adalah setiap
pengunjung yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari
12 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain:
1) Personal; yaitu berlibur, rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga,
belajar atau pelatihan, olah raga, keagamaan dan belanja.
2) Bisnis dan professional; yakni menghadiri pertemuan, konferensi atau
kongres, pameran atau konser, pertunjukan dan lain-lain.
Wisatawan terbagi menjadi dua, yaitu wisatawan domestik dan
wisatawan mancanegara. Wisatawan domestik adalah wisatawan yang
berasal dari Negara yang sama namun datang dari kota lain, sedangkan
wisatawan mancanegara adalah pengunjung yang berasal dari luar negeri
D. Jenis Pariwisata
Menurut James J. Spillane (1987), membedakan jenis pariwisata
sebagai berikut:
1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan; yakni perjalanan wisata yang
dilakukan dengan tujuan berlibur, mencari udara segar, memenuhi
22
keingintahuan, mengendorkan ketegangan saraf, melihat sesuatu yang
baru, menikmati alam, dan mendapatkan kedamaian.
2) Pariwisata untuk rekreasi; yaitu perjalanan wisata yang dilakukan
sebagai pemanfaatan hari libur untuk beristirahat, memulihkan kesegaran
jasmani dan rohani.
3) Pariwisata untuk kebudayaan; yaitu kunjungan wisata dengan maksud
mempelajari adat-istiadat, melakukan riset budaya.
4) Pariwisata untuk olahraga; terbagi menjadi dua yaitu pariwisata olahraga
besar seperti ASIAN Games, SEA Games, dan Olimpiade serta untuk
mereka yang ingin berlatih sendiri seperti mendaki gunung, panjat
tebing, berkuda, berburu, dan memancing.
5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang; yakni pariwisata yang dilakukan
para pengusaha antara lain mencakup kunjungan ke pameran dan
instalasi teknis.
6) Pariwisata untuk berkonvensi, yaitu yang berhubungan dengan
konferensi, simposium, sidang, dan seminar internasional.
Menurut Pendit (2006), jenis wisata dibagi menjadi 14 yaitu:
1) Wisata Budaya
Perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan memperluas pandangan
hidup, mempelajari keadaan rakyat, mempelajari adat istiadat
masyarakat setempat yakni gaya hidup, budaya, dan seni.
2) Wisata Kesehatan
Perjalanan yang dilakukan wisatawan dengan tujuan untuk menukar
keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari demi kepentingan jasmani
dan rohaninya.
3) Wisata Olahraga
Perjalanan wisata yang dimaksudkan dengan tujuan untuk berolahraga
seperti Olimpiade
4) Wisata Komersial
23
Perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk mengunjungi pameran atau
23egat raya yang bersifat komersial seperti pameran dagang dan pameran
industri
5) Wisata Industri
Perjalanan wisata yang dilakukan oleh rombongan pelajar dengan tujuan
ke tempat-tempat industri seperti pabrik atau bengkel. Hal ini biasanya
merupakan penelitian atau peninjauan.
6) Wisata Politik
Perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian
dalam peristiwa politik seperti perayaan ulang tahun kemerdekaan RI.
7) Wisata Konvensi
Wisata yang mendekati wisata politik. Wisata ini memiliki keterkaitan
dengan konferensi, musyawarah, atau bentuk pertemuan lainnya yang
bersifat nasional dan internasional.
8) Wisata Sosial
Wisata sosial adalah pengorganisasian suatu perjalanan wisata yang
ditujukan golongan masyarakat ekonomi lemah atau tidak mampu
membayar segala sesuatu yang bersifat luks.
9) Wisata Pertanian
Wisata pertanian adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke
proyek-proyek pertanian dan perkebunan, dimana wisatawan rombongan
dapat mengadakan pkunjungan atau peninjauan.
10) Wisata Maritim
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan olahraga air, seperti
memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretam,
berselancar, dan berkeliling melihat taman laut. Wisata ini biasanya
terdapat pada Negara-negara maritim.
11) Wisata Cagar Alam
Wisata jenis ini biasanya bertujuan ke taman lindung atau daerah-daerah
cagar alam lainnya.
12) Wisata Buru
24
Wisata ini lebih banyak berada di daerah-daerah yang memiliki hutan
tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh
berbagai agen atau biro perjalanan.
13) Wisata Pilgrim
Wisata jenis ini banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke
tempat-tempat suci, makam-makam pemimpin atau tokoh yang
diagungkan, seperti bukit atau gunung yang dianggap keramat.
14) Wisata Bulan Madu
Wisata bulan madu adalah jenis wisata yang dilakukan oleh sepasang
pengantin baru dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi
kenikmatan perjalanan kunjungannya.
E. Objek Wisata
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 Ayat
5, Objek wisata atau daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran
atau tujuan kunjungan wisatawan. Objek wisata merupakan destinasi dari
wisatawan ketika berwisata ke suatu tempat.
Menurut Charles E. Gearing (1983), faktor pembentuk daya tarik
wisata terdiri dari:
1) Atraksi; yakni sifatnya alamiah atau buatan seperti alam, budaya,
sejarah dan lainnya.
2) Fasilitas; meliputi kemudahan akomodasi dan kemudahan rekreasi atau
hiburan.
3) Aksesibilitas; berupa sarana transportasi. .
F. Restoran
Menurut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11
Tahun 2014 Tentang Standar Usaha Restoran, yang dimaksud dengan usaha
restoran adalah usaha penyedia jasa makanan dan minuman dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,
25
dan penyajian di suatu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah dengan
tujuan meraih keuntungan/laba. Usaha restoran terdiri dari restoran
berbintang dan restoran non-bintang. Restoran menurut Siahaan (2009) dalam
Sulastiyowati (2017) terdiri dari rumah makan, café, kantin, warung, bar dan
sejenisnya yaitu fasilitas penyedia makanan dan minuman yang dipungut
bayaran.
G. Sarana Hiburan
Hiburan adalah segala jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Sarana hiburan
dikategorikan sebagai sarana penunjang pariwisata (supporting tourism
superstructures) dan sarana pelengkap pariwisata (supplementing tourism
superstructures). Menurut Pendit Sarana hiburan ini berfungsi untuk
membuat wisatawan yang berkunjung lebih betah berlama-lama di daerah
tujuan wisata dan mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di sana.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 13 Tahun 2013, sarana
hiburan dikelompokkan sebagai berikut:
a) Tontonan film
b) Pagelaran kesenian, musik, dan tari modern
c) Kesenian rakyat tradisional
d) Pagelaran busana, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya
e) Pameran
f) Diskotik, karaoke, dank klab malam
g) Sirkus, akrobat, dan sulap
h) Permainan bilyar dan bowling
i) Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan
j) Panti pijat, refleksi, mandi uap, dan pusat kebugaran
k) Pertandingan olahraga
26
3. Pendapatan Pariwisata
Menurut Yoeti dalam Sulistiyowati (2017), pendapatan pariwisata
merupakan bagian dari pendapatan asli daerah yang berasal dari kegiatan
kepariwisataan, seperti pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, dan lainnya
dengan satuan rupiah pertahun. Menurut Cohen (1984) sektor pariwisata
memiliki beberapa dampak, yaitu dampak terhadap pendapatan pemerintah,
dampak terhadap pembangunan pada umumnya dan dampak terhadap
penerimaan devisa. Hewson (2014) memaparkan bahwasanya untuk
pemerintah daerah dalam mengelola kepariwisataan agar mampu
meningkatkan PAD dapat terfokus kepada beberapa hal, antara lain
infrastruktur, fasilitas, dan daya tarik wisata. Adapun untuk penjelasannya
adalah sebagai berikut
A. Pajak Hotel
Pajak hotel merupakan pajak yang dibayarkan oleh pihak hotel
kepada pemerintah kabupaten/kota. Pajak hotel diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001
Tentang Pajak Daerah, dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang
mengatur tentang pajak daerah. Dalam Perda Nomor 1 Pasal 11 Kota
Yogyakarta, pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel
dengan pembayaran dipungut pajak. Subjek pajak hotel adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi
atau Badan yang mengusahakan hotel, sedangkan wajib pajak hotel adalah
Badan yang mengusahakan hotel. Tarif pengenaan pajak hotel menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebesar 10%
B. Pajak Restoran
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 22 dan 23
menyatakan pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh restoran. Restoran menurut Siahaan (2009) dalam Sulastiyowati
27
(2017) terdiri dari rumah makan, café, kantin, warung, bar dan sejenisnya
yaitu fasilitas penyedia makanan dan minuman yang dipungut bayaran.
Dasar 27egat mengenai pajak restoran terdapat pada Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang
Pajak Daerah, dan Peraturan Daerah yang mengatur tentang pajak daerah
seperti Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 10 Tahun 2015,
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 12 Tahun 2018, dan Peraturan
Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2017. Subjek pajak
restoran adalah pribadi atau badan yang berkunjung ke restoran untuk
makan dan minum, sedangkan wajib pajak restoran adalah badan atau
pribadi pelaku usaha restoran. Tarif pengenaan pajak restoran berbeda-
beda, namun maksimal pengenaan tarif sebesar 10%. Pajak restoran
berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), walaupun memiliki
besaran tarif yang sama. Pajak restoran dipungut oleh Pemerintah Daerah
sedangkan PPN dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Cara
perhitungan pajak restoran adalah sebagai berikut:
Pajak Restoran = Dasar Pengenaan Pajak × Tarif Pajak
Keterangan:
Dasar Pengenaan Pajak : Nominal pembayaran
Tarif pajak :10%
Dalam pemungutan pajak restoran, tidak semua pelayanan yang
diberikan restoran/rumah makan dikenakan pajak. Menurut Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 2 ayat 2, ada beberapa pengecualian tidak dikenakan pajak
restoran, yaitu pelayanan jasa usaha boga atau catering dan pelayanan yang
disediakan oleh rumah makan yang peredaran usahanya tidak melebihi
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per bulan
28
C. Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak yang dikenakan pada setiap kegiatan tontonan,
pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian. Sarana hiburan
dikategorikan sebagai sarana penunjang pariwisata (supporting tourism
superstructures) dan sarana pelengkap pariwisata (supplementing tourism
superstructures). Pajak hiburan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sleman Nomor 3 Tahun 2011, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor
26 Tahun 2017, dan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 3
Tahun 2011. Besaran pajak hiburan adalah sebagai berikut
a. Tontonan film (10%)
b. Pagelaran kesenian, musik, tari modern (15%)
c. Kesenian rakyat/tradisional (10%)
d. Pagelaran busana, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya (10%)
e. Pameran (10%)
f. Diskotik, karaoke, klab malam (45%)
g. Sirkus, akrobat, dan sulap (10%)
h. Permainan bilyar & bowling (10%)
i. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan (10%)
j. Refleksi, panti pijat, mandi uap, dan pusat kebugaran (10%)
k. Pertandingan olahraga (10%)
Cara perhitungan pajak hiburan adalah sebagai berikut:
Pajak Hiburan = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
Keterangan:
Dasar Pengenaan Pajak : Nominal pembayaran
Tarif pajak :10%
D. Retribusi Obyek Wisata
Retribusi Obyek Wisata merupakan bagian dari Retribusi Rekreasi
dan Olahraga yaitu retribusi atas pelayanan tempat rekreasi, pariwisata
dan olahraga yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah
29
Daerah. Objek retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah pelayanan
tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek
retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah pelayanan tempat rekreasi,
pariwisata dan olahraga yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh
Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Subjek retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah orang pribadi
atau badan yang memanfaatkan jasa pelayanan tempat rekreasi, pariwisata
dan olahraga yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah
Daerah. Wajib retribusi tempat rekreasi dan olahraga adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi tempat
rekreasi dan olahraga, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tempat
rekreasi dan olahraga. Tingkat penggunaan jasa retribusi tempat rekreasi
dan olahraga diukur berdasarkan pada biaya administrasi, penyediaan
fasilitas dan jenis pelayanan obyek pariwisata. Prinsip dan sasaran dalam
penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi tempat rekreasi dan
olahraga dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagai
pengganti investasi, biaya pembinaan, biaya operasional dan biaya
administrasi umum.
E. Retribusi Perijinan Usaha Pariwisata
Retribusi ini termasuk ke dalam Retribusi Perizinan Tertentu, yakni
retribusi yang diberikan oleh pemerintah daerah baik kepada pribadi atau
kepada suatu badan, yang ditujukan untuk pengaturan dan pengawasan
aktivitas, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna kepentingan umum
4. Jumlah Kunjungan Objek Wisata
Salah satu hal yang mampu mempengaruhi pendapatan daerah adalah
kunjungan wisatawan, khusunya wisatawan yang berkunjung ke objek wisata.
30
Menurut Wiyata (2015), ada beberapa faktor yang menjadi alasan wisatawan
mengunjungi suatu objek wisata, antara lain atraksi wisata, jarak, dan
aksesibilitas.
Faktor Kunjungan Wisata = Jumlah Atraksi Wisata + Jarak +
Aksesibilitas
5. Hotel
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hotel dikategorikan dalam usaha
akomodasi yang berarti suatu usaha yang menggunakan bangunan yang
disediakan secara khusus, dan setiap orang dapat menginap, makan, serta
memperoleh pelayanan dan fasilitias lainnya dengan pembayaran. Menurut
SK MenHub RI PM10/PW.391/PHB-77, hotel adalah suatu bentuk
akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk
memperoleh pelayanan berupa penginapan beserta makan dan minum.
Menurut Siahaan (2011), hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan /
peristirahatan yang dipungut biaya termasuk motel, losmen, wisma
pariwisata, pesanggarahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta jumlah
kamar kos dengan kamar lebih dari 10. Hotel terbagi menjadi dua jenis yaitu
hotel berbintang dan hotel non bintang/ hotel melati, yang membedakan
antara kedua jenis hotel ini adalah pelayanan yang diberikan.
Menurut American Hotel and Motel Assosications (AHMA), hotel
adaalah suatu tempat dimana disediakan penginapan, makanan, minuman,
serta pelayanan lainnya untuk disewakan bagi para tamunya untuk sementara
waktu. Menurut Sulistiyono (2011), hotel adalah suatu perusahaan yang
dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan,
minuman, dan fasilitas kamar tidur kepada orang-orang yang melakukan
perjalanan dan mampu membayar sesuai dengan pelayanan yang diterima
tanpa adanya perjanjian khusus.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan hotel adalah suatu
bangunan yang dikelola untuk memberikan pelayanan kepada pengunjungnya
31
berupa kamar tidur, makan, minum kepada pengunjungnya untuk semetara
waktu dengan biaya yang sudah disepakati.
6. Pendapatan Perkapita
Pendapatan per kapitaymerupakanypendapatanyrata-rata penduduk di
suatu negara dalam periodeytertentu. Menurut (Sukirno:2004) pendapatan
per kapita diartikanysebagaiyjumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang
tersedia bagiypenduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. Jadi
pendapatanyper kapitaymerupakan rata-rataypendapatan masyarakat di
suatu negara dalam tahun tertentu. Pendapatan per kapita dapat menjadi
salah satu indikatoryuntuk melihatytingkat kesejahteraan penduduk di suatu
negara. Negarayyang memilikiypendapatan yang tinggi belum tentu lebih
sejahtera dengan negara yang memiliki pendapatanyyang lebih rendah,
karena jumlah penduduk dapat menentukan tingkat kesejahteraan dari
negaraytersebut. Maka, mestiysuatu negarapmemiliki pendapatan yang
tinggi namun memiliki penduduk yang cukup banyak belum tentu negara
tersebut dapat dikatakan sejahtera.
Pendapatanpper kapitapdidapatkan darippendapatan nasional pada
tahun tertentu dibagi-dengan jumlahupenduduk di suatu negara pada tahun
tersebut. Menurut-Badan Pusat-Statistik, pendapatan nasional atau biasa
disebut Produk Domestik-Bruto (PDB) adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruhpunit usaha dalam suatu negara-tertentu atau jumlah-
nilai barang-dan jasa akhir-yang-dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Dengan demikian pendapatan perkapita dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
PDB Per Kapita= PDB
Jumlah Penduduk
Untuk mengetahui pendapatan-per kapita suatu wilayah dapat
dilihat dari dua cara yaitu dilihat dari PDRB atas-dasar harga-berlaku-dan
PDB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku
32
menggambarkan nilai tambah baramg dan jasa yang dihitung menggunakan
harga yang berlaku pada setiap tahun. Jika menghitung dengan
menggunakan PDB atas dasar-harga-berlaku maka yang didapatkan adalah
pendapatan per kapita nominal. Dalam pendapatan per kapita nominal
tingkat kenaikan harga atau inflasi tidak diperhitungkan. PDRB per kapita
atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu
orang penduduk. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan
nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Jika menghitung-
dengan menggunakan PDB atas dasar harga konstan maka yang didapatkan
adalah pendapatan per kapita riil. Dalam pendapatan perkapita riil-tingkat-
kenaikan harga atau inflasi diperhitungkan.
Terdapat manfaat-dari perhitungan-pendapatan per kapita antara
lain (Alam:2007) :
a. Untuk melihat tingkat-perbandingan kesejahteraan-masyarakat suatu
negara dari tahun ke tahun.
b. Sebagai-data-perbandingan-tingkat kesejahteraan-suatu negara-dengan
negara lain.
c. Sebagai perbandingan-tingkat standar-hidup suatu negara dengan negara
lainnya.
d. Sebagai data untuk-mengambil kebijakan di bidang-ekonomi.
7. Keterkaitan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen
Menurut Cohen (1984) salah satu dampak-positif dari sektor pariwisata
adalah-meningkatnya-pendapatan Pemerintah. Pramono (1993) juga
berpendapat serupa yakni sektor pariwisata memiliki dampak terhadap
pembangunan-regional. Salah satu factor-terpenting dalam penunjang
pariwisata di-suatu daerah-adalah ketersediaan-objek wisata atau daya tarik
wisata. Daya tarik wisata yang banyak dan beranekaragam akan mengundang
wisatawan baik wisatawan asal domestik maupun wisatawan asing untuk
berkunjung ke suatu daerah. Kedatangan pengunjung ke objek wisata akan
33
menggerakkan perekonomian karena akan memberikan pendapatan terhadap
objek wisata tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada penerimaan
sektor pariwisata.
Sektor yang tak kalah penting dalam peningkatan PAD-terutama pada
bidang pariwisata adalah hotel. Hotel -merupakan-sarana pokok-pariwisata
(main tourism superstructures) yang-berfungsi-memberikan-pelayanan
kepada wisatawan. Wisatawanyang datang ke suatu daerah membutuhkan
tempat singgah untuk sementara dan-butuh fasilitas-yang menyediakan
makanan dan minuman. Kunjungan wisatawan ke hotel akan dikenakan biaya
akan menambah pemasukan pribadi atau badan yang mengusahakan sarana
tersebut. Nantinya, mereka akan membayar pajak kepada pemerintah daerah
yang akan turut meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, biasanya adanya
hotel di suatu daerah dikarenakan permintaan atas hotel yang tinggi. Semakin
banyak hotel yang dibangun, maka akan semakin besar pula retribusi yang
diberikan kepada pemerintah melalui retribusi mendirikan usaha
Salah satu faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan PAD di
bidang pariwisata adalah pendapatan masyarakat yang dalam hal ini
diwakilkan oleh pendapatan perkapita. Dengan pendapatan yang lebih tinggi,
maka masyarakat sekitar-dapat mempunyai pilihan untuk mengunjungi
restoran-restoran, tempat hiburan seperti menonton-bioskop, mengunjungi
pameran atau mengunjungi pagelaran kesenian. Kepariwisataan di suatu
daerah tidak hanya-ditentukan oleh wisatawan luar daerah, tetapi juga dari
dalam daerah itu sendiri. Melalui hal itulah pendapatan perkapita akan
berpengaruh terhadap PAD sektor pariwisata.
B. Penelitian Terdahulu
Sejumlah penelitian telah dilakukan oleh beberapa kalangan terkait dengan
pengaruh pajak dan-retribusi sektor pariwisata terhadap penerimaan sektor
pariwisata atau dengan pendapatan asli-daerah dengan data, variabel, dan bentuk
34
analisis yang berbeda-beda. Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu
yang menjadi acuan penulis dalam membuat penelitian ini:
1. Siti Yumsinah (2016) dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Jumlah
Wisatawan Terhadap Pendapatan-Asli-Daerah di Kabupaten-Pandeglang
Tahun 2005-2015” menggunakan-variabel independen jumlah-wisatawan
dan variabel-dependen PAD Kabupaten Pandeglan. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dengan analisis-regresi-sederhana. Data ini
dianalisis-dengan uji asumsi-klasik, uji T, koefisiesn-relasi, dan koefisien
determinasi. Hasil dari-penelitian ini-menunjukkan bahwa tingkat
hubungan yang dimiliki antar variabel bebas dan terikat sebesar 0,851
dengan nilai R-squared sebesar 72,3%.
2. I Gede Yoga Suastika dan I Nyoman Mahendra Mahesa (2017) dalam
penelitiannya berjudul “Pengaruh Jumlah-Wisatawan, Lama-Tinggal, dan
Tingkat Hunian Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Kesejahteraan
Masyarakat Provinsi Bali. Variabel-independen yang digunakan adalah
jumlah-wisatawan, lama tinggal-wisatawan, dan tingkat hunian hotel,
sedangkan-variabel-dependennya adalah PAD Provinsi Bali dan
kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan data sekunder
dengan metode analisis path. Hasil-dari penelitian ini menunjukkan bahwa
jumlah wisatawan dan tingkat hunian hotel-berpengaruh positif terhadap
PAD, sedangkan lama tinggal tidak memiliki pengaruh terhadap PAD.
Selanjutnya, variabel jumlah wisatawan, lama tinggal, dan tingkat hunian
hotel berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, sedangkan
PAD tidak memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
3. I Kadek Budi Praga Suwantara dan Ida Bagus Darsana dalam penelitiannya
yang berjudul “Pengaruh Kunjungan Wisatawan, Pendapatan PHR, dan
Penerimaan Retribusi Obyek Wisata Terhadap PAD Kabupaten Gianyar”
35
menggunakan data sekunder dengan metode analisis path. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kunjungan wisatawan dan
penerimaan retribusi obyek wisata tidak berpengaruh terhadap PAD,
sedangkan pendapatan PHR mempengaruhi PAD. Selain itu, pengaruh tidak
langsung jumlah kunjungan wisatawan dan pendapatan PHR melalui
retribusi obyek wisata atau dengan kata lain retribusi obyek wisata
merupakan variabel mediasi.
4. Ahmad Akhbary (2017) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Jumlah
Kunjungan Wisatawan dan Jumlah Hotel terhadap Pendapatan Asli
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016. Penelitian ini
menggunakan variabel bebas jumlah hotel dan jumlah wisatawan,
sedangkan variabel terikatnya adalah PAD Provinsi Jawa Barat. penelitian
ini menggunakan model data panel dengan hasil jumlah kunjungan
wisatawan dan jumlah hotel memiliki pengaruh positif dan signifikan baik
secara simultan maupun secara parsial.
5. Pengaruh Jumlah Hotel, Jumlah Wisatawan, Pendapatan Perkapita, dan
Produk Domestik Bruto Terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Jawa
Timur Tahun 2012-2016 merupakan penelitian dari Evi Yuniartiningih
(2017). Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan model regresi
data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan jumlah wisatawan
memiliki pengaruh signifikan positif, pendapatan perkapita memiliki
pengaruh signifikan positif, sedangkan jumlah hotel berpengaruh negative
signifikan dan PDB berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah di Jawa Timur
6. Ni Nyoman Suartini dan Made Suyana Utama melakukan penelitian dalam
jurnal berjudul Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Pajak Hiburan,
Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Gianyar. Dalam penelitian ini, jumlah kunjungan wisatawan, pajak hiburan
36
dan pajak hotel dan restoran digunakan sebagai variabel independen,
sedangkan variabel dependen penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Gianyar. penelitian ini menggunakan data sekunder dengan
metode analisis regresi linier berganda pada tahun 1991-2010. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan secara parsial jumlah kunjungan wisatawan
memberikan pengaruh signifikan dan positif terhadap PAD Kabupaten
Gianyar, Pajak Hotel dan Restoran (PHR) juga memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Gianyar. Hal serupa juga
ada pada variabel pajak hiburan yang berpengaruh signifikan terhadap PAD
Kabupaten Gianyar. Dari ketiga variabel independen tersebut, Pajak Hotel
dan Restoran (PHR) merupakan variabel yang paling dominan dilihat dari
koefisien regresi terstandar. Dari penelitian ini, dapat diketahui sektor
pariwisata di Kabupaten Gianyar sudah cukup baik, diharapkan kedepannya
pemerintah setempat mengadakan program-program yang berkaitan dengan
promosi pariwisata, lalu memperbaharui mekanisme pemungutan pajak,
pendataan ulang jumlah hotel dan restoran serta menambah jumlah tempat
hiburan yang nantinya akan berdampak pada peningkatan pajak hiburan.
7. Pidelis Murib, Debby C.Rotinsulu, dan Krest Solonsang (2013) dalam
penelitiannya berjudul “Pengaruh Pendapatan Perkapita, Jumlah
Perusahaan, dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Nabire Papua”. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan
dengan model regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan, jumlah penduduk
memiliki pengaruh negatif dan signifikan, sementara variabel jumlah
perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Metode Variabel Hasil
37
1 Siti Yumsinah
(2016)
Pengaruh Jumlah
Wisatawan
Terhadap
Pendapatan Asli
Daerah di
Kabupaten
Pandeglang Tahun
2005-2015
Analisis
Regresi
Sederhana
Y = Pendapatan
Asli Daerah
Kabupaten
Pandeglang
X = Jumlah
Kunjungan
Wisatawan
Hasil dari
penelitian ini
menunjukkan
bahwa tingkat
hubungan yang
dimiliki antar
variabel bebas
dan terikat
sebesar 0,851
dengan nilai R-
squared sebesar
72,3%
2 I Gede Yoga
Suastika dan I
Nyoman
Mahendra
Mahesa (2017)
Pengaruh Jumlah
Wisatawan, Lama
Tinggal, dan
Tingkat Hunian
Hotel Terhadap
Pendapatan Asli
Daerah dan
Kesejahteraan
Masyarakat
Provinsi Bali.
Analisis Path
Y = Pendapatam
Asli Daerah
Provinsi Bali
X = Jumlah
Wisatawan,
Lama Tinggal,
Tingkat Hunian
Hotel
Z =
Kesejahteraan
Masyarakat
jumlah
wisatawan dan
tingkat hunian
hotel
berpengaruh
positif terhadap
PAD, sedangkan
lama tinggal
tidak memiliki
pengaruh
terhadap PAD.
Selanjutnya,
variabel jumlah
wisatawan, lama
tinggal, dan
tingkat hunian
hotel
berpengaruh
signifikan
terhadap
38
kesejahteraan
masyarakat,
sedangkan PAD
tidak memiliki
pengaruh
terhadap
kesejahteraan
masyarakat.
3 I Kadek Budi
Praga
Suwantara dan
Ida Bagus
Darsana
Pengaruh
Kunjungan
Wisatawan,
Pendapatan PHR,
dan Penerimaann
Retribusi Obyek
Wisata Terhadap
PAD Kabupaten
Gianyar
Time Series Y = PAD
Kabupaten
Gianyar
X = Jumlah
Kunjungan
Wisatawan,
PHR, Retribusi
Obyek Wisata
variabel
kunjungan
wisatawan dan
penerimaan
retribusi obyek
wisata tidak
berpengaruh
terhadap PAD,
sedangkan
pendapatan PHR
mempengaruhi
PAD. Selain itu,
pengaruh tidak
langsung jumlah
kunjungan
wisatawan dan
pendapatan PHR
melalui retribusi
obyek wisata
atau dengan kata
lain retribusi
obyek wisata
merupakan
variabel mediasi.
39
4 Ahmad
Akhbary
(2017)
Pengaruh Jumlah
Kunjungan
Wisatawan dan
Jumlah Hotel
terhadap
Pendapatan Asli
Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun
2012-2016
Data panel Y = PAD Jawa
Barat
X = Jumlah
Hotel, Jumlah
Kunjungan
Wisatawan
jumlah
kunjungan
wisatawan dan
jumlah hotel
memiliki
pengaruh positif
dan signifikan
baik secara
simultan
maupun secara
parsial.
5. Ni Nyoman
Suartini dan
Made Suyana
Utama
Pengaruh Jumlah
Kunjungan
Wisatawan, Pajak
Hiburan, Pajak
Hotel dan Restoran
terhadap
Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten
Gianyar
(Jurnal)
Analisis
regresi linier
berganda
Time series
Y = PAD
Kabupaten
Gianyar
X = Jumlah
Kunjungan
Wisatawan,
Pajak Hiburan,
Pajak Hotel dan
Restoran
Hasil dari uji
menunjukkan
jumlah
kunjungan
wisatawan
memberikan
pengaruh
signifikan dan
positif terhadap
PAD Kabupaten
Gianyar, Pajak
Hotel dan
Restoran (PHR)
juga
memberikan
pengaruh positif
dan signifikan
terhadap PAD
Kabupaten
Gianyar. Hal
serupa juga ada
40
pada variabel
pajak hiburan
yang
berpengaruh
signifikan
terhadap PAD
Kabupaten
Gianyar
6 Pidelis Murib,
Debby
C.Rotinsulu,
dan Krest
Solonsang
Pengaruh
Pendapatan
Perkapita, Jumlah
Perusahaan, dan
Jumlah Penduduk
Terhadap
Pendapatan Asli
Daerah di
Kabupaten Nabire
Papua
Analisis
Regresi
Linier
Berganda
Y= PAD
Kabupaten
Nabire
X= Pendapatan
perkapita,
jumlah
perusahaan,
jumlah
penduduk
Hasil penelitian
menunjukkan
pendapatan
perkapita
berpengaruh
positif dan
signifikan,
jumlah
penduduk
memiliki
pengaruh negatif
dan signifikan,
sementara
variabel jumlah
perusahaan
berpengaruh
positif tidak
signifikan
7. Evi
Yuniartiningih
(2017)
Pengaruh Jumlah
Hotel, Jumlah
Wisatawan,
Pendapatan
Perkapita, dan
Produk Domestik
Analisis
regresi data
panel
Y = Pajak
Daerah di Jawa
Timur
X = Jumlah
Hotel, Jumlah
jumlah
wisatawan
memiliki
pengaruh
signifikan
positif,
41
Bruto Terhadap
Penerimaan Pajak
Daerah di Jawa
Timur Tahun
2012-2016
Wisatawan,
Pendapatan
Perkapita
pendapatan
perkapita
memiliki
pengaruh
signifikan
positif,
sedangkan
jumlah hotel
berpengaruh
negative
signifikan dan
PDB
berpengaruh
positif tidak
signifikan
terhadap
Pendapatan Asli
Daerah di Jawa
Timur
42
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Analisis Determinan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata Pada
Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018
Variabel Independen (X)
1. Jumlah Kunjunga Objek
Wisata
2. Jumlah Hotel
3. Pendapatan Perkapita
Variabel Dependen (Y)
Pendapatan Asli Daerah Sektor
Pariwisata
Alat Analisis
Data Panel
Pemilihan Model
1. Uji Chow
2. Uji Hausman
3. Uji Lagrange Multiplier
Random Effect Model
Uji Hipotesis
1. Uji t
2. Uji F
3. Uji Adjusted R2
Kesimpulan dan Saran
43
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka penelitian yang ada, maka penulis
dapat membuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. H0 : Diduga tidak ada pengaruh signifikan jumlah kunjungan objek
wisata secara parsial terhadap pendapatan asli daerah sektor
pariwisata pada beberapa kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2011 – 2018.
H1 : Diduga ada pengaruh signifikan signifikan jumlah kunjungan objek
wisata secara parsial terhadap pendapatan asli daerah sektor
pariwisata pada beberapa kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2011 – 2018.
2. H0 : Diduga tidak ada pengaruh signifikan jumlah hotel secara parsial
terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada beberapa
kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011
– 2018.
H1 : Diduga ada pengaruh signifikan jumlah hotel secara parsial terhadap
pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada beberapa kabupaten
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 – 2018.
3. H0 : Diduga tidak ada pengaruh signifikan pendapatan perkapita secara
parsial terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada
beberapa kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 2007 – 2017
H1 : Diduga ada pengaruh signifikan pendapatan perkapita secara parsial
terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada beberapa
kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011
– 2018.
4. H0 : Diduga tidak ada pengaruh signifikan jumlah kunjungan objek
wisata, jumlah hotel, dan pendapatan perkapita secara simultan
terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada beberapa
44
kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2007
– 2017.
H1 : Diduga ada pengaruh signifikan jumlah kunjungan objek wisata,
jumlah hotel, dan pendapatan perkapita secara parsial terhadap
pendapatan asli daerah sektor pariwisata pada beberapa kabupaten
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 – 2018.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup-Penelitian
Penelitian ini berfokus kepada lima kabupaten dan kota yang berada di
Provini Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten
Kulonprogo yaitu dengan menganalisa variabel apa saja yang mempengaruhi
pendapatan asli-daerah sektor pariwisata. Dalam penelitian-ini menggunakan
satu variabel-dependen dan tiga variabel independen. Variabel dependen-yang
digunakan adalah-pendapatan asli daerah sektor pariwisata, sedangkan variabel
independen yang digunakan adalah-jumlah kunjungan-objek wisata, jumlah
hotel, dan pendapatan-perkapita
Periode yang digunakan dalam penelitian-ini adalah 11 tahun yaitu 2007 –
2017 dengan menggunakan data-panel. Jenis data yang digunakan-adalah data
sekunder, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif..
B. Metode Penentuan Sampel
Menurut Sugiyono (2011:81), sampel-adalah bagian-dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pada penelitian ini, sampel-yang
digunakan adalah lima-Kota dan Kabupaten di-Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan
Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo tahun 2007 – 2017.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan-dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Menurut Sugiyono dalam Muliasari (2018), Data-sekunder adalah-data yang
diperoleh melalui perantara-seperti lembaga, orang-lain, atau dokumen
yang-dipublikasikan oleh pihak lain. Peneliti dalam hal ini memperoleh data
dari buku yang dipublikasikan di internet.
46
2. Sumber Data
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Buku Statistik
Kepariwisitaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipublikasikan
oleh Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Direktori Hotel
dan Akomodasi Lain Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang
dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, dan Publikasi dalam
angka Provinsi DIY.
D. Operasional Variabel Penelitian
Data yang diteliti dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
variabel yaitu variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah
variabel yang terikat oleh variabel independen. Variabel independen atau
variabel bebas adalah variabel yang mempnegaruhi atau menjadi penyebab
timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2007:30).
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendapatan asli daerah sektor pariwisata. Pendapatan pariwisata adalah segala
bentuk pendapatan asli daerah yang diterima dari berbagai kegiatan
kepariwisataan.
Variabel Dependen : Y = Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata
Menurut Mardiasmo (2002:146) Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan hasil setoran pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang telah dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD
adalah pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri atau apabila
dirumuskan menjadi:
PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan + Pendapatan Lainnya yang Sah
Variabel independen atau variabel bebas yang digunakan oleh penulis
adalah jumlah kunjungan objek wisata, jumlah hotel, dan pendapatan perkapita.
Berikut adalah penjelasan menganai variabel independen yang digunakan:
1. Jumlah Kunjungan Objek Wisata
47
Jumlah kunjungan objek wisata adalah total kedatangan wisatawan
yang berkunjung ke objek wisata yang ada. Objek wisata merupakan destinasi
dari wisatawan ketika berwisata ke suatu tempat. Data yang digunakan yaitu
periode 2011-2018, yang dinyatakan dalam satuan jiwa
2. Jumlah Hotel
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hotel dikategorikan dalam
usaha akomodasi yang berarti suatu usaha yang menggunakan bangunan yang
disediakan secara khusus, dan setiap orang dapat menginap, makan, serta
memperoleh pelayanan dan fasilitias lainnya dengan pembayaran. Menurut
SK MenHub RI PM10/PW.391/PHB-77, hotel adalah suatu bentuk
akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk
memperoleh pelayanan berupa penginapan beserta makan dan minum..
3. Pendapatan Perkapita
Pendapatan per kapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk di
suatu negara dalam periode tertentu. Menurut (Sukirno:2004) pendapatan per
kapita diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang
tersedia bagi penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu.
Tabel 3. 1
Penjelasan Variabel
Variabel Simbol Sumber Singkatan
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Sektor
Pariwisata
Y
Buku Statistik
Kepariwisataan
Provinsi DIY
PAD
Jumlah Kunjungan
Objek Wisata X1
Buku Statistik
Kepariwisataan
Provinsi DIY
JKW
Jumlah Hotel X2
Publikasi Dalam
Angka
Kota/Kabupaten
Provinsi DIY dan
Direktori Hotel dan
JH
48
Akomodasi Lain
Provinsi DIY
Pendapatan Perkapita X3 Badan Pusat Statistik
Provinsi DIY PPK
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengguanakan alat analisis Eviews 9.0 sebagai pengolah data.
Jenis data yang digunakan adalah data panel. Data panel-adalah gabungan dari
data time series dan data cross section. Basuki (2016) mengatakan-regresi data
panel adalah teknik regresi yang menggabungkan data runtut waktu dan data
silang.
1. Model Regresi Data Panel
Berdasarkan teori-teori yang telah dimuat dalam keterkaitan antar variabel
dan menghasilkan fungsi Y = f(X1 + X2 + X3), maka model yang akan
diregresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PADit = 𝛼 + β1PHRit + β2PHBit + β3POWit + eit
Keterangan:
PADit : PAD-Sektor Pariwisata di provinsi i pada periode t
JKWit : Jumlah-Kunjungan Objek-Wisata di provinsi i pada periode
t
JHit : Jumlah Hotel di-provinsi i pada periode t
PPKit : Pendapatan Perkapita Objek Wisata-di provinsi i pada
periode t
α : Konstanta
𝛽1 , 𝛽2 , 𝛽3 : Koefisien-regresi
eit : error term di kabupaten/kota i periode t
49
2. Estimasi Model Data Panel
Menurut Basuki (2016), dalam metode estimasi regresi dengan
menggunakan data panel dapat dilakukan tiga pendekatan
A). Common Effect Model
Metode ini dikenal juga dengan koefiseien tetap antar waktu dan
individu. Pendekatan ini adalah yang paling sederhana yaitu hanya
menggabungkan kombinasi data time series dan cross section. Model ini
diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang
sama atau dengan kata lain tidak diperhatikannya dimensi waktu maupun
individu, sehingga diasumsikan data memiliki kesamaan dari waktu ke
waktu. Metode ini bisa menggunakan ordinary least square atau metode
teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel, dengan
model sebagai berikut:
𝒀𝒊𝒕 = 𝜶 + 𝑿𝟏𝒊𝒕𝜷𝒊𝒕 + 𝜺𝒊𝒕
Y : Variabel dependen
𝛼 : Konstanta
𝑋1 : Variabel independen 1
𝛽 : Koefisien regresi
𝜀 : Error terms
t : periode tahun
i : cross sections
B) Fixed Effect Model
Pada metode FEM, intersep pada regresi dapat dibedakan antar
individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik
tersendiri atau dengan kata lain model ini mengasumsikan bahwa perbedaan
antar individu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk
mengestimasi data panel model Fixed Effect dapat menggunakan teknik
variabel dummy untuk menangkap intersep antar perusahaan. Namun
demikian, slopenya akan sama. Teknik ini biasa disebut Least Square
Dummy Variabel (LSDV). Model dari persamaan untuk fixed effect adalah:
50
Yit = α + iα1 + X1 it βit + εit
C) Random Effect Model
Model ini adalah model data panel yang mengestimasi dimana
gangguan yang mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar
individu. Pada model random effect perbedaan intersep diakomodasi oleh
error terms masing-masing individu. Nama lain model ini adalah Error
Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS).
Menurut Munandar (2017), Dalam pendekatan Random Effect Model,
perbedaan antar individu dan waktu dapat dilihat melalu error, berbeda
dengan Fixed Effect Model yang dilihat melalui intercept. Keuntungan
model ini adalah menghilangkan heteroskedastisitas
Yit = X1 it βit + vit
Dimana : vit =ci + dt + εit
3. Pemilihan Model Data Panel
Menurut Basuki (2016) untuk memilih model yang tepat dalam mengelola
data panel, terdapat beberapa pengujian, yaitu:
A) Uji Chow
Uji Chow merupakan uji untuk menentukan model fixed effect atau
common effect yang paling tepat digunakan pada data panel. Apabila
probabilitas Redundant Fixed Effect < 0.05, maka model terbaik yang
digunakan adalah fixed effect atau H0 ditolak. Sedangkan apabila
Redundant Fixed Effect > 0.05 maka H0 diterima atau model yang
digunakan adalah common effect.
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
B) Uji Hausman
51
Uji Hausman yaitu pengujian statistic untuk menentukan model
manakah yang terbaik antara random effect atau fixed effect dalam estimasi
data panel. Apabila probabilitas dari Correlated Random Effect < 0.05,
maka model yang terbaik adalah Fixed Effect atau H0 ditolak. Sedangkan
bila probabilitas dari Correlated Random Effect > 0.05, maka model yang
terbaik adalah random effect atau H1 ditolak
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
C) Uji Lagrange Multiplier
Uji ini digunakan untuk menentukan model mana yang lebih tepat
antara common effect atau random effect untuk mengestimasi data panel.
Apabila probabilitas dari Breusch-Pagan < 0.05, maka model yang terbaik
adalah Random Effect atau H0 ditolak, sedangkan apabila probabilitas dari
Breusch-Pagan > 0.05, maka H1 ditolak atau model yang paling baik
adalah common effect.
H0 : Common Effect Model
H1 : Random Effect Model
4. Uji Asumsi Klasik
Menurut Basuki (2016), uji asumsi klasik yang digunakan dalam
regresi linier dapat diuji dengan pendekatan OLS yaitu Uji Linieritas, Uji
Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas, Uji Multikolinearitas. Dalam data panel
dengan metode Random Effect Model, yang diuji adalah uji multikolinearitas,
karena Uji Linieritas tidak perlu diuji, lalu Uji Autokorelasi hanya digunakan
pada time series dan Uji Normalitas tidak merupakan syarat BLUE (Best Linier
Unbias Estimator) dan tidak perlu melakukan uji heteroskedastisitas karena
dalam random effect sudah diasumsikan terbebas dari permasalahan
heteroskedastisitas
52
A. Uji Multikolinearitas
Uji ini merupakan uji untuk membuktikan apakah antar variabel bebas
memiliki hubungan yang kuat. Menurut Chatterjee Prince dalam Nachrowi
(2002), adanya korelasi antara variabel bebas menjadikan interpretasi
koefisien regresi tidak benar lagi. Apabila kolinear bersifat tidak sempurna,
maka bisa dikatakan tidak melanggar asumsi sedangkan apabila kolinear
bersifat sempurna, maka dapat dikatakan melanggar asumsi
multikolinearitas. Uji multikolinearitas pada Eviews dapat dilihat dari
Variance Inflation Factors (VIF), apabila nilai Uncentered VIF kurang dari
10, maka tidak terdapat permasalahan multikolinearitas. Namun, apabila
nilainya diatas 10, maka terjadi permasalahan yaitu multikolinearitas.
5. Uji Signifikansi
A. Uji-t
Uji-t bertujuan untuk mengetahui besar koefisien regres secara
individu. Dengan kata lain, uji ini digunakan untuk melihat apakah variabel
independen menjelaskan variabel dependen secara parsial. Uji ini juga dapat
mencari tahu apakah variabel independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Apabila nilai t-Prob < 0.05, maka
dapat dikatakan variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan.
Sedangkan apabila nilai t-Prob > 0.05, variabel tersebut tidak memiliki
pengaruh yang signifikan. Hipotesis pada uji ini sebagai berikut:
𝐻0: Tidak berpengaruh signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen.
𝐻1 : Berpengaruh signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
B. Uji F
Uji F bertujuan untuk mengetahui besaran koefisien regres secara
bersamaan (simultan). Uji F ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi.
Adapun cara membacanya adalah ketika tingkat signifikansi > 0.05%, maka
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel independen,
53
sedangkan apabila tingkat signifikansi < 0.05%, maka terdapat pengaruh
antara variabel independen dengan dependen secara simultan. Hipotesis
pada uji ini sebagai berikut:
𝐻0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan
𝐻1 : Ada pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan.
C. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Menurut Ghazali (2013), koefisien determinasi (R2) mengukur
seberapa jauh model dalam menerangkan variasi variabel independen.
Apabila nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan nilai
yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir
semua informais yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki luas wilayah
3.185,80 km2. Ibukota Provinsi DIY adalah Kota Yogyakarta. Provinsi ini
memiliki 1 kota dan 4 kabupaten di dalamnya yaitu Kota Yogyakarta,
Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan
Kabupaten Kulonprogo.
Gambar 4. 1
Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta
Secara geografis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada 8º 30’
– 7º 20’ Lintang Selatan, dan 109º 40’ – 111º 0’ Bujur Timur. Berdasarkan
benteng alam, provinsi DIY dapatan dikelompokkan menjadi empat satuan
fisiografi, yaitu Gunungapi Merapi, Pegunungan Sewu, Pegunungan
Kulonprogo, dan satuan Dataran Rendah. Adapun batasan-batasan dalam
Provinsi DIY adalah sebagai berikut:
55
a. Sebelah Utara : Kabupaten Magelang
b. Sebelah Timur : Kabupaten Klaten
c. Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo
d. Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Tabel 4. 1
Luas Wilayah Kota / Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: Kementerian Dalam Negeri
B. Perkembangan Industri Pariwisata di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Mengacu pada Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah
(RIPPARDA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025 arah
perkembangan industri pariwisata akan mengedepankan pariwisata yang
berbasis kreatif dan inovatif dan meningkatkan kualitas dan kuantitas daya tarik
wisata yang mampu mendorong jumlah kunjungan wisatawan, lama tinggal, dan
pembelanjaan wisatawan yang nantinya akan meningkatkan produk 55omestic
bruto, produk 55omestic regional bruto, dan pendapatan asli daerah.
Media Tempo di tahun 2017 membuat sebuah penghargaan bagi kota,
provinsi, dan kabupaten terbaik dalam sektor infrastruktur, investasi, dan
pariwisata bernama Indonesa’s Atractiveness Award. Pada penghargaan tersebut
Provinsi DIY menduduki peringkat tiga terbaik, sedangkan Kabupaten Sleman
ada di peringkat dua sebagai kabupaten terbaik di bidang pariwisata. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memang menjadi
Kota / Kabupaten Pusat Pemerintahan Luas Wilayah
(km2)
Yogyakarta Yogyakarta 32,50
Sleman Sleman 574,82
Bantul Bantul 506,86
Gunungkidul Wonosari 1.485,36
Kulonprogo Wates 586,27
56
bagian dari salah satu daerah dengan kepariwisataan terbaik di Indonesia. Selain
itu, pada tahun 2011 BPS merilis data jumlah wisatawan terbanyak di Indonesia
dan yang menempati peringkat teratas adalah Provinsi Bali, Provinsi DKI
Jakarta, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Pendit dalam Adi (2008), strategi pengembangan pariwisata
dapat dilakukan dalam mengategorikan industri pariwisata kedalam sarana
pariwisata. Sarana pariwisata terbagi dalam dua kategori, yaitu sarana pokok
pariwisata dan sarana pelengkap pariwisata. Sarana pokok pariwisata adalah
industri yang sangat bergantung pada kegiatan pariwisata seperti hotel dan
restoran, sedangkan sarana pelengkap pariwisata atau perusahaan pariwisata
sekunder adalah perusahaan yang berfungsi untuk membuat wisatawan lebih
lama menetap di suatu daerah.
1. Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata
Pada penelitian ini, PAD sektor pariwisata digunakan sebagai
variabel dependen. Data yang digunakan merupakan data Kota/Kabupaten di
Provinsi DIY tahun 2011-2018. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi DIY,
PAD Sektor Pariwisata diperoleh dari pajak hotel, pajak restoran, retribusi
objek wisata, retribusi perijinan usaha, dan retribusi asset milik pemda.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang
memiliki rencana jangka panjang dalam pembangunan kepariwisataan.
Rencana tersebut ada dalam Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPPARDA)
tahun 2012-2025. Dalam rencana tersebut, pemerintah setempat
menargetkan di tahun 2025 Provinsi DIY menjadi daerah dengan pariwisata
berkelas internasional. Salah satu cara untuk melihat apakah suatu daerah
baik dalam kepariwisataan dapat dilihat dari pendapatan daerahnya, yakni
sumbangan dari pajak dan retribusi di bidang pariwisata, yang tergabung
dalam Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata
57
Grafik 4.1
Perkembangan PAD Sektor Pariwisata Kota/Kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018
Sumber: Statistik Kepariwisataan Provinsi DIY (berbagai tahun)
Data diatas menunjukkan PAD sektor pariwisata di Kabupaten/Kota
Provinsi DIY mengalami perbedaan yang sangat jauh. Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman memiliki PAD pariwisata tertinggi dikarenakan Kota
Yogyakarta yang merupakan Ibukota provinsi yang notabene adalah pusat
kegiatan. Kabupaten Sleman berada di peringkat kedua dan selalu
mengalami kenaikan dengan salah satu alasannya adalah letak geografisnya
yang dekat dengan Kota Yogyakarta, sehingga banyak wisatawan yang
memilih untuk menuju Kabupaten Sleman setelah berwisata di Kota
Yogyakarta.
2. Jumlah Kunjungan Objek Wisata
Dalam penelitian ini jumlah wisatawan diwakilkan oleh variabel
jumlah kunjungan objek wisata kota/kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2011-2018. Hubungan-jumlah-kunjungan objek wisata
terhadap PAD Sektor Pariwisata terdapat pada hasil retribusi yang diberikan
pada pemerintah dari objek wisata itu sendiri, semakin banyak kunjungan
maka retribusinya akan turut meningkat.
Rp0
Rp50,000,000,000
Rp100,000,000,000
Rp150,000,000,000
Rp200,000,000,000
Rp250,000,000,000
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
58
Grafik 4.2
Perkembangan Jumlah Kunjungan Objek Wisata Kota/Kabupaten di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018
Sumber: Statistik Kepariwisataan Provinsi DIY (berbagai tahun)
Perkembangan Jumlah Kunjungan Objek Wisata di Kota/Kabupaten
Provinsi DIY Tahun 2018 mengalami kecenderungan fluktuatif di seluruh
kabupaten/kota. Keputusan wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu banyaknya objek wisata yang
tersedia di daerah tersebut dan aksesibilitas. Daerah dengan perkembangan
jumlah kunjungan objek wisata terbaik adalah Sleman dan Bantul yang
dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.
3. Hotel
Dalam-Penelitian ini, infrastruktur hotel-diwakili oleh jumlah-hotel
di Kota/Kabupaten pada Provinsi DIY Tahun 2011-2018. Hubungan jumlah
hotel dengan PAD Sektor Pariwisata adalah ketika hotel bertambah, maka
terdapat retribusi izin mendirikan bangunan yang akan berdampak pada PAD
Pariwisata.
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
8000000
9000000
Yogyakarta Sleman Bantul Gunungkidul Kulonprogo
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
59
Grafik 4.3
Perkembangan Jumlah Hotel Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018
Sumber: Direktrori Hotel dan Akomodasi Lain DIY (Berbagai tahun)
Data diatas menunjukkan jumlah hotel di Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman adalah yang tertinggi dibandingkan daerah lain.
Permintaan atas jasa hotel yang tinggi adalah salah satu alasan dibangunnya
hotel di suatu daerah. Jika melihat dari data tersebut, dapat diketahui
bahwasanya banyaknya hotel di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
dikarenakan banyaknya wisatawan yang ada. Oleh karena itu Kabupaten
Gunungkidul dan Kulonprogo hanya ada sedikit hotel, selain karena
pariwisata yang tidak kuat di sana.
4. Pendapatan Perkapita
Dalam penelitian ini data Pendapatan Perkapita menggunakan data
seluruh kota/kabupaten di Provinsi DIY tahun 2011-2018. Adapun data
pendapatan perkapita adalah sebagai berikut:
0
100
200
300
400
500
600
700
Yogyakarta Sleman Bantul Gunungkidul Kulonprogo
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
60
Grafik 4.3
Perkembangan Pendapatan Perkapita Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2018 (juta rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY (berbagai tahun)
Pada data yang tertera diatas menunjukkan pendapatan perkapita di
Kota/Kabupaten di Provinsi DIY selalu mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Daerah yang memiliki pendapatan perkapita terbesar adalah Kota
Yogyakarta yang mencapai 61 juta rupiah, sedangkan yang paling rendah
adalah Kabupaten Kulonprogo di tahun 2011 dengan angka 13.3 juta rupiah
C. Permodelan dan Pengolahan Data
Dalam menentukan model estimasi, dapat dilakukan beberapa pengujian
yaitu uji chow, uji hausman dan uji lagrange multiplier. Uji chow digunakan
untuk menentukan model yang lebih baik digunakan yaitu Fixed Effect Model
(FEM) atau Common Effect Model (CEM). Langkah selanjutnya adalah uji
hausman yakni untuk menguji model mana yang lebih baik digunakan antara
Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Langkah terakhir
yaitu uji lagrange multiplier untuk menguji model mana yang lebih baik antara
Random Effect Model (REM) atau Common Effect Model (CEM)
0
10
20
30
40
50
60
70
Yogyakarta Sleman Bantul Gunungkidul Kulonprogo
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
61
1. Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk mengetahui model regresi data panel
yang digunakan dengan melihat nilai probabilitas F-statistic dalam pengujian
F-Restricted. Uji ini dilakukan untuk melihat model manakah yang lebih baik
antara common effect atau fixed effect. Dalam tersebut dapat dilihat tingkat
signifikansinya, yakni α = 5%. Sebelum melakukan uji Chow, dapat dibuat
hipotesis yaitu:
H0 : common effect model
H1 : fixed effect model
Berikut adalah tampilan hasil uji chow dengan menggunakan redundant
Fixed Effects – Likelihood Ratio:
Tabel 4.2
Uji Chow (Redundant Fixed Effects Tests)
Effect Test Statistic d.f Prob.
Cross-Section F 29.315543 (4,32) 0.0000
Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 9
Hasil uji Chow menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang
artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < 0.05). Melalui
hasil tersebut dapat diketahui bahwa H0 ditolak, jadi model yang lebih baik
adalah Fixed Effect Model (FEM).
2. Uji Hausman
Langkah selanjutnya setelah melakukan uji Chow dan didapatkan
hasil model yang lebih baik yaitu fixed effect, maka pengujiaN yang harus
dilakukan adalah dengan melakukan uji Hausman. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui model mana yang lebih baik antara fixed effect atau random
effect. Untuk mengetahui hasilnya, terlebih dahulu membuat hipotesisnya
yaitu:
62
H0 : Fixed Effect Model
H1 : Random Effect Model
Berikut adalah tampilan hasil uji Hausman dengan menggunakan Correlated
Random Effects – Hausman Test:
Tabel 4.3
Uji Hausman (Correlated Random Effects – Hausman Test)
Test Summary Chi-Sq
Statistic
Chi-Sq d.f Prob.
Cross-Section
Random
12.6028 3 0.0056
Sumber: Hasil olah data mengggunakan Eviews 9
Hasil uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.8494
yang artinya lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.056 > 0.05) dan
dapat disimpulkan melalui uji ini bahwa H0 ditolak atau menerima H1. jadi
model yang lebih baik digunakan adalah random effect.
3. Uji Lagrange Multiplier
Langkah setelah melakukan uji Hausman dan hasil yang didapatkan
lebih baik yaitu meggunakan random effect, maka tidak perlu dilakukan uji
Lagrange Multiplier. Alasan tersebut dikarenakan hasil yang akan muncul
adalah model random effect
4. Random Effect Model
Berdasarkan uji yang telah dilakukan yakni uji Chow dan uji
Hausman menunjukkan bahwa model data panel yang paling tepat pada
Kota/Kabupaten di Provinsi DIY adalah model random effect. Persamaan
yang didapat dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
PAD = 4.942695 + 0.2824025 JKW + 0.542934 JH + 2.689433 PPK + ε
63
Tabel 4. 2
Tabel Estimasi Hasil Regresi Data Panel
Variabel Coefficient Prob.
C 4.942695 0.0013
JKW 0.537714 0.0001
JH 0.542934 0.0452
PPK 2.689433 0.0000
R2 0.830871
Adj R2 0.816777
F-Stat 58.95182 0.0000
Sumber: Hasil olah data menggunakan Eviews 9
Berdasarkan persamaan di atas, dapat dilihat bahwa koefiseien
variabel Jumlah Kunjungan Objek Wisata sebesar 0.537714 yang
berarti setiap kenaikan JKW sebesar 1 jiwa, maka akan meningkatkan
PAD sektor pariwisata sebesar 0.53 satuan. Selanjutnya pada variabel
Jumlah Hotel sebesar 0.174322 yang berarti setiap kenaikan 1 unit pada
JH akan meningkatkan PAD sektor pariwisata sebesar 0.17 satuan.
Variabel Pendapatan Perkapita yakni sebesar 2.689433 yang berarti
setiap pertambahan 1 satuan akan meningkatkan PAD sektor pariwisata
sebesar 2.68 satuan.
a. Uji Signifikansi Parsial
Uji t dilakukan untuk melihat apakah variabel independen (jumlah
kunjungan objek wisata, jumlah hotel, dan pendapatan perkapita)
berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (PAD sektor
pariwisata). Uji t dilakukan yakni dengan membandingkan nilai
probabilitas t-statistik terhadap tingkat signifikan α = 5%. Oleh karena
itu, sebelum dilakukan pengujian terdapat hipotesis yaitu:
1. H0 : Tidak ada pengaruh signifikan jumlah kunjungan objek wisata
secara parsial terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten
Provinsi DIY tahun 2011-2018.
64
H1 : Terdapat pengaruh signifikan jumlah kunjungan objek wisata
secara parsial terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten
Provinsi DIY tahun 2011-2018.
2. H0 : Tidak ada pengaruh signifikan jumlah hotel secara parsial
terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi DIY
tahun 2011-2018.
H1 : Terdapat pengaruh signifikan jumlah hotel secara parsial
terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi DIY
tahun 2011-2018.
3. H0 : Tidak ada pengaruh signifikan pendapatan perkapita secara
parsial terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi
DIY tahun 2011-2018.
H1 : Terdapat pengaruh signifikan pendapatan perkapita secara
parsial terhadap PAD sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi
DIY tahun 2011-2018.
4. H0 : Tidak ada pengaruh jumlah kunjungan objek wisata, jumlah
hotel, dan pendapatan perkapita secara simultan terhadap PAD
sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi DIY tahun 2011-
2018.
H1 : Terdapat pengaruh jumlah kunjungan objek wisata, jumlah
hotel, dan pendapatan perkapita secara simultan terhadap PAD
sektor pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi DIY tahun 2011-
2018.
Tabel 4. 3
Hasil Uji t-Statistik
Variabel Coefficient Prob.
C 4.942695 0.0013
PHR 0.537714 0.0001
PHB 0.542934 0.0452
POW 2.689433 0.0000
Sumber: Hasil olah data menggunakan Eviews 9
65
Berdasarkan hipotesis tersebut, maka didapatkan hasil sebagai
berikut:
a) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Jumlah Kunjungan Objek
Wisata (JKW) sebesar 0.0013 dimana 0.0013 < 0.05 (α = 5%) yang
berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
b) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Jumlah Hotel (JH)
sebesar 0.0001 dimana 0.0001 < 0.05 (α = 5%) yang berarti H0
ditolak dan H1 diterima.
c) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Pendapatan Perkapita
(PPK) adalah 0.0000 dimana 0.0000 < 0.05 (α = 5%) yang berarti
H0 ditolak dan H1 diterima.
Dari hasil yang tertera di atas, dapat disimpulkan semua
variabel yakni jumlah kunjungan objek wisata, jumlah hotel, dan
pendapatan per kapita masing-masing memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap PAD sektor pariwisata.
b. Uji Simultan
Tabel 4. 4
Uji F-statistik
Variabel Coefficient Prob.
F-Stat 58.95182 0.0000
Sumber: Hasil olah data menggunakan Eviews 9
Uji F atau uji simultan merupakan uji yang bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel independen memiliki pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Uji F
dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari F-statisitik yaitu F-
statistik > 0.05 maka dapat diartikan bahwa semua variabel independen
tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan apabila
F-statistik < 0.05 artinya semua variabel independen memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
66
Berdasarkan tabel 4.8, setelah menggunakan regresi model random
effect ̧ diperoleh nilai prob F-statistik sebesar 58.95182 dengan nilai
probabilitas sebesar 0.0000 pada tingkat signifikansi 5%.. jika dilihat dari
nilai probabilitas F-statistik (0.0000 < 0.05), maka dapat diperoleh hasil
bahwa semua variabel independen memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.4
Uji Koefiseien Determinasi (R2)
R2 0.830871
Adjusted R2 0.816777
Sumber: Hasil olah data menggunakan Eviews 9
Uji koefisien determinasi adalah uji untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel
dependen. Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai koefisien
determinasi sebesar 0.83 yang artinya 83% dari variasi PAD sektor
pariwisata di Kota/Kabupaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 2011-2018 mampu dijelaskan oleh variabel independen.
Sedangkan 17% persen dijelaskan oleh variabel di luar penelitian ini.
Tabel 4.5
Tabel Interpretasi Random Effect Model
Variable Coefficient Ind. Effect Prob
C 4.942695 0.0013
JKW? 0.537714 0.0001
JH? 0.542934 0.0452
PPK? 2.689433 0.0000
Random Effects (Cross)
Bantul_C -0.002408 4.940287
Gunungkidul_C -1.692881 3.249814
Kulonprogo_C 0.478631 5.421326
67
Sleman_C 0.280284 5.222979
Yogyakarta_C 0.936374 5.879069
Sumber: Hasil olah data menggunakan Eviews 9
Dalam penelitian menggunakan Random Effect Model dilihat dari
hasil Individual Effect, Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan hasil
terbesar dibandingkan dengan empat daerah lainnya. Hal ini dikarenakan
Kota Yogyakarta merupakan pusat kota dari Provinsi DIY di mana
kegiatan pariwisata berjalan sangat baik.
a. Model Persamaan Bantul
YPAD = 4.940287 + 0.537714 JKW + 0.542934 JH + 2.689433
PPK + ε
Bila terjadi perubahan sebesar 1 jiwa pada jumlah kunjungan objek
wisata. 1 unit pada jumlah hotel, dan 1 satuan pada pendapatan
perkapita, maka Kabupaten Bantul akan mendapat pengaruh individu
sebesar 4.940 satuan.
b. Model Persamaan Gunungkidul
YPAD = 3.249814 + 0.537714 JKW 0.542934 PH JH + + 2.689433
PPK + ε
Bila terjadi perubahan sebesar1 jiwa pada jumlah kunjungan objek
wisata. 1 unit pada jumlah hotel, dan 1 satuan pada pendapatan
perkapita, maka Kabupaten Gunungkidul akan mendapat pengaruh
individu sebesar 3.249 satuan.
c. Model Persamaan Kulonprogo
YPAD = 5.421326 + 0.537714 JKW + 0.542934 JH + 2.689433
PPK + ε
Bila terjadi perubahan sebesar 1 jiwa pada jumlah kunjungan
objek wisata. 1 unit pada jumlah hotel, dan 1 satuan pada pendapatan
perkapita, maka Kabupaten Kulonprogo akan mendapat pengaruh
individu sebesar 5.421 satuan.
d. Model Persamaan Sleman
YPAD = 5.222979 + 0.537714 JKW + 0.542934 JH + 2.689433
PPK + ε
68
Bila terjadi perubahan sebesar 1 jiwa pada jumlah kunjungan
objek wisata. 1 unit pada jumlah hotel, dan 1 satuan pada pendapatan
perkapita, maka Kabupaten Sleman akan mendapat pengaruh
individu sebesar 5.222 satuan.
e. Model Persamaan Yogyakarta
YPAD = 5.879069 + 0.537714 JKW + 0.542934 JH + 2.689433
PPK + ε
Bila terjadi perubahan sebesar 1 jiwa pada jumlah kunjungan
objek wisata. 1 unit pada jumlah hotel, dan 1 satuan pada pendapatan
perkapita, maka Kota Yogyakarta akan mendapat pengaruh individu
sebesar 5.879 satuan. Kota Yogyakarta memiliki pengaruh paling
besar karena kota ini merupakan pusat kegiatan di provinsi ini,
terutama di bidang pariwisata dan budaya.
5. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui dan menguji kelayakan
atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini
uji asumsi klasik yang digunakan hanya uji multikolinearitas. Dalam
penelitian ini tidak menggunakan uji heteroskedastisitas karena model yang
terbaik untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu Random Effect Model,
dimana metode REM dapat menghilangkan masalah heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas betujuan untuk mengetahui apakah ada
keterkaitan antara hubungan yang sempurna antara variabel-variabel
independen. Jika di dalam pengujian ternyata didapatkan sebuah
kesimpulan bahwa antara variabel independen saling terikat maka model
regresi yang digunakan tidak baik. Dikatakan terdapat multikolinearitas
antara variabel-variabel independen jika nilainya melebihi 0.8. Berikut
merupakan hasil dari uji multikolineritas pada penelitian ini.
Tabel 4. 5
Uji Multikolinearitas
69
JKW JH PPK
JKW 1.000000 0.738841 0.561395
JH 0.738841 1.000000 0.640056
PPK 0.561395 0.640056 1.000000
Sumber: Hasil olah data dengan Eviews 9
Hasil dari uji multikolinearitas diatas menunjukkan bahwa nilai
koefisien masing-masing dari variabel independen (Jumlah Kunjungan
Objek Wisata, Jumlah Hotel, dan Pendapatan Per Kapita) dalam
penelitian ini yaitu berada di bawah 0.8 maka berarti dapat disimpulkan
bahwa tidak ada masalah multikolinearitas pada model yang digunakan
dalam penelitian ini.
D. Analisis Ekonomi
1. Jumlah Kunjungan Objek Wisata Terhadap PAD Sektor Pariwisata
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah Kunjungan
Objek Wisata memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap PAD
sektor pariwisata di seluruh Provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta.. hal ini
dapat dilihat dari nilai koefisien variabel JKW (Jumlah Kunjungan Objek
Wisata) sebesar 0.537714. hal ini dapat diartikan setiap peningkatan
kunjungan objek wisata maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Sektor Pariwisata pada seluruh Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
(Yumsinah:2016) yang menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan objek
wsiata memiliki pengaruh terhadap PAD. Penlitian selanjutnya dari
(Akhbary:2017) juga menunjukkan hal yang sama, yakni jumlah kunjungan
wisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Pariwisata
Kedatangan wisatawan ke obyek wisata akan mengahsilkan
penerimaan bagi obyek wisatai. Obyek wisata akan membayar kepada
pemerintah berupa retribusi. Banyaknya obyek wisata belum tentu
berpengaruh terhadap penerimaan daerah. Namun, dengan banyaknya
70
kunjungan wisatawan ke obyek wisata akan memberikan dampak yang baik
bagi perekonomian sekitar serta terhadap pemerintah melalui retribusi obyek
wisata. Badan Pusat Statistik (2011), memberikan data bahwasanya Provinsi
DIY merupakan provinsi dengan urutan tiga sebagai daerah dengan
wisatawan terbanyak, setelah Provinsi Bali dan Provinsi DKI Jakarta. Apabila
melihat jumlah kunjungan obyek wisata, kedatangan wisatawan hanya
berpusat pada tiga daerah yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan
Kabupaten Bantul. Hal tersebut sebaiknya bisa diperbaiki kedepannya agar
seluruh kota/kabupaten memiliki angka yang tinggi sebagai daerah tujuan
wisata.
2. Jumlah Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Jumlah Hotel
memberikan pengaruh postif dan signifikan terhadap PAD sektor pariwisata
di seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut ditunjukkan
oleh koefisien Jumlah Hotel (JH) sebesar 0.542934 yang mana dapat diartikan
setiap peningkatan 1 unit hotel akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
sektor pariwisata pada seluruh Kota/Kabupaten di Provinsi DIY.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Akhbary (2017) yang
menunjukkan bahwa jumlah hotel di suatu daerah akan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah. Hotel merupakan infrastruktur pendukung
pariwisata yang pasti dibutuhkan. Daerah dengan wisatawan yang ramai pasti
membutuhkan hotel yang banyak. Dengan dibangunnya hotel, maka aka nada
retribusi yang dikenakan yaitu retribusi izin mendirikan usaha. Retribusi
inilah yang akan memberikan dampak terhadap Pendapatan Asli Daerah,
utamanya pada bidang pariwisata.
3. Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan Perkapita
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Sektor Pariwisata
di seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut ditunjukkan
oleh koefisien Pendapatan Perkapita (PPK) sebesar 2.689433. Hal ini dapat
71
juga diartikan setiap peningkatan pendapatan perkapita maka akan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sektor pariwisata.
Argumen dari penelitian ini sesuai dengan penelitian milik Murib dkk
(2013) dan Yuniartininingsih (2017) yang sama-sama menunjukkan
pendapatan perkapita akan mempengaruhi peningkatan pada Pendapatan Asli
Daerah secara positif dansignifikan
Pariwisata tidak selamanya tentang berkunjung dari suatu daerah ke
daerah lain. Namun menikmati suguhan yang disajikan sebagai hiburan juga
merupakan bagian dari wisata yaitu menikmati sarana hiburan. dalam hal ini,
masyarakat sekitar juga memiliki andil dalam meningkatkan penerimaan
daerah. Menonton film, menikmati pameran, menonton pagelaran kesenian,
atau makan di restoan merupakan bagian dari bentuk sarana wisata yang bisa
dinikmati oleh masyarakat sekitar karena sarana-sarana tersebut akan
memberikan pajak terhadap pemerintah. Keputusan masyarakat untuk
menikmati hiburan-hiburan tentunya dipengaruhi oleh pendapatan yang
mereka terima, dalam hal ini variabel yang menggambarkan adalah
pendapatan perkapita yakni rata-rata pendapatan per kepala keluarga di suatu
daerah. Semakin tinggi pendapatan perkapita, maka semakin besar peluang
untuk mengeluarkan uang di bidang pariwisata, yang nantinya akan
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah sektor pariwisata
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah pada Kota/Kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kurun waktu yang digunakan adalah dalam 8
tahun, yakni tahun 2011-2018. Berdasarkan data yang sudah diuji, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan berupa:
1. Jumlah Kunjungan Objek Wisata sebagai X1 berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada
Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2011-2018.
2. Infrastruktur Hotel yang diwakili oleh Jumlah Hotel sebagai X2 berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata
pada Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2011-
2018.
3. Pendapatan Perkapita sebagai X3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada Kota/Kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2011-2018.
4. Jumlah Kunjungan Objek Wisata, Jumlah Hotel, dan Pendapatan Perkapita
secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap PAD Sektor Pariwisata
pada Kota/Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2011-
2018 sebesar 0.83 atau 83%.
B. Saran
1. Bagi Akademisi
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya yang
ingin mengambil variabel terikat Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor
pariwisata mampu mencari variabel independen lain yang memiliki
keterkaitan.
73
2. Bagi Pemerintah
Hasil dari penelitian ini menunjukan seluruh variabel independen
(Jumlah Kunjungan Objek Wisata, Jumlah Hotel, dan Pendapatan Perkapita)
memberikan pengaruh positif dan signifikan, adapun variabel pendapatan
perkapita memiliki koefisien tertinggi. Pemerintah sebaiknya memfokuskan
pembangunan pada bidang-bidang tersebut agar Pendapatan Asli Daerah
pada sektor pariwisata mampu terus mengalami peningkatan.
74
Daftar Pustaka
Basuki, A. T. (2016). Analisis Regresi dalam Penlitian Ekonomi dan Bisnis:
Dilengkapi Aplikasi SPSS dan Eviews. Jakarta: Rajawali Press.
Bird, R. M. (1992). Taxing Tourism in Developing Countries. World Development,
Vol.20 No.8.
Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng. (2016, Desember 16). Sekilas Wawasan
Tentang Pengertian Pariwisata dan Pengertiannya. Dipetik Juli 9, 2019,
dari dispar.bulelengkab.go.id:
https://dispar.bulelengkab.go.id/artikel/sekilas-wawasan-tentang-
pengertian-pariwisata-dan-wisata-wisatanya-66
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta . (2012). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2011. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY.
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2011). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2010. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY.
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2013). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2012. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY.
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2014). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2013. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY.
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2015). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2014. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY.
75
Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2016). Statistik
Kepariwisataan D.I Yogyakarta 2015. Yogyakarta: Dinas Pariwisata
Provinsi DIY'.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2017). Retribusi Daerah. Dipetik
Agustus 8, 2019, dari DJPK Kemenkeu: http://www.djpk.kemenkeu.go.id
Goorochurn, N., & Sinclair, M. T. (2005). Economics of Tourism Taxation:
Evidence from Mauritius. Annals of Tourism Research.
Handayani, D. (2015). Strategi Bauran Komunikasi Pemasaran Untuk Menarik
Minat Kunjungan Wisatawan Lokal dan Mancanegara Pada Pariwisata
Saung Angklung Udjo Bandung. 2.
Herlina, R. (2005). Pendapatan Asli Daerah. Jakarta: Arifgosita.
Hewson, N. (2014). Local Government and Tourism Discussion Paper. West
Leederville: WALGA.
Incera, A. C., & Fernandez, M. F. (2015). Tourism and Income Distribution:
Evidence From A Developed Regional Country. Tourism Management.
Juanda, B., & Junaidi. (2012). Ekonometrika Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB
Press.
Kementerian Keuangan RI. (t.thn.). APBD, Realisasi APBD, dan Neraca. Dipetik
September 7, 2019, dari Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan: http://www.djpk.kemenkeu.go.id
Klikpajak. (t.thn.). Golongan Retribusi Daerah Serta Penjelasannya. Dipetik
November 2, 2019, dari klikpajak.id
Nurcholis, H. (2007). Teori dan Praktik Pemerintahan Otonomi Daerah. Jakarta:
Grasindo.
Online Pajak. (2018, September 6). Pajak Daerah: Pengertian, Ciri-ciri, Jenis, dan
lainnya. Dipetik Juni 10, 2019, dari Aplikasi Online Pajak: online-
pajak.com/pajak-daerah
76
Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (n.d.). Peraturan
Daerah DIY No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan (RIPPARDA) DIY. Yogyakarta.
Pemerintah Kabupaten Kendal. (t.thn.). Portal Informasi Kuangan. Dipetik
Oktober 3, 2019, dari Website Pemerintah Kabupaten Kendal:
keungan.kendalkab.go.id
Pendit, N. S. (2006). Ilmu Pariwisata (Sebuah Pengantar Perdana). Bandung:
Pradnya Pramita.
Pramono, H. (1993). Dampak Pembangunan Pariwisata Terhadap Ekonomi, Sosial,
dan Budaya. Cakrawala Pendidikan No.1.
Putri, R. B., Kumadji, S., & Darono, A. (2014). Analisis Penerimaan Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Hiburan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah
(Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang. Jurnal Perpajakan
Vol.3 Nomor 1.
Suartini, N. N., & Utama, M. S. (t.thn.). Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan,
Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah
di Kabupaten Gianyar.
Sulistiyowati, C. (2017). Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Retribusi Obyek
Wisata, Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Karanganyar.
Suwena, I. K., & Widyatmaja, I. G. (2017). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata.
Denpasar: Pustaka Larasan.
Swantara, K. B., & Darsana, I. B. (2017). Pengaruh Kunjungan Wisatawan,
Pendapatan PHR, dan Penerimaan Retribusi Obyek Wisata Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gianyar. E-Jurnal EP UNUD, Vol.6.
Yumsinah, S. (2016). Pengaruh Jumlah Wisatawan Terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pandeglang Tahun 2005-2015.
77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Data Penelitian
Nomor Kota/Kabupaten PAD JKW JH PPK
1 Yogyakarta 56368254594 3463661 360 46.38
2 Yogyakarta 76842342512 4084303 386 48.26
3 Yogyakarta 94840264727 4641005 401 50.26
4 Yogyakarta 116146936925 5251352 399 52.26
5 Yogyakarta 116146936925 5619231 419 54.25
6 Yogyakarta 162390765921 5520952 420 56.34
7 Yogyakarta 186241789463 5547626 400 58.59
8 Yogyakarta 177219549020 4752351 577 61.11
9 Sleman 38943756254 4275574 394 20.28
10 Sleman 53194912852 3169450 394 21.22
11 Sleman 68632185594 3654145 400 22.21
12 Sleman 84780228453 4233958 392 23.1
13 Sleman 104985102620 4950934 389 24.06
14 Sleman 137152075928 5942468 392 25.04
15 Sleman 180915056183 6814558 388 26.09
16 Sleman 218475244777 7898808 610 27.46
17 Bantul 7399158783 2521303 271 13.8
18 Bantul 12529648331 2378209 285 14.34
19 Bantul 14533814042 2037874 279 14.92
20 Bantul 16046012057 2708816 249 15.47
21 Bantul 18281328042 4519199 262 16.04
22 Bantul 21901264614 5148633 262 16.64
23 Bantul 17774915394 9141550 251 17.29
24 Bantul 47172656857 8840442 285 18.03
25 Gunungkidul 2309007231 688405 53 13.05
26 Gunungkidul 8478767503 1279065 63 13.99
27 Gunungkidul 8168857392 1822251 62 14.53
28 Gunungkidul 17415255577 3685137 71 15.03
29 Gunungkidul 24107812555 2642759 70 15.59
30 Gunungkidul 28375385566 3479890 88 16.18
31 Gunungkidul 32758748570 3246996 73 16.83
32 Gunungkidul 25786324803 3055284 77 17.54
33 Kulonprogo 1177811000 545743 20 13.3
34 Kulonprogo 2110851769 596529 26 13.73
35 Kulonprogo 2646017079 603878 26 14.24
36 Kulonprogo 2544115778 904972 27 14.72
78
37 Kulonprogo 3420774733 519725 26 15.23
38 Kulonprogo 4004044791 1353400 26 15.79
39 Kulonprogo 5323777984 1400786 26 16.55
No Kota/Kabupaten PAD JKW JH PPK
40 Kulonprogo 6570894589 1969623 26 18.15
2. Data Penelitian (Dalam LN)
Nomor Tahun Kota/Kabupaten PAD JKW JH PPK
1 2011 Yogyakarta 24.75517 15.05784 5.886104 3.836868
2 2012 Yogyakarta 25.06502 15.22266 5.955837 3.876603
3 2013 Yogyakarta 25.27546 15.35044 5.993961 3.91721
4 2014 Yogyakarta 25.47812 15.474 5.988961 3.956231
5 2015 Yogyakarta 25.47812 15.54171 6.037871 3.993603
6 2016 Yogyakarta 25.81327 15.52406 6.040255 4.031405
7 2017 Yogyakarta 25.95031 15.52888 5.991465 4.070564
8 2018 Yogyakarta 25.90066 15.37415 6.357842 4.112676
9 2011 Sleman 24.38538 15.26843 5.976351 3.009635
10 2012 Sleman 24.69723 14.96907 5.976351 3.054944
11 2013 Sleman 24.95203 15.11137 5.991465 3.100543
12 2014 Sleman 25.16333 15.25865 5.971262 3.139833
13 2015 Sleman 25.37708 15.41509 5.963579 3.180551
14 2016 Sleman 25.64436 15.59764 5.971262 3.220475
15 2017 Sleman 25.92129 15.73457 5.961005 3.261552
16 2018 Sleman 26.10994 15.88222 6.413459 3.31273
17 2011 Bantul 22.72463 14.74029 5.602119 2.624669
18 2012 Bantul 23.25136 14.68186 5.652489 2.663053
19 2013 Bantul 23.39974 14.52742 5.631212 2.702703
20 2014 Bantul 23.49873 14.81202 5.517453 2.738903
21 2015 Bantul 23.62915 15.32385 5.568345 2.775086
22 2016 Bantul 23.80981 15.45424 5.568345 2.811809
23 2017 Bantul 23.60105 16.02834 5.525453 2.850128
24 2018 Bantul 24.57708 15.99485 5.652489 2.892037
25 2011 Gunungkidul 21.56008 13.44213 3.970292 2.568788
26 2012 Gunungkidul 22.86083 14.06164 4.143135 2.638343
27 2013 Gunungkidul 22.82359 14.41558 4.127134 2.676215
28 2014 Gunungkidul 23.58061 15.11982 4.26268 2.710048
29 2015 Gunungkidul 23.9058 14.78733 4.248495 2.74663
30 2016 Gunungkidul 24.06879 15.06251 4.477337 2.783776
31 2017 Gunungkidul 24.21244 14.99324 4.290459 2.823163
32 2018 Gunungkidul 23.97311 14.93238 4.343805 2.864484
33 2011 Kulonprogo 20.88692 13.2099 2.995732 2.587764
79
34 2012 Kulonprogo 21.47036 13.29888 3.258097 2.619583
35 2013 Kulonprogo 21.69632 13.31113 3.258097 2.656055
36 2014 Kulonprogo 21.65705 13.71566 3.295837 2.689207
No Tahun Kota/Kabupaten PAD JKW JH PPK
37 2015 Kulonprogo 21.95313 13.16106 3.258097 2.723267
38 2016 Kulonprogo 22.11057 14.11813 3.258097 2.759377
39 2017 Kulonprogo 22.39545 14.15254 3.258097 2.806386
40 2018 Kulonprogo 22.60592 14.49335 3.258097 2.898671
3. Common Effect Model
Dependent Variable: PAD
Method: Panel Least Squares
Date: 01/09/20 Time: 17:19
Sample: 2011 2018
Periods included: 8
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.901421 2.101119 2.808703 0.0080
JKW 0.887725 0.173799 5.107758 0.0000
JH 0.310764 0.131679 2.360022 0.0238
PPK 1.061978 0.197095 5.388169 0.0000 R-squared 0.906619 Mean dependent var 23.90548
Adjusted R-squared 0.898838 S.D. dependent var 1.477912
S.E. of regression 0.470065 Akaike info criterion 1.422747
Sum squared resid 7.954594 Schwarz criterion 1.591635
Log likelihood -24.45494 Hannan-Quinn criter. 1.483812
F-statistic 116.5064 Durbin-Watson stat 0.695719
Prob(F-statistic) 0.000000
80
4. Fixed Effect Model
Dependent Variable: PAD
Method: Panel Least Squares
Date: 01/09/20 Time: 17:20
Sample: 2011 2018
Periods included: 8
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.798319 1.683514 1.662190 0.1062
JKW 0.312674 0.143343 2.181303 0.0366
JH 0.912788 0.379528 2.405062 0.0221
PPK 3.872779 0.752236 5.148356 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.979980 Mean dependent var 23.90548
Adjusted R-squared 0.975601 S.D. dependent var 1.477912
S.E. of regression 0.230852 Akaike info criterion 0.082779
Sum squared resid 1.705368 Schwarz criterion 0.420555
Log likelihood 6.344424 Hannan-Quinn criter. 0.204908
F-statistic 223.7755 Durbin-Watson stat 1.945860
Prob(F-statistic) 0.000000
81
5. Random Effect Model
Dependent Variable: PAD
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/09/20 Time: 17:21
Sample: 2011 2018
Periods included: 8
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.942695 1.413443 3.496918 0.0013
JKW 0.537714 0.122406 4.392888 0.0001
JH 0.542934 0.261711 2.074558 0.0452
PPK 2.689433 0.569469 4.722707 0.0000 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.729265 0.9089
Idiosyncratic random 0.230852 0.0911 Weighted Statistics R-squared 0.830871 Mean dependent var 2.658877
Adjusted R-squared 0.816777 S.D. dependent var 0.607000
S.E. of regression 0.259824 Sum squared resid 2.430303
F-statistic 58.95182 Durbin-Watson stat 1.584439
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.586328 Mean dependent var 23.90548
Sum squared resid 35.23853 Durbin-Watson stat 0.109274
82
6. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: EQ
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 29.315543 (4,32) 0.0000
Cross-section Chi-square 61.598736 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: PAD
Method: Panel Least Squares
Date: 01/09/20 Time: 17:20
Sample: 2011 2018
Periods included: 8
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.901421 2.101119 2.808703 0.0080
JKW 0.887725 0.173799 5.107758 0.0000
JH 0.310764 0.131679 2.360022 0.0238
PPK 1.061978 0.197095 5.388169 0.0000 R-squared 0.906619 Mean dependent var 23.90548
Adjusted R-squared 0.898838 S.D. dependent var 1.477912
S.E. of regression 0.470065 Akaike info criterion 1.422747
Sum squared resid 7.954594 Schwarz criterion 1.591635
Log likelihood -24.45494 Hannan-Quinn criter. 1.483812
F-statistic 116.5064 Durbin-Watson stat 0.695719
Prob(F-statistic) 0.000000
83
7. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: EQ
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 12.602864 3 0.0056
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. JKW 0.312674 0.537714 0.005564 0.0026
JH 0.912788 0.542934 0.075549 0.1784
PPK 3.872779 2.689433 0.241564 0.0161
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: PAD
Method: Panel Least Squares
Date: 01/09/20 Time: 17:21
Sample: 2011 2018
Periods included: 8
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.798319 1.683514 1.662190 0.1062
JKW 0.312674 0.143343 2.181303 0.0366
JH 0.912788 0.379528 2.405062 0.0221
PPK 3.872779 0.752236 5.148356 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.979980 Mean dependent var 23.90548
Adjusted R-squared 0.975601 S.D. dependent var 1.477912
S.E. of regression 0.230852 Akaike info criterion 0.082779
Sum squared resid 1.705368 Schwarz criterion 0.420555
Log likelihood 6.344424 Hannan-Quinn criter. 0.204908
F-statistic 223.7755 Durbin-Watson stat 1.945860
Prob(F-statistic) 0.000000
84
8. Random Effect Model (Individual Effect)
Dependent Variable: PAD?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/09/20 Time: 18:10
Sample: 1 8
Included observations: 8
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.942695 1.413443 3.496918 0.0013
JKW? 0.537714 0.122406 4.392888 0.0001
JH? 0.542934 0.261711 2.074558 0.0452
PPK? 2.689433 0.569469 4.722707 0.0000
Random Effects (Cross)
BANTUL--C -0.002408
GUNUNGKIDUL--C -1.692881
KULONPROGO--C 0.478631
SLEMAN--C 0.280284
YOGYAKARTA--C 0.936374 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.729265 0.9089
Idiosyncratic random 0.230852 0.0911 Weighted Statistics R-squared 0.830871 Mean dependent var 2.658877
Adjusted R-squared 0.816777 S.D. dependent var 0.607000
S.E. of regression 0.259824 Sum squared resid 2.430303
F-statistic 58.95182 Durbin-Watson stat 1.584439
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.586328 Mean dependent var 23.90548
Sum squared resid 35.23853 Durbin-Watson stat 0.109274