beberapa faktor determinan yang meningkatkan

36
37 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Karakteristik subjek penelitian risiko kematian ibu akibat perdarahan secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.1. Total subjek penelitian sebanyak 93 orang yang terdiri dari 31 kasus dan 62 kontrol di seluruh Kabupaten/Kota se Pulau Lombok Provinsi Nusa Tengara Barat. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Kematian Ibu Akibat Perdarahan Karakteristik Kasus Kontrol n % n % Pendidikan Tidak Sekolah 3 9,7 9 14,51 SD 21 67,7 26 41,9 SLTP 4 12,9 17 27,4 SLTA 3 9,7 8 12,9 PT 0 0,0 2 3,2 Pekerjaan Tidak bekerja 16 51,6 27 43,5 Petani/nelayan 1 35,5 25 40,3 Swasta 4 12,9 9 14,5 PNS 0 0,0 1 1,6 Paritas 1 kali 9 29,0 17 27,4 2-3 kali 16 51,6 31 50,0 4 kali/ lebih 6 19,4 14 22,6 Status ANC tidak pernah ANC 5 16,1 1 1,6 1 kali 0 0,0 1 1,6 2-3 kali 17 54,8 28 45,2 4 kali/lebih 9 29,0 32 51,6

Upload: lamnhan

Post on 16-Dec-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

37

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek penelitian risiko kematian ibu akibat perdarahan secara

ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.1. Total subjek penelitian sebanyak 93 orang

yang terdiri dari 31 kasus dan 62 kontrol di seluruh Kabupaten/Kota se Pulau

Lombok Provinsi Nusa Tengara Barat.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Kematian Ibu Akibat Perdarahan

Karakteristik

Kasus Kontrol

n % n %

Pendidikan

Tidak Sekolah 3 9,7 9 14,51

SD 21 67,7 26 41,9

SLTP 4 12,9 17 27,4

SLTA 3 9,7 8 12,9

PT 0 0,0 2 3,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 16 51,6 27 43,5

Petani/nelayan 1 35,5 25 40,3

Swasta 4 12,9 9 14,5

PNS 0 0,0 1 1,6

Paritas

1 kali 9 29,0 17 27,4

2-3 kali 16 51,6 31 50,0

4 kali/ lebih 6 19,4 14 22,6

Status ANC

tidak pernah ANC 5 16,1 1 1,6

1 kali 0 0,0 1 1,6

2-3 kali 17 54,8 28 45,2

4 kali/lebih 9 29,0 32 51,6

Page 2: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

38

Dari keempat karakteristik subyek penelitian didapatkan tingkat pendidikan

terbanyak pada kasus dan kontrol adalah SD sebesar 67,7 % pada kasus dan pada

kontrol 41,9 %. Pekerjaan antara kasus dan kontrol terbesar adalah tidak bekerja

yaitu 51,6 % pada kasus dan kontrol sebesar 43,5 %. Jumlah paritas pada kasus

terbanyak adalah 2-3 kali sebesar 51,6 % dan kontrol 50,0 %. Frekuensi ANC

terbanyak pada kasus adalah 2-3 kali sebesar 54,8 %, sedangkan pada kontrol

ANC dengan frekuensi 4 kali atau lebih sebesar 51,6 %. Rerata usia ibu antara

kasus dan kontrol yang terbanyak adalah pada kelompok umur 20- 35 tahun.

5.2 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang Tidak

Tersedia Biaya

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien yang tidak tersedia

biaya diuji berdasarkan proporsi ketersediaan biaya antar kelompok. Odd Ratio

dipakai sebagai indikator untuk menilai antara ketersediaan biaya dengan

kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Chi-Square

disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang Tidak

Tersedia Biaya

Ketersediaan

Biaya

Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) RO IK 95% p

Tidak Tersedia

Tersedia

20

11

25

37

2,69 1,10-6,58 0,028

Page 3: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

39

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa ketidaktersediaan biaya dapat

meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu akibat perdarahan sebesar 2,7 kali

(RO = 2,69, IK 95% = 1,10-6,58, p=0,028).

5.3 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang

Ditolong Dukun

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien yang ditolong

dukun diuji berdasarkan proporsi penolong persalinan antar kelompok. Odd Ratio

dipakai sebagai indikator untuk menilai antara penolong persalinan dengan

kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Chi-Square

disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang Ditolong

Dukun

Penolong

Persalinan

Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) RO IK 95% p

Dukun

Nakes

16

15

26

36

1,48 0,62-3,51 0,377

Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi risiko kematian akibat

perdarahan pada pasien yang ditolong dukun (RO = 1,48, IK 95% = 0,62-3,51,

p=0,377).

Page 4: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

40

5.4 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien dengan

Waktu Tempuh ke Fasilitas Lebih dari 1 jam

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien dengan waktu

tempuh ke fasilitas lebih dari 1 jam diuji berdasarkan proporsi waktu tempuh ke

fasilitas antar kelompok. Odd Ratio dipakai sebagai indikator untuk menilai antara

waktu tempuh dengan kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan

dengan uji Chi-Square disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien dengan Waktu

Tempuh ke Fasilitas Lebih dari 1 jam

Waktu Tempuh Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) RO IK 95% p

Lebih dari 1 Jam

Kurang dari 1 Jam

21

10

20

42

4,41 1,75-11,09 0,001

Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa waktu tempuh ke fasilitas lebih dari 1

jam dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat perdarahan sebesar

hampir 4,5 kali (RO = 4,41, IK 95% = 1,75-11,09, p=0,001).

5.5 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang

tidak Memiliki P4K

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien yang tidak

memiliki P4K diuji berdasarkan proporsi perencaaan persalinan antar kelompok.

Odd Ratio dipakai sebagai indikator untuk menilai antara perencanaan persalinan

Page 5: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

41

dengan kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Chi-

Square disajikan pada Tabel 5.5 berikut..

Tabel 5.5

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien yang tidak

Memiliki P4K

Perencanaan

Persalinan

Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) RO IK 95% p

Tanpa P4K

Dengan P4K

17

14

26

36

1,68 0,71-4,01 0,239

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi risiko kematian akibat

perdarahan pada pasien yang tanpa P4K (RO=1,68, IK 95%=0,71-4,01, p=0,239).

5.6 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien tanpa

Manajemen Kala III

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien tanpa manajemen

kala II diuji berdasarkan proporsi manajemen kala III antar kelompok. Odd Ratio

dipakai sebagai indikator untuk menilai antara manajemen kala III dengan

kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Chi-Square

disajikan pada Tabel 5.6 berikut.

Page 6: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

42

Tabel 5.6

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien tanpa

Manajemen Aktif Kala III

MAK III Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) RO IK 95% p

Tanpa MAK III

Dengan MAK III

19

12

20

42

5,33 1,36-8,16 0,007

Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa tanpa manajemen aktif kala III dapat

meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat perdarahan sebesar 5 kali (RO =

5,33, IK 95% = 1,36-8,16, p=0,007).

5.7 Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien dengan

Manajemen PPP yang tidak sesuai Standar

Risiko terjadinya kematian akibat perdarahan pada pasien yang tidak sesuai

standar manajemen PPP diuji berdasarkan proporsi manajemen PPP antar

kelompok. Odd Ratio dipakai sebagai indikator untuk menilai antara manajemen

PPP dengan kematian ibu akibat perdarahan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji

Chi-Square disajikan pada Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7

Risiko Terjadinya Kematian Akibat Perdarahan pada Pasien dengan

Manajemen PPP yang tidak sesuai Standar

Manajemen PPP Kasus

(n=31)

Kontrol

(n=62) OR IK 95% p

Tidak Sesuai Standar

Sesuai Standar

25

6

29

33

4,74 1,71-13,16 0,002

Page 7: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

43

Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa tidak sesuai standar manajemen PPP

dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat perdarahan sebesar hampir

5 kali (RO = 4,74, IK 95% = 1,71-13,16, p=0,002).

Untuk mengetahui faktor risiko yang paling berperan terhadap kematian ibu

akibat perdarahan maka dilakukan uji regresi logistik dengan metode Forward

LR. Hasil analisis regresi logistik selengkapnya disajikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8

Analisis Regresi Logistik Faktor Risiko Kematian Ibu Akibat Perdarahan

Faktor Risiko RO IK 95 % P

Waktu Tempuh ke Fasilitas 3.003 1,07-8,42 0,037

Manajemen Aktif Kala III 6.609 2,02-21,59 0,002

Manajemen Pertolongan Perdarahan 7.966 2,19-29,04 0,002

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.8 di atas ditunjukkan bahwa, dari

empat variabel yang masuk ke dalam model, hanya tiga yang terbukti secara

bermakna meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu akibat perdarahan. Faktor

risiko yang terbukti adalah : waktu tempuh ke fasilitas yang lebih dari 1 jam (RO

= 00: IK 95% : 1,07-8,42, P = 0,037), tanpa manajemen aktif kala III dengan nilai

(RO= 6,61: IK 95%: 2,02-21,59, P = 0,002), dan manajemen pertolongan pada

pasien dengan perdarahan yang tidak sesuai standar dengan nilai ( RO= 7,97: IK

95 % : 2,19-29,04, P= 0,002).

Dari hasil persamaan regresi diatas menunjukkan bahwa faktor waktu tempuh

lebih dari 1 jam, tanpa manajemen aktif kala III, dan pertolongan pada pasien

perdarahan yang tidak sesuai standar memiliki probabilitas untuk meningkatkan

Page 8: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

44

risiko kematian ibu akibat perdarahan sebesar 75,3 persen, sisanya sebesar 24,7

persen di tentukan oleh faktor lain.

Page 9: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

45

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Gambaran umum Wilayah Penelitian

6.1.1 Keadaan Geografi

Pulau Lombok merupakan satu diantara dua pulau yang ada di Propinsi Nusa

Tenggara Barat yang memiliki luas wilayah sekitar 4.738,65 Km2 atau sekitar

23,51 persen dari luas wilayah Nusa Tenggara Barat seluas 20.153,15 Km2.

Secara administrative pulau Lombok terdiri dari empat daerah kabupaten dan satu

kota, 50 kecamatan dan empat ratus enam desa.

6.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Pulau Lombok sampai akhir tahun 2010 sebanyak

3.341.267 jiwa. Terdiri dari 1.570.268 jiwa penduduk laki-laki dan 1.770.999 jiwa

penduduk perempuan.

Tabel 6.1 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di masing-masing Kabupaten

se Pulau Lombok tahun 2010

No Kabupaten Laki Perempuan Jumlah

1 Lombok Barat 404.685 429.092 829.777

2 Lombok Tengah 382.531 474.144 856.675

3 Lombok Timur 501.166 579.071 1.080.237

4 Mataram 185.321 190.185 375.506

5 Lombok Utara 97.565 102.507 200.072

Jumlah 1.570.268 1.770.999 3.342.267

Page 10: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

46

Tabel 6.1 diatas menunjukkan bahwa proporsi penduduk terbesar berada di

Kabupaten Lombok Timur yaitu sebesar 32,32 %, dan yang terkecil di Kabupaten

Lombok Utara sebesar 0,59 %.

6.1.3 Keadaan Pelayanan Kesehatan

6.1.3.1 Sarana Pelayanan Kesehatan

Pulau Lombok memiliki 85 puskesmas yang tersebar di Lima Kabupaten

Kota. Terdapat 23 buah Puskesmas yang mampu PONED, 263 unit puskesmas

Pembantu dan 242 Poskesdes. Jumlah rumah sakit terdapat 4 rumah sakit milik

pemerintah. Peranan sektor swasta terlihat dengan adanya 2 rumah sakit swasta

dan 4 rumah sakit bersalin.

6.1.3.2 Ketenagaan

Distribusi tenaga kesehatan terkait kesehatan ibu dan anak tahun 2010 yang

bertugas di Rumah Sakit dan Puskesmas Se Pulau Lombok terdiri dari : 12

DSOG, 9 orang DSA, dr umum yang bertugas di Puskesmas 117 orang. Bidan

Desa sebanyak 406 orang tetapi yang tinggal di desa hanya 242 Orang.

Sedangkan bidan yang bertugas di Puskesmas sebanyak 112 orang.

6.2 Karakteristik Subjek

Hubungan antara pendidikan dan kematian ibu tidak bersifat langsung.

Pendidikan akan memberikan pengaruh secara tidak langsung melalui

peningkatan status sosial dan kedudukan ibu di dalam masyarakat, peningkatan

pilihan mereka terhadap kehidupan dan peningkatan kemampuan untuk membuat

keputusan sendiri serta menyatakan pendapat. Wanita dengan tingkat pendidikan

Page 11: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

47

rendah, menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat

menimpa ibu hamil terutama dalam hal kegawat – daruratan kehamilan dan

persalinan. Hal ini berpengaruh pada kesadaran dan kemampuan mengambil

keputusan. Wanita dengan pendidikan rendah memiliki independensi yang rendah

terhadap pengambilan keputusan (J.Killewo et al, 2008). Tingkat pengetahuan

yang rendah yang didukung oleh kemampuan mengambil keputusan yang rendah

berpengaruh terhadap kemampuan ibu untuk mengakses layanan yang berkualitas.

Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri

dan keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah,

menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu

hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawatdaruratan kehamilan dan

persalinan.

Secara umum, terdapat kecenderungan lebih besar dari orang tua di NTB

untuk menyekolahkan anak laki‐laki daripada anak perempuan ke jenjang yang

lebih tinggi. Dengan demikian, proporsi laki‐laki yang menamatkan pendidikan

pada jenjang yang lebih tinggi (SMA ke atas) lebih besar dibandingkan dengan

perempuan. Alasan untuk memprioritaskan laki‐laki ketimbang perempuan

antara lain karena jarak sekolah yang cukup jauh dari rumah, budaya kawin muda

bagi perempuan di perdesaan, dan anggapan bahwa menyekolahkan anak

perempuan ke jenjang yang lebih tinggi akan merugikan karena kurang

memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga.

Pekerjaan merupakan determinan jauh dari kematian ibu. Pada keadaan

hamil, ibu terutama dengan keadaan ekonomi keluarga di tingkat subsisten tetap

Page 12: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

48

melakukan pekerjaan fisik, seperti membantu suami bekerja di sawah atau

berdagang. Ibu bahkan menjadi tumpuan keluarga jika suami terbatas secara fisik.

Keadaan tersebut akan membawa pengaruh terhadap kesehatan ibu dan

menyebabkannya rentan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi selama

kehamilan, persalinan serta nifas. Pekerjaan terkait dengan keadaan ekonomi

keluarga. Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat

pada upaya kesehatan. Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin,

tidak berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki

kemampuan untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri (Kemenkes RI,1996).

Wanita – wanita dari keluarga dengan pendapatan rendah (kurang dari US$ 1

perhari) memiliki risiko kurang lebih 300 kali untuk menderita kesakitan dan

kematian maternal bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan

yang lebih baik (Kemenkes RI, 1996).

Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian

maternal. Paritas ≤ 1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali)

dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi (Saifudin, 2000).

Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun

secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami

kemunduran untuk menjalani kehamilan. Angka kematian biasanya meningkat

mulai pada persalinan keempat, dan akan meningkat secara dramatis pada

persalinan kelima dan setiap anak berikutnya. Akan tetapi, pada kehamilan kedua

atau ketigapun jika kehamilannya terjadi pada keadaan yang tidak diharapkan

(gagal KB, ekonomi tidak baik, interval terlalu pendek), dapat meningkatkan

Page 13: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

49

risiko kematian maternal (UNFA, 2004). Di Pulau Lombok saat ini masih

ditemukan kecenderungan menurunnya partisipasi keluarga miskin dan

masyarakat pedesaan dalam Keluarga Berencana (KB) akibat menurunnya

intensitas penyuluhan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya

„empat terlalu‟ di NTB, yaitu terlalu dekat jarak kelahiran, terlalu sering

melahirkan, terlalu muda, dan terlalu tua melahirkan. Hal ini secara tidak

langsung meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan akibat komplikasi baik

pada saat hamil maupun melahirkan.

Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk

memeriksa keadaan ibu dan janinnya secara berkala, yang diikuti dengan upaya

koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Pemeriksaan antenatal

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik dalam bidang

kebidanan, yaitu bidan, dokter dan perawat yang sudah terlatih. Tujuannya adalah

untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas

dengan baik dan selamat. Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama

kehamilan, dengan ketentuan satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan

sebelum 14 minggu), satu kali selama trimester kedua (antara 14 sampai dengan

28 minggu), dan dua kali selama trimester ketiga (antara minggu 28 s/d 36

minggu dan setelah 36 minggu). Pemeriksaan antenatal yang teratur, minimal 4

kali selama kehamilan kepada petugas kesehatan, dapat mendeteksi secara dini

kemungkinan adanya komplikasi yang timbul pada masa kehamilan, seperti

preeklamsia, anemia, KEK, infeksi kehamilan dan perdarahan antepartum, dimana

keadaan tersebut merupakan faktor – faktor risiko untuk terjadinya kematian

Page 14: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

50

maternal. Dengan ANC teratur maka kemungkinan komplikasi yang akan timbul

dapat di prediksi sejak awal sehingga persalinan dapat direncanakan lebih

optimal. Pada penelitian ini frekuensi terbanyak pada kasus adalah frekuensi

pemeriksaan 2-3 kali. Frekuensi ANC yang tidak sesuai dengan standar minimal

yang diharapkan berimpilkasi terhadap rendahnya kualitas pelayanan yang di

terima sehingga kemungkinan risiko maupun komplikasi yang terjadi pada saat

kehamilan maupun persalinan tidak dapat di perkirakan. Dengan sendirinya

perencanaan persiapan persalinan tidak dapat di lakukan dengan maksimal.

Sedangkan rerata usia ibu antara kasus dan kontrol yang terbanyak adalah

pada kelompok umur 20- 35 tahun. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun

merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan (UNFA,2004). Risiko paling

besar terdapat pada ibu berusia ≤ 14 tahun. Penelitian di Bangladesh menunjukkan

bahwa risiko kematian maternal lima kali lebih tinggi pada ibu berusia 10 – 14

tahun daripada ibu berusia 20 – 24 tahun, sedangkan penelitian yang dilakukan di

Nigeria menyebutkan bahwa wanita usia 15 tahun memiliki risiko kematian

maternal 7 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang berusia 20 – 24

tahun. Kehamilan di atas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada

komplikasi medik dan obstetrik, seperti risiko terjadinya hipertensi kehamilan,

diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan gangguan fungsi paru.

Kejadian perdarahan pada usia kehamilan lanjut meningkat pada wanita yang

hamil di usia > 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio

plasenta dan plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat

menyatakan bahwa kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang

Page 15: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

51

hamil pada usia 35 – 39 tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20 – 24

tahun. Usia kehamilan yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30

tahun.

6.3 Hubungan Ketersediaan Biaya Persalinan dengan Kematian Ibu Akibat

Perdarahan

Pada variabel ketersediaan biaya, dikategorikan tidak tersedia dan tersedia

biaya pada saat ibu membutuhkan pertolongan saat terjadinya perdarahan obstetri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaktersediaan biaya pada kelompok

kasus sebagian besar terjadi pada kelompok masyarakat yeng memiliki

penghasilan dibawah upah mininimum regional (UMR), sehingga mereka tidak

memiliki banyak pilihan untuk menyisihkan biaya kesehatan.

Tidak tersedianya biaya mengakibatkan keterlambatan ibu dan keluarga

untuk membuat keputusan apakah ia akan mencari pertologan ke fasilitas

kesehatan atau tidak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mamady Cham et al (2008) yang menyatakan bahwa hambatan sosial ekonomi

yang dirasakan membuat ketidakmampuan bagi perempuan dalam mengambil

keputusan untuk mencari perawatan.Hambatan sosial disini terkait dengan status

wanita dalam keluarga dan masyarakat serta pendidikan, sedangkan ekonomi

terkait dengan biaya dan pendapatan.

Manueke (2006) melakukan penelitian tentang, “Hubungan kemampuan

membayar keluarga dengan pemanfaatan penolong persalinan di Indonesia.”

Menggunakan rancangan cross-sectional dengan analisis data SUSENAS KOR

Page 16: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

52

2001. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa keluarga di Indonesia sudah

sebagian besar (70,9%) mampu membayar biaya pelayanan kesehatan.

Kemampuan membayar keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan

pemanfaatan penolong persalinan dan kemampuan membayar keluarga yang

rendah memiliki peluang lebih besar untuk memanfaatkan tenaga non-kesehatan

untuk menolong persalinannya, yang mengakibatkan risiko terjadinya kematian

pada ibu tersebut.

Penelitian yang dilakukan van Eijk et al. (2006) di western Kenya,

menyatakan bahwa 80% persalinan terjadi di luar fasilitas kesehatan karena

rendahnya status sosial ekonomi (OR 1,63; 95% CI : 1,07-2,49). Penelitian lain

oleh Sreeramareddy et al. (2006) melaporkan bahwa di western Nepal, kira-kira

90% persalinan terjadi di rumah. Bahkan dilaporkan, kemudahan akses tidak

cukup menjamin penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk melahirkan.

Rendahnya pemanfaatan ini dipengaruhi oleh pendapatan, pendidikan dan

kepercayaan terhadap budaya, namun alasan utama adalah hambatan pembiayaan

yang mengakibatkan ibu dan keluarga tidak bisa membuat keputusan untuk

mencari perawatan ke fasilitas kesehatan.

Beberapa hasil penelitian diatas bertolak belakang dengan hasil penelitian

yang dilakukan di Pulau Lombok dimana pada penelitian ini tidak tersedianya

biaya bukan merupakan risiko yang meningkatkan kematian akibat terjadinya

perdarahan secara langsung. Adanya berbagai intervensi dan program yang

diluncurkan pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, telah berkontribusi cukup

besar dalam membantu keluarga khususnya keluarga yang tidak mampu untuk

Page 17: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

53

mengakses layanan kesehatan. Program JAMKESMAS sebagai program nasional

telah menyediakan biaya grastis untuk semua persalinan dan komplikasi

kehamilan dan persalinan bagi keluarga miskin. Program penanggulangan

kemiskinan yang sedang dilaksanakan oleh Pemda Provinsi NTB saat ini adalah

Gerbang Emas Bangun Desa. Program ini bertujuan mempercepat pembangunan

di NTB dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan penguatan

kelembagaan dan pengembangan komoditi. Penguatan kelembagaan dimaksudkan

untuk memperkuat lembaga desa sebagai pelaksana program pelayanan kepada

masyarakat. Lebih dari itu, bekerjasama dengan lembaga internasional –dengan

memanfaatkan utang dan/atau hibah– dilakukan program penanggulangan

kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya, seperti Program

Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan (P2KP), Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa

(P2MPD) dan program‐program penguatan Lembaga Keuangan Mikro dan

Usaha Koperasi melalui program Bantuan Dana Bergulir. Sejak tahun 2001

pemerintah melaksanakan program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang

bertujuan menyediakan beras bersubsidi bagi keluarga miskin guna meringankan

beban mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok. Khusus untuk program

kesehatan di Provinsi NTB, khususnya di Pulau Lombok disamping

JAMKESMAS, program JAMKESDA NTB juga diluncurkan untuk seluruh

masyarakat NTB. Dimana program JAMKESDA NTB ini diperuntukkan bagi

semua ibu melahirkan yang memanfaatkan Puskesmas maupun Rumah Sakit

Page 18: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

54

dengan ruang rawat inap kelas III sebagai tempat persalinan mereka tanpa

dipungut biaya.

Dengan adanya berbagai program pemerintah baik di tingkat pusat maupun

daerah maka kendala biaya yang selama ini sering terjadi dan merupakan

masalah di masyarakat secara perlahan mulai dapat diatasi karena dampak

program secara mikro jelas ada, tetapi secara makro memang tidak signifikan.

6.4 Hubungan Penolong Persalinan dengan Kematian Ibu Akibat

Perdarahan

Pada variabel penolong persalinan, dikategorikan persalinan yang di tolong

dukun dan non dukun (tenaga kesehatan). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

perbedaan dengan beberapa penelitian di tempat lain seperti penelitian di Jawa

Tengah, dari jumlah persalinan 14.100 terjadi kematian sebanyak 50 orang dan 60%

kematian ibu terjadi pada pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun baik

yang sudah terlatih atau tidak terlatih (Manuaba, 2001). Pertolongan persalinan oleh

dukun terutama yang tidak terlatih dapat menyebabkan kematian ibu yang disebabkan

oleh perdarahan, partus macet, sepsis, dan eklamsia yang sulit untuk dikontrol dan

diselamatkan (Jokhio et al., 2005). Oleh karena itu persalinan sebaiknya ditolong atau

minimal didampingi oleh petugas kesehatan terampil.

Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian lainnya

yang di pengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah status kesehatan ibu

hamil. Meskipun dilakukan pertolongan persalinan oleh dukun akan tetapi apabila

tidak terjadi komplikasi yang serius pertolongan persalinan dapat dilakukan oleh

siapa saja. Bila tidak terjadi komplikasi langsung pada kehamilan atau persalinan

Page 19: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

55

maka jiwa ibu tidak akan terancam. Seperti yang telah diungkapkan oleh Abdulla et

al. (2010) yang menyatakan bahwa terjadinya komplikasi pada kehamilan merupakan

penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi kehamilan yang sering terjadi

yaitu perdarahan, preeklampsi/eklampsi, dan infeksi. Hal ini juga duperkuat oleh

UNFA (2004) bahwa komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas

merupakan penyebab langsung kematian maternal, komplikasi yang terjadi menjelang

persalinan, saat dan setelah persalinan terutama adalah perdarahan, partus macet atau

partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan. Sehingga apabila tidak ada

komplikasi pada kehamilan dan proses persalinan risiko kematian ibu dapat

dihindarkan meskipun penolong persalinan dilakukan oleh siapa saja.

Disamping itu pula telah dilakukan berbagai intervensi program untuk menekan

persalinan dukun, salah satunya dalam program Making Pregnancy Safer (MPS).

Salah satu starteginya menjamin agar bidan di desa dapat meningkatkan kerjasama

dengan dukun bayi untuk memberi dukungan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.

Kemitraan ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru

lahir terutama dalam upaya peningkatan akses terhadap pelayanan oleh tenaga

kesehatan terampil (Bappenas, 2007).

Program kemitraan bidan dengan dukun ataupun petugas kesehatan yang lain

ternyata mulai menggeser peran dukun sebagai tenaga penolong persalinan yang

masih popular dimasyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Penelitian yang

dilakukan Rooys et al (2004) di rumah sakit Guatemala yang menyatakan bahwa

dengan adanya kerjasama antar dukun dan petugas kesehatan dapat menurunkan

angka kematian.

Page 20: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

56

Pada saat persalinan diupayakan dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan

dan dukun hanya bersifat membantu bidan dalam menolong persalinan. Dalam

kerjasama ini dukun diberikan intensif bila merujuk ibu hamil dan bersalin ke

rumah sakit, dan dengan melibatkan dukun dalam membantu proses persalinan,

dukun tidak merasa tersingkirkan dan tetap bisa menjalin kerjasama dengan

petugas kesehatan khususnya bidan sehingga terjalin kemitraan.

Pada penelitian ini persalinan yang ditolong oleh dukun bukan merupakan

penyebab peningkatan risiko kematian secara langsung, akan tetapi adanya dukun

mempengaruhi keluarga dalam membuat keputusan dan pencapaian fasilitas

kesehatan dan pemilihan penolong persalinan. Pemilihan dukun beranak sebagai

penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain

dukun dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam

upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi

sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan

pelayanan kesehatan yang ada. Secara medis, penyebab klasik kematian ibu akibat

melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan).

Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat

berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering

terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik dan tepat, tetapi juga

karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga, dukun

dijadikan alternatife pemilihan penolong persalinan karena dekat denagn

masyarakat dan tidak menakuti. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan

oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Selain dari

Page 21: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

57

faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala

ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu

keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi

merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.

Di Pulau Lombok pertolongan persalinan oleh dukun tidak berpengaruh

secara langsung terhadap peningkatan risiko kemaatian ibu akibat perdarahan,

tetapi adanya dukun berpengaruh terdapat pengambilan keputusan oleh keluarga

karena pemilih penolong persalinan yang pertama dipilih adalah dukun dan

keterlambatan pengambilan keputusanlah yang mengakibatkan keterlambatan

mencapai fasilitas sehingga terjadi peningkatan risiko kematian.

6.5 Hubungan Waktu Tempuh ke Fasilitas dengan Kematian Ibu Akibat

Perdarahan

Sumarmo (2007) menyatakan bahwa biaya dan jarak sering berkaitan sebagai

bahan pertimbangan dalam mengakses pelayanan. Jarak yang jauh yang didukung

oleh ketidakmampuan untuk biaya transportasi mengakibatkan keluarga untuk

memutuskan mencari perawatan yang lebih dekat dan tersedia di sekitar mereka,

sehingga dukun menjadi pilihan ibu dan keluarga. Sebuah studi di Tanzania

mencatat bahwa 84 % wanita pedesaan memutuskan untuk melahirkan di rumah

karena masalah transportasi dan jarak (Cham et al, 2007).

Ketepatan waktu untuk mencapai fasilitas merupakan hal yang penting pada

pasien dengan perdarahan, karena pada pasien perdarahan pertolongan harus

diberikan sesegera mungkin. Apabila perdarahan terjadi di luar fasilitas

Page 22: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

58

kesehatan, ataupun pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang memiliki tenaga

yang kurang kompeten maka fasilitas rujukan harus dapat di capai secepat

mungkin. Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam

waktu kurang dari satu jam. Atoni uteri menjadi penyebab lebih dari 90%

perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran

(Kemenkes RI, 2008). Karena alasan ini pertolongan pada pasien perdarahan

harus diberikan dalam waktu kurang dari 1 jam, dan apabila terjadi diluar fasilitas

ibu harus mencapai fasilitas dalam waktu kurang dari 1 jam.

Waktu tempuh ke fasilitas sering terkait dengan keterlambatan mencapai

fasilitas, hal ini juga sering dipengaruhi oleh keterlambatan dalam memutuskan

untuk mencari pelayanan kesehatan. Dimana kendala geografi, kesulitan mencari

alat transportasi, sarana jalan dan alat transportasi yang tidak memenuhi syarat

sering menjadi kendala yang mengakibatkan lamanya mencapai fasilitas

kesehatan. Waktu tempuh yang jauh juga menjadi bahan pertimbangan yang sulit

bagi keluarga untuk memutuskan apakah akan mencari pusat pelayanan kesehatan

atau tidak. Keadaan ini diperberat oleh keluarga yang tidak mempunyai persiapan

menghadapi persalinan dan komplikasi termasuk persiapan transportasi. Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anggota keluarga baru

mencari alat transportasi setelah bidan menyarankan ibu untuk dirujuk (Cham et

al, 2008). Keterlambatan keluarga dalam mendapatkan alat transportasi

mengakibatkan keterlambatan dalam mencapai fasilitas yang mengakibatkan

keterlambatan bagi ibu untuk mendapatkan pertolongan sehingga risiko

kematian tidak dapat dihindarkan ( Cham et al, 2008).

Page 23: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

59

Beberapa hasil penelitian diatas sesuai dengen penelitian yang dilakukan di

Pulau Lombok yang menunjukkan bahwa waktu tempuh yang lebih dari 1 jam

mengakibatkan keterlambatan mencapai fasilitas dan memberikan pengaruh

terhadap risiko peningkatan kematian ibu. Waktu tempuh ke fasilitas dipengaruhi

oleh banyak faktor, disamping oleh faktor geografi, alasan ekonomi, ibu tidak

mempunyai wewenang untuk memutuskan apakah ia akan mencari fasilitas

pelayanan kesehatan atau tidak.

Waktu tempuh yang lebih dari 1 jam, di tambah dengan keterlambatan

memutuskan untuk mencari pertolongan mengakibatkan keterlambatan mencapai

fasilitas dan merupakan risiko yang meningkatkan terjadinya kematian terutama

pada ibu dengan perdarahan.

Di Pulau Lombok keputusan untuk mencari perawatan tidak dapat di

putuskan oleh keluarga sendiri akan tetapi di putuskan oleh keluarga besar,

sehingga meskipun ibu sudah mengalami komplikasi yang berat kalau keluarga

besar tidak setuju maka ibu akan tetap menunggu, sehingga keterlambatan

memutuskan mengakibatkan keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan,

meskipun ibu sudah dibawa ke fasilitas kesehatan akan tetapi keadaan tersebut

sudah terlambat.

Keterlambatan mencapai fasilitas juga sering terjadi akibat dari keengganan

bidan, perawat dan dokter untuk melayani pasien yang harus segera dikirim ke

fasilitas rujukan. Istilah “takut salah” seringkali disebutkan dan tampaknya

ketakutan itu mendadak muncul bila pasien akan di rujuk ke dokter spesialis

(WHO, 2007). Keadaan ini juga masih terjadi di beberapa fasilitas pelayanan

Page 24: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

60

kesehatan ditingkat dasar di Pulau Lombok, sehingga keterlambatan mencapai

fasilitas rujukan masih sering terjadi.

6.6 Hubungan Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

dengan Kematian Ibu Akibat Perdarahan

Menurut Laksmono (2008) Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K) merupakan suatu upaya kesehatan untuk menurunkan kasus

kematian akibat komplikasi pada ibu hamil, dalam hal ini bidan diharapkan dapat

membuat perencanaan persalinan disetiap pemeriksaan kehamilan atau antenatal

care ibu hamil.

Sesuai dengan Kemenkes RI (2008) tujuan dari program P4K adalah untuk

meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi

baru lahir, menghadapi komplikasi tanda dan bahaya kehamilan serta persalinan

sehingga melahirkan bayi dengan aman, selamat dan sehat serta terdatanya

seluruh ibu hamil dan terpasangnya stiker P4K dirumah ibu hamil.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara fungsi manajemen perencanaan persalinan bidan

desa dengan cakupan persalinan, yang berimplikasi terhadap penurunan angka

kematian ibu (Hulam Asri, 2004).

Hasil penelitian diatas juga didukung oleh hasil Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan bahwa Program Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) mampu menurunkan angka

kematian ibu di Indonesia yang masih tinggi.

Page 25: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

61

Berjalannnya program P4K yang berimplikasi terhadap penurunan kematian

ibu tentunya bisa terlaksana dengan dukungan semua pihak, baik dari lintas

program maupun lintas sektoral.

Di Pulau Lombok program P4K belum bisa berjalan secara maksimal. Hal ini

dilihat dari aplikasi program P4K yang berbentuk stiker yang ditempelkan di

rumah ibu – ibu hamil belum kita jumpai secara merata. Bahkan tokoh masyarakat

maupun lintas sektoral lain yang diharapkan sebagai motivator pelaksanaan

program inipun masih ada yang belum mengenal istilah P4K.

Tidak berjalannya program P4K ini disamping karena faktor budaya yang

masih melekat dimasyarakat Pulau Lombok dimana kehamilan itu bukanlah suatu

hal yang harus disebarkan, bahkan harus dirahasiakan, karena adanya kepercayaan

bahwa ibu hamil rawan oleh guna- guna, sehingga kalau orang tahu tentang

kehamilan menjadi ketakutan bagi ibu hamil dan keluarganya. Karena itulan stiker

yang diharapkan ditempel di rumah ibu disembunyikan bahkan suami tidak mau

membuat kesepakatan dengan ibu hamil untuk membuat kesepakatan perencanaan

persalinan tersebut.

Disamping itu juga selain dari faktor masyarakat bidan sebagai penggerak

utama juga tidak mensosialisasikan program P4K secara maksimal, dalam

membuat kartu perencanaan tidak melibatkan suami, bahkan langsung mengisi

kartu kesepakatan pada satu kali kunjungan dengan pertanyaan singkat tanpa

melalui diskusi yang bertahap, sehingga ibu hanya menerima kartu tanpa mengerti

makna kartu dan stiker yang ia tanda tangani tanpa keikutsertaan suami.

Page 26: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

62

Berdasarkan beberapa fakta tentang program P4K di Pulau Lombok tersebut

mengakibatkan tidak adanya pengaruh yang bermakna terhadap penurunan risiko

kematian ibu di Pulau Lombok.

6.7 Hubungan Persalinan Tanpa Pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III

dengan Kematian Ibu Akibat Perdarahan

Pada variabel manajemen aktif kala III, dikategorikan tanpa pelaksanaan

manajemen aktif kala III dan dengan melaksanakan manajemen aktif kala III yang

sesuai standar. Hasil analisis multivariat menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara ibu melahirkan tanpa pelaksanaan manajemen aktif kala III

dengan kematian ibu akibat perdarahan.

Manajemen aktif kala III merupakan intervensi yang direncanakan untuk

mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan

mencegah perdarahan postpasrtum dengan menghindari atonia uteri. Selanjutnya

ibu yang mendapatkan manajemen aktif kala III hanya sedikit yang mengalami

kehilangan darah dan rata-rata mengalami penurunan hemoglobin postpartum

lebih rendah dibanding dengan ibu yang mendapatkan manajemen rutin (Fenton et

al. 2005). Penelitian Fenton di perkuat oleh Varney et al. (2008) menyatakan bahwa

kepatuhan bidan terhadap standar manajemen aktif kala tiga dapat mencegah

terjadinya perdarahan pada kala tiga, selain itu juga dapat mencegah terjadinya

inversio uterus serta syok yang mengancam jiwa sehingga risiko kematian menjadi

lebih besar.

Page 27: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

63

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian lain yaitu, Bibi et al.

(2006) mengemukakan bahwa perdarahan postpartum dapat dicegah dengan

menghindari induksi persalinan yang tidak diperlukan, mengidentifikasi risiko

tinggi menggunakan standar penanganan kala III, diperkuat oleh Rogers et al.

(1998) mengemukakan bahwa manajemen aktif kala III terbukti mengurangi

kejadian perdarahan postpartum, mengurangi kejadian pemberian transfusi darah,

mengurangi penggunaan obat-obatan untuk mengatasi komplikasi pasca

persalinan dan mengurangi kejadian kala III yang memanjang dibandingkan

dengan manajemen menunggu/ekspektatif yang masih banyak dikerjakan di

negara berkembang termasuk Indonesia.

Beberapa hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan di

Pulau Lombok dimana pertolongan persalinan tanpa manajemen aktif kala III

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan risiko kematian ibu.

Beberapa faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya manajemen aktif kala III

antara lain kepatuhan bidan yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pelatihan yang

pernah diikuti oleh penolong persalinan, tempat pertolongan persalinan,

disamping itu pula di Pulau Lombok masih ada pertolongan persalinan yang

dilakukan oleh dukun. Keadaan yang terjadi di Pulau Lombok ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Sumantri et al (2004) yang meneliti tentang faktor –

faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan manajemen aktif kala III oleh

bidan dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Klaten. Dari penelitian ini di

dapat ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, pelatihan dan tempat

pertolongan persalinan terhadap pelaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan.

Page 28: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

64

Pelaksanaan manajemen aktif kala III juga tergantung pada tersedianya obat –

obat utrotonika, alat suntik dan jarum serta hadirnya tenaga terlatih pada saat

persalinan. Di negara – negara berkembang, hanya separuh dari jumlah ibu hamil

yang melahirkan dengan bantuan bidan, dan hanya 40 persen melahirkan di rumah

sakit atau puskesmas ( WHO,1999). Di lokasi penelitian di Pulau Lombok

keadaan seperti ini juga masih terjadi dimana obat-obatan dan alat di beberapa

tempat belum memenuhi standar, begitu juga dengan bidan sebagai penolong

persalinan belum semua mengikuti pelatihan APN.

6.8 Hubungan Manajemen Pertolongan Pada Pasien Perdarahan dengan

Kematian Ibu Akibat Perdarahan

Pada variabel manajemen pertolongan pasien dengan perdarahan, hasil uji

multivariat menunjukkan bahwa risiko kematian ibu melahirkan akibat

perdarahan pada ibu tanpa manajemen pertolongan pasien dengan perdarahan

yang tidak sesuai standar memiliki risiko sebesar 7,96 kali lipat lebih besar

daripada pasien perdarahan dengan manajemen pertolongan yang sesuai standar.

Kemampuan petugas menjadi salah satu faktor penentu yang sangat

mempengaruhi kelangsungan hidup pasien dengan perdarahan, dimana tenaga

yang kurang terampil tidak mampu memberikan pertolongan sesuai dengan

standar minimal yang seharusnya. Keterampilan penolong persalinan yang kurang

juga merupakan salah satu penyebab masyarakat tidak mengkases fasilitas

pelayanan kesehatan.

Page 29: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

65

Harvey at al. (2007), menyatakan bahwa keterampilan penolong

didefinisikan sebagai penolong terampil dalam melakukan pertolongan selama

masa persalinan, dan pada periode awal setelah persalinan, serta dapat mencegah

kematian, walaupun dalam menentukan hubungan penyebab antara penolong

terampil dengan kematian ibu bersalin masih menjadi masalah.

Keputusan keluarga untuk mencari layanan disamping dIpengaruhi oleh

keterampilan dan kualitas layanan yang diberikan oleh petugas juga tidak terlepas

dari tersedianya fasilitas yang memadai. Menurut Depkes (2001), tersedianya

fasilitas dan kemampuan petugas memadai, kepatuhan petugas terhadap prosedur

kerja maka pelayanan kesehatan yang optimal akan tercapai. Saifudin (2000)

menyatakan bahwa petugas kesehatan terampil mampu memberikan pertolongan

pertama pada kegawatdaruratan obstetri neonatal (Saifuddin, 2000).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Sullivan dan Gaffriksin (1997),

dikatakan terampil apabila bidan dan dokter yang telah dilatih akan mengetahui

langkah dan urutan yang dibutuhkan dalam melaksanakan suatu prosedur,

dikatakan kompeten bila mampu melaksanakan tahap-tahap yang ada dengan

benar sebanyak 100 persen.

Shaheen dan Hassan (2006) meneliti tentang Postpartum haemorrhage: a

preventable cause of maternal mortality mengemukakan bahwa luaran maternal yang

baik adalah dengan memberikan pelayanan selama persalinan, pada masa postnatal

dan melaksanakan manajemen komplikasi serta mengetahui faktor-faktor risiko

sehingga tidak terjadi perdarahan postpartum. Dengan penanganan terhadap

komplikasi sesuai standar maka risiko kematian dapat dihindarkan.

Page 30: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

66

D'Ambruoso et al (2005) melakukan penelitian yang berjudul Please

understand when I cry out in pain : women’s accounts of maternity services

during labour and delivery in Ghana. Penelitian ini dengan metode kualitatif

untuk mengetahui persepsi ibu bersalin terhadap pelayanan yang diberikan oleh

petugas selama persalinan. Hasil penelitian menyatakan bahwa sikap petugas

yang ramah, rasa kepedulian dan dekat dengan klien sangat mempengaruhi

tingkat kepuasan pasien dan mempengaruhi keputusan pasien untuk memutuskan

mengakses perawatan yang berkualitas.

Keadaan yang sama juga terjadi di Pulau Lombok dimana masih terdapat

pertolongan pada perdarahan yang tidak sesuai standar. Hal ini dipengaruhi

banyak faktor baik dari sumber daya penolong persalinan maupun sarana dan

prasarana di fasilitas rujukan terutama untuk kasus rujukan obstetri. Begitu juga

dengan sikap petugas di beberapa rumah sakit maupun pusat pelayanan kesehatan

yang kurang ramah dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Sumber daya manusia terutama bidan yang bertugas baik di tingkat pelayanan

dasar maupun rujukan belum semua memiliki kompetensi dalam memberikan

pertolongan pada pasien dengan perdarahan. Pelatihan kegawatdaruratan maupun

pelatihan-pelatihan yang lain khususnya bagi bidan masih sangat terbatas dan

menunggu program dari Dinas Kesehatan. Disamping sarana pelayanan rujukan di

lini pertama seperti puskesmas belum memenuhi kriteria yang layak baik dari segi

tenaga maupun fasilitas dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan. Hal

ini dilihat dari jumlah puskesmas yang ada di Pulau Lombok tidak semua mampu

melaksanakan PONED. Dan tidak semua bidan desa menempati polindes selama

Page 31: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

67

24 jam, sehingga dari segi sarana dan prasarana masih banyak terdapat

kekurangan.

Dari hasil penelitian terbukti ada tiga variabel yang signifikan terhadap

peningkatan risiko kematian ibu akibat perdarahan. Ketiga variabel ini

meningkatkan risiko peningkatan kematian ibu akibat perdarahan sebesar 75,5%

6.9 Keterbatasan Penelitian

1. Recall bias

Karena penelitian ini menggunakan data skunder, banyak hambatan yang

ditemukan terutama pada saat pengambilan data, dimana data yang

diperoleh sering tidak konsisten antara pernyataan yang diungkapkan oleh

petugas/penolong dengan catatan riwayat persalinan dan hasil otopsi yang

ada.

2. Interview bias

Interview bias adalah kesalahan dalam melakukan wawancara. Kesalahan

ini akan terjadi bila pewawancara kurang jelas dalam memberikan

pertanyaan, sehingga responden menjadi salah dalam menafsirkannya. Cara

untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pelatihan pada pewawancara

dan peneliti berupaya untuk membuat dan menyusun pertanyaan –

pertanyaan dengan kalimat – kalimat yang sederhana dan mudah dipahami

baik oleh responden maupun pewawancara sendiri.

3. Mengingat kompleksnya faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian

kematian ibu, maka variabel penelitian yang dipilih untuk diketahui

Page 32: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

68

pengaruhnya terhadap kematian ibu kemungkinan belum dapat

menggambarkan secara keseluruhan permasalahan yang ada.

4. Area penelitian yang cukup luas yaitu pada Lima Kabupaten mengakibatkan

kesulitan peneliti menjangkau lokasi penelitian dan membutuhkan biaya

yang cukup tinggi.

Page 33: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

69

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Setelah dilakukan penelitian tentang bebarapa faktor yang meningkatkan

risiko kematian ibu akibat perdarahan studi kasus kontrol di Pulau Lombok

Provinsi Nusa Tenggara, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak tersedianya biaya tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap

kematian ibu akibat perdarahan, tetapi berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan dalam pemilihan penolong persalinan dan ketepatan waktu mencapai

fasilitas.

2. Pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terbukti meningkatkan

risiko kematian ibu akibat perdarahan.

3. Terbukti bahwa waktu tempuh ke fasilitas yang lebih dari 1 jam meningkatkan

risiko peningkatan kematian ibu sebesar 3 kali dibandingkan dengan waktu

tempuh yang kurang dari 1 jam dengan nilai p= 0,037.

4. Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi tidak terbukti

meningkatkan risiko kematian ibu akibat perdarahan.

5. Persalinan tanpa manajemen aktif kala III terbukti meningkatkan risiko

kematian ibu akibat perdarahan sebesar 6,6 kali lebih besar dibandingkan

dengan pelaksanaan manajemen aktif kala III dengan nilai p= 0,002.

6. Pertolongan perdarahan yang tidak sesuai standar terbukti meningkatkan risiko

kematian ibu akibat perdarahan sebesar 7,9 kali lebih besar dibandingkan

Page 34: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

70

dengan pertolongan pada pasien perdarahan yang sesuai standar dengan nilai

p=0,002

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka disarankan :

1. Program jaminan pembiayan kesehatan seperti JAMKESMAS dan

JAMPERSAL hendaknya dapat dipertahankan terutama bagi masyarakat

kurang mampu sehingga masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan baik

pada tingkat dasar maupun rujukan, dan peningkatan peran serta masyarakat

melalui tabulin dan ambulan desa terutama pada kasus gawat darurat.

2. Mempertahankan dan meningkatkan program kemitraan bidan dukun sehingga

kerjasama bidan dukun dapat terjalin baik dan persalinan dukun dapat ditekan,

peningkatan pengetahuan dukun tentang identifikasi faktor risiko kehamilan

dan persalinan serta rujukan.

3. Mendekatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti operasional semua

Poskesdes di setiap desa/kelurahan dengan tenaga bidan yang mampu

melayani selama 24 jam. Peningkatan sarana transportasi melalui ambulan

desa dengan mengoptimalkan berbagai program yang sudah ada seperti desa

siaga, P4K dan lain – lain.

4. Mengoptimalkan program P4K agar persalinan dapat dipersiapkan seoptimal

mungkin.

Page 35: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

71

5. Diupayakan peningkatan kepatuhan bidan dan staf kilinik yang lain dalam

pelaksanaan manajemen aktif kala III melalui penyeliaan dan evaluasi secara

berkala dan berkesinambungan.

6. Hendaknya diupayakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui

pelatihan praktis yang berbasis kompetensi. kelengkapan obat- obatan

terutama obat – obat kedaruratan baik di sarana pelayanan kesehatan dasar

maupun di tingkat rujukan. Peningkatan status puskesmas yang belum mampu

PONED menjadi puskesmas mampu PONED dan rumah sakit PONEK.

Page 36: BEBERAPA FAKTOR DETERMINAN YANG MENINGKATKAN

72