analisis dampak sosial dalam perencanaan …

20
ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN: RENCANA REVITALISASI PASAR WATES WETAN, RANUYOSO, LUMAJANG Putri Nadiyatul Firdausi 1 Artikel ini membahas potensi dampak sosial dari suatu perencanaan pembangunan. Analisis dampak sosial merupakan komponen penting namun sering diabaikan dalam perencanaan pembangunan. Aspek sosial dapat menjadi pemicu gagalnya pencapaian tujuan pembangunan, khususnya dalam hal pemanfaatan. Hal ini terjadi pada kasus revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang. Revitalisasi yang telah dilakukan beberapa kali di Pasar Wates Wetan belum dapat menyelesaikan masalah kemacetan yang diakibatkan oleh aktivitas jual-beli yang meluber hingga ke bahu jalan provinsi. Komunitas pedagang menolak dipindahkan atau sekadar bersikap disiplin dan kooperatif terhadap aturan yang sudah ada. Tahun 2017, pemerintah kembali merencanakan revitalisasi Pasar Wates Wetan untuk meningkatkan daya tampung pasar dengan membangun pasar 2 lantai. Dengan melihat riwayat penyebab gagalnya revitalisasi di tahun-tahun sebelumnya, penting untuk dilakukan analisis dampak sosial kali ini. Dengan mengetahui potensi dampak sosial, pemerintah dapat melakukan evaluasi ( ex-ante) dan antisipasi dini agar rencana revitalisasi kali ini dapat menuai keberhasilan. Berbeda dengan penelitian dampak yang dilakukan saat pembangunan telah selesai, penelitian ini dilakukan saat pembangunan berada pada tahap perencanaan. Dengan demikian analisis yang dilakukan bersifat prediktif. Untuk meningkatkan akurasi prediksi dampak, analisis dampak dilakukan dengan pendekatan partisipatif bersama komunitas pedagang pasar dan para pemangku kepentingan yang terlibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan berpotensi memunculkan dampak sosial berupa konflik, kenaikan jumlah pedagang yang tidak terkendali (over capacity), tidak selesainya permasalahan kemacetan, penurunan pendapatan, perubahan kesempatan kerja, perubahan pada level individu dan keluarga, serta perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas. Kata kunci: analisis dampak sosial, revitalisasi pasar, partisipasi warga This article is a social impact analysis (SIA) of a development planning. Although SIA is an important part of development planning, many people often ignored it. Social aspect could trigger the achievement of development goals to failure, especially in terms of utilization. It happened in the case of the revitalization of Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang. The revitalization that had been done several times did not solve traffic congestion problem caused by the buying and selling activities spilling over the roadside. The merchant community refused to move or simply be 1 Peneliti independen. Email: [email protected]. © Putri Nadiyatul Firdausi, 2018 Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, Vol. 1, No. 2, 2018, hlm. 173-191. Cara mengutip artikel ini, mengacu gaya selikung American Sociological Association (ASA): Firdausi, Putri Nadiyatul. 2018. “Analisis Dampak Sosial Perencanaan Revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang,” Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya 1(2):173-191. DOI:10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2018.001.2.05

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN: RENCANA REVITALISASI PASAR WATES WETAN, RANUYOSO, LUMAJANG

Putri Nadiyatul Firdausi1

Artikel ini membahas potensi dampak sosial dari suatu perencanaan pembangunan. Analisis dampak sosial merupakan komponen penting namun sering diabaikan dalam perencanaan pembangunan. Aspek sosial dapat menjadi pemicu gagalnya pencapaian tujuan pembangunan, khususnya dalam hal pemanfaatan. Hal ini terjadi pada kasus revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang. Revitalisasi yang telah dilakukan beberapa kali di Pasar Wates Wetan belum dapat menyelesaikan masalah kemacetan yang diakibatkan oleh aktivitas jual-beli yang meluber hingga ke bahu jalan provinsi. Komunitas pedagang menolak dipindahkan atau sekadar bersikap disiplin dan kooperatif terhadap aturan yang sudah ada. Tahun 2017, pemerintah kembali merencanakan revitalisasi Pasar Wates Wetan untuk meningkatkan daya tampung pasar dengan membangun pasar 2 lantai. Dengan melihat riwayat penyebab gagalnya revitalisasi di tahun-tahun sebelumnya, penting untuk dilakukan analisis dampak sosial kali ini. Dengan mengetahui potensi dampak sosial, pemerintah dapat melakukan evaluasi (ex-ante) dan antisipasi dini agar rencana revitalisasi kali ini dapat menuai keberhasilan. Berbeda dengan penelitian dampak yang dilakukan saat pembangunan telah selesai, penelitian ini dilakukan saat pembangunan berada pada tahap perencanaan. Dengan demikian analisis yang dilakukan bersifat prediktif. Untuk meningkatkan akurasi prediksi dampak, analisis dampak dilakukan dengan pendekatan partisipatif bersama komunitas pedagang pasar dan para pemangku kepentingan yang terlibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan berpotensi memunculkan dampak sosial berupa konflik, kenaikan jumlah pedagang yang tidak terkendali (over capacity), tidak selesainya permasalahan kemacetan, penurunan pendapatan, perubahan kesempatan kerja, perubahan pada level individu dan keluarga, serta perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas. Kata kunci: analisis dampak sosial, revitalisasi pasar, partisipasi warga This article is a social impact analysis (SIA) of a development planning. Although SIA is an important part of development planning, many people often ignored it. Social aspect could trigger the achievement of development goals to failure, especially in terms of utilization. It happened in the case of the revitalization of Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang. The revitalization that had been done several times did not solve traffic congestion problem caused by the buying and selling activities spilling over the roadside. The merchant community refused to move or simply be

1 Peneliti independen. Email: [email protected]. © Putri Nadiyatul Firdausi, 2018 Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, Vol. 1, No. 2, 2018, hlm. 173-191. Cara mengutip artikel ini, mengacu gaya selikung American Sociological Association (ASA): Firdausi, Putri Nadiyatul. 2018. “Analisis Dampak Sosial Perencanaan Revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang,” Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya 1(2):173-191. DOI:10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2018.001.2.05

Page 2: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

174 Firdausi

cooperative with existing rules. In 2017, another plan to revitalize the market was released to increase its capacity by constructing a 2-storey marketplace. By looking at the failure history of market revitalization in previous years, it is important to take a social impact analysis into market this new plan. By knowing social potent, the government can do an ex-ante evaluation and anticipation to avoid another failure. To improve the accuracy of impact predictions, SIA is conducted with a participatory approach with the merchant community and various stakeholders. The result shows that the market revitalization plan has potential to generate various social impacts, such as conflict, the unpredictable increase of the number of traders which could lead to overcapacity, unsolved congestion problems, decreasing income, changes in employment opportunities, changes in individual and family levels, and changes in the infrastructure needs of community. Keywords: social impact analysis, market revitalization, public participation

Analisis dampak merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah perencanaan pembangunan. Hal ini terkait langsung dengan tercapai-tidaknya tujuan pembangunan dan bermanfaat-tidaknya hasil dari pembangunan. Studi mengenai analisis dampak dimulai pada tahun 1969. Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon menandatangani National Environmental Policy Act (NEPA) yang di dalamnya terdapat aturan kewajiban penyertaan dokumen analisis dampak lingkungan dalam perencanaan pembangunan beserta tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan dampak-dampak yang berpotensi muncul (Burdge, 1998). Lebih detail, Burdge (1998) menjabarkan poin analisis dampak lingkungan yang harus ada meliputi: dampak fisik, budaya, dan lingkungan masyarakat. Analisis dampak sosial dengan demikian menjadi salah satu bagian dari analisis dampak lingkungan. Dalam implementasinya, analisis dampak lingkungan (amdal) dinilai kurang mampu memberi gambaran dampak sosial secara lebih mendalam sehingga kemudian dokumen analisis terhadap dampak sosial berkembang dan terpisah dengan analisis dampak lingkungan. Studi terhadap analisis dampak sosial semakin berkembang seiring munculnya kesadaran bahwa masyarakat merupakan inti dari tujuan pembangunan. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak perencanaan pembangunan yang tidak memperhitungkan dampak sosial

Di Indonesia, khususnya, penyertaan dokumen analisis dampak sosial cenderung diabaikan sehingga tidak jarang ditemui kasus kegagalan pembangunan karena muncul dampak-dampak sosial di masyarakat yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Penelitian Ferlan dan Harto (2013) di Pasar Cik Puan, Pekanbaru memperlihatkan ketidakmatangan pemerintah daerah setempat dalam merencanakan revitalisasi Pasar Cik Puan berdampak pada kegagalan revitalisasi. Revitalisasi pasar harus terhenti di tengah jalan karena beberapa kendala yang ditemui yaitu ketidakjelasan status kepemilikan lahan pasar, ketidaksiapan penampungan sementara pedagang, dan permasalahan dengan investor. Hal ini berdampak pada terlantarnya para pedagang di sejumlah titik penampungan dan bangunan pasar yang baru disalahgunakan warga untuk berbuat tidak senonoh. Penelitian Ayuningsasi (2011) terhadap Pasar Tradisional Sudha Merta, Desa Sidakarya, Denpasar menyebutkan bahwa revitalisasi berdampak pada penurunan pendapatan pedagang karena lokasi dagangan yang tidak strategis. Isu mengenai tata ruang

Page 3: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 175

memang merupakan isu yang paling umum dan banyak dibahas dalam revitalisasi pasar. Pedagang akan saling berebut lokasi yang dianggap paling strategis. Hal ini perlu menjadi perhatian perencana pembangunan agar hasil revitalisasi tidak menimbulkan potensi konflik akibat perebutan ruang.

Pasar Wates Wetan merupakan salah satu pasar di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang hingga kini masih mengalami kendala dalam upaya revitalisasi. Upaya perbaikan fasilitas pasar tersebut sebagai implementasi program revitalisasi dimulai sejak tahun 2007. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lumajang melakukan perencanaan hingga pelaksanaan relokasi pasar dengan menyediakan lahan baru pada tahun 2007. Upaya ini tidak berhasil karena pedagang tidak bersedia untuk pindah. Pada tahun 2012, pasar mengalami kebakaran sehingga sebagian kios penjual rata dengan tanah dan tahun 2014 pasar tersebut direvitalisasi dengan mendirikan bangunan pasar berupa los yang tidak jauh dari lokasi kebakaran, membangun beberapa bedak di belakang bangunan los, dan membangun jalan lingkar pasar agar pengepul tidak menumpuk di jalan provinsi. Pada tahun 2017, Pemkab Lumajang kembali merencanakan usaha revitalisasi Pasar Wates Wetan untuk meningkatkan daya tampung dengan membangun bangunan pasar 2 (dua) lantai. Melihat riwayat penyebab gagalnya revitalisasi di tahun-tahun sebelumnya, menjadi penting untuk melakukan analisis dampak sosial terhadap rencana revitalisasi pasar sebagai salah satu bahan evaluasi bagi pemerintah daerah. Bagaimana potensi dampak sosial dari perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang?

Perubahan Sosial dan Analisis Dampak Sosial Perencanaan revitalisasi terhadap Pasar Wates Wetan dari tahun ke tahun merupakan

agenda yang dimaksudkan untuk mengubah wajah pasar tersebut yang terkesan semrawut sehingga aktivitasnya menyebabkan kemacetan jalan. Perubahan yang direncanakan melalui agenda revitalisasi ini merupakan salah satu bentuk perubahan sosial. Kanto (2006) mendefinisikan perubahan sosial sebagai proses perubahan dalam berbagai aspek sosial dalam kehidupan masyarakat yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Pada kasus Pasar Wates Wetan, perencanaan revitalisasi diagendakan untuk mengubah kebiasaan pedagang yang menganggap wajar aktivitas jual-beli di jalan (kultur “pasar tumpah”). Dengan direvitalisasinya pasar menjadi lebih luas dan lebih baik, ada harapan agar pedagang mau untuk secara tertib dan disiplin berjualan di dalam pasar. Harapan perubahan perilaku berjualan tertib dengan adanya revitalisasi ini merupakan sebuah usaha melakukan perubahan sosial, yaitu perubahan pola perilaku.

Perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dapat dipastikan akan selalu terjadi. Kanto (2006) menjelaskan bahwa dinamika perubahan sosial yang terjadi di masyarakat umumnya dipengaruhi faktor penyebab, faktor pendorong, dan faktor penghambat yang pada gilirannya akan menghasilkan dampak perubahan sosial dalam masyarakat. Dampak

Page 4: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

176 Firdausi dari proses terjadinya perubahan sosial ini yang kemudian menjadi fokus artikel ini. Artikel ini akan membahas bagaimana perencanaan perubahan kondisi pasar (dengan revitalisasi) berisiko memunculkan dampak-dampak sosial yang apabila tidak ditindaklanjuti dapat berakibat pada kegagalan pembangunan itu sendiri.

Konsep perubahan mencakup tiga pemahaman dasar, yaitu: (a) adanya perbedaan, (b) yang merupakan perubahan antar waktu, dan (c) dari satu keadaan ke keadaan berikutnya dalam sistem yang sama (Kolopaking, dkk. 2003). Perubahan sosial juga dipahami sebagai gejala yang netral yang dapat berupa gerak maju atau mundur. Dengan melihat gerakan atau arah perubahan, perubahan sosial dapat dibedakan menjadi perubahan sosial yang tidak terencana (identik dengan gerak mundur) dan perubahan terencana yang lebih dikenal sebagai pembangunan (gerak maju). Pembangunan, menurut Ketz (1965, dalam Mondry (2006), merupakan perubahan besar-besaran suatu bangsa, memiliki implikasi yang sangat luas, berkaitan dengan agen perubahan, kekuasaan, serta sumber daya yang dimiliki, dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Senada dengan Ketz, Vago (2003) mengaitkan pembangunan dengan agen perubahan. Vago (2003:358) mengutip definisi perubahan sosial direncanakan (planned social change) yang dirumuskan Bennis, Benne, dan Chin (1985), sebagai “deliberate, conscious, and collaborative efforts by change agents to improve the operations of social systems.”

Revitalisasi yang dilakukan terhadap Pasar Wates Wetan merupakan bentuk perubahan sosial dengan gerak maju (pembangunan). Hal ini terlihat dari tujuan dari perubahan yang menginginkan terjadinya pergerakan maju dari kondisi pasar saat ini. Pembangunan pasar dengan program revitalisasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada di Pasar Wates Wetan terutama terkait kemacetan yang muncul akibat beroperasinya pasar.

Merujuk pada pembahasan penilaian dampak sosial Forest-Trends (2012), dampak sosial dimaknai sebagai dampak-dampak yang mencakup semua konsekuensi sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia tertentu yang diakibatkan setiap tindakan publik atau swasta yang mengubah cara-cara bagaimana orang menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan satu sama lain. mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup mereka, dan secara umum berupaya menjadi anggota masyarakat yang layak. Tujuan utama dari penilaian dampak sosial adalah untuk mewujudkan suatu lingkungan biofisik dan kondisi manusia yang berkelanjutan dan layak. Forest-Trends sebagai salah satu LSM yang bergerak di isu kehutanan menyadari bahwa masyarakat merupakan bagian dari pembangunan sehingga untuk dapat memprediksi berhasil-tidaknya pembangunan adalah dengan melihat kemungkinan dampak positif dan negatif dari pembangunan itu sendiri terhadap masyarakat.

Studi mengenai analisis dampak dimulai tahun 1969 (Burdge 1998). Poin-poin analisis dampak lingkungan yang diharuskan ada meliputi dampak fisik, budaya, dan lingkungan masyarakat. Analisis dampak sosial dengan demikian menjadi salah satu bagian dari analisis

Page 5: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 177

dampak lingkungan. Dalam implementasinya, analisis dampak lingkungan dinilai kurang mampu memberi gambaran dampak sosial secara lebih mendalam sehingga kemudian dokumen analisis terhadap dampak sosial berkembang dan terpisah dengan analisis dampak lingkungan.

Burdge (1998) mengusulkan beberapa variabel analisis dampak sosial sebagai berikut: pertama, dampak populasi, yang dapat dinilai dari perubahan populasi, arus keluar-masuk pekerja, kenaikan dan penurunan populasi musiman, relokasi individu dan keluarga, peredaan umur, gender, serta ras dan komposisi etnis. Kedua, dampak terhadap susunan komunitas yang dapat dilihat dari sikap masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan, kemunculan kelompok kepentingan yang memosisikan diri mendukung atau menolak rencana pembangunan, perubahan jumlah dan struktur pemerintahan daerah, adanya perencanaan dan penempatan wilayah dalam rencana pembangunan, diversifikasi industri, peningkatan kesenjangan ekonomi, ketidakadilan terhadap kelompok minoritas, dan perubahan kesempatan kerja. Ketiga, dampak konflik dapat dilihat dari kehadiran agensi luar, kemunculan kelas sosial baru, perubahan fokus komersial/industri dalam komunitas, dan kehadiran penduduk musiman saat akhir pekan. Keempat, dampak individu dan keluarga dapat dilihat dari gangguan perubahan dalam pola kehidupan sehari-hari, perbedaan dalam praktik keagamaan, perubahan dalam struktur keluarga, perubahan dalam struktur jaringan sosial, persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan, dan perubahan kesempatan waktu luang. Kelima, dampak terhadap kebutuhan infrastruktur komunitas dilihat dari perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas itu sendiri, akuisisi lahan, dan efek terhadap budaya, sejarah, dan arkeologi. Beberapa potensi dampak sosial tersebut muncul dalam kasus perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan, khususnya potensi konflik yang disebabkan adanya anggapan tentang ketidakadilan pembagian lapak kelompok pedagang tertentu.

Deutsch, Coleman & Marcus (2006) memaparkan tentang bagaimana konflik dapat muncul dari perasaan ketidakadilan dalam sebuah masyarakat. Dalam membahas ketidakadilan, perlu dibahas juga tentang penindasan yaitu pengalaman ketidakadilan yang berulang, meluas, dan sistemik. Deutsch dkk. menggunakan istilah Harvey (1999) tentang “penindasan beradab” untuk menggambarkan proses penindasan dalam kehidupan normal sehari-hari. Penindasan ini tertanam dalam norma-norma, kebiasaan, dan simbol yang tidak dipertanyakan, dalam asumsi yang mendasari lembaga dan aturan, dan konsekuensi kolektif mengikuti aturan-aturan tersebut.

Deutsch dkk. menjabarkan 6 (enam) jenis ketidakadilan yang terkait dengan penindasan yang berpotensi memunculkan konflik. Pertama, ketidakadilan distributif, berkaitan dengan kriteria yang menyebabkan Anda merasa Anda tidak menerima hasil yang adil. Anak menerima bagian yang tidak adil dari kue yang dibagikan. Kedua, ketidakadilan prosedural, berkaitan dengan perlakuan yang tidak adil dalam membuat dan melaksanakan keputusan yang menentukan hasilnya. Apakah politisi diperlakukan dengan tidak manusiawi dan hormat? Apakah ia kalah dalam pemilihan secara tidak adil? Ketiga, rasa ketidakadilan yang berfokus pada apa faktor-faktor yang menentukan apakah suatu ketidakadilan dialami seperti itu. Jika

Page 6: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

178 Firdausi istri mengerjakan lebih dari bagiannya yang adil dari pekerjaan rumah tangga, apa yang akan menentukan apakah ia merasa itu adil atau tidak adil? Keempat, ketidakadilan retributif dan reparatif yang berkaitan dengan bagaimana menanggapi pelanggaran norma-norma moral dan bagaimana memperbaiki komunitas moral yang telah dilanggar (misalnya, dalam kasus diskriminasi pekerjaan terhadap pelamar karena ras). Kelima, eksklusi moral atau lingkup ketidakadilan, berkaitan dengan siapa yang termasuk dalam komunitas moral dan siapa yang dianggap berhak untuk hasil yang adil dan perlakuan yang adil. Keenam, imperialisme budaya terjadi ketika kelompok yang dominan memaksakan nilai-nilai, norma, dan adat-istiadat mereka kepada kelompok subordinat sehingga anggota subordinat ini mendapati diri mereka ditentukan oleh kaum dominan.

Dalam kasus analisis dampak sosial perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan, pembahasan mengenai potensi konflik banyak muncul. Potensi konflik dalam kasus ini muncul sebagai akibat dari pembagian lokasi lapak yang dianggap oleh sebagian kelompok pedagang merugikan dan tidak adil bagi mereka. Potensi konflik yang muncul di komunitas pedagang Pasar Wates Wetan dilatarbelakangi oleh “perasaan tidak adil” yang dialami kelompok pedagang tertentu. Hal ini yang kemudian harus menjadi perhatian pemerintah agar dapat melakukan pencegahan terhadap kemungkinan munculnya dampak sosial berupa konflik di masa yang akan datang.

Metode Penelitian Penelitian analisis dampak sosial rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan merupakan

penelitian kualitatif dengan pendekatan partisipatif mengadaptasi dari metode analisis dampak sosial versi Forest Trends yang telah lebih dahulu mengimplementasikan metode penelitian penilaian dampak sosial dengan pendekatan partisipatif bersama masyarakat terdampak. Penelitian dilakukan pada pertengahan 2017 saat revitalisasi Pasar Wates Wetan berada pada tahap perencanaan sehingga penelitian ini bersifat prediktif. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu contoh dokumen analisis dampak sosial yang dapat disandingkan dengan dokumen analisis dampak lingkungan sebagai persyaratan perencanaan pembangunan.

Analisis ini dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) bersama peserta perwakilan pedagang dari masing-masing jenis dagangan dan perwakilan dari pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lumajang. Dalam analisis dampak sosial dengan pendekatan partisipatif ini, peserta FGD akan bersama-sama mendiskusikan permasalahan di Pasar Wates Wetan hingga kemudian muncul rencana revitalisasi pasar. Setelah itu peserta juga merumuskan beberapa dampak sosial yang berisiko muncul atas rencana revitalisasi pasar. Peserta FGD kemudian mengajukan beberapa tindakan mitigatif dan alternatif solusi untuk meminimalkan potensi dampak sosial. Berikut langkah-langkah analisis dampak sosial yang dilakukan dengan metode FGD mengadaptasi dari metode analisis dampak sosial dari Forest-Trends (2012) dengan menghilangkan langkah penyusunan indikator dan rencana pemantauan karena keterbatasan

Page 7: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 179

kemampuan peserta FGD. Selain penggalian potensi dampak sosial melalui FGD, dilakukan juga analisis dampak sosial menggunakan kerangka analisis Burdge (1998) yang menekankan pada 5 (lima) poin berikut, yaitu dampak populasi, komunitas, konflik, dampak pada level individu dan keluarga, dan perubahan kebutuhan komunitas.

Tabel 1 Teknik Analisis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

Analisis Langkah Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

Dampak populasi

Menggali informasi tentang: Perubahan populasi Perubahan arus temporary workers Kenaikan dan penurunan populasi musiman Relokasi individu dan keluarga Perbedaan umur, gender, ras, dan komposisi etnis

Masyarakat pedagang, pegawai Dinas Pasar di Pasar Wates Wetan

Wawancara dan analisis data sekunder

Susunan komunitas

Membahas dengan peserta FGD tentang: Kajian kondisi dan analisis stakeholder Analisis kanal transmisi Konseptualisasi Analisa fakta-tanding atau skenario referensi sosial Rantai hasil Risiko, dampak negatif, dan tindakan mitigasi Indikator dan rencana pemantauan Analisa data dan pelaporan

Masyarakat pedagang, pegawai Dinas Pasar di Pasar Wates Wetan

FGD

Konflik antara penduduk lokal dengan pendatang

Menggali informasi tentang: Kehadiran agensi luar Kemunculan kelas sosial baru Perubahan fokus komersial/industri dalam komunitas Kehadiran penduduk musiman saat akhir pekan

Masyarakat pedagang, pegawai Dinas Pasar di Pasar Wates Wetan

Wawancara dan analisis data sekunder

Dampak pada level individu dan keluarga

Menggali informasi tentang: Gangguan dan perubahan dalam pola kehidupan sehari-hari Perbedaan dalam praktik keagamaan Perubahan dalam struktur keluarga Perubahan dalam struktur jaringan sosial Persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan Perubahan kesempatan waktu luang

Masyarakat pedagang, pegawai Dinas Pasar di Pasar Wates Wetan

Wawancara dan analisis data sekunder

Kebutuhan infrastruktur komunitas

Menggali informasi tentang: Perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas Akuisisi dan disposal lahan Efek terhadap budaya, sejarah, dan arkeologi

Masyarakat pedagang, pegawai Dinas Pasar di Pasar Wates Wetan

Wawancara dan analisis data sekunder

Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik 1) purposive yaitu masyarakat

terdampak (pedagang dan masyarakat sekitar, instansi terkait, dan pembeli dan 2) accidental untuk mencari informan pembeli (konsumen) di Pasar Wates Wetan. Sebelum melakukan penilaian terhadap dampak, penting untuk melakukan observasi lapang dan wawancara

Page 8: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

180 Firdausi pendahuluan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi nyata lapang, mengetahui cakupan penelitian beserta pihak-pihak yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung.

Profil Pasar Wates Wetan Pasar Wates Wetan berada tepat di depan Kantor Balai Desa Wates Wetan. Pasar Wates

Wetan berjarak sekitar 100 meter dari batas Kabupaten Lumajang-Probolinggo. Adapun jarak orbitasi Pasar Wates Wetan dengan ibukota kabupaten adalah ±27 km dan dapat ditempuh dengan angkutan umum dengan tarif Rp12.000. Pasar Wates Wetan merupakan satu dari dua pasar besar yang ada di Kecamatan Ranuyoso. Pasar ini terkenal dengan khas aktivitas jual-beli pasar tradisional yang dilakukan di tepi jalan (pasar tumpah) yang selalu menyebabkan kemacetan. Tidak ada data yang memberi kejelasan tentang waktu pendirian pasar tersebut, namun berdasarkan arsip sertifikat hak pakai tanah Pasar Wates Wetan tertanggal 22 September 1988, diduga aktivitas pasar sudah berjalan sebelum tanggal tersebut.

Pasar seluas 5.530 m² itu berada di bawah kewenangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lumajang. Berdasarkan Perda 10/2011 Pasar Wates Wetan masuk dalam klasifikasi pasar sederhana kelas II (pasal 1). Pasar kelas II adalah pasar yang memiliki fasilitas pertokoan, kios, los, pelataran, serta dengan jumlah pedagang kurang dari 200 orang, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah pedagang yang terdaftar mencapai lebih dari 200 orang ditambah dengan jumlah pedagang buah yang tumpah di jalan yang tidak diketahui jumlahnya (Tabel 2). Lapak dagang berupa los dan motor banyak dipakai oleh pedagang buah seperti pisang, kelapa, alpukat, nangka, serta pedagang ayam, bumbu sederhana, dan lain-lain. Adapun lapak dagang berupa bedak, kios, dan toko biasanya digunakan oleh pedagang kain/pakaian, jamu, ikan, kelontong, dan sebagian bumbu.

Tabel 2 Jumlah Pedagang berdasarkan Jenis Lapak Dagangan Jenis Dagangan Jumlah Pedagang Toko 36 Bedak 109 Los 119 Motor Tidak terhitung Total 264 (tanpa pedagang motor)

Sumber: UPTD Pasar Wates Wetan (diolah)

Pasar Wates Wetan tidak ramai setiap hari. Pasar hanya akan sangat ramai saat hari pasaran (Senin, Selasa, Sabtu, dan Minggu). Pasar mulai ramai sejak subuh hingga kurang lebih pukul 09.00 pagi. Selain hari pasaran, pasar tetap beroperasi namun tidak seramai saat hari pasaran. Ketika pasaran berlangsung, lalu lintas jalan provinsi di depan pasar akan terganggu. Observasi penulis dengan berjalan kaki mengukur jarak kemacetan dari titik di mana mobil mulai berhenti (macet) hingga titik di mana mobil dapat berjalan lancar dengan ukuran langkah kaki diperkirakan ±30 cm. Peneliti juga menghitung waktu lamanya mobil berjalan dari titik macet

Page 9: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 181

hingga dapat berjalan lancar. Hasilnya, kemacetan terjadi dari jarak sekitar 384 meter sebelum pasar (dari arah Lumajang) hingga sekitar 10 meter setelah pasar. Kemacetan terjadi sepanjang sekitar 454 meter dengan waktu tempuh sekitar 28 menit. Artinya, kecepatan yang ditempuh sepanjang terjadi kemacetan hanya 0,972 km/jam. Hal ini yang menjadi keluhan banyak pengendara yang berlalu-lalang di sekitar pasar. Terlebih jalan tersebut merupakan jalan penghubung antar-kota.

Selain permasalahan kemacetan akibat aktivitas jual-beli, Pasar Wates Wetan juga bermasalah dengan kondisi fisik pasar yang tergolong sebagai “rusak sedang.” Pasar dengan kondisi fisik demikian mendapatkan prioritas dari pemerintah untuk segera direvitalisasi. Kondisi Pasar Wates Wetan yang rusak sedang ditambah dengan aktivitas jual-beli yang menyebabkan kemacetan jalan provinsi menjadikan Pemerintah Kabupaten Lumajang melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian merencanakan revitalisasi Pasar Wates Wetan secara bertahap.

Dinamika Pembangunan Pasar Wates Wetan Pasar Wates Wetan merupakan pasar yang banyak menjadi sorotan masyarakat dan

pemerintah mengingat lokasi pasar yang berada di area jalan provinsi. Banyak keluhan dari masyarakat umum yang melakukan perjalanan antar-kota melewati jalan ini karena kemacetan yang pasti terjadi saat hari pasaran. Pasar Wates Wetan kemudian dicoba untuk direvitalisasi oleh pemerintah daerah setempat dengan pelbagai permasalahannya (Tabel 3).

Tabel 3 Aktivitas Pembangunan Pasar Wates Wetan

Tahun Aktivitas Pembangunan Pasar 2007 Perencanaan pemindahan lokasi pasar (namun ditolak pedagang) 2014 Membangun beberapa kios di bagian tengah pasar (di depan kios kan dan pakaian jadi),

los di bagian depan pasar, dan jalan lingkar pasar 2016 Memasang paving pada halaman depan pasar dan memberi papan nama pasar dengan

nama “Pasar Gedang Lumajang” dengan anggaran dana Rp 150.000.000,- 2017 Pembongkaran kios pakaian dan akan dibangun kios dua lantai dengan peruntukan

lantai 1 untuk pedagang buah (pisang) dan lantai 2 untuk pedagang kain/pakaian dan pedagang ikan dengan anggaran dana Rp 4.200.000.000,- (Dana DAK Rp 1.800.000.000,- dan APBD Rp 2.400.000.000,-)

2018 dan seterusnya

Pembangunan tahap selanjutnya sesuai desain yang sudah direncanakan pada tahun 2016-2017

Sumber: Wawancara Pemkab Lumajang telah beberapa kali mengusahakan pembenahan Pasar Wates Wetan tapi

belum menuai keberhasilan yang signifikan. Tercatat, mulai tahun 2007, Pemkab telah melakukan perencanaan hingga pelaksanaan relokasi pasar dengan menyediakan lahan baru. Upaya ini tidak berhasil karena pedagang tidak bersedia untuk berpindah. Selanjutnya pada tahun 2012 pasar mengalami kebakaran sehingga kios-kios penjual rata dengan tanah. Tahun

Page 10: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

182 Firdausi 2014 didirikan kembali bangunan pasar berupa kios yang tidak jauh dari lokasi kebakaran, jalan lingkar, dan los di bagian depan pasar dengan harapan aktivitas jual-beli berpusat di dalam pasar. Hal tersebut rupanya belum juga dapat menjadi jalan keluar dari kondisi pasar yang tidak rapi dan mengakibatkan kemacetan.

Tahun 2016 pemerintah kembali merancang perencanaan program revitalisasi pasar di Pasar Wates Wetan. Sambil merencanakan pembangunan dalam desain yang lengkap, Pasar Wates Wetan mulai dibenahi diawali dengan memasang paving pada halaman depan pasar dan memasang papan nama “Pasar Gedang Lumajang.” Nama “Pasar Gedang” dimaksudkan untuk menjadikan Pasar Wates Wetan sebagai salah satu ikon Kabupaten Lumajang di samping Pasar Agropolitan Senduro dan pasar yang sedang dibangun di Kecamatan Yosowilangun. Pemkab Lumajang membidik pasar-pasar yang berada di perbatasan kabupaten untuk dijadikan pasar yang membawa identitas Kabupaten Lumajang, salah satunya Pasar Wates Wetan.

Tahun 2017 dan beberapa tahun ke depan, Pasar Wates Wetan mulai direvitalisasi satu per satu bagian pasar. Pertengahan tahun 2017 direncanakan pembongkaran bagian tengah pasar dan membangunnya menjadi 2 lantai dengan dana Rp4,2 milyar yang berasal dari dana DAK (Rp1,8 milyar) dan APBD Lumajang (Rp2,4 milyar) dengan target penyelesaian bangunan bulan Juli-Desember. Menurut Totok, koordinator UPTD Pasar Wates Wetan, selanjutnya (tahun 2018) kompleks dagangan ikan dan bumbu yang akan dibangun dengan dana sebesar Rp6 milyar (wawancara 13 Juni 2017). Pemerintah berharap pada tahun 2018 revitalisasi Pasar Wates Wetan dapat tuntas seiring dengan selesainya masalah kemacetan akibat kapasitas pasar yang tidak memadai.

Alur Perencanaan Revitalisasi Pasar Wates Wetan Perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan dilakukan di bawah pengawasan Dinas

Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lumajang. Dalam merancang desain Pasar Wates Wetan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian menggandeng konsultan pembangunan. Konsultan pembangunan secara teknis merancang desain pasar berdasarkan permasalahan-permasalahan pasar utamanya terkait daya tampung pasar. Setelah desain pasar selesai dan disetujui oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian, proposal perencanaan revitalisasi beserta rancangan bangunannya diverifikasi oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan poin utama yaitu kelayakan perencanaan pembangunan secara teknis, fungsi, anggaran, dan kajian tata ruang. Setelah Dinas PU menyatakan rencana revitalisasi pasar lolos verifikasi, proses selanjutnya yaitu tender proyek revitalisasi hingga akhirnya ditetapkan pihak ketiga yang memenangkan tender dan melakukan proses revitalisasi.

Melihat tahapan proses perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan, tidak dijumpai adanya proses analisis dampak lingkungan dan sosial. Hal ini banyak juga dijumpai pada perencanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia. Padahal, analisis dampak utamanya dampak sosial merupakan hal yang penting dilakukan. Penelitian Ferlan dan Harto (2013) dan

Page 11: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 183

Ayuningsasi (2011) menunjukkan bahwa pembangunan kerap mengalami kegagalan karena berhadapan dengan permasalahan dengan masyarakat terdampak. Masyarakat sebagai subyek pembangunan masih banyak dikesampingkan. Pembangunan masih belum memberi perhatian kepada masyarakat yang memiliki peluang terkena dampak dari pembangunan. Selain tidak diperhatikannya analisis dampak sosial, hal penting lain yang terlupakan untuk dilakukan adalah memberi ruang kepada masyarakat (utamanya, masyarakat terdampak) untuk terlibat dalam perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan. Padahal, tujuan utama dari pembangunan adalah untuk memperbaiki cara hidup dan “ruang hidup” subyek pembangunan yang tidak lain adalah masyarakat itu sendiri.

Gambar 1 Alur Perencanaan Pembangunan Pasar Wates Wetan, 2017 (Sumber: Wawancara)

Risiko Rencana Revitalisasi Pasar Wates Wetan Penilaian dampak, risiko, dan tindakan mitigatif merupakan penilaian pada satu tahap yang

sama pada analisis dampak sosial versi Forest-Trends. Namun dalam artikel ini pembahasan terhadap 3 (tiga) poin inti dari langkah analisis dampak sosial tersebut akan dijabarkan secara terpisah agar didapatkan pembahasan yang lebih mendetail. Dalam hal perencanaan pembangunan, Forest-Trends (2012) memaknai risiko sebagai sesuatu yang dapat menghambat tercapainya hasil positif dari sebuah pembangunan (penghambat suksesnya pembangunan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan berisiko memunculkan penolakan dari pedagang khususnya pedagang kain dan pakaian jadi yang menurut rencana akan dipindah ke lantai 2. Penolakan ini terutama disuarakan oleh kelompok pedagang kain/pakaian jadi yang dalam revitalisasi ini menjadi salah satu kelompok pedagang yang akan dipindahkan ke lantai 2 bersama pedagang ikan dan bumbu. Pedagang kain/pakaian jadi sebagai pedagang dengan komoditi kebutuhan sekunder merasa khawatir akan terjadinya penurunan pendapatan apabila lokasi berdagang dipindahkan ke lantai 2. Sementara itu, kelompok pedagang lainnya yaitu pedagang ikan dan bumbu cenderung tidak bereaksi terhadap perencanaan revitalisasi pasar. Hal ini didasari oleh jenis dagangan mereka yang cenderung

Dinas Perdagangan merencanakan pembangunan

Konsultan membuat rancangan pembangunan sesuai permintaan dinas

Diverifikasi Dinas PU dengan poin: Kelayakan secara teknis, fungsi, dan anggaran Kajian tata ruang

Tender Pengerjaan

Page 12: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

184 Firdausi merupakan kebutuhan primer sehingga apabila dipindahkan ke lantai 2 tidak akan memberi pengaruh yang signifikan.

Bibit-bibit penolakan pada dasarnya telah terjadi sejak pedagang mulai mendengar rencana revitalisasi dari mulut ke mulut. Hal ini terlihat dari pernyataan salah satu pedagang kain/pakaian jadi yang mengaku telah mengirim “surat kaleng” kepada Bupati Lumajang yang meminta agar tidak dilakukan revitalisasi dengan membangun 2 lantai karena dianggap dapat merugikan kelompok pedagang kain/pakaian jadi bila dipindah ke lantai 2. Alasan penolakan tersebut didasari oleh beberapa kasus serupa yang terjadi di pasar yang terletak di kota (Plaza Lumajang) dan salah satu pasar di Kabupaten Probolinggo yang sepi pembeli pada pasar lantai 2 sehingga semua pedagang yang ada di lantai 2 turun ke lantai 1. Kelompok pedagang kain/pakaian juga menyatakan akan melakukan penolakan dalam bentuk demonstrasi apabila rencana revitalisasi dengan membangun 2 lantai tetap dilaksanakan.

Potensi kerugian ekonomis seperti ini belum menjadi perhatian pemerintah dalam merencanakan pembangunan. Padahal, inti dari pembangunan adalah pemanfaatan bangunan itu sendiri oleh masyarakat (dalam kasus ini komunitas pedagang, pembeli, dan masyarakat sekitar terdampak). Masyarakat belum diposisikan sebagai subyek pembangunan. Tidak heran bila banyak perencanaan pembangunan yang pada tahap operasinya gagal mencapai tujuan karena tidak ditemukannya “ikatan” antara pemerintah dan masyarakat. Sudah saatnya masyarakat diberikan ruang untuk turut merumuskan, merencanakan, hingga mengevaluasi perencanaan pembangunan yang pada dasarnya memang diperuntukkan bagi mereka.

Dampak sosial dalam pembangunan dapat berupa dampak positif dan negatif. Dalam penelitian ini penulis lebih fokus untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan dampak yang bersifat negatif. Forest-Trends (2012) memaknai dampak negatif sebagai efek samping yang bersifat negatif dari suatu hasil pekerjaan. Berikut adalah beberapa potensi dampak negatif dari rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan, yang ditemukan melalui proses penelitian.

Kecemburuan Sosial dan Potensi Konflik Potensi dampak yang nyata muncul yaitu kecemburuan sosial. Pedagang kain dan pakaian

merasa kesal karena selama ini penyebab kemacetan adalah aktivitas jual-beli pedagang buah yang dilakukan di jalan, namun pedagang kain dan pakaian harus menerima imbasnya (dengan dipindahkan ke lantai 2). Pedagang kain dan pakaian menilai bahwa seharusnya pedagang buah yang berjualan tidak pada tempatnya yang menerima konsekuensi dengan berjualan di pasar bagian belakang. Bukan dengan mengorbankan pedagang lain (pedagang kain dan pakaian). Perasaan cemburu terhadap kelompok pedagang buah (yang diplotkan berdagang di lantai 1) apabila berlanjut dapat menimbulkan konflik antara kedua kelompok pedagang tersebut. Kecemburuan sosial juga berpotensi muncul dengan kecurigaan pedagang kain dan pakaian terhadap aturan yang dimungkinkan dapat dilobi oleh orang-orang tertentu yang dekat dengan koordinator pasar sehingga tidak diharuskan berjualan di lantai 2 seperti pedagang sejenis yang lain.

Page 13: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 185

Sikap tidak setuju pedagang kain dan pakaian terhadap rencana revitalisasi pasar yang mengakibatkan dipindahkannya pedagang kain dan pakaian ke lantai 2 tersebut kemudian memunculkan sangkaan tidak adil kepada mereka. Pedagang kain dan pakaian jadi merasa pemerintah bersikap tidak adil dengan mengorbankan pedagang kain dan pakaian jadi demi menampung pedagang buah yang selama ini tidak mematuhi peraturan pasar. Hal ini mengarah pada kecemburuan sosial pedagang kain dan pakaian terhadap pedagang buah. Perasaan cemburu dan sangkaan tidak adil antar kelompok pedagang ini apabila berlanjut akan berpotensi menimbulkan konflik.

Perasaan cemburu dan sangkaan tidak adil ini jika merujuk pada jenis ketidakadilan menurut Deutsch (2006) dapat digolongkan dalam jenis ketidakadilan retributif dan ketidakadilan prosedural. Jenis ketidakadilan retributif dalam kasus ini terlihat dari pembagian blok yang dianggap kelompok pedagang kain dan pakaian jadi tidak setimpal. Pedagang yang menempati lantai 1 dianggap (oleh kelompok pedagang yang diplotkan di lantai 2) lebih beruntung karena lokasi dagangan di lantai 1 lebih mudah dijangkau pengunjung daripada di lantai 2. Sedangkan jenis ketidakadilan prosedural terlihat dari tidak dilibatkannya komunitas pedagang dalam pengambilan keputusan dan keputusan tersebut dianggap merugikan salah satu kelompok pedagang (pedagang kain dan pakaian jadi).

Menurut Deutsch (2006), seseorang menjadi cenderung kurang merasa terikat pada otoritas, organisasi, kebijakan sosial, dan aturan pemerintah jika prosedur yang terkait dengannya dianggap tidak adil. Hal ini kemudian sekaligus menjawab tentang kegagalan revitalisasi di tahun-tahun sebelumnya. Pedagang cenderung kurang merasa terikat terhadap otoritas sehingga perilaku tidak disiplin (dengan berjualan di bahu jalan) berlanjut. Apabila kondisi ini terus terjadi, konflik dapat dimungkinkan muncul. Dalam kasus Pasar Wates Wetan, konflik masih terlihat samar, yaitu berupa gerutuan (konflik laten). Konflik tersebut dapat berubah menjadi manifes apabila ada pemicu. Pemerintah dalam hal ini hendaknya melibatkan masyarakat secara aktif sehingga rencana-rencana pembangunan dapat secara utuh dipahami oleh pedagang dan harapannya pedagang bersedia bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan Pasar Wates Wetan yang rapi dan bebas macet.

Konflik sendiri memang dikategorikan Burdge (1998) sebagai salah satu potensi dampak sosial yang mungkin muncul dalam suatu perencanaan pembangunan. Konflik sebagai dampak sosial dari pembangunan, menurut Burdge (1998), dapat dilihat dari kehadiran agen luar, munculnya kelas sosial baru, perubahan fokus usaha (komersial) dalam komunitas, dan kehadiran penduduk baru (musiman). Secara spesifik, potensi konflik yang muncul dalam kasus Pasar Wates Wetan tidak sampai sejauh yang disebutkan Burdge. Hal ini disebabkan karena revitalisasi yang dilakukan hanya sebatas pembangunan fisik yang tidak mengubah sistem secara keseluruhan. Konflik yang berpotensi muncul lebih disebabkan oleh perasaan tidak adil dan kecemburuan sosial di internal komunitas pedagang sendiri, tidak dengan komunitas lain (luar). Namun demikian kemungkinan untuk terjadi konflik dengan komunitas lain dapat

Page 14: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

186 Firdausi dimungkinkan terjadi apabila setelah revitalisasi banyak pedagang baru yang masuk dan mendapatkan tempat yang dianggap kelompok pedagang sebagai tempat yang lebih strategis daripada pedagang lama.

Kenaikan Jumlah Pedagang Tidak Terkendali (Overcapacity) Permasalahan utama di Pasar Wates Wetan pada dasarnya adalah permasalahan penataan

ruang dan kapasitas pasar. Saat hari pasaran, jumlah pedagang dan kendaraan dagangannya selalu jauh lebih banyak dan meluber hingga ke jalan. Hal ini yang kemudian mengakibatkan permasalahan kemacetan menjadi sulit diatasi. Terlebih, jumlah pedagang yang berjualan di Pasar Wates Wetan tidak dapat diketahui secara pasti. Revitalisasi yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya belum mampu membuat Pasar Wates Wetan keluar dari masalah ini. Pedagang semakin lama semakin banyak dan tidak terkendali. Rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan apabila tidak disertai dengan pemikiran tentang jumlah populasi pedagang akan meningkatkan peluang dampak kenaikan populasi yang mengakibatkan overcapacity.

Burdge (1998) lebih jauh menilai bahwa perubahan populasi di area terdampak akan mengakibatkan dampak ikutan berupa perubahan kebutuhan akan ruang, pendapatan, dan pola persaingan perdagangan. Untuk itu penting bagi perencana pembangunan untuk memprediksi kemungkinan dampak perubahan populasi. Burdge (1998) menyebutkan ada 3 hal yang perlu dilihat dalam menganalisis dampak perubahan populasi yaitu jumlah populasi, kepadatan, dan besarnya jumlah orang yang keluar-masuk area terdampak.

Pada kasus ini, tidak ditemukan standar baku tentang jumlah maksimal pedagang dalam satu luasan pasar tertentu. Namun dengan jumlah pedagang sebanyak 264 (terdaftar) dan sebanyak kurang lebih 300 pedagang yang tidak terdaftar dengan luasan pasar 5530 m², Pasar Wates Wetan dapat dikatakan sangat padat. Sebab apabila melihat status Pasar Wates Wetan sebagai pasar kelas II, maka jumlah pedagang harusnya tidak lebih dari 200 orang. Apabila menggunakan rumus kepadatan penduduk, diketahui hasil bahwa besarnya kepadatan penduduk Pasar Wates Wetan adalah sebesar 112.800 jiwa/km². Angka tersebut dalam kategori kepadatan penduduk termasuk dalam kategori sangat padat. Revitalisasi dengan dibangunnya pasar 2 lantai di satu sisi dapat menjadi alternatif untuk mencukupi kebutuhan kapasitas pasar. Namun demikian bangunan 2 lantai tidak serta-merta menjadi solusi yang begitu saja menghilangkan permasalahan di Pasar Wates Wetan. Dengan tidak rapinya pencatatan dan pendataan keseluruhan pedagang, bukan tidak mungkin kapasitas pasar tetap tidak mencukupi meskipun telah direvitalisasi.

Dengan demikian, pembebasan lahan adalah keniscayaan bagi Pasar Wates Wetan. Cepat atau lambat, Pasar Wates Wetan akan membutuhkan lahan baru (atau setidaknya perluasan lahan) agar dapat menjadi pasar yang standar. Dengan data yang ada, pemerintah harus berpikir lebih matang tentang perkembangan Pasar Wates Wetan ke depan selain pembangunan yang bersifat darurat saat ini.

Page 15: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 187

Permasalahan Kemacetan Tidak Selesai Dengan tidak dipertimbangkannya jumlah populasi pedagang di Pasar Wates Wetan,

rencana revitalisasi pasar berisiko belum dapat menyelesaikan masalah kemacetan. Hal ini merupakan dampak ikutan dari potensi dampak terjadinya overcapacity. Seperti diketahui bahwa pasar akan ramai saat pasaran dan hari-hari besar tertentu. Revitalisasi pasar akan memunculkan kemungkinan potensi dampak semakin tingginya populasi musiman di Pasar Wates Wetan. Peningkatan kapasitas pasar tanpa mengetahui persis jumlah pedagang yang ada akan meningkatkan peluang terjadinya overcapacity dan pada akhirnya, permasalahan kemacetan tidak selesai. Dengan demikian, pemerintah harus lebih siap dengan akibat yang mungkin dimunculkan, antara lain kemacetan. Pemerintah harus dapat secara cermat menghitung kapasitas pasar saat pasar sangat ramai agar permasalahan kemacetan tidak lagi muncul saat pasar sudah direvitalisasi. Pemerintah harus dapat mengontrol dan membatasi jumlah pedagang di Pasar Wates Wetan. Karena selama ini yang terjadi, jumlah pedagang tidak dapat diketahui secara pasti. Hanya tampak dengan penglihatan dan perkiraan kasar bahwa pedagang yang tidak teridentifikasi (tidak terdaftar) semakin hari semakin banyak.

Penurunan Pendapatan dan Munculnya Kesenjangan Ekonomi Potensi dampak lain kaitannya dengan revitalisasi Pasar Wates Wetan yaitu penurunan

pendapatan dan munculnya kesenjangan ekonomi. Kekhawatiran ini banyak muncul pada kasus pasar yang dibangun 2 lantai atau lebih. Kekhawatiran terjadinya penurunan pendapatan pada kelompok pedagang kain dan pakaian yang diplotkan di lantai 2 dan kemungkinan munculnya kesenjangan ekonomi antara 2 kelompok pedagang tersebut didasari oleh alasan 1) lantai 1 lebih mudah dijangkau oleh pengunjung daripada lantai 2, 2) terdapat biaya tambahan yang harus ditanggung kelompok pedagang yang berjualan di lantai 2 yaitu jasa kuli panggul untuk mengangkut dagangan ke lantai 2. Terlebih pedagang kain dan pakaian tidak hanya berjualan di Pasar Wates Wetan saja. Ketika Pasar Wates Wetan tidak sedang hari pasaran, sebagian besar pedagang akan berjualan di pasar tradisional lain. Dengan demikian, barang dagangan sering diangkut naik turun lantai 2 sehingga cost untuk kuli panggul semakin besar. Kekhawatiran kelompok pedagang tentang kemungkinan terjadinya penurunan pendapatan dan munculnya kesenjangan ekonomi mutlak harus diperhatikan oleh pemerintah daerah. Rencana revitalisasi harus memperhitungkan hal ini. Apabila permasalahan ini tidak diberi perhatian dan kelompok-kelompok pedagang merasa adanya ketidakadilan pemerintah dalam pembagian lokasi dagangan seperti yang disebutkan Deutsch (2006) sebagai ketidakadilan distributif, maka lagi-lagi konflik akan berpeluang untuk muncul (seperti dibahas pada dampak kecemburuan sosial).

Perubahan Kesempatan Kerja Dalam rencana revitalisasi pasar dengan desain 2 lantai, perubahan kesempatan kerja

menjadi hal yang berpotensi muncul. Seperti yang dijelaskan Burdge (1998) bahwa sebuah pembangunan memungkinkan memunculkan perubahan kesempatan kerja khususnya bagi

Page 16: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

188 Firdausi masyarakat sekitar terdampak. Burdge (1998) mencontohkan pembangunan kawasan industri, misalnya, memberi kesempatan kerja bagi warga sekitar yang tadinya menganggur (contohnya, ibu rumah tangga). Perubahan kesempatan kerja ini lebih jauh dijelaskan Burdge (1998) dapat mengakibatkan dampak ikutan yaitu perubahan pendapatan keluarga, kelas sosial, bahkan gaya hidup.

Rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan dalam hal ini juga memungkinkan munculnya peluang kesempatan kerja. Rencana dibangunnya pasar menjadi 2 lantai membuat pedagang (sedikit banyak) akan membutuhkan kuli panggul atau kendaraan pengangkut barang dagangan ke lantai 2. Hal ini dapat menjadi kesempatan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Selain kuli panggul dan sewa kendaraan pengangkut, hal lain yang dapat dijadikan peluang kerja yaitu penyewaan kendaraan pengangkut antar kota. Dengan disediakannya kendaraan yang direkomendasikan koordinator pasar, koordinator pasar berharap tidak akan ada lagi aktivitas bongkar muat yang dilakukan di jalan. Namun demikian pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan dan penyediaan kendaraan serta perekrutan kuli panggul agar betul-betul dapat dilakukan warga sekitar dan tidak dari daerah lain agar tidak memicu terjadinya kecemburuan sosial.

Dampak pada Level Individu dan Keluarga Dampak pada level individu dan keluarga dalam kasus Pasar Wates Wetan dapat dilihat

dari gangguan dan perubahan dalam pola kehidupan sehari-hari. Dampak ini terutama akan dialami oleh masyarakat sekitar pasar. Apabila revitalisasi telah selesai dilaksanakan dan pedagang diwajibkan untuk berjualan di dalam pasar, maka masyarakat sekitar pasar yang biasanya menyewakan halaman rumahnya untuk tempat berjualan pedagang (terutama buah) akan kehilangan salah satu sumber penghasilannya. Seperti disampaikan oleh salah satu staf UPTD Pasar Wates Wetan bahwa selama ini masyarakat sekitar pasar banyak yang menyewakan halamannya sebagai tempat berjualan atau lokasi bongkar-muat dagangan.

Muncul pendapat tentang perlunya membantu masyarakat sekitar pasar yang halamannya biasanya disewakan untuk berjualan agar dialihfungsikan menjadi ruko sehingga masyarakat sekitar tetap dapat memiliki sumber pendapatan tanpa mengakibatkan kemacetan jalan. Namun hal ini dianggap kurang efektif karena membutuhkan dana yang tinggi. Pemerintah daerah dalam hal ini perlu untuk memberi perhatian dan solusi tentang kemungkinan munculnya dampak tersebut. Lagi-lagi, berdialog langsung dengan masyarakat terdampak menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan agar didapatkan win-win solution terkait rencana revitalisasi. Komunikasi yang cair dan pelibatan masyarakat dalam perencanaan hingga evaluasi pembangunan dengan demikian merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Hal ini yang selama ini menjadi kelemahan pemerintah dalam melakukan perencanaan

Page 17: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 189

Perubahan Kebutuhan Infrastruktur Komunitas Revitalisasi Pasar Wates Wetan apabila berhasil akan mengakibatkan pasar semakin ramai

sehingga penambahan fasilitas umum lain akan dibutuhkan untuk ada. Salah satu fasilitas yang perlu mendapat perhatian untuk direncanakan di masa depan adalah fasilitas parkir. Saat ini fasilitas parkir tidak memadai dan tersebar di banyak tempat, termasuk di bahu jalan. Hal ini menjadi salah satu penyebab macet. Kebutuhan lain yang berpotensi menjadi dampak sebagai akibat semakin ramainya pasar setelah direvitalisasi adalah pembebasan lahan sekitar untuk memperluas pasar. Hal ini sudah berkali-kali disampaikan oleh beberapa pemangku kepentingan termasuk dari BAPPEDA sendiri dan beberapa informan pedagang. Namun hingga saat ini, belum ada rencana dari pihak terkait (Dinas Perdagangan dan Perindustrian) untuk melakukan pembebasan lahan agar pasar menjadi lebih luas sehingga dapat memenuhi kapasitas pedagang dan memadai sebagai tempat bongkar-muat dagangan dan juga fasilitas parkir.

Tindakan Mitigasi Risiko dan Potensi Dampak Perencanaan Revitalisasi Pasar Wates Wetan 2017

Perencanaan revitalisasi Pasar Wates Wetan berpotensi memunculkan beberapa dampak sosial seperti telah dijelaskan di atas. Untuk dapat menekan atau menghilangkan potensi dampak tersebut perlu dilakukan beberapa tindakan mitigasi. Pembahasan mitigasi menurut Burdge (1998:111) yaitu,

… includes avoiding the impact by not taking or modifying an action; minimizing, rectifying, or reducing the impacts through the design operation of the project or policy; or compensating for the impact by providing subtitute facilities, resources, or opportunities.

Rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan berpotensi memunculkan beberapa risiko dan

dampak sosial. Rencana revitalisasi berisiko memunculkan penolakan dari kelompok pedagang yang merasa dirugikan dengan rencana tersebut (kelompok pedagang kain dan pakaian jadi). Untuk mencegah munculnya risiko tersebut, pemerintah seyogyanya melakukan sosialisasi dan dialog interaktif. Dilakukannya sosialisasi dan dialog interaktif memungkinkan komunitas pedagang (khususnya kelompok pedagang yang merasa dirugikan dengan rencana revitalisasi) menyampaikan kegelisahannya kepada pemerintah. Pada saat yang sama pemerintah juga dapat meluruskan dan menjelaskan perencanaan revitalisasi dengan lebih detail sehingga tidak ada kesalahpahaman. Sosialisasi dan dialog interaktif ini juga selain dapat meminimalkan terjadinya salah paham yang berujung pada penolakan rencana revitalisasi juga sekaligus dapat meminimalkan kemungkinan munculnya dampak sosial berupa konflik antara kelompok pedagang yang berjualan di lantai 1 dengan kelompok pedagang yang diplotkan di lantai 2 (kelompok yang merasa dirugikan). Dialog memungkinkan kedua belah pihak yaitu pemerintah dan komunitas pedagang dapat mencapai win-win solution atas permasalahan-permasalahan yang dikhawatirkan kelompok pedagang tertentu.

Page 18: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

190 Firdausi

Tindakan mitigasi berupa sosialisasi dan dialog telah dilakukan pemerintah. Dalam sosialisasi pemerintah menjamin bahwa kekhawatiran komunitas pedagang akan dampak-dampak negatif dari pembangunan tidak akan terjadi. Namun pemberian jaminan ini belum dapat sepenuhnya menghilangkan potensi konflik yang ada di komunitas pasar. Kemungkinan konflik akan muncul apabila di tahapan operasi (pemanfaatan bangunan pasar) pemerintah tidak secara tegas memberlakukan aturan sesuai yang dijanjikan saat ini (tidak ada pembedaan perlakuan terhadap pedagang). Pemerintah dalam hal ini perlu lebih serius melakukan tindakan pencegahan dan evaluasi, bukan hanya sosialisasi dan dialog interaktif. Pengikutsertaan masyarakat khususnya terdampak adalah hal yang paling perlu dilakukan.

Munculnya risiko penolakan dan potensi dampak berupa konflik didasari oleh kekhawatiran kelompok pedagang kain dan pakaian jadi akan munculnya dampak berupa penurunan pendapatan dan munculnya kesenjangan ekonomi. Pedagang kain dan pakaian jadi khawatir jika berjualan di lantai 2, pendapatannya tidak akan sebanyak ketika berdagang di lantai 1. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah selain menempatkan pedagang kain dan pakaian di lantai 2, pedagang ikan dan bumbu juga diplotkan di lantai 2. Hal ini dilakukan dengan tujuan menarik minat pengunjung untuk mengakses lantai 2 (karena ikan dan bumbu merupakan kebutuhan primer yang banyak dicari pengunjung).

Potensi dampak lain yang riskan muncul dan mengancam keberhasilan revitalisasi adalah terjadinya over capacity yang disebabkan tidak rapinya pencatatan terhadap pedagang. Tindakan mitigasi yang mutlak harus dilakukan tidak lain adalah dengan melakukan pendataan pedagang dan bila perlu memberikan kartu identitas kepada pedagang sehingga petugas pasar dapat mengidentifikasi secara jelas pedagang Pasar Wates Wetan. Apabila revitalisasi masih memunculkan dampak overcapacity, maka dampak ikutannya adalah permasalahan kemacetan tidak akan selesai. Namun demikian, pendataan terhadap pedagang dan pembatasan jumlah pedagang juga tidak cukup berarti apabila Pasar Wates Wetan semakin ramai (karena wacana pemerintah menjadikan Pasar Wates sebagai salah satu ikon Kabupaten Lumajang sebagai Kota Pisang) sehingga penambahan fasilitas umum lain akan dibutuhkan untuk ada. Salah satu fasilitas yang perlu mendapat perhatian untuk direncanakan di masa depan adalah fasilitas parkir yang pada akhirnya akan membutuhkan pembebasan lahan sekitar untuk memperluas pasar.

Revitalisasi Pasar Wates Wetan selain menimbulkan dampak sosial negatif, juga menimbulkan potensi dampak yang positif berupa perubahan kesempatan kerja. Rencana dibangunnya pasar menjadi 2 lantai membuat pedagang akan membutuhkan jasa kuli panggul atau kendaraan pengangkut barang. Hal ini dapat menjadi kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Dampak ini bersifat positif, selama kesempatan kerja tersebut diperuntukkan kepada warga sekitar, khususnya warga sekitar yang kehilangan salah satu sumber pendapatannya (menyewakan halaman rumah sebagai tempat berjualan) akibat rencana revitalisasi pasar. Dengan demikian perlu dipertegas dan dipastikan bahwa kesempatan kerja tersebut hanya diperuntukkan bagi warga sekitar pasar.

Page 19: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …

Analisis Dampak Sosial dalam Perencanaan Pembangunan 191

Kesimpulan dan Saran Rencana revitalisasi Pasar Wates Wetan berpotensi memunculkan risiko penolakan dari

kelompok pedagang tertentu dan berpotensi memunculkan dampak sosial berupa kecemburuan sosial dan potensi konflik, kenaikan jumlah pedagang yang tidak terkendali (overcapacity), permasalahan kemacetan tidak selesai, penurunan pendapatan dan munculnya kesenjangan ekonomi, perubahan kesempatan kerja, dampak pada level individu dan keluarga, dan perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas. Potensi risiko dan dampak di atas dapat segera diminimalkan dengan melakukan tindakan mitigatif, utamanya sosialisasi dan dialog interaktif dengan komunitas pedagang. Hal ini penting dilakukan dengan melihat munculnya bibit konflik di komunitas pedagang kain dan pakaian yang merasa dirugikan dengan rencana ini.

Potensi risiko dan dampak sosial yang potensial muncul seyogyanya diperhatikan dan menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah. Pemerintah perlu melakukan komunikasi dan koordinasi aktif dengan UPT dan khususnya masyarakat pedagang agar tidak ada kesalahpahaman. Hal ini juga penting untuk meminimalkan potensi konflik yang saat ini telah terlihat. Selain komunikasi dan koordinasi aktif, pemerintah daerah juga perlu memperhatikan kemungkinan dibutuhkannya perluasan lahan pasar untuk betul-betul dapat meningkatkan kapasitas pasar.

Daftar Pustaka Ayuningsasi, A.K. 2011. “Analisis Pendapatan Pedagang Sebelum dan Sesudah Program

Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar.” Jurnal Piramida, Vol. 7 (1). Burdge, R.J. 1998. A Conceptual Approach to Social Impact Assesment (revised edition). United

States of America: Social Ecology Press. Deutsch, Coleman, and Marcus EC. 2006. Handbook Resolusi Konflik (Terjemahan: The

Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice). Bandung: Nusa Media. Ferlan, M. and Harto, S. 2013. “Manajemen Pelayanan Pemerintah dalam Pembangunan

Pasar.” Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, Vol. 11 (2): 71-143. Forest-trends. 2012. Penilaian Dampak Sosial secara Partisipatif untuk Proyek dan Program

Sumberdaya Alam. Dipetik Juni 14, 2016 (www.foresttrends.org). Kanto, S. 2006. Modernisasi dan Perubahan Sosial. Malang: Universitas Brawijaya. Kolopaking, L. M., Tonny, F., Sitorus, M. F., Sumarti, T., Dharmawan, A. H., & Nawireja, I.

K. 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Mondry. 2006. Komunikasi Media Masa dalam Pembangunan. Malang: Agritek Yayasan

Pembangunan Nasional. Paramita, A.P., dan Ayuningsasi, A. 2013. “Efektivitas dan Dampak Program Revitalisasi Pasar

Tradisional di Pasar Agung Peninjoan.” Journal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 2 (5): 226-276.

Ritzer, G. dan Goodman, D.J. 2008. Teori Sosiologi (Terjemahan: Sociological Theory). Bantul: Kreasi Wacana.

Vago, S. 2003. Social Change. USA: Pearson Prentice Hall.

Page 20: ANALISIS DAMPAK SOSIAL DALAM PERENCANAAN …