analisis dari differential diagnosis-skenario 4
TRANSCRIPT
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
I. Fraktur Nasal
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Jadi, fraktur nasal merupakan rusak atau terganggunya kesatuan dari tulang-
tulang hidung.
Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika
disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah
biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera leher
atau kepala.
A. Gejala Klinis
Bentuk hidung berubah
Epiktasis/keluar darah dari hidung
Krepitasi yaitu teraba tulang yang pecah
Hidung serta daerah sekitarnya bengkak
B. Pemeriksaan Fisik
Pada fraktur nasal pada pemeriksaannya didapatkan epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung ,dan anosmia. Serta, pada palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema
sukutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Rhinoskopi Anterior
Pada rhinoskopi anterior didapatkan deformitas pada hidung, deviasi septum nasi dan
nyeri tekan hidung.
b. Water Positions
dari pemeriksaan water positions, pada foto anteroposterior, foto nasale lateral
didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak
pembesaran chonca nasalis bilateral.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologis diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa.
Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli
klinis sering salah dalam mengintrepretasikan sutura normal sebagai fraktur yang
disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis
seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi
dapat mengindikasikan adanya fraktur nasal.
II. Fraktur Basis Cranii
Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Fraktur
basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior,
fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.
A. Gejala Klinis
Gambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis periorbita
(racoon eyes), ekimosis retroauricular ( Battle’s sign), dan kebocoran cairan serebrospinal
(dapat diidentifikasi dari kandungan glukosanya) dari telinga dan hidung. Parese nervus
cranialis (nervus I, II, III, IV, VII dan VIII dalam berbagai kombinasi) juga dapat terjadi.
B. Pemeriksaan Fisik
Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis yang lengkap dan
mekanisme trauma. Trauma pada kepala dapat menyebabkan gangguan neurologis dan
mungkin memerlukan tindak lanjut medis yang lebih jauh. Alasan kecurigaan adanya
suatu fraktur cranium atau cedera penetrasi antara lain :
Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung
Keluar darah atau cairan jernih dari telinga
Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya trauma pada mata (panda eyes)
Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s sign)
Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi
Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan neurologis lengkap, pemeriksaan
darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid (yang sesuai seperti pada fraktur terbuka
tulang tengkorak), pemeriksaan yang paling menunjang untuk diagnosa satu fraktur
adalah pemeriksaan radiologi.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Rontgen
Sejak ditemukannya CT-scan, maka penggunaan foto Rontgen cranium
dianggap kurang optimal. Dengan pengecualian untuk kasus-kasus tertentu seperti
fraktur pada vertex yang mungkin lolos dari CT-can dan dapat dideteksi dengan
foto polos maka CT-scan dianggap lebih menguntungkan daripada foto Rontgen
kepala.
Di daerah pedalaman dimana CT-scan tidak tersedia, maka foto polos x-ray
dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Diperlukan foto posisi AP, lateral,
Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang mengalami benturan untuk
menunjukkan suatu fraktur depresi. Foto polos cranium dapat menunjukkan
adanya fraktur, lesi osteolitik atau osteoblastik, atau pneumosefal. Foto polos
tulang belakang digunakan untuk menilai adanya fraktur, pembengkakan jaringan
lunak, deformitas tulang belakang, dan proses-proses osteolitik atau osteoblastik.
2) CT-Scan
CT-Scan adalah kriteria modalitas standar untuk menunjang diagnosa
fraktur pada cranium. Potongan slice tipis pada bone windows hingga ketebalan 1-
1,5 mm, dengan rekonstruksi sagital berguna dalam menilai cedera yang terjadi.
CT scan Helical sangat membantu untuk penilaian fraktur condylar occipital,
tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan.
3) MRI (Magnetic Resonance Angiography)
bernilai sebagai pemeriksaan penunjang tambahan terutama untuk
kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. Cedera pada tulang jauh
lebih baik diperiksa dengan menggunakan CT scan. MRI memberikan pencitraan
jaringan lunak yang lebih baik dibanding CT scan.
c. Pemeriksaan Lainnya
Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran
CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan
mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan menunjukkan gambaran
seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign.
Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan
dengan mengukur transferrin